Ceritasilat Novel Online

Expected One 4


Kathleen Mcgowan The Expected One Bagian 4



"Tapi aku tak tahu kalau itu lukisan Maria Magdalena."

   "Sangat sedikit orang yang tahu. Sandro kami ini terlibat aktif dalam organisasi Tuscan yang bertujuan melestarikan nama dan kenangan terhadap Maria Magdalena. Persaudaraan Maria Magdalena, demikian nama organisasi itu. Apakah kalian mengetahui makna simbolsimbol dalam lukisan fresco yang kalian lihat di Louvre?"

   Maureen agak ragu-ragu.

   "Aku tidak yakin."

   "Bagaimana perkiraanmu?"

   "Aku pikir berhubungan dengan astrologi, atau setidaknya astronomi. Kalajengking mewakili gugusan Scorpio, dan busur pemanah melambangkan Sagitarius."

   "Bravo. Aku yakin perkiraanmu benar. Pernah dengar tentang Zodiak Languedoc?"

   "Belum, tapi aku pernah mendengar tentang Zodiak Glastonbury di Inggris. Apakah sama?"

   "Ya. Jika kita menumpukkan peta gugusan bintang di atas peta wilayah itu, maka kita akan melihat bahwa kota-kota tersebar mengikuti gugusan tertentu. Demikian pula dengan Zodiak Glastonbury."

   Peter mengekspresikan rasa bingungnya.

   "Maaf, aku tidak paham."

   Maureen menjelaskan padanya.

   "Tema semacam ini cukup umum di kalangan masyarakat kuno, dimulai dari bangsa Mesir. Mereka membangun lokasi-lokasi suci mengikuti konstelasi langit. Umpamanya, piramid Giza mengikuti gugusan Orion. Kota-kota di sana direncanakan sedemikian rupa a-gar serasi dengan pola bintangbintang. Hal ini sesuai dengan filsafat alkemis 'Sebagaimana di atas, demikian pula di bawah'."

   "Lukisan fresco yang menggambarkan pernikahan itu adalah peta. Sandro bermaksud memberitahu ke mana kita melihat,"

   Sinclair ikut menjelaskan.

   "Tunggu sebentar. Jadi menurutmu, pelukis terhebat sepanjang sejarah itu pun terlibat dalam teori konspirasi Magdalena?"

   Peter sudah kelelahan dan sebagai akibatnya ia tak lagi berbasa-basi.

   "Sebenarnya, Bapa Healy, menurutku banyak pelukis terhebat sepanjang sejarah yang turut ambil andil dalam konspirasi ini. Seyogianyalah kita berterima kasih pada Magdalena karena banyak hal. Di antaranya pusaka seni dari para seniman besar."

   "Seperti Leonardo da Vinci?"

   Tanya Maureen. Wajah Sinclair mendadak merah padam sehingga Maureen kaget.

   "Tidak! Leonardo da Vinci tidak termasuk karena alasan kuat."

   "Tapi ia menampilkan Maria Magdalena dalam lukisan fresconya, Perjamuan Malam Terakhir. Dan ada spekulasi yang telah diketahui banyak orang bahwa ia pemimpin sebuah kumpulan rahasia yang menghormati Maria Magdalena dan sang wanita suci."

   Leonardo adalah seniman yang berulangkah Maureen temukan ketika melakukan riset tentang Maria Magdalena.

   Ia merasa kaget sekaligus bingung melihat kebencian Sinclair terhadap topik ini, yang sama sekali tidak terduga.

   Sinclair meneguk anggurnya, meletakkan gelas dengan sangat perlahan.

   Ketika ia bicara, suaranya tajam.

   "Sayangku, kita tidak akan merusak malam ini dengan membicarakan lelaki itu atau karyanya. Kau tidak akan menemukan sesuatu yang terkait dengan Leonardo da Vinci di rumahku, tidak pula di rumah-rumah lainnya di wilayah ini. Untuk saat ini, demikianlah penjelasanku."

   Ia tersenyum untuk sedikit mencairkan suasana.

   "Lagi pula, banyak seniman hebat lain yang bisa kita pilih. Misalnya Sandro, Poussin, Ribera, El Greco, Moreau, Cocteau, Dali..."

   "Tapi mengapa?"

   Tanya Peter.

   "Mengapa seniman-seniman ini terlibat dalam sesuatu yang pada dasarnya sesat?"

   "Sesat tergantung orang yang melihatnya. Tapi menjawab pertanyaanmu, seniman-seniman besar ini melukis untuk tokohtokoh kaya yang mendukung mereka dan karya mereka. Kebanyakan di antara mereka masih berkerabat dan merupakan keturunan Maria Magdalena. Contohnya lukisan fresco pernikahan karya Botticelli ini. Sang mempelai pria, Lorenzo Tornabuoni, memiliki pertalian darah yang suci. Mempelai wanitanya, Giovanna Albizzi, bahkan berasal dari keturunan yang lebih mulia. Kita bisa lihat, dalam lukisan ini ia mengenakan gaun merah. Warna ini menyimbolkan hubungannya dengan garis Magdalena. Pernikahan itu sangat penting karena menyatukan dua dinasti keluarga yang sangat kuat, yang sejak dulu bertikai."

   Baik Maureen maupun Peter diam, menunggu penjelasan apa lagi yang dipilih Sinclair untuk disampaikan.

   "Bahkan ada spekulasi bahwa semua seniman ini berasal dari garis darah itu dan bahwa bakat hebat mereka menurun dari genetika yang suci. Pendapat ini mungkin saja benar, misalnya dalam kasus Sandro. Dan kami yakin begitu juga dengan sejumlah tokoh Prancis, contohnya Georges de la Tour, yang berulang kali melukiskan pembimbing dan leluhurnya."

   Maureen senang karena ia memiliki pengetahuan tentang topik ini.

   "Aku melihat salah satu lukisan de la Tour saat melakukan riset. Lukisan Pertobatan Magdalena berada di Los Angeles."

   Maureen sangat tergugah dengan cahaya dan bayangan dalam lukisan indah itu. Maria Magdalena, tangannya di atas tengkorak pertobatan, menatap pantulan cahaya lilin yang redup di cermin.

   "Itu salah satu lukisan Pertobatan Magdalena. Ia membuat banyak lukisan berjudul sama, yang masingmasing memiliki perbedaan halus. Beberapa di antaranya hilang. Salah satunya dicuri dari museum pada zaman kakekku."

   "Bagaimana kautahu bahwa Georges de la Tour berasal dari garis darah itu?"

   "Namanya saja sudah menjadi petunjuk awal. De la Tour berarti 'dari menara'. Memang, agak melibatkan permainan kata. Nama Magdala berasal dari kata 'migdal', yang berarti menara. Jadi, secara harfiah ia adalah Maria dari tempat menara. Seperti yang sudah kau ketahui, sebagian orang berpendapat bahwa Magdalena adalah julukan, artinya Maria sang menara, atau pemimpin sukunya.

   "Ketika terjadi pembantaian, orangorang Cathar yang selamat terpaksa mengubah nama untuk menyembunyikan identitas mereka karena nama-nama Cathar sudah sangat dikenal. Mereka juga menyembunyikan pusaka di tempat terbuka sembari menggunakan nama-nama seperti de la Tour dan..."

   Sinclair diam sejenak untuk memberi efek dramatis "de Paschal."

   Maureen terbelalak.

   "De Paschal?"

   "Tentu saja. Nama Paschal digunakan untuk menutupi salah satu keluarga Cathar yang paling terhormat. Lagilagi, di tempat terbuka. Di Prancis mereka menggunakan nama de Paschal sedangkan di Italia, Pasquale. Anakanak domba paschal."

   Sinclair melanjutkan.

   "Selain itu, aku tahu bahwa Georges de la Tour berasal dari garis darah itu karena ia adalah Pemimpin Utama organisasi yang diabdikan untuk melestarikan tradisi Kristiani murni seperti yang dibawa Maria Magdalena ke Eropa."

   Sekarang, giliran Peter bertanya.

   "Apa nama organisasi itu?"

   Sinclair mengisyaratkan mereka untuk melihat ke sekeliling.

   "Perkumpulan Apel Biru. Kalian sedang makan malam di markas resmi organisasi yang telah berdiri di tanah ini sejak seribu tahun lalu."

   F Sinclair enggan membicarakan perkumpulan itu lebih lanjut.

   Seperti seorang penipu ulung, ia mengalihkan pembicaraan dengan cekatan.

   Sepanjang sisa jamuan makan itu mereka membicarakan pengalaman ketika mengunjungi Rennesle-Chateau dan mengenal lebih jauh Berenger Sauniere, pendeta yang penuh teka-teki.

   Sinclair sangat bangga dengan nama yang disandangnya.

   "Abbe membaptis kakekku di gereja itu,"

   Jelasnya.

   "Tak heran Alistair tua begitu mengabdi pada tanah ini."

   "Tentunya ia mewariskan pengabdian itu kepadamu,"

   Kata Maureen.

   "Ya. Ketika ia menamaiku mengikuti nama Berenger Sauniere, kakekku memberi pemberkatan khusus padaku. Ayahku keberatan, tapi Alistair sekukuh baja. Tak ada orang yang bisa menentangnya sejak dulu, apalagi ayahku."

   Sinclair menolak menjelaskan lebih lanjut. Maureen dan Peter pun tidak mendesak karena jelas topik ini bersifat pribadi dan sensitif. Setelah acara makan malam usai, Sinclair membimbing Peter dan Maureen keluar dari ruang makan.

   "Ayolah, aku ingin melanjutkan pembicaraan tentang Sandro dan penemuan kalian yang luar biasa di Louvre. Ke sini."

   Sinclair memimpin mereka memasuki ruangan modern yang tidak sesuai dengan bangunan rumah.

   Ruang itu dipenuhi perabotan canggih home theater dan sejumlah komputer.

   Roland menghadap ke salah satu monitor dan mengucapkan salam hangat begitu mereka masuk.

   Pelayan Prancis itu menekan beberapa tuts pada kibor kemudian menyorongkan tubuhnya untuk menekan sebuah tombol pada panel.

   Dan tergelarlah layar proyeksi di dinding.

   Sebuah peta wilayah lokal muncul pada layar di depan mereka.

   Sinclair menunjuk beberapa lokasi penting.

   "Kalian bisa melihat desa-desa yang sudah kalian kenal. Rennesle-Chateau di sebelah kanan sana, dan tentu saja, di sini Arques, tempat kita berada sekarang. Kuburan Poussin yang kalian lihat kemarin di sebelah sini."

   "Kuburan itu berada di tanahmu?"

   Tanya Maureen. Sinclair mengangguk.

   "Kami yakin, salah satu harta karun paling berharga sepanjang sejarah berada di wilayah ini."

   Ia memberi isyarat pada Roland, dan terbukalah sebuah peta gugusan bintang yang ditumpangtindihkan dengan peta tadi.

   Gugusan-gugusan itu telah diberi nama.

   Scorpio tepat berada di atas desa Rennesle-Chateau.

   Arques berada di antara Scorpio dan Sagitarius.

   "Sandro telah membuatkan peta untuk kita. Itulah hadiah pernikahan sesungguhnya kepada pasangan terhormat itu. Bahkan, karyanya ini sedemikian akurat hingga harus segera dihancurkan. Lukisanlukisan fresco itu tergantung di dinding yang adalah bagian properti Tornabuoni. Itulah sebabnya mereka tidak bisa menghancurkannya. Mereka malah mengecat lukisan itu dengan warna putih sehingga tidak terlihat. Lukisanlukisan itu baru terlihat di akhir abad 18 karena suatu kejadian yang tidak disengaja."

   Kesadaran muncul di benak Maureen.

   "Jadi, itu sebabnya kau tinggal di sini. Di Arques. Menurutmu, Maria Magdalena mengubur injilnya di sini?"

   "Aku yakin akan hal itu. Dan sekarang kautahu, Sandro pun menyadarinya. Perhatikan lukisan fresco itu lagi. Roland, tolong."

   Roland menekan tombol yang memunculkan lukisan lukisan fresco yang tersimpan di Louvre. Sinclair menunjuk beberapa bagian.

   "Lihat, perempuan dengan kalajengking ada di sini. Di sebelah kanannya, seorang perempuan yang tidak memegang simbol apa pun. Di atas mereka, seorang perempuan duduk di atas singgasana memegang busur. Lihatlah lebih dekat. Perempuan ini dibalut kain merah, jubah Maria Magdalena. Dan ia memberi permohonan berkat ke kepala perempuan yang duduk di antara dia dan perempuan dengan kalajengking. Itulah X yang menandai lokasi itu di peta, antara Scorpio dan Sagitarius.

   "Sandro Botticelli mengetahui lokasi tempat harta karun disimpan. Begitu juga Nicolas Poussin. Dan mereka berbaik hati memberi petunjuk agar kita bisa menemukannya."

   Bagi Peter, semua ini tidak masuk akal.

   "Mengapa seniman seniman ini membuat peta yang menunjukkan lokasi harta yang tak bernilai untuk dipertontonkan kepada publik?"

   "Karena harta karun itu harus dicari. Harta itu tidak bisa ditemukan oleh sembarang orang. Kita bisa saja setiap hari berdiri di lokasi tempat Magdalena menyimpan pusakanya. Tapi kita tak akan menemukannya hingga ia memutuskan untuk menunjukkannya pada kita. Harta itu seolah-olah disembunyikan proses alkemi, suatu kunci yang hanya bisa dibuka dengan...kekuatan yang memadai, barangkali itu istilahnya? Legenda mengatakan bahwa harta itu akan tampak dengan sendirinya pada waktunya, ketika orang yang dipilih oleh Magdalena sendiri datang untuk mengklaimnya. Sandro dan Poussin samasama berharap pusaka itu terungkap pada masa hidup mereka. Keduanya berusaha membantu proses kemunculan harta itu.

   "Dalam kasus Botticelli, Giovanna Albizzi adalah orang yang dipercaya berpotensi menemukan harta itu. Berbagai pandangan menyebutnya sebagai perempuan berbudi luhur dan saleh, juga cerdas dan berpendidikan. Potret perempuan ini, yang diciptakan Ghirlandaio, menyertakan suatu epigram yang bertuliskan 'Sekiranya seni bisa menuangkan karakter dan pikiran, tak akan ada lukisan yang lebih indah'. Apakah kalian ingat lukisan fresco lainnya yang ada di Louvre? Lukisan yang dinamakan Venus dan Tiga Dewi mempersembahkan hadiah kepada seorang perempuan muda? Perempuan muda yang mengenakan gaun merah itu Giovanna Albizzi. Kalian akan melihat, perempuan dalam lukisan Botticelli ini mengenakan kalung yang menunjukkan garis darah yang sama dengan perempuan pada potret Ghirlandaio. Perhiasan yang sangat berharga itu dipersembahkan baginya untuk merayakan perdamaian antara kedua keluarga yang sangat kuat. Ada harapan besar yang disandarkan pada Giovanna yang mulia.

   "Sayangnya, harapan itu tidak terwujud. Giovanna yang malang meninggal saat melahirkan, dua tahun setelah ia menikah."

   Maureen menyerap semua yang dikisahkan Sinclair. Otaknya berusaha memproses kisah Italia dengan kisah yang ia peroleh sebelumnya di Rennesle-Chateau. Tibatiba, sebuah pikiran melintas.

   "Apakah Anda berpikir Sauniere mungkin telah menemukan injil Magdalena? Itukah yang membuatnya kaya raya?"

   "Tidak. Tentu saja tidak."

   Sinclair sangat serius ketika mengatakannya.

   "Namun jelas, Sauniere memang mencari pusaka itu. Penduduk setempat mengatakan bahwa ia sering berjalan bermil-mil di wilayah itu, memeriksa batuan dan liangliang, mencari petunjuk."

   "Bagaimana kau yakin bahwa ia tidak menemukannya?"

   Peter ingin tahu.

   "Karena jika ia menemukannya, keluargaku pasti tahu. Lagi pula, harta itu hanya bisa ditemukan oleh seorang perempuan. Seorang perempuan yang berasal dari garis darah itu dan dipilih oleh Magdalena sendiri."

   Peter tak sanggup menahan kecurigaannya.

   "Dan kau pikir, Maureenlah orangnya."

   Sinclair tercenung sesaat. Kemudian ia menjawab terang-terangan, seperti biasanya.

   "Aku mengagumi keterusteranganmu, Bapa. Dan jawabanku...Ya, aku memang berpikir Maureenlah orang yang dipilih. Belum ada seorang pun yang berhasil, padahal ribuan telah mencoba. Kita tahu, harta itu ada di sini. Meski begitu, orang yang paling berani pun telah gagal menemukan harta itu. Termasuk aku sendiri. Saat beralih ke Maureen, ekspresi dan nada bicara Sinclair melembut.

   "Sayangku, kuharap kau tidak takut. Aku tahu, semua ini rasanya aneh, bahkan mengejutkan. Aku hanya berharap kau sudi mendengarkan. Kau tidak akan diminta melakukan apa pun yang berlawanan dengan keinginanmu. Kehadiranmu di sini adalah keinginanmu sendiri, dan kuharap kau memilih untuk terus tinggal di sini."

   Maureen mengangguk padanya, tapi tidak mengatakan apaapa.

   Ia tak tahu apa yang mesti dikatakan atau bagaimana menanggapi pengungkapan itu.

   Ia bahkan tidak tahu pasti, bagaimana perasaannya terhadap semua ini.

   Apakah ia merasa mendapat suatu kehormatan? Suatu privilese? Ataukah ia merasa semua ini menakutkan belaka? Barangkali ia tak lebih dari boneka seorang eksentrik dan kultusnya.

   Rasanya semua yang ia dengar tidak hanya benar, tapi juga terkait dengan dirinya.

   Tapi ada sesuatu dalam sikap Sinclair yang terasa benarbenar tulus bagi Maureen.

   Dengan pendapat-pen-dapatnya yang ekstrem dan keeksentrikannya, Maureen merasa lelaki ini bisa dipercaya.

   Akhirnya, Maureen menjawab dengan ucapan pendek.

   "Teruskanlah."

   Peter menekan agar memperoleh keterangan lebih jauh.

   "Apa yang membuatmu berpikir Maureenlah orangnya?"

   Sinclair mengangguk pada Roland.

   "Tolong tunjukkan Primavera."

   Roland menekan tuts lain dan muncullah mahakarya Botticelli, Primavera, selayar penuh, dengan warnawarni memukau.

   "Karya lainnya dari Sandro kita. Kau sudah tahu, tentu saja."

   "Ya."

   Jawaban Maureen nyaris tidak terdengar. Ia tidak tahu pasti ke mana arah pembicaraan ini, tapi ia merasa ada simpul yang mengencang di perutnya. Peter menjawab.

   "Tentu saja. Itu salah satu lukisan paling terkenal di dunia."

   "Alegori Musim Semi. Hanya sedikit orang yang tahu makna lukisan ini yang sebenarnya. Tapi sekali lagi Sandro mempersembahkan penghargaan kepada Maria kami. Tokoh sentral dalam lukisan ini adalah Maria Magdalena yang tengah mengandung perhatikanlah jubah merahnya. Apakah kalian tahu mengapa Magdalena mencerminkan musim semi?"

   Peter berusaha mengikuti pemikiran Sinclair sedekat mungkin.

   "Karena Paskah?"

   "Karena Paskah pertama jatuh pada ekuinoks. Kristus disalib pada tanggal 20 Maret dan dibangkitkan pada 22 Maret. Legenda esoteris di wilayah ini mengatakan bahwa Magdalena dilahirkan pada tanggal 22 Maret juga. Hari pertama dalam zodiak pertama, Aries sang biri-biri jantan. Tanggal itu menandai permulaan baru dan kebangkitan. Selain itu, angka dua puluh dua dipandang memiliki makna spiritual sebagai angka sang perempuan suci. Dua puluh dua Maret. Apakah angka itu berarti bagimu, Maureen?"

   Peter sudah memahami hubungannya. Ia menoleh untuk melihat reaksi Maureen terhadap pengungkapan ini. Cukup lama Maureen terdiam. Ketika akhirnya menjawab, suaranya pelan bergetar.

   "Itu tanggal ulang kelahiranku."

   Sinclair menoleh ke Peter.

   "Dilahirkan pada tanggal kebangkitan, dilahirkan dengan garis darah Perempuan Gembala. Dilahirkan di bawah lambang biri-biri jantan pada hari pertama musim semi dan kelahiran kembali."

   Sinclair menyampaikan kesimpulan akhir kepada Maureen.

   "Sayangku, kaulah domba paschal."

   F Maureen segera mohon diri untuk meninggalkan ruangan itu.

   Ia butuh waktu untuk memikirkan dan memproses segala informasi dan pesan yang tersirat dalam ucapan Sinclair.

   Maureen merebahkan tubuhnya di ranjang dan memejamkan mata.

   Ketukan di pintu sudah ia perkirakan, tapi datang lebih cepat.

   Maureen bersyukur karena suara Peter yang terdengar dari balik pintu.

   "Maureen, ini aku. Boleh aku masuk?"

   Maureen beranjak dari tempat tidur dan menyeberangi ruangan untuk membuka pintu.

   "Bagaimana perasaanmu?"

   "Campur aduk. Masuklah."

   Maureen mengisyaratkan Peter agar duduk di salah satu kursi besar berlapis kulit merah di samping perapian. Peter menggelengkan kepala. Pikirannya terlalu kacau hingga ia tidak bisa duduk tenang di kursi.

   "Maureen, dengarkan aku. Aku ingin mengeluarkanmu dari sini sebelum persoalannya bertambah aneh."

   Maureen menghela napas dan menempati kursi itu sendiri.

   "Tapi aku baru mulai mendapat jawaban yang menjadi alasan kedatanganku ke sini. Yang menjadi alasan kita."

   "Aku tidak bisa mengatakan bahwa aku sangat mengharapkan jawaban Sinclair. Dan kupikir kau berada dalam bahaya besar."

   "Dari Sinclair?"

   "Ya."

   Maureen menatap Peter dengan kesal.

   "Yang benar saja. Mengapa ia ingin mencelakakan aku jika ia memandangku sebagai jawaban yang selama ini ia tunggu?"

   "Karena tujuannya hanya ilusi yang dibungkus dengan takhayul dan legenda berumur ratusan tahun. Ini sangat berbahaya, Maureen. Yang kita bicarakan ini adalah kultus agama. Kefanatikan. Aku khawatir ia akan melakukan sesuatu padamu begitu ia sadar bahwa kau bukanlah dewi penyelamatnya."

   Maureen diam sesaat. Pertanyaan berikutnya terucap dengan ketenangan luar biasa.

   "Mengapa kau berpikir bahwa aku bukan orang yang ia tunggu?"

   Peter tercengang mendengar pertanyaan ini.

   "Kau percaya pada semua ini?"

   "Lalu apakah kau bisa menjelaskan semua kebetulan ini, Pete? Suarasuara itu, visivisi itu? Karena selain ucapan Sinclair, aku tidak bisa memberi penjelasan lain."

   Suara Peter tegas, seolah sedang berbicara pada seorang anak kecil.

   "Kita pergi dari sini besok pagi. Kita bisa mengambil penerbangan dari Toulouse ke Paris. Bahkan kita bisa memilih penerbangan dari Carcassonne ke London..."

   Maureen mencengkeram pegangan kursi, sikapnya tidak bisa ditawar-tawar.

   "Aku tetap di sini, Peter. Aku tidak akan pergi hingga aku mendapatkan jawaban yang kucari."

   Kemarahan menguasai Peter.

   "Maureen, aku bersumpah pada ibumu sebelum ia meninggal bahwa aku akan selalu menjagamu, bahwa aku tak akan membiarkan peristiwa yang menimpa ayahmu..."

   Maureen terlihat seperti baru ditampar. Peter cepat cepat mengembalikan pembicaraan.

   "Aku minta maaf, Maureen, aku..."

   Maureen memotong ucapan Peter dengan dingin.

   "Ayahku. Terima kasih karena telah mengingatkanku pada satu alasan lagi mengapa aku harus tetap tinggal di sini. Untuk mengorek keterangan tentang ayahku dari Sinclair. Nyaris sepanjang hidup, aku bertanya-tanya tentang ayahku karena yang dikatakan ibuku hanyalah bahwa ia tidak waras. Kurasa, itu juga yang ia katakan padamu. Tapi ingatanku pada ayahku, meski remang sekalipun, membuatku yakin bahwa itu tidak benar. Jika ada orang yang bisa memberiku penjelasan lebih banyak tentang ayahku, siapa pun dia, akan kulakukan segala cara untuk menemuinya. Aku berutang pada ayahku. Dan diriku sendiri."

   Peter akan mengatakan sesuatu, tapi ia berpikir u-lang. Alihalih, ia membalikkan badan dan meninggalkan ruangan, dengan raut wajah terluka. Maureen mengawasinya sejenak, perasaannya melunak, kemudian ia memanggil Peter.

   "Bersabarlah denganku. Aku harus memecahkan persoalan ini. Bagaimana kita tahu apakah visivisi ini memiliki makna atau tidak, jika kita berhenti di tengah jalan? Bagaimana seandainya ucapan yang dikatakan Sinclair malam ini benar, meski hanya sebagian kecil? Aku harus tahu jawabannya, Pete. Jika aku pergi sekarang, aku akan menyesal seumur hidup. Dan aku tidak mau hidup seperti itu. Sepanjang hidup, aku selalu lari. Aku lari dari segala persoalan. Saat masih kecil, aku lari dari Lousiana sedemikian jauh dan cepat aku berlari hingga aku bahkan tidak ingat apa pun. Setelah ibuku meninggal, aku lari dari Irlandia dan kembali ke AS. Aku lari ke suatu kota tempat tak ada kenangan, tempat setiap orang menjadi seseorang yang berbeda dari yang sesungguhnya. Los Angeles adalah kota tempat setiap orang seperti aku, setiap orang berlari dari dirinya yang dulu. Tapi aku tidak mau seperti itu lagi."

   Maureen menghampiri Peter dan berdiri di hadapannya.

   "Sekarang, untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku merasa seolah sedang berlari menuju sesuatu. Ya, ini memang menakutkan. Tapi aku tahu, aku tidak bisa berhenti. Dan aku tidak ingin menghadapi semua ini tanpamu. Tapi aku sanggup dan akan kulakukan jika kau memilih untuk pergi besok pagi."

   Peter mendengarkan luapan perasaan Maureen dengan penuh perhatian. Setelah Maureen selesai, ia mengangguk pada gadis itu lalu beranjak pergi. Ia diam berdiri, tangannya memegang pintu. Sebentar kemudian, ia berbalik mendekati Maureen.

   "Aku tidak akan pergi. Tapi tolong, jangan membuat aku menyesali keputusan ini sepanjang hidupku. Atau hidupmu."

   F Peter kembali ke kamarnya dan berdoa sepanjang sisa malam.

   Tanpa diniatkan, ia berlama-lama merenungkan ajaran Ignatius Loyola, pendiri ordo Yesuit.

   Satu kalimat yang ditulis orang suci itu pada tahun 1556 merasuk pikirannya.

   Karena iblis sangat lihai menggoda manusia agar jatuh ke jurang kehancuran, dibutuhkan keterampilan yang sama kuatnya untuk menyelamatkan manusia.

   Iblis mempelajari karakter tiap manusia, masuk ke dalam jiwa mereka, menyesuaikan diri dengan mereka, dan perlahan-lahan membisikkan bujuk rayu ke dalam keyakinan mangsanya ia membisikkan semangat ambisius, hasrat kerakusan, kegemaran pada kesenangan, dan me nunjukkan wajah kasih sayang palsu pada orang salehdan seorang pemenang jiwa mesti bertindak dengan sama seksamanya dan sama lihainya.

   Tidur menjadi sesuatu yang tidak terjangkau jika ucap an-ucapan pendiri ordonya mengalir ke dalam hati dan pikirannya.

   Roma 23 Juni 2005 Uskup Magnus O'Connor menghapus tetasan keringat di alisnya.

   Ruangan Dewan Vatikan itu dilengkapi AC, tapi untuk saat itu tidak menolong.

   Ia duduk di kursi yang terletak di tengah sebuah meja besar berbentuk oval, dikeliling pejabat-pejabat Gereja.

   Map-map merah yang telah ia serahkan kemarin, kini berada di tangan Kardinal DeCaro yang tegang dan menyeramkan.

   DeCaro bertindak sebagai interogator.

   "Dan dari mana kautahu bahwa foto-foto ini otentik?"

   Sang Kardinal menaruh map-map itu di meja, tapi belum membukanya agar orang lain mengetahui isinya.

   "Aku hadir saat foto-foto itu diambil."

   Magnus berusaha keras mengalahkan rasa gemetar akibat situasi yang penuh tekanan.

   "Benda itu diserahkan kepadaku oleh pendeta jemaatnya."

   Kardinal DeCaro mengeluarkan serangkaian foto berukuran 8 x 10 dari map.

   Foto-foto hitam putih itu telah menguning termakan usia, tapi kesan yang ditimbulkannya tidak berkurang saat mereka bergantian melihatnya.

   Foto pertama berlabel "Bukti I", menunjukkan lengan seorang pria yang luka parah, diposisikan bersebelahan dengan telapak tangan terpuntir ke atas.

   Terlihat luka menganga dan mengeluarkan darah pada pergelangan tangan.

   "Bukti U"

   Menunjukkan kaki pria, keduanya terluka sama parah dengan lengan, dan ada lubang yang mengeluarkan darah. Foto ketiga.

   "Bukti III", menunjukkan pria tanpa baju. Sebuah luka retak yang tidak rata dan berdarah terlihat di sebelah dalam rusuk kanan bawah. Kardinal menunggu foto-foto mengejutkan itu digilirkan ke pejabat-pejabat gereja yang duduk mengelilingi meja, sebelum menyimpannya kembali ke dalam map lalu berbicara kepada mereka. Wajahwajah di sekeliling meja itu pucat pasi saat mendengar ucapan Kardinal, yang menguatkan opini mereka.

   "Kita baru saja melihat stigmataz yang telah dinyatakan otentik. Seluruhnya lima titik dan akurat, termasuk pergelangan tangan."

   Chateau des Pommes Bleues 24 Juni 2005 Esok paginya, Sinclair entah berada di mana.

   Maureen dan Peter disambut oleh Roland, yang mengantar mereka untuk sarapan.

   Peter tidak yakin apakah perhatian besar yang mereka rasakan adalah pertanda keramahtamahan ataukah lebih menyerupai perlakuan terhadap tahanan rumah.

   Sudah jelas, Sinclair sangat hatihati untuk tidak membiarkan Maureen dan Peter tanpa pengawasan.

   "Monsieur Sinclair meminta untuk memastikan Anda berdua memiliki kostum yang bagus untuk pesta malam ini. Ia sibuk dengan persiapan akhir pesta, tapi ia telah menyediakan seorang sopir sekiranya Anda ingin berkeliling hari ini. Ia pikir barangkali Anda akan suka memandang kastil-kastil Cathar di wilayah ini. Saya akan merasa terhormat jika diizinkan menjadi pemandu Anda."

   Mereka tidak menolak, dan Roland si raksasa pun menemani perjalanan itu sembari memberikan komentar komentar dengan sangat baik.

   Ia menunjukkan reruntuhan benteng-benteng Cathar yang dulu berjaya sambil tak lupa menceritakan betapa tokohtokoh kaya di Toulouse ketika itu bersaing dengan raja-raja Prancis dalam hal 2 Tanda-tanda luka Yesus yang melalui pengalaman mistik menjadi tampak pada tubuh orang percaya.

   kekuasaan dan privilese.

   Tokohtokoh Toulouse semuanya adalah keturunan warga Cathar, atau setidaknya sangat bersimpati dengan citacita Cathar.

   Itulah salah satu alasan mengapa Perang Salib yang membantai Golongan Murni disambut dengan tangan terbuka oleh raja Prancis.

   Dengan begitu ia bisa merampas karta yang dulu menjadi milik Toulouse, memperlebar wilayah kerajaan Prancisnya sendiri, dan memperluas jaringan sembari menghilangkan pengaruh para musuhnya.

   Dengan bangga, Roland menceritakan kampung halamannya dalam dialek penduduk setempat, disebut Oc, yang menjadi nama wilayah itu.

   Langue (bahasa) Oc kemudian lebih dikenal dengan Languedoc.

   Saat berbincang-bincang, Peter menyebut Roland sebagai orang Prancis.

   Namun lelaki ini langsung menukas seraya mengatakan bahwa ia bukan orang Prancis, tetapi Occitan.

   Roland bercerita panjang lebar tentang berbagai kekerasan di abad ke-13 yang melukai tanah maupun rekan-rekan sedaerahnya.

   Ia begitu memuja sejarah tanah kelahirannya.

   "Kebanyakan orang di luar Prancis bahkan tidak tahu tentang Cathar. Atau, jika mereka tahu, mereka berpikir bahwa itu adalah sekte kecil yang tidak penting, yang muncul di pegunungan di sini. Mereka tidak sadar bahwa Cathar adalah ras dan budaya yang dominan dalam sebuah wilayah Eropa yang luas dan sejahtera. Kejadian yang menimpa wilayah ini tidak kurang dari genosida. Hampir sejuta orang dibantai oleh pasukan Paus."

   Ia menoleh ke Peter dengan tatapan simpatis.

   "Saya tidak merasa dendam dengan kependetaan modern atas dosa-dosa yang dilakukan gereja pada abad pertengahan, Abbe Healy. Anda menjadi pendeta karena mendapat panggilan Tuhan, semua orang bisa melihatnya."

   Roland memimpin mereka tanpa berkata-kata.

   Maureen dan Peter takjub melihat kastil-kastil megah yang dibangun di puncak gunung yang bergelombang, nyaris seribu tahun lalu.

   Benteng-benteng ini pada dasarnya tak tertembuskan, mengingat lokasinya di pegunungan, sekaligus arsitektur yang tak tertandingi pula.

   Kedua pelancong itu mengagumi sumber daya suatu kebudayaan yang mampu mendirikan bangunan pertahanan hebat di lahan yang sulit dan tidak ramah tanpa bantuan teknologi modern.

   Saat makan siang di desa Limoux, Maureen sudah merasa cukup nyaman dengan kehadiran Roland hingga ia menanyakan hubungan lelaki ini dengan Sinclair.

   Lokasi duduk mereka bersama di kafe itu menghadap ke Sungai Aude.

   Dari sinilah nama wilayah itu berasal.

   Sang pelayan pria bertubuh besar itu ternyata ramah dan menyenangkan, bahkan humoris, tidak tampak dari penampilannya yang membuat orang gentar.

   "Aku dibesarkan di Chateau des Pommes Bleues, Mademoiselle,"

   Katanya menjelaskan.

   "Ibuku meninggal saat aku masih bayi. Ayahku mengabdi kepada Monsieur Alistair dan Monsieur Berenger, kami tinggal di wilayah ini. Setelah ayahku meninggal, aku bertekad meneruskan posisinya di chateau. Di sanalah rumahku, dan keluarga Sinclair adalah keluargaku."

   Sosok Roland tampak melembut ketika ia mengisahkan kematian kedua orangtuanya dan kesetiaannya kepada keluarga Sinclair.

   "Pasti berat bagimu, kehilangan kedua orang tua,"

   Kata Maureen simpatis. Sikap Roland menjadi kaku, tulang belakangnya tegak ketika ia menjawab.

   "Ya, Mademoiselle Paschal. Seperti yang telah aku katakan, ibuku meninggal akibat suatu penyakit yang tidak bisa ditangani ketika aku masih bayi. Aku menerima musibah ini sebagai kehendak Tuhan. Tapi kematian ayah berbeda...ayahku dibunuh secara keji, beberapa tahun lalu."

   Maureen terperangah.

   "Ya, Tuhan. Maafkan aku, Roland."

   Ia tak ingin memaksa Roland bercerita panjang lebar. Namun Peter merasa kebutuhannya untuk mengetahui lebih dalam mengalahkan sikapnya yang biasanya sensitif. Ia bertanya.

   "Apa yang terjadi?"

   Roland berdiri sebagai tanda mengakhiri acara makan dan pembicaraan itu.

   "Ada permusuhan besar di daerah kami, Abbe Healy. Mereka kembali setelah sekian lama, menerobos waktu dan tidak memandang akal sehat. Tempat ini...dipenuhi cahayayang paling indah. Tapi kadang cahaya itu mengundang kegelapan yang paling buruk. Kami memerangi kegelapan sebisa mungkin. Tapi sebagaimana leluhur kami, kami tidak selalu menang.

   "Namun, satu hal yang pasti, tak satu pun usaha genosida di sini yang berhasil. Kami tetap dan selamanya menjadi bangsa Cathar. Mungkin saja kami menjalankan keyakinan secara diamdiam dan sembunyi-sembunyi. Tapi keyakinan itu tetap kami jaga hingga hari ini dan selamanya. Jangan biarkan buku sejarah atau seorang cendekiawan mengatakan padamu yang sebaliknya."

   F Saat Maureen kembali ke chateau sore harinya, salah seorang wanita pelayan telah menunggu di kamarnya.

   "Perias akan segera datang, Mademoiselle. Dan gaun Anda sudah diantarkan. Jika ada sesuatu yang bisa saya lakukan untuk Anda..."

   "Tidak, merci."

   Maureen berterima kasih kepadanya lalu menutup pintu.

   Ia ingin beristirahat sebelum pesta.

   Hari itu sungguh indah, penuh dengan pemandangan luar biasa yang belum pernah disaksikan Maureen selama bepergian.

   Tapi ia juga merasa sangat lelah.

   Tambahan lagi, penjelasan Roland tentang pembunuhan ayahnya yang misterius membuat Maureen agak resah.

   Ia menatap kantong pakaian ekstra-besar, tergeletak di atas ranjang.

   Menduga isi kantong itu adalah gaun pesta dansa untuknya, Maureen membuka kantong plastik yang berat dan mengeluarkan gaun di dalamnya.

   Sejenak ia berpikir gaun apakah itu.

   Setelah tersadar, Maureen terperangah.

   Sambil mengangkat gaun itu ke lukisan Ribera, ia melihat gaun itu sama persis dengan busana merah tua yang megah berlipit-lipit yang dikenakan Maria Magdalena dalam lukisan seniman Spanyol itu.

   f Peter tidak terlalu bersemangat dengan busana yang akan ia kenakan.

   Semula ia tidak berencana datang ke pesta karena merasa tidak pantas hadir.

   Namun, dengan intrik Sinclair yang memuncak dan reaksi Maureen terhadap semua ini ia memutuskan untuk menjaga gadis itu tetap dalam pengawasannya.

   Ini berarti ia mesti mengenakan tunik abad ke-13 yang ramai dan celana kaus yang telah disiapkan.

   "Menyebalkan,"

   Gerutu Peter saat mengeluarkan busana dari kantongnya dan berusaha berpikir ke mana akalnya pergi.

   f Peter mengetuk pintu kamar Maureen.

   Ia menyesuaikan pakaiannya dengan canggung saat menunggu di lorong depan kamar.

   Mungkin ia harus melepas topi.

   Selain berat, posisi topi itu terasa tidak nyaman di kepala, membuatnya terlihat konyol.

   Pintu dibuka, dan Maureen yang baru muncul dari kamar.

   Gaun Ribera itu sangat pas, seolah dibuat khusus untuknya gaun ketat berenda dengan bahu terbuka yang seolah hanyut dalam lautan taffeta merah tua.

   Rambut Maureen yang panjang berwarna merah disisir sedemikian rupa sehingga menambah ketebalannya, tergerai di bahunya, membentuk tirai yang mengilap.

   Namun ketenangan yang mengejutkan dan lain dari biasanya yang terpancar dari dirinyalah yang paling terlihat oleh Peter.

   Seolah gadis ini telah melangkah ke dalam suatu peran yang sangat pas untuknya.

   "Bagaimana menurutmu? Apakah berlebihan?"

   "Pasti. Tapi kau terlihat...seperti sebuah visi."

   "Pilihan kata yang menarik. Apakah itu hanya leluconmu?"

   Peter mengedipkan mata dan mengangguk.

   Ia senang karena mereka bisa bercanda kembali dan hubungan mereka tidak rusak akibat perselisihan kemarin malam.

   Perjalanan menjelajahi negara Cathar agaknya membangkitkan semangat mereka.

   Peter membimbing Maureen berjalan melintasi ruangan-ruangan chateau yang sejuk, menuju ruang pesta di bagian ujung.

   Maureen tertawa mendengar Peter mengeluhkan busananya.

   "Kau terlihat sangat terhormat dan memesona,"

   Kata Maureen meyakinkan Peter.

   "Aku merasa seperti orang tolol,"

   Jawab Peter.

   Carcassome 24 Juni 2005 Di gereja batu kuno di luar kota benteng Carcassome tengah berlangsung persiapan untuk suatu acara.

   Para anggota Persekutuan Keadilan berkumpul dengan khusyuk.

   Lebih dari dua ribu lelaki berpakaian formal menghadiri kebaktian.

   Mereka memakai pita merah tua yang menunjukan ordo mereka, ditalikan di leher.

   Tak terlihat wanita dalam perkumpulan ini.

   Tak satu wanita pun pernah mencemari dinding-dinding Persekutuan maupun kapel-kapelnya.

   Sejumlah plakat berpatri yang menunjukkan pandangan Santo Paulus terhadap perempuan dipasang di setiap bagian gedung Persekutuan.

   Salah satunya adalah ayat dari Korintian Pertama.

   Biarkan perempuan-perempuanmu tetap tidak bersuara daiam gereja.

   karena mereka dilarang berbicara.

   Mereka diperintahkan patuh, seperti yang tercantum puia daiam hukum.

   Dan sekiranya mereka ingin mempelajari sesuatu, biarkan mereka bertanya pada suami mereka di rumah.

   Adalah memalukan jika perempuan berbicara dalam gereja.

   Yang kedua bersumber dari Timotius Pertama.

   Jangan bebankan perempuan untuk mengajar, jangan pula memberi mereka wewenang untuk mengajar atau memiliki kekuasaan atas lelaki, tapi biarkan mereka tetap diam.

   Namun, meski sabda-sabdanya dikutip oleh Persekutuan, Paulus bukanlah mesias mereka.

   Relik pimpinan mereka dipajang di atas bantal beludru yang ditempatkan di atas altar.

   Yaitu tengkorak yang bersinar diterangi cahaya lilin.

   Dan jari telunjuk tulang belulang ini telah dilepas dari kotak pajang untuk pameran tahunan ini.

   Setelah upacara formal dan presentasi oleh Ketua Persekutuan, tiap anggota diizinkan menyentuh pusaka.

   Ini adalah privilese yang biasanya hanya dimiliki anggota dewan Persekutuan setelah mereka bersumpah untuk menegakkan ajaranajaran keadilan.

   Tapi acara peringatan tahunan itu adalah ziarah yang diikuti anggota Persekutuan dari seluruh dunia.

   Dan malam ini, semua anggota mendapat kehormatan untuk menyentuh relik.

   Pemimpin mereka melangkah menuju mimbar untuk memulai pidato pendahuluan.

   Aksen Inggris bangsawan John Simon bergema di dinding batu gereja tua itu.

   "Saudarasaudaraku, malam ini, tidak jauh dari sini, anakcucu pelacur dan pendeta jahat berkumpul. Mereka merayakan kenistaan mereka yang turun temurun dengan perbuatan tidak senonoh. Dengan sengaja, mereka memilih untuk mencemari malam suci ini dengan mempertontonkan kebinalan mereka dan memamerkan kekuatan semu mereka pada kita.

   "Tapi kita tidak takut. Kita akan membalas dendam segera, pembalasan dendam yang telah menunggu selama dua ribu tahun untuk menyaksikan cahaya sempurna kebajikan. Kita telah merobohkan gembala mereka yang jahat. Dan sekarang, kita akan menyerang keturunan-keturunannya. Kita akan membinasakan Pimpinan Utama mereka dan bonekabonekanya. Kita akan mengenyahkan perempuan yang mereka sebut sebagai perempuan gembala dan kita akan lihat apakah ratu bejat ini akan jatuh ke dalam neraka sebelum ia bisa menyebarkan dusta-dusta penyihir yang adalah leluhurnya.

   "Kita melakukan ini atas nama sang Pertama, Mesias Sejati Pertama. Karena ia telah berbicara padaku dan upacara ini adalah keinginannya. Kita melakukan ini atas nama Guru Keadilan dan dengan rahmat Tuhan kita."

   Cromwell memulai prosesi, pertama dengan menyentuh tengkorak, kemudian mengangkat tulang telunjuk, secara berurutan. Ia berbisik kuat ketika melakukannya.

   "Neca eos omnes."

   Bunuh mereka semua.

   ..

   Mereka yang mewartakan Ihu/us kepadaku berkata bahwa ia mengeram peran perempuan dalamJalanNya.

   Inilah bukti paling kuat bahwa klaki semacam ini tidak mungkin mengena/ kebenaran ajaran Easa atau esensi Easa itu sendiri.

   Sabda-sabda Easa tentang perempuan telah dikenal oleh umat terpilih, dan aku menjadi buktinya.

   Tak seorang pun mampu mengubah hal itu.

   apalagi menghilangkan aku sepenuhnya dari sejarah.

   Lebih jauh aku diberita/ui bahwa Paulus ini menyuarakan makna kematian Easa.

   bukan sabda Easa.

   Ini suatu kesalahpahaman yang patut dha yangkan lelaki bernama Paulus inicukup lama menjadi tawanan Nero.

   Aku diberitahu bahwa ia banyak menulis surat untuk orang kepercayaannya dan menyampaikan ajaranajaran yang ia klaim berasal dari Easa.

   Tapi orangorang yang datang kepadaku mengatakan ball wa tidak sekali pun ia menyebut fentangJakuiNya.

   bahwa ajaran-ajarannya berbeda dari jalan kami.

   Aku berduka untuk siapa pun yangterkika dan terbunuh oleh Nero yang Jaliat itu.

   Namun aku merasa takut.

   Aku takut e aki bernama Paulus ini akan dipandang sebagai martir besar di JalanNya.

   danbahna banyak orang akan meyakini ajaranajaran paki sebagai sabda Easa.

   Padahal itu keliru.

   INJIL ARQUES MARIA MAGDALENA KriAB PARA MURID Sepuluh Chateau des Pommes Bleues 24 Juni 2005 Maureen dan Peter mengikuti alunan melodi lagu abad pertengahan saat berjalan menelusuri ruang-ruang.

   Mendekati pintu masuk ruang dansa, untuk pertama kalinya mereka menyaksikan acara mewah nan indah yang diselenggarakan Sinclair.

   Maureen merasa seolah berada di masa yang lain.

   Loronglorong ruangan dansa itu dihiasi tirai-tirai beludru.

   Bebungaan dan lilin-lilin pun turut memperindah ruangan-ruangan itu hingga ribuan kali lipat.

   Para pelayan yang mengenakan wig dan kostum bergerak dengan efisien dan tanpa menimbulkan bunyi ketika menyediakan makanan dan minuman, serta diamdiam merapikan kembali segala yang ditinggalkan oleh tamu pesta yang agak liar.

   Namun sesungguhnya tamu-tamu itu sendirilah yang menjadi permata dalam kotak perhiasan nan mewah ini.

   Kostum mereka sungguh menawan dan luar biasa, mewakili berbagai era dalam sejarah Prancis dan Occitan.

   Ada pula yang mencerminkan tradisi misteri tertentu.

   Undangan untuk menghadiri acara Sinclair menjadi dambaan para elit esoteris di seluruh dunia.

   Mereka yang mendapat undangan bersuka ria hingga mereka mempersiapkan segala sesuatunya jauh-jauh hari.

   Dalam acara itu ada kontes kostum yang paling orisinil, sekaligus tamu yang paling menawan dan paling Jenaka.

   Sinclair bertindak sebagai hakim dan juri satusatunya, dan hadiah yang diberikan merupakan sebuah keberuntungan kecil.

   Yang lebih penting, pemenang dipastikan mendapat tempat terpenting dalam daftar tamu acara tahun depan.

   Musik, canda tawa, dan dentingan gelas-gelas kristal mendadak berhenti begitu Maureen dan Peter memasuki ruangan.

   Seorang lelaki dengan busana mencolok dan memegang trompet memainkan musik kebesaran saat Roland, yang mengenakan jubah Cathar yang sederhana, melangkah ke depan untuk mengumumkan kedatangan mereka.

   Maureen terkejut melihat Roland mengenakan busana pesta alih-alih busana pegawai.

   Tapi ia tidak punya banyak waktu untuk memusingkan hal itu.

   Maureen melangkah masuk.

   "Adalah kehormatan bagi saya untuk mengumumkan nama kedua tamu kehormatan kami, Mademoiselle Maureen de Paschal dan Abbe Peter Healy."

   Kerumunan tamu membeku seperti patung lilin, menatap kedua pendatang baru ini.

   Dengan sigap Roland memberi isyarat agar band melanjutkan musik untuk menutupi situasi canggung.

   Ia mengulurkan tangan pada Maureen kemudian membimbingnya memasuki ruang dansa.

   Para tamu masih menatap mereka, tapi tidak semencolok tadi.

   Tamu-tamu yang menguasai tata krama menutupi keterkejutan mereka dengan berpura-pura tak acuh.

   "Jangan pedulikan mereka, Nona. Kau wajah baru, dan misteri baru bagi mereka. Tapi sekarang,"

   Ujar Roland menekankan.

   "mereka akan segera menerimamu. Mereka tak punya banyak pilihan."

   Maureen tidak sempat memikirkan makna ucapan Roland sementara lelaki ini menuntunnya ke lantai dansa. Tinggallah Peter yang menonton dengan minat yang membungkah. f "Reenie!"

   Aksen Amerika Tamara Wisdom sungguh ganjil di tengah-tengah lingkungan Eropa ini.

   Ia bergegas menyeberangi lantai dansa, tempat Maureen dan Roland baru saja selesai berdansa.

   Tammy terlihat sangat eksotis dalam kostum gipsi.

   Rambutnya yang luar biasa dicat hitam mengilat seperti sayap elang, menjuntai hingga ke pinggangnya.

   Gelang emas melingkari kedua tangannya.

   Roland mengedipkan mata pada Tamara agak menggoda menurut Maureen sebelum membungkuk kepada Maureen untuk undur diri.

   Maureen memeluk Tammy.

   Ia merasa senang karena ada satu wajah lagi yang ia kenal di lingkungan yang semakin asing ini.

   "Kau terlihat mengagumkan! Kau berdandan sebagai siapa?"

   Tammy memutar tubuhnya dengan anggun, rambut hitamnya melambai di belakangnya.

   "Sarah si perempuan Mesir, dikenal juga sebagai Ratu Gipsi. Ia adalah pelayan pribadi Maria Magdalena."

   Tammy mengangkat rok taffeta merah yang dikenakan Maureen dengan satu jari.

   "Aku tidak perlu bertanya siapa kau. Apakah Berry yang memberikan busana ini padamu?"

   "Berry?"

   Tammy tertawa.

   "Temanteman Sinclair memanggilnya dengan nama itu."

   "Aku tidak tahu kalian begitu dekat."

   Maureen berharap rasa kecewanya tidak tertangkap dari suaranya.

   Tammy tidak sempat menjawab.

   Percakapan mereka terpotong oleh kemunculan seorang perempuan muda, beberapa tahun lebih tua dibandingkan seorang remaja, yang mengenakan jubah Cathar yang sederhana.

   Gadis itu membawa sekuntum bunga lili calla dan menyerahkannya pada Maureen.

   "Marie de Negre,"

   Ujarnya, lalu membungkuk dalam-dalam dan pergi. Maureen memandang Tammy, meminta penjelasan.

   "Apa maksudnya?"

   "Kau. Kau menjadi bahan pembicaraan malam ini. Hanya ada satu peraturan dalam pesta tahunan ini. Yaitu, tidak ada yang boleh berdandan sebagai Dia. Namun kau muncul, sebagai Maria Magdalena. Sinclair sedang mengumumkanmu ke seluruh dunia. Pesta ini untuk menyambut kemunculanmu."

   "Bagus sekali. Alangkah baiknya jika aku diberitahu sebelumnya. Apa panggilan gadis itu kepadaku?"

   "Marie de Negre. Maria Hitam. Itulah istilah lokal untuk Maria Magdalena, Madonna Hitam. Dalam setiap generasi, seorang perempuan dari garis darahnnya mendapat nama itu sebagai julukan resmi yang disandang hingga mati. Selamat, kau mendapat kehormatan besar. Seolah ia memanggilmu, 'Yang Mulia'."

   Maureen tidak bisa berlama-lama merenungkan kekacauan yang mengelilinginya.

   Ruangan itu penuh dengan hal-hal yang berpotensi membuyarkan konsentrasi.

   musik yang terlalu ramai dan terlalu banyak tamu yang menarik dan eksentrik.

   Sinclair entah berada di mana.

   Maureen telah bertanya pada Roland saat mereka berdansa, tapi raksasa Languedoc ini hanya mengangkat bahu, dan seperti biasa menjawab samar dan penuh teka-teki.

   Maureen memandang ke sekeliling ruangan saat Tammy bicara.

   "Mencari pengawalmu?"

   Tanya Tammy. Maureen melotot, tapi kemudian mengangguk, membiarkan Tammy berpikir bahwa kepeduliannya hanya kepada keberadaan Peter. Tammy memberi isyarat bahwa Peter sedang berjalan menuju mereka. Lelaki itu muncul dari belakang Maureen.

   "Jaga sopan santun,"

   Gertak Maureen pada temannya. Tammy mengabaikan teguran itu. Ia telah melangkah maju untuk menyambut Peter.

   "Selamat datang di Babilonia, Bapa."

   Peter tertawa.

   "Terima kasih. Kupikir."

   "Kau datang pada waktunya. Aku baru saja akan mengajak Yang Mulia ini melihat pertunjukan sinting. Mau ikut?"

   Peter mengangguk, dan tersenyum pasrah pada Maureen, menuruti saja ke mana Tammy membawa mereka dengan langkah cepat melintasi ruang dansa.

   f Tammy memimpin Maureen dan Peter melewati pesta.

   Ia berbisik, seolah mengajak bersekongkol, pada beberapa kelompok tamu yang mereka lewati.

   Jika memungkinkan, Tammy memperkenalkan mereka ketika melihat teman atau kenalannya di tengah kerumunan.

   Maureen sangat sadar bahwa ia menjadi bahan inspeksi para tamu.

   Trio ini melewati sekelompok kecil lelaki dan perempuan yang tampaknya tidak diperhatikan.

   Tammy menyikut Maureen.

   "Mereka sekte seks. Mereka percaya bahwa Maria Magdalena adalah pendeta tinggi dalam serangkaian ritual seks aneh yang berkembang sejak zaman Mesir kuno."

   Maureen dan Peter samasama merasa jijik.

   "Jangan bunuh si pembawa berita. Aku hanya menjuluki mereka sebagaimana yang kulihat. Tapi tunggu, jangan jawab dulu. Lihat ke sebelah sana..."

   Suatu kelompok paling aneh sejauh ini, berdandan ala makhluk asing lengkap dengan antena, berdiri di bagian belakang ruangan.

   "Rennesle-Chateau adalah gerbang bintang. Wilayah ini memiliki akses langsung ke galaksi lain."

   Tawa Maureen meledak, sementara Peter menggeleng gelengkan kepala tak percaya.

   "Kau tidak bercanda soal pertunjukan sinting itu, ya."

   "Kau pikir aku mengada-ada?"

   Percakapan mereka terhenti untuk mengamati sekelompok orang yang dengan antusias mendengarkan seorang pria kecil bertubuh bulat dengan jenggot seperti kambing.

   Sepertinya lelaki itu mengumandangkan puisi sementara para pemirsanya berusaha menyerap setiap ucapannya.

   "Siapa itu?"

   Bisik Maureen.

   "Nostradungu,"

   Sindir Tammy. Maureen berusaha menahan tawa sementara Tammy melanjutkan.

   "Mengaku sebagai reinkarnasi tokoh itu. Bicaranya selalu dalam puisi kuatren. Luar biasa membosankan. Ingatkan aku nanti untuk menjelaskan mengapa aku membenci segala yang menyangkut Nostradamus."

   Tammy menggigil dramatis.

   "Dasar dukun palsu. Ucapannya hanya pepesan kosong."

   Tammy terus membawa mereka berjalan menelusuri ruangan itu.

   "Syukurlah, tidak semuanya sinting di sini. Sebagian sangat mengagumkan. Aku melihat dua di antaranya. Ayo."

   Mereka menghampiri sekelompok pria berkostum bangsawan abad 17 dan 18. Seorang lelaki Inggris tersenyum lebar begitu mereka mendekat.

   "Tammy Wisdom! Senang berjumpa denganmu lagi, Sayang. Kau tampak mengagumkan."

   Tammy mendaratkan dua ciuman pipi ala Eropa pada lelaki itu.

   "Mana apelmu?"

   Lelaki itu tertawa.

   "Kutinggalkan di Inggris. Kenalkan kami ke temantemanmu."

   Tammy memperkenalkan Maureen dan Peter. Ia menyebut lelaki Inggris itu dengan nama Sir Isaac saja. Lelaki itu menjelaskan mengapa ia memilih kostum itu.

   "Ternyata Sir Isaac memberikan sesuatu yang jauh lebih tinggi ketimbang apel,"

   Katanya.

   "Hukum gravitasi hanyalah produk samping dari karyanya yang lebih besar. Konon, ia adalah seorang alkemis yang paling berbakat sepanjang sejarah."

   Di akhir pidato tentang Sir Isaac, mereka dihampiri seorang pemuda Amerika. Posturnya tinggi dan ia terlihat tidak nyaman dengan kostum Thomas Jefferson dan wig berubannya.

   "Tammy, Sayang!"

   Ia mendekap erat Tammy, laiknya pelukan orang Amerika, diikuti dengan belaian dramatis dan ciuman di bibir. Tammy tertawa kemudian menjelaskan pada Maureen.

   "Ini Derek Wainwright. Dialah orang yang pertama memandu aku mengelilingi Prancis saat aku memulai riset yang gila ini. Bahasa Prancisnya sempurna sehingga aku berkali-kali terselamatkan."

   Derek membungkuk di hadapan Maureen. Aksennya Cape Cod murni, dengan vokal khas Massachusetts.

   "Tomas Jefferson siap melayani Anda, Ma'am."

   Lalu ia mengangguk pada Peter.

   "Bapa."

   "Jadi apa hubungan Thomas Jefferson dengan...semua ini?"

   "Negara kita didirikan oleh Freemason. Semua presiden Amerika, mulai dari George Washington hingga George W. Bush berasal dari garis darah itu karena satu atau lain hal."

   Maureen terkejut mendengar hal ini.

   "Benarkah?"

   Tammy yang menjawab.

   "Benar. Derek bisa membuktikannya di atas kertas. Terlalu banyak waktu luang selama di asrama sekolah."

   Isaac maju untuk menepuk bahu Derek. Dengan bangga ia mengumumkan.

   "Paulus adalah pengkhianat pertama doktrindoktrin Vesus. Bukankah begitu, Tammy?"

   Peter menatap tajam Isaac.

   "Maaf?"

   "Pernyataan tadi kutipan dari ucapan Jefferson yang kontroversial,"

   Jelas lelaki Inggris itu. Sekarang giliran Maureen yang terkejut.

   "Jefferson mengatakan begitu?"

   Derek mengangguk, tapi pikirannya seolah berada di tempat lain. Matanya memandang ke sekeliling, memerhatikan pesta, saat Tammy bicara.

   "Hei, mana Draco? Kupikir Maureen akan senang berkenalan dengannya."

   Mereka tertawa terbahak-bahak. Isaac menjawab.

   "Aku menghina dia, lalu ia kabur untuk mencari anggota Naga Merah lain. Aku yakin mereka sedang berkumpul di suatu pojokan dengan kamera matamata rahasia, berusaha merekam setiap orang. Malam ini mereka mengenakan busana berwarna mencolok, kau pasti bisa menemukan mereka."

   Maureen sangat penasaran.

   "Siapa mereka?"

   "Ksatria Naga Merah,"

   Jawab Derek dengan nada dramatis yang dibuat-buat.

   "Menakutkan,"

   Kata Tammy menambahkan sembari mengerutkan hidungnya tanda jijik.

   "Mereka mengenakan kostum seperti seragam Ku Klux Klan, hanya dari bahan satin merah menyala. Mereka bilang, aku bisa mengetahui rahasia kelompok mereka jika aku menyumbangkan darah haid untuk keperluan eksperimen alkemis. Tentu saja aku tolak."

   "Siapa yang mau?"

   Jawab Maureen ketus sebelum tawanya meledak.

   "Di mana mereka? Aku harus mengetahui seperti apa mereka."

   Maureen melihat ke sekeliling ruangan tapi tidak menemukan seorang pun yang sesuai dengan yang digambarkan Tammy.

   "Aku melihat mereka di luar,"

   Jawab Newton membantu.

   "Tapi aku tidak tahu apakah sebaiknya Maureen melihat mereka sekarang. Mungkin ia belum siap."

   Tammy menjelaskan.

   "Perkumpulan yang sangat rahasia. Mereka mengaku keturunan seseorang yang sangat terhormat dan terkenal. Pemimpin mereka adalah seorang lelaki yang dipanggil Draco Ormus."

   "Sepertinya nama itu tidak asing?"

   Tanya Maureen.

   "Dia seorang penulis. Di Inggris, kami bernaung di bawah penerbit yang sama. Itulah sebabnya aku mengenalnya. Barangkali kau pernah membaca salah satu bukunya saat kau melakukan penelitian tentang Magdalena. Ironisnya, meski menjunjung tinggi prinsip wanita dan menganggap penting penghambaan pada dewi, wanita dilarang menjadi anggota kelompok mereka."

   "Inggris sekali,"

   Kata Derek, menyikut Sir Isaac yang kelihatannya tersinggung.

   "Jangan bawa-bawa aku dong, Cowboy. Tidak semua orang Inggris seperti itu."

   "Isaac adalah contoh pria yang baik,"

   Tammy menjelaskan.

   "Tentu saja, banyak jenius bonafide di Inggris. Sebagian di antara mereka adalah teman baikku. Tapi berdasarkan pengalamanku, banyak kalangan eksklusif Inggris yang sombong. Mereka merasa rahasia dunia ada di tangan mereka, sementara kita khususnya orang Amerika adalah orangorang goblok dari era zaman baru yang melakukan riset serampangan. Mereka pikir, karena mereka bisa menuliskan geometri sakral Languedoc sepanjang tiga ratus halaman dan dua ratus halaman lagi tentang pohon keturunan yang kebanyakan fiktif, mereka tahu segalanya. Tapi seandainya mereka mau meletakkan kompas mereka sebentar saja dan memberi kesempatan untuk bisa merasakan sesuatu, maka mereka akan tahu bahwa di sini terdapat harta karun yang jauh lebih besar dibandingkan yang bisa ditulis di atas kertas."

   Tammy mengangguk pada sekelompok orang dengan kostum era Elizabeth yang sedang berjalan melintasi ruangan.

   "Yang seperti mereka sekarang banyak. Aku menjuluki mereka Kelompok Ketinggalan Zaman. Hampir sepanjang hidup, yang mereka kerjakan hanya menganalisis geometri peta survei. Kau ingin tahu makna 'Et in Arcadia Ego'? Tanya saja pada mereka. Mereka akan memberikan penjelasan dalam dua belas bahasa kemudian menerjemahkan semuanya ke dalam persamaan matematis."

   Tammy menunjuk seorang perempuan menarik tapi terkesan arogan, mengenakan kostum indah gaya Tudor. Bandul emas melambangkan huruf "M"

   Dihiasi mutiara barok tergantung di rantai yang melingkari lehernya. Kelompok ketinggalan zaman yang mengelilinginya tampak bangga.

   "Perempuan di tengah itu mengaku keturunan Mary, Ratu Skotlandia."

   Seolah tahu dirinya sedang dibicarakan, wanita itu menatap ke arah mereka. Tatapannya jatuh ke Maureen, melihatnya dari atas ke bawah dengan rasa benci, sebelum kembali berkonsentrasi pada para fansnya.

   "Perempuan sombong,"maki Tammy.

   "Ia menjadi pusat perhatian kelompoknya yang tidak terlalu bergengsi. Mereka ingin mengembalikan kejayaan dinasti Stuart di Inggris. Tentu saja, dengan dia sebagai sang ratu."

   Maureen merasa terpesona. Betapa banyak sistem kepercayaan yang terwakili dalam ruangan ini. Belum lagi orangorang dengan kepribadian ekstrem. Peter bersandar dan melontarkan banyolan.

   "Freud akan bangkit dari kuburnya di tempat ini."

   Maureen tertawa, tapi kemudian perhatiannya kembali ke kelompok Inggris di seberangnya.

   "Bagaimana pendapat Sinclair terhadap dia? Sinclair berasal dari Skotlandia, dan bukankah ia berkerabat dengan keluarga Stuart?"

   Tanyanya. Ia semakin ingin mengenal Sinclair juga Mary, Ratu Skotlandia itu, yang sangat cantik.

   "Oh, ia tahu perempuan itu cuma akan membuatnya repot saja. Jangan meremehkan Berry. Dia memang obsesif, tapi tidak bodoh."

   "Lihat itu,"

   Derek memotong percakapan mereka seperti seorang bocah yang perhatiannya terbatas.

   "Itu Hans, dan bandnya yang terkendal. Kabarnya Sinclair nyaris mencoret mereka dari daftar tamu tahun ini."

   "Kenapa?"

   Maureen semakin tertarik dengan Langue doc dan subkulturnya yang aneh dan lain daripada yang lain.

   "Mereka adalah pemburu harta karun dalam arti sebenar benarnya,"

   Sir Isaac yang menjawab.

   "Menurut kabar burung, mereka adalah kelompok yang baru-baru ini menggunakan dinamit untuk meledakkan pegunungan Sinclair."

   Maureen memandang ke kelompok orang Jerman berbadan besar dan berisik. Kostum yang mereka kenakan tidak membantu memperbaiki citra mereka semuanya berpakaian seperti orang barbar.

   "Mereka berdandan sebagai siapa?"

   "Visigoth,"

   Jawab Isaac.

   "Wilayah Prancis itu adalah teritori mereka di abad tujuh dan delapan. Orang Jerman percaya bahwa harta karun raja Visigoth terpendam di wilayah itu."

   Tammy melanjutkan.

   "Sama seperti ketika bangsa Eropa menemukan makam Tutankhamen. Emas, permata, artefak-artefak yang tak ternilai harganya. Laiknya harta karun yang lain."

   Sekelompok tamu berlarian, langsung melewati mereka, sehingga Peter dan Tammy terdorong.

   Lima pria berjubah mengejar seorang perempuan berpakaian Timur Tengah yang mencolok, lengkap dengan cadar.

   Perempuan itu membawa patung kepala manusia di atas baki.

   Lelaki-lelaki itu memanggilnya, seolah ingin berbicara dengan kepala yang sudah terpenggal itu.

   "Bicaralah kepada kami, Baphomet, bicaralah!"

   Tammy mengangkat bahu dan berkomentar singkat setelah mereka lewat.

   "Dasar Pembaptis."

   "Bukan Pembaptis yang sesungguhnya, tentu,"

   Celetuk Derek.

   "Ya. Bukan yang sesungguhnya."

   Peter tertarik dengan sudut pandang religius ini.

   "Apa maksudmu, bukan yang sesungguhnya?"

   Tammy menoleh kepadanya.

   "Aku yakin kautahu sekarang ini hari apa menurut kalender Kristen, Bapa?"

   Peter mengangguk.

   "Hari perayaan Santo Yohanes Pembaptis."

   "Pengikut sejati Yohanes Pembaptis tidak akan menghadiri pesta semacam ini di hari perayaannya,"

   Lanjut Derek.

   "Itu adalah perbuatan dosa."

   Tammy memungkaskan penjelasannya.

   "Mereka adalah kelompok yang sangat konservatif. Setidaknya di lingkungan Eropa."

   Tammy mengangguk ke arah perempuan yang membawa kepala tadi.

   "Mereka mempertontonkan parodi. Parodi yang brutal, kalau boleh aku tambahkan. Bukannya tindakan itu tidak diperbolehkan."

   Peserta pesta dalam ruangan dansa itu mengamati berbagai perilaku di sekitar mereka dengan tingkat ketertarikan yang berbeda-beda.

   Sebagian tertawa keras; sebagian menggelenggelengkan kepala; sebagian terlihat muak.

   Derek menyela pembicaraan.

   Tampaknya dia tidak tahan berlama-lama pada satu topik.

   "Aku ingin minum. Ada yang ingin kuambilkan sesuatu dari bar?"

   F Peter memanfaatkan kepergian Derek untuk sejenak meninggalkan tempat itu.

   Kostumnya mulai menyusahkan, dan ia merasa sangat tidak nyaman, bukan hanya karena faktor busana saja.

   Ia memberitahu Maureen bahwa ia ingin ke toilet.

   Namun sebenarnya, ia mengambil jalan langsung menuju selasar.

   Lagi pula ia berada di Prancis pasti ada seseorang di luar sana yang mau memberinya rokok.

   f Seorang pria Prancis, terlihat sangat berwibawa meski hanya mengenakan jubah Cathar, mendekati Maureen dan Tammy.

   Ia mengangguk pada Tammy dan membungkuk di hadapan Maureen.

   "Bienvenue, Marie de Negre."

   Merasa tidak enak mendapat perhatian seperti ini, Maureen tertawa.

   "Maaf, bahasa Prancisku payah."

   Lelaki Prancis itu lalu berbicara dalam bahasa Inggris yang sempurna, meski aksen Prancisnya masih kentara.

   "Aku berkata, 'Warna itu cocok sekali denganmu.'"

   Terdengar suatu teriakan memanggil Tammy dari sesuatu tempat. Maureen menoleh, mengira itu suara Derek, kemudian beralih ke Tammy, wajahnya berseri-seri.

   "Aha! Kelihatannya Derek menemukan calon investor untukku di bar. Permisi sebentar, ya?"

   Tammy langsung pergi, meninggalkan Maureen bersama lelaki Prancis yang misterius itu. Ia mencium tangan kanan Maureen, ragu-ragu sejenak untuk melihat pola di cincinnya, kemudian mengenalkan diri secara formal.

   "Aku Jean-Claude de la Motte. Berenger memberitahu aku bahwa kita berkerabat, kau dan aku. Nama nenekku juga Paschal."

   "Benarkah?"

   Maureen senang karena ia memiliki kerabat di sini.

   "Ya. Masih ada beberapa keluarga Paschal di Langue doc. Kautahu sejarah keluarga kita, bukan?"

   "Tidak terlalu. Sebenarnya aku malu mengatakan ini, tapi jika aku tahu sesuatu, itu kudapatkan dari Lord Sinclair selama beberapa hari terakhir. Aku senang kalau bisa mengetahui kisah keluargaku lebih banyak."

   Para penari dengan busana Versailles abad 18 berputar-putar melewati mereka sementara Jean-Claude berkisah.

   "Nama Paschal tergolong yang tertua di Prancis. Nama itu dipakai oleh salah satu keluarga besar Cathar, keturunan langsung Yesus dan Maria Magdalena. Keluarga ini umumnya disingkirkan saat Perang Salib membantai orangorang kita. Dalam pertumpahan darah di Montsegur, orangorang yang tersisa dikubur hidup-hidup dengan tuduhan melakukan bidah. Tapi sebagian berhasil melarikan diri. Merekalah yang kemudian menjadi penasihat raja dan ratu Prancis."

   Jean-Claude memberi isyarat ke pasangan di lantai dansa yang berbusana seperti Marie Antoinette dan Louis XIV.

   "Marie Antoinette dan Louis?"

   Maureen terkejut.

   "Oui. Mare Antoinette berasal dari Hapsburg dan Louis dari Bourbon keduanya berasal dari garis darah itu, tapi lewat cabang yang berbeda. Mereka menyatukan dua cabang garis darah itu karenanya orang sangat takut kepada mereka. Meletusnya Revolusi sebagian diakibatkan kekhawatiran bersatunya kedua keluarga itu untuk membentuk dinasti yang paling kuat di seluruh dunia. Pernahkah kau ke Versailles, Mademoiselle?"

   "Ya. Ketika melakukan riset tentang Marie Antoinette."

   "Jadi kautahu dusun kecil itu?"

   "Tentu saja."

   Dusun kecil itu adalah bagian yang paling disukai Maureen di antara dusun-dusun lain yang terdapat di wilayah istana Versailles yang sangat luas.

   Ia merasakan luapan simpati kepada sang ratu saat mengelilingi ruang-ruang di kediaman kerajaan.

   Semua kegiatan harian Marie Antoinette, mulai dari duduk di toilet hingga bersiap-siap ke peraduan, disaksikan oleh para pengawalnya.

   Anakanaknya dilahirkan dalam kamar tidurnya, di hadapan para bangsawan.

   Marie sang Ratu memberontak terhadap tradisi kerajaan Prancis yang mengekang dan berusaha kabur dari jeruji besi.

   Ia mendirikan sebuah dusun kecil tersendiri.

   Sebuah Disneyland mungil berupa desa yang dikitari kolam yang dihuni bebek-bebek dan dilengkapi juga dengan perahu dayung.

   Bangunan penggilingan gandum dan sebuah gudang tani kecil kerap dijadikan lokasi tempat diselenggarakannya pesta pastoral bersama beberapa teman terpercaya.

   "Jadi kau juga tahu bahwa Marie sangat suka berpakaian seperti sang Perempuan Gembala? Dalam pertemuan-pertemuan pribadinya, hanya dia yang mengenakan kostum itu."

   Maureen menggelengkan kepala saking takjub, ketika kepingan-kepingan informasi ini diungkapkan.

   "Marie Antoinette selalu berpakaian seperti sang Perempuan Gembala. Aku mengetahuinya saat berkunjung ke Versailles. Tapi ketika itu aku belum tahu tentang semua ini."

   Maureen memberi isyarat ke pemandangan liar di sekeliling mereka.

   "Itulah sebabnya dusun kecil itu dibangun terpisah dari istana dan dijaga sangat ketat,"

   Imbuh Jean-Claude.

   "Begitulah cara Marie menjalankan tradisi garis darah itu secara diamdiam. Tapi tentu saja, banyak orang yang tahu, karena tak ada yang bisa dirahasiakan di lingkungan istana. Terlalu banyak matamata, terlalu banyak kekuatan yang terlibat. Itulah salah satu faktor yang memicu kematian Marie dan revolusi.

   "Keluarga Paschal tentu saja setia pada keluarga kerajaan. Mereka sering diundang ke pesta-pesta pribadi Marie. Tapi saat Pemerintahan Teror berkuasa, keluarga ini dipaksa menyingkir dari Prancis."

   Maureen bisa merasakan bulu tangannya merinding. Kisah tragis ratu Prancis yang berasal dari Austria itu selalu membuatnya terpesona dan menjadi faktor kuat yang memotivasinya menulis buku. Jean-Claude melanjutkan.

   "Umumnya, keluarga ini menetap di Amerika, terutama di Lousiana."

   Maureen terkejut mendengar hal ini.

   "Ayahku berasal dari sana."

   "Tentu saja. Siapa pun yang memiliki mata bisa melihat bahwa kau berasal dari garis darah terhormat itu. Kau mengalami visivisi, bukan?"

   Maureen ragu-ragu.

   Ia enggan menceritakan visivisinya, bahkan kepada orang yang sangat dekat dengannya.

   Dan lelaki ini masih asing.

   Tapi ada suatu perasaan luar biasa lega jika bersama seseorang seperti dia.

   Jean-Claude termasuk orang yang menganggap wajar pengalaman mendapatkan visi.

   Maureen menjawab singkat.

   "Ya."

   "Banyak perempuan dari garis darah itu yang mengalami visivisi Magdalena. Kadang yang laki-laki juga. Misalnya Berenger Sinclair. Ia mengalaminya sejak masih kecil. Peristiwa ini sangat biasa."

   Tapi rasanya benarbenar tidak biasa, pikir Maureen. Tapi ia sangat penasaran dengan pengungkapan yang baru ia dengar ini.

   "Sinclair mengalami visi?"

   Ia pasti belum menceritakannya pada Maureen. Tapi Maureen memiliki kesempatan untuk bertanya pada lelaki itu sendiri karena ia melintasi ruangan, dengan pakaian sempurna sebagai Pangeran Toulouse.

   "Jean-Claude. Jadi kau sudah bertemu dengan sepupumu yang sudah lama hilang."

   "Oui. Dan ia pantas menyandang nama keluarga."

   "Lumayan. Boleh aku mencurinya darimu sebentar?"

   "Hanya jika kau mengizinkan aku mengajaknya jalanjalan besok. Aku ingin menunjukkan beberapa bangunan penting yang berkaitan dengan nama Paschal. Kau belum pernah ke Montsegur, bukan, Manis?"

   "Belum. Roland membawa kami berjalan-jalan hari ini, tapi tidak sampai ke Montsegur."

   "Itu wilayah sakral bagi seorang Paschal. Apakah kau keberatan, Berenger?"

   "Sama sekali tidak. Tapi Maureenlah yang pantas mengambil keputusan untuk dirinya sendiri."

   "Maukah kau mengabulkan permintaanku? Aku akan menunjukkan Montsegur, kemudian membawamu ke sebuah restoran tradisional. Mereka hanya menyajikan makanan yang dibuat dengan cara Cathar asli."

   Maureen tidak bisa menemukan alasan yang pantas untuk menolak, meski ia ingin mengatakannya. Tapi paduan pesona Prancis dengan pengetahuan luas tentang sejarah keluarganya membuatnya tidak sanggup menolak permintaan itu.

   "Aku akan senang sekali,"

   Jawabnya.

   "Jadi, aku akan menemuimu besok, Sepupu. Jam sebelas?"

   Jean-Claude mencium tangannya lagi setelah Maureen mengiakan, lalu lelaki itu berpamitan pada Berenger.

   "Aku permisi sekarang karena harus menyusun rencana untuk besok pagi."

   Maureen dan Sinclair tersenyum mengiringi kepergiannya.

   "Kulihat kau telah membuat Jean-Claude terkesan. Sudah kukira. Kau terlihat sangat anggun dengan busanamu, seperti yang kubayangkan."

   "Terima kasih, untuk segalanya,"

   Maureen tahu, pipinya memerah. Ia tidak terbiasa mendapat perhatian begitu banyak dari lawan jenisnya. Dikembalikannya arah pembicaraan ke Jean-Claude.

   "Tampaknya ia baik."

   "Ia cendekiawan yang hebat, pakar sejarah Prancis dan Occitan. Selama bertahuntahun bekerja di Biblio theque Nationale yang menyediakan akses ke berbagai materi riset yang paling mengagumkan. Ia sangat membantu aku dan Roland."

   "Roland?"

   Maureen terkejut karena Sinclair menyebut pelayannya itu secara berbeda. Sikap seperti ini tidak banyak dijumpai di kalangan aristokrat. Sinclair mengibaskan tangan.

   "Roland adalah putra Languedoc yang setia. Ia memiliki minat besar terhadap sejarah masyarakat sedaerahnya."

   Sinclair menggandeng tangan Maureen dan mengajaknya pergi.

   "Ayo, aku ingin menunjukkan sesuatu padamu."

   Ia memimpin Maureen menaiki tangga, menuju kamar duduk yang mungil dilengkapi teras pribadi.

   Dari balkon besar itu, mereka bisa melihat ke selasar dan kebun yang sangat luas di bawah.

   Kebun-kebun itu, dengan gerbang besi berukir rangkaian -fleurde-lis, terkunci dan ada beberapa orang penjaga di kedua sisinya.

   "Mengapa begitu banyak penjaga?"

   "Itulah wilayahku yang paling pribadi, tempat yang sakral. Aku menamakannya Taman Trinitas dan hanya sedikit orang saja yang kuizinkan memasukinya dan percayalah padaku, banyak tamu yang hadir malam ini berani membayar mahal asal dibolehkan melewati gerbang itu."

   Sinclair menambahkan.

   "Pesta kostum adalah tradisi. Suatu pertemuan tahunan bagi orangorang tertentu yang memiliki minat yang sama."

   Ia memberi isyarat ke tamu pesta yang berada di selasar di bawah mereka.

   "Sebagian aku hormati bahkan aku junjung tinggi. Sebagian kuanggap teman, sebagian lagi...membuatku senang. Tapi semuanya kuawasi dengan ketat. Sebagian bahkan sangat ketat.

   "Aku rasa, barangkali menurutmu menarik, menyaksikan bagaimana orang berdatangan dari segala penjuru bumi untuk meneliti misteri-misteri di Languedoc."

   Maureen memerhatikan pemandangan lewat balkon, menikmati embusan angin yang membawa aroma mawar awal musim panas dari kebun yang letaknya tidak jauh dari situ.

   Maureen melihat betapa akrabnya Tammy dengan Derek dan Derek terlihat seolah seia sekata dengan si ratu gipsi yang seksi itu.

   Maureen melirik ke seseorang yang disangkanya Peter, tapi pikiran itu langsung ditepis.

   Lelaki itu merokok sedangkan Peter tidak mengisap cerutu sejak remaja.

   Mendadak ia menoleh ke Sinclair dan bertanya.

   "Bagaimana kau menemukanku?"

   Sinclair mengangkat tangan kanan Maureen dengan lembut.

   "Cincin ini."

   "Cincin?"

   "Kau memakai cincin ini di foto, di sampul bukumu."

   Maureen mengagguk, mulai paham.

   "Kautahu apa arti pola ini?"

   "Ada teori yang bisa menjelaskan. Itulah sebabnya aku mengajakmu ke balkon ini. Mari."

   Dengan halus Sinclair meraih tangan Maureen dan mengajaknya untuk kembali memasuki suatu ruangan.

   Di dalamnya ada sebuah karya seni yang tersimpan dalam kotak kaca, digantung di dinding.

   Karya itu berukuran kecil, tidak lebih besar dari foto berukuran 8 x 10, tapi menjadi bagian inti ruangan dan memperoleh tata cahaya sedemikian rupa sehingga membuatnya menonjol.

   "Ini ukiran dari abad pertengahan,"

   Jelasnya.

   "Mewakili filsafat. Dan ketujuh seni liberal."

   "Seperti fresco karya Botticelli."

   "Tepat. Kautahu, sumbernya adalah pandangan klasik bahwa jika kita mengembangkan ketujuh seni liberal maka kita bisa meraih gelar filsuf. Itulah sebabnya sosok perempuan di bagian tengah digambarkan sebagai sang dewi, Philosophia. Dan seniseni liberal berada di kakinya, siap berbakti kepadanya. Tapi kupikir ada sesuatu yang barangkali paling menarik menurutmu."

   Sinclair memulai dari sebelah kiri, menyebut nama seniseni liberal sambil menunjuknya dengan jari. Ia berhenti pada seni ketujuh yang adalah seni terakhir.

   "Ini dia. Kosmologi. Kau lihat sesuatu yang sangat kau kenal?"

   Maureen terperangah.

   "Cincinku!"

   Sosok yang mewakili kosmologi itu memegang sebuah cakram dengan pola yang sama seperti yang terlihat di cincin Maureen. Ia menghitung bintangbintang itu dan mengangkat tangannya untuk menyamakan.

   "Sama persis, hingga ke jarak antara pusat ke lingkaran lingkaran yang mengelilinginya."

   Maureen terdiam, berusaha menyerap semuanya, sebelum berbalik ke Sinclair.

   "Tapi apa maknanya? Bagaimana semua ini berhubungan dengan Maria Magdalena? Dan dengan aku?"

   "Ada dua penjelasan. spiritual dan alkemis. Dalam hal misteri Magdalena, aku yakin simbol ini lebih sering berfungsi sebagai suatu petunjuk. Suatu pengingat bahwa kita perlu mencurahkan perhatian pada hubungan penting antara bumi dengan bintangbintang. Masyarakat zaman dahulu tahu, tapi kita yang dihidup di era modern ini melupakannya. Sebagaimana di atas, demikian pula di bawah. Bintangbintang itu mengingatkan kita setiap malam bahwa kita memiliki kesempatan untuk menciptakan surga di bumi. Aku yakin, itulah yang ingin diajarkan mereka kepada kita. Itulah karunia terbesar mereka untuk kita, sebuah pesan cinta."

   "Mereka?"

   "Yesus Kristus dan Maria Magdalena. Leluhur kita."

   Dan seolah semesta berkenan menguatkan kalimat i-tu, kilatan cahaya kembang api mendadak terlihat dari salah satu taman, disaksikan para tamu dengan gembira.

   Sinclair mengajak Maureen keluar untuk menyaksikan lompatan hujan warnawarni di atas puri itu.

   Ketika ia menggenggam tangannya, Maureen membiarkan.

   Entah mengapa, ia merasakan kenyamanan di balik kekuatan lelaki itu.

   f Di selasar lantai bawah, Bapa Peter Healy tidak menonton pertunjukan kembang api.

   Setidaknya, tidak yang terlihat di langit.

   Perhatiannya tertuju pada Berenger Sinclair, yang berdiri di balkon dengan tangan kuat dan penuh melingkar di pinggang sepupunya yang berambut merah.

   Berlawanan dengan Maureen, ia jauh dari perasaan nyaman terhadap Sinclair, terhadap orangorang ini, dan terhadap rencana-rencana mereka.

   Ada sepasang mata lain yang menyaksikan tumbuhnya kemesraan antara Sinclair dan Maureen malam itu.

   Derek mengawasi mereka dari lantai bawah, dari lokasi di ujung selasar yang lain dari yang ditempati Peter.

   Sementara mengawasi adegan di balkon, Derek sadar bahwa kolega Prancisnya itu berada tepat di lantai di atasnya.

   Barangkali ia bisa menguping pembicaraan antara sang tuan rumah dengan wanita yang berpakaian sebagai Maria Magdalena.

   Derek Wainwright menepuk-nepuk tubuhnya secara diam diam.

   Berusaha memastikan bahwa kabel berwarna merah darah milik Persekutuan terselip kuat di balik kostum Thomas Jeffersonnya.

   Ia akan membutuhkannya malam nanti, setelah kembali ke Carcassonne.

   ...

   Barangkah, akulah satusatunya orang yang membela putri bernama Salome.

   Tapi itu adalah kewajibanku.

   Aku menyesal karena tidak cepatcepat melakukannya, karena ia tidak layak memperoleh nasib buruk.

   Ada saat kala kematian/ah yang mengakhirinya dan perbuatannya.

   Danakutidakbisa membelanya tanpa mempertaruhkan para pengikut Easa dan JalanNya yang agimg.

   Tapi seperti kebanyakan yanglain.

   ia dihakimi oleh mereka yang tidak mengenal kebenaran, sekahpun hanya gemanya.

   Pertamatama.

   akan kukatakan.

   Salome mencintaiku, dan cintanya kepada Easa bahkan lebih besar lagi.

   Jika ada kesempatan, di lain tempat atau waktu, atau kondisi yang berbeda, gadis itu dapat menjadi murid yang taat, pengikut setia JalanNya.

   Katena itulah aku menyebutnya dalam Kitab Para Murid Easa.

   karena peran yang bisa dijalankannya.

   Seperti )tidas dan Petrusdanyang lainnya, ada peran yang sesuai bagi Salome, dan hampir mustahil ia akan gagal menjalankan perann ya itu.

   Namanya terukir di batubatu Israel dalam darah Yohanes.

   dan barangkah dalamsebagian darah Easa.

   Seandainya perbuatannya gegabah dan kekanakkanakan selagi mudaseperti orang muda vang tidak berpikir masak sebelum bicaramaka jela s ia bersalah.

   Tapi mengenangnya sebagaimana iadicaci dan dihina sebagai seorangpelacuryangmemerintahkan pembunuhan Yohanes sang Pembaptiskupikir adalah ketidakadilan terbesar yang bisa kuingat.

   Di Hari Perhittmgan.

   mudah-mudahan ia akan mengampuni aku.

   Dan mudah-mudahan Yohanes mengampuni kami semua.

   INJIL ARQUES MARIA MAGDALENA KITAB PARA MURID Sebelas Chateau des Pommes Bleues 24 Juni 2005 Maureen pergi ke kamar tidurnya tak lama setelah pertunjukan kembang api.

   Peter muncul ketika ia menuruni anak tangga bersama Sinclair dan menawarkan diri untuk mengantar Maureen ke kamarnya.

   Tawaran itu tidak ditampik Maureen yang sudah sangat ingin berada di tempat yang sepi.

   Terlalu banyak yang ia alami selama dua puluh empat jam itu, sekarang kepalanya berdenyut-denyut.

   Larut malam, Maureen terjaga karena mendengar suarasuara di lorong masuk.

   Ia merasa mengenali suara Tammy yang berbisik-bisik.

   Suara berat lelaki membalas dengan berbisik pula.

   Kemudian terdengar tawa parau.

   Tawa khas Tammy, sebagaimana sidik jarinya.

   Maureen mendengarkan, senang karena temannya menikmati pesta.

   Maureen tersenyum dan melanjutkan tidur.

   Dengan kepala masih mengantuk, ia merasa bahwa suara laki-laki yang berbisik mesra pada Tammy pastilah bukan logat Amerika.

   Carcassonne 25 Juni 2005 Derek Wainwright menggerutu ketika matahari pagi menembus jendela kamar hotelnya.

   Ada dua hal yang ingin ia hindari hari ini rasa mabuk dan delapan pesan di telepon genggamnya.

   Derek berdiri pelan-pelan untuk mengimbangi rasa pusing yang hebat.

   Kemudian ia mengacak-acak tas kulit Itali khusus untuk bepergian, dan mengeluarkan botol obat.

   Dibukanya botol itu dan terlihatlah berbagai macam pil.

   Setelah mencaricari, ia menemukan pil yang ia inginkan.

   Ditelannya sebutir Vicodin yang disusul dengan tiga tablet Tylenol untuk memperoleh hasil yang diharapkan.

   Setelah merasa agak kuat, ia melirik telepon selulernya yang tergeletak di atas meja kecil di samping ranjang.

   Telepon itu ia matikan tengah malam tadi, setelah ia kembali ke hotel.

   Ia tak tahan mendengar bunyi deringan yang tak hentihentinya, dan ia yakin bahwa ia tidak ingin menjawabnya.

   Nyaris sepanjang hidupnya, Derek melarikan diri dari tanggung jawab, sama seperti yang ia lakukan terhadap telepon genggamnya.

   Pemuda ini berasal dari keluarga yang sangat makmur dan berpengaruh di Pantai Timur.

   Ia adalah bungsu di antara putra-putra konglomerat real estate, Eli Wainwright, yang sungguh royal menyediakan segalanya hingga ia bebas pergi ke manapun ia suka.

   Derek melenggang ke Yale, mengikuti jejak ayah dan abang-abangnya.

   Tak lama kemudian, meski prestasi akademisnya biasa-biasa saja, ia menduduki jabatan eksekutif di sebuah firma investasi yang paling bergengsi.

   Kurang dari setahun, ia hengkang karena merasa masa kerja di kantor tidak sesuai dengan gaya hidup pesta poranya.

   Lagi pula ia tidak perlu kerja.

   Uang dari keluarganya cukup untuk menanggung hidupnya, juga hidup anakanak dan cucu-cucunya kalau pun ia memutuskan untuk menikah.

   Eli Wainwright sudah terlalu sabar menghadapi kekurangan putra bungsunya.

   Derek tidak cukup berpendidikan dan tidak memiliki keterampilan seperti saudara-saudaranya.

   Namun, ia sangat berminat dengan suatu faktor yang menjadi rahasia kehidupan dan kesuksesan keluarganya.

   Ia menjadi anggota Persekutuan Keadilan.

   Sesuai tradisi organisasi mereka, Derek dibaptis pertama kali saat bayi dan kemudian saat usianya lima belas tahun.

   Agaknya ia memiliki kecocokan alamiah dengan perkumpulan itu dan ajaran-ajarannya.

   Ayah Derek memilihnya untuk mengikuti jejaknya sebagai salah satu anggota utama Persekutuan di Amerika.

   Organisasi ini tersebar luas, tidak hanya di Amerika, tetapi juga di sebagian wilayah Asia dan Timur Tengah.

   Di antara anggota Persekutuan Keadilan adalah orangorang yang sangat berpengaruh dalam dunia bisnis dan politik internasional.

   Yang boleh menjadi anggota hanyalah orangorang dari garis keturunan tertentu.

   Dan anak laki-laki yang telah dibaptis kelak akan menikah dengan Putri Keadilan, yaitu anakanak perempuan Persekutuan yang dibesarkan dengan peraturan ketat.

   Mereka mendapat pelatihan khusus agar memiliki perilaku yang pantas untuk menjadi seorang istri dan ibu.

   Pelajaran yang ditanamkan bersumber dari dokumen kuno yang dikenal dengan The True Book of the Holy Grail.

   Kitab ini diwariskan secara turun temurun selama berabadabad.

   Acara festival dan pesta dansa besar-besaran yang di selenggarakan di sejumlah wilayah pesisir Timur hingga ke wilayah Selatan dan Texas, pada dasarnya adalah "ajang perkenalan"

   Dengan Putri Keadilan.

   Dalam kesempatan itu, mereka mengumumkan kesiapan untuk memasuki dunia baru sebagai istri yang patuh dan layak bagi anggota Persekutuan.

   Putra-putra Eli, kecuali si bungsu, telah menikah dengan anggota Putri Keadilan.

   Mereka semua hidup sangat sejahtera di lingkungan kelas atas.

   Kini, si bungsu dalam keluarga Wainwright, yang berusia tiga puluh tahunan, mendapat tekanan untuk mengikuti langkah kakak-kakaknya.

   Namun Derek tidak berminat, meski ia tidak berani berterus terang pada ayahnya.

   Di matanya, Putri Keadilan sangat membosankan dengan segala tradisi menjaga keperawanannya.

   Gagasan hanya tidur dengan seorang putri setiap malam membuatnya gemetar ketakutan.

   Memang, ia bisa saja berbuat seperti abang-abangnya, juga anggota Persekutuan yang lain.

   Menikah dengan wanita yang disetujui dan layak menjadi ibu anakanaknya, kemudian mencari pelacur bertubuh seksi agar hidup tetap menarik.

   Tapi, buat apa menikah sekarang? Ia masih muda dan memiliki harta berlimpah, sementara tanggung jawabnya hanya sedikit.

   Sepanjang ada perempuan eksotik dan sensual seperti Tamara Wisdom yang bisa membuatnya senang, buat apa repot-repot mencari wanita membosankan untuk berketurunan, wanita yang hanya mengingatkannya pada sang ibu? Jika ayahnya tetap pada keyakinannya bahwa ia hanya ingin memajukan Persekutuan, Derek bisa mengelak dari tanggung jawab lainnya, paling tidak beberapa tahun lagi.

   Namun, sebagai seorang ayah yang tidak melihat cacat pada diri putranya, Eli Wainwright tidak sadar bahwa yang membuat Derek tertarik pada Persekutuan bukanlah falsafahnya.

   Akan tetapi misteri sebuah perkumpulan terlarang, ritual-ritualnya, dan kesan elitismenya.

   Betapa tidak, Persekutuan mewariskan rahasia-rahasia secara turun temurun selama ratusan tahun dan terbatas pada kalangan tertentu saja.

   Dan Derek pun mafhum, kejahatan anggota akan dibersihkan dan ditutupi oleh jaringan Persekutuan yang memiliki pengaruh luas.

   Inilah yang membuatnya tertarik.

   Derek sangat berminat dengan hal-hal semacam itu.

   Ia juga sangat senang mendapat perlakuan istimewa berkat ayahnya yang sangat kaya dan berpengaruh.

   Atau setidaknya perlakuan yang dulu ia terima.

   Karena Guru Keadilan yang lama telah meninggal, secara misterius, dan digantikan oleh pemimpin baru.

   Ia lelaki Inggris yang fanatik dan memimpin Persekutuan dengan tangan besi.

   Pemimpin baru ini mengubah segalanya.

   Ia menyombongkan hubungannya dengan Oliver Cromwell setelah mempelajari kezaliman leluhurnya yang acap kali menjalankan taktik kejam saat berurusan dengan oposisi.

   Begitu dinobatkan sebagai Guru Keadilan, John Simon Cromwell memberi pernyataan dramatis lewat eksekusi yang kejam.

   Memang benar, pembunuh mantan Guru Keadilan itu adalah musuh Persekutuan.

   Ia juga pemimpin suatu organisasi yang telah ratusan tahun menjadi oposan Persekutuan.

   Tapi pesan yang disampaikannya sangat jelas.

   Aku akan mengenyahkan siapa pun yang melawanku, dan aku akan melakukannya dengan cara yang kejam.

   Lelaki itu dipancung dengan pedang dan jari telunjuk kanannya dipotong.

   Sebuah pernyataan dramatis dan gamblang dari sang pemimpin bahwa tak ada yang bisa menjegal kefanatikannya.

   Derek berusaha menyingkirkan bayangan itu dari pikirannya yang masih berkabut.

   Ia mengangkat telepon genggamnya, menghidupkannya, kemudian menghubungi voice mail.

   Sudah waktunya mendengar "musik".

   Ada misi yang harus diselesaikan dan ia berkomitmen pada misi itu.

   Tekadnya sudah bulat.

   untuk sekali dan selamanya, ia harus menunjukkan siapa dirinya yang sesungguhnya kepada si Inggris sialan itu.

   Ia sudah muak menjadi bahan ejekan lelaki itu dan si Prancis.

   Mereka memperlakukannya seperti orang goblok, dan ia tidak mengizinkan siapa pun berbuat seperti itu sebelumnya.

   Setelah pesan mulai berbunyi, Derek menguatkan hati untuk mendengarkan aksen Oxford yang semakin menyebalkan saja di setiap pesan.

   Belum lagi pesan kedelapan berakhir, ia sudah tahu apa yang harus ia lakukan.

   Chateau des Pommes Bleues 25 Juni 2005 Tamara Wisdom menyisir rambut hitamnya yang mengilap sambil memandang ke cermin berbingkai yang sangat besar.

   Cahaya surya pagi yang cerah menyinari kamarnya, yang setiap jengkalnya tidak kalah mewah dengan kamar Maureen.

   Bunga lavender dan mawar berwarna kuning muda berkumpul dalam vas-vas kristal di setiap meja.

   Beludru ungu dan brokat tebal menghiasi pinggir ranjangnya, tempat yang jarang ia tiduri sendirian.

   Tammy tersenyum, sejenak menikmati kehangatan kenangan tadi malam.

   Panas tubuh lelaki itu meninggalkan kesan di kulitnya, lama setelah ia pergi meninggalkannya menjelang subuh.

   Dengan gaya hidupnya yang bebas dan senang berpetualang, Tammy telah banyak merasakan kegairahan.

   Namun tidak satu pun yang sedahsyat ini.

   Akhirnya ia memahami makna ucapan para alkemis ketika mereka mengungkapkan Karya Besar.

   Penyatuan sempurna antara seorang lelaki dan seorang perempuan penyatuan tubuh, pikiran, dan jiwa.

   Senyumnya memudar tatkala ia kembali pada realitas, bahwa ia harus melakukan sesuatu hari ini.

   Pada awalnya semua terasa menyenangkan, seperti permainan catur antara dua benua.

   Tak butuh waktu lama, ia terbiasa memerhatikan Maureen.

   Tidak hanya ia, tapi mereka semua.

   Bahkan pendeta itu, yang ternyata bukan si tukang ikut campur seperti yang mereka khawatirkan.

   Lelaki itu terkesan sebagai tokoh spiritual dengan gayanya sendiri.

   Berlawanan dengan perkiraan mereka, ia jauh dari kesan seorang dogmatis yang kaku.

   Lalu ada pertanyaan tentang keterlibatan dirinya sendiri yang terlalu dalam.

   Karakter Mata Hari pada awalnya memang menyenangkan.

   Tapi sekarang, harus ia jauhi.

   Ia mesti menyeimbangkannya dengan sangat hatihati untuk memperoleh informasi yang ia butuhkan.

   Juga agar ia selamat dalam urusan ini.

   Ada beberapa target yang mesti diselesaikan hari ini.

   Demi dirinya sendiri, demi Perkumpulannya, dan demi Roland.

   Jangan lupa skema besarnya, Tammy, katanya mengingatkan diri sendiri.

   Kau akan memperoleh segalanya jika kau berhasil, dan kehilangan segalanya jika kau gagal.

   Permainan telah berubah.

   Sekarang menjadi jauh lebih berbahaya dibandingkan yang mereka duga.

   Tammy meletakkan sisir lalu menyemprotkan parfum beraroma bunga ke pergelangan tangan dan lehernya.

   Ia sedang bersiap-siap untuk peristiwa yang akan terjadi.

   Sebelum meninggalkan kamar, ia berhenti di depan sebuah lukisan mengagumkan yang membuat dinding kamarnya terlihat indah.

   Lukisan itu karya seorang simbolis Prancis, Gustave Moreau, menampilkan putri Salome dengan balutan kain tujuh lapis, membawa baki berisi kepala Yohanes Pembaptis.

   "Ini baru gadisku,"

   Bisik Tammy pada dirinya sendiri lalu berangkat untuk menuntaskan rencana terbarunya yang sangat penting. f Maureen menyantap sarapannya sendirian di ruang makan. Roland, yang sedang berjalan di lorong dekat ruangan itu, melihatnya lalu menghampiri.

   "Bonjour, Mademoiselle Paschal. Kau sendirian?"

   "Selamat pagi, Roland. Ya. Peter masih tidur dan aku tidak ingin mengganggunya."

   "Ada pesan dari Nona Wisdom. Ia masih menginap di puri ini dan ingin makan malam bersamamu nanti."

   "Senang sekali,"

   Maureen penasaran untuk mendengar informasi terbaru dan perkembangan pesta semalam.

   "Di mana dia?"

   Roland mengangkat bahu.

   "Ia pergi pagi-pagi sekali ke Carcassone. Mengurusi film yang sedang ia buat. Ia hanya memintaku menyampaikan pesan. Aku akan pergi sekarang, Mademoiselle, untuk mencari Monsieur Berenger. Ia akan kecewa jika kau makan sendirian."

   F Sinclair membuyarkan lamunan Maureen dengan kedatangannya yang sangat cepat setelah Roland pergi.

   "Kau bisa tidur?"

   "Bagaimana tidak bisa jika di ranjang seperti itu? Seperti tidur di atas awan."

   Semalam Maureen menyadari bahwa ada kasur bulu tebal di balik seprai katun Mesir yang sangat mahal.

   "Bagus sekali. Apa rencanamu pagi ini?"

   "Tidak ada sampai jam sebelas. Aku akan bertemu dengan Jean-Claude hari ini, ingat?"

   "Ya, tentu saja. Ia akan membawamu ke Montsegur. Tempat yang mengagumkan. Aku menyesal karena bukan aku yang pertama kali menunjukkan tempat itu padamu."

   "Maukah kau ikut dengan kami?"

   Sinclair tertawa.

   "Sayangku, Jean-Claude akan menggantung, menenggelamkan, lalu mencincangku menjadi empat bagian jika aku ikut denganmu. Kau menjadi primadona sekarang, setelah debutmu semalam. Tiap orang ingin lebih mengenalmu. Kau akan meningkatkan pamor Jean-Claude di wilayah ini seratus poin jika ia terlihat berjalan denganmu.

   "Tapi aku tidak perlu iri. Ada sesuatu yang akan kutunjukkan padamu, begitu kau selesai sarapan. Sesuatu yang aku yakin tak akan kau lupakan."

   F Mereka berdiri di balkon yang sama tempat mereka menonton kembang api semalam. Tamantaman chateau yang luar biasa, membentang di hadapan mereka.

   "Kita lebih mudah memandang dan mengapresiasi taman di siang hari,"

   Ujar Sinclair dengan bangga, sambil menunjukkan bahwa ada tiga bagian yang terpisah-pisah.

   "Kau lihat, tamantaman itu membentuk pola fleurde-lis?"

   "Semuanya begitu indah."

   Maureen sama sekali tidak berdusta. Tamantaman itu menampilkan keindahan bentuk yang sangat sedap dipandang dari atas.

   "Tamantaman itu mengungkapkan kisah tentang leluhur kita secara jauh lebih baik dibandingkan aku sendiri. Adalah kehormatan bagiku untuk menunjukkannya padamu. Mari."

   Maureen menerima uluran tangan Sinclair yang kemudian mengajaknya menuruni tangga, menuju alam terbuka.

   Maureen melihat rumah itu bersih luar biasa padahal semalam diserbu ratusan tamu.

   Para pelayan pastinya telah bekerja nonstop untuk membersihkan sampah.

   Tapi tak ada tanda apa pun selain kerapian yang luar biasa.

   Mereka melewati pintu-pintu Prancis yang sangat besar, menuju selasar berdinding marmer di luar, menuruti jalur berlikuliku yang berakhir di gerbang keemasan yang berornamen.

   Sinclair mengeluarkan kunci dari sakunya lalu menyelipkannya ke dalam lubang kunci.

   Dilonggarkannya rantai itu lalu ia mendorong gerbang bersepuh warna keemasan, agar mereka bisa masuk ke wilayah sakralnya.

   Sebuah bangunan air mancur dari marmer merah muda berkilau mencurahkan air di hadapan mereka.

   Bangunan ini menjadi bagian inti area menuju taman.

   Matahari menyinari tetes-tetes air yang jatuh dari bahu patung Maria Magdalena yang berukuran seperti aslinya.

   Patung itu terbuat dari marmer berwarna gading.

   Tangan kirinya memegang sekuntum mawar.

   Seekor merpati bertengger di tangan kanannya yang terulur.

   Dan bagian bawah air mancur itu menunjukkan pola fleurde-lis yang banyak terdapat di lingkungan chateau ini.

   "Kau banyak bertemu orang semalam. Semuanya memiliki teori tentang wilayah ini dan harta karun yang misterius itu. Aku yakin, kau mendengar berbagai kisah, dari yang menggugah hingga yang menggelikan."

   Maureen tertawa.

   "Ya, kebanyakan menggelikan."

   Sinclair tersenyum padanya.

   "Mereka semua memiliki teori masingmasing. Dan semuanya percaya atau lebih tepatnya tahu bahwa Maria Magdalena adalah ratu kami di Prancis selatan ini. Bahkan, itulah satusatunya hal yang disepakati oleh semua yang hadir di ruang dansa semalam."

   Maureen mendengarkan dengan penuh perhatian. Suara Sinclair mengandung suatu semangat, suatu harapan. Maureen pun tertular semangat itu.

   "Dan mereka semua tahu garis darah itu ada. Garis darah agung yang bermula dari Maria Magdalena dan anakanaknya. Tapi sangat sedikit yang tahu keseluruhan faktanya. Kisah seutuhnya hanya diketahui oleh para pengikut sejati JalanNya. Jalan yang diajarkan oleh Magdalena, Jalan sebagaimana yang diajarkan oleh Yesus Kristus sendiri."

   Maureen menghentikan langkah Sinclair. Dengan agak ragu ia berkata.

   "Aku tidak tahu apakah aku pantas mengajukan pertanyaan ini atau tidak, tapi itukah tujuan Perkumpulan Apel Biru?"

   "Perkumpulan Apel Biru sudah ada sejak dulu dan cukup kompleks. Aku akan bercerita lebih banyak pada waktunya. Sekarang, cukuplah jika kukatakan bahwa Perkumpulan berdiri untuk membela dan menjaga kebenaran.

   "Dan kebenaran itu adalah bahwa Maria Magdalena adalah ibu dari tiga anak."

   Maureen tercengang.

   "Tiga?"

   Sinclair mengangguk.

   "Sangat sedikit orang yang tahu kisah ini dengan lengkap. Karena detail-detailnya sengaja disamarkan untuk melindungi para keturunannya. Tiga anak. Trinitas. Dan masingmasing menjadi pokok garis keturunan agung yang akan mengubah wajah Eropa, dan puncaknya dunia. Tamantaman ini dibuat untuk menyambut dinasti yang dibentuk oleh tiap anak. Kakekku yang menciptakan semua ini. Aku memperluasnya dan mengabdikan diri untuk merawatnya."

   Ada tiga buah belokan yang merupakan cabang taman utama.

   "Ayo, kita akan mulai dengan leluhur kita sendiri."

   Ia mengajak Maureen, yang terkesima dengan informasi tadi, melewati gerbang tengah.

   "Kenapa? Apakah kau kaget bahwa kita berkerabat? Kerabat jauh, tentu, tapi kita berasal dari garis darah yang sama pada awalnya."

   "Aku hanya berusaha menyerap semuanya. Bagimu informasi tadi sudah biasa, tapi bagiku sangat mengejutkan. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi dunia terhadap hal ini."

   Mereka memasuki sebuah taman mawar yang subur.

   Beberapa spesies bunga lili ditanam membentuk lingkaran, mengitari patung yang lain.

   Kombinasi ini menimbulkan aroma menawan yang dirasakan Maureen semalam.

   Seekor merpati putih bercericit sambil terbang di atas mawar-mawar yang indah dan jalin-menjalin, sementara Sinclair dan Maureen berjalan bersama tanpa berbicara.

   Maureen berhenti untuk menghirup dalam-dalam, aroma sekuntum mawar merah yang sedang mekar-mekarnya.

   "Mawar. Simbol semua perempuan dari garis darah itu. Juga lili. Lili adalah simbol khusus Maria Magdalena. Mawar bisa menjadi simbol perempuan mana pun yang menjadi keturunannya. Tapi dalam tradisi kami, lili tidak boleh digunakan untuk menyimbolkan siapa pun kecuali dia."

   Sinclair mengajak Maureen menuju patung yang paling dominan. Gambaran seorang perempuan muda yang ramping, dengan rambut tertiup angin. Maureen sulit berkata-kata. Pertanyaannya lebih merupakan bisikan.

   "Inikah putrinya?"

   "Izinkan saya memperkenalkan Sarah-Tamar, satu satunya putri Yesus Kristus dan Maria Magdalena. Ia adalah pendiri dinasti kerajaan Prancis. Dan nenek buyut kita bersama ini telah pergi sembilan belas abad lalu."

   Maureen menatap patung itu sebelum beralih ke Sinclair.

   "Semuanya begitu luar biasa. Tapi entah mengapa, aku tidak merasa sulit menerimanya. Sangat aneh tapi juga...benar.11

   "Itu karena jiwamu mengenali kebenaran."

   Seekor merpati bersiul di antara tangkai mawar, seolah menyatakan setuju.

   "Kau dengar merpati itu? Merpati adalah simbol Sarah Tamar, melambangkan hatinya yang murni. Burung ini kemudian menjadi simbol keturunan-keturunannya warga Cathar."

   "Dan itukah sebabnya orang Cathar disingkirkan, karena Gereja menganggap mereka melakukan bidah?"

   "Ya, sebagian. Karena lewat benda dan dokumen tertentu, terbukti bahwa mereka adalah keturunan Yesus dan Maria. Namun keberadaan mereka dianggap sebagai ancaman bagi Roma. Semuanya. lelaki, perempuan, anakanak. Gereja berusaha mengusir mereka agar rahasia tetap terjaga. Tapi masih ada lagi. Ayo."

   Sinclair memimbing Maureen berjalan setengah lingkaran melewati mawar-mawar.

   Ini memberi Maureen kesempatan untuk menikmati keindahan taman di bawah matahari musim panas, di pagi Languedoc yang keemasan.

   Sinclair meraih tangan Maureen, dan gadis ini membiarkan.

   Ia merasa sangat nyaman bersama orang asing yang eksentrik ini.


Pendekar Rajawali Sakti Rahasia Candi Tua Agatha Christie Lapangan Golf Maut Pendekar Rajawali Sakti Iblis Penggali Kubur

Cari Blog Ini