Dendam Iblis Seribu Wajah 15
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Bagian 15
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya dari Khu Lung
Si pengemis cilik segera menunjukkan gejala kekalahannya.
Kakinya goyah, tetapi orang ini termasuk cukup nekad juga.
Mulutnya mengeluarkan suara seruan yang lirih dan sepasang tangannya maju mundur, secara berturut-turut dia melancarkan lagi empat buah pukulan.
Hati Tan Ki sudah siap dan tidak merasa gentar sedikitpun.
Dia juga tidak menghindar, sekaligus dia menyambut empat buah pukulan itu dengan keras.
Yang satu melancarkan empat buah serangan, yang satunya lagi menyambut empat buah pukulan.
Wajah kedua orang ini langsung berubah hebat, nafas Tan Ki agak tersengal-sengal.
Sedangkan keringat si pengemis cilik sudah bercucuran membasahi seluruh tubuhnya.
- Si pengemis cilik melihat bahwa empat serangannya yang dikerahkan dengan tenaga dalam sepenuhnya masih belum sanggup mengalahkan Tan Ki.
Tanpa dapat ditahan lagi, hawa amarah dalam dadanya jadi meluap.
Dia membentak keras dan telapak tangannya pun menghantam, keluar memancarkan segulung angin yang kencang.
Gerakannya begitu cepat bagai kilat yang baru terlihat di angkasa tahu-tahu sudah menyambar datang.
Tan Ki h berdiri tegak, tidak ada kesempatan lagi baginya untuk menghindar.
Terpaksa dia mengulurkan telapak tangannya untuk menyambut dengan kekerasan.
Kedua orang ini melakukan pertandingan dengan gerak cepat.
Mungkin maksudnya ingin meraih kesempatan yang bagus sehingga bisa mendahului lawannya.
Tanpa terasa sama sekali, semakin bergebrak, akhirnya malah menjadi pertarungan yang selalu menggunakan cara keras lawan keras.
Terdengar suara benturan yang keras, tubuh Tan Ki terhuyunghuyung.
Tetapi akhirnya dia tetap dapat berdiri tegak di tempatnya semula.
Si pengemis cilik sendiri sampai tergetar mundur tiga langkah, tubuhnya masih sempoyongan dan kemudian terjatuh di atas papan panggung dan memuntahkan segumpal darah segar.
Tampak di setiap bekas injakan kakinya terdapat papan yang retak.
Yang aneh, justru meskipun dia terluka isi perutnya bahkan sampai memuntahkan darah, tetapi wajahnya malah tidak menyiratkan kegusaran sedikitpun.
Dia malah tampaknya gembira sekali.
Kepalanya mendongak ke atas dan tertawa terbahak-bahak.
"Kau benar-benar hebat. Si pengemis cilik rela mengaku kalah!"
Tan Ki melihat sikap orang ini sangat terbuka.
Berani membuka mulut mengakui kekalahannya sendiri.
Baru saja dia ingin mengucapkan beberapa patah kata untuk menghibur hatinya, siapa tahu mendadak Cu Cia si pengemis cilik itu seperti tiba-tiba teringat akan suatu masalah yang besar.
Dengan kedua tangan mendekap di depan dada, dia langsung melonjak bangun dan berlari ke samping Hek Lohan.
Kemudian terdengar dia berkata dengan suara lirih.
"Hek Lohan, kita bukan tandingannya. Mari kita pergi."
Sepasang pundaknya bergerak sedikit dan tahu-tahu tubuhnya sudah meloncat turun dari atas panggung.
Meskipun saat itu dia sedang dalam keadaan terluka dan hawa murninya agak membuyar, tetapi loncatannya tetap saja mengandung kecepatan yang hebat.
Terdengar suara desiran angin, Sam Po Hwesio tidak mengucapkan sepatah katapun dan langsung mencelat turun mengikuti si pengemis cilik.
Sementara itu wajah para hadirin yang ada di bawah panggung satu per satu berubah menjadi kelam.
Mata mereka semua terpusat pada diri Tan Ki.
Bahkan Cian Cong, Yibun Siu San, kakak beradik Cin Ying dan Cin le, Mei Ling, Liang Fu Yong serta beberapa lainnya yang mengenal anak muda ini, setelah memperhatikan setengah harian, mereka masih tetap belum dapat menduga gerakan apa yang dilakukan oleh Tan Ki.
Secara berturutturut Tan Ki mengalahkan empat orang.
Baik gerakan tubuh, Kiam-sut, tenaga dalam maupun perubahan jurus serangannya semuanya mengandung keajaiban.
Bahkan tampaknya tenaga dalam anak muda ini juga merupakan ilmu tingkat tinggi yang jarang dapat ditemui dalam dunia Kangouw.
Tan Ki bagai sebuah patung pahatan yang indah dan berdiri tegak di hadapan para hadirin.
Sikapnya tenang mengandung kegagahan yang tidak terkirakan.
Dilihat dari sudut mana pun tetap saja menimbulkan rasa hormat sehingga orang tidak berani mencari perkara dengannya.
Para hadirin yang melihat penampilannya hari ini, ada sebagian yang menyesalkan ilmu silatnya sendiri yang tidak dapat menyamainya, namun ada juga sebagian besar yang merasa kagum sekali terhadap usianya yang masih begitu muda namun sudah berhasil menguasai ilmu setinggi itu.
Tiba-tiba Terdengar lagi suara siulan yang bening dan nyaring.
Namun yang ini kali tidak dapat disamakan dengan yang pertama.
Sekali dengar saja sudah dapat dipastikan bahwa tenaga dalam orang ini jauh lebih tinggi bahkan sudah mencapai tingkat teratas.
Tampak sesosok bayangan bagai seekor burung rajawali yang menukik turun ke atas panggung.
Gerakan orang yang baru datang ini luar biasa cepatnya.
Namun ketika mendarat turun, kakinya tidak menimbulkan suara sedikitpun, persis seperti sehelai bulu angsa yang melayang turun di atas tanah.
Pandangan mata Tan Ki mengerling untuk melihat, tanpa dapat ditahan lagi hatinya jadi tercekat.
Wajahnya yang tampan berubah hebat.
Orang yang datang ini sama sekali tidak asing baginya.
Siapa lagi kalau bukan Pangcu Ti Ciang Pang yang ditakutinya, Lok Hong.
Jantungnya langsung berdebar-debar.
Tanpa sadar dia mendekap dadanya sendiri seakan ingin mengurangi rasa gentar dalam hatinya.
Tampak wajah Lok Hong hijau membesi.
Sepasang alisnya terus mengerut.
"Lohu ingin menanyakan beberapa pertanyaan kepadamu. Tidak ingin berbicara panjang lebar. Tetapi kau harus menjawab dengan jujur. Sepasang mata Lohu yang sudah tua ini sudah banyak melihat hal-hal yang aneh di dunia ini. Jangan coba-coba berdusta sepatah katapun juga!"
Bentaknya dengan suara keras. Tan Ki tersenyum datar. Sepasang tangannya mengait di depan dada.
"Kalau memang Cayhe tahu, tentu saja tidak akan menutupinya sedikit juga."
Lok Hong tertawa dingin.
"Lohu tadi berdiri di bawah panggung dan memperhatikan jalannya pertandingan dengan tenang. Tetapi ketika melihat kau berhasil mengalahkan empat orang berturutturut dengan berbagai jurus yang aneh, Lohu melihat jurus-jurus tersebut banyak bagian yang ada persamaannya dengan ilmu kepandaian Ti Ciang Pang kami. Itulah sebabnyaLohu menjadi heran dan ingin menanyakan persoalan ini kepadamu!"
Hati Tan Ki tergetar mendengarnya.
Dia merasa tubuhnya tiba-tiba bagai diserang serangkum hawa dingin sehingga gemetar.
Keringat dinginpun bercucuran di keningnya dan diam-diam dia berpikir di dalam hati.
Celaka! Kali ini seluruh rahasiaku pasti terbongkar!"
BAGIAN XXXVII Perlu diketahui bahwa ilmu silat Tan Ki merupakan hasil curian dari goa makam para leluhur Ti Ciang Pang.
Lok Hong adalah Pang-cu Ti Ciang Pang generasi sekarang.
Dia sudah berkali-kali melihat gerakan tubuh Tan Ki, sehingga sejak semula sudah terbit rasa curiganya.
Tadi ketika dia berhadapan dengan Heng Sang Si, lalu mengejutkan Goan Sian Fei sehingga mengundurkan diri, semuanya menggunakan ilmu pusaka Ti Ciang Pang yang tidak diwariskan kepada orang lain.
Mal na mungkin Lok Hong tidak mengenali ilmu perguruannya sendiri? Begitu rasa curiganya timbul, tanpa menunda waktu lagi dia langsung mencelat ke atas panggung dan segera mendesak Tan Ki dengan berbagai pertanyaan yang menyangkut ilmu silat yang digunakannya tadi.
Tetapi begitu melihat orang ini, hati Tan Ki langsung tercekat.
Untuk sesaat dia tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan itu.
Dirinya bagai maling yang kepergok oleh tuan rumah, otomatis kegagahannya hilang dan tubuhnya mengkeret ketakutan.
Sepasang matanya membelalak lebar-lebar dan menatap Lok Hong tanpa berkedip sedikitpun.
Wajah Lok Hong saat ini berubah semakin kelam.
Jenggotnya yang putih berkibar-kibar dan sepasang matanya menyorotkan sinar yang tajam.
"Lohu sedang bertanya kepadamu, apakah kau tidak mendengarnya? Apakah tiba-tiba telingamu menjadi tuli atau mdlutmu yang jadi bisu? Apakah harus menunggu sampai Lohu memaksa dengan kekerasan baru kau mau menjawab pertanyaan Lohu tadi?"
Tan Ki menggerak-gerakkan bibirnya dengan gugup.
"Aku aku"
Pikirannya ruwet, hatinya tegang.
Mulutnya gagap-gugup sampai sekian lama masih juga tidak dapat memberikan jawaban apa-apa.
Dia merasa keningnya basah oleh keringat dingin yang mengucur dengan deras.
Yibun Siu San dan Cian Cong ikut melihat keadaan ini, tanpa sadar keduanya saling lirik sekilas.
Wajah mereka menunjukkan perasaan heran yang tidak terkatakan.
Tidak di sangka-sangka seseorang yang baru saja menunjukkan keperkasaannya bagai seekor naga sakti tahu-tahu bisa berubah sedemikian rupa sehingga mirip seekor kelinci yang ketakutan.
Wajahnya basah oleh keringat dingin.
Kedua orangtua ini sampai mengerutkan sepasang alisnya.
Bahkan beberapa gadis di bawah panggung yang mengkhawatirkan kekalahan maupun kemenangannya, ikut menjadi tidak tenang melihat penampilannya saat itu.
Tiba-tiba terdengar Lok Hong tertawa panjang.
Suaranya begitu keras sehingga menggetarkan seluruh bukit tersebut.
"Lohu akan bertanya satu kali lagi. Dari mana kau mendapatkan seruling yang ada di tanganmu itu?"
Suaranya berat dan mengandung hawa pembunuhan yang besar. Tidak diragukan lagi kalau orangtua ini benar-benar sudah meluap kemarahannya. Diam-diam Tan Ki menggertakkan giginya erat-erat. Akhirnya dia membangkitkan keberaniannya untuk menjawab.
"Baiklah. Kalau kau memang ingin tahu, aku akan mengatakannya. Suling ini pasti membuat kau mengetahui sebuah rahasia besar. Tidak salah, benda ini memang milik Ti Ciang Pang kalian. Seluruh ilmu silat yang Cayhe kuasai juga merupakan hasil curian dari goa makam para leluhur Ti Ciang Pang!"
Dia sadar sekali kalau watak orangtua ini sangat keras dan selalu menganggap dirinya sendiri paling hebat.
Setelah mendengar kata-katanya, pasti orangtua itu tidak akan melepaskan dirinya begitu saja.
Oleh karena itu, begitu selesai berkata, dia langsung surut mundur satu langkah dan mengerahkan tenaga dalamnya secara diam-diam untuk menjaga segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Dia sudah bertekad untuk menggunakan gabungan ilmu Tian Si Sam-sut dan Te Sa Jit-sut untuk berduel mati-matian dengan ketua Ti Ciang Pang ini.
Ternyata dugaannya memang benar.
Setelah mendengar kata-katanya, Lok Hong segera mendongakkan kepalanya dan memperdengarkan suara tawa yang mengandung kegusaran.
Tiba-tiba tubuhnya mendesak ke depan menghampiri Tan Ki dan dalam waktu yang bersamaan, dia membentak marah.
"Kalau ilmu silatmu bisa kau dapatkan dengan mencuri belajar dari goa makam para leluhur kami, Lohu juga dapat menariknya kembali!"
Selesai berkata, secara mendadak dia mengirimkan sebuah totokan! Serangkum tenaga yang lurus dan tajam langsung terpancar keluar seiring dengan tangannya yang bergerak.
Sasarannya tulang di atas bahu Tan Ki.
Tempat ini merupakan salah satu bagian yang paling penting dalam tubuh manusia, karena bersambung dengan tulang penyangga leher.
Kalau bagian ini sampai tertotok, maka urat sekaligus tulang pasti langsung putus, otomatis tanganpun menjadi lumpuh serta leher menjadi kaku, tidak dapat dibenarkan lagi untuk selamanya.
Dan orang yang cacat ini jangan harap lagi dapat belajar ilmu silat.
Sementara itu Tan Ki sejak kecil sudah mendalami ilmu totokan, mana mungkin dia tidak tahu bahaya yang satu ini.
Tanpa dapat ditahan lagi wajahnya yang tampan jadi berubah hebat.
Dia menarik nafas dalam-dalam kemudian mencelat mundur ke belakang.
Lok Hong tertawa dingin.
"Sambut lagi sebuah serangan Lohu ini!"
Sembari berbicara, dalam waktu yang bersamaan tubuhnya mendesak ke depan satu tindak, lengan bajunya yanr kaku bagai sebilah besi dikibaskan.
Timbullah segulungan angin yang kencang.
Serangannya kali ini mengandung tenaga dalam sebanyak delapan bagian.
Deruan angin memecahkan udara dan terdengar bagai badai yang menerpa.
Kekuatannya demikian dahsyat, paling tidak mengandung tekanan seberat ribuan kati.
Sepasang alis Tan Ki jadi berkerut melihatnya.
Hawa amarah jadi meluap seketika.
"Orangtua ini terlalu mendesak orang dan tidak ada sikap mengalah sedikitpun kepada orang lain. Dia kira aku benar-benar takut kepadanya?"
Sembari berkata, Tan Ki seakan terbangkit semangatnya karena ucapan yang dicetuskannya sendiri.
Keberaniannya ikut meluap dan tiba-tiba dia mendongakkan wajahnya lalu memperdengarkan suara siulan yang panjang.
Tubuhnya mencelat ke udara, dengan jurus Awan dan Kabut Ditimpa Cahaya Matahari, dia menukik turun sembari melancarkan sebuah serangan.
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lok Hong melihat tanpa sebab musabab Tan Ki mencelat ke udara, hal ini sebetulnya menyalahi teori ilmu silat karena bagian tubuhnya yang kosong dapat terlihat jelas sehingga mudah diincar oleh lawan.
Tanpa dapat ditahan lagi dia menjadi termangumangu sejenak, lalu dia melihat pedang suling di tangan Tan Ki bergerak dengan cepat sehingga menimbulkan titik sinar dingin yang tidak terhitung jumlahnya.
Semuanya tercurah turun menyelimuti tubuhnya, persis seperti ratusan pisau kecil yang berubah menjadi cahaya keputihan dan mengurung seluruh tubuhnya, menyerangnya dari atas ke bawah.
Tentu saja dia jadi tercekat bukan main.
Terasa cahaya pedangnya memijar, titik sinar memercik sehingga membuat mata orang menjadi kabur dan tidak tahu bagian mana sebetulnya yang menjadi sasaran senjata anak muda itu.
Meskipun Lok Hong termasuk seorang tokoh sakti yang berperangai aneh di dunia persilatan, tetapi dalam waktu yang singkat dia juga tidak tahu bagaimana harus memecahkan jurus serangan Tan Ki yang ajaib ini.
Terpaksa dia memiringkan pundaknya dan menggeser ke samping sejauh tiga langkah.
Serangan Tan Ki kali ini masih tetap merupakan salah satu jurus dari ilmu Te Sa Jit-sut.
Pengaruh kekuatannya hebat bukan main.
Sayangnya dia belum sempat melatih ilmu ini hingga mencapai titik kesempurnaan, dengan demikian di tengah jalan dia belum bisa mengatur hawa murninya dengan benar dan menggunakan kesempatan yang baik untuk melukai lawannya.
Selesai mengembangkan jurus ini sampai selesai, orangnyapun melayang turun kembali di atas tanah.
Padahal kalau orang yang sudah melatih dengan sempurna, gerakannya tidak perlu berhenti.
Selesai jurus yang ini, dia tentu dapat menyambungnya lagi dengan jurus selanjutnya yang lebih lihai.
Kalau tidak, biar Lok Hong lebih terkenal dan lebih tinggi lagi ilmu silatnya dari sekarang, tetap saja sulit bagi orangtua itu untuk meloloskan diri dari serangan ilmu pedangnya ini.
Sesudah mencelat mundur, tampak selembar wajah Lok Hong yang serius menyiratkan r perasaannya yang terkejut bukan kepalang tanggung.
Sikapnya aneh, menunjukkan ketegangan yang belum pernah terlihat sebelumnya.
Kecuali merasa gentar, hatinya juga merasa heran sekali.
Dia merasa jurus ilmu pedang Tan Ki tadi benar-benar ajaib, juga mengandung perubahan yang mengagumkan sehingga hawa pedangnya terasa sekali mendesak ke arah lawan.
Bahkan menimbulkan perasaan menggidik dalam hati.
Ilmu pedang yang tingkatnya demikian tingggi ini, kalau ditilik dari usia Tan Ki yang masih muda, tampaknya tidak mungkin dia berhasil melatihnya sampai mahir! Begitu pandangan matanya dialihkan, dia melihat sepasang mata Tan Ki menyorotkan sinar yang tajam.
Tangannya menggenggam suling dan berdiri dengan tegak.
Sikapnya berwibawa sekali.
Hal ini merupakan sikap yang biasa diperlihatkan oleh tokoh persilatan yang sudah mencapai taraf tertinggi dalam ilmu pedang.
Tanpa dapat ditahan lagi, hatinya kembali tergetar.
Tiba-tiba dia merasa baik pengalaman maupun ilmu silat anak muda ini sedang melaju ke tingkat yang tidak terkirakan tingginya.
Dalam waktu setengah tahun yang singkat, dari seorang pemuda yang tidak dikenal, dia berubah menjadi seorang jago kelas satu di dunia Bulim.
Dua huruf nama Tan Ki membuat setiap orang yang berkecimpung di dunia persilatan tahu siapa orang ini atau paling tidak, sadar adanya orang seperti ini.
Apabila menunggu sampai satu atau dua tahun lagi, tentu tidak sulit baginya mengangkat derajatnya sendiri dan kemungkinan besar dianggap sebagai tokoh tersakti dari generasi muda namun ada juga kemungkinan dia bisa menjadi seorang iblis yang menimbulkan segala kekacauan bagi dunia Kangouw.
Berpikir sampai, di sini.
di dalam hati Lok Hong seakan timbul semacam perasaan yang sulit dijelaskan.
Semakin membayangkan sampai di mana tingginya ilmu silat anak muda ini, semakin tidak berani dia memandang ringan lawannya.
Wajahnya bahkan jauh lebih kelam dari sebelumnya.
Sepatah katapun tidak terucap dari bibirnya, dua bola matanya menatap diri Tan Ki lekat-lekat.
Waktu terus merayap perlahan-lahan diiringi suasana yang semakin menegangkan.
Setiap menit terasa begitu lamban, begitu panjang sehingga membuat perasaan bagai diganduli beban yang berat dan tekanannya begitu keras sehingga untuk bemafaspun rasanya sulit sekali.
Yibun Siu San dan Cian Cong saling lirik sekilas.
Hati mereka sama-sama tertekan dan sejak tadi tidak mengucapkan sepatah katapun.
Jangan kata berbicara, mereka bahkan tidak tahu apa yang harus dilakukan pada saat seperti ini.
Meskipun Lok Hong adalah seorang Cian-pwe dari dunia Bulim sekaligus Pangcu dari Ti Ciang Pang yang terkenal, tetapi pertemuan besar yang diselenggarakan kali ini merupakan ajang berkumpulnya para tokoh dari berbagai penjuru untuk memperebutkan kedudukan Bulim Bengcu.
Asal bukan orang-orang dari lima partai besar, siapapun mempunyai hak untuk naik ke atas panggung mengikuti pertandingan dan memperebutkan kedudukan Bulim Bengcu tersebut.
Itulah sebabnya, meskipun Yibun Siu San dan Cian Cong sangat menyayangi Tan Ki, tetapi mereka tidak mempunyai alasan yang kuat untuk mengusir Lok Hong turun dari panggung.
Akhirnya mereka terpaksa membelalakkan mata lebar-lebar dan mengikuti perkembangan selanjutnya dengan perasaan yang tidak terkirakan tegangnya.
Pada saat ini, Liu Mei Ling, Liang Fu Yong, kakak beradik Cin Ying dan Cin Ie, berempat yang ada di bawah panggung sudah berkumpul menjadi satu kelompok.
Mereka berbicara dengan berbisik-bisik seolah merundingkan sesuatu yang gawat.
Cin Ie yang adatnya paling berangasan dan ketolol-tololan, tanpa berpikir panjang dia langsung mengungkapkan apa yang dirasakannya.
"Apa-apaan ini, seorang Locianpwe dari Bulim begitu tidak tahu malu menghina angkatan muda? Kalau seumpamanya ilmu atau tenaga dalam Tan Koko kurang tinggi dan sampai berhasil dikalahkan, bukankah semua jerih payah ini jadi sia-sia dan menjadi harapan kosong saja?"
Cin Ying menganggukkan kepalanya sedikit.
"Kalau keadaan sampai mendesak sekali, kita boleh naik ke atas panggung"
Meskipun gadis ini lebih cerdas dan selalu mempertimbangkan setiap persoalan baik-baik.
Tetapi dalam keadaan yang luar biasa dan genting seperti sekarang ini, dia juga kehabisan akal dan pikirannya jadi bingung.
Cin Ie yang mendengar kata-katanya langsung berteriak.
"Kalau memang mau naik, sekaranglah saatnya. Kalau menunggu sampai Tan Koko sudah terluka baru kita naik memberikan pertolongan, sama saja menambah berat beban hatinya. Liu Cici, coba kau pertimbangkan, benar tidak kata-kataku ini?"
Hati Mei Ling saat ini demikian tertekannya. Air matanya sudah mulai menggenang di pelupuk mata.
"Aku sendiri tidak tahu bagaimana baiknya"
Sahutnya bingung.
Cin Ie mulai kehabisan sabar, rasanya dia sudah ingin mencelat naik ke atas panggung.
Untung saja mata Cin Ying sangat awas dan gerakannya cepat.
Dengan gugup dia menarik tangan adiknya dan mencegah tindakan gadis itu.
Kemudian dia berkata dengan suara lirih.
"Kalau ditilik dari keadaan saat ini, justru merupakan saat genting untuk menentukan kekalahan atau kemenangan. Kalau Tan Ki belum menunjukkan tanda-tanda di bawah angin, lebih baik kita jangan turun tangan. Jangan sampai karena emosi sesaat akhirnya malah merusak urusan besar!"
Ketika dia berbicara itulah, tiba-tiba dia melihat wajah Liang Fu Yong cengar-cengir seperti tersenyum seorang diri.
Dia berdiri dengan termangu-mangu.
Tampaknya dia merasa yakin sekali atas kemampuan Tan Ki dalam menghadapi pertandingan ini..
Seakan hatinya juga telah mempunyai siasat tertentu sehingga tampangnya tidak menunjukkan rasa gentar sama sekali.
Bahkan pembicaraan mereka sejak tadi, tampaknya tidak didengarkan sama sekadi oleh perempuan itu.
Perhat tiannya terpusat secara keseluruhan ke atas panggung.
Cin Ying sendiri jadi terpana melihatnya.
Diam-diam dia berpikir di dalam hati.
Perempuan ini juga termasuk gundik Tan Siangkong.
Tetapi isi hatinya demikian tertutup rapat sehingga membuat orang sulit menduga apa yang dipikirkannya Ketika pikirannya masih bergerak, tiba-tiba telinganya menangkap suara siulan yang panjang.
Cepat-cepat dia mendongakkan wajahnya memperhatikan atas panggung.
Entah sejak kapan, Tan Ki sudah mulai melancarkan serangan lagi mendesak Pangcu Ti Ciang Pang tersebut.
Tampak dia mengangkat pedang sulingnya ke atas dengan gerakan lamban, kemudian tahu-tahu sudah dikibaskan ke depan.
Jurus yang digunakannya kali ini adalah Kabut Putih Menyelimuti Pasir.
Gerakannya demikian anggun sehingga suasana yang ditimbulkannya bagai pangeran yang siap menerima mahkota kerajaan, sikapnya berwibawa sehingga orang yang melihatnya langsung menaruh rasa hormat yang tinggi dan merupakan lawan yang tidak dapat dipandang ringan! Wajah Lok Hong perlahan-lahan mulai berubah.
Dia menarik nafas satu kali, lalu dengan cepat dia menyurut ke kiri satu langkah.
Biar bagaimanapun, orangtua ini merupakan salah satu tokoh aneh berilmu tinggi di dunia Bulim.
Ketinggian ilmu silatnya dapat dikatakan hanya di bawah satu orang tetapi di atas laksaan orang.
Tetapi sejak awal hingga akhir dia tidak berani menyambut serangan Tan Ki dengan kekerasan.
Berkali-kali dia hanya mengelak ke sana ke mari untuk menghindarkan diri dari serangannya.
Para hadirin yang menyaksikan hal itu, benar-benar dibuat tidak mengerti oleh sikapnya.
Perlu diketahui bahwa dalam pelajaran ilmu silat, ilmu pedang merupakan satu-satunya yang paling sulit mencapai taraf tertinggi.
Kalau seseorang sudah dapat mencapai taraf kesempurnaan, asal mengempos sedikit hawa murninya saja, dari jauh seseorang dapat menghadapi lawannya dengan sebatang pedang.
Pengaruh kekuatannya bisa mencapai sepuluhan depa.
Pada saat itu, tidak ada lagi serangannya yang meleset dan dapat .membunuh orang semudah membalikkan telapak tangan.
Bahkan orang yang tenaga dalamnya kuat sekali, dapat melancarkan serangan tanpa wujud dan dapat menikam lawannya dengan hawa pedangnya yang tajam saja.
Para hadirin yang berkumpul di Tok Liong-hong hari ini merupakan tokoh-tokoh persilatan dari segala penjuru dunia.
Tetapi mereka tidak dapat melihat bahwa yang digunakan Tan Ki adalah hawa pedang yang tidak berwujud, sehingga Lok Hong terdesak mundur dan tidak berani menyambut serangannya dengan kekerasan.
Bahkan Lok Ing yang di bawah panggung juga menyaksikan keadaan ini sampai bingung.
Hatinya merasa cemas dan panik.
Tiba-tiba tampak Tan Ki menarik kembali jurus serangannya lalu menyurut mundur sejauh empat langkah.
Bibirnya mengembangkan senyuman yang lembut.
"Harap Locianpwe berhenti dulu dan dengarkan beberapa patah kataku ini. Setelah itu, apabila Locianpwe masih ingin melanjutkan pertandingan ini, terserah"
Lok Hong perlahan-lahan menarik nafas panjang. Ucapan yang tercetus dari mulutnya malah bukan jawaban atas perkataan Tan Ki.
"Dalam pertandingan kali ini, Lohu baru benar-benar melihat jelas bahwa ilmu silat maupun tenaga dalam yang kau miliki sungguh-sungguh"
Tiba-tiba dia teringat bahwa meskipun dirinya belum kalah, tetapi ternyata dia tidak berani menyambut serangan Tan Ki dengan kekerasan, tanpa dapat ditahan lagi wajahnya jadi merah padam dan kata-katanya pun tidak jadi diteruskan.
Tan Ki tersenyum simpul.
Dengan tenang dia berkata.
"Locianpwe jangan terlalu merendahkan diri sendiri. Beberapa jurus serangan tadi, sebetulnya Boanpwe sudah mengerahkan segenap kemampuan, namun tetap saja sulit menyentuh ujung pakaian Locianpwe. Jadi meskipun tampaknya Boanpwe seperti meraih kemenangan tetapi kenyataan yang sebenarnya justru Boanpwe yang kalah"
Mendengar ucapannya Lok Hong langsung tertawa terbahak-bahak.
"Di sindir sedemikian rupa olehmu, Lohu seperti orang yang berjiwa sempit. Ada masalah apa, silahkan ungkapkan saja, Lohu ingin mendengar apa yang akan kau utarakan!"
"Locianpwe merupakan seorang pendekar besar yang mempunyai wilayah kekuasaan tersendiri, juga mempunyai murid anggota yang tidak terhitung jumlahnya. Selama berpuluh-puluh tahun perkumpulan Locianpwe bagai sebatang pohon yang kokoh dan tidak goyah meskipun dihantam oleh gelombang badai yang bagaimanapun dahsyatnya. Selama ini Boanpwe percaya Locianpwe menjalani hidup yang menyenangkan apalagi dengan ketenaran nama yang menimbulkan rasa iri. Setelah kejadian tadi malam, mungkin Locianpwe ikut maklum bahwa keadaan dunia Kang-ouw sekarang ini telah diterpa oleh berbagai kekacauan. Golongan sesat dari luar samudera seperti Lam Hay dan Si Yu, mereka sedang menghimpun kekuatan untuk menyerbu daerah Tiong-goan. Entah kapan, mereka pasti akan menimbulkan pertumpahan darah yang besar-besaran di kampung halaman kita ini. Namun seperti apa yang sering dikatakan oleh kaum cerdik pandai, kemakmuran ataupun keruntuhan sebuah negara, rakyat ikut bertanggung jawab. Lahir sebagai orang Bulim di daerah Tionggoan, sudah seharusnya ikut memikul beban yang berat ini. Kita harus bersatu untuk menentang semua kekuatan dari luar yang tujuannya merugikan kita. Pertemuan besar yang diselenggarakan kali ini, tujuannya justru pada pokok yang sama. Dengan harapan seluruh orang-orang gagah di daerah Tiong-goan dapat menggabungkan diri dan merundingkan bagaimana caranya menanggulangi masalah besar ini. Seandainya mengandalkan nama besar maupun kedudukan Locianpwe sekarang ini, tentu tidak sulit membangkitkan semangat para orang gagah untuk bergabung dengan Bengcu yang terpilih nanti untuk menghadapi kemelut besar yang akan melanda. Hal ini dilakukan demi kesejahteraan dunia Bulim sekaligus menghindari jatuhnya banyak korban dari rakyat jelata yang tidak berdosa apa-apa. Bila Locianpwe dapat mengabulkan permintaan ini, bukan hanya aku Tan Ki seorang saja yang merasa berterima kasih sekali, tetapi baik golongan hitam maupun putih dari daerah Tionggoan ini pasti akan mengelu-elukan perbuatan Locianpwe yang mulia ini"
Tan Ki menguraikan pendapatnya dengan panjang lebar. Nada suaranya demikian tegas dan penuh kegagahan. Lok Hong yang mendengarkan agak tergugah juga perasannya. Tetapi wajahnya masih tampak kelam dan sengaja memperlihatkan tampang yang kurang senang.
"Kalau Lohu mengabulkan permintaanmu, berarti dalam waktu yang singkat tidak mungkin dapat kembali ke wilayah Sai Pak. Dengan demikian, bukankah berarti Ti Ciang Pang yang sudah didirikan sejak ratusan tahun akan hancur tidak terurus akibat ulahku? Persoalan ini apabila didengarkan memang sederhana, tetapi kalau dipikirkan baik-baik malah merupakan pengorbanan yang besar dan tanggung jawab yang berat. Meskipun hati Lohu ingin sekali menanggung tugas yang mulia ini, agar dunia Bulim kita dapat tenteram seperti sedia kala. Tetapi Lohu juga tidak ingin menjadi orang yang paling berdosa dalam perguruan dengan menelantarkan ribuan murid Ti Ciang Pang."
Tan Ki menundukkan kepalanya merenung sejenak.
"Lalu apa kira-kira syarat Locianpwe agar mau memenuhi permintaan Boanpwe ini?"
Sekali lagi Lok Hong tertawa terbahak-bahak.
"Syarat tentu saja ada, tetapi takutnya kau tidak sanggup memenuhi dengan baik!"
Mata Tan Ki mengerling sekilas. Tanpa kebimbangan sedikitpun dia berkata.
"Demi kesejahteraan dunia Bulim kita di masa yang akan datang, asal Locianpwe bersedia memberikan janjinya, biarpun syarat yang bagaimana sulitnya, Boanpwe rela mencoba melaksanakannya sebaik mungkin,"
"Kalau kau berhasil memperebutkan kedudukan Bulim Bengcu, Lohu pasti akan membantumu sekuat tenaga, bahkan membubarkan Ti Ciang Pang dan khusus menangani masalah ini!"
Selesai berkata, tubuhnya langsung mencelat di udara kemudian berjungkir balik satu kali lalu melayang turun di antara para hadirin.
Mendengar kata-katanya, mula-mula Tan Ki agak tertegun.
Tetapi sesaat kemudian dia tersentak sadar.
Baru saja dia ingin menyampaikan rasa terima kasihnya, tiba-tiba pandangan matanya jadi kabur.
Lok Hong sudah mencelat turun ke bawah panggung dan menghilang di antara kerumunan orang banyak.
Untuk sesaat hatinya seperti merasa kehilangan.
Dia menarik nafas panjang, namun bibirnya masih mengembangkan senyuman yang lembut.
Dia berdiri dengan dada membusung dan mengedarkan pandangannya ke arah para hadirin yang ada di bawah panggung.
Yibun Siu San juga langsung berdiri, matanya menyapu sekilas ke arah para hadirin, kemudian berkata dengan suara lantang.
"Pertandingan ini belum selesai. Sebagai dewan juri, kami memutuskan bahwa babak kali ini kedudukannya seri!"
Selesai berkata, perlahan-lahan dia duduk kembali.
Tiba-tiba terdengar suara tepukan tangan yang riuh seakan memuji keputusan juri yang adil di mana babak sebelumnya ditentukan seri.
Juga sekaligus memuji kehebatan Tan Ki yang telah menjalankan lima pertandingan berturut-turut dengan kedudukan empat menang, satu seri.
Belum lagi suara tepukan tangan sirap, dari kerumunan orang banyak tiba-tiba mencelat sesosok bayangan ke atas panggung.
Gerakannya demikian ringan dan cepat laksana sehelai bulu angsa yang tertiup angin.
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mata Tan Ki memperhatikan orang yang baru muncul itu, saat itu juga dia jadi tertegun.
"Apakah Oey-heng juga ingin ikut bertanding?"
Oey Ku Kiong tertawa sumbang.
"Anggap saja benar."
Sahutnya ragu. Tan Ki langsung menarik nafas panjang.
"Kali ini, Tok Liong-hong dipenuhi oleh "orang dari berbagai kalangan. Biar siapapun, asal memiliki sedikit kepandaian, tentu boleh naik ke atas panggung mengikuti ajang perebutan ini. Tetapi, Oey-heng pernah menyelamatkan nyawaku berkali-kali. Perasaan hati ini sulit sekali diuraikan dengan kata-kata. Oey-heng mempunyai hati yang besar dan mulia. Siaute maklum sekali akan hal ini. Karena kau sudah naik ke atas panggung ini, tetapi Siaute merasa enggan bergebrak denganmu. Oleh karena itu, Siaute lebih baik mengundurkan diri saja"
Dia menjura dengan tubuh membungkuk rendah-rendah, setelah itu berbalik untuk melangkah pergi.
Melihat keadaan ini, Yibun Siu San dan Cian Cong langsung mengerutkan sepasang alis mereka.
Yibun Siu San malah mengeluarkan suara batuk berkali-kali, sebagai tanda bahwa hatinya panik bukan main.
Bahkan si gadis ketolol-tololan Cin Ie juga menjadi heran melihat keadaan ini, dia terus memaki Tan Ki sebagai orang bodoh! Mungkin dari ratusan bahkan ribuan hadirin yang ada di tempat itu, hanya ada satu orang yang merasa senang melihat sikap Tan Ki ini.
Siapa lagi kalau bukan selir yang baru diangkat oleh Tocu Bu Sin To di Lam Hay, atau bekas budak keluarga Liu, Kiau Hun? Tiba-tiba sepasang alisnya mengerut erat seakan melihat sesuatu hal yang membuat hatinya menjadi tidak senang.
Bahkan terdengar suara dengusan dingin dari hidungnya.
Rupanya saat ini Oey Ku Kiong sudah mengeluarkan pedang pusakanya dan direntangkannya ke samping menghadang jalan perginya Tan Ki.
Bibirnya masih tetap tersenyum simpul.
"Tan-heng, harap tunggu dulu. Biar Siaute menjelaskan dulu semuanya baru kau mempertimbangkan kembali, bagaimana?"
Tan Ki tertawa datar.
"Keputusanku sudah bulat. Biar apapun yang akan dikatakan oleh Oey-heng, tetap saja sulit merubah pendirianku"
"Pertemuan besar di Tok Liong-hong ini tadinya diselenggarakan untuk menghadapi ayah angkatku. Tetapi kalau ditilik dari keadaan sekarang, malah melenceng dari tujuannya semula. Justru merupakan persiapan untuk menghadapi Lam Hay dan Si Yu yang akan menggabungkan diri. Dengan usia yang masih demikian muda belia dan ilmu silat yang menakjubkan, Tan Heng berhasil melakukan pertandingan selama lima kali, bahkan empat di antaranya mencapai kemenangan yang gemilang. Hal ini benar-benar membuat para sahabat menjadi tergetar dan terkesiap. Mereka mempunyai pandangan sendiri-sendiri. Ambil saja sebuah contoh, justru karena Lok Locianpwe juga menyimpan perasaan kagum di dalam hatinya, maka rela mengucapkan janji akan memberikan bantuan apabila kau berhasil memperebutkan kedudukan Bulim Bengcu ini. Kalau pada saat seperti ini, tiba-tiba Tan Heng mengundurkan diri dari pertandingan, menurut pendapat Siaute yang rendah, dengan kegagahan hati Tan Heng, tentu tidak sanggup menerima cemoohan dari dua golongan baik putih maupun hitam. Aku sendiri merasa tidak punya muka lagi untuk tampil di depan umum. Orang-orang akan menuduhku menekan Tan Heng dengan budi yang pernah ditanamkan"
Perlahan-lahan dia menarik nafas panjang.
"Kalau dengan cara demikian, meskipun aku bisa merebut kedudukan Bulim Bengcu, tetapi hati ini tetap penasaran. Maksud Tan Heng yang baik, akhirnya malah mencelakakan diriku"
Mendengar kata-katanya, mata Tan Ki mengerling sekilas. Sesaat kemudian tampak dia menarik nafas panjang, kemudian menundukkan kepalanya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Sepasang alis Oey Ku Kiong terjungkit ke atas melihatnya.
"Seandainya Tan Heng terus mempertahankan kekerasan hati dan tidak mau bertanding dengan Siaute, maka jangan salahkan kalau Siaute menggunakan cara paksaan!"
Dia menarik nafas panjang-panjang, lalu mengerahkan tenaga dalamnya ke arah lengan dan pedangnya bergerak menimbulkan segurat cahaya pelangi serta secara mendadak melayang ke atas.
Tan Ki melihat kerahan tenaga dalamnya pada pedang menimbulkan angin yang kencang.
Tampaknya anak muda itu tidak main-main lagi.
Cepat-cepat dia memutar tubuhnya dan berkelebat ke sebelah kiri.
Oey Ku Kiong terus mendesak maju.
Mulutnya mengeluarkan suara bentakan yang keras.
Sret! Sret! Sret! Tiga tusukkan dilancarkannya secara berturut-turut.
Tampak cahaya berkilauan memijar ke mana-mana.
Hawa pedang yang dingin bergulung-gulung mengiringi serangannya yang gencar.
Dalam keadaan seperti ini, mau tidak mau Tan Ki harus memikirkan keselamatan dirinya sendiri.
Diam-diam dia menghimpun hawa murninya dan pedang sulingnyapun terulur ke depan.
Terdengarlah suara bentrokan antara logam dengan batu kumala.
Bahkan di sekitar tubuh kedua orang itu timbul titik sinar yang berkilauan bagai percikan api.
Ketika Tan Ki menggerakkan pedang sulingnya, dia segera membalas sebuah serangan yang tidak kalah dahsyatnya sehingga serangan pedang Oey Ku Kiong berhasil dipecahkannya dengan mudah.
Oey Ku Kiong membentak dengan suara lantang.
"Benar-benar Kiam-hoat yang bagus!"
Ucapannya sirap, pedang dihunus.
Dengan jurus Merak Emas Mengembangkan Sayap, dia mengibas ke arah jalan darah di pinggang Tan Ki.
Wajah Tan Ki agak berubah, sikapnya kembali pulih sebagaimana biasa dia menghadapi lawan tangguh.
Tubuhnya bergeser lalu memutar.
Dia menghindarkan diri dari serangan Oey Ku Kiong.
Terasa hawa pedang memenuhi sekitarnya, kemudian melesat lewat di sampingnya.
Kalau terlambat sedetik saja, atau gerakan mundurnya terlalu cepat sehingga memberi kesempatan kepada Oey Ku Kiong, dapat dipastikan bahwa di atas panggung itu akan terjadi pertumpahan darah.
Ini benar-benar yang dinamakan pertarungan antara jago-jago kelas satu, mati atau hidup dapat ditentukan dalam sedetik saja.
Meskipun kedua orang itu belum pernah sungguh-sungguh mengukur kepandaian lawannya masing-masing, tetapi di dalam hati mereka sudah mempunyai penilaian tersendiri.
Siapapun tidak berani memandang ringan lawannya.
Tiba-tiba terlihat Oey Ku Kiong menggetarkan pergelangan tangannya, pedangnya ditudingkan ke bawah dan dengan jurus Mencabut Akar Pohon Tua, dengan gencar serangannya meluncur ke depan.
Tubuh Tan Ki bagai seekor ikan yang meloncat di dalam air berjungkir balik ke belakang sejauh tiga depa.
Tetapi justru ketika tubuhnya mencelat ke belakang itulah, ilmu pedangnya tiba-tiba berubah.
Begitu cepatnya gerakan pedangnya bagai curahan hujan deras, sehingga menimbulkan butir-butir seperti mutiara yang berkilauan.
Segulung demi segulung berubah menjadi cahaya putih serta mengandung kekuatan bagai ombak yang menghempas batu karang langsung menerjang ke arah lawannya.
Pertarungan kali ini bagai duel mati hidup antara dua orang musuh besar yang ingin membalaskan dendamnya.
Keduanya sama-sama mengerahkan ilmu kepandaiannya yang paling hebat.
Apabila menghindarkan diri, tubuh mereka mencelat sampai jauh sekali, tetapi apabila melakukan serangan, begitu dekatnya sehingga hampir merapat.
Di atas panggung seakan terlihat pedang dan suling yang saling beterbangan.
Suara gerungan maupun raungan terus terdengar.
Begitu sengitnya pertandingan babak ini sehingga bayangan tubuh kedua orang itu sulit dibedakan.
Yang tampak hanya dua gulungan cahaya putih yang berkilauan berdempetan menjadi satu, kemudian berkelebatan di atas panggung.
Begitu hebat pertempuran kali ini.
Angin yang terpancar keluar dan hawa pedang sampai menggetarkan pakaian Liu Seng beserta rombongannya yang bertindak sebagai regu pengaman sehingga berkibar-kibar bagai dihempas badai.
Kain layar yang dijadikan alas lantai juga terus bergelombang mengiringi jalannya pertandingan.
Kadangkadang bahkan menimbulkan suara menderu-deru bagai angin topan yang melanda.
Sejumlah hadirin yang ada di bawah panggung sampai basah tangannya oleh keringat dingin.
Mata mereka menatap atas panggung dengan terkesima, malah mungkin lupa di mana mereka berada dan siapa diri mereka sebenarnya.
Hitung-hitung memang budi pekerti Tan Ki memang lebih tebal.
Dia tidak mengerahkan Tian Si Sam-sut dan Te Sa Jit-sut yang mempunyai kekuatan maha dahsyat.
Kalau tidak, kemungkinan besar Oey Ku Kiong tidak dapat menahan diri dari lima kali serangannya.
Saat ini tampak ilmu kepandaian keduanya hampir seimbang.
Tentu saja Tan Ki tidak menggunakan Kiam-hoatnya yang paling hebat.
Hal ini pasti karena dia mengingat budi yang pernah ditanam Oey Ku Kiong kepada dirinya.
Justru dengan demikian kedudukan keduanya jadi sama kuat.
Untuk sesaat pasti sulit menentukan siapa yang akan kalah dan siapa yang akan meraih kemenangan.
Setelah bertanding sengit sebanyak empat puluhan jurus tampak jarak lima langkah dari tubuh kedua, orang itu dipenuhi oleh cahaya pedang bayangan suling.
Percikannya bagai bunga api dan semakin bertarung semakin cepat.
Secara berturut-turut Oey Ku Kiong telah merubah gerakannya dengan ilmu pedang dari Pat Sian-kiam, Si Bun-kiam Serta yang lain-lainnya sebanyak tujuh macam.
Tetapi semuanya dapat dipecahkan oleh pedang pendek yang terselip di dalam suling di tangan Tan Ki.
Biar bagaimana pun gencarnya serangan pendekar berpakaian putih itu, juga biar bagaimana kejinya, tetap saja Tan Ki melayaninya dengan tenang.
Dia tidak tampak gugup atau panik sama sekali.
Tetapi Tan Ki sendiri juga sudah mengerahkan berbagai macam ilmu yang didapatkannya dari goa makam Ti Ciang Pang, pokoknya dari sederhana sampai yang hebat sekali, namun dia juga belum dapat membuat Oey Ku Kiong kewalahan sampai menemui jalan buntu.
Dengan cara seperti ini, kembali lima puluh jurusan telah berlalu.
Makin bertarung makin sengit.
Jurus-jurus yang membahayakan serta keji dikerahkan satu per satu, seperti orang yang tidak memperdulikan mati hidupnya sendiri.
Baik wajah Oey Ku Kiong maupun Tan Ki telah membasah karena dipenuhi keringat yang terus bercucuran.
Nafas keduanyapun tersengal-sengal.
Tampak dada kedua orang itu terus naik turun bagai gelombang air, dalam waktu yang bersamaan keduanya menghembuskan nafas yang berat.
Bahkan Yibun Siu San dan Cian Cong yang duduk pada jarak kurang lebih satu depaan dari mereka, juga dapat mendengar dengan jelas nafas mereka yang semakim memburu.
Kurang lebih satu peminuman teh berlalu lagi.
Oey Ku Kiong seperti ingin menyelesaikan pertarungan secepatnya, kalau perlu dia akan mengadu jiwa.
Terdengar mulutnya mengeluarkan suara bentakan yang keras.
Pedangnya yang panjang menimbulkan cahaya sampai sejauh sepuluh depa.
Sinar yang bagai pelangi berwarna putih itu menusuk lurus ke depan dengan kecepatan kilat.
Jurus yang digunakannya kali ini merupakan salah satu jurus dari ilmu Pek Hun Ceng yang tidak diwariskan pada orang luar.
Kehebatannya jangan ditanyakan lagi, meskipun kekuatan tenaga dalam Oey Ku Kiong belum mencapai taraf dapat membunuh orang dengan hawa pedangnya dari jarak jauh, tetapi tetap saja mengandung kelihaian yang tidak terkirakan.
Kalau diperhatikan dari bawah, maka pedangnya yang berwarna hijau menimbulkan cahaya yang besarnya mengejutkan dan hawa yang terpancar dari pedangnya mengandung hawa dingin yang menggigilkan.
Gerakannya bagai seekor naga sakti yang mengibas ke sana ke mari.
Serangannya begitu cepat, persis air terjun yang tercurah dari atas, baru melirik tahu-tahu sudah sampai di bawah.
Seorang jago kelas satu dari dunia Bulim sekalipun tidak mudah menghindarkan diri dalam waktu yang sekejap mata itu.
Tan Ki melihat Oey Ku Kiong merubah gerakannya seperti orang yang hendak mengadu jiwa, hatinya tercekat setengah mati.
Tubuhnya menggeser sedikit ladu memutar setengah lingkaran, pedang suling di tangannya sekaligus bergerak lalu meluncur ke depan menyambut datangnya serangan Oey Ku Kiong.
Inilah jurus Mengibas Pasir di Atas Tanah yang merupakan salah satu jurus terhebat dari Te Sa Jit-sut.
Perlu diketahui bahwa para tokoh persilatan di dunia Bulim semuanya memiliki penyakit yang sama.
Di hari-hari biasa mereka selalu menyembunyikan kepandaiannya yang sejati.
Hal ini dilakukan untuk mencegah kalau ada musuh besar mereka yang menyelidiki sampai di mana sebetulnya ketinggian ilmu yang mereka miliki dan kemudian berusaha menciptakan sejenis ilmu lainnya yang khusus untuk melawan ilmu tersebut.
Lagipula mereka juga takut kalau ilmu-ilmu hebat yang membuat nama mereka terkenal itu berhasil dicuri belajar oleh orang lain.
Oleh karena itulah, mereka jarang menunjukkan semua kepandaiannya secara terang-terangan.
Kalau sudah terdesak dalam keadaan gawat, yang menyangkut mati hidup mereka, barulah mereka tidak berpikir panjang lagi, bahkan memusatkan perhatian untuk mengerahkan ilmu mereka yang paling dahsyat untuk menyelamatkan diri sendiri dari maut.
Penyakit seperti ini, bagi orang yang namanya semakin besar dan ilmunya semakin hebat, malah lebih parah lagi.
Kalau dilihat dari luar, tokoh Bulim manapun pasti pandai berpura-pura atau sengaja menutup diri serapatrapatnya.
Meskipun tadinya Tan Ki sudah bertekad untuk mengendalikan dirinya sendiri dan tidak mau mengerahkan ilmu Tian Si Sam-sut maupun Te Sa Jit-sut, tetapi ketika keadaan sudah menyangkut keselamatan nyawanya sendiri, tanpa sadar seperti ada semacam refleksi yang membuat dia mengerahkan jurus Mengibas Pasir di Atas Tanah.
Terdengar suara benturan logam dan batu kumala, yang terpancar setelah bunyi suitan -gerakan kedua jenis senjata itu.
Trang! Seiring angin yang berhembus, tampak pedang panjang terhempas di atas tanah, di bagian lengan pakaian Oey Ku Kiong yang berwarna putih tampak guratan sepanjang lima cun.
Darah segar setetes demi setetes mengalir keluar.
Meskipun Tan Ki sama sekali tidak menduga bahwa gerakannya yang dilakukan secara refleks untuk menyelamatkan diri ternyata malah melukai sahabat yang sudah menanam budi berkali-kali kepadanya.
Untuk sesaat dia jadi termangu-mangu.
Mimik wajahnya seperti orang yang ketakutan karena berbuat kesalahan.
"Oey-heng, maaf sekali! Aku benar-benar tidak menyangka bisa melukai lenganmu"
Katanya gugup. Oey Ku Kiong menarik nafas panjang. Dia tidak menjawab perkataan Tan Ki tetapi malah menggumam seorang diri.
"Aku sudah mengerahkan segenap kemampuanku. Tetapi tetap saja bukan tandinganmu. Apabila dia tahu mungkin dia juga tidak dapat menyalahkan diriku."
Perlahan-lahan dia mendongakkan wajahnya dan melirik Tan Ki sekilas.
Bibirnya mengembangkan seulas senyuman yang tipis.
Wajahnya tidak menyiratkan kemarahan sedikitpun.
Sinar mata Tan Ki yang penuh penyesalan terus mengerling ke arah dirinya.
Hatinya ingin sekali mengucapkan beberapa patah kata, tetapi dia tidak tahu bagaimana harus memulainya.
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bibirnya bergerak-gerak sedikit tetapi tidak ada sepatah katapun yang terucapkan olehnya.
Oey Ku Kiong memaksakan sekulum tawa di sudut bibirnya.
"Tan-heng, babak ini kembali kau yang menang."
"Aku aku benar-benar tidak bermaksud melukaimu. Tetapi entah mengapa, ketika aku terdesak sedemikian rupa, aku malah tidak ingat lagi siapa dirimu, yang kupikirkan hanya keselamatan diriku sendiri"
Oey Ku Kiong dapat melihat mimik wajahnya yang merasa serba salah bahkan menyiratkan kepanikan. Dia sengaja memperlebar senyumnya.
"Luka sekecil ini tidak berarti apa-apa. Dalam sebuah pertandingan, bahkan ayah dan anakpun tidak dibedakan lagi. Pasti sulit mencegah salah satu di antaranya ada yang terluka. Tan-heng tidak perlu merasa tidak enak hati karena masalah ini. Setelah pertandingan ini, kau dan aku tetap merupakan sahabat."
Tampang Tan Ki menyiratkan sedikit kebimbangan.
"Kata-kata yang kau ucapkan tadi membuat orang tidak mengerti. Siaute terpaksa memberanikan diri untuk bertanya. Apakah Oey heng naik ke atas panggung mengikuti pertandingan ini sebetulnya mendapat perintah dari seseorang?"
Mendengar kata-katanya, wajah Oey Ku Kiong langsung berubah hebat. Tetapi sejenak kemudian dia sudah pulih kembali seperti biasa. Perlahan-lahan dia menarik nafas satu kali.
"Tan-heng tidak usah terlalu mendesak. Pada suatu hari nanti, kau pasti akan mengerti."
Dia membungkukkan tubuhnya untuk memungut kembali pedangnya yang terjatuh di lantai panggung.
Kemudian tampak bayangannya berkelebat dan diapun meloncat turun ke bawah panggung.
Hampir dalam waktu yang bersamaan dengan meloncat turunnya Oey Ku Kiong, kembali ada sesosok bayangan yang berkelebat naik ke atas.
Terasa serangkum bau harum yang terpancar dari tubuh seorang perempuan menerpa datang seiring hembusan angin.
Pakaian yang berwarna merah jambu mengibar-ngibar.
Di atas panggung telah berdiri seorang perempuan yang cantik jelita.
Orang ini bukan siapa-siapa, tetapi justru si budak cantik yang menggunakan siasat rayuan agar Oey Ku Kiong jatuh bertekuk lutut di bawah gaunnya.
Siapa lagi kalau bukan selir kesayangan Tocu Bu Sin To, Kiau Hun! Diam-diam hati Tan Ki jadi tergetar.
"Apakah kau juga bermaksud merebut kedudukan Bulim Bengcu?"
Kiau Hun mengerlingkan sepasang matanya yang indah. Bibirnya juga mengembangkan seulas senyuman yang manis.
"Peraturan dalam pertandingan ini, tidak menyatakan bahwa kaum perempuan, biarpun rahib atau nyonya muda tidak boleh mengikutinya. Mengapa aku tidak boleh ikut memperebutkan kedudukan Bulim Bengcu yang menjadi impian setiap tokoh persilatan itu?"
Melihat tampangnya dan mendengar kata-katanya yang tegas, Tan Ki sadar bahwa pertandingan ini sudah pasti diikuti olehnya.
Biar bagaimana dia pasti akan bergebrak dengan-nya sampai ada salah satu yang menang.
Hati-nya menjadi bimbang kembali.
Perempuan ini pernah menyelamatkan jiwanya bahkan sam-pai diusir dari pintu perguruan.
Lagipula Kiau Hun secara terang-terangan pernah menyatakan cinta kasihnya dan terus merongrongnya sehingga dia merasa bahwa perempuan ini lebih sulit lagi dihadapi dari pada Oey Ku Kiong.
Tan Ki juga pernah melihat ilmu Kiau Hun yang sekarang.
Dalam sekali gerak saja, dia sanggup melukai seorang Locianpwe yang terkenal keras kepala seperti Ciu Cang Po.
Kalau benar-benar sampai terjadi pertarungan, mungkin dalam ribuan jurus sulit menentukan siapa yang kalah dan siapa yang menang.
Tampaknya Kiau Hun dapat menyelami perasaan hati Tan Ki.
Bibirnya merekah mengembangkan seulas senyuman.
"Kau tidak perlu berpikir ke sana ke mari sehingga menjadi bimbang tidak menentu. Perlu kau ketahui bahwa perebutan kedudukan Bulim Bengcu ini menjadi hak setiap orang. Pokoknya begitu naik ke atas panggung, siapapun harus saling berhadapan sebagai lawan. Tidak memperdulikan segala macam perasaan. Meskipun urusan antara kau dan aku sudah menjadi kenangan masa lalu, aku malah ingin mengundurkannya dan memperhitungkannya beberapa hari kemudian. Sekarang ini keluarkan dulu senjatamu dan kita tentukan siapa yang lebih unggul di antara kita."
Tan Ki menggelengkan kepalanya. Dia memaksakan diri untuk tersenyum.
"Aku tidak bisa berkelahi denganmu."
Sepasang alis Kiau Hun langsung terjung-kit ke atas. Tampaknya dia menjadi kurang senang mendengar ucapan Tan Ki, tetapi bibirnya tetap tersenyum.
"Apakah aku harus memaksamu untuk turun tangan sebagaimana halnya Oey Ku Kiong tadi?"
Pada dasarnya Kiau Hun memang gadis yang cantik.
Lagaknya yang dibuat-buat seperti anak manja itu justru membuat orang yang melihatnya semakin gemas.
Sayangnya dia sudah menjadi anggota Bu Sin To di Lam Hay dan bahkan mendapat kedudukannya sekarang ini dengan menjual jiwa raganya.
Kecantikan di luar saja, persis seperti sekuntum bunga mawar yang merupakan lukisan dinding, bagus dilihat tetapi tidak memancarkan keharuman sedikitpun.
Tan Ki tertawa getir.
"Aku sendiri rela mengaku"
Kata-kata kalah belum sempat diucapkan, tiba-tiba Yibun Siu San sudah bangkit dari tempat duduknya dan membentak.
"Tunggu dulu!"
Kiau Hun yang melihat Tan Ki sudah mulai terperangkap oleh jeratnya dan hampir saja mengaku kalah.
Kalau benar demikian, tentu pertandingan ini akan dimenangkan olehnya dengan mudah.
Siapa tahu pada saat yang tepat tiba-tiba kata-kata yang belum selesai diucapkannya jadi terhenti oleh bentakan Yi-bun Siu San.
Sepasang alisnya langsung mengerut erat.
Hatinya yang merasa gembira menjadi marah sekali.
"Orang sedang berbicara baik-baik, siapa suruh kau ikut campur?"
Yibun Siu San mendongakkan kepalanya menatap warna langit. Bibirnya merekahkan senyuman yang lebar.
"Sekarang ini waktu tepat menjelang sen-ja Kiau Hun tertawa dingin.
"Memangnya kenapa kalau sudah senja?"
"Tentu saja istirahat dan isi perut!"
Kiau Hun tertawa dingin dan mendengus satu kali. Tetapi kali ini dia tidak menukas perkataan Yibun Siu San.
"Kau jangan aku kira memang sengaja menunda-nunda waktu. Sehingga hatimu merasa tidak puas. Perlu kau ketahui bahwa peraturan dalam pertandingan ini sudah diumumkan dengan jelas. Dalam keadaan bagaimanapun asal waktu sudah menjelang senja, pertandingan harus dihentikan! Malam hari nanti baru dilanjutkan kembali. Aku hanya menjalankan kewajiban, harap kau turun dulu dari panggung ini!"
Kata Yibun Siu San tegas.
Sepasang alis Kiau Hun bertaut semakin erat.
Hawa pembunuhan mulai tersirat di wajahnya.
Tetapi dia berpikir panjang kalau sampai menimbulkan kemarahan para hadirin, tentu sulit baginya untuk menghadapi orang yang begitu banyak.
Biar bagaimana, peraturan pertandingan yang telah ditentukan memang tidak boleh sembarangan dilanggar.
Akhirnya terpaksa dia menahan kemarahan hatinya dan dengan gerak gemulai, dia turun juga dari atas panggung.
Sementara itu, Tan Ki seperti tiba-tiba teringat akan suatu masalah.
Dia langsung bertanya kepada Yibun Siu San.
"Sam Siok, apakah malam nanti aku harus bertanding lagi?"
Yibun Siu San tertawa datar.
"Kau kira memperebutkan kedudukan Bulim Bengcu itu urusan yang mudah? Aku dan Cian Locianpwe menaruh harapan yang besar pada dirimu, apakah kau ingin berhenti setengah jalan begitu saja?"
"Tetapi, kecuali babak yang satu ini, keponakan sudah bertanding selama enam kali berturut-turut. Kalau dihitung-hitung berarti lima kali menang satu kali seri"
Yibun Siu San menggoyangkan sepasang tangannya dengan maksud menghentikan kata-kata Tan Ki.
"Meskipun kau tidak mengatakan apa-apa, namun aku sudah tahu apa yang terkandung dalam hatimu. Tetapi pikiranmu itu terlalu kekanak-kanakan. Kau kira dengan mengandalkan ilmu silatmu yang tinggi, sehingga kau dapat mengenyahkan saingan dan tidak ada seorangpun yang dapat menandingimu, lalu dengan mudah kau sudah dapat menjabat sebagai Bulim Bengcu. Tentu saja masih jauh sekali jangkauannya. Kau harus tahu bahwa kedudukan Bulim Bengcu itu berarti menjadi kepala atau ketua dari ratusan partai ataupun perkumpulan di dunia ini. Banyak peraturan yang harus dipatuhi dan yang paling penting harus bersikap tegas dalam mengambil segala keputusan, tidak boleh berat sebelah. Baik ilmu silat, tingkat kecerdasan, kemuliaan hati, semuanya merupakan syarat yang harus ada dan tidak boleh kurang satupun juga. Harus bisa mengatasi masalah dengan pikiran dingin, masalah besar diperkecil, dan masalah kecil dihapus. Problema yang tidak dapat diatasi oleh arang biasa, dia sudah pasti harus bisa menyelesaikannya dengan baik. Demikian baru dapat disebut pimpinan besar dari para tokoh dunia Bulim!"
Mendengar keterangannya yang panjang lebar, Tan Ki sampai meleletkan lidahnya. Rasa terkejutnya tidak kepalang tanggung.
"Kalau ditinjau dari segala segi itu, entah berapa lama waktu yang diperlukan baru dapat terpilih seorang Bulim Bengcu?"
Yibun Siu San tertawa lebar.
"Kalau menurut pertimbangan diriku sendiri, mungkin waktu tujuh hari sudah bisa menguji segala persyaratan itu, yakni ilmu silat, kecerdasan dan yang terakhir kemuliaan jiwanya."
Sementara mereka bercakap-cakap, Liu Seng, Kok Hua Hong dan Ciong San Suang Siu sudah menyimpan senjata masing-masing dan berjalan menghampiri mereka.
Hanya si pengemis sakti Cian Cong yang masih duduk di tempatnya dengan mata terpejam seakan sedang merenungkan suatu masalah.
Mula-mula tampak Kok Hua Hong tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jari jempolnya.
"Hebat sekali. Dengan usia yang masih demikian muda. Laote berhasil mendapat kedudukan sebagai Go Kit Kiam-jiu (Pendekar pedang tingkat lima). Hal ini benar-benar membuat orang jadi kagum."
Mendengar kata-katanya, Tan Ki jadi tertegun. Dia memandang Kok Hua Hong dengan tatapan kurang mengerti.
"Go Kit Kiam-jiu?"
Sekarang gantian. Liu Seng yang tertawa terbahak-bahak.
"Siapapun orangnya yang di atas panggung pertandingan dapat mengalahkan seorang lawannya, maka akan mendapat sebutan Pendekar pedang tingkat satu. Kalau mengalahkan dua orang, otomatis kedudukannya naik lagi menjadi Pendekar pedang tingkat dua. Sedangkan Pendekar pedang tingkat lima berarti bahwa orang itu secara berturut-turut berhasil mengalahkan lima orang lawannya. Sedangkan dalam pemilihan Bulim Bengcu kali ini, harus mencapai tingkat sembilan baru dapat memenuhi syarat."
"Kalau di saat pertandingan, karena perhatian yang terpencar atau karena kecerobohan lalu sampai mendapat kekalahan, bukankah berarti kehilangan kesempatan untuk memperebutkan kedudukan Bulim Bengcu tersebut?"
"Tidak mungkin. Yibun Cianpwe merupakan seorang tokoh yang berpikiran panjang. Perhitungannya matang sekali. Setiap orang mempunyai peluang yang sama besar. Umpamanya dirimu sekarang ini sudah mendapat gelar Pendekar pedang tingkat lima. Lalu dalam babak selanjutnya kau mengalami kekalahan, kau tetap masih boleh mengajukan pertandingan berikutnya. Istilahnya mencoba keberuntungan. Seandainya kau dapat mengalahkan orang yang tingkatnya sama dengan dirimu dua kali berturut-turut, maka kedudukanmu akan naik lagi satu tingkat. Tadi Heng Sang Si dan Goan Siang Fei yang kau kalahkan justru dalam keadaan seperti yang kukatakan tadi. Mereka dapat lagi kedudukannya menjadi Pendekar pedang tingkat empat."
Sepasang alis Tan Ki bertaut erat. Kemudian tampak bibirnya mengembangkan seulas senyuman.
"Dalam pertandingan seperti ini ada kenaikan tingkat segala, benar-benar merupakan hal yang baru kudengar pertama kali. Tetapi dari penjelasannya saja sudah membuat orang menjadi penasaran, tapi entah bagaimana cara Yok Hu (Bapak mertua) dan Cianpwe sekalian menentukan Bulim Bengcu yang benar-benar sesuai dengan syarat yang berlaku?"
Baru saja Liu Seng ingin memberi jawaban, Kok Hua Hong sudah keburu menukasnya.
"Tahukah kau ada berapa orang tokoh yang ilmunya benar-benar tinggi sekali di dunia Bulim ini?"
Mendapat pertanyaan seperti itu, untuk sesaat Tan Ki jadi termangu-mangu. Dia menundukkan kepalanya merenung sejenak kemudian baru memberikan jawaban.
"Saat sekarang ini, tokoh yang ilmu silatnya benar-benar sudah mencapai taraf tertinggi, mungkin hanya lima enam orang. Kecuali Tiah Bu Cu Cianpwe yang jarang menunjukkan tampangnya di dunia persilatan, maka yang lainnya termasuk Sam Siok, Yibun Siu San, Cian Locianpwe, Pangcu Ti Ciang Pang, Lok Locianpwe dan Ciu Cang Po yang ilmunya kalah sedikit dibandingkan dengan orang-orang tadi. Sedangkan yang terakhir sudah pasti si raja iblis Oey Kang. Mengenai jago-jago dari Lam Hay Bun maupun pihak Pek Kut Kau dari Si Yu, aku tidak begitu paham."
Terdengar suara si gemuk pendek Cu Mei dari Ciong San Suang Siu menukas.
"Si pengemis sakti Cian Locianpwe merupakan salah satu dari dua tokoh sakti di dunia saat ini. Baik kedudukan maupun nama besarnya bukan didapatkan dengan mudah. Sedangkan Yibun Siu San muncul di Pek Hun Ceng dan menolong kita dari marabahaya. Dia juga pernah bergebrak dengan Oey Kang biarpun hanya beberapa jurus. Hal ini kau tentu sudah tahu, oleh karena itu kita menggunakan kedua Cianpwe ini sebagai bahan ujian. Anggaplah mereka ini Pendekar pedang tingkat sembilan, jadi setidaknya orang yang menduduki jabatan Bulim Bengcu harus mempunyai ilmu silat yang hampir seimbang dengan mereka"
Mendengar kata-kata itu, sepasang alis Tan Ki terus mengerut.
"Ilmu silat yang Cayhe kuasai, seperti kalian semua ketahui merupakan hasil curian dari Ti Ciang Pang. Tetapi meskipun Cayhe tidak mempunyai guru pembimbing, pengalaman juga masih dangkal, namun pernah membaca dari sebuah kitab kuno sehingga mengetahui bahwa rumus ilmu silat dalamnya seperti lautan, tidak ada batasnya. Sekarang ini kita mengangkat Cian Locianpwe serta Sam Siok berdua sebagai Pendekar pedang tingkat sembilan, seandainya ternyata ada orang yang lebih tinggi lagi ilmunya dari mereka berdua, entah bagaimana kalian akan mengaturnya?"
Kata-kata ini diucapkan tanpa berpikir panjang lagi.
Setelah tercetus dari mulutnya, dia baru merasa bahwa ucapannya tadi mungkin terlalu tajam sehingga dapat menusuk hati kedua orangtua tersebut.
Siapa sangka tokoh aneh yang namanya sudah menjulang tinggi di dunia Kangouw itu malah tertawa terbahak-bahak mendengar perkataannya.
"Ilmu silat si pengemis tua yang hanya beberapa jurus ini, tidak berani dikatakan bahwa tiada duanya di dunia ini atau belum pernah ada yang dapat menandingi sejak dulu kala.
Tetapi kalau dalam jurus gerakan seseorang dapat merenggut nyawa si pengemis tua dengan mudah, dapat dipastikan bahwa orang itu tentu tokoh silat setengah dewa."
Yibun Siu San tersenyum lembut, dia ikut menukas.
"Dan aku akan mengangkat orang itu sebagai Pendekar pedang tingkat sepuluh!"
Setelah mendengar kata-kata ini, hati Tan Ki tampaknya sudah merasa puas.
Dia anggap sejak sekarang di dunia Bulim sudah mempunyai patokan yang pasti untuk menentukan tinggi rendahnya ilmu seseorang.
Seandainya digabungkan lagi dengan ilmu senjata rahasia maupun ilmu racun dari golongan sesat, paling banter bisa mendaki sampai tingkat sembilan.
Seandainya ada yang bisa mencapai tingkat sepuluh, maka dapat dipastikan bahwa orang itu pasti jenius bukan main dan mempunyai kecerdasan melebihi orang biasa serta dapat dianggap manusia setengah dewa seperti yang dikatakan oleh di pengemis sakti Cian Cong.
Dalam sejarah dunia Bulim selama ratusan tahun, orang yang dapat mencapai tingkat tersebut mungkin hanya ada dua orang, yaitu Tat Mo Cousu dari Siau Lim Si dan Tio Sam Hong dari Bu Tong Pai Justru di saat pikiran Tan Ki masih melayang-layang dengan terkesima, dia mendengar Yibun Siu San kembali membuka suara.
"Anak Ki, sebaiknya kau turun dari panggung untuk beristirahat agar tenagamu dapat pulih kembali sebagai persiapan untuk melakukan pertandingan lagi malam nanti."
Tan Ki mengiakan dengan suara lirih, dia membalikkan tubuhnya dan meloncat turun dari panggung tersebut.
Pada saat itu, para hadirin yang tadinya berkumpul di sana sudah mulai bubar, yang tinggal hanya Mei Ling, Liang Fu Yong, kakak beradik Cin Ying dan Cin Ie yang paling mengkhawatirkan keadaan Tan Ki.
Mereka masih menunggu di bawah panggung.
Lok Hong beserta cucunya Lok Ing beserta Oey Ku Kiong dan Kiau Hun entah mempunyai rencana apa.
Saat ini mereka berdiri pada jarak sepuluh depaan dan terbagi dalam dua kelompok yang berhadap-hadapan.
Mereka saling berbisik dengan rekan masing-masing, mata mereka berulangkah melirik ke arah Tan Ki Kalau bukan sedang memperhatikan gerak-geriknya, tentu mereka sedang membicarakan ilmu silatnya yang mengejutkan ketika berlangsungnya pertandingan tadi.
BAGIAN XXXVIII Hati Tan Ki saat ini bagai digelayuti berbagai masalah yang rumit.
Dia tidak melirik sedikitpun.
Perlahan-lahan dia berjalan melalui hadapan mereka.
Tetapi setelah melangkah kurang lebih belasan tindak, tanpa sadar dia menolehkan kepalanya melihat sekilas ke arah kedua gadis itu.
Tampak wajah Lok Ing mengembangkan senyuman yang dingin dan sinar matanya memancarkan perasaan rindu.
Sedangkan Kiau Hun malah membelalakkan matanya lebar-lebar dan di dalamnya terkandung sinar kemarahan.
Diam-diam hati Tan Ki merasa geli, dia menggelengkan kepalanya sambil menarik nafas panjang.
"Hati kaum perempuan memang paling sulit di duga"
Karena kedua perempuan itu memang mempunyai watak dan perasaan yang berbeda terhadap dirinya.
Yang seorang mengira dirinya keracunan hebat dan sebentar lagi akan mati, malah dia sudah mengambil keputusan bahwa setelah dirinya mati, akan mencari sua-tu tempat yang tenang dan membangun sebuah makam raksasa lalu menutup dirinya dari dalam dan menemaninya seumur hidup tetapi dia tidak tahu bahwa kedua jenis racun di dalam tubuh Tan Ki saling menyerang di mana akhirnya daya kerja keduanya menjadi musnah.
Bahkan dia telah mencekoki anak muda itu dengan obat penyembuh luka dalam, dalam jumlah yang banyak dengan maksud agar dia dapat mempertahankan kehidupannya sementara.
Siapa sangka obat-obatan itu justru menambah kekuatan tenaga dalamnya setelah racunnya hilang sehingga dia dapat memenangkan pertandingan dengan gemilang di atas panggung.
Meskipun Kiau Hun juga sangat mencintai Tan Ki, tetapi dia malah memilih jalan yang salah.
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tanpa berpikir panjang, dia rela mengorbankan kesuciannya dan akhirnya diterima menjadi selir Tocu Bu Sin To dari Lam Hay.
Dianggapnya dengan demikian derajat maupun kedudukannya akan terangkat lebih tinggi.
Di samping itu dia juga mempermainkan cinta kasih Oey Ku Kiong yang tulus dengan memperalat anak muda itu menuruti kemauannya.
Berpikir sampai di sini, Tan Ki menarik nafas panjang sekali lagi.
Tiba-tiba langkah kakinya dipercepat dan menghambur pergi.
Karena sampai sekarang ini, dia masih belum tahu apa yang harus dilakukannya menjelang pertandingan nanti malam apabila dia bertemu lagi dengan Kiau Hun.
Hatinya kacau, pikirannya melayang-layang.
Sejak semula dia memang sudah tidak menaruh perhatian terhadap pemandangan yang indah di sekitarnya.
Angin yang sejuk berhembus dari depannya.
Tetapi anak muda ini malah seakan lupa di mana dirinya berada.
Tanpa terasa, dia sudah berjalan ke arah balik bukit tersebut.
Begitu pandangan matanya dialihkan, dia melihat batu-batuan berserakan, pepohonan tumbuh dengan subur.
Suara kicauan burung sayup-sayup masuk ke dalam telinganya.
Tiba-tiba saja perasaannya menjadi segar.
Suasana tempat ini sunyi dan tenang, dipadu dengan keindahan alam yang masih murni dan jarang terinjak kaki manusia.
Semangatnya seakan terbangkit.
Gulungan perasaan dalam hatinya yang rumit mulai menghilang sedikit demi sedikit.
Baru saja dia berpikir untuk mendongakkan wajahnya menentang langit dan bersiul sekeras-kerasnya agar perasaan hati yang sumpek dapat tersalurkan, tiba-tiba telinganya menangkap suara samar-samar pembicaraan seorang wanita.
Ilmu yang dimiliki Tan Ki saat ini, sudah tergolong jago kelas satu di dunia Bulim.
Meskipun suara itu begitu halus dan lirih, tetapi berkat pendengarannya yang tajam serta suasana tempat itu yang tenang dan sunyi, maka dia dapat mendengarnya dengan jelas.
Dengan membawa perasaan hatinya yang penasaran, dia berjalan mengikuti arah dari mana suara itu datang.
Begitu pandangan matanya dialihkan, jantungnya langsung berdegup dengan kencang.
Dia merasa aliran darah dalam tubuhnya seakan bertambah cepat dan perasaannya menjadi bergejolak hebat.
Mengapa? Rupanya dia melihat Ceng Lam Hong sedang berlutut di depan sebuah makam.
Di hadapannya terdapat tiga batang hio yang masih menyala dan memancarkan bau harum yang khas.
Saat ini wanita tersebut sedang menundukkan kepalanya dan sembahyang dengan khusuk.
Setelah tertegun sejenak, Tan Ki masih tidak mengerti juga.
Diam-diam hatinya berkata.
Tiba-tiba Ibu berlutut seorang diri di sini, entah makam siapa yang sedang disem-bahyanginya? Ketika hatinya masih bertanya-tanya, segulung suara yang lirih dan sendu bagai ratapan menyusup ke dalam gendang telinga.
Ternyata Ceng Lam Hong sedang bergumam seorang diri.
"Ciok San, keadaan selama sepuluh tahun ini, isterimu sudah menjelaskannya secara terperinci. Sekarang anak Ki dalam usianya yang masih begitu muda sudah mendapat perhatian yang besar dari orang-orang gagah bahkan dalam pertandingan sudah mencapai gelar Pendekar pedang tingkat lima. Mungkin urusan balas dendam kelak, tidak sulit lagi terwujud. Isterimu justru berharap tahun depan pada hari yang sama bisa membawa kepala si iblis Oey Kang dan bersembahyang di hadapanmu agar sukmamu menjadi tenteram"
Nada suara yang terdengar dari mulutnya penuh dengan penderitaan. Setiap patah maupun kalimat yang terdengar bagai sebilah pisau yang tajam menusuki perasaan Tan Ki.
"Ciok San, semasa hidupmu, kau paling tidak senang mencari ketenaran nama dan berhati mulia. Tetapi oleh para sahabat di dunia Bulim, kau malah dianggap sebagai tokoh netral yang termasuk golongan lurus tidak, sesat-pun tidak. Ini masih tidak terhitung apaapa. Kalau ditinjau dari segala segi, kesalahan sebenarnya terletak pada dirimu sendiri. Kehidupan kita yang sudah tenang dan tenteram kau abaikan, malah membentuk apa yang dinamakan Wi Lu Sam-kiat dan mengangkat saudara segala macam. Sejak isterimu ini melahirkan anak Ki, aku sudah tahu kalau Oey Kang dan Yibun Samsiok sama-sama memendam perasaan cinta kasih terhadap isterimu ini. Hal ini memang benar-benar di luar dugaan. Isterimu sendiri merasa terkejut sekali. Tetapi karena kedua orang itu adalah saudara angkat sehidup semati Siangkong, isterimu ini takut hubungan kalian akan rusak. Oleh karena itu, terpaksa isterimu ini memendam semuanya dalam hati dan tidak mengatakannya kepada siapapun. Siapa nyana Jisiok mempunyai hati yang demikian keji serta menakutkan. Cinta kasihnya yang tidak tercapai berubah menjadi kegusaran hebat di dalam ba-thinnya. Rupanya secara diam-diam dia menyimpan perasaan benci itu selama sepuluh tahun. Hal ini tentu tidak mudah bagi orang biasa. Justru pada suatu malam yang turun hujan deras, dia datang dengan wajah tertutup topeng. Penampilannya bagai seorang musuh besar yang hendak membalas dendam. Ternyata malam itu juga dia berhasil membunuh Siangkong dengan berpuluh macam senjata rahasia andalannya"
Berkata sampai di sini, tampaknya Ceng Lam Hong tidak dapat menahan kepedihan hatinya lagi, untuk sesaat dia tidak dapat meneruskan kata-katanya.
Tan Ki berdiri di belakang punggung ibunya, sulit baginya untuk melihat mimik wajah wanita itu.
Tetapi dari sepasang pundaknya yang bergerak-gerak naik turun, Tan Ki dapat menduga bahwa ibunya sedang menangis terisak-isak.
Setelah berhenti beberapa saat, terdengar Ceng Lam Hong melanjutkan kembali katakatanya.
"Ketika aku melihat Siangkong mati dengan cara mengenaskan, untuk sesaat perasaan marah dan sedih membaur dalam hati. Tanpa sempat mengambil senjata lagi di kamar, aku langsung mengejar penjahat bertopeng itu. Pada saat itu isterimu ini masih tidak tahu kalau orang itu adalah samaran Jisiok. Ketika aku berhasil mengejarnya dan mendesaknya dengan serangan-serangan, kemudian dia terpaksa melancarkan serangan balasan, baru aku tahu dia adalah Oey Kang. Tentu saja aku tahu dari jurus-jurus yang dikerahkannya. Akhirnya, aku terluka parah dan pingsan di tempat itu juga. Kebetulan sekali Samsiok lewat di tempat kejadian, sehingga Oey Kang terkejut dan mengundurkan diri. Dengan demikian selembar nyawa yang malang ini pun terselamatkan. Ketika luka yang penderita sudah agak sembuh, aku pulang lagi ke rumah. Tahu-tahu anak Ki lenyap entah ke mana. Selama sepuluh tahun ini, aku selalu merindukan anak Ki dan tidak bisa melupakan dendam kematian suami dan hilangnya anak tunggal kita itu. Isterimu ini akhirnya tinggal bersama Samsiok di puncak bukit. Meskipun dia memperlakukan aku dengan sopan dan hormat serta memandang aku seperti seorang dewi, tetapi untunglah dari awal sampai akhir, biar bagaimana dalamnya perasaan Samsiok itu, kami tidak pernah melakukan apapun yang di luar batas. Sayangnya anak Ki masih terlalu muda dan pandangannya belum terbuka. Dia selalu mencurigai isterimu ini, malah memandang aku sebagai musuh"
Kembali terdengar Ceng Lam liong menarik nafas panjang lalu melanjutkan lagi kata-katanya.
"Biarpun menderita sampai bagaimana, tetap aku tidak akan menyalahkan anak Ki. Tetapi aku mohon semoga arwah Siangkong melindunginya, supaya dia dapat mendapatkan nama besar di dunia Kangouw, membalas dendam ayahnya dengan tangan sendiri. Dengan demikian semua penderitaan yang isterimu rasakan, telah mendapatkan imbalan yang sesuai."
Bisikan hati seorang ibu yang penuh kasih, dapat terdengar jelas dari kata-katanya yang terakhir.
Kelembutannya yang tersirat nyata, membuat orang yang mendengarnya menjadi terharu.
Tan Ki sampai gemetar seluruh tubuhnya bagai disengat aliran listrik.
Dia merasa perasaanya bergejolak hebat dan tanpa dapat ditahan lagi dua baris air mata mengalir dengan deras membasahi pipinya.
Dendam kesumat selama sepuluh tahun, boleh dibilang sekarang ini sudah menjadi terang.
Oey Kang mendapat Sam Jiu San Tian-sin, ilmu senjata rahasianya boleh dibilang tidak ada tandingannya lagi di dunia ini.
Tidak heran mayat ayahnya penuh dengan berbagai senjata rahasia, bahkan jumlahnya sampai empat puluh delapan! Akibatnya dia membunuh orang tanpa sebab musabab yang pasti.
Hatinya hanya ingin memperhitungkan dendam atas kematian sang ayah.
Dalam waktu setengah tahun ini, dia menganggap sedang membalaskan dendam ayahnya.
Dua puluh tujuh tokoh hitam dan putih di dunia Bulim mati di tangannya Berpikir sampai di sini, timbul perasaan tidak enak dalam hatinya.
Kemudian suatu ingatan melintas dalam benaknya.
Diam-diam dia berpikir.
"Mulai sekarang, nama Cian Bin Mo-ong akan lenyap dari dunia persilatan. Aku tidak akan bertentangan lagi dengan golongan putih mungkin suatu hari nanti, aku harus mengumumkan masalah ini kepada semua orang dan memohon pengertian. Dengan demikian aku telah menunjukkan bahwa aku benar-benar menyesal atas perbuatanku yang tidak menggunakan akal sehat itu"
Pikirannya masih melayang-layang, tiba-tiba telinganya menangkap suara tawa yang panjang.
Begitu kerasnya sehingga bagai geluduk yang memecahkan keheningan.
Tahutahu di hadapan Ceng Lam Hong telah berdiri si raja iblis Oey Kang.
Laki-laki itu mengembangkan seulas senyuman yang menyebalkan.
Orang ini memang patut mendapat sebutan si raja iblis nomor satu di dunia Kangouw.
Suara tawanya belum lagi sirap, orangnya sudah melayang turun.
Kecepatannya bagai hembusan angin yang berlalu dan mengejutkan orang yang melihatnya.
Tampaknya Ceng Lam Hong juga terkesiap bukan main melihat kemunculannya yang tidak terduga-duga itu.
"Untuk apa kau datang ke mari?"
Oey Kang tertawa terbahak-bahak.
"Hari ini adalah ulang tahun kematian Toa-ko yang ke sepuluh. Sebagai seorang adik sudah seharusnya aku memberi penghormatan."
Selesai berkata, dia benar-benar membungkukkan tubuhnya dalam-dalam ke arah kuburan itu. Ceng Lam Hong mendengus satu kali.
"Kau sudah mencelakai Toako sehingga menemui ajalnya, apakah kau masih belum merasa puas sehingga"
Kembali Oey Kang tertawa terbahak-bahak kemudian menukas perkataannya.
"Sehingga masih ingin mendapatkan diri Toaso? Apanya yang salah, Toaso seperti orang buta yang kehilangan tongkat. Sesudah Toako mati, tinggal Toaso sendirian menanggung sepi dan kerinduan hati, tidak ada yang menemani. Usia Toaso pun justru sedang matang-matangnya sehingga sulit menanggung rasa dahaga akan asmara dan belaian seorang laki-laki yang"
Sepasang alis Ceng Lam Hong bertaut erat mendengar ucapannya. Dia langsung membentak marah.
"Tutup mulut anjingmu!"
Oey Kang tersenyum simpul.
"Biar mulut ini disumpal dengan kain sekalipun, kau tetap tidak bisa menghindari sepasang mata ini, bukan?"
Sembari berkata, sepasang matanya yang mengandung niat busuk dari awal hingga ak-hir terus menatap wajah Ceng Lam Hong lekat-lekat.
Dia seakan ingin mencari sesuatu dari wajah wanita itu, tetapi juga seperti orang yang ingin menatap setiap lubang pori-porinya sampai tidak setitik pun yang ketinggalan.
Mendengar ucapannya yang kurang ajar, wajah Ceng Lam Hong sampai merah padam saking marahnya.
Dia juga merasa kesal sekali.
Tetapi ketika pandangan mereka bertemu, tanpa terasa kepalanya tertunduk dalam-dalam dan tidak berani melihat lebih lama lagi.
Kali ini, Tan Ki yang sedang bersembunyi di balik sebuah batu besar merasa hawa amarah dalam dadanya seakan meledak.
Dia mendongakkan kepalanya dan mengeluarkan suara suitan yang panjang.
Tubuhnya langsung mencelat keluar dari tempat persembunyiannya.
Orangnya masih melayang di tengah udara, tangannya segera mengeluarkan pedang sulingnya, dengan jurus Lautan Selatan Menggelora, tampaklah bayangan suling serta kilauan cahaya pedangnya yang mengibar-ngibar.
Tubuhnya bergerak seiring dengan senjatanya langsung meluncur ke depan.
Oey Kang merasa ada gulungan hawa pedang yang melanda datang dari udara.
Tanpa terasa wajahnya langsung berubah.
Dengan panik dia mengempos hawa murninya.
Seiring dengan pundaknya yang bergerak, tubuhnya pun mencelat ke belakang sejauh dua depa.
Gerakan tubuhnya demikian ringan dan cepat sehingga mungkin sulit dicari tandingannya di dunia ini.
Melihat serangannya tidak mengenai sasaran, kemarahan dalam hati Tan Ki semakin berkobar-kobar.
Pedang suling di tangannya direntangkan ke sebelah kiri.
Anak muda itu sudah siap melancarkan serangan kedua.
Tiba-tiba terdengar suara bentakan Oey Kang yang menggelegar.
"Tunggu dulu!"
Wajah Tan Ki kelam sekali. Dia berdiri tegak dengan menggenggam pedang sulingnya erat-erat. Ditampilkannya sikap seorang jago kelas tinggi yang siap menghadapi musuh. Mulutnya memperdengarkan suara tawa yang dingin.
"Entah penjahat tua ada pesan apa lagi, Cayhe bersedia membersihkan telinga mendengarkan amanatmu yang terakhir!"
Oey Kang tersenyum simpul.
"Aku ingin mengucapkan selamat kepadamu atas keberhasilanmu mencapai gelar Pendekar pedang tingkat lima. Nanti malam apabila bertanding lagi, entah berapa tingkat lagi yang dapat kau capai"
Tan Ki mendengus dingin satu kali.
"Apa hubungannya dengan dirimu?"
"Sepuluh tahun lamanya berlatih dengan keras, tidak ada berita besar di dunia ini yang tidak sampai di telingaku. Aku tidak ingin membanggakan diriku sendiri sebagai jago tanpa tandingan. Tetapi kalau ditinjau dari ilmu yang kau miliki saat ini, masih terpaut jauh dengan diriku. Kalau diungkapkan secara kasar, kau masih belum sanggup menerima satu kalipun serangan dariku, kecuali kalau kau dapat merebut kedudukan Bulim Bengcu."
Tan Ki mendongakkan wajahnya tertawa terbahak-bahak.
"Bagus sekali! Biar Cayhe buktikan dulu kebenaran kata-katamu! Pedang sulingnya perlahan-lahan digetarkan, timbul bayangan bunga pedang berbentuk segitiga. Tampaknya dia sudah siap melancarkan serangan. Ceng Lam Hong sangat menyayangi putranya ini. Cepat-cepat dia menghampiri dan menarik tangan Tan Ki lalu berbisik kepadanya dengan suara lirih.
"Orang ini banyak akal busuknya. Hatinya juga licik sekali. Kalau belum ada buktinya jangan percaya. Apabila sudah melihat dengan mata kepala sendiri, kau baru boleh mempercayai ucapannya."
"Tidak apa-apa. Aku akan menghadapinya dengan ilmuku yang paling hebat. Kalau tidak bisa juga membalaskan dendam dengan tangan sendiri hari ini, aku akan mundur dulu dan mencari kesempatan lagi kelak. Untuk menjaga diri saja aku masih mempunyai keyakinan yang cukup besar!"
Ceng Lam Hong merasa bimbang untuk beberapa saat, kemudian dengan penuh kekhawatiran dia berkata.
"Rasanya aku masih mencemaskan keadaanmu"
Selama sepuluh tahun ini, Tan Ki baru mendengar lagi kata-kata ibunya yang penuh perhatian dan kekhawatiran.
Hatinya menjadi pilu, tiba-tiba darahnya mengalir dengan cepat, perasaannya diselimuti keharuan yang tidak terkatakan.
Dalam tenggorokannya bagai ada suatu benda yang menyangkut, dengan nada parau dia memanggil.
"Ibu"
Dua bulir air mata, tanpa dapat di tahan lagi menetes jatuh membasahi pipinya.
Air mata yang mengalir ini bukan air mata ketakutan ataupun air mata yang keluar karena rasa terkejut, tetapi air mata yang terurai dari hatinya yang tulus, juga karena rasa rindu yang terpendam selama sepuluh tahun.
Dapat juga dikatakan sebagai air mata yang paling berharga di dunia ini.
Tetapi Ceng Lam Hong adalah seorang wanita yang sudah mengalami pahit getir hidup ini.
Hatinya sudah cukup tabah menghadapi berbagai penderitaan.
Otomatis dia dapat mengendalikan perasaan dan menekan keharuan dalam hatinya.
Oleh karena itu, cepatcepat dia menarik nafas dalam-dalam dan mengembangkan seulas senyuman yang lembut.
Tan Ki mengejapkan matanya berkali-kali serta mengusap air matanya yang masih membekas di pipi.
Dibalasnya senyuman ibunya dengan secercah senyuman yang manis.
"Membiarkan dendam berlalu tanpa membalas, apa pantas disebut seorang anak berbakti? Kalau kali ini membiarkan dia lari hecritn saja, mungkin sulit lagi mendapat kesempatan untuk bertarung dengan dia satu per satu. Biar bagaimana aku harus membalas dendam sedalam lautan ini!"
Oey Kang tertawa terbahak-bahak. Sungguh-sungguh ucapan yang gagah, gagali sekali. Kalau kau memang ingin membalas dendam, aku terpaksa mengiringi ke-mauanmu. Tetapi tidak bisa di tempat ini!"
Tan Ki marah sekali mendengar sindirannya.
"Terserah kau, di mana saja kapan saja! Dengan membawa sebatang suling. Cayhe akan menemani sampai kau puas!"
"Bagaimana kalau Pek Hun Ceng-ku yang terkenal itu? Meskipun di dalamnya semua dilapisi pintu baja dan penuh dengan alat rahasia, tetapi kali ini aku berjanji akan membunuhmu dengan tangan sendiri!"
Tan Ki tersenyum gagah.
"Pek Hun Ceng yang begitu kecil, memangnya Cayhe pandang sebelah mata? Tempat itu tidak bedanya dengan goa kelinci, sama sekali tidak ada yang perlu ditakutkan!"
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bagus sekali! Kalau begitu kita berangkat sekarang juga!"
Kata-katanya selesai, orangnya sudah mencelat ke atas.
Terdengar suara desiran pakaian yang dikibarkan angin, dalam waktu sekedipan mata, orangnya sudah berada pada jarak kurang lebih tiga empat de-paan..
Biar bagaimana usia Tan Ki masih muda, tentu saja mudah dipanas-panasi oleh si raja iblis yang licik itu.
Ditantang sedemikian rupa, hawa amarahnya semakin meluap.
Tanpa berpikir panjang lagi, dia langsung mengeluarkan suara bentakan yang nyaring kemudian mengerahkan ginkangnya mengejar.
Melihat keadaan itu, Ceng Lam Hong terkejut sekali.
Hatinya mencelos, dengan panik dia berteriak.
"Anak Ki, jangan sembrono, cepat kembali!"
Otomatis kakinya bergerak dan dia juga ikut mengejar dari belakang.
Pada dasarnya Ceng Lam Hong adalah seorang putri dari keluarga ternama.
Sejak kecil dia sudah mendapat warisan ilmu silat.
Apalagi selama sepuluh tahun ini dia berlatih keras, begitu ilmu ginkangnya dikerahkan, kecepatannya luar biasa sekali.
Tetapi Siapa nyana, ilmu silatnya sekarang ini masih terpaut jauh apabila dibandingkan dengan Tan Ki, apalagi dengan Oey Kang.
Semakin berlari jarak mereka terpaut semakin jauh.
Setelah berlari melewati dua buah bukit, dia telah kehilangan jejak kedua orang itu.
Begitu paniknya wanita ini sampai menghentakkan kaki berkali-kali dengan air matanya yang mengalir deras.
Tiba-tiba dia melihat empat lima sosok bayangan bagai anak panah cepatnya meluncur datang ke tempat di mana dia berada.
Ceng Lam Hong mempertajam pandangannya.
Dia melihat si Pengemis cilik Cu Cia, Hek Lohan Sam Po Hwesio, dan tiga pemuda yang asing baginya.
Dalam sekejap mata, mereka sudah sampai di hadapannya.
Si pengemis cilik Cu Cia mengibas-ngibaskan rambut kepalanya yang kusut.
Dialah yang pertama-tama membuka suara.
"Ceng Pek-bo (Bibi Ceng) ke mana perginya Ki-heng? Ketiga sahabat ini mendengar bahwa dengan sebatang seruling dia berhasil memenangkan lima pertandingan secara berturut-turut, mereka merasa kagum sekali kepadanya dan sekarang ingin berkenalan dengan Ki-heng."
Sam Po Hwesio segera menukas.
"Kalau cocok, kita malah ingin memasang hio mengangkat saudara dengannya!"
Tibatiba dia melihat sepasang mata Ceng Lam Hong merah membengkak. Tampangnya seperti orang yang baru menangis pilu. Tanpa dapat ditahan lagi dia jadi termangu-mangu.
"Pek-bo, ada apa?"
Tanyanya kemudian. Wajah Ceng Lam Hong sedih sekali. Setelah menarik nafas panjang dia baru menyahut.
"Dia sudah pergi."
Baik Cu Cia maupun Sam Po Hwesio terkejut sekali mendengar kata-katanya.
"Apa?"
Teriak mereka serentak.
Sekali Ceng Lam Hong menarik nafas panjang.
Kemudian dia menceritakan prihal Oey Kang yang membakar hati Tan Ki sehingga akhirnya anak muda itu terpancing katakatanya lalu mengikutinya ke Pek Hun Ceng.
Bukan main terkesiapnya hati Cu Cia dan Sam Po Hwesio mendengar cerita Ceng Lam Hong.
Bahkan ketiga pemuda yang asing itu juga merasakan bahwa urusan ini tampaknya gawat.
Sepasang alis mereka langsung bertaut erat.
Si pengemis cilik Cu Cia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Bibirnya bergerak-gerak seperti menggumam seorang diri.
"Bagaimana harus menyelesaikan masalah ini? Bulim Tayhwe sudah dimulai, dia justru pergi di saat seperti ini."
Dia menundukkan kepalanya merenung beberapa saat. Kemudian tampak dia menggertakkan giginya erat-erat seperti orang yang sudah mengambil keputusan terakhir. Lalu dia berkata kepada Ceng Lam Hong.
"Pek-bo, tolong kau sampaikan kepada Suhuku, lihat apa yang dikatakannya tentang masalah ini. Si pengemis cilik beserta Sam Po Hwesio, Yang Jen Ping, Ban Jin Bu dan Goan Yu Liong berempat akan mengikuti Ki-heng dari belakang dan lihat apakah kami bisa memberikan bantuan."
"Cara ini rasanya kurang baik. Jangan kata kau sudah terluka akibat pukulan anak Ki, di dalam Pek Hun Ceng saja terdapat alat rahasia dan perangkap yang bukan main banyaknya. Belum tentu kalian bisa masuk ke sana tanpa diketahui."
Tampak Cu Cia tersenyum simpul.
"Luka sekecil ini, si pengemis cilik masih bisa menahannya. Apalagi Goan Yu Liong Hengte sudah memberi sebutir pil yang manjur kepada keponakanmu ini. Dijamin tidak akan terjadi apa-apa. Mengenai perjalanan ini, kami pasti berhati-hati dan bergerak mengikuti situasi. Kalau bisa perang, tentu kita harus berperang. Tidak bisa memenangkan pihak lawan, otomatis ambil langkah seribu. Inilah semboyan hidup si pengemis cilik selama ini. Pek-bo tidak perlu khawatir, lagipula dengan bergabungnya kami berlima menghadapi musuh, rasanya tidak sampai begitu mudah dicelakai lawan."
Ceng Lam Hong mendengar kata-katanya yang seakan yakin sekali kepada kekuatannya sendiri dan cara pengungkapannya juga lucu, tanpa dapat ditahan lagi dia jadi ikut tersenyum.
"Hian-tit (Keponakan) mempunyai nyali yang besar dan berjiwa pendekar. Bahkan berbudi mulia, benar-benar membuat Pek-bo ini jadi terharu. Tetapi apapun yang kalian katakan, aku tetap merasa khawatir."
Sam Po Hwesio merekahkan bibirnya dan tertawa lebar. Tangannya meraba-raba kepalanya yang gundul.
"Kalau memang perlu, Pek-bo boleh berangkat bersama-sama kami!"
Cu Cia langsung menepuk tangannya keras-keras.
"Bagus sekali. Kalau Pek-bo memang merasa perlu ikut dengan kami, ikut saja. Sekarang ini waktu sangat berharga, kita tidak boleh bimbang lebih lama lagi. Si pengemis cilik akan meninggalkan beberapa patah pesan untuk Suhu. Dengan demikian beliau akan tahu ke mana tujuan kita."
Selesai berkata, dia segera membungkukkan tubuhnya dan membersihkan dedaunan yang berserakan di atas tanah.
Setelah itu dia mengulurkan jari tangannya dan dikerahkannya tenaga dalam untuk menggores tujuh belas huruf di atas tanah tersebut.
Akhirnya dia berdiri lagi dan menepuk-nepuk tangannya yang kotor lalu berkata.
"Mari kita berangkat sekarang juga!"
Tanpa menunda waktu lagi dia langsung mengerahkan ginkangnya dan berlari ke depan mendahului yang lain.
Beberapa rekannya yang lain tidak mau ketinggalan.
Masing-masing mengerahkan ilmu ginkangnya yang paling hebat dan mengejar si pengemis cilik.
Otomatis Ceng Lam Hong yang mencemaskan keselamatan anaknya juga ikut berlari di belakang mereka.
Setelah berlari kurang lebih sepuluhan li, si pengemis cilik sangat mengkhawatirkan Tan Ki.
Tampak sepasang alisnya terus berkerut.
Dia menolehkan kepalanya dan memperhatikan Ceng Lam Hong sekilas.
Wanita itu masih terus berlari.
Wajahnya menyiratkan kecemasan hatinya, sinar matanya sayu.
Namun biar begitu, keanggunannya sama sekali tidak berkurang.
Diam-diam Cu Cia berpikir dalam hati.
Meskipun usianya sudah lebih dari empat puluh, tetapi kecantikannya masih terlihat jelas.
Gerak-geriknya bagai bidadari turun dari khayangan.
Tampangnya begitu suci sehingga menimbulkan rasa hormat dalam hati orang.
Tidak heran Yibun Susiok memilih tidak menikah dan masih mencintainya secara diam-diam! Ketika pikirannya masih melayang-layang, beberapa orang itu sudah memasuki sebuah dusun.
Meskipun dusun ini tidak terlalu besar, toko-toko didirikan dengan sederhana dan sebagian besar menggelar dagangannya di bawah pohon, tetapi ramainya luar biasa.
Di mana-mana terlihat penduduk hilir mudik seakan sibuk sekali kehidupan dalam dusun tersebut.
Yang Jen Ping menjadi penunjuk jalan.
Ceng Lam Hong, Ban Jin Bu, Goan Yu Liong mengikuti dari belakang.
Mereka berjalan menuju sebuah kedai arak di tengah dusun.
Si pengemis cilik Cu Cia sudah menunggu di depan pintu sambil menggapaikan tangannya.
"Ceng Pek-bo, Si pengemis cilik ini sudah memesankan hidangan dan arak untuk kalian, cepat santap dulu setelah itu kita baru melanjutkan perjalanan lagi."
Rekan-rekannya mengiakan sambil tertawa.
Berbondong-bondong mereka masuk ke dalam kedai arak tersebut.
Tampak di sebelah kiri ada sebuah meja yang sudah tersedia berbagai hidangan.
Hek Lohan Sam Po Hwesio duduk seorang diri dan sedang meneguk arak dengan nikmat.
Setiap kali cawannya terisi, dia langsung meneguknya sampai kering.
Melihat kemunculan Ceng Lam Hong dan yang lain-lainnya, dia langsung berdiri sambil tertawa lebar.
"Hwesio, arak dan daging seperti diriku ini kalau sudah melihat arak, cacing di perut pasti berkelahi dengan sengit. Apalagi kalau lihat saja dan tidak segera menyikatnya, wah rasanya lebih menderita daripada disuruh mendaki bukit golok. Kalian jangan mengira si pengemis cilik itu orangnya baik. Kalian belum sampai, hidangan sudah dipesankan. Malah menunggu kalian di depan pintu. Padahal sebelumnya dia sudah meneguk dua kendi besar arak Lian Hua Pek. Hwesio adalah umat Bud-dha yang tidak boleh berdusta. Buddha mempunyai sukma yang dapat melihat segalanya. Apa yang aku katakan semuanya merupakan kenyataan. Kalau tidak percaya, kalian boleh menanyakannya kepada pelayan kedai ini."
Si pengemis cilik menuding Hek Lohan sambil menggerutu.
"Kau Hwesio cilik ini jangan suka mencari muka. Dengan segala ketulusan hati Si pengemis cilik mengundang kau makan dan minum, kau malah menempeleng pipiku. Dengarlah, Ceng Pek-bo orangnya supel, tidak mungkin dia mempersoalkan biaya makan minum yang sedikit ini. Kau tidak usah membakar-bakar hati orang."
Meskipun nadanya mengomel, tetapi mulutnya tetap saja tertawa lebar.
Sementara keduanya masih berdebat, Ceng Lam Hong dan yang lainnya sudah duduk di sekeliling meja.
Yang Jen Ping dan dua rekannya baru saja minum arak di Tok Lionghong, saat ini tidak ada selera lagi untuk minum.
Hanya si pengemis cilik dan Hek Lohan terus mengangkat cawan araknya.
Dalam waktu yang singkat mereka sudah menghabiskan delapan kati arak.
Si pengemis cilik meletakkan cawannya di atas meja sambil tertawa-tawa.
"Nikmat, nikmat sekali! Si pengemis cilik sudah belasan hari tidak minum arak. Sekarang begitu masuk perut lagi, rasanya harum bukan main!"
Selesai berkata, tangannya merenggut lagi sebuah kendi arak di atas meja kemudian meneguknya sekaligus.
Begitu asyiknya sampai menimbulkan suara Glek! Glek! Glek! Caranya seperti minum air putih saja.
Setelah sekendi arak itu kembali dikeringkan, dia langsung berdiri dan menepuk-nepuk pantatnya.
Wajahnya mengembangkan senyuman yang lebar.
"Mari kita teruskan perjalanan!"
Sembari berteriak, tangannya menyambar tangan Hek Lohan dan mengajaknya lari ke depan. Goan Yu Liong melihat kedua orang itu langsung saja menghambur dari kedai arak tersebut. Dia menggelengkan kepadanya sambil tertawa.
"Si tukang minta-minta itu memang cukup menderita juga beberapa hari ini. Hari ini mungkin dia sendirian saja ada minum arak sebanyak lima enam kati."
"Aku rasa malah lebih dari sepuluh kati. Dulu aku pernah minum bersama-sama dengannya, mungkin lebih dari sepuluh kati. Kalau sampai ribuan cawan, aku belum berani memastikannya, tetapi kalau di atas lima ratus cawan, mungkin masih bisa. Selamanya aku tidak pernah melihat dia mabuk. Kali ini takaran minum mereka agak berkurang, mungkin karena tergesa-gesa akan mengadakan. perjalanan, kita juga jangan sampai ketinggalan."
Ceng Lam Hong segera memanggil pelayan untuk menghitung harga makanan dan minuman mereka. Ternyata kedua orang itu benar-benar menghabiskan dua puluh kati Lian Hua Pek. Ban Jin Bu menggelengkan kepalanya sambil tertawa.
"Dua orang menghabiskan Lian Hua Pek yang keras, hm. tampaknya si hwesio cilik sendiri juga ada minum sebanyak sepuluh kati lebih."
Baru saja ucapannya selesai, dari luar kedai arak tiba-tiba terdengar suara ringkikan kuda.
Dua ekor kuda yang gagah berhenti di depan kedai arak tersebut.
Tampak dua sosok bayangan berkelebat, kemudian mereka juga melangkah masuk ke dalam kedai.
Yang pertama-tama masuk adalah seorang laki-laki berusia kurang tiga puluh lima tahunan.
Wajahnya berbentuk persegi dengan telinga yang besar, cambangnya lebat sekali sampai memenuhi sebagaian besar wajahnya.
Tingginya kurang lebih tujuh kaki dan dia mengenakan pakaian busu (pesilat) yang ketat berwarna hitam.
Pundaknya menyandang buntalan kain berwarna hitam pula, kepalanya diikat dengan selendang putih.
Kakinya mengenakan sepatu berikat tali yang biasa digunakan oleh kaum pengelana.
Pundaknya kekar dan pinggangnya lebar.
Tampangnya menimbulkan kesan kegarangan dan sekali lihat saja sudah dapat dipastikan bahwa laki-laki ini termasuk orang yang kasar.
Di belakangnya justru mengiringi seorang pemuda bertampang pelajar.
Dia mengenakan jubah panjang berwarna biru langit, wajahnya seperti dilapisi bedak yang tipis.
Kepalanya juga ditutupi selendang yang diikat ke belakang.
Tampangnya tampan dengan sepasang alis yang tebal serta mata yang indah.
Langkahnya tenang dan anggun.
Kalau dibandingkan dengan laki-laki kekar yang di depannya, satu kuat satu lemah, jauh sekali perbedaannya.
Setelah masuk ke dalam kedai arak, mereka memilih tempat duduk bagian sudut yang merapat dengan tembok.
Pemuda bertampang pelajar itu mempunyai sepasang mata yang menyorotkan sinar tajam.
Dia melirik sekilas ke arah rombongan Yang Jen Ping sembari mulutnya berbicara dengan pelayan kedai arak tersebut.
"Bawakan delapan macam sayuran, beberapa kendi arak bagus dan empat pasang sumpit serta cawan!"
Yang Jen Ping dan yang lain-lainnya diam-diam merasa heran.
Mengapa dua orang saja memesan sumpit dan cawan sampai empat pasang.
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Apakah mereka sama dengan si pengemis cilik Cu Cia dan Hek Lohan yang datang terlebih dahulu dan di belakang masih ada kawan yang akan menyusul? Ketika hati mereka bertanya-tanya, langkah kaki mereka tidak berhenti.
Saat ini baru saja bertindak keluar dari kedai arak.
Tiba-tiba terdengar si laki-laki kasar itu tertawa lebar sambil berkata.
"Coba kau lihat, apakah orang ini serombongan dengan orang-orang itu? Wanita yang di tengah-tengah itu boleh juga, malah lebih cantik dari dua perempuan yang dirobohkan Mei Hun kemarin."
Berkata sampai di sini, terdengar si pelajar langsung menukas.
"Toako, penyakitmu ini benar-benar sudah terlalu parah dan tidak bisa diubah. Asal lihat saja mulut langsung berkoar tidak bisa diam. Ada saja yang kau persoalkan. Orang yang mendengarnya pasti bisa salah paham."
Mendengar pembicaraan kedua orang itu, sekali lagi hati Yang Jen Ping tergerak.
Diamdiam dia berpikir.
Kata-kata Mei Hun yang diucapkannya pasti nama seorang perempuan.
Tetapi entah siapa orangnya? Pikirannya melayang-layang, tanpa terasa dia berdiri tertegun di depan pintu.
Melihat dia menghentikan langkah kakinya, otomatis yang lain juga berdiam diri.
Kedua orang yang di dalam kedai arak itu tampaknya menyadarinya juga.
Mereka merasa agak terkejut.
Terdengar si pelajar tertawa terbahak-bahak.
"Bagaimana? Orang tidak jadi pergi kan? Tampaknya kali ini kau mencari kesulitan lagi buat dirimu sendiri!"
Laki-laki kasar itu mengerling sejenak kemudian ikut tertawa terbahak-bahak.
"Hengte, mengapa kau berubah jadi begitu pengecut dan bernyali kecil? Masa aku tidak boleh membuka suara sama sekali? Aku justru tidak percaya ada orang yang bisa menutup mulutku ini!"
Selesai berkata, dia malah mendongakkan wajahnya dan tertawa terbahak-bahak.
Tawanya begitu keras dan gila-gilaan seakan di sekitarnya tidak ada orang lain.
Di dalam rombongan Ceng Lam Hong, usia Goan Yu Liong yang terhitung paling muda.
Tampaknya kesabarannya mulai menipis melihat mereka seakan ditantang.
Oleh karena itu dia segera memalingkan kepalanya dan bermaksud menerjang masuk lagi ke dalam kedai.
Ban Jin Bu cepat-cepat menarik tangannya dan berbisik dengan suara lirih.
"Gerak-gerik kedua orang ini sangat aneh. Asal-usul mereka juga tidak jelas. Sebaiknya kita jangan mencari perkara dengan mereka."
Sebagai orang yang usianya paling muda, tentu saja adat Goan Yu Liong juga mudah tersinggung. Mendengar ucapan Ban Jin Bu, dia memperlihatkan tampang kurang senang.
"Kita beberapa orang melakukan perjalanan bersama-sama, mana bisa menerima penghinaan orang lain begitu saja. Biarpun mereka adalah tokoh sakti dari Si Yu atau Lam Hay, aku tetap ingin menjajal sampai di mana kehebatan ilmu mereka sehingga membuka mulut begitu besar!"
Ceng Lam Hong sedang mengkhawatirkan jejak anaknya dan bagaimana keadaan Tan Ki sekarang.
Rasanya ingin sekali di punggungnya tiba-tiba tumbuh sayap sehingga dapat terbang secepat mungkin ke Pek Hun Ceng untuk melihat bagaimana perkembangan yang terjadi di sana.
Melihat tampang Goan Yu Liong yang merah padam dan adatnya yang berangasan, dia takut bisa terjadi sesuatu yang menunda perjalanan mereka.
Tetapi biar bagaimanapun, anak muda itu ikut dengan mereka dengan niat baik.
Tentu Ceng Lam Hong merasa tidak enak untuk menengurnya.
Hanya sepasang alisnya yang bertaut dengan erat dan berdiri di sudut dengan wajah muram.
Ban Jin Bu menepuk pundak Goan Yu Liong perlahan-lahan.
Bibirnya tersenyum lembut.
"Kalau kau masih ribut terus, pasti akan terjadi perkelahian di antara kedua pihak. Seandainya terjadi sesuatu pada diri Ki-heng justru karena perjalanan kita yang tertunda, bagaimana kau akan memberi tanggung jawabmu kepada Pek-bo?"
Selesai berkata, dia tidak memberi kesempatan lagi kepada Goan Yu Liong untuk membantah.
Di tariknya tangan anak muda itu dan diseretnya keluar dari kedai arak tersebut.
Beberapa orang itu langsung melanjutkan lagi perjalanannya.
Setelah keluar dari dusun tersebut, mereka berlari lagi kurang lebih sepuluh li.
Tiba-tiba Yang Jen Ping seakan teringat sesuatu hal.
Dia menghentikan langkah "pakinya.
Tiba-tiba telinga mereka mendengar derap kaki kuda yang berlari dengan kencang.
Di bagian belakang tampak gumpalan debu yang melayang di angkasa.
Kedua laki-laki yang ada di dalam kedai arak tadi menunggang kuda .masing-masing dan memacu kudanya dengan kecepatan tinggi..
Tampaknya mereka tergesa-gesa sekali.
Dalam waktu yang singkat, kedua ekor kuda itu sudah sampai di hadapan mereka.
Yang Jen Ping melihat kedua ekor itu mendatangi dengan pesat.
Beberapa orang itu segera menarik nafas dalam-dalam dan mencelat kedua tepian jalan.
Dua ekor kuda itupun melintas lewat di hadapan mereka.
Bagaimana pun Ceng Lam Hong adalah .
seorang wanita yang usianya sudah setengah baya.
Perasaannya lebih peka.
Dia merasa bahwa gerak-gerik kedua orang itu sangat mencurigakan.
Rombongan mereka yang beberapa orang ini sejak keluar dari kedai arak terus berlari tanpa berhenti sekalipun untuk beristirahat.
Kalau memang mereka berdua sudah selesai makan dan minum, tentu setidaknya menghabiskan waktu yang tidak sedikit.
Biar bagaimana tentu tidak mudah mengejar mereka dalam waktu yang singkat.
Tetapi mengapa mereka memesan hidangan dan arak? Seandainya di depan ada kejadian yang serius dan gawat, masa mereka bisa meramal apa yang terjadi sehingga menyusul secepat mungkin? Apalagi selama mereka berlari sepanjang perjalanan ini, mereka tidak bertemu dengan siapapun.
Semakin dipikirkan, semakin bingung Ceng Lam Hong akan asal-usul kedua orang tadi.
Tetapi hatinya berkata, seandainya dia menghabiskan waktu untuk merenung terus dan kesempatan untuk mencari kedua orang itu hilang, mungkin sulit lagi ingin bertemu dengan mereka.
Untung saja arah yang diambil kedua orang tadi sama dengan tujuan mereka.
Terdengar dia menarik nafas panjang kemudian berteriak.
"Kejar!"
Beberapa orang yang ikut bersamanya merupakan pemuda-pemuda berdarah panas.
Sejak semula mereka sudah merasa kalau gerak-gerik kedua orang itu sangat aneh.
Juga mengandung misteri yang membuat penasaran sehingga dalam hati ingin sekali mengetahui rahasianya.
Mendengar perintah Ceng Lam Hong agar mereka segera mengejar kedua orang tadi, tanpa menunda waktu lagi masing-masing mengerahkan ilmu ginkangnya yang paling hebat dan berlari mengejar.
Hati Goan Yu Liong paling panik.
Makanya larinyalah yang paling cepat.
Dalam waktu singkat dia sudah berlari sejauh ratusan li.
Orangnya seperti seekor kuda liar yang lepas kendali dan berlari dengan kalap.
Siapa nyana tunggangan yang digunakan kedua orang tadi merupakan jenis kuda unggul dari suku Biao.
Dalam satu hari dapat berlari kurang lebih tujuh atau delapan ratus m Meskipun rombongan Ceng Lam Hong berlari terus tanpa berhenti, tetapi kalau dibandingkan dengan tunggangan mereka yang terdiri dari kuda jempolan, tentu saja masih terpaut jauh.
Oleh karena itu, jarak mereka pun tprtarik semakin panjang.
Hati Goan Yu Liong gugup sekali.
Dia menggertakkan giginya erat-erat dan berlari secepat mungkin.
Padahal dia yang berada di ..paling depan.
Begitu dihimpunnya tenaga dalam serta hawa murni dalam tubuh, dalam sekali loncatan dia dapat mencapai sepuluh depa.
Tetapi jarak antara dirinya dengan kedua ekor kuda di depan masih ada ratusan langkah.
Tiba-tiba terdengar si laki-laki bercambang lebat itu mengeluarkan suara siulan yang panjang.
Setengah badan sebelah atasnya memutar sedikit, tangan kanannya mengibas, dari pipa cangklongnya melesat keluar dua carik sinar putih yang berkilauan.
Goan Yu Liong merasa ada sesuatu yang mencurigakan.
Cepat-cepat dia mengempos semangatnya dan sepasang pundaknya ditarik ke belakang.
Dengan demikian gerakan tubuhnya jadi terhenti.
Ketika dia menundukkan kepalanya, dia melihat ada dua batang anak panah yang halus menancap di ikat pinggangnya.
Meskipun dia belum sampai terluka oleh serangan ini, tapi rasa terkejutnya jangan ditanyakan lagi.
Wajahnya sampai pucat pasi dan berdiri di tempat dengan termangumangu.
Di belakangnya terdengar suara langkah kaki yang ramai.
Rupanya rekan-rekannya sudah menyusul tiba.
Melihat perubahan yang tidak di duga-duga ini, mereka tidak jadi mengejar kedua orang itu, tetapi beramai-ramai mengerumuni Goan Yu Liong untuk melihat apa yang terjadi dengan anak muda itu.
Yang Jen Ping mencabut kedua batang senjata rahasia dan meletakkannya dalam telapak tangan untuk diperiksa secara teliti.
Dia melihat senjata rahasia itu memang agak mirip dengan anak panah, tetapi bagian depannya agak pipih dan ada beberapa lembar bulu halus yang berwarna warni, tajamnya bukan main.
Si Pedang Kilat -- Gan K L Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan -- Chin Yung Beruang Salju -- Sin Liong