Pendekar Kembar 9
Pendekar Kembar Karya Gan KL Bagian 9
Pendekar Kembar Karya dari Gan K L
"Tunggu dulu!"
Yu Wi tertawa, tanyanya.
"Apakah Pocu ingin bicara?"
Air muka Oh Ih-hoan tampak kelam, ucapnya.
"Apa artinya caramu caramu mem-buang2 emasku ini?"
"Apakah emas ini milikmu?"
Tanya Yu Wi.
"Dengan sendirinya mi...milikku... ."
Jawab Oh Ih-hoan dengan gelagapan. Maka bergemuruhlah gelak tertawa orang banyak, terdengar seorang berteriak.
"Emas itu milikmu atau miliknya?"
"Huh, tidak tahu malu, kalau takut bangkrut, kenapa mesti berlagak kaya dan menyediakan hadiah emas selaksa tahil segala?"
Demikian yang lain ikut mengejek.
"Ya, kalau perlu emas yang kita temukan ini dikembalikan saja padanya agar dia tidak jatuh rudin, jangan-jangan untuk makan besok saja dia tidak mampu!"
Sungguh hampir mati mendongkol Oh Ih-hoan oleh ejekan dan sindiran itu, teriaknya.
"Kenapa tidak kalian tanyakan kepada orang she Yu ini apakah emas ini miliknya atau milikku?"
Tergerak hati Yu Wi oleh ucapan orang, cepat ia bertanya.
"Jadi akan kau beritahukan padaku sebab musabab kematian Ciang-kiam-hui?"
Oh Ih-hoan menjadi ragu dan tak dapat menjawab. Dalam pada itu para ksatria beramai-ramai telah berteriak pula.
"Yu-kongcu, apakah emas itu kau kembalikan kepadanya? Yu-kongcu, masa emas ini tidak kau gunakan lagi?"....Karena melihat cara Yu Wi membuang emas beribu tahil seperti orang membuang puntung rokok, semua orang yakin Yu Wi pasti kaya raya, maka sebutan mereka padanya lantas berubah menjadi "Kongcu", sungguh mereka berharap agar kesembilan ribu ribu tahil emas itu lekas-lekas dihamburkan lagi dan semoga anak muda itu tidak mengakui emas itu adalah milik Oh Ih-hoan. Dengan suara tertahan Yu Wi lantas berkata kepada Oh Ih-hoan.
"Jika tidak lekas Pocu katakan, kesembilan nampan emas ini akan kulemparkan lagi!"
Sudah tentu Oh Ih-hoan merasa sayang kepada emasnya, ia menghela napas dan berkata.
"Tempat ini tidak leluasa untuk bicara, biarlah kita bicarakan bila semua orang sudah pergi."
Yu Wi menyatakan setuju, segera ia berteriak kepada para hadirin.
"Dengarkan saudara2, sisa emas ini sudah kukembalikan kepada Pocu, memang betul emas ini telah menjadi miliknya."
Tentu saja semua orang sangat kecewa. Oh Ih-hoan lantas menyambung.
"Toan-bun-to sudah kalah, selanjutnya Pek-po tidak lagi mengadakan sayembara segala. Atas kedatangan kalian dari jauh, pada kesempatan ini kuucapkan terima kasih, bilamana ada kekurangan pelayanan mohon sudilah dimaafkan."
Ucapan tuan rumah ini sama artinya menyuruh pergi para tetamunya, maka beramai-ramai para ksatria pun mohon diri.
Hanya sebentar saja sudah pergi semua, suasana yang semula riuh ramai seketika menjadi sunyi senyap.
Centeng Pek-po lantas bebenah dan membersihkan lapangan yang semerawut itu.
Oh Ih-hoan menyilakan Yu Wi masuk keruangan tamu, pelayan lantas menyuguhkan teh.
"Nah, sekarang tentunya dapat Pocu katakan bukan?"
Yu Wi mendahului buka suara.
"Darimana Kongcu mengetahui bahwa orang she Oh pasti tahu sebab musabab kematian Ciang-kiam-hui?"
Tanya Oh Ih-hoan. Yu Wi lantas mengeluarkan buku daftar nama pembunuh prmberian Ko Siu itu, ia membalik buku itu pada suatu halaman tertentu, lalu membaca.
"Tanggal 13 bulan tujuh tahun Kengcu, Pekpo- pocu bersama rombongan sebelas orang datang hendak membunuh, berkat Yu Bun-hu, akhirnya ke-sebelas penyatron dapat ditewaskan tujuh orang dan tertangkap empat orang. Diantara yang tertangkap termasuk pemimpinnya bernama Oh Ih-hoan yang terkenal ahli Toanbun- to-hoat."
Selesai membaca cacatan itu, Yu Wi menyimpan kembali buku daftar itu, lalu berkata.
"Ciangkiam- hui telah membinasakan tujuh orang anak buahmu dan menawan pula dirimu, tentu dendammu sukar untuk dihapus. Tiga belas tahun yang lalu Ciang-kiam-hui dikerubut orang banyak dan tewas, tentunya diantara para pengerubut itu termasuk juga Pocu sendiri, bukan?"
Oh Ih-hoan menjengek, jawabnya.
"Jika sebab kematian Ciang-kiam-hui sudah diketahui, untuk apa pula kau tanya padaku?"
"Aku hanya ingin tanya satu kalimat saja, kau sendiri ikut mengerubut Ciang-kiam-hui atau tidak?"
Air muka Oh Ih-hoan berubah hebat, dengan menggreget akhirnya ia menjawab dengan nekat.
"Kalau ikut kantas mau apa?"
Yu Wi tersenyum pedih, ucapnya.
"Bagus! Kini Yu Wi mendapat tahu pula nama seorang musuh pembunuh ayahnya, sakit hati ini harus kubalas!"
Kata-kata terakhir itu diucapkan dengan tegas dan penuh rasa dendam. Serentak Oh Ih-hoan melompat bangun dan membentak.
"Ambilkan golok!"
Centeng lantas membawakan golok yang diminta, sekali angkat goloknya, Oh Ih-hoan berteriak dengan bengis.
"Baiklah, biar orang she Oh belajar kenal dengan keturunan Ciang-kiamhui, ingin kutahu betapa kemampuannya?"
Yu Wi mencabut pedang kayu dan berkata dengan kereng.
"Pertarungan ini adalah duel maut, sebelum salah seorang mati takkan berhenti. Harus kau keluarkan kelima jurus pertahanan Toanbun- to-hoat, jurus ilmu golok lain jelas bukan tandinganku."
Dari mana kau tahu sejelas itu mengenai Toan-bun-to-hoat?"
Tanya Ih-hoan.
Dengan sendirinya Yu Wi tak dapat memberitahukan kitab pusaka Toan-bun-to-hoat yang pernah dibacanya di Thian-ti-hu itu, seumpama diceritakan juga akan membikin bingung Oh Ihhoan dan takkan dipercaya, siapa yang mau percaya bahwa di Thian-ti-hu juga terdapat kitab pusaka mengenai Toan-bun-to-hoat? "Huh, memangnya bisa kau jawab?"
Jengek Oh Ih-hoan kemudian.
"Awas serangan!"
Segera goloknya menabas dan segera ditangkis oleh pedang kayu Yu Wi.
"Plak", kedua orang sama tergetar mundur dua-tiga tindak. Kekuatan kedua pihak ternyata seimbang. Tak terduga oleh Oh Ih-hoan bahwa pemuda yan berumur likuran (antara 21 - 25) sudah memiliki tenaga dalam sama kuatnya dengan dirinya yang telah berlatih dua-tiga puluh tahun ini. Ia tidak tahu bahwa Yu Wi belum lagi mengeluarkan segenap tenaganya, kalau tidak, saat ini mungkin goloknya sudah terpental dan harus menyerah kalah.
"Sret-sret-sret", kembali ia menabas tiga kali, semuanya jurus serangan Toan-bun-to-hoat. Sudah tentu Yu Wi kenal ilmu golok ini dan tidak sulit untuk dipatahkan, maka pada jurus ketiga, diincarnya pada titik kelemahannya, sekali pedang kayu menusuk, kontan golok Oh Ih-hoan mencelat terlepas dari pegangan. Meski kalah Oh Ih-hoan tidak menjadi panik, ia merebut sebatang golok dari salah seorang centengnya, lalu bertempur pula. Melihat golok sang Pocu terpental, cepat seorang centeng berlari pergi melaporkan kejadian itu kepada Oh Thian-sing dan ke-delapan belas murid yang berjaga diluar. Meski para anak muridnya kenal watak sang gur yang keras, siapapun dilarang ikut campur urusan pribadinya, tapi menghadapi detik gawat ini, pesan sang guru itu tidak dihiraukan lagi, serentak mereka menerjang kedalam. Di tengah pertempuran sengit Oh Ih-hoan melihat anak muridnya datang semua, segera ia membentak.
"Menggelinding keluar semua! Apa gunanya kalian masuk kemari?"
Cepat-cepat muridnya mundur keluar, Oh Thian-sing kenal kekerasan hati sang ayah, ia pikir hanya anak menantu saja yang disayang oleh ayahnya, boleh juga dipanggil isterinya itu agar membantu ayah.
Maka cepat ia berlari keatas loteng dan memanggil isterinya yang baru dinikahinya itu.
Setelah menyadari Toan-bun-to-hoat tidak berguna, Oh Ih-hoan lantas mengeluarkan lima jurus pertahanan ilmu golok rahasianya, kelima jurus ini hanya diajarkan kepada anak dan tidak diajarkan kepada murid.
Kelima jurus pertahanan ini dengan sendirinya lain bobotnya dalam permainan Oh Ih-hoan daripada permainan Oh Thian-sing.
Kelima jurus pertahanan ini tidak terdapat dalam kitab yang tersimpan di Thian-ti-hu itu, Yu Wi menjadi agak repot untuk membobolnya.
Dalam permainan Oh Thian-sing tadi, beberapa kali kelihatan titik kelemahannya sehingga tidak sulit untuk dipatahkan, tapi permainan Oh Ih-hoan sekarang jauh lebih ketat, meski ada juga satu-dua titik kelemahan, tapi dapat ditutup dengan Lwekangnya yang jauh lebih kuat.
Biarpun Yu Wi sudah memainkan Hai-yan-kiam-hoat tetap sulit membobolnya.
Setelah tiga kali Bu-tek-kiam tak dapat mematahkan pertahanannya, tertawalah Oh Ih-hoan, katanya.
"Haha, memangnya kau kira Hai-yan-ngo-sik mudah dibobil olehmu?"
Mendengar istilah "Hai-yan-ngo-sik"
Atau lima jurus sedalam laut, hati Yu Wi tergerak, ia pikir "Hai-yan"
Dalam ilmu golok lawan mungkin sama dengan "Hai-yan"
Ilmu pedangnya. Dengan tertawa ia lantas berkata.
"Meski ilmu golokmu Hai-yan-ngo-sik tak terpatahkan, tapi permainanmu belum sempurna, tetap ada beberapa titik kelemahan yang dapat diterobos... ."
"Kentut! Kentut makmu!"
Maki Oh Ih-hoan dengan gusar.
"Coba pikir, kalau tidak ada titik kelemahannya, mengapa dapat kukalahkan anakmu?"
Ujar Yu Wi. Sambil menangkis Oh Ih-hoan berkata.
"Hal itu disebabkan latihannya belum cukup masak. Kalau mampu, boleh kau coba mengalahkan diriku?!"
"Apa susahnya mengalahkan dirimu?"
Jawab Yu Wi dengan tertawa.
"Seperti jurus yang pertama ini, meski istilahnya disebut 'Hong-su-to'(cepat seperti angin), tapi karena permainanmu kurang cepat sehingga apakah secepat angin atau tidak masih perlu diuji!"
Sementara itu Oh Ih-hoan sedang memainkan jurus kedua, maka Yu Wi berkata pula dengan tertawa.
"Dan jurus ini istilahnya 'menanjak tiga li keatas', seharusnya golokmu diayun seperti menghadapi musuh diatas, tapi kau justeru menabas keatas dari samping, maka arti daripada 'menanjak tiga li keatas' menjadi tidak tepat lagi."
Begitulah terus menerus ia menganalisa kelemahan ilmu golok lawan, makin didengar makin gelisah Oh Ih-hoan, sampai akhirnya tenaganya menjadi banyak berkurang.
Pada kesempatan itulah Yu Wi lantas menyerang melalui titik kelemahan musuh, sekali ketuk pedang kayunya meremukkan tulang pundak Oh Ih-hoan, goloknya terpental keluar ruangan.
Dengan ujung pedang mengancam dileher Oh Ih-hoan, dengan tertawa Yu Wi membentak.
"Hari ini harus kau ganti jiwa ayahku!"
"Bunuhlah!"
Kata Oh Ih-hoan sambil menghela napas.
"Tapi sebelum mati, ada beberapa soal ingin kutanya padamu, dapatkah kau beritahukan padaku untuk menghilangkan rasa heranku?"
"Hal apa, coba katakan."
Jawab Yu Wi. Dimanakah letak kelemahan Hai-yan-ngo-sek ilmu golokku?"
"Tidak ada. Kalau ada, masakah sampai sekian lamanya kuserang dan belum lagi bobol?"
"O, jadi ucapanmu tadi hanya untuk menipu diriku?"
Tanya Oh Ih-hoan dengan tersenyum getir. Dengan jujur Yu Wi menjawab.
"Ya, bagi orang lain kelima jurusmu itu tiada kelihatan setitik kelemahan apapun, tapi kulihat pada bagian tertentu pertahananmu belum cukup kuat, hanya saja kelemahan itu tertutup oleh Lwekangmu yang tinggi sehingga sukar bagiku untuk membobolnya. Maka sengaja sembarangan kukatakan kelemahanmu agar perhatianmu terpencar, dengan begitu dapatlah kupatahkan pertahananmu."
Oh Ih-hoan tersenyum getir, ucapnya.
"Itu salahku sendiri, tapi entah darimana kau tahu istilah rahasia kelima jurus ini?"
"Sebab aku sendiri pernah belajar kunci itu,"
Kata Yu Wi.
"Kau... kau pernah belajar?... ."
Tidak kepalang kejut Oh Ih-hoan.
"Kunci yang kuapalkan serupa dengan kunci kalian, tapi gerak jurusnya tidak sama."
Kata Yu Wi.
"Yang kugunakan juga bukan golok melainkan pedang, namanya Put-boh-kiam, hanya terdiri satu jurus saja, sedangkan ilmu golokmu terbagi menjadi lima jurus."
"Satu jurus, hanya satu jurus?"
Oh Ih-hoan menegas.
"Ya, memang, aslinya memang cuma satu jurus. Apakah kau... .kau murid It-teng Sin-ni?"
"Kutahu siapa It-teng Sin-ni, tapi aku bukan muridnya."
Jawab Yu Wi.
"Tidak, kau dusta, dusta... ."
Oh Ih-hoan meng-geleng2kan kepala tidak percaya. Yu Wi menjadi gusar, teriaknya.
"Kau sudah hampir mampus, untuk apa kudusta padamu? Ada urusan apalagi yang ingin kau katakan? Kalau tidak ada akan segera kubinasakan kau?!"
Oh Ih-hoan menghela napas panjang, ucapnya.
"Baiklah, tusuklah!"
Selagi Yu Wi hendak menusukkan pedangnya, se-konyong2 suara seorang perempuan berseru dari belakang.
"Nanti dulu, Toako!"
Yu Wi terkejut dan berpaling, teriaknya.
"He, kau! Kiok....."
"Ya, memang betul aku Kiok-moai (adik Kiok) yang sudah kau lupakan itu."
Ucap perempuan itu dengan tersenyum getir.
Kiranya dia adalah Lim Khing-kiok adanya.
Sejak Yu Wi meninggalkan Hek-po, Lim Sam-han memaksa anak perempuannya menikah dengan putera tunggal Oh Ih-hoan dari Pek-po.
Karena dipaksa oleh ayahnya, mengingat Yu Wi juga sudah berubah pikirannya, dalam dukanya Lim Khing-kiok lantas menerima baik kehendak sang ayah.
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ilmu silat Lim Khing-kiok telah mewarisi seluruh kepandaian Lim Sam-han, kungfunya bahkan diatas Oh Thian-sing, sesudah diboyong ke keluarga Oh di propinsi Hokkian, ia sangat disayang oleh Oh Ih-hoan, jauh lebih disayang daripada putera satu-satunya itu.
Yang dipikir Oh Thian-sing tadi adalah keadaan ayahnya yang terancam bahaya, maka isterinya diminta agar turun kebawah untuk membantu.
Mengingat se-hari2 dirinya sangat disayang oleh Oh Ih-hoan, sekarang sang mertua terancam bahaya, cepat Khing-kiok turun kebawah untuk membantu.
Siapa tahu orang yang hendak membunuh sang mertua tak lain-tak-bukan adalah bekas kekasihnya dahulu.
Melihat teman mainnya sejak kecil, dengan hati pedih Yu Wi bertanya.
"Oh Ih-hoan ini pernah hubungan apamu?"
"Dia ayah mertuaku,"
Jawab Khing-kiok dengan menunduk sambil menghela napas.
"Oo?!"
Tercengang juga Yu Wi sambil menatap Khing-kiok.
"Jadi akhirnya kau telah menikah dengan orang."
Jilid 12 Ucapan Yu Wi ini sebenarnya cuma merasa bersyukur karena teman main sejak kecil sudah menikah, tapi Lim Khing-kiok telah salah wesel, salah sangka, salah terima.
Dia menyangka anak muda itu menyesalkan dia menikah dengan orang lain.
Hatinya jadi tergetar, dengan menangis dia berkata.
"Aku dipaksa kawin oleh ayah, pula kau... .kau... ."
"Kau sudah berubah"
Kalimat ini tidak sempat diucapkannya, sebab mendadak seorang lantas membentak, rupanya pada waktu Yu Wi agak meleng, mendadak Oh Ih-hoan melompat bangun terus menerjang keluar untuk mengambil senjata.
Dengan golok ditangan kiri Oh Ih-huan masuk lagi kedalam dengan menahan sara sakit pada bahunya, ia tuding Yu Wi dengan golok dan tanya Lim Khing-kiok dengan suara bengis.
"Dia ini apamu?"
Cepat Yu Wi berkata.
"Waktu kecil pernah kutinggal di Hek-po selama sepuluh tahun, dia puteri Lim Sam-han, dengan sendirinya kukenal dia."
"Kenal? Masa cuma kenal saja?!"
Jengek Oh Ih-hoan.
"Pantas sejak masuk pintu anak menantu jarang bicara dan tidak pernah tertawa, kiranya dirumah sudah mempunyai kekasih teman sejak kecil. Masuk sini, anak Sing, persoalan ini perlu kita bikin terang!"
Oh Thian-sing berlari masuk dan bertanya.
"Ada urusan apa ayah memanggil anak?"
Dengan muka merah padam Oh Ih-hoan berseru.
"Pegang golokmu, biarlah kita ayah dan anak coba-coba belajar kenal dengan keturunan Ciang-kiam-hui?"
Memang perintah inilah yang sedang ditunggu-tunggu oleh Oh Thian-sing, iapun tahu betapa lihainya Yu Wi, maka cepat ia berseru.
"Semua Suheng dan Sute hendaklah masuk kemari."
Serentak ke-delapan belas murid Oh Ih-hoan berlari masuk dan berdiri disekeliling Yu Wi. Melihat itu, Khing-kiok menjadi kuatir, cepat ia berseru.
"He, ka...kalian mau apa?"
Dengan wajah kelam Oh Ih-hoan berkata.
"Tulang pundak Kongkongmu (bapak mertuamu) diketuk hancur oleh bocah ini, kita minta ganti nyawa padanya."
Saking cemasnya Lim Khing-kiok menangis, ucapnya.
"Tidak, jangan!... kalian tidak boleh membunuhnya... ."
"Mengapa tidak boleh?"
Tanya Oh Thian-sing dengan heran.
"Bukankah kuminta kau turun kemari untuk membantu ayah?"
"Tentu saja tidak boleh,"
Jengek Oh Ih-hoan.
"Jika kita hendak membunuh kekasihnya, dengan sendirinya dia tidak boleh."
Padahal biasanya Oh Ih-hoan sangat sayang kepada Lim Khing-kiok, selain orangnya cantik, peringainya halus, hanya saja jarang bicara, tapi inipun sesuai pribadi orang perempuan.
Siapa tahu, sifat pendiam Khing-kiok itu ternyata ada sebabnya, jadi menikahnya dengan Thian-sing hanya karena dipaksa oleh Lim Sam-han.
Umumnya cinta yang mendalam juga akan menimbulkan benci yang sangat.
Lebih-lebih Oh Ihhoan yang berwatak keras, kini setelah mengetahui keburukan anak menantunya itu, tentu saja ia sangat murka, kalau bisa saat itu juga ia hendak menjatuhkan hukuman setimpal padanya.
Sebaliknya Oh Thian-sing masih tidak tahu persoalan apa yang terjadi, ia bertanya dengan bingung.
"Ke...kekasihnya siapa?... ."
"Goblok!"
Damperat Oh Ih-hoan.
"Sudah lama pakai topi hijau (maksudnya orang yang isterinya bergendak dengan orang lain) masih belum tahu. Lekas bunuh anak busuk itu!"
Setelah diberitahu hal ikhwalnya, serentak Oh Thian-sing menjadi kalap, kontan ia membacok Yu Wi sambil membentak.
"Keparat, kiranya kau!... ."
Segera Oh Ih-hoan ayun goloknya dan ikut mengerubut, berbareng ia berseru.
"Ayo maju semua muridku! Terhadap orang begini tidak perlu sungkan lagi!"
Semula ke-delapan belas muridnya tidak berani ikut turun tangan, mendengar perintah gurunya itu, mereka menjadi heran malah, 'Bukankah biasanya Suhu sering memperingatkan agar orang lain jangan membantunya bilamana dia sedang bertempur dengan musuh.' Mereka tidak tahu bahwa pesan Oh Ih-hoan disebabkan sebelum itu dia menganggap tiada orang sanggup melawan ilmu goloknya, tapi keadaan sekarang sudah lain.
Dasar sifat ke-delapan belas muridnya juga suka berhantam, apalagi yang dihadapinya cuma seorang pemuda berumur likuran, sembilan daripada sepuluh bagian pasti akan menang, maka begitu Oh Ih-hoan memberi perintah, serentak mereka menerjang maju.
Meski dikerubut dua puluh orang, sedikitpun Yu Wi tidak gentar, ia mainkan Thian-sun-kiamhoat, pedangnya menusuk kekanan dan menyabet kekiri, bahkan ia terus mendahului menyerang.
Lantaran dituduh tidak suci oleh sang mertua, tidak kepalang gusar Lim Khing-kiok, telinganya serasa mendengung, sampai sekian lama tidak sanggup bicara.
Kini melihat kedua pihak mulai bergebrak, cepat ia berteriak.
"Berhenti, jangan bertempur, jangan!... ."
Tapi mana dia mampu mencegahnya, semakin sengit pertarungan yang berlangsung, seluruh ruangan cahaya golok dan sinar pedang belaka, tampaknya sukar dihentikan sebelum ada yang mati atau terluka parah.
Lantaran menanggung dendam kematian orang tua, gerak pedang Yu Wi tidak kenal ampun sedikitpun, sudah tujuh delapan bagian mendekati sempurna Thian-sun-kiam-hoat yang dilatihnya, kini didunia Kangouw sudah jarang lagi ada tandingannya, meski dikerubut dua puluh orang, sedikitpun dia tidak terdesak atau kewalahan.
Sampai akhirnya, daya serang Yu Wi benar-benar telah dipancarkan, sekali ia membentak.
"Kena!"
Kontan pergelangan tangan seorang murid Oh Ih-hoan tertabas patah dan tidak mampu bertempur lagi. Menyusul ia membentak lagi tujuh belas kali "kena"
Secara ber-turut2, sisa ke-tujuh belas murid Oh Ih-hoan juga dipatahkan pergelangan tangannya senasib kawannya tadi, semuanya berjongkok sambil merintih kesakitan.
Melihat ketidak becusan muridnya Oh Ih-hoan ber-kaok2 saking gusarnya.
Serangan goloknya juga mulai ngawur, sebaliknya Oh Thian-sing masih tetap bertempur dengan tenang.
Karena serangan kalap dan ngawur dari Oh Ih-hoan itu, Yu Wi terdesak mundur dua langkah, pikirnya.
"Jika cara demikian kau bertempur, dapatkah kau bertahan lama?"
Karena serangan kalap yang dilancarkannya mengakibatkan luka bahu kanannya kambuh kembali, saking kesakitan permainan golok Oh Ih-hoan lantas mengendur, tapi Yu Wi tidak kenal ampun lagi, bentaknya.
"Roboh!"
Mendadak pedangnya mengetuk kepundak kiri lawan, apabila tepat diketuk, kedua lengan Oh Ih-hoan akan menjadi cacat untuk selamanya.
Oh Thian-sing ingin menolong, tapi tidak keburu lagi, dengan nekat ia terus menyeruduk Yu Wi.
Dari samping Lim Khing-kiok juga menyaksikan sang mertua terancam bahaya, ia tidak sampai hati tinggal diam, segera ia menubruk maju dan pedangnya lantas menyabat, maksudnya hendak memaksa Yu Wi membatalkan serangannya sehingga sang mertua dapat diselamatkan.
Melihat serangan Lim Khing-kiok itu, Yu Wi terkejut, ia tahu bilamana serangannya terhadap Oh Ih-hoan diteruskan, pergelangan sendiri pasti juga akan tertusuk oleh pedang Khing-kiok, terpaksa ia memutar balik pedangnya dan menangkis serangan orang dengan jurus Put-boh-kiam.
Karena tangkisan ini, daya serangan Lim Khing-kiok yang cukup hebat jadi tidak keburu ditarik kembali, tusukannya menceng menusuk dada Oh Thian-sing.
Konan Oh Thian-sing menjerit dan jatuh terjungkal.
Mata Oh Ih-hoan mendelik, dengan suara gemetar ia berteriak.
"Kau...kau berani membantu gendakmu membunuh suami sendiri?... ."
Yu Wi juga terkejut oleh tipu serangan Lim Khing-kiok itu, serunya dengan ragu.
"Kau... kaupun mahir Hai-yan-kiam-hoat?"
Tapi Lim Khing-kiok melenggong oleh apa yang terjadi barusan, ia melemparkan pedang sendiri dan memayang Oh Thian-sing, jeritnya sambil menangis.
"Aku... aku tidak sengaja melukai kau..."
Dilihatnya dada Oh Thian-sing berlumuran darah, matanya mendelik, tampaknya jiwanya sukar diselamatkan lagi. Dengan kalap golok Oh Ih-hoan membacok kepala Lim Khing-kiok sambil memaki.
"Perempuan busuk, jangan kau pura-pura didepanku, ganti jiwa anakku!"
Saking berdukanya Khing-kiok tidak mengelak. Tapi Yu Wi lantas menangkis dan berseru.
"Anakmu bukan dibunuh olehnya, jangan kau fitnah orang tak berdosa... ."
Oh Ih-hoan memutar goloknya dan membacok lagi kepada Yu Wi sambil berteriak murka.
"Bangsat, kau harus mampus sekalian!"
Melihat anaknya sudah hampir mati, Yu Wi tidak tega untuk mencelakainya lagi, ia hanya menangkis saja tanpa balas menyerang.
Tapi Oh Ih-hoan masih terus menyerang dengan nekat, sampai akhirnya tampak dia sudah kalap dan kurang waras.
Lim Khing-kiok berteriak dengan menangis.
"Kongkong, jangan bertempur lagi, Thian-sing hampir meninggal!"
Ucapan ini mengguncangkan pikiran Oh Ih-hoan, mendadak ia melemparkan goloknya, dia pondong Oh Thian-sing dengan air mata bercucuran, serunya dengan parau.
"Kau tak boleh mati, anak Sing... ."
Sembari ber-teriak2.
"Kau tidak boleh mati, anak Sing!... ."
Dia terus berlari cepat keluar, mungkin hendak berusaha mencari tabib untuk menolong anaknya.
Ke-delapan belas muridnya juga tidak berani lagi tinggal disitu, sambil memegangi pergelangan masing-masing merekapun berlari pergi.
Didalam ruangan tamu kini tertinggal Yu Wi dan Lim Khing-kiok saja berdua, Khing-kiok berdiri termangu.
Yu Wi menghela napas, lalu berkata padanya.
"Lekas kau pergi memeriksa keadaan lukanya."
Mendadak Khing-kiok menangis dan mengeluh.
"Siapa suruh kau kesini? Siapa minta kau kemari?.."
Ia tidak tahu bahwa kedatangan Yu Wi ini adalah untuk menuntut balas kematian ayahnya, tapi disangkanya Yu Wi mendapat kabar dirinya sudah menikah dan diboyong kesini, maka anak muda itupun menyusul kemari.
Dengan sendirinya Yu Wi merasa bingung oleh ucapan si nona, seketika ia menjadi tak dapat menjawab.
Setelah menangis sejenak, mendadak Lim Khing-kiok berlari keluar sambil mendekap mukanya.
Tapi baru saja melangkah keluar pintu mendadak pula ia menjerit.
Yu Wi terkejut, cepat ia melayang keluar, tapi baru saja muncul, kontan disambut oleh hamburan panah.
Untung sebelumnya dia sudah bersiap, cepat pedangnya berputar, semua anak panah tertangkis dan tersampuk jatuh.
Dilihatnya Lim Khing-kiok terbaring ditanah, cepat ia mengangkatnya, segera panah menyambar tiba pula.
Sembari putar pedangnya untuk menangkis, Yu Wi mundur kembali kedalam ruangan.
Ia baringkan Khing-kiok di dipan, dilihatnya dada si nona terkena tiga panah, darah membasahi bajunya.
Tanpa pikirkan adat lagi, cepat Yu Wi merobek baju si nona dan mencabut ujung panah yang masih menancap didadanya itu.
Lalu ia merobek bajunya sendiri untuk membalut lukanya.
Pekerjaan Yu Wi itu mau-tak-mau mesti bersentuhan dengan bagian tubuh Khing-kiok yang paling peka, keruan si nona menjadi malu, mukanya yang pucat bersemu merah.
Selesai membalut lukanya, mendadak Khing-kiok memegang tangan Yu Wi dan berseru.
"Toako, bawalah aku pergi, aku tidak mau mati disini."
Yu Wi menghiburnya.
"jangan kuatir, luka panah ini tidak parah, kau takkan mati."
Khing-kiok menangis, ucapnya.
"Tidak mati pun aku tidak ingin berdiam lagi disini. Mereka hendak membunuhku, untuk apa pula kutinggal disini."
"Waktu kau lari keluar, mereka menyangka diriku sehingga salah melukai kau, mereka tidak sengaja hendak memanah kau."
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yu Wi menghiburnya pula.
"Tidak, mereka sengaja, pasti sengaja."
Kata Khing-kiok sambil menggeleng.
"Tidakkah kau lihat sendiri, sekali bacok Kongkong hendak membunuh aku?"
"Dalam marahnya dia menyerang kau, jangan kau anggap sungguh-sungguh."
Ujar Yu Wi.
"Aku telah membunuh anaknya, jelas dia tak mengampuni aku."
Kata si nona.
"Hendaklah mengingat hubungan kita sejak kecil, tolonglah kau antar aku pulang ketempat ayah."
"Urusan ini harus kuberi penjelasan kepada Kongkongmu, kau tidak boleh disalahkan. Setelah dia mengetahui ketidak-sengajaanmu, tentu dia akan memaafkan kau."
"Kau tidak mau mengantar kupergi dari sini, kau ingin menyaksikan aku mati terbunuh?"
Seru Khing-kiok dengan menangis. Berulang-ulang Yu Wi menghiburnya lagi, katanya.
"Tidak, tidak akan terjadi begitu! Janganlah kau sangsi... ."
Sementara itu malam sudah tiba, perut mereka mulai lapar, Khing-kiok banyak kehilangan darah, mukanya semakin pucat. Kuatir nona itu tidak tahan, Yu Wi berkata.
"Biar kukeluar untuk mencari sedikit makanan bagimu."
Khing-kiok bermaksud mencegah, tapi ingin berduduk saja tidak kuat.
Baru saja Yu Wi melangkah keluar ruangan, kontan dia dihujani anak panah lagi.
Meski dia sendiri mampu menerjang keluar, tapi ia kuatirkan keselamatan Lim Khing-kiok apabila ditinggal pergi.
Terpaksa ia mundur lagi kedalam.
"Apakah barisan pemanah diluar belum dibubarkan?"
Tanya Khing-kiok dengan suara tertahan. Yu Wi mengangguk, katanya dengan gemas.
"Mereka tidak memperbolehkan kita keluar, entah apa maksudnya?"
"Kongkong menyangka aku tidak suci sebelum menikah, maka aku hendak dibikin mati kelaparan."
Ucap Khing-kiok dengan sedih. Dengan gusar Yu Wi berkata.
"Dia sembarangan menduga, besok kalau barisan pemanah tidak lagi ditarik mundur, akan kubawa kau terjang keluar dan bicara dengan dia."
Malamnya, saking lelah dan lemahnya Lim Khing-kiok tertidur, Yu Wi sendiri tidak berani tidur. Lewat tengah malam, mendadak asap tebal tertiup masuk kedalam rumah. Yu Wi terkejut dan berseru.
"Wah, mereka menyalakan api!"
Cepat ia membangunkan Khing-kiok, dan hanya sejenak itu saja api sudah berkobar disekitar rumah, jalan keluar sudah buntu. Khing-kiok menjerit.
"He, mereka hendak membakar kita hidup-hidup!"
Terdengar suara Oh Ih-hoan diluar sedang bergelak tertawa dan berteriak.
"Hahaha, sepasang laki-perempuan anjing itu akan terbakar hidup-hidup dan ikut mampus bersama anakku!"
"Ah, anaknya benar-benar mati!"
Seru Yu Wi terkejut.
"Dalam keadaan demikian, peduli anaknya mati atau tidak, yang penting lekaslah kita mencari akal untuk meloloskan diri"
Seru Khing-kiok cemas. Diam-diam Yu Wi kurang senang, suaminya mati, sedikitpun dia tidak berduka dan berbalik memikirkan keselamatan diri sendiri.
"Siau Wi, apakah hendak kau tunggu kematian disini?"
Kata Khing-kiok pula.
Mendengar nama kecilnya disebut, Yu Wi jadi teringat kepada hubungan baik dimasa lampau, ia menghela napas, dipondongnya nona itu.
Segera Khing-kiok merangkaul lehernya erat-erat.
Setelah memondong Khing-kiok dengan kuat, mendadak Yu Wi melompat keatas, ia terjang keluar melalui atap rumah.
Sekeliling rumah itu sebenarnya sudah disiram minyak bakar oleh Oh Ih-hoan dan api dinyalakan serentak, ia mengira Yu Wi pasti tidak dapat kabur.
Ia lupa dengan kungfunya yang hebat itu Yu Wi masih mampu membobol atap rumah dan menerjang keluar.
Tapi begitu Yu Wi turun ditempat yang tidak terbakar, segera dapat dilihat oleh Oh Ih-hoan, cepat ia berteriak.
"Panah, lekas panah! Laki-perempuan anjing itu lari keluar!"
Namun sudah kasip, barisan pemanah tidak keburu memanah, baru saja mereka pasang panah dan tarik busur, saat itu Yu Wi sudah kabur cukup jauh. Oh Ih-hoan tidak rela, ia terus mengejar sambil berteriak.
"Jangan lari! Bayar dulu jiwa anakku... ."
Ditengah malam buta, hanya beberapa kali membelok dan menikung saja Yu Wi sudah meninggalkan kejaran Oh Ih-hoan. Tidak lama, dari berbagai tempat di Pek-po itu bergema suara teriakan orang banyak.
"tangkap laki-perempuan gendakan itu! Tangkap... ."
Semboyan itu membikin Yu Wi sangat gusar, kalau bisa dia ingin membekuk batang leher orang yang ber-teriak2 itu dan satu-persatu digampar mulutnya.
Dalam pada itu di-tempat2 yang ramai suara orang berteriak itu kelihatan cahaya lampu terang benderang.
Ia kuatir bilamana seluruh penduduk benteng itu terjaga bangun dan dimanamana lampu dinyalakan, untuk lari pasti akan sangat sukar.
Maka ia tidak berani ayal lagi, dengan Ginkangnya yang tinggi segera ia berlari pula secepatnya, setiba diluar benteng barulah ia berhenti dan menghela napas lega.
Kira-kira satu-dua li jauhnya disebelah kiri perbentengan, dimintanya kembal kuda yang dia titipkan pada rumah seoran petani, engan membawa Khing-kiok mereka terus kabur kearah kota.
Menjelang fajar, sampailah mereka dikota Lianyang dan mendapatkan sebuah hotel.
Karena guncangan ditengah perjalanan, luka Khing-kiok telah mengeluarkan darah pula, saking lemasnya dia jatuh pingsan.
Yu Wi membawanya kedalam kamar, ia minta pelayan menyediakan satu baskom air hangat, terpaksa ia menelanjangi tubuh bagian atas si nona untuk mencuci lukanya, lalu dibalut dengan kain baru.
Kemudian ia pergi ketoko obat, membeli obat luka dan obat godok.
Selagi Yu Wi membubuhkan obat pada lukanya, Khing-kiok siuman, melihat dirinya dirawat sedemikian baik oleh anak muda itu, ia tersenyum puas dan memejamkan mata serta tertidur lagi.
Selesai Yu Wi memasak obat, ia membeli pula sedikit makanan lunak sebangsa bubur, dibangunkan Khing-kiok dan menyuapinya makan, habis itu diberi lagi minum obat.
Keadaan Khing-kiok sangat lemah, habis makan tanpa berucap sekatapun dia lantas tertidur lagi.
Sampai hari ketiga si nona tetap tidak bicara, malamnya timbul demam, sepanjang malam terus mengingau dan selalu memanggil "Siau Wi", semalam suntuk Yu Wi terganggu hingga tak bisa tidur.
Biarpun nama kecilnya selalu dipanggil, Yu Wi berbalik kurang senang, pikirnya.
"Suamimu baru saja mati, dalam mimpi saja kau tidak berduka, sungguh tidak lumrah."
Hari keempat, ia mengundang seorang tabib untuk memeriksa sakit Khing-kiok, katanya cuma infeksi saja karena terluka panah, diberinya resep obat dan memberi pesan agar istirahat dengan baik, kalau tidak, bilamana paradangannya memburuk bisa membahayakan jiwanya.
Setiap hari Yu Wi merawat Khing-kiok, mencuci lukanya dan mengganti obatnya.
Sampai setengah bulan lamanya, keadaan Khing-kiok barulah mulai sembuh.
Berdampingan setengah bulan, Khing-kiok memandang Yu Wi sebagai suaminya.
Sebaliknya Yu Wi sama sekali tidak bersikap mesra, selalu bermuka masam, walaupun dalam hati cukup akrab padanya, namun akhirnya dia berlagak dingin.
Sebulan kemudian, dapatlah Khing-kiok berjalan dengan leluasa, cuma belum sanggup bergerak terlalu keras, hari itu dia berkata.
"Toako, maukah kau antarkan kupulang ke Hek-po?"
Yu Wi berkerut ening, jawabnya.
"Aku takkan pergi lagi kesana."
"Sebab apa?"
Tanya Khing-kiok.
"Waktu kecilmu kan tinggal disana, tidak maukah kau antar aku pulang?"
"Bila kudatang lagi ke Hek-po, ayahmu tidak mungkin kuampuni!"
Kata Yu Wi dengan suara bengis.
"Kau... kau hendak mem...membunuh ayahku?"
Tanya Khing-kiok dengan suara gemetar. Tambah rapat kening Yu Wi terkerut, sekata pun dia tidak menjawab.
"Apa pun kesalahan ayahku terhadapmu, sedikitnya beliau telah memberi makan padamu selama sepuluh tahun."
Kata Khing-kiok.
"Tidak... tidaklah pantas jika kau tetap dendam padanya..."
Dengan gemas Yu Wi berteriak.
"Selama sepuluh tahun aku menahan perasaanku, maksudku mencari kesempatan untuk membunuhnya, aku tidak merasa hutang budi padanya."
"Tapi pada tahun itu pernah kutolong kau satu kali, masa kau lupa?"
Kata Khing-kiok.
Teringat oleh Yu Wi kejadian yang lalu, pernah satu kali ia mendapat kesempatan baik untuk membunuh Lim Sam-han.
Tak terduga Lim Sam-han sangat cerdik, usaha membunuhnya tidak berhasil, sebaliknya Yu Wi ketahuan sebagai anak Yu Bun-hu, maka Lim Sam-han telah mengurungnya dipenjara.
Tapi dengan menyerempet bahaya Khing-kiok telah melepaskannya, sebelum berpisah nona itu berkata kepadanya.
"Ayah tahu kita sangat akrab, maka aku hendak dinikahkan, selanjutnya kita entah dapat berjumpa lagi atau tidak... ."
Akan tetapi segera terbayang pula kematian ayahnya yang menyedihkan itu, sebelum ajalnya sang ayah berlari pulang sekuatnya dengan luka parah, setelah mengajarkan beberapa kalimat kunci rahasia Lwekang dan menyebutkan nama seorang musuh, lalu menghembuskan napas penghabisan.
Musuh yang disebut ayahnya itu ialah Lim Sam-han dari Hek-po.
Bahwa ayahnya tidak menyebut nama orang lain, cuma nama Lim Sam-han saja yang disebut, hal ini menandakan Lim Sam-han pasti biang keladinya, betapapun tidak boleh diampuni....Berpikir sampai disini, dengan suara gemas ia lantas berkata.
"Ya, aku masih ingat pertolonganmu itu, kau menyelamatkan diriku, sekarang akupun balas menyelamatkan kau. Tapi semua ini tidak ada sangkut-pautnya dengan sakit hati orang tua kita. Kecuali mati, betapapun harus kubunuh Lim Sam-han!"
"Jadi pertolonganmu padaku sekarang ini kau anggap sebagai balas budi atas pertolonganku padamu dahulu?"
Tanya Khing-kiok dengan sedih. Yu Wi keraskan hati dan menjawab.
"Ya, boleh dianggap demikian!"
Jawaban yang ketus ini membikin hati Khing-kiok remuk-rendam, ia menangis dan berkata.
"Mestinya tidak perlu kau tolong diriku, akan lebih baik biarkan kumati di Pek-po saja... ."
Ia terus menangis tanpa berhenti.
Melihat si nona mengeluarkan senjata khas orang perempuan, yaitu menangis, dulu, waktu sama-sama kecil, sering Khing-kiok menggunakan senjata menangis untuk memaksanya berbuat sesuatu, sekarang dia menangis lagi dengan manja untuk memperoleh belas kasihannya.
Mau-takmau Yu Wi berkerut kening, ia tidak menghiraukannya lagi dan keluar kamar.
Pada waktu makan siang, Yu Wi masuk kamar untuk memanggilnya.
Dengan muka dingin Khing-kiok lantas berkata.
"Kau tidak mau mengantar kupulang ke Hekpo, tentunya tidak keberatan jika mengantar sampai di Soasay saja."
Yu Wi pikir, dari Hokkian ke Soasay sedikitnya diperlukan waktu selama beberapa bulan, kuatir melampaui janji pertemuan di Ma-siau-hong, maka ia menjadi ragu-ragu untuk menjawabnya. Mulut Khing-kiok lantas menjengkit, dengan mendongkol ia berkata.
"Apabila badanku sehat, segera kupulang ke Soasay sendirian dan tidak perlu minta kau antar."
"Justeru lantaran kesehatanmu belum pulih seluruhnya, makanya tak dapat kuantar kesana."
Kata Yu Wi.
"Memangnya kenapa?"
Tanya Khing-kiok.
"Sebab tiga bulan lagi aku harus memenuhi suatu janji pertemuan di timur Hokkian."
Tutur Yu Wi.
"Dari sini ke Soasay, dengan menggunakan kuda cepat, pulang pergi mungkin dapat dicapai dalam waktu tiga bulan, tapi lantaran kesehatanmu belum pulih, tentunya kita tidak dapat berkuda."
Khing-kiok ingin tanya janji pertemuan apa, tapi demi teringat dirinya lagi marah padanya, dia urung tanya, jengeknya.
"Jika begitu, bolehlah menunggu selesai pertemuan itu barulah pulang ke Soasay."
Begitulah mereka lantas menetap di hotel itu, Yu Wi tinggal dibagian depan, Khing-kiok tidur diruangan dalam.
Bila malam tiba, tabir dipasang sehingga keduanya tidak dapat saling lihat.
Siang hari tabir digulung, apa yang diperbuat keduanya dapat terlihat dengan jelas.
Selama beberapa hari ini Yu Wi giat berlatih, lebih-lebih keempat jurus Hai-yan-kiam-hoat yang belum lama dipelajarinya itu.
Sudah beberapa hari Khing-kiok tidak bicara dengan Yu Wi, hari ini dia benar-benar tidak tahan, ia keluar kebagian depan dan bertanya kepada Yu Wi.
"Ilmu pedang apakah yang Toako latih?"
Saat itu Yu Wi sedang berlatih jurus Put-boh-kiam, ia berhenti dan menjawab.
"Jurus ilmu pedangku ini bernama Put-boh-kiam."
"Tampaknya aku sudah hapal ilmu pedangmu ini."
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ujar Khing-kiok.
"Apakah jurus ini yang kau gunakan untuk menangkis seranganku tempo hari itu?"
Yu Wi jadi teringat kepada kejadian tempo hari, ia tidak menjawab, sebaliknya lantas bertanya.
"Apakah ilmu pedangmu itu Hai-yan-kiam-hoat?"
Khing-kiok menggeleng, jawabnya.
"Hai-yan-kiam-hoat apa? Entah, aku tidak tahu, yang jelas jurus yang kumainkan itu bernama Siang-sim-kiam (jurus hati berduka)."
"Siang-sim-kiam? Siang-sim-kiam?... ."
Yu Wi mengulangi nama itu beberapa kali, ia heran pada jurus yang aneh ini. Mendadak ia teringat kepada jurus ilmu pedang si kakek tuli yang bernama Sat-jin-kiam, bukankah nama inipun sangat aneh? Berpikir sampai disini, cepat ia tanya pula.
"Orang macam apakah yang mengajarkan jurus Siang-Sim-kiam ini padamu?"
"Seorang kakek yang bertubuh tinggi besar,"
Tutur Khing-kiok.
"Adakah sesuatu ciri khas pada tubuhnya?"
Tanya Yu Wi pula. Khing-kiok berpikir sejenak, mendadak ia berseru.
"Ah, memang ada! Perawakannya meski tinggi besar, tapi karena bungkuk sehingga tampaknya menjadi tidak terlal tinggi."
"Ah, dia itulah Toh-so (si kakek bungkuk)."
Seru Yu Wi kaget.
"Cara bagaimana dia mengajarkan jurus Siang-sim-kiam itu padamu?"
Mendadak air muka Khing-kiok berubah sedih, omelnya.
"Orang tidaklah seperti kau, hutang budi tidak tahu balas. Suatu hari, diluar benteng kulihat dia meringkuk ditepi jalan, dia kelaparan dan hampir mati. Maka kubawa dia kedalam benteng, kuberi makan sekenyangnya. Sebelum pergi dia memuji hatiku baik, katanya tidak dapat memberi balas apa-apa, maka aku diajari sejurus ilmu pedang kebanggaannya."
"O, setelah dia mengajarkan ilmu pedangnya padamu, apakah dia tidak menyuruh kau memenuhi sesuatu janji?"
Tanya Yu Wi.
"Tidak."
Jawab Khing-kiok.
"Tapi waktu mau pergi, dia seperti bergumam mengenai sesuatu janji selama sepuluh tahun apa, belum selesai bicaranya dia lantas melangkah pergi dengan terhuyung2, melihat jalannya saja tidak kuat, kukira hidupnya takkan lama."
Yu Wi garuk-garuk kepala dan bergumam.
"Jika demikian, tampaknya dia juga tak dapat melaksanakan janji pertemuan, lantas siapa yang akan mewakili dia?"
"memenuhi janji apakah? Dapatkah kau ceritakan padaku?"
Tanya Khing-kiok.
"Kalau tidak tahu ya tidak perlu tanya."
Jawab Yu Wi ketus. Dia sengaja bersikap kasar agar dibenci oleh si nona. Tentu saja Khing-kiok mendongkol, teriaknya gemas.
"Baik, sedemikian garang sikapmu padaku, selanjutnya takkan kugubris lagi padamu."
Habis berkata ia terus berlari kebagian dalam, tabir dilepaskan dengan keras. Tapi Yu Wi belum lagi mengetahui sikap si nona, ia sedang berpikir.
"Jika kakek bungkuk juga tak dapat hadir, lalu siapa lagi yang akan hadir?"
Teringat kepada kakek bisu dan tuli sudah mati secara sia-sia sehingga ilmu pedangnya ikut lenyap, bisa jadi si kakek bungkuk sekarang juga sudah mati dan ilmu pedangnya pun tidak diajarkan kepada orang lain.
Maka orang yang mahir Siang-sim-kiam didunia sekarang hanya Lim Khing-kiok saja seorang.
Jika demikian, untuk belajar jurus Siang-sim-kiam harus minta belajar kepada Lim Khing-kiok.
Karena pikiran itu, Yu Wi lantas masuk kebagian dalam, dilihatnya si nona lagi duduk ditepi ranjang, ia mendekatinya dan berkata.
"Kiok-moay, jurus Siang-sim-kiammu itu bolehkah diajarkan kepadaku?"
"Jangan bicara padaku, takkan kugubris kau."
Jawab Khing-kiok kesal.
Yu Wi jadi kikuk karena sikap orang yang dingin itu.
Dia tidak biasa memohon kepada orang lain, melihat Khing-kiok tidak senang, terpaksa ia melangkah kedepan dengan perasaan berat.
Ia pikir bila si nona tidak mau mengajarkan padanya, tampaknya tidak mungkin lagi untuk belajar lengkap keenam jurus pedang yang lain.
Dan kalau keenam jurus pedang itu tidak dapat lengkap dipelajari, apakah It-teng Sin-ni akan mengizinkan dirinya bertemu dengan Ya-ji? Teringat kepada kemungkinan-kemungkinan buruk, tanpa terasa ia menghela napas berulang2.
Didalam Khing-kiok dapat mendengar suara hela napas Yu Wi itu, betapapun hatinya merasa tidak tenteram, ia menjadi lupa telah menyatakan tidak akan menggubrisnya lagi, buru-buru ia keluar dan bertanya, Toako....."
"Apakah kau mau mengajar padaku?"
Cepat Yu Wi menukas dengan girang. Khing-kiok menghela napas, katanya.
"Bukannya aku tidak mau mengajarkan padamu, soalnya pada waktu si kakek bungkuk mengajarkan ilmu pedang ini kepadaku, aku diharuskan bersumpah bahwa ilmu pedang ini tidak boleh diajarkan lagi kepada orang lain, bila... bila kulanggar sumpah ini, maka selama... selama hidupku takkan mendapat keturunan... ."
Hendaklah maklum, menurut ajaran Khong Cu.
"Ada tiga pasal tidak berbakti, pasal utama adalah tidak mempunyai keturunan"
Seorang perempuan kalau tidak dapat mengandung dan memberi keturunan kepada keluarga sang suami, dijaman dahulu akan dianggap melanggar hukum rumah tangga dan akan ditingalkan sang suami, bahkan dapat diceraikan secara resmi.
Sebab itulah kaum wanita dijaman dahulu sangat takut bila tidak mengandung.
Sekarang si kakek bungkuk mengharuskan Khing-kiok bersumpah demikian, sebab ia tahu hanya sumpah inilah yang takkan berani dilanggar oleh orang perempuan.
Begitulah Khing-kiok menjadi merah mukanya setelah menjelaskan sumpahnya, dengan sendirinya Yu Wi tak dapat memaksa orang melanggar sumpah, terpaksa ia berkata dengan tertawa.
"Ya, sudahlah kalau begitu. Cuma harus kau ingat, ilmu pedang ini tidak boleh diajarkan kepada orang lain, sebab jurus ini sangat lihai, bilamana dikuasai oleh orang jahat, tentu akan banyak mendatangkan malapetaka."
Pada saat itulah, tiba-tiba didengarnya diluar ada suara serak orang tua sedang bertanya.
"He, pelayan, akhir-akhir ini adakah tempatmu ini kedatangan tamu kakek cacat berusia antara tujuh atau delapan puluh?"
Hati Yu Wi tergerak, cepat ia keluar.
Dilihatnya didepan hotel berdir seorang Tosu, meski usianya sudah lanjut, tapi masih gagah dan bersemangat.
Yu Wi coba memandang kedua kaki orang, dilihatnya si Tosu berdiri dengan tagak dan kuat, jelas tidak cacat, Diam-diam ia heran, pikirnya.
"Siapakah orang ini? Mungkinkah salah seorang diantara Jit-can-so? Kalau bukan untuk apa dia tanya jejak ketujuh kakek cacat itu?"
Dalam pada itu terdengar pelayan hotel lagi menjawab.
"Tidak, tidak ada tamu begitu!"
Maka si Tosu bergumam.
"Aneh! Padahal Pek-gwe-capgo (tanggal 15 bulan 8) sudah hampir tiba, mengapa mereka belum kelihatan? Jangan-jangan mereka sudah meninggal semua?"
Sembari bicara ia terus melangkah masuk kehotel itu.
Hotel ini juga merangkap sebagai restoran, ruangan depan cukup luas, sekaligus dapat menjamu berpuluh orang.
Tosu tua itu memilih sebuah tempat dan berduduk, ia pesan makanan dan arak.
Perut Yu Wi sendiri juga sudah lapar, iapun duduk disebelah sana dan pesan santapan.
Selain itu ia pesan pula makanan enak dan menyuruh pelayan antar kekamar, ia maklum Lim Khing-kiok tidak leluasa keluar kamar.
Kekuatan minum arak si Tosu tua ternyata sangat kuat, sudah dua-tiga kati arak dihabiskannya dan belum kelihatan mabuk, bahkan minta tambah lagi satu kati.
Pada saat itulah dari luar tampak masuk pula tiga orang.
Orang yang didepan adalah seorang Hwesio tua berwajah bengis menakutkan, berjubah warna kelabu, membawa sebatang tongkat paderi berujung bentuk sabit, besar tongkat ini sebesar lengan anak kecil.
Begitu masuk segera dia bertanya dengan suara kasar.
"Hai, pelayan, adakah kau lihat kakek-kakek cacat datang kesini?"
Saat itu si pelayan lagi membawakan arak yang dipesan si Tosu, ia berpaling dan melihat yang bertanya adalah seorang Hwesio, dengan tidak sabar ia menjawab.
"Tamu yang datang kesini sukar untuk dihitung jumlahnya, darimana kutahu tamu mana yang kau maksudkan?"
Hwesio tua itu menjadi gusar, segera ia melompat maju, ia cengkeram si pelayan dan membentak.
"apa katamu?"
Padahal badan pelayan itu gemuk lagi besar, lebih tinggi daripada si Hwesio tua, tapi dia kena dicengkeram seperti elang mencengkeram anak ayam, keruan pelayan itu ketakutan hingga muka pucat seperti mayat, ber-ulang2 ia minta ampun.
"Lepaskan hamba, Hud-ya (tuan Buddha), lepaskan supaya dapat... dapat bicara... ."
Karena ketakutan, poci arak yang dipegangnya ikut berguncang dan arak muncrat keluar. Tampak si Tosu berkerut kening, pelahan ia tepuk tangan si pelayan dan menegur.
"He, pelayan, hati-hati sedikit, jangan sampai arakku habis tercecer!"
Mendadak si Hwesio tua merasakan suatu arus tenaga maha kuat mengalir dari tubuh si pelayan, karena tidak berjaga-jaga, tangannya tergetar kesakitan, cepat ia lepaskan pelayan itu.
"Bluk", pelayan itu terbanting kelantai, namun poci arak yang dipegangnya sempat disambar oleh si Tosu tua dan ditaruh diatas meja. Buru-buru si pelayan merangkak bangun, dipandangnya si Tosu sekejap, ia tahu baik si Hwesio mau pun Tosu bukanlah sembarangan orang melainkan dua orang yang tinggi kungfunya, bisa jadi keduanya akan segera berkelahi, ia tidak berani banyak cingcong lagi, cepat ia berlari kebelakang. Hwesio bengis itu tidak merintanginya, tapi mendelik terhadap si Tosu.
"Siapa kau?"
Tanyanya, ia tahu kekuatan si Tosu tidak boleh diremehkan, tapi mampu menyalurkan tenaga melalui benda lain.
Ia tidak berani gegebah, maka ingin tanya dulu asal-usul si Tosu baru kemudian akan bertindak.
Si Tosu memegang poci arak dan menuang cawannya hingga penuh, tanpa melirik ia mendengus.
"Hm, macam kau juga sesuai untuk bicara denganku?"
Sikapnya sungguh sangat menghina.
Keruan si Hwesio menjadi gusar, telapak tangannya terus menampar cawan arak si Tosu, ia pikir kalau cawan arak sudah berantakan, coba apa yang akan kau minum.
Sampukan tangan si Hwesio tidaklah ringan, namun si Tosu tetap tidak menghiraukannya, tangan kirinya yang memegang cawan itu mendadak menggeser cawannya hingga berputar, kontan arak dalam cawan mancur kearah si Hwesio, seperti anak panah yang mengincar matanya.
Hwesio itu tahu kelihaian panah arak itu, kalau mata tersemprot pasti akan buta.
Cepat ia tarik tangan dan melompat kesamping, walaupun begitu, tidak urung bajunya tersemprot juga oleh arak dan basah kuyup.
Kelam wajah si Hwesio saking gusarnya, teriaknya.
"Kau ingin mampus, hidung kerbau (kata olok-olok terhadap kaum Tosu)?"
"hah, hanya dengan sedikit kepandaianmu ini juga berani jual lagak?"
Ejek si Tosu sambil terbahak-bahak. Si Hwesio mendelik, jengeknya.
"Huh, Jit-can-so yang termashur saja sekali hantam dapat kumampuskan, kau sendiri berharga berapa? Apakah dapat dibandingkan Jit-can-so?"
Sembari berkata, tongkat berujung sabit terus mengemplang kepala si Tosu. Tapi secepat kilat ujung tongkat si Hwesio kena ditangkap oleh Tosu tua itu, dengan air muka guram bertanya.
"Apakah benar perkataanmu?"
Sampai beberapa kali si Hwesio membetot tongkatnya, tapi tidak bergeming sedikitpun.
"Hm, jangan membual,"
Jengek si Tosu.
"Hanya sedikit kepandaianmu ini masa dapat menandingi Jit-can-so?"
Habis berucap, mendadak ia lepas tangan. Karena si Hwesio sedang membetot, seketika ia terhuyung kebelakang dan hampir jatuh terjengkang. Dua orang kawannya tadi serentak melompat maju dan membentak si Tosu.
"apakah kau pun anggota Jit-can-so?"
Si Tosu mengangkat cawan arak dan menenggak isinya hingga habis, ia tidak gubris pertanyaan orang.
Kedua orang teman si Hwesio itu berdandan orang biasa, usianya juga tidak muda lagi, wajahnya sama bengisnya seperti si Hwesio, orang yang sebelah kiri lantas berkata.
"Seluruh dunia tiada tandingan!...
"
Dan kawannya yang sebelah kanan lantas menyambung.
"Disinilah kami tida buas!"
Yu Wi terkesiap mendengar uraian mereka itu. Kiranya ketiga orang ini cukup ternama didunia Kangouw, mereka berjuluk "Bu-tek-sam-hong"
Atau tiga buas tanpa tandingan.
Yang tertua adalah bekas paderi Siau-lim-si dengan nama agama Boh-cin, dua orang lagi adalah bekas Tosu dari Bu-tong-pay yang tergolong angkatan tua, yang satu bernama Thio Hiong-wi, yang lain bernama Khong Put-pau.
Ketiga orang ini sudah lama terkenal buas, sebab itulah mereka telah dipecat oleh perguruannya masing-masing.
Boh-cin tidak kembali kedunia ramai dan masih tetap gundul, tetap menjadi Hwesio.
Sebaliknya Thio Hiong-wi dan Khong Put-pau oleh ketua Bu-tong-pay diharuskan kembali menjadi orang preman dan dilarang menggunakan nama Bu-tong-pay didunia Kangouw.
Karena sama busuk dan sama jahatnya, ketiga orang itu cocok satu sama lain, sejak dua puluh tahun yang lalu mereka lantas terkenal sebagai "tiga orang buas yang tiada tandingannya", baik tokoh dari kalangan putih maupun jago dari golongan hitam sama kepala pusing bila berhadapan dengan mereka.
Setelah menenggak lagi secawan araknya barulah si Tosu tua tadi berucap.
"Huh, Bu-tek-samhiong saja dapat menggertak orang? Biarpun sepuluh kali Bu-tek-sam-hiong juga tidak nanti dapat meluaki Jit-can-so."
Melihat si Tosu berulang kali membela nama Jit-can-so, diam-diam Yu Wi menjadi curiga, ia coba meng-amat2i orang, tapi tetap tidak kelihatan apakah si Tosu ini "thi-kah-sian"
Atau si dewa kaki besi dari Jit-can-so atau bukan? Meski Boh-cin seorang Hwesio, tapi sedikitpun dia tidak berpribadi seorang beragama, sedikit2 lantas naik darah, sambil mengangkat tongkatnya segera ia berteriak.
"Coba jawab, diantara Jitcan- so itu ada seorang kakek bungkuk yang bertubuh tinggi besar, betul tidak?"
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ehm, betul, dia itulah Toh-so."
Ucap si Tosu, air mukanya mendadak berubah pula. Dengan bangga Boh-cin tertawa dan berkata.
"Nah, Toh-so itulah yang kubinasakan hanya dengan sekali pukul saja."
"O, jadi memang betul Toh-so telah kau pukul mati?"
Jengak si Tosu, mendadak ia berbangkit dan meninggalkan mejanya.
Hendaklah dimaklumi bahwa nama Jit-can-so sudah top didunia persilatan, barang siapa dapat mengalahkan salah seorang Jit-can-so, tentu namanya akan mengguncangkan Kangouw.
Rupanya Boh-cin memang gila hormat dan ingin mencari nama, dia belum lagi menyadari bahayanya, dengan tertawa ia masih berseru.
"Ya, apa artinya hanya memukul mati seorang kakek bungkuk? Konon pada tanggal 15 bulan delapan nanti antara Jit-can-so itu ada janji pertemuan, maka kedatangan Bu-tek-sam-hiong ini adalah untuk bertemu dengan keenam kakek yang lain. Bisa jadi kami akan mengantar mereka berenam untuk bertemu dengan kakek bungkuk dirumah neneknya."
Bualannya ini sungguh latah. Tosu tua itu bergelak tertawa, ucapnya.
"Ehm, bagus, sungguh hebat! Barangkali kau si bangsat gundul ini ingin membunuh seluruh Jit-can-so agar namamu bisa mengguncangkan dunia, begitu?"
Dengan ber-seri2 Boh-cin menjawab.
"Betul, betul, aku si bang... ."
Mestinya dia ingin mengikuti nada ucapan Tosu itu yang menyatakan "aku si bangsat gundul", tapi segera teringat olehnya kata-kata demikian tidak tepat, mana boleh dia memaki dirinya sendiri sebagai bangsat gundul, maka cepat ia berganti ucapan.
"Keparat, rasakan tongkatku ini!"
Kemplangan tongkatnya sekali ini sungguh sangat keras, memang tidak malu sebagai seorang jagoan.
Akan tetapi dengan sangat mudah kembali tongkatnya ditangkap oleh tangan kanan si Tosu tua, seketika serangan Boh-cin terpatahkan.
Ketika untuk pertama kali tadi tongkatnya ditangkap orang, betapapun Boh-cin tidak terima dan penasaran, sekali ini dia mengemplang dengan lebih cepat dan lebih keras, kenapa tongkatnya kena tertangkap pula, sungguh dia hampir tidak percaya kepada matanya sendiri.
Baru sekarang ia tahu kelihaian si Tosu, sekali betot tidak lepas, segera ia berkaok minta tolong.
"Lekas maju, saudaraku!"
Tanpa ayal Thio Hiong-wi dan Khong Put-pau mencabut pedang dan menubruk maju, keduanya menusuk berbareng dari kiri dan kanan. Si Tosu tidak berani gegabah, ia lepaskan tongkat si Hwesio sambil menghindarkan serangan kedua pedang lawan, jengeknya.
"Hm, satu tidak berguna, terpaksa maju bersama ya?!"
Pada saat itulah si pelayan lagi ber-teriak2 disamping.
"Mau berkelahi, silakan keluar saja, keluar saja!... ."
Baru satu-dua kalimat, mendadak sorot mata Thio Hiong-wi dan Khong Put-pau yang buas seperti srigala itu melotot kearahnya, seketika pelayan itu tutup mulut dan tidak berani bicara lagi.
Tapi si Tosu lantas melangkah keluar hotel, sambil melolos pedangnya ia berkata.
"Betul, lebih baik bertempur diluar saja agar tidak mengganggu perdagangan orang!"
Setiba ditanah lapang didepan hotel, tempat ini agak jauh dari bagian kota yang ramai, maka sedikit orang yang berlalu-lalang, satu tempat yang bagus untuk dijadikan medan perang, sebab tidak perlu lagi kuatir akan membikin susah orang lain.
Bu-tek-sam-hiong menyusul keluar, mereka berdiri menghadapi si Tosu dari tiga jurusan.
Khong Put-pau membuka suara lebih dulu.
"Tosu keparat, jika kau kalah, harus kau ajarkan Haiyan- kiam-hoatmu kepada kami."
Dengan garang Boh-cin menambahkan.
"Justeru lantaran mempertahankan ilmu pedangnya, makanya kakek bungkuk itu kumampuskan dengan sekali hamtam."
Habis berkata, ia memberi contoh satu pukulan keudara, tenaga pukulannya memang dahsyat dan mengejutkan.
Ketiga tokoh buas itu se-olah2 sudah yakin si Tosu tua pasti salah seorang Jit-can-so, mereka pikir dengan tenaga tiga orang menempur seorang Tosu, jelas akan menang dan tidak mungkin kalah.
Dan bila nanti si Tosu terbukti benar salah seorang anggota Jit-can-so, betapapun harus dipaksa mengajarkan kepada mereka satu jurus ilmu pedangnya yang mengguncangkan dunia persilatan itu.
Sebaliknya si Tosu juga yakin si kakek bungkuk telah mati ditangan Boh-cin, ia cuma heran darimanakah Boh-cin dan begundalnya itu mengetahui akan janji pertemuan Jit-can-so pada Pekgwe- capgo nanti? Sebab apapula si kakek bungkuk bisa mati ditangan Boh-cin? Jangan-jangan mereka memaksa kakek bungkuk mengajarkan Hai-yan-kiam-hoatnya, karena ditolak, maka kakek itu dikerubut dan dibunuh mereka? Teringat betapa gagah perkasa dan termashurnya sikakek bungkuk dan ternyata harus mati ditangan Boh-cin, seketika timbul rasa murka si Tosu, tanpa bicara lagi pedangnya terus menabas.
"Trang", pedang beradu dengan tongkat berujung sabit milik Boh-cin, tangan Boh-cin tergetar sakit, ia tahu kekuatan si Tosu jauh diatasnya, kalau bobot tongkatnya tidak berat, benturan tadi tentu membuat tongkatnya mencelat. Cepat Boh-cin putar tongkatnya dengan kencang, ia mainkan Hang-mo-tiang-hoat, ilmu permainan tongkat penakluk iblis dari Siau-lim-pay. Thio Hiong-wi dan Khong Put-pau juga lantas memainkan Liang-gi-kiam-hoat dari Bu-tong-pay, Liang-gi-kiam-hoat ini meliputi 64 jurus, seorang saja cukup lihay, apalagi dimainkan dua orang sekaligus. Baru saja terjadi beberapa gebrak, Yu Wi lantas tampil kemuka sambil berseru.
"Huh, tiga mengerubut satu, tidak tahu malu!"
Berbareng ia lolos Hian-tiat-bok-kiam atau pedang kayu besi, segera Boh-cin ditusuknya. Bukan Boh-cin yang menangkis serangan Yu Wi itu, sebaliknya si Tosu tua yang menyampuk pedang kayunya sambil membentak.
"Siapa kau? Memangnya siapa yang minta bantuanmu?"
Pedang Yu Wi menusuk pula kearah Thio Hiong-wi, berbareng ia menjawab.
"Tosu tua, kau bertempur urusanmu, aku berkelahi urusanku, memangnya kau kira siapa yang mau membantumu?"
Tapi si Tosu tua lantas melompat keluar kalangan dan berhenti bertempur. Tongkat Boh-cin terus mengemplangnya sambil membentak.
"Huh, mau lari?"
Cepat Yu Wi menangkiskan dengan pedangnya, teriaknya dengan gusar.
"Siapa yang mau lari? Jangan-jangan kau sendiri yang ingin kabur?!"
Kemplangan tongkat Boh-cin itu dilakukan dengan sepenuh tenaga, tapi kena ditangkis oleh pedang kayu Yu Wi dan pedang anak muda itu ternyata tidak tergetar lepas, keruan ia terkejut dan membatin.
"Siapakah bocah ini? Mengapa juga memiliki tenaga dalam sekuat ini?"
Setelah berlangsung beberapa gebrakan, dengan Thian-sun-kiam-hoat Yu Wi dapat mendesak Boh-cin bertiga sehingga cuma sanggup menangkis dan tidak mampu balas menyerang.
"Anak jadah, matamu sudah buta barangkali, ingin cari perkara kan salah sasaran kau?!"
Maki Boh-cin. Yu Wi menjengek.
"Huh, kalian tidak kenal kakek moyangmu yang kecil ini, tapi moyang kecil justeru kenal kalian. Dua belas tahun yang lalu kalian barang rongsokan, sekarang kalian tetap barang rongsokan yang tidak tahu malu."
Sambil menangkis satu serangan, Khong Put-pau bertanya dengan heran.
"Siapa yang tidak tahu malu?"
"Dua belas tahun yang lalu kalian pernah ikut mengerubut seorang pendekar pedang, masa kalian sudah lupa?"
Tanya Yu Wi.
"Hah, maksudmu Yu Bun-hu? Kau ini apanya Ciang-kiam-Hui?"
Seru Boh-cin dengan terkejut.
Yu Wi tertawa panjang saking gusarnya, ia pergencar serangannya, setiap serangannya mematikan.
Asalkan kena jiwa Boh-cin bertiga pasti tamat.
Kiranya Yu Wi mengetahui nama Bu-tek-sam-hiong dari buku daftar pembunuh pemberian Ko Siu itu.
Cuma dia tidak tahu persis apakah ketiga orang ini ikut mengerubut ayahnya atau tidak.
Tapi setelah tanya jawab tadi, tahulah Yu Wi bahwa ketiga oran inipun termasuk pembunuh ayahnya, maka serangannya tidak kenal ampun lagi.
Thian-sun-kiam-hoat jauh lebih lihay daripada ilmu pedang golongan manapun juga, biarpun Liang-gi-kiam-hoat juga terkenal lihay, tapi tidak sebagus Thian-sun-kiam-hoat, apalagi sekarang Lwekang Yu Wi sudah maju pesat, biarpun Boh-cin bertiga juga sukar menandinginya, jelas kelihatan segera mereka akan dikalahkan.
Boh-cin menjadi kelabakan da memaki.
"Anak jadah, sesungguhnya siapa kau?"
"Aku inilah putera Ciang-kiam-hui!"
Seru Yu Wi denga suara lantang. Ketika mengucapkan kata terakhir.
"plok", dengan tepat tulang pergelangan tangan Boh-cin terketuk pedangnya, tongkat sabit terlepas dari pegangan, sambil memegangi pergelangan tangan yang remuk Boh-cin terus hendak angkat langkah seribu.
"Lari kemana!"
Bentak Yu Wi, pedangnya menyambar pula.
"plak", kembali tulang punggung Boh-cin terketuk, sekali ini Yu Wi menggunakan tenaga penuh, tanpa ampun Boh-cin jatuh terguling dan menjerit kesakitan. Yu Wi terus melompat maju dan menginjak dadanya. Karena Yu Wi mengejar Boh-cin, hal ini jadi untung bagi Thio Hiong-wi dan Khong Put-pau, pada kesempatan itu, tanpa menghiraukan mati-hidup Boh-cin, segera mereka kabur secepatnya. Yu Wi tahu sukar untuk mengundak musuh disana-sini sekaligus, ia pikir pada suatu hari kelak kalian pasti juga akan dapat kubekuk. Boh-cin kuatir injakan Yu Wi itu akan membinasakan dia, cepat ia berteriak.
"Tolong! Lekas kalian tolong diriku!... ."
Yu Wi hanya menginjaknya pelahan saja dan Boh-cin lantas menjerit.
"Huh, katanya anak murid Siau-lim-pay, ternyata begini tak becus."
Maki Yu Wi.
Jilid 13 Waktu Boh-cin berpaling dan bayangan Thio Hiong-wi dan Khong Put-pau sudah tidak kelihatan lagi, ia menjadi lupa rasa sakit dan memaki.
"Keparat, meninggalkan kawan dalam keadaan bahaya, sungguh bukan manusia... ."
Diam-diam Yu Wi menggeleng kepala, seorang paderi Siau-lim-si, tapi mengeluarkan kata-kata kotor demikian, sungguh tidak pantas.
Ia tidak tahu bahwa Boh-cin sudah lebih tiga puluh tahun dipecat dari Siau-lim-si, dia minum arak dan makan daging, benar-benar seorang Hwesio sontoloyo meski lahirnya dia masih memakai jubah paderi.
"Lekas singkirkan kakimu, tulang punggungku sudah remuk, mana sanggup menahan injakanmu sekeras ini, kalau tidak lekas kau singkirkan kakimu, bisa mati aku."
Kata Boh-cin dengan dogolnya.
"Memangnya kau masih ingin hidup?"
Damperat Yu Wi, segera ia bermaksud menginjak mampus Hwesio sontoloyo itu. cepat Boh-cin berteriak.
"nanti dulu, tunggu. Mendiang ayahmu bukan mati ditanganku, jangan kau salah membunuh orang... ."
Yu Wi melonggarkan injakannya dan bertanya.
"Habis siapa pembunuhnya?"
"orang yang ikut mengerubut ayahmu dahulu ada ratusan banyaknya,"
Tutur Boh-cin dengan meringis.
"Meski aku termasuk diantara pengeroyok itu, tapi sekali saja aku tidak sempat menyerang ayahmu, bahkan ingin mendekat saja tidak dapat, mana bisa aku menjadi pembunuhnya .
"
"Hm, hanya dengan sedikit kepandaianmu ini memangnya dapat kau lawan ayahku almarhum?"
Jengek Yu Wi.
"Nah, kutanya padamu siapa pembunuhnya? Lekas mengaku"
Boh-cin menggeleng, sahutnya.
"
Orang sebanyak itu, aku tidak melhat jelas siapa yang mencelakai ayahmu."
Yu Wi pikir ucapan orang memang juga benar, orang sudah terluka parah, rasa dendam sudah terlampias, tindakan Yu Wi biasanya tahu batas, maka dia lantas menyingkirkan kakinya, ucapnya sambil menghela napas.
"Lekas enyah kau Melihat tampangmu, mustahil ayahku dapat dicelakai olehmu"
Sampai sekian lama barulah Boh-cin sanggup merangkak bangun, meski sudah keok dan dalam keadaan setengah mati, mulutnya tetap tidak mau kalah, ucapnya.
"Ah, juga belum tentu. Biarpun lihay ayahmu juga tidak melebihi Toh-so, tapi kakek bungkuk itu dapat kubinasakan dengan sekali pukul... ."
Saking gusarnya Yu Wi mendepaknya pula sehingga terjungkal, makinya.
"
Bedebah Masih berani omong besar"
Tapi kulit muka Boh-cin memang tebal, dia masih bergumam.
"Buktinya memang begitu Tua bangka bungkuk itu sedikitpun tidak berguna, mana dia sanggup melawan diriku... ."
Yu Wi terus mencengkeramnya bangun sambil membentak.
"Cara bagaimana Toh-so mati ditanganmu? Lekas ceritakan sejujurnya"
Cengkeraman Yu Wi itu persis dibagian tulang pungungnya yang patah, karuan Boh-cin kesakitan hingga dahi penuh buturan keringat, sambil meringis ia berteriak.
"Akan kuceritakan Lepaskan cengkeramanmu... ."
Maka dilepaskanlah tangan Yu Wi dan terpaksa Boh-cin menceritakan kejadian yang sebenarnya.
Kiranya sehabis pertarungan sengit di Ma-siau-hong dulu, kesehatan Toh-so selalu terganggu dan tidak pernah sembuh.
Tahun itu, setelah dia mengajarkan jurus siang-sim-kiam kepada Lim Khing-kiok dan meninggalkan Hek-po dalam keadaan masih sakit, ia bermaksud mencari seorang ahli waris agar dapat mewakili dia menghadiri pertemuan di Ma-siau-hong.
Ia menyesal Lim Khing-kiok adalah anak perempuan, kalau tidak tentu Khing-kiok dapat disuruh mewakilinya.
Toh-so merasakan kesehatannya tidak mungkin pulih kembali, sakitnya semakin parah dan setiap saat bisa menghembuskan napas terakhir, dalam keadaan cemas dan sukar mendapatkan ahli-waris, yang diketemukan justeru Bu-tek sam- hiong .
Ketiga gembong penjahat itu dapat mengenali Toh-so adalah seorang anggota Jit-can-so, timbul pikiran jahat mereka untuk mendapatkan manfaat atas diri kakek cacat itu.
Mereka purapura merawat kakek bungkuk itu.
Toh-so menyangka mereka adalah orang baik, mengingat gerak gerik sendiri tidak leluasa lagi, maka ia minta ketiga orang itu ikut bantu mencarikan seorang murid baginya.
Bu-tek sam-hiong berhasil memancing dan mengetahui maksud tujuan kakek bungkuk itu, mereka tidak membantunya mencari ahli waris, sebaliknya malah memaksa si kakek mengajarkan jurus siang-sim-kiam kepada mereka.
Baru sekarang Toh-so mengetahui Bu-tek sam-hiong bukan manusia baik-baik, tapi sudah kasip.
tenaga dalamnya sudah hilang sama sekali.
mana dia mampu melawan ketiga pengganas itu.
Dengan sendirinya Toh so tidak rela mengajarkan ilmu pedangnya kepada orang jahat dengan segala daya upaya Bu-tek sam-hiong tetap sukar memaksa si kakek bungkuk menuruti kehendak mereka, dasar watak Boh-cin memang pemarah, dalam gusarnya ia telah menghantam si kakek bungkuk hingga mengakibatkan kematiannya.
Demikianlah, setelah mengerti duduknya perkara, diam-diam Yu Wi, merasa menyesal bagi Toh-so.
setelah bercerita, Boh-cin merangkak bangun, baru berjalan dua-tiga langkah, ia menoleh dan menambahkan.
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Meski Toh-so lagi sakit, tapi sekali hantam dapat kumatikan dia, kejadian ini sama sekali bukan karangan tapi kejadian benar-benar, sungguh peristiwa yang dapat kubanggakan didunia Kangouw."
Sungguh Yu Wi tidak menyangka manusia ini sedemikian rendah dan tidak tahu malu, dengan murka ia memburu maju dan menghantam tepat di dada Boh-cin sambil membentak.
"Tidak punya muka"
Padahal hantaman Yu Wi ini hanya menggunakan tiga bagian tenaganya, tapi kontan Boh-cin tumpah darah dan tidak berani banyak omong lagi, cepat ia berlari pergi dengan sempoyongan.
Yu Wi memandang sekelilingnya, entah sejak kapan si Tosu tua juga sudah menghilang, Dengan lesu ia kembali ke hotel, ia pikir Tohso sudah mati, di dunia ini orang yang mahir siangsim- kiam kini tinggal Lim Khing-kiok saja, tapi nona itu tidak mau mengajarkannya, apa dayanya? Lalu terpikir pula olehnya, Pek gwe-cap go, tinggal tiga hari lagi, sudah waktunya harus kuberangkat ke Masiau-hong, bila terlambat, pesan guru mungkin tak dapat kulaksanakan.
Ia menuju ke kamar, dilihatnya Lim Khing kiok telah menyongsongnya dan bertanya.
"Dengan siapa kau berkelahi tadi?"
Yu WI tahu si nona diberitahu oleh pelayan hotel, maka ia menjawab dengan ketus.
"Kau tidak kenal dia, untuk apa tanya?"
Maksud baik Khing-kiok telab diterima dengan kasar begitu, tentu saja si nona sangat mendongkol, ucapnya dengan gemas.
"selanjutnya biar kau mati dipukul orang juga takkan kupeduli lagi."
Yu Wi tidak menghiraukan omelannya, segera ia membereskan rekening hotel dan menyewa sebuah kereta, Khing-kiok dibiarkan menumpang kereta, ia sendiri menunggang kuda mengikut dibelakang kereta dan menujulah mereka keBin-tang Hokkian timur.
Pagi pagi sekali hari Pek-gwe-capgo mereka sampai di atas puncak gunung, tinggo Ma-siau- Hong beribu kaki di atas permukaan laut, berdiri diatas puncak, sejauh mata memandang hanya lereng gunung belaka berlerot lerot entah berapa panjangnya.
Dahulu di jaman kaisar Bu-te dinasti Han, seorang pembesar bernama Tonghong siok telah diutus menjelajahi semua pegunungan ternama di dunia ini untuk diberi nama.
setiba disini, Tonghong siok sangat tertarik oleh pemandangan alam yang indah di sini dan disebutnya gunung ini sebagai gunung ternama nomor satu di dunia.
Kini Yu Wi sendiri berada di puncak gunung ini, diam-diam iapun memuji dan mengakui kebenaran gelar gunung nomor satu ini.
Khing-kiok juga sangat tertarik oleh keindahan alam di puncak gunung ini, terutama batubatuan yang serba aneh ini, dia menjadi melupakan segalanya, katanya dengan suara merdu.
"Toako, konon Thay-lo-san ini ada 36 puncak, 72 gua dan berpuluh tempat pesiar lain yang indah, maukah kita mengunjunginya satu persatU?"
Yu Wi hanya bersuara singkat dan tidak menanggapinya. Melihat sikap Yu Wi yang tidak mengacuhkan dirinya itu, Khing-kiok menjadi dongkol pula, katanya.
"Kau tidak mau menemani aku, biar kupesiar sendirian."
Habis berkata segera ia hendak melangkah pergi. Yu Wi menghela napas, ucapnya.
"Kesehatanmu belum pulih, mana boleh kutemani kau berpesiar?"
Hati Khing-kiok tergerah terpaksa ia berdiam disitu dan tidak menyinggung lagi tentang pesiar segala. Melibat sekitar situ tidak ada bayangan seorang pun, Yu Wi bergumam.
"Berapa lama lagi baru dia akan datang?"
Khing-kiok pilih sepotong batu besar halus serupa kursi dan duduk di situ, Ia pandang Yu Wi dengan termangu-mangu, sorot matanya yang lembut pasti akan menngiurkan hati siapapun juga.
Akan tetapi Yu Wi tidak merasakan apa-apa, Ia mondar-mandir sendirian kian kemari, Mendadak terdengar suara langkah kaki orang, semangat anak muda itu berbangkit, waktu la memandang ke sana, dilihatnya yang muncul adalah seorang Tosu tua.
Tosu tua ini bukan lain daripada Tosu yang pernah dilibat Yu Wi direstoran itu.
setiba di atas puncak, Tosu itu terus duduk bersila di situ, sampai sekian lama tetap tidak bergerak.
Yu Wi mendekatinya dan bertanya.
"Locianpwe, engkau menunggu siapa?"
"Menunggu kau,"
Jawab si Tocu mendadak. Yu Wi terkejut.
"Menunggu aku? ... siapa... siapa kau?"
Tosu itu tertawa, katanya.
"Kutahu kau ini muridJi Pek liong, masakah kau belum lagi tahu siapa diriku?"
"-cianpwe kenal guruku?"
Tosu tua itu menghela napas, laku berucap.
"sepuluh tahun tidak bertemu, tak tersangka gurumu sudah wafat."
"Ah, rupanya engkau memang Thi-kah-sian (dewa kaki besi)"
Seru Yu Wi, tapi dalam hati pun sangsi, kedua kaki Tosu itu kelihatan baik-baik saja, masakah dia ini Koat-tui-so (kakek buntung kaki)?"
Tosu itupun tidak menyebut siapa dirinya yang sesungguhnya, dia tetap duduk tanpa bergerak.
"Locianpwe menunggu siapa lagi?"
Tanya Yu Wi, Tosu tua tidak menjawab, tapi bergumam sendiri.
"seharusnya sudah datang"
Yu Wi tahu apa yang dimaksudkan orang, ucapnya dengan tersenyum getir.
"Mereka takkan datang lagi"
Tosu tua menengadah dan memandangnya sekejap tanpa tanya apa arti ucapannya itu, tak terpikir olehnya bahwa di antara jit-can-so, kecuali dirinya sendiri tiada satupun kakek lain yang bakal hadir lagi di sini.
Ia terus berduduk hingga dua-tiga jam lagi, sang surya sudah berada di tengah cakrawala, rupanya si Tosu tua tidak sabar menunggu lagi, mendadak ia berbangkit dan berseru.
"Baiklah, boleh bertanding lebih dulu."
Yu Wi tahu pertandingan ini adalah pertarungan penentuan, tidak perlu banyak adat dan sungkan segala, segera ia meloloskan pedang kayu dan berdiri tegak dengan prihatin. Tosu tua berkata dengan tak acuh.
"Kemarin dulu kusaksikan kau menghajar Bu-tek samhiong kepandaian Ji-heng tampaknya sudah seluruhnya diajarkan kepadamu.Janji pertemuan dahulu menetapkan semuanya harus hadir, kini Ji-heng sudah wafat dan tak dapat hadir dan diwakilkan kepadamu, betapapun kau adalah angkatan muda. Begini saja, asalkan dapat kaukalahkan diriku, segera akan kuajarkan jurus Hai-yan-kiam-hoatku dan tidak perlu lagi menunggu mereka."
Diam-diam Yu Wi mendongkol, ia pikir bilakah guruku meninggal? Kenapa selalu dikatakan sudah wafat, kan sama seperti mengutuki beliau? Ia tidak tahu bahwa menurut perjanjian Jit-can-so dahulu, kecuali orangnya mati, maka janji pertemuan ini harus dihadiri sendini.
Terpikir pula oleh Yu Wi.
"Kelima kakek yang lain sudah meninggal, ditunggu sampai dunia kiamat juga takkan muncul, mau-tak-mau kau harus bertempur sendirian denganku."
Tapi dia tidak mau memberitahukan tentang meninggalnYa kelima kakek yang lain, ia kuatir hal ini akan mempengaruhi pikiran si Tosu tua, andaikan dirinya menang juga tidak gemilang.
Dalam pada itu Tosu tua telah melolos sebatang pedang panjang, bentuknYa antik, ia pandang pedang kayu Yu Wi dan berkata.
"Pedangku ini bernama Jing-tiok (bambu hijau), tajamnya luar biasa. kau barus hati hati."
"Pedang kayu Wanpwe ini tidak takut kepada senjata tajam macam apapun,"
Jawab Yu Wi.
"ooh"
Si Tosu tua bersuara singkat, dengan prihatin ia berkata.
"Nah, boleh mulai serang dulu"
Yu Wi tidak bersuara lagi, pedang menusuk miring ke samping terus diputar balik, seketika tercipta tiga kuntum bunga cahaya, gerakan ini dalam Thian sun kiam-hoat disebut sam hoa hianhud atau tiga bunga dipersembahkan kepada Budha, suatu jurus.
pembukaan penghormatan- "Terima kasih"
Kata si Tosu tua dengan tersenyum. Pedang hambu hijau juga bergerak kekanan dan ke kiri, dia memutar dengan enteng, tapi lantas membentuk tujuh kuntum bunga cahaya. Terkesiap hati Yu Wi, pikirnya.
"Paling banyak aku cuma mampu menciptakan lima kuntum cahaya, dia sekaligus dapat menciptakan tujuh kuntum, nyata ilmunya jauh di atas diriku."
Ia tidak berani gegabah lagi, dengan penuh perhatian ia hadapi si Tosu tua sebagai lawan tangguh.
Tosu tua lantas memutar pelahan pedangnya, serentak ia mainkan ilmu pedangnya yang hebat.
Dahulu Tosu tua inipun menggunakan jurus ini untuk menempur Ji Pek liong, sampai ribuan gebrakan tetap sukar dibedakan unggul dan asor, Dan sekarang Thian-sun-kiam hoat yang dimainkan Yu Wi ini juga ilmu pedang yang pernah dimainkan Ji Pek liong dahulu.
jadi terhadap Thian sun-kiam hoat si Tosu sudah apal, setiap kali Yu Wi memainkan satu jurus, segera ia tahu apa jurus berikutnya.
sebaliknya Yu Wi sama sekali tidak kenal ilmu pedang si Tosu.
Dengan demikian jelas Yu Wi ada dipihak yang rugi, hanya belasan gebrakan saja dia sudab terdesak.
Untung dia sangat cerdas, melihat gelagat tidak menguntungkan, cepat ia ganti siasat, dimainkannya ilmu pedang ciptaan Kan Yok-koan.
Ilmu pedang Kan Yok-koan itu mengutamakan cepat dan ganas, belum pernah si Tosu melihat ilmu pedang demikian, seketika ia jadi terdesak sehingga keadaan dapat dikembalikan Yu Wi menjadi sama kuat Akan tetapi setelah ratusan jurus, mulai kelihatanlah keuletan si Tosu tua, makin lama permainan pedang Yu Wi tambah lamban, pedang yang dipegangnya terasa makin berat.
Maka Yu Wi kembali terdesak.
Yu Wi tidak mampu melancarkan serangan cepat sehingga daya serang ilmu pedang ciptaan Kan Yokkoan itu cuma enam bagian saja yang dapat dikembangkan.
setelah beberapa puluh jurus berlangsung pla, setiap saat Yu Wi ada kemungkinan akan dikalahkan- Diam-diam ia mengeluh.
"Tidak, tidak boleh kalah, aku tidak boleh kalah..."
Dilihatnya pedang si Tosu tua lagi menyambar dari atas, Yu Wi merasa tidak sanggup menangkis, cepat ia putar pedang kayu, dimainkan jurus Put boh kiam.
Jurus serangan si Tosu ini adalah satu jurus ciptaannya sendiri yang paling dahsyat daya serangan, ia yakin Yu Wi pasti tidak mampu bertahan lagi.
siapa tahu pada saat terakhir mendadak anak muda itu memainkan jurus Put boh-kiam yang perrnah membuatnya pusing kepala karena tak mampu mematahkannya.
Ketika pedangnya bertemu dengan tabir cahaya pedang yang dipasang Yu Wi, seketika jurus serangan kebanggaannya itu sirna tanpa bekas, daya serangnya sama sekali tak dapat dikembangkan.
si Tocu tua sudah terlalu apal terhadap jurus Put-hoh-kiam ini, entah sudah berapa kali pernah dimainkan Ji Pek liong dan dirinya tidak pernah mampu membobolnya, kini setelah jurus ini diajarkan kepada muridnya dan tetap tidak dapat membobolnya, maka betapa pedih perasaannya sungguh sukar dilukiskan.
"Awas"
Bentaknya segera.
kembali la menyerang lagi.
Serangan ini terlehih dahsyat daripada serangan tadi, Yu Wi terkejut, ia tahu inilah jurus Haiyan- kiam hoat.
Cepat ia mainkan jurus Put-hoh-kiam dengan lebih rapat.
Ketika pedang si Tosu hertemu dengan tabir pedang Yu Wi, sekali ini ujung pedangnva dapat menembus dan tiada tanda-tanda teralang, daya serangnya juga tidak terpatahkan.
Diam-diam hati si Tosu hergirang pikirnya.
Betapapun tenaga dalam bocah ini masih cetek, kalau tidak.
mana kumampu menembus pertahanannya? Dengan jurus ini dahulu si Tosu hanya sanggup menggetar mundur pertahanan Ji Pek liong dan tidak dapat menembus tabir cabaya pedangnya.
Tapi sekarang dia dapat membobolnya, tentu saja sangat girang.
diam-diam ia membatin, sekali ini kau harus menyerah kalah siapa tahu.
ketika ujung pedang sudah mencapai titik terakhir, rasanya lawan tetap tidak tertusuk.
keruan Tosu itu terperanjat, cepat la menarik kembali pedangnya, dan melongo kesima.
Yu Wi juga berhenti dan menarik napas, air mukanya rada pucat dan jantung masih berdebar, pikirnya, sungguh berbahaya Apabila tabir pedang terakhir dibobol lawan, saat ini aku tentu sudah kalah.
Kiranya jurus Put-boh-kiam itu telah dapat dilatih oleh Yu Wi sehingga mampu menaburkan sembilan lapis tabir cahaya, jurus serangan si TosU tadi berturut-turut sudah membobol delapan lapis cahayanya, sampai tabir kesembijan barulah habis daya serangnya.
Apabila Yu Wi hanya mampu memasang delapan lapis tabir, jelas dia pasti sudah kalah oleh si Tosu.
Mendadak terdengar Tosu itu bersiul panjang, teriaknya.
"Coba lagi satu kali"
Dia tetap menyerang dengan jurus tadi, tapi serangnya bertambah kuat, melihat kehebatan lawan, Yu Wi tidak berani lagi bertahan dengan Put-boh-kiam, tapi balas menyerang dengan jurus andalannya.
"Bu-tek kiam yang hebat"
Teriak si Tosu tua.
Maka terjadilah adu pedang, creng, pedang kayu Yu Wi terlepas dari pegangan.
Tosu tua tertawa panjang, kembali pedangnya menusuk pula.
Pada saat yang paling gawat ini.
sekonyong-konyong Yu Wi menggunakan tangan kiri untuk menyambar pedang kayu yang mencelat itu, berbareng iapun balas menyerang.
Hendaklah maklum, sejak tinggal di Hek-po dahulu Yu Wi sudah terbiasa berlatih pedang dengan tangan kiri, kini serangan tangan kiri juga tidak kurang dahsyatnya.
Dari pengalaman tadi, Yu Wi menyadari tenaga dalam sendiri selisih sangat jauh dibandingkan lawan- maka sekarang ia tidak mau lagi beradu senjata dengan si Tosu.
Mendadak Tosu itu berseru kaget.
"He. Taygu-kiam?"
Sungguh dia tidak menyangka jurus yang dimainkan Yu Wi dengan tangan kiri ini adalah jurus andalan can-piso atau si kakek buntung tangan- Tapi dia tidak menjadi gugup atau bingung, bahkan serangannya bertambah lihay Tapi lantas terdengar lagi suara creng, kembali kedua pedang terbentur, tangan kiri Yu Wi tidak mampu memegangi pedang kayu dan tergetar mencelat.
Ia tidak sempat meraih dengan tangan kiri, sekali ini mangan kanan yang keburu menyambar kembali pedang yang mencelat itu.
Melihat gerak perubahan Yu Wi sangat cepat dan aneh, padahal usianya masih muda, jelas bukan hasil latihan melulu, tentu juga bakat pembawaan, mau-tak-mau si Tosu memuji.
"Kepandaian bagus"
Belum lenyap suaranya, lagi-lagi ia menyerang dengan jurus yang sama. cepat Yu Wi melancarkan serangan balasan untuk mengimbangi serangan lawan- Dalam hati ia memperingatkan dirinya sendiri.
"Jangan sampai beradu senjata dengan dia."
Akan tetapi Hay-yan-kiam-hoat yang dimainkan Yu Wi dengan jurus yang dimainkan si Tosu tidak banyak berselisih, hanya tenaga dalam si Tosu lebih kuat daripada Yu Wi, jika lawan sengaja mengadu kekuatan, betapapun sukar bagi Yu Wi untuk mengelak.
Maka terdengarlah cring satu kali, pedang Yu Wi terlepas pula, tapi dengan tangan kiri kembali sempat disambarnya.
Hati si Tosu jadi tambah heran- serunya "Jurus ini adalah jurus andalan Bu-bok so, anak hebat, sesungguhnya ada berapa jurus Hai-yan-kiam-hoat yang kaukuasai?"
Sambil bicara, jurus serangannya tidak pernah berhenti.
Diam-diam Yu Wi berpikir apabila keadaan demikian berlangsung terus, kalau meleng sedikit, akhirnya dirinya pasti kalah.
Tiba tiba ia mendapat akal, ia mengikuti permainan pedang kilat ciptaan Kan Yo-koan, ketika jurus Bu tek kiam pada tangan kiri baru di lontarkan, mendadak ia ubah menjadi jurus tay-gukiam, belum selesai jurus Taygu-kiam, segera ia ganti lagi menjadi jurus Hong sui- kiam.
Dengan demikian tiga jurus itu seperti dimainkanya menjadi satu jurus, hampir pada saat yang sama ia dia mengincar tiga tempat di tubuh si Tosu.
Dalam keadaan demikian si Tosu menjadi tidak sempat lagi menggunakan pedangnya untuk membentur pedang kayu lawan, lambat laun ia menjadi repot.
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yu Wi tidak ayal, berturut turut ketiga jurus itu terus dimainkan, semula rasanya tidak begitu lancar, tapi lama lama bertambah lihay.
Apapun juga jahe memang pedas yang tua.
Meski dalam posisi tidak menguntungkan, si Tosu tua masih juga bisa menilai keadaan, digunakannya keunggulan sendiri untuk menutupi kekurangannya, ia tahu dalam hal kebagusan jurus serangan memang sukar mengalahkan anak muda itu, harus menggunakan kekuatan yang lebih ulet untuk menghadapi lawan.
segera ia mainkan jurus Hai-yan-kiam-hoatnya dengan lebih dahsyat.
Dengan demikian, dapatlah si Tosu memantapkan keadaannya yang repot tadi, karena terdesak oleh kekuatan lawan yang hebat, Yu Wi tidak dapat banyak bergerak lagi.
Akan tetapi Hai-yan-kiam-hoat bukan ilmu pedang biasa, satu jurus lebih banyak dikuasai, semakin hebat pula daya serangannya.
Kini Yu Wi lebih banyak menguasai dua jurus, dengan sendirinya daya serangannya tidak kepalang hebatnya.
Meski kalah ulet, melulu kebagusan Haiyan- kiam-hoat saja dapatlah Yu Wi mematahkan setiap serangan si Tosu, maka kedudukan kedua orang kembali dalam keadaan sama kuat.
setelah sekian lama lagi, lambat-laun hati si Tosu mulai tidak tenteram, maklumlah, dia mainkan jurus serangannya dengan sepenuh tenaga, lama-lama terasa lelah juga.
sebaliknya Yu Wi melayani dengan cepat, bahkan berebut mendahului sehingga tidak perlu menggunakan segenap tenaganya, pula dia masih muda, bertempur satu hari penuh juga tidak menjadi soal, biarpun tenaga terkuras juga tidak habis seperti keadaan si Tosu sekarang, jadi tambah lama tambah menguntungkan Yu Wi.
setelah bertempur lagi setengah jam, serangan si Tosu sekarang sudah mulai lemah, kini tenaga yang dilontarkan paling-paling hanya tujuh bagian daripada tenaga semula, Karena tenaga berkurang, kedudukannya jadi buruk.
selangkah demi selangkah ia terdesak mundur, kini dia cuma sanggup menangkis dan tidak mampu lagi balas menyerang.
Bila berlangsung lagi sejenak.
keadaannya tentu gawat.
sekonyong-konyong Yu Wi melancarkan suatu serangan kilat, plok, dengan tepat pedang kayu mengetuk pada kaki kiri si Tosu.
setelah mengenai sasarannya, diam-diam Yu Wi merasa menyesal.
sebab ia pikir ketukan pasti akan membuat kaki lawan cacat.
siapa tahu tubuh si Tosu tetap berdiri tegak tanpa bergeming, ketukan pedang Yu Wi itu seperti tidak mengenai kakinya.
Keruan Yu WI terkejut, pikirnya, Apakah kakinya terbuat dari baja? Pada saat Yu Wi sedang melenggong itulah mendadak pedang si Tosu menabas pedang kayu Yu Wi.
Ketika anak muda itu menyadari apa yang terjadi, namun sudah terlambat, terpaksa ia menyalurkan segenap tenaga dalam pada pedang kayunya.
Terdengarlah "
Cring"
Satu kali, kedua pedang sama-sama mencelat, Yu Wi tergetar sehingga pergelangan tangan pegal linu dan lupa menyambar pedang yang terlepas itu dengan tangan yang lain.
si Tosu tua juga tidak menyangka pedangnya akan terlepas dari cekalan, tangannya juga tergetar kesemutan, diam-diam ia menyadari tenaga dalam sendiri yang telah banyak terkuras itu sehingga sekarang tenaga mereka sama kuatnya, apabila pertarungan berlanjut lagi, tentu dirinya kalah kuat.
Mendadak ia melancarkan suatu pukulan dengan tangan kiri, pada saat Yu Wi sedang melengak itulah dia bermaksud menarik keuntungan untuk mengalahkan anak muda itu.
Diluar dugaan, meski pedang terlepas, Yu Wi tidak melenggong, berbareng dengan si Tosu ia pun melancarkan suatu pukulan.
Karena sama-sama ingin menang, serangan kedua orang sama cepatnya, ketika keduanya sama-sama menyadari apa yang akan terjadi, terdengarlah suara "blang yang keras, kedua tangan masing2 melengket dan keduanya jatuh terduduk.
Berbareng kedua orang juga sama-sama mengerahkan tenaga, keadaan sekarang berubah menjadi keduanya sedang mengadu tenaga murni.
Menyaksikan itu, Lim Khing-kiok merasa tidak tenteram, ia tahu dengan pertandingan cara begini, akhirnya salah satu pasti akan terluka parah biarpun tidak mati.
Tidak menjadi soal bila si Tosu tua yang kalah, jika Yu Wi yang celaka, lantas bagaimana nasibnya sendiri nanti? Maka cepat la mendekati mereka.
serunya dengan cemas.
"He, janganlah kalian bertanding lagi Janganlah bertanding lagi... ."
Dilihatnya Yu Wi dan si Tosu tua itu mendadak sama memejamkan mata, jelas keduanya hendak mengerahkan tenaga sepenuhnya. Cepat ia berseru pula.
"sudahlah, kalian tiada permusuhan apa apa. mengapa mesti mengadu jiwa cara begini?"
Tiba-tiba si Tosu membuka matanya dan berKata.
"Ucapan nona memang tepat, kita tiada permusuhan apapun, janganlah mengulangi sejarah sepuluh tahun yang lalu, akibatnva kedua pihak sama cedera ..."
Tosu itu menyadari tenaganya semakin lemah dan akhirnya pasti akan dikalahkan Yu Wi yang jauh lebih muda, biarpun sekarang pertarungan kelihatan sama kuat, tapi lama kelamaan dirinya pasti kehabisan tenaga dan kalah.
Maka ia berharap pertarungan itu dapat dihentikan, bila salah seorang kakek cacat lain ada yang datang lagi, dengan tenaga gabungan mereka tentu dapat mengalahkan Yu Wi.
Kelihatan Yu Wi juga membuka matanya pelahan dan berkata.
"Dengan ucapan cianpwe ini, jadi Cianpwe sudah mengaku kalah dan mau mengajarkan satu jurus Hai- yan- kiam- hoatmu? "
Si Tosu menjadi gusar, damperatnya.
"
Omong kosong Mana bisa kukalah? Tidak nanti kuajarkan Hai-yan-kiam-hoatku kepadamu"
Karena gusar, tenaganya menjadi berkurang, mukanya menjadi merah padam, sampai sekian lama barulah ia dapat mengembalikan keadaan dengan sama kuat.
Ia tidak berani lagi lengah, ia pejamkan mata dan mengerahkan tenaga pula.
Dengan sendirinya Yu Wi juga tidak berani ayal, ia tahu pertarungan ini sangat besar artinya, cita-cita gurunya bergantung pada pertarungan ini, supaya bisa bertambah pengetahuan satu jurus Hai-yan-kiam-hoat agar kelak dapat bertemu lagi dengan Ko Bok ya juga besar artinya dalam pertarungan ini.
Maka dia tidak berani lengah, iapun memejamkan mata dan mengerahkan tenaga murni.
Melihat Yu Wi tidak mau menurut pada nasihatnya, Lim Khing-kiok menghela napas gegetun, ucapnya.
"sungguh aku tidak mengerti, hanya satu jurus ilmu pedang saja mengapa dapat merangsang Toako sehingga tidak menghiraukan keselamatan sendiri, dahulu Toako bukanlah orang demikian ini"
Mendadak seorang menanggapi "Jika kau tidak mengerti, biarlah kuberitahukan kepada kau perempuan hina ini"
"Ha h,"
Kongkong seru Khing kiok kaget.
Baru saja a bersuara, dilihatnya seorang sudah mengitar satu kali di sekeliling tempat duduk Yu Wi dan si Tosu tua, dengan cepat sekali beberapa Hiat-to kedua orang itu sudah tertutuk.
setelah berdri tegak di tempatnya, menang betul dia ini Kongkong atau mertua Lim Khing kiok, Pekpo poco oh Ih-hoan- Dia mendekati Lim Khing- kiok, ucapnya dengan ketus.
"Hm, kau masih punya muka untuk memanggil Kongkong padaku?"
Khing kiok tidak menghiraukan arti yang terkandung dalam ucapan orang, dengan cemas ia berkata.
"Kau... kau menyerang secara licik, sungguh rendah dan tidak tahu malu, lekas kau buka Hiat-to mereka"
"Perempuan cabul, masa kau berani memerintah diriku?"
Bentak oh Ih- hoan, tangannya terangkat, kontan Lim Khing-kiok digenjotnya hingga mencelat setombak lebih jauhnya.
Dalam keadaan belum sehat Khing-kiok tidak sanggup melawan, pukulan itu membuatnya tumpah darah, untung dia masih sempat mengelak sebisanya sehingga pukulan itu tidak menghancurkan isi perutnya, kalau tidak.
andaikan tidak mati tentu juga akan cacat selama hidup.
Melihat pukulannya tidak membinasakan Khing-kiok.
oh Ih-hoan juga tidak menambahi pukulan lain, ia hanya berkata.
"Perempuan hina, apakah kau masih punya muka untuk bertemu dengan anakku di alam baka?"
Dengan lemah Khing-kiok menjawab.
"Dalam hal apa aku mesti malu untuk bertemu dengan anakmu?"
Oh in- hoan menuding Yu Wi dan berteriak.
"Di depan gendakanmu itu, masa kau masih berani menyangkal?"
Sungguh kheki Khing-kiok tak terlukiskan- dengan suara gemetar ia berkata.
"Kau . .. kau... kalau kau sembarangan omong lagi, segera kumaki kau... ."
Sambil bergelak tertawa oh Ih-hoan berseru.
"Haha, makilah, boleh kaumaki kalau berani"
Khing-kiok coba memandang Yu Wi, dilihatnya anak muda itu mnelungkup di tanah, sedangkan si Tosu telentang dengan mata terbelalak sedang memandangnya.
Dalam keadaan biasa kedua orang itu tidak nanti kena ditutuk oh Ih-hoan, apa mau dikatakan lagi, tadi mereka sedang mengadu tenaga dalam dan sukar dilarai.
seperti kata pepatah.
Burung kuntul bertarung dengan kerang, si nelayan yang menangkap kedua-duanya, dengan mudah saja mereka dapat ditundukan oleh oh Ih-hoan yang ilmu silatnya jauh di bawah mereka.
Melihat Khing- kiok tidak bersuara lagi, dengan menyeringai oh Ih-hoan berkata pula.
"Hm, memangnya perempuan hina seperti kau juga berani memaki aku? Apakah kauminta kutelanjangi kau lalu kucoret mukamu dengan dua huruf besar sebagai perempuan cabu1, lalu kuarak sepanjang jalan menuju ke Hek-po, ingin kulihat muka ayahmu akan ditaruh di mana nanti?"
Ancaman ini membikin Khing- kiok menggigil ketakutan. oh Ih-hoan sangat senang melihat Khing- kiok sedemikian takut, katanya pula.
"Perempuan hina-dina, apakah kau ingin tahu sesuatu yang menarik?"
"Tidak. tidak- aku tidak mau mendengarkan... ."
Seru Khing-kiok, ia tahu apa yang akan dibicarakan mertuanya itu pasti tidak enak didengar. Tapi Ih-hoan lantas menjengek.
"Huh, masakah urusan gendakmu itupun tidak menarik bagimu?"
Dalam hati Khing-kiok diam-diam sudah menganggap Yu wi sebagai suaminya, maka segala sesuatu yang menyangkut Yu Wi tentu saja menarik perhatiannya, ia heran urusan apakah yang bersangkutan dengan dia? Ia lantas diam dan tidak membantah.
"Hm, apakah kau tahu, kekasih gendakmu itu tidak cuma kau seorang saja... ."
"
Omong kosong"
Teriak Khing-kiok tanpa pikir sebelum lanjut ucapan oh Ih-hoan.
"omong kosong?"
Jengek Ih-hoan.
"Dengan sendirinya kau harap aku cuma omong kosong. Tapi kenyataan memang begitu, tidak percaya juga harus percaya."
Khing-kiok menutup telinganya dan berseru.
"Tidak. aku tidak mau mendengarkan ocehanmu"
Oh Ih-hoan tidak menghiraukan dia, sambungnya lagi.
"Apakah kau tahu apa sebabnya tanpa menghiraukan keselamatan sendiri gendakmu bertekad ingin mengalahkan Tosu ini?"
Pembawaan Khing-kiok memang serba ingin tahu, seperti waktu kecilnya dia memaksa Yu Wi melongok sebuah lubang batang pohon apakah disitu terdapat siluman atau tidak.
semua ini memperlihatkan sifatnya yang sok ingin tahu.
Maka sekarang iapun melepaskan telinganya dan bertanya.
"Apa sebabnya?"
"sebab kalau dia menang, dia dapat belajar lagi satu jurus Hanyan-kiam-hoat dari Tosu ini,"
Tutur oh Ih-hoan- Hal ini sudah didengar Khing-kiok tadi, jadi bukan rahasia lagi baginya. Melihat air muka Khing kiok, tahulah Ih hoan apa yang dipikirnya. Dengan tertawa ia berkata pula.
"Tapi apakah kau tahu, untuk apa dia ingin belajar jurus Haiyan-kiam-hoat itu?"
Mendadak Khing kiok bertanya kepada Yu Wi Toako.
"kau tidak berhalangan bukan?"
Oh Ih hoan menjadi gusar, sekali depak Yu Wi ditendangnya terpental, jengeknya.
"Hm, tujuh tempat Hiat-tonya kututuk. kalau tidak dibuka, biarpun dewa juga tak dapat menolongnya, Perempuan hina, jangan kau harap dia akan siuman dan bergerak dengan sendirinya. sebaiknya kau tunduk kepada perintahku."
Mendadak si Tosu menyeletuk.
"Ah, juga belum tentu betul. Asalkan mahir Ciong-hiat-hoat (ilmu membobol tutukan), tidak sulit untuk melancarkan Hiat-to sendiri"
"
Kalau mampu boleh kau coba."
Jengek oh Ih-hoan. Tosu tua diam saja. Dengan bangga Ih-hoan berkata pula.
"Tutukan orang she oh masakah dapat dilancarkan dengan begitu saja? sekalipun tokoh nomor satu seperti nikoh bangsat It-teng, bila tertutuk olehku juga jangan harap akan dapat membobolnya sendiri, apalagi cuma Jit-can-so?"
Si Tosu tahu ucapan oh Ih-hoan itu bukan omong besar.
Maklumlah, seorang ahli Tiam-hiat tidak berarti pasti mampu membobol Hiat-to sendiri yang tertutuk.
apalagi ilmu menutuk oh Ih-hoan memang juga lain daripada yang lain, sekalipun it-teng sin-ni juga belum tentu mampu membuka Haitto sendiri yang tertutuk.
Tiba-tiba Khing kiok menghela napas dan berkata.
"Dia tidak ada permusuhan apapun dengan kau, hendaklah jangan kau bikin susah mereka"
Ih-hoan mendengus, ia pandang Yu wi dengan menghina, lalu berkata.
"Bocah ini memang pandai main cinta, demi bertemu dengan kekasihnya, dia tidak sayang mengadu jiwa dengan jitcan- so yang termashur. Keberaniannya sungguh mengagumkan dan harus dipuji."
"Kekasihnya apa?"
Tanya Khing-kiok dengan terkesiap.Jelas dia merasa cemas oleh keterangan oh Ih-hoan itu.
"Perempuan hina,"
Damprat Ih-hoan dengan tertawa.
"Memangnya kau kira hanya kau saja yang bergendakan dengan dia? Huh, bisa jadi ada beberapa orang pacarnya."
"Tidak. aku tidak percaya Aku tidak percaya"
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seru Khing-kiok. Sejak kecil dia sudah bergaul dengan Yu Wi dan saling mencintai. ia cukup kenal watak Yu Wi yang alim dan tidak suka sembarangan terhadap orang perempuan, apalagi mengadakan gendakan dengan perempuan lain- Ih-hoan lantas menjengek.
"Hm,jadi kau tidak percaya? Biar kukatakan, perempuan itu bernama Ko Bok ya, murid si Nikoh bangsat It-teng. Waktu Nikoh bangsat itu mengetahui muridnya bergaul dengan bocah she Yu ini, dia membawa muridnya itu ke gunung dan berkata padanya, apabila dia ingin bertemu dengan perempuan itu, maka dia harus belajar lengkap kedelapan jurus Hai-yan-kiam-hoat. sedangkan orang yang mahir kedelapan jurus Hai-yan-kiamhoat secara lengkap itu, kecuali si Nikoh bangsat sendiri hanyalah Jit-can-so saja."
Khing-kiok jadi teringat kepada pertemuannya dengan Yu Wi di Hek-po dahulu, dimana dirinya telah dibikin marah oleh sikap dingin anak muda itu sehingga lari masuk ke kamar, akan tetapi dalam hati tetap sangat ingin melihatnya, maka diam-diam ia mengintip pula dari balik pintu angin, dilihatnya sang ayah menyergap Yu Wi, dirinya sangat terkejut, selagi bermaksud menolongnya, tiba-tiba dilihatnya si Kongcu cakap penyamaran anak perempuan itu melayang maju dan menyelamatkan Yu Wi.
Kalau dipikirkan sekarang, ilmu silat perempuan yang menyamar sebagai Kongcu itu memang tinggi sekali, sampai kedua susiok ayah juga bukan tandingannya, jangan-jangan orang itulah murid It-teng sin-ni? Jangan-jangan demi nona itulah Yu Wi rela mengorbankan jiwanya? Teringat pula olehnya Yu Wi meminta dengan sangat agar dirinya mengajarkan jurus siang-sim kiam, teringat juga waktu kecilnya dirinya bermaksud mengajarkan kepada anak muda itu ilmu silat yang baru dipelajarinya dari sang ayah, tapi ditolak.
sekarang dirinya tidak mau mengajarkan sebaliknya anak muda itu malah memohon belajar.
selisih antara kedua kejadian ini sungguh teramat besar.
Makin dipikir makin tidak enak perasaan Khing-kiok, mendadak dia mendekap kepalanya diatas batu dan menangis tersedu-sedan.
oh iH hoan tertawa, katanya.
"Hahaha, kiranya ada waktunya kau pun berduka dan menangis, hahahaha ... ,"
Setelah tertawa. sejenak. lalu la berucap pula dengan gemas.
"tapi waktu anakku mati kenapa tidak kau cucurkan air mata setetes pun? Perempuan cabul, tindakanmu sekarang ini sama saja seperti mengakui kebenaran tuduhanku?"
Mendadak ia menghantam punggung Khing kiok, kontan nona itu menjerit dan jatuh pingsan. Ih hoan tepuk-tepuk tangannya, lalu berucap dengan gemas.
"Matilah kau masih untung kau mati cara begini - -"
Si Tosu pun meggeleng kepala, katanya.
"Kejam, sungguh kejam Berbuat sekeji ini terhadap seorang perempuan lemah, bila diketahui ksatria seluruh dunia, entah hendak ditaruh di mana muka Pocu ini?"
Oh Ih hoan berpaling dan menjawab.
"Apa yang kulakukan di sini, siapa di dunia ini yang tahu?"
"Meski tempat ini adalah puncak gunung yang sunyi dan terpencil,"
Ujar si Tosu tua dengan pelahan.
"tapi kata pepatah, bilamana ingin orang tidak tahu, kecuali diri sendiri tidak berbuat."
"Huh, pepatah itu tidak kupercaya,"
Ucap Ih hoan dengan terkekeh.
"Yang jelas apabila kubinasakan semua orang yang berada di sini. lalu siapa lagi yang tahu?"
Mendengar ancaman ini, si Tosu ternyata tidak menjadi takut, sebaliknya berkata pula dengan pelahan.
"Tapi Tosu tua masih ingin hidup lebih lama beberapa tahun lagi dan tidak ingin mati sekarang."
Mendadak air muka oh Ih-hoan berubah menjadi ramah tamah, ucapnya dengan mengulum senyum.
"Padahal nama Jit-can-so termashur di seluruh dunia, orang she oh berharap akan dapat berkawan dengan mereka, masa berani bertindak kurang horrnat kepada Cianpwe, untuk selanjutnya masih diharapkan cianpwe suka banyak memberi petunjuk."
Si Tosu tua sudah kenyang makan asam-garam kehidupan, dari nada ucapan oh Ih-hoan itu segera ia paham apa artinya, dengan tersenyum ia bertanya.
"Kau tidak membunuhku, ada permintaan apa?"
Ih-hoan tertawa cerah, jawabnya.
"Tak dapat kukatakan sebagai permintaan, hanya dalam hal ilmu silat saja ingin kumohon petunjuk kepada Cianpwe."
Si Tosu tua adalah seorang lelaki cemerlang, dia paling benci kepada orang yang suka putar lidah, dengan tidak sabar ia tanya.
"Kau ingin minta petunjuk apa dariku?"
"Konon- ..konon cianpwe mahir sejurus Hay yan-kiam-hoat, entah betul atau tidak?"
Tanya oh Ih-hoan dengan ragu. Namun si Tosu menjawab terus terang.
"Betul. Tapi perlu kukatakan, ilmu silat lain dapat kuberi petunjuk. hanya satu jurus ini saja, betapapun kau bicara tidak nanti kuajarkan padamu."
Senyuman oh Ih-hoan seketika lenyap. ucapnya.
"Tapi orang she oh justeru berharap Cianpwe suka mengajarkan satu jurus ilmu pedang itu."
Tosu tua itu hanya mencibir tanpa menjawab. Ih hoan lantas menyambung "Jika Cia npwe masih ingin hidup, hehe, kukira tiada jalan lain kecuali harus ditukar dengan jurus ilmu pedang itu."
"Hahahaha "
Si Tosu bergelak tertawa.
"Apakah kau hendak memeras diriku? Hendaknya kau tahu, Thi-kah-sian bukanlah manusia yang mudah diperas"
"Tapi kalau kaki kanan cianpwe kubikin cacat lagi, apakah nanti masih. dapat disebut Thi kah sian?"
Ucap oh Ih-hoan dengan seram. si Tosu tetap tertawa, jawabnya "Jika hendak kau bacok kaki kananku, boleh silakan"
"Kau tidak mau mengajarkan jurus ilmu pedang itu?"
Teriak Ih-hoan.
"Tidak."
Jawab si Tosu tegas.
"Kaki kiriku sudah buntung, kalau kaki kanan juga buntung, akan kupasang pula kaki palsu supaya lengkap. Dengan demikian jadi lebih sesuai dengan julukanku sebagai Thi-kah sian."
Oh Ih-hoan mencabut goloknya dan melangkah mAju, ancamnya.
"HM, kau kira hanya sebelaH kakimu saja yang akan kutabas? Huh, tidak semurah itu."
"Paling paling juga selembar-jiwaku"
Ucap si Tosu dengan tak acuh.
"Mau mengajar atau tidak?"
Teriak Ih-hoan dengan menyeringai, goloknya berkelebat di depan hidung si Tosu. Namun Tosu itu malah mengejek.
"Apakah kau tuli dan minta kuulangi berapa kali? sudah kukatakan, ilmu pedang ku tidak nanti kuajarkan kepada manusia yang tidak berbudi."
"seumpama betul orang she oh adalah manusia tak berbudi juga harus kau ajarkan ilmu pedangmu padaku"
Kata Ih-hoan- "Ha h a, kau punya muka atau tidak?"
Ejek si Tosu sambil tertawa.
"Dalam hal apa aku tidak punya muka (tidak tahu malu)?"
Jawab Ih-hoan- "Asalkan Hai-yankiam- hoat adalah milik keluarga oh, dengan cara bagaimanapun harus kubikin kau mengajarkan sejurus ilmu pedangmu itu."
"Huh, sungguh tidak tahu malu,"
Jengek si Tosu.
"selamanya belum pernah terdengar bahwa keluarga oh dan Pek-po mahir memainkan ilmu pedang. Kalau mau membual hendaknya yang masuk akal dan tahu batas."
Ih-hoan menghela napas panjang, mendadak ia duduk di depan si Tosu dan berkata.
"Hai-yankiam- hoat semula sebenarnya bernama Hai yan-to hoat..."
"Tentu saja,"
Tukas si Tosu "Jika diakui sebagai ilmu kepunyaan keluarga oh, tentu saja Kiam hoat harus berubah menjadi To-hoat, ka1au tidak. bukankah gigi para ksatria di dunia ini akan copot saking gelinya bila mendengar bualanmu ini?"
Namun oh Ih-hoan tidak menghiraukan sindiran si Tosu, ia menyambung lagi.
"siapakah di dunia sekarang ini yang mengetahui bahwa Hai-yan-kiam-hoat aslinya adalah Haiyan-tohoat keluarga oh kami. ..."
"Wah, bualan yang semakin mendekati akal,"
Jengek si Tosu.
"Dan siapa lagi yang tahu bahwa pada ratusan tahun yang lalu, tokoh nomor satu di dunia ini adalah orang keluarga oh kami?"
Mendadak air muka si Tosu berubah menjadi serius, ia tanya.
"oh It-to itu apa mu?"
"Moyangku"
Jawab Ih-hoan dengan gegetun.
"oo?"
Si Tosu bersuara kejut.
"Wah, tampaknya obrolanmu tambah mendekati kebenaran."
"Dahulu kakek moyangku itu termasbur didunia, tatkala mana si Nikoh bangsat Itteng itu baru seorang genduk cilik ingusan. Entah mengapa moyang telah jatuh cinta padanya. Padahal usia moyang sedikitnya dua tiga puluh tahun lebih tua, betapapun keduanya tidak setimpal.. ."
Ih hoan berhenti sejenak.
agaiknya sedang menimbang cara bagaimana dia barus bercerita supaya suatu kisah cinta ganjil yang jarang diketahui oleh dunia Kangouw dapat diuraikannya dengan jelas.
Kini si Tosu tidak menimbrung lagi, dia mendengarkan dengan cermat.
Maka Ih-hoan melanjutkan ceritanya.
"Cinta kakek kepadanya sangat mendalam, tapi sebaliknya sedikitpun dia tidak cinta kepada kakek. namun lahirnya tidak memperlihatkan apa-apa, jelas hal ini disebabkan dia mengetahui kakek mempunyai delapan
Jilid To-boh (kitab pelajaran ilmu golok).
Dari kedelapan To-boh inilah ilmu golok kakek moyang kami menciptakan nama Haiyan- to-hoat.
Dengan kedelapan jurus ilmu golok ini kakek malang melintang di dunia Kangouw tanpa tandingan, dengann sendirinya beliau sangat sayang terhadap kedelapan
Jilid kitab pusakanya dan tidak sembarangan diperlihatkan kepada siapapun-"
"sebelum menjadi Nikoh, It-teng aslinya bernama Thio Giok-tin.
Dia pura-pura cinta kepada kakek sehingga.
kakek lupa daratan, lupa isteri dan meninggalkan anak di rumah, sepanjang hari hanya mendampingi dia...."
"Agaknya pada waktu mudanya Thio Giok-tin pasti sangat cantik dan molek ...."
Ucap si Tosu dengan gegetun- "sudah tentu cantik molek. cuma sayang, hatinya justeru berbisa . ."
Kata Ih-hoan- "Dan kakek justeru dicelakai oleh kekejiannya.
Pada waktu kakek sudah lengket dengan dia, pada saat itulah dia minta kakek mengajarkan Hai-yan-to-hoat padanya.
Dengan sendirinya kakek menyatakan Tohoat itu tidak dapat diajarkan kepadanya."
Maka dia lantas meninggalkan kakek, karena kakek sudah tergila-gila padanya dan tidak dapat berpisah lagi dengan dia, kakek terus mencarinya dan akhirnya bertemu serta minta hubungan mereka diperbaiki pula.
Tapi Thio Giok-tin mengajukan syarat.
yakni, To-hoat harus diajarkan padanya, kalau tidak.
putus hubungan- Berulang kakek menjelaskan bahwa To-hoat tidak mungkin diajarkan padanya, tapi Thin Giok-tin tidak percaya dan tetap ngotot dengan syaratnya.
Kakek tanya cara bagaimana baru dia mau percaya.
Thio Giokstin menuang secawan arak berbisa, katanya apabila benar kakek mencintanya dengan hati murni, maka arak berbisa itu supaya diminumnya.
Waktu itu Lwekang kakek sudah tidak ada taranya, arak berbisa umumnya tidak mungkin dapat meracuni beliau.
first share di Kolektor E-Book 14-08-2019 21:32:02
Pedang Hati Suci -- Jin Yong Pendekar Binal -- Khu Lung Pendekar Binal -- Khu Lung