Ceritasilat Novel Online

Pendekar Kembar 12


Pendekar Kembar Karya Gan KL Bagian 12



Pendekar Kembar Karya dari Gan K L

   

   "Jangan, jangan menggunakan tenaga, lepaskan dia, turunkan dia". Hendaklah maklum bahwa racun dalam tubuh Yu Wi sekarang sudah menyebar keseluruh tubuh, asalkan dia menggunakan tenaga, bekerjanya racun akan bertambah cepat, dan kalau racun menyerang jantung, seketika pula jiwanya akan tamat. Khing-kiok tahu sang Toako sudah bertekad untuk mati, ia pikir.

   "Diriku toh pasti akan mati bersama dia, berapa lama lagi dia akan mati, waktu itupun aku akan mati, kenapa aku mesti banyak berkuatir lagi?"

   Karena pikiran ini, hati menjadi lapang, ia mendekap dalam pelukan Yu Wi dengan diam saja. Pelahan Yu Wi berjalan sampai diluar toko obat, sikakek berteriak memperingatkannya.

   "Caramu berjalan dengan mengeluarkan tenaga, tidak lebih seratus langkah tentu jiwamu melayang."

   Dengan napas terengah Yu Wi menoleh dan menjawab.

   "Terima kasih atas perhatian Anda"

   Habis bicara, untuk melangkah lagi rasanya sangat sulit. pada saat itulah mendadak terdengar di kejauhan ada orang berteriak.

   "Sit-sim-li, sit-sim-li, lihatlah sit-sim-li (perempuan kehilangan hati)...."

   Yu Wi merasa heran oleh nama yang aneh itu. masa ada orang bernama sit-sim-li? Dalam pada itu si kakek telah menyusul sampai di belakang Yu Wi dan berkata.

   "Meski tidak dapat kusembuhkan racunmu, tapi dapat kubantu mencegah menjalarnya racun sehingga selama sebulan takkan bekerja, dalam tempo sebulan dapat kau cari orang untuk menyembuhkan penyakitmu.

   "

   Tapi Yu Wi sama sekali tidak memperhatikan ucapan si kakek yang dipikir adalah nama sit-simli yang aneh itu Dilihatnya didepan sana berkerumun orang banyak, entah siapa yang dikerumuni, hanya terdengar orang-orang itu sama berteriak.

   "

   Lekas kemari melihat sit-sim-li...."

   Setelah kerumunan orang banyak itu mendekat. Dapatlah Yu Wi mendengar di tengah gerembolan orang banyak itu suara seorang perempuan lagi berseru.

   "Hatiku, hatiku, di mana hatiku?...."

   Yu Wi merasa suara orang sudah sangat dikenalnya, diam-diam ia merasa heran.

   "siapa kah sitsim- li ini? Rasanya suaranya sudah kukenal."

   Dalam pada itu si kakek kecil sedang berkata pula.

   "Toa supekmu adalah sahabatku, tidak boleh sama sekali tidak kuhiraukan dirimu, lekas ikut masuk lagi bersamaku"

   Mendadak gerombolan orang banyak itu menjerit kaget dan berlari kalang kabut, seorang diantaranya berlari kearah Yu Wi, tapi mendadak ia jatuh terjungkal dan tidak bangun lagi.

   Si kakek kuatir orang ini akan menumbuk Yu Wi, cepat ia membangunkannya, tapi mendadak terlihat luka pada lehernya, ia menjerit kaget.

   "Hah-Gu-mo-thian-ong-ciam (jarum raja langit sehalus bulu kerbau)."

   Mendengar istilah "Gu-mo-thian-ong-ciam"

   Itu, hati Yu Wi tergetar.

   dilihatnya kerumunan orang banyak telah bubar, tertampak si perempuan sit-sim-li yang dikelilingi tadi berjalan ke sana dengan langkah sempoyongan- terdengar gadis itu berteriak teriak sambil berjalan- "Hatiku...hatiku di mana?"

   Waktu Yu Wi mengamatinya lebih seksama, dilihatnya gadis kehilangan hati itu sangat cantik memakai baju sutera putih yang sudah robek.

   makin dipandang Yu Wi merasa orang memang sudah dikenalnya.

   Mendadak ia dapat mengenali sit-sim-li itu, kaki Yu Wi terasa lemas, jeritnya.

   "He, kau....belum lanjut ucapannya.

   "bluk."

   Ia jatuh terkulai. sekali jatuh Yu Wi tidak sanggup bangun lagi cepat si kakek kecil hendak memayangnya bangun tapi Yu Wi lantas berkata.

   "Yok-ong-ya, kumohon sesuatu padamu."

   Kakek kecil itu alias Yok-ong-ya menjawab "Tidak perlu kau mohon padaku, pasti akan kucegah menjalarnya racun dalam tubuhmu, di dunia ini orang yang dapat menyembuhkan dirimu tidak cuma aku saja seorang."

   Yu Wi menggeleng kepala, katanya.

   "Jangan kaupikirkan diriku, kumohon sudilah engkau menolong sit-sim-li itu."

   "orang gila seperti itu, untuk apa kutolong dia?"

   Ujar Yok-ong-ya.

   "Biarpun tidak kau tolong diriku sedikitpun aku tidak menyesal,"

   Kata Yu Wi pula dengan pedih.

   "tapi sukalah Yok-ong-ya mengingat Toa supek dan sudilah menyelamatkan sit-sim-li itu."

   "sedemikian kau perhatikan gadis tidak waras itu, memangnya dia pernah apamu?"

   Tanya Yokong- ya.

   "Dia adalah adik perempuanku,"jawab Yu Wi. Yok-ong-ya tampak tercengang, segera ia memburu ke sana, ia tutuk Hiat-to si nona kehilangan hati itu, lalu dikempitnya dan dibawa lari kembaii. Caranya memburu kesana, menutuk dan berlari kembaii, serentetan perbuatan ini dilakukannya dalam sekejap saja, boleh dikatakan secepat kilat. hampir tidak ada orang lain yang dapat mengikutinya dengan jelas kecuali Yu Wi. Menyaksikan sit-sim-li itu telah dibawa masuk ke dalam toko obat oleh Yok-ong-ya, legalah hati Yu Wi, tapi pandangannya menjadi gelap. berjongkok saja tidak kuat lagi, ia jatuh terkapar dan tidak sadar lagi. Khing-kiok yang ikut terjatuh di sebelah sana berseru kuatir.

   "He, Toako Toako"

   Ia mengira sang Toako telah mati, ia menjadi putus asa dan tidak mau hidup sendiri, tapi Hiatto tertutuk dan tak dapat bergerak.

   terpaksa ia hanya memandangi Yu Wi yang menggeletak disampingnya dengan air mata berderai.

   sesudah mengatur sit-sim-li di ruangan belakang, kemudian Yok-ong-ya keluar lagi kedepan, ketika dilihatnya Yu Wi jatuh pingsan di tepi jalan, hatinya tergetar, cepat ia mendekatinya .

   Ia pegang nadi anak muda itu, diketahuinya Yu Wi belum mati, diam-diam ia menghela napas lega.

   segera ia berseiu.

   "Tikus Kecil, kenapa kau biarkan tamu jatuh pingsan di depan toko. Ayo lekas dibawa masuk kedalam"

   Cepat si pegawai kecil tadi berlari keluar, sekuatnya ia memondong Yu Wi ke dalam. Yok-ong-ya berlagak tidak terjadi apa-apa. katanya.

   "Jalan pelahan, jangan sampai terbanting jatuh "

   Sembari bicara, tanpa menoleh tangannya menutuk ke belakang untuk membuka Hiat-to kelumpuhan Khing-kiok. segera nona itu melompat bangun dan berseru.

   "Kembalikan Toakoku."

   Ia terus hendak memburu ke dalam untuk merampas kembaii Yu Wi yang dibawa masuk oleh si Tikus Kecil tadi. Tapi Yok-ong-ya lantas menghardiknya dengan suara tertahan.

   "jangan sembrono Toakomu belum mati"

   "Apa betul?"

   Seru Khing-kiok kuatir dan girang.

   Yok-ong-ya hanya mengiakan dengan pelahanlalu melangkah masuk ke ruangan belakang.

   Hati Khie-kiok merasa lega.

   ia mengusap air mata dan ikut di belakang Yak-ong-ya.

   setiba didalam rumah tadi, dengan serius Yok-ong-ya berkata kepada Khing-kiok.

   "Jika kau ingin menyelamatkan Toakomu. kau harus turut kepada perkataanku."

   "Silakan Locianpwe memberi perintah, apapun akan kuturut,"jawab Khing-kiok dengan menahan air mata terharu. Yok-ong-ya menghela napas. katanya.

   "Jangan keburu bergirang dulu, nona. Aku hanya dapat menyelamatkan jiwa Toakomu untuk beberapa bulan saja, dalam waktu beberapa bulan ini kalian mencari jalan lain, kalau tidak. apabila racun di tubuhnya bekerja lagi, pasti sukar ditolong."

   Seketika wajah Khing-kiok berubah sedih pula, katanya.

   "Menolong orang harus sampai tuntas, apakah Cianpwe tidak dapat menawarkan racun Toakoku sekaligus?"

   Yok-ong-ya menggeleng, katanya.

   "Kalau bisa tolong tentu sejak mula sudah kutolong, jika racun yang mengenai Toako adalah racun jenis lain, tanpa kau minta tentu akan kusembuhkan. Tapi, ai. justeru racun inilah , ..."

   Sampai di sini ia menghela napas dan menggeleng pula, lalu menyambung.

   "Pendek kata, dahulu aku sudah pernah bersumpah tidak mau menawarkan racun yang diidap Toako itu, maka bagaimana pun kau mohon juga tak kupenuhi."

   "sebab apa?"

   Tanya Khing-kiok dengan kuatir dan bingung.

   "sebabnya ... Ai, untuk apalagi mengungkitnya lagi, apa yang sudah lampau biarlah berlalu. Eh, kenapa si Tikus Kecil belum lagi membawakan peralatan yang diperlukan."

   Belum lenyap suaranya tertampak si Tikus Kecil sudah muncul. serunya dengan wajah bersungut.

   "Wah, Toalopan, gentong air itu tidak kuat kami gotong bertiga."

   Yok-ong-ya menggeleng kepala dan mengomel.

   "Sungguh tidak becus, masakah tiga orang tidak mampu menggotong gentong itu."

   Buru-buru ia keluar, tidak lama kemudian, dengan satu tangan dia mengangkat sebuah gentong besar masuk kesitu.

   Gentong air itu hampir setinggi satu orang, untuk tempat air, mungkin cukup buat diminum belasan hari oleh satu keluarga.

   Di belakang Yok-ong-ya mengikut pula tiga pegawai toko obat yang lain, masing-masing membawa dua kaleng cuka, begitu kaleng cuka mereka taruh dilantai, segera Yok-ong-ya mendesak.

   "Lekas menimba air, lekas"

   Begitulah ketika pegawai itu terus silih berganti keluar masuk mengisi gentong besar itu dengan air jernih, mereka harus bekerja keras hingga mandi keringat dan baru dapat mengisi setengah gentong.

   "Lekas usung kayu bakar dan batu bata,"desak pula Yok-ong-ya. setelah kayu bakar dan bata disediakan, Yok-ong-ya sendiri lantas menumpuki bata itu hingga berbentuk sebuah tungku darurat, gentong besar yang berisi air itu lantas ditaruh di atas tungku. kemudian dituangi dengan cuka. Menyaksikan kesibukan Yok-ong-ya itu, Khing kiok coba bertanya.

   "Untuk apakah semua ini?"

   "Jangan urus, bantu saja menyalakan api, lekas, lekas"

   Kata Yok-ong-ya.

   Baru saja Khing-kiok menyalakan api tungku, Yok-ong-ya lantas memondong Yu Wi, dengan gerak cepat ia membelejeti pakaian Yu Wi hingga telanjang bulat.

   Menyaksikan itu, keruan muka Khing-kiok menjadi merah malu.

   selagi nona itu merasa bingung, didengarnya Yok-ong-ya mendesak pula.

   "Lekas kipas. besarkan nyala api"

   Seperti kena ilmu sihir saja, Khing-kiok menuruti segala perintah kakek kecil itu, segera ia mengipas sekuat dan secepatnya. Tapi segera ia berteriak kuatir.

   "HHe, jangan-jangan Toako akan terebus"

   Dengan serius Yok-ong-ya berkata.

   "Jika ingin menolong Toakomu, semakin besar api yang berkobar semakin baik."

   Karena keterangan ini, segera Khing-kiok mengipas secepatnya, hanya sejenak saja api lantas berkobar dengan kerasnya.

   "Nah, bagus"

   Kata Yok-ong-ya.

   "Awas, harus tambah kayu jika api kurang besar, jaga yang betul, api tidak boleh kecil, apa lagi padam."

   Waktu Khing-kiok berhenti mengipas, Yok-ong-ya memberinya dua botol obat, katanya.

   "sebentar bila air mendidih. cepat keluarkan Toakomu. ..."

   Mengingat Toako dalam keadaan telanjang, cara bagaimana dirinya akan menggotongnya keluar dari gentong, tanpa terasa ia menunduk malu sehingga tidak memperhatikan apa yang diucapkan Yok-ong-ya. orang tua itu lantas berseru pula.

   "Hei, dengar tidak ?Jangan sampai Toakomu telanjur terebus oleh air mendidih. bisa runyam nanti."

   Akhirnya Khing-kiok mengertak gigi, pikirnya.

   "Toako sudah menjadi suamiku kenapa mesti malu segala?"

   Ia lantas mengangkat kepala dan mendengarkan pesan Yok-ong-ya. setelah berdehem, kakek itu berkata pula.

   "Nah, setelah digotong keLuar nanti, suapi dia dua senduk cairan obat dalam botol hitam itu. obat didalam botol putih digunakan untuk menggosok sekujur badan Toakomu. Jangan lupa, gosok hingga rata, kalau tidak, nanti kalau dimasukkan lagi kedalam gentong, dia benar-benar bisa menjadi manusia rebus."

   Bahwa dirinya disuruh menggosok sekujur badan sang Toako dengan obat dalam botol putih itu, hati Khing-kiok lantas berdebar-debar. Tapi demi kepentingan Toako, sedapatnya ia menahan perasaannya, tanyanya.

   "Dengan begitu, Toako harus dgodok berapa kali?"

   "satu hari tiga kali, sedikitnya harus digodok selama tiga hari berturut-turut,"

   Tutar Yok-ong-ya.

   "ingat, setiap hari harus ganti air cuka dalam gentong. tiga hari kemudian jiwa Toakomu dapat bertahan lagi selama beberapa bulan."

   Dari pesan orang tua itu Khing-kiok merasa orang sengaja menyuruhnya bekerja sendirian, segera ia tanya.

   "Dan cianpwe hendak ke mana?"

   "Aku tidak pergi ke mana-mana,"jawab sikakek.

   "dalam beberapa hari ini harus kusembuhkan gadis sit-sim-li itu, terpaksa. kau sendiri yang harus merawat Toakomu Pegawaiku mungkin tak dapat bekerja teliti dan tidak dapat banyak membantu, tetapi mengenai pekerjaan ganti air dan sebagainya boleh suruh mereka mengerjakannya."

   Khing-kiok mengangguk teringat pada apa yang akan dilakukannya selama tiga hari berturutturut ini, tanpa terasa muka menjadi merah dan jantung berdetak pula.

   setelah memberi pesan seperlunya, lalu Yok-ong-ya meninggalkan ruang kerja itu ke kamar lainnya.

   sembari menambah kayu bakar Khing-kiok juga memperhatikan keadaan di dalam gentong, satu jam kemudian, tertampaklah uap mulai mengepul dari dalam gentong, ia tahu air sudah hampir mendidih, segera ia menahan perasaan yang berdebur itu dan menyeret Yu Wi keluar dari gentong dalam keadaan telanjang bulat.

   Ia baringkan Yu Wi di dipan, dituangnya obat dari botol hitam, dilihatnya anak muda itu dalam keadaan pingsan, ia menjadi bingung cara bagaimana menyuapinya.

   Terpikir olehnya tempo hari sang Toako juga pernah merawat sakitnya, seketika timbul kasih sayangnya, segera ia mengumur cairan obat terus diloloh ke dalam mulut Yu Wi.

   Selesai melolohi dua senduk obat, kembaii Khing-kiok ragu-ragu lagi, ia pegang botol putih dengan terkesima dan lupa menggosok badan Yu Wi dengan obat itu pada saat itulah terdengar seorang berkata di luar kamar.

   "siocia, ini santapannya. ditaruh di mana?"

   
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Khing-kiok menoleh, kiranya si Tikus Kecil mengantarkan makan siang baginya, cepat ia mengambil selimut untuk menutupi tubuh Yu Wi, dengan muka merah ia menjawah.

   "Taruh saja di atas, sebentar kumakan sendiri"

   Si Tikus membawa makanan untuk dua orang. dia menaruh makanan itu lalu berkata.

   "Kalau perlu apa-apa, panggil saja si Tikus."

   "Baiklah, sebentar lagi boleh kau datang lagi,"

   Kata Khing-kiok.

   sesudah si Tikus pergi, Khing-kiok kuatir tertunda terlalu lama, terpaksa ia kesampingkan rasa malunya, cepat ia menuang cairan obat botol putih dan mulai menggosok sekujur badan Yu Wi.

   Tidak lama kemudian selesailah dia menggosok tubuh Yu Wi dengan obat, meski bukan pekerjaan berat, tapi Khing-kiok telah mandi keringat, mungkin karena tegangnya perasaan hingga membuatnya berkeringat.

   setelah hati mulai tenang, lalu Khing-kiok menaruh Yu Wi lagi kedalam gentong, ia tambahi kayu bakar pada api tungku, lalu berduduk memandangi santapan-santapan yang disediakan, meski perut sudah lapar sejak tadi, tapi tidak ada nafsu makan- ia hanya menyumpit beberapa kali, lalu memperhatikan air godokan dalam gentong.

   si Tikus Kecil datang lalu membersihkan mangkuk piring serta bebenah sisa makanan dan dibawa pergi.

   sehari tiga kali mengganti air gentong, sampai hari kedua, pada ketiga kalinya waktu Khing-kiok mengeluarkan Yu Wi dari gentong, anak muda itu mulai mengeluarkan suara rintihan- Khing-kiok bergirang, cepat ia membaringkan anak muda itu dan menyuapi cairan obat dan menggosok tubuhnya.

   Selesai semua itu, Khing kiok mengusap keringat dan menghela napas lega.

   dilihatnya Yu Wi membuka mata dan berkata.

   "Adik Khing. bikin repot padamu"

   Muka Khing kiok menjadi merah, tadi ia mengira anak muda itu masih pingsan, tak tahunya ketika merintih Yu Wi sudah sadar, cuma dirasakan tubuh sendiri telanjang bulat, ia merasa tidak enak untuk membuka mata, maka membiarkan Khing kiok menggosok tubuhnya habis itu barulah ia membuka mata.

   Dengan malu Khing kiok menutupi mukanya dan berseru.

   "Ah, Toako busuk. Toako jahat ..."

   Diam diam ia pikir Toako sudah siuman, tapi sengaja membiarkan orang menyuapi mulutnya dan menggosok tubuhnya, jelas membuatnya kikuk.

   Tertengar Yu Wi berkata dengan gegetun- "Adik Khing meladeni diriku sedemikian baik, selama hidup takkan kulupakan- ..."

   Khing-kiok membuka mukanya dan berkata dengan sungguh-sungguh.

   "Antara kita masa perlu cara tentang melupakan dan tidak? Toako sendiri kan juga pernah meladeni diriku?"

   "Di manakah Yoksong-ya?"

   Tanya Yu Wi.

   "dia mulai mengobati gadis sit-sim-li itu,"

   Tutur Khing-kiok. Yu Wi memandangi langit-langit kamar dan berdoa.

   "syukur dan terima kasih kepada Thian Maha Pemurah, kalau Yok-ong-ya mau mengobati dia. tentu dia akan sembuh."

   Dengan suara pelahan Khing-kiok tanya.

   "siapa nona sit-sim-li itu? Apakah benar adik Toako?"

   Yu Wi menoleh dan menjawab.

   "Apakah kau masih ingat peristiwa di Thian-ti-hu?"

   Dahulu Yu Wi pernah menceritakan apa yang dialaminya setelah meninggalkan Hek-po, semua masih diingat dengan jelas oleh Khing-kiok. maka ia mengangguk dan menjawab.

   "Urusan Toako mana bisa kulupakan."

   "Dan Toakongcu dari Thian-ti-hu yang kuceritakan serupa dengan wajahku itu, apakah kaupun masih ingat?"

   Tanya Yu Wi pula.

   Kiranya sejak meninggalkan Ma-siau- hong, agar membikin pikiran Khing-kiok seolah-olah sudah kenal Kan Ciau-bu, supaya kelak dapat merangkapkan perjodohan mereka, maka Yu Wi sering bercerita tentang pengalamannya di Thian-ti-hu dahulu, terutama.

   dia suka menyebut tentang kebaikan Kan- ciau-bu kepadanya.

   Begitulah maka Khing-kiok lantas menjawab.

   "Tentu saja masih ingat, kau sering bercerita tentang dia, hanya saja aku tetap tidak percaya di dunia ini ada orang yang mirip benar dengan Toako."

   "Bila kelak kau bertemu dengan dia tentu kau akan percaya,"

   Kata Yu Wi.

   "Dan sit sim-li itu ialah adik perempuannya, namanya Kan Hoay-soan-"

   Khing-kiok berseru kaget.

   "Hah,jadi dia itu puteri Thian-ti-hu? Tapi mengapa dia berubah menjadi begitu?"

   Yu Wi menghela napas, ucapnya dengan sedih.

   "Ya, akupun tidak tahu apa sebabnya... ."

   Berulang-ulang ia menghela napas, jelas prkirannya sangat kusut. Melihat sang Toako bersedih, Khing-kiok berkata pula.

   "Kau bilang kepada Yok-ong-ya bahwa sit-sim-li adalah adik perempuanmu, jangan jangan karena wajahmu mirip kakaknya, maka dalam hati tanpa terasa juga menganggapnya sebagai adik?"

   "Ah. karena ditanya Yok-ong-ya, maka kujawab sekenanya, waktu menyamar menjadi Toakongcu di Thian-ti-hu, karena tidak tahu, Hoay-soan selalu memanggil Toako padaku, dengan sendirinya akupun menganggapnya sebagai adik."

   "Di dunia inijarang ada yang berwajah sama, Kan ciau-bu benar mirip Toako, sampai anggota keluarganya juga tidak tahu membedakannya, kukira... kukira antara kalian pasti ada... ada hubungan darah."

   Yu Wi menggeleng, katanya.

   "Tidak, tidak mungkin- Leluhurku berasal dari soasay, sedang kan leluhur Kan ciau-bu berada di Kimleng, jarak kedua tempat ada ribuan li jauhnya, mana bisa terjadi hubungan darah?"

   Khing-kiok tertawa, katanya.

   "sungguh bodoh Toako ini, jauhnya tempat masa dapat merintangi hubungan perasaan. Betapapun jauh jaraknya kan dapat didatangi orang, asalkan kedua pihak suka sama suka, saling cinta, di manapun dapat bertemu."

   "Jika demikian, apakah mungkin Kan ciau-bu adalah anak ayahku sehingga mukanya bisa serupa dengapku?"

   Dengan muka merah Khing-kiok berkata.

   "Hal ini memang sukar ... sukar dipastikan. Bisa jadi ... bisa jadi kalian adalah saudara kembar, begitu lahir lantas dipisahkan, Kan ciau-hu dibesarkan di Thian-ti-hu ..."

   "Tidak mungkin, tidak mungkin terjadi,"

   Ujar Yu Wi.

   "Usia Kan ciau-bu selisih tiga tahun dari padaku, aku dan dia tidak mungkin saudara kembar. Menurut pendapatmu, mungkinkah dia juga putera ayahku?"

   Muka Khing-kiok bertambah merah, dalam hati lamat-lamat timbul perasaan bahwa hal itu bukan mustahil terjadi, tapi mengingat hanya kalau ayah Yu Wi harus bermesraan dengan ibu Kan ciau bu baru dapat melahirkan Toa kongcu Thian ti-hu itu, bila hal ini dibicara kan oleh anak perempuan seperti dia, tentu saja membuat mukanya merah.

   Mendadak terlintas dalam benak Yu Wi mengenai perempuan berbaju hitam dengan rambut panjang yang dilihatnya didaerah terlarang Thian-ti-hu itu, bukankah wajah perempuan itupun mirip dengan dirinya? Jangan-jangan perempuan itupun famili terdekat dirinya? Bepikir demikian, dada Yu Wi terasa panas.

   seperti diketahui, perempuan berbaju hitam sudah dua kali menyelamatkan jiwanya.

   satu waktu dia kabur dari kejaran orang Jay-ih-kau dan kedua kalinya waktu dia minta pengobatan pada su Put-ku di siau- ngo-tay-san.

   Dua kali pertolongan itu menimbulkan perasaan aneh dalam hati Yu Witerhadap perempuan berbaju hitam itu, diam- diam ia menganggapnya sebagai orang tua yang mencintainya dan melindungi dirinya.

   Kalau dipikir lagi sekarang, wajah perempuan itu rasanya memang sangat mungkin ada hubungan kekeluargaan dengan dirinya.

   seketika ia jadi kesima merenungkan pengalamannya dahulu.

   Melihat sang Toako termenung, Khing-kiok jadi kuatir kalau- kalau anak muda itu akan linglung, cepat ia berseru.

   "Toako ... Toako ... ."

   Setelah dipanggil beberapa kali barulah Yu Wi sadar dari lamunannya.

   "Ada apa?"

   Tanyanya.

   "Janganlah Toako memikirkan lagi,"

   Kata Khing-kiok.

   "Di dunia ini memang banyak kejadian yang kebetulan, bintang luncur dilangitpun kadang saling bentur, antara manusia dan manusia itu juga bisa terjadi mirip muka."

   Dahulu Yu Wi tidak pernah memikirkan tentang kemiripan si perempuan baju hitam dan Kan ciau-bu dengan dirinya, kini demi teringat hal-hal itu, seketika hati merasa mengganjal dan sukar dihilangkan.

   Ia pikir kejadian kebetulan didunia memang banyak, tapi.

   kalau ada wajah tiga orang sama sekaligus tanpa sesuatu hubungan apa- apa, rasanya terlalu kebetulan kejadian ini.

   Apalagi setiap tahun perempuan baju hitam itu pasti berziarah kemakam ayah Kan ciau-bu, darimana pula ia tahu jalan masuk-keluar daerah terlarang Thian-ti-hu itu, di dalam persoalan ini pasti mengandung sesuatu rahasia maha besar, tapi siapakah yang mengetahui? Begitulah persoalan aneh itu terus berkecamuk dalam benak Yu Wi.

   setelah berpikir lama dan lelah.

   tanpa terasa iapun tertidur.

   Entah tidur berapa lama lagi, lamat-lamat ia dibangunkan dan terdengar suara Khing-kiok berseru.

   "Toako, Toako, bangun makan"

   "Waktu apa sekarang?"

   Tanya Yu Wi.

   "Hari sudah gelap. nyenyak benar tidur Toako, sudah tertidur dua hari masakah belum cukup?"

   Ujar Khing-kiok dengaa tertawa.

   "Apakah Yok-ong-ya belum kemari?"

   Tanya Yu Wi.

   "Belum, juga tidak terdengar suaranya,"

   Tutur Khing-kiok.

   "Aneh, mengapa belum selesai mengobati orang sakit selama dua hari?"

   Bagian 19

   "Bisa jadi penyakitnya sangat ruwet dan memerlukan waktu pengobatan yang lama, biarlah, jangan kita ganggu dia."

   Yu Wi mengiakan. Tiba-tiba Khing-kiok mendengar suara keruyukan dalam perut anak muda itu, ia tertawa geli. Tentu saja Yu Wi merasa kikuk, katanya.

   "Lapar benar perutku."

   "Pantas juga kalau lapar, sudah dua hari kau tidak makan sebulir nasi pun,"

   Kata Khing-kiok dengan tertawa.

   "Ayolah. Lekas bangun dan makan."

   Yu Wi menggerakkan tubuhnya, tapi tidak dapat bangkit.

   "Ayolah lekas bangun,"

   Seru Khing-kiok pula.

   "Aku tak dapat bangun,"

   Yu Wi menggeleng.

   "Kenapa tidak dapat?"

   Khing-kiok menjadi kuatir.

   "Seluruh tubuhku tiada tenaga sedikitpun,"

   Kata Yu Wi.

   "Ah, benar,"

   Kata Khing-kiok.

   "Menurut Yok-ong-ya, kau harus digodok selama tiga hari. sebelum genap tiga hari Toako belum dapat bergerakl. Jika demikian, biarlah kusuapi kau, boleh kau tetap berbaring saja."

   Semalaman itu berlalu lagi. esok paginya si Tikus telah mengganti air cuka gentong dan menyediakan kayu bakar lagi. Khing-kiok membangunkan Yu Wi, serunya.

   "Dapatkah Toako bergerak sekarang?"

   "Tetap belum bisa,"

   Sahut Yu Wi dengan gegetun. Khing-kiok menggigit bibir, dengan muka merah ia berkata.

   "Biarlah kupondong kau kedalam gentong,"

   Tubuh Yu Wi hanya ditutupi selimut, cepat ia menahan ujung selimut dan berkata.

   "Nanti dulu, tunggu sebentar...."

   Terpaksa Khing-kiok duduk termenung ditepi pembaringan.

   seketika kedua orang sama-sama merasa canggung.

   sekarang pikiran Yu Wi sudah jernih, ia merasa tidak pantas membiarkan tubuhnya yang telanjang bulat itu dipondong oleh si nona.

   selang sejenak.

   dengan tulus Khing-kiok berkata.

   "Aku sudah milik Toako, kenapa merasa malu segala?"

   Habis berkata ia lantas mulai mengangkat tubuh Yu Wi.

   Karena sudah dua hari dirinya diladeni nona itu, kalau sekarang menolak akan terasa tidak baik malah.

   Maka Yu Wi lantas melepaskan selimut dan membiarkan Khing-kiok memondong tubuhnya kedalam gentong.

   Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Pada saat itulah, mendadak terdengar suara seorang perempuan menghela napas pelahan diluar jendela.

   Tergetar tubuh Yu Wi, cepat ia berseru.

   "siapa itu?"

   Meski Khing-kiok sudah melayani Yu Wi selama dua hari dan sudah terbiasa, tapi dasar anak perempuan, betapapun jantungnya tetap berdebar ketika memondong Yu wi dalam keadaan bugil, sebab itulah dia tidak mendengar suara apapun.

   Demi mendengar seruan Yu Wi itu, ia berkata dengan suara tertahan.

   "Kecuali si Tikus, di sini tidak ada orang lain-"

   "Tapi kudengar suara seorang perempuan menghela napas di luar,"

   Kata Yu Wi.

   "Ah, Toako suka berpikir macam- macam, disini mana ada perempuan lain?"

   Ujar Khing-kiok. Tapi dengan pasti Yu Wi menyatakan kebenaran pendengarannya.

   "Ada, pasti ada, bahkan suara itu seperti sudah kukenal."

   "Ah, Toako mengenangkan nona Ko lagi,"

   Ucap Khing-kiok dengan sendu. Karena dianggap lagi merindukan Ko Bok-ya, Yu Wi tidak enak untUk omong lagi, tapi dalam hati ia berpikir.

   "Jelas suara itu bukan suara Ya-ji. lantas siapakah dia?"

   Selewatnya hari ketiga itu, Khing-kiok terlebih akrab lagi terhadap Yu Wi.

   Melihat cara si nona melayani dirinya sedemikian baik.

   dengan sendirinya hilanglah rasa kikuk Yu Wi dan tidak canggung-canggung lagi.

   Racun yang semula didesak hingga terkumpul pada kedua tangan oleh tenaga dalam Hoat-sujin itu, lantaran digodok selama tiga hari.

   ditambah lagi pengobatan lain, maka racun kembali menyebar keseluruh tubuh.

   Maka sekarang warna kedua tangan Yu Wi sudah kembali biasa.

   meski kadar racun menyebar lagi ke seluruh tubuh, tapi karena juga terhisap oleh air cuka gentong selama tiga hari, kadar racun telah buyar sebagian, racun yang masih mengendap dalam tubuhnya untuk sementara tidak berbahaya lagi.

   Maka esok paginya Yu Wi sudah bisa bangun berduduk, meski belum leluasa untuk berjalantapi setelah mendapat perawatan Khing-kiok.

   tiga hari kemudian dapatlah dia bergerak dengan bebas.

   Pagi hari itu, Yu Wi berkata.

   "Hari ini adalah hari ketujuh, kenapa Yok-ong-ya masih juga belum kelihatan?"

   "Sudah kutanyakan pada siTikus, katanya sepanjang hari Yok-ong-ya hanya duduk termenung di dalam kamar sana dan tidak mengobati Kan Hoay-soan,"

   Tutur Khing-kiok. Yu Wi menjadi heran.

   "Jika demikian- apakah Hoay-soan berada di kamar?"

   Belum lagi Khing-kiok menjawab, terdengar suara orang berdehem, Yok-ong-ya telah muncul dari kamar bagian dalam. Cepat Yu Wi menyongsongnya dan menyapa.

   "Cianpwe tentu capai"

   Yok-ong-ya menggeleng, katanya dengan gegetun.

   "sudah tujuh hari kurenungkan di dalam kamar dan tetap tidak menemukan cara untuk menyembuhkan adik perempuanmu."

   Melihat wajah orang yang tambah kurus dan mata cekung, jelas selama tujuh hari ini telah banyak memakan pikirannya. Maka dengan tenang ia tanya.

   "Apakah penyakit gilanya tidak dapat disembuhkan?" .

   "Adikmu sekarang tidak gila lagi,"

   Jawab Yok-ong-ya.

   "Nah. kan sudah sembuh kalau begitu?"

   Seru Yu Wi dengan girang. Yok-ong-ya menghela napas, lalu berkata.

   "Coba kau ikut kemari."

   Yu Wi ikut Yok-ong-ya masuk kekamar belakang sana, ruangan ini terbagi menjadi dua, bagian depan penuh kitab, bagian belakang hanya dipisahkan oleh tabir saja.

   Waktu tabir terbuka, kelihatan Kan Hoay-soan tetap memakai baju satin putih dan berduduk di tepi pembaringan menghadapi kearah tabir sini.

   Melihat nona itu berduduk tenang disitu seperti orang biasa, kelakuannya yang tidak waras tujuh hari yang lalu kini sudah hilang.

   dengan girang ia lantas mendekat dan menegurnya.

   "Hoaysoan, masih kenal padaku?"

   Biji mata Kan Hoay-soan yang jeli itu tidak bergerak sedikitpun meski jelas dua orang telah masuk ke situ, panggilan Yu wi iuga tidak mendapat reaksi sama sekali. Yu Wi melangkah kedepan si nona, dengan suara memilukan ia tanya pula.

   "Hoay-soan. masih kenal padaku tidak?"

   Kan Hoay-soan tetap diam saja, mendadak ia berbangkit dan lewat di samping Yu wi, langsung menuju kearah tabir. Mengira si nona tidak mau menggubrisnya, Yu Wi bertanya pula.

   "Apakah Toakomu baik-baik saja?"

   Setiba di samping tabir, Hoay-soan berjalan balik. Dengan girang Yu Wi menegur lagi.

   "setelah berpisah dahulu, sudah hampir dua tahun kita tidak berjumpa."

   Tapi setelah berada didepan pembaringan, kembali Kan Hoay-soan berjalan ke arah tabir lagi dan begitulah ia mondar-mandir belasan kali, lalu berduduk ditepi pembaringan dan tidak berucap sekatapun- Yu Wi memandangi nona itu dengan terkesima, keadaan Kan Hoay-soan ibaratnya mayat hidup.

   Wajahnya tiada menampilkan perasaan apapun, tanpa terasa timbul perasaan ngeri dalam hati Yu Wi.

   Ia coba memandang Yok-ong-ya.

   Tabib sakti itu tersenyum getir, katanya.

   "Pada hari pertama juga sudah kusembuhkan sakit gilanya, tapi selama enam hari kemudian, kecuali makan dan tidur, terus menerus dia cuma berjalan mondar-mandir begini, betapapun ditanya tetap tidak menjawab."

   "Apakah dia sengaja tidak mau bicara?"

   Tanya Yu Wi. Yok-ong-ya menggeleng, katanya.

   "Selama tujuh hari kurenungkan penyakitnya, akhirnya dapat kutarik suatu kesimpulan ... yakni, hakikatnya dia tidak dapat bicara."

   "Mengapa tidak dapat bicara?"

   Yu Wi menegas dengan kuatir.

   "Dia tidak punya hati, dengan sendirinya tidak dapat bicara."

   Ujar Yok-ong-ya. Yu Wi menggeleng-geleng kepala, ucapnya.

   "Dia tampak sehat-sehat saja, kenapa tidak punya hati? Mana Cianpwe bergurau?"

   Dengan serius Yok-ong-ya berkata.

   "Penyakit gila tidak sukar disembuhkan, tapi dia selain gila juga kehilangan hati, meski sakit gilanya sudah sembuh, tapi hati yang hilang belum lagi diketemukan kembali...."

   Sampai di sini, diam-diam Yu Wi merasa geli, tapi dilihatnya Yok-ong-ya bicara dengan sungguh-sungguh dan kereng, ia tidak berani tertawa. Pikirnya.

   "Masakah didunia ini ada orang mencari hati segala?"

   Tapi Yok-ong-ya telah bicara terus.

   "selama tujuh hari tak dapat kuselami sebab musababnya dia tidak mau bicara, akhirnya teringat pada seorang barulah kusadari duduknya perkara. orang itu mahir semacam ilmu sihir yang disebut Mo-sim-gan (mata iblis). Cuma orang itu sudah lama meninggalkan dunia Kangouw, makanya tidak kuingat padanya. Bila kusebutkan orang ini pasti juga kau tahu, apakah kau masih ingat orang-orang yang mengerumuni adik perempuanmu tempo hari sama menyebut sit-sim-li padanya?"

   "Ya, karena sepanjang jalan Hoay-soan terus- menerus berteriak, di mana hatiku, makanya orang menyebutnya sit-sim-li,"

   Kata Yu Wi.

   "Dan tahukah kau sebab apa dia omong begitu?"

   "Ucapan orang gila tentu juga aneh dan lucu, mana ada orang yang benar- benar kehilangan hati, orang yang kehilangan hati mana bisa hidup?"

   Dengan sikap misterius Yok-ong-ya berkata.

   "Tapi barang siapa pernah dipandang oleh Mo-simgan, orang itu akan merasa seperti benar- benar kehilangan hati. Pada waktu menggunakan ilmunya Mo-sim-gan akan berkata kepada korbannya.

   "Kau telah kehilangan hati"

   Tiba-tiba Yu Wi teringat kepada Goan-si-heng-te, kedua saudara she Goan yang mahir ilmu gaib itu, pada waktu mereka melancarkan ilmu sihirnya juga berkata kepadanya.

   "Kau sudah lelah, kau perlu tidur"

   Habis berucap begitu dirinya benar-benar merasa kantuk dan ingin tidur sepuasnya Jangankan Hoay-soan juga terkena iimu sihir semacam ini?"

   "Apakah Mo-sim-gan itu sama seperti apa yang disebut Jui-bin-sut? Apakah orang yang Cianpwe maksudkan adalah sepasang kakek tinggi kurus yang berbentuk serupa dan terkenal sebagai kedua Goan bersaudara?"

   Demikian Yu Wi lantas bertanya. Yok-ong-ya menggeleng, katanya.

   "Mo-sim-gan jauh lebih hebat dari pada jui-bin-sut yang kau sebut, apabila adikmu cuma terkena Jui-bin-sut, tentu sejak mula dapat kusembuhkun dia."

   Kini Yu Wi percaya kepada setiap keterangan Yok-ong-ya, ia menjadi cemas, katanya.

   "Wah, lantas bagaimana baiknya? Hoay-soan tidak boleh hidup tanpa hati?"

   "Apakah dia benar- benar adik perempuanmu?"

   Tanya Yok ong ya.

   "Bukan, dia adalah puteri Thian-ti-hu, namanya Kan Hoay-soan,"

   Jawab Yu Wi.

   "Tapi kuanggap dia sebagai adik sendiri, maka mohon cianpwe suka berusaha menyelamatkan dia ... ."

   Yok-ong-ya menghela napas, katanya.

   "

   Orang sama menyebut diriku sebagai seng-jiu-ji-lay, semua orang mengira aku dapat menyembuhkan penyakit apapun, padahal di dunia ini banyak sekali penyakit yang aneh, mana bisa kusembuhkan seluruhnya."

   Ia berhenti sejenak, lalu berkata pula.

   "Kukenal Kan Yok-koan ... ."

   "Ah, bagus sekali,"

   Seru Yu Wi.

   "

   Hoay-soan adalah cucu Kan Yok koan, mengingat leluhurnya yang Cianpwe kenal. sudilah engkau menolong dia."

   "Kalau bisa menyembuhkan dia masa tidak kulakukan,"

   Ujar Yok-ong-ya dengan kurang senang. Tiba-tiba teringat olehnya penyakit Yu Wi yang juga pernah ditolaknya sekalipun dirinya mampu mengobatinya, pantas kalau anak muda itu meragukan jawabannya, maka air mukanya berubah tenang kembali dan berkata.

   "Racun yang mengeram dalam tubuhmu itu tidak dapat kupunahkan karena aku pernah bersumpah takkan mengobatinya, kalau tidak, tentu sekaligus sudah kusembuhkan dirimu. Tapi mengenai penyakit Kan Hoay-soan yang kehilangan hati ini memang benar- benar tak dapat kusembuhkan-"

   Yu Wi menoleh dan melihat Kan Hoay-soan masih duduk ditepi pembaringan, sebenarnya nona itu sangat lincah dan menyenangkan, tapi sekarang seperti anak gendeng, pedih rasa hati Yu Wi, katanya.

   "Apakah harus dibiarkan ini ... .

   "

   "Untuk melepaskan ikatan diperlukan bantuan orang yang mengikat ....

   "

   "Aha, benar,"

   Tukas Yu Wi.

   "Akan kucari Goan-si-hengte untuk menghilangkan penyakit Hoaysoan ini."

   "Tidak ada gunanya,"

   Ujar Yok-ong-ya sambil menggeleng.

   "dengan kemampuan Goan-sihengte masih belum sanggup memunahkan Mo-sim-gan."

   "sesungguhnya siapakah orang yang melakukan ilmu sihir ini?"

   Tanya Yu Wi.

   "Dia tidak punya nama, kuingat orang menyebut dia sebagai sam-gan-siusu (si cendekia cakap bermata tiga),"

   Tutur Yok ong-ya.

   "Konon dia pernah menerima dua murid anak kembar, bisa jadi mereka ialah Goan-si-hengte yang kau katakan itu Untuk menyembuhkan penyakit nona Kan harus kau cari dia sendiri barulah ada harapan."

   "setelah menemukan dia, cara bagaimana baru dapat menyembuhknn penyakit kehilangan hati Hoay-soan ini?"

   "Asaalkan sam-gan-siusu menggunakan ilmu sihirnya lagi dan bicara kepada nona Kan bahwa hatimu sudah diketemukan kembali, hatimu sudah berada lagi dalam tubuhmu, lalu nona Kan akan melupakan pernyataan dimana hatiku yang selalu terpikir itu, dan penyakitnya segera akan hilang serta pulih seperti sediakala."

   "Kecuali itu apakah tiada jalan lain?"

   Tanya Yu Wi.

   "Mo-im-gan adalah ilmu pembetot sukma paling jahat didunia ini, hakikatnya sukar disembuhkan dengan pengobatan biasa, harus disembuhkan oleh orang yang juga mahir Mo-simgan dan tiada jalan lain."

   Yu Wi menghela napas menyesal, katanya.

   "Dan maukah sam-gan-siusu menolongnya begitu saja?"

   "Ada satu akal yang dapat membuat dia pasti menolongnya,"

   
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Kata Yok-ong-ya.

   "Akal apa?"

   Tanya Yu Wi.

   "sam-gan-siusu itu terkenal keranjingan ilmu silat, asalkan kau ajarkan semacam kungfu padanya, maka dia pasti akan menolong Kan Hoay-soan "

   "Jika demikian, sekarang juga ku pergi mencari sam-gan-siusu."

   Habis berkata, Yu Wi terus mendekati Kan Hoay-soan dan memegang tangannya, Nona itu tidak melawan, dengan penurut ia berdiri Yu Wi belum lagi putus asa, ia coba tanya pula.

   "Hoay-soan, kau kenal aku tidak?"

   Kan Hoay-soan hanya memandang kaku ke depan tanpa berkedip dan tidak bersuara, air mukanya seperti patung, sedikitpun tidak memperlihatkan sesuatu emosi. Yu Wi menghela napas panjang, ucapnya.

   "Dunia seluas ini, kemana dapat kutemukan samgan- siusu?"

   "Asalkan kau temukan Goan-si-hengte, kukira dapat juga menemukan sam-gan-siusu,"

   Ujar Yok-ong-ya.

   "Cianpwe,"

   Tanya Yu Wipula.

   "umurku dapat bertahan berapa lama lagi?"

   "dalam waktu setengah tahun masih tertolong jika dapat kau peroleh obat penawarnya."

   "Dan kalau dalam setengah tahun tidak ada obat penawar?"

   Dengan muram Yok-ong-ya menjawab.

   "Tatkala mana bila racun mulai bekerja lagi, maka serangannya tambah ganas dan sukar dibendung lagi"

   "Jadi tiada harapan buat hidup lagi?"

   Yu Wi menegas dengan tersenyum getir. Yok-ong-ya diam saja tanpa bersuara. Untuk sejenak Yu Wi merasa bingung, lalu ia gandeng tangan Kan Hoay-soan dan diajak keluar, setiba di samping tabir, ia menoleh dan bertanya pula.

   "dalam waktu setengah tahun apabila Wanpwe tidak berhasil menemukan sam-gan-siusu, Wanpwe akan minta bantuan orang lain untuk mengantar pulang Hoay-soan kesini, tatkala mana kuharap cianpwe suka membawanya untuk berusaha lagi mencari sam-gan-siusu, entah Cianpwe suka menerima tidak permintaanku ini?"

   "Jelek-jelek aku adalah kenalan kakeknya, urusan ini pasti akan kukerjakan dengan sebisanya,"

   Ucap Yok-ong-ya.

   "Jika demikian, legalah hatiku,"

   Kata Yu Wi. selagi dia hendak melangkah pergi, mendadak Yok-ong-ya berseru.

   "Tunggu sebentar."

   Ia memburu maju dan mengeluarkan se

   Jilid buku berkulit kuning dan diberikan kepada Yu Wi, katanya.

   "Kitab ini boleh kau bawa."

   Yu Wi menerimanya, terlihat sampul buku itu tertulis.

   "Pian sik sinBian", dibagian bawah ada tulisan huruf kecil dan berbunyi.

   "simpanan kakek gunung dari Hong-san."

   Pian-sik adalah nama seorang tabib sakti dijaman ciankok.

   konon ilmu pengobatannya sangat hebat, namanya terkenal turun temurun, tapi ilmu pengobatannya justeru tidak diketahui menurun kepada siapa, sekarang mendadak Yu Wi melihat kitab ini, hatinya tergetar, ia tahu kitab "Pian sik Sin Bian"

   Atau catatan Pian sik ini adalah pusaka yang paling berharga bagi pertabiban.

   "Kitab ini kupinjamkan selama setengah tahun kepadamu,"

   Kata Yok-ong-ya.

   "dalam waktu setengah tahun hendaklah kau baca dan pelajari dengan baik isi kitab ini, boleh kau bikin suatu resep pengobatan pribadi untuk menawarkan racun dalam tubuhmu."

   Yu Wi sangat girang, ucapnya.

   "Terima kasih banyak-banyak kepada Cianpwe atas budi pertolongan jiwaku ini."

   Dengan dingin Yok-ong-ya menjawab.

   "Jangan keburu bergirang dahulu, dalam waktu setengah tahun apakah kau mampu menyelami isi kitab ini atau tidak masih merupakan tanda tanya besar. Umpama dapat kau pelajari dengan baik dan berhasil membuat satu resep obat untuk menyembuhkan dirimu sendiri, hal ini adalah nasibmu yang mujur dan sekali tidak ada sangkutpautnya dengan diriku."

   "Ada suatu hal yang sukar kumengerti, dapatkah Cianpwe memberi penjelasan?"

   Kata Yu Wi.

   "Hal apa?"

   Tanya Yok-ong-ya.

   "Hati Cianpwe welas-asih seperti Buddha, mengapa tidak mau memunahkan racun dalam tubuhku?"

   Yok ong ya tidak menjawab, ia mendahului melangkah keluar kamar, setiba di kamar tulis barulah dia berkata.

   "Duduklah kau, akan kuceritakan suatu kejadian padamu."

   Dengan hormat Yu Wi berduduk disamping sana, Kan Hoay soan juga didudukkan disamping meja. setelah berduduk nona itu lantas diam saja tanpa bergerak lagi. Yok ong ya hanya berdiri, sampai sekian lamanya barulah mendadak berkata.

   "Apa yang terjadi itu sudah lama berselang .... waktu itu ada seorang kosen, karena suasana jaman itu kacau-balau, beliau sengaja mengasingkan diri Pada waktu hendak mengasingkan diri itulah beliau memungut dua anak buangan sebagai murid. Dua puluh tahun kemudian- kedua anak pungut itu sama tumbuh dewasa, keduanya sama-sama mendapatkan ajaran ilmu sakti dari orang kosen itu. Karena sejak kecil keduanya bersama dipegunungan sunyi dengan sang guru, maka kasih sayang antara mereka tiada ubahnya seperti saudara sekandung. waktu si orang kosen menyuruh kedua muridnya turun gunung untuk melakukan tugas bajik dan menolong sesamanya, kedua saudara seperguruan itu lantas berpisah dan berkelana di dunia Kangouw, dengan cepat perpisahan itu telah berlangsung sepuluh tahun lamanya. Pada waktu tahun kesebelas, kedua orang itu taat kepada perintah sang guru dan pulang ke gunung untuk melaporkan pengalaman serta hasil kerja masing-masing. Tak terduga, setiba di gunung, ternyata guru mereka sudah wafat tiga tahun sebelumnya. ..."

   Bercerita sampai di sini, air muka Yok-ong-ya memperlihatkan rasa sedih luar biasa. Diam-diam Yu Wi membatin, entah siapa diantara kedua saudara seperguruan itu adalah Yokong- ya. Didengarnya Yok-ong-ya menyambung pula ceritanya.

   "Tentu saja kedua anak muda itu sangat berduka, mereka menangis didepan makam sang guru dan menuturkan kisah perjalanan mereka selama sepuluh tahun ini. dalam sepuluh tahun ternyata banyak mengalami perubahan, suhengnya telah berumah tangga dan punya perusahaan, namanya cukup gemilang di dunia Kangouw, sebaliknya sang sute tetap tidak punya pekerjaan dan juga belum menikah. selama 20 tahun belajar bersama, kedua suheng dan sute itu masing-masing mempunyai kepandaian khas sendiri dan sebenarnya tiada perbedaan tinggi rendah antara mereka, hanya karena wajah sang sute lebih jelek. kemana-mana tidak di sukai orang, maka lama-lama ia merasa rendah harga diri dan selama sepuluh tahun tidak mendapat hasil apa-apa, padahal usianya sudah 30 lebih, tapi isteri saja tidak punya."

   Lamat-lamat Yu Wi dapat merasakan sang sute yang dimaksud pastilah Yok-ong-ya sendiri ia pikir.

   "Umumnya orang suka menilai seseorang berdasarkan wajahnya, karena Yok-ong-ya bertampang jelek sehingga tidak disukai orang. Padahal biarpun muka seseorang sangat cakap. tapi kalau otaknya kosong, tidak berisi, apa gunanya?"

   Yok-ong-ya memandang Yu Wi dengan kesima katanya kemudian.

   "Apabila sang sute itu mempunyai muka secakap kau, tentu hasil yang dicapai selama sepuluh tahun takkan di bawah suhengnya tapi ... ai ...

   "

   Suara helaan napas ini seolah-olah telah merasa penyesalan dan penasarannya. Yu Wi bermaksud menghibumya, tapi tidak tahu apa yang harus diucapkan. Yok ong ya menggeleng kepala, lalu menyambung.

   "Setelah sang suheng tahu keadaan sutenya. iapun merasa menyesal bagi nasib sutenya, maka didepan makam sang guru ia menghibur sutenya, selama sepuluh tahun itu sutenya tidak pernah mendapat perhatian orang, sekarang hiburan sang suheng telah menimbulkan rasa persaudaraan semenjak kecil, ia menjadi terharu dan menangis sambil memeluk sang suheng. Karena tangisan itu, rasa sedih dan hampa selama sepuluh tahun itu lantas tersapu habis, ia berbicara sehari semalam dengan sang suheng sehingga kasih sayang antara sesama saudara seperguruan bertambah akrab. suhu mereka itu mempunyai seorang budak tua yang setia, demi menyampaikan pesan tinggalan sang guru kepada kedua saudara seperguruan itu, selama tiga tahun budak tua itu tidak berani meninggalkan gunung. Maka selesai memberi hormat di depan makam sang guru, budak tua itu menyerahkan dua kitab pusaka tinggalan sang majikan kepada dua muridnya itu. Yang satu

   Jilid adalah kitab ilmu silat, kitab lainnya adalah kitab pertabiban, yaitu "Pian sik sin Bian".

   sang guru juga meninggalkan pesan bahwa Aliran Hong-san selanjutnya menjadi kewajiban murid tertua untuk mengembangkannya.-Melibat sang guru menyerahkan tugas pengembangan perguruan kepada suhengnya, waktu itu si sute tidak memperlihatkan sesuatu perasaan.

   tapi didalam hati ia merasa penasaran dan anggap sang guru tidak adil.

   Hendaklah diketahui bahwa aliran Hong-san terkenal dengan ilmu silat dan ilmu pengobatannya.

   maka menurut pikiran si sute, meski bakat sendiri dalam hal ilmu silat tidak dapat mengungguli sang suheng, tapi kan pantas jika dirinya diberi hak waris mengenai ilmu pengobatan sang guru.

   siapa tahu gurunya tidak mewariskan apa-apa padanya, hal ini membuatnya sangat berduka ..."

   Diam-diam Yu Wi juga merasa sedih bagi Yok-ong-ya, pikirnya.

   "Apabila aku menjadi guru mereka, tentu aku takkan bertindak kurang adil begini."

   Tapi lantas terpikir pula olehnya.

   "Kalau Yok-ong-ya tidak mewarisi ilmu pengobatan gurunya, mengapa sekarang dia malah mendapatkan gelar seng-jiu-ji-lay dan cara bagaimana kitab Pian sik sin Bian itu berada di tangannya?"

   Didengarnya Yok-ong-ya menyambung ceritanya.

   "Setelah kedua saudara seperguruan berkabung dengan menjaga makam sang guru selama sebulan diatas gunung waktu turun gunung, sang suheng mengundang agar sutenya ikut tinggal saja dirumahnya.- Karena tiada tempat tujuan tertentu. si sute pikir daripada hidup luntang-lanlung sebatang kara di dunia Kangouw, memang lebih baik kalau boleh mondok ditempat sang suheng. -setiba dirumah sang suheng, dilihatnya harta benda suhengnya itu ternyata sangat besar, para tetangga juga sangat menghormati sang suheng, tentu saja sutenya merasa kagum. Apa lagi suhengnya juga mempunyai seorang isteri yang cantik dan bijaksana, melihat suso (kakak ipar perempuan) yang baik itu, si sute selain kagum juga merasa dengki. Ia pikir kalau dirinya mempunyai isteri demikian, biarpun umurnya dipotong sepuluh tahun juga rela."

   Mendengar sampai disini, diam-diam Yu Wi menghela napas, pikirnya.

   "Pikiran yang timbul dalam benak Yok-ong-ya ini jelas merupakan bibit sengketa baginya bila dia berdiam di rumah sang suheng."

   Yok-ong-ya memandang Yu Wi dengan termangu-mangu, heran sekali Yu Wi melihat sikap orang, pikirnya.

   "Memangnya wajahku sedemikian menarik bagimu? Apakah ada sesuatu cacat yang kau lihat?"

   Ia coba mengusap muka sendiri sekuatnya. Melihat perbuatan Yu Wi itu, Yok-ong-ya menyadari sikap sendiri yang tidak pantas, cepat ia berkata.

   "Tiada sesuatu pada mukamu. Lantaran terkenang kepada suso, maka kupandang kau dengan kesima."

   "Apakah aku mirip susomu?"

   Tanya Yu Wi.

   "Ya, sangat mirip. mirip sekali, makin kupandang makin mirip . ..."

   Ucap Yok-ong-ya dengan tercengang. Diam-diam Yu Wi merasa geli, pikirnya.

   "Kembali ada lagi seorang yang mirip diriku."

   Mendadak terdengar Yok-ong-ya bergumam.

   "Aneh, sungguh aneh ... ."

   "Aneh apa, Cianpwe?"

   Tanya Yu Wi.

   "o, tidak apa-apa, tidak apa-apa,"

   Jawab Yok-ong-ya dengan tergegap.

   "Eh, sampai di mana ceritaku tadi?"

   Yu Wi pikir cerita si sute jelas ialah dirimu sendiri, tapi kalau kau berkisah sebagai cerita, terpaksa akupun anggap mendengarkan cerita menarik. Maka dijawabnya.

   "Sampai si sute tinggal di rumah sang suheng dan merasa iri ...."

   "Ya, sebenarnya si sute tidak ingin berdiam terlalu lama di situ,"

   Tutur Yok-ong-ya lebih lanjut, tapi dia baru datang beberapa hari, rasanya tidak enak kalau segera mohon diri Terpaksa ia tinggal terus disitu dengan menahan rasa irinya. Dan sekali tinggal di situ ternyata hingga tiga tahun lamanya...."

   Diam-diam Yu Wi membatin.

   "Ah, ternyata salah dugaanku, dia tinggal dirumah suhengnya tanpa menimbulkan perkara, bahkan tinggal sampai tiga tahun lamanya, sungguh hebat. selama tiga tahun ini tentu hilang rasa irinya."

   "Sebenarnya si sute sudah lama ingin pergi, tapi suheng dan suso meladeni dia seperti saudara kandung sendiri sehingga membuamya tidak tega untuk tinggal pergi,"

   Tutur Yok-ong-ya pula.

   "Lebih- lebih susonya sedikitpun tidak memandang rendah padanya. Padahal perempuan lain memandang sekejap padanya saja tidak sudi, tapi suso yang cantik bagai bidadari itu justeru sedemikian baik padanya, apakah dia perlu pergi ke tempat lain? Karena itulah si sute lantas tinggal di termpat sang suheng dengan tenang, setiap hari hidup dilayani dewi kayangan, sebab dalam pandangannya sang suso telah dianggapnya bidadari yang paling cantik dan paling baik.- selama berdiam di rumah sang suheng ia juga mulai berusaha maju, tekun belajar ilmu pengobatan, semua ilmu pengobatan yang pernah didapatnya dari sang guru telah diulang dan dipelajari kembali, selama beberapa tahun tidak sedikit juga hasil yang diperolehnya. sampai tahun ke empat...."

   Mendadak Yok-ong-ya berhenti bersuara, wajahnya menampilkan penderitaan yang luar biasa tiba-tiba "plak-plok".

   ia gampar mukanya sendiri belasan kali.

   Yu Wi ingin mencegahnya, tapi cara turun tangan Yok-ong-ya itu tiada ubahnya seperti pertarungan tokoh kelas satu dan sukar dihentikan, terpaksa ia hanya berteriak saja.

   "Locianpwe, Locianpwe ... ."

   Yok-ong-ya masih terus menampar sehingga pipi sendiri sama bengkak. setelah puas baru berhenti.

   "Kenapa Cianpwe menyiksa diri sedemikian rupa?"

   Ujar Yu Wi dengan gegetun. Yok-ong-ya tidak menghiraukannya, ia bercerita pula.

   "Pada tahun keempat itu telah terjadi suatu peristiwa, sute yang lebih rendah dari pada binatang itu telah berbuat kotor tatkala sang suheng sedang pergi jauh, sang suso jatuh sakit, waktu dia mengobati penyakit susonya dia telah bertindak tidak semestinya. Ia mengira suso sangat baik padanya dan mudah dibujuk, dia banyak mengucapkan kata- kata yang tidak senonoh, ia pikir dalam sakitnya sang suso tentu perlu dihibur, kesempatan ini digunakan si sute untuk merayunya untuk memenuhi rindu dendamnya selama tiga tahun ini. siapa tahu susonya adalah seorang perempuan yang suci bersih, ia tidak marah kepada si sute tapi diberinya berbagai nasihat dan kata-kata mutiara untuk menyadarkan sute itu. Karena impiannya tidak berhasil terlaksana, si sute merasa malu untuk tetap tinggal lagi di situ. sebelum sang suheng pulang, diam-dlam ia tinggal pergi."

   Yok-ong-ya tersenyum getir, lalu melanjutkan.

   "sesudah meninggalkan rumah sang suheng, si sute pikir nama suhengnya sangat terpuji di dunia Kang-ouw, kenapa aku tidak dapat berjuang dan mencari nama terlebih besar? Maka ia terus tekun belajar lagi dan menjalankan pertabiban di dunia Kangouw demi mernupuk nama baik, ia berbuat bajik sebisanya, selama beberapa tahun namanya benar-benar menanjak dan sangat terkenal. setiap orang memandangnya sebagai Buddha hidup yang suka menolong orang. Padahal tujuannya bukan uutuk menolong orang melainkan untuk menolong dirinya sendiri. ingin namanya menonjol dan melebihi nama sang suheng, sama sekali tidak bermaksud menolong orang secara jujur."

   "Ah, juga belum pasti begitu, orang yang berlagak baik sekali pandang saja lantas kelihatan,"

   Ujar Yu wi.

   "Justeru si sute itu memang benar ingin berbuat bajik, maka tidak kelihatan kepalsuannya sehingga namanya makin terpuji."

   "Apakah benar begitu?"

   Jengek Yok-ong-ya. setelah berhenti sejenak, ia bertutur pula.

   "Suatu hari, si sute menerima surat panggilan dari sang suheng. katanya ada urusan penting perlu bertemu, diharap si sute lekas pergi ke rumahnya. sute itu mengira sang suheng akan membunuhnya, ia pikir dirinya telah menggoda isterinya, mana suheng mau mengampuni dia. Karena ilmu silatnya selisih jauh dibandingkan sang suheng, maka dia tidak berani pergi ke sana, Tapi setelah berpikir dan menimbang semalam, si sute pikir betapapun suheng benci padanya, tentu takkan membunuh seorang tabib termashur didunia Kangouw sehingga merusak nama baik suheng sendiri Karena itu, dia ambil keputusan akan mengunjungi sang suheng. Padahal hasrat yang mendorong kepergiannya itu adalah karena dia ingin melihat sang suso lagi. -setiba di rumah suhengnya, ternyata sang suheng tidak keluar menyambutnya, kaum budak membawanya ke kamar tidur. Tentu saja hati si sute kebat-kebit, ia pikir jangan-jangan sang suheng akan membunuhnya di depan suso? -Dasar sute itu takut mati dan tamak hidup, ia berdiri di depan kamar dan tidak berani masuk kesitu. Tiba-tiba ia dengar suara keluhan suso didalam kamar dan sedang berkata, 'Untuk apa kita merepotkan sute datang kemari?' Mendengar suara sang suso, semangat si sute terbangkit, ia menjadi tabah. Ia pikir kalau dapat bertemu sekali lagi dengan suso, biarpun mati seketika didepannya juga rela dan tidak perlu menyesal."

   Diam-diam Yu Wi menggeleng, pikirnya.

   "Cintanya kepada sang suso sungguh mendalam juga."

   Kulit daging wajah Yok-ong-ya tampak berkerut-kerut sehingga tampangnya yang memang jelek itu tambah buruk. Dengan suara pedih dia sambung ceritanya.

   "Begitu sute itu masuk kamar segera dilihatnya adegan yang memilukan, tapi juga memperlihatkan betapa besar kekuatan cinta. suso kelihatan berbaring tenang dengan wajah pucat seperti kertas, keadaannya sangat lemah dan hanya tinggal napas terakhir saja sedangkan sang suheng merangkul puteri tunggalnya yang baru berumur lima tahun dan berduduk di tepi pembaringan- -Mereka tidak terkejut oleh karena kedatangan orang. mereka seperti tidak mendengar ada orang masuk kesitu, mereka tetap pandang memandang, suso memandang suheng dan suheng memandang suso. Nyata mereka ingin saling pandang sepuas-puasnya sebelum berpisah untuk selamanya. segala kejadian lain di dunia ini seolah-olah tiada sangkut-paut lagi dengan mereka. Yang mereka inginkan hanya pandang memandang, pandangan yang terukir dalam- dalam dilubuk hati masing-masing. -Melihat sang suso sudah hampir meninggal hati si sute seperti ditikam satu kali, ia menjadi lupa sang suheng juga berada di situ, cepat la memburu maju dan memeriksa denyut nadi sang suso. -Baru diketahui suhengnya bahwa si sute telah datang. Dengan suara gemetar suhengnya berkata, 'sute, apakah dia masih ... masih dapat ditolong? Masih dapatkah ditolong? si sute sudah berpengalaman sekian tahun dalam hal pengobatan, kini ilmu pertabibannya sudah melebihi sang suheng, meski suhengnya memegang kitab Pian sik Sin Bian, tapi lantaran suhengnya mencurahkan perhatian dalam hal ilmu silat sehingga tidak pernah mempelajari ilmu pengobatan secara mendalam."

   "Setelah memegang nadi suso, segera si Sute mengetahui keadaan penyakitnya, dengan tegas ia menjawab, 'Jangan kuatir, pasti dapat tertolong' sang suheng sangat girang dan berseru, 'Adik adik, adik dik, kau dengar tidak? sute bilang sakitmu pasti dapat ditolong, kau takkan mati, takkan mati' Memandangi wajah susonya yang kurus pucat itu, dia berharap suso akan berterima kasih padanya dan mengucapkan kata- kata yang bernada terima kasih, lalu dia akan memberi penolongan padanya. -siapa tahu sang suso seperti tidak melihatnya, dengan suara lemah ia berkata, 'Minggir, menyingkir, jangan menghalangi pandanganku' seketika hati si sute mencelus seperti terperosot kedalam liang es, ia pikir dalam hati suso hakikatnya tidak terdapat diriku, dia lebih suka mati daripada pandangannya terhadap sang suami terhalang. -sungguh tidak kepalang rasa kecewa si sute dan juga iri luar biasa, sekonyong-konyong si sute menyingkir dan menjengek. 'Baiklah, silakan pandang saja, kalau tidak pandang lagi tentu tak sempat melihat untuk selamanya' Habis berkata ia terus membalik tubuh dan tinggal pergi.

   "Tentu saja suhengnya menjadi kelabakan, ia berseru, 'sute, sute, lekas kau tolong dia Hendak ke mana kau?' - Dia menoleh dan bergelak tertawa, katanya, 'suhu pilih kasih padamu, suso juga mencintaimu melebihi jiwa sendiri lalu aku ini terhitung apa? Bukankah kau pun punya Pian sik sin Bian? Nah, silahkan kau sendiri saja menolongnya, silakan"

   Tanpa menghiraukan permohonan sang suheng yang sangat, tanpa memperdulikan jiwa sang suso yang tinggal setitik harapan saja, akhirnya ia tinggal pergi benar-benar, pergi sejauh-jauhnya, ia tidak mau menolong seorangpun didunia ini, sebab ia anggap tiada seorang pun disunia ini berharga untuk ditolongnya...

   ."

   Bercerita sampai di sini, karena kulit mukanya terlalu sering berkejang sehingga wajahnya semakin pucat. napasnya juga terengah-engah seperti orang yang habis bertempur seru. Diam-diam Yu Wi berpikir.

   "Sesungguhnya di dalam hati ia ingin menolong susonya, tapi rasa cemburu yang hebat telah merintangi maksudnya, dalam perasaannya waktu itu pasti mengalami pertentangan batin yang keras, makanya sampai sekarang bila bercerita masih tetap tidak melupakan kejadian di masa lampau itu."

   Entah sejak kapan dilihatya wajah Yok-ong-ya yang kurus itu telah mencucurkan air mata, entah air mata berduka atau air mata penyesalan? Suara raja obat itu sekarang berubah menjadi tenang, ia berkata pula.

   Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Dengan hati yang luka, dengan perasaan yang hancur, Sute itu bersembunyi pula di pegunungan sepi, di mana dia dibesarkan, ia mendampingi makam sang guru, disitulah tanpa terasa ia menetap selama lima tahun- -Selama lima tahun ini dia bertambah tua, rambut mulai beruban, rasanya seperti sudah lewat lima puluh tahun yang singkat, suatu hari ia bertemu dengan sang Suheng yang sudah berpisah selama lima tahun- Pertemuan yang tak terduga itu menimbulkan rasa waswas dalam hati si Sute, ia merasa dirinya bukan tandingan sang Suheng, kalau sang Suheng hendak membunuhnya terpaksa dia harus pasrah nasib, Tapi sang Suheng ternyata tidak bertindak apapun kepadanya, malah dia berkata kepada seorang anak yang ikut di sampingnya, 'Beri hormat kepada Susiokmu. muridku' Muridnya menurut dan memberi hormat, penghormatan ini rasanya seperii suatu tikaman bagi si Sute, ia berteriak, 'Jika hendak kau bunuh diriku, silakan bicara saja bagaimana caranya, balaslah sakit hati isterimu yang tercinta dan bijaksana itu.' -Sang Suheng menjawab dengan tenang, 'Sute, bicaralah sejujurnya menurut hati nurani. hari itu apakah ada niatmu hendak menolong Suso? Asalkan ada maksudmu hendak menolongnya dan lantaran diriku sehingga kau sengaja tidak mau menolongnya, alasan ini dapat kuterima dan dapat kuampuni kau.' Dengan gelak tertawa si Sute menjawab, 'Hah, masakah kuperiu pengampunanmu? Aku muak padamu, lebih- lebih muak terhadap isterimu yang cintanya palsu itu. Nah, kalau mampu boleh kau bunuh saja diriku.' -Air muka sang suheng berubah pedih, ucapnya, 'Dapat kuterima jika kau benci padaku, tapi apa salahnya suso sehingga kaupun dendam padanya, melihat dia hampir mati dan tidak kau tolong. Dalam hal apa dia salah padamu, dimana dia menunjukkan cinta palsunya? Ayo, kalau tidak kau jelaskan, pasti kubinasakan kau' -sute itu menjawab, 'Apa yang perlu kukatakan lagi? Boleh kau bunuh saja diriku, ayolah bunuh saja Bunuhlah diriku dengan kungfu ajaran suhu' Sang suheng menggeleng kepala, katanya, 'sayang ilmu pertabiban ajaran suhu tidak kupelajari dengan baik, kalau tidak. waktu itu tentu tidak perlu kumohon pertolonganmu dan tentu pula isteriku takkan meninggal' Sutenya menyindir, 'Huh, bukankah kau mempunyai kitab Pian sik sin Bian? Kenapa tidak mampu menyelamatkan isterimu? Hah, sunggah aneh' -Dia sengaja bergelak tertawa sekerasnya untuk menyakiti hati sang suheng, sebab ia merasa iri karena ilmu yang diperoleh sang suheng jauh lebih banyak daripadanya. sang suheng baru menjawab setelah sutenya berhenti tertawa, katanya, 'Memangnya kau kira hanya dengan ilmu silat saja dapat kubunuh kau? Kau anggap ilmu pertabibanmu maha tinggi, huh, sekarang kau justeru harus mati dibawah ilmu pertabibanmu sendiri' Si sute melengak. katanya dengan tertawa, 'Cuma sayang, ilmu pertabibanku hanya dapat kugunakan untuk menolong diri sendiri dan tak dapat untuk membunuh diri Kukira tidaklah mudah jika hendak kau paksa aku membunuh diri' Sang suheng lantas mengeluarkan sebotol obat racun, katanya, 'Inilah racun yang kuracik sendiri silakan kaupun membuat satu botol obat racun, lalu kita bertukar obat racun masingmasing, kau minum racun buatanku dan kuminum racun buatanmu.....' Si sute lantas paham maksud tujuan sang suheng, diam-diam ia bergirang, sebab selama beberapa tahun ini, dalam waktu senggang ia berhasil membuat semacam obat racun yang maha keras, ia pikir kalau bertanding ilmu pengobatan jelas dirinya takkan kalah. segera ia mengeluarkan racun buatannya sendiri untuk menukar racun sang suheng, katanya dengan tak acuh, 'setelah kau minum racunku, bilamana racun sudah bekeria, jangan lagi berharapakan pertolonganku. ' Dengan perasaan pedih sang suheng menjawab, 'Kita saling membunuh, sungguh berdosa terhadap budi kebaikan suhu yang telah mendidik kita. semoga arwah suhu dialam baka sudi memaafkan kesalahan muridmu ini' Sutenya menjengek. 'Kita sendiri yang mengusulkan pertandingan ini, umpama suhu marah terhadap kita, hehe, bila kau mati dan bertemu dengan suhu di dunia halus sana, tentunya kau sendiri yang harus memikul dosa ini.' Sang suheng menjawab, 'Betul, akulah yang pantas memikul dosa ini, sekalipun arwah suhu marah padaku juga akan kuterima segala akibatnya. tidak dapat kulupakan penderitaan adik Pik sebelum meninggal, penderitaannya mestinya dapat dihilangkan. Akupun tidak pernah lupa pada panggilan adik Pik sebelum meninggal, betapapun ia tidak mau berpisah denganku, padahal asalkan kau sudi memberi pertolongan, tentu dia takkan tersiksa dan juga takkan meninggalkan diriku dengan hati remuk rendam. Maka sakit hati ini harus kubalas, akupun ingin menyaksikan penderitaanmu sebelum mati' Uraian sang suheng itu membikin si sute termenung hingga tidak dapat menjawabnya, kemudian mereka lantas saling minum obat racun tukaran masing-masing, mereka muka berhadapan muka dengan perasaan tertekan, sebab mereka sama yakin obat penawar yang terkulum di dalam mulut sendiri pasti mampu menawarkan racun pihak lawan. Sang waktu berlalu sedetik demi sedetik keadaan sunyi senyap. tiada seorang pun buka suara. Murid sang suheng memandangi gurunya dengan cemas, kuatir akan perubahan air muka sang guru, sebab hal ini berarti obat penawar yang dikulumnya kehilangan khasiatnya dan jiwanya seketika akan melayang. -Tapi didengarnya sang guru berkata dengan tersenyum, 'Put-ku, jika aku mati keracunan, bawa pulanglah jenazahku dan kuburlah di samping makam ibu gurumu... ."

   Diam-diam Yu Wi terkejut, pikirnya.

   "Kiranya sun Put-ku adalah sutitnya, tentu saja dia tidak mau menolong musuh murid keponakannya itu."

   Tapi segera terpikir pula olehnya.

   "Ah, tidak betul Dia bermusuhan dengan suhengnya, dengan sendirinya sutit juga akan menjadi musuhnya, maka sepantasnya dia menolong diriku dari racun buatan musuhnya."

   Sungguh Yu Wi tidak habis mengerti sebab musabab di balik semua kejadian ini. Didengarnya Yok-ong-ya menyambung lagi ceritanya.

   "Di luar dugaan, yang berubah air mukanya ternyata adalah si sute, sebentar saja ia lantas jatuh terkapar sambil merintih. Maklumlah, racun buatan mereka jelas sangat jahat dan lihai, sekali racun mulai bekerja tentu sukar ditahan si sute merasa jiwanya sukar tertolong lagi, dengan suara lemah ia memanggil. 'suheng ... suheng...' Sebenarnya dia bertekad tidak sudi memanggil suheng lagi, tapi sebelum ajalnya, teringat hubungan baik pada waktu kecil, akhirnya dia memanggil suheng padanya. -Hati sang suheng pada dasarnya memang welas-asih, cepat ia mendekatinya dan bertanya, 'Ada urusan apa, sute?' Si sute meronta sekuatnya dan berkata, 'Aku tidak paham, berpisah selama lima tahun, mengapa ilmu pertabiban suheng bisa jauh melampaui diriku?' sang suheng menghela napas, jawabnya, 'selama lima tahun ini kutekun mempelajari isi Pian sik Sin Bian- Si sute merasa sangat kagum, sungguh tak terpikir olehnya pelajaran kitab tinggalan sang guru itu memiliki daya guna sehebat itu, dengan suara terputus-putus ia berkata, 'Aku ... aku sudah hampir mati, suheng, ingin kumohon dua ... dua hal padamu ....' "Urusan apa, katakan saja"

   Jawab sang suheng. sutenya berkata, 'Pertama, boleh kah kulihat kitab Pian sik Sin Bian itu? ...."

   Tanpa ragu sang suheng menyodorkan kitab pusaka yang diminta itu, dengan menahan sakit dalam perut ia membalik-balik kitab itu sehalaman demi sehalaman, sebagai seorang ahli pertabiban, melihat kitab ajaib dalam bidangnya itu, tentu saja timbul perasaan kagum dan minat besar atas isi kitab itu setelah membaca sejenak, ia tahu waktunya tinggal sedikit, sejenak lagi dia akan meninggalkan dunia fana ini.

   Maka kitab itu dikembalikannya kepada sang suheng sambil berucap dengan lemah.

   ' kitab bagus, kitab bagus, setelah membaca kitab ini, mati pun aku tidak menyesal lagi ..."

   Lalu sang suheng bertanya.

   'Dan apa hal kedua?' Dari dalam mulut si sute sudah mulai mengeluarkan darah beracun, keadaannya sudah payah dan tak kuat bicara lagi, tapi entah darimana datangnya kekuatan.

   sebisanya dia menguraikan kejadian waktu dia berusaha merayu sang suso dahulu.

   Dengan tulus iklas ia menyatakan penyesalannya kepada sang suheng, katanya, 'sampai matipun aku merasa bersalah terhadap suso, maka kumohon sukalah kau bersembahyang didepan makam suso dan sampaikan rasa penyesalanku kepadanya, dalam hatiku selalu kupandang dia sebagai dewi kahyangan, seharusnya tidak boleh kunista dia, kumohon dia sudi memaafkan diriku yang lebih rendah daripada binatang ini' Habis mengucapkan hal kedua itu, ia tidak tahan lagi dan matilah dia ...

   ."

   Padahal jelas diketahui Yu Wi bahwa Yok-ong-ya tidak mati, tapi masih hidup segar-bugar dihadapannya sekarang. Tapi mendengar sampai disini, tanpa terasa ia tanya juga.

   "Dan benarkah dia mati?"

   Yok ong-ya mencucurkan air mata, katanya.

   "Dia pantas mati, sebenarnya tiada alasan baginya untuk hidup didunia ini. Akan tetapi kemudian dia siuman, dia menyangka sudah berada di akhirat, sekuatnya dia menggigit lidah dan terasa kesakitan, baru diketahuinya dia tidak mati, tapi sang suheng telah mengampuni jiwanya. Dia berdiri dan mengetahui racun dalam tubuh sendiri sudah punah seluruhnya, ia meraba dalam bajunya ada se

   Jilid kitab, setelah diperiksa kiranya itulah kitab Pian sik sin Bian, keruan girangnya tak terkatakan dapat memperoleh kitab ajaib itu.

   Ia membalik halaman kitab itu dan menemukan secucuk surat tinggalan sang suheng.

   Surat itu mengatakan bahwa sang suheng tak tahu sute juga mencintai isterinya sehingga menimbulkan pertengkaran diantara sesama saudara seperguruan, dia dapat memaafkan kesalahan sute dikatakan pula bahwa suso sudah lama memaafkan kesalahannya, hal ini terbukti sang suso tidak pernah melaporkan apa yang terjadi itu kepada suheng, ini tandanya suso tidak memikirkan lagi kejadian itu.

   -Lalu dikatakan pula bahwa sute gemar belajar ilmu pertabiban, maka kitab Pian sik sin Bian itu sengaja ditinggalkan untuk sute, semoga sute dapat mengembangkan ilmu kebanggaan perguruan, suheng menyatakan dirinya tidak cocok belajar ilmu pertabiban, buktinya sudah lima tahun mempelajari isi kitab pusaka itu toh tetap tidak lebih unggul daripada sute.

   Pada akhir surat itu sang suheng menyatakan bahwa pertandingan kita ini tidak ada yang kalah atau menang, hal ini menunjukkan bakat sute dalam ilmu pertabiban jauh diatasku, maka Pian sik Sin Bian seharusnya dimiliki olehmu.

   dialam baka suhu tentu juga setuju tindakanku ini.

   ' Bagian20

   "Setelah membaca surat sang Suheng, mendadak teringat sesuatu olehnya, secepat terbang ia meningggalkan gunung dan memburu ke rumah Suhengnya, tapi kedatangannya tetap teriambat. sang suheng sudah meninggal akibat racun yang diminumnya. Si Sute mendekap di atas jenazah sang Suheng dan menangis sedih, katanya.

   "o, Suheng, pertandingan kita ini jelas dimenangkan olehmu, mengapa kau tidak menolong dirinya sendiri? Kau memiliki Pian Sik Sin Bian, tidak nanti kau mati oleh racun buatanku ini."

   Sute itu tahu racun buatannya sendiri itu sangat keras, sesudah diminum, tidak lama kemudian racun akan bekerja, apabila sekian lama racun tidak bekerja, hal itu berarti racun kehilangan khasiatnya.

   Bahwa sang Suheng mempunyai obat penawar asalkan meminum obat penawar tiga hari ber-turut2 tentu kadar racun dapat ditawarkan seluruhnya.

   Tapi sang Suheng justeru menyerahkan kitab pusaka itu kepadanya, jadi jelaslah Suhengnya memang berniat tidak mau hidup lagi di dunia fana ini...

   Murid sang Suheng itu ikut menangis di sampingnya dan berkata.

   "Waktu racun mulai mengganas, Titji telah membujuk Suhu agar suka minum obat penawar, tapi Suhu berkeras tidak mau, katanya lebih suka menyusul Sunio (ibu guru) saja ... ."

   Sute itu menangis tergerung- gerung, katanya.

   "o, Suheng, apakah kau bertahan hidup selama ini adalah karena ingin menuntut balas bagi Suso?Jika demikian, seharusnya kau balas dendam, mengapa kau ampuni diriku. Kenapa pula kau berikan Pian Sik Sin Bian padaku? Padahal ilmu pertabibanmu sangat tinggi, bakatmu juga melebihi diriku, pertandingan kita itu seharusnya dimenangkan olehmu, tugas mengembangkan kejayaan perguruan adalah bagianmu, kenapa kau serahkan kewajiban itu kepadaku, sutemu yang tidak becus ini mana bisa melebihi kau?...."

   Dia berlutut dan menangis sehari semalam didepan jenazah sang suheng, ia kehabisan air mata hingga darah yang keluar, namun rasa dukanya tetap tidak berkurang.

   sejak itu meski dia masih juga hidup didunia ini, namun sudah patah semangat dan tidak suka berkecimpung di dunia Kangouw lagi, yang diharapkannya adalah menemukan seorang pemuda berbakat dan menurunkan kitab pusaka Pian sik sin Bian kepaaanya agar si murid kelak dapat lebih mengembangkan nama kebesaran perguruan dan memanfaatkan ilmu pertabiban bagi sesamanya, sebab si sute merasa tidak sesuai menjadi anak murid Hong-san lagi....

   Akan tetapi, selama berpuluh tahun sudah lalu dan dia belum juga menemukan pemuda yang cocok...."

   Sampai di sini, tambah sedihlah tangis Yok-Ong-ya, tangisnya ini seperti air bah yang tak terbendungkan lagi, makin lama makin keras. Tanpa terasa Yu Wi ikut mencucurkan air mata, pikirnya.

   "Tangisnya sekarang begini sedih, entah betapa berdukanya waktu dia menangis sambil mendekap jenazah suhengnya berpuluh tahun yang lalu?"

   Lalu terpikir lagi olehnya.

   "selama berpuluh tahun ini dia masih ingat jelas kejadian dahulu dan dapat menuturkan dengan terperinci, ini menandakan dia tidak pernah melupakan peristiwa itu, tentu senantiasa dia merasa bersalah dan mencerca dirinya sendiri"

   Yu Wi pikir Yok Ong-ya sudah cukup lanjut usia, bila menangis lebih lama lagi tentu tidak tahan, maka ia coba menghiburnya.

   "

   Hendaklah Cianpwej angan berduka, urusan sudah belasan tahun lampau, masakah Cianpwe masih begini sedih?"

   Yok Ong-ya merasa tidak pantas menangis sedemikian sedih di depan orang luar, maka pelahan ia berhenti menangis, sedapatnya ia menahan perasaannya. Ia mengusap air mata, lalu berkata.

   "Aku adalah sahabat baik supekmu, dia menyuruh kau mencari dan minta pertolonganku, mana bisa kutolak permintaannya, namun racun yang kau minum ini adalah racun buatan suheng ku yang dahulu digunakan untuk bertanding denganku, hanya racun ini telah diubah oleh su Putku menjadi racun yang kronis, tapi kadar racunnya tetap sama ."

   Mendengar orang secara terus terang mengakui sang suheng dalam ceritanya tadi adalah suhengnya, diam-diam Yu Wi merasa hidup Yok-Ong-ya memang pantas dikasihani.

   "Dahulu aku sudah bersumpah takkan menawarkan racun suheng yang kuminum, sebab jelas aku telah dikalahkan oleh suheng dan tidak mampu menawarkan racunnya."

   "Ya, apa boleh buat, kuyakin supek pasti takkan menyalahkan kau. akupun sama sekali tidak menyesali dirimu,"

   Kata Yu Wi dengan menghela napas.

   "Mati atau hidup sudah takdir, tentu akan kumanfaatkan waktu selama setengah tahun untuk mempelajari isi Pian sik sik Bian agar aku sendiri dapat meracik obat penawarnya."

   Diam-diam ia percaya Yok Ong-ya yang memegang Pian sik sin Bian pasti dapat menawarkan racun buatan mendiang suhengnya itu, cuma untuk menghormati sang suheng, Ia tidak berani meracik obat penawarnya. Lalu terpikir lagi olehnya.

   "Nasibku sendiri memang tidak baik, kenapa su Put-ku tidak memberikan obat racun lain padaku, tapi justeru racun yang menjadi pantangan bagi Yok Ong-ya, bila racun lain tentu sejak mula Yok Ong-ya sudah menolong diriku."

   Dalam pada itu didengarnya Yok Ong-ya berkata pula kepadanya.

   "Dalam waktu setengah tahun, bila dapat kau racik obat penawar, maka kitab itupun tidak perlu kau kembalikan padaku, karena kaupun berbakat, maka kitab itu boleh kau gunakan untuk mengembangkan ilmu kebanggaan perguruan kami."

   "Dan kalau tidak dapat kubuat obat penawarnya, sebelum kumati. entah kepada siapa harus kukembalikan kitab pusaka ini?"

   Yok-ong-ya merasa kurang senang, ucapnya.

   "memangnya sedikitpun kau tidak percaya kepada kemampuanmu sendiri?"

   Seketika timbul semangat jantan Yu Wi, pikirnya.

   "Di dunia ini tidak ada urusan sulit, yang ada cuma orang yang tidak bertekad teguh. Betapa pun akan kuracik obat penawar yang kuperlukan."

   Karena pikiran itu, dengan semangat menyala ia menjawab.

   "Baik, setelah obat penawar dapat kubuat, selanjutnya pasti kupelajari ilmu dalam kitab pusaka ini untuk menolong sesamanya di dunia ini."

   "Asalkan kau mempunyai cita-cita setinggi ini, maka legalah hatiku dan akupun berdoa semoga usahamu berhasil,"

   Kata Yok Ong-ya dengan tertawa.

   "Masih ada suatu hal ingin kuminta petunjuk kepada Cianpwe,"

   Kata Yu Wi pula. Setelah menceritakan kisah hidupnya tadi, rasa simpatik Yok Ong-ya terhadap Yu Wi telah bertambah banyak. iapun tidak tahu mengapa dia menceritakan kisah hidupnya kepada anak muda itu, pikirnya.

   "Barang kali karena wajahnya mirip suso?"

   "Cianpwe ...."

   Panggil Yu Wi. Yok Ong-ya tersadar dari lamunannya, jawabnya dengan tertawa.

   "Adakah sesuatu yang membingungkan kau?"

   "Tempo hari kudengar cianpwe menyebut Gu-mo-thian-ong-ciam, siapakah kiranya yang biasa menggunakan senjata rahasia tersebut?"

   Tanya Yu Wi.

   "Untuk apa kau tanya soal ini?"

   Teringat kepada Lau Yok Ci, si gadis penjinak singa berbaju hitam atau bakal isteri Kan ciau-bu, seketika Yu Wi bersemangat, katanya "Wanpwe pernah ditolong oleh seorang gadis dengan senjata rahasia berbentuk jarum, kupikir mungkin jarum itulah Gu-mo-thian-ong-ciam yang disebut Cianpwe itu.."

   "Siapakah gadis itu?"

   Tanya Yok Ong-ya.

   "Ialah keturunan Toa supek."

   Jawab Yu Wi. Yok Ong-ya menggeleng, katanya.

   "Gu-mo-thian-ong-ciam bukan senjata rahasia keluarga Lau, tokoh dunia persilatan yang menggunakan Thian-ong-ciam sebagai senjata rahasia di jaman ini hanya aliran Giok-bin-sin-po (si nenek sakti bermuka kemala) dari Thian-san, sebab Thian-ongciam tidak mudah diyakinkan seperti halnya Bwe-hoa-ciam, untuk berlatih Thian-ong-ciam diperlukan keterampilan gerak tangan dan Lwekang yang kuat, sangat sukar cara berlatihnya."

   "Jangan-jangan dia murid Giok-bin-sin-po?"

   Diam-diam Yu Wi menerka.

   "Watak Giok-bin-sin-po sangat nyentrik dan belum terdengar dia menerima murid,"

   Ujar Yok ong-ya lebih lanjut.

   "Jika demikian, siapakah kiranya yang menghalau keruma nan penonton itu dengan Thian-ong ciam?"

   Seru Yu Wi dengan heran.

   "Melihat keadaan waktu itu, keterampilannya menggunakan Thian-ong- ciam jelas sudah mencapai tingkatan yang sempurna, kukira hanya Giok-bin-sin-po saja yang memiliki kepandaian setinggi itu."

   Meski di dalam hati percaya, namun Yu Wi tetap bertanya.

   "Mengapa Giok-bin-sin-po perlu menghalau kawanan penonton dengan Thian-ong-ciam?"

   Ia pikir tujuan orang menghalau para penonton itu jelas supaya dirinya dapat mengenali sitsim- li adalah Kan Hoay-soan Jika demikian tentu orang sudah tahu aku kenal Kan Hoay-soan.

   Lantas siapakah gerangan orang yang tahu bahwa aku kenal baik pada Kan Hoay-soan?"

   Didengarnya Yok Ong-ya lagi berkata.

   "Tindak tanduk Giok-bin-sin-po biasanya sangat aneh, bahwa dia menghamburkan jarum untuk menghalau para penonton, sungguh sukar diterka apa maksud tujuannya."

   Dengan perlahan Yu Wi bergumam.

   "Tidak mungkin dia kenal diriku? juga tidak mungkin dia kenal Kan Hoay-soan."

   "sudahlah, jangan berpikir lagi yang bukan2,"

   Kata Yok Ong-ya dengan tertawa.

   "Isteri kesayanganmu kau tinggal sekian lama di luar, apakah tidak kuatir akan dimarahi dia?"

   Diam-diam Yu Wi juga mengomeli dirinya sendiri yang linglung, mana boleh Khing-kiok ditinggal sendirian diluar, cepat ia menjawab dengan muka merah.

   "Dia ... dia bukan isteriku ....

   "

   "oo ..."

   Yok Ong-ya tampak melengak, tapi lantas berkata pula dengan tertawa.

   "Biarpun bukan isterimu, tentunya juga sahabat karibmu, akan kuundang dia ke sini."

   Yok Ong-ya lantas melangkah keluar, sejenak kemudian pelahan Khing-kiok sendirian masuk ke dalam kamar.

   Yu Wi lantas menyongsongnya dan memegang tangannya.

   Khing-kiok meronta pelahan dan tidak terlepas, maka dibiarkan tangannya dipegang anak muda itu, tapi dengan nada kesal ia bertanya.

   "Apa saja yang kalian bicarakan sampai setengah harian, masa aku tidak boleh ikut mendengarkan?"

   Yu Wi menghela napas, katanya.

   "Yok Ong-ya mengisahkan suatu kejadian di masa lampau, kisah mengenai dirinya sendiri selama hidup beliau merasa tertekan dan menyesal, aku menjadi ikut terharu."

   "Pantas kudengar suara orang menangis, kiranya Yok Ong-ya, mungkin ketika dia berceritera sampai bagian-bagian yang sedih sehingga menangislah dia,"

   Kata Khing-kiok. Yu Wi membenarkan sambil mengangguk.

   "Padahal dia sudah lanjut usia dan masih menangis sedih, maka dapat dibayangkan betapa menderita hidupnya ini,"

   Kata Khing-kiok pula.

   "Eh, Toako, bagaimana kisahnya, dapatkah kau ceritakan padaku?"

   "Baik, kalau ada waktu senggang akan kuceritakan padamu,"

   Ucap Yu Wi. Melihat Kan Hoay-soan masih duduk termangu-mabgu disamping meja sana, sinar matanya buram dan pandangnya kaku, sama sekali tidak berkedip. Khing-kiok lantas tanya pula.

   "Apakah penyakitnya sudah disembuhkan?"

   Kembali Yu Wi menghela napas, katanya.

   "Hanya dapat dikatakan baru sembuh separoh dan masih ada setengahnya belum dapat disembuhkan."

   Lalu secara ringkas tapi jelas ia ceritakan keadaan penyakit Kan Hoay-soan. Selesai mendengar cerita Yu Wi, tanpa terasa, Khing-kiok juga menghela napas terharu, katanya.

   "Ai, sungguh dia harus dikasihani. Dalam setengah tahun ini Toako harus mencari orang untuk menyembuhkan racun dalam tubuh sendiri, sekarang harus pula mencari sam-gan-siusu untuk menolong nona Kan, apakah waktunya cukup bagimu?"

   "Yok Ong-ya telah meminjamkan se

   Jilid kitab pusaka pertabiban padaku, kupikir dalam setengah tahun ini akan kucari suatu tempat yang tenang untuk mempelajari isi kitab, lalu meracik sendiri obat penawar racun, apabila diriku sudah sembuh, segera kujelajahi dunia ini untuk mencari sam-gan-siusu."

   
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Kitab pusaka macam apakah itu?"

   Tanya Khing-kiok.

   "Kitab tinggalan tabib sakti Pian sik dijaman ciankok, asalkan dalam setengah tahun dapat kupahami isi kitab ini, pasti dapat kupunahkan rcun dalam tubuhku sendiri"

   "Dan kalau tidak dapat memahaminya?"

   Tanya Khing-kiok dengan sedih. Dengan pedih Yu Wi menjawab.

   "Persoalan ini menyangkut pertaruhan jiwa dua orang. jika menang atau berhasil, jiwaku dan Hoay-soan akan tertolong, kalau gagal, jelas aku akan mati dan Hoay-soan akan hidup terluntang-lantung tanpa sandaran, tiada orang yang dapat menjaganya...."

   Sampai di sini, mendadak ia genggam tangan Khing-kiok dengan kencang dan memohon dengan sangat.

   "Ada suatu hal ingin kuminta bantuanmu...."

   "Apakah kau minta kujaga Hoay-soan?"

   Tanya Khing-kiok dengan hampa. Yu Wi mengangguk. ucapnya.

   "Hendaklah kau jaga dia dan antarkan dia kembali ke tempat Yok Ong-ya ini agar beliau dapat berusaha menyembuhkannya .Jika Yok Ong-ya juga tidak berhasil menemukan sam-gan-siusu, kuharap sukalah kau bawa dia pulang ke Hek Po dan mohon ayahmu suka memberinya makan...."

   Mendadak Khing-kiok mencucurkan air mata, katanya.

   "Kalau Toako meninggal. akupun tidak ingin hidup lagi."

   Tergerak hati Yu Wi sehingga tidak sanggup bersuara. Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara si Tikus sedang bicara di luar.

   "Antar saja ke dalam"

   Lalu terlihat seorang pegawai toko obat masuk dengan membawa satu bakul nasi dan satu kotak sayur-mayur, si Tikus mengikut dibelakang dan juga membawa kotak makanan. Dengan tertawa si Tikus berkata.

   "Toalopan kami memesan satu meja perjamuan dari restoran didepan sana, kata beliau harus menjamu makan kalian sebaik-baiknya."

   Ia lantas menyuruh rekannya mengatur sayur-mayur itu di atas meja, lagak si Tikus seperti tuan rumah saja. Dengan tertawa Yu Wi berkata.

   "

   Undanglah Toa lopan kalian agar ikut makan"

   "Sejak pagi-pagi Toalopan sudah pergi, katanya kalian masih harus tinggal setengah tahun disini"

   Tutur si Tikus.

   "Ah, beliau sudah pergi?"

   Seru Yu Wi. saat itulah si kuasa toko tampak masuk, katanya dengan tertawa.

   "Toalopan kami sudah berangkat sejak pagi tadi."

   "Beliau pergi ke mana?"

   Tanya Yu Wi. Kuasa toko itu menggeleng. jawabnya.

   "

   Entah, biasanya Toalopan pergi- datang tidak menentu, siapapun tidak tahu saat ini beliau pergi ke mana, pendek kata ada lima tempat yang selalu didatangi beliau."

   Yu Wi pikir Yok Ong-ya sengaja tirakat di kola ramai, dengan sendirinya jejaknya tidak ingin diketahui orang. Ia coba tanya pula.

   "Apakah beliau meninggalkan pesan?"

   "Waktu mau berangkat Toalopan memberi pesan bahwa kalian masih perlu tinggal disini, kata beliau ketiga tabib toko kami cukup bisa diandalkan, apabila ilmu pertabiban yang anda pelajari ada sesuatu yang kurang jelas, boleh Anda minta petunjuk kepada mereka."

   Diam-diam Yu Wi pikir maksud baik Yok Ong-ya itu sangat besar manfaatnya bagiku, sebab kalau dirinya harus pergi dari sini, tempat kediaman yang tenang terang sukar dicari, lalu cara bagiamana dapat mempelajari kitab pusaka itu dengan baik, kalau ada bagian yang tidak dipahami, kepada siapa pula dirinya dapat bertanya? Karena itulah ia lantas menjawab.

   "Baiklah, kuterima dengan senang hati maksud baik Toalopan kalian, cuma kalian yang pasti akan tambah repot bilamana kami tinggal di sini, untuk ini sebelumnya perlu kuminta maaf."

   "Ah, tidak menjadi soal,"

   Kata si kuasa toko "silakan Anda tinggal saja dengan tenang, ada keperluan apa-apa hendaklah kami diberitahu."

   Ooo ooo- ooo Begitulah, sang waktu berlalu dengan cepat, hanya sekejap saja setengah tahun sudah lewat.

   selama setengah tahun ini siang dan malam Yu Wi giat mempelajari isi kitab pusaka Pian sik sinBian, sedikitpun tidak kendur.

   Lim Khing-kiok juga cukup bijaksana dan tahu aturan, ia mengerti waktu setengah tahun ini sangat besar artinya, maka selain sehari-hari rajin meladeni Yu Wi, tidak lupa iapun melayani Kan Hoay-soan makan minum berpakaian dan tidur.

   Nona itu bekerja tekun tanpa mengomel sepatah-katapun, iapun tidak pernah mengganggu pelajaran Yu Wi, selama setengah tahun hampir tidak ada sepuluh kalimat dia berbicara dengan Yu Wi.

   Yu Wi belajar dengan cermat.

   ditambah ada tiga orang tabib yang siap memberi petunjuk padanya, maka kemajuannya selama setengah tahun boleh dikatakan sangat besar dan pesat.

   Isi kitab itu telah dibacanya dengan jelas danpaham, lebih-lebih bagian yang mengenai obat racun, bab ini khusus dipelajarinya dengan lebih teliti.

   Bab obat racun ini memuat segala jenis makhluk dan tumbuh-tumbuhan berbisa di dunia ini serta cara meracik obat racun dan sifat bekerjanya racun itu sendiri.

   Mengenai cara-cara menawarkan berbagai macam racun itu menyangkut teori pengobatan yang sangat dalam, kalau bab ini sudah dikuasai dengan baik, lalu kepandaian ini digunakan mengobati bermacam-macam racun di dunia ini tentu akan terasa sangat mudah.

   Hari ini dia berhasil meracik obat penawar dan diminumnya sendiri, ia pikir apabila dalam tiga hari racun tidak bekerja, maka dia akan minum lagi obat penawar itu, kalau berturut-turut sudah minum obat penawar tiga kali, tentu racun kronis pemberian su Put-ku itu akan dapat dipunahkan seluruhnya.

   Melihat hasil Yu Wi boleh dikatakan sudah tercapai setengah bagian, hati Khing-kiok juga sangat girang, tanpa terasa kata-kata yang tersimpan dalam hati selama setengah tahun ini terus dilontarkan keluar seluruhnya.

   Dengan tertawa Yu Wi mendengarkan pembicaraan si nona, lama-lama minat bicara Yu Wi sendiripun timbul, maka mereka bercengkrama terlebih asyik, mereka bicara ke timur dan ke barat, segala urusan mereka perbincangkan.

   Hanya Kan Hoay-soan saja yang tidak paham dan tidak mengerti apa yang dibicarakan mereka, dia masih tetap linglung, tahunya hanya makan bila lapar, kalau lelah lantas tidur, lebih dari ini dia tidak tahu apa-apa lagi.

   Mereka terus mengobrol dari lohor hingga magrib pada saat itulah mendadak terdengar suara gaduh di luar sehingga pembicaraan mereka terputus, mereka terkejut dan berbangkit.

   Tapi Kan Hoay-soan seperti tidak merasakan apapun, dia masih tetap berduduk termangu di tempatnya.

   Belum lagi Yu Wi keluar pintu untuk melihat yang terjadi, tiba-tiba si Tikus berlari masuk mukanya tampak pucat, serunya.

   "Wah, celaka .....ada...."

   "Tenanglah, sabar, ada urusan apa. coba katakan?"

   Tanya Yu Wi. si Tikus tampak masih ketakutan. katanya dengan gemetar.

   "Ada... ada ...."

   Yu Wi tidak sabar lagi, ia menerjang keluar setelah menembus halaman tengah, sampailah didepan toko.

   Dilihatnya didepan toko berdiri dua kakek tinggi besar, yang sebelah kiri berbaju kain belacu, rambutnya merah kuning dan terikat menjadi satuJung kecil di belakang kepala.

   Mukanya seram menakutkan, kalau melihatnya ditengah malam pasti akan disangka setan yang terlepas dari akhirat.

   Kakek yang sebelah kanan tidak kurang menakutkannya daripada kakek sebelah kiri, dia memakai baju longgar kain putih, entah mengapa ikat pinggangnya adalah seutas tali rumput yang besar.

   hati siapapun merasa tidak enak bila melihat tampang dan dandanannya.

   Kedua orang kakek itu berdiri persis di depan pintu toko, meja toko yang panjang itu sudah pecah dan roboh, jelas karena dihantam sekerasnya oleh kedua kakek itu.

   Di belakang mereka terdapat sebuah joli atau tandu mewah, empat lelaki kekar peng gotong tandu tampak berdiri disamping, ditepi tandu berdiri pula satu orang, cuma tidak kelihatan wajahnya.

   Yu Wi malas untuk melongok siapa yang berdiri didalam tandu itu, setiba di depan toko, didengarnya si kakek berbaju belacu sedang berteriak.

   "Kalau tidak lekas suruh Yok-ong-ya keluar, segera kami membongkar toko kalian ini."

   Si kakek berbaju putih bergelak tertawa, teriaknya.

   "Mengapa Yok-ong-ya malu untuk bertemu dengan orang? Kami mohon bertemu karena ada urusan penting, kenapa main sembunyi saja di dalam?"

   Dengan suara lantang Yu Wi lantas bertanya.

   "Ada urusan apakah kalian mencari Yok-ong-ya?"

   "Tentu saja minta diobati dia,"

   Seru si kakek baju putih samhil berpaling.

   "

   Untuk apalagi mencari dia kalau bukan untuk menyembuhkan orang."

   "Tapi Yok-ong-ya tidak di sini,"

   Jawab Yu Wi dengan tenang.

   "Sialan"

   Damperat si kakek berbaju belacu.

   "Memangnya siapa kau? Untuk apa kau ikut bicara?"

   Setelah berpikir sejenak. Yu Wi menjawab.

   "Aku ini murid Yok Ong-ya yang tidak resmi."

   "Ah, bagus, boleh kau panggil keluar suhumu,"

   Seru si kakek baju putih.

   "Kan sudah kukatakan, beliau tidak di rumah,"

   Kata Yu Wi.

   "Kentut"

   Si kakek berbaju belacu menjadi gusar.

   "Yok-ong-ya hanya sembunyi di lima tempat, sudah empat tempat kami mencarinya dan tidak bertemu, tempat ini adalah tempat kelima dan yang terakhir. kalau dia tidak di sini, lalu di mana?"

   Diam-diam Yu Wi merasa heran.

   "Siapakah mereka ini? Mengapa tahu lima tempat pengasingan Yok-ong-ya ini?jangan-jangan kedatangan mereka inipun atas petunjuk sahabat Yok Ong ya. jika demikian, tidaklah pantas bertengkar dengan mereka."

   Karena pikiran ini, dengan ramah-tamah ia lantas menjawab.

   "Tapi beliau benar-benar tidak disini."

   Si kakek berbaju putih tampaknya lebih tahu aturan, dengan tertawa ia berkata.

   "Jika gurumu tidak berada di rumah, boleh juga silakan kau periksa penyakit siocia kami, coba penyakit apa yang menyerangnya. Perguruan ternama tentu tidak mengeluarkan murid bodoh, silakan kau lakukan tugasmu dan janganlah menolak."

   Dengan tulus ikhlas Yu Wi mengangguk.

   "Baik, akan kuperiksa sebisanya, kalau dapat kusembuh kan tentu kusembuhkan, kalau tidak dapat, silakan kalian mencari tabib yang lebih mahir."

   Si kakek baju putih menjadi girang. serunya.

   "Tentu, tentu silakan, lekas"

   Yu Wi lantas mendekati tandu itu.

   dilihatnya orang didalam tandu adalah seorang nona yang sangat cantik ibaratnya anggrek di tengah lembah gunung yang sunyi, kecantikan nona sakit ini sungguh tidak di bawah Lau Yok Ci.

   Hanya kulit badan sinona sakit ini lain dari pada yang lain, kulit badannya yang tertampak dari luar kelihatan bersemu merah seluruhnya seperti bunga merah yang semarak.

   Nona sakit ini memejamkan mata dan berbaring di atas dipan berkasur didalam tandu.

   "siocia, silakan membuka mata,"

   Kata Yu Wi. Pelahan nona sakit itu membuka kelopak matanya, sungguh tak terkatakan betapa indah biji matanya cuma di sekitar biji mata juga penuh bersemu merah tipis. Segera Yu Wi berkata.

   "siocia, kau mengidap som-tok (racun Jinsom), tapi masih keburu disembuhkan."

   Orang yang sejak tadi berdiri disisi tandu dan tidak kelihatan wajahnya itu mendadak berpaling, berkata.

   "

   Omong kosong aku tidak tahu racun apa yang menyerangnya, tapi kau malah tahu. memangnya siapa dapat kau tipu?"

   Waktu Yu Wi menoleh, orang ini ternyata su Put-ku adanya.

   "Aha, kiranya kau"

   Seru Yu Wi dengan tertawa.

   "pantas mereka tahu tempat tinggal Yok-ongya."

   "Dimanakah susiokku?"

   Tanya su Put-ku dengan menarik muka.

   "Setengah tahun yang lalu Yok-ong-ya telah pergi dari sini dan entah berada di mana sekarang,"

   Tutur Yu Wi.

   "Hm, kau dusta, susiok pasti berada disini"

   Ejek su Put-ku.

   "Untuk apa kudusta?"

   Kata Yu Wi.

   "Yok-ong-ya memang betul-betul tidak berada disini."

   "Ingatkah kau sudah berapa lama kita berpisah?"

   Tanya su Put-ku tiba-tiba.

   "sejak perpisahan di siau-ngo-tay-san, sampai sekarang sudah lebih dua tahun"

   "Hehe, masakah salah lag"

   Jengek su Put-ku sambil terkekeh.

   "sudah lebih dua tahun dan kau masih hidup, kalau susiok tidak berada disini. mungkinkah kau bisa hidup sampai sekarang?"

   Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Ia berpaling kearah si cantik sakit didalam tandu dan berkata pula.

   "Penyakit siocia hanya dapat disembuhkan oleh susiokku, bocah ini tidak bicara secara jujur, boleh suruh Kau-hun-sucia menghajar adat padanya dan tentu dia akan bicara terus terang."

   Su Put-ku merasa bukan tandingan Yu Wi, maka bermaksud meminjam tangan si kakek berbaju belacu yang bergelar "Kau hun-sucia"

   Atau si rasul pencabut nyawa, untuk menghadapi anak muda itu.

   Kalau si kakek berbaju belacu bergelar Kau-hun-sucia, maka si kakek berbaju putih bergelar Toat-pek-sucia atau si kakek pembetot sukma.

   Terdengar si cantik sakit berkata dengan suara lemah.

   "Apakah betul guru Kongcu memang tidak berada di sini?", Yu Wi mengangguk. belum sempat menjawab, si cantik berkata pula.

   "Kalau gurumu tidak ada, merepotkan kau untuk mengobati sakitku."

   Cepat su Put-ku menyela.

   "He, siocia,jangan percaya kepada ocehannya, dia paham apa? Kalau dia tidak ditolong oleh sosiokku, sudah lama jiwanya pasti sudah melayang dibawah racun perguruanku mana dia paham ilmu pengobatan segala?"

   "Orang she su,"

   Jengek si cantik tiba-tiba.

   "Apa kau tahu aku mengidap penyakit apa?"

   "Penyakit siocia sangat aneh, sayang pengetahuanku terlalu dangkal dan tidak tahu, sebab itulah terpaksa kemari untuk minta bantuan susiok."

   Jawab su Put-ku.

   "Meski aku tidak tahu penyakit siocia. kuyakin susiokku pasti tahu."

   Si cantik menjengek pula.

   "Kau bilang dia tidak mahir ilmu pengobatan, kau sendiri mengapa tidak tahu penyakit apa yang kuidap, tapi sekali omong dia telah tepat menyebut penyakitku. Nah, bagaimana penjelasanmu?Jangan-jangan kau sengaja atau pura-pura bilang tidak tahu?"

   Su Put-ku tampak gugup, cepat ia menjawab.

   "Ah, mana su Put-ku berani pura-pura tidak tahu. Aku memang betul-betul tidak tahu sakit siocia ini, Kalau tahu, sejak mula sudah kuberi obat yang mujarab dan tidak perlu lagi datang kemari."

   Si cantik sakit tampak berkerut kening, dengan air muka menghina ia berkata.

   "Kalau kau tidak tahu hendaklah berdiri saja di samping sana, apa yang kau rewelkan pula?"

   Dengan munduk-munduk su Put-ku mundur beberapa langkah kebelakang dan tidak berani bersuara lagi. Diam-diam Yu Wi merasa heran, pikirnya.

   "Katanya su Put-ku sudah bersumpah tak mau menolong orang lagi, mengapa dia tunduk benar kepada si cantik sakit ini, bahkan sikapnya kelihatan sangat takut padanya."

   Dalam pada itu si nona cantik sakit itu tersenyum kepada Yu Wi, katanya.

   "Sejak kecil badanku lemah dan penyakitan, ayahku sering memberi Jinsom padaku dan entah sudah berapa banyak yang kumakan, kau bilang aku kena racun Jinsom. kukira memang benar. Nah, apakah penyakitku ini dapat disembuhkan?"

   "Jinsom sebenarnya adalah obat kuat yang sangat mujarab."

   Tutur Yu Wi.

   "Tapi ada semacam jinsom daun merah, kalau dimakan bukan saja tidak bermanfaat, sebaliknya malah bisa membikin celaka Jinsom daun merah ini sukar dibedakan daripada Jinsom biasa, jenisnya juga sedikit sehingga jarang diketahui umum, maka kalau Jinsom daun merah itu dipetik oleh pencari Jinsom, karena kurang pengertian, bila dimakan oleh orang yang menggunakannya lambat-laun orang yang makan Jinsom daun merah ini akan keracunan, gejala penyakitnya adalah sekujur badan terasa lemas tak bertenaga. apabila sekujur badan sudah merah seluruhnya, maka tak tertolong lagi... ."

   "Wah, lalu bagaimana baiknya, siocia kami... ."

   Si kakek baju putih tampak gelisah. Yu Wi menoleh dan berkata kepada kakek baju putih alias Toat-pek-sucia itu.

   "Untung kedatangan siocia ini belum kasip. tadi sudah kuperiksa dan belum merah seluruhnya, kuyakin dalam waktu dua-tiga hari tidak berbahaya, asalkan diberi obat penawar tentu akan sembuh."

   "Jika begitu, lekas kau beri obatnya, untuk apa berdiri dan omong melulu?"

   Teriak si kakek belacu alias Kau-hun-sucia.

   "Sacek (paman ketiga),"

   Ucap si nona sakit itu tertawa.

   "kita minta diobati, hendaklah kau sedikit sopan terhadap orang."

   Tapi Kau-hun-sucia tetap bicara dengan garang.

   "Memangnya kenapa? Masa dia berani menolak? sopan atau tidak dia tetap harus mengobati siocia. kalau tidak sembuh, segera kucabut jiwanya "

   "Samte, kau sembarangan ngaco-belo apa?"

   Damperat si kakek bajuputih. Lalu ia berpaling dan berkata kepada Yu Wi dengan tertawa.

   "samteku ini memang berwatak keras, janganlah engkau tersinggung."

   "Ah. tidak apa-apa,"

   Ucap Yu Wi dengan tertawa.

   "Tujuanku belajar ilmu pengobatan adalah untuk menolong orang. silakan kalian membawa siocia kedalam, akan kukumpulkan bahan obat untuk membuat obat penawarnya."

   Wajah Kau-hun-sucia yang buruk itu menampilkan senyuman jelek, katanya.

   "Baik juga hati bocah ini, maaf ya jika tadi aku sembarangan omong.

   "Plak", mendadak ia gampar mukanya sendiri. Diam-diam Yu Wi merasa geli, pikirnya.

   "Meski muka orang ini sangat buruk. tapi wataknya polos dan jujur."

   Maka rasa dongkolnya tadi lantas banyak berkurang. Toat-pek-sucia lantas menyuruh keempat kuli menggotong tandu, selagi Yu Wi hendak mendadak masuk kedalam toko, mendadak su Put-ku berseru.

   "Nanti dulu, orang she Yu, aku ingin tanya padamu"

   "Ada apa?"

   Tanya Yu Wi sambil berpaling.

   "Dari mana kau tahu Jinsom daun merah yang jarang diketahui orang di dunia ini?"

   Jengek su Put-ku.

   "Jangan-jangan dapat kau baca di dalam Pian sik sin Bian?"

   Rupanya su Put-ku juga tahu di antara macam-macam Jinsom itu ada sejenis Ang-hio-som atau Jinsom berdaun merah yang mengandung racun hal inipun didengarnya dari sang guru, tapi tidak tahu bagaimana gejala keracunan serta menawarkannya.

   Kini didengarnya Yu Wi bicara seperti seorang ahli, seketika timbul rasa curiganya.

   Dengan jujur Yu Wi lantas menjawab.

   "Betul. dari Pian sik sin Bian kuketahui jenis Jinson berdaun merah ini."

   So Put-ku bertambah sangsi, katanya.

   "Apa susiok yang memberi kitab itu padamu untuk dibaca."

   "Ya, bukan saja Yok-ong-ya memberi baca Pian sik sinBian ini, bahkan kitab pusaka inipun diberikan padaku."

   Air muka su Put-ku berubah seketika, makinya.

   "

   Kentut busuk, Masa susiokku bisa memberikan Pian sik sin Bian padamu?"

   Yu Wi masih gemas karena orang telah memberi racun padanya, dia sengaja hendak membikin marah padanya, segera ia memperlihatkan kitab pusaka itu dan berkata.

   "Lihatlah, bukankah ini pian sik sin Bian?"

   Su Put-ku melihat yang dipegang Yu Wi itu memang benar kitab pusaka yang dimaksud, mendadak ia membentak.

   "Berikan padaku"

   Secepat terbang mendadak ia menubruk maju dan bermaksud merampas kitab itu.

   Tapi Yu Wi sudah berjaga-jaga, dengan ringan ia berkelit ke samping.

   Sekali tubruk tidak kena, su Put-ku memutar balik, kesepuluh jarinya terpentang, kembali ia mencengkeram ke arah Yu Wi.

   Melihat sinar mata orang hanya menatap tajam pada kitab yang dipegangnya, rasanya seperti ingin sekali raih merampasnya.

   Yu Wi tahu orang pasti sudah sangat lama ingin mendapatkan kitab ini, betapapun dirinya harus berhati-hati agar kitab itu tidak diserobot.

   Tampaknya Su Put-ku sudah hampir kena meraih kitab yang dipegang Yu Wi, mendadak terdengar suara nyaring keras sehingga anak telinga tergetar seakan2 pekak, kontan su Put-ku roboh terjungkal.

   Yu Wi berpaling, dilihatnya Kau-hun sucia memegang dua kepeng Poat (sejenis tetabuhan logam tipis, bering-bering), dengan gelak tertawa orang aneh itu sedang berkata.

   "Makhluk tua, kau sendiri yang cari penyakit"

   Menyusul "creng", ia tabuh pula bering-beringnya dengan keras, seketika su Put-ku bergulingan ditanah sambil menjerit.

   "setop. setop Berhenti"

   Tapi Kau-hun-sucia masih terus membunyikan dua tiga kali, dengan senang ia berkata.

   "Kau minta berhenti? Hah, masakah begitu gampang?"

   Terdengar suara nyaring memekak telinga itu terus menerus, setiap kali suaranya membuat su Put-ku tergetar hingga menjerit ngeri, sampai belasan kali alat Kau-hun-sucia dibunyikan.

   su Putku telah babak-belur karena bergulingan ditanah, jelas dia tidak tahan dan sangat menderita.

   Toat-pek-sucia dan si cantik sakit itu menyaksikan kejadian itu tanpa ambil pusing, Yu Wi tidak tega meski dia sendiri sangat benci terhadap su Put-ku, segera ia berteriak.

   "Berhenti"

   Tampaknya Kau-hun-sucia tambah semangat membunyikan alat tetabuhannya sehingga tidak menghiraukan seruan Yu Wi itu.

   melahan dia terbahak-bahak setiap kali melihat su Put-ku menjerit kesakitan luar biasa.

   Karena seruannya tidak dihiraukan, Yu Wi melangkah maju, kedua tangannya terjulur kedepan, langsung ia rampas kedua kepeng Poat tembaga itu dari tangan Kau-hun-sucia, dengan enteng ia lemparkan benda itu ke udara, hanya sekejap saja lenyaplah tanpa bekas.

   Kedua alat tetabuhannya direbut secara aneh, lalu dilempar hilang, keruan Kau-hun-sucia jadi melenggong, tanyanya.

   "He, kubantu kau merobohkan dia, mengapa kau berbalik menolong dia?"

   Si cantik sakit berkata dengan tertawa.

   "samcek, masakah kau lupa bahwa mereka adalah saudara seperguruan, kau hajar murid paman gurunya, memangnya dia rela tinggal diam"

   Lalu ia berpaling dan berkata kepda Yu Wi.

   "Kungfumu ternyata jauh lebih tinggi daripada makhluk aneh itu, lebih-lebih langkahmu yang ajaib tadi, kungfu apakah namanya?"

   Dengan muka masam Yu Wi menjawab.

   "Apakah su Put-ku telah dicekoki obat bius oleh kalian?"

   Mendadak Kau-hun sucia membentak dengan gusar.

   "Karang ajar Kau rampas dan melempar hilang senjataku, tidak kumarah padamu, sekarang siocia kami tidak kau jawab, memang ingin diberi hajar adat?"

   Yu Wi menjengek.

   "Hm, kalau tidak mengingat watakmu yang kasar tapi polos, tentu takkan kuampuni perbuatanmu yang kejam tanpa kenal kasihan tadi."

   Kontan Kau-hun-sucia berkaok-kaok,"

   Wah Jika demikian, jadi senjataku kau rampas dan lempar hilang termasuk hukuman sekadarnya?"

   Dengan kereng Yu Wi menjawab.

   "Betul selama hidup orang she Yu paling benci kepada orang yang suka menggunakan obat bius segala, kurampas dan buang senjatamu sudah terhitung hukum paling ringan, kelak bila kulihat kau gunakan suara gembrengmu untuk merobohkan orang, pasti akan kupotong kedua tanganmu."

   "Wah, besar amat suaramu"

   Tukas si cantik tertawa.

   "Hm, apakah kau tidak percaya?"jengek Yu Wi.

   "Eh, janganlah kau bersikap segarang ini padaku,"

   Ucap si cantik dengan suaranya yang merdu.

   "Ingat, aku ini pasienmu. Eh, tentunya persoalan kecil ini takkan mengubah pikiranmu untuk mengobati penyakitku, bukan?"

   "Seorang lelaki sejati, sekali sudah omong pasti kutepati,"

   Kata Yu Wi dengan gagah.

   "Tapi coba jelaskan dulu, obat bius apa yang kau cekokkan kepada Su Put-ku?"

   "Itulah obat simpanan keluargaku."

   Jawab si cantik.

   "Karena kau tidak ingkar janji untuk mengobati penyakitku, biarlah kuberikan juga obat penawar padanya sebagai syarat pertukaran kita."

   Lalu ia mengeluarkan satu botol porselen kecil dan berkata.

   "Jicek (paman kedua), coba kau beri minum obat ini kepada makhluk tua itu."

   Toat-peks-sucia mengiakan dan menerima obat itu. lalu menyingkir kesamping untuk memberi minum obat itu kepada su Put-ku.

   "Sekarang jawab lagi, sebab apakah kau beri minum obat bius kepada su Put-ku?"

   Tanya Yu Wi pula.

   "Kugunakan obat bius, masakan hal inipun tetap akan kau usut?"

   Ucap si cantik dengan tertawa.

   "Asalkan lain kali tidak kau gunakan lagi obat begituan, aku takkan mencari perkara padamu,"

   
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Kata Yu Wi tegas.

   "Suhengmu itu adalah makhluk aneh termashur Kangouw, demi memohon dia menyembuhkan penyakitku, terpaksa harus kurancang suatu mengatasi dia, kalau tidak mana dia mau menuruti kehendak kami dan membawa kami kesini untuk minta kepada susioknya agar suka mengobati penyakitku.

   "

   Yu Wi sendiri sudah mengalami kesulitan waktu minta pengobatan pada su Put-ku, maka cerita si cantik tidak mengherankan dia.

   Terpikir pula Watak su Put-ku sangat keras, tapi sekarang tunduk di bawah obat bius yang diminumnya, apabila diriku berada dalam keadaan seperti dia, akupun akan tunduk dan menerima segala permintaan nona ini.

   Teringat kepada betapa keji dan menakutkannya obat bius, Yu Wi lantas berkata.

   "Akan kusembuhkan penyakitmu, tapi kuminta selanjutnya jangan kau gunakan obat bius untuk mencelakai orang,"

   "Apakah benar-benar kau benci kepada orang yang suka mengunakan obat bius?"

   Tanya si cantik. Yu Wi mengangguk. katanya.

   "Menjadi orang harus bertindak secara jujur dan terang-terangan, terhitung ksatria macam apa jika mengatasi orang lain dengan obat bius atau ilmu sihir dan sebagai nya. Untuk membikin orang tunduk lahir- batin harus digunakan kepandaian sejati."

   "Baik, baik, aku berjanji selanjutnya takkan menggunakan lagi obat bius,"

   Ucap si cantik dengan tertawa. Dalam pada itu su Put-ku sudah minum obat penawar. ia merangkak bangun dalam keadaan lemas.

   "Lekas enyahlah kau Kami tidak memerlukan kau lagi"

   Bentak Kau-hun-sucia. Tapi bukannya pergi, sebaliknya su Put-ku malah melangkah maju. katanya terhadap Yu Wi.

   

   first share di Kolektor E-Book 14-08-2019 21:32:02

Kembalinya Sang Pendekar Rajawali -- Chin Yung Bahagia Pendekar Binal Karya Khu Lung Kuda Binal Kasmaran -- Gu Long

Cari Blog Ini