Ceritasilat Novel Online

Pendekar Kembar 15


Pendekar Kembar Karya Gan KL Bagian 15



Pendekar Kembar Karya dari Gan K L

   

   "Betul,"

   Jawab Yu Wi.

   "cuma kejadian itu hanya secara kebetulan saja Jika mereka benar-benar hendak menghadapi diriku. tentu sukar kubobolkan barisan mereka."

   "Mengingat kemampuanmu membobol barisan mereka, aku ingin mohon sesuatu padamu,"

   Kata Yap su-boh. Yu Wi mendengus.

   "Hm, kau tidak jadi membuka tali pengikatku dan bicara tentu permohonanmu, maksudmu hendak memeras diriku?"

   "Mana berani kuperas dirimu,"

   Ucap Cap su-boh dengan agak kikuk.

   "soalnya urusan ini menyangkut mati hidup kepulauan kami jika tidak kau bantu kami melawan Jit-sing-tin dari ketujuh aliran besar itu, bila mereka menyerbu lagi secara besar-besaran, tentu pulau ini akan hancur. Tapi kalau kau mau tetap tinggal disini, akan kupandang kau sebagai tamu agung kami."

   Yu Wi menggeleng, katanya.

   "Kau banyak berbuat kejahatan dan kelak pasti akan mendapat ganjaran yang setimpal, jangan kau harap akan bantuanku."

   Pelahan Yap su-boh berkata pula.

   "Pak-liong-so (tali pengikat naga) ini terbuat dari sutera hitam yang sukar dicari di dUnia ini, untuk membukanya harus mengikuti jalan ikatannya, tidak dapat dipotong dengan senjata macam apa pun, sedangkan didunia ini hanya aku saja yang dapat membuka ikatan tali ini."

   "Jangankan cuma membuka ikatan tali ini, biarpun kedua tanganku terkutung juga tidak sudi kubantu kejahatanmu,"

   Ucap Yu Wi dengan gusar.

   "Mengapa kau tidak mau membantu diriku?"

   Ucap Yap su-boh dengan suara memelas.

   "Kan aku tidak pernah berbuat kesalahan padamu. soal kejadian di Put-kui-kok adalah gara-gara perbuatan Kan ciau-bu, dia yang memancing kau kesana, dia tahu kau pasti akan mengejarnya, maka hendak dipinjamnya tangan Kwe siau-hong untuk membunuh kau."

   "Apabila kau orang baik, tanpa kau minta juga pasti akan kubantu kau,"

   Kata Yu Wi.

   "Tapi hanya lantaran dendam karena ketujuh ketua Jit-kiam-pay pernah mengerubut dan hendak membunuh kau, lalu kau balas mereka dengan ilmu sihirmu yang jahat, kebanyakan tokoh Jitkiam- pay yang menjadi korban kekejamanmu adalah orang baik, dosamu ini tidak terampunkan"

   "Pembunuh tokoh ketujuh aliran ilmu pedang itu bukanlah diriku melainkan Kwe siau-hong, masakah kau tidak tahu?"

   Bantah Yap su-boh.

   "Huh. sampai hati kau bicara demikian?"

   Ejek Yu Wi. Tapi Yap su-boh tidak kurang alasan, katanya pula.

   "Dengan maksud baik kusediakan partner latihan bagi Kwe siau-hong, kan tidak sengaja kusuruh dia membunuh orang."

   "Tutup mulut"

   Bentak Yu Wi.

   "Memangnya kau kira aku tidak tahu bahwa kau sengaja memperalat dia membunuhi orang-orang jit-tay-kiam-pay? Ilmu pedang yang dilatih Kwe siauhong itu memang ganas dan jahat sehingga timbul kegemarannya membunuh orang. Tapi kau sengaja mengantar sasaran baginya. jelas tujuanmu supaya dibunuh olehnya. Akalmu yang sekali timpuk dua burung ini masakah dapat mengelabui diriku?"

   "Baik, anggaplah aku yang membunuh anak murid Jit-tay-kiam-pay itu, tapi tujuanku juga untuk membalas dendam Jit-kiam-pay menghina. dan meremehkan diriku, bahkan beramai-ramai mengeroyok dan hendak membunuh ku, sakit hati ini kan harus kubalas?"

   Padahal sebabnya dia membunuh orang-orang jit-tay-kiam-pay selain untuk melampiaskan dendamnya.

   tujuan yang utama adalah ingin merajai dunia persiiatan, supaya dunia tahu Yap suboh adalah Bu-lim-bengcu, ketua dunia persilatan yang tiada tandingannya.

   Mungkin jalan pikiran Yap su-boh dipengaruhi oleh rasa rendah harga diri, lantaran orang menganggap dia dari golongan jahat, memandang aliran silatnya bukan berasal dari aliran yang baik, maka ia lantas ingin membuktikan bahwa tokoh sia-pay (golongan jahat) juga dapat merajai dunia persilatan dan memerintah dunia.

   "Dan dosamu sebenarnya tidak cuma itu saja,"

   Demikian lanjut Yu Wi.

   "Coba kau jawab, sebab apa kau tahan Hana, Puteri kerajaan Iwu? apa maksud tujuanmu menghasut kedua Goan bersaudara agar berkhianat kepada majikannya,"

   Sama sekali Yap su- boh tidak menyangka anak muda ini bisa mengetahui persoalan Hana itu, tujuannya menahan Hana memang digunakan sebagai alat pemerasan terhadap raja Iwu, yaitu agar menebus anaknya dengan harta tertentu.

   Menurut jalan pikiran Yap su- boh, untuk merajai dunia persilatan juga diperlukan dana yang cukup besar.

   Hanya saja tidak enak baginya untuk menjelaskan maksudnya ini.

   Maklumlah.

   tiadakannya ini jelas kurang ksatria, adalah tidak pantas dia menyuruh kedua Goan bersaudara berkhianat dan menculik Hana untuk digunakan sebagai sandera, memperalat seorang perempuan untuk memeras jelas adalah tindakan yang kotor dan memalukan.

   Didengarnya Yap su-boh menjawab.

   "Kugunakan Hana sebagai sandera adalah karena ada alasan terpaksa yang sukar kukatakan"

   "Alasan terpaksa apa? Yang benar adalah untuk memenuhi ambisimu, untuk kepuasan angkaramurkamu, demi ambisi pribadimu kau tidak segan melakukan apa pun, sungguh kau manusia rendah dan tidak tahu malu."

   Yap su-boh menjadi murka karena caci maki Yu Wi itu. bentaknya mengancam.

   "Kurang ajar Apakah kau cari mampus? Hendaklah kau tahu, dapat kubikin kau mati tersiksa, dapat kupotong kedua tanganmu dan kedua kakimu, lalu kusayat dagingmu sepotong demi sepotong."

   Namun Yu Wi tak gentar sedikitpun, serunya dengan tertawa.

   "Haha, bagus? Boleh lekas kaupotong dan lekas kausayat dagingku"

   Setelah berpikir lagi, rasa gusar Yap su-boh padam kembali, ucapnya dengan suara lunak.

   "Kau tidak mau membantu diriku menghalau musuh, boleh juga kau ganti dengan mengajarkan ilmu pedang cara membobol barisan pedang musuh. Tahukah kau bahwa anak Jing sangat mencintai kau, asalkan kau ajarkan ilmu pedangmu padaku, akan kunikahkan dia dengan kau,"

   Yu Wi jadi melengak. katanya sambil menggeleng.

   "Jing-ji adalah anak perempuan yang baik, cuma sayang, ayahnya bukan manusia baik-baik, sungguh aku kasihan baginya, anak perempuan sebaik dia harus mempunyai ayah semacam kau."

   "Apanya yang kurang baik ayah semacam diriku?"

   Tanya Yap su-boh.

   "Kucarikan suami baginya, masakah kurang baik?"

   "Tidak perlu kau pancing diriku dengan urusan ini,"

   Kata Yu Wi.

   "aku tidak mau memperisterikan dia, boleh kau carikan jodoh yang baik baginya dan jangan menyia-nyiakan masa mudanya, jangan pula sampai dia mengalami nasib seperti kakaknya."

   "Hah, tampaknya kau sangat memperhatikan dia,"

   Ucap Yap su-boh dengan tertawa.

   "di hadapanku terus menerus dia memuji dirimu, katanya kau orang jujur, alim, kalian ternyata samasama memperhatikan satu dengan yang lain, kan lebih baik kalian menikah saja."

   Yu Wi hanya menggeleng dan tidak menanggapinya lagi. Yap su-boh lantas berkata pula.

   "Jika kau ajarkan ilmu pedangmu padaku, akan kusuruh anak Jing menemani kau, tampaknya kaupun sangat suka padanya ....

   "

   "Tidak tahu malu, lekas pergi, lekas enyah"

   Damperat Yu Wi dengan gusar.

   "Hm, ini kan tempatku, mau pergi atau duduk kan terserah kepada kehendakku, siapa yang berani mengenyahkan diriku?"

   Jengek Yap su-boh. Yu Wi lantas memejamkan mata dan tidak menggubrisnya lagi.

   "He. bukalah matamu, marilah kita bicara dengan baik,"

   Bujuk su-boh.

   "Tidak ada yang perlu dibicarakan,"

   Kata Yu Wi sambil memejamkan mata.

   "Yang jelas, tidak nanti kuajarkan ilmu pedangku kepada orang jahat macam kau."

   Nadanya tegas dan pasti, sedikit pun tidak ada peluang lagi untuk berunding. Yap su-boh lantas menjengek.

   "Hm, kau anggap aku orang jahat, biarlah kulakukan beberapa urusan jahat lagi bagimu."

   Habis bicara ia lantas berbangkit dan melangkah keluar. Mendadak Yu Wi berteriak.

   "Jika kau berani membunuh Kan Hoay soan, pasti kucabut juga nyawamu"

   "Ah, kan sayang jika nona itu dibunuh,"

   Ujar su-boh.

   "begitu cantik molek nona itu, biarlah kuserahkan dia untuk digilir oleh setiap pemuda kuat dipulau ini, selain dia masih ada lagi Hana, puteri Raja yang tulen itu dapat kugunakan sebagai sumber keuangan, dapat pula kugunakan sebagai alat pemuas nafsu laki-laki dipulau ini."

   Tidak kepalang murka Yu Wi. teriaknya.

   "Kau berani bertindak sekeji itu?"

   "Hahaha, kenapa aku tidak berani, jika kau seorang pemuda pecinta gadis cantik, lekas kau ajarkan ilmu pedangmu padaku. Nah, boleh kau camkan dengan baik, kuberi waktu satu jam bagimu, akan kutunggu jawabanmu."

   Habis berkata ia lantas tinggal pergi dan menggembok lagi pintu penjara. Dengus Yu Wi dengan mengertak gigi.

   "Hm, sungguh kotor dan keji. pasti akan ...akan kubunuh kau ... ."

   "Kriaat", mendadak pintu penjara terbuka lagi dan melangkah masuk seorang perempuan. Ternyata Yap Jing adanya. Segera Yu Wi menjengek.

   "Hm, apakah kedatanganmu hendak bantu ayahmu membujuk diriku?"

   Yap Jing menjawab dengan rawan.

   "Sudah sekian lama aku berdiri di luar sana, percakapan kalian sudah kudengar semua."

   "Kebetulan jika kau dengar semua itu, tentunya sekarang kau tahu bahwa kotor dan rendahnya ayahmu,"

   Yap Jing menangis, katanya "Kumohon, janganlah kau cerca dia ....

   "

   "Orang rendah dan kotor semacam dia masakah tidak pantas dimaki?"

   "O, kumohon dengan sangat, jangan ... janganlah kau maki ayahku ..."

   Ratap Yap Jing dengan menangis. Yu Wi tidak bersuara lagi, ia pikir mencaci-ayahnya secara terang-terangan demikian memang bisa membikin sedih nona itu, setelah menangis sekian lama, Yap Jing mengusap air mata, lalu berkata dengan suara tertahan.

   "Kuharap jangan kau bunuh ayahku, boleh?..."

   Lalu ia mendekati pembaringan dan melempar sesuatu benda, waktu Yu Wi mengamati, kiranya sebuah gergaji besi. Yap Jing memberi kedipan mata, lalu berkata.

   "Ayahku minta kubujuk kau, kutahu apapun juga membikin goyah pendirianmu, maka terserah padamu ..."

   Habis berkata ia terus berlalu pergi sambil mendekap mukanya dan menggembek kembali pintu penjara.

   Yu Wi pegang gergaji besi itu, ia pikir kedua tangannya terikat erat dan sukar membobol pintu penjara, sekarang ada sebuah gergaji, kalau dapat membuat sebuah lubang tentu dirinya dapat lolos.

   Diam-diam ia berterima kasih kepada Yap Jing.

   tanpa terasa ia bergumam sendiri.

   "Apabila dapat kuselamatkan Hoay-soan dan Hana, ayahmu pun takkan kubunuh."

   Dia tidak menggeraji pintu penjara, tapi mulai menggeraji dinding. Karena tangan terikat sebatas pergelangan, maka telapak tangan masih dapat diputar. dengan kuat ia menggergaji, hanya sebentar saja sudah dapat dibuatnya sebuah lubang panjang.

   "Yu-kongcu,"

   Sapa Hana dengan gembira.

   "dua tahun berpisah, tak tersangka kita dapat berjumpa disini."

   "Kau tahu siapa diriku?"

   Tanya Yu Wi. Hana mengangguk, katanya.

   "Dua tahun tidak bertemu, namun suaramu masih kuingat dengan baik cuma semula akupun tidak percaya babwa kau yang terkurung dikamar sebelah."

   "Baik-baikkah kau selama ini?"

   Tanya pula Yu Wi.

   "Mendingan,"

   Jawab Hana.

   "selama dua tahun ini hanya ada satu harapanku, yakni janjimu akan datang menyambangi diriku, sebab itulah pada waktu yang dijanjikan, setiap hari selalu kutunggu kedatangannya dengan berdandan tapi..."

   Diam-diam Yu Wi merasa malu. Dahulu ia telah berjanji akan berkunjung ketempat Hana apabila racun yang diidapnya tidak membinasakannya, akhirnya racun dalam tubuh dapat dipunahkan, tapi dirinya lupa menepati janji. Dengan pelahan Hana bergumam pula.

   "Setiap hari aku menanti, akan tetapi setiap hari pula aku kecewa. siau Tho bilang tidak perlu menunggu lagi, bisa jadi dia sudah lupa pada janjinya. Tapi aku tidak percaya, aku tetap yakin dia pasti akan datang." . Yu Wi menggergaji dibalik dinding yang sudah mulai berlubang, maka ucapan Hana dapat didengarnya dengan jelas, ia pikir waktu ia memberi janjinya akan mencari Hana ke negeri Iwu, tatkala mana ia merasa dirinya pasti akan mati. maka janji itu tidak diperhatikan olehnya. Bahwa kemudian racun dalam tubuhnya dapat dipunahkan, kejadian ini boleh dikatakan pengalaman ajaib, lalu berturut-turut ia sibuk mengurusi sakit Kan Hoay-soan, yang terpikir olehnya hanya usaha mencari sam-gan-siusu untuk menyembuhkan penyakit nona itu. Jadi janjinya kepada Hana hakikatnya sudah terlupakan. Didengarnya Hana sedang melanjutkan gumamannya.

   "Tapi kuyakin kau pasti akan datang, maka tetap kutunggu dengan sabar. siapa tabu terjadi perubahan luar biasa, aku diculik oleh kedua Goan bersaudara dan dibawa ke sini, betapa sedih hatiku, kupikir apabila engkau menepati janji dan datang mencariku, tentu tak dapat kau temukan aku."

   "Sudahlah, jangan kau bicara lagi,"

   Kata Yu Wi dengan gegetun.

   "Apa salahnya kubicara, tadinya kukira takkan bertemu lagi dengan kau setelah aku terkurung di sini, setiap hari selalu kubayangkan apabila Thian bermurah hati dan dapat mempertemukan sekali lagi diriku denganmu, maka matipun aku puas. Dan tampaknya Thian memang Maha Pengasih, aku benar-benar dapat bertemu lagi dengan kau. Nah, lekas kau gergaji lebih cepat, bukalah lubang dinding itu agar kita dapat bertemu ... ."

   "Jangan tergesa, segera kita akan bertemu,"

   Seru Yu Wi. Dalam waktu sesingkat itu gergaji Yu Wi telah bekerja terlebih cepat sehingga dinding itu telah dipotongnya empat jalur persegi. sekali kakinya mendepak.

   "blang", berlubanglah dinding itu dan segera ia menerobos lewat kesana. Hana sangat girang, ia memburu maju dan menubruk kedalam pelukan Yu Wi. Robohnya dinding besi itu berkumandang cukup keras, serentak para penjaga memburu datang. Yu Wi mendorong Hana dari pelukannya, bisiknya.

   
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Lekas kau dekap diatas punggungku."

   Dengan senang Hana mendekap diatas punggung Yu Wi sambil merangkul lehernya, katanya dengan tertawa.

   "Hendak kau gendong diriku keluar?"

   Yu Wi mengiakan, katanya.

   "Rangkul diriku seeratnya, jangan takut, pasti kutolong kau keluar dari Pulau Hantu ini."

   "Hah, mana aku takut?"

   Seru Hana. Tapi Yu Wi berkata dengan kuatir.

   "Kedua tanganku terikat sehingga sukar menghadapi musuh, sebentar bila berbahaya, akan kurintangi musuh dan kau harus lekas lari kepantai sebisanya. disana pasti ada orang akan memapak kedatanganmu."

   "Tidak, aku tidak mau lari"

   Jawab Hana mendadak dengan tegas.

   Yu Wi jadi melengak.

   Dalam pada itu pintu sudah terbuka, empat lelaki bergolok menerjang kedalam.

   Tanpa pikir Yu Wi terus menggunakan langkah ajaib, meski menggendong Hana, namun gerak-gerik tidak menjadi lamban, segera ia mengapung keatas.

   Dalam keadaan mengapung di udara, kedua kakinya menendang secepat kilat secara beruntun.

   kontan keempat lelaki itu menjerit dan roboh tak sadarkan diri Cepat Yu Wi menerobos keluar, tapi belasan orang lantas menghadang jalan larinya.

   Hana tidak takut sama sekali, ia malah berkata dengan tertawa.

   "Buat apa kulari, kalau mati biarlah kita mati bersama."

   Serentak belasan lelaki itu berteriak-teriak, dengan senjata terhunus mereka terus menerjang maju Karena tangan tidak dapat digunakan, jalan satu-satunya adalah memanfaatkan kedua kakinya.

   Tapi kakinya harus digunakan lari untuk menghindari kejaran musuh, sekarang diperlukan pula untuk menghadapi musuh.

   segera ia melangkah lagi kedepan.

   Langkah ini terlebih ajaib lagi, belasan orang itu tidak melihat jelas cara bagaimana Yu Wi melompat keatas, tahu-tahu pemuda itu sudah mengapung ke udara dan kepala masing-mnsing terasa "blang", entah ditumbuk oleh benda apa, kontan mereka roboh kelengar satu persatu.

   Itupun Yu Wi telah bermurah hati, tendangannya tidak keras, hanya menggunakan dua bagian tenaga saja, kalau tidak, tentu kepala orang-orang itu akan pecah dan otak berhamburan.

   Setelah lolos dari rintangan kedua ini, dapatlah Yu Wi lari keluar dari bangunan yang megah ini setiba di luar, tertampak bayangan orang berbondong-bondong sama membanjir kearahnya.

   Nyata penjaga penjara telah membunyikan tanda bahaya sehingga segenap penghuni Pulau Hantu ini mengetahui ada tahanan lari.

   Agaknya penghuni pulau sudah terlatih dengan baik, demi mendengar alarm itu, serentak mereka keluar dengan membawa senjata untuk ikut mencari pelarian.

   Untung cuaca sudah mulai gelap, hal ini sangat menguntungkan Yu Wi, sedapatnya ia mencari tempat yang gelap terus menggeser kearah pantai.

   Tapi setelah beberapa puluh tombak jauhnya, ia tidak berani bergerak lagi.

   Maklum, saat itu disekitarnya telah penuh manusia, asalkan dia keluar dari tempat gelap pasti akan ketahuan.

   Dipulau ini banyak batu karang yang Yu Wi dan Hana bersembunyi dibelakaag sepotong batu karang yang besar sehingga tidak diketahui orang.

   Lantaran tidak menemukan orang asing, orang yang berkerumun itu sama bertanya.

   "Di mana pelariannya? Mana buronannya?"

   Seketika ramai orang bertanya, suasana rada kacau. Lalu terlihat seorang melompat keatas batu besar dan berseru.

   "Jangan ribut, itu dia Tocu sudah datang"

   Memang benar Yap su-boh telah muncul, dia melompat keatas batu yang tinggi itu, rupanya dia sudah mendapat laporan tentarg larinya Yu Wi bersama Hana, dalam hatinya sangat gusar, ia pikir kedua tangan anak muda itu terikat, apabila sampai kabur dengan membawa tawanan yang lain, sungguh kejadian yang sangat memalukan dia.

   Batu karang itu sangat tinggi, berdiri di situ dapat melibat jelas keadaan sekelilingnya.

   Dengan pandangannya yang tajam Yap su-boh coba mengamat-amati sekitar situ, tapi tidak terlihat bayangan Yu Wi.

   Ia yakin dalam waktu sesingkat itu Yu Wi pasti tidak dapat pergi dari situ, tentu bersembunyi ditempat gelap sehingga tidak terlihat.

   sekarang hari tambah gelap.

   keruan tambah sukar menemukan anak muda itu.

   segera ia berteriak.

   "Pasang obor Nyalakan obor"

   Para penghuni pulau yang ikut berkerumun sama membawa obor, berturut-turut mereka menyalakan api.

   Diam-diam Yu Wi gelisah, ia pikir bila sebentar obor menyala semua, tentu cahaya yang terang itu akan menyinari tempat sembunyinya.

   Maka dengan nekat ia lantas menerjang keluar.

   Seorang penghuni pulau dapat melihatnya, segera goloknya membacok sambil berteriak.

   "Ini dia, disini orangnya"

   Tapi Yu Wi menggunakan lagi langkah ajaibnya, sekali menggeser.

   menyusul golok lawan lantas ditendangnya hingga terpentul, waktu ia melangkah lagi, seperti naga terbang saja ia lantas mengapung keatas.

   Melihat anak muda itu melayang ke atas, tapi para penghuni pulau itu tidak tahu kearah mana Yu Wi hendak meluncur, waktu mereka menengadah, tahu-tahu obor pada satu tempat padam seluruhnya.

   Segera beberapa orang berteriak.

   "Itu dia. disana, lari ke sana"

   Tapi baru saja api obor disebelah sana padam, menyusul obor sebelah sini juga sirap. hanya dalam sekejap saja obor di beberapa tempat berturut-turut padam. keruan orang-orang itu menjadi gempar dan takut, beramai mereka berteriak.

   "Ada setan Ada Hantu"

   Padahal mana ada hantu, yang benar waktu Yu Wi mengapung keatas, yang ditendangnya bukan orangnya melainkan obornya.

   Kalau batang obor tertendang pecah, tentu tidak dapat dinyalakan.

   Hanya sebentar saja sebagian besar obor penghuni pulau itu telah padam, sementara itu malam tambah kelam, suasana pekat, wajah masing-masing saja tidak tertampak jelas, Yu Wi lantas mencampurkan diri di tengah orang banyak sehingga tidak ketahuan.

   Pada saat semua orang sama was was, Yu Wi lantas menjauhi kerumunan orang banyak.

   diluar sana tidak ada lagi yang merintanginya, setelah membedakan arah, ia terus berlari kepantai.

   Tampaknya sudah hampir dekat pantai, asal maju lagi dan melintasi sebarisan batu karang akan sampailah dipesisir.

   Tapi barisan batu karang itu cukup luas dan panjang, untuk melintasinya diperlukan sekian waktu.

   Yu Wi pikir bila dirinya sudah berada ditengah batu karang yang bertebaran itu, tentu sukar lagi ditemukan musuh.

   segera ia percepat langkahnya.

   Tapi baru belasan langkah, sekonyong konyong api obor dinyalakan hingga terang benderang, betapapun sukar bagi Yu Wi untuk bersembunyi.

   Keruan anak muda itu kaget, ia tidak tahu siapakah yang bersembunyi lebih dulu di sini untuk mencegatnya.

   Tertampak barisan obor tertancap di atas batu karang, dibawah cahaya obor yang terang itu muncul 12 orang, diantaranya terdapat Liok Bun tan, kedua Goan bersaudara, Kau-hun dan Toat pek sucia, selebihnya juga lelaki gagah dan kuat,jelas semuanya berkepandaian tinggi.

   "Adakah Yap su boh di situ?"

   Tanya Yu Wi.

   "Tentu saja ada"

   Seru seorang di tempat gelap. Siapa lagi dia kalau bukan Yap su-boh. Ia melangkah ke tempat yang terang dan mendekati Yu Wi. ia berdiri kira-kira tiga tombak didepan anak muda itu dan berkata dengan ketus.

   "sudah kuperhitungkan kau pasti akan lari kesini. Hehe, ternyata tidak meleset dugaanku."

   Dengan gagah berani Yu Wi menjawab.

   "Aku dapat datang tentu juga dapat pergi, siapa yang berani merintangi aku akan binasa"

   "Hm, segenap kekuatan pulau ini terkumpul disini, aku benar-benar kagum padamu jika kau mampu lolos dari kepungan ke-12 pengawal baja Mo-kui-to ini,"

   Seru Yap su-boh dengan tertawa.

   "Untuk itu apa sukarnya?"

   Kata Yu Wi, mendadak ia melangkah maju terus melayang keatas.

   "Beri senjata rahasia"

   Teriak Yap su-boh.

   Ke-12 tokoh andalan Mo-kui-to ternyata sudah menyiapkan senjata rahasia masing-masing, begitu Yap su-boh memberi komando, serentak senjata rahasia mereka dihamburkan, seketika terbentanglah satu jaring senjata rahasia, betapapun sukar lolos bagi Yu Wi, terpaksa ia melompat mundur ketempat semula.

   "Hahahaha"

   Yap su-boh terbahak-bahak.

   "Nah, bagaimana? sebaiknya kau menyerah saja untuk diringkus."

   Yu Wi pikir kalau musuh tidak dapat meraba kearah mana dirinya akan melayang, tentu tidak sulit untuk meloloskan diri Tapi sekarang musuh tidak pedulikan arahnya, asal dirinya mengapung keatas, segera senjata rahasia berhamburan sehingga terpasang selapis jaring senjata rahasia, untuk lari menjadi sukar.

   Namun dia tetap berusaha sebisanya, tanpa bicara ia terus melompat pula.

   Tapi Yap su-boh tidak kalah cepatnya.

   begita dia bergerak, segara Yap su-boh juga berteriak agar senjata rahasia ditebarkan maka terpaksa Ya Wi melompat mundur lagi.

   Begitulah berturut-turut terjadi sampai beberapa kali dan selalu Yu Wi dipaksa melompat mundur ke tempat semula.

   Karena menggendong Hana, tentu saja lompatan Yu Wi kian kemari itu sangat makan tenaga, dengan napas agak terengah ia berdiri di tempatnya untuk menghimpun tenaga.

   Yap su-boh tertawa, katanya.

   "Nah, jangan harap lagi Kalau tidak lekas menyerah, sekali kuberi perintah dan semua senjata rahasia tertuju padamu. bisa jadi sukar mengenai dirimu, tapi Hana dalam gendonganmu pasti sukar terhindar.. Selesai mengatur napas, segera Yu Wi membentak.

   "Ini, supaya kalian tahu kelihaian Hui-liongpoh"

   Habis berkata, segera ia melangkah maju dan lain saat mendadak jejaknya menghilang.

   Yap su-boh tetap memberi komando seperti tadi, ke-12 jago pengawalnya tidak tahu kemana menghilangnya Yu Wi, secara membabi buta mereka menghamburkan senjata rahasia.

   Tapi Yu Wi sempat melompat ketepi jaringan senjata rahasia musuh, mendadak kedua kakinya menendang secara berantai dengan cepat.

   Hujan senjata rahasia itu semuanya ditendang balik sehingga menyambar kearah ke-12 jago pengawal Mo-kui-to itu.

   Keruan ke-12 tokoh itu terkejut dan kelabakan sendiri, cepat mereka mengangkat senjata untuk menangkis.

   Setelah hujan senjata rahasia itu dapat mereka sampuk jatuh.

   sementara itu Yu Wi sudah kabur.

   Sampai melongo Yap su-boh, sekian lamanya barulah ia bergumam.

   "Kungfu apakah ini. Kungfu apa ini?"

   Setelah berhasil lolos dari kepungan musuh dengan langkah ajaib Hui-liong-poh yang terakhir, Yu Wi tidak langsung menuju pesisir, tapi berlari diantara batu karang yang berserakan.

   Sembari berlari, ia merasakan napasnya terengah-engah, rupanya jurus Hui-liong-poh yang terakhir itu terlalu kuat, sangat makan tenaga bila digunakan, seketika tenaga tak dapat pulih kembali.

   Melihat musuh tidak mengejar, Hana berbisik padanya.

   "Biarkan kuturun saja."

   Yu Wi lantas berhenti dan Hana merosot turun ke tanah, ia keluarkan sapu tangan untuk mengusap keringat didahi Yu Wi, ucapnya dengan kasih sayang.

   "Ai, gara-gara diriku kau jadi susah begini"

   "Tidak apa-apa,"

   Ujar Yu Wi sambil menggeleng.

   "kau lihat adakah orang di sekitar sini?"

   Belum lagi Hana menjawab, tiba-tiba seorang muncul dari balik batu karang dan berucap dengan suara halus.

   "Yu-toako, Jing-ji sudah menunggu disini,"

   "Hah, sudah kau sediakan kapal bagi kami?"

   Seru Yu Wi girang.

   "Sudah,"

   Sahut Yap Jing dengan sedih. Dengan heran Hana bertanya.

   "He. bagaimana duduknya perkara ini?"

   Yu Wi berkata pula kepada Yap Jing.

   "

   Waktu kau beri gergaji padaku, lantas kuduga tentu akan kau bantu kami dipantai disini, hanya tidak kuketahui dimana tempatnya."

   "Dan sekarang juga Toako akan berangkat?"

   Tanya Yap Jing dengan tersenyum getir.

   "Kalian tunggu saja disini, akan kutolong juga Hoay-soan,"

   Kata Yu Wi.

   "Tidak perlu susah payah lagi, adik Soan sudah sejak tadi menunggu didalam kapal,"

   Kata Yap Jing. Dengan terharu Yu Wi pegang tangan nona itu dan berkata.

   "o, terima kasih, terima kasih"

   Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Saking emosiya banyak "terima kasih"

   Saja yang sempat diucapkannya, maklumlah, kulau Yap Jing tidak membantunya, jelas Yu Wi akan kerepotan, bahkan juga sukar meninggalkan Mo-kui-to dan menyeberang lautan seluas ini meski ilmu silatnya setinggi langit.

   "Lekas kalian naik keatas kapal,"

   Ujar Yap Jing kemudian dengan suara pelahan. Tertampak sebuah perahu panjang tertambat dicelah-celah batu karang yang agak tersembunyi di sebelah sana, di atas perahu berdiri seorang lelaki tinggi besar.

   "Inilah juru mudi terkenal dipulau ini,"

   Kata Yap Jing sambil menunjuk lelaki kekar itu.

   "Di bawah kemudinya, perahu ini pasti dapat mengarungi samudera ini dengan selamat sampai di daratan sana. Dia orang jujur dan setia, sudah kupesan harus mengantar kalian sampai ditempat tujuan, maka tidak perlu kalian kuatir."

   Yu Wi merasa tidak enak hati, katanya.

   "Kau bantu kami melarikan diri, apakah takkan diketahui oleh ayahmu?"

   Yap Jing menggeleng. katanya.

   "Tidak. tidak bisa, biarpun ketahuan juga tidak menjadi soal, aku kan anaknya, tentu ia takkan memberi hukuman berat padaku. Nah, lekas kalian berangkat saja, kalau terlambat mungkin terjadi apa-apa lagi."

   Hana lantas naik keatas perahu, lelaki kekar itu menuding kamar perahu, maksudnya menyuruh dia masuk kesitu, Tiba-tiba terdengar suara Hoay-soan berkata didalam dek.

   "Apakah Toako yang datang?"

   Hana melengak mendengar suara orang perempuan, ia heran siapakah dia? segera ia masuk kekamar perahu itu, menyusul Yu Wi juga naik ke atas perahu. Dengan perasaan berat Yap Jing berkata.

   "Bisakah kita bertemu lagi?"

   "Akupun tidak tahu."

   Jawab Yu Wi.

   "Apabila engkau datang ke Tionggoan mungkin kita masih akan berjumpa, Mo-kui-to jelas takkan kudatangi lagi."

   Ia pikir sekalipun Yap su-boh banyak berbuat kejahatan, tapi aku sudah berjanji padamu untuk tidak membunuhnyu, maka tidak nanti kudatang lagi kepulau ini biarpun semua orang menghendaki kudatang kesini untuk membunuhnya.

   "Lekas Kuncu pulang agar tidak diketahui Tocu,"

   Kata lelaki kekar tadi, lalu ia pegang galah panjang dan menolak batu karang sekuatnya.

   seketika perahu itu meluncur beberapa tombak jauhnya meninggalkan pantai.

   Yu Wi masuk ke dalam dek dan melihat Kan Hoay-soan memang betul berada disitu.

   Baru saja Hoay-soan sempat berseru memanggil, sekonyong-konyong terdengar jeritan ngeri dua kali diluar sana, suara yang satu jelas adalah suara lelaki kekar tadi, jeritan lain timbul dari pantai sana, itulah suara Yap Jing.

   Tergetar hati Yu Wi, cepat ia melompat keluar kabin perahu.

   Dilihatnya lelaki kekar itu sudah terkapar dihaluan perahu dengan dada terkena beberapa macam senjata rahasia, mata mendelik dan mandi darah, jelas sudah mati.

   Bagian 26 Sekonyong-konyong dari pantai sana menyambar tiba sebarisan senjata rahasia.

   Yu Wi sempat melihat Yap Jing menggeletak ditepi pantai, ia tahu jeritan tadi pasti suara nona itu, sungguh sedih hatinya, segera ia membentak.

   "Serangan bagus"

   Berbareng ia terus mengapung ke udara.

   Hujan senjata rahasia itu sama mengenai tempat kosong, tanpa berhenti Yu Wi terus melayang kembali kepantai, Perahu tadi baru belasan tombak meluncur, maka Yu Wi masih keburu mencapai tepi pantai, begitu tiba ia terus tarik baju pundak Yap Jing.

   Pergelangan tangannya terikat, tapi kedua tangannya dapat memegang, baru saja Yap Jing terangkat, kembali terjadi lagi hujan senjata rahasia secara ngawur tanpa menghiraukan matihidup Yap Jing.

   Cepat Yu Wi menggeser langkah dan melompat kearah perahu, langkah Naga Terbang itu sungguh sangat ajaib, begitu dia melangkah kesana, segera tubuhnya meluncur secepat terbang dan hinggap lagi di atas perahu.

   Terdorong oleh daya hinggap Yu Wi.

   perahu itu meluncur cepat kedepan hingga belasan tombak pula.

   Kini jarak perahu itu sudah tiga puluhan tombak jauhnya, senjata rahasia biasa sudah sukar lagi mencapainya.

   Yu Wi lantas menurunkan Yap Jing diatas perahu.

   bentaknya dengan gusar kearah pantai "Yap Su-boh, keji amat kau.

   Peribahasa mengatakan sebuas-buasnya harimau juga tidak makan anaknya sendiri.

   Tapi kau tega membinasakan anak perempuan sendiri, sungguh lebih buas daripada binatang."

   Mendadak angin meniup kencang, segera layar perahu itu dikerek sehingga makin jauh meninggalkan pantai. Ditengah deru angin itu terdengar suara tertawa Yap su-boh yang mirip bunyi burung hantu, katanya.

   "Tukang perahunya sudah mati, orang she Yu, ingin kulihat apakah kau dapat lolos dari cengkeramanku?"

   Yu Wi mengangkat Yap Jing kedalam kamar perahu dan diperiksanya, ternyata punggung nona itu terkena tiga anak panah.

   Agaknya nona ini merasa berat untuk pulang waktu perahu sudah meluncur pergi, ia berdiri dipantai menyaksikan keberangkatan perahu itu, akibatnya terjadi malapetaka, kuatir anak perempuannya bersuara mengejutkan Yu wi, maka Yap su-boh tega membunuhnya sekalian.

   Cukup dalam anak panah itu menancap ditubuh Yap Jing, Yu Wi coba memeriksa napas nona itu, ternyata masih hidup, diam-diam anak muda itu bersyukur, asalkan belum mati tentu masih ada harapan untuk disembuhkan.

   Yu Wi selalu membawa obat luka, cepat Hoay-soan membuka bungkusan obat, tanyanya dengan kuatir.

   "Toako, apakah enci Jing dapat diselamatkan?"

   "Pasti dapat,"

   Jawab Yu Wi tegas.

   "Kalian dapat mendayung perahu tidak?"

   Hoay-soan dan Hana menggeleng bersama.

   Maklumlah, asal-usul kedua nona itu sama-sama dari keluarga terpandang, yang satu keturunan perdana menteri yang lain puteri raja, selama hidup mereka mana pernah mendayung perahu, bahkan melihat perahu saja jarang.

   Yu Wi sendiri dapat mendayung.

   tapi kedua tangannya terikat, iapun buru-buru ingin menolong Yap Jing, untuk sementara selangkah pun dia tidak dapat meninggalkan kamar perahu itu, keruan ia sangat gelisah, katanya dengan gegetun.

   "Ai, tidak ada yang mendayung perahu, tidak lama lagi kita pasti akan tersusul dan jatuh dalam cengkeraman Yap su-boh lagi."

   Rupanya hal ini juga menjadi tujuan Yap su-boh ketika dilihatnya perahu itu sudah meluncur pergi, ia pikir asalkan si tukang perahu dipanah mati.

   sedang kedua tangan Yu Wi terikat, tentu perahu itu tak dapat berlayar jauh, dan sekarang hal ini memang benar telah terjadi.

   Menyadari sebentar lagi mereka akan ditawan kembali ke Mo-kui-to, serentak Hana dan Hoaysoan berseru.

   "Baik, coba kita mendayung"

   Berbareng mereka lantas menuju ke buritan.

   Diam-diam Yu Wi menggeleng kepala, ia pikir kedua nona yang sama sekali tidak pernah mendayung ini, umpama sekarang mereka berusaha mendayung juga tak dapat berlayar dengan cepat.

   Padahal kapal pemburu Mo-kui-to sangat cepat, biarpun dirinya yang mendayung juga sukar lolos dari kejaran kapal pemburu lawan.

   Menurut perkiraan Yu Wi, mungkin malam nanti juga akan disusul dan ditawan kembali ke Mokui- to.

   Tapi yang paling penting sekarang adalah menyembuhkan Yap Jing, ia tidak dapat berpikir lain lagi, ia pasrah nasib saja.

   segera ia mengeluarkan sebilah pisau perak kecil dari bungkusannya dan perlahan mulai mengorek ujung panah yang menancap di punggung Yap Jing itu.

   Nona itu sudah pingsan, ia tiarap tanpa bergerak sehingga Yu Wi dapat membedah lukanya dengan bebas untuk mengeluarkan anak panah itu.

   Setelah ujung panah dikeluarkan, lalu Yu Wi membubuhinya dengan obat luka.

   Pada saat itulah mendadak perahu terasa oleng.

   "Wah, salah, salah dayung kesebelah sana"

   Demikian terdengar teriakan Hana. Sejenak kemudian barulah badan perahu itu tegak kembali dan meluncur pelahan ke depan.

   "Eh, siapakah nama Taci ini?"

   Tanya Hoay-soan.

   "Namaku Hana, dan kau?"

   "Aku she Kan bernama Hoay-soan, apakah kau orang Tionggoan?"

   "Ah, kiranya kau adik Kan ciau-bu."

   Hoay-soan tidak menjawabnya.

   "Aneh benar tiupan angin tadi, tampaknya cuaca akan segera berubah,"

   Kata Hana pula. Sejak kecil dia hidup di daerah gurun maka dia cukup pengalaman terhadap seluk-beluk cuaca. Setelah diam sebentar, tiba-tiba Kan Huay-soan tanya.

   "Kau kenal Kan ciau-bu?"

   "Kenal, sudah lama kenal,"

   Jawab Hana.

   "Dia pernah pergi ke negeri kami dan berunding dengan Ayah Baginda maksudnya hendak meminjam pasukan ayah untuk menggempur pangkalan panglima Tionggoan yang terkenal, yaitu Ko tayciangkun, sungguh aku tidak habis mengerti, dia adalah putera perdana menteri kerajaan Tionggoan, kenapa malah meminjam kekuatan luar untuk menyerang negeri sendiri."

   Sementara itu Yu Wi sudah selesai membalut luka Yap Jing, mendengar ucapan Hana itu, hatinya tergetar, pikirnya.

   "sungguh keji amat, barangkali lantaran nama Ko siu jauh lebih terpandang di mata sri Baginda daripada Thian-ti-hu, maka Kan ciau-bu berusaha membasminya, selain mengacau dunia persilatan agar terjadi bunuh membunuh sendiri, ia juga berusaha menimbulkan perang antar negara, kalau dunia sudah kacau. lalu dia yang akan menarik keuntungannya, sungguh besar ambisi orang ini dan keji pula tipu muslihatnya."

   Hendaklah maklum, wibawa Thian-ti-hu pada saat itu sudah merosot, terpaksa Kan Ciau-bu harus menegakkan nama Thian-ti-hu melalui kekacauan dunia persilatan.

   Yu Wi mengeluarkan pula satu biji obat dan disuapkan kemulut Yap ling, ia berharap nona itu lekas siuman.

   Pada saat itulah mendadak suara guntur menggelegar memecah udara.

   sungguh tidak enak bagi pendengaran.

   Suara guntur yang keras itu membikin Yap Jing terjaga bangun, ia merintih sakit.

   Cepat Yu Wi berjongkok dan memanggil.

   "Jing-ji..Jing-ji ..."

   Didengarnya Yap Jing lagi mengigau dengan suara lemah.

   "

   Lekas lari, lekas Lekas lari Toako"

   Jelas setelah roboh terpanah, Yap Jing tetap tidak lupa akan keselamatan Yu Wi yang berusaha lari itu Yu Wi meraba dahi nona itu, terasa panas luar biasa, rupanya luka Yap Jing telah menimbulkan demam, lekas dia memberikan minum satu biji obat lagi.

   Mendadak terjadi lagi guncangan hebat pada badan perahu, terdengar Hana berteriak.

   "Pegang kencang kemudinya. Pegang yang erat ....

   "

   "Wah, tidak. aku tidak sanggup,"

   Seru Hoay-soan kuatir.

   "Aku ...aku tidak kuat berdiri"

   Rupanya perahu itu terombang-ambing di tengah gelombang ombak yang dahsyat, kepala Hoay soan menjadi pusing.

   Untung Hana tidak mabuk kapal, cepat ia memburu maju dan menggantikan Hoay-soan memegang kemudi.

   Namun ombak terlalu besar, badan perahu tambah hebat terombang-ambing, tampaknya setiap saat perahu bisa terbalik dan tenggelam.

   Suara rintihan Yap Jing iuga tambah keras, Yu Wi kuatir luka si nona tambah parah karena guncangan perahu, cepat ia bertiarap, dengan kaki dan tangan ia tahan pada papan perahu, tubuhnya menempel erat di atas badan Yap Jing agar nona itu tidak terguncang dan tidak menambah sakitnya.

   Karena gelombang ombak bertambah dahsyat, Hoay-soan ketakutan hingga berteriak-teriak.

   "Wah, bagaimana... bagaimana baiknya?...."

   Hana ternyata dapat memegang kemudi dengan tenang, tapi iapun tidak tahu cara bagaimana supaya guncangan perahu bisa berkurang.

   Didengarnya suara angin menderu-deru, ia memejamkan mata dan berdoa kepada Yang Maha Kuasa agar melindugi mereka.

   Yu Wi tidak sempat keluar dari kabin untuk membantu, sebab kalau luka Yap Jing sampai pecah lagi tentu sukar ditolong lagi.

   Terpaksa dia harus mendekap diatas tubuh nona itu agar tidak terguncang, dengan demikian jiwa Yap Jing baru ada harapan diselamatkan.

   Tapi iapun tahu apabila perahu terus oleng, akhirnya pasti akan terbalik.

   Cepat ia berteriak.

   "Adik soan, lekas turunkan layar, lekas"

   Angin meniup semakin keras, ombak bergemuruh, namun suara teriakan Yu Wi dapat didengar Hoay-soan dengan jelas, ia merangkul tiang layar tapi tidak berani bergerak karena terlalu hebatnya guncangan.

   Hana tidak berani meninggalkan kemudinya, teriaknya.

   "Betul itu lekas turunkan layar, lekas"

   Kalau layar sudah diturunkan, akan berkuranglah tekanan angin dan perahu pun tidak mudah terbalik.

   Hoay-soan juga mengerti teori ini, tapi dia sedang mabuk laut, kepala terasa pusing, jangan kata menurunkan layar, berdiri saja tidak sanggup.

   Keruan Hana kelabakan, ia berteriak-teriak.

   "Ayolah, lekas ... Lekas ..."

   Hoay-soan tahu jika terlambat lagi, sebentar perahu tentu akan terbalik, dia tidak berani meninggalkan rangkulannya pada tiang layar untuk melepaskan tali layar.

   Tiba-tiba didapatkan akal, dikeluarkannya belati dan digigit, lalu ia memanjat tiang layar.

   Sekuatnya ia merambat kepuncak tiang, setiba di situ, dirasakannya bumi seakan-akan berputar.

   Meski dia belajar ilmu silat dan bukan gadis biasa, tapi ilmu silatnya sekarang sama sekali tidak berguna, kepalanya pusing sehingga hampir tidak dapat melihat.

   
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Sambil merangkul tiang layar, dengan belatinya ia memotong kesana-sini secara ngawur, untung sekali tabas kebetulan tali utama layar terpotong putus.

   segera layar itu jatuh terbawa angin.

   Guncangan perahu lantas banyak berkurang, akan tetapi ombak semakin dahsyat, bahkan turun hujan lagi dengan lebatnya.

   sekuatnya Hana memegang kemudi, air hujan menyiram mukanya sehingga mata pun sukar terbuka.

   Udara gelap gulita, guntur menggelegar susul menyusul, suasana sangat menakutkan, Kan Hoay-soan masih merangkul dipuncak tiang layar dan belum lagi turun.

   Sesungguhnya bukan dia tidak mau turun.

   sebab setelah disiram air hujan dan merasa takut oleh bunyi guntur yang gemuruh, dia tambah erat merangkul tiang layar dan tidak pikirkan urusan lain lagi.

   Lama-lama puncak tiang itu tidak tahan berat seorang manusia.

   "krek". mendadak tiang layar patah dan jatuh kelaut. Dalam keadaan kepala pusing tujuh keliling, hakikatnya Hoay-soan tidak tahu apa yang terjadi, tahu-tahu ikut tiang layar kecebur kedalam laut. Patahnya tiang layar membuat beban perahu itu menjadi ringan, meski gelombang ombak tetap sangat besar, namun perahu itu ikut terombang-ambing dan tidak perlu kuatir lagi akan terbalik, Perubahan cuaca sungguh cepat sekali, baru saja terjadi hujan badai, sebentar saja hujan lantas berhenti dan angin berhenti meniup, suasana kembali tenang. Dua-tiga jam kemudian, hari pun mulai remang-remang, fajar sudah hampir menyingsing. Hana masih terus merangkul kemudi ditempat semula, meski dinegerinya dia sudah terbiasa naik kuda dan memanah sepanjang hari, tapi siksaan hujan badai hampir semalam suntuk membuatnya kelelahan dan terpulas. Guncangan perahu yang hebat membuat Yu Wi terpaksa harus mengerahkan tenaga dalam untuk menahan tubuh Yap Jing di atas dek. setelah ia mengeluarkan tenaga semalaman, saking lelahnya akhirnya ia tertidur. Hanya Yap Jing saja yang tetap tidur dengan tenang seperti semula, obat pemberian Yu Wi telah menambahkan tenaganya, obat itu sangat mujarab terhadap luka luar. setelah tidur semalam, Yap Jing yang mendusin lebih dulu. Hari sudah tenang sehingga keadaan kamar perahu tertampak dengan jelas, Yap Jing merasa sekujur badan segar dan hangat, ia pikir apakah dirinya sudah mati terpanah dan sekarang sudah berada di akhirat? Tapi apa yang dilihatnya ternyata bukan begitu halnya. Cahaya matahari terasa menyilaukan mata, jelas inilah dunia fana, tanpa terasa ia meraba luka di bagian punggung, sekali raba, yang teraba adalah tubuh hangat seorang lain- Baru sekarang disadarinya ada seorang tidur dengan setengah mendekap diatas tubuhnya. Keruan jantung Yap Jing berdebar, diam-diam ia membatin.

   "Wah, siapakah dia?"

   Tiba-tiba didengarnya debur ombak yang keras, ia terkesiap dan merasakan berada di atas perahu, setelah direnungkan, tahulah dia pasti Yu-toako yang telah menolongnya ke atas perahu ini, hanya dia saja yang mampu menyembuhkan lukanya yang terkena panah itu.

   Ia tidak tahu sekarang berada dimana dan siapa pula yang tidur menindih tubuhnya ini.

   Hidungnya mencium bau badan lelaki yang khas, padahal situkang perahu sudah mati terpanah, satu-satunya lelaki di atas perahu hanya Yu Wi saja, maka orang yang bertiarap di atas tubuhnya ini pasti Yu-toako.

   Tapi mengapa dia tidur menindih tubuhnya? Mau-tak-mau pikiran Yap Jing menuju ke hal begituan, seketika mukanya menjadi merah, dirasakan sekujur badan sendiri hangat segar, tapi tidak bertenaga sedikit pun.

   Tenaga Yu Wi pulih dengan sangat cepat, ketika mendengar suara napas Yap Jing yang agak terengah, ia terjaga bangun, setelah melompat bangun dan berduduk.

   cepat ia tanya.

   "Sudah baikkah kau?"

   Pelahan Yap Jing bangun berduduk. jawabnya dengan menunduk.

   "Sudah baik, cuma tidak bertenaga."

   Yu Wi mengangguk.

   Ia memutar ke belakang Yap Jing dan coba meraba punggungnya.

   sebagian baju bagian punggung Yap Jing sudah terrobek, tubuh nona itu bergetar ketika tersentuh oleh tangan Yu Wi.

   Yu Wi meraba borok dipunggung si nona, katanya dengan menyesal.

   "Ai, ayahmu sungguh kejam, ketiga panah ini sama sekali tidak kenal ampun. Meski luka ini sudah sembuh, tapi darah terlalu banyak keluar, seketika tenagamu belum dapat pulih. sedikitnya kau perlu istirahat sebulan lagi "

   "Toako, kembali kau yang menyelamatkan jiwaku."

   Kata Yap Jing dengan terharu.

   "Besar amat ombak semalam, sungguh kukuatir lukamu akan pecah lagi, terpaksa aku tiarap diatas badanmu agar kau tidak terguncang terlalu keras."

   Kata Yu Wi sambil memandang papan perahu, dimana masih ada bekas tangan dan kakinya yang menancap rapat pada dek sehingga guncangan perahu tidak sampai mengganggu luka Yap Jing itu.

   Baru sekarang si nona tahu maksud tujuan Yu Wi bertiarap di atas tubuhnya, jadi pikirannya sendiri tadi yang telah menyeleweng.

   ia pikir mungkin kuatir dirinya salah paham.

   maka Toako sengaja memberitahukan tujuannya padaku.

   Mendadak Yu Wi berseru.

   "Ahh"

   "Ada apa, Toako?"

   Tanya Yap Jing.

   "Hana dan adik soan entah berada dimana sekarang? ..."

   Cepat Yu wi memburu ke atas perahu, di buritan hanya kelihatan seorang saja dan tiada orang kedua. Air muka Yu Wi menjadi pucat, ia mendekati buritan dan membangunkan Hana, tanyanya.

   "Di manakah dia ...

   "

   Hana mendusin dengan mata masih sepat, sahutnya.

   "siapa...siapa yang kau maksudkan?"

   "Adik soan,"

   Sahut Yu Wi dengan kuatir.

   "Hoay-soan hilang."

   Cepat Hana merangkak bangun dan menuju ke tiang layar yang patah itu, ia raba bagian yang patah, ucapnya dengan sedih.

   "Paling akhir kulihat dia memanjat ke atas tiang ..."

   "Bluks"

   Yu Wi jatuh terduduk di dek perahu dengan muka pucat, ia pikir kalau tiang layar patah, maka Hoay-soan pasti juga ikut kecebur kelaut, ombak sebesar itu, mana ada harapan buat hidup lagi ....

   ia tidak berani membayangkan bagaimana jadinya dengan Kan Hoay-soan, ia duduk termenung tanpa berkata apa pun.

   Hana memendangi langit yang luas, cahaya senja tampak gilang gemilang, angin reda dan ombak tenang, sedikit pun tidak ada tanda-tanda baru terjadi badai semalam.

   Tiba-tiba ia berlutut kearah barat, ia memejamkan mata dan berkomat-kamit memanjatkan doa, entah merasa bersyukur karena dirinya sendiri dapat hidup atau karena berduka dan berdoa bagi keselamatan teman seperahu.

   Kelihatan wajahnya mengunjuk rasa sedih, jelas dia lagi berdoa Kan Hoay-soan.

   Siapa pun tidak berani mengharapkan Hoay-soan akan hidup kembali, sebab hal ini terlalu mustahil.

   tidak mungkin terjadi ....

   Perahun itu terus terombang-ambing di tengah samudra raya tanpa arah tujuan tiang layar patah, dayung juga sudah hilang, terpaksa perahu terombang-ambing sesukanya, betapapun tinggi kungfu seseorang juga tak berdaya menghadapi keadaan demikian.

   Selama lima hari perahu itu terhanyut kian kamari, untung persediaan air tawar dan rangsum dalam perahu cukup banyak, biarpun terhanyut beberapa hari lagi juga masih tahan.

   Tapi bila air minum sudah habis, maka tiada jalan lain kecuali menanti kematian belaka.

   Yap Jing hanya berbaring didalam perahu untuk merawat lukanya, sedangkan Yu Wi sepanjang hari hanya berduduk saja diatas dek tanpa berkata, memandangi langit dengan termenungmenung, benaknya seolah-olah kosong dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya.

   Hana tahu anak muda itu berduka bagi hilangnya Kan Hoay-soan, maka iapun tidak berani mengganggunya, ia sibuk dengan tugasnya, yaitu membagi-bagikan makanan kepada Yu Wi dan Yap Jing, malamnya ia menutupi tubuh Yu Wi dengan selimut, ia sendiri tidur disamping anak muda itu.

   Yu Wi juga tidak menyuruh Hana tidur ke dalam kabin, bila lelah iapun tidur dengan berduduk di haluan perahu, kalau mendusin ia lantas memandang lagi kesekeliling lautan seakan-akan berharap bisa menemukan keajaiban dan mendadak melihat Kan Hoay-soan terhanyut di tengah laut.

   Suatu hari, sang surya tepat di tengah cakrawala dengan sinarnya yang gemilang, langit cerah tiada awan, air laut tenang, dalam bulan delapan, cahaya matahari tidak terlalu panas sehingga badan terasa hangat meski terjemur sepanjang hari.

   Di tengah lautan lepas nan sunyi itu, tiba-tiba terdengar suara nyanyian berkumandang dari kejauhan- Dari suaranya yang serak dapat diketahui bahwa yang menyanyi itu pasti seorang tua.

   Mendadak Hana berseru.

   "He, aneh, sungguh aneh, manusia berjalan di permukaan laut"

   Dari suaranya saja Yu Wi sudah terkejut, sebab suara itu kedengaran sangat kuat. meski berkumandang dari jauh, namun tiada ubahnya seperti timbul dari tempat yang dekat. Diam-diam Yu Wi heran, pikirnya.

   "sungguh luar biasa tenaga dalam orang tua ini, di dunia sekarang rasanya sukar dicari bandingannya."

   Ketika didengarnya pula Hana lagi berseru "ada orang berjalan dipermukaan laut", tanpa terasa berpaling memandang ke arah sana.

   iapun heran siapakah yang dapat berjalan dipermukaan laut kecuali malaikat dewata.

   Sebab lautan terlalu luas, betapa sukar orang meluncur di atas air.

   berlainan dengan sungai yang tidak luas, orang yang memiliki Ginkang tinggi mungkin sanggup menyeberanginya dengan meminjam daya luncuran sepotong papan- Tapi lautan seluas ini, tidak mungkin orang dapat meluncur sejauh ini tanpa berganti napas.

   Tapi ketika dilihatnya ada seorang benar-benar berjalan dipermukaan, laut, bahkan sangat cepat jalannya, hanya sebentar saja sudah dekat dan terlihat dengan jelas adalah seorang kakek berjubah cokelat dengan muka berjenggot cabang tiga dan selalu tersenyum, Dia langsung menuju kearah Yu Wi, hanya sekejap saja sudah tinggal beberapa tombak jauhnya, mendadak ia melayang keatas, dengan enteng hinggap di haluan perahu, disamping Yu Wi, katanya.

   "Maaf mengganggu"

   Habis berkata, tanpa memperkenalkan diri, ia pun duduk bersila menirukan Yu Wi.

   Waktu anak muda itu memandang ke permukaan laut, tertampak mengapung sepotong papan berujung lancip sepanjang dua meteran, baru tahu Yu Wi akan duduknya perkara, kiranya kakek itu menggunakan Iwekangnya yang tinggi untuk menguasai papan itu sehingga dapat laju dipermukaan laut, jadi bukan berjalan diatas laut seperti disangka Hana.

   Untuk bertindak demikian diperlukan juga Ginkang dan keberanian yang luar biasa, sebab bila ada gelombang laut, laju papan itu tentu tidak mantap dan penumpangnya pasti akan kecebur.

   Sudah tentu Hana tidak tahu duduknya perkara, ia bertanya kepada si kakek.

   "Eh, Losiansing, apakah engkau malaikat dewata?"

   Si kakek hanya tersenyum saja tanpa menjawab, lalu memandang jauh kedepan sana. Kuatir Hana merasa kikuk. Yu Wi lantas memberi penjelasan.

   "Bukan, hanya ginkang Losiansing ini sangat tinggi sehingga dapat pesiar di laut dengan menumpang sebuah papan"

   "Ah, biarpun bukan malaikat dewata, kepandaian demikian juga sudah mendekati kesaktian dan kegembiraan dewa."

   Ujar Hana dengan tertawa.

   "Benar pesiar di atas laut memang segembira dewa."

   Kata si kakek dengan senang.

   "Ah, itu dia kapalku sudah datang menjemput diriku."

   Waktu semua orang memandang ke sana, benarlah ada sebuah kapal besar sedang meluncur tiba dengan cepat.

   Baru sekarang Yu Wi tahu sebabnya si kakek berani pesiar di atas laut, rupanya dia selalu di ikuti sebuah kapal.

   Tapi mengingat orang suka pesiar cara unik ini, jelas perangainya juga luar biasa.

   Sesudah kapal besar itu mendekat, si kakek berkata.

   "Perahu kalian tidak mungkin tahan hujan badai, kalian boleh naik kapalku saja."

   "Terima kasih atas maksud baik Losiansing,"

   Jawab Yu Wi.

   lalu ia masuk kekabin dan memanggil Yap Jing keluar.

   Setelah perahu merapat dengan kapal besar itu, kelasi di atas kapal menggantol perahu itu dengan galah berkait, tampak seorang pemuda bersandar di lankan kapal dan menyapa dengan tertawa.

   "Ada penemuan apa, ayah?"

   "Ah, tetap sama saja,"

   Jawab si kakek tadi.

   Berbareng dengan suaranya itu, dengan gaya yang indah ia terus melayang ke atas kapal.

   Ginkangnya tidak kelihatan ada sesuatu yang istimewa, tapi Yu Wi cukup bisa menilai, sebab begitu tubuh si kakek mengapung ke atas, perahu yang dipijaknya tidak berguncang sedikit pun, maka dapatlah dibayangkan betapa hebat Ginkangnya.

   Rupanya si kakek sengaja hendak menguji, ia berseru kepada Yu Wi.

   "Ayolah lekas naik ke sini"

   Tenaga Yap Jing belum pulih sehingga sukar untuk main lompat, dtngan suara pelahan Yu wi lantas berbisik padanya.

   "Mari kugendong kau"

   Setelah ragu sejenak. Yap Jing lantas mendekap di punggung Yu Wi dan merangkul lehernya.

   "Rangkul yang erat"

   Seru Yu Wi, berbareng dengan suaranya itu iapun melayang ke atas kapal besar itu. Meski perahu bergoyang sedikit, tapi juga lumrah saja dan tidaklah memalukan. Si kakek lantas memuji.

   "Ginkang bagus, anak muda"

   Yu Wi lantas melompat turun lagi ke perahu, tanpa disuruh Hana terus merangkul erat di belakang punggung Yu Wi.

   "Kau takut tidak?"

   Tanya Yu Wi.

   "Tidak,"

   Jawab Hana dengan tertawa.

   "Baik,"

   Berbareng dengan ucapannya ini, kembali Yu Wi mengapung ke atas kapal.

   "Cerdik benar, anak muda"

   Si kakek memuji pula dengan tersenyum. Kiranya Yu Wi dapat melihat cara melompat si kakek keatas kapal tadi didahului dengan ucapan "sama saja"

   Hal ini sangat menguntungkan pengerahan Ginkangnya, sebab itulah dua kali iapun menirukan si kakek dengan bersuara "

   Rangkul yang erat"

   Dan "baik".

   sebab kalau dia tidak bersuara dan melompat begitu saja, tentu hawa dalam tubuh tidak terembus keluar dan akan menekan ke bawah sehingga membikin perahu bergoyang.

   Tapi sekarang meski perahu itu bergoyang sedikit, tapi dia melompat ke atas dengan menggendong satu orang, kalau dibandingkan si kakek.

   betapapun masih dapat dikatakan setingkat.

   Si kakek tadi lantas berkata kepada pemuda di atas kapal.

   "Anakku, berkenalan dengan Toako ini."

   Dengan angkuh pemuda itu menjawab.

   "Apakah mereka pun orang yang tertimpa musibah hujan badai?"

   Dari nada ucapan orang agaknya telah ditemui beberapa rombongan orang yang tertimpa hujan badai, maka Yu Wi lantas mendekati pemuda itu, ia memberi hormat dan menyapa.

   Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Siapakah she Anda yang terhormat?"

   Dengan sikap pongah pemuda itu menjawab.

   "Aku she Auyang, kapal kami ini tidak menerima penumpang luar, setiba didaratan hendaklah lekas kalian turun"

   Meski mendongkol, Yu Wi tetap bicara dengan sopan.

   "Cayhe Yu Wi. maaf jika sekiranya mengganggu. Ada suatu urusan ingin kumohon keterangan "

   "Urusan apa?"

   Jawab pemuda yang bernama Auyang Po itu dengan angkuh. Melihat sikap orang yang kasar itu, diam-diam Yap Jing merasa gemas, pikirnya.

   "Hm, apa yang kau sombongkan? sebentar boleh kau rasakan lihainya nonamu."

   Didengarnya Yu Wi lagi berkata.

   "Dari ucapan Anda tadi, agaknya kapal kalian sudah banyak menyelamatkan orang yang tertimpa bahaya."

   Auyang Po hanya mengiakan saja seperti malas untuk menjawab. si kakek lantas menambahkan dengan tertawa.

   "Berikut kalian sudah tiga kali."

   "Kedua kali yang duluan adakah terdapat seorang nona yang bernama Kan Hoay-soan?"

   Cepat Yu Wi tanya pula.

   "Ehm. memang ada ..."

   Jawab Auyang Po acuh tak acuh.

   "Hah, dimana dia?"

   Tanya Yu Wipula dengan girang.

   "Untuk apa kau tanya dia?"

   Jelas sikap Auyang Po merasa kurang senang. Yu Wi memberi hormat lebih dulu sebagai tanda terima kasih, lalu menjawab.

   "Dia adalah adikku, dia kecebur ke laut berikut tiang layar yang patah, kami menyangka dia tak ada harapan lagi untuk hidup, tak terduga telah diselamatkan oleh Anda, sungguh entah cara bagaimana kami harus berterima kasih."

   "Tidak perlu terima kasih, beberapa hari yang lalu dia sudah terjun lagi kelaut,"

   Rengek Auyang Po.

   "Hah, apa katamu?"

   Tidak kepalang kejut Yu Wi.

   "Dia ... dia terjun lagi kelaut?"

   Tanpa memperlihatkan perasaan apa pun Auyang Po menjawab.

   "Betul, sia-sia saja kami menyelamatkan dia."

   Dengan menyesal si kakek ikut bicara.

   "Ai, adik perempuanmu sungguh berwatak terlalu keras, setelah siuman dan tidak menemukan kalian, disangkanya kalian sudah mengalami petaka seluruhnya, maka dia bilang hendak ikut pergi bersama kalian."

   "Mengapa dibiarkan dia terjun lagi kelaut dan tidak kalian mencegahnya,"

   Seru Yu Wi dengan gusar.

   "Hah, sungguh aneh"

   Jengek Auyang Po.

   "Adik perempuanmu sendiri kurang waras dan mau berbuat begitu, masa orang lain kau salahkan?"

   "Aku tidak percaya,"

   Teriak Yu Wi.

   "dia cukup sehat dan waras. tidak nanti dia terjun lagi kelaut tanpa sebab-"

   Yap Jing juga sangsi, katanya.

   "Ya, di dunia ini tidak mungkin ada orang sebodoh itu mau terjun ke laut seccra suka rela, kalau dibilang lantaran kami, sebelum dia menyaksikan kami benar-benar mengalami petaka, biarpun anak kecil juga menaruh harapan kemungkinan kami masih hidup,"

   Sikap si kakek tampak agak menyesal, dia seperti mau omong lagi, tapi Auyang Po lantas menggoyang tangan dan berseru.

   "Ayah, biarkan saja jika mereka tidak percaya, lekas kita antar mereka ke daratan dan selesailah kewajiban kita menolong mereka."

   Si kakek mengangguk dan tidak bicara lagi. baru saja ia mau menyingkir, mendadak muncul seorang nenek dari kabin kapal sana dan berseru.

   "Auyang Liong-lian, watakmu yang suka membela anaknya sendiri sampai sekarang ternyata belum juga berubah."

   Muka nenek itu kelihatan penuh keriput, seperti kulit ayam betina tua yang sudah dicabuti bulunya, Badan agak gemuk dan membawa tongkat panjang. Dengan langkah pelahan ia mendekati mereka. Si kakek tampak melengak. tanyanya.

   "Siapa kau? Dirimana kau tahu aku bernama Auyang Liong-lian"

   Nenek itu tertawa lebar sehingga kelihatan mulutnya yang ompong, jawabnya.

   "Siapa diriku, bukankah akupun orang yang tertimpa bahaya dan ditolong oleh kalian ayah dan anak?"

   Seketika lenyap senyuman yang selalu menghiasi wajah si kakek, katanya.

   "Kutanya padamu darimana kau tahu namaku?"

   Nenek itu berhenti sambil menekuk pinggang dengan kemalas-malasan, pelahan ia ketuk tongkatnya, lalu berkata dengan gegetun.

   "Ai, tua sudah tua, sampai berjalan pun terasa berat"

   Mendadak Auyang Po membentak.

   "Jangan berlagak pilon, ayah tanya padamu, lekas kau "

   Sorot mata si nenek yang tajam beralih ke arah Auyang Po. seketika Auyang Po tertunduk begitu kebentur dengan sinar mata orang. pikirnya.

   "Aneh mengapa sinar mata nenek reyot ini sedemikian menggetar sukma orang?"

   Dengan tertawa nenek itu berkata pula.

   "saudara Liong-lian, masakah kau lupa padaku, meski sudah lebih 40 tak berjumpa, tapi dirimu tidak sampai kulupakan."

   "Berpisah 40 tahun lebih ... ."

   Auyang Liong-lian terkejut.

   "Masa belum lagi ingat?"

   Ujar si nenek.

   "Ai, Hay-liong-ong, kukira kau sudah mulai pikun-"

   Auyang Liong-lian tambah terkejut, pikirnya.

   "Julukanku, Hay-liong-ong sudah lebih 20 tahun tidak kupakai, tapi dia ternyata tahu, jangan-jangan dia ...."

   Tapi setelah direnungkan lagi, rasanya juga tidak sama, maka sambil menggeleng kepala ia berkata pula.

   "Sebutan Hay-liong-ong sudah lama kubuang, sesungguhnya siapa kau?"

   "Ya, ya, kutahu,"

   Ujar si nenek dengan menyesal.

   "Memang tidak pantas kusebut pula Hayliong- ong. Mengenai siapa diriku, jika kau tetap tidak ingat, anggap saja diriku ini orang asing."

   "Jika tidak mau kau katakan, lekas enyah saja dan jangan mengoceh melulu di sini,"

   Damperat Auyang Po. Mendadak Yu Wi berkata.

   "Auyang-heng, tidak seharusnya kau bersikap kasar terhadap seorang tua."

   Auyang Po melirik hina kepada Yu Wi, damperatnya.

   "Untuk apa kau ikut campur urusan orang lain?"

   Segera ia mendekati anak muda itu. Si nenek memandang Liong-lian, dilihatnya tiada tanda-tanda orang tua itu hendak mencegah sikap kasar anaknya, nenek itu menggeleng kepala dan berkata.

   "Ai, saudara Liong-lian, janganlah kau lupa kepada kematian putera sulungmu itu dahulu."

   Seketika air muka Auyang Liong-lian berubah dan membentak.

   "Jangan kurang sopan, anak Po"

   Auyang Po lantas berhenti, katanya dengan pongahnya.

   "Biarkan anak memberi hajaran setimpal kepada bocah ini, ayah"

   "HHm, belum tentu kau dapat menandingi orang ... ."

   Jengek si nenek. Auyang Po menjadi gusar, teriaknya.

   "Jika dalam 10 jurus tidak dapat kuhantam bocah ini hingga cebur kelaut, percumalah kubelajar kungfu dari ayah selama belasan tahun."

   Agaknya Auyang Liong-lian memang sudah biasa suka membela anaknya sendiri baik benar ataupun salah, maka dia tersenyum dan berkata pula.

   "Baiklah, boleh juga kau belajar kenal dengan Yu-toako ini, cuma jangan sunoguh-sungguh."

   Setelah mendapat izin sang ayah, Auyang Po tambah berani dan girang, segera ia melangkah maju dan berdiri di depan Yu Wi. Tapi Yu Wi tetap berduduk di tempatnya dan berkata.

   "Aku tidak mau berkelahi denganmu."

   "Mana boleh sesukamu?"

   Jenyek Anyang Po.

   "Mau-tak-mau harus barkelahi"

   "Selamanya kita tidak ada permusuhan apa pun. kenal pun baru terjadi. untuk apa kita harus berkelahi?"

   Ujar Yu Wi. Dengan angkuh Anyang Po berkata.

   "Siapa suruh kau suka ikut campur urusan orang? Apabila kau tahu dan tidak berani berkelahi, boleh juga kutendang dua kali sekadar pelampias dongkolku."

   Mendengar ucapan menghina ini, Yu Wi tidak marah, tapi Yap Jing jadi gusar, damperatnya.

   "Toako menasihati kau jangan bersikap kasar terhadap orang tua, tindakan ini kau anggap ikut campur urusan orang, hanya saja Toako tidak ingin berkelahi denganmu... ."

   "Hahaha,"

   Auyang Po bergelak tertawa.

   "Toakomu bernyali kecil dan penakut, jika berani boleh juga kau wakilkan dia."

   "Biarpun nona bertempur denganmu juga belum pasti akan dikalahkan oleh manusia rendah dan sombong macammu ini."

   Jawab Yap Jing.

   "Bagus. jika demikian ayolah maju"

   Teriak Auyang Po dengan gusar. Selagi Yap Jing hendak berbangkit, tiba-tiba Yu Wi berbisik padanya.

   "Jing-ji, orang telah menyelamatkan kita, meski kita belum tentu akan mati selama terombang-ambing di tengah lautan, tapi apa pun juga kita hutang budi padanya Jangan kau marah, betapapun kita tidak boleh menjadi manusia yang lupa budi."

   Yap Jing sangat menurut kepada perkataan Yu Wi, meski tetap penasaran, ia tidak jadi maju ke sana. Dengan gusar Auyang Po lantas berteriak pula.

   "Kau sendiri tidak berani berkelahi, orang lain juga kau larang, sesungguhnya apa maksudmu?"

   Dengan hormat Yu Wi menjawab.

   "Sekalipun anda menendang dua kali pada ku juga takkan kubalas."

   Watak Auyang Po memang sudah terbiasa garang.

   ia benar-benar mendekati Yu Wi dan menendangnya .

   Melihat kebrutalan Auyang Po sudah sedemikian rupa dan Auyang Liong-lian tetap anggap sepi saja, seakan-akan anaknya memang pantas menendang dua kali pada Yu Wi, si nenek tadi menjadi gusar, serentak ia angkat tongkatnya dan menyerampang kaki Auyang Po.

   Jarak si nenek dengan Yu wi ada beberapa meter jauhnya, tapi tongkatnya menyapu secepat kilat, tempat yang diserang memaksa lawan harus menyelamatkan diri lebih dulu jika kakinya tidak mau patah.

   Keruan Auyang Po terkejut dan cepat melompat mundur.

   Kata orang.

   "Sekali seorang ahli turun tangan sebera ketahuan berisi atau tidak", Kelihatannya untuk berjalan saja si nenek sudah payah, tapi gerak hantaman tongkatnya ini ternyata sangat lihai. Auyang Liong-lian terkesiap. ucapnya dengan tertawa.

   "Ah, urusan anak kecil, kenapa kau ikut campur, lebih baik kita menonton saja di samping."

   Di balik ucapannya itu seakan-akan hendak bilang janganlah si nenek ikut campur, kalau tidak. maka dia juga takkan tinggal diam, Sambil menatap Auyang Liong-lian, si nenek mendengus.

   "Huh, apakah sudah kau lupakan kematian putera sulungmu yang penasaran itu?"

   "Urusan yang sudah lampau untuk apa mengungkitnya pula?"

   Sahut Auyang Liong-lian dengan gusar.

   "Lagipula, ketujuh orang yang membunuh anakku dahulu itu, satu persatu juga sudah kubinasakan seluruhnya "

   "Tapi tidak kaupikirkan bahwa nama kebesaran Hay-liong-ong juga tamat sejak itu?"

   Rengek si nenek. Tiba-tiba Auyang Liong-lian menghela napas, siapa pun dapat merasakan betapa sedih suara napasnya itu, pikir Yu Wi.

   "Barangkali putera sulung Auyang-siansing ini dahulu banyak berbuat kejahatan, lalu dibunuh oleh ksatria dunia persilatan, tapi dia tidak menyesali anaknya sendiri yang bersalah sebaliknya balas membunuh ketujuh ksatria Bu-lim itu sehingga menimbulkan kegusaran para pahlawan dan secara beramai-ramai mengerubutnya sehingga nama kebesaran Hay-liongong lantas runtuh sejak itu"

   "Saudara Liong-lian,"

   
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Kata pula si nenek.

   "Kau dapatkan keturunan lagi setelah berusia lanjut. semestinya kau beri hajaran yang baik, siapa tahu kau malah memberi hati padanya sehingga anakmu berani berbuat sewenang-wenang, apakah anakmu ini akan mengalami nasib yang sama seperti kakaknya dahulu?"

   Air muka Auyang Liong-lian berubah menjadi masam, ucapnya.

   "Berulang kau sebut saudara Liong-lian padaku, padahal aku tidak merasa kenal dirimu, maka jangan kau sebut begitu lagi pada ku. Pula urusan diriku juga tidak perlu kau ikut campur."

   Ucapannya sangat ketus sehingga membikin kikuk orang. Tapi si nenek lantas tertawa malah, katanya.

   "Ai, orang baik hati malah digigit anjing, ini namanya cari penyakit sendiri"

   Mendadak ia menarik muka dan berseru.

   "Nah, Auyang Liong-lian, setelah selesai anakmu bertanding, sebentar kita juga boleh coba-coba ukur tenaga."

   Auyang Liong-lian tidak memandang sebelah mata pada si nenek. dengan tertawa ia menjawab.

   "Boleh, pasti kuiringi kehendakmu."

   Ia merandek sajenak. lalu berkata pula.

   "Nah, anak Po, coba minta petunjuk lagi kepada Yutoako."

   Karena disabat oleh tongkat si nenek tadi, Auyang Po berdiri terkejut di samping sana, maka ucapan sang ayah ini membuatnya garang lagi, segera ia melompat maju dan pasang kuda-kuda. serunya.

   "Ayo bangun, jangan pura-pura duduk saja di situ."

   Tapi Yu Wi memang tidak suka berkelahi dengan dia, ia malah memejamkan mata dan tidak memandangnya.

   "Eh, bocah ini. jika kau tidak mau berkelahi dengan anakku berarti kaupandang rendah padaku,"

   Kata Auyang Liong-lian.

   Diam-diam Yu Wi merasa gegetun, ketika melihat si kakek pesiar di permukaan laut.

   semula disangkanya orang pasti seorang kosen yang sengaja menjauhi dunia ramai, siapa tahu Auyang Liong-lian justeru berjiwa sempit begini, suka membela anak sendiri, suka berkelahi, lalu apa bedanya dengan khalayak ramai ditepi jalan? Ia lantas membuka matanya dan berkata.

   "Jing-ji, masihkah perahu kita?"

   "Masih tertambat di samping kapal,"

   Jawab Yap Jing.

   "Jika demikian, marilah kita pergi saja,"

   Kata Yu Wi sambil berbangkit.

   "Ke mana?"

   Seru Hana kaget.

   "Ke atas perahu kita,"

   Sahut Yu Wi. Muka Hana menjadi pucat, katanya.

   "Tapi tiang layar perahu itu sudah patah, tiada dayung lagi, mana dapat berlayar?jika kita naik perahu itu lagi sama dengan mengantar kematian."

   "Lebih baik kita mati ditengah laut daripada dihina di atas kapal ini,"

   Kata Yap Jing dengan tersenyum. Yu Wi mengangguk kepada Yap Jing dengan tersenyum, katanya.

   "Betul, orang tidak suka menerima kita, untuk apa kita tinggal di sini?"

   Segera mereka bertiga melangkah ke tepi kapal. Mendadak si nenek melompat maju dan menghadang di depan mereka, betapa hebat Ginkangnya sungguh sama sekali berbeda daripada gerakannya yang reyot tadi.

   "Sampai berjumpa lagi, Locianpwe,"

   Kata Yu Wi sambil memberi hormat.

   "Akupun orang yang tertimpa malang, jika kalian tidak tahan dihina, aku lebih-lebih tidak tahan"

   Kata nenek itu.

   "Jika demikian, silakan Locianpwe ikut pergi bersama kami saja,"

   Ucap Yap Jing dengan tersenyum. Tapi si nenek menjawab dengan serius.

   "Hal ini pun boleh juga, tinggal disini juga jemu melihat si tua pikun itu. Cuma sebelum pergi. urusan harus kubikin jelas lebih dulu."

   "Urusan apa yang belum jelas?"

   Tanya Yu Wi.

   "Sebab apa adik perempuanmu sampai terjun lagi kelaut, masa tidak perlu kau tanya sejelasnya?"

   Ujar si nenek.

   "Kan sudah dijelaskan oleh Losiansing tadi, jadi kupercaya saja,"

   Kata Yu Wi.

   "Hm, masakah begitu sederhana urusannya,"

   Jengek si nenek.

   "Kenapa tidak kau tanya yang lebih jelas?"

   Yu Wi berpaling dan memandang Auyang Liong-lian, seketika orang tua itu merasa kikuk oleh pandangan Yu Wi yang penuh tanda tanya itu. Mendadak Auyang Po berkata.

   "Akulah yang paksa anak dara itu terjun ke laut."

   "Nah, kau sudah mengaku sendiri,"

   Jeng ek si nenek. Selangkah demi selangkah Yu Wi mendekati Auyang Po, tanyanya dengan gusar.

   "Sebab ..sebab apa?"

   Auyang Po berdiri saja tanpa bergerak, jawabnya dengan tidak kurang garangnya.

   "Tidak sebab apa-apa, hanya lantaran aku suka begitu"

   Sorot mata Yu Wi seakan-akan menyemburkan api, teriaknya.

   "Dia seorang anak baik-baik, berdasarkan apa kau paksa dia terjun ke laut? Lekas katakan Kesabaranku juga ada batasnya. ..."

   "Hahahaba"

   Auyang Po tertawa latah.

   "Tuan muda justeru ingin kau mau bermain-main denganku. jika benar kau ingin tahu apa sebabnya adik perempuan yang tercinta itu terjun lagi ke laut, hehe, perlihatkan satu-dua jurus lebih dulu,"

   Yu Wi angkat kedua tangannya yang masih terikat itu, ucapnya sekata demi sekata.

   "Baik, boleh kau serang lebih dulu."

   "Eh, nanti dulu, silakan kau buka ikatan tanganmu,"

   Kata Auyang Po dengan lagak adil.

   "Tali ini tidak dapat dibuka, tidak perlu tunggu lagi,"

   Seru Yu Wi dengan melotot.

   "Hah, latah juga kau,"

   Kata Auyang Po dengan mendongkol.

   "Maksudmu hendak bergebrak dengan Tuan muda dengan tangan terikat, apakah kau remehkan kungfu keluarga Auyang kami?"

   Sejak tadi Auyang Liong-lian sudah melihat tali pengikat tangan Yu wi yang hitam gilap itu, ia menyangka anak muda itu terikat oleh musuh dan belum sempat dibuka, maka sekarang ia lantas berkata.

   "Biarlah kubukakan tali pengikatmu, anakku memang tidak boleh menarik keuntungan ini..

   "Huh, tua bangka mucam kau juga mampu membuka tali pengikat Hu-liong-soh itu?"

   Rengek Yap Jing tiba-tiba.

   "Apa katamu, Hu-liong-soh?"

   Seru Auyang Liong-lian terkejut. Dia pernah mendengar nama tali pengikat naga itu, cuma belum pernah melihat wujudnya. Pikirnya.

   "Konon Hu-liang-soh tidak dapat dibuka oleh siapa pun, tali ini juga tidak mempan dipotong senjata tajam. lantas siapakah yang mengikat tangan bocah ini dengan tali wasiat ini?"

   Karena Yap Jing memakinya sebagai tua bangka, dengan gusar ia lantas bertanya.

   "Kau maki siapa, budak busuk?"

   Si nenek tertawa lebar, katanya.

   "Tentu saja. memaki kau, apabila kau bukan tua bangka, boleh coba kau buka tali itu."

   Sudah tentu Anyang Liong-lian tidak mau mengambil risiko itu, sebab kalau tidak berhasil kan bisa ditertawai orang. segera ia menjawab dengan tertawa.

   "Tampaknya saudara cilik she Yu ini menganggap dirinya sangat hebat. Baiklah anak Po, tidak perlu membuka tali pengikatnya, kaupun tidak perlu bergebrak sampai tiga belas jurus."

   Si nenek lantas menjengek.

   "Auyang Liong-lian, tampaknya kau bukan saja tua bangka, bahkan juga tebal kulit mukamu. tua bangka yang tidak tahu malu."

   Hana tertawa geli mendengar makian si nenek yang pedas dan lucu itu.

   Tapi Auyang Liong-lian berlagak tidak mendengar, ia pandang Hana dengan tersenyum.

   Diamdiam Hana pikir tua bangka ini memang betul bermuka tebal.

   Dalam pada itu Auyang Po lantas berkata dengan angkuh.

   "Jika kau bergebrak dengan Tuanmu dengan tangan terikat. bila lebih dari tiga jurus anggaplah Tuanmu yang kalah."

   Belum habis ucapnya. kontan ia menghamtam dengan sebelah telapak tangan- Kuatir Yu Wi tidak sanggup menangkis serangan itu, cepat si nenek berseru.

   "Ke 13 jurus Imyang san-jiu keluarga Auyang terkenal lihai. tangan kanan bergerak pura-pura, tangan kiri memukul sungguhan, jika dalam tiga jurus tidak kalah berarti kau yang menang."

   Di balik ucapannya itu dia bermaksud menyuruh Yu wi berusaha menahan tiga jurus, apabila lewat tiga jurus, maka anak muda itu boleh berhenti bertempur dan menang.

   sebab kalau ke-13 jurus Im-yang-san-jiu ajaran Auyang Liong-lian itu sampai dimainkan seluruhnya, bukan mustahil anak muda itu akan kecundang.

   Auyang Liong-lian tidak menduga si nenek juga kenal Im-yang-san-jiu, pikirnya "Ketika terjadi pertemuan Hoa-san pada 40 tahun yang lalu,justeru lantaran Im-yang-san-jiu belum berhasil kuyakinkan dengan baik, maka aku dikalahkan oleh oh It to, padahal orang yang ikut hadir dalam pertemuan Hoa-san itu rasanya tidak ada lagi yang kenal Im-yang-san-jiu andalanku ini.

   janganjangan nenek ini ialah si dia? ...

   ."

   Dalam pada itu Yu Wi juga sudah siap ketika serangan Auyang Po dilancarkan, ia tahu serangan yang lihai terletak pada telapak tangan kiri lawan, jika dia menangkis tangan kanan musuh, bisa jadi serangan berikutnya akan sukar menangkisnya.

   Karena mendapat petunjuk si nenek, diam-diam Yu Wi merasa berterima kasih, tanpa memandang arah serangan Auyang Po lagi, mendadak ia melangkah kedepan, yang digunakannya adalah langkah ajaib Hui-liong-pat poh.

   Auyang Po menyangka satu kali serangan im-yang-san-jiu saja akan cukup membuat Yu Wi kelabakan, siapa tahu mendadak kehilangan jejak musuh, keruan ia sendiri menjadi gugup, hanya sekejap itu tahu-tahu dirasakannya angin keras menyambar tiba.

   Kiranya Yu Wi telah mengapung keatas dan kedua kakinya menendang secara berantai, sekaligus ia tendang tangan kiri Auyang Po yang terangkat didepan dada, jadi sebelum lawan melancarkan serangan maut sudah didahuluinya.

   Karena tangan kiri yang merupakan inti serangannya terancam, Auyang Pojadi serba susah.

   Tapi iapun tidak bingung, cepat ia melangkah mundur, segera serangan kedua dilaporkan.

   Tapi begitu hinggap ditanah, kembali Yu Wi melangkah lagi untuk kedua kalinya, langkah ini tiada ubahnya seperti langkah pertama tadi, tapi langkah yang sama ini tetap tidak dapat diatasi Auyang Po, mendadak ia merasakan tenaga tendangan lawan menyambar tiba kebagian dada sehingga pukulan tangan kirinya terpatahkan lagi.

   Terpaksa ia menyurut mundur lagi dan melancarkan serangan ketiga.

   Tapi Yu Wi tetap menggunakan satu langkah yang sama dan Auyang Po terus terdesak mundur pula, sampai ke-13 jurus Im-yang-san-jiu sudah dilontarkan seluruhnya, berturut ia sudah terdesak mundur hingga tiga kali 13 atau sama dengan 39 langkah.

   Dalam pada itu ia sudah terdesak mundur hingga tepi lankan kapal, jika mundur lagi bisa kecebur kelaut.

   Agaknya Yu Wi sengaja hendak mendesak pemuda jumawa itu kecebur kelaut untuk membalas dendam Kan Hoay-soan, maka tanpa berhenti masih terus mendesak dengan cara tadi, kedua kakinya menendang pula secara berantai ke dada lawan Bagian 26 Karena Im-yang-san-jiu sudah tidak berguna lagi, akhirnya Anyang Po pasti akan terdesak dan terjerumus kelaut, agar dadanya tidak sampai tertendang, dalam keadaan kepepet begini ia menjadi lupa kepada omongan besar sendiri yang menyatakan dalam tiga jurus akan mengalahkan lawan tadi.

   cepat ia melompat kelaut sebelum kena tendangan Yu Wi.

   "Hihihi. katanya tiga jurus akan mengalahkan musuh, akibatnya satu jurus lawan saja tak mampu menangkis dan akhirnya kecebur laut,"

   Seru Yap Jing dengan tertawa geli.

   Tidak kepalang gusar Auyang Liong-lian, mukanya tampak merah padam, tanpa menghiraukan derajat sendiri lagi dan rusaknya nama, segera ia menghantam dengan jurus pertama Im-yangsan- jiu.

   Yu Wi tidak tahu kelihaian orang tua ini, seperti cara tadi, kembali ia melangkah maju dengan hendak mendahului mengatasi lawan lagi.

   Tak tahunya kungfa Auyang Liong-lian sama tidak dapat disamakan dengan Auyang Po, sama satu jurus Im-yang-san-jiu, lihainya ternyata berlipat ganda.

   Bahkan dengan tenaga dalam Auyang Liong-lian yang hebat, asalkan kaki Yu Wi sedikit merandek dan terpegang, bukan mustahil patah seketika oleh pukulannya.

   Hal ini dapat dilihat dengan jelas oleh si nenek cepat ia membentak.

   "Berhenti"

   Serentak terhamburlah cahaya emas dari tangannya dan mengarah punggung Auyang Lionglian.

   Merasakan cahaya emas itu sangat lihai dan sukar ditahan oleh pancaran tenaga dalam sendiri, terpaksa Auyang Liong-lian menarik kembali serangannya dan meraup kebeLakang.

   Cara kedua tangannya meraup ternyata sangat cepat sehingga rumpun cahaya emas itu tertangkap seluruhnya olehnya, setelah diperiksa, ia berseru kaget.

   "He, Gu- mo-thian-ong- Cia "

   Mendadak si nenek menarik kedoknya yang berupa selapis kulit tipis, seketika tertampaklah wajahnya yang putih bersih laksana anak gadis, jengeknya.

   "Sekarang tentunya kau tahu siapa diriku, bukan?"

   "Hah, ternyata benar kau"

   Kata Auyang Liong-lian dengan muka rada pucat.

   Sementara itu Yu Wi telah turun ketepi dek kapal itu, tangan kiri yang tersentuh tangan lawan terasa pegal dan hampir saja tidak sanggup berdiri tegak dan jatuh kelaut.

   Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Ketika mendengar seruan Auyang Liong-lian tentang Gu-mo-thian-ong-ciam atau jarum bulu kerbau raja langit, lalu melihat pula wajah asli si nenek, serentak iapun berseru kaget.

   "Ah, Giokbin- sin-po dari Thian-san"

   Memang betul, nenek inilah Giok-bin-sin-po atau si nenek sakti berwajah kemala (kemala disini sebagai kiasan muka putih dan cantik), yaitu salah seorang diantara lima tokoh maha sakti di daerah Tionggoan pada masa 40 tahun yang lalu.

   "Cio-pocu, kau selundup keatas kapalku dengan menyamar, apakah untuk menjadi matamata?"

   Tegur Auyang Llong-lian.

   "Memangnya kau anggap nenekmu orang macam apa dan perlu menjadi mata-mata? "jengek Giok bin-sin-po.

   "Ketentuan seratus tahun sudah lewat, sekarang beramai-ramai orang sama berusaha mencari kitab pusaka Hian-ku-cip."

   Kata Auyang Liong-lian.

   "Tapi kalian tidak paham ilmu pelayaran, dalam hal ini keluarga Auyang kami saja yang mampu menjelajahi empat lautan, lalu untuk apa kau datang kesini jika bukan untuk memata-matai kami?"

   "Huh, orang yang bermuka tebal tentu bicaranya tidak tahu malu,"

   Ejek Giok bin-sin-po.

   "Kehendakku sendiri kudatang kemari, kau cari caramu dan kucari caraku pula, memangnya kudatang kesini untuk minta bantuanmu?"

   "Habis untuk apa kau menyamar,"

   Tanya Auyang Liong-lian dengan gusar.

   "Sungguh tak terpikir olehku bahwa Giok-bin-sin-po bisa berubah jadi seorang nenek keriput yang hampir masuk kubur, dan mengapa pula sejauh ini tidak kau katakan asal-usulmu padaku?"

   "Menyamar atau tidak kan hak kebebasanku,"

   Jawab Glok-bin-sin-po.

   "Soal asal-usulku, jika tidak penting tentunya tidak perlu kukatakan."

   "Hah, tidak perlu, berdasarkan nama dan tingkatanmu, memangnya alasanmu ini masuk diakal?"

   Jengek Auyang Liong-lian.

   "Cio-pocu, yang benar sengaja kau tiru cara rendah dengan main sembunyi-sembunyi, kenapa tidak mengaku terus terang saja agar tidak tambah busuk perbuatanmu."

   Muka Giok-bin-sin-po menjadi merah, pikirnya.

   "Tujuanku menyamar dan menutupi asal-usulku memang diam-diam sengaja hendak mengawasi apa yang dilakukan Hay-liong-ong (naga raja laut) ini, kalau tidak, penemuan di antara kenalan lama sepantasnya memperlihatkan wajah asli untuk menyatakan ketulusan hatinya."

   Karena merasa salah, si nenek diam saja dan menerima ejekan Auyang Liong-lian itu Merasa diatas angin, Auyang Liong-lian terus mendesak maju lagi, katanya.

   "Makanya kalau menurut pendapatku, sebaiknya kau terjun kelaut saja, Cio-pocu. memangnya masih ingin ngendon di sini untuk memata-matai diriku lagi? Lebih baik kuberitahukan sedikit kabar yang ingin kau ketahui, mau?"

   Giok-bin-sin-po menjadi kikuk sehingga tidak sanggup bicara lagi. Yu Wi lantas melangkah maju dan memberi hormat kepada Giok-bin-sin-po, katanya.

   "Maaf Locianpwe, akulah yang membikin Locianpwe terpaksa harus memperlihatkan asal-usul sendiri sehingga Locianpwe terhina."

   Lalu ia berpaling dan menjura kepada Auyang Liong-lian dan berkata pula.

   "Losiansing, jangan kau bicara lagi, biarlah Wanpwe yang minta maaf padamu."

   Teringat kepada anaknya yang di desak oleh Yu Wi sehingga terpaksa melompat ke laut, seketika lenyap kesabaran Auyang Liong-lian. bentaknya dengan gusar.

   "Enyah, enyah, lekas pergi Di sini tidak ada tempat bicara bagimu, lekas kau enyah kelaut sebelum kuturun tangan melemparkan kau"

   "Toako marilah kita kembali keperahu,"

   Ajak Yap Jing. Dengan dingin Auyang Liong-lian berkata pula,"

   Kembali keperahu? Hm, masakah masih kembali keperahumu? Anak busuk. terjunlah ke laut, jika mampu boleh kau berenang sampai daratan dan dilarang naik ke kapal mana pun juga."

   "Auyang Liong-lian. jangan kau terlalu menghina orang,"

   Kata Giok-bin-sin-po mendadak.

   "Hm, Co-pocu, masakah berani lagi kau ikut bicara di sini?"

   Jengek Auyang Liong-lian. Dengan gusar Glok-bin-sin-po menjawab.

   "Sebentar juga aku akan pergi sendiri, tapi sebelum berangkat, perbuatan busuk anakmu itu harus kubongkar agar semua orang tahu betapa tua bangka macam kau ini suka membela anaknya sendiri meski tahu anaknya berbuat salah."

   "Memangnya anakku berbuat salah apa? Dapatkah kau tunjukkan buktinya?"

   Tanya Auyang Liong-lian. Sementara itu Auyang Po sudah di tarik keatas kapal oleh para kelasi dalam keadaan basah kuyup, Giok-bin-sinpo menuding anak muda itu dan berkata.

   "Bukti? Kau minta bukti? Nah, suruh anakmu saja bicara sendiri"

   Teringat kepada Kan Hoay-soan, berkobar lagi api amarah Yu Wi, segera ia mendekati Auyang Po dan bertanya dengan bengis.

   "Coba katakan, sebab apa kaupaksa dia terjun kelaut?"

   Sudah pecah nyali Auyang Po oleh langkah ajaib Yu Wi tadi, melihat la wan mendesak maju, dengan takut ia menyurut mundur beberapa tindak.

   "Huh. dasar pengecut"

   Ejek Yap Jing. Sejak kecil Auyang Po sangat dimanjakan oleh sang ayah, bilakah pernah dicaci maki orang secara begini. apa lagi yang memakinya adalah seorang nona cantik jelita, seketika timbul keberaniannya dan berteriak.

   "Seorang lelaki sejati berani berbuat berani bertanggung jawab. Lantaran ...."

   Selagi ia hendak menguraikan sebab musabab Kan Hoay-soan terjun lagi ke laut, Auyang Lionglian yang merasa malu jika hal itu diungkapkan, cepat ia membentak.

   "Tutup mulut, anak Po"

   Ia merandek sejenak. lalu berkata pula.

   "Perempuan she Kan itu telah ditolong oleh anak Po dan kemudian dipaksa terjun lagi ke laut. hal ini juga tidak dapat menyalahkan anak Po, sebab kalau tidak ditolong, sudah lama nona itu pun sudah mati.Jadi mati lebih cepat atau lebih lambat kan sama saja."

   Giok-bin-sin-po mendamperat sambil menuding Auyang Liong-lian.

   "Dasar tidak tahu malu, sungguh tidak punya muka. Pantas anakmu tidak becus begitu, rupanya yang tua tidak lurus, dengan sendirinya yang muda juga miring, yang menjadi ayah tidak tahu malu, tentu saja anaknya juga .."

   "Cio-pocu,"

   Potong Auyang Liong-lian mendengus "Kau bilang aku tidak tahu malu, baiklah, biar aku tidak tahu malu sampai detik terakhir, coba apa yang dapat kau lakukan terhadap diriku.

   Kau pun sudah kuselamatkan, sekarang tidak ingin kubicara denganmu, lekas kau pergi dari sini sebelum kuturun tangan mengusir kau dengan kekerasan."

   Saking gusarnya sekujur badan Giok-bin-sin-po bergemetar, teriaknya.

   "Baik, baik, biar kupergi Yu Wi, ayolah kita pergi semua"

   "Kau boleh pergi bersama kedua budak itu dengan menumpang perahu mereka."

   Seru Auyang Liong-lian.

   "Tapi bocah she Yu itu sudah kukatakan tadi, dia dilarang menumpang kapal apa pun, dia, harus berenang sampai daratan."

   "Blang", mendadak tongkat Giok-bin-sin-po mengetuk dek kapal dengan keras, katanya dengan tegas.

   "Akan kubawa dia pergi, siapa yang berani merintangi aku?"

   "Ciu-pocu,"jengek Auyang Liong-lian.

   "Pertarungan pada pertemuan Hoa-san 40 tahun yang lalu itu rasanya belum cukup memuaskan, boleh lah hari ini kita bertanding lagi sacara tuntas, sebelum kalah atau menang tidak boleh berhenti."

   "Sejak dulu juga sudah kukatakan bahwa kita masih harus bertempur,"

   Kata si nenek.

   "Cuma sekarang ... ."

   "Sekarang kau tidak berani karena kuatir kuusir kau dari kapal ini?"

   Ejek Auyang Liong-lian.

   "Huh, memangnya kau kira didunia ini hanya kau saja yang sanggup menemukan oh lo-to (pulau buli-buli),"

   Jengek Giok-bin-sin-po.

   "Hm, jangan kau mimpi, jangan kau kira kapalmu ini dapat malang melintang di empat lautan ini. caramu membiarkan anakmu berbuat macam-macam kejahatan sesuka hatinya, bukan saja oh-lo to tak dapat kau temukan, bahkan pada suatu hari kapalmu ini pasti akan mengalami petaka, tatkala mana mungkin nasibmu takkan lebih baik daripada diriku sekarang, mungkin untuk mencari sebuah perahu buat menyelamatkan diripun sukar."

   "Hahahaha"

   Auyang Liong-lian bergelak tertawa, Kau sendiri yang lagi mimpi jika ingin menyelamatkan diri dengan sebuah perahu yang tidak bertiang layar dan tanpa pengayuh, Banyak berbuat kejahatan katamu, justeru kuanggap anakku telah berbuat kebaikan."

   "Hm, sebelum kita bertanding, biarlah kumampuskan dulu anakmu yang jahat itu,"

   Damperat pula si nenek "Kau berani?"

   Bentak Auyang Liong-lian.

   "Segala urusan di dunia ini tidak terlepas dari keadilan, bahwa kubinasakan puteramu yang jahat ini adalah tindakan yang adii dan setimpal, jauh lebih beralasan daripada caramu paksa Yu Wi terjun kelaut."

   Kata si nenek.

   "Apa alasanmu, coba katakan?"

   Teriak Auyang Liong-lian dengan murka.

   "Benar-benar kau ingin tahu?"

   Jengek Giok-bin-sin-po Auyang Liong-lian menjadi ragu, pikirnya,"

   Memang tidak pantas anak Po memaksa nona Kan itu terjun ke laut, tapi orang sudah mati mana bisa menjadi saksi, asal tetap kusangkal saja kan beres segala persoalannya."

   Maka ia lantas berkata.

   "Kata kan saja, yang penting anakku berdiri tegak dan berjalan lurus.."

   "Huh, justeru ku males untuk menirukan kata-katanya yang kotor itu,"

   Jengek si nenek. Auyang Liong-lian tertawa, katanya.

   "Haha, tentunya cerita yang sudah kau karang dengan baik untuk menista anakku."

   Pelahan Giok-bin-sin-po mendekati Auyang Po, tentu saja Auyang Liong-lian merasa kuatir, ia tahu kungfu si nenek tidak di bawah dirinya, kalau anaknya tertawan dan dijadikan sandera, tentu urusan bisa runyam. Maka cepat ia berkata.

   "Kemari, anak Po"

   Dengan langkah cepat Auyang Po menuju kesamping sang ayah, terlihat Giok-bin-sin-po tidak bermaksud jahat padanya, tapi langsung menuju ka dalam kabin kapal.

   Diam-diam Auyang Liong-lian merasa heran apa kehendak si nenek.

   apakah kuatir diusir, maka ingin sembunyi di dalam kapal? Boleh juga, mengingat persahabatan di masa lampau, biarlah dia menumpang sampai didaratan.

   Maka ia lantas melompat ke depan Yu Wi, jengeknya sambil menengedah.

   "Nah, terjunlah kelaut"

   Yu Wi tidak gentar menghadapi lawan tangguh, ucapnya dengan tenang.

   "Jing-ji, lekas bantu Hana turun dulu keperahu."

   Yap Jing cukup yakin terhadap kemampuan Kungfu Yu Wi, ia pikir tidak nanti Auyang Liong-lian dapat merintangi anak muda itu kembali keperahunya, maka tanpa sangsi ia lantas menggandeng Hana dan diajak turun keperahu.

   "Anak dara yang bernama Hana itu tidak perlu ikut pergi,"

   Kata Auyang Liong-lian tiba-tiba.

   "Aku merasa suka padamu, boleh kau tinggal saja disini dan kupungut sebagai menantuku."

   Yap Jing tahu apabila kembali keperahu tak bertiang layar itu, sembilan dari pada sepuluh bagian adalah jalan kematian, maka dia tidak berani memaksa Hana ikut keperahu, segera ia lepaskan tangannya. Tapi Hana lantas berkata dengan tertawa.

   "Losianseng, kau suka padaku, tapi nona sama sekali tidak suka kepada anakmu yang kau pandang seperti mestika itu. Nah, Yu-toako, biarlah kami menunggu kau didalam perahu."

   Yap Jing tertawa, Hana terus menarik tangan Yap Jing dan diajak pergi. Tapi baru dua-tiga langkah, mendadak Auyang Po melompat maju menghadang didepan mereka.

   "Minggir, Jika kau ingin kawin, suruh ayahmu mencarikan perempuan lain"

   Teriak Hana. Auyang Po bergelak tertawa, katanya.

   "Sekali ayahku menyuruh kau jangan pergi, maka kau tidak boleh pergi."

   Hana terlahir di negeri asing di benua barat, adatnya berbeda dengan gadis daerah Tionggoan, cara bicaranya dengan kaum lelaki tidak likat sedikitpun, maka secara lugu ia tanya.

   "Apakah kau suka padaku?"

   "Suka, suka sekali"

   Jawab Auyang Po dengan tertawa tengik.

   "Mangapa suka? Apakah lantaran wajahku cantik?"

   Tnnya Hana pula.

   "Betul, kau memang sangat cantik, makanya siauya (tuan muda) tergiur kepada kecantikanmu."

   Hana menuding Yap Jing dan bertanya pula.

   "Cici ini jauh lebih cantik daripadaku. apakah kau pun suka padanya?"

   Auyang Po memandang Yap Jing sambil menelan air liur, jawabnya kemudian.

   "Betul, akupun sangat suka padanya."

   "Ah, setiap nona cantik yang kau lihat pasti kau sukai, jelas kau seorang pemuda mata keranjang, nona jadi tidak suka tinggal lagi di sini,"

   Sindir Hana, lalu ia tarik Yap Jing dan bermaksud menerobos lewat. Namun Auyang Po keburu pentang kedua tangannya, ucapnya dengan tertawa bangor.

   "Jangan pergi, semuanya saja tinggal disini dan menemani siauya."

   Mendengar ucapan orang bernada kotor. Yap Jing sangat gusar hingga tubuh rada gemetar. Auyang Liong-lian lantas berkata.

   
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Adalah kejadian biasa seorang lelaki berbini tiga atau bergundik lima, jika kalian suka, bolehlah kalian menjadi menantuku semua."

   "Kulit muka anak gadis tentunya terlalu halus untuk menyatakan suka,"

   Ujar Auyang sambil tertawa gembira.

   "Ayah, jika mereka tinggal di sini, lama-lama tentu menjadi biasa dan dengan sendirinya mereka akan menyatakan suka."

   Selama ini Auyang Liong-lian memang sangat memanjakan anaknya itu sehingga menjadikan Auyang Po anak yang kolokan dan suka bertindak sesukanya, dengan tertawa iapun menjawab.

   "Baiklah, terserah kepada kehendakmu."

   Pada saat itulah mendadak Giok-bin-sin-po muncul lagi dari kabin kapal dan menjengek.

   "Hm, Auyang Liong-lian, orang bilang kau suka memberi hati kepada anakmu, kupikir tokoh Bu-lim termashur semacam dirimu masakah tidak dapat mendidik anak, tampaknya sekarang apa yang tersiar itu memang tidak salah, bahkan boleh dikatakan sengaja kau dorong anakmu berbuat kejahatan."

   "Cio-pocu,"

   Kata Auyang Liong-lian.

   "Kukira lebih baik kau tutup mulut dan masuk saja ke dalam kabin, mengingat hubungan baik di masa lampau, akan kuantar kau kedaratan, setiba disana bila mau boleh kita mengadakan pertarungan menentukan."

   "Keluarlah, Hoay-soan"

   Seru si nenek mendadak.

   Terdengar suara seorang nona mengiakan dan muncul seorang gadis berbaju putih, siapa lagi dia kalau bukan Kan Hoay-soan yang dinyatakan sudah terjun lagi ke laut? ....

   Auyang Liong-lian tahu apa yang terjadi, mukanya menjadi masam, katanya dengan gemas.

   "Co-pocu, rupanya sengaja kau sembunyikan dia di dalam kabin untuk membikin malu padaku?". Giok-bin-sin-po mendengus.

   "Hm, puteramu tidak punya perasaan, orang lagi tertimpa malang dan sebatangkara, tanpa sanak tiada kadang, setelah ditolong ke kapal segera akan diperlakukan dengan tidak semena-mena, perbuatannya tiada ubahnya seperti hewan, orang masih berbadan suci bersih. mana dia sudi dinodai, maka dia lebih suka membunuh diri dengan terjun ke laut. ...

   "

   Kejadian ini tidak menjadi soal bagi Auyang Po yang memang telah berbuat, tapi Auyang Lionglian adalah seorang tua terhormat, mana dia tahan, segera ia membentak.

   "Tutup mulutmu. dilarang kau kata kan lagi"

   Tapi Giok-bin-sin-po tidak peduli, ia masih terus bicara.

   "Coba kalau tidak kebetulan akupun hadir disini, seorang nona suci bersih tentu akan menjadi korban perbuatan busuk anakmu. sebagai ayah kau tidak dapat mendidik anak, bukan saja anakmu yang jahat itu pantas mampus, tua bangka pikun seperti dirimu ini juga perlu diberi hajaran setimpal."

   Saking gusar Auyang Liong-lian jadi tertawa malah, serunya.

   "Bagus, kalau kau mampu boleh coba kau hajar diriku, ingin kulihat selama 40 tahun ini nenek bejat macam kau ini telah mendapat kemajuan apa dan jangan cuma omong besar melulu."

   Pada saat itulah, mendadak terdengar Auyang Po bersuara tertahan dan "bluk", tahu-tahu anak muda itu jatuh terkulai. Keruan Auyang Liong-lian terkejut, cepat ia tanya "He, anak Po, ada apa?"

   Berbareng itu ia terus melompat maju, tapi tongkat Giok-bin-sin-po segera menghantam sehingga Auyang Liong-lian terpaksa menyurut mundur lagi.

   Ia tidak balas menyerang, tapi terus menggeser untuk mendak, ia tahu apabila sampai bergebrak dengan si nenek dalam ribuan jurus sukar dibedakan kalah dan menang, padahal menolong anak lebih penting.

   Maka cepat ia melompat kesamping, segera ia mencengkeram ke dada Yu Wi.

   Karena sudah kepepet dan tiada jalan mundur, terpaksa Yu Wi melangkah maju, tapi baru saja setengah langkah Hui-liong-poh dikeluarkan, tahu-tahu tangan kiri Auyang Liong-lian menyambar kebawah dan mendahului hendak meraih kaki Yu Wi.

   Karena sudah merasa kan kelihaian lawan, Yu Wi tahu apabila kaki sampai terpegang, maka riwayatnya pasti tamat, cepat ia menarik kaki dan menyurut mundur lagi, Tapi bagian kaki terjaga, bagian tangan jadi terlena, tahu-tahu telapak tangan kanan Auyang Liong-lian meraih Hu-liong-so yang mengikat tangannya itu.

   Sekuatnya Yu Wi meronta, karena tali itu begitu kencang mengikat tangannya sehingga tidak mungkin terbetot putus oleh lawan, dalam gugupnya kedua kakinya lantas menendang secara berantai.

   Pada saat yang sama.

   karena ingin menolong anak muda itu, tongkat Giok-bin-siu-po juga menghantam punggung Auyang Liong-lian.

   Sungguh hebat Auyang Liong-lian, kungfunya memang luar biasa, meski satu lawan dua, sedikitpun ia tidak gugup, tangan kirinya terus membalik untuk menghantam Giok-bin-sin-po dan memaksa nenek itu menarik kembali tongkatnya, berbareng itu iapun patahkan tendangan berantai Yu Wi, malahan pada kesempatan itu ia balas tutuk Yong-cong-hiat di bawah kaki anak muda itu.

   Yu Wi mamakai sepatu kulit tebal, tapi terkena juga tutukan Auyang Liong-lian yang lihai itu, seketika ia roboh tak bisa berkutik.

   Cepat Giok-bin-sin-po melancarkan hantaman kedua dengan tongkatnya, tapi Auyang Liong-lian sempat meraih Yu Wi terus melompat ke sana sehingga hantaman tongkat si nenek terhindarkan- Dua kali tongkat Giok-bin-sin-po menyerang dan sama sekali tidak dapat menghalangi serangan musuh.

   sebaliknya Yu Wi malah kena ditawan tentu saja ia merasa kehilangan muka.

   Setelah berganti napas, Auyang Liong-lian berkata.

   "Nenek bejat, ada juga kemajuan permainan tongkatmu."

   Si nenek mengira orang sengaja menyindirnya.

   muka yang seperti gadis itu menjadi merah.

   Ia tidak tahu bahwa Auyang Liong-lian benar-benar memujinya, sebab kedua gerak serangannya tadi sesungguhnya baru tercipta akhir-akhir ini setelah pertemuan Hoa-san dahulu, yaitu termasuk dalam ke-13 jurus Im-yang-san-jiu kebanggaannya, itupun digunakannya dengan segenap tenaga sehingga dapatlah mencapai kemenangan.

   Auyang Liong-lian sengaja mengancam ubun-ubun Yu Wi dengan telapak tangan kiri sehingga Giok-bin-sin-po tidak berani sembarangan bertindak lagi lalu ia berteriak.

   "Budak itu, lekas bikin anakku siuman."

   Kiranya sejak tadi Yap Jing sudah berniat menghajar adat kepada Auyang Po, terutama karena kata-kata orang yang kotor itu, kemudian dilihatnya pula Giok-bin-sin-po menguraikan sebab musabab Kan Hoay-soan dipaksa terjun ke laut, saking gemasnya segera ia keluarkan sapu tangannya dan merobohkan Auyang Po dengan bau obat bius pada sapu tangannya itu.

   Waktu Giok-bin-sin-po menghalangi Auyang Liong-lian yang bermaksud menolong anaknya, segera Yap Jing injak dada Auyang Po yang tak sadarkan diri itu, asalkan injakannya diperkeras, jiwa Auyang Po pasti melayang.

   Kini dilihatnya sang Toako juga terancam oleh Auyang Liong-lian, asalkan tangan kakek itu menabok, kepala sang Toako seketika bisa pecah, dalam keadaan demikian terpaksa injakannya kepada Auyang Pojuga tidak berani diperkeras.

   "Nah, bagaimana kalau kita tukar menukar?"

   Kata Auyang Liong-lian.

   "Tukar menukar cara bagaimana?"

   Tanya Giok-bin-sin-po.

   "Bikin siuman dulu anakku dan lepaskan dia, segera kubebaskan juga bocah she Yu itu dan kalian boleh pergi."

   Kata Auyang Liong-lian. Karena sangat cinta kepada anaknya dan kuatir Yap Jing akan menginjak mati anak kesayangan, maka ia mendahului menambahkan kemauan baiknya, katanya.

   "Bahkan kutarik kembali laranganku bahwa bocah she Yu ini dilarang menumpang kapal ke daratan."

   Giok-bin sin-po tidak berani mengambil keputusan sendiri, sebab bukan dia yang menawan Auyang-Po, dia merasa tidak berhak bicara. Dilihatnya Yap Jing merasa serba susah dan berkata.

   "Baiklah, boleh kau bebaskan Toakoku dan segera kusadarkan puteramu."

   Jelas nona itu kuatir sekali tabokan Auyang Liong-lian akan membunuh Yu Wi, maka nada ucapannya juga cukup halus. Tapi Auyang Liong-lian lantas mendengus.

   "Hendaklah kau sadarkan dulu anakku."

   Terpaksa Yap Jing menurut dan mengangkat kakinya.

   "Nanti dulu"

   Tiba-tiba Giok-bin-sin-po membentak.

   "Cio-pocu, apakah kau sengaja memusuhi aku?"

   Teriak Auyang Liong-lian dengan gusar. Tapi Giok-bin-sin-po tidak menghiraukannya, katanya kepada Yap Jing.

   "Biarkan tua bangka itu melepaskan dulu Yu Wi, habis itu baru kita sadarkan anak kesayangannya."

   Saking gusarnya sampai Auyang Liong-lian menyebul jenggotnya, katanya.

   "Nenek bejat, mestinya tidak kupaksa kau ikut pergi bersama mereka, asalkan kau mau tinggal disini dengan sopan, tentu tidak kubikin susah padamu. siapa tahu terus menerus kau musuhi diriku, sekarang jangan harap lagi akan tinggal diatas kapalku."

   Giok-bin-sin-po menjengek.

   "Hm, sejak tadi juga aku tidak ingin tinggal lebih lama di kapalmu ini, umpama kau tahan diriku saja aku tidak mau. Nah, tidak perlu banyak omong, lepaskan Yu Wi dan segera kami akan pergi."

   "Eh, memangnya hendak kau bohongi aku?"

   Sahut Auyang Liong-lian "Sadarkan dulu anakku."

   Tapi Giok-bin-sin-po lantas berkata kepada Yap Jing.

   "Serahkan anak bangor itu padaku, nona"

   Tanpa menunggu jawaban Yap Jing, segera ia cengkeram Auyang Po, lalu berkata pula.

   "Kalian turun dulu keperahu, aku yang akan bereskan urasan disini."

   Yap Jing memandang Yu Wi dengan ragu betapapun ia tetap kuatir. Meski badan tak bisa bergerak tapi Yu Wi dapat bicara, katanya.

   "Turut saja pesan Locianpwe ini dan turun dulu keperahu."

   Yap Jing lantas gandeng Hana dan Kan Hoay-soan dan dikerek turun ke atas perahu dengan bantuan para kelasi "Nah, tua bangka, sekarang kita boleh tukar menukar,"

   Kata si nenek kemudian.

   "Cara bagaimana melakukan tukar menukar ini?"

   Tanya Auyang Liong-lian.

   "Kita bersumpah tidak boleh main gila, kau serahkan anak muda itu padaku dan kuserahkan anak bejat ini padamu, keduanya takkan rugi apa pun,"

   Kata Giok-bin-sin-po.

   "Tidak."

   Jawab Auyang Liong-lian sambil menggeleng.

   "Anakku tidak sadarkan diri, harus kau suruh budak itu menyadarkannya lebih dulu, habis itu baru kita mengadakan tukar menukar."

   "Dia membikin semaput anakmu, sudah barang tentu ada obat penawarnya, cuma obat penawarnya tak dapat diserahkan padamu."

   Auyang Liong-lian menjadi gusar, teriaknya "Tidak diserahkan padaku, segera kubinasakan anak busuk ini, bahkan kalian bertiga akan kukubur di dalam laut, betapapun kalian tidak dapat lolos dari tanganku."

   Giok-bin-sin-po menjengek.

   "Memang sudah kuduga muslihatmu yang piling ampuh adalah menenggelamkan kami ditengah laut, perahu kami jelas tak dapat lolos dari kejaran kapalmu, sekali diterjang tentu juga perahu kecil itu akan terbalik."

   "Haha, jadi kaupun takut padaku bukan?"

   Ejek Auyang Liong-lian sambil tertawa.

   "Tua bangka, coba katakan lagi kehendakmu,"

   Ucap si nenek. Dengan serius Anyang Liong-lian berkata.

   "Perahu kecil itu tidak berlayar dan tidak berdayung, Lambat atau cepat kalian pasti akan mati sehingga tidak perlu kuterjang kalian dengan kapalku sehingga menanggung dosa sebagai pembunuh. Asalkan kau berikan obat penawarnya. segera kapalku berangkat meninggalkan tempat ini dan pasti takkan mengganggu kalian-"

   "Kau pasti pegang janji?"

   Tanya si nenek. Auyang Liong-lian mengangguk. Giok-bin-sin-po lantas menuju ke tepi kapal dan berseru.

   "Nona, lemparkan obat penawarmu kesini."

   Setelah menerima obat penawar, lalu bersama Auyang Po ditukarkannya dengan Auyang Lionglian untuk pembebasan Yu Wi.

   segera nenek itu merangkul anak muka itu dan dibawa melayang turun keperahu, sedikit berguncang perahu itu lantas meluncur meninggalkan kapal besar itu Auyang Liong-lian ternyata pegang janji, dalam sekejap saja kapal besar itu sudah jauh meninggalkan mereka.

   Perahu ini tidak besar, tapi cukup panjang, ditumpangi lima orang juga masih cukup enteng sehingga tidak kuatir akan terbalik oleh damparan ombak.

   Dalam pada itu Giok-bin-sin-po sudah membuka Hiat to Yu Wi yang tertutuk.

   Seketika Yu Wi belum dapat bergerak meski Hiat-to sudah terbuka, sungguh lihai tenaga tutukan Auyang Liong-lian, kalau tidak tertahan oleh sol sepatu yang cukup tebal, bisa jadi telapak kaki Yu Wi akau berlubang oleh tutukannya.

   Hana merasa kuatir, katanya.

   "Tanpa penggayuh cara bagaimana kita menjalankan perahu ini?"

   "Penggayuh sudah ada,"

   Kata Giok-bin-sin-po, lalu dikeluarkannya empat batang penggayuh dari bawah papan perahu.

   "He, dari mana datangnya penggayuh sebanyak ini?"

   Tanya Hana heran- "Pada waktu kalian berbicara dengan bangsat tua tadi, dari pintu samping kukeluarkan penggayuh ini serta air minum dan rangsum seperlunya, cukup bagi kita untuk berlayar selama sebulan,"

   Tutur si nenek.

   "Wah, tindakan Locianpwe sungguh sangat cepat, benar-benar hebat"

   Puji Hana dengan gegetun- "Toako dan Enci Jing,"

   Kata Hoay soan.

   "Semula kukira tidak dapat bertemu lagi dengan kalian, untung kurangkul tiang yang patah itu seeratnya dan kemudian diselamatkan oleh orang di atas kapal Itu, budi pertolongan ayah dan anak Auyang itu sungguh sukar kulupakan selama hidup ini."

   "Bicara sejujurnya, ayah dan anak Auyang itu pun berbudi menolong diriku,"

   Kata Giok-bin-sinpo.

   "Cuma sayang, putera sulung Auyang Liong-lian terlalu busuk sehingga semua budi kebaikan terhapus tanpa sisa sedikitpun."

   Dengan muka merah Hoay-soan berkata.

   "Sungguh tidak kusangka anak Auyang-losiansing itu sedemikian busuknya, karena takut, aku terus terjun kelaut. Apabila tidak ditolong Locianpwe secara diam-diam, saat ini tentu aku sudah menjadi isi perut ikan."

   "Sebenarnya si tua bangka Auyang itu bukan orang busuk. dia hanya tidak dapat mendidik anak."

   Kata Giok-bin-sin-po "Putera sulungnya dibunuh oleh siapa?"

   Tanya Yu Wi.

   "Oleh para ketua dari jit-tay-kiam-pay,"

   Tutur si nenek.

   "Hah, dan Auyang cianpwe juga telah membunuh para ketua Jit-tay-kiam-pay itu untuk menuntut balas kematian anaknya?"

   Seru Yu Wi kaget. Giok-bin-sin-po mengangguk. katanya.

   "Ya, justeru lantaran inilah, maka Hay-liong-ong telah dimusuhi setiap tokoh Bu-lim dari aliran yang baik, Ia merasa tindakannya keterlaluan, maka sejak itu iapun mengasingkan diri dan tidak pernah bergerak lagi di dunia Kangouw."

   Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Sesungguhnya apa kesalahan putera sulungnya sehingga menimbulkan tindakan bersama dari para ketua Jit-tay-kiam-pay dan membunuhnya?"

   Tanya Yap Jing.

   "Kesalahannya sungguh sukar dihitung,"

   Tutur Glok-bin-sin-po.

   "Apa lagi putera sulungnya itu membanggakan diri karena sudah mendapat ajaran seluruh kungfu sang ayah, seketika tiada orang Kangouw yang mampu mengatasi dia, jika ketujuh ketua Jit-tay-kim-pay tidak bergabung membinasakan dia, entah betapa banyak lagi kejahatan yang akan dilakukannya. Ai, nama kebesaran Auyang Liong-lian di masa lalu justeru hanyut oleh karena tingkah-ulah anaknya sendiri sekarang anaknya yang kedua juga telur busuk, untung belum mendapatkan ajaran seluruh kungfu Auyang Liong-lian, sekalipun kelak juga berbuat kejahatan didunia Kangouw, tentu takkan malang melintang dan berbahaya seperti perbuatan kakaknya dahulu."

   Begitulah pelahan Giok-bin-sin-po, Yap Jing, Hana dan Hoay-soan mendayung perahu itu, kedua tangan Yu Wi terikat dan juga belum bebas bergerak.

   terpaksa ia hanya berbaring saja.

   Diantara kelima orang itu hanya Yap Jing saja yang rada paham ilmu pelayaran, ia lantas mengeluarkan kompas dan menyuruh mereka mendayung ke arah selatan, jadi mereka tidak berlayar tanpa arah tujuan- "Dengan cara begini, pada suatu hari kita pasti akan mencapai daratan "

   Kata Yap Jing.

   "Daratan Tionggoan terletak di sebelah selatan. bila mujur tentu kita dapat mencapainya dengun selamat."

   "Dan kalau kurang mujur?"

   Tanya Hoay-soan.

   "Daerah selatan banyak pulau, bila kurang mujur, dalam sebulan tentu juga akan menemukan sesuatu pulau, kita dapat singgah kesana untuk mengambil air minum dan makanan, lalu berlayar lagi,"

   Tutur Yap Jing.

   "Hah, jika demikian, akhirnya masakah kita takkan sampai di daratan?"

   Ujar Hana dengan tertawa. Mendadak Yu Wi bertanya.

   "Apakah Locianpwe mempunyai murid?"

   Dangan heran Giok-bin-sin-po menjawab.

   "Mengapa mendadak kau tanya hal ini?"

   "Konon Giok-bin-sin-po dari Thian-san selamanya tidak pernah menerima murid, tapi senjata rahasia Locianpwe yang khas, yakni Gu-mo-thian-ong-ciam pernah kulihat digunakan satu orang, hal inilah yang membuatku sangsi, makanya kutanya Locianpwe, jangan-jangan memang ada orang lain yang mahir menggunakan jarum tersebut."

   Giok-bin-sin-po menggeleng, katanya.

   

   first share di Kolektor E-Book 14-08-2019 21:32:02

Bara Naga Karya Yin Yong Pedang Angin Berbisik -- Han Meng Pendekar Pengejar Nyawa -- Khu Lung

Cari Blog Ini