Pendekar Satu Jurus 16
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL Bagian 16
Pendekar Satu Jurus Karya dari Gan K L
dari malu ia jadi murka.
Koay-be-sm-to Kiong Cing-yang dan Pat-kwa-ciang Liu Hui yang berdiri di sebelah majikannya juga bersiap siaga.
Sungkan? Hahaha..
"Sin jui Cian Hui terbahak-bahak.
"Hehehe, tentunya para hadirin mendengar apa yang telah diucapkan Tham-lopiautau yang berbudi luhur dan dapat pegang janji ini"
Di tengah heboh terdengarlah suara ejekan berkumandang dan sana sini, suasana bertambah panas.
Seperti diketahui sebagian besar jago yang hadir dalam pertemuan ini adalah jago-jago dan kalangan Lok-lim, tentu saja mereka berada di pihak yang memusuhi Liong-heng pat ciang Tham Beng sebagai seorang jago kawakan, Tham Beng sendiri memaklumi situasi yang dihadapinya sekarang.
Selagi ia hendak mengucapkan sesuatu, Siang It-ti dan Na Hui-hong tiba-tiba membentak "Hui heng, harap tunggu sebentar!"
Rupanya di tengah kegaduhan itu secara ringkas Hui Giok lelah mengutarakan isi hatinya kepada Go Beng-si ia merasa tempat itu tiada sesuatu yang pantas dikenang lagi, lalu ia hendak tinggal pergi.
Siang It li menutul tongkat besinya dan melayang ke udara, dengan suatu gerakan cepat ia menghadang jalan pergi pemuda itu.
"Apa yang hendak kau lakukan?"
Tegur Hui Giok ketus.
Meski dia seorang pemuda yang baik hati, tapi hadiah pukulan Siang It-ti tempo hari belum dilupakannya sekalipun ia berusaha tidak mengingatnya lagi.
Dalam keadaan seperti ini, Kim-keh Siang It-ti tak berani unjuk sikap kurang hormat ia merenung sejenak, lalu menjura, katanya.
"Jika Anda pergi, bagaimana caranya kami dapat mengetahui hasil pertarunganmu nanti?"
"Jika aku tidak pergi, bagaimana pula menang kalah bisa ditentukan?"
Hui Giok balik bertanya dengan dingin.
Sementara Siang lt-ti dibikin melenggong, Hui Giok terus lewat di sampingnya dan keluar dari ruangan itu.
Setelah menang kalah diketahui kalian tentu akan mendapat kabar tersebut, terdengar suara yang lembut nyaring berkumadang dari luar pintu.
Beberapa orang bermaksud menyusul pemuda itu, tapi Sin-jiu Cian Hui segera menghardik.
"Siapa berani berbuat kurang-ajar terhadap Bengcu?"
Meskipun bentakan itu nyaring berwibawa, pada hakekatnya dalam hati ia sangat berharap Hui Giok dapat cepat-cepat pergi dari situ.
Si Ayam Emas Siang It ti termangu sejenak, tiba-tiba ia berteriak pula, Bagaimana pun juga tetap akan kukirim orang untuk mengikuti jejaknya.."
"Ya, benar!"
Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong ikut berseru "Aku juga akan berbuat demikian."
Sin-jiu Cian Hui merenung sebentar, lalu menjawab.
"Kalau begitu, lebih baik kita masingmasing mengirim seorang utusan untuk mengikuti jejaknya, dengan begitu kitapun akan lebih cepat mengetahui hasil pertarungannya."
Berbicara sampai di sini sorot matanya pertama-tama dialihkan ke arah Tonghong-ngo-hengte untuk menanyakan pendapatnya, terpaksa kelima bersaudara itu mengangguk perlahan.
Agak lega Sin-jiu Cian Hui setelah mengetahui bahwa kelima bersaudara itu tidak berdiri dipihak Tham Beng, maka ujarnya lagi dengan dingin- "Bagaimana pendapat Tham lopiautau?"
Tham Beng tertawa dingin "Sombong amat ucapanmu sekarang, jangan kau kira aku sudah jatuh di bawah kekuasaanmu!"
"Hahaha..."
Si Tangan Sakti tertawa, aku tak berani berniat demikian. tapi fakta berbicara demikian. Liong-heng-pat-ciang Tham Beng memandang sekejap sekitar tempat itu lalu ia pun bergelak.
"Hahaha, sudah puluhan tahun aku malang melintang di dunia persilatan. memangnya kau anggap hari ini aku datang ke Long-bong-san ceng ini tanpa persiapan?"
Ketika ia mulai bergelak Cian Hui berhenti tertawa, tertampak Liong-heng-pat-crang menyapu pandang seluruh ruangan dengan sorot matanya yang tajam berkilat.
"Cian Hui!"
Serunya lebih jauh, dengan cara apa kau sambut kedatanganku. dengan cara yang sama pula kau harus mengantar kepergianku kalau tidak, aku akan membikin Long-bong-san-ceng ini banjir darah dan berubah menjadi puing-puing!"
Tokoh persilatan ini tadi bersikap halus.
Dengan bicara keras, sikapnya jadi lebih kereng, lebih berwibawa dan membuat orang keder.
Air muka Sin-jiu Cian Hui berubah sedingin es.
Bayangan orang berseliweran di luar sana menjadi tegang.
Pelahan Tonghong-ngo-hengte bangkit berdiri suasana dalam ruangan seketika tenggelam dalam keheningan yang luar biasa, entah berapa banyak tangan yang secara diam-diam meraba senjata masing-masing.
Di antara sekian banyak jago, hanya Jit-giau-tougcu Go Beng-si saja yang tetap tersenyum, diam-diam ia menyelinap keluar ruangan tatkala suasana berubah tegang.
Liong-heng-pat-ciang Tham Beng memondong puteri kesayangannya yang tertidur nyenyak karena tutukannya tadi, ia menyapu pandang sekejap ke arah kawanan jago ini dengan sorot mata dingin dan sikapnya yang amis dan angkuh dapat ditarik kesimpulan bahwa dia tak pandang sebelah mata terhadap ratusan jago yang berkumpul di situ.
Sinar matanya yang dingin berubah menjadi lembut tatkala tertuju ke wajah puteri kesayangannya, walaupun perawakan yang kekar sudah termakan usia, tapi masih tetap sekeras baja, siapapun tak dapat menebak berapa besar kekuatan yang tersimpan di dalam tubuh yang tegap itu.
Air muka Sin-jiu Cian Hui tampak kelam, dari sorot matanya jelas dia sedang mempertimbangkan sesuatu, yaitu harus Cian (perang) atau Hui (kabur)? Sebelum keputusannya diambil, siapa pun tak tahu bagaimana kejadian selanjutnya.
Suasana yang hening dan tegang tak berlangsung lama, tapi bagi pandangan semua orang, masa tersebut adalah masa yang terpanjang dalam hidup mereka.
Air muka Sin-jiu Cian Hui kelihatan tenang tapi diam-diam lagi berpikir "Meninjau dan situasi sekarang ini, kekuatan musuh jauh lebih lemah daripada kekuatan kami, Tonghong-ngo-hengte bisa jadi berpihak pada mereka, namun kehadiran mereka juga tidak berarti suatu bantuan besar baginya.
Jika Long-heng-pat-ciang dapat kubunuh dalam pertarungan ini, lain waktu aku tak perlu meminjam lagi tenaga orang lain dan dapatlah kujadi Kanglam Bengcu.
Waktu itu pengaruh Huiliong piaukiok otomatis akan runtuh, apalagi sekarang adalah kesempatan yang paling baik bagiku untuk membunuhnya, orang persilatan tak akan menyalahkan diriku karena peristiwa ini, Jika aku tetap sangsi untuk mengambil keputusan, kesempatan baik ini sukar didapat lagi di kemudian hari!"
Tangannya mengepal semakin kencang matanya memancarkan cahaya makin tajam, tapi ingatan lain segera melintas dalam benaknya.
"Tapi sampai sekarang sikap Liong-heng-pat-ciang tetap tenang sekalipun orang yang memiliki ilmu silat tinggi tentu juga akan keder berhadapan dengan lawan begini banyak serta jago panah yang siap di luar halaman. Wah, jangan-jangan seperti apa yang dikatakannya tadi, dia memang sudah menyiapkan bala bantuan di luar perkampunganku. Kepalanya makin mengendor, sinar matanya ikut menjadi pudar pikirnya lebih jauh "Konon ilmu silat Liong-heng-pat-ciang lihaynya bukan kepalang, sekalipun dia bakal mampus di sini bila dia sudah berniat beradu jiwa denganku, rasanya sulit bagiku untuk melepaskan diri dari bencana. Berpikir sampai di sini, semangat tempur makin kendur, dia lantas memutuskan untuk mengalihkan situasi tegang itu dengan kata-kata yang lain. Tapi, sebelum dia berucap di pihak lain Jit giau-tui-hun Na Hui-hong telah mengalihkan pandangnya ke tengah arena, selain siap sedia menghadapi musuh ia pun memperhatikan situasi dihadapannya dan berpikir "Sepintas lalu posisi Sin jiu Cian Hui se-akan2 lebih tangguh tapi sesungguhnya posisi Liong-heng-pat-ciang juga tidak lemah, sebab itulah kedua pihak terus ngotot sampai sekarang. Cian Hui tak berani bergerak disebabkan kuatir bala bantuan tersembunyi dan Liong-heng pat-ciang, mungkin ia pun jeri terhadap kungfu musuh yang luar biasa dan kuatir dalam keadaan terdesak mengajak adu jiwa padanya. Tapi bagaimana dengan aku? segenap kekuatan inti ku tidak berada di sini, tujuan lawan juga bukan diriku setiap saat aku bisa kabur saja dari sini. Berpikir demikian ia lantas tertawa dingin, pikirnya lebih lanjut "Kalau posisinya menguntungkan bagiku, kenapa tidak kumanfaatkan kesempatan ini untuk mengadu domba mereka hingga ke dua belah pihak sama-sama hancur berantakan. Siapa yang menang atau kalah bagiku hanya ada keuntungan dan tanpa ada kerugian apa yang meski kutunggu pula?"
Hawa napsu membunuh segera terpancar dari matanya, diam-diam dia sudah mengambil keputusan.
Dalam pada itu Liong-heng-pat-ciang Tham Beng tetap bersikap tenang, tangan yang satu digunakan merangkul puterinya, sedang tangan yang lain seakan-akan sudah siap dengan kekuatan penuh untuk melancarkan serangan.
Kakek yang perkasa itu pun sedang berpikir jika ditinjau situasi sekarang, Sin-jiu Cian Hmuipasti tak berani berbuat sesuatu padaku di tempat ini, dia licik dan bisa berpikir panjang, tak nanti dia mau jadi orang berdosa dunia persilatan.
Salahku sendiri datang tanpa membawa bala bantuan, gertak sambalku mungkin bisa menciutkan hati Cian Hui, tapi bisakah menciutkan juga hati Jit giau-tui hun Na Hui-hong dan Kim-keh Siang It ti.
Di dalam keadaan seperti ini mereka pasti ingin menarik keuntungan secara tidak langsung, mereka tentu berharap terjadinya suatu pertumpahan darah di antara kami berdua!"
Jilid ke- 13 Diam-diam ia melirik Koay-be-sin-to Kiong Cing-yang serta Pat-kwa-ciang Liu Hui yang berada do sisinya, kemudian berpikir lagi.
"Dua orang ini meski setia padaku, tapi kungfu mereka bukan jago kelas tinggi, apalagi dalam keadaan seperti ini tak banyak bantuan yang bisa kuharapkan dari mereka untuk lolos keluar dari sini rasanya tidak menjadi soal mengingat kungfuku tapi bagaimana dengan..."
Kembali ia tundukkan kepala memandang puteri kesayangannya, Tham Bun ki yang terlelap dalam pangkuannya. Melihat mukanya yang pucat bersemu merah, Tham Beng menghela napas, pikirannya.
"Ai bagaimana dengan anak ini ? seandainya bukan lantaran dia, tentu aku takkan datang ke Kanglam, juga tak mungkin mengalami posisi yang tidak menguntungkan seperti sekarang ini!"
Tiba-tiba ia membatin pula "Rupanya Na Hui hong berniat mengadu domba, banjir darah segera akan terjadi Ah, aku punya akal! jika sampai pertempuran berkobar, serahkan saja anak Ki kepada tiga Tonghong hengte agar mereka mautak-mau harus turun tangan untuk melindunginya.
Hmm.
aku yakin tak seorangpun berani memusuhi orang Hui leng-po."
Demikianlah, tatkala Sin Jiu Cian Hui berusaha melunakkan suasana yang semakin tegang, Jit giau tui hun Na Hui Hong sebaliknya memanfaatkan kesempatan itu dengan baik.
Sambil tertawa dingin ia berseru "Saudara-saudara sekalian, apa yang kalian tunggu lagi? Mari kita hancurkan tua bangka yang keji ini untuk membalaskan dendam Cian toako kita."
Dengan licin ia melimpahkan lagi semua tanggung jawab terjadinya peristiwa ini ke pundak Cian Hui.
Sudah tentu Cian Hui terperanjat, seketika itu suasana menjadi kalut, suara bentakan, suara senjata yang dicabut, suara terbaliknya meja kursi dan pecahnya cawan mangkuk berdentingan...
Malah ada yang membentak.
"Tutup pintu keluar, jangan beri kesempatan sasaran kita meloloskan diri."
Berbareng dengan suara bentakan tadi, Jit giau tui hun segera ayun telapak tangannya ke muka, tiga titik cahaya hitam secepat kilat langsung menyambar tubuh Pat kwa ciang Liu Hui.
Hampir bersamaan waktunya Kim-keh Siang It ti memutar tongkatnya dan menghantam kepala Koay be sin to Kiong Cing-yang.
Begitulah sifat kelicikan mereka, yang berat diberikan kepada orang lain, yang ringan dihadapi sendiri, pertarungan serupun segera berkobar.
Dengan demikian, tersisalah Liong heng pat ciang Tham Beng seorang yang khusus akan menghadapi Sin Jiu Cian Hui.
Liong heng pat ciang sendiri tidak berani bertindak gegabah, mendadak ia mendorong puteri kesayangannya ke tangan Tonghong Ceng seraya berseru.
"Kuserahkan tanggung jawab atas puteriku ini kepada keponakan sekalian."
Sebelum mendapat jawaban, segera ia bergerak lebih lanjut dengan memukul rontok tiga batang anak panah yang tertuju kepadanya.
Selagi Tonghong Ceng melenggong, tahu-tahu nona cantik itu sudah berada di dalam pelukannya.
Tonghong Tiat berkerut kening, ujarnya.
"Losam, baik-baik menjaga nona Tham, tampaknya kita tak dapat berpeluk tangan belaka menghadapi pertarungan ini."
Liong heng pat ciang sempat menangkap ucapan itu, seketika semangatnya berkobar, kedua tangan direntangkan sambil membentak.
"Tham Beng ada disini, siapa yang ingin menantang aku? Cian Hui! Wahai Cian Hui kau dimana?"
Bentakan itu amat nyaring ibarat guntur membelah bumi di siang hari bolong, seketika itu ratusan orang yang berada dalam ruangan merasakan telinganya mendengung keras dan terasa sakit, tapi tak seorangpun diantara mereka itu berani turun tangan secara gegabah.
Menghadapi situasi seperti ini, Sin jiu Cian Hui hanya bisa menghela napas belaka, rasa bencinya terhadap Jit giau tui hun betul-betul merasuk tulang sumsum.
Rasa bencinya itu semakin menjadi ketika dilihatnya Na Hui hong tidak bertempur secara sungguhan, walaupun sedang bertarung melawan Pat kwa ciang Liu Hui, namun jurus serangannya amat kendur, dan tidak tampak menggunakan tenaga penuh, apalagi langkahnya makin lama semakin bergeser ke arah jendela, Cian Hui semakin memahami niat jahat orang.
Sambil mengetak gigi Cian Hui menyumpah.
"Na Hui-hong, setelah mengadu domba kau ingin kabur?"
Sambil mencabut kipasnya dan membanting keras-keras ke lantai, ia membentak.
"Saudara sekalian, pertarungan hari ini menyangkut mati hidup kita di wilayah Kanglam, barang siapa yang merasa dirinya anggota Liok-lim daerah Kanglam tidak diperkenankan angkat kaki lebioh dulu dari sini. Sobat-sobat sekalian cukup menjaga pintu dan jendela saja, dengan begitu sudah berarti membantu aku orang she Cian. Dengarkan rekan yang berada di luar halaman! Bilamana ada yang kabur dari ruangan ini, baik kawan maupun lawan, hujani anak panah tanpa ampun."
Kemudian sambil melepaskan jubah panjangnya, ia menerjang Liong heng pat ciang dengan ganas, ia telah mengambil keputusan, menang atau kalah pokoknya Jit giau tui hun tetap akan dilibatkan dalam pertarungan ini!"
Jit giau tui hun sendiri menjadi gugup setelah mendengar bentakan itu, sambil melepaskan pukulan gencar ia berpikir.
"Ah, tampaknya Cian Hui akan memaksa aku untuk tetap tinggal di sini!"
Karena berpikir, serangannya jadi kendur.
Pat kwa ciang Liu Hui segera manfaatkan kesempatan itu, sambil membentak ia menerjang ke muka, secepat kilat melancarkan empat kali pukulan berantai.
Terkesiap Jit-giau tui hun, cepat dia mengegos dan mundur dua langkah, tapi terus menubruk maju pula.
Hanya beberapa kali gebrakan, Pat-Kwa-ciang sudah terdesak hingga hanya bisa menangkis dan tak mampu melancarkan serangan balasan.
Tapi justeru dalam keadaan itulah, Jit-giau tui-hun lantas mengendurkan pula serangannya.
Meski keheranan Liu Hui tak berani manfaatkan kesempatan itu untuk melancarkan serangan balasan lagi.
Demikianlah, ketika Jit-giau tui-hun merasa kemenangan pasti akan berada di tangannya, lalu ia mengalihkan perhatiannya ke sana, di mana Liong heng-pat-ciang sedang bertarung sengit melawan si Tangan Sakti Cian Hui Jika Cian Hui berhasil menangkan pertarungan ini, dia akan segera binasakan Pat-kwa-ciang, kalau sebaliknya, tentu saja dia harus pikir-pikir dulu untuk menyesuaikan keadaan.
Orang ini licik dan lihay, dia tak ingin menjadi musuh Liong-heng pat ciang yang disegani itu.
Berbeda dengan Kim-keh Siang It-ti di sebelah sana, meski kaki pincang, permainan tongkatnya betul-betul luar biasa.
Dasar kungfu Koay-be-sin to tak terlalu tinggi, lagi sesudah lengan kanannya buntung dan sekarang bertarung tanpa senjata, beberapa gebrakan ia sudah terdesak, ia merasa tongkat si Ayam emas menyambar dari kiri kanan, depan dan belakang, mengurungnya dengan rapat.
Lewat beberapa jurus kemudian, jangankan menyerang, untuk menangkispun ia merasa kewalahan.
Dalam keadaan demikian.
ia hanya berusaha bertahan dengan mengandalkan kelincahan tubuhnya.
Ia sadar bila tiada bantuan yang datang tepat waktunya, bencana maut pasti sukar dihindari lagi.
Ketika itu air mukanya sudah berubah merah napasnya tersengal, peluh membasahi sekujur badannya dan gerak tangannya semakin lamban.
Meski jago yang hadir dalam ruangan itu banyak jumlahnya tapi orang yang betul betul terlibatn dalam pertarungan ini hanya enam orang saja.
Meja kursi sudah tersingkir ke samping, bahkan ada yang terlempar keluar jendela.
porak poranda keadaannya sementara kawanan jago ada yang berdiri dengan senjata terhunus, ada pula yang menutup jendela dan pintu dengan meja kursi setiap kali Sin-jiu Cian HUi atau Kim-keh siang It-ti ataupun Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong kelihatan terdesak, banyak di antara mereka bersiap sedia untuk memberi bantuan.
Kesembilan orang laki-laki berbaju perlente tadi, kesembilan bersaudara ekor ayam beserta ke sembilan laki-iaki berbaju hitam anak buah Cian Hui, masih berdiri berjajar di sudut ruangan.
Agaknya kedelapan belas orang itu tahu bahwa mereka telah menjadi barang taruhan dan tidak bebas lagi, ternyata tak seorang pun di antara mereka berniat ikut turun tangan.
Seandainya kedelapan belas orang itu ikut turun tangan juga percuma, karena kehadiran mereka tidak akan mempengaruhi situasi pertarungan, perhatian ratusan pasang mata kawanan jago tentu saja tercurahkan pada pertarungan antara Liong-heug pat-ciang Tham Beng melawan si Tangan sakti Cian Hui, sebab menang atau kalah di antara mereka selain mempengaruhi situasi hari itu, mempengaruhi juga keadaan dunia persilatan pada umumnya.
Pada hakikatnya, sebelum terjadi pertarungan melawan Tham Beng tadi, si Tangan Sakti Cian Hui sudah timbul rasa jeri kepada lawannya.
Sebagaimana diketahui Liong-heng-pat ciang termasyhur karena ilmu pukulan telapak tangannya sejak terjun ke dunia persilatan di masa mudanya sampai sekarang ia sudah mempunyai pengalaman selama tiga puluh tahun, bukan saja namanva harum, pengaruhnya luas, biarpun sangat jarang turun tangan sendiri, namun belum pernah ia menderita kalah satu kali pun.
Sin jui Cian Hui juga bukan anak kemarin sore, namanya sudah lama termashur dalam dunia persilatan, tapi kalau dibandingkan jago tua itu, maka dia masih terhitung seorang angkatan muda.
Namun tokoh kaum penyamun ini juga mempunyai pengalaman yang cukup luas, rasa takutnya dapat ia sembunyikan sebaik-baiknya, kewaspadaan dipertingkat, sekarang dia cuma mencari kesempatan dan tidak terlalu bernafsu merobohkan lawan.
Dengan alasan inilah, maka sejak pertarungan berkobar Cian Hui lantas memperketat pertahanannya.
Terlihatlah angin pukulan menyelimuti sesosok tubuh berwarna merah dengan rapatnya sehingga setetes airpun sukar menembusnya.
Liong-hong-pat-ciang melayani musuh dengan kelincahan yang luar biasa entengnya, jangan dilihat tubuhnya tinggi besar, kelincahannya malah lebih gesit dan pada seorang anak kecil.
Hanya saja tenaga pukulan jago tua itu ternyata tidak lebih dahsyat dari apa yang dibayangkan Cian Hui, perubahan serangannya juga tidak setajam dan secepat apa yang diduganya semula.
Kalau hendak dinilai secara tepat, maka serangan telapak tangan tokoh ini tak lebih cuma lebih "lincah"
Belaka.
Kenyataan ini tentu saja di luar dugaan Cian Hui, demikian pula kawanan jago lainnya.
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Meski indah gerakan tubuh kedua orang jago itu namun tak satu juruspun pernah terjadi benturan secara kekerasan benturan yang mendebarkan hati dan dinantikan oleh setiap jago yang hadir di situ.
"Huh, Liong-heng-pat-ciang yang tersohor masa tak becus dan bernama kosong belaka? Berpikir demikian keberanian Sin-jiu Cian Hui semakin tebal, mendadak kedua telapak tangannya menyodok ke atas, telapak tangan kiri di depan dan telapak tangan kanan di belakang. Kedua serangan mencapai tengah jalan cepat tangan kanan ditarik menerobos ke bawah lewat telapak tangan kiri, dengan kuat dia sodok jalan darah Siang-ci hiat di bawah iga kanan Tham Beng Dalam serangan ini bukan saja tenaga serangannya sangat kuat, bahkan ketepatan waktu, ketepatan sasaran dan ketepatan perubahan betul-betul luar biasa, tak disangkal lagi Cian Hui telah menggunakan jurus maut Hong-peng-ciang, ilmu pukulan andalannya. Pada dasarnya ilmu pukulan Cian Hui adalah ilmu silat aliran Kanglam yang mengutamakan kelincahan serta kegesitan, tapi lantaran tenaga dalamnya cukup sempurna, maka ilmu pukulan yang mengutamakan kegesitan itu dapat dimainkan dengan kuat pula. Liong-heng-pat-ciang Tham Beng memutar tubuh dan bergeser ke samping, tampaknya ia selain menghindari benturan secara kekerasan. Melihat itu, Cian Hui membentak keras, menubruk maju, telapak tangan kiri membacok ke depan, sementara telapak tangan kanan membacok secara melintang ....
"Sret! Sret!"
Beruntun ia lepaskan serangan dengan jurus Yok-sui-siang-peng (sepasang daun mengapung di atas air), masing2 mengarah jalan darah Hun-sui dan Ciau-keng di tubuh Tham Beng.
Tham Beng memutar tubuh dan menyelinap ke samping kanan Cian Hui, jari tangannya setajam pedang balas menutuk jalan darah Sang-hai hiat di dada lawan.
Meskipun serangan ini dilancarkan secara tepat dan indah, tapi tetap bukan serangan adu muka secara terang-terangan.
Sin-jiu Cian Hui semakin geram, semangatnya berkobar, ia menyerang secara keras lawan keras dengan gerakan Tay-sui-pay-jiu (ilmu pegang dan banting) yang dahsyat.
Sekali lagi Liong-heng pat-ciang menarik diri dan kembali dia menyurut mundur.
Setelah tiga jurus berlalu.
para jago mulai bersorak-sorai "Cian-loji, ayo perketat seranganmu""
Seorang berteriak dengan suara keras.
Orang itu adalah seorang bandit yang selalu bekerja seorang diri di wilayah Cuan-tiong, namanya Pa-san-hou (harimau bukit Pasan) Ui Tay-hu Sejak permulaan tadi ia sudah merasa gatal tangan dan ingin turun tangan sendiri untuk menghajar Liong-heng-pat-ciang yang "bernama kosong"
Itu.
Tonghong ngo hengte berdiri di sisi gelanggang, tegang dan siap siaga, mereka saling pandang sekejap, rupanya mereka enggan menyaksikan pertarungan itu lagi se akan2 kecewa oleh ketidak becusan Liong-heng-pat-ciang Tham Beng, juga se-akan2 yakin Liong heng-pat-ciang pasti dapat menangkan pertarungan itu, maka tak perlu mereka perhatikan lagi.
"Kiong Cing-yang mungkin tak tahan lagi"
Tonghong Kiam berbisik setelah memandang sekejap sekitar arena.
"biar kugantikan dia!"
Tapi Tonghong Tiat segera menggeleng kepala sambil berbisik.
"Kita tak boleh bertindak gegabah agar keadaan tidak semakin kalut. Coba lihat sudah jelas dalam beberapa gebrakan saja paman Tham dapat membereskan Sin Jiu Cian Hui, tapi nyatanya dia tidak menggunakan kungfu yang sebenarnya, dia takut bila Cian Hui dikalahkan, tentu lebih banyak orang yang akan maju. Ya, bila sampai Cian Hui kalah, pertarungan massal pasti akan terjadi. waktu itu tentu lebih banyak korban yang akan berjatuhan, paman Tham sendiri saja tak berani yakin dapat lolos dan sini, apalagi kita?"
"Masa kungfunya lebih lihay daripada kita?"
Tanya Tonghong Kiam sesudah merenung sebentar Tonghong Tiat mendengus.
"Kungfu orang ini sukar diukur, setiap kali bertarung dia tak pernah menggunakan segenap kepandaiannya jangankan kita, ayah sendiripun tak dapat menilai berapa dalam kungfu nya yang sebenarnya"
Sementara mereka blcara, bahu kanan Koay-be sin to Kiong Cing-yang telah terhajar oleh tongkat Siang lt-ti.
Sambil mengaduh kesakitan orang she Kiong itu memberikan perlawanan yang gigih Tonghong Kiam mengerutkan dahi seraya berseru "Kita harus bertindak, bila terlambat Kiong Cing-yang pasti akan mampus di ujung tongkat Siang lt-ti""
"Ai, tampaknya kita bersaudara memang harus turun tangan,"
Kata Tonghong Tiat sambil menghela napas.
"
Bagaimanapun kita tak boleh membiarkan Kiong Cing-yang mampus di tangan orang"
Semenjak tadi, Tonghong Kang dan Tonghong Ouw sudah habis kesabarannya, begitu mendengar perkataan Toakonya, semangat mereka segera berkobar.
"Jika mau turun tangan, kita jangan membuang waktu lagi."
Seru Tonghong Kiam dengan penuh semangat Air muka Tonghong Tiat berubah serius tak lama ia memberi komando.
"Serbu!"
Diiringi suara dentingan nyaring, cahaya senjata gemerdep menyilaukan mata, hawa pedang serasa menyayat badan, serentak Tonghong Tiat, Tonghong Kiam, Tonghong Kang dan Tonghong Ouw melolos senjata masing-masing.
Tindakan ini segera di sambut dengan kehebohan di pihak lain, belasan laki-laki kekar yang semula berdiri di atas meja dan kursi serentak melompat mundur bersiap siaga.
Dari sudut kiri melompat maju pula belasan laki-laki dengan senjata lengkap, disusul munculnya belasan cahaya mengkilat di sudut kanan.
Pi-san hou Ui Tay-hu sendiri juga melolos kapak besar dari pinggang dengan mata melotot.
Liong-heng pat-ciang Tham Beng melihat gawatnya situasi segera ia berpekik nyaring dan bertindak cepat, kedua telapak tangannya direntangkan dan melepaskan serangan maut.
Di Waktu itu Cian Hui sedang menyerang dengan liong ciong jiu (pukulan berantai), ketika dilihatnya songsongan telapak tangan Tham Beng membawa angin serangan yang kuat, ia jadi kaget.
"Celaka!. teriaknya di dalam hati, sekarang ia baru menyadari akan kelihayan Tham Beng, jelas selama ini jago tua itu hanya berpura-pura belaka, namun sudah terlambat, suatu benturan keras tak bisa dihindarkan lagi.
"Plak!"
Cian Hui merasa sekujur badan bergetar keras, ia tak mampu berdiri tegak lagi dan terpental sejauh lima depa dari posisi semula.
Walaupun tubuhnya berhasil ditegakkan kembali, darah kental tak urung meleleh di bibirnya dalam keadaan begini seandainya Tham Beng menambahi dengan suatu pukulan lagi niscaya dia tak mampu menangkis.
Di pihak lam, Kim-keh Siang It-ti telah memutar tongkat dan siap membinasakan Koay-be sinto Kio.ig Cing yang.
Cepat Tonghong-hengte menerjang maju untuk memberi bantuan, tapi kawanan jago yang lain menyongsong kedatangan mereka suasana jadi gawat.
Di tengah ketegangan inilah tiba-tiba terdengar suara derap kuda yang ramai berkumandang dari luar disusul seorang berteriak nyaring "Congpiautau, kami telah siap semua di sini, apakah engkau mengalami apa-apa"? Bagaimana apakah kami perlu masuk ke situ?"
Suara itu sangat keras, sepatah demi sepatah dapat terdengar dengan jelas ini membuat para jago dalam ruangan jadi terperanjat. Diam-diam Sin jiu Cian Hui mengeluh "Wah, ternyata dugaanku tidak meleset!"
Tham Beng memang sudah mempersiapkan diri, Tonghong-hengte juga berpikir "Tak tersangka paman Tham bisa bertindak secermat ini, rupanya sudah mempersiapkan diri sebelum datang ke mari, kalau begitu percumalah bantuan kami berempat." "Siapakah yang datang?"
Demikian Liong-heng pat ciang sendiri juga sedang berpikir keheranan, kedatanganku kemari sama sekali tidak diketahui orang2 dari cabang kantor di daerah Kanglam, lagi logat orang itu terasa asing bagiku, siapakah dia?"
Dengan sendirinya rasa herannya tak sampai diperlihatkannya seketika itu semua orang sama merandek, tidak ada yang berani turun tangan lagi secara gegabah, sementara itu suara derap kuda di luar masih terdengar, entah berapa orang dan berapa banyak kuda yang datang!"
Yang pasti di antara derap kaki kuda yang ramai terdengar suara bentakan nyaring yang bertenaga, jelas kawanan yang dikirim pihak "Hui-liong-piaukiok"
Ini rata-rata berkepandaian tinggi.
Setajam sembilu sinar mata Liong-heng-pat-ciang menyapu sekeliling tempat itu, ternyata tak seorang di antara para jago itu berani beradu pandang dengan dia, mereka semua menundukkan kepalanya rendah-rendah.
Kim-keh Siang it-ti dan Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong yang sebetulnya ingin menggagap ikan di air keruh juga tak berani berkutik atau berbicara bahkan setelah mendengar suara bentakan tadi mereka sama kuatir tak bisa mengundurkan diri dari situ dengan selamat.
Sin jiu Cian Hui sendiri masih berdiri tegak namun air mukanya hijau kelam noda darah masih membekas di ujung bibirnya, dibawah cahaya lampu tertampaklah perkasanya tokoh yang terdesak ini.
Padahal barisan panah sudah siap di luar halaman, senjata juga sudah dilolos dari sarungnya namun setelah mendengar derap kaki kuda yang ramai di luar itu, tak seorangpun berani berkutik malah mereka yang berdiri dekat jendela diam-diam menggeser ke ruang tengah, tak seorangpun di antara mereka berani melongok keluar.
"Tham-congpiautau!"
Suara di luar kembali berteriak.
"Perlukah kami menyerbu ke dalam?"
Tiba-tiba Liong-heng-pat-ciang terkejut sekarang ia dapat mendengar kejanggalan suara teriakan tersebut.
Dia tahu dengan jelas, semua Piautau yang bekerja di perusahaan Hui-hong-piaukiok baik di kantor pusat atau kantor cabang, tak seorangpun yang menyebut dia dengan "Tham-congpiautau"
Itu berarti orang yang berada di luar itu harus disangsikan.
Sekalipun menemukan kejanggalan tokoh sakti dari dunia persilatan ini masih bersikap dingin di mana sorot matanya memandangi kawanan itu sama menunduk dengan takut.
Satu ingatan cepat melintas dalam benaknya, hahaha ia tertawa dingin, lalu berseru.
"Selama hidup aku tak pernah membunuh musuhku sampai ke-akar2nya, biarlah hari ini kuampuni jiwa kalian semua"
Lalu sambil berpaling, serunya lagi "Tonghong-siheng, Ciong-yang, kita mundur"
Tonghong ngo-hengte saling pandang sekejap diam-diam mereka mengagumi kebijaksanaan Liong-heng-pat ciang ini, tanpa banyak bicara serentak mereka beranjak dari situ.
Ketika Liong-heng-pat-ciang melangkah keluar ruangan, para jago sama menyingkir ke samping dan memberi jalan, mereka menunduk lesu, tak seorangpun berani angkat kepala bertatap pandang dengan dia.
Menyaksikan semua itu.
Sin-jiu Cian Hui menghela napas panjang, sepucat mayat wajahnya, tanpa mengucapkan sepatah katapun ia berpaling ke belakangm ditatapnya sepasang "lian"
Di atas dinding itu dengan termangu.
Lama sekali, matanya berkaca-kaca dan akhirnya titik air mata jatuh membasahi pipinya, air mata itu berbaur dengan noda darah di bibir dan membasahi jenggotnya.
Sekokoh batu karang dan tegap langkah Liong heng-pat-ciang ketika melewati halaman luar, tiba-tiba ia berseru "Tonghong-si-heng, lewat sini!"
Segesit burung walet dia melambung ke atas dinding pekarangan lalu melayang kekuar, Tonghong-hengte tertegun, namun cepat juga mereka menyusul dari belakang.
Di antara gulungan debu yang beterbangan di udara, kuda berlarian ke sana kemari.
Hanya saja, semua pelana kuda itu kosong tak berpenunggang, di kejauhan tiga sosok bayangan abu-abu sedang menggerakkan kuda-kuda itu sekilas pandang dapat diketahui mereka adalah tiga bersaudara Mo dari Pak-to-jit-sat.
Mereka tidak ayal lagi masing-masing melompat ke atas kuda dan melarikan kudanya sekencang-kencangnya meninggalkan tempat tersebut.
-o0o- ooo -oOo- Begitulah, meskipun dalam pertemuan Toan-yang di perkampungan Long bong-san-ceng tidak menghasilkan keputusan apa-apa, pertarungan yang mendebarkan hatipun tidak menghasilkan keputusan siapa menang dan siapa kalah, tapi pertarungan itu telah menggetarkan dunia persilatan dan juga sangat besar mempengaruhi dunia persilatan.
Sejak tokoh misterius berkedok di masa lampau meruntuhkan beberapa Piaukiok dengan tokoh pimpinannya di utara dan selatan sungai besar, dunia persilatan yang tenang kembali bergolak oleh terjadinya peristiwa itu, dan pergolakan itu ternyata mempunyai hubungan yang sangat erat dengan seorang pemuda yang lemah dan amat sederhana.
Demikian rendahnya mutu ilmu silat pemuda itu bahkan boleh dibilang sama sekali tak berkepandaian silat.
Akan tetapi tersiar di dunia Kangouw sebagai seorang tokoh maha sakti dan berilmu tinggi yang sukar diukur.
Pemuda itu berasal dan keluarga yang biasa dengan kehidupan yang penuh penderitaan tapi dalam dunia persilatan tersiar kabar bahwa dia adalah keturunan dan keluarga ternama, atau murid dari seorang tokoh maha sakti yang hidup mengasingkan diri di luar samudera.
Pemuda yang berhati mulia, bijaksana dan jujur itu ternyata dikabarkan sebagai seorang pemuda yang licin dan berotak tajam, sebab dengan usianya yang masih begitu muda ternyata ia sanggup menjadi Kanglam-lok-lim-bengcu.
Pemuda yang menghebohkan itu bernama Hui Giok.
Tapi orang persilatan tak pernah menyebut namanya secara langsung, mereka menghormatinya dengan sebutan Hui Taysianseng, tuan besar Hui.
Begitulah, Hui Giok yang masih muda belia dan sederhana dilukiskan sebagai tokoh yang misterius oleh orang2 di dunia persilatan ini/ -oo0oo- -oo0ooKoleksi
KANG ZUSI Seusai pertempuran di Long bong san-seng Tonghong-hengte segera pulang ke benteng Huilengpo.
Keesokan harinya setelah mereka tiba di rumah, muncul delapan belas orang laki-laki kekar yang membawa harta kekayaan bernilai sepuluh laksa lebih dan mohon bertemu dengan Siaupocu (tuan muda) dari Hui-in-po.
Rupanya setelah pertarungan sengit itu pihak Long-bong san-ceng, Kim keh pang dan Jit-giau tui-hun masih belum melupakan taruhan mereka yang luar biasa itu.
Bagaimana dengan Liong-heng pat-ciang Tham Beng? Sejak pertarungan berakhir, ia segera pulang ke Tionggoan, untuk sementara waktu ia tidak melakukan gerakan apa pun.
Tapi semua orang tahu, tokoh persilatan yang luar biasa ini tak nanti akan melepaskan Sin jiu Cian Hui dengan begitu saja, pertarungan sengit yang kedua kalinya cepat atau lambat pasti akan berlangsung lagi, dan di dalam pertarungan tersebut baik mungkin akan berakhir seperti pertama kalinya, sebelum menang atau kalah diketahui.
Selain daripada itu, dalam pertarungan tersebut nanti kecuali akan melibatkan orang-orang Hui-liong-piaukiok dan Long-bong-san-ceng, kawanan jago dari kedua belah tepi sungai besarpun akan terlibat karenanya setiap umat persilatan sama menunggu tibanya saat pertarungan itu dengan hati berdebar.
Tentang keberhasilan Liong-heng pat-ciang mengundurkan diri dari perkampungan Long-bongsanceng pun dalam dunia persilatan tersiar beberapa macam isyu, tapi apa gerangan yang sebenarnya terjadi, sampai saat terakhir belum juga terungkap maka nama besar Liong-heng-patciang semakin tersohor.
makin disegani dan makin cemerlang.
Kejadian semacam itu cukup menggembirakan, cukup menggemparkan tapi perhatian orang persilatan tidak terletak pada peristiwa itu.
Perhatian dan kegembiraan mereka terletak pada...
-0- -0 - -0- Bulan sembilan telah tiba namun hawa masih terasa panas.
Angin musim rontok mulai berhembus, langit cerah dan bersih dan gumpalan awan.
Jalan besar antara kota Ki-bun sampai bukit Hong-san yang pada hari2 biasa sangat jarang dilalui orang, tiba-tiba saja berubah menjadi ramai banyak orang yang bermunculan di situ.
Yang lebih mengherankan lagi sebagian besar pejalan kaki itu adalah kawanan jago silat yang bersenjata lengkap, tentu saja ada pula yang membawa kuda, tapi yang mengherankan ternyata kawanan jago itu muncul secara berkelompok.
Jangan-jangan di puncak Hong-san telah terjadi suatu peristiwa besar yang menggetarkan dunia? Tapi kalau dilihat dan sikap mereka yang berlari seenaknya hal ini tak mungkin terjadi.
Sepanjang perjalanan mereka bergurau dan saling menyapa, perjalanan dilakukan sangat lambat.
seakan-sekelompok manusia iseng yang bersama-sama mencari hiburan sehabis bersantap, yang lebih aneh lagi ada sekelompok penjual makanan dan- pedagang kecil yang ikut bergabung jadi sekelompok, ada yang jual makanan dan minuman, ada pula yang jualan baju sepatu dan alat kebutuhan lainnya, dagangan mereka berjalan lancar ini menunjukkan bahwa kelompok yang sangat aneh ini sudah lama bergabung, bahkan telah melakukan perjalanan yang cukup jauh sebelum sampai situ.
Mereka berjalan amat lambai sebentar2 berhenti lalu berjalan lagi, ada kalanya muncul pula sekelompok manusia dari belakang dan bertanya kepana rombongan yang berada di depan dengan penuh ketegangan.
"Bagaimana? Sudah ada kabarnya?"
Demikian mereka saling bertanya.
"Kabar? Kabar apa yang dimaksud? Kabar penting apakah yang menarik perhatian khusus dari kawanan jago persilatan itu? Berita apakah yang membuat kawanan jago itu tak segan-segan jauh-jauh dari Tionggoan datang kemari untuk bergabung dengan rombongan itu? Kurang-lebih beberapa tombak di depan rombongan itu terdapat pula sekelompok jago persilatan, hanya jumlah mereka tidak banyak, total jendral cuma enam orang, meski begitu sikap mereka jauh lebih tegang dan serius daripada rombongan yang di belakang, dan lagi mereka selalu menjaga selisih jarak tertentu dengan mereka. Sama juga dengan rombongan yang berada di belakang, mereka selalu bertanya dengan lirih "Sudah ada kabar??"
Di antara mereka segera ada yang memburu ke depan dan menengok beberapa kejap bila mendapat pertanyaan itu, hanya mereka tak berani berjalan terlalu dekat karena dari depan mereka seringkali menggelegar bentakan bentakan yang dingin dan menyeramkan.
"Enyah jauhjauh dari situ?"
Jika bentakan itu terdengar, mereka lalu cepat2 berlalu dan menggeleng kepala dengan lesu gelengan itu berarti.
"Belum ada kabamya!"
Kabar? Lagi-lagi kabar? sebenarnya kabar apa yang sedang mereka nantikan? Di antara sekian orang, hanya seorang laki-laki yang paling menarik perhatian laki-laki itu bertubuh kekar tegap, bercambang, berotot, memakai baju merah dan ikat kepala warna merah pula.
Ia berjalan sambil menuntun seekor kuda bagus berwarna merah juga meski lambat sekali langkahnya, namun air mukanya tampak gelisah, bahkan seringkali menyumpahi "Sialan"
Sialan benar! Bukan orang lain yang ditunjuk, justeru aku yang ditugaskan melakukan pekerjaan berat ini"
Pada hal dia sendirilah yang minta ditugaskan untuk pekerjaan berat ini.
Kalau jengkel kadang-kadang dia terus kabur ke bagian belakang sana untuk minum arak dan makan enak.
Dalam keadaan demikian, pasti banyak orang yang berebutan membayarkan rekeningnya, tujuan mereka hanya ingin bertanya.
"Pau-lotoa. bagaimana? Sudah ada kabar?"
Kalau pertanyaan itu sudah dilontarkan, dengan jengkel laki-laki baju merah itu akan membanting mangkuk araknya di meja sambil mencaci maki "Kabar apa? Hm, kentut pun tak ada, mungkin kita harus menunggu tiga-lima tahun, lihat saja ..sialan, sepatupun aku sudah ganti dua pasang."
"Ya, betul!"
Orang laki menanggapi sambil tertawa.
"kalau sepatu Pau-lotoa berlubang, memang sukar mencarikan gantinya"
Seorang pedagang kecil yang berada di sisinya dengan cepat berteriak "jangan kuatir, telah kusiapkan beberapa pasang sepatu merah yang besar tanggung cocok ukurannya!"
Gelak tertawapun terdengar laki-laki baju merah memaki sambil tertawa "Sialan, pintar juga caramu mencari duit!" - Dan ia pun berlalu dari situ, sekalipun sikapnya angkuh dan rada latah, namun terhadap seorang berjubah panjang di antar keenam orang itu, sikapnya ternyata menghormat.
Sering pula dia melirik seorang laki-laki kurus kecil dengan rada takut-takut, jika orang itu berpaling kearahnya sambil tertawa.
maka cepat-cepat dia melengos ke arah lain.
Dalam dunia persilatan laki-laki baju merah itu mempunyai nama yang cukup tersohor dia adalah orang kedua dari Kim keh-pang, orang menyebutnya sebagai Keh-koan (si jengger ayam) Pau Siau thian.
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lelaki berjubah panjang ini adalah satu-satunya orang yang mengenakan jubah panjang dan tindak tanduknya ramah-tamah, tapi orang lainpun bersikap menghormat kepadanya.
Orang ini bertubuh kurus, sedikit berjenggot usianya sekitar empat puluhan, sekilas pandang dandanannya mirip Siucay yang tidak lulus, mirip juga seorang saudagar kaya, sekalipun melakukan perjalanan di bawah terik matahari, ia tidak nampak lelah.
Kadang-kadang ia bersenandung juga beberapa lagu, mungkin lirik lagu itu ia karang sepanjang perjalanan menuju Hong-sea.
Kendati demikian ia jarang bercakap dengan orang di sekitar, dibalik keramah-tamahannya terselip juga sikapnya yang angkuh, hal ini disebabkan karena asal usulnya memang tidak boleh diremehkan.
Orang ini adalah pengurus rumah tangga Hui leng-po yang tersohor di Kanglam di Hui-leng-po orang menyebutnya sebagai "Koan Ji,"
Sedang orang lain menghormatinya, dengan sebutan "Koan jiya "
Tidak kecuali laki-laki kurus kering di sisinya, Karena wajahnya selalu berseri dihiasi senyuman.
Lain halnya dengan laki-laki kurus kering itu, sikapnya terhadap orang lain selalu sinis, seolah tak sudi bergaul dengan orang lain, sendirian menunggang keledai hitamnya, tapi tak berani juga terlampau cepat ke depan, sebenarnya si laki laki baju merah atau si Jengger Ayam Pau Siauthian hendak mencarikan kesulitan baginya siapa tahu orang cukup cerdik, ia dapat menghadapi keadaan dengan cekatan, maka akibatnya Pau Siau-thian sendiri yang telan pil pahit malah.
Tampaknya ilmu meringankan tubuhnya cukup tinggi juga keledai hitam tunggangannya itupun kurus dan kecil.
Jelek-jelek begitu dia mempunyai nama yang cukup termashur, dia adalah piauthau kenamaan dari Hui-liong piaukiok, orang menyebutnya sebagai Hek-lu-tui-hong (keledai hitam pengejar angin) Cia Pin.
Pada hakikatnya tak ada orang yang memerintahkan dia mengikuti rombongan enam orang itu, ia berbuat demikian karena sukarela, sebab dia tertarik dan menaruh perhatian khusus terhadap berita itu.
Wajah yang cukup dikenal lainnya adalah seorang tokoh penting dan Long-bong-san-ceng dia bernama Tiat-suipoa (suipoa baja) Yu Peng.
Orang itu diikuti oleh seorang pemuda tampan yang berusia enam-tujuh belas tahunan, pemuda itu malas bekerja, Yu Peng menyebutnya sebagai "Mia-su".
si kutu buku, pemuda tersebut taklain adalah kacung si Sin jiu Cian Hui.
Masih ada seorang lagi bertubuh gemuk seperti babi, badannya selalu basah kuyup oleh peluh, napasnya tersengal dan seringkali merogoh saku mengambil sekeping dendeng dan dijejalkan ke dalam mulut.
Orang ini kocak potongan badannya, selalu tertawa bila bertemu orang, apapun yang ditanyakan kepadanya ia selalu menjawab tak tahu.
Sebaliknya jika dia yang bertanya, senyumnya akan membuat orang mau-tak-mau menjawab dengan sejujurnya.
Karena gemuk dan tindak tanduknya yang dogol semua orang jadi keheranan kenapa Jit-giautui hun Na Hui-hong yang cermat itu bisa mengutus orang tolol untuk melaksanakan tugas ini.
Ia menyebut dirinya sebagai "Ong Tek ko, sebaliknya orang lain menyebutnya sebagai Ong gendut.
Di mana orang-orang itu tiba, sekalipun dusun yang paling miskin juga secara tiba-tiba akan menjadi ramai dan makmur, hanya saja gerak-gerik mereka sama sekali tidak leluasa sebab di belakang itu mengikut rombongan lain ke mana pun keenam orang itu pergi, sebaliknya ke enam orang yang di depan pun mengikuti rombongan lain yang berada di paling depan.
Kurang-lebih belasan tombak di depan rombongan keenam orang itu terdapat pula rombongan lain, mereka tak lain-tak-bukan adalah Leng-kok siang-bok dan Hui Giok.
Sepanjang perjalanan Leng-kok-siang bok jalan amat lambat, di mana ada pemandangan alam yang indah, mereka berhenti untuk menikmatinya waktu mereka meninggalkan lembah sana memang bertujuan pesiar dan menikmati pemandangan alam.
Ada kalanya, kedua orang itupun berbisik membicarakan sesuatu, hanya orang lain tak tahu yang mereka bicarakan.
Bagaimana, dengan Hui Giok? sebagian besar waktunya dihabiskan untuk merenung dan merenung terus, kadangkala ia mengeluarkan se
Jilid kitab-kitab itu sudah dibacanya sejenak senyuman di atas tersungging di ujung bibirnya, dan kitab itu disimpan kembali ke dalam saku.
Di pandang dari sikap mereka yang beqitu rileks, mereka seperti tidak sadar bahwa mereka bertiga telah menjadi berita yang menggetarkan dunia persilatan, mereka seolah-olah tak tahu bahwa di mana pun mereka tiba, dusun sepi akan berubah jadi ramai, puing yang berserakan akan berubah jadi dusun.
Selama empat bulan terakhir, pikiran pemuda seakan-akan hanyut ke dunia lain, ia tak pernah menaruh perhatian terhadap kejadian di sekelilingnya, tak mendengarkan pembicaraan disekitar.
ia hanya tahu belajar, belajar dan belajar, bahkan ia pun tak menyadari bahwa kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar itu benar-benar mengerikan.
Setiap kali beristirahat di rumah penginapan Leng-kok-siang bok tentu mengajarkan beberapa macam kunci ilmu silat kepadanya, bila melanjutkan perjalanan pemuda itu disuruh membaca kitab.
Boleh dibilang mereka tak memberi peluang kepadanya, sebaliknya pemuda itupun tak memikir bahwa dirinya membutuhkan waktu untuk beristirahat, sebab bila pikirannya mulai melayang-layang, bayangan tubuh Tham Bun-ki segera akan mengisi kekosongan tersebut.
Ada kalanya, bila tengah malam tak bisa tidur, pemuda itu lantas memandang bintang yang bertaburan di langit sambil bertanya pada diri sendiru, haruskah aku menang? Ataukah harus kalah?"
Seandainya dia menang, Sin-jiu Cian Hui akan menggunakan segala kemampuannya untuk mendapatkan sepasang biji mata Tham Bun-ki yang dipertaruhkan itu, kadangkala timbul niatnya untuk mengorbankan diri, sebab kendatipun gadis itu telah melukai hatinya, akan tetapi ia tak rela menyaksikan orang lain mencelakainya.
Walau begitu, ia tak dapat mengendalikan perasaan ingin tahunya yang sangat, sampai kini meskipun baru pengetahuan dasar ilmu silat yang diajarkan Leng-kok-siang-bok kepadanya, namun semua itu belum pernah dikenalnya dahulu.
Dengan gembira seperti anak kecil yang di beri baju baru dia menerima semuanya itu, makin lama sikap dan air mukanya mengalami banyak perubahan.
cuma perubahan itu belum begitu kentara.
Ia sendiripun agak terkejut atas perubahan dirinya, dia belum tahu bahwa hal yang paling luar biasa di dunia ini adalah "pengetahuan"
Meskipun tidak berbentuk nyata, tapi pengetahuan bukan saja dapat mengubah jalan pikiran seseorang, dapat pula mengubah sikap serta wajahnya.
Sampai detik itu, Leng-kok-siang-bok masih belum tercengang oleh kemampuan Hui Giok yang dapat menyerap pelajaran yang diberikannya, kebanyakan orang memang amat cepat menerima dasar-dasar pelajaran.
Terhadap rombongan "ekor"
Yang selama ini membuntuti mereka, mereka pun tidak terlalu merasa muak atau sebal, sebaliknya mereka merasa gembira di samping rasa ingin tahu, bahkan secara diam-diam mereka pun mengamati gerak-gerik orang-orang itu.
Kadangkala Leng Han-tiok sengaja bertanya kenapa tidak kita hindari saja kuntitan makhlukmakhluk yang menjemukan itu?.
Sambil tertawa dingin Leng Ko-bok akan menjawab "Mereka tidak menghindari kita, masa kita harus menghindari mereka?"
Maka lambat laun Hui Giok mulai dapat mengenali watak yang sebenarnya dan kedua kakek itu.
Dia tahu, di balik wajah yang dingin kaku dari kakek itu sebetulnya tersembunyi perasaan yang hangat.
Begitulah, dengan langkah seenaknya akhirnya sampailah mereka di bukit Hong-san yang tersohor keindahan alamnya Leng-kok-siang bok berdua akan mencari suatu tempat yang sepi untuk mengajarkan serangkaian ilmu silat yang sulit Hui Giok.
-OO00O- 0000OSi Jengger Ayam Pau Siau-thian berdiri di atas punggung kuda sambil meneropong ke depan, ia merasa gembira dan bangga sebab di kejauhan terdengar ada orang berkeplok memuji "Tak nyana Pau-lotoa mahir benar menunggang kuda!"
Hek-lu-tui-hong (si keledai hitam pengejar angin) Cia Pin menjengek dan menimpali "Ya. memang hebat! Bandit kuda dari perbatasan tak lebih juga cuma begitu saja."
Diam2 Pau Siau-thian menyumpah di dalam hati, masa dirinya disamakan dengan kaum bandit. Tiba2 dilihatnya Leng-kok-siang-hok dan Hui Giok sudah mulai mendaki gunung, maka ia pun berteriak "mereka sudah naik gunung!"
Dengan gaya Yau-cu-hoan-sin (burung belibis berjungkir balik) ia melompat turun dan kudanya jangan kira badannya tinggi besar dan kaku, ternyata ilmu meringankan tubuhnya tidak jelek.
Koan-jiya menghela napas panjang, setelah melirik sekejap ke arah rombongan di belakangnya pelahan ia berkata, setelah begini, pegunungan yang indah ini pasti akan rusak."
Ia tak berani membayangkan bagaimana jadinya bila orang sebanyak itu sekaligus mendaki bukit kenamaan itu, tentu akan merusak keindahan alam di sana. Tiat-suipoa Yu Peng tersenyum.
"Kalau begitu kita tak usah naik gunung bersama-sama". katanya "asalkan ada dua-tiga orang yang ikut naik ke sana kan sudah cukup, sedang lainnya menunggu di kaki bukit kau sama saja"
"Ya, betul! Memang harus begitu"
Teriak Koan jiya kegirangan, pendapat Yu-heng memang tepat tapi siapakah yang ditugaskan ikut naik ke atas gunung?"
"Kalau aku sih lebih suka minum arak di bawah bukit, hidupku akan terasa lebih tenteram "
Seru "si Jengger Ayam Pau Siau thian dengan cepat.
"Di antara kita hanya Pau heng dan Cia-heng yang memiliki ilmu meringankan tubuh paling sempurna,"
Tiat-suipoa Yu Peng berseru sambil tersenyum "Kukira kalian berdualah yang pantas menrima tugas ini?"
Cahaya kebanggaan sempat memancar dari balik mata Keh-koan Pau Siau-thian namun di mulut dia pura2 menghela napas panjang seraya berkata dengan lagak seperti apa boleh buat.
"Walau begitu. terpaksa aku harus melanjutkan perjalanan lagi."
"Aku tidak ikut."
Tiba2 Cia Pin yang bertengger atas keledai hitamnya menukas dengan ketus Tiat-suipoa tertegun mendengar perkataan itu, tapi dengan cepat ia berkata pula.
"kalau begini, biar aku saja yang membuntuti mereka !"
"Kalian tak usah pergi semua!"
Seru Cia Pin lagi "setelah mendaki Hong san, memangnya mereka tak akan turun lagi?"
Pau Siau-thian sengaja menengadah dan terbahak2.
"Hahaha... betul memang betul mereka tentu akan turun lagi."
Tertawanya berhenti setengah jalan. kemudian tambahnya dengan dingin.
"Tapi hehehe apakah mereka suka kita ikuti dari belakang? Tidak mungkinkah secara diam2 mereka akan kabur"
Menirukan lagak si Jengger Ayam, Hek lu tui liong ikut menengadah dan terbahak "Hahaha betul, mereka bisa kabur secara diam-diam"
Sesudah berhenti sebentar, lalu sambungnya dengan nada dingin.
"Jika mereka tidak menghendaki jejaknya kita ikuti, sejak mula sudah banyak kesempatan baik bagi mereka untuk kabur siapakah yang mampu menyusul kecepatan gerak Leng-kok-siang-bok? Jika dulu mereka tak kabur-kabur, mungkin kah sekarang mereka akan kabur?"
Dengan perawakannya yang kurus kecil, ketika menirukan gaya serta gerak gerik Pau Siau thiau maka tampaklah gayanya yang kocak dan lucu, bukan saja semua orang dibuat bergelak bahkan Koan-jiya yang alim pun ikut tertawa geli.
Tak terkirakan gusar Pau Siau-thian, matanya merah se-akan2 menyemburkan api.
Hek-lu-tui-hong tidak perduli kemarahan orang sambil menuntun keledai hitamnya pelahan ia menghampiri sebuah pohon yang rindang dan duduk di situ lalu memesan sayur dan arak untuk bersantap.
"Koan-jiya"
Serunya kemudian sambil tertawa "mari kita bergembira dengan bebas."
Sambil membelai bulu suri keledainya, ia bergumam lagi sambil tertawa"
"Nak, ada sementara orang ternyata lebih goblok daripadamu tahukah kau manusia manakah itu? Coba lihatlah, hawa begini panas, tapi mereka ngotot hendak naik gunung. Haha lihatlah kita, bukankah lebih nyaman duduk di sini?"
Tampaknya keladai hitam itu dapat memahami perkataan manusia, ia meringkik pelahan sambil anggukkan kepalanya, tentu saja mereka yang menyaksikan adegan ini tak dapat mengendalikan rasa gelinya.
Hanya Keh koan Pau Siau-than seorang yang tidak tertawa, mukanya berubah jadi pucat kehijauan, matanya yang merah hampir saja melotot keluar.
Untuk menyatakan bahwa ia tidak lebih bodoh daripada keledai, segera teriaknya dengan nyaring.
"Hm, siapa yang bilang aku mau naik ke atas? Sejak tadi aku memang ingin duduk di sini!"
Dengan langkah lebar dia menghampiri penjual makanan. setelah membeli daging dan arak ia pun bersantap dengan lahapnya. Sementara itu Tiat-suipou Yu Peng juga sedang berpikir.
"Tampaknya apa yang dikatakan Cia Pin memang betul juga."
Orang ini cukup cerdik, banyak akal dan pandai melihat gelagat, justeru karena kelebihan tersebut jenazah Koay-sin Hoa Giok yang sudah tertanam berhasil ditemukan oleh dia.
Karena kelebihannya itulah maka Sin-jiu Cian Hui mengutusnya untuk mencari berita, bila orang lain, mungkin sejak dulu ia sudah bentrok dengan Cia Pin yang sombong dari Hui-liong piauwkiok.
Begitulah, setelah berpikir dia sendiripun ikut duduk di bawah pohon untuk beristirahat.
Sementara Ong gendut dengan senyum manis selalu menghiasi wajahnya juga sudah duduk di bawah pohon untuk makan minum.
Maka di kaki bukit Hong-san lantas berubah menjadi suatu dusun yang ramai, meski dusun yang bersifat sementara.
Ketika malam hampir tiba, di sekitar tempat itu bermunculan lagi penjual lentera, penjual makanan dan penjual arak, mereka berdatangan dari sekitar kota Ci-bun, kawanan jago silat itu duduk berkelompok mengitari lampu lentera sambil berpesta pora, ketika angin malam berembus, terasalah hawa yang sejuk.
Tapi sehari sudah lewat tanpa kabar, menyusul kemudian hari kedua dan hari ketiga Leng koksiang- bok maupun Hui Giok belum juga muncul di kaki bukit.
oOo oOOo oOo Di atas Hong-san ada awan, ada pohon siong batu karang serta sumber mata air Lautan awan di Hong-san begitu indah dan sedap dipandang.
Lautan pohong siong membentang luas, batu padas berwarna warni, entah berapa banyak penyair dan pelukis yang terpesona oleh keindahan di puncak gunung tersebut.
Pedang Angin Berbisik -- Han Meng Elang Terbang Di Dataran Luas -- Tjan Id Legenda Kelelawar -- Khu Lung