Malaikat Dan Iblis 8
Dan Brown Malaikat Dan Iblis Angels And Demons Bagian 8
"Mengapa kita menghadiri misa setiap hari?" tanya Carlo tanpa benar-benar ingin tahu.
"Karena aku berjanji pada Tuhan, aku akan menghadiri misa setiap hari," jawab ibunya. "Dan j anji kepada Tuhan adalah janji yang paling penting. Jangan pernah mengingkari janjimu kepada Tuhan."' Carlo berjanji kepada ibunya untuk tidak pernah mengingkari janjinya kepada Tuhan. Dia mencintai ibunya lebih dari segalanya di dunia ini. Ibunya adalah malaikat suci baginya. Kadang dia memanggil ibunya Maria benedetta-Maria yang diberkati-meski ibunya sama sekali tidak suka dipanggil seperti itu. Carlo berlutut bersama ibunya ketika ibunya berdoa, mencium wangi tubuh ibunya dan mendengarkan bisikan suara ibunya saat dia berdoa dengan rosario. Maria, Bunda Tuhan ... ampunilah kami para pendosa ... sekarang dan pada saat kematian kami.
"Di mana ayahku?" tanya Carlo, walau dia tahu ayahnya sudah meninggal sebelum dia dilahirkan.
"Tuhan adalah ayahmu, sekarang," begitulah selalu ibunya menjawab. "Kamu adalah anak gereja." Carlo menyukai pernyataan itu.
"Kapan pun kamu merasa takut," kata ibunya, "ingat bahwa Tuhan adalah ayahmu sekarang. Dia akan menjagamu dan melindungimu selamanya. Tuhan mempunyai rencana besar untukmu Carlo." Anak itu tahu, ibunya benar. Dia dapat merasakan Tuhan di dalam darahnya. Darah .... Darah turun seperti hujan dari langit! Hening. Lalu surga. Surganya, akhirnya Carlo tahu ketika cahaya menyilaukan itu adam. Ternyata itu hanyalah lampu di ruang Unit Rawat Intensif di Rumah Sakit Santa Clara di luar Palermo. Carlo menjadi satu-satunya orang yang selamat dari pengeboman yang dilakukan oleh kelompok teroris yang telah meruntuhkan sebuah kapel tempat dia dan ibunya menghadiri misa ketika mereka sedang berlibur. Sebanyak 37 orang tewas, termasuk ibu Carlo. Koran-koran menyebut Carlo sebagai orang yang selamat karena mukjizat Santo Franciscus. Beberapa saat sebelum terjadi ledakan, Carlo, tanpa alasan yang jelas, meninggalkan ibunya yang sedang berdoa, dan pergi ke sebuah ruangan kecil di dalam gereja untuk mengamati sebuah permadani dinding yang menggambarkan kisah Santo Franciscus. Tuhan memanggilku untuk pergi ke sana, pikirnya. Tuhan ingin menyelamatkan aku. Carlo mengigau karena luka-lukanya. Ketika itu dia masih dapat melihat ibunya berlutut di bangku gereja, menciumnya dari jauh, dan kemudian bersama dengan bunyi gelegar yang sangat keras, tubuh ibunya yang wangi itu tercabik-cabik. Dia masih dapat merasakan kejahatan manusia. Darah turun seperti hujan. Darah ibunya! Maria yang diberkati! Tuhan akan menjagamu dan melindungimu selamanya, kata ibunya kepada Carlo. Tetapi di mana Tuhan sekarang! Kemudian, seperti perwujudan dari kebenaran yang dikatakan ibunya, seorang pastor datang ke rumah sakit. Dia bukan pastor biasa. Dia seorang uskup. Dia berdoa untuk Carlo yang mengalami mukjizat Santo Franciscus. Ketika Carlo sembuh, uskup itu mengaturnya agar dapat tinggal di sebuah biara kecil yang dekat dengan katedral yang dipimpin olehnya. Carlo hidup dan belajar bersama para biarawan lainnya. Dia bahkan menjadi seorang petugas altar bagi pelindung barunya itu. Uskup itu mengusulkan supaya Carlo memasuki sekolah umum, tetapi Carlo menolak. Dia sudah sangat bahagia dengan rumah barunya itu. Sekarang dia benar-benar tinggal di rumah Tuhan. Setiap malam Carlo berdoa bagi ibunya. Tuhan sudah menyelamatkan aku karena alasan tertentu pikirnya. Apa alasan itu? Ketika Carlo berumur enam belas tahun, sesuai dengan hukum Italia, dia mengikuti wajib militer selama dua tahun. Uskup itu mengatakan kepada Carlo kalau dia masuk seminari, maka dia akan dibebaskan dari kewajiban itu. Carlo mengatakan kepada sang uskup bahwa dia memang berencana untuk memasuki seminari, tetapi setelah dia mempelajari kejahatan. Uskup itu tidak mengerti. Carlo mengatakan kepadanya bahwa kalau dia ingin menghabiskan hidupnya di dalam gereja untuk memerangi kejahatan, dia harus mengerti kejahatan itu sendiri. Dia tidak dapat memikirkan tempat lain yang lebih untuk mengerti arti kejahatan selain di dalam ketentaraan. Tentara menggunakan senjata dan bom. Bom yang membunuh ibuku yang terberkati! Sang uskup mencoba membujuknya untuk tidak melakukan itu, tetapi tekad Carlo sudah bulat.
"Berhati-hatilah, Anakku," kata sa ng uskup. "Dan ingatlah, gereja menunggumu saat kamu kembali."
Pengabdian Carlo selama dua tahun dalam kemiliteran ternyata sangat mengerikan. Masa kecil Carlo sebelumnya selalu dipenuni dengan keheningan dan refleksi diri. Tetapi di dalam ketentaraan tidak ada keheningan untuk merenung. Keributan tidak pernah berakhir. Mesin-mesin besar berada di mana-mana. Tidak ada waktu tenang sedetik pun. Walau para serdadu mengikuti misa sekali seminggu di barak, Carlo tidak dapat merasakan kehadiran Tuhan di dalam hati semua teman-temannya. Pikiran mereka terlalu dipenuhi oleh keriuhan daripada niat untuk dapat merasakan Tuhan.
Carlo membenci kehidupan barunya dan ingin pulang. Tetapi dia berkeras untuk tetap berada di sana. Dia masih harus mengerti apa itu kejahatan. Dia menolak untuk menembakkan senjatanya, sehingga ketentaraan mengajarinya untuk menerbangkan helikopter medis. Carlo membenci suara bisingnya dan baunya, tetapi setidaknya pesawat itu membawanya terbang dan mendekati ibunya di surga. Ketika dia diberi tahu kalau pelatihannya itu termasuk latihan terjun payung, Carlo sangat ketakutan. Tapi dia tidak punya pilihan lain.
Tuhan akan melindungi aku, katanya pada dirinya sendiri.
Terjun payung Carlo yang pertama ternyata menjadi pengalaman fisik yang paling menggembirakan sepanjang hidupnya. Itu seperti terbang bersama Tuhan. Carlo tidak pernah puas ... keheningan itu ... saat melayang ... melihat wajah ibunya di antara awan putih saat dia melayang turun ke bumi. Tuhan mempunyai rencana untukmu, Carlo. Ketika dia kembali dari tugas kemiliterannya, Carlo memasuki seminari. Itu terjadi 23 tahun yang lalu.
Sekarang, ketika camerlegno Carlo Ventresca menuruni tangga, dia berusaha memahami rangkaian kejadian yang telah membawanya ke persimpangan jalan yang luar biasa ini.
Tinggalkan segala ketakutan, katanya pada diri sendiri, dan serahkan malam ini kepada Tuhan.
Sekarang dia dapat melihat pintu besar Kapel Sistina yang terbuat dari perunggu yang dijaga dengan setia oleh empat orang Garda Swiss. Pengawal itu membuka pintu dan mendorongnya hingga terbuka. Di dalam, semua kepala menoleh padanya. Sang camerlegno menatap orang-orang berjubah hitam dan bersetagen merah di hadapannya itu. Dia tahu apa rencana Tuhan untuknya. Nasib gereja ini diletakkan di tangannya.
Sang camerlegno membuat tanda salib dan melangkah melewati ambang pintu.
GUNTHER GLICK, SEORANG wartawan BBC, duduk berkeringat di mobil van jaringan BBC yang diparkir di sisi sebelah timur Lapangan Santo Petrus sambil mengutuki redaktur yang memberinya tugas. Walau penilaian bulanan pertama Glick berisi berbagai komentar terbaik-banyak akal, cerdas, dapat diandalkan-tapi dia tetap ditempatkan di Vatican City untuk "mengamati Paus". Dia mengingatkan dirinya bahwa meliput untuk BBC memiliki kredibilitas yang jauh lebih tinggi daripada menulis berita kacangan untuk British Tattler. Tapi meliput seperti ini menurutnya bukanlah liputan yang sesungguhnya.
Tugas Glick seharusnya mudah saja. Dia hanya harus duduk di situ sambil menunggu sekumpulan kakek-kakek memilih pemimpin tua mereka yang baru. Kemudian dia keluar dan merekam gambar 'langsung' selama lima belas detik dengan Vatican sebagai latar belakang.
Cemerlang.
Glick tidak percaya kalau BBC masih saja mengirim wartawan ke lapangan hanya untuk meliput sesuatu yang tidak ada gunanya ini. Kamu tidak melihat wartawan dari jaringan Amerika di sini malam ini. Tentu saja tidak! Itu karena wartawan mereka bekerja dengan benar. Mereka menonton CNN, merangkumnya dan kemudian menayangkan 'liputan langsung' mereka di depan sebuah layar biru dan meletakkan rekaman video sebagai latar belakang sehingga terlihat nyata. MSNBC bahkan menggunakan mesin pembuat angin dan hujan di studio mereka supaya berita mereka terlihat asli. Penonton tidak lagi menghendaki kebenaran, mereka hanya ingin hiburan.
Glick menatap ke luar melalui kaca mobil dan merasa semakin sedih seiring dengan berjalannya menit demi menit. Pegunungan yang megah di Vatican City menjulang di depannya, seolah mengingatkan kesedihan akan apa yang seh arusnya dapat diselesaikan oleh manusia ketika mereka memusatkan perhatian pada hal itu.
"Apa yang sudah aku capai dalam hidupku?" dia bertanya-tanya. "Tidak ada."
"Karena itu, menyerahlah," kata seorang perempuan dari belakang. Glick terloncat. Dia hampir lupa kalau dia tidak sendirian. Dia berpaling ke kursi belakang, ke tempat juru kameranya, Chinita Macri yang duduk diam sambil mengelap kaca matanya. Dia selalu mengelap kaca matanya seperti itu. Chinita adalah perempuan berkulit hitam, walau dia lebih suka disebut orang Afrika Amerika, agak gemuk, dan sangat pandai. Dia juga tidak akan membiarkan orang lain lupa akan hal itu. Menurut Glick, dia adalah orang yang aneh. Walaupun demikian, dia menyukai juru kameranya itu. Dan Glick senang ditemani Macri malam ini.
"Ada masalah apa, Gunth?" tanya Chinita. "Apa yang kita lakukan di sini?"
Chinita terus mengelap. "Menyaksikan kejadian menegangkan."
"Orang-orang tua dikunci di kamar gelap, itu menurutmu menegangkan?"
"Kamu sudah tahu, kamu akan masuk neraka, bukan?"
"Aku sudah berada di sana."
"Katakan padaku, apa masalahmu." Suara Chinita terdengar seperti ibunya.
"Aku hanya merasa ingin menghasilkan sebuah karya yang dikenang banyak orang."
"Kamu dulu menulis untuk British Tattler" "Ya, tetapi tidak ada gemanya."
"Oh, ayolah. Kudengar kamu menulis artikel hebat tentang rahasia kehidupan seks ratu dengan orang asing." "Terima kasih."
"Hey, segalanya akan berubah. Malam ini kamu membuat liputan lima belas detikmu yang pertama dalam sejarah TV."
Glick menggeram dalam hati. Dia seolah sudah dapat mendengar suara pembaca berita. "Terima kasih Gunther, liputan hebat," sindir si pembaca berita, lalu dia beralih ke berita cuaca "Seharusnya aku mencoba menjadi pembaca berita saja."
Macri tertawa. "Tanpa pengalaman? Dan janggutmu itu? Lupakan saja."
Glick mengusap sejumput rambut kemerahan di dagunya "Kupikir janggutku ini membuatku tampak pandai."
Ponsel di dalam van itu berdering seperti ingin menyela cerita kegagalan Glick yang lainnya. "Mungkin itu dari redaksi," katanya penuh harap. "Kamu pikir mereka ingin kita melaporkan perkembangan terkini?"
"Untuk berita ini?" Macri tertawa. "Teruslah bermimpi."
Glick mengangkat telepon itu dengan suara pembaca berita terbaiknya. "Gunther Glick, BBC, liputan langsung dari Vatican City."
Logat suara lelaki di ujung sana terdengar kental dan beraksen Arab. "Dengarkan baik-baik," katanya. "Aku akan mengubah hidupmu." KINI, LANGDON DAN VITTORIA berdiri berdua saja di luar pintu ganda yang membatasi mereka dengan tempat penyimpanan Arsip Rahasia. Dekorasi di antara pilar-pilarnya adalah kombinasi yang tidak lazim; antara permadani di atas lantai pualam dan kamera keamanan nirkabel yang mengarah ke bawah yang terpasang dari samping patung-patung malaikat kecil bersayap di langit-langit. Langdon ingin menjulukinya Renaisans Steril. Di samping jalan masuknya yang melengkung itu, tergantung sebuah plakat kecil dari perunggu bertuliskan.
ARCHIVIO VATICANO Curatore, Padre Jaqui Tomaso Bapa Jaqui Tomaso. Langdon mengenal nama kurator itu dari surat-surat penolakan yang diterimanya. Yth. Pak Langdon. Dengan sangat menyesal saya menulis surat untuk menolak permintaan Anda untuk...
Sangat menyesal. Omong kosong. Sejak Jaqui Tomaso mulai menjabat sebagai kurator di sini, Langdon belum pernah melihat ada akademisi Amerika non-Katolik yang diizinkan masuk ke ruang Arsip Rahasia Vatican. Il guardiano, demikian para sejarawan menyebut kurator tersebut. Jaqui Tomaso adalah pustakawan yang paling keras kepala di dunia.
Ketika Langdon mendorong pintu hingga terbuka dan melangkah ke dalam portal besi di bagian dalam, dia berharap akan bertemu dengan Bapa Jaqui Tomaso yang mengenakan seragam militer lengkap beserta helm dan sepucuk basoka. Tapi, ruangan itu ternyata sepi.
Hening. Remang-remang.
Ketika mata Langdon melihat ruangan rahasia itu, reaksi pertamanya adalah malu. Dia sadar betapa bodoh dirinya selama ini. Gambaran-gambaran yang selama ini ada di kepalanya selama bertahun-tahun tentang ruangan ini ternyata sama se kali tidak tepat. Dia membayangkan ruangan arsip itu hanya berisi rak-rak buku berdebu dengan setumpukan tinggi buku-buku yang compang-camping, lalu pastor-pastor membuat katalog di bawah sinar lilin dan kaca berwarna, serta para biarawan membaca gulungan-gulungan kertas dengan rajin ....
Mirip pun tidak.
Pada pandangan pertama, ruangan ini tampak seperti hanggar Pesawat terbang yang gelap dan seseorang telah membangun selusin lapangan squash tanpa tempat duduk di sana. Tentu saja Langdon tahu apa fungsi dinding yang terbuat dari kaca berwarna itu. Dia tidak heran melihatnya. Kelembaban dan udara panas dapat merusak berbagai naskah yang ditulis di atas kulit binatang dan perkamen. Selain itu, pemeliharaan yang baik memang membutuhkan ruang tertutup yang kedap udara seperti ini ruang yang dapat mencegah timbulnya kelembaban dan asam alami yang terdapat di udara. Langdon pernah berada di dalam ruangan kedap udara beberapa kali, dan itu selalu menjadi pengalaman yang tidak menyenangkan baginya ... dan sekarang dia akan memasuki sebuah tempat kedap udara yang pada situasi yang normal, asupan oksigennya diatur oleh seorang pustakawan terpilih.
Ruangan tertutup itu gelap, seperti berhantu, dan samara-samar diterangi oleh lampu-lampu berkubah kecil di ujung setiap rak buku. Dalam kegelapan yang terlihat dari setiap sel, Langdon dapat merasakan bayangan raksasa yang berasal dari rak-rak buku berisi sejarah yang menjulang tinggi. Ini adalah koleksi yang luar biasa.
Vittoria juga tampak pusing. Dia berdiri di samping Langdon sambil memandang ruangan raksasa yang tembus pandang itu.
Waktu mereka singkat, dan Langdon tidak ingin membuang-buangnya dengan melihat-lihat ruangan remang-remang itu sehingga dia segera mencari sebuah buku katalog- satu jilid ensiklopedia yang memuat katalog koleksi perpustakaan itu. Tetapi yang dilihatnya adalah terminal komputer yang tampak mencolok di ruangan itu. "Wah, hebat! Indeks buku-buku mereka sudah tersimpan di komputer."
Vittoria tampak mempunyai harapan. "Itu akan mempercepat pekerjaan kita."
Langdon berharap dapat merasa antusias juga seperti Vittoria, tetapi dia merasa sistem komputerisasi seperti ini adalah kabar buruk. Dia lalu berjalan mendekati sebuah komputer dan mulai mengetik. Ketakutannya segera menjadi nyata. "Cara pencatatan kuno akan lebih baik."
"Kenapa?"
Dia melangkah mundur dari layar komputer itu. "Karena buku katalog konvensional tidak dilindungi kata kunci. Aku tidak berharap seorang ahli fisika berbakat sepertimu bisa menjadi seorang hacker."
Vittoria menggelengkan kepalanya. "Aku hanya dapat membuka kerang, itu saja."
Langdon menarik napas panjang dan berpaling untuk melihat sekumpulan sekat-sekat yang mengerikan itu. Dia berjalan ke satu ruangan bersekat kaca terdekat dan dengan 283 DAN BROWN menyipitkan matanya, dia menatap ke bagian dalam yang remang-remang di dalam sana. Di dalam ruang kaca itu terdapat beberapa benda yang dikenali Langdon sebagai rak buku biasa, tempat penyimpanan perkamen, dan meja pemeriksaan. Dia melihat puncak label yang bersinar di ujung setiap rak buku. Seperti juga di setiap perpustakaan, label-label itu menunjukkan isi dari setiap baris. Dia membaca judulnya lalu bergerak ke arah sekat-sekat transparan itu.
PlETRO IL ERIMITO ... LE CROCIATE ... URBANO II ...
LEVANT "Mereka diberi label," kata Langdon, sambil terus berjalan. Tetapi tidak berdasarkan sistem berdasarkan nama pengarang dari A sampai Z." Dia tidak heran. Arsip-arsip kuno hampir selalu disusun tidak menurut urutan abjad karena begitu banyak penulisnya yang tidak dikenal. Disusun berdasarkan judul juga tidak berguna karena banyak dokumen sejarah yang tidak memiliki judul atau merupakan bagian dari perkamen. Pada umumnya, katalog disusun secara kronologis. Walau cara kronologis sudah cukup membingungkan, sistem pengaturan yang digunakan di sini sepertinya tidak kronologis juga.
Langdon merasa mulai membuang-buang waktu lagi dengan mencari-cari seperti ini. "Sepertinya Vatican mempunyai sistemnya sendiri."
"Mengejutkan sekali," kata Vittoria seperti menyindir. Lang don memeriksa beberapa label lagi. Dokumen-dokumen itu sudah berumur ratusan tahun, tetapi kemudian Langdon menyadari semua kata kuncinya saling berhubungan. "Kupikir mereka menyusunnya berdasarkan tema."
"Tematis?" tanya Vittoria, nadanya terdengar tidak setuju "Sepertinya tidak efisien."
Sebenarnya ... kata Langdon sambil memikirkannya dengan lebih seksama. Ini mungkin adalah kategorisasi yang paling cerdas yang pernah kulihat. Dia selalu menyuruh mahasiswanya untuk mengerti warna dan motif dari sebuah periode daripada membuang-buang waktu dengan menghapalkan data-data remeh seperti tanggal-tanggal dan karya-karya tertentu. Arsip Vatican ini tampaknya disusun menurut filsofi yang sama.
"Segala yang ada di ruangan ini," kata Langdon sambil merasa lebih yakin sekarang, "adalah materi yang berusia berabad-abad dan berhubungan dengan Perang Salib. Itulah tema ruangan ini." Semuanya ada di sini. Catatan-catatan bersejarah, surat-surat, benda seni, data-data sosial politik, analisis moderen. Semua dalam satu tempat ... menarik sekali. Cemerlang. Vittoria mengerutkan keningnya. "Tetapi data dapat berhubungan dengan banyak tema secara berkesinambungan."
"Itulah sebabnya mereka melakukan pengecekan silang dengan penanda yang mewakili." Langdon menunjuk ke luar kaca ke arah label penunjuk dari plastik yang berwarna-warni di antara dokumen-dokumen itu. "Itu semua menunjukkan dokumen kelas dua yang ditempatkan di tempat yang berbeda dengan tema utamanya."
"Tentu saja," sahut Vittoria, tampaknya tidak mau berdebat lagi. Dia hanya berkacak pinggang dan meneliti ruang besar itu. Dia kemudian melihat Langdon. "Jadi Profesor, apa nama catatan Galileo yang kita cari?"
Langdon tidak dapat menahan senyumannya. Dia masih belum percaya dirinya sedang berdiri di dalam ruangan ini.
Catatan itu ada di sini, pikirnya. Di suatu tempat yang gelap, menunggu untuk ditemukan.
"Ikuti aku," kata Langdon. Dengan cepat dia melewati gang pertama dan memeriksa label penunjuk yang terdapat pada setiap sekat "Ingat apa yang aku ceritakan tentang Jalan Pencerahan? "Bagaimana cara kelompok Illuminati memilih anggota baru dengan menggunakan ujian tertentu?"
"Ya. Cara yang menurutku seperti mencari harta karun," kata Vittoria sambil mengikuti Langdon dari dekat.
"Tantangan yang diajukan oleh Illuminati adalah, setelah mereka meletakkan penanda tersebut, mereka harus mengatakan kepada komunitas ilmiah bahwa jalan itu ada."
"Masuk akal," kata Vittoria. "Kalau tidak, tidak ada yang tahu dan mencarinya."
"Ya, dan walau mereka sudah tahu kalau jalan itu ada, para ilmuwan tidak akan tahu dari mana jalan itu berawal. Roma adalah kota yang besar sekali."
"Baik, aku mengerti."
Langdon melanjutkan ke gang berikutnya sambil meneliti berbagai label penunjuk dan berkata, "Sekitar lima belas tahun yang lalu, beberapa sejarawan di Sorbonne bersama-sama denganku menemukan serangkaian surat-surat Illuminati yang berisi petunjuk tentang segno!' "Tanda. Pemberitahuan tentang jalan dan dari mana jalan tersebut dimulai."
"Ya. Dan sejak itu, banyak akademisi Illuminati, termasuk aku, menemukan petunjuk-petunjuk lainnya menuju segno itu. Hal ini sudah diterima bahwa petunjuk jalan itu memang benar-benar ada dan Galileo telah menyebarluaskannya kepada komunitas ilmuwan tanpa diketahui Vatican."
"Bagaimana caranya?"
Kami tidak yakin, tetapi yang paling mungkin adalah berupa Pubhkasi cetakan. Galileo mencetak banyak buku dan buletin selama bertahun-tahun."
"Yang bisa terlihat oleh Vatican. Berbahaya sekali."
"Betul. Walau begitu segno itu tetap disebarkan."
"Tetapi tidak seorang pun yang betul-betul menemukannya?"
"Tidak. Anehnya, di mana pun segno itu muncul, baik pada produk susu kelompok Mason, jurnal ilmu pengetahuan kuno surat-surat Illuminati, dia selalu mengacu pada nomor."
"666?"
Langdon tersenyum. "Sebenarnya 503."
"Artinya?"
"Tidak seorang sejarawan pun yang dapat menduganya. Aku terpesona dengan nomor 503 itu, dan sudah mencoba berbagai cara untuk menemukan arti nomor tersebut; dari numerolgi, peta acuan, garis lintang." Langdon tiba di ujung gan g, lalu membelok di sudut dan dengan cepat memeriksa barisan label penunjuk berikutnya sambil terus berbicara. "Selama bertahun-tahun, satu-satunya petunjuk yang pasti adalah 503 diawali oleh angka 5 yang merupakan angka suci bagi Illuminati." Langdon berhenti.
"Saya merasa kamu sudah mengetahuinya dan karena itulah kita ada di sini."
"Betul," kata Langdon dan membiarkan dirinya merasa bangga sejenak akan pekerjaannya. "Kamu akrab dengan sebuah buku karya Galileo yang berjudul Dialogo?"
"Tentu saja. Buku terkenal di antara para ilmuwan sebagai buku ilmiah yang laris."
Laris bukanlah kata yang tepat bagi Langdon, tetapi dia mengerti apa yang dimaksud Vittoria. Pada awal tahun 1630-an, Galileo ingin menerbitkan sebuah buku yang mendukung konsep heliosentris Copernicus tentang tata surya, tetapi Vatican tidak akan mengizinkan buku itu terbit kecuali Galileo memasukkan juga bukti mengenai konsep geosentris milik gereja. Sementara itu, Galileo tahu dengan pasti kalau konsep tersebut sama sekali salah. Galileo tidak mempunyai pilihan selain menyetujui perrrrintaan gereja dan menerbitkan sebuah buku dengan memuat dua konsep yang akurat dan yang tidak akurat.
"Seperti yang mungkin sudah kamu ketahui," kata Langdon, walau Galileo mau berkompromi, buku Dialogo masih dianggap sebagai penyimpangan. Dan Vatican kemudian menahan Galileo di rumahnya."
"Tidak ada perbuatan baik yang tidak dihukum."
Langdon tersenyum. "Benar sekali. Walau begitu, Galileo amat keras kepala. Saat ditahan di rumah, diam-diam dia menulis naskah yang tidak terlalu terkenal yang membuat para ilmuwan bingung membedakannya dengan Dialogo. Buku itu bernama Discorsi."
Vittoria mengangguk, "Aku pernah mendengar tentang dokumen itu. Discourses on the Tides, Dikursus Tentang Gelombang Pasang-Surut."
Langdon tiba-tiba berhenti, dia merasa kagum karena ternyata Vittoria pernah mendengar buku yang tidak terkenal yang menulis tentang pergerakan planet-planet dan pengaruhnya pada gelombang pasang di laut.
"Hey," seru Vittoria. "Kamu sedang berbicara dengan seorang ahli fisika kelautan yang memiliki ayah yang begitu ngefans dengan Galileo."
Langdon tertawa. Tapi Discorsi bukanlah buku yang mereka cari saat itu. Langdon kemudian menjelaskan kalau Discorsi bukanlah satu-satunya buku yang ditulis Galileo ketika berada dalam tahanan rumah. Para sejarawan percaya bahwa Galileo juga menulis sebuah buklet yang tidak dikenal bernama Diagramma.
"Diagramma della Verita," kata Langdon. "Diagram kebenaran."
"Aku tidak pernah dengar tentang itu."
Aku tidak heran. Diagramma adalah karya Galileo yang paling rahasia-mungkin semacam risalah mengenai berbagai fakta ilmu Pengetahuan yang dipercayanya sebagai kebenaran tetapi tidak diizinkan untuk dibagi kepada orang lain. Seperti juga pada naskah Galileo terdahulu, Diagramma diselundupkan ke Roma oleh seorang teman dan diam-diam diterbitkan di Belanda. Buklet itu menjadi sangat populer di kalangan ilmu pengetahuan bawah tanah di Eropa. Lalu Vatican mendengar tentang hal itu dan segera merazia dan membakar buku tersebut"
Sekarang Vittoria tampak tertarik. "Dan kamu pikir Diagramma berisi petunjuk yang kita perlukan? Segno. Buku yang berisi tentang informasi mengenai Jalan Pencerahan?"
"Diagramma adalah cara Galileo untuk mengungkapkan tentang Jalan Pencerahan. Aku yakin itu." Langdon memasuki baris ketiga dari ruangan-ruangan itu dan terus meneliti label penunjuk. "Para ahli arsip sudah mencari salinan Diagramma selama bertahun-tahun. Buklet itu menghilang dari muka bumi pada saat Vatican membakar buku-buku atau karena tingkat keawetan yang rendah dari buku tersebut."
"Tingkat keawetan?"
"Daya keawetan buku. Ahli arsip membagi peringkat dokumen dari tingkat satu ke tingkat sepuluh untuk mengukur tingkat keawetan sebuah dokumen. Diagramma dicetak di atas kertas papirus. Kertas itu seperti kertas tisu. Dia hanya mampu bertahan tidak lebih dari satu abad."
"Mengapa tidak dicetak di atas bahan yang lebih kuat?"
"Sesuai dengan petunjuk Galileo. Dibuat dengan tujuan untuk melindungi pengikutnya. Dengan cara ini setiap ilm uwan yang tertangkap ketika sedang membaca buku itu dapat segera menjatuhkannya ke dalam air dan buklet itu akan hancur begitu saja. Cara seperti itu memang bagus untuk menghilangkan bukti. Tetapi malah menyusahkan para ahli arsip. Konon hanya ada satu salinan Diagramma yang bertahan melampaui abad ke-18."
"Satu?" sesaat Vittoria tampak ketakutan ketika dia melihat ke sekeliling ruangan itu. "Dan sekarang ada di sini?"
"Disita dari Belanda oleh Vatican, tidak lama setelah Galileo meninggal dunia. Aku sudah mengajukan permintaan untuk melihatnya sejak beberapa tahun yang lalu. Sejak aku tahu apa isinya."
Seolah dia dapat membaca pikiran Langdon, Vittoria bergerak ke salah satu gang dan mulai meneliti bagian yang menonjol dari ruangan tambahan yang terdapat di sana. Vittoria mulai mempercepat langkahnya.
"Terima kasih," kata Langdon. "Carilah label penunjuk yang berhubungan dengan Galileo, ilmu pengetahuan, ilmuwan. Kamu akan tahu saat kamu melihatnya."
"Baik, tetapi kamu masih belum mengatakan kepadaku bagaimana kamu bisa tahu kalau Diagramma berisi petunjuk yang kita cari sekarang. Apakah itu ada hubungannya dengan nomor yang selalu kamu lihat pada surat-surat Illuminati? 503?"
Langdon tersenyum. "Ya. Memerlukan waktu juga, tetapi akhirnya aku mengetahui kalau 503 hanya sebuah kode. Jelas mengacu pada Diagramma."
Untuk sesaat Langdon ingat sebuah peristiwa yang tidak terduga yang terjadi pada tanggal 16 Agustus, dua tahun yang lalu. Dia sedang berdiri di tepi danau pada sebuah pesta pernikahan putra salah satu rekan di universitasnya. Peniup bagpipes itu mengapung di atas permukaan danau. Bersama dengan kedua mempelai, mereka memasuki tempat pesta dengan cara yang unik ... mereka menyeberangi danau dengan sebuah perahu. Kendaraan itu dihiasi dengan bunga-bungaan berwama-warni. Bunga-bunga itu membentuk sebuah deretan nomor dari huruf Romawi yang terpasang di lambung perahu-DCII.
Karena merasa bingung pada tanda itu, Langdon bertanya kepada ayah pengantin perempuan itu. "Apa arti nomor 602?"
"602?"
Langdon menunjuk lambung perahu itu. "DCII adalah huruf Romawi untuk 602."
Lelaki itu tertawa, "Itu bukan nomor Romawi. Itu nama Perahu tersebut."
"DCII?"
Ayah yang bahagia itu mengangguk. "Dick and Connie II" Langdon merasa malu. Dick dan Connie adalah nama pasangan yang berbahagia hari itu. Perahu tersebut tentu saja dinamai begitu untuk menghormati mereka. "Apa yang terjadi dengan DCI?"
Lelaki itu tertawa kecil. "Perahu itu tenggelam kemarin pada saat latihan."
Langdon tertawa. "Aku sedih mendengarnya." Dia melihat perahu itu lagi. DCII, pikirnya. Seperti sebuah minatur QEII. Sedetik kemudian dia mengerti.
Sekarang Langdon berpaling pada Vittoria, "503, seperti yang tadi kukatakan, adalah sebuah kode. Itu tipuan Illuminati untuk menyembunyikan apa yang sesungguhnya mereka maksudkan dan menyamarkannya dengan angka Romawi. Nomor 503 dalam angka Romawi adalah-"
"DIII."
Langdon menatap Vittoria. "Kamu cepat sekali. Jangan bilang kalau kamu juga anggota Illuminati."
Vittoria tertawa. "Aku menggunakan angka Romawi untuk menyusun tingkatan organisme laut."
Tentu saja, pikir Langdon. Kita semua juga menggunakannya, bukan? Vittoria melihat ke depan. "Jadi apa arti dari DIII?"
"DI dan DII dan DIII adalah singkatan yang sangat kuno. Mereka digunakan oleh ilmuwan kuno untuk mengacu pada tiga dokumen Galileo yang biasanya membingungkan."
Vittoria menghembuskan napas dengan cepat. "Dialogo ... Discorsi... Diagramma."
D-satu. D-dua. D-tiga. Semuanya tulisan ilmiah. Semuanya kontroversial. 503 adalah DIII. Diagramma. Buku ketiga Galileo."
Vittoria terlihat bingung. "Tetapi ada satu hal yang masih tidak masuk akal. Jika segno ini, petunjuk ini, memberitahukan kalau Jalan Pencerahan itu benar-benar ada di dalam Diagramma Galileo, kenapa Vatican tidak melihatnya ketika mereka menyita semua salinannya?"
"Mungkin mereka melihatnya, tetapi tidak mengetahuinya. Ingat penanda Illuminati? Penanda tersembunyi yang diletakkan di tempat terbuka? Penyamaran? Segno itu agaknya juga disembunyikan dengan cara yang sama-di te mpat terbuka. Tidak terlihat oleh orang yang tidak mencarinya. Dan juga tidak terlihat oleh mereka yang tidak memahaminya."
"Artinya?"
"Artinya, Galileo berhasil menyembunyikannya dengan baik. Menurut catatan sejarah, segno itu terungkap dengan cara yang disebut oleh kaum Illuminati sebagai lingua pura"
"Bahasa murni?"
"Ya."
"Matematika?"
"Itu terkaanku saja. Kelihatannya cukup jelas. Galileo memang seorang ilmuwan, dan dia menulis untuk ilmuwan. Matematika bisa menjadi bahasa yang digunakan untuk meletakkan petunjuk itu. Buklet itu disebut Diagramma, jadi diagram matematika bisa menjadi bagian dari kode tersebut."
Vittoria terdengar ragu, tidak lagi penuh harap. "Sepertinya Galileo berhasil menciptakan kode matematika yang luput dari perhatian para pendeta."
"Kamu seperti tidak yakin," kata Langdon sambil terus berjalan di sepanjang gang.
"Aku memang tidak yakin. Itu karena kamu juga tidak yakin. Kalau kamu begitu yakin tentang DIII, kenapa kamu tidak mempublikasikannya? Kalau kamu menulisnya dalam sebuah jurnal ilmiah, seseorang yang mempunyai akses ke Arsip Vatican pasti sudah datang ke sini dan memeriksa Diagramma sejak dahulu kala."
"Aku tidak mau mengumumkannya," kata Langdon. "Aku sudah bekerja dengan susah payah untuk menemukan informasi itu dan-" Dia berhenti dan merasa malu.
"Kamu menginginkan kejayaan."
Langdon tersipu. "Dengan kata lain. Itu hanya-"
"Jangan malu-malu begitu. Kamu sedang berbicara kepada seorang ilmuwan."
"Bukannya aku ingin jadi yang pertama. Aku juga mempertimbangkan kalau informasi tentang Diagramma itu jatuh ke tangan orang yang salah, informasi itu akan hilang."
"Orang yang salah itu mungkin orang Vatican?"
"Bukan hanya itu, tetapi gereja selalu menganggap remeh ancaman Illuminati. Pada awal 1900-an Vatican berkata kalau Illuminati hanyalah sebuah isapan jempol dari imajinasi yang berlebihan. Pada saat itu, para pastor berkata hal yang paling tidak perlu diketahui orang Kristen adalah ada kelompok anti-Kristen yang sangat kuat dan mampu menyusup ke dalam bank, politik dan berbagai universitas." Gunakan kala waktu kini, Robert, dia mengingatkan dirinya sendiri. Sampai saat ini masih ada kelompok anti-Kristen yang sangat kuat dan mampu menyusup ke dalam bank, politik dan berbagai universitas.
"Jadi kamu pikir Vatican akan mengubur setiap bukti yang membenarkan ancaman Illuminati?"
"Sangat mungkin. Setiap ancaman, yang nyata ataupun yang khayalan dapat melemahkan keyakinan akan kekuatan gereja."
"Satu pertanyaan lagi," tiba-tiba Vittoria berhenti dan menatap Langdon seolah dia adalah makhluk asing. "Apakah kamu bersungguh-sungguh?"
Langdon berhenti. "Apa maksudmu?"
"Maksudku, apakah ini rencanamu untuk menyelamatkan dunia?"
Langdon tidak yakin apa maksud pertanyaan Vittoria itu. "Maksudmu menemukan Diagramma?"
"Bukan hanya itu. Maksudku, menemukan Diagramma, menemukan segno berumur empat ratus tahun, memecahkan beberapa kode matematika dan mengikuti jejak kuno dari benda-benda seni yang hanya dapat diikuti oleh ilmuwan yang paling pandai dalam sejarah ... dalam waktu empat jam."
Langdon mengangkat bahunya. "Aku dapat menerima usulan lainnya." ROBERT LANGDON BERDIRI di luar Ruang Arsip nomor 9 dan membaca label yang tertera di sana.
BRAHE ... CLAVIUS ... COPERNICUS ... KEPLER ... NEWTON ...
Ketika dia membaca nama-nama itu sekali lagi, tiba-tiba dia merasa tidak tenang. Di sini tertulis nama-nama ilmuwan, tetapi di mana nama Galileo? Dia berpaling pada Vittoria yang sedang memeriksa isi ruangan di sebelahnya. "Aku sudah menemukan tema yang kita cari, tetapi nama Galileo tidak ada."
"Tidak mungkin," sahut Vittoria sambil mengerutkan keningnya ketika dia bergerak ke ruangan berikutnya. "Dia ada di sini. Tetapi aku harap kamu membawa kacamata bacamu karena seluruh ruangan ini berisi naskah Galileo."
Langdon berlari ke sana. Vittoria benar. Setiap tabel penunjuk di ruang 10 bertuliskan kata kunci yang sama.
IL PROCESSO GALILEANO Langdon bersiul perlahan. Sekarang dia sadar kenapa Galileo mendapatkan satu ruangan tersendiri. "Semuanya tentang Galileo," kata nya dengan kagum sambil memandang beberapa baris rak yang gelap di hadapannya. "Kasus hukum paling panjang dan paling mahal dalam sejarah Vatican. Empat belas tahun dan menghabiskan biaya sebesar 600 juta lira. Semuanya ada di sini."
"Tapi dokumen hukum yang ada hanya sedikit." Sepertinya pengacara belum memiliki peran yang terlalu besar pada abad itu."
"Tidak seperti sekarang."
Langdon berjalan ke sebuah tombol kuning besar yang terdapat di sisi ruangan kedap udara itu. Setelah dia menekannya, sekumpulan lampu di atas mereka menyinari ruangan tersebut. Sinarnya berwarna merah tua sehingga membuat ruangan itu menjadi sel berwarna merah tua dan memperlihatkan rak-rak menjulang tinggi yang mengagumkan.
"Ya ampun," seru Vittoria dengan nada takut. "Orang seperti apa yang tahan berlama-lama di sini?"
"Perkamen dan kulit hewan dapat memudar warnanya, jadi penerangan di ruangan ini harus dengan lampu seperti ini."
"Kita bisa jadi gila di sini."
Atau lebih buruk lagi, pikir Langdon sambil bergerak ke arah satu-satunya jalan masuk ke ruangan itu. "Satu peringatan singkat. Karena oksigen adalah zat oksidan, maka oksigen di dalam ruang kedap udara ini sangat sedikit. Bisa dikatakan tidak ada udara di dalamnya. Kamu akan merasa sulit bernapas di sana."
"Hey, kardinal-kardinal tua itu saja mampu bertahan ...," Vittoria protes. Benar, pikir Langdon. Mudah-mudahan saja kita seberuntung mereka. Pintu masuk ke ruangan kedap udara itu adalah sebuah pintu putar elektronik yang dilengkapi dengan tombol pembuka pintu. Ketika tombol ditekan, pintu elektronik akan berputar membuka setengah putaran-sebuah prosedur standar untuk memelihara kemurnian atmosfer di dalam ruangan tersebut.
"Setelah aku berada di dalam," kata Langdon, "tekan saja tombol itu dan masuk juga. Kelembaban dalam ruangan itu hanya delapan persen, jadi jangan kaget kalau mulutmu terasa kering."
Langdon melangkah masuk ke dalam pintu putar itu dan menekan tombol. Pintu itu berdengung keras dan mulai berputar. Ketika dia mengikuti gerakan pintu itu, Langdon menyiapkan tubuhnya untuk menghadapi kejutan fisik yang selalu terjadi pada beberapa detik awal di dalam ruangan kedap udara. Memasuki ruang penyimpanan arsip yang tertutup seperti menyelam ke laut sedalam 20.000 kaki dengan tiba-tiba. Perasaan mual dan pusing adalah hal biasa timbul. Langdon merasakan tekanan udara di telinganya. Dia bisa mendengarkan suara mendesis, dan pintu putar itu pun lalu berhenti.
Langdon sudah berada di dalam ruangan itu sekarang.
Kesan pertama Langdon adalah udara di dalam ruangan itu ternyata lebih tipis daripada yang dibayangkannya. Sepertinya Vatican memperlakukan arsip mereka dengan sangat serius daripada yang seharusnya. Langdon berusaha meredakan perasaan tercekik yang dirasakannya dan mengendurkan pernapasannya ketika pembuluh kapiler di paru-parunya berusaha untuk mendapatkan udara tambahan. Perasaan seperti itu ternyata berlalu dengan cepat. Inilah si lumba-lumba, pikirnya riang dan merasa bersyukur karena kebiasaan latihan berenang sebanyak lima puluh putaran setiap hari ternyata ada gunanya juga. Sekarang setelah bernapas dengan lebih normal, dia lalu melihat ke sekeliling ruangan itu. Walau dinding itu tembus pandang, Langdon merasakan kecemasan yang biasa dirasakannya. Aku berada di dalam sebuah kotak, pikirnya. Sebuah kotak berwarna merah tua.
Pintu itu berdesing di belakangnya. Langdon berpaling dan melihat Vittoria masuk. Ketika Vittoria tiba di dalam, matanya segera berair, dan dia mulai bernapas dengan berat.
"Pelan-pelan," kata Langdon. "Kalau kamu merasa pusing, membungkuklah."
"Aku ... merasa ...," kata Vittoria seperti tercekik, "seperti ... menyelam ... dengan komposisi udara yang salah di dalam tabung oksigenku .... "
Langdon menunggu hingga Vittoria dapat beradaptasi. Langdon tahu Vittoria akan baik-baik saja. Vittoria Vetra jelas dalam keadaan yang sangat sehat, sama sekali tidak seperti seorang alumnus Radcliffe yang gemetar ketika memasuki ruang arsip yang kedap udara di Perpustakaan Widener. Tur tersebut berakhir ketika Langdon harus memberika n bantuan pernapasan dari mulut ke mulut untuk menolong rekannya itu; seorang perempuan tua yang hampir tercekik oleh gigi palsunya gara-gara masuk ke ruang Penyimpanan arsip kuno yang kedap udara.
"Merasa lebih baik?" tanya Langdon. Vittoria mengangguk.
"Aku harus naik pesawat sialanmu itu, jadi kupikir aku boleh membalasmu dengan ini."
Vittoria tersenyum. "Touched. Aku menyerah sekarang."
Langdon meraih kotak di samping pintu dan menarik keluar beberapa sarung tangan dari katun berwarna putih.
"Prosedur formal, eh?" tanya Vittoria.
"Ini untuk melindungi dokumen dari asam yang terdapat di jari kita. Kita tidak boleh memegang dokumen tanpa mengenakan ini. Kamu harus memakainya."
Vittoria mengenakan sepasang sarung tangan. "Berapa lama lagi waktu kita?"
Langdon melihat jam tangan Mickey Mouse-nya. "Baru berlalu tujuh menit."
"Kita harus menemukannya dalam satu jam."
"Sebenarnya," kata Langdon, "kita tidak memiliki waktu sebanyak itu." Dia menunjuk ke langit-langit dengan saringan udara di atas mereka. "Biasanya kurator akan menyalakan sistem reoksigenasi ketika seseorang berada di dalam ruangan ini. Tetapi tidak hari ini. Kita hanya punya waktu dua puluh menit, setelah itu kita tidak akan menghirup apa-apa."
Wajah Vittoria menjadi sangat pucat dalam sinar lampu kemerahan.
Langdon tersenyum dan merapikan sarung tangannya. "Cepat ketemu atau tercekik, Nona Vetra. Si Mickey berdetik." WARTAWAN BBC GUNTHER Glick memandang ponsel di tangannya selama sepuluh detik sebelum akhirnya meletakkannya.
Chinita Macri mengamatinya dari belakang van. "Ada apa? Siapa itu tadi?"
Glick berpaling, dan merasa seperti seorang anak kecil yang baru saja menerima hadiah Natal yang dikhawatirkan salah alamat. "Aku baru saja mendapat sebuah petunjuk. Ada yang terjadi di dalam Vatican."
"Dan kejadian itu namanya rapat pemilihan paus," kata Chinita. "Petunjuk hebat."
"Bukan itu. Ada yang lainnya." Sesuatu yang besar. Dia bertanya-tanya apakah yang dikatakan si penelepon tadi itu benar. Glick merasa malu ketika diam-diam berdoa mudah-mudahan cerita itu adalah kenyataan. "Bagaimana kalau aku bilang ada empat orang kardinal diculik dan akan dibunuh di empat gereja yang berbeda malam ini."
"Aku akan mengatakan bahwa kamu baru saja ditipu oleh seseorang dari kantor dengan lelucon yang tidak lucu."
"Bagaimana kalau aku bilang kita akan diberi tahu tempat pembunuhan pertamanya?"
"Aku ingin tahu siapa orang yang baru meneleponmu itu."
"Lelaki itu tidak mengatakannya."
"Karena mungkin saja dia berbohong?"
Glick sudah menduga Macri akan bersikap sinis seperti ini, tetapi temannya itu lupa kalau penipu dan orang gila sudah menjadi urusan Glick selama hampir satu dasawarsa ketika bekerja di British Tattler. Tapi penelepon itu bukanlah penipu ataupun orang gila. Dia berbicara dengan logis dan perkataannya masuk akal. Aku akan meneleponmu lagi sebelum pukul delapan, kata lelaki itu, dan mengatakan kepadamu tempat terjadinya pembunuhan pertama. Gambar-gambar yang kamu rekam akan membuatmu terkenal. Ketika Glick bertanya kenapa si penelepon mau memberinya informasi itu, jawabannya terdengar sedingin aksen Timur Tengah-nya. Media adalah senjata yang tepat untuk sebuah anarki.
"Dia juga mengatakan satu hal lagi," kata Glick.
"Apa? Elvis Presley baru saja terpilih menjadi paus?"
"Teleponlah database BBC. Tolong." Adrenalin Glick seperti terpompa sekarang. "Aku ingin tahu cerita apa lagi yang dapat kita tulis tentang mereka."
"Mereka apa?"
"Turuti saja apa kataku."
Macri mendesah dan mulai menghubungi database BBC. "Ini tidak akan lama."
Glick seperti merenung. "Orang yang meneleponku tadi sangat ingin tahu apakah ada juru kamera yang bekerja bersama denganku."
"Videografer," kata Macri meralat.
"Dan dia juga ingin tahu apakah kita dapat menayangkan langsung."
"Satu koma lima tiga tujuh megahertz. Apa maksud dari semua ini?" Database itu berbunyi "bip". "Baik, kita sudah masuk. Siapa yang kamu cari?"
Glick memberinya kata kunci.
Macri berpaling dan menatapnya. "Aku harap kamu sedang bercanda sekarang." PENGATURAN BAGIAN DALAM Ruang Arsip nomor 10 tidak seperti yang Langdon duga sebelumnya, dan naskah Diagramma ternyata tidak berada bersama karya terbitan Galileo lainnya. Tanpa akses ke indeks yang terdapat di komputer dan petunjuk pencarian, Langdon dan Vittoria menghadapi jalan buntu.
"Kamu yakin Diagramma ada di sini?" tanya Vittoria.
"Ya. Ada daftar yang meyakinkan di Ufficio della Propaganda delle Fede-"
"Baiklah. Selama kamu yakin." Vittoria kemudian bergerak ke kiri sementara Langdon ke kanan. Langdon mulai pencarian secara manual. Berkali-kali dia berusaha mengendalikan dirinya supaya tidak berhenti dan membaca setiap naskah penting di situ. Koleksi itu mengejutkannya. The Assayer ... The Starry Messenger ... The Sunspot Letters Letter to the Grand Duchess Christina ... Apologia pro Galileo ... dan seterusnya. Ternyata Vittorialah yang pertama kali menemukan naskah itu di bagian belakang ruangan 10. Suara seraknya berseru, "Diagrammadella Verita."
Langdon bergegas menembus sinar berwarna merah tua itu untuk menemuinya. "Di mana?"
Vittoria menunjuk, dan Langdon segera sadar mengapa mereka tidak melihatnya tadi. Naskah itu berada di dalam kotak penyimpanan folio, bukan di rak. Kotak penyimpanan folio biasanya digunakan untuk menyimpan lembaran-lembaran yang tidak dijilid. Label yang tercetak di depan kotak itu menghapus keraguan tentang isinya.
DIAGRAMMA DELLA VERITA Galileo Galilei, 1639 Tubuh Langdon langsung lemas, jantungnya berdebar keras. "Diagramma." Dia tersenyum pada Vittoria untuk berterima kasih. "Bagus sekali, Vittoria. Tolong aku untuk menariknya keluar dari kotak penyimpannya."
Vittoria berlutut di sampingnya, lalu mereka berdua menarik naskah itu. Langdon menarik nampan yang berisi kotak penyimpanan yang terbuat dari logam ke arah mereka sehingga minyak kastroli yang ada di dalamnya tumpah dan memperlihatkan tutup kotak tersebut.
"Tidak terkunci?" tanya Vittoria dengan heran karena penyimpanan yang sederhana itu.
"Tidak pernah. Dokumen-dokumen ini kadang harus dipindahkan dengan cepat. Jika ada banjir atau kebakaran, misalnya."
"Jadi, bukalah," Vittoria mendesak. Langdon tidak membutuhkan desakan lagi. Dengan impian akademis yang sudah ada di depan mata dan udara yang mulai menipis di dalam ruangan ini, dia tidak mau bermain-main lagi. Dia membuka kancing dan mengangkat tutupnya. Di dalamnya tergeletak sebuah kantung hitam dari kain linen. Kain itu tidak rapat tenunannya sehingga tidak terlalu melindungi isinya. Langdon mengambilnya dengan kedua tangannya agar kantung itu tetap dalam posisi horisontal. Kemudian dia mengangkatnya keluar dari tempat penyimpanannya.
"Aku tadi menduga dokumen ini disimpan di dalam sebuah kotak harta karun," kata Vittoria. "Ini tampak seperti sarung bantal saja."
"Ikuti aku," kata Langdon. Dia membawa kantung itu di depan tubuhnya seperti membawa persembahan. Langdon berjalan ke tengah-tengah ruangan, tempat meja dengan dasar kaca yang biasa digunakan untuk memeriksa arsip berada. Meskipun penempatan meja di tengah-tengah itu dimaksudkan untuk mengurangi perjalanan arsip, tapi selain itu para peneliti juga menginginkan privasi yang didapat dari rak-rak buku yang mengelilinginya. Penemuan yang akan mengubah karir mereka terjadi di sebuah ruang arsip paling top di muka bumi ini, jadi sebagian besar peneliti tidak ingin saingannya mengintip ketika mereka sedang bekerja. Langdon meletakkan kantung itu di atas meja dan membuka kancingnya. Sementara itu, Vittoria berdiri di dekatnya. Langdon mencari-cari sesuatu di atas nampan peralatan, lalu menemukan penjepit arsip yang disebut finger cymbals- penjepit besar dengan cakram kecil pada ujung kedua penjepitnya. Ketika kegembiraannya memuncak, Langdon takut kalau sewaktu-waktu dia terbangun dan berada di Cambridge dengan setumpuk kertas ujian kenaikan kelas yang harus diperiksanya. Sambil menarik napas dalam, Langdon membuka kantung itu. Jemarinya gemetar di balik sarung tangan katunnya. Dia merogoh ke dalam dengan penjepitnya.
"Tenang," kata Vittoria. "Itu hanya kertas, bukan plutonium."
Langdon menyelipkan penjepit itu di sekeliling tumpukan dokumen di dalam kantung. Dia sangat berhati-hati ketika menekan dokumen itu dengan penjepitnya. Langdon tidak menariknya keluar, tapi tetap menjepitnya di dalam. Dia kemudian menarik kantungnya-sebuah prosedur yang dilakukan para ahli arsip untuk meminimalisir gerakan artifak. Ketika kantungnya terlepas dari dokumen itu, dan Langdon sudah meletakkan dokumen tersebut di atas meja pemeriksaan yang bersinar gelap di bawahnya, barulah Langdon dapat bernapas dengan lega.
Vittoria tampak seperti hantu karena wajahnya terkena sinar dari bawah meja. "Lembaran-lembaran kecil," katanya, suaranya terdengar takzim.
Langdon mengangguk. Tumpukan folio di depan mereka tampak seperti lembaran-lembaran lepas dari sebuah novel edisi kertas koran. Langdon dapat melihat lembaran teratasnya ditulisi judul, tanggal dan nama Galileo dengan menggunakan pena dan tinta oranamen oleh Galileo sendiri.
Saat itu juga, Langdon lupa akan ruangan sempit dan keletihannya sendiri. Dia juga sudah melupakan keadaan yang menegangkan yang membawanya ke sini. Dia hanya menatap dengan kekaguman. Berdekatan dengan sejarah selalu membuat Langdon terpaku oleh rasa hormat ... seperti melihat sapuan kuas pada lukisan Mona Lisa.
Papirus kuning yang bisu itu membuat Langdon yakin akan usia dan keasliannya. Kecuali tulisannya yang sudah mulai memudar, kondisi dokumen itu masih sangat baik. Warnanya agak memudar. Ada sedikit pemisahan dan kohesi dari papirus itu. Tetapi secara keseluruhan ... kondisinya sangat baik. Dia mengamati hiasan yang dibuat dengan tangan di sampul muka dokumen tersebut. Langdon mulai merasakan tatapannya mengabur karena tingkat kelembaban yang rendah. Vittoria tidak berkata sepatah katapun. "Tolong berikan spatula itu padaku," Langdon menunjuk ke sisi Vittoria, ke arah sebuah nampan berisi peralatan arsip yang terbuat dari stainless-steel.
Vittoria memberikannya kepada Langdon. Langdon mengambilnya. Alat itu bagus. Dia mengusap permukaannya dengan jarinya untuk menyingkirkan daya statis yang dikandungnya, kemudian, dengan sangat berhati-hati, Langdon menyelipkan alat itu ke bawah lembaran sampul.
Halaman pertama ditulis dengan huruf sambung, kaligrafi kecil yang hampir tidak dapat dibaca. Langdon segera melihat di situ tidak terdapat diagram atau angka-angka. Dokumen itu hanyalah sebuah esai.
"Heliosentrisitas," kata Vittoria, menerjemahkan judul di atas folio pertama. Dia mengamati teks itu. "Tampaknya Galileo meruntuhkan model geosentris dengan sangat pasti. Dokumen ini ditulis dalam bahasa Italia kuno. Aku tidak janji untuk menerjemahkan ini untukmu."
"Lupakan," sahut Langdon. "Kita sedang mencari matematika. Bahasa murni." Langdon menggunakan spatula itu untuk menjepit halaman berikutnya. Esai lagi. Tidak ada matematika atau diagram. Tangan Langdon mulai berkeringat di balik sarung tangannya.
"Pergerakan Planet-Planet," kata Vittoria, menerjemahkan judul itu. Langdon mengerutkan keningnya. Pada lain hari, dia pasti akan sangat senang membacanya; model modern buatan NASA untuk menggambarkan orbit planet-planet yang didapat dari hasil penelitian dengan menggunakan teleskop super canggih, mungkin saja hampir sama dengan perkiraan awal yang dibuat oleh Galileo.
"Tidak ada matematika," kata Vittoria. "Dia berbicara tentang pergerakan mundur dan orbit berbentuk elips atau sejenisnya."
Orbit berbentuk elips. Langdon ingat sebagian besar dari masalah hukum yang menimpa Galileo dimulai ketika dia berkata bahwa pergerakan planet-planet berputar dalam orbit yang berbentuk elips. Sementara itu, Vatican mengagungkan kesempurnaan gerakan melingkar dan bersikeras bahwa pergerakan yang dibuat Tuhan hanya berbentuk lingkaran. Bagaimanapun, Illuminati Galileo melihat kesempurnaan itu ada dalam pergerakan elips, mengacu pada dualitas matematika seperti yang terlihat dari dua titik fokus yang dimilikinya. Elips Illuminati tampak jelas bahkan pada masa kini dalam bentuk meja dan tatakan pijakan kelompok Mason modern.
"Berikutnya," kata Vittoria. Langdon membuka halaman berikutnya.
"Fase-fase bulan dan pergerakan pas ang laut," katanya. "Tidak ada nomor-nomor. Tidak ada diagram."
Langdon membalik halaman lagi. Tidak ada apa-apa. Dia terus membalik-balik halaman sampai belasan halaman atau lebih. Tidak ada apa-apa. Sama sekali tidak ada perhitungan matematika.
"Kukira lelaki ini adalah seorang ahli matematika," kata Vittoria. "Tetapi, semuanya hanya berupa tulisan saja."
Langdon merasa udara di dalam paru-parunya mulai menipis.
Demikian juga harapannya. Tumpukan kertas di hadapannya mulai menyusut.
"Tidak ada apa pun di sini," kata Vittoria. "Tidak ada matematika. Hanya beberapa tanggal dan bentuk standar, tetapi tidak ada yang tampak seperti petunjuk."
Langdon membalik folio terakhir dan mendesah. Halaman itu juga hanya berisi sebuah esai.
"Buku pendek," kata Vittoria sambil mengerutkan keningnya. Langdon mengangguk.
"Merda, begitu orang Roma menyumpah," kata Vittoria. Sialan, juga boleh, pikir Langdon. Bayangannya di dinding kaca tampak mengejeknya, sama seperti bayangan yang balas menatapnya dari kaca jendela rumahnya tadi pagi. Sesosok hantu tua. "Pasti ada sesuatu," katanya dengan suara serak karena merasa putus asa. "Segno itu di sini, di suatu bagian. Aku tahu itu!"
"Mungkin kamu salah tentang DIII?"
Langdon berpaling dan menatap Vittoria.
"Baiklah," Vittoria berkata, "DIII masuk akal sekali. Tetapi mungkin petunjuknya tidak berupa perhitungan matematika."
Pendekar Rajawali Sakti Intan Saga Merah Roro Centil Ular Betina Selat Madura Rajawali Emas Wasiat Malaikat Dewa