Ceritasilat Novel Online

Seruling Samber Nyawa 3


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Bagian 3




   Seruling Samber Nyawa Karya dari Chin Yung

   
Sekali ini baru Thian siu su cia paham bahwa Giok-liong sengaja tidak mau terima kemurahan akan serangan tiga jurus terdahulu ini, keruan bukan kepalang rasa hatinya, tapi ia segan pula membuka mulut.

   Dalam pada itu, Giok liong sudah selesai melancarkan tiga jurus serangan pura-pura, lantas katanya.

   "Tuan marilah jangan main sungkan-sungkan lagi !"

   Ringan sekali tubuhnya melayang mundur lima kaki.

   Kelima Hiang-cu yang berdiri membelakangi jurang diatas ngarai itu, melihat betapa congkak sikap Giok liong ini, diamdiam mereka membatin, bocah ini tidak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi, hari ini terhitung dia pasti mampus.

   Jilid 03 Terdengar Thian-siau-su-cia mendengus hina, jengeknya.

   "setelah kau tidak mau terima kemurahanku akan ketiga jurus serangan tadi, nanti jangan kau menyesal bahwa aku telah berlaku telengas dan keji kepada kau !" "Hahahahaha, legakan hatimu dan silakan turun tangan saja, Siapa bakal menang atau kalah masih sukar ditentukan."

   Dimulut ia bersikap temberang, namun diam-diam ia bersiaga dengan mengerahkan hawa Ji-lo dalam tubuhnya untuk bersiap siaga menghadapi setiap perubahan.

   Terhadap Hiat-nong-pang dan Kim-i-pang dia merasa dendam dan membenci sampai ke tulang sumsum.

   Saat mana bara dendam kesumat sudah membakar dadanya.

   Menghadapi salah satu tokoh dari Hiat-hong-pang yaitu Thian siu-su-cia le Pang timbul rasa simpatiknya, terasa olehnya bahwa orang ini tidak sejahat dan seburuk apa yang pernah dipikirkan, sedikitnya dia masih mempunyai sikap gagah sebagai kaum persilatan.

   Sementara itu sedikit mengangkat tangan Thia l-siau-su-cia le Pang berkata.

   "Tuan hati-hatilah !"

   Membarengi ancamannya selicin belut tiba-tiba tubuhnya melejit kesamping kiri Giok-liong, kelima jarinya dirangkap terus membacok miring laksana sebilah pedang yang diarah adalah jalan darah King-bun hiat dibawah ketiaknya.

   Giok-liong tersenyum geli, kaki kanan menggeser setengah langkah kebelakang, sedang tangan kanannya diulur mencengkeram pergelangan tangan kanan Thian-siu-su cia.

   Thian-siu-sucia juga perdengarkan jengeknya, matanya memancarkan kilat hijau, dimana tangan kiri terayun seketika terbitlah angin lesus yang dibayangkan dengan pukulan tangan yang memenuhi udara sekitarnya.

   Hampir dalam waktu yang bersamaan dengan gerakan kilat dilandasi tenaga ampuh serentak ia lancarkan empat belas kali pukulan serta delapan kali tendangan.

   Baru sekarang benar benar Giok-liong terkejut, sedemikian cepat tahu-tahu angin pukulan musuh sudah hampir mengenai tubuhnya, dalam gugupnya tiba-tiba tubuhnya menjengkang kebelakang, disusul tumitnya sedikit menjangkit, tubuhnya lantas melenting miring kebelakang secepat anak panah meluncur.

   Baru saja tubuhnya melenting mumbul, pinggangnya lantas ditekuk dan berjumpalitan ditengah udara serta menyedot hawa murni dalam-dalam, dengan gaya yang indah sekali tubuhnya melengkung turun, dimana kedua tangannya menari-nari dengan bayangan pukulan yang dahsyat ia meluncur turun mengeprok batok kepala Thian siu-su cia.

   Thian-siu cu cia mengekeh panjang, kedua kakinya sedikit ditekuk dengan gaya berjongkok ini ia kerahkan dua belas tenaga murninya terus mengayunkan kedua lengannya.

   Langsung menyambut kedatangan pukulan Giok-liong, sengaja ia hendak menjajal dengan latihan Lwekangnya selama puluhan tahun itu untuk menandingi kekuatan Giok-liong.

   "Bum . ...byeerr ... ."

   Ledakan yang lebih hebat dan dahsyat membuat alam sekitarnya gelap gulita angin badai membumbung tinggi sehingga batu dan pasir beterbangan seketika itu juga dua bayangan orang terpental berpisah kedua jurusan, sekarang Giok-liong dan Thian-siu su-cia berdiri berhadapan terpaut satu tombak.

   Adu pukulan kali ini ternyata sama-sama kuat alias seri.

   Adalah Thian-siu-su-cia sediri diam-diam bercekat hatinya, batinnya.

   "sungguh tak nyana sedemikian kuat tenaga dalam bocah cilik ini, betapapun aku harus hati-hati"

   Karena pikirannya ini ia kerahkan hawa murninya untuk melindungi badan, sorot matanya memancarkan sinar kehijauan, mendongak keatas ia bersuit panjang melengking menembus angkasa, Kedua tangan ditekuk bersilang mulailah ia kerahkan ilmu pukulannya yang dinamakan Thiau-siu-sacap- chit-ciang, seluruh tubuhnya bergetar hebat membawa gulungan hawa hitam seperti gugur gunung terus menerjang kearah Giok-liong.

   Dalam adu kekuatan tadi Giok-liong sudah kerahkan tujuh bagian tenaga murninya, begitu saling sentuh, darah segar mengalir balik dalam rongga dadanya, jantungnya lantas berdetak keras, secara mentah-mentah tubuhnya terpental balik dan meluncur jatuh lima kaki jauhnya.

   Sudah tentu bukan main kejut hatinya, sekarang melihat musuh menerjang dengan seluruh kekuatan seperti banteng ketaton, tanpa berani ajal lagi segera ia kerahkan Ji-Io sampai sepuluh bagian, jurus pertama dari Sam-ji-cui-hun-chit yaitu Cin-chiu segera dilancarkan, Dimana terlihat bunujj-imnnrrrniaT-rsgtetiiiifPn?a segera terbit kabut putih yang bergulung-gulung diselingi angin badai yang menderuderu.

   Begitu kabut putih dengan hawa hitam itu saling bentrok terdengar lagi dentuman hebat yang menggetarkan bumi.

   Para Hiangcu yang berdiri jauh menonton serta si jagal bermuka besi yang duduk bersila berobat diri agak jauh disebelah sana kontan merasa diri masing-masing diterpa hawa panas yang membakar kulit.

   Begitu bayangan hitam dan putih saling bentrok seketika tubuh mereka terbungkus oleh bayangan pukulan tangan yang serabutan sehingga susah dibedakan lagi mana hitam dan mana putih.

   Lambat laun kabut putih dan hawa hitam semakin tebal bergulung-gulung menjadi satu memenuhi alam sekeliling ngarai, ditengah gelombang kabut putih dan hawa hitam yang saling tumbuk dan bentok itu, terdengar juga angin pukulan yang menderu berat, kedua belah pihak sudah lancarkan ilmu pukulan masing masing yang paling dahsyat.

   Tanpa mengenal kasihan sang waktu terus berjalan tanpa meninggalkan bekas.

   Cuaca sudah mulai terang, dua orang yang bertempur diatas ngarai sekarang sudah kerahkan seluruh kekuatan hawa murni masing-masing, mereka berebut waktu untuk melancarkan serangannya lebih duIu, dalam bertempur gerak cepat macam ini, masing-masing harus berlaku gesit dan tangkas untuk menangkis atau menjaga diri serta melancarkan serangan yang paling ganas dan keji untuk secepatnya merobohkan lawan.

   Sekejap saja dua ratus jurus telah berlalu, namun sedemikian jauh belum tampak tanda-tanda mana lebih kuat atau asor, sekonyong-konyong Giok-liong berteriak melengking keras sekali dimana terlihat bayangan putih berkelebat seringan asap.

   Tenaga murni sudah terkerahkan sampai sepuluh bagian dengan jurus Hwat bwe, ia menyerang dengan sekuat tenaga.

   Sungguh menakjubkan begitu jurus kedua dari Sam-ji-cuihun- chiu ini dilancarkan seketika terjadilah pemandangan yang sungguh indah, terlihat sinar kelap-kelip berbintang seumpama gumpalan salju berkembang meluncur turun dari tengah angkasa, entah lambat atau cepat semua memberondong kearah Thi-an siu-su cia.

   Belum lagi jurus kedua ini memperlihatkan kewibawaannya, jurus ketiga yaitu Tiam-ceng juga sudah menyusul dilancarkan sebuah tangan kecil yang putih halus bak setan gentayangan saja layaknya tahu-tahu sudah melambai tiba didepan dada Thian-siu su-cia le Pang, tapi sebelum mengenai sasarannya ditengah jalan mendadak tangan itu membelok arah naik keatas tentu menepuk keatas batok kepalanya.

   Saking kejut Thian siu-su cia menggembor keras, saking gusarnya kedua tangan ditarik terus didorong kedepan berbareng, kabut hitam segera bergulung-gulung melambung keluar.

   Bersama itu dimana giginya menggigit kencang ujung lidahnya telah digigit sendiri sampai pecah berdarah.

   "crat"

   Segulung sinar merah berdarah langsung disemprotkan ketangan putih halus yang menyerang tiba.

   Dentuman dahsyat menggelegar menggoyangkan gunung menggetarkan bumi, batu dan pasir beterbangan batu gunung dimana tempat mengadu pukulan juga sampai retak dan berbolong sebesar lima kaki bundar.

   Berbareng pada saat pasir dan debu beterbangan itu, mendadak terdengar bentakan gusar.

   Kelima Hiangcu dari Hiat hong-pang itu mendadak melejit berbareng berubah lima bayangan hitam diselingi angin pukulan yang membadai terus menubruk kearah Giok-liong.

   "Blang". - sekali lagi terdengar dentuman yang bergemuruh, sebuah bayangan putih terjungkal sungsang sumbal terus terbanting keras diatas tanah bersalju, begitu pentang mulut kontan ia menyemburkan darah segar, pelanpelan dengan kedua sikutnya ia menyanggah tubuh terus bergegas bangun berdiri kedua kakinya terasa gemetar. Karena pengalamannya yang masih cetek dalam cara menghadapi musuh, sedikit meleng saja ia kena terbokong oleh gabungan pukulan yang dilancarkan oleh kelima Hiangcu itu. Sambil menyeringai iblis kelima Hiangcu maju lagi setindak demi setindak ... Sementara itu Thian siu-su-cia yang telah beradu pukulan melawan ilmu Sam-ji-cui- feua-chia yang dilancarkan Giokliong kini juga sudah merangkak bangun, dengan suaranya yang serak ia membentak gusar.

   "Para Hiangcu..."

   Tanpa berjanji serentak kelima Hiangcu menghentikan langkahnya berbareng menoleh kemari.

   "Kemari!"

   Sebagai komandan piket sekte utara kedudukan Thian-stu-su-cia ini sangat tinggi didalam Hiat-hong pang, kepandaiannya yang lihay merupakan salah satu jago yang paling dibanggakan dalam perkumpulan itu.

   Sekarang mereka diperintahkan mendekat walaupun dalam hati ingin membangkang tapi mereka tidak berani melanggar perintah, berbareng mereka berkelebat maju kehadapannya, tanyanya.

   "Bagaimana keadaan luka komandan ...

   "

   Thian-siu-su-cia mengulapkan tangan, setelah menenangkan semangatnya, sekuatnya ia buka mulut bicara.

   "Urusan malam ini, selesai sampai disini saja !"

   Saat mana Giok-liong sudah berengsot maju mendekap jubah luarnya yang putih sudah kotor berlepotan darah, jengeknya dingin.

   "Memang tidak memalukan, nama Hiathong- pang memang serasi benar dengan perbuatan kalian..."

   Belum habis ucapannya, Thian siu su-cia sudah bangkit berdiri sambil mengerut alis, serunya membungkuk diri.

   "Atas pelanggaran yang telah dilakukan oleh para Hiang-cu kami, harap suka dimaafkan ! Hari ini jelas sudah kalah... urusan malam ini ... baiklah setelah sampai disini saja! Selewatnya hari ini ... kelak kita tentukan lagi siapa lebih unggul dan kalah !"

   Habis berkata napasnya juga memburu, agaknya luka dalamnya juga tidak ringan.

   Salah satu diantara para Hiangcu itu seorang diantaranya seorang berusia pertengahan umur berbadan kurus tinggi dengan air muka kecut segera angkat tangan kepada Thiansiu- su cia, katanya.

   "Komandan, bocah ini sudah loyo kehabisan tenaga, lebih baik diringkus . ."

   "Kentut !"

   "plak, plok"

   Saking gusar kontan Thian-siu su-cia persen dua tamparan para Hiangcu yang kurang ajar ini, Dia sendiri karena menggunakan tenaga sekali lagi memuntahkan darah segar. Dua orang Hiangcu yang lain segera maju memapak badannya, katanya.

   "Komandan kau harus menjaga kesehatan badanmu !"

   Thiansiu-su-cia mendengus geram, katanya kepada Giokliong. Ma-siauhiap, ada satu hal yang ingin Losiu tanyakan, entah dapatkah kau memberi keterangan?"

   Sebenarnya keadaan luka Giok-Iiong juga tidak ringan, namun sekuatnya ia coba bertahan, sahutnya lirih.

   "Tuan ini tanya soal apa ?"

   "Apa hubungan tuan dengan Toji Pang Giok?"

   "Beliau adalah guruku."

   "Oh ... baik sampai jumpa lagi !"

   Berubah sir muka Thiansiu su-cis, sambil mengulapkan tangannya ia memberi perintah.

   "Mari kita pulang !"

   Kedua Hiangcu yang lain segera memayang si jagal bermuka besi Ang It-hwi yang sedang berobat diri itu, terus pelahan-lahan turun gunung.

   Giok-liong terlongong-longong memandangi punggung mereka menghilang dikejauhan, lalu ia menghela napas rendah, gumannya.

   "Oh Tuhan, rata-rata sedemikian tinggi kepandaian mereka, kapan dendam kesumat ini bisa terbalas ..."

   Air mata tak tertahan mengalir deras membasahi tubuhnya berlepotan darah itu.

   "Apapun yang bakal terjadi,"

   Demikian ia berpikir sambil menggertak gigi.

   "Dendam kesumat ini harus kubalas berlipat ganda ! Bunuh, akan kutumpas mereka ! Aku harus memperoleh pelajaran ilmu silat sakti, untuk ibu dan membalaskan sakit hatinya !"

   Sekonyong-konyong terdengar suara tawa cekikikan dibelakangnya, sebuah suara merdu berkata.

   "sungguh tidak malu, hanya terkena sedikit luka saja lantas menangisi."

   Hilang suaranya lagi-lagi ia tertawa genit berkakakan.

   Tergetar hati Giok liong, seorang diri menangis ditempat sunyi ini, ternyata sekarang konangan oleh seseorang, bukankah ini sangat memalukan! Dalam gugupnya segera ia menyeka air matanya terus memutar tubuh.

   Suara tawa genit yang terkekeh itu masih terdengar, lalu terdengar orang mengejek.

   "Aku sudah melihat kau menangis, seeepat-cepat kau menyeka air matamu apa lagi gunanya ?"

   Waktu Giok-liong memandang tegas, seketika matanya terbeliak, orang yang tertawa genit serta mengejek dan berdiri didepannya ini ternyata adalah seorang gadis remaja yang ayu jelita bsrpakaian serba merah.

   Tawa genit yang menggila itu ternyata keluar dari bibir yang kecil mungil itu.

   Memang begitu cantik wajahnya dengan mata yang jeli hidung yang mancung serta dadanya yang montok benar-benar potongan tubuh yang sangat memikat hati setiap laki-laki.

   Demikianlah juga Giok-liong tanpa merasa ia berdiri terpesona mematung ditempatnya.

   Setelah puas tertawa, tampak alis si gadis diangkat tinggi serta ujarnya aleman.

   "Eh, apakah aku elok ?"

   Tanpa sadar Giok-liong manggut-manggut.

   "Apakah kau suka kepadaku ?"

   Sungguh diluar dugaan Giok-liong orang bakal mengajukan pertanyaan seperti ini, sesaat ia tertegun tak tahu cara bagaimana ia harus menjawab.

   "Hm, agaknya kau tidak tahu, jadi kau hendak ambil keuntungan dari aku ?"

   Perasaan sebal dan benci seketika timbul dalam benak Giok liong, sambil mendengus ia terus putar tubuh tinggal pergi turun ngarai.

   Belum lagi ia melangkah jauh terdengar pula suara tawa genit yang mengiblis itu semakin keras dan menggila, disusul sebuah bayangan merah berkelebat tahu tabu gadis baju merah yang cantik itu sudah menghadang didepannya, alisnya dikerutkan dalam mulutnya cemberut, tanyanya.

   "Masa kati tidak ingin tahu siapakah aku ini ?"

   Alis Giok-Jiong juga berjengkit tinggi, sahutnya dingin.

   "selamanya aku belum pernah bertemu muka dengan nona, harap nona suka mengenal sopan sedikit."

   Lagi-lagi si gadis baju merah ini terkekeh genit dan semakin jalang, serunya.

   "Aduh, pura-pura malu kucing dengan istilah belum pernah jumpa apa segala. Justru sekarang aku minta kau segera menjawab pertanyaanku?"

   "Hm, kalau nona tidak mau menyingkir jangan menyesal kalau aku sampai turun tangan."

   "Aah garangnya, aku tidak mau minggir coba kau berani turun tangan."

   Timbul amarah Giok-liong, sambil menahan sakit "Wut"

   Langsung ia menampar ke depan. Bayangan merah berkelebat seketika ia rasakan sikut tangannya kesemutan seluruh lengannya itu lantas lemas semampai tak mampu bergerak lagi. Suara tawa jalang dari gadis merah itu terdengar pula.

   "saudara kecil, tabiatmu itu sungguh sangat kasar ..."

   "Cis, siapa menjadi saudaramu, hayo minggir ...

   "

   Dengan marahnya ia terus menerjang maju dengan langkah lebar.

   "Kembali lah!"

   Kontan ia merasa dirinya menumbuk sebuah dincing yang tidak kelihaian sampai badannya terpental balik dan terhuyung tiga langlah, darah dalam dadanya seketika bergolak, tenggorokan terasa panas darah segar terus menerjang naik kedalam mulut.

   Namun ia mengertak gigi, muntah-muntah ia telan kembali darah yang sudah menyembur keluar itu.

   Matanya mendelik mengawasi wajah gadis baju merah, semprotnya gusar.

   "Apa keinginanmu?"

   "Jawab pertanyaanku!"

   "Kalau aku tidak mau jawab?"

   "Hm, Takabur benar, jangan harap kau dapat pergi!"

   "Hah, aku Ma Giok-liong seorang laki-laki tak sudi diperas dan ditekan oleh perempuan yang jalang kotor seperti kau."

   Seketika berubah air muka gadis baju merah, meskipun memperlihatkan sikap tawanya tapi kini wajahnya itu sudah diliputi nafsu keji yang ingin membunuh, tawa jalangnya semakin keras, teriaknya.

   "Apa yang kau katakan tentang aku ini?"

   
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Perempuan jalang."

   "Plok!"

   Kontan Giok liong merasakan pipi kanannya pedas dan panas sakit sekali, tahu-tahu dia sudah terkena sebuah tamparan.

   "Hayo coba berani katakan tidak ?"

   "Perempuan jalang !"

   Bayangan merah berkelebat lagi, sejalur angin keras langsung menerjang kearah dadanya, Bercekat hati Giok-liong, dalam gugup tangannya diangkat untuk menangkis.

   Tapi dia sendiri sudah terluka dalam yang sangat parah, faktanya tiada kekuatan untuk membela diri, seketika itu juga ia menjerit nyaring, mulut Giok-liong menyemburkan darah segar, badannya terpental terbang delapan kaki jauhnya terus terbanting keras diatas tanah bersalju.

   Gadis baju merah itu berkecek mulut lalu mendekati, ujarnya.

   "Ternyata hanya sebegitu saja kemampuanmu ...

   "

   Memang Giok-liong sudah terluka parah kini terpukul dan terbanting begitu keras lagu seketika mata berkunang- kunang kepala terasa pusing tujuh keliling, sungguh pedih rasa hatinya, namun sambil menggertak gigi ia masih memaki.

   "perempuan cabul, perempuan jalang, akan datang satu hari aku Ma Giok-liong pasti membunuh kau !"

   Pada saat itulah tiba tiba terdengar berkesiurnya angin serta berkelebatnya sinar emas kekuningan, tahu-tahu diatas ngarai situ telah muncul tiga orang laki-laki pertengahan umur yang mengenakan pakaian seragam kuning emas.

   Salah seorang yang berdiri ditengah berperawakan tinggi kekar berdada bidang, alisnya tebal bermata sempit sepetti mata tikus, dipipi sebelah kiri ada bekas luka terbacok berwarna merah menyolok.

   Begitu mereka muncul, enam biji mata yang bersinar tajam lantas terpusatkan memandangi si gadis baju merah.

   Terdengar salah seorang mereka berkata.

   "He, kurang ajar, tidak nyana bocab itu mempunyai rejeki demikian besar, sebelum ajal masih ditemani oleh gadis cantik yang menggiurkan!"

   "Hahahaha, Ong-tong-cu, justru aku berkata bahwa kau sendirilah yang bakal ketiban rejeki, Gadis cilik ini cukup cantik benar ?"

   Orang yang dipanggil Ong-tong-cu itu segera melangkah maju berapa langkah, sekilas ia melirik kearari Ma Giok-Iiong yang rebah ditanah, katanya.

   "Hm, memang dia adanya, ringkus dia dan mundur kesamping."

   Baru lenyap suaranya, gadis baju merah itu segera tertawa genit dan maja menghampiri katanya.

   "Oho, enak benar kau berkata, mau ringkus tinggal ringkus, kenapa tidak tanya dulu kepada aku!"

   Sejenak Ong-tong-cu tertegun, tapi lantas tertawa terbahak-bahak, serunya.

   "Dia ini apamu, sedemikian besar rasa prihatianmu ? Urusan kita dari kaum Kim-i-pang selamanya tidak suka diusik oleh orang luar.

   "Aku tidak perduli, dihadapan aku Li Hong, tiada seorangpun yang dapat kubiarkan berlaku congkak dan bertingkah."

   Li Hong! Begitu mendengar kedua nama ini disebut, Ongtong cu dan kedua temannya itu bercekat hatinya, sebentar mereka tercekat lalu dengan mata yang penuh kecurigaan mata mereka menyelidik dan menyelusuri seluruh badan gadis berbaju merah itu, tanyanya perlahan.

   "Nona adalah ... adalan Ang-i-mo-li Li Hong?"

   Li Hong mengekek dulu, sahutnya.

   "Aku memang Ang-imo- li Li Hoog, kalian mau apa ?"

   Pandangan Ong-tong-cu serasa gelap, otknya juga seperti dipukul godam, batinnya.

   "Celaka, habis sudah, bagaimana bisa hari ini kita bisa berjumpa dengan wanita iblis yang terkenal sulit dilayani ini ..."

   Dalam hati ia mengeluh namun lahirnya tetap berlaku hormat dan menyanjung, ujarnya sambil memberi hormat.

   "Karni tidak tahu bahwa ternyata nona Li telah berkunjung kemari, harap nona suka memberi maaf se-besar-besarnya akan sikap kami yang kasar tadi, baiklah hamba beramai minta diri."

   Sembari berkata ia mundur berulang-ulang. Iblis wanita baju merah terloroh-loroh semakin keras sekali melejit ia mendesak maju dihadapan Ong tong cu, katanya tertawa.

   "Setelah melihat mukaku. mana boleh pulang tanpa membawa sedikit oleh-oleh dari aku,"

   Habis kata-katanya terendus bau harum semerbak berkembang terus terdengar teriakan berulang-ulang.

   Dalam sekejap itu enam buah kuping dari tiga antek-antek Kim i-pang telah dibetot putus dan tempatnya terus dibanting diatas tanah.Darah mengalir deras dikedua pipi mereka.

   iblis wanita baju merah tertawa riang serunya.

   "Sekarang kalian boleh pergi!"

   Tanpa berani bercuit lagi Ong-tong-cu bertiga segera lari terbirit-birit turun ngarai.

   Waktu Li Hong membalik tubuh lagi, saat mana Giok-liong sudah bangkit berdiri dengan tubuh masih limbung kerlingan tajam ia tatap iblis wanita baju merah, tanyanya.

   "Kau, sebetulnya apa kemauanmu?"

   "Orang yang sudah kupenujui, sudah tentu tidak boleh terjatuh ketangan orang lain."

   Mendengar ocehan yang kurang ajar ini seketika naik hawa amarah Giok liong sampai kepala terasa berdenyut-denyut, semprotnya murka.

   "Apa maksud kata katamu itu? Aku tidak mengerti"

   "Nanti sebentar kau akan mengetahui."

   Dengan gaya yang lemah lembut serta gesit sekali ia menghampiri kearah Giokliong, kedua matanya yang bersinar bening itu kini memancar sorot kejalangan yang panas membara menatap wajah Giok liong.

   Tanpa merasa tergetar perasaan Giok-liong, cepat-cepat ia himpun semangat dirogohnya sebutir obat yang dibekal dari Lembah putus nyawa terus ditelannya suasana diatas ngarai menjadi sunyi, tegang.

   Meskipun luka parah Giok-liong masih belum sembuh namun diam-diam ia sudah kerahkan seluruh kekuatan Ji-lo untuk melindungi tubuh, Kalau gerak gerik iblis wanita baju merah ada sedikit mencurigakan terhadap dirinya, segera ia akan turun tangan sekuatnya untuk merobohkan atau bila perlu membunuhnya.

   Sebaliknya Ang i-mo-li masih berdiri di-tempatnya, kedua pipinya semakin merah, ke-dua bibirnya juga sedikit terpentang bergerak-gerak laaana delima merekah, dari badannya mengeluarkan bebauan harum yang memabukkan setindak demi setindak, sekarang ia maju mendesak kearah Giok liong.

   Pada saat itulah mendadak terdengar sebuah suara tawa dingin yang rendah dan sember memecah suasana yang tegang menyekam sanubari ini.

   Tahu-tahu diatas ngarai kini muncul sebarisan laki-laki yang semuanya mengenakan pakaian seragam kuning emas.

   Pemimpin yang terdepan adalah seorang tua berambut uban dan berjenggot putih panjang, wajahnya tepos, kedua matanya memancarkan sorot berkilat-kilat, jengeknya dingin.

   "Ang i-mo-li, selamanya perkumpulan kita tidak pernah saling melanggar dengan kamu. Hari ini kau berani turun tangan ikut mencampuri urusan dari kita, malah melukai anak buah kita lagi. Bagaimana kau hendak membereskan perhitungan ini?"

   Sigap sekali mendadak Ang-i-mo-lt memutar tubuh, serunya terkekeh.

   "Oho, tidak nyana tuan besar pelaksana hukum dari Kim-i-pang juga telah datang kemari !"

   "Nona Li, bicara terus terang, kalau hari ini kau lepas tangan tidak turut campur, semua urusan yang telah terjadi bolehlah di hapus sama sekali."

   "Boleh saja, tapi dengan satu syarat, kalian tidak boleh membawa pergi Ma Giok-liong."

   "Apa maksudmu ini ?"

   "Siapa berani menyentuh dia, pasti kubunuh !"

   "Jadi kau sengaja ingin menjagoinya ?" "Bukan begitu maksudku, tapi siapapun kularang menyentuh dia."

   "Sudah pasti kau hendak melindungi dia ?"

   "Betul !"

   "Hehehe ... nona Li, dengan baik tadi Lohu membujuk kau tidak mau dengar kata, janganlah nanti kau menyesal bahwa Lohu berlaku kejam terhadapmu !"

   Tatkala itulah, tiba-tiba Giok-liong pelan-pelan maju ketengah gelanggang. Tertegun Ang i-mo li dibuatnya, teriaknya gugup.

   "Ma-siauhiap, jangan kau sembarangan bergerak."

   Giok-liong melotot sekali kearahnya, ejeknya.

   "urusanku tidak perlu kau turut campur."

   "Ma-siau-hiap, mereka sengaja hendak mencari perkara kepadamu .."

   "seumpama aku sampai mati juga tidak sudi minta bantuan kepada perempuan jalang macammu ini !"

   Pelaksana hukum Kim-i-pang itu tiba-tiba terkekeh dingin, ujarnya mengejek.

   "Bagus, bagus, nona Li si dia, tidak mau terima kebaikanmu."

   Sebaliknya Ang-i-mo-li Li Hong malah melirik penuh perhatian kearah Giok-liong, lalu serunya tersenyum.

   "Apa betul ?"

   Belum lenyap suaranya mendadak tubuhnya bergerak cepat sekali, dimana bayangan merah berkelebat membawa gulungan angin pukulan dahsyat terus merangsak maju langsung memukul kedada pelaksana hukum Kim-i-pang itu.

   Kecepatan turun tangan serta tipu serangannya yang telengas ini betul-betul sangat mengejutkan Tapi pelaksana hukum Kim-i-pang ini agaknya juga bukan kaum lemah, sedikit tertegun kemudian, segera mendengus dingin, serunya.

   "Diberi arak suguhan tidak mau, malah minta dihukum...

   "

   Tanpa ajal ia juga segera menggerakkan kedua tangannya maju menyambut serangan lawan berbareng berseru memberi aba-aba.

   "Ringkus dulu bocah she Ma itu?"

   Serentak kelima laki-laki berpakaian kuning emas itu berbareng mengiakan terus melejit maju mengepung disekeiiling Giok-liong. Ang-i mo-li terdengar terloroh loroh lagi, serunya.

   "Tidak begitu gampang !"

   Bertepatan dengan pukulan tangannya hampir saling bentur dengan tangkisan pelaksana hukum Kimi- pang itu, mendadak pergelangan tangannya dibalikkan, selicin belut pingangnya meliuk ringan sekali badannya lantas melayang menerjang kearah lima laki-laki yang mengepung Giok-liong itu.

   Kontan terdengarlah jerit dan pekik saling susul disertai hujan darah berceceran, dua diantara lima laki-laki baju kuning emas itu sudah roboh terkapar karena terserang dadanya, dalam keadaan yang tak terduga dan tanpa siaga lagi mereka diserang keruan seketika mereka roboh bergulingan terus tak bergerak lagi, jiwanya melayang.

   Sungguh gusar pelaksana hukum Kim i-pang bukan kepalang, teriaknya dengan murka.

   "Maju semua !"

   Sambil berteriak ia mendahului menubruk kearah Giok-liong sambil melancarkan pukulan dahsyat yang membawa angin menderu hebat.

   Saat mana Giok-liong sudah ada kesempatan menelan obat serta mengerahkan Ji-lo berputar tiga putaran dalam tubuhnya luka luka dalam badannya sudah setengah sembuh melihat dirinya sekarang yang dijadikan sasaran, maka dengan tertawa dingin ia menjengek.

   "Tambah selipat lagi juga tuan mudamu ini takkan gentar."

   Pelan-pelan kedua tangannya bergerak mendorong maju, kekuatan tenaga murninya segera memberondong keluar, terdengar suara plak plok berulang-ulang disertai jeritan yang mengerikan, dua orang lagi kena terpukul terjungkir balik dan akhirnya rebah ditanah.

   Bersamaan dengan hasil pukulannya itu, pelaksana hukum Kim-i-paag juga tengah melancarkan pukulannya yang lihay bagai gugur gunung menungkrup keatas kepalanya.

   Giok-liong masih tertawa ejek saja, kemudian Ji-lo ia terkerahkan sampai delapan bagian tangannya terus disorong kedepan untuk menyambut pukulan musuh.

   "Darrr .. , Byaar"

   Sedemikian keras ledakan benturan dua tenaga yang saling beradu ini, pelaksana hukum Kim-i-pang terdengar menguak keras seperti babi hendak disembelih, badannya terpental terbang jauh sambil menyemburkan darah menyemprot keras sekali sampai beberapa meter, terang jiwa pelaksana hukum Kim-i-pang ini juga sulit diselamatkan kembali.

   Sementara itu dalam gelanggang masih saling susul terdengar jeritan yang mengerikan darah sudah membanjir dimana-mana, saban-saban terdengar pula suara tawa jalang yang keras itu.

   Ang-i-mo-li bergerak begitu lincah, cara turun tangannya juga cukup kejam, dalam sekejap mata itu dimana tangannya bergerak gampang sekali ia sudah merobohkan anak buah Kim-i pang.

   Air muka Giok-liong semakin membeku, sebaliknya bara sakit hati semakin berkobar dalam rongga dadanya seolaholah gunung berapi yang hendak meletus, Dia sendiri tidak tahu, apakah pihak Kim-i-pang ini ada bermusuhan dengan dirinya.

   tapi gerak gerik serta kata-kata mereka tadi ia menyimpulkan bahwa pasti mereka adalah musuh-musuhnya juga.

   Karena anggapannya ini, gesit sekali bayangannya bergerak, Sam-ji-cui-hun chiu dilancarkan berulang kali.

   Dalam gelanggang pertempuran segera kelihaian gelombang awan putih yang bertaburan menyelubungi bayangan putih yang terus mengembang keempat penjuru mengejar dan merobohkan para anak buah Kim-i-pang yang sudah ciut nyalinya dan sedang berusaha menyelamatkan diri.

   Jeritan ngeri yang mendirikan bulu roma, terdengar saling bergantian, darah segar yang nangat terbang memenuhi angkasa dan berceceran ditanah menjali aliran panjang.

   Tatkala itu, Ang-i-mo-Ii sudah mundur dan berdiri menonton diluar gelanggang, melihat cara turun tangan Giok liong yang tengah melancarkan pembunuhan kejam besar besaran, tanpa merasa hati kecilnya menjadi li'jt dan jijik rasanya.

   Sekejap saja anak buah Kim i-pang yang masih berada diatas ngarai tinggal tidak seberapa banyak lagi, mereka yang masih ketinggalan hidup berusaha lari memencarkan diri, saking takut seiasa arwah sudah melayang meninggalkan badan.

   Meskipun mereka sudah berusaha lari sekencangkencangnya, tapi toh tak luput dari kejaran hantaman tangan dari bayangan putih yang diselubungi kabut pula, Akhirnya setelah jerit dan pekikan seram sebelum ajal itu sirap dan semua sudah roboh terkapar ke aiaan diatas ngarai itu menjadi sunyi pula.

   Dengan tenang Giok-liong berdiri tegak diantara mayatmayat yang bergelimpangan serta darah yang mengalir tergenang disekitar kakinya, jubah panjang yang berwarna putih itu, sedikitpun tidak terkena noktah-nokcah darah.

   Tapi wajah Giok-liong yang membesi, jubahnya yang melambai tertiup angin serta potongan tubuhnya yang tinggi lencir berdiri diantara tumpukan mayat dan genangan air darah, keadaan ini benar-benar sangat menyeramkan dipandang mata.

   Ang-i-mo li sendiri juga seorang iblis wanita yang kejam membunuh orang tanpa mata berkedip, namanya sangat tenar dikalangan Ka-ngouw, setiap kali mengerahkan tangan membunuh musuh musuhnya selalu diiringi dengan tawa jalangnya yang menusuk kuping, Kini melihat keadaan dan pandangan didepan matanya ini tak urung merasa mengkilik dan ciut nyalinya.

   Untuk berapa lamanya suasana diatas ngarai tenggelam dalam kesunyian.

   Giok liong terlongong-longong melepaskan pandang kearah yang jauh dan jauh sekali, sorot matanya memancarkan perasaan hampa.

   Mendadak ia berpaling muka, sinar matanya yang tajam bagai kilat menatap wajah Li Hong yang berseri bagai kuntum bunga dimusim semi.

   Tiba-tiba timbul suatu perasaan aneh yang belum pernah terjadi dalam sanubari Li Hong, Memang lahirnya sifatnya kelihatan jalang dan genit sekali, namun dia sendiri sangat keras menjaga kesuciannya, Berapa banyak para mata keranjang di Kangouw yang terpincut dan tergila gila oleh kecantikannya ini, tapi mereka semua menjadi setan gentayangan korban keganasannya.

   Tetapi waktu untuk pertama kali ia bersua dan melihat Giok-liong, hati kecilnya timblul suatu perasaan manis mesra, namun ia tidak terlalu besar menaruh perhatian akan hal ini, karena dia sudah kebiasaan dalam permainannya mengalah sifat laki-Iaki.

   Siapa tahu setelah sebuah tragedi pembunuhan besarbesaran terjadi, perasaan dalam sanubarinya itu mendadak mengembang dan memperbesar sampai tiada batasnya dan susah dibendung lagi sehingga memenuhi rongga dadanya yang penuh padat itu.

   Pandangan kasih mesra segera terlontar dari sorot matanya yang bening dan terbelalak bundar itu menatap sayu kewajah Giok-liong yang dingin membesi dan berdiri terpekur itu.

   Tali asmara sudah terikat kencang diatas badan Giok-liong.

   selintas itu terbayang olehnya gambaran indah dan impian muluk dalam otaknya.

   Tanpa terasa mulutnya menyungging senyum manis mesra bak sekuntum kembang mekar dan segar di pagi hari.

   Sekonyong-konyong dengusan rendah dan berat menyesakkan dia dari lamunannya.

   Sorot mata Giok-liong yang memancarkan kilat dingin tengah berapi-api mengandung nafsu membunuh beranjak, mendekat ke arahnya setindak demi setindak.

   Walaupun expesi wajahnya sangat menakutkan namun sepasang pipinya bersemu merah sangat elok dipandang mata.

   Bercekat hatinya, diam diam ia kerahkan tenaga dan hawa murninya untuk siaga, lalu dengan lantang ia bertanya.

   "Masiau- hiap, bukankah mereka adalah musuh-musuh besarmu?"

   Giok-liong mandah menyeringai dingin tanpa membuka suara, kakinya tetap melangkah maju dengan mantap. Melihat gelagat ini, semakin ciut perasaan Ang-i-mo li, batinnya.

   "mungkinkah ia sudah kerasukan setan laknat, sehingga dianggapnya aku juga kamprat-kamprat dari kaum Kim i-pang?"

   Karena anggapannya ini segera ia menghardik keras.

   "Stop, berdiri disitu! "

   Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Giok-liong juga tercengang dibuatnya, betul juga ia menghentikan langkahnya. "Ma-siauhiap, aku adalah Li Hong, bukan antek dari Kim-ipang!"

   "Hm, aku tahu kau Li Hong adanya, tapi kau harus rnampus!"

   Habis berkata dengan langkah tetap ia maju mendesak lagi.

   Mendengar ancaman Giok Lioag itu, seketika dingin perasaan Li Hong seumpama diguyur air dingin, pemuda pujaan hatinya ini ternyata bersikap kaku dan berkata demikian, sekuatnya ia menghimpun semangat dan menenangkan pikiran, ujarnya dengan lemah lembut.

   "Masiau- hiap. apa , ..apakah sikapku tadi terlalu kasar terhadapmu? "

   Aku harus membalas kedua tamparan dan sekali genjotan didadaku tadi."

   Serasa pecah kepala Li Hong, tanpa terasa dua butir air mata kontan mengalir membasahi pipinya, Berapa tinggi kepandaian Giok liong tadi ia sudah menyaksikan sendi ri, bagaimana juga dirinya bukan tandingan orang, seumpama dirinya mau menggunakan senjata rahasia yang jahat yaitu Sia-hun-ciam (jarum penyedot sukma), mungkin dengan gampang dapat menundukkan dan meringkus dia, tapi bukankah impian muluknya tadi bakal buyar himpas.

   Pengalaman yang dulu pernah membuat dia patah hati, dia tahu dan dapat merasakan betapa sukar membina cinta murni ini, taji dia juga tahu cara bagaimana untuk menghalang ikatan perasaan itu, Dalam saat-saat pendek laksana sepercik kilat itu, diam-diam ia sudah mengambil suatu keputusan yang penuh mengandung resiko.

   Langkah Giok-liong sudah semakin dekat tinggal lima langkah lagi jaraknyj, tersipu penuh pandangan sayu dan hampa ia angkat kepala, tersapu bersih sifat-sifat jalangnya semula, katanya parau dengan pedih "Ma...

   seumpama aku mandah menerima balasan dua tamparan dan pukulan dada tadi, maukah kau memaafkan kesalahanku tadi ?"

   Melihat macam pandangan orang, tergetar hebat sanubari Giok-liong, oo Tuban, sikap dengan air muka serta pandangan semacam ini sungguh sudah sangat dikenalnya.

   Malam itu, diwaktu ibunya terpekur merenungkan sesuatu bukankah pandangan mata serta mimiknya seperti itu.

   Tapi suatu kesan lain segera mendorong dan melenyapkan pikiran serta keraguannya ini.

   "Cis, perempuan cabul semacam dia, masa sejajar dibanding ibuku."

   Sambil berpikir tangan kanannya sudah pelan-pelan terangkat tinggi, dengusnya.

   "Kalau kau berkepandaian lancarkanlah seranganmu, supaya jangan dikatakan aku menindas orang yang tidak mampu melawan."

   Betapa perih hati Li Hong mendengar ejekan Giok-liong ini, air mata semakin deras mengalir.

   Tadi waktu dirinya memukul Giok-Iiong bukankah orang tengah terluka berat? Oleh karena itu pelan-pelan ia memejamkan kedua mata yang penuh mengembang air mata, serta mengangsurkan kedua belah pipinya yang halus dan bersemu merah itu, katanya sayu.

   "pukullah ...

   "

   Giok-liong menjadi serba sulit, hatinya gundah dan bimbang, tangan kanan yang telah terangkat tinggi menjadi susah diturunkan.

   Dia bukan seorang gagah yang mau begitu saja menurunkan tangannya memukul orang yang tidak mau melawan ! Akhirnya dia membentak dengan marahnya.

   "Apa kau orang mati, apa kau tidak bisa berkelit?"

   "Ai, memang aku rela kau pukul sampai mampus."

   Semakin melonjak amarah Giok-iiong, tangan kanan yang sudah terangkat tinggi itu segera diayun dipukulkan kearah tanah.

   "Blang,"

   Saking keras pukulannya tanah sampai tergempur dan berlobang besar sambil berjingkrak gusar Giok

   

   Tiraikasih WEBSITE
http.//kangzusi.com

   / liong memaki.

   "perempuan cabul, perempuan bangsat pergi kau menggelindinglah dari hadapanku ..."

   Dimaki sedemikian rerdah dan kotor keruan terketuk sanubari Li Hoag seolah-olah ditusuk sembilu, giginya berkereot dengan gemasnya, teriaknya beringas.

   "Siapa yang kau maki ?"

   Berbareng bayangan merah berkelebat sebat sekali ia melejit maju sambil menampar dengan bernafsu kearah muka Giok-liong, Giok-liong mandah tertawa ejek, sekali berkelebat mudah saja ia menyingkir disusul terdengar dua kali srara "plak, plok"

   Yang nyaring diselingi pekik kesakitan suara perempuan. Tahu-tahu kedua belah pipi Li Hong sudah bengap membengkak besar, mulutnya melelehkan darah segar, dengan terlongong-longong ia memandangi Giok-Iiong. Giok-liong tersenyum sinis, jengeknya.

   "perempuan rendah, segera menggelinding dari ngarai ini, kelak jangan sekali-kali kebentur ditanganku lagi, kalau tidak jangan kau sesalkan perbuatan tuan mudamu yang tidak kenal kasihan !"

   Sepasang mata Li Hong segera memancarkan sorot kebencian yang menyala-nyala, Bukan karena pukulan atau tamparan Giok-liong tadi, adalah karena makian yang kotor dan hina itu telah melukai harga dirinya.

   Sebab, Giok-liong telah menghancurkan impian muluk dari seorang gadis remaja, sehingga sanubari yang sudah terluka itu semakin parah lagi.

   Sekejap ia menatap kcarah Giok-liong dengan pandangan bengis dan kebencian yang tak bertara terus membalik tubuh melesat turun ngarai dengan pesatnya.

   Setelah bayangan Li Hong hilang dari penglihatannya baru Giok-liong dapat menghela napas panjang, selintas pandangnya merayapi mayat-mayat yang bergelimpangan disekeIilingnya, tiba-tiba timbul perasaan hampa dan masgul dalam hati kecilnya.

   "Haruskah aku menghantamnya tadi ? Bukankah dia telah menolong jiwaku tadi ? Apalagi sewaktu aku memakinya sebagai perempuan cabul, sedemikian galak reaksinya, apakah aku salah lihat orang ?"

   Sekarang setelah rasa gusarnya hilang dan dapat berpikir secara tenang dan sabar diam-diam baru ia sadar dan mengeluh dalam hati.

   "Celaka! "

   Dimana badannya berkelebat pesat sekali laksana meteor ia terus berlari turun gunung, sepanjang jalan pengejaran ini ia berpikir "Pandangannya yang penuh kebencian dan sayu itu mirip benar dengan sorot mata ibu.

   Tentu dia seorang yang pernah merasakan pahit getirnya hidup dan merana.

   Tidak seharusnya aku melukai hatinya tidak seharusnya aku begitu kejam memakinya."

   Semakin dipikir hatinya semakin gundah dan tidak tentram, tanpa merasa sekuat tenaga ia kembangkan gerak tubuh Leng-hun-toh, dengan kecepatan maximum lari mengejar kedepan. Dia tengah berpikir.

   "Bilamana dapat mengejarnya, cara bagaimana aku harus minta maaf kepadanya..."

   Batu-batu gunung serta hutan dikedua sampingnya laksana kilat saja mundur kebelakang, Tapi sedemikian jauh masih belum terlihat bayangan Ang-i-moli.

   Matahari sudah semakin doyong kearah barat, haripun sudah mulai sore, dengan lari kencangnya dalam pengejaran ini, mungkin sudah ratusan li lebih ia tempuh.

   Tengah ia celingukan kian kemari keadaan bingung kemana pula ia harus mengejar, tiba-tiba dihutan kejauhan sana terlihat sesosok bayangan merah yang langsung berkelebat terus menghilang.

   Betapa tajam pandangan Giok-liong sekarang, begitu menjejakkan kaki badannya terus melesat kearah hutan didepan sana secepat meteor terbang.

   Waktu Giak-liong sampai dihutan yang dituju, bayangan merah itu sudah menghilang tanpa jejak, keadaan hutan ini sedemikian lebat dan keadaan didalam sana sangat gelap pekat serta sunyi lagi.

   Diam diam Giok-liong bimbang dan berpikir "Apakah dia sudah memasuki rimba ini."

   "Tanpa banyak pikir lagi badannya segera melenting menerjang masuk kedalam rimba. Tidak lama setelah Giok-liong masuk, sebuah sososok bayangan kecil langsung melesat keluar dari dalam rimba terus berlari kencang menuju kearah timur. Baru saja Giok liong menginjakkan kakinya didalam rimba hidungnya lantas dirangsang bau apek yang menyesakkan dada. Selepas pandang terlibat keadaan dalam rimba ini gelap gulita, tapi pohon pohon tumbuh begitu subur sekali. Tanah sekitarnya tebal bertumpuk tumpuk daun-daun kering yang basah, bau apek yang memualkan itu justru teruar dari timbunan daun-daun kering yang sudah membusuk itu. Tatkala itu sudah musim kemarau, tapi tetumbuhan dalam hutan ini masih sedemikian suburnya berkembang baik, sampai daunnya tumbuh begitu lebat hingga menutupi sinar mata hari. Ketajaman sepasang mata Giok liong bagai kilat menjelajah keadaan dalam rimba itu, dilihatnya sekiur tubuhnya tiada jejak atau bayangan manusia, tanpa merasa ia mengguman sendiri.

   "Apakah dia sudah memasuki rimba sebelah dalam sana ?"

   Sambil berpikir ia angkat langkah maju semakin dalam. Kiranya hutan ini adalah sebuah rimba belantara yang besar sekali.

   "semakin jauh dan dalam Giok-liong maju, keadaannya semakin gelap, jikalau Lwekangnya sudah sempurna serta ketajaman kedua matanya yang luar biasa, mungkin dia takkan dapat melihat situasi sekelilingnya. Lama kelamaan hatinya menjadi heran.

   "Untuk apakah Ang i-mo li memasuki hutan ini? Atau mungkin juga dia tidak memasuki hutan ini ?"

   Karena pikirannya ini, lantas timbul niatnya hendak mengundurkan diri.

   Bertepatan dengan saat ia memutar tubuh hendak balik, tiba-tiba pandangan matanya meajadi terang mendadak muncul diatas sebuah dahan besar yang terkuras licin memutih dimana tertuliskan huruf huruf yang berbunyi.

   "daerah kramat hutan mati, siapa masuk dia mati."

   Kedelapan huruf huruf besar itu berkilau-kilau terang dikegelapan yang pekat ini, membuat orang merasa mengkirik dan takut.

   "Hutan... mati."

   Kedua huruf ini secepat kilat berputar dalam otak Giok-liong.

   selamanya belum pernah ia dengar nama angker ini, Dilihat dari nada kedua buruf huruf yang bernada angkuh dan congkak ini, dapatlah diperkirakan tokoh lihay macam apa yang tengah bermukim didalam rimba belantara ini.

   Teringat olehnya betapa sengsara riwayat hidupnya sebatang kara ini, keselamatan ayah bundanya belum jelas serta dimanakah jejaknya juga tidak diketahui, dan yang terpenting nama-nama beliau juga dirinya tidak tahu, Di tambah pengalaman yang berat serta dikejar-kejar hendak dibunuh oleh musuh, Untuk apa sekarang dirinya mencari kesukaran lain menambahkan beban saja.

   Tapi setelah dipikir kembali, seumpama Li Hong benarbenar memasuki hutan ini, sedang dia tidak melihat akan kedelapan huruf huruf larangan ini, bukankah jiwanya bakal terancam bahaya kematian ? Terpikir sampai disint tak tahu dia bagaimana ia harus bersikap, Akhirnya ia berkata dalam hati.

   "Baikah, tiada halangannya aku coba masuk melihat-lihat, betapapun aku tidak bisa membiarkan Li Hong mati konyol dalam rimba ini, sebab aku masih berhutang budi kepadanya !"

   Keheningan dalam rimba ini demikian aneh tanpa sedikit suatapun.

   Keadaaa sekeliling yang gelap ini jaga rada janggal tanpa sepercik sinar terang, Hanya delapan huruf berkilauan itulah yang memancarkan cahayanya yang kelap kelip serta menyeramkan Sekonyong-konyong terasa dingin membeku perasaan hati Giok-liong badan juga mengkirik dan berdiri bulu romanya, suatu perasaan takut yang mencekam hati seketika menyelubungi seluruh badannya, keadaan semacam itu belum pernah terjadi selama hidup.

   Terasa kegelapan dan ketenangan dalam rimba ini mengandung suatu kejanggalan yang seram dan menakutkan.

   Siapa menempatkan diri ditempat semacam ini pasti selalu dibayangi bahwa kematian selalu menimpa dirinya.

   Sedikit ragu-ragu lantas ia unjuk tawa tawar, pikirnya.

   "Kenapa hari ini aku menjadi begitu penakut ? jangan kata dialam semesta ini tiada setan, seandainya memang ada aku juga tidak perlu takut,"

   Seketika timbul keberaniannya sedikit menyedot hawa lantas dengan membusungkan dada ia beranjak terus memasuki rimba kematian ini.

   Baru saja ia melintas batas batas rimba kematian tiba-tiba terdengar suara helaan napas sedih yang memilukan.

   Terperanjat hati Giok-liong, kepandaian siapa begitu tinggi sampai datang dekat dibelakangnya masih belum diketahui oleh dirinya.

   Secepat kilat ia membalik tubuh, hutan sedemikian lebatnya pohon berdiri dengan tegak dan tenang, keadaan disekitarnya kosong melompong mana ada bayangan manusia.

   Sedikit bimbang lantas ia berlaku nekad, segera badannya meluncur sebat sekali menuju kehutan yang lebih dalam.

   Tidak lama kemudian terasa olehnya keadaan didalam mana semakin menjadi terang, remang-remang sinar cahaya menembus masuk diantara celah-celah dedaunan yang lebat.

   Sekonyong konyong sebuah dengusan hidung yang keras terdengar tidak jauh didepannya, seiiring dengan suara dengusan itu, berkelebat sesosok bayangan besar yang terus hinggap menghadang didepannya.

   Selintas waktu bayangan besar ini muncuI, lantas Giok liong dapat melihat tegas sipendatang ini adalah seorang yang tinggi besar berbadan tegap gagah, rambutnya awut-awutan demikian juga godek dan cambang bauknya, berpakaian kasar sederhana berusia lanjut.

   Sorot pandangan orang tua sedemikian tajam laksana ujung golok yang dingin menatap tajam kearah Giok liong, katanya dengan nada dingin.

   "Buyung, ini bukan tempat dimana kau harus datang, lekaslah pergi, kalau tidak jiwa kecilmu itu susah diselamatkan."

   Dari kilatan tajam sinar mata si orang tua lantas Giok-Iiong dapat mengukur betapa lihay kepandaian orang tua ini, sedikitnya tidak dibawah kemampuannya sendiri.

   Munculnya sedemikian mendadak, tapi nada perkataannya tidak mengandung ancaman yang serius, maka segera Gsok- Iiong angkat tangan memberi hormat serta katanya.

   "Wanpwe Ma Giok-liong, karena mengejar seorang sahabat sehingga memasoki tempat tuan ini"

   "Hutan kematian ini mana boleh kau sembarangan trobosan? sebelum jejakmu ini konangan oleh mereka, lebih baik kau lekas meninggalkan tempat ini. Kulihat usiamu masih sangat muda masa depanmu sangat gemilang, maka sedikit kulepas bantuanku. Kalau kau tidak mau dengar nasehatku, kematianmu sudah didepan mata."

   "Harap tanya Cianpwe apakah melihat seorang gadis berbaju merah memasuki rimba ini"

   "Sudah tak perlu banyak bacot lagi, lekas tinggal kan tempat ini, Kalau tidak jangan salahkan Lohu berlaku keras..."

   Bicara sampai disini mendadak ia merandek, matanya menunjuk rasa heran dan penuh kecurigaan menatap wajah Giok liong, tanyanya rada gugup.

   "Buyung, katamu kau she Ma ?"

   Giok-liong mengiakan.

   "Siapakah nama ayahmu?"

   Sejenak Giok-liong tercengang, tapi lantas tertawa, sahutnya.

   "Sebelum ini kita belum pernah bertemu, maaf wanpwe tidak bisa menjawab pertanyaan ini."

   Seketika si orang tua ini lantas mengunjuk rasa gelisah dan gusar, sikapnya yang garang membuat rambutnya yang ubanan melambai-lambai tanpa terhembus angin, mungkin hatinya geram sekali.

   Tapi akhirnya tenang kembali serta katanya dengan nada yang ditekan.

   "Buyung......"

   Sekonyong-konyong dari hutan yang lebih dalam sana terdengar sebuah lengking jeritan setan yang mengerikan sedemikian panjang dan tinggi jeritan ini membuat merinding dan berdiri bulu roma pendengarannya.

   Air maka si orang tua lantas mengunjuk rasa gugup dan gelisah, katanya dengan suara lirih.

   "Mereka sudah datang Buyung, kulihat wajahmu persis benar dengan salrh seorang sahabat kentalku, kalau benar-benar adalah keturunannya, seumpama jiwa tuaku ini harus melayang betapapun aku harus menolongmu meninggalkan tempat ini."

   Melihat orang bicara setulus hati, tergetar hati Giok-liong, tercetus perkataannya.

   "wanpwe tidak tahu siapakah nama ayah"

   "Tidak tahu?"

   "Benar,"

   "Lalu mana ibumu?"

   "Juga tidak tahu."

   "Sebagai putra manusia tidak mengetahui nama ayah ibu kandung sendiri, bukankah tidak berbakti?"

   Perkataan ini bak sebilah sembilu yang tepat menusuk dalam keulu hati Giok-liong terasa nyeri dan pedih sekali, Tapl dia sudah pernah tertimpa penderitaan dan pukulan yang lebih besar dan sengsara, sehingga lahiriahnya bersikap terlalu pendiam dan dingin, Oleh karena itu ia kuat bertahan dan dapat menelaah teguran ini, dengan manggut-manggut kepala saja, Sejenak si orang tua tinggi tegap itu berdiri termenung, lalu tanyanya lagi.

   "Dimana sekarang ibumu berada ?"

   "Entahlah !"

   "Tidak tahu lagi ?"

   "Ya!"

   Ibu mendapat celaka dikerubut oleh musuh, jejak serta mati hidupnya tidak diketahui !"

   "Siapakah musuh musuh itu ?"

   "Mungkin adalah orang-orang dari Hiat-hong pang, mungkin juga bcgundal dari Kim i pang,"

   "Hm, Toan Bok-ki si iblis Jahat itu, akan datang suatu hari Lohu ...

   "

   Kiranya dia juga belum tahu bahwa Toan Bok-ki telah menghilang banyak tahun yang lalu, sesaat mendadak ia mendelik lalu katanya lagi.

   "Buyung, jelaslah keluar rimba di sini bukan tempat untuk kau berdiam lama-lama. Ketahuilah bahwa majikan dari rimba kematian itu sangat kejam dan telengas, segala kejahatan dan kekejaman tiada yang tidak dilakukannya. Dengan bekal ilmu silat Lohu sekarang ini, sudah berjaga disini selama puluhan tahun namun belum dapat membongkar rahasianya, apalagi aku tidak berani bergerak terlalu menonjol dan aktif sekali supaya tidak konangan asal usulku. Kepandaian majikan rimba kematian ini sangat tinggi, konon kabarnya seumpama dikeroyok oleh gabungan kekuatan Ih-lwe-su-cui dulu juga belum tentu dapat mengalahkan dia. Maka kunasehati supaya kau jangan terlalu sombong untuk malu coba-coba ! Lekaslah pergi."

   Keterangan panjang lebar yang tiada juntrungannya ini membuat Giok-liong berdiri melongo keheranan, dasar otaknya cerdik sedikit berpikir segera ia balas bertanya.

   "Agaknya Lo-cianpwe tengah berusaha untuk mencegah terjadinya suatu bencana besar yang bakal menimpa kaum persilatan bukan?".

   "Betul! Kalau soal itu telah tiba, paling tidak harus mengumpulkan seluruh kekuatan dari kaum persilatan untuk menghadapi baru dapat mengatasinya. Tapi saatnya belum tiba, maka jangan sekali kali kau membocorkan rahasia ini..."

   Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Sampai disini mendadak alisnya dlkerutkan, katanya lebih lirih.

   "Ada orang datang, kau sembunyi dulu dibelakang pohon besar itu."

   Lalu di tunjuknya sebuah pohon besar yang letaknya puluhan langkah di sebelah samping sana.

   Sedikit menggerakkan badan, enteng sekali Giok-liong melayang masuk kedalam lobang besar didalam batang pohon i.u, Diatas lobang mulut lobang pohon besar ini ternyata ada seutas tangga yang terbuat dari tali temali yang terus menjulur kebawah dasar lobang, agaknya dibawah sana masih ada psrabot dan peralatan dan lain lain.

   Tatkala mana ditengah rimba mana sudah terdengar suara orang bercakap-cakap, sedikit merunduk Giok-Iiong mengintip ke luar, terlihat olehnya si orang tua tengah berdiri membelakangi lobang besar dimana ia berada, badannya bongkok bersikap dan bertingkah laku seperti seorang tua renta yang lemah, sedikitpun tidak terlihat sikap dan semangat gagahnya seperti tadi yang garang dan perwira.

   Dihadapannya berdiri hormat sambil menunduk dua orang berseragam ungu, air muka mereka kaku membesi berusia pertengahan salah seorang diantara mereka terdengar berkata.

   "Tong-cu mempersilahkan kau orang tua masuk, ada urusan penting yang hendak dirundingkan."

   Si orang tua menyahut dingin.

   "Kalian boleh pulang dulu, segera Lohu datang."

   Suaranya rendah dan sember serta kaku, sedikitpun tidak berperasaan, membuat kedua orang dihadapannya merasa merinding dan bergidik.

   Segera kedua orang itu mengiakan bersama terus melejit mundur seringan burung terbang mereka menerobos hutan terus menghilang entah kemana.

   Melihat kegesitan gerak gerik orang, diam-diam bercekat hati Giok liong, batinnya.

   "Entah tokoh macam apakah majikan rimba kematian ini, orang orang bawahannya berkepandaian begitu tinggi, jikalau mereka sengaja mengatur rencana hendak bersimaha-raja di dunia persilaian, akibatnya pasti susah dibayangkan."

   Saat mana si orang tua sudah memutar tubuo, tampak tangannya cepat sekali mengusap kearah mukanya, seakan akan menanggalkan sesuatu kedok dimukanya suaranya terdengar lirih.

   "Buyung keluarlah !"

   Giok-liong segera menerobos keluar dari lobang pohon langsung memberi hormat kepada si orang tua, tanyanya.

   "Harap bertanya, siapakah nama mulia Lo cianpwe ?"

   Si orang tua menghela napas panjang, katanya tanpa menghiraukan pertanyaan .

   "Ai, Buyung siapakah gurumu ? Hebat benar dia dapat mendidik murid sepandai kau ini ?"

   "Suhu bernama Pang Giok kaum persilatan memberi julukan To-ji pada beliau."

   Si orang tua berpekik kaget, air mukanya mengunjuk kegirangan, serunya penuh haru.

   "Masakah Ih Iwe sun-cun masih belum berangkat menjadi dewa..."

   "Suhu masih sehat walafiat, tentang ketiga tokoh yang lain belum dapat kepastian."

   Agaknya si orang tua tengah menekan perasaan haru dan girangnya, sekian lama ia mengamat ngamati Giok-liong dari bawah keatas dan dari atas kebawah, Mendadak wajahnya merengut bengis, kedua matanya melotot gusar berapi-api, serta bentaknya keras.

   "Bedebah lihat seranganku."

   Di kala mana tubuhnya bergerak tiba-tiba keiat kepalan-nya bergerak selincah kera memetakkan bundaran-bundaran besar kecil yang membawa angin menderu menerjang kearan Giok liong.

   Sudah tentu kaget Giok-liong bukan main, cepat-cepat ia loncat menyingkir sambit berteriak kuatir.

   "Cianpwe .....

   "

   Si orang tua hanya mendengus rendah kedua kepalanya bergerak semakin kencang dan menyerang semakin gencar, besar kecil yang timbul dari bayangan pukulan tangannya selulup timbul saling tambal laksana bayangan yang mengikuti bentuknya saja layaknya terus mengejar datang, Batapa besar kekuatan pukulan ini benar-benar sangat mengejutkan pula sangat rapat dan kencang lagi sehingga tidak terlihat ada lobang kelemahannya.

   

Seruling Perak Sepasang Walet -- Khu Lung Golok Kumala Hijau -- Gu Long Legenda Kematian -- Gu Long

Cari Blog Ini