Ceritasilat Novel Online

Maut Bernyanyi di Pajajaran 2


Wiro Sableng Maut Bernyanyi di Pajajaran Bagian 2



"Jangan begitu ah...."

   Kata Anggini menggeliat kegelian.

   Tapi tubuh dan tengkuknya tidak dijauhkannya.

   Malam itu Wiro Sableng sengaja tidak membuat, perapian.

   Dia khawatir kalau-kalau nyala api hanya akan mengundang datangnya hal-hal yang tidak diingini.

   Apalagi kalau yang datang itu adalah Dewa Tuak adanya.

   Meskipun dingin, meskipun mereka hanya terbaring di balik batu besar hitam itu dan beratapkan langit luas namun tubuh mereka yang berada berdekatan itu saling memberi kehangatan.

   Pendekar 212 ingat pada suatu malam ketika dia berada berdua-duaan di sebuah dangau di tengah sawah dengan Nilamsuri.

   Malam ini tak ada bedanya dengan malam yang dulu itu.

   Sama-sama ada seorang gadis di sampingnya.

   Tapi terhadap Anggini, Pendekar 212 masih punya pikiran panjang dan sehat.

   Meski saat itu Anggini sudah berbaring pasrahkan seluruh tubuhnya untuknya dan memang sudah hampir setiap bagian dari tubuh Anggini disentuh oteh Pendekar 212, namun untuk berbuat lebih jauh dari itu pemuda ini tidak mau.

   Tubuh perawan itu laksana bara hangatnya, tangannya menggapai punggung Wiro dan pahanya melejang-lejang halus.

   Tapi Pendekar 212 hanya Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran merangkuli tubuh itu, hanya mengecupi bibirnya yang basah, hanya menciumi matanya yang sayu kuyu tapi menyembunyikan hasrat yang meluap itu.

   * * * Sinar matahari yang menyapu mukanya membuat gadis ini terbangun dari kenyenyakan tidurnya.

   Dibukanya kedua matanya dengan pelahan, digosoknya beberapa kali kemudian dipalingkannya kepalanya ke samping.

   Dia terkejut mendapatkan pemuda itu tak ada di sampingnya, la segera bangun duduk, lalu berdiri dan memandang ke belakang.

   Tapi pemuda itu tidak kelihatan.

   "Wiro,"

   Panggilnya. Tak ada yang menyahut.

   "Wiro.... !"

   Panggilnya sekali lagi lebih keras.

   Hanya gaung suaranya yang menjawab.

   Tiba-tiba ketika matanya memandang ke batu besar di samping pembaringan di mana dia dan Wiro tidur semalam terbentur olehnya tulisan.

   Tulisan.

   Anggini Maafkan kalau aku pergi tanpa pamit.

   Aku terpaksa meninggalkan kau.

   Kalau ada umur kita pasti bertemu lagi.

   Kembalilah ke tempat gurumu.

   Terima kasih untuk segala-galanya malam tadi.

   Anggini merasakan dadanya menyesak.

   Digigit-gigitnya bibirnya.

   Nyatanya pemuda itu sudah pergi.

   Tubuhnya masih terasa hangat oleh pelukan Wiro malam tadi.

   Seperti masih terasa jari-jari tangan pemuda itu mengelusi kulit tubuhnya.

   Juga kecupan-kecupan yang disertai gigitan-gigitan kecil.

   Terima kasih untuk segala-galanya malam tadi Anggini membaca lagi tulisan itu.

   Termangu dia.

   Diputarnya tubuhnya, parasnya ke kemerahan, ditambah lagi sentuhan sinar matahari pagi.

   Tak mungkin baginya untuk mengejar pemuda itu kembali.

   Dia tak tahu apakah Wiro pergi larut malam tadi atau dinihari, atau pagi tadi sebelum dia bangun.

   Gadis ini tarik nafas panjang dan dalam.

   Ketika dia membetulkan ikatan selendang ungunya yang di pinggang, maka pada ujung selendang itu dilihatnya Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran sederetan angka.

   212.

   Sekali lagi gadis ini tarik nafas dalam dan panjang.

   Lalu dengan langkah gontai ditinggalkannya tempat itu.

   --== 0O0 == --TUJUH Kerajaan Pajajaran...

   Pada masa itu Kerajaan Pajajaran masih belum luas pengaruhnya di Jawa Barat.

   Bahkan dengan kesultanan Banten di pantai Utara masih terdapat hubungan baik, belum ada silang sengketa.

   Di bawah pemerintahan Prabu Kamandaka maka Kerajaan Pajajaran aman tenteram.

   Penduduk hidup berkecukupan.

   Tapi di dunia ini selalu saja ada manusia yang berbusuk hati, yang iri dan dengki.

   Yang tidak senang dengan kebahagiaan orang lain, yang tidak suka dengan keberuntungan orang lain, yang tidak suka akan kekuasaan orang lain dan ingin meruntuhkan kekuasaan orang lain itu lalu ganti menguasainya! Saat itu satu-satunya manusia di seiuruh Pajajaran yang paling membenci Prabu Kamandaka ialah Werku Alit.

   Dalam tambo keturunan raja-raja Pajajaran maka Prabu Purnawijaya adalah satu-satunya raja pajajaran yang tidak mempunyai keturunan kandung dari permaisurinya.

   Mungkin ini sudah menjadi takdir Dewa-dewa di Kahyangan, dan ini jugalah yang menjadi pangkal sebab buntut daripada terjadinya banjir darah di Pajajaran.

   Ketika Prabu Purnawijaya mangkat maka tokoh-tokoh istana, ahli-ahli agama dan orang-orang tua kerajaan menyepakati untuk menobatkan Kamandaka, adik kandung Prabu Purnawijaya, menjadi raja Pajajaran.

   Kamandaka memang seorang yang bijaksana, pandai serta berilmu tinggi, disegani dan dihormati.

   Memang dia telah menunjukkan bakat untuk menjadi seorang pemimpin agung.

   Lagi pula memang tak ada manusia lain di Pajajaran saat itu yang punya hak dan pantas untuk dinobatkan sebagai pengganti mendiang Prabu Purnawijaya.

   Dari seorang selirnya, Prabu Purnawijaya mempunyai seorang anak yang bernama Werku Alit.

   Werku Alit ini tua beberapa bulan dari Kamandaka.

   Ketika masih orok keduanya sama-sama disusukan pada seorang perempuan penyusu istana sehingga boleh dikatakan antara Werku Alit dan Kamandaka terjalin sudah satu pautan tali persaudaraan! Namun ketika Kamandaka dinobatkan sebagai Prabu Pajajaran timbullah dengki di hati Werku Alit.

   Bukankah Kamandaka hanya adik Prabu Purnawijaya; bukan anak kandungnya? Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran Dan bukankah dia sebagai anak dari Prabu Purnawijaya, lebih mempunyai hak untuk memegang tahta kerajaan? Werku Alit dalam dengkinya, apalagi sesudah kena hasutan oleh golongan-gdongan tertentu yang memang tidak suka pada Kamandaka, lupa bahwa dirinya hanyalah seorang anak yang dilahirkan dari selir Prabu Pumawijaya, yang sama sekali tidak punya hak untuk menjadi raja Pajajaran.

   Demikianlah, secara diam-diam Werku Alit meMnggalkan istana Pajajaran, mengembara menuntut ilmu dan menghubungi beberapa orang tertentu.

   Ketika dia kembali ke istana maka saat itu dia sudah menyusun suatu rencana besar.

   Yaitu untuk merebut takhta kerajaan dengan jalan kekerasan! Dengan pertempuran, dengan peperangan! Dalam pengembaraan itulah Werku Alit bertemu dengan Suranyali atau Mahesa Birawa.

   Tahu bahwa Mahesa Birawa seorang manusia sakti luar biasa maka Werku Alit mengambilnya sebagai tangan kanan dengan perjanjian bila kerajaan berhasil digulingkan maka Mahesa Birawa akan dijadikan Perdana Menteri! Dalam menjadi tangan kanan membantu rencana busuk Werku Alit.

   Mahesa Birawa mempunyai rencana sendiri, rencana dalam selimut.

   Jika kerajaan jatuh dan Werku Alit menang, maka Mahesa dan kawan-kawannya akan menyingkirkan Werku Alit untuk kemudian dia sendiri yang akan menampilkan diri menduduki tahta kerajaan Pajajaran * * * Di hutan belantara di sekitar kaki Gunung Halimun kelihatan bertebaran ratusan buah kemah.

   Inilah pusat balatentara pemberontak yang hendak merebut tahta kerajaan Pajajaran di bawah pimpinan Werku Alit.

   Sementara Werku Alit kembali ke Pajajaran maka pimpinan dipegang langsung oleh tangan kanannya yaitu Mahesa Birawa.

   Di sini berhimpun sekitar seribu prajurit.

   Kebanyakan dari pasukan-pasukan ini didapat Werku Alit dan Mahesa Birawa dari Adipati-adipati kecil yang bernaung di bawah Pajajaran tapi yang kena dipengaruhi dan dihasut oleh kedua orang itu.

   Bahkan saat itu Mahesa Birawa masih menunggu beberapa orang Adipati lagi yang telah dihubunginya.

   Jika Adipati-adipati ini datang dan menyerahkan beberapa ratus prajurit tambahan maka dapatlah diatur kapan dilaksanakan penyerangan terhadap Pajajaran.

   Sementara waktu menunggu maka semua prajurit senantiasa dilatih perang-perangan.

   Para kepala-kepala pasukan diberi tambahan ilmu silat dan kesaktian yang lumayan oleh Mahesa Birawa sedang para Adipati yang Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran saat itu sudah bergabung Mahesa Birawa menurunkan beberapa ilmu kesaktiannya.

   Mahesa merasa sangat menyesal sekali ketika mendapat kabar bahwa tiga orang anak buahnya yang; diam di Jatiwalu telah menemui ajal akibat bentrokan dengan anak-anak murid Perguruan Gua Sanggreng sedang Kalingundii hilang lenyap tak tentu rimbanya.

   Kalau saja keempat manusia itu ada di sana tentu tak usah payah-payah dia menggembleng kepala-kepala pasukan dan Adipati-adipati itu.

   Tapi tak apa payah sedikit.

   Nanti dia akan memetik hasilnya sendiri! Di dalam kemah besar yang terletak di tengah-tengah ratusan kemah di kaki Gunung Halimun itu, mengelilingi sebuah meja bulat telur maka duduklah empat orang laki-laki.

   Yang pertama tak lain dari Mahesa Birawa, kumis melintang dan badan semakin gemuk.

   Yang kedua Adipati Karangtretes yaitu Jakaluwing, bercambang bawuk lebat, potongan tubuhnya tegap kekar.

   Yang ketiga, yang duduk di samping kiri Mahesa Birawa ialah seorang berbadan tinggi kurus bermuka licin bernama Surablabak.

   Dia adalah Adipati Manganreja.

   Yang terakhir seorang laki-laki berbadan gemuk pendek, berkepala sulah.

   Sinar lampu dalam kemah membuat kepalanya itu berkilat seperti bersinar-sinar.

   Manusia ini bernama Lanabelong, Adipati Kendil.

   Di atas meja, di hadapan keempatnya terletak masing-masing segelas tuak murni dan harum.

   Ketiga Adipati itu telah kena dihasut oleh Mahesa Birawa dan Werku Alit untuk memberontak terhadap Pajajaran dan kepada mereka dijanjikan kedudukan sebagai Menteri kerajaan bila pemberontakan mereka berhasil kelak.

   "Silahkan diteguk tuaknya, saudara-saudara Adipati,"

   Kata Mahesa Birawa pula sesudah keheningan mengungkungi kemah itu beberapa lamanya.

   Masing-masing kemudian meneguk tuak yang enak itu.

   Di malam yang dingin minum tuak memang enak menghangatkan tubuh.

   Jakaluwing raba cambang bawuknya.

   Lalu bertanya.'"Kapan kira-kira saatnya kita akan menggempur Pajajaran, adimas Mahesa Birawa?"

   "Soal penggempuran itu kangmas Jakaluwing, sebenarnya saat ini pun kita sudah sanggup melakukannya. Jumlah prajurit cukup, tenaga pimpinan, rata-rata sudah berpengalaman dan dapat diandalkan. Cuma kita tak enak kalau meninggalkan saudara-saudara Warok Gluduk dan Tapak Ireng. Kedua Adipati itu telah berjanji akan bergabung dengan kita bersama beberapa ratus prajurit-prajurit mereka. Ada baiknya jika kita tunggu kedatangan mereka. Sesudah itu baru kita hubungi Raden Werku Alit untuk menentukan kapan saat yang baik untuk penyerangan...."

   Adipati Jakaluwing manggut-manggut.

   "Begitu memang bagus,"

   Kata Lanabelong.

   Adipati berkepala sulah.

   Lalu diteguknya tuaknya.

   Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran "Di samping itu, mengingat bahwa di Pajajaran tentunya terdapat tokoh-tokoh pelindung yang berilmu tinggi maka kita musti tidak pula menyia-nyiakan bantuan yang hendak diberikan oleh Begawan Sitaraga yang diam di puncak Gunung Halimun!"

   "Ah, hebat sekali kalau Begawan yang tersohor ini ikut di pihak kita!"

   Kata Surablabak sambil pukul meja.

   "Sebenarnya,"

   Kata Mahesa Birawarpula.

   "Begawan Sitaraga ini mempunyai dendam kesumat yang masih belum terbalaskan terhadap toa Pajajaran yaitu kakek dari Kamandaka...."

   "Kalau Begawan ini setingkat umurnya dengan kakek Kamandaka, tentu kini kira-kira sudah seratusan usianya..."

   Kata Lanabelong.

   "Kira-kira begitutah,"

   Sahut Mahesa Birawa. Kemudian laki-laki ini berseru memanggil pelayan untuk menyuruh tambah tuak di keempat gelas itu. Sesudah pelayan pergi Mahesa Birawa buka mulut kembali.

   "Besok aku akan kirimkan dua orang kurir ke Pajajaran untuk menemui Raden Werku Alit. Kuminta kepadanya untuk menyebar mata-mata lebih banyak, terutama di dalam istana guna mengetahui perkembangan terakhir, terutama mencari kabar selentingan apakah gerakan kita ini bocor atau tidak....

   "

   "Dan jangan lupa pula untuk meneliti pertahanan Pajajaran di mana yang lemah,"

   Kata Lanabelong. Mahesa Birawa mengangguk.

   "Saudara-saudara Adipati, agaknya pertemuan kita malam ini cukup. Sampai besok pagi."

   Keempat orang itu saling menjura kemudian satu demi satu meninggalkan kemah besar khusus untuk tempat perundingan, menuju ke kemah masing-masing.

   --== 0O0 == --DELAPAN Laki-laki itu berjalan di liku-liku lorong bagian belakang istana dengan menundukkan kepala.

   Sekali-sekali dilewatinya para pengawal.

   Pengawal-pengawal istana tidak menegur atau menahan laki-laki ini karena semuanya tahu bahwa laki-laki itu adalah Udayana, pembantu Prabu Kamandaka.

   Segala urusan rumah tangga sang Prabu dialah yang mengurusnya.

   Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran Di pintu besar gedung istana sebelah belakang laki-laki ini berhenti sebentar lalu menyeberangi halaman kecil dan masuk ke pintu sebuah bangunan kecil yang bagus bentuknya.

   Justru di sini dua orang pengawal memalangkan tombak menghentikannya.

   "Aku mau ketemu Raden Werku Alit,"

   Kata Udayana.

   "Ada keperluan apa?"

   Tanya salah seorang pengawal.

   "Beliau sudah tahu."

   "Tunggu di sini,"

   Pengawal itu masuk yang seorang tetap di tempatnya. Tak lama kemudian pengawal yang masuk muncul kembali.

   "Kau dipersilahkan menghadap."

   Katanya memberi tahu. Udayana mengangguk dan memasuki pintu gedung. Di dalam sebuah kamar yang luas, Werku Alit menyambut kedatangannya. Ditepuk-tepuknya bahu Udayana.

   "Bagaimana? Ada perkembangan baru...?"

   Werku Alit berbadan tinggi langsing dan me-melihara kumis panjang menjulai seperti tali, seperti raja-raja Tiongkok! "Perkembangan baru belum ada Raden....

   Cuma ada satu berita.

   Mungkin sedikit banyak nya ada perlunya juga saya sampaikan kepada Raden..."

   "Bagus, katakanlah Udayana...."

   "Rara Murni adik Kamandaka siang besok akan berangkat ke Kalijaga untuk menyambangi adik neneknya. Dia akan pergi dengan kereta dan dikawal secukupnya....

   "

   "Hem...."

   Werku Alit menggumam dan mengusut-usut kumis talinya.

   "Aku belum melihat adanya hubungan keteranganmu ini dengan rencanaku. Tapi tunggu sebentar, coba kupikir...."

   Tangan yang tadi mengusut kumis ini memijit-mijit kening. Dan tangan itu tiba-tiba menepuk bahu Udayana sampai laki-laki ini terkejut.

   "Aku telah melihat kegunaan keteranganmu ini Udayana. Suruh seorang mata-mata kita menghubungi Kalasrenggi. Katakan bahwa aku akan bicara dengan dia malam ini di pondok tua di luar tembok kerajaan."

   Udaya menjura.

   "Perintah Raden akan saya jalankan,"

   Katanya lalu cepat-cepat meninggalkan kamar itu.

   * * * Seluruh balatentara kerajaan Pajajaran dibagi atas lima kelompok pasukan dan tiap-tiap pasukan dibagi dual masing-masing bagian dikepalai oleh seorang yang disebut kepala prajurit, Kalasrenggi adalah salah seorang dari kepala pasukan balatentara Pajajaran.

   Sebagai kepala Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran pasukan tentu saja dia memiliki ilmu dan pengalaman yang dapat diandalkan.

   Dan memang banyak orang yang mengatakan bahwa diantara lima kepala pasukan Pajajaran maka Kalasrenggi adalah yang paling tinggi ilmunya.

   Tapi sayang kepala pasukan ini, telah pula terseret ke dalam rencana busuk Werku Alit dan Mahesa Birawa.

   Telah kena bujuk dan dihasut untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Prabu Kamandaka! Siang tadi seorang suruhan Raden Werku Alit telah menemui Kalasrenggi dan menyampaikan pesan bahwa Werku Alit akan bicara dengan dia malam ini di pondok tua di luar tembok kerajaan.

   Maka malamnya dengan seorang diri berangkatlah Kalasrenggi ke ternpat yang ditentukan itu.

   Dia sampai ke pondok tua itu.

   Sebenarnya tak pantas disebut pondok karena sama sekali bangunan tua itu tiada mempunyai dinding dan atapnya pun sudah sebagian melompong dimakan umur.

   Pondok atau lebih tepat teratak itu sunyi saja.

   Tak seorang pun kelihatan di sana.

   Kalasrenggi berpikir tentu Raden Werku Alit belum sampai ke sana, maka dia pun menunggulah.

   Dinyalakannya sebatang rokok.

   Dia memandang ke angkasa.

   Langit kelihatan mendung.

   Bintang-bintang mulai tertutup awan.

   Bulan menghilang dan angin bertambah besar serta dingin.

   Dia tak sabaran menunggu.

   Rokok yang dihisapnya sudah hampir habis.

   Berbarengan ketika rokok itu dibuangnya ke tanah maka dipengkolan muncul tiga sosok bayangan.

   Dua dari sosok bayangan itu berhenti sedang yang satu terus melangkah ke arah teratak itu.

   "Sudah lama kau...?"

   Bertanya orang yang datang ini yang tak lain dari Werku Alit adanya.

   "Sudah juga,"

   Sahut Kalasrenggi.

   "Raden mau bicara apa dengan saya?"

   Sementara itu hujan rintik-rintik mulai turun. Angin tambah kencang.

   "Ada tugas buatmu besok Kalasrenggi,"

   Kata Werku Alit.

   "Tugas apakah, Raden?"

   Hujan rintik-rintik berubah menjadi lebat.

   Guruh menggelegar.

   Kilat menyambar.

   Sesosok bayangan putih dibawah penerangan kilat yang hanya sedetik saja terangnya, kelihatan berlari sangat cepat menuju teratak tua itu.

   Werku Alit dan Kalasrenggi terkejut sekali dan tangan-tangan mereka segera meraba hulu senjata di pinggang masing-masing! "Hujan sialan!"

   Terdengar orang yang baru datang ini merutuk. Kemudian dia berpaling pada Werku Alit dan Kalasrenggi dan berkata.

   "Saudara-saudara, aku numpang mondok sama-sama kalian."

   Werku Alit dan Kalasrenggi memandang tajam pada laki-laki yang baru datang ini.

   Dia masih muda, berbadan kekar dan berambut gondrong.

   Kedatangannya mau tidak mau Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran mencurigakan kedua orang itu meski ada alasan bahwa dia datang ke sana untuk berteduh karena hari hujan lebat.

   "Kau siapa?!"

   Tanya Kalasrenggi membentak garang. Pandangannya buas sekali. Tangan kirinya menyelinap ke pinggang. Laki-laki muda yang dibentak memandang dengan keheran-heranan.

   "Memangnya apa aku tidak boleh mondok di sini, Saudara?!"

   "Aku tanya kau siapa dan jangan banyak tanya!"

   Hardik Kalasrenggi. Pemuda itu bersiul dan menyeringai.

   "Tak usahlah bicara pakai membentak segala. Urusan kecil kalau dipersoalkan dengan kasar bisa menimbulkan gara-gara yang tidak diingini!"

   Kalasrenggi dengan tidak sabar melangkah ke hadapan pemuda itu dan hendak menempelaknya.

   Tapi langkahnya dihentfkan ketika dalam kegelapan dan masih sempat rnelihat isyarat yang diberikan oleh Werku Alit.

   Werku Alit tak ingin terjadi keributan yang buntut-buntutnya bisa membocorkan rencana besamya.

   Karena itu dengan terancam dia melangkah mendekati pemuda itu.

   "Saudara,"

   Kata Werku Alit sambil memegang bahu si pemuda.

   "Harap maafkan. Kawanku memang lagi kasar berangasan habis kalah judi! Sudahlah, tak ada yang harus kita ributkan di malam buta begini, mana hujan, mana dingin. Bukankah begitu...?"

   "Ah... tepat sekali saudara...."

   Jawab si pemuda.

   Werku Alit tersenyum.

   Tiba-tiba laksana kilat cepatnya, dua jari tangan kirinya menusuk ke muka menghantam urat besar di bagian kiri tubuh si pemuda.

   Tak ampun lagi pemuda itu rebah ke tanah.

   Sebagian kakinya terjulur lewat atap dan segera diguyur oleh air hujan! Werku Alit tertawa mengekeh.

   "Pemuda konyol mau banyak tingkah!"

   "Tapi siapa tahu dia bukan pemuda biasa. Raden. Mungkin mata-mata...."

   "Ah, tampangnya saja geblek, dogol, bagaimana bisa jadi mata-mata? Buktinya sekali totok saja sudah rubuh!"

   Kalasrenggi memandang sosok tubuh yang menggeletak menelungkup itu. Dia bermaksud untuk menggeledah pemuda itu namun didengarnya Werku Alit berkata.

   "Sudah, tak perlu perdulikan kunyuk itu! Mad kita muiai pembicaraan. Menurut keterangan pembantu rahasiaku, besok siang Rara Murni akan berangkat dengan kereta ke Kalijaga. Tugasmu culik gadis itu, sekap di kuil tua di lembah Limanaluk. Bila sudah beri laporan sama aku biar aku tentukan langkah selanjutnya!"

   "Itu tugas mudah, Raden,"

   Kata Kalasrenggi.

   "Tapi saya ingin tahu siapa-siapa saja yang ikut dengan Rara Murni...?"

   Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran "Aku tak mendapat keterangan tentang hal itu. Yang penting kau harus tangkap Rara Murni hidup-hidup. Yang lainnya kalau melawan bereskan saja, habis perkara!"

   "Baiklah Raden. Sebelum malam tiba besok, saya akan mengirimkan seseorang untuk memberitahukan bahwa tugas sudah selesai...."

   Werku Alit menepuk bahu kepala pasukan itu.

   "Nah, aku pergi sekarang!"

   Kalasrenggi memperhatikan sampai ketiga orang itu lenyap di kejauhan dalam kegelapan malam.

   Kemudian laki-laki ini memutar tubuh dan kembali matanya memandangi manusia yang menelungkup di bawah teratak itu.

   Dia membungkuk hendak menggeledah, meneruskan niatnya yang tadi batal, tapi kemudian terpikir olehnya, perlu apa susah-susah dengan diri orang lain.

   Dengan seenaknya Kalasrenggi menendang tubuh laki-laki yang menggeletak itu sehingga tubuh itu terlontar sampai beberapa tombak! Kalasrenggi kemudian berlalu pula dari teratak tua itu.

   --== 0O0 == --SEMBILAN Hanya beberapa ketika saja Kalasrenggi meninggalkan teratak tua itu maka orang yang tadi ditotok dan ditendang anehnya tiba-tiba berdiri dengan cepat.

   Dia melangkah kembali ke bawah teratak.

   Disekanya mukanya yang basah oleh air hujan dan berselomotan lumpur.

   Diperhatikannya pakaiannya, kotor semua.

   Ditepuk-tepuknya pinggul kirinya yang tadi bekas kena ditendang Kalasrenggi.

   "Sialan betul! Sakit juga tendangan kunyuk itu!"

   Makinya seorang diri.

   "Di lain hari aku akan balas keramah tamahannya tadi!"

   Sesungguhnya sewaktu Werku Alit menotoknya tadi, orang ini sudah dapat menduga gerakan dan maksud Werku Alit.

   Sebelum totokan datang cepat-cepat bagian tubuh di samping kiri dialirkan dengan tenaga dalam.

   Kemudian ketika totokan Werku Alit mendarat di tubuhnya, taki-laki ini pura-pura jatuh tak sadarkan diri.

   Demikian juga ketika Kalasrenggi menendangnya, dia dalam meneiungkup pura-pura pingsan masih sempat melihat gerakan kaki orang itu dan bersiap menjaga diri sehingga waktu ditendang tubuhnya hanya terasa pegal-pegal sedikit! Dan apa yang telah dibicarakan kedua orang itu dapat didengarnya dengan jelas.

   Orang ini duduk bergelung lutut dan berpikir-pikir.

   Siapakah gerangan kedua orang tadi? Siapa yang dipanggil dengan sebutan "raden"

   Dan siapa yang satu lagi? Mengapa mereka bicara Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran di tempat terpencil dan di malam hari berudara buruk seperti ini? Dan tugas yang diberikan oleh orang yang dipangglkan "raden"

   Itu? Siapakah Rara Murni? Apakah keduanya bukan gerombolan-gerombolan rampok pengacau? Yang hendak menculik Rara Mumi kemudian melakukan pemerasan terhadap orang tua gadis itu? Orang itu usut-usut dagunya.

   Banyak yang tak dimengertinya atas apa yang telah dialaminya tadi.

   Tapi esok bila hari sudah siang dia bisa mencari keterangan di Kotaraja.

   Sejak pagi sampai saat itu sudah beberapa jam dia mengelilingi Kotaraja.

   Berbagai tempat dan pelosok didatanginya.

   Namun tampang-tampang manusia yang dua orang yang ditemuinya malam tadi tak berhasil dicarinya.

   Akhimya masuklah dia ke dalam sebuah kedai.

   Memang saat itu tenggorokannya sudah seperti terbakar oleh rasa haus dan perutnya perih keroncongan.

   Sambil makan dia terus juga berpikir-pikir.

   Rasanya tak mungkin kedua orang yang semalam itu gerombolan-gerombolan rampok.

   Seorang rampok tak akan dipanggil "raden".

   Pasti yang dipanggil "raden"

   Itu seorang bangsawan kaya.

   Lalu kenapa bangsawan kaya mau menculik gadis orang? Mungkin pernah melamar tapi tak diterima? Dia menyudahi makanannya.

   Ketika dia memandang berkeliling ternyata kedai itu sudah penuh dengan tamu-tamu yang makan siang.

   Dengan perut kenyang dia kemudian melangkah mendekati pemilik kedai.

   Ditanyakannya berapa jumlah yang harus dibayarkannya lalu diberikannya sejumiah uang.

   "lni kembalinya, Nak,"

   Kata orang kedai. Dia sudah tua. Rambutnya sudah putih semua.

   "Ah, tak usah. Ambil saja...."

   Kata pemuda.

   Si orang tua jadi keheranan.

   Demikian juga beberapa orang yang duduk di dekat sana.

   Pemuda yang berambut gondrong, berpakaian lusuh serta bertampang keren tapi macam anak-anak itu berlagak seperti seorang kaya raya yang punya banyak uang, sok tak mau terima uang kembalian! Tapi perhatian orang hanya sebentar tertuju kepada si pemuda.

   Masing-masing kemudian sibuk mengurusi mulut dan perutnya sendiri.

   Si pemuda mendekati pemilik kedai dan berkata pelahan.

   "Uang yang kulebihkan itu untuk membayar beberapa keterangan darimu, Bapak,"

   Katanya.

   "Keterangan?"

   Si orang tua kerenyitkan kening.

   "Keterangan apa...?"

   "Bapak sudah lama tinggal di Kotaraja ini?"

   "Dari masih orok sampai punya buyut!"

   Jawab pemilik kedai pula. Hatinya masih bertanya-tanya dan heran.

   "Kenapa anak tanya begitu?"

   Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran "Oh tak apa-apa.... Mungkin bapak kenal dengan seorang perempuan bernama Rara Murni?"

   Pertanyaan ini membuat si orang tua lebih heran.

   "Semua orang di Pakuan ini tahu siapa Rara Murni,"

   Katanya.

   "Oh pantas.. pantas... Rara Murni yang kau tanyakan itu adalah adik Sang Prabu Kamandaka!"

   Tentu saja si pemuda mendengar ini jadi kaget sekali. Siapa sangka kalau Rara Murni adik dari raja Pajajaran?! Namun dengan pandainya dia menyembunyikan kekagetannya itu. Kemudian terdengar suara orang kedai bertanya.

   "Anak muda, ada maksud apakah kau bertanyakan adik Sang Prabu itu...?"

   "Oh tidak apa-apa. Tidak apa-apa...."

   "Kalau kau bermaksud buruk ketahuilah bahwa di Kotaraja ini banyak sekali hulubalang-hulubalang Sang Prabu yang bertelinga tajam!"

   Si pemuda sunggingkan senyum.

   "Kau terlalu bercuriga terhadapku, orang tua. Aku hanya seorang pemuda desa yang mendengar kabar disampaikan dari mulut ke mulut bahwa Rara Murni adalah seorang yang cantik jelita. Biasa bukan laki-laki tanya perempuan...?"

   Pemuda ini kemudian tertawa geli. Namun tawa gelinya itu diputuskan oleh suara bentakan dari arah pintu.

   "Manusia yang berani bicara seenaknya tentang adik Sang Prabu coba putar tubuh! Aku mau lihat tampangnya!" .Suara itu keras dan garang. Si pemuda melihat bagaimana orang tua di hadapannya menjadi gemetar ketakutan.

   "Aku sudah bilang apa... aku sudah bilang apa..."

   Katanya berulang kali. Pemuda itu dengan perlahan memutar tubuh. Di pintu dilihatnya berdiri seorang prajurit berhadapan tegap bersenjata tombak.

   "Bagus! Tampangmu memang mirip kunyuk. Jadi cukup pantas untuk pengisi kerangkeng istana!"

   Prajurit ini melambaikan tangannya. Dua orang prajurit lagi muncul di ambang pintu.

   "Tangkap pemuda rambut gondrong itu! Dia telah menghina adik Sang Prabu!"

   Dengan tombak terhunus kedua prajurit itu melangkah ke hadapan pemuda rambut gondrong.

   "Sebentar saudara... sebentar!"

   Kata si pemuda sambil pentangkan kedua telapak tangannya ke muka.

   Selarik sinar halus berhembus ke arah jalan darah kedua prajurit itu.

   Dan semua mata dalam kedai yang tak tahu menahu ha1 itu hanya menyaksikan bahwa kedua prajurit itu hentikan langkah karena memenuhi permintaan si pemuda.

   Padahal dua prajurit itu sudah kena ditotok dari jarak jauh dan berdiri kaku tak bisa bergerak tak bisa bicara! "Sebentar, aku Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran mau bicara dulu!"

   Kata pemuda rambut gondrong kini pada prajurit yang di pintu.

   "Bicara apa?! Lekas? Katakan!"

   Seekor lalat terbang dan hinggap di lengan kiri si rambut gondrong.

   "Ah lalat ini! Mengganggu aku yang hendak bicara!"

   Kata si rambut gondrong.

   Dengan jari-jari tangan kanannya disentilnya lalat itu.

   Namun tujuan sebenarnya bukan binatang itu.

   Sang lalat memang terpental mati dengan tubuh hancur tapi angin sentilan terus menotok jalan darah prajurit yang berdiri di pintu kedai.

   Orang-orang tetap melihat dia berdiri sebagaimana biasa tapi sesungguhnya tubuhnya sudah kaku tegang! Si rambut gondrong datang ke hadapannya, pura-pura membisikkan sesuatu lalu menepuk bahu prajurit itu dan berlalu.

   Orang-orang mulai menjadi heran.

   Dan beberapa ketika saja sesudah pemuda aneh tadi lenyap tiba-tiba.

   "Bluk... bluk... b!uk.... !"

   Ketiga prajurit itu rebah ke tanah susul menyusul! Begitu mencium lantai begitu mereka kembali sadarkan diri! Kedai itu menjadi hiruk pikuk.

   Tiga prajurit dengan rasa malu, geram dan amarah meluap memburu ke luar kedai tapi si rambut gondrong sudah lama lenyap! Tiga prajurit ini tiada lain adalah anak buah Kalasrenggi.

   Sewaktu pemuda rambut gondrong mengeliling Kotaraja mencari dua manusia yang ditemuinya malam tadi di teratak tua di luar tembok kerajaan maka tanpa setahunya sepasang mata telah menguntitnya.

   Yang menguntit tiada lain dari Kalasrenggi yang saat itu tengah bersiap-siap untuk melaksanakan tugas yang diberikan oleh Werku Alit.

   Ketika si rambut gondrong masuk kedai maka dikirimnya tiga orang prajurit ke sana.

   Diperintahkannya untuk menangkap pemuda itu dengan alasan yang dibuat-buat.

   Bila sudah ditangkap, maka pengusutan lebih lanjut siapa adanya pemuda ini akan dilakukan Kalasrenggi sesudahnya dia selesai melakukan tugas dari Werku Alit.

   Ketika mereka masuk dengan diam-diam mereka telah mencuri dengar apa yang dipercakapkan si rambut gondrong dengan orang kedai.

   lni mereka jadikan alasan untuk menalngkap pemuda itu.

   Namun karena tiga prajurit ini hanyalah mengandalkan tenaga-tenaga lahir yang kasar, tak mempunyai ilmu dalam maka dengan mudah si rambut gondrong "mempermainkannya!" --== 0O0 == --SEPULUH Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran "Kalau Rara Murni adalah adiknya Raja Pajajaran..."

   Kata pemuda itu sambil terus juga menyusuri jalan di bawah panas teriknya matahari musim kemarau.

   "Pasti peristiwa penculikannya mempunyai latar belakang yang besar dan buntut panjang!"

   Dia menengadah ke langit.

   "Ah, cepat benar bergesernya matahari...."

   Katanya lagi. Dan ketika dia berpapasan dengan seorang penjual sayur mayur maka bertanyalah dia.

   "Bapak, manakah jalan yang menuju ke lembah Limanaluk?"

   Penjual sayur mayur itu menyeka peluh di keningnya terlebih dahulu. Diputarnya badannya sedikit dan dia menunjuk ke ujung jalan.

   "Ikuti saja terus jalan ini, jangan mengkol. Limanaluk sekira setengah hari perjalanan dari sini."

   Pemuda yang bertanya mengucapkan terima kasih lalu metanjutkan perjalanannya kembali....

   Kereta itu bagus dan mungil potongannya.

   Dua ekor kuda coklat yang menariknya berlari kencang.

   Empat prajurit terpercaya mengawal kereta ini.

   Dua orang di depan, dua lainnya di belakang.

   Debu menggebubu sepanjang jalan yang mereka lalui.

   Setelah dua jam perjalanan meninggalkan Kotapraja jalan yang ditempuh mulai banyak lobang-lobang dan batu-batunya.

   Kusir memperlambat jalan kereta terutama ketika melewati satu pengkolan tajam.

   Selewatnya sebuah penurunan jalan yang mereka lalui baik kembali dan menyusuri tepi sebuah kali kecil berair jernih.

   Prajurit di depan sebelah kanan melambaikan tangan memberi tanda berhenti.

   Ketika kereta itu berhenti maka tersibaklah tirai jendela dan sebuah kepala berparas jelita remaja munculkan diri ke luar.

   "Ada apa berhenti?"

   Suara gadis ini bertanya begitu merdu. Kepala pengawal menjura sedikit dan menjawab.

   "Kuda-kuda kita perlu diberi minum, Tuan Puteri..."

   Rara Murni menutupkan tirai jendela kembali.

   Kusir turun dari kereta dan membawa kedua ekor kuda coklat ke tepi kali.

   Enam ekor binatang itu kemudian seperti berebutan memasukkan mulutnya ke datam air kali yang bening sejuk.

   Beberapa ketika berlalu maka rombongan bersiap-siap untuk melanjutkan kembati.

   Namun belum lagi kusir naik ke atas kereta empat orang penunggang kuda muncul di tempat itu.

   Badan tegap-tegap dan muka mereka tak dapat dikenali karena kepala masing-masing tertutup dengan kerudung kain hitam yang dilubangi di bagian matanya.

   Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran "Perjalanan kalian hanya sampai di sini!"

   Kata penunggang kuda paling depan.

   Suaranya berat dan parau, disertai dengan tenaga dalam sehingga tak mungkin untuk mengenali suaranya yang asli.

   Empat pengawal kereta yang tahu bahwa manusia-manusia berkerudung kain hitam itu datang bukan dengan membawa maksud baik segera cabut pedang! Melihat ini orang yang tadi bicara tertawa mengekeh.

   "Kalian kunyuk-kunyuk Pajajaran kalau masih ingin selamatkan batang leher segeralah tinggalkan tempat ini!"

   "Bangsat rendah! Berani menghina prajurit kerajaan! Terima pedangku!"

   Bentak kepala pengawal.

   Dia melompat ke muka dan pedangnya berkelebat, berkilauan ditimpa sinar matahari! Manusia berkerudung sentakkan tali kekang kuda dan miringkan badan.

   Berbarengan dengan itu kaki kanannya meluncur dengan sangat cepat.

   Kepala pengawal kereta terpekik.

   Pedangnya lepas dan mental sedang sambungan sikunya yang dimakan tendangan tanggal dari persendian! Dia mengeluh kesakitan, terbungkuk-bungkuk sambil memegangi sambungan sikunya yang copot! Tiga pengawa! yang lain tanpa banyak bicara segera menyerbu dan disambuti oleh tiga laki-laki lainnya yang memakai kerudung.

   Setelah terlibat dalam dua jurus pertempuran maka terdesaklah ketiga pengawal kereta.

   Sementara itu di dalam kereta, mendengar suara ribut-ribut dan disusul dengan suara beradunya senjata dengan hati cemas Rara Mumi singkapkan tirai jendela.

   Dia terkejut sekali melihat ada sesosok tubuh berkerudung melangkah mendekati kereta.

   dan mengulurkan tangan untuk membuka pintu kereta! "Rara Murni...

   kau tak usah cemas! Apa yang terjadi di,sini hanya pertunjukan biasa saja.

   Silahkan turun...!"

   "Kalian siapa...?!"

   "Siapa kami itu tidak penting. Turunlah...."

   "Rampok-rampok biadab! Kalau kalian tahu siapa aku segeralah tinggalkan tempat ini sebelum pasukan kerajaan datang menumpas kalian!"

   Laki-laki berkerudung tertawa bergelak.

   Dibukanya pintu kereta dan diulurkannya tangan kanan untuk menarik Rara Murni keluar dari kereta.

   Kusir kereta yang sejak tadi seperti terpukau melihat pertempuran yang berkecamuk di depan matanya, ketika mengetahui bahwa Rara Murni hendak diperlakukan secara kasar segera mengambil cambuk kereta dan menderu punggung laki-laki berkerudung.

   Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran "Rampok laknat! Berani mengganggu adik Sang Prabu!"

   Dan cambuk itu mendera lagi beberapa kali.

   Laki-laki berkerudung memutar tubuh.

   Sekali dia gerakkan tangan maka berhasillah dia merampas cambuk itu.

   Dan kini cambuk itu dipakainya untuk melecuti muka kusir kereta.

   Kusir ini menjerit-jerit.

   Kemudian dengan kalap mencabut golok pendeknya dan menyerang si muka berkerudung.

   Namun hanya dengan mengelak dan sekali tendang saja maka kusir kereta itu terpelanting ke tebing kali, masuk ke dalam kali.

   Tubuhnya segera hanyut terbawa air, tenggelam timbul karena sebelum jatuh ke dalam kali tendangan laki-laki berkerudung telah membuatnya pingsan terlebih dulu! Pertempuran antara tiga prajurit pengawal dan tiga laki-laki berkerudung lainnya tak berjalan lama.

   Ketiga pengawal itu menggeletak di tanah bermandikan darah.

   Sementara itu di atas kereta Rara Murni berusaha melawan dan meronta-ronta, menerjang dan meninju laki-laki yang hendak menyeretnya turun secara paksa.

   Namun apalah kekuatan seorang perempuan.

   Dalam waktu sebentar saja segera laki-laki berkerudung itu dapat membekuknya.

   Rara Murni dinaikkan ke atas kuda.

   "Lemparkan ketlga mayat itu ke dalam kali!"

   Perintah laki-laki berkerudung yang sudah naik ke atas punggung kudanya.

   "Juga kereta itu!"

   Tiga mayat pengawal dilemparkan ke dalam kali.

   Kuda penarik kereta melonjak-lonjak dan meringkik keras ketika tiga manusia berkerudung itu mendorong kereta ke dalam kali! Dalam waktu yang singkat keempat orang itu segera berlalu.

   Yang tinggal kini di tempat itu hanya bekas-bekas pertempuran, darah, mayat, kereta dan kuda yang masih terus meringkik-ringkik sementara tubuhnya dengan perlahan tapi pasti tenggelam ke dalam kali! --== 0O0 == --SEBELAS Lembah Limanaluk satu daerah yang jarang didatangi manusia.

   Daerah ini sunyi sepi, ditumbuhi pohon-pohon raksasa dan semak belukar lebat.

   Ke sinilah keempat manusia berkerudung itu membawa Rara Murni.

   Di hadapan sebuah kuil tua mereka berhenti dan menurunkan gadis itu yang sampai saat itu masih terus juga melawan dengan segala daya yang ada.

   Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran "Rara Murni, kalau kau tak banyak cingcong aku tak akan perlakukan kau dengan kekerasan..."

   "Lepaskan aku!"

   Teriak Rara Murni.

   "Masuklah ke dalam kuil sana!"

   "Tidak!"

   Dan Rara Murni berusaha hendak lari namun tangannya segera kena dicekat. Laki-laki berkerudung yang bertindak sebagai pemimpin tiga orang lainnya berpaling, lalu katanya pada ketiga orang itu.

   "Kalian kembalilah. Beritahukan bahwa tugas kita berhasil baik!"

   Tiga laki-laki berkerudung segera lompat kembali ke atas punggung kuda masing-masing dan meninggalkan tempat itu.

   Yang seorang tadi menyeret Rara Murni ke dalam kuil.

   Kuil itu sebuah kuil tua yang sudah tak dipakai lagi.

   Batu dindingnya sudah pada luruh dimakan umur.

   Sebuah arca besar yang terdapat di pojok kuil sebagian mukanya rusak dan tangan serta kakinya sudah buntung.

   "Lepaskan aku dari sini!"

   Teriak Rara Murni untuk kesekian kalinya. Suaranya mulai parau.

   "Kau terlalu banyak cerewet, Rara Murni."

   Kata laki-laki berkerudung. Kedua bola matanya berkilat-kilat memandangi paras dan tubuh gadis itu.

   "Tapi..."

   Kata orang ini kemudian.

   "Kau mungkin tak akan banyak ulah bila mengetahui siapa aku."

   Habis berkata begitu laki-laki ini membuka kerudung penutup mukanya.

   Kaget Rara Murni bukan kepalang.

   Seperti tak percaya dia akan pandangan kedua matanya.

   Betapakah tidak! Laki-laki berkerudung itu ternyata adalah salah seorang kepala pasukan kerajaan yang cukup dikenalnya.

   "Kalasrenggi!"

   Kalasrenggi tertawa mengekeh.

   "Kau sudah lihat mukaku dan tahu siapa aku. Apa kau juga masih mau cerewet?"

   "Apa maksudmu dengan semua ini, Kalasrenggi?!'.

   "Apa maksudku? Kau akan lihat saja nanti!"

   "Pengkhianat! Pengkhianat terkutuk kau Kalasrenggi! Kau sadar apa akibatnya kalau kakakku mengetahui perbuatanmu ini?!"

   "Kakakmu tak akan pernah mengetahuinya!"

   "Aku akan adukan dan kau akan dibuang ke pulau Neraka! Tempat pengkhianat-pengkhianat kerajaan!"

   Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran Kalasrenggi tertawa lagi.

   Matanya semakin berkilat-kilat memandangi paras Rara Murni.

   Memang sesungguhnya sudah sejak lama laki-laki ini secara diam-diam merasa tertarik dan jatuh hati terhadap Rara Murni.

   Kini berada berdua-dua di tempat sunyi itu, hasrat yang terpendam itu menjadi berkobar-kobar memanasi darah dan tubuhnya.

   "Mungkin kau tak akan pernah punya kesempatan untuk mengadu Rara Murni. Kepalamu cukup bagus untuk jadi benda persembahan kepada kakakmu sendiri!"

   Rara Murni terkejut.

   "Apa maksudmu?"

   Kalasrenggi tertawa. Tawa yang menjijikkan Rara Murni. Katanya.

   "Kalau kau mau menuruti apa yang aku katakan, mungkin aku masih bisa menyelamatkan kau dari kematian...."

   "Kau benar-benar pengkhianat terkutuk! Terkutuk!"

   Masih dengan tertawa yang menjijikkan itu Kalasrenggi melangkah maju mendekati Rara Murni.

   Matanya berkilat-kilat, cuping hidung kembang kempis dan dadanya bergejoiak.

   Melihat ini Rara Murni segera melangkah mundur.

   Mundur sampai punggungnya membentur dinding kuil.

   Sebelum dia sempat lari ke pintu jari-jari tangan Kalasrenggi yang besar-besar dan panas digelorai nafsu telah mencekal lengannya.

   "Kenapa musti takut...?"

   Ujar laki-laki itu. Nafasnya yang keras dan panas menghembus-hembus ke muka Rara Murni.

   "Keparat! Lepaskan tanganku! Lepaskan!"

   Teriak Rara Murni.

   Tiba-tiba Kalasrenggi menyentakkan tangan itu.

   Rara Murni tenggelam ke dalam pelukannya yang beringas dan ganas.

   Ciumannya bertubi-tubi di paras jelita gadis itu.

   Rara Murni memekik.

   Meronta dan memekik! Badannya ditekan erat-erat ke dinding kuil oleh Kalasrenggi, membuatnya hampir tak bisa meronta dan menghindarkan kepalanya dan ciuman-ciuman laki-laki itu.

   Bahkan Rara Murni tak bisa berbuat sesuatu apa ketika Kalasrenggi dengan beringasnya menarik kain yang menutupi dadanya! Rara Murni memekik lagi ketika badannya digulingkan ke lantai kuil.

   Kedua kakinya dilejang-lejangkannya.

   Namun lejangan-lejangan ini hanya membuat kain yang dipakainya menjadi turun sampai ke paha.

   Pemandangan ini membuat nafsu yang sudah menggejolak dalam diri Kalasrenggi jadi mengamuk dengan dahsyat.

   Rara Mumi menjerit tiada henti-hentinya.

   Menjerit meski dia tahu bahwa jeritan itu tak ada artinya bagi Kalasrenggi, menjerit meskipun tahu bahwa dia dalam keadaan begitu rupa tak akan mungkin lagi menyelamatkan diri dan kehormatannya! Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran Dalam nafsu yang mengamuk itu mendadak Kalasrenggi merasakan sesuatu menyambar di atas punggungnya.

   Belum lagi dia sempat palingkan kepala untuk melihat benda apa yang menyambar itu maka terdengarlah suara bergedebukan di lantai kuil! Dan sesaat bila Kalasrenggi memalingkan kepala maka terkejutlah dia, terkejut seperti melihat setan berkepala tujuh! Tiga sosok tubuh bergeletakkan di lantai kuil! Bukan saja tiga sosok tubuh yang bergeletakkan itu yang mengejutkan Kalasrenggi tapi terlebih lagi ialah ketika mengenali bahwa ketiga manusia ini adalah anak buahnya sendiri, yang tadi disuruhnya kembali ke Kotaraja untuk memberikan laporan pada Raden Werku Alit bahwa tugas penculikan atas diri Rara Mutni telah dilaksanakan.

   Nafsu yang membara di tubuh Kalasrenggi dengan serta merta mengendur dan lenyap sama sekali.

   Perlahan-lahan laki-laki ini berdiri dan meninggalkan Rara Murni yang tadi hampir saja menjadi mangsa kebejatannya.

   Ketika diperhatikannya ketiga anak buahnya itu ternyata tidak bernafas lagi alias sudah menjadi mayat! Muka-muka mereka membiru sedang pada kening masing-masing dilihatnya tiga deretan angka-angka 212.

   Muka yang biru itu diketahuinya adalah akibat pukulan atau tamparan yang ampuh sekali.

   Tapi adanya angka-angka 212 pada kening ketiga orang ini adalah tidak dimengerti sama sekali oleh Kalasrenggi! Pada saat dirinya dilepaskan oleh Kalasrenggi maka pada saat itu pula dengan serta merta Rara Murni bangkit berdiri dan hendak lari ke pintu kuil.

   Namun baru tiga langkah kedua kakinya bergerak, gadis ini hentikan langkah, darahnya tersirap dan mukanya memucat.

   Pada pintu kuil sesosok tubuh yang memakai kerudung hitam berdiri dengan bertolak pinggang.

   Tak bisa tidak pastilah manusia ini anak buah Kalasrenggi juga, pikir Rara Murni...

   Kalasrenggi sendiri ketika melihat bayangan seseorang di pintu kuil cepat menoleh dan kembali mukanya dilanda rasa terkejut! Dia tidak kenal dengan manusia berkerudung di pintu itu, tapi dia pasti betul bahwa laki-laki ini bukanlah orangnya, tapi kerudung hitam yang dikenakannya adalah kerudung salah seorang anak buahnya yang telah menemui ajal dengan cara yang aneh itu! Bukan tidak mustahil manusia ini pulalah yang telah menamatkan riwayat tiga anak buahnya itu! Meski amarahnya tidak terkirakan namun Kalasrenggi tidak mau bertindak gegabah.

   Sepasang matanya memandang tajam-tajam seperti mau menembus kerudung yang menutupi kepala sosok tubuh manusia yang berdiri di pintu kuil itu! "Tamu tak diundang, silahkan buka kerudung!"

   Kata Kalasrenggi.

   Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran Orang yang di pintu menyeringai di balik kerudung hitamnya.

   Lalu terdengarlah suara tertawanya, mula-mula mengekeh perlahan, tapi kemudian menjadi tawa bergelak yang menggetarkan gendang-gendang telinga serta menggetarkan dinding-dinding kuil tua itu! Kalasrenggi bersiap-siap dengan tenaga dalamnya dan berlaku waspada.

   Kalau suara tertawa manusia ini dapat menggetarkan gendang-gendang telinga bahkan menggetarkan dinding kuil, maka ini suatu pertanda bahwa siapa pun adanya manusia ini, dia bukanlah orang sembarangan! Dan semakin yakin Kalasrenggi bahwa orang inilah yang telah menewaskan ketiga anak buahnya.

   Akan Rara Murni, kalau tadi hatinya kecut dan takut melihat munculnya manusia berkerudung ini, maka setelah mengetahui bahwa dia bukanlah di pihaknya Kalasrenggi, diam-diam Rara Murni menjadi sedikit lega hatinya.

   Tapi dia tak tahu apakah manusia yang baru datang ini adalah tuan penolongnya ataukah seseorang yang lebih bejat dan terkutuk dari Kalasrenggi! Dalam pada itu dia sendiri masih belum dapat melihat tampang orang ini.

   Hati Kalasrenggi serasa dibakar karena ucapannya disahuti dengan suara tertawa macam begitu oleh si kerudung hitam.

   Maka berkatalah dia dengan menunjukkan nyali besar.

   "Kalau kau tak mau buka kerudung, terpaksa aku turun tangan...."

   Orang berkerudung hentikan tertawanya. Dan dia buka mulut menyahuti.

   "Diri manusia tidak diukur dari tampangnya, tapi dari hatinya! Bila dia seorang prajurit, maka kejujuran hati, kesetiaan dan baktinya pada kerajaanlah yang menjadi ukuran!"

   Merah paras Kalasrenggi mendengar kata-kata ini. Si kerudung hitam tertawa bergumam dan berpaling pada Rara Murni dan berkata.

   "Bukan begitu Tuan Puteri Rara Murni...?"

   Rara Mumi tak menyahuti.

   Tapi dia menjadi terkejut karena tak menyangka kalau laki-laki itu tahu namanya.

   Dan beratlah dugaannya bahwa laki-lakl ini adalah orang dalam juga.

   Orang kerajaan juga, entah pengkhianat entah seorang penolong.

   Tapi kalau dia bermaksud menolong, mengapa musti pakai kerudung hitam segala? "Tapi..."

   Kata laki-laki yang di pintu pula melanjutkan bicaranya.

   "Kalau kau memang kepingin melihat tampangku, baiklah! Aku tak keberatan untuk membuka kerudung hitam ini. Tampangku memang buruk. Namun jika dibandingkan dengan tampangmu, masih mendingan aku ke mana-mana!"

   Sambil tertawa-tawa laki-laki ini membuka kerudung hitam yang menutupi kepalanya.

   --== 0O0 == --Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran DUABELAS Bila Rara Murni memandang ke muka maka di balik kerudung yang telah dibuka itu ternyata laki-iaki yang berdiri di pintu adalah seorang pemuda gagah berambut gondrong.

   Meski tertawanya tadi mengekeh dan bergelak namun parasnya yang gagah itu condong kepada paras anak-anak.

   Sebaliknya begitu menyaksikan tampang manusia di depannya, kedua mata Kalasrenggi menyipit, kulit mukanya mengerenyit.

   Otaknya berputar dengan cepat, mengingat-ingat di mana dia pernah melihat pemuda ini sebelumnya.

   Dan secepat dia ingat maka menggeramlah Kalasrenggi.

   Pemuda yang ada di hadapannya saat itu tak lain daripada pemuda yang malam tadi telah berteduh di teratak di luar Kotaraja sewaktu hari hujan lebat dan sewaktu dia tengah bicara dengan Werku Alit! Juga pemuda inilah yang kemudian ditotok Werku Alit! Dan dia sendiri menghadiahkan satu tendangan! "Ingat siapa aku...?"

   "Saudara, apa urusanmu dalam hal ini?!"

   Bentak Kalasrenggi garang. Tangan kirinya menyelinap ke balik pinggang di mana tersisip sebilah keris.

   "Ah... tentu ada saja, Saudara. Pertama, kau telah menghadiahkan tendangan padaku malam tadi. Enak juga tendangan itu. He,.. he... he.... Lalu, aku tidak begitu suka pada manusia-manusia yang bersifat ular kepala dua, pengkhianat besar serta tukang rusak kehormatan perempuan.... Apa itu kurang cukup untuk bikin urusan denganmu?!"

   "Hem...."

   Kalasrenggi menggumam.

   "Jadi hari ini aku berhadapan dengan seorang pendekar budiman huh?! Satu hal yang menyenangkan sekali!"

   Habis berkata begini Kalasrenggi keluarkan suara berdengus dari hidungnya.

   "Terangkan dulu siapa kau punya nama!"

   Katanya kemudian.

   "Ah, kau keliwat ramah tanya-tanya segala nama. Namaku sudah kutuliskan pada kening ketiga anak buahmu!"

   Jawab si pemuda pula. Kalasrenggi tertawa mengejek.

   "Baru kali ini aku bertemu manusia yang namanya adalah tiga buah angka. Angka-angka gila!"

   Si pemuda tertawa.

   "Angka-angka itu mungkin gila! Tapi tidak segila pengkhianat macam kau Kalasrenggi!"

   "Kau sudah tahu namaku. Kenapa tidak lekas kabur tinggalkan tempat ini?!"

   Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran "Apa kabur dari sini? L.alu kau teruskan maksud busukmu terhadap Tuan Puteri Rara Murni? Aku tidak sebodoh dan sepengecut yang kau sangka, Kalasrenggi!"

   "Kalau betul kau punya nyali, tahan ini!"

   Bentak Kalasrenggi garang. Dengan satu lompatan cepat Kalasrenggi lancarkan serangan tangan kosong. Tapi serangan yang hebat ini dapat dielakkan lawan dengan mudah bahkan sambil bersiul dan tertawa-tawa.

   "Kalasrenggi, kalau mau baku jotos jangan di dalam sini, mari keluar!"

   Kata si pemuda rambut gondrong atau pendekar 212 Wiro Sableng. Sengaja dia berkata begitu karena khawatir dalam pertempuran nanti Rara Murni yang juga berada di ruangan itu akan mendapat celaka.

   "Tak usah banyak mulut! Kau harus mampus disaksikan ketiga mayat anak buahku!"

   Bentak Kalasrenggi pula. Untuk kedua kalinya kepala pasukan Pajajaran yang berkhianat ini menyerang, lebih hebat dari tadi. Tiba-tiba orang yang diserangnya lenyap dari hadapannya. Kemudian di belakangnya terdengar suara siulan.

   "Aku di sini Kalasrenggi, mengapa menyerang tempat kosong?!"

   Kalasrenggi kertakkan rahang.

   Dia berbalik dengan cepat dan menyerang lebih ganas.

   Tangannya bergerak cepat, tendangan kaki bertubi-tubi.

   Keseluruhannya mengeluarkan angin yang keras dan bersiuran.

   Agaknya permainan silat tangan kosong Kalasrenggi tidak dari tingkat rendahan.

   Dari angin pukulan dan tendangannya Wiro sudah dapat menjajaki kehebatan lawan.

   Karena tak mau ambil resiko pemuda ini segera bergerak cepat.

   Dalam waktu yang singkat tiga jurus berlalu sebat.

   Pada saat memasuki jurus keempat Wiro Sableng melihat Rara Murni melarikan diri keluar kuil.

   Sambil rundukkan kepala mengelakkan hantaman tinju Kalasrenggi, Wiro Sableng berseru.

   "Rara, tunggu! Jangan pergi dulu!"

   Tapi mana si gadis mau dengar.

   Sambil menyingsingkan kainnya ke atas Rara Murni mempercepat larinya.

   Terpaksa pendekar 212 lepaskan pukulan tangan kanan ke arah kedua kaki gadis itu.

   Serangkum angin melesat deras dan dingin.

   Rara Murni merasa kedua kakinya seperti disiram air es, kemudian kedua kakinya itu kaku tak bisa lagi digerakkan.

   Larinya dengan serta merta terhenti.

   Melihat lawan melakukan dua gerakan sekaligus maka kesempatan ini dipergunakan oleh Kalasrenggi untuk membobolkan pertahanan lawan.

   Tendangan kaki kanan dan tinju kiri kanan menyerang susul menyusul ke tempat-tempat terlemah dari Wiro Sableng! Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran Namun dengan membentak keras dan berkelebat cepat ketiga serangan lawan dapat dikelit oleh pendekar 212.

   Penasaran sekali Kalasrenggi memburu lagi dengan satu serangan berantai.

   Kali ini, pada saat tangan kanan Kalasrenggi memukul ke muka, pendekar 212 sengaja menyongsong datangnya lengan lawan.

   Maka beradulah lengan dengan lengan! Kalasrenggi terpekik.

   Tubuhnya terpelanting ke belakang sampai punggungnya menghantam dinding kuil.

   Lengan kanannya yang beradu dengan lengan lawan kelihatan biru dan bengkak besar.

   Sakitnya bukan alang kepalang! Karena tadi Wiro Sableng melayaninya seperti acuh tak acuh, Kalasrenggi tidak menduga kalau kehebatan lawan demikian lihainya.

   Sesudah mengurut lengannya yang bengkak biru serta mengalirkan tenaga dalam ke bagian yang terpukul itu maka kemudian Kalasrenggi dengan tangan kirinya mencabut sebilah keris dari balik pinggang.

   Senjata ini sebuah senjata pusaka juga rupanya karena memancarkan sinar membiru.

   Tanpa banyak bicara kepala pasukan Pajajaran itu segera lancarkan serangan dahsyat.

   Kalasrenggi memang seorang kidal dan permainan kerisnya juga sudah mencapai tingkat yang matang.

   Apalagi dengan mempergunakan tangan kiri itu maka serangan-serangannya sukar diduga.

   Namun demikian pendekar 212 sudah punya rencana sendiri terhadap manusia kepala dua ini! Dibiarkan dan dielakkannya saja untuk beberapa lamanya serangan-serangan keris Kalasrenggi.

   Kepala pasukan pengkhianat ini semakin gemas dan geram.

   Dipercepatnya gerakannya namun tetap saja tiada mencapai hasil yang dikehendakinya.

   "Pegang senjatamu erat-erat, Kalasrenggi."

   Kata pendekar 212 memberi ingat.

   Kalasrenggi masih belum mengerti apa maksud ucapan lawannya itu.

   Bahkan dia sama sekali tidak dapat melihat dengan jelas gerakan kedua tangan Wiro Sableng.

   Tahu-tahu saja dirasakannya keris pusakanya terlepas dari tangan.

   Laki-laki ini mengeluarkan seruan tertahan.

   Memandang dengan tak percaya pada tangan kirinya yang kosong! Wiro Sableng tertawa mengekeh dan melompat ke muka.

   Tangan kanannya terkembang seperti hendak mencengkeram muka Kalasrenggi.

   Yang diserang cepat merunduk dan berusaha menyodokkan lipatan sikunya ke perut lawan.

   Tapi kali ini Kalasrenggi tertipu.

   Tangan yang menyerang dan hendak mencengkeram itu hanya gerakan palsu belaka.

   Tanpa dapat dikelit lagi oleh Kalasrenggi maka dua ujung jari tangan kanan Wiro Sableng meluncur ke rusuk kirinya.

   Mendadak sontak detik itu juga tubuh Kalasrenggi menjadi kaku tegang.

   Tangan dan kakinya tak bisa digerakkan lagi, tapi mulutnya masih sanggup bicara, telinganya masih bisa mendengar, demikian juga indera-inderanya yang lain masih tetap seperti biasa.

   Pendekar 212 sengaja menotok laki-laki itu demikian rupa, sesuai dengan rencananya.

   Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran Sambil tertawa-tawa dan garuk-garuk kepalanya yang berambut gondrong Wiro Sableng memandangi Kalasrenggi beberapa lamanya.

   Kemudian pendekar muda ini melangkah mendapatkan Rara Murni.

   Dilepaskannya totokan yang telah memakukan kedua kaki gadis itu.

   Rara Murni begitu merasa kakinya bebas segera hendak lari namun tangannya cepat dipegang oleh Wiro Sableng.

   "Lepaskan tanganku!"

   Teriak Rara Murni.

   "Terhadapku tak usah takut, Rara Murni."

   Kata pendekar 212 pula.

   "Kau siapa?!"

   Tanya Rara Murni dan berusaha melepaskan tangannya yang dipegang.

   "Siapa aku itu soal nanti. Tapi apakah kau akan tinggalkan begitu saja Kalasrenggi tanpa memberikan satu hukuman yang setimpal terhadapnya?!"

   "Aku akan laporkan kejahatannya terhadap Sang Prabu. Pasukan Kerajaan akan menyeretnya ke Pakuan! Dia pasti akan dibuang ke pulau Neraka! "

   Pendekar 212 tersenyum.

   "Kuil ini juga bisa menjadi tempat neraka baginya, Rara Murni. Mari, aku akan tunjukkan cara yang bagus untuk menghukum pengkhianat dan manusia bejat macam dia!"

   Dengan seutas tali pendekar 212 mengikat kedua pergelangan kaki Kalasrenggi. Kalasrenggi yang saat itu meski tubuhnya kaku tapi masih bisa merasa, melihat dan bicara.

   "Keparat! Kau mau buat apa terhadapku?!"

   "Ah, kau masih bilang keparat, Saudara..."

   Jawab pendekar 212 dengan tertawa.

   "Pernahkah kau melihat dunia terbalik?! Melihat dengan kaki ke atas kepala ke bawah?!"

   "Apa maksudmu?!"

   Bentak Kalasrenggi. Tapi dalam hatinya dia sudah dapat menduga apa yang bakal dilakukan oleh Wiro Sableng dan tubuhnya mengucurkan keringat dingin.

   "Apa maksudku kita akan saksikan sama-sama, Kalasrenggi,"

   Kata Wiro Sableng pula. Sekali saja tali yang mengikat kedua pergelangan kaki Kalasrenggi ditariknya maka terbantinglah laki-laki itu ke lantai kuil. Kutuk serapah dan keluh kesakitan bersemburan dari mulut Kalasrenggi.

   "Sudahlah, jangan memaki-maki juga, tak ada gunanya,"

   Kata pendekar 212.

   Dia memandang ke atas atap kuil dan dilihatnya sebuah tiang yang membentang memalang di bawah atap.

   Ujung tali yang dipegangnya dilemparkannya ke atas.

   Bila ujung tali itu menjuntai ke bawah kembali setelah terlebih dahulu menyangkut di tiang palang maka pendekar 212 mulai mengerek badan Kalasrenggi.

   Gelap dunia ini bagi Kalasrenggi.

   Dalam tempo yang singkat mukanya menjadi sangat merah karena darah -yang mengalir turun memberati mukanya.

   Laki-laki ini coba meronta, tapi tubuhnya kaku tak bergerak, hanya terbuai-buai saja macam karung diisi pasir dan digantung! Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran Yang bisa dilakukan Kalasrenggi hanya memaki dan memaki tiada habisnya dia menjadi letih sendiri.

   Pendekar 212 tertawa mengekeh macam kakek-kakek.

   Dia berpaling pada Rara Murni sebentar lalu bertanya pada Kalasrenggi.

   "Bagaimana, indahkah dunia ini bila dilihat terbalik...?"

   "Demi setan bila bebas aku bersumpah untuk mencincang tubuhmu keparat...!"

   Hardik Kalasrenggi.

   "Sumpahmu terlalu hebat Kalasrenggi. Tapi bisakah kau membebaskan dirimu dari jari-jari tanganku ini...?"

   Dengan senyum-senyum Wiro Sableng melangkah mendekati Kalasrenggi.

   Kemudian sepuluh jari-jari tangannya menggerayang menggelitiki tulang rusuk Kalasrenggi! Laki-laki ini menjerit, melolong setinggi langit sampai suaranya menjadi serak! Wiro Sableng tertawa senang.

   Rara Murni sendiri hampir-hampir tak dapat menahan gelinya.

   Dan Kalasrenggi terus juga berteriak, menjerit, melolong dan memekik dengan suaranya yang serak parau itu! "Rara Murni, ayo mengapa diam saja? Kalau kau ingin membalaskan sakit hatimu terhadapnya, inilah saatnya,"

   Kata Wiro Sableng pula.

   Meski amarahnya memang masih meluap terhadap Kalasrenggi namun berada lebih lama di situ menimbulkan kekhawatiran bagi Rara Murni.

   Gadis ini walau bagaimanapun tak dapat memastikan manusia yang bagaimana adanya pemuda rambut gondrong itu, meskipun dianya telah menolong dan menyelamatkan diri serta kehormatannya.

   Karenanya tanpa banyak bicara menyahuti ucapan Wiro Sableng tadi, juga tanpa membuang waktu, Rara Murni segera lari meninggalkan kuil itu.

   Kali ini Wiro Sableng tidak berbuat apa-apa lagi untuk menahan Rara Murni, diikutinya saja gadis itu dengan pandangan mata.

   "Gadis tolol!"

   Gerendeng pendekar 212 dalam hati.

   "Dikiranya Kotaraja dekat dari sini!"

   Kemudian ketika Rara Murni lenyap di balik kelebatan pohonpohon di lembah Limanaluk itu maka pendekar 212 segera angkat kaki pula, menyusul dengan diam-diam dari belakang....

   --== 0O0 == --TIGA BELAS Begitu keluar dari lembah Limanaluk maka sesaklah nafas Rara Murni karena telah berlari itu.

   Sebelumnya jangankan berlari, berjalan sejauh itu pun tak pernah dilakukannya! Dia Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran berhenti dan berdiri bersandar ke sebatang pohon rindang.

   Saat itulah baru disadarinya keadaan pakaiannya yang tidak menutupi badannya, terutama letak kain di bagian dadanya.

   Segera dibetulkannya letak pakaiannya, dirapikannya pula rambutnya.

   Dia menunggu sampai nafasnya yang memburu dan dadanya yang sesak pulih seperti sedia kala.

   Saat itu kedua kakinya pun terasa sakit.

   Rara Murni merasa bahwa dia tidak sendirian di tempat itu.

   Dipalingkannya kepalanya.

   Darahnya tersirap karena begitu kepalanya diputar maka kedua matanya membentur sesosok tubuh yang berada dekat sekali di sampingnya.

   Orang ini ternyata adalah pemuda rambut gondrong yang di kuil tua tadi! "Letih?"

   Tanya Wiro Sableng dengan senyum-senyum. Rara Murni tak menjawab.

   "Kotaraja tidak dekat dari sini, Rara..."

   "Aku tahu..."

   "Lalu, mengapa lari-lari macam begini? Mungkin juga aku membuat kau jadi takut? Rambutku yang gondrong ini barangkali ya?"

   "Saudara, kau ini siapa sebenarnya?"

   "Aku? Aku ya aku..."

   Jawab Wiro pula.

   "Kalau kau hendak bermaksud jahat pula terhadapku sebaiknya berlalunya saat ini juga!"

   "Ah... tampangku memang jelek, tapi aku tidak sejahat yang kau sangkakan Rara Murni. Aku hanya tak ingin melihat kau musti lari setengah mati sampai di Kotaraja! Mungkin seperempat jalan kau sudah mengeletak pingsan!"

   Rara Murni terdiam. Tapi kemudian dia berkata.

   "Walau bagaimanapun aku musti kembali ke Kotaraja selekas mungkin..."

   "Itu memang betul. Tapi bukan dengan lari caranya. Mari ikut aku..."

   "Ikut ke mana?"

   "Dengar Rara, kau tak perlu terlalu bercuriga terhadapku. Di tepi sungai sana ada beberapa ekor kuda. Kau bisa naik kuda?"

   Gadis itu menggeleng. Wiro Sableng garuk-garuk kepalanya.

   "Kalau begitu..."

   Katanya.

   "Kau terpaksa naik kuda bersama-samaku!"

   Maka merahlah paras Rara Mumi.

   "Jangan bicara seenak perutmu, saudara!"

   Bentak gadis ini. Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran "Heh... aku toh tidak bicara usil. Habis kalau kau tak bisa naik kuda sendiri bagaimana?"

   "Aku lebih baik jalan kaki!"

   Sahut Rara Murni dengan hati dan suara keras. Wiro Sableng tertawa.

   "Dengar Rara Murni, aku mempunyai firasat bahwa peristiwa penculikanmu ada ekornya. Ekor yang panjang dan besar. Kalau Kalasrenggi berkhianat terhadap Sang Prabu, terhadap kerajaan Pajajaran, bahkan bukan hanya sekedar berkhianat tapi juga hendak bikin celaka terhadap kau, maka tidak mustahil masih ada pejabat-pejabat tinggi kerajaan lainnya yang turut terlibat dalam pengkhianatan ini..."

   Ucapan Pendekar 212 itu memang terpikir ada benarnya oleh Rara Murni.

   Tapi menunggang kuda bersama pemuda itu, tentu saja dia merasa malu sekali.

   Apa akan kata orang bila melihat hal itu nanti? Kemudian didengarnya pula oleh gadis ini suara Wiro Sableng kembali.

   "Makin cepat kau sampai ke Kotaraja semakin baik..."

   Rara Murni termenung sejurus. Tapi hatinya tetap keras tak mau naik kuda bersama pemuda itu. Tanpa banyak bicara gadis ini kemudian putar tubuhnya dan bergegas meninggalkan tempat itu. Wiro Sableng menggerutu dalam hatinya.

   "Gadis keras kepala! Kalau sudah lecet kulit kakinya baru tahu rasa!"

   Dia geleng-geleng kepala dan melangkah pula mengikuti. Beberapa lama kemudian mereka sampai di tepi sebuah jalan umum. Selama itu tak satu pun dari keduanya yang buka mulut.

   "Rara,"

   Kata Wiro ketika mereka sampai di jalan umum itu.

   "Ada baiknya kita berhenti istirahat di sini. Siapa tahu ada kereta atau gerobak yang lewat dan kita bisa menumpang."

   Gadis itu tak menjawab. Tapi dia menghentikan langkah karena memang kedua kakinya sudah letih. Hampir sepuluh menit mereka berdiri di tepi jalan itu tapi tak satu kendaraan pun yang lewat.

   "Rara Murni..."

   Kata Wiro Sableng.

   "Agaknya kau tidak senang terhadapku...? Tak mau bicara denganku?"

   Rara Murni diam saja.

   Sebenarnya memang tak ada yang harus ditidaksenangkannya terhadap pemuda itu.

   Hanya segala apa yang tadi terjadi dan segala apa yang hampir menimpa dirinyalah yang membuat dia jadi tak banyak bicara dan merasa bercuriga terhadap pemuda berambut gondrong yang sampai saat itu masih belum juga diketahuinya siapa adanya.

   Wiro Sableng memandang ke ujung jalan.

   Sepi tiada bermanusia.

   "Kita berangkat lagi, Rara...?"

   Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran "Saudara...."

   Kata Rara Murni untuk pertama kalinya sesudah sedemikian lama berdiam diri.

   "Kau sendiri siapa sebenarnya dan mau menuju ke mana?"

   "Ah... ini pertanyaan yang bagus sekali. Bagus sekali."

   Kata pendekar 212 dengan senyum-senyum.

   "Siapa aku, kurasa tidak penting. Dan ke mana aku mau menuju... aku sendiri sebenarnya juga tidak tahu... !"

   Rara Murni memandang dengan sudut matanya memperhatikan pemuda itu.

   Jawabannya seperti jawaban orang yang tidak betul pikirannya, atau mungkin pula jawaban itu hanya sekedar jawaban belaka.

   Tiba-tiba keduanya memalingkan kepala ke ujung jalan sebelah kanan.

   Di kejauhan kelihatan muncul sebuah gerobak, ditarik oleh dua ekor lembu.

   Di bagian depan gerobak yang terbuka itu duduk dua orang laki-laki.

   Mereka berpakaian petani sedang setengah dari gerobaknya sarat dengan sayur mayur.

   "Nasib kita baik juga rupanya Rara,"

   Kata Wiro Sableng. Dan ketika gerobak itu datang mendekat, pemuda ini segera lambaikan tangannya. Gerobak berhenti.

   "Saudara, apakah kalian menuju ke Kotaraja?"

   Kedua orang di atas gerobak tak menjawab pertanyaan Wiro Sableng melainkan memandang lekat-lekat pada gadis di sampingnya.

   "Kalau kami tak salah lihat,"

   Kata laki-laki yang mengemudikan gerobak.

   "Agaknya kami berhadapan dengan Tuan Puteri Rara Murni, adik Sang Prabu Pajajaran..."

   Rara Murni mengangguk dan kedua orang itu segera turun dari kereta lalu menjura.

   "Ada hal apakah sampai Tuan Puteri berada di tempat ini...?"

   Tanya laki-laki yang memegang kemudi gerobak.

   Kedua matanya kemudian melirik sekilas pada Wiro Sableng, lalu melirik pada kawannya.

   Rara Murni hanya menarik nafas panjang.

   Karena mengira pemuda rambut gondrong dan berpakaian sederhana itu adalah hamba sahaya atau pembantu Rara Murni maka yang ditanya menjawab dengan anggukan kepala acuh tak acuh.

   Seorang dari mereka kemudian berkata pada Rara Murni.

   "Jika Tuan Puteri bermaksud hendak kembali ke Pakuan, kami tentu saja bersedia bahkan merasa berkewajiban untuk membawa Tuan Puteri. Tapi maafkanlah keadaan kereta kami, kotor dan penuh sayuran..."

   "Itu tak menjadi apa, pokoknya asal sampai ke Kotaraja."

   Yang menjawab adalah Wiro Sableng.

   Ini mengesalkan kedua orang itu.

   Kemudian mereka menolong Rara Murni naik ke atas gerobak.

   Gadis itu duduk di sebelah muka, di samping pengemudi sedang kawannya bersama Wiro Sableng duduk di sebelah belakang, di samping tumpukan sayur.

   Tak lama kemudian gerobak itu pun bergeraklah.

   Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran --== 0O0 == --EMPAT BELAS Kesunyian sepanjang jalan itu kini dipecahkan oleh suara deru roda gerobak.

   Sekali-sekali diselingi dengan gemeletakkan-gemeletakkan bila roda gerobak menggilas bebatuan atau suara kayu-kayu kendaraan itu bergerobyakan ketika salah satu rodanya memasuki lobang jalanan.

   Saat itu masih cukup jauh dari Kotaraja, Pendekar 212 duduk melunjurkan kedua kakinya di bagian belakang kereta.

   Matanya terpejam-pejam oleh hembusan angin siang yang sejuk.

   Beberapa kali dia sudah menguap.

   Orang yang duduk di hadapannya senantiasa membuang muka, segan atau tepatnya tak senang memandang pada pemuda ini yang sebentar-sebentar menguap, sebentar-sebentar menggaruk kepalanya yang berambut gondrong.

   Beberapa saat kemudian Wiro Sableng membuka juga kedua matanya.

   Dia menggeliat.

   Ini menambah ketidaksenangan orang yang di hadapannya.

   "Saudara, aku minta mentimunmu satu...."

   Kata Wiro Sableng. Dan tidak menunggu jawaban pemilik sayuran itu langsung saja Wiro Sableng mengambil sebuah mentimun besar dan menggerogotinya. Orang yang di depan Wiro Sableng memaki dalam hati. Rahangnya terkatup rapat-rapat.

   "Rara Murni..."

   Seru Wiro Sableng tiba-tiba.

   "Apakah kau suka makan mentimun?"

   Di bagian depan kereta Rara Murni berpaling sebentar tapi tak menjawab.

   "Panas-panas begini enak sekali makan mentimun, untuk pelepas haus dan mendapatkannya tak usah susah payah..."

   "Terima kasih... aku tidak haus, Saudara...."

   Terdengar jawaban gadis itu.

   "Hem...."

   Wiro Sableng menggumam dan terus juga mengunyah mentimun dalam mulutnya, dan gerobak terus juga bergerak menempuh jalan berdebu dan berlobang serta berbatu-batu.

   Di bagian belakang kereta Wiro Sableng mengusap-usap perutnya.

   Telah tiga butir ketimun amblas ke dalam perut itu dan betapa asamnya tampang orang yang di hadapannya.

   Kini kembali Wiro Sableng memejamkan matanya.

   Kalau perut sudah kenyang memang kantuk segera datang.

   Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran Mendadak gerobak itu dibelokkan ke sebuah jalan buntu yang menuju sungai oleh pengemudinya.

   Begitu gerobak berhenti maka terdengarlah suara Rara Murni bertanya.

   "Saudara, kenapa ke sini dan berhenti di sini?"

   Pengemudi gerobak tertawa mengekeh.

   Tiba-tiba tertawanya yang menjijikkan itu lenyap dan diganti dengan teriakan Rara Murni.

   Dan di bagian belakang kereta sendiri petani yang duduk dihadapan Wiro Sableng tiba-tiba mencabut sebatang golok dari balik pinggang.

   Begitu golok tercabut keluar dari sarungnya tanpa menungu lebih lama segera dibacokkan ke kepala Wiro Sableng yang saat itu masih pejamkan mata, keenakan tidur-tidur ayam tertiup angin sejuk sepanjang perjalanan! Satu jengkal lagi mata gotok yang tajam akan membelah batok kepala pendekar 212, maka terdengarlah bentakan menggeledek.

   "Ciaaat!"

   Tubuh petani yang menyerang terpental ke luar gerobak.

   Goloknya lepas dan tubuh itu kemudian tergelimpang di tanah dengan perut pecah dihantam tendangan! Manusia ini hembuskan nafas tanpa keluarkan sedikit suara pun! Pandangan bola mata pendekar 212 menyorot bersinar.

   "Kentut betul!"

   Makinya dan meludahi muka mayat petani ini.

   "Orang lagi enak-enak tidur mau dibacok, rasakan sendiri! Puah...!"

   Diludahinya lagi muka mayat itu kemudian dipalingkannya kepalanya dengan cepat. Rara Murni tengah meronta-ronta melepaskan cekalan petani yang mengemudikan gerobak sayur.

   "Saudara, tolong aku!"

   Teriak gadis itu pada Wiro Sableng.

   "Petani sialan!"

   Gerendeng Wiro Sableng seraya melompat dari atas gerobak.

   "Budak hina! Pergi dari sini atau kutebas batang lehermu!"

   Teriak laki-laki yang mencekal Rara Murni.

   "Sreet!"

   Dicabutnya sebuah golok dari batik pinggang.

   "Hemmm... jadi kau hanyalah seorang rampok bejat yang berkedok sebagai petani huh? Seekor serigala yang berbulu domba.... Lepaskan gadis itu atau jidatmu kubikin rengkah!"

   "Anjing buduk tak tahu diri, dikasih kebebasan malah minta mampus!"

   Dengan tangan kirinya pengemudi gerobak itu totok tubuh Rara Murni.

   Melihat kelihayan totokan laki-laki itu pendekar 212 segera maklum bahwa orang itu bukanlah seorang petani biasa atau pengemudi gerobak yang bodoh, tapi seorang pendekar lihay yang tengah menyamar! Maka ketika senjata lawan berkelebat ke arah kepalanya pendekar 212 bergerak cepat dan tak mau kasih peluang lagi.

   Pengemudi gerobak itu buka matanya lebih lebar sewaktu Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran melihat orang yang diserangnya tenyap dari hadapannya.

   Sambaran goloknya yang deras mengenai tempat kosong.

   Ini membuat laki-laki itu terdorong ke muka dan pada saat inilah kedua matanya melihat sosok tubuh kawannya yang menggeletak di tanah dengan perut pecah! Berdiri bulu kuduk laki-laki ini.

   Tapi hanya sebentar saja.

   Rasa ngeri ini segera digantikan dengan rasa geram dan amarah yang meluap.

   Tubuhnya diputar kembali, untuk kedua kalinya berkiblatlah senjatanya menyerang Wiro Sableng.

   Tapi kali yang kedua ini justru adalah saat kematiannya! Senjatanya lagi-lagi menghantam angin kosong dan sebelum dia sempat mengirimkan serangan berikutnya maka lima jari tangan dilihatnya berkelebat dekat sekali ke arah keningnya, tak bisa dipapaki dengan golok, tak bisa dikelit dengan kecepatan yang bagaimanapun! "Plaaak!"

   Telapak tangan kanan pendekar 212 mendarat di kening laki-laki itu, disusul dengan suara jerit kesakitan.

   Laki-laki itu terguling ke tanah tidak sadarkan diri lagi.

   Kulit keningnya hitam seperti terbakar dan di bagian tengah kulit kening itu terteralah angka 212.

   Laki-laki ini bernasib masih untung dari kawannya karena pendekar 212 tidak menamatkan riwayatnya.

   Wiro Sableng melepaskan totokan yang mengakukan tubuh Rara Murni.

   "Hari ini nasibmu sial terus-terusan rupanya, Rara,"

   Kata pemuda itu dengan senyum-senyum. Si gadis tak berkata apa-apa. Mukanya masih agak pucat. Dan Wiro Sableng berkata lagi.

   "Tapi ada juga untungnya. Gerobak ini sekarang jadi milik kita. Ayo kita teruskan perjalanan. Rara Murni naik kembali ke atas gerobak. Wiro Sableng mengemudikan gerobak itu. Sepanjang perjalanan gadis itu tak habis pikir. Pemuda yang duduk di sampingnya itu bertampang gagah, tapi aneh dan juga lucu. Dan di samping itu kehebatan yang telah disaksikan sendiri olehnya tadi diam-diam membuat dia mengagumi si pemuda. Dan sampai saat ini Rara Murni tidak tahu sama sekali siapa nama pemuda itu! Beberapa jauh di luar tembok kerajaan, Wiro Sableng menghentikan gerobak. Dia berpaling ke samping. Lalu berkata.

   "Rara, Pakuan sudah di depan mata. Aku mengantarkan kau hanya sampai di sini. Kau bawalah terus gerobak ini, tak susah untuk mengemudikannya...."

   "Kau sendiri hendak ke mana, Saudara?"

   Tanya Rara Murni heran. Pendekar 212 tertawa.

   "Ke mana aku mau pergi itulah satu hal yang aku tidak bisa jawab,"

   Ujar Wiro Sableng pula.

   "Cuma pesanku, jangan lupa untuk mengatakan segala kejadian yang kau alami pada Sang Prabu. Kurasa peristiwa-peristiwa yang kau alami itu Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Maut Bernyanyi Di Pajajaran mempunyai latar belakang. Dan bukan mustahil kalau masih ada pembesar-pembesar istana lainnya yang menjadi pengkhianat macam Kalasrenggi...."


Pendekar Rajawali Sakti Selendang Sutera Emas Satria Gendeng Geger Pesisir Jawa Pendekar Rajawali Sakti Siluman Muka Kodok

Cari Blog Ini