Detektif Ilmiah 1
Seymour Simon Detektif Ilmiah Einstein Anderson Bagian 1
SEPATU RODA TANPA GESEKAN INILAH hari terbaik dalam setahun.
Setidaknya begitu pikir Einstein Anderson.
Masa sekolah di kota kecil Sparta telah berakhir kemarin-hari ini merupakan awal libur musim panas.
Dua bulan tidur puas di pagi hari.
Dua bulan bebas melakukan apa yang Einstein kehendaki, bukan apa yang dikehendaki Bu Sugar, guru kelas limanya yang lalu.
Nama Einstein sebenarnya adalah Adam.
Tetapi tak seorang pun memanggilnya Adam, kecuali ayah dan ibunya sekali-sekali.
Seingat Einstein, dari dulu sekali ia telah tertarik kepada ilmu alam.
Sejak masih kecil ia telah memecahkan persoalan demi persoalan ilmu alam yang bahkan tak dapat dijawab oleh para gurunya.
Pada usia enam tahun Einstein menjelaskan kepada Bu Moore, guru taman kanak-kanaknya, bagaimana cara menggunakan senyawa kimia kobalt klorida untuk menguji kelembapan udara.
Ketika berusia tujuh tahun Einstein menunjukkan kepada Bu Patrick, guru kelas satunya, bagaimana mendirikan sebuah akuarium yang seimbang di ruangan kelas.
Pada usia delapan tahun Einstein telah membuat sebuah model robot yang memenangkan hadiah pertama dalam lomba ilmiah senegara bagian.
Bu Moore-lah yang pertama kali memberi Adam julukan Einstein.
Tak lama kemudian semua temannya memanggilnya Einstein.
Adam bangga dengan julukan itu.
Ia tahu bahwa Albert Einstein adalah ilmuwan paling terkenal pada abad kedua puluh.
Ia telah menemukan banyak hal penting tentang alam semesta.
Persamaannya, E = mc , membawa manusia memahami energi atom.
Selain jenius, Albert Einstein juga lembut dan baik.
Einstein Anderson membenamkan kepalanya lebih dalam lagi ke bantalnya.
Mungkin baru sekitar sejam lagi ia bangun.
Itu juga kalau ia mau.
Telepon di lantai bawah mulai berdering.
Dengan masih mengantuk Einstein berharap agar seseorang akan mengangkatnya.
Telepon terus berdering sehingga membuatnya terbangun.
Ia membuka sebelah mata.
Menilai dari arah cahaya yang masuk ke dalam kamar, ia memperkirakan saat itu adalah pukul 7.00 pagi.
Ke mana Ibu? Ke mana Ayah? Ke mana pula adiknya-Dennis? Apakah mereka mengharapkan Einstein bangun dan menjawab telepon pada hari pertama liburannya? Telepon berhenti berdering.
Satu menit kemudian Dennis berteriak mengatakan telepon itu untuk Einstein.
"Dari siapa?"
Einstein berteriak ke bawah.
"Stanley,"
Sahut Dennis. Stanley Roberts adalah seorang remaja sahabat Einstein yang lebih tua umurnya, yang juga sangat tertarik kepada ilmu alam. Einstein memakai kacamatanya, berjalan menuruni tangga, dan mengangkat telepon dengan mata mengantuk.
"Awas kalau ini bukan keadaan darurat, Stanley!"
Seru Einstein sebagai salam pembukaan.
"Kau tentu tahu bahwa sekarang baru jam tujuh pagi dan ini hari pertama liburan!"
Tetapi ia tahu bahwa Stanley tak akan mempedulikan rasa kesalnya. Bagaimanapun juga, Stanley telah duduk di SMP.
"Einstein,"
Stanley berkata.
"temui aku di muka rumahku dalam setengah jam. Ada sesuatu yang ingin kutunjukkan padamu."
Itu benar-benar mengesalkan Einstein.
"Pertama-tama,"
Katanya.
"aku tak ingin pergi ke luar sepagi ini. Yang kedua, kalau ada yang ingin kautunjukkan padaku, mengapa tidak kaubawa saja ke sini?"ebukulawas.blogspot.com Seperti biasa, Stanley tak menggubrisnya.
"Sampai jumpa setengah jam lagi,"
Ia mengulangi kata-katanya dan menutup telepon sebelum Einstein sempat bicara lagi.
Ini pasti satu lagi penemuan gila Stanley, pikir Einstein.
Tetapi karena aku telah bangun, kurasa boleh juga kulihat apa yang dibuatnya kali ini.
Einstein ingat penemuan terakhir Stanley-sebuah mesin pengukur tubuh otomatis.
Seseorang masuk ke dalam mesin itu, dan sebuah komputer dimaksudkan untuk mengukur segalanya secara otomatis, dari ukuran sepatu, ukuran ikat pinggang, sampai ukuran topi.
Stanley memaksa Einstein untuk menjadi orang pertama yang masuk ke dalam mesin itu.
Mesin itu memang berjalan dengan baik.
Satu-satunya masalah adalah Stanley tak berhasil mematikannya setelah Einstein selesai diukur.
Einstein terjebak selama satu jam sementara mesin itu terus mengukurnya berulang-ulang.
Einstein menyukai Stanley, tetapi tak begitu mempercayai penemuan-penemuan gila Stanley.
Einstein mencuci muka dan mengenakan celana jeans, T-shirt, dan sepatu kets.
Celana jeans-nya telah robek-robek di daerah lutut, tetapi itu favorit Einstein.
Sampai saat ini ia masih menolak membuang celananya, meskipun ibunya telah memperingatkan dengan keras.
Einstein adalah seorang anak lelaki berusia dua belas tahun dengan ukuran tubuh sedang.
Matanya yang berwarna coklat muda agak kurang mampu melihat jauh, dan kacamata yang dipakainya tampak sedikit terlalu besar untuk wajahnya.
Kedua matanya kadangkadang terlihat seperti menatap jauh, seakan-akan ia sedang memikirkan masalah ilmiah yang penting.
Tetapi Einstein tidak selalu serius.
Ia menyukai lelucon yang lucu (atau bahkan yang norak) dan sering membuat lelucon dengan memutar kata-kata, semakin kacau semakin baik.
Dr.
Anderson, ayah Einstein, tampak heran melihat putranya berjalan menuju dapur dan duduk di depan meja.
Ia baru selesai makan pagi dan hendak berangkat ke tempat praktek.
Dr.
Anderson adalah seorang dokter hewan.
Sering ia sudah bangun dan mengerjakan macam-macam hal sebelum Einstein datang makan pagi.
"Apa yang menyebabkan kami menerima kehormatan hadirnya kau sedemikian pagi, Adam?"
Tanya Dr. Anderson sambil tersenyum.
"Saya hendak pergi menemui Stanley,"
Jawab Einstein.
"Ia menelepon dan meminta saya datang pagi ini."
Einstein mengendusendus.
"Masih ada kue dadar yang tersisa, Bu?"
Tanyanya penuh harap.
"Saya hanya punya waktu untuk makan ringan."
Einstein berjalan ke kulkas dan menuang segelas air jeruk untuknya sendiri.
Lalu ia memasukkan dua potong roti ke alat pemanggang.
Akhirnya ia menuang semangkuk penuh susu serta mengisinya dengan keripik jagung dan duduk menyantapnya.
Bu Anderson menyaksikan semua itu dengan geli sementara ia menyiapkan kue dadar.
"Aku senang kau mau makan sesuatu,"
Katanya.
"Sayang kau tak punya waktu untuk makan selengkapnya."
Bu Anderson menulis catatan kecil di atas secarik kertas, sementara kue dadar yang digorengnya berdesis karena api yang panas.
Bu Anderson bekerja sebagai penulis dan editor pada Tribune, salah satu dari dua surat kabar yang ada di kota Sparta.
Ia sering menuliskan hal-hal yang dilakukan kedua anaknya dalam kolom cerita humor di surat kabar.
Einstein menyelesaikan makan paginya yang "ringan"
Lalu mengayunkan langkahnya ke rumah Stanley.
Einstein dan Stanley tinggal di kawasan permukiman kota Sparta yang terdiri atas banyak rumah tinggal dan apartemen.
Tetapi masih banyak pula tanah yang belum digarap, serta pepohonan, hutan, atau lapangan terbuka.
Di luar kota Sparta, hampir seluruh tanah digunakan untuk pertanian, kecuali beberapa gedung perkantoran di sana-sini.
Kebanyakan toko dan gedung perkantoran terletak di pusat kota Sparta.
Hari itu sangat indah.
Keramaian lalu lintas di pagi hari mulai mereda, dan hanya beberapa mobil terlihat melintas.
Suara mesin pemotong rumput di kejauhan bercampur dengan suara kepak sayap serangga.
Bau rumput yang baru dipotong tercium di udara.
Sepanjang perjalanan ke rumah Stanley, Einstein mengamati semut-semut kayu merah, Formica rufa nama ilmiahnya, yang keluarmasuk gundukan sarangnya.
Ia memperhatikan seekor burung pelatuk berbulu halus yang sedang mematuki sebuah cabang pohon maple, mencari serangga untuk dimakan.
Ia juga melempar beberapa batu granit ke kolam untuk menguji kekuatan lengannya, dan memastikan bahwa awan kumulus yang menggantung di langit biru menandakan hari akan cerah.
Einstein tiba di rumah Stanley terlambat dua puluh lima menit.
Stanley sedang mengencangkan ikatan sepatu roda di kedua kakinya ketika Einstein datang.
Ia melirik arlojinya dengan sinis.
Einstein tak menghiraukan dan hanya menunggu Stanley mengatakan sesuatu.
Stanley tinggi dan kurus.
Rambut hitamnya yang panjang sering jatuh menutupi matanya.
"Meskipun kau terlambat, Einstein, aku akan memamerkan penemuanku kepadamu."
"Wow,"
Kata Einstein.
"Kuharap penemuanmu itu dapat mencegah orang membangunkan orang lain yang ingin tidur sampai siang."
Stanley tak mempedulikan kekesalan Einstein. Ia berdiri dan meluncur dengan sepatu rodanya di permukaan jalan.
"Lihat sepatu roda ini,"
Ia berkata dengan bangga. Einstein memperhatikannya.
"Lalu apa?"
Tanyanya.
"Ini kan sepatu roda biasa. Setahuku, J. L. Plimpton menemukan sepatu roda pada tahun 1863. Kau terlambat lebih dari seratus tahun."
"Ia tidak menciptakan sepatu roda seperti ini,"
Kata Stanley dengan nada sedikit sombong yang memang khas miliknya.
"Sepatu roda ini adalah sepatu roda tanpa gesekan. Kau tahu, kan,"
Ia berkata sambil meluncur kembali ke tempat Einstein.
"bahwa gesekan adalah gaya yang melawan gerakan sebuah benda yang bergeser di atas permukaan benda lain."
Einstein mengangguk tak sabar.
"Tentu saja,"
Katanya. Tetapi Stanley masih melanjutkan penjelasannya.
"Misalkan ada dua benda saling bersentuhan. Kalau kedua benda itu digerakkan, mereka saling bergesekan. Peristiwa pergesekan itu mengakibatkan gerakan menjadi lambat. Kita para ilmuwan menyebut peristiwa itu friksi. Semakin halus permukaan sebuah benda, semakin kecil gaya friksi yang ditimbulkannya.
"Aku menggunakan metode khusus untuk membuat bantalan peluru yang amat halus. Dengan demikian ketika roda berputar sama sekali tidak timbul friksi. Sekali ayun, maka seseorang akan terus meluncur."
Stanley duduk di trotoar dan mengangkat salah satu sepatu roda yang terpasang di kakinya.
Ia memutar roda-roda sepatu itu dengan tangan.
Roda-roda itu berputar dengan cepat tanpa banyak menimbulkan suara selama beberapa menit sampai akhirnya mulai melambat.
Stanley menatap Einstein dan berkata.
"Bagaimana pendapatmu tentang sepatu roda tanpa gesekanku? Mungkin aku harus meminta hak paten atas ideku ini dan menjualnya ke perusahaan sepatu roda."
"Sepatu rodamu ini sangat hebat, Stanley,"
Jawab Einstein. Ia mendorong kacamatanya yang melorot sampai ke ujung hidungnya.
"Tetapi aku khawatir sepatu roda ini bukan tanpa gesekan."
"Ah, kau, Einstein,"
Protes Stanley.
"Bagaimana kau bisa tahu? Kau bahkan tidak mencoba memakai sepatu roda ini!"
Dapatkah kamu menemukan jawabannya. Bagaimana Einstein bisa tahu bahwa sepatu roda Stanley masih mengalami gesekan? "Lihat roda-roda itu,"
Kata Einstein.
"Semuanya berhenti berputar sekarang."
"Memang kenapa?"
Tanya Stanley.
"Justru itulah jawabannya,"
Sahut Einstein.
"Tadi kau membuat roda-roda itu berputar dengan tanganmu. Kalau roda itu benar-benar tanpa gesekan, semuanya akan berputar selamanya. Tetapi dengan adanya gaya gesek, biar sesedikit apa pun roda-roda itu akan mulai melambat dan akhirnya berhenti."
"Agaknya aku masih harus menyempurnakan sepatu roda ciptaanku ini,"
Stanley berkata.
"Kupikir kau lebih baik menciptakan hal yang lain,"
Jawab Einstein.
"Tak ada seorang pun yang dapat membuat sebuah mesin yang seratus persen tanpa gesekan. Adalah tak mungkin membuat dua benda saling bersentuhan tanpa gesekan sama sekali."
"Kurasa kau benar,"
Kata Stanley kecewa. Tetapi wajahnya langsung cerah kembali.
"Oh ya, Einstein,"
Ia berkata.
"aku baru memperbaiki mesin pengukur otomatisku. Apakah kau mau mencobanya sekali lagi?"
"Kalau sudah sampai pada penemuan-penemuanmu,"
Kata Einstein.
"memiliki teman sepertimu aku sudah tak membutuhkan musuh lagi."
MESIN PENCIUT AJAIB MARGARET MICHAELS adalah sahabat sekaligus saingan berat Einstein.
Mereka sama-sama sangat menyukai segala hal yang berbau ilmiah.
Einstein dan Margaret selalu membicarakan hal-hal penting seperti atom, planet, dan siapa di antara mereka yang terbaik di bidang ilmu pengetahuan.
Ibu Margaret sering dibuat pusing oleh kemauan anaknya.
Bu Michaels menghendaki Margaret ikut kursus balet pada hari Sabtu pagi.
Tetapi Margaret bersikeras ingin mengikuti kegiatan Klub Peneliti Ilmiah yang juga diadakan setiap hari Sabtu.
Bu Michaels berpendapat bahwa binatang memang menyenangkan, tetapi hanya kalau berada di luar rumah.
Margaret berpendapat bahwa binatang selalu menyenangkan, baik di luar maupun di dalam rumah.
Ia memelihara anjing spaniel bernama Nova, dua ekor kucing yang dinamainya Orville dan Wilbur, seekor tikus gurun bernama Sammy, dan beberapa jenis ikan tropis yang semuanya belum dinamainya.
Bu Michaels menyukai musik klasik.
Margaret suka mendengarkan musik jazz.
Bu Michaels adalah anggota Kelompok Paduan Suara Sparta.
Margaret tak dapat menyanyikan sebuah nada pun tanpa terdengar fals.
Tetapi di balik segala perbedaan mereka, Bu Michaels sangat bangga atas segala yang dilakukan putrinya dan selalu menyanjung-nyanjungnya setiap ada kesempatan.
Begitu liburan musim panas dimulai, Margaret pergi mengunjungi bibinya.
Seminggu telah berlalu dan kini ia sudah kembali.
Einstein tahu itu dan merasa heran mengapa Margaret tak meneleponnya.
Akhirnya Einstein memutuskan untuk menelepon Margaret dan mencari tahu.
"Halo, Margaret, ada kabar apa? Bagaimana kabar bibimu? Mengapa kau tidak meneleponku?"
"Einstein,"
Kata Margaret.
"aku baru saja akan meneleponmu. Bibi Bess mengantarkan aku pulang dua hari yang lalu dengan mobilnya. Dan ia menginap di rumah kami sekaligus mengunjungi orangtuaku. Besok ia akan pulang, dan ia setuju kalau aku mengajak temanku ke rumahnya selama akhir minggu ini. Bibi seorang profesor biologi di Universitas Nasional dan memiliki semua peralatan eksperimen ilmiah di rumahnya. Kupikir kau pasti berminat untuk melihat semua itu. Maukah kau ikut pergi bersama kami?"
Einstein hampir menolak karena ia sekeluarga akan pergi ke pantai pada hari Minggu, tetapi Margaret meneruskan kata-katanya.
"Dan juga, aku sudah menyiapkan teka-teki ilmiah yang sangat sulit di tempat Bibi Bess. Einstein Anderson yang hebat pun takkan dapat menjawabnya."
Wah, ini lain lagi masalahnya.
Einstein tak dapat menolak tantangan ilmiah Margaret, jadi ia setuju untuk ikut.
Sisa hari itu ia habiskan untuk bermain baseball dengan teman-teman sekelasnya, sambil menduga-duga teka-teki macam apa yang akan diberikan Margaret.
Pada hari Sabtu, pagi-pagi sekali Einstein dan Margaret berangkat bersama Bibi Bess.
Mereka tiba di Remsen, sebuah kota di dekat Universitas Nasional, pada pukul 8.00 pagi.
Rumah Bibi Bess berada di tengah-tengah lapangan luas yang dikelilingi pepohonan.
Margaret tidak langsung mengajak Einstein masuk ke dalam, tetapi membawanya ke belakang rumah.
Mereka melalui sebuah jalan kecil yang berliku-liku di tengah hutan.
Di ujung jalan itu terdapat sebuah pondok kecil berpintu kuning terang, yang letaknya tersembunyi dari rumah.
Matahari pagi tepat menyinari pintu kuning itu sehingga membuatnya hampir seperti emas.
Margaret membuka kunci pintu kuning itu dan mengajak Einstein masuk.
Einstein melihat bahwa ruangan satu-satunya itu tak mempunyai pintu lain dan hanya memiliki sebuah jendela kecil.
Yang ada di dalam ruangan cuma sebuah meja batu yang besar berikut sebuah kotak hitam kecil di atasnya.
"Einstein, perhatikan meja batu itu baik-baik,"
Margaret berkata.
"Bagian-bagian meja itu dulu dipasang menjadi meja utuh setelah masuk ke ruangan ini. Dapat kaulihat bahwa meja yang sudah jadi ini terlalu besar untuk dapat melalui pintu atau jendela. Kau harus memecahkannya menjadi kepingan-kepingan kecil kalau mau membawa meja ini keluar ruangan."
Einstein memeriksa meja itu dengan teliti. Ia dapat melihat bahwa apa yang dikatakan Margaret benar. Untuk dapat memecahkan meja batu itu diperlukan sebuah buldoser.
"Sekarang aku akan menghidupkan mesin penciut ajaibku,"
Kata Margaret. Ia memutar sebuah tombol di samping kotak hitam kecil itu. Tak terjadi apa-apa kecuali kotak hitam itu berbunyi sekali, lalu diam. Margaret menarik Einstein agar mengikutinya keluar.
"Kita harus meninggalkan ruangan agar tidak ikut menciut,"
Ia berkata.
"Tetapi ketika kita kembali beberapa jam lagi, meja itu akan lenyap tanpa bekas. Mesin penciut ajaib akan menciutkannya sampai seukuran atom."
Margaret membawa Einstein kembali ke rumah Bibi Bess.
Sepanjang hari itu Einstein dan Margaret mengadakan eksperimen dengan menggunakan indikator kimia seperti kertas lakmus dan bromotimol biru.
Mereka juga melihat protozoa yang terdapat dalam setetes air kolam dengan menggunakan mikroskop.
Mereka memberikan pil makanan kepada tikus-tikus putih yang ada di dalam laboratorium Bibi Bess.
Di sela-sela kegiatan, Einstein dan Margaret menyantap roti berisi jelly dan selai kacang sebagai makan siang.
Sore harinya, Bibi Bess mengadakan acara memanggang bersama di halaman rumah.
Mereka menikmati hamburger, jagung bakar yang baru dipetik, salad tomat segar, dan semangka sebagai penutup.
Semuanya sangat lezat, dan mereka baru selesai mencuci piring dan membereskan alat-alat pada pukul delapan.
Hari sudah hampir gelap ketika Margaret membawa Einstein kembali ke pondok melalui jalan lain.
Mereka sampai tepat pada saat matahari yang hampir terbenam menyinari pintu kuning, membuatnya tampak keemasan, seperti pada pagi hari.
Margaret membuka kunci pintu dan mereka masuk ke dalam.
Ruangan itu tampak hampir sama.
satu pintu, satu jendela kecil, dan sebuah kotak hitam kecil.
Hanya satu yang hilang, yaitu meja batu besar tadi.
Sama sekali tak ada bekasnya di lantai, tidak sepotong kecil batu pun.
Mula-mula Einstein tak dapat mempercayai matanya.
Margaret mungkin benar-benar mengalahkannya kali ini.
Bagaimana bisa meja batu besar itu menghilang begitu saja? Apakah Margaret benar-benar telah menciptakan sebuah mesin penciut? Margaret tersenyum melihat air muka Einstein.
"Nah,"
Tanyanya.
"bagaimana pendapatmu tentang mesin penciut ajaibku?"
Einstein terdiam beberapa menit. Lalu wajahnya berubah dan ia mulai tertawa. Ia mendorong ke atas kacamatanya yang melorot.
"Untuk sesaat kau hampir membuatku teperdaya, Margaret,"
Katanya.
"Kupikir aku tahu apa yang terjadi terhadap meja itu. Dan jika aku betul, tidak ada benda yang namanya mesin penciut ajaib."
Dapatkah kamu menemukan jawabannya. Menurut pendapatmu, apa yang terjadi dengan meja itu? "Kunci teka-teki ini,"
Einstein memulai penjelasannya.
"terletak pada matahari."
"Matahari!"
Margaret berseru.
"Apa hubungannya matahari dengan mesin penciut?"
"Kau harus ingat bahwa pada pagi hari matahari terbit di timur dan tenggelam di barat sore harinya,"
Einstein menjelaskan.
"Tetapi baik matahari yang baru terbit maupun yang hampir tenggelam samasama menyinari pintu kuning ruangan ini. Hal itu tak mungkin."
"Jadi, apa jawabannya?"
Tanya Margaret.
"Sederhana,"
Sahut Einstein.
"Pasti terdapat dua pintu dan dua ruangan pada pondok ini, satu di depan dan satu di belakang. Matahari menyinari salah satu pintu di pagi hari dan pintu lainnya pada sore hari. Kau pasti membawaku ke salah satu ruangan di pagi hari, dan ke ruang lain sore harinya. Di dalam ruangan yang pertama terdapat meja batu. Ruangan satunya kosong."
"Kau benar,"
Kata Margaret. Mereka meninggalkan pondok itu dan berjalan kembali ke rumah.
"Aku sadar telah melakukan satu kesalahan,"
Margaret berkata sambil menggelengkan kepalanya.
"Apa?"
Tanya Einstein.
"Seharusnya aku memperlihatkan mesin penciut ajaibku ketika hari mendung."
"Betul,"
Jawab Einstein.
"Mesinmu itu sempat membuatku berada dalam kegelapan untuk beberapa saat. Namun matahari membuat segala hal menjadi terang."
ANJING YANG MELOLONG EINSTEIN sedang melihat-lihat beberapa foto planet Jupiter yang menggambarkan bintik merah besar pada permukaan planet itu, ketika tiba-tiba Dennis, adiknya yang baru berusia delapan tahun, menyerbu masuk ke kamarnya.
Lutut Dennis terluka dan salah satu matanya bengkak membiru.
"Kenapa kau bisa sampai begini?"
Tanya Einstein.
"Aku habis berkelahi dengan mantan temanku-Chuck,"
Kata Dennis.
"Ia ingin memakai sarung tangan baseball milikku, tetapi aku melarangnya. Lalu ia merebut sarung tangan itu dan aku memukulnya. Kemudian ia mulai memukuliku, tetapi setidaknya aku memperoleh sarung tanganku kembali. Badan Chuck lebih besar daripadaku, tetapi kau lebih besar daripadanya. Jadi sekarang aku ingin kau keluar dan balas memukulnya."
"Wow... wow... wow, tunggu dulu, tidak segampang itu, Dennis,"
Einstein berkata.
"Aku kasihan melihatmu dipukul oleh Chuck, tetapi bagaimanapun juga kau memukulnya lebih dulu. Memang ia sebenarnya tak boleh merebut sarung tanganmu, tetapi mungkin kau dapat mengatasinya dengan cara lain. Dan ingat, ukuran tubuh tidak ada hubungannya dengan otak."
"Kalau begitu, apa yang harus kulakukan?"
Tanya Dennis.
"Kau dapat menjelaskan kepadanya bahwa sarung tanganmu itu baru dan kau harus menabung lama untuk dapat membelinya. Dengan cara itu kau dapat terus berteman dengannya tanpa harus meminjamkan sarung tanganmu."
"Apakah cara itu dapat berhasil?"
"Aku tak tahu pasti,"
Sahut Einstein.
"tetapi kau boleh mencobanya. Seperti caraku mengatasi Pat Bums di kelasku. Aku dapat saja beradu tinju dengannya kalau terpaksa, tetapi aku lebih suka mengalahkannya dengan menggunakan otakku."
"Siapa itu Pat Bums?"
Dennis bertanya.
"Anak paling besar di kelasku; juga yang paling jahat. Semua orang memanggilnya Pat si Jahat. Ia punya seorang teman bernama Herman yang merupakan anak terjahat nomor dua di kelas. Cara terbaik untuk mengatasi mereka adalah dengan berpikir, bukan berkelahi."
Begitu Einstein selesai berbicara, bel pintu depan berbunyi.
Einstein turun membuka pintu, dan ia dibuat tercengang ketika melihat orang yang baru saja dibicarakannya-Pat si Jahat.
Tangan Pat memegang rantai pengikat binatang.
Di ujung rantai itu terdapat seekor anjing bastar besar berwarna coklat.
Anjing itu menggeram ketika Einstein membuka pintu.
Einstein menatap Pat, lalu anjing itu, lalu kembali kepada Pat.
"Halo, Pat. Apa kabar?"
Ketika Einstein membungkuk untuk mengelus kepala anjing itu, tiba-tiba anjing itu melolong. Cepat-cepat Einstein mundur. Ia begitu kaget sampai kacamatanya melorot hingga ke ujung hidung. Ia membetulkan letak kacamatanya dan bertanya.
"Mengapa anjing itu melolong terus?"
Pat tertawa mengejek.
"Einstein,"
Kata Pat.
"ini anjingku, Rocky. Ayo beri salam pada Rocky."
"Halo, Rocky,"
Kata Einstein. Rocky tetap melolong. Einstein kembali memandang Pat.
"Yah, aku senang dapat bercakap-cakap denganmu serta Rocky, tetapi aku harus pergi sekarang. Sampai jumpa."
"Sebentar,"
Pat berkata.
"Aku ingin berbicara denganmu."
"Aku harus pergi, Pat. Lain kali sajalah."
"Sekarang,"
Kata Pat, dan ia mengepalkan tangannya kuat-kuat.
"Baik,"
Kata Einstein dengan terpaksa.
"Aku baru ingat bahwa aku punya waktu untuk berbicara denganmu sekarang."
Pat duduk di atas anak tangga di muka pintu. Ia memberi tanda agar Einstein duduk di sebelahnya. Ia lalu mengarahkan telunjuknya kepada Rocky. Tiba-tiba Rocky menghentikan lolongannya. Sekarang Einstein berbalik menjadi sangat tertarik.
"Bagaimana kau dapat melakukan hal itu, Pat?"
Ia bertanya.
"Kau hanya menjulurkan telunjukmu kepada anjing itu dan ia berhenti melolong. Apa rahasianya?"
"Itu urusanmu untuk mencari tahu, Einstein,"
Pat berkata disertai senyum licik.
"Kau kan sang jenius di kelas. Jadi kita akan bermain sedikit teka-teki. Pemenangnya boleh memukul lengan yang kalah lima kali. Sudah siap untuk mulai?"
"Kurasa aku tak ingin bermain,"
Kata Einstein.
"Aku benarbenar harus pergi..."
"Main sekarang atau terima kalah,"
Kata Pat sambil memukulkan kepalan tangan kanannya ke tangan kiri.
"Baik,"
Kata Einstein. Pat tidak pandai, namun ia kuat. Lebih mudah mengecoh Pat daripada berkelahi dengannya.
"Aku selalu menyukai permainan yang seru. Apa peraturannya kali ini?"
"Peraturannya sederhana saja,"
Kata Pat.
"Yang harus kaulakukan hanyalah menjelaskan kepadaku bagaimana aku dapat membuat Rocky melolong dan berhenti. Seperti ini."
Pat mengarahkan telunjuknya kepada Rocky. Anjing itu mulai melolong. Pat mengarahkan telunjuknya sekali lagi. Anjing itu berhenti melolong.
"Coba kaubuat anjing ini melolong, Einstein,"
Kata Pat. Einstein mengarahkan telunjuknya kepada Rocky. Anjing itu hanya menguap. Einstein menunjuk sekali lagi. Kali ini Rocky menggaruk-garuk telinganya dengan kaki belakang.
"Kuberi kau waktu satu jam untuk memikirkannya,"
Kata Pat.
"Aku akan kembali bersama sobatku Herman agar ia bisa menjadi saksi ketika yang kalah membayar kekalahannya."
Pat pergi sambil menarik Rocky. Ia menengok ke belakang kepada Einstein dan berkata.
"Ingat, satu jam."
Einstein memperhatikan mereka melangkah menuruni jalan.
Ketika mereka hampir sampai di ujung blok, ia melihat Herman melompat keluar dari semak-semak dan bergabung bersama Pat dan anjingnya.
Einstein segera mengeluarkan teropong kecil dari sakunya dan melihat Herman mengeluarkan sebuah benda berkilat dari mulutnya serta memasukkannya ke dalam saku.
Benda berkilat itu adalah sebuah peluit.
Tetapi apakah Herman tadi meniup peluit? Einstein tak mendengar bunyinya.
Einstein kembali duduk di atas anak tangga.
Kacamatanya melorot lagi, tetapi ia tak sadar.
Ia sedang mengingat-ingat sesuatu hal yang pernah dikatakan ayahnya tentang hewan.
Pat, Herman, dan Rocky kembali ke rumah Einstein dalam satu jam tepat.
Pat memulai pembicaraan.
"Siap membayar kekalahanmu, Einstein?"
Tanyanya.
"Pertama-tama aku ingin memperkenalkan adik kecilku, Dennis. Dennis, ayo beri salam pada Pat dan Herman."
"Halo,"
Dennis berkata.
"Halo, Nak,"
Kata Pat. Herman tak berkata apa-apa.
"Kau siap sekarang, Einstein?"
Tanya Pat.
"Apakah kau yakin ingin meneruskan permainan ini?"
Einstein bertanya.
"Tentu, aku yakin sekali,"
Jawab Pat.
"Kau ingin mencoba mundur, ya?"
"Tidak,"
Sahut Einstein.
"Aku hanya ingin mengingatkan bahwa lima pukulan di lengan adalah idemu."
"Aku ingat,"
Kata Pat.
"Kau siap dipukul?"
"Tidak secepat itu,"
Potong Einstein.
"Kupikir aku tahu bagaimana caranya membuat anjing itu melolong. Dan jika aku benar, kaulah yang harus membayar kekalahan."
Dapatkah kamu menemukan jawabannya. Bagaimana cara Pat membuat Rocky melolong? "Aku menunggu,"
Kata Pat.
"Dan aku tak berpikir bahwa kau tahu jawabannya."
"Itulah masalahnya, Pat,"
Kata Einstein.
"Kau tidak berpikir."
"Kau hanya membuang-buang waktu, Einstein,"
Herman berkata.
"Kau sesungguhnya tidak tahu mengapa Rocky melolong."
"Oh-kaukira aku cuma membunyikan peluit tanpa alasan?"
Tanya Einstein.
"Peluit,"
Herman berkata. Ia tiba-tiba terlihat gelisah.
"Apa hubungannya dengan urusan ini?"
"Oh, justru peluit itulah topik utama kita kali ini,"
Sahut Einstein.
"Sebagai contoh, kita ambil saja peluit yang ada di dalam sakumu. Itulah yang disebut peluit anjing. Nada suara yang dihasilkan peluit anjing ini sangat tinggi, sehingga tidak terdengar oleh manusia. Tetapi anjing dapat mendengarnya walaupun ditiup dari kejauhan."
Herman memandang Pat.
"Agaknya ia tahu ba-gaimana cara kita melakukannya,"
Ia berkata.
"Agaknya aku memang tahu,"
Kata Einstein.
"Kalian pasti melatih Rocky untuk melolong pada saat ia mendengar bunyi peluit dan berhenti ketika peluit berhenti berbunyi. Herman, kau mengawasi Pat dari balik semak-semak. Begitu kau melihat Pat menunjuk Rocky, kau meniup peluit dan Rocky melolong. Tetapi kalau aku yang menunjuk Rocky, kau tidak meniup peluit sehingga Rocky tidak melolong."
"Oke, Einstein,"
Pat berkata.
"Kali ini kau menang. Tapi tunggu saja lain kali."
Ia memberikan lengannya.
"Sekarang kau boleh memukulku."
"Tentang pukulan di lengan itu, kau tak perlu membayar kekalahanmu,"
Kata Einstein.
"Cukup kauingat satu peribahasa yang akan kukatakan."
"Peribahasa apa?"
Tanya Pat tak sabar.
"Anjing menggonggong kafilah berlalu. Anjing melolong Pat Burns berlagu."
"Kurasa Pat lebih senang kalau dipukul saja,"
Ujar Dennis. PELARUT SEGALA STANLEY tampak sangat bersemangat ketika Einstein muncul di pintu rumahnya. Rambut Stanley sampai jatuh menutupi matanya. Ia bahkan tak sempat memarahi Einstein yang datang setengah jam terlambat.
"Kali ini aku menemukan sesuatu yang benar-benar fantastis,"
Stanley berkata.
"Ayo kita ke laboratorium, akan kutunjukkan padamu, Einstein."
Stanley masuk dan bergegas menaiki tangga.
"Laboratorium"
Yang ia maksud sebenarnya adalah ruang bawah atap yang diberikan ayah-ibunya sebagai tempat melakukan segala eksperimennya.
Einstein, yang sudah berkali-kali masuk ke sana, tahu bahwa laboratorium itu penuh dengan segala macam...
yah, Stanley menyebutnya peralatan ilmiah.
Ketika Stanley membuka pintu kamar ruang bawah atap itu, laboratorium terlihat lebih berantakan daripada biasanya.
Tabungtabung reaksi berisi cairan merah, hijau, dan biru yang meletup-letup.
Sebuah pipa gelas yang melingkar-lingkar menghubungkan dua buah labu.
Tercium bau aneh di dalam ruangan itu.
Stanley berkata bahwa itu adalah parfum yang sedang dibuatnya untuk menarik perhatian para gadis, tetapi Einstein merasa baunya seperti karet terbakar.
Namun ia memutuskan untuk tidak mengatakannya kepada Stanley.
Di ujung pipa melingkar terdapat sebuah gelas piala kecil yang setengah terisi dengan cairan merah jernih.
Stanley menunjuk gelas piala itu.
"Ini dia,"
Katanya dengan bangga. Bersamaan dengan itu, setetes lagi cairan merah menetes ke dalam gelas.
"Apa sih isinya?"
Einstein menatap gelas piala itu dengan penuh rasa ingin tahu.
"Bagiku terlihat seperti segelas soda ceri."
Stanley tertawa menirukan gaya seorang ilmuwan sinting sebisa-bisanya.
"Memang terlihat seperti soda,"
Ia membenarkan sambil menggosok-gosok kedua tangannya dengan gembira.
"tetapi cairan itu adalah pelarut segala pertama yang pernah dibuat."
"Oh,"
Kata Einstein.
"Hebat sekali. Satu lagi terobosan penting bagi dunia ilmu pengetahuan yang kaubuat?"
"Kau tahu apa arti pelarut, kan, Einstein?"
Tanpa menunggu Einstein menjawab ya, Stanley langsung menjelaskan.
"Pelarut adalah cairan yang melarutkan suatu zat lain. Contohnya, air melarutkan gula, garam, dan banyak lagi. Itu semua kita sebut larutan gula, garam, atau apa saja yang terlarut di dalamnya."
Ebukulawas.blogspot.com "Aku tahu,"
Sahut Einstein.
"Sebenarnya, air adalah pelarut yang hebat. Berikan waktu yang cukup, dan ia dapat melarutkan hampir segala zat. Mungkin air dapat disebut pelarut segala."
"Tetapi itulah masalahnya,"
Stanley berkata dengan suara seperti guru sekolah-suara yang sering ditirukannya.
"Air tidak melarutkan semua zat. Contohnya, air tidak dapat melarutkan minyak atau cat kuku. Tetapi kita dapat menggunakan terpentin untuk melarutkan minyak, dan aseton untuk melarutkan cat kuku. Ada berbagai pelarut yang berbeda untuk setiap zat. Tetapi pelarutku dapat melarutkan segalanya."
"Baik,"
Einstein berkata.
"Mari kita lihat bagaimana pelarutmu bekerja."
Stanley mengambil sepotong plastik dan memasukkannya ke dalam gelas piala.
Ia mengaduknya dengan sebuah batang kaca.
Plastik itu makin lama menjadi semakin kecil.
Setelah beberapa menit potongan plastik itu telah larut.
Einstein kagum.
Ia menatap gelas piala itu baik-baik.
Stanley berpaling kepada Einstein dan berkata.
"Apakah kau ingin aku mencoba melarutkan kemejamu?"
"Stanley,"
Einstein berkata.
"aku rela memberikan kemeja yang kupakai untuk sebuah penemuan yang benar-benar merupakan terobosan ilmiah, tetapi sebaiknya kau mencoba melarutkan beberapa zat lain terlebih dulu."
"Benda apa yang kau ingin untuk kularutkan?"
Stanley bertanya. Einstein melihat ke sekeliling laboratorium.
"Coba sepotong kapur,"
Ia berkata.
"dan minyak biji rami dan boraks."
Einstein tahu bahwa bahan-bahan kimia yang dipilihnya hampir tidak dapat larut dalam air.
"Tentu,"
Kata Stanley.
Ia menyiapkan tiga gelas piala lain dan mengisinya dengan cairan merah itu.
Ia memasukkan kapur tulis ke dalam salah satu gelas dan bahan-bahan yang lain ke dalam dua gelas lainnya.
Kali ini dibutuhkan waktu lebih lama sebelum terjadi sesuatu.
Tetapi benar, kapur dan kedua bahan kimia lainnya melarut secara pelan namun pasti.
Einstein terlihat berpikir dalam-dalam.
Ia mengangkat gelas piala berisi cairan merah itu satu persatu dan menatapnya dengan saksama.
Akhirnya ia mendorong naik kacamatanya yang melorot dan tersenyum.
"Soda ceri yang kaubuat boleh jadi dapat melarutkan banyak zat, tetapi sebaiknya kau jangan langsung pergi ke kantor paten. Ini bukanlah pelarut segala. Kalau cairan ini benar-benar merupakan pelarut segala, kau berada dalam bahaya besar."
Dapatkah kamu menemukan jawabannya. Bagaimana Einstein tahu bahwa Stanley tidak menemukan pelarut segala? Dan apa maksud kata-katanya tentang bahaya yang dihadapi Stanley kalau cairan itu benar-benar merupakan pelarut segala? "Bahaya macam apa?"
Tanya Stanley.
"Maksudmu kesulitan dengan pemerintah?"
"Bukan pemerintah, tepatnya,"
Jawab Einstein.
"Lebih tepat kalau dikatakan dengan orangtuamu... dan siapa saja yang berada di lantai di bawah kita."
"Apa sih maksudmu, Einstein?"
"Begini,"
Einstein berkata.
"Sebuah pelarut segala akan melarutkan apa saja, termasuk gelas. Jadi jika soda cerimu ini memang pelarut segala, ia akan melarutkan gelas piala dan batang pengaduk. Tak ada tempat yang dapat menampungnya. Ia akan melarutkan apa saja yang disentuhnya, termasuk lantai ruangan ini dan siapa saja yang berada di lantai bawah."
Stanley pelan-pelan mengangguk.
"Kurasa kau benar, Einstein,"
Ia berkata. Einstein tersenyum.
"Dengar ini,"
Katanya.
"Malam boleh menjadi larut, tetapi lantai kamar ini jangan ikut larut."
MUSEUM BENDA-BENDA ANEH ROMBONGAN sirkus datang ke kota Einstein pada minggu ketiga bulan Juli.
Einstein mengajak adiknya, Dennis, untuk menonton.
Mereka senang sekali menyaksikan penjinak singa, para pemain akrobat yang berayun-ayun di udara, badut-badut yang lucu, dan seluruh pertunjukan lain yang diadakan dalam kemah utama.
Setelah pertunjukan usai, mereka sepakat untuk melihat acara-acara sampingan.
Acara-acara sampingan diadakan di dalam tenda-tenda kecil di belakang tenda utama.
Di dalam tenda-tenda itu dilangsungkan pertunjukan orang-orang yang memiliki kemampuan yang menakjubkan.
Misalnya saja ada orang kuat, wanita gemuk, penelan pedang, orang yang dapat berjalan di atas api, dan yang paling aneh adalah orang yang dapat meramal nasibmu cukup dengan "meraba benjolan yang ada di kepalamu".
"Bagaimana seseorang dapat meramal nasib hanya dengan meraba benjolan di kepala?"
Dennis bertanya.
"Cara itu sama saja jitunya dengan meramal nasib dengan melihat garis tangan atau bola kristal atau bintang-bintang,"
Kata Einstein.
"Maksudmu kau tak percaya kepada bintang-bintang?"
Dennis bertanya.
"Aku percaya kepada bintang-bintang,"
Sahut Einstein.
"Dan juga planet-planet, komet, meteor, nebula, dan galaksi. Tetapi entah bagaimana aku tak dapat menerima bahwa keberuntunganku tergantung pada kumpulan bintang yang letaknya berjuta-juta kilometer dari bumi."
"Aku mengerti maksudmu,"
Kata Dennis.
"Tapi kau pasti tak tahu kalau ada bintang yang punya mulut dan dapat menelan macam-macam,"
Ujar Einstein.
"Ah, yang benar,"
Dennis terperangah.
"Ya, bintang laut dan bintang film,"
Einstein tersenyum.
"Huh,"
Kata Dennis kesal.
Di dalam arena sirkus itu juga terdapat stan-stan makanan, permainan, dan roller coaster.
Einstein dan Dennis masing-masing memakan sebuah hot dog, hamburger, kentang goreng, segelas susu dingin, dan gulali.
Mereka naik roller coaster tiga kali, dan mencoba membunyikan bel dengan sebuah palu besar.
Einstein hampir tak dapat mengangkat palu itu melewati kepalanya.
Ketika ia melepaskan palu itu, yang terlihat pada papan skala adalah "Loyo".
Dennis tertawa, tetapi ketika ia sendiri mencoba main, nasibnya tak lebih baik.
Einstein memutuskan untuk tidak tertawa setelah melihat air muka adiknya.
Kedua anak itu beijalan keluar dan hampir meninggalkan arena ketika mereka melalui sebuah tenda yang memasang papan nama menarik.
Papan nama itu bertuliskan "Museum Benda-benda Aneh".
Seorang pria yang berdiri di depan tenda sedang membujuk orangorang untuk masuk.
Ia berbicara melalui pengeras suara.
"Hadiah sepuluh dolar bagi siapa saja yang dapat membuktikan bahwa ada benda palsu di dalam sini."
Einstein berkata.
"Ayo masuk dan lihat apa yang mereka miliki, Dennis. Mungkin kita dapat memperoleh hadiahnya."
Pengemis Binal Pengkhianatan Dewa Maut Satria Gendeng Kail Naga Samudera Pendekar Pulau Neraka Geger Rimba Persilatan