Ceritasilat Novel Online

Dendam Iblis Seribu Wajah 8


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Bagian 8



Dendam Iblis Seribu Wajah Karya dari Khu Lung

   

   Diam-diam dia mengerahkan tenaga dalamnya dan bersiap memberikan bantuan kepada Tan Ki.

   Oey Ku Kiong bukan bermaksud mencari gara-gara dengan gadis itu.

   Namun sikap Lok Ing yang bertindak seenak perutnya sendiri, membuat anak muda itu menjadi tidak senang melihatnya.

   Tepat pada saat itu, terdengar lagi suara bentakan Lok Ing "Coba kalau kau masih berani menghindar!"

   Dia langsung melancarkan sebuah pukulan yang hebatnya bukan main! Berkali-kali Tan Ki didesak sedemikian rupa.

   Sepasang alisnya langsung terjungkit ke atas.

   Hawa amarahnya mulai meluap.

   Begitu matanya memandang, pandangannya menangkap diri Lok Hong yang berdiri di sudut dengan tertawa terkekeh-kekeh.

   Terpaksa dia menelan kembali kemarahannya yang sudah mulai berkobar.

   Malah hatinya jadi bergidik.

   Secepat kilat tubuhnya menggeser ke samping dan dengan mudah dia dapat menghindarkan diri dari serangan Lok Ing yang untuk ketiga kalinya itu.

   Secara tiga kali berturut-turut, serangan Lok Ing mengalami kegagalan.

   Dia merasa dadanya menjadi sesak seakan baru saja mendapat hinaan yang hebat.

   Tangannya menuding ke arah Tan Ki.

   Saking kesalnya dia sampai tidak sanggup mengucapkan sepatah kata-pun.

   Kemudian tampak dia menghentakkan kakinya di atas tanah berkalikali.

   Air matanya pun mengalir dengan deras.

   Lok Hong cepat-cepat menghampirinya.

   Bibirnya tersenyum lembut.

   "Cucu yang baik, dari tadi kau terus mengoceh ingin bertemu dengannya. Mengapa setelah bertemu malah mengajaknya berkelahi? Bahkan pakai menangis segala aih, aku benar-benar kewalahan menghadapi sifatmu."

   Orangtua ini merupakan seorang pangcu dari sebuah perkumpulan besar.

   Tetapi menghadapi cucunya yang satu ini, dia menyayanginya bagai permata hati.

   Melihat gadis itu demikian kesal dan sakit hati bahkan sampai mengalirkan air mata, terpaksa dia mendekatinya dan menghiburnya dengan kata-kata yang lembut.

   Siapa nyana, masih mending kalau Lok Hong tidak menasehatinya.

   Begitu mengucapkan kata-kata yang menghibur hati, tingkah laku Lok Ing semakin menjadi-jadi..

   Dia langsung menubruk ke dalam pelukan Lok Hong dan menangis dengan suara meraung-raung.

   Lok Hong jadi kelabakan, dia terus membelai rambut gadis itu dan menghiburnya dengan kata-kata yang lembut.

   "Jangan menangis, jangan menangis, Cucuku yang tersayang, anak manis."

   Setelah menangis sesaat, Lok Ing seakan merasa tangisan itu tiada artinya. Dia mendongakkan wajahnya, tangannya menuding Tan Ki.

   "Dia dia menghina aku. Yaya, kau tempeleng mukanya tiga kali, agar kekesalan hatiku agak surut!"

   Lok Hong tersenyum simpul.

   "Hal ini mudah sekali."

   Tidak tampak bagaimana dia menggerakkan tubuhnya, hanya terlihat bayangan berkelebat, tahu-tahu dia sudah sampai di hadapan Tan Ki.

   Gerakan yang aneh dan cepat, benar-benar membuat orang yang melihat jadi terkesiap! Bahkan Oey Ku Kiong juga terkejut sekali melihat hal yang di luar dugaannya itu.

   Dia tidak menyangka orangtua yang tampangnya tidak istimewa sama sekali, ternyata memiliki ilmu yang demikian tinggi! Terdengar suara Plak! Plak! Plak! Sebanyak tiga kali.

   Tampak telapak tangan Tan Ki meraba pipinya sembari mencelat mundur.

   Sebetulnya, apabila dia berniat menghindar, tentu saja bukan hal yang sulit.

   Tetapi mengingat seluruh ilmu silatnya merupakan hasil curian dari kuburan para leluhur orangtua yang ada di hadapannya ini, tentu saja dia tidak berani memamerkan kepandaiannya sedikitpun juga.

   Dirinya bagai seorang maling kecil yang berhadapan dengan si pemilik barang.

   Kalau dia berani mengelak, berarti dirinya sendiri yang mencari bencana.

   Oleh karena itu, melihat ta-ngan Lok Hong bergerak menampar pipinya secara bergantian sebanyak tiga kali, dia bahkan tidak berani menggeser sedikit juga.

   Setelah hukuman itu selesai dijalankan, Tan Ki baru berani mencelat mundur ke belakang.

   Dia menahan hawa amarah dalam dadanya dalam-dalam.

   Tiba-tiba terdengar suara tertawa dingin dari mulut Lok Ing.

   "Bagus! Rupanya kau hanya takut kepada Yaya. Terhadap diriku kau malah menganggap berhadapan dengan seorang bocah berusia tiga tahun."

   "Bukan begitu persoalannya!"

   Bentak Tan Ki marah.

   Biar bagaimana, dia merupakan seorang pemuda yang tinggi hati namun jujur.

   Mendapat caci maki dari Lok Ing, tanpa sadar dia kelepasan bicara.

   Tetapi setelah mencetuskan ucapannya, dia malah merasa menyesal secara diam-diam.

   Lok Hong tersenyum simpul.

   "Beberapa kali bertemu muka, Laote selalu menghindar saja dan tidak membalas sedikitpun. Kalau hatimu merasa tidak puas, mengapa tidak main-main saja dengan Lohu beberapa jurus?"

   "Ini"

   Tan Ki tidak berani langsung menyetujui.

   "Tidak usah begini, begitu ayolah!"

   Sembari berkata, Lok Hong maju beberapa langkah kemudian berhenti di hadapannya.

   Bibir orangtua itu tersenyum simpul.

   Wajahnya tidak menunjukkan kegarangan sama sekali.

   Tidak seperti orang yang akan berhadapan dengan musuhnya.

   Menghadapi keadaan seperti ini, Tan Ki jadi serba salah.

   Saat ini dia sedang membopong Mei Ling, mana mungkin dia tega melepaskannya dan melawan Lok Hong? Lagi pula, ilmu silat yang dimilikinya merupakan Untuk sesaat, dia menjadi bimbang tak menentu.

   Dalam waktu yang cukup lama dia hanya berdiri dengan termangu-mangu dan tidak berani maju selangkah pun.

   Tiba-tiba Serangkum angin terasa menerpa, sesosok bayangan berkelebat, tahu-tahu Oey Ku Kiong sudah berdiri di antara kedua orang itu.

   Kemunculannya begitu cepat dan tidak terduga-duga.

   Hal itu benar-benar di luar perkiraan Lok Hong.

   Melihat dia muncul dengan tiba-tiba, orangtua itu terkejut sekali.

   Namun untuk sesaat, penampilannya pulih kembali.

   "Apa yang kau inginkan?"

   Bentaknya dengan suara keras. Oey Ku Kiong tertawa dingin.

   "Seorang perempuan yang sama sekali tidak tahu aturan, didampingi orangtua yang tidak tahu diri. Benar-benar pasangan yang serasi. Beraniberaninya datang ke Pek Hun Ceng untuk menghina orang, hal ini sungguh membuat pandangan orang she Oey jadi tidak enak. Sekarang aku berharap dapat menjajal barang beberapa jurus."

   Lok Hong mendengus berat.

   "Orang lain boleh menganggap Pek Hun Ceng seperti tempat bersemayamnya seekor naga sakti atau gua harimau. Tetapi dalam pandangan Pangcu ini, malah hanya seperti liang kelinci atau sangkar burung. Tidak ada hal yang istimewa sama sekali."

   "Jangan sangka karena kau bisa masuk dengan seenaknya, maka kau seakan melangkah ke tempat yang kosong. Kau kira kau bisa datang dan pergi seenaknya. Sebentar kalau kau bertemu dengan ketiga puluh enam Jendral Langit, baru kau tahu rasa!"

   Lok Hong mendongakkan wajahnya tertawa terbahak-bahak. Suaranya bagai geraman seekor naga yang berkumandang sampai kejauhan serta menggetarkan hati orang yang mendengarnya.

   "Omong kosong saja buat apa, aku justru ingin mencoba sampai di mana kehebatan Pek Hun Ceng yang dapat membuat hati para pendekar di dunia Kangouw kebat-kebit."

   Oey Ku Kiong mendengus satu kali.

   Ujung lengan bajunya disingkapkan, telapak tangan kanannya diulurkan.

   Terdengar suara yang menderu-deru, dalam keadaan marah dia melancarkan sebuah pukulan.

   Lok Hong menganggap dirinya sebagai angkatan tua dalam dunia Kangouw, mana mau dia mengambil keuntungan dari anak muda itu? Dia menarik nafas dalam-dalam, kemudian mencelat mundur sejauh tiga empat langkah.

   Tadinya dia bermaksud mengalah tiga empat jurus kepada Oey Ku Kiong.

   Tetapi siapa memangnya Oey Ku Kiong itu, mana boleh disamakan dengan pemuda sembarangan.

   Ketika Lok Hong mencelat mundur, otomatis dia sudah kehilangan kesempatan menyerang terlebih dahulu.

   Tiba-tiba mulut Oey Ku Kiong mengeluarkan suara bentakan, kakinya melangkah maju.

   Dia mendesak ke depan kemudian dalam waktu yang bersamaan, dia mengerahkan delapan jurus secara berturut-turut, kakinya pun mengirimkan dua buah tendangan.

   Tampak bayangan telapak tangan diiringi deru angin yang keras.

   Suaranya mendesingdesing, seperti setan-setan gentayangan yang tiba-tiba muncul dari dalam tanah dan menyerang serentak.

   Suara ratapannya menggetarkan hati.

   Lok Hong merasa hatinya tercekat, dia tidak menyangka seorang pemuda yang masih ingusan dapat memiliki tenaga dalam sehebat itu.

   Bahkan kecepatannya juga mengagumkan.

   Begitu terperanjatnya sampai-sampai wajah orangtua ini langsung berubah.

   Hampir saja dia terkena tendangan Oey Ku Kiong.

   Secepat kilat tubuhnya menghentak serta melayang ke belakang.

   Kali ini, Lok Hong benar-benar tidak berani memandang ringan musuhnya lagi.

   Dia segera memusatkan perhatiannya untuk menghadapi anak muda itu dengan sungguhsungguh.

   Lok Hong merupakan Pangcu dari Ti Ciang Pang.

   Meskipun dia j arang berkelana di dunia Kangouw dan namanya tidak termasyhur seperti si pengemis sakti Cian Cong.

   Tapi, ilmu silatnya tidak kalah dibandingkan tokoh-tokoh tua yang lainnya.

   Begitu perhatiannya dipusatkan, biar bagaimana pun gencar dan kejinya serangan Oey Ku Kiong, tetap saja dapat dielakkan maupun dipecahkan dengan mudah oleh Lok Hong.

   Dalam waktu yang singkat, dia telah diserang sebanyak belasan jurus, tetapi semuanya hanya saling bergebrak kemudian mundur kembali.

   Kejadiannya berlangsung cepat dan keji.

   Bahkan Tan Ki dan Lok Ing yang melihatnya sampai merasa mata mereka berkunangkunang.

   Tiba-tiba terdengar suara yang menggelegar, seluruh permukaan tanah langsung bergetar, tampak sosok tubuh Oey Ku Kiong terhuyung-huyung kemudian terdesak mundur sejauh tujuh delapan langkah.

   Rupanya tiba-tiba Lok Hong merasa dirinya sebagai Pangcu Ti Ciang Pang yang besar.

   Apabila untuk meringkus seorang bocah ingusan saja dia tidak sanggup tentu akan menjadi bahan tertawaan para sahabat di dunia Kangouw kalau sampai berita ini tersebar keluar.

   Pada saat itu, ke mana kegagahannya yang dibanggakan dan di mana wajahnya harus diletakkan? Begitu pikirannya tergerak, hawa pembunuhan pun langsung memenuhi hatinya.

   Sepasang telapak tangannya telah terhimpun seluruh kekuatannya, dengan posisi menahan di depan dada dia menghantamkan sebuah serangan.

   Serangannya ini telah diperhitungkan matang-matang.

   Dia sudah dapat mengira dengan tepat arah mundur Oey Ku Kiong, sehingga mau tidak mau dia harus menyambut pukulan Lok Hong.

   Begitu kekuatan keduanya telah beradu, Oey Ku Kiong merasa aliran darahnya seakan membalik, langkah kakinya menjadi goyah dan tanpa dapat dipertahankan lagi dia tergetar mundur beberapa langkah.

   Biar bagaimanapun, tenaga dalam Lok Hong memang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan anak muda itu.

   Cara beradu pukulan dengan kekerasan juga sangat berbahaya.

   Lagipula sulit dihindarkan.

   Meskipun silat Oey Ku Kiong mengandung berbagai macam jurus yang aneh, tetapi karena dalam bidang tenaga dalam mengalami kekalahan, akhirnya dialah yang menjadi pecundang.

   Dengan mengandalkan kelebihan dirinya, Lok Hong memaksa Oey Ku Kiong menyambut pukulannya dengan kekerasan.

   Setelah itu dia tidak memberi kesempatan sama sekali kepada anak muda itu untuk mengatur pernafasannya.

   Mulutnya mengeluarkan suara bentakan, lengannya yang kokoh bagai besi langsung terulur kembali.

   Serangkum angin yang kuatnya bukan main langsung menerpa datang.

   Ketegangan, kematian seakan mendesak ke arah Oey Ku Kiong! Kalau Lok Hong benar-benar melancarkan pukulannya, Oey Ku Kiong pasti tidak sempat lagi mengerahkan tenaganya untuk menyambut.

   Tiba-tiba Terdengar suara siulan yang panjang memecahkan keheningan.

   Sesosok bayangan berkelebat ke arah mereka dengan cepat! Hati Lok Hong terkesiap, rangkuman tenaga pukulannya yang kuat ternyata berhasil didorong oleh pukulan orang itu dengan cara kekerasan.

   Tubuhnya lalu melesat lewat di samping Oey Ku Kiong.

   Begitu matanya memandang, ternyata orang yang turun tangan itu adalah Tan Ki yang selalu mengalah dan dipukul berkali-kali tanpa pernah membalas.

   Tentu saja dia jadi tertegun seketika.

   Rupanya, meskipun Tan Ki adalah seorang pemuda yang tinggi hati namun dia juga orang j yang mengenal budi.

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Melihat Oey Ku Kiong terjerumus dalam keadaan yang membahayakan jiwanya hanya karena persoalan dirinya, rasa kegagahannya pun terbangkit.

   Rasa takutnya terhadap Lok Hong seolah tersingkirkan.

   Oleh karena itu, dia meletakkan Mei Ling perlahan-lahan di atas tanah, kemudian tubuhnya bergerak serta melayang di udara.

   Dengan tepat dia menyambut serangan Lok Hong yang keji ke arah Oey Ku Kiong.

   Pada saat itu juga, dia tidak mempertimbangkan akibat apapun.

   Begitu mengeluarkan suara siulan yang panjang, dia sudah mengambil keputusan untuk melancarkan sebuah pukulan dan dengan keras menyambut serangan Lok Hong.

   Dirinya sendiri terdorong oleh rangkuman tenaga yang dahsyat sehingga tergetar mundur dua langkah.

   Tepat pada saat itu juga, suasana yang tegang seakan menjadi dua kali lipat.

   Oey Ku Kiong sudah agak tenang dari rasa terkejutnya.

   Di wajahnya tersirat perasaan kemalumaluan.

   Dia menjura dalam-dalam kepada Tan Ki.

   "Terima kasih atas budi pertolongan Tan Heng.

   Teman sepertimu ini sudah pasti kujalin.

   Tentang Cen Kouwnio, kelak kita bicarakan kembali"

   Matanya beralih kepada Lok Hong. Dia mengalihkan pokok pembicaraan.

   "Kalian berdua berani menyusup ke dalam Pek Hun Ceng, setidaknya pasti mempunyai keyakinan beberapa bagian. Aku orang she Oey mengaku kalah, tetapi tempat tinggal kami ini memang dibangun sedemikian rupa untuk menyambut kedatangan tamu-tamu. Apakah kalian mempunyai nyali yang cukup besar untuk mengikuti aku mengelilinginya?"

   Lok Hong tertawa terbahak-bahak.

   "Aku justru ingin melihat sampai di mana kehebatan Tiga puluh enam Jendral Langit itu!"

   Lok Ing langsung mencibirkan bibirnya dengan kesal.

   "Yaya, apakah kau tidak sudi menyelesaikan urusanku lagi?"

   Tanyanya gugup. Rupanya dia masih juga belum puas mempermainkan Tan Ki. Atau mungkin dia merasa berat berpisah dengannya? Lok Hong melirik Tan Ki sekilas. Dia tertawa datar.

   "Sudah tahu bentuknya seperti ini, biar sudah jadi abupun masih bisa dikenali. Memangnya dia bisa lari ke mana?"

   Tangannya direntangkan dengan gaya mempersilahkan.

   "Harap kau menunjukkan jalan. Biar Lohu belajar kenal sebentar apa perbedaan Barisan Tiga Puluh Jendral Langitmu dengan Cap-pat Lo-han dari Siau Lim Pai?"

   Oey Ku Kiong mendengus satu kali.

   Dia tidak mengucapkan sepatah katapun.

   Tubuhnya langsung melesat ke depan.

   Lok Hong dan Lok Ing segera mengerahkan ginkangnya dan mengikuti dari belakang.

   Da-lam sekejap mata mereka sudah menghilang di balik rumpunan pohon bambu.

   Sebelum me-ninggalkan tempat itu Lok Ing sempat menatap Tan Ki sekilas.

   Pandangan itu demikian aneh, bukan kebencian ataupun penyesalan, tetapi semacam sinar yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.

   Tan Ki berdiri tertegun beberapa saat.

   Setelah Lok Hong dan yang lainnya pergi dari sana, baru dia membopong Mei Ling kembali.

   Direnungkannya apa yang berlangsung barusan.

   Semuanya bagai khayalan dan impian, tetapi justru merupakan peristiwa yang menegangkan.

   Kematian dan kehidupan hanya terpaut demikian tipis.

   Perlahan-lahan dia berjalan, langkah kakinya seakan berat sekali Entah sejak kapan, tahu-tahu dia sudah meninggalkan Pek Hun-ceng.

   Telapak kakinya mulai berpijak di atas rerumputan.

   Rupanya dia sudah sampai di sebuah padang rumput.

   Tetapi ia sendiri masih belum menyadarinya.

   Hatinya kalut sekali.

   Pikirannya ruwet.

   Benaknya seakan digelayuti berbagai masalah.

   Namun masalah yang paling dirisaukannya justru bagaimana caranya menolong Mei Ling agar kesadarannya pulih kembali.

   Masih mending kalau tidak berpikir.

   Begitu dipikirkan, rasanya harapan semakin tipis.

   Li Hun Tan merupakan ramuan khas Oey Kang sendiri.

   Di mana dia bisa menemukan tabib sakti yang sanggup menyembuhkan penyakit ini? Kalau dia tidak berhasil menemukan orang yang sanggup menyembuhkannya, untuk seumur hidupnya Mei Ling akan menjadi manusia yang seolah kehilangan sukma.

   Untuk selamanya Tan Ki tidak dapat melihat lagi senyumnya yang polos Hatinya diganduli perasaan yang pilu.

   Dia melangkah terus tanpa menyadari apapun.

   Perlahan-lahan dia mendaki sebuah bukit.

   Dari arah depan terasa angin berhembus, sejuknya bukan main.

   Rambut Mei Ling sampai berkibaran, pakaian atau tepatnya jubah yang dikenakan gadis itu juga melambai-lambai.

   Tan Ki menghentikan langkah kakinya.

   Dengan termangu-mangu dia berdiri tegak.

   Di hadapannya terlihat gunung menjulang tinggi.

   Pemandangannya indah sekali.

   Tetapi Tan Ki seolah tidak melihat.

   Dia terus membopong Mei Ling seperti orang yang terpana.

   Dengan berdiam diri, tubuhnya tampak tidak bergerak sedikitpun Saat yang sekejap itu, sepertinya lebih panjang dari biasa.

   Hening mencekam.

   Di benaknya terdapat banyak bayangan para gadis, tetapi sekarang semuanya sudah lenyap, yang teringat olehnya hanya Mei Ling seorang.

   Angin masih berhembus, pegunungan tetap sunyi, semuanya tetap sama, tidak ada satu-pun yang berubah.

   Hanya perasaan Tan Ki yang makin tenggelam dalam kekalutan dan kesedihan.

   Keringatnya mengalir dengan deras, giginya digertakkan erat-erat.

   Tubuhnya bergetar karena hatinya dirisaukan oleh berbagai penderitaan.

   Pikirannya sama sekali tidak tenang.

   Kejadian itu berlangsung lama sekali.

   Tiba-tiba dia menarik nafas panjang.

   Perlahan-lahan dia menurunkan Mei Ling dari bopongannya.

   Dibiarkannya gadis itu berdiri tegak.

   Penyesalan di dalam hatinya masih belum sirna juga.

   Kalau tadi aku mengabulkan permintaan Oey Ku Kiong, dengan memperkenalkan Kiau Hun kepadanya, aku akan memperoleh obat penawarnya serta dapat menyembuhkan Mei Ling segera.

   Urusan lainnya biar lihat perkembangannya saja.

   Kelak, apakah Kiau Hun juga cinta atau tidak kepada pemuda itu, bukan urusanku lagi.

   Biar bagaimanapun, Kiau Hun sendiri yang berhak menentukannya, sedangkan aku tidak mungkin mengambil keputusan apa-apa.

   Pada saat itu aku sudah mendapatkan obat penawar, meskipun belakang hari Oey Ku Kiong marah kepadaku.

   Aih mengapa aku demikian bodoh, dalam segala hal selalu mendahulukan kepercayaan dan tata krama, akhirnya Liu Moay Moay menjadi menderita seumur hidup.

   Dia kehilangan kebahagiaan untuk selamanya! Keluhnya dalam hati.

   Berpikir sampai di sini, dia semakin menyesal.

   Tanpa sadar dia mengangkat tangannya kemudian menampar pipinya sendiri berulang kali.

   Dalam waktu yang bersamaan, mulutnya pun terus memaki dirinya sendiri "Bodoh, tolol, mampus saja kau!"

   Sambil memukul dia terus memaki, tanpa terasa air matanya mengalir dengan deras membasahi pipinya.

   Tan Ki menangis.

   Baru pertama kalinya dia menguraikan air mata demi gadis yang dikasi-hinya.

   Dia merasa hal itu cukup berharga baginya untuk ditangisi.

   Airmata terus mengalir, mengiringi ucapannya yang lirih sekali yang tercetus dari hati kecilnya "Liu Moay, sebetulnya aku sudah mendapat kesempatan untuk menolongmu, tetapi dengan mudah aku mengabaikannya.

   Dua kali aku mendapat uluran tanganmu sehingga aku terlepas dari kesulitan.

   Malah sekarang aku membiarkanmu sedemikian rupa.

   Walaupun aku dihukum seribu bacokan, dosa ini tetap tidak tertebus.

   Liu Moay, apakah kau mendengarkan ucapanku? Aku harap kau bersedia memaafkan"

   Tenggorokannya bagai tercekat, untuk sesaat dia tidak sanggup melanjutkan katakatanya. Dua baris air mata mengalir semakin deras. Bahkan kerah bajunya sudah basah karena rembesan air matanya.

   "Aku mencintaimu"

   Nada suaranya begitu tulus, di dalamnya terkandung kepiluan dan cinta kasih yang murni.

   Tampaknya setelah bergumam beberapa saat, dia masih belum juga mencetuskan seluruh perasaannya.

   Itulah sebabnya kemudian dia mengucapkan juga kata-kata yang terakhir itu.

   Mei Ling berdiri termangu-mangu dengan bibir tersenyum.

   Wajahnya tidak menyiratkan perasaan apapun.

   Gadis itu telah dicekoki Li Hun Tan oleh Oey Kang.

   Kesadarannya telah hilang.

   Meskipun kata-kata Tan Ki begitu romantis dan mengungkapkan perasaan yang sedalam-dalamnya, tetap saja dia tidak mengerti.

   Suasana semakin mencekam, di dalamnya juga terselip semacam kesunyian yang menge-naskan Tiba-tiba, pundak Tan Ki disentuh oleh sebuah tangan.

   Telinganya mendengar suara yang parau namun mengandung kelembutan "Mengapa Abang kecil ini begitu sedih? Bolehkah Yibun Siu San mendengar apa yang telah terjadi, biar kita dapat berbagi sedikit suka dan duka."

   Kedatangan orang ini tidak menimbulkan suara sedikitpun.

   Seperti setan gentayangan yang kakinya tidak berpijak pada tanah.

   Meskipun Tan Ki dalam keadaan sedih, ternyata dia tidak tahu sejak kapan orang itu berdiri di belakangnya.

   Setelah orang itu menegurnya, otomatis dia terkejut setengah mati.

   Cepat-cepat dia memalingkan kepalanya untuk melihat.

   Ketika Tan Ki menolong Mei Ling dan membawanya lari keluar dari pendopo pertemuan, barulah Yibun Siu San muncul.

   Sampai Coan Lam Taihiap itu melepaskan para pendekar dari mara bahaya, Tan Ki tidak sempat melihatnya.

   Oleh karena itu, dia tidak kenal siapa orang ini.

   Apa yang dilihatnya sekarang, hanya seorang manusia yang wajahnya tertutup cadar dan sedang berdiri di belakangnya.

   Tentu saja Tan Ki jadi tertegun.

   Sejak kecil Tan Ki hidup seorang diri dalam pegunungan yang sunyi.

   Yang membuat semangatnya tidak patah hanya keinginan membalas dendam yang berkobar-kobar dalam hatinya- Dia mempelajari ilmu silat dengan tekun.

   Diam-diam dia menghabiskan waktu selama sepuluh tahun tanpa teman seorangpun.

   Dia juga tidak pernah bertemu dengan siapa-siapa.

   Hal ini menyebabkan wataknya yang suka menyendiri, angkuh dan keras kepala.

   Tetapi sebetulnya dia mempunyai hati yang hangat, semacam perasaan yang aneh terus menyelimuti hatinya, meskipun dia tidak mempunyai tempat untuk mengadu dan selalu memendam perasaan hatinya dalam-dalam.

   Semakin lama dia semakin merasa kesepian.

   Meskipun hatinya pernah diusik oleh kecentilan Liang Fu Yong, keromantisan Kiau Hun, bahkan Lok Ing yang tidak tahu aturan.

   Hanya Mei Ling yang lugu yang baru benar-benar merupakan gadis pujaan hatinya, terutama sejak mengacau di rumah keluarga Liu dan berhasil ditolong oleh gadis itu.

   Begitu pertama kali melihatnya, dia langsung jatuh hati.

   Bayangannya terus menggelayuti benak Tan Ki.

   Setiap saat dia selalu merindukan gadis itu.

   Oleh karena itu, begitu mendengar ucapan Yibun Siu San, apalagi melihat keadaan Mei Ling yang termangu-mangu seperti orang bodoh serta sulit disembuhkan, hatinya semakin hancur.

   Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Air matanya pun mengalir dengan deras.

   Meskipun untuk sesaat dia sempat tertegun melihat orang di hadapannya, tetapi penderitaan di dalam hatinya semakin menjadi-jadi.

   Tanpa sadar dia mencetuskan perasaannya, tangannya menunjuk ke arah Mei Ling.

   "Dia kehilangan kesadarannya dan berubah menjadi manusia yang tidak tahu apa-apa. Semua ini merupakan kesalahanku"

   Kesedihan di dalam hatinya sedang meluap-luap.

   Di tambah lagi tenggorokannya yang kering.

   Kata-kata yang diucapkannya jadi terputusputus.

   Kalimatnya tidak jelas.

   Persis seperti anak kecil yang berhadapan dengan saudaranya serta mencetuskan kekesalan hatinya dengan ratapan.

   Orang yang mendengarnya ikut merasa pilu.

   Apalagi dia tidak membedakan antara kawan lawan dan tidak mempunyai persiapan sama sekali.

   Yibun Siu San memperhatikan Mei Ling sekilas.

   Bibirnya mengeluarkan suara tawa yang ringan.

   "Nona ini cantik bak bidadari, wajahnya juga menampilkan keanggunan. Tidak heran kau begitu khawatir bahkan menyalahkan diri sendiri. Lalu, sekarang apa yang kau rencanakan?"

   "Tadinya aku bermaksud mencari seorang tabib sakti yang dapat mengobatinya. Dunia ini memang luas sekali, namun rasanya tidak ada seorangpun yang sanggup menyembuhkan atau menawarkan racun Li Hun Tan milik si iblis Oey Kang."

   Yibun Siu San terkejut sekali.

   "Apa? Dia menelan racun Li Hun Tan?"

   "Tidak salah."

   Tampak Yibun Siu San merenung sejenak.

   "Kalau begitu, urusannya jadi rada sulit. Li Hun Tan merupakan ramuan dari berbagai jenis rumput-rumputan langka. Oey Kang menghabiskan waktu selama tujuh tahun untuk mendapatkan hasil yang sempurna. Di bawah kolong langit ini, meskipun banyak kejadian yang kebetulan, tetapi untuk menawarkan racun jenis yang satu ini, sulitnya bukan kepalang!"

   Wajahnya ditutupi dengan sehelai cadar, hal ini membuat orang sulit menebak bagaimana perasaannya saat itu.

   Tetapi dari nada suaranya yang tegas serta yakin, tampaknya dia sendiri tidak dapat melakukan apa-apa.

   Hati Tan Ki semakin panik.

   Dia menarik nafas panjang-panjang.

   "Lalu bagaimana baiknya?"

   Tanyanya dengan nada putus asa.

   "Apakah kau benar-benar ingin menolongnya?"

   "Asal dapat menyembuhkannya, meskipun harus mati seribu kali, aku rela!"

   "Baik, mari kau ikut denganku."

   Selesai berkata, orang itu tidak menunggu lagi jawaban dari Tan Ki, dia langsung membalikkan tubuhnya dan menghambur pergi.

   Untuk sesaat, Tan Ki seolah tidak mempunyai pertimbangan apa-apa.

   Dia langsung membopong tubuh Mei Ling dan mengikuti dari belakang.

   Matahari bersinar dengan terik, tampak dua sosok bayangan berkelebat secepat kilat.

   Bagai dua gumpal awan, tubuh mereka melesat jauh.

   Liku-liku pegunungan telah dilalui, akhirnya mereka sampai di bukit yang sunyi.

   Tiba-tiba Yibun Siu San menghentikan langkah kakinya.

   Dia berdiri di bawah celah batu yang menonjol.

   "Di puncak bukit ini, merupakan gubuk tempat tinggalku. Sayangnya sekarang ini tidak sempat mengajak abang kecil ini meninjau-ninjau."

   "Mengapa?"

   "Memangnya racun yang diderita nona cilik ini tidak mau disebuhkan lagi?"

   Mendengar ucapannya, mula-mula Tan Ki tertegun. Setelah merenung sejenak, dia seperti tersentak dari lamunan. Wajahnya langsung berseri-seri.

   "Harap Cianpwe bersedia mengulurkan tangan membantunya."

   Selesai berkata, dia segera menjura dalam-dalam.

   Yibun Siu San tertawa lepas.

   Dia segera membalikkan tubuhnya dan berjalan melalui tepi sungai di puncak bukit.

   Setelah melewati hutan bambu yang tidak seberapa luas, begitu mata memandang, di depan terdapat sebuah rumah peristirahatan.

   Ukurannya sedang-sedang saja.

   Dinding sebelah dalamnya terbatas pada batu bukit.

   Yibun Siu San merentangkan tangannya dengan tanda mempersilahkan.

   "Masuklah. Aku ada beberapa pertanyaan yang ingin diajukan di dalam nanti."

   Tan Ki tersenyum terharu.

   Dia mendahului melangkah ke dalam.

   Pada saat ini hatinya panik sekali.

   Rasanya ingin ia menyuruh orang ini langsung turun tangan menyembuhkan penyakit yang diderita Mei Ling agar kesadarannya dapat dipulihkan seperti sedia kala.

   Bahkan dia tidak sedikitpun melirik dekorasi rumah itu.

   Setelah mempersilahkan tamunya duduk, Yibun Siu San sendiri menarik sebuah bangku dan dibimbingnya Mei Ling duduk di sana.

   Dengan ramah dia bertanya.

   "Mohon tanya nama dan she Abang kecil yang mulia, serta di mana rumah tinggalnya?"

   "Aku bernama Tan Ki. Tinggal di tepi telaga Hoan Yang."

   "Ayahmu?"

   "Ayah bernama Tan Ciok San. Orang-orang menjulukinya Miau Jiu Su- seng (Pelajar ber-tangan sakti). Mulut Yibun Siu San mengeluarkan suara Oh kemudian tersenyum simpul sambil menganggukkan kepalanya.

   "Rupanya ayahmu juga merupakan seorang tokoh yang cukup terkenal. Kalau begitu ibumu kemungkinan besar juga merupakan sahabat dari dunia Kangouw."

   Wajah Tan Ki langsung berubah hebat.

   "Bukan!"

   Sahutnya dengan nada enggan.

   "Tampaknya kau kurang menyukai ibumu?"

   "Bukan hanya kurang menyukai saja, malah bencinya setengah mati aih, sekarang ini aku segan membicarakan urusan ini. Harap Locianpwe segera turun tangan saja."

   Yibun Siu San tersenyum simpul. Tiba-tiba wajahnya menjadi serius, segera tersirat kewibawaan yang dalam.

   "Terus terang aku katakan kepadamu, ayahmu merupakan sahabat lamaku."

   Tan Ki terkejut sekali mendengar keterangannya. Dia langsung berdiri tegak dan bermaksud mengucapkan sesuatu. Tampak Yibun Siu San menarik nafas panjang, seakan dia sedang merenungi masa lalu. Perlahanlahan dia memejamkan matanya.

   "Selama berkelana di dunia Kangouw, apakah Abang kecil ini pernah mendengar nama Lu Wi Sam-kiat alias tiga jago dari Lu Wi?"

   "Sejak berkelana di dunia Kangouw sampai sekarang, Boanpwe rasa baru kurang lebih setengah tahun. Pengalaman maupun pengetahuan masih cetek. Jadi belum pernah mendengar nama tersebut."

   BAGIAN XX Yibun Siu San berdehem lirih satu kali.

   Sinar matanya mengandung perasaan yang pilu.

   Dia menarik nafas dalam-dalam.

   "Hal ini tentu tidak dapat disalahkan.

   Ketika Lu Wi Sam-kiat menggetarkan dunia Kangouw, kau masih dalam gendongan ibumu.

   Teringat kami bertiga mengangkat tali persaudaraan, hubungan kami demikian dekat"

   Sepasang alis Tan Ki mengkerut-kerut. Tiba-tiba dia memotong pembicaraan Yibun Siu San.

   "Apakah ayahku merupakan salah satu anggota dari Lu Wi Sam-kiat?"

   "Betul. Kami mengambil urutan berdasarkan usia masing-masing. Ayahmu adalah Lotoa, sedangkan aku berada pada deretan nomor tiga."

   "Lalu siapa yang menduduki urutan kedua?"

   "Orang ini pasti sudah kau kenal, dialah pemilik Pek Hun-ceng, si raja iblis nomor satu Oey Kang."

   Seluruh tubuh Tan Ki langsung bergetar mendengarnya, dia merasa terkejut sekali.

   "Apa? Jadi dialah Ji-siokhu Boanpwe?" (Ji-siokhu artinya paman kedua).

   "Hal ini merupakan kenyataan yang tidak dapat ditolak. Kalau kau tidak percaya, setelah bertemu dengan ibumu, kau boleh menanyakannya lebih jelas."

   Mendengar ucapannya, Tan Ki segera menutupi kedua belah telinganya dengan tangan. Dia menghentak-hentakkan kakinya dengan penuh kebencian.

   "Aku tidak mau dengar, aku tidak mau dengar! Aku sudah mengatakan bahwa aku tidak mau berbicara tentang ibuku, Locianpwe malah sengaja membuat hatiku menjadi kacau, sebetulnya apa maksudmu?"

   Yibun Siu San tertawa dingin.

   "Tampaknya kesanmu terhadap ibumu sendiri bukan hanya buruk tapi jahat!"

   Tampaknya orang ini menaruh rasa hormat yang dalam kepada ibu Tan Ki.

   Mendengar anak muda itu terus-terusan mengatakan bahwa dia membenci ibunya, tanpa dapat ditahan lagi hawa amarah dalam dadanya jadi meluap-luap.

   Ketika ucapannya selesai, tiba-tiba tubuhnya berdiri dan dengan kecepatan kilat ia menghambur mendekati.

   Tangan kanannya terangkat dan terdengar suara Plak! Satu kali.

   Dengan kecepatan yang sulit ditangkap pandangan mata, tahu-tahu pipi Tan Ki sudah kena ditempeleng oleh orang itu.

   Gerakannya demikian cepat, sehingga laksana anak panah yang meluncur.

   Tan Ki tidak sempat lagi menghindar.

   Dia hanya merasa wajahnya panas sekali.

   Juga terselip rasa perih yang tidak terkatakan.

   Tanpa sadar dia meraba pipinya dan mundur sejauh dua langkah.

   "Mengapa kau memukul orang seenaknya?"

   Rupanya tamparan Yibun Siu San ini keras sekali. Tampak orang itu mengeluarkan suara tawa yang dingin.

   "Masih keenakan kalau memukul saja. Aku ingin bertanya padamu, sebagai seorang anak, apa yang terutama harus dilakukan?"

   "Bakti!"

   "Lalu, mengapa kau demikian tidak becus? Bahkan berani-beraninya merasa benci kepada ibu yang melahirkan dirimu dengan susah payah? Hm, baru mendengar orang mengungkitnya sudah sedemikian rupa, apabila suatu hari nanti kalian ibu dan akan dapat bertemu lagi, entah peristiwa tragis apa yang akan terjadi pada saat itu!"

   Tan Ki mendengar suara bentakannya semakin lama semakin keras.

   Tangannya menuding dan kakinya dihentakkan.

   Tampangnya seakan kesal sekali.

   Hatinya diam-diam timbul kecurigaan.

   Tampaknya dia mengenal Ibu dengan baik Pikirannya tergerak, dengan luapan amarah dia menyahut.

   "Kalau dia pantas menjadi orangtua bagi seorang anak, aku juga tidak akan demikian kurang ajar!"

   Tubuh Yibun Siu San bergetar hebat.

   "Mengapa?"

   Desaknya. Dengan mata menyorotkan kebencian Tan Ki melanjutkan kata-katanya "Justru ketika Ayah mati secara mengenaskan malam itu, dia malah lari bersama kekasih gelapnya.

   "Mengapa kau bisa yakin begitu kejadiannya? Apakah saat itu kau melihat dengan mata kepalamu sendiri?"

   "Meskipun aku tidak melihatnya sendiri, tetapi di dalam kamar Ayah aku menemukan sehelai sapu tangan seorang laki-laki. Di atasnya tersulam sepasang burung camar yang sedang terbang melayang di atas lautan. Juga terdapat sebaris syair yang menyatakan perasaan cinta. Hatiku tahu, bahwa benda itu bukan milik ayahku. Sedangkan di atas syair itu, tertulis nama ibuku semasa gadis. Apakah bukti-bukti ini masih belum cukup?"

   Tampaknya dalam sesaat Yibun Siu San teringat akan sesuatu hal. Dia langsung membentak.

   "Jangan sembarangan bicara, sapu tangan itu"

   Dia merandek sejenak.

   Kemudian tampak dia membungkam seribu bahasa.

   Rupanya dalam hati dia merasa panik sekali, hampir saja dia kelepasan bicara.

   Tadinya dia ingin mengatakan.

   Sapu tangan itu adalah milikku tetapi dia tersadar bahwa hal itu malah bisa semakin memperdalam kesalahpahaman dalam hati Tan Ki.

   Oleh karena itu, cepat-cepat dia menutup mulutnya.

   Tetapi Tan Ki adalah seorang pemuda yang cerdas.

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Mendengar nada suaranya yang seakan menyimpan suatu rahasia, mana mungkin dia sudi membiarkan begitu saja.

   Dia segera mencekal kesempatan itu baik-baik.

   "Milik siapa?"

   Nada suara dalam pertanyaan itu sangat tajam. Tampaknya kalau tidak dijelaskan, Tan Ki pun tidak mau menyudahi begitu saja. Bahkan apakah Yibun Siu San benar-benar Samsioknya atau bukan, dia tidak perduli lagi. Yibun Siu San merenung sejenak.

   "Ini"

   Tampaknya dia mempunyai ganjalan dalam hati. Untuk sesaat dia merasa bimbang tak menentu. Kata-kata yang hanya sepatah itu ditariknya sampai panjang sekali, bahkan dia masih tidak sanggup meneruskannya. Tan Ki hampir kehabisan kesabarannya.

   "Katakanlah!"

   Teriaknya gugup. - Akhirnya tampak Yibun Siu San menarik nafas panjang.

   "Benar tidaknya dugaanmu, suatu hari pasti akan terungkap sampai jelas. Mengapa kau begitu panik dan mendesak terus?"

   Kata-katanya belum selesai, tiba-tiba jari tangannya meluncur ke arah tenggorokan Mei Ling Tindakan yang mendadak ini, benar-benar di luar dugaan Tan Ki.

   Lagipula totokan yang dilancarkan juga demikian cepat! Melihat hal itu, Tan Ki terkejut setengah mati.

   Dia segera membentak dengan gusar.

   "Apa yang kau lakukan?"

   Terdengar suara angin menderu, dia langsung melancarkan sebuah pukulan! Meskipun serangannya dilancarkan secara mendadak bahkan dalam keadaan marah dan tanpa persiapan sama sekali, tetapi kecepatannya tidak terkirakan.

   Tenaga dalamnya pun sangat kuat.

   Yibun sengaja melakukan hal ini karena hendak menghindari desakan pertanyaan Tan Ki.

   Setelah totokannya yang ringan mengenai tenggorokan Mei Ling, luncuran pukulan Tan Ki yang dahsyat pun menerjang tiba.

   Dia merasa ada serangkum angin yang kuat menerpa dari samping tubuhnya.

   Tiba-tiba terlihat Yibun Siu San memutar, dengan gerakan yang indah dan jurus yang ajaib, tahu-tahu dia sudah berada di belakang Mei Ling.

   Gerakannya itu bukan saja berhasil menghindarkan diri dari serangan Tan Ki, sekaligus dia masih sempat mengulurkan tangannya menotok tujuh delapan tempat urat darah di belakang punggung Mei Ling.

   Tubuh Mei Ling yang kecil langsing terkena tujuh totokan Yibun Siu San secara berturut-turut.

   Setelah mendengus satu kali, tubuhnya pun terkulai di atas tanah.

   Hampir dalam waktu yang bersamaan, dengan kemarahan yang meluap-luap, mulut Tan Ki mengeluarkan suara raungan yang keras.

   Dia menerjang dengan kalap.

   Jurus Api Membara Di Hari Yang Cerah langsung mengarah ke dada Yibun Siu San.

   Sebetulnya Yibun Siu San hanya menghindarkan diri dari pertanyaan Tan Ki yang bertubi-tubi.

   Dia sama sekali tidak berniat berkelahi dengan anak muda itu.

   Pundaknya digerakkan ke kiri dan kakinya pun mencelat mundur setengah langkah.

   Dia segera mengibaskan tangannya berkali-kali.

   "Tunggu dulu, dengarlah perkataanku!"

   Air mata Tan Ki terus mengalir. Wajahnya menyiratkan kepedihan yang dalam.

   "Kau sudah mencelakakan kekasihku sampai mati. Apalagi yang harus kita bicarakan?"

   Bentaknya marah.

   Lengannya yang kokoh seperti besi terus bergerak.

   Ternyata dia tidak sudi mendengar penjelasan Yibun Siu San.

   Dengan jurus Burung Melayang Dengan Gusar, dia menebas dari atas ke bawah.

   Sasarannya kali ini ubunubun kepala Yibun Siu San.

   Sungguh merupakan serangan yang keji! Belum lagi kakinya yang tiba-tiba melangkah ke depan sampai tangan satunya lagi langsung melancarkan sebuah pukulan ke dada Yibun Siu San.

   Hatinya pedih sekali karena mengira keka-sihnya telah mati.

   Dalam satu jurus dia melancarkan dua buah serangan.

   Kecepatannya hampir pada waktu yang bersamaan.

   Rangkuman tenaga yang dahsyat belum mencapai sasaran, anginnya sudah menerpa wajah sehingga menimbulkan rasa dingin.

   Langkah kiri Yibun Siu San bergeser sedikit.

   Dia menghindarkan diri dari tebasan tangan Tan Ki.

   Lengan kanannya terulur secepat kilat.

   Gerakannya meluncur ke depan.

   Tetapi karena dia memang tidak berniat melukai Tan Ki, biarpun kecepatannya bagai kilat yang menyambar, tetapi tenaga yang terkandung di dalamnya demikian ringan sehingga tidak menimbulkan angin sedikitpun.

   Dengan demikian kekuatannya tidak cukup untuk melukai orang.

   Tan Ki menggertakkan giginya erat-erat, kakinya melangkah mundur setengah mistar, Sekaligus dia menggerakkan lengan kanannya, dari tebasan diubah menjadi hantaman tenaga dalam yang sudah dipersiapkan di telapak tangan seketika dikerahkan.

   Jurus ini dilancarkan dengan keras lawan keras.

   Jadi tidak main-main, bahkan bermimpipun Yibun Siu San tidak mengira Tan Ki demikian setia.

   Hanya karena melihat Mei Ling terkulai di atas tanah, dia langsung berubah kalap.

   Serangan yang dilancarkannya seperti mengadu jiwa saja.

   Tentu saja Yibun Siu San jadi tertegun.

   Justru ketika dia masih terpana, tanpa terasa dua arus tenaga dalam sudah saling membentur.

   Terdengar suara menggelegar yang keras sekali.

   Rumah peristirahatan itu sampai bergetar bagai dilanda gempa bumi.

   Dalam keadaan tidak siap sama sekali,Yibun Siu San malah terdorong oleh rangkuman tenaga dalam Tan Ki yang dahsyat sehingga terdesak mundur sejauh tiga langkah.

   Yibun Siu San merasa wajahnya menjadi panas.

   Dalam hatinya timbul perasaan malu.

   Apabila aku sampai dikalahkan oleh keponakan kesayangan ini, benar-benar keterlaluan, pikirnya dalam hati.

   Begitu pikirannya tergerak, dia langsung memperdengarkan suara tawa yang gagah.

   Kakinya melangkah maju dan menerjang ke depan.

   Dalam waktu yang singkat, terlihat dia menghantam, kakinya menendang, secara berturut-turut dia melancarkan serangan sebanyak tujuh delapan jurus.

   Tampak totokannya menimbulkan angin kencang, bayangan telapak tangannya berkibar-kibar.

   Semuanya berkumpul di kiri dan kanan, dengan bergulung-gulung melanda datang.

   Bahkan tubuh Yibun Siu San sendiri hampir tidak kelihatan karena tertutup bayangan totokan dan telapak tangannya.

   Hati Tan Ki jadi terkesiap bukan kepalang.

   Dia merasa serangan lawan yang gencar mengandung kekuatan yang dahsyat.

   Seumur hidupnya hal ini justru merupakan peristiwa yang paling menggetarkan yang pernah dijumpainya.

   Untuk sesaat mana berani dia menyongsong ke depan serta menyambut serangan itu.

   Terpaksa tubuhnya mencelat mundur ke belakang setelah menarik nafas dalam-dalam.

   Apabila tokoh kelas tinggi bergebrak, kejadiannya hanya sekejapan mata saja.

   Tubuh mereka bergerak maju dan tahu-tahu sudah mundur kembali.

   Yibun Siu San tidak menyianyiakan kesempatan untuk mendesak terus.

   Tangan kiri melancarkan jurus Memetik Teratai Emas, tangan kanan dalam waktu yang bersamaan mendorong ke depan, sasarannya langsung ke dada Tan Ki.

   Baik gerakan jurus maupun tenaga dalamnya mengandung kehebatan yang tidak terkirakan.

   Satu jurus dua gerakan, dilancarkan hampir bersamaan waktunya, malah dalam saat yang sama menggunakan dua arus tenaga dalam yang berlainan bobotnya.

   Tangan kiri mengambil gaya memetik, tangan kanan menghantam sekuat tenaga.

   Gerakan kelas tinggi yang jarang terlihat ini, membuat mata Tan Ki sampai berkunang-kunang kebingungan.

   Terpaksa dia mencelat mundur kembali.

   Semacam pikiran yang buruk segera terlintas di benaknya di saat kakinya mencelat mundur ke belakang.

   Dia sudah tahu, orang yang mengaku sebagai paman ketiganya memiliki ilmu silat yang jauh lebih tinggi daripada dirinya sendiri.

   Niat untuk membalaskan dendam bagi kekasihnya, mungkin hanya impian kosong saja.

   Tanpa dapat ditahan lagi, dia mendongakkan wajahnya dan tertawa sumbang.

   Suara tawanya melengking tinggi dan mengandung kepiluan yang tidak terkatakan.

   Dapat dibayangkan penderitaan yang dialaminya saat itu.

   Seseorang bila sudah mencapai rasa putus asanya, pasti akan membayangkan banyak hal.

   Oleh karena itu, berbagai pikiran berkecamuk dalam hati Tan Ki saat itu.

   Setiap kenangan bagai ombak yang bergulung menerpa benaknya yang mulai rapuh.

   Di dalam kitab yang kutemukan terdapat ilmu Te Sa Jit-sut yang hebat sekali.

   Meskipun di dalam Pek Hun Ceng, ketika bertempur melawan tiga puluh enam jendral langit, aku sempat mengingatnya di saat terdesak.

   Tetapi sekarang aku malah melupakannya kembali.

   Kalau tidak, meskipun Yibun Siu San ini mempunyai ilmu yang lebih hebat dan keji, kemungkinan aku masih sanggup mengadu nyawa dengannya! Dengan membawa pikiran seperti itu, penyesalan di dalam hatinya semakin bertambah.

   Dia juga terus-terusan menyalahkan dirinya sendiri yang dianggapnya bodoh.

   Tiba-tiba terdengar suara tawa yang memekakkan telinga, bayangan manusia berkelebat dan tahu-tahu di depan Tan Ki sudah bertambah satu orang.

   Ilmu silat orang ini hebatnya bukan main.

   Kedatangannya begitu cepat.

   Benar-benar di luar dugaan sehingga Tan Ki terkejut setengah mati.

   Begitu matanya memandang, dia melihat orang itu mengenakan pakaian yang penuh tambalan.

   Kakinya beralas sepatu rumput, dia adalah salah satu dari dua tokoh sakti di dunia Kangouw saat itu yakni Po Siu Cu Cian Cong atau disebut juga si pengemis sakti.

   Sesudah terkejut, Tan Ki malah jadi termangu-mangu.

   Dia tidak mengerti mengapa Cian Cong bisa muncul di saat yang demikian tepat? Terdengar orangtua itu tertawa terbahak-bahak.

   "Yibun Loji, harap berhenti sebentar. Bagaimana kalau menjual sedikit muka kepada si pengemis tua?"

   Lengan kanannya terulur dan langsung menyambut ke atas.

   Dalam waktu yang bersamaan dengan kata-kata yang diucapkannya, jurus serangan Yibun Siu San sudah berhasil dipecahkannya dengan mudah.

   Yibun Siu San paling suka kebersihan.

   Tampaknya dia tidak mau menyentuh tubuh Cian Cong yang hitam dan dekil.

   Baru saja kakinya menginjak tanah, dia cepat-cepat mencelat mundur ke belakang.

   Bibirnya tersenyum.

   "Untuk apa kau datang ke mari?"

   "Si pengemis tua belum juga mengajukan pertanyaan, kau malah yang bertanya duluan. Lihat saja dirimu, sudah hidup sampai setua ini, masih mencari urusan dengan bocah cilik seperti ini. Malah main tinju dan tendangan segala macam."

   Yibun Siu San melirik Tan Ki sekilas.

   "Kau kenal dengannya?"

   "Pernah bertemu beberapa kali."

   Sembari berkata, mata Cian Cong menatap Tan Ki.

   Sinarnya memancarkan kasih sayang.

   Yibun Siu San merenung sejenak.

   Di dalam hatinya seolah terdapat ganjalan.

   Setelah be-berapa saat, dia mendekati telinga si pengemis sakti dan membisikkan beberapa patah kata.

   Tampak Cian Cong berdehem dua kali sambil menganggukkan kepalanya, seakan menyetujui apa yang dikatakan Yibun Siu San.

   Melihat keadaan itu, Tan Ki semakin terpana.

   Diam-diam dia berpikir.

   Rupanya mereka sahabat karib Kurang lebih sepeminum teh kemudian, Cian Cong membalikkan tubuhnya dan berkata kepada Tan Ki.

   "Ikut si pengemis tua keluar, kita bicara di sana!"

   Tanpa memberi kesempatan bagi Tan Ki untuk menolak, dia segera mengulurkan tangannya dan menarik tangan kanan Tan Ki lalu mengajaknya berlari keluar.

   Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Tan Ki tampak gugup sekali.

   "Locianpwe, tunggu sebentar.

   Orang ini sudah mencelakai Liu Kouwnio, mana boleh kita lepaskan dia begitu saja, aku!"

   Kata-kata selanjutnya belum lagi sempat diteruskan.

   Cian Cong malah menambah tenaga tarikannya sehingga langkah kaki Tan Ki terseret.

   Biarpun dia berusaha melepaskan diri, ternyata tidak bergeming sedikitpun.

   Kedua orang itu meninggalkan rumah peristirahatan Yibun Siu San.

   Langkah kaki mereka tidak berhenti, terus menerjang ke arah barat.

   Dalam waktu yang singkat mereka sudah berlari kurang lebih tiga li.

   Dari depan terasa angin berhembus, suara desirannya mendengung-dengung di telinga.

   Setelah berlari beberapa saat, kobaran api di dalam dada Tan Ki hampir surut setengahnya.

   Tetapi dia tetap membisu, dibiarkannya Cian Cong menarik tangannya sambil berlari.

   Kurang lebih sepeminum teh lagi, tiba-tiba Cian Cong menghentikan langkah kakinya.

   Cara berlari seperti orang yang dikejar setan tadipun terhenti sampai di situ.

   Dia membalikkan tubuhnya sambil tertawa.

   "Tidak usah lari lagi. Kita bicara di tempat ini saja."

   "Apa yang akan kita bicarakan?"

   Cian Cong tertawa terbahak-bahak.

   "Masalah yang akan dibicarakan, rasanya tidak kalah dengan bintang-bintang yang bertaburan di langit. Dalam sehari semalam saja belum tentu dapat selesai"

   Dia merandek sejenak. Dengan sengaja dia merenung beberapa saat, kemudian baru melanjutkan kembali.

   "Si pengemis tua berdiam cukup lama di dalam hutan Pek Hun Ceng. Dengan kesal akhirnya aku pergi, tetapi aku tahu Liu Seng membawa beberapa rekannya datang dari ribuan li untuk menolong putrinya. Tentu saja mereka bukan tandingan si iblis tua itu. Itulah sebabnya si pengemis tua cepat-cepat datang ke sini dan mengundang sahabat baik Yibun Loji ini agar menuju Pek Hun Ceng membantu para pendekar meloloskan diri dari maut"

   Tan Ki terkejut mendengarnya, dia segera menukas.

   "Orang yang dapat menjadi sahabat baik Locianpwe pasti seorang pendekar yang gagah serta tidak mengejar nama besar. Kalau Yibun Siu San merupakan sahabat lama Locianpwe, mengapa dia bisa membunuh seorang gadis yang tidak berdosa?"

   Selesai berkata, tampaknya hati anak muda itu masih mendongkol, dia segera mengeluarkan suara dengusan dingin dari hidungnya.

   "Tidak mungkin. Yibun Loji seorang manusia yang berbudi luhur. Dia tidak akan melukai orang sembarangan. Perbuatannya ini pasti mengandung maksud tertentu. Apa alasannya, setelah senja nanti, pasti akan diketahui. Buat apa kau panik tidak karuan?"

   Tan Ki malah semakin panik.

   "Locianpwe jangan sampai dikelabui olehnya. Cara turun tangan maupun jurus yang dilancarkan Yibun Siu San selalu mengandung kekejian. Kalau Boanpwe tidak menyaksikannya dengan mata kepala sendiri, tentu tidak percaya dia dapat dalam melakukan hal itu. Lagipula dia sudah menotok tujuh jalan darah Liu Kouwnio yang mematikan, mana mungkin dia mengandung maksud lainnya?"

   Cian Cong tersenyum simpul.

   "Si pengemis tua sudah mengatakan bahwa dia tidak berniat mencelakakan orang, kalau kau masih tidak percaya juga, apa boleh buat?"

   Tiba-tiba sepasang alisnya berjungkit ke atas. Dia segera mengalihkan pokok pembicaraannya.

   "Ada orang yang datang."

   Sepasang lengannya terentang, tubuhnya bagai burung yang terbang melesat ke dalam hutan.

   Kemu-dian dia mencelat ke atas dan bersembunyi di balik dedaunan pohon Siong yang rimbun.

   Kemudian, terlihat sesosok bayangan berkelebat.

   Tahu-tahu Tan Ki sudah sampai di sam-pingnya, Cian Cong melihat gerakannya yang mencelat ke atas dan melayang turun di sampingnya dilakukannya dengan indah, tanpa dapat ditahan lagi bibirnya tersenyum simpul.

   "Meskipun ilmu ginkangmu cukup baik, tetapi tampaknya kau tidak pernah mempelajari ilmu lwekang. Tenaga dalammu belum dapat dikendalikan. Dengan demikian, ilmumu belum cukup tinggi untuk malang melintang di dunia Kangouw. Apalagi mencapai kedudukan"

   Seperti ada sesuatu yang tiba-tiba berkelabat dalam benaknya.

   Dia segera menghentikan kata-katanya di tengah jalan.

   Tan Ki menyibakkan dedaunan yang menghalangi pemandangan.

   Kepalanya melongok ke depan.

   Dia melihat rombongan orang berjumlah kurang lebih belasan melangkah dengan cepat.

   Ketika Cian Cong menghentikan kata-katanya, mereka sudah sampai di bawah pohon di mana Cian Cong dan Tan Ki bersembunyi.

   Diam-diam hatinya jadi terperanjat.

   Dia tidak mengerti Kiau Hun memimpin Liu Seng, Kok Hua-hong, Yi Siu, Cu Mei beserta yang lainnya ke tempat ini dengan tujuan apa.

   Yang aneh, Ciu Cang Po juga termasuk di antara rombongan itu.

   Tampaknya kesadaran nenek itu belum pulih.

   Wajahnya masih kaku dan datar.

   Sepasang matanya menerawang, bahkan dengan dibimbing oleh dua orang di kiri kanannya, dia baru dapat melangkah.

   Rupanya Yibun Siu San telah berhasil menolong para pendekar dan membantu mereka keluar dari Pek Hun Ceng.

   Sesampai di jembatan perbatasan, mereka melihat Ciu Cang Po yang terduduk di atas papan jembatan dan segera memberi pertolongan kepadanya.

   Saat itu kesadaran Ciu Cang Po memang sudah hilang, apalagi dia dalam keadaan terluka akibat serangan Kiau Hun.

   Begitu ada orang yang mengajaknya pergi, dia pun tidak menolak.

   Kalau tidak karena kebetulan muncul Lok Hong yang lalu berselisihan dengan Oey Ku Kiong, sampai anak muda itu kalah dan akhirnya mereka pergi bersama.

   Dengan adanya anak muda itu, kemungkinan para pendekar akan mendapat kesulitan lagi sebelum meninggalkan Pek Hun Ceng.

   Paling tidak akan terjadi pertarungan sengit yang memakan waktu cukup panjang.

   Tak berapa jauh mereka meninggalkan Pek Hun Ceng, orang yang pingsan mulai sadar.

   Yang terluka pun sudah mulai bisa jalan sendiri.

   Hanya tinggal Ciu Cang Po yang lukanya agak parah dan kesadarannya masih hilang sampai memerlukan bimbingan orang lain.

   Tampaknya Kiau Hun memang berniat mengambil hati para pendekar dan mencari muka.

   Dia segera mengeluarkan berbagai macam obat yang mujarab dan membagikannya kepada para pendekar.

   Tetapi terhadap luka yang dialami oleh Ciu Cang Po, dia tidak melirik sekilaspun.

   Karena dulu ia diusir dari pintu perguruan, rasa bencinya kepada nenek itu masih meluap-luap.

   Meskipun ada di antara para pendekar yang mengetahui urusan ini, mereka hanya berpikir bahwa itu merupakan masalah pribadi mereka antara guru dan murid.

   Lebih baik jangan turut campur.

   Oleh karena itu tidak ada seorangpun yang banyak bertanya.

   Setelah mengalami pertarungan yang hampir menentukan hidup mati, baru berjalan sampai di sini, mereka sudah kelelahan setengah mati.

   Ada yang menyandarkan diri pada batang pohon, ada yang langsung duduk di atas rerumputan, sebagian besar memejamkan matanya untuk beristirahat.

   Namun di wajah mereka masih tersirat sisa kecekaman dan ketakutan akan peristiwa hebat yang baru mereka lalui.

   Entah orang yang mana, tiba-tiba menarik nafas panjang dan berkata.

   "Kali ini kepergian kita ke Pek Hun Ceng untuk menolong orang. Tidak tahunya nyawa sendiri hampir melayang dan untung saja masih sempat keluar dalam keadaan hidup."

   "Si raja iblis Oey Kang itu ternyata benar-benar lihai"

   Tukas yang lainnya. Kiau Hun tertawa datar.

   "Biar bagaimana hebatnya, tetap saja tidak dapat mengalahkan orang banyak. Meskipun Oey Kang sangat lihai, tetapi bagaimanapun ia tidak dapat mengalahkan kita yang jumlahnya lebih banyak."

   Katanya. Mendengar ucapannya, sebagian pendekar itu tidak mengerti apa yang dimaksudkan, merekapun jadi termangu-mangu. Terdengar salah satu dari Ciong San Suang-siu, yakni si tinggi Yi Siu berdehem satu kali.

   "Apa maksud ucapan Kouwnio ini?"

   Meskipun dia tahu Kiau Hun tadinya hanya seorang pelayan dalam keluarga Liu, tetapi karena ilmu silatnya tinggi, apalagi ia sudah menanam budi kepada para pendekar, maka panggilannya pun jadi menaruh rasa hormat.

   Kiau Hun mengangkat lengannya dan perlahan-lahan merapikan rambutnya yang acakacakan.

   Gayanya sungguh memikat.

   Sebagian pendekar langsung memalingkan wajahnya.

   Hati mereka agak tergetar.

   Hanya telinga mereka yang mendengar suara gadis itu yang merdu sekali.

   "Meskipun ilmu silat serta tenaga dalam si raja iblis Oey Kang sudah mencapai taraf tertinggi, mampukah dia mengalahkan para pendekar di seluruh Bulim yang menggabungkan diri menghadapinya?"

   Yi Siu mengeluarkan suara terkejut. Pikirannya jadi tersentak.

   "Maksud Kouwnio, para pendekar di seluruh Bulim harus bergabung di bawah pimpinan seorang dan mencari jalan untuk menghadapi Oey Kang?"

   "Tidak salah."

   Sahut Kiau Hun. Yi Siu merenung sejenak.

   "Kata-kata ini memang beralasan, tetapi"

   Dia merasa mengumpulkan para pendekar di seluruh Bulim dan memilih seorang Bengcu memang mudah mengatakannya, tetapi pelaksanaannya justru sulit sekali.

   Oleh karena itu, dia langsung menundukkan kepala merenung, kata-katanya tidak dapat diteruskan lagi.

   Tiba-tiba terdengar Liu Seng tertawa panjang sambil bangkit berdiri.

   "Urusan ini serahkan saja kepada Hengte. Dalam waktu setengah bulan, para sahabat yang tersebar di sekitar sungai telaga utara maupun selatan, pasti sudah berkumpul untuk menghadapi si raja iblis Oey Kang."

   Mendengar kata-katanya, tubuh Yi Siu malah jadi gemetar! Dia tahu, sejak putrinya diculik, Liu Seng sudah mengumpulkan beberapa sahabat untuk menempuh bahaya menyelinap ke dalam Pek Hun Ceng.

   Kebenciannya terhadap Oey Kang sudah merasuk ke dalam tulang sumsum.

   Maka dari itu, tanpa berpikir panjang lagi dia langsung menawarkan diri menjalankan tugas yang berat ini.

   Tetapi, hati Yi Siu menjadi semakin khawatir.

   Mungkinkah pemilihan Bengcu kali ini merupakan permulaan munculnya badai di dunia Kangouw seperti yang dikatakan oleh Yibun Siu San? Kembali hatinya tergetar.

   Berbagai macam pikiran yang menggelayut di dadanya membuat perasaan orang ini bertambah kalut.

   Sebetulnya, orang lain yang ada di sana juga mempunyai tekanan dalam hati mereka masing-masing.

   Memilih Bengcu harus orang yang sudah mempunyai nama serta kewibawaan yang besar.

   Memangnya hal itu semudah diucapkan? Tetapi, tampaknya untuk menghadapi Oey Kang, memang hanya ini satusatunya jalan yang dapat dipilih.

   Tambah lagi di hadapan mereka sekarang masih ada lagi seorang Cian bin mo-ong yang mengacaukan dunia Bulim dengan serentetan pembunuhan? Kalau dunia Kangouw ingin menikmati kembali hari-hari yang tenang, memang ini juga jalan satu-satunya yang ada.

   Dalam waktu yang bersamaan, para pendekar mempunyai pemikiran yang tidak berbeda.

   Hati mereka bagai terhimpit beban yang berat.

   Tidak ada satupun yang bersemangat untuk membuka mulut.

   Masing-masing memikirkan persoalan yang menggelayuti hati mereka.

   Untuk sesaat, suasana terasa semakin mencekam.

   Keheningan semakin merayap! Tidak lama kemudian, entah siapa yang mengajak terlebih dahulu.

   Satu persatu mulai menggerakkan langkahnya dan berlari ke arah gedung keluarga Liu.

   Angin bertiup sepoi-sepoi, seolah menarik nafas panjang demi gejolak yang akan melanda dunia Kangouw dalam waktu yang dekat Tiba-tiba terdengar suara kibaran baju, tahu-tahu di tempat Kiau Hun berdiri sudah melayang turun dua sosok manusia.

   Mereka tentu saja Tan Ki serta si pengemis sakti Cian Cong.

   Tampak wajah orangtua itu berubah menjadi kelam.

   Seakan ada persoalan berat yang memenuhi pikirannya.

   Tubuhnya tidak bergerak sedikitpun.

   Matanya dengan termangu-mangu menerawang di kejauhan.

   Melihat tampangnya, Tan Ki sampai tertegun.

   Kemudian dia bertanya dengan suara lirih.

   "Apa yang Locianpwe pikirkan?"

   "Apakah kau sudah mendengar dengan jelas kata-kata yang mereka ucapkan tadi?"

   Tan Ki menganggukkan kepalanya.

   "Memangnya ada hubungan apa dengan diri Locianpwe sehingga kau orangtua jadi kebi-ngungan serta gelisah seperti ini. Dalam dunia Bulim, keadilan dikesampingkan dan muncul yang sesat sehingga terjadi badai gelombang adalah hal yang sering didengar maupun ditemui"

   Cian Cong menarik nafas panjang.

   "Betul. Bila perbuatan seseorang sudah keterlaluan, tentu mendapat hambatan dari para pendekar di seluruh Bulim. Hal ini sama sekali tidak aneh. Tetapi apabila mengumpulkan seluruh sahabat yang tersebar di seluruh dunia, ini bukan hal yang mainmain lagi. Perlu diketahui, seorang yang selalu memandang diri sendiri sangat terkenal, pasti merasa harga dirinya tinggi sekali. Dalam pandangannya tidak ada orang lain, sementara itu orang yang ilmu silatnya masih tanggung-tanggung, jumlahnya bagai pasir di dalam sungai. Dihitung pun susah. Coba bayangkan. Dalam sebuah pertemuan besar berkumpul begitu banyak orang dari segala penjuru, mungkinkah dapat dipastikan bahwa mereka semua akan mendengar perintah Liu Seng?"

   Hati Tan Ki jadi tercekat. Diam-diam dia mulai sadar gawatnya masalah yang dibicarakan tadi.

   "Benar juga. Kalau diantara mereka ada satu dua orang saja yang merasa dirinya paling hebat, tentu dia tak akan sudi menerima perintah orang lain. Pada saat itu keadaan pasti jadi kacau, malah kemungkinan bisa terjadi pertumpahan darah. Bukannya pertemuan, malah mengundang kesulitan yang tidak kecil."

   Cian Cong menghembuskan nafas yang panjang agar beban hatinya agak berkurang.

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Si pengemis tua lihat, untuk urusan ini pasti akan dipilih seorang Bulim Bengcu yang dapat memimpin gerakan ini. Tetapi belum terpilih Bulim Bengcunya, mungkin sudah banyak orang yang jatuh jadi korban."

   "Bukan hal yang tidak mungkin. Apabila jatuh korban beberapa orang tetapi bisa menghentikan kekacauan yang terjadi diantara para pendekar, boleh dihitung suatu keberuntungan juga."

   Sahut Tan Ki dengan penuh perhatian. Perlahan-lahan Cian Cong mendongakkan wajahnya. Dipandangnya langit biru lekatlekat.

   "Kalau menurut pandanganmu, siapa kiranya yang cocok untuk menjadi Bulim Bengcu yang bakal memimpin seluruh pendekar ini?"

   Hatinya saat ini sedang memikirkan masalah yang besar sekali.

   Berbagai pikiran terus melintas di benaknya.

   Meskipun sedang berbicara, tetapi dia tidak, melirik Tan Ki sekilaspun.

   Matanya yang bersinar tajam bagai mata harimau kadangkala menyiratkan cahaya kebimbangan.

   Tan Ki maklum sekali bahwa orangtua ini mempunyai jiwa yang terbuka.

   Orangnya ramah dan sering tersenyum.

   Hatinya juga mulia sekali.

   Apabila bukan urusan yang maha besar yang tidak dapat dipecahkannya, dia tidak akan memperlihatkan mimik wajah seperti itu.

   Oleh karena itu dia berdiri di samping dan tidak berani mengeluarkan suara sedikit-pun yang dapat menganggu pikiran orangtua itu.

   Tiba-tiba terlihat Cian Cong menundukkan kepalanya sambil menarik nafas.

   Sepasang ta-ngannya terlipat ke belakang kemudian berjalan mengelilingi tempat itu.

   Tan Ki melihat orangtua itu memejamkan sepasang matanya.

   Tetapi cara jalannya semakin lama semakin cepat.

   Dia mengitari padang rumput yang kosong itu sebanyak dua lingkaran.

   Mendadak langkah kakinya terhenti.

   Matanya terbuka dan ia tersenyum simpul.

   "Sudah ketemu."

   "Apanya yang sudah ketemu?"

   Tanya Tan Ki tanpa dapat menahan rasa ingin tahu dalam hatinya.

   Karena berhasil memecahkan sebuah masalah yang besar, Cian Cong tampaknya girang sekali.

   Tangannya terulur dan dilepaskannya hiolo yang terikat di pinggang, kemudian dia meminum araknya beberapa tegukan.

   Wajahnya berseri-seri.

   "Bocah cilik, ayo ikut aku!"

   Dia segera membalikkan tubuhnya dan berlari ke arah jalan semula.

   Hati Tan Ki terus menduga-duga, tetapi dia merasa tidak enak hati banyak bertanya.

   Dengan menahan rasa ingin tahunya, dia langsung berlari di belakang orangtua tersebut.

   Kedatangan maupun kepergian kedua orang itu selalu dilakukan dengan kecepatan tinggi.

   Namun waktu yang diperlukan juga kurang lebih satu kentungan perjalanan.

   Matahari sudah mulai bergeser.

   Tengah hari sudah berlalu.

   Cian Cong menghentikan langkah kakinya.

   Tetapi dia tidak langsung masuk ke dalam rumah.

   Dengan berdiri di luar dia berteriak dengan suara keras.

   "Tua bangka, sudah selesai belum?"

   Baru suaranya sirap, dari dalam rumah berjalan keluar Yibun Siu San sambil mendorong pintu yang terbuat dari kayu. Langkahnya tergesa-gesa. Wajahnya masih ditutupi kerudung hitam, sehingga tidak dapat terlihat bagaimana mimik perasaannya.

   "Bagaimana?"

   Tanya Cian Cong sekali lagi.

   "Lumayan, kalau beristirahat beberapa hari lagi pasti akan pulih seperti sediakala."

   Sahut Yibun Siu San sambil memperdengarkan suara tawa yang ringan.

   "Sekarang kita tinggalkan kedua bocah ingusan ini biar membuka isi hati. Kau dan aku sama-sama bujang lapuk, kita tidak perlu ikut campur urusan ini. Mari kita naik lagi ke puncak bukit."

   Tangannya langsung mencekal pergelangan Yibun Siu San, mulutnya kembali berkata.

   "Tua bangka, tadi kami menemui sua-tu masalah yang besar sekali. Nanti kita rundingkan bagaimana menanggulanginya. Cepat jalan!"

   Yibun Siu San tertawa terkekeh-kekeh.

   "Kau sebagai kepala kaum pengemis, berjiwa gagah dan berhati mulia. Bumi dan langitpun kau tidak takut. Kalau mampu membuat kepalamu pusing tujuh keliling, pasti urusannya besar bukan kepalang. Buat apa kau cari aku untuk berunding?"

   Sembari bercakap-cakap, kedua orang itu segera mengerahkan ginkangnya dan berlari ke puncak bukit.

   Dalam waktu sekejapan mata saja, keduanya sudah menghilang di kejauhan.

   Mendengar nada pembicaraan kedua orang itu, tampaknya mereka ingin merundingkan masalah pemilihan Bulim Bengcu.

   Dia juga mendengar bahwa Mei Ling bukan saja tidak mati, malah penyakitnya sudah disembuhkan oleh Yibun Siu San.

   Hatinya menjadi terkejut sekaligus gembira.

   Untuk sesaat, saking girangnya, dia jadi berdiri termangu-mangu.

   Kemudian seperti orang yang baru tersentak dari lamunan dia menghambur ke dalam rumah peristirahatan.

   Begitu matanya memandang, sekali lagi dia jadi terpana! Dia melihat meja dan kursi serta tempat tidur masih tetap seperti semula ketika dia meninggalkannya, tetapi di dalam ruangan itu tidak terdapat seorangpun.

   Ke mana perginya Mei Ling? Setelah tertegun beberapa saat, hatinya menjadi tercekat.

   Di benaknya melintas berbagai bayangan buruk.

   Diam-diam tubuhnya menggigil dan bulu kuduknya jadi meremang! Tanpa dapat ditahan lagi, dia berteriak sekeras-kerasnya.

   ..

   "Mei Ling! Mei Ling! Di mana engkau? Mei Ling!!!"

   Setelah memanggil beberapa saat, tetap saja tidak terdengar jawaban.

   Hatinya semakin terkejut juga takut.

   Pada saat itu juga, keringat dingin mengucur membasahi keningnya.

   Hidungnya terasa Dia menjadi kalap, tubuhnya membalik dan menerjang keluar rumah.

   Perubahan yang benar-benar di luar dugaan, membuat Tan Ki kehilangan akal sehat.

   Pikirannya tidak dapat bekerja secara rasional.

   Dalam keadaan beban penderitaan yang mengganduli hati, dia menerjang keluar seperti orang yang tiba-tiba tidak waras.

   Suara teriakannya sampai berkumandang ke mana-mana "Mei Ling!!! Mei Ling!!!"

   Tetap saja tidak ada jawaban dari seorangpun.

   Angin bertiup semilir, rerumputan maupun dedaunan melambai-lambai.

   Seakan mewakili keresahan dalam hati anak muda itu.

   Dia jadi bingung.

   Hatinya terasa hancur lebur.

   Dia merasa ada segulungan rasa pedih yang meluap dalam dadanya.

   Tanpa dapat ditahan lagi dua baris air mata mengalir dengan deras membasahi pipinya.

   Dalam beberapa hari ini, ada beberapa perempuan yang mengisi kehidupannya, seperti Liang Fu Yong, Kiau Hun, Lok Ing, tetapi yang dapat membuatnya gelisah serta rindu bukan kepalang hanya Mei Ling seorang.

   Dia menggertakkan giginya erat-erat.

   Dia mulai mencaci maki Yang Kuasa karena mempermainkan nasib manusia.

   Siapa yang menculik kekasihnya? Siapa? Dia merasa kepedihan dalam hatinya tidak terkirakan lagi.

   Seakan ada sekumpulan bom yang siap meledak setiap saat.

   Kalau tidak dilampiaskan, pikirannya pasti bisa jadi gila.

   Oleh karena itu dia meraung sekeras-kerasnya dan sepasang tangannya pun meluncur seketika.

   Pukulan ini dilancarkan dalam keadaan gusar.

   Tenaga yang terkandung di dalamnya hebat bukan main.

   Boleh dibilang dia sudah mengerahkan seluruh kekuatannya.

   Timbul suara menderu yang memecahkan keheningan.

   Malah lebih kuat satu kali lipat daripada di saat dia bergebrak melawan musuh yang tangguh.

   Terdengar suara yang memekakkan telinga.

   Dua batang pohon besar yang jaraknya kurang lebih satu depaan tumbang dalam waktu yang hampir bersamaan, tanah yang tenang tampak debu-debu beterbangan karena hempasan tenaga yang kuat itu.

   Pandangan matapun menjadi samar-samar.

   *** ( )*** BAGIAN XXI Agak lama kemudian, debu yang mengepul memenuhi udara mulai sirna sedikit demi sedikit.

   Begitu mata Tan Ki mengedar, dia menjadi terbelalak dan terperanjat bukan kepalang! Tampak tubuh Mei Ling yang langsing berdiri tegak di samping pohon yang rubuh tadi.

   Angin yang bertiup sepoi-sepoi mengibarkan pakaiannya.

   Debu masih beterbangan, tampangnya memang masih agak lemah, tetapi tidak mengurangi kecantikannya yang gemilang.

   Sepasang matanya yang sayu menyorotkan sinar terharu dan kesucian seorang gadis.

   Begitu Tan Ki melihat dengan jelas, dia menjadi terperanjat sekaligus gembira.

   Keju-tan yang tidak terduga-duga ini malah membuatnya jadi tertegun beberapa saat.

   Kemudian dia tersadar kembali.

   "Mei Ling! Mei Ling!"

   Teriaknya keras-keras.

   Tiba-tiba, dia menghentikan langkah kakinya.

   Jaraknya dengan Mei Ling kurang lebih dua mistar.

   Dia merasa ada ribuan kata-kata yang memenuhi hatinya dan ingin dicetuskannya segera.

   Tetapi dia malah seperti orang terpana, tidak sepatah katapun terucapkan olehnya.

   Dia tidak tahu harus mulai dari mana.

   Untuk sesaat, dia hanya berdiri memandangi Mei Ling dengan termangu-mangu.

   Wajahnya menyiratkan mimik seperti orang yang serba salah.

   Mei Ling sendiri sebenarnya sudah mempersiapkan berbagai ucapan yang romantis yang ingin dibicarakannya bersama Tan Ki.

   Tetapi melihat tampang anak muda itu yang termangu-mangu memandanginya, dia benar-benar merasa di luar dugaan.

   Pada dasarnya dia memang seorang gadis yang pemalu, tentu saja dia tidak berani membuka pembicaraan terlebih dahulu.

   Dia takut harga dirinya sebagai seorang gadis malah jadi jatuh akibatnya".

   Suasana menjadi hening seketika.

   Tetapi malah membuat orang menjadi tidak sabar menghadapinya.

   Tidak ada yang membuka suara.

   Kedua muda mudi itu hanya berdiri saling memandang untuk sekian lama.

   Dua pasang mata saling menatap, di dalamnya terkandung isi hati masing-masing.

   Kurang lebih sepenanakan nasi kemudian, tiba-tiba Tan Ki mengangkat tangannya dan menepuk batok kepalanya sendiri.

   Mulutnya mengeluarkan suara terkejut.

   "Mei Ling, apakah kedua pukulanku tadi sempat melukaimu?"

   Coba kalau pertanyaan ini diajukan lebih awal, di dalamnya pasti tersirat cinta kasih serta perhatian yang dalam.

   Setelah lewat beberapa saat baru dicetuskan, bukannya tidak bermanfaat, setidaknya dapat memecahkan keheningan yang mencekam.

   Mei Ling menggigit-gigit bibirnya sendiri.

   Kemudian terdengarlah suaranya yang merdu dan polos.

   "Tidak. Tadinya aku memang berdiri di belakang pohon itu, tapi karena tumbangnya ke samping, akupun tidak mendapat luka apa-apa."

   Tan Ki menghembuskan nafas lega.

   Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   kekhawatirannya menjadi hilang.

   Rupanya setelah Yibun Siu San pergi, dia memutar dari belakang ke arah depan.

   Malah Tan Ki mencarinya sampai kalang kabut.

   Anak muda itu tersenyum lembut, dengan penuh perhatian dia bertanya.

   "Apakah penyakitmu sudah sembuh?"

   "Penyakit apa?"

   Mendengar pertanyaannya, Mei Ling jadi bingung. Untuk sesaat dia lupa keadaannya sendiri selama beberapa hari ini.

   "Setelah kau diculik oleh Oey Kang, dia mencekokimu dengan semacam racun, yakni Li Hun Tan. Kesadaranmu jadi hilang. Apakah kau sendiri tidak mengetahuinya?"

   Mulut Mei Ling mengeluarkan seruan terkejut.

   "Rupanya begitu kejadiannya. Setelah aku disuruh meminum sejenis ramuan oleh si raja iblis Oey Kang, rasanya aku langsung tertidur dan tidak tahu apa-apa lagi. Tetapi seperti juga orang yang sedang bermimpi, semuanya menjadi samar-samar dan hanya berbentuk bayangan. Aku tidak tahu bagaimana aku melewati hari. Pokoknya ada orang yang memerintahkan aku berbuat begini, begitu, aku hanya menurut saja. Meskipun ada terselip keinginan untuk menolak, tetapi tidak sedikit pun aku memiliki kesanggupan. Kalau bukan Yibun Lopek yang menceritakan apa yang kualami, aku sendiri tidak tahu kalau kesadaranku sudah hilang, bahkan tidak dapat mengenali orangtua maupun sanak kenalan sendiri"

   Berkata sampai bagian yang sedih, tanpa dapat ditahan lagi airmatanya mengalir dengan deras.

   "Jangan bersedih hati. Pokoknya sekarang penyakit jahat itu sudah hilang, kau seharusnya merasa gembira."

   Hibur Tan Ki. Perlahan-lahan Mei Ling mengusap air matanya.

   "Aku tahu kau sangat memperhatikan aku, malah kau yang menolong aku keluar dari Pek Hun Ceng"

   "Jangan ungkit lagi masalah itu. Aku telah menerima budi pertolongan Nona sebanyak dua kali. Sampai sekarang aku masih belum membalas semuanya. Kalau Nona masih mengatakan terus, malah membuat aku merasa malu."

   "Dalam hal ini bukan masalah budi pertolongan saja, tetapi masih terselip sesuatu hal lainnya."

   "Hal apa?"

   "Cinta!"

   Begitu kata-kata ini terucapkan, Mei Ling seolah telah menggunakan segenap keberanian hatinya.

   Setelah tercetus keluar, dia malah merasa pipinya menjadi panas.

   Hatinya malu sekali.

   Cepat-cepat dia menundukkan kepalanya dan tidak berani menatap Tan Ki.

   Mendengar ucapannya, Tan Ki terkejut bukan kepalang.

   Dia merasa di luar dugaan bahwa gadis itu berani mengucapkan kata-kata seperti itu.

   Setelah tertegun beberapa saat ke-sadarannya baru pulih kembali.

   "Mengapa kau bisa berkata demikian?"

   Tanyanya lirih.

   "Yibun Lopek yang mengatakan kepadaku, kau sangat mencintai aku bukan?"

   Tentu saja Tan Ki tidak berani menjawab sepatah katapun.

   Pada saat itu juga, dia mendadak merasa Mei Ling seperti berubah menjadi orang lain.

   Sikapnya yang terlalu kolot, serta sifat kekanak-kanakannya sudah lenyap.

   Dia malah berubah menjadi dewasa dan terbuka.

   Setiap kata-kata yang diucapkannya, tampaknya wajar dan tidak dibuat-buat.

   Karena tidak mendapat jawaban, hati Mei Ling malah menjadi panik.

   "Katakanlah, pertama-tama ketika kau bertemu dengan Yibun Lopek, bukankah kau sedang menangisi aku? Malah kau mengucapkan Aku cinta padamu", bukankah benar?"

   Di desak sedemikian rupa, hati Tan Ki menjadi kelabakan. Tetapi karena pada dasarnya dia memang mencintai Mei Ling, terpaksa dia mengaku terus terang. Setelah mengumpulkan keberaniannya, akhirnya dia menyahut dengan tersendat-sendat.

   "Kata-kata! Itu me mang aku mengucapkan nya."

   Dengan perasaan puas Mei Ling mengembangkan seulas senyuman yang manis.

   "Sebetulnya, ketika Yibun Lopek menceritakan hal ini kepadaku, aku masih tidak percaya.

   Ketika kau datang bersama Cian Locianpwe, aku bermaksud menguji dirimu.

   Ternyata memang tidak salah dugaan Yibun Lopek, apabila kau tidak berhasil menemukan diriku, kau pasti akan menerjang keluar dengan kalap.

   Malah dua batang pohon yang tidak bersalah apa-apa jadi sasaran kekesalan hatimu."

   Tan Ki terperanjat mendengarnya.

   "Rupanya kau sengaja menyembunyikan diri. Apakah Yibun Locianpwe juga yang menyuruhmu berbuat demikian?"

   Mei Ling menganggukkan kepalanya.

   "Betul, dia malah mengatakan malah mengatakan"

   Tiba-tiba dia merasa kata-kata yang diba-wahnya tidak pantas diutarakan. Karena membuat dirinya menjadi malu. Oleh karena itu, setelah bimbang sekian lama, dia masih belum sanggup melanjutkan kata-katanya. Tan Ki menjadi panik.

   "Apa yang dikatakan lagi oleh Yibun Locianpwe?"

   "Dia mengatakan"

   "Cepatlah katakan. Aih aku jadi bingung setengah mati."

   Wajah Mei Ling jadi merah padam. Dengan terpaksa dan tersipu-sipu akhirnya dia mengatakan juga "Dia mengatakan bahwa dia akan menjadi comblang kita."

   Mendengar keterangannya, hati Tan Ki langsung terlonjak. Dia terkejut juga gembira. Semacam gerakan refleksi yang tidak di duga-duga membuatnya langsung menubruk ke arah gadis itu dan memeluknya erat-erat.

   "Benar?"

   Dengan tersipu-sipu, Mei Ling memejamkan matanya.

   Dia membiarkan Tan Ki memeluknya.

   Dia membiarkan sepasang lengan Tan Ki yang kokoh merangkul pinggangnya yang kecil Tiba-tiba, di dalam hatinya ada semacam rahasia besar yang tidak berani diutarakannya! Dia merasa takut! Seandainya dia berterus terang kepada Tan Ki, dia khawatir anak muda itu akan memalingkan wajahnya segera dan pergi meninggalkan dirinya.

   Sebetulnya, Mei Ling sendiri tidak berharap untuk jatuh cinta kepada laki-laki manapun, karena dirinya mempunyai suatu penyakit.

   Apabila dia menikah dengan laki-laki manapun, dia tidak sanggup memberi kebahagiaan kepada lawan jenisnya.

   Dia tidak takut Tan Ki membencinya.

   Sebaliknya, apabila Tan Ki tidak mencintainya, dia malah lebih senang.

   Dia takut Tan Ki akan mencintainya semakin dalam sehingga tidak dapat melepaskan diri darinya lagi.

   Tentu dia akan membuat hidup anak muda itu menjadi sengsara selamanya Tetapi meskipun dia sudah berusaha mengendalikan perasaannya sendiri, malah dia menjadi terharu melihat kesetiaan Tan Ki.

   Dia melihat dengan mata kepala sendiri, begitu tidak menemukannya, anak muda itu menjadi kalap seperti orang gila.

   Bahkan dia melancar-kan pukulan untuk melampiaskan hawa amarah dalam dadanya dengan menumbangkan dua batang pohon.

   Apalagi Tan Ki merupakan pemuda pertama yang pernah ditemuinya seumur hidup.

   Sedangkan Tan Ki demikian tampan, baik hati serta penuh perhatian.

   Bagaimana dia tidak tertarik dengan pemuda seperti ini? Oleh karena itu, dia juga tidak sampai hati menolak pelukan Tan Ki.

   Malah dirinya sendiri ikut terbuai oleh kesetiaan anak muda itu.

   Tubuh kedua orang itu saling berangkulan.

   Otomatis kulitpun saling bersentuhan.

   Di dalam tubuh mereka bagai ada aliran listrik yang sedang mengalir.

   Kira-kira sepeminum teh kemudian, perlahan-lahan Mei Ling membuka matanya.

   Wajahnya masih tersipu-sipu.

   "Ki Koko, urusan kita, meskipun keputusan kita pribadi, tetapi bagaimanapun harus melewati ijin orangtua, baru terhitung sah. Sebelum Yibun Lopek menyatakan lamaran kepada ayahku, aku tidak mengijinkan kau menyatakan perasaanmu secara menyolok di depan umum. Kalau kau merasa rindu kepadaku, boleh mengajak aku keluar ketika tidak ada siapa-siapa."

   Tan Ki tertawa getir. Dengan gaya pasrah sepasang bahunya terangkat ke atas.

   "Kalau pandanganmu masih demikian kolot, aku juga tidak berani mengatakan apa-apa lagi."

   "Aku hanya terharu karena cintamu yang tulus. Kalau kau tidak bersedia mengabulkan permintaanku,sudahlah."

   Tan Ki jadi terkejut setengah mati.

   "Tidak, tidak. Aku tidak mempunyai maksud demikian. Tetapi kalau kau yang merasa rindu padaku, bagaimana?"

   "Aku sendiri bisa mengendalikan perasaan dalam hatiku."

   Mei Ling tersenyum simpul. Dia melanjutkan lagi kata-katanya.

   "Kalian para lelaki lebih banyak diatur oleh emosi. Sedikit-sedikit tidak bisa menahan diri dan"

   Tiba-tiba sebuah ingatan melintas di benaknya, wajahnya jadi berubah merah padam.

   Dengan tersipu-sipu dia menundukkan kepalanya.

   Cepat-cepat dia membalikkan tubuhnya dan berlari ke dalam rumah peristirahatan.

   Tan Ki memandangi bayangan punggungnya yang indah, diam-diam dia menarik nafas panjang, bibirnya tersenyum simpul.

   Akhirnya, cintanya tidak bertepuk sebelah tangan, asal Yibun Siu San bersedia mewakilinya melamar gadis itu, urusan kan pasti beres.

   Justru tidak lama setelah Mei Ling baru memasuki rumah peristirahatan, dia merasa di belakang punggungnya ada angin yang berhembus, disusul dengan suara kibaran lengan baju.

   Hatinya tercekat seketika, tangannya mendorong ke belakang dan tubuhnya pun segera melesat ke depan kira-kira dua depa, setelah itu dia baru berani memalingkan kepalanya.

   Begitu mata memandang, dia melihat Yibun Siu San dan Cian Cong berdiri berdampingan sambil tertawa terkekeh-kekeh.

   Tampaknya ketika naik ke atas puncak bukit, mereka sudah merundingkan banyak hal.

   Malah ada bagian yang menyangkut diri Tan Ki.

   Itulah sebabnya mereka tergesa-gesa kembali lagi ke bawah.

   Kedua orang itu saling lirik sekilas, mula-mula Cian Cong si pengemis sakti yang membuka suara.

   "Kami sudah merundingkan suatu hal, yang mana kau yang harus melaksanakannya."

   Tan Ki menarik nafas panjang.

   "Boanpwe sudah berkali-kali menerima budi pertolongan dari Locianpwe. Masalah sebesar apapun, asal ada kesanggupan, pasti Boanpwe akan memberi balasan yang memuaskan hati Locianpwe."

   "Bagus sekali kalau begitu. Kami berdua telah meneliti cukup lama. Akhirnya kami mengambil keputusan bahwa pertemuan besar para enghiong kali ini, hanya kau seorang yang pantas memanggul beban seberat ini. Apalagi kau merupakah keponakan tunggal Yibun Loji, dia bersedia membantumu melenyapkan segala kesulitan dan mengangkat namamu menjadi terkenal."

   Mendengar keterangan yang tidak diduga-duga ini, Tan Ki terkejut setengah mati.

   Dia tidak pernah membayangkan bahwa hasil rundingan kedua orang itu adalah memilih dirinya menjadi Bulim Bengcu, Setelah rasa terkejutnya agak reda, dia segera menggeleng-gelengkan kepalanya berulang kali.

   "Tidak mungkin, ilmu silat Boanpwe masih belum cukup tinggi. Lagipula seorang Bulim Bengcu harus berhati mulia dan memikirkan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi. Dan bukan atas kehendak Locianpwe berdua saja. Kedudukan Bulim Bengcu selalu melalui pertandingan ilmu silat dan penilaian orang banyak. Kemampuan Boanpwe masih jauh dari cukup. Tidak mungkin menerima perintah ini."

   Cian Cong tertawa terbahak-bahak.

   "Urusan yang telah dipertimbangkan matang-matang oleh si pengemis tua, selamanya tidak pernah salah. Tetapi juga paling tidak suka memaksakan kehendaknya kepada orang lain. Kalau kau tidak menerimanya juga tidak apa-apa. Marilah, tua bangka."

   Dia langsung menarik lengan Yibun Siu San serta membalikkan tubuhnya pergi dari tempat itu. Dengan perasaan menyayangkan, Yibun Siu San menatap Tan Ki sekilas. Seperti sengaja tapi juga tidak, dia menarik nafas panjang.

   "Kau tidak menerima urusan ini, masalah pernikahan dengan Liu Kouwnio juga tidak usah diungkit lagi. Si Bu Ti Sin-kiam Liu Seng itu merupakan seorang tokoh yang sudah pu-nya nama besar di dunia Kangouw, pergaulannya luas sekali. Sedangkan kau hanya seorang bocah tanpa nama, siapa yang sudi menyerahkan anak gadis kesayangannya begitu mudah kepadamu? Kalau kau tidak mencari sedikit nama di luaran, pasti sulit mendapat"

   Kata-katanya belum selesai, kedua orang itu sudah berlari belasan depa.

   Sedikit lagi mereka akan sampai di ujung bukit dan menghilang di sana.

   Hati Tan Ki menjadi panik.

   Dia merasa kata-kata paman ketiganya itu sama sekali tidak salah.

   Setelah tersentak, dia segera berteriak sekeras-kerasnya.

   "Liongwi tunggu dulu sebentar, Boanpwe menerima"

   Baru mengucapkan beberapa patah kata, tiba-tiba dia merasa serangkum angin menerpa ke arahnya.

   Tahu-tahu Cian Cong dan Yibun Siu San sudah berdiri lagi dengan berdampingan sambil tersenyum simpul tanpa mengucapkan apa-apa.

   Rupanya mulut mereka memang mengatakan akan terus pergi, tetapi langkah kakinya seperti berat sekali karena memang sengaja mengulur waktu.

   Ketika Tan Ki membuka mulut menyatakan kesediaannya, dengan gerakan secepat kilat mereka kembali lagi.

   Pergi dan datang hanya menghabiskan waktu sekejap saja.

   Tan Ki langsung mengetuk kepalanya sendiri.

   "Rupanya kalian memang memaksa aku menerima urusan ini!"

   Cian Gong tertawa terbahak-bahak.

   "Kalau jurus ini masih tidak mempan, si pengemis tua terpaksa memutar otak mencari akal yang lain. Tetapi si pengemis tua yakin, demi pernikahan dengan Liu Kouwnio, meskipun urusan yang lebih sulit lagi, kau tetap akan menerimanya."

   Dia menolehkan kepalanya dan mengedipkan mata kepada Yibun Siu San. Kedua orang itu pun langsung tertawa terbahak-bahak.

   "Ilmu silat Boanpwe masih cetek. Belum tentu bisa merebut kedudukan Bulim Bengcu. Apakah Locianpwe berdua mempunyai keyakinan?"

   Cian Cong mengidapkan tangannya. Bibirnya tersenyum simpul.

   "Liu Loji menyatakan akan mengumpulkan para jago dari seluruh dunia dalam setengah bulan ini. Dengan mempergunakan waktu yang ada, si pengemis tua dan Yibun Loji ini secara bergantian akan memberikan pengarahan kepadamu tentang pelajaran menyalurkan hawa murni serta jalan pernafasan."

   Sembari berbicara, mereka bertiga masuk kembali ke dalam rumah peristirahatan *** ( )*** Waktu satu hari berlalu dengan cepat.

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Yibun Siu San dan Cian Cong berdua mulai mengajarkan ilmu lwekang golongan putih.

   Pada dasarnya otak Tan Ki memang cerdas, lagipula dia mempunyai bakat yang tinggi dalam mempelajari ilmu silat.

   Sedangkan tokoh-tokoh yang mengajarinya, satunya merupakan salah seorang dari Lu Wi Sam-kiat yang namanya pernah menggetarkan dunia Kangouw belasan tahun yang lalu, sedangkan yang satunya lagi merupakan salah satu dari tokoh sakti yang ada di dunia saat ini.

   Keduanya bekerja sama memusatkan segenap perhatian memberikan pelajaran kepada Tan Ki.

   Hanya dalam jangka waktu satu hari saja, anak muda itu sudah mendapat pengarahan yang tidak sedikit.

   Hawa murninya sekarang dapat dialirkan dengan lancar ke seluruh tubuh.

   Dalam waktu satu hari itu pula, perasaan cinta di dalam hati Tan Ki dan Mei Ling semakin bertambah.

   Setelah hari kedua Ilmu lwekang Tan Ki berkembang semakin pesat.

   Hubungannya dengan Mei Ling seperti alat perekat.

   Keduanya tidak terpisahkan sedetikpun.

   Meskipun mereka selalu bersembunyi-sembunyi dan menghindari pandangan mata Cian Cong maupun Yibun Siu San, tetapi malah membuat perasaan rindu mereka semakin menggebu-gebu.

   Cinta kasih mereka semakin mendalam.

   Bahkan Mei Ling sudah bersumpah dalam hati, kalau tidak dengan Tan Ki, dia tidak mau menikah dengan siapapun.

   Hari ketiga.

   Suasana malam ini lain dari biasanya.

   Bahkan Cian Cong yang terkenal ugal-ugalan serta tidak bisa diam, juga acap kali mengerutkan sepasang alisnya.

   Dia berdiri di depan jendela dan melongokkan kepalanya keluar sambil memandang ke sekeliling.

   Pasti hatinya sedang diganduli masalah yang berat dan tampaknya dia juga sedang menantikan kedatangan seseorang.

   Diam-diam Tan Ki bertanya-tanya dalam hati.

   Dia menjadi khawatir.

   Namun dia melihat Yibun Siu San juga duduk di atas tempat tidur dengan memejamkan matanya sambil mengatur pernafasan.

   Tentu saja dia tidak berani mengganggu kedua orang itu dengan berbagai pertanyaan.

   Terpaksa dia memendam rasa ingin tahu dalam hatinya dan menemani Mei Ling duduk di samping meja sambil berdiam diri.

   Saat demikian seakan lewat dengan merayap.

   Bahkan setiap detik maupun menitnya dapat terhitung.

   Sebuah lampu minyak yang terdapat di atas meja menyorotkan sinar yang remang-remang.

   Cahaya apinya berkibar-kibar terhembus angin yang bertiup dari arah jendela.

   Suasana terasa mencekam, hal ini membuat perasaan mereka menjadi sumpek dan iseng.

   Tiba-tiba Suara siulan yang panjang sayup-sayup berkumandang ke dalam gendang telinga.

   Tan Ki segera merasa bahwa orang yang mengeluarkan suara siulan itu memiliki tenaga yang kuat sekali, bahkan jauh lebih hebat daripada dirinya sendiri.

   Tanpa dapat ditahan lagi, wajahnya langsung berubah hebat.

   Secara refleks dia berdiri dari tempat duduknya.

   Cian Cong tertawa lebar.

   "Ternyata tidak salah, si iblis tua sudah datang."

   Dia mendorong jendela di depannya agar terentang lebih lebar dan menyelinap keluar.

   Yibun Siu San mendengus dingin.

   Dia juga langsung bangkit dari tempat tidur.

   Sepasang kakinya menutul dan tubuhnya pun melesat keluar.

   Secara berturut-turut mereka menghambur keluar dari rumah peristirahatan tersebut.

   Kecepatan gerakan mereka benar-benar mengejutkan! Hampir bersamaan waktu dengan melayang turunnya kedua orang itu, terasa angin menerpa, tepat pada saat itu juga melayang turun seseorang yang mengenakan jubah hijau.

   Laki-laki setengah baya ini sama sekali tidak asing bagi Tan Ki.

   Dialah Pek Hun Cengcu, si raja iblis nomor satu saat ini, Sam Jiu San Tian-sin Oey Kang.

   Begitu melihat Oey Kang, apalagi setelah menatap wajahnya yang menyiratkan kelicikan, dia segera membayangkan pengalaman, Liang Fu Yong ketika diperkosa oleh orang ini.

   Suara ratapan gadis itu yang menyayat hati seakan berkumandang lagi di telinganya.

   Hatinya jadi benci bukan kepalang.

   Kalau Yibun Siu San tidak memerintahkan agar dia menjaga Mei Ling yang tubuhnya belum sehat kembali, rasanya dia ingin menerjang keluar dan menguji sampai di mana kemajuan ilmu silatnya setelah mendapat pengarahan selama tiga hari oleh Cian Cong dan Yibun Siu San.

   Tanpa sadar, dia melangkahkan kakinya ke arah jendela.

   Di bawah sorotan cahaya rembulan yang kekuningan, dia melihat jelas bayangan ketiga orang itu.

   Keadaan di bawah sana tampaknya sangat menegangkan.

   Tiba-tiba hidungnya mengendus bau harum yang samar-samar, entah sejak kapan Mei Ling sudah mendekati dirinya.

   Lengannya yang lembut melingkar di tangan kirinya.

   Seakan dia takut sekali mengetahui kehadiran si iblis Oey Kang.

   Suara tawa yang panjang tiba-tiba memecahkan keheningan malam.

   Yibun Siu San berkata dengan suara lantang.

   "Kentungan pertama baru berlalu, rembulan malam ini hanya remang- remang, mengapa Jiko juga datang ke tempat yang sunyi seperti ini?"

   Oey Kang tersenyum lembut.

   "Tanpa memperdulikan perjalanan yang panjang, Giheng sengaja datang ke sini untuk mengunjungi Toaso, harap Samte bersedia mengijinkannya."

   Orang ini benar-benar mempunyai watak yang licik.

   Sudah terang keadaan di hadapannya amat berbahaya, menegangkan, bahkan pertarungan antara mati hidup dapat terjadi kapan saja, tetapi dia masih bisa pura-pura seakan tidak ada sesuatupun.

   Mimik wajah-nya tampak wajar sekali.

   Bahkan dirinya terus mengembangkan senyuman.

   Yibun Siu San seakan teringat sesuatu yang mengerikan, tubuhnya sampai bergetar.

   Tetapi sesaat kemudian dia tertawa terbahak-bahak.

   "Memangnya siapa Toaso itu, mana sudi dia bertemu dengan orang yang mengkhianati toakonya! Pergilah, jangan menimbulkan hawa amarah dalam hatiku!"

   Tan Ki dapat mendengar bahwa dalam suara tawa Yibun Siu San terkandung penderitaan yang tidak terkirakan.

   Malah suara tawanya ini timbul dari perasaan hatinya yang terlalu pilu.

   Tanpa dapat ditahan lagi, hati Tan Ki jadi tergetar.

   Rupanya antara Sam Siok dan Oey Kang juga ada dendam yang belum diselesaikan, pikirnya diam-diam.

   Belum lagi pikirannya selesai, terdengar lagi suara tertawa dingin dari mulut Oey Kang.

   "Kalau kau mengijinkan juga tidak apa-apa. Biar Giheng naik sendiri ke atas."

   Perlahanlahan dia melangkahkan kakinya, ternyata dia benar-benar menuju ke atas bukit. Terdengar Yibun Siu San membentak dengan suara keras.

   "Berhenti!"

   Mendengar bentakannya, Oey Kang pun menghentikan langkah kakinya. Kepalanya menoleh ke belakang.

   "Apakah kau memanggil aku?"

   Tanyanya tenang.

   "Tentu saja memanggil engkau. Apakah di sini ada orang lain lagi?"

   Dengan kesal dia melanjutkan kata-katanya.

   "Aku tahu selama beberapa hari ini kau terus menyelidiki sekitar tempat ini, Aku yakin, Toaso tinggal di puncak bukit juga sudah kau ketahui sebelumnya."

   Oey Kang tertawa lebar.

   "Terima kasih atas pujianmu."

   Sambil berbicara dia mengeluarkan sebatang kipas dari balik sakunya. Dia membuka kipas itu dan mengibas-kibaskannya dengan gaya angkuh. Dengan penuh kebencian, Yibun Siu San mendengus keras-keras.

   "Toaso pernah berpesan kepada Siaute, siapapun yang bermaksud mendaki ke atas bukit, Siaute harus menghalanginya. Mau bunuh atau hanya melukai, tergantung Siaute sen-diri."

   "Kalau begitu, kau ingin menghalangiku dengan kepandaianmu?"

   "Rasanya terpaksa demikian."

   Suara sahutan Yibun Siu San datar sekali. Tampaknya Oey Kang tidak merasa takut sama sekali. Tiba-tiba dia tertawa terbahakbahak.

   "Coba saja!"

   Suaranya belum sirna, tiba-tiba lengannya terentang, tubuhnya bagai sebatang anak panah yang dibidikkan dari busurnya dan dengan kecepatan tinggi melesat ke depan.

   Gerakannya ini menggunakan kecepatan yang tidak teruraikan dengan kata-kata dan dilakukan secara tidak terduga-duga.

   Hal ini di luar perkiraan Yibun Siu San.

   Dia terkejut setengah mati.

   Tetapi sekejap kemudian dia sudah pulih kembali seperti biasa.

   Setelah mengempos semangat sambil berteriak keras, dia menghambur ke depan mengejar si raja iblis itu.

   Ilmu silat kedua orang ini, merupakan jago kelas satu di dunia Bulim saat ini.

   Yang satu lari, yang lain mengejar.

   Sama-sama menggunakan kecepatan tinggi.

   Tubuh mereka bagai segulungan angin yang menghempas ke depan.

   Dalam waktu yang singkat, mereka sudah berada dalam jarak dua belas depaan.

   Tiba-tiba Lengan Oey Kang mengibas ke belakang.

   Terpancarlah segumpal kabut atau asap yang memenuhi udara.

   Hanya terlihat tebaran bayangan berwarna keputihan tertiup ke belakang.

   Rupanya Oey Kang sudah mempersiapkan segumpal debu dari hancuran batu dan menggunakannya sebagai senjata rahasia.

   Benda seperti itu sangat ringan dan halus.

   Tetapi jangan lupa bahwa orang ini mempunyai julukan Dewa Kilat Bertangan Tiga, keahliannya menggunakan senjata rahasia sudah tersohor di dunia Kangouw.

   Belum pernah ada saingannya.

   Bahkan debu yang disebarkannya dapat menusuk mata lawan.

   Dengan kerahan tenaga dalamnya, butiran debu itu bagai biji perak yang kecil-kecil berjumlah ratusan me-luncur datang.

   Terdengar suara yang berde-sing-desing memecahkan kesunyian.

   Perubahan yang mendadak itu benar-benar mengejutkan! Yibun Siu San terperanjat setengah mati.

   Cepat-cepat dia mencelat mundur dan dalam waktu yang bersamaan dia mengibaskan lengan bajunya ke depan, matanya pun segera dipejamkan.

   Bahkan si pengemis sakti Cian Cong yang berdiri di belakangnya juga tidak berani memandang ringan debu beracun itu.

   Mulutnya mengeluarkan suara siulan.

   Dengan posisi me-nahan di depan dada, dia menghantamkan sepasang telapak tangannya.

   Tenaga dorongannya yang kuat membuyarkan debu-debu itu seketika.

   Tepat pada saat itu juga, udara dipenuhi dengan debu berwarna putih.

   Tersebar ke mana- mana.

   Kurang lebih sepeminum teh kemudian, debu itu perlahan-lahan membuyar.

   Sinar rembulan memancarkan cahayanya, lambat laun pemandangan pun menjadi jelas kembali.

   Begitu mata memandang, tanpa dapat ditahan lagi, Yibun Siu San dan Cian Cong berseru serentak.

   Wajah mereka langsung berubah hebat.

   Dalam waktu yang singkat, Oey Kang sudah sampai di pertengahan bukit.

   Apabila naik lagi kurang lebih seratusan depa, dia akan mencapai rumah peristirahatan Yibun Siu San, bagaimana mereka tidak menjadi tercekat? Hampir dalam waktu yang bersamaan, mereka mengempos semangatnya serta mengerahkan ginkang untuk mengejar.

   Hanya dalam beberapa detik saja, mereka sudah menghilang.

   Hatinya pun menjadi agak lega.

   Pikirannya juga tidak begitu tertekan lagi.

   Tiba-tiba serangkum suara tawa yang dingin seperti es berkumandang dari belakang punggungnya.

   Datangnya suara tawa ini begitu mendadak.

   Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dalam waktu yang bersamaan, Tan Ki serta Mei Ling terkejut bukan kepalang.

   Tanpa dapat ditahan lagi, keduanya segera menolehkan kepala.

   Entah sejak kapan, kurang lebih tiga mistar di belakang mereka tahu-tahu sudah berdiri sepasang laki-laki dan perempuan.

   Yang laki-laki bertubuh tinggi besar, wajahnya penuh dengan benjolan-benjolan daging.

   Dia mengenakan pakaian tosu dan tangannya menggenggam serenceng tasbih.

   Orang satunya adalah seorang wanita setengah baya yang jeleknya jangan dikatakan lagi.

   Pakaian atasnya berlengan pendek dengan warna hijau pupus, bagian bawahnya merupakan gaun lebar dengan warna yang sama.

   Pada bagian pinggangnya tersampir pita ikatan berwarna merah menyala.

   Tubuhnya pendek dan gemuk.

   Hidungnya seperti singa, matanya seperti babi.

   Dua buah gigi depannya besar dan tonggos.

   Warnanya kuning pula.

   Benar-benar tidak ada bagian yang enak untuk dilihat.

   Entah dosa apa yang dipikul orangtua-nya sehingga melahirkan anak seperti itu.

   Hati Tan Ki sampai sebal melihatnya.

   Sepasang alisnya langsung terjungkit ke atas.

   "Siapa kalian? Aturan mana yang membolehkan kalian sembarang memasuki rumah orang lain?"

   Bentaknya marah. Pinggang wanita yang jelek itu melenggok-lenggok, dia malah sengaja mengeluarkan gaya yang memuakkan.

   "Kami memang sengaja datang mencarimu!"

   Wajah Tan Ki jadi merah padam.

   "Ngaco belo! Kalau kalian masih tidak mau menjelaskan maksud kedatangan kalian ini, jangan salahkan kalau aku bertindak kurang sopan!"

   Kakinya segera memasang kudakuda, tampaknya dia sudah siap menghadapi lawan.

   Sedangkan sepasang matanya memancarkan sinar yang dingin menusuk.

   Seakan setiap saat dia dapat melancarkan serangan yang hebat.

   Wanita yang jelek itu malah tertawa terkekeh-kekeh.

   "Buat apa kau begitu serius? Seperti orang yang baru keluar dari goa saja. Aku Lu Sam Nio tidak akan menyantap dirimu."

   Pada dasarnya perempuan ini sudah jelek setengah mati.

   Sekarang dia sengaja memperlihatkan gaya seperti seorang gadis remaja yang sedang dalam masa puber.

   Tentu saja kelakuannya makin menyebalkan orang yang melihatnya.

   Perlahan-lahan dia melangkahkan kakinya.

   Dengan nyali yang cukup besar dia me-rapat ke arah Tan Ki.

   Sepasang alis anak muda itu mengerut ketat.

   Hawa pembunuhan mulai timbul dalam dadanya.

   Tangan kanannya direntangkan untuk melindungi Mei Ling.

   "Wanita jalang, kau benar-benar cari mati!"

   Terdengar deruan angin, telapak kirinya langsung mengirimkan sebuah pukulan ke depan.

   Tenaga pukulannya hebat bukan main.

   Hawa dalam ruangan itu menjadi sesak.

   Serangannya bagai gunung berapi yang siap meletus menerjang ke arah perempuan jelek itu.

   Tampaknya wanita gemuk pendek lagi jelek itu tidak takut menghadapi serangannya.

   Mulutnya pura-pura mengeluarkan seruan terkejut.

   Kakinya terhuyung-huyung seperti orang yang ketakutan, dengan gerakan gemulai dia bergeser ke samping tiga langkah.

   Tidak lebih jauh ataupun lebih dekat, tetapi dengan tepat ia dapat menghindarkan diri dari serangan pukulan Tan Ki.

   Gerakannya itu seperti dibuat-buat, tetapi kecepatannya sungguh mengagumkan.

   Tan Ki yang melihatnya jadi termangu-mangu.

   Padahal hatinya terperanjat sekali.

   Rupanya ilmu silat wanita yang jelek ini tidak berada di bawah dirinya sendiri.

   Pikirannya tergetar, mulutnya segera mengeluarkan suara raungan yang keras.

   Telapak tangan kiri dan kanannya serentak dihantamkan ke depan.

   Baru saja dua pukulan dilancarkan keluar, terdengar Tosu yang berdiri di sampingnya tertawa seram.

   "Sam Nio, jangan main-main lagi. Toa Ie (bibi) mengirimkan surat lewat merpati pos, isinya demikian mendesak. Kalau sampai karena sedikit kecerobohan akhirnya gagal, tentu wajah engkau dan aku tidak enak dilihat lagi."

   Sembari berbicara, tahu-tahu orangnya menerjang datang sambil membentak "Biar aku yang menghadapi bocah ini. Kau cepat bawa barang permintaan meninggalkan tempat ini!"

   Pergelangan tangannya memutar, tampak bulu kuduk di tangannya meremang semua.

   Setelah mengibas dua kali berturut-turut, dengan mudah dia sudah berhasil melepaskan diri dari serangan kedua pukulan Tan Ki.

   Tampaknya ilmu silat orang ini bahkan lebih tinggi setingkat daripada Lu Sam Nio.

   Baru saja melepaskan diri dari serangan Tan Ki, tiba-tiba tubuhnya merapat ke depan dan tahutahu dia sudah melancarkan tujuh delapan jurus serangan.

   Angin yang timbul dari pukulannya tampak bagai ombak yang bergulung-gulung.

   Kekuatan tenaganya hebat bukan main.

   Serangan tasbihnya demikian cepat.

   Untuk sesaat, ru-angan itu dipenuhi bayangan tasbih yang tidak terhitung jumlahnya.

   Benar-benar ilmu yang tidak dapat dipandang enteng.

   Serangannya yang gencar ini membuat Tan Ki terdesak sampai mengelak ke kiri, menangkis ke kanan.

   Langkah kakinya terus mundur ke belakang.

   Apabila dua tokoh kelas tinggi bergebrak, mati hidup hanya ditentukan dalam sesaat saja.

   Begitu serangannya gagal, kedudukan Tan Ki semakin membahayakan.

   Tosu yang garang itu terus mendesak maju, sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk mengatur nafas.

   Tasbihnya terus bergerak ke sana ke mari, bahkan menimbulkan suara yang berdesing-desing.

   Dengan sengit dia melancarkan dua jurus.

   Kaki kirinyapun menendang dalam waktu yang bersamaan.

   Kecepatannya bagai kilat.

   Sasarannya bagian bawah perut yang mematikan.

   Saat ini Tan Ki sudah terdesak sampai bawah jendela.

   Di belakangnya adalah dinding rumah.

   Tidak ada tempat lagi untuk mundur.

   Meskipun hatinya tercekat melihat dua jurus serangan serta sebuah tendangannya, tetapi pada dasarnya dia merupakan manusia yang banyak akal.

   Meskipun menghadapi bahaya, ia tetap dapat mempertahankan ketenangan.

   Ce-pat-cepat dia menghimpun hawa murninya.

   Dengan jurus Pelangi Di atas Langit, dia segera membalas serangan yang hasilnya segera terlihat, memecahkan dua jurus dan sebuah tendangan yang keji itu.

   Pertarungan ini merupakan pertempuran dua jago kelas tinggi yang seakan sedang mengadu jiwa.

   Satu jurus atau satu gerakan, sudah cukup untuk membunuh orang.

   Baik menyerang ataupun melindungi diri, semua dilakukan dengan cepat.

   Baru dilancarkan tahu-tahu sudah ditarik kembali.

   Setelah belasan kali, sulit lagi membedakan mana lawan dan mana diri sendiri.

   Tiba-tiba Sebuah suara teriakan yang mengejutkan memecahkan keheningan! Hati Tan Ki langsung tergetar.

   Meskipun dia sedang menghadapi lawan tangguh, namun dengan jelas dia mengetahui bahwa jeritan yang barusan terdengar keluar dari mulut Mei Ling yang dicintainya.

   Hatinya menjadi panik.

   Dengan gencar dia melancarkan beberapa serangan ke arah lawannya.

   Untuk beberapa saat, tosu itu sampai terdesak mundur.

   Matanya segera beralih, tanpa dapat ditahan lagi hatinya jadi tergetar.

   Jantungnya bagai terlonjak keluar pada saat itu juga! Entah sejak kapan, wanita yang jelek itu sudah berhasil meringkus Mei Ling dan sekarang gadis itu sudah berada dalam gendongannya.

   Pada saat itu juga, hawa amarah dalam dadanya jadi meluap.

   Jurus Menggetarkan Langit dan Bumi yang belum pernah digunakannya langsung dilancarkan.

   Serangan ini menggunakan segenap kekuatannya yang ada.

   Selama tiga hari berturut-turut, dia menerima gemblengan dua tokoh sakti dunia Kangouw saat ini.

   Tenaga dalamnya sudah berlipat ganda dan dapat dilancarkan sesuka hati.

   Sekarang ini dikerahkan dalam keadaan gusar.

   Seluruh kekuatannya dihimpun dan tentu saja kejinya bukan main.

   Suaranya melengking tinggi.

   Tosu itu biasanya paling memandang tinggi dirinya sendiri.

   Melihat serangannya itu, tampaknya dia tidak gentar sama sekali.

   Malah dia tertawa terbahak-bahak.

   Tasbihnya dipindahkan ke tangan kiri, telapak tangannya dihantamkan ke depan untuk menyambut serangan Tan Ki.

   Serangkum angin yang kuat segera menerjang ke arah serangan Tan Ki yang dilancarkan dalam keadaan gusar.

   Terdengar suara menggelegar yang memekakkan telinga.

   Seluruh rumah peristirahatan itu jadi bergetar bahkan bergoyang-goyang beberapa detik, setiap waktu selalu ada kemungkinan ambruk ke bawah.

   Setelah pukulan itu beradu, ternyata tubuh kedua orang itu terhuyung-huyung beberapa saat.

   Sulit membedakan siapa yang lebih unggul.

   Serangan yang dilancarkan Tan Ki lebih kuat dari biasanya, apalagi hatinya sedang gusar sekali.

   Kalau ditinjau dari hal ini, tentu anak muda ini masih kalah setingkat dari tosu jahat itu.

   Tepat pada saat itu, terdengar suara Lu Sam Nio "Im Ka Toyu, orangnya sudah berhasil kudapatkan.

   Kita sudah boleh kembali memberikan laporan.

   Mari pergi!"

   Matanya melirik ke arah Tan Ki sambil tersenyum menyeramkan.

   Kemudian dia membalikkan tubuhnya dan pergi dari rumah itu.

   Perubahan yang tidak terduga-duga ini berlangsung cepat sekali.

   Tan Ki jadi tertegun sesaat.

   Tiba-tiba Im Ka Tojin kembali menyerangnya secara gencar tiga jurus berturutturut, Tan Ki sampai terdesak mundur tiga langkah.

   Untuk sesaat, dia merasa hatinya dilanda keperihan yang tidak terkatakan, melebihi luapan amarah dalam bathinnya.

   Mendadak dia mendongakkan wajahnya dan mengeluarkan suara siulan yang pilu.

   Sepasang kakinya menutul, tubuhnya melesat ke udara dan menerjang ke arah wanita jelek itu.

   Im Ka Tojin tertawa dingin.

   "Diri sendiri saja masih belum tentu selamat, saat ini masih berpikir untuk menolong orang lain!"

   Lengan kanannya menghantam ke udara, timbul kekuatan yang dahsyat sekali, menghadang tubuh Tan Ki yang sedang melesat.

   Dalam waktu yang sekejap saja, Lu Sam Nio sudah menerjang keluar dan menghilang dalam kegelapan.

   Tan Ki terhalang jalan perginya oleh hantaman Im Ka Tojin yang kuat.

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tubuhnya terhuyung- huyung beberapa saat, hawa murninya tidak dapat dikerahkan dengan lancar, akibatnya diapun terjatuh di atas tanah.

   Tiba-tiba terlihat bayangan berkelebat.

   Im Ka Tojin sudah melesat ke arah pintu.

   Ilmu silat orang ini sangat tinggi.

   Begitu berkelebat, kecepatannya bagai kilat.

   Dalam dua kali lon-catan dia sudah sampai di depan pintu.

   Hati Tan Ki panik sekali, dia langsung melonjak bangun dan meraung sekeras-kerasnya.

   Dia melihat gerakan tosu itu demikian cepat, apalagi jaraknya kurang lebih satu depaan, untuk menghadang tentu tidak keburu lagi.

   Lengan kanannya segera terulur, dia mencekal sebuah kursi kemudian dengan sepenuh tenaga dia menyambitkannya ke arah tosu tersebut.

   Terdengar suara benturan yang memekakkan telinga.

   Kursi yang dilemparkan sekuat tenaga itu tidak mengenai diri tosu itu malah membentur daun pintu.

   Pecahan kayu langsung berhamburan ke mana-mana.

   Begitu mata memandang, Im Ka Tojin sudah melesat keluar dari rumah peristirahatan itu.

   Kepedihan yang berlebihan, membuat Tan Ki berdiri dengan termangu-mangu.

   Untuk se-saat dia lupa menyelamatkan Mei Ling.

   Sebetulnya dia dapat menyandak Im ka Tojin, toh ilmu mereka memang seimbang.

   Mana ada kesempatan baginya untuk menolong orang? Oleh karena itu, hatinya tertekan sekali Air matanya pun mengalir dengan deras.

   Dia merasa tidak pernah mengenal kedua orang tadi.

   Mengapa mereka harus menculik Mei Ling? Dia benar-benar tidak habis pikir apa alasannya, dia hanya merenung seperti orang bodoh.

   Impiannya yang indah kandas sudah *** BAGIAN XXII Setelah tertegun beberapa saat, tiba-tiba bagai seekor binatang buas, dia menerjang ke-luar! Begitu matanya memandang, yang terlihat hanya sinar rembulan yang semakin meredup.

   Benda langit itu seakan memaksakan dirinya muncul dari balik awan yang tebal, cahayanya hanya remang-remang.

   Angin malam masih berhembus seperti orang yang menghela nafas panjang.

   


Pedang Tetesan Air Mata -- Khu Lung Setan Harpa -- Khu Lung/Tjan Id Amarah Pedang Bunga Iblis -- Gu Long

Cari Blog Ini