Dendam Iblis Seribu Wajah 4
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Bagian 4
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya dari Khu Lung
"Kalau begitu aku terpaksa membunuh agar mulutmu bungkam!"
Kata-katanya yang terakhir baru terucap, telapak tangannya segera mendatangkan serangkum angin dari diapun menghantam ke depan.
Saat itu, hawa amarah yang memenuhi hatinya telah berganti dengan niat membunuh.
Begitu pukulannya dilancarkan, kekuatannya mengandung kekejian yang tidak tertandingi.
Tampak angin yang timbul dari telapak tangannya laksana putaran roda.
Batu-batu kerikil maupun debu-debu beterbangan.
Kehebatannya sungguh tidak dapat dipandang enteng.
Apalagi serangannya itu begitu cepat bagai sambaran kilat.
Untuk sesaat Tan Ki tidak menduga kalau dia akan diserang sedemikian rupa.
Hatinya tercekat.
Dengan panik dia meliukkan pinggangnya dan mencelat mundur tiga langkah.
Setelah serangannya yang pertama berhasil membuat lawan terdesak, Liang Fu Yong tentu saja tidak sudi berhenti setengah jalan.
Setelah berteriak lantang, sepasang tangannya langsung mengeluarkan pukulan-pukulan.
Dalam sekejap mata dia sudah melancarkan tiga pukulan dan tujuh totokan.
Serangan yang gencar ini jauh lebih hebat dari yang pertama.
Setiap pukulannya mengarah pada bagian yang mematikan.
Setiap totokannya mengincar tempat mematikan.
Diam-diam hati Tan Ki jadi tercekat.
"Tidak disangka ilmu silatnya juga setinggi ini. Kalau berganti orang lain, mungkin sulit meloloskan diri dari tiga pukulan dan tujuh totokannya ini."
Katanya dalam hati.
Sambil membawa pikiran seperti itu, tubuhnya berputaran beberapa kali.
Dia berhasil mengelakkan diri dari serangan yang gencar itu dan malah membalas dengan sebuah serangan.
Ilmu silat yang dimilikinya sekarang adalah hasil curian dari kitab-kitab peninggalan ketua Ti Ciang Pang.
Jurus serangannya ini kelihatannya biasa-biasa saja.
Tetapi begitu dilancarkan, terdapat kekompakan yang serasi diantara setiap gerakannya.
Liang Fu Yong terpaksa menyelamatkan dirinya terlebih dahulu.
Dengan gugup dia mencelat mundur tiga langkah.
Apabila tokoh kelas tinggi berkelahi, kecepatannya bagai kilat.
Liang Fu Yong menggerakkan tubuhnya menghindar.
Begitu kakinya menginjak tanah, Tan Ki segera menggunakan kesempatan ini untuk mengatur nafasnya dan bergerak kembali.
Tiba-tiba, Liang Fu Yong meraung keras, dan kembali dia melancarkan sebuah serangan.
Secercah bau harum berhembus mengiringi gerakannya.
Sepasang telapak tangannya bagai beterbangan di udara dan menimbulkan hempasan angin yang kuat.
Yang mana semuanya memenuhi sekitar tubuh Tan Ki.
Di antara bayangan pukulan, terlihat lengan baju Tan Ki berkibar- kibar.
Dia menerobos dari kiri dan mengelak ke kanan.
Kecepatannya bagai terjangan seekor srigala.
Biarpun bayangan telapak tangan memenuhi sekitarnya, namun jangan kata mengenai di-rinya, bahkan menyentuh ujung bajunya pun tidak.
Tampak Tan Ki hanya membalikkan telapak tangannya, tetapi Liang Fu Yong langsung terdesak mundur.
Perempuan itu sulit menemukan kesempatan untuk mendekati Tan Ki.
Hal ini bukan karena ilmu silat anak muda itu mengandung jurus-jurus yang aneh atau tenaga dalamnya yang jauh lebih tinggi dari pada Liang Fu Yong.
Tetapi setiap serangannya selalu mempunyai kecepatan yang tidak terduga-duga, dan lagi bagian yang diarahnya selalu di luar dugaan perempuan itu.
Kadang-kadang, secara nyata dia mempunyai kesempatan untuk melukai Liang Fu Yong, tetapi entah mengapa, setiap kali pula dia selalu merubah gerakannya di tengah jalan atau merubah sasarannya ke arah yang lain sehingga membuat perempuan itu mendapat kesempatan untuk menyelamatkan dirinya sendiri.
Biar bagaimana bodohnya, Liang Fu Yong tetap menyadari bahwa Cian bin mo-ong sengaja mengalah kepadanya.
Hanya saja dia tidak mengerti mengapa dia melakukan hal seperti itu.
Tiba-tiba Tan Ki berteriak lantang, lengan kirinya membuat lingkaran di tengah udara.
Telapak tangan segera terulur ke depan.
Jurus Tian Ping Tian-ciang pun dilancarkan dengan keras, jurus ini merupakan jurus pertama dari Tian Si Sam-sut.
Di dalamnya terkandung kekuatan tenaga yang dahsyat.
Terasa angin yang menderu-deru menerpa dari depan! Melihat serangan itu, hati Liang Fu Yong langsung tercekat.
Dia tidak sempat lagi melancarkan jurus serangan ke arah lawannya.
Dengan cepat dia meliukkan Pinggangnya dan mendadak mencelat mundur ke belakang sejauh tujuh delapan depa.
Pada saat itu juga, sukmanya seakan melayang dan jantungnya berdegup dengan kencang.
Tidak usah diragukan lagi, Liang Fu Yong juga seorang tokoh kelas tinggi di dunia Bulim.
Tenaga dalamnya cukup kuat.
Tetapi setelah bergebrak dengan Cian bin mo-ong sebanyak dua puluhan jurus, dirinya seperti ombak kecil dihantam ombak besar.
Setiap serangannya berhasil dielakkan dengan mudah.
Tampaknya ilmu silat kedua orang itu terpaut agak jauh.
Diam-diam hatinya merasa kagum.
"Ternyata Cian bin mo-ong tidak bernama kosong. Ilmu silatnya memang benar-benar mengejutkan!"
Pikirnya.
Pada saat itu, api yang berkobar-kobar dalam hatinya, sudah lenyap tanpa bekas sejak tadi.
Tetapi hawa pembunuhan yang tersirat di wajahnya masih kentara dengan jelas.
Dalam waktu yang bersamaan, dia juga mendapatkan sebuah kenyataan yang mengejutkan hatinya, yakni ilmu silat Cian bin mo-ong ternyata lebih tinggi dari pada dirinya.
Begitu pikirannya tergerak, mulutnya mengeluarkan suara siulan panjang dan tubuhnya mencelat ke belakang.
Tan Ki jadi tertegun.
Dia masih belum dapat menebak maksud perbuatan lawannya, tiba-tiba dia melihat Liang Fu Yong berputaran dengan gerakan yang gemulai.
Tangannya menari dan kakinya diangkat ke atas.
Ternyata dia memang benar-benar menari di hadapan Tan Ki! Tentu saja Tan Ki jadi termangu-mangu.
Perubahan gerakan lawannya yang tiba-tiba ini membuat dia tidak mengerti apa yang telah terjadi.
Tetapi hati kecilnya seperti memperingatkan bahwa urusan malam ini semakin lama semakin membahayakan.
Kalau tidak, mana mungkin Liang Fu Yong malah menari pada saat segenting ini? Begitu matanya memandang, dia melihat cahaya rembulan yang remang-remang menyoroti rambut perempuan itu sehingga tampak berkilauan.
Angin malam pun mengibar-ngibarkannya sehingga beterbangan.
Di antara gerakan kaki dan tangannya, tampak seperti mengandung tenaga namun lemah sekali.
Liuk pinggangnya yang gemulai membuat hati orang tergerak.
Beberapa menit telah berlalu, Liang Fu Yong masih terus berputar.
Tariannya semakin lama semakin cepat.
Mata Tan Ki sampai berkunang-kunang melihatnya.
Dia sendiri jadi bingung.
Hatinya tetap khawatir kalau Liang Fu Yong tiba-tiba akan melancarkan serangan.
Diam-diam dia menghimpun hawa murninya untuk berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Tiba-tiba terdengar suara desiran angin, tahu-tahu Liang Fu Yong telah melepaskan pakaian luarnya.
Dia mengangkat tangan-nya ke atas dan melempar ke mari.
Pada saat itu, Tan Ki merasa jantungnya berdebar-debar dan pikirannya menjadi kacau.
Tanpa sadar dia mengulurkan tangannya menyambut.
Begitu telapak tangannya menyentuh pakaian tersebut, dia merasa pakaian itu begitu lembut dan serangkum bau yang harum terpancar keluar dari pakaian tersebut.
Dia hanya merasa hatinya tergetar dan wajahnya menjadi panas! Begitu matanya memandang, dia melihat Liang Fu Yong kembali melepaskan gaunnya yang panjang.
Sepasang pahanya yang putih dan berkilauan langsung terlihat jelas.
Pada saat itu juga, gerakannya semakin erotis seakan mengandung kekuatan yang dahsyat dan membuat orang yang melihatnya tidak sanggup mengalihkan pandangan.
Padahal Tan Ki tidak mengerti sedikitpun tentang nyanyian dan tarian.
Tetapi karena dia memusatkan perhatiannya dan menatap dengan lekat-lekat setiap lekuk tubuh Liang Fu Yong, maka dia merasakan bahwa setiap kali perempuan itu bergerak seakan mengiringi irama debaran jantungnya.
Setiap melihat gerakan yang dilakukan oleh perempuan itu, hatinya tergetar pasti.
Ketika tariannya semakin cepat, jantungnya berdegup dengan keras.
Hatinya berdebardebar.
Perasaannya pun menjadi tidak tenang.
Begitu dia memandang sekali lagi, kali ini hatinya malah seperti terlonjak keluar dari dadanya.
Wajah Tan Ki berubah hebat.
Rasa terkejutnya segera menyentak kesadarannya.
"Kalau dia menari lebih cepat lagi, bukankah jantungku bisa terputus saking kerasnya berdegup-degup?"
Pikirnya dalam hati.
Kesadarannya tersentak, cepat-cepat dia menjatuhkan diri dan duduk bersemedi.
Dengan menghimpun hawa murni dan memaksakan dirinya menolak daya tarik yang terpancar dari tarian tersebut.
Perlu diketahui bahwa ilmu silat Tan Ki keseluruhannya merupakan hasil curian.
Tidak ada seorang gurupun yang memberi pelajaran kepadanya.
Mengenai ilmu pengaturan nafas maupun cara menghimpun hawa murni untuk diedarkan ke seluruh tubuh, dia memang tidak mengerti sama sekali.
Baru saja dia menjatuhkan diri untuk bersemedi, tiba-tiba dia merasa dadanya dipenuhi hawa yang sesak.
Dia tidak sanggup mencairkannya agar normal kembali seperti semula.
Hatinya menjadi kalut dan sedih.
Kali ini, begitu paniknya Tan Ki sampai seluruh tubuhnya dibasahi oleh keringat dingin.
Dia tidak pernah menduga bahwa tarian Liang Fu Yong yang erotis dan indah ini ternyata mengandung kekuatan yang demikian dahsyat! Hatinya menjadi gelisah.
Dengan panik dia memejamkan matanya kembali dan berusaha mengosongkan pikirannya.
Saat ini, keadaan Liang Fu Yong tetap telanjang bulat.
Sembari menari, lambat laun dirinya semakin merapat ke arah Tan Ki.
Kulit yang mulus dengan bentuk yang indah, di bawah sorotan cahaya rembulan malah menimbulkan rangsangan yang tidak terkirakan.
Semakin membetot sukma orang yang melihatnya.
Seumur hidup, Tan Ki belum pernah melakukan hubungan seks dengan seorang perempuan.
Dalam keadaan seperti ini, dia memandang sampai matanya terbelalak dan mulutnya terbuka lebar.
Padahal tadi dia sudah memejamkan matanya, namun ada semacam perasaan aneh yang membuat hatinya tidak tahan untuk melihat.
Saat ini, hampir saja dia melonjak bangun dan memeluk Liang Fu Yong erat-erat.
Suasana semakin menegangkan! Suasana yang panas dan mendebarkan itu ditambah lagi dengan gejolak birahi yang meluap-luap.
Tampak wajah Tan Ki sudah berubah pucat pasi.
Seluruh tubuhnya bergetar dengan hebat.
Rasanya dia tidak sanggup mempertahankan diri lagi.
Tetapi, dia tetap menggertakkan rahangnya erat-erat dan memaksakan dirinya duduk bersila tanpa bergerak sedikitpun.
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia menyadari ada sesuatu yang tidak beres di balik semua ini.
Apabila dia melihat terus, tentu hanya ada satu jalan kematian yang dapat ditempuhnya.
Hatinya mengambil keputusan untuk tidak memperdulikan banyak lagi.
Bunuh saja perempuan itu, baru pikirkah akibatnya nanti.
Oleh karena itu, sebelah telapak tangannya pun perlahan-lahan diangkat ke atas.
Siapa nyana baru saja tangannya terangkat, tiba-tiba terkulai kembali.
Perlahan-lahan dia menarik nafas panjang dan menggelengkan kepalanya.
Ternyata ketika tangannya terangkat ke atas, dia baru merasakan bahwa tenaganya seakan lenyap.
Dia tidak mempunyai kekuatan sedikitpun.
Tentu saja, semua ini merupakan pengaruh dari tarian Liang Fu Yong yang mengandung kekuatan aneh.
Hal mana membuat tenaganya bagai terkuras dan tidak dapat memberikan perlawanan.
Hatinya bertambah panik.
Tiba-tiba dia merasa segulungan hawa panas menerjang ke atas dan terhenti di rongga tenggorokannya.
Kemudian terdengar suara Hoakk! yang keras dan diapun memuntahkan darah segar yang muncrat bagai anak panah.
Tan Ki tidak dapat mempertahankan diri lagi.
Dia berusaha untuk berdiri, tetapi tubuhnya malah terkulai jatuh di atas tanah.
Kali ini rasa terkejutnya tak terkatakan lagi.
Terdengar suara bentakan nyaring dari mulut Liang Fu Yong, orangnya pun langsung menerjang datang! Saat-saat yang membahayakan! Tan Ki sudah kehilangan daya untuk melawan.
Seandainya dia terkena satu pukulan atau sekali tendangan dari Liang Fu Yong, kalau tidak sampai mati, dia pasti akan terluka parah.
Dalam keadaan yang membahayakan, tiba-tiba Tan Ki mengeluarkan suara tawa yang sumbang.
"Cici, tindakanmu sungguh keji!"
Dia berusaha berteriak dengan suara sekeraskerasnya. Liang Fu Yong langsung tertegun. Panggilan "Cici"
Tadi membuatnya merasa bingung. Tetapi dia sudah menghentikan gerakan tubuhnya dan tidak jadi mengeluarkan pukulan. Setelah tertegun sejenak, dia segera membentak.
"Siapa kau?"
Meskipun dia tidak mengerti mengapa tiba-tiba Cian bin mo-ong memanggilnya Cici, tetapi dia dapat merasakan bahwa suara itu sama sekali tidak asing di telinganya. Suara itu seperti amat dekat dengan dirinya.
"Aku tentunya Cian bin mo-ong!"
Baru berkata sampai di sini, kembali mulutnya membuka dan lagi-lagi dia memuntahkan segumpal darah segar.
Bercak darah yang berwarna merah segar seakan mewakili sesuatu yang tidak kelihatan.
Begitu mata Liang Fu Yong memandang, tanpa terasa tubuhnya juga menggigil.
Bulu kuduknya meremang seketika.
Setelah berusaha memberanikan dirinya selama beberapa saat, dia memperdengarkan suara tawa yang dingin.
"Siapa yang tidak tahu kalau kau adalah Cian bin mo-ong? Yang kutanyakan adalah wujudmu yang asli!"
Tampangnya dingin dan mengandung hawa pembunuhan yang tebal.
Kata-katanya bahkan terdengar sangat sinis.
Sepasang mata Tan Ki membalik.
Dia tahu isi perutnya sudah terluka parah sekali.
Tetapi dia m menggertakkan giginya erat-erat dan menahan rasa sakit yang menggigit.
"Aku aku ada lah a dik muTan Ki"
Dia memaksakan dirinya mengucapkan beberapa patah kata itu.
Ucapan yang terakhir tercetus dari bibirnya, orangnya pun langsung jatuh tidak sadarkan diri.
Keempat anggota tubuhnya terasa dingin dan nafasnya lambat laun menjadi lemah! Sekali lagi Liang Fu Yong tertegun mendengar kata-katanya.
Orang yang ada dihadapannya berusia sekitar empat lima puluh tahunan.
Mana mungkin adiknya Tan Ki? Hal ini benar-benar sulit diterima oleh akal sehat.
Tetapi, suaranya memang suara adik Tan Ki! Dua macam pikiran yang saling bertentangan melintas di benak perempuan itu.
Dia malah menjadi kalang kabut dan untuk sesaat tidak tahu apa yang harus dilakukannya.
Matanya menatap ke arah Tan Ki dengan wajah termangu-mangu.
Bahkan dia sampai lupa mengenakan pakaiannya.
Tiba-tiba dia mencengkeram lengan Tan Ki dan menyingkapkan lengan bajunya.
Ternyata tidak salah, di bawah sikutnya terdapat sebuah andeng-andeng berwarna hitam.
Ketika dia bermaksud memperkosa Tan Ki tadi, dia sempat melihat andeng-andeng tersebut.
Sekarang bukti sudah ada, saking terkejutnya dia menjadi terpana seketika.
Betul, orang yang ada dihadapannya memang Tan Ki, adiknya.
Ternyata dialah yang merupakan wujud asli dari Cian bin mo-ong.
Tetapi rasa takut di dalam hatinya malah lebih dalam daripada rasa terkejutnya barusan.
Perlu diketahui bahwa Tian Ti Mo-bu (Ta-rian Iblis Tubuh Surga) merupakan semacam ilmu sesat yang sudah ratusan tahun menghilang.
Ilmu ini dapat membetot pikiran sampai kita kehilangan kesadaran.
Siapa nyana Tan Ki menggunakan tenaga dalamnya untuk menolak daya tarik yang timbul dari tarian iblis tersebut.
Dia menggunakan tenaga dalamnya untuk menolak daya tarik yang timbul dari tarian iblis tersebut.
Dia menggunakan cara keras lawan keras.
Hal ini membuat hawa murni di dalam tubuhnya berbalik arah dan menghantam isi perutnya sendiri sehingga terluka parah.
Meskipun Liang Fu Yong menguasai ilmu Tian Ti Mo-bu ini, tetapi terhadap luka yang diakibatkannya, dia tidak mempunyai kesanggupan untuk mengobati.
Pikirannya tergerak, hatinya semakin panik.
Air mata menetes dengan deras namun mulutnya mengeluarkan suara tawa yang pilu.
"Adik, aku telah mencelakaimu..,"
Suaranya lirih, di dalamnya terkandung penyesalan yang tidak terkirakan.
Sayangnya Tan Ki sudah tidak dapat mendengarnya lagi.
Angin malam bertiup sepoi-sepoi.
Dia merasa udara semakin dingin.
Dan dalam waktu yang bersamaan dia baru menyadari bahwa dirinya belum mengenakan pakaiannya kembali.
Dengan lembut dia mengusap wajah Tan Ki.
Hatinya seakan hancur berkepingkeping, pilunya tidak terkatakan.
Dua bulir air mata bagai pancuran terus mengalir membasahi kedua pipinya.
Sampai lama sekali dia berdiam diri, akhirnya dia menarik nafas panjang dan melangkah ke tempat di mana bajunya berserakan.
Cahaya rembulan bagai air yang beriak menyoroti tubuh yang mulus dan indah serta melenggok dengan gemulai Ini merupakan pemandangan yang dapat membuat manusia terlena! Tiba-tiba sebuah suara tawa yang panjang, berkumandang memecahkan keheningan.
Suara tawa yang keras dan menggetarkan hati.
Bayangan manusia berkelebat, seorang laki-laki setengah baya yang mengenakan pakaian berwarna hijau tahu-tahu telah berdiri di depan mata.
Gerakan orang ini demikian cepat sehingga sulit ditangkap oleh penglihatan.
Apalagi kehadirannya tidak menimbulkan suara sama sekali.
Ketika Liang Fu Yong melihat bayangan berkelebat, tanpa terasa hatinya menjadi tercekat, kakinya sampai mundur tiga langkah! Begitu matanya memandang, manusia berpakaian hijau itu seakan melihat sesuatu yang ada di luar dugaannya.
Dia menatap Liang Fu Yong lekat-lekat.
Sinar, matanya menyiratkan keheranan, penasaran, gembira dan sesuatu yang kurang, beres.
Tanpa sadar, dia menundukkan kepala dan melihat keadaannya sendiri.
Tiba-tiba dia menjerit kaget.
Sepasang lengannya segera bergerak untuk menutupi dua bagian terpenting di tubuhnya.
Sepasang pahanya merapat dan meringkukkan badannya.
Dulu, dia memandang kaum laki-laki bagai harta benda, sering dia menggunakan keindahan tubuhnya untuk merayu mereka dan menukar kegembiraan dengan mereka.
Tetapi saat ini, dia juga bisa merasa malu? Apakah ini termasuk keahliannya, yakni berpura-pura? Tidak.
Dalam hatinya telah terukir bayangan Tan Ki.
Suaranya, nasihatnya, setiap saat melintas di dalam benaknya.
Membuat hatinya mempunyai keinginan untuk, merubah wataknya.
Malam ini, dia menghindari Tan Ki dan mencari pelajar itu untuk bertukar kesenangan.
Semua ini merupakan spontanitas di mana untuk sesaat dia tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri.
Sekarang di depan matanya tiba-tiba muncul manusia berpakaian hijau ini, se dangkan dirinya dalam keadaan telanjang bulat tanpa sehelai benangpun.
Bagaimana hatinya tidak menjadi tegang dan malu setengah mati.
Justru ketika dia meringkukkan badannya, selembar wajahnya sudah berubah merah padam.
Ya panik, ya malu, ingin rasanya dia menyelusupkah dirinya ke dalam sebuah liang di tanah agar tidak kelihatan lagi.
Manusia berjubah hijau itu menatap Liang Fu Yong sekian lama, akhirnya dia seperti telah memuaskan pandangan matanya, bibirnya tersenyum.
"Kouwnio, apakah kau yang dipanggil Siau Yau Siau-li?"
Hati Liang Fu Yong tercekat.
"Tolong lemparkan pakaian yang ada di bawah kakimu,"
Katanya gugup. Manusia berpakaian hijau itu semakin acuh tak acuh.
"Malam demikian dingin dan berkabut pula. KouWnio tidak takut masuk angin? Dengan bertelanjang bulat seperti ini, sebetulnya"
Bibirnya tersenyum simpul.
Dia menggelengkan kepalanya dan menghentikan kata-katanya.
Tetapi tubuhnya tidak bergeming, tampaknya dia memang tidak ingin Liang Fu Yong mengenakan pakaiannya.
Saat itu Liang Fu Yong hanya merasa takut dan malu.
Wajahnya yang cantik menyiratkan kegelisahan.
Begitu paniknya sampai dia ingin meraung keras-keras.
Akhirnya terpaksa dia berkata dengan suara memohon "Pek Pek yang baik, berbuatlah sedikit kebaikan, lemparkanlah pakaian itu untukku."
Manusia berpakaian hijau itu melirik sekilas ke atas tanah. Kaki kirinya ternyata menginjak di atas pakaian dalam yang berwarna merah. Tiba-tiba hatinya tergerak. Terdengar suara tawanya yang licik.
"Kau ambillah sendiri!"
Melihat tampangnya yang cengar-cengir, Liang Fu Yong langsung sadar bahwa orang itu mengandung maksud yang tidak baik.
Hatinya menjadi bimbang dan tidak berani maju ke depan.
Tetapi kalau begini terus, tidak lama lagi fajar akan menyingsing dan pasti ada orang yang berlalu lalang di sekitar tempat itu.
Hai ini juga bukan jalan yang baik.
Setelah berpikir ke sana ke mari, dia malah menatap orang itu dengan termangu-mangu.
BAGIAN X Terlihat manusia berpakaian hijau itu mengembangkan tertawa lebar.
"Ke marilah!"
Wajah Liang Fu Yong semakin merah.
"Tetapi kau tidak boleh sembarangan!"
"Tentang ini, kita lihat saja nanti."
Dari kata-katanya sudah jelas bahwa dia memang mengandung maksud yang tidak baik. Setelah berhenti sejenak, sinar mata manusia berpakaian hijau itu beralih kepada Tan Ki.
"Tampaknya orang ini mempunyai hubungan dengan dirimu. Lukanya parah sekali, mungkin kau sendiri tidak sanggup mengobatinya."
Selesai berkata, dia kembali tertawa terkekeh-kekeh.
Tampangnya seakan menyimpan sebuah rencana yang licik.
Liang Fu Yong menundukkan kepalanya merenung.
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia sedang memikirkan ucapan lawannya barusan.
Tiba-tiba dia melihat manusia berpakaian hijau itu seperti menginginkan sesuatu dan saat itu sedang melangkahkan kaki mendekat ke arahnya.
Hatinya terkesiap, kakinya menutul di atas tanah dan mendadak mencelat mundur sejauh tiga depa.
Tubuhnya sedang telanjang bulat dan gerakannya otomatis cepat sekali, tetapi dia tetap tidak berani menegakkan badannya dan dia mundur dalam keadaan agak meringkuk.
Tiba-tiba wajah manusia berpakaian hijau menjadi kelam.
"Apakah kau sengaja ingin membangkang terhadapku?"
Nada suaranya mengandung kemarahan.
"Sejak hari ini Siau Yau Sian-li tidak seperti dulu lagi"
Manusia berpakaian hijau itu tertawa dingin.
"Kalau begitu aku ingin menjajal-jajal, biar kubunuh dulu orang ini."
Kata-katanya yang terakhir terucap, terdengar hembusan angin dari telapak tangannya yang bergerak dengan keji ke arah ubun-ubun kepala Tan Ki.
Gerakannya cepat sekali.
Jurus serangan yang dilancarkan ini sama sekali di luar dugaan Liang Fu Yong.
Begitu matanya memandang, hatinya langsung tercekat.
Dia tidak memperdulikan lagi keadaan tubuhnya yang telanjang bulat atau perasaan malunya.
Dengan panik tubuhnya melesat ke atas dan mulutnya mengeluarkan suara teriakan "Kau berani?"
Pergelangan tangannya memutar, dengan sengit dia melancarkan sebuah pukulan ke arah manusia berpakaian hijau.
Segulung angin yang kencang terpancar dari telapak tangannya yang menghantam ke depan.
Tiba-tiba dia melihat manusia berpakaian hijau itu membalikkan tubuh sedikit dan dia juga melancarkan sebuah serangan balasan.
Hati Liang Fu Yong terperanjat sekali.
Dia segera merasakan sesuatu yang tidak beres.
Kejadiannya cepat sekali.
Baru saja dia merasa bahwa tenaga dalamnya kalah jauh dibandingkan dengan orang itu dan bermaksud menghindar.
Tetapi sudah terlambat.
Terdengar suara dengusan yang berat, tubuh Liang Fu Yong yang mungil berturut-turut mundur sejauh tujuh delapan langkah.
Tubuhnya sempoyongan, hampir saja dia terjungkal ke atas tanah.
Matanya terasa berkunang-kunang, mulutnya membuka dan dia langsung memuntahkan segumpal darah segar.
Tetapi, meskipun dia mengalami kerugian yang cukup parah, paling tidak, nyawa Tan Ki sudah tertolong.
Di bawah cahaya rembulan, terlihat tampangnya yang sungguh mengenaskan dan menderita sekali.
Dia sudah tahu apa yang diinginkan oleh manusia berpakaian hijau tetapi, tenaga dalamnya hebat sekali, jauh lebih tinggi dari padanya puluhan kali lipat.
Kalau dia memaksakan diri untuk melawan, mungkin hanya ada satu jalan kematian yang akan diperolehnya.
Berpikir sampai di situ, diam-diam dia melirik ke arah Tan Ki dan menarik nafas panjang.
Untuk sesaat dia tidak mengucapkan sepatah katapun.
Tiba-tiba, di benaknya terlintas sebuah jalan Tampak Liang Fu Yong tertawa getir.
"Sebetulnya apa yang kau inginkan?"
Tanyanya. Manusia berpakaian hijau itu tertawa terbahak-bahak.
"Kau ikut denganku, hal lainnya kita bicarakan kemudian."
"Baik, boleh saja aku ikut denganmu, tetapi ada syaratnya."
"Syarat? Coba kau katakan, kalau aku tidak rugi apa-apa, tentu saja aku akan mengabulkannya."
Sekali lagi Liang Fu Yong tertawa getir.
"Pertama-tama kau harus menolong adikku, Tan Ki. Aku akan ikut denganmu. Sekarang aku sudah tahu, kau adalah Cianpwe yang muncul di atas genting Cui Sian Lau beberapa hari yang lalu, kau juga membawa pergi Ciu Cang Po. Luka yang tidak seberapa parah ini, bagimu tentu bukan hal yang serius"
Ketika mengucapkan kata-kata ini, dia menekan dalam-dalam keperihan di hatinya.
Diberanikannya dirinya untuk mengeluarkan isi hati.
Tujuannya adalah mengobarkan diri demi Tan Ki.
Dia ingin menyelamatkan nyawa anak muda itu.
Dengan demikian dia dapat menebus kesalahan yang telah dilakukannya.
Berbicara sampai di situ, dia tidak dapat lagi menahan keperihan hatinya.
Dua bulir air mata menetes membasahi pipinya, semakin lama semakin deras bagai air hujan yang tercurah dari atas langit.
Manusia berpakaian hijau itu tertawa terbahak-bahak.
"Hal ini mudah sekali."
Katanya.
Dia menyingsingkan lengan bajunya, tidak terlihat bagaimana dia bergerak.
Tahu-tahu dia telah menepuk tiga puluh enam urat darah di tubuh Tan Ki.
Mungkin cara penyembuhan seperti ini sangat efektif, tetapi menguras tenaga.
Begitu dia selesai menepuk, saking letihnya, seluruh tubuh orang itu sudah basah kuyup oleh keringat, nafasnya tersengal-sengal.
Namun terdengar keluhan dari bibir Tan Ki.
Kepalanya menggeleng dengan perlahan beberapa kali.
Tetapi orangnya sendiri belum sadar.
Dengan demikian, tugasnya seperti sudah selesai, dia pun menghela nafas lega dan tertawa lebar.
"Tugasku sudah selesai."
Katanya. Air mata Liang Fu Yong masih mengalir dengan deras. Dia menggumam seorang diri "Adik, aku terpaksa mengingkari nasehat yang kau berikan. Maafkan aku maafkan aku"
Sebetulnya di dalam hati perempuan ini terselip banyak perkataan yang ingin diucapkannya, tetapi pada saat ini, entah mengapa dia tidak sanggup mengatakannya.
Air matanya semakin deras mengalir seakan mewakili ucapan yang tersimpan dalam kalbu.
Juga hati yang mengandung perasaan kasih Sayangnya Tan Ki tidak bisa mendengarkan ucapannya, dia masih terkulai di atas tanah dalam keadaan tidak sadarkan diri.
Tiba-tiba angin malam berhembus, dua sosok bayangan melesat, satu di depan dan satunya lagi di belakang.
Mereka sudah pergi, di tempat itu hanya tertinggal seorang pemuda yang terluka Angin masih bertiup sepoi-sepoi, kurang lebih setengah kentungan kemudian, dia masih tidak sadarkan diri.
Kalau ditilik dari keadaannya, apabila tidak ada orang yang berteriak memanggilnya, dia tidak mungkin sadar sendiri.
Saat ini, di batas langit telah muncul secercah sinar, fajar telah menyingsing.
Seluruh permukaan bumipun menjadi terang.
Kegelapan malam seakan terusir pergi Tiba-tiba terdengar suara ringkikan kuda yang memacu dengan cepat.
Seiring dengan angin yang berhembus, tampaklah tiga ekor kuda berlari ke tempat tersebut.
Di bagian paling depan adalah seorang gadis yang matanya tajam, dia langsung menghentikan kudanya.
"Siapa orang itu?"
Tanyanya seperti kepada dirinya sendiri.
Sepasang kakinya segera menghentak perut kudanya.
Tubuhnya mencelat meninggalkan pelana kuda, gerakannya bagai seekor burung walet yang melayang di angkasa, indah menawan.
Terlihat gadis itu mempunyai sepasang mata yang indah, alisnya bagus, hidungnya mancung menantang, seakan seluruh syair indah di dunia ini dapat melukiskan kecantikannya.
Begitu mempesona sehingga setiap orang yang bertemu dengannya tidak dapat menahan diri untuk menoleh sekali lagi.
Di belakangnya mengikuti dua orang.
Yang satu pendek gemuk dan tinggi tubuhnya tidak mencapai tiga ciok.
Dengan duduk di atas pelana, dari jauh ia terlihat seperti sebuah bola besar.
Tampangnya pun lucu sekali.
Sedangkan orang yang satunya lagi berpakaian seperti seorang pelajar.
Pakaiannya rapi dan tangannya memegang sebuah kipas di atas kepala seperti melindungi wajahnya dari sinar matahari.
Kedua orang itu ternyata tidak lain tidak bukan dari Ciong San Suang-siu, yakni Cu Mei dan Yi Siu.
Dan gadis yang paling depan merupakan gadis yang dirindukan oleh Tan Ki selama ini, yaitu putri tunggal Bu Ti Sin Kiam Liu Seng, Mei Ling adanya.
Ketika dia menghambur ke arah Tan Ki, yang tertangkap oleh penglihatannya adalah seorang laki-laki setengah baya dan sama sekali tidak menduga bahwa dia adalah samaran dari Cian bin mo-ong yang namanya telah menggemparkan dunia Kangouw.
Karena riasan wajah Tan Ki masih belum luntur, dia juga belum tahu bahwa laki-laki setengah baya ini merupakan pemuda tampan yang sempat dirawatnya beberapa hari yang lalu.
Tampak matanya yang indah mengejap-kejap dan melirik Tan Ki beberapa kali.
"Rupanya orang ini dalam keadaan tidak sadarkan diri."
Katanya. Sepasang alis si pendek gemuk Cu Mei bertaut dengan erat.
"Lebih baik kita selesaikan urusan kita sendiri, untuk apa mengurusi hal yang bukanbukan?"
Sepasang alis Mei Ling langsung terjungkit ke atas.
"Aih, apakah Cu Siok Siok tidak sudi menolong orang yang sedang dalam kesulitan?"
Cu Mei menarik nafas panjang.
"Demi menghadapi Cian bin mo-ong, kita telah berusaha sekuat kemampuan untuk mengumpulkan para sahabat di dunia Kang-ouw. Tidak ada seorangpun yang memiliki kepandaian cukup yang tidak datang ke Lok Yang. Kita tinggal menunggu perintah untuk bertindak. Sekarang, balikan kelima partai besar juga telah diundang, aku justru merasa tidak tenang. Biar bagaimanapun Cian bin mo-ong mempunyai ilmu silat yang tinggi sekali, jarang menemukan tandingan. Untuk apa kita membesar-besarkan persoalan yang sepele yang mungkin akan mengacaukan hubungan baik antara golongan hitam dan putih. Kali ini, tujuan kita adalah Ming San, kita diperintahkan untuk mencari seorang tokoh Go Bi Pai. Entah kita berhasil atau tidak. Kalau kita menolong orang ini terlebih dahulu, tentu banyak waktu yang akan terbuang, aku khawatir Cianpwe itu keburu pergi pesiar ke tempat lain."
Wajah Mei Ling menjadi kelam.
"Aku tidak mengatakan bahwa kita harus menolong orang ini untuk menyembuhkan lukanya, tapi paling tidak kita bisa antarkan orang ini ke sebuah penginapan. Jangan sampai dia terbaring di sini diterpa angin dan disinari terik mentari. Dengan demikian, bukankah lukanya akan bertambah parah? Lagipula, kita sudah menempuh perjalanan yang demikian jauh. Sehari semalam kita tidak berhenti sama sekali. Setidaknya kita juga perlu mencari tempat untuk beristirahat."
Katanya dengan nada kurang senang. Yi Siu merasa kata-katanya memang mengandung kebenaran, maka diapun tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
"Baiklah, nonaku yang manis. Terserah bagaimana kehendakmu saja."
Sahutnya.
Mei Ling segera tertawa senang.
Dia membungkukkan tubuhnya dengan maksud hendak membopong Tan Ki, tetapi tiba-tiba dia merasa kurang pantas, bagaimanapun dia adalah seorang gadis yang suci, mana boleh sembarangan membopong tubuh seorang laki-laki yang tidak dikenal.
Wajahnya jadi merah padam seketika.
Cepat dia mendongakkan kepalanya dan berseru "Yi Siok Siok, tolong kau angkat orang ini.
Aku akan berjalan duluan untuk mencari tempat peristirahatan."
Baru saja ucapannya selesai, dia tidak menunggu jawaban dari Yi Siu, tubuhnya melesat ke atas kuda kemudian menghentakkan kendalinya dan menerjang ke depan dengan kecepatan tinggi. Melihat hal itu, Yi Siu menggelengkan kepalanya beberapa kali.
"
Anak ini juga benar-benar, meskipun jiwa kependekarannya sangat kuat, tetapi berbuat apa-apa selalu tanpa berpikir panjang lagi. Lagipula peradatannya terlalu kukuh, tidak sudi menyentuh tubuh seorang laki-laki sedikitpun."
Sambil berkata, dia langsung melonjak turun dari kudanya, digendongnya tubuh Tan Ki, kemudian ia mencelat kembali ke atas pelananya.
Terdengar suara ringkikan kuda memecah keheningan.
Debu jalanan beterbangan di udara.
Dua ekor kuda langsung melesat seperti anak panah dan menghambur ke arah yang sama dengan Mei Ling tadi.
Tidak berapa lama kemudian, tampak Mei Ling berdiri di depan sebuah penginapan.
Dia segera menggapaikan tangannya seakan takut kedua orang itu tidak melihat dirinya.
Ternyata penginapan yang dipilihnya merupakan penginapan yang sama di mana Tan Ki dan Liang Fu Yong bermalam.
Entah berapa lama sudah berlalu, akhirnya Tan Ki siuman dari pingsannya.
Begitu mata memandang, di depan matanya terlihat berdiri seorang gadis yang cantik jelita dan berpenampilan anggun.
Gadis itu tentu saja Mei Ling, putri tunggal Bu Ti Sin Kiam Liu Seng.
Tanpa terasa mulutnya mengeluarkan seruan terkejut dan dia langsung melonjak dari tempat tidurnya.
"Rupanya engkau!"
Katanya spontan.
Sejak bertemu dengan gadis ini beberapa hari yang lalu ketika dirinya terluka, dalam hati Tan Ki terus merindukannya siang dan malam.
Kekolotannya justru menunjukkan bahwa dia seorang gadis yang tidak sembarangan.
Kecantikannya bagaikan mewakili semua bunga-bunga yang indah yang terdapat di dunia ini.
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tan Ki sendiri belum lama berkecimpung di dunia Kangouw.
Malah dia menggunakan nama Cian bin mo-ong yang menggetarkan hati setiap tokoh di rimba persilatan.
Selama ini dia belum pernah tertarik kepada gadis manapun.
Entah mengapa, hanya bayangan Mei Ling seorang yang terus menggelayuti pikirannya.
Saat ini, gadis pujaannya tahu-tahu ada di depan mata, bagaimana hatinya tidak jadi terkejut serta gembira? Tampak Mei Ling tersenyum simpul.
Dia merasa heran terhadap sikap Tan Ki.
"Aih, kau juga mengenal aku?"
"Di tengah kota Lok Yang pernah melihat Kouwnio beberapa kali, oleh karena itu Cayhe jadi tahu siapa Kouwnio ini."
Matanya beredar, dia melihat tangan Mei Ling memegang sebuah mangkok berisi ramuan obat..
Tanpa sadar dia menarik nafas panjang.
Ini adalah untuk ketiga kalinya aku ditolong oleh Liu Kouwnio keluhnya dalam hati.
Dalam keadaan tidak sadar, dia tidak tahu mula-mula Liang Fu Yong yang menolong jiwanya dengan mengorbankan diri rela diajak oleh manusia berpakaian hijau.
Dia mengira Mei Ling juga yang menolongnya kali ini.
Tetapi dia takut gadis itu akan mengetahui wajah aslinya, maka cepat-cepat dia memalingkan ke arah lain.
Diam-diam dia melirik ke arah gadis itu.
Dia melihat sepasang mata Mei Ling yang indah sedang menatap lekat-lekat sambil tersenyum simpul.
Seakan ada sesuatu yang diingatnya.
Hatinya menjadi khawatir.
Tanpa dapat menahan diri lagi dia bertanya "Apa yang Kouwnio pikirkan?"
Mei Ling tersemyum lembut.
"Aku merasa seakan pernah melihat sinar matamu itu, tetapi untuk sesaat aku tidak dapat mengingatnya kembali."
"Apakah kau merasa tidak asing?"
"Tidak salah, sinar matamu ini persis dengan sinar mata seseorang yang ingin aku temui, tapi usianya jauh lebih muda daripadamu."
Hati Tan Ki berbunga-bunga. Belum apa-apa dia sudah kesenangan setengah mati.
"Apakah orang yang Kouwnio maksudkan itu bernama Tan Ki?"
Mendengar pertanyaannya, sepasang mata Mei Ling langsung berbinar-binar menunjukkan kegembiraan hatinya.
"Apakah kau kenal dengannya?"
Tiba-tiba kata-katanya terhenti. Dia menarik nafas panjang satu kali baru melanjutkan kembali.
"Aih, sebetulnya biar kau mengenal dia juga tidak ada gunanya. Urusan ini bukan hanya dia seorang yang dapat menyelesaikannya."
Kalau ditilik dari nada suaranya, tampaknya hati gadis ini sedang dilanda kegundahan yang dalam, yang mana ada persoalan yang tidak dapat dipecahkannya.
"Entah apa maksud Kouwnio mencarinya? Meskipun Cayhe tidak mempunyai kepandaian apa-apa, tetapi Cahye rela membagi suka duka dengan Kouwnio.
Hal ini tentu saja untuk membalas budi pertolongan Kouwnio."
Kata Tan Ki. Mei Ling menarik nafas panjang sekali lagi.
"Karena urusan dia dan Kiau Hun Moay Moay, akhirnya timbul persengketaan antara guruku dengan si pengemis sakti Cian Cong Locianpwe. Kemudian mereka menentukan waktu untuk bertanding sekali lagi. Kemudian, karena ilmu silat guruku terpaut segaris dengan Cian Locianpwe, akhirnya beliau terkena serangan Hui Siu Jut Lim milik tokoh tua tersebut"
Terdengar seruan terkejut dari mulut Tan Ki, cepat-cepat dia menukas.
"Peristiwa ini aku sudah tahu. Kemudian gurumu ditolong oleh seorang manusia berpakaian hijau dan menjanjikan bahwa dalam waktu tiga bulan, dia akan mengajarkan ilmu yang sama kepada Ciu Gang Po dan membayar hutang Cian Locianpwe."
"Aku justru dipusingkan oleh masalah ini. Setelah itu, Cian Locianpwe mencari info ke sana ke mari, akhirnya dia berhasil mengetahui bahwa manusia berpakaian hijau itu adalah tokoh yang disebut iblis nomor satu di dunia Bulim sepuluh tahun yang lalu. Julukannya Sam Jiu San Tian-sin (Dewa Kilat Bertangan Tiga) nama aslinya Oey Kang, Usia orang ini belum terlalu tua, tetapi ilmu silatnya sudah mencapai taraf tertinggi, bahkan Cian Locianpwe dan tokoh lain yang seangkatan dengannya, mengaku sendiri bahwa mereka masih bukan tandingan orang tersebut. Apalagi dia bisa mengeluarkan tiga macam senjata rahasia sekali kibas. Maka kehebatannya dapat dibayangkan. Selama ratusan tahun, belum pernah ada tokoh lain yang sanggup melakukan hal yang sama"
"Sekali kibas tiga macam senjata rahasia?"
Tanpa sadar Tan Ki mengulangi sekali lagi ucapannya. Ayahnya mati di bawah serangan berbagai senjata rahasia. Tentu saja dia menaruh perhatian besar terhadap orang yang dapat menggunakan senjata rahasia dengan baik. Diam-diam hatinya jadi tergerak.
"Apa hubungannya masalah ini dengan Tan Ki?"
Wajah Mei Ling bagai diselimuti awan gelap.
"Asal dia muncul dan meminta maaf kepada guruku, tentu urusan ini akan lebih mudah dibicarakan. Bayangkan saja, Suhuku merupakan orang yang tinggi hati. Kalau pamornya dapat dikembalikan seperti semula, mungkin perselisihan antara dirinya dengari Cian Locianpwe juga dapat didamaikan. Kalau tidak, dengan mengikuti seorang iblis yang sudah terkenal di dunia persilatan, kemungkinan dia akan terjerumus ke jalan yang sesat."
Selesai berkata, dia menarik nafas lagi dalam-dalam. Sepasang alis Tan Ki bertaut erat.
"Menurut apa yang kuketahui, orang yang Kouwnio cari itu juga memiliki watak yang keras. Kalau mengharapkan dia minta maaf begitu saja, rasanya tidak mungkin dia bersedia."
"Kalau begitu aku akan memohon kepadanya. Aku tahu, pada dasarnya hati orang ini sangat baik, dia tidak akan membuat aku kecewa."
Kata Mei Ling panik. Hati Tan Ki tergetar mendengar ucapannya "Mengapa kau bisa tahu kalau dia adalah orang baik-baik? Dan di mana letak kebaikannya?"
Sepasang mata Mei Ling yang indah mengejap-kejap. Dia berbicara dengan nada polos.
"Aku dapat melihat dari sinar matanya, lagipula sikapnya terhadapku"
Tiba-tiba dia merasa ucapannya jadi ngelantur.
Wajahnya berubah merah padam dan ia tidak melanjutkan kata-katanya kembali.
Tampangnya menyiratkan rasa jengah yang tidak terkirakan.
Melihat tampangnya yang demikian rupa, hati Tan Ki semakin tertarik.
Tanpa dapat mempertahankan diri lagi, dia menarik nafas panjang.
"Kentungan ketiga malam ini, harap kau tunggu di sekitar kota sebelah Barat. Di sana ada sebuah jembatan kecil. Kouwnio pasti akan bertemu dengan orang yang dicari. Saat itu, permintaan apapun yang kau ajukan, dia pasti akan mengabulkannya"
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang riuh. Bayangan manusia berkelebat. Yi Siu masuk dengan langkah tergesa-gesa. Bibirnya tersenyum.
"Apakah orang itu sudah sembuh?"
Tanyanya cepat. Tan Ki tetap berbaring di atas tempat tidur. Dia menjurakan sepasang kepalan tangannya.
"Terima kasih atas bantuan Saudara. Cay-he akan mengenangnya dalam hati."
Katanya. Yi Siu tertawa lebar.
"Kita sama-sama orang dari dunia Bulim. Memang sudah seharusnya saling tolong menolong. Semua ini toh merupakan hal yang wajar, buat apa sungkan-sungkan?"
Dia segera menoleh kepada Mei Ling dan melanjutkari perkataannya.
"Kouwnio, kita sudah boleh pulang sekarang."
Mei Ling jadi tertegun mendengar kata-katanya.
"Kenapa? Apakah kita tidak jadi menemui Yuan Kong Taisu?"
Sekali lagi Yi Siu tersenyum simpul.
"Ini yang di namakan, gunung jauh-jauh hendak didatangi, tidak tahunya sudah ada di depan mata. Kita malah jadi hemat tenaga. Kita hendak mencari tokoh sakti tersebut, orangnya justru sudah sampai di sini mencari kita. Sekarang sedang berbincang-bincang dengan Cu Siok Siokmu."
Mendengar percakapan kedua orang itu, hati Tan Ki langsung terkesiap.
Dari kitab hasil curiannya di kuburan para ketua Ti Ciang Pang, di dalamnya ada keterangan tentang Yuan Kong Taisu yang dinyatakan sebagai seorang pendekar pembela kebenaran dan ilmunya sudah mencapai taraf yang tertinggi.
Sedangkan dalam hal angkatan-angkatan tua, bahkan dua tokoh sakti di dunia Kangouw saat ini, yakni Cian Cong dan Tian Bu Cu masih lebih rendah dari orangtua ini setengah angkatan.
Selain terkejut, hatinya juga merasa bangga.
Ternyata namanya sendiri bisa begitu terkenal sehingga membuat para tokoh dari dua golongan, baik hitam maupun putih menjadi cemas bukan kepalang.
Sementara itu, tampak Mei Ling tertawa lebar.
"Aku ingin menemuinya."
Dia langsung melangkahkan kakinya keluar dari kamar itu. Melihat kelincahannya, Yi Siu tersenyum simpul.
"Keponakanku ini sungguh nakal, tidak pernah memperdulikan adat istiadat, sungguh menjadi bahan tertawaan Saudara saja."
"Mana bisa orangnya anggun dan lincah, maka tampaknya seperti nakal, padahal itu hanya kepolosan jiwanya dan sikapnya yang masih kekanak-kanakan. Malah membuat orang senang melihatnya. Cahye malah sudah menerima budi pertolongannya satu kali, entah bagaimana harus membalasnya."
Karena hatinya sendiri sudah tertarik kepada Mei Ling, kata-katanya jadi memuji gadis itu terus.
Tanpa sadar, sering dia mengutarakan isi hati yang sebenarnya.
Untung saja Yi Siu menganggap ucapannya sebagai ungkapan yang wajar.
Dia segera merangkapkan sepasang tangannya dan menjura kepada Tan Ki.
"Lebih baik kita juga ke sana dan berbincang-bincang dengan mereka."
Katanya.
"Baik, Cayhe juga ingin sekali bertemu dengan Yuan Kong Taisu yang terkenal itu."
Kedua orang itu lalu keluar berendengan dan masuk ke kamar sebelah.
Begitu mata memandang, di dalam kamar itu telah dipenuhi oleh sejumlah orang.
Baik Tan Ki maupun Yi Siu jadi tertegun.
Sekilas perasaan gentar segera merasuk hati Tan Ki.
Tanpa sadar, tubuhnya bergetar.
"Mungkinkah mereka telah mengetahui rahasiaku dan sengaja mengatur perangkap ini untuk menjebakku?"
Dengan membawa pikiran demikian, perasaannya semakin tegang.
Dia berdiri di depan pintu dengan hati bimbang.
Rupanya di dalam kamar tersebut, kecuali seorang Hwesio tua yang rambutnya sudah putih semua dan berpakaian abu-abu, di sana masih terdapat Bu Ti Sin Kiam Liu Seng, si pendek gemuk Cu Mei, Tian Tai Tiau-siu, Kok Hua Hong dan tujuh delapan orang laki-laki bertampang gagah.
Mereka semuanya pernah dilihat oleh Tan Ki di rumah Liu Seng di kota Lok Yang.
Hanya si pengemis sakti Cian Cong yang tidak menyukai keramaian maka tidak kelihatan.
Perlahan-lahan dia mengalihkan pandangannya, tampaknya Yi Siu juga tidak menyangka akan kehadiran Liu Seng dan yang lainnya.
Melihat kemunculan orang-orang itu, hampir saja dia tertawa terbahak-bahak kalau bukan karena hadirnya Yuan Kong Taisu yang dihormati semua orang.
Tampak Liu Seng berdiri sambil tersenyum-senyum.
"Harap saudara berdua duduk di dalam."
Sapanya.
Dia mengira Tan Ki adalah teman Yi Siu.
Maka ketika mempersilahkan dia menyebutkan kedua-duanya.
Pada saat itu Tan Ki masih merenung.
Melihat Yi Siu menjura kepada para hadirin, terpaksa dia memberanikan diri dan ikut melangkah ke dalam.
Riasan wajahnya masih belum luntur, tampangnya yang kaku sekaan tidak menunjukkan perasaan apapun.
Yuan Kong Taisu adalah seorang angkatan tua Siau Lim Pai yang sudah lama mengasingkan diri.
Matanya sangat awas.
Ketika Tan Ki baru melangkah sampai di depan pintu, mulutnya langsung mengeluarkan suara Ehem yang lirih.
Rasa curiganya sudah tergugah.
Begitu Tan Ki masuk ke dalam, dia malah memperhatikan dengan pandangan yang lebih teliti.
Sinar mata Tan Ki bertemu pandang dengan tokoh tua tersebut.
Dia segera merasakan sinar matanya tajam menusuk, seperti ingin menembus pribadinya dalam-dalam.
Diam-diam hatinya terkesiap, cepat-cepat dia memalingkan wajahnya dan pura-pura melihat ke arah yang lain.
Tiba-tiba Yuan Kong Taisu menyerukan nama Buddha.
Suaranya bagai bunyi genta berdentang.
Begitu kerasnya sehingga menggetarkan gendang telinga.
Melihat keadaan itu, wajah orang-orang yang ada dalam ruangan tersebut segera berubah hebat.
Perlahan-lahan Yuan Kong Taisu bangkit dari tempat duduknya.
Tendengar suaranya yang parau dan mengandung kewibaan yang dalam.
"Apa kabar Sicu setelah sekian lama tidak bertemu, tentunya masih mengenali Pinceng bukan?"
Datangnya pertanyaan itu begitu mendadak, Tan Ki yang mendengarnya sampai termangu-mangu.
Dia tidak tahu harus bagaimana, karena dia tidak merasa kenal dengan Hwesio tua tersebut.
Sampai-sampai orang-orang yang ada dalam ruangan itu juga merasa heran.
Puluhan pasang mata segera beralih pada diri Tan Ki.
Suasana menjadi mencekam.
Dari perhatiannya yang teliti tadi, Yuan Kong Taisu sudah mengetahui bahwa kedatangan Tan Ki ke dalam ruangan ini bukan menggunakan wajahnya yang asli.
Tampang dan gerak-geriknya persis dengan musuh bebuyutannya puluhan tahun yang lalu.
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sekarang melihat Tan Ki diam saja serta tidak menyahut sepatah katapun, kecurigaannya semakin dalam.
Sepasang alisnya yang sudah putih segera terjungkit ke atas.
"Apakah Sicu benar-benar sudah lupa dengan Pinceng? Mungkin, jurus serangan Tian Wu Te-am ini akan mengingatkanmu kembali?"
Bentaknya marah.
Deraan pukulan langsung dihantamkan ke depan.
Rangkuman angin yang terpancar dari telapak tangannya menimbulkan suara suitan yang panjang.
Tan Ki merasa segulungan angin yang kencang mendorong ke arahnya.
Nafasnya jadi sesak, hatinya terperanjat dan dengan gugup dia segera melesat keluar dari ruangan tersebut untuk menghindarkan diri dari serangan yang dahsyat itu.
Terdengar suara yang bergemuruh.
Pukulan lewat di sampingnya dan menghantam pintu kamar, pintu kayu itupun hancur berkeping-keping dan berhamburan ke mana-mana.
Sekali lagi Yuan Kong Taisu berdehem.
Serangannya ditarik kembali.
Sinar matanya bagai kilat memperhatikan diri Tan Ki.
"Apa hubunganmu dengan Cian Tok Kui-ong (Raja Setan Seribu Racun)?"
Bentaknya marah. Tan Ki tertegun.
"Aku tidak mengenal segala raja setan maupun dewa-dewa, aku juga tidak mengenalmu. Mengapa baru saja bertemu, tanpa menyatakan dengan jelas, kau langsung melancarkan pukulan?"
Sahutnya kesal. Yuan Kong Taisu tertawa dingin.
"Kalau, kau bukan Cian Tok Kui-ong sendiri, pasti kau juga mempunyai hubungan yang erat dengannya. Kalau tidak, ilmu merias wajah kelas wahid di dunia seperti yang kau kuasai tidak mungkin diwariskannya kepadamu!"
Sejak puluhan tahun yang lalu, Hwesio tua ini sudah mengasingkan diri dan tidak mencampuri urusan duniawi.
Selama ini dia hanya bersemedi melatih ilmu dan membaca ayat-ayat suci.
Sebetulnya hawa emosi dalam dirinya sudah padam.
Tetapi saat ini, kemarahannya demikian meluap-luap.
Hal ini menandakan bahwa kebenciannya terhadap Cian Tok Kui-ong sudah merasuk ke tulang sumsum.
Tan Ki memaksakan diri mengembangkan seulas senyuman.
"Aku tidak tahu siapa itu Cian Tok Kui-ong. Kalau pun aku tahu, karena seranganmu tadi, aku juga tidak akan mengatakannya!"
Dia langsung membalikkan tubuh dan bermaksud meninggalkan tempat itu. Penampilannya keras kepala seperti biasa. Dia memang bukan manusia yang dapat dihadapi dengan kekerasan. Tampak Yuan Kong Taisu mengibaskan lengan bajunya dan berteriak.
"Jangan lari!"
Dia langsung mengerahkan langkah kakinya mengejar.
Dalam waktu yang singkat, tubuhnya sudah melesat keluar dari ruangan tersebut dan hilang dari pandangan.
Beberapa perubahan yang mendadak benar-benar di luar dugaan para hadirin, ketika mereka bermaksud mencegah, ternyata sudah tidak keburu lagi.
Tampak Liu Seng menarik nafas panjang.
Kepalanya menggeleng beberapa kali.
"Karena kemunculan Cian bin mo-ong, Yuan Kong Taisu yang sudah mengasingkan diri berpuluh tahun ikut merasa marah dan berkecimpung lagi di dalam dunia Kangouw. Tidak di sangka orang tadi merupakan sahabat dari Cian Tok Kui-ong atau mungkin muridnya. Kalau sampai karena persoalan tadi Cian Tok Kui-ong jadi muncul kembali, dunia Bulim mungkin akan bertambah lagi satu masalah yang pelik."
Sekali lagi dia menarik nafas panjang.
Wajahnya jadi kelam seketika.
Para hadirin juga tidak mengucapkan sepatah katapun.
Mereka merasa banyak bicara pada saat seperti itu hanya menambah pusing pikiran saja.
Cian Tok Kui-ong sebetulnya seorang iblis yang gemar membunuh dan berhati keji.
Orang ini pernah menggemparkan dunia Kangouw.
Berpuluh-puluh tahun yang lalu.
Dia mempunyai keahlian yang khas.
Yakni merias wajah seperti yang dikuasai oleh Tan Ki.
Kebesaran namanya hampir berimbang dengan Sam Jiu San Tian-sin Oey Kang.
Apa yang dikatakan oleh Liu Seng memang tidak salah.
Seandainya muncul lagi seorang Cian Tok Kui-ong, para sahabat golongan putih di dunia Bulim pasti harus mengeluarkan tenaga sekuatnya untuk menghadapi tiga orang lawan yang tangguh.
Cian bin mo-ong, Sam Jiu San Tian-sin, Cian Tok Kui-ong.
Bencana besar mungkin akan melanda lagi dunia Kangouw.
Tetapi, para hadirin sama sekali tidak mengerti.
Tan Ki sebetulnya memang tidak mengenal Cian Tok Kui-ong.
Dia juga tidak tahu siapa orang itu.
Dia hanya tahu bahwa ilmu merias wajahnya diperoleh dari sebuah kitab yang dihadiahkan oleh Bu Beng Lo Jin (Orangtua tanpa nama).
Siapakah Bu Beng Lo Jin? Tan Ki tidak tahu banyak orangtua itu langsung menghembuskan nafas terakhir setelah menghadiahkan kitab berisi ilmu merias wajah itu kepadanya.
Sementara itu, terdengar Yi Siu mengeluarkan suara batuk yang keras untuk memecah keheningan yang mencekam.
"Ada apa dengan kalian? Hanya karena kemunculan seseorang yang asal-usulnya tidak jelas, kalian jadi kalang kabut tidak karuan. Mari, mari. Kita panggil pelayan agar menyediakan arak yang bagus banyak-banyak. Setelah itu kita minum sampai puas, kalau perlu tujuh hari tujuh malam. Apabila benar ada masalah yang rumit, sampai waktunya pasti ada jalan keluarnya!"
Liu Seng tertawa getir.
"Bicara memang mudah, sekarang saja, para sahabat yang hadir di sini sudah dipusingkan oleh urusan Cian bin mo-ong, memangnya"
Dia berhenti sejenak, wajahnya tiba-tiba berubah menjadi serius.
"Memangnya Yi Heng sudah mempunyai rencana yang bagus untuk menghadapi kenyataan di depan mata?"
Tanyanya kemudian. Yi Siu mendongakkan kepalanya merenung sejenak, kemudian tampak dia menggelengkan kepalanya perlahan-lahan.
"Rencana yang bagus sih belum ada. Tetapi menurut pandangan Hengte, kita sudah mengerahkan tenaga mengumpulkan para sahabat di dunia Bulim. Setidaknya pihak lawan juga merasa agak gentar menghadapi situasi seperti ini, yang penting"
Liu Seng mengibaskan tangannya dua kali mencegah Yi Siu meneruskan kata-katanya.
"Aku tahu, aku tahu. Demi mencegah jatuhnya korban lebih banyak di antara para sahabat kita di dunia Kangouw, kecuali akal tadi, aku mohon tanya kepada Yi Heng, apakah jalan keluar yang lebih baik yang mana tidak akan makan banyak korban?"
Kata-kata ini diucapkan dengan kewibawaan yang dalam.
Pertanyaannya membuat Yi Siu bungkam dan sampai sekian lama tidak sanggup memberikan jawaban.
Memang benar, mereka bisa saja mengumpulkan para tokoh di Bulim untuk menghadapi Cian bin mo-ong maupun Oey Kang.
Tetapi tidak diragukan lagi, pasti banyak korban yang akan jatuh.
Untuk sesaat suasana di dalam ruangan menjadi hening.
Perasaan hati para hadirin semakin tertekan.
Tian Tai Tiau-siu Kok Hua Hong yang dari awal hingga akhir tidak mengucapkan sepatah katapun tiba-tiba angkat suara.
"Ada orang yang datang!"
Baru saja kata-katanya selesai, mendadak terdengar suara langkah kaki, tanpa terasa, para hadirin menolehkan kepalanya seketika.
Tampak pakaian berwarna abu-abu bergerak-gerak.
Seseorang tanpa mengeluarkan suara sedikitpun melesat masuk ke dalam kamar.
Para hadirin masih belum melihat jelas siapa orang yang datang, tetapi hidung mereka sudah mengendus harumnya daging panggang.
Si gadis cantik jelita memperhatikan dengan seksama, sejenak kemudian terdengar dia berseru dengan suara gembira.
"Bagus, Cian Pek Pek sudah datang!"
"Po Siu-cu Cian Cong bisa tiba-tiba muncul, benar-benar di luar dugaan para hadirin. Begitu mata memandang, orang-orang yang hadir di dalam ruangan langsung tertegun. Sampai Liu Seng sendiri juga merasa heran. Cian Cong sama sekali tidak memperdulikan orang-orang di sekitarnya. Dengan tenang dia melangkah masuk ke dalam ruangan dan tidak mengucapkan sepatah katapun. Rupanya mulut orangtua ini sedang menggerogoti sepotong paha ayam. Dia sampai tidak sempat bicara. Cian Cong tampaknya baru saja membeli paha ayam tersebut, dagingnya masih banyak dan harumnya sampai menyebar ke seluruh ruangan. Tapi caranya memakan paha ayam itu sangat berlainan dengan sebelumnya. Biasanya dia menggerogoti dengan rakus dan kadang-kadang air liurnya sampai menetes keluar. Sedangkan sekarang cara makannya sangat sopan dan seakan menikmati dengan tenang. Tiba-tiba, Mei Ling maju beberapa langkah dan muncul di hadapannya.
"Cian Pek Pek, kau pernah mengatakan bahwa apabila bertemu lagi nanti, kau akan mengajarkan sejurus ilmu pukulan kepadaku!"
Wajah Cian Cong agak berubah mendengar ucapannya. Kakinya pun segera mundur dua langkah.
"Jangan ribut, aku ada sesuatu yang akan diberikan kepada ayahmu."
Hati Liu Seng tiba-tiba tergerak.
Dia merasa gerak-gerik Cian Cong hari ini bukan saja agak janggal, malah ucapannya juga tidak beraturan, jauh berbeda dengan sikap dan jiwanya yang welas asih.
Setelah mempunyai pemikiran demikian, tanpa dapat ditahan lagi dia melirik Cian Cong berulang kali.
Padahal, si pengemis sakti yang juga merupakan ketua Kai Pang (Partai Pengemis) yang ada di hadapan mereka sekarang ini, memang merupakan samaran dari Cian bin mo-ong Tan Ki.
Setelah berhasil meloloskan diri dengan susah payah dari kejaran Yuan Kong Taisu, dia segera mencari kesempatan dan merias wajahnya menjadi si pengemis sakti Cian Cong.
Tujuannya adalah membunuh Liu Seng guna membalas dendam bagi ayahnya.
Justru ketika hati Liu Seng mulai bimbang, tiba-tiba terdengar Mei Ling tertawa terkekeh-kekeh.
"Cian Pek Pek, ke mana perginya hiolomu itu?"
Rupanya Tan Ki merias wajahnya dengan tergesa-gesa, dia melupakan beberapa hal yang kecil-kecil.
Meski dalam waktu yang singkat dia berhasil membeli sepotong paha ayam panggang, sepasang sepatu rumput, tetapi dia justru lupa membeli sebuah hiolo untuk mengisi arak.
Sebetulnya barang ini justru merupakan sahabat seumur hidup si pengemis sakti dan belum pernah lepas dari sisinya.
Setelah diteriaki oleh Mei Ling, kepalsuannya hampir saja terbongkar.
Untuk sesaat, perasaan curiga di hati Liu Seng makin dalam.
Tetapi karena Cian Cong adalah seorang tokoh sakti yang namanya sudah terkenal di empat samudera dan lima pegunungan, kalau sampai terjadi kesalahan, pasti akan timbul perselisihan di antara mereka.
Dari kawan malah menjadi lawan.
Oleh karena itu, lama sekali dia tidak berani menyatakan apa-apa.
Tampak wajah Cian Cong berubah hebat.
Kakinya sampai mundur tiga langkah.
Dengan memaksakan sebuah senyuman dia menyahut dengan gugup "Hioloku itu tertinggal di atas pohon tadi, aku sampai lupa mengambilnya kembali."
Lambat laun Liu Seng semakin tertegun.
Kata-katanya ini juga tidak tepat.
Pada hari biasanya, Cian Cong selalu mengatakan.
Barang kesayanganku ini selamanya dia tidak pernah menyebut kata hiolo.
Begitu matanya mengedar, tiba-tiba dia melihat bahwa di pinggang kiri Cian Cong ini juga tidak terselip tongkat bambunya! Padahal tongkat itu merupakan senjata yang dipakai oleh Cian Cong sehari-harinya.
Mengapa dia tidak membawanya? Rasanya tidak mungkin kalau tertinggal juga Suasana yang hening lambat laun terselip semacam ketegangan.
Mimpi pun Tan Ki tidak menyangka kalau riasannya hari ini menunjukkan banyak kelemahan.
Bahaya yang mengerikan perlahan-lahan mendekati dirinya! Tiba-tiba Liu Seng tertawa terbahak-bahak dan menegakkan badannya.
BAGIAN XI Kata-kata dengan nada yang berat segera tercetus dari mulutnya.
"Entah urusan apa yang menggelayuti pikiran Cian Locianpwe sehingga tindaktanduknya hari ini menjadi jauh berbeda dengan biasanya. Sampai-sampai senjata yang sehari-harinya digunakan juga ketinggalan!"
Mendadak mimik wajahnya menjadi dingin. Dia langsung membentak dengan suara keras.
"Siapa kau sebenarnya?"
Suara bentakannya bagai guntur yang menggelegar, sehingga menggetarkan hati orang yang mendengarnya.
Padahal wajahnya penuh welas asih dan murah senyum, tetapi begitu hawa amarah dalam dadanya meluap, tiba-tiba suaranya pun berubah ketus dan tajam.
Di dalamnya seakan terkan-dung kewibawaan yang besar sekali.
Hati Tan Ki tercekat.
Dia memaksakan seulas senyuman di bibirnya.
"Aku adalah aku, memangnya ada orang lain yang berani memalsukan?"
Mungkin orang yang melakukan kesalahan pasti gugup. Tawanya ini demikian janggal serta aneh. Liu Seng langsung tertawa dingin.
"Selamanya Cian Locianpwe selalu menyebut dirinya sendiri si pengemis tua. Mengapa tiba-tiba cara bicara saja bisa berbeda"
Dibenaknya, tiba-tiba terlintas sebuah ingatan, wajahnya langsung berubah hebat.
"Kau kau adalah Cian bin mo-ong?"
Kata-kata ini sebetulnya baru saja terlintas di otaknya.
Tetapi karena hatinya tersirat rasa takut yang dalam, maka begitu dicetuskan, suaranya pun terdengar gemetar dan tersendat-sendat.
Ketika kata-kata tadi sudah tercetus dari mulutnya, suasana di dalam ruangan itu bagai diselimuti hawa kematian yang tebal.
Wajah orang-orang yang hadir hari itu langsung berubah hebat.
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mereka berdiri serentak.
Suasana semakin menegangkan.
Akhirnya Tan Ki tahu samarannya sudah terbongkar.
Dalam seumur hidupnya, baru kali ini samarannya berhasil dibongkar orang.
Dia sadar percuma meneruskan sandiwaranya.
Oleh karena itu, dia mengeluarkan suara tertawa yang panjang.
Suara tawanya itu sampai menggetarkan atap penginapan tersebut.
Begitu kerasnya sampai me-mekakkan telinga orang yang mendengarnya.
Namun di dalamnya seperti tersirat perasaannya yang penuh penderitaan dan kesedihan.
Dengan demikian, rencananya untuk membalaskan dendam bagi ayahnya tercinta kembali gagal.
Kemudian, dia tertawa dingin sambil memalingkan wajahnya.
"Benar. Aku memang Cian bin mo-ong. Untungnya mata Saudara bagai dewa, belum apa-apa sudah membongkar samaranku ini. Kalau tidak, mungkin saat ini kau sudah rebah di atas tanah bermandikan darah!"
Ketika berbicara, nada suaranya yang tercetus keluar mengandung hawa pembunuhan yang tebal rasa benci yang dalam.
Tiba-tiba, terlihat bayangan-bayangan, berkelebat.
Orang-orang yang ada dalam ruangan itu segera memencarkan diri dan mengambil posisi mengurung Tan Ki.
Meskipun hanya ada seorang Cian bin mo-ong, namun sanggup membuat mereka khawatir dan tidak tenang.
Gerakan mereka ini tentu saja berniat mengeroyok Tan Ki.
Mereka tidak perduli lagi peraturan dunia Kangouw yang menganggap perbuatan itu sangat rendah.
Tan Ki mengeluarkan suara tawa yang dingin.
Dia tetap berdiri tanpa bergerak sedikit pun.
Dia tahu segelombang pembunuhan segera akan berlangsung di depan mata.
Diamdiam dia menghimpun tenaga dalamnya dan siap-siap melancarkannya setiap waktu.
Penampilannya malah berubah menjadi tenang dan dingin.
Bagai seekor rajawali yang siap tempur, berani dan gagah.
Tiba-tiba terdengar Liu Seng membentak dengan suara lantang.
"Ini yang dinamakan dikejar malah hilang, tidak diundang malah datang sendiri!"
Keberhasilan yang tidak perlu mengeluarkan tenaga.
Karena engkau seorang, Lohu sampai mengirimkan surat undangan kepada para sahabat di dunia Bulim agar mereka berkumpul di Lok Yang.
Tak nyana sama sekali, di tempat seperti ini dan saat seperti ini, Saudara justru datang berkunjung.
Tampaknya kita memang berjodoh, terimalah!"
Begitu kalimatnya yang terakhir diucapkan, tampak Liu Seng memajukan langkah kakinya dengan diiringi segulungan hembusan angin dia pun melancarkan sebuah pukulan.
Terasa gulungan angin bagai putaran roda, di dalamnya terkandung searus gelombang yang kuat.
Belum lagi serangannya sampai di sasaran, pakaian Tan Ki sudah terhembus sehingga berkibaran.
Tiba-tiba terlihat bayangan berkelebat, tahu-tahu tubuh Tan Ki sudah menghilang dari pandangan.
Dalam waktu yang sekejap dia sudah sampai di belakang punggung Liu Seng.
Bahaya datang mengincar! Kalau pada saat ini Tan Ki melancarkan sebuah pukulan, tidak ayal lagi Liu Seng pasti akan terluka parah walaupun tidak sampai ajal.
Pada saat yang genting ini, para hadirin sampai mengeluarkan seruan terkejut saking paniknya.
Keringat dingin membasahi tubuh mereka.
Saat itu, merupakan detik-detik yang kritis! Sebuah suara yang merdu menjerit memecahkan kesunyian! Angin yang bertiup membawa serangkum bau yang harum.
Bagai seekor walet, tubuh Mei Ling melesat keluar dari tempat berdirinya! Gerakannya yang cepat bagai anak panah yang meluncur.
Seandainya Tan Ki berhasil melukai Liu Seng tanpa memperdulikan segalanya, dia sendiri pasti terhantam oleh pukulan Mei Ling sehingga terluka parah.
Dalam keadaan seperti ini, mau tidak mau Tan Ki harus menyelamatkan jiwanya dulu.
Dia terpaksa melepaskan kesempatan yang bagus untuk membunuh Liu Seng.
Dendam di.
dalam hati anak muda ini sudah mendalam sekali.
Melihat kesempatannya membunuh musuh gagal, dia meluapkan segala kekecewaan dan kemarahan hatinya pada orang yang menyerangnya dari belakang.
Sayangnya, dia tidak tahu orang yang menyerangnya dari belakang adalah gadis pujaan hatinya! Dia hanya ingin mengumbar kemarahannya.
Tiba-tiba dia meraung murka dan secepat kilat memutar lengan tangannya dan menghantamkan sebuah pukulan.
Jurus Tian Lui Ci-ming (Guntur di langit bagai ratapan) langsung dikerahkan pada saat itu juga.
Jurus yang digunakannya ini merupakan salah satu jurus yang paling ampuh dari ilmu Tian Si Sam-sut.
Kecepatannya mengandung kekejian yang dahsyat.
Hati Mei Ling khawatir ayahnya dalam keadaan bahaya, tanpa memperdulikan dirinya sendiri, dia terus menerjang ke depan! Sesaat yang kritis itu menimbulkan kenyataan yang menyayat hati.
Tiba-tiba terdengar suara jeritan ngeri yang berkumandang memenuhi seluruh ruangan disusul dengan sesosok bayangan manusia yang terkapar di atas tanah.
Perubahan yang mendadak ini, membuat para hadirin tidak sempat lagi memberikan pertolongan.
Untuk sesaat mereka malah jadi terpana.
Tan Ki sendiri langsung tertegun.
Mimpipun dia tidak pernah menduga bahwa serangannya tadi justru melukai gadis pujaan hatinya.
Hal ini benar-benar di luar dugaannya, dia merasa hatinya bagai disiram oleh air es dan keringat dingin segera membasahi keningnya.
Meskipun, perasaan cintanya terhadap Mei Ling hanya sepihak saja, tetapi dia juga merasa bahwa tidak seharusnya dia membuat gadis itu berduka.
Pukulan yang melukai Mei Ling benar-benar merupakan suatu kesalahan yang besar.
Dalam keadaan panik, tanpa dapat ditahan lagi seluruh tubuhnya basah oleh keringat dingin.
Tiba-tiba dia juga teringat suatu persoalan.
Apakah aku boleh membunuh Liu Seng? tanyanya dalam hati.
Dia jadi termenung.
Semakin dipikirkan hatinya semakin bimbang.
Dia sendiri tidak dapat mengambil keputusan yang tepat.
Untuk sesaat, dia bahkan lupa bahwa dirinya masih terkurung oleh lawan-lawan yang hebat.
Tepat pada saat itu, terdengar bentakan dari mulut Liu Seng.
"Hari ini aku akan mengadu jiwa denganmu. Kalau bukan kau yang mati, maka akulah yang akan menghadapi ajal!"
Dia melihat putri tunggal kesayangannya rebah di atas tanah dengan mata dan mulut tertutup rapat, rambut acak-acakkan, dan tidak bergerak sedikitpun.
Dia mengira Mei Ling sudah mati.
Dalam waktu yang singkat, rasa bencinya kepada Cian bin mo-ong Tan Ki segera menyusup sampai ke tulang sumsum.
Begitu kumandang suaranya sirap, dengan cepat dia melancarkan tiga pukulan.
Ketiga pukulan ini dilancarkan dalam keadaan marah, deraan angin dari telapak tangannya kuat sekali.
Udara bagai sesak dan sayup-sayup terdengar suitan panjang yang terpancar dari pukulannya.
Sasarannya merupakan bagian yang mematikan dari tubuh Tan Ki.
Pikiran Tan Ki masih kalut.
Dia tidak tahu apakah dia harus membunuh Liu Seng untuk membalaskan dendam ayahnya.
Kalau dilihat dari ilmu silat yang dimilikinya sekarang, apabila bertarung satu lawan satu, hal ini merupakan urusan yang mudah baginya.
Tetapi kalau urusan ini berhasil, dia pasti kehilangan kesempatan untuk memperoleh cinta kasih Mei Ling.
Dendam ayahnya? Cinta kasih? Dua macam pikiran yang bertolak belakang ini membuahkan bayangan penderitaan dalam sanubarinya.
Hatinya menjadi gundah.
Dia tidak dapat menentukan pilihan yang tepat.
Entah mana yang lebih baik di antara keduanya! Di kala dia masih merenung, tiga pukulan yang gencar dan mengandung kekuatan yang dahsyat menerjang ke arahnya.
Dengan panik dia menggeser tubuhnya ke samping sejauh dua tindak.
Dengan demikian Tan Ki pun berhasil meloloskan diri dari serangan tersebut.
Saat ini dia sudah terperangkap dalam kurungan para hadirin.
Baru saja dia berhasil menghindarkan diri dari tiga pukulan Liu Seng.
Di belakang kepalanya terdengar lagi desiran angin yang lain.
Sebatang golok sedang menebas di belakang kepalanya dari atas ke bawah.
Hawa amarah dalam dada Tan Ki jadi meluap seketika.
Di tambah lagi dengan perasaan khawatir dan takut.
Segala keresahan dalam hatinya belum sanggup disalurkan.
Oleh karena itu, dia langsung tertawa dingin.
"Bagus, kalian ingin mengandalkan orang banyak untuk meraih kemenangan?"
Bentaknya sinis.
Pinggangnya meliuk, dia berhasil menghindar dari serangan golok.
Kemudian dengan gerakan yang kilat, dia melesat ke sebelah kiri orang tersebut.
Gerakan tubuhnya sangat aneh, seperti setan gentayangan layaknya.
Detik-detik yang hanya sekejapan mata saja, membuat pandangan para hadirin jadi berkunang-kunang.
Tiba-tiba terdengar suara jeritan ngeri yang menggetarkan indera pendengaran.
Sesosok tubuh yang tinggi besar tahu-tahu melayang keluar dan terjatuh di sudut tembok.
Mulut orang itu terbuka lebar, matanya membelalak.
Nyawanya pun melayang seketika.
Sebatang goloknya yang mengeluarkan cahaya berkilauan, tertancap dalam-dalam di tanah dan yang terlihat hanya gagangnya saja.
Kematiannya yang mengenaskan dan menyayat hati.
Membuat orang-orang yang ada dalam ruangan itu memandang dengan terbelalak dan nyali mereka pun ciut seketika.
Perasaan takut yang tidak terkirakan menyusup di dalam hati mereka.
Mereka seperti melihat Dewa Kematian telah menggapaikan tangannya kepada mereka.
Kengerian dalam menghadapi kematian! Ketegangan yang mencekam! Semuanya terpatri dalam bathin mereka.
Setelah berhasil membunuh satu orang, Tan Ki memperdengarkan suara tertawa yang panjang.
Suaranya bagai ratapan.
Melihat keadaan itu, hati para hadirin semakin berdebar-debar.
Dalam suara tawanya seperti menyatakan, biarpun dia sudah membunuh satu orang, namun hatinya masih belum merasa puas.
Betul! Dendam ayahnya belum terbalas tuntas.
Kalau urusan ini belum beres, selamanya dia tidak akan merasa puas.
Dalam suasana yang diselimuti dengan hawa pembunuhan ini, terlihat tangan Liu Seng bergerak.
Dari balik pakaiannya dia mengeluarkan sebilah pedang panjang.
Pedang itu segera dihunus dan tampaklah cahaya yang berkilauan.
Cahaya itu demikian terangnya sehingga menyilaukan dan untuk sesaat para hadirin sulit membuka matanya lebar-lebar.
Bagi orang yang ahli, sekali pandang saja tentu dapat mengetahui bahwa pedang tersebut terbuat dari bahan baja yang murni dan dapat memotong besi dengan sekali tebasan.
Pedang ini sudah pasti bukan sembarangan pedang tetapi merupakan benda pusaka yang langka.
Hati Tan Ki sampai tercekat melihatnya.
Mimik wajahnya yang dingin dalam sesaat berubah menjadi kelam.
Tampaknya dia tidak berani berbesar hati.
Terdengar suara Trak! Dia pun mengeluarkan sebatang suling kumala yang berbentuk antik.
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pandangannya beredar.
Karena tidak tahu nasib putrinya yang entah sudah mati atau masih hidup, Liu Seng sampai sakit hati saking kesalnya.
Tiba-tiba dia mengeluarkan suara teriakan dan langkah kakinya pun menerjang datang.
Tangannya bergerak-gerak dan menebaskan pedangnya dari atas ke bawah.
Meskipun kekuatan serangan ini tidak terlalu dahsyat, tetapi karena hawa dingin yang terpancar dari atas pedangnya bagai air sungai di kutub yang beriak-riak, maka orang yang memandangnya merasa ada segulungan angin yang menggigilkan menerjang datang, Tan Ki seakan merasa hidungnya menyedot segulungan hawa yang dingin.
Cepatcepat dia bertindak mundur.
Suling kumala yang ada di tangannya merupakan hasil curian dari kuburan para ketua Ti Ciang Pang.
Dia tidak tahu di mana letak keistimewaannya, baru pertama kali ini dia menggunakannya.
Oleh karena itu dia tidak berani menggunakan suling tersebut untuk menangkis datangnya serangan pedang Liu Seng.
Ketika kakinya melangkah mundur, dia melihat cahaya dingin bagai kilat dan memancarkan bintang-bintang berwarna keperakan yang memenuhi udara.
Dalam waktu yang singkat, Liu Seng sudah melancarkan delapan belas tusukan ke arahnya.
Gerakannya yang indah dipadukan dengan serangannya yang gencar, membuahkan kekuatan yang dahsyat.
Depan belakang kiri kanan bagai diselimuti cahaya dingin yang menggigilkan.
Serangan yang gencar ini membuat hati Tan Ki tercekat saking terdesaknya.
Dia merasa hal ini di luar dugaan.
Biar bagaimanapun, ilmu silatnya merupakan peninggalan para ketua Ti Ciang Pang yang masing-masing memiliki ilmu pukulan maupun ilmu pedang yang tinggi sekali.
Suling kumalanya segera digerakkan, terdengar suara suitan yang seperti ratapan dari suling tersebut! Dalam sekejap mata dia sudah berhasil menghindarkan diri dari delapan belas tikaman pedang Liu Seng.
Dalam waktu yang bersamaan, dia pun melancarkan tiga tusukan dengan serulingnya dan satu buah tendangan.
Perkelahian di antara kedua orang ini sama-sama menggunakan kecepatan yang sulit diikuti pandangan mata.
Setiap jurusnya dapat mematikan pihak lawannya.
Orang-orang yang ada dalam ruangan ini membelalakkan matanya lebar-lebar agar dapat melihat lebih jelas.
Suasanapun semakin menegangkan.
Diam-diam Tian Tai Tiau-siu Kok Hua-hong mengeluarkan dua butir bola besi yang kecil dari dalam sakunya.
Dia bermaksud menimpukkan senjata rahasia tersebut ke arah Tan Ki.
Tapi pertarungan di antara kedua orang itu berlangsung dengan sengit.
Tubuh keduanya melesat ke sana ke mari.
Tampaknya dia tidak mempunyai kesempatan untuk menurutkan niatnya tersebut.
Ciong Sang Suang-siu melihat Liu Seng melancarkan serangan dengan gencar.
Setiap jurus yang digunakannya seperti sedang pengadu nyawa dan tidak memperdulikan keselamatan dirinya sendiri.
Tanpa sadar keduanya saling pandang sekilas, dan dalam Waktu yang bersamaan mereka pun mengerahkan tenaga dalamnya pada ujung telapak tangan serta bersiap-siap memberikan perto-longan kepada Liu Seng di saat yang kritis.
Begitu mata memandang, tampak Cian bin mo-ong lebih banyak menahan diri daripada melancarkan serangan.
Penampilannya begitu tenang.
Meski bagaimana caranya Liu Seng menusukkan pedangnya, dia tetap dapat memecahkannya atau menghindarkannya dengan mudah.
Kalau tiba-tiba dia melancarkan serangan, maka tampak Liu Seng segera terdesak dalam keadaan yang membahayakan sehingga mau tidak mau orang itu terpaksa menggerakkan tubuhnya mundur ke belakang.
Julukan Liu Seng, yakni Bu Ti Sin-kiam, bukan sekedar nama kosong belaka.
Tetapi karena saat ini hatinya sedang gelisah dan kalut.
Maka hawa amarah dalam dirinya membuat akal sehatnya tidak dapat bekerja dengan sempurna.
Boleh dibilang dia melancarkan serangan dengan kalap.
Tanpa perhitungan yang matang.
Setiap jurus yang dikembangkannya seperti tidak mengandung perubahan yang hebat.
Di tambah lagi ilmu silat yang dikuasai oleh Tan Ki boleh dibilang semuanya aneh-aneh.
Setiap serangannya merupakan jurus yang belum pernah ditemui maupun didengar olehnya.
Sasarannya malah merupakan bagian tubuh yang harus dilindungi.
Dari dua kelebihan ini saja, meskipun Liu Seng mempunyai ilmu yang lebih tinggi lagi, tetap sulit baginya untuk meraih keuntungan.
Walaupun demikian, cahaya pedang dan bayangan suling memenuhi seluruh ruangan.
Kadang menebas, menikam, menyapu, menerjang, membuat orang yang melihatnya menjadi kagum bukan main dan menyayangkan kedudukannya yang hanya sebagai pe-nonton.
Kurang lebih sepeminum teh kemudian, orang-orang yang ada di dalam ruangan itu mulai dapat merasakan, apabila pertarungan ini diteruskan, maka pihak yang akan tumbang pasti si Pedang Sakti tanpa tandingan, Liu Seng.
Hawa kematian yang semakin menebal ditambah lagi dengan ketegangan yang menyesakkan dada! Entah siapa yang bersuara, tiba-tiba terdengar teriakan lantang.
"Saudara-saudara sekalian, menghadapi raja iblis yang gemar membunuh ini, kita tidak perlu membicarakan peraturan dunia Kangouw lagi. Mari kita maju bersama untuk membasminya!"
Baru saja suara teriakan sirna, tiba-tiba terlihat cahaya yang dingin berkelebat, sebatang trisula sudah meluncur ke arah Tan Ki.
Di dalamnya terkandung kekuatan yang dahsyat.
Serangannya sendiri belum sampai, sudah terasa angin yang menggigilkan menerpa wajah dan dinginnya bagai sayatan golok.
Perlu diketahui, bahwa setiap orang yang ada di dalam ruangan itu memiliki ilmu yang tinggi dan merupakan tokoh Bulim yang sudah menyandang nama besar.
Biarpun serangan yang dilancarkan tampaknya sederhana, namun sanggup mencabut nyawa seseorang sehingga tidak boleh dipandang ringan.
Melihat keadaan itu, hati Tan Ki marah sekali.
"Bagus, Kalian turun tangan saja sekaligus!"
Tubuhnya menggeser dan dihindarinya serangan trisula tersebut.
Tiba-tiba mulutnya mengeluarkan suara siulan yang panjang, tubuhnya memutar dan menerjang ke arah Kok Hua-hong.
Tampak bayangan suling dalam jumlah yang banyak seperti gulungan ombak yang menyapu ke depan.
Jurus serangan yang tidak alang kepalang cepatnya! Pada dasarnya Kok Hua-hong memang sudah bersiap melancarkan serangan.
Melihat Tan Ki mendahului, mulutnya segera mengeluarkan suara bentakan.
"Bagus!"
Lengannya yang bak besi itu dibenturkan dengan keras untuk menangkis serangan suling kumala.
Dan dalam waktu yang bersamaan, pergelangan tangannya memutar, dua buah bola besi yang tergenggam dalam telapak tangannya dan mengandung kekuatan yang dahsyat tiba-tiba dilontarkan secara terturut-turut sehingga melayang ke depan Benda ini merupakan senjata rahasia, bentuknya agak besar (seperti bola kasti) dan telah membuat nama Kok Hua-hong terkenal di dunia Bulim.
Bola besi tersebut sangat berat serta dapat menebus berbagai jenis logam.
Begitu dilancarkan kali ini, tampaknya lebih hebat dari yang sudah-sudah.
Bola besi itu melayang di udara kemudian menerobos ke dalam bayangan suling kumala dan meluncur terus ke depan.
Jarak di antara mereka hanya kurang lebih satu setengah meter.
Meluncurnya bola besi itu begitu cepat bagai kilat, dan datangnya juga mendadak.
Tan Ki baru merasakan adanya suara yang bergema di udara, hebatnya bukan main.
Dia segera tahu bahwa yang meluncur datang merupakan senjata yang berat, dia bermaksud menghindar namun tidak keburu lagi.
Terlihat bola-bola besi itu menerobos melewati bayangan sulingnya dan tahutahu sudah mengincar bagian yang membahayakan di depan dada.
Keadaan yang genting segera terpampang di depan mata! Hati Tan Ki tercekat, bulu kuduknya merinding seketika.
Tanpa dapat mempertahankan diri lagi, dia mengeluarkan suara bentakan dan tubuhnya pun melesat ke atas.
Gerakan yang hebat.
Caranya mencelat ke atas tadi sebetulnya merupakan kesalahan bagi kaum persilatan, tetapi karena ilmu silat Tan Ki tidak dapat dipandang ringan, dua bola besi pun meluncur lewat di bawah kakinya.
Dia tidak menunggu sampai para hadirin mengeroyokinya, tiba-tiba terdengar suara tawanya yang panjang, kepala di bawah dan kaki di atas, laksana seekor elang yang menukik, dia menerjang ke bawah.
Terdengar suara Trang! Trang! Sebanyak dua kali berturut-turut.
Diantara para hadirin, sudah ada dua orang yang senjatanya terpental.
Pada saat ini, Tan Ki sedang mengumbarkan hawa amarahnya kepada para penyerang.
Cara turun tangannya menjadi keji.
Begitu mendarat di tanah, kakinya segera maju dan sejurus Si U Kua-sa (Burung Gagak Mengais Pasir) pun langsung dikerahkan.
Kembali terdengar suara jeritan memenuhi seluruh ruangan.
Segera terlihat seseorang terhantam mundur dua langkah.
Orang itu memuntahkan darah segar dan rubuh bermandikan darah! Diiringi suara jeritan yang menyayat hati, orang kedua pun tumbang, mati.
Kembali terdengar suara Prang! Prang! Yang keras dan memekakkan telinga.
Pintu kayu ruangan tersebut hancur ambruk dengan dua lubang besar bekas hantaman kedua bola besi milik Kok Hua-hong.
Rupanya, ketika Tan Ki mencelat ke udara dan mementalkan senjata lawan serta melukai seseorang, kejadian berlangsung secara berturut-turut.
Tepat pada saat itu juga, kedua bola besi yang dilontarkan oleh Kok Hua-hong pun menghantam pintu ruangan sehingga hancur.
Dapat dibayangkan sampai di mana kecepatan gerakannya.
Begitu mata para hadirin ikut memandang, mereka merasa terkejut juga penasaran.
Dalam sesaat, timbul niat untuk menghabisi musuh dan merekapun turun tangan serentak.
Terjadilah pertarungan yang sengit! Cahaya pedang bayangan golok melayang ke sana ke mari memenuhi ruangan.
Deruan angin yang timbul dari pukulan dan tinju menyesakkan di setiap sudut.
Yang dapat terlihat saat itu hanya bayangan tubuh manusia yang berkelebat, tanpa dapat dibedakan mana kawan dan mana lawan.
Dengan merayapnya waktu, pertarungan semakin lama semakin sengit! Tiba-tiba terdengar suara bentakan Tan Ki "Enyah!"
Blamm! Segera ada seseorang yang memuntahkan darah segar dan terkapar di atas tanah.
Hawa kematian yang memenuhi ruangan, semakin lama semakin menebal.
Para hadirin mengandalkan tenaga gabungan sejumlah tujuh delapan orang, meskipun belum sanggup menyentuh ujung pakaian Tan Ki, tetapi membuat anak muda itu letih sekali.
Kening dan dahinya telah dibasahi oleh keringat.
Keadaan yang membahayakan semakin merapat pada dirinya.
Tiba-tiba dia menjadi sadar.
Apabila dia masih tidak mencari jalan untuk menerobos keluar, setiap saat pasti akan timbul bencana yang mungkin membuat nyawanya melayang.
Tiba-tiba, Liu Seng bersiul dengan kalap dan tanpa berpikir panjang lagi dia menikam ke depan.
Jurus serangannya ini tidak mempunyai nama.
Dia hanya melancarkannya tanpa memperdulikan keselamatan nyawanya sendiri.
Suling kumala di tangan Tan Ki baru saja menangkis pukulan Yi Siu.
Tiba-tiba dia merasa cahaya dingin menyilaukan mata dan menekannya dari atas.
Hatinya terkesiap.
Baru saja dia bermaksud menggeserkan tubuhnya menghindar, si pendek gemuk Cu Mei sudah memutar pegelangan tangannya dan melancarkan sepasang pukulan yang mengandung tenaga dahsyat! Kali ini, dia menghadapi dua musuh yang menyerang sekaligus.
Meskipun Tan Ki mempunyai kepandaian yang tinggi, tetap saja sulit baginya untuk menyelamatkan dirinya dari kedua serangan tersebut.
Hatinya menjadi panik.
Dengan gugup dia menarik kembali suling kumalanya dan memutar lengannya untuk menghindari serangan kedua pukulan dari belakang.
Justru pada saat yang sedetik itu, tanpa dapat dipertahankan lagi mulutnya mengeluarkan suara keluhan.
Terasa pinggang sebelah kiri bawah agak dingin dan darahpun merembes keluar.
Tusukan pedang ini hebat sekali.
Darah mengalir dari pinggang sebelah kiri bawah anak muda tersebut.
Dagingnya tersayat kurang lebih tiga cun dan menimbulkan guratan panjang.
Dia menggigit bibirnya sendiri dan mempertahankan diri untuk tidak mendengus sedikitpun.
Telapak tangan kiri dan suling di tangan kanan, secara gencar melancarkan beberapa serangan.
Dia sadar, apabila saat ini dia hanya melihat ke arah lukanya, malah memberi kesempatan pada pihak lawan.
Oleh karena itu, dia segera melancarkan tiga kibasan suling dan dua pukulan.
Dia berusaha menerobos keluar dari kepungan lawan.
Tampak jelas bahwa pihak lawannya merupakan orang-orang yang sudah berpengalaman dalam menghadapi pertempuran.
Apalagi mereka tidak memakai peraturan lagi mengeroyoknya.
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bagaimana Tan Ki bisa mendapat kesempatan untuk mengatur nafasnya, sedangkan deruan pukulan, tinju dan berbagai macam senjata rahasia mengepungnya dengan ketat.
Dalam waktu yang singkat, Tan Ki sudah menjadi kalang kabut.
Nafasnya tersengalsengal.
Belum lagi rasa sakit di bagian atas pahanya semakin lama semakin terasa.
Seiring dengan gerakan tubuhnya, bercak darah terlihat di mana-mana.
Membuat orang yang melihatnya menjadi ngeri.
Keadaan yang kritis! Bayangan kematian! Tan Ki sudah hampir kehilangan daya untuk memberikan perlawanan.
Orang-orang yang ada dalam ruangan itu dapat melihat keadaan Cian bin mo-ong sudah mulai payah.
Hal ini malah membangkitkan semangat mereka.
Secara berturut-turut mereka menerjang ke depan.
Rasanya ingin menebas mati Tan Ki dalam satu gebrakan.
Beberapa saat dia masih dapat mempertahankan diri.
Dengan seorang diri, Tan Ki menghadapi lima enam jago kelas tinggi dari dunia Bulim.
Sebetulnya dia sudah memaksakan diri mati-matian.
Tenaganya bagai terkuras habis.
Tiba-tiba Brak! Brakkk! Terdengar dua suara menggelegar.
Jendela kayu yang menghadap ke arah pegunungan hancur seketika.
Pecahan kayu jendela menimbulkan suara yang bising.
Sesosok bayangan berwarna hijau melesat ke dalam ruangan.
Gerakan orang ini cepatnya luar biasa.
Meskipun hal ini di luar dugaan para hadirin, tetapi pada saat ini, keadaan sedang genting, kesempatan untuk membunuh Cian bin moong merupakan urusan yang akan terjadi dalam satu dua detik.
Siapa yang sudi memencarkan perhatiannya pada orang yang baru datang itu? Manusia berpakaian hijau itu tertawa terbahak-bahak.
Dia tidak menghalangi para hadirin.
Dengan santai dia membopong tubuh Mei Ling yang tidak sadarkan diri karena lukanya yang parah.
Ketika Liu Seng melihat keadaan ini, dia hampir jatuh pingsan saking kagetnya.
Kemarahannya berubah menjadi kehilangan kesadaran.
Untuk sesaat dia malah berdiri termangu-mangu.
Manusia berpakaian hijau itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling.
Dia memperhatikan situasi yang berlangsung beberapa saat.
Tiba-tiba mulutnya mengeluarkan suara bentakan yang keras.
"Berhenti!"
Suara bagai guntur yang menggelegar.
Begitu kerasnya sampai ke telinga para hadirin seperti tergetar dan lama sekali baru sirna.
Kekuatan tenaga dalam orang ini sudah terlihat jelas dari bentakannya ini.
Kalau dikatakan secara kasar, tidak ada seorangpun diantara para hadirin yang dapat menyamai setengahnya saja.
Rasa terkejut yang tidak diduga-duga timbul dari suara bentakan tadi.
Tanpa bersepakat terlebih dahulu, serentak para hadirin mencelat mundur dan menarik kembali serangan masing-masing.
Begitu mata memandang, terlihat di wajah para hadirin seakan tersirat datangnya kesulitan yang besar.
Begitu terkejutnya mereka sampai mencelat mundur sejauh dua langkah.
Mereka benar-benar tidak menduga, bahwa biang iblis nomor satu di dunia Kangouw yakni Sam Jiu San Tian-sin Oey Kang bisa muncul di tempat ini dan pada saat seperti ini.
Oey Kang melihat tampang para hadirin yang pucat pasi.
Dia langsung mendongakkan kepalanya dan tertawa dengan penuh kebanggaan.
"Apakah kalian semua merasa takut kepadaku?"
Yi Siu yang merupakan salah satu Ciong San Suang Siu berusaha membangkitkan keberaniannya.
"Takut sih belum tentu, namun ingin tahu tujuan Locianpwe muncul di tempat ini."
Oey Kang menunjuk ke arah Mei Ling yang berada di dalam pondongannya.
"Aku memerlukan gadis ini untuk melengkapi barisan yang kuciptakan."
Matanya beralih dan berhenti pada diri Tan Ki.
"Pernah dengar cerita orang banyak bahwa Po Siucu Cian Cong pernah bergebrak dengan si Tosu tua Tian Bu Cu selama tujuh hari tujuh malam. Bahkan masih belum dapat menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Urusan ini menjadi buah bibir orang-orang Bulim. Tetapi pertemuan dengan Saudara hari ini, benar-benar membuat aku rada kecewa."
Yi Siu tertawa dingin. Dia segera menukas.
"Cian Heng merupakan salah satu tokoh sakti dari dunia Bulim. Jiwa pendekarnya tidak usah diragukan lagi. Meskipun kami-kami ini mempunyai kedudukan di perguruan masingmasing, juga tidak berani kurang ajar terhadap orangtua itu. Sedangkan orang ini"
Oey Kang tersenyum simpul.
"Dia adalah Cian bin mo-ong bukan?"
Mulut orang ini manis namun tajam menusuk. Liciknya bukan main. Tampangnya selalu tersenyum dan ramah. Kalau orang-orang yang hadir bukan tokoh-tokoh yang sudah berpengalaman, pasti akan termakan rayuan manisnya. Tan Ki tertawa sumbang.
"Aku memang Cian bin mo-ong. Tampaknya pandangan Saudara cukup tajam."
Katanya tenang. Wajah Oey Kang agak berubah mendengar ucapan ini, tetapi dalam sekejap mata sudah normal kembali.
"Kau ikutlah denganku!"
Sahutnya. Nada suaranya datar, tetapi mengandung kekuatan yang tidak terkirakan. Membuat orang yang mendengarnya ragu-ragu mengambil keputusan. Tan Ki sendiri sampai tertegun. Tiba-tiba terdengar bentakan Liu Seng "Kembalikan putriku!"
Terdengar suara Trang!!! Sebuah serangan dilancarkan. Oey Kang tersenyum simpul.
"Segala macam kutu busuk juga berani banyak lagak!"
Pada saat berbicara, tidak terlihat bagaimana tubuhnya bergerak, tiba-tiba terdengar Liu Seng menjerit, tubuhnya sempoyongan dan kakinya mundur satu langkah.
Disusui dengan suara dentingan, pedangnya pun terjatuh di atas tanah.
Jurus yang ampuh dan ajaib, kecepatannya membuat orang tidak sempat melihat bagaimana cara dia melakukannya.
Jurus yang dilancarkan oleh Oey Kang ini membuat para hadirin yang melihatnya menjadi terperanjat dan sekaligus marah.
Tetapij tidak ada seorang pun yang berani mengambil tindakan apa-apa.
Dia telah membuat orang-orang itu ciut nyalinya.
Oey Kang tertawa lebar.
"Siapa lagi yang merasa tidak puas?"
Tanyanya angkuh. Matanya beredar, wajah para hadirin menunjukkan kegusaran hati mereka, tetapi tidak ada seorangpun yang berani untuk menyambut tantangan Oey Kang. Orang itu kembali tersenyum simpul.
"Baiklah, kalau begitu aku akan membawa pergi si Cian bin mo-ong ini, tampaknya kalian tidak ada yang merasa keberatan."
Kemarahan di hati Tan Ki hampir meledak.
Begitu jengkelnya sampai sepasang matanya mendelik lebar, rambutnya berjingkrakan ke atas dan baru saja dia berniat menerjang ke depan untuk mengadu jiwa, tiba-tiba dia dicekal erat-erat oleh Kok Huahong.
Akhirnya dia menarik nafas panjang, dan dari kedua matanya mengalir air mata seorang pendekar.
Padahal dia juga tahu sampai di mana ketinggian ilmu silat Oey Kang, hanya dengan sebuah telunjuknya saja dia sanggup membunuh Liu Seng.
Sedangkan kematian tetap tidak dapat menyelamatkan putrinya.
Tan Ki melihat gadis pujaannya dibopong oleh Oey Kang.
Meskipun dia tidak bisa menunjukkan reaksi apa-apa, tetapi hatinya terasa perih.
Kenyataan yang terpampang di depan mata, hanya membawa kerugian bagi dirinya.
Kemungkinan yang paling baik adalah mengikuti Oey Kang.
Meskipun hal ini agak menjatuhkan pamornya, tapi dalam keadaan terdesak, dia tidak mempunyai pilihan yang lain.
Oleh karena itu dia menahan gejolak hatinya dan tersenyum-senyum.
"Kalau begitu aku harus mengucapkan terima kasih kepadamu."
Perlahan-lahan dia melangkah menuju ambang jendela. Liu Seng yang melihat mereka akan pergi, hatinya menjadi panik.
"Jangan pergi!"
Bentaknya keras. Terdengar suara hembusan angin dan sebuah serangan dihantamkan ke depan. Kekuatan yang terkandung dalam serangannya merupakan luapan emosi. Oleh karena itu terselip kekejian yang hebat. Tan Ki tertawa sumbang.
"Biar aku yang menjajal dirimu kali ini!"
Baru saja ucapannya selesai, dia segera mengulurkan tangan kanannya menyambut serangan Liu Seng.
Perlu diketahui bahwa ilmu silat Tan Ki merupakan hasil curiannya.
Dia tidak pernah mempunyai guru yang membimbingnya.
Oleh karena itu, semua ilmu silat yang dikuasainya hanya berdasarkan perkiraannya saja.
Demikian pula tenaga dalamnya.
Keseluruhannya merupakan pelajaran yang dipaksakan.
Begitu serangannya dilancarkan, dia tidak bisa mengira-ngira seberapa banyak tenaga yang harus digunakannya.
Itulah sebabnya serangan anak muda itu selalu terlihat keji karena mengandung tenaga yang sepenuhnya.
Tenaga dalamnya bagai air yang meluap tanpa dapat dibendung.
Terdengar suara beradunya pukulan yang keras sekali.
Seluruh ruangan bahkan ikut bergetar.
Tubuh merekapun terhuyung-huyung.
Wajah menjadi merah padam.
Tiba-tiba terdengar Liu Seng mengeluarkan suara jeritan, kakinya limbung, dan tanpa dapat mempertahankan diri lagi, dia tergetar mundur tiga langkah.
Habislah sudah! Dia sudah kalah! Nama besar yang dipupuk Liu Seng selama ini goyah bersamaan dengan langkah kakinya yang tergetar mundur.
Putri kesayangannya diculik orang, nama baiknya hancur, dalam pukulan bathin yang bertubi-tubi itu, dia meraung sekeras-kerasnya dan jatuh tidak sadarkan diri.
Perubahan yang mendadak ini berlangsungnya terlalu cepat.
Begitu paniknya para hadirin sampai kalang kabut dan tidak tahu apa yang harus dilakukan terlebih dahulu.
Telinga mereka menangkap suara tawa Oey Kang yang terbahak-bahak.
"Mari kita pergi!"
Tubuhnya berkelebat dan melayang keluar menerobos jendela.
Kemudian, terlihat Tan Ki segera menyusul di belakangnya.
Tidak ada seorangpun yang menghalangi.
Nama besar Oey Kang yang menggemparkan dunia Kangouw, kehebatan tenaga dalam Tan Ki, membuat para hadirin jadi terpana dan membiarkan mereka pergi begitu saja.
Entah mengapa, Cianpwe Bulim yang dihormati setiap orang, yakni Yuan Kong Taisu masih belum menampakkan diri lagi sejak mengejar Tan Ki.
Sementara itu, Tan Ki terus mengikuti belakang Oey Kang.
Mereka meninggalkan penginapan tersebut dengan terus berlari kencang.
Dalam waktu yang singkat, mereka sudah mencapai jarak kurang lebih enam tujuh puluh li.
Sembari berlari, otak Tan Ki terus berputar.
Bagaimana caranya menolong Mei Ling? Karena hatinya digelayuti masalah dan lagipula ilmu Oey Kang memang jauh lebih tinggi daripadanya, lambat laun jarak antara kedua orang itu semakin lama semakin jauh.
Tiba-tiba terlihat Oey Kang menghentikan langkah kakinya pada sebuah padang rumput dan mendongakkan kepalanya seakan sedang merenungkan sesuatu.
Tan Ki juga diam tidak bersuara.
Hatinya justru lagi memecahkan persoalan yang membingungkan Beberapa hari yang lalu, Oey Kang membawa pergi Ciu Cang Po, entah apa tujuannya? Beberapa hari kemudian, yakni saat ini, Oey Kang juga menculik gadis pujaannya bahkan menolong dirinya.
Mungkinkah di balik semua ini juga terselip rencana yang licik? Dua pertanyaan ini terus berputaran di benaknya.
Tetapi dia tetap tidak sanggup memberi jawaban yang memuaskan kepada dirinya sendiri.
Tetapi hati kecilnya berkata, bahwa tindakan Sam-jiu San Tian-sin ini pasti tidak mengandung niat yang baik! Dalam keadaan merenung, tiba-tiba terdengar suara tawa Oey Kang.
"Saudara mengaku sebagai Cian bin mo-ong, apakah ada bukti yang dapat dipercaya?"
"Kalau kau tidak percaya, aku juga tidak dapat berbuat apa-apa."
Sahut Tan Ki.
Setidaknya anak muda ini sudah mempunyai cukup banyak pengalaman.
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sebelum mengetahui tujuan lawannya, dia tidak ingin berterus terang tentang dirinya.
Sembari berbicara, dia mengeluarkan obat penyembuh luka dan mengobati bagian atas pahanya yang tersayat pedang Liu Seng.
Terdengar kembali suara tawa Oey Kang yang lepas.
"Baik, pokoknya aku mempercayaimu. Mulai hari ini, kau kuangkat sebagai Koanke (semacam kepala pelayan) di Pek To San (Gunung Unta Putih) sebagai salah satu pembantu yang paling kuandalkan. Tetapi, kau jangan mencoba-coba mengandung maksud lain terhadapku! Soal membereskan para pengkhianat, aku mempunyai keahlian tersendiri."
Ujarnya kemudian. Tan Ki menjadi tertegun.
"Apa yang kau katakan?"
Oey Kang tertawa lebar.
"Apakah kau masih belum jelas? Aku bilang mulai hari ini, aku menerima kau sebagai Koanke, guna membantu menyelesaikan berbagai urusan."
Sekali lagi Tan Ki tertegun. Tiba-tiba dia tersadar dan memperdengarkan suara tawa yang dingin.
"Urusan seperti ini, seharusnya atas persetujuan kedua belah pihak. Sama sekali tidak boleh dipaksakan. Lagipula, siapa memangnya Cian bin mo-ong, mana sudi ia memangku jabatan serendah itu?"
Lambat laun wajah Oey Kang berubah kelam. Tetapi dalam waktu yang singkat sudah pulih kembali. Isi hati orang ini sungguh sulit diterka, perubahan mimik wajahnya terjadi demikian cepat. Sejenak kemudian dia sudah tersenyum kembali.
"Kau tidak boleh terlalu keras kepala. Pertimbangkan dengan kepala dingin. Biar bagaimana aku tidak akan merugikan dirimu."
Selesai berkata, sepasang matanya mengeluarkan sinar yang tajam dan menatap lekatlekat kepada Tan Ki. Dia seakan sedang menunggu jawaban dari anak muda itu. BAGIAN XII Tiba-tiba, Tan Ki menggertakkan giginya erat-erat.
"Urusan ini sulit diterima!"
Katanya dengan nada berat.
"Apakah kau demikian kukuh?"
Tan Ki tertawa dingin.
"Meskipun Cayhe juga termasuk orang jahat, dan belum bisa membedakan antara kemuliaan dan kebathilan"
Oey Kang tidak memberi kesempatan kepadanya untuk berkata lebih lanjut, dia langsung menukas dengan suara membentak "Aku tidak percaya kau tidak menurut pada kata-kataku!"
Tan Ki tersenyum datar.
Baru saja dia ingin membantah, tiba-tiba dadanya terasa sesak.
Nafasnya sulit, serangkum tenaga yang dahsyat telah menerpa ke arahnya.
Oey Kang dijuluki Sam-jiu San Tian-sin.
Bukan saja ilmu senjata rahasianya mempunyai keistimewaan tersendiri, dalam hal ilmu silat pun ia lihai bukan main.
Cara melancarkan serangannya kali ini, cepat bagai kilat dan kekuatannya hebat sekali.
Serangan yang mendadak ini membuat Tan Ki terkejut setengah mati.
Pundaknya dimiringkan dan ia melesat keluar dari samping.
Gerakan tubuh yang cepat serta aneh, membuat Oey Kang yang melihatnya jadi termangu-mangu.
Bagaimanapun dia mendapat sebutan sebagai Raja Iblis nomor satu di dunia Kangouw saat ini, sampai di mana tingginya ilmu silat yang dimiliki dapat dibayangkan.
Hanya dengan satu gerakan yang aneh, Tan Ki berhasil menghindarkan diri dari serangannya, bagaimana dia tidak menjadi terkejut dan tertegun melihatnya? Oleh karena itu, dia segera memperdengarkan suara tawa yang mengandung kemarahan.
"Coba sambut sekali lagi seranganku ini!"
Hembusan angin dari telapak tangannya segera terpancar keluar, diiringi dengan suara bentakan, gulungan angin tersebut melanda seperti gelombang ombak yang besar.
Hati Tan Ki terperanjat melihatnya.
Dia merasa hantaman telapak tangan lawan mengandung tenaga yang dahsyat sekali.
Tampaknya bahkan lebih hebat dari tenaga dalam yang dimiliki oleh si pengemis sakti Cian Cong.
Untuk sesaat dia tidak berani menyambut dengan kekerasan.
Tubuhnya bersalto di udara kemudian mencelat ke belakang dan melesat keluar dari serangan Oey Kang.
Menghindari serangan dengan cara seperti tadi, dilakukannya dengan kecepatan kilat.
Tiba-tiba terdengar Oey Kang tertawa dingin, tubuhnya menggeser ke samping kemudian bagai harimau yang mengamuk dia menerjang ke depan.
Tubuh Tan Ki baru mendarat ke tanah, belum lagi dia melihat jelas pemandangan di hadapannya, ia terkejut sekali ketika dia merasakan ada serangkum angin kencang yang menerjang dari depan, tiba-tiba pundaknya terasa seperti kesemutan dan orangnya pun segera terkulai di atas tanah dalam keadaan tidak sadarkan diri.
Waktu terus merayap, entah berapa lama sudah berlalu, perlahan-lahan dia siuman dari tidurnya yang panjang dan membuka matanya seketika.
Begitu dia memusatkan perhatiannya, tempat di mana dia berada adalah sebuah kamar yang besar.
Meja dan kursinya terbuat dari batu kumala.
Terdapat juga beberapa guci antik sebagai hiasan.
Meskipun hanya beberapa macam barang yang ada di dalamnya, tetapi menimbulkan kesan nyaman dan enak dipandang.
Setelah memperhatikan sekelilingnya beberapa saat, diam-diam Tan Ki merasa heran.
"Tempat apakah ini?"
Tanyanya dalam hati.
Tiba-tiba dia teringat bahwa dirinya terkena totokan Oey Kang tadi sehingga tidak sadarkan diri.
Mengapa sekarang dia bisa berada di tempat ini? Perasaan herannya semakin terbangkit.
Tanpa dapat menahan rasa ingin tahunya, dia langsung memberontak dan melonjak turun dari tempat tidur.
Namun dia merasa hawa murninya bagai tersumbat.
Sedikitpun tenaga dalam tidak sanggup ia kerahkan.
Tentu saja dia terkejut setengah mati.
Semacam ingatan lantas lewat di benaknya.
Tanpa sadar dia menarik nafas panjang.
"Rupanya aku sudah terperangkap oleh Oey Kang. Entah obat apa yang dicekokan-nya padaku, sehingga membuat seluruh tenagaku lenyap dan tubuh terasa lemas seperti ini. Tampaknya kali ini, riwayatku akan tamat"
Keluhnya seorang diri.
Tiba-tiba telinganya menangkap suara langkah kaki yang mendatangi.
Otomatis lamunannya jadi tersentak.
Dia mendongakkan kepalanya memandang, seorang nenek tua bertubuh kurus dan berwajah jelek masuk ke dalam kamar dengan sebuah nampan di tangan.
Tan Ki terkejut sekali, tanpa sadar dia berseru "Locianpwe, mengapa kau juga bisa berada di tempat ini?"
Rupanya nenek tua yang kurus dan rambutnya sudah penuh uban itu bukan lain daripada guru Mei Ling, Ciu Cang Po.
Tampak wajahnya datar sekali, mimik mukanya kaku, seakan tidak mendengar apa yang diucapkan oleh Tan Ki.
Langkah kakinya seperti dihitung, setindak demi setindak dia maju dan berhenti di depan anak muda itu.
"Makanlah."
Dia meletakkan nampan yang dibawanya ke atas meja kemudian membalikkan tubuhnya dengan perlahan-lahan keluar dari kamar tersebut.
Gerakannya aneh sekali seperti sudah kehilangan kelincahannya di waktu lalu.
Keadaannya sekarang lebih mirip mayat hidup.
Wajahnya tidak memperlihatkan perasaan apa-apa seperti pikirannya telah menjadi kebal dan kehilangan kesadarannya.
Hati Tan Ki menjadi panik.
"Harap Locianpwe tunggu sebentar. Entah mengapa tubuhku kehilangan tenaga sama sekali. Kalau tidak bisa bergerak, bagaimana aku bisa makan?"
Teriaknya gugup.
Ciu Cang Po tetap seperti orang yang indera pendengarannya kurang beres.
Tanpa memperdulikan Tan Ki, dia langsung keluar dari kamar kemudian membelok dan hilang dari pandangan.
Begitu paniknya Tan Ki sampai digigitnya bibir sendiri berulang kali.
Lalu tampak dia menarik nafas panjang.
"Bagaimana baiknya? Ingin mendapat sedikit keterangan darinya saja tidak mungkin."
Gumamnya seorang diri.
Dia merasa perutnya mengeluarkan suara seperti air yang beriak-riak.
Haus dan lapar menyiksanya.
Dengan mata terbelalak dia menatap ke arah nampan.
Tampangnya seperti orang yang tidak berdaya.
Bau harum nasi dan daging terpancar keluar dari kotak makanan yang ada di atas nampan.
Keharuman yang menusuk dan hanya dapat ditatap itu membuat perutnya semakin keroncongan, hampir-hampir saja dia jatuh pingsan kembali saking laparnya.
Diam-diam dia menghembuskan nafas panjang.
Dia berusaha untuk mengalihkan pikirannya.
"Kalau tidak salah, di atas genting Cui Sian Lau, Ciu Cang Po terkena pukulan si pengemis sakti Cian Cong sehingga terluka parah. Kemudian dia dibawa oleh Oey Kang akh, jangan-jangan tempat ini merupakan kediaman iblis itu? Mungkinkah dia telah mencekoki semacam obat kepada Ciu Cang Po yang mana dapat membuat kesadarannya jadi hilang?"
Pikirannya tergerak, semakin direnungkan rasanya dugaan itu semakin benar.
Saat itu juga seluruh tubuhnya dibasahi oleh keringat dingin.
Dia tidak tahu apa yang akan dilakukan Oey Kang terhadapnya.
Kalau caranya sama seperti Ciu Cang Po, yakni meminumkan sejenis obat yang dapat merubahnya seperti orang-orangan yang kaku, yang tidak mempunyai perasaan maupun pikiran sama sekali, maka seumur hidup ia akan sama saja berada dalam alam antara manusia dan setan, selamanya tidak akan muncul dari laut penderitaan Berpikir sampai di sini, hatinya semakin takut dan terkesiap.
Saking paniknya, ingin rasanya menegakkan badannya dan kabur dari tempat itu.
Tapi keempat anggota tubuhnya tetap tidak mau diajak bekerja sama.
Tanpa sadar, lagi-lagi dia menarik nafas panjang.
Akhirnya dia memejamkan mata dan tidak mau berpikir lebih lanjut lagi.
Setelah agak tenang, pikirannya malah menjadi peka.
Diam-diam dia menghapalkan ilmu pernafasan yang terdapat dalam kitab yang diambilnya dari kuburan para ketua Ti Ciang Pang.
Kurang lebih sepeminuman teh kemudian, tiba-tiba dia menggelenggelengkan kepalanya dan menggumam seorang diri "Sayang sekali aku tidak pernah mempelajari ilmu Lwe Kang yang benar.
Kalau tidak, ilmu pernafasan dan cara menghimpun hawa murni tingkat tinggi yang ada dalam kitab itu pasti bisa membantu aku menembus urat darah dan menyembuhkan"
Belum lagi kata-katanya selesai, kembali telinganya menangkap suara langkah kaki orang yang menuju ke arahnya.
Dia mengira tentunya Ciu Cang Po yang balik kembali, dengan kesal dia memalingkan wajahnya dan tidak mau melirik sedikitpun.
Tiba-tiba dia mendengar suara ratapan serta tangisan.
"Adik"
Seiring angin yang berhembus, tercium bau yang harum.
Pendekar Bayangan Setan -- Khu Lung Rumah Judi Pancing Perak -- Khu Lung Seruling Perak Sepasang Walet -- Khu Lung