Pendekar Setia 6
Pendekar Setia Karya Gan KL Bagian 6
Pendekar Setia Karya dari Gan K L
Keruan Siau Hong menjadi pucat dan sangat sedih.
Teringat olehnya pukulannya yang mengenai tubuh Ko Bok-cing tadi waktu nona itu membela Yu Wi, tenaga pukulannya serasa masuk ke laut dan lenyap tanpa bekas, maka sukarlah dibayangkan betapa hebat ilmu sakti Ko Bok-cing.
Apalagi sekarang terlihat pula betapa tinggi Ginkangnya, Siau Hong yakin ilmu yang diyakinkan si nona pastilah su-ciau-sin-kang yang merupakan Lwekang tertinggi di dunia persilatan- Berpikir demikian, Siau Hong benar-benar lemas lunglai, katanya kemudian.
"Ko-siocia, aku menyerah padamu. Hanya saja tidak seharusnya kau bela bocah she Yu itu dan membikin malu diriku di depan umum."
"Memangnya apa arti ucapanmu ini?" . tanya Bok-cing kurang paham. Siau Hong berpaling kearah Ko siu dan berseru.
"Paman Ko"
Panggilan ini jelas ingin minta Ko siu yang berdiri disamping itu suka tampil kemuka untuk menjelaskan sesuatu. Maka berkatalah Ko siu.
"Anak Cing, Toako ini adalah sahabat Jimoaymu, secara sukarela dia datang kemari untuk melindungi ayah, Ya-ji pernah pesan pada ku agar kita melayani dia sebaik-baiknya."
"Melayaninya sebaik-baiknya,"
Tukas Siau Hong dengan tersunyum getir.
"untuk ini paman Ko memang cukup baik padaku, akan tetapi Ko-siocia, hadiah tamparanmu tadi rasanya takkan kulupakan selamanya."
Keterangan Ko siu itu tidak mengubah pandangaan Bok-cing terhadap perbuatan Siau Hong yang kejam tadi, sebab disaksikannya ssndiri Siau Hong berniat membunuh calon menantu pilihan sang ayah, mana dia tahan melihat sang kekasih dicelakai orang, maka ia lantas menjengek.
"Hm, jika kau mampu melindungi ayahku, masa tidak mampu melindungi muka sendiri yang akan di-tampar?"
Mendadak Siau Hong mang gampar muka sendiri pula satu kali, lalu tertawa dan berseru.
"Ah, benar, memang orang she Siau yang tidak tahu diri dan mau terima permintaan soh-sim. Paman Ko, jika engkau mempunyai seorang puteri selihai ini, kan tidak perlu lagi tenaga orang luar yang cuma mahir gegares saja disini. Biarlah kupulang saja dan akan kukatakan kepeda soh-sim bahwa urusan di sini tidak membutuhkan tenagaku lagi."
"Nanti dulu,"
Seru Ko siu cepat.
"jika kau pergi begini saja, kelak bila ditanya Ya-ji, cara bagaimana paman harus menjelaskannya?"
Siau Hong tidak benar2 hendak pergi, selagi ia mau mengucapkan beberapa patah kata untuk menutup rasa malunya tak tersangka Bok-cing sama sekali tidak peduli lagi padanya, katanya.
"Biarkan saja dia pergi, ayah, Jimoay memang suka banyak urusan, untuk apa mengundang dia ke sini?"
Ucapan ini benar-benar sangat menusuk perasaan Siau Hong, segara ia menoleh dan berkata dengan penuh rasa dendam.
"Selama gunung tetap menghijau, sepanjang air masih mengalir, Ko-siocia, tentang tamparanmu tadi pasti tidak akan kulupakan"
Habis berkata ia terus berlari pergi secepat terbang.
Diam-diam Yu Wi berkuatir bagi Ko Bok-cing, ia anggap nona itu terlalu keras.
Tapi apa yang dapat dikatakannya, betapa pun Bok-cing kan demi membelanya? Bok-cing tidak paham perkataan Siau Hong sebelum pergi tadi, yaitu kata kiasan yang biasa diucapkan orang Kangouw bahwa sakit hati pasti akan dibalasnya.
Dengan tak acuh ia malah berkata.
"Biarkan saja dia pergi, apa gunanya di antara para penjawal pribadi ayah terdapat manusia kotor semacam dia ini."
Para jago pengawal biasanya juga benci kepada tingkah- la ku Siau Hong, namun ucapan Bok cing sekarang mau-tak-mau menimbulkan perasaan, senasib bagi mereka.
Pikir mereka, Jika Siau Hong yang berkepandaian tinggi itu dianggap tidak berguna, lalu beradanya kami di sini lebih-lebih tidak terpakai lagi."
Begitulah setelah para jago pang awal itu memberi hormat kepada Ko siu, lalu sama mengundurkan diri dengan lesu, Setelah menyaksikan betapa tinggi kungfu Ko Bok-cing yang sukar diukur, timbul pikiran para jaga pengawal untuk mengundurkan diri Maka beberapa hari kemudian, ada sebagian mohon diri untuk pulang ke kampung halaman atau berkelana pula di dunia Kangouw.
Setelah membereskan jenazah anak buahnya, diam-diam Ko siu merasa menyesal, batapapun ia merasa sedih melihat para korban itu mati akibat membelanya.
Maka ia telah mengomeli Bok-cing karena cara bicaranya telah menyinggung perasaan orang banyak.
Bok-cing tidak pernah berkecimpung di dunia Kangouw, dia tidak banyak tahu seluk beluk orang hidup, karena omelan sang ayah, dengan mandongkol pulanglah dia ke kamarnya.
Sementara itu fajar sudah hampir menyingsing, Ko siu mengajak Yu Wi kekamarnya untuk bicara.
Menyinggung ilmu sakti Ko Bok-cing, Ko siu menyatakan tidak tahu menahu, baru hari ini diketahuinya puteri sulungnya yang tidak pernah belajar kepada siapa pun ternyata memiliki kungfu yang lebih tinggi daripada Bok-ya yang pernah berguru.
Bicara tentaag guru Bok-ya, Yu Wi lantas menceritakan pengalamannya menemukan Giok-ciang-siancu terbunuh dan pertemuannya dengan Bok-ya dengan memakai kedok.
"Semua itu tudah kuketahui,"
Kata Ko siu dengan menyesal.
"tak tersangka guru Ya-ji tega membunuh isteriku. Padahal dahulu waktu Thio Giok-tin datang kemari untuk mengambil Ya-ji sebagai murid dia berdandan sebagai Nikoh, tampaknya sangat prihatin, siapa tahu sesungguhnya dia seorang iblis yang suka membunuh."
Yu Wi tahu waktu itu Thio Giok-tin terikat oleh sumpah Toa supek sehingga tidak berani sembarangan berbuat kejahatan.
Tapi setelah melanggar janjinya dengan Toa supek, kambuh lagi jiwa jahatnya hingga jauh lebih kejam daripada dahulu.
Ko siu mencucurkan air mata ketika bicara tentang ibu Ya-ji yang terbunuh itu.
jelas kasih sayangnya kepada Giok-ciang-siancu sangat besar, selama beberapa hari ini Ko siu tenggelam dalam kedukaan yang tak terkatakan- Melihat kesedihan Ko siu, pula melihat pakaiannya yang serba putih, tidak mentereng sebagai biasanya, Yu Wi tahu sang paman sedang berkabung bagi isteri yang tertimpa malang itu.
Kematian Giok-ciang-siancu secara tidak langsung juga manyangkut diri Yu Wi, mendadak ia berbangkit dan menyembah kepada Ko siu, katanya.
"Meninggalnya bibi adalah kesalahanku."
"Bangun, lekas bangun,"
Seru Ko siu.
"Apa salahmu, lekas bangun"
Tapi Yu Wi tetap berlutut dan berkata.
"Adik Bok-ya mencuri kitab pusaka Thio Giok-tin bagiku, laluThio Giok-tin membunuh bibi, meski hal ini disebabkan perbuatan adik Bok-ya, tapi perbuatan adik Bok-ya adalah karena ingin menyelamatkan diriku.Jadi meninggalnya bibi jelas adalah dosaku, masa kesalahan orang lain?"
Ko siu mengangkat bangun Yu Wi, ucapnya.
"Jangan kau bicara demikian lagi. Kalau diurutkan, apakah Ya-ji menjadi Nikoh juga akibat dosamu?"
Yu Wi jadi teringat kepada wajah Bok-ya yang kurus pucat itu, hatinya menjadi pedih. ucapnya dengan mencucurkan air mata.
"Bahwa adik Bok-ya sampai putus asa dan meninggalkan dunia ramai ini, justeru juga akibat kesalahanku yang tidak berbudi."
"Ah, kan lucu. ini salah, itu pun salah, apakah hidup ini hanya kerja salah melulu?"
Ujar Ko siu dengan sengaja tertawa. Lalu ia menghela napas dan berkata pula.
"Di dunia ini banyak kejadian yang tak terduga, maka tidak dapat menyalahkan siapa-siapa, semuanya adalah nasib yang sudah diatur oleh takdir. Kalau ada yang salah, maka takdirlah yang salah, apakah dapat kau salahkan Thian?" ---ooo0dw0ooo--- Bab 12 . Mengejar Ko-Bok-ya ke Hoa-san Yu Wi berhenti menangis, katanya.
"Apakah paman sudah mendapat kabar tentang adik Bok-ya?"
"Ah, karena pertanyaanmu, aku jadi teringat pada sesuatu barang yang belum kuserahkan padamu,"
Seru Ko siu.
"Barang apa? Pemberian siapa?"
Tanya Yu Wi.
"Tunggu sebentar, akan kuambilkan,"
Kata Ko Siu. Diam-diam Yu Wi heran siapakah yang hendak memberikan sesuatu padanya? Tidak lama kemudian Ko Siu keluar lagi dengan membawa sebuah kotak kayu panjang. dan diserahkan kepada Yu Wi, katanya.
"Inilah pemberian Ya-ji"
"Ya-ji?"
Yu Wi menegas dengan terkejut.
"Di...dimana dia?"
"Aku sendiri tidak tahu."
Jawab Ko Siu.
"Sejak kejadian pembunuhan itu, Ya-ji tidak pernah lagi menemuiku."
"Lalu dari mana datangnya barang ini?"
Tanya Yu Wi.
"Entah mengapa Ya-ji tidak mau lagi menamuiku, dia minta badan pemerintah mengantarkan kotak ini padaku."
Waktu Yu Wi membuka kotak itu, yang menarik perhatiannya seketika adalah seikat rambut hitam pekat, dibawah rambut tertindih satu
Jilid kitab kuno yang sudah berwarna kuning, Yu Wi memang sudah menduga kotak itu tentu berisi Hai-yan-kiam-boh, tapi tak pernah terbayaag olehnya bahwa di dalam kotak terdapat pula satu ikat rambut Bok-ya yang dipotong pada waktu digunduli menjadi Nikoh.
Biarpun rambut sudah terpotong, tapi cinta belum lagi putus.
Tersimpannya seikat rambut ini menandakan Ko Bok-ya sampai sekarang masih belum melupakan dia.
Hati Yu Wi yang sudah kering itu seketika terbakar lagi oleh hadiah tinggalan Bok-ya rambut panjang itu.
Percintaan yang sudah lalu itu mestinya tidak mau dipikirkannya lagi.
Ia pikir Ya-ji sudah rela menyerahkan jiwa raganya kepada sang Buddha, untuk apa dirinya meski menyeretnya kembali ke dunia ramai? Tapi sekarang demi melihat ikat rambut ini.
dalam hati timbul pendapat yang lain, ia pikir Ya-ji menjadi Nikoh hanya karena mengira dirinya sudah meninggal, tapi cintanya masih belum pernah dingin dan majih berharap dirinya tetap hidup didunia ini dan bila melihat ikat rambut ini supaya teringat kepada kekasih yang masih menunggunya.
Yu Wi jadi menyesal tidak menemui si nona dengan wajah aslinya dan memberitahukan padanya bahwa dirinya masih hidup.
Ia jadi benci pada dirinya sendiri yang bodoh, sudah berhadapan dengan Ya-ji tapi menemuinya dengan berkedok.
Melihat anak muda itu hanya termangu- mangu dami melihat seikat rambut dalam kotak, Kosiu lantas bertanya.
"Apa yang kaupikirkan?"
"Kupikir agaknya Ya-ji juga telah mengenali diriku,"
Jawab Yu Wi. Jawaban ini tidak keruan juntrungannya, Ko siu jadi heran, tanyanya pula.
"Apa katamu?"
Yu Wi seperti bergumam sendiri.
"Dia tentu menyesali diriku ketika bertemu mengapa tidak ku- katakan padanya bahwa aku masih hidup. Masa aku sengaja membikin dia menderita sendiri karena menganggap kekasih sudah meninggal. Ah, aku memang pantas mampus, harus kukatakan padanya bahwa aku masih hidup... Ya, waktu ku-temui dia drngan berkedok, tentu dia dapat mengenali diriku, tapi sengaja pura-pura tidak tahu, dia menyangka hatiku sudah berubah, bila bertemu kembali hanya akan menambah siksa batinnya saja, maka ... maka ...."
Mendadak Yu Wi mengetuk kepala sendiri dan meratap kepada Ko siu dengan menangis.
"
O, paman, aku pantas mati. aku pantas mati, aku .... aku terlalu kejam...."
Ko siu dapat meraba arti ucapan Yu Wi itu, ucapnya dengan gegetun.
"Bukan salahmu kau temui Ya-ji dengan berkedok, sebab Ya-ji sudah menyerahkan diri ke dalam agama, sudah meninggalkan dunia ramai, kalau bertemu kembali hanya akan menambah penderitaanya. Maka menurut pendapatku, anak Wi, janganlah kau berduka, kutahu cintamu pada Ya-ji sangat mendalam, sekarang kalian berdua tidak dapat berkumpul lagi seperti biasa, maka lebih baik kau lupakan dia saja, Ya-ji juga tidak menghendaki kau senantiasa teringat padanya. Tahukah bahwa anak Cing sangat suka padamu, persahabatanku dengan. ayahmu laksana saudara sekandung sendiri, kupandang dirimu seperti anakku, kuharap dapat kau nikah dengan anak Cing, jangan lagi berkecimpung di dunia Kangouw, tinggal saja disini, dengan demikian tidaklah sia-sia persaudaraanku dengan mendiang ayahmu. Anak Wi, bagaimana dengan pendapatmu akan maksudku ini?"
Yu Wi seperti tidak mendengar ucapan Ko siu, mendadak ia menepuk paha sendiri dan berseru.
"Ah a, betul Eh, paman, dahulu dimana kau temukan adik Bok-ya?"
"Waktu itu aku telah memerintahkan segenap bawahanku ikut menyelidiki jejakmu dan anak Bok-ya, tapi yang kuketahui hanya berita mengenai dirimu dan jejak Ya-ji tidak diketahui kemana perginya. Mendingan Ya-ji sendiri lantas mengirim berita dari Hoa-san ketika mendengar kami sedang mencarinya, dia memberi kabar bahwa dia sudah menjadi Nikoh di Hoa-san- ..."
Mendengar tempat Bok-ya menjadi Nikoh itu, Yu Wi tidak mendengarkan lebih lanjut penuturan Ko siu. cepat ia memotong "Jadi dia berdiam di Hoa-san? Baik, sekarang juga kuberangkat ke sana "
"Ha, untuk apa kau pergi ke Hoa-san?"
Seru Ko siu terkejut. Yu Wi tidak bicara lagi, ia ambil ikat rambut itu dan disimpan di dalam baju, lalu melangkah pergi. setiba di ambang pintu, ia menoleh dan berkata.
"Kupergi ke Hoa-san untuk membawa pulang Ya-ji ....
"
Belum lanjut ucapannya dia terus berlari pergi secepat terbang.
"He, jangan pergi"
Teriak Ko siu.
"jangan, jangan pergi ke Hoa-san ...."
Sebab apa tidak boleh pergi ke Hoa-san, karena lari Yu Wi terlalu cepat, ucapan Ko siu itu tidak sempat didengarnya.
Keruan Ko siu jadi kelabakan sendiri, sungguh tak terpikir olehnya lantaran rambut tinggalan Bok-ya itu telah mendorong emosi Yu Wi untuk bertindak demikian.
Tahu begitu, tentu dia takkan menyerahkan kotak kayu itu kepada Yu Wi.
Perubahan ini pun tidak pernah terpikir oleh Ke Bok-ya.
Kotak kayu itu sudah ditutupnya rapat-rapat sejak ia memotong rambut dan menjadi Nikoh.
maksudnya semula bila dapat menemukan kuburan Yu Wi kotak itu akan dibakarnya di depan makam sang kekasih.
Menurut jalan pikiran Bok-ya.
setelah dirinya menjadi Nikoh, artinya sama dengan mati.Jika rambut dan kitab pusaka tidak dapat diserahkan kepada Yu Wi yang disangkanya sudah mati, maka benda itu akan dibakarnya di depan kuburannya sekedar pernyataannya bahwa cintanya yang mendalam itu sudah putus sampai disitu, sisa hidupnya akan dihabiskan dengan membaca kitab dan bersujud kepada sang Budha ...
Siapa tahu berita kematian Yu Wi tidak pernah diperolehnya, malahan anak muda itu masih hidup segar bugar, maka kotak kayu cendana itu dikirimm kepadanya, maksudnya supaya Yu Wi dapat menjadi jago pedang nomor satu, tapi dia lupa bahwa rambutnya juga berada di dalam kotak sehingga menimbulkan salah paham Yu Wi.
Padahal tekad Bok-ya sudah bulat unttuk bersujud kepada agamanya dan tidak mau memikirkan lagi cinta pada masa lampau.
Begitulah selagi Ko siu berkeluh kesah sendiri.
dilihatnya Ke Bok-cing masuk ke kamarnya dan bertanya dengan suara rada gemetar.
"Ayah, kau biarkan dia pergi mencari Jimoay?...."
Ko siu menengadah dan menjawab dengan menggeleng.
"Ya, tidak, tidak boleh, dia tidak boleh pergi ke Hoa-san."
Tiba-tiba dilihatnya muka Bok-cing yang pucat itu dengan air mata bercucuran, jelas karena mengalami rangsangan perasaan yang hebat, dengan kasih sayang ia bertanya.
Pendekar Setia Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa yang kau tangisi, anak Cing?"
Bok-cing mengusap air matanya dan menjawab dengan senyuman yang dibuat2.
"Ooo, aku tidak menangis"
"Sudah ... sudah kau dengar semua?"
Tanya pula Ko siu dengan menyesal. Bok-cing mengangguk.
"
Cintanya sangat mendalam terhadap Jimoay dan tidak mungkin dicegah maka biarkan saja dia bertemu langsung dengan Jimoay, jika sudah diketahui tekad Jimoay yang ingin mengabdi pada agamanya, kukira pikirannya akan menjadi baikan."
"Akan tetapi tempat tirakat adikmu itu tidak boleh sembarangan didatangi,"
Kata Ko siu.
"Biarpun tempat suci yang tidak boleh dikunjungi, kukira ayah tidak perlu kuatir,"
Kata Bok-cing.
"
Kungfunya tidak lemah, pasti takkan terjadi apa-apa atas dirinya ...."
Tiba-tiba ia melihat kotak kayu itu.
"He, barang apakah ini?"
Ia ambil kitab yang sudah lusuh dan berwarna kuning itu dan membalik-balik halaman, dilihatnya kitab itu mencatat semacam ilmu pedang yang hebat, meski dia tidak belajar ilmu pedang, tapi dia dapat menilai kehebatan ilmu pedang itu.
"He, kenapa kitab ini tidak dibawanya pergi?"
Tanyanya.
"Yang diambil hanya rambut adikmu, sama sekali dia tidak membaca kitab ini,"
Tutur Ko siu. Bok-cing berpikir sejenak. katanya kemudian.
"Ayah, biarlah sementara kusimpan kitab ini."
Ko siu tak acuh dan mengiakan- Yu Wi tidak tahu kitab itu adalah pelajaran ilmu pedang yang digubah Thio Giok-tin dari Hai Yan-to-boh, yaitu kitab pelajaran ilmu golok maha sakti oh It-to, padahal bila dia berhasil meyakinkan isi kitab ini, seketika kungfunya akan bertambah maha lihai.
Tapi yang dipikirnya melulu ingin bertemu dengan Bok-ya sehingga lupa membawa serta kitab pusaka yang sangat berpengaruh terhadap hidupnya di kemudian hari.
Begitulah Yu Wi terus meninggalkan kota raja, ia menyewa sebuah kereta dan langsung menuju ke siamsay di mana terletak Hoa-san atau pegunungan Hoa.
Hoa-san menjulang tinggi di wilayah kabupaten Hoa-im-koan, terkenal juga dengan gunung Thay-hoa.
Waktu itu sudah musim dingin, salju turun bertebaran bagaikan kapas.
Hoa-san adalah gunung suci terkenal dijaman dahulu, banyak sekali biara Nikoh, sedikitnya ada belasan tempat.
Angin pegunungan pada musim dingin sangat dingin, jarang ada peziarah yang mau bersembahyang ke tempat yang dingin merasuk tulang ini.
Tapi setiba di sini, tanpa berhenti Yu Wi terus naik ke atas gunung.
Dengan semangat bergelora ingin mencari Ke Bok-ya, urusan dingin sama sekali tidak diacuhkannya.
Dia tidak tanya jelas di biara mana Bok-ya bertirakat, maka setiap kali melihat biara ia lantas mencari keterangan, ia tanya adakah di situ seorang Nikoh bergelar soh-sim? Hampir seluruh gunung sudah rata dijelajahinya, setiap Nikoh yang membukakan pintu sama menjawab dengan menggeleng kepala dan menyatakan tidak ada orang bergelar soh-sim Bunga salju masih berhamburan, makin dingin juga semangatnya untuk menemukan Bok-ya.
sampai akhirnya, biara terakhir yang terdapat di Hoa-san juga telah didatanginya.
Biara ini sangat kecil, letaknya juga sangat terpencil, boleh juga caranya mencari, kalau orang biasa pasti sangat sulit menemukan biara ini.
Dengan setitik harapan terakhir Yu Wi mengetuk pintu biara, sampai lama barulah pintu terbuka dan menongol keluar seraut wajah yang tua lagi jelek.
Yu Wi lantas memberi hormat dan bertanya dengan penuh harapan.
"numpang tanya, Lo suh adakah di sini seorang sukoh bergelar soh-sim?"
Biksuni tua itu tampak takut dingin- dengan rada2 menggigil ia mengkeret kedalam, lalu menjawab dari balik pintu.
"soh-sim? Aku sendiri soh-sim."
Mendengar jawaban pertama itu, Yu wi mengira orang tahu di mana beradanya Bok-ya, siapa tahu yang dimaksudkan soh-sim ialah biksuni tua itu sendiri, keruan Yu wi sangat kecewa.
"Ada urusan apa sicu mencari diriku?"
Tanya biksuni tua itu.
"Oo. Tidak, bukan engkau yang kucari,"
Jawab Yu Wi dengan gugup, Watak biksuni tua itu agak kasar, sebera ia mengomel.
"Hawa sedingin ini, sembarangan mengetuk pintu, bikin susah orang saja. Persetan-"Blang", pintu digabrukan- Yu Wi tidak putus asa, ia tanya pula dengan suara keras.
"Losuhu, adakah di biara ini orang lain yang bergelar soh-sim?^ Tambah marah biksuni tua itu, damperatnya.
"Ada setan Kalau ada orang lain lagi di biara ini maka pastilah ada setan"
Kiranya di seluruh biara kecil ini hanya tinggal biksuni tua ini sendiri, pantas dia marah-marah.
Rupanya wataknya jadi nyentrik karena hidup menderita sendirian di sini, apalagi diganggu oleh Yu Wi dalam cuaca sedingin ini, tentu saja dia marah.
Kalau bukan Nikoh, mungkin sudah berkelahi.
Ketanggor biksuni tua yang kasar itu, Yu Wi menjadi kesal dan meninggalkan biara kecil itu.
Ia pikir Ya-ji tidak berada di Hoa-san sini, mungkin paman Ke salah alamat.
Dengan lesu ia terus berjalan tanpa arah tujuan- sampai sekian lamanya, tiba-tiba didengarnya ada orang berdehem pelahan di belakang.
Keruan ia kaget dan cepat berpaling, dilihatnya entah sejak kapan di belakangnya sudah berdiri satu orang.
Badan orang ini sangat gemuk.
mukanya kurus bersih dan sudah tua, gemuknya itu bukan karena banyak makan melainkan karena badan terbungkus baju berlapis kapas dan baju kulit yang sangat besar dan tebal.- Yu Wi tidak berani meremehkan orang tua ini, ia pikir orang memakai baju tebal dan berat, tapi berada dibelakangnya tanpa, diketahuinya, malah tidak diketahui entah sudah berapa lama orang menguntit di belakangnya.
Apabila orang tidak berdehem.
mungkin menguntit lebih lama lagi juga takkan diketahuinya, Ia coba memandang kearah datangnya tadi, dilihatnya tanah bersalju itu hanya terdapat bekas tapak kakinya sendiri dan tidak kelihatan tapak kaki si kakek.
Karuan ia tambah terkejut, ia pikir apakah orang ini adalah sedang tanya siluman atau hantu? Kakek itu mengamat-amati Yu Wi tanpa bersuara, ketika Yu Wi memandangnya dengan sorot mata penuh tanda tanya barulah ia tersenyum.
Yu Wi juga tersenyum, tapi lantaran dia ada urusan, setelah tersenyum dan si kakek tetap diam saja, ia kira orang kebetulan lalu di sini, maka ia tidak menghiraukannya dan melanjutkan perjalanan, Sembari berjalan Yu Wi terus berkeluh-kesah tiada hentinya, sama sekali lupa kepada kakek aneh yang dilihatnya barusan.
Hatinya benar-benar sangat masgul.
yang terus berkecamuk dalam benaknya hanya bayangan Ko Bok-ya belaka.
Terbayang olehnya wajah Bok-ya yang tersenyum manis dengan dandanan anak gadis yang mengiurkan itu, lain saat terbayang pula sikapnya yang khidmat dengan baju pertapaannya.
Tidak lama kemudian, tiba-tiba didengarnya pula suara orang berdehem pelahan-sekarang Yu Wi tidak terkejut lagi, ia tahu Ginkang si kakek sangat hebat, entah ada urusan apa orang tua itu terus mengintil di belakangnya.
Ia tidak takut si kakek akan berbuat sesuatu padanya, sebab kalau orang mau menyergapnya, sejak pertama kali orang mengintil di belakangnya dirinya pasti sudah celaka.
Watak Yu Wi memang kepala batu juga, si kakek tidak menegurnya, iapun tidak menyapa.
Maka hanya sebentar si kakek dilupakannya lagi, bayangan Bok-ya kembali terbayang-bayang.
Waktu si kakek berdehem lagi untuk ketiga kalinya, saat itu Yu Wi sedang terkenang kepada detik yang paling sukar dilupakan ketika berada bersama Bok-ya, yaitu waktu keduanya berdekapan di tepi danau dan Bok-ya meraup air baginya.
Kenangan manis itu terputus oleh gangguan si kakek- diam-diam Yu Wi jadi mendongkol.
Ia tidak mengerti untuk apakah orang terus menguntit dibelakangnya? Mendadak ia berlari secepat terbang, hendak melepaskan diri dari penguntitan si kakek.
Benar-senar secepat terbang lari Yu Wi, angin mendesir ditepi telinga, kulit muka pun terasa pedas.
Setelah berlari sekian lama, ia berhenti dan coba menoleh.
Hah, si kakek masih juga berada di belakangnya dengan tersenyum.
sungguh kaget dan kagum juga Yu Wi, pada waktu berlari tadi tidak dirasakan ada orang mengikuti di belakang, siapa tahu si kakek tetap membayanginya serupa hantu saja.
Yu Wi tidak percaya si kakek akan mampu Menguntit terus menerus, tiba-tiba timbul rasa ingin unggulnya, segera ia berlari pula lebih cepat.
Akan tetapi si kakek masih juga menyusulnya dengan sama cepatnya.
Maka tahulah Yu Wi ginkang sendiri tidak dapat menandingi orang, untuk menyusulnya adalah urusan teramat mudah bagi si kakek.
Tiba-tiba timbul pikirannya.
untuk berlomba tahan lama, hendak dikurasnya tenaga si kakek, ia pikir usia orang sudah lanjut.
memangnya tahan lari berapa lama? Yu Wi yakin lwekang sendiri tidak dibawah si kakek, bila lari jangka panjang lama dengan mengadu tenaga dalam.
Benar juga, setelah berlari lebih dua jam, Yu Wi merasakan lwekang sendiri memang lebih unggul setingkat.
Mendadak Yu Wi berhenti, muka tidak merah.
napas tidak terengah.
Meski si kakek masih juga mengintil di belakangnya seperti tadi, ginkangnya jelas tidak kalah, namun napasnya terdengar agak tersenggal, suara napas ini dapat didengar Yu Wi bila dibelakangnya ada orang mengintil.
Setelah mengaso sejenak.
si kakek berkata dengan tertawa.
"Dalam hal lwekang, aku menyerah padamu."
Bahwa orang telah mengaku terus terang, rasa ingin menang Yu Wi lantas lenyap seketika. cepat ia memberi hormat dan menyapa.
"
Entah ada keperluan apa Lotiang (bapak) selalu menguntit di belakangku?"
"Maaf jika adik cilik meragukan perbuatanku."
Ujar si kakek sambil membalas hormat.
"Maksudku hanya ingin menguji kepandaianmu setelah dicoba, ternyata besar gunanya."
Yu Wi merasa bingung, tanyanya dengan tertawa.
"Besar gunanya bagaimana?"
"Bukankah kau hendak mencari orang?"
Tanya si kakek.
"Dari mana Lotiang tahu?"
Yu Wi heran- "Di Hoa-san sini seluruhnya ada 17 biara, sejak biara pertama kau datangi sudah kubuntuti dirimu,"
Tutur si kakek dengan tertawa. Tanpa menunggu pertanyaan Yu Wi ia lantas menyambung pula.
"Hawa sedingin ini, tapi kau sibuk mencari orang, yang kau cari adalah seorang Nikoh, tentunya Nikoh ini sangat penting bagimu. Karena heran, aku jadi ingin tahu siapkah Nikoh yang hendak kau cari itu. Ketika biara terakhir kau datangi, biksuni tua itu marah-marah, kau kecewa, akupun kecewa. Aku sangat terharu melihat rasa kecewamu, mestinya kecewaku tidak berarti, hanya semacam kecewa karena rasa ingin tahu hasilnya tidak terkabul, sebaliknya aku ikut penasaran melihat kesusahanmu setelah gagal menemukan nikoh yang hendak kau cari dengan susah payah itu. Aku menjadi tambah ingin tahu siapakah Nikoh yang telah membikin merana dirimu itu, demi memenuhi dan memuaskan rasa ingin tahuku, maka hendak kuberi petunjuk suatu jalan bagimu ....
"
Yu Wi sangat girang, cepat ia tanya.
"Apakah Lotiang tahu di Hoa-san sini masih ada biara lain yang sukar ditemukan orang luar?"
Si kakek menggeleng, katanya dengan tertawa.
"Di seluruh Hoa-san sini hanya ada 17 biara, biara terkecil dan terakhir saja sudah kau datangi sehingga tidak ada biara lain lagi."
Yu Wi menjadi kecewa, kalau tidak ada biara lain lagi, kemana pula akan mencari Ke Bok-ya. Agaknya petunjuk yang hendak diberikan si kakek juga belum tentu dapat dipercaya. Melihat keraguan anak muda itu, si kakek berkata pula dengan tertawa.
"jangan kau putus asa, sebab Hoa-san ada dua...."
"Apa? Masakah masih ada Hoa-san lain?"
Seru Yu Wi dengan terkejut.
"Apakah kau tahu Thay-hoa adalah nama lain daripada Hoa-san ini?"
Tutur si kakek dengan pelahan. Yu Wi mengangguk. Maka si kakek melanjutkan lagi.
"Jika begitu seharusnya kau tahu sebab apa Hoa-san juga bernama Thay-hoa, sebab di barat Hoa-san ini masih ada lagi gunung...."
"Ah, benar, siau- hoa-san"
Tukas Tu Wi dengan girang.
"Ya, untuk membedakannya, maka kedua gunung ini diberi nama Thay-hoa dan siau-hoa, jika cuma menyebutnya Hoa-san saja dapat meliputi kedua gunung ini seluruhnya,"
Saking girangnya Yu Wi garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal, serunya.
"Jika demikian, rupanya aku salah cari. Yang dimaksudkan paman adalah siau-hoa-san ah, Lotiang, tolong tanya. adakah biara di siau-hoa-san sana?"
Si kakek mengangguk dengan tertawa.
"Ada. malahan bila kau cari kesana, tidak perlu kau cari biara yang laini"
"oo, apakah disana hanya ada sebuah biara?"
"Betul, hanya satu, tapi melulu satu saja cukup merepotkan kau."
"Apakah letak biara itu sukar dicari, mungkin terletak dibagian gunung yang terakhir?"
Tanya Yu Wi.
Sekarang ia tidak gelisah lagi, maka ia ingin tanya sejelas-jelasnya agar tidak mencari secara sia-sia.
Coba kalau tempo hari dia tanya dulu kepada sang paman, tentu dia tidak perlu gentayangan di Thay-hoa-san sini.
Di luar dugaan, si kakek lantas bertutur.
Pendekar Setia Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Biara itu tidak sulit dicari, begitu kau naik ke atas gunung- segera akan kau lihat. sulitnya, bukan soal mencarinya, tapi soal dapatkah kau masuk ke biara itu untuk bertanya, Numpang tanya adalah disini seorang sukoh bergelar soh-sim? dan sebagainya."
Muka Yu Wi menjadi merah kalimat pertanyaannya itu boleh dikatakan telah rata diajukan kepada setiap biara di Thay-hoa-san ini, cara si kakek menirukan suara pertanyaannya itu sangat persis dan Jenaka.
Mungkin dia terus menguntit sehingga suaranya telah apal baginya.
Tapi dirinya ternyata tidak tahu di belakang ada orang menguntit, sungguh memalukan.
"Apakah biara itu tidak menerima peziarah?"
Tanya Yu Wi kemudian.
"Tidaklah mudah untuk berziarah kesana, sebab mereka tidak menerima tumpangan orang luar,"
Tutur si kakek dengan tertawa.
"Bila kedatanganmu kesana kau katakan hendak mencari seorang Nikoh, lebih-lebih yang mencari anak muda semacam dirimu, mungkin selama hidup jangan kau harap dapat masuk ke sana."
Yu Wi menjadi cemas.
"seb ...sebab apakah?"
"sebabnya sangat sederhana,"
Tutur si kakek.
"Cu-pi-am (biara welas-asih) itu terkenal dengan peraturannya yang ketat, Nikoh yang tinggal di sana tidak boleh bertemu dengan siapa pun, terutama kaum lelaki, kecuali ibu kandung sendiri, bahkan ayah sendiri pun dilarang bertemu."
"Wah, lantas.... lantas bagaimana baiknya?"
Seru Yu Wi gelisah.
"Makanya perlu kucoba dirimu, besar gunanya yang pernah kukatakan adalah karena kulihat lwekang mu sangat tinggi, tentu- juga kungfumu tidak rendah, bilamana kungfu tidak rendah, maka urusannya menjadi sederhana ...."
Yu Wi merasa bingung, tanyanya.
"Memangnya apa sangkut-pautnya Cu-pi-am itu dengan kungfuku?"
"Soalnya Cu-pi-am telah menetapkan peraturan yang sangat keras untuk melarang kunjungan tetamu,"
Tutur si kakek.
"Akan tetapi tentu- juga tidak dapat melarang tetamu yang menerobos masuk dengan paksa. Untuk ini merekapun tidak takut, mereka menetapkan satu peraturan, asalkan dapat menerobos tiga. rintangan cu-pi-am, boleh kau masuk keluar sesukamu. Namun bila kau bilang hendak mencari Nikoh muda penghuni biara, biarpun tiga rintangan dapat kau terobos juga tetap tidak diperbolehkan kau temui Nikoh yang bersangkutan, kecuali seluruh Nikoh penghuni biara kau bunuh habis, setelah tidak ada yang menghalangi dirimu barulah kalian dapat bertemu sepuasnya."
Keterangan ini membuat Yu Wi merasa serba susah, ia memberi hormat dan berkata.
"Terima kasih atas petunjuk Lotiang, apabila tidak ada keteranganmu, mungkin cayhe akan main serunduk dan selama hidup inipun tidak dapat lagi bertemu dengan Ya-ji."
"O, kekasihmu itu bernama Ya-ji?"
Si kakek tertawa.
Muka Yu Wi menjadi merah pula, ia pikir orang tua ini ternyata dapat meraba isi hatinya dan mengetahui dirinya hendak mencari kekasih.
Padahal ini tidak sulit untuk diketahui, kalau bukan mencari kekasih, untuk apa anak muda seperti dia sedemikian cemasnya? Maka si kakek memberi pesan pula.
"Nah, maka hendaknya harus hati-hati, setiba di Cu-pi-am dan dilarang masuk, boleh kau bilang mau membobol rintangan. Bila rintangan sudah bobol, bertindaklah menurut keadaan. Ingat baik-baik pesanku ini."
Kembali Yu Wi memberi hormat dan mengucapkan terima kasih.
"Nah, lekas kau berangkat,"
Kata si kakek pula.
"semoga usahamu berjalan lancar, berhasil atau tidak juga tidak perlu patah semanget. Asalkan punya tekad yang bulat, cita-cita apapun pasti akan terkabul."
Tidak kepalang terima kasih Yu Wi, ia tanya.
"bolehkah memberi tahu nama dan she Lotiang yang mulia?"
"Kubantu dirimu hanya karena rasa ingin tahuku dan tidak mengharapkan balas jasamu, untuk kau ingat-ingat namaku, lagi pula namaku sudah lama tidak kugunakan, sudah lama terlupa."
Yu Wi tahu banyak orang kosen yang berwatak aneh, maka ia hanya tersenyum dan tidak tanya lebih lanjut.
Ia tidak tahu apakah usahanya berhasil atau tidak.
Kalau melihat gelagatnya sekarang, perkembangan selanjutnya terasa akan lancar.
--oo0dw0oo-- Siau-hoa-san terletak disebelah barat Thay- hoa-san- Dimana-mana terdapat tebing terjal dengan batu karang yang tajam, inilah ciri khas siau-hoa-san- setiba di atas gunung.
hanya sebentar saja sudah dilihatnya tulisan "Cu-pi-am".
Ketiga huruf itu diukir pada dinding tebing, setiap huruf besarnya setinggi manusia, pada lekukan huruf itu diberi cat emas sehingga kelihatan sangat menyolok.
Yu Wi terkesima memandangi nama biara itu, dilihatnya dinding tebing ini sangat tinggi, tidak kelihatan apa diatas ada biara atau tidak.
Tapi ia yakin Cu-pi-am pasti berada di atas, ia pikir mungkin untuk naik ke atas sana termasuk juga salah satu ujian bagi si pengunjung.
Yu Wi mendekati dinding tebing itu, dilihatnya dipojok sana ada sebuah barak tempat minum.
setelah berpikir, Yu Wi lantas mendekati barak itu.
Di dalam barak ada sebuah gentong teh dengan tiga mangkuk besar, samuanya tertaruh di atas meja hitam.
Di samping meja kelihatan berduduk seorang nenek yang sudah sangat tua, kulit mukanya berkeriput, rambutnya putih.
Melihat kedatangan Yu Wi, nenek itu tidak mengacuhkan, seperti tidak tahu menahu.
Yu Wi mendekatinya dan memberi hormat, lalu bertanya.
"Numpang tanya, Lopopo (nenek), apakah Cu-pi-am terletak diatas sana?"
Si nenek hanya mendengus saja tanpa menjawab. Dengan tersenyum Yu Wi berkata pula.
"Wanpwe ingin berkunjung ke Cu-pi-am, dapatkah nenek memberi patunjuk cara bagaimana untuk naik ke atas gunung?"
"Untuk apa kau datangi Cu-pi-am?"
Tanya si nenek dengan dingin. Hampir saja Yu Wi menjawab "mau cari orang", untung keburu ditelan kembali, diam-diam ia bersyukur belum telanjur omong, maka dengan tertawa ia menjawab.
"Terjang rintangan"
Si nenek menjadi rada bingung, anak muda ini mengucapkan "terjang rintangan"
Dengan tersenyum, padahal terjang atau bobol rintangan berarti berkelahi, untuk ini biasanya orang akan bicara dengan garang, jadi tidak cocok dongan sikap ramah Yu Wi sekarang.
Tentu saja dia tidak tahu maksud tujuan Yu Wi hendak mencari Bok-ya, menerobos rintangan adalah tindakan yang terpaksa, maka cara bicaranya juga tersenyum simpul, tidak mirip orang yang datang untuk mencari perkara dan tentu saja bicara dengan kasar, Sebaliknya si nenek mengira anak muda itu menyepelekan soal menerjang rintangan, makanya bicara sambil tersenyum.
Diam-diam ia mendongkol, segera ia Berkata.
"Minum teh"
Dengan rendah hati Yu Wi menjawab.
"Terima kasih, Wanpwe tidak haus"
Si nenek menjadi gusar, bentaknya.
"Kalau datang untuk menerobos rintangan, masa tidak tahu. minum teh adalah rintangan pertama?"
"Oo?"
Yu Wi bersuara heran dan ragu.
Ia pandang tebing yang menegak curam itu.
Timbul rasa sedihnya entah cara bagaimana harus mendaki ke atas nanti, jangan- jangan baru rintangan pertama sudah tidak dapat tembus, kan terlalu bebal.
Karena itu ia tidak menghiraukan urusan minum teh, ia pikir apa halangannya minum teh, masakah di dalam teh ada racunnya? Betapapun soal ini tidak merisaukannya, ia yakin tidak nanti di tempat Cu-pi-am yang terkenal ini ada orang diracun- segera ia mendekati meja, dilihatnya di atas gentong ada satu lubang, mungkin dari situlah air teh tertuang keluar.
Untuk menuang teh harus mengangkat gentong itu.
Ia kuatir pada gentong itulah terletak hal-hal yang aneh, maka dengan prihatin ia rangkul gentong itu, benar juga, gentong itu sangat berat, gentong besar saja tidak seberat itu.
Yu Wi dapat menilai keadaan, ia tahu gentong saberat ini pasti terbuat dari kayu besi, bukankah dua batang pedang kayu besi pemberian Ji Pek-liong dahulu juga luar biasanya beratnya? Gentong itu ada satu meter tingginya, penuh terisi air teh pula, hal ini tidak dapat mempersulit Yu Wi, pelahan ia angkat gentong teh itu dan menuang teh pada mangkuk pertama.
Tiba-tiba si nenek berkata.
"Tuang penuh ketiga mangkuk itu, tidak boleh tercecer"
Tanpa disuruh lagi Yu Wi lantas menuangi ketiga mangkuk itu, hanya sekejap saja ketiga mangkuk sudah terisi penuh air teh tanpa tercecer setetes pun.
Meski cara menuang teh dengan gentong seberat itu memerlukan tenaga dalam yang kuat, namun Yu wi tidak kelihatan sulit, hal ini disebabkan lwekangnya memang sangat tinggi.
Ia tidak tahu bahwa sudah banyak sekali orang yang jatuh pada rintangan atau ujian pertama ini.
setelah menaruh kembali gentong itu, lalu Yu Wi bertanya.
"Bagaimana, lulus?"
Melihat betapa ringan cara Yu Wi menuang teh dengan mengangkat gentong seberat itu, mau-tak mau si nenek merasa kagum, tapi segera ia berseru pula.
"sekarang minumlah teh itu"
Yu Wi tidak menyangka teh itu benar-benar harus diminumnya, semula disangka ya asalkan selesai menuang teh, maka sudah lulus ujian, siapa tahu minum teh terlebih sulit daripada menuang teh, baru saja ia pegang mangkuk pertama, seketika air mukanya berubah kaget.
Kiranya mangkuk itu terbuat dari baja yang melengket dengan meja sehingga sekali pegang tidak dapat diangkatnya Tiba-tiba si nenek mendengus.
"Tiga mangkuk teh harus diminum dengan tiga cara yang berlainan, habis minum baru lulus. Tapi ingat, satu tetes saja tidak boleh tercecer, tercecer satu tetes berarti gagal seluruhnya dan terpaksa kau harus kembali."
Yu Wi dapat meraba mangkuk itu terbuat dari besi, hanya bagian luar dicat sehingga tidak kelihatan- Padahal ketiga mangkuk itu seluruhnya dicetak bergandengan dengan mejanya.
Yu Wi berpikir sejenak.
ia himpun tenaga pada lengan kanan, dengan tenang diam-diam ia mengerahkan tenaga terus membetot.
"Plok", tahu tahu mangkuk pertama sudah berpisah dengan meja. Tertampak bagian yang tanggal itu halus rata seperti dipotong dengan pisau, di atas meja tertinggal bekas lingkaran dan tidak ada tanda-tanda besi patah. Melihat itu, tanpa terasa si nenek berseru memuji.
"
Kungfu hebat"
Yu Wi tertawa, ia angkat mangkuk besi itu dan menenggak habis araknya, satu tetes saja tidak tercecer.
Waktu minum arak mangkuk kedua, Yu Wi tidak menggunakan tenaga apa pun, ia menunduk dan arak diisapnya hingga habis.
Mangkuk itu sangat besar, isinya ada satu liter, Yu Wi mengisap araknya dengan tenaga dalam sehingga kepandaian ini tidak lebih jelek daripada cara pertama tadi.
si nenek tertawa dingin berkata.
"Bagus, silakan minum mangkuk terakhir"
Yu Wi menurunkan gentong kelantai, lalu berkata dengan tersenyum.
"
Untuk minum isi mangkuk yang ketiga ini terpaksa harus kulakukan dengan kasar, harap jangan dijadikan buah tertawaan nenek"
Si nenek hanya mendengus saja.
Dilihatnya Yu Wi memegang tepian mangkuk itu dengan tangan kanan terus diangkat perlahan.
sunggoh luar biasa, ternyata mangkuk berikut mejanya telah diangkatnya sekaligus.
Padahal berat meja itu mungkin ada ribuan kati, tapi Yu Wi dapat mengangkatnya begitu saja, lalu mulut didekatkan kebibir mangkuk dan isi mangkuk itu dituang ke dalam mulut.
Habis minum, dengan anteng ia taruh kembali meja itu dengan air muka tetap biasa saja, caranya adem ayem seperti orang biasa minum teh di rumah.
Meski caranya tampak kasar, tapi hasilnya sangat memuaskan.
Maka tertawalah Yu Wi sambil memandangi si nenek.
orang tua itu justeru jemu kepada senyum Yu Wi itu, dengan dongkol ia barkata.
"
Jangan senang dulu, masih ada dua rintangan- silakan naik keatas sana"
"Maaf"
Ucap Yu Wi, lalu ia meuuju kekaki dinding tebing yang curam itu.
Biarpun dinding itu sangat terjal, tapi tetap ada bagian-bagian yang mendekuk dan tidak rata, untuk naik ke atas tidak boleh tidak harus menggunakan ginkang yang tinggi.
Padahal ginkang Yu Wi tidak terlalu luar biasa, untuk naik ke atas menjadi tidak mudah.
Tiba-tiba teringat olehnya akan Hui-liong-pat-poh, ia pikir mengapa tidak kucoba dengan langkah ajaib ini? Walaupun tidak tahu apakah akan berhasil atau tidak.
tapi segera ia berseru.
"sampai bertemu lagi, Lo popo"
Waktu si nenek menengadah, dilihatnya anak muda itu melayang ke atas seperti seekor burung raksasa, ia menjengek.
"Hm, memangnya bisa berapa tinggi kau mampu terbang?"
Ia tidak percaya Yu Wi sekaligus dapat mengapung hingga puncak gunung, sebab tebing itu tingginya ada 32 tombak.
biarpun ahli ginkang paling-paling juga cuma sanggup mengapung lima- enam tombak tingginya, jika sekaligus akan mengapung 32 tombak tingginya, jelas sukar dilakukan oleh manusia.
Betul juga, Yu Wi hanya mampu melayang setinggi empat tombak.
tapi ketika hendak anjlok ke bawah, langkah kedua Hui-liong-pat-poh Yu Wi sempat hinggap pada satu dekukan dinding.
lalu melejit lebih tinggi ke atas.
Ketika kedelapan langkah ajaib itu digunakan seluruhnya, tepat iapun dapat mencapai puncak tebing.
Waktu ia memandang kebawah, ia menarik napas dingin, rasanya ngeri.
Pendekar Setia Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kalau dinding tebing itu tidak ada lekukan-lekukan, mungkin tidak ada tempat menghinggap baginya dan setiap saat dia dapat terbanting mampus.
Dilihataya si nenek lagi memandangnya di bawah dan berseru padanya.
"Rintangan pertama sudah lulus"
Semangat Yu Wi seketika terbangkit dan siap menerobos rintangan kedua.
Waktu ia mengamat-amati keadaan sekitarnya, tertampak tempat dirinya berada sekarang adalah tanah lapang yang luas, tapi tidak kelihatan bangunan biara.
Tengah ragu, tiba-tiba dilihatnya dari bawah pohon yang tumbuh di depan sebuah altar batu sana muncul tiga orang Nikoh cilik.
Umur nikoh cilik itu rata-rata baru lima belasan, tadinya mereka asyik mengobrol di bawah pohon, ketika mendengar seruan si nanek tadi barulah mereka muncul.
Meski usia para nikoh itu masih kecil, tapi sikap mereka seperti orang dewasa, dengan koreng mereka berkata.
"silakan sicu menerobos rinttangan kedua."
"Di mana rintangan yang kedua itu?"
Tanya Yu Wi. Salah saorang nikoh cilik yang mukanya penuh jerawat memandang Yu Wi dengan heran, katanya.
"jadi kau tidak tahu?"
Nikoh yang paling kecil perawakannya melangkah maju, ucapnya dengan kurang senang.
"
Kalau tidak tahu peraturannya, untuk apa kau terobos rintangan segala? Biar kukatakan padamu, rintangan kedua adalah kami bertiga orang ini. silakan pilih, mana suka, asal kau menang berarti lulus ujian"
Yu Wi menggeleng, katanya.
"Wah, tidak. undang keluar saja orang tua kalian, adik cilik"
"Siapa adik cilikmu?"
Damperat nikoh cilik itu dengan gusar.
"Ayolah, maju saja Kau pasti bukan tandingan kedua suciku, biarlah kulayani kau, mungkin kau dapat tahan beberapa gebrak."
Yu Wi masih ingin menolak. tapi tiba-tiba dilihatnya kuda-kuda yang dipasang nikoh cilik itu serupa dengan gaya siau Hong. seketika hati Yu Wi terkesiap, teringat kepada ilmu pukulan siau Hong yang lihai itu, diam-diam ia mengeluh urusan bisa runyam.
"Ayolah, silakan"
Seru nikoh cilik tadi.
"Kalau tidak berani silakan pulang"
Yu Wi menjadi nekat, peduli ilmu pukulan lihai segala, segera ia menerjang maju.
Tapi nikoh cilik itu segera menyerang, gerak pukulannya memang benar serupa dengan siau Hong, bahkan terlebih lihai, lebih sedikit titik lemahnya dari pada jurus pukulan siau Hong dahulu.
Untuk menangkis jelas tidak mampu, terpaksa Yu Wi bertindak seperti menghadapi siau Hong dahulu, kedua tangan menyilang untuk melindungi muka sendiri.
"Plaks, benarlah, tangan nikoh cilik itu tepat mengenai tangannya. Nikoh cilik itu lantas melompat mundur dan mendengus.
"Hm, cerdik juga, kau tahu hendak kugampar mukamu"
Yu Wi meraba punggung tangan sendiri yang terpukul itu dengan lesu dan sedih, ia pikir kalau seorang nikoh cilik saja tak dapat menandinginya, mau terobos rintangan apa pula? Didengarnya si nikoh cilik bermuka penuh jerawat itu berkata dengan suara lembut.
"sicu jangan susah, silakan pulang saja"
Yu Wi menghela napas, memang tidak ada jalan lain kecuali pulang bilamana tidak mampu menerobos rintangan ketiga nikoh cilik ini.
Hatinya memang susah karena hanya satu-dua gebrak saja dia dikalahkan oleh seorang nikoh cilik.
Tapi rasa susahnya itu tidak lebih daripada rasa kecewa dan menyesalnya di dalam hati.
Tadinya dia mengira untuk menerobos rintangan cu-pi-am, pasti tidak menjadi soal baginya dan Bok-ya pasti dapat ditemuinya.
sama sekali tak tersangka baru ketemu rintangan kedua sudah lantas keok.
hal inilah yang membuatnya sangat kesal.
Melihat kesedihan Yu Wi itu, diam-diam nikoh berjerawat ikut terharu, ia mengira Yu Wi adalah kesatria dunia Kangouw yang ternama, hanya dua gebrakan saja sudah dikalahkan sumoaynya, makanya merasa kesal dan sedih.
segera ia berkata pula kepada Yu Wi.
"sicu telah berhasil menerobos rintangan pertama, kungfumu sebenarnya jauh di atas kami bertiga, sebabnya kau kalah tadi...."
"He, suci, buat apa banyak bicara dengan dia?"
Tiba-tiba si nikoh cilik yang sejak tadi tidak ikut bicara itu menyela. si nikoh berjerawat urung menetuskan ucapannya. Yu Wi merasa dirinya tidak mampu berbual apa-apa lagi, segera ia membalik tubuh dan hendak pergi.
"Hei, kenapa kau turun lagi ke sana?"
Seru si nikoh cilik berjerawat, Terdengar si nikoh ketiga tadi berkata pula.
"Suci, untuk apa kaupikirkan dia ...."
Yu Wi menuju ketepi tebing, tanpa pikir la terus melompat ke bawah seperti burung saja.
setelah melompat barulah diketahui Yu Wi bukan permainan sembarangan untuk melompat turun dari tempat setinggi 32 tombak itu.
Tampaknya ia tidak sanggup menguasai diri lagi dan akan menumbuk batu karang di kaki tebing, untunglah si nenek yang selalu berjaga di situ memburu maju dan menghantam ke atas, Cepat Yu Wi juga menghantam, benturan angin pukulan dua orang yang keras itu telah menahan daya anjloknya, maka dapatlah Yu Wi hinggap di tanah dengan aman.
Si nenek lantas mendamperat.
"Persetan Kalau mau bunuh diri jangan di sini, hendak kau bikin susah nenekmu bukan?"
Yu Wi merasa malu.
Dia tidak berniat bunuh diri, soalnya dia tidak dapat bertemu dengan Bok-ya, pikirannya menjadi limbung dan melompat ke bawah begitu saja.
Dalam keadaan biasa betapa pun dia dapat mengukur kemampuan sendiri apakah dapat melompat turun ketempat setinggi itu atau tidak.
"Terima kasih atas pertolongan jiwaku, Lo po-po,"
Cepat Yu Wi memberi hormat.
Mestinya si nenek hendak menyindirnya tetapi demi melihat anak muda itu sekarang tidak dapat tersenyum lagi seperti waktu hendak naik keatas tadi, bahkan sekarang hampir-hampir menangis, segera ia memberi tanda dan berkata.
"Pergilah, kalau sudah mampu mematahkan sian-thian-ciang baru boleh coba lagi menerobos rintangan di sini"
Untuk pertama kalinya Yu Wi mendengar istilah "sian-thian-ciang", ilmu pukulan sakti Cu-pi-am, baru sekarang diketahui ilmu pukulan para nikoh ciiik yang serupa dengan gaya silat siau Hong itu bernama sian-thian-ciang.
Sudah dua kali Yu Wi merasakan betapa lihainya ilmu pukulan itu, diam-diam ia menggerundel.
"Busyet setan mana yang mampu mematahkan sian-thian-ciang"
Ia mengira di dunia ini tidak nanti ada orang yang mampu mematahkan pukulan aneh itu, maka selama hidup ini jangan harap lagi akan dapat menemui Bok-ya.
Yu Wi lantas meninggalkan si nenek.
tanpa arah tujuan ia turun dari siau-hoa-san- Setiba di kaki gunung, tiba-tiba dilihatnya si kakek yang pernah ditemuinya di Thay-hoa-san datang dari depan- Yu Wi merasa malu untuk bertemu dengan orang tua itu, ia pikir orang telah memberi petunjuk jalan padanya, salahnya sendiri yang tidak becus.
Bila orang menanyakan hasilnya, kan malu? Tapi ketika ia hendak menghindar, si kakek sudah melihatnya dan segera menegur.
"Laute (saudara), Laute"
Karena ditegur lebih dulu, Yu Wi tidak dapat mengelak lagi, terpaksa ia menyengir.
"Bagaimana, berhasil menerobos rintangan tidak?"
Segera si kakek bertanya setelah berhadapan.
"Menerobos sih sudah,"
Jawab Yu Wi.
"Cuma sayang, kekuatan Wanpwe terlalu rendah."
Lalu iapun menceritakan pengalamannya.
"Wah, sayang, sungguh sayang"
Si kakek bertepuk tangan dengan gegetun- "Sedikit pun tidak perlu disayangkan,"
Ujar Yu Wi sambil menggeleng.
"Soalnya Wanpwe memang tidak sanggup melawan pukulan sian-thian-ciang yang hebat itu "
"Dengan lwekang mu yang sudah terlatih sedemikian kuat, jangankan cuma tiga rintangan, biarpun sepuluh atau dua puluh rintangan juga dapat kau terobos,"
Ucap si kakek dengan yakin.
"Betapa kuat lwekangku, kalau tidak dapat mematahkan ilmu pukulan lawan Kan juga tidak ada gunanya?"
Ujar Yu Wi dengan menyesal. Si kakek berusaha manghiburnya.
"Kan sejak mula sudah kukatakan padamu agar jangan patah semangat, tatkala mana sudah kuduga ada kemungkinan sian-thian-ciang akan sukar kau terobos. Padahal ilmu pukulan umumnya hanya permainan belaka, kungfu yang sejati tetap terletak pada tinggi dan rendahnya tenaga dalam. segala permainan umumnya mudah dipelajari, tapi tenaga dalam harus diyakinkan dengan ketekunan dan keteguhan iman. semula kukira lwekangmu sangat tinggi dan ilmu pukulan pasti juga tidak rendah, siapa tahu belum cukup kaupahami ilmu pukulan dan cuma dua gebrakan saja sudah keok."
Dengan malu Yu Wi menunduk. ucapnya lesu.
"
Wanpwe memang tidak becus, selama hidup ini takkan bicara lagi tentang kungfu."
Si kakek menggeleng kepala, ucapnya.
"Kan sudah kukatakan, janganlah patah semangat seorang lelaki sejati harus berani menghadapi kesulitan, kenapa mesti patah semangat."
Seketika pikiran Yu Wi terbuka, ia memberi hormat dan bertanya.
"Mohon Lotiang sudi memberi petunjuk jalan lain?"
"kau bertekad akan bertemu dengan nikoh yang bernama Ya-ji itu?"
"Ya, harus"
Jawab Yu Wi tegas.
"Baik, akan kuberi petunjuk satu jalan lagi cuma jangan menyesal bila tertimpa petaka,"
Kata si kakek.
"Mohon Lotiang memberi petunjuk. biarpun mati Wanpwe takkan menyesal."
"Bagus, jika betul tekadmu sudah bulat. biarlah kuberitahukan padamu untuk mencari satu orang."
"Mencari siapa?"
Tanya Yu Wi.
"Apakah dia dapat bantu memecahkan persoalanku?"
"Persoalanmu terletak pada sian-thian-ciang dapat kau patahkan atau tidak,"
Ujar si kakek dengan tertawa.
"Asalkan sian-thian-siang dapat kau patahkan, kujamin rintangan ketiga itu masih dapat kau lalui dengan lancar. Tatkala mana kan dapat kau temui Ya-ji dengan baik?"
Yu Wi merasa ragu.
"siapakah yang mampu mematahkan sian-thian-ciang?"
"Tinggi rendahnya ilmu pukulan seorang serupa bagus tidaknya saorang main sunglap, padahal setiap permainan sunglap di dunia ini pasti ada lubang kelemahannya, seorang ahli sunglap dapat melihat setiap titik lemah sunglap mana pun, dengan teori yang sama, seorang ahli ilmu pukulan pasti juga dapat melihat titik lemah ilmu pukulan apapun-"
"Di dunia ini ada orang yang dapat melihat titik lemah setiap macam ilmu pukulan?"
Tanya Yu Wi. Si kakek mengangguk.
"Ada asalkan kau beritahukan nama sian-thian-ciang padanya, dalam waktu singkat dia mampu mengajarkan padamu cara bagaimana mematahkan ilmu pukulan tersebut."
Seketika timbul setitik harapan dalam benak Yu Wi yang sudah putus asa itu, cepat ia tanya pula.
"Dimana orang itu bertempat tinggal?"
"Masih ingat tidak pada biara kecil dan terpencil di Thay-hoa-san itu?"
Tutur si kakek dengan tertawa.
"Bukankah disana kau temui seorang biksuni tua dan bermuka jelek?"
Yu Wi terkejut.
"Masakah biksuni tua itu mampu mematahkan sagala macam ilmu pukulan di dunia ini?"
"Bukan dia?"
Ujar si kakek dengan tersenyum.
"tapi dia dapat mempertemukan dirimu dengan seorang ahli ilmu pukulan. Asalkan kau datang kebiara kecil itu dan menemui biksuni tua, katakan kau ingin bertemu dengan Be-eng-jin (orang pembeli bayangan)"
"Be-eng-jin?"
Yu Wi menegas dengan hati berdebar.
"Ya, seluk-beluk orang ini tidak dapat kujelaskan,"
Tutur si kakek dengan misterius.
"cukup kau temui biksuni tua itu dan katakan seperti apa yang kuajarkan tadi, bertindak menurut keadaan, bilamana perlu harus berani merendah diri, kuyakin cita-citamu pasti akan terkabul."
Ketika melihat sikap Yu Wi yang masih ragu-ragu itu, segera si kakek menyambung.
"Ah, aku harus pergi sekarang, masih ada sedikit urusanku yang perlu kuselesaikan, sampai bertemu lagi, Laute"
Habis berkata, ia tertawa dan memberi tanda mengobarkan semangat, lalu melangkah pergi.
Yu Wi ingin tanya pula, tapi sebelum terucap si kakek sudah melangkah pergi, terpaksa ia urung bicara dan berdiri termangu di situ, sampai lama sekali, akhirnya ia memutuskan akan pergi ke Thay-hoa-san untuk menemui biksuni tua itu.
Pendekar Setia Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ketika tiba di depan biara kecil itu, tertampak daun pintu yang tipis dan lapuk itu tertutup rapat, rasanya sekali dorong saja pintu itu bisa jebol.
Teringat kepada perangai biksuni tua yang pemarah itu, Yu Wi tidak berani mengetuk pintu begitu saja, lebin dulu ia merancang apa yang akan diucapkannya nanti, setelah dipikir dan ditimbang lagi serta diputuskan- akhirnya ia mengetuk pintu pelahan tiga kali.
Baru selesai tiga kali ketukan, serentak pintu pun terbuka.
Cepat amat datangnya biksuni tua itu, seakan-akan sebelum Yu Wi mengetuk pintu dia sudah berdiri di belakang pintu, dan begitu pintu terkuak.
terlihatlah wajah biksuni tua yang kemput dan jelek itu menegur dengan penuh rasa jemu.
"Kau datang lagi? Mau apa?" ---ooo0dw0ooo--- Bab 13 . Bu-eng-bun, perguruan tanpa laki-laki Yu Wi menjawab dengan hormat.
"Ya, kudatang lagi dan membikin repot padamu"
Dengan ketus biksuni tua itu berkata.
"Hawa sedingin ini, janganlah sicu mengganggu orang, kan sudah kukatakan orang yang kau cari tidak kukenal, bila ada urusan lain silakan lekas tanya."
Tapi nikoh tua itu lantas mendelik, jengeknya "Apa yang kau sesalkan? Biarpun aku tidak tahu. tentu ada orang lain yang tahu."
"Oo, siapakah beliau?"
Tanya Yu Wi.
"Hm, memangnya siapa yang kau cari?"
Jengek nikoh tua dengan kurang senang.
"Ooya, Be-eng-jin"
Jawab Yu Wi.
"Nah jika begitu, kenapa tanya lagi?"
Omel si nikoh tua.
"Jika kau cari Be-eng-jin, masakah kuatidak dapat belajar cara mematahkan Sian-thian-ciang? IHm, ilmu pukulan apa pun di dunia ini, tidak ada satu pun yang dapat mempersulit Be-eng-jin."
Girang sekali Yu Wi, cepat ia tanya pula "Justeru akan kuminta belajar kepada cianpwe itu, numpang tanya di mana tempat tinggal Be-eng-jin?"
"Minta belajar?"
Biksuni tua itu menegas dengan heran- "Memangnya kau minta belajar apa?"
"Minta belajar cara mematahkan Sian-thian-ciang."
Jawab Yu Wi dengan hormat.
"Huh, minta belajar segala,"
Jengek si nikoh tua "Eh, siapa namamu, kau tahu tidak aturan mencari Be-eng-jin?"
Dengan gugup Yu Wi menjawab.
"Ah, maaf jika Wanpwe kurang sopan dan belum lagi memberitahukan namaku. cayhe she Yu bernama Wi, entah ada aturan apa bila ingin mencari Be-eng-lin, mohon diberi tahu."
Melihat sikap Yu Wi sangat sopan, air muka si Nikoh tua berubah tenang pula, ucapnya dengan tertawa.
"Pantaslah jika kau tidak tahu aturan, kusangka kau sengaja main gila. Hendaklah diketahui, Be-eng-jin tidak kenal urusan minta belajar segala, yang penting harus memenuhi syarat, bila setuju syaratnya, segera dipenuhinya permintaanmu."
Seketika hati Yu Wi diliputi bayangan gelap lagi, cepat ia tanya.
"Syarat apa yang harus dipenuhi pemohon?"
Nikoh tua itu memandang Yu Wi sekejap. ucapnya kemudian sambil menggeleng.
"Dari istilahnya dapat kaupikirkan artinya, sebagai orang cerdik, masakah tidak kau pahami apa arti Be-eng-jin?"
Timbul pula perasaan berdebar seperti waktu mendengar nama Be-eng-jin disebut si nenek itu. dengan suara parau Yu Wi tanya pula.
"Apakah maksudnya Be-eng-jin akan membeli bayangan si pemohon?"
Nikoh tua itu memandang Yu Wi dengan rasa kasihan, katanya dengan mengangguk.
"Ya, secara garis besar mamang begitulah artinya, jika ada sesuatu permohonanmu kepada Be-eng-jin, maka harus kau jual bayanganmu kepadanya. Atau dengan perkataan lain, dengan menjual bayanganmu, kau pun akan mendapatkan apa yang kau perlukan, dan selanjutnya pribadimu akan menjadi milik Be-eng-jin, segala tindak-tandukmu akan berada dibawah kendali Be-eng-jin. misalnya ...."
"Baik, tidak perlu kau teruskan, katakan saja di mana tempat tinggal Be-eng-jin"
Sela Yu Wi.
"Jadi kau terima syarat penjualan bayanganmu?"
Tanya biksuni tua itu dengan menyeaal.
"Apabila dapat belajar cara mematahkan Sian-thian-ciang, dan mendapatkan hasil nyata, kurela terima syaratnya,"
Jawab Yu Wi ikhlas. Nikoh tua itu kembali menggeleng kepala.
"Jika begitu, jangan kuatir, cara mematahkan sian thian-ciang pasti akan kau kuasai dengan baik. sebabnya kau ingin belajar tentunya untuk menuntut balas, pasti setelah berhasil menuntut balas, lalu tindak-tandukmu akan berada di bawah kekuasaan Be-eng-jin. jika hasilnya tidak memuaskan, syarat ini pun batal."
Habis berkata ia lantas berbangkit, ia tuding meja sembahyang yang sempit itu dan berkata.
"Di sini tersimpan rangsum, kupergi selama tiga hari dan segera pulang kesini. tatkala mana dapat kau temui Be-eng-jin, tapi selama tiga hari ini dilarang kau keluar selangkah pun dari biara ini, tahu tidak?"
Yu Wi mengangguk dan menjawab.
"Baik, akan kutungggu tiga hari disini."
Ketika melangkah keluar biara, nikoh tua itu menoleh dan memandang Yu Wi sekejap. lalu menghela napas panjang, seperti merasa sayang terhadap Yu Wi yang gagah dan cakap ini, tapi dia tidak enak bicara lain, hanya memberi lagi pesan.
"palang pintunya, orang tidak berkepentingan dilarang masuk". Yu Wi mengiakan, segera pintu dipalangnya, lalu duduk kembali di atas kasuran. Pikirannya bergolak, sebentar terkenang kepada Bok-ya, lain saat teringat kepada si kakek aneh itu. Ketika terpikir akan Be-eng-jin, seketika timbul perasaan tidak enak. semacam perasaan yang memberi alamat tidak baik. Hari pertama ia dapat duduk tenang dan bersemadi di atas kasuran. Pada hari kedua, dalam benaknya selalu ter-ingat kepada Be-eng-jin, pikirnya.
"Dengan keputusanku uutuk menjual bayanganku kepadanya, akibatnya akan untung atau buntung?"
Malam hari kedua, hampir saja ia melepaskan keputusan yang tidak bijaksana ini, pikirnya pula.
"Seorang lelaki sejati masakah boleh membiarkan kebebasannya dikekang orang lain? Apakah selanjutnya aku harus menuruti segala perintah Be-eng-jin, jika dia suruh aku membakar rumah dan membunuh orang, apakah semua itu harus kulaksanakan baginya? Bilamana aku disuruh ...."
Kalau dipikirkan terus, akibatnya yang buruk semakin banyak, tentu saja ia tambah sangsi, segera ia bermaksud berbangkit dan tinggal pergi dan habis perkara. Tapi bila teringat kepada Bok-ya semangatnya berkobar lagi.
"bluk", ia berduduk pula dan bergumam.
"Sudahlah, peduli apa segala demi Ya-ji, urusan lain tidak perlu kupikirkan lagi"
Walaupun demikian, hati nuraninya menggugah lagi, dalam hati kecilnya seperti ada suara yang berkata.
"Wahai Yu Wi, mana boleh kau gegabah, demi memenuhi hasrat pribadi harus kau jual bayanganmu sendiri, apakah perbuatanmu ini terhitung se-orang lelaki sejati? seorang lelaki sejati bila menghadapi kesulitan harus diatasinya berdasarkan kemampuan sendiri, tapi kau andalkan tenaga orang lain dan menjual diri, di mana harga dirimu?...."
Yu Wi mendekap telinganya dengan batin tersiksa, teriaknya dengan histeris.
"Tidak, aku tidak berdaya, aku tidak berdaya, selainjalan ini aku tidak mampu mematahkan sian-thian-ciang .."
Jeritan demikian mendatangkan faedah juga, bisikan hatinya lenyap untuk sementara, ia tidak berani lagi duduk tenang di situ, ia kuatir bila duduk begitu saja akan timbul macam-macam pikiran, ia lantas berbangkit dan berjalan mengitari ruangan, ia pikir besok sudah genap tiga hari, entah besok pada waktu apa si biksunitua akan membawa kemari Be-eng-jin yang misterius itu.
Setelah memutar kian kemari baberapa kali, setiap lewat di depan meja sembahyang tentu ia pandang sekejap pada patung yang dipuja di dalam kotak kayu kecil itu.
setelah berputar lagi dua kali, mendadak ia berhenti di depan meja.
Yu Wi tidak memuja patung, juga tidak takut dikutuk patung, ia jadi ingin tahu patung apakah yang dipuja itu.
Ia coba mang angkat kotak kecil itu.
setelah dipandang dengan cermat, hah, mana ada patung buddha segala, melainkan sebuah patung orang perempuan berduduk dalam keadaan telanjang bulat.
Yu Wi jadi geleng-geleng kepala dan bergumam.
"Aneh, malaikat apakah yang dipuja ini? Untuk apa patung begini dipuja?"
Tanpa pikir ia mengeluarkan patung perempuan telanjang itu dari dalam kotak. ketika ia putar dan balik-balik patung itu, tiba-tiba dilihatnya di bagian punggung patung berduduk itu ada beberapa baris huruf yang berbunyi.
"Bu eng-bun Yu-kun-cu Bu-kun-cu sit-eng-jin". secara harfiah ke- 12 huruf itu berarti "perguruan tanpa bayangan, tidak ada lelaki, bila ada lelaki, kehilangan bayangan."
Yu Wi merasa bingung oleh tulisan itu, ia tidak tahu apa artinya keempat kalimat itu. Ia tersenyum getir terhadap kalimat terakhir itu, gumamnya.
"Kalimat ini ada betulnya juga. orang kehilangan bayangan, tidak lama lagi aku Yu Wi juga akan kehilangan bayangan...."
Istilah "sit-eng-jin"
Ini terasa sangat menyentuh perasaannya dan menimbulkan macam-macam pikiran, ia taruh kembali kotak kayu itu, lalu berputar kayun-pula didalam ruangan. terkadang ia bergumam lagi.
"Sit-eng-jin, hm, kalimat yang tepat ... sit-eng-jin ....
"
Berulang-ulang ia mendengus dan ketawa getir, tanpa disadarinya subuh sudah tiba, ufuk timur sudah mulai remang-remang, semalam suntuk sedikitnya ada beberapa ratus kali ia mengitari ruangan itu.
sebelum hari terang benar.
tiba-tiba pintu yang tipis itu diketuk orarg.
Yu Wi mengira si nikoh tua telah pulang dengan membawa Be-eng-jin, cepat ia berbangkit.
Waktu ia lihat bayangan sendiri, terharu sekali hatinya, pikirnya.
"O, bayanganku, begitu pintu terbuka segera akan kujual dirimu. sudah lebih 20 tahun kau ikut majikan dan tidak mendapatkan manfaat apa pun, sekarang kita harus berpisah, hendaknya jangan kau sesalkan majikanmu"
Agaknya karena tidak ada suara jawaban, terdengar pintu terketuk lagi.
Yu Wi terkejut, diam-diam ia mengomeli dirinya sendiri yang sinting, belum lagi terjadi sesuatu seakan-akan bayangan sendiri benar-benar sudah terjual.
Cepat ia menuju ke sana dan membuka palang pintu, dilihatnya diluar pintu berdiri seorang Kongcu berjubah kulit indah dan bukan Be-eng-jin segala, sebab di sampingnya tidak ikut serta si nikoh tua melainkan berdiri seorang kacung.
Apabila orang ini Be-eng-jin, tentu dia akan didampingi nikoh tua itu.
Sekarang Kongcu yang berdiri di depannya ini jelas seorang anak pelajar, melihat rangsal yang digendong oleh kacung itu, jelas isinya pasti sebangsa buku, kertas.
alat tulis dan sebagainya.
Melihat Yu Wi, segera Kongcu berjubah kulit itu memberi hormat dan berkata.
"Apakah boleh numpang tanya saudara yang mulia ini."
Karena sikap orang sangat sopan, apalagi Kongcu ini berwajah cakap.
berpotongan seorang pelajar.
Yu Wi sendiri tidak banyak bersekolah, tapi ia tahu faedahnya orang bersekolah dan biasanya suka bergaul dengan orang terpelajar, cepat ia balas hormat orang dan menjawab.
"Kongcu ada keperluan apa?"
"Siaute ingin tanya satu orang,"
Kata Kongcu itu.
"Ah, kebetulan,"
Ujar Yu Wi dengan tertawa. Kongcu itu jadi melengak. Padahal ucapan "kebetulan"
Itu dimaksudkan Yu Wi karena Kongcu itu juga sedang mencari orang, jadi sama seperti dirinya.
Tapi segera ia menyadari ucapannya itu kurang tepat, pantas juga orang melenggong, padahal siapa yang hendak dicari Kongcu itu belum lagi diketuhuinya, masakah dapat dikatakan "kebetulan"? Maka cepat ia menambahkan.
"Siapa yang hendak dicari Kongcu, asalkan kutahu pasti akan kuberitahukan-"
Kongcu itu melangkah maju dan berucap dengan suara tertahan.
"Yang ingin kutanyakan bukanlah orang biasa, cuma dikatahui orang ini berasal dari Bu-eng-bun."
"Bu-eng-bun?"
Yu Wi jadi teringat kepada kalimat pertama yang tertulis di punggung patung wanita telanjang itu, serunya tanpa terasa.
"He. kau pun datang untuk menjual bayangan?"
"Menjual bayangan?"
Kongcu itu mengulangi dengan bingung.
"Menjual bayangan apa?"
Yu Wi jadi bingung sendiri malah, ia pikir kalau kedatanganmu ini bukan untuk menjual bayangan, lalu mau apa?"
Maka ia tanya lagi.
"siapa yang suruh kau kesini?"
"o, hal ini ... ini,... kutahu kedatanganku memang telah melanggar pantangan besar Bu-eng-bun,"
Jawab Kongcu itu dengan gelagapan "Akan tetapi karena terpaksa. mau-tak-mau harus kudatang kemari untuk memohon kepada Bu-eng-bun."
Yu Wi manggut-manggut, pikirnya.
"Meski kedatangannya bukan untuk menjual bayangan, rupa2nya ia pun tahu Be-eng-jin itu serba bisa, maka sama seperti diriku maksud kedatangannya .
"
Walaupun Yu W tidak tahu Kongcu berjubah kulit itu ada kesulitan apa.
tapi ia sangat memahami perasaan orang, ia pikir kesusahan orang pasti juga tidak kurang daripada dirinya, kalau tidak.
siapa yang mau bersusah payah datang kesini dibawah hujan salju dan pagi buta ini? Maka dengan penuh simpati Yu Wi lantas berkata.
"Ya, kutahu, kutahu. Silakan masuk, orang yang hendak kau cari memang berada disini, sebelum malam nanti dapat kau temui."
Kongcu itu sangat girang, serunya.
"Wah, bagus sekali jika begitu. Tak tersangka pencarianku secara ngawur, main seruduk kesana-sini, akhirnya kena juga kuseruduk. sungguh mujur, tempat ini benar-benar sangat sulit dicari."
Diam-diam Yu Wi menggeleng kepala, pikirnya.
Pendekar Setia Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mujur? Apa betul mujur sulit untuk dipastikan, jangan-jangan kemalangan yang akan kutemui nanti, dan mungkin akan menyesal."
Sesudah masuk ke dalam biara, Yu Wi lantas menjadi tuan rumah ad interim dan menyilakan duduk tetamunya. Mungkin kacung itu belum pernah masuk biara dan tidak tahu kalau paderi buddha biasanya cuma duduk di atas kasuran, segera ia berseru.
"Kongcu di manakah kita harus berduduk?"
Cepat si kongcu berjubah kulit membentaknya.
"Tai Hi. jangan banyak omong"
Lalu ia duduk pada kasuran yang terdekat.
Melihat gaya berduduk orang, segera Yu Wi membatin mata sendiri telah salah lihat, jelas orang ini bukan kaum pelajar biasa, tapi seorang suseng (pelajar) yang memiliki ilmu silat yang tidak rendah.
Yu Wi lantas ikut berduduk.
Kongcu berjubah kulit lantas berkata.
"siaute bernama Yau Ce-sing, numpang tanya siapakah nama Hengtai (saudara) yang mulia?"
Yu Wi lantas memberitahukan namanya dan berkata dengan terharu.
"Yau-heng. janganlah kausesalkan diriku bila kubanyak omong. Menurut pandanganku, kalau Yau-heng dapat berusaha cara lain, sebaiknya jangan menunggu lagi disini. Hendaknya diketahui orang yang ingin kau temui itu bukan manusia yang mudah dimintai bantuan, ia baru mau memenuhi permintaanmu apabila dapat kau beri imbalan yang besar." .
"Imbalan apa?"
Tanya Yau Ce-sing tanpa pikir. Yu Wi menggeleng, katanya.
"Aku tidak tahu apakah imbalan setimpal bagimu atau tidak"
Rupanya ia tidak suka membantu bicara bisnis bagi Be-eng-jin, maka ia tidak mau menjelaskan syarat menjual bayangan itu, ia pikir adalah jasa baik bila sebelum Be-eng-jin atau si pembeli bayangan itu datang, seorang penjual bayangan dapat ditolaknya pulang.
Tapi tak terpikir olehnya kalau dirinya sendiri saja sukar disuruh pulang, mana Yau Ce-sing yang berpendirian teguh itu dapat dibujuknya pulang? Benarlah, segera Yau Ce-sing berkata dengan pasti.
"setiap orang memang tidak mau bekerja tanpa hasil yang setimpal, maksud baik Yu-heng sungguh membuatku sangat berterima kasih. Tapi kedatanganku ini bertekad cita-cita harus terkabul tanpa menghiraukan pengorbanan apa pun. Maka soal imbalan setimpal segala tidak kupikirkan."
Diam-diam Yu Wi gegetun, pikirnyn.
"Di dunia ini ternyata masih ada orang tolol sarupa diriku, tanpa menghiraukan akibatnya asalkan cita-cita terkabul. sit-eng-jin, orang kehilangan bayangan,ai, Yau-heng, tampaknya kita berdua akan mendapat predikat ini."
Di dengarnya Yau Ceng-sing lagi berkata.
"Jangan-jangan Yu-heng adalah orang Bu-eng-bun dan sengaja hendak menguji kesungguhan hatiku?"
"Tidak. akupun senasib denganmu,"
Jawab Yu Wi sambil menyengir.
"Ah, jadi Yu-heng juga ingin menemui orang? Bu-eng-bun itu?"
Seru Yau Ce-sing.
"Ya, sebelum malam nanti, kita berdua akan dapat melihat orang yang ingin kita temui itu, sekarang silakan menunggu dulu,"
Kata Yu Wi. Ia malas untuk bicara lagi, segera ia memejamkan mata dan mengatur pernapasan. Yau Ce-sing cukup tahu diri, iapun tidak bicara lagi, ia keluarkan satu
Jilid buku dari rangsel yang digendong si kacung yang bernama Tai Hi lalu dibacanya dengan asyiknya. Baru saja lewat lohor, tiba-tiba terdengar suara pintu terketuk. serentak. Yu Wi melompat bangun dan berseru.
"Itu dia"
Melihat anak muda itu agak ragu untuk membuka pintu, segera Yau Ce-sing menampilkan diri secara sukarela, katanya.
"Akan kubukakan pintu"
Melihat orang menuju ke pintu dengan riang gembira, kitab pun dilempar begitu saja ke lantai diam-diam Yu Wi membatin.
"Bila nanti jadi kau minta pertolongan kepada Be-eng-jin, mungkin tak dapat lagi kau baca buku se- enak sendiri"
Yu Wi memungut kitab yang ditinggalkan itu dilihatnya kitab itu adalah kitab syair kuno, ia sendiri lantas berduduk malah dan membolak-balik kitab itu.
Tidak lama kemudian datanglah dua orang, Yau Ce-sing telah menyosong kedatangan biksuni tua yang sudah pergi selama tiga hari itu.
"
Orang she Yu,"
Segera nikoh tua itu menegur dengan kurang senang.
"
Kenapa tidak kau turut pesanku dan membiarkan orang tidak berkepentingan masuk ke sini?"
"Apakah Be-eng-jin sudah datang?"
Tanya Yu Wi.
"Segera datang,"
Jawab si nikoh tua.
"Dia she Yau, juga ingin menemui Be-eng-jin, jadi bukan orang yang tidak berkepantingan.
"
Nikoh tua itu mengangguk dan bertanya.
"O, kaupun ingin mencari Be-eng-jin?"
Yau Ce-sing belum pernah kenal nama Be-eng-jin, ia menggeleng dan menjawab.
"Tidak. aku cari orang Bu-eng-bun."
Air muka si nikoh tua berubah dingin, tanyanya "Siapa yang menyuruhmu mencari orang Bu-eng-bun ke sini?"
"Aku ... aku datang sendiri,"
Jawab Yau Ce-sing dengan terkesiap.
"Tuan rumah disini hanya tahu Be-eng-jin dan tidak terdapat orang Bu-eng-bun,"
Rengek si Nikoh tua.
"Tapi ... tapi ..."
Yau Ce-sing tergegap.
"Ayahmu yang memberitahukan padamu akan ditemukan orang Bu-eng-bun disini, bukan?"
Rengek si nikoh tua pula.
"Bukan,"
Jawab Yau Ce-sing dengan gugup.
"ayahku sudah meninggal dunia."
"oh? Yau Kong- liang sudah mati?"
Nikoh tua itu menegas.
"Dari... dari mana kau tahu nama almarhum ayahku?"
Tanya Yau Ce-sing dengan terkejut.
"Tidak perlu kau tanya,"
Sahut si nikoh tua.
"jika ayahmu sudah mati, kami tidak perlu mencari perkara lagi padanya. Akan tetapi, untuk putra Yau Kong- liang, hendaknya kau dengarkan dengan betul. kedatanganmu ini hanya boleh memohon kepada Be-eng-jin-"
Yau Ce-sing tidak menghiraukan lagi siapa orang Bu-eng-bun dan siapa si Be-eng-jin, ia tanya "Apakah Be-eng-jin dapat membantuku memecahkan persoalan?"
"Tentu saja bisa,"
Kata si nikoh tua.
"Dahulu segala kesulitan ayahmu juga dapat diselesaikan olehnya, masa persoalanmu tak dapat dipecahkannya."
"Wah, bagus sekali jika begitu,"
Seru Yau Ce-sing dengan gembira.
"Pantas Yau Tiong bilang orang Bu-eng-bun serba pintar. apapun sanggup diselesaikannya."
"Jangan gembira dulu,"jengek pula si nikoh tua.
"Dahulu ayahmu yang berkepentingan, sekarang kau yang datang kemari, meski yang kau minta serupa, tapi imbalannya sama sekali berbeda.
"Imbalan apa?"
Tanya Yau Ce-sing seperti tidak merasa keberatan- "Biarpun kau kaya- raya, jika ingin Be-eng-jin juga harus memenuhi suatu syarat,"
Kata si Nikoh tua.
"Serupa Yu-sicu ini, syaratnya adalah menjual bayanganmu."
"Jadi betul-betul harus menjual bayangan?"
Seru Yau Ce-sing terkejut.
Waktu datang tadi dia telah mendengar pertanyaan Yu Wi apakah kedatangannya juga hendak jual bayangan- Ia sangka Yu Wi cuma bergurau saja, mana ada orang menjual bayangan segala.
karuan ia jadi terkejut, cepat ia menjawab sambil menggoyang tangan.
"Wah, mana boleh jadi, tanpa bayangan kan tidak dapat hidup?"
"Pelajar tolol,"
Omel si nikoh tua.
"Memangnya siapa yang menghendaki nyawamu?"
Lalu ia menjelaskan artinya menjual bayangan secara ringkas. Yau Ce-sing merasa lega setelah mendengar penjelasan orang, katanya.
"Mendingan kalau begitu. Baiklah, biarlah satu kali ini kumohon bantuan Be-eng-jin itu."
"Cepat juga keputusanmu,"
Jengek si nikoh tua.
"Tapi perlu kujelaskan pula, setelah kaujual bayanganmu bila majikanku menghendaki harta bendamu, harus kau serahkan seluruh harta bendamu, bila menyeruhmu tinggal di barat, tidak boleh kau tinggal di timur, singkatnya segala tindak-tandukmu harus tunduk kepada perintah majikan, Tahu tidak?"
"Wah, ini ... ini ...
"
Yau Ce-sing manjadi ragu-ragu.
Mestinya dia hendak bilang cara demikian agak kurang layak.
tapi segera si nikoh tua menambahkan- "Apa yang kau minta tidak perlu kau kuatirkan, Be-eng-jin pasti sanggup menyelesaikannya bagimu.Jika syarat ini tidak dapat kau terima, saat ini masih dapat kau pergi, kalau tidak.
bila majikan datang, mau-tak-mau syarat kedua pihak harus kau terima dengan baik.
Kecuali kalau nanti majikan tidak mampu menunaikan permintaanmu, tatkala mana dengan sendirinya syarat majikanku juga tidak berlaku dan mengembalikan sebala kebebasanmu."
Baru sekarang Yu Wi tahu Be-eng-jin adalah majikan biksuni tua ini, diam-diam ia menaksir bagaimaha bentuk Be-eng-jin ini, mengapa menugaskan seorang budaknya tinggal di tempat terpencil ini dalam kedudukannya sebagai seorang nikoh.
malahan tampat ini dijadinya tempat penghubung antara orang luar dengan Be-eng-jin- Agaknya Yau Ce-sing terbujuk juga oleh keterangan nikoh tua tadi, ia puas oleh jaminan pihak Be-eng-jin, maka tanpa menghiraukan akibat daripada syaratjang mengikat itu, dengan ikhlas ia lantas berkata.
"Baiklah kuterima jual- beli ini."
Nikoh tua tertawa, seperti merasa senang karena seekor ikan telah masuk jaringnya.
Pada saat itu juga ruangan biara itu telah bertambah dengan satu orang.
Kemunculan orang ini sangat aneh, pintu tidak terbuka, dengan sendirinya dia melayang masuk dari atas, anehnya tidak menerbitkan suara sedikit pun.
Diam-diam Yu Wi Wi terkejut akan gerak tubuh orang yang hebat, nyata ginkangnya tidak dibawah si kakek aneh yang memberi petunjuk kebiara ini.
Waktu ia mengamati-amati orang, ternyata pendatang ini juga seorang tua, berambut dan berjenggot putih, juga berjubah putih.
tampaknya memang rada-rada luar biasa.
Rambutnya yang putih mengkilat seperti perak.
tidak serupa rambut orang biasa yang guram tak besinar.
Tidak perlu dijelaskan lagi Yu Wi tahu orang inilah Be-eng-jin, maka ia tunggu akan diperkenalkannya oleh biksuni tua.
siapa tahu nikoh tua itu tidak kelihatan ada maksud hendak memperkenalkan mereka, ia cuma memandang si kakek berambut putih sekejap.
lalu berkata.
"Kau datang"
Kakek itu mengamati-amati Yu Wi dan Yau Ce-sing dengan wajahnya yang kaku, lalu bertanya.
"Kalian berdua ingin menemui diriku?"
Yu Wi tidak berani memastikan kakek ini Be-eng-jin atau bukan, apabila benar, seharusaya si Nikoh tua berdiri menyambutnya sebagai seorang budak terhadap sang majikan- Tapi nikoh tua itu tidak berdiri, tentu saja kedudukan pendatang ini sulit untuk diraba.
segera Yau Ce-sing bertanya.
"Apakah Lotiang ini Be-eng-jin?"
Tiba-tiba si biksuni tua mendengus.
"Hm, kalian ingin menohon bantuannya mengapa tidak lekas berdiri menyambutnya?"
Mendengar si kakek memang benar Be-eng-jin, cepat Yau Ce-sing berdiri dan memberi hormat.
Pendekar Setia Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sebaliknya Yu Wi tetap duduk diam saja tanpa bergerak.
seperti paderi tua yang sedang bersemadi.
sampai si biksuni tua akhirnya juga berdiri, tapi Yu Wi tetap duduk tanpa bergerak.
Nikoh tua itu menjadi gusar, bentaknya.
"Yu Wi. lekas berdiri dan menemui majikanku"
"Soh-sim,"
Kata si kakek dengan tertawa.
"watak bocah ini kaku dan keras, dia marah padamu karena cara bicaramu yang kasar, maka sekarang dia sengaja berduduk dan tidak mau berdiri untuk menyambut kedatanganku."
Yu Wi masih tetap duduk saja, sampai Be-eng-jin selesai bicara, ia malah pejamken mata sekalian hingga benar-benar mirip orang lagi bersemadi.
Maksudnya seakan-akan hendak menjawab ucapan si kakek alias Be-eng-jin itu, jika engkau bilang watakku keras, maka biarlah kubikin keras sekalian- Meski usia Be-eng-jin sudah tua, tapi wataknya ternyata kurang sabar, melihat Yu Wi kurang sopan, segera ia melangkah maju dan menegurnya dengan mendelik.
"Anak bandel, kupuji watakmu keras, tampaknya kau tambah senang jangankan sekarang ada permohonanmu padaku. seumpama tidak, berhadapan dengan orang tua kan seharusnya kaupun berdiri untuk menyambut?"
Yu Wi membuka matanya pelahan, jawabnya dengan tertawa.
"Perlu dijelaskan lebih dulu, apakah Anda ini Be-eng-jin?"
"Tadi kan sudah kukatakan Be-eng-jin segera datang, meski tidak kujelaskan. memangnya siapa lagi kalau bukan dia?"
Tukas si nikoh tua. Yu Wi lantas sedikit membungkuk tubuh dan berucap.
"oo,Jadi engkau benar-banar Be-eng-jin? Maaf jika Yu Wi kurang hormat, Be-eng-jin"
Sungguh aneh cara bicara Yu Wi, mana ada orang memanggil orang dengan sebutan demikian- Betul, kakek berambut putih itu memang betul Be-eng-jin- Tapi istilah Be-eng-jin adalah menunjukkan profesinya sebagai pembeli bayangan, jadi namanya bukan Be-eng-jin, seumpama dia tidak mau mang hormati orang yang lebih tua dengan sebuten Lotiang atau bapak, sedikitnya juga pantas menyebutnya siansing atau tuan- Tapi dia langsung menyebutnya Be-eng-jin, sungguh terlalu tidak hormat.
Keruan Be-eng-jin menjadi gusar, tapi ia lantas tertawa dan berkata.
"Anak tambeng, jika kau punya kepandaian sendiri, untuk apa kau datang kesini memohon padaku?"
"Cayhe bukan orang latah,"
Jawab Yu Wi pelahan.
"juga tidakpunya kepandaian, maka kedatanganku ini-justeru ingin memohon bantuanmu."
"Baik jika begitu,"
Sahut Be-eng-jin dan hilanglah rasa marahnya.
"nah, berdirilah dan kita boleh mulai bicara bisnis." - "Sekarang juga kita bicara bisnis?"
Tanya Yu Wi. Kembali Be-eng-jin merasa marah oleh ucapan Yu Wi yang bernada mengejek, bentaknya gemas.
"Kalau tidak mau bicara bisnis, silakan ....silakan enyah"
Yu Wi terbahak-bahak.
"Hahahaha Be-eng-jin, tampaknya engkau ini terlalu mudah marah. Ada ucapan Khonghucu bahwa orang tua yang sudah berusia tujuh puluh hampir tidak kenal marah, Meski engkau kelihatan sudah setua ini, kuyakin lebih dari 70, mengapa sedikit-sedikit suka marah?"
Be-eng-jin jadi melengak.
sungguh tak terpikir olehnya Yu Wi akan omong seperti ini, bahkan didalam ucapannya itu ada ucapan lain, tidak sederhana maknanya, mau-tak-mau banyak berubahlah pandangan Be-eng-jin terhadap anak muda itu, ia pikir kalau orang tidak mau berdiri tentu ada sesuatu alasannya.
Dalam pada itu lenyaplah tertawa pada wajah Yu Wi itu, ucapnya dengan serius.
"Be-eng-jin, bilamana kita harus bicara sungguh-sungguh dan sejujurnya, untuk itu kuharap engkau perlu menanggalkan dulu penyamaran yang tidak perlu."
Belum bicara Be-eng-jin sudah tertawa lebih dulu, katanya kemudian.
"Hah, hebat, sungguh boleh juga kau Padahal penyamaranku ini baik wajah, tutur- kata. gerak-gerik. semuanya telah kulakukan dengan sangat wajar dan selama ini belum pernah diketahui orang, siapa tahu sekarang baru bertemu untuk pertama kali sudah kau bongkar penyamaranku, sungguh hebat."
Sembari bicara ia terus menyingkap kedoknya yang tipis, maka tertampaklah seraut wajah yang berbeda 180 derajat, ia bukan lagi seorang kakek melainkan seorang pemuda berumur likuran dengan wajah putih dan cakap.
Be-eng-jin memandangi kedok kulit tipis itu dengan tertawa, lalu barucap pula.
"Meski aku menyaru sebagai orang tua, tapi rambutku yang putih ini adalah asli.Justeru lantaran pembawaanku berambut putih inilah maka aku sengaja menyamar sebagai orang tua untuk berkelana kemana-mana. kalau tidak. mana aku mau menyamar sebagai orang tua .Jaman ini hampir tidak ada anak muda yang mau menghormati orang tua, mana aku mau diperlakukan kasar dan dingin oleh orang lain?"
Beberapa kata terakhir itu rupanya sengaja dilontarkan untuk mengolok-olok sikap Yu Wi yang kasar tadi.
Apabila Yu Wi tahu sopan santun- berhadapan dengan seorang tua.
baik tulen atau seterusnya dia menyebut orang sebagai Lotiang atau Siansing serta harus menyambutnya dengan berdiri.
Seperti rada diluar dugaan Yu Wi memandang Be-eng-jin sekejap.
tapi hanya sekilas pandang saja ia memejamkan mata, dia tetap berduduk tidak mau berdiri untuk bicara.
Be-eng-jin kagum kepada ketajaman mata Yu Wi padahal penyamarannya sangat persis dan sukar dibedakan, namun sekali pandang saja Yu Wi dapat membongkar kepalsuannya, mau-tak-mau ia sangat kagum.
segera ia duduk diatas kasuran yang lain, lalu berkata dengan tertawa.
"Jika kau ingin dengan berduduk juga boleh, oya, kasuran disini hanya ada dua, terpaksa Kongcu ini harus disilakan duduk di lantai."
Dengan sangsi dan melengak Yau Ce-sing berduduk, katanya.
"Cayhe she Yau, bernama Ce-sing, mendiang ayahku sudah pernah ada hubungan dengan perguruan kalian,"
Ia terkejut oleh kemahiran penyamaran Be-eng-jin- ia juga sangsi mengapa usia Be-eng-jin semuda ini, ternyata serba mahir sehingga membuat orang menyangsikan kemampuannya yang luar biasa itu.
segera Be-eng-jin berpaling dan memandang soh-sim Nikoh yang berdiri dibelakangnya dengan sorot mata bertanya.
Biksuni tua itu lantas bertutur.
"Dia mengaku sebagai putra Yau Kong- liang."
"Ooo,"
Be-eng-jin bersuara heran, lalu menyambung dengan tertawa.
"
Kiranya Yau-heng adanya, apakah kedatangan Yau-heng ini sudah tahu syarat yang harus dipenuhi bilamana ingin minta kukerjakan sesuatu?"
Yau Ce-sing mengangguk. jawabnya.
"Ya, tahu, tadi sudah dijelaskan oleh Losuhu yang berdiri di belakangmu itu."
Be-eng-jin lantas berpaling dan berkata kepada Yu Wi.
"Tentunya kaupun sudah tahu. Baiklah, sekarang kita mulai bicara tentang bisnis, silakan bicara dulu apa yang hendak kalian minta kukerjakan. Yu-heng silakan bicara lebih dulu."
Tapi Yu Wi lantas menggeleng, ucapnya.
"Bisnis yang tidak sungguh-sungguh takkan kurundingkan-"
"Mengapa kau bilang tidak sungguh-sungguh? Bukankah sudah kuperlihatkan wajahku yang asli?"
Kata Be-eng-jin dengan heran- Yu Wi menjengek.
"Apakah sekarang ini wajahmu yang asli?"
Air muka Be-eng-jin berubah hebat.
"Aneh juga , memangnya ada sesuatu yang tidak betul wajahku ini?"
"Tentunya Anda ini anak murid Bu-eng-bun?"
Tanya Yu Wi. Cepat Soh-sim Nikoh menyela.
"Kedatangan kau kesini adalah untuk mencari orang Bu-eng-bun, secara tidak sengaja telah diketuhuinya bahwa kita adalah orang Bu-eng-bun."
Selagi Be-eng-jin hendak mengomeli biksuni tua itu kerena dia telah memberitahukan rahasia Bu-eng-bun kepada Yu Wi, karena penjelasan ini,ternyata bukan salah soh-sim melainkan karena kecerobohan Yau Ce-sing.
Dengan kurang senang Be-eng-jin lantas berkata.
"Soh-sim, cara bagaimana saudara Yau ini dapat mencari orang Bu-eng-bun kesini?"
Soh-sim berkerut kening dan menjawab.
"ini memang salahku yang kurang hati-hati masa dahulu, setelah selesai perkaranya Yau Kong- liang , masih kuatir kalau perkaranya diusut, ia minta nasihat padaku, kukatakan kalau ada kesulitan boleh datang kesini mencari diriku, entah mengapa, rahasia tempat ini telah diketahui budak Yau Kong- liang yang bernama Yau Tiong, mungkin karena melihat majikan mudanya selalu dirundung kesedihan, maka dia memberi petunjuk tempat ini adalah tempat Bu-eng-bun yang dahulu sering bantu memecahkan macam-macam kesulitan ayahnya, sebab itulah saudara Yau ini datang kesini untuk mencari orang Bu-eng-bun."
Bu-eng-jin tambah kurang senang, ucapnya.
"Kau memang terlalu ceroboh, masakah pekerjaan yang sudah diselesaikan Bu-eng-bun bisa salah? Jika Yau Kong- liang kuatir perkaranya diusut, dia sendiri yang kuatir, masakah kaupun tidak percaya kepada kekuatan kita sendiri dan memberi tahukan tempat penghubung kita ini?"
Tambah rapat kening nikoh tua itu terkejut, jelas ia kurang senang karena Be-eng-jin terang-terangan mencela kesalahannya, padahal kesalahan ini dianggapnya tidak seberapa.
Diam-diam Yu Wi mengikuti percakapan mereka dan memeras otak.
akhirnya ia dapat menarik kesimpulan Bu-eng-jin ini mungkin adalah sebuah sindikat rahasia yang khusus melakukan pekerjaan berbahaya bagi orang lain dengan pembayaran tinggi.
syarat utama untuk menyewa tenaga mereka adalah mereka yang mencari dirimu, sebalikkya tidak boleh kau cari mereka Jika kau cari mereka imbalannya tidak sama.
seperti halnya sekarang Yau Ce-sing dan dirinya datang mencari mereka syaratnya hanya satu, yaitu menjual bayangan sendiri kepadanya.
Ayah Yau Ce-sing dahulu justeru pernah didatangi mereka, sedangkan petugas Bu-eng-bun yang harus melaksanakan pekerjaan penyewa dahulu adalah soh-sim Nikoh sekarang yang waktu itu masih muda.
Karena kurang hati-hati soh-sim memberitahukan tempat mengadakan kontak dengan pihak Be-eng-jin ini, mungkin ayah Yau dahulu meragukan pekerjaan yang harus diselesaikan soh-sim, bisa juga pekerjaannya kurang tuntas.
maka dia bertanya dengan lebih jelas, soh-sim merasa mendongkol dan menyatakan bila terjadi sesuatu yang kurang beres boleh datang mencarinya di biara kecil ini.
Akhirnya perkara yang dimaksud tidak beralangan, namun waktu mau mati Yau Kong- liang masih juga berkuatir kalau urusannya akan membikin susah keturunannya, sebab itulah dia telah pesan kepada budak setia yang bernama Yau Tiong bila terjadi sesuatu boleh pergi minta pertolongan kepada Bu-eng-bun di tempat rahasia yang telah disebutkan soh-sim ini.
Kemudian entah terjadi kesulitan apa.
Yau Ce-sing dirundung kedukaan, Yau Tiong kuatirkan, kesehatan majikan mudanya, ia anggap pekerjaan yang pernah diselesaikan Bu-eng-bun dahulu tidak terjadi kesulitan apa-apa, jelas kemampuan Bu-eng-bun memang lain daripada yang lain, maka dengan maksud baik ia beritahukan kepada Yau Ce-sing tempat rahasia Bu eng-bun ini agar majikan muda itu datang ke sini untuk minta tolong agar kesulitannya itu diselesaikan Bu-eng-bun.
Tak terduga tempat ini mestinya tidak boleh dicari.
sekali bertemu ternyata imbalan sudah lain daripada jumlah uang yang dahulu harus dibayar majikan tua, imbalan yang diminta sekarang sungguh sangat mengejutkan, yaitu si pemohon harus meniual bayangannya kepada mereka.
setelah merenungkan seluk-bluk ini, Yu Wi rada menyangsikan hubungan majikan dan budak antara Be-eng-jin dan soh-sim.Jika benar Be-eng-jin adalah majikan nikoh tua itu, mengapa soh-sim tidak memberi hormat sebagaimana lazimnya seorang budak terhadap majikannya melainkan cuma menghormat dalam sebutan saja.
Jika benar soh-sim adalah budaknya, mengapa dahulu dapat menjadi petugas operasi Bu-eng-bun dan menyelesaikan perkara yang diminta Yau Kong- liang jelas soh-sim dan Be-eng-jin sama-sama anggota Bu-eng-bun, hanya alasan ini saja soh-sim berhak melaksanakan pekerjaannya bagi Bu-eng-bun- Buktinya sekarang, hanya sedikit Be-eng-jin mengomelnya.
air muka soh-sim lantas memperlihatkan rasa kurang senang.
Bilamana soh-sim benar2 budak.
jelar sikapnya tidak akan demikian- Rupanya Bu-eng-jin tahu juga air muka soh-sim yang tidak senang itu, ia tidak banyak bicara, ia berpaling dan berkata kepada Yu Wi.
"Betul, Bu-eng-bun memang sebutan aliran perguruan kami."
"Dan apa arinya Bu-kun-cu?"
Yu Wi tanya pula dengan berlagak tidak paham. seketika air muka Be-eng-jin berubah lebih hebat. bahkan terus melompat bangun- ia tuding Yu wi dan bertanya.
"Dari ... dari mana kau tahu istilah ini?"
Yu Wi pura-pura dungu dan berucap pula.
"Bu-eng-bun, Bu-kun-cu, Yu-kun-cu, sit-eng-jin l-Hm, Bu-kun cu, kalimat ini memang betul, Bu-kun-cu artinya kan tidak ada lelaki? ,..."
Tiba-tiba Be-eng-jin berduduk dan air mukanya berubah tenang kembali. ia tertawa terkikik dan berkata.
"
Yu-kun-cu, sit-eng-jin Ya, Yu-heng memang lihai, sampai seluk-beluk Bu-eng-bun kami juga sudah kau selidiki dengan jelas.
Keempat kalimat itu adalah kunci rahasia perguruan Bu-eng-bun kami, entah dari mana kau dapat dengar, untuk ini aku pun tidak perlu mencari tahu.
Eh, soh sim, boleh kau bawa Yau-heng ketempat Jici (kakak kedua), biarlah Jici saja yang membeli bayangannya."
Mendengar suara Bu-eng-jin sekarang nyaring merdu sebagaimana kaum wanita umumnya, sama sekali berbeda daripada suara lelaki tadi, Yau Ce-sing menjadi heran, tanyanya.
"He, jadi engkau .... engkau orang perempuan?"
Be-eng-jin tertawa dan berkata.
"Baru sekarang kau tahu,padahal Yu-heng ini sudah tahu sejak tadi."
Yau Ce-sing sangat kagum kepada kecerdasan Yu Wi, ia menyesal akan kebodohan sendiri, masa sedikit pun tidak tahu menahu, padahal berturut-turut dua kali Yu Wi telah membongkar kepalsuan Bu-eng-jin- Sebenarnya bukan lantaran Yu wi terlalu pintar dan dapat melihat kepalsuan Bu-eng-jin, pertama kali dia kebetulan dapat membongkar usia Bu-eng-jin- kedua kali membongkar jenis kelaminnya yang palsu.
Padahal kalau tidak kedatangan Yau Ce-sing yang hendak mencari orang Bu-eng-bun sehingga diketahui Bu-eng-jin adalah orang Bu-eng-bun-tidak mungkin dia dapat memahami arti keempat kalimat yang tertulis di belakang punggung patung telanjang itu.
Setelah diketahui Bu-eng-jin adalah orang Bu-eng-bun maka kedua kalimat pertama "Bu-eng-bun.
Bu-kun-cu"
Atau perguruan tanpa bayangan tidak ada lelaki.
lantas dapat dipecahkannya dengan mudah.
Kiranya perguruan Bu-eng-bun seluruhnya kaum wanita tanpa lelaki seorangpun- Atau dengan perkataan lain Bu-eng-bun hanya menerima murid perempuan dan tidak pernah menerima murid lelaki.
Setelah memecahkan arti kedua kalimat pertama itu, maka Yu Wi dapat membongkar jenis kelamin Bu-eng-jin- Tapi kedua kalimat berikutnya berbunyi "Yu-kun-cu, sit-eng-jin"
Atau punya bayangan dan orang kehilangan bayangan, apa artinya masih menjadi teka-teki baginya.
Ia pikir Bu-eng-jin tidak mengetahui dari mana dirinya mendapat tahu keempat kalimat itu, mungkin Bu-eng-jin sendiri juga tidak tahu adanya tulisan di punggung patung telanjang itu.
Bisa jadi keempat kalimat hanya turun temurun diberitahukan kepada setiap anggota, tapi tidak ada yang tahu bahwa keempat istilah itu justeru terukir di belakang patung yang mereka puja.
Mungkin anggota Bu-eng-bun takut berdosa kepada patung pujaan mereka, maka tidak ada yang berani menyentuh patung telanjang yang setiap hari disembah mereka itu.
Pantaslah patung itu hitam kotor, kebetulan ketanggor Yu Wi yang tidak takut tahayul, patung itu dipeganginya dan diperiksa dengan teliti, dari situlah ditemukan keempat kalimat azimat Bu-eng-bun yang sudah turun temurun itu.
Dalam pada itu soh-sim Nikoh telah berkata.
"Yau-kongcu, silakan ikut pergi bersamaku."
Pendekar Setia Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Pergi ke mana?"
Tanya Yau Ce-sing.
"Bukankah kalian hendak membantu memecahkan persoalanku?"
Be-eng jin tertawa, katanya.
"Banyak sekali taci-adik Bu-eng-bun kami, tapi jarang sekali orang yang sengaja datang menjual bayangan kepada kami. Kebanyakan langganan kami adalah kami yang pergi mencari mereka. Pada umumnya jarang yang tahu tempat penghubung kami, pula imbalannya terlalu tinggi, kesempatan terjadinya transaksi sangat sedikit. Tapi sekarang mungkin nasibku lagi kedatangan kalian berdua yang mengantarkan rejeki. Kukira urusan yang hendak kalian cerahkan kepadaku itu pasti sangat sulit dikerjakan, kalau tidak mustahil kalian rela menjual bayangan sendiri Kukuatir sendirian sukar melaksanakan dua pekerjaan yang berat, pula rejeki juga harus dibagi antar saudara kami. Maka hendak kuserahkan kepada Jici, biarlah bayanganmu dibeli saja oleh Jici."
Bagi Yau Ce-sing sih tidak soal siapa yang akan membeli bayangannya, yang penting baginya asalkan urusannya dapat diselesaikan- segera ia berkata.
"Akan kujual bayanganku kepada Jicimu, tapi dapatkah dia bantu memecahkan persoalanku itu?"
Be-eng-jin tertawa dan menjawab.
"Untuk ini, jangan kau kuatir, setiap saudaraku dalam Bu-eng-bun adalah orang yang serba mahir,"
"Jika begitu baiklah kumohon diri,"
Kata Yau Ce-sing sambil memberi hormat.
Setelah soh-sim membawa pergi Yau Ce-sing kacungnya, Be-eng-jin lantas membalik tubuh dan menanggalkan jubah putih serta membuka rambut palsunya.
Maka terlibatlah di bagian dalam terpakai baju kulit ringkas berwarna putih dengan gaun putih pula, ditambah lagi kulit badannya yang putih dan rambutnya juga putih perak, sekujur badanya serba putih, semuanya gilang gemilang tiada satu bagian yang suram.
Yu Wi tidak pernah melihat perempuan berambut putih perak begini.
sampai kesima ia pandang orang.
Bu-eng-jin tertawa geli, ucapnya.
"setelah ku-pulih pada wajahku yang asli, masakah engkau tetap tidak percaya?"
Yu Wi terkesiap dan menjawab dengan tergegap.
"O, percaya, pasti percaya. Baiklah, Bu-eng-jin, setelah kita berhadapan dengan jujur bolehlah kita bicara tentang bisnis."
Bu-eng-jin menggeleng.
"Aku tidak tahu engkau ini memang tidak tahu sopan santun atau cuma pura-pura tidak tahu. Padahal aku punya nama dan ada she, mengapa kau sebut Bu-eng-jin sejak tadi, kan tidak enak didengar."
"Oya, siapakah nama Siocia yang terhormat?"
Tanya Yu Wi dengan tertawa.
"Nah, begitu, kau harus panggil siocia,"
Ujar Bu eng-jin dengan tertawa.
"Aku she.."
Mendadak ia berhenti, rupanya ia terlanjur omong.
Memang betul umumnya orang tentu punya nama dan ada she, tapi Be-eng-jin ini-justeru cuma ada nama dan tidak punya she.
Ia sendiri tidak tahu dirinya she apa, biarpun ibu kandungnya juga tidak jelas.
Yu Wi tidak sengaja berolok-olok.ia memang tidak tahu bahwa Bu-eng-jin benar-benar tidak punya she atau nama keluarga dari ayah, segera ia tanya pula.
"she apa?Jika tidak sudi kau katakan, janganlah sembarangan mengarang satu she untuk menipu diriku. Marilah kita bicara tentang bisnis saja."
Air muka Bu-eng-jin tampak memperlihatkan rada pedih, tapi hanya sekejap saja ia tertawa pula dan berkata.
"
Waktu kecilku ibu suka bilang setiap perempuan she Bong (kepergok), kelak kalau sudah dewasa entah akan kepergok lelaki yang mana. oleh karena itu tidak perlu kusebutkan she, cukup kau panggil aku Pek-yan saja."
"Pek-yan (walet putih)? Ehmm, indah benar nama ini."
Ujar Yu Wi.
"Eh, Pek-yan siocia, sekarang hendak kukatakan permohonanku. sian-thian- ciang. pernahkah kau dengar nama ilmu pukulan ini?"
"Sian-thian- ciang?"
Pek-yan menegas, lalu menggeleng kepala dan menyambung.
"Tidak pernah kudengar. segala macam llmu pukulan di dunia ini hampir seluruhnya kukenal, tapi sian-thian- ciang ini rasanya tidak pernah kudengar, juga tidak pernah kubaca dalam kitab apa pun-"
"Tapi permohonanku justeru mengenai cara mematahkan ilmu pukulan ini."
"Jangan kuatir,"
UjarPek-yan dengan tertawa.
"meski belum pernah kulihat sian-thian- ciang, asalkan kau katakan jaman ini siapa yang menguasai ilmu pukulan ini, kujamin dalam waktu singkat dapat kuberitahukan cara mematahkan ilmu pukulan ini."
Yu Wi lantas ceritakan pengalamannya di Cu-pi-am tempo hari, bicara mengenai kekalahannya hanya dalam dua jurus saja, ia menyindir dirinya sendiri.
"Tadinya kusangka kungfuku tidaklah rendah, siapa tahu seorang nona cilik saja dapat mengalahkan diriku dengan mudah, apabila dia main satu jurus lagi, mungkin aku akan terdesak jatuh kebawah jurang."
Pek-yan tidak tanya maksud kedatangan Yu wi ke Cu-pi-am, dengan tertawa ia lantas berkata.
"Cupi-am terletak di puncak gunung seberang sana, sungguh lucu baru sekarang kutahu orang cu-pi-am mahir ilmu pukulan aneh ini.Jika demikian tiga hari kemudian akan kuajarkan padamu cara mematahkan ilmu pukulan itu."
"Tiga hari?"
Yu Wi menegas dengan kurang percaya.
"Hanya dalam tiga hari sudah dapat kau kuasai permainan ilmu pukulan yang belum pernah kau lihat sebelum ini?"
"Ya, untuk itu terpaksa kau harus tinggal lagi tiga hari disini."
Kata Pek-yan dengan penuh keyakinan.
"sekarang juga aku akan berangkat ke siau-hoa-san."
"Jangan-jangan hendak kau hadapi nikoh cilik itu untuk mendapatkan ilham cara mematahkan ilmu pukulannya setelah bergebrak dengan dia?"
Tanya Yu Wi.
"Betul, hanya dengan cara demikian dapat kuciptakan cara mematahkan sian-thian-ciang .
"
Yu Wi menggeleng. ia tidak percaya Pek-yan mempunyai kemampuan setinggi ini, hanya dari saling gebrak saja dapat diciptakannya sejurus ilmu pukulan ajaib untuk mematahkan ilmu pukulan lawan. Tapi Pek-yan lantas berkata.
"Boleh kau tunggu d is ini jika tidak percaya."
Habis berkata, tanpa mengucapkan sampai bertemu lagi segera ia melayang pergi.
Yu Wi menunggu seharian, malamnya Pek-yan pulang, kelihatan lesu dan lemah, mungkin karena menerjang rintangan kedua dia telah bertemcur sengit dengan ketiga nikoh cilik itu.
Mestinya Yu Wi hendak tanya bagaimana hasil pertarungannya, tapi demi melihat orang tidak bermaksud bicara, supaya tidak malu sendiri, terpaksa Yu Wi berduduk membaca kitab syair yang ditinggalkan Yau Ce-sing itu.
Pek-yan duduk di kasuran lain dan memeras otak dengan mata terpejam.
semalam lewat tanpa terjadi apa-apa, hari kedua, pagi-pagi Yu Wi bangun berjalan-jalan dan makan sedikit rangsum, namun Pek-yan tetap berduduk.
Yu Wi tahu orang sedang merenungkan cara mematahkan sian-thian- ciang.
Ia pikir ilmu pukulan nona ini jelas di atasku, dia sanggup bertempur sengit melawan ketiga nikoh cilik itu sehari suntuk.
padahal dirinya tidak sanggup menahan dua jurus serangannya, sungguh memalukan- Karena iseng, Yu Wi mengulangi lagi membaca kitab syair itu, sehalaman demi sehalaman ia membaca, makin lama makin tertarik.
sampai malam tiba sudah setengah buku dibacanya, tiga kali ia makan ransum, sebaliknya Pek-yan tidak makan apapun, bahkan air juga tidak minum, ia tetap duduk tanpa bergerak.
Yu Wi kuatir nona itu bisa mati kelaparan atau dahaga, maka dia sengaja membaca kitabnya dengan suara lantang.
Mendadak Pek-yan membuka mata dan memelototinya sekejap.
jelas dia tidak senang karena terganggu oleh suara baca Yu Wi.
Maka Yu Wi lantas berhenti membaca, ia menyengir, selagi hendak bicara, dilihatnya nona itu memejamkan mata pula.
---ooo0dw0ooo--- Bab 14 .
Menjual bayangan jiwa Yu Wi menggeleng dan tersenyum, ia pikir urusan sendiri harus minta tolong kepada seorang perempuan untuk memeras otak baginya, kalau tersiar kedunia Kang-ouw mustahil kalau tidak di tertawakan orang.
Namun begitu Pek-yan toh dapat memikirkan cara mematahkan Sian-thian-ciang, sebaliknya dirinya jangankan memikirkannya, sampai kepala pecah juga tidak mampu.
sebab sian-thian-ciang yang diketahuinya seluruhnya juga cuma tiga jurus.
Apalagi melulu tiga jurus itu saja sudah membuatnya bingung dan tidak ingat lagi meski tempo hari pernah dilihatnya waktu dimainkan Siau Hong.
first share di Kolektor E-Book 14-08-2019 21:34:58
Maling Romantis -- Khu Lung Merpati Pedang Purba -- Kauw Tan Seng Si Pedang Kilat -- Gan K L