merasakan Bwee Hoa Tok Tju itu. Inilah tjara melepas sendjata rahasia keluarga Tjiu
jang antik. Tapi Louw Eng sudah tjukup memakan garam didun:a Kang Ouw. Begitu
mendengar suara sendjata rahasia itu. sudah tahu kemana tudjuannja, sebenarnja akan
dilukainja dulu Djie Hai, tapi terpaksa ia harus menarik tangannja untuk menghindarkan
diri dar; bentjana.
Berbareng dengan ini Gwat Hee menjerang dengan salah satu djurus lihai dari bukit
berantai jang dinamai Keng Tjiok Tjuan In (lereng gunung-ambruk menembus mega).
Pukulan datang sepertj batu besar menindih, menjergap batok kepala Louw Eng. Tanpa
bergerak Louw Eng mengerahkan tenaganja untuk -menahan. Siapa tahu Gwat Hee
mengubah tangannja mendjadi terbuka djeridjinja, sehingga pukulan mendjadi kosong.
Suatu tenaga menjedet kebelakang memaksa Louw Eng mundur djuga kebelakang
setindak.
Menggunakan ketika ini Djie Hai sudah memimiringkan tubuhnja, kedua kakinja
menotoj bumi, dan mentjelat sedjauh dua tumbak. Sehingga dirinja terlepas dari bahaja.
Kedudukan tiga orang mendjadi segi tiga berlainan sudut. Ketika baik dilewati Louw Eng.
Sedangkan ketiga orang serentak mengurung dan mengerojoknja. Harapan mereka ialah
djangan sampai Tong I
dapat naik perahu melarikan diri.
Dalam waktu jang sempit ini ketiga orang in1 mempunjai djalan pikiran sendiri2. Djie
Hai berpikir : "Kami bertiga bersatu melawan Louw Eng, walaupun dalam waktu singkat
tak bisa "kalah. Tapi disana masih ada dua lawan kuat jang belum datang lagi. Begitu
mereka datang, kami. akan menerima nasib buruk ! Waktu tak bianjak lagi, bagaimana
tjaranja dapat dengan lekas mengalahkan Louw Eng ? Pikir2 hanja ada satu djalan, biar
aku menentang maut membuat perlawanan jang menentukan. Asal sadja Louw Eng kena
kulukai sedikit sadia, aku Djie Hai matipun tidak mengapa, sebab adikku Tjiu Piau-heng-
tee dapat meloleskan diri."
Sebaliknja Gwat Hee berpikir : "Dalam suasana demikian untuk meloloskan diri
berbareng, agaknja tidak ada kemungkinan. Mengandalkan ke-entengan tubuhku aku
dapat molos kedekat musuh, sekuat tenaga kupeluk dia, aku tak kuatir mendjadi mati, Pi
sebab dengan djalan ini kakakku dan kak Tjiu Piau dapat ketika untuk melukainja, dan
dapat melarikan diri, demikian djuga Tjiu Piau mempunjai pikiran jang hampir serupa.
Pikirnja : "Mengandalkan ilmu leluhur jang dapat melepas sendjata rahasia jang
dapat seratus kali lepas seratus kali kena sasaran, akan kukorbankan djiwaku asal sadja
Louw Eng kena mutiaraku. Dengan djalan ini dua kakak beradik Ong berkesempatan
untuk melarikan diri." Beginilah buah pikiran ket'ga orang ini, semua berhasrat
mengorbankan dirinja demi keselamatan jang lain. Dalam waktu jang hampir bersamaanLiong Hong KiOm 3 Team Ko/ekfor Ebook FB grup
dengan dulu mendahului mereka melakukan serangan maut, sehingga suasana
pertempuran betul2 mengerikan dan bertambah dahsjat !
Louw Eng memutari pedagnja, sinar pedang berkeredepan menusuk mata. Tiga
pemuda jang tak kenal mati mengangsak dan mengurung dengan sengit, serta berkelebat
diantara sinar pedang. Akan tetapi tak seorangpun jang berhasil mendekati tubuh Louw
Eng lima-enam djurus sudah berlalu. Louw Eng berhasil mendesak ketiga orang ini ketepi
danau. Djie Hai mundur sampai dipinggir perahu, hatinja bergerak waktu melihat
pendajung jang besar itu, diangkatnja dan dihadjarkan ke Louw Eng dengan kegemasan
jang memuntjak.
Pembatja harus ingat, pedang jang dipegang tLouw Eng dapat memotong besi seperti
tahu. Begitu pengajuh datang, disambutnja dengan pedangnja tanpa berkelit lagi.
Dengan sekali tabas pengajuh besi itu tinggal separu. Djie Hai ber-tubi2
menjerangdengan ketjepatan lebih dari angin. Louw Eng setjepat kilat memapasi setiap
serangan,pengajuh itu dibuatnja tinggal beberapa dim sadja dari pegangan. Dalam
kesibukan melajani Djie Hai, tak diketahui lagi Gwat Hee sudah berhasil mendekati
dibelakang nja.
Gwat Hee mentjabut pisau belatinja, dengan setakar tenaganja belati itu ditikamkan
kepunggung Louw Eng, serangan Gwat Hee ini dilakukan dalam keadaan mati dan hidup,
sehingga tikaman ini hanja dapat disebut djurus antara mati dan hidup. Dalam bahaja
jang besar ini Leuw Eng menjodokkan pedangnja jang terangkat tinggi kebelakang,
dengan satu papasan, sendjata Gwat Hee sudah dibuat patah udjungnja. Tapi Gwat Hee
tidak mundur, sebaliknja menubruk tubuhnja. Dengan kedua tangan dan kakinja Leuw
Eng dipeluknja. "Kak ! Lekas serang!" seru Gwat Hee. Belum suaranja habis, menjusul
terdengar teriakan jang mengeneskan darinja. Kaki tangannja mendjadi kendur, tubuhnja
merosot djatuh dari punggung Louw Eng, mukanja mendjadi putjat pasi, dat mulutnja
menjembur darah segar membandjir.
Kiranja waktu ia berhasil menggemblek dipunggung Louw Eng, hal ini diluar perkiraan
lawan sendiri. Berbareng dengan ini Djie Hai menggunakan waktu orang tak berdaja
dengan pukulannja. Dengan tangan kirinja Louw Eng menjambut serangan dengan keras,
tangan kanannja menuntjapkan pedangnja ketanah. Dengan tangan kosong dipukulnja
dadanja sendiri dengan keras !!??? Djurus ini adalah djurus iang luar biasa gaibnja,
memukul diri sendiri. tapi tak melukai diri sendiri. sebaliknja tenaga pukulannja itu
menembusi punggungnja dan menggempur dada Gwat Hee, demikiant lah Gwat Hee
mendjerit dan lantas pingsan tak sadar diri.
Begitu Gwat Hee djatuh Djie Hai pun kena ditendang. Kiranja sebelum itu Djie Hai
sudah memungut belati Gwat Hee jang putus udjungnja dan menantjapkan ketangan
lawan. Louw Eng menghadapi dua orang ini hampir2 menderita kerugian hatinja
dikeraskan, bukan sadja lengan kirinja tidak ditarik mundur bahkan disodekkannjaLiong Hong KiOm 3 Team Ko/ekfor Ebook FB grup
kedepan, Djie Hai menusukkan belati kutungnja kepangkal lengan musuh dengan
berhasil. Tapi djeridji lawan sudah mengenai djalan darah didadanja, Djie Hai kaku dan
mati kutu. Berikutnja kaki kirinja terangkat naik, tubuh Djie Hai dikirim ketengah danau
dan djatuh masuk keair.
Dalam waktu sekedjap mata, dua saudara Ong satu luka parah satu ketjebur keair,
sedangkan Louw Eng hanja menderita sedikit luka. Sedari tadi Tjiu Piau tidak dapat turun
tangan untuk membantu, kini baru ia berseru : "Awas Bwee Hoa Tok Tju !" Louw Eng
buru2 menoleh, tapi tak menampak seseorang. Sesudah ditelitikan, kiranja Tjiu Piau
merebahkan diri. Tubuhnja bergelindingan mendatang. Inilah ilmu Bwee Hoa Tok Tju
gelombang ketiga jang terdiri dari tudjuh djurus melepas sendjata sambil berbaring. Tjara
ini pernah dipergunakan Tjiu Piau di Ban Liu Tjung dengan berhasil baik. Ia tak tahu pada
masa jang selam Louw Eng pernah dihadjar ajahnja dengan djurus ini, sehingga Louw
Eng agak segan dan djeri menghadapi ilmu ini. Kini ia molihat lagi ilmu ini. tak terasa lagi
ia mundur dua tindak kebelakang. Tiba2 Tjiu Piau mentjelat bangun setumbak lebih
sambil berseru "awas", tudjuh delapan butir batu mengapit sebutir mutiara iang berkilat
serentak terhambur menghantam datang. Louw Eng sangat takut pada mutiara itu, dari
itu hanja mutiara itu sadja jang diperhatikan dan dikelit, sehingga batu ketjil itu telak
mengenainja.
Belum Leuw Eng berdiri dengan tetap, kembali beberapa batu jang mengiringi sebuah
mutiara emas menjambar datang. Kali ini serangan datang dari bawah, sebab Tjiu Piau
begitu hinggap dibumi lantas bergulingan lagi dan melepas sendjata, serangan ini
demikian tjermat dan teliti, kalau orang jang berkepandaian biasa djangan harap dapat
meloleskan diri dari bahaja maut ini.
Tapi Louw Eng orang dari golongan apa, kalau sadja ia tak takut pada Bwee Hea Tok
batu2 itu djangan harap dapat mengenai tubuhnja ! Mutiara jang pertama dapat diegos
lewat, kini jang kedua kembali datang. Hebat kepandaiannja, tubuhnja dikakukan seperti
majat -dan didjatuhkan kebelakang dengan tegaknja, tak ubahnja seperti gedebong
pisang runtuh ! Sekali djatuh in: semua serangan lewat tak mengenainja. Hal jang lebih
mengherankan tubuh itu kembali bangun lebih tjepat dari pada djatuhnja. se-olah2 bola
karet jang membal !
Kini Tjiu Piau hanja mempunjasatu lagi mutiara emas itu. Kalau jang sebutir ini meleset
lagi meleset ja tinggal menunggu adjal sadja.
Ia berguling lagi ditanah, tak djauh dari tubuhnja tampak tubuh Gwat Hee jang mandi
darah, mukanja putjat tak ber-gerak2. Pikirannja mengingat pula Djie Hai jang djatuh
keair. Entah bagaimana djadinja, pikirnja keijanjakan Djie Hai tjelaka sadja. Sebab inilah
darahnja mendjadi bergolak. dan bertekad bulat untuk mengadu djiwa. Memikir sampai
disini tubuhnja tidak bergulingan lagi. Sebaliknja lantas berdiri, tangannja dikepalkan dan
diserangnja Louw Eng.Liong Hong KiOm 3 Team Ko/ekfor Ebook FB grup
Bitjara mengenai kepandaian silat Tjiu Piau hanja biasa sadja. Saat ini dia berpikir :
"Biar bagai
mana Louw Eng harus merasakan mutiaraku. Tjaranja jang terbaik mendjaiankan
djurus nekad !" Diserangnja niusuh dengan silat kampungan jang ia bisa. Melihat ini Louw
Eng ter-bahak2 tubuhnja sedikitpun tidak bergerak. hanja bergojang sedikit. Semua
serangan Tjiu Piau djatuh ketempat kosong. Ia membentangkan kedua tangannja sambil
mengedjek : "Mana mutiaramu, habis jah?" tangannja itu dirapatkan untuk mendjepit
Tjiu Piau.
Tjiu Piau pun tidak mengegos barang sedikit !!?? Serangan datang dibarenei dengan
serudnkinnia seperti kambing gunung jang sudah gila. Tangannja membantu menjerang
kedua mata Leuw Eng. Tjiu Piau sadar dene-an nieruduk akibatnja bisa mentjelakakann
d'rinja sendiri, taputangannja sudah mengepel sebutir Bwee Hoa Tok Tju jang tsrachir,
dengan harapan bisa melukai lawan.
Baharu tangannja sampai . didepan mata lawan sedjauh satu dim, suatu peraaan sakit
dengan tiba2 menjerang sampai dihati. Kiranja Louw Eng mengubah tangannja satu
kebawah satu keatas. tiba2 dirapatkan. Tak amnun lagi tangan Tjiu Piau kena digentjet.
"Krekkkk" suara jang mengilukan terdengar, sebab sekali gus kedua lengan Tjiu Piau
sudah kena dipatahkan ! Sakit ini membuat Tjiu Piau merasakan dunia terbalik, hampir2
pingsan dibuatnja. Tapi dalam beberapa saat ia masih dapat bertahan, entah dari mana
datangnja tenaga, sekuat mungkin ditahan sakitnja. Tenaga jang penghabisan itu
digunakan untuk melepaskan sendjata rahasianja. Untung kedua tangannja jang sudah
mendjadi kaku seperti kaju itu masih mendengar kata. Ditjentilkannja mutiara jang se-
menggah2nja itu. Begitu mutiara itu terlepas, ia sendiri segera djatuh pingsan.
Louw Eng tak mengira akan.terdjadi hal ini, tambahan djaraknja terlalu dekat, tak
ampun lagi mutiara itu mengenai dadanja.
Kekagetan Leuw Eng seperti didjilat setan, ketenangannja hilang seketika. tubuhnja
xnundur2 beberapa tindak, mutiara itu ditjabutnja dengan tangan kanannja. Baru sadja
tangan itu mau mengenai duri dari mutiara itu, lcesadarannja segera datang, bahwa
benda itu tak boleh dipegang tangan. Buru2 ditariknja kembali tangan itu. Sretttt
seb'lah pedang terhunus, pikirnja akan diobati lukanja itu seperti waktu ia mengobati
Peng San Hek Pau.
Baru sadja pedang itu terhunus, kembali ia membengong diri. Sebab mutiara itu
bersarang didada ! Peng San Plek Pau djeridjinja dapat dipapas kutung. Tapi dada ini tak
boleh diliangi atau dipotong sebagian. Bagaimana baiknja ?
Kekalutan pikirannja melewati batas, sampai satu hal jang sedari siang2 dipikirnja tak
masuk keotaknja. Jaleni mengambil chat pemunah dari tubuh musuh. Sesudah bengong
setengah harian, otaknja baru mengingat ini. Dihampivinja Tjiu Piau sambil dibentak :Liong Hong KiOm 3 Team Ko/ekfor Ebook FB grup
"Lekas keluarkan obat. pemunah ! lekassssss !" Pedangnia berke'ebatan didepan mata
lawan. Tapi Tjiu Piau sedikitnja tidak ber-gerak2 atau ber-kata2. Louw Eng baharu igat
Pedang Naga Dan Pedang Cendrawasih Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bahwa pemuda ini "sudah luka dan pingsan. Tak banjak ribut lagi ia nongkrong didepan
tubuh Tjiu Piau sambil meregohi saku orang. Saat ini tubuhnja sudah merasakan
perasaan pening jang sangat, sedangkan dadanja sudah merasakan sedikit kaku.
Ia mempunjai pengetahuan umum didunia Kang Ouw ini dengan baik. Ia tahu obat
pemunah ini pasti berada pada pemilik sendjata itu dari itu digeledahnja Tjiu Piau. Tadi
sesudah kodek Sana rogo sini tak diketemukan obat itu. Achirnja de
ngan susah pajah obat pemunah itu diketemukan djuga dilapisan kulit rusa sarung
tangan lawan. Sebuah bungkusan ketjil berisi pel2 ketjil terdapat disana, ia berdjingkrang
kegirangan, dengan tjara jang ter-gesa2 dibukanja obat itu. Sajang obat itu dibungkus
berlapis-lapis, baharu membuka sampai lapis ketiga, peningnja sudah terlebih dahulu
memingsankan otaknja. Tubuhnja melondjor kaku.
Kita tengek lagi Peng San Hek Pau dan Tong Leng Hweesio jang pergi kekaki gunung,
sesampai disana melihat suatu pemandangan alam jang demikian indah. Tak terasa lagi
mereka menikmati dengan penuh kegembiraan. Lama kemudian mereka baharu ingat
kembali pada kawannja. Kakinja melangkah perlahan dan ajal2an sambil ber-tjakap2
senandjang djalan.
Mereka kaget waktu mendekati bekas tempat perkelahian. Se-olah2 tidak terlihat
bajangan orang hidup ditep: danau. Louw Eng, Tjiu Piau, Ong Gwat Hee malang-
melintang terliantar disana merupakan majat. Sedangkan bajangan Ong Djie Hai tak
tampak ada disana. Mereka merasa kuatir dan tjuriga. dihampirinja ter-gesa2, terlihat
ditangan Louw Eng memegang bungkusan ebat, obat itu se-olah2 ipau dimasukkan
kedalam mulut, tapi keburu kaku dan pinsrsan.
Peng San Hek Pau memeriksa denjutan djantung kawannja itu. Njatanja masih
berdetak dengan lemah sekali. lekas2 dibuka obat itu. ia tak tahu aturan obat itu,
d?tjomotnja dengan tangan dan dimasukkan kemulut Louw Eng dan diberinja minum air
d4nnu.
"Mari kita periksa botjah2 ini, mati atau belum. Kalau belum sebaiknja kita sadarkan
mereka." Kedua orang ;tu masing2 memeriksa Tiiu "Piau dan Gwat Hee. Peng San Hek
Pau memberikan obat buatannja sendiri Thai Ie Ngo Houw San. Kedua orang itu lajap2
sadar dari pingsannja sesudah berobat itu. Peng San Hek Pau lekas2 bertanja pada Tjiu
Piau bagatmana tjaranja menggunakan obat pemunahnja. Tjiu Piau tertawa dingin seraja
berkata : "Tak halangan untuk kuberitahu kepadamu. Setiap jang terkena Bwee Toa Tok
Tju pasti akan tiga kali pingsan dan tiga kali sadar, sesudah itu baharu mati. Setiap ia
sadar dari pngsannja berikanlah sembilan butir untuk ditelannja. Tapi untuk sekali ini
djiwa Louw Eng tak dapat tertolong !"Liong Hong KiOm 3 Team Ko/ekfor Ebook FB grup
"Kau djangan main gila, nanti kupatahkan kedua kakimu !" bentak Tong Leng Hweesio.
Tjiu Piau tidak mendjawab. Sebaliknja mendengar Louw Eng bersuara dengan nada jang
lemah sekali ! : "Tanjakan apa sebabnja aku tak dapat baik." Kiranja ia sudah siuman.
Tjiu Piau melihat Louw Eng siuman, segera diedjeknja.
"Alasannja mudah sadja. Mutiaraku sudah tambah sematjam ratjun lagi!. Sedangkan
obat pemunah tak ada padaku !"
Mendengar ini tak tertahan kekagetan mereka, sehingga mukanja pada berubah
matjam. Louw Eng napasnja sudah sengal2, agaknja sudah akan pingsan kembali. Bok
Tiat Djin lekas2 memberikan obat. "Apa gunanja dikasih obat itu!" tanja Tong Leng.
"Sebaliknja kita punahkan ratjun Bwee Hoa Tok Tju keluarga Tjiu dahulu, jang lain
lihat kemudian," djawab Bok Tiat Djin. "Mutiara itu mengandung ratjun apa pula ? Lekas
katakan !"
Tjiu Piau mengertekkan gigi menahan sakit jang bukan alang kepalang itu. Se-bisa2
ditahannja sakit itu, ia tak mau meratap atau merintih! Ia ingat apa jang dikatakan Tjen
Tjen kepadanja. bahwa ratjun dari Tan-djie jang dipelihara itu bukan main djahatnja.
Ratjun itu akan bekerelja per-lahan2 menjiksa orang. Obat pemunahnja hanja
dipunjaTjen Tjen sendiri, sampaipun ajahnja, gurunja tidak mengetahui adanja hal ini!.
Inilah pembalasan aTam, agar Louw Eng jang biasa melakukan kedjahatan merasakan
ular berbisa tjiptaan anaknja sendiri. Kini tak halangan hal ini diberitahu mereka, sesudah
diketahui mereka pasti tak berdaja dan tak bisa berbuat apa2, sebaliknja mereka akan
bertambah gelisah. Memikir sampai disini tak tahan untuk bersenjum.
"Ratjun ini bukan kepunjaan orang lain, ialah kenuniaan Louw Tjen Tjen. Mintalah
kepadanja!"
Dua orang bengong mendengar kata2 ini. Bok Tiat Djin melihat Louw Eng, sebentar
biru sebentar putjat kemudian merah membarah, agaknja ribuan bisa dan ratjun tengah
bergumul didalam tubuhnja, pemandangan ini menipiskan untuk mengharapkan ia bisa
hidup. Biar bagaimana Bok Tiat Djin mempunjai hubungan baik dengan Leuw Eng sepuluh
tahun lebih. Mereka sama2 membagi keuntungan, sama2 pula menikmati segala senang
dan dnka. Pokoknja mereka kerdja sama bahu membahu dan saling tolong. Tapi kini
kawan jang baik ini dalam beberapa saat lag1 akan meninggalkannja, kedukaan dan
kesedihan hatinja menjesak didjiwa raganja. Lebih2 mengingat bagaimana kawan ini
msnolrng djiwanja dari ratjun ini dengan mengutungkan djeridjinja. sedangkan ia tak
berdaja untuk balas menolong Louw Eng. Kalau tidak pasti djiwanja siang2 melajang,
mengingat ini keringat dinginnja membasahi tubuhnja dengan deras !Liong Hong KiOm 3 Team Ko/ekfor Ebook FB grup
Sesudah menunggu beberapa lama, Louw Eng kembali siuman untuk keaua kali. Rok
Tint Dbin memberi tahu, bahwa obat pemunah dari Tjian Tok Tjoa (ular seribu ratjun)
berada pada Tjen Tjen.
Mendengar ini matanja terbeliak putih, dengan sekuat tenaga memaksakan diri untuk
bitjara :
"Menjesal aku tak pernah memintanja barang sedikit untuk mendjaga diri." Hatinja
gelisah dan pingsan lagi. Bok Tiat Djin buru2 memberikan obat lagi. Tak kira begitu obat
ini termakan Louw Eng, tubuhnja berubah mendjadi dingin napasnja semakin pajah.
Kiranja obat ini tak boleh terlalu banjak dimakan, sebab bisa merusak Goan Kie (tenaga
asli), sesudah kena ratjun sedikit banjak kehilangan djuga ilmu tenaganja. Kesatu
disebabkan ratjun itu terlalu lihai, keelua meminum obat terlalu banjak. Tak heran
rupanja berubah seperti orang jang menderita sakit sudah lama.
Waktu ia siuman untuk ketlga kalinja wadjahnja dihiasi senjuman jang sepesifik dan
misterius dari peribadinja. "Bok-heng, Tong Leng-heng, aku minta kau mendjauhkan diri
sebentar, aku mempunjai kata2 jang penting untuk dikatakan kepada dua botjah ini."
Bok Tiat Djin merasa heran, ia berkata sambil menasehati : "Louw-heng, Ifau harus
istirahat untuk memulihkan napasmu, tak boleh banjak bitjara." Louw Eng merata
denjutan djantungnja sendiri.
"Aku mempunjai kira2, harap djangan kuatir." mereka terpaksa melulusinja. Tapi kali
ini mereka tidak pergi djauh2, mereka waspada untuk melihat sesuatu pergerakan.
Louw Eng berkata pada Tjiu Piau dan Gwat Hee: "Tit-djie, Tit-lie mungkin aku
segeraakan berpulang keratmatiillah. Orang hidup harus mati. dari itu aku terima
kematian ini dengan baik: Se-kali2. aku tak menjalahkan kalian. Tapi aku mengharapkan
benar. sebelum aku mati dengarkanlah sepatah kataku"
Napasnja sengal2 dan istirahat sebentar.
Ong Gwat Hee dan Tjiu Piau mengedipkan matanja, masing2 berpikir : "Bangsat ini
sudah mulai lagi." Kedua kaki Tjiu Piau tidak menderita luka, ia duduk bangun, Gwat Hee
djuga duduk sambil menguatkan tubuh. Kedua orang itu sambil menjandarkan pungugng
kepunggung masing2 duduk bersama2, Karelianja mereka masing2 merasakan
kehangatan tubuh kawannja. Dalam suasana tjelaka demikian mereka ter-lebih2 lagi
akrabnja. Sajang dalam alam jang demikian romantis ini, terdjadi perkelahian saling
bunuh membunuh, sungguh tak mengena sekali. Kini kedua orang masing2 menderita
luka berat, djuga berada dalam tangan musuh, mereka tak berdaja untuk berontak guna
melawan. Begitupun baik, mereka agaknja akan bergirang sekali mengachiri djiwa
remadjanja itu dalam suasana jang sangat manis ini. Kedua orang ini mempun jai
pendapat jang begitu. Tak heran mereka menjandarkan tubuhnja masing2 semakin erat,
dar hal ini hatinja merasakan sesuatu hiburan jang tak ternilai harganja!Liong Hong KiOm 3 Team Ko/ekfor Ebook FB grup
Louw Eng melihati kedua orang itu, sesudah menarik napas, kembali ia berkata :
"Orang jang akan mati, perkataannia selalu lebih baik adri masa hidupnja. Kalian sudah
tak pertjaja perkataanku, tapi dengarilah beberapa patah sebelum aku mati. Kalian
dengar dan denerar. djangan gusar djangan panas, dengarlah ! Sakit hatv di Oee San
selama delapan belas tahun itu tak dapat dibalasnja atau diberesinja. Sebab apa
karena jang membunuh Tjiu Tjian Kin adalah Ong Tie Gwan ! Adapun keributan ini
terdjadi disebabkan mereka kena diadu domba oleh Wan Tie No Kalian dua keluarga
adalah bermusuhan, Wan Tie No djuga mu suh dari kalian. Kalau mau membalas sakit
hati, kuberikan petundjuk jang baik. Kapan waktu ada orang jang meminta pedang Liong
dan Hong dariku, orang itu pasti merapunjai hubungan jang erat dengan Wan Tie No,
napasnja kembali sesak, ia mengaso lagi.
Sebenarnja Tjiu Piau dan Gwat Hee sudah mengambil keputusan untuk tak
mempertjajai perkataan itu. Siapa kira perkataan Louw Eng jang sengal2 ini
menggerakkan kedua hati anak muda ini. Perkataan orang jang akan mati tentu baik
adanja. Mereka setengah pertjaja dan setengah tjuriga mendengarkan tjeritera ini.
Louw Eng berkata pula : "Wan Tie No itu demikian kurang adjar, kami empat saudara
kena diadu dembakan. Ia binasa ditanganku. itu sebarusnja.
Tapi ia masih mempunjai orang jang terdekat untuk mentjari balas mentjari
balas kepada kalian. Kalian harus hati2. Aku agaknja tak tak dapat hidup lagi, kalian
boleh pertjaia boleh tidak atas kataku ini. Pokoknja aku bitjara. dan dengan ini
hatiku mendjadi tenteram kalian berdua " kata2nja belum habis kembali ia
dengan mukanja jang putjat berubah mendjad: abu2, tak ubahnja seperti wadjah orang
mati. Kelihatannja ratiun dari Bwee Hoa Tok Tju sudah diounahkan, tapi bisa Tjian Tok
Tjoa sudah masuk kehati.
Tjiu Piau melihat musuh itu masih ingin bitiara pada tarikan napas jang demikian lemah
itu. Hatinja tergerak. tak terasa lagi beberapa bagian dari perkataan itu sudah dipertjajai
hatinja. Saat ini punggungpija merasakan tubuhnja tak bersandaran, agaknja Gwat Hee
tak menjandar lagi padanja. ia berbalik untuk melihat, emuat mata bentrek, dari sinarnja
se-olah2 menundjukkan ketjurigaan masing2.
Louw Eng melirik memandang suasana in dengan girang, pikirnja tak tjuma2 aku
berkata. Saat ini Eok Tiat Djin menghampiri datang, ia membuka mulut untuk berkata-
kata tapi napasnja terlalu lemah, achirnja tak ber-kata2. Lama kemudian, dengan tenaga
jang se-menggah2nja terlontarlah kata2nja itu dengan keras, seperti orang membekasi:
"Kasihlah mereka berlalu !" Tubuhnja segera pingsan lagi. Bok Tiat Djin buru2 memeriksa
djalan pernapasannja, dengan wadjah putus asa, di-geleng2kan kepalanja. Napasnja
sudah hilang, tubuhnja kaku dan djengkar, tapi wadjahnja masih tersenjum. Tjiu Piau
dan Gwat Hee merasakan senjumdari orang mati itu, sangat menakutkan sekali, senjum
itu demikian aneh dan berbisa, membuat orang djemu melihatnja, ditambah denganLiong Hong KiOm 3 Team Ko/ekfor Ebook FB grup
wadjahnja jang sudah mendjadi matang biru, tak ubahnja seperti setan gaib mendjelrua
didunia. Kedua orang ingin memalingkan rnukanja tidak melihat, tapi ingin melihatnja
djuga. Karena inilah hatin ja tidak tenang.
Sebab apa Louw Eng sampai matin ja masih tertawa? Ia blasa melakukan kedjahatan
dan meratjuni kehidupan orang. Waktu ia sadar akan menghadap pada Giam Lo Ong,
otaknja mau tak mau harus merenungkan hal iehwal dari kehidupan jang dialaminja.
Bukan disebabkan ia kuatir akan diomongi orang nanti, atau memikiri nasib anaknja jang
Pedang Naga Dan Pedang Cendrawasih Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
akan ditinggalkan itu. Otak iitu mempunjai satu pikiran djahat:" Aku mengharap dengan
kematianku, keluarga Tjiu Ong Tju saling bunuh membunuh djuga. mengharapkan
merStka bisa saling hantam dengan orangnja Wan Tie No"
Tak heran ia mengutjapkan kata2nja tadi dengan serius, dan mengarang tjeritera
burung. Kedua anak muda itu masih muda dan kurang pengalaman. Melihat ia akan mati,
tapi masih berdaja untuk mengeluarkan kata2 itu, tak terasa lagi kewaspadaan mereka
mendjadi kendur sebagian, perkataan ini memakan diotaknja dan mengeruhkan pikiran
mereka. Leuw Eng melihatnja hal ini, hatinja berpikir, "Lihat ! biar aku sudah meninggal,
tapi kata2ku tidak. mati, kalian masih didjiwai Louw Eng. Sehingga kalian akan bunuh
membunuh tak keruan, berkat kebodohan kalian !"
Sebenarnja hati orang memang tidak serupa, ada orang merasakan melakukan
kedjahatan sangat menjesal dan memalukan, sehingga hatinja tidak tenang selama
hidupnja. Tapi Louw Eng manusia jang berlaina.n dari segala orang.
Sudah tahu djiwanja akan melajang, pikirannja masih sadja djahat, dengan
provokasinja ingin memantjing satu perkelahian diantara mereka, memikiri ini hatinja
mendjadi senang, dari itu ia mati sambii membawa senjum.
Bok Tiat Djin dan Teng Leng membentak Tjiu Piau "Obatmu apakah benar atau palsu
? Lekas katakan. kalau tidak hati2 dengan naha andjingmu!"
"Lihat sadja wadjah mukanja, kalau tidak meminum obatku, tidak mungkin wadjahnja
berwarna agak merah. Kini ia mati disebabkan ratjun dari anak kandungnja sendiri. Hal
ini tak boleh menjalahkan aku." djawab Tjiu Piau membela diri.
Bok Tiat Djin tak dapat berkata apa2, lebih2 sebelum.mati Louw Eng meminta
melepaskan mereka. Dalam rentjana kedji dan busuk ia mengakui Louw Eng sangat
pandai, dari itu ia berbuat demikian tentu mengandung maksuJ pula, dari itu ia berkata
"Teng Leng-heng, mari kita djari tempat jang baik untuk tempat Louw toako beristirahat
se-lama2nja. Botjah2 ini biar mati atau hidup kita tinggalkan disini." Mendengar ini Gwat
Hee dan Tjiu Piau merasa gembira dibalik duka.
Tong Leng memanggul djenazah dari Louw Eng, Bok Tiat Djin mengiringi dari
belakang, mereka djalan pergi, makin lama makin djauh.Liong Hong KiOm 3 Team Ko/ekfor Ebook FB grup
Tjiu Piau merasakan sangat haus sekali, dengan sekuat tenaga ia menghampiri tepi
danau, dengan kedua tangannja jang sakit disendoknja air danau. Tapi tangan itu tak
mendengar perintah lagi ! Terpaksa ia berlutut sambil memonjongkan mulutnja untuk
menghirup beberapa teguk air untuk menghilangkan rasa dahaganja.
Memang manusia merasakan air mendjadi harum dan njaman sewaktu dahaga, tapi
waktu biasa air ini kurang harganja. Tjiu Piau merasakan tubuhnja agak segar berkat
beberapa tegukan air danau ini. Saat inilah telinganja mendengar suara "bhik" ia menoleh
dan dilihatnja Gwat Hee tengah merontak dan melawan sakit ingin berdiri, tapi
disebabkan lukanjjy jang kerns, sekudjur badannja tak bertnaga, tak heran begitu berdiri
tubuhnja lantas djatuh lagi. i
"Kau ingin minumkah?" Gwat Hee mengangguk. "Tunggu sebentar kusendokkan
untukmu." Tangannja mentjoba memungut kulit kerang jang terdapat disitu, tapi baru
sadja tangannja bergerak sedikit, sakitnja itu menjerang ulu hati, ia baru sadar tangan
itu sudah patah, ia berdiri dengan menjedihkan. ,
"Tanganmu tak dapat digerakkan, kemarilah dan pondonglah aku." Tjiu Piau
menghampiri gadis itu menguatkan diri untuk berdiri dan memegang leher sang djaka.
Baharu sadja Tjiu Piau melangkah setindak, Gwat Hee sudah tak tahan lagi. Ia merojot
djatuh. Dengan gusar ia berkata: "Louw Eng sigila itu sungguh djahat, tangannja jang
kedji itu membuat njawaku tinggal sebagian !"
Tjiu Piau, bulak balik pikir hanja ada satu daja"
"Kau naiklah dipunggungku, nanti kugendong sampai kau dapat minum!" sang gadis
merasakan sukur alhamdulilah. la melirik dengan puas atas ketulusan hatinja pemuda itu.
Dengan lemah lembut ia berkata : "Tjiu Piau ko kau sendiri menderita luka, mana
dapat kau lakukan itu."
"Tak mendjadi soal lukaku adalah luka luar, asal djangan dipegang lukaku sadja.
Lekaslah!" Ia mem bungkukkan tubuhnja. Gwat Hee berdaja sekuat tanaga
menggemblok dipunggungnja tangan itu hati2 memegang dada sang pemuda itu.
Sesudah itu Tjiu Piau baharu bardiri, tapi kepalanja merasakan banjak sekali bintang2
ketjil jang berhamburan, dengan pertahanan djiwanja jang kuat ia melangkah menudju
ketepi danau. Kira2 baharu djalan bebarapa langkah, merasakan didepan matanja gelap,
tak kuat lagi ia bertahan, kedua orang itu djatuh berbarang dengan napas memburu.
"Tjukuplah, tiga tindak lagi aku sudah dapat ketepi danau itu." kata j Gwat Hee. Benar
sadja ia madju mengangsrot-angI sret, dan berhasil meminum beberapa taguk air itu.
Ia tersenjum girang sambil berkata: "Aku sudah baikkandemi air ini."
Alam tjerah, sinar surja memantjarkan ribuan sinarnja seperti benang emas menerangi
djagat raja. Danau itu dikelilingi rumput2 halus menghidjau, dilengkapi dengan Ber-Liong Hong KiOm 3 Team Ko/ekfor Ebook FB grup
djenis2 bunga mekar, keadaan sangat sunji dan tenang, apa jang terdengar hanja
kitjauan burung dan suara angin. Alam I jang indah ini memabukkan setiap jang
melihatnja.
"Sajang sekali pemandangan alam jang demikian f mentakdjupkan ini, tidak dinikmat:
erang." kata il Gwat Hee.
Kata2 ini diutjapkan sekedar menghilangkan kedukaan dan penderitaan mereka.
"Gwat Hee Moy-moy, kau tentu mendengar patah demi patah perkataan Louw Eng
bukan?" "Semua kudengar semua sudah kupikir, kau sendiri bagaimana ?"
"Aku tak mengetahui apa jang dikatakan itu beuar atau tidak."
"Tiga kali ia sudah mentjeriterakan perlstiwa Oey San, tapi satu sama lain sangat
berlainan sekali."
"Orang sesudah mati tak mengetahuiapa2 lagi, segala urusan sudah tak ada
hubungannja lagi dengan dia. Mungkin kali ini omongannja itu benar adanja."
"Louv Eng itu adalah binatang jang berwadjah manusia. Dari mulutnja itu hanja dapat
mengeluarkan kata2 binatang pula !"
Kedua orang itu berdiam sedjenak sambil berpikir.
"Hal ini bukan sengadja kukemukakan atau mejaldnkan kau, ini hanja buah pikiranku
sadja. Aku sadar hal ini tidak dapat merusak hubungan kita. Seandainja hal ini benar2
terdjadi djuga tidak mengapa, jang lalu biarlah ia berlalu. Kita masih muda pikiran kita
masih djernih, dan tak mungkin disebabkan kesalahan oraii" tua kita, mengakibatkan
permusuhan diantara kita. Sebaliknja kita harus mendjadi terlebih baik puli untuk
membenarkan kesa'ahan jang sud-ali diperbuat orang tua kita. Betul, tidak? Tjoba kau
pikir !"
Gwat Hee tak memikir sang djaka bisa mengeluarkan pendapat jang demikian. Hatinja
merasa gembira mendangar perkataan itu. Tapi sengadja ia berkata: "Ja seharusnja
musti demikian, tapi biar baga?mana orang tua kita tetap bermusuhan. Dari itu biar
bagaimana kita mana dapat mendjadi sababat ?"
"Kenapa tak bisa ?" tanja Tjiu Piau.
"Kalau benar2 ajahku telah membunuh ajailmu bagaimana ?"
"Kalau demikian inilah kesalahan mereka, untuk kita hanja berpikir pada kebenaran,
se-kali tidak meraikiri kesalahan. Dengan tjara ini kita pasti akan mendjadi baik dan
rukun, betul tidak ?"
Gwat Hee sangat girang mendengar ini, sampaipun rasa sakitnja kurang sebagian.Liong Hong KiOm 3 Team Ko/ekfor Ebook FB grup
"Katakanlah sudahkah kita berpedoman pada kebenaran dan mendjauhkan kesalahan
"Kini masih belum terang, hal ini baharu dapat diketahui dengan djelas kalau kita
sudah mendaki Oey San. Disitulah kita baharu dapat memast;kan benar tidaknja
perkataan Leuw Eng. Tapi biar bagaimana kita pasti tidak salah, tjoba kau katakan benar
atau tidak ?"
Mendengar ini muk-a Gwat Hee jang putjat inenjinarkan djuga perasaan girangnja.
"Akupun sependapat denganmu," katanja sambil menundjukkan perasaan kuatir. "
Kakakku mungkin tidak mengalami bal jang tidak Djingin ja? Mungldn hanja hanjut tntah
kemana?"
Kekuatiran Tjiu Piau pun tidak terhingga. Tapi sebegitu lama tidak berani
mengatakannja. Kini mendengar itu dengai sabar ia menghibur : "Alah maha adil, orang
baik selalu dilindunginja, kuharap ia tak kurang suatu apa.
Gwat Hee dengan sinar mata saju mengawasi air danau.
"Kini aku merasakan heran sekali. Bukankah waktu kakakku ketjebur segera tidak
terdengar apa2 lagi. Kepalanja sed:kitpun tidak muntjul lagi, menteriakpun tidak, heran
?" Belum Tjiu Piau mendjawab, ia sudah melandjutkan perkataannja "Tjiu Piau ko kau
lihat, benda apa jang terbang mendatang itu?" Tjiu Piau dongak mengawasi, d:
lihatnja sebuah titik hitam dengan ketjepatan jang luar biasa terbang mendatang,
semakin lama semakin besar, dalam sekedjap sadja seekor burung raksasa terbang lewat
diatas kepala mereka. Dipunggung burung itu menggemblok burung kakak tua. Tjiu Piau
berkata dengan tjemas : "Tjen Tjen pasti berada tidak berdjauhan dengan kita !"
"Kita harus menjingkir !" kata Gwat Hee.
"Baik, lekaslah kau naik dipungungku lagi !" Gwat Hee menurut.
Dua orang ini tolong menolong untuk menjelamatkan djiwanja, baharu sadja mereka
sampai dikaki bukit. Tiba2 dilihatnja dua bajangan orang berlari mendatang dengan,
pesat, sambil lari mereka sambil menteriak2. Waktu ditegasi kedua orang itu bukan orang
lain, ialah Tong Leng dan Bok Tiat Djin. Tjiu Piau dan Gwat Hee merasa tak mengarti,
kenapa dua binatang ini kembali datang. Mereka melihat dan mengawasi dengan penuh
perhatian : "Tjiu Piau ko, kau lihat, benda apa jang merajap dimuka Bok Tiat Djin !?" Tjiu
Piau pun sudah melihat, ditanah itu menggeleser sebuah benda jang menjerupai orang.
Ber-kelok2 dan bergeliat-bergeliat djalan merajap dengan tjepat, sampai Tong Leng dan
Bok Tiat Djin jang berkepandaian tinggi tak mudah untuk mengedjarnja.
"Itu adalah seekor ular adjaib !" kata Tjiu Piau Gwat Hee tidak ber-kata2. Hati2
dilihatnja benda itu, kemudian wadjahnja mendjadi kaget dan heran : "Mari, lekas2 kita
menjingkir, benda itu bukannja ular, tapi Louw Eng !"Liong Hong KiOm 3 Team Ko/ekfor Ebook FB grup
Mendengar ini Tjiu Piau mendjadi kaget sekali. Waktu dilihatnja benda itu sudah
datang mendekat, dan dapat dilihat dengan tegas, benar sadja benda itu adalah Louw
Eng, jang menggeleser berdjalan seperti ular. Tak terasa lagi bulu roma kedua orang ini
pada berdiri.
Tjiu Piau pernah mendengar perkataan Tjen Tjen siapa jang kena bisa Tjian Tok Tjoa
akan disiksa pergi datang, baharu akan mati. Tapi ia tak mengetahui bagaimana siksaan
itu berdjalan, baharu sekarang dilihatnja. Perut Louw Eng mundur madju menggeleser
seperti ular. Tapi kulit orang mana dapat dibanding dengan kulit ular! Pergesekan antara
kulit dan tanah ini, membuat darah mengalir ! Kelihatannja sangat menderita sekali,
bagian perutnja sudah besot dan berdarah, lidahnja terdjulur keluar sambil
mendongakkan kepalanja. Didalam tubuhnja seperti bekerdja sesuatu ratjun jang
mengakibatkan tubuhnja berdjalan dengan melata.
Pembatja tentu bertanja bukankah Louw Eng sudah mati ? Ja memang sudah mati,
tapi mati2 ular, sebab kena bisa ular. Kenjataannja bukan mati benaran.
"Mari kita bersembunji disana !" seru Tjiu Piau. Gwat Hee melihat sekeliling hanja
terdiri dari air danau dan kaki bukit jang rendah. Walaupun terdapat beberapa pohon,
tapi bukan tempat jang baik untuk menjingkiri diri dari ular itu. Ia terbenam diam, tak
berdaja.
Pedang Naga Dan Pedang Cendrawasih Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Louw Eng sudah tidak berdjauhan lagi dengan mereka, kira2 sedjauh seratus tindak
lagi. Bok Tiat Djin dan Tong Leng membururija samb'il berteriak2 "Louw-heng, Louw-
heng, istirahatlah, kau sangat lelah".
Habis berkata tubuhnja membungkuk untuk menangkap teman itu. Siapa tahu tubuh
Louw Eng seperti ular mulutnja terbuka lebar dengan tiba2 memagut. Bok Tiat Djin
sangat terkedjut, buru2 ia menfjelat mundur menghindarkan bahaja. Serangan tak
berhenti sampai disitu, kembali ia menggeleser seperti ular, dengan ketjepatan kilat
kembali menerdjang kedua orang itu. Sekali ini mengagetkan kedua orang itu sampai
kabur. Mereka ber-Iari2 sampai djauh djuga.
"Sekarang aku mempunjai akal, bukanlah perahu jang kita naiki masih berada disana?
Sekarang hanja perlu kita lekas2 sadja kesana." Tjiu Piau membenarkan pendapat Gwat
Hee, langkahnja diperbesar menudju ketepi danau. Pengajuh perahu itu sudah rusak dan
tak berguna lagi. Andai kata ada pengajuh djuga tak ada gunanja, sebab tangan Tjiu Piau
sudah luka. Kedua orang itu sudah.naik keperahu, mereka kembali duduk termenung,
sama sskali tidak mempunjai akal lagi. Gwat Hee mengajuhngajuhkan tangannja, peranu
hanja berderak sedikit. Ia tertawa lemas: "Andai kata Tjian Tok Tjea bisa berenang, kita
pasti berbahaja." Tjiu Piau tidak mengarti, Gwat Hee mendjelaskan : "Kalau Tjian Tok
Tjoa berasal ular air, bultankah sama dengan bisa berenang, kalau Louw Eng mengedjar
kita, pasti dia djuga dapat berenang seperti ular air!"Liong Hong KiOm 3 Team Ko/ekfor Ebook FB grup
"Lihatlah ! benda apa ciisana P seru Tjiu Piau. Gwat Hee meneleh tampak ditempat
djauh, mendatang sebuah perahu dengan pesatnja. Diatas perahu berterbangan
berkeliling burung raksasa itu.Gwat Hse berkata : "Wah ! Louw Tjen Tjen pasti datang,
bukan ?" Tjiu Piau mendjawab dengan lemas : "Botjah itu berkepandaian tinggi,
sebaliknja kita tengah menderita luka, pasti tak dapat menandinginja !"
Perahu mendekat, seorang gadis duduk disitu tak ber-gerak2. Dilihat dari rupanja
dapat dipastikan itulah Tjen Tjen. "Adik Gwat Hee lebih baik kita mendarat, atau duduk
disini ?" tanja Tjiu Piau.
"Kau dengar, dikaki bukit terdengar suara berderak sepatu, pasti ada orang datang !"
Dalam waktu sekedjap tampak Tong Leng, Bok Tiat Djin kembali mengedjar Louw Eng
jang sudah merupakan ular.
Perahu ketjil itu sudah tinggal beberapa metpr sadja dari darat. Sedangkan orang jang
didarat sudah sampai ditepi danau. Ong dan Tjiu diam tidak bergerak menantikan
perubahan. Saat ini kedua mata Louw Eng merah membara, menatap wadjah anaknja,
jang mengherankan Tjen Tjen sedikit djuga tidak bergerak masih tetap duduk disana,
seperti tidak meladeni.
Bok Tifat Djin tiba, begitu melihat murid2nja, lantas membuka mulut dengan penuh
kegirangan : "Tjen Tjen, Tjen Tjen, tepat sekali kau datang. menolong ajailmu, bukan?"
Ia tidak mendjawab, melihat ini sang guru merasa aneh, tubuhnja mentjeiat keperahu
jang didudukinja.
Tjen Tjen masih tetap tidak bergerak, hanja matanja sadja menatap ajahnja dengan
perasaan sedih, air matanja mengalir seperti ranta: mutiara. Dibalik sana Gwaft Hee
mengarti Tjen Tjen pasti kena ditolong orang berilmu.
Begitu sampai diperahu, Bok Tiat Djin segera menarik tangan Tjen Tjen. Pada saat
inilah dari belakang tubuh Tjen Tjen berkelebat sesosok tubuh erang. Kiranja dibelakang
tubuhnja ada orang jang bersembunji. Orang ini berambut putih, tidak lain tidak bukan
dari Hoa San Kie Sau.
Gwat Hee kegirangan bukan buatan, pikir sadja orang dalam keadaan terdjepit, dan
tak berdaja mendapat satu harapan jang demikian memastikan. Sehingga liipa pada
sakitnja, ia menteriak2 kegirangan: "Shu-hu ! Shu-hu !" Baharu sadja teriakannia dua
kali, hampir2 tak dapat bernapas lagi Pikirnja gurunja sudah datang, segala Tong iJeng
dan Hek Pau Tju sudah tak perlu ditakuti lagi.
Hoa San Kie Sau sambil meftibaringkan dirinja melihat keadaan ini. Dengan
senjumannja jang welas asihiia berkata : "Masih beruntung aku dapat menemukan
kalian." Sambil berkata, tangannja dipakai menangkap tangan Bok Tiat Djin. Hal ini diluar
perkiraan lawan, tangannja buru-buru ditarik kembali, hampir sadja kena dipegang. IaLiong Hong KiOm 3 Team Ko/ekfor Ebook FB grup
mundur kebelakang, tapi dibelakang mana ada tempat pula? Tak ampun lagi tubuhnja
ketjebur kedanau !
Tidak kira kedjatuhannja kedalam air ini, menguntungkannja. Ia dapat berenang,
begitu sampai diair, segera ia menjelam, begitu muntjul kepalanja sudah berada didekat
perahu jang dinaiki Gwat Hee dan Tjiu Piau. Ia bukan anak kemarin dulu, akalnja banjak.
Dalam waktu sebentar sadja akalnja kembali bekerdja. Didekatinja pinggir perahu,
tubuhnja diangkat naik ke-udara, belum kakinja menempel papan perahu, tangan
kanannja sudah mendahului menotok kpada anak2 muda itu. Tjiu Piau dan Gwat Hee
menderita luka, dengan sendirinja tidak dapat melawan.
Bok Tiat Djin tertawa dengan girang : "Orang she Nio. Serangan dari bidji tjaturmu
memang berbahaja sekali, tapi sekarang kau tidak akan mendapat untung. Kita adalah
orang jang mengarti urusan, hal ini tidak perlu banjak ditjeriterakan. Sekarang aku
menanjamu, set ini bagaimana ? Mau diteruskan atau mau remis (seri) kau boleh pilih !"
Bok Tiat Djin begitu melihat keluarnja Hoa San ' Kie Sau, sudah mengarti apa jang
dikehendakinja. Jakni menggunakan Tjen Tjen sebagai djaminan untuk meminta orang.
Karenanja dengan segera ia pun pergi mendekati perahu Tjiu Piau. Menggunakan dua
djiwa ini untuk mendjamin keselamatan muridnja. Misalkan Hoa San Kie Sau berani
bergerak mentjelakakan djiwa Tjen Tjen. Tjiu dan Ong pun akan dibereskan, dengan ini
dua pion tukar satu, tetap untung.
Hoa San Kie Sau diam sebentar, kemudian dibukanja djalan darah bitjara dari Tjen
Tjen. "Ajahmu kenapa? Katakanlah !" Kiranja ia sudah melihat Louw Eng jang
memandang puterinja dengan penuh harapan.
Dan melihat wadjah Tjen Tjen jang gelisah me-, lihat ajahnja. Saat itu tak sempat
untuknja mendjawab pertanjaan Kie Sau. Ia menangis sambil berkata: "Ajah, kenapa kau
bisa terkena bisa Tjian Tok Tjoa ? Jah, katakanlah !" Louw Eng tak dapat bitjara, hanja
mengelel-elelkan lidahnja sadja. "Bok Tiat Djin memelintir tangan Tjiu Piau sambil
berkata: "Karena tidak hati2 kena dilukai anak tjelaka ini!" Tjiu Piau merasakan sakit
bukan main, tapi tetap diam tak mengeluarkan rintihan atau suara.
Hoa San Kie Sau mengarti sudah, apa jang dikehendaki lawan. Baharu mulutnja ingin
berkatakata. Kembali Bok Tiat Djin sudah rhendahului berkata : "Hoa San Kie Sau, sudah
kau pikir masak2kah ? Bidji tjaturku ada ditanganmu, sebaliknja anak tjaturmu berada
dalam kekuasaanku. Pikirlah piau melawan terus atau seri ? Terketjuali ini djiwa beberapa
orang ini berada dalam keputusanmu, lekaslah. kau tetapkan pilihanmu" Ia mengetahui
watak jang welas asih dari Hoa San Kie Sau, sengadja meletakkan mati hidupnja djiwa
erang2 ini atas pundak Kie Sau. Hal meminta obat pemunah pada Tjen Tjen tidak
dikemukakan dulu. Sebab kalau hal ini dikatakan, berarti djiwa Louw Eng turut pula
berada ditangan Kie Sau. Sama dengan mendjadi bidkemenangan pula untuk Kie Sau!Liong Hong KiOm 3 Team Ko/ekfor Ebook FB grup
Hoa San Kie Sau tak mengira, bahwa Tjiu Piau dan Gwat Hee akan menderita luka
demikian ma
tjam. Dengan sebentar sadja ia kena ditindih Bok Tiat Djin, melihat keadaan demikian,
benar2 tak berketika untuk mengembangkan permainannja. Tengok kiri kanan tak terlihat
Ong Djie Hai. "Kakakmu kemana?" tanjanja kepada Ong Gwat Hee. Dengan sedih dan
gusar Gwat Hee mendjawab : "Ketjebur ditendang Louw Eng." Mendengar ini perasaan
sang guru mendjadi gusar, kedua matanja mengeluarkan sinar jang ber-api2i
dipelototinja Louw Eng sambil dibentak : "Bagus ! Kiranja kau sudah membuka hutang
baru !"
Bok Tiat Djin kembali berkata: "Kie Sau! Pertjaturan ini bagaimana akan
diselesaikannja ? Aku tak kebanjakan waktu untuk menantikan kau terlalu lama ! Kau
lihat matahari itu, bilamana sudah bergeser agak kebarat, kau masih belum menentukan
mau seri atau diteruskan. Selewatnja waktu itu, djangan sesalkan aku tak
berperikemanusiaan." Habis berkata, lengannja bekerdja menggelepak tubuhnja Gwat
Hee, gadis ini rnenahan sakitnja, sedikitpun tidak bersnara.
Hoa San Kie Sau tertawa dingin. "Hek Pau Tju jang baik, lepaskanlah orang2 itu !"
Tangannja sendiri membebaskan Tjen Tjen dari totokan, tangan satunja lagi tetap
memeganginja, tak memberi kesempatan untuk melarikan diri ! Saat ini Ong Gwat Hee
baharu berseru : "Shu-hu ia mempuhjai obat pemunah, djangan lepaskan dia !"
Mendergar ini Bok Tiat Djin, lekas2 mentjekal Tjiu Piau dan Gwat Hee dengan erat. "Kau
menahan obatnja, aku tak melepaskan orang2 ini !"
Hoa San Kie Sau tertawa mendengar ini. "Hek Pau Tju, kau djangan kuatir, kalau kata
Lohu lepas pasti lepas ! Walaupun kini Louw Eng dapat tertolong dengan obat pemunah
ini, tapi pada suatu hari pasti djiwanja tak terlepas lagi dari hukuman alam. Baiklah
sekarang kau dan aku masing2 mentjelat dua tumbak kebelakang untuk saling menukar
orang !"
Bok Tiat Djin ingin lekas menoleng sang kawan dari itu tidak memikir untuk berbuat
litjik, Tjiu Piau dan Gwat Hee dibebaskan dari totokan sesudah itu tubuhnja sendiri
mundur kebelakang. Tjen Tjen pun dibebaskan. Begitu bebas ia mentjelat seperti seekor
burung ketjii menudju pada tubuh ajahnja, dengan keras leher Louw Eng dipukulnja.
Sesuai dengan tjara mematikan ular harus tudjuh senti meter dibelakang kepalanja.
Sekudjur badan Louw Eng segera mendjadi lemas, seperti tak bertulang ia bertiarap
dimuka bumi. Tjen Tjen segera mengebatinja. Gwat Hee melihat Louw Eng tertolong,
hatinja panas seperti dibakar.
Sambil mengertekkan giginja ia berkata : "Menjesal aku tak dapat mengadu djiwaku
dengannja, kalau tidak aku tak mengidjinkan bangsat ini dapat hidup terus !" Hoa San
Kie Sau mentjelat keperahu mereka. Ia berkata sambil menghibur : "Gwat Hee kau
djangan gelisah, rawatlah dirimu dulu baharu kit? berusaha lagi. Ku-lihat wadjailmuLiong Hong KiOm 3 Team Ko/ekfor Ebook FB grup
demikian putjat, apakah kau menderita luka?" Gwat Hee menuturkan kedjadian tadi pada
Kie Sau, Tjiu Piau pun diperkenalkan kepada orang berilmu ini. Hoa San Kie Sau
memeriksa keadaan luka dua orang ini. "Oh, tidak apa2, semua dapat diobati, tapi t'dak
dengan lekas2. Sesudah sembuh dapat tidaknja kepandaian kalian seperti sediakala,
semua bergantung kepada keradjinan berlatih."
Ketiga orang melihat Louw Eng sudah minum obat, tubuhnja tertidur dengan njenjak,
wadjah mukanjapun kembali seperti biasa. Tong Leng menggendongnja. Beberapa orang
ini berlalu. Burung garuda itupun mengikuti Tjen Tjen dengan terbang per-lahan2.
Kie Sau berkata : "Anak perempuan itu sungguh mengherankan. Melihat binatang
apapun segera suka, binatang2 itupun sangat mendengar katanja. Garuda itu didapatinja
ditengah perdjalanan, dengan mudahnja didjinakkan. Aku dapat mentjari kalian berkat
petundjuk dari Garuda itu." Tjiu Piau mendengar ini mendjadi heran. pertama kali
berdjumpa dengannja, dia memelihara ular, kedua kali berdjumpa, melihat ia memelihara
kakak tua, kali ini bertemu lagi ia sudah mempunjai burung Garuda.
Louw Eng dan kawan2 sudah pergi djauh. Kie Sau berkata : "Kitapun harus mentjari
tempat jang sunji dan sepi untuk merawat luka jang kamu derjita. i
"Sekeliling danau ini adalah tempat jang sunji dan njaman, sebaiknja kita kajuh perahu
perlahan2 untuk mentjarinja," djawab Gwat Hee. Perahu dikajuh djalan dengan pengajuh
jang dibawa Kie Sau. Dialan punja djalan, achirnja mereka melihat sedikit benda
merapung dipermukaan air. Melihat itu hatinja Gwat Hee sepontan bertjekat. Ia berseru
: "Shu-hu kajuhlah perahu kita kesana !"
Pedang Naga Dan Pedang Cendrawasih Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
(Bersambung)0201 OZO-r)
Liong Hong KiOm - 04 Team K olektor Ebook FB grap
M W ? # 1?
Sumber Pustaka : Gunawan AJ
Kontribusi - scan : Awie Dermawan
HI * fr-V ?r it-
Team Kolektor E-book
M ri
OCR- PDF : Andy MulF~ .*?; /Liong Hong KiOm - 04 Team K olektor Ebook FB grap
LIONG HONG KIAM
(FEDANG NAGA DAN FEDANG TJENDRAWASIH)
DJILID KE-IV
K A R J A:
TANG FEI
TERDJEMAHAN:
LAUW TSU ENG
FENERBIT:
KARJA NAJA
DJAKARTA
SUMBER BUKU : GUlAtfAN AJ
KONTRIBUTOR DAN SCANNER : AWE DERMAWAN
OCR - CONVERT PDF TEXT : ANDV MULLLiong Hong KiOm - 04 Team K olektor Ebook FB grap
DISCLAIMER
Kolektor E-Book adaiah sebuah wadah niriaba bagi para pecinta Ebook untuk beiajar,
berdiskusi, berbagi pengetahuan dan pengaiaman.
Ebook ini dibuat sebagai salah satu upaya untuk melestarikan buku-buku yang sudah
su it didapatkan dipasaran dari kpunahan, dengan cara m engaih mediakan dalam bentuk
digital.
Proses pemiiihan buku yang dijadikan abjek aiih media diklasifikasikan berdasarkan
kriteria keiangkaan, usia,maupun kondisi fisik.
Sumber pustaka dan ketersediaan buku diperoleh dari kontribusi para donatur dalam
bentuk image/citra objek buku yang bersangkutan, yang seianjutnya dikonversikan
kedaiam bentuk teks dan dikompiiasi daiam form at digita l sesuaf kebutuhan.
Tidak ada upaya untuk meraih keuntungan finansia i dari buku-buku yang diaiih
mediakan daiam bentuk digita l ini.
Saiam pustaka!
Team Kolektor EbookLiong Hong KiOm - 04 Team K olektor Ebook FB grap
L I O N G H O N G K I A M
Djilid Ke IV
Waktu perahu sampai ditempat benda itu, kiranja adalah tjarikan dan sobekan dari
kain kasar. Sekali lagi Gwat Hee berseru dengan kaget : "Suhu, Tjiu Piau ko, kau lihat,
bukan kah ini sobekan badju dari kakakku ?"
"Hoa San Kie Sau mengambil kain itu dengan pengajuhnja, ditelitinja dengan hati2
tengah ia ragu2, Gwat Hee sudah berkata lagi : "Suhu kau lihat, disana ada lagi sobekan
badju itu !"
Ketiga orang baru2 kesana, didapatinja lagi sobekan kain jang serupa. Memang ini tak
dapat diragukan lagi, bahwa kain itu adalah badju Djie Hai jang kena sobek. Waktu dilfhat
ketempat jang lebih djauh kembali dapat d lihat dari sobekan badju itu jang meranung
dipermukaan air.Mereka terus mengangkati potongan2 kain itu, sedangkan Gwat Hee
menempel-nempelkan mendjadi satu. kain2 itu sudah merupakan badju atas dari Djie
Hai. Gwat Hee tak tahan lagi ia menangis. "Kakak, kakak apa jang terdjadi pada kau ?"
Hoa San Kie Sau berpikir sebentar, hatinja sudah memnunjai terkaan. Pasti ada orang
jang menimdjukkan djalan, untuk mereka mentjari Djie Hai. Kalau demikian Dj;e Hai
belum meninggaT, tapi tidak diketahui djatuh ditangan siapa. Perahu dikajuh bertambah
pesat, apa baik apa tidak, tidak dihiraukan. Mereka dengan gagah dan berani mengikuti
kain2 itu terus madju kedepan.
Kala ini tak ada alunan riak memetjah air. Air bening djemih laksana katja, dari itu
ratjikan kain tak terpentjar, berbaris sangat rata seperti diatur menudju kesebuah pulau
terpentjil djauh dimuka.
Kie Sau dengan hati2 mendekati perahunja menudju pulau itu, kira2 tinggal beberapa
tumbak lagi segera akan sampai, tapi tiba2 perahu itu dihentikan dan berputar
mengelilingi pulau tersebut. Dipulau itu tak menundjukkan sesuatu gerakan jang
mentjurigai, demikian djuga tak terlihat manusia barang sepotong. Ketjurigaan timbul
dihati mereka, tak berani mereka datang mendekat atau mendarat. Suatu kebiasaan
untuk orang Kangouw tidak berani sembarangan memasuki daerah jang belum
dikenalnja. Lebih2 tempat jang tidak kelihatan ada apa2nja, sangat pantang untuk
sembarangan dimasuki. Sebabnja sering2 terdjadi tempat jang demikian itu tak ubahnja
merupakan perangkap2 jang berbahaja, sedikit sadja tidak hati2 bisa djatuh dalam
tangan musuh.
Hoa San Kie Sau berpikir, kalau ia sendiri jang masuk masih tidak mendjadi soal, andai
kata menemui sesuatu iang tidak baik, masih sanggup mengatasinja dengan kepandaian
ilmunja. Tapi didampingnja terdapat dua orang,jang menderita luka, bukan sadja tidakLiong Hong KiOm - 04 Team K olektor Ebook FB grap
dapat membantunja bahkan sebaliknja merupakan beban sadja. Untuk meninggalkan Tiiu
Piau dan Gwat Hee diperahu, hatinja tidak mengiDjinkan.
Tengah dalam bimbang tak berkeputusan, tiba2 dipermukaan air tampak satu riak
gelombang ketjil jang bulat, menjusul sebuah kepala orang timbul dari dalam air; Hoa
San Kie Sau tak mengenal orang itu, baharu sadja mau memberi hormat, Gwat Hee sudah
mendahului dengan seruan kagetnja. Tak tahunja orang itu adalah Lu Shi Heng Tee jang
tertua jakni Lu Tie. Ia tertawa dengan gembira, se-kali2 tak menundjukkan sikap
bermusuhan. "Saudara2 apakah kalian tengah mentjari saudara Djie Hai ?" tanjanja
dengan ramah tamah. "Benar," djawab Gwat Hee, "Lu Toa-ko, apakah kau
menemuinjakah ?"
Lu Tie berdiri diair sambil tertawa.
"Lihat, aku melihatnja dengan baik diair maupun diapi !" kata Lu Tie. Gwat Hee adalah
orang jang pintar mendengar kata2 ini otaknja segera mengingat kedjadian bagaimana
matinja api jang mengurung mereka itu dalam gelagah. Hatinja memastikan bahwa
penolong ini pasti adalah orang2 dari Bu Beng To.
"Pagi ini kami dapat menjelamatkan diri dari api pasti disebabkan pertolongan dari
tuan2. Betul tidak ? Ong To Tju" kini berada dimana ? Dapatkah kami menemuinja untuk
menghaturkan terima kasih kami ? Mengenai kakakku dapatkah tuan menundjukkan
djalan untuk menemuinja ?" kata Gwat Hee dengan ter-gesa2.
"Terus terang kukatakan bahwa jang menolong kalian didalam api adalah Ong To Tju.
Ia menarik gelagah dari dalam air, sehingga kalian mendapat djalan keluar. Aku tidak
membantu apa2, hanja bantu mendorong perahu .sadja dari bawah. Tapi kalian harus
tahu, Ong To Tju tidak seperti dulu lagi, ia tidak man lagi tjampur tangan untuk mengurus
sesuatu hal jang tidak bersangkutan. Kalian ditolong, sekadar tidak tega sadja melihat
kalian mati setjara tjuma2. Kemudian kalian bertempur diatas pulau dengan Louw Eng,
pada itu Djie Hai kena ditendang kedalam danau, sekali lagi Ong To Tju menolongnja.
Dari itu kakakmu tidak kurang suatu apa, harap djangan kuatir."
Gwat Hee baru tahu bahwa ratjikan kain itu sengadja disobek kakaknja, untuk
menundjukkan djalan. Dapat dikatakan tjaranja ini tidak tjuma2 dilakukan. Dengan penuh
kegirangan ia berkata:
"Lu Toa-ko, tolonglah kami untuk menemui kakakku Ah, aku lupa tidak
memperkenalkan kalian. Ini adalah guruku jang bernama Hoa San Kie San." Lu Tie
menganggukkan kepalanja memberi hormat, se sudah itu ia berkata pula sambil
tersenjum: "Kini aku tidak mengetahui dimana kakakmu berada."Kenapa ?" tanja Gwat
Hee ter-gesa2.Liong Hong KiOm - 04 Team K olektor Ebook FB grap
"Sesudah kakakmu kena ditendang Louw Eng, pahanja menderita sedikit luka. Benar
luka itu tidak berbahaja, tapi agak susah djuga untuknja berdjalan. Sesudah ia
beristirahat sebentar, segera mendesak kami untuk melulusinja menemui kalian"
Gwat Hee dan Tjiu Piau merasa terharu mendengar kebaikan dan ketjintaan Djie Hai
terhadap mereka.
Lu Tie nielandjutkan lagi kata2nja.
"Kami menasehatkannja untuk tidak pergi. Tapi biar bagaimana djuga ia hendak
melihat kalian, kalau tidak melihat katanja hatinja tidak tenang dan penasaran. Hal ini
menjukarkan Ong To Tju, kalian harus tahu To Tju tidak mau tjampur tangan dalam
urusan ini. Achirnja sesudah mengambil keputusan, diantarnja kakakmu mendarat lagi
dipulau, dan dibiarkannja kakakmu berdaja sendiri untuk mentjari kalian. Kini ia pergi
kemana aku se-kali2 tidak mengetahuinja. Kalau kalian ingin mentjarinja pergilah
ketempat Sana." Habis berkata tangannja menundjukkan arah kepada Gwat Hee dan Tjiu
Piau. Sedangkan tubuhnja segera silam kedalam air. Lu Tie mempunjai kepandaian diair
jang luar biasa. Sedikit riakpun tidak tampak, entah kemana ia berenang. Atas
kepandaiannja diair ini membuat Hoa San Kie Sau meng-geleng2kan kepalanja sambil
memudji didalam hati.
Menurut arah jang diberikan ketiga orang merapatkan perahunja dipantai. Diatas pasir
tegas kelihatan tapak2 kaki, tapak ini ada dua, satu meninggalkan bekas jang berat, satu
ringan, orang ini pasti rnenggunakan tongkat untuk membantunja djalan. Ketiga orang
ini mengikuti djedjak kaki itu. Dalam pada ini Gwat Hee menderita luka, demikian djuga
Tjiu Piau.
Benar mereka dipajang oleh Hoa San Kie Sau tapi mereka tidak dapat berdjalan
dengan tjepat.
Sesudah niengikuti agak lama djuga atas djedjak2 kaki itu, sampailah mereka disebuah
batu besar. Mereka memeriksa batu besar itu dengan hati2. Ong Gwat Hcc mendjumpai
sebuah huruf Ong diatas batu. Mungkin Djie Hai jang menulisnja dengan menggunakan
ilmu dalamnja, schingga huruf itu seperti terukir diatas batu itu. Hal ini membuat Gwat
Hee girang. la mengambil kesimpulan bahwa kakaknja masih tetap tidak kehilangan
ilmunja. Ditjarinja lagi djedjak kaki itu, sekali ini terketjuali dari satu tapak jang dalam,
dan satu jang ringan terdapat tanibahan liang ketjil jang bulat. Gwat Hee tidak
mengetahui tanda dari apa bulatan itu. Hoa San Kie Sau menotolkan tongkatnja ketanah,
tanda bulat segera terlihat seperti tanda jang mereka lihat.
"Kakakmu disebabkan luka, schingga menggunakan tjabang pohon sebagai tongkat,"
kata Hoa San Kie Sau.Liong Hong KiOm - 04 Team K olektor Ebook FB grap
Mereka berdjalan lagi, keadaan tempat semakin sunji dan sepi, sebaliknja pohon2
semakin banjak. Tanpa dirasa lagi mereka sudah tiba ditempat jang banjak belukar lebat,
sehingga djedjak kaki mendjadi katjau dan tak dapat diikuti lagi.
Kie Sau menotolkan kakinja, kebumi, tubuhnja mentjelat keatas pohon. Dipandangnja
keempat pendjuru, tapi tidak tampak seorangpun dan tidak terlihat gerakan2 jang
mentjurigai. Sesudah lama barulah ia melihat lagi bekas kaki orang ditempat jang agak
djauh. Ketiga orang ini buru2 menghampiri tempat itu. Terlihatlah dirumput itu tiga
sampai empat telapak kaki orang. Hal ini pasti bukan telapak kaki dari satu orang. Hal ini
njata dan tegas kelhatannja. Pasti adalah djedjak kaki2 dari Louw Eng dan kawan2nja
Pedang Naga Dan Pedang Cendrawasih Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jang lcwat disini, Djie Hai melihat ini segera bersembunji. Selandjutnja bagaimana, tak
daoat di-kira2 lagi, ketiga orang ini mengikuti djedjak kaki berdjalan, tapi tapak kaki Djie
Hai sc-kali2 tidak terIhat. Sesudah mereka melewati beberapa sungai ketjil.
Perdjalanan mereka terhalang oleh sebuah sungai jang besar. Sesudah sungai ini
diseberangi mereka, djedjak2 kaki itu hilang tidak berbekas.
Melihat keadaan ini Kie Sau sadar usaha untuk menemui Djie Hai kandas sama sekali.
Sementara itu ia membudjuk kerisauan Gwat Hee dan mengadjaknja pergi kesebuah kota
ketjil untuk mengatur rentjana djangka pandjang dengan tenang.
Luka Gwat Hee tidak ringan, Kie Sau menolongnja sambil membetulkan dan mengatur
perdjalanan darahnja, terketjuali itu ia memberikan djuga obat untuk dimakan, sehingga
lukanja Gwat Hee agak baikan. Gwat Hee diberinja pula petundjuk untuk bersemadi guna
mengobati lukanja, disamping itu untuk memperdalam ilmunja.
Tjiu Piau menderita diluar, tapi untuk sementara waktu tidak dapat dengan segera
diobati. Lukanja itu berat djuga, karena kedua tangannja menderita patah tulang; tulang2
itu sudah salah sambung, tambahan ditempat patahan itu tulang2 sudah mendjadi
hantjur. Kemungkinan untuk .disambung sudah tak ada iagi.
Hoa San Kie Sau berichtiar mentjari tabib disekitar tempat itu. Tapi.tak seorangpun
berani mengobati, mereka mengatakan kenapa tidak siang2 datang berobat. Sekarang
lukanja sudah demikian matjam, sudah tak tertolong lagi. Hal ini membuat Tjiu Piau
gelisah, ditambah penderitaan sakitnja ber-turut2 beberapa hari, sehingga tubuhnja kian
hari kian mendjadi kurus.
Pada suatu hari Tjiu Piau merasa kesal, untuk menghilangkan kekesalahn hatinia ia
pergi ber-djalan2 keluar kota ketjil itu. Saat itu masih pagi, sinar surja menerangi keadaan
pohon2 jang menghidjau disekitar pandangan mata. Tjiu Piau beristirahat dibawah
sebuah pohon jang rindang. Pikirannja terbang djauh melajang memikiri kcdjadian2 jang
dialaminja semendjak meninggalkan rumahnja. Kini tangannja sudah mendjadi patah,
sedjak ini ia merasa kepandaian tunggal Bwee Hoa Tok Tju sudah tak dapat dipakai lagi.Liong Hong KiOm - 04 Team K olektor Ebook FB grap
Apakah ilmu ini akan sirna dengan begini sadja, pikirnja. Mengingat ini hatinja merasakan
kedukaan jang hebat.
Tiba2 seekor kelintji ber-lari2 mendekati Tjiu Piau jang tengah memikiri nasibnia.
Kelintji itu membuka matanja menatap dia. Kemudian kelintji itu lari se-tjepat2nja waktu
melihat Tjiu Piau bergerak. Dalam waktu sekedjap sadia sudah tidak kelihatan lagi mata
ekornja.
Kelintji itu membangkitkan perasaan iri Tjiu Piau, hatinja berpikir. Andai kata aku tak
menderita luka, segala kelintji jang bagaimana lint jah pun pasti tidak dapat menandngi
kegesitanku. Asal hatiku ingin menangkapnja tjukup dengan menggojangkan tangan
untuk melepaskan beberapa butir batu, matanja dapat kubutakan, kakinja dapat
kupintjangkan, dalam keadaan demikian aku dapat menangkapnja dengan mudah sekali.
Mernikir sampai disini, kerisauannja ber-tambah2, dengan gusar kakinja diangkat untuk
menendangi segala batu2 jang berada disitu. Sungguh kebetulan sekali salah satu batu
jang disepak itu melajang keudara dengan kerasnja. Dan mengenai seekor burung
geredja jang sedang terbang. Burung itu tanpa mengeluarkan bunji lagi segera djatuh
kebawah !
Melihat kedjadian jang serba kebenaran ini membuat hati Tjiu Piau mendjadi senang.
Ia berdjalan mendekati burung itu, sambil membungkukkan badan, digigitnja burung itu
dengan mulutnja, diletakkan didengkulnja untuk diperiksa. Benar sadja burung itu mati
karena batu jang disepaknja tadi. Hatinja sepontan mempunjai pendapat jang baik,
sehingga hatinja jang gelisah dan risau itu hilang tersapu bersih. Mukanja bertjahaja dan
berseri2, sedangkan kakinja lontjat2an kegirangan, sehingga rasa njeri ditangannja
mendjadi hilang. Ia melontjat kebarat dan mentjelat ketimur sambil menendangi batu2
jang berserakkan disitu. Dalam waktu sekedjap koral2 ketjil itu berterbangan diudara
dengan serabutan !
"Tanganku sudah patah, tapi kakiku masih baik. Orang lain menggunakan tangan
untuk melepaskan sendjata rahasia, kenapa aku tidak memakai kakiku untuk melepaskan
sendjata rahasia ?" Pikir Tjiu Piau didalam hati.
Tjiu Piau kembali menendangi batu dengan serampangan. Kian lama kian beraturan
larinja batu2 jang kena ditendang itu. Dalam girangnja Tjiu Piau bertekad untuk melepas
sendjata rahasia dengan kedua kakinja. Beruntun beberapa hari Tjiu Piau mempeladjari
seorang diri ilmu ini. Alhasi! batu2 itu dapat dilepaskan oleh kakinja sekehendak hatinja.
Tambahan kegesitan jang sudah dimilikinja memang baik. Tak heran dalam waktu
setengah bulan peladjaran itu dipeladjarinja dengan memuaskan. Kini Tjiu Piau
mempeladjari tjara lain pula. Kaki kirinja terangkat menendang batu per-lahan2, kaki
kanannja menjusul terangkat menjepakkan lagi batu itu jang belum turun ketanah. Batu
itu kena ditendang merapung keudara dengan tjepatnja dan keras melebihi lontaran
tangan, sehingga sekali tendang ini membuat hal jang diluar dugaan !Liong Hong KiOm - 04 Team K olektor Ebook FB grap
Tjiu Piau melihat batu itu dapat ditendangnja dernikian tinggi membuat hatinja girang
betul, ditjobanja berkali2 sampai puas. Batu2 itu dapat ditendangnja tinggi atau rendah,
tjepat atau lambat, sekehendak hatinja, sehingga peladjaran ini agak dapat dikuasai
dengan matang. Kala itu sendja mendatang, burung beratus-ratus pulang kesarangnja.
Tjiu Piau mengawasi seekor gagak hitam jang terbang mendatang.
Katakan lambat tapi tjepat, gagak itu bertjoet sekali dan djatuh dari udara kemuka
bumi. Tjiu Piau kegirangan, beruntun kakinja terangkat untuk melepaskan batu2 guna
menghantam dua gagak jang tengah hinggap diatas sebatang pohon jang tidak
berdjauhan dari tubuhnja.
Seekor kena dihadjar sajap kanannja sampai tak dapat terbang, gagak itu
bergelapakan dan djatuh perlahan2. Gagak jang kedua sudah terbang dan hinggap
disebatang pohon jang sangat rimbun daunnja. Tiba2 batu Tjiu Piau menghadjar dengan
kerasnja. Tiba2 "waaaa" mendatang suara aneh, agaknja batu itu mengenai sesuatu, dari
pohon itu mendadak djatuh turun sebuah benda jang liitam. Sesudah ditegasi baharu
tahu benda itu adalah orang.
Tjiu Piau kaget melihat hal ini, pikirnja ia sudah membuat onar. Lekas2 ia lari untuk
menjanggapi tubuh orang, sajang hal ini tidak dapat dilakukan, karena tangannja jang
patah itu tidak bertenaga dan tidak dapat digerakkan. Tengah ia bingung dan gelisah,
orang itu beruntun. berdjungkiran dari atas pohon jang tingginja lima enam depa itu
dengan tak gugup sedikit djuga, perlahan2 kakinja tiba dimuka bumi tanpa menerbitkan
suara. Orang irii dengan bade berdiri mengawasi Tjiu Piau, mukanja sedikit djuga tidak
merah, napasnja djuga tidak memburuh, sambil me-nepak2 pantatnja ia berkata: "Siau-
ko, aku sedikit djuga tidak melakukan hal jang menjakiti hatimu, kenapa tidak hudjan
tidak angin kau menjerang aku ?"
Orang ini memakai badju jang banjak tambalan, tapi tertjutji demikian bersih seperti
pengemis tapi bukan. Dipinggangnja terdapat sehelai kain jang pandjang dililit2 entah
apa jang disimpan didalamnja. Sedangkan pengawakannja sangat kate, mukanja merah
bersinar, kepalanja sudah agak rontok rambutnja, didjanggutnja terdapat djennggot jang
sudah putih. Usianja lebih kurang enam puluhan, tapi wadjahnja seperti anak2 sadja.
Tjiu Piau mendengar kata2 orang, se-olah2 tidak mengandung maksud djahat, dari itu
ia madju kedepan sambil menghaturkan maaf: "Lo Tia-tia (orang tua jang terhormat)
harap djangan gusar, barusan aku tidak mengetahui kau berada diatas pohon, apakah
batuku membuat kau luka ?"
Orang tua itu tertawa ter-bahak2 sambil berkata: "Melukakan aku ? Kau ingin
melukakan aku ? Ha ha ha Djika kau bisa melukakan aku, didalam dunia jang lebar ini
kau dapat malang melintang sesuka hati !" Kata2nja ini sangat terkebur, ia tertawa
bertjampur dengan bitjara, sesudah itu ia tertawa lagi dengan tiba2 berhenti lagi.Liong Hong KiOm - 04 Team K olektor Ebook FB grap
Diawasinja Tjiu Piau dengan tadjam, kembali ia berkata: "Hei ! Tanganmu itu kenapa?
Patahkah ?"
Dengan hormat sekali Tjiu Piau berkata: "Lo Tiatia sekali lihat sudah mengetahui,
tanganku memang kena dipatahkan orang."
Orang tua itu melangkahkan kakinja menghampiri Tjiu Piau, tangan Tiiu Piau
diperiksanja dengan teliti, dengan pelahan ia berkata: "Patah sampai demikian matjam !
Kalau tidak kuobati siapa pula jang dapat mengobatinja ?" Tiba2 suaranja berubah
mendjadi keras. "Mari ! Ikut padaku !" ia berlalu tanpa menoleh lagi.
Tjiu Piau mendjadi sangsi, hatinja berpikir turut atau djangan.
Sebaliknja orang tua itu terus sadja djalan tanpa menoleh2 lagi. Tjiu Piau mendjadi
ragu2 pergi atau tidaknja tergantung kepada dirinja sendiri. Tjiu Piau tidak bisa dengan
segera mengambil keputusan. Akibat dari pengalamannja semendjak ia meninggalkan
rumah dan terdjun kedalam masjarakat bebas, mengakibatkan hatinja tidak eampang
pertjaja kepada mulut orang. Tapi orang tua ini menundjukkan gerak-gerik jang tidak
mentjurigakan, bahkan dari lagunja sadja sudah membuat orang merasa sajang dan
pertjaja, tanpa terasa lagi iapun melangkahkan kakinja menjusul orang tua itu.
Sesudah berdjalan dua tiga lie, didepan mata tampak sebuah desa jang terdiri dari
tudjuh delapan perumahan gubuk jang ter-pentjil2. Penghuni rumah itu agaknja tengah
pergi keladang mereka, dirumah tertinggal kanak2 jang tengah ber-main2. Orang tua itu
tiba2 menangkap dua ekor ajam djago dengan berhasil, sesudah itu kenibali
melangkahkan kakinja dengan tjepat. Tjiu Piau mengikuti terus.
Orang tua itu berkata kepada Tjiu Piau tanpa menoleh: "Kau djangan ikut dulu ! Kau
harus menggunakan ilmu menjepak batu dulu guna menghadjar kira2 dua puluh burung
jang besar untuk ditinggalkan disini, hitung2 sebagai gantinja dari dua ekor ajam djago
ini, Sesudah beres, segera kau pergi kepuntjak gunung jang terletak disebelah tenggara,
dimana ada pohon2 liu itu disitu aku berada."
Sambil bitjara orang tua itu terus sadja berdjalan. Begitu kata2nja habis tubuhnja
sudah berada kira2 dua tiga puluh tumbak dari tempat ia bitjara. Tapi suaranja itu masih
tetap tegas terdengar, se-olah2 orangnja tidak bergerak ke-mana2.
Tjiu Piau mendjalankan pesanan dari orang tua itu Kakinja terangkat bekerdja dalam
sekediap sadja beberapa ekor burung jang terbang lewat diatas kepalanja telah mendjadi
korban batu2nja jang terlepas dari kakinja. Ia berdiam kira2 setengah diam lamanja,
burung2 pun sudah didapat dua puluh ekor tepat.
Tanpa membilang apa2 burung2 itu diletakkan didepan rumah pak tani disitu,
sedangkan ia sendiri burn2 berlalu kearah tenggara meniusul orang tua aneh tadi.Liong Hong KiOm - 04 Team K olektor Ebook FB grap
Belum berapa lama Tjiu Piau berdjalan sampailah ia disebuah bukit jang tidak terlalu
tinggi. Walaupun demikian bukit ini penuh ditumbuhi pohon2 jang lebat. Tjiu Piau
menjedot napas segar, ketnudian membentangkan ilmu mengentengkan badannja untuk
sampai dipuntjaknja bukit itu. Dari tempat atas ini ia dapat melihat kesebelah bawah
dengan tegas, benar sadja disebelah bawah terdapat pohon liu jang gemelai ditiup angin.
Sesampainja Tjiu Piau dibawah pohon, matanja segera menampak dua ekor ajam djago
itu diikat orang tua itu diatas dahan pohon liu, sedangkan orang tuanja sendiri terdapat
dibawah pohon liu tengah tidur menggeros dengan njenjaknja. Tjiu Piau duduk disamping
tubuh siorang tua tanpa berani mengganggu untuk membangunkannja.
Orang tua itu tidur kurang lebih satu djam penufr. Sedangkan matahari pun sudah
turun kearah barat dan terbenam dibalik gunung, pada saat inilah orang tua itu bahar'u
bangun dari tidurnja.
Ia tertawa sambil berkata pada Tjiu Piau: "Kau bisa menjajur tidak ?"
"Aku hanja bisa menjalahkan api untuk menanak nasi."
Pedang Naga Dan Pedang Cendrawasih Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sudahlah, sudah, Jang pasti aku harus masak untuk kau makan, betul tidak ? Pikir
sadja lenganmu mana bisa bergerak untuk menjalahkan api ? Mari, mari. Hari ini aku
harus mengobati lenganmu itu dulu sesudah itu baharu mengundangmu makan," kata
orang tua itu dengan djenaka.
"Dengan tjara apa Lo Tia-tia ingin mengobati aku?" tanja Tjiu Piau dengan heran.
Orang tua itu tidak mendjawab, sebaliknja ia bertanja kembali pada Tjiu Piau. "Kau
dapat menahan sakitkah ?"
"Aku dapat !"
"Kalau bisa baik sekali, tapi aku djuga tidak berniat membuat kau merasa sakit." Habis
bitjara tangannja me-midjit2 tubuh Tjiu Piau, entah disebelah mana ia menotok djalan
darah Tjiu Piau, membuat Tjiu Piau merasakan sekudjur badannja mendjadi kaku dan
hilang perasaan sakitnja. Orang tua itu mengeluarkan sebilan pisau ketjil, daging Tjiu
Piau segera dibeleknja. tulangnja dikerik sedangkan tulang2 ketjil sebagai hen tjuran dari
luka itu dibuangnja. Kemudian dengan tje pat dan sebet sekali dilekatkannja tjabang
pohon liu jang sudah diraut bersih dibandjuri darah djengger ajam djago. Ditempat bekas
dipotong dibubuhi obat bubuk jang terachir dilekatkannja kaju dari sebelah luar. Tidak
sampai setengah djam lamanja kedua tangan Tjiu Piau ilu sudah selesai dioperasi.
Pembatja jang budiman, ketahuilah inilah tjara pengobatan tjara Tionghoa jang luar biasa
untuk menjambung tulang jang patah.
Sesudah selesai orang tua itu mengobati Tjiu Piau, diambilnja ajam djago jang sudah
selesai dipakai itu, tubuh ajam itu dibungkus dengan tanah liat, sesudah itu segera
dibubui (dibakar dalam abu jang panas). Masakan ini dinamai ajam tambus. BerkatLiong Hong KiOm - 04 Team K olektor Ebook FB grap
kepandaian makan mereka, dalam sekedjap sadja ajam itu sudah tinggal tulangnja.
Dengan suara bengis ditegumja Tjiu Piau: "Lekas kau tjeritakan siapa jang membuat
lenganmu mendjadi patah ! Djika harus patah, aku akan meraatahkan lagi lenganmu itu
Gentakan dari orang tua itu membuat hati Tjiu Piau merasa gentar dan takut. la tak
dapat mendjawab dengan segera, hatinja risau tidak keruan sedangkan mulutnja kemak-
kemik tak bersuara.
Hal ini rupanja sudah diketahui orang tua itu, dengan tersenjum lutju ia berkata pada
Tjiu Piau: "Kau tentu tengah berpikir untuk bagaimana mengatakannja kepadaku. Tapi
awas, kau mendjusta sedikit sadja aku dapat tahu. Dalam djaman ini jang dapat membuat
luka sematjam ini hanja beberapa orang sadja, kau tidak mengatakan djuga aku dapat
me-ngira2nja beberapa bagian. Lekas katakan !"
"Lo Tia-tia, aku aku dilukai oleh seorang djahat. Orang djahat itu bernama... " djawab
Tjiu Piau dengan gugup.
"Orang djahat matjam apa ?" potong orang tua itu.
Pertanjaan orang lua itu membuat Tjiu Piau terdiam sedjenak, sesudah ia berpikir
sebentar baharu dapat mendjawab: "Orang djahat ini adalah budaknja bangsa
Tjeng."
"Perkiraanku tidak salah, tentu si Djarang Ketawa jang melakukan betul tidak ?" tanja
orang tua itu sam bil tertawa. Selandjutnja orang tua ini kemak-kemik nie iandjutkan
kata2nja, kata2 ini seperti diutjapkan untul diri sendiri, agaknja untuk Tjiu Piau djuga.
"Luka ini menghantjurkan tulang sampai hebat. Ditempat luka nja hanja tertinggal sedikit
tanda tjatjat jang ringan Ini menandakan penjerangan dari golongan kelas dua. Misalkan
ilmu kelas satu, pasti tidak mematahkan dan menghantjurkan tulang disebelah bawah
dagim jang dipukul, sebaliknja tenaganja dikirim melalui sumsum terus menjerang
persendian sehingga sendi2 pada putus. Dengan tjara ini orang itu sukar tertolong lagi.
Masa sekarang jang bisa melukakan kamu semat jam ini orangnja dapat dihitung dengan
djeridji. Diantaranja orang jang dapat dihitung ini, Louw Eng termasuk jang se-wenang2
menggunakan ilmunja. Didunia Kang Ouw ia membuat entah berapa banjak onar" Orang
tua ini tidak melandjutkan kata2nja tiba2 berkata keras sesudah berhenti sedjenak.
"Louw Eng adalah manusia jang djahatnja luar biasa, njatanja ia sudah melukakan
kamu, kenapa kau dapat meloloskan diri, lekas kau tuturkan !"
Sesudah Tjiu Piau mendengar kata2 orang tua itu. Timbul rasa pertjaja dan hormat
kepada orang tua itu. Ia sadar bahwa orang tua ini adalah golongan tinggi dalam dunia
persilatan, ketika ini djuga ia sudah mengambil ketetapan untuk tidak berdjusta. Ia
berkata dengan hormat sekali: "Kata2 Lo Tia-tia benar sekali. Misalkan Siauw-pwee tidakLiong Hong KiOm - 04 Team K olektor Ebook FB grap
mempunjai mutiara beratjun, saat ini pasti tubuhku ini sudah tinggal tulang belulang jang
putih."
Mendengar ini orang tua itu agaknja girang sekali, alisnja terangkat sedikit. Ia berkata
sambil memperhatikan Tjiu Piau: "Ah, kiranja kau adalah puteranja Tjiu Tjian Kin ? Jang
dipanggil .. dipanggil Tjiu .. !"
"Siau-pwee dipanggil Tjiu Piau," sambung Tjiu Piau.
"Ha .. ha .. ha.. betul .. betul, daja ingatku sungguh tak kuat sebentar sadja
lupa semuanja."
Tjiu Piau mau tidak mau merasa heran didalam hatinja. Entah bagaimana orang tua
ini mengetahuinja seorang dari golongan tidak ternama. Bahkan seperti mengenal
namanja djuga.
Kemudian orang tua ini djadi ramah-tamah se-olah2 seorang ajah terhadap anaknja.
"Tjoba kesini untuk kuperiksa sekali lagi lukamu." Tjiu Piau mengasongkan lengannja.
Orang tua itu dengan hati2 sekali memeriksa lengan itu. "Baik, lenganmu sudah baik,
asal sadja kau dapat merawatnja dengan baikj dalam waktu empat puluh sembilan hari
tjabang liu inf akan mendjadi seperti tulang, sehingga lengan ini tak ubahnja seperti
lengan jang diberikan orang tuamu. Kini kau boleh pulang, dan kembali lagi esok hari
pada waktu jang sama untuk menemui aku." Habis berkata segera membentangkan
langkahnja, dalam sekedjap sadja tubuhnja sudah berada dalam djarak sepuluh tumbak
lebih. Tjiu Piau mengawasi punggung orang tua itu sambil bengong ter-longong2. Ia
seperti merasakan mimpi.
Agak malam Tjiu Piau baharu sampai dipenginapannja. Hoa San Kie Sau dan Gwat Hee
sudah merasa tjemas menantikannja. Takut kalau2 Tjiu Piau mengalami sesuatu jang
diluar dugaan. Hati mereka baharu lapang sesudah melihat Tjiu Piau kembali dengan
tidak kurang sesuatu apa. Hoa San Kie Sau melihat wadjah Tjiu Piau jang penuh dengan
senjuman. Dilihat djuga lengannja jang sudah diobati. Mau tak mau merasa heran.
"Lukamu bagaimana ? Siapa jang mengobati ! Djangan2 kau kena dipedajakan orang
!" kata Hoa San Kie Sau penuh tjuriga.
Tjiu Piau dengan djudjur mentjeritakan apa jang dialami barusan. Kie Sau begitu
mendengar orang tua dari pohon, kegirangannja sudah tak dapat ditahan. Begitu Tjiu
Piau habis menuturkan ia segera bertanja: "Apakah kau tidak melihat ia membawa
burung2 jang indah?"
"Tidak," djawab Tjiu Piau singkat.
"Tapi biar bagaimana djuga dan tak dapat diragukan lagi orang ini pasti Yauw Tjian-
pwee adanja. Orang tua ini kalau maumemberi sedikit petundjuk2 kepadamu bukan mainLiong Hong KiOm - 04 Team K olektor Ebook FB grap
baiknja." Sesudah ia berpikir sedjenak segera berkata pada Gwat Hee: "Lekas kau pergi
turun kekota, selidikilah apakah didaerah sini mengeluarkan burung2 jang indah ? Pilihlah
burung jang tertjantik, berapa jang diminta pedagang itu bajar sadja, belilah barang
seekor dua. Lekaslah !" Gwat Hee tidak mengetahui maksud Kie Sau. Sebelumnja ia tak
pernali melihat gurunja menjuruh melakukan hal jang otak2an ini. Pasti ada sesuatu jang
mendjadi sebab.
Tak banjak pikir lagi segera membawa uang untuk membeli burung.
Seperginja Gwat Hee, Kie Sau kembali berkata kepada Tjiu Piau: "Kali ini sungguh
mudjur sekali. Orang tua itu adalah salah seorang dari tiga orang berilmu jang paling
tinggi pada djaman ini. Kau berdjumpa dengannja, kau terhindar dari tjatjat. Lebih2 kalau
ia mau memberikan sedikit petundjuk kepadamu, ilmunja itu dapat kau pergunakan
seumur hidup tanpa habis2. Esok kau pasti berdjumpa lagi dengannja, ingatlah kata2ku
djangan buang ketika setjara pertjuma." Tjiu Piau mendengar petundjuk2 dari Kie Sau.
Disamping itu ia tidak membuang ketika begitu sadja, ditanjainja tiga orang berilmu untuk
masa ini. Orang tua2 itupun mengatakan golongan dari orang berilmu kelas dua dapat
dihitung dengan djeridji, Hoa San Kie Sau mengetahui benar soal dunia Kang Ouw ini
seperti menghitung djarinja sendiri. Ketika itu djuga ia menerangkan kepada Tjiu Piau:
"Orang tua itu she Yauw usianja sudah mendekati delapan puluh tahun, tapi adalah jang
termuda dari tiga besar sekarang ini. Akan ilmunja sama terkenalnja dengan jang dua
orang lagi. Adapun kepandaiannja jang khusus jakni dapat mengobati segala luka luar
dalam. Pokoknja dalam hal ini sukar mentjari orang keduanja. Seorang lagi adalah Hek
Liong Lo Kuay, kini usianja delapan puluh tahun, orang ini berada di Kwan Tong disungai
Amur (Hek Liong Tjiang) ilmunja sangat gaib, dari itu ia mendapat djulukan Hek Liong Lo
Kuay (Naga hitam jang gaib). Jang ketiga adalah seorang pendekar wanita jang sangat
terkenal,jakni Pang Kim Hong jang berhasil mengalahkan Peng San Pai. Kini usianja sudah
lebih dari delapan puluh tahun. Sepuluh tahun belakangan ini namanja djarang terdengar
lagi. Adapun kepandaiannja jang khusus ialah dapat membedakan segala obat2an, dan
dapat tahu kasiat dan tjara menggunakannja. Dari itu orang2 Kang Ouw pertjaja, ia masih
dalam keadaan sehat."
Sesudah diam seketika Kie Sau melandjutkan lagi penerangannja kepada Tiiu Piau:
"Mengenai orang dari tingkatan kelas dua sukar untuk dikatakan. Sebab setiap saat
banjak golongan muda merendengkan namanja dengan golongan tua. Tunggu sadja
sesudah pertemuan Oey San disana bisa diketahui. Tengah mereka asjik bitjara, Ong
Gwat Hee sudah kembali dari pasar burung.
"Soe-hoe, Soe-hoe aku sudah dapat membeli seekor burung jang mungil dan tjantik.
Tjoba tebak berapa duit kubeli ? Lima puluh tail perak !" Tangannja terangkat naik
mendjindjing sangkar burung jang baharu dibelinja itu. Burung itu kira2 sebesar burung
gelatik besarnja.Liong Hong KiOm - 04 Team K olektor Ebook FB grap
Burung itu demikian mungilnja, warnanja ungu mulus, kelihatannja seperti permaisuri
jang agung sadja. Ia meng-gelapak2 didalam dengan sangat lintjah dan lutju,
membangkitkan rasa sajang dan tjinta. Tiba2 paruhnja terbuka memperdengarkan nada
mengulun halus dan bening. Suaranja tidak seperti burung ketjil sadja.
"Soe-hoe tjoba katakan bagus tidak burung ini ? Mahal tidak ?"
"Mengenai burung atau kembang aku tidak mengetahui sebab bukan achlinja. Dari itu
djelek baiknja aku sama sekali tidak tahu. Pokoknja asal bagus dilihat, dan harganja
termahal pasti bagus."
"Aku memutari kota ini untuk mentjari burung, sungguh aneh burung2 didaerah sini
banjak sekali, bagus2 dan mungil2. Pasarnjapun besar. Sesudah ku-pilih2, kudapati ini
jang paling bagus dari jang lain harganjapun paling mahal," tambah Gwat Hee dengan
bangga.
"Ini baik," djawab Kie Sau.
Gwat Hee girang dapat pudjian dari gurunja. Tapi masih tidak tabu gurunja
mengandung inaksud apa dehgan burung ini. Dari itu tak tahan lagi untuk tidak bertanja.
Hoa San Kie Sau mendjawab: "Kalian tidak tahu bahwa Yauw Lo Tjian-pwee dalam
hidupnja ini mempunjai hobby jang unik. Jakni suka mengumpuli segalamatjam burung
jang aneh dan bagus. Kini ia menampakkan diri dikota ini, mungkin daerah ini menarik
perhatiannja, disebabkan menghasilkan banjak burung jang indah dan djarang terdapat
ditempat lain. Kalau tidak demikian apa jang dilakukannja diani diatas pohon." Gwat Hee
sangat tjerdik dengan keterangan ini sudah bisa menerka beberapa bagian dari maksud
Pedang Naga Dan Pedang Cendrawasih Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gurunja.
"Aku sudah tahu maksud Soe-hoe, jakni menjuruhku untuk membeli burung jang indah
ini untuk diberikan kepada Yauw Lo Tjian-pwee bukan ?"
Hoa San Kie Sau ter-bahak2 tertawa sambil berkata: "Botjah kau sungguh pandai, tapi
kau hanja mengetahui sebagian ketjil sadja akan maksudku. Kau harus tahu, kalau
didaerah ini menghasilkan burung jang demikian banjak dan bagus, sudah pasti
penduduk adalah achli2 burung. Yauw Lo Tjian-pwee, mempunjai kepandaian jang
djarang dimiliki orang. Tapi untuk mendapatkan burung jang indah, ia harus datang
kesini. Dalam waktu ingkat pasti tidak bisa mendapatkan burung2 itu. Kalau ia ingin djuga
mendapatkan burung jang baik mau tak mau harus datang kepada tukang burung jang
achli. Karenanja aku menjuruh kau untuk membeli burung jang luar biasa ini, untuk
diperlihatkan kepadanja. Sesudah ia melihat pasti hatinja akan tertarik dan tidak buru2
meninggalkan tempat ini. Mengenai ini aku mempunjai daja jang tjukup baik. Bilamana
tidak, sekali ia djalan, ditjari kemana djuga sukar untuk mendapatkannja kembali."Liong Hong KiOm - 04 Team K olektor Ebook FB grap
"Soe-hoe akalmu memang tjukup baik, tapi kau harus pikir apakah Yauw Lo Tjian-
pwce tidak dapat pergi kepasar untuk membelinja ?" tanja Gwat Hee.
"Hal ini kau tidak perlu kuatir, sebab orang tua ini mempunjai adat jang anti membeli
burung jang sudah ada disangkar !?! Habis bitjara Kie Sau menitahkan Gwat Hee harus
begini begitu. Gwat Hee manggut2 sambil tersenjum geli. Kie Sau pun memesan wanti2
kepada Tjiu Piau agar tidak melewatkan waktu jang baik, untuk minta pengadjaran dari
orang tua itu.
Selandjutnja pada keesokan harinja, Tjiu Piau menepati djandji untuk datang ketempat
dimana kemarin ia berpisah dengan orang tua itu. Saat ini baharu ia memperhatikan
bahwa tempat ini penuh dengan pohon2 jang lebat, disamping itu terdengar pula banjak
suara burung berkitjau memenuhi telinga dengan merdunja. Burung2 itu berterbangan
dengan bebasnja. Disebabkan terlalu banjak sukar untuk membedakan djenisnja. Sesaat
kemudian sudah berlalu, Tjiu Piau masih belum menampak orang tua itu, ia duduk2
dibawah pohon untuk me nantikannja. Tak lama kemudian terdengar suara tertawa
setjara tiba2 dari atas pohon, suara itu menundjukkan kegirangan jang luar biasa. Waktu
Tjiu Piau dongak tampak orang tua itu sudah ada diatas pohon, entah sedari kapan ia
berada disitu. Tubuhnja itu seperti daun tua jang gugur melajang turun per-lahan2,
sedangkan tangannja memegang seekor burung berwarna jang indah sekali. Burung itu
tidak henti2nja diawasi dengan penuh kegirangan jang me-limpah2. Tjiu Piau buru2
madju kemuka dengan penuh hormat.
"Eh, apakah kau jang kusuruh datang kesini ? Eh ja betul2. Tjoba kau lihat itu
apa ?" Tjiu Piau melihat kesekeliling itu dengan penuh perhatian, tapi tidak menampak
sesuatu.
"Kau lihat tidak, lihat tidak ?" Mulutnja berkata, matanja tetap mengawasi burung jang
baharu ditangkapnja itu. Sesungguhnja Tjiu Piau tidak melihat sesuatu jang dimaksud
itu. Dengan gugup ia bertanja: "Mohon petundjuk dari Tjian-pwee, bahwa aku
sesungguhnja tidak melihat apa jang aneh." Orang tua itu tetap mengawasi burungnja,
mulutnja terbuka: "Masih belum melihatkah ? Jang kumaksud adalah tumpukan batu
ditanah itu !" Memang sebenarnia ditanah itu entah kapan sudah terdapat batu2 jang
bertumpukan.
"Maksudku menitahkan kau datang kesini, tidak lain daripada ingin menitahkan kau
memindahkan batu2 itu dari sana kesini !"
Tjiu Piau agak merasa susah, hatinja berpikir: "Lenganku baharu baik, mana bisa
digunakan untuk mengangkat jang berat2. Sedangkan orang tua inipun sudah
mengatakan harus hati2 merawatnja selama empat puluh sembilan hari. Kenapa kini aku
disuruhnia memindahkan batu2 ini ? Mungkinkah Yauw Lo Tjian-pwee ini sedang
bergurau sadja ?" Dengan lambat2an Tjiu Piau menindak ketumpukan batu2 itu dengan
harapan orang tua itu membatalkan akan titahnja.Liong Hong KiOm - 04 Team K olektor Ebook FB grap
Sesampainja Tjiu Piau didepan batu, dengan terpaksa badannja dibungkukkan,
sedangkan lengannja sudah keluar untuk mengangkat batu2 itu. Pada saat inilah
terdengar suara orang tua itu dengan keras: "Tidak bolch mempergunakan tangan !" Tjiu
Piau buru2 berdiri dengan tegak tanpa mengetahui maksud dari Yauw Lo Tjian-pwee itu.
Orang tua ini melihat Tjiu Piau tidak ber-gerak2 baharu ia mengangkat sedikit kepalanja
sedangkan matanja me-ngedip2.
"Budak tolol kemana kepandaian kau kemarin, lekas gunakan kakinui tendangi batu2
itu !" Tjiu Piau baharu sadar bahwa kepandaiannja menendang batu itu sudah diketahui
orang tua ini. Hal ini membuatnja merasa malu, tapi dengan tjepat hatinja ingat kata2
dari Kie Sau, dari itu kesempatan ini tidak di-sia2kan begitu, maka ditendanginja batu2
itu menurut petundjuk orang tua itu.
Sesudah Tjiu Piau membidik dengan tepat, mulailah kakinja be-runtun2 terangkat naik.
Satu, dua, tiga semua batu2 berterbangan dan djatuh pada suatu tempat jang tidak
berdjauhan satu sama laie, Orang tua itu tetap tidak mengangkat kepalanja, ia tetap asjik
meng-usap2 burungnja itu. Tapi mulutnja ber-kata: "Lambat sekali, terlalu-lambat. Agak
tjepatlah kau angkat kakimu itu." Tjiu Piau menurut sekali demi sekali kakinja diangkat
terlebih tjepat dari semula. Sebab ini batu2 itu tidak berapa tepat lagi djatuh bisu.au
tempat. Ada jang kedjauhan, ada jang tak sampai, ada jang kesamping kanan ada jang
kesamping kiri. Sebaliknja orang tua itu tidak memperdulikan hal ini, mulutnja mengotjeh
memburu2 orang, sehingga Tjiu Piau tidak sempat untuk menarik napas. Dengan susah-
pajah batu2 itu achirnja dapat djuga ditendang habis. Mukanja sudah merah, napasnja
empas-empis. Batu2 itu hanja sedikit sadja jang djadi tumpukan, selebihnja berserakan
ke-mana2.
Sesudah Tjiu Piau selesai melakukan titahnja orang tua itu baharu berdiri mengawasi
sambil berkata: "Indah betul ! Ilmu menendangmu ini sungguh luar biasa dan
menjenangkan. Aku sudah hidup puluhan tahun, tapi belum pernah mendengar adanja
ilmu sematjam jang kau miliki ini. Eh anak tolol, baik2lah kau peladjari ilmu ini. Tiap hari
kau harus datang kesini untuk menendang batu2 ini pulang-pergi. Dalam waktu setengah
tahun atau setahun ilmu ini besar manfaatnja bagimu." Tanpa menoleh lagi ia pergi
meninggalkan Tjiu Pian seorang diri.
Sesudah mendengar keterangan orang tua itu, hati Tjiu Piau mendjadi lapang. Ia tahu
ilmunja ini sebelumnja belum pernah dipeladjari orang. Baharu sadja hatinja ingin minta
pengadjaran terlebih landjut orang tua itu sudah berlalu tanpa pamitan. Terketjuali dari
itu orang tua ini tidak meninggalkan pesan untuk ia datang kembali. Tjiu Piau ingin
mengedjar orang tua itu, tapi ia tahu hal ini akan sia2 belaka.
Tiba2 terdengar suara kitjauan burung jang luar biasa merdu. Orang tua jang sudah
pergi djauh itu menghentikan kakinja.Liong Hong KiOm - 04 Team K olektor Ebook FB grap
Suara burung ini demikian xnenarik sekali, membuat si-pendengar mendjadi senang
dan menghilangkan segala kerisauan didalam hati. Tjiu Piau kenal suara burung ini, jakni
suara burung jang dapat dibeli Gwat Hee dipasar.
Tiba2 entah dari mana Gwat Hee lari keluar sambil membawa burungnja. Dengan
girang ia berkata pada burungnja: "Njanji lagi ! Burung jang manis ajo njanji lagi untuk
kami dengar !" Burung itu membuka lagi paruh untuk memperdengarkan suaranja jang
luar biasa merdunja itu. Kali ini suaranja sangat pandjang, semakin menjanji semakin
tinggi alunan suaranja itu demikian lembut dan bening. Suara itu bergema dan terus naik
keatas untuk hilang dibawa gelombang udara keatas . awan. Tiba2 ada suara seseorang
berkata: "Burung jang indah dan bagus, benar2 seekor burung jang djarang didapat !"
Kiranja orang tua itu mendengar bunji burung itu, sudah datang kembali. Entah kapan ia
sudah berdiri dihadapan Gwat Hee dengan perhatian penuh terhadap suara burung itu.
Orang tua itu segera bertanja pada Gwat Hee: "Hei, Siau-ko dari mana kau dapat
burung ini ? Mau tidak tukar dengan burungku ? Kau lihat burungku ini warnanja demikian
menarik, kuning, merah, hidjau, biru, dan putih serta hitam. Pokoknja segala warna jang
indah dimiliki semua."
Gwat Hee sengadja mengerutkan keningnja.
"Siapa jang kepengenan burungmu itu ? Burung jang sematjam kau ini dalam seharian
dapat kutangkap dua belas ekor ! Tapi dalam dua belas ekor itu tidak mungkin dapat
diketemukan sehelai bulunja jang berwarna ungu sematjam burungku ini. Tjoba kau
perhatikan burungku ini demikian mulus warnanja sedikit djuga tidak tertjampur warna
lain. Sudah pernahkah kau melihat burung sematjam ini ?"
"Aku sudah melihat banjak dan banjak sekali burung, tapi terus terang aku katakan
bahwa burung seperti ini belum pernah kulihat. Aku senang pada burung ini ! Kalau kau
tidak mau menukarnja tidak mendjadi apa, asal sadja kau mau mengadjak aku untuk
pergi menangkapnja, bukankah baik ?"
Gwat Hee berlaga kaget.
"Hemm. kau sudah tua mana bisa turut denganku untuk pergi menangkap burung ?
Ini bukan main2, hal ini baharu dapat dilakukan kalau mempunjai kepandaian. Kau pasti
tidak bisa sebab sudah tua."
"Siau-ko kau djangan menganggapku tua lantas memastikan tidak bisa. Terus-terang
kukatakan aku masih sanggup mengikuti kau kemana sadja, biar djauh tidak mendjadi
soal, lekaslah adjak aku pergi. Terketjuali itu aku dapat meluluskan apa jang kau
kehendaki." Mendengar ini bukan main girangnja Gwat Hee.
"Apakah kata2mu itu dapat dipertjaja ?" tanja Gwat Hee pura2.
"Tentu sadja," djawab orang tua itu ter-gesa2.Liong Hong KiOm - 04 Team K olektor Ebook FB grap
"Sebaiknja kita bitjara sekali lagi agar lebih terang bukan ? Begini, kalau aku dapat
menangkap seekor burung sematjam ini untukmu, kau harus memberikan sesuatu
barang kepadaku. Akupun tidak bermaksud untuk ? meminta sesuatu barang jang aneh
atau jang sukar, po koknja asal jang terdapat ditubuilmu, baik tidak ?"
Orang tua itu me-ngedip2kan matanja, mulutnja tidak henti2nja mengutjapkan: "Baik,
baik, dengan ini kita tetapkan djandji kita ini."
Tiba2 Gwat Hee malas2an.
"Tapi sekarang hari sudah hampir malam," katanja.
"Malam2pun tidak mendjadi soal, apa jang kau takuti !" tanja orang tua itu dengan
gelisah.
Biar bagaimana djuga tidak bisa, aku takut. Aku bisa dipukuli orang tuaku." Habis
berkata wadjahnja men-dadak menundjukkan rasa girang.
"Begini baik tidak ? Jakni esok hari kau datang lagi kesini sebelum sendja. Kini aku
mau pulang." Seiring dengan habisnja kata2, tubuhnja segera berbalik berlalu. Burungnja
disuruhnja menjanji lagi dengan sengadja, sehingga orang tua itu semakin tertarik
hatinja.
Kiranja Gwat Hee melakukan hal ini tidak lain daripada menurut akalannja Hoa San
Kie Sau. Dengan tjara ini mau tak mau orang tua itu dapat ditahannja untuk beberapa
hari oleh mereka tanpa merasa.
Orang tua mengedjar pada Gwat Hee sambil berteriak: "Aku menurut katamu, hari
esok aku datang menunggumu disini sebelum sendja." Orang tua itu mengawasi burung
jang baharu ditangkapnja itu. Ia merasa burungnja itu sudah tidak beberapa menarik
lagi, dari itu tangannja segera bergerak, burung itu dapat kembali kemerdekaannja.
Malam ini Gwat Hee dan Tjiu Piau pulang kepondokannja dengan hati girang. Sesuatu
pengaiamannja diberi tahu pada Hoa San Kie Sau. Mendengar ini bukan main girang hati
Hoa San Kie Sau. Ia tersenjum sambil berkata: "Kalian sangat beruntung sekali, dengan
Pedang Naga Dan Pedang Cendrawasih Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mudahnja dapat ketika untuk berkenalan dengan Yauw Lo Tjian-pwee itu. A Piau
mendapat petundjuk dari Yauw Lo Tjian-pwee untuk melatih kakinja menendang batu.
Ilmu kaki ini harus kau peladjari baik2, djangan me-njia2kan petundjuk2 jang berharga
dari Tjianpwee ini. Peladjaran ini dihari kemudian sangat baik untuk dikembangkan.
Sebaliknja burung Gwat Hee menjebabkan orang tua itu tertambat hatinja, hal ini
sungguh baik sekali. Asal sadja kau dapat bergaul dengan orang tua itu beberapa hari,
tidak kuatir orang tua itu tidak meniberikan petundjuk2 jang berharga untukmu."
"Aku sudah berdjandji untuk meniberikan burung kepadanja ia akan memberikan
sesuatu jang kupinta. Dengan sendirinja aku akan minta sedikit ilmunja itu untuk
diturunkan kepadaku," kata Gwat Hee dengan girang.Liong Hong KiOm - 04 Team K olektor Ebook FB grap
"Gwat-djie, hal ini mungkin menjukarkan orang tua itu, kau harus tahu ia mefnpunjai
tabiat jang aneh, jakni enggan menurunkan peladjarannja kepada orang lain, djuga tidak
mau mendirikan suatu tjabang perguruan, dari itu tentu ia tidak mau menerima murid.
Dari dulu hingga sekarang belum pern ah. kudengar orang tua ini mempunjai seorang
muridpun," kata Kie Sau mendjelaskan.
"Aku hanja mendapatkan sedjurus dua dari ilmunja, sama sekali tidak menginginkan
untuk minta banjak2."Meski setengah djuruspun, pendeknja asal ia memberikan
peladjaran artinja mendjadi muridnja."
Gwat Hee mendjadi kesal. "Kalau begini djadinja, walaupun aku memberikan burung
ini, tentu ia tidak
mau memberikan peladjaran kepadaku tapi kenapa ia mau memberikan
peladjaran menendang latu kepada Piau Koko."
"Orang tua ini anehnja djustru disini. Ia enggan untuk memberikan peladjarannja
kepada orang lain, tapi kalau ia melihat sesuatu ilmu jang baru didapat orang, ia akan
terlebih .giat untuk mengandjurkan orang berlatih. Dengan djalan ini ia tidak menurunkan
kepandaiannja kepada orang iain tapi hanja membantu orang lain mendjadi pandai.
Semakin radjin orang beladjar semakin giat dia memberi petundjuk, sehingga orang itu
1 akan dididiknja lebih dari seorang Soe-tjou (kakek j guru) terhadap muridnja. Sebab itu
dengan tjara ini ia selalu dapat menghindarkan diri dari sebutan Soe-hoe. Pokoknja
perhatikanlah segala kata2nja. Asal kalian ingin mempeladjari sedikit sesuatu darinja,
perhatikanlahakan tabiatnja ini."
Gwat Hee dan Tjiu Piau sesudah mendengar ini hatinja mulai berpikir untuk bagaimana
menghadapi orang tua itu agar mau memberikan petundjuk2 pada mereka. Gwat Hee
adalah anak jang pandai dalam waktu seben,tar sadja sesuatu sudah terpikir dalam
hatinja. Tapi hal ini tidak perlu diterangkan disini, lihat sadja apa jang akan dilakukan
anak2 muda ini didepan Yauw Lo Tjianpwee.
Tjiu Piau mengingat benar pesan dari Hoa San Kie Sau, karenanja tekadnja semakin
bulat untuk mendapatkan petundjuk dari orang tua itu. Tjiu Piau bertabiat djudjur dan
radjin beladjar, karenanja ia dapat melatih diri dengan tekun dan ulet. Tambahan
peladjarannja itu memberikan kegembiraan besar, sehingga tak bosannja ia mengulang
dan memperdalam terus akan ilmunja jang baharu didapat itu.
Batu2 bertumpukan itu ditendanginja pergi-datang tanpa djera2nja. Tendangannja
semakin lama semakin tjepat, terketjuali dari itu bidikannja djuga kian tepat dari sasaran.
Tak heran batu2 jang ditendang itu bisa berkumpul mendjadi satu tumpukan baharu jang
teratur, tak ubahnja seperti dipindahkan menggunakan tangan sadja.
Hasil ini membuat Tjiu Piau ber'semangat, maka ditjobanja batu2 itu untuk ditendang
terlebih djauh pula. Kedua kakinja silih berganti menendangi batu2 itu dengan tjepat danLiong Hong KiOm - 04 Team K olektor Ebook FB grap
lintjah. Batu2 berterbangan seperti walang sangit mendekati sinar api. Tendang dan terus
tendang ini melupakan Tjiu Piau pada waktu. Matahari sudah naik tinggi sekali, Tjiu Piau
beristirahat sebentar, kemudian melandjutkan lagi latihannja sampai surja agak tjondong
kebarat belum berhenti. Tjiu Piau lupa pada waktu lupa pada orang tua itu pula.
Tiba2 sebuah bajangan abu2 entah dari mana terbang mendatang, tepat sekali
merintangi djalannja batu2 jang ditendang. Tjiu Piau terkedjut, takut kalau2 batunja
melukakan orang. Buru2 kakinja berhenti menendang, tapi beberapa buah batu sudah
terbang pergi dan mengenai tubuh orang itu dengan telak sekali. Orang itu djatuh
kernuka bumi dengan malu ia merajap bangun, kepalanja di-geleng2kan, mulutnja
berkata : "Masih pajah, belum tjukup !" Kala ditegasi orang ini bukan siapa2 terketjuali
orang tua itu.
Tjiu Piau segera memberi hormat: "Lo Tia-tia harap djangan gusar, sebenarnja Siau-
pwee sudah melihat kau turun. Tapi menjesal sekali kakiku tidak dapat ditahan, sehingga
beberapa butir batu mengenai tubuh Lo Tiatia."
Mendengar ini orang tua itu tertawa besar: "Ini menjatakan kepandaianmu masih
pajah sekali !"
Orang tua itu per-lahan2 mendekat datang, mulutnja tetap ngotjeh: "Masih pajah,-
masih pajah !"
"Aku mengatakan ilmu kau itu masih pajah. Kan lihat dan kau harus tahu, dengan
batu2 ini kau harus menghadjar mata orang, ulu hati atau rat nadi jang berbahaja. Kini
kau hanja menghadjar tubuhku dibagian jang tidak berbahaja, misalkan kena paling
banter hanja meletjetkan kulit sadja. Ini namanja kurang dahsjat ! Katamu sudah melihat
akan tubuhku, tapi tidak keburu menarik kakimu ini namanja tidak gesit. Memberhentikan
kaki tidak tjepat dengan sendirinja mengangkat kaki lebih lambat pula. Tidak tepat, tidak
dahsjat, tidak tjepat, apa gunanja kepandaian sematjam ini."
"Pajah ! Bangpak !" Orang tua ini sambil bitjara tertjampur ketawa. Tapi dengan tiba2
suaranja mendjadi keren: "Siau-ko kau harus ingat, peladjarilah membidik setjara tepat
dulu baharu nienggempur setjara dahsjat, kemudian melatih ketjepatan. Se-kali2 djangan
beladjar setjara serampangan. Kau harus dapat membidik scekor lalat dengan tepat
seperti membidik seekor kerbau jang besar. Untuk memperdahsjat gaja serangan, kau
harus dapat memutuskan sehelai rumput dari djarak seratus lindak. Ketjepatan harus
melebihi gaja pendengaran orang, sampai orang itu belum mendengar suara batumu tapi
sudah merasakan terlebih dahulu batu itu !" Selesai bitjara langkahnja ladju kemuka.
Hanja terdengar suara pelahan keluar dari mulutnja: "Sungguh satu idee jang baik sekali.
Melepas sendjata rabasia memakai kaki, hal ini sebenamja sudah harus terpikir sedjak
dulu, tetapi kenapa tidak ada seseorang jang memikirinja ?" Habis bitjara kaki tangannja
memeta seperti orang menari tarian rakjat, maka batu2 itu berterbangan kena kakinja.
Agaknja ia tertarik benar dengan ilmu melepas sendjata rahasia dengan kaki ini.Liong Hong KiOm - 04 Team K olektor Ebook FB grap
Sesudah orang tua itu berdjalan agak djauh, dengan tenang Tjiu Piau mengadji dan
merenungkan kata2 orang tua itu, Tjiu Piau mengambil kesimpulan bahwa kata2 dan
petundjuk2 dari orang tua itu bermanfaat sekali. Baharu sadja kakinja akan terangkat
untuk melandjutknn latihannja, terlihat Gwat Hee ber-lari2 sambil membawa sangkar
bufungnja.
Begitu melihat Gwat Hee orang tua itu merasa girang sekali.
"Ah, kau datang djuga. Lekas kasih tahu dimana kita dapat menangkap burung
sematjam ini. Ju lekas2 kita pergi menangkapnja."
Sebaliknja Gwat Hee tetap ajal2an.
"Djangan ter-gesa2, sebelum kau turut aku pergi menangkap burung, kau harus
mempeladjari beberapa ma
tjam ilmu. Kemudian baharu dapat berhasil menangkap burung2 sematjam ini."
"Peladjaran apa jang harus dipeladjari ? Djangan jang berabe ja ?"
"Kalau takut berabe pasti kau tidak dapat menang kapnja. Mari, mari ikut padaku !"
Gwat Hee lari kedalam pohon2an jang lebat, orang tua itu mengikuti dari belakang.
Tjiu Piau melihat Gwat Hee dan orang tua itu pergi kedalam pohon jang lebat, hatinja
tidak tertarik untuk mengetahui. Ia terus sadja berlatih dengan ilmunja itu.
Gwat Hee mengadjak orang tua itu sampai kesebatang pohon jang besar sekali.
"Kini aku akan memberikan pelajaran memandjat kepadamu. Kau ingin menangkap
burung, dengan sendirinja harus bisa memandjat, ja memandjat dengan tjepat dan
ringan, sehingga tidak menirnbulkan suara. Dengan tjara ini burung baharu dapat
ditangkap. Tjoba kau mandjat dulu untuk kulihat. Pandjatlah pohon ini!"
Pohon ini adalah pohon tjemara jang tinggi sekali, tegak lurus tak banjak bertjabang.
Orang tua itu dongak me-lihat2. Hatinja berpikir: "Botjah ini lutju sekali, masakah
aku achli memandjat disuruh memandjat. Ah, biarlah aku main2 dengan dia." Sesudah
berpikir segera ia berkata: "Sedjak ketjil aku beladjar memandjat pohon. Pohon ini se-
kali2 tidak bisa menjukarkan aku, lihatlah !" Dipeluknja pohon itu, dengan pura2 seperti
mengeluarkan banjak tenaga, mulailah ia memandjat. Kira2 sampai setinggi dua tiga
tumbak, tiba2 tubuhnja djatuh kebumi dengan kedua kaki dan kedua tangan menghadap
kelangit. Ia merintih sambil mengeluarkan suara "aduh, aduh."
Gwat Hee mengerti orang tua ini tidak mengeluarkan ilmunja untuk dilihat orang.
Dengan pura2 merasa kaget dibanguninja orang tua itu.
"Kau tidak bisa memandjat, baiklah ! Lihat dan perhatikan tjaraku niemandjat !"Liong Hong KiOm - 04 Team K olektor Ebook FB grap
Dengan tjepat Gwat Hee memeluk batang pohon. T buhnja meng-angsrot2 naik
keatas. Lengan dan kaki silih berganti dikendorkan, sedangkan tubuhnja semak lama
semakin tinggi. Dalam sekedjap sadja ia sudah sampai setinggi empat lima tumbak.
Gwat Hee sedari ketjil biasa melakukan permaina anak laki2. Tak heran ilmu naik
kepohonpun sangat m; hir, tambahan ia sudah mempunjai ilmu dalam jang bai! tubuhnja
ketjil dan lintjah. Karenanja tjara naik poho ini berlainan dengan orang biasa. Orang tua
itu seda tadi menganggap Gwat Hee tidak lebih tidak kurang sebagai botjah jang masih
ingusan, siapa kira ilmu memar djatnja demikian tjepat dan ringan; sehingga tidak mens
gojangkan sehelai daun jang hah is dari pohon tjemar itu.
Orang tua ini merasa heran, matanja terbuka lebar untuk mengawasi tjara orang
menaik ini.
"Kau turun, lekas turun, perlihatkanlah sekali las kepadaku ilmu memandjat ini !"
Dengan tjara jang sama Gwat Hee merosot turun se tjara tjepat. Dengan bersenjum
bangga ia berkata: "Apa kau merasa tunduk dengan ilmuku ini ? Aku masih mempunjai
ilmu jang bisa mengedjutkan orang, kau lihat Segera ia lari kebawah pohon, dengan satu
kali endjotai badannja sudah berada diatas pohon, djika dibandins dengan ilmu jang
pertama lebih tjepat sepuluh kali tikal Tubuhnja kelihatan sebentar merapat dengan
batang po hon sebentar lagi molos diantara tjabang pohon. Dalan sekedjap mata
tubuhnja sudah berada dippntiak pohon Orang tua itu ketawa kegirangan, dan tidak
hentinjs mengutjapkan "bagus".
Orang tua itu sadar bahwa anak muda ini bukan orans sembarangan, tapi ia tidak
sempat untuk memikirkan ini, karena hatinja lebih banjak tertarik dengan ilmu Gwai Hee
naik keatas pohon.
"Umumnja ini walaupun tidak memadai ilmu mentjelat dari golongan kelas utama, tapi
mempunjai keistimewaan sendiri. Ilmu mentjelatku paling tinggi hanja lima enam
tumbak. Misalkan ketemu pohon jang terlalu tinggi tidak dapat sekali gus sampai keatas,
kalau mau mengindjak tjabangnja jang ketjil, dengan sendirinja ranting2 itu tidak kuat
untuk Djindjak. Waktu itu, ilmu botjah ini lebih berguna. Kalau anak muda ini dapat
nerekel lebih tjepat lagi, dapat dihitung sematjam kepandaian jang luar biasa," pikir
hatinja.
Gwat Hee sudah turun kembali, waktu dilihatnja orang tua itu berdiri ter-bengong2 la
mengurungkan untuk bertanja tentang ilmunja ini baik atau tidak. Orang tua itu masih
Pedang Naga Dan Pedang Cendrawasih Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
15 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Pendekar Rajawali Sakti 167 Pengemis Satria Gendeng 07 Pasukan Kelelawar