Ceritasilat Novel Online

Girls Of Riyadh 1


Rajaa Alsanea Girls Of Riyadh Bagian 1


THE Girls of Riyadh THE GIRLS OF RIYADH Kisah Email Empat Gadis yang Menghebohkan Saudi Arabia Diterjemahkan dari Girls of Riyadh karya Rajaa Alsanea Copyright 2005, Rajaa Alsanea Hak cipta dilindungi undang-undang All rights reserved Hak terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia ada pada UFUK Publishing House Pewajah Sampul.

   -emdash -emdash -f0 Pewajah Isi.

   Ahmad Bisri Penerjemah.

   Syahid Widi Nugroho Penyunting.

   Mehdy Zidane Cetakan I.

   Desember 2007 ISBN.

   979-1238-56-4 PT.

   Cahaya Insan Suci Jl.

   Warga 23 A, Pejaten Barat, Pasar Minggu Jakarta Selatan 12510, Indonesia Phone.

   62-21 79765S7,79192S66 Fax.

   62-21 79190995 Homepage.

   www.ufukpress.com Blog .
http.//ufukpress.blogspot.com Email .

   info@ufukpress.com Persembahan.

   Untuk kedua mataku, ibu dan adikku Rasya' Untuk semua wanita sahabat-sahabatku...

   Untuk menjadi anggota milis yang mendiskusikan buku ini, silahkan kirimkan email kosong ke seerehwenfadha7et@yahoogroups.com THE Girls of Riyadh Kisah Email Empat Gadis yang Menghebohkan Saudi Arabia Rajaa al Sanea Seorang wanita menggemparkan seantero negeri.

   Setiap Jumat siang dia mengirim email ke banyak pengguna internet di segenap pelosok Saudi Arabia.

   Isinya mengenai berbagai permasalahan yang selama ini dirahasiakan, dan terasa sulit untuk dibicarakan, terutama mengenai para sahabat wanitanya yang hanya diketahui oleh sekelompok kecil orang.

   Si penulis email hadir setiap minggu dengan berbagai perkembangan baru dan peristiwa aktual.

   Masyarakat luas menjadi demam email dan selalu menunggu-nunggu untuk mendapatkan informasi baru.

   Akibatnya, di setiap Sabtu pagi, kantor pemerintahan, rumah sakit, kampus perguruan tinggi, dan ruang sekolah menjadi arena diskusi berita tersebut.

   Pokoknya, surat-surat dunia maya ini menimbulkan gelombang pemikiran reformatif dan cetusan-cetusan revolusioner di banyak lapisan masyarakat.

   Surat-surat itu menjadi lahan subur bagi spekulasi, perdebatan, dan berbagai pembicaraan lepas.

   Penulis buku ini menitipkan pesan utama melalui email-email imajiner yang ditulisnya, yaitu penyingkapan tabir yang selama ini menutup rapat realitas kaum wanita di Riyad.

   Ketika tabir itu tersingkap, fenomena terpendam dan yang sengaja dipendam, tersembul jelas di depan mata kita.

   Sungguh sebuah realitas yang mencengangkan.

   Lucu,haru,sedih,bahagia.

   Penuh warna.Membongkar semua realitas yang hakikatnya adalah mantra sihir dan mantra yang tersihir.

   Benar-benar buku yang layak dibaca dan perlu.

   Aku pasti akan menunggu kejutan-kejutan lain dari penulis ini.

   Ghazi al-Qashiby To.

   Seerehwenfadha7et@yahoogroups.com From.

   "seerehwenfadha7et"

   Date.

   13/2/2004 Subject.

   Tentang wanita-wanita sahabatku Sungguh Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum kecuali bila kaum yang bersangkutan berusaha mengubah sendiri keadaannya (Qs.

   Ar-Ra'du.

   11).

   Saudariku...

   Tabir telah tersingkap dan rahasia telah terungkap.

   Ini sungguh nyata dan begitu dekat, lebih dekat dari bayang-bayang khayalan.

   Kini kalian berada di tengah himpitan dan tekanan.

   Kalian direndahkan! Malam-malam masa muda telah kalian sia-siakan dalam teriakan kegembiraan.

   Benar-benar nyata, dan kini kita memang hidup dalam kehinaan.Dengan mudah keimanan hanya mampu menyimpulkan buruknya aib.

   Namun tiba-tiba ia tak berdaya mencegah kita untuk kembali dan kembali lagi melakukannya.

   Untukmu kutulis jiwaku.

   Untuk setiap yang telah melewati usia delapanbelas tahun.

   Atau, duapuluh satu tahun di beberapa negara, dan enam tahun, bukan enam belas tahun, untuk tradisi di Saudi.

   Untuk yang memiliki cukup keberanian membaca realitas telanjang di dunia maya.

   Untuk yang memiliki sedikit kesabaran menjelajahi cakrawalanya.

   Untuk mereka yang bersedia melakukan beberapa eksperimentasi liar.

   Untuk para pemain cinta yang tak lagi mampu melihat kebaikan berwarna putih dan kejahatan berpakaian hitam.

   Untuk yang meyakini bahwa satu tambah satu, sesekali tidak sama dengan dua.

   Untuk yang berjalan menuju kemenangan dan keadilan.

   Untuk pengagung amarah dan dendam.

   Untuk yang beranggapan bahwa kekurangan dan kelemahan manusia terletak pada kealpaan dan keterbatasan Duhai untukmu, kutulis semua surat ini.

   Semoga mengilhami sebuah perubahan.

   Inilah malamku.

   Cerita kemarin terangkai darimu, dan teruntukmu.

   Kami berasal dan gurun, dan akan pulang ke gurun.

   Tak tahu, siapakah di antara kita yang selamat dan siapa yang akan tersesat.

   Tokoh-tokoh dalam kisah ini pun ada yang berkarakter baik dan ada buruk.

   Baik dan buruk, berwajah satu.

   Kisah ini kutulis tanpa kompromi atau kesepakatan dengan mereka.

   Terlalu banyak kepentingan yang harus ditampung dan pihak yang perlu dijaga kehormatannya.

   Kamuflase pun, aku lakukan, termasuk sedikit penyesuaiannya.Tanpa mengurangi kebenaran dan hakikat setiap peristiwa, penyesuaian dilakukan demi menjaga keselamatan tokoh asli dalam cerita ini.

   Meski bagiku sendiri tidak ada ketakutan, namun tak ada keinginan mendapat balasan atau imbalan, dan tidak ada keberpihakan kepada salah satu pihak dan kepentingan.

   Andalah para pembaca yang bebas menentukan respon dan penafsirannya.

   Kutulis tentang para wanita sahabatku, Satu persatu Semuanya Dalam diri mereka kutemukan jiwaku Tragedi mereka adalah peristiwa dahsyat bagiku Kutulis tentang para wanita sahabatku Tentang penjara yang menghisap umur narapidana Tentang zaman yang dilipat dalam kertas dan pena Tentang pintu-pintu tertutup Tentang keinginan yang terpasung Tentang ribuan wanita syahid terkubur tanpa nama Saudariku...

   Darahku terbungkus dalam bingkisan tertutup berlapis emas Sejarah dimanipulasi, Kesaksian dikebiri Sekumpulan ikan terluka dalam kolamnya Kutulis tentang para wanita sahabatku, Tentang darah yang menentes dan langkah kaki nan jelita Tentang kegelisahan, kebingungan, nestapa, dan malam sunyi penuh rintihan Tentang pasar-pasar yang hilang terkubur Tentang lingkaran kehampaan dan perjalanan menuju sirna Tentang kematian perlahan-lahan Aku mati di saat kehidupan disemaikan Seperti anggur yang terkurung dalam gelas kaca Saudariku, Di sarangnya burung-burung mati tanpa suara ....

   Aku tak menyangkal, dunia ini dipenuhi aneka warna.Warna cintalah yang paling mendominasi.

   Mereka yang tidak mengakui kedaulatan cinta dalam kehidupan pada sisinya yang positif dan negatif adalah orang yang mengobati dahaga dengan bergelas-gelas air samudera.

   Saat paling dahaga baginya adalah sesaat setelah mereguk segelasnya.

   Hingga habis air samudera.

   Dahaga kian mendera.

   Cintalah yang mengilhami seorang renta untuk tetap berjalan demi anaknya, walau tapak kaki dipenuhi darah dan nanah.

   Cintalah yang mendorongan untuk bertahan di atas selaksa kegetiran.

   Cintalah yang memberi kekuatan untuk memaafkan, marah, dendam, benci, sayang, berkorban, dan memberi.

   Cintalah yang mendorong orang melakukan segalanya.

   Termasuk bunuh diri.

   Demi cinta, alam memberikan kepada kita fenomena tersarat makna.

   Kita harus belajar menampungnya demi menjadi aura yang menjiwai kehidupan ini.

   Kita seharusnya terus mewujudkan butir-butiran cinta dalam film dan fiksi, menjadi sesuatu yang hidup bersama, dan berada dalam diri kita.

   Kubasahi bibirku, sebelumnya, kuurai rambutku.

   Di sekitarku tersedia segala yang kuperlukan untuk kali pertama terjerumus dalam noda.

   Aku berbisik lirih mengendalikan perasaanku.

   "Jangan bersedih!"

   Qamrah di tepian kerapuhan.

   Ia hampir saja terjatuh ketika ibu dan saudara perempuannya menghampiri.

   Malam itu semakin hitam.

   Shedim masih di samping mempelai, mengusap keringat yang menetes dari sela-sela rambut sebelum turun menyatu dengan air mata yang menyeruak keluar di antara bulu-bulu mata.

   Berusaha membentengi diri dari kebencian, dengan penuh intensitas dan pengharapan, Qamrah membaca Surat al-Falaq, an-Nas, dan al-Ikhlas.

   Perlahan dia meraih gaunnya yang terurai ke lantai, tangannya menyibak bagian yang menghalangi langkah kaki.

   Diiringi teman-teman terdekatnya, ia berjalan lambat mengikuti prosesi yang telah terencana.

   Shedim berjalan penuh kehati-hatian agar tak sampai menginjak gaun Qamrah yang akan menyebabkannya terjerembab jatuh seperti dalam film komedi.

   Duaribu pasang mata memerhatikan, seakan-akan mereka sedang menghitung bilangan senyuman kedua mempelai Kerumunan orang mereka-reka kebahagiaan itu.

   Namun tak ada yang menyadari perasaan misterius apakah gerangan yang sebenarnya terjadi? Shedim berjalan di balik mempelai.

   Seakan ia menyembunyikan diri dan pandangan para undangan.

   Sejak awal prosesi perkawinan, gadis itu dibentahu bahwa banyak undangan yang diam-diam memerhatikan dan berbisik-bisik mengenai dirinya.

   Setiap kali saudara perempuan Qamrah menyampaikan perihal orang-orang yang menanyakannya, Shedim memilih acuh.

   Bibi Ummi Nuwair pernah berkata bahwa perkawinan Qamrah akan memberi kelapangan dan kelegaan.

   Kini terjawab sudah.

   Tandatanda kelegaan mulai terlihat.

   Kelapangan mulai terbuka.

   Kelegaan atas terjawabnya sebuah tanda tanya.

   Dan, kelegaan atas terurainya sebuah misteri.

   Pada masyarakatku, perempuan tidak lebih dari sebuah titik ketundukan dan kepasrahan.

   Para penghuni gardu-gardu keterbatasan.

   Para penempat ruang-ruang perintah.

   Berjalan, tersenyum, dan menari, semuanya sesuai perintah.

   Benar-benar tak berbatas keterbatasan mereka.

   Teramat sempurna kelemahannya.

   Tak ada peluang untuk bergeser dan menggeser nasib.

   Roda seperti tak berputar.

   Waktu bak terhenti.

   Seakan takdirnya hanyalah untuk lebih cepat mati.

   Sebagai bagian terkecil dari kaum laki -laki, itulah doktrin bagi mereka.

   Prosesi perkawinan masih lebih terhormat di mata masyarakat, namun tidak untuk perempuan.

   Ketika orang tua menemani pengantin wanita dan mengambil foto kenangan, seakan-akan itulah kesempatan terakhir sebelum memberikannya kepada suami.

   Tak ubahnya prosesi pelepasan seorang renta menuju alam kematian.

   Pergi jauh, dan mereka tak pernah kembali lagi.

   Bagi perempuan, zaman tak pernah berubah.

   Tak ada perbedaan antara masa lalu, hari ini, dan masa depan.

   Michelle dan Lumeis melihat semua itu.

   Dari sudut mata Qamrah, kedua sahabat itu melihat roda zaman yang tengah terkunci.

   Tirai pekat tengah menutupi wajahnya.

   Mata itu, semakin terlihat putih bening justru karena dipenuhi duka yang menetes masuk melalui sudut kelopaknya.

   Bagaikan bulan yang terlihat indah dan berjasa memberi cahaya justru lantaran malam tampak teramat pekat.

   Qamrah tengah memancarkan sinar bahagia justru karena dilukai oleh pernikahannya.

   Pengantin wanita memandangi kedua sahabatnya.

   Keduanya tersenyum, keduanya berusaha menyembunyikan lamunan, suatu saat nanti merekalah yang akhirnya juga merasakan semua ini, menjadi seorang pengantin.

   Ada tanya yang mereka sembunyikan, mengapa bukan mereka yang menjadi pengantin? Qamrahlah yang kali pertama melepaskan ikatan persahabatan itu mereka dengan cara melepas masa lajangnya.

   Pada jeda pengambilan foto, para undangan naik ke panggung memberikan ucapan selamat.

   Begitu juga Shedim, Michelle, dan Lumeis, mereka mendekati Qamrah, dan memeluknya.

   "Sungguh Qamrah, Allah akan selalu bersamamu dan memberkahimu. Kemeriahan pesta ini akan berlangsung sepanjang kehidupanmu yang baru. Percayalah, doa kami senantiasa terpanjat untuk kebahagiamu. Allah mengalirkan karunia-Nya atas dirimu. Sungguh aku selalu akan memimpikan menjadi sepertimu. Kaulah pengantin tercantik yang pernah kutemui. Parasmu mengisyaratkan kebahagiaan tak bertepi."

   Senyum Qamrah mengembang mendengar pujian itu.

   Apalagi mereka seperti memendam kecemburuan untuk segera menjadi seperti dirinya.

   Sorot mata mereka tengah memperbincangkan ketidaksabaran untuk memasuki dunia misterius rumah tangga.

   Senyuman pun mengutarakan rasa ingin tahu atas apa yang sebenarnya sedang dirasakan oleh para pengantin.

   Ketiganya mengabadikan foto kenangan bersama mempelai.

   Mereka pun berusaha menunjukkan rasa suka cita di arena tarian.

   Shedim menari mengikuti irama, namun ia berada pada sisi yang tidak tertangkap oleh pandangan para hadirin.

   Mungkin ia kurang percaya diri dengan perawakannya yang standar.

   Sementara itu, Lumeis dan Michelle begitu menikmati pertunjukan.

   Bukan karena mereka adalah seorang penari, tapi anugerah tinggi badan dan perawakan seksi yang membuat tarian mereka menjadi pusat pandangan mata.

   Semua mata tertuju kepadanya.

   Para undangan wanita tengah mencari jawaban atas kegelisahan untuk menjadi seseksi Lumeis dan Michelle.

   Banyak undangan laki-laki yang berusaha mendekat dan membentuk kerumunan untuk menangkap lebih jelas setiap detail tarian.

   Undangan wanita lebih memilih menjaga jarak sambil berbisik-bisik mengutarakan rasa iri yang terbungkus.

   Sesekali membicarakan uraian rambut dan bagian tubuh penari yang terbuka bagi mata para lelaki yang coba mendekati.

   Musik mengalun.

   Tahan berlanjut.

   Jenjang leher keduanya pun seakan tertarik oleh kehendak mata.

   Ketika mempelai pria telah berada pada jarak beberapa langkah dari pelaminan, para penari menyesuaikan diri satu persatu.

   Tarian berangsur-angsur terhenti.

   Lumeis meraih kain yang tersibak untuk menutupi bagian dadanya yang terbuka oleh sihir tarian.

   Dengan kain sutra berenda kehitaman, dia berusaha menutupi kembali setengah wajah dan sebagian punggungnya.

   Sementara itu, Michelle berusaha menemukan respon kepuasan yang tertunda dari wajah kaum Adam.

   Dia benar-benar tidak memedulikan cibiran dan sorot mata kaum Hawa yang ingin membakarnya.

   Dia begitu larut dengan kelebihannya.

   Rasyid sang mempelai laki-laki menaiki tangga panggung.

   Bersama orang tua, paman, dan saudara, mereka berusaha melempar pandangan kepada undangan perempuan untuk menemukan decak kagum pada mata mereka.

   Merasa mendapat isyarat dan orangtua Qamrah, Rasyid mendekati pengantin perempuan untuk menyibak tirai yang menutupi wajahnya.

   Rasyid mengambil posisi di sisi mempelai wanita sambil memperkirakan tempat di sekelilingnya masih terbuka cukup luas untuk para undangan yang akan memberinya ucapan selamat.

   Terdengar suara merdu bersahutan shalawat dan sanjungan atas Nabi (saw) dari para undangan.

   Beberapa menit kemudian, para undangan bergeser menyibak kerumunan, memberi jalan kepada kedua mempelai menuju meja hidangan untuk memotong kue pernikahan.

   Langkah kedua mempelai itu diikuti para undangan yang kembali menutup jalan dengan kerumunan di belakang pengantin.

   Sahabat mempelai dan para undangan tersenyum diiringi tepuk tangan khidmat.

   Ibu Rasyid tersenyum.

   Ibu Qamrah terlihat memerah wajahnya.

   Rasyid sendiri melempar pandangan kepada para undangan yang mengakibatkan keheningan sesaat.

   Lemparan pandangan mata itu berhenti tepat kepada Qamrah.

   Suasana menjadi semakin hening.

   Hanya ada senyum simpul ketiga sahabat gadis itu.

   Dia sendiri tengah 'membenci' sahabatnya yang telah membuatnya tersipu, di samping juga lebih 'membenci' Rasyid yang membuatnya salah tingkah.

   Shedim berlinang air mata menyaksikan sahabat masa kecilnya pergi meninggalkan gedung pernikahan bersama sang suami.

   Mereka menuju hotel tempat bermalam.

   Dari situ, selanjutnya mereka akan bertolak menuju tempat-tempat pilihan di Italia, menyongsong bulan madu, lalu, mereka harus tinggal di Amerika.

   Rupanya Rasyid ingin menyelesaikan program doktoralnya.

   Di antara para sahabatnya, Shedim adalah salah satu yang paling akrab dengan Qamrah.

   Mereka berdua menghabiskan masa kecil dan bersekolah di sekolah yang sama sejak kelas dua SD.

   Baru pada tahun kedua masa studi di Sekolah Menengah, Michelle bergabung menjadi bagian penting dari persahabatan mereka.

   Michelle sendiri adalah anak baru dalam lingkungan mereka.

   Dia baru saja pindah dan Amerika bersama kedua orangtuanya.

   Setahun kemudian Michelle pindah ke sebuah Sekolah Internasional yang menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar.

   Tidak ada kendala pergaulan dan sosialisasi.

   Kepindahan Michelle hanyalah terkait dengan kesulitannya berbahasa Arab sebagai pengantar di sekolahan Qamrah dan Shedim.

   Di sekolah baru inilah Michelle berkenalan dengan Lumeis.

   Lengkapnya Lumeis Jadawy, seorang gadis Hijaz yang sejak kecil tumbuh dan belajar di Riyad.

   Sejak saat itu mereka berempat menjalin komunikasi harmonis dan saling berbagi hingga masa studi mereka di Perguruan tinggi.

   Mereka berempat menemukan diri masing-masing dalam sosok sahabat-sahabatnya.

   Mereka mempunyai warna kolektif yang merupakan paduan kepribadian masing-masing.

   Shedim mengambil kuliah di Fakultas Administrasi Perusahaan.

   Lumeis memilih Fakultas Kedokteran.

   Michelle lebih suka mendalami materi-materi Akuntansi.

   Sedang Qamrah yang sejak kecil suka pada cerita dan pemikiran para tokoh, mengambil pendidikan tingginya di bidang Sejarah.

   Tetapi, beberapa minggu setelah kuliah perdana di fakultasnya, Qamrah dilamar Rasyid.

   Dia harus mengundurkan diri dari program studi untuk terfokus pada persiapan pernikahan.

   Lebih dari itu, keputusan pengunduran diri itu banyak dipengaruhi oleh keputusan Rasyid pindah ke Amerika.

   Di sebuah hotel berbintang, di salah satu kota terindah Italia, Qamrah duduk di pinggir ranjang.

   Dia melumuri paha dan kakinya dengan ramuan.

   Qamrah banyak membawa bekal pengetahuan dari ibunya mengenai kebiasaan suami istri, termasuk pelayanan keinginan biologis.

   Tetapi, pengalaman kedua kakak perempuannya memberinya imajinasi yang kuat.

   Kakak pertamanya baru menyerahkan keperawanannya kepada suami pada malam keempat perkawinannya.

   Hafshah, kakak keduanya, juga melakukan hal yang sama.

   Qamrah memegang rekor.

   Dia baru menyerahkan diri pada malam ke tujuh.

   Qamrah bukan tidak siap dengan kehadiran seorang laki-laki di ranjangnya.

   Ibunya telah memberinya banyak nasehat mengenai kehidupan ranjang.

   Pada malam pertama, Qamrah melepas gaun pengantin dan mengenakan pakaian tidur yang berulang kali dicobanya di depan cermin menjelang pernikahan.

   Dengan pakaian tidur itu, ia terlihat sangat seksi dan cantik sebagaimana yang diakui oleh kedua ibunya.

   Baginya, menjelang pernikahan adalah masa ketika ibunya tampil sebagai dosen yang selalu menyampaikan kuliah mengenai hubungan suami istri.

   Dia antusias mendengarnya, dan menyadari betapa telah sekian lama dia lebih memilih berbagi kepada tiga orang temannya ketimbang mendengarkan ibunya.

   Masa-masa studinya seakan memberinya doktrin bahwa ilmu pengetahuan hanya terdapat di sekolah dan dimiliki para guru.

   Kali ini Qamrah memahami bahwa guru yang paling memahami dirinya adalah ibunya sendiri.

   Sebenarnya sang ibu adalah seorang penganut falsafah bahwa perempuan memiliki kekuatan diri, dan sebaiknya dapat mandiri dalam berbagai hal.

   Tetapi sejak Qamrah dipinang, sang ibu berubah menjadi layaknya para ibu di Riyad; memberi pengetahuan tentang pengabdian dan pelayanan kepada suami.

   Gadis itu pun akhirnya mendengar apa yang selama ini dianggap tabu.

   Dia banyak mempelajari kenikmatan suami istri bak seorang remaja yang untuk kali pertama diizinkan merokok bersama ayahnya.

   To.

   seerehwenfadha7et@yahoogroups.com From.

   "seerehwenfadha7et"

   Date.

   20/2/2004 Subject.

   Qamrah yang unik Hidup bisa penuh warna atau tidak berwarna sama sekali (Helena Keller) Sebagai pembuka, kusapa sahabat-sahabatku; Hasan, Ahmad, Fahd, Muhammad, dan Yaser.

   Mereka telah membahagiakanku dengan banyak memberi masukan sangat berharga.

   Setelah kemeriahan perayaan pernikahan, ketiga sahabat itu mengabadikan apa yang bisa mereka kenang dari sosok Qamrah.

   Mereka meletakkan souvenir bertuhskan 'Qamrah-Rasyid' di deret souvenir-souvenir yang mereka dapat dari para sahabat yang telah menikah.

   Masing-masing berharap untuk menjadi yang terakhir untuk menyusul Qamrah memberikan souvnir kepada sahabatnya.

   Bagi mereka, perkawinan adalah kematian bagi kebebasan, kreatifitas, dan persahabatan.

   Perkawinan adalah kesedihan, sesal, dan duka cita.

   Selama ini, tradisi yang berlaku pada masyarakat menjelang perhelatan pernikahan adalah mengadakan pesta semacam Pesta Bujangan yang diadakan di Barat.

   Pada sebagian kelompok, mereka mengadakan pesta yang menghadirkan Disc-Jockey seperti yang akhir-akhir ini menjadi tren.

   Para sahabat dan kerabat datang dan mengadakan pesta tarian yang mewah.

   Biaya perhelatan pra-pernikahan ini seringkali mencapai nilai ribuan riyal.

   Sahabat-sahabat Qamrah sejak awal menganggap hal ini sebagai kemewahan yang harus direformasi.

   Mereka ingin memelopori sebuah tradisi baru yang akan diikuti oleh generasi setelah mereka.

   Suatu hari mereka ingin bepergian bersama teman-teman yang lain dan sepakat mengadakan pertemuan di rumah Michelle.

   Gadis itu mengenakan celana dengan banyak saku yang menyembunyikan sisi kewanitaannya.

   Dia juga mengenakan kain lena yang menutupi rambut, serta kaca mata gelap yang melindunginya dari terik matahari.

   Lumeis memakai baju putih yang menonjolkan tinggi badan dan tubuhnya yang atletis.

   Sementara itu teman-teman yang lain datang dalam pakaian sejenis mantel dengan kain yang menutupi sebagian muka dan memperlihatkan bening mata mereka.

   Michelle berada di belakang kemudi mobil, dan Lumeis menemaninya di samping.

   Lima orang teman-teman yang lain berada di kursi belakang.

   Musik mulai terdengar keras dari tape mobil, dan mereka mulai menggerakkan badan sesuai alunan musik.

   Sepanjang perjalanan mereka menjadi pusat perhatian para lelaki.

   Paras yang cantik ditambah dengan perilaku yang mendobrak tradisi, membuat mereka seakan menjadi tujuh ekor kijang dalam kerumunan singa yang lapar.

   Perempuan mengendarai mobil sendiri apalagi ditambah dengan musik yang menghentak, memang masih menjadi pemandangan yang asing bagi masyarakat Riyad.

   Mobil memasuki pusat pertokoan yang ramai.

   Kebiasaan anak muda adalah saling bertukar nomor telepon.

   Banyak cara yang dilakukan oleh pemuda untuk sebanyak mungkin mendapatkan kenalan.

   Dengan membuat sebanyak mungkin kartu nama atau dengan menulis nomor teleponnya di kaca mobil agar terlihat oleh siapa pun yang menghendakinya.

   Di sebuah pusat perbelanjaan, mereka bertiga diikuti oleh beberapa pemuda.

   Satpam pun menghentikan langkah mereka dan menyampaikan larangan memasuki pusat perbelanjaan bagi para bujang selepas salat Isya.

   Para pemuda itu akhirnya pergi kecuali seorang yang memberanikan diri menemui Michelle dan teman-temannya.

   Dia menemui Michelle dan Lumeis yang sejak awal terlihat paling 'modis' di antara teman-temannya.

   Pemuda itu meminta Michelle untuk mengizinkannya masuk bersama mereka sebagai bagian dari rombongan.

   Michelle terkesan oleh keberanian pemuda itu dan mengizinkannya.

   Kini mereka berdelapan berjalan beriringan bagai sebuah keluarga besar yang ingin berbelanja.

   Di dalam mal, mereka terbagi menjadi dua kelompok dan berpencar.

   Kelompok pertama adalah kelompok perempuan yang dipimpin oleh Shedim.

   Sedang Michelle dan Lumeis membuat kelompok kedua bersama pemuda tampan itu.

   Pemuda itu mengaku bernama Faishal.

   Mereka menertawakan pemuda itu yang hari gini masih menggunakan nama Faishal, Saud, Ubaid, atau Salman.

   Faishal ikut tertawa bersama Michelle dan Lumeis.

   Faishal mengajak mereka makan malam di rumah makan terkenal di luar mal, tetapi Michelle menolak.

   Faishal memberikan dua lembar kartu nama setelah dia menuliskan nomor ponselnya pada salah satu kartu.

   Nama lengkapnya.

   Faishal al-Bithrani.

   Shedim, Qamrah, dan teman-temannya menjadi pusat perhatian.

   Hampir semua mata mengawasi keriuhan mereka.

   Di mana mereka berhenti dan apa yang mereka beli selalu menjadi perhatian orang.

   Inilah tradisi kami, laki-laki selalu memiliki alasan untuk mejeng di depan perempuan, tetapi perempuan seakan tidak mempunyai hak untuk melakukan hal yang sama.

   Di negara ini, tidak mungkin seorang perempuan bisa berjalan-jalan di mal dengan aman tanpa perhatian dan selidik dari orang lain, baik sesama perempuan maupun laki -laki.

   Baju apa yang dikenakan, kerudung apa yang dipakai, tas yang dibawa, cara berjalan, dan semua yang dilakukan perempuan selalu diperhatikan.

   Apakah ini sebuah insting? Setelah berbelanja, Michelle, Shedim, dan teman-temannya menuju sebuah restoran untuk makan malam.

   Mereka memilih menu favorit masing-masing dan mulai memanjakan rasa lapar dengan makanan kesukaan.

   Sisa malam itu dihabiskan di rumah Lumeis, di sebuah kemah di depan rumah.

   Keluarga Lumeis memang sering melakukan hal itu dua atau tiga kali seminggu.Mereka bercengkerama dan bertukar pikiran mengenai banyak hal.

   Biasanya dimulai dari masalah politik dan berakhir pada urusan rumah tangga atau sebaliknya.

   Saat itu seluruh anggota keluarga Lumeis sudah berangkat ke Jeddah untuk menghabiskan liburan musim panas.

   Hanya Lumeis dan kakaknya yang tinggal di rumah menunggu dengan getir datangnya hari pernikahan Qamrah.

   Mereka benar-benar menghabiskan malam itu dengan tawa ceria, makanan dan minuman yang lezat, serta menikmati permainan kartu.

   Mereka membunyikan musik dan mulai bergoyang.

   Seperti biasa, Lumeis menciptakan tarian-tarian kontemporer ketimuran mengiringi merdu lagu Seribu Satu Malam oleh Ummu Kultsum*.

   Tidak ada yang menemani Lumeis menari.

   Dia menari sendirian.

   Ada beberapa alasan mengapa teman-temannya tidak ada yang menemani.

   Pertama, tidak mungkin di antara mereka yang mampu mengimbangi kelihaian Lumeis menari.

   Tarian Lumeis sungguh sempurna.

   Kedua, mereka benar-benar menikmati suguhan tarian Lumeis.

   Di antara mereka ada yang berusaha memberi nama pada setiap improvisasi gerakan tahan Lumeis.

   Lumeis sendiri sering mengikuti kehendak mereka untuk merunduk, berputar, atau berposisi terbang.

   Ketiga, Lumeis sendiri memang senang menjadi pusat perhatian.

   Bahkan dia akan berhenti menari bila tidak ada lagi yang memberikan semangat, tepuk tangan, atau sekadar memberi komentar.

   Malam itu Michelle dan Lumeis melengkapi keceriaan dengan minuman alkhohol berkelas milik ayahnya.

   Dia mengambilnya dari lemari kaca tempat ayahnya menyimpan minuman-minuman mahal untuk jamuan tamu-tamu istimewa.

   Michelle tahu banyak tentang minuman berkelas Brendy, Vodka, Wine, dan yang sejenis.

   Ayahnya banyak mengajari keterampilan meramu minuman-minuman itu dan menyediakannya kepada para tamu untuk memeriahkan saat-saat istimewa.

   Tetapi Michelle tidak pernah ikut bergabung bersama ayahnya kecuali pada jamuan-jamuan istimewa.

   Lumeis sendiri tidak terbiasa dengan minuman jenis itu.

   Tetapi karena kali itu adalah malam pelepasan Qamrah untuk memasuki dunia baru, maka akan menjadi sangat istimewa.

   Semua bergabung dalam lezatnya minuman.

   Malam itu benar-benar teramat istimewa.

   Ketika alunan suara Abdul Majid Abdullah melantunkan lagu.

   "Wahai wanita Riyad, wahai harta pilihan, tebarkan kasih sayang,"

   Tak seorang pun tertinggal, mereka menari bersama.

   * Biduanita kondang dari Mesir yang dianggap melegenda hingga ke seluruh dunia.

   Ia mendapat julukan Bintang dari Timur, dan sampai kini lagu-lagu nyanyiannya masih tetap diburu para penggemarnya.

   To.

   seerehwenfadha7et@yahoogroups.com From.

   "seerehwenfadha7et"

   Date.

   27/2/2004 Subject.

   Siapakah Ummi Nuwair? Perempuan yang menyerahkan seluruh kehidupannya untuk sesama perempuan adalah perempuan yang belum menemukan laki-laki yang telah diberikan kehidupan ini untuknya (Taufik al-Hakim).

   Dua minggu setelah pesta pernikahan Qamrah, Badriyah, bibi tertua Shedim menerima banyak sekali telepon yang menanyakan perihal gadis itu dan mengajukan lamaran.

   Mungkin bermula dari kesan-kesan mereka atas penampilan Shedim yang memesona selama perhelatan pesta Qamrah.

   Begitu banyaknya jumlah pelamar hingga bibi Badriyah mengambil kebijakan untuk memilih sendiri mereka itu.

   Dia melakukan penolakan bagi beberapa pelamar yang menurutnya kurang cocok dengan keponakannya, dan hanya memberitahukan beberapa pelamar berkualitas kepada Shedim dan ayahnya.

   Di antaranya terdapat seorang laki-laki bernama Walid.

   Ia adalah putra dari Abdullah al-Syary.

   Walid adalah seorang sarjana teknik komunikasi, pegawai eselon dua, yang ayahnya kebetulan adalah saudagar sukses di Saudi.

   Pamannya pun adalah seorang notaris terkenal, dan bibinya adalah direktur sebuah sekolah khusus wanita terbesar di Riyad.

   Begitulah Shedim bercerita tentang sosok Walid kepada Michelle, Lumeis, dan Ummi Nuwair* pada suatu saat.

   Wanita itu adalah tetangga Shedim.

   Di rumah Ummi Nuwair inilah Shedim, Michelle, Lumeis, dan Ummi Nuwair sendiri sering saling berbagi cerita, tawa, dan sesekali air mata.

   Ummi Nuwair adalah seorang wanita Kuwait yang bekerja di lembaga pengembangan sumber daya perempuan.

   Dia tinggal di rumah yang bersebelahan bahkan berbatasan langsung dengan tembok rumah ayah Shedim.

   Ummi Nuwair bercerai dengan suaminya, seorang laki-laki Saudi setelah menjalani masa perkawinan selama limabelas tahun.

   Mereka bertemu saat bersama-sama mengambil program S1 di Universitas Kuwait.

   Sebelumnya mantan suami Ummi Nuwair tinggal di Kuwait ikut dengan ayahnya yang bekerja di Kantor Perwakilan Saudi di sana.

   Kini mantan suami Ummi Nuwair sudah menikah lagi.

   Ummi Nuwair hanya mempunyai seorang anak lakilaki bernama Nuwairy.

   Tetapi, Nuwairy ini mempunyai kisah panjang yang aneh.

   Sejak umur sebelas atau duabelas tahun, dia mempunyai kebiasaan ganjil yaitu berperilaku seperti perempuan.

   Ia berpakaian perempuan, memakai sepatu perempuan, berdandan, dan suka memanjangkan rambut.

   Ibunya telah berusaha dengan berbagai cara lembut dan kasar untuk * Karena nama anaknya inilah maka ibunya dipanggil Ummi Nuwair yang artinya ibunya si Nuwany -Peny.

   mengembalikan kebiasaan Nuwairy layaknya seorang anak laki-laki.

   Dari hari ke hari ibunya berusaha memerhatikan perkembangannya, tetapi belum mendapatkan hasil yang diharapkan.

   Pada mulanya, Nuwairy berkembang normal sebagaimana anak laki-laki seusianya.

   Hingga suatu hari ayahnya mendengar laporan tetangganya tentang apa yang diperbuat si Nuwairy itu.

   Ayahnya marah besar.

   Dia masuk ke kamar Nuwairy dan memukul membabi buta menggunakan tangan dan kakinya sehingga Nuwairy mengalami retak tulang iga, hidung, dan salah satu lengannya.

   Setelah kejadian itu, sang ayah meninggalkannya dan hidup bersama istri kedua.

   Hingga kini sang ayah tidak pernah tahu dan tidak pernah mau tahu mengenai perkembangan anaknya.

   Demikianlah sekilas kisah Nuwairy.

   Setelah kejadian itu, Ummi Nuwair menyerahkan semua urusan diri dan anaknya kepada Allah.

   Dia menganggap hal ini sebagai ujian dari Allah yang harus dihadapi dengan kesabaran.

   Ummi Nuwair memulai hidup baru bersama anak semata wayangnya, hingga dia berkembang seperti keadaannya kini.

   Hingga hari ini saat Walid mengajukan lamaran kepada Shedim, Ummi Nuwair telah tinggal bersebelahan dengan rumah Shedim selama empat tahun.

   Empat tahun lalu sebelum kepindahannya ke rumahnya kini Ummi Nuwair pernah berencana kembali ke Kuwait, tetapi anaknya menolak.

   Pada mulanya, dia sempat tergoncang oleh terpaan fitnah yang dilontarkan dari cara pandang dan berpikir masyarakat yang kejam.

   Tetapi, perjalanan waktu memberikan kekuatan dan kesabaran kepadanya, sehingga dia rela dan lapang dada menerima segalanya.

   Bahkan dengan terang-terangan dia menamakan dirinya dengan Ummi Nuwair sebagai simbol kekuatan dan ketegarannya menghadapi fenomena anaknya di hadapan gunjingan masyarakat yang tajam.

   Pada saat itu Ummi Nuwair berusia tigapuluh sembilan tahun.

   Shedim sering berkunjung ke rumahnya dan kerap juga mengajak teman-temannya bersilaturahmi ke sana.

   Ummi Nuwair adalah simbol abadi dari ketegaran dan kesetiaan menjalani proses kehidupan.

   Bagi Shedim, dia adalah wanita paling mulia yang pernah dikenal.

   Terutama sejak gadis itu kehilangan ibunya pada usia tiga tahun, Ummi Nuwair tampil lebih dari seorang tetangga atau teman.

   Shedim menganggapnya sebagai pengganti ibu kandung yang telah damai di sisi-Nya.

   Ummi Nuwair adalah gudang penyimpan rahasia bagi keempat gadis itu.

   Dia setia dan selalu ada untuk ikut mencarikan solusi bagi setiap masalah.

   Bersama gadis-gadis itu, Ummi Nuwair sendiri merasakan hiburan dan kebahagiaan yang luar biasa.

   Beban hidupnya pun menjadi larut, dan rumahnya menjadi tempat paling tepat bagi kempat gadis itu untuk menemukan sedikit kebebasan yang tak mungkin ditemukan di rumah mereka.

   Sebagai contoh, suatu hari Michelle menelepon Faishal untuk menemaninya minum kopi dan menghirup udara segar di luar rumah.

   Itulah pertemuan pertama sejak mereka berkenalan di mal.

   Michelle sengaja tidak memberikan waktu kepada Faishal untuk mempersiapkan diri.

   Dia ingin Faishal tampil apa adanya.

   Tetapi, sungguh di luar dugaan, ketika masuk ke mobil Faishal, dia menemukan lelaki itu jauh lebih tampan dan sempurna.

   Dengan celana jeans dan baju Ya lentino ketat, Faishal begitu jantan dan gagah.

   Otot dan dadanya yang bidang tergambar di bajunya.

   Tangan dan semuanya begitu kekar.

   Faishal membeli dua gelas kopi.

   Satu untuknya dan yang lain untuk Michelle.

   Dengan dua gelas kopi, keduanya berkeliling kota Riyad.

   Mereka singgah sebentar di kantornya, salah satu ruangan di perusahaan ayahnya.

   Faishal menjelaskan sekilas rutinitas hariannya, lalu menuju kampus Faishal.

   Di sana dia memperdalam Sastra Inggris.

   Mereka berkeliling sebentar di dalam area kampus hingga petugas keamanan menegur dan melarangnya berduaan karena hari sudah malam.

   Dua jam atau lebih sedikit setelah itu, Faishal mengantarkan Michelle ke rumah Ummi Nuwair setelah menikmati keindahan malam.

   To.

   seerehwenfadha7et@yahoogroups.com From.

   "seerehwenfadha7et"

   Date.

   5/3/2004 Subject.

   Ada apa dengan Qamrah? Kebudayaan kita tergelincir dalam lumpur dan sabun.

   Masih kita lestarikan warisan Fir'aun dan Abu Jahal.

   Kita masih hidup dalam logika kunci dan gembok; melipat kaum perempuan dalam gumpalan kapas, menguburnya dalam pasir, memilikinya seperti benda, melepasnya ke sawah di siang hari seperti sapi dan mengembalikannya ke kandang pada malam hari.

   Kita memerlakukan hak istri seperti kuda pacuan; dipukul agar berlari kencang.

   Tanpa perasaan.

   Tanpa cinta dan kerinduan.

   Tanpa kasih sayang.

   Kita memerlakukannya sebagai alat.

   Untuk bekerja dan dipekerjakan.

   Kemudian kita terlelap meninggalkan mereka di tengah api, di tengah tanah berlumpur.

   Mereka terbunuh tanpa luka.

   Dan kita campakkan di tengah perjalanan.

   Seperti terngiang di telingaku cacian para lelaki pembaca puisi ini.

   Mereka melaknatku.

   Kuharap kalian memahaminya dari sisi yang kuinginkan.

   (Nizar Qabany) Bulan madu usai sudah.

   Mereka berangkat ke Chicago.

   Itulah kota pilihan Rasyid untuk menyelesaikan disertasi doktoral dalam bidang teknik elektronika.

   Sebelumnya, program S1 telah diselesaikannya di Los Angeles dan S2 di Indianapolis.

   Qamrah memulai kehidupan barunya dengan dipenuhi rasa takut dan kekhawatiran.

   Dia selalu ketakutan setiap kali naik lift menuju apartemennya di lantai empat puluh.

   Ada goncangan yang mengoyak kepalanya dan menghantam telinganya setiap kali menaikinya, seakan sedang berbenturan dengan awan yang bergulung-gulung.

   Ada rasa pusing yang menghampiri setiap kali mencoba melihat ke bawah melalui jendela apartemennya.

   Segala sesuatu menjadi sangat kerdil nun jauh di bawah sana.

   Dan bawah sana, tampaklah seperti jalan raya mainan yang sering dimainkannya sewaktu kecil dulu.

   Mobil dan kendaraan di jalan raya itu tidak lebih besar dari kotak korek api.

   Deretan mobil hanyalah terlihat seperti barisan semut.

   Qamrah juga merasa tidak nyaman, ia takut terhadap para preman yang gemar mabuk dan banyak berkeliaran di jalanan.

   Mereka kasar dan sering meminta uang dengan paksa.

   Dia juga ngeri mendengar berita tentang banyaknya kasus perampokan, pencurian, dan pembunuhan yang terjadi di daerah tempat tinggalnya.

   Bahasa Inggrisnya yang pas-pasan juga selalu membuatnya khawatir setiap kali keluar apartemen dan merasa menjadi incaran aksi penipuan.

   Kesulitan berkomunikasi dalam bahasa itu juga menghantuinya saat harus menggunakan taksi atau menyebutkan keperluannya.

   Rasyid telah sibuk dengan penelitian disertasinya sejak dia bergabung di Universitas.

   Keluar apartemen jam tujuh pagi, dan baru kembali lagi pada jam delapan atau sembilan malam.

   Terkadang dia harus pulang jam sepuluh saat ada tugas tambahan atau sesi penelitian yang belum selesai.

   Pada liburan akhir pekan, dia selalu menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan seperti berlama-lama di depan internet atau menonton televisi.

   Seringkali ia tertidur hingga pagi di sofa saat mengikuti pertandingan Bisbol yang menjemukan bagi Qamrah.

   Kalaupun Rasyid berangkat tidur di ranjang bersama istrinya, dia hanya mengenakan celana tidur putih panjang dan kaos oblong putih.

   Kedua pakaian itulah yang selalu dikenakannya bila sedang berada di apartemen.

   Keduanya menampilkan Rasyid sebagai seorang yang kelelahan dengan aktifitas di luar rumah, bukan sebagai seorang pengantin baru.

   Qamrah banyak bersabar menghadapi semuanya.

   Banyak kelembutan, kasih sayang, cinta, dan kehangatan yang menghentak-hentak kalbunya seperti yang dia baca pada buku-buku novel percintaan dan film-film roman.

   Dan saat ini dia tinggal bersama seorang laki-laki yang tidak merasakan ketertarikan cinta dan kelembutan, menjauhi ranjang dan mengenakan pakaiannya, lalu meninggalkan kamar yang di dalamnya terdapat seorang wanita yang sedang menangis memohon maaf atas kesalahan yang tak diketahuinya.

   Qamrah tidak melihat suaminya hingga keesokan sorenya, pada rencana keberangkatan mereka ke Washington.

   To.

   seerehwenfadha7et@yahoogroups.com From.

   "seerehwenfadha7et"

   Date.12/3/2004 Subject.

   Walid dan Shedim; sebuah kisah sastra Saudi modern Laki-laki selalu merasa sempurna bila mampu menundukkan perempuan dan membuatnya menyerahkan diri seutuhnya.

   Tetapi perempuan selalu merasa tidak sempurna sebelum memberikan yang terbaik kepada laki-laki (Anuriyah) Banyak yang mengirimkan surat di alamat emailku.

   Mereka berkata.

   "Kamu tidak pantas berkedok sebagai perempuan Najd*. Kamu pasti meletakkan dendam dan berusaha mencemarkan nama baik perempuan Saudi."

   Jawaban tulisanku.

   "Kita baru pada tahap pendahuluan, saudaraku tercinta. Kalau pada email kelima saja kalian sudah memaklumatkan perang terhadapku, apa yang akan terjadi dengan email-emailku yang selanjutnya?"

   Shedim dan ayahnya menemui Walid di ruang tamu. Mereka berdua sangat bahagia dan merasa terhormat dengan kehadiran Walid. Qamrah pernah memberi Shedim nasehat yang didengarnya dari sang ibu.

   "Jangan mengulurkan tanganmu untuk bersalaman dengan Rasyid pada waktu syufah**."

   Mengikuti nasehat itu, Shedim tidak menyalami Walid.

   Lelaki itu terlihat amat sopan dan menghormati Shedim dan ayahnya.

   Dia tidak duduk sebelum Shedim dan ayahnya mengambil tempat duduknya masing-masing.

   Ayah Shedim dan Walid berbincang-bincang tentang banyak hal.

   Shedim hanya diam dan sesekali melibatkan diri dalam pembicaraan dengan senyum dan pandangan mata.

   Setelah beberapa menit, sang ayah meninggalkan ruang tamu untuk keluasan waktu dan kebebasan dalam memulai perkenalan di antara kedua orang itu.

   Dari pandangan mata saat datang ke ruang tamu, Shedim menangkap ketakjuban Walid terhadap kecantikannya.

   Shedim sendiri seperti sedang terasing di tempat yang belum pernah dikunjunginya.

   Meski Shedim tidak banyak mengangkat kepalanya, tetapi lemparan pandangannya yang hanya sesekali cukup memberinya berita bahwa Walid sedang melihat, memeriksa, dan menyapu dirinya dengan seluruh ketajaman pandangan yang dimiliki.

   Saat berjalan menuju ruang tamu * Sebutan lain untuk penduduk wilayah Aiab Saudi dan sekitarnya -peny.

   ** Kedatangan calon suami kepada calon istri untuk melihat dan berkenalan sesuai syariat Islam tadi, Shedim hampir terpeleset karena tahu bahwa seseorang tengah mengawasinya.

   Dengan bantuan Walid, sedikit demi sedikit, Shedim mampu menguasai dirinya dan berhasil menaklukkan rasa malunya.

   Walid banyak mengarahkan percakapan.

   Mulai dari fakultas dan jurusan, rencana masa depan, cita-cita, hobi, hingga masalah dapur dan memasak.

   Mungkin lelah bertanya dan kehabisan materi pembicaraan, Walid berkata.

   "Apa kamu tidak ingin bertanya dan mengetahui sesuatu tentang diriku?"

   Shedim berpikir sejenak dan menjawab.

   "Aku hanya ingin sampaikan kepadamu bahwa aku menggunakan kacamata."

   Walid tertawa, disusul oleh Shedim. Setelah sejenak dalam tawa ringan, Walid kembali mencoba menggali respon Shedim.

   "Apa pendapatmu tentang profesiku yang mengharuskan aku untuk sering bepergian ke luar kota dan ke luar negeri?"

   Shedim menjawab spontan.

   "Itulah masalahnya. Aku sangat menyukai traveling."

   Jawaban spontan itu memberikan kesan cerdas dan membuat Walid kagum.

   Tapi Shedim sendiri merasa telah melakukan kesalahan dan merasa lancang mengatakannya.

   Dia seperti hendak menghukum lisannya.

   Dia khawatir kalau perkataan itu mengecewakan Walid dan membuatnya pergi darinya.

   Sungguh Shedim akan kembali tidak mampu menguasai dirinya bila saja, bersamaan dengan itu ayahnya tak bergabung kembali dengan mereka.

   Kedatangan ayahnya membuat Shedim mendapat kesempatan untuk meminta izin meninggalkan ruang pertemuan.

   Shedim meninggalkan ruangan setelah melemparkan senyuman lebar.

   Walid membalasnya dengan senyuman yang lebih lebar.

   Shedim meninggalkan Walid dan ayahnya, hatinya bagaikan burung-burung sedang berkicau.

   Meski tidak banyak memiliki kelebihan dibanding umumnya kaum laki-laki, namun di mata Shedim, Walid tampil sebagai sosok yang tampan.

   Shedim menyukai warna kulit Walid yang putih kemerahan, kumis tipisnya, dan kacamata dengan bingkai hitam tipis yang menambah daya tarik di wajahnya.

   Sepeninggal Shedim, Walid meminta izin kepada ayahnya untuk menelepon gadis itu pada saat-saat tertentu demi melanjutkan perkenalan sebelum benar-benar mengajukan lamaran.

   Ayah Shedim menyetujui permintaan itu dan memberikan nomor ponsel Shedim.

   Pada malam itu juga Walid menghubungi Shedim, dan gadis itu akhirnya menjawab setelah dapat mengalahkan keraguannya.

   Walid menyampaikan pujian dan kekagumannya kepada Shedim.

   Mereka berbincang sebentar, lalu sama-sama terdiam, seakan Walid sedang menatap wajah Shedim.

   Gadis itu juga menyampaikan kegembiraannya atas pertemuan dan perkenalan tadi siang.

   Walid menyampaikan ketidaksabarannya untuk memastikan hubungan mereka.

   Bahkan dia menyatakan akan mempercepatnya sebelum Idul Fitri tiba.

   Ponsel Shedim menjadi lebih sering berdering.Dalam sehari, Walid menghubunginya puluhan kali.

   Itulah yang menjadi pembuka hari, dan terdengar sejak bangun tidur hingga menjelang keberangkatan Walid ke kantor.

   Sebagai penutup hari, mereka melakukan percakapan panjang lebar sebelum berangkat ke peraduan, bahkan di larut malam, sesekali mereka masih juga berbincang.

   Terkadang, Walid sengaja membangunkan Shedim hanya untuk memberitahukan bahwa ada lagu permintaan yang sedang terdengar pada siaran radio.

   Setiap hari Walid meminta Shedim untuk merekomendasikan kacamata, jam tangan, pulpen, baju, celana, dan barang lain yang akan dibelinya.

   Semua itu dilakukan semata-mata agar apa apa yang dikenakannya selalu sesuai dengan selera Shedim.

   Cinta Walid kepada Shedim membuat iri teman-temannya, terutama Qamrah.

   Mendengar tentang kemesraan mereka berdua, dia merasa dirinya bukanlah perempuan yang beruntung.

   Dia pun mulai mengarang cerita-cerita bohong tentang perhatian, kasih sayang, dan keharmonisannya bersama Rasyid.

   Qamrah ingin merasa tak kalah seru dibanding Shedim.

   Ia ingin merasa tak memiliki kekurangan dari temannya itu.

   Kini ikatan perjodohan Walid dan Shedim telah dipastikan.

   Walid telah menyatakan pertunangannya.

   Bibi Shedim menangis terharu ketika mengenang almarhum Ibu Shedim yang kebetulan adalah adiknya sendiri.

   Wanita itu telah meninggalkan Shedim yang waktu itu masih berusia kanak-kanak.

   Wanita itu belum sempat menyaksikan kecantikan anaknya yang kini dikagumi banyak orang.

   Shedim sendiri juga belum sempat memiliki kenangan tentang sosok ibunya yang telah mewariskan kecantikan kepadanya.

   Setelah acara pertunangan selesai, ayah Shedim mengadakan jamuan makan yang dihadiri oleh kerabat kedua keluarga besar.

   Keesokan sorenya, Walid datang mengunjungi Shedim.

   Mereka berdua tidak pernah bertemu semenjak acara syufah dulu.

   Kedatangannya kali itu untuk memberikan sebuah hadiah perdana yaitu sebuah ponsel generasi terbaru dari sebuah merek ternama yang baru sehari dilempar ke pasar.

   Pada minggu-minggu berikutnya, Walid semakin sering mengunjungi Shedim.

   Sebagian besar kunjungan itu atas izin dan sepengetahuan ayahnya.

   Hanya sedikit yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

   Biasanya kunjungan dimulai setelah salat Isya dan Walid tidak kembali pulang sebelum jam dua dini hari.

   Adapun pada akhir pekan, seringkali mereka bercengkerama hingga menjelang subuh atau fajar menyingsing.

   Sekali dalam dua minggu, Walid mengajak Shedim makan malam bersama di sebuah restoran terkenal.

   Pada hari-hari biasa, Walid membawakan makanan kesukaan Shedim, dan mereka nikmati bersama sambil mengendarai waktu dalam tawa penuh canda, cerita, atau percakapan dengan tema tertentu.

   Sesekali keduanya menonton film yang dipinjam dari sahabat mereka berdua.

   Canda tawa, curahan hati, dan obrolan selalu berkembang dan bercabang hingga Shedim merasakan ciuman pertamanya.

   Walid menjadi terbiasa untuk mencium pipi kanan dan kiri di setiap pertemuan dan menjelang mereka berpisah.

   Tetapi, malam itu Walid meninggalkan Shedim dengan ciuman yang lebih hangat dari biasanya.

   Mungkin mereka terbawa gairah film yang mereka tonton bersama.

   Malam pun berlalu dengan hangatnya ciuman di bibir gadis itu.

   Shedim mulai mempersiapkan segalanya yang diperlukan untuk sebuah pesta pernikahan.

   Shedim mempersiapkan semua bersama Ummi Nuwair, Michelle, dan Lumeis.

   Walid sesekali menemani berbelanja, terutama ketika Shedim hendak membeli baju-baju tidur.

   Resepsi akan dilangsungkan setelah ujian akhir semester selesai.

   Itu dilakukan untuk menghindari terjadinya pernikahan pada liburan musim Haji sehingga Shedim tidak mempunyai banyak waktu untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian akhir.

   Dia adalah salah satu mahasiswa yang memiliki daya saing tinggi.

   Ia selalu ingin menjadi yang terbaik di antara teman-teman sekampusnya.

   Demi tujuan itu, Shedim harus mengalahkan kehendak Walid untuk menikah secepatnya.Tetapi Shedim berusaha membuat calon suaminya paham agar semua rencana disusun atas kemauannya.

   Untuk itu Shedim berencana membuat Walid menyetujui kehendaknya.

   Malam itu Shedim mengenakan baju tidur berwarna hitam yang dibelikan Walid untuknya.

   Semenjak dibeli, baju itu belum pernah dipakai dan sengaja akan dikenakan pada malam spesial itu.

   Bunga mawar merah yang ditaburkan di sudut-sudut ruangan, lilin warna-warni yang dinyalakan di sana-sini, alunan musik yang mengalun menghanyutkan rasa, semuanya kehilangan aura romantis saat gaun warna hitam itu sedikit demi sedikit terlepas dan mempersembahkan keindahan yang selama ini tersembunyi.

   Gadis itu pun bertekad untuk memberikan yang terbaik bagi kekasihnya pada malam itu.

   Ia ingin menyerahkan segala yang dimiliki sebagai hadiah atas kerelaan menunda pernikahan hingga selesai masa ujian akhir semester.

   Shedim sama sekali tidak menunjukkan penolakan dan rasa malu untuk memulai kehidupan mereka berdua langsung pada malam itu juga.

   Shedim telah lama mempunyai keyakinan bahwa dia tidak akan mendapatkan kepuasan dan persetujuan pasangannya bila tidak mempersembahkan dirinya seutuhnya.

   Kebetulan ayah Shedim tak berada di rumah.

   Bersama saudaranya, ia tengah menyelesaikan urusan keluarga selama beberapa hari.

   Walid semakin tak terhalangi untuk dimanjakan, dan Shedim sama sekali tak menemukan kendala untuk melakukan apa saja yang dikehendaki lelaki itu pada malam tersebut...

   sebagaimana yang dia sendiri rasakan.

   Sepulang Walid, Shedim menunggu telepon dari kekasihnya, terutama untuk mendengarkan respon dan apa yang sedang dirasakan Walid setelah kejadian malam itu.

   Tetapi lamanya penungguan itu hanyalah sia-sia.Sampai malam datang, lelaki itu tidak menghubungi.

   Gadis itu pun tidak ingin memulai menghubungi dan lebih memilih menunggu.

   Tetapi hingga keesokan harinya penungguan itu masih sia-sia.

   Shedim pun memutuskan untuk mengendapkan suasana hati beberapa hari.

   Sebagaimana yang dirasakannya akibat kejadian malam itu, mungkin Walid juga sedang gelisah dan didera sesuatu yang tak mudah digambarkan.

   Shedim sepakat dengan dirinya sendiri untuk saling menjernihkan hati dan menguasai kembali perasaan.

   Baru setelah dirasa cukup untuk menormalkan kondisi psikologis masing-masing, Shedim berencana menghubungi Walid untuk klarifikasi apa sebenarnya yang tengah terjadi.

   Tiga hari berlalu Shedim kehilangan informasi tentangnya.

   Hilanglah kesabaran untuk selalu menunggu, dan dia pun memberanikan diri untuk menghubungi.

   Tetapi kekecewaan harus dirasakannya.

   Ponsel Walid tidak aktif.

   Seminggu pun berlalu, dan selalu saja gagal menghubungi.

   Ia telah mencoba menghubungi pada waktu yang berbeda-beda untuk memastikan Ponsel Walid sesekali aktif.

   Tetapi hasilnya tetap sama kecewa.

   Kegundahan Shedim semakin mengkristal.

   Apakah selama seminggu ini Walid sengaja mematikan Ponsel untuk berkonsentrasi menyelesaikan tugas dan pekerjaannya? Apa yang sebenarnya terjadi? Adakah kecelakaan yang menghampiri dirinya? Apakah sebenarnya lelaki itu sedang marah dengan caranya merayu untuk menunda hari pelaksanaan pernikahan? Tetapi apakah amarahnya teramat besar, sehingga berani untuk menghukumnya dengan cara tidak menghubungi selama lebih dari seminggu, padahal sebelumnya, lelaki itu bisa menghubungi sampai puluhan kali dalam sehari? Apa yang sebenarnya dirasakan Walid tentang kejadian malam itu? Apakah dengan menyerahkan diri seutuhnya sebelum pernikahan merupakan kesalahan dan dosa di mata Walid? Marah atau gila? Apakah sejak awal pertemuan, Walid memang telah ragu terhadap Shedim, sehingga kejadian malam itu memberinya kepastian untuk benar-benar angkat kaki untuk selamanya? Tetapi apa sebabnya? Bukankah sejak pertunangan itu mereka telah resmi dalam sebuah ikatan? Apakah yang disebut pernikahan adalah semua kemeriahan, hadirnya para undangan, tersedianya berbagai makan lezat, dan hingar bingar pesta besar? Apakah sebenarnya pernikahan? Apakah dengan keberanian itu, Shedim berhak mendapatkan hukuman sedemikian rupa? Tetapi bukankah dia sendiri yang memulai? Bukanlah dia yang lebih agresif dan lebih banyak mengambil inisiatif? Mengapa Walid memaksa untuk melakukan kesalahan bersama dan segera setelah semua itu sempurna dilakukan, ia pun mencuci tangannya? Siapakah yang paling bersalah? Apakah yang telah terjadi pada malam itu merupakan sebuah kesalahan? Apakah saat itu Walid sedang menguji pertahanannya? Dan jika dalam ujian itu Shedim dianggap gagal, apakah berarti pernikahan mereka berdua juga akan gagal? Apakah saat ini Walid sedang menganggap Shedim sebagai wanita murahan? Lelucon macam apa ini? Bukankah Shedim telah resmi menjadi istrinya, dan berarti halal untuk melakukan apa saja? Atau karena belum ada ijab kabul dan saksi? Apakah semua ikatan dan pertunangan itu tidak mengartikan keabsahan sebuah hubungan yang memang hanya belum dipestakan saja? Shedim sama sekali tidak tahu jawaban semua pertanyaannya.

   Tidak seorang pun membekalinya pengetahuan yang cukup untuk menjawab salah satu pertanyaan itu.

   Apakah ketidaktahuan ini akan membuat Walid menjatuhkan hukuman? Andai ibunya masih hidup, dia tentu akan belajar banyak tentang apa saja yang harus dilakukan dan apa saja yang tidak, sebagaimana pelajaran yang diterima Qamrah dan ibunya.

   Dia hanya tahu banyaknya cerita tentang hubungan intim yang dilakukan sebelum pernikahan dilangsungkan.

   Termasuk tentang usia kandungan yang mencapai tujuh bulan saat pernikahan diresmikan.

   Bahkan dia juga banyak mendengar tentang perkawinan yang disertai hadirnya anak hasil hubungan kedua mempelai dalam usia yang sudah bukan bayi lagi.

   Maka, di mana letak kesalahan Shedim? Siapakah yang memberitahu Shedim mengenai garis yang tegas antara yang boleh dan yang tak boleh dikerjakan? Apakah ketentuan yang digariskan agama sama dengan ketentuan yang dipahami oleh nalar para pemuda Arab? Walid selalu menertawakan Shedim setiap kali mendengar bahwa gadis itu merasa telah resmi menjadi Istrinya sesuai dengan hukum Allah dan sunah Nabi.

   Sementara itu Ummi Nuwair dan bibinya selalu menekankan bahwa dirinya hanyalah seorang gadis yang baru saja dilamar oleh seorang calon suami.

   Siapakah yang benar? Siapakah yang akan memberinya penjelasan yang benar? Apakah Walid kini tengah menganggapnya bukan sebagai wanita salehah? Shedim hanya melakukan apa yang pernah dia dengar dari temannya yang telah menikah.

   Dia hanya menjalankan logika yang dipahaminya dari tontonan televisi.

   Shedim hanya melakukan sebuah eksperimentasi.

   Maka, dosa apakah sebuah langkah percobaan itu? Lelucon apa ini? Apa yang sedang berkecamuk di otak Walid? Shedim berusaha menelepon ibu Walid.

   Tetapi ibunya sedang tidur.

   Dia pun hanya meninggalkan pesan untuk disampaikan bahwa dirinya telah menghubungi dan memohon ibunya balik menghubunginya.

   Tetapi Shedim kembali kecewa dan semakin galau.

   Apakah semua yang telah terjadi pada malam itu harus diberitahukan kepada ayahnya? Tapi bagaimana caranya, dan apa sajakah yang harus diberitahu? Bila dia harus diam, apakah dia akan menyimpannya sendiri hingga hari pelaksanaan resepsi? Lantas apa kata orang tentang dirinya? Apakah dia akan membiarkan orang menyebutnya sebagai pengantin kotor? Tidak! Tidak! Walid tidak mungkin serendah itu.

   Lelaki itu pasti sedang sakit di sebuah rumah sakit.

   Kemungkinan itu jauh lebih besar ketimbang beranggapan bahwa Walid kini tengah meninggalkan dirinya hanya oleh sebab yang tidak jelas! Shedim benar-benar bingung.

   Dia tidak bisa menentukan antara menunggu Walid datang mengunjunginya dan berusaha menghubunginya lagi.

   Shedim bermimpi dan membayangkan kedatangan Walid bersimpuh kepadanya seraya meminta maaf.

   Tetapi dia benar-benar tidak datang dan tidak menghubungi.

   Ayahnya bertanya.

   Shedim tidak menjawab.

   Jawabannya adalah selembar surat yang diterimanya.

   sebuah surat pembatalan perkawinan dari Walid.

   Sang ayah berusaha memahami rahasia di balik keputusan yang mendadak ini.

   Shedim hanya bisa menangis sejadinya di pangkuan ayah tanpa sepatah cerita pun keluar menjawab tanda tanya sang ayah.

   Ayah Shedim datang ke rumah orang tua Walid dengan amarah di dada.

   Orang tua Walid hanya menyampaikan bahwa anaknya merasa tidak nyaman dan cocok dengan calon istrinya sehingga mempersilakannya untuk membatalkan pertunangan sebelum pelaksanaan resepsi, dan sebelum mereka melakukan hubungan intim.

   Shedim menyimpan rahasia ini rapat-rapat kepada semua orang.

   Dia menikmati rasa sakit ini dalam kebisuan dan kesunyian, hingga datang musibah kedua.

   Lebih dari setengah mata kuliah di tahun pertama kemahasiswaannya mengalami kegagalan.

   To.

   seerehwenfadha7et@yahoogroups.com From.

   "seerehwenfadha7et"

   Date. 19/3/2004 Subject.

   "Lumeis gitu loh!"

   Kutinggalkan hatiku terluka di dalam kelas.

   Kupatrikan tetes darahku di atas kapur tulis.

   Dan sungguh teramat aneh, kapur itu tetap memerah meski luka berwarna cerah (Ghazi al-Qashaby).

   Aku mengakui bahwa ada keterbatasan manusia untuk menjalin ikatan, mengatasi masalah, dan menempatkan diri.

   Aku menerima sangat banyak surat yang mempertanyakan apakah aku adalah salah satu tokoh dan empat sekawan dalam email-emailku.

   Di manakah posisiku sebenarnya? Siapakah aku? Sampai saat ini banyak yang mengatakan bahwa aku lebih dekat ke sosok Qamrah atau Shedim.

   Satu buah email yang menyebutkan bahwa aku adalah Michelle.

   Hanya saja dia mengatakan bahwa bahasa Inggris Michelle lebih baik dari bahasa Inggrisku.

   Yang membuatku tertawa adalah sebuah email yang dikirim seseorang bernama Haitsam dari Madinah.

   Katanya, aku terlalu fanatik dengan wanita-wanita yang berasal dan kota Riyad dan mengesampingkan Lumeis.

   Tidak saudara Haitsam, hari ini, sungguh emailku adalah mengenai Lumeis, Lumeis, dan Lumeis.

   Hanyalah Lumeis.

   Meski mempunyai kemiripan fisik, Lumeis dan Tamara saudara kembarnya-mempunyai kebiasaan dan pemikiran yang jauh berbeda.

   Keduanya belajar di kelas yang sama selama masa sekolah dasar, menengah, bahkan masa perkuliahan di kampus dan fakultas yang sama.

   Mereka berdua mendalami materi-materi kedokteran umum.

   Tamara selalu mendapatkan pujian dan penghargaan dan para dosen karena kesungguhan dan keseriusannya.

   Tamara mempunyai pembawaan yang datar dan tidak banyak melakukan hal-hal yang mengejutkan.

   Waktunya banyak dihabiskan untuk urusan perkuliahan.

   Maka tidak heran bila dia kurang populer kecuali oleh sekelompok mahasiswa dan teman yang terfokus pada tugas pelajaran.

   Berbeda dengan adiknya, Lumeis berkepribadian supel dan luas pergaulannya.

   Dengan tingkat pendidikannya yang tinggi, Lumeis mampu membangun relasi kuat dengan berbagai kelompok dan kalangan dari bawah hingga atas.

   Lumeis lebih berani melakukan resiko dan lompatan pemikiran.

   Di mata Tamara, Lumeis adalah gadis yang sembrono, lincah, dan cenderung genit.

   Dr.

   Ashim Hijazy dan dr.

   Fathin Khalil adalah orang tua kedua gadis itu.

   Dr.

   Ashim Hijazy adalah mantan dekan di Fakultas Kesehatan Masyarakat, sementara dr.

   Fathin Khalil adalah mantan wakil suaminya di Fakultas yang sama.

   Kedua orang tua itu adalah faktor terpenting di balik kesuksesan studi Lumeis dan Tamara.

   Mereka berdua mendapatkan pengawasan dan arahan yang berkesinambungan di tempat dan bidang yang sama.

   Perkembangan kepribadian dan perubahan psikologis mereka selalu termonitor dengan baik.

   Kedua orang tuanya selalu ada setiap saat mereka membutuhkan solusi bagi masalah yang dihadapi, baik personal maupun secara kolektif.

   Semenjak pendidikan awal hingga masa studi kesarjanaan, perhatian mereka tak pernah pudar bahkan semakin besar.

   Dr.

   Ashim tidak mempunyai anak selain si kembar ini.

   Keduanya pun lahir setelah penantian selama empat belas tahun.

   Selama rentang waktu itu, ia beserta istrinya berusaha keras mendapatkan keturunan dengan berbagai cara dan usaha medis, dan Allah pun mengaruniahkan dua anak kembar yang pandai dan cantik.

   Setelah kelahiran mereka berdua, dr.

   Fathin tidak ingin lagi melahirkan anak karena faktor usianya yang beresiko atas diri dan janin yang dikandung.

   Kejadian yang paling tak terlupakan selama masa studi Lumeis di sekolah menengah adalah sewaktu duduk di bangku kelas satu.

   Dia, Michelle, dan kedua sahabatnya sepakat bertemu di dalam kelas untuk bertukar kaset video.

   Pada hari yang telah ditentukan, keempat bersahabat ini membawa empat kaset.

   Tetapi tiba-tiba mereka mendengar tentang diadakannya pemeriksaan mendadak ke semua kelas untuk menemukan barang-barang terlarang, termasuk kaset video.

   Lumeis tak tahu apakah kejadian ini disebabkan oleh pengkhianatan salah satu dari mereka, atau memang ketidak beruntungan tengah menghampirinya pada hari itu.

   Mereka pun panik dan merasa tengah menghadapi kesulitan yang pelik.

   Ketika berita pemeriksaan itu beredar, mereka benar-benar merasa dirasuki oleh rasa gelisah dan takut.

   Betapa tidak! Di tahun pertama studi, mereka telah melakukan kesalahan yang fatal.

   Bukan hanya satu atau dua kaset yang mereka bawa, melainkan enambelas buah.

   Sungguh pelanggaran yang fatal.

   Lumeis mengambil inisiatif mengumpulkan kasetkaset dari teman-temannya.

   Kaset-kaset itu dimasukkan ke dalam sebuah kantung besar.

   Lumeis meminta teman-temannya untuk bersikap wajar dan kembali ke tempat masing-masing.

   Dari sini terlihat potensi keberanian Lumeis mengambil resiko dan kecemerlangan idenya.

   Dia meyakinkan temannya bahwa semua akan baik-baik saja, dan dialah yang akan menyelesaikan masalah ini.

   Pada waktu istirahat, Lumeis membawa kantung itu ke toilet.

   Dia mulai mencari tempat untuk menyembunyikannya tetapi tak ada tempat yang cukup untuk mengamankannya.

   Dia khawatir salah seorang karyawan sekolah akan menemukan lalu melaporkannya.

   Sebenarnya bisa saja dia membuangnya, tetapi yang dipikirkan Lumeis bukanlah tata tertib sekolah, melainkan kehendak teman-temannya agar kaset jangan sampai terbuang.

   Sempat terpikir olehnya untuk meletakkan pada sebuah tempat di belakang lemari kelas, namun tempat itu terlalu terbuka dan mudah tertangkap oleh pandangan mata.

   Aha! Lumeis menemukan ide cerdas.

   Dengan keberaniannya, dia menemui guru kimia di ruangannya.

   Sang guru agak kaget dengan kunjungan mendadak ini.

   Dengan keberaniannya, sekali lagi Lumeis mengambil keputusan untuk menceritakan kesulitan yang sedang dihadapi.

   Sang guru memberikan solusi setelah perdebatan panjang dan memberikan pemahaman kepada Lumeis bahwa ini adalah kesalahan fatal.

   Lumeis sendiri sangat kooperatif untuk mengakui kesalahan dan berjanji tak akan mengulangi.

   Setelah Lumeis memohon dan mendesak, guru itu mengambil kantung dari tangan Lumeis.

   Sang guru menjanjikan untuk melakukan sesuatu yang membuat Lumeis aman dan terbebas dari kesulitan sehingga nama baiknya tetap terjaga.

   Para petugas administrasi melakukan pemeriksaan di kelas Lumeis pada jam kelima.

   Para petugas memeriksa tas para siswa, lemari, dan laci mereka.

   Beberapa murid mencoba menyembunyikan satu atau dua kaset atau album foto mini yang mereka bawa.

   Mereka menyembunyikan di saku seragam yang mereka kenakan.

   Mereka berdiri berjajar di depan kelas, dan menyandarkan punggung ke tembok.

   Teman-teman Lumeis berharap-harap cemas menunggu apa yang akan terjadi kalau giliran pemeriksaan tiba kepada Lumeis.

   Di tengah-tengah jam keenam, seorang petugas mendatangi kelas dan menyampaikan bahwa Direktur Sekolah ingin bertemu dengannya.

   Lumeis bertanya-tanya dalam hati apa yang telah terjadi.

   Apakah ini bagian dari rencana guru kimia? Lumeis masuk ke ruangan Direktur dengan tenang.

   Memang khawatir, tapi dia selalu menanamkan dalam dirinya bahwa tak ada gunanya menghadapi segala sesuatu dengan kepanikan.

   Apalagi ini bukan pengalaman Lumeis yang pertama.

   Direktur segera menginterograsi.

   "Lumeis, bagaimana tugasmu mencari pelaku yang mengotori kursi guru dengan tinta merah?"

   Lumeis tersenyum kecil, tetapi di dalam hati dia tertawa mengingat semua kejadian itu.

   Minggu yang lalu beberapa temannya memang meletakkan tinta merah di kursi guru.

   Sang guru menyentuh tinta, dan para siswi menjadi tertawa riuh.

   Mendengar pertanyaan direktur itu, Lumeis lega dan segera menjawab.

   "Pak, bukannya saya sudah katakan bahwa saya tidak suka mencari kesalahan teman saya dan melaporkannya!"

   "Lumeis,"

   Nada suara Direktur meninggi.

   "Mengapa kamu tidak seperti Tamara?"

   Setelah teguran yang keras ini, dan setelah mendengar Lumeis didesak dengan pola pertanyaan "mengapa kamu tidak seperti Tamara,"

   Ibu Lumeis datang ke sekolah untuk menemui Direktur dan meminta untuk tidak menggunakan pola pertanyaan itu lagi.

   Meski Lumeis memang tidak serajin dan sepandai Tamara pada sisi akademis, namun tidak selayaknya jika sekolah menuntut Lumeis untuk berprestasi setara dengan saudara kembarnya.

   Ibu Lumeis juga meminta agar sekolah tidak menugaskan Lumeis untuk mencari kesalahan temannya dan melaporkannya kepada guru.

   Lebih baik para guru sendiri yang mencari pelakunya dan bukan memerintahkan murid untuk mengerjakan sesuatu yang memang bukan tugasnya.

   Sebab, hal ini akan merugikan Lumeis dengan kehilangan kepercayaan dan cinta teman-temannya.

   Memang benar, para guru selalu mempertanyakan mengapa Lumeis tidak seperti Tamara, tetapi harus diingat bahwa para siswi juga selalu mempertanyakan mengapa Tamara tidak seperti Lumeis.

   Kali ini Lumeis yakin bahwa Direktur Sekolah menjadi sangat lunak kepadanya.

   "Baru beberapa hari yang lalu ibu datang ke Direktur. Pembelaan itu tentu masih hangat di benak Direktur Sekolah,"

   Pikirnya.

   Ibu Lumeis mempunyai posisi dan peranan penting di sekolah itu.

   Sejak lima tahun terakhir, Ibu Lumeis menjadi ketua Badan Komunikasi Orang Tua Murid dan Guru (BKOMG).

   Dia juga mempunyai andil sangat besar dalam beberapa penyelenggaraan kegiatan sekolah.

   Lagi pula, Lumeis dan Tamara memang sering mengharumkan nama sekolah pada kegiatan-kegiatan lomba, meski pada bidang yang berbeda-beda.

   Tamara pada sisi akademis, sedangkan Lumeis pada bidang ekstrakurikuler.

   Pada perlombaan drama antar sekolah, kembar bersaudara ini juga sering menjadi pemeran utama.

   Direktur Sekolah membuka pembicaraan.

   "Ibu sudah menerima laporan dari guru Kimia tentang kantung kaset video milik kamu. Ibu telah memutuskan untuk tidak menghukum kamu. Hari ini kaset-kaset itu telah ibu bawa dan akan ibu kembalikan setelah ibu lihat."

   "Ibu mau melihat dulu? Untuk apa?"

   Lumeis masih menyergah.

   "Agar ibu bisa pastikan bahwa isi kaset itu adalah hal-hal yang baik dan mendidik,"

   Jelas Direktur.

   "Wah, teman-temanku pasti marah bila tahu bahwa kaset-kaset itu berada di tangan ibu,"

   Lumeis mencoba mempertahankan kasetnya.

   "Teman-teman? Siapa mereka?"

   Pertanyaan Direktur itu membuat Lumeis merasa bersalah telah melibatkan teman-temannya dalam masalah ini.

   "Tidak. Saya tidak akan menyebutkan nama mereka untuk Ibu. Saya sudah berjanji untuk menyelesaikan masalah ini sendiri,"

   Kilah Lumeis.

   "Hanya ada dua pilihan. Ibu akan mengembalikan kaset-kaset ini sekarang dengan syarat kamu menyebutkan siapa saja temanmu itu, atau ibu akan membuang kaset-kaset ini?"

   Ibu Direktur merasa menemukan titik kemenangan.

   Akhirnya Lumeis menyebutkan nama-nama mereka dan mendapatkan kantung kaset itu.

   Lumeis membagi kaset-kaset itu untuknya dan teman-teman sebelum mereka pulang ke rumah masing-masing.

   Ketiga teman Lumeis mempertanyakan di manakah dia menyembunyikan kantung besar berisi enambelas kaset itu sehingga lolos dari pemeriksaan.

   Lumeis hanya menjawab dengan senyuman narsis dan perkataan saktinya.

   "Lumeis gitu loh!."

   Begitulah kepribadian Lumeis.

   Benar-benar bertolak belakang dengan Tamara yang lembut dan penurut.

   Tamara tidak menyukai semua kebiasaan Lumeis yang keras kepala itu.

   Rasa tidak suka inilah yang menjadi bibit tumbuhnya berbagai perselisihan antara keduanya kelak.

   To.

   seerehwenfadha7et@yahoogroups.com From.

   "seerehwenfadha7et"

   Date.

   26/3/2004 Subject.

   Mitologi Jalan Lima Apakah perkataan ini adalah karyaku? Aku sedang meragukan sekelilingku Ragu dengan buku dan tulisanku Ragu dengan jari-jariku...

   Ragu dengan paduan dan pilihan warnaku...

   Apakah ini semua karyaku? Atau ada pihak lain yang mengambil peran? (Nizar Qabany).

   Ada surat-surat yang masuk ke inbox-ku dan menuduh bahwa aku meniru karya beberapa sastrawan, terutama dalam cara penulisan.

   Aku sendiri merasa nyaman dan menganggap mulia untuk mengakui bahwa aku memang meniru sebuah buku sebagaimana mereka katakan.

   Tetapi sebenarnya, sungguh kemampuanku sangat kecil dan kerdil jika dibandingkan dengan para pujangga itu.

   Tetapi alangkah piciknya orang yang tidak mau meniru tokoh hebat yang dikaguminya! Fatima adalah teman Lumeis di Fakultas Kedokteran.

   Yang pertama diketahui Lumeis darinya adalah ia berasal dari daerahnya yang terdengar asing.

   Lumeis tidak banyak mengenal teman-teman sekelasnya yang datang dari daerah jauh.

   Bukan karena sikap dan tingkah laku mereka membuat Lumeis menjaga jarak, melainkan Lumeis sendirilah yang tidak begitu akrab dengan daerah asal mereka.

   Dari sekitar enampuluh mahasiswi Fakultas Kedokteran, lebih dari lima puluh persennya berasal dan daerah di luar Riyad.

   Lumeis selalu merasakan aura positif yang memancar kuat darimereka.

   Mereka banyak mengundang kekagumannya.

   Kepribadian, aktifitas yang padat, kemandirian, ketabahan, dan keterampilan mereka selalu membuat Lumeis menemukan pelajaran berharga.

   Mereka adalah lulusan sekolah menengah negeri dengan fasilitas dan kemampuan finansial yang terbatas.

   Itu berbeda dengan Lumeis dan ketiga sahabatnya.

   Tetapi prestasi mereka di bangku perkuliahan jauh melampaui perolehan nilai Lumeis dan ketiga temannya.

   Andai kelemahan berbahasa Inggris mereka bisa dibenahi, pasti Lumeis dan ketiga temannya tak mampu mengimbangi prestasi mereka, kecuali dalam penampilan.

   Dalam hal yang satu ini, Lumeis dan kelompoknya memang jagoannya.

   Perkara pakaian bermerek, gaya rambut, model tas, dan segala aksesoris penampilan adalah spesifikasi Lumeis dan teman-temannya.

   Sedang mereka adalah para mahasiswa yang tidak banyak tahu tentang perkembangan mode mutakhir.

   Tiba-tiba Michelle heran dan tersadar dari hidupnya yang serba terlengkapi.

   Suatu hari, seorang teman sekelasnya mengucapkan permohonan ampun kepada Allah ( istighfar) dengan muka sangat serius, saat secara tidak sengaja mendengar pembicaraan Lumeis tentang betapa mahalnya pakaian yang akan dia kenakan pada resepsi sepupunya.

   Respon spontan itu menyadarkan mereka berempat betapa selama ini mereka telah merangsang munculnya kesan eksklusif.

   Meski dalam keseharian mereka selalu bisa membaur, tetapi sebenarnya terdapat garis pemisah, meski sangat tipis.

   Suatu hari Shedim menyampaikan bahwa seorang teman sekelasnya berulangkali menyatakan niatnya untuk mencarikan istri kedua bagi suaminya.

   Mereka menikah sekitar satu tahun yang lalu.

   Dia sendiri yang nanti akan melamarkan calon istri untuk suaminya.

   Alasannya, keinginannya untuk mempunyai waktu yang leluasa demi membersihkan dan merapikan rumah, menyisir rambut, berdandan, dan mengurus anak-anaknya nanti.

   Pekerjaan-pekerjaan itu bisa dikerjakannya di saat sang suami sedang bersama istri keduanya.

   Di antara teman-temannya, Michelle adalah yang paling tidak bisa memahami tipe wanita seperti ini.

   Tetapi ia tak mau memancing perdebatan dan diskusi panjang dengan mereka tentang tema ini.

   Michelle sendiri merasa agak kurang nyaman dengan sikap Lumeis yang longgar, walaupun di balik itu dia juga coba memahaminya sebagai sebuah upaya untuk tampil sebagai pemimpin yang harus mampu meramu berbagai perbedaan dan menampung semua latar belakang.

   Lumeis memang selalu mempunyai inisiatif dan kepekaan untuk melakukan sesuatu, dan ia tidak suka berdiam diri menghadapi situasai yang ada.

   Bagi Michelle, orang-orang baru di Fakultas memang relatif mempunyai kebiasaan yang berbeda.

   Itu terjadi karena mereka berasal dari kultur yang tidak sepenuhnya sama dengan apa yang ditemukannya di Riyad selama ini.

   Tetapi yang lebih membingungkan Michelle, Shedim ikut-ikutan aksi Lumeis.

   Dia berusaha menerima dan diterima oleh teman-temannya.

   Mereka berdua seakan akan sedang menikmati perkenalan dengan orang-orang baru dengan warna baru justru pada saat Michelle masih menganggapnya sebagai 'orang lain'.

   Teman-teman baru mereka adalah orang-orang yang sangat sederhana, mempunyai sopan santun, dan perangai yang lembut.

   Perangai seperti ini tentu saja merupakan fenomena baru bagi Michelle dan ketiga temannya yang semenjak kecil hidup di kota besar.

   Apalagi bagi mereka yang mengenyam kultur Amerika, perangai sesantun itu tentulah perjalanan kembali ke masa lalu selama beberapa dekade.

   Tiba-tiba aku berpikir tentang modernisasi dan efek-efeknya.

   Mungkin ini konsekwensi logis dan harga yang harus dibayar untuk sebuah perubahan.

   Tetapi benarkah ada korelasi yang jelas antara ideologi materialisme dan peruabahan perilaku? Di tengah kultur ketimuran yang mengedepankan kesantunan, apakah modernisasi tetap mampu memberikan ekses.

   Atau terkadang kita sedang menangkap ekses dan melepas inti.

   Kita telah menik-mati degradasi (penurunan kualitas-peny.) yang kita puja sebagai perubahan.

   Lumeis mulai memerhatikan gelagat Michelle di tengah pertemuan dengan teman-teman baru di kampus.

   Lumeis mempelajari seperti apakah sesungguhnya respon gadis itu yang sejak kecil memang telah tumbuh dalam kultur Amerika.

   Dia belum banyak mengetahui segala sesuatu tentang Arab Saudi, karena sejak pindah dari Amerika, Michelle berada di sekolah internasional.

   Michelle memang sedang memasuki rumah baru, sama sekali baru, dan semuanya serba berbeda.

   Kampus itupun adalah sebuah percampuran mahasiswa dan mahasiswi dan latar belakang ekonomi, sosial, politik, adat, dan kebiasaan yang beragam.

   Inilah yang harus mereka hadapi bersama-sama di masa-masa kuliah mendatang.

   Di semester pertama dari masa awal kuliah, pada setiap harinya, Shedim dan Lumeis terbiasa duduk santai bersama teman-temannya di Jalan Lima.

   Mengapa dinamakan Jalan Lima? Semata-mata karena di tempat itu berada di sisi gerbang keluar nomor lima.

   Di tempat itu tersedia beberapa bangku kayu dan bambu, yang meski sudah tua namun masih tetap kokoh dan nyaman.

   Kedua gadis itu memang begitu cair dalam suasana kampus, dan mereka benar-benar kecanduan berada di kampusnya, terutama di Jalan Lima.

   Sementara Michelle harus terlebih dahulu berupaya keras untuk meningkatkan kemampuan adaptasi dengan lingkungan baru.

   Harus diakui, sebenarnya kepindahan Michelle ke Saudi lebih didorong oleh keinginan orang tuanya.

   Dia cukup mengetahui bagaimana cara untuk membuat kedua orang tuanya bahagia, walaupun harus memastikan kehendaknya untuk tetap berada di Amerika.

   Harus disebutkan bahwa kelompok Jalan Lima mempunyai rahasia tentang mitologi yang banyak dibicarakan orang.

   Mereka menceritakannya dari mulut ke mulut tentang apa yang sebenarnya terjadi, dan sesekali membumbuinya.

   Jalan Lima mungkin memang salah satu yang wajib diceritakan dalam perjalan hidup para mahasiswi baru ini.

   Tanpa mitologi itu, seperti ada yang dimanipulasi dari sejarah mereka.

   Salah satu cerita yang disampaikan dari satu generasi hingga generasi mahasiswi berikutnya adalah tentang Arwa.

   Tak seorang pun di kampus yang tidak mengenal siapa dia.

   Dialah seorang mahasiswi berambut pendek dan cara berjalannya seperti laki-laki.

   Semua orang takut kepadanya dan semua orang berharap mendapat cintanya.

   Salah seorang mahasiswa suatu hari bersumpah telah melihat Arwa duduk seorang diri di bangku Jalan Lima.

   Celana panjangnya menyembul dari bawah rok panjangnya.

   Celana itu berwarna putih dan roknya berwarna hitam.

   Pada saat yang sama, ketika seorang mahasiswi melihatnya di Jalan Lima, mahasiswi lain mengaku telah melihat Arwa di tempat yang berbeda Suatu hari Shedim berjalan santai bersama seorang wanita.

   Dia merasakan ada yang aneh, namun tidak menyadarinya.

   Baru setelah beberapa hari berlalu, dia sadar bahwa waktu itu dia sedang berjalan beriringan dengan Arwa.

   Shedim memang tidak tahu persis sosok Arwa, namun apa yang dilihatnya itu sama persis dengan penggambaran yang diceritakan oleh teman-temannya.

   Seketika bulu kuduk Shedim berdiri, keringat mengalir, dan rasa takutnya mulai terasa.

   Sejak saat itu, teman-teman Shedim menasehati agar dia tidak berjalan seorang diri di area kampus.

   Dia juga diberitahu untuk menjauhi gedung tua di pojok area kampus.

   Konon Arwa sering mencari mahasiswi yang sedang sendiri di gedung tua itu.

   Tidak diketahui dengan pasti apakah Arwa masih menjadi mahasiswi atau sudah keluar, tetapi yang jelas, dia telah menjelma satu mitologi dari sekian banyak cerita yang melegenda di kampus.

   Pada tahun pertama setelah menyelesaikan semester perdana, Lumeis dan Tamara pindah kuliah ke Universitas Sains khusus perempuan.

   Michelle pun berkuliah di sana untuk mengambil jurusan akutansi.

   Kedua kembar bersaudara ini hanya betah satu semester di Universitas itu dan pindah ke Fakultas Kedokteran Umum yang hanya dijalaninya selama dua tahun.

   Lalu mereka pun magang sambil belajar di Rumah Sakit Malik Khalid yang mempunyai divisi perguruan tinggi khusus kedokteran.

   Inilah terminal akhir riwayat kependidikan mereka.

   Di tempat itu pula diselenggarakan pendidikan dokter gigi, farmasi, dan kedokteran umum.

   Berkumpul bersama sahabat dan teman adalah mimpi semua mahasiswa dan mahasiswi.

   Di kampus yang terpisah seperti yang mereka rasakan selama ini, setiap detik mereka mengintai peluang untuk bisa bersama.

   Selain waktu salat, yang paling dinantikan oleh mahasiswa dan mahasiswi untuk dapat berkumpul dengan temannya adalah pada saat jeda antara mata kuliah satu dan lainnya.

   Bagaimana juga, mushalah mahasiswa berdekatan dengan mushalah mahasiswi.

   Tempat lain yang menjadi incaran adalah lift.

   Saat-saat berkeliling rumah sakit untuk mengontrol pasien termasuk kesempatan yang menjadi dambaan.

   Setiap saat sangat berharga, dari setiap tempat sangat bermanfaat! To.

   seerehwenfadha7et@yahoogroups.com From.

   "seerehwenfadha7et"

   Date.

   4/3/2004 Subject.

   Baginya, keistimewaan dan luar biasa menjadi sangat biasa! Ketika perempuan berputus asa, hatinya seperti daun pintu.

   Setiap orang bisa menggerakkannya sesuka hati ke kanan dan ke kiri (Anis Manshur).

   Pertama-tama aku harus meminta maaf atas keterlambatanku mengirim email.

   Sungguh, ini sama sekali di luar kesengajaanku.

   Jumat kemarin, kendala kesehatan membuatku berhalangan menyapa Anda sebagaimana yang rutin kulakukan.

   Karenanya, aku baru menuliskan email pada hari ini, hari Sabtu.

   Semoga ke depan tak ada lagi halangan untuk bersua setiap Jumat, meski Anda semua selalu ada dalam khayalanku pada setiap harinya.

   Sekali lagi kumohonkan beribu maaf kepada siapa saja yang telah terbiasa dengan surat-surat mayaku.

   Kumohonkan maaf atas kealpaanku yang telah membuat Anda menunggu dengan hampa.

   Kumohonkan maaf kepada Anda semua yang secara rutin telah memberi komentar atas emailku setiap minggu.

   Aku merasa telah membuat kekecewaan besar dan menyia-nyiakan kepercayaan Anda semua.

   Kumohonkan maaf kepada seseorang yang telah menyampaikan keraguannya kepadaku, yang disebabkan keterlambatan emailku.

   Seseorang yang kumaksud itu telah menyangka bahwa tadi malam adalah kamis malam dan besok akan libur*, sehingga dia hampir saja tidak masuk kerja pada Sabtu pagi.

   Kuletakkan minuman di samping piring penuh menu khas Saudi ini.

   Kali ini aku memang sedang ingin merasakan rasa khas makanan pedas untuk membangkitkan memori tentang apa yang akan kusajikan melalui emailku.

   Qamrah berusaha membiasakan diri dengan kehidupannya yang baru.

   Sekuat tenaga dia meningkatkan kemampuan beradaptasi dengan rutinitas dan jadwal baru.

   Inilah kenyataan yang harus dihadapinya.

   Dia menyimpulkan, berbagai sikap Rasyid selama ini, bukanlah sekadar akibat rasa malu dengan hadirnya seorang istri secara tiba-tiba dalam kehidupan laki-laki itu.

   Semua itu tak sesederhana apa yang dianalisa oleh gadis itu selama ini.

   Bahkan Qamrah tidak mampu mendefinisikan apa yang sedang dialaminya.

   Semua di luar nalar, ramalan, dan kemampuan kognitifnya.

   Semua ada dan terasa merayap dan akal hingga ke hati.

   Tetapi semua tidak bisa diungkapkan, hanya bisa dirasakan.

   Sekali lagi, inilah kenyataan yang harus dihadapi.

   Kenyataan bahwa suami yang * Jumat adalah hari libur nasional di Saudi Aiabia dan kebanyakan negara Arab lainnya -peny.

   dicintainya ternyata membenci banyak hal dalam dirinya, bahkan ingin segera lari meninggalkannya.

   Mungkin muak, atau bahkan, jijik.

   Bisa jadi ini semua adalah ungkapan yang berlebihan, tetapi inilah kenyataan.

   Kenyataan itu dimulai sejak beberapa minggu setelah mereka mendarat di Chicago.

   Qamrah benar-benar tak mau keluar apartemen di akhir pekan untuk berbelanja keperluan rumah.

   Rasyid pun marah.

   Lelaki itu memang belum memiliki cukup waktu untuk mengajari Qamrah keterampilan mengemudi.

   Ia juga tak yakin bahwa istrinya itu mampu memahami petunjuk bila harus dipandu pelatih lokal Amerika.

   Bahasa Inggris istrinya itu teramat lemah.

   Lelaki itu sempat meminta tolong kepada istri temannya yang juga orang Arab untuk mengajari Qamrah.

   Tetapi tiga kali gagal menjalani tes mendapatkan SIM, malah membuat Rasyid memutuskan untuk menghentikan usahanya itu.

   Dia pun hanya menyuruh Qamrah untuk memanfaatkan jasa taksi ke mana pun ia hendak pergi.

   Setiap kali keluar apartemen, Qamrah mengenakan mantel panjang dengan hijab hitam.

   Ini sekadar bagian kecil dari kenyataan yang dihadapi.

   Kebiasaan berpakaian seperti ini sering memancing amarah Rasyid.

   "Pakaian kumal itu lagi? Apa kamu sengaja mempermalukan aku di depan teman-temanku? Biar mereka semua mencibirku lantaran tidak becus memilih istri?"

   Belum lagi berbagai pertanyaan serupa yang membuat Qamrah ingin lari dan kenyataan. Memang sejak awal, baik Qamrah maupun ibunya, belum selesai "mempelajari "

   Rasyid.

   Masih ada sisi-sisi gelap yang belum selesai disimpulkan.

   Dan hal itu kini tengah dirasakannya.

   Di negeri asing yang jauh dari keluarga ini, sisi gelap itu semakin pekat pada saat dia tak membekali diri dengan lentera.

   Padahal rembulan masih enggan bersinar, kalaupun ada, hanyalah berupa cahanya redup yang menembus ruang apartemennya.

   Dengan kesedihan dan keterhimpitan ini, Qamrah tetap pada mission impossible-nya untuk menjadikan perkawinan tersebut sukses, atau setidaknya, sekadar mempertahankan ikatannya.

   Suatu hari Qamrah merengek untuk ditemani pergi ke bioskop.

   Pada saat keduanya telah sampai di sana dan duduk bersebelahan, tiba-tiba Rasyid melepas mantel Qamrah dan membuka hijabnya.

   Qamrah berusaha memberikan senyuman dan membaca pikiran Rasyid sambil menunggu apa sebenarnya yang dia inginkan.

   "Jangan kenakan pakaian kumal itu lagi...!"

   Itulah sederhananya perkataan Rasyid dengan dingin tanpa ekspresi tentunya sambil membuang muka.

   Sebelum menjalani perkawinannya dulu, Qamrah dan keluarganya begitu bahagia.

   Mereka merasa sangat beruntung dan terhormat atas pinangan itu.

   Rasyid memberikan mas kawin yang nominalnya belum pernah dirasakan oleh anggota keluarga besar Qamrah.

   Tetapi seiring dengan perjalanan waktu, banyak kekecewaan dan perkembangan baru yang menyedihkan.

   Memang, Qamrah seperti mendapatkan kucing dalam karung! "Mengapa Rasyid mau menikah denganku bila ternyata dia tidak mencintaiku?"

   Qamrah berulangkah bertanya kepada dirinya sendiri.

   Ibunya sering bercerita tetang keinginan keluarga besar Rasyid untuk menikahi Qamrah.

   Tetapi adakah laki-laki yang bisa dipaksa untuk menikahi wanita pilihan keluarganya? Atau, perkawinan itu hanyalah kedok untuk sebuah tujuan tertentu? Qamrah sendiri tidak pernah bertemu Rasyid sebelum melangsungkan pernikahan, kecuali sekali pada saat syufah.

   Memang tradisi menggariskan seperti itu, calon suami tak boleh menemui calon istrinya sebelum peresmian ikatan pertunangan.

   Apalagi saat itu antara pertunangan dan pernikahan hanya berselang dua minggu.

   Ibu Qamrah dan ibu Rasyid telah sepakat untuk melarang Rasyid menemui calon istrinya pada jeda dua minggu itu.

   Mereka memfokuskan diri untuk mematangkan persiapan resepsinya.

   Bagi Qamrah, semua itu masuk akal dan wajar-wajar saja, kecuali satu hal.

   Rasyid tidak pernah berinisiatif meminta izin untuk menjalin komunikasi lebih lanjut dengannya melalui telepon.

   Pastinya, hal itu akan membangun interaksi dan kesepahaman sebagaimana yang akan dilakukan Walid kepada Shedim.

   Qamrah sering mendengar bahwa sebagian besar calon suami dan calon istri zaman sekarang terus menerus berkomunikasi sebelum mereka benar-benar memasuki pernikahan.

   Tetapi keluarga Qamrah tetap pada tradisi lama yang melarang mereka berkomunikasi sebelum resmi dalam sebuah ikatan.

   Bagi mereka, perkawinan tak lebih dari permainan judi semangka di atas pisau.

   Bila sedang mujur, seseorang mendapatkan semangka yang manis, bahkan sangat manis sebagaimana perkawinan yang dirasakan oleh saudara perempuan Qamrah.

   Tetapi bila sedang tidak beruntung, semangka yang terbelah oleh pisau terasa pahit, bahkan busuk.

   Dan detik ke detik, Qamrah seperti sedang mengintai waktu dan mempelajari sosok Rasyid.

   Belum ada kesimpulan kecuali satu titik yang telah dipahami.

   kepribadian Rasyid sulit dimengerti.

   Qamrah berada di lembah paling bawah sehingga kemungkinan akan mendapatkan bola salju dalam ukuran yang paling besar.

   Di sela-sela kebingungan dan waktu yang tidak kunjung berhenti sejenak menyapanya, dia berusaha menemukan penyebab utama kebencian Rasyid kepada dirinya.

   Ia mencari tahu hal apa yang membuat Rasyid meremehkan dirinya.

   Tetapi di antara segala bentuk pencarian itu, Qamrah penasaran mengapa Rasyid memaksanya mengkonsumsi obat anti-hamil pada saat keinginannya untuk memiliki momongan tengah menggebu.

   Setelah perkawinannya berjalan beberapa bulan, keraguan mulai merasukinya.

   Sikap dan cara Rasyid bergaul dengannya tak banyak berbeda dengan apa yang telah dilakukan ayahnya terhadap ibunya.

   Sikap Rasyid terhadapnya sama sekali berbeda dengan sikap Muhammad kepada kakak perempuannya.

   Bahkan Khalid pada awal-awal perkawinannya sangat menunjukkan kebahagiaan bersama Hafshah istrinya.

   Perbedaan juga terlihat sangat mencolok bila dibandingkan dengan kemesraan tetangganya, sebuah pasangan Arab Saudi-Kuwait yang menikah enam bulan sebelum Rasyid melamar dirinya.

   Qamrah sangat mencintai suaminya meski balasannya hanyalah sikap kasar yang menyakitkan.

   Ia tetap menyimpan cinta walaupun yang diterima hanyalah hal sebaliknya.

   Baginya, Rasyid adalah laki-laki pertama yang menjadi bagian kehidupannya.

   Selama ini, ratusan laki-laki pernah berinteraksi dengannya di kampus, di sekolah menengah, atau di tempat lain.

   Tetapi dan semuanya, hanya ayah dan saudara laki-lakinya yang memiliki arti, selainnya tidak ada, hingga kehadiran Rasyid.

   Dialah laki-laki yang menyambut tangannya sehingga untuk kali pertamanya wanita itu merasa memiliki arti penting bagi orang lain.

   Ia tak bisa memastikan apakah cinta itu lantaran anggapan bahwa seorang suamilah yang berhak dan pantas dicintai, ataukah semata karena dorongan kewajiban mencintai dalam kapasitas sebagai istri? Semua kegundahan dan tanda tanya itu membuat hatinya ragu, tidurnya tidak nyenyak, duduknya tidak nyaman, dan hari-harinya segelap pikirannya.

   Suatu hari ketika berbelanja di jalan Kidzi, tempat para pedagang Arab menggelar dagannya, sang pemilik toko mendendangkan syair-syair lagu Ummu Kultsum.

   Qamrah menyimaknya seperti sedang berada di sisi tertentu pinggiran kota Riyad.

   Perkataan dalam lagu itu benar-benar terasa mengisyaratkan luka yang terpendam.

   Aku bak berkeliling mengendarai malam Bersama dunia di genggaman tangan, kita berbicara tentang aku dan kamu Aku selalu mengintai berita tentangmu Mataku selalu tertuju padamu Dalam hati kecilku ada rasa curiga Tetapi baik sangka yang kupaksakan telah membuatku menderita Jiwaku tersiksa keraguan.

   Ruhku nelangsa dengan praduga dan angan-angan Dia berbisik lirih seperti sedang membisiki telinga Rasyid.

   Padahal, suaminya itu entah berada di mana.

   "Kumohon jawablah bila kutanya. Benarkah yang dikatakan mereka? Kamu telah selingkuh? Atau kamu masih setia? Aku seperti sedang tidak memercayai diriku sendiri akibat dan keraguan ini. Kamu masih menjadi bagian penting dalam hidupku..."

   Sebuah pertanyaan besar.

   "Wajarkah bila Rasyid mencintai seseorang selain diriku?"

   Hingga batas ini, Qamrah hanya bisa berurai air mata.

   Pada liburan tahun baru, Qamrah menghabiskan waktu di Riyad.

   Rasyid tak ikut pulang.

   Ada urusan akademis yang harus segera diselesaikannya.

   Dua bulan dia menghabiskan waktu bersama keluarga besar yang dirindukannya.

   Dia sangat menikmatinya.

   Sekaligus sebuah liburan dan tekanan.

   Tetapi masuk bulan kedua masa liburannya itu, dia mulai merasakan tekanan baru.

   Sebuah tekanan yang dilakukan Rasyid melewati rentang waktu dan jarak yang teramat jauh, Chicago-Riyad.

   Qamrah pulang ke Saudi dengan membawa tesis yang akan dia uji sendiri.

   apakah selama di Saudi dia akan banyak berkomunikasi melalui telepon dan segera dijemput bila dirasa terlalu lama? Atau minimal ada kehendak Rasyid untuk menyuruhnya segera kembali karena suaminya itu tidak kuasa menahan rindu? Besar harapan Qamrah bahwa dialah yang akan memenangkan pertaruhan uji coba ini.

   Tetapi yang terjadi adalah anti-tesis.

   hingga satu bulan penuh dan hampir masuk bulan kedua, Rasyid tak pernah menunjukkan gelagat akan menjemput.

   Bahkan sekadar mengharapkan dirinya kembali pun tak ada.

   Bahkan, naluri kewanitaan Qamrah membisikkan bahwa Rasyid tengah merasakan kenyamanan di Chicago tanpa dirinya, sehingga ia berharap sang istri itu tetap tinggal di Riyad.

   Qamrah benar-benar tersiksa dan hampir mati dalam kesunyian.

   Dia tak pernah berhenti berharap, namun harapan hanyalah tinggal harapan.

   Rasyid tak bergeming.

   tak menjemput dan tak memberi instruksi untuk kembali.

   Rasyid benar-benar telah tampil sebagai contoh sempurna laki-laki berbintang Leo yang keras kepala dan berperangai 'abu-abu'.

   Lumeis datang dengan membawa buku ramalan zodiak.

   Dia mempunyai pengetahuan yang luas tentang astrologi dan banyak memberikan penerawangan kepada teman-temannya, termasuk perjodohan antara laki-laki berzodiak A dan perempuan berzodiak B.

   Beberapa hari setelah Rasyid mengajukan lamaran, Qamrah sendiri pernah mendatangi Lumeis untuk bertanya perjodohan dirinya yang berzodiak Gemini dengan Rasyid yang berzodiak Leo.

   Itu juga sebagaimana yang telah dilakukan oleh Shedim untuk mengetahui perjodohannya dengan Walid yang berzodiak Aries.

   Michelle yang berzodiak Leo pun yang selama ini tidak memercayai ramalan zodiak mendatangi Lumeis.

   Dia bertanya perihal Faishal yang berzodiak Cancer.

   Sebelum menikah, Qamrah mendapat hadiah khusus dari Lumeis berupa lembaran ramalan astrologi yang difotokopi dari bukunya yang tebal.

   Qamrah mengulang-ulang membacanya dan memberi garis bawah untuk beberapa hal yang sesuai dengan dirinya.

   Cewek Gemini berperangai menarik, smart dan cantik.

   Dia mengundang decak kagum dan perhatian banyak orang, bersemangat, dan banyak beraktifitas.

   Kesabarannya yang sebenarnya terbatas, cukup dapat digunakan untuk mengendalikan diri, termasuk dalam urusan asmara.

   Cewek.

   Gemini adalah gambaran yang sempurna tentang aktivis perempuan yang tak dimiliki orang lain.

   Dia sangat penyayang dan memberikan kasih sayangnya secara total-hati, akal, dan jasmaninya-bila menemukan laki-laki yang bisa membahagiakan secara menyeluruh.

   Dia mempunyai fanatisme sekaligus ketakutan yang besar.

   Tetapi sebenarnya dia sangat humoris dan periang.

   Orang yang benar-benar mengenalnya, akan terheran-heran dengan kamus hidupnya yang tidak mencantumkan kata gundah dan gelisah.

   "Cowok Leo adalah sosok yang tampil apa adanya, tegas, dan kurang fleksibel. Cerdas dan teguh menggenggam visi, dan mengejar target. Dia tidak akan mengizinkan waktunya terbuang sia-sia untuk permainan atau hal lain yang kontra-produktif. Fanatis dan cepat mengambil tindakan. Egois dan keras kepala. Meledak-ledak saat marah. Bila mencintai seseorang, cowok Leo akan sangat pencemburu, menguasai, dan mengendalikan orang yang disayangi. Ada cinta di hatinya, tetapi selalu berusaha tahan harga untuk menyatakan dan mengekspresikan. Tips untuk kekasih cowok Leo. Tutuplah mata dan telinga saat dia mulai melakukan intervensi dalam masalah Anda. Cukuplah Anda menjadi pendengar setia, dan biarkan dia tampil sebagai orator bagi Anda. Jangan memperbesar masalah dengan membantahnya. Cowok Leo adalah raja tega yang memperlihatkan sinisme, sarkasme, dan mungkin Ya ndalisme saat dia mulai meragukan ketaatan, ketulusan, dan kesetiaan pasangannya..."

   Hal terburuk yang dibaca Qamrah dari lembaran itu adalah data yang menyebutkan bahwa tingkat keberhasilan hubungan cowok Leo dengan cewek Gemini tidak lebih dari 15 persen.

   "Sulit bagi cowok Leo dan Gemini untuk disatukan dalam biduk rumah tangga. Mereka berdua saling mengisi dan tolong menolong hanya pada permukaan dan untuk membela sebuah kepentingan. Sementara itu, hampir dipastikan bahwa hubungan mereka tidak melibatkan hati dan perasaan. Hubungan mereka segera bermuara pada kegagalan."

   Qamrah membaca ramalan ini sebelum mereka berdua menikah.

   Saat itu dia berkeyakinan bahwa kalaupun benar, semua bentuk ramalan zodiak tetap didominasi oleh unsur coincidence (kebetulan) dan tak lebih dari sebuah kebohongan.

   Namun kini, dia membacanya dengan keyakinan yang mulai tumbuh.

   Tiba-tiba dia teringat tetangganya, seorang peramal palmistri*.

   Saat acara lamaran, pada sebuah kesempatan di ruang makan, pernikahan dia diramal akan menjadi pernikahan tersukses di antara pernikahan lain di keluarga besarnya, dan akan dikaruniai banyak anak.

   Pada sebuah kesempatan, Qamrah juga pernah diramal dengan media kartu oleh teman-temannya.

   Kartu kartu itu memberi gambaran bahwa dirinya akan menikah dengan laki-laki berhuruf depan 'R'.

   Dengan laki-laki ini, Qamrah akan bepergian ke luar negeri.

   Dengannya akan dikaruniai tiga anak laki-laki dan dua orang anak perempuan.

   Dalam gelak tawa, mereka mulai menggerakkan kaca di atas hamparan huruf-huruf.

   Seperti sedang meneropong masa depan, mereka mereka-reka nama bagi anak-anak Qamrah.

   Qamrah berusaha lari dan membebaskan diri dari pikiran-pikiran * Ramalan menggunakan garis tangan sebagai medianya -peny.

   ngelanturnya.

   Setengah menghibur diri, Qamrah menghubungi ibunya di Saudi untuk menanyakan resep masakan.

   Qamrah juga berusaha menghapus luka dengan menanyakan kabar kerabatnya di Riyad sambil menunggu masakannya matang.

   Ia bertanya tentang anak-anak Naflah, tentang kesabaran Hafsah menghadapi suami, tentang tetangga tempatnya bermain semasa kecilnya, dan tentang apa saja hingga masakannya benar benar matang.

   To.

   seerehwenfadha7et@yahoogroups.com From.

   "seerehwenfadha7et"

   Date.

   9/4/2004 Subject.

   Mutiara dalam kata Seberapa besar kumencintanya, izinkan aku menggambar bilangannya untukmu Cintaku sebanyak bilangan nafas dan sejauh kaki melangkah Cintaku memenuhi hari-hari.

   Aku mengejarnya dengan cinta karena kewajiban dan tugasku adalah memberi cinta sebagaimana laki-laki yang selalu mengejar perempuan untuk mengambil haknya.

   Kutuluskan cinta putih seputih dan sesuci hamba Tuhan dengan salatnya Kusenandungkan kesetiaan dan cinta yang selalu pasang Kusematkan kepercayaan dan iman masa kecil; biru dan lugu Kepada orang-orang suci yang beranjak pergi Membawa air mata dan senyumku Bila kelak Tuhan menghendaki, Cintaku kan lebih suci setelah aku mati Cintaku kan lebih agung setelah nyawaku terapung Cintaku kan lebih subur saat jasad telah lelap di liang kubur (Elizabeth Bronk).

   Rentang seminggu terakhir, banyak surat masuk ke alamat emailku bernada marah.

   Sebagian marah kepada Rasyid yang kasar dan tidak memedulikan perasaan.

   Ada juga yang jengkel kepada Qamrah yang lemah di hadapan laki-laki.

   Sisanya dari mereka adalah mayoritas pengirim email marah kepadaku atas tulisan tentang ramalan zodiak, prediksi nasib bermedia garis tangan dan kartu.

   Tidak ada tuduhan, kritik, keluhan, dan amarah yang kubantah.

   Semua kuterima sebagai masukan sangat berharga.

   Sebagaimana yang kalian saksikan dan akan selamanya kalian saksikan aku adalah wanita biasa.

   Sesekali kurasakan gocangan yang menakutkan setelah kubaca email-email yang masuk.

   Aku tidak melakukan pembenaran atas halal dan haram.

   Begitu juga tentang ramalan peruntungan melalui astronomi, pairnistn, dan kartu.

   Aku menuliskannya dengan bebas nilai.

   Karenanya, aku tidak pernah mengklaim telah memiliki kesempurnaan sebagaimana yang dilakukan sebagian kelompok.

   Teman-temanku adalah cermin yang dinafikan oleh sebagian golongan, dan sebagian lain sama sekali membuangnya.

   Teman adalah seseorang dalam diri kita yang memancarkan siapa kita sebenarnya.

   Mereka adalah guru yang paling tahu dan suhu yang paling kaya ilmu.

   Mereka mengajarkan kepada kita untuk melakukan keberhasilan sebagaimana mereka telah berhasil dan menghindari kesalahan tempat mereka pernah tersesat.

   Aku selalu mengulang-ulang sebuah ungkapan.

   Engkau mustahil bisa mengubah seluruh manusia dan memperbaiki segenap semesta.

   Aku tahu.

   Tapi aku sekadar seseorang yang tidak mau menyerah.

   Aku juga tahu bahwa sebelumku ribuan orang bahkan jutaan telah mencoba melakukannya.

   Mungkin hanya sedikit yang membedakan; aku tidak pernah menganggap perubahan telah sampai pada batas.

   Perubahan berlangsung reguler dan tidak ada terminal akhir sebab begitu satu tahapan sempurna dilakukan, akan terbuka tahapan baru yang lebih menantang.

   Dalam hidup ini tidak ada yang selalu berubah melebihi dan perubahan itu sendiri.

   Maka perubahan harus diperjuangkan! "Sungguh segala sesuatu semata tergantung atas niat, dan setiap orang akan mendapatkan balasan sesuai dengan niat yang dia canangkan" (Hadits).

   Semoga Tuhan mencatat tulisan-tulisanku dalam timbangan amal dan investasi akhiratku.

   Dan sekali lagi aku sampaikan kepada setiap orang yang belum memahamiku sepenuhnya bahwa aku sama sekali tidak pernah merasa paling benar dan sempurna.

   Sepenuhnya kuakui segala kekurangan dan kepicikan pengetahuanku.

   Aku hanya tahu bahwa semua manusia adalah tempat salah, dan sebaik-baik orang yang merasa mempunyai salah adalah mereka yang bertobat dan berpindah dari kesalahan dengan melakukan perubahan.

   Aku bekerja untuk perdamaian, eYa luasi, koreksi, dan reformasi atas kekeliruan selama ini.

   Aku bekerja untuk menemukan diri dan kesejatian.

   Sayangnya, tak banyak yang ikut bekerja bersamaku untuk mencari jati diri.

   Andai setiap orang berpikiran untuk menilai diri sendiri sebelum mengeYa luasi orang lain.

   Andai semua orang sibuk dengan aib diri dan untuk sementara mengacuhkan aib orang lain.

   Andai semua orang bekerja untuk memperbaiki diri, seluruh dunia akan bergerak bersamanya memperbaiki diri masing-masing.

   Sesekali aku hanya berharap ada satu atau dua orang yang beranjak menuju tobat setelah mendapat inspirasi dari yang kutulis di internet.

   Setalah membaca fenomena bawah tanah di emailku, sesekali aku memohon ada yang tiba-tiba menyadari noda diri yang selama ini tersembunyi atau sengaja ditutupi.

   Aku tidak melihat aib dan dosa bagi usahaku menyebarkan pengalaman teman-temanku untuk diketahui orang banyak.

   Mereka akan belajar dari kasus teman-temanku.

   Bukankah aku melakukan penyelamatan dari gejolak sosial yang suatu hari akan meledak? Bukankah kasus-kasus seperti pengalaman teman-temanku sangat mudah dan banyak kita jumpai di sekitar kita, bahkan dalam diri kita? Ini adalah bom waktu yang bila tidak ada yang memulai sepertiku, akan meledak menjadi revolusi sosial yang berdampak kerusakan.

   Pengalaman adalah guru paling bijak di sekolah kehidupan.

   Teman-temanku memasuki sekolah itu melalui pintu yang terbuka paling lebar; pintu cinta.

   Bagiku, aib adalah menempatkan diri pada wilayah konfrontasi melawan perubahan padahal nuraninya memberontak.


Rajawali Emas Raja Lihai Langit Bumi Pendekar Rajawali Sakti Kemelut Pusaka Leluhur Satria Gendeng Geger Pesisir Jawa

Cari Blog Ini