Ceritasilat Novel Online

Dendam Iblis Seribu Wajah 13


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Bagian 13



Dendam Iblis Seribu Wajah Karya dari Khu Lung

   

   Wataknya sangat keras, perasaan dirinya yang merasa gagah dan berjiwa pahlawan memandang perbuatan itu sebagai sesuatu hal yang sangat memalukan.

   Gengsinya bahkan lebih tinggi dari nilai nyawanya sendiri.

   Sepasang mata Tan Ki yang tadinya terpejam erat membuka secara perlahan.

   Dia melihat di ufuk timur mulai membias segurat cahaya keemasan.

   Tanpa dapat ditahan lagi dia menarik nafas panjang.

   "Mengapa kau menangis?"

   Tanyanya sambil mengembangkan seulas senyuman. Dengan sekuat tenaga Lok Ing membanting sebatang pedang yang dikeluarkan dari pundaknya ke atas tanah. Kemudian dia menghapus sisa air mata dengan ujung lengan bajunya. Dengan marah dia menyahut.

   "Kalau aku suka menangis, apa urusannya dengan dirimu? Cepat pungut pedang itu dan aku akan memberimu sebuah kesempatan untuk bertarung secara jujur. Kalau belum sampai tahu dengan pasti siapa yang akan hidup dan siapa yang akan terkapar di atas tanah bermandikan darah, pokoknya siapapun tidak boleh ada yang berhenti!"

   Tan Ki melirik ke arah pedang di atas tanah sekilas.

   "Aku memang sudah di ambang kematian, tidak ada niat sedikitpun untuk meraih kemenangan. Lebih baik ambil kembali pedangmu itu dan pergi dari sini, siapa tahu di tempat tadi sudah berlangsung pertarungan yang sengit"

   Lok Ing langsung menukas dengan suara keras.

   "Ngaco belo!"

   Wajah Tan Ki berubah hebat.

   "Kalau kau tetap tidak percaya, apa boleh buat? Pribadi Cayhe paling tidak suka berdusta."

   Selesai berkata, dia memejamkan matanya kembali dan menekuk kedua kakinya dengan sikap bersila.

   Lok Ing tertegun sejenak.

   Perlahan-lahan dia melangkah ke depan.

   Dia melihat di kening Tan Ki terdapat guratan berwarna hijau.

   Hal ini membuktikan bahwa anak muda itu benar-benar telah keracunan parah.

   Tiba-tiba dia merasa dadanya bagai ditinju seseorang dengan sekuat tenaga.

   Rasa sakitnya tidak terkirakan lagi.

   Tanpa terasa pedang di tangannya terjatuh ke atas tanah dan menimbulkan bunyi Trang! Kemudian dia membungkukkan tubuhnya perlahan-lahan.

   "Bagaimana hal ini bisa terjadi?"

   Wajah Tan Ki menjadi serius. Tetapi nada suaranya masih tetap dingin.

   "Aku sendiri yang rela minum pil beracunmu itu, tetapi aku sama sekali tidak membenci dirimu"

   Dia merandek sejenak. Wajahnya yang serius lambat laun merekahkan tawa yang manis. Kemudian dia melanjutkan kata-katanya.

   "Sekarang aku ingin mencoba melawan racun yang masuk ke dalam tubuh dengan ilmu yang kukuasai. Cepatlah kau pergi, jangan membuat pikiranku terganggu"

   Lok Ing semakin panik mendengar perkataannya.

   "Obat yang kuberikan kepadamu tadi bukan racun. Aku hanya bergurau denganmu. Bagaimana kau bisa keracunan? Ya Tuhan benar-benar membuat aku bingung setengah mati"

   Tiba-tiba Tan Ki membuka matanya yang terpejam.

   Dua buah bola matanya yang menyorotkan sinar tajam memandang gadis itu lekat-lekat.

   Dia melihat air matanya mengembang, wajahnya menyiratkan kepanikan hatinya yang tidak terkira.

   Gadis yang keras kepala dan terkenal kegarangannya di daerah Sai Pak ini, dalam waktu yang singkat berubah demikian lemah sehingga membuat orang hampir tidak percaya.

   Terdengar suaranya yang bagai ratapan juga mirip keluhan.

   "Sejak aku tahu urusan, belum pernah ada seorangpun yang menghina aku. Kedua orang-tuaku menganggap aku sebagai permata hatinya, kakek menyayangiku melebihi segala benda di dunia ini. Dalam suasana yang penuh cinta kasih aku dibesarkan"

   Tan Ki mengembangkan seulas senyuman yang pilu.

   "Nasibmu sungguh baik."

   Dengan ujung lengan baju Lok Ing mengusap air matanya. Tendengar dia menarik nafas panjang.

   "Sejak ilmu silatku sudah cukup tinggi, aku terus berkelana di daerah Sai Pak. Dalam beberapa tahun ini, jarang aku menemukan tandingan yang sesuai. Tetapi dalam pertarungan di Pek Hun Ceng, Pek To San, dua kali berturut-turut aku mengalami kekalahan bahkan sampai terluka. Sejak itu dalam hatiku timbul rasa benci terhadap dirimu. Secara diam-diam entah berapa kali aku sudah bersumpah untuk membunuhmu dengan tanganku sendiri"

   "Aih jiwa anak perempuan memang rada sempit. Hanya dua kali terluka, kau malah menganggapnya begitu serius bahkan menanam kebencian dalam hati"

   "Oleh karena itu, ketika bertemu kembali denganmu, aku sudah mengambil keputusan untuk membunuhmu"

   Tan Ki tertawa datar.

   "Tentunya sekarang kau merasa gembira sekali, karena akhirnya aku toh mati di tanganmu juga. Tetapi menjelang ajal, aku tetap tidak membencimu sedikitpun. Perlu kau ketahui, membunuh seseorang sebenarnya tidak terlalu sulit. Tetapi apabila orang yang kau bunuh itu tidak menaruh perasaan benci sedikitpun kepadamu, hal itulah yang sulit ditemukan."

   Lok Ing semakin panik.

   "Tetapi aku, aku sejak semula aku sudah tidak ingin membunuhmu lagi. Entah sejak kapan mulainya, tiba-tiba aku merasa bahwa sebenarnya aku bukan sungguh-sungguh membenci dirimu."

   Tan Ki jadi tertegun mendengar perkataannya.

   "Secara diam-diam kau sudah bersumpah berulang kali bahwa kau akan membunuh diriku dengan tanganmu sendiri. Kalau ini bukan benci, lalu apa?"

   Lok Ing tersenyum pilu.

   "Aku juga tidak mengerti. Pokoknya itu bukan benci yang sesungguhnya. Sedangkan pil yang kau minum tadi merupakan obat penyembuh luka buatan kakekku sendiri. Bukan saja tidak akan mencelakai dirimu, malah akan mempercepat proses penyembuhan dalam tubuhmu. Tetapi kau kok bisa keracunan?"

   Matanya yang bulat dan indah mengejap-ngejap. Dua bulir air mata yang berkilauan menetes turun membasahi pipinya. Kemudian terdengar tarikan nafasnya yang mengenaskan. Lalu dia melanjutkan lagi kata-katanya.

   "Tetapi masalah dirimu yang keracunan, juga merupakan kenyataan. Rona wajahmu menunjukkan bahwa racun itu telah menyebar luas di dalam tubuhmu. Apakah kau benar-benar tidak bisa hidup lebih lama lagi?"

   Tan Ki tersenyum lembut.

   "Tentu saja benar. Tidak ada gunanya aku berdusta, lagipula kau sudah melihat sendiri kenyataannya. Aku memang tidak mungkin hidup lebih lama lagi di dunia ini."

   Kemudian tampak anak muda itu mendongakkan kepalanya menatap warna langit.

   "Hari sudah hampir pagi. Kau boleh pergi sekarang."

   Lok Ing tersenyum pilu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

   "Aku tidak bisa pergi."

   "Mengapa?"

   "Kalau kau benar-benar mati, aku akan menemani dirimu. Biarpun bukan diriku langsung yang meracuni dirimu, tetapi hatiku tetap saja merasa bersalah dan berduka"

   Mendengar ucapannya, Tan Ki jadi termangu-mangu. Tiba-tiba dia seperti teringat akan sesuatu yang penting. Tubuhnya melonjak ba-ngun dan tertawa terbahak-bahak. Lok Ing merasa heran melihat sikapnya.

   "Sampai sekarang kau masih mempunyai minat untuk bergembira."

   "Aku tahu apa yang kau harapkan dalam patimu. Sayangnya aku sudah menyembah langit dan bumi dan sudah beristeri. Terpaksa aku menyia-nyiakan perasaan kasih di dalam patimu"

   Perlahan-lahan dia melangkahkan Kakinya menuju ke depan.

   "Kau hendak ke mana?"

   Tanya Lok Ing. Tan Ki menarik nafas perlahan-lahan.

   "Manusia di dunia ini mengalami kematian dengan cara yang berbeda-beda. Tetapi aku merasa mati dengan cara seperti yang akan kuhadapi ini secara diam-diam tampaknya terlalu membosankan. Oleh karena itu, aku tidak ingin meninggalkan dunia ini begini saja. Kalau memang tidak dapat meloloskan diri dari Dewa Kematian, mengapa tidak memilih ke-matian yang gemilang dan gegap gempita. Dengan demikian orang-orang akan tahu siapa diriku yang sebenarnya"

   Secara berturut-turut, dia mengucapkan kata kematian, namun baik nada suara maupun mimik wajahnya tidak menyiratkan perasaan takut sama sekali.

   Seakan mati adalah suatu hal yang wajar dan rutin dan bukan hal yang mengerikan.

   Selesai berkata, dia malah menggerakkan kakinya dengan cepat dan menghambur ke arah di mana dia datang tadi.

   Bayangan punggungnya menyiratkan kehampaan dan kesunyian hidup seorang pendekar sejati.

   Hal ini membuat orang yang memandangnya turut berduka dan merasa kagum secara diam-diam.

   Lok Ing menarik nafas panjang, dia juga menggerakkan kakinya mengejar dari belakang.

   Dalam waktu yang singkat, keduanya sudah sampai kembali di selatar tembok pekarangan.

   Terdengar suara deruan angin yang timbul dari serangan dan pukulan.

   Rupanya di tempat itu tengah berlangsung pertarungan yang sengit.

   Rupanya tidak lama setelah Tan Ki dan Lok Ing meninggalkan tempat itu, Oey Ku Kiong langsung mulai bergebrak dengan pihak lawan.

   Anak muda ini menerima perintah dari Kiau Hun untuk merebut hati para pendekar agar dirinya dipercaya penuh.

   Oleh karena itu, ketika mulai bergebrak, dia langsung mengerahkan jurus-jurusnya yang lihai.

   Serangannya gencar sekali.

   Tetapi lawan yang dihadapinya kali ini adalah manusia berpakaian putih yang tampangnya mirip mayat hidup.

   Meskipun orang-orang ini jarang berkelana di dunia Bulim, tetapi bukan berarti kepandaiannya dapat dipandang ringan.

   Sejak awal hingga sekarang mereka sudah bertarung sebanyak ribuan jurus, namun masih belum ketahuan siapa yang unggul dan siapa yang akan mengalami kekalahan.

   Semakin bertarung hati Oey Ku Kiong semakin panik.

   Saat ini matahari telah menyingsing.

   Kalau lewat beberapa waktu lagi dia tetap belum mendapat kesempatan yang baik, tentu sulit baginya untuk meraih kemenangan.

   Karena pada saat itu, dia mulai merasa letih dan kurang tidur.

   Keringat dingin mulai membasahi keningnya.

   Serangannya tidak segencar sebelumnya lagi.

   Tiba-tiba dia meraung dengan suara keras.

   Secara berturut-turut dia melancarkan tiga empat jurus serangan.

   Pihak lawan langsung terdesak sehingga hatipun terasa bergetar.

   Tatkala lawannya menyurut mundur, diam-diam dia menarik nafas panjang.

   Sikapnya serius.

   Dengan mengambil posisi menahan di depan dada, dia melancarkan sebuah pukulan balasan.

   Pukulan ini dilancarkan dengan segenap kekuatannya yang tersisa.

   Tampaknya dia benar-benar ingin mengadu jiwa dengan lawannya.

   Gerakannya keji dan menimbulkan angin yang menderu-deru.

   Tenaganya bagai ombak yang bergulung-gulung menerpa ke arah lawannya.

   Manusia berpakaian putih melihat sikapnya serius dan wajahnya kelam.

   Ketika melancarkan serangan itu, dia segera tahu bahwa serangan ini tidak dapat disamakan dengan yang sebelumnya.

   Dengan panik dia mencelat mundur sejauh setengah langkah.

   Tanpa menunda waktu lagi dia juga melancarkan sebuah pukulan ke depan.

   Yang satu menghantam ke mari, yang lain memukul ke sana.

   Dua.

   kekuatan yang dahsyat beradu seketika.

   Tiba-tiba terdengar dengusan yang berat dari hidung manusia berpakaian putih tadi, langkahnya limbung.

   Dengan terseret-seret dia tersurat mundur sejauh tiga langkah.

   Oey Ku Kiong tertawa dingin.

   Secepat kilat dia maju merapat ke depan.

   Dengan jurus Menunjuk Langit Mengibas Bumi, lima jari tangannya segera terulur keluar dan meraup dari atas ke bawah.

   Gerakannya ini cepat bukan kepalang, tubuhnya bagai sehembusan angin yang bertiup lewat dan langsung menerpa.

   Lawan masin dalam keadaan terhuyung-huyung, kakinya belum sempat berdiri dengan mantap, tahu-tahu angin yang timbul dari serangan kelima jarinya sudah menghantam tiba.

   Saat itu juga suasana bagai diliputi hawa pembunuhan yang tebal.

   Tiba-tiba tampak bayangan berkelebat dari arah berlawanan di mana matahari baru terbit, sehingga pandangan mata jadi silau.

   Oey Ku Kiong hanya merasa ada serangkum angin yang kencang dari pukulan seseorang menyerangnya dari sebelah kiri! Manusia berpakaian putih yang satunya lagi sejak tadi hanya menjadi penonton menyaksikan jalannya pertarungan.

   Ketika melihat rekannya sebentar lagi akan terluka oleh pukulan Oey Ku Kiong, dia segera menerjang ke tengah arena dan tanpa mengucapkan sepatah katapun, dia langsung melancarkan sebuah serangan.

   Apabila pertarungan yang berlangsung terjadi antara tokoh-tokoh yang berilmu tinggi, kejadiannya hanya memakan waktu sekian detik.

   Jurus Menunjuk Langit Mengibas Bumi telah dikuasai Oey Ku Kiong dengan mahir.

   Hatinya sudah merasa gembira bahwa sejenak lagi lawannya pasti akan terluka di bawah cengkeraman jari tangannya, tahu-tahu manusia berpakaian putih yang satunya sudah menerjang datang.

   Seandainya dia tidak merubah gerakannya, lawan sudah pasti terluka oleh cengkeraman jari tangannya, tetapi dia sendiri juga pasti termakan pukulan manusia berpakaian putih yang satunya lagi.

   Dalam keadaan seperti ini, memang tidak ada waktu lagi untuk mempertimbangkan langkah yang harus diambilnya.

   Kemudian tampak dia menggertakkan giginya erat-erat.

   Cengkeramannya dibuka dan berubah menjadi pukulan.

   Tepat pada saat pergelangan tangannya memutar, lawan sudah semakin dekat.

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Secepat kilat tangan kanannya menghantam ke dada orang itu, sekaligus tangan kirinya terulur keluar dan menyambut serangan manusia berpakaian putih yang satunya lagi.

   Peristiwa itu terjadi dalam sekejap mata.

   Terdengar suara dengusan yang mengenaskan yang disusul dengan jeritan ngeri.

   Manusia berpakaian putih yang terhantam dadanya oleh Oey Ku Kiong langsung memuntahkan segumpal darah segar, tubuhnyapun langsung terhempas jatuh di atas tanah.

   Dalam waktu yang bersamaan, tubuh Oey Ku Kiong sendiri juga sempoyongan lalu tersurat mundur sejauh empat lima langkah.

   Dia bermaksud mempertahankan dirinya.

   Sepasang bahunya terus bergoyang, tetapi akhirnya kemauannya tidak terlaksana juga.

   Setelah mundur terhuyung-huyung sejauh empat lima, tubuhnya terkulai juga di atas tanah.

   Manusia berpakaian putih yang satunya lagi mempunyai watak yang kejam serta sadis.

   Mula-mula ketika melihat rekannya dalam keadaan berbahaya, dia segera menerjang ke depan dan melancarkan sebuah serangan.

   Tetapi ketika rekannya itu terhempas di atas tanah dalam keadaan terluka parah, dia bahkan tidak meliriknya sekilaspun.

   Tubuhnya memutar dan kembali dia menerjang ke arah Oey Ku Kiong.

   Orang yang mempunyai mata sekali lihat saja sudah dapat mengerti apa yang terkandung dalam hati orang itu.

   Saat itu Lok Hong sedang membelai-belai cucu kesayangannya.

   Tampaknya bayangan mengenaskan yang akan terjadi sejenak lagi, tak diperhatikannya sedikitpun.

   Tiba-tiba terdengar suara suitan panjang yang lantang dan nyaring timbul dari sampingnya.

   Sesosok bayangan persis seperti rajawali yang murka menerjang ke tengah arena.

   Ketika kakinya melayang turun kembali, posisinya tepat berada di sisi Oey Ku Kiong dan berdiri tegak dengan tenang.

   Tampaknya perubahan yang mendadak ini membuat si manusia berpakaian putih terkesiap.

   Dia tidak menyangka Tan Ki akan menghambur ke depan dan melindungi Oey Ku Kiong.

   Dengan panik dia menekan hawa murni dalam tubuhnya agar tidak terus meluncur ke depan.

   Akhirnya dia berhasil juga menghentikan gerakan tubuhnya.

   Sepasang mata setannya yang berwarna kehijau-hijauan memperhatikan Tan Ki dari atas kepala ke ujung kaki.

   Mulutnya memperdengarkan suara tawa yang dingin.

   "Siapa kau?"

   Tan Ki mendengus berat satu kali.

   "Penagih nyawa!"

   Sahutnya angkuh.

   Manusia berpakaian putih itu perlahan-lahan menjadi terpana.

   Tetapi sesaat kemudian dia seperti tersentak sadar.

   Kemudian tampak dia mendongakkan wajahnya dan tertawa marah.

   Tiba-tiba tubuhnya membungkuk, tenaga dalamnya dikerahkan.

   Terdengar suara kretek-kretek seolah tulang belulangnya berderak-derak dan terlepas dari persendian.

   Sepasang matanya yang laksana setan menyorotkan sinar tajam berwarna kehijauan.

   Saat itu dia sedang membelalak penuh kemarahan.

   Meskipun waktu baru berubah pagi dan matahari baru terbit, tetapi wajahnya yang pucat pasi dan bibirnya yang keungu-unguan membuat orang yang melihatnya bagai bertemu dengan kaum setan gentayangan.

   Malah hati bisa jadi kebat-kebit karena munculnya perasaan seram.

   Tan Ki melihat orang itu sudah mengerahkan tenaga dalamnya dan siap melancarkan serangan setiap waktu.

   Di luarnya dia berlagak tenang seolah tidak ada apa-apa, tetapi sebetulnya dalam hati dia tidak berani memandang ringan lawannya sama sekali.

   Sepasang matanya yang bersinar tajam menatap lawannya lekat-lekat.

   Dia sadar bahwa pertarungan kali ini pasti gawat sekali keadaannya.

   Juga merupakan pertarungannya yang terakhir sebelum ajalnya tiba.

   Tidak perduli menang atau kalah, dia tetap harus meninggalkan dunia yang fana ini.

   Sebelumnya, dia memang merasa takut sekali apabila Lok Hong berhasil mengetahui asal-usul ilmu silatnya, sehingga dia tidak berani memamerkan di hadapan orangtua ini.

   Tetapi keadaan sekarang tidak dapat disamakan lagi dengan sebelumnya.

   Dia sudah tahu bahwa dirinya telah keracunan cukup parah.

   Biar bagaimana dia harus memenangkan pertarungan kali ini, walaupun dia akan mati juga karena terlalu banyak mengerahkan hawa murni sehingga racun akan lebih cepat menyebar, tetapi setidaknya dia akan mati dengan nama harum, bukan mati secara diam-diam tanpa diketahui siapapun.

   Oleh karena itu, saat ini dia sudah mengerahkan seluruh tenaga dalamnya untuk melakukan pertarungan besar-besaran yang terakhir sebelum maut merenggutnya.

   Manusia berpakaian putih yang tampangnya mirip mayat hidup menunggu beberapa saat.

   Dia melihat Tan Ki masih belum melakukan gerakan apa-apa.

   Tampaknya dia mulai kehabisan sabar, mulutnya terkekeh-kekeh menyeramkan.

   Dia mengulurkan sepasang tangannya yang mirip cakar burung itu.

   Gerakannya lamban sekali.

   Lebih mirip jurus pembukaan ilmu Tae Kwon-do.

   Tidak ada keistimewaannya sama.

   sekali.

   Tan Ki melihat orang itu mengulurkan tangannya yang bagai cakar burung itu, tampaknya tidak ada sesuatu yang mengejutkan.

   Tetapi ketika jarinya didorong ke depan, dia justru merasa ada serangkum hawa dingin yang melanda ke arahnya.

   Tanpa dapat ditahan lagi tubuhnya bergetar, kakinya goyah dan akhirnya mau tidak mau dia menyurut mundur setengah langkah.

   Manusia berpakaian putih itu tiba-tiba mengeluarkan suara teriakan yang aneh.

   Kedua kakinya dihentakkan dan tubuhnya pun meloncat ke atas dengan posisi tegak lurus.

   Gerakannya ringan dan cepat, sekali melesat langsung naik ke atas.

   Orangnya belum sampai, hawa dingin yang terpancar dari jari tangannya sudah terasa dan bahkan dua kali lipat lebih menggigilkan dari sebelumnya.

   Hati Tan Ki jadi tercekat melihatnya.

   Diam-diam dia berpikir.

   Ilmu silat Si Yu semuanya aneh-aneh, tidak terselip hawa manusia hidup.

   Bahkan orang semacam ini juga Belum lagi habis pikirannya bekerja, tiba-tiba ia sudah bergerak setengah lingkaran dan menghindarkan diri dari serangan gencar manusia berpakaian putih itu.

   Ternyata gerakan manusia berpakaian putih itu cepatnya bukan kepalang.

   Meskipun kakinya tidak melangkah melainkan berjalan dengan cara meloncat-loncat, tetapi kecepatannya malah bisa melebihi orang biasa.

   Ketika pikiran Tan Ki masih melayanglayang, orangnya sudah seperti kuda liar yang lepas dari kendali menerjang datang.

   Tampaknya orang ini mempunyai kepandaian menebak sesuatu yang belum terjadi.

   Dia seakan sudah tahu kalau serangannya ini tidak akan membawa hasil.

   Cepat-cepat dia menarik kembali tangannya lalu hanya dalam perbedaan sekian detik, kembali dia melancarkan dua jurus yang lain.

   Hawa yang dingin menyusup tadi bercampur dengan serangan pukulannya yang mengandung daya Im.

   Bagai air sungai yang meluap tiba-tiba melanda ke arah Tan Ki.

   Belum apa-apa hembusan anginnya saja sudah menggetarkan hati orang yang melihatnya.

   Tubuh Tan Ki tengah keracunan hebat, dia tidak ingin berhadapan langsung dengan orang itu, apalagi dengan cara keras lawan keras.

   Cepat-cepat dia miringkan tubuhnya sedikit lalu bergerak memutar dan meluncur ke samping kurang lebih setengah lingkaran.

   Kemudian dengan jurus Lima Gelombang Mengurung Naga yang merupakan andalan para leluhur Ti Ciang Pang, dia melancarkan sebuah cengkeraman.

   Diam-diam hati manusia berpakaian putih menjadi terkesiap.

   Dia tidak menyangka usia Tan Ki yang masih demikian muda, tetapi sudah mempunyai kepandaian demikian tinggi.

   Hembusan angin yang terbit dari cengkeramannya itu begitu dahsyat.

   Hal ini juga membuktikan bahwa tenaga dalam anak muda ini juga kuat sekali.

   Tampak dia mendongakkan wajahnya dan mengeluarkan suara pekikan yang menyeramkan.

   Kedua kakinya bergerak dan tahu-tahu dia sudah mencelat mundur ke belakang.

   Bola mata Tan Ki mengerling ke sana ke mari.

   Dia melirik sekilas ke arah Oey Ku Kiong yang tadinya terkulai di atas tanah.

   Entah sejak kapan, tahu-tahu anak muda itu sudah merangkak bangun dan saat ini sedang duduk bersila dengan sepasang mata terpejam.

   Tampaknya dia sedang mengatur pernafasan untuk menyembuhkan luka dalam yang dideritanya.

   Hatinya seakan terlepas dari beban yang berat.

   Dia langsung meraung keras dan tubuhnya melesat menerjang ke depan.

   Saat itu Tan Ki sudah tidak mempunyai beban tanggung jawab apa-apa lagi yang harus dipikirkan.

   Begitu mengerahkan kepandaiannya, serangannya langsung terasa gencar sekali.

   Ilmu yang dikerahkannya terdiri dari jurus-jurus yang aneh dan terkandung serangan yang mampu membunuh lawannya.

   Mula-mula manusia berpakaian putih itu menganggap remeh lawannya.

   Sejak pertama bergebrak dia sudah memberi kesempatan bagi Tan Ki untuk menempatkan diri pada posisi yang menguntungkan.

   Akibatnya dia menjadi kehilangan peluang untuk menggerakkan serangan balasan.

   Serangan Tan Ki yang aneh dan gencar ini membuat sedemikian terdesak sehingga mulutnya terus mengeluarkan suara suitan yang aneh dan kakinya juga terus meloncat mundur ke belakang.

   Tiba-tiba Lok Hong melepaskan pelukan cucu kesayangannya dan maju dengan langkah lebar.

   "Berhenti!"

   Bentaknya keras.

   Tanpa dapat ditahan lagi Tan Ki jadi terpana.

   Justru ketika dia masih terkesima oleh bentakan Lok Hong, tahu-tahu manusia berpakaian putih itu sudah meloncat datang dan memutar sedikit tubuhnya untuk mengubah jurus yang lain.

   Dengan mudah serta tanpa kesulitan sama sekali, dia berhasil mencekal pergelangan tangan Tan Ki.

   Tan Ki hanya merasa bahwa bagian tubuh sebelah kirinya seperti kesemutan, tenaga dalamnya lenyap seketika.

   Tanpa dapat ditahan lagi hatinya menjadi terkesiap tidak kepalang.

   Wajahnya pun berubah hebat.

   Tampak sepasang alis Lok Hong menjung-kit ke atas.

   Orangtua itu seperti marah sekali.

   "Lohu suruh kalian berhenti bergebrak, kau masih berani mencuri kesempatan membokong orang. Apakah kau benar-benar tidak memandang sebelah mata terhadap diri Lo-hu?"

   Mulutnya berbicara, kakinya ikut m elangkah maju.

   Lengan bajunya dikibaskan sehingga timbul angin yang kencang lalu langsung meluncur ke arah manusia berpakaian putih tersebut! Siapa nyana manusia berpakaian putih itu licik bukan main.

   Dengan seenaknya dia menarik tangan Tan Ki dan tubuh anak muda itu yang sudah setengah kaku itupun terseret olehnya.

   Apabila dibiarkan otomatis anak muda itu yang dijadikan perisai untuk menyambut datangnya kibasan lengan baju Lok Hong yang dahsyat.

   Untuk sesaat Lok Hong jadi tertegun.

   Hawa amarah dalam dadanya meluap seketika.

   Tubuh bagian atasnya tidak bergerak satria sekali.

   Tangannya diulurkan ke depan, pergelangan tangan Tan Ki langsung tercekal olehnya.

   Serangkum tenaga yang dahsyat segera mengalir ke dalam tubuh anak muda itu.

   Tan Ki merasa segulung aliran tenaga yang panas menyusup ke dalam tubuhnya lalu mengalir keluar dengan menerjang ke pergelangan tangan manusia berpakaian putih yang juga sedang mencekal pergelangan tangan kiri anak muda itu.

   Manusia berpakaian putih itu mendengus dingin satu kali.

   Lengannya bergerak perlahan-lahan, dia menambah lagi tiga bagian tenaga dalamnya dan didorong ke depan.

   Tiba tiba Tan Ki merasa tenaga dalam yang dikerahkan oleh Lok Hong mempunyai daya tekan yang besar.

   Sebetulnya dia bisa mengerahkan tenaga dalam untuk menolak.

   Dengan demikian gelombang arus yang dahsyat itu jadi tertahan.

   Dengan membawa pikiran itu, dia langsung mempraktekkan apa yang terpikir olehnya barusan.

   Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Rupanya saat itu manusia berpakaian putih tengah mengadu kekuatan dengan Lok Hong lewat tubuh Tan Ki.

   Lok Hong merupakan seorang tokoh tua yang sudah terkenal dengan adatnya yang aneh.

   Melihat lawannya sanggup menyambut gelombang arus tenaganya yang dahsyat bahkan seakan tidak terasa apa-apa, kemarahannya jadi berkobar-kobar.

   Setelah tertawa dingin sebanyak satu kali, dia menambahkan lagi kekuatan tenaga dalamnya lalu didesakkan lewat pergelangan tangan Tan Ki.

   Meskipun Tan Ki mengerahkan lwekangnya dengan lambat dan kemudian menambah lagi kekuatannya, tetapi cara mengadu kekuatan yang luar biasa dan jarang dijumpai ini justru membuat diri hampir tidak dapat menahan diri.

   Dia merasa bahwa tenaga dalam yang tidak berwujud itu bagai air sungai yang meluap-luap dan deras serta mempunyai daya tekan yang hebat melanda tubuhnya dari dua jurusan.

   Dirinya bagai benda kecil yang terjepit di antara dua benda raksasa.

   Tan Ki seakan memanggul beban yang berat.

   Tubuhnya terasa letih dan lemas bahkan nafasnya pun menjadi sesak.

   Rupanya kekuatan tenaga dalam manusia berpakaian putih itu masih kalah satu tingkat bila dibandingkan dengan Lok Hong.

   Dua arus tenaga dalam yang satu dahsyat dan lainnya agak lemah malah menggetarkan isi perut Tan Ki.

   Pernafasannya seperti tersumbat dan dari kiri kanan mendapat tekanan yang hebat.

   Tanpa terasa, timbul semacam niat untuk melawan.

   Tan Ki sendiri tidak menyadari kalau dia sudah mengerahkan hawa murni dalam tubuhnya untuk memberontak.

   Dan secara aneh hawa murni serta tenaganya sendiri langsung bergabung dengan kerahan tenaga dalam manusia berpakaian putih yang lebih lemah, bergabung melawan datangnya arus tenaga Lok Hong yang dahsyat.

   Dalam waktu yang singkat, wajahnya yang tampan sudah dibasahi keringat yang menetes terus menerus.

   Manusia berpakaian putih itu tampaknya lebih menderita lagi.

   Bibirnya mengatup erat dan matanya membelalak lebar-lebar.

   Wajahnya mengerut-ngerut seperti orang yang menahan sakit.

   Tetapi pada dasarnya watak manusia berpakaian putih ini sangat keras.

   Meskipun dia tahu apabila dia melepaskan tangannya lalu mengundurkan diri, tentu ia akan terlepas dari kesulitan ini.

   Namun dia tidak berbuat demikian, giginya digertakkan erat-erat dan terus mengerahkan tenaga yang lebih kuat lagi.

   Tan Ki merasa nyali serta empedunya dialiri hawa yang panas yang kemudian meluap naik ke atas.

   Arus tenaga yang ada pada bagian kiri tubuhnya seperti bertambah kuat.

   Tubuhnya sampai doyong miring dan ketika manusia berpakaian putih itu menambah lagi kekuatan tenaga dalamnya, tubuhnya baru tegak kembali.

   Lok Hong sudah mengerahkan tenaga dalamnya sebanyak enam bagian.

   Tetapi dia merasa ketika tenaga lawannya kembali menerobos datang, arus kekuatannya sendiri bagai didorong dan hampir saja dia tidak dapat berdiri tegak.

   Cepat-cepat dia menambah lagi kekuatannya ke arah telapak tangan.

   Tan Ki sendiri langsung memejamkan matanya dan mengatur jalannya hawa murni dalam tubuhnya.

   Di bawah tekanan kedua tenaga yang berlainan itu, dia sampai mengerutkan alisnya.

   Keringatnya mengucur bagai curahan hujan.

   Tetapi dia tidak berani ayal, disalurkannya tenaga dalam untuk menolak arus kekuatan yang dikerahkan Lok Hong.

   Saat itu Lok Hong sudah menambah lagi kekuatan tenaga dalamnya menjadi sembilan bagian.

   Siapa nyana kedudukannya tetap saja seimbang, tidak tampak salah satu pihak yang lebih unggul atau lebih asor.

   Hal ini membuatnya tidak berpeluang lagi untuk meraih kemenangan.

   Di dalam hatinya mulai terselip rasa khawatir.

   Karena di antara mereka berdua terhalang oleh Tan Ki.

   Meskipun mereka hanya mengadu kekuatan tenaga dalam, tetapi justru keduanya tidak dapat saling menafsir.

   Mereka tidak dapat menilai, dari mimik wajah lawannya apakah diri sendiri yang akan unggul atau pihak lawannya yang akan meraih kemenangan.

   Dia hanya tahu bahwa kekuatan dirinya sendiri sudah dikerahkan sampai titik maksimal.

   Seandainya sisa sebagian yang terakhir dikerahkan juga, maka hilanglah kemampuan mengadakan perlawanan yang terakhir.

   Pada saat itu, apabila lawannya menambah sedikit saja kekuatan tenaga dalamnya, sudah pasti dirinya akan mendapatkan luka parah walaupun belum tentu sampai mati di tangan lawan.

   Padahal manusia berpakaian putih itu juga mempunyai pikiran yang sama.

   Dia sendiri juga sedang kelabakan, tidak tahu apa yang harus dilakukannya.

   Keduanya sama-sama tidak mempunyai keberanian untuk menambah lagi tenaga dalamnya, keduanya samasama khawatir kalau pihak lawan akan menggunakan kesempatan itu menambah tenaga dalamnya.

   Hal ini bukan berarti bahwa tenaga dalam Lok Hong kurang sempurna sehingga menjadi peristiwa semacam ini.

   Tetapi justru karena kekuatan tenaga dalam manusia berpakaian putih secara tanpa sadar bergabung dengan tenaga tolakan dalam tubuh Tan Ki yang mendorong dengan kuat seperti memberontak sehingga arus kekuatan Lok Hong jadi surut sebagian.

   Tetapi kebimbangan yang terjadi dalam hati kedua orang ini malah memberi keuntungan pada diri Tan Ki.

   Perasaan tidak enak di dalam tubuhnya menjadi lenyap.

   Dan lambat laun dia dapat menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut.

   Tekanan yang ada pada dirinya perlahan-lahan disalurkan oleh hawa murninya yang terus bergerak.

   Meskipun mula-mulanya, ketika kedua orang itu baru menyalurkan tenaga dalam ke tubuhnya, Tan Ki merasa agak tergetar dan nafasnya sesak, sekarang dia tidak merasakan apa-apa lagi.

   Malah dengan adanya dua arus tenaga yang saling berdesakan di dalam tubuhnya, kemudian dibantu gerakan hawa murninya sendiri, malah membawa keuntungan yang tidak kecil bagi dirinya.

   Bagian urat nadi yang sebelumnya sulit tertembus dengan mengandalkan himpunan hawa murninya sendiri, sekarang malah tertembus satu persatu.

   Setelah kurang lebih sepeminum teh telah berlalu, diantara keduanya masih belum juga terlihat siapa yang akan meraih keunggulan dalam mengadu kekuatan ini.

   Tiba-tiba pikiran Tan Ki tergerak.

   Diam-diam dia berpikir.

   Kalau begini terus, sampai kapan baru ada penyelesaiannya? Begitu pikirannya tergerak, mendadak dia menghimpun kembali hawa murni di dalam tubuhnya lalu mengarahkannya ke lengan kiri.

   Dia menyalurkan tenaga dalamnya membantu arus tenaga Lok Hong sehingga bergabung menjadi satu dan mengalir dengan deras.

   Terdengar dengusan berat dari hidung manusia berpakaian putih itu dan tangannya pun terlepas lalu tersurut mundur.

   Tampaknya dia tergetar oleh bantuan arus tenaga Tan Ki yang disalurkan secara mendadak sehingga tubuhnya tidak dapat berdiri tegak kemudian mundur dengan terhuyung-huyung.

   Tetapi dasar manusia berwatak keras, dengan susah payah dia mempertahankan diri agar tidak terjatuh ke atas tanah.

   Setelah tergetar mundur beberapa langkah, mulutnya langsung membuka dan memuntahkan darah segar beberapa kali berturut-turut.

   Wajah Lok Hong menyiratkan senyuman mengejek.

   Mulutnya bahkan memperdengarkan suara tawa yang dingin.

   "Kau memang sangat gagah."

   Sindirnya tajam.

   Manusia berpakaian putih sadar bahwa tenaga dalamnya masih kalah jauh dengan pihak lawan.

   Oleh karena itu dia tidak memperdulikan sindirian Lok Hong dan segera memejamkan matanya untuk mengatur pernafasan.

   Di samping membiarkan tubuhnya yang letih mendapat waktu istirahat juga berusaha meringankan luka dalamnya.

   Sembari mengelus jenggotnya, kembali Lok Hong memperdengarkan suara tertawa yang dingin.

   Kemudian dia menoleh kepada Tan Ki.

   "Dari mana kau mempelajari ilmu silat?"

   Hati Tan Ki langsung berdegup kencang mendapat pertanyaan seperti itu. Dia malah sengaja memutar balikkan pertanyaan itu dengan pertanyaan pula.

   "Apakah Locianpwe sudah mengetahui asal-usul ilmu silatku ini?"

   Sepasang alis Lok Hong langsung terjungkit ke atas. Hatinya mulai merasa marah.

   "Lohu sedang mengajukan pertanyaan, bukan malah Lohu yang harus memberi jawaban kepadamu!"

   Tan Ki mengangkat sepasang bahunya dengan acuh tak acuh, seolah bersikap pasrah terserah menghadapi orangtua di hadapannya.

   "Ucapan Locianpwe selalu tajam menusuk, hal ini justru membuat aku tidak tahu bagaimana harus memberikan jawaban."

   "Bagus sekali, kau malah memutar lidah di hadapan Lohu!"

   Sambil berkata, Lok Hong melangkah maju menghampiri Tan Ki.

   Kalau dilihat dari sikapnya yang serius dan garang, tampaknya kemarahan orangtua ini hampir tidak terbendung lagi.

   Rasanya dia sudah bersiap-siap menghukum Tan Ki.

   Suasana yang tegang seakan berada pada tingkat yang maksimum saat itu.

   Pertikaian yang tadinya berlangsung antara golongan sesat dan lurus sekarang berubah menjadi perang antara kawan sendiri.

   Meskipun hal ini tidak diakui oleh keduanya, tetapi secara tidak langsung Tan Ki telah memberikan bantuan kepada Lok Hong dengan melukai manusia berpakaian putih barusan.

   Tiba-tiba terdengar suara teriakan Lok Ing "Yaya!"

   Ujung pakaian berdesir, orangnya pun langsung menghambur datang.

   Tampak wajahnya yang sedih menyiratkan ketakutan dan kecemasan yang tidak terkirakan.

   Dia menghambur ke depan Tan Ki lalu membalikkan tubuhnya dan menghadang jalan kakeknya itu.

   Angin pagi yang sejuk menghembus ke arahnya.

   Gadis itu bagai seekor domba yang mendapat penganiayaan.

   Dia berdiri di tengah-tengah kedua orang itu dengan tampang yang menyayat hati.

   Lok Hong benar-benar tidak menyangka kalau cucu kesayangannya yang selama ini sangat membenci Tan Ki, bisa tiba-tiba berubah dan bersikap melindunginya.

   Untuk sesaat dia jadi tertegun.

   "Apa yang kau lakukan?"

   Tanyanya kemudian.

   Nada suaranya seperti sebuah perintah, tetapi di dalamnya terkandung kelembutan dan kasih sayang yang besar.

   BAGIAN XXXIII Lok Ing tertawa pilu.

   Dia menggelengkan kepalanya tanpa menyahut.

   Tawanya ini bagai mencetuskan beribu kata-kata dalam hatinya.

   Sekejap kemudian, tampak dua butir air mata mengalir dengan deras membasahi pipinya yang halus.

   Tampangnya yang mengenaskan ini benar-benar membuat Lok Hong terpana.

   Cucu perempuannya yang paling keras kepala dan tinggi hati, mengapa secara tiba-tiba bisa berubah menjadi demikian lemah.

   Hatinya ingin sekali menanyakan apa yang disusahkan oleh gadis itu.

   Tetapi berbagai perasaan berkecamuk di dalam kalbunya sehingga dia sendiri tidak tahu apa yang harus dikatakannya dan dari mana dia harus memulainya Terdengar suara Lok Ing yang lembut dan lirih bagai orang yang sedang berkeluh kesah.

   "Dia sudah hampir mati. Andaikata dia mempunyai kesalahan terhadap Yaya, harap pandang muka Ing-ji kali ini saja. Jangan tanya segala macam, biarlah dia menghadapi pertarungan ini dengan tenang, setelah dia mati"

   Lok Hong terkejut sekali. Dengan pandangan tidak mengerti dia mengajukan pertanyaan kembali.

   "Apa apa yang kau katakan?"

   Lok Ing menangis tersedu-sedu.

   "Yaya, marilah kita pergi. Entah siapa yang meracuninya, tahu-tahu keadaannya sudah parah sekali. Kemungkinan malah tidak dapat melewati senja ini dan tidak diragukan lagi dia pasti akan mati. Yaya harus membangkitkan semangatnya melakukan pertarungan. Seandainya harus mati, biar bagaimana juga harus membiarkan dia meninggalkan sedikit nama di dunia ini. Aku tidak ingin melihat tampangnya ketika menghadapi kematian. Aku akan pergi jauh-jauh, semakin jauh semakin baik"

   Kembali dia mengembangkan seulas senyuman yang pahit kemudian melanjutkan lagi kata-katanya.

   "Setelah dia mati, aku akan kembali lagi membereskan jenasahnya kemudian memilih sebuah pegunungan yang sunyi atau lembah yang tenang dan akan kubangunkan sebuah makam yang besar dan indah. Biar dia dapat terbaring di sana dengan tenteram untuk selamanya"

   Sembari berkata, air matanya terus menetes.

   Nada ucapannya biasa- biasa saja, tidak terselip gejolak perasaannya yang galau.

   Tetapi bagi pendengaran Lok Hong, hatinya bagai diganduli beban yang berat.

   Dari kata-katanya yang demikian romantis, sudah tidak usah diragukan lagi kalau cucu kesayangannya ini sudah mengambil keputusan yang tidak dapat diganggu gugat atas diri pemuda ini.

   Baru saja dia ingin mengucapkan beberapa patah kata untuk menghibur hati cucunya, Lok Ing sudah menarik tangannya dan menyeretnya meninggalkan tempat itu.

   Hal yang sama pada diri mereka adalah langkah kaki keduanya yang demikian berat.

   Apa yang terkandung dalam kalbu mereka sudah barang tentu jauh berlainan.

   Tetapi pokok persoalannya sudah pasti diri Tan Ki juga.

   Tan Ki memandangi bayangan kedua orang itu sampai jauh sekali.

   Beban dalam hatinya, seakan menjadi ringan.

   Dia mengerlingkan matanya dan berhenti pada diri manusia berpakaian putih.

   itu.

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Ditatapnya orang itu lekat-lekat sambil mengembangkan seulas senyuman.

   "Urusan kita belum selesai, sekarang juga kita tentukan akhir pertarungan kita. Cepat ke mari!"

   Sepasang tangannya mengambil posisi menahan di depan dada.

   Dia langsung memasang kuda-kuda seakan sudah siap menghadapi serangan lawan.

   Sepasang mata manusia berpakaian putih itu membuka lalu melirik ke arah manusia berjubah hitam longgar yang tampaknya merupakan pimpinan mereka.

   Dia seperti sedang menanti perintah dari orang itu.

   Manusia berjubah hitam longgar itu mengangkat tangannya ke atas dan menunjuk sebanyak dua kali.

   Manusia berpakaian putih itu-pun segera mengangguk-anggukkan kepalanya.

   Wajahnya yang pucat pasi tampak berkerut-kerut.

   Tiba-tiba dia mengeluarkan suara pekikan yang aneh, tubuhnya menyusul mencelat ke udara lalu menerjang ke depan.

   Boleh dibilang dalam waktu yang bersamaan, Tan Ki juga mendongakkan wajahnya dan bersuit nyaring.

   Sepasang kakinya bergerak menghentak di atas tanah dengan keras.

   Tubuhnya melesat ke udara menyambut kedatangan manusia berpakaian putih itu.

   Kejadiannya itu berlangsung dalam sekejap mata saja.

   Gerakan tubuh kedua orang itu saling menerjang dari dua arah.

   Dalam waktu yang singkat pukulan keduanya beradu di udara.

   Terdengarlah suara ledakan yang menggelegar.

   Dua pasang telapak sama-sama mengerahkan sebuah jurus di tengah angkasa.

   Cara bertarung keras lawan keras seperti ini, meskipun Tan Ki sudah bersiap sedia menghadapi lawannya dengan melancarkan serangan balasan yang hebat, tetapi karena lawannya di atas dan dia menyusul kemudian, maka tubuhnya pun tertekan oleh arus tenaga lawan sehingga anjlok turun lagi ke atas tanah.

   Oey Ku Kiong yang masih duduk bersila di atas tanah, tiba-tiba membuka sepasang matanya.

   Perlahan-lahan dia melirik Tan Ki sekilas.

   Dari sinar matanya tersorot kekhawatiran dan kecemasan hatinya.

   Seakan takut kalau Tan Ki bukan tandingan manusia berpakaian putih itu dan baru bergebrak saja sudah mengalami kekalahan.

   Tetapi dia melihat wajah Tan Ki serius dan berwibawa.

   Sikapnya seperti seorang tokoh yang sudah mencapai taraf kesempurnaan.

   Hal ini membuat orang yang melihatnya merasa dalam hatinya timbul perasaan hormat.

   Pengetahuannya sangat luas.

   Melihat tampang Tan Ki yang keren dan angker, dia segera menyadari bahwa ilmu Tan Ki sudah mendapatkan kemajuan yang pesat.

   Sikapnya yang berwibawa itu justru merupakan ciri khas seorang tokoh tingkat tinggi sebelum memulai pertarungan.

   Perlu diketahui bahwa kecerdasan Tan Ki melebihi orang lain.

   Dalam usia dua puluh tahun saja, dia sudah menggemparkan dunia persilatan.

   Nama Cian bin mo-ong berkumandang ke mana-mana dan menggetarkan hati setiap orang.

   Di tambah lagi selama bulan terakhir ini dia sudah memahami berbagai kesulitan yang tadinya menggelayuti pikirannya.

   Hal ini membuat ilmu silatnya mengalami kemajuan yang pesat.

   Meskipun Oey Ku Kiong sendiri belum berhasil menembus urat penting dalam tubuhnya, tetapi terhadap perkembangan ilmu silat dan reaksi-reaksi yang diperlihatkan, dia justru paham sekali.

   Oleh karena itu, sekali lihat saja dia sudah tahu bahwa kepandaian Tan Ki sekarang sudah jauh lebih hebat dibandingkan sebelumnya.

   Saat ini jarak diantara keduanya kurang lebih empat lima langkah.

   Mereka seperti saling menguji kesabaran.

   Sinar mata Oey Ku Kiong mengendar.

   Dia melihat sepasang mata Tan Ki sedang menatap si manusia berpakaian putih lekat-lekat, seakan dari pukulannya tadi dia dapat menduga bahwa orang itu bukan lawan yang mudah dihadapi dan tidak boleh dipandang ringan sama sekali.

   Sikapnya serius sekali.

   Tiba-tiba dari kejauhan berkumandang suara suitan secara berturut-turut.

   Manusia berjubah hitam longgar serta bermata sipit itu langsung mengerutkan sepasang alisnya.

   Kemudian dia tertawa dingin.

   Dalam sekejap mata sikapnya kembali angkuh dan sombong.

   Tampak Tan Ki mengeluarkan sebatang suling dari balik lengan bajunya dengan gerak perlahan-lahan.

   Kemudian dia menggetarkannya.

   Tiba-tiba muncul guratan sinar yang berkilauan serta menimbulkan hawa dingin.

   Pandangan mata menjadi kabur dibuatnya.

   Rupanya di dalam seruling itu terdapat sebilah pisau yang panjang kurang lebih tiga cun.

   Apabila ditekan, pedang itu baru keluar.

   Tetapi kalau dikibaskan dengan keras, pisau itu bisa masuk lagi ke dalam.

   Jadi seperti semacam senjata yang tersembunyi.

   Manusia berpakaian putih itu melihat Tan Ki mengeluarkan senjatanya.

   Sepasang matanya yang sayu seperti mata setan tiba-tiba memancarkan sinar berwarna kehijauan.

   Dia berdiri dengan sikap bimbang, seakan senjata yang tersimpan dalam seruling Tan Ki membuatnya ngeri sebelum bertarung.

   Sikap Tan Ki yang keren dan berwibawa juga membuat orang yang melihatnya tidak berani memandangnya sebagai lawan yang enteng.

   Ketegangan yang luar biasa heningnya mengiringi waktu yang merayap dengan perlahan-lahan, suasana yang mencekampun semakin terasa Dengan gerakan lambat Tan Ki mengangkat serulingnya ke atas.

   Tiba-tiba tubuhnya melesat ke depan menerjang masuk.

   Sinar berwarna putih melintas di udara, tahu-tahu orangnya sudah kembali pada posisi semula.

   Gerakannya yang lambat tiba-tiba menjadi cepat.

   Hanya tampak sinar pedang berkilauan sekejap mata, orangnya pun sudah kembali ke tempat semula.

   Kecepatan ini sungguh sulit diikuti mata biasa.

   Boleh dibilang sepesat kilat yang menyambar.

   Satu jurus serangan kedua orang itu dilakukan tanpa menimbulkan suara sedikitpun.

   Tidak terdengar suara pukulan ataupun gerakan pedang pendek dalam seruling Tan Ki.

   Oey Ku Kiong mendongakkan kepalanya dan memperhatikan dengan seksama.

   Tanpa dapat ditahan lagi hatinya jadi bergetar.

   Dia melihat sepasang lengan serta tubuh tegak si manusia berpakaian putih telah merubah gerakannya, tampaknya dengan mudah dia dapat menghadapi serangan Tan Ki yang secepat kilat itu.

   Tetapi di lengan bajunya yang longgar itu telah terlihat celah sebesar empat lima cun.

   Secara samar-samar dapat terlihat bekas darah yang merembes.

   Tidak diragukan lagi serangan seruling yang dilakukan Tan Ki tadi telah berhasil melukai si manusia berpakaian putih.

   Namun rupanya luka yang ditimbulkan oleh pedang pendek yang tersembunyi dalam serulingnya tidak terlalu dalam.

   Oey Ku Kiong sampai menarik nafas panjang-panjang.

   "Dia sungguh perkasa,"

   Katanya seperti kepada dirinya sendiri.

   Semacam emosi yang tidak dipahaminya membuat pandangannya terhadap Tan Ki jadi berubah.

   Dia merasa anak muda itu bagai sinar mentari yang baru menyingsing, yang cahayanya membuat perasaan orang menjadi silau mengejutkan.

   Sikapnya berwibawa dan anggun.

   Dia berdiri tegak di hadapannya dengan wajah serius.

   Bahkan si manusia berpakaian putih yang dirinya sendiri mengakui tidak dapat mengalahkan, ternyata dengan gerakan yang sederhana dan tampaknya mudah sekali, berhasil dilukai Tan Ki.

   Bila dia tidak menyaksikan hal ini dengan mata kepalanya sendiri, dia benar-benar tidak percaya bahwa peristiwa ini merupakan kenyataan.

   Tangan kanan Tan Ki terangkat ke atas, pedang pendek yang menyambung dengan serulingnya memancarkan cahaya yang berkilauan dan perlahan-lahan mengarah ke dada si manusia berpakaian putih tersebut.

   Dengan jurus Pergelangan Tangan Mengibas Awan, telapak tangannya langsung terentang.

   Dari bawah tiba-tiba memutar ke atas.

   Tiba-tiba manusia berpakaian putih itu menyerang ke arah pergelangan Tan Ki yang menggenggam sebatang"

   Seruling berisi senjata aneh itu.

   Tampang manusia berpakaian putih ini benar-benar mirip sesosok mayat yang diseret dari liang kubur.

   Dia menggerakkan tangannya yang kosong tanpa membawa senjata apapun.

   Tetapi pada sepuluh jari tangannya justru dipelihara kuku-kuku yang panjangnya kurang lebih tiga empat cun, menyerupai kaitan yang tajam.

   Persis seperti sepuluh batang pisau tajam yang ditancapkan pada jari tangannya.

   Begitu dia mengerahkan tenaganya melancarkan serangan, angin yang ditimbulkannya bagai sepuluh batang golok terbang yang melintas di angkasa dan dengan gusar melesat ke arah lawannya.

   Kecepatannya benar-benar bagai kilat yang menyambar.

   Siapa nyana pedang suling yang didorongkan ke depan oleh Tan Ki tiba-tiba menekan ke bawah.

   Gerakannya dari lambat berubah menjadi cepat.

   Hawa dingin menyebar, sasarannya pergelangan tangan kanan manusia berpakaian putih itu.

   Begitu jurus pedangnya berubah, dari menghindar tahu-tahu melakukan serangan, semuanya boleh dibilang terjadi dalam waktu yang hampir bersamaan.

   Nama Cian bin moong yang sempat menggetarkan dunia persilatan, ternyata bukan didapatkan dengan mengandalkan keberuntungan saja! Sepasang bahu manusia berpakaian putih itu bergerak, sepasang kakinya menutul, tubuhnya dalam posisi tegak mencelat ke belakang sejauh dua depa.

   Meskipun perubahan gerakannya sudah termasuk cepat, tetapi putaran pedang di tangan Tan Ki laksana ombak yang dihembus angin kencang, yang terlihat hanya guratan cahaya yang membawa hanya dingin melesat lewat pergelangan tangan si manusia berpakaian putih.

   Ketika dia menundukkan kepalanya melihat, tahu-tahu lengan baju kanannya telah terkoyak sebagian dan darah segar jatuh setetes demi setetes membasahi tanah.

   Dua jurus serangan telah berturut-turut dilancarkan, setiap jurus melukai satu tempat.

   Tetapi manusia berpakaian putih itu masih belum meluap kemarahannya karena hal ini.

   Malah sebaliknya, Kiam-sut Tan Ki yang hebat ini serta sikapnya yang berwibawa, secara diam-diam membuat hatinya tergetar.

   Sepasang matanya menyorotkan sinar gentar.

   Melihat Tan Ki menggenggam suling di tangan dan melangkah maju dengan tampang serius, tanpa terasa kakinya malah meloncat mundur satu langkah.

   Manusia berjubah hitam longgar yang tingginya kurang dari lima mistar, tiba-tiba mengerutkan alisnya.

   "Ji-yau, apakah lukamu parah sekali?"

   Orang ini sudah pasti wataknya angkuh bukan main, meskipun maksud pertanyaannya merupakan perhatian dan mengandung kekhawatiran tetapi nadanya justru begitu dingin seperti sebongkah es batu.

   Manusia berpakaian putih itu diam-diam mencoba mengatur pernafasannya, dia merasa hawa murninya masih dapat disalurkan ke lengan tangan.

   Hatinya langsung tahu bahwa tulang maupun uratnya masih belum tersayat putus oleh pedang Tan Ki.

   Dengan demikian dia segera menyahut dengan lantang.

   "Terima kasih atas perhatian Kaucu, hamba masih dapat meneruskan pertarungan ini!"

   Tangannya terangkat, dengan jurus Sungai Es Meluap Naik, sepuluh jari tangannya yang mirip kaitan tajam menimbulkan berpuluh-puluh bayangan.

   Dengan lincah dan gencar menyerang ke arah Tan Ki.

   Tan Ki menggetarkan pergelangan tangannya dan mengibas ke depan, pedang sulingnya segera menyambut serangan lawan.

   Tetapi sepasang kakinya tidak bergerak sama sekali, dia tetap berdiri pada posisi semula.

   Seperti orang yang sudah dapat bayangan bahwa dengan cara seperti ini, asal dia mengibaskan tangannya ke depan, tetap saja dia akan mengenai sasaran dengan telak.

   Atau paling tidak dapat menangkis serangan manusia berpakaian putih itu dengan tepat.

   Tetapi nyatanya, sikapnya yang demikian tenang dan menampilkan kewibawaan, membuat manusia berpakaian putih itu tidak berani mendesak maju.

   Tubuhnya bergerak, dia malah mencelat ke belakang.

   Melihat keadaan itu, tanpa dapat ditahan lagi sepasang alis Kim Yu berjungkit ke atas.

   Dengan suara rendah dia berkata kepada manusia berjubah hitam longgar itu.

   "Suheng, tampaknya anak muda itu sudah mencapai tingkat yang tinggi sekali dalam ilmu pedang. Sekali turun tangan gerakannya seperti bintang jatuh dari langit. Kemungkinan besar Ji-yau atau Siluman Kedua bukan tandingannya!"

   Manusia berpakaian hitam longgar itu mendengus dingin.

   "Takutnya dia malah tidak bertahan lebih banyak dari sepuluh jurus lagi."

   "Itu sih belum tentu. Di bawah pimpinan Suheng terdapat dua siluman dan dua setan. Mereka adalah orang-orang yang wataknya keras bukan main. Semakin gencar melakukan serangan, mereka semakin tidak takut menghadapi kematian"

   Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Di saat kedua orang itu sedang berbicara, manusia berpakaian putih itu sudah mencelat mundur dan berdiri dengan tegak.

   Tiba-tiba terdengar suara raungan keras dari mulut Tan Ki.

   Dalam waktu yang bersamaan pedang suling di tangannya juga bergerak ke depan.

   Tampak cahaya yang berkilauan melesat cepat ke arah lawan.

   Jurus ini juga termasuk salah satu diantara ilmu pusaka Ti Ciang Pang yang bernama Matahari Tenggelam Menyorot Indah.

   Jurus ini memang khusus diciptakan untuk mengejar lawan dengan serangan yang gencar.

   Ketika pedang sulingnya bergerak, kecepatannya bagai sebatang anak panah yang dibidikkan ke depan! Serangan secepat ini hanya dapat dilakukan oleh jago kelas tinggi di dunia Bulim.

   Begitu serangannya datang, lawannya langsung merasa kalang kabut dan tidak tahu bagaimana harus menghadapinya.

   Manusia berpakaian putih itu kehilangan kesempatan yang baik.

   Dirinya jadi terperangkap dalam keadaan yang berbahaya.

   Apalagi senjata di tangan Tan Ki merupakan sejenis senjata yang jarang terlihat di dunia Kangouw, yakni sebatang suling yang berisi pisau.

   Ketajamannya sungguh luar biasa.

   Ketika bergerak menimbulkan cahaya yang menyilaukan mata pula.

   Sekali pandang saja dapat dipastikan bahwa senjata rahasia itu dapat memotong berbagai logam dengan mudah.

   Manusia berpakaian putih itu sudah barang tentu tidak berani menyambutnya dengan tangan kosong, hal ini akan merugikan kedudukannya.

   Secara berturut-turut dia meloncat mundur sejauh tiga langkah.

   Tetapi biar bagaimana, dia merupakan salah satu pelindung hukum dalam perkumpulan Pek Kut Kau.

   Ilmu silatnya merupakan hasil latihan keras.

   Tentu saja dia juga mempunyai kelebihannya tersendiri.

   Sejak serangan Tan Ki membuat dirinya terdesak sehingga surut mundur beberapa kali, dia tidak berani memandang ringan lawannya lagi.

   Tanpa menunggu serangan Tan Ki yang berikutnya, pergelangan tangannya segera memutar dan melancarkan serangan balasan.

   Lengannya yang panjang dan kurus bergerak, pukulannya bagai kincir angin yang kencang.

   Dalam waktu yang singkat dia sudah melancarkan empat pukulan serta dua totokan.

   Kedua totokan dan empat pukulan ini merupakan serangan yang keji sekali dan mengandung tenaga dalam yang dahsyat.

   Ketika serangannya dilancarkan, timbul suara angin yang mirip suitan panjang.

   Meskipun Tan Ki sering melancarkan jurus-jurus yang aneh, tetapi biar bagaimana pengalaman dan pengetahuannya masih kalah jauh dibandingkan lawan.

   Lengah sedikit saja, dia sudah terdesak oleh manusia berpakaian putih itu.

   sampai berada dalam posisi yang berbahaya.

   Setelah bergebrak belasan kali, dia malah kehilangan peluang untuk balas menyerang sama sekali.

   Sembari mengatur pernafasan serta hawa murninya guna menyembuhkan luka, secara diam-diam Oey Ku Kiong terus mengikuti perkembangan pertarungan antara Tan Ki dengan manusia berpakaian putih itu.

   Melihat keadaan jadi berbalik, Tan Ki yang kewalahan serta manusia berpakaian putih yang di atas angin, dia menjadi heran sekali.

   Apa sebetulnya yang telah terjadi? pikirnya dalam hati.

   Melihat keadan Tan Ki yang demikian terdesak, hatinya panik bukan main.

   Cepat-cepat dia mengempos tenaga dalam dan hawa murninya lalu melonjak bangun.

   Dia bersiap-siap mencari kesempatan yang baik supaya dapat menerjang ke depan memberi bantuan.

   Namun pertarungan di antara kedua orang itu berlangsung dengan gerakan yang cepat sekali.

   Sejurus demi sejurus dilancarkan, deruan angin pukulan dan bayangan seruling terus bergantian.

   Bagai gulungan ombak di lautan yang terus melanda tiada hentinya.

   Setelah memperhatikan sejenak, Oey Ku Kiong masih juga tidak mendapat kesempatan untuk memberikan bantuan.

   Justru ketika dia sedang panik dan kelabakan, tiba-tiba terdengar Tan Ki meraung keras bagai harimau ngamuk.

   Seruling di tangannya mendadak melancarkan jurus-jurus yang aneh.

   Bayangan seruling yang membawa hawa dingin berkelebatan memenuhi angkasa.

   Dengan jurus Kabut Awan Diselimuti Cahaya Keemasan, tubuhnya berputaran bagai kitir angin menerjang ke depan.

   Rupanya dia menggabungkan Te Sa Jit-sut dengan ilmu gerakan seruling sehingga menimbulkan pengaruh yang hebat.

   Sayangnya gabungan ilmu ini baru pertama kali dimainkannya, hal ini membuat gerakannya masih agak kaku.

   Manusia berpakaian putih itu melihat Tan Ki tiba-tiba merubah gerakannya.

   Sambil menghindarkan diri, anak muda itu membalas sebuah serangan.

   Diantara cahaya yang dingin timbul bayangan pedang dalam jumlah yang banyak.

   Serangannya langsung mendesak ke arah dada manusia berpakaian putih itu.

   Entah mengapa, serangkum hawa dingin yang timbul dari pedang Tan Ki yang jaraknya tinggal setengah depa dari dada lawannya mendadak berhenti, gerakannya seperti tertahan sesuatu sehingga tidak dapat diteruskan lagi.

   Ternyata di saat yang genting ini, pedang Tan Ki sudah hampir berhasil menikam dada lawannya, tiba-tiba anak muda ini lupa lanjutan gerakan yang harus dilakukannya.

   Mungkin hal ini terjadi karena gerakannya yang masih kaku dan baru pertama kali menggunakan ilmu tersebut.

   Dengan demikian, hilanglah kesempatan yang besar untuk membunuh lawannya karena gerakannya yang berhenti dengan mendadak itu.

   Untuk sesaat manusia berpakaian putih itu menjadi terpana.

   Kemudian secara tidak terduga-duga dia mengerahkan jurus Menyebar Bunga Pohon Liu, tubuhnya meloncat ke samping dan tahu-tahu tangannya meluncur untuk mencekal pergelangan tangan Tan Ki yang sedang menggenggam seruling.

   Saat itu Tan Ki sedang merenungi kelanjutan perubahan gerak ilmu Te Sa Jit-sut, perhatiannya jadi terpencar karena lengah ia jadi terdesak sedemikian rupa oleh serangan manusia berpakaian putih yang gencar sehingga mencelat mundur ke belakang.

   Perlu diketahui bahwa ilmu pedang merupakan satu diantara sekian banyak jenis ilmu silat yang paling susah dipahami, apalagi bila hendak mencapai tingkat tertinggi.

   Apabila Kiam-sut seseorang sudah mencapai taraf kesempurnaan, asal dia mengempos hawa murninya saja, pedangnya dapat mengikuti kemauannya menyerang pihak lawan.

   Pengaruh kekuatan pedangnya bagai air terjun yang menghempas batu karang, tidak akan satupun yang meleset dari sasarannya.

   Bahkan orang yang tenaga dalamnya sudah mencapai tingkat tinggi dapat membunuh lawannya dari jarak dua depaan.

   Tan Ki justru mondar-mandir di antara tepian pantai ilmu pedang yang tertinggi.

   Andaikata ada setitik ilham yang mendadak muncul dalam benaknya, maka kelak dirinya bagai sebuah kotak pusaka yang masih belum diketahui orang banyak.

   Di saat mencapai taraf tersebut, maka setiap kesulitan yang pernah dihadapinya dapat dipecahkan satu per satu bagai bayangan yang melintas di depan pelupuk mata.

   Hal ini berarti dirinya sudah mendapatkan hasil yang tidak habis dipakai.

   Pikiran Tan Ki sedang bergelut dengan ilmu yang baru dipahaminya.

   Dia seolah tidak memperdulikan keadaan sekitar sama sekali.

   Tetapi memangnya siapa manusia berpakaian putih itu.

   Sejak semula dia sudah melihat sinar mata Tan Ki yang menerawang di kejauhan, hatinya segera sadar bahwa ada sesuatu yang sedang menggelayuti pikiran anak muda itu.

   Tentu dia tidak memperhatikan keadaan di sekitarnya.

   Biar bagaimana manusia berpakaian putih merupakan seorang tokoh yang licik sekali, mana mungkin dia sudi melepaskan kesempatan yang bagus ini? Oleh karena itu, tanpa menimbulkan suara sedikitpun dia segera merapatkan dirinya ke arah anak muda itu.

   Tiba-tiba pergelangan tangannya mengibas dan tahu-tahu sudah meluncur ke arah pergelangan tangan Tan Ki yang sedang menggenggam seruling! Cara melancarkan serangannya itu, menggunakan kecepatan yang tinggi sekali.

   Oey Ku Kiong yang melihatnya sampai terkejut setengah mati, tanpa dapat ditahan lagi dia berteriak sekeras-kerasnya.

   "Tan Heng, hati-hati!"

   Mendadak serangkum rasa nyeri menyerang ulu hatinya.

   Persis seperti dicucuki puluhan jarum yang tajam, kata-katanya pun tidak dapat dilanjutkan lagi.

   Rupanya dalam keadaan panik, dia sampai melupakan dirinya yang sedang terluka.

   Baru saja meneriakkan beberapa patah kata, dia tidak sanggup melanjutkan lagi.

   Tetapi saat ini Tan Ki bukan lagi pemuda yang ingusan yang baru terjun ke dunia Kangouw, meskipun dia terkena sedotan tenaga manusia berpakaian putih itu yang kuat.

   Memang tubuhnya sampai tidak dapat dipertahankan lagi tertarik ke depan satu langkah, namun dia juga jadi tersadar seketika.

   Melihat cakar lawannya yang tajam hanya tinggal kurang dari satu cun dengan dadanya, cepat-cepat dia mengempos hawa murninya dan tubuhnya pun langsung mencelat mundur ke belakang.

   Seraya mencelat ke belakang, Tan Ki juga langsung mengerahkan tenaga dalamnya dan memperhatikan dengan seksama gerakan lengan lawannya.

   Tiba-tiba tubuhnya miring sedikit kemudian meluncur membalas sebuah serangan..

   Tampak cahaya dingin berkilauan.

   Bayangan bintang yang jumlahnya tidak terhitung berkumpul menjadi satu kemudian meluncur ke depan.

   Serangannya kali ini, baik kecepatan maupun tenaga yang terkandung di dalamnya merupakan paduan seluruh kekuatan pada diri Tan Ki.

   Terasa ada kilasan cahaya yang menyilaukan mata, dari deruan suaranya sudah dapat diduga bahwa serangan ini tidak boleh dianggap ringan.

   Tampaknya manusia berpakaian putih itu terkesiap sekali melihat serangannya yang hebat bukan buatan itu.

   Mau tidak mau dia menarik kembali serangannya sendiri lalu mencelat ke samping untuk menghindarkan diri.

   Tiba-tiba Tan Ki mendongakkan wajahnya dan tertawa terbahak-bahak.

   "Kau sudah tertipu, mengapa masih tidak menyerah?"

   Pergelangan tangannya memutar kemudian mengibas.

   Tubuhnya meluncur ke depan mengejar.

   Begitu tangannya bergerak, pedang sulingnya langsung menimbulkan bayangan yang tidak terhitung jumlahnya.

   Hawa dingin menyebar, cahayanya memijar.

   Bagai gumpalan awan yang disinari mentari dan meluncur ke depan bagai kilat.

   Jurus ini bukan jurus sembarangan, justru merupakan salah satu jurus yang paling hebat dari Te Sa Jit-sut, yakni Lautan Selatan Menggelora.

   Kekuatannya dahsyat sekali dan sulit dicari tandingannya.

   Kemudian terdengar suara siulan yang tajam dan menyayat hati, memecahkan keheningan suasana yang tegang.

   Hujan darah memercik ke mana-mana, disusul dengan sebuah lengan tangan yang dilewati oleh pedang suling Tan Ki lalu terbang melayang sejauh dua depaan.

   Begitu mata memandang, tampak manusia berpakaian putih itu mendekap sebelah tangannya yang kutung.

   Ia mundur dengan terhuyung-huyung.

   Wajahnya yang pucat pasi menyiratkan penderitaan yang tidak terkirakan.

   Tetesan-tetesan darah segar bagai air pancuran mengalir mengiringi gerakan langkahnya yang limbung.

   Wajah Tan Ki malah menyiratkan seulas senyuman yang gagah dan berdiri di tempatnya dengan tenang.

   Saat itu dia masih mengenakan pakaian pengantinnya serta tampak berkibar-kibar ditiup angin pagi.

   Sikapnya berwibawa dan anggun persis seperti seorang dewa yang turun dari langit.

   Tubuhnya berdiri dengan tegak.

   Dengan berhasilnya serangan yang ia lancarkan tadi, bahkan lawannya sampai terkutung lengannya, membuktikan bahwa hasil pemikirannya tadi sudah benar dan dia sudah menembus bagian tersulit dalam ilmu pedang.

   Hatinya juga sadar bahwa Te Sa Jit-sut telah berhasil ia kuasai sepenuhnya sehingga dapat digunakan sesuai keinginan hatinya.

   Asal diberi waktu beberapa kentungan lagi untuk merenungkan Tian Si Sam-sut, dia yakin ilmu ini juga dapat dikuasainya dengan sempurna.

   Dengan demikian dia mempunyai peluang untuk menyaingi jago-jago kelas tinggi di dunia Bulim sehingga namanya akan berkumandang di mana-mana.

   Sayangnya, sebentar lagi dia akan mati Meskipun Tan Ki adalah seorang pemuda yang bernasib malang dan tidak memperdulikan mati hidupnya sendiri, tetapi di saat berpikir tentang kemajuan ilmu silat yang berhasil dicapainya, sehingga ada kemugkinan mendapat kejayaan di masa yang akan datang, mau tidak mau hatinya menjadi pedih mengingat bahwa usianya hanya tinggal beberapa saat dan dia sudah harus meninggalkan dunia yang penuh variasi ini.

   Manusia berjubah longgar hitam dan merupakan Kaucu dari Pek Kut Kau dari wilayah barat menggerakkan tubuhnya yang kecil pendek dan melangkah keluar perlahan-lahan.

   Tampak sepasang matanya menyorotkan sinar kebimbangan dan kekhawatiran.

   Dia berjalan mendekati Tan Ki.

   "Ilmu pedang yang kau gunakan tadi, siapa yang mewariskannya kepadamu?"

   Tanyanya serius.

   "Bagaimana kalau aku tidak ingin memberitahukannya kepadamu?"

   Kaucu Pek Kut Kau itu memperdengarkan suara tawa yang menyeramkan.

   "Kata-kata yang telah aku cetuskan, tidak ada seorangpun yang berani menentangnya. Kalau kau tidak percaya, boleh coba-coba. Saat itu biarpun kau ingin mengatakannya, kemungkinan sudah terlambat"

   Pada saat ini, Tan Ki sudah tidak memperdulikan mati hidupnya lagi.

   Dalam pikirannya, meskipun dia tidak mati dalam pertarungan, toh dia akan mati juga karena serangan racun dalam tubuhnya.

   Mendengar kata-kata manusia berjubah hitam itu yang demikian angkuh, tanpa dapat ditahan lagi dia tertawa terbahak-bahak.

   "Paling-paling mati, memangnya apa yang harus ditakuti?"

   Wajah Kaucu Pek Kut Kau itu langsung menyiratkan kegusaran, sembari tertawa dia berkata.

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Ingin mati? Takutnya malah tidak begitu mudah!"

   Dengan mata menerawang Tan Ki merenung beberapa saat.

   "Kepandaian di dunia Kangouw terdiri dari bermacam ragam. Tetapi ilmu menggunakan racun bukan sembarang orang yang mempelajarinya. Cayhe juga percaya bahwa Saudara sanggup membuat diri ini terperangkap dalam keadaan mati tidak hiduppun tidak. Tetapi aku juga mempunyai keyakinan sendiri dan tidak membiarkan Saudara berbuat demikian!"

   Kata-katanya ini diucapkan dengan penuh kegagahan.

   Di balik sikapnya yang lembut tersirat kekerasan.

   Oey Ku Kiong yang berdiri di sampingnya sampai menganggukkan kepala berkali-kali menyetujui pendapatnya ini.

   Wajahnya bahkan menyunggingkan seulas senyuman yang menunjukkan rasa kagumnya.

   Sepasang alis Kaucu Pek Kut Kau itu langsung menjungkit ke atas.

   Wajahnya berubah jadi kelam.

   Namun mulutnya memperdengarkan suara tertawa yang dingin.

   "Benarkah?"

   "Saudara dapat melihat jurus seranganku tadi, tentunya sudah dapat menduga pula asal usulnya. Seandainya Cayhe mengungkapkan siapa orangnya yang mewariskan ilmu tersebut, harap Saudara juga mengabulkan beberapa permintaanku ini. Urusan pagi ini, biar bagaimana harus ada penentuan menang kalahnya. Biarpun Saudara tidak mengajukan pertanyaan ini, pertarungan tetap harus berlangsung. Siapapun tidak dapat mencegahnya lagi. Harap Saudara pertimbangkan lagi baik-baik. Kata-kata yang kuucapkan, hanya untuk melihat sampai di mana kegagahan tokoh dari Si Yu, bukan berarti dapat memaksa diri Cayhe menerima penghinaan dari kalian!"

   Kaucu Pek Kut Kau menganggukkan kepalanya.

   "Dari tokoh angkatan muda maupun para boanpwe, selamanya tidak ada seorangpun yang berani berbicara demikian di hadapanku. Sikapmu yang berani membangkang ini, meskipun sudah patut menerima hukuman mati, tetapi kata-katamu tadi beralasan juga."

   "Kalau begitu, berarti Saudara sudah menyetujui?"

   Sinar mata Kaucu Pek Kut Kau itu mengedar sekilas lalu berhenti pada diri Oey Ku Kiong. Bibirnya mengembangkan seulas senyuman.

   "Kita boleh saling menukar masalah, biarpun didengar oleh orang lain, tidak apa-apa. Setelah kita selesai bicara, aku dapat membunuhnya."

   Mendengar kata-katanya, Oey Ku Kiong terperanjat sekali.

   Diam-diam dia berpikir dalam hatinya.

   Orang ini secara terang-terangan menyatakan apa yang tersirat dalam hatinya, kalau dia tidak mempunyai keyakinan besar atas dirinya sendiri, mana mungkin Berpikir sampai di sini, jantungnya berdegup lagi.

   Dia memaksakan dirinya untuk menghimpun hawa murni dalam tubuhnya.

   Secara diam-diam dia melihat ke sekelilingnya untuk bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan.

   Tan Ki tersenyum lembut.

   "Tentang mati hidup, merupakan urusan yang baru dapat ditentukan setengah kentungan kemudian. Saudara juga tidak perlu berbicara dengan nada seyakin itu"

   Setelah berhenti sejenak, dia baru meneruskan lagi kata-katanya.

   "Jurus serangan yang tadi Cayhe kerahkan bernama Lautan Selatan Menggelora. Mungkin Saudara juga sudah mengetahuinya. Kemungkinan Saudara malah lebih memahaminya daripada diri Cayhe ini"

   Kaucu Pek Kut Kau tertawa lebar.

   "Tidak salah! Jurus Lautan Selatan Menggelora yang kau gunakan tadi, bukan saja mengandung perubahan yang cepat lagipula memang aku lebih menguasainya daripada dirimu. Gerakanmu barusan seperti orang yang baru mempraktekkanya pertama kali. Sehingga sering kehilangan kesempatan yang baik untuk membunuh lawan"

   Mendadak dia menarik nafas dalam-dalam. Kemudian baru melanjutkan kembali.

   "Sayangnya, dari kitab ilmu pusaka perkumpulanku itu, yakni Te Sa Jit-sut, aku hanya memahami dua jurus yang terakhirnya saja. Salah satunya adalah Lautan Selatan Menggelora yang kau mainkan tadi."

   Hati Tan Ki tercekat mendengar kata-katanya.

   "Rupanya Te Sa Jit Sut adalah ilmu dari Pek Kut Kau asalmu itu?"

   Kaucu Pek Kut Kau atau Perkumpulan Tengkorak Putih menganggukkan kepalanya sedikit.

   "Dalam dunia Bulim sekarang ini, kecuali aku sendiri, seharusnya tidak ada orang lagi yang paham ilmu ini. Tetapi secara tidak terduga-duga, di tempat ini juga aku bisa menemui seseorang yang paham ilmu pusaka perkumpulan kami yang sudah lama menghilang. Entah dari siapa kau mendapatkan warisan ilmu tersebut?"

   Tan Ki tertegun sekian lama.

   Diam-diam dia berpikir.

   Seluruh, ilmu silat yang kukuasai merupakan hasil curian dari goa makam leluhur Ti Ciang Pang, Kemudian baru mendapat kemajuan seperti sekarang.

   Bahkan kitab ilmu pernafasan itu termasuk salah satu diantaranya.

   Sedangkan hal ini merupakan rahasia yang tidak boleh diketahui oleh orang lain Hatinya bagai kincir angin yang terus berputar.

   Setelah berpikir beberapa saat, baru saja dia ingin mencari alasan untuk mengulur waktu agak lama, tiba-tiba dari bagian ruangan depan secara berturut-turut berlari keluar beberapa orang.

   Orang yang berada di paling depan mengenakan jubah hijau yang berkibar-kibar.

   Wajahnya bersih dan berwibawa.

   Dia adalah Sam-siok Tan Ki, Yibun Siu San.

   Di belakangnya tampak mengiringi Liu Seng, Kok Hua Hong, serta Ciong San Suangsiu.

   Kemungkinan mereka mendapat kabar tentang peristiwa diri Tan Ki yang keracunan dari Lok Hong beserta cucunya Lok Ing.

   Itulah sebabnya mereka bergegas keluar melihatnya.

   Pada saat ini Cian Cong entah kabur kemana, bayangannya tidak kelihatan, bahkan para anak gadis juga tidak ada satupun yang muncul.

   Begitu orang-orang ini sampai, Kok Hua Hong yang pertama-tama berada dekat Oey Ku Kiong guna memeriksa luka dalam yang diderita anak muda itu.

   Oey Ku Kiong memaksakan seulas senyuman di bibirnya.

   "Aku tidak apa-apa. Tan Heng di sana justru yang keadaannya lebih berbahaya. Lawannya adalah Kaucu Pek Kut Kau generasi sekarang. Harap Cuwi memperhatikan keselamatan diri Tari Heng."

   Katanya.

   Rupanya hati anak muda ini telah menganggap Tan Ki sebagai sahabat abadinya.

   Setiap saat dia selalu mengkhawatirkan keselamatan anak muda itu.

   Tiba-tiba Tan Ki teringat akan orangtua yang sepuluh tahun lalu pernah memberi petunjuk kepadanya agar mencari goa rahasia Ti Ciang Pang.

   Tanpa dapat ditahan lagi, segulung perasaan getir menyelinap di dalam hatinya.

   Setelah merenung sejenak, dia mendongakkan wajahnya dan menghembuskan nafas panjang.

   "Ada seorang kakek tua yang mengenakan pakaian berwarna hitam, aku tidak tahu siapa namanya"

   "Mengapa kau tidak menanyakan?"

   Tanya Kaucu Pek Kut Kau.

   "Saat itu dia sedang terluka parah sekali. Nafasnya tinggal satu-satu. Lagipula aku masih merupakan seorang bocah berusia kurang lebih sepuluh tahunan."

   "Kalau begitu, seharusnya kau masih mengingat baik raut wajahnya dan bentuk tubuhnya."

   Perlahan-lahan Tan Ki menarik nafas dalam-dalam. Dengan perasaan terharu dia berkata.

   "Dia merupakan orang yang mempunyai budi paling dalam terhadap diriku. Meskipun kejadiannya sudah lebih dari sepuluh tahun, tetapi setiap waktu setiap saat aku selalu terkenang akan raut wajahnya dan nada suaranya"

   Tampaknya hati anak muda ini ditekan oleh berbagai peristiwa yang menyedihkan. Saat ini dia ingin meluapkannya keluar. Setelah berhenti sejenak, perlahan-lahan dia melanjutkan lagi kata-katanya.

   "Orangtua itu tampaknya sangat menderita. Seluruh tubuhnya penuh dengan luka. Keadaannya saat itu tidak mungkin dapat disembuhkan lagi oleh obat yang bagaimanapun mujarabnya. Tampangnya kusut dan pucat, bahkan sinar matanya sudah mulai pudar. Siapapun yang melihatnya, pasti dapat merasa bahwa setiap saat orangtua itu akan melayang jiwanya. Ilmunya kemungkinan tinggi sekali, pengetahuannya pun luas. Dia memberitahukan satu hal kepadaku, yakni bahwa sebetulnya dirinya telah berada di tepi pintu kematian selama puluhan tahun. Apa yang dikatakannya merupakan hal yang sulit dibayangkan oleh orang lain. Tetapi dia punya keberanian yang besar serta semangat tinggi untuk meneruskan hidupnya. Pada hal sebagian tubuhnya sudah lumpuh dan setiap hari dia harus menerima siksaan di maria urat nadinya menjadi keras dan hawa murni dalam tubuhnya mengalir secara terbalik. Ketika aku bertemu dengannya, tempatnya adalah sebuah hutan di kaki bukit Tiang Pek San"

   Kaucu Pek Kut Kau memejamkan matanya merenung. Tiba-tiba dia mendongakkan kepalanya menatap langit. Seperti sengaja dan tidak menghindari pandangan mata TanKi.

   "Apakah di wajahnya terdapat guratan luka yang memanjang?"

   "Benar. Lagipula bekas luka itu mungkin didapatkan ketika menjalani suatu hukuman. Begitu panjangnya sampai terlihat jelas menghiasi sebelah wajahnya. Dapat dibayangkan hukuman yang diterimanya pada waktu dulu pasti berat sekali."

   Mendengar sampai bagian ini, tampaknya Kaucu Pek Kut Kau itu telah berhasil menyimpulkan suatu bukti yang kuat.

   Tubuhnya yang pendek tampak gemetar.

   Bahkan Yibun Siu San yang sedang memejamkan matanya merenung juga membuka matanya secara tiba-tiba.

   Apa yang diceritakan oleh Tan Ki, dalam waktu serentak seolah membuat kedua orang itu teringat akan suatu peristiwa besar.

   Kaucu Pek Kut Kau yang angkuh dan tinggi hati itu tetap mendongakkan wajahnya menatap langit.

   "Teruskan ceritamu.

   Selama dua puluh tahun ini, pertama kalinya aku mempunyai kesabaran mendengar pembicaraan seseorang."

   "Rupanya hari itu dia bermaksud memetik daun obat-obatan di daerah Tiang Pek San. Siapa sangka di tengah perjalanan, luka dalamnya tiba-tiba kambuh"

   Terdengar suara keluhan dari mulut Kaucu Pek Kut Kau tersebut. Nadanya seperti orang yang mulai tidak sabar.

   "Teruskanlah!"

   "Pertemuan yang aneh ini rupanya memang telah diatur oleh Thian. Aku tidak membantunya menyembuhkan luka yang dideritanya. Tetapi dia malah memberi sebuah jalan terang untukku. Dia mewariskan berbagai ilmu silat kepadaku. Jurus Lautan Selatan Menggelora yang kumainkan itu juga ajaran orangtua tersebut. Meskipun aku sudah merubahnya sedikit di sana sini, tetapi memang dia yang mewariskannya kepadaku."

   "Entah di mana mayatnya sekarang?"

   Tanya Kaucu Pek Kut Kau. Tan Ki merenung sejenak.

   "Harap Saudara sudi memaafkan kalau hal ini tidak kuberitahukan kepadamu. Dia adalah seorang tokoh yang misterius. Dirinya memiliki kepandaian yang tinggi sekali, tetapi dunia Bulim justru tidak tahu ada tokoh seperti orang ini. Dia juga memiliki ilmu pengobatan yang lihai sekali, namun dia justru tidak sanggup menyembuhkan penyakitnya sendiri yang sudah parah. Di kolong langit jaman ini, mungkin tidak ada orang lagi yang mengetahui asal-usul orang ini."

   "Tidak salah. Orang yang mengetahui asal usulnya, di kolong langit ini jaman sekarang, mungkin hanya tinggal aku seorang saja."

   "Cayhe juga mempunyai pikiran yang sama."

   Kaucu Pek Kut Kau tersebut tertawa dingin.

   "Kau cerdas sekali. Kalau aku mengatakan siapa adanya orang ini, kemungkinan ada beberapa sahabat yang pernah melihat wajahnya atau mengenalinya. Sayangnya usiamu tinggal sebentar lagi. Meskipun aku tidak membunuhmu, kau juga tidak mungkin bisa melihat mentari esok pagi lagi."

   Tan Ki mengembangkan senyuman yang datar.

   "Soal mati hidup, aku tidak memikirkannya lagi sekarang, seharusnya aku yang mengajukan pertanyaan kepadamu."

   "Tanyakanlah!"

   Tan Ki mengeraskan suaranya, seakan sengaja membiarkan kata-katanya terdengar oleh orang-orang gagah yang ada di tempat itu.

   "Kali ini urusan gabungan antara pihak Lam Hay dan kelompok Kaucu Pek Kut Kau dari Si Yu, rasanya sudah selesai dirundingkan bukan?"

   "Tidak salah!"

   "Apakah rombongan kalian ini merupakan pasukan pembuka jalan?"

   Kaucu Pek Kut Kau mendengus satu kali. Mimik wajahnya menunjukkan perasaannya yang kurang senang. Tetapi dia tetap menjawab pertanyaan Tan Ki.

   "Kalau kau mengajukan pertanyaan, lebih baik hati-hati sedikit. Jangan sampai menyinggung harga diri Kaucu ini. Tetapi, perkiraanmu memang kuat sekali."

   "Beberapa hari yang lalu, Sute Saudara mengadakan perjanjian dengan seorang perempuan di sebuah kuil tua dekat luar kota Lok Yang. Apakah masalah yang dirundingkan adalah tentang pergabungan antara Lam Hay dengan Si Yu?"

   Apa yang ditanyakan adalah saat di mana dia melihat Kiau Hun masuk ke kuil tua bersama Kim Yu. Mendengar pertanyaannya, Kaucu Pek Kut Kau itu jadi tertegun. Setelah melirik sekilas ke arah Kim Yu, bibirnya menyunggingkan seulas senyuman yang licik.

   "Masalah ini biar kau duga sendiri saja. Tidak perlu aku bersilat lidah menjawab pertanyaanmu."

   Tiba-tiba dia mengangkat sebelah tangannya dan mengibas.

   Dua manusia berpakaian hitam segera mengiakan dan berjalan keluar, mereka menghambur ke depan sejauh tiga tindak dan berhenti di depan Tan Ki.

   Sepasang alis Yibun Siu San langsung menjungkit ke atas.

   Tubuhnya bergerak memutar dan berdiri menghadang di depan Tan Ki.

   Anak muda itu memperdengarkan suara tawa yang getir sekali.

   "Siok Siok, biarlah aku yang menjalani pertarungan ini!"

   Suaranya begitu pilu dan terdengar jelas dari kata-katanya yang pendek itu. Yibun Siu San jadi tertegun.

   "Kau ingin bertarung sampai mati lalu menganggap semuanya sudah selesai? Kau tidak berpikir bagaimana menderitanya ibumu yang mengharapkan anaknya menjadi orang yang berguna? Kau malah ingin mencelakai dirimu sendiri dan menganggap ringan nyawamu sendiri!"

   Tiba-tiba terlihat manusia berpakaian hitam yang wajahnya jelek sekali serta bertubuh pendek gemuk dan berdiri di sebelah kiri secara tidak terduga-duga mengangkat sebelah tangannya dan melancarkan sebuah pukulan.

   Tampaknya tenaga dalam orang ini sudah mencapai taraf yang tinggi sekali.

   Dia sudah bisa mengerahkan pukulan sesuai dengan keinginan hatinya.

   Meskipun jurus yang dikerahkan tampaknya sangat sederhana, tetapi karena dia yang melancarkannya jadi terasa mengandung pengaruh yang dahsyat sekali.

   Yibun Siu San meraung dengan keras dan diapun mengulurkan tangannya menyambut serangan itu dengan cara keras lawan keras.

   Tiba-tiba tubuh Tan Ki memutar dan menghadang ke depan Yibun Siu San.

   Mulutnya langsung berteriak keras-keras.

   "Siok Siok, pertarungan yang terakhir ini, biar bagaimana pun aku ingin berduel matimatian. Seandainya matipun harus gegap gempita dan meninggalkan sedikit nama di dunia ini. Tetapi kau harus perhatikan baik-baik, dalam pihak jago-jago kita telah kesusupan seorang mata-mata!"

   Belum lagi kata-katanya selesai, pedang sulingnya sudah digetarkan lalu menusuk ke arah manusia berpakaian hitam yang ada di sebelah kanan.

   Terdengar kedua manusia berpakaian hitam itu mengeluarkan suara siulan serentak kemudian memencarkan diri ke arah yang berlawanan.

   Wajah Yibun Siu San berubah hebat.

   Dia langsung berteriak.

   "Hati- hatilah sedikit! Bu Heng Sin-cian atau Pukulan Sakti Tanpa Bayangan dari Si Yu sangat terkenal. Ketika dilancarkan tidak terdengar suara sama sekali. Dan sasarannya selalu bagian yang tidak terduga-duga oleh lawan"

   Belum lagi Tan Ki sempat mengulurkan sepatah kata, tiba-tiba dia merasa bagian dadanya sudah terkena sebuah pukulan.

   Tanpa dapat dipertahankan lagi kakinya limbung dan menyurut mundur sejauh lima langkah.

   Perubahan yang tidak terduga-duga ini berlangsungnya terlalu cepat.

   Wajah Yibun Siu San tampak berubah hebat.

   Tubuhnya segera bergerak melesat ke depan.

   Sebuah jurus Bintang-Bintang Berjatuhan yang jarang terlihat langsung dilancarkannya, sekali gerak berubah delapan kali, semuanya dikerahkan dalam sekali tarikan nafas saja.

   Tampak bayangan telapak tangan dalam jumlah yang tak terhitung berkibar-kibar mengiringi gerakan tubuhnya.

   Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dalam seketika langsung mendesak ke arah lawan.

   Serangannya ini hebat sekali, laksana hujan deras yang tercurah dari langit secara mendadak, membuat hati orang yang melihatnya menjadi tergetar.

   Begitu hebat desakannya sehingga salah satu lawannya terpaksa menyurut mundur terus serta tidak mempunyai kesempatan sedikitpun untuk menangkis.

   Baru saja Yibun Siu San ingin melancarkan sebuah serangan yang lebih keji lagi, tibatiba terdengar suara dengusan dingin dari hidung Tari Ki.

   Tubuhnya terhuyung-huyung lalu terduduk di atas tanah.

   Tidak diragukan lagi kalau anak muda itu kembali terkena sebuah pukulan dari manusia berpakaian hitam tadi.

   Saat itu juga telinganya menangkap suara teriakan.

   "Anakku!"

   Tan Koko!"

   Yang berkumandang dari kejauhan.

   Hati Tan Ki terasa tertekan sekali.

   Perasaannya bagai hancur lebur.

   Dengan menahan rasa sakit dia langsung jatuh pingsan, tetesan darah segar terus mengalir dari sudut bibirnya dan jatuh membasahi rerumputan di mana tubuhnya terbaring.

   BAGIAN XXXIV Tepat di saat itu Tan Ki jatuh tidak sadarkan diri karena terluka parah, tiba-tiba bayangan manusia berkelebat, hembusan angin membawa serangkum bau harum.

   Di hadapan Tan Ki dalam waktu yang bersamaan muncul tiga orang perempuan.

   Mereka adalah Ceng Lam Hong, Liu Mei Ling dan Lok Ing.

   - Saat itu Yibun Siu San juga segera, melesat datang dan berhenti di samping Ceng Lam Hong.

   Begitu matanya memandang, dia melihat wajah Tan Ki sudah berubah pucat pasi.

   Di bagian keningnya bagai ada guratan garis berwarna hijau.

   Sepasang matanya terpejam rapat.

   Nafasnya lemah sekali.

   Seakan setiap saat setiap detik nafasnya itu bisa berhenti secara mendadak.

   Tetapi telapak tangan kanannya tetap menggenggam pedang sulingnya erat-erat.

   Keadaan yang mengenaskan ini membuat ketiga perempuan itu menguraikan air mata dengan deras.

   Hanya perasaan hati merekalah yang berbeda-beda.

   Ceng Lam Hong mendongakkan wajahnya menatap Yibun Siu San.

   Air matanya masih mengalir dengan deras.

   "Lukanya parah sekali, bukan?"

   Yibun Siu San menarik nafas panjang.

   "Bukan hanya parah saja, tetapi di dalam tubuhnya juga mengendap sejenis racun yang ganas."

   Kata-katanya ini bagai petir yang menyambar di siang bolong.

   Hati Ceng Lam Hong sampai tergetar mendengarnya.

   Tubuhnya langsung sempoyongan lalu terkulai pingsan di atas tanah! Di pihak lain, Mei Ling sejak kecil biasa hidup dimanja.

   Selamanya dia belum pernah menghadapi kejadian seperti ini.

   Melihat Ceng Lam Hong tiba-tiba jatuh pingsan, dia menjadi panik sehingga aliran darahnya seperti bergejolak.

   Tetapi dia tidak tahu apa yang harus diperbuatnya.

   Untuk sesaat dia menjadi kalang kabut dan malah berdiri sambil menangis kebingungan.

   Untung saja gerakan Lok Ing cukup gesit.

   Tubuhnya segera melesat ke depan serta mengulurkan tangan merangkul.

   Dengan sigap dia berhasil menangkap tubuh Ceng Lam Hong yang hampir terkulai di atas tanah.

   Yibun Siu San menarik nafas perlahan-lahan.

   Dia seperti bergumam terhadap dirinya sendiri.

   "Pertarungan ini telah membuat namanya jadi terkenal."

   Apabila ditilik dari kata-katanya, dia memang mengatakan secara langsung bahwa pertarungan ini telah menggetarkan dunia Bulim dan menjadi perhatian khalayak ramai tetapi seakan mengandung makna bahwa di dunia Bulim kembali muncul seorang tunas muda yang akan menjadi harapan bangsa.

   Xiu Mei Ling masih menangis tersedu-sedu.

   Dia toh sudah hampir mati, apa gunanya mempunyai nama terkenal?"

   Suaranya begitu sendu sehingga lebih mirip ratapan seorang gadis yang ditinggal mati kekasihnya.

   Orang yang mendengarnya pasti akan turut merasa sedih.

   Yibun Siu San meliriknya sekilas.

   Kembali dia menarik nafas panjang.

   Namun dia tidak mengatakan apa-apa.

   Dengan perasaan Liu Mei Ling berteriak.

   "Siok Siok, carilah jalan keluar untuk menolongnya, sebentar lagi dia akan mati!"

   Yibun Siu San malah menukas kata-katanya dengan gumaman yang tidak jelas.

   "Benar, dia sudah hampir mati"

   Dia tidak ingin mengatakan bahwa luka yang dialami Tan Ki sudah sedemikian parah sehingga mirip lampu yang hampir kehabisan minyak.

   Meskipun dirinya sendiri mempunyai pengetahuan yang cukup luas tentang ilmu pengobatan, tetapi dia juga merasa tidak punya kesanggupan menyembuhkan keponakannya itu.

   Akhirnya dia hanya bisa menggumamkan kata-kata yang tidak berujung pangkal.

   Tiba-tiba tampak Lok Ing meletakkan tubuh Ceng Lam Hong di atas tanah, tangannya terulur ke dalam saku pakaian dan dikeluarkannya sebuah botol kumala berukuran kecil.

   Dia membuka tutup botol tersebut kemudian dengan hati-hati menuangkan seluruh isinya lalu dimasukkannya ke dalam mulut Tan Ki.

   Yibun Siu San langsung mengerutkan alisnya melihat tindakan gadis itu.

   "Benda apa itu?"

   Lok Ing tersenyum simpul.

   "Isi botol ini merupakan obat penyembuh luka yang paling manjur dari Ti Ciang Pang kami. Satu butir saja sudah cukup untuk menyambung kembali tulang yang putus maupun urat nadi yang tergetar. Bahkan dapat membangkitkan kembali tenaga dalam yang lemah. Sekarang aku menuangkan isi seluruh obat dalam botol ini, meskipun orang yang penyakitnya sudah parah sekali, juga pasti bisa bangun kembali dan bergerak dengan leluasa. Malah lebih sehat dari orang umumnya."

   Sepasang mata Mei Ling langsung bersinar terang.

   "Benarkah obatmu demikian manjur?"

   Tanyanya gugup. Lok Ing tertawa datar.

   "Selamanya aku tidak pernah melakukan hal yang diriku tidak merasa yakin. Juga tidak suka mengucapkan kata-kata yang merupakan bualan saja."

   Dia berhenti sejenak. Matanya menyorotkan sinar yang sendu. Kemudian perlahanlahan meneruskan kembali kata-katanya.

   "Tetapi, biar bagaimana dia tetap akan mati juga."

   "Apa?"

   Teriak Mei Ling tanpa sadar.

   Tubuhnya langsung bergetar hebat.

   Lok Ing tertawa lebar.

   "Seseorang hidup di dunia ini mempunyai batas tertentu.

   Lewat dari usia enam puluh, manusia setiap saat ada kemungkinan dijemput maut.

   Tetapi aku berhasil mendapat sedikit pengetahuan dari berbagai kejadian yang pernah kualami.

   Aku menemukan bahwa di dalam tubuh seseorang pasti ada semacam tindakan refleksi yang mengandung kekuatan untuk hidup.

   Umpamanya, orang yang sudah mati, dalam waktu beberapa hari kukunya tetap dapat tumbuh menjadi panjang.

   Seperti inilah rumusnya.

   Kalau kita kembali lagi kepadanya, luka yang diderita Tan Ki sudah parah sekali.

   Hanya tersisa sedikit denyutan jantung saja.

   Tetapi karena aku mencekoki obat dalam dosis yang tinggi, hal ini membuat gerak refleksi dalam dirinya jadi tergugah, emosinya pasti akan meluap seketika.

   Biarpun lukanya lebih parah dari sekarang, asal nadinya masih ada denyutan, tentu bisa menghidupkan dia untuk sementara.

   Dengan kata lain semangat hidupnya akan kembali untuk beberapa waktu."

   Mendengar penjelasan Lok Ing yang pan jang lebar, Mei Ling yang pada dasarnya masih polos dan tidak mempunyai banyak pengetahuan merasa apa yang diuraikannya, sejak jaman purba sampai sekarang tidak pernah mendengar hal semacam itu.

   Tanpa dapat dipertahankan lagi dia malah jadi termangu-mangu.

   Sesaat kemudian, dia baru bertanya.

   "Kalau begitu, mengapa dia tetap akan mati?"

   Lok Ing kembali tersenyum simpul.

   "Kalau dia sadar kembali nanti, berarti karena dibantu oleh obat yang ditelannya tadi. Apabila reaksi obat itu sudah habis, maka seperti lampu yang sudah kehabisan minyak, bagaimana masih bisa menyala? Otomatis kekuatan hidupnya juga padam dan diapun tidak dapat hidup lebih lama lagi."

   Mendengar ucapannya, Mei Ling seperti merasa dadanya ditinju dengan keras, seluruh tubuhnya bergetar dan wajahnya pun berubah hebat.

   "Kalau begitu, dia tidak mempunyai harapan lagi walau setitik saja?"

   "Tentu saja itu yang kumaksudkan."

   Hati Mei Ling menjadi pedih.

   Dua baris air mata mengalir dengan deras.

   Untuk sekian lama dia berdiri tertegun tanpa mengucapkan apa-apa.

   Tampangnya saat itu persis seperti sebuah patung dewi yang suci.

   Tubuhnya berdiri tegak, wajahnya anggun dan demikian welas asih.

   Siapa yang sangka kalau saat ini hatinya persis seperti sebuah perahu yang karam di hantam ombak.

   Hancur berderai menjadi kepingan-kepingan kecil Tiba-tiba terdengar suara pukulan dan suitan nyaring.

   Entah sejak kapan Yibun Siu San sudah mulai bergebrak dengan kedua manusia berpakaian hitam tadi.

   Dalam keadaan seperti ini, mana mungkin Mei Ling mengurusi persoalan yang lain.

   Terdengar suara tangisannya yang terisak-isak.

   "Kau kau sungguh keji sekali"

   Perasannya yang bergejolak menandakan kepedihan karena harapan yang kandas. Hal ini membuat ucapannya jadi tersendat-sendat seakan memerlukan tenaga yang kuat untuk mengatakannya. Lok Ing tersenyum lembut.

   "Tadi malam adalah saat di mana kalian (menyembah langit dan bumi serta mengikatkan diri menjadi suami isteri. Ratusan tamu berdatangan dari segala penjuru Bulim. Tambur berbunyi terus memeriahkan suasana. Bayangkan bagaimana hebatnya penampilan kalian saat itu, bahkan membuat perasaan orang menjadi iri. Sekarang apabila dia masih hidup di dunia ini, biar kapanpun dia tetap merupakan milikmu. Sedangkan bagi diriku, juga sulit menyatakan bagaimana perasaanku yang sebenarnya. Kalau aku ingin mendapatkan dia, satu-satunya jalan hanya menunggu sesudah mati. Oleh karena itu"

   Mei Ling cepat-cepat menukas.

   "Oleh karena itu kau menggunakan cara ini agar dia celaka?"

   Lok Ing tertawa lebar.

   "Aku tidak ingin mencelakai siapapun. Tetapi kalau ditilik dari lukanya yang demikian parah, dan nafasnya yang tinggal satu-satu, waktunya juga tidak seberapa lama lagi. Lebih baik bangkitkan sisa kekuatannya dan bantu dia mendapatkan nama besar di dunia Bulim. Dengan demikian, kemungkinan ia dapat meninggalkan segurat cahaya yang cemerlang dan bayangkan berapa banyak orang gagah yang akan mengenang dirinya dan menghormatinya"

   Ketika berbicara sampai bagian yang menyenangkan, tanpa sadar bibirnya tersenyum.

   Namun senyum itu begitu menyayat hati.

   Tampak wajahnya yang tenang tidak menunjukkan perubahan apa-apa.

   Dengan demikian orang yang melihatnya tidak dapat menebak apakah dia sedang bergembira atau bersedih.

   Tetapi sepasang matanya justru menyorotkan sinar tekadnya yang bulat.

   Hal ini membuktikan bahwa gadis yang selalu malang melintang di daerah Sai Pak ini tampaknya sudah mempunyai rencana yang matang setelah kematian Tan Ki.

   Dia tidak takut anak muda itu akan mati dan memberikan pukulan bathin yang hebat kepadanya.

   Juga tidak takut perasaan hatinya sejak sekarang hanya akan menjadi sebuah harapan yang menggantung dalam angan-angan.

   Tiba-tiba tampak wajah Mei Ling berubah hebat.

   "Aku akan mengadu jiwa denganmu!"

   Katanya garang.

   Telapak tangannya bergerak, telapak tangan kiri menggunakan kesempatan itu mendesak ke depan.

   Dengan jurus Lima Geledek Sekali Sambar, dia melancarkan sebuah serangan dengan keji.

   Suara pukulan yang dahsyat seperti gunting menyobek kain panjang sehingga membuat telinga menjadi ngilu mendengar.

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tubuh Lok Ing bergeser sedikit lalu mencelat ke samping sejauh lima langkah.

   Deruan angin yang keras melintas lewat di ujung pakaiannya.

   Tampak bibirnya menyunggingkan seulas senyuman yang manis.

   "Diantara kita toh tidak ada dendam apa-apa, mengapa harus mengadu jiwa segala?"

   "Kau sudah mencelakai Tan Koko, aku tidak mempunyai gairah untuk hidup sendiri di dunia ini!"

   Sahut Mei Ling ketus. Lok Ing mendengus satu kali dengan nada dingin dan kecut.

   "Dari pada mengadu jiwa dengan diriku sampai mati, lebih baik bunuh diri saja, toh lebih mudah."

   Mei Ling menganggukkan kepalanya sambil menangis pilu.

   "Aku akan melakukannya. Aku akan membunuh diriku sendiri dan menemani kematian Tan Koko. Aku tidak ingin sukmanya kesepian di alam baka. Tetapi sebelum aku menutup mata, aku harus membalaskan dendam dulu bagi Tan Koko!"

   Lok Ing mendongakkan kepalanya menatap awan yang berarak di langit. Perlahanlahan dia berkata.

   "Kau ingin balas dendam atau tidak, dan menggunakan cara yang bagaimanapun, sama sekali tidak ada hubungannya dengan diriku. Tetapi setelah dia mati, aku akan mencarikan sebuah tempat yang tenang serta terpencil untuk mengubur dirinya. Lalu akan kubangun sebuah makam yang besar sekali agar sukmanya dapat terhibur. Kemudian"

   Mei Ling melihat mimik wajahnya yang seperti tersenyum namun mengandung kesedihan yang dalam. Sehingga menyiratkan keanehan yang tidak dipahaminya. Namun kata-kata yang diucapkannya demikian tegas. Untuk sesaat dia jadi bingung.

   "Kemudian bagaimana?"

   "Aku akan mengenakan pakaian berwarna putih dan kerudung kepala berwarna putih pula. Dari dalam aku akan mengunci pintu makam besar itu, lalu aku akan menemani di sampingnya, siang dan malam menunggu waktu terus berlalu. Aku akan terus menjaganya, melihat wajahnya melihat seluruh bagian dari dirinya sampai ajal menjemputku"

   Tanpa terasa tubuh Mei Ling bergetar.

   Dia benar-benar terkejut sekali.

   Meskipun pada, dasarnya dia adalah seorang gadis polos yang tidak pernah mempunyai pikiran licik, tetapi dia tetap merasa bahwa apa yang dikatakan Lok Ing terlalu gila-gilaan.

   Di dunia ini mana ada orang yang menutup dirinya sendiri di dalam sebuah kuburan raksasa dan menemani sesosok mayat selama hidupnya? Rencana yang gila dan luar biasa ini, memang merupakan suatu peristiwa yang hampir tidak pernah ditemui sejak dulu sampai saat sekarang ini.

   Namun justru dari rencananya ini, Mei Ling dapat mengetahui sampai di mana dalamnya perasaan cinta Lok Ing terhadap suaminya! Setelah tertegun beberapa saat, akhirnya Mei Ling menarik nafas panjang.

   "Cici, aku sungguh kagum kepadamu."

   "Kau tidak merasa marah kepadaku?"

   Mei Ling menggelengkan kepalanya, bibirnya mengembangkan seulas senyuman yang getir tanpa mengucapkan sepatah katapun.

   Tampangnya sungguh mengenaskan, mengandung kesenduan yang tidak terkirakan.

   Sudah pasti, dia merasa sakit dan menyesal atas nasib Tan Ki yang malang.

   Melihat gadis itu berdiam diri sekian lama, akhirnya Lok Ing juga menarik nafas panjang.

   Perlahan-lahan dia membalikkan tubuhnya dan berjalan pergi.

   Mei Ling segera berteriak.

   "Kau mau ke mana?"

   "Aku tidak ingin melihat dia bersedih menjelang kematian. Setelah nafasnya putus, aku akan kembali lagi mengurus mayat membangun makam"

   Mulutnya menjawab pertanyaan Mei Ling, namun dia terus melangkah dengan tidak menolehkan kepala sekalipun. Mei Ling merenung sejenak. Tiba-tiba tubuhnya berkelebat dan dia langsung mengejar ke depan.

   "Cici!"

   Panggilnya.

   "Ada apa?"

   "Ketika kau membangun makam nanti, bisakah kau menyediakan tempat yang agak besar sedikit saja?"

   Lok Ing jadi tertegun mendengar kata-katanya.

   "Untuk apa?"

   "Aku juga ingin tinggal di dalam makam itu!"

   Mendengar ucapannya, Lok Ing langsung mendongak menatap langit dan tertawa lebar.

   "Bagus sekali, berarti tambah satu orang lagi yang menemani Tan Ki!"

   Sembari bercakap-cakap, mereka berjalan semakin jauh, akhirnya bayangan merekapun tidak kelihatan lagi.

   Beberapa saat kemudian Terdengar suara keluhan dari mulut Tan Ki.

   Lambat laun matanya membuka, dua bola matanya yang telah pudar sinarnya langsung mengedar ke sekeliling.

   Tiba-tiba dia melonjak bangun.

   Dia merasa ada segulung hawa panas yang mengalir dalam perutnya lalu berpencar ke seluruh urat nadi di tubuhnya.

   Tanpa dapat ditahan lagi keringat terus menetes saking panasnya.

   Dia tidak tahu Lok Ing telah mencekokinya obat dalam jumlah yang banyak sehingga menimbulkan keadaan demikian.

   Sekarang ini, dia hanya merasa aneh.

   Begitu matanya memandang, dia melihat tiga sosok bayangan saling berkelebat dan bertarung dengan sengit.

   Hal ini merupakan pertarungan antara jago-jago kelas tinggi yang jarang terlihat.

   Sepasang telapak tangan Yibun Siu San yang kosong menghadapi dua jago kelas satu dari Si Yu.

   Apabila ingin meraih kemenangan dalam waktu yang singkat, tentu bukan merupakan hal yang mudah.

   Perlahan-lahan Tan Ki mengedarkan kembali pandangan matanya dan menatap ibunya yang masih dalam keadaan pingsan terkulai di atas tanah.

   Setelah memperhatikan sejenak, di dalam hatinya tiba-tiba muncul perasaan kagum yang dalam.

   Dia merasa manusia hidup di dunia ini, apabila dapat merasakan kasih sayang seorang ibu, tentu merupakan peristiwa yang paling membahagiakan.

   Tetapi setelah dipikirkan kembali, tanpa terasa dia tertawa getir.

   Dirinya merupakan calon orang mati, meskipun dapat merasakan kebahagiaan, tetapi tetap saja tidak dapat menyelamatkan keadaannya yang sudah di ambang ajal.

   Kalau kebahagiaan yang sejenak akan meninggalkan penderitaan yang tidak terkirakan bagi ibunya, untuk apa? Berpikir sampai di sini, tanpa terasa sekali lagi dia menarik nafas panjang.

   Tampangnya menyiratkan kepedihan hatinya yang dalam.

   Tiba-tiba, dia menggertakkan giginya erat-erat.

   Tubuhnya mencelat ke atas lalu menerjang ke tengah arena.

   Terdengar suara benturan yang memekakkan telinga, bayangan manusia berkelebat dan berpencaran dalam waktu yang bersamaan.

   Rupanya pukulan yang dilancarkan oleh Tan Ki dari udara telah membuat ketiga orang yang sedang bertarung dengan sengit jadi terpencar.

   Kekuatan yang dahsyat dari pukulannya sampai membuat Kaucu Pek Kut Kau itu mengerutkan alisnya.

   Bibirnya sudah bergerak-gerak namun dia tidak jadi mengatakan apa-apa.

   Tan Ki mengeluarkan suara batuk-batuk kecil.

   Kemudian dia membalikkan tubuhnya ke arah Yibun Siu San.

   "Sam-siok, biar aku yang menyelesaikan pertarungan ini!"

   "Lukamu parah sekali, bagaimana mungkin kau sanggup melawan jago- jago dari Si Yu itu?"

   "Tidak apa-apa. Aku sudah bersiap untuk duel sampai mati. Ini merupakan pertarunganku yang terakhir. Biar bagaimana ada awal harus ada akhirnya. Pokoknya aku akan bertarung sampai titik nafas yang terakhir!"

   Yibun Siu San tidak langsung menjawab. Sesaat lamanya dia merenung.

   "Mati hidup seseorang sudah ada takdirnya. Biarpun orang gagah dan pendekar besar juga pasti akan mengalami kematian. Siok-hu tidak perlu berpikir lama-lama lagi. Ibuku sedang tergeletak pingsan di sana. Harap Siok-hu mengurusnya sebentar. Apabila aku sudah mati nanti"

   Tiba-tiba dia tertawa pilu dan membungkam seribu bahasa.

   Yibun melirik ke arahnya sekilas.

   Setelah menarik nafas dalam-dalam, akhirnya dia mengundurkan diri.

   Suasana saat ini masih demikian tenang namun sebetulnya mengandung hawa pembunuhan yang berat sekali! Mata orang-orang gagah yang hadir di tempat itu semuanya terpusat pada diri Tan Ki.

   Sikap mereka serius sekali! Mereka semua sudah tahu bahwa luka yang dialami Tan Ki sangat parah.

   Dan dia tetap berkeras hati ingin melawan dua jago dari Si Yu itu.

   Tiba-tiba cahaya golok berkelebat, kedua manusia hitam yang berwajah jelek dan bertubuh gemuk pendek itu serentak mengeluarkan sebuah kaitan yang panjangnya kurang lebih tujuh cun.

   Mereka berdiri berdampingan.

   Tan Ki tersenyum simpul.

   Perlahan-lahan dia melangkah maju mendekati mereka.

   Gerakan kakinya begitu lambat.

   Tetapi setiap tindakannya yang berat seakan mengandung hawa pembunuhan yang berat sehingga sikap mereka menjadi tegang.

   Tiba-tiba manusia berpakaian hitam yang berdiri di sebelah kanan menggetarkan kaitan di tangannya.

   Timbul secarik cahaya bagai pelangi.

   "Berhenti!"

   Teriaknya.

   Tan Ki seolah tidak melihat cahaya yang menimbulkan hawa dingin itu.

   Dia tetap melangkahkan kakinya dan berjalan mendekati mereka.

   Kedua manusia berpakaian hitam itu merupakan orang-orang yang wataknya keras sekali, tetapi selamanya belum pernah melihat orang yang demikian tenang seperti Tan Ki.

   Untuk sesaat keduanya jadi tertegun kemudian tiba-tiba mengeluarkan suara suitan yang keras dan membentak.

   "Kalau kau berani maju satu langkah lagi, jangan salahkan kalau aku bertindak kejam!"

   Wajah Tan Ki yang tampan tetap mengembangkan senyuman.

   Terang-terangan dia tahu manusia berpakaian hitam itu akan mengatakan sesuatu, dia malah memalingkan wajahnya ke arah yang lain.

   Kakinya terus melangkah, sama sekali tidak tergesa-gesa dan sikapnya santai sekali seakan bukan sedang berhadapan dengan musuh.

   Hawa amarah dalam hati manusia berpakaian hitam itu jadi meluap.

   Dia menolehkan kepalanya melirik sekilas ke arah rekannya dan secara diam-diam mengerahkan tenaga dalam untuk menjaga segala kemungkinan.

   Kedua orang ini sudah menjadi rekanan sekian lama, dengan demikian mereka sudah dapat memahami perasaan hati masing-masing.

   Begitu melihat lirikan itu, rekannya sudah mengerti rencana apa yang ada dalam hatinya.

   Melihat Tan Ki yang berjalan semakin mendekat ke tempat mereka, tiba-tiba manusia berpakaian hitam yang melirik kepada rekannya tadi memperdengarkan suara tertawa yang dingin.

   Diam-diam dia mengerahkan tenaga sebanyak tujuh bagian dan lengannya digetarkan sehingga menimbulkan guratan cahaya yang memijar bagai titik-titik hujan lalu meluncur lurus ke depan menyerang Tan Ki! Serangan ini keji sekali.

   Cahaya golok yang beterbangan dan berpercikan menimbulkan sinar sejauh beberapa mistar.

   Mata Tan Ki mengerling sekilas, sikapnya tetap tenang seolah tidak ada apa-apa yang mengejutkan.

   Telapak tangan kirinya mengibas ke depan, langsung terasa ada segulungan angin kencang menerpa keluar dan serangan golok lawannya pun tertahan serta tidak sanggup mendesak lebih jauh lagi.

   Manusia berpakaian hitam itu merasa kaitan golok di tangannya bagai ditekan oleh gelombang yang kuat.

   Jangan kata dia berhasrat menusukkannya ke depan, bahkan menggerakkannya sedikit saja tidak bisa.

   Diam-diam hatinya merasa tercekat dan dengan panik dia menarik nafas dalam-dalam lalu menggeser langkah kakinya mengegos ke samping.

   Telapak tangannya terulur dan dengan posisi menahan di depan dada, dia menghantamkan sebuah pukulan ke dada Tan Ki.

   Tan Ki memperdengarkan suara tawa yang dingin.

   Tubuhnya miring ke samping dan dengan gerakan yang lincah serta gesit dia menerobos keluar.

   Pada saat ini dia sudah tidak memperdulikan mati hidupnya lagi.

   Seluruh ilmu yang dikuasainya dikerahkan sehebat mungkin.

   Gerakan tubuhnya barusan ternyata ajaib sekali dan dalam waktu yang bersamaan dia menghindarkan diri dari serangan pukulan dan kaitan golok lawannya.

   Tampak tubuhnya berputaran sebanyak dua kali dan entah bagaimana tahu-tahu dia berputar ke bagian punggung manusia berpakaian hitam tersebut.

   Orang itu sungguh tidak menyangka kalau gerakan tubuh Tan Ki demikian hebat dan tidak terduga-duga.

   Tanpa dapat dipertahankan lagi dia jadi terpana.

   Tiba-tiba dia merasa ada segulung angin tajam yang timbul dari pedang seseorang menyerang ke arah punggungnya.

   Rasa terkejutnya kali ini benar-benar di puncaknya.

   Hatinya berpikir untuk menghindar, tetapi tidak ada kesempatan lagi.

   Bayangan kematian segera melintas di benaknya! Tiba-tiba terdengar rekannya mengeluarkan suara dengusan yang dingin.

   Kakinya bergerak ke depan setengah langkah dan pergelangan tangannya mengibas, timbullah cahaya yang memijar lalu meluncur lurus kepada Tan Ki.

   Kecepatan gerakannya persis seperti kilat yang menyambar.

   Dalam sekejap mata sudah sampai ke depan.

   Apabila Tan Ki tidak mengerahkan jurus untuk menangkis dan tetap meneruskan serangannya membunuh manusia, berpakaian hitam yang pertama, otomatis dia juga terkena serangan manusia berpakaian hitam yang kedua.

   Dalam keadaan seperti ini, mau tidak mau Tan Ki harus menempuh bahaya untuk meraih kemenangan.

   Dengan cepat dia mengempos hawa murninya, pedang suling ditangannya dihentakkannya ke atas dan dengan jurus Kembali Ke Jalan Semula, dia meluncurkan sebuah totokan dengan ujung pedangnya itu.

   Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Jurus ini merupakan jurus keempat dari Te Sa Jit-sut yang baru dipelajarinya.

   Kecepatannya hebat bukan main, meskipun orang itu sudah berhasil menyelamatkan rekannya dari bahaya dengan melakukan serangan secara tidak terduga-duga, tetapi tetap bagian bahunya tertotok oleh ujung pedang yang dilancarkan Tan Ki.

   Tubuhnya terasa kesemutan dan setelah mengeluarkan suara aduhan, seluruh tenaganya menjadi lenyap dan orangnya pun terkulai di atas tanah.

   Hampir dalam waktu yang bersamaan, telapak tangan kiri Tan Ki ikut bergerak.

   Sementara tangan kanannya yang menggenggam pedang suling menotok ke arah orang yang membokongnya.

   Masih dengan jurus Kembali Ke Jalan Semula yang belum selesai dijalankannya, jari tangan kiri mengirim sebuah totokan kembali.

   Manusia berpakaian hitam yang pertama baru mendapat pertolongan dari rekannya sehingga terlepas dari maut.

   Tetapi dia sungguh tidak menyangka kalau sejurus serangan Tan Ki dapat menggempur dua orang sekaligus.

   


Sang Ratu Tawon -- Khulung Misteri Kapal Layar Pancawarna -- Gu Long Duel Di Butong -- Khu Lung

Cari Blog Ini