Ceritasilat Novel Online

Pendekar Kembar 13


Pendekar Kembar Karya Gan KL Bagian 13



Pendekar Kembar Karya dari Gan K L

   

   "Berikan pian sik sin Bian padaku"

   "Pian sik sin Bian kuterima dari Yok ong-ya, kenapa harus kuberikan pada mu? "jawab Yu Wi.

   "Kitab pusaka itu asalnya adalah barang tinggalan suhuku, beliau memberikannya kepada susiok untuk dipelajari isinya, jika susiok hendak mewariskan lagi kitab itu kepada keturunan perguruan, maka seayaknya dia mewariskannya padaku dan tidak boleh kepadamu"

   "Gurumu memberikan kitab ini kepada susiokmu, ini berarti kitab pusaka sudah menjadi milik susiokmu, lalu Yok-ong-ya ingin mewariskan kitab ini kepada siapa adalah haknya, syukur beliau menghargai diriku dan mewariskan kitabnya padaku, sekarang kitab ini adalah milikku, pasti akan kupelajari isi kitab ini untuk menolong orang yang membutuhkannya di dunia ini jika kuberikan padamu, sedangkan kau sudah bersumpah takkan menolong orang, lalu apa gunanya?"

   Dengan gusar su Put-ku membentak.

   "Darimana kau tahu aku tidak mau menolong orang"

   "Jika kau suka menolong orang, masa kau diberi nama su-put-kiu?"

   Jengek Yu Wi. Dengan gemas su Put-ku berkata.

   "Bocah kurang ajar, apakah kau tahu aku ini pernah hubungan apa denganmu?"

   Yu Wi jadi teringat kepada kejadian di siau-ngo-tay-san dahulu, ketika mendengar berita ibunya meninggal, air muka su Put-ku tampak berubah. Hati Yu Wi jadi tergerak. segera ia tanya.

   "Memangnya kau ini apa ku?"

   Mendadak su Put-ku bergelak tertawa, katanya.

   "Bukankah kau sangka aku ini suheng seperguruanmu? suheng seperguruan, hahaha, sungguh lucu, sungguh menggelikan..,."

   "Apanya yang lucu dan apa yang menggelikan?"

   Tanya Yu Wi dengan marah. Su Put-ku berhenti tertawa, matanya mendelik dan marah seakan-akan menyemburkan api, katanya sambil menatap Yu Wi tajam-tajam.

   "Kutertawai kau tidak jelas asal-usulnya sendiri, siapa ibu sendiri pun tidak tahu, malah kau sangka ibumu sudah meninggal dunia."

   "Memangnya ibuku belum meninggal?"

   Tanya Yu Wi terkejut.

   "Tentu saja belum,"

   Jeng ek su Put-ku. Yu Wi menggeleng dengan bingung, ucapnya.

   "Tidak, aku tidak percaya. sudah lama ibuku meninggal, dengan jelas almarhum ayahku memberitahukan hal ini padaku, tentu tidak salah."

   Mendadak su Put-ku mencaci maki.

   "Ayahmu adalah telur maha busuk. dia menyumpahi ibumu, untung dia sudah mampus, kalau tidak, pada suatu hari pasti akan kucincang dia hingga hancur lebur."

   Melihat su Put-ku sedemikian benci kepada ayahnya, Yu Wi menjadi murka, mendadak ia menghantam dengan Hoa-sin-ciang.

   "plak", dengan tepat su Put-ku kena digamparnya. Pelahan su Put-ku meraba pipi sendiri yang tertampar itu, pikirnya.

   "Kungfu bocah ini ternyata sudah jauh lebih tinggi daripada waktu di siau-ngo-tay-san tempo hari, kalau ingin merebut Pian sik sin Bian dari tangannya agaknya sangat sukar."

   Setelah menempeleng orang yang lebih tua, hati Yu Wi menjadi tidak enak. dengan rasa menyesal ia berkata.

   "Ayahku adalah pendekar besar yang termashur di dunia Kangouw, asalkan tidak kau maki dia, tentu takkan sembarangan kupukul kau,"

   Tapi su Put-ku lantas bergelak tertawa.

   "Ha ha ha. Kau bilang ayahmu adalah pendekar besar? Haha, kentut busuk Yang benar dia adalah manusia yang rendah dan tidak tahu malu"

   Segera Yu Wi bermaksud menghantam lagi, tapi demi melihat sikap orang yang sama sekali tidak berjaga-jaga, umpama sekali pukul membinasakannya juga orang takkan menangkis.

   mautak mau ia pedang tangan kanan sendiri yang sudah terangkat itu dengan tangan kiri, ia pikir terhitung orang gagah macam apa menyerang seorang yang tidak melawan? Maka dengan gusar ia hanya membentak.

   "Lekas enyah kau. Enyah... ."

   Su Put-ku tidak gentar sedikitpun, katanya pula.

   "Kau tahu sebab apa orang menyebut aku su Put-kiu? Ha h, justeru lantaran ayahmu yang pantas mampus itulah dia, dia lupa budi dan ingkar janji, sia-sia aku menolong jiwanya, akhirnya hanya mendatangkan kebusukan. Aku kecewa, aku menyesal, memangnya setelah menolong orang hanya mendatangkan kebusukan saja?... ."

   Mau-tak mau rasa gusar Yu Wi mereda demi mendengar keluhan orang, ia turunkan tangannya dan bertanya.

   "Apakah benar kau pernah menyelamatkan jiwa ayahku?"

   Su Put-ku seperti tidak mendengar pertanyaan Yu Wi itu, ia berkata pula.

   "Jika sudah begitu, untuk apa lagi aku menolong orang? Huh, peduli sebutan apa yang akan kau berikan padaku, apakah Su Put-kui atau makhluk tua aneh segala, yang pasti aku sudah bersumpah tidak mau lagi sembarangan menolong orang... ."

   Diam-diam Yu Wi menghela napas, pikirnya.

   "Apabila benar ayah pernah lupa budi dan ingkar janji padanya sehingga membuat dia menyesal dan tidak mau menolong sesamanya lagi, maka keluarga Yu kami memang bersalah padanya."

   Didengarnya Su Put-ku berkata pula.

   "Seumpama Pian Sik Sin Bian berada padaku juga aku tidak mau lagi menolong orang. Tapi kitab itu ternyata didapatkan orang she Yu, inilah membuatku tidak rela. Nah, Siaucu (bocah), meski kungfuku sekarang bukan tandinganmu dan tidak mampu merebut kitab itu dari tanganmu, pada suatu hari kelak akhirnya pasti akan kudapatkan kitab itu."

   Habis berkata, mendadak ia membalik tubuh dan melangkah pergi. Ketika bayangan orang sudah hampir menghilang dalam remang magrib, Yu Wi berteriak.

   "Pada suatu hari apabila kau mau menolong lagi sesamanya, Pian Sik Sin Bian akan kupersembahkan padamu dengan kedua tanganku."

   Suaranya lantang dan berkumandang hingga jauh, meski dapat didengar dengan jelas oleh Su Put-ku, tapi dia masih terus melangkah pergi tanpa menoleh Jelas ia tetap tidak mau menolong orang lagi biarpun Pian Sik Sin Bian diberikan kepadanya.

   Yu Wi berdiri melenggong di tempatnya, tiada hentinya ia berpikir.

   "Sesungguhnya dalam urusan apa ayah berbuat salah padanya hingga menimbulkan pandangan negitifnya terhadap ayah? ... ."

   Dalam pada itu keempat kuli peng gotong tandu telah membawa tandunya ke samping Yu Wi, si cantik dalam tandu lagi menegur pelahan.

   "Yu-kongcu... ."

   "Ada apa?"

   Sahut Yu Wi sambil berpaling, dilihatnya wajah nona sakit itu merah membara, tapi juga cantik luar biasa, teringat olehnya keadaan penyakit orang yang tidak ringan, cepat ia berkata.

   "Oya, lekas bawa masuk ke dalam"

   Tandu itu lantas digotong masuk melalui pintu belakang menuju kehalaman tengah, Khing-kiok menyongsong keluar dan bertanya.

   "Toako, ada kejadian apakah di luar?"

   Dengan tertawa Yu Wi menjawab.

   "O, tidak apa-apa, ada seorang pasien minta ditolong oleh Yok-ong-ya."

   Mendadak Khing-kiok melihat wajah Toat-pek dan Kau-hun-sucia, ia berjingkat kaget, serunya.

   "He, sia ... siapakah mereka?"

   "Ha ha, apakah wajah kami menakutkan?"

   Seru Toat-pek-sucia dengan tertawa. Khing kiok memegang tangan Yu wi dan tidak berani memandang mereka lagi. sambil menepuk punggung tangan si nona Yu Wi berkata.

   "Jangan takut? Hati mereka bajik dan baik,"

   "Baik hati? Terima kasih atas pujian Yu-kongcu,"

   Ucap Kau-hun-sucia dengan tertawa.

   "Silakan siocia kalian masuk ke kamar untuk pemeriksaan penyakitnya,"

   Kata Yu Wi. Dengan suara pelahan Khing-kiok bertanya.

   "Yok-ong-ya tidak di rumah, siapa yang akan mengobati dia?"

   "Biar kucoba,"

   Jawab Yu Wi..

   "Kau sanggup?"

   Tanya Khing-kiok dengan ragu.

   "Kalau perlu akan kuminta bantuanmu nanti,"

   Ujar Yu wi dengan tertawa.

   "Bantuan apa yang dapat kuberikan?"

   Jawab Khing-kiok dengan heran.

   Dalam pada itu si nona sakit telah melangkah turun dari tandunya dengan pelahan, tampaknya untuk berjalan saja kurang tenaga, hanya dua langkah saja dia tidak sanggup berjalan pula.

   Cepat Khing-kiok memburu maju untuk memapahnya dan berkata.

   "Akan kubawa kau masuk ke sana."

   "Terima kasih,"

   Ucap si cantik sakit dengan suara lirih. Setelah melihat jelas wajah orang, diam-diam Khing kiok juga memuji di dalam hati.

   "Alangkah cantiknya"

   Setiba di dalam kamar, tertampak Kan Hoay-soan masih duduk termangu di situ se-olah2 tidak melihat ada orang masuk ke situ.

   "Siapakah dia?"

   Tanya si nona sakit.

   "Dia adalah adik Toakoku,"

   Jawab Khing- Kiok. Si cantik memandang Hoay-soan sekejap dan bertanya pula.

   "Apakah dia juga sakit?"

   Yu Wi ikut dibelakang dan mendengar ucapan si nona sakit itu, hatinya tergerak. cepat ia bertanya.

   "Tahukah siocia penyakit apa yang diidapnya?"

   Si nona sakit menoleh, katanya dengan tertawa.

   "Kau sendiri adalah murid tabib sakti, kalau kau tidak tahu, masa aku tahu?"

   "Maklumlah, akupun tidak tahu dia sakit apa, jangan-jangan siocia tahu, sebab penyakitnya ini sukar diketahui?"

   Kata Yu Wi. Si nona sakit tampak melengak, tapi segera tenang kembali, ucapnya dengan tertawa.

   "Ah, jangan selalu panggil siocia padaku, kikuk rasanya. Aku ada nama dan ada she, namaku Yap Jing, orang rumah memanggilku Jing ji, maka kaupun boleh panggil Jing ji"

   Bagian21 Yu Wi tahu si nona sengaja membelokkan pokok pembicaraan, maka iapun tidak bertanya lagi, katanya terhadap Khing-kiok.

   "Adik Kiok, bawalah Yap-siocia istirahat dulu di bagian dalam, aku akan meracik obat baginya."

   Melihat Yu Wi masih tetap menyebutnya Siocia dan tidak menyebut Jing-ji padanva, diam-diam Yap Jing kurang senang, pikirnya.

   "Pada suatu hari kelak kau pasti akan memanggil Jing-ji dengan suka rela."

   Kau-hun dan Toat-pek sucia selalu mendampingi Yap Jing kemanapun si nona pergi.

   Sesudah nona itu dibawa masuk kedalam kamar, mereka lantas berjaga di luar pintu, tampaknya sangat setia seperti kaum hamba terhadap sang majikan.

   Khing-kiok menguatirkan Kan Hoay-soan, ia keluar lagi keruangan luar dan membawanya kekamar dalam.

   Waktu keluar masuk, Khing-kiok sama sekali tidak berani memandang kedua Sucia itu, Maklumlah, pembawaan Khing-kiok memang bernyali kecil, dia tidak berani memandang wajah kedua Sucia yang buruk rupa dan menakutkan itu.

   Tidak lama kemudian, hari sudah gelap, datanglah Yu Wi dengan membawa obat penawar racun Jimsom berdaun merah, Khing-kiok diminta meladeni Yap Jing dan diminumkannya.

   "Yap siocia,"

   Kata Yu Wi.

   "silakan istirahat dengan tenang semalam, besok pagi warna merah pada tubuhmu tentu akan hilang dan itu berarti sakitmu sudah sembuh."

   "Kalau warna merahnya tidak hilang?"

   Tanya Yap Jing. Yu Wi ragu sejenak, jawabnya kemudian.

   "jangan kuatir, pasti akan hilang."

   Lalu anak muda itu mengundurkan diri. Satu malam berlalu tanpa terjadi sesuatu apapun. Esoknya Khing-kiok meladeni Yu Wi cuci muka, anak muda itu bertanya.

   "Apakah Yap-siocia sudah tampak baik?"

   "Warna merah pada tubuhnya belum hilang,"

   Tutur Khing-kiok sambil menggeleng.

   "Wah, repot jadinya"

   Ujar Yu Wi.

   "Repot bagaimana?"

   Tanya Khing-kiok.

   "Racun dalam tubuh Yap-siocia sudah terlalu berat dan terlambat ditolong, obat penawar yang kuberikan sukar memunahkan kadar racunnya, harus kugunakan Kim-ciam-ji-hiat-hoat (terapi tusuk jarum) untuk membantu khasiat obat penawarnya."

   "Menolong orang harus sampai tuntas. hendaklah Toako lekas melakukan terapi tusuk jarum tersebut,"

   Kata Khing-kiok.

   "Tapi cara tusuk jarum itu cukup merepotkan, sebab harus ... harus... ."

   "Harus bagaimana?"

   Tanya Khing-kiok.

   "Terbatas oleh adat antara lelaki dan perempuan, aku dan Yap-siocia juga baru kenal, rasanya menjadi kurang leluasa."

   
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Khing-kiok melengak, teringat olehnya waktu dirinya membelejeti anak muda itu untuk direbus di dalam gentong, tanpa terasa mukanya menjadi merah, ia pikir jika pengobatan ini perlu main buka dan copot memang rada merepotkan, Di dengarnya Yu Wi berkata pula.

   "Biarlah nanti kutambah kadar obat penawarnya, coba manjur atau tidak."

   "Apakah penyakit Yap-siocia cukup berat?"

   Tanya Khing-kiok.

   "Kalau hari ini tidak dapat kusembuhkan dia barangkali berbahaya bagi jiwanya."

   "Wah. kasihan"

   Kata Khing-kiok.

   "Seorang tabib harus mempunyai perasaan seperti orang tua terhadap anaknya, sekalipun kurang leluasa, terpaksa Toako harus menolongnya dengan tusuk jarum."

   "Baik, hendaklah kau suka membantu,"

   Kata Yu Wi.

   Yap Jing berbaring tenang di tempat tidur, sedangkan Kan Hoay-soan berduduk termangu di tepi pembaringan sambil memandangi Yap Jing.

   suasana didalam kamar sunyi senyap tiada suara sedikitpun.

   Khing-kiok memegang tangan Hoay-soan dan mendudukkan dia disamping sana.

   Melihat Yu Wi masuk ke situ, Yap Jing menyapa sambil tertawa.

   "Yu-kongcu, tampaknya tak dapat kau sembuhkan penyakitku ini."

   Melihat si nona tetap bergurau meski menghadapi detik antara mati dan hidup, diam-diam Yu Wi memuji akan kekuatan batinnya, ia coba memeriksa denyut nadi Yap Jing dan berpikir sejenak, katanya kemudian.

   "sakitmu belum terlalu parah, jika kulakukan terapi tusuk jarum kuyakin pasti masih bisa mengatasinya."

   "Dengan tusuk jarum akan kau sembuhkan penyakitku?"

   Yap Jing menegas.

   "Terapi tusuk jarum yang akan kulakukan ini jauh lebih berbahaya dari pada tusuk jarum biasa, sedikit salah penggunaannya akan berakibat fatal bagimu,"

   Kata Yu Wi. Yap Jing tertawa, katanya.

   "Sebagai ahli waris Yok-ong-ya, kupercaya kau pasti menguasai benar ilmu penyembuhan ini dan tiada bahayanya, silakan kau sembuhkan diriku dengan Kimciam- ji- hiat- hoatmu.

   "

   "Sesungguhnya aku belum mahir menggunakan terapi ini,"

   Ucap Yu Wi dengan jujur dan serius.

   "Hanya kutahu cara penyembuhannya dari kitab yang kubaca dan belum pernah kupraktekkan. Maka hendaklah Yap-siocia pertimbangkan lagi, sebab masih ada satu cara lain, yaitu menambah berat kadar obat penawar yang kuberikan, cuma kadar obat itu terlalu keras, umpama racun dapat kupunahkan. akibatnya siocia harus menanggung kelumpuhan selama hidup,"

   "Waduh, jka aku diharuskan menggeletak ditempat tidur sepanjang tahun, mana aku betah"

   Seru Yap Jing.

   "sudahlah, mati atau hidup sudab takdir ilahi, janganlah Kongcu ragu lagi, silakan mulai saja."

   Yu Wi lantas mengambil sebuah peti kayu kecil, didalam peti banyak terdapat alat pertabiban, peti ini adalah milik Yok-ong-ya, waktu mau pergi peti ini telah ditinggaikan kepada Yu Wi.

   Dari dalam peti Yu Wi mengeluarkan 36 batang jarum emas yang berukuran berbeda-beda, yang pendek seperti jarum jahit biasa, yang panjang tidak sampai sejengkal.

   Lalu katanya kepada Khing-kiok.

   "Adik Kiok. harap bantu membukakan pakaian Yap-siocia."

   Kini Yap Jing sudah sukar bergerak, terpaksa dia membiarkan bajunya dibuka Khing-kiok satu persatu, sampai akhirnya hanya tertinggal kutang dan celana dalam saja.

   Khing-kiok merasa rikuh untuk membuka lebih lanjut, ia berpaling dan melihat Yu Wi lagi berduduk dengan prihatin, sikapnya itu mengingatkan orang kepada seorang pendeta yang alim.

   Tampaknya anak muda itu tidak bermaksud menyuruhnya berhenti membuka baju nona Yap.

   ia pikir mau-tak-mau harus kutelanjangi dia.

   Ketika ia mulai membuka celana dalam Yap Jing, dengan suara rada gemetar nona itu bertanya.

   "Apa ... apakah perlu buka lagi?"

   "Kalau tidak dibuka semua, cara bagaimana Toako dapat menemukan Hiat-to yang tepat"

   Ujar Khing-kiok.

   Meski sedang melakukan tugas sebagai seorang tabib, tapi tabib seperti Yu Wi sesungguhnya terlalu cakap.

   Tentu saja Yap Jing merasa risi dalam keadaan telanjang bulat di hadapan tabib ganteng ini.

   Tapi apa daya, dirinya sendiri yang minta disembuhkan, untuk menyembuhkan penyakitnya terpaksa dirinya harus tunduk dan menurut segala perintah sang tabib.

   Ketika Khing-kiok melepaskan kain terakhir dari tubuh Yap Jing, karena takut dan malu, Yap Jing terus memejamkan mata.

   Mendadak ia merasa sebuah tangan yang panas meraba bagian dadanya.

   sebagai gadis yang masih suci bersih, kecuali dirinya sendiri, belum pernah tubuhnya diraba orang lain.

   Keruan sekujur badannya menggigil dan merinding, ia angkat tangan untuk menolak tangan yang terasa panas itu.

   Mandadak terdengar suara bentakan.

   "jangan bergerak"

   Menyusul ia merasa Hiat-to dekat pinggang kesemutan, jarum yang cukup panjang hampir ambles seluruhnya kedalam Hiat-to tersebut, habis itu tangan yang panas itu terus bergeser, beberapa Hiat-to berikutnya juga dicocok dengan jarum.

   Ke-36 Hiat-to penting tersebar di sekujur badan manusia, kepala, dada, punggung, tangan, kaki, bagian kemaluan.

   selesai bagian dada ditusuk jarum, lalu bergilir pada bagian lain dan yang terakhir adalah bagian anggota rahasia.

   Selesai menusuk kelima bagian tubuh yang lain sisa empat batang jarum lagi hanya dipegang Yu Wi dan tidak segera ditusukkan lagi.

   Melihat keraguan anak muda itu, Yap Jing lantas tahu apa sebabnya, kini sekujur badannya boleh dikatakan sudah rata diraba oleh Yu Wi, Jantungnya berdetak keras, ia pikir bila bagian "itu"

   Juga diraba, wah, bagaimana nanti? Sampai sekian lamanya tidak terasa Yu Wi menusuk lagi, jantung Yap Jing berdebur semakin keras, ia heran kenapa anak muda itu diam saja.

   sungguh ia ingin membuka mata untuk melihat betapa kikuknya tabib muda ini.

   Menurut dugaannya, sebabnya Yu Wi tidak segera menusukkan jarumnya lagi tentu karena takut dan kikuk.

   Padahal tidak begitulah persoalannya, Yu Wi melakukan tugas dalam kedudukannya sebagai tabib, sedikitpun dia tidak ragu dan mempunyai pikiran lain.

   Malahan Khing-kiok yang menyaksikan disamping juga mengira anak muda itu takut menyentuh anggota rahasia Yap Jing, makanya ragu-ragu dan tidak berani meneruskan tusuk jarumnya.

   Yang benar adalah sisa keempat jarum itu sangat penting dan berbahaya, sebab bagian tubuh manusia yang paling lemah dan peka justeru terletak di bagian anggota rahasia itulah.

   Kalau tusuk jarumnya kurang hati-hati.

   sedikit meleset saja, maka tamatlah hidup Yap Jing.

   Diam-diam Yu Wi lagi meyakinkan dirinya sendiri agar keempat jarum yang tersisa itu tidak boleh salah tusuk.

   Ia mengerahkan tenaga pada telapak tangan kiri, sebelum jarum menusuk telapak tangan kirinya digunakan meraba bagian Hiat-to yang bersangkutan dan menyalurkan tenaga murni ke situ agar jarum tidak sampai membuat cedera Hiat-to yang akan ditusuk.

   sejenak kemudian, setelah yakin bagian Hiat-to itu sudah terlindung oleh hawa murni yang disalurkannya, lain jarum ditusukkan pelahan kedalam empat Hiat-to yang masih tersisa.

   Selesai empat tusukan itu, seluruh badan Yap Jing benar-benar dalam keadaan lumpuh total, tapi bukan kelumpuhan badaniah melainkan kelumpuhan batin, seperti seorang yang mabuk arak.

   tenaga sedikitpun tidak ada.

   Yu Wi juga mandi keringat, karena baru pertama kali dia melakukan terapi tusuk jarum, lantaran tegang kelewat, tenaga murni yang dikeluarkan juga tidak sedikit, maka iapun sangat lelah, katanya kepada Khing-kiok.

   "Adik Kiok. harap beri minum lagi satu dosis obat penawar."

   Melihat keadaan Yu Wi yang sangat letih tak terkatakan rasa terima kasih Yap Jing, ia pikir jiwa sendiri telah diselamatkan anak muda ini, entah cara bagaimana harus membalasnya nanti.

   Yu Wi bersama Toat-pek dan Kau-hun-sucia tinggal dikamar luar, waktu mereka menjenguk Yap Jing keesokannya, warna kulit nona itu sudah pulih seperti biasa, Yu Wi membuatkan pula obat kuat dan menyuruh Khing-kiok menyeduhnya dan diminumkan kepada Jing.

   Tiga hari berturut-turut Yu Wi memberi minum obat kuat kepada Yap Jing, maka tenaga nona itupun pulih dengan cepat seperti sediakala.

   Yu Wi sendiripun merasa racun yang mengeram dalam tubuhnya tidak bekerja meski sudah lewat setengah tahun, ia tahu tidak sia-sia usahanya selama setengah tahun mempelajari isi kitab Pian sik sin Bian itu, nyata obat penawarnya telah membawa khasiat yang menggembirakan.

   Tentu saja dia sangat girang, ia pikir lewat beberapa hari lagi dapatlah dirinya membawa pergi Kan Hoay-soan untuk mencari sum-gan-siusu.

   Pagi hari itu, berkatalah Yu Wi kepada Toat-pek-sucia.

   "Penyakit Siocia kalian sudah sembuh, sekarang juga kalian boleh pergi."

   Kau-hun-sucia bergelak tertawa, katanya.

   "Murid Yok-ong-ya memang lain daripada yang lain, apabila Tocu kami mengetahui siocia kau selamatkan, beliau pasti akan sangat berterima kasih dan memberi balas jasa yang besar."

   "Ah, soal kecil ini masakah perlu balas jasa segala,"

   Ucap Yu Wi.

   "Jika tidak ketemu kau, didunia ini tiada orang lain lagi yang mampu menolong siocia,"

   Kata Toat-pek-sucia dengan tertawa.

   "Jadi ucapanmu terasa agak terlalu rendah hati, balas jasa sebagai tanda terima kasih kami tidak boleh dikesampingkan."

   "Lantas cara bagaimana kita harus terima kasih padanya Jiko?"

   Tanya Kau-hun-sucia.

   Toat-pek-sucia tidak menjawab, ia mengeluarkan sebatang seruling kecil berbentuk aneh, pelahan ia meniup seruling mini itu, seketika bergema suara melingking tajam.

   Yu Wi merasa seruling mini itu sudah pernah dilihatnya, cuma entah dimana.

   Tidak lama kemudian, empat sosok bayangan orang tampak berlari datang dengan cepat, hanya sekejap saja sudah masuk kekamar.

   Kiranya semuanya adalah perempuan muda berbaju putih dan berambut panjang semampir dipundak.

   Tangan dan kaki keempat gadis ini memakai gelang emas yang bersinar kemilauan, dandanan Mereka serupa kaum hamba dari keluarga hartawan, namun keempat gadis ini seperti membawa semacam gaya yang misterius, tangan masing-masing membawa sebuah talam emas yang ditutup dengan kain putih, dengan sangat hormat mereka menuju ke depan Toat-pek sucia .

   "Singkirkan kain penutup,"

   Kata Toat-pek-sucia.

   Yu Wi mensa heran darimana datangnya keempat gadis berbaju putih ini, kalau dikatakan datang ikut Yap Jing, mengapa petang tempo hari tidak terlihat.

   Bila dilihat dari dandanan mereka yang sama anehnya dengan Kau-hun-sucia berdua, Yu Wi jadi sangsi jangan-jangan Yap Jing adalah pimpinan organisasi rahasia mereka? Sesudah kawanan budak berbaju putih itu membuka kain putih, terlihatlah talam yang mereka bawa itu penuh terisi emas intan dan batu manikam.

   "Keempat talam permata ini mohon Kongcu sudi menerimanya,"

   Kata Toat-pek-sucia dengan tertawa. Air muka Yu Wi berubah, katanya terhadap kawanan budak berbaju putih itu.

   "Lekas kalian bawa pergi barang-barang ini."

   "Batu permata ini tidak sedikit nilainya, apakah Kongcu merasa kurang banyak?"

   Tanya Kauhun- sucia . Yu Wi menjadi marah, katanya.

   "orang she Yu bukan manusia yang tamak harta. Kalau tidak lekas bawa pergi, segera akan kuusir kalian"

   "Barang-barang ini harus Kongcu terima, bahkan keempat budak inipun kami berikan seluruhnya,"

   Ujar Toat-pek-sucia dengan tertawa. Dengan gusar Yu Wi membentak.

   "Memangnya kalian anggap aku ini orang macam apa?"

   "Jika Kongcu tidak mau terima, tentu siocia akan marah kepada kami, apapun juga mohon Kongcu sudi memberi muka dan sudi menerimanya,"

   Kata Toat-pek-sucia pula.

   "Dan kalau aku berkeras tidak mau terima?"

   Jengek Yu Wi.

   "Jiwa siocia kami telah kau selamatkan, mau-tak-mau harus kau terima,"

   Jawab Kau-hun-sucia . Diam-diam Yu Wi merasa penasaran, masakah didunia ini ada cara memberi hadiah dengan paksa begini, tapi ia lantas tertawa dan berkata.

   "Tidak, tidak dapat kuterima. Ingin kulihat cara bagaimana akan kalian suruh kuterima."

   Toat-pek-sucia lantas berseru.

   "Ayo, antarkan itu kedalam"

   Tapi baru saja kawanan budak berbaju putih itu hendak melangkah, mendadak Yu Wi membentak.

   "Berhenti"

   Kawanan budak itu tidak berhenti, segera Yu Wi hendak memburu maju untuk mencegatnya, pada saat itulah dari dalam kamar muncul seorang, ialah Yap Jing.

   "Sudahlah kalau Yu-kongcu berkeras tidak mau terima,"

   Kata nona cantik itu Dengan penasaran Kau-hun-sucia berkata.

   "Dia tidak mau terima berarti menghina kita."

   Tapi Yap Jing lantas memberi tanda kepada kawanan budak berbaju putih itu dan berkata.

   "Kalian boleh mundur kesana."

   Sesudah memberi hormat, dengan munduk-munduk keempat budak itu lantas mengundurkan diri keluar.

   "Yu- kongcu,"

   Kata Kau-hun-sucia.

   "harta benda tidak mau kau terima. lalu cara bagaimana kami harus berterima kasih padamu."

   "Jicek, Yu- kongcu bukanlah orang biasa. Budi besar tidak perlu dengan terima kasih, asal saja selalu kita ingat kebaikannya ini,"

   Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Kata Yap Jing dengan tertawa.

   "Siocia,"

   Uuap Kun-bun-sucia.

   "sudah hampir setengah tahun kita meninggalkan pulau, tentu Pocu sangat menguatirkan keadaanmu , bagaimana kalau sekarang juga kita berangkat pulang?"

   Yap Jing mengangguk.

   "Akan kusiapkan tandu untuk siocia,"

   Kataa pula, bergegas ia melangkah keluar.

   Yu Wi merasa heran akan hubungan antara Yap Jing dengan Kau-hun-sucia berdua, tampaknya seperti antara majikan dan hambanya, tapi mengapa Yap Jing menyebut mereka Jicek dan sacek (paman kedua dan ketiga).

   Yap Jing tertawa terhadap Yu Wi, katanya.

   "Terima kasih atas pelayananmu kepada kami selama beberapa hari ini."

   "Ah, tidak apa-apa."

   Ujar Yu Wi.

   "Toko obat ini adalah milik Yok-ong-ya, bila kalian ingin berterima kasih harus ditujukan kepada beliau."

   "Tidakkah kau sebut Yok-ong-ya sebagai suhu?"

   Tanya Yap Jing.

   "Beliau mengajarkan ilmu pertabiban kepadaku, tapi belum pernah berlangsung upacara pengangkatan guru."

   Tutur Yu Wi.

   "oo"

   Yap Jing bersuara pelahan- Lalu katanya pula.

   "Kutahu kau tidak suka menerima tanda terima kasih dariku, maka akupun tidak pelu banyak adat lagi."

   "Maksud tujuanku belajar ilmu pertabiban adalah untuk menolong orang dan tidak mengharapkan terima kasih dari orang yang kutolong,"

   Kata Yu Wi. Yap Jing termenung sejenak. setelah ambil keputusan sesuatu, tiba-tiba ia pandang Yu Wi dan berkata.

   "Akupun ingin membantu sesuatu pada mu."

   "Entah dalam hal apa kuperlu bantuanmu?"

   Tanya Yu Wi.

   "Tempo hari pernah kau tanya padaku apakah sukar untuk mengetahui penyakit yang diidap adik perempuanmu, tatkala mana tidak kujawab, sekarang hendak kukatakan bahwa penyakit adikmu memang benar sukar diketahui orang."

   "Kukira tidak,"

   Ujar Yu Wi.

   "Kutahu penyakit adikku adalah akibat pengaruh semacam ilmu gaib yang disebut Mo-sim-gan." --------------- =siapakah dan tokoh macam apakah sam-gan-siusu dan apa hubungannya dengan Yap Jing? = Dapatkah Yu Wi menemukan sam-gan-siusu dan apa pula yang akan dialaminya? = = Bacalah

   Jilid lanjutannya = = -------------- Yap Jing tampak melengak, Yu Wi lantas melanjutkan.

   "sedangkan di dunia ini orang yang mahir ilmu gaib Mo-sim-gan itu konon ialah sam- gan-siusu."

   "Jika sudah tahu, mengapa kau tidak berusaha memohon sam- gan-siusu menyembuhkan penyakit adikmu ini?"

   Tanya Yap Jing.

   "Justeru segera kami akan pergi mencari sam- gan-siusu,"

   Jawab Yu Wi.

   "Dan tahukah kau di mana tempat tinggal sam- gan-siusu?"

   "saat ini aku tidak tahu, tapi pada suatu hari pasti dapat kutemukan dia."

   "Tidak perlu lagi kau cari, kutahu sam-gan-siusu tinggal di Mo-kui-to (pulau hantu)."

   "Mo-kui-to?"

   Yu Wi menegas.

   "Dimana letak Mo-kui-to?"

   "Biar kukatakan juga sukar kau temukan, akan lebih baik jika kubawa kau ke sana..."

   Mendadak Toat-pek-sucia berteriak.

   "He, jangan siocia, tidak boleh kau bawa dia..."

   "Tidak menjadi soal Jicek,"

   Ujar Yap Jing dengan tertawa. Melihat sang siocia berkeras pada pendiriannya, Toat-pek-sucia tidak bersuara lagi.

   "Apakah urusan inikah yang kau maksudkan hendak membantu sesuatu pada ku?"

   Tanya Yu Wi.

   "Betul, Jika tidak kubawa kau kesana, biarpun kau cari sampai ke ujung langit juga sukar menemukannya. Umpama dapat bertemu dengan sam-gan-siusu juga belum tentu dia mau menyembuhkan adikmu dari pengaruh Mo-sim-gan."

   Yu Wi merasa kurang senang, katanya.

   "Adikku tidak ada permusuhan apapun dengan samgan- siusu, sekarang adikku telah dibuatnya hingga ling-lung begini, dengan alasan apa dia menolak menolongnya?"

   "Akupun tiduk tahu sebab apa ayahku menggunakan ilmu gaibnya terhadap adikmu,"

   Jawab Yap Jing.

   "Jika benar tidak ada permusuhan apapun, biarlah atas nama ayah kuminta maaf padamu."

   "Hah, sam- gan-siusu itu ayahmu?"

   Tanya Yu Wi menegas dengan terperanjat.

   "Betul,"

   Yap Jing mengangguk.

   "setiba di Mokui-to, pasti akan kumohon kepada ayah agar menyembuhkan penyakit adikmu."

   "Kau sendiri mahir Mo-sim-siit tidak?"

   Tanya Yu Wi.

   "Tidak."jawab Yap Jing sambil menggeleng.

   "diseluruh dunia hanya ayahku saja yang menguasai ilmu gaib ini. Kalau aku bisa, untuk apa jauh2 kuajak Kongcu ke Mo-kui-to?"

   Dalam pada itu Kau-hun-sucia telah kembali.

   "sacek. apakah tandunya sudah siap?"

   Tanya Yap Jing.

   "sudah, lagi menunggu siocia untuk berangkat,"

   Jawab Kau-hun-sucia.

   "Tunggu sebentar, kami akan bebenah apa yang perlu kami bawa,"

   Kata Yu Wi.

   "Jadi kalian mau ikut?"

   Yap Jing tertawa senang.

   "Maksudmu kuterima dengan baik, nanti kalau penyakit adikku sudah sembuh barulah kusampaikan terima kasih,"

   "jiwaku sudah kau tolong dan tidak menghendaki terima kasih diriku, maka, sedikit urusan ini jangan kau bicara tentang terima kasih segala, asal saja kalian tidak dendam kepada ayahku. jadi?"

   "Baiklah"

   Kata Yu Wi dengan ikhlas. Lalu buru-buru masuk ke dalam untuk bebenah. Dengan suara pelahan Kau-hun-sucia lantas bertanya.

   "siocia, apakah betul hendak kaubawa mereka ke Mo-kui-to?"

   "Tocu melarang keras orang luar menginjak pulau kita, hendaknya siocia pertimbangkan lagi,"

   Sambung Toat-pek-sucia.

   "Kutahu,"

   Kata Yap Jing.

   "Tapi dia sudah menolong jiwa ku, apakah kita tetap pandang dia sebagai orang luar?"

   Toat-pek-sucia tampak kuatir, katanya.

   "Tapi tanpa izin Tocu, apapun juga rasanya tidak aman. Bila Tocu marah dan tidak kenal ampun, maksud baik siocia kan berbalik membikin celaka mereka?"

   Sesungguhnya Yap Jing memang tidak dapat memastikan apakah ayahnva akan mengizinkan dia membawa orang asing ke Mo-kui-to atau tidak- ia termenung sejenak, akhirnya dengan tegas ia berkata.

   "Jika ayah marah kepada mereka, biarlah aku yang bertanggung-jawab, pasti kubela dan takkan mereka terganggu seujung rambutpun. Kuyakin ayah pasti akan ingat hubungan antara ayah dan anak."

   Toat-pek-sucia masih tetap kuatir, katanya.

   "Ya, semoga Tocu mengingat penyakit siocia telah disembuhkan olehnya dan takkan marah."

   Baru habis ucapannya, sekonyong-konyong sesosok bayangan orang melayang tiba, sampai di dalam kamar.

   "bluk", pendatang ini terbanting dilantai. Yap Jing berdiri di dekat pintu, dengan jelas dapat dilihatnya siapa orang ini, teriaknya kaget.

   "He, Giok-loh"

   Kiranya orang yang terbanting jatuh ini adalah salah seorang budak berbaju putih yang baru saja pergi itu.

   Cepat Toat-pek-sucia memburu maju dan membangunkannya, dilihatnya tubuh budak ini terluka tiga kali tusukan pedang, darah membasahi bajunya, jiwanya sangat berbahaya.

   "Apa yang terjadi?"

   Tanya Toat-pek-sucia cepat. Suara budak berbaju putih itu kedengaran lemah dan hampir tidak jelas, katanya.

   "Ad ... ada tu ....tujuh orang... ."

   "Tujuh orang apa?"

   Toat-pek-sucia menegas. Tapi budak itu tidak sanggup bicara lagi, baru saja mulutnya terbuka, segera napasnya putus, matanya mendelik, kematiannya cukup mengenaskan- "Kemana perginya ketiga budak yang lain"

   Teriak Kau-hun-sucia. Tiba-tiba suara seorang menjawab dengan dingin dan ketus.

   "Sudah pergi menghadap Giam-loong (raja akhirat)"

   "Siapa itu?"

   Bentak Toat-pek-sucia.

   Maka tertampaklah dari balik pohon dihalaman sana muncul tujuh orang, di antaranya ada tiga orang Hwesio dan tosu, empat orang lagi berdandan orang preman, semuanya menyandang pedang, usia masing-masing yang paling tua baru empat puluhan dan yang muda paling-paling baru likuran (dua puluh lebih).

   Suara yang dingin tadi diucapkan oleh satu-satunya tosu di antara rombongan pendatang ini.

   Terdengar dia berkata pula.

   "Inilah Jit-te-cu (tujuh anak murid) dari Bu-tong, Siau-lim, Kun-lun, Khong-tong, Hoa-san, Go-bi dan Tiam-jong."

   Toat-pek-sucia melompat ketengah halaman, serunya dengan tertawa.

   "Hahaha, rupanya para tokoh dari apa yang dinamakan Jit-tay-kiam-pay (tujuh aliran pedang) dunia persilatan kini berkumpul seluruhnya di sini"

   Menyusul Kau-bun-sucia juga melompat maju, teriaknya dengan gusar.

   "Siapakah yang membunuh dayang kami?"

   Tosu itu mendengus.

   "Hm, kalian berdua ini dari Mo-kui-to?"

   Toat-pek-sucia terkejut, ia heran darimana orang ini mengetahui Mo kui-to segala? Belum lagi ia menjawab, dengan pelahan Yap Jing juga telah maju ke tengah halaman, dengan lemah-lembut ia berkata.

   "Mengapa kalian membunuh pelayanku?"

   Kiranya waktu Yap Jing meninggalkan Mo kui-to, selain kedua sucia yang ikut sebagai pelindungnya.

   diam-diam iapun membawa empat pelayan.

   Lantaran kuatir rombongan mereka terlalu menyolok.

   maka keempat pelayan itu tidak ikut bersama kelompok Yap Jing, hanya bila bermalam di hotel barulah mereka menggabungkan diri untuk melayani si nona.

   Salah seorang tokoh dari tujuh aliran besar itu adalah seorang HHwesio siau-lim-si, Hwesio ini besar lagi gemuk- dengan tertawa ia melototi Yap Jing yang cantik molek itu, katanya.

   "Apakah kau ini sang Kuncu yang disebut-sebut oleh budak baju putih itu?"

   Tokoh Khong tong-pay juga seorang HHwesio, cuma perawakannya tinggi kurus dan hitam lagi, dengan tidak sabar ia membentak.

   "Budak cilik orang macam apa kau di Mo-kui-to?"

   Dengan aseran Yap Jing menjawab.

   "Kutanyai kalian, sebab apa kalian membunuh pelayanku?"

   "Hm, memangnya kau bicara dengan siapa?"

   
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Jengek si tosu dari Bu-tong-pay.

   "Di Mo kui-to kau disanjung sebagai Kuncu, di daratan sini kau tidak termasuk hitungan, selama hidupmu ini jangan harap akan pulang lagi ke Mo-kui-to."

   Yap Jing berkerut kening, mendadak ia melangkah maju.

   "plak", kontan tosu itu ditamparnya sekali. Belum lagi Tosu itu sempat berbuat apa-apa tahu-tahu Yap Jing sudah mundur lagi ke tempatnya semula, jengeknya.

   "Nah, kutanya lagi. sebab apa kalian membunuh pelayanku?"

   Ketujuh tokoh dari tujuh aliran besar itu sama melenggong oleh langkah ajaib Yap Jing itu sehingga sampai sekian lama tiada seorang pun memberi jawaban.

   Maklumlah, langkah ajaib yang digunakan Yap Jing itu tiada lain adalah Hui-liong-poh yang digunakan Yu Wi untuk merampas senjata Kan-hun-sucia tempo hari.

   Rupanya Yap Jing seorang gadis sangat cerdas, sekali pandang saja langkah Yu Wi itu lantas diingatnya dengan baik.

   Meski langkahnya tadi belum cukup sempurna, tapi disertai Ginkangnya sendiri yang tinggi, serangannya ternyata berhasil dengan baik dan membuat lawan terkejut.

   Habis itu barulah seorang murid Hoa-san-pay yang masih muda berseru.

   "Setiap orang yang berasal dari Mo-kui-to harus dibunuh?"

   "Mengapa harus dibunuh?"

   Tanya Yap Jing. Murid Hoa-san-pay itu mendelik, dengan mengertak gigi ia berkata.

   "Guruku telah dibunuh oleh Mo-kui-to kalian, biarpun orang Mo-kui-to kalian kubunuh habis juga belum cukup untuk membalas sakit hati kematian guru."

   Dengan tenang Yap Jing tanya pula.

   "siapa bilang gurumu mati di Mo-kui to?"

   "Jika ingin orang lain tidak tahu, kecuali diri sendiri tidak berbuat,"

   Kata murid Hoa-san itu dengan mengembeng air mata.

   "Dengan sendirinya ada orang mengetahui kematian guruku di Mo-kui-to, maka sekarang jangan harap kalian akan pergi dari sini dengan hidup,"

   "Kalian salah sasaran tampaknya,"

   Kata Yap Jing dengan tertawa.

   "siapa bilang aku ini datang dari Mo-kui-to? Keempat budak ini kubeli dengan uang, maka kalian harus ganti rugi uang jika tidak mau ganti nyawa."

   Tokoh Kun-lun-pay adalah seorang lelaki kekar berpakaian preman, ia tertawa keras dan berkata.

   "Haha, tidak nanti kami salah sasaran- Asal orang datang dari Mo-kui-to, sekali selidik pasti akan ketahuan. ah, Kuncu yang manis, jika kau takut mati, hendaklah kau bicara terus terang. Mengingat kau cuma seorang anak perempuan, bisa jadi jiwamu akan kami ampuni."

   Air muka Yap Jing rada berubah, pikirnya.

   "Mengapa sekali selidik lantas tahu orang berasal dari Mo-kui-to atau bukan? Darimana pula mereka tahu nama Mo-kui-to? Di balik urusan ini pasti ada rahasia yang perlu dikorek."

   Murid Tiam-jong-pay juga seorang pemuda keras, dengan gusar ia membentak.

   "Dari ketujuh aliran besar seluruhnya ada anggotanya yang mati di Mo-kui-to, permusuhan kita dengan pihak Mo- kui-to sedalam lautan, peduli dia lelaki atau perempuan, bunuh saja dan habis perkara."

   Kembali Yap Jing terkesiap.

   ia heran darimana orang-orang ini mengetahui anggota ketujuh aliran besar sama mati di Mo-kui-to? siapakah yang menyiarkan kejadian di Mo-kui-to kepada mereka? Dalam pada itu Kau-hun-siocia menjadi gusar.

   dengan bengis ia berteriak.

   "Kalian bilang setiap orang dari Mo-kui-to harus dibunuh. Nah, sekarang aku berdiri di sini, siapa yang berani membunuhku?"

   Ucapan Kau hun-sucia ini secara tidak langsung sama dengan mengakui dirinya memang berasal dari Mo- kui-to, malahan Toat-pek-sucia segera menyambung.

   "Mungkin tidak mampu membunuh orang, sebaliknya jiwa sendiri malah melayang."

   Baru habis berucap.

   segera ia lepaskan tambang yang melilit di pinggangnya, sekali sabet, segera kaki ketujuh orang itu hendak digulungnya.

   Melihat senjata lawan hanya seutas tali rumput ketujuh tokoh itu memandang remeh.

   Mereka tidak tahu bahwa tali itu kelihatannya seperti untiran rumput kering, padahal terbuat dari bulu kera dan serigala, bila tenaga dalam disalurkan kepada tali itu, kerasnya seperti baja.

   Ketika tali itu menyambar tiba dan terasa gelagat tidak enak, namun sudab kasip.

   kontan ketujuh orang itu tersapu jatuh tanpa kecuali.

   Melihat saudaranya sudah turun tangan, Kau-hun-sucia tidak mau ketinggalan, dia tidak bersenjata, namun dia bertenaga raksasa pembawaan, tanpa pikir ia cabut sebatang pohon tanggung, segera iapun menyapu dengan toya raksasa itu.

   Kungfu Tosu Bu-tong-pay paling tinggi di antara rekan-rekannya, cepat ia menarik murid Tiamjong- pay yang berada disampingnya dan meloncat keatas sehingga sabatan batang pohon terhindar.

   Kelima orang lain juga sudah berjaga-jaga, merekapun sempat mengelak, berturut-turut mereka melolos pedang untuk menghadapi serangan lebih lanjut, tapi mereka sudah kehilangan kesempatan pertama, apalagi lawan mereka adalah tokoh kelas tinggi semacam Kau-hun dan Toat-pek-sucia, posisi mereka yang terdesak sukar dipulihkan lagi.

   Di tengah gelak tertawa Toat-pek-sucia, tambangnya berulang-ulang menyabet tiga orang lawan.

   Untung anak murid ketujuh aliran besar itu berlatih tekun sejak kecil, kekuatan mereka tidak lemah, meski babak belur tersabat oleh senjata musuh dan darah berceceran, namun tiada seorang pun yang jeri dan pantang mundur.

   Lantaran senjata yang digunakan tidak cocok, Kau-hun-sucia tidak dapat memperlihatkan kelihayannya, tapi batang pohonnya yang menyapu dengan dahsyat itu telah membuat ketujuh lawan terdesak kalang kabut, hanya sanggup menghindar dan tidak mampu balas menyerang.

   Setelah berlangsung lagi belasan jurus, setiap orang sama kena disabat oleh tali Toat-peksucia, juga tidak terkecuali si tosu dari Bu-tong-pay, diam-diam ia berpikir.

   "Kungfu kedua orang ini jauh di atas kami bertujuh, kalau bertempur secara terpisah jelas terlebih bukan tandingan mereka."

   Karena itulah mendadak si tosu berteriak.

   "Jit-sing-tin Pasang jit-sing-tin"

   Segera ia mendahului berdiri di tengah sebagai poros, lalu keenam rekannya cepat bertempur sambil menempati posisinya masing2.

   Jelas sebelum ini mereka sudah berlatih dengan baik Jit-sing-tin yang dimaksudkan.

   Begitu Jitsing- tin atau barisan bintang tujuh selesai diatur, serentak di sekeliling mereka seperti bertambah dengan selapis dinding baja.

   Tali Toat-pek-sucia sukar lagi menembus barisan pertahanan mereka, batang pohon Kau-hun-sucia juga tidak berguna.

   Setelah barisan bintang tujuh selesai dipasang.

   kembali si Tosu berteriak.

   "Balas serang"

   Begitu perintah diberikan, tujuh larik sinar pedang dengan tujuh macam ilmu pedang segera menusuk Toat pek dan Kau-hun-sucia.

   Karena kedua orang ini sudah tidak mampu menyerang ketengah barisan lawan, kini mereka terpaksa harus menangkis sinar pedang yang menyambar tiba itu.

   Maklumlah, ilmu pedang dari ketujuh aliran besar itu adalah kungfu andalan masing-masing, kini tujuh macam ilmu pedang bergabung, tentu saja daya serangnya bertambah lipat.

   Tertampaklah sinar pedang berhamburan kian kemari di sekeliling Kau-hun-sucia berdua.

   Toat-pek sucia bermaksud melilit pedang lawan dengan talinya, tapi sukar untuk menemukan sasarannya, sebaliknya kalau penjagaan sendiri sedikit kendur, secepat kilat sinar pedang lantas menyambar tiba, bila meleng sedikit saja, kalau tidak mati pasti juga akan terluka parah.

   Kau-hun-sucia bertahan dengan batang pohon, tapi senjata kasar dan berat begini tentu saja sukar menahan tusukan dan tabasan pedang, hanya sebentar saja batang pohonnya yang banyak ranting dan daun itu telah terbabat hingga gundul, tertingga batang pohon saja, Begini lebih baik bagi Kau-hun-sucia, Ia dapat menggunakan batang pohon itu dengan lebih lincah, segera ia memainkan sejurus ilmu toya.

   Walaupun hebat juga permainan toya ini, tapi tidak berani digunakan untuk menangkis pedang, kuatir terpenggal.

   Dengan demikian daya serangnya banyak berkurang.

   Lama-lama, semakin hebat barisan pedang para tokoh ketujuh aliran besar itu Kini Kau-hunsucia berdua sudah terkurung rapat di bawah sinar pedang mereka, untuk mundur dengan selamat terasa tidak mudah.

   sejak tadi Yap Jing hanya menyaksikan dengan tenang, sejauh ini tidak dilihatnya ada sesuatu yang hebat pada barisan pedang lawan.

   Nyata, biarpun dia cukup cerdas, tapi gerak perubahan barisan pedang yang ruwet dan ajaib itu sukar diselami dalam waktu singkat.

   Makin dipandang Yap Jing merasakan keadaan bertambah gawat, kalau dirinya tidak turun tangan membantu, kedua sucia ada kemungkinan akan binasa Terpaksa ia nekat, dengan bertangan kosong ia menerjang ke tengah barisan pedang musuh.

   Sejak kecil nona ini sudah banyak belajar macam-macam kungfu dan berbagai tokoh yang tinggal di Mo kui-to.

   seperti Toat-pek dan Kau-hun-sucia, merekapun pernah mengajari nona itu, sebab itulah Yap Jing memanggil mereka paman, padahal mereka tidak lebih adalah anak buah ayahnya.

   Begitu Yap Jing masuk kalangan pertempuran, seketika kedua sucia merasa longgar.

   daya tekan musuh banyak berkurang.

   Meski Yap Jing pernah belajar kungfu kepada mereka, tapi secara keseluruhan, kungfu si nona lebih tinggi daripada mereka.

   Baik pukulan maupun tendangan, semuanya gesit dan lihai.

   Akan tetapi pukulan dan tendangannya tetap tidak dapat membobol barisan pedang musuh, sebaliknya tambah lama tambah kuat barisan pedang bintang tujuh itu, daya serang barisan itupun semakin dahsyat.

   Tidak lama, kedua sucia merasakan tekanan musuh bertambah berat lagi.

   Belasan jurus kemudian, akhirnya Yap Jing sendiri juga terkepung.

   bahayanya tidak berkurang daripada Kau-hun berdua.

   Melihat gelagat jelek.

   cepat Toat-pek-sucia berteriak.

   "Lekas mundur siocia, biar kami menahan musuh bagimu"

   Kau-hun-sucia iuga berkaok-kaok.

   "Dirodok Barisan apa ini, begini lihai Lekas lari siocia, biar kami mengadu jiwa dengan mereka, cepat kau pulang ke Mo-kui-to untuk minta bala bantuan-"

   "Bila bantuan siocia datang, tentu riwayat kita sudah tamat lebih dulu, masakah kau sanggup menunggu?"

   Omel Toat-pek-sucia dengan tertawa. Dengan penasaran Kau-hun sucia berteriak.

   "Akan kuhantam mereka hingga sebulan lamanya."

   "Hahaha, sebulan?"

   Toat-pek-sucia bergelak tertawa.

   "Mungkin sebentar lagi kita akan pulang ke rumah nenek"

   Beberapa gebrakan lagi. Kau-hun-sucia tertusuk dua kali dan Toat-pek sucia juga tertusuk satu kali, melihat sang Siocia masih bertempur dengan nekat dan pantang mundur, cepat Toat-peksucia berteriak.

   "Jangan urus kami, siocia, lekas mundur. balas saja sakit hati kami kelak"

   Tapi Yap Jing seperti tidak mendengar seruannya dan masih bertempur sepenuh tenaga, sesungguhnya bukan dia tidak mau mundur, soalnya sekarang kepungan Jit-sing tin sudah tambah ketat dan sukar lagi untuk lolos.

   Mestinya dia ingin lapor kepada ayahnya bahwa di Mo-kui-to ada mata-mata musuh yang telah menjual berita rahasia kepada ketujuh aliran besar didaerah Tionggoan sehingga ketujuh ajiran besar yang sama sekali tidak akur satu sama lain ini, kini bersatu padu hendak menghadapi Mo-kui-to.

   Sekonyong-konyong tujuh larik sinar pedang serentak menyambar ke arah Yap Jing.

   serangan ini jelas akan membinasakan nona itu.

   sebab kalau Yap Jing sudah mati, untuk membunuh kedua sucia tentu bukan persoalan lagi.

   Terkesiap hati Yap Jing, diam-diam ia mengeluh.

   "Matilah aku"

   Syukurlah pada detik berbahaya itu, setitik sinar hitam mendadak menyambar tiba.

   "trang", ujung ketujuh pedang yang menusuk kearah Yap Jing itu sama patah. Waktu Yap Jing berpaling, tidak kepalang rasa girangnya, diam-diam ia berkata dalam hati.

   "Memang sejak tadi seharusnya kau turun tangan"

   Sinar hitam itu kiranya adalah pedang kayu besi Yu Wi, dia memainkan Hai-yan-kiam-hoat dengan langkah ajaib Hui liong-poh, keruan Jit-sing-kiam-tin tidak dapat menahan kedua macam kungfu yang hebat ini.

   Ketujuh orang itu tidak keburu menahan serangan masing-masing sehingga ujung pedang mereka tertabas patah oleh gedang kayu dengan tenaga dalam Yu Wi yang kuat itu.

   Sekali serang berhasil dan membikin keder lawan, segera Yu Wi melontarkan lagi serangan kedua.

   seketika menjerit kaget dan sakit ketujuh orang itu, pedang mereka sama mencelat, tulang pergelangan tangan mereka sama patah.

   "Lekas lari"

   Teriak si tosu Bu-tong-pay.

   "Hahaha Lari ke mana?"

   Kau-hun-sucia terbahak-bahak. dengan batang pohon ia menghantam pula. Tapi Yu Wi sempat menangkisnya dan menghadang di depan Yap Jing bertiga, ucapnya dengan suara tertahan.

   "Biarkan mereka pergi"

   Hanya sekejap saja ketujuh orang itupun sudah lari dan menghilang.

   "Barisan pedang yang dibentuk oleh Jit-kiam-pay (tujuh aliran pedang) pasti tidak cuma kelompok ini saja,"

   Kata Yu Wi.

   "Jelas mereka sengaja hendak memusuhi Mo- kui-to, maka lekas kalian pergi dari sini, kalau terlambat, mungkin akan datang lagi rombongan lain yang lebih tangguh dan sukar untuk melawannya."

   "Jika begitu, mengapa kau lepaskan mereka, bunuh saja semuanya kan beres dan mereka pun tak dapat menyampaikan berita kepada kawan-kawannya,"

   Kata Yap Jing dengan mendongkol.

   "Banyak membunuh orang tidak ada gunanya,"

   Kata Yu Wi.

   "Kau tidak mau membunuh mereka, kita yang akan dibunuh mereka "

   Kata Yap Jing.

   "seorang nona seperti dirimu masakah suka membunuh?"

   Ujar Yu Wi dengan kurang senang. Yap Jing tidak dapat menjawab, dengan mendongkol ia berkata.

   "Jika begitu, lekas lari saja"

   "Adik Kiok, mari lekas pergi"

   Seru Yu Wi. Lim Khing-kiok muncul dengan memanggul rangsel dan tangan lain menggandeng Kan Hoaysoan.

   Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Akan kemana dia?"

   Tanya Yap Jing dengan bingung.

   "Kemana kupergi, kesana pula dia ikut,"

   Jawab Yu Wi. Ucapan ini cukup tegas dan halus, hati Khing-kiok merasa sangat terhibur, pikirnya.

   "Selamanya Toako pasti takkan berpisah dengan diriku."

   Tanpa bicara lagi Yap Jing mendahului keluar, tandu pun tidak ditumpangi lagi, langsung mereka keluar kota.

   sementara itu Toatpek sucia telah disuruh membeli enam ekor kuda, masingmasing menunggang seekor kuda terus dibedal kearah timur.

   Setelah menempuh perjalanan sehari semalam, akhirnya mereka sampai di suatu pelabuhan yang tidak terkenal, mereka turun dari kuda dan berduduk di pesisir.

   "Jicek, carilah kapal,"

   Kata Yap Jing. Tanpa istirahat Toat-pek sucia terus berlari pergi menyusur pantai.

   "Adakah kapal di sini?"

   Tanya Yi Wi heran- "Pasti ada, sebentar Jicek akan kembali dengan kapal,"

   Kata Yap Jing. Yu Wi merasa tidak percaya, ia pikir sepanjang pantai itu tiada kelihatan bayangan sebuah kapal pun, darimana bisa diperoleh kapal? "Yu- kongcu,"

   Kata Yap Jing kemudian.

   "semalam berkat pertologanmu, kalau tidak, selama hidup ini tiada harapanku lagi buat pulang ke Mo-kui-to."

   "Membantu orang yang terancam bahaya adalah kewajiban kaum kita, tidak perlu kau pikirkan,"

   Kata Yu Wi. Diam-diam Kau-hun-sucia berpikir.

   "Karena kau ingin pergi ke Mo-kui-to, tentu saja kau perlu menolong kami. Hm, kalau tidak ikut kami, selama hidup jangan kau harap akan menemukan Mokui- to."

   Padahal masih ada suatu sebab lagi yang menjadi alasan Yu wi menolong mereka.

   Yaitu lantaran dalam daftar nama pembunuh yang diterimanya dari Ko siu itu terdapat juga anak murid Jit-tay-kiam-pay, hal ini menunjukkan dahulu pasti ada anak murid ketujuh aliran besar itu yang ikut mengerubuti ayahnya.

   Soalnya setiap nama yang tercantum dalam daftar nama pembunuh itu pasti dipandang hina dan dibenci oleh Yu Wi.

   Menurut anggapannya, tokoh persilatan yang dapat dibeli dengan uang untuk melakukan pembunuhan terhadap Kosiu, jelas mencemarkan nama baik dan semangat orang persilatan.

   Padahal ketujuh aliran besar itu terkenal sebagai aliran terhormat, tapi ada anak muridnya yang dapal dibeli, ini pertanda bahwa diantara anak murid berbagai perguruan itu tercampur juga oknum-oknum yang tidak baik.

   Teringat kepada kematian ayahnya, dalam gemasnya cara turun tangan Yu wi tadi tanpa ampun lagi, sekali pedangnya bekerja serentak barisan pedang lawan diboboinya, dua kali menyerang semua musuh dilukainya.

   Apabila dalam daftar nama pembunuh tidak terdapat anak murid ketujuh aliran besar, tentu serangan kedua takkan dipatahkan tulang pergelangan tangan mereka, paling-paling hanya digempur mundur saja.

   Begitulah, tidak lama kemudian, di ujung laut sana timbul setitik warna putih.

   "Aha, itu dia kapalnya"

   Seru Yu Wi.

   "Ya, memang sudah waktunya datang,"

   Ujar Yap Jing dengan tak acuh. Lambat-laun titik putih itu tambah jelas, itu adalah sebuah kapal cepat berlayar putih. Hanya sebentar saja kapal itu sudah mendekati pelabuhan. Entah kapan Toat-pek-sucia juga sudah berlari kembali.

   "Siapa nakhodanya?"

   Tanya Yap Jing.

   "Toako"

   Jawab Toat-pek-sucia.

   Tengah bicara, kapal cepat itu sudah berlabuh di tepi pantai, dari atas kapal diturunkan papan jembatan, yang muncul paling depan adalah seorang lelaki tua tinggi besar, wajahnya tidak sejelek Kau-hun dan Toat-pek-sucia.

   sambil melintasi papan loncatan dia berseru.

   "Apakah siocia di situ?"

   Toat-pek sucia berlari menyongsong kesana dan berteriak menjawab.

   "Betul, Toako, siocia telah pulang"

   Kakek gagah itu menuruni papan jembatan dan berlari kesini dengan langkah cepat, serunya dengan wajah berseri-seri.

   "siocia, syukurlah penyakitmu sudah sembuh, siang dan malam Tocu selalu terkenang padamu."

   Ketika mendadak dilihatnya Yu Wi, Lim Khing-kiok dan Kan Hoay-soan berbaring di pesisir, segera ia tuding mereka dan bertanya kepada Toat-pek-sucia yang sudah berada di sampingnya.

   "siapa mereka?"

   Dengan lelah Yap Jing berbangkit, katanya dengan tertawa.

   "Toacek, mereka adalah tamuku"

   Air muka kakek gagah itu rada berubah, tanyanya kepada Toat-pek-sucia.

   "Apakah sudah mendapat izin Tocu?"

   "Hakikatnya Tocu belum tahu,"

   Jawab Toat-pek-sucia sambil menggeleng. Ketika Yap Jing mendekatinya, kakek gagah itu memberi hormat, lalu berkata dengan suara tertahan.

   "siocia, tamumu tidak boleh naik kapal."

   "Mereka telah menolong jiwaku, kedatangan mereka ke Mo-kui-to karena ada urusan penting perlu minta pertolongan kepada ayah, maka kuberi izin kepada mereka untuk menumpang kapal kita, harap Toacek jangan merintangi."

   Si kakek gagah merasa serba susah, ucapnya.

   "Tapi Tocu... ."

   "Biarlah aku yang bertanggung jawab terhadap ayah,"

   Kata Yap Jing dengan menarik muka. Karena tak berdaya. terpaksa si kakek gagah berkata.

   "Jika begitu, silakan naik"

   Dalam pada itu Yu Wi bertiga juga sudah berbangkit. Khing-kiok bertanya kepada Yu Wi.

   "Toako, apa yang mereka bicarakan?"

   "Kakek gagah itu tidak memperkenankan kita naik kapal, tapi Yap-siocia memutuskan kita boleh ikut naik,"

   Tutur Yu Wi.

   Kau-hun-sucia berdiri dibelakang mereka, diam-diam ia terkejut mendengar keterangan Yu Wi itu, ia pikir tajam benar telinga bocah ini, padahal jaraknya cukup jauh, sedangkan dirinya tidak mendengar apapun pembicaraan sang siocia, tapi anak muda ini dapat mendengarnya dengan jelas, sungguh luar biasa.

   Terdengar Yu wi berkata pula.

   "Tampaknya kakek gagah itu terpaksa mengizinkan, mari kita kesana dan naik kapal."

   Segera Khing-kiok menggandeng tangan Kai Hoay-soan dan ikut Yu Wi menuju ke sana. sambil berjalan Khing-kiok berkata pula.

   "Toako, cara bagaimana paman Yap-siocia itu memanggil kapal ini?"

   "Entah, akupun tidak tahu,"

   Jawab Yu Wi pelahan.

   Dalam hati ia juga heran bahwa secara aneh kapal kakek gagah itu dapat dipanggil datang, malahan diketahuinya yang menunggu disini adalah Yap siocia, bahkan Toat-pek-sucia juga tahu nakhoda kapal ini adalah Toako atau kakaknya yang tertua, hal ini-jauh lebih mengherankan daripada datangnya kapal, entah cara bagaimana mereka saling memberi isyarat.

   Lalu terpikir pula olehnya.

   "Dari tanya-jawab tadi, agaknya semula Yap-siocia tidak tahu siapa nakhoda kapal ini, jangan-jangan kapal mereka yang operasi dilautan sini tidak cuma sebuah saja?"

   Semula kakek gagah itu tidak melihat jelas wajah Yu Wi, kini sesudah dekat dan melihatnya, tiba-tiba ia berseru kaget.

   "He, Kan-kongcu?"

   Lalu dilihatnya nona di samping Lim Khing-kiok, dengan tertawa ia menyambung pula.

   "Wah, Kan-kongcu juga membawa adik perempuannya ke Mo-kui-to?"

   Yap Jing merasa heran, tanyanya.

   "Toacek, siapakah Kan-kongcu yang kau maksudkan?"

   Kakek gagah itu menuding Yu Wi, jawabnya dengan tertawa.

   "siapa lagi kalau bukan dia. Bila tahu tamu siocia adalah Kan-kongcu, tentu tidak kurintangi."

   "Dia tidak she Kan, tapi she Yu,"

   Kata Yap Jing. Mendengar she Yu, sikap kakek gagah itu tampak terkesiap dan tidak bicara lagi.

   "Anda kenal Kan-kongcu?"

   Tanya Yu Wi. Bagian22 Dengan singkat kakek gagah itu menjawab.

   "Ya, pernah bertemu satu kali."

   "Toacek,"

   Kata Yap Jing dengan tertawa.

   "adik Yu-kongcu ini sakit dan perlu minta pertolongan kepada ayah, maka lekas kita berangkat pulang."

   "Masakah kau pun punya adik perempuan, Yu kongcu?"

   Jengek si kakek gagah.

   "Betul, kedua nona inilah adik perempuanku"

   Jawab Yu Wi dengan tersenyum.

   "Nona Lim itu tidak sama she dengan kau, masa dia adik perempuanmu?"

   Ujar Yap Jing. Yu Wi menuding Kan Hoay-soan dan menjawab.

   "Dia she Kan, dia juga tidak sama she dengan diriku."

   Yap Jing seperti menyadari duduknya perkara katanya.

   "Ah, rupanya setiap gadis yang lebih muda daripadamu tentu kau akui sebagai adik perempuan"

   "Juga belum tentu, perlu lihat dulu apakah dia memenuhi syarat menjadi adik perempuanku atau tidak,"

   Ujar Yu Wi.

   "Akupun lebih muda daripadamu, apakah kau sudi menerima diriku sebagai adikmu?"

   Tanya Yap Jing dengan tertawa. Yu Wi diam saja tanpa menjawab. Yap Jing menjadi kikuk karena tidak mendapat tanggapan yang memuaskan, berduka hatinya.

   "Yu-kongca,"

   Kata si kakek gagah.

   "apakah engkau yang menolong Siocia kami?"

   Yu Wi mengangguk.

   "Juga kau yang hendak memohon ayah Siocia kami untuk menyembuhkan penyakit nona Kan?"

   Tanya si kakek.

   "siocia kalian yang secara sukarela mau membantuku,"

   Kata Yu Wi.

   "o, jika siocia tidak membantumu. lalu bagaimana?"

   "Biarpun sampai kakiku patah juga akan kucari sam gan-siusu agar dapat menghilangkan penyakit adikku akibat pengaruh ilmu gaib yang dilakukannya,"

   Jawab Yu Wi tegas.

   "Hm, nona Kan bukan adik kandungmu, apakah Yu-kongcu tidak merasa terlalu banyak ikut Campur urusan orang lain?"

   Jengek si kakek.

   "Urusan didunia ini diurus oleh manusia dunia, kenapa diharuskan adik kandung sendiri baru boleh ikut urus?"

   Kata Yu Wi dengan tertawa.

   "Nona Kan mempunyai kakak kandung sendiri, perlu apa Anda bersusah payah ikut campur?"

   "Jika kakaknyaa da, tentu sajaa ku tidak perlu ikut campur."

   "Tentu saja kakaknya ada,"

   Ucap si kakek tanpa terasa.

   "Di mana?"

   Tanya Yu Wi. Si kakek merasa telanjur omong, cepat ia menjawab.

   "Mana kutahu?"

   "jika kau tidak tahu, tampaknya aku tetap harus ikut campur urusan ini,"

   Ujar Yu Wi dengan tertawa. Yap Jing merasa bingung oleh percakapan mereka. selanya.

   "He, apa yang kalian bicarakan? Naik kapal tidak?"

   Sekilas wajah si kakek tampak menampilkan rasa benci, jengeknya.

   
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Baiklah, boleh naik sekarang"

   Segera kakek itu mendahului naik keatas kapal disusul yang lain.

   setiap kelasi di atas kapal berseragam putih ringkas dengan ikat kepala putih pula.

   Melihat Yap Jing, semua kelasi itu berlutut dan menyembah padanya.

   Melihat penghormatan besar itu, diam-diarn Yu Wi membatin.

   "ini kan penghormatan cara kerajaan."

   Tanpa memandang para kelasi yang menjembahnya itu, langsung Yap Jing melangkah kedepan. Dari kabin kapal lantas muncul dua barisan gadis berbaju putih dan bergelang emas, semuanya memberi hormat sambil menyapa.

   "Kuncu sudah pulang"

   Yu Wi merasa heran.

   "Kalau ada Kuncu, tentu ada Kongcu, entah macam apa sang Kongcu."

   Kongcu atau Tuan puteri adalah sebutan puteri raja tertua, puteri raja lainnya disebut Kuncu.

   Kabin kapal sangat mewah, alat perabotnya serba indah.

   Setelah perjalanan sehari semalam, tentu saja Yu Wi dan lain2 sangat lapar.

   Baru saja mereka berduduk.

   segera pelayan berseragam mengaturkan santapan.

   semua tempat makanan terbuat dari emas.

   sekalipun bajak laut paling besar juga tidak semewah ini hidupnya.

   Makanan yang dihidangkan tergolong kelas tinggi.

   namun Khing kiok dan Hoay-soan tidak nafsu makan, soalnya mereka berdua tidak pernah berlayar, begitu naik diatas kapal lantas tidak enak rasanya.

   Setelah kapal berlayar.

   kepala mereka menjadi pusing dan jantung berdebar sambil tumpahtumpah, mana bisa lagi makan.

   Hanya Yu Wi tidak berhalangan, tapi lantaran melihat Khing kiok tidak enak badan, iapun tidak nafsu makan.

   la hanya makan ala kadarnya, lalu masuk kamar kabin untuk menjaganya.

   Yu Wi mendampingi Khing-kiok dan Hoay-soan di satu kamar, sepanjang hari jarang keluar.

   Kalau tiba waktunya, pelayan mengantarkan makanan dan keperluan lain.

   Antaran itu ada juga buah-buahan dan makanan kecil, yaitu untuk Khing-kiok dan Hoay-soan, sedangkan santapan lain untuk Yu Wi.

   Selama tiga hari, kecuali pelayan yang mengantarkan makanan itu, tidak ada orang lain lagi yang mengganggu mereka.

   Ssi kakek gagah memang kuatir kalau arah pelayaran mereka diketahui Yu Wi, jika pemuda itu hanya mengeram di kamar saja, hal ini kebetulan malah baginya.

   Yap Jing juga tidak datang menjenguknya.

   agaknya nona ini masih sirik padanya.

   Tapi apa yang membuatnya kurang senang sukar untuk diketahui.

   Pada hari keempat, datanglah Kau- hun-sucia mengetuk pintu dan berteriak.

   "Yu kongcu, sudah hampir sampai di Mo-kui-to."

   Hari ini keadaan Khing-kiok dan Hoay-soan sudah jauh lebih sehat. Yu Wi mengajak mereka.

   "Marilah kita melihat keatas kapal."

   Geladak kapal setiap hari disikat dan dicuci sehingga sangat bersih, berdiri di atas geladak kapal dan memandang langit nan luas tanpa bisa membedakan timur dan barat atau utara dan selatan, lebih- lebih tak tertampak bayangan daratan sama sekali.

   Memandangi gelombang laut yang mendampar-dampar itu, hati Yu Wi melayang jauh memikirkan kehidupan manusia yang serba kosong seperti mimpi ini.

   Tiba-tiba Yap Jing muncul di atas kapal, melihat Yu Wi lagi ngelamun dan Lim Khing-kiok tidak berada disampingnya, setelah ragu sejenak.

   akhirnya ia mendekati anak muda itu dan menegur dengan suara pelahan.

   "Di manakah adik perempuanmu?"

   Yu Wi berpaling, sapanya dengan tertawa.

   "o, Yap-siocia"

   "He, apakah tidak dapat kau panggil Jing-ji padaku?"

   Teriak Yap Jing. Yu Wi tertawa, katanya.

   "Adik Kiok berdua kepala pusing dan tidak berani naik kesini."

   Dengan rada iri Yap Jing berkata.

   "Baik benar kau terhadap kedua adikmu. satu langkah saja tidak mau berpisah."

   Yu Wi menghela napas, katanya.

   "selama empat hari ini mereka benar-benar tersiksa, apabila kau lihat mereka tentu akan merasakan mereka jauh lebih kurus."

   "Peduli mereka kurus atau tidak."

   Jawab Yap Jing dengan mendongkol. Yu Wi jadi melengak dan tidak tahu apa pula yang harus diucapkan. Tiba-tiba ia melihat titik hitam didepan sana, dengan girang ia berteriak.

   "Aha, itu dia Mo-kui-to. sudah sampai Bagus sekali"

   "Bagus apa?"

   Tanya Yap Jing.

   "Ya, sedikitnya kedua adik tidak perlu menderita lagi dalam pelayaran ini,"

   Kata Yu Wi.

   "Dan adikmu yang sinting itupun dapatlah disembuhkan."

   Tukas Yap Jing dengan gemas.

   "Hoay-soan tidak sinting, Siocia jangan keliru."

   Ujar Yu Wi dengan kurang senang.

   Lalu ia pandang Mo-kui-to yang semakin dekat dan tidak menghiraukan Yap Jing lagi.

   Bantahan Yu Wi menyakitkan hati Yap Jing, sampai hampir saja ia mencucurkan air mata.

   Pulau Hantu itu ternyata tidak kecil, dibagian tengah pulau tampak lereng gunung membentang panjang, bentuk lereng gnnung itu serupa seorang raksasa bertanduk yang bertiarap di atas pulau.

   Mungkin dari sinilah pulau ini mendapatkan julukan sebagai Pulau Hantu.

   Pelahan kapal mulai merapat kepantai, pantai pulau ini hanya batu karang belaka, dermaganya cukup ramai, disebelah sana tampak berlabuh sebuah kapal lain, kawanan kelasi berseragam putih sedang naik ke atas kapal.

   Yu Wi pikir.

   "Entah kapal ini hendak berlayar ke mana?"

   Pada saat itulah, terdengar suara benturan, kapal yang ditumpangi telah membentur batu pantai, kapal sudah merapat, papan jembatan diturunkan pelahan dirisi kakek gagah mendahului menuju ketepi geladak dan berkata dengan hormat.

   "silakan turun, siocia"

   Khing-kiok dan Hoay-soan juga sudah dibawa keatas geladak.

   "Para tamu juga dipersilakan turun,"

   Seru Yap Jing. Tanpa memandang Yu Wi lagi, ia mendahului turun melalui papan jembatan. setiba di pantai, terdengar orang banyak bersorak-sorai.

   "Kuncu sudah pulang"

   Menyusul Yu Wi bersama Khing-kiok dan Hoay-soan juga ikut turun, tapi baru sampai di tengah jembatan, tiba-tiba Yu Wi melihat seorang sedang naik keatas kapal yang hampir berangkat itu, segara ia berteriak.

   "Kan ciau-bu"

   Memang betul, orang yang sedang naik kapal itu memang Kan ciau-bu adanya.

   Demi melihat Yu Wi dan Lim Khing-kiok serta Kan Hoay-soan mengikut dibelakangnya, seketika air muka Kan ciau-bu berubah hebat, mendadak ia tidak jadi naik keatas kapal, tapi terus melompat turun kedaratan dan berlari kembali ketengah pulau.

   Melihat Kan ciau-bu juga berada disini, tentu saja kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Yu Wi.

   Ada banyak urusan yang tidak jelas perlu ditanyakannya kepada Kan ciau-bu.

   Pertama yang ingin ditahuinya adalah tentang keadaan Thian-ti-hu, selain itu iapun ingin tanya cara bagaimana Ciau-bu akan menyelesaikan akibat yang ditimbulnnya atas perbuatannya di Ma-siau-hong, yakni menyangkut diri Lim Khing-kiok.

   Akan tetapi begitu melihat dia segera Kan ciau-bu kabur secepatnya.

   hal ini sungguh membuatnya tidak habis mengerti.

   Yu Wi heran mengapa Cia u-bu lari terbirit-birit seperti melihat setan, padahal dirinya tidak bermaksud berkelahi dengannya tapi ingin berunding dengan baik, segera Yu Wi melayang turun dari papan jembatan sambil berteriak.

   "Jangan lari, ingin kutanya padamu"

   Tapi bukannya berhenti, sebaliknya lari Kan ciau-bu terlebih kencang, hanya sebentar saja ia sudah sampai di ujung barat laut pulau. Tanpa pikir Yu Wi terus mengejar ke sana.

   "Toako, Toako..."

   Khing-kiok berteriak-teriak. segera iapun hendak menyusul, tapi teringat kepada Kan Hoay-soan yang digandengnya, mana dia tega meninggalkan nona yang ling lung ini.

   "Yu-kongcu, Yu kongcu...."

   Yap Jing juga berteriak. Ia tidak tahu siapa orang yang dikejar Yu Wi itu, terpaksa ia menyusul kesana sambil berteriak.

   "Kembali. hai, kembali Tidak boleh kesana"

   Kiranya di sebelah barat laut pulau itu ada suatu daerah terlarang, siapa pun tidak berani masuk kedaerah terlarang tersebut.

   Maka Yap Jing menjadi kuatir kalau Yu Wi menerjang masuk kedaerah terlarang itu.

   Ginkang Kan ciau-ba cukup tinggi dan tidak dibawah Yu Wi, apa lagi dia lari lebih dulu.

   seketika Yu Wi tidak dapat menyusulnya.

   Jarak kedua orang ada belasan tombak jauhnya, keduanya samasama lari secepat terbang.

   Ginkang Yap Jing lebih rendah, ia ketinggalan belasan tombak dibelakang dan berteriak-teriak.

   "Hai, kembali, kembali, tidak boleh ke sana...."

   Meski dengar seruan Yap Jing itu, tapi Yu Wi tidak berani berhenti, sebab kalau berhenti tentu sukar lagi menyusul Kan ciau-bu.

   Kejar mengejar itu berlangsung lagi sekian lamanya, mendadak Yu Wi melihat seonggok tulang putih, maju lagi kembali dilihatnya seonggok.

   lebih maju lagi bahkan onggokan tulang berserakan dimana, sedikitnya ada tulang-belulang ratusan mayat manusia.

   Mayat itu bergelimpangan disebuah selat yang memang sempit, Kan ciau-bu terus berlari kedalam selat itu tanpa berhenti.

   Selagi Yu Wi hendak ikut terjang ke sana, tiba-tiba dilihatnya pada dinding karang dimulut selat itu terukir tiga huruf besar.

   "Put-kui-kok"

   Atau "Lembah tidak kembali". Ia terkejut, diam-diam ia mengulang nama itu.

   "Put-ku-kok. Put-kui-kok... ."

   Hanya sejenak ia ragu-ragu, tapi lantas tidak hiraukan lagi dan berlari masuk kedalam lembah. Sudah terlambat waktu Yap Jing menyusul tiba, Yu Wi sudah menghilang. Ia berdiri termenung diluar lembah itu sambil berdoa.

   "semoga kau dapat keluar lagi dengan selamat."

   Tapi dia hanya dapat berdoa saja dan tidak berani yakin anak muda itu dapat keluar lagi dengan selamat, sebab untuk keluar lagi dengan selamat boleh dikatakan tidak mungkin.

   -0O.O0- O -OO^OO- 0 -0O.O0- Begitu mengejar kedalam lembah segera Yu Wi kehilangan jejak Kan ciau-bu, ia pikir mungkin karena berhentinya di mulut lembah tadi sehingga Kan ciau-bu sempat lari, tapi pasti berada di depan sana.

   Segera ia percepat langkahnya dan mengejar lebih jauh.

   Jalan di selat yang sempit itu semakin gelap dengan angin semilir dingin merasuk tulang.

   sembari berjalan Yu wi juga berteriak.

   "Kan ciau-bu, Kan ciau-bu... ."

   Suaranya bergema nyaring, dilembah yang sunyi ini, selain gema suara teriakan hanya ada suara langkah Yu Wi sendiri.

   Mendadak ia berhenti berteriak, lalu mendengarkan dengan cermat.

   Kini yang tertinggal hanya suara langkah Yu Wi saja, sejenak kemudian, dari arah sana juga bergema suara orang berjalansuara ini terdengar dengan jelas dan pasti.

   Yu Wi tidak berjalan lagi, maka suara "srak-srek"

   Di depan dapat terdengar dngan lebih nyata.

   "Jangan-jangan Kan ciau-bu berlari balik kemari?"

   Demikian pikir Yu wi.

   Jalan selat yang sempit itu berliku-liku sehingga tidak kelihatan keadaan di depan sana, tapi arah langkah orang itu semakin mendekat.

   sekonyong-konyong sesosok bayangan orang muncul dari pengkolan sana, terlihat orang itu berjalan dengan langkah sempoyongan, seperti terluka parah dan sukar untuk berjalan.

   Mata Yu Wi sangat tajam, meski di tempat yang remang-remang tetapi dari jarak puluhan tindak jauhnya dapat dilihatnya pendatang ini bukan Kan ciau-bu melainkan seorang Hwesio.

   Dilihatnya si Hwesio berjalan lagi beberapa langkah dengan terhuyung-huyung.

   mendadak ia jatuh terkapar sambil merintih pelahan- Cepat Yu Wi berlari maju, ia tidak berani membangunkannya dengan segera, tapi ditanyainya lebih dulu.

   "siapa kau? Apakah terluka?"

   Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Hwesio itu terkapar di atas batu kerikil yang berserakan, punggungnya tampak berjumbul naikturun, jelas bernapas saja sangat sulit. Segera Yu Wi berkata pula.

   "Lekas katakan, siapa kau? Aku dapat menolong lukamu."

   Sakuatnya Hwesio itu meronta dan berkata "Aku Hoat-hai ...."

   "Hoat-hai?"

   Seru Yu Wi terkejut.

   Kiranya pimpinan siau-lim-pay sekarang adalah angkatan yang memakai nama Hoat, kecuali pejabat ketuanya yang bergelar Hoat-pun, tokoh lainnya yang seangkatan dengan dia adalah Hoat-hai dan Hoat-ih.

   Ketiga orang itu terkenal sebagai siau-lim-sam-lo atau tiga tertua siau-lim-si.

   Nama mereka terkenal dan disegani.

   Sungguh tak terduga oleh Yu Wi bahwa Hwesio yang terluka ini ialah Hoat-hai, pikirnya.

   "Mengapa paderi siau-lim-si ini bisa berada di sini dan kenapa pula sampai terluka? siapa kah yang mampu melukainya?"

   Cepat ia membangunkannya dan dibaringkannya pada pangkuannya sendiri, dilihatnya bagian tubuh depan Hoat-hai berlumuran darah, lukanya silang melintang tak terhitung banyaknya, melulu bagian muka saja ada lebih 20 luka sehingga sukar dibedakan mata-telinga dan hidung atau mulutnya.

   Yu Wi coba memeriksa lebih teliti luka yang mumur itu, dilihatnya semua luka itu adalah bekas tebasan pedang, bahkan setiap luka itu dalamnya atau panjangnya serupa, seolah-oloh setiap kali sudah diukur lebih dulu, habis itu baru muka Hoat-hai disayat.

   Terdengar Hoat-hai berucap pula dengan suara lemah dan terputus-putus.

   "sia ... .sia-kiam, sia-kiam muncul lagi....."

   "Sia-kiam (Pedang Jahat)? Apa artinya sia kiam?"

   Tanya Yu Wi dengan bingung.

   Mendadak tubuh Hoat-hai kejang dengan hebat.

   Yu Wi menggeleng kepala, ia tahu luka Hoa-hai terlalu parah, pada tubuhnya itu sedikitnya ada belasan luka tebasan pedang, untuk menyembuhkan jelas maha sulit.

   Tampaknya jiwanya hampir tamat, bila dia kejang lagi dan kehabisan darah itu akan meninggalkan dunia-fana ini.

   Dengan menyesal berkatalah Yu Wi.

   "Locianpwe, bicaralah jika engkau ada pesan apa-apa lagi, sekuatnya Wanpwe pasti akan melaksanakan pesanmu."

   Mata Hoat-hai sudah buta tertusuk pedang, la tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa, lebih-lebih tidak tahu Yu Wi ini kawan atau lawan, dari ucapan Yu Wi yang tulus ikhlas itu, ia coba mengerahkan segenap sisa tenaga yang masih ada dan berseru sekuatnya dengan parau.

   "Antarkan Ji... Ji-ih-leng ini ke ...ke siau-lim-si dan .... dan katakan sia-kiam telah .... telah muncul lagi... ."

   Bicara sampai di sini, kedua tangannya menarik baju Yu Wi sekuatnya sambil berteriak.

   "Lihai ... lihai benar sia-kiam itu... ."

   Setelah berkelojotan beberapa kali, lalu Hwesio itu tidak bergerak lagi, tapi kedua tangannya masih mencengkeram erat leher baju Yu Wi, seolah-olah musuh yang dicengkeramnya dan hendak diajaknya gugur bersama.

   Melihat kematian Hoat-hai yang mengenaskan itu, basah juga mata Yu Wi.

   Ia buka kedua tangan Hoat-hai yang juga penuh luka itu dan membaringkan Hwesio itu di tanah.

   Rupanya kematian Hoat-hai benar- benar sangat penasaran sehingga matanya masih mendelik, pelahan Yu Wi merapatkan kelopak mata Hwesio itu dan berkata.

   "Tidurlah dengan tenang. Cianpwe, pasti akan kuantar Ji-ih-leng ini ke siau-lim-si."

   Di dekat situ ada sebuah gua karang, Yu Wi membawa jenazah Hoat-hai ke dalam gua, dengan hormat ia membaringkan Hwesio yang sudah tak bernyawa itu, lebih dulu ia minta maaf, lalu memeriksa sakunya, ditemukannya sepotong Giok-ji-ih (semacam benda mainan terbuat dari batu kemala) sebesar telapak tangan berwarna putih mulus.

   Yu Wi tahu Giok-ji-ih ini adalah tanda pengenal paling terhormat di siau-lim-si, dengan hati-hati ia menyimpannya dalam baju.

   Dengan tanda pengenal Giok-ji-ih itu barulah berita yang akan di sampaikannya nanti dapat dipercaya oleh paderi siau-lim-si, cuma entah mengapa dirinya hanya disuruh menyampaikan berita sia-kiam muncul lagi"

   Ia pikir "Sia-kiam"

   Mungkin dimaksudkannya seorang tokoh ahli pedang, yang melukai Hoat-hai dengan ratusan tebasan pedang itu. Padahal tokoh siau-lim-si yang memakai nama "Hoat"

   Adalah paderi yang disegani orang persilatan, tapi sekarang musuh mampu melukainya beratus kali, kejadian ini sungguh sangat mengejutkan dan juga sangat mengerikan, seumpaa hendak menggores pada tubuh seorang mati dengan luka yang panjang dan dalamnya sama juga sulit, apalagi tokoh kelas tinggi seperti Hoathai ini.

   Membayangkan betapa lihainya "sia-kiam"

   Dimaksudkan itu, Yu Wi menjadi ngeri juga, kiranya.

   "Tokoh sia kiam ini sungguh terlalu menakutkan."

   Ia menyumbat mulut gua dengan batu, habis itu ia memberi hormat dari luar gua dan berucap.

   "

   Harap cianpwe istirahat tenang di sini, bila Wanpwe ke siau-lim-si, tentu akan kuminta layon Locianpwe dipindah."

   Sekarang tidak mungkin lagi baginya untuk menyusul Kan ciau-bu, tapi lembah ini hanya ada satu jalan saja, betapapun Yu Wi tidak rela, selangkah demi selangkah ia masuk lagi lembah itu lebih jauh, pikirnya.

   "sekalipun tidak menemukan Kan ciau-bu, tiada jeleknya kalau bisa bertemu dengan tokoh sia-kiam itu."

   Sama sekali tak terbayang olehnya bahwa dilembah ini mungkin berdiam seorang iblis yang ganas dan gemar membunuh orang, bisa jadi dirinya juga akan dicelakainya.

   Jalan lembah itu ada beberapa ratus kaki panjangnya, pada ujung sana keadaan lantas terang benderang, tertampak di tengah lembah adalah tanah datar, sawah berpetak-petak dengan tanaman padi yang menghijau, gili-gili sawah teratur dengan baik dengan irigasi yang lancar.

   Di kejauhan, dipematang sana, kelihatan ada beberapa lelaki berdandan sebagai petani, mereka tidak tahu lembah ini telah kedatangan orang asing, masih asyik memandangi sawah dengan termangu.

   Yu Wi menuju kesana, ia memberi hormat keseorang petani yang ditemuinya dan bertanya.

   "Numpang tanya, apakah Toako ini melihat seorang berlari kemari?"

   Petani itu menoleh dan memandang Yu Wi dengan kaku, tidak memperlihatkan rasa kejut, juga tanya cara bagaimana Yu Wi masuk ke lembah ini, dia hanya menggeleng kepala.

   "Apakah boleh kumaju ke depan sana?"

   Tanya Yu Wi. Tapi petani itu tetap goyang kepala tanpa suara.

   "Jangan-jangan seorang dungu atau tuli?"

   Pikir Yu Wi dengan mendongkol. Pada saat itulah, tiba-tiba petani itu turun kesawah, sekali meraih, seekor ular dicengkeramnya. karena yang dipegang bukan leher ular di bawah kepala. ular itu sempat memagut tangan si petani yang kasar dan kuat itu.

   "Wah, celaka"

   Teriak Yu Wi kaget.

   Tapi dilihatnya si petani seperti tidak tahu apa2 sebaliknya malah tertawa.

   Diam-diam Yu Wi merasa heran mengapa orang ini sedemikian bodoh dan membiarkan tangannya digigit ular, untung cuma seekor ular air biasa, kalau ular berbisa, kan bisa celaka? Tengah berpikir, tiba-tiba dilihatnya petani itu mengangkat tangannya, kepala ular itu terus dimasukkan ke dalam mulut lalu sekali gigit, kepala ular lantas perotol, lalu dikunyah seperti orang makan ketela dan ditelan kedalam perut.

   Habis itu ia gigit lagi badan ular yang dipegangnya dan diganyangnya mentah-mentah.

   Hanya sebentar saja ular hidup itu telah dilalapnya habis.

   Merinding Yu Wi menyaksikan orang makan ular hidup cara begitu.

   Dilihatnya dipemantang sawah sana seorang petani lain juga turun ke sawah, cepat Yu Wi mendekatinya, ia sangka petani itu tentu juga akan menangkap ular untuk dimakan, lantas terlihat yang ditangkap petani ini bukanlah ular melainkan seekor katak buduk, katak inipun diganyangnya mentah-mentah seperti rekannya tadi.

   Hampir saja Yu Wi tumpah, serunya.

   "Hei. hei, itu tidak boleh dimakan"

   Petani itu berpaling dan menyengir terhadap Yu Wi tanpa bicara.

   lalu makan lagi dengan nikmatnya.

   Mestinya Yu Wi ingin tanya padanya, tapi melihat keadaannya yang seram itu, ia gleng-geleng kepala dan meninggalkannya dengan cepat.

   Di dekat situ masih ada beberapa petani lain, melihat Yu Wi lalu di situ, mereka tidak gubris dan tidak ambil pusing.

   Yu Wi tahu semua petani itu pasti orang sinting, tapi pasti bukan sinting pembawaan melainkan terkena pengaruh ilmu gaib.

   Jiwa Yu Wi memang luhur dan mulia, ia pikir Kokcu (penguasa lembah) ini sungguh terlalu jahat.

   petani yang berada disini pasti ditangkapnya dari tempat lain, lalu disihir kemudian diperbudak.

   Kasihan orang orang ini, karena ling lung, bila lapar mereka lantas makan segala apa yang dilihatnya.

   Diam diam Yu Wi bertekad akan mencari sang Kokcu unluk memprotesnya caranya yang tidak berprikemanusiaan ini.

   Setelah melintasi pematang sawah yang berpetak-petak itu, akhirnya kelihatan sederetan rumah gubuk didepan sana.

   Sekeliling rumah gubuk itu penuh tumbuh pohon bambu yang tinggi, didepan rumah ada lapangan jemuran padi, tapi saat itu tidak ada jemuran, hanya ada seorang kakek sedang berjemur sinar matahari dengan bersandar di sebuah kursi malas.

   Suasana ini melukiskan ketenangan hidup dipedusunan dengan sawah ladangnya yang subur, apabila sudah lelah bakerja lantas istirahat, hidup aman tenteram tanpa gangguan apapun.

   Yu Wi menyeberangi sebuah jembatan kayu yang sederhana yang melintang diatas sebuah sungai kecil dengan airnya yang jernih, dan tiba dilapangan jemuran itu Dilihatnya si kakek lagi tidur.

   Maka ia berhenti melangkah, tidak berani mengganggu kenyenyakan tidur si kakek.

   Ia coba mengamat-amati kakek itu, perawakannya sedang, berbaju warna kelabu dari kain kasar.

   wajahya yang kelihatan welas asih penuh dihiasi keriput itu tepat adalah model petani tua didesa.

   Di samping kursi malas tempat berbaring kakek itu ada sebuah keranjang, mulut keranjang itu bundar kecil bertutup.

   tapi bagian bawah besar, entah apa isinya.

   Sejenak Yu Wi berdiri di situ, ia pikir hanya berdiri saja bukan cara yang baik, Padahal di sekitar situ tidak ada orang lain, untuk tanya tempat kediaman sang Kokcu terpaksa harus membangunkan petani tua ini.

   Selagi ragu apakah perlu mengganggu orang atau tidak.

   tiba-tiba si petani tua menguap.

   lalu membuka mata, ia tertawa demi melihat Yu Wi berdiri di depannya.

   Yu Wi melihat mata orang yang terpentang itu hanya sebelah saja, yang sebelah tetap terpejam, seketika ia tertegun sehingga lupa bertanya.

   Petani tua itupun tidak tanya darimana dan untuk apa Yu Wi datang kesitu, ia lantas membuka keranjang, satu-satunya mata yang terpentang itu mengincar isi keranjang.

   "Apa isi keranjang itu?"

   Pikir Yu Wi dengan heran- Tampaknya petani tua itu mengincar baik sesuatu didalam keranjang, habis itu mendadak tangannya terjulur kedalam keranjang, lalu ditariknya keluar seekor ular belang berekor merah dengan kepala berbentuk segi tiga.

   "Hah,Jiak bwe-coa...."

   Diam-diam Yu Wi berteriak kaget.

   Jiak-bwe-coa atau ular berekor merah adalah satu diantara kesepuluh jenis ular berbisa yang paling jahat di dunia ini, bila orang tergigit, dalam waktu singkat orang akan mati.

   Dilihatnya bagian yang terpegang si petani tua tepat di bawah leher ular, maka ular ekor merah itu tidak dapat memagut, terpaksa hanya ekornya saja melingkar-lingkar.

   Petani tua itu tertawa terkekeh memandangi kepala ular, Melihat wajah tertawa orang, terkesiap Yu Wi, sebab tertawa nya yang dingin dan kejam ini tidak cocok dengan wajahnya yang semula kelihatan welas-asih itu, dalam waktu sekejap itu si petani tua seolah olah telah berubah menjadi seorang lain.

   Begitu lenyap tertawanya, segera petani tua itu membuka mulut dan menggigit putus kepala ular itu Ketika si petani tua memegang ular, segera Yu Wi berpikir orang tentu akan makan ular itu.

   Tapi juga terpikir olehnya mungkin orang takkan makan ular berbisa jahat ini.

   siapa tahu petani tua ini tetap mengganyangnya mentah-mentah.

   Keruan Yu Wi terkesiap.

   ia heran apakah orang ini tidak tahu ular yang di ganyangnya itu berbisa? Tapi setelah berpikir lagi, ia merasa tidak begitu halnya.

   sebab kalau melihat caranya si petani tua menangkap ular, bagian bawah kepala yang dipencet sehingga ular berbisa itu tidak mampu memagut, jelas petani tua ini sudah berpengalaman dan tahu di mana letak kelemahan ular ekor merah itu.

   Selain itu juga cara makan petani tua ini berbeda dengan petani-petani tadi, cara makannya Jelas ada maksud tertentu dan tidak asal makan saja untuk tangsal perut yang lapar.

   Apa yang diduga Yu Wi itu ternyata betul, maksud tujuan petani tua ini makan ular memang bukan untuk tangsal perut lapar, sebab setelah kepala ular digigit perotol, badan ular lantas dibuangnya, hanya kepala ular saja yang diganyang.

   Selesai lalap kepala ular itu, si petani tua mengusap mulutnya, lalu mengulet kemalas-malasan.

   Diam-diam Yu Wi berpikir.

   "sudah tahu ular berbisa dan tetap d makan, jelas nyawamu tidak panjang lagi."

   Mendadak petani tua itu berdiri, lalu djemputnya lagi badan ular tanpa kepala itu, didekatinya Yu Wi dan disodorkannya bangkai ular itu. katanya singkat.

   "Boleh kau makan"

   Nadanya memerintah seperti sudah biasa terjadi hal demikian ini. Keruan air muka Yu Wi berubah. jawabnya dengan kurang senang.

   "Makanlah sendiri, aku bukan manusia liar"

   Petani tua itu tampak kaget.

   "Kau bisa bicara?"

   Tanyanya.

   "Aku ada mulut, ada lidah, dengan sendiriannya bisa bicara,"

   Sahut Yu Wi dengan mendongkol.

   "Kulihat kau datang dan berdiri diam saja, kukira kaupun seorang sinting,"

   Kata petani tua dengan tertawa.

   "Kau sendiri yang sinting, masakah kedatanganku tidak kau tanya dan tidak kau tegur,"

   Kata Yu Wi dalam hati. Dengan sendirinya kata- kata demikian tidak enak diutarakannya, diam- diam ia bertambah heran bahwa orang tua yang waras ini kenapa berani mengganyang ular berbisa? Didengarnya petani tua itu lagi bertanya.

   "

   Untuk urusan apa kau datang kemari?"

   "Numpang tanya, dimanakah kediaman Kokcu Put-kui-kok ini?"

   "Untuk apa kau cari dia?"

   Tanya si orang tua."

   "Ada urusan ingin kuminta penjelasan padanya."

   
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Urusan apa?"

   Tanya pula si petani tua. Yu Wi merasa orang terlalu banyak bertanya meski kurang senang, tetap ia jawab dengan ramah-tamah.

   "Jika Lotiang (bapak) tahu harap suka memberitahu, kalau tidak mau memberitahu, biarlah kupergi mencarinya sendiri"

   "Apakah kau tahu apa artinya Put-kui-kok?"

   Tanya si petani tua tiba-tiba.

   Dari nada pertanyaan orang, segera Yu Wi menduga tentu orang tua inilah sang Kokcu.

   Diam2 ia membatin lahiriah orang ini kelihatan welas-asih, tapi sesungguhnya hatinya berbisa seperti ular, jiwa manusia dipandang tidak berharga sama sekali, betapapun harus menghadapinya dengan hati-hati.

   Maka ia berlagak tidak tahu dan menjawab.

   "Put-kui-kiok. nama ini memang bagus. tapi juga biasa-biasa saja."

   "Biasa? Hm"

   Jengek si petani tua.

   "Put-kui-kok artinya barang siapa masuk ke lembah ini, maka jangan harap lagi dapat keluar dengan hidup."

   "Kukira belum pasti begitu,"

   Ujar Yu Wi dengan tertawa. Orang tua itu menarik muka, tanyanya dengan gusar.

   "siapa yang suruh kau kesini? Apakah Yap su-boh?"

   "Yap su-boh? siapa dia? Entah, aku tidak tahu,"

   Sahut Yu Wi sambil menggeleng.

   "Tapi ada kukenal seorang nona di pulau ini, namanya Yap Jing."

   "oo,"

   Petani tua itu bersuara heran.

   "kenal anak perempuannya dan tidak kenal ayahnya, apakah Yap Jing yang membawa kau ke sini?"

   Baru sekarang Yu Wi tahu sam-gan-siusu bernama Yap su-boh. Ia pikir Yap su-boh pasti kenal kakek aneh pemakan ular ini, bahkan hubungan mereka pasti sangat akrab. makanya nama Yap Jing juga dikenalnya. Ia lantas menjawab.

   "Bukan, Yap Jing tidak membawaku kesini. sebaliknya dia malah mencegah kedatanganku ini."

   "Budak itu tahu larangan di lembah ini, dengan sendirinya dia merintangi kau masuk ke sini,"

   Jengek si orang tua.

   "Tapi kau sengaja menerjang tanpa menghiraukan peringatan Yap Jing. jelas kau memandang remeh diriku ya?"

   "Aku tidak kenal Lotiang, mana bisa meremehkan dirimu?"

   Sahut Yu Wi tertawa.

   "Nah, aku inilah Kokcunya. untuk apa kau cari diriku?"

   "semula maksud kedatanganku kesini bukan untuk mencari Lotiang ... ."

   "Hm, rupanya apa yang kau lihat dilembah ini tidak cocok dengan seleramu, lalu kau cari diriku untuk protes, begitu?"

   Jengek si kakek.

   "Tahu juga kau,"

   Pikir Yu Wi. Lalu ia meneruskan ucapannya tadi.

   "Ada seorang kenalanku, sudah lama tidak bertemu, tahutahu kulihat dia lari masuk ke lembah ini, demi mengejar dia untuk bicara sesuatu urusan, maka secara lancang kumasuk ke sini."

   "Di sini tidak ada orang luar, biasanya juga tidak ada orang luar yang berani masuk kesini,"

   Kata petani tua.

   "Jika betul tidak ada, biarlah Wanpwe mohon diri saja,"

   Kata Yu Wi.

   "Kau tidak perlu mohon diri, selama hidupmu ini harus berdiam dilembah ini,"

   Kata si orang tua. Yu Wi tidak gentar oleh ucapan itu, katanya dengan tertawa.

   "Sementara ini memang aku belum maupergi, setelah urusanku selesai, kalau aku mau pergi dengan segera dapat kupergi."

   "Huh, masa semudah itu? Jangan kau mimpi,"

   Jengek orang tua itu. segera terpikir sesuatu olehnya, ia tanya.

   "Kau ada urusan apa?"

   "seperti sudah dikatakan Lotiang tadi, kucari Lotiang untuk memprotes sesuatu, sebab kejadian ini sungguh tidak dapat kubenarkan, mau-tak-mau aku harus ikut campur."

   Orang tua itu menjadi gusar.

   "Kurang ajar Bsrangkali kau sudah telan hati harimau, maka kau berani main gila kesini?"

   "E-eh, Lotiang sudah tua. jangan suka marah."

   Ucap Yu Wi dengan tertawa.

   "Marilah kita bicara secara baik-baik saja."

   Saking gusarnya orang tua itu berbalik tertawa, sungguh tidak pernah dilihatnya ada orang bersikap sedemikian santai dihadapannya, padahal Yap su-boh saja gemetar bila bicara berhadapan dengan dia.

   "Mau bicara apa?"

   Katanya kemudian dengan gemas. Diam-diam ia pikir "sebentar baru kau tahu rasa akan kelihaianku."

   Yu Wi mendapatkan sebuah bangku batu dan berduduk, ia tuding bangku batu lain dan berkata.

   "Duduk, duduklah dulu tangan sungkan"

   Dengan kheki petani tua ikut berduduk, dalam hati ia memaki.

   "Dirodok Tamu bersikap seperti tuan rumah. sungkan, sungkan kepada mak mu"

   Yu Wi pandai melihat perubahan air muka orang, dengan tersenyum ia berkata pula.

   "Lotiang seorang berbudi luhur, tentu juga seorang yang sabar dan takkan memaki orang di dalam hati."

   Petani tua itu tambah mendongkol, pikirnya.

   "Kurang ajar Bukankah terbalik ucapannya dan sengaja hendak menyindir diriku? Keparat, boleh kau mengoceh sesukamu, sebentar lagi masakah tidak kupotong tubuhmu menjadi belasan potong."

   Didengarnya Yu Wi berkata lagi.

   "Tuhan menciptakan manusia tentu ada gunanya, semut saja sayang nyawa. Tapi Lotiang main bunuh tanpa pandang bulu, tindakanmu ini jelas tidak berperikemanusiaan- Bagaimana pendapat Lotiang akan uraianku ini?"

   Siorang tua pikir "kalau kubantah semuanya, coba apa yang akan kau lakukan?"

   Maka ia sengaja menggeleng kepala lalu berkata.

   "Sembarangan omong, fitnah orang, dosa besar. Kalau bicara hendaklah pikirkan akibatnya."

   Tapi dengan tegas Yu Wi berkata.

   "Tulang berserakan dimulut lembah Put-kui-kok, semua ini bukti nyata."

   "Kalau ingin menyalahkan orang, apa sukarnya mencari alasan?"

   Ujar si petani tua dengan tertawa.

   "jika kau bilang setiap orang mati itu adalah karena korban pembunuhanku, lalu cara bagaimana dapat kubantah?"

   "Memangnya tulang belulang yang memenuhi mulut lembah itu bukan orang-orang yang kau bunuh?"

   "Dengan sendirinya bukan,"

   Sahut si orang tua dengan sengaja.

   "Siaucu, hukuman apa yang pantas bagimu karena kau nista diriku?"

   "Bila benar cayhe menista Lotiang tanpa bukti dan tak berdasar, cayhe rela menerima hukuman apapun,"

   Jawab Yu Wi dengan serius.

   "Lalu apa yang perlu kau katakan lagi?"

   Jengek orang tua itu "Lotiang kenal Hoat-hai tidak?"

   Tanya Yu Wi. Tergetar hati orang tua itu, ia heran mengapa bocah ini tiba-tiba tanya Hoat-hai, untung Hwesio itu sudah terlempar kedalam jurang dan sukar dicari lagi mayatnya. Maka dengan tabah ia menjawab.

   "Tentu saja kenal Tapi sudah berpuluh tahun tidak bertemu, entah akhir-akhir ini ilmu pedangnya banyak maju atau tidak?"

   Diam-diam Yu Wi menjengek karena sikap orang yang berlagak pilon itu, pelahan ia berkata pula.

   "sudah belasan tahun Lotiang tidak berjumpa dengan Hoat-hai, tapi Cayhe baru saja bertemu dengan dia, kau percaya tidak?"

   Dengan cepat orang tua itu menggeleng, katanya.

   "Tidak. tidak percaya."

   Ia pikir Hoat-hai sudah terluka parah oleh beratus kali tabasan pedangku, dan terlempar pula ke dalam jurang, sekalipun bertubuh baja juga akan bancur lebur, jelas tidak mungkin hidup lagi.

   Tak terduga olehnya bahwa meski Hoat-hai terlempar ke dalam jurang, tapi secara kebetulan tersangkut pada dahan pohon sehingga tidak tebanting mati.

   Karena tenaga dalam Hoat-hai sangat kuat, dengan segenap sisa tenaganya.

   ia merambat lagi ke atas, setiba dijalan masuk lembah yang sempit itu dan bertemu dengan Yu Wi barulah ia mati kehabisan darah.

   Begitulah Yu Wi lantas menjengek.

   "Kau berani menjawab tegas tidak percaya, jangan-jangan sebelum ini sudah kau ketahui Hoat-hai telah meninggal dunia?"

   Air muka si petani tua rada berubah, diam- diam ia mengakui kelihaian bocah ini, maka timbul hasratnya untuk mengadu mulut, dengan tertawa ia menjawab.

   "Dalam hal ini, karena kutahu jelas Hwesio siau-lim-si tidak mungkin datang kesini, dengan sendirinya berani kukatakan tidak percaya .

   "

   Yu Wi manggut-manggut, seperti memuji jawaban orang yang tepat itu.

   Tapi ia lantas mengeluarkan Ji-ih-leng tinggalan Hoat-hai.

   Orang tua itu lagi senang karena jawabannya membuat Yu Wi tak dapat bicara lagi, ia jadi kaget demi nampak Ji-ih-leng, serunya.

   "He, dari mana kau dapatkan barang ini?"

   "Lotiang kenal benda ini?"

   Tanya Yu Wi.

   "Tentu saja kenal,"

   Jawab si orang tua.

   "ji-ih leng dari siauw-lim-si, setiap orang persilatan pasti tahu. Tokoh siau-lim-pay yang memegang Ji-ih-leng saat ini hanya ada dua orang."

   "oo, siapa saja kedua orang itu?"

   Tanya Yu Wi. Orang tua itu merasa bangga karena pengetahuannya sangat luas, dengan suara lantang ia menjawab.

   "Yaitu kedua adik seperguruan Hoat-hai pun yang menjabat ketua siau-lim-pay sekarang, Hoat-hai dan Hoat-ih."

   "Diatas Ji-ih-leng ini tcrukir satu huruf 'Hai',"

   Kata Yu Wi.

   "Itulah milik Hoat-hai"

   Seru si orang tua dengan terkejut. Tapi lantas terpikir hal ini tidak mungkin terjadi. segera ia berkata pula.

   "Coba kupinjam lihat."

   Tanpa ragu atau sangsi Yu Wi menyodorkan Ji-ih-leng itu. Orang tua itu tidak menyangka Yu Wi akan begitu baik, dengan tertawa ia memuji.

   "Boleh juga kau."

   Setelah Ji-ih leng diterima dan diperiksanya.

   memang benar di atasnya terukir satu huruf kecil "Hai".

   Keruan ia heran cara bagaimana benda ini bisa berada pada Yu Wi.

   Mungkinkah Hoat-hai tidak mati dan memberikan batu kemala ini kepadanya.

   sebab kalau Hoat-hai sudah mati di dalam jurang, tidak nanti benda tanda pengenalnya bisa berada pada anak muda ini.

   "Nah, apakah Lotiang tetap tidak percaya pernah kulihat Hoat-hai?"

   Kata Yu Wi. Dengan sangsi orang tua itu menjawab.

   "sebab apa Hoat-hai memberikan Ji-ih- leng ini padamu? sekarang dia berada dimana?"

   Yu Wi tidak mau berdusta, tuturnya.

   "Hoat-hai sudah wafat, sebelum ajalnya dia menyerahkan Ji-ih-leng ini pada ku.

   "

   Si orang tua melengak. tanyanya.

   Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Apa pesannya ketika memberikan Ji ih leng ini?"

   "Hoat-hai Locianpwe minta kuantarkan Ji-ih leng ini ke siau-lim-si dan menyampaikan empat kata berita saja."

   "Empat kata apa?"

   Si orang tua menegas "sia-kiam muncul lagi,"

   Ucap Yu Wi dengan prihatin- "Bahaya, bahaya"

   Demikian orang tua itu bergumam sendiri "Apakah Lotiang takut kepada para Hwesio siau-lim-si?"

   Tanya Yu Wi.

   "Huh, masakah kutakut kepada kawanan kepala gundul siau-lim? ....

   "

   Jengek si orang tua dengan gemas. Sejenak kemudian, ia menyambung pula.

   "Bicara terus terang, sekalipun ketua siau-lim-si juga tidak kupandang sebelah mata. soalnya, jika berita mengenai diriku tersiar sampai di siau-lim-si bahwa aku ini masih hidup lalu berbondong-bondong mereka mencari diriku. inilah yang akan merepotkan."

   "Lotiang,"

   Kata Yu Wi.

   "Ji-ih-leng itu sudah kau lihat, mohon dikembalikan padaku."

   "Untuk apa pula kau pegang benda ini?"

   Tanya si orang tua dengan tertawa. Yu Wi menarik muka, jawabnya dengan tegas.

   "Cayhe menerima pesan orang, maka Ji-ih-leng ini harus kusampaikan ke siau-lim-si."

   "Huh, apa artinya cuma sepotong ji-ih-leng ini? Nah, ambil"

   Ujar orang tua itu dengan tertawa. Sesudah ji-ih-leng itu diterima Yu Wi, lalu petani tua itu berkata pula.

   "sudah lebih 20 tahun jarang kubicara dengan orang, andaikan pernah juga tidak lebih dari tiga kalimat. Tapi sekarang aku telah bicara sekian lamanya dengan anak yang menarik seperti kau ini, hitung-hitung kita memang ada jodoh."

   "Dan sekarang Lotiang masih tetap menyangkal tidak pernah membunuh orang yang tak berdosa?"

   Tanya Yu Wi.

   "Baik, anggaplah aku kalah,"

   Jawab si orang tua dengan tertawa.

   "sungguh tak kusangka Hoathai belum mati. Biarlah kukatakan terus terang padamu. Memang betul, tulang belulang yang berserakan dimulut lembah itu, semuanya adalah orang yang kubunuh."

   Seketika timbul kemarahan Yu Wi, teriaknya.

   "Mengapa kau bunuh orang sebanyak itu? Memangnya ada permusuhan atau dendam apa antara mereka dengan kau?"

   "E-eh, anak muda, jangan marah, bisa lekas tua."

   Kata si orang tua sambil menggoyangkan tangannya.

   Kata-kata ini menirukan cara bicara Yu Wi tadi, sekarang berbalik digunakan oleh orang tua ini untuk membujuk Yu Wi Ia percaya anak muda ini akan tertawa geli Siapa tahu, Yu Wi benar- benar sangat marah, namun air mukanya tetap tenang, katanya dengan pelahan.

   "Baik, akan kubicarakan dengan baik-baik padamu. Nah, coba jawab, dengan alasan apa kau bunuh orang secara tidak semena-mena."

   "Sudah lebih 20 tahun kutinggal di lembah ini dan tak pernah keluar barang selangkah pun,"

   Tutur si orang tua.

   "orang-orang ini adalah kiriman Yap su-boh untuk kubunuh. Karena aku memang lagi iseng, maka kubunuh mereka untuk main-main."

   Yu Wi tambah murka, bentaknya.

   "Membunuh orang untuk main-main, di dunia ini masa ada kejadian begini."

   "E-eh, jangan marah lagi"

   Ujar si orang tua dengan tertawa.

   "Seorang lelaki sejati, kalau sudah berjanji harus ditepati. Tadi sudah berjanji akan bicara dengan baik-baik, mengapa sekarang marah-marah lagi?"

   Sedapatnya Yu Wi menahan rasa gusarnya, katanya sekata demi sekata.

   "Kau membunuh orang secara tidak semena-mena, sungguh ingin kutusuk mampus kau"

   Orang tua itu memandang sekejap pedang kayu yang tersandang dipunggung Yu Wi, Katanya dengan tertawa.

   "Dapat kuduga ilmu pedangmu pasti tidak lemah. Nyata, orang berkepandaian tinggi tentu juga bernyali besar. Tapi jangan terburu-buru, cepat atau lambat kita tetap akan bertempur, sekarang kita perlu mengobrol sepuasnya."

   Agaknya petani tua ini sudah terlalu lama tidak bicara dengan orang sekarang mendapatkan lawan mengobrol, seketika hobinya bertanding ilmu pedang dikesampingkan untuk sementara.

   Tapi Yu Wi enggan banyak omong lagi, ia tutup mulut rapat-rapat dan tidak menggubris orang.

   Si orang tua menjadi tidak tahan, katanya.

   "sebenarnya tidak perlu disayangkan meski orangorang ini kubunuh."

   "Jiwa manusia tidak perlu disayang, lalu apa yang pantas disayangi?"

   Tanya Yu Wi.

   "Orang yang dibuang Yap su-boh ke sini semuanya adalah orang ling lung, kalau tidak kubunuh mereka, biarpun hidup juga tidak ada artinya bagi mereka."

   "Jangan-jangan setelah mempengaruhi mereka dengan ilmu sihirnya, lalu Yap su-boh mengirim mereka kelembah ini?"

   "Hah, tahu juga kau,"

   Orang tua itu tertawa. Hampir meledak dada Yu Wi saking gusarnya setelah tahu duduknya perkara. Ia pikir Yap Jing adalah gadis baik, tapi ayahnya ternyata sekejam ini. segera ia tanya dengan suara keras.

   "sebab apa dia bertindak begini? Memangnya apa manfaatnya dengnn berbuat demikian?"

   Dengan tak acuh petani tua itu menjawab.

   "Yap su-boh tahu setiap hari aku tekun berlatih pedang, demi menyenangkan hatiku, dia sengaja mengirim jago-jago pedang dari ketujuh aliran besar untuk menjadi partner latihanku. Hanya inilah yang dianggapnya bermanfaat."

   "Jika demikian, meski Yap su- boh itu kejam dan tidak berbudi, tapi pokok pangkalnya tetap terletak pada dirimu dia cuma seorang pembantu kejahatan, sebaliknya kau inilah biang keladi daripada semua perbuatan jahat ini."

   Orang tua itupun tidak marah, jawabnva dengan tertawa.

   "Aku memang bukan orang baik, membunuh orang bagiku adalah soal kecil."

   "Hobimu tidak cuma membunuh orang saja, bahkan kejam luar biasa,"

   Kata Yu Wi.

   "

   Ingin kutanya padamu, para petani yang bekerja bagimu dengan susah payah itu, mengapa tidak kau beri makan nasi?"

   "Apa artinya pertanyaanmu ini?"

   Orang tua itu merasa heran. Yu Wi pikir harus kubeberkan semua dosamu habis itu baru kulabrak kau, katanya.

   "Waktu masuk ke lembah ini, kulihat beberapa petani di sana saking laparnya, lalu ular dan katak ditangkapnya terus diganyang, bukankah ini membuktikan mereka tidak kau beri makan nasi? Ken . .. kenapa kau tidak berperasaan dan begini kejam? Ketahuilah, mereka bercocok tanam bagimu?"

   "Hahahaha Kiranya urusan ini,"

   Seru si orang tua dengan terbahak.

   "Kau salah paham, saudara cilik"

   "siapa mengaku sebagai saudara cilikmu?"

   Teriak Yu Wi dengan gusar. Jelas petani tua itu berkesan baik terhadap Yu Wi, maka ia tidak menjadi marah atas sikap kasar Yu Wi itu, dengan tertawa ia berkata.

   "Baik, takkan kupanggil saudara cilik padamu. Maklumlah, para petani itu sengaja dikirim oleh Yap su-boh untuk bekerja bagiku, dengan sendirinya kuberi makan nasi kepada mereka, kalau tidak. kan aku bisa susah sendiri cuma mereka memang bodoh, lantaran melihat aku setiap hari ganyang ular hidup. mereka lantas meniru."

   Mestinya Yu Wi ingin tanya orang tua itu sebab apa gemar makan kepala ular berbisa, bahkan tidak takut keracunan- Tapi dia kadung kheki dan tidak mau lagi bicara tetek bengek dengan orang. ia lantas tanya.

   "Apakah para petani itupun telah disihir oleh Yap su boh?"

   "Tentu saja, kalau tidak masikah mereka mau tinggal disini dengan tenang,"

   Kata orang tua itu Segera Yu Wi meraba pedangnya dan berkata.

   "Lotiang, tiada sesuatu lagi yang dapat kita bicara kan. Hoat-hai telah kau bunuh, tidak sedikit pula orang yang tak berdosa telah menjadi korban keganasanmu, dosamu pantas di hukum mati, sekarang hendak kutuntut balas bagi mereka. Nah, keluarkan pedangmu dan kita mulai bertanding"

   "Ai, tampaknya tidak sudi kau bicara denganku, selanjutnya aku akan sebatang kara lagi,"

   Kata sipetani tua dengan menyesal.

   "Baiklah, kau tunggu sebentar, akan kuambil pedangku."

   Habis berkata, dengan terbungkuk-bungkuk ia masuk kerumah gubuk dengan pelahan.

   Melihat orang sudah tua renta, diam-diam Yu Wi merasa gegetun.

   ia pikir orang tua ini benarbenar kesepian dan harus dikasihani.

   entah mengapa dia mengasingkan diri dilembah ini, apakah mungkin ada kisah hidupnya yang menyedihkan? Tidak lama kemudian, dari dalam rumah gubuk muncul seorang lebih dulu dan petani tua tadi mengikut dibelakangnya.

   orang pertama ini berjubab merah, jelas dia seorang Tosu.

   Umur Tosu ini antara 40- an, wajahnya putih bersih.

   jelas bukan orang jahat.

   Dengan pedang terhunus Tosu itu menuju kelapangan jemuran dengan ling lung.

   Yu Wi menggeleng kepala, pikirnya.

   "Dia pasti juga terpengaruh oleh ilmu sihir Yap su-boh. Tampaknya Tosu ini dari Bu-tong-pay, entah apa kedudukannya diBu-tong-pay."

   Dilihatnya sipetani tua tadi juga memegang pedang, tapi bukan pedang saja melainkan pedang bambu. Segera Yu Wi menegur.

   "Kenapa kau pakai pedang bambu? Hendaknya kau tahu pedang kayu ini bukan kayu biasa, tapi terbuat dari kayu besi bahkan lebih tajam dan berat daripada pedang baja."

   "Baik juga hatimu, siaucu, sungguh rasanya aku tidak tega bertanding dengan kau,"

   Kata petani tua itu dengan tertawa. Bagian 23 Yu Wi lantas melolos pedangnya dan berdiri siap tempur.

   "Nanti dulu jangan terburu-buru,"

   Kata si petani tua.

   "Usiaku sudah laniut, dalam hal keuletan jelas aku lebih tahan, kita harus bertanding secara adil, aku harus mengalah sedikit padamu."

   "Ini pertarungan yang menentukan hidup dan mati, tidak periu saling mengalah,"

   Jawab Yu Wi tegas.

   "Umpama tidak perlu mengalah juga perlu kuberitahu sedikit seluk-beluk ilmu pedangku agar kau tahu garis besarnya, kalau tidak, begitu gebrak kau lantas tidak tahan, kan terialu rugi kau? Nah. lihatlah yang jelas"

   Habis berkata, pedang bambu si orang tua bergetar sehingga menimbulkan suara mendengung, mau-tak-mau Yu Wi harus mengakui kekuatan latihan sendiri memang tidak dapat menandingi orang.

   Dalam sekejap pedang bambu itu serupa ular berbisa yang baru keluar dari liangnya, di tengah suara "srat-sret"

   Berulang-ulang, pedang bambu telah menyambar kedepan dada si Tosu.

   Meski tangan Tosu itupun memegang pedang, tapi tidak dapat menangkisnya, begitu pedang menyambar kesana, secepat itu pula sipetani tua menarik kembali pedangnya, tahu-tahu dada si Tosu sudah tersayat tujuh atau delapan garis luka darah segar pun mengucur.

   Setelah luka oleh tusukan pedang, sinar mata si Tosu yang buram itu mulai gemerdep.

   seperti timbul sedikit perasaan kemanusiaan.

   Tiba-tiba sipetani tua meraung tertahan.

   "Awas pedang, Kuicin"

   Segera pedang bambunya bergetar dan menusuk pula.

   setiap jurus serangan yang aneh ini seketika menimbulkan beberapa jalur luka pada sasarannya, nyata lihay luar biasa ilmu pedangnya dan berbeda jauh daripada ilmu pedang umumnya.

   Sekarang si Tosu tidak lagi kaku dan ling lung seperti semula, dengan rada terkejut ia angkat pedang untuk menangkis.

   "plak", kedua pedang beradu, tapi pedang bambu si petani tua tidak rusak sedikitpun, sebaliknya pedang baja si Tosu tidak meletikkan lelatu api. lalu mendadak ikut bergetar bersama pedang bambu lawan. Sedikit petani tua itu memutar pergelangan tangannya, si Tosu tidak sanggup lagi memegang pedangnya, seketika ikut berputar dua-tiga kali, waktu sipetani tua menarik dengan kuat, pedang bambunya seperti timbul daya isap yang kuat sehingga pedang baja si Tosu tertarik.

   "trang", pedang jatuh ke tanah. Si Tosu melenggong kehilangan pedang, sedangkan petani tua itu bergelak tertawa, pedangnya menyambar cepat, kembali didada si Tosu ditambahi belasan jalur luka lagi, setiap garis luka itu sama panjangnya. Sudah ada likuran luka yang menghiasi dada si Tosu, meski luka itu tidak dalam, tapi juga tidak ringan, saking kesakitan si Tosu menjadi kalap. dengan nekat ia jemput pedangnya yang jatuh itu. Petani tua tidak merintanginya dan membiarkan orang mengambil kembali pedangnya, begitu pedang sudah terpegang di tangan, segera petani tua membentak pula.

   "Awas, pedang"

   Meski bersuara, tapi sekali ini pedang sipetani tua tidak bergerak.

   Namun si Tosu tidak tahu, secara naluri ia angkat pedang dan menyerang.

   Pedang bambu petani tua tetap terjulur ke bawah tanpa menangkis, ia hanya mengelak saja dengan enteng.

   Karena serangan meleset, si Tosu meraung murka.

   suaranya serupa binatang buas yang terluka.

   sebaliknya sipetani tua malah bergelak tertawa.

   jelas tujuannya sengaja memancing kemurkaan si Tosu.

   Mata Tosu itu penuh garis-garis merah, benar-benar sudah kalap, ia putar pedangnya lagi dan menebarkan selapis tabir sinar pedang, dalam sekejap dari balik tabir sinar pedang itu ia menyerang tiga kali dari sebelah kiri dan tiga kali dari sebelah kanan, lalu dari atas dan dari bawah juga tiga kali, seluruhnya empat kali tiga menjadi dua belas kali.

   Nyata ilmu pedang Tosu ini tidak lemah.

   sipetani tua sangat senang melihat ilmu pedang yang hebat itu, teriaknya.

   "Bagus sekali jurus Thi-jiu-khay-hoa ini."

   
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Hendaknya diketahui,jurus "Thi-jiu-khay-hoa"

   Atau pohon besi berbunga ini adalah salah satu jurus ilmu pedang Bu-tong pay yang paling ampuh.

   

   first share di Kolektor E-Book 14-08-2019 21:32:02

Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Kilas Balik Merah Salju -- Gu Long Keajaiban Negeri Es -- Khu Lung

Cari Blog Ini