Ceritasilat Novel Online

Mencari Tombak Kiai Bungsu 7

Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan Bagian 7





Pada masa muda empat murid Dharmapara, Nyi Ageng Maloka pernah dijodohkan dengan seorang punggawa Majapahit, namun tunangan Nyi Ageng Maloka ketika mudanya itu mati terbunuh dalam peperangan, sehingga semenjak itu Nyi Ageng Maloka telah bersumpah tak akan menikah dengan siapapun. Sedangkan saudara seperguruan lain seperti Ki Ageng Semu, Ki Ageng Semanding yang merasa kasihan melihat nasib adik perempuan yang mereka sayangi itu menderita batin kehilangan suami, telah ikut bersumpah untuk tidak beristeri. Mereka berdua ingin ikut merasakan hidup sendirian tanpa anak maupun istri, sehingga sama-sama merasakan penderitaan. Namun ketika saudara seperguruan lain hendak ikut bersumpah, yakni Aki Kerancang orang tua Sentanu, telah dilarang keras oleh saudara seperguruan lain. Karena jika mereka semua bersumpah untuk tidak berumah tangga, maka dikhawatirkan akan habislah ketutunan dari ki dalang Dhamapara. Jadi untuk tetap menghidupkan

keturunan langsung, Aki Kerancang-lah satu-satunya murid Ki Dharmapara yang mengambil istri.



Akibat dari itu, ternyata telah mengejutkan guru mereka Dharmapara..



Orang tua itu amat kaget ketika mengetahui murid-muridnya mengangkat sumpah yang tidak diduganya itu. Karena Dharmapara, sewaktu mengasingkan diri selama bertahun-tahun telah menciptakan ilmu yang dahsyat dan menurut penuturan guru mereka, tak akan ada duanya untuk masa waktu seratus tahun sesudah meninggalnya guru itu.



Empat murid Dharmapara bersorak girang. Mereka berharap gurunya akan menurunkan ilmu itu pada mereka. Namun dengan muka kecewa sang Dharmapara menerangkan bahwa ilmu yang telah diciptakan itu tak dapat diturunkan kepada mereka, karena ilmu dahsyat itu hanyalah dibuat semata-mata untuk sepasang suami istri. Karena selain Dharmapara sendiri yang meyakinkan, juga Nyi Rumbi menciptakan bersama ilmu pasangan yang tak ada taranya.



Dharmapara menciptakan ilmu itu sesudahnya murid-murid dewasa dan ketika kerinduan Dharmapara pada istri yang hilang demikian menggelora dan meledak-ledak dalam dadanya. Maka kekuatan hanya bisa ditimbulkan oleh dua orang yang saling cinta menyintai. Sehingga ketika murid-murid terlanjur mengangkat sumpah untuk tidak menikah, maka ilmu itu tak dapat diturunkan pada mereka.



Maka satu-satunya murid yang tidak terkena sumpah hanyalah Aki Kerancang. Namun karena Aki Kerancang ini kurang tertarik dengan ilmu itu, ia tidak berkeinginan meminta pelajaran dari sang guru. Karena sejak mudanya ayah Sentanu lebih tertarik pada ilmu batin dan mendalami jalan kasampurnan sejati. Sedang pada ilmu kanuragan dan tata kelahi sedikitpun ia tidak tertarik. Hanya sekedar ia mempelajari pokok-pokok yang penting dari ki Dharmapara.



Sehingga karena itulah maka Guru Dharmapara telah mengubur ilmu itu tanpa sempat menurunkan pada seorang muridpun. Namun sang guru telah berpesan pada murid-muridnya bahwa ia telah menuliskan segala pelajaran ilmu yang diciptakan itu berikut pelajaran yang diyakini oleh isterinya Nyi Rumbi. Sang guru telah berpesan agar murid memerintahkan pada seseorang yang dianggap pantas untuk mencari ilmu itu yang akan dibawa berkubur bersama ki Dharmapara dan Nyi Rumbi. Jika memang berjodoh, maka orang itu pasti akan dapat menemukan ilmu simpanan yang belum pernah dikenal oleh siapapun itu.



Dari sebab itulah maka Nyi Ageng Maloka dan Ki Ageng bertahun-tahun mencari sepasang murid untuk dididik dan jika benar mereka berjodoh maka akan diperintahkan mencari adanya ilmu tinggalan Dharmapara. Dan ketika akhirnya dua orang tua itu menemukan Sentanu dengan Mirah Sekar, hati kedua orang tua itu merasa girang, karena selain dua orang muda itu memiliki kemampuan dan kecerdikan pikir, juga keduanya terlibat pada perasaan asmara, meskipun belum mereka perlihatkan, namun dua orang tua yang arif dan awas itu telah mengetahuinya, hingga Nyi Ageng Maloka kemudian memaparkan perihal keinginannya mengikatkan jodoh antara Sentanu dengan Mirah Sekar, dan hal itu dikatakan oleh Nyi Ageng pada muridnya, hingga Mirah Sekar telah mengetahui segalanya. Bahkan terang-terangan murid itu diperintahkan mencari peninggalan dan kubur ki Dharmapara dngan Nyi Rumbi. Karena tak seorangpun diantara empat murid yang tahu dimana ki Dharmapara dengan Nyi Rumbi. Karena tak seorangpun diantara empat murid yang tahu dimana ki Dharmapara dengan Nyi Rumbi berkubur. Dulunya mereka berdua hanya pergi tanpa mengatakan kemana mereka akan menuju.



- Kalian tak usah risau. -



Kata Dharmapara ketika itu.



- Kalau benar kelak kalian peroleh murid yang berjodoh denganku, pastilah muridmu akan berhasil menemukan kubur dan peninggalan ini.



Itulah sebabnya Mirah Sekar tidak ingin segera kembali ke Kadipaten Wanabaya dan berkumpul dengan Taruna. Ia masih mencari adanya kubur dan peninggalan kakek gurunya.



Berbeda dengan Nyi Ageng Maloka, Ki Ageng Semu sedikitpun tidak menyinggung hal itu pada Sentanu. Sebab Ki Ageng Semu merasa yakin jika benar muridnya berjodoh untuk menemukan peninggalan Dharmapara, tak usah diberitahupun tentu akan mendapatkan. Maka Sentanu sedikitpun tidak mengetahui segala yang dimaui si gadis Mirah Sekar yang mencari kubur kakek guru mereka Dharmapara.



Tanpa disadari Sentanu dengan Mirah Sekar telah jauh dari tempat semula. Namun mereka masih belum mencapai dusun yang tadi terlihat. Bahkan kini mereka telah jauh benar dan rasa lapar semakin menggigit perut mereka. Namun keduanya masih tampak gembira dan tak sedikitpun terdengar mengeluh.



Pada suatu ketika dua orang muda itu mendekati suatu gigir jurang menganga yang ada dikiri mereka. Dan kini hanya jalan setapak saja tempat mereka berjalan membawa kudanya.



- Hati-hati, Sekar! _



Seru Sentanu. Namun Mirah Sekar malah melarikan kudanya lebih cepat. Ia bukan gadis penakut, maka kuda itupun mencongklang naik keatas dan tinggi. Wajah si gadis nampak merah dan bercahaya.



- Hayo kau kejar aku kalau mampu!



Seru sigadis dari tikungan sebelah sana.



Sentanu menggelengkan kepala. Ia girang juga melihat kelakuan Mirah Sekar yang manja dan pemarah. Maka dengan mengeprak kudanya ia juga naik keatas melewati jalan sempit yang berbatu-batu terjal. Untunglah kudanya kuat dan gagah hingga tidak banyak mengalami kesulitan ketika berjalan naik.



Diatas. Sentanu melihat si gadis melambaikan tangan kearahnya. Maka ia mengejar dan mendekati gadis itu. Kini tak teringat agaknya mereka pada rasa lapar yang menyerang tadi. Sehingga matahari semakin tinggi, kedua anak muda itu masih berkejaran dengan gembira dan tertawa-tawa.



Sentanu terus mengikuti gadis naik keatas gunung yang tidak ia ketahui gunung apakah itu. Namun hatinya mulai diterkam kecemasan ketika ia teringat pada kuwajiban dan niatnya ke Demak.



- Dimana kita berada sekarang?



Bertanya ia pada si gadis Mirah.



- Mengapa kau tanya? Aku tak akan bisa menerangkan. _



Jawab si gadis.



- Eh, apakah kau tak lagi merasa lapar?



Tanya Sentanu pula. Si gadis berhenti. Ia heran dengan pertanyaan itu. Namun segera berkata pula.



- Kau menyinggung lapar, jadi aku kini ingat lapar. Hayo kita turun, lihat dusun itu ada dibawah. Tentu tidak jauh lagi. -



- Kau turun dulu!



Sentanu memerintah dan si gadis segera memutar kudanya berjalan turun pula.



Namun ketika ia membalikkan tubuh itu. tiba-tiba Mirah Sekar menjerit kecil :



- Kau lihat!



Serunya seraya berhenti dan menuding kearah barat.



Sentanu menoleh mengikuti arah telunjuk Mirah Sekar yang menuding sebutir buah berwama merah darah berkilat menakjubkan. Sentanu ternganga heran, buah bulat berwarna meraih darah itu tergantung disebuah dahan kecil, menijorok ketengah jurang sekira tiga tombak, dari tepi.



- Buah apakah itu? -



Ia bertanya pada diri sendiri .Dan mataya tak lepas mengawasi benda bulat berwarna merah tadi. Ia merasa belum pernah melihat buah semacam itu. Dan ketika Sentanu melirik pada Mirah Sekar, dilihatnya gadis itu menatap tanpa berkedip dan bibirnya menggeletar bergerak-gerak menyatakan kekaguman pada buah merah yang menakjubkan itu. Bulat merah halus, berkilat bersih dan menakjubkan benar.



- Kita ambil!



Seru si gadis seraya menoleh pada Sentanu.



- Buat apa?



Sentanu bertanya.



- Tentu bukan obat lapar yang cocok untuk kita berdua. _



Mirah Sekar cemberut mendengar kelakar Sentanu.



- Kau ambilkan! -



Perintah gadis itu kemudian. Namun Sentanu tidak bergerak. Ia masih menatap buah itu dengan pandang mata kagmn.



- He, ayo kita ambil!



Si gadis berseru pula, hingga Sentanu sadar.



Tiba-tiba terlihat oleh keduanya sebatang bambu tertanam pada tepi jurang itu. Menjorok ketengah.



Sentanu melihat batang bambu itu menjadi heran, nampaknya batang bambu itu sengaja ditanam orang ditempat iu. Dan rupanya sengaja disediakan untuk orang yang hendak memetik buah merah tadi, karena panjang bambu itu persis sampai dibawah buah. Hingga jika orang mampu meniti batang bambu itu pasti akan mudah memetik buah merah yang menakjubkan itu.



Namun Sentanu berpikir. Melihat batang bambu yang telah penuh dengan lumut hijau dan licin. ia merasa bimbang untuk meniti dan mengambil buah itu. Dan lagi, bambu itu jelas, telah tertanam disitu dan jika kemudian ternyata bambu itu rapuh, maka nyawa orang yang berani mencoba menitinya pasti akan meluncur dan terjun kedalam jurang menganga yang tak terbayangkan dalamnya. Dan bisa dibayangkan batu-batu besar dibawah akan menerima tubuh orang itu dan melumatnya hancur menjadi debu didasar jurang.



- Tunggu dulu!



Sentanu berseru kaget ketika Mirah Sekar loncat turun dari kudanya dan nampaknya hendak meniti batang bambu itu memetik buah merah yang membuatnya mengilar.



- Cari galah untuk mengambil! _



Namun si gadis mencibirkan bibir.



- Kau takut? Aku yakin batang bambu itu kuat.



Mirah Sekar membantah. Namun Sentanu telah meloncat turun dan mencari kayu pohon yang sekiranya bisa dipergunakan memetik buah itu.



Akan tetapi Sentanu menjadi kaget ketika Mirah Sekar tidak mengindahkan kata-katanya. Ia telah meniti dengan lincah diatas batang bambu itu ketengah.



Sentanu berdiri mematung. Hatinya berdetak memukul dengan keras. Ia tahu Mirah Sekar adalah murid terkasih Nyi Ageng Maloka, maka sudah barang tentu kepandaiannya tidak rendah dan ia bisa memahami jika si gadis tidak menggubris nasehatnya, karena apalah sulitnya meniti galah bambu yang hanya tiga tombak panjangnya itu?



Namun Sentanu menduga bambu yang telah rapuh sebab termakan waktu diterkam hujan dan angin serta dibakar matahari.



Setindak dua tindak Mirah Sekar telah melangkah kemuka. Kini benar-benar ia berada diatas jurang menganga itu. Dan Sentanu berdebar keras hatinya.



Sebagai seorang yang telah mampu menyerap ilmu yang diturunkan Ki Ageng Semu, Sentanu dengan mudah saja akan mampu menguasai perasaan yang bergejolak. Namun ketika ia melihat Mirah Sekar meniti batang bambu licin itu hatinya melonjak dan jantung memukul lebih keras dari biasanya.



Batang bambu itu bergoyang, dan Mirah Sekar melangkah ke muka lebih maju. Dan kini tinggal selangkah lagi ia akan dapat meraih buah merah yang menggiurkan itu. Dan Sentanu menarik napas lega ketika tangan gadis itu berhasil meraih dan memetik buah merah yang menggantung diatas jurang. Namun ketika baru saja Mirah Sekar hendak melangkah mundur, tiba-tiba batang bambu itu berderak dan patah!



Dan Mirah Sekar tiba tiba menjerit keras, dan tubuhnya terbanting meluncur kedalam jurang dibawah.



- Sekaaaaaaaarrr ...... -



Sentanu menjerit bagaikan diterkam hantu dan ia meloncat kemuka. Namun Mirah Sekar telah hilang ditelan gelapnya jurang menganga yang tak terlihat dasarnya itu. Sentanu tak dapat membuka mulut. Dan sekonyong-konyong ia terbanting roboh pingsan ditempat itu.



Ketika matahari mulai meninggi dan kemudian awan gelap mengambang ditempat itu lalu turun hujan gerimis yang bagaikan ribuan jarum alit menusuki bumi, Sentanu terbangun dari pingsannya. Dan kudanya telah berada dekat dan menjilat jilat mukanya. Perlahan ia bangkit dan mencoba mengingat-ingat apa yang telah terjadi.



- Sekar -....



Tiba-tiba ia teringat gadis yang telah lenyap dimangsa dalamnya jurang dekatnya itu. Ia ingin menangis, namun air matanya tak mampu keluar. Untunglah anak murid Ki Ageng Semu ini cepat bisa menguasai perasaan. Ia berdiri dan termangu-mangu menjatuhkan pandang matanya kebawah, dikedalam yang tak terkirakan dalam jurang itu. Lalu mata Semanu mencari jalan kalau-kalau ia bisa menemukan jalan menuju turun ke jurang itu dan mencari tuhuh Mirah Sekar yang tentulah telah hancur dibawah sana..



Tetapi Sentanu tidak dapat menemukan jalan untuk itu. Selebar matanya memandang, ia tak menemukan jalan yang kiranya bisa di pergunakan untuk menuruni jurang dan mengusut tubuh Mirah Sekar. Kecuali jika ia mampu menuruni lewat tebing dan gigir jurang yang banyak ditumbuhi semak dan rumput-rumput liar. Namun hal itu tak mungkin ia lakukan. ia tak dapat mengira bagaimana dinding jurang itu. Dan hatinya tak dapat mengukur kemampuan untuk menuruni jurang itu.



Untuk beberapa lama Sentanu masih berdiri termangu-mangu di pinggir jurang itu. Baru ia sadar ketika hujan semakin menderas, dan kudanya meringkik keras minta turun. Sebab sebentar lagi kabut pasti akan menyaput seluruh tempat itu.



Dengan perasaan berat Sentanu turun menuntun kudanya, sedang

kuda Mirah Sekar ia ikatkan dibelakang kudanya sendiri. Tiga makhluk Tuhan itu berjalan turun, dan Sentanu tak sedikitpun terlihat gembira lagi. Keningnya berkerut, bahkan alisnya hampir bertemu dan kedua bibirnya terkatup rapat. Dengan tubuh basah kuyup. Sentanu berjalan menuntun binatang tunggangnya turun. Namun hawa dingin yang telah menusuk tubuh hingga tulang sungsum itu tak dihiraukan. Hatinya masih terpukul oleh kejadian yang baru saja ia alami itu.



Seakan tak percaya pada diri sendiri. Sentanu mengingat itu. Rupanya Mirah Sekar baru saja bergurau dan bergembira dengannya. namun kini telah hilang pula tanpa bekas. Sentanu rasakan bermimpi. Tetapi ketika ia pukul lengan sendiri, terasa lengan itu sakit, maka Sentanu menjadi kecewa, sebab bukan lagi mimpi yang ia alami.



Tidak terasa oleh anak muda ini, ia berjalan turun tanpa sadar, bahkan ketika hari telah kembali menjadi gelap. Sentanu tidak perdulikan. Ia terus melangkahkan kakinya turun dengan menuntun kuda kuda yang ada dibelakangnya itu. Sentanu tak lagi berpikir, ia tak lagi perdulikan apakah langkahnya tidak sesat ataukah ia bukan sedang melangkah kedalam jurang?



Sentanu tidak menghiraukan itu. Hatinya tak lagi dapat merasakan alam sekitar yang kini mengurungnya dengan kegelapan dan mengerikan.




Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Hujan makin menderas, nunun Sentanu tak merasakan hal itu.Jari jarinya yang kaku dan dingin memegang tali kendali kuda-kuda yang dituntunnya. Basah kuyup dan perut yang menjerit-jerit minta diisi tidak terdengar olehnya. Yang ada hanyalah bayangan Mirah Sekar terbanting kedalam jurang tadi. Dan bergantian bayangan

mengganggu pikirnya. Ia teringat ketika melarikan gadis itu dari Kadipaten Wanabaya, lalu sewaktu datang gurunya menolong. dan terbayang pula ketika gadis itu melawan Adipati Wirapribrata. Lalu menyusul berturutan ketika ia berdua dengan Mirah Sekar ditepi sungai itu. Kemudian muncul kembali bayangan si gadis ketika meniti batang bambu diatas jurang.



Dan baveangan buah berwarna merah menghantui kepala anak muda ini. Bayangan buah merah yang menakjubkan itu kini terlihat oleh Sentanu bagaikan tangan iblis yang telah menarik si gadis. untuk turun terjun kedalam dasar jurang itu.



Sentanu telah semalam penuh berjalan turun dari atas gunung itu dan dua ekor kuda yang berjalan dibelakangnya, agaknya mengerti dengan kesedihan tuannya. Terbukti mereka tidak banyak rewel dan menurut diajak turun dari atas menembus hujan lebat yang menerkam-nerkam tanpa kasihan pada tubuh yang mulai kaku dan membiru.



Telah menjadi kodrat alam, bagi sesuatu makhluk dan segala yang ada dialam penglihatan maupun yang tersembunyi, tak dibolehkan melawan hukum yang telah ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa. Maka berlakulah ketentuan yang menggariskan sesuatu yang berani mencoba melawan hukum Yang Maha Kuasa dialam raya ini, maka dia akan hancur dan tergilas oleh hukum sebab dan akibat 'yang selalu berputar bagai mata rantai yang tak putus-putus dan tanpa berhenti. Maka akan berlakulah kekuasaan Yang Maha Kuasa yang telah menggariskan berputarnya segala isi alam ini sesuai dengan hukum hukum yang dibuatNya semenjak pertama menjadikan alam seisinya. Tak satupun berjalan tanpa poros dan jalur yang telah ditetapkan. Namun makhluk yang bernama manusia ternyata memperoleh perkecualian yang berbeda. Sejak manusia ada telah dibekali dengan kemampuan untuk menolak dan menentang hukum alam. Maka hanya manusia yang telah mengerti saja bisa berjalan pada jalur yang semestinya. Namun tak kurang pula yang sengaja dengan segala kesombongan melawan kehendak dan hukum Yang Kuasa.



Adakalanya seorang manusia harus menyandang papa dan penderitaan dari sebab yang tidak dikehendakinya. Lalu ia melawan hukum kodrat dan memaksakan kehendak diri sendiri. Dan sudah barang tentu manusia yang demikian harus menyandang akibat dari perbuatan yang dilakukan.



Seperti halnya Sentanu, dengan tidak menghiraukan hujan lebat dan hawa dingin disaput kepedihan batin akibat kehilangan seorang yang tidak diduganya akan mengalami nasib seperti Mirah Sekar.



Betapapun tingginya kemampuan seorang murid Ki Ageng Semu yang telah menguasai banyak ilmu dan kekuatan yang sukar dicari banding namun ia telah tanpa sadar mamaksakan tubuhnya yang lemah untuk melawan keganasan alam yang terjadi ketika ia turun dari gunung menuntun kuda itu.



Apapun juga liatnya kulit dan kerasnya tulang, namun kehendak alam telah terjadi atas dirinya. Perut yang kosong dan tubuh yang lemah,diseretnya dengan tidak mengingat akibat yang bisa menghancurkan diri sendiri. Maka ketika pagi hari baru ia berhasil turun dikaki gunung, tubuhnya telah membiru dan bibirnya yang gemetar membuat ia harus limbung, untuk kemudian roboh ketika serangan batin kembali menerkam mengingat Mirah Sekar. _



Baru ketika matahari semakin tinggi, muncul ditempat itu orang-orang pedusunan mencari kayu-kayu bakar. Dan ketika dilihatnya seorang muda menggeletak mereka segena memberikan pertolongan dan mengangkat tubuh yang lemah itu, lalu dibawanya kepedusunan digotong mempergunakan usungan kayu yang dibuat ditempat itu juga.



Sentanu sadarkan diri ketika hari kembali hampir gelap, namun tubuhnya masih amat lemah dan kepalanya terasa pening. Maka ia tetap berada didusun itu hingga beberapa saat. Dan sesudahnya lewat sehari kemudian baru ia menghaturkan terima kasih pada orang orang yang menolong dan berjanji kelak hendak membalas jika ia telah berhasil diterima menjadi tamtama di Demak.



Kini Sentanu telah kembali pulih badannya. Namun kesedihan hatinya tak akan hilang demikian mudah. Wajah Mirah Sekar selalu mengikuti kemanapun ia pergi.



Anak muda itu kini menunggang kudanya menuju kotaraja. Dengan kejadian hilangnya si gadis Mirah Sekar, membuat Sentanu tak lagi perdulikan sikap dan kebencian Tumenggung Santa Guna. Maka ia bedal kudanya berlari menuju Demak.



Angin bersiutan keras disisi tubuhnya ketika kuda itu bagaikan terbang berlari menuju ke arah selatan. Dan jika kebetulan ada orang melihat ia menunggang kuda demikian itu, mereka tentu akan terkejut dan heran. Menilik sandang yang dipakai orang akan menduga bahwa penunggang kuda adalah seorang jembel pengemis. Namun melihat geraknya melarikan kuda nampak ia bagaikan dewa dari langit dan lagi tombak panjang yang dibawanya menambah sikap Sentanu bertambah kelihatan gagah perkasa.



Kuda hitam itu terus berlari meluncur bagai anak panah lepas dari busur melesat keselatan. Dan sekali-kali terlihat Sentanu tubuhnya mumbul-mumbul mengikuti irama lari kudanya.



Hampir tengah hari nanti, baru kota Demak akan dicapainya. Dan kini ia merasa semakin dekat dengan niatnya itu.



Sentanu merasa cemas kalau kalau penerimaan tamtama di Demak telah selesai. Maka ia bandangkan kudanya menembus jalan berdebu keselatan. Dan kuda yang telah kembali segar itupun tak menyia-nyiakan harapan tuannya. Ia bawa kabur tuan itu dengan gerakan kakinya yang hebat dan bergerak tanpa kenal mengendur, lebih lebih untuk berhenti. Sentanu tidak melakukan itu.



Tengah hari benar ia telah memasuki kotaraja dan dengan mengurangi lari kudanya ia membawa binatang itu ke gedung Tumenggung Santa Guna menguji calon tamtama.



Sebelum masuk kota, sengaja Sentanu melumuri tombak Kiai Jalak Diding dengan abu dan kapur. Karena ia masih sangsi jangan jangan tombak itu akan dikenal oleh prajurit Demak yang ada di gedung Tumenggung Santa Guna, bahkan siapa tahu Tumenggung itu juga mengenal senjata pusaka yang baru saja ia rampas dari gedung Pusaka itu.



Tiba dimuka regol, Sentanu menambatkan kudanya diluar, lalu ia bertindak kedalam memasuki gedung Tumenggung Santa Guna berada dengam pembantu pembantunya.



Dua orang prajurit loncat dan menghadang sambil menegur:



- Kau siapa dan mau kemana? _



- O, maafkan aku. Aku hendak menghadap tuanku Santa Guna.



Jawab Sentanu dengan sikap menghormat.



Dua orang prajurit itu memandang dengan ragu-ragu. Dan Sentanu segera menyadari ketika prajurit-prajurit menatap pada pakaian ditubuhnya yang robek dan kotor compang camping. Namun ia diam saja. sampai ketika dua orang prajurit itu melepas ia untuk masuk lebih kedalam.

Tumenggung Santa Guna yang duduk dengan angker ditempatnya didampingi Bagus Prana, berdiri tiba-tiba dan keningnya berkerut ketika dilihatnya seorang muda yang telah dikenal dengan pakaian compang camping bertindak masuk.



Tak usah dikata marah dan kaget hati Tumenggung ini melihat munculnya Sentanu yang melangkah dengan tenang dan sikap yang tetap hormat dan merendah.



Hampir saja Tumenggung itu memaki kalau tidak Sentanu mendahului membungkuk memberi hormat dengan dalam dihadapannya. Sedang Bagus Prana geram hatinya melihat munculnya Sentanu yang pernah merobohkan ia dalam pertandingan diruangan itu yang disaksikan oleh banyak punggawa. Namun ia diam saja menunggu Tumenggung Santa Guna mengucap.



- Heh, kau lagi! _



Berkata Tumenggung itu dengan masih mengerutkan kening.



- Mau apa pula kau datang kemari?



Sentanu yang telah menduga akan diperlakukan demikian tidak ambil perduli. Namun ia membungkuk sekali lagi dan berkata :



- Ampun tuanku, seperti yang telah hamba lakukan beberapa waktu berselang, hamba benar berhasrat menjadi tamtama di Demak.



- Dungu!



Kata Tumenggung itu.



- Bukankah sudah diperintahkan untuk meninggalkan Demak? Tetapi ternyata kau masih berani mati datang kembali. Jangan mimpi! Kau tak akan dapat diterima dalam barisan..



- Tetapi tuanku, .....



- Cukup! Kau pergilah, atau kuperintahkan para pengawal menangkapmu sebagai pemberontak? _



Sentanu tidak menggubris. Ia berkata kembali.



- Tuanku, hamba membawa tanda cap kekuasaan dari tuanku Pangeran Trenggana yang telah mengijinkan hamba masuk menjadi tamtama.



Mendengar perkataan itu, Tumenggung Santa Guna kaget, lebih kaget lagi ketika Sentanu mengeluarkan tanda cap kekuasaan yang diterimanya dari Pangeran Trenggana



Untuk beberapa saat, Tumenggung itu tidak mampu mengucap. Mukanya pucat bagai kertas putih. Hatinya cemas bukan main. Karena jika Raden Trenggana telah memberikan tanda kekuasaan pada anak muda itu, maka jiwanya akan terancam. Dan akan terbongkarlah akal busuknya.



- Kalau anak ini telah menceritakan segalanya pada Pangeran Trenggana maka akan celakalah aku



Pikir Tumenggung itu.



- Karena perintah dari Pati Unus mencari seorang muda bernama Sentanu telah dipalsukan.



Namun bukan Tumenggung Santa Guna kalau tidak segera cepat menggunakan kelicinannya dengan membentak lebih keras .



- He! jadi sekarang semakin tampaklah kelicikanmu. Kau telah berusaha mengadu pada Pangeran Trenggana dan mengaku aku telah ditolak oleh Tumenggung Santa Guna, tetapi jangan kau kira aku akan takut!



Sentanu kembali memberi hormat dan bergegas menjawab :



- Ampun tuanku, hamba bukannya mencari tuanku Pangeran untuk mengadu, melainkan hamba kebetulan saja berjumpa dengan tuanku itu. Sedang sedikitpun hamba tidak memburukkan nama tuanku Santa Guna, menyebut namapun hamba tidak pula pada Tuanku Trenggana. -



Mendengar penuturan demikian, Tumenggung Santa Guna girang bukan main.



- Jadi kalau begitu belum menyebut nama maka Pangeran tak mengetahuinya. Bagus.



Maka dengan tiba-tiba Tumenggung itu berkata.



- Baiklah, aku kagum dengan tekad dan kemauanmu yang keras. Ditolak berkali-kali kau tetap berusaha untuk meraih keinginanmu. Itulah sesungguhnya ujian paling berat bagi calon Seorang prajurit tamtama yang berjiwa kuat dan baja. Nah, kau kini kuterima. Tetapi dengan syarat



- Apakah syarat itu, tuanku? Hamba akan memberikan asal mampu hamba lakukan.



- Tidak berat, tidak berat. Nah perlu kau ketahui terlebih dahulu bahwa tindakanku mengusirmu, semata-mata adalah berdasar niat menolong jiwamu juga. Ketahuilah, tuanku Pati Unus telah mendapat mimpi buruk ketika hendak mempersiapkan penyerangan ke Majapahit itu. Tuanku Pati Unus mimpi bertemu lawan berdarah Sunda. Nah, bukankah kau benar seorang berdarah Sunda?



Sentanu menjadi heran. Ia merasa belum pernah sedikitpun menceritakan asal-usul yang sebenarnya, namun ternyata Tumenggung Santa Guna telah mengetahui. Maka ia percaya benar dengan perkataan Tumenggung licin lidah itu.



- Oleh karena itulah kau bisa turut dalam barisan, tetapi kau jangan memperlihatkan dirimu yang sebenarnya, ganti namamu dengan nama yang pernah kau pergunakan dulu. Kau masih ingat nama Sumantri? Pakailah nama itu. Sedang untuk sementara menyembunyikan dirimu agar tidak diketahui oleh tuanku Pati Unus dan panglima Aria Teja. kau kutempatkan dalam barisan tentara menyediakan ransum. _



Tidak ada pilihan lain, dan terdorong oleh rasa girang diterima, Sentanu menyanggupi hal itu. Namun ia tidak menduga bahwa pandangan prajurit lain yang mendengar keputusan Tumenggung demikian itu memaki dalam hati dan menyesalkan tindakan Tumenggung Santa Guna. Sebab mereka yang telah mengenal kepandaian anak muda itu ketika bertempur dengan Bagus Prana hanya ditempatkan daeam barisan tukang masak yang tidak mengerti tata tempur dimedan. Tetapi tak seorangpun membuka mulut.

Siapa berani mati mencela perbuatan Tumenggung Santa Guna?



Bertepatan dengan diterimanya Sentanu dalam barisan itu, Baginda Pati Unus telah mengeluarkan perintah untuk segera membawa tentara cadangan yang telah berjumlah ribuan ditambah prajurit-prajurit ini untuk segera berangkat ke timur.



Tumenggung Santa Guna menerima perintah itu dari panglima Aria Teja yang telah memangku kuwajiban sebagai panglima perang dalam penyerbuan ke Bangwetan dan Majapahit itu.



Segera terlihat kesibukan besar-besaran di Demak.



Sementara itu Pamasa dan Wijaya yang telah berada lebih dahulu, ketika mengetahui Sentanu diterima dan ditempatkan dalam barisan tukang masak, mereka berdua segera menghadap Tumenggung Santa Guna dan menyatakan hendak berkumpul dengan Sentanu dalam barisan tukang masak itu.



Tumenggung Santa Guna tidak berkeberatan, permintaan mereka dikabulkan. Maka Sentanu kembali berkumpul dengan dua saudara angkat itu.



Mereka bertiga merasa gembira.



- Kang Sentanu.



Kata Pamasa.



- Aku lebih merasa senang berada dibarisan ini daripada tidak berkumpul denganmu. Tak apa mereka menganggap kita rendah tidak mengerti tata tempur dan ulah keprajuritan, bukankah mereka semua telah mengetahui kita justru unggul dibanding para senapati yang ada itu? _



Setelahnya segala persiapan untuk berangkat selesai, Panglima Aria Teja menyampaikan perintah dari Adipati Unus agar tentara yang dibawah kekuasaan Tumenggung Santa Guna segera berangkat lebih dulu. Sesudah tentara itu berangkat terlebih dahulu, baru Raja Demak akan menyusul dengan disertai beberapa panglima lain.



Tumenggung Santa Guna memerintahkan pasukannya berangkat dan berderaplah barisan Demak memenuhi sepanjang jalan menuju timur dengan didahului pengawal berkuda, tentara itu bergerak bagai tak habis-habisnya, seakan semut yang keluar dari liang tanpa putusnya.



Tumenggung Santa Guna berada dibarisan belakang dengan

pengawalan kuat .Tumenggung ini didampingi oleh Bagus Prana

dan anak-anaknya yang lain, berdiri dengan sikap angker dan nampak benar ketinggian hatinya.

Tumenggung Santa Guna adalah seorang prajurit yang berpengalaman, dimasa mudanya ia bagaikan seorang yang tak dapat di

lawan. Maka ketika ia melihat barisan Demak yang panjang dan ribuan itu, hatinya menjadi besar dan dadanya membusung. Tumenggung ini yakin barisan yang dipimpin pasti akan dapat menghancurkan lawan. Iapun ingin Majapahit segera hancur kemudian Pajajaran baru akan diserang.

Namun dalam pada itu, Tumenggung ini diam-diam juga memikir-mikir adanya Sentanu dalam pasukannya. Tumenggung Santa Guna bertanya-tanya dalam hati.



Apa sebenarya yang akan terjadi

dengan anak muda itu?



Jika ia mengingat ramalan, yang menyebutkan orang bernama Sentanu itulah yang telah ditakdirkan akan memenangkan peperangan dengan Raja Majapahit, hati Tumenggung

Santa Guna menjadi ciut. Sebab jika benar demikian, maka ia tak

akan dapat membangun jasa, dan keinginan untuk memberikan kedudukan pada Bagus Prana tak akan dapat terjadi. Tetapi, melihat

agaknya Sentanu memang bukan orang sembarangan, terbukti Tumenggung ini yang menyaksikan sendiri ketika anak muda itu melawan Bagus Prana, ia jauh menang unggul. Maka Tumenggung Santa Guna mencari akal sebaik-baiknya guna menyingkirkan anak muda itu.


Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Tiba-tiba ia tersenyum sendiri ketika dalam pikirannya berkelebat satu rencana yang dianggapnya bagus.

Pati Unus sengaja memerintahkan tentara itu untuk berangkat

lebih dulu bukan tidak ada maksud yang telah direncanakan.

Tumenggung Aria Teja mengetahui bahwa di wilayah hutan di

muka, terdapat gerombolan rampok yang terkenal kejam dan kuat.

Tak satu negeripun pernah berhasil menghancurkan sarang gerombolan dihutan itu. Sedang menurut prajurit sandi yang dikirim untuk

mengendus mereka, Tumenggung Aria Teja mengetahui gerombolan

yang jumlahnya ratusan itu ternyata berpihak pada Majapahit dan

sengaja ditanam di hutan untuk mengganggu orang-orang Demak.



Ratusan telah menjadi korban gembolan itu. Pernah Demak mengirim utusan untuk membujuk mereka dan menakluk, namum utusan itu kembali nama saja. Mereka habis ditumpas oleh gerombolan dihutan itu. Maka, seraya mengirim tentara itulah Pati Unus memerintahkan untuk sekaligus menghancurkan sarang gerombolan yang kuat dan ditakuti itu.



Tumenggung Santa Guna sengaja tidak diberitahukan akan adanya bahaya lawan di hutan itu. Maka dengan tenang ia berjalan membayang-bayangkan peperangan yang bakal timbul jika tentaranya tiba di Bangwetan.



Setelah berjalan berhari-hari dan beberapa kali bermalam di perjalanan, maka pada akhirnya barisan itu tiba dan beberapa saat lagi mereka akan segera melintasi hutan berbahaya sarang lawan yang belum diketahui dengan baik.



Lima pal dari hutan itu Tumenggung Santa Guna memerintahkan tentaranya berhenti dan membuat tenda-tenda guna beristirahat dan menunggu datangnya Pati Unus yang akan datang disertai para panglima yang lain.



Seorang kepala pengawal menjadi terkejut ketika Tumenggung Santa Guna memerintahkan berhenti itu. Dengan agak gugup kepala prajurit itu berkata :



- Tuanku. mengapa tuanku memerintahkan tentara berhenti disini? Bukankah ini wilayah berbahaya sarang gerombolan rampok yang ditakuti? _



Tumenggung Santa Guna memandang kepala prajurit pengawal itu dengan muka merah.



- Hm, kau tahu siapakah yang berkuasa dalam barisan ini?! Aku ataukah kau sehingga kau hendak mencoba menentang perintah?! -



Kepala prajurit itu makin pucat.



- Ah tuanku, hamba hanya memperingatkan di hutan yang dimuka itu adalah sarang gerombolan. Mereka kuat dan berbahaya. Bukankah tuanku Pati Unus pernah mengirim tentara untuk menghancurkan mereka, tetapi tak satupun berhasil pulang kembali. ..



Tumenggung Santa Guna terkejut juga mendengar perkataan kepala prajurit itu. Ia masih kurang percaya, maka dipanggilnya kepala prajurit lain dan ditanyakan kebenaran perkataan kepala prajurit itu.



- Setahu hamba memang benar tuanku, disitulah gerombolan

yang memihak lawan bersarang dan kerapkali mengganggu dan membunuh kawula.



Tumenggung Santa Guna terdiam. Hatinya mulai merasa tak enak. Meskipun ia bukannya merasa takut, sebab dengan membawa ribuan tentara. gerombolan itu tak akan mampu bertahan.



Tetapi apakah barisan yang dibawanya hanya dipersiapkan untuk membasmi gerombolan kecil dihutan itu saja?



Rasanya kurang tepat. Tetapi untuk memutar jalan sudah tak mungkin, apalagi perintah dari Aria Teja harus menunggu ditempat itu, maka untuk beberapa saat Tumenggung ini tidak dapat berkata. Ia berpikir keras mencari cara sebaik-baiknya untuk menyelesaikan hal itu. Dan sesudah menimbang-nimbang beberapa saat akhirnya Tumenggung memerintahkan Bagus Prana untuk membawa seratus orang prajurit menuju hutan itu dan membasmi mereka.



Tumenggung Santa Guna sengaja memilih anaknya untuk maju menyerang sebab ia ingin Bagus Prana bisa terlihat dan dapat membangun jasa, karena Tumenggung ini memperhitungkan dengan seratus prajurit, Bagus Prana tentu akan dapat membasmi mereka.



Maka dengan menunggang kuda Bagus Prana maju dan membawa seratus tentaranya menuju hutan itu dengan sikap sombongnya. Ia ini tak ubahnya bagai Tumenggung Santa Guna sendiri, selalu menganggap rendah pada lawan-lawan yang hendak diperanginya, karena merasa diri sendiri berilmu tinggi dan pilih tanding.



Namun sedikitpun tak diduga oleh Bagus Prana, bahwa kedatangannya menuju hutan jauh sebelum mendekati telah terdengar oleh kepala begal tiga bersaudara. Maka tiga orang kepala begal hutan itu keluar dengan membawa lima orang anak buahnya. lalu memerintahkan seluruh anak buahnya mengosongkan hutan dan memencar ke segala jurusan.



Kecerdikan kepala begal yang telah berpengalaman menguasai hutan itu tidak diperhitungkan oleh Bagus Prana yang dengan dada membusung melarikan kudanya diiringi prajurit Demak yang gagah berani. Suara kaki kuda mereka berderap mengaduk debu di sepanjang jalan. Dan ketika mereka telah melintasi bulak panjang dan kering, tibalah mereka dimulut hutan yang telah terlihat keangkerannya.



Bagus Prana memerintahkan prajuritnya berhenti. kemudian memerintah mereka menantang perang dan mengajak gerombolan itu keluar hutan.



Tiga orang prajurit maju mendekati hutan, lalu mereka ini berseru menantang perang. Tetapi mereka menjadi heran, tak sedikitpun terdengar suara balasan dari dalam hutan itu. Mereka berpandangan. Laln diulang dengan lebih keras tantangan itu. Masih tak terdengar sahutan dari dalam.



- Hutan itu kosong.



Desis Bagus Prana



- Ya, kita tertipu oleh kepala pengawal itu.



Kata prajurit lain.



- Gila, hayo kita periksa kedalam!



Bagus Prana memberi tanda prajuritnya agar masuk kedalam hutan. Maka segera terdengar derap kaki kuda memasuki hutan itu melewati jalan kecil memanjang yang terdapat di hutan.



Ketika mulai berada dalam hutan, mereka tak menemukan sedikitpun tanda-tanda bahwa disitu menjadi sarang gerombolan.



- Mungkin di dalam. -



Desis Seorang prajurit pula



- Hayo masuk! -



Terdengar kembali perintah Bagus Prana memerintahkan prajuritnya untuk masuk lebih ke dalam. Hati Bagus Prana menjadi lega ketika mengetahui hutan itu ternyata kosong. Maka untuk menyombongkan keberaniannya, ia yang merasa yakin hutan itu tak ada begal, maka ingin memperlihatkan keberanian dengan menyuruh masuk.



Namun ketika para prajurit itu baru saja hendak masuk lebih ke dalam, sekonyong konyong terdengar suara sorak sorai riuh rendah yang menggemuruh dan ratusan anak panah melesat menyerang

dengan tidak diduga. Maka prajurit Demak yang menjadi terkejut

itu mencabut senjata dan menangkis dengan repot hujan anak panah yang tidak diketahui tiba-tiba saja telah mengurung mereka dari berbagai jurusan.





- Hiiyyaaa...mampus! Bunuh



Prajurit-prajurit yang dipimpin oleh Bagus Prana menjadi

tak mampu bertahan dengan baik. Ratusan hujan anak panah terus

membanjir tidak putus-putusnya menembus dari celah pohon dan

dari berbagai jurusan. Namun sampai sejauh itu masih belum terlihat munculnya gerombolan penyerang, karena mereka melancarkan

serangan panah dari tempat-ttmpat terlindung yang telah dipersiapkan baik-baik.

Puluhan prajurit segera berjatuhan. Mereka tak mampu balas

menyerang karena lawan tidak terlihat. Hanya dengan membabi buta dan asal saja mereka melempar tombak dan panah kesegala

arah. Namun tentu saja tindakan itu sia-sia. Hujan panah gerombolan masih menyerbu dengan deras dan semakin gencar.

Bagus Prana berloncatan dan menggunakan pedangnya menangkis hujan panah itu. Namun tak urung pundaknya telah kena tertembus dua batang panah lawan hingga darah mengalir dari luka itu.

Agaknya merasa tak akan mampu bertahan pula, maka Bagus

Prana memerintahkan prajuritnya untuk mundur dan keluar dari

hutan pula. Tetapi terlambat, yang dapat menyelamatkan diri hanya

separuh dan itupun mereka susah payah menyeret kawan-kawannya

yang terluka. Lalu kabur kembali keluar hutan.

Bagus Prana membedal kudanya berlari keluar dengan menahan sakit akibat luka pada pundaknya. Tetapi agaknya mereka masih beruntung, bahwa gerombolan itu tidak mengejar lebih jauh, karena agaknya mereka juga memperhitungkan dan khawatir jangan

jangan tentara Demak akan menyerang seluruhnya. Dan yang mereka cemaskan jika tentara itu benar menyerbu masuk dalam jumlah besar, tentu saja betapapun kuatnya gerombolan, pasti akan dapat dihancurkan juga.



Maka masih mujur Bagus Prana dapat lolos dengan selamat.



Tumenggung Santa Guna kaget melihat tentaranya kembali dengan menyandang kerugian dan menderita luka-luka berat. Tetapi Tumenggung ini selalu tidak mau menyadari kesalahan sendiri bahkan ia membentak kepala prajurit yang memberikan laporan adanya gerombolan itu .



- Kau sudah gila rupanya. Mengapa tidak kau katakan kekuatan mereka begitu kuat dan sukar dijatuhkan? Kalau kita tahu tentu akan kita kirim kekuatan lebih besar.



Kepala prajurit itu terdiam dengan hati mendongkol. Tak masuk pada akalnya Tumenggung yang mendampratnya demikian rupa. Sebab dimuka ia telah memberitahukan gemmbolan itu adalah gerombolan kuat yang sukar ditaklukkan. Namun ia diam saja. Tak

berguna membantah Tumenggung Santa Guna yang hanya akan memancing kemarahan saja.



Semenjak menderita kekalahan prajuritnya itu Tumenggung Santa Guna selalu marah tanpa sebab, Kini ia mudah memaki anak buah dan pembantunya. Hatinya gelisah bukan main, sebab jika sampai hal itu diketahui oleh Pati Unus, tentulah ia akan mendapat marah dan ditegur. Tumenggung ini tahu watak Raja Demak yang keras dan disiplin itu.



Santa Guna berpikir keras. Jika ia perintahkan membawa prajurit lebih banyak, maka tentu ia lebih merasa malu jika hal itu di dengar oleh Pati Unus dan Arya Teja. Lagi pula kekuatan tentaranya bukan disediakan untuk membasmi gerombolan. Melainkan di sediakan guna menggempur Majapahit. Dan jika terjadi sebagian tentaranya rusak oleh gerombolan yang telah membuktikan kehebatannya itu, maka Tumenggung ini akan merasa lebih rugi dan kecewa.



Ketika tengah bingung dan buntu pikir itu, tiba-tiba berkelebat dalam pikiran Tumenggung ini untuk mencoba majukan Sentanu dengan dua saudara angkatnya yang ada dibarisan tukang ransum. Maka diperintahkan seorang prajurit memanggil tiga orang muda itu.



Sentanu muncul diiringkan Pamasa dan Wijaya. Dan ketika ketiganya mendengar perintah Tumenggung Santa Guna untuk menggempur lawan menjadi girang.



Bagi Pamasa dan Wijaya lebih girang lagi, karena telah terlalu lama mereka tidak memainkan senjata menghadapi lawan. Maka tanpa banyak bertanya ketiganya telah menyanggupi hal itu.



- Kalian pergilah bertiga! -



Perintah Tumenggung Santa Guna. Yang mendengar jadi pucat dan terkejut.



Bertiga?!



Mereka anggap Tumenggung itu sudah menjadi gila. Bagus Prana ynga membawa seratus prajuritpun masih kembali dengan menderita luka dan hampir putus nyawa, kini Sentanu hanya diperintahkan menyerbu bertiga tanpa prajurit pengawal yang lain. Tetapi tak seorangpun berani mencela perintah itu.



Namun demikian, Sentanu tidak perdulikan segala yang terdengar ditelinganya itu. Ia segera minta diri, lalu dengan menunggang kuda hitamnya ia bertiga dengan Pamasa dan Wijaya melarikan binatang itu menuju hutan yang berada disebelah muka tempat kubu prajurit Demak itu.



- Kang Sentanu. -



Berkata Pamasa ketika mereka telah keluar dari tempatnya.



- Aku merasa Tumenggung itu sengaja hendak menjerumuskan kita. --



Sentanu melengak heran.



- Apa maksudmu?



ia bertanya.



- Aku mendengar Bagus Prana yang sombong itu kembali dengan luka berat ketika membawa seratus prajurit menyerbu sarang gerombolan itu. Dan kita hanya bertiga, tanpa seorangpun prajurit.



- Memang bangsat Tumenggung licik itu! -



Wijaya memaki.



- Kelak jika ada kesempatan tentu hendak kubikin keluar isi perut Tumenggung itu.



Sentanu tidak segera menjawab. Ia dapat memahami kemarahan

saudara-saudaranya. Namun sesudah berdiam beberapa saat ia berkata :




Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


- Sudahlah, tak berguna kita mengumpat. Kita cari jalan bagaimana baiknya agar kita berhasil menumpas gerombolan itu.



- Eh, kang Sentanu.



Berkata pula Pamasa.



- Kau ingat bukan? Aku dulunya juga adalah kepala begal. Maka aku merasa yakin mereka tentu mempergunakan cara jebakan memancing lawan masuk ke hutan. Kuyakin itulah yang menjadi Sebab Bagus Prana harus menerima kepahitan.



- Ia sombong, tentu dengan gegabah mengajak tentaranya masuk kedalam hutan. Jadi kita harus mencari akal.



- Sesukamu Pamasa! Kau yang paling tahu dengan tata tempur yang biasa digunakan mereka



Kata Sentanu seraya menggerakkan tombak Jalak Diding yang dibawanya.



- Kita berhenti dulu ditempat ini!



Pamasa berseru dan Sentanu berdua Wijaya mengikuti, lalu mereka berloncatan turun dari atas kuda. kemudian menuju sebuah pohon beringin besar yang ada disitu.



- Kang Sentanu. -



Berkata pula Pamasa.



- Jika kita nekat menyerang gerombolan itu, kita tentu akan banyak mengalami kesulitan. Salah-salah kita bisa jadi korban, dan tak kembali dengan nyawa utuh. Jadi kita pancing kemarahan kepala begal itu sebab dengan demikian tentu ia akan maju ditempat terbuka. Kita pancing agar ia keluar hutan. Sebab jika kita tidak menggunakan cara ini, kau bisa

bayangkan akibatnya. kang!



Sentanu mengangguk-angguk mendengar pendapat saudaranya



- Lalu?



-Ya, kita usahakan menimbulkan kemarahan mereka. Kita tunggu dan bikin tempat untuk istirahat tidak jauh dari hutan mereka. Dan kita tak usah membuat gerakan apapun untuk menyerang. Tentu mereka akan melihatnya.



- Eh. kau merasa yakin mereka akan bisa melihat kita? -



Bertanya Sentanu.



- Tentu saja. Mereka telah membuat pertahanan dan pengaturan tempat jaga yang mampu mengawasi sampai beberapa pal sekitar hutan mereka. Jadi tak heran jika mereka telah melihat kedatangan lawan dari luar.



Sentanu mengangguk tanda mengerti. Tetapi masih ada yang belum jelas padanya. Maka ia bertanya kembali :



- Lalu maksudmu? -



- Itulah, jika kita bertiga sudah membuat tempat istirahat tidak jauh dari tempat mereka, tentu akan terjadi kepala begal itu memerintahkan orang-orangnya mengusir kita atau berusaha merampok harta yang dikiranya pejalan jauh. Bukankah kita tidak mengenakan pakaian keprajuritan? -



Sentanu menengok pakaiannya, ia tersenyum sendiri melihat pakaian tukang masak yang dipakai.



- Sukur jika kepala begal sendiri yang datang hingga kita bisa membekuknya di tempat terbuka. Tetapi jika yang muncul anak buah mereka, kita tangkap salah seorang lalu kita perlakukan untuk memancing kemarahan mereka. Tentu, kang. Jika mereka benar bisa kita bikin marah, tentu akan keluar dan menyerbu kita. Nah. bukankah kita bisa menghadapi mereka diluar hutan? -



- Eh kang Pamasa. -



Wijaya menyela



- Kalau mereka datang dalam jumlah banyak? Padahal kita hanya bertiga. -



- Tak apa. Kita bukan penakut. Kendatipun mereka berjumlah banyak, lebih bagus kita melawan diluar hutan daripada dalam hutan.



Sentanu menganggukkan kepala. Ia memuji kecerdikan saudaranya. Maka sesudah perembugan dilakukan dengan lebih matang, ketiganya menunggang kudanya kembali dan melarikan mendekati hutan dimuka.



- Kita merasa tidak lagi terlalu jauh,



Pamasa memilih sebuah tempat dibawah pohon besar ditepi jalan lalu minta saudaranya mencari ranting dan kayu serta daun-daunan. Mereka membuat gubug kecil ditempat itu. Yang dalam waktu singkat telah berdiri gubug yang di buat dengan tali pelepah pohon pisang sebagai pengikat kayu dan ranting yang dipergunakan.



Pamasa bersenyum melihat gubug itu kini berdiri dengan kuat. Maka kuda yang mereka bawa ditambatkan dekat gubug itu. lalu ketiganya masuk dan tidur-tiduran seraya memasang mata dan telinga kalau-kalau ada tanda-tanda anak buah gerombolan yang muncul.



Namun sampai hari berganti gelap, masih tak terlihat seorangpun keluar dari hutan itu. Tapi ketiganya bersabar dan menunggu

pula.



- Entah kapanpun, pasti ada yang keluar.



Kata Pamasa.



- Kita tidur bergantian menjaga dan melihat-lihat sekitar tempat ini.



Sentanu ternyata jatuh pulas terlebih dulu. Ia nampak lelah dan lelap dalam tidurnya. Sedang Pamasa tersenyum melihat saudaranya segera tenggelam dalam tidur.



Ketika esoknya matahari menyorotkan sinarnya menerpa gubug mereka. ketiga orang muda itu telah terbangun. Mereka bergantian menuju sungai kecil yang tidak jauh ada ditempat itu. Lalu sesudahnya membersihkan diri, ketiganya kembali berbincang dan mengatur rencana menghadapi gerombolan di hutan itu.



- Tak seorangpun keluar.



Kata Wijaya. Tetapi Pamasa menyatakan keyakinan bahwa suatu saat tentu akan keluar juga.



Ditunggu, kemudian ketika matahari makin meninggi masih belum terlihat ada tanda-tanda akan keluarnya gerombolan di hutan itu.



Sementara itu didalam hutan kepala begal marah-marah. Ia telah melihat adanya tiga orang membuat gubug tidak jauh dari luar hutan. Semula dikiranya hanyalah orang-orang yang hendak bepergian. Maka diperintahkan anak buahnya mencegat dan merampas barang bawaan tiga orang itu.



Tetapi kepala begal menjadi kecewa ketika diberitahukan tiga orang yang membangun gubug diluar hutan tidak nampak membawa barang berharga, bahkan kelihatan mereka adalah orang-orang miskin dengan pakaian robek. Maka dibiarkan saja mereka hingga sehari semalam berada ditempat itu



Namun ketika esok harinya mereka menduga tiga orang itu pasti akan meninggalkan tempat melanjutkan perjalanan, tapi ternyata dugaan itu meleset. Sampai ketika matahari mulai meninggi dan panas telah membakar sekitar tempat itu ketiga orang yang membuat gubug itu masih belum pergi, kepala begal menjadi merah.



- Kurang ajar, apakah mereka belum tahu kita berkuasa disini? Hayo kalian usir mereka!



Dan diperintahkan tiga anak buahnya keluar hutan untuk mengusir tiga orang itu.



Sentanu yang tadinya telah dijangkiti perasaan jemu menunggu, sebab matahari telah mulai miring ke barat pula, bersorak dalam hati ketika dilihatnya tiga orang begal keluar dengan membawa golok telanjang mendatangi.



- Kita mulai kang Sentanu. Jangan bunuh mereka, tapi tangkap dan serahkan padaku ketiganya. Pasti beres. -



Kata Pamasa.



Ketiganya pura-pura mendengkur dalam gubug dan menunggu tiga orang begal itu lebih mendekat.



Tiba-tiba ketiganya mendengar bentakan keras mengguntur dan gubugnya roboh ambruk menimpa mereka:



- He bangsat kecil! Apa maumu berdiam disini? _



Sentanu tertiga merangkak bangun pura-pura terkejut. Namun mereka menatap tiga begal itu dengan berani.



- He, mengapa kau melotot, ha?! -



Salah seorang begal membentak Wijaya seraya tangannya terayun memukul anak muda itu. Tetapi tentu saja ia bukan lawan Wijaya yang berkepandaian, maka ketika tangan hitam besar itu melayang memukul Wijaya tidak menghindar tapi gerakkan tangan dengan lebih cepat menangkap lengan begal itu, lalu tanpa diduga oleh lawannya, Wijaya telah memutar lengan itu seraya mengerahkan kekuatan sepenuhnya dan......



- Kraaak!



Terdengar tulang patah dan begal itu menjerit ngeri lalu mundur memegang lengannya yang terkulai sakit bukan main. Rasa nyeri itu rasanya menembus sampai kedalam jantung hingga ia meringis hebat menahan sakit.



Kawannya melihat kejadian itu, kaget, namun cepat kedua begal yang lain mengayunkan golok besarnya kearah Sentanu dan Pamasa





Sentanu dan Pamasa, adalah orang-orang yang telah mumpuni dan matang dalam ilmunya, maka dua orang begal kecil itu mana mampu melawan Pamasa yang pernah memimpin ratusan begal dulunya. Maka begitu dua golok mereka mengayun deras, kedua orang muda itu menggeser kaki sedikit, tanpa setahu lawan, tiba-tiba saja kepalan Sentanu telah masuk kedalam ketiak lawan kanan kiri, hingga tangan begal itu tiba-tiba merasa lumpuh dan sakit. Dan kedua tangannya segera terkulai pula mengikuti kawan yang terdahulu.



Sedang Pamasa berbuat lain, ia sengaja memperpanjang pertempuran untuk permainkan lawannya. Ia loncat mundur. Tentu saja lawannya mengejar dan loncat mengayunkan senjatanya.



Namun Pamasa yang sudah menduga lawan akan berbuat demikian tiba-tiba menggelundung maju dan kedua kepalan tangannya menyerang kedua paha begal itu. Dan terdengarlah jerit panjang ketika begal itu merasakan sakit pada pahanya yang disusul oleh melayangnya tubuh berdebug sejauh lima tindak tanpa mampu bangkit. Mukanya meringis menahan sakit. Ketika ia mencoba bangun dirasa kakinya telah lumpuh.



Pamasa segera bertindak cepat. Ia keluarkan barang-barang yang telah disiapkan sejak lama. Ia sergap mereka, lalu Pamasa mencoreng muka ketiga begal itu dengan angus hitam berisi tulisan tantangan dan makian pada kepada begal. Lalu dengan diikat kuat-kuat dua Orang begal diperintahkan menggendong kawannya yang terluka hebat pada pahanya. Dengan susah payah mereka menuruti kemauan Pamasa lalu kembali masuk kedalam hutan dengan menggendong kawan yang terluka yang diikat pada punggung salah seorang diantara mereka.



Sudah barang tentu kepala begal menjadi meradang dan marah ketika Ketiga orangnya kembali dengan coreng moreng pada muka berisi tulisan tantangan dan penghinaan benar-benar memancing kemarahannya.



- Kita bunuh mereka agar tahu siapa kita disini! Tuanku.



Tetapi ketika pembantunya hendak memanggil anak buah yang lain Kepala begal itu menggerakan kaki menghajar pembantunya itu



- Kau jangan gila! kau kira aku takut menghadapi mereka bertiga.? Memalukan melawan tiga kunyuk kecil dengan ratusan orang. Minggir! Kita bertiga keluar dan hajar mereka.



Dua orang pembantu dekatnya segera bersiap, lalu Kepala begal itu dengan diikuti dua orang pembantunya berloncatan keluar menuju gubug tiga orang muda yang telah roboh itu.



Ketika Kepala begal melihat tiga orang muda yang tengah membenahkan gubugnya yg roboh dan rusak akibat perbuatan orang-orangnya, menjadi heran juga. Dari jauh tidak nampak ketiganya adalah orang-orang muda tampan yang masih amat muda usia. Dan ketika dekat, Kepala begal itu bertambah heran. Ternyata mereka berpakaian tukang masak.



- Tentu orang Demak.



Pikir Kepala begal itu.



Namun Wijaya rupanya menjadi tak sabar melihat tiga orang begal itu telah loncat maju dan menyerang salah seorang diantara mereka seraya berkata kepada Sentanu



- Kang Sentanu, yang itu bagianmu. Kita berhasil memancing Kepala mereka yang bodoh ini!



Sentanu juga tertawa melihat tingkah kedua saudaranya. Dan ia segera memutar tombaknya menyerang Kepala begal yang terlihat amat marah sekali.



- Kalian menyerahlah. --



Seru Kepala begal itu seraya menangkis tombak Sentanu.

Tetapi ia jadi kaget ketika senjatanya beradu dengan tombak itu, tenaganya membalik dan hampir saja ia terpental kebelakang kalau tidak segera bergerak mengikuti lontaran tenaganya sendiri.


Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo




- Bagus! Rupanya kau memang berisi juga.



Kepala bagal itu memuji sambil balas menyerang lawannya dengan memutarkan senjatanya lebih cepat dan menerjang kemuka.



Kali ini Sentanu tak mau berlama-lama berurusan dengan Kepala begal itu. Lebih-lebih ketika dirasa lawannya tidak terlalu berat. Sentanu menggerakkan tombaknya dengan cepat bagai kitiran ia menyapu lawannya itu. dan terus mendesaknya hingga lawan hanya mampu mundur-mundur atau berloncatan. Tombak ditangan Sentanu mengeluarkan angin suara bersiuran menderu-deru dan gerakan senjata itu terus menerus menindih Kepala bagal yang menjadi terkejut mengetahui lawannya ternyata adalah seorang yang berilmu tidak rendah.



Ketika Sentanu melirik kedua saudaranya, ia tersenyum. Pamasa dengan Wijaya ternyata telah mendesak lawan-lawan mereka dengan lebih hebat dari dirinya. Agaknya Pamasa benar-benar gembira bisa mengadu senjata dan lagi kedua begal itu ternyata bukan lawan berat bagi keduanya hingga seperti Kepala begal sendiri merekapun mulai terdesak.



Agaknya benar seperti yang diduga oleh Pamasa, mereka tak akan mampu berbuat banyak ditempat terbuka. Maka lambat atau cepat mereka tentu akan segera jatuh oleh ketiga orang itu.



- Kang Sentanu, kita tangkap mereka hidup-hidup dan kita buat mainan menarik!



Terdengar Pamasa berseru.



Ketika tiga orang begal itu mulai terdesak hebat, tiba-tiba Kepala begal bersuit keras.



Sentanu terkejut mendengar suitan itu. Dan dugaannya terbukti. Sebab begitu mendengar suara suitan itu, dari dalam hutan berdatangan puluhan orang anak buah begal yang membawa senjata golok dan pedang. Maka kini pastilah akan segera terjadi pertumpahan darah ditempat itu. Sentanu menjadi bimbang. Ia tak ingin terjadi pertumpahan darah lebih banyak. Maka ia mencari jalan sebaik-baiknya untuk menghindari itu.



- Lekas kerjakan!



Terdengar kembali seruan Pamasa. Sentanu tahu maksud saudaranya itu, maka ia gerakkan tombaknya dengan lebih cepat dan mendesak Kepala begal itu.



Pada suatu saat senjata Kepala begal itu kena dibikin terpental dari tangan, lalu ia pukulkan gagang tombak kepaha lawannya, dan ... begal itu segera roboh terguling. Sentanu loncat maju kemudian meringkus dan menjepit leher Kepala begal dengan tombaknya.



- Berhenti semua!



Sentanu berteriak keras pada anak buah mereka yang bermunculan dari dalam hutan.



- Hayo kau perintahkan orang-orangmu menyerah atau kepalamu terpaksa harus dipindah dari tempatnya! _



Kata Sentanu pada Kepala begal itu.



Kepala begal itu pucat. Tak diduganya ia akan kena diringkus dengan mudah oleh lawannya yang masih muda. Namun untuk melawan ia tak mampu pula. Maka dengan suara berat, ia berseru



- Kalian menyerahlah. '



- Perintahkan mereka membuang senjatanya!



Perintah Sentanu pula



- Buang senjatamu! -



Berdentangan suara pedang dan golok yang dibuang



- Panggil keluar semua orangmu, awas jangan seorangpun tersisa! Kalau aku tahu masih terdapat orangmu yang tidak keluar, maka kau akan rasakan akibatnya.



Kata Sentanu pula.



Maka segera berdatangan orang-orang dari dalam hutan yang di panggil keluar oleh kawan-kawannya. Tentu saja mereka takut pada Kepala mereka, maka dengan takut mereka telah keluar tanpa membawa senjata apapun.



- Kita bawa sekarang Kang Sentanu? -



Bertanya Pamasa dengan tertawa. Dan Sentanu mengangguk kemudian dengan cepat ia ikat tubuh Kepala begal itu dan Pamasa berdua Wijaya menggiring orang-orang hutan itu dan diperintahkan mereka untuk berjalan maju, lalu Pamasa dan Wijaya loncat ke punggung kuda mereka, menggiring perampok-perampok itu. Sedang Sentanu menaikkan Kepala begal itu keatas kudanya, baru ia loncat dan duduk dibelakang.



Seratus tigapuluh orang begal kini berjalan digiring Pamasa dengan dua saudaranya menuju tempat tentara Demak membuat kubu dan mendirikan tenda tendanya.



- Kalau kau mau menjadi orang baik-baik, maka nyawamu tentu selamat, aku dengan tuanku Pati Unus amat berbudi dan suka memberi ampun pada orang sesat yang mau kembali pada jalan benar. -



Kata Sentanu pada Kepala begal yang ditawannya itu.



Namun Kepala begal itu tidak menjawab. Hatinya masih panas. Baru kali ini ia kena dibikin tidak berdaya. Dan celakanya justru anak buahnya tak Seorangpun berani berkutik. Mereka terlanjur takut dan taat pada Kepala mereka, sehingga ketika Kepala begal telah tak berdaya, tak seorangpun berani membuka mulut atau melawan. Hingga dengan mudahnya mereka digiring tiga anak muda itu.



Pamasa diam-diam menjadi geli juga. Tak ia duga rencananya akan demkian mudah terjadi. Namun dalam hati Pamasa merasa heran juga. Bagaimana mereka tak melawan? -



- Benar-benar kerbau saja.



Pikir Pamasa. Sedang Sentanu terlihat masih berkuda dengan Kepala begal yang nampak marah dan mukanya kelihatan lebih seram dan menakutkan. Agaknya jika bisa tentu ia akan bikin hancur lumat anak muda yang duduk dibelakangnya itu.



Beberapa saat lagi mereka akan tiba di tempat prajurit -prajurit Demak mendirikan tenda dan menunggu datangnya Sentanu.



Dalam pada itu, Tumenggung Santa Guna telah tidak lagi mengharap akan datangnya Sentanu dengan dua orang saudara angkatnya. Mereka telah mengira tiga orang itu tewas ditangan begal dihutan itu. Sebab ketika malam hari telah lewat, mereka belum terlihat kembali, sampai ketika siangnya kembali masih belum terlihat muncul pula maka mereka pastikan ketiganya telah tewas.



Namun alangkah terkejutnya para prajurit ketika melihat munculnya banyak orang berbondong ke tempat mereka dengan kepala tunduk dan ketakutan. Dan rasa heran mereka semakin bertambah ketika dilihat Sentanu dengan dua saudaranya berada diantara orang orang itu dengan tersenyum dan tertawa-tawa. Lebih-lebih Pamasa yang terlihat lucu ketawa sendiri menggiring gerombolan itu bagai menggiring binatang ternak.



Tumenggung Santa Guna melengak dan kaget ketika Sentanu menyerahkan Kepala begal dengan orang-orangnya itu, dan segera merekapun dimasukkan kedalam kurungan sebagai tawanan.



- Inilah tuanku., Kepala begal itu. -



Kata Sentanu pada Tumenggung Santa Guna. Dan Tumenggung itu menatap Kepala begal dengan tajam.



- Kalian tunggu keputusan tuanku Pati Unus untuk menentukan nasib kalian. He, masukkan orang ini kedalam kurungan bersama kawan-kawannya!



Perintah Tumenggung itu pada seorang praJurit.



Namun ketika itu tiba-tiba muncul Bagus Prana, yang tanpa berkata telah menyerang Kepala begal yang dalam keadaan terikat kedua tangannya itu.

- Plak! Bug! ....



Bertubi-rubi Bagus Prana melancarkan pukulan pada Kepala begal itu hingga yang diserang jatuh tergulingan dan mengeluh pendek. Mulutnya mengalirkan darah.



Sentanu sungguh merasa tidak senang dengan perbuatan Bagus Prana yang demikian itu. Namun ia diam saja mengawasi tindakan tidak ksatria itu.



Tiba-tiba Bagus Prana melolos sebuah cambuk besar yang agaknya ia sembunyikan sejak tadi dibalik bajunya. Lalu ia gerakkan cambuk itu dan bertubi-tubi kini cambuk itu meledak-ledak menghajar Kepala begal yang jatuh bergulingan pula tanpa dapat melawan.



Agaknya Bagus Prana masih belum puas dengan perbuatan demikian. Tiba-tiba ia minta sebatang tombak prajuritnya yang berdiri dekat situ, lalu dengan berseru marah ia maju memukulkan tombak itu.



- Kau harus mampus perampok busuk!



Dan gagang tombak itu telah mengenai punggung Kepala begal yang terikat kedua tangannya itu, hingga kembali tubuh Kepala begal terlempar kedepan bergulingan.



Bagus Prana loncat pula dan mengayunkan tombaknya kearah leher orang itu yang agaknya pasti akan segera tewas jika gagang tombak itu mengenai leher atau kepalanya.



Wijaya semenjak tadi telah mengepalkan tangan dengan geram. Dalam hati ia memaki tindakan Bagus Prana yang pengecut. Sebab jika tidak dalam keadaan terikat dan takut, Bagus Prana tak akan mungkin mampu melawan Kepala begal yang berilmu tinggi itu. Sedang tadipun jika bukan Sentanu yang menangkapnya, pastilah meskipun Wijaya berdua maju dengan Pamasa masih belum tentu berhasil menangkap Kepala begal itu.



Namun Bagus Prana menjadi kaget ketika ia gerakkan gagang tombaknya, terasa dengan tiba-tiba ada sesuatu yang menahan dengan kuat. Ternyata Sentanulah yang melakukan. Ia tak tahan melihat kekejaman Bagus Prana menyiksa Kepala begal yang tidak berdaya. Maka Bagus Prana menjadi marah ketika mengetahui siapa yang berbuat. Dengan muka merah dan mata melotot ia membentak.



- Hei,.

kau berani mampus melawanku? Minggir, biar kubereskan bangsat ini!



Dan Bagus Prana mencoba membetot tombaknya yang terpegang oleh Sentanu. Namun tentu saja tenaganya tak akan mampu melawan kekuatan Sentanu yang menjepit tombak itu dengan kuatnya.



- Lepaskan!



Bagus Prana menjerit. Namun Sentanu tidak menggubris.



- Kasihan tuanku, ia telah menyerah dan tak dapat melawan.



- Bangsat! Kau lepas atau tidak?! -



- Mohon ampun tuanku, hamba minta tuankulah melepaskan tombak ini agar dapat hamba bawa.



Bagus Prana meluap marahnya, tiba-tiba ia gerakkan tangan kirinya memukul muka Sentanu. Akan tetapi Sentanu yang telah menjadi mendongkol dan gemas dengan kelakuan Bagus Prana yang pengecut. Maka ketika Bagus Prana benar tak melepaskan tombaknya bahkan tangan kirinya memukul mukanya, anak muda ini bergerak cepat, dan tiba-tiba Bagus Prana terbanting dengan hebatnya dan ia merangkak bangun dengan mulut berdarah membentur tanah.



Tumenggung Santa Guna meradang dan marah hebat..



- ..He, apa yang kau lakukan ini? Kau sudah ingin mampus sampai berani menyakiti anakku ? -'



Sentanu hampir saja membuka mulut, tetapi lebih duluan Pamasa telah loncat maju, dan dengan kedua tangannya yang kuat, ia angkat tubuh Bagus Prana yang merangkak dengan susah payah itu. Dan diberdirikannya tubuh Bagus Prana kemudian diseret kemuka Tumenggung Santa Guna dan Pamasa berkata keras



- Tuanku Tumenggung yang berbudi, hamba mohon tuanku tidak menjadi marah pada saudara hamba. Bukankah anakmu inilah yang pengecut menyiksa orang tidak berdaya seenak perut sendiri? Nah, tuanku, bukan hamba hendak mencari penyakit, kini hamba telah mengetahui orang macam apa anakmu ini. Maka kalau ia tidak bersumpah untuk tidak mengganggu lagi pada orang lemah, maka hamba akan lupakan kebodohan sendiri dan melupakan keselamatan jiwa, hamba akan bikin hancur tulang kaki putra paduka ini. Hayo kau minta ampun padanya!



Dan Pamasa mendorong tubuh Bagus Prana yang terlempar kemuka Kepala begal yang telah berdiri kembali.



Bagus prana menjadi geram dan marah. Namun ia tak akan berdaya menghadapi anak muda yang telah ia ketahui keunggulannya itu.



- Bangsat, hayo kau minta ampun!



Pamasa berseru marah dan loncat maju dan



- Plak! Plak!



Bagus Prana kembali terbanting ketika tamparan Pamasa bersarang dikedua pipinya.



Para prajurit dan pengawal berdebar debar melihat kejadian itu. Mereka baru saja dibikin kagum oleh kehebatan tiga orang tukang masak itu yang berhasil menggiring gerombolan yang mereka takuti. Dan kini ketiganya telah dengan berani pula memukul Bagus Prana dihadapan Tumenggung Santa Guna bahkan memaki-makinya. Maka hebatlah kejadian itu. Meskipun dalam hati mereka memihak pada Sentanu dan saudaranya sebab sejak lama merekapun benci dan tak suka pada Bagus Prana yang sombong dan kejam. Maka ketika kini Bagus Prana diperlakukan demikian, mereka girang juga.



Tumenggung Santa Guna menjadi marah. namun ia tak berani bertindak keras, sebab selain telah mengetahui tiga orang yang ia tempatkan dalam barisan tukang masak itu berilmu tinggi, juga bisa ia mengalami kerepotan jika ketiganya melawan padanya.



Sentanu yang membawa cap kekuasaan dari Raden Trenggana tidak dapat ia singkirkan demikian saja. Maka Tumenggung Santa Guna harus berpikir hati-hati. Namun ketika mengetahui ketiganya dengan amat mudahnya membikin takluk gerombolan dihutan itu, kini timbul pikiran baru pada Tumenggung ini. Ia akan perlakukan ke tiganya sebagai orang-orang yang dapat diambil manfaatnya. Tetapi biar mereka tetap dibarisan belakang menyediakan ransum bagi tentara yang lain. Hanya jika tenaga mereka dibutuhkan maka akan dimajukan melawan musuh. Maka Tumenggung Santa Guna tidak berbuat apapun ketika Bagus Prana diperlakukan demikian. Hanya setelah beberapa saat ia berseru:



- Cukup! Kalian kembali ketempat masing-masing. Biar kelak Tuanku Pati Unus memberikan keadilan pada orang-orang itu.




Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Namun Pamasa berkata menyahut.



- Baik, hamba bertiga akan kembali tuanku. tetapi jika hamba masih mendengar tuanku Bagus

Prana berbuat keji dan pengecut pada orang-orang ini, maka hamba bersumpah akan merobek-robek perut Bagus Prana anakmu yang tampan itu. -



Lalu Pamasa bertindak meninggalkan tempat itu, kemudian diikuti Wijaya dan Sentanu berjalan pula menyeret tombaknya. Agaknya ancaman Pamasa benar membikin kaget mereka yang mendengar. Tetapi hampir setiap prajurit yang ada ditempat itu bersorak girang dalam hati. Mereka memuji keberanian tiga bersaudara itu.



Dengan timbulnya hal itu, maka segera tersiar hampir diseluruh perkemahan dan dalam Waktu singkat hampir semua prajurit telah mendengar kejadian yang menggemparkan itu. Mereka jadi kagum dan ingin melihat tiga tukang masak itu.



Namun Sentanu dengan Pamasa dan Wijaya tidak mengacuhkan perhatian mereka. Bahkan ketika kawan-kawannya di dapur mendengar kejadian itu mereka berebutan memeluk dan menciumi Sentanu bertiga dengan kawan-kawannya itu dan mengangkatnya, mengarak keliling tempat mereka.



Sementara itu setelah tak ada lagi lain orang, Tumenggung Santa Guna menegur Bagus Prana yang dianggapnya kurang perhitungan.



- Kau tak usah melawan mereka dengan kekerasan.



Kata Tumenggung itu.



- Tak usah mereka diganggu pula. Biarkan apa yang hendak mereka perbuat. --



- Tetapi ayah. -



Sahut Bagus Prana



- Mengapa ayah tidak mengusir pergi saja mereka itu? Bukankah kehilangan mereka bertiga kita tak akan mengalami kerugian?



- Bodoh! Kalau Sentanu mengadukan pada Pangeran Trenggana dan pangeran itu tahu siapa dia, maka aku akan dicopot dari kedudukan ini. Kau kira Aria Teja yang kini menjadi Panglima perang, ia berwatak keras dan tindakannya tak dapat dihalangi. jika ia telah mengetahui pula perbuatan kita menyembunyikan anak itu, maka bukan saja aku akan kehilangan kedudukan, tetapi bisa pula kehilangan kuasa. Sudahlah, kau ikuti saja perintahku. Kita sembunyikan mereka di dapur umum dan kelak jika tuanku Pati Unus tiba aku akan bikin laporan pada Aria Teja bahwa kaulah yang berhasil membikin takluk gerombolan di hutan itu.



Bagus Prana menganggukkan kepala mendengar rencana Tumenggung Santa Guna yang demikian. Hingga kendatipun hatinya dibakar oleh dendam dan amarah, ia tak lagi dapat membantah.



Dalam pada itu ketika tentara Demak masih berada ditempat itu maka disebuah tempat lain yang jauh dari situ terjadi periatiwa lain yang sungguh tidak diduga oleh Sentanu.



Mirah Sekar yang terbanting terjun kedalam jurang, ketika sesaat ia merasakan tubuhnya melayang kebawah telah menjerit kaget hingga jeritan itulah mengejutkan Sentanu ketika itu. Namun Mirah Sekar yang tergolong berilmu, cepat sadar dengan apa yang terjadi. Ia berusaha berputar ketika melayang turun dengan deras. Tetapi lontaran kuat tak berhasil ia kuasai hingga tubuhnya terus melayang dengan derasnya kebawah. Hanya saja berkat kehebatan si gadis ia masih memiliki kesadaran kuat dan meskipun tahu didasar jurang tubuhnya akan hancur namun ia tidak menjadi takut sedikitpun.



Namun ketika tubuhnya telah meluncur sedalam tigapuluh depa, Mirah Sekar menjadi terkejut bukan main, sebab tubuhnya tibatiba tertahan oleh sesuatu hingga karena kagetnya ia tak dapat menguasai gerak luncur tubuhnya hingga tangan kirinya terkilir kena timpa tubuhnya sendiri. Lalu sesuatu yang menahan tubuhnya itu bergoyang-goyang dengan hebat. Mirah Sekar masih belum mengetahui benda apakah yang menahan tubuhnya, sebab ia menjadi pingsan dengan tiba-tiba. Akibat luncuran yang kencang dan terbanting tanpa diduga pada sesuatu yang menahan tubuhnya itu membuat kepalanya pening dan berkunang-kunang hingga ia tak sadarkan dirinya.



Beberapa lamanya Mirah Sekar masih belum ingatkan diri. Namun ketika turun hujan lebat ditempat itu. ia jadi terbangun dan sadar kembali. Bersamaan dengan turunnya Sentanu ke bawah. Mirah Sekar telah siuman dari pingsannya. Namun hari telah menjadi gelap benar. Sekalilingnya hanya warna hitam kelam. Mirah Sekar heran, ia merasakan tubuhnya tergantung pada sesuatu yang menahan tubuhnya. Dan ia mencoba mengingat kembali kejadian ia meniti batang-batang bambu diatas jurang tadi hingga terjun kebawah. Dan ketika Mirah Sekar mencoba meraba benda yang menahan itu.



ia menjadi heran. Ternyata adalah sebuah jaring dari bahan lentur dan basah. Hingga kini ia berada dalam jaring yang agaknya sengaja dibuat orang dan dipasang disitu. Dan ketika ia meraba dengan teliti ternyata tubuhnya telah berada dalam jaring yang membungkus seluruh tubuhnya hingga pantas ia jadi terayun-ayun. sebab jaring yang dianyam dari bahan tali kuat dan basah itu memilki daya membal yang membuatnya bergoyang manakala ia menggerakkan tubuh.



Mirah Sekar jadi merasa geli, ia bayangkan dirinya bagai harimau yang kena jebakan pemburu atau bagai Seekor ikan besar dilaut yang masuk kedalam jala seorang nelayan. Gadis itu tidak merasa takut sedikitpun. Ia masih ingin tau apa yang terjadi kemudian. Ketika ia gerakkan tangannya, ia menjerit kecil. Tangan itu ternyata telah terkilir dan sakit. Maka ia tak berani menggerakkan tangan itu kembali. Dan si gadis lantas berdiam diri. Tubuhnya kedinginan ditimpa hujan lebat yang masih turun. Si gadis membayangkan Sentanu yang tentu menjadi bingung dan cemas. Dan ketika mencoba melihat keatas, matanya tak dapat mencapai tebing diatas itu karena tinggi dan gelapnya.



Dengan sabar Mirah Sekar menunggu hari menjadi siang kembali, dan ketika hujan telah berhenti semalam. kini pada pagi harinya matahari menyinari kembali sekitar tempat itu, Mirah Sekar bisa melihat dengan jelas sekitarnya. Ternyata benar ia terjaring oleh sebuah jala besar yang dibuat dari tali yang liat dan basah, kini tergantung diantara bumi dan langit bagai seekor burung dalam sangkar diatas kerekan. Sekar mencoba memandang keatas, namun pandangannya terhalang oleh semak dan pepohonan yang banyak terdapat ditebing jurang lagi pula ia tergantung jauh dibawah tigapuluh depa. Sedang ketika ia mencoba melirik kebawah, terlihat dasar jurang yang samar-samar sebab pandangannya juga masih terhalang oleh semak dan tetumbuhan yang melebat di tebing jurang itu.



Tiba-tiba Mirah Sekar merasakan perutnya berkeruyuk dan lapar. Teringatlah ia sejak kemarin memang belum terisi perut itu. Maka Sekar menahan rasa perih dalam perutnya yang terasa dingin dan kosong. Ia tunggu apa yang akan terjadi, karena untuk turun ia tak akan mampu apalagi kembali keatas.



Pada tengah hari kemudian, Mirah Sekar merasakan jaring yang membungkus tubuhnya itu bergerak-gerak. Ia menjadi heran. Namun diam dan ia tak bergerak sedikitpun. Akhirnya Mirah Sekar menjadi kaget dan bertambah heran ketika jaring itu sesudah bergerak beberapa kali, kini turun dengan perlahan-lahan kebawah. Dan Sekar merasakan ada seseorang yang telah melakukan itu.



Sedikit demi sedikit, kini tubuhnya terus meluncur turun kebawah, dan ketika ia perhatikan ternyata jaring yang membungkus tubuhnya itu tergantung pada sebuah cabang pohon besar dan seutas tali besar dipergunakan orang untuk mengereknya turun dari atas itu. Mirah Sekar berdebar juga hatinya mengalami kejadian itu, ia tidak dapat menduga, apakah makhluk dibawah yang tengah mengereknya turun itu juga manusia?



Apakah didasar jurang dalam itu terdapat manusia?



Mirah Sekar benar tak dapat menjawab sendiri pertanyaan itu. Namun ia telah bersiap sedia. Meskipun tangan kirinya sakit dan bengkak, jika makhluk dibawah itu berniat mencelakakan dirinya, maka ia akan mengadu jiwa.



Lama juga ia dalam keadaan terayun-ayun diantara Bumi dan langit itu, dan rupanya untuk menuju kebawah lebih jauh dari jaraknya ketika ia terjatuh dan masuk kedalam jala. Maka Mirah Sekar banar-benar harus menahan diri dan berhati-hati. Ia kadang masih harus merasa khawatir kalau-kalau tali panjang yang dipergunakan mengerek tubuhnya itu putus maka tentu ia akan terbanting kedalam jurang. Namun untunglah hal itu tidak terjadi juga.



(Bersambung Jilid 6)





*****



Mencari Tombak Kiai Bungsu



Karya RS Rudhatan



Jilid 6



Cetakan Pertama 1976



Gambar Luar : Wid Ns



Gambar Dalam : Wid Ns



Penerbit : Muria



Yogyakarta



Hak Cipta dilindungi Undang Undang



*****



Buku Koleksi : Aditya Indra Jaya



(https://m.facebook.com/Sing.aditya)



Juru Potret : Awie Dermawan



(https://m.facebook.com/awie.dermawan)



Edit Teks dan Pdf : Saiful Bahri Situbondo



(http://ceritasilat-novel.blogspot.com)



Back up file : Yons



(https://m.facebook.com/yon.setiyono.54)



(Team Kolektor E-Book)



(https://m.facebook.com/groups/1394177657302863)



*******



PADA suatu ketika Mirah Sekar berhasil memandang kebawah

dan kini jelas terlihat olehnya, dasar jurang dibawah itu ternyata

amat indah dan bersih. Sebuah dataran berumput hijau dan halus

yang penuh dengan bunga-bunga hutan berwarna warni. Namun Mirah Sekar tidak perhatikan itu terlalu lama. Ia pejamkan mata karena tiba-tiba saja kepalanya kembali pening dan berdenyut. Dan perutnya yang digigit rasa lapar membuatnya ia harus menggigit bibir

dan menahannya.

Tidak menunggu terlalu lama segera tubuhnya telah berada

didasar jurang itu. Namun Mirah Sekar telah tak ingatkan diri lagi.

Ia pingsan diserang oleh rasa lapar dan pening yang hebat.

Mirah Sekar membuka mata dengan perlahan, ia menjadi heran, kini tubuhnya terbaring diatas sebuah batu panjang yang halus. Ia loncat bangun dengan sigap.



Aneh.



Tangan yang tadi sakit

terkilir, kini tak terasa sakit lagi. Dan ketika ia meraba tubuhnya,

terasa segar hingga ketika ia gerakkan tubuh dan meloncat bangun,

loncatan itu menimbulkan kegembiraan dalam hatinya.

Mirah Sekar memandang kesekitarnya, tempat itu ternyata

adalah sebuah gua batu yang bersih dan terang sebab sinar matahari

dapat masuk kedalam lewat lobang yang agaknya sengaja dibuat

oleh seseorang yang tinggal ditempat itu. Mirah Sekar bangkit dari

batu panjang halus itu. Lalu ia bertindak keluar dari gua.

Namun ketika ia baru saja hendak melangkah lebih jauh, terdengar sebuah suara halus menegurnya:



- Eh tunggu dulu! Kau

belum makan.

makan dulu!



Si gadis terkejut. Dari luar gua terlihat seseorang berjalan mendatangi. Ditangan orang itu membawa sebuah mangkuk dari tanah dan ketika Sekar memperlihatkan dengan seksama, ia menjadi heran.

Orang itu adalah seorang yang besar telah lanjut usia. Rambutnya

yang menyentuh pundak telah berwarna putih bagai perak berkilau

demikian juga janggut panjang yang menghias di mukanya. Nampak

ketika Sekar mencoba menatap mata orang tua itu, Ia tertunduk

tak tahan menatap mata yang bersinar tajam dan kuat. Maka

dengan masih heran ia maju dan bertanya



- Kau siapakah orang tua ini? Apakah kau yang telah membawaku turun ketempat ini?



Orang tua itu tertawa mengekeh. Suara ketawanya pelahan dan

halus. Baru sesudah itu ia berkata pula



- Kau makan dulu, nanti setelah perutmu tak lagi merasa

lapar kau akan tahu semuanya. Hayo makanlah!



Mirah Sekar menerima mangkuk tanah dari tangan orang

itu, lalu ia membalikkan diri duduk kembali ditempat semula pada

batu panjang halus itu.

Si orang tua tersenyum, lalu ia bertindak keluar kembali

berkata :




Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


- Kau tunggu dulu disitu, kalau masih kurang kau

mengambil tambahnya diluar!-



Dan si gadis mengiyakan, lalu

dengan tanpa ragu-ragu ia santap habis bubur panas dalam mangkok

tanah itu.

Mirah Sekar girang bukan main. Terasa nikmat dan sedap bubur

yang ia makan. Perut yang lapar dan kedinginan mendapatkan

santapan lezat ditempat demikian sungguh merupakan hal yang baru

bagi si gadis. Namun ia telah makan habis bubur panas itu. Ia telah

merasa kenyang. Maka ia tak hendak minta lagi. Ia berjalan keluar membawa mangkuk yang kosong.

Tiba diluar gua, Mirah Sekar menjerit kagum. Tempat itu

ternyata diluar dugaan. Seperti yang ia lihat sekilas tadi, penuh ditumbuhi rumput halus dan hijau, dan tumbuhnya nampak diatur oleh

tangan ahli hingga teratur dan enak dipandang. Sedang dibeberapa

tempat ia melihat petamanan yang penuh dengan warna warni bunga

indah. Sedang ketika ia melayangkan pandangan ke arah muka

ditengah petamanan terdapat sebuah sungai kecil berair jernih, mengalir menimbulkan bunyi gemericik yang meresapkan hati. Kesanalah kemudian Sekar menuju dan membersihkan mangkuk yang baru

saja dipakainya.

Ketika Sekar berjalan balik, baru ia tahu, pada dinding tebing

yang bersih terdapat sebuah gua batu kecil yang juga tak kalah bersihnya dengan gua semula. Namun ketika Sekar melongok kedalam

gua batu itu, ia heran disitu terdapat sebuah tungku batu dan sebuah

periuk panas masih terdapat diatasnya. Terlihat pula alat2 masak.



- Kemanakah orang tua itu?-



Pikir si gadis. Namun pertanyaan itu segera terjawab ketika ia menatap sebuah gua batu lain

yang lebih kecil dari gua tempat ia terbaring tadi, dan dari dalam

gua itu muncul si orang tua yang agaknya merasa gembira melihat

Sekar telah berada di tempat itu.



- Kau sudah mengambil tambah makanmu?



Tanya orang

tua itu.

Mirah Sekar tidak menjawab. ia hanya tersenyum dan ketika si

orang tua melambaikan tangan memberi tanda agar ia mendekat,

Mirah Sekar berjalan mendatangi. Dan ketika orang tua itu memerintahkan Mirah Sekar masuk kedalam gua batu, tanpa menolak si gadis bertindak masuk, Ia menjadi kaget dan bertambah kagum. Ketika berada dalam gua itu, tak terasa jika ia berada dalam sebuah gua.

Dinding gua yang dibikin sedemikian rupa, amat halus berkilat tak

ubahnya dinding Kadipaten Wanabaya yang dibuat oleh Wilapribrata. Ketika ia berjalan masuk lebih kedalam, dibeberapa tempat terdapat kamar2 yang tidak kurang bersihnya. Tempat inipun amat terang sebab sinar matahari dapat masuk melewati lobang2 yang dibuat disekitar dinding gua itu. Tak terasa Sekar telah menjelajahi hampir seluruh tempat itu. Karena kagumnya ia jadi tak ingat pada

orang tua yang memerintahkan masuk tadi. Namun ketika ia melihat

tempat terakhir yang membikin kaget karena ternyata disitu banyak

terdapat senjata tajam. Tak ubahnya bagai sebuah tempat penyimpanan senjata pusaka.



Disitu si gadis ingat pada orang tua itu lalu ia

berjalan balik pula.



Di ruang depan, kini Sekar melihat orang tua itu duduk bersila

diatas sebuah batu bundar menghadapi sebuah meja batu pula yang

tak kalah halusnya dengan batu2 lain dalam gua itu.



- Kau duduklah disitu !--



Perintah orang tua itu seraya menunjuk bangku batu yang ada dihadapannya. Sekar tidak membantah, dengan menghormat ia duduk.



- Kau tentu heran dengan keadaan semua yang telah kau lihat

disini.-



Kata orang tua itu kemudian. Dan Mirah Sekar menatap

sejenak. Lalu berkata



- Tentu saja. Aku tidak menduga kau orang tua bisa hidup

ditempat ini. Siapakah kau sebenarnya? Dan apakah kau memang

berasal dari tempat yang terpencil ini? Jauh dari alam ramai dan hidup seorang diri tanpa seorangpun kawan. -



Orang tua itu tertawa lebar, wajahnya berseri-seri mendengar

pertanyaan Mirah Sekar yang polos dan jujur.



- Kau tentu saja tidak tahu, tetapi eh. siapakah namamu anak

manis ?-



karena orang tua itu memandangnya dengan ramah dan muka jernih,

Mirah Sekar merah mukanya ditanya nama demikian. Namun

ia menjawab juga



- Aku Mirah Sekar !



- Nama yang bagus!



Sahut orang tua itu.



- Nah, kini kau dengar perkataanku. Kau tentu merasa heran mengapa aku bisa berdiam ditempat ini. Tetapi itulah yang dinamakan beratnya mengemban

kuwajiban dan perintah. Hanya saja aku sedikitpun tak menganggap

ini sebagai hal berat. Bahkan aku telah merasa aman dan damai berada ditempat ini. Jauh dari kekacauan dan keributan. Tetapi ketahuilah Sekar, aku telah menunggu nunggu kedatanganmu sejak puluhan

tahun yang lalu. Kau tahu. Akulah yang sengaja memasang buah warna merah dan batang bambu apus diatas tebing jurang ini. Dengan berharap akan ada seorang yang berani mencoba untuk meraih buah

yang menarik itu. Namun agaknya tak seorangpun mempunyai keberanian berbuat dengan mempertaruhkan nyawa mengambil buah merah itu. Tetapi, tentu saja barang siapa berani mencoba meniti batang bambu yang sengaja kupasang disana, ia pasti akan terjatuh kedalam jurang. Namun sudah kuperhitungkan, siapapun juga tak

akan terbanting hancur karena diatas telah kusediakan sebuah penjala kuat yang akan menerima tubuh orang itu. Dan ternyata yang mengalami adalah kau, Sekar



- Tunggu dulu.

Sekar menyahut.



- Jika kemudian terjadi

seseorang bukan meniti batang bambu itu tetapi mengambil buah merah itu dengan galah, tentulah usahamu akan sia-sia.



- Hm. itulah yang kau tidak ketahui. Namun sudah kuperhitungkan. Tak ada seorangpun yang dapat memetik buah merah itu

dengan galah, ia telah kubuat lekat demikian rupa pada tempatnya,

dan hanya bisa dipetik manakala orang mengambil dengan tangan

sendiri.



Mirah Sekar menganggukkan kepala tanda mengerti.



- Tak usah kau tanya Sekar. -



Lanjut orang tua itu pula.



- Tentu ada maksudku memasang buah itu, tak lain adalah sengaja

memancing datangnya seorang yang berjodoh untuk dapat bertemu

denganku disini. Hampir aku berputus pengharapan Sekar, bertahun-

tahun aku menunggu namun masih belum terjadi juga seorang yang

kena jerat perangkapku. Namun kini harapanku telah terkabul. Maka hatiku lega dan puas. Berarti usahaku tidak menjadi sia2.



- Apakah maksudmu sebenarnya?



Bertanya pula Mirah

Sekar.



- o, kau akan tahu setelah mendengarkan perkataanku hingga

selesai.-



Tukas orang tua itu. Maka Mirah Sekar terdiam. Ia tak

lagi berani memotong perkataan.



- Sekar, orang menyebutku dengan sebutan Guru Bantu, entah

mengapa pula mereka menyebutku demikian, benar aku sekali dua kali

pernah menolong kesulitan orang lain. Namun itupun tak banyak berarti. Dan agaknya karena itulah mereka menyebutku demikian. Tetapi

akupun merasa suka dengan sebutan itu. Maka tak kularang mereka menyebutku demikian.

Dimasa mudaku aku masih memiliki orang tua. Mereka berasal

dari Majapahit. Mereka adalah dalang terkenal dimasa itu yg disebut

Dharmapara, orang tua perempuan bernama Nyi Rumbi.



Mirah Sekar hampir melonjak dari duduknya mendengar penuturan itu. Tetapi ia tak berani memotong pula. Maka ditahannya gejolak perasaannya yang kini menggelora hebat.



- Ketika orang tuaku masih hidup, keduanya telah berhasil menciptakan sebuah ilmu yang tak ada taranya. Tetapi sayang ilmu itu

tak dapat diturunkan pada murid-muridnya karena hanya pada

orang-orang yang saling mengikat tali percintaan sajalah ilmu itu

bisa diturunkan. Sedangkan empat murid tak satupun mau menikah.

Dan aku sendiri sebagai anak kedua berbuat demikian juga. Begitu

pula saudara tuaku maka ilmu yang telah diciptakan kedua orang

tuaku itu tak dapat diturunkan. Maka beliau hanya berpesan pada

murid-murid agar mencari murid yang memiliki kekuatan dan berbakat baik agar bisa menerima warisan ilmu itu.

Tetapi kepadaku Bapa Dharmapara telah memerintahkan agar

aku berdiam ditempat ini menunggu kalau kelak ada seorang yang

berjodoh untuk dapat menerima warisan ilmunya itu. Agaknya Bapa

Dharmapara telah melihat sebelumnya bahwa kaulah yang akan

muncul ditempat ini. Maka kini tak usah kau katakan, aku telah melihat pada dirimu, bahwa kau tengah dilibat oleh perasaan asmara.

Maka tentu saja aku menjadi gembira. Karena memang itulah sifat

ilmu dahsyat yang telah diciptakan oleh Bapa Dharmapara dan Biyungku Nyi Rumbi. Hanya kepada dua orang muda yang saling menyinta sajalah ilmu ini bisa diturunkan.

Sebab jika keduanya digabung menjadi satu, menurut penuturan Bapa Dharmapara akan membuat runtuhnya ilmu apapun di alam raya

ini. Meskipun tidak mengurangi keampuhannya manakala dipergunakan sendirian.



Mirah Sekar tak tahan mendengar keterangan itu. Maka dengan

berani ia berkata


Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo




- Ampun guru, aku ingin sekali mengatakan satu hal. Aku telah mendengar sejak lama akan ilmu yang kau sebut itu. Guruku

Nyi Ageng Maloka telah memberitahukannya.



Guru Bantu melengak heran.



- Hm, jadi kau murid Nyi Ageng Maloka? Yang Maha Agung...

Kiranya benarlah apa yang dikatakan oleh Bapa Dharmapara bahwa

ilmu ini pada akhirnya tak akan terjatuh kedalam tangan orang luar.

Jadi dimanakah gurumu sekarang ?-



- Guru masih sehat dan berada dipertapaannya



- Bagus ! Sukur, sukur, rupanya kemauan Yang Maha Kuasalah yang menuntun kau berjalan ketempat ini. -



- Tetapi guru. bagaimanakah dengan pasangan lain yang kau katakan itu -



- o, Sekar. Aku tidak berani mengatakan. Segalanya adalah Yang Maha Agung sendiri yang mengatur. Saudara tuaku juga sedang menunggu seorang yang ditakdirkan menjadi jodohmu untuk menerima ilmu yang diciptakan oleh Bapa Dharmapara. Tetapi di mana Saudaraku itu berada, aku tidak mengetahuinya, dan siapakah

yang kelak akan bisa mewarisi segala peninggalan Bapa Dharmapara selain engkau, aku juga belum dapat menjawabnya. Kau tunggu saja, kehendak Yang Maha Agung pasti terjadi. -



Mirah Sekar tidak berkata pula. Namun ia membayangkan Sentanu.



Mungkinkah anak itu yang akan mendapatkan peninggalan dari kakek gurunya?



Sekar tidak dapat memastikan. Namun yang ia tahu benar adalah hatinya amat menyinta pemuda murid Ki Ageng Semu itu.



- Sudahlah, Sekar. Kini kau tinggallah bersamaku ditempat hi. Tak usah khawatir, pada saatnya kau akan menerima peninggalan Bapa Dharmapara. Dengan demikian kau telah menyelesaikan beban kuwajiban yang kupikul selama puluhan tahun menunggumu di tempat ini. Mirah Sekar menjadi girang mendengar itu. Maka ia menyatakan hendak taat dan mengikuti segala petunjuk Guru Bantu.



- Kau bisa menyebutku Paman Guru, meskipun aku terhitung lebih tua dari gurumu sendiri Nyi Ageng Maloka. -



Dan Sekar hanya mengangguk. Tapi ketika Mirah Sekar tiba-tiba teringat sesuatu, ia memberanikan diri bertanya pula.



- Guru, aku merasa heran darimanakah kau mendapat padi yang kau buat menjadi bubur itu? _



Guru itu tertawa



- 0, jadi kau ingin tahu? Hayo kita keluar!



Sekar mengikuti guru itu keluar. Sesudah melewati halaman penuh rumput hijau dan halus yang penuh dengan petamanan bunga. tiba2 Guru Bantu membelok masuk kedalam sebuah lorong sempit.



Si gadis mengikuti dengan heran. Lorong itu demikian sempitnya, terdapat diantara celah batu padas yang keras. Dan setelahnya mereka habis menyusuri lorong itu, Mirah Sekar ternganga heran. Dimukanya terhampar sebuah tanah yang meskipun tidak terlalu luas, namun terlihat subur dan ditempat itulah teryata terdapat tanaman padi yang tengah menghijau



- itulah, aku telah bersawah sejak pertama berdiam disini. -



kata Guru itu.

- Jadi untukku selamanya tak akan kelaparan, kalau hanya ingin makan kenyang tentu masih berlebih. Disini banyak air mengalir, jadi untuk mengairi sawahku yang tidak seberapa luas itu tak akan kekurangan.



Mirah Sekar menganggukkan kepala berkali-kali. Tak ia duga sedikitpun bahwa didasar jurang gelap yang tak nampak dari atas itu terdapat sebuah tempat yang demikian mengagumkan dihuni seorang tua yang ternyata adalah paman gurunya. .



- Sekarang kita kesana!



Guru Bantu mengajak Sekar berjalan pula. Dan dengan melewati pematang disitu, diajaknya Sekar turun kesebuah tempat yang lebih rendah diarah sana.



- Kau lihat itu!



Guru itu menunjukkan jarinya.



Kembali Mirah Sekar terkejut dan heran. Disitu ia melihat sebuah kebun yang penuh dengan tumbuhan ketela rambat, sedang di arah lain terdapat tanaman ketela pohon yang berdaun segar hijau. Sedang ketika ia menengok diarah lain, Sekar jadi menelan air liur disana terlihat jelas bergantungan pada'ranting-rantingnya buah jambu air yang tengah masak. Lagipula masih terdapat beberapa pohon mempelam yang masih belum berbuah.



- Kau jangan khawatir akan kelaparan disini, Sekar. -



Kata Guru itu dengan tertawa.



- Kau inginkan buah apapun aku telah menanamnya. Aku ditempat lain masih memiliki kebun durian, jambu monyet dan beberapa pohon jeruk aku masih memelihara pula.



Mirah Sekar kembali meneguk air liurnya ketika orang tua itu menyebut-nyebut buah-buahan yang terasa nikmat dalam lidahnya



- Aku hanya sekedar mengisi waktu kosongku, Sekar. Sejak muda aku gemar bertanam. Semasa aku masih berkumpul dengan gurumu, merekalah yang banyak menghabiskan segala tanamanku. Tetapi tentu saja aku menjadi girang, sebab kalau mereka tak mau membantu makan, mau buat,apa ?



- Eh guru. kalau begitu sekarang ini tentunya guru juga tak akan mampu menghabiskan semuanya itu, bukan? Lalu apa yang guru lakukan? Membiarkan mereka busuk dengan sia-sia? _



- He ...... he he ...... tentu saja tidak, Sekar. Kau belum tahu. Hayo kau ikut aku kesana! _



Mirah Sekar mengikuti guru itu berjalan pula. Ia heran, ternyata tempat itu banyak terdapat dataran-dataran yang banyak jumlahnya. Namun kali ini Sekar harus mengikuti guru itu menyusuri sungai kecil yang ada disitu, lalu menembus sebuah hutan kecil dan kembali memasuki gerumbul dan lorong berlumut yang sempit.



- Hayo! -



Guru itu mengajak Sekar melewati lorong itu. Dan Sekar menurut.



Kini kembali ia dibuat terheran-heran oleh pemandangan sekitarnya. Sebab kini bukan lagi ia berada didasar jurang, melainkan berada di tempat terbuka, dialam luas. Bahkan ia bisa melihat bayang-bayang gunung yang terlihat banyak bertebaran ditempat itu.



- Kau tentu telah mengetahuinya kini. Kita sekarang berada ditempat terbuka. Kau lihat agak jauh disana, itu sebuah pedusunan, kesanalah aku seringkali membawa makan yang berlebih. Tentu saja mereka akan gembira menerimanya. Namun tak seorangpun akan tahu jalan masuk yang sengaja kubuat dengan teliti ini.



Sekar kembali menganggukkan kepala berkali-kali. Ia kagum dengan kecerdikan guru yang menemukan jalan itu.



- Jadi kau jangan menduga selama ini aku terpencil. Sama sekali tidak! Aku tetap bergaul dengan rakyat banyak. Maka ketika kau masih tergantung dalam jala itu, aku tidak segera menolongmu turun sebab aku tengah datang kedusun itu menolong seorang anak kecil yang tengah sakit panas. Orang tuanya menyangka anak itu diganggu hantu yang ada didusun. Tetapi menurut pengamatanku anak itu bukan diganggu hantu, melainkan ia diganggu nyamuk jahat yang banyak terdapat disana. --



- Sekarang aku tahu.



Kata si gadis.

Dan guru itupun tertawa.



- Kau cerdik dan berani. Lebih bagus bertanya daripada memendam ganjalan dihati, bukan?



Si gadis juga tertawa.



- Kita kembali kedalam! -



Kata guru itu kemudian.



Maka sesudah melewati jalan-jalan semula. seraya ditengah perjalanan dua orang itu mengambil banyak buah-buahan segar. lalu merekapun tiba pula ditempat semula.



- Eh, Sekar



Kata orang tua itu ketika mereka telah tiba digua.



- Tempat tinggalmu adalah gua itu. Sengaja kubuat untukmu semenjak lama. Dan aku tetap berada ditempat ini.



Mirah Sekar mengangguk. Kini hatinya menjadi girang bukan main. Tak ia duga akan bisa menemukan sebuah tempat yang demikian menyenangkan. Segalanya amat murni dan tenang. Dan agaknya jika ia harus tinggal di Kadipaten Wanabaya, tentu aku lebih suka memilih tinggal ditempat orang tua yang adalah paman gurunya itu.



Dan Sekar kini benar menjadi seorang gadis yang lebih periang lagi. Ia amat rajin membantu paman gurunya mengurusi kebun, memelihara sawahnya dan kini paman gurunya itu boleh merasa girang memiliki seorang pembantu semacam Mirah Sekar yang rajin dan tak kenal berpeluk tangan. Maka tempat yang semula telah di jadikan indah dari hasil rawatan Guru Bantu, maka kini menjadi semakin indah hingga tak ubahnya merupakan taman surga berkat rawatan tangan si gadis Mirah Sekar.



Paman guru itupun diam-diam merasa girang. Tak keliru rupanya Nyi Ageng Maloka mendapatkan Sekar sebagai muridnya. Dan pada waktu-waktu senggang Mirah Sekar selalu melatih diri dengan rajin dan tekun. Kadangkala paman gurunya memberi petunjuk dan menyempurnaka gerakan gerakan yang masih lemah dan menambahkan dengan gerakan lain yang diciptakan oleh paman guru itu.



Namun setelah hampir tiga pekan masih belum juga paman gurunya memberikan petunjuk bagaimana pelajaran yang dijanjikan dari kakek gurunya, Mirah Sekar menjadi heran. Tetapi ia diam saja, sedikitpun tidak menanyakan hal itu. Bahkan ia makin memperlihatkan ketekunannya berlatih dan memperdalam ilmu yang telah dimiliki.



Maka tanpa dirasakan oleh Mirah Sekar sendiri, kini ilmunya bertambah dalam dan kuat. Banyak kemajuan telah ia capai selama rajin berlatih itu. Bahkan tambahan-tambahan sedikit dari paman gurunya ternyata membantunya banyak membangkitkan kemampuan dahsyat pada dirinya.



Dalam pada itu berkat perawatan yang teratur dan kebersihan yang selalu ia pelihara, maka Mirah Sekar selain bertambah maju pesat dalam hal ulah kanuragan dan kasampurnaan batinnya, juga mengalami pertumbuhan badan yang mengagumkan. Kini ia berubah menjadi seorang gadis cantik dan berisi. Tubuhnya semakin padat menggiurkan. Agaknya jika ia berkumpul dengan orang-orang pedusunan, bukan saja kaum lelaki akan terpikat oleh Mirah Sekar,

kaum wanitapun menjadi iri dan cemas mendapat saingan.



Mirah Sekar telah tumbuh bagai bunga dalam hutan, segar dan cantik tanpa pulasan. Ia cantik menarik karena perhiasan alam yang tidak dibikin-bikin. Namun demikian Mirah Sekar tidak mmghiraukan hal itu. Ia menyadari akan kelebihan yang ada pada tubuhnya, namun hal itu bukannya menjadikan ia sombong dan merasa lebih dari yang lain. Bahkan gadis ini merasa bersyukur dan ia akan merasa gembira jika dapat menularkan kelebihan itu pada lainnya.



Adakalanya Mirah Sekar terganggu oleh bayangan Sentanu yang tidak ia ketahui berada dimana sekarang. Namun hatinya menduga tentulah anak muda itu telah berada di Demak. seringkali mirah Sekar bertanya-tanya dalam hatinya.



Bagaimanakah Sentanu ketika ia terjatuh kedalam jurang itu?



Apakah ia bingung?



Cemas?



atau menangis?



Dan apa yang dilakukan?



Namun gadis ini tak dapat memberikan jawabnya. ia hanya menduga-duga.



Adakalanya pula ia teringat pada Taruna di Kadipaten Wanabaya. Namun mengingat kini ia telah hidup berdua dengan paman 'gurunya yang telah menganggap dan memperlakukan dirinya bagai anak sendiri, hati Mirah Sekar menjadi terobat dan kembali tenteram. Ia tak lagi merasa hidupnya kesepian tanpa sanak dan kadang.



Bahkan jika ia masih ingat bahwa dirinya memiliki seorang guru berbudi macam Nyi Ageng Maloka, dan kini memiliki paman guru yang lebih berbudi, rasanya ia mendapatkan ganti kedua orang tuanya yang telah tewas dalam pemberontakan di Kadipaten Banyuwangi.



Lebih lagi ternyata paman gurunya selain memiliki kemampuan

tinggi dalam tata tempur, juga memiliki kemampuan membuat banyak kisah yang menarik. Pengalaman paman gurunya terlalu banyak

sehingga jika ia tengah mendengarkan kisah paman yang pintar mendongeng itu rasanya tahan ia duduk bertahun-tahun hanya untuk

mendengarkan dongeng pamannya.

Genap dua bulan Mirah Sekar telah berada ditempat itu. Ia

semakin nampak gembira dan terlihat kerasan tinggal disitu. Tak sedikitpun ia mengeluh manakala tengah bekerja berat. Bahkan ia terlihat gembira dan bersemangat,

Pada suatu saat, paman gurunya memanggilnya.



- Sekar. -




Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Kata paman guru itu.



- Kini agaknya kau harus

mulai banyak berlatih dengan lebih rajin, sebab ternyata ilmu yang

kau terima dari gurumu masih belum seluruhnya kau kuasai. Maka

kau harus lebih banyak menggunakan waktumu untuk berlatih dengan lebih baik.-



Mirah Sekar menjadi girang bukan main setelahnya ia lebih banyak mengenal paman guru yang baik itu. Maka diam -diam ia ber-

janji akan menuruti segala petunjuk dan nasehat orang tua itu.

Namun dalam pada itu diam-diam pula ia memendam perasaan gelisah dalam hati. Ada sesuatu yang ia rasa telah menjadi beban

batin dan perasaan itu amat mengganggu manakala Sekar mengingatnya.

Pada suatu ketika Sekar duduk termenung diatas batu yang banyak terdapat ditempat itu. Hatinya jauh menerawang hari-hari yang

telah ia jalani. Terbayang segala pengalaman bahkan pertemuan dengan Sentanu yang dirasa terjadi begitu cepatnya. Dan tanpa ia sadari

dirinya tenggelam makin dalam kealam lamunan yang membuainya

mengayun-ayun jiwa dan perasaannya.



- Sekar! -



Tiba-tiba terdengar suara halus menyapa di belakangnya.

Mirah Sekar cepat menoleh mendengar suara yang telah dikenal baik

olehnya itu.



- Paman! -



Serunya seraya ia berdiri menatap paman gurunya

yang telah ada ditempat itu.



- Ya, sengaja aku datang. -



Sahut paman guru itu kemudian.



- Aku tahu ada sesuatu yang telah kau sembunyikan padaku Sekar. Baik, baik jika kau kuasa memendam kegelisahan itu. Sebab kekuatan rasa gelisah akan berubah menjadi tenaga luar biasa dalam dirimu sendiri. Akan tetapi kalau kau tak mampu menindihnya, sebaliknya ia akan menjadi rasa sakit yang bisa membunuh. Oleh karena itu tak ada buruknya jika aku bertanya dan kau katakan apa yang tengah kau pikirkan sehingga kerapkali aku melihatmu murung dan berduka. Katakanlah Sekar!



Mirah Sekar menjadi pucat. Kagumlah hati gadis itu bahwa paman gurunya bermata awas sehingga bisa menduga apa yang tengah menjadi ganjalan dihatinya. Namun tiba-tiba Sekar loncat dan menubruk paman guru itu merangkul lutut dan menangis terisak-isak.



- 0, Yang Maha Agung. Apa yang terjadi anakku ?



Paman gurunya mengelus rambut Mirah Sekar lalu dipegangnya pundak Mirah Sekar lantas diangkatnya berdiri dan berkata :



- Berdirilah, apa yang terjadi ? -



Untuk beberapa saat lamanya gadis itu masih menangis. Dan paman guru itupun tak lagi mencegah. Paman guru yang arif itu telah mengetahui bahwa menangis adalah jalan paling baik bagi seorang wanita untuk menumpahkan kedukaan dan rasa sedihnya. Maka dibiarkan saja Sekar sampai beberapa lamanya menangis.



- Bagus anakku!



Kata paman gurunya kemudian setelahnya dilihat Sekar mulai reda tangisnya.



- Kau cukup tabah dengan penderitaan ini. Aku tidak dapat menduga dengan persis. tetapi aku mengetahui kau benar ingin berbicara denganku. Nah, katakanlah Sekar. Aku siap mendengar segala yang ingin kau katakan. Mendongaklah, jangan kau peras seluruh air mata yang kau miliki, karena ada saatnya nanti air mata itu akan menjadi senjata pamungkas manakala kau menghadapi kenyataan hidup yang keras ini. Katakanlah Sekar, aku paman gurumu akan mendengarmu. --



- Guru, aku . ..... aku takut mengatakan.



Kata Sekar kemudian. Tetapi Paman gurunya tertawa.



- Ah, mengapa kau harus merasa takut terhadapku? Tidak! Kau jangan merasa takut dengan sesama makhluk Sekar, tapi takutlah pada yang Maha Kuasa yang membuat hidup dan mati kita. -



- Bukan begitu maksudku Guru.

Kata Sekar pula.



- Ya, ya, aku tahu tapi katakanlah, kau harus berjiwa ksatria bukan ?



Mirah Sekar semakin tertunduk. Tetapi segera berkata pula :

- Guru aku .... aku ternyata seperti yang aku tuturkan padamu dulu itu, sebelum aku bertemu denganmu aku telah ..., telah ya, Sentanu. Sentanu itulah ... dan aku merasa kini sedang berbadan dua. -



Sekar segera tertunduk dengan muka merah setelahnya mengucapkan perkataan itu. Ia bayangkan paman gurunya akan kaget setelahnya mendengar itu. Tetapi dugaannya meleset. Ketika Sekar mencoba menatap muka orang tua itu, paman gurunya tenang dan wajahnya tak memperlihatkan perubahan apapun. Baru setelahnya Sekar berdiam diri beberapa saat paman gurunya berkata pula.



- Ya, aku tahu itu Sekar, aku telah mengetahuinya semenjak kau ada ditempat ini. Mengapa kau harus takut dengan itu? Bukankah satu karunia besar kau mendapatkannya? Ribuan manusia merana hidup dan jiwanya lantaran tak memiliki keturunan. Berbahagialah kau, Sekar.



- Tetapi, Dewa-Dewa tentu mengutuk perbuatan itu. Dan aku telah membuat aib dihadapanmu Guru. -



Sahut Sekar.



- Oho, Yang Maha Agung mengetahui segalanya, Sekar, kendati hal itu mungkin merupakan kesalahan, namun kurasa dalam pengadilan-Nya segala kesalahan akan memperoleh keadilan yang seadil-adilnya. Bukan hukum manusia tetapi hukum-Nya lah yang kekal. Lagipula antara kau dengan Sentanu ada pertalian batin murni. Kalian berdua saling mencintai akan menjadi landasan yang masih dapat diterima. Tetapi yang penting bukan hanya mengakui kelemahanmu sebagai manusia saja.Sekar, sekarang adalah kewajiban yang lebih berat bagimu memelihara yang ada dalam kandunganmu saat ini agar .ia kelak terlahir dalam keadaan murni untuk kelak dapat diterimanya olehNya. Hayolah Sekar, kita mengadakan upacara kecil dihadapan penduduk pedusunan sekitar ini untuk memintakan kesaksian mereka bahwa kau adalah Mirah Sekar yang telah sah menjadi istri Sentanu agar kelak anakmu bisa diterima murid Ki Ageng Semu itu dengan senang hati. Kau siap-siap sekarang. -



Mirah Sekar menitikkan air mata pula. Hatinya digerayangi perasaan gembira. Tak ia duga paman gurunya bahkan akan memberinya penunjuk bahkan memberikan jalan keluar dari kedukaan hatinya. Ia terbayang kembali ketika berdua dengan Sentanu ditepi sungai. Hatinya memukul keras. Namun perasaan bahagia kini menyelinap dihati Sekar. Tanpa sadar ia meraba perutnya dan tersenyum.



Diam-diam ia bayangkan anak yang ada dalam kandungannya ini kelak akan segagah ayahnya.



Tapi dimanakah kini Sentanu ?



Masih hidupkah ?



Menurut paman gurunya.



Sentanu selamat, tapi dimanakah sekarang ? -



Pikir Mirah Sekar.



Sementara itu ditempat lain prajurit Demak yang dipimpin oleh Tumenggung Santa Guna masih menunggu kedatangan Pati Unus dengan Tumenggung Aria Teja yang memegang tampuk panglima dalam penyerangan ke wilayah timur itu.



Dalam masa itu Demak sebenarnya telah berkali-kali melakukan penyerangan ke Timur dan Majapahit. Raja Majapahit Prabu Udhara hanya dibantu oleh tentara Pajajaran yang masih tersisa. Akan tetapi seperti yang telah menjadi cita-cita Pati Unus, ia ingin membasmi dua kerajaan yang dianggap masih kafir itu, yakni Pajajaran,dan Majapahit yang dalam beberapa peperangan yang timbul di sebabkan Majapahit telah mendekati kelemahan akibat pemberontakan para Adipati di daerah pantai yang tak kunjung reda, menjadi agak terdesak dan terancam keselamatannya.



Dalam satu serangan yang pernah dilakukan sebelumnya, Demak dengan Pati Unus ternyata berhasil menguasai Negri Hindu Majapahit, sehingga Mahkota, upacara dan upacara-upacara serta pusaka kerajaan Majapahit dipindahkan ke Demak, Sedang rakyat Majapahit sebagian lari menyelamatkan dirinya ke Bali, Pasuruan dan Blambangan.



Namun demikian Majapahit masih belum hancur seluruhnya. Lebih-lebih setelah munculnya tokoh-tokoh yang membantunya, maka daerah Panarukan masih belum berhasil dikuasai Demak, bahkan sebuah tempat di daerah Singasari yang disebut dengan Supit Urang menjadi pusat perbentengan yang masih kokoh kuat dan Demak masih belum mampu menerobos benteng yang pernah menjadi tempat pertahanan Majapahit Gajah Mada di jaman Prabu Hayam Wuruk.


Siluman Ular Putih 18 Titisan Alam Pendekar Rajawali Sakti 26 Hantu Karang

Cari Blog Ini