Dendam Iblis Seribu Wajah 14
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Bagian 14
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya dari Khu Lung
Tanpa dapat dipertahankan lagi, dia jadi terkesima.
Belum lagi tubuhnya sempat bergerak, jalan darahnya sudah tertotok.
Terdengar suara dengusan satu kali, tubuhnya pun ikut terkulai di atas tanah.
Begitu turun tangan, ternyata dalam waktu yang singkat Tan Ki berhasil menotok rubuh dua manusia berpakaian hitam yang sejak tadi sulit dikalahkan oleh Yibun Siu San.
Jangan kata orang lain, dirinya sendiri sampai termangu-mangu karena benar-benar merasa hal itu di luar dugaannya sama sekali.
Saat ini dia baru menyadari bahwa ilmu Te Sa Jit-sut benar-benar mempunyai kehebatan yang istimewa.
Pengaruh kekuatannya sampai-sampai tidak terduga oleh dirinya sendiri.
Otomatis kepandaiannya yang tinggi telah membuat orang-orang dari kedua pihak merasa terkejut setengah mati.
Tampak Yibun Siu San menarik nafas dalam-dalam.
Dia seperti bergumam kepada dirinya sendiri.
"Dia benar-benar perkasa!"
Dia seperti teringat akan sesuatu hal.
Matanya terpejam dan ia mengatur pernafasannya sejenak.
Kemudian dia mendekatkan telapak tangannya ke arah punggung Ceng Lam Hong dan membantunya agar lebih cepat tersadar kembali.
Tetapi sepasang matanya tetap mengawasi gerak-gerik Tan Ki.
Dia melihat anak muda itu berdiri tegak di tempatnya dengan menggenggam suling pedangnya erat-erat.
Sikapnya seperti jendral-jendral besar yang sering terlihat di lukisan-lukisan orang-orang terkenal.
Sikap Tan Ki yang anggun dan berwibawa ini justru membuat pihak jago-jago Si Yu menjadi semakin tidak tenang hatinya.
Kaucu Pek Kut Kau sendiri melihat orang-orang dari pihaknya satu per satu berjatuhan tanpa bisa bangun kembali.
Dari pihak lawan hanya Oey Ku Kiong seorang yang terluka.
Perbandingan yang jauh ini benar-benar membuatnya kehilangan muka.
Hawa amarah dalam dadanya terasa hampir meledak.
Oleh karena itu dia segera mendengus dingin dan membisikkan beberapa patah kata di telinga Kim Yu.
Dia sendiri lalu berjalan menghampiri anak buahnya yang terluka guna memberikan pertolongan.
Tampak bayangan berkelebat dan Kim YU sudah melesat keluar dari tempatnya.
Orang ini merupakan adik seperguruan dari Kaucu Pek Kut Kau.
Gerakan dan tindaktanduknya tentu tidak dapat disamakan dengan yang lainnya.
Baru saja terdengar suara angin yang berdesir, tahu-tahu orangnya sudah berdiri di hadapan Tan Ki.
Suasana semakin tegang.
Di udara bagai ada serangkum hawa yang pengap menyelimuti suasana yang sudah mencekam itu.
Tekanan hawa itu begitu hebat sehingga dada setiap orang terasa sesak dan sulit bernafas.
Tanganpun mengeluarkan keringat dingin.
"Kau dan aku sudah pernah bergebrak di dekat kuil tua bagian luar kota. Apakah kau masih mengingatnya?"
"Tidak salah. Buat apa kau menanyakan kembali hal itu?"
Tampak pergelangan tangan Tan Ki memutar. Dia menekan masuk pedangnya ke dalam suling lalu menyelipkannya di ikat pinggang.
"Bukankah waktu itu kau sedang merundingkan gabungan dua pihak dengan seorang perempuan?"
Mungkin Tan Ki memang bermaksud agar kata-katanya didengarkan oleh orang-orang gagah.
Oleh karena itu suara bicaranya makin lama makin keras.
Caranya bertanya juga sangat ketus.
Kim Yu mengangkat sepasang bahunya dan mengembangkan senyuman yang licik.
"Pertanyaanmu aneh sekali. Benar-benar membuat orang bingung bagaimana harus menjawabnya."
Katanya acuh tak acuh. Tan Ki mendengus satu kali.
"Kalau aku tidak memaksamu dengan ilmu silat, mungkin kau masih belum bersedia menjawabnya!"
Selesai berkata, tanpa memberi kesempatan sedikitpun kepada Kim Yu, telapak tangannya langsung bergerak dan diapun melancarkan dua buah pukulan secara berturutturut.
Secara tidak terduga-duga, Tan Ki melancarkan serangan.
Gerakannya bagai kilat dan mengandung kekuatan yang dahsyat serta melanda keluar dengan keji.
Tiba-tiba terasa ada hawa dingin yang menyelimuti sekitar tempat itu.
Suaranya bagai badai yang mengamuk dan serangannya bagai ombak yang bergulung-gulung.
Kim Yu melihat dia melancarkan dua buah pukulan sekaligus, di sekitarnya timbul bayangan telapak tangan dalam jumlah yang tidak terhitung sehingga mirip hujan yang deras yang tiba-tiba tercurah dari langit dan dalam sekejapan mata sudah sampai di hadapannya.
Tanpa terasa hatinya jadi tergetar.
Diam-diam hatinya berpikir.
Sungguh pukulan yang ajaib dan dahsyat! Tampak tubuhnya berputar setengah lingkaran, kemudian dengan mudah menerobos keluar dari kepungan bayangan telapak tangan itu.
Gerakannya ini begitu gesit dan lincah laksana seekor kelinci.
Berkelebatnya bagai kilat.
Secara berturut-turut Tan Ki melancarkan dua buah pukulan, tiba-tiba pandangannya menjadi pudar dan tahu-tahu dia gagal mencapai sasarannya.
Kali ini giliran hati Tan Ki yang tercekat.
Dua jurus yang dikerahkannya tadi merupakan ilmu pusaka yang dia dapatkan dari goa makam leluhur Ti Ciang Pang.
Cara turun tangannya bukan saja mengandung kecepatan yang hebat sekali, tetapi perubahannya sangat aneh.
Dalam satu jurus saja mengandung tiga perubahan.
Bayangkan saja sampai di mana kedahsyatannya? Sedangkan Kim Yu dapat mengelakkan diri dari serangan itu dengan demikian mudah.
Bagaimana hatinya tidak menjadi tercekat? Tan Ki tertegun sesaat, kemudian mulutnya memperdengarkan suara tertawa yang dingin.
"Gerakan tubuh Saudara benar-benar membuat orang kagum. Bagaimana kalau sambut lagi sebuah seranganku ini!"
"Jangan kata satu buah serangan, biar sepuluh atau seratus kali, juga tidak sanggup mengapa-apakan diriku!"
Sahut Kim Yu angkuh.
Mendengar kata-kata, api kemarahan dalam dada Tan Ki jadi berkobar-kobar.
Dia membentak dengan suara keras, telapak tangannya memutar dan secepat kilat meluncurkan sebuah pukulan.
Tan Ki teringat akan dirinya yang telah keracunan parah sehingga dia sendiri tidak tahu kapan racun itu akan bereaksi.
Oleh karena itu dia bertekad untuk menjalankan pertarungan kilat.
Serangannya kali ini mengandung kekuatan tenaga dalamnya sebanyak delapan bagian.
Serangkum angin yang kencang langsung menghantam ke depan bagai ombak yang bergulung-gulung.
Dalam waktu yang bersamaan Kim Yu juga meraung keras dan meluncurkan sebuah pukulan ke depan.
Saat yang hanya sekejapan mata Hati orang-orang gagah langsung ikut tertekan! Terdengar suara benturan dua kekuatan yang menggelegar memecahkan keheningan.
Kim Yu langsung tergetar mundur sejauh tiga langkah.
Sedangkan tubuh Tan Ki yang kekar tidak bergerak sedikitpun.
Sekali lihat saja sudah dapat dipastikan bahwa kekuatan Kim Yu masih kalah setingkat dengan anak muda itu.
Tan Ki sedang terluka parah.
Darimana datangnya kekuatan begitu besar sehingga sanggup membuat Kim Yu tergetar mundur? Rupanya Lok Ing mencekokinya dengan obat mujarab dalam jumlah yang banyak.
Dan kebetulan semuanya bekerja pada saat yang tepat.
,Tenaga dalam Tan Ki yang mulai melemah akibat lukanya yang parah seakan dibangkitkan oleh daya kerja obat itu sehingga tiba-tiba menjadi kuat dan tenaga dalamnya jadi berlipat ganda.
Orang-orang gagah yang hadir di tempat itu tentu saja tidak tahu sebab musababnya.
Hampir serentak mereka merasa terkesiap.
Mereka bagai melihat sesuatu yang ajaib tibatiba muncul di hadapan mereka.
Sementara itu, Kim Yu menggertakkan-giginya erat-erat dan mengerahkan tenaga dalamnya ke seluruh tubuh.
"Kau juga coba sambut pukulanku ini!"
Bentaknya. Baru saja kata-katanya selesai, kakinya melangkah maju setengah tindak. Jari tangannya menekuk bagai kaitan sehingga menimbulkan suara suitan dan tanpa menunda waktu lagi, lima jari tangannya menyerang dari atas ke bawah! "Bagus sekali!"
Bentak Tan Ki.
Pinggangnya meliuk dan secepat kilat dia meloloskan diri dari serangan lawan.
Gerakan tubuhnya yang demikian cepat benar-benar mengejutkan Kim Yu.
Gerak langkah maupun kecepatannya begitu luar biasa, ringan dan ajaib.
Orang yang melihatnya sampai merasa matanya berkunang-kunang.
Kali ini, tentu giliran Kim Yu yang terkesiap.
Serangan dan gerak langkah lawannya begitu hebat sehingga sekali lihat saja ia dapat menduga bahwa anak muda ini bukan tokoh sembarangan.
Apabila ingin mengalahkannya tentu bukan hal yang mudah dilakukan.
Gebrakan kedua orang ini, meskipun baru beberapa jurus, tetapi dalam hati masingmasing sudah mempunyai perhitungan sendiri-sendiri.
Dalam pertarungan ini keduanya sudah mengerahkan segenap kepandaiannya dan otomatis juga menggunakan tenaga dalam sepenuhnya.
Mereka sudah mencapai taraf di mana rasanya ingin sekali memukul mati lawannya dalam satu gebrakan saja.
Tetapi mereka sama-sama menyadari satu hal.
Kim Yu sadar dirinya tidak mungkin mengalahkan lawan dalam waktu yang singkat.
Sebaliknya Tan Ki juga kagum sekali terhadap kepandaian lawan.
Meskipun dia mempunyai keyakinan dapat mengalahkan orang ini, tapi waktu yang diperlukannya mungkin cukup panjang.
Begitu pikiran yang sama memasuki benak kedua orang ini, mereka sama-sama tidak berani turun tangan dengan sembarangan.
Dua pasang mata saling memperhatikan mimik wajah lawannya.
Keduanya tidak mengedipkan matanya sekalipun.
Karena pertarungan di antara jago-jago kelas tinggi, kecepatannya bagai kilat.
Dalam sekejap mata hidup atau mati sudah dapat ditentukan.
Andaikata dalam keadaan seperti ini perhatian terpencar dan teledor sedikit saja, maka segera akan mendapat kerugian besar yang malah mungkin bisa kehilangan nyawa.
Pandangan mata Oey Ku Kiong perlahan-lahan terangkat ke atas.
Dia melihat sikap tegang diantara kedua orang yang menunggu siapa dulu yang akan bergerak.
Tanpa terasa dia menarik nafas panjang sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Saat ini, setelah mendapat bantuan pengerahan hawa murni dari Kok Hua Hong, lukanya sudah sembuh sebagian besar.
Tetapi hatinya terus memikirkan satu hal.
Beberapa hari yang lalu, andaikata dia tidak menyerahkan sebotol racun kepada Kiau Hun, tentunya dia juga tidak akan keracunan separah ini.
Setelah pertarungan ini, kemungkinan dia akan semakin terkenal sehingga pengaruhnya sampai ke daerah Si Yu Sampai di sini, dia merasa hatinya tertekan.
Apabila Tan Ki tidak beruntung sampai mendapat kematian, kelak, mungkin karena kesalahan besar ini, dia akan menyesal seumur hidup.
Tetapi, meskipun dia sudah menganggap Tan Ki sebagai sahabat sejati.
Biar bagaimana perasaan cinta kasihnya kepada Kiau Hun lebih dalam lagi.
Bahkan gejolak asmaranya sudah mencapai titik maksimal.
Apabila dia harus memilih diantara kedua orang itu, dia pasti akan berdiri di pihak Kiau Hun dan rela mati demi cinta kasihnya.
Kalau tidak, dia juga tidak mungkin pura-pura berbuat segala macam kebaikan dengan maksud mengambil hati para orang-orang gagah.
Tiba-tiba tampak wajah Kim Yu yang serius bagai diselimuti hawa kehijauan.
Dia berdiri dengan lengan tegak lurus.
Namun dari tulang belulangnya terdengar suara gemerutak, tubuhnya bagai menyusut.
Meskipun saat itu hari masih cukup pagi, tetapi penampilannya yang luar biasa justru membawa perasaan seram bagi orang yang melihatnya sehingga merasa seperti berada di alam setan dan hawa dinginpun terasa menyusup dalam tubuh! Mungkin karena tidak sabar menunggu lebih lama lagi, Tan Ki segera mengerahkan tenaga dalamnya.
Tiba-tiba dia meraung dengan keras kemudian secara mendadak melancarkan sebuah pukulan.
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Serangkum angin yang kencang bagai gelombang badai yang mengamuk memenuhi tengah arena.
Arus yang kuat itu melanda datang serta mengandung tekanan yang kuat sehingga membuat orang merasa terdesak.
Kekuatannya kali ini seakan mengandung keseluruhan tenaga dalam yang ada dalam tubuhnya.
Kecepatannya benar-benar di luar akal.
Tenaga yang dahsyat itu dengan telak menghantam dada Kim Yu.
Begitu kerasnya pukulan itu sampai seluruh tubuhnya mencelat ke udara sebanyak dua kali.
Tampak dia mengerlingkan matanya ke sana ke mari.
Seakan pikirannya salah besar terhadap kekuatan tenaga dalam yang dilancarkan oleh Tan Ki.
Gelombang kekuatan yang dapat menghancurkan tembok itu pasti mengakibatkan luka yang dapat dibayangkan dalam tubuhnya.
Tetapi Kim Yu seperti tidak mengalami apa-apa, Tan Ki jadi tertegun.
Bahkan orang-orang gagah yang ikut menyaksikan jalannya pertarungan juga langsung mengeluarkan seruan terkejut.
Mereka menjadi kebingungan.
Meskipun manusia yang tubuhnya terbuat dari besi, juga belum tentu dapat menahan serangan Tan Ki yang mengandung tenaga begitu dahsyat.
Tetapi mengapa Kim Yu seperti tenang-tenang saja, tubuhnya hanya mencelat di udara namun tidak terlihat luka sedikitpun.
Rasanya hal ini benar-benar mustahil! Justru ketika Tan Ki masih terkesima melihat apa yang terjadi, tiba-tiba mulut Kim Yu mengeluarkan suara pekikan yang aneh dan pergelangan tangannya memutar lalu mengibaskan sebuah serangan.
Serangan yang dilancarkan secara tiba-tiba ini persis seperti seekor banteng yang mengamuk dan dalam sekejap mata sudah hampir mencapai sasarannya! Hati Tan Ki diam-diam menjadi terkesiap, tubuhnya bergerak setengah memutar lalu menggeser ke samping satu langkah.
Lengan kanannya diangkat dalam waktu yang bersamaan.
Dengan jurus Im Yang Membuka Pintu, dia langsung menerjang ke depan.
Sambil mengelakkan diri, Tan Ki segera melancarkan sebuah serangan.
Baik gerakan maupun jurus yang dikerahkannya benar-benar luar biasa sehingga dapat merebut kesempatan yang bagus.
Siapa nyana tiba-tiba pergelangan tangannya terasa kesemutan.
Padahal gerakannya sudah cukup cepat, ternyata masih kalah sedetik.
Begitu dia menundukkan kepalanya melihat, ternyata pada siku tangannya telah terdapat sebuah guratan panjang berwarna putih.
Tetapi tidak ada bekas darah sama sekali.
Oleh karena itu, dia juga tidak mengambil hati dan meneruskan serangannya.
Terdengarlah suara benturan yang menggelegar.
Tahu-tahu dada Kim Yu telah terkena sebuah pukulannya lagi.
Kali ini kekuatannya demikian dahsyat sehingga dia tidak dapat mempertahankan dirinya lagi.
Mulutnya mengeluarkan suara keluhan tertahan, tubuhnya terhuyung-huyung dan langkahnya agak limbung serta doyong ke samping sejauh dua langkah.
Tiba-tiba dia memuntahkan segumpal darah segar.
Tampaknya dia berusaha untuk menunjukkan kekerasan hatinya.
Dua kali berturutturut dia terkena hantaman Tan Ki yang keras.
Tetapi dia tetap menggertakkan giginya erat-erat dan bagaimanapun tidak membiarkan tubuhnya terkulai jatuh ke atas tanah.
Hal ini disebabkan karena dia mendapat perintah dari suhengnya untuk melenyapkan Tan Ki.
Oleh karena itu, dia terpaksa menempuh bahaya untuk menunjukkan jasanya.
Meskipun hantaman Tan Ki yang pertama sudah menggetarkan isi perutnya, namun dia mempertahankan diri sekuatnya.
Sebab apabila dia tidak sanggup membunuh Tan Ki atau sampai mengalami kekalahan, setelah kembali nanti, pasti dia akan mendapat hukuman yang berat sesuai peraturan dalam perkumpulan Pek Kut Kau mereka.
Dirinya bagai terjepit dari kiri kanan oleh kata-kata kematian.
Satu-satunya jalan hanya menempuh bahaya dan mempertahankan diri menerima serangan Tan Ki.
Terdengar Kaucu Pek Kut Kau mendengus dingin.
"Bagaimana keadaan lukamu?"
Mendengar nada suaranya yang kaku dan dingin, hati Kim Yu seperti diganduli beban yang berat seketika. Tanpa terasa tubuhnya menggigil dan memaksakan sebuah senyuman.
"Masih lumayan."
"Coba kau himpun hawa murni dalam tubuhmu."
Dengan berlagak gagah Kim Yu menjawab.
"Ilmu silat Tionggoan mana mungkin dalam satu dua jurus bisa meminta nyawaku."
"Bagus sekali. Hari sudah siang. Kita juga sudah harus kembali!"
Nada suaranya masih demikian dingin.
Persis seperti uap yang keluar dari danau es.
Orang yang mendengarnya akan merasa bergidik.
Sikapnya begitu angkuh seakan tidak memandang sebelah mata kepada orang lain.
Selesai bicara, dia langsung membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi.
Tiba-tiba Yibun Siu San mengeluarkan suara bentakan.
"Berhenti!"
"Apakah kau memanggil aku?"
Tanya Kaucu Pek Kut Kau. Yibun Siu San memperdengarkan suara tawa yang dingin.
"Saudara mau datang terus datang, mau pergi juga seenaknya saja. Sikapmu benarbenar tidak menganggap orang lain bukan?"
"Meskipun daerah Tionggoan sangat luas dan mentereng menyilaukan mata. Tetapi di manapun Kaucu ini menginjakkan kakinya, selamanya tidak pernah ada tempat yang tidak bisa didatangi. Tentu saja asal Kaucu senang."
Sahut Kaucu Pek Kut Kau itu angkuh.
Yibun Siu San mendengus satu kali lagi.
Dia menolehkan wajahnya dan melihat Tan Ki sedang mendongakkan wajahnya menatap langit.
Entah apa yang sedang dipikirkan oleh anak muda itu.
Matanya seakan menerawang dengan pandangan kosong.
Wajah Yibun Siu San segera berubah serius.
"Aku tidak ingin bersilat lidah denganmu, tetapi ada suatu hal yang ingin kuminta petunjukmu."
Kaucu Pek Kut Kau itu juga memperdengarkan suara tertawa yang dingin.
"Aku masih banyak urusan yang penting. Malas membuka mulut. Apabila ingin aku menjawab pertanyaanmu, maka harus menunggu sampai aku mempunyai kegembiraan dulu."
"Urusan ini menyangkut kedua belah pihak. Biar bagaimana harus ada jawabannya!"
Dengan sikap tegas Yibun Siu San melanjutkan kembali kata-katanya.
"Tetapi, kalau kau tetap berkeras tidak mau menjawabnya, aku juga tidak akan memaksa!"
Kaucu Pek Kut Kau tertawa terbahak-bahak.
"Kalau ada keuntungan yang bisa diraih, tentu saja harus disempatkan waktu untuk berunding. Coba kau tanyakan saja, lihat Kaucu bisa menjawabnya atau tidak!"
"Kau pernah mengajukan beberapa pertanyaan kepada anak Ki. Bahkan berusaha mengetahui jejak seseorang. Hal itu malah membuat aku teringat akan seseorang pula. Baik sikap maupun raut wajahnya sama seperti yang diceritakan anak Ki"
BAGIAN XXXV "Siapa?"
Yibun Siu San menyahut sepatah demi sepatah "Cian Tok Kui Ong alias Raja setan seribu racun!"
Keempat kata-kata ini diucapkan dengan panjang dan lama.
Seakan setiap kata itu diucapkan dengan pengerahan tenaga yang sepenuhnya.
Sehingga akhirnya dapat juga tercetus keluar dari mulutnya.
Tetapi orang yang mendengarkan justru bagai diselimuti ketegangan yang tidak terkirakan.
Tampak tubuh Kaucu Pek Kut Kau itu agak bergetar, tetapi sekejap kemudian sudah normal kembali seperti biasa.
Dia malah tertawa dingin.
"Apa hubungannya dengan diriku?"
"Orang ini merupakan raja iblis di daerah Tionggoan. Baik golongan putih maupun hitam yang mendengar namanya pasti tergetar hatinya. Siapapun tidak ada yang berani mencari perkara dengan orang ini, tetapi dia justru berasal dari daerah yang jauh dan ilmu silat yang dikuasainya juga bukan ilmu silat dari Tionggoan"
Wajah Kaucu Pek Kut Kau langsung berubah hebat. Tampangnya menyiratkan kegusaran hatinya.
"Jadi kau bermaksud mengatakan bahwa Cian Tok Kui Ong itu merupakan orang wilayah Si Yu kami?"
Yibun Siu San tertawa dingin.
"Aku mempunyai jodoh bertemu beberapa kali dengan orang ini. Kalau ditilik dari nada bicaranya sehari-hari, dia bukan saja berasal dari wilayah Si Yu, malah ada hubungan yang erat dengan engkau, Kaucu Pek Kut Kau ini."
Kaucu Pek Kut Kau menghentakkan kakinya ke atas tanah dengan kesal.
"Omong kosong!"
Kembali Yibun Siu San tertawa dingin.
"Kalau menurut pendapatku, Cian Tok Kui Ong itu memang anggota perkumpulan Pek Kut Kau dan kemungkinan pernah berbuat kesalahan atau ganjalan dengan dirimu sehingga dia diusir olehmu dan keluar dari Pek Kut Kau. Oleh karena itu, Cian Tok Kui Ong melarikan diri ke daerah Tionggoan yang jauh dan mencari kesempatan untuk membalas dendam. Tadinya mungkin dia ingin membandingkan kepandaiannya dengan para jago dari Tionggoan sehingga mempunyai kesempatan muncul dengan wajah lain untuk menggemparkan dunia Kangouw. Sayangnya orang-orang yang pernah bergebrak dengannya merupakan tokoh-tokoh kelas dua dan kelas tiga. Tidak ada satupun yang sanggup menerima satu jurus serangannya. Atau bisa mengimbangi kekuatan tenaga dalamnya. Itulah sebabnya Cian Tok Kui Ong kecewa sekali. Dan harapannya seperti kandas seketika. Kemudian terbersit berita bahwa dia teringat suatu tempat di mana dia dapat mencuri kitab peninggalan para jago di daerah Tionggoan. Dia-pun lalu berusaha menggabungkan ilmu kepandaiannya sendiri dengan ilmu hasil curiannya sehingga dengan demikian ilmunya dapat maju lebih pesat lagi"
Terdengar suara deheman dari bibir Kaucu Pek Kut Kau tersebut.
"Lalu?"
"Akibatnya, mungkin seperti apa yang diceritakan oleh anak Ki. Akhirnya meskipun dia berhasil meloloskan diri, namun lukanya sudah terlalu parah sehingga lama-kelamaan dia tidak dapat bertahan lagi dan menemui ajalnya."
Mendengar kata-katanya, Kaucu Pek Kut Kau itu seakan telah berhasil membuktikan kematian Cian Tok Kui Ong.
Pikirannya yang ruwet seperti menjadi ringan sebagian.
Oleh karena itu dia menghembuskan nafas lega.
"Orangnya toh sudah mati, apakah sukmanya masih bisa berkeliaran sehingga menyatakan bukti kepada kita semua?"
Yibun Siu San tertawa dingin.
"Cerita takhyul memang selamanya tidak dapat dibuktikan atau diandalkan. Siapa yang bisa percaya begitu saja? Tetapi ketika dia pergi, dia memang meninggalkan seorang bayi perempuan. Sayangnya induk semang yang bertugas menjaga bayi itu, justru tanpa sengaja menjatuhkan bayi perempuan itu ke dalam lautan ketika sedang mengadakan perjalanan jauh. Sampai saat ini mati hidupnya tidak jelas lagi"
"Terhadap masalah ini, Kaucu tidak tertarik sama sekali."
Kemudian tampak dia mengibaskan lengannya dan perlahan-lahan meneruskan langkah kakinya.
Kim Yu mengajak beberapa rekannya yang terluka dan mengiringi dari belakang.
Pertarungan kali ini, meskipun belum sempat membuat seluruh tokoh dari Si Yu lenyap dari muka bumi, tetapi sebagian besar dari mereka sudah terluka cukup parah.
Hal ini membuktikan kerugian yang besar di pihak mereka.
Dengan demikian, karena pertarungan ini pula, nama Tan Ki langsung menjulang tinggi.
Di antara jago-jago kelas satu di dunia Bulim, boleh dibilang sudah ada sebuah tempat bagi dirinya.
Sementara itu, Yibun Siu San menatap bayangan punggung Kaucu Pek Kut Kau yang semakin lama semakin menjauh.
Bibirnya bergerak-gerak seakan ingin mengatakan sesuatu namun dibatalkannya lagi.
Akhirnya dia menahan perasaan hatinya dan menarik nafas panjang.
Dia menggelengkan kepalanya sambil tertawa getir.
Perlahan-lahan dia melangkahkan kakinya dan mendekat ke samping Tan Ki.
Dengan suara lirih dia bertanya.
"Apa yang kau pikirkan?"
Suara yang rendah serta mengandung kasih sayang yang dalam. Tan Ki pun tersadar dari lamunannya. Mulutnya mengeluarkan seruan terkejut kemudian menggelenggelengkan kepalanya.
"Tidak ada apa-apa."
Yibun Siu San tersenyum lembut.
"Biar kau tidak mengatakannya, aku juga mengerti. Sekarang ini perasaan hatimu sedang kalut sekali. Dan sekaligus banyak hal yang terpikirkan olehmu, bukankah demikian?"
Tan Ki tidak memberikan jawaban. Betul, sebetulnya apa lagi yang masih dipikirkannya? Kehidupannya sudah di ambang pintu ke-matian. Begitu daya kerja obat yang diminumnya mulai mereda, dia pasti akan mati!"
Apabila seseorang dapat mengetahui waktu kematiannya, seharusnya merupakan hal yang ajaib dan aneh.
Biar bagaimana, Tan Ki adalah seorang pemuda yang bersemangat tinggi.
Meskipun saat ini dia sedang bertentangan dengan maut, tetapi dia dapat menenangkan hatinya untuk menunggu datangnya dewa elmaut.
Segala ketegangan yang melanda hatinya menjadi sirna.
Perasaannya malah menjadi lega.
Otomatis banyak sekali pikiran yang melintas di benaknya.
Dendam ayahnya, urusan ibunya dan keenam perempuan yang ada hubungan erat dengan dirinya.
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Banyak sekali yang dipikirkannya.
Tetapi semakin dipikirkan semuanya menjadi semakin samar.
Hanya satu hal yang diketahuinya dengan jelas, yakni riwayat hidupnya segera akan berakhir.
Segenap dendam kesumat, perasaan cinta kasih akan hilang dari dirinya untuk selamanya.
Dia akan meninggalkan dunia ini dengan membawa sukma yang kosong melompong dan berikut segala keruwetannya.
Terdengar Yibun Siu San menarik nafas panjang.
"Bulim Tay Hwe akan dimulai sebentar lagi"
Tan Ki tertawa sumbang.
"Sayang sekali dalam tubuh keponakanmu ini mengendap racun yang dalam. Kasih sayang dan perhatian yang besar dari Siok Siok dan Cian Locianpwe akhirnya hanya sia-sia saja."
Kata-kata yang keluar dari bibirnya bagai tercekat sebagian di tenggorokan. Ucapannya tersendat-sendat bagai seorang pendekar yang menemui jalan buntu menghadapi masa depannya.
"Manusia hidup di dunia ini sudah ditentukan takdirnya. Kau tidak perlu merasa cemas karena hal ini."
"Terima kasih atas kata-kata hiburan Siok Siok ini. Kalau keponakan mempunyai umur panjang dan tidak jadi mati, tentu tidak akan menyia-nyiakan harapan Siok Siok serta hadirin untuk merebut kedudukan Bulim Beng-cu. Sayangnya sekali lagi Tan Ki tertawa sumbang. Tiba-tiba dia menghentikan kata-katanya dan membungkam. Perlahan-lahan dia membalikkan tubuhnya dan berjalan ke arah ruangan besar. Yibun Siu San segera berteriak.
"Anak Ki, kau mau ke mana?"
"Aku tidak ingin Ibu melihat wajahku ketika menjelang kematian. Hal ini pasti akan membuat hatinya terpukul sehingga jatuh sakit. Lebih baik aku berjalan dulu dan mencari sebuah tempat yang tenang untuk mengubur diri. Dengan demikian aku akan menghadapi kematian dengan hati yang tenteram"
Meskipun mulutnya menjawab pertanyaan Yibun Siu San, namun kakinya tidak pernah berhenti sekalipun.
Begitu ucapannya selesai, tibatiba dia mempercepat langkah kakinya dan menghambur pergi.
Dapat dipastikan bahwa dia sedang menahan penderitaan dalam hatinya dan tidak ingin orang lain melihat wajahnya yang penuh dengan air mata.
Melihat dia memalingkan kepalanya dan pergi begitu saja, Yibun Siu San jadi tertegun.
Kemudian tampak dia tersenyum sendirian, bibirnya bergerak-gerak dan menggumam seorang diri.
"Kalau ditilik dari kata-katanya yang memikirkan keadaan ibunya. Hal ini membuktikan bahwa dia sudah mengalami perubahan."
Angin pagi bertiup sepoi-sepoi, harum bunga semerbak, tetapi keadaan hati Tan Ki saat ini sama sekali tidak membayangkan keindahan dunia ini.
Pikirannya terpusat pada keadaan dirinya sendiri yang sebentar lagi akan mati.
Hatinya sangat tertekan.
Kakinya bagai diganduli bola besi yang beratnya ribuan kati.
Langkahnya demikian lambat hampir seperti siput yang merayap.
Setelah berjalan beberapa saat, tiba-tiba dia menghentikan langkah kakinya.
Diam-diam dia berpikir dalam hati.
Kalau sekarang aku meninggalkan gedung keluarga Liu, dan seandainya di tengah jalan luka atau racun dalam tubuh ini tiba-tiba kambuh, serta mati di tempat, bukankah seluruh penduduk kota ini akan gempar dan ketakutan? Lebih baik aku cari tempat yang tenang di sekitar gedung ini Begitu pikirannya tergerak, dia langsung berjalan menuju taman bunga di halaman belakang.
Sinar mentari yang terik menyoroti bayangan punggungnya yang tampak kesepian.
Dengan demikian, kentara sekali bahwa hati anak muda ini digelayuti berbagai pikiran dan penderitaan yang tidak terkirakan.
Berturut-turut dia melewati tiga ruangan dan tiba-tiba hidungnya mencium bau harum bunga yang menyegarkan.
Anginpun terasa sejuk.
Tan Ki menghentikan langkah kakinya, sepasang matanya mengedar.
Dia melihat bunga-bunga yang berwarna-warni bermekaran, ada anggrek, ada seruni.
Meskipun saat ini musim semi hampir berlalu, tetapi rumput-rumput masih menghijau, bunga-bunga tumbuh subur.
Apalagi dihiasi dengan rumpun bambu yang terawat rapi sehingga menimbulkan kesan bahwa taman bunga ini demikian indah dan membuat perasaan menjadi tenang.
Diam-diam Tan Ki memuji dalam hati.
Tempat ini cocok sekali dipilih menjadi tempat menunggu kematian. Dia segera memilih sebuah bangku panjang yang terbuat dari bambu dan menjatuhkan dirinya duduk di sana.
Dia merasa berbagai macam pikiran menggelayuti dadanya.
Tetapi ketika Tan Ki berusaha menyimak apa yang sedang dipikirkannya, dia malah merasa benaknya kosong melompong.
Dia sendiri tidak tahu apa sebetulnya yang terpikirkan olehnya.
Keadaan yang rumit ini, merupakan hal yang belum pernah ia alami seumur hidup.
Dia sendiri sampai merasa heran.
Hatinya bermaksud menggerakkan hawa murni dalam tubuhnya sesuai dengan ajaran dalam kitab yang ditemukannya.
Dia berpikir bahwa mungkin dengan cara demikian, perasaannya yang gundah bisa menjadi tenang.
Oleh karena itu, dia segera memejamkan matanya dan mengatur pernafasan.
Siapa sangka, begitu dia mengerahkan hawa muminya, tiba-tiba dia merasa lengan kirinya nyeri bagai digigit ribuan semut.
Hawa murni dalam tubuhnya pun tidak dapat mengalir dengan lancar.
Tubuhnya menjadi lemas.
Hatinya terkejut setengah mati.
Ketika dia menundukkan kepalanya, dia melihat siku kirinya yang tadi terkena serangan Kim Yu, entah sejak kapan telah timbul bekas darah berwarna keungu-unguan.
Hatinya semakin terkesiap.
Tapi warna yang menghiasi sikunya itu sangat tipis sehingga kalau tidak diperhatikan dengan seksama, maka sulit menemukannya.
Luka yang biasa dan tidak ada keistimewaannya ini, kalau bagi orang lain, tentu tidak akan menganggapnya sama sekali.
Tetapi Tan Ki justru menatapnya dengan wajah penuh ketegangan.
Lama kemudian baru dia pulih kembali kemudian tampak dia menarik nafas panjang.
Bibirnya mengembangkan seulas senyuman yang pahit.
Rupanya ilmu yang dipelajari oleh Kim Yu juga merupakan sejenis ilmu golongan sesat.
Dalam kuku jarinya telah dilumuri racun keji.
Sedang tubuhku ini entah diracuni oleh siapa, cepat atau lambat aku toh akan mati.
Serangannya ini paling-paling hanya mempercepat kematianku saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan Berpikir sampai di sini, tanpa terasa dia memejamkan matanya.
Kepalanya menggeleng dan berulang kali dia menarik nafas panjang.
Hampir saja air matanya mengalir lagi mengingat nasibnya yang malang.
Tiba-tiba telinganya menangkap suara langkah kaki yang lirih yang menghampiri ke arahnya.
Saat ini perasaan hati Tan Ki sudah hambar.
Malah dia sudah kehilangan kegembiraannya sama sekali.
Meskipun dia tahu bahwa ada seseorang yang sedang berjalan mendekatinya, tetapi dia merasa malas membuka matanya untuk melihat sekejappun.
Terdengar suara langkah kaki itu semakin lama semakin mendekat.
Sekarang jaraknya paling-paling empat lima depa dari hadapannya.
Kemudian langkah kaki itu berhenti.
Mungkin orang itu sudah melihat Tan Ki maka menghentikan gerakan tubuhnya.
Sekejap kemudian, terdengar lagi suara langkah tadi yang semakin jelas menghampiri tempatnya berada.
Keadaan ini membuat rasa penasaran Tan Ki bangkit juga.
Oleh karena itu, dia membuka matanya sedikit dan mengintip.
Tanpa dapat ditahan lagi mulutnya mengeluarkan seruan terkejut.
Kemudian wajahnya menyiratkan rona merah jambu.
Rupanya orang ini sama sekali tidak asing bagi dirinya.
Justru gadis ini yang selalu membuat perasaannya menjadi jengah setiap kali bertemu, yakni Cin Ying dari Lam Hay.
Sejak hujan badai yang dialaminya tadi malam, di mana dia memperkosa Liang Fu Yong tanpa sadar.
Justru dirinya sial sekali karena kepergok oleh gadis ini.
Malah dia pula yang mengantarkan dua stel pakaian guna menutup diri mereka yang bugil.
Teringat kembali hal yang demikian memalukan, bagaimana wajahnya tidak menjadi merah padam? Justru ketika merasa tidak tenang karena malu setengah mati, terdengar gadis itu bertanya dengan suara yang lembut.
"Apakah kau duduk di sini menunggu kedatangan seseorang?"
Suaranya begitu tenang sehingga orang tidak dapat menduga apa yang tersirat dalam hatinya. Apakah dia sedang marah atau gembira. Tan Ki menggelengkan kepalanya.
"Aku sedang menunggu kematian!"
Cin Ying jadi tertegun mendengar kata-katanya.
"Apa? Menunggu kematian?"
Tan Ki tertawa getir.
"Tidak salah, aku memang sedang menunggu kematian."
Sepasang mata Cin Ying yang indah membelalak lebar-lebar.
Dari dalamnya menyorot sinar yang tajam, dia memperhatikan Tan Ki dari atas kepala sampai ke bawah kaki seakan ingin menyelidiki apakah anak muda ini tiba-tiba saja menjadi kurang waras.
Sementara itu, bibirnya tetap berbicara.
"Kata-katamu itu tiada ujung tiada pangkalnya. Orang yang mendengar akan sulit untuk memahami. Bagaimana kalau kau menceritakannya lebih jelas dan lihat apakah aku sanggup menolongmu"
Kata-katanya terhenti sejenak, kemudian dia menarik nafas panjang.
"Hawa racun yang terpancar dari dirimu tampaknya sudah mencapai taraf yang parah sekali"
Tan Ki tertawa sumbang.
"Meskipun kau bisa melihat bahwa diriku sedang keracunan, tetapi biar bagaimana kau pasti tidak dapat menghilangkan dua jenis racun yang segera menunjukkan reaksinya dalam waktu yang bersamaan."
"Benarkah sudah separah itu?"
Kalau ditilik Bari nada suaranya, tampaknya gadis itu masih kurang percaya. Tan Ki mendongakkan wajahnya dan tersenyum gagah.
"Pertama-tama ada seseorang yang meracuni tubuhku. Begitu hebatnya sampai aku pendiri tidak tahu bagaimana caranya dan ti-dak menyadarinya sama sekali. Barusan aku bertarung dengan jago dari Si Yu, akibatnya aku terkena serangan kuku beracun dari adik seperguruan Kaucu Pek Kut Kau itu. Dua jenis racun berkumpul menjadi satu dan sebentar lagi akan menunjukkan reaksinya. Meskipun aku memiliki tenaga dalam yang lebih hebat lagi, dan dapat memperpanjang umurku sampai senja nanti, tetapi tetap saja tidak sempat melihat mentari esok pagi. Apabila kedua racun ini sudah kambuh, aku pasti akan menemui ajal."
Wajah Cin Ying lambat laun menjadi kelam.
Segulung perasaan sedih tiba-tiba saja menyelimuti hatinya.
Tumbuh semacam perasaan khawatir yang dalam.
Air matanya mengembang lalu menetes turun membasahi pipinya.
Mendadak tampak tubuh Tan Ki bergetar hebat sekejap.
Dia seolah mendadak ditinju oleh seseorang dengan keras.
Sepasang alisnya bertaut dengan erat.
Begitu sakitnya sehingga keringatnya mengucur dengan deras.
Melihat keadaan itu, jantung Cin Ying seakan berdegup dengan kencang.
Cepat-cepat ia membungkukkan tubuhnya dan berjongkok di samping Tan Ki.
"Kenapa kau?"
"Sebentar lagi aku akan mati. Maukah kau mendengar beberapa patah perkataanku?"
Kata-kata ini diucapkan dengan gugup, tampaknya dia sedang menahan penderitaan yang hebat.
Selesai berkata, cepat-cepat dia memejamkan matanya dan mendekap dadanya sendiri.
Nafasnya seakan mendadak menjadi sesak.
Cin Ying mengulurkan tangannya dan menempelkannya di dahi anak muda itu.
Begitu tersentuh olehnya, dia merasa dahi anak muda itu panas membara bagai kobaran api.
Dia bagai menyentuh besi yang dibakar di atas tungku.
Hatinya tercekat bukan kepalang.
Air matanya mengalir dengan deras.
"Seandainya Siangkong mempunyai kepentingan yang mendesak, harap katakan saja. Semoga Cin Ying mempunyai kesanggupan untuk membantu"
Mendadak Tan Ki membuka sepasang matanya.
Sepasang bola matanya mengerling ke sana ke mari, kemudian perlahan-lahan dia menarik nafas panjang.
Meskipun dia sudah bersiap menunggu datangnya malaikat el-maut, tetapi wajahnya saat ini menyiratkan kepanikan dan kecemasan yang tidak terkatakan.
Perlahan-lahan dia mengulurkan tangannya dan mencekal pergelangan tangan Cin Ying.
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku sudah hidup selama dua puluh tahun lebih. Tetapi aku justru membuat banyak kericuhan di dunia Kangouw. Aku tidak takut mati, juga tidak ada hal yang perlu kuberatkan. Satu-satunya masalah yang membuat aku tidak dapat menutup mata dengan tenang, hanya karena ibuku yang malang itu. Tidak ada orang lagi yang memperhatikan dan merawat dirinya. Ketika aku berusia belasan tahun, ayahku mati secara mengenaskan. Sedangkan saat itu dia masih merupakan seorang wanita yang baru menjelang usia matang"
Dari kata-katanya ini, Cin Ying sudah dapat menduga sedikit apa yang dimaksudkannya.
Perlahan-lahan dia menarik nafas panjang dan menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Tan Ki menggenggam tangan Cin Ying erat-erat.
Tiba-tiba dia menambah sedikit kekuatannya dan menggeser tubuhnya merapat kepada gadis itu.
Melihat wajahnya yang basah oleh keringat dingin dan tampangnya yang mengenaskan itu, Cin Ying tidak tega kalau sampai tubuhnya terjatuh.
Dia juga tidak ingin menambah penderitaan anak muda itu.
Akhirnya terpaksa dia merentangkan sepasang lengannya perlahan-lahan dan memeluk tubuh Tan Ki.
Serangkum bau harum yang menyegarkan memencar ke mana-mana.
Tan Ki malah menarik nafas panjang.
"Aku tahu hatimu pasti merasa serba salah. Tetapi sebentar lagi aku akan mati. Tidak ada orang yang dapat kutinggalkan pesan. Lagipula baru pertama kali ini aku mengajukan permohonan kepada seseorang, juga merupakan permohonan yang terakhir kalinya"
Selama hidupnya, belum pernah Cin Ying menghadapi hal seperti ini.
Juga belum pernah ada orang yang memohonnya dengan suara demikian tulus.
Serangkum hawa panas bergejolak di dalam hatinya seketika.
Hatinya merasa tergugah juga sekaligus diliputi kebimbangan yang tidak terkirakan..
Dia mendongakkan wajahnya menatap awan putih di atas langit.
Gerakan awan itu terasa begitu lambat dalam pandangannya.
Dalam hatinya dia justru berpikir.
Ini merupakan peristiwa yang luar biasa dan berat.
Kalau aku mengabulkan permintaannya, maka untuk seumur hidup aku harus merawat ibunya baik-baik.
Aku harus menganggapnya sebagai ibu kandungku sendiri Kalau didengarkan saja, tampaknya urusan ini sangat sederhana.
Tetapi untuk melaksanakannya justru memerlukan tanggung jawab yang tidak kepalang tanggung beratnya.
Perlahan-lahan Tan Ki mendongakkan kepalanya.
Dia melihat gadis itu sedang menatap langit dan dengan pandangan menerawang.
Dia segera maklum bahwa gadis itu sedang mempertimbangkan permintaannya matang-matang.
Tan Ki mempunyai kecerdasan yang melebihi orang lain.
Malah dia pernah berkelana di dunia Kangouw seorang diri, meskipun usianya masih cukup muda, tetapi segala macam hal sudah pernah ditemuinya.
Dia mengerti sekali bahwa orang yang tidak mudah mengucapkan janji, justru sekali mengabulkan akan melaksanakannya sebaik mungkin.
Seperti sebuah palang besi yang dipantekkan dalam hatinya dan untuk selamanya tidak dapat diubah.
Dia berusaha memberontak agar tubuhnya dapat bergeser dan kemudian menyusupkan kepalanya di atas bahu gadis itu.
Dengan demikian perasannya menjadi lebih tenang dan rasa sakitnya pun agak berkurang.
Justru karena dia mengerti sekali perasaan orang yang tidak mudah mengucapkan janji ini, maka dia juga tidak ingin Cin Ying mengambil keputusan dengan tergesa-gesa.
Hatinya berpikir, asal kematian belum menjemputku dan aku bisa mendapatkan janjinya, maka semuanya sudah lebih dari cukup.
Perlahan-lahan pikirannya mulai melayang-layang.
Wajahnya yang tampan malah mengembangkan seulas senyuman yang tenang.
Laksana sebatang pohon siong yang dilanda gelombang badai, kemudian secara tiba-tiba dipindahkan oleh seseorang ke dalam rumah.
Hatinya terasa nyaman, tenang dan tidak menyiratkan ketakutan menjelang ajal sedikitpun.
Perlahan-lahan dia menggerakkan tangannya yang lemah tidak bertenaga lalu meletakkannya di atas dadanya sendiri.
Matanya terbuka lebar-lebar menatap awan putih di atas langit.
Diam-diam hatinya berpikir Orang-orang di dunia ini selalu menganggap kematian sebagai suatu hal yang mengerikan.
Orang yang bagaimana gagahnya pun atau pendekar yang namanya menjulang tinggi, juga tidak dapat menahan ketegangan diri dalam menghadapi kematian dan hatipun berdebar-debar.
Tetapi aku malah tidak merasa takut sama sekali.
Hatiku demikian tenteram dan tenang.
Aku akan membawa seulas senyuman dan mati dalam pelukannya. E Tampaknya Cin Ying sudah mengambil sebuah keputusan yang besar.
Dia menghembuskan nafas panjang dan menatap ke arah Tan Ki.
"Aku berjanji bahwa untuk seumur hidupku! Kini aku akan menjaga ibumu baik-baik dan menganggapnya sebagai ibuku sendiri!"
Tan Ki merasa terhibur sekali mendengar kata-katanya.
Bibirnya merekahkan seulas senyuman yang manis.
"Aku tahu, kalau kau sudah berjanji maka hatimu bagai telah dipantek oleh sebuah palang besi.
Meskipun lautan bisa berubah, tetapi kata-kata yang telah kau ucapkan selamanya tidak akan pernah diingkari."
Cin Ying tersenyum datar.
"Siangkong terlalu memuji diriku."
Dia berhenti sejenak.
"Tetapi, sebelum aku mengabulkannya tadi, hal ini memang membuat hatiku bimbang sekali. Aku telah memikirkan banyak hal. Seumpamanya, istri yang baru kau nikahi, kau juga pernah berjanji untuk mengambil adik Cin Ie sebagai selir. Masih ada lagi Liang Fu Yong, Lok Ing pokoknya beberapa perempuan ini. Meskipun aku telah berjanji untuk merawat ibumu, tetapi tidak pernah menunjukkan bahwa aku akan menikah denganmu, tetapi kalau hal ini sampai terdengar oleh mereka, mungkin bisa timbul gelombang badai yang dahsyat."
"Sebelum kematian menjemput, aku dapat mendengar kata-katamu, rasanya aku pasti dapat memejamkan mata dengan tenang."
Cin Ying tertawa datar.
"Bagaimana perasaanmu saat ini?"
"Hampir. Sebentar lagi pasti aku mati."
Cin Ying mendongakkan wajahnya menatap langit.
"Apakah kau sendiri merasa bahwa jiwamu benar-benar tidak tertolong lagi?"
Tanyanya sendu.
"Tidak ada jalan lagi. Saat ini detik ini, biarpun ada orang yang mengantarkan obat dewa yang dapat menyembuhkan segala macam racun, tetap saja tidak mungkin dapat menawarkan dua jenis racun sekaligus."
Terdengar suara keluhan dari mulut Cin Ying.
Diam-diam dia berpikir.
Kalau begitu, dia sudah pasti akan mati.
Meskipun tidak ada harapan sama sekali untuk menyembuhkannya, tetapi aku juga harus mengerahkan segenap kemampuan dan mencoba mencari jalan keluar Tiba-tiba dia merasa sepasang lengan Tan Ki yang sedang memeluk dirinya semakin mengencang.
Dalam waktu yang bersamaan, telinganya menangkap suara anak muda itu yang lirih dan lembut.
Maukah kau memelukku lebih erat lagi, biar aku merasakan agak tenteram?"
Nada suaranya begitu tulus dan mengandung permohonan yang dalam.
Hal ini justru membuat Cin Ying merasa tidak sampai hati menolaknya.
Dia menarik nafas panjang lalu menuruti permintaan Tan Ki memeluknya lebih erat lagi.
Dalam waktu yang bersamaan, dia memejamkan matanya dan menghembuskan nafas panjang.
Tiba-tiba Tan Ki merasa di dalam hatinya terdapat gejolak yang melonjak-lonjak.
Keringatnya mengucur dengan deras.
Pikirannya berkata bahwa saatnya sudah hampir tiba.
Perlahan-lahan dia memejamkan matanya dan berkata.
"Sudah hampir, aku telah merasakannya, peluklah aku lebih erat lagi!"
Diam-diam Cin Ying juga berpikir.
Sebentar lagi dia akan mati, bagaimana aku masih mempersoalkan segala macam peradatan dan batas-batas duniawi sehingga membuat perasaannya terluka? Kelak apabila adik Cin Ie mengetahui urusan ini, aku yakin dia tidak akan menyalahkan diriku Dengan membawa pikiran demikian, sepasang lengannya dipererat dan ia memeluk Tan Ki dengan sepenuh tenaga.
Ketika dia menundukkan kepalanya memperhatikan, dia melihat tampang anak muda itu begitu tenang.
Wajahnya yang tampan mengembangkan senyuman.
Tidak tersirat sedikitpun rasa takut menjelang kematian.
Bahkan hawa kehijauan yang terdapat di keningnya, juga entah sejak kapan, tahu-tahu sudah lenyap tidak terlihat lagi.
Bahkan dia juga tidak melihat ada penderitaan yang ditahan oleh Tan Ki.
Diam-diam hatinya merasa kagum sekali.
Jarang sekali orang yang memandang ke-matian seperti pulang ke rumah.
Dia boleh dibilang seorang pemuda yang hebat.
Banyak orang gagah di dunia ini, tetapi dalam menghadapi kematian, pasti terhitung jari orang yang dapat demikian pasrah dan tidak menyiratkan ketakutan sedikitpun! Angin musim semi yang berhembus di dalam taman membawa bau harum bungabungaan yang menyegarkan.
Suara gerakan bambu yang berderak-derak terus merasuk ke dalam gendang telinga, berpadu dengan desah nafas Tan Ki yang berirama serta membawa serangkum hawa kelaki-lakian yang terus menerpa indera penciuman gadis itu.
Tampak cahaya mentari yang menyoroti bambu-bambu seakan menindak maju satu liangkah lagi.
Diam-diam dia menghitung waktu yang terus berlalu.
Rasanya mereka berdiam diri sudah ada kira-kira sepenanakan nasi lamanya.
Ketika dia mempertajam indera pendengarannya, terasa nafas Tan Ki begitu teratur dan tidak menunjukkan seperti orang yang sudah hampir mati.
Malah seperti orang yang tertidur pulas dan bermimpi tentang suatu yang indah.
Sudut bibirnya tetap menyunggingkan seulas senyuman.
Semakin diperhatikan, hati Cin Ying semakin curiga.
Orang yang mati nafasnya pasti berhenti.
Urat nadi dan jantungpun akan berhenti berdenyut.
Sekarang Tan Ki justru pernafasannya begitu teratur, bibirnya masih bisa tersenyum lagi.
Mana mirip dengan orang yang hampir mati.
Oleh karena itu, dia segera mengguncang-guncangkan sepasang lengannya dan memanggil dengan suara rendah.
"Tan Siangkong, Tan Siangkong!"
Perlahan-lahan Tan Ki membuka sepasang matanya dan memperhatikan Cin Ying lekatlekat. Lamat-lamat dia membuka suara.
"Apakah aku sudah mati?"
Cin Ying menggelengkan kepalanya.
"Tidak mungkin. Sedikitpun kau tidak mirip dengan orang mati."
Tiba-tiba Tan Ki menegakkan tubuhnya dan melepaskan diri dari pelukan Cin Ying. Sepasang matanya persis obor api dan berputar mengawasi sekelilingnya. Dia mengangkat tangannya dan mengetuk batok kepalanya perlahan-lahan.
"Aneh sekali"
Kemudian dia mengangkat tangan kanannya dan menggigitnya sedikit. Mulutnya mengeluarkan suara seruan terkejut.
"Mungkinkah aku sedang bermimpi di siang bolong dan belum mati?"
Cin Ying mengeluarkan suara dengusan yang dingin dari hidungnya. Dia segera tertawa dingin.
"Kau memang belum mati, malah aku dibuat sampai berdebar-debar malah menangis seperti orang kurang waras."
Tan Ki menarik nafas panjang.
"Di dalam tubuhku mengendap dua jenis racun yang berlainan, hal ini merupakan kenyataan. Tetapi mengapa aku tidak mati?"
Hati Cin Ying langsung tergerak.
Tiba-tiba dia ingat rumus suatu ilmu pengobatan yang pernah dibacanya dalam sebuah kitab.
Yakni dongan daya Kang (keras) menolak daya Im (lembut).
Ada seperti tidak ada.
Dirinya seperti tersentak sadar, mulutnya segera mengeluarkan seruan terkejut.
"Aku mengerti sekarang!"
Tan Ki menjadi panik.
"Apa yang kau mengerti? Kalau aku memang sengaja mendustaimu, biar aku tidak mendapatkan kematian yang layak!"
Tampangnya tegang sekali. Dalam sekejap saja tampak keringatnya jatuh bercucuran, seperti orang yang merasa gugup sekali. Cin Ying tertawa lebar.
"Mengapa kau jadi gugup seperti itu, aku toh tidak mengatakan bahwa kau mendustai aku!"
Tan Ki mengangkat tangannya ke atas dan mengusap keringat yang membasahi kening serta wajahnya.
"Tetapi aku tetap saja merasa heran. Mengapa aku kok bisa tidak jadi mati?"
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dua jenis racun saling bertentangan, akhirnya malah menghilangkan daya kerja racun itu masing-masing. Kalau dalam ilmu pengobatan, hal ini disebut racun lawan racun. Mungkin begitulah kejadiannya. Pertama-tama tubuhmu diracuni oleh seseorang, kemudian tergores kuku beracun jago dari Si Yu. Kebetulan kedua jenis racun ini memang tidak cocok satu dengan lainnya sehingga saling menggempur di dalam tubuhmu dan menimbulkan keajaiban yakni keduanya menjadi lenyap tidak berbekas"
"Aku tahu, aku diracuni oleh orang tidak diketahui secara diam-diam dan racun itu mengandung daya Im sedangkan ilmu yang dipelajari oleh Kim Yu menggunakan racun yang mengandung daya Kang. Dua jenis racun saling menyerang, Im dan Kang saling memakan sehingga akhirnya malah musnah kedua-duanya."
Cin Ying tertawa lebar.
"Kurang lebih begitulah penjelasannya"
Tiba-tiba dia teringat bahwa dirinya telah mengabulkan permintaan Tan Ki, tak urung diam-diam dia menarik nafas panjang dan menghentikan kata-katanya. Tan Ki jadi tertegun melihat sikapnya.
"Kenapa kau?"
Tanyanya bingung. Cin Ying memaksakan sebuah senyuman dan mengalihkan pokok pembicaran.
"Enghiong tayhwe sudah dimulai di wilayah luar kota Para jago yang ada di gedung keluarga Liu, kemungkinan besar semuanya sudah menuju ke sana. Tadinya aku berpikir akan meninggalkan adik Ie di sini dan aku akan Kembali seorang diri ke Lam Hay. Tetapi aku pernah berjanji kepada Tan Siangkong bahwa akan membantumu merebut kedudukan Bulim Bengcu dan mencarikan jalan yang baik untuk membalas dendam bagi kematian ayahmu. Oleh karena itu, terpaksa aku membatalkan maksudku dan menunggu sampai semua urusan ini selesai, barulah aku terbebas dari segala ikatan."
Tan Ki menarik nafas perlahan-lahan.
"Rasanya aku masih segan memperebutkan segala nama kosong itu"
Wajah Cin Ying yang cantik langsung berubah mendengar kata-katanya.
"Omong kosong!"
Dia membentak dengan suara keras.
"Bagaimana kau bisa membalas dendam atas kematian ayahmu, bagaimana kau harus menunjukkan mukamu di hadapan ibumu dan beberapa gadis yang memujamu itu? Kau boleh pertimbangkan sendiri baik-baik, aku sendiri tidak perduli apa nama besar atau bukan, pokoknya untuk perjalanan ini mau tidak mau kau tetap harus pergi!"
Tampak pergelangan tangannya memutar dan secara tiba-tiba terulur ke depan untuk mencengkeram.
Kecepatannya bagai kilat, tahu-tahu tangan Tan Ki telah tercekal olehnya.
Dia tidak memberi kesempatan sedikitpun kepada Tan Ki untuk memprotes, diseretnya anak muda itu dan diajaknya pergi dari sana.
BAGIAN XXXVI Tempat ini merupakan sebuah bukit yang arealnya sangat luas.
Dari puncaknya dapat melihat pemandangan bawah yang indah serta pepohonan yang subur.
Saat ini di bagian puncaknya telah didirikan sebuah panggung atau pentas pertandingan yang tinggi.
Dari bawah dapat dilihat kepala manusia bergerak-gerak.
Tampaknya ramai orang yang hilir mudik, jumlahnya tidak kurang dari ratusan orang.
Tentu saja, orang-orang ini merupakan angkatan yang sudah mempunyai nama di dunia Kangouw dan kedatangan mereka dapat dipastikan untuk ikut meramaikan suasana dalam merebut kedudukan Bulim Bengcu.
Cin Ying menarik tangan Tan Ki dan mengajaknya masuk ke dalam tenda besar yang digunakan untuk tempat duduk para tamu.
Dari awal sampai akhir, Tan Ki terus mengeratkan sepasang alisnya tanpa berkata sepatah katapun, seakan ada urusan maha besar sedang melanda hatinya saat ini.
Dan masalah ini tidak dapat diungkapkannya keluar sehingga terpendam dalam hati dan membuat perasaannya jadi kurang gembira.
Dalam sekejap mata, kedua orang itu sudah sampai di bawah pentas pertandingan.
Terdengar suara angin pukulan menderu-deru.
Hawa panas seakan ombak yang bergulung-gulung, dari atas pentas sering terpancar angin yang kencang dan menerpa lewat di samping wajah.
Rupanya saat ini di atas pentas sudah ada orang yang memulai pertandingan.
Tentu saja tujuan mereka untuk memperebutkan kedudukan Bulim Bengcu.
Tan Ki mengangkat pandangan matanya memandang ke atas.
Dia melihat si pengemis sakti Cian Cong dan Yibun Siu San duduk di belakang panggung yang dibatasi tali panjang.
Kursi yang mereka duduki adalah kursi tinggi berbentuk singa.
Di hadapan mereka terdapat sebuah meja persegi panjang yang ditutupi dengan sehelai taplak berwarna merah menyala.
Di atas meja terdapat beberapa buku tebal dan lengkap dengan alat tulisnya.
Perhatian mereka terpusat pada kedua orang yang sedang bertanding di atas panggung.
Tentu saja kedua tokoh angkatan tua dari Bulim ini bertanggung jawab atas hasil pertandingan yang berlangsung atau disebut juga sebagai juri.
Merekalah yang menentukan siapa diantara kedua orang yang bertanding itu yang dapat dianggap menang atau siapa yang dianggap kalah.
Liu Seng, Kok Hua Hong dan Ciong San Suang-siu berdiri berpencaran di setiap sudut.
Mereka memperhatikan keadaan di sekitar dengan tangan menggenggam senjata masing-masing.
Mungkin mereka bertugas menjaga segala kemungkinan yang tidak diinginkan di saat pertandingan sedang berlangsung.
Atau dengan kata lain mereka bertindak sebagai petugas keamanan.
Saat ini kedua pendekar yang sedang berada di atas pentas sedang bertarung dengan sengit.
Mereka seperti berduel mati-matian.
Tampak bayangan manusia berkelebat ke sana ke mari.
Tinju dan pukulan mereka menimbulkan angin yang kencang.
Orang-orang yang berada di bawah pentas sampai merasa tegang melihatnya.
Kadang-kadang mereka sampai menahan nafas kalau keadaan agak genting atau dapat membahayakan jiwa salah satu dari kedua orang tersebut.
Biarpun arena yang dibangun cukup luas karena dapat menampung begitu banyak orang, tetapi saat ini justru tidak terdengar suara sedikitpun.
Tan Ki mengerlingkan matanya memandang si cantik jelita yang ada di sampingnya.
Siapa nyana gadis itu juga sedang melirik ke arahnya.
Dua pasang matapun bertemu pandang, jantung mereka sama-sama tergetar, wajahpun menjadi merah padam seketika, dan cepat-cepat keduanya memalingkan wajah mereka dan tidak berani melihat lagi.
Dari sinar mata keduanya, mereka dapat menduga apa yang tersirat dalam pikiran masing-masing.
Hal itu merupakan suatu perasaan yang sangat janggal dan aneh.
Demikian ajaibnya sampai tidak dapat diuraikan dengan kata-kata.
Tan Ki merasa wajahnya menjadi panas, dia teringat akan dirinya yang keracunan sebanyak dua kali namun dapat meloloskan diri dari kematian.
Tetapi justru mengira dirinya sudah di ambang ajal sehingga menyandarkan dirinya dalam pelukan gadis itu dan mengucapkan kata-kata yang romantis.
Hal ini malah menambah perasaan malu dalam hatinya sehingga kepalanya tertunduk dalam-dalam dan menarik nafas panjang.
"Mengapa kau menarik nafas? Adikku Cin Ie dan pengantin barumu semuanya sudah berada di sini. Mereka sudah siap melihat kau mengunjukkan kepandaian dalam memperebutkan kedudukan Bulim Bengcu yang gemilang. Pertemuan besar yang tidak sering diadakan, mungkin bagi kalian orang-orang Tionggoan merupakan hal yang jarang ditemui. Pertemuan ini bagi tokoh-tokoh yang namanya sudah menjulang tinggi ataupun yang masih kelas teri, tetap merupakan impian yang ditunggu-tunggu. Tanpa memperdulikan mati hidup sendiri, mereka berusaha sekuat tenaga untuk dapat merebut kedudukan Bulim Bengcu ini. Kau harus menunjukkan segenap kemampuanmu, jangan membuat banyak orang menjadi kecewa!"
Tan Ki menghentakkan kakinya sambil menarik nafas.
"Aku"
Tadinya dia ingin mengatakan bahwa dirinya sudah pernah menggemparkan dunia persilatan, bahkan telah membunuh sejumlah jago-jago di dunia Bulim dengan nama Cian bin mo-ong.
Tetapi kata-kata sudah sampai di ujung lidah, dia malah merasa kurang tepat bila diungkapkan pada saat ini.
Akhirnya dia menarik nafas perlahan-lahan dan membungkam seribu bahasa.
Cin Ying dapat melihat mimik wajahnya yang panik dan tegang.
Bibirnya sudah bergerak ingin mengatakan sesuatu tetapi dibatalkannya kembali.
Diam-diam dia merasa heran Sepasang matanya yang besar dan indah menatap diri Tan Ki lekat-lekat.
"Kau kenapa?"
Tan Ki tertawa getir.
"Banyak sekali perkataan yang ingin kusampaikan kepadamu. Tetapi segalanya terasa demikian rumit sehingga aku sendiri tidak tahu harus berbuat apa. Mungkin pada suatu hari nanti"
Tiba-tiba terasa angin berdesir, kata-katanya jadi terhenti.
Ketika memalingkan wajahnya, dia melihat Cin Ie, Mei Ling, Liang Fu Yong bertiga sedang berlari ke arahnya dengan cepat.
Cin Ie wataknya lebih terbuka dan suka Ceplas-ceplos.
Melihat Tan Ki, dia langsung mempercepat langkahnya dan berteriak.
"Apakah lukamu sudah sembuh? Aib, ketika aku mendengar dari Yibun Siok Siok bahwa luka yang kau derita sangat parah, ditambah lagi racun yang mengendap dalam tubuhmu, serta ada kemungkinan bisa mati, aku panik setengah mati. Setelah memohon berkali-kali, akhirnya Cici baru menyatakan persetujuannya untuk melihat keadaanmu. Tetapi kalau dilihat dari keadaanmu sekarang, tampaknya kau sudah sembuh bukan?"
Cin Ying menarik tangannya perlahan-lahan.
"Sudahlah, sudahlah. Begitu ketemu kau langsung menyerang orang dengan pertanyaan yang bertubi-tubi. Tidak malu ditertawakan orang? Hayo kita pergi, biar mereka suami isteri melepas kerinduan. Pasti banyak yang ingin mereka katakan."
Tanpa menunggu jawaban Cin Ie, dia langsung menarik tangan gadis itu dan mengajaknya berjalan ke depan.
Sinar mata Liang Fu Yong yang sendu melirik sekilas ke arah adik Ki yang dicintainya tu.
Dia mengembangkan senyuman yang tipis alu mengikuti Cin Ying serta Cin Ie berjalan meninggalkan mereka berdua.
Lirikannya yang sekilas itu menyorotkan kasih sayang yang tidak terkira.
Dan seakan banyak sekali kata-kata yang terpendam dalam hatinya.
Mungkin orang lain tidak merasakannya, tetapi Tan Ki yang melihatnya langsung berdebar-debar dan jantungnya berdegup lebih keras lagi.
Dia langsung teringat peristiwa yang mereka lakukan di balik gunung-gunungan dekat taman bunga.
Tanpa dapat ditahan lagi kepalanya langsung tertunduk dalam-dalam dan tidak berani mendongak untuk beberapa waktu lamanya.
Tiba-tiba dia merasa ada sebuah tangan yang halus menggenggam tangan kanannya.
Di telinganya terdengar suara yang bening dan lembut.
"Tan Koko"
Suaranya lebih mirip isak tangis, di dalamnya terkandung perasaan cinta yang meluap dan kelembutan yang tidak terkatakan.
Hati Tan Ki sampai bergetar mendengarnya, perlahan-lahan dia menarik nafas panjang, tetapi tetap membisu tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Sepasang mata Mei Ling yang indah dan berkilauan menatap suaminya lekat-lekat.
Seakan takut anak muda itu akan menghilang secara gaib dari hadapannya.
Cengkeraman tangannya diperkuat dan menggenggam tangan Tan Ki lebih erat lagi.
Bibirnya menyunggingkan seulas senyuman yang sendu.
"Kau sudah mengalami berbagai hal, aku sudah mendengarnya dari Liang Cici. Semua peristiwa yang telah terjadi, akulah yang salah. Aku aih! Rupanya aku adalah seorang perempuan yang demikian bodohnya, selamanya tidak mengerti kesulitan dirimu dan penderitaan yang ada dalam hatimu."
Tan Ki tertawa getir.
"Dalam hal ini kau juga tidak dapat dipersalahkan. Aku selalu menganggap diriku paling pintar, tetapi dalam keadaan seperti tadi malam, aku juga tidak dapat menahan emosi sehingga mengakibatkan pertengkaran dengan dirimu"
Tiba-tiba dia teringat akan sesuatu hal. Wajahnya yang tampan langsung berubah dan tampaknya dia malu sekali juga gugup.
"Apakah Fu Yong sudah menceritakan semuanya kepadamu?"
Mei Ling mengiakan dengan suara lirih. Kepalanya juga ikut mengangguk.
"Baik yang dulu maupun peristiwa yang terjadi tadi malam, dia sudah menceritakannya secara terbuka kepadaku."
Tubuh Tan Ki agak bergetar. Dia merasa seperti ada segulung hawa panas bergejolak di dalam dadanya. Dia menjadi gugup sekali.
"Jadi semua nya kau sudah tahu?"
Mei Ling tersenyum lembut.
Tubuhnya bergerak gemulai mendekati Tan Ki.
Sikapnya serius sekali, dia menyusupkan kepalanya di dada Tan Ki kemudian mendongakkan wajahnya menatap anak muda itu.
"Apa yang kau takutkan, toh belum aku jelaskan semuanya.
Kalau kau memang suka, aku bersedia mengalah dan membiarkan Liang Cici yang menempati kamar pengantin kita"
Kata-kata ini diucapkannya dengan tenang dan lembut.
Nadanya juga tulus sekali.
Dari matanya menyorot sinar yang penuh cinta kasih.
Dia menatap suaminya lekat-lekat seakan menunggu jawaban darinya.
Mendengar kata-katanya, perasaan Tan Ki jadi tergugah.
Hatinya merasa nyaman bukan kepalang atas pengertian isterinya.
"Aku aku tidak tahu apa yang harus kukatakan"
Tiba-tiba terdengar suara bentakan yang nyaring dan keras menggelegar memecahkan keheningan, bahkan telinga sampai berdengung dibuatnya! Pembicaraan kedua orang itu pun terhenti seketika.
Begitu mata didongakkan ke atas, ternyata dalam pertadingan di atas panggung sudah ada penentuan siapa yang menang dan siapa yang kalah.
Laki-laki setengah baya yang bertubuh gemuk pendek itu telah berhasil mendesak lawannya sehingga terjatuh ke bawah panggung.
Rupanya dalam pertandingan untuk memperebutkan kedudukan Bulim Bengcu ini sudah ada peraturan yang dinyatakan sebelumnya.
Di atas panggung tidak boleh terjadi pertumpahan darah atau sampai merenggut jiwa lawannya.
Oleh karena itu, laki-laki setengah baya yang bertubuh gemuk pendek itu hanya menjatuhkan lawannya ke bawah panggung.
Terdengar dia tertawa bebas dengan keras.
"Hengte Goan Siang Fei, tidak memperdulikan jarak sejauh ribuan li, sengaja datang ke Tok Liong Hong atau Bukit Naga Tunggal ini untuk menghadiri pertemuan akbar yang jarang diselenggarakan di dunia Kangouw ini. Berkat belas kasihan Saudara-saudara sekalian, Hengte berhasil memenangkan tiga babak pertandingan secara berturut-turut. Entah siapa lagi yang bersedia naik ke atas panggung memberikan petunjuk?"
Baru saja ucapannya selesai, terdengar suara suitan panjang.
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dari kerumunan para hadirin di bawah, tiba-tiba berkelebat sesosok bayangan.
Gerakannya bagai seekor burung rajawali yang menukik dari angkasa dan tahu-tahu sudah mendarat di atas panggung.
Desir angin berhenti, orangnya pun muncul.
Para hadirin segera memusatkan pandangan matanya.
Tampak orang itu mengenakan pakaian yang ketat.
Alas kakinya merupakan sepatu tali yang diikat sampai bawah lutut dan memang biasa dikenakan oleh para pendekar yang berkelana di dunia Kangouw.
Di belakang pundaknya menggembol sepasang bola besi yang besarnya seperti buah semangka.
Penampilannya gagah dan tersirat jelas bahwa dia merupakan seorang pendekar yang cukup punya nama.
Perlahan-lahan Goan Siang Fei membuka sepasang matanya dan memperhatikan orang yang baru muncul ini dari atas kepala sampai ke ujung kaki.
Bibirnya mengembangkan seulas senyuman.
"Saudara membawa sepasang gandulan Im Yang sebagai senjata, mungkinkah Saudara ini bernama Saudara Heng yang mendapat julukan Harimau Utara?"
Laki-laki kekar itu segera merangkapkan sepasang kepalan tangannya dan menjura dalam-dalam.
"Terima kasih, Hengte memang Heng Sang Si yang mendapat ejekan dari para sahabat di dunia Kangouw sebagai Harimau Utara."
Mendengar bahwa orang yang ada di hadapannya memang tidak meleset dari perkiraannya, sikapnya langsung berubah dan wajahnya memperlihatkan keseriusan.
Dia sadar bahwa lawannya ini sudah mempunyai nama yang sangat terkenal di daerah asalnya.
Tampak dia menghembuskan nafas panjang dan memusatkan perhatiannya menunggu mulainya pertandingan.
Heng Sang Si tertawa lebar.
"Ilmu silat Goan-heng sungguh mengejutkan. Tiga kali bertanding, tiga kali berturutturut meraih kemenangan. Hengte di sini dengan tidak tahu diri ingin meminta petunjuk dari Goan-heng."
Meskipun kata-kata yang diucapkannya sangat sungkan, tetapi begitu pembicaraannya selesai, orangnya tiba-tiba mendesak maju dua langkah.
Lengan kirinya digerakkan perlahan-lahan.
Dengan jurus Dewi Merak Mengembangkan Sayap, dia melancarkan sebuah serangan.
Terdengar deruan angin kencang yang langsung menerpa ke dada Goan Siang Fei.
Meskipun serangannya ini menggunakan jurus yang sederhana, tetapi karena tenaga dalamnya sangat kuat maka pengaruh yang ditimbulkannya pun cukup hebat.
Apalagi ilmu yang dipelajarinya adalah tenaga Kang yang keras, sehingga baik kecepatan maupun daya serangannya sangat dahsyat.
Ternyata jurus itu bukan jurus yang dapat dianggap enteng.
Goan Siang Fei masih berdiri dengan tenang, seakan tidak tergugah oleh serangannya yang keji dan ganas itu.
Ketika angin pukulannya yang menderu-deru sudah hampir mendesak ke arah dirinya, tiba-tiba dia seperti seekor kelinci yang terkejut dan cepatcepat mencelat ke belakang.
Lengan kanannya mengibas, seiring dengan gerakan tubuhnya yang menghindari serangan lawan, dia juga membalas sebuah serangan.
Kedua orang ini merupakan tokoh yang sudah punya nama di daerah kekuasaannya masing-masing.
Ilmu silatnya tinggi sekali.
Meskipun masing-masing baru mengerahkan sebuah jurus serangan, dan mendesak maju lalu mencelat mundur dalam waktu yang hampir bersamaan, tetapi gerakannya sama-sama cepat sehingga membuat pandangan mata orang-orang yang melihatnya jadi berkunang-kunang.
Begitu pandangan terbiasa kembali, kedua orang itu sudah berganti posisi.
Setelah mencelat mundur, keduanya tidak mengucapkan sepatah katapun.
Kembali sebuah serangan dilancarkan.
Pukulan dan totokan berkelebat ke sana ke mari, masing
Tiraikasih Website
http.//kangzusi.com
masing mengerahkan segenap kemampuannya dan mencari kesempatan yang baik untuk merobohkan lawannya.
Serangan mereka semakin lama semakin gencar.
Pukulan mereka semakin lama semakin cepat.
Terdengar suara pukulan yang menderu-deru, pengaruhnya terasa sampai jarak lima langkah.
Keduanya tidak mau kalah kuat.
Setelah bertanding kurang lebih sepuluh jurus, bayangan tubuh keduanya sulit lagi di-bedakan.
Tan Ki memperhatikan sejenak.
Tiba-tiba dia merasa perutnya kembung, wajahnya merah padam, bibirnya menyunggingkan senyuman yang tersipu-sipu.
Kemudian dia berkata dengan suara lirih.
"Ling Moay, aku ingin membuang air kecil sebentar, nanti aku kembali lagi."
Selesai berkata, dia tidak menunggu jawaban dari Mei Ling, kakinya terus melangkah ke depan.
Meskipun tampaknya dia hanya berjalan dengan wajar, tetapi langkahnya cepat sekali.
Baru saja Mei Ling ingin mengatakan sesuatu, bayangan Tan Ki sudah tidak kelihatan lagi.
Tampaknya anak muda itu seperti ingin berlari dari tanggung jawabnya dengan meninggalkan panggung pertandingan tersebut.
Dia merasa hatinya pengap sekali dan tidak menemukan sesuatu yang dapat dilampiaskannya.
Perasaannya seakan enggan sekali serta tidak tertarik untuk melakukan apapun.
Sebetulnya hal ini disebabkan oleh pikirannya yang rumit.
Persoalannya adalah karena dia mempunyai identitas diri yang lain, yakni Cian bin mo-ong.
Tidak ada orang yang tahu bahwa dalam setengah tahun ini dia sudah membunuh dua puluh tujuh tokoh kelas tinggi baik dari golongan lurus maupun sesat.
Hal ini membuat nama Cian bin mo-ong menjulang tinggi dan menggemparkan dunia persilatan.
Gerak-geriknya sangat misterius dan datang perginya seperti angin.
Dia malah dianggap sebagai raja iblis yang pertama kali menggetarkan nyali setiap orang selama ratusan tahun ini.
Sekarang ini, dia merasa keadaan dirinya yang dianggap sebagai manusia keji, mana pantas bila menjabat sebagai Bulim Bengcu? Pikiran yang saling bertentangan dengan hati kecilnya ini membuat Tan Ki merasa serba salah.
Apalagi kalau membayangkan ilmu silat yang dikuasainya sekarang ini.
Karena sudah berhasil menggabungkan ilmu Tian Si Sam-sut dengan Te Sa Jit-sut, sehingga pengaruhnya kuat sekali, dia percaya ilmu silatnya sekarang sudah cukup berimbang dengan jago kelas satu di dunia Bulim.
Tetapi untuk memperebutkan kedudukan Bulim Bengcu, dia masih belum mempunyai keyakinan seratus persen.
Tanpa terasa, semakin lama hal yang dipikirkannya semakin banyak.
Semakin dipikirkan semakin kacau.
Dari depan menghembus angin yang sejuk sekali, sehingga pikirannya yang terlena dan melayang-layang jadi tersadar seketika.
Begitu pandangannya mengedar, rupanya dia sedang berhenti di sebuah padang rumput yang ukurannya cukup besar.
Di depannya terlihat pemandangan pegunungan yang menjulang tinggi, di bagian bawah terlihat bunga-bungaan tumbuh dengan liar.
Sungguh suatu tempat yang menimbulkan suasana tenteram di hati.
Kejadian yang dialami Tan Ki selama beberapa hari berturut-turut ini, kalau bukan terlibat dalam asmara yang rumit, pasti hal-hal yang tidak menyenangkan bahkan begitu gawatnya sehingga nyawapun hampir melayang.
Mana dia mempunyai kegembiraan menyaksikan pemandangan di sekitarnya atau menikmati dengan sungguh-sungguh.
Tanpa terasa dia menarik nafas dalam-dalam.
Perasaannya terasa segar dan pikirannya yang ruwet pun lenyap seketika.
Tepat ketika pikirannya mulai tenang dan menikmati keindahan pemandangan alam ini, tiba-tiba dia mendengar langkah suara kaki yang menghampiri ke arahnya.
Cepat-cepat dia menolehkan kepalanya memandang.
Dilihatnya seorang pengemis muda berusia kurang lebih delapan belas tahunan, berjalan mendatangi.
Rambutnya acak-acakan, pakaian yang dikenakannya berwarna abu-abu dan penuh dengan tambalan.
Wajahnya malah kotor sekali karena ditempeli debu-debu jalanan.
Di sampingnya mengiringi seorang Hwesio yang juga berpakaian compang-camping.
Usia Hwesio ini hampir sebaya pengemis tadi, hanya saja wajahnya hitam sekali.
Tetapi justru karena wajahnya demikian hitam, maka sulit orang menebak bagaimana perasaan serta usia yang sebenarnya.
Tan Ki melihat kedua orang ini jalan berdampingan.
Diperhatikan dari sudut manapun, tetap saja tidak enak dipandang.
Selama setengah tahun ini, dia terus bertarung melawan berbagai jago dari dunia Bulim, pengalaman maupun pengetahuannya bertambah luas.
Melihat mereka melangkah dengan perlahan, namun tindakannya ringan dan cepat, dapat dipastikan bahwa ilmu ginkang kedua orang ini sangat tinggi.
Hatinya langsung tergerak.
Diam-diam dia berpikir.
Di atas Tok Liong-hong ini diselenggarakan sebuah pertemuan besar yang belum pernah ada sejak jaman dulu.
Orang-orang yang hadir merupakan tokoh-tokoh yang sudah mempunyai nama cukup besar di dunia persilatan.
Kalau tujuan mereka bukan untuk memperebutkan kedudukan Bulim Bengcu, tentunya hanya ingin menyaksikan keramaian saja.
Meskipun tampang kedua orang ini agak aneh, tetapi dapat dipastikan bahwa mereka merupakan murid-murid dari tokoh terkemuka Ketika pikirannya masih tergerak, pengemis dan hwesio cilik itu sudah lewat di sampingnya.
Tetapi tepat pada saat melangkah melalui samping pundaknya, tiba-tiba pengemis cilik itu menolehkan kepalanya dan mengembangkan tawa yang lebar.
Mulutnya bergerak-gerak seperti menggumam seorang diri.
"Ada keramaian bukannya disaksikan malah berdiri di sini termangu-mangu. Kalau sampai kedudukan Bulim Bengcu direbut oleh orang lain, bukankah Suhuku bisa meledak perutnya saking kesalnya?"
Kata-kata yang diucapkannya seperti bergumam seorang diri saja, tetapi begitu suaranya menyusup ke dalam telinga Tan Ki, setiap patah katanya demikian jelas dan tegas.
Tan Ki yang mendengarnya sampai tertegun beberapa saat.
Dia langsung menyadari bahwa kata-kata pengemis muda ini pasti mengandung maksud tertentu.
Oleh karena itu, cepat-cepat dia berteriak memanggil.
"Saudara berdua harap tunggu sebentar!"
Dia tidak membuka mulut memanggil masih lumayan, kedua pengemis dan Hwesio itu tetap melangkah dengan tenang.
Begitu dia berteriak menyapa, keduanya seperti terkejut sekali.
Langkah kaki mereka segera dipercepat, pakaian mereka berkibar-kibar menimbulkan desiran angin.
Dalam sekejap mata saja keduanya sudah menghilang dari pandangan mata.
Dengan termangu-mangu Tan Ki menatapi kepergian kedua orang itu.
Muncul segulung perasaan sesal dalam hatinya, seolah kehilangan kedua orang tadi merupakan kesalahannya yang terbesar.
Cepat-cepat dia membuang air kecil dan kembali lagi ke tempat di mana orang-orang gagah sedang berkumpul.
Ternyata saat itu di atas pentas telah terjadi perubahan yang besar sekali.
Goan Siang Fei sudah memenangkan tiga kali pertandingan secara berturut-turut.
Otomatis hawa murninya sudah surut banyak.
Tenaganya juga banyak terkuras.
Sedangkan Heng Sang Si ini merupakan lawannya yang seimbang.
Cara turun tangan orang ini keji sekali.
Setelah ratusan jurus berlalu, keadaan Goan Siang Fei mulai terdesak, berkali-kali dia menyurut mundur.
Tiba-tiba terdengar suara bentakan yang menggelegar bagai geledek dari mulut Heng Sang Si.
Lengan kanannya bergerak memutar setengah lingkaran dan dalam waktu yang hampir bersamaan, lengah kirinya terulur ke depan.
Dengan jurus Iblis-Iblis Beterbangan, dia melancarkan sebuah serangan.
Tenaga yang terpancar sangat kuat.
Hawa panas terasa bagai gulungan angin topan yang menerbangkan pasir-pasir panas di atas tanah, dengan gencar melanda ke arah Goan Siang Fei.
Kekuatan Goan Siang Fei saat ini sudah terbatas, mana berani dia menyambut serangan itu dengan kekerasan.
Dia menarik nafas dalam-dalam dan mencelat ke belakang lagi sejauh tiga langkah.
Berkali-kali dia menyurut mundur sehingga tanpa terasa dia sudah mencapai batas tonggak panggung tersebut.
Situasi saat itu menggetarkan hati.
Setiap detik yang berlalu bagai menyelipkan ketegangan yang tidak terkirakan.
Para hadirin di bawah pentas sudah dapat melihat kedudukan Goan Siang Fei yang terjepit sekali dan setiap saat pasti bisa dijatuhkan dari atas panggung.
Nama Heng Siang Si sudah cukup terkenal di dunia Kangouw, mana mungkin dia melewatkan kesempatan emas ini.
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Oleh karena itu, dia segera memperdengarkan suara tawanya yang panjang.
Dikerahkannya seluruh tenaga dalam yang ada pada dirinya dan dengan melancarkan sebuah pukulan yang menimbulkan angin menderu-deru, tubuhnya langsung menerjang ke depan.
Gulungan hawa yang panas dan gencar langsung melanda datang.
Goan Siang Fei sudah surut mundur berkali-kali.
Sekarang tidak ada tempat lagi baginya untuk melangkah mundur, tanpa dapat ditahan lagi wajahnya langsung berubah hebat.
Dia segera menarik nafas dalam-dalam dan mengerahkan semua sisa tenaganya lalu melancarkan sebuah pukulan untuk menyambut datangnya serangan Heng Sang Si.
Dua gulung tenaga dahsyat dari arah yang berlawanan membentur di tengah udara.
Hawa panas berpencaran ke mana-mana.
Begitu kerasnya getaran kedua, pukulan itu, kain layar yang dijadikan alas panggung sampai berkibar-kibar kencang.
Terdengar Goan Siang Fei mengeluarkan suara dengusan berat.
Tubuhnya sempoyongan dan tanpa dapat ditahan lagi, kakinya mundur setengah tindak.
Tempat kakinya berpijak, tepat di sudut panggung.
Rasa terkejutnya bukan main, kira-kira setengah depa lagi, dia pasti terjatuh ke bawah panggung.
Tetapi tubuhnya diterjang oleh tenaga yang dahsyat, meskipun dia masih sanggup berdiri tegak, belum sampai kalah total.
Namun dia tidak mempunyai kekuatan lagi untuk bertanding.
Saat ini, apabila Heng Sang Si mengirimkan sebuah pukulan maupun sebuah tendangan, dia pasti akan terjungkal jatuh ke bawah panggung dalam keadaan terluka.
Memangnya siapa Heng Sang Si itu, mana mungkin dia sudi.
melepaskan kesempatan emas ini? Mulutnya mengeluarkan suara bentakan yang keras, tubuhnya langsung mendesak ke depan dan diapun segera melancarkan dua buah serangan pukulan dan sebuah tendangan.
Dalam keadaan terdesak seperti ini, kecuali Goan Siang Fei sendiri rela mengakui kekalahannya dan mengundurkan diri dari atas panggung, tampaknya dia tidak mempunyai jalan lain lagi.
Tetapi pada dasarnya watak orang ini sangat keras.
Dia memandang tinggi sekali nama baik maupun gengsinya.
Tentu saja orang seperti ini lebih rela mati daripada mendapatkan penghinaan.
Melihat angin pukulan dan bayangan tendangan bagai kilat menyambar ke arah dirinya, dia hanya menarik nafas secara diamdiam.
Seakan menyayangkan kehidupannya yang singkat dan segera akan berakhir.
Justru pada saat telur di ujung tanduk ini, tiba-tiba terdengar suara suitan yang nyaring dan bening.
Suara itu berasal dari kerumunan para hadirin.
Gemanya bagai gerungan naga sakti yang marah.
Getarannya membuat beberapa orang yang tenaga dalamnya agak lemah menjadi sakit gendang telinganya sehingga mereka cepat-cepat mendekapkan sepasang tangan agar suara tidak begitu jelas terdengar.
Tampak sebentar lagi pukulan dan tendangan itu akan mengenai tubuh Goan Siang Fei.
Salah satu serangannya saja sudah pasti membuahkan hasil yang gemilang.
Su-dah barang tentu hati Heng Sang Si gembira bukan kepalang.
Tiba-tiba dia mendengar suara bentakan yang keras.
"Berhenti!"
Disusul dengan angin pukulan yang menerjang datang dari samping tubuhnya.
Serangan itu tidak meleset sedikitpun, dikatakan lambat tidak, dikatakan cepatpun tidak, tetapi dengan tepat meluncur ke arah telapak tangan Heng Sang Si yang hampir mengenai tubuh Goan Siang Fei.
Heng Sang Si terkejut bukan kepalang.
Cepat-cepat dia menarik kembali serangannya dan mencelat mundur untuk menjaga kemungkinan dirinya diserang terus oleh orang yang baru muncul ini.
Setelah itu, dia baru mengalihkan pandangannya.
Tampak seorang pemuda yang wajahnya sangat tampan berdiri di samping Goan Siang Fei.
Penampilannya tenang, wajahnya malah tersenyum simpul.
Rupanya ketika Tan Ki melihat keadaan Goan Siang Fei yang sudah kalah dan didesak sedemikian rupa, timbul perasaan iba dalam hatinya.
Tanpa mempedulikan peraturan yang berlaku, dia langsung mengeluarkan suara siulan dan mencelat ke udara setinggi dua depaan.
Dengan gerakan yang ringan dan indah, dia mendarat turun di samping Goan Siang Fei.
Kebetulan sekali kemunculannya dengan tepat mengelakkan Goan Siang Fei dari maut.
Dia memang sudah bertekad untuk memberikan pertolongan kepada orang ini.
Melihat keadaan yang begitu genting, tanpa sadar dia mengulurkan tangannya dan mengirimkan sebuah pukulan ke depan.
Hal inilah yang kemudian membuat Heng Sang Si terkejut dan cepat-cepat mencelat mundur ke belakang.
Dalam waktu yang bersamaan, terdengar suara Tan Ki yang tegas.
"Hengtai ini sudah menjalani tiga kali pertandingan sehingga tubuhnya sudah letih sekali. Sedangkan Saudara menggunakan kesempatan ini untuk menyerangnya habishabisan, apakah tindakan Saudara ini tidak keterlaluan?"
Heng Sang Si tidak menduga pada saat seperti ini ada orang yang akan turut campur dalam urusan ini.
Lagipula tenaga dalamnya begitu tinggi dan tampaknya, masih di atas dirinya sendiri.
Untuk sesaat dia jadi tertegun.
Sedangkan Goan Siang Fei segera menggunakan kesempatan ini untuk mencelat ke udara dan menjauhi sudut panggung itu.
Melihat kemenangan yang hampir tercapai digagalkan oleh Tan Ki, hawa amarah dalam dadanya jadi meluap seketika.
Matanya mendelik lebar-lebar ke arah anak muda itu dan membentak dengan suara keras.
"Untuk apa kau naik ke panggung ini?"
Tan Ki tersenyum lembut.
"Sebagian besar dari para hadirin yang naik ke Tok Liong Hong ini bertujuan memperebutkan kedudukan Bulim Bengcu. Kalau Cayhe sampai naik ke atas panggung, tentu saja tujuannya ingin mengadu ilmu, memangnya ada jurusan apa lagi?"
Wajah Heng Sang Si menjadi kelam saking marahnya.
"Apakah kau tidak tahu peraturan? Pemuda yang usianya masih begini muda tidak mengikuti peraturan yang berlaku dan naik ke atas panggung seenaknya saja, apakah kau tidak takut dirimu akan ditertawakan orang banyak?"
Dengan gaya santai Tan Ki menjawab.
"Entah di bagian mana Cahye melanggar peraturan pertandingan ini, mohon Hengtai bersedia memberikan petunjuk."
Sepasang alis Heng Sang Si menjungkit ke atas. Dia memperdengarkan suara tertawa yang dingin.
"Pertemuan besar yang diselenggarakan kali ini, tujuannya untuk memperebutkan kedudukan Bulim Bengcu. Orang yang hadir di tempat ini rata-rata adalah tokoh-tokoh yang sudah mempunyai nama besar, mana bisa disamakan dengan pertandingan silat di pasaran?"
Tan Ki tidak memberikan kesempatan bagi orang itu untuk menyelesaikan katakatanya. Sepasang alisnya ikut mengerut dan diapun langsung menukas.
"Kata-kata Saudara ini benar-benar membuat Cayhe sulit untuk mengerti. Tetapi entah di mana letak perbedaan antara pertemuan besar di Tok Liong Hon ini dengan pertandingan silat yang ada di pasaran?"
"Kalau pertandingan ilmu silat yang ada di pasaran, baik rekan yang ada di dalam arena maupun di luar arena, setiap saat boleh menghentikan pertandingan dan menyelesaikan urusan di saat itu juga. Dalam pertemuan besar ini, yang diperebutkan adalah kedudukan Bulim Bengcu. Setiap orang yang hadir membawa harapan yang besar dan juga mempunyai keyakinan bahwa ilmu silatnya sudah cukup tinggi untuk ikut bertanding. Begitu terjun ke atas panggung menghadapi lawan, urusan menyangkut nama baik serta kalah menang yang dapat menentukan langkah kita berikutnya. Kalau tidak mempunyai keyakinan yang tinggi, lebih baik jangan coba- coba dan diam saja di bawah panggung untuk menyaksikan keramaian. Seandainya mempunyai keberanian untuk ikut bertanding, sebelumnya sudah harus mempunyai kebesaran jiwa untuk mempertaruhkan nyawa. Lagipula tidak boleh bertindak setengah jalan, harus tegas mengambil keputusan. Dalam pertandingan yang menyangkut segala macam aturan ini, mana boleh sembarangan orang ikut turut campur seenaknya?"
Tan Ki mengeluarkan seruan. Oh yang panjang sekali.
"Kalau mendengar kata-kata Saudara tadi, seakan menyalahkan kemunculan Cayhe yang berniat menolong orang. Meskipun panggung ini dibangun untuk memperebutkan kedudukan Bulim Bengcu, namun tetap merupakan ajang berkumpulnya para sahabat. Saudara bisa melihat sendiri, apakah dari pagi sampai sekarang ini ada orang yang terluka parah atau sampai menemui ajalnya dalam pertandingan? Lagipula, ketika Saudara bertanding tadi, Cayhe sama sekali tidak ikut campur, atau mempunyai maksud sedikitpun untuk mencegah berlangsungnya pertandingan. Tuduhan melanggar peraturan pertandingan yang Saudara katakan tadi, Cayhe benar-benar tidak berani menyandangnya, harap Saudara"
Heng Sang Si tampaknya tidak membiarkan Tan Ki menyelesaikan kata-katanya.
"Saudara memang tidak menghalangi jalannya pertandingan, tetapi dengan turun tangannya Saudara menolong orang saja, sesungguhnya sudah tidak pantas sekali!"
Tukasnya cepat. Tan Ki melihat watak orang ini selalu memprotes setiap perkataannya. Wajahnya yang tampan langsung berubah.
"Bukannya aku, Tan Ki, banyak"
Urusan.
Kenyataannya Goan-heng ini sudah terlalu letih karena sudah bertanding sebanyak tiga kali.
Apabila terkena serangan Saudara yang keji tadi, para sahabat di bawah panggung tentu mempunyai mata untuk melihat sendiri, apabila Cayhe tidak segera turun tangan memberikan pertolongan, bukankah selembar nyawa akan melayang dengan sia-sia?"
Heng Sang Si tertawa dingin.
"Kalau ada yang bisa disalahkan, justru dirinya sendiri yang tidak becus. Kedudukan Bulim Bengcu ini merupakan jabatan yang tidak terkira tingginya, apa dia kira mudah memperebutkan kedudukan seperti ini? Tanpa ada ketentuan kalah atau menang, bagaimana menilai hasil pertandingan. Pertandingan justru ditentukan dari mati hidupnya seseorang. Tanpa hujan tanpa angin, Tan-heng turun tangan menolongnya, berarti memang sudah berniat untuk mengacaukan pertandingan ini!"
Tan Ki melihat jawaban orang ini semakin lama semakin ngelantur. Tanpa terasa hawa amarah dalam dadanya jadi meluap. Perlahan-lahan dia memperdengarkan suara batuk kecil.
"Mohon tanya kepada Saudara, apakah dalam pertandingan ini telah ditentukan peraturan bahwa orang yang kalah tidak boleh mempunyai kesempatan untuk meninggalkan panggung ini dalam keadaan hidup? Cayhe berkelana di dunia Kangouw juga bukan baru tiga atau lima hari, tetapi sama sekali belum pernah mendengar peraturan gila ini. Dari mana sebetulnya Saudara mendengar adanya peraturan seperti itu, Cayhe ingin sekali menyelidiki kebenarannya."
Kata-kata yang diucapkan Heng Sang Si sejak tadi merupakan protes yang tidak masuk akal.
Sekarang dibalikkan oleh Tan Ki, tanpa dapat ditahan lagi dia menjadi tertegun dan tidak bisa memberikan jawaban apapun.
Tetapi pada dasarnya Heng Sang Si ini merupakan orang yang wataknya angkuh sekali dan tidak mau kalah.
Di hadapan begitu banyak tokoh persilatan dari berbagai kalangan, dia didesak sedemikian rupa oleh Tan Ki, mana mungkin dia dapat menahan kemarahan hatinya? Otomatis dari malu menjadi gusar.
Urat-urat hijau di dahinya langsung menonjol keluar.
"Peraturan yang ada di dunia Kangouw ini banyak macamnya. Setiap orang mempunyai pendapat yang berbeda-beda. Kalau Saudara memang sengaja mencari perkara, apa kau kira aku benar-benar takut kepadamu? Sekarang kita mempunyai kesempatan bertemu di tempat seperti ini, aku mengharap kau sudi. memberikan pelajaran barang beberapa jurus!"
Tan Ki sendiri masih termasuk seorang pemuda yang berdarah panas. Mendengar tantangan Heng Sang Si, dia segera melirik ke arah Yibun Siu San dan si pengemis sakti Cian Cong sekilas. Kemudian bibirnya mengembangkan seulas senyuman.
"Kalau Saudara mempunyai kegembiraan hati, Siaute tentu akan melayani dengan baik agar kau tidak merasa kecewa."
Seraya berkata, orangnya sendiri melesat ke udara dan mencelat mundur ke belakang dan tahu-tahu sudah ada di hadapan Goan Siang Fei. Dia berkata dengan suara rendah.
"Lebih baik kau mengatur pernafasan dulu agar tenagamu pulih kembali."
Tubuhnya melesat kembali ke udara dan tahu-tahu sudah ada di tempat semula. Mulutnya tertawa lebar.
"Saudara ingin memberikan pelajaran dengari tangan kosong atau dengan senjata?"
Mendengar kata-katanya, tiba-tiba tubuh Heng Sang Si bergerak memutar dengan cepat.
Ketika berhenti kembali, tangannya sudah menggengam sepasang gandulan besi yang tadi tersandang di bahunya.
Gerakannya begitu cepat dan memang seorang tokoh yang cukup hebat.
Terdengar dia tertawa seram.
"Keluarkanlah senjatamu!"
Katanya kemudian.
Tan Ki tertawa datar.
Perlahan-lahan dia mengeluarkan sebatang seruling kuno dari selipan ikat pinggangnya.
Pergelangan tangannya digetarkan, terdengarlah suara siulan yang bening dan nyaring.
Hampir dalam waktu yang bersamaan, tampak cahaya berkilauan.
Dari dalam seruling keluar sebatang pedang pendek.
Sekali lagi dia tersenyum lembut.
"Cayhe tidak mempunyai senjata apa-apa. Biarlah sebatang seruling ini akan Cayhe gunakan untuk melawan sepasang gandulanmu itu. Tetapi jangan khawatir, aku tidak akan melukai dirimu!"
Heng Sang Si marah sekali mendengar sindirannya yang tajam.
"Sungguh ucapan yang besar sekali. Selama beberapa puluh tahun aku orang she Heng ini berkelana di dunia Kangouw, tetapi selamanya belum pernah bertemu dengan orang yang tidak memandang sebelah mata kepada orang lain seperti dirimu ini!"
Ucapannya selesai, sepasang gandulannya langsung bergerak, dengan jurus Sepasang Naga Muncul Dari Dalam Air, dia melancarkan sebuah serangan.
Tan Ki masih tersenyum lembut.
Kakinya maju satu langkah lalu tiba-tiba seperti seekor belut dia menerobos keluar dari serangan sepasang gandulan besi tersebut.
Dalam waktu yang bersamaan, pedang sulingnya langsung digetarkan lalu meluncur lurus ke arah pundak Heng Sang Si.
Gerakan tubuhnya begitu aneh menakjubkan sehingga hadirin yang melihatnya jadi terkejut.
Heng Sang Si belum sempat menyelesaikan jurus serangannya, malah tubuhnya terdesak sedemikian rupa sehingga mencelat mundur sejauh delapan langkah.
Siapa nyana Tan Ki sama sekali tidak mengejarnya.
Dia berdiri tegak dengan tangan diluruskan ke bawah.
Bibirnya tersenyum simpul.
"Yang tadi terhitung jurus pertama."
Katanya tenang.
Kata-kata yang sangat sederhana, tetapi Heng Sang Si yang mendengarnya merasa seperti sebatang pedang yang ditusukkan ke dalam ulu hatinya.
Selama puluhan tahun berkelana di dunia Kangouw, belum pernah ada orang yang menyindirnya dengan katakata yang demikian tajam.
Api kemarahan dalam dadanya jadi berkobar.
Setelah meraung keras, sepasang gandulan besinya dipencarkan lalu menyerang dari dua arah yang berlawanan.
Serangkum angin yang dingin langsung memenuhi sekitarnya dan serangannya pun meluncur ke depan dengan keji.
Tan Ki memperdengarkan suara tawa yang lepas.
Tidak terlihat bagaimana dia menggerakkan tubuhnya, hanya sedikit menggeser.
Tampaknya ia seperti sedang menghindari serangan lawan, tetapi sebetulnya malah dia yang melancarkan sebuah serangan.
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tangannya bergerak dan diapun mengirimkan sebuah totokan ke arah lawan.
Jurus ini anehnya bukan main.
Bukan saja dia bisa menghindarkan serangan keji Heng Sang Si dengan mudah, malah sekaligus dapat melancarkan serangan balasan.
Sekejap mata dia sudah sampai di sisi tubuh orang itu.
Begitu hebatnya serangan yang dilancarkan sehingga Heng Sang Si terdesak sedemikian rupa dan mau tidak mau terpaksa menarik kembali serangannya.
Setelah itu dia mencelat mundur sejauh tiga langkah.
Dengan demikian baru dia dapat menghindarkan diri dari serangan Tan Ki.
Wajah Tan Ki tetap mengembangkan senyuman yang manis.
Dia juga menghentikan gerakan kakinya.
"Yang ini jurus kedua!"
Selesai berkata, dia tertawa lagi.
Matanya menyorotkan sinar yang tajam.
Penampilannya demikian tenang dan berwibawa.
Kesan yang ditimbulkannya justru membuat hati orang merasa bahwa dia bukanlah lawan yang mudah dihadapi.
Setelah Tan Ki dan Heng Sang Si saling menyerang sebanyak dua jurus, siapa yang akan meraih kemenangan atau siapa yang akan kalah, tidak sulit lagi diduga.
Sebuah kenyataan lagi yang tidak dapat diingkari, biar rendah atau tinggi tenaga dalam yang dimiliki Tan Ki, tetapi gerakan tubuh serta jurus serangannya yang aneh saja, sudah merupakan hal yang sulit ditandingi oleh Heng Sang Si.
Para hadirin yang ada di bawah panggung sudah dapat melihat, apabila Tan Ki benarbenar mengerahkan segenap kemampuannya, dalam sepuluh jurus saja Heng Sang Si pasti akan terkapar di lantai panggung dengan tubuh bermandikan darah.
Tampaknya sikap Tan Ki yang tenang memang bukan penampilan yang dibuat-buat.
Sejak semula si pengemis sakti Cian Cong terus memperhatikan gerak-gerik Tan Ki.
Dia melihat cara turun tangannya yang sangat mantap.
Setiap jurus yang dimainkannya mengandung perubahan yang hebat.
Sebagai se orang yang sudah berpengetahuan luas, ternyata dia masih belum dapat menebak gerakan apa yang dimainkan Tan Ki.
Tanpa dapat ditahan lagi, sepasang alisnya mengerut.
Dia melirik ke arah Yibun Siu San.
Dalam pikirannya, mereka berdua sama-sama pernah memberi petunjuk tentang ilmu silat kepada Tan Ki.
Sudah pasti hati orang ini sangat sayang sekali kepada Tan Ki sehingga secara diam-diam mengajarkan ilmu yang hebat dan merupakan andalannya.
Dua jurus yang dilancarkannya tadi, Yibun Siu San pasti paham sekali.
Siapa nyana ketika dia melirik ke arah orang itu, diam-diam hatinya jadi tergetar.
Tampak sepasang alis Yibun Siu San juga terus mengerut dan memperhatikan tengah arena dengan pandangan terkesima.
Wajahnya menyiratkan kebingungan.
Tampaknya dia juga tidak mengenali gerakan yang dimainkan Tan Ki barusan.
Bahkan mimik wajahnya juga menyiratkan kebimbangan yang dalam.
Justru ketika kedua orang itu memejamkan matanya merenungi ilmu silat yang dikerahkan Tan Ki tadi, Heng Sang Si juga langsung melancarkan jurus serangannya yang paling hebat dan dengan gencar diarahkan kepada Tan Ki.
Tampak sepasang gandulan besinya bagai capitan kepiting raksasa yang siap menjepit lawannya hingga gepeng seperti perkedel.
Tidak diragukan lagi bahwa nama Heng Sang Si cukup terkenal di daerahnya sendiri, bukan saja cara turun tangannya demikian cepat tetapi di dalamnya juga terkandung berbagai tipuan.
Kadang-kadang seperti sebuah serangan yang sungguh-sungguh, namun kenyataannya hanya siasat untuk mengecoh lawan.
Sepasang gandulannya yang sebesar semangka itu melayang-layang di udara bagai sedang menggerakkan tarian.
Cahaya yang berkilauan, bayangan sepasang gandulannya menghantam, mengibas, menyapu, memutar, semuanya mengarah ke bagian tubuh yang penting.
Tan Ki masih tetap tersenyum simpul.
Tangannya bergerak, pakaiannya berkibar-kibar.
Dia menerobos masuk ke dalam bayangan sepasang gandulan tersebut.
Tampak tubuhnya bergerak memutar, persis seperti seekor kupu-kupu yang menyusup ke dalam gerombolan bunga, dan dia berkelebat ke sana ke mari di dalam kurungan bayangan sepasang gandulan lawannya itu.
Meskipun sepasang gandulan itu menyambar ke segala penjuru dengan gencarnya bagai hujan badai yang dahsyat, tetapi malah kelihatannya persis seperti makanan yang enak dilihat tetapi tidak enak dimakan.
Dari awal sampai akhir, jangan kata tubuh Tan Ki, ujung pakaian anak muda itupun tidak tersentuh olehnya.
Dalam waktu yang singkat, Heng Sang Si terus memainkan jurus-jurus mautnya.
Secara berturut-turut dia sudah mengerahkan dua belas jurus lebih.
Di lain pihak dalam dua belas jurus ini boleh dibilang Tan Ki hanya mengelak ke sana ke mari, dia tidak pernah membalas sebuah seranganpun.
Setelah dua belas jurus berlalu, tiba-tiba terdengar suara tawanya yang panjang.
Pedang sulingnya menimbulkan hawa yang dingin serta melancarkan sebuah serangan secara mendadak.
Tampak cahaya dingin berkilauan menusuk mata.
Jurusnya yang aneh dikerahkan secara berturut-turut.
Heng San Si yang sejak tadi tidak mengadakan persiapan, langsung menjadi kelabakan dan tidak dapat menahannya.
Tahu-tahu jalan darahnya telah tertotok ujung senjata Tan Ki yang tajam dan jatuh tidak sadarkan diri di atas panggung.
Yang ajaib justru cara pengerahan tenaga dalamnya yang tepat sekali.
Meskipun senjatanya sangat tajam sehingga dapat memotong segala macam logam, tetapi ketika dada Heng Sang Si tertotok olehnya, ternyata tidak mengakibatkan luka goresan setitikpun.
Begitu Heng Sang Si terjatuh tidak sadarkan diri, Kok Hua Hong yang bertugas sebagai regu keamanan cepat-cepat menghampiri lalu menggotongnya turun dari panggung tersebut.
Sementara itu setelah Goan Siang Fei mengatur pernafasannya beberapa saat, hawa murni di dalam tubuhnya sudah pulih kembali.
Melihat Tan Ki dengan mudah dapat memenangkan satu babak pertandingan ini, dia merasa penasaran sekali.
Oleh karena itu, dia segera berdiri dan melangkah perlahan-lahan menghampiri anak muda itu.
Dia segera merangkapkan sepasang kepalan tangannya dan menjura dalam-dalam.
"Orang she Goan minta petunjuk."
Tangannya menekan sesuatu di bagian pinggang dan terdengar suara Brett! Senjatanya yang berupa cambuk lemas langsung dihentakkan ke depan. Matanya memperhatikan Tan Ki lekat-lekat dan memusatkan perhatiannya untuk menghadapi lawan.
"Bagus sekali."
Kata Tan Ki sambil tersenyum.
Kaki kirinya bergerak maju ke depan setengah langkah.
Dengan jurus ajaib yang memang khusus diciptakan sebagai pembukaan untuk menghadapi lawan, yakni Mengibas Pasir di Tanah, perlahan-lahan ia memulai gerakan.
Goan Siang Fei melihat gerakannya ini sangat istimewa.
Pedang di tangannya menimbulkan cahaya yang dingin.
Sikap Tan Ki demikian anggun berwibawa bagai seorang pangeran yang siap dilantik menjadi raja.
Hati Goan Siang Fei langsung tergetar.
Dia membentak dengan suara keras.
"Tunggu dulu!"
Kakinya langsung menutul dan tubuhnya mencelat mundur sejauh tiga langkah. Mendengar bentakan Goan Siang Fei, ternyata Tan Ki benar-benar menarik kembali jurus yang sudah dijalankannya. Bibirnya mengembangkan seulas senyuman yang penuh persahabatan.
"Ada apa?"
Sikap Goan Siang Fei serius sekali.
Dia memperhatikan Tan Ki dari atas kepala sampai ke ujung kaki.
Setelah melihat sejenak, tiba-tiba dia memejamkan sepasang matanya dan menarik nafas panjang.
Kepalanya digelengkan dan dia berkata dengan suara datar.
"Aku sebetulnya tidak habis pikir, mengapa usia Saudara masih demikian muda namun sudah memiliki pengetahuan yang demikian dalam mengenai Kiam-sut.
Dalam satu jurus saja, cahaya berkilauan dan titik sinar memercik ke mana-mana.
Orang sampai tidak dapat melihat ke mana arah sasaran pedangmu itu, dan tidak tahu pula ke mana tubuhmu akan bergerak.
Jurus yang dikerahkan oleh seorang ahli memang mampu membuat hati orang tergetar karena mendengarnya saja aih! Sekarang Hengte baru mengerti.
Rupanya ilmu yang Saudara pelajari merupakan ilmu pedang istimewa dan Saudara sudah bisa mencapai tingkat kena di sasaran namun tidak melukai lawan.
Babak ini Hengte mengaku kalah, tidak perlu bertanding lagi!"
Begitu ucapannya selesai, tanpa menunggu jawaban dari Tan Ki, ia segera mencelat turun dari atas panggung dan menghilang dalam kerumunan para hadirin yang ramai itu.
Tan Ki melihat orang itu sikapnya sangat terbuka, bilang pergi benar-benar langsung pergi.
Diam-diam di dalam hatinya timbul rasa kagum.
Dia juga merasa terharu melihat sikap orang itu yang demikian tegas.
Para tokoh di dunia Bulim juga tidak semuanya berhati licik dan berpandangan sempit.
Ternyata masih juga ada orang yang berjiwa gagah dan ksatria.
Hanya saja yang kutemui hanya segelintir Pikirannya masih melayang-layang, tiba-tiba dari bawah panggung berkumandang suara siulan yang panjang.
Disusul dengan dua sosok bayangan yang berkelebat ke atas.
Mungkin karena tenaga dalam mereka masih kurang kuat, sehingga suara siulan itu tidak sempat bergema lama namun sudah putus di tengah jalan.
Siulannya berhenti, orangnyapun muncul.
Ternyata mereka adalah sepasang pengemis dan liwesio muda yang bertemu dengan Tan Ki tadi.
Hati Tan Ki jadi gembira.
Baru saja dia ingin mengatakan sesuatu, tiba-tiba si pengemis muda itu sudah membungkukkan tubuhnya dan menjura ke arah si pengemis sakti Cian Cong, mulutnya mengeluarkan suara tertawa terkekeh-kekeh.
"Suhu, apa kabar? Di sini Tecu, Cu Cia memberi hormat kepadamu!"
Cian Cong membuka sepasang matanya dan mendengus satu kali. i "Si pengemis tua tidak sakit dan tidak menderita luka apa-apa, tentu saja baik-baik serta sehat!"
Sahutnya ketus.
Ternyata si pengemis sakti ini memang wataknya sleboran.
Dia paling benci segala macam peradatan.
Pertemuan antara guru dan murid, asal membungkukkan, tubuh sedikit saja sudah cukup baginya.
Bahkan nada suara pembicaraannya juga seenaknya saja, tidak terkandung kewibawaan sebagai angkatan yang lebih tua.
Mendengar pembicaraan di antara dua orang itu, Tan Ki jadi tertegun.
Hatinya berkata.
Rupanya Cian Locianpwe juga mempunyai seorang murid Ketika pikirannya masih tergerak, tiba-tiba telinganya menangkap suara yang lirih namun jelas.
"Hengte, jangan berpikir si setan cilik itu adalah muridku, lalu kau jadi sungkan untuk turun tangan. Dia berani membangkang pesan si pengemis tua dan keluar dengan sembunyi-sembunyi. Cepat kau wakili si pengemis tua hajar dia habis-habisan biar tahu rasa!"
Tan Ki segera mengetahui bahwa Cian Cong yang berbisik kepadanya lewat ilmu Coan Im Jut-bit.
Tentu saja orang lain tidak bisa mendengar apa yang dikatakannya.
Oleh karena itu, Tan Ki langsung tersenyum simpul.
Diam-diam dia mengerahkan tenaga dalamnya dan bersiap menghadapi lawan.
Si pengemis cilik, Cu Cia menolehkan kepalanya dan menatap sekilas ke arah Hwesio berwajah hitam tadi.
Mulutnya masih saja tertawa lebar.
"Hek Lohan (Lohan Hitam) mari kita bergebrak dengan dia barang beberapa jurus dan lihat apakah dia mempunyai permainan baru yang menyenangkan."
Hek Lohan, Sam Po tertawa terkekeh-kekeh.
"Bagus sekali, mari kita main-main!"
Selesai berkata, dia langsung mendahului melangkah ke depan.
Dia mengangkat tinjunya yang besar dan langsung menghantam keluar.
Orang ini wajahnya hitam bagai bak tinta.
Sikapnya seperti ketolol-tololan, tetapi tinjunya ini ternyata mengandung tenaga yang dahsyat sekali.
Angin yang timbul terdengar berderu-deru, gelombang hawanya bagai hempasan ombak.
Tan Ki tersenyum simpul.
Sikapnya masih seperti tadi.
Dari luar tampaknya dia tidak mengadakan persiapan sama sekali.
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Padahal dia sudah mengerahkan tenaga dalamnya secara diam-diam.
Begitu serangan Hek Lohan, Sam Po meluncur ke arahnya, tiba-tiba tubuhnya berkelebat, dalam waktu yang bersamaan telapak tangan kanannya menghantam ke depan.
Tetapi di saat pukulannya dihantamkan ke depan, tampaknya seperti tidak mengandung tenaga dalam sama sekali.
Bahkan tidak terdengar deruan angin sedikitpun.
Namun Hek Lohan juga bukan orang yang benar-benar bodoh dan tidak tahu apa-apa.
Sekali lihat saja, dia sudah tahu kalau serangan Tan Ki ini merupakan ilmu pukulan kelas tinggi.
Di Siau Lim Si sendiri ada sejenis ilmu yang sama yang dinamakan Kim Kong-ciang.
Ilmu pukulan yang langka ini memang tampaknya tidak ada keistimewaan apa-apa, karena pada dasarnya seluruh tenaga dalam sudah terhimpun dalam telapak tangan dan baru dapat dirasakan apabila sudah hampir mengenai sasarannya.
Ilmu ini memang khusus untuk melukai isi perut lawan.
Biarputt tenaga dalammu sangat hebat, bahkan dapat dibandingkan dengan besi atau baja, namun tetap saja tidak sanggup menahannya.
Otomatis Hek Lohan juga tidak memperdulikan serangannya kepada lawan lagi.
Cepat-cepat dia berjungkir balik di udara dan mencelat ke belakang sejauh lima depa.
Tangan kiri Tan Ki bergerak, kembali dia melancarkan sebuah5 serangan yang tidak kalah hebatnya dengan yang pertama.
Segulungan angin yang kencang terpancar keluar mengiringi pukulannya.
Serangan kali ini mengandung kekuatan yang dahysat sekali, persis bagai ombak yang menghempas batu karang.
Si pengemis cilik tadinya sudah mengerahkan tenaga dalam secara diam-diam dan siap menghadapi lawan.
Namun ketika melihat serangan Tan Ki yang begitu hebat serta mengandung angin yang tajam, hatinya pun tercekat.
Cepat-cepat dia menggeser langkah kakinya dan melesat ke samping untuk menghindari serangan tersebut.
Ilmu silat Tan Ki yang aneh dan tinggi benar-benar menggetarkan si pengemis cilik dan Hwesio muda itu.
Tampak dua pasang mata mereka terbelalak lebar-lebar bagai buah tho dan memperhatikan diri Tan Ki sampai termangu-mangu.
Begitu terkejutnya kedua orang itu, sampai sama-sama tidak dapat mengucapkan sepatah katapun.
Ketiga orang itu berdiri dengan posisi bentuk segitiga.
Tiba-tiba tampak si pengemis cilik mengerlingkan matanya dan membentak dengan suara keras.
"Kau juga coba seranganku ini!"
Sepasang tangannya menghantam dan terasa sferangkum kekuatan yang.
dapat merobohkan sebatang pohon melanda datang ke arah Tan Ki.
Melihat si pengemis cilik itu tiba-tiba melancarkan sebuah pukulan, sikap Tan Ki yang santai langsung berubah serius.
Dengan posisi tangan menahan di depan dada, diapun langsung melancarkan sebuah pukulan menyambut datangnya serangan si pengemis cilik.
Kedua rangkum tenaga yang dahsyat segera beradu di udara.
Pedang Tanpa Perasaan -- Khu Lung Gelang Perasa -- Gu Long Bunga Pedang Embun Hujan Kanglam -- Khu Lung