Ceritasilat Novel Online

Pendekar Kembar 5


Pendekar Kembar Karya Gan KL Bagian 5



Pendekar Kembar Karya dari Gan K L

   

   Dengan segala daya upayanya tetap Bok-ya tidak dapat membikin Yu Wi siuman.

   ia tidak tahu pemuda itu terbius oleh racun apa, tiba-tiba teringat olehnya Yu Wi menyimpan Pi-tok-cu, mutiara penolak racun, cepat ia meraba baju anak muda itu dan mengeluarkan mutiara itu serta diletakkan di depan hidungnya.

   Pi-tok-cu itu berwarna hitam gelap, tampaknya tidak berharga, tapi mengeluarkan semacam bau harum yang tipis dan aneh, bau harum inilah yang dapat menawarkan dan menolak racun.

   Hanya sebentar saja siumanlah Yu Wi, tentu saja Ko Bok-ya kegirangan, dirangkulnya anak muda itu dan dibisikinya.

   "Jangan bersuara, carilah akal untuk melarikan diri."

   Berada dalam pelukan si nona yang harum dan lunak, seketika pikiran Yu Wi melayang-layang dan terangsang, tanpa terasa ia pun memeluk sekuatnya.

   Karena dipeluk, wajah Bok-ya menjadi merah, tapi timbul semacam perasaan yang sukar dijelaskan dengan suara gemetar ia berbisik.

   "Kau... jangan kau..."

   Kereta itu diperlengkapi dengan segala peralatan yang mewah dan menyenangkan ditambah lagi guncangan yang seolah-olah berirama yang mudah menimbulkan aspirasi yang bukan-bukan.

   Sekonyong-konyong kereta itu berguncang keras satu kali sehingga Yu Wi terkejut dan cepat melepaskan tangannya, diam-diam ia mencela perbuatan sendiri yang tidak semestinya itu.

   Ia coba menggigit ujung lidah, lalu mengerahkan tenaga sekuatnya, tapi meski sudah berusaha sebisanya, tenaga tetap sukar terkumpul, ingin bangun berduduk saja tidak sanggup.

   Sampai agak lama barulah rasa malu Bok-ya rada berkurang, ia tanya.

   "Bagaimana kau?"

   Yu Wi menggeleng kepala.

   "Apakah ada kesukaran?"

   Kata Bok-ya pula dengan menunduk.

   "Betapapun harus berdaya upaya untuk melarikan diri.

   "Tapi sama sekali aku tidak bertenaga,"

   Ujar Yu Wi dengan menyesal.

   "Hilang sama sekali tenagamu?"

   Tanya Bok ya dengan suara tertahan.

   Yu Wi diam saja, diam-diam ia berusaha mengerahkan tenaga lagi, tenaga yang biasanya terpusat pada pusar atau perut.

   Melihat Yu Wi berusaha menghimpun tenaga hingga muka merah, tahulah Bok-ya bahwa tenaga dalam anak muda itu memang benar-benar punah, Mau-tak-mau ia mengeluh.

   "Keadaanmu sekarang ternyata serupa denganku."

   Sampai lama sekali barulah lari kereta itu dihentikan dengan pelahan, lalu Hek-sim-put-hwe The Pit-sing menyingkap kerai dan berseru.

   "Sudah sampai tempat tujuan, ayolah turun!"

   Melihat Yu Wi hanya melotot saja padanya, The Pit-sing berkata pula.

   "Hehe, cepat juga kau mendusin!"

   Nadanya tidak kuatir sedikit pun, seakan-akan sudah tahu biarpun Yu Wi sudah siuman juga takkan mampu melawan atau bertindak apapun. Dari sana datang seorang dan menegur.

   "The toako, siapa yang kau ajak kemari?"

   "Coba kau terka,"

   Jawab The Pit-sing dengan tertawa. Orang itu pun ikut tertawa, Jawabnya.

   "Wah, mana dapat kuterka..."

   The Pit-sing terus menjulurkan kedua tangannya ke dalam kereta, satu tangan satu orang, Yu Wi dan Bok-ya diseretnya keLuar. Dalam pada itu hari sudah gelap, terdengar The Pit-sing berkata pula kepada kawannya itu.

   "Marilah masuk ke dalam rumah saja, mereka berdua juga kenalan-lamamu."

   Orang itu tertawa terkekeh, katanya.

   "Memangnya siapa mereka? Masa kenalan-lama diriku si Hoa-lomo?"

   Bok-ya merasa suara orang sudah pernah dikenalnya, kini setelah mendengar orang menyebut namanya sendiri, maka tahulah dia bahwa orang ini termasuk salah seorang Hoa-bun-jit-tok yang mengadu tangan dengan dirinya tempo hari.

   Di dalam rumah sana cahaya lampu terang benderang, itulah sebuah ruangan pendopo, di bagian tengah adalah sebuah meja panjang, The Pit-sing melemparkan Yu Wi dan Bok-ya ke atas meja itu, serunya dengan tertawa.

   "Nah, Hoa-laute, kenal tidak?"

   Melihat Yu Wi dan Ko Bok-ya secara mendadak, Hoa-lomo berteriak terkejut.

   "Hah, mereka?"

   The Pit-sing bergembira, katanya.

   "Kemarin dulu setelah kudengar cerita Hoa-laute bahwa Kosiocia telah terkena racun biru hantu saudara kalian, segera kupikir bahwa di dunia ini tidak ada obat penawar racun biru hantu tersebut, hanya si tua bangka Kian su-put kiu itu yang dapat dimintai pertolongan, maka buru-buru kudatang ke Ki-yong-koan, sungguh kebetulan, dengan tepat kupergoki mereka, maka dengan sedikit akal dapatlah kutawan mereka, Kalau Dibicarakan, aku harus berterima kasih kepada Hoa-laute yang telah menyampaikan kabar padaku, kalau tidak tentu takkan kuketahui mereka pasti akan keluar Ki-yong-koan dan pergi ke tempat si tua bangka she Su."

   Hoa-lomo tertawa, katanya.

   "Lalu cara bagaimana The-toako akan membereskan mereka?"

   ""Karena Hoa-laute yang menyampaikan berita ini padaku sehingga dapat kutawan mereka, maka hasilnya juga kita bagi secara adil saja, biarlah Ko-siocia serahkan padaku dan yang lelaki itu kuserahkan padamu, sekarang dia sudah mengisap "Sin-sian-to" (dewa pun roboh). Meski siuman juga diperlukan waktu 13 hari lagi baru dapat pulih tenaga dalamnya, Maka terserah padamu cara bagaimana akan kau bereskan dia untuk membalas sakit hati saudaramu, sama sekali aku tidak akan ikut campuri"

   Hoa-lomo bergelak tertawa, ucapnya.

   "Terima kasihlah kalau begitu."

   Segera ia mendekati Yu Wi dan mencengkeramnya. Melihat Yu Wi hendak dipisahkan dengan dirinya, Bok-ya menjadi cemas, teriaknya murka.

   "Lepaskan dia! Berani kau ganggu seujung rambutnya, pada suatu hari tentu akan kubikin kau mati tak dapat, hidup pun tidak."

   Hoa-lomo bergelak tertawa, ejeknya.

   "Siocia yang manis, kau sudah seperti daging di depan mulutku, untuk apa kau bicara segalak ini? Lagi pula usiamu paling banyak tinggal tujuh atau delapan hari lagi, masa masih omong besar untuk membela bocah ini, haha, sungguh lucu!"

   Habis berkata, sekali hantam ia bikin Yu Wi terlempar ke pojok dinding sana. Melihat Yu Wi terbanting cukup keras, sakit hati Bok-ya, dengan murka ia mendamperat pula.

   "Hoa-lomo, bilamana tidak disergap oleh pukulan berbisa, tidak mungkin pasir berbisa itu dapat mengenai diriku, lebih-lebih takkan mati kutu seperti sekarang ini, Ya, sakit hati ini pasti akan kubayar berlipat ganda selama nona masih diberi kesempatan hidup di dunia ini."

   "Tapi sayang waktu hidup Ko-siocia sudah tidak ada lagi, makanya aku Hoa-lomo juga tidak perlu gentar lagi kepada gertakanmu ...."

   Ejek Hoa-lomo. lalu bergelak tertawa pula. Ko Bok-ya membiarkan orang tertawa sepuas-nya, habis itu barulah ia berkata pula.

   "Tapi kalau sekarang kau lepaskan Toakoku, kelak nona tidak akan dendam pada kejadian ini, bahkan berjanji selama hidup ini akan membantu kau tiga kali."

   Hoa-lomo tampak melengak, katanya kemudian.

   "Lomo percaya penuh Siocia sanggup membantu tiga kali padaku, hal ini memang sesuatu yang luar biasa dan sukar dicari, Tapi urusannya harus dikembalikan kepada persoalan yang sebenarnya, bilamana racun biru ini sudah bekerja, jiwa Siocia terus melayang, lalu siapa yang akan membantu tiga kali padaku?"

   Bok-ya pikir dalam waktu delapan hari memang dirinya sukar diselamatkan bilamana tidak ada orang yang mengantarnya ke Siau-ngo-tay-san, jangankan membantu orang tiga kali, bertemu lagi dengan Yu Wi saja tidak dapat. Didengarnya Hoa-lomo berkata pula.

   "Maka-nya kubilang, sebaiknya Siocia berpikir bagi dirinya sendiri saja dan jangan urus bocah itu. Dia telah membinasakan lima orang saudaraku, sakit hatiku ini harus kubalas."

   "Hoa laute,"

   Mendadak The Pit-sing menyeletuk "Betulkah Ko-siocia hanya dapat hidup tujuh atau delapan hari saja?"

   "Mestinya Ko-siocia dapat hidup lagi selama 15 hari, sejak kejadian itu, sudah tujuh hari mereka menempuh perjalanan ke sini, dengan sendirinya sisanya tinggal delapan hari lagi."

   "Benarkah racun biru hantu ini memang tidak dapat dipunahkan?"

   Tanya The Pit-sing pula.

   "Kungfu penggunaan racun keluarga Hoa tiada bandingannya di dunia ini, setiap racun di dunia ini pasti kami kenal dan juga pasti dapat membuatnya, hanya racun biru hantu saja, meski Hoa bun kami sudah membuka segala macam kitab racun tetap tidak dapat menemukan catatan cara bekerja racunnya, dengan sendirinya obat penawarnya tidak dapat kami buat."

   "Jika demikian, terlalu sedikitlah nilai Ko-siocia yang dapat kita manfaatkan,"

   Ujar The Pit-sing dengan menyesal.

   Ko Bok-ya tidak paham apa yang dimaksudkan nilai pemanfaatan dirinya, cuma diam-diam ia sudah mengambil keputusan, apabila musuh terlalu mendesak, jalan satu-satunya baginya adalah membunuh diri.

   Tapi didengarnya Hoa-lomo menjawab dengan tertawa.

   "Ah, tidak demikian halnya, Kukira Kosiocia masih cukup berharga untuk kita manfaatkan sekalipun umurnya tinggal delapan hari saja."

   "Sebenarnya ada maksudku akan mengantar Ko-siocia ke negeri Kaujang. Belum habis ucapan The Pit-sing, Hoa-lomo berkata sambil menggeleng.

   "Bila Ko-siocia diantar ke negeri Kaujang dalam keadaan hidup tentu nilainya tidaklah sedikit Tapi bila setiba di sana dia sudah berubah menjadi mayat, maka satu peser pun takkan laku, jadi sama sekali tidak berharga untuk dimanfaatkan."

   Tiba-tiba terdengar suara langkah orang dari ruangan belakang, masuklah belasan orang yang berbaju warna-warni, di bawah cahaya lampu, warna baju mereka yang menyolok itu tampak gemerdep menyilaukan.

   Mereka membawa makanan dan minuman, semuanya ditaruh di atas meja panjang itu.

   Sekarang The Pit-sing juga sudah ganti pakaian berwarna-warni, dia angkat Ko Bok-ya dan didudukkan di suatu kursi, katanya dengan gelak tertawa.

   "Kaupun makan sedikit, jangan sampai kelaparan, bisa jatuh sakit!"

   Sia-sia Ko Bok-ya memiliki kungfu maha tinggi, tapi tidak bertenaga sama sekali, terpaksa diperlakukan sesuka orang, Padahal sejak kecil dia hidup senang dan dimanjakan, mana pernah dihina dan dianiaya orang lain? Maka meneteslah air matanya dan tiada napsu makan, dia duduk termenung, hanya terkadang memandang ke arah Yu Wi yang meringkuk di pojok sana.

   Bagaimana nasib Yu Wi dan Ko Bok-ya selanjutnya? Cara bagaimana mereka akan lolos dari cengkeraman musuh? Apakah Ko Bok-ya akan sembuh dalam waktu delapan hari yang masih tersisa? - Bacalah

   Jilid ke- 6 - Jilid-6 Hoa-lomo dan belasan orang berbaju warna-warni itu ikut duduk di samping.

   "Setelah sibuk sehari suntuk, tentu sudah kelaparan ayolah makan, lekas!"

   Kata The Pit-sing. Segera ia mendahului mencomot santapan dengan sumpitnya. Menyusul belasan orang itu juga makan minum dengan lahapnya, tampaknya mereka memang sudah kelaparan. Sambil menghirup araknya dengan pelahan, Hoa lomo berkata.

   "Jika kuantar Ko-siocia pulang kepada ayahnya dalam delapan hari ini, hasilku pasti tidak sedikit."

   "Apa maksud ucapanmu ini"

   Tanya The Pit-sing sambil menggeragoti sepotong paha ayam.

   "Kau tahu Ko-siocia adalah puteri kesayangan Tay-ciangkun dan memandangnya melebihi jiwa sendiri."

   Tutur Hoa-lomo dengan tertawa.

   "Berdasarkan sandera ini kan dapat kita memerasnya, masa sang Tayciangkun takkan membayar sesuai permintaan kita?!"

   Sambil meraih lagi paha ayam yang laki dan digeragoti, The Pit-sing berkata.

   "Betul juga gagasanmu ini, tadi juga sudah kupikirkan hal ini, hanya pelaksanaannya yang masih harus dipertimbangkan, supaya kita dapat menerima pembayaran secara aman."

   Hoa-lomo mengangkat poci dari menuangkan arak di cawan The Pit-sing, lalu berkata.

   "Ada suatu akalku yang sangat bagus, tanggung aman tanpa perkara...."

   "Oo? Akal apa?"

   Tanya The Pit-sing.

   Dengan mengulum senyum Hoa-lomo menuangkan arak satu persatu, bagi belasan orang berbaju warna-warni itu, cara menuangnya dengan tangan kiri menyunggih pantat poci dan tangan kanan memegang kuping poci, habis menuang barulah ia bicara dengan penuh misterius.

   "Akalku ini kutanggung takkan meleset, sekalipun di istana Tayciangkun sana penuh jago kelas satu juga tak dapat mengapa-apakan kita, terpaksa mereka melongo menyaksikan kita kabur dengan menggondol harta benda bagian kita, akhirnya yang mereka dapatkan hanya sesosok tubuh yang sudah sekarat...."

   The Pit-sing membuang tulang paha ayam, tanyanya dengan girang.

   "Benarkah sebagus ini akalmu?"

   "Masa akal Hoa-lomo perlu diragukan lagi?"

   Jawab Hoa-lomo sambil bergelak tertawa dan menuang arak di cawannya sendiri.

   "Marilah kita habiskan secawan bersama, semoga usaha kita berhasil dan mendapat rejeki nomplok!"

   Diiming-iming dengan rejeki nomplok, siapa lagi yang tidak tertarik, tanpa disuruh lagi semuanya mengangkat cawan dan berteriak.

   "Mari minum!"

   Hanya sekejap saja isi cawan sudah habis tertenggak. Tapi The Pit-sing hanya minum seceguk saja, lalu bertanya.

   "Sesungguhnya bagaimana akalmu yang bagus itu, coba jelaskan, supaya semua orang tahu...."

   Belum habis ucapannya, mendadak terdengar suara "blak-bluk"

   Di sana-sini, belasan orang berbaju warna-warni itu sama roboh terjungkal mendadak The Pit-sing juga merasa perutnya sakit seperti dipuntir-puntir, keruan ia terkejut, teriaknya "He, Hoa ... mengapa kau taruh racun di ... di dalam arak?!"

   Hoa-lomo menyeringai jawabnya.

   "Nah, tahu tidak kau, akal bagus yang kumaksudkan ini adalah mampusnya kalian ini. Kalau kalian tidak mampus, cara bagaimana Hoa-lomo akan mendapatkan anak dara ini dan berpahala besar?"

   "Ke... keji amat kau..."

   Hanya kata-kata ini saja yang sempat tercetus dari sela-sela gigi The Pit-sing habis itu ia tidak tahan lagi dan roboh terkapar. Ko Bok-ya juga menyaksikan itu dengan jelas, mendadak iapun berkata.

   "Sungguh keji!"

   "Kalau tidak keji bukanlah lelaki,"

   Kata Hoa lonio sambil menyeringai "Bila kuantar kau kekerajaan Iwu akan berarti pahala besar bagiku."

   "Apa gunanya kau antar mayatku ke sana?"

   Kata Bok-ya dengan menghela napas.

   "Hahahaha!"

   Mendadak Hoa-lomo bergelak tertawa.

   "Nyata, kalian telah kena kutipu seluruhnya, Meski racun biru hantu itu memang maha lihay, tapi keluarga Hoa telah berhasil meracik satu resep rahasia yang dapat menahan bekerjanya racun selama beberapa bulan, Dalam waktu sekian lama, tentu kau dapat diperalat oleh pihak kerajaan Iwu untuk menundukkan ayahmu, jika semuanya itu berlangsung dengan lancar, bukankah aku yang akan berjasa besar?"

   Pada saat itulah terdengar di kejauhan ada orang berseru.

   "Lomo! Lorno!"

   Lomo artinya si bontot, sebab Hoa-lomo dalam urutan persaudaraan keluarga Hoa memang saudara buncit. Maka Hoa-lomo lantas menjawab.

   
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Aku berada di sini, Suko (kakak ke empat)"

   Seorang tampak masuk dengan tergesa-gesa, waktu Bok-ya mengawasinya, kiranya si pembunuh yang berwajah buas itu, yaitu orang ke empat dari Hoa-bun-jit tok, namanya Hoa Ceng-sim.

   Meski mukanya kelihatan buas, tapi hatinya paling baik.

   Melihat keadaan di dalam ruangan itu, Hoa Ceng-sim terkejut, tanyanya.

   "He, terjadi apa?"

   Hoa lonio menyongsong kedatangan saudaranya itu, tuturnya.

   "Waktu kusuguhi arak mereka, diam-diam kugunakan tangan kiri untuk memegang pantat poci dan merembeskan racun telapak tanganku ke dalam arak, hanya sekejap saja belasan jago Cay-ih-kau (agama baju warna-warni) ini telah kubinasakan."

   Hoa Ceng-sim merasa bingung, tanyanya.

   "Aneh, bukankah kau yang berkeras mengajak diriku ke sini untuk minta bantuan Cay-ih-kau agar membantu menuntut balas bagi kita, kenapa sekarang malah kau bunuh tokoh-tokoh agama mereka? Jika sampai diketahui Kaucu, wah..."

   "Suko, coba lihat siapakah anak dara yang berada di sana itu?"

   Sela Hoa-lomo. Waktu Hoa Ceng-sim berpaling, ia berseru terkejut.

   "He, Ko siocia!"

   "Dan tahukah Suko siapakah orang itu?"

   Tanya Hoa-lomo pula sambil menuding Yu Wi yang meringkuk di pojok sana.

   "Memangnya siapa?"

   Tanya Hoa Ceng-sim dengan ragu. Belum lagi Hoa-lomo menjelaskan, sekonyong-konyong tertampak Yu Wi merangkak bangun dan mendekat dengan langkah yang mantap, dengan wajah kereng ia berucap.

   "lalah aku, Yu Wi!"

   Sekali ini Hoa-lomo benar-benar kaget setengah mati, dengan gemetar ia berkata.

   "He, bu ... bukankah kau telah ... telah mengisap Sin-sian-to?"

   Dia cukup kenal betapa lihaynya jimat Cay ih-kau, yaitu "Sin-sian-to", kalau mengisap dupa bius itu, biarpun maha sakti juga sukar bergerak sebelum lewat 13 hari.

   Tapi sekarang keadaan Yu Wi kelihatan sehat walafiat, seperti tidak pernah terjadi apa-apa, hal ini sungguh aneh dan mengejutkan.

   Seballiknya Ko Bok-ya menjadi girang, serunya.

   "Toako, apakah berkat Pi-to-cu lagi yang menyembuhkan dirimu?"

   Mendengar nama Pi-to-cu, Hoa-lomo tampak kaget, disangkanya tenaga dalam Yu Wi juga sudah pulih, padahal ia sudah menyaksikan sendiri betapa lihay kungfu Yu Wi, ia merasa dirinya pasti bukan tandingan anak muda itu.

   Yu Wi mengangguk pelahan tanpa menjawab, ia terus mendekati Ko Bok-ya, nona itu dipondongnya, tapi ketika berdiri lagi, tanpa kuasa ia bergeliat sedikit.

   Sedikit kejadian itu sudah dapat dilihat dengan jelas oleh Hoa Ceng-sim dan Hoa-lomo, mereka tahu tenaga dalam Yu Wi belum lagi pulih seluruhnya.

   Sebagai seorang Kangouw kawakan, rasa takut Hoa-lomo tadi lantas lenyap.

   dengan tertawa ia berkata.

   "Hehe, sebaiknya kalian berduduk saja di situ dan jangan sembarangan bergerak"

   Berubah air muka Yu Wi, ia tahu kelemahannya telah diketahui lawan, Kiranya tadi selagi orang lain tidak memperhatikan dia, diam-diam ia taruh Pi-tok-cu di depan hidung dan menciumnya keras-keras, bau Pi-tok-cu ini dapat menawarkan segala macam racun, dan memang betul, setelah mengisap baunya sekian lama, akhirnya ia merasa tenaga mulai timbul, hanya saja tenaga murni Lwekangnya tetap sukar dikerahkan.

   Mestinya ia ingin mengisap lebih lama lagi bau Pi-tok-cu itu, tapi keadaan mendadak berubah gawat, terpaksa ia harus bertindak dan menyelamatkan Ko Bok ya.

   Siapa tahu kelemahannya tetap juga diketahui Hoa-lomo, ia menjadi sedih dan kuatir.

   Di luar dugaan, mendadak Hoa Ceng-sim berkata padanya.

   "jangan berhenti, jalan terus!"

   Keruan Hoa-lomo terkejut, serunya.

   "He, apa katamu, Suko?"

   "Kusuruh mereka lekas lari,"

   Sahut Hoa Ceng-sim dengan suara tertahan.

   "Bila terlambat dan diketahui Cay-ih-kaucu, tentu sukar untuk lolos lagi."

   "Apa kau sudah gila, Suko?"

   Seru Hoa-lomo dengan gusar.

   "Apakah kau lupa cara bagaimana kematian kelima saudara kita?"

   "Ku tahu dan sakit hati ini harus kita balas,"

   Jawab Hoa Ceng-sim.

   "Tapi tempo hari merekapun mengampuni kematian kita, bahkan mengembalikan jenazah saudara-saudara kita, maka budi kebaikan ini juga harus kita balas."

   Sampai di sini ia lantas berpaling ke arah Yu Wi dan berseru.

   "Seorang lelaki harus dapat membedakan antara budi dan benci dengan jelas, budi kebaikanmu ketika berada di istana Tayciangkun tempo hari sudah kubalas, Lain kali bila kepergok lagi asalkan terjatuh lagi ke tangan kami, jangan menyesal bila kami tidak sungkan lagi."

   "Lelaki teladan,"

   Puji Yu Wi sambil menoleh "sampai bertemu lagi!"

   Hoa-lomo menyaksikan kepergian Yu Wi dengan memondong Ko Bok-ya, ia tidak berani mengejar tapi ia masih berusaha merangsang pikiran Hoa Ceng-sim, katanya.

   "Sayang, sungguh sayang! Coba kalau Ko-siocia kita antar ke Iwu, maka keluarga Hoa kita segera akan kaya raya,"

   "Tapi kalau menuruti kehendak orang Cay-ih-kau dan mengantarnya ke negeri Kau-jang, lantas siapa yang menarik keuntungannya?"

   Jengek Hoa Ceng-sim, Hoa-lomo menjadi bungkam dan tak berani bersuara lagi, o0o-- n-oOo- Somentara itu Yu Wi telah meninggalkan sarang Cay-ih-kau dengan membawa Ko Bok-ya, lantaran Lwekangnya belum pulih, ia tidak dapat menggunakan Ginkang atau ilmu mengentengkan tubuh untuk berlari cepat, terpaksa ia memilih jalan kecil yang sepi dan melanjutkan pelariannya.

   Dengan susah payah akhirnya sudah ratusan li dapat ditempuhnya.

   Setiba di tepi sebuah telaga, saking lelahnya ia jatuh tak sadarkan diri.

   Entah sudah berapa lama lagi ketika ia merasakan mukanya rada dingin, segera ia membuka mata, terlihatlah Ko Bok-ya duduk di sampingnya dengan tersenyum simpul, tangannya yang putih bersih itu kelihatan masih basah.

   "Sudah kenyang tidur?"

   Tanya si nona dengan suara lembut dan wajah berseri-seri. Yu Wi mengangguk pelahan, sahutnya dengan tertawa.

   "Tidur sudah cukup, cuma seluruh badan terasa lemas, juga haus, ingin minum."

   Segera ia merangkak bangun dan bermaksud meraup air telaga untuk diminum, namun Bok-ya lantas menahannya dan berkata.

   "Jangan bangun dulu, rebah dan istirahat lagi sebentar, akan kuambilkan air untukmu."

   Melihat si nona bermaksud baik, terpaksa Yu Wi berbaring pula, Lalu Bok-ya menggunakan kedua tangannya untuk mencakup air yang segar itu dan dialirkan ke mulut Yu Wi.

   Sambil minum air yang segar dan melihat tangan si nona yang putih bersih, Yu Wi bertanya dengan tertawa.

   "Apakah kita sudah berada di surga dewa". Bok-ya menggeleng dan mengomel manja.

   "Bukan, ini adalah surganya manusia."

   "Kenapa begitu?"

   Tanya Yu Wi dengan tersenyum.

   "Sebab... sebab kita kan manusia dan bukan dewa..."

   Habis berkata, Bok-ya tidak berani lagi memandang Yu Wi, ia berpaling dan bermainkan air telaga.

   Diam-diam Yu Wi meresapi arti ucapan si nona, ia jadi teringat kepada perbuatannya terhadap si nona di dalam kereta tempo hari.

   Tanpa terasa hatinya berguncang, seketika ia termangumangu memandangi profil si nona.

   Bok-ya meraup air lagi, ketika berpaling dan melihat Yu Wi terkesima memandangi dirinya, dengan manja ia mengomel pula.

   "Tidak boleh melihat, tidak boleh melihat! pejamkan matamu..."

   Yu Wi memang penurut segera ia memejamkan matanya, Bok-ya lantas menyuapinya lagi dengan air, tanyanya dengan suara rada gemetar.

   "Meng... mengapa kau pandang aku cara begitu?"

   Suaranya yang rada gemetar itu kedengaran sangat menggetar sukma, Yu Wi pegang tangan yang halus itu.

   Secara di bawah sadar Bok-ya menarik tangannya sedikit, tapi lantas diam saja dan dibiarkan tangannya dipegang...

   Selagi kedua orang itu asyik masyuk, mendadak terdengar suara lengking tawa seorang.

   "Mesra benar di tengah siang bolong begini, apakah tidak malu?!"

   Serentak Yu Wi bangun berduduk, Ko Bok-ya terkejut dan segera membentak.

   "Siapa itu?"

   Maka tertampaklah dari hutan di sebelah sana muncul seorang perempuan berambut ubanan, berbaju kuning, dan pelahan sedang mendekati mereka, dairi air mukanya dapat diduga kedatangannya pasti tidak bermaksud baik.

   Cepat Yu Wi berdiri dan mengadang di depan Bok-ya, lalu menegur.

   "Siapa kau? Untuk apa kau datang kemari?"

   Meski rambut perempuan itu sudah ubanan seluruhnya, tapi mukanya masih terawat halus, perawakannya juga semampai, dapat dibayangkan di masa dahulu pasti seorang perempuan cantik, dia berhenti kira-kira satu tombak di depan Yu Wi, mendadak iapun menegur.

   "Siapa kau?"

   Yu Wi melenggong, katanya.

   "Belum lagi kau jawab pertanyaanku kenapa kau berbalik tanya siapa diriku?"

   "Huh, tidak kau katakan juga kutahu, kau she Yu bukan?"

   Jengek perempuan ubanan itu dengan suara galak, perasaan Yu Wi memang lembut, segera ia menjawab.

   "Ya, Wanpwe memang she Yu, apakah cianpwe kenal ayahku?"

   Seketika air muka perempuan ubanan itu berubah hebat, dengan gusar ia berteriak.

   "Bagusl Ternyata benar kau she Yu, kau anak perempuan hina itu, bukan?"

   Mendengar ibunya dicaci-maki, kontan Yu Wi balas mendamperat.

   "Gila, orang gila! Memangnya siapa perempuan hina? Kau sendirilah perempuan hina dina!"

   Perempuan ubanan itu jadi melengak karena dirinya berbalik dimaki sebagai perempuan hina, ia tidak marah, tapi air mata lantas bercucuran malah, keluhnya sambil menangis.

   "Ya, aku ini perempuan hina, entah sudah berapa kali kau maki aku sebagai perempuan hina!"

   Setelah memaki dan melihat orang sedemikian berduka, Yu Wi menjadi tidak enak hati, cepat ia berkata pula.

   "Maaf bila ku salah omong, Wanpwe berjanji takkan memaki padamu lagi."

   Perempuan ubanan itu menggeleng, katanya.

   "Tapi sudah terlalu banyak kau maki diriku, hatiku sudah remuk rendam karena makianmu, biarpun kau maki lebih banyak lagi juga tidak menjadi soal bagiku."

   Yu Wi jadi melenggong, ucapnya.

   "Wanpwe baru saja salah omong satu kali, sebelum ini bilakah pernah kumaki dirimu?"

   Semula perempuan ubanan itu menangis dengan menunduk, kini mendadak ia angkat kepalanya dan menatap Yu Wi lekat-lekat, ucapnya dengan menyesal "O, yang kumaksudkan ialah... ialah ayahmu, dia... dia..."

   "Cianpwe kenal ayahku?"

   Tanya Yu Wi. Pandangan perempuan ubanan itu seperti kabur dan seperti sedang mengenangkan apa-apa, ka tanya kemudian.

   "Bukan saja kenal ayahmu, bahkan sangat akrab, justeru rambutku ini berubah menjadi putih seluruhnya dalam waktu setahun gara-gara dia."

   Yu Wi coba mengamati rambut orang yang putih perak itu, sungguh tidak seimbang dengan usianya yang baru setengah baya, Tampaknya dia baru berumur 40-an dan mestinya rambutnya belum waktunya ubanan. Diam-diam ia merasa heran, pikirnya.

   "Masa lantaran ayah sehingga rambutnya ubanan secepat ini?"

   Tapi iapun menyangsikan keterangannya ia coba bertanya.

   "Jika cianpwe kenal ayahku, apakah engkau mengetahui siapa nama beliau?"

   "Namanya?"

   Perempuan ubanan itu tertawa pedih.

   "masa namanya dapat kulupakan? entah berapa puluh kali setiap hari ku sebut namanya secara diam-diam, mana bisa kulupakan namanya!"

   "Coba sebutkan namanya, bisa jadi orang yang kau anggap kenal bukanlah ayahku."

   "Dia bernama Yu Bun-hu, masa kau berani menyangkal dia bukan ayahmu?"

   Seru perempuan itu sambil tertawa melengking.

   "Betul, beliau memang ayahku,"

   Kata Yu Wi sambil mengangguk sedih.

   "Dan siapakah cianpwe, mengapa rambutmu berubah menjadi putih gara-gara ayahku?"

   "Him Kay-hoa, namaku Hjm Kay-hoa, pernahkah ayahmu menyebut nama ini kepadamu?"

   Ucap perempuan itu dengan suara lembut, Habis bertanya, dengan penuh perhatian ia pandang Yu Wi, seakan-akan sedang menunggu jawaban anak muda itu yang memuaskan. Tak terduga Yu Wi lantas menggeleng, katanya.

   "Tidak selamanya ayah tidak pernah menyebut namamu, sebelum ini akupun tidak pernah mendengar namamu."

   Air muka perempuan itu seketika berubah pucat pasi, jelas sangat kecewa, ucapnya.

   "O, selamanya dia tidak pernah menyebut namaku? Tidak pernah bicara tentang diriku? Melihat kesedihan orang, Yu Wi merasa kasihan, ia coba menghiburnya.

   "Hendaknya Cianpwe jangan berduka..."

   Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Mendadak perempuan itu menatap Yu Wi dengan beringas katanya dengan gemas.

   "Dia tidak pernah menyebut namaku, yang disebutnya tentu hanya nama ibumu, bukan?"

   Sejak kecil Yu Wi tidak pernah melihat sang ibu, bilamana ayahnya bercerita tentang ibunya tentu berkata.

   "lbumu sudah meninggal dunia, dia adalah perempuan yang paling cantik di dunia, namanya Tan Siok-cin."

   Teringat kepada masa kecilnya dan cerita tentang ibunya, Yu Wi menjadi berduka, Sahutnya.

   "Ya, dengan sendirinya ayahku melulu menyebut nama ibuku saja, masa beliau perlu menyebut namamu? Lagi pula, ibuku adalah perempuan paling cantik di dunia, betapapun ayah tidak nanti memikirkan perempuan lain."

   Ucapan ini benar-benar melukai perasaan si perempuan ubanan alias Him Kay-hoa, seketika ia menjadi murka, kontan sebelah tangannya menggampar, Yu Wi tidak sempat mengelak.

   "plok", dengan tepat mukanya tertampar. Sungguh aneh dan cepat luar biasa gerak tamparan perempuan ubanan ini, jangankan tenaga dalam Yu Wi sekarang memang belum pulih, sekalipun dalam keadaan normal juga sukar baginya untuk menghindar. Maka ketika untuk kedua kali nya Him Kay-hoa menampar pula, ia malah tidak mau mengelak, ia pikir biarkan saja kau pukul sepuasmu. Maka terdengarlah "plak-plok"

   Beruntun-runtun, Him Kay-hoa benar-benar menampar tanpa berhenti, dalam sekejap saja muka Yu Wi menjadi bengap. Keruan yang merasa kesakitan adalah Ko Bok-ya, sekuatnya ia berdiri dan berteriak.

   "He, berhenti, berhenti!"

   Tapi berdirinya tidak kuat, baru saja menegak.

   "bluk", ia jatuh terguling, namun suara teriakannya tidak berhenti, ia masih terus menjerit hingga suaranya serak. Sembari menampar Him Kay-hoa juga memandang Ko Bok-ya dengan heran, setelah Ko Bokya sudah kehabisan suara barulah ia berhenti memukul. Meski mulut Yu Wi penuh darah, tapi dia masih tetap bandel, tanyanya.

   "Apakah sudah cukup kau pukul?"

   Melihat kebandelan anak muda ini serupa ayahnya, Him Kay-hoa tahu biarpun memukulnya hingga mati juga dia takkan minta "ampun", Untuk membikin sedih hatinya, jalan paling tepat adalah menghajar orang yang dicintainya.

   Berpikir demikian, mendadak ia berjongkok dan mencengkeram Ko Bok ya sambil menyeringai.

   Yu Wi terkejut dan kuatir, cepat ia memburu maju hendak menolong, tapi gerak tubuh Hini Kay-hoa ternyata sangat cepat, Ko Bok-ya sudah dikempitnya di bawah ketiak dan melayang jauh ke sana.

   Seketika sikap bandel Yu Wi tadi lenyap, ia memohon dengan sangat.

   "Janganlah cianpwe menyakiti dia!"

   Him Kay-hoa mendengus.

   "Hm, apakah kau tahu cara bagaimana ayahmu memperlakukan diriku dahulu?"

   Meski darah memenuhi mulutnya, namun Yu Wi tidak sempat lagi mengusapnya, ia masih terus memohon dengan sangat.

   "Lepaskan dia! Sudilah engkau melepaskan dia! Dia sedang sakit dan keracunan hebat, tidak kuat dikempit sekeras itu olehmu..."

   Tapi Him Kay-hoa malah sengaja mengempit dengan lebih keras, saking kesakitan hingga Ko Bok-ya mengeluh tertahan dengan mandi keringat dingin, namun Him Kay-hoa sama sekali tidak ambil pusing, ia malah mendengus pula.

   "Tidak perlu kau memohon, semakin kau memohon, semakin kuperlakukan dia secara sadis."

   Yu Wi menjadi takut dan benar-benar tidak berani bersuara lagi, terpaksa ia pandang KoBokya dengan sorot mata yang penuh rasa kasih sayang tak terhingga.

   "Sekarang hendaklah kau dengarkan suatu "kisah yang akan kuceritakan,"

   Kata Him Kay-hoa. Yu Wi mengangguk, asalkan Ko Bok-ya tidak disiksa, urusan apa pun akan diterimanya. Maka terdengarlah Him Kay-hoa mulai berkisah dengan nada yang mendadak berubah sedih.

   "Aku ini adalah perempuan yang paling kasihan di dunia ini, tatkala kucintai seorang lelaki dengan sepenuh jiwa-ragaku, lelaki itu justeru mencintai seorang perempuan lain yang bermuka buruk."

   "Dengan segala daya upaya kuharapkan dia akan mencintai diriku dan jangan menyukai perempuan yang buruk rupa itu, bahkan kuperlakukan dia dengan baik, kurela menderita baginya, yang kuharap hanya dia mau kembali padaku dan mencintai diriku, siapa tahu dia berbalik memaki aku sebagai perempuan hina dan menyuruh aku jangan menggangu dia lagi."

   "Tapi kubiarkan dimaki dan entah sudah berapa kali dia mencaci-maki diriku, yang kuharapkan pada suatu hari dia akan mencintai lagi diriku, seperti halnya dia mencintai aku sebelum dia bertemu dengan perempuan buruk itu, siapa tahu.... siapa tahu harapanku itu tetap hampa belaka dan tidak pernah muncul, sebaliknya dia malah menikah dengan perempuan buruk rupa itu."

   "Ketika menerima kabar itu, sungguh aku sangat berduka, aku menjadi putus asa dan tidak ingin hidup lagi, hancurlah penghidupanku tidak sampai setahun rambutku telah ubanan seluruhnya, badanku juga lemah dan penyakitan, hampir saja kumati, Tapi setahun kemudian kuterima berita pula bahwa perempuan buruk itu telah meninggalkan dia dan hanya meninggalkan seorang orok yang baru berumur sebulan"

   Sampai di sini, air muka Yu Wi rada berubah hampir saja ia bersuara membantahnya.

   Tapi demi melihat Ko Bok-ya yang berada dalam kempitan orang juga asyik mendengarkan, sedapatnya ia menahan perasaannya dengan mendengarkan terus cerita orang.

   Terdengar Him Kay-hoa bergumam seperti mengenang kejadian masa lampau.

   "Setelah kuterima berita itu, buru-buru kususul ke sana, maksudku hendak menghiburnya, tak terduga maksud baikku itu telah dibalas dengan sikap ketus, aku seperti diguyur oleh air dingin, hatiku tersiram hingga luluh, teringat olehku ucapannya waktu itu bahwa isterinya meninggal dunia dan bukan meninggalkannya dengan hidup, meski isterinya sudah mati, tapi cintanya masih tetap teguh dan takkan berubah selamanya, Aku disuruh jangan menggodanya lagi dan diusirnya..."

   "Coba, dia tega berucap begitu padaku, begitukah harganya cintaku kepadanya selama sekian tahun? Apakah aku memang tidak berharga untuk mendapatkan cintanya lagi? Sungguh remuk rendam hatiku, saking pedihnya hatiku, setelah kupikir dan kutimbang, akhirnya kuputuskan akan melakukan pembalasan padanya...."

   Mendengar sampai disini, berubahlah air muka Yu Wi, cepat ia tanya.

   "Cara bagaimana kau balas dendam kepada ayahku?"

   Seketika timbul praduganya jangan-jangan Him Kay-hoa ini juga salah seorang pembunuh ayahnya. Him Kay-hoa menggeleng, jawabnya dengan menyesal.

   "Tapi apapun juga pernah kucintai dia dengan mendalam dan sampai saat inipun belum pernah kulupakan, sebab itulah aku tidak tega membalas dendam langsung padanya, tapi kubalas dengan cara tidak langsung."

   Air muka Yu Wi menjadi tenang kembali, ia pikir mungkin orang tidak termasuk salah seorang pembunuh ayahnya, Dengan heran ia lantas tanya pula.

   "Membalas dendam secara tidak langsung bagaimana maksudmu?"

   "Begini,"

   Tutur Him Kay-hoa.

   "kutahu selama hidupnya sangat setia terhadap Peng-matayciangkun sekarang ini, hal itu sama halnya berbakti kepada negara, Maka aku lantas bertindak secara berlawanan kugabungkan diri dengan negeri asing, yaitu negeri Kau-jang, dengan tugas khusus membunuh Peng-ma-tayciangkun Ko Siu.

   "Sebab, kalau Ko Siu mati, kekuasaan kerajaan ini tentu juga akan goyah, apabila para negeri wilayah barat sana sama bersatu, kekuatan mereka akan bertambah besar, sebaliknya kerjaan Tionggoan telah kehilangan panglima perangnya yang paling diandalkan, tentu sukar lagi menahan serbuan gabungan negeri-negeri barat itu. Dan bila negara hancur, apa artinya pula bagi kehidupannya ini, aku akan merasa puas jika dapat kusaksikan dia hidup merana dengan batin tersiksa, dengan begitu sakit hatiku karena tidak dihiraukan olehnya dapatlah kubalas."

   "Ai, caramu membalas dendam agak keterlaluan hendaklah kau sadari bahwa kau sendiri adalah bangsa Han, tapi kau rela bekerja bagi negeri asing untuk memusuhi tanah airnya sendiri, sungguh perbuatanmu ini lebih rendah daripada hewan."

   Him Kay-hoa menjadi gusar, bentaknya.

   "Kurang-ajar! Kau berani memaki aku?"

   Mendadak ia melompat maju, kaki kiri menjegal, tangan lain mendorong, kontan Yu Wi jatuh terjungkal. Sambil rebah di tanah, Yu Wi masih berkata pula.

   "Pantas ayahku tidak gubris dirimu, perempuan macam kau memang tidak mungkin disukai oleh lelaki manapun."

   Him Kay-hoa tambah murka, dengan alis menegak ia angkat Ko Bok-ya dan berteriak.

   "Biarlah tidak jadi kubawa budak ini ke negeri Kau-jang, akan kubanting mampus dia di depanmu, agar kau saksikan kematiannya yang mengerikan ini, supaya selama hidup takkan kau lupakan kejadian ini."

   Yu Wi menjadi kuatir, teriaknya.

   "He, lepaskan dia! Kalau mampu, ayolah banting mati diri ku, tapi jangan membunuh orang yang tak berdosa."

   Tapi Him Kay-hoa tidak menghiraukan seruannya, Ko Bok-ya diangkatnya tinggi-tinggi terus dilemparkan sekuatnya.

   Yu Wi ingin menolongnya, tapi ia menubruk tempat kosong, tampaknya Ko Bok-ya akan terbanting mati, sungguh hatinya berduka tak terkatakan.

   Untunglah pada detik terakhir, sewaktu tubuh Ko Bok-ya sudah hampir terbanting di tanah, sekonyong-konyong sesosok bayangan hitam melayang tiba laksana terbang cepatnya, sekali jambret dapatlah Ko Bok-ya ditarik terus dibawa melayang jauh ke sana, ketika bayangan itu berdiri tegak, ternyata Ko Bok-ya berada dalam pelukan orang itu tanpa cedera apapun.

   Sama sekali Yu Wi tidak menduga Ko Bok ya dapat lolos dari renggutan elmaut, dengan kegirangan ia memandang ke sana, dilihatnya bayangan hitam tadi adalah seorang perempuan berbaju hitam dan berambut panjang terurai.

   Karena sebagian mukanya tertutup oleh rambutnya sehingga tidak kelihatan bagaimana raut wajahnya, Namun dari dandanan orang, segera Yu Wi teringat kepada perempuan aneh yang pernah dilihatnya di daerah terlarang Thian-ti-hu dahulu itu.

   Him Kay-hoa juga lantas tahu perempuan berbaju hitam ini pasti seorang kosen setelah menyaksikan Ginkangnya yang hebat tadi, ia kuatir bukan tandingan orang, maka tidak berani sembarangan berebut Ko Bok-ya.

   Hanya dengan suara bengis ia membentak.

   "Siapa kau? Berani menyerobot orang yang hendak nona bunuh?"

   Sejak dia patah hati terhadap Yu Bun-hu, Him Kay-hoa tidak pernah lagi jatuh hati kepada lelaki lain, sebab itulah dia masih bertubuh perawan, jadi kalau dia menyebut "nona"

   Pada dirinya sendiri memang cukup beralasan.

   Tanpa bicara perempuan berbaju hitam itu membawa Bok-ya ke depan Yu Wi dan disodorkan kepadanya.

   Cepat Yu Wi menyambutnya dan mengucapkan terima kasih, perempuan baju hitam itu memandang Yu Wi sejenak, lalu mengulap tangan, maksudnya menyuruh anak muda itu lekas lari.

   Yu Wi tahu kungfu perempuan berbaju hitam sangat tinggi, jika orang sudah mau membelanya, maka apapun tidak perlu dikuatirkan lagi.

   Tanpa memandang Him Kay-hoa, segera ia melangkah pergi dengan cepat.

   Tapi Him Kay-hoa lantas berteriak.

   "Berhenti! jangan lari!"

   Meski mulutnya berteriak, tapi kakinya tidak mengejar, Dia tetap berdiri menghadapi perempuan berbaju hitam, ia tahu bilamana dirinya bergerak, tentu juga orang itu akan merintanginya, maka apa gunanya bergerak.

   Selagi Yu Wi hendak berlari masuk ke dalam hutan dan kabur bersama Ko Bok-ya, tiba-tiba dilihatnya dari dalam hutan muncul satu barisan orang berseragam warna-warni dan merintangi jalan larinya, Yang menjadi kepala barisan itu adalah seorang lelaki setengah umur, berwajah putih bersih dan memegang kipas, sambil mengebaskan kipasnya lelaki muka putih ini menegur.

   "Mengapa buru-buru hendak pergi?"

   Yu Wi terkejut dan menyurut mundur bebepa langkah, tanyanya.

   "Apakah Anda ini Cay-ihkaucu?"

   Orang itu menjawab.

   "Betul, dan Anda sendiri tentunya Yu Wi yang telah membunuh belasan jago Cay-ih-kay kami?"

   Yu Wi menggeleng kepala, katanya.

   "Cayhe tidak membunuh tokoh Cay-ih-kau kalian, juga tidak pernah bermusuhan dengan agama kalian, maka kumohon Kaucu sudi memberi jalan lalu bagiku."

   Lelaki itu tertawa, katanya.

   "Tidaklah sulit jika ingin minta jalan padaku, tapi kalau sakit hati kematian belasan anggota kami tidak kubalas, lalu cara bagaimana aku Ong Su-yong dapat menancap kaki di dunia Kangouw?"

   "Cayhe benar-benar tidak pernah membunuh anggota Kau kalian, mengapa Kaucu tidak percaya dan tetap menuduh diriku?"

   Kata Yu Wi dengan gegetun. Orang itu memang Cay-ih-kaucu, ketua agama seragam warna-warni, namanya Ong Su-yong, dengan menyeringai ia berkata.

   "Baik, anggaplah kau percaya keteranganmu. Lalu ingin kutanya, siapakah yang meracun mati mereka? Mustahil mereka meracuni dirinya sendiri, bukan?"

   "Kutahu siapa yang meracun mati mereka, tapi hal ini tidak dapat kukatakan, harap suka memaafkan dan memberi jalan,"

   Kata Yu Wi. Ong Su-yong menjadi gusar.

   "Kurang-ajar! Ku perlakukan kau dengan sopan, tapi kau malah berbuat licik. Tidak dapat kau katakan apalagi? jelas kau sendiri yang membunuh anak buahku, ada saksi hidup di sini."

   "Saksi hidup?"

   Yu Wi menegas dengan tenang.

   "Ya, saksi hidup, yaitu Hoa-lomo, masa kau berani menyangkal lagi?"

   Teriak Ong Su-yong.

   "Tapi kalau kukatakan pembunuhnya ialah Hoa-lomo dan saksinya aku, apakah Kaucu mau percaya?"

   Tanya Yu Wi.

   ""Hoa-lomo? Dia pembunuhnya?"

   Ong Su-yong barseru kaget. Mendadak Him Kay-hoa menimbrung.

   "Sudahlah, jangan banyak omong lagi dengan bocah itu, lekas tangkap saja dan antar anak dara itu ke negeri Kaujang dan kita akan berjasa besar, Ayolah, jangan tertunda lagi, di sini nona yang akan merintangi dia."

   Tadinya Ong Su-yong merasa serba susah, tapi demi mendengar dapat menarik keuntungan, semangatnya terbangkit, katanya segera.

   "Perduli siapa di antara kalian ini yang menjadi pembunuh, pokoknya lekas menyerah, boleh kau konfrontasi dengan Hoa-lomo nanti, jika kau memang tidak bersalah tentu akan kubebaskan kau."

   Habis berkata, kesepuluh jarinya terpentang, segera ia mencengkeram pundak Yu Wi.

   Berbareng itu barisan berseragam warna-warni itupun mengepung maju.

   Dalam keadaan memondong Ko Bok-ya, Lwekangnya juga belum pulih, Yu Wi hanya sempat berkelit satu-dua kali, lalu tidak sanggup menghindar pula, Hiat to bagian pundaknya kena dicengkeram Ong Su-yong dan tidak dapat berkutik lagi.

   Mendadak si perempuan baju hitam menyurut mundur selangkah, baru saja Him Kay-hoa hendak menghalaunya, tiba-tiba si baju hitam menyelinap lewat di sampingnya, betapapun sukar baginya untuk merintanginya.

   Ginkang orang yang maha lihai ini membikin Him Kay-hoa melongo kaget sehingga lupa mengejarnya, Gerak tubuh perempuan baju hitam itu secepat terbang, hanya sekejap saja ia sudah melayang masuk ke tengah lingkaran kepungan barisan seragam warna-warni itu, terlihat kedua lengan bajunya yang panjang itu beterbangan, ke mana lengan bajunya mengebut, satu persatu orang berseragam warna-warni itu roboh tanpa ampun, tiada seorang pun yang mampu menahan dua kali serangannya.

   Ong Su-yong terperanjat cepat ia berseru.

   "Berhenti! jangan mendekat atau segera kubinasakan mereka berdua"

   Tapi belum habis ucapannya, tahu-tahu tangan sendiri terasa kaku kesemutan, entah cara bagai mana dan entah kapan tangannya telah kena dikebut oleh lengan baju orang.

   Yu Wi sempat melepaskan diri dari cengkeraman musuh, selagi ia hendak mengucapkan terima kasih, mendadak lengan baju perempuan berbaju hitam itu mengebut pula pada punggungnya tanpa kuasa tubuh Yu Wi tertolak masuk ke dalam hutan sana dengan Ko Bok-ya masih berada dalam pondongannya.

   Setiba di dalam hutan, Yu Wi tahu maksud si perempuan baju hitam menyuruhnya lekas lari.

   sebenarnya ia ingin tanya siapa nama orang, tapi sekarang tak sempat bertanya, segera ia berlari pergi secepatnya.

   Sekeluarnya hutan itu, ia mendapatkan satu keluarga peternak, ia membeli seekor kuda, lalu melanjutkan perjalanan siang dan malam ke Siau ngo-tay-san.

   Karena tidak apal jalannya, setiba di lereng gunung Siau-ngo-tay, sementara itu sudah hari ke- 15 sejak Ko Bok-ya terkena racun.

   Saat itu Bok-ya sudah tidak sadar lagi, sekujur badannya bersemu kebiru-biruan, tampaknya sudah dekat dengan ajalnya, tentu saja Yu Wi gelisah lagi cemas.

   Lereng gunung Siau-ngo-tay itu membentang beratus li panjangnya, untuk mencari seorang yang tinggal di pegunungan seluas itu jelas, tidak gampang bilamana tidak diketahui tempatnya, Hal ini tentu saja membikin Yu Wi tambah kelabakan.

   Yang tahu tempat tinggal Su Put-ku adalah Ko Bok-ya, celakanya nona ini tidak dapat sadar untuk memberi petunjuk kepada Yu Wi.

   Karena itulah Yu Wi hanya melarikan kudanya di kaki gunung dan berputar ke sana sini, ia menjadi bingung karena tidak tahu cara bagaimana dan ke mana supaya dapat menemukan Su Put-ku.

   Diam-diam Yu Wi sangat cemas, sisa waktunya tinggal sehari ini saja, sampai besok jiwa Ko Bok-ya tentu sukar diselamatkan lagi, Waktu yang singkat ini tidak boleh terbuang percuma, bilamana dia kesasar, berarti jiwa Ko Bok-ya akan melayang tersia-sia.

   Setelah berpikir dan menimbang masak-masak, akhirnya Yu Wi memutuskan akan mendaki gunung dari situ, sudah tentu hanya untung-untungan, maka berulang-ulang ia berdoa di dalam hati semoga Tuhan yang Maka pengasih memberikan petunjukNya, mudah-mudahan jalan yang ditempuhnya ini arah yang tepat.

   Begitulah ia terus mendaki ke atas, sampai sore masih juga belum nampak jejak manusia, yang terlihat hanya lereng tandus dan bayangannya sendiri, tiada makhluk lain yang dipergokinya.

   Makin jauh makin kecewa Yu Wi, langkahnya juga semakin lambat, sungguh ia ingin segera mundur kembali untuk mencari jalan mendaki yang lain.

   Pada saat itulah, tiba-tiba didengarnya suara orang merintih, tergetar hati Yu Wi, ia coba mencari darimana datangnya suara itu.

   Ketika ditemukan sebuah gua karang, dilihat nya seorang kakek berbaring di dalam gua sedang merintih-rintih.

   Yu Wi mendekatinya dan memanggil.

   "Lotiang, Lotiang (pak tua)!"

   Mendadak kakek itu bangun berduduk, dengan napas terengah ia bertanya.

   
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Sia... siapa kau?"

   "Namaku Yu Wi, kudatang kemari untuk mencari seorang tabib sakti she Su, entah dia tinggal di mana, apakah Lotiang tahu?"

   Si kakek memandang Ko Bo-ya dalam pondongan Yu Wi, tanyanya.

   "Budak inikah yang perlu disembuhkan Su Put-ku?"

   "Betul, jika Lotiang tahu jalannya, mohon sudi memberi petunjuk,"

   Jawab Yu Wi. Si kakek menggeleng, katanya.

   "Jangan mencari dia, percuma! sakitku separah ini dan ingin minta pertolongan padanya, siapa tahu setelah bertemu, meski sudah tiga hari kumohon dengan sangat tetap dia tidak mau memberi obat, dan sekarang aku sudah hampir mati."

   "Tapi nona yang kubawa ini kenal dia, kuyakin dia pasti mau mengobatinya,"

   Cepat Yu Wi menjelaskan.

   "setelah nona itu sembuh, tentu kami akan memohon kepadanya agar beliau juga suka mengobati Lotiang, kukira hal ini tidak menjadi soal."

   Kakek itu menyengir, ucapnya.

   "Ai, jangan berpikir seperti anak kecil Biarpun nona dalam pangkuanmu itu adalah adik perempuannya juga takkan diobatinya, sebab waktu ku desak dia, pernah dia menyatakan biarpun ayah-ibu sendiri juga takkan diobatinya."

   "Tjdak, tidak mungkin!"

   Seru Yu Wi dengan gelisah.

   "Tolong Lotiang memberitahukan di mana tempat tinggal Su Put-ku itu, aku harus mendapatkan dia dalam waktu singkat, kalau tidak nona yang kubawa ini akan mati dalam waktu singkat ini."

   I Kakek itu terbatuk-batuk beberapa kali, lalu menggeleng dan berkata pula.

   "Jika dia mau menolong nona dalam pangkuanmu ini, tentu dia takkan berjuluk Su-put-kiu!"

   Sungguh tidak kepalang cemas Yu Wi, hampir saja ia berlutut dan memohon kepada kakek itu, pintanya pula dengan setengah meratap.

   "Lotiang, kumohon dengan sangat sudilah engkau memberitahukan kepadaku di mana tempat tinggalnya, tidak perlu urus apakah dia mau mengobati nona ini atau tidak, pokoknya asalkan dapat kutemukan dia, kelak apapun yang kau minta agar kukerjakan bagimu pasti akan kulaksanakan."

   Agaknya tergerak juga hati si kakek, sambil menahan rintihannya ia mengamat-amati Yu Wi sejenak, ia mengangguk, lalu tersenyum dan berkata "Coba kau duduk di sini."

   Demi mendapatkan alamat Su Put-ku, terpaksa Yu Wi harus bersabar dan berduduk, ia baringkan Ko Bok-ya di samping, Karena sekarang duduknya berdekatan, Dapatlah Yu Wi melihat lengan baju kanan si kakek melambai tertiup angin, jelas di dalam baju itu tidak ada lengannya, diam-diam Yu Wi membatin.

   "Ah, kiranya dia seorang cacat, sungguh kasihan!"

   Kakek itupun duduk bersila, ia mengerahkan tenaga sebisanya, rintihannya mulai berhenti, semangatnya juga tambah baik.

   Yu Wi diam saja, dengan sabar ia menunggu, terkadang iapun memandang Bok-ya, melihat keadaan nona itu bertambah segar, diam-diam ia berdoa semoga Thian memberkahinya, Sejenak kemudian mendadak si kakek bertanya.

   "Sebelum ini pernah kau belajar ilmu silat tidak? "Pernah,"

   Jawab Yu Wi.

   "Jika begitu, coba kau mainkan sejurus ilmu pedangmu,"

   Pinta si kakek.

   Yu Wi menjadi ragu, mana dia ada hasrat untuk main pedang segala, kalau bisa ia justeru ingin segera pergi mencari Su Put-ku.

   Karena pikiran mi, air mukanya lantas memperlihatkan rasa tidak senang, Dengan tertawa si kakek lantas bertanya pula.

   "Apakah perempuan ini isterimu?"

   Belum lagi Yu Wi menjawab, tiba-tiba si kakek menyambung lagi.

   "Tapi jangan kau kuatir, berdiamlah sebentar di sini, kuyakin akan besar manfaatnya bagi mu, kemudian akan kuberitahukan tempat tinggal Su Put-ku. Kalau tidak, biarpun sepuluh hari, juga takkan kau temukan dia bilamana kau cari secara ngawur."

   Karena tiada jalan lain, terpaksa Yu Wi berdiri dengan ogah-ogahan, ia melolos pedang kayunya, dimainkannya ilmu pedang ciptaan KanYok-koan itu sekadarnya. Si kakek menghela napas, ucapnya.

   "llmu pedangmu memang lumayan, cuma sayang sama sekali tidak bertenaga, juga belum apal tampaknya."

   Ilmu pedang itu memang cuma dibaca oleh Yu Wi dari kitab pemberian Ji Pek-liong tempo hari, baru sekarang ia memainkannya untuk pertama kali, karena tujuannya ingin mengecewakan si kakek agar tidak tertahan lebih lama di sini, maka cara memainkannya juga acak-acakan.

   Benar juga, si kakek tampak kecewa, ia berkata pula sambil mengulapkan tangan.

   "Baiklah, boleh kau pergi saja, tidak perlu merepotkan aku!"

   Cepat Yu Wi bertanya.

   "Tapi di mana tempat tinggal Su Put-ku, mohon Lotiang sudi memberitahu."

   "Aku tidak tahu,"

   Jawab si kakek dengan gusar. Karena cemas, Yu Wi menjadi gusar juga, damperatnya.

   "Omong kosong! jadi kau dusta padaku?!"

   "Kau sendiri yang dusta padaku lebih dulu, dengan sendirinya akupun dusta padamu,"

   Jengek si kakek, Sedapatnya Yu Wi menahan rasa gusarnya, tanyanya.

   "Bilakah pernah kudustai kau?"

   "Hm, kau kira aku sudah tua, sudah pikun dan lamur?"

   Jengek si kakek.

   "Bahwa kau dapat memainkan ilmu pedang sebagus itu, tapi sedikitpun tidak bertenaga, memangnya kau kira aku mudah kau tipu?"

   Yu Wi menghela napas lega,. ucapnya dengan gegetun.

   "O, kiranya soal ini. Tampaknya Lotiang telah salah paham, Soalnya aku telah mengisap "Sin-sian-to", dupa bius ini telah memunahkan tenagaku."

   "Oo?"

   Si kakek bersuara heran.

   "Bilakah kau mengisap dupa Sin-sian-to?"

   "Delapan hari yang lalu,"

   Jawab Yu Wi.

   "Ehm, betul jika begitu,"

   Ujar si kakek sambil manggut-manggut "Kabarnya bila Sin-sian-to terisap, selama 13 hari tak dapat bergerak, hanya dalam delapan hari saja kau sudah dapat berjalan, mungkin karena Lwekangmu sangat kuat."

   "Sejak kecil Wanpwe sudah belajar Ku sit-tay-kang dengan mendiang ayahku,"

   Tutur Yu Wi.

   "Ku-sit-tay-kang?"

   Si kakek menegas dengan terkejut "Jika begitu, jadi kau ini putera Ciangkiam- hui Yu Bun-hu?"

   "Ya, mendiang ayahku memang betul Yu Bun hu,"

   Yu Wi mengangguk. Air muka si kakek tampak tenang kembali, katanya.

   "Sungguh bagus jika demikian, Karena kau pemah belajar Ku-sit-tay-kang, kau memenuhi syarat untuk belajar satu jurus ilmu pedangku. jurus ilmu pedang ini sangat sulit dipahami, kuharap dalam satu hari harus kau kuasai dengan baik. Mendadak air mukanya berubah pucat pula, keringat dingin juga memenuhi dahinya, ia merintih pula beberapa kali, sekuatnya ia berusaha menahan rasa sakitnya. Cepat Yu Wi memburu maju untuk memayang tubuhnya yang berduduk saja hampir tidak kuat lagi, dengan perasaan tidak enak ia tanya.

   "Kenapakah kau, Lotiang?"

   Si kakek mendorong Yu Wi ke pinggir, lalu berteriak.

   "Dalam satu hari harus kau kuasai ilmu pedang yang kuajarkan padamu ini."

   "Lotiang,"

   Seru Yu Wi.

   "hendaknya lebih dulu kau katakan tempat tinggal Su Put-ku, setelah ku antar nona ini ke sana, segera ku balik lagi"

   Ke sini untuk belajar ilmu pedang pada Lotiang."

   "Tidak, tidak boleh!"

   Jawab si kakek tegas.

   "Setelah kau belajar ilmu pedangku ini baru kuberitahukan padamu."

   Segera Yu Wi memondong Bok-ya, dengan sedih ia berkata.

   "Baiklah, tidak apalah biarpun tidak kaukatakan tempat tinggal Su Put-ku, akan kucari dia secara untung-untungan, jika tidak bertemu dan nona ini tak dapat ditolong, biarlah ku mati bersama dia, di dunia ini rasanya juga tiada sesuatu yang kuberatkan lagi..."

   Habis berkata segera ia melangkah keluar gua.

   "He, nanti dulu!"

   Seru si kakek.

   "Kembalilah dan kita rundingkan lagi."

   Yu Wi berhenti langkahnya, tapi tidak kembali ke sana. Si kakek menghela napas, katanya.

   "Jika lebih dulu kuberitahukan alamat Su Put-ku, sesudah kau pergi ke sana, bukan mustahil dia takkan mengobati si nona atau tidak mampu menolongnya lagi, hal itu tentu akan membikin kau sangat berduka, dalam keadaan begitu mana ada hasratmu untuk datang lagi ke sini untuk belajar padaku? Sebab itulah kuminta kau belajar ilmu pedangku lebih dulu, jadi sama sekali bukannya aku tidak memikirkan keselamatan orang..."

   "Tapi sebelum dia disembuhkan, jelas akupun tidak bersemangat belajar ilmu pedang segala."

   Kata Yu Wi.

   "Biarpun begitu, tetap lebih baik kau belajar ilmu pedang lebih dulu, apalagi..."

   Dalam hati ia yakin Su Put-ku pasti tidak mau menolongnya, maka ia pikir biarpun nona ini diantar ke sana juga tiada gunanya, sebab itu pula ia berkeras menyuruh Yu Wi belajar ilmu pedangnya lebih dulu, soal nona itu diantar ke tempat Su Put-ku atau tidak kan tidak ada bedanya."

   Tapi Yu Wi sudah tidak sabar lagi, sebelum habis ucapan si kakek segera ia melangkah pergi.

   Tapi baru saja beberapa langkah, mendadak didengarnya si kakek menjerit, suaranya sangat memilukan kalau tidak luar biasa sakitnya tidak nanti bersuara demikian.

   Mau-tak-mau Yu Wi berpaling, dilihatnya si kakek rebah di atas tanah, Dasar jiwanya memang berbudi luhur, cepat ia berlari balik ke dalam gua, Bok-ya diturunkan, cepat ia membangunkan si kakek sambil berseru.

   "Lotiang... Lotiang!.."

   Muka si kakek tampak pucat seperti kertas, sekujur badan basah kuyup oleh air keringat, giginya menggreget hingga gemertuk, sampai sekian lama barulah ia siuman kembali, ucapnya dengan lemah.

   "Apalagi... apalagi jiwaku hanya... hanya tinggal satu hari ini saja..."

   Baru habis dia menyambung ucapannya tadi, seketika timbul rasa simpatik Yu Wi, baru sekarang dia tahu sebabnya si kakek berkeras menyuruhnya menguasai ilmu pedangnya dalam satu hari adalah karena jiwanya sukar dipertahankan lebih lama lagi, ia pikir biarlah ku tinggal satu hari di sini, kalau tidak, andaikan kucari Su Put-ku secara ngawur juga belum tentu bisa bertemu, maka dengan suara lembut ia lantas berkata.

   "Lotiang, dalam satu hari ini Yu Wi akan berusaha belajar dan memahami satu jurus ilmu pedangmu itu dengan sepenuh tenaga."

   Si kakek menggeleng, katanya.

   "Untuk memahami dengan baik kukira tidak mungkin terjadi, kuharap asalkan dapat kau ingat dengan baik cukuplah, sekarang dengarkan uraianku, jurus ilmu pedang ini bernama Tay-gu-kiam."

   Sembari mendengarkan kuliah si kakek diam-diam Yu Wi berdoa semoga Thian memberkati panjang umur satu hari lagi bagi Ko Bok-ya, apabila nanti Su Put-ku dapat ditemukan, rasanya si nona pasti dapat disembuhkan.

   Satu jurus ilmu pedang yang bernama Tay-gu-kiam atau pedang maha bodoh itu ternyata sangat sukar dipahami, si kakek hanya dapat menguraikan dengan mulut dan tak dapat memberi contoh dengan gerak tangan, sukar bagi Yu Wi untuk menangkapnya, setelah beberapa jam kemudian hanya dapat dikuasai gambaran sekadarnya.

   Namun sedikitpun si kakek tidak mau membuang waktu percuma, segera ia minta Yu Wi memainkannya, kalau ada yang kurang tepat langsung diberinya petunjuk, Yu Wi diharuskan mengingatnya dengan baik letak kelihaiannya.

   Supaya dapat menguasainya dengan cepat, Yu Wi juga belajar dengan sungguh-sungguh, sampai esok paginya barulah setiap gerak perubahan yang paling kecil dapat diingat dengan baik oleh Yu Wi.

   Dilihatnya keadaan Ko Bok-ya masih serupa kemarin, rada legalah hatinya, ia pikir mungkin racun biru hantu itu tidak pasti bekerja dalam waktu 15 hari, ia tidak tahu bahwa tempo hari Ko Bok-ya telah banyak makan obat kuat sehingga bekerjanya racun dapat ditahan, kalau tidak tentu saat ini si nona sudah mati.

   Setelah berhasil mengajarkan Tay-gu-kiam kepada Yu Wi, keadaan penyakit si kakek bertambah payah, sampai bicara saja tidak dapat keras lagi, Yu Wi harus menempelkan telinganya ke mulut orang baru dapat mendengar jelas apa yang dikatakannya.

   Didengarnya suara si kakek yang lirih seperti bunyi nyamuk itu lagi berkata.

   "Kini Tay-gu-kiam sudah dapat kau pahami, asalkan kau latih cukup giat, daya serang jurus pedang ini pasti dapat kau kuasai dengan baik, sekarang harus kuberitahukan tempat tinggal Su Put-ku...."

   Terbangkit semangat Yu Wi, ia pasang kuping dan mendengarkan dengan cermat Si kakek berhenti sejenak, lalu berkata pula.

   "Tentunya kau masih ingat ucapanku kemarin bahwa setelah kuberitahu tempat tinggal Su Put ku, kelak kau harus melakukan sesuatu pekerjaan bagiku?"

   Yu Wi mengangguk, ucapnya.

   "Ya, asalkan Lotiang memberi pesan, tentu akan Wanpwe laksanakan dengan baik."

   Setelah menghela napas, si kakek berkata.

   "Sekarang kuberitahukan dulu tempat tinggal Su Put-ku, yaitu di suatu puncak kecil yang terletak 30 li di sebelah tenggara, jika kalian mendaki dari sini lurus ke sana tentu akan dapat ditemukan."

   "Dan entah pekerjaan apa yang Lotiang minta kulaksanakan?"

   Tanya Yu Wi.

   Si kakek tampak membuka mulut, tapi sukar lagi mengucapkan sesuatu, Yu Wi menjadi kuatir kalau orang terus mati begitu saja, jika dirinya tak dapat memenuhi kehendak si orang tua, hal ini tentu akan membuatnya menyesal selama hidup.

   Sampai sekian lama si kakek meronta dan tetap tak dapat bersuara ia berbaring dalam pangkuan Yu Wi, keadaannya sudah kembang-kempis.

   Yu Wi sendiri belum pulih tenaga dalamnya sehingga tidak dapat memberi bantuan, terpaksa ia hanya menyaksikan orang menderita, Tiba-tiba didengarnya ruas tulang seluruh badan si kakek berbunyi keriat-keriut, hanya sebentar saja tubuhnya telah meringkuk lemas, berduduk saja tidak sanggup lagi.

   Tapi pada saat demikian si kakek sempat bersuara terputus putus.

   "Pergi ke... ke Mo.... siau.. hong..... pada hari.... Tiongcu "

   Mendadak napasnya berhenti, matanya mendelik, matilah orang tua itu dalam keadaan yang menyeramkan. Melihat kematian si kakek yang mengenaskan itu Yu Wi teringat kepada istilah "Soa-kang"

   Dalam ilmu silat, yaitu pembuyaran kungfu, hal ini disebabkan kegagalan berlatih Lwekang, Mungkin akibat salah berlatih Lwekang itu, maka si kakek mencari Su Put-ku untuk minta tolong, tapi Su Put-ku tidak mau menolongnya, akhirnya si kakek mati tersiksa karena pergolakan tenaga dalam yang hendak buyar itu.

   Tiba-tiba teringat olehnya pesan terakhir si kakek, setelah dirangkai ucapan yang terputusputus itu, tanpa terasa ia berseru.

   "He, dia menyuruhku pergi ke Mo-siau- hong pada hari Tiongciu ...."

   Serentak Yu Wi dapat menerka siapakah gerangan si kakek ini serta maksud tujuannya mengajarkan satu jurus ilmu pedang sakti itu. Dengan tersenyum getir ia angkat jenazah kakek itu dan bergumam.

   "Tidak kau ketahui bahwa lawan yang harus kuhadapi dengan ilmu pedang ajaranmu ini ialah diriku sendiri?..."

   Dengan sedih ia mengubur si kakek buntung tangan itu di dalam gua karang, ia tidak lagi memikirkan urusan hari Tiongciu tahun depan, segera ia pondong Ko Bok-ya dan berlari sekuatnya menuju ke arah tenggara menurut petunjuk si kakek tadi.

   Satu-satunya urusan yang terpikir olehnya sekarang hanya keselamatan Ko Bok-ya.

   Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   -oo0oo-- ooo- -ooOoo- Di dataran puncak kecil yang terletak 30 li jauhnya itu terdapat sebuah rumah bambu, dipandang dari jauh rumah sekecil ini tidak mudah ditemukan.

   Setiba di bawah puncak itu, Yu Wi sudah mandi keringat dan napas terengah-engah, tanpa berhenti langsung ia mendaki ke atas puncak.

   Rumah bambu itu dibangun terpencil di atas puncak itu, di sekelilingnya kecuali batu padas belaka tiada sesuatu tumbuhan apapun, Seorang mengasingkan diri di tempat tandus begini, betapa eksentrik wataknya dapatlah dibayangkan.

   Yu Wi memondong Ko Bok-ya ke depan rumah bambu itu, suasana sunyi senyap seolah-olah di tempat ini sama sekali tiada makhluk hidup.

   Diam-diam ia merasa ragu dan cemas, ia pikir janganjangan Su Put-ku lagi keluar rumah.

   Pintu rumah bambu tertutup rapat, tapi tidak digembok.

   Di samping pintu ada sebuah papan kecil dengan tulisan.

   "Tidak terima tamu". Namun Yu Wi tidak perdulikan papan pengumuman itu, ia pikir pintu tidak digembok, Su Putku tentu berada di rumah, dengan suara hormat segera ia berteriak.

   "Wanpwe Yu Wi mohon bertemu dengan Su-cianpwe!"

   Sampai sekian lama tidak ada suara jawaban ? Yu Wi lantas mengulangi teriakannya, Tetap tidak ada jawaban, mau-tak-mau Yu Wi tambah cemas dan gelisah, ia ingin menerjang ke dalam rumah, tapi kuatir menimbulkan marah tuan rumahnya terpaksa ia tunggu sejenak, lalu berteriak pula.

   "Wanpwe Yu Wi mohon bertemu dengan Su-cianpwe!"

   Sedikitnya sembilan kali ia menggembor barulah dari dalam rumah ada orang meraung gusar.

   "Orang buta! Apakah tidak kau lihat papan pengumuman di samping situ?"

   Cepat Yu Wi menanggapi "Wanpwe sudah membacanya, tapi..."

   "Tidak ada tapi apa segala, kalau sudah membacanya, kenapa tidak lekas enyah?"

   Seru orang di dalam rumah.

   "Wanpwe membawa seorang sakit, sangat parah dan setiap saat bisa meninggal...

   "

   "Syukur kalau mati, perduli apa dengan diriku!"

   Jengek orang itu. Diam-diam Yu Wi jadi mendongkol segera ia berteriak.

   "Cianpwe ini manusia atau bukan?"

   "Sudah tentu manusia,"

   Jawab, orang di dalam rumah dengan tertawa.

   "Hahaha, bahkan manusia yang sangat baik..."

   "Kalau Cianpwe mengaku manusia baik, mohon sudilah menyelamatkan jiwa kawanku ini!"

   Tukas Yu Wi. Mendadak orang di dalam rumah tidak bersuara pula. Seruan Yu Wi tambah gelisah, berulang-ulang ia memanggil.

   "Cianpwe!... Cianpwe!"

   "Biarpun kau panggil seribu kali juga tiada gunanya,"

   Tiba-tiba orang di dalam rumah meraung pula.

   "Meski orang she Su ini manusia baik, tapi sudah bersumpah takkan menolong jiwa orang, Maka lebih baik kau berusaha mencari jalan lain saja dan jangan membuang waktu percuma di sini."

   "Bahwa cianpwe tidak menolong jiwa orang, di dunia Kangouw terkenal berjuluk Su-put-kiu, hal ini Wanpwe sudah tahu,"

   Seru Yu Wi.

   "Tapi kawanku ini asalkan cianpwe mau keluar melihatnya, kuyakin engkau pasti akan menolongnya."

   Orang di dalam rumah tertawa dan berkata pula.

   "Jujur juga kau ini, orang she Su sendiri belum lagi mengetahui orang Kangouw memberi julukan Su-put-kiu padaku, Haha, Su-put-kiu, Su Put-ku! Poyokan ini memang tepat!"

   "Dan sudikah cianpwe keluar memeriksa kawanku ini?"

   Pinta Yu Wi pula.

   "Di dunia ini hanya ada satu orang yang pasti akan kutolong dia,"

   Kata Su Put-ku.

   "Apabila orang yang kumaksudkan itu adalah kawanmu, tentu akan kutolong dia..."

   "Ya, kuyakin kawanku ini pasti orang yang akan cianpwe tolong itu!"

   Seru Yu Wi cepat dan girang.

   "Keriat", pintu bambu terbuka dan muncul seorang lelaki setengah umur dengan wajah bersih dan berjubah merah, Dengan tertawa ia bertanya.

   "Di mana orang yang kau maksudkan?"

   Yu Wi memondong Bok-ya ke depan Su Put-ku dan berkata.

   "Cianpwe, pasti inilah orang yang dapat kau tolong."

   Setelah melihat jelas siapa dalam pangkuan Yu Wi itu, Su Put-ku menggeleng dan berkata.

   "Tidak, orang ini tidak kutolong!"

   "Mengapa?"

   Yu Wi terkejut. Mendadak Su Put-ku menatap wajah Yu Wi tajam-tajam, selang sejenak, katanya dengan berkerut kening.

   "Apabila Ko-siocia ini datang pada 20 hari yang lalu tentu akan ku tolong dia, tapi sekarang tidak dapat ku tolong dia, boleh kau bawa pergi saja."

   "Sebab apa? Sebab apa?..."

   Teriak Yu Wi dengan cemas.

   "Sebab 20 hari yang lalu dia sudah pernah datang satu kali dan memohon pertolonganku?"

   Tutur Su Put-ku.

   "aku sendiri juga pernah berjanji di depan gurunya bahwa aku akan menolong dia satu kali, sekarang janjiku itu sudah terlaksana, dengan sendirinya takkan ku tolong dia untuk kedua kalinya."

   Dengan menyesal Yu Wi menutur.

   "Tapi permohonan pertolongannya tempo hari bukan untuk dia sendiri melainkan bagi seorang yang tak dikenalnya orang tak dikenal itu bukan sanakkadang..."

   "Dan orang tak dikenalnya itu ialah dirimu, bukan?"

   Tanya Su Put-ku mendadak. Yu Wi mengangguk, sambungnya.

   "Demi menyelamatkan orang yang tak dikenalnya itu, jauhjauh dia datang kemari untuk memohon satu biji pil mujarab padamu, cianpwe sendiri sudah kenal baik padanya, juga kenal gurunya, masa engkau tidak sudi melakukan kebaikan yang dapat kaukerjakan dengan sangat mudah."

   "Hm, dia urusan dia, aku urusanku, tidak perlu kau pancing diriku,"

   Jengek Su Put-ku.

   "Kalau ku tolong dia, tentu orang Kangouw takkan menjuluki diriku Su-put-kiu. Hm, Su-put-kiu, matipun tak ditolong, maka biarkan saja dia mati, salah dia sendiri, perduli apa dengan diriku?"

   "Apa katamu?"

   Yu Wi menegas dengan murka "Kubilang salah dia sendiri,"

   Jawab Su Put-ku dengan tak acuh.

   "dia telah menyelamatkan jiwamu, akibatnya kehilangan satu-satunya kesempatan menolong jiwanya sendiri, Su-put-kiu, matipun tak di tolong, setelah kehilangan kesempatan baik, biarpun dia mati di depanku juga takkan ku tolong dia!"

   "Jadi maksudmu, seharusnya dia tidak menolong diriku, begitu?"

   Tanya Yu Wi dengan gusar.

   "Betul, kalau dia tidak menolong kau, tentu sekarang ku tolong dia!"

   "Jika begitu, lekas kau bunuh diriku, hal ini sama seperti dia tidak pernah menyelamatkan jiwaku, Biarlah ku tukar dengan jiwanya, boleh tidak?"

   Tanya Yu Wi dengan tersenyum pedih. Su Put-ku menggeleng, jawabnya.

   "Tidak, mana boleh jadi! Setelah dia menolong kau, sekarang biarpun kau mati seribu kali juga tak dapat menarik kembali kesempatan satu satunya untuk mendapat pertolonganku Nah, lekas kau pergi saja, jangan mengganggu lagi diriku,"

   Habis berkata ia terus putar tubuh dan melangkah pelahan ke rumah bambu itu.

   "Berhenti!"

   Bentak Yu Wi dengan murka.

   "Hm, kau berani bersikap segarang ini padaku?"

   Jengek Su Put-ku.

   "Pendek kata, jika kau tidak menolong dia, biarlah ku adu jiwa dengan kau!"

   Teriak Yu Wi.

   "Bocah she Yu, jadi kau ingin main kekerasan denganku?"

   Tanya Su Put-ku sambil membalik tubuh. Dengan sikap bandel Yu Wi berkata.

   "Jika cianpwe tidak menolong dia, bisa jadi terpaksa, harus kulabrak dirimu, Kecuali engkau menolong jiwanya, untuk itu selama hidup Yu Wi akan sangat berterima kasih, bahkan akan tunduk kepada segala perintahmu."

   "Berterima kasih selama hidup! Berterima kasih selama hidup!? Hahahaha!"

   Ku Put ku mengulang ucapan Yu Wi dengan terbahak-bahak, mendadak wajahnya berubah gusar, damperatnya.

   "Huh, terima kasih selama hidup apa? Hakikatnya omong kosong belaka!"

   "Bila cianpwe menolong jiwanya, Yu Wi pasti berterima kasih selama hidup, masa kau anggap omong kosong belaka?"

   "Hm, kau kira aku akan percaya?"

   Jengek Si Put-ku.

   "Sesudah aku tertipu satu kali oleh ayahmu, kau kira aku akan percaya pula kepada janjimu tentang terima kasih selama hidup segala? Had omong kosong, hanya menipu saja...."

   "Jadi cianpwe kenal mendiang ayahku?"

   Yu Wi menegas dengan ragu, diam-diam ia membatin dari nada ucapan orang, agaknya ayah pernah berjanji akan berterima kasih selama hidup padanya. Tiba-tiba Su Put-ku bertanya.

   "Jadi Yu Bun-hu sudah mati?"

   "Ayah sudah meninggal 12 tahun lamanya,"

   Tutur Yu Wi dengan menyesal.

   "Hahahaha! Bagus, bagus!"

   Mendadak Su Put-ku bergelak tertawa.

   Bahwa kematian ayahnya dianggap bagus, keruan gusar Yu Wi tak tertahankan ia turunkan Ko Bok-ya, segera ia menubruk maju dan menghantam.

   Di tengah gelak tertawa Su Put-ku itu tampaknya tidak berjaga-jaga, Padahal sebenarnya dia sudah siap siaga, ia sudah memperhitungkan kemungkinan Yu Wi akan menyerangnya, Segera ia menangkis dengan suatu jurus andalannya, tangannya membalik untuk menangkap pergelangan tangan Yu Wi yang sedang menghantam itu.

   Ia menyangka tangan anak muda itu pasti dapat ditangkapnya Siapa tahu gerak pukulan Yu Wi itu bukan serangan biasa, ke-30 jurus pukulan ajaib ajaran Ji Pek-liong tidak boleh dibuat main-main, sekali tangan berputar, pergelangan tangan Su Put ku berbalik tertangkis.

   Tentu saja Su Put-ku terkejut, ia pikir bila tangannya terpegang dan pergelangan tangan tercengkeram, maka dirinya pasti tak bisa berkutik, hal ini tentu akan membuatnya mendapat malu besar, Maka diam-diam ia mengerahkan tenaga dalam sekitarnya dan disalurkan pada tangannya untuk mengadu tangan dengan lawan.

   Lwekang Yu Wi belum pulih, meski jurus pukulannya sangit bagus, mana dia mampu menahan gontokan tenaga dalam Su Put-ku yang kuat itu, kontan dia tergetar terpental.

   Su Put-ku terbahak-bahak.

   "Hahaha! Hanya sedikit kungfu begini saja berani main garang terhadapku Sungguh aku merasa malu bagi Ciang kiam-hui yang sudah mampus itu, anaknya ternyata tidak becus begini!"

   Dengan cepat Yu Wi melompat bangun, dia tidak sedih meski roboh terpental oleh adu pukulan tadi, dengan suara gagah ia malah berseru.

   "Kalau Yu Wi tidak mengisap dupa Sin-sian-to dan kehilangan tenaga dalam, kuyakin tidak nanti dikalahkan olehmu."

   Melihat kebandelan anak muda ini serupa benar dengan sikap mendiang "Ciang-kiam-hui"

   Yi Bun-hu dahulu, Su Put-ku sengaja hendak menundukkan sikap angkuhnya, segera ia berkata.

   "Boleh kau minum pil ini, tidak sampai satu jam tenaga dalammu akan pulih kembali, tatkala mana boleh kita coba bertanding lagi, tidak perlu kau omong besar sekarang, buktikan kemampuanmu nanti,"

   Sembari bicara ia terus mengeluarkan satu biji pil dan diselentikkan ke arah Yu Wi.

   Pil itu melayang tepat ke arah mulut Yu Wi dan dapat dilihatnya dengan jelas pil ini berwarna merah, cepat ia membuka mulut dan menggigit pil itu, tapi tidak ditelannya melainkan terus diludahkan ke tanah, ia pondong Ko Bok-ya terus melangkah pergi.

   "He, Siaucu (anak kecil) mau ke mana kau?"

   Teriak Su Put-ku.

   "Yu Wi tidak mampu menolong Ya-ji, kalau dia mati harus ku kubur dia dengan baik,"

   Jawab Yu Wi tanpa menoleh.

   "Siapa bilang dia mati? Biarpun lewat dua hari lagi juga takkan mati!"

   Seru Su Put-ku.

   "Tidak ada orang sudi menolongnya, biarpun hidup lagi dua bulan atau dua tahun juga tiada ubahnya seperti orang mati?...."

   Tanpa berhenti Yu wi masih terus berlari ke bawah gunung. Mendadak Su Put-ku berseru.

   "Untuk menolongnya masih ada satu cara lagi!"

   Tergetar hati Yu Wi, cepat ia berhenti dan berpaling, tanyanya.

   "Cara bagaimana?"

   "Asalkan kungfumu dapat mengalahkan diriku, segera kutolong dia,"

   Jawab Su Put-ku. Yu Wi menjadi girang, cepat ia berlari balik, ia jemput kembali pil merah tadi dan dite1ln.

   
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Nah, duduklah dan menghimpun tenaga, sebentar Lwekangmu akan pulih,"

   Kata Su Put-ku. Yu Wi menuruti petunjuk itu, ia berduduk sambil memondong Ko Bok-ya dan memejamkan mata untuk menghimpun tenaga. Su Put-ku mengiringinya berduduk di samping. Selang lebih setengah jam, Yu Wi membuka mata dan berkata.

   "Terima kasih, Cianpwe, Lwekangku terasa sudah pulih."

   "Hm, tidak perlu berterima kasih, nanti kau sangka aku sengaja bermurah hati padamu,"

   Jengek Su Put-ku.

   "Begini aturanku, barang siapa dapat mengalahkan aku dalam hal ilmu silat, maka aku akan menuruti suatu permintaannya."

   Yu Wi lantas menaruh Bok-ya di tanah, ia berdiri ke tempat lapang sana, lalu berkata sambil memberi hormat.

   "Baiklah, boleh kita mulai, jika kalah segera Yu Wi akan angkat kaki, bila menang...."

   "Bila kau menang, kujamin akan mengembalikan seorang Ya-ji yang segar dan lincah padamu,"

   Tukas Su Put-ku.

   "Tapi masih ada lagi suatu syarat..."

   "Syarat apa?"

   Sela Yu Wi.

   "Syarat ini khusus hanya berlaku bagimu,"

   Kata Su Put-ku dengan dingin.

   "Apabila orang lain tentu takkan kukemukakan syarat ini, sebabnya adalah karena kau she Yu."

   Yu Wi tahu syarat ini tentu sangat pelik, tapi tak diketahuinya mengapa nama keluarganya dijadikan persoalan Tapi iapun tidak bertanya, ia berdiri tenang dan mendengarkan.

   Su Put-ku mengira anak muda itu pasti akan minta penjelasan, tapi Yu Wi ternyata tenangtenang saja, seolah-olah tidak merisaukan syarat apa yang akan ditambahkannya.

   Segera ia menjengek.

   "Syaratku ini adalah kau harus mengorbankan jiwamu!"

   Yu Wi tetap tenang tanpa gentar oleh syarat pelik itu, tanyanya.

   "Sebab apa?"

   "Sebab dahulu aku pernah bersumpah tidak ingin lagi melihat seorang she Yu yang ilmu silatnya dapat mengalahkan diriku dan hidup segar di dunia ini,"

   Tutur Su Put-ku. Diam-diam Yu Wi terkejut, tapi segera ia dapat memahami jalan pikiran tabib sakti yang eksentrik ini, tanyanya.

   "Ja... jangan dahulu cianpwe pernah dikalahkan mendiang ayahku?"

   "Hm, kau sengaja mengejek?"

   Damperat Su Put-ku dengan gusar.

   "Jika lantaran cianpwe pernah dikalahkan oleh mendiang ayahku, lalu engkau dendam kepada setiap orang she Yu yang dapat mengalahkan dirimu, tidakkah jalan pikiranmu ini terlalu kekanakkanakan?"

   Jengek Yu Wi. Su Put-ku tertawa panjang, suaranya kedengaran memilukan, dengan penuh rasa dendam ia lantas berkata.

   "Hm, masa cuma ilmu silat saja aku dikalahkan Yu Bun-hu? Segala apa di dunia ini mestinya milikku, akhirnya telah dirampas semua olehnya. Betapa mengenaskan kekalahanku itu, sekalipun aku dibunuh rasanya akan lebih baik daripada kekalahan yang mengenaskan itu."

   Melihat rasa penasaran, dendam dan kesedihan orang, Yu Wi merasa menyesal, katanya.

   "Apabila mendiang ayahku berbuat sesuatu kesalahan terhadap Cianpwe, biarlah Wanpwe mewakili beliau untuk minta maaf."

   "Hanya minta maaf saja kau kira dapat menghapuskan dosa ayahmu?"

   Bentak Su Put-ku dengan beringas.

   "Terlalu banyak kesalahan Yu Bun hu terhadapku biarpun juga tak dapat kau tebus kesalahannya."

   "Jadi setelah Wanpwe menang dan benar-benar harus mengorbankan jiwaku barulah cianpwe mau menolong Ya-ji?"

   Yu Wi menegas dengan menghela napas.

   "Ya, jika kau takut mati, boleh lekas membawanya pergi!"

   Jengek Su Put-ku. Yu Wi menggeleng, jawabnya.

   "Kematianku tidak perlu disayangkan, yang kukuatirkan adalah jangan-jangan Wanpwe bukan tandinganmu. Maka ingin kumohon persetujuanmu apabila Wanpwe kalah, tetap dengan kematianku untuk menukar pertolonganmu terhadap Ya-ji."

   "Tidak, tidak mungkin,"

   Jawab Su Put-ku tegas.

   "Jika kau kalah, tidak nanti kutolong dia. Kalau kau menang, sekalipun kau tidak mau mati, dengan segala daya upaya tentu juga akan kubinasakan kau."

   Yu Wi memandang Ko Bok-ya yang sudah payah dan seperti orang mati itu,, katanya kemudian dengan ikhlas.

   "Baik, kuterima! Tapi janganlah cianpwe lupa menyelamatkan Ya-ji setelah membunuh diriku."

   "Untuk ini tidak perlu kau kuatir,"

   Ujar Su Put-ku.

   "Cuma disaat ini jangan kau pikir pasti akan mengalahkan diriku. Kan lelucon besar bila aku tak dapat mengalahkan bocah ingusan macam kau ini."

   Yu Wi lantas melolos Hian tiat-bok-kiam atau pedang kayu besi, ucapnya.

   "Baiklah, Wanpwe mohon petunjuk ilmu pedangmu!"

   "Pedang bukan kemahiranku,"

   Jawab Su Put-ku tak acuh.

   "Jika kau gunakan pedang kayu, biarlah kulayani kau dengan bertangan kosong."

   Karena tekad Yu Wi harus menang, maka iapun tidak sungkan-sungkan lagi, pedang segera bergerak dan menyerang.

   Melihat daya serangan anak muda ini lain daripada yang lain, Su Put-ku tidak berani ayal, cepat kedua telapak tangannya memukul, setiap serangannya adalah kungfu kelas tinggi, sungguh mengejutkan daya pukulannya.

   Yu Wi melancarkan Thian-sun-kiam-hoat ajaran Ji Pek-liong, ilmu pedang ini sangat lihay, termasuk ilmu pedang andalan Ji Pek-liong pada masa mudanya, Cuma sayang belum cukup latihan Yu Wi sehingga masih ada ciri kelemahannya.

   Namun sudah cukup baginya untuk menandingi Su Put-ku.

   Setelah 29 jurus berlalu dan Su Put-ku tetap tidak dapat lebih unggul, diam-diam tabib eksentrik ini merasa berduka, ia pikir sudah belasan tahun dirinya mengasingkan diri dan berlatih ilmu sakti secara tekun, ia pikir Yu Bun-hu pasti dapat dikalahkannya, siapa tahu sekarang anaknya saja sukar dikalahkan, apalagi hendak mengalahkan ayahnya.

   Setelah 50-an jurus, semakin lancar permainan pedang Yu Wi, daya serangan Thian-sun-kiamhoat memang luar biasa, diam-diam Su Put-ku terkesiap melihat ilmu pedang anak muda itu ternyata jauh lebih hebat daripada ayahnya dahulu, Cepat iapun ganti ilmu pukulannya, dikeluarkan kungfu simpanannya.

   Ilmu pukulan andalannya ini memang luar biasa, Yu Wi mulai terdesak mundur oleh angin pukulan lawan yang dahsyat ia menyadari Lwekang sendiri bukan tandingan tabib eksentrik itu, dan tidak boleh keras lawan keras, segera ia mainkan ilmu pedang ciptaan Kan Yok-koan yang disaring kembali oleh Ji Pek-liong itu, pedangnya mulai menyerang kian kemari dengan gerak badan yang lincah.

   Terlihatlah kedua orang berloncatan ke sana-sini, debu pasir beterbangan, sungguh suatu pertarungan yang dahsyat Kedua orang bertekad harus menang, maka segenap kungfu andalan masing-masing telah dikeluarkan seluruhnya.

   Makin lama makin tangkas Yu Wi bertempur, sedikitpun tidak mau mundur.

   Melihat semangat Yu Wi yang gagah berani itu, diam-diam Su Put-ku merasa heran.

   Padahal kalau anak muda itu menang, akibatnya dia harus mati, entah darimana timbulnya keberaniannya itu, masa di dunia ini ada orang yang berjuang dengan gagah berani untuk mendapatkan imbalan kematiannya, harus mencari hiduplah mestinya.

   Tapi di dunia ini justeru ada kejadian aneh begini, bahwa Yu Wi bukannya tidak tahu dirinya harus mati setelah mendapat kemenangan, yang di pikirnya melulu keselamatan Ko Bok-ya, diamdiam ia mendorong semangatnya sendiri dan berteriak di dalam hati.

   "Harus menang, aku harus menang!...."

   Nyata sama sekali ia tidak memikirkan bagaimana akibatnya nanti bila dia sudah menang.

   Setelah belasan jurus lagi, meski Yu Wi tetap gagah berani, tapi keadaannya juga semakin gawat, daya pukulan Su Put-ku semakin kuat tampaknya tidak sampai sepuluh jurus lagi Yu Wi pasti kalah.

   Delapan jurus sudah berlangsung pula, terdorong oleh hasratnya harus menang, tanpa terasa mulutnya lantas berteriak.

   "Harus menang! ...."

   Dan begitu kata "menang"

   Terucapkan, mendadak gerak pedangnya juga berubah, jurus Bu-tek-kiam tanpa terasa dikeluarkannya.

   Su Put-ku mendadak merasa bayangan pedang mengurung rapat dari atas, meski dia sudah memeras otak untuk mencari akal tetap sukar menghindarkan serangan Yu Wi itu, diam-diam ia mengeluh "Tamatlah diriku!" - Terpaksa ia membiarkan tertabas oleh pedang lawan tanpa berdaya.

   Tak terduga, ketika pedang kayu mengancam di atas tulang pundak Su Put-ku, cepat Yu Wi menahan.

   "plok-plok-plok"

   Tiga kali, sekaligus pundak Su Put-ku tersabat tiga kali, habis itu Yu Wi lantas melompat mundur.

   Dengan tepat pundak Su Put-ku terpukul tiga kali oleh pedang kayu lawan, satu kali saja tidak mampu menghindar betapa sedih hatinya sukar untuk dilukiskan Ketika diketahuinya pula Yu Wi telah menahan serangannya dan tidak melukainya, jelas anak muda itu sengaja bermurah hati, di samping berduka hati Su Put-ku bertambah rikuh pula.

   Setelah menyimpan kembali pedang kayunya, Yu Wi memondong Ko Bok-ya dan berdiri tegak di situ.

   "Bawa dia ke kamarku,"

   Kata Su Put-ku.

   Tanpa disuruh lagi segera Yu Wi membawa Bok-ya ke dalam rumah bambu itu, dilihatnya keadaan di dalam rumah sangat sederhana, hanya terdiri dari sebuah dipan dan sebuah meja, sebuah kursi saja tidak ada.

   Yu Wi menaruh Ko Bok-ya di atas dipan, lalu berpaling dan berkata.

   "Terpaksa membikin repot Cianpwe."

   "Bikin repot apa segala? Kau terima syaratku dan ku tolong dia, apanya yang repot?"

   Jengek Su Put-ku. Lalu dia berdiri tegak memandangi Yu Wi.

   "Kalau cianpwe berkeras tidak dapat meloloskan diriku, silahkan kau bunuh saja diriku, tidak nanti Wanpwe menangkis dan..."

   Kata Yu Wi dengan gegetun.

   "Kalau kau menangkis, apakah dapat kutolong dia? Huh, omong kosong belaka!"

   Jengek Su Put-ku pula. Sambil berdiri membelakangi Su Put-ku, Yu Wi lantas berkata.

   "Silakan cianpwe pukul remuk jantungku, setelah Ya-ji siuman nanti dan bertanya tentang diriku, katakan saja setelah ku antar dia ke sini lantas kabur entah ke mana."

   Su Put-ku angkat tangan kanan terus menghantam, ketika dekat punggung Yu Wi, dilihatnya pemuda itu berdiri diam saja tanpa mengelak dan rnenangkis, segera teringat olehnya tadi orang juga bermurah hati padanya dan tidak memukul remuk tulang pundaknya, cepat ia menahan pukulannya dan berkata.

   "Sebelum mati kau ada permintaan apa? Coba katakan, kalau keadaan mengizinkan mungkin dapat kupenuhi."

   "Ayahku terbunuh oleh musuh, sayang sampai kini belum dapat kubalas sakit hatinya, hanya urusan inilah yang membuat kematianku tak bisa tenang."

   "Antara aku dan Yu Bun-hu ada permusuhan yang sangat mendalam, maka tidak dapat kujanjikan untuk membalaskan sakit hatinya,"

   Kata Su Put-ku.

   "Coba, barangkali masih ada permintaan lain."

   "Tidak ada lagi, silahkan turun tangan saja, terpaksa Yu Wi tidak berbakti kepada mendiang ayahku,"

   Ucap Yu Wi dengan menghela napas. Segera Su Put-ku angkat tangannya pula, tapi tetap tidak tega memukulnya. Katanya.

   "Karena sudah kuterima budimu, betapapun harus kubalas kebaikanmu."

   "lni bukan soal bagiku,"

   Ujar Yu Wi.

   "Tadi bukannya aku sengaja hendak berbuat baik padamu, bahwa tulang pundakmu tidak kuhancurkan maksudku hanya memudahkan kau mengobati Ya-ji."

   Melihat sikap anak muda itu tetap adem ayem saja meski menghadapi pilihan antara mati dan hidup, sungguh sikap seorang ksatria sejati dan tampaknya bergaya mendiang ayahnya yang gagah itu, tanpa terasa timbul rasa kagum dalam hati Su Put-ku, katanya kemudian.

   "Jelas tidak dapat kubantu kau membalaskan sakit hati Yu Bun-hu. tapi dapat kubiarkan kau menuntut balas sendiri."

   "Jadi maksud cianpwe hendak membebaskan Yu Wi?"

   Maklumlah, tidak ada manusia di dunia ini yang benar-benar tidak takut mati, hanya pandangan terhadap kematian saja yang berbeda, Bilamana ada setitik sinar harapan untuk hidup, tentu saja Yu Wi berusaha memperolehnya.

   Tak terduga, dengan tegas Su Put-ku lanta menjawab.

   "Tidak, tidak nanti orang she Su membebaskan kau!"

   "Oo?!"

   Yu Wi bersuara kecewa, Teringat olehnya tahun depan masih harus berkunjung ke Masiau- hong untuk memenuhi tugas yang ditinggalkan gurunya, kalau urusan ini tidak dapat diselesaikan bila diketahui sang Suhu, entah betapa beliau akan berduka.

   Didengarnya Su Put-ku berkata pula.

   "Jika kubiarkan kau tuntut balas sakit hati ayahmu umpamanya, kau perlu waktu berapa lama?"

   "Cukup satu tahun,"

   Jawab Yu Wi tanpa pikir. Su Put-ku lantas masuk ke kamarnya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil, Yu Wi diberinya satu biji pil berwarna hijau sebesar telur burung pipit, katanya.

   "Makanlah pil ini."

   Tanpa ragu Yu Wi menerima pil itu terus di-telannya.

   "Pil itu adalah semacam obat racun yang sangat jahat,"

   Tutur Su Put-ku dengan dingin.

   "tapi racunnya baru akan bekerja dua tahun kemudian, kukira dalam waktu dua tahun urusan apapun dapat kau selesaikan,"

   Bahwa dirinya diberi hidup dua tahun lagi, Yu Wi merasa berterima kasih, katanya.

   "Bila Yu Wi dapat membalas sakit hati ayah, di alam baka tentu juga takkan kulupakan budimu ini."

   "Tidak perlu bicara tentang budi dan terima kasih segala, aku paling benci kata-kata demikian,"

   Ujar Su Put-ku.

   "Kebaikan kubayar kebaikan, selanjutnya kita tidak ada utang-piutang."

   Yu Wi tidak tahu waktu ayahnya hidup pernah berbuat sesuatu yang tidak pantas apa kepada tabib ini sehingga menjadikan wataknya berubah eksentrik begini. ia coba bertanya.

   "Cara bagaimaa cianpwe bisa kenal ayahku?"

   Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Mendadak Su Put-ku berteriak gusar.

   "Jangan kau singgung lagi urusanku dengan dia di masa lalu Ayolah keluar, sebentar kalau Ko-siocia sudah sembuh hendaklah kalian lekas pergi dari sini."

   Yu Wi lantas keluar dari rumah bambu itu pikirannya bergejolak, ia tidak habis mengerti mengapa Su Put-ku mengasingkan diri di tempat terpencil ini? Mengapa matipun tidak mau menolong orang persilatan? Mengapa benci kepada dirinya? Semua ini serba aneh, entah terjadi apa saja di masa lampau.

   Ia berdiri termangu-mangu di luar, sampai hari sudah petang tetap belum ketahuan apa yang terjadi di dalam rumah, Diam-diam ia merasa kuatir, sebab keadaan Ko Bok-ya belum lagi diketahui.

   Waktu hari sudah hampir gelap barulah kelihatan Su Put-ku keluar, katanya.

   "Akhirnya dapatlah kupunahkan seluruh racun dalam tubuhnya! Nadanya menunjukkan betapa sukarnya dalam menawarkan racun dalam tubuh Ko Bok-ya. Sedapatnya Yu Wi menahan rasa gembiranya, ia bertanya.

   "Apakah dia sudah sembuh? Bolehkah kumasuk menjenguknya?"

   Melihat betapa anak muda itu memikirkan Ko Bok-ya tanpa menghiraukan dirinya sendiri, teringat kepada urusan "cinta", diam-diam Su Put-ku berduka sendiri, katanya dengan menghela napas.

   "Sekarang dia sudah siuman, boleh kau masuk!"

   Di dalam rumah ada sebuah pelita minyak, Ko Bok-ya tampak berbaring di atas dipan dengan tenang, cahaya lampu yang kurang terang itu menyinari wajahnya yang pucat, mirip mayat yang sudah lama mati.

   Hati Yu Wi terhibur setelah melihat warna biru di tubuh si nona sudah lenyap, pelahan ia mendekatinya dan menyapa.

   "Ya-ji! Ya-ji..,"

   Bok-ya membuka pelahan matanya yang kelihatan letih, jawabnya dengan lirih.

   "Toako, aku... aku tidak mati?"

   Hampir saja air mata Yu Wi berderai, ucapnya dengan gembira.

   "Tidak, kau tidak mati, kau tidak mati, Su-cianpwe telah menyembuhkan penyakitmu..."

   "Nah, kan sudah kukatakan,""

   Kata Bok-ya dengan tertawa.

   "asalkan bertemu dengan paman Su, betapapun jahatnya racun, beliau pasti dapat menyembuhkan diriku."

   Tanpa kuasa lagi air mata menetes dari kelopak mata Yu Wi, tapi dia tetap tersenyum dan berkata.

   "Ya, ilmu pengobatan Su-cianpwe memang maha sakti, begitu melihat dirimu, segera beliau mengobati kau dengan sepenuh tenaga, Syukurlah akhirnya kau dapat disembuhkan."

   "Meng.... mengapa engkau menangis, Toako?"

   Tanya Bok-ya dengan suara lemah.

   "aku sudah sembuh, seharusnya kau bergembira!"

   Yu Wi mengusap air matanya, ucapnya dengan tertawa.

   "Ya, saking gembiranya sehingga Toako mencucurkan air mata...."

   Benarkah dia mencucurkan air mata saking gembiranya? Tidak! Terlalu banyak sebab musabab yang membikin air matanya bercucuran Dengan lemah Bok-ya memejamkan matanya katanya dengan suara samar-samar.

   "Aku sangat kantuk..."

   "Baik, tidurlah!"

   Kata Yu Wi sambil membetulkan selimutnya.

   "Toako akan menjaga di sini. Tiba-tiba Bok-ya berucap agak keras.

   "Aku ingin tidur, hendaklah sampaikan terima kasih kepada Su-pepek..."

   Habis berkata ia benar-benar terpulas.

   "Ya, Toako tentu akan menyampaikan terimakasihmu kepadanya,"

   Ujar Yu Wi. Suasana menjadi hening, Di luar Su Put-ku tidak mendengar sesuatu, ia menghela napas panjang, diam-diam ia bertanya kepada dirinya sendiri.

   "Apakah tepat tindakanku ini? pantaskah kutuntut balas terhadap puteranya Yu Bun-hu?"

   Esok paginya, cuaca terang benderang, langit biru bersih tanpa segumpal. awan pun. Di tengah suasana sunyi senyap itu, sekonyong-konyong terdengar suara teriakan seorang perempuan "Su Put-ku, kau tinggal di mana?"

   Semalam suntuk Su Put-ku duduk di luar rumah, ia terjaga bangun oleh suara teriakan itu, segera ia menvahut.

   "Siapa yang mencari orang she Su?"

   Suaranya yang serak tua berkumandang jauh ke sana sehingga dapat terdengar meski berjarak beberapa li.

   Suara perempuan tadi kedengarannya berada tiga empat li jauhnya tapi hanya sebentar saja sesosok bayangan kuning sudah melayang tiba.

   Su Put-ku melihat pendatang ini adalah seorang perempuan berbaju kuning, tapi rambutnya sudah ubanan seluruhnya, Segera ia menegur.

   "Kau kah yang mencari orang she Su?"

   Pelahan perempuan ubanan itu mendekat dengan langkah gemulai, ucapnya.

   "Kau tinggal di tempat setan ini. dengan susah payah kucari sampai lama sekali."

   Dari nada ucapan orang, rasanya seperti sudah kenal baik dirinya, Su Put-ku merasa heran, ia coba tanya.

   "Siapa kau?"

   Kini perempuan ubanan sudah semakin dekat ia berdiri satu tombak di depan Su Put-ku, lalu berkata dengan nada menyesal.

   "Ai, apakah terlalu banyak perubahanku sehingga kau pangling padaku?"

   Su Put-ku memandangnya sejenak, mendadak ia berseru terkejut.

   "He, kau Siu-lo-giok-li?!"

   Perempuan ubanan itu menggeleng, gumamnya sambil menghela napas.

   "Siu-lo-giok-li! Sudah lama tidak ada yang memanggilku dengan nama demikian. Aku sudah tua, rambutku sudah putih seluruhnya, mana dapat disebut Giok-li (gadis cantik bagai kemala) lagi."

   Sungguh Su Put-ku tidak menyangka perempuan tercantik di dunia Kangouw dahulu dan terkenal dengan nama Siu-lo-giok-li atau si gadis hantu maha cantik (Siulo berarti hantu dalam bahasa Hindu kuno) kini berubah menjadi setua ini sehingga hampir saja dirinya tak mengenalnya lagi.

   "Untuk apa kau cari diriku?"

   Tanya Su Put-ku.

   "Masih ingatkah 20 tahun yang lalu aku ikut Yu Bun-hu berkelana di dunia Kangouw, pernah kami bertemu dengan kau..."

   Su Put-ku berkerut kening dan memotong ucapan orang.

   "Jangan kau sebut namanya di depan ku dan juga jangan menyinggung lagi kejadian lama."

   "Terkenang masa lampau..."

   Siau-io-giok-li Hirn Kay-lioa bergumam dengan termenungmenung. Dalam hati Su Put-ku enggan bertemu dengan Him Kay-hoa, segera ia berseru.

   "Jika ada keperluan, lekas bicara, Kalau tidak ada urusan, silakah lekas pergi saja!"

   "Wah, alangkah garangnya!"

   Jengek Him Kay-hoa.

   "Hatimu sedih bila melihat diriku, memangnya hatiku tidak sedih jika melihat kau?"

   Su Put-ku berkerut kening rapat-rapat, jelas merasa jemu berhadapan dengan orang. Dengan gusar Him Kay-hoa lantas berkata.

   "Boleh kau serahkan puteri Ko Siu padaku dan segera aku akan angkat kaki dari sini!"

   "Siapa itu puteri Ko Siu? Aku tidak tahu,"

   Jawab Su Put-ku.

   "Masa anak busuk itu tidak datang ke sini?"

   Tanya pula Him Kay-hoa. Su Put-ku diam saja. Maka Him Kay-hoa berkata pula.

   "Kau sengaja hendak melindungi bocah she Yu itu?"

   Su Put-ku menjadi gusar, teriaknya.

   "Kalau bisa setiap orang she Yu ingin kubunuh seluruhnya."

   "Jika begitu, lekas kau serahkan padaku Yu Wi dan anak perempuan yang dibawanya kemari itu dan jangan bilang tidak tahu,"

   Jengek Him Kay-hoa.

   "Aneh, mengapa kau berkeras menuduh ada orang berada di tempatku ini?"

   Kata Su Put-ku.

   "Budak itu kena racun biru hantu, di dunia ini selain kau tiada yang mampu mengobatinya, bocah she Yu itu sangat mencintai anak dara itu, dia pasti membawanya kemari untuk memohon pengobatannya padamu,"

   Ujar Him Kay-hoa.

   "Tapi sudah 20 tahun aku bersumpah tjdak menolong orang lagi..."

   Hanya sampai di sini saja Su Put-ku lantas berhenti bicara. Wah! tampaknya juga belum pasti,"

   Ejek Him Kay-hoa.

   "Kabarnya ada aturanmu yang busuk, katanya kalau ada yang mampu mengalahkan kau dalam hal ilmu silat, maka kau baru mau menolongnya. Yu Wi adalah putera Yu Bun-hu, kungfunya pasti tidak lemah."

   Mendengar ucapan orang bernada menyindir Su Put-ku melotot dan bertanya.

   "Apa artinya ucapanmu ini?"

   Him Kay hoa tertawa ngekek, katanya.

   "Dahulu kungfumu dikalahkan oleh Yu Bun hu, akibatnya bakal isterimu pun ikut amblas, sekarang jangan-jangan kau kalah lagi di tangan anaknya?"

   Su Put-ku paling benci bila peristiwa yang melukai hatinya itu diungkat orang, saking gusarnya kontan telapak tangannya menghantam. Tapi Him Kay-hoa sempat melayang mundur, ia sengaja membuatnya marah, katanya pula.

   "llmu, pengobatanmu terkenal nomor satu di dunia, tapi ilmu silatmu justeru sangat konyol, tidaklah heran jika bakal isteri juga ikut amblas dalam pertaruhan."

   Rasa gusar Su Put-ku tak tertahankan lagi, ia menghantam dan menendang serabutan, dahsyat sekali serangannya. Him Kay-hoa hanya mengelak dan menangkis saja, ia tidak balas menyerang, tapi mulutnya tidak berhenti mengejek.

   "Biarlah sekarang akupun coba bertaruh dengan kau dalam hal mengadu ilmu silat, jika nona menang, harus kau serahkan Yu Wi dan budak she Ko itu..."

   Pada saat itulah mendadak Yu Wi melangkah keluar dari dalam rumah, serunya dengan gagah berani.

   "Tidak perlu bertaruh, Him Kay-hoa, jika kau cari diriku, tidak perlu membikin repot Sucianpwe."

   Him Kay-hoa melompat keluar dari lingkaran serangan Su Put-ku, lalu mendekati Yu Wi dan mendamperat.

   "Bocah kurang ajar! Berani kau sebut langsung nama nona? Sungguh tidak tahu aturan!"

   Su Put-ku menyadari kungfu Him Kay-hoa jauh lebih tinggi, tidak nanti dirinya mampu mengalahkannya. Didengarnya Him Kay-hoa bicara terhadap Yu Wi dengan lagak orang tua, segera ia mengejeknya.

   "Hah, sungguh lucu! Yang dikawini ayahnya kan bukan dirimu, ada hubungan keluarga apa antara kau dengan dia, masakah kau tidak malu mengaku sebagai angkatan tua orang? Haha, barangkali saking sedihnya kau menjadi gila!"

   Hati Him Kay-hoa benar-benar tertusuk oleh ejekan Su Put-ku itu, ia berpaling dan mendamperat.

   "Umpama aku gila, sedikitnya juga lebih baik daripada nasibmu yang hidup terpencil di tempat setan semacam ini hanya gara-gara Tan Siok-cin dibawa lari orang!"

   Mendengar mereka menyinggung ibunya, lalu kedua orang saling cekcok, Yu Wi lantas tampil ke muka dan berkata.

   "ayah-bundaku sudah meninggal semua, kuharap cara bicara kalian jangan lagi menyinggung nama mereka."

   Him Kay-hoa terkejut "Apa katamu? Ayahmu sudah mati?"

   "Dan ibumu juga sudah mati?"

   Sambung Su Put-ku.

   "Sudah lama ayah-bundaku meninggal,"

   Jawab Yu Wi dengan menyesal "Orang mati harus dihormati, bilamana pada masa hidup mereka ada sesuatu yang tidak disukai kalian, semua itu kini pun sudah berlalu, tiada gunanya dibicarakan lagi."

   Him Kay-hoa tampak sangat kecewa, ucapnya dengan hampa.

   "Dia tidak boleh mati! Dia tidak boleh mati! Kalau dia mati, kepada siapa harus kutuntut balas?"

   Mendadak ia berpaling ke arah Yu Wi. lalu berteriak pula dengan gusar.

   "Akan kutuntut balas padamu!"

   Ada hubungan apakah antara Him Kay-hoa, Tan Siok-cin (ibu Yu Wi) dan Su Put-ku, kisah cinta segi banyak bagaimana yang melibatkan mereka itu? Dapatkah Ko Bok-ya disembuhkan dari penyakitnya dan apa pula yang akan terjadi atas diri Yu Wi? - Bacalah

   Jilid ke-7 -

   Jilid ke-7 Diam-diam Yu Wi siap siaga, jawabnya dengan tidak gentar.

   "Memangnya kau mau apa?"

   "Di mana budak she Ko itu?"

   Tanya Him Kay-hoa.

   "Dia kan tiada permusuhan apapun dengan kau, kalau ada urusan boleh kau cari diriku, akulah yang bertanggung-jawab seluruhnya,"

   Kata Yu Wi tegas. Him Kay-hoa menjadi gusar.

   "Setiap perempuan yang kenal padamu satu persatu akan kubunuh semuanya."

   "Hm, kalau mampu boleh kau bunuh diriku saja,"

   Jengek Yu Wi.

   "Jika kau berani menganiaya seorang anak perempuan yang lemah, jangan menyesal jika aku tidak sungkan-sungkan lagi padamu."

   "Perempuan lemah?"

   Mendadak Him Kay-hoa bergumam dengan rasa hampa.

   
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"memangnya aku ini bukan perempuan lemah?"

   "Kau bukan perempuan lemah, tapi kau perempuan gila, perempuan bawel,"

   Timbrung Su Putku mendadak.

   "Jika dibandingkan Tan Siok-cin yang cantik laksana bidadari, kau mirip hantu belaka,"

   "Bagus, bagus,"

   Him Kay-hoa tertawa pedih.

   "Aku ini perempuan bawel, aku ini hantu, Tan Siok-cin adalah bidadari, sekarang hantu ini akan membunuh kalian, coba bidadari mana yang dapat menyelamatkan kalian!"

   Mendadak ia menyelinap ke kanan dan ke kiri.

   ia serang Yu Wi dan Su Put-ku masing-masing satu kali.

   Yu Wi tahu kungfu perempuan ubanan alias Him Kay-hoa ini sangat tinggi, dengan hati-hati ia tangkis serangan orang.

   Pada saat itulah, sekonyong-konyong ada orang berseru,"

   Siapa itu Tan Siok-cin? Siapa Tan Siok-cin!"

   Suaranya kedengaran nyaring dan jelas, tapi membikin pendengarnya merasa tidak enak, seperti yang terdengar itu bukanlah suara manusia, tapi suara badan halus yang datang dari alam halus.

   Tanpa terasa Him Kay-hoa berhenti menyelam dan membalik tubuh, serunya terkejut.

   "Hah, kau lagi! Kau datang lagi?!"

   Sekujur badan pendatang ini tertutup oleh rambutnya yang gompiok panjang dan jubah hitam, sehingga tampaknya memang serupa benar badan halus.

   Padahal yang berada di sini rata-rata adalah tokoh persilatan kelas satu, namun tiada seorang pun yang mengetahui bilakah perempuan berbaju hitam ini sampai di atas puncak gunung.

   Yu Wi sudah dua kali melihat perempuan berbaju hitam ini, dia berkesan sangat mendalam terhadapnya, maka ia lantas memberi hormat dan menyapa.

   "Tempo hari berkat pertolongan cianpwe sehingga Yu Wi terlolos dari ancaman maut, budi pertolongan mana selamanya takkan kulupakan."

   Tiba-tiba Su Put-ku menegur.

   "Siapa kau? Apa kau ingin mencari Tan Siok-cin?"

   Him Kay-hoa jeri terhadap ilmu silat perempuan berbaju hitam itu, diam-diam ia bergeser ke rumah bambu itu, ia bersiap akan menerjang ke dalam rumah,"

   Ko Bok-ya akan dicengkeramnya untuk dibawa kabur. Terdengar perempuan baju hitam itu sedang bergumam sendiri.

   "Yu Wi! Yu Wi! Nama 4ni seperti kukenal dengan baik..."

   Tergerak hati Su Put-ku, ia melangkah maju dan menegur pula.

   "Apakah kau mau menyingkap rambutmu, supaya kami dapat melihat jelas siapa kau?"

   Tapi perempuan berbaju hitam itu berbalik menyurut mundur berulang-ulang sambil berkata "Kau ... kau . .. siapa kau?"

   "Apakah kau merasa sudah sangat kenal padaku?"

   Tanya Su Put-ku.

   Selagi perhatian orang lain terpencar, mendadak Him Kay-hoa melayang masuk ke dalam rumah, Ko Bok-ya sedang tidur nyenyak di atas di pan, tanpa ampun Hiat-to kelumpuhannya tertutup lalu Him Kay-hoa merangkul pinggangnya dan dibawa lari.

   Yu Wi yang pertama-tama melihat Him Kay-hoa sudah menghilang, ia tahu gelagat tidak enak, cepat ia melayang ke depan rumah bambu sambil membentak "Him Kay-hoa, kau berani menculik dia!"

   Him Kay-hoa tidak berani menerjang keluar melalui pintu depan, sambil merangkul Ko Bok-ya ia terus meloncat ke atas.

   "brak", atap gubuk itu diterjangnya hingga jebol, ia terus menerobos keluar, begitu hinggap di tanah, belum lagi berdiri tegak segera melayang ke depan pula dengan Ginkang yang tinggi. Ginkang Him Kay-hoa jauh lebih tinggi ketimbang Yu Wi dan Su Put-ku, kalau kedua orang itu ingin menolong Ko Bok-ya jelas tidak keburu lagi Sekuatnya Yu Wi memburu sambil berteriak.

   "Lekas kau lepas dia!"

   Tapi hanya sekejap saja Him Kay-hoa sudah berlari sampai di tepi puncak dan mulai berlari ke bawah.

   Tak terduga, mendadak si perempuan baju hitam meluncur tiba secepat anak panah, kecepatannya ternyata melebihi Him Kay-hoa, begitu mendekat segera ia mencengkeram ke punggung Him Kay-hoa.

   Tanpa berpaling pun Him Kay-hoa tahu si perempuan baju hitam yang telah menyusulnya ia sendiri heran entah dirinya ada permusuhan apa dengan orang ini sehingga dirinya dimusuhi, Sekuatnya ia melompat ke depan untuk menghindari cengkeraman lawan.

   Walaupun begitu, tidak urung baju kuning Him Kay-hoa teraih oleh tangan lawan.

   "Brett"", baju terobek sebagian besar sehingga kelihatan baju dalam Him Kay-hoa. Miski usia Him Kay-hoa sudah setengah baya, namun dia masih bertubuh perawan, masih suci bersih, kini di hadapan dua orang lelaki bajunya terobek sehingga kulit badannya kelihatan.. seketika mukanya menjadi merah, ia membalik tubuh dan membentak dengan gusar.

   "Kau orang gila! Ganti bajuku!"- Berbareng iapun batas mencengkeram tubuh lawan, dengan gemas ia juga bermaksud menarik baju orang. Karena dimaki sebagai orang gila, si perempuan baju hitam lantas berdiri melenggong, ketika tangan Him Kay-hoa menarik bajunya belum juga dia mengelak atau balas menyerang, dia berdiri kesima seperti patung. Dengan sebelah tangan mengempit Ko Bok-ya, sama sekali Him Kay-hoa tidak menyangka tangannya dapat meraih tubuh si perempuan berbaju hitam yang ilmu silatnya jelas jauh lebih tinggi itu, karena sangsi, ia tidak berani merobek bajunya agar tidak terjebak. Ketika dilihatnya orang sama sekali tidak bermaksud batas menyerang, mendadak timbul pikiran jahatnya, tangannya yang meraih berubah menjadi menyodok, telapak tangannya terus menyodok sekuatnya ke dada lawan. Sementara itu Yu Wi telah memburu tiba melihat keadaan berbahaya, cepat ia melolos pedang kayu terus menusuk! Him Kay-hoa tidak berani gegabah, ia bila merandek sedetik saja dadanya pasti akan tertembus oleh pedang kayu itu. Cepat ia menarik kembali serangannya sambil melompat mundur, tusukan pedang Yu Wi dapat dihindarkan, ketika melompat mundur, kedua kakinya tidak lupa menendang sekalian ke bagian selangkangan si perempuan baju hitam.

   "Awas, Cianpwe!"

   Seru Yu Wi.

   Agaknya perempuan berbaju hitam terjaga mendusin oleh seruan Yu Wi itu, sedikit berkelit dapatlah tendangan berantai Him Kay-hoa dipatahkan berbareng itu kedua lengan bajunya terus mengebut ke iga Him Kay-hoa.

   Menyadari betapa hebat kebutan lengan baju orang dan sukar dilawan, cepat Him Kay-hoa melompat mundur lagi, Namun Ginkang si perempuan baju hitam jauh lebih tinggi daripada Him Kay-hoa, ia tetap membayangi orang dan kedua lengan bajunya tetap mengincar bagian mematikan di bawah iga lawan.

   Beruntun Him Kay-hoa melompat tiga kali tapi tetap tak dapat terlepas dari lingkaran serangan perempuan baju hitam, keruan tidak kepalang takutnya, cepat ia lemparkan Ko Bok-ya ke arah lawan sekuatnya.

   Dengan sendirinya perempuan baju hitam menangkap tubuh Ko Bok-ya yang menerjang ke arahnya itu, Kesempatan itu segera digunakan Him Kay-hoa untuk angkat langkah seribu dengan ginkangnya yang hebat.

   Perempuan baju hitam menurunkan Ko Bok-ya ke tanah, segera pula ia mengejar ke arah Him Kay-hoa, terdengar teriakannya berulang-ulang.

   "Siapa vang gila? Siapa orang gila?..."

   Hanya sekejap saja bayangan kedua orang sudah menghilang di balik batu karang sana, namun suara yang dingin nyaring laksana suara badan halus itu sayup-sayup masih berkumandang dari kejauhan.

   "Siapa orang gila? Siapa yang gila?..."

   Dengan lemah Ko Bok-ya berbangkit cepat Yu Wi menyongsongnya dan bertanya.

   "Apakah sudah baik, Ya-ji?"

   "Baik sih sudah, cuma badan terasa tak bertenaga,"

   Jawab Bok-ya dengan tertawa.

   "Biar kupondong kau,"

   Kata Yu Wi. Segera ia memondongnya seperti waktu dia membawanya kemari. Dengan suara pelahan Bok-ya membisiki Yu Wi.

   "Toako, apakah kau suka memondong diriku?"

   Sejak dari kotanya Yu Wi memondong nona itu sampai di Siau-ngo-tay-san ini tanpa timbul sesuatu pikiran aneh, kini demi ditanya oleh si nona, seketika tubuhnya seperti kena aliran listrik, cepat ia melepaskan nona itu..

   Bok-ya menjerit dan terbanting jatuh.

   Cepat Yu Wi memondongnya lagi dan berulang-ulang minta maaf.

   "Ai, aku pantas mampus! Aku tidak tahu kau belum kuat berdiri..."

   Bok-ya mengikik tawa, ucapnya pelahan.

   "Kalau kuat berdiri, kau tidak mau lagi memondong diriku?"

   Maka tahulah Yu Wi jatuhnya si nona tadi jelas disengaja, dengan tertawa ia berkata.

   "Ya-ji, jangan nakal!"

   Bok-ya tertawa geli, ucapnya.

   "Wah, kau berani bicara dengan lagak seperti ayahku, biarlah mulai besok aku akan bertambah nakal."

   Diam-diam Yu Wi menjulur lidah, ia pikir kalau si nona benar-benar nakal, tentu bisa berabe, kalau tidak masakah Ko Siu memberi nama "Bok-ya"

   Atau jangan liar kepadanya. Maka ia tidak menanggapi lagi, tapi terus mendekati Su Put-ku. Su Put ku masih berdiri termangu di situ, kedua matanya terbelalak memandang ke depan dengan kaku, entah apa yang sedang dipandangnya.

   "Cianpwe, kami akan mohon diri!"

   

   first share di Kolektor E-Book 14-08-2019 21:32:02

Kait Perpisahan -- Gu Long Misteri Bayangan Setan -- Khu Lung Kilas Balik Merah Salju -- Gu Long

Cari Blog Ini