Ceritasilat Novel Online

Expected One 5


Kathleen Mcgowan The Expected One Bagian 5



Maureen mengkuti ketika Sinclair memimpinnya melewati belokan itu dan mengitari air mancur Maria Magdalena.

   "Saatnya bertemu adik laki-laki."

   Maureen bisa merasakan gairah Sinclair yang membungkah.

   Ia bertanya-tanya, bagaimana rasanya menyimpan rahasia yang amat besar ini.

   Ia merenungkan sejenak dan berhenti dengan perasaan agak takut bahwa ia akan mengetahuinya sebentar lagi.

   Mereka mengambil belokan di ujung kanan.

   Masuk ke sebuah taman yang lebih tegas dan terpangkas rapi.

   "Kesannya sangat Inggris,"

   Komentar Maureen.

   "Bagus sekali. Dan sekarang, aku akan menunjukkan apa sebabnya."

   Sebuah patung pemuda berambut panjang yang memegang piala misa suci, menjulang sebagai titik sentral kolam air mancur besar yang berada di tengah-tengah taman itu. Air yang jernih bak kristal mengucur dari piala itu.

   "Yeshua-Daud. Putra bungsu Yesus dan Maria. Ia tidak pernah mengenal ayahnya karena masih dalam kandungan Magdalena ketika sang ayah disalib. Ia lahir di Alexandria, Mesir. Di sanalah sang ibu dan rombongannya mengungsi sebelum mereka berlayar ke Prancis."

   Maureen menjadi kelu. Tanpa sadar, ia memegang perutnya.

   "Ada apa?"

   "Dia hamil. Aku melihatnya. Ia hamil di Via Dolorosa dan...pada penyaliban."

   Sinclair mulai paham apa yang sesungguhnya terjadi, mendadak langkahnya terhenti. Sekarang, giliran Maureen yang bertanya.

   "Ada apa?"

   "Apakah kau mengatakan penyaliban? Apakah kau mengalami visi penyaliban?"

   Maureen mulai merasa tenggorokannya tercekat dan air mata menggenang di matanya. Untuk sesaat ia takut berbicara, takut jika ia berbicara maka tangisnya akan tumpah. Sinclair melihatnya, ia berkata dengan sangat lembut.

   "Maureen, Cinta, kau bisa percaya padaku. Katakanlah, kumohon. Apakah kau mengalami visi Magdalena pada peristiwa penyaliban?"

   Air mata itu tidak terbendung lagi. Namun Maureen tidak merasa perlu menahannya. Biarlah ia ceritakan, kalau pun tidak aman, kepada seseorang yang paham.

   "Ya,"

   Bisiknya.

   "Kejadiannya di Notre-Dame."

   Sinclair mengulurkan tangan dan menghapus air mata di wajah Maureen.

   "Sayangku, Sayangku Maureen. Apakah kautahu betapa luar biasanya pengalaman itu?"

   Maureen menggelengkan kepala. Sinclair melanjutkan percakapan dengan halus.

   "Menurut sejarah lokal, ratusan keturunan Magdalena mengalami mimpi dan visi tentang dia. Termasuk aku sendiri. Tapi visivisi itu berhenti sebelum Jumat Agung. Sepengetahuanku, tidak seorang pun pernah mengalami visi utuh tentang dia ketika peristiwa penyaliban, kecuali kau."

   "Dan mengapa hal itu begitu penting?"

   "Karena nubuat itu."

   Maureen menunggu penjelasan, yang ia tahu akan muncul.

   "Ada sebuah nubuat yang telah diturunkan sejak lama sekali. Legenda mengatakan bahwa nubuat itu adalah bagian dari kitab nubuat dan wahyu yang pernah ditulis di Yunani. Kitab itu dinisbahkan kepada Sarah-Tamar, jadi dengan sendirinya adalah injilnya. Kita tahu bahwa putri dari garis darah agung itu, Mathilda dari Tuscany, duchess of Lorraine, memiliki kitab yang orisinil ketika ia membangun Abbey di Orval pada abad ke-11.

   "Orval itu di mana?"

   "Di perbatasan wilayah yang sekarang dikenal dengan Belgia. Ada beberapa permukiman religius yang sangat penting di Belgia yang berhubungan dengan kisah kita. Tapi, di Orvallah nubuat Sarah-Tamar disimpan selama bertahuntahun. Kita tahu bahwa kitab Sarah-Tamar yang asli kemudian berada di bawah perlindungan masyarakat Cathar di Languedoc. Sayangnya, kitab itu lenyap dari sejarah. Sangat sedikit orang yang mengetahui peristiwa yang menimpa kitab itu. Satusatunya gambaran tentang isi kitab itu berasal dari Nostradamus."

   "Nostradamus?"

   Kepala Maureen terasa berputar. Ia merasa tak akan pernah berhenti terkejut dengan jalinan cerita ini dan bagaimana tiap bagiannya saling berhubungan. Sinclair menunjukkan ekspresi maklum.

   "Ya, ya. Dialah yang mendapat pujian atas visi dan ramalannya yang menakjubkan. Tapi semua itu sama sekali bukan ramalannya. Akan tetapi berasal dari nubuat Sarah-Tamar. Kelihatannya Nostradamus memiliki akses ke versi kitab hasil tulisan tangan yang orisinil ketika ia berkunjung ke Orval. Kitab itu raib tak lama kemudian, jadi silakan simpulkan sendiri bagaimana nasibnya."

   Maureen tertawa.

   "Tak heran Tammy terlihat muak ketika menyebut namanya. Ternyata Nostradamus seorang plagiator."

   "Plagiator yang sangat cerdas. Kita harus memberi pujian karena dialah yang menciptakan puisi kuatren. Hanya itu yang benarbenar hasil ciptaannya. Selebihnya ia hanya menulis ulang nubuat Sarah-Tamar sedemikian rupa sehingga tidak kentara dari aslinya, sekaligus menimbulkan dampak besar. Sebenarnya si Michael tua itu sangat brilian. Pemahamannya tentang alkemi membuatnya mampu memecahkan sandi dokumen yang sebenarnya sangat rumit.

   "Tapi ada sedikit lagi peninggalan Sarah Tamar, selain karya Nostradamus dan nubuat yang terpatri dalam diri sebagian orang di sini."

   "Apa bunyi nubuat itu?"

   Sinclair mendongak ke cipratan air dari piala misa suci. Ia menutup mata, kemudian melafazkan cuplikan dari nubat.

   "'Marie de Negre akan memilih Dia Yang Dinantikan ketika waktunya tiba. Ia dilahirkan dari domba paschal ketika siang dan malam sama panjang, ia adalah putri kebangkitan. Ia yang mengemban Sangre-El akan dianugerahi kunci untuk mengungkapkan Hari Hitam Tengkorak. Ia akan menjadi Perempuan Gembala baru untuk JalanNya."

   Maureen tak mampu berkata-kata. Sinclair meraih tangannya lagi.

   "Hari Hitam Tengkorak. Golgotha, bukit penyaliban, diterjemahkan menjadi 'tempat tengkorak1 dan Hari Hitam adalah hari yang sekarang kita sebut Jumat Agung. Nubuat itu mengisyaratkan bahwa seorang anak perempuan dari garis darah itu yang mengalami visi penyaliban, kelak menerima kunci saat waktunya tiba."

   "Kunci untuk apa?"

   Maureen masih belum mengerti. Kepalanya berenang-renang dalam informasi.

   "Kunci untuk membuka rahasia Maria Magdalena. Injilnya. Penjelasan tentang kehidupan dan masanya dari tangan langsung. Kautahu, ia menyembunyikan injil itu dengan semacam alkemi yang hanya bisa ditemukan saat kriteria spiritual tertentu terpenuhi."

   Dengan isyarat tubuhnya, Sinclair menunjuk ke patung pemuda di kolam air mancur. Tepatnya ke piala yang ia pegang.

   "Itulah yang banyak dicari orang, sejak lama."

   Maureen berusaha menemukan jawabannya. Barisan pikiran melintasi kepalanya. Piala itu. Itulah jawabannya.

   "Piala yang ia pegang bukankah Holy Grail?"

   "Ya. Kata 'grail' berasal dari istilah zaman dahulu, Sangre-El, artinya Darah Tuhan. Simbol garis darah suci, tentu saja. Tapi yang mereka cari bukan sembarang anak yang berasal dari keturunan suci. Para ksatria Grail umumnya berasal dari garis darah itu, dan mereka sangat tahu makna warisan tersebut. Tidak, yang mereka cari adalah seorang keturunan. seorang putri Grail yang juga dikenal sebagai Dia Yang Dinantikan. Dia adalah anak perempuan yang memegang kunci yang mereka semua inginkan."

   "Tunggu sebentar. Apakah maksudmu perburuan Holy Grail sebenarnya adalah pencarian seorang perempuan yang dimaksud dalam nubuatmu?"

   "Sebagian, ya. Yeshua-Daud, sang putra bungsu, pergi ke Glastonbury di Inggris bersama kakek sampingnya, seorang lelaki yang dikenal dalam sejarah sebagai Yusuf dari Aritmatea. Bersamasama, mereka menemukan permukiman Kristen pertama di Inggris. Dari sanalah legenda Grail lahir."

   Sinclair menunjuk ke patung lain dalam lingkungan taman yang sama, tapi letaknya agak jauh. Patung itu berupa seorang raja yang sedang memegang pedang yang sangat besar.

   "Menurutmu, mengapa Raja Arthur dikenal sebagai RajaYang Dulu dan Yang Akan Datang? Karena darahnya berasal dari Yeshua-Daud. Dari sanalah lahir orangorang terhormat Inggris hingga sekarang. Umumnya mereka berada di Skotlandia."

   "Termasuk kau sendiri."

   "Ya, dari pihak ibuku. Aku juga mewarisi garis darah Sarah-Tamar dari pihak bapakku, seperti juga kamu."

   Bunyi deringan mengganggu percakapan mereka. Sinclair menyumpah dan mengangkat telepon genggamnya, berbicara cepat dalam bahasa Prancis, tak lama kemudian menutupnya.

   "Dari Roland. Jean-Claude sudah datang untuk mengambilmu dariku."

   Maureen tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya. Dia belum siap menyudahi obrolan itu.

   "Tapi aku belum melihat taman ketiga."

   Wajah Sinclair terlihat menyuram. Entah apa sebabnya, tapi Maureen merasa yakin.

   "Barangkali memang sebaiknya begitu,"

   Katanya.

   "Hari ini sangat indah. Dan itu,"

   Katanya menunjuk dengan anggukan kepala,"

   Adalah kebun putra tertua Magdalena."

   Ia menjawab pertanyaan dalam hati Maureen secara samar dan misterius. Sepertinya, orangorang di sini sangat senang bersikap seperti itu.

   "Meski memiliki keindahan tersendiri, taman itu terlalu dipenuhi bayang-bayang untuk hari secerah ini."

   F Saat mengantar Maureen meninggalkan taman, Sinclair berhenti di gerbang besi.

   "Pada hari kedatanganmu ke sini, kau bertanya mengapa aku sangat menyukai fleurde-lis. Inilah sebabnya. Fleurde-lis berarti 'bunga lili'. Seperti yang kau ketahui, lili adalah simbol Maria Magdalena. 'Bunga lili' melambangkan keturunannya. Yaitu tiga orang, diwakili tiga kelopak bunga ini."

   Ia mendemonstrasikannya dengan menghitung tiga kelopak itu dengan jarinya.

   "Kelopak pertama adalah putra tertuanya, Yohanes Yusuf. Karakternya sangat kompleks. Akan kujelaskan lebih rinci ketika waktunya tepat. Tapi sekarang cukup aku katakan bahwa keturunannya banyak terdapat di Italia. Kelopak tengah melambangkan anak perempuannya, Sarah-Tamar. Dan kelopak ketiga adalah sang putra bungsu, Yeshua-Daud.

   "Itulah rahasia fleurde-lis yang tersimpan rapi. Itulah sebabnya bunga ini dipilih untuk mewakili kalangan terhormat Italia dan Prancis. Itulah sebabnya bunga ini juga digunakan sebagai simbol kalangan terpadang di Inggris, seperti yang kau saksikan sendiri. Simbol ini awalnya digunakan oleh keturunan Maria Magdalena dari ketiga anaknya. Dulu, simbol misterius ini dilindungi dengan ketat hingga hanya mereka yang mulai menyelami kebenaran ini bisa saling mengenal saat mereka melakukan perhelatan ke Eropa."

   Maureen terpukau dengan penjelasan ini.

   "Dan sekarang, bunga lili menjadi salah satu simbol yang cukup umum di dunia. Perhiasan, pakaian, meja-kursi, banyak yang memanfaatkan simbol ini. Tersembunyi di tempat terbuka. Orangorang tidak tahu bunga ini melambangkan apa."

   Languedoc 25 Juni 2005 Maureen duduk di kursi belakang mobil sport Renault milik Jean-Claude.

   Mereka sedang menunggu gerbang elektronik chateau terbuka.

   Dengan sudut matanya, Maureen melihat seorang lelaki berjalan melewati pagar pembatas dengan gerakgerik yang aneh.

   "Ada apa?"

   Tanya Jean-Claude setelah melihat ekspresi wajah Maureen.

   "Ada seorang lelaki di pagar sana. Sekarang ia sudah pergi, tapi tadi ada."

   Jean-Claude mengangkat bahu, dengan gaya khas Gauli, seolah tidak berminat.

   "Barangkali tukang taman? Atau salah seorang penjaga keamanan. Siapa tahu. Staf Berenger sangat banyak."

   "Apakah tempat ini dijaga petugas keamanan sepanjang hari?"

   Maureen penasaran dengan chateau itu dan isinya yang luar biasa, termasuk pemiliknya.

   "Ah, oui. Mereka jarang terlihat karena tugas merekalah untuk tidak terlihat. Barangkali yang tadi kaulihat salah seorang di antara mereka."

   Tapi Maureen tidak diberi kesempatan untuk memikirkan aspek-aspek pemeliharaan chateau yang membosankan.

   Jean-Claude mengalihkan pembicaraan ke legenda 1 Wilayah Eropa, termasuk wilayah yang sekarang dikenal sebagai Prancis, dulu juga termasuk Italia utara.

   keluarga Paschal sebagaimana yang ia ketahui.

   "Bahasa Inggrismu sempurna,"

   Maureen berkomentar setelah lelaki itu menceritakan bagian yang agak rumit.

   "Terima kasih. Aku belajar di Oxford untuk menyempurnakan bahasa Inggrisku."

   Maureen terpesona, menelan setiap kata sementara si sejarawan Prancis yang percaya diri itu membawanya ke sebuah lembah merah yang dramatis.

   Tujuan mereka adalah Montsegur lambang pertahanan terakhir Cathar yang mengagumkan sekaligus tragis.

   f Ada lokasi-lokasi di dunia yang memancarkan aura misteri maupun tragedi yang dahsyat.

   Hanyut dalam sungai sungai darah dan tertutup lapisan waktu berabadabad, tempattempat langka ini bisa membayang-bayangi jiwa selama bertahuntahun, jauh setelah seorang pengunjung kembali ke kediamannya yang aman.

   Maureen pernah melihat tempat semacam ini selama perjalanannya, Ketika ia tinggal di Irlandia, ia mengalami perasaan ini saat berada di kota-kota bersejarah semisal Drogheda, tempat Oliver Cromwell membantai seluruh penduduk, juga di desa-desa yang dilanda Kelaparan Besar pada tahun 1840-an.

   Saat berkunjung ke Israel, Maureen mendaki gunung di Masada untuk melihat matahari terbit di Laut Mati.

   Perasaannya begitu tergugah sehingga tak dapat dilukiskan dengan katakata dan air mata ketika ia menelusuri pepuingan istana tempat ratusan orang Yahudi mengorbankan nyawa pada abad ke-I, alih-alih tunduk pada penjajah Romawi dan perbudakan.

   Saat Jean-Claude membelokkan Renaultnya ke lapangan parkir di kaki bukit tempat Montsegur berada, Maureen dibanjiri perasaan bahwa tempat ini adalah salah satu tempat luar biasa lainnya.

   Bahkan di siang musim panas yang cerah, wilayah itu tampaknya diselubungi kabut waktu.

   Maureen memandang gunung di depan mereka saat Jean-Claude membimbingnya menuju jalur pendakian.

   "Jalannya mendaki dan panjang, ya? Itulah sebabnya aku memberitahumu untuk memakai sepatu yang nyaman."

   Maureen bersyukur karena ia selalu bepergian dengan sepatu atletik yang kuat.

   Berjalan-jalan dan mendaki adalah olahraga kesukaannya.

   Mereka mulai mendaki dengan menempuh jalan yang panjang dan melingkar.

   Maureen baru sadar, kesibukannya belakangan ini membuatnya tidak sempat berolahraga.

   Ia menggerutu karena tubuhnya tidak dalam kondisi fit seperti biasanya.

   Tapi Jean-Claude tidak terburu-buru.

   Mereka berjalan dengan kecepatan yang menyenangkan sambil mengobrol tentang hal-hal misterius di Cathar dan bertanyajawab.

   "Seberapa banyak praktik mereka yang kita ketahui? Maksudku, secara akurat. Lord Sinclair mengatakan ada banyak cerita tentang mereka yang hanya spekulasi."

   "Benar. Musuh mereka banyak membuat tulisan yang menyudutkan, agar mereka dianggap sesat dan berlebihan. Kautahu, dunia tidak keberatan jika kita membantai para pendosa. Tapi jika kita membunuh sesama orang Kristen yang dianggap lebih dekat dengan Kristus dibandingkan kita sendiri, maka kita akan mendapat masalah. Jadi, banyak uraian tentang praktik bangsa Cathar yang dikarang saja oleh para sejarawan ketika itu, dan sesudahnya. Tapi, apakah kautahu sesuatu yang sudah pasti benar? Dasar keimanan bangsa Cathar adalah Doa Bapa Kami."

   Maureen menghentikan langkah, berusaha meredakan napasnya yang tersengal-sengal, kemudian mengajukan pertanyaan lagi.

   "Benarkah? Doa yang sama seperti yang kita baca sekarang?"

   Ia mengangguk.

   "Oui. Sama, tapi diucapkan dalambahasa Occitan, tentu saja. Saat kau ke Yurusalem, apakah kau mengunjungi Pater Noster Church di Gunung Zaitun?"

   "Ya!"

   Maureen tahu persis lokasinya.

   Ada sebuah gereja di sebelah timur Yerusalem yang dibangun di atas gua tempat Yesus pertama kali mengajarkan Doa Bapa Kami.

   Suatu bagian biara dengan eksterior sangat menawan, menampilkan kotakkotak ubin bermotif mosaik bertuliskan doa itu dalam lebih dari enam puluh bahasa.

   Maureen memotret kotak berisi doa dalam bahasa Gaelic Irlandia kuno untuk ditunjukkan kepada Peter.

   "Doa itu juga dipajang di Occitan,"

   Jelas Jean-Claude.

   "Setiap bangun pagi, warga Cathar membacanya. Bukan sekadar hapalan seperti yang banyak dilakukan sekarang. Tapi sebagai suatu perbuatan meditasi dan doa yang sesungguhnya. Tiap baris merupakan peraturan suci bagi mereka."

   Maureen merenung sambil berjalan, dan Jean-Claude melanjutkan.

   "Jadi, di sini tempat orangorang hidup dengan damai dan menyebarkan ajaran yang mereka namakan JalanNya. Suatu pedoman hidup yang bersumber dari ajaranajaran cinta. Mereka adalah suatu kebudayaan yang mengakui Doa Bapa Kami sebagai teks yang paling suci."

   Maureen tahu ke mana arah pembicaraan Jean-Claude.

   "Jadi, jika kita anggota Gereja dan ingin menyingkirkan orang orang ini, kita tidak bisa membiarkan mereka dikenal sebagai umat Kristen yang baik."

   "Persis. Ritual aneh dan tuduhan lain ditimpakan kepada orangorang Cathar untuk menjustifikasi pembantaian yang mereka lakukan."

   Jean-Claude berhenti karena mereka telah sampai di sebuah monumen yang berdiri di tengah jalur. Sebuah tiang granit besar dengan salib Languedoc seukuran tangan di puncaknya.

   "Ini adalah monumen para martir,"

   Jelasnya.

   "Diletakkan di sini karena di sinilah tungku pembakaran berdiri."

   Maureen menggigil.

   Perasaan aneh dibayang-bayangi, meski sudah pernah ia rasakan sebelumnya, menyergapnya.

   Suatu perasaan bahwa ia sedang berada di tempat bersejarah yang mengerikan.

   Ia mendengarkan Jean-Claude yang menceritakan kisah pertahanan terakhir bangsa Cathar di gunung ini.

   Di ujung tahun 1243, bangsa Cathar telah hampir separuh abad mengalami penderitaan akibat tekanan dari para tentara Paus.

   Seluruh kota diperangi, jalanjalan kota seperti Bezier dibanjiri darah orangorang tidak berdosa.

   Gereja bertekad membasmi "para pelaku bidah"

   Dengan cara apa pun.

   Dan raja Prancis dengan senang hati membantu niat ini dengan menugaskan para pasukannya karena tiap kemenangan atas satu warga Cathar yang kaya raya akan memperluas teritori Prancis.

   Bangsawan Toulous sudah terlalu sering mengalami ancaman hingga mereka mendirikan negara sendiri yang independen.

   Seandainya kutukan Gereja ampuh untuk menundukkan mereka, maka raja memiliki solusi yang ia harap akan menghapus sebagian dosa masa lalunya.

   Pemimpin masyarakat Cathar selebihnya melakukan pertahanan terakhir di benteng Monsegur pada Maret 1244.

   Seperti kaum Yahudi di Masada lebih dari seribu tahun sebelumnya, mereka berdoa bersamasama sebagai suatu komunitas, memohon diselamatkan dari para penindas, dan bersumpah tidak akan menanggalkan keimanan mereka.

   Memang, ada spekulasi bahwa bangsa Cathar memperoleh kekuatan dari warisan para martir Masada selama penjajahan terakhir.

   Dan seperti tentara Romawi yang adalah leluhur mereka sendiri, pasukan Paus berusaha membuat mereka kelaparan dengan menutup akses ke air dan makanan.

   Tindakan ini jelas menimbulkan persoalan di Montsegur, seperti yang terjadi di Masada.

   Kedua tempat itu berlokasi di puncak bukit sehingga nyaris mustahil aman dari segala penjuru.

   Pemberontak kedua kebudayaan itu mencari jalan untuk mengacaukan dan menundukkan para penindas.

   Setelah blokade berlangsung beberapa bulan, pasukan Paus merasa yakin pembangkangan mesti diakhiri.

   Mereka memberi ultimatum pada pemimpin Cathar.

   Jika mereka mengaku dan menyesali perbuatan bidah dalam ketundukan kepada Inkuisisi, mereka akan dibebaskan.

   Tapi jika tidak, mereka semua akan dibakar di atas tungku karena menghina Gereja Romawi Suci.

   Mereka diberi waktu dua minggu untuk mengambil keputusan.

   Di hari terakhir, para pemimpin pasukan Paus menyalakan tungku pembakaran mayat dan meminta jawaban.

   Dan jawaban yang mereka peroleh tak akan pernah dilupakan di Languedoc.

   Dua ratus warga Cathar muncul dari persembunyian di Monsegur, mengenakan jubah sederhana dan saling berpegangan tangan.

   Dalam kesatuan sempurna, mereka menyanyikan Doa Bapa Kami dalam bahasa Occitan sambil berjalan menuju tungku pembakaran massal.

   Mereka meninggal sebagaimana mereka hidup.

   dalam keharmonisan sempurna dengan iman kepada Tuhan.

   Banyak legenda yang mengisahkan hari-hari terakhir bangsa Cathar.

   Masing-masingnya lebih dramatis dari yang berikutnya.

   Namun yang paling diingat adalah yang dibuat para duta Prancis yang dikirim untuk berbicara dengan masyarakat Cathar atas nama pasukan raja.

   Para duta, pasukaan sewaan yang berhati batu, diundang untuk tinggal di antara tembok-tembok Montsegur dan menyaksikan ajaranajaran orang Cathar dengan mata kepala sendiri.

   Laporan pandangan mata mereka begitu luar biasa, begitu mencengangkan, hingga tentara Prancis akhirnya masuk dalam keimanan Jalan Murni ini.

   Tahu bahwa kematian sudah menunggu, mereka melakukan sakramen terakhir bangsa Cathar sebagai suatu penghiburan, kemudian menceburkan diri ke dalam perapian bersama saudarasaudara baru mereka.

   Maureen menghapus air mata dari wajahnya ketika ia menatap puncak gunung kemudian kembali pada salib itu.

   "Menurutmu apa yang terjadi? Apa yang telah disaksikan orangorang Prancis hingga mereka bersumpah mati bersama warga Cathar? Adakah yang tahu?"

   "Tidak."

   Jean-Claude menggelengkan kepala.

   "Yang ada hanya spekulasi. Sebagian mengatakan bahwa Roh Kudus menampakkan diri dalam ritual orang Cathar dan menunjukkan bahwa kerajaan surga menanti mereka. Pihak lain mengatakan bukan itu, melainkan harta karun bangsa Cathar yang mereka miliki."

   Legenda Montsegur terus tergelar di hadapan Maureen saat mereka menuntaskan pendakian melewati jalur yang sulit.

   Sehari sebelum hari pertahanan terakhir bangsa Cathar, empat anggota kelompok mereka berhasil memanjat tembok kastil yang paling rawan, kemudian melarikan diri.

   Diyakini, mereka mendapat bantuan dari intelijen duta Prancis yang mengikuti keyakinan orang Cathar dan meninggal bersama orangorang itu keesokannya.

   "Mereka membawa harta pusaka Cathar yang legendaris. Tapi harta apa yang mereka bawa, tidak diketahui dengan pasti. Diduga, harta itu tidak terlalu berat karena orangorang yang melarikan diri itu adalah perempuan muda dan diperkirakan bertubuh mungil. Selain itu, mereka tentulah lemah setelah berbulan-bulan dalam keadaan darurat tanpa pasokan air dan makanan. Sebagian orang mengatakan bahwa mereka membawa Holy Grail, atau mahkota duri, atau bahkan harta yang paling berharga sedunia, Kitab Cinta."

   "Bukankah itu injil yang ditulis oleh Yesus sendiri?"

   Jean-Claude mengangguk.

   "Semua legenda peristiwa ini dipastikan lenyap dari sejarah di sekitar masa itu."

   Semangat sejarawan dan jurnalis Maureen bangkit.

   "Adakah buku yang bisa kau rekomendasikan? Dokumen yang bisa aku jadikan bahan riset dan memberi informasi lebih dalam tentang peristiwa ini selama aku berada di Prancis?"

   Lelaki Prancis itu tertawa kecil dan mengangkat bahu.

   "Madamoiselle Paschal, orangorang di Languedoc ini ahli sejarah semua. Mereka menjaga rahasia dan legenda tanpa menuliskannya di atas kertas. Aku tahu, ini sulit dipahami. Tapi lihatlah sekelilingmu, Manis. Siapa yang memerlukan buku jika semua ini bercerita?"

   Sekarang mereka sudah sampai di puncak bukit.

   Reruntuhan benteng yang dulunya megah, terbentang di hadapan mereka.

   Melihat tembok-tembok batu yang seolah memancarkan sejarah lingkungan sekelilingnya, Maureen paham maksud ucapan Jean Claude.

   Namun Maureen terombangambing antara kesan yang ia tangkap dengan kebutuhan jurnalisnya untuk mengotentikkan seluruh penemuan itu.

   "Pendapat itu cukup aneh bagi seseorang yang menyebut dirinya sejarawan,"

   Komentarnya. Sekarang Jean-Claude tertawa keras. Suaranya menggema ke lembah hijau di bawah sana.

   "Aku menganggap diriku sendiri seorang sejarawan, tapi bukan sejarawan akademik. Ada perbedaannya, terutama di tempat seperti ini. Pendekatan akademik tidak bisa diaplikasikan di sembarang tempat, Mademoiselle Paschal."

   Ekspresi Maureen jelas menunjukkan bahwa ia belum mengerti. Jean-Claude menguraikan.

   "Kautahu, untuk memperoleh gelar paling bergengsi di dunia akademik, kita hanya perlu membaca semua buku yang tepat kemudian menulis makalah yang baik. Saat mengikuti tur kuliah di Boston, aku bertemu seorang perempuan Amerika yang menyandang gelar doktor sejarah Prancis, khususnya bidah abad pertengahan. Sekarang, ia dianggap sebagai salah seorang pakar terhebat untuk topik tersebut dan telah menulis satu-dua buku daras untuk perguruan tinggi. Dan kautahu apa yang lucu? Ia tak pernah ke Prancis, tidak sekali pun. Ke Paris tidak, apalagi ke Languedoc. Parahnya, ia tidak merasa perlu. Dalam format akademik sejati, ia yakin bahwa yang ia butuhkan terdapat dalam buku atau dokumen yang tersedia dalam database universitas. Pemahaman Catharisisme wanita itu nyaris sama realistisnya dengan membaca komik, malah dua kali lebih lucu. Tapi ia dikenal luas sebagai orang yang mumpuni dibandingkan siapa pun di sini lantaran gelar dan inisial yang mengikuti namanya."

   Maureen terus menyimak sementara mereka melangkah melewati bebatuan dan melompati puing besar.

   Ucapan Jean-Claude menyentil telinga Maureen.

   Ia selalu menganggap dirinya seorang akademik, namun pengalamannya sebagai seorang wartawan juga mendorongnya untuk melihat kisahkisah langsung dari lingkungan aslinya.

   Tak bisa ia bayangkan, bagaimana menulis Maria Magdalena tanpa berkunjung ke Tanah Suci.

   Ia pun berkeras pergi ke Versailles dan penjara Conciergerie yang revolusioner ketika melakukan riset tentang Marie Antoinette.

   Sekarang, meski baru beberapa hari berada di lingkungan sejarah hidup Languedoc, ia menyadari kebudayaan ini mensyaratkan pemahaman lewat pengalaman langsung.

   Jean-Claude belum selesai.

   "Kuberi contoh. Kau bisa menbaca satu dari lima puluh lima versi tulisan sejarawan tentang tragedi di Montsegur. Tapi lihatlah sekelilingmu. Jika kau tidak pernah mendaki gunung ini, atau menyaksikan tempat pembakaran massal, atau mengamati betapa tembok-tembok ini tidak tertembuskan, bagaimana kau bisa paham? Ayo, aku ingin menunjukkan sesuatu."

   Maureen mengikuti lelaki Prancis itu ke ujung jurang, tempat tembok-tembok benteng yang dulunya tak tertembuskan itu hancur berantakan.

   Ia menunjuk ke suatu titik yang telah terhempas melewati lereng yang curam, ribuan kaki di bawah sisi gunung.

   Angin hangat berembus, meniup rambutnya sementara Maureen berusaha menempatkan diri dalam posisi seorang gadis muda Cathar di abad 13.

   "Dari titik inilah keempat orang itu kabur,"

   Jelasnya.

   "Bayangkanlah sekarang, saat kau berada di sini. Di tengah malam yang pekat, membawa benda pusaka yang sangat berharga yang diikatkan ke tubuhmu, dalam kondisi lemah setelah berbulan-bulan tertekan dan kelaparan. Kau masih muda dan ketakutan dan tahu bahwa seandainya kau selamat, semua orang yang kau cintai akan dibakar hidup-hidup. Dengan pikiran-pikiran itu di dalam kepala, kau menuruni tembok, menuju ke cuaca dingin membeku dan kehampaan tengah malam, dan ada kemungkinan kuat kau akan menempuh ajal."

   Maureen menghela napas panjang. Sungguh pengalaman yang menguji nyali, berdiri di sini, di tempat legenda itu hidup dan sangat nyata di sekelilingnya. Jean-Claude memotong lamunan Maureen.

   "Sekarang, bayangkan jika kau hanya membaca kisah itu di perpustakaan New Haven. Bukankah pengalamannya akan berbeda?1 Maureen mengangguk setuju sebagai jawaban.

   "Tentu saja."

   "Oh, aku hampir lupa. Perempuan termuda yang kabur malam itu? Kemungkinan ia adalah leluhurmu. Orang yang kemudian memakai nama Paschal. Bahkan mereka menujulukinya La Paschalina hingga ia meninggal."

   Maureen tak bisa berkata-kata mendengar satu lagi informasi fenomenal tentang leluhurnya.

   "Seberapa banyak yang kau ketahui tentang dia?"

   "Sedikit. Ia meninggal di biara Montserrat di perbatasan Spanyol dalam usia lanjut. Sebagian catatan kehidupannya masih berada di sana. Kita tahu bahwa ia menikah dengan seorang pengungsi Cathar lain di Spanyol dan memiliki sejumlah anak. Tertulis bahwa ia membawa harta tak ternilai ke biara, tapi apa harta itu, tak pernah diungkapkan secara terbuka."

   Maureen mengulurkan tangan dan memetik sekuntum bunga liar yang tumbuh di retakan runtuhan tembok.

   Ia berjalan ke pinggir jurang tempat gadis Cathar yang kemudian menggunakan nama La Paschalina itu menuruni gunung dengan begitu berani untuk memenuhi harapan terakhir kaumnya.

   Sambil melemparkan bunga ungu kecil ke dasar jurang, Maureen mengucapkan doa kecil bagi perempuan itu yang mungkin atau tidak adalah leluhurnya.

   Hal itu nyaris tidak penting.

   Mendengar kisah orangorang yang baik hati dan menyaksikan keindahan tanah ini sendiri saja sudah membuat hidupnya tak akan sama seperti sebelumnya.

   "Terima kasih,"

   Kata Maureen kepada Jean-Claude dengan suara pelan.

   Lelaki itu kemudian meninggalkannya sendirian, untuk merenungkan betapa masa lalu dan masa depannya jalin-menjalin dengan tempat yang paling kuno dan paling misterius ini.

   f Maureen dan Jean-Claude makan siang di sebuah desa kecil yang terletak di lembah Montsegur.

   Seperti yang ia janjikan, restoran itu menyajikan makanan ala Cathar.

   Menunya sederhana, umumnya terdiri dari ikan dan sayuran segar.

   "Ada pendapat keliru yang mengatakan bahwa masyarakat Cathar menerapkan pola makan vegetarian yang ketat. Padahal mereka makan ikan,"

   Kata Jean-Claude.

   "Mereka terlalu tekstual menyangkut aspek-aspek tertentu dalam kehidupan Yesus. Karena Yesus memberi makan banyak orang dengan roti dan ikan, maka mereka yakin bahwa mereka pun harus menyertakan ikan dalam menu makanan mereka."

   Maureen merasa makanan itu menyehatkan dan sangat menikmatinya.

   Sinclair benar.

   Jean-Claude sejarawan yang hebat.

   Maureen telah mengajukan segudang pertanyaan saat mereka berjalan menuruni gunung, dan Jean-Claude menjawab semuanya dengan sabar dan mendalam.

   Saat mereka duduk makan, Maureen dengan senang hati menjawab pertanyaanpertanyaan lelaki itu.

   Yang pertama yang ingin diketahui Jean-Claude adalah mimpi dan visi yang dialami Maureen.

   Sebelumnya, topik ini membuatnya sangat tidak nyaman.

   Namun beberapa hari terakhir di Languedoc, ia bersikap terbuka.

   Di sini, visivisi seperti yang ia alami bukanlah sesuatu yang aneh, hanya sekadar bagian kehidupan.

   Karena itulah Maureen merasa lega berbicara bersama orangorang yang menerima isu semacam ini.

   "Apakah kau mengalami visi ketika masih kecil?"

   Jean-Claude ingin tahu. Maureen menjawab dengan gelengan kepala.

   "Apakah kau yakin?"

   "Jika ya, aku sama sekali tidak ingat. Aku baru mengalaminya saat berkunjung ke Yerusalem. Mengapa?"

   "Hanya ingin tahu. Teruskanlah."

   Maureen menjelaskan pengalamannya secara panjang lebar.

   Jean-Claude mendengarkan dengan penuh perhatian sambil mengajukan pertanyaan di sela-sela cerita Maureen.

   Minatnya terkonsentrasi pada bagian visi penyaliban di Notre-Dame.

   Maureen menyadari hal ini.

   "Lord Sinclair juga berpendapat visi itu sangat penting."

   "Ya, tentu."

   Jean-Claude mengangguk.

   "Apakah ia bercerita tentang nubuat itu?"

   "Ya. Sungguh menakjubkan. Tapi aku agak gelisah karena ia sepertinya menganggap bahwa akulah Dia Yang Dinantikan dalam nubuat. Rasanya penampilanku tidak sesuai."

   Lelaki Prancis itu tertawa.

   "Tidak, tidak. Hal-hal semacam ini tidak bisa dipaksakan. Bisa benar bisa tidak, dan jika benar, itu akan segera terbukti. Berapa lama kau akan tinggal di Languedoc?"

   "Rencananya empat hari. Setelah itu kami akan pergi ke Paris beberapa malam. Tapi aku tidak yakin sekarang. Masih banyak yang perlu dilihat dan dipelajari di sini. Aku banyak mendapat informasi."

   Entah mengapa, Jean-Claude terlihat termenung saat mendengar ucapan Maureen tadi.

   "Apakah ada kejadian aneh semalam, setelah pesta? Sesuatu di luar kebiasaan? Mimpi yang lain dari yang lain?"

   Maureen menggelengkan kepala.

   "Tidak, tidak ada. Aku merasa lelah lalu tertidur pulas. Kenapa?"

   Jean-Claude mengangkat bahu kemudian meminta bon. Saat ia berbicara, nyaris seperti ditujukan pada dirinya sendiri.

   "Kalau begitu kemungkinannya bisa dipersempit."

   "Kemungkinan apa yang dipersempit?"

   "Oh, kalau kau tidak akan lama di sini, kami mesti memikirkan apa yang bisa kami lakukan untuk menentukan apakah kau keturunan La Paschalina atau bukan. Singkatnya, apakah kau adalah Dia Yang Dinantikan, yang akan memimpin kami menuju harta karun yang sangat rahasia, atau bukan."

   Ia mengedipkan mata menggoda pada Mauren, setelah itu menggeser kursi untuk mempersilakan gadis itu berdiri, dan mereka bersiap meninggalkan wilayah Montsegur yang sakral.

   "Sebaiknya aku mengantarmu kembali ke chateau sebelum Berenger memenggal kepalaku." ... Bagaimanakah memulai tulisan tentang suatu masa yang mengubali dunia? Sudah lama aku nrminggu untuk menuliskan ma karena aku senantiasa dihantui ketakutan seandainya hari itu tiba dan aku mesti memulai dari awal lagi. Selama bertahuntahun aku menyaksikannya dalam tidurku. berkali-kaJi. Namun mimpi itu enggan pergi sebelum membuatku tersiksa. Mei^embalikan semua itu dengan sengaja, tak pernah menjadi pilihanku. Karena meski aku telah memaafkan semua yang lelah menyebabkan penderitaan Easa. namun memaafkan tidak membuat kita nt lupakan. Barangkalimemangsudah seharusnya, karena hanya akulah yang tertinggal dan dapat nvnceritakan peristiwa yang sebenarnya terjadi di masa kegelapan. Ada orangorang yang berkata Easa yang merencanakannya, sedari a wal. Ini tidak tenar. Kejadian itulah yang direncanakan untuk Easa sedangkan ia menjalaninya dengan kekuatan dan kepatuhan kepada Tuhan, la minum dari cargkiryang disodorkan kepadanya dengan suatu keberanian dan keanggunan yang belum pernah disaksikan sebeliannya atau sejak itu. selam o/eh ibundanya. Hanyalah IbuNya. Maria Agung, yang mendengar panggilan Tuhan detigansamajemihnya. Dan hanya Ibunya yang menjawab 'lan itu dengan keberanian yang sama. Kita semua mesti terendah hati'meneladanikeagimgan mereka. INJIL ARQUES MARIA MAGDALENA KITAB MASA KECELAPAN Dua Belas Carcassonne, 25 Juni 2005 Tamara Wisdom dan Derek Wainwright tak tampak beda dengan pasangan-pasangan turis Amerika lain yang berada di luar tembok yang mengelilingi kota benteng Carcassonne. Saat Tammy menemui Derek di lobi hotelnya, Derek menciumnya dengan penuh hasrat. Sambil tersipu-sipu, Tammy mendorong Derek dengan lembut.

   "Masih banyak waktu untuk itu nanti, Derek."

   "Janji?"

   "Tentu saja."

   Tammy mengusap-usap punggung Derek untuk menegaskan janjinya.

   "Tapi kau tentu tahu betapa gila kerjanya aku ini. Setelah urusan itu tak lagi mengganggu pikiranku, kita bisa memiliki waktu seharian untuk ... bermain."

   "Baiklah, ayo kita pergi. Bagusnya aku saja yang mengemudi."

   Derek menggenggam tangan Tammy dan membimbingnya menuju tempat parkir dan mobil sewaannya. Ia melewati batas jalan kemudian memutar ke tembok kota lalu berbelok ke jalan yang membawa mereka semakin jauh ke dalam perbukitan.

   "Kau yakin aman?"

   Tanya Tammy. Derek mengangguk.

   "Mereka telah berangkat ke Paris pagi ini. Semuanya, kecuali ..."

   "Kecuali apa?"

   Derek terlihat ingin mengatakan sesuatu tapi tidak jadi.

   "Bukan apa-apa. Masih ada satu orang yang tinggal di Languedoc ini. Tapi ia sibuk hari ini, tidak mungkin berpapasan dengan kita."

   "Kau mau menjelaskan?"

   Derek tertawa.

   "Tidak sekarang. Mengambil peluang ini sekarang saja sudah terlalu berisiko bagiku. Apakah kautahu hukuman apa yang aku dapatkan jika tertangkap?"

   Tammy menggelengkan kepala.

   "Tidak, apa? Masa percobaan rahasia kedua?"

   Derek melirik sekilas kepadanya.

   "Meluculah sesukamu, tapi mereka ini tidak mainmain."

   Diangkatnya telunjuk tangannya ke arah tenggorokan sambil melakukan gerakan memotong.

   "Kau pasti bercanda."

   "Aku serius. Ganjaran membocorkan rahasia Persekutuan ke selain anggota adalah hukuman mati."

   "Apakah kasus itu pernah terjadi? Atau mungkin sekadar takhayul yang direkayasa agar rahasia organisasi tetap terjaga dan anggotanya bisa dikendalikan?"

   "Ada seorang Guru Keadilan baru sebutan untuk pemimpin kami dan orang ini ekstrem."

   Tammy berpikir serius beberapa saat.

   Beberapa tahun silam, dalam keadaan mabuk Derek mengungkapkan padanya bahwa ia adalah anggota Persekutuan rahasia tersebut.

   Tapi kemudian ia tutup mulut dan menolak berbicara lebih jauh.

   Tammy berusaha membujuknya agar mau berbicara saat di pesta.

   Akhirnya, perpaduan antara alkohol dan hasrat pada Tammy yang telah lama dipendam membuatnya membocorkan lokasi markas besar mereka yang terletak sedikit di luar Carcassonne.

   Atau setidaknya itulah yang ia pikir telah meluncur dari bibir Derek yang sedang meracau.

   Hari ini, Derek bahkan telah menawarkannya untuk melihat tempat keramat itu.

   Tapi jika Derek tidak berbohong tentang konsekuensi petualangan tersebut, itu bukan sesuatu yang diinginkan Tammy.

   "Dengar Derek, jika tindakan ini sangat berbahaya, aku tak ingin mendorongmu melakukannya. Sungguh. Aku dapat menggunakanmu sebagai narasumber anonim jika aku memutuskan untuk mengulas Persekutuan rahasia itu dalam proyekku. Lebih baik kita kembali saja ke Carcassonne dan makan siang. Kau aman mengungkapkan segalanya kepadaku di kafe pada siang bolong."

   Nah. Ia telah memberinya jalan untuk mengelak. Namun keputusan Derek membuat Tammy terkejut.

   "Oh , tidak. Aku ingin menunjukkannya padamu. Bahkan sekarang aku merasa tidak sabar untuk memperlihatkannya padamu."

   Tammy merasa gelisah mendengar nada bicaranya yang antusias.

   "Kenapa?"

   "Kaulihat saja nanti."

   F Derek memarkir mobil di belakang pagar tanaman, beberapa ratus meter dari gerbang masuk ke lokasi rahasia itu.

   Dengan hatihati mereka melangkah menyusuri jalan, berbelok ke jalan setapak sempit yang tak beraspal.

   Setelah beberapa ratus meter, tampaklah sebuah gereja kecil berdinding batu tempat para anggota Persekutuan mengadakan upacara keagamaan semalam.

   "Itu gerejanya. Kita ke sana jika kau mau."

   Tammy mengangguk, bertekad mengikuti dan melihat ke mana Derek membawanya.

   Tammy sudah mengenal Derek beberapa tahun belakangan, tapi selama ini mereka hanya berteman biasa.

   Kini Tammy sadar bahwa sebenarnya ia belum cukup mengenal Derek untuk dapat memastikan niat lelaki itu yang sesungguhnya.

   Sebelumnya ia mengira hasrat Derek padanya hanya hasrat lelaki biasa.

   Kalau itu, ia bisa menanganinya.

   Namun mendadak Derek bertekad bulat.

   Tammy belum pernah melihatnya seperti ini sebelumnya.

   Dan ini membuatnya takut.

   Untunglah Sinclair maupun Roland tahu ke mana ia pergi.

   Derek membimbingnya menuju sebuah bungalo di belakang gereja, mengeluarkan kunci dari kantongnya, lalu membuka pintu.

   Eksterior yang tak mengesankan mengelabui Tammy.

   Bagian dalam Gedung Persekutuan itu ternyata begitu besar dan penuh ornamen.

   Dihiasi kain mahal dan bingkai bersepuh emas, tiap kaki persegi bagian dindingnya ditutupi dengan karya seni.

   Semuanya adalah duplikat lukisan Leonardo da Vinci.

   Pada dinding di hadapannya, bagian yang pertama kali terlihat saat memasuki ruangan, berjejer duplikat dua versi Santo Yohanes Pembaptis karya Leonardo.

   "Ya, Tuhan,"

   Bisik Tammy.

   "Jadi memang benar. Leonardo seorang Yohanit. Seorang pelaku bidah."

   Derek tertawa.

   "Berdasarkan standar yang mana? Dalam keyakinan Persekututan, 'umat Kristen' yang mengikuti Kristus adalah pelaku bidah yang sesungguhnya. Kami menyebutnya 'Si Perampas', dan 'Si Pendeta Jahat'."

   Derek membuat gerakan 360 derajat ke arah berbagai karya seni dan berbicara dengan berwibawa. Tammy belum pernah melihatnya seperti ini.

   "Leonardo da Vinci adalah seorang Guru Keadilan pada masanya, seorang pemimpin Persekutuan kami. Ia percaya bahwa Yohanes Pembaptis adalah mesias yang sesungguhnya dan Yesus telah merebut posisinya lewat manipulasi kaum perempuan."

   "Manipulasi kaum perempuan?"

   Derek mengangguk.

   "Itu adalah fondasi tradisi kami. Salome dan Maria Magdalena berkomplot untuk membunuh mesias kami agar nabi palsu mereka bisa duduk di singgasana. Persekutuan menjuluki keduanya pelacur. Begitulah selalu dan selamanya."

   Tammy menatap Derek tidak percaya.

   "Apakah kau percaya pada semua itu? Bajingan, Derek, seberapa jauh kau meyakini filosofi macam itu? Dan tega-teganya kau menyembunyikan rahasia ini dariku?"

   Derek hanya mengangkat bahu.

   "Rahasia memang urusan kami. Sedangkan tentang filosofi, aku dibesarkan untuk memercayai hal itu dan mempelajari berbagai teks rahasia selama bertahuntahun. Kautahu, semuanya sangat meyakinkan."

   "Apanya?"

   "Berbagai materi yang kami miliki. Kami menyebutnya The True Book of the Holy Grail. Materi ini telah diwariskan sejak masa Romawi dari para pengikut sejati Sang Pembaptis. Di situ diungkapkan kejadiankejadian seputar wafatnya Yohanes dengan rinci. Kau akan melihat bahwa materi itu memang mengagumkan."

   "Bisakah aku melihatnya?"

   "Aku akan memberimu satu salinannya. Aku memiliki satu di kamar hotelku."

   Ada lebih dari sekadar sindiran halus dalam ucapan terakhirnya.

   Tammy menanamkan kesan dalam hati dan berusaha tidak terlihat takut.

   Ia sudah bisa menduga apa yang diharapkan Derek sebagai imbalan dokumen berharga tersebut.

   Tammy bergerak menjauh, berjalan pelan untuk melihat berbagai lukisan dalam ruangan itu.

   "Apakah kau melihat kesamaan dalam semua lukisan ini?"

   Tanya Derek.

   "Selain bahwa semuanya karya Leonardo?"

   Tammy menggelengkan kepalanya. Ia tak dapat melihat selain dari hubungan yang sudah jelas itu.

   "Tidak. Awalnya aku pikir semuanya gambar Yohanes Pembaptis, tapi ternyata tidak. Lukisan itu tampak seperti rincian peristiwa Perjamuan Malam Terakhir, tapi itu tidak masuk akal mengingat ucapanmu barusan. Mengapa lukisan itu disimpan di sini jika Persekutuan membenci Yesus karena menganggapnya seorang perampas dan menyalahkan Maria Magdalena atas kematian Yohanes?"

   "Begini,"

   Kata Derek, mengangkat tangan kanannya ke depan wajah dengan posisi khusus.

   Telunjuknya mengarah ke langit dan ibu jarinya menekuk ke atas, sementara ketiga jarinya yang lain ditekuk ke bawah.

   Tammy menatapnya dan menyadari bahwa salah seorang sahabat Yesus dalam lukisan fresco Leonardo yang terkenal juga membuat gerakan serupa tindakan itu seolah memberi ancaman ke wajah Yesus.

   "Apa artinya?"

   Tanya Tammy.

   "Aku telah melihat posisi tangan semacam itu sebelumnya, pada lukisan Yohanes Pembaptis di Louvre."

   Tammy menunjuk duplikat lukisan itu yang digantung di dinding.

   "Yang itu. Aku beranggapan ia menunjuk ke surga, ke arah langit."

   Derek berdecak, pura-pura kecewa.

   "Ayolah Tammy. Kau seharusnya tahu bahwa Leonardo tak pernah segamblang itu. Kami menyebutnya isyarat 'Ingat Yohanes', dan maknanya banyak. Pertama, jika kau perhatikan dari dekat, jari-jari itu membentuk huruf J, singkatan dari John (Yohanes). Telunjuk tangan kanan yang mengarah ke atas juga melambangkan angka satu. Jadi isyarat itu bermakna 'Yohanes adalah mesias pertama'. Oh, ada satu hal lagi yang lebih penting, sebuah relik."

   "Kau memiliki relik Yohanes?"

   Seringai Derek melebar.

   "Seandainya saja relik itu ada di sini sehingga aku bisa memperlihatkannya padamu. Tapi Guru Keadilan tak pernah membiarkannya berada di luar pengawasannya. Kami memiliki tulang jari telunjuk kanan Yohanes, jari yang menunjukkan isyarat khusus tadi. Isyarat itu telah menjadi kode rahasia kami di tengah-tengah masyarakat selama ribuan tahun. Dengan cara itu, para ksatria maupun bangsawan di abad pertengahan bisa saling mengenal tanpa diketahui orang lain. Cara itu masih kami gunakan hingga kini. Jari Yohanes kami gunakan dalam upacara pengukuhan. Demikian pula tengkorak kepalanya."

   Tammy langsung tertarik.

   "Kalian memiliki tengkorak Yohanes?"

   Derek tertawa.

   "Ya. Guru Keadilan menjemurnya setiap hari. Tengkorak itu adalah pusat seluruh ritual Persekutuan."

   "Bagaimana kautahu bahwa tengkorak itu benarbenar tengkorak Yohanes? Aku pikir kepalanya berada di Amiens, di sebuah katedral di sana."

   "Apakah kautahu berapa banyak tempat yang diklaim menyimpan benda-benda peninggalan Pembaptis? Percaya padaku, kami tahu bahwa yang kami pegang adalah relik yang asli. Relik itu diwariskan secara turun temurun sejak lama. Ada sebuah kisah menakjubkan di balik hal tersebut, tapi sebaiknya kau membacanya sendiri dalam The True Book of the Holy Grail. Lihat, ada lagi. Jari telunjuk itu muncul di setiap lukisan."

   Bahkan saat membicarakan topik sepenting ini, Tammy bisa menangkap bahwa rentang perhatian Derek terbatas.

   Belum selesai membahas satu topik, ia sudah melompat ke topik lainnya.

   Apakah ini disengaja? Apakah ia memiliki tujuan tertentu? Sebelum ini Tammy tidak menganggap Derek memiliki kecerdasan yang tinggi.

   Tapi sekarang, ada perasaan menakutkan bahwa ia telah meremehkan lelaki itu.

   Pikirannya berpacu saat ia berusaha tetap tenang.

   Apakah ia lelaki yang fanatik Mengapa selama ini ia tidak menyadari bahwa lelaki ini sangat teguh? Tammy berusaha tidak hanyut dalam pikiran menakutkan yang hampir saja merasuki kepala gagaknya yang cantik.

   Derek memimpinnya melewati beberapa lukisan, menunjukkan isyarat 'Ingat Yohanes' pada tiap lukisan itu.

   Pada lukisan diri Yohanes, Sang Pembaptis itu sendiri yang memeragakan gerak isyarat tersebut.

   Sedangkan pada lukisan Perjamuan Terakhir, yang melakukannya adalah salah seorang rasul, yakni Tomas, yang tampak jelas sedang kesal.

   "Beberapa orang rasul adalah pengikut Yohanes, jauh sebelum Yesus datang,"

   Derek memberitahu.

   "Bagian penting dari versi Perjamuan Terakhir ini adalah Yesus mengumumkan bahwa salah seorang di antara mereka akan mengkhianatinya. Tomas di sini menegaskan hal tersebut, dan memberitahukan sebabnya pada Yesus dengan menunjukkan isyarat 'Ingat Yohanes' sebagai peringatan untuk mengingat Yohanes. Bahwa nasib yang menimpa Yohanes akan menjadi nasibmu juga. Itulah yang ia sampaikan lewat gerakan telunjuknya di hadapan wajah rasul palsu. Kau akan menjadi martir seperti Yohanes, dan itulah balasannya."

   Tammy terkejut mendengar penafsiran baru dan menghebohkan terhadap salah satu lukisan paling masyhur di dunia. Ia tak dapat lagi menahan pertanyaan berikutnya.

   "Jadi barangkali kau tidak percaya bahwa Maria Magdalenalah yang duduk bersebelahan dengan Kristus dalam Perjamuan Terakhir."

   Derek meludah ke lantai sebagai jawabannya.

   "Itulah pendapatku tentang teori itu, juga tentang orangorang yang meyakininya."

   Derek meninggalkan lukisan Perjamuan Terakhir, tapi kuliah sejarah seninya kepada Tammy masih jauh dari selesai.

   Ia memimpin Tammy menuju dinding panjang yang memuat dua versi lukisan Madonna dafam Gua ( Madonna of the Rocks) yang masyhur karya Leonardo dan menunjuk ke lukisan di sebelah kanan.

   "Leo ditugaskan membuat sebuah lukisan tentang sang perawan dan putranya untuk Hari Raya Kehamilan Sucii. Tampaknya, lukisan itu tidak sesuai dengan keinginan Persaudaraan Kehamilan Suci. Mereka menolaknya. Namun lukisan ini menjadi karya klasik bagi Persekutuan, dan kami semua menyimpan satu duplikatnya di rumah."

   Lukisan itu menitikberatkan seorang perempuan suci sedang memangku seorang bayi dengan tangan kanannya. Sedangkan tangan kirinya mengusap kepala bayi lain yang duduk di bawahnya. Adegan tersebut diperhatikan oleh malaikat.

   "Tiap orang mengira bahwa perempuan itu adalah Maria, tapi mereka salah. Judul asli lukisan ini adalah Madonna of the Rocks, bukan Virgin of the Rocks, seperti yang kadang disebut sekarang ini. Perhatikanlah dari dekat. Perempuan itu adalah Elisabeth, ibunda Yohanes Pembaptis."

   Tammy belum yakin.

   "Apa yang membuatmu berpikir begitu?"

   "Pertamatama, karena tradisi Persekutuan. Kami tahu itulah yang benar."

   Jawaban itu terdengar angkuh dan tidak bisa ditawar-tawar lagi.

   "Tapi ada sejarah seni yang mendukung keyakinan kami. Leonardo bertikai hebat soal pembayaran lukisan dengan Persaudaraan. Jadi ia membalas dengan membuat mereka mengira bahwa lukisannya mengabadikan adegan tradisional seperti yang mereka pesan. Tapi sebenarnya ia membuat lukisan yang sesuai dengan falsafah kami untuk menampar mereka. Ia memang nakal. Banyak karya Leonardo yang sebenarnya 1 Tanggal 8 Desember, hari raya untuk memperingati terkandungnya bunda Maria secara tak bernoda. adalah caranya mengejek Gereja. Dan ia berkali-kali melakukannya dengan selamat karena ia jauh lebih cerdas dibandingkan para pengikut Paus Roma."

   Tammy berusaha tidak terlihat kaget mendengar kefanatikan Derek yang ditunjukkan secara terang-terangan.

   Ia belum pernah menyaksikan sisi kepribadian Derek yang seperti ini.

   Tammy semakin merasa tidak nyaman.

   Ia meraba sakunya dan merasa aman karena telepon genggamnya masih berada di sana.

   Terpikir olehnya untuk mengirim pesan SOS jika keadaan semakin menakutkan.

   Tapi ia bimbang.

   Sebagai seorang penulis sekaligus pembuat film, ia sedang dihadapkan pada kesempatan besar apakah ia berani mengambilnya? Derek maju terus dengan kisah idolanya, Leonardo.

   "Apakah kautahu bahwa Mona Lisa sesungguhnya adalah lukisan diri sendiri? Leonardo membuat sketsa dirinya lalu mengubahnya menjadi lukisan seperti yang kita kenal sekarang ini. Semua itu hanya lelucon baginya. Dan sekarang kita menjadi korban leluconnya, lihat saja orang yang rela mengantri berjamjam untuk melihat lukisan tersebut. Kautahu, Leonardo membenci perempuan karena ibunya. Ia bahkan menambah sejumlah batasan bagi perempuan dalam Persekutuan sebagai cara menghukum mereka atas penderitaannya semasa kecil. Batasan itu menjadi sebuah amandemen dalam The True Book of the Holy Grail. Baca saja nanti."

   Derek menguraikan sejarah singkat Leonardo.

   Bahwa sang seniman diabaikan oleh ibu kandungnya dan mengalami masa kanakkanak yang suram bersama ibu tiri yang keras.

   Bahkan hubungan Leonardo dengan wanita yang terdokumentasikan seluruhnya bersifat negatif jika tidak traumatis.

   Kebenciannya terhadap perempuan telah diteliti dengan sangat baik oleh para ahli sejarah yang juga melaporkan bahwa sang seniman pernah dipenjara karena melakukan sodomi.

   Namun kutukan yang paling menodai reputasinya terjadi saat Leonardo mengadopsi seorang bocah lelaki berusia sepuluh tahun sebagai siswa magangnya dan mengasuhnya sebagai seorang sahabat selama bertahuntahun.

   Meski kehidupan pribadinya sarat dengan skandal, Leonardo berusaha tidak terlibat masalah dengan pihak berwenang.

   Caranya dengan melukis untuk Gereja dan bersandar pada sejumlah hartawan yang kerap membantunya.

   "Setiap dipaksa melukiskan seorang perempuan, seperti Mona Lisa, ia mengubahnya menjadi lelucon, kebanyakan untuk menghibur dirinya sendiri. Begitulah caranya menghadapi tekanan melukis sesuatu yang tidak ia sukai."

   Derek kembali ke Madonna of the Rocks.

   "Setahu kami, satusatunya perempuan yang ia hormati adalah Elisabeth, seorang perempuan dan ibu yang sempurna. Perempuan terhormat sejati. Lihat, di sini ia sedang menggendong bayi, anaknya. Jelas bayi itu adalah Yohanes."

   Tammy mengangguk. Bayi yang meringkuk dalam dekapan perempuan itu tak diragukan lagi memang Yohanes Pembaptis.

   "Sekarang lihatlah tangan kiri Elisabeth. Ia mendorong bayi Kristus menjauh, artinya bayi itu lebih rendah dibandingkan putranya sendiri. Leonardo bahkan secara fisik menempatkan Yesus di bawah Yohanes untuk menunjukkan kerendahannya. Dan akhirnya, lihatlah mata malaikat Uriel. Siapa yang ditatapnya dengan penuh kasih? Kaulihat pada lukisan pertama? Ia menunjuk ke Yohanes, selain menunjukkan simbol 'Ingat Yohanes'.

   "Komunitas Kehamilan Suci tidak menyukai lukisan yang asli karena jelas menyuarakan pesan kaum Yohanit. Mereka memaksa Leo membuat lukisan kedua dan mendesaknya untuk membuat lingkaran suci di atas kepala Maria dan Yesus, dan malaikat tidak menunjuk ke Yohanes. Perhatikanlah lukisan ini. Kau bisa melihat bahwa mereka mendapatkan yang mereka minta, kurang lebih. Ada lingkaran suci di atas kepala Maria dan Yesus, tapi begitu pula Yohanes. Selain itu, ia juga menambahkan tanda pembaptisan pada Yohanes untuk memperjelas siapa dia sesungguhnya, selain untuk memberinya otoritas yang lebih besar. Dalam kedua lukisan ini, Yesus melimpahkan berkahnya kepada Yohanes. Jadi, setelah melihat kedua lukisan ini, menurutmu siapa yang dianggap sebagai mesias sejati sekaligus nabi oleh Leonardo?"

   Tammy menjawab dengan jujur.

   "Yohanes Pembaptis. Jelas sekali."

   "Tentu saja. Malaikat Uriel yang agung menegaskan keunggulan sang Pembaptis, begitu juga ibunda Yohanes. Dalam tradisi kami, Elisabeth dipuja seperti para pengikut Kristen sesat memuja ibunda Yesus. Para putri kami dibesarkan mengikuti citra Elisabeth, untuk menjadi Putri Keadilan."

   Tammy mengangkat alis.

   "Apa maksudnya?"

   Derek tersenyum lebar dan bergerak mendekati Tammy.

   "Maksudnya, agar kaum perempuan tahu posisinya, yaitu untuk patuh dan berbakti kepada lelaki. Tapi kautahu, peraturan ini tidak seburuk kedengarannya. Jika mereka memiliki putra, mereka berhak menyandang predikat 'Seorang Elisabeth' dan diperlakukan layaknya ratu. Seharusnya kau melihat berlian yang diberikan kepada ibu kami. Percayalah, jika kau menyaksikan sendiri keistimewaan yang diperoleh ibuku selama hidupnya, kau tak akan merasa iba sama sekali."

   "Dan kau mendukung ide perempuan sebagai kaum rendahan?"

   Tammy berusaha tegar, tidak menunjukkan kegugupannya yang menjadijadi.

   "Seperti yang sudah kukatakan, aku dibesarkan dengan ide semacam itu. Dan tak ada masalah bagiku."

   Ia mengangkat bahu. Tammy menggelenggelengkan kepala, lalu tertawa, sebagian karena ironi sebagian lagi karena kecemasan yang meningkat.

   "Kenapa?"

   Tanya Derek.

   "Aku sedang berpikir tentang ruangan ini, dengan seluruh pemahaman keagamaan da Vinci yang menyimpang, sebagai tandingan dari ruangan Sinclair, dengan segala penyimpangan pemahaman agama Botticelli. Ini seperti 'Pertarungan Maut Renaisans. Leonardo melawan Sandro'."

   Derek tidak tertawa.

   "Memang lucu jika kenyataannya tidak sangat serius. Persaingan antara keturunan Yohandes dengan keturunan Yesus telah mengakibatkan pertumpahan darah. Bahkan masih banyak akibat lain yang masih terjadi hingga kini, lebih dahyat dibandingkan yang bisa kau bayangkan."

   Tammy menatap Derek, pura-pura bingung. Dia tahu persis ke mana arah pembicaraan tentang Yohanes. Tapi ia tak ingin Derek tahu. Dengan polos Tammy bertanya.

   "Keturunan Yohanes?"

   Derek terlihat kaget.

   "Tentu saja. Jangan bilang kau tidak tahu."

   Tammy mempertahankan sikap, ia menggelengkan kepala.

   "Tidak, aku belum pernah mendengar."

   Ekspresinya membuatnya Derek melanjutkan penjelasan.

   "Ayolah, masa kamu tak tahu bahwa Yohanes memiliki seorang putra? Karena itulah Persekutuan ini dibentuk, oleh keturunan Yohanes. Baiklah, kisahnya memang panjang karena sebagian di antaranya akhirnya dikhianati oleh para Paus dan pengikut Kristus, seperti Medicis."

   Dia menunjukkan ekspresi jijik ketika menyebutkan mata rantai pertama keluarga Itali.

   "Bahkan Leonardo sendiri mengabdi pada musuh di akhir hayatnya, meskipun menjadi tawanan di Prancis bukan keinginannya. Tapi yang lainnya, garis keras, membentuk Persekutuan. Dan sekarang, setelah dua ribu tahun berlalu, yang di hadapanmu ini adalah buyut Yohanes Pembaptis."

   F Tammy dihadapkan pada kenyataan menyeramkan yang tak bisa ia hindari.

   Bahwa pada akhirnya ia harus menyerah di kamar hotel Derek bahkan lebih buruk lagi.

   Tapi tak ada jalan lain.

   Dia harus mendapatkan buku True Book of the Holy Grail dan mengetahui seperti apa sebenarnya para putra Yohanes.

   Tammy mendapat kesempatan menjadi orang pertama di luar Persekutuan yang akan memperoleh informasi langka ini.

   Ia tidak mau menyia-nyiakannya.

   Tekadnya jauh lebih kuat dibandingkan yang mereka bayang kan, dan mustahil ia menyerah sebelum mendapatkan buku itu.

   Demi filmnya yang akan datang dan demi sahabat-sahabatnya di Apel Biru.

   Dan di atas semuanya, demi Roland.

   Tentu saja, Roland tak boleh tahu sejauh mana dia berusaha mendapatkan dokumen tersebut.

   Dia harus mereka-reka kisah agar Roland percaya.

   Tammy bersyukur karena sopir dari Chateau des Pommes Bleues telat menjemputnya sore itu.

   Dengan begitu ia memiliki waktu untuk mengarang cerita dalam perjalanan pulang ke Arques.

   Tammy mendesak untuk makan siang sebelum mereka kembali ke hotel Derek, dilanjutkan dengan memesan banyak sekali anggur Pays d'Orc berwarna rubi.

   Ia menyaksikan Derek menenggak segenggam penuh obat untuk melawan mabuk, dan ia merasa memiliki secercah harapan bahwa campuran beberapa pil dengan anggur itu barangkali akan membuat seorang Derek menjadi lebih jinak, atau malah tidak sadar sekalian.

   Usai makan, Derek mengaku bahwa ia menceritakan berbagai rahasia Persekutuan kepada Tammy supaya gadis itu mengangkatnya dalam tulisan maupun film.

   Jadi, meski namanya tidak disebutkan ia memang memiliki tujuan tertentu, tapi ia tidak gila ia ingin ada seseorang yang mengungkapkan fakta-fakta di balik Persekutuannya.

   "Tapi mengapa?"

   Tammy bertanya.

   Menurutnya, ini tidak masuk akal.

   Derek begitu menyatu dalama Persekutuan dan sangat jelas ia begitu dipengaruhi ajaran-ajarannya.

   Bahkan sebagian kemakmuran yang diperoleh keluarganya berasal dari Persekutuan.

   Lalu mengapa Derek ingin mengkhianati mereka? "Dengar, Tammy,"

   Derek menyorongkan tubuhnya ke meja dan berbisik kepadanya.

   "aku bersedia bercerita banyak padamu segala sesuatu yang menyangkut kejahatan berat. Bahkan pembunuhan. Tapi jangan sampai orang lain tahu akulah yang mengungkapkannya, atau aku akan mati."

   "Aku masih belum mengerti,"

   Jawab Tammy.

   "Mengapa sekarang kau berbalik arah dari organisasi yang begitu pentingnya bagimu dan keluargamu?"

   "Ini karena Guru Keadilan yang baru,"

   Sambar Derek.

   "Cromwell. Dia bajingan gila dan dia akan membawa kami semua hancur bersamasama. Sebenarnya aku setia, aku tidak sedang berkhianat. Satusatunya harapan kami untuk menyelamatkan Persekutuan adalah dengan menendangnya keluar sebelum dia menimbulkan kerusakan permanen. Aku ingin kau mengulas tentang dia, bukan tentang Persekutuan. Buat agar dia terlihat seperti meriam yang tidak terkendali, seperti seorang fanatik yang gila."

   "Mengapa kau memercayai aku untuk melakukan semua ini?"

   Tammy semakin tidak tenang. Situasi menjadi jauh lebih mencekam dibandingkan yang ia duga, dan juga jauh lebih gelap dibandingkan yang ia inginkan. Derek terlihat optimis saat mengelus tangan Tammy dengan jemarinya.

   "Karena kau ambisius dan kau tentu senang mendapatkan informasi eksklusif semacam ini untuk buku atau filmmu. Dan karena aku memiliki kekayaan yang jumlahnya sebanding dengan GNP beberapa negara merdeka. Dan kautahu aku bersedia menulis cek untuk mendanai proyek ini, berapa pun besarnya. Benar, 'kan?"

   Tammy tersenyum dan menggenggam tangan Derek, sambil berusaha tidak terlihat muak. Dia harus memainkan peran ini, sesederhana itu.

   "Tentu saja."

   Yang tidak Derek ungkapkan dalam pembicaraan tersebut adalah bahwa delegasi Amerika telah berencana melakukan kudeta dalam Persekutuan.

   Pertamatama, mereka harus merapikan beberapa simpul yang longgar di Eropa dengan jalan menghabisi beberapa pemain kuat di sana.

   Ayah Derek, Eli Wainwright, dipertimbangkan untuk menjadi Guru Keadilan yang berikutnya berarti Derek adalah calon pemimpin berikutnya jika mereka berhasil menetralisir struktur kekuatan Eropa.

   Derek Wainwright kemudian tersenyum, dengan ekspresi licik seorang pemangsa.

   Selama ini dia telah mempermainkan Tammy.

   Jika Tammy berpikir bahwa ia telah membodohi dirinya sendiri dengan membocorkan rahasia Persekutuan lantara termakan siasat keperempuanan Tammy, maka gadis itu keliru.

   Justru dialah jalang bodoh yang pantas dimanfaatkan, persis seperti yang diinginkan Derek.

   Betapapun, ini adalah cara yang cukup menyenangkan untuk mengakhiri senja.

   Dan bukankah jalang mungil ini telah sekian lama menyenangkan dirinya? f Tammy berusaha tidak membangunkan Derek saat ia mengumpulkan barangbarang miliknya.

   Dia harus segera pergi dari sini, tak sabar rasanya untuk kembali ke chateau yang damai kemudian mandi sepuas hati.

   Tammy bertanya-tanya dalam hati, berapa lama ia harus menggosok tubuhnya agar aroma tubuh lelaki anggota fanatik Persekutuan itu hilang.

   Tammy bersyukur karena terhindar dari kemungkinan terburuk.

   Ia sudah memperhitungkan dengan seksama jumlah obat yang ditelan Derek, ditambah pengaruh anggur dan keletihan, menyebabkan Derek tidak sadarkan diri ketika mereka kembali ke kamar hotel.

   Pada awalnya memang terasa licik.

   Derek tampak seperti kerbau dicocok hidungnya saat mereka sampai di kamar.

   Tapi dengan cekatan Tammy mengalihkan perhatiannya ke sesuatu yang menjadi obsesinya.

   menjatuhkan sang musuh, John Simon Cromwell.

   Tammy menekankan bahwa dia butuh informasi sebanyak mungkin jika dia dijadikan mitra permainan yang sangat berbahaya itu.

   Derek menepati janjinya, bahkan lebih.

   Berbagai dokumen, rahasia, dan gambaran mendetail yang mengejutkan tentang pembunuhan brutal di Marseille beberapa tahun silam, ia ungkapkan.

   Tammy berusaha sekuat tenaga agar tidak tampak mual saat Derek menceritakan proses eksekusi seorang lelaki Languedoc.

   Kepala lelaki itu dipenggal dan tubuhnya dimutilasi, telunjuk kanannya dipotong sebagai tanda balas dendam Persekutuan.

   Informasi tentang tindakan semacam itu sangat dibenci Tammy dalam kondisi apa pun.

   Apalagi lelaki yang dibunuh itu ia kenal.

   Dia adalah mantan Pemimpin Utama Perkumpulan Apel Biru.

   Tammy tak boleh terlihat mengetahui kejahatan yang diceritakan Derek.

   Ia sudah ekstra hatihati menjaga wajahnya tetap tanpa ekspresi.

   Tammy merangkak mencari barang-barangnya sambil berusaha menyelinap keluar dari kamar Derek.

   Tapi ia manbrak lampu meja sehingga menimbulkan bunyi keras.

   Derek membalikkan tubuhnya mendengar bunyi ini dan Tammy menyumpah-nyumpah dirinya sendiri.

   "Hei,"

   Gumam Derek, masih mengantuk.

   "kau mau pergi ke mana?"

   "Mobil Sinclair sudah menjemputku untuk kembali ke Arques. Aku harus kembali ke sana malam ini untuk makan malam bersama Maureen."

   Derek berusaha duduk, memegang kepalanya, lalu mengerang. Dia terjatuh dengan punggung terlebih dahulu dan berkata.

   "Oh, Maureen. Sial, aku hampir lupa memberitahu."

   Tammy menjadi kelu.

   "Apa?"

   "Mungkin dia dalam kesulitan hari ini."

   "Kenapa?"

   "Ia pergi hari ini bersama Jean-Claude de la Motte, bukan?"

   Tammy mengangguk, berpikir secepat mungkin, berusaha membayangkan maksud pertanyaan itu. Derek berguling dan meregangkan badannya dengan lemas.

   "Buka matamu. Jean-Claude adalah anggota kelompok kami. Atau seharusnya aku katakan salah seorang di antara mereka. Dia tangan kanan Guru Keadilan yang keras kepala itu sekaligus kepala divisi Perancis. Ia menduduki posisi tersebut sejak kecil. Bahkan nama sebenarnya bukan Jean-Claude, tapi Jean-Baptiste."

   Derek berhenti sesaat untuk tertawa atas lelucon kecil ini lalu melanjutkan.

   "Tapi mungkin ia tidak akan melukainya. Belum. Mereka terlalu bernafsu untuk mengetahui apakah Maureen bisa menemukan harta karun saat dia berada di sini. Dan kita berdua tahu, kemungkinan semacam itu ada batas waktunya."

   Kepala Tammy serasa berputar.

   Dia tidak bisa berpikir bahwa Jean-Claude seorang pengkhianat, tidak secepat ini.

   Lelaki itu sahabat Sinclair dan Roland sejak lama dan sepertinya mereka memercayainya.

   Sudah berapa lama penyusupan ini berlangsung? Tapi ada hal lain yang mengganggunya, dan dia harus tahu.

   Tammy berdoa agar tidak terlihat gemetaran seperti yang sebenarnya ia rasakan.

   Ia melontarkan pertanyaan sambil berpura-pura tenang.

   "Berdasarkan sejarah, Dia Yang Dinantikan dihabisi sebelum harta karun itu terungkap. Mengapa kali ini berbeda? Seandainya Jean ... Baptiste dan pemimpinmu percaya bahwa Maureen adalah orang dalam nubuat, mengapa mereka tidak segera menyingkirkanya sebelum ia bisa menuntaskan perannya? Seperti yang mereka lakukan terhadap Joan dan Germaine?"

   Derek menguap.

   "Sebab mereka ingin gadis itu menunjukkan jalan untuk mendapatkan kitab Magdalena dulu, baru kemudian ia disingkirkan, untuk selamanya. Setelah itu, temanmu akan menjadi sejarah juga sebelum ia sempat menuliskan kejadian tersebut."

   "Mengapa kau menceritakan rahasia ini kepadaku?"

   Tammy hatihati bertanya.

   "Sebab aku ingin Jean-Baptiste juga hancur bersama pemimpinnya. Dan bisa kubayangkan, jika Pemimpin Agungmu, Sinclair, sadar bahwa ia telah dikelabui, maka dialah yang akan menyingkirkan katak menyusahkan itu bagiku."

   Ingin rasanya Tammy berteriak kepada Derek saat itu juga.

   Berteriak bahwa Sinclair dan anggota perkumpulan lainnya tidak sama dengan Derek dan temanteman Persekutuannya yang penuh kebencian.

   Tapi Tammy tidak berani mengucapkan sepatah kata pun yang bisa mem bahayakan jiwanya sebelum ia keluar dari pintu dengan selamat.

   Derek belum selesai.

   "Omong-omong, jika aku adalah kamu, aku pasti akan mengeluarkan si rambut merah itu dari Languedooc sesegera mungkin."

   Tammy berbalik ke arah pintu tapi kemudian berhenti. Ada pertanyaan terakhir yang harus ia ajukan. Ia harus tahu, seberapa jauh Derek mengelabuinya selama beberapa tahun ini.

   "Bagaimana perasaanmu tentang semua ini?"

   Tanyanya pelan.

   "Sama sekali tidak peduli,"

   Jawab Derek, merasa luar biasa bosan dan ingin segera kembali tidur akibat anggurnya.

   "Walaupun temanmu itu kelihatannya cukup baik, tetap saja dia keturunan Yesus. Jadi dia musuh biologisku. Begitulah. Mungkin kau tidak paham, tapi latar belakang keyakinan kami sangat panjang. Mengenai penemuan gulungan naskah oleh si jalang itu, tampaknya semua orang yakin kali ini bakal terjadi. Sebab temanmu itu cocok dengan seluruh kriteria dalam nubuat. Bukan cuma sebagian saja. Tapi aku sendiri tidak khawatir. Lagi pula, apa masalahnya?"

   Derek tertawa sejenak lalu berbaring ke samping, bertumpu pada sikunya agar bisa memandang Tammy.

   "Kautahu, lucunya tidak seorang pun menginginkan isi gulungan kertas itu. Vatikan tidak menginginkan naskah itu karena isinya, tidak juga para pemeluk Kristen pada umumnya. Para sejarawan pun tidak sebab pusaka itu membuat seluruh peneliti ilmiah dan para sarjana Alkitab terlihat seperti sekumpulan idiot. Jadi kemungkinannya musuh kami sendiri yang akan menguburkan naskah itu sebelum masyarakat luas mengetahui isinya. Dengan begitu kami tidak perlu repot-repot mengurusinya begitulah aku melihat persoalan ini."

   Derek menguap lagi. Seolah topik itu terlalu menjemukan untuk dibicarakan lebih lanjut, ia kembali membalik punggungnya sambil menambahkan.

   "Tentu saja, kami benci karena naskah itu memuat berbagai kebohongan tentang Yohanes Pembaptis. Dan karena naskah itu ditulis oleh seorang pelacur."

   F Tammy ingin kabur dari hotel, menjauh dari Derek beserta filosofi penuh kebenciannya secepat mungkin.

   Dia mencengkeram erat telepon selulernya lalu menariknya keluar dari sakunya begitu sudah berada di luar.

   Tak ada waktu lagi untuk berpikir, tak ada waktu untuk melakukan apa pun selain mencari tahu di mana Maureen sekarang ini.

   Tammy menekan tombol speed dial ke Roland dan merasa ingin menangis saat mendengar suara pria itu yang menenangkan dengan aksen Occitannya.

   Hubungan telepon sangat buruk sehingga ia mesti berteriak beberapa kali agar bisa terdengar.

   "Maureen! Di mana Maureen sekarang, apakah kau tahu?"

   Sial! Jawaban Roland tak terdengar. Tammy kembaliberteriak.

   "Apa? Aku tak bisa mendengarmu. Berteriaklah, Roland. Berteriaklah supaya aku bisa mendengarmu."

   Roland berteriak.

   "Maureen. Ada. Di sini."

   "Kau yakin?"

   "Ya. Dia mencarimu tadi, dia...."

   Hubungan terputus.

   Itu sudah cukup, pikir Tammy.

   Aku tak ingin menjelaskan apa pun pada Roland sebelum aku memikirkan semuanya.

   Selama Maureen aman di Chateau des Pommes Bleues, berarti ada waktu untuk kembali bersama.

   Ia akan menemui Sinclair sebelum makan malam untuk menyusun strategi.

   Tammy mengecek waktu pada telepon selulernya.

   Dia dijadwalkan bertemu dengan sopirnya kurang dari setengah jam lagi di dekat gerbang kota.

   Jaraknya sebenarnya tidak begitu jauh dari tempat dia berada saat ini.

   Tapi Tammy merasa lemas dan tidak yakin apakah ia bisa sampai di tempat itu dengan cepat karena kakinya gemetar.

   Ia mulai berjalan, mencoba bernapas dengan tenang sambil menimbang-nimbang seluruh informasi mengejutkan dari dan tentang Derek.

   Saat merasa segalanya mulai terang, Tammy merasa perutnya bergejolak.

   Dilihatnya taman sebuah kotel kecil di depannya.

   Tammy berlari dan sampai di rerumputan tepat pada saat ia tak sanggup lagi menahan muntah.

   Chateau des Pommes Bleues 25 Juni 2005 Maureen merasa sangat bersalah telah mengabaikan Peter.

   Tapi saat ia kembali setelah bepergian bersama Jean-Claude, Peter entah berada di mana.

   "Aku tidak melihat Abbe sejak pagi,"

   Roland memberitahu.

   "Dia terlambat sarapan, tak lama kemudian ia pergi dengan mobil sewaanmu. Tapi sekarang hari Minggu. Barangkali ia ke gereja? Di daerah ini banyak gereja."

   Maureen mengangguk, tidak memikirkan hal itu lebih jauh.

   Peter lancar berbahasa Prancis, jadi masuk akal jika dia berencana pergi ke keramaian lalu melihat pemandangan kawasan ini yang menakjubkan.

   Rencananya, ia akan makan malam di chateau bersama Tammy.

   Sesuatu yang ia tunggutunggu, tapi tanpa melukai perasaan Peter.

   Maureen bertanya kepada Roland.

   "Apakah kautahu bagaimana menghubungi Tamara Wisdom? Aku lupa apakah ia mempunyai telepon seluler."

   "Oui, dia punya. Aku bisa mengontaknya untukmu sebab aku juga ingin meminta sesuatu kepadanya untuk Lord Berenger. Apakah ada masalah?"

   "Tidak, aku hanya ingin tahu apakah dia tidak keberatan jika Peter bergabung bersama kami saat makan malam."

   "Aku yakin tidak masalah, Mademoiselle Paschal. Dan sejujurnya, aku yakin dia berharap Abbe hadir. Ia memintaku menata makan malam untuk kalian berempat pada jam delapan."

   Maureen mengucapkan terima kasih pada Roland dan kembali ke kamarnya.

   Dia berhenti dulu di depan pintu kamar Peter dan mengetuk tak ada jawaban.

   Diputarnya pegangan pintu yang mengilat dan didorongnya pintu perlahan hingga terbuka.

   Maureen menelengkan kepalanya untuk mengintip.

   Perlengkapan Peter Alkitab bersampul kulit dan rosari kristalnya tergeletak rapi di samping tempat tidur.

   Tapi Peter tidak ada.

   Maureen kembali ke kamarnya yang bagaikan istana lalu mengeluarkan buku catatannya yang bersampul tebal.

   Ia ingin menuangkan pengalamannya mengunjungi Montsegur saat ingatannya masih segar.

   Tapi setelah membuka kait elastis buku catatannya dan mulai membuka-buka halaman buku, ia merasa terkejut dengan gambaran lain kemartiran yang melintas di benaknya.

   f Dalam kunjungannya ke Tanah Suci, Maureen mendaki lereng gunung yang berbatu di kawasan Laut Mati.

   Ia memanjat bersama beberapa orang pencari spiritual.

   Ia sendiri tidak tahu pasti, apa yang mendorongnya untuk melakukan pendakian sesulit ini.

   Bahkan belum lagi siang, panasnya terasa menyengat.

   Pendaki lain yang menempuh jalur yang sama dengannya pagi itu seluruhnya orang Yahudi.

   Bagi mereka, perjalanan ini adalah suatu ziarah yang nyata dan menggugah perasaan.

   Maureen tidak bisa mengklaim bahwa perjalanannya dilandasi alasan warisan atau agama seperti itu.

   Beberapa kali ia berhenti di jalan yang menanjak untuk mengagumi kilauan cahaya dan warna yang luar biasa indah yang seolah menari-nari di bentang alam yang terang bak bulan dan mencuatkan cahaya kristal garam perairan yang tenang.

   Pemandangan ini menggugah hatinya, memberinya kekuatan untuk memaksa otot-ototnya yang sudah loyo untuk menanjak lebih jauh ke atas bukit.

   Maureen mendengarkan penggalan pembicaraan para peziarah lain saat mereka mendaki.

   Ia tidak mengerti bahasa Ibrani, tapi semangat mereka menempuh perjalanan ini sungguh nyata.

   Ia bertanya-tanya, apakah mereka sedang membicarakan para martir Masada yang lebih memilih maut dibandingkan hidup dalam perbudakan atau menyerahkan perempuan dan anakanak mereka dalam perbudakan dan penindasan bangsa Romawi.

   Sesampainya di puncak, ia mengamati reruntuhan yang dulunya benteng besar.

   Maureen menelusuri ruangan-ruangan dan dinding-dinding yang telah hancur.

   Karena wilayah reruntuhan itu sangat luas, segera saja ia mendapati dirinya sendirian, terpisah dari para peziarah lain yang menjelajahi bagian lain situs suci itu dengan alasan masingmasing.

   Ada kesunyian mencekam di tempat ini.

   Ada kesenyapan yang tenang bagaikan puing di dalam reruntuhan itu sendiri, yang senyata bebatuan.

   Ketika menatap lekat reruntuhan mosaik Romawi tersebut, ia merasa larut dalam sensasi.

   Lalu, ia melihat dirinya.

   Peristiwa itu terjadi dengan cepat dan tanpa diundang, sebagaimana berbagai visi sebelumnya.

   Ia tak lagi bisa mengingat kembali bagaimana ia tahu ada seorang bocah perempuan di sana.

   Ia hanya tahu, ada keberadaan lain di ruangan tersebut.

   Sekitar sepuluh kaki darinya, seorang anak yang tak lebih dari empat atau lima tahun sedang menatapnya dengan matanya yang bulat dan hitam.

   Pakaiannya compangcamping dan kotor.

   Air mata bercampur lumpur melumuri wajahnya.

   Bocah itu tidak berbicara, tapi dalam momen itu Maureen tahu bahwa namanya Hannah.

   Dan bahwa ia telah menyaksikan berbagai kejadian yang tidak selayaknya disaksikan seorang anak.

   Maureen juga tahu bahwa entah dengan cara bagaimana anak itu selamat dari tragedi Masada yang tak terperikan.

   Anak itu telah pergi dan membawa kisahkisah itu bersamanya.

   Itulah amanatnya, untuk menyebarkan peristiwa sesungguhnya yang terjadi di sana kepada kaumnya.

   Maureen tidak tahu, sudah berapa lama bocah itu berada di hadapannya.

   Ada kesan, waktu tidak mengada dalam visivisinya.

   Apakah beberapa menit? Detik? Ataukah abadi? Belakangan Maureen berbincang-bincang dengan salah seorang pemandu wisata dari Israel di Masada.

   Lelaki tersebut masih muda dan bersikap terbuka.

   Maureen merasa terkejut sendiri karena menceritakan pengalaman itu kepada lelaki yang belum dikenal.

   Lelaki itu mengangkat bahu.

   Menurutnya, menyaksikan hal-hal semacam itu di tempat yang menggugah perasaan bukanlah sesuatu yang tidak wajar atau tidak lumrah.

   Ia menjelaskan bahwa ada beberapa legenda tentang orangorang yang selamat dari tragedi Masada.

   Mereka adalah seorang perempuan dan beberapa anak kecil yang kemudian bersembunyi di sebuah gua dan akhirnya melarikan diri, membawa kisah nyata bersama mereka dan mengungkapkannya dengan cara mereka sendiri.

   Maureen yakin bahwa si kecil Hannah adalah salah seorang di antara anakanak kecil itu.

   Sejak hari itu, Maureen sering bertanya sendiri, mengapa ia mengalami visi, mengapa kejadian itu menimpanya.

   Ia merasa tidak layak, tidak pantas mengalami perjumpaan dengan sejarah yang begitu suci bagi masyarakat Yahudi.

   Tapi setelah pengalamannya di Montsegur, semuanya mulai menyatu membentuk pola yang indah sehingga Maureen akhirnya mulai mengerti.

   Si kecil Hannah dan gadis Cathar yang dikenal sebagai La Paschalina berkerabat.

   Setidaknya dalam jiwa, jika bukan hubungan darah.

   Mereka adalah anakanak yang tertinggal untuk melanjutkan dan menyimpan kisah tersebut bersama mereka, sehingga kebenaran tak akan pernah hilang.

   Adalah takdir mereka untuk menjadi guru-guru kemanusian paling suci.

   Gadis-gadis kecil ini, dan siapa pun mereka setelah dewasa, membentuk sejarah dan pertahanan umat manusia.

   Pengalaman mereka tidak berbatas.

   Kisah mereka menjadi milik semua orang, tanpa memandang identitas etnis maupun keyakinan keagamaan.

   Dengan mencamkan hubungan itu, tidak bisakah kita samasama menyadari bahwa pada hakikatnya kita semua berasal dari satu suku? Maureen membisikkan terima kasih kepada Hannah dan La Paschalina setelah ia mengisi buku catatannya.

   f Tammy berlari menuju chSteat/, berharap tidak bertemu siapa pun sebelum ia membersihkan diri.

   Ia sangat lelah dan merasa tiap jengkal tubuhnya kotor.

   Tapi kesendirian tidak bisa diperoleh dengan mudah.

   Langkahnya terhenti oleh kehadiran Roland sebelum ia sampai di pintu kamar, Roland membukakan pintu baginya lalu ikut masuk.

   "Apakah kau baikbaik saja?"

   Tanyanya penuh perhatian.

   "Aku baikbaik saja."

   Tammy telah berlatih mengucapkan skenario dalam kepalanya sepanjang perjalanan.

   Tapi tatapan lelaki Occitan bertubuh besar itu membuat hatinya luluh.

   Dia merasa begitu lega karena sudah berada di tempat ini.

   Aman berada di rumah dan aman bersamanya, sehingga ia menjatuhkan dirinya ke tubuh kukuh Roland dan menangis.

   Roland terpana.

   Belum pernah ia menyaksikan kerapuhan perempuan ini.

   "Tamara, apa yang telah terjadi? Apakah dia menyakitimu? Kau harus menceritakannya padaku."

   Tammy berusaha menenangkan diri. Ia berhenti menangis dan menatap Roland.

   "Tidak, ia tidak menyakitiku. Tapi..."

   "Tapi apa, apa yang terjadi?"

   Tammy menjulurkan tangan menyentuh wajah Roland, wajah persegi dan maskulin yang mulai ia cintai.

   "Roland,"

   Bisiknya.

   "Roland ... kau benar tentang siapa yang telah membunuh ayahmu. Dan sekarang aku pikir kita bisa membuktikannya." ... Easa adalah putra yang disebutkan dalam nubuat, semua orang sudah mengetahuinya. Dan nubuat itu melahirkan pula sebuah takdir yang mesti dilakoni dengan cara yang tepat. Easa telah melakoninya. Bukan demi kejayaan pribadi, namun untuk membuat peranannya sebagai mesias lebih mudah dipahami dan diterima o/eh baniIsrael. Semakin tepat Easa menjalaniperannnya dalam nubuat, semakin kuat umat sepeninggalnya. Namun bahkan dengan itu semua, kami tak pernah menduga kejadiannya akan seperti ini Easa memasuki Yerusalem berkendara keledai seraya hendak memenuhi perkataan nabi Zakaria tentang kedatangan seseorang yang terpilih. Kami mengikutinya dengan membawa dedaunan palma dan menyanyikan hosamia. Kerumunan orang bergabung bersama kami saat memasuki Yerusalem, dan perasaan gembira serta harapan terasa di udara. Banyak yang mengikuti kami berasal dari Bethany, dan kami bertemu dengan para sekutu Simon, kaum Zebt. Bahkan beberapa wakil dari kaum pergerakan Esmiyang mmymdmtekhimnmggalkkmiadangpasa tempat mereka menyepi untuk menemani kami dalam hari kegemilangan ini Kanakkanak Israel bergembira karena manusia pilihan telah datang untuk membebaskan mereka dari Roma dan belenggu penindasan, kemiskinan, serta penderitaan. Anak yang telah dinuhuatkan ini kini tumbuh menjadi seorang lehki dan mesias. Ada kekuatan dalam dada kami. juga dalam jumlah kami. INJIL ARQUES MARIA MAGDALENA KITAB MASA KEGELAPAN Tiga Belas Chateau des Pommes Bleues 25 Juni 2005 Makan malam di chateau selalu bukan perkara sederhana jika ada tamu, seperti malam ini. Berenger Sinclair telah mempersiapkan staf dapur dan staf gudang bawah tanah tempat penyimpanan anggurnya untuk menyajikan sebuah pesta jamuan bergaya abad pertengahan dan era kemerosotan ala Languedoc. Percakapan yang terjadi pun sama liarnya. Tammy mengerahkan daya tariknya dengan kepercayaan diri yang layak diberi penghargaan Oscar. Ia tampak natural dengan sikap blak-blakan yang memang ciri khasnya. Dengan tenang, Maureen menikmati perdebatan antara Sinclair dan Tammy di satu pihak dengan Peter di pihak lain, karena tahu sepupunya memiliki pengetahuan yang sangat luas dalam topik teologi. Maureen yakin akan hal ini berdasarkan pengalamannya sendiri. Sinclair memulai dengan sebuah umpan.

   "Berdasarkan sejarah, kita tahu bahwa Perjanjian Baru seperti yang ada saat ini dibentuk di Konsili Nicea. Kaisar Constantine dan penasihatnya memiliki banyak injil yang bisa dipilih, tapi mereka hanya memilih empat. Keempat injil itulah yang diubah secara dramatis. Tindakan penyensoran ini telah mengubah sejarah."

   "Mau tak mau kita berpikir, bagian mana dari injil itu yang ia sembunyikan,"

   Celetuk Tammy. Peter sama sekali tidak merasa terganggu dengan argumen yang telah didengarnya ratusan kali. Ia membuat terkejut kedua lawan bicaranya yang menyangka ia akan melontarkan bantahan.

   "Jangan berhenti di situ. Ingat, kita bahkan belum tahu pasti, siapa yang menulis keempat Injil tersebut. Bahkan sebenarnya satusatunya hal yang kita yakini adalah bahwa keempatnya tidak ditulis oleh Matius, Markus, Lukas dan Vohannes. Akan tetapi kemungkinan para pewarta Injil sekitar abad kedua, meski sebagian orang mengatakan kemungkinan ini kecil. Dan meskipun dokumentasi yang tersedia di Vatikan sangat mengagumkan, kita tidak bisa menyatakan dengan pasti dalam bahasa apa I n j i Ii n j i I yang asli dituliskan."

   Tammy tampak kaget.

   "Aku pikir ditulis dalam bahasa Yunani."

   Peter menggelengkan kepala.

   "Versi paling awal memang berbahasa Yunani, tapi mungkin itu hasil terjemahan. Singkatnya, kita tidak bisa memastikan."

   "Mengapa kita mempermasalahkan bahasa asli?"

   Tanya Maureen.

   "Maksudku, selain masalah salah penerjemahan."

   "Sebab bahasa yang asli adalah indikasi pertama identitas penulis dan tempatnya,"

   Jelas Peter.

   "Sebagai contoh, jika I nj i II n j i I asli ditulis dalam bahasa Yunani, berarti penulisnya memiliki unsur Hellenik pengaruh Yunani yang terjaga di kalangan elit, berpengetahuan luas, dan terpelajar. Berdasarkan tradisi, kita tidak menganggap para rasul termasuk golongan ini. Karena itulah dugaan kita bergeser ke bahasa daerah yang umum semacam Aramaik atau Ibrani. Kalaupun kita yakin bahwa Injil yang asli ditulis dalam bahasa Yunani, maka kita harus meneliti dengan cermat pernyataan kitab ini tentang para pengikut awal Yesus."

   "Injil Gnostik yang ditemukan di Mesir ditulis dalam bahasa Kupti,"

   Tambah Tammy. Dengan lembut Peter mengoreksi.

   "Memang ada beberapa teks berbahasa Kupti, tapi kebanyakan adalah terjemahan dari versi aslinya yang ditulis dalam bahasa Yunani."

   "Jadi apa maknanya?"

   Tanya Maureen.

   "Yah, kita tidak mengenal satu pun pengikut sejati Yesus yang berasal dari Mesir. Artinya, ada sebagian orang yang menjalankan misi awal kependetaannya ke Mesir dan agama Kristen awal berkembang di sana. Itulah yang disebut Kristen Kupti."

   "Lalu adakah sesuatu yang kita ketahui dengan pasti menyangkut keempat Injil itu?"

   Maureen penasaran. Selama melakukan riset, ia tidak memiliki banyak waktu untuk menggali berbagai isu seputar Perjanjian Baru secara mendalam. Risetnya hanya terfokus pada sejumlah uraian yang berkaitan dengan Maria Magdalena. Peter menjawab.

   "Kita tahu Markus muncul paling awal, diikuti Matius yang nyaris merupakan duplikatnya karena hampir enam ratus ayat yang ia tulis sama persis dengan yang ditulis Markus. Lukas juga sangat mirip, meski ada beberapa pandangan baru yang tidak terdapat dalam Markus maupun Matius. Sedangkan Injil Yohannes adalah yang paling penuh teka teki dibandingkan keempat Injil karena perbedaan yang sangat mencolok baik secara politis maupun sosial."

   "Aku tahu ada golongan yang bahkan percaya bahwa Maria Magdalena adalah penulis Injil keempat, yakni Injil yang dinisbahkan kepada Yohannes,"

   Maureen menambahkan.

   "Aku mengetahuinya dari seorang sarjana cerdas yang aku wawancarai saat melakukan riset. Bukan berarti aku setuju dengannya, tapi kupikir ide tersebut menakjubkan."

   Sinclair menggelengkan kepala dan menjawab dengan tegas.

   "Tidak, menurutku itu tidak benar. Injil Maria masih berada di luar sana, menunggu untuk ditemukan."

   "Injil keempat adalah misteri besar dalam Perjanjian Baru,"

   Kata Peter.

   "Ada banyak teori tentang hal ini, termasuk teori komite. bahwa Injil ditulis oleh beberapa orang selama kurun waktu tertentu dalam suatu usaha menyampaikan berbagai kejadian selama hidup Yesus dengan cara yang spesifik."

   Tammy menyimak ucapan Peter dengan penuh minat.

   "Tapi rasanya banyak umat Kristen tradisional yang menulikan telinga dan mengabaikan fakta-fakta ini,"

   Tanggapnya. Ia memang sangat bergairah dengan topik ini dan telah bertahuntahun terlibat dalam argumentasi dalam ranah yang sama.

   "Mereka tak mau tahu tentang sejarah. Mereka cuma memercayai segala yang dikatakan Gereja secara membabi buta. Atau yang dikatakan pendeta."

   Peter menanggapi dengan sabar.

   "Tidak, tidak. Kau tidak menangkap kenyataannya. Itu bukan sikap membabi buta, tetapi keimanan. Bagi orangorang yang beriman, fakta tidak penting. Tapi jangan membuat kesalahan yang umum dilakukan dengan mengacaukan antara iman dengan kebodohan."

   Sinclair tertawa sinis.

   "Aku sangat serius,"

   Peter melanjutkan.

   "Orang yang beriman yakin bahwa Perjanjian Baru terilhami secara ilahiah. Karena itu tidak penting siapa yang sesungguhnya menulis atau dalam bahasa apa. Para penulisnya pun mendapat ilham dari Tuhan untuk menuliskannya. Dan siapa pun yang mengambil keputusan untuk menyunting I n j i Ii n j i I tadi di Konsili Konstantinopel maupun Nicea, mereka pun telah mendapat ilham untuk melakukannya. Dan seterusnya, dan seterusnya. Ini adalah persoalan iman, jadi tak ada ruang untuk sejarah. Kita juga tidak bisa mendebatnya. Iman tidak bisa diperdebatkan."

   Tak seorang pun menjawab. Mereka menunggu ucapan Peter selanjutnya.

   "Apakah kalian pikir aku tidak tahu sejarah Gerejaku sendiri? Aku tahu, itulah sebabnya riset yang dilakukan Maureen dan segala pendapatmu tidak membuatku terganggu sama sekali. Dan omong-omong, apakah kalian sadar bahwa sebagian ilmuwan bahkan yakin bahwa Injil Lukas ditulis oleh seorang perempuan?"

   Sekarang giliran Sinclair yang terlihat kaget.

   "Benarkah? Aku belum pernah mendengarnya. Dan ide itu tidak membuatmu tersinggung?"

   "Tidak sama sekali,"

   Jawab Peter.

   "Peran penting perempuan di masa awal gereja, begitu juga dalam kesinambungan iman Kristiani, adalah sesuatu yang tidak dapat kita sangkal. Bagaimana kita mau menyangkal, jika kita mengingat perempuan agung seperti Clare dari Assisi, yang terus menjaga kesatuan gerakan Fransiskan setelah Fransis meninggal di usia muda."

   Peter menatap wajah Sinclair dan Tammy yang terpana.

   "Maaf karena aku telah merusak argumentasi yang sangat baik. Tapi aku setuju dengan gagasan bahwa Maria Magdalena layak mendapat gelar Rasul dari segala Rasul."

   "Kau setuju?"

   Tammy tercengang.

   "Tentu saja. Dalam kitab Acts, Lukas menjelaskan beberapa syarat untuk menjadi seorang rasul. orang yang bersangkutan harus menjadi bagian kependetaan Yesus semasa hidupNya, harus menjadi saksi saat penyali-banNya, dan menjadi saksi saat kebangkitanNya. Sekarang, jika kita ingin benarbenar tekstual, maka hanya ada satu orang yang memenuhi semua persyaratan tadi dan dia adalah Maria Magdalena. Tak seorang pun rasul pria yang menyaksikan penyaliban, meskipun ini memalukan. Dan Maria Magdalena juga orang pertama yang kepadanya Yesus menampakkan diri saat Dia bangkit."

   Maureen berusaha keras tidak tertawa saat melihat ekspresi wajah Sinclair dan Tammy. Mereka terperangah dengan demo intelek dan kepribadian Peter. Peter melanjutkan.

   "Maka secara teknis, selain Magdalena, orang yang memenuhi gambaran rasul seperti yang disebutkan di atas adalah Maria-Maria yang lain -Maria Perawan, juga Maria Salome dan Maria Yakub, karena keduanya hadir saat peristiwa penyaliban dan berada di makam pada hari kebangkitan."

   Ketika Peter menatap Maureen, gadis itu tak tahan lagi. Tawanya meledak ke seisi ruangan.

   "Kenapa?"

   Tanya Peter tersinggung.

   "Maaf,"

   Kata Maureen, sambil berkelit dengan meneguk anggurnya.

   "Hanya saja Peter memang cenderung membuat orang terkejut, dan aku selalu terhibur menyaksikannya."

   Sinclair mengangguk.

   "Kuakui kau memang tidak seperti yang kami duga, Bapa Healy."

   "Dan apa dugaanmu, Lord Sinclair?"

   Tanya Peter.

   "Mmm, maaf saja karena aku mengira akan menemui seorang anjing penjaga Roma. Seseorang yang tenggelam dalam dogma dan doktrin."

   Peter tertawa.

   "Ah, tapi Lord Sinclair, kau melupakan satu hal yang sangat penting. Aku bukan hanya seorang pendeta, tetapi juga seorang Yesuit. Ditambah lagi seorang Irlandia."

   "Salut, Bapa Healy."

   Sinclair mengangkat gelas untuk Peter.

   Gereja Peter, Society of Jesus, yang lebih dikenal sebagai kaum Yesuit, memfokuskan diri pada pendidikan dan tujuan kecendekiawanan.

   Meski merupakan unit gereja terbesar dalam Katolisisme, kelompok konservatif dalam Gereja Katolik Roma biasanya memandang mereka memiliki hukum sendiri dan ini telah berlangsung selama ratusan tahun.

   Mereka dijuluki "serdadu Paus,"

   Meski beredar pula isu bahwa kaum Yesuit memilih pemimpin dari ordo mereka sendiri dan patuh pada Roma hanya sebatas formalitas dan seremonial. Sekarang Tammy merasa penasaran.

   "Apakah pendeta-pendeta di gerejamu juga berpendapat begitu? Maksudku, tentang peran wanita."

   "Tidak bijak jika kita memukul rata,"

   Jawab Peter.

   "Seperti yang dikatakan Maureen, masyarakat cenderung menyamaratakan pendeta seolah kami semua berpikir dengan otak yang sama. Ini tentu saja tidak benar. Pendeta juga manusia, dan banyak di antara kami yang sangat cerdas, berpendidikan tinggi, juga berkomitmen dalam hal keimanan. Tiap orang menarik kesimpulannya sendiri.

   "Tapi ada sesuatu yang perlu kita bicarakan secara panjang lebar menyangkut Maria Magdalena dan keakuratan keempat Injil. Para rasul pria tentunya malu karena Yesus ternyata memercayakan keseluruhan misiNya kepada perempuan, apa pun kedudukannya dalam kehidupan dan gerejaNya. Dia tetap seorang perempuan yang hidup pada masa ketika kaumnya dianggap tidak setara dengan lelaki. Jadi para pewarta Injil terpaksa menulis uraian tentang dia karena itulah kebenaran, betapapun memalukannya. Karena sekalipun mereka bermainmain dengan fakta lainnya, mereka tidak akan mengubah bagian paling penting dalam kebangkitan Yesus bahwa Dia muncul pertama kali kepada Maria Magdalena. Dia tidak menampakkan diri kepada rasul pria, tetapi kepada wanita ini. Jadi aku yakin para penulis Injil tidak memiliki pilihan selain menuliskan kejadian itu. Sederhana saja, karena memang itulah kebenarannya."

   Kekaguman Tammy terhadap Peter bertambah. Perasaan ini tampak di wajahnya yang ekspresif.

   "Jadi apakah kau bersedia menggali kemungkinan bahwa Maria Magdalena adalah murid yang paling penting? Atau bahkan lebih dari itu?"

   Peter memandang lurus ke Tammy, kali ini teramat serius.

   "Aku bersedia menggali apa pun yang dapat membawa kita kepada pemahaman yang jujur tentang kebenaran Yesus Kristus, Tuhan dan Juru Selamat kita."

   F Itulah petang yang mengesankan bagi Maureen.

   Peter adalah penasihat terpercayanya, tapi ia juga mulai mengagumi Sinclair dan menganggapnya memesona.

   Melihat sepupunya memiliki kesepahaman dengan lelaki Skotlandia yang eksentrik itu, ia merasa sangat lega.

   Barangkali sekarang mereka bisa bersamasama mencari jawaban atas berbagai visi yang dialaminya.

   Di akhir acara makan malam itu, Peter menyatakan lelah dan mengundurkan diri karena telah seharian menelusuri kawasan itu sendirian.

   Tammy mengatakan ingin melanjutkan pekerjaan dokumentasinya dan juga pamit.

   Tinggallah Maureen dan Sinclair.

   Dipengaruhi anggur yang baru diminumnya dan percakapan tadi, ia memojokkan Sinclair.

   "Kupikir sekaranglah saatnya kau menepati janji.

   "

   Katanya.

   "Janji apa?"

   "Aku ingin melihat surat ayahku."

   Sinclair mempertimbangkan permintaan itu. Meski sekilas terlihat enggan, ia memutuskan.

   "Baiklah. Ikuti aku."

   F Sinclair berjalan di depan Maureen melewati koridor yang berbelok-belok menuju sebuah ruangan terkunci.

   Setelah mengeluarkan kunci dari saku, ia membuka pintu dan mempersilakan Maureen memasuki ruang kerja pribadinya.

   Sinclair menekan sebuah tombol di sebelah kanan di dalam ruangan itu untuk menerangi sebuah lukisan besar pada dinding di ujung ruangan.

   Maureen terkesima, lalu menjerit gembira.

   "Cowper! Itu lukisanku!"

   Sinclair tertawa.

   "Lucretia Borgia Reigns in the Vatican in the Absence of Pope Alexander VI (Kepemimpinan Lucretia Borgia di Vatikan Saat Absennya Paus Alexander VI). Aku akui, lukisan ini aku miliki setelah membaca bukumu. Memang perlu tawar-menawar untuk mendapatkannya dari Tate, tapi aku bukan orang yang pantang menyerah jika menginginkan sesuatu."

   Maureen mendekati lukisan tersebut dengan khidmat dan kagum akan keindahan dan warna yang digunakan seniman Inggris awal abad ke-20, Frank Cardogan Cowper.

   Lukisan itu menggambarkan penobatan Lucrezia Borgia di Vatikan, dikelilingi kemewahan kerumunan kardinal berjubah merah.

   Maureen pertama kali melihatnya di bekas rumah lukisan itu, Museum Tate, London.

   Lukisan itu menyentaknya bagaikan petir.

   Bagi Maureen, lukisan tunggal ini sudah cukup menjelaskan pembunuhan karakter yang dialami putri Paus ini ratusan tahun lalu.

   Perempuan yang mendapat berbagai julukan paling menjijikkan, di antaranya pembunuh dan pelacur yang melakukan inses.

   Lucrezia Borgia dikutuk para lelaki ahli sejarah abad pertengahan karena dianggap lancang menduduki singgasana Santo Petrus dan mengeluarkan instruksi kepausan selama ketidakhadiran sang ayah.

   "Lucrezia adalah kekuatan yang mendorongku menulis buku. Jalan hidupnya mengisahkan perempuan yang kekuatan sejatinya dilecehkan dan dicabut dari sejarah,"

   Maureen menjelaskan pada Sinclair.

   Riset Maureen mengungkapkan bahwa tuduhan inses itu dilancarkan oleh suami pertama Lucrezia, seorang lelaki kasar yang hidupnya hancur setelah pernikahan mereka bubar.

   Dialah yang menyebarkan gosip bahwa Lucrezia ingin bercerai karena memiliki hubungan seksual dengan ayah dan saudara lelakinya sendiri.

   Dusta busuk ini bertahan berabadabad, dilestarikan oleh para musuh yang dengki terhadap keluarga Borgia.

   "Kautahu, mereka dari garis darah itu?"

   "Keluarga Borgia?"

   Maureen tak percaya.

   "Dari mana?"

   "Dari jalur Sarah-Tamar. Leluhur mereka adalah keluarga Cathar yang melarikan diri ke Spanyol. Mereka mencari perlindungan di biara Montserrat dan akhirnya berbaur dengan Aragon. Di sana mereka menggunakan nama Borgia, sebelum berimigrasi ke Italia. Tapi mereka memilih negara itu bukannya tanpa sebab, begitu juga dengan ambisi mereka yang melegenda. Rodrigo Borgia berkeras memegang tampuk kepemimpinan, untuk merestorasi Roma kepada mereka yang dipercayainya sebagai pemimpin yang sah."


Roro Centil Ular Betina Selat Madura Pendekar Rajawali Sakti Rahasia Candi Tua Raja Petir Empat Setan Goa Mayat

Cari Blog Ini