Ceritasilat Novel Online

Raja Lihai Langit Bumi 2


Rajawali Emas Raja Lihai Langit Bumi Bagian 2



Namun kehebatan jurus si nenek tak mampu dibendung.

   Dua kali dadanya terhantam pukulan dahsyat Ratu Tengkorak Hitam yang membuat dadanya seperti remuk.

   Pakaian didadanya sudah hangus.

   Didadanya sendiri bagai terceplak lima buku jari nenek baju hitam.

   Rupanya si Kaki Gledek tak mampu menguasai dirinya lagi.

   Sebelum Ratu Tengkorak Hitam melancarkan gempuran dahsyatnya kembali, lelaki tinggi besar itu sudah ambruk.

   Ratu Tengkorak Hitam sunggingkan senyum puas dibibirnya.

   "Manusia celaka seperti kau memang sudah sepatutnya untuk mampus! Percuma hidup dialam ramai penuh kekerasan ini!"

   Lalu nenek baju hitam mendongakkan kepala.

   "Hmm... rasanya hari sudah siap masuki rembang petang. Aku tak boleh kehilangan jejak di mana si Rajawali Emas berada. Sebaiknya, kutinggalkan saja mayat manusia celaka itu! Biar dia jadi santapan empuk serigala-serigala lapar!"

   Menyangka Kaki Gledek telah mampus, si nenek pengunyah susur memutuskan untuk segera berlalu dari tempat itu.

   Kejap kemudian, sosoknya telah lenyap sama sekali.

   Tetapi, benarkah apa yang diduganya barusan, kalau Kaki Gledek telah mampus? Ternyata tidak, orang tinggi besar berbaju merah itu adalah orang yang licik.

   Dia tahu kalau tak akan mampu menghadapi Ratu Tengkorak Hitam yang memiliki kepandaian dua tingkat diatasnya.

   Jalan salah satunya yang terbaik adalah berlagak mampus.

   Dan akal liciknya itu menemukan jalan keluar yang sempurna.

   Cukup lama Kaki Gledek membiarkan tubuhnya tergeletak, khawatir bila si nenek baju hitam muncul kembali.

   Setelah dirasakan aman dan tak ada tanda-tanda si nenek akan muncul kembali.

   barulah diangkat tubuhnya.

   Rasa sakit luar biasa menderanya.

   Segera dialirkan hawa murni dalam tubuh guna menghilangkan rasa sakit.

   Setelah itu dimasukkan tiga butir obat bulat kecil kemulutnya.

   "Kurang ajar! meskipun aku tak mampu tandingi Ratu Tengkorak Hitam tetapi tak akan kubiarkan hal ini berlarut-larut. Satu saat dia akan mampus di tanganku."

   Lalu dengan mengerahkan sisa-sisa tenaga, Kaki Gledek bangkit.

   Berjalan terhuyung sambil menekap dadanya, tinggalkan tempat itu.

   * * * Bukit Watu Gening berdiri angkuh.

   Suasana di sekeliling bukit itu mencekam dan kegelapan melanda.

   Sinar rembulan yang tadi terang mendadak redup, ber-samaan dengan menyingkirnya awan putih dan berganti jadi gumpalan awan hitam, Kejap kemudian petir menyambar dahsyat, membenamkan sekaligus menggetarkan Bukit Watu Gening yang mulai didera hujan deras.

   Sebuah gerobak tua melaju di jalan berumput menuju kebukit Watu Gening.

   Dua orang penunggangnya tak menghiraukan betapa hujan telah membasahi sekujur tubuh mereka.

   Angin bagai menampari wajah dan menghantam terus tubuh keduanya.

   "Heaaaa!"

   Seruan penambah semangat dari orang yang memacu dua ekor kuda penarik gerobak terdengar, namun tenggelam dalam hingar bingar hujan.

   Lintasan roda gerobak yang menimbulkan suara berdecit dari hentakan sang sais, membuka sepasang mata pemuda yang berdiam di sebuah gubuk yang tak jauh dari sana.

   Pendengaran si pemuda lebih terbuka dengan kening berkerut.

   "Aneh! Ada sebuah kereta kuda yang melewati jalan sepi dalam suasana malam menggigit seperti ini,"

   Batin si pemuda keheranan.

   "Aku jadi penasaran ingin mengetahui semua ini. Hanya orang yang berpikiran tak waras melintasi tempat yang sunyi mencekam seperti ini."

   Berpikir demikian, si pemuda yang mengenakan baju keemasan dan sebuah pedang berwarangka penuh benang emas di punggungnya, memutuskan untuk melihat keadaan.

   Gerakannya begitu ringan sekali laksana rajawali yang terbang.

   Mengandalkan pendengarannya yang tajam, si Pemuda yang tak lain Tirta alias si Rajawali Emas segera memburu ke arah datangnya decitan roda gerobak dan suara teriakan sang sais.

   Selesai mempelajari cara mengen-dalikan tenaga surya dalam tubuhnya dan mempelajari ilmu pengebut dari Bidadari Hati Kejam untuk jurus-jurus pedangnya, Tirta pun tertidur karena kelelahan.

   Dan ketika dia terbangun keesokan paginya, tak dilihatnya Bidadari Hati Kejam berada di dekatnya.

   Yang ada hanya sebuah guratan tulisan di tanah.

   Ilmu telah dipelajari, silakan mengabdi.

   Perjalanan masih panjang membentang penuh halang rintang.

   Jaga Pedang Batu Bintang dan urusan sudah menghadang! Tak perlu berpikir dua kali Tirta tahu siapa yang menuliskan guratan di tanah itu.

   Setelah membersihkan tubuh di sungai, segera diputuskan untuk meninggalkan hutan.

   itu.

   Dua Wasiat Malaikat Dewa telah ditunaikan, bertemu dengan Raja Lihai Langit Bumi dan mempelajari ilmu pengebut dari Bidadari Hati Kejam.

   Tentang wasiat untuk menjaga Pedang Batu Bintang, sudah tentu akan dilakukan sekuat tenaga.

   Tiba-tiba dia merindukan sahabatnya yang sekaligus pembantunya.

   Bwana, burung rajawali raksasa keemasan yang dulu milik Sepuh Mahisa Agni atau yang lebih dikenal dengan julukan Malaikat Dewa.

   Semenjak meninggalkan Bwana di sebuah lembah sementara Tirta sendiri kembali ke Dusun Bojong Pupuk, dia memang belum lagi berjumpa dengan burung rajawali raksasa itu.

   Namun Tirta yakin, Bwana yang cerdik itu bisa mengatasi keadaan yang menim-panya.

   Lalu didongakkan kepala.

   Memandangi alam yang cerah dan matahari yang bersinar lembut.

   Lalu, perlahan ditepukkan tangannya tiga kali.

   Tepukan itu bukan tepukan biasa, tetapi mengandung getaran tenaga dalam yang hanya di mengerti oleh Bwana.

   Menyusul di sela-sela tepukan itu, digerakkan tangannya ke atas.

   Cahaya merah yang terang memercik ke angkasa, tanda dimana dia berada dan bisa dijangkau oleh Bwana dalam jarak yang jauh sekalipun.

   Tak terlalu lama menunggu, mata Tirta menangkap bayangan raksasa keemasan di atas.

   Bibirnya segera tersenyum.

   Dia tahu kalau Bwana tak bisa hinggap di tanah karena tempat itu dipenuhi pepohonan.

   Diputuskan untuk mencoba ilmu peringan tubuhnya dengan mempergunakan tenaga surya.

   Segera dialirkan tenaga surya dari pusar ke kedua kakinya.

   Lalu.....

   Wuuuut! Tubuhnya bagai terbang hinggap di sebatang pohon.

   Terus melompat dari satu pohon ke pohon lain dengan gerakan menaik.

   Tiba di puncak salah satu pohon, langsung diemposkan tubuhnya dan hinggap dengan gerakan menarik pada leher Bwana yang masih terbang berjarak lima tombak tingginya..

   Kerinduan dan kegembiraan terobati.

   Sampai Tirta memutuskan untuk beristi-rahat di gubuk yang ditemukannya.

   Tirta meminta Bwana meninggalkan tempat itu karena bila kemunculannya selalu bersama Bwana dan bisa memancing perhatian orang.

   Lalu dia pun beristirahat, sampai didengarnya suara gerobak yang menarik perhatiannya.

   Dan sekarang, dalam waktu singkat, si Rajawali.

   Emas telah bisa melihat gerobak yang diburu cepat menembus hujan deras dan angin yang menerpa dahsyat.

   Sepasang mata tajam Tirta melihat sesuatu di dalam gerobak itu.

   "Sinting! Orang mana yang tega membiarkan lima orang gadis terikat dan berada dalam gerobak terbuka?"

   Maki Tirta yang saat ini meloncat dari satu pohon ke pohon lain.

   Mendadak saja gerobak yang dipacu cepat terhenti.

   Ringkikan dua ekor kuda memecah hujan deras.

   Bersamaan dengan itu, satu sosok tubuh yang mengenakan baju terbuat dari kulit harimau melompat turun di tempat yang terbuka.

   Berlutut tak menghiraukan tanah becek dan gempuran hujan.

   Sementara yang seorang lagi yang masih duduk di gerobak itu memperhatikan tak berkesip.

   Justru Tirta yang terbelalak kaget mendapati siapa orang baju hitam di atas gerobak.

   "Gila! Bukankah itu Barok? Keparat itu ternyata masih hidup. Apa yang dilakukannya bersama temannya? Mau diapakan gadis-gadis yang terikat itu?"

   Dilihatnya orang yang berlutut tadi kini menangkupkan kedua tangan di dada, berbentuk sembahan dan berucap keras.

   "Lima Iblis Puncak Neraka kami datang membawa apa yang kalian pinta!"

   Tirta mengernyitkan kening dengan hati penasaran.

   "Lima Iblis Puncak Neraka? Siapa mereka? Apakah mereka hanya tikus-tikus got yang saat hujan begini muncul? Busyet! Kalau mereka tahu apa yang kukatakan ini, jangan-jangan mereka akan memangsaku... he he he."

   Lalu entah dari mana datangnya suara keras itu, karena, terbawa oleh angin dan seolah berpindah-pindah, Tirta menangkap suara.

   "Apakah kau yakin mereka adalah perawan murni?"

   Orang yang berlutut yang tak lain adalah si Cakar Harimau berucap lagi.

   "Tak salah kami membawa apa yang kalian minta. Bila ada yang keliru, nyawa kami sebagai taruhan!"

   "Bagus! Sudahkah kau tahu di mana Bidadari Hati Kejam?"? "Lama kujajaki tanah dan kulihat seluruh alam. Namun Bidadari Hati Kejam belum kujumpai"

   "Urusan bisa kita selesaikan sekarang! Letakkan gadis-gadis yang kau bawa itu di tempatmu berlutut!"

   Cakar Harimau kembali ke gerobak. Lalu bersama Barok, keduanya segera menurunkan lima gadis yang dalam keadaan terikat. Meletakkan di tempat tadi si Cakar Harimau berlutut.

   "Menyingkir kalian dari sini"

   Tanpa mcngucapkan sepatah kata, keduanya segera menaiki gerobak yang membawa mereka ke tempat tadi.

   Gelegar guntur menyalak dahsyat saat keduanya memutar gerobak dan meninggalkan tempat itu.

   Sementara dari atas pohon, Tirta yang sejak tadi tak sekali pun kedipkan mata, mendumal dalam hati.

   "Hmmm... manusia-manusia celaka yang mengorbankan lima dara perawan itu! Sebenarnya tak tahan aku untuk menjitak kepala keduanya. Tetapi, aku ingin tahu siapa yang dimaksudkan dengan Lima Iblis Puncak Neraka. Baiknya...."

   Kata-kata hati Tirta terputus begitu saja karena terdengar suara ledakan yang sangat keras.

   Segera ditolehkan kepala pada gerobak yang ditunggangi Barok dan kawannya.

   Dan mendadak kedua matanya melebar.

   Karena, entah apa yang terjadi, gerobak yang ditunggangi oleh Barok dan si Cakar Harimau, telah hancur berantakan bagai dihempas oleh badai.

   Suara pecahan gerobak itu sungguh keras, menggema di sela-sela derai hujan.

   Sementara penunggangnya terlempar jauh beberapa tombak dan ambruk dengan kepala pecah.

   Dua ekor kuda hitam yang menarik gerobak itu, lari entah ke mana.

   "Gila! Tenaga apa yang barusan menghantam dua manusia itu,"

   Desis Tirta terbelalak.

   "Kalau memang orang yang disebut Lima Iblis Puncak Neraka tadi mendapatkan persembahan gadis-gadis itu, tetapi mengapa keduanya harus dibunuh?"

   Dan mendadak saja dalam derai hujan yang deras itu telah berdiri lima lelaki bertampang angker dengan jubah hitam panjang dan selendang yang berlainan warna menyelempang di bahu.

   "Busyet! Aku tak melihat bagaimana cara kelima orang itu muncul. Dan tahu-tahu sudah ada dalam pandangan. Tentunya bukan orang-orang sembarangan. Merekakah yang disebut dengan Lima Iblis Puncak Neraka? Dan aku yakin, salah seorang di antara mereka yang mengirim nyawa Barok dan kawannya ke akhirat?!"

   Desis Tirta.

   Di seberang berjarak lima belas tombak dari tempatnya, lima orang berwajah mengerikan yang mengenakan jubah hitam panjang hanya umbar tawa keras.

   Seperti disepakati kelimanya segera membopong masing-masing seorang gadis yang menjerit-jerit minta dilepaskan.

   "Dua manusia keparat itu sebenarnya telah menunjukkan kesetiaan! Tetapi sayang, Lima Iblis Puncak Neraka tak pernah sudi diperintah oleh siapa pun juga. Apalagi dua cecurut busuk itu! Mati memang lebih baik untuk mereka. Kita tinggal menunggu atau mencari Bidadari Hati Kejam untuk bayar persoalan lama!"

   Orang jubah hitam yang berselempang selendang kuning terbahak.

   Sambil tertawa-tawa keras yang mampu mengalahkan gemuruh dingin dan derasnya hujan, kelima orang jubah hitam itu berbalik arah.

   Namun seperti dibetot setan, langkah orang-orang itu tertahan bersamaan dengan terdengarnya suara keras yang kalahkan gemuruh hujan di belakang.

   "Wah! Kalian ini tidak tahu malu! Seharusnya sadar kalian ini orang-orang jelek! Kalau kalian tak pantas untuk gadis-gadis itu! Pantasnya... kalian kawin dengan kodok! Ha ha ha...."

   Serentak masih membopong masing-masing seorang gadis, kelima orang itu memutar tubuh. Lima pasang mata menatap tak berkedip pada Tirta yang berdiri berjarak tiga tombak di hadapan kelimanya,.

   "Wah, melotot!"

   Sambar Tirta sambil tersenyum mengejek.

   "Sudah jelek ya jelek saja! Tidak usah pake dicakep-cakepin!"

   "Orang muda... kau telah menggali lobang kuburmu, sendiri dengan ucapan barusan! Sebutkan nama dan julukan sebelum nyawamu lepas dari badan!"

   Iblis Angin.

   yang kenakan selempang selendang hitam bersuara..

   angker setelah terdiam beberapa saat.

   Meskipun nampak jengkel melihat kenyataan kalau gadis-gadis jelita itu akan menjadi mangsa orang-orang berjubah hitam ini, Tirta masih berusaha tenang.

   Mata tajamnya tak berkedip menatap satu persatu orang-orang di hadapannya.

   "Meskipun aku tak tahu siapa mereka dan berapa tinggi kepandaian yang mereka miliki, aku tak akan mundur selangkah juga,"

   Kata Tirta dalam hati. Lalu dengan suara tenang dan penuh wibawa dia berkata.

   "Namaku Tirta.... Orang-orang menjulukiku si Rajawali Emas. Nah, semua tanya sudah kujawab. Kubur yang akan kalian gali untukku, nampaknya tak diperlukan lagi, bukan? Sekarang, lepaskan gadis-gadis itu! Kalau tidak, kalian akan kucoreng dengan tanah biar jadi seperti badut di kotapraja!"

   Terkejut mendapati jawaban orang, Lima Iblis Puncak Neraka saling pandang satu sama lain.

   Lalu secara bersamaan mereka menoleh pada Tirta dan tertawa keras.

   Disela-sela tawa yang bagai mengalahkan derasnya gempuran hujan dan angin, Iblis Air yang mengenakan selempang selendang warna hijau angkat bicara.

   "Jadi... engkaulah orang yang berjuluk si Rajawali Emas? Bagus, bagus sekali! Urusan jadi cepat selesai! Apakah yang ada di punggungmu itu Pedang Batu Bintang?"

   "Wah, serakah banget kalau bertanya, ya? Itu baru bertanya. Bagaimana kalau kalian lihat makanan? Jangan-jangan, satu sama lain saling cakar, ya?"

   Seloroh Tirta sambil tersenyum.

   "Jawab pertanyaanku tadi!"

   Bentak Iblis Air lebih keras.

   "Ih! Galak banget?! Orangtua kalian rupanya tak pernah ajari sopan santun, ya? Pantas kalau kalian bermuka jelek? Lho, apa hubungannya? Kalau-kalian mau marah, marah saja deh!"

   Seloroh Tirta masih sambil tersenyum-senyum.

   "Keparaaat! Jual lagak di depan Lima Iblis Puncak Neraka!"

   Habis kata-katanya, Iblis Air sudah menderu tanpa menurunkan gadis yang ada di pundaknya.

   Tangan kanannya bergerak ke muka.

   Suara bagai gelombang pusaran air deras mengarah pada si Rajawali Emas.

   Dan seperti memuncratkan air pula.

   Mendapati serangan aneh itu, Tirta terkesiap sejenak.

   Namun cepat segera di lakukan terjangan.

   Disongsongnya serangan Iblis Air dengan jurus 'Sentakan Ekor Pecehkan Gunung'.

   Gelombang angin menggebubu, menderu ke arah Iblis Air.

   Dua benturan keras terjadi.

   Terdengar suara ledakan yang cukup keras, mengalahkan suara derai hujan.

   Dari benturan itu tubuh Iblis Air terlempar ke belakang sementara Tirta telah tegak tanpa kurang suatu apa dengan sedikit mementangkan kaki.

   Kemarahan yang tadi mulai merambat, kini telah singgah di ubun-ubun.

   Dengan gerakan muak Iblis Air melemparkan gadis dalam bopongannya.

   Lalu menyatukan kedua tangan di dada.

   Hal itu dilakukan pertama untuk mengusir rasa nyeri di dadanya akibat bentrokan barusan.

   Keduanya, untuk mempersiapkan jurus baru.

   Bersamaan tubuh Iblis Air mencelat, si pemuda berbaju keemasan dengan rajahan burung rajawali warna emas pada kedua lengannya, mencelat pula.

   Dua sosok tubuh telah menjelma menjadi bayangan.

   Yang satu bayangan emas dan yang satu bayangan hitam.

   Kelebatan tubuh keduanya sangat cepat luar biasa.

   Kembali dua benturan keras terjadi dan seperti semula, tubuh Iblis Air mencelat kebelakang, kali ini lebih deras dari pertama.

   Sementara Tirta langsung memutar tubuh dan hinggap di tanah yang becek dengan ringannya.

   Di seberang, Iblis Air jatuh terduduk sambil memegangi dadanya yang nyeri bukan main, dia terbatuk Darah bercampur ludah busuk muncrat.

   "Gila!"

   Batinnya lemah.

   "Julukan si Rajawali Emas yang baru terdengar memang bukan sembarangan."

   Sementara Tirta tersenyum.

   "Jadi orang itu kalem-kalem saja! Nah, jadinya begini? Mana tidak ada dukun urut lagi, ya?"

   Mendapati kawannya kalah dalam dua kali gebrakan dan ejekan pemuda berbaju keemasan yang menyakitkan hati, empat orang berjubah hitam lainnya melemparkan masing-masing gadis dalam bopongan.

   Bagai diberi komando, serentak keempatnya menerjang ke arah Tirta dengan jurus masing-masing yang berbeda.

   Hawa panas dingin berubah-ubah, berputaran dan melingkar-lingkar ke arah Tirta.

   "Heiiit! Kalian benaran, ya?"

   Cepat Tirta mempergunakan jurus menghindarnya 'Rajawali Putar Bumi' dan sesekali melayangkan serangan 'Lima Kepakan Pemusnah Rajawali'.

   Sebuah jurus yang diajarkan oleh Bwana.

   Sebuah jurus yang sangat mengerikan.

   Karena kedua tangan Tirta bagai berubah fungsi menjadi kepakan sayap rajawali raksasa.

   Gelombang angin yang ditimbulkan bukan buatan dahsyatnya.

   Penuh gegap gempita.

   Namun keempat lawannya juga memiliki ilmu aneh yang tinggi dan berbeda.

   Mereka terus berusaha mencecar Tirta dari empat penjuru.

   Hingga satu saat keempat orang berjubah hitam itu berlompatan ke belakang dan hinggap satu sama lain berjarak tiga jengkal lebar jari tangan.

   Masing-masing pasang wajah dingin, angker dan penuh nafsu untuk membunuh.

   Bahkan tak terlihat kalau mereka seperti ber-napas.

   Diseberang, Tirta menatap tak ber-kedip pada orang-orang itu.

   "Kupikir, mereka pasti akan mengeluarkan jurus gabungan. Aku harus lipat gandakan tenaga,"

   Batinnya penuh kewaspadaan.

   Apa yang diduga si Rajawali Emas memang benar.

   Karena kini terlihat tangan orang-orang itu saling bertautan, merangkaikan jurus 'Lima Gunung Gulung Bumi'.

   Sebenarnya jurus ini harus dipergunakan oleh lima orang.

   Tetapi meskipun saat ini Iblis Air yang masih kesakitan akibat gempuran Tirta tidak ikut bergabung, namun tak mengurangi kehebatan jurus 'Lima Gunung Gulung Bumi'.

   Terdengar seruan ramai dari orang-orang itu dan secara bersamaan mereka melesat kearah Tirta.

   Pusaran gelombang angin panas dingin menderu dahsyat bagai hendak merangkulnya dalam satu ikatan kuat yang bisa mencacak tubuhnya! Tirta tercekat melihatnya.

   Cepat dilepaskan jurus 'Lima Kepakan Pemusnah Jiwa'.

   Gelombang angin menghampar dengan kekuatan tinggi, mencoba menutup jalan angin melingkar yang dilepaskan oleh empat orang dari Lima Iblis Puncak Neraka.

   Namun rupanya, tenaga keempat orang yang digabung jadi satu itu lebih kuat berlipat ganda dibandingkan tenaga yang dilepaskan si Rajawali Emas.

   Akibatnya, tubuh Tirta masuk dalam perangkap pusaran angin dahsyat itu! Seketika tubuh si pemuda terombang-ambing terbanting ke sana kemari dengan sangat kuat.

   Dalam waktu sekejapan matanya saja, Wajahnya telah jadi pias.

   Sekuat tenaga si pemuda dari gunung Rajawali itu mempertahankan diri.

   Tetapi semakin Tirta berusaha keluar dari pusaran angin itu, justru pusaran angin makin kuat menggerikan.

   Wajahnya bagai ditampar tangan-tangan kasar.

   "Celaka!"

   Maki si Rajawali Emas dengan kepanikan yang mulai melanda.

   "Kepalaku makin pusing dan kurasakan lama kelamaan bisa pecah. Mungkin bukan hanya kepalaku saja yang akan pecah, tetapi jantung dan seluruh aliran darahku! Gila, aku harus keluar dari pusaran angin sialan ini bila tidak ingin cepat mampus! Apakah. harus kugunakan tenaga surya yang ada dalam tubuhku? Atau... ya, ya... aku ingin tahu kehebatan Pedang Batu Bintang yang diinginkan orang banyak. Selama ini belum sekali juga kugunakan senjata sakti ini."

   Memikir sampai di sana, dalam tubuh yang terombang-ambing, terlempar dan membuat seluruh darahnya bagai menyatu di kepala, sekuat tenaga Tirta menggerakkan tangan kanannya untuk mencabut senjatanya dari punggung.

   Hal itu tak semudah yang diduganya.

   Karena saat tangannya hampir menyentuh hulu pedang, tubuhnya sudah bergerak lagi dengan cepat.

   "Celaka! Bahaya semakin mendekat! Aku tak boleh membuang waktu yang sangat berharga ini". Dengan sedikit mengalirkan tenaga surya dari pusarnya ketangan kanannya, Tirta berhasil mencabut Pedang Batu Bintang yang terdapat di punggungnya. Srak! Begitu Pedang Batu Bintang dicabut, menghampar diujung tangannya sinar ke-emasan yang begitu cemerlang. Pedang dihulu bagian bawah terdapat bentuk relief sebuah bintang dan di kanan kiri bagian hulu terdapat dua kepala burung rajawali berlawanan arah, bagai kalahkan sinar Matahari yang terjadi bersamaan dengan dicabutnya Pedang Batu Bintang dari warangkanya oleh Tirta. * * * Dalam sekali lihat saja, empat orang dari Lima Iblis Puncak Neraka menjadi silau menatap sinar keemasan yang luar biasa menyala dari pedang yang kini dipegang Tirta. Sejenak kendali mereka dalam mempermainkan tubuh Tirta menjadi terhenti, namun sesaat kemudian justru makin menguat, terus mengombang-ambingkan tubuh si Rajawali Emas. Namun si pemuda yang sudah siap mempergunakan Pedang Batu Bintang, segera saja menggerakkan tangannya yang memegang erat-erat hulu senjatanya. Sraaat! Sinar keemasan terang berasal dari Pedang Batu Bintang bergempyar dan melanda masuk dalam pusaran angin. dahsyat itu. Menakjubkan, sekaligus mengherankan. Pusaran angin yang melingkar dahsyat dan mempermainkan tubuh si Rajawali Emas serta memuncratkan tanah di hadapannya, langsung pupus begitu sinar keemasan yang melesat tadi masuk. Bukan hanya sampai di sana keterkejutan orang-orang berjubah hitam itu, karena bagai disentak setan pegangan tangan yang erat menyatu langsung pupus. Dan empat sosok tubuh jatuh berjumpalitan bagai dihantam tenaga dahsyat yang tak nampak. Mendapati dirinya lolos dari pusaran lingkaran angin dahsyat barusan, Tirta segera membuang tubuh kebelakang dan hinggap di tanah yang becek. Sekujur tubuhnya basah oleh hujan. Begitu pula dengan Pedang Batu Bintang yang dipegangnya. Namun hanya sekejap air hujan membasahi pedang di tangan Tirta. Di kejap lain, Pedang Batu Bintang tetap kering dan terus pancarkan sinar cemerlang warna keemasan! Di seberang, empat orang yang jatuh bergulingan akibat terlepasnya pegangan tangan dan hempasan gelombang sinar keemasan dari Pedang Batu Bintang, kini telah tegak kembali. Iblis Air yang begitu melihat keempat temannya porak poranda dihajar satu gebrakan oleh Pedang Batu Bintang, berdiri pula setelah dirasakan tenaganya pulih.

   "Kita gabungkan lagi tenaga. Kita harus merebut Pedang Batu Bintang,"

   Katanya geram.

   "Bila berhasil mendapatkannya, bukan hanya pemuda yang berjuluk si Rajawali Emas ini yang akan terkapar, tetapi Bidadari Hati Kejam pun tak akan mampu mengatasi semua ini! Kita bunuh pemuda itu dengan jurus yang kita persiapkan untuk membunuh Bidadari Hati Kejam!"

   Usai kata-katanya, serentak mereka mundur masing-masing satu tindak.

   Di muka sebelah kanan Iblis Angin berdiri.

   Di belakangnya berjarak satu tindak Iblis Bayu.

   Begitu seterusnya sampai di tindak kelima Iblis Bulan berdiri.

   Masing-masing tangkupkan kedua tangan di depan dada.

   Diseberang, Tirta memperhatikan tak berkedip sikap lawan-lawannya.

   "Hmmm... rupanya mereka sedang mempersiapkan jurus yang tentunya tangguh. Gila! Kulihat masing-masing bergetar hebat tubuhnya dan... oh! Hujan yang sejak tadi membasahi mereka kini bagai tertahan sebuah penghalang Luar biasa!"

   Pendekar Rajawali Emas pun memutar tangan kanan yang memegang Pedang Batu Bintang, diangkatnya dengan posisi membujur di depan dada.

   Tangannya membentuk kepalan yang diletakkan masuk kedada.

   Salah satu jurus pengebut sakti Bidadari Hati Kejam telah siap.

   Di pergunakan Tirta, jurus 'Rangkai Bunga Usir Kumbang' Begitu jurus tersebut diperlihatkan Tirta, Lima Iblis Puncak Neraka bukannya menyerang justru bagai disengaja menahan serangan.

   Masing-masing tak berkedip dengan tatapan melebar pada Tirta Sejurus kemudian terdengar seruan Iblis Angin.

   "'Rangkai Bunga Usir Kumbang'! Rajawali Emas... ada hubungan apa kau dengan musuh kami si Bidadari Hati Kejam nenek peot keparat itu!"

   Tirta yang sejak semula sudah mendengar tentang dendam yang terpatri di hati Lima Iblis Puncak Neraka pada gurunya itu, hanya cengar-cengir saja.

   "Wah, pertanyaan tidak ada artinya tuh! Ayo tinggalkan tempat ini dan lepaskan gadis-gadis! Kalau kalian masih keras kepala, kujitak kepala penjol kalian!"

   "Setan muda keparat!"

   Menggeram Setinggi langit Iblis Angin mendapati jawaban orang yang mengejek dan sekaligus mencabik-cabik perasaannya.

   "Peduli setan kau ada hubungan apa dengan nenek berkonde yang berjuluk Bidadari Hati Kejam! Justru kau akan merasakan kehebatan jurus yang kami ciptakan untuk membunuh Bidadari Hati Kejam"

   "Kalau orang berselempang selendang hitam itu berani bersuara macam begitu, tak mustahil kalau jurus yang akan mereka lakukan itu memang sangat berbahaya. Aku tak tahu urusan apa yang terjadi di antara mereka sebelumnya dengan Guru..."

   Kata-kata hati pemuda dari gunung Rajawali itu pupus ketika dirasakan hawa panas melingkar dahsyat menuju ke arahnya.

   Luar biasa Tirta tak melihat gerakan apa pun yang dilakukan oleh orang-orang berjubah hitam itu.

   Namun panas yang mendadak muncul bagai siap.

   membakar tubuhnya.

   Dan yang lebih aneh lagi, gerakan tangannya yang siap melepaskan serangan 'Rangkai Bunga Habisi Kumbang' mendadak menjadi kaku.

   Tak bisa digerakkan meskipun Tirta sudah mengalirkan tenaga dalamnya.

   "Kurang ajar! Hawa panas itu seperti totokan belaka! Aku harus membebaskan diri sebelum celaka!" * * * Apa yang dirasakan Tirta kemudian benar-benar mengerikan. Dirasakan seluruh kulit di tubuhnya bagai disayat-sayat sebilah pisau tajam yang menyakitkan. Panas begitu membara padahal suasana di sana dingin mencekam. Bahkan hawa dingin itu pun bagai tertindih oleh hawa panas yang muncul.

   "Celaka! Tubuhku makin tak bisa digerakkan!"

   Serunya dengan wajah pias. Keluhan terdengar dari mulutnya.

   "Busyet! Bagaimana ini bisa terjadi padahal kelimanya seperti tak melakukan gerakan?"

   Selagi ditahannya rasa sakit luar biasa, mendadak saja Tirta menarik napas pendek dari mulut, lalu dikeluarkan dengan cepat melalui hidung.

   Sesuatu bergejolak di tubuhnya, berawal dari pusarnya yang mendadak terasa ada terobosan liar dalam tubuhnya.

   Merayapi sekujur tubuh dan jalan darahnya.

   Rupanya, Tirta sudah mempergunakan tenaga surya yang berasal dari Rumput Selaksa Surya.

   Hingga panas dalam tubuh pengaruh tenaga surya itu bagai menindih panas yang ditimbulkan orang-orang jubah hitam.

   Dan perlahan-lahan tubuh kakunya yang seperti dipantek tadi mulai melonggar dan bisa digerakkan.

   Bersamaan tenaga surya yang memancar dari tubuhnya, hawa panas yang membuat dirinya bagai disayat dan ditusuk kini sirna seketika.

   Terkejut Lima Iblis Puncak Neraka lawannya mendapati gebrakan pertama dari jurus yang mereka hentakan untuk membunuh Bidadari Hati Kejam dapat dimusnahkan.

   Namun kejap kemudian, tanpa geser dari tempatnya, masing-masing menggerakkan tangan ke muka.

   Dari bentuk tangkupan tadi menjadi melurus.

   Bersamaan dengan itu menghampar gelombang angin raksasa bercampur sinar merah yang menggidikkan ke arah Tirta.

   Si Rajawali Emas terkesiap sejenak.

   Merasa dirinya sudah bisa digerakkan kembali, dengan cepat digerakkan Pedang Batu Bintang dengan mempergunakan jurus 'Rangkai Bunga Habisi Kumbang'.

   Angin dahsyat pun meluncur keluar, bersamaan dengan tanah di sekitar sana muncrat setinggi tiga tombak dan luruh cepat diderai hujan deras, menghantam gebrakan yang dilancarkan oleh Lima Iblis Puncak Neraka.

   Suara ledakan dahsyat yang seperti mematikan gemuruh hujan dan salakan petir membuyar terdengar.

   Tanah semakin banyak yang muncrat dari rengkah Bukit Watu Gening makin bergetar hebat dan seperti hendak ambruk.

   Batu yang longsor dari bukit itu semakin banyak.

   Lima gadis yang dalam keadaan terikat terpental jauh dan jatuh pingsan dengan sekujur tubuh basah dan kotor.

   Ketika muncratan tanah yang mengha-langi pandangan menghilang, terlihat tubuh Tirta meluncur deras kebelakang dan jatuh dengan punggung terlebih dahulu menghempas tanah.

   Seluruh tulang belulang dalam tubuhnya bagai patah berantakan.

   Segera dialirinya tenaga dalam dari hawa murninya guna memulihkan tubuhnya.

   Luka dalam langsung dideritanya.

   Sementara Pedang Batu Bintang yang dipegangnya terlepas dan menancap di sebuah batu besar! Sementara itu, Lima Iblis Puncak Neraka hanya mundur lima tindak dengan dada bergetar hebat dan masing-masing mengeluarkan muntahan darah hitam.

   Rupanya, gabungan tenaga lima orang lebih tinggi dari pada tenaga yang dimiliki Tirta.

   Kendati demikian, masing-masing terluka parah pula didada bagian dalam.

   Dan yang dialami oleh Iblis Air ternyata lebih parah.

   Sejak pertama dia sudah terluka dalam dan makin menderita saja sekarang.

   Tubuhnya langsung ambruk setelah beberapa saat bertahan.

   Dan nyawanya putus setelah berkali-kali muntah darah.

   Iblis Angin menggeram setinggi langit.

   Masih dalam keadaan terluka dia meluncur deras ke arah Tirta yang sedang berusaha bangun.

   Tak mungkin lagi pemuda dari Gunung Rajawali itu bisa menghindari serangan.

   Namun dalam detik yang menentukan, mendadak saja dikibaskan tangan kanannya yang telah dirangkum tenaga dari Rumput Selaksa Surya.

   Angin terang yang panas menderu menyongsong Serangan Iblis Angin.

   Bila saja Iblis Angin tak langsung membuang tubuh ke kanan, tak mustahil tubuhnya akan hangus dan mati secara mengerikan! "Gila! Dalam keadaan parah seperti itu pemuda ini masih mampu mengeluarkan tenaga panas membara,"

   Pias wajah Iblis Angin membatin dalam hati.

   "Tak mungkin bisa dikalahkan sekarang. Tak bisa kujajaki lebih tinggi mana ilmunya dengan Bidadari Hati Kejam. Persetan dia telah memperlihatkan salah satu jurus pengebut Bidadari Hati Kejam! Lebih baik menyingkir untuk buat perhitungan lebih lanjut!"

   Berpikir begitu, Iblis Angin dengan agak terhuyung, mendekati tiga temannya yang telah bangkit dan mengerumuni mayat Iblis Air.

   Diutarakan apa yang jadi pertimbangannya sekarang.

   Dan ketiga temannya pun setuju dengan usulnya.

   Lalu dengan tampang penuh dendam Iblis Angin berseru lantang pada Tirta.

   "Urusan sudah membentang. Kami akan datang untuk menjemput ajalmu, Rajawali Emas!"

   Tirta hanya terdiam sambil menahan rasa sakit yang dideritanya. Tak dihiraukannya ketika empat orang jubah hitam itu berlalu. Iblis Bayu membopong mayat Iblis Air.

   "Untunglah mereka tak meneruskan pertarungan ini. Kalau tidak, bisa-bisa justru aku yang akan mampus,"

   Desis Tirta.

   Lalu dibawah derai hujan yang makin menderas, ditangkupkan kedua tangannya di dada dan segera dialirkan tenaga surya kesekujur tubuhnya guna mengusir hawa dingin dan rasa sakit.

   Selagi Tirta berkonsentrasi penuh, mendadak saja pendengarannya yang tajam menangkap suara ranting patah.

   Cepat dibuka kedua mata, dipentangkan keasal suara.

   Melengak dengan tatapan melebar, si Rajawali Emas ketika melihat seorang lelaki tua berpakaian compang-camping dengan rambut panjang dan sebuah tongkat kusam, sedang mencabut Pedang Batu Bintang yang menancap di batu dengan tangan kanannya.

   Krak! Ketika Pedang Batu Bintang berhasil dicabut, batu yang tertancap tadi rengkah dan luruh menjadi debu.

   Langsung menghilang terkena derai hujan.

   Sementara itu, Tirta langsung mengem-pos tubuhnya sambil berseru.

   "Manusia keparat! Kembalikan Pedang Batu Bintang kepadaku!"

   Orang tua compang-camping yang baru datang itu hanya mengibaskan tangan kirinya tanpa berbalik, sementara tangan kanannya masih memegang Pedang Batu Bintang.

   Wussstt! Gelombang angin menderu menghampar.

   Bila saja saat ini pemuda dari Gunung Rajawali itu tidak terluka dalam, dengan mudahnya serangan itu bisa dihindari.

   Tubuh Tirta terhantam hingga terpelanting kebelakang.

   Masih untung telah dialirkan tenaga surya dalam tubuhnya guna mengobati luka dalamnya tadi, hingga pelantingan tubuhnya meskipun keras masih bisa dikendalikan.

   Sementara orang tua yang kini memegang Pedang Batu Bintang berkata dengan suara dingin, Tak kusangka senjata ampuh ini akan jatuh ketanganku.

   Bagus! Urusan dengan Raja Lihai Langit Bumi akan bisa diselesaikan!"

   Habis kata-katanya, mendadak saja orang tua compang-camping itu kelebatkan tubuh. Di seberang, Tirta yang berusaha bangkit berseru tertahan sambil mengibaskan tangannya.

   "Berhenti!"

   Gelombang tenaga panas luar biasa menderu.

   Kelebatan tubuh orang tua berpakaian compang-camping itu terhenti dan terkesiap merasakan panas yang menggelora.

   Orang itu segera memutar tubuh ke atas, dua kali berlompatan, lalu mengangkat kedua tangannya dan berputar lagi untuk hinggap di tanah dengan pentangkan kedua kaki.

   Tenaga surya yang dilepaskan Tirta, menghantam pepohonan yang ada di sana yang hangus seketika dan sisa hamparan angin panas itu menghantam dinding Bukit Watu Gening yang langsung memuncratkan bebatuan sesaat tanah bergetar.

   Ketika Tirta akan melepaskan serangannya lagi, sosok orang yang akan diserangnya sudah tak nampak didepan mata.

   "Celaka, Pedang Batu Bintang telah didapat orang,"

   Geram si Rajawali Emas sambil menurunkan tangan. Wajahnya berkerut menandakan dia dalam kemarahan tinggi.

   "Kalau tak salah ingat, aku pernah melihat tokoh berpakaian compang-camping itu ketika menyelamatkan Guru dari serangan maut Manusia Mayat Muka Kuning, Dewi Kematian dan Ratu Tengkorak Hitam. Orang tua yang memiliki mata putih tanpa bola mata. Dan kalau tidak salah, tokoh yang mencuri pedangku itu dijuluki... Siluman Buta. Keparat, Aku harus kejar manusia laknat itu sebelum dia turunkan darah yang akan membanjiri rimba persilatan ini, Lalu apa maksudnya urusan dengan Guru? Apakah dia mempunyai dendam pada Guru? Aku harus tahu jawabannya di samping mendapatkan Pedang Batu Bintang kembali. Sebaiknya kube-baskan dulu gadis-gadis itu."

   Dengan agak terhuyung dan setengah memaksa, Tirta bangkit, membebaskan gadis-gadis yang terikat.

   Setelah mele-takkan kelima gadis itu ke bawah pohon agak terlindung dari hujan, Tirta menepuk tangannya tiga kali berturut-turut.

   Tepukan itu bukan tepukan biasa.

   Di sela-sela tepukannya dia mengangkat tangannya keangkasa.

   Cahaya merah muncrat membedah angkasa.

   Lalu ditunggunya beberapa saat.

   Dan mendadak saja, di angkasa, dalam gelapnya mayapada, nampak satu bayangan raksasa menderu.

   Angin dahsyat yang ditimbulkan membuat suasana bertambah dingin.

   Disusul dengan suara keras memecah hujan.

   "Koaaaaakkk!"

   "Hmmm... dia muncul juga rupanya!"

   Bayangan raksasa tadi menukik ke bawah dengan cepatnya dan hinggap berjarak lima belas tombak dari tempat Tirta berdiri.

   Gemuruh kepakan kedua sayap burung rajawali yang tak lain Bwana itu memuncrat tanah becek.

   Dan bagai menggumpal jadi satu kembali begitu luruh pada bumi.

   Dengan cepat Tirta menghampiri burung rajawali raksasa itu.

   Burung yang memiliki paruh besar dan kokoh.

   Meleng-kung kuat dengan ujung runcing tajam.

   Lehernya penuh dengan bulu tebal berwarna keemasan bercampur kemerahan.

   Di atas kepalanya terdapat jambul berwarna keemasan yang sangat terang.

   Bulu burung di bagian badan berwarna keemasan bercampur kemerahan dan kebiruan.

   Di sayapnya berwarna keemasan bercampur warna abu-abu.

   Yang paling menarik adalah ekornya, yang lebar panjang berwarna keemasan.

   Utuh seperti jambul di atas kepalanya.

   Kedua kakinya yang sebesar kaki manusia dewasa itu tampak kering dan sekeras baja, agak bersisik dan jari-jarinya mekar dengan kuku-kuku runcing yang tajam dan melengkung pula.

   Bola matanya yang besar berwarna kemerahan.

   Tak seperti biasanya kalau dia memanggil Bwana, Tirta akan menyapanya.

   Tetapi, dikarenakan dia harus bergerak cepat, maka dia berkata dengan nada terburu-buru.

   "Bwana aku terpaksa memanggilmu. Ada orang yang mencuri pedangku."

   Burung rajawali keemasan itu menge-luarkan suara koakan pelan. Sepasang matanya yang membulat besar memerah itu bergerak-gerak mengerti ucapan Tirta. Saat itu koakannya lagi terdengar.

   "Tak ada waktu untuk menjelaskannya, Bwana. Baiklah, sambil lalu aku akan menceritakannya. Sekarang kita cari orang yang mencuri Pedang Batu Bintang. Kita tak boleh buang waktu,"

   Kata Tirta dengan suara agak memburu.

   Mengerti ucapan orang, Bwana mengang-guk-anggukkan kepala.

   Begitu Tirta melompat dan duduk di bagian antara leher dan punggung, burung rajawali yang besarnya empat kali gajah dewasa itu, segera mengangkasa.

   Tinggalkan Bukit Watu Gening yang kembali dibungkus kesunyian.

   * * * Orang tua compang-camping yang baru saja mendapatkan Pedang Batu Bintang menghentikan langkah disebuah jalan setapak.

   Di sekeliling jalan itu dipenuhi dengan semak belukar setinggi dada.

   Orang tua bertongkat kusam dengan wajah tirus itu menolehkan kepala ke kanan dan kekiri.

   Gerakan kepalanya nampak aneh.

   Karena sesungguhnya orang tua itu memang buta dan dialah yang dijuluki Siluman Buta.

   Tokoh rimba persilatan yang memiliki sejuta dendam pada Raja Lihai Langit Bumi! Yang meskipun kedua matanya buta, namun pendengarannya lebih tajam dari pendengaran serigala.

   Dia bisa mendengar suara dari jarak ratusan tombak.

   "Beruntunglah aku yang datang ke Bukit Watu Gening dan mendengar perta-rungan hebat. Hmmm... Lima Iblis Puncak Neraka sudah muncul kembali. Aku tahu kalau manusia-manusia itu punya dendam pada Bidadari Hati Kejam. Dan kehebatan pemuda yang berjuluk si Rajawali Emas memang terbukti, bukan hanya mampu mengalahkan Lima Iblis Puncak Neraka, tetapi juga membunuh salah seorang dari mereka. Peduli setan! Itu bukan urusanku! Memanfaatkan Pedang Batu Bintang ini, urusan dengan Raja Lihai Langit Bumi akan berjalan sesuai dengan keinginanku. Kemana kucari orang tua keparat yang telah bikin aku malu di Lembah Maut itu?"

   Usai berkata-kata yang bernada geram, marah dan muak, Siluman Buta kembali menolehkan kepala. Bukan indera mata yang dipergunakan, tetapi indera pendengarannya yang sangat tajam.

   "Hmmm... lebih baik kutinggalkan tempat ini."

   Namun belum lagi di tinggalkan tempat itu, mendadak saja kepalanya ditolehkan kekanan. Pendenga-rannya yang tajam menangkap kelebatan cepat ke arahnya.

   "Sinting! Urusan selalu ada saja! Hmmm... baiknya kutunggu saja siapa yang datang?"

   Berfikir sampai di situ, Siluman Buta berdiri tegak menunggu dengan tangan kanan memegang Pedang Batu Bintang dan tangan kiri bertumpu pada tongkat kusamnya. Orang yang berkelebat itu pun tiba di hadapannya. Berdiri dalam jarak lima tombak.

   "Hmmm... tepat dugaanku. Sejak orang tua buta melewati sungai di sebelah timur sana, aku yakin yang dipegangnya adalah Pedang Batu Bintang. Bagaimana ia bisa mendapatkannya dari tangan si Rajawali Emas? Apakah dia mendapatkan secara curang, ataukah dia telah mengalahkan Si Rajawali Emas. Bisa jadi...."

   Kata-kata batin orang yang baru datang itu putus ketika Siluman Buta mengeluarkan suara dingin.

   "Dari bau susur yang menguap, jelas yang datang nenek jelek baju hitam panjang. Hmm... Ratu Tengkorak Hitam, urusan apa kau menghalangi langkahku?"

   Orang yang baru datang yang memang kenakan baju hitam panjang sambil mengunyah susur yang tak lain Ratu Tengkorak Hitam keluarkan suara tak kalah dingin.

   "Lima tahun keluar sarang berburu Batu Bintang. Sampai Batu Bintang telah ditempa jadi pedangmu perburuan masih dicari. Siluman Buta, serahkan Pedang Batu Bintang kepadaku?!"

   Terbahak-bahak Siluman Buta mendapati ancaman orang.

   "Ilmu baru sejengkal berani lancang hadapi Siluman Buta. Apakah kau tak sadar kalau umurmu akan sampai disini?"

   Mengkelap wajah Ratu Tengkorak Hitam. Kunyahan susurnya makin cepat hingga air warna merah yang keluar dari susur makin banyak dan tanpa perasaan jijik langsung dijilatnya.

   "Urusan sudah ada di depan mata! Tak lagi aku ulangi kata! Serahkan Pedang Batu Bintang padaku bila masih sayang nyawa!"

   Makin keras tawa Siluman Buta.

   "Hebat bila Ratu Tengkorak Hitam berani umbar ancaman. Sayangnya, justru kau yang akan...."

   "Tutup mulutmu, Orang Tua Buta!"

   Geram Ratu Tengkorak Hitam.

   Dan tangan kanan kirinya bergerak cepat.

   Jurus 'Jalan Hitam Kematian' telah dilepaskan.

   Sinar hitam menghampar mengeluarkan hawa panas diiringi dengan gemuruh angin besar.

   Siluman Buta menelengkan kepala.

   Tangan kirinya yang memegang tongkat, diangkat dan diturunkan.

   Sangat cepat.

   Lalu bergetar bagai gelombang angin dahsyat kearah serangan Ratu Tengkorak Hitam.

   Byuuaarr!! Sinar hitam yang mengancam nyawanya tadi, langsung buyar berantakan.

   Menim-bulkan letupan kecil dan sinar yang muncrat.

   Yang mengejutkan nenek baju hitam panjang itu, karena angin yang ditimbulkan oleh gerakan tongkat Siluman Buta terus menderu ke arahnya.

   Terkesiap si nenek melompat ke kanan, lalu dengan pencalan satu kaki menderu ke muka.

   "Tak tahu diuntung."

   Geram Siluman Buta dengan wajah berubah ketika merasakan angin panas makin mendekat.

   Tiba-tiba saja kembali digerakkan tongkatnya.

   Lebih cepat dari yang pertama.

   Gelombang angin menderu mengarah pada Ratu Tengkorak Hitam yang kedua tangannya telah berubah menghitam siap menghantamkan pukulan 'Jalan Hitam Kematian' dari jarak dekat.

   Namun mera-sakan angin lebih dahsyat dari angin yang ditimbulkan gerakannya, cepat diempos tubuhnya kekiri.

   Si nenek tak ingin terjadi benturan, karena mulai disadarinya kehebatan tongkat kusam di tangan orang buta itu.

   Dari emposan dia berputar.

   Kaki kanannya sangat cepat menyambar kearah kepala Siluman Buta yang dengan entengnya memiringkan kepala.

   Dan tanpa bergeser dari tempatnya, orang tua buta ini mengangkat kakinya.

   Paha kanan Ratu Tengkorak Hitam terhantam telak Bila saja nenek baju; hitam panjang itu tak segera kuasai keseimbangannya, tanpa ampun lagi dia akan ambruk.

   Namun akibat tendangan tadi, dirasakan tulang pahanya bagai patah.

   Agak terhuyung dia bangkit sambil menahan nyeri.

   Terdengar suara penuh ejekan dari Siluman Buta.

   "Sekarang, ingin kulihat kehebatan Pedang Batu Bintang ini!"

   Pucat pasi wajah nenek baju hitam panjang.

   Diam-diam kedua tangannya segera merangkum jurus 'Undang Maut Sedot Darah', yang sampai saat ini tak pernah diketahuinya bagaimana Dewi Karang Samudera bisa menguasai jurus dahsyat milik 'Raja Lihai Langit Bumi' itu dan mengajarkan padanya.

   Namun ketegangan yang melanda diri Ratu Tengkorak Hitam bagai tertahan, karena tiba-tiba saja dilihatnya Siluman Buta menggerakkan kepala ke arah kiri.

   "Mengapa tak teruskan serangannya? Apakah dia menunggu saat yang tepat, atau tahu kalau aku siap mempergunakan jurus 'Undang Maut Sedot Darah'? Atau... adakah sesuatu yang lain?"

   Tak mempedulikan keheranan si nenek, Siluman Buta membatin.

   "Gila! Ada dua manusia yang datang. Dari bau busuk yang menguap dan bau aroma wangi, aku bisa tahu siapa orang-orang yang datang ini. Kedatangan dua orang ini lebih berbahaya dari nenek baju hitam yang selalu mengunyah susur ini. Meskipun aku tak punya silang sengketa pada kedua orang yang pasti menuju ke sini, tetapi dengan Pedang Batu Bintang di tanganku, keduanya akan kuhajar sampai mampus!"

   Orang tua berbaju compang-camping itu tegak itu memilih menunggu dua orang yang kelebatannya tertangkap oleh telinga tajamnya.

   Meskipun nampak tenang, namun kelihatan jelas kalau dia menindih segenap perasaan tegangnya.

   Dan hal itu tak luput dari pandangan Ratu Tengkorak Hitam yang diam-diam mempergunakan kesempatan itu untuk beringsut.

   Kedua tangannya masih merangkum jurus 'Undang Maut Sedot Darah', bersiap-siap menjaga segala kemungkinan.

   Hanya dalam dua kejapan mata saja, dua orang yang dibawa Siluman Buta, telah berdiri dihadapannya.

   Berjarak tiga tombak.

   Tak ada kata yang terucap.

   Namun dua pasang mata dari dua pendatang barusan, nampak melebar menatap pedang yang ada di genggaman tangan kanan Siluman Buta.

   "Pedang Batu Bintang!"

   Terdengar suara perempuan begitu mengenali ciri pedang di tangan Siluman Buta. Sementara Ratu Tengkorak Hitam tertegun.

   "Gila! Mungkin kedatangan keduanyalah yang membuat orang tua buta ini menghentikan niatnya untuk memper-gunakan Pedang Batu Bintang. Luar biasa! Aku sendiri tak menangkap gerakan keduanya, tetapi orang tua buta ini bisa tahu kalau ada yang datang. Bagusnya, kekalahanku dan kedatangan keduanya bisa kujadikan mengapa aku lari meninggalkan mereka."

   "Hmmm... tak salah dugaanku. Aroma wangi yang menguap dari tubuh orang yang barusan berucap, jelas dia adalah Dewi Kematian. Dan yang satu lagi, sudah pasti si Jelek yang berjuluk Manusia Mayat Muka Kuning,"

   Batin Siluman Buta.

   "Rasanya urusan sudah membentang didepan mata. Aku tahu kalau Dewi Kematian menghendaki Pedang Batu Bintang. Dan kemunculan Manusia Mayat Muka Kuning apa lagi kalau bukan urusan dengan Bidadari Hati Kejam. Tak ada urusanku dengan nenek berkonde itu kecuali sahabatnya yang berjuluk Raja Lihai Langit Bumi."

   Habis membatin, Siluman Buta berkata.

   "Selamat datang dan bertemu kembali denganku, Dewi Kematian dan Manusia Mayat Muka Kuning. Dari dengus napas kalian, jelas kalian tergesa-gesa. Urusan apakah yang ada di depan mata hingga kalian menghentikan langkah?"

   Perempuan bercadar sutera yang mengenakan baju sutera pula yang terbuat rendah di dada hingga memperlihatkan sebagian besar bungkahan payudaranya yang minus dan belahan baju bagian bawah hingga pangkal pahanya yang berjuluk Dewi Kematian menggeram.

   "Orang buta keparat! Jangan jual lagak di hadapanku! Sudah tentu kau tahu apa yang kami hendaki! Pedang Batu Bintang yang ada di tanganmu itu?!"

   "Persis dugaanku apa yang mereka inginkan,"

   Batin Siluman Buta sambil tersenyum. Lain dengan suara yang masih tenang dia berujar kembali.

   "Pedang Batu Bintang ada di tangan. Bila kalian hendaki, nampaknya ada halang rintang."

   Mengkelap wajah di balik cadar sutera itu.

   "Sekali lagi kukatakan jangan jual lagak!"

   "Apakah kalau aku telah menjual kau mau membeli?"

   Balas Siluman Buta yang membuat darah Dewi Kematian benar-benar mendidih.

   Manusia Mayat Muka Kuning sudah tak bisa menahan diri Sebelum Dewi Kematian hempaskan kata-kata, dia sudah menjentikkan tangan kanannya Trik! Srraaat! Lima larik sinar kuning menderu ke arah Siluman Buta, yang segera menelengkan kepala menangkap suara desisan halus itu.

   "Kau masih berada di bawah kaki perempuan bahenol itu, Manusia Mayat Muka Kuning! Apakah kau tidak tahu kalau dia sudah jadi semacam piala bergilir?"

   Sambil ucapkan kata-kata penuh ejekan, Siluman Buta menggerakkan tangan kirinya yang meregang tongkat, berputar dua kali.

   Mendadak melesat angin deras ber-putar, menyambut serangan sinar kuning dari orang tua kurus bertonjolan tulang pada dada.

   Angin berputar itu bagai menangkup sinar kuning dan seperti digerakkan bagai menekan.

   Lima larik sinar kuning yang dilepaskan Manusia Mayat Muka Kuning putus di tengah jalan! Membesi dan makin pucat laksana mayat muka orang tua bercelana pangsi hitam itu.

   "Kau benar-benar unjuk gigi di hadapanku!"

   Usai kata-katanya, digerakkan kembali tangannya, kali ini kedua-duanya.

   Kembali sinar kuning melesat dahsyat.

   Menyadari kalau lawan melipatgandakan tenaga dalamnya, Siluman Buta kembali menggerakkan tangan kirinya dengan melipatgandakan tenaga dalam pula.

   Angin berputar yang lebih menghampar mengerikan, lebih dahsyat terjadi.

   Dua serangan bertemu.

   Pyaaarr! Suara cukup keras terdengar.

   Bersamaan dengan itu tanah di mana bertemunya dua serangan tadi muncrat menghalangi pandangan.

   Ketika tanah dan dedaunan yang beterbangan menghalangi pandangan tadi luruh, terlihat sosok Siluman Buta mundur tiga tindak sambil mengeluh tertahan.

   Sementara Manusia Mayat Muka Kuning masih berdiri tegak.

   "Celaka! Tenaga dalamnya lebih tinggi dariku. Bisa, berabe kalau begini. Apalagi bila perempuan bercadar yang montok itu turut membantu. Tetapi, dengan Pedang Batu Bintang di tanganku, aku tak akan mundur setapak juga dan tak akan kulepaskan dua manusia ini,"

   Batin Siluman Buta dengan wajah mengkelap.

   Manusia Mayat Muka Kuning hanya pentangkan senyum mengejek dengan kedua tangan bersedekap di dada.

   Bagai mencoba menyembunyikan tonjolan tulang-tulangnya.

   Di matanya yang memancar kejam, sangat jelas satu keinginan untuk menuntaskan nyawa Siluman Buta.

   Sedangkan Ratu Tengkorak Hitam yang merasa harus mempergunakan kesempatan untuk memainkan peranan liciknya, langsung berucap.

   "Dewi... aku tahu kalau manusia buta itu telah miliki Pedang Batu Bintang. Itulah sebabnya aku meninggalkan kalian berdua di gubuk. Ini kesempatan kita untuk mendapatkannya, Dewi!"

   "Diam kau, nenek jelek! Atau kusobek mulutmu bila tak mau diam?!"

   Sentak Dewi Kematian dengan sepasang mata melotot di balik cadar suteranya. Seketika terkunci mulut Ratu Tengkorak Hitam. Dalam hati dia membatin geram.

   "Untuk saat ini aku masih menuruti apa yang kau inginkan, Dewi Tetapi jangan berharap kau akan mendapatkan aku tunduk terus menerus di tanganmu. Bila kau sudah bunuh lelaki tua buta keparat itu, akan kugunakan kesempatan untuk merebut dan melarikan Pedang Batu Bintang. Kau akan terkejut menyaksikan semuanya nanti. Baiknya, kulihat saja apa yang akan terjadi dan pergunakan kesempatan ini selagi mereka akan bertarung untuk sembuhkan pahaku yang bagai remuk." * * * Mendadak saja terdengar ledakan yang sangat keras. Tempat itu bergetar hebat. Semak belukar yang tercabut lebih banyak. Jalan setapak yang hanya lebar satu tombak saja, kini membentuk lapangan karena banyaknya semak yang terpapas hangus. Rupanya, di saat Dewi Kematian sedang membentak Ratu Tengkorak Hitam, Manusia Mayat Muka Kuning sedang melancarkan serangan dahsyat pada Siluman Buta. Di mana lelaki tua yang buta itu langsung menggunakan Pedang Batu Bintang menyambut serangan Manusia Mayat Muka Kuning. Ledakan yang terdengar tadi karena deru angin yang terhampar saat Pedang Batu Bintang digerakkan oleh Siluman Buta menghantam serangan Manusia Mayat Muka Kuning yang terkesiap dan cepat membuang tubuh ke kanan. Namun bersamaan angin yang menderu kencang tadi, memancarkan pula sinar keemasan yang cukup menyilaukan. Membuat Manusia Mayat Muka Kuning terpekik dan meskipun dia berhasil menghindari gempuran angin dahsyat itu, namun tak urung punggungnya terpapas sinar keemasan. Hanya sekilas sebenarnya. Namun orang tua muka kuning yang kejam itu menjerit setinggi langit! Punggungnya yang agak mencangkung, tergores luka yang dalam dan seketika sayatan itu membuat daging dan kulitnyan hangus. Segera dialirkan hawa murninya menahan aliran panas yang mendadak meraja di tubuhnya. Jeritannya membuat Dewi Kematian langsung menolehkan kepala. Wajahnya yang tertutup cadar terkesiap melihat apa yang terjadi. Mengkelap dia penuh kemarahan Dewi Kematian melihat apa yang dilakukan Siluman Buta yang saat ini sedang usap-usap Pedang Batu Bintang yang baru saja membuat Manusia Mayat Muka Kuning kelojotan.

   "Keparat! Tak seharusnya Manusia Mayat Muka Kuning bisa dikalahkan oleh Siluman Buta. Meskipun manusia itu memiliki ilmu yang baru. Pedang Batu Bintang memang senjata dahsyat. Kedudukanku pun bisa tak beres bila pedang itu masih di tangannya,"

   Membatin Dewi Kematian sambil memikirkan jalan keluar. Sedangkan Ratu Tengkorak Hitam bergumam tak jelas.

   "Bisa berabe kalau begini! Bisa-bisa dua manusia keparat ini mampus di tangan Siluman Buta. Kurang ajar! Padahal aku ingin melihat keduanya menghajar lelaki tua buta itu sementara aku akan gunakan kesempatan untuk merampas Pedang Batu Bintang."

   Perempuan bercadar sutera itu yang telah pentangkan kedua kaki kini tak lagi pandang sebelah mata pada Siluman Buta.

   Semua disebabkan Pedang Batu Bintang yang dipegang lelaki buta itu.

   Siluman Buta telengkan kepala bagai mendengar gerakan kaki Dewi Kematian.

   Padahal yang dilakukan perempuan bercadar sutera itu sangat pelan sekali."

   "Kau rupanya tengah bersiap melakukan serangan untukku, Dewi? Bagus! Berarti, kau akan merasakan juga kehebatan pedang di tanganku ini!"

   Tak membuang waktu, Dewi Kematian mendadak saja menepukkan tangannya berkali-kali.

   Ilmu Tepukan Cabut Sukma' telah dilepaskan.

   Satu ilmu tepukan dahsyat yang bisa bikin hancur pen-dengaran lawan dan secara tidak langsung memunahkan keseimbangan lawan.

   Ilmu yang aneh karena lawan yang ditujulah akan merasakan betapa dahsyatnya tepukan itu, sementara yang lainnya tak akan merasakan apa-apa.

   Pendengaran bagi Siluman Buta adalah alat vital kehidupan yang paling utama, karena matanya tak berfungsi sama sekali.

   Sudah tentu mendapati tepukan yang sangat keras membuat telinganya yang peka itu bagai ditusuk oleh ratusan sembilu bermata dua yang sangat tajam.

   Lelaki buta itu langsung kelojotan dan sebisanya berusaha mengalirkan tenaga dalam.

   Namun tepukan yang dilakukan oleh Dewi Kematian terus datang berulang kali, beruntun dan bertubi-tubi.

   Manusia Mayat Muka Kuning yang sudah berhasil memulihkan dirinya, segera merangkum tenaga dalamnya.

   Di saat Siluman Buta sedang kelojotan, dia menerjang dengan dua jotosan siap di hajarkan pada kepala dan dada orang buta berbaju compang-camping itu.

   Yang saat ini kehilangan pegangan dan seperti melupakan kalau Pedang Batu Bintang berada di tangannya.

   Maka tanpa ampun lagi tubuhnya telak terhantam jotosan Manusia Mayat Muka Kuning.

   Tubuh renta berbaju compang-camping itu meluncur deras ke belakang, menerabas semak belukar dan ambruk pingsan dengan tubuh yang bertanda bekas pukulan orang.

   Tongkat kusam dan Pedang Batu Bintang yang dipegangnya terlepas.

   Begitu melihat Pedang Batu Bintang di tangan Siluman Buta terlepas, Dewi Kematian segera menghentikan tepukannya.

   Dan mengempos tubuhnya, untuk menyambar Pedang Batu Bintang.

   Namun satu bayangan hitam telah mendahului.

   Bahkan sebelumnya, melancarkan satu tendangan ke perutnya.

   Plak! Meskipun terkejut dan tak menyangka ada yang akan merebut Pedang Batu Bintang dan menghantamkan tendangan keperutnya, Dewi Kematian masih memperlihatkan kelasnya.

   Ditarik tangan kirinya ke bawah dan menangkis lalu berputar ke belakang.

   Ketika hinggap kembali ke tanah, sepasang mata di balik cadar sutera melebar dan meluncur bentakannya.

   "Apa yang kau lakukan, Ratu Tengkorak Hitam?"

   Ratu Tengkorak hitam yang mendahului merebut Pedang Batu Bintang dan menendang Dewi Kematian, tersenyum penuh ejekan.

   "Dewi... apakah kau pikir selama ini aku membiarkan diriku berada di bawah kakimu? Jangan bermimpi! Yang kuinginkan sudah kudapatkan! Bila kau menginginkannya, silakan kau merebutnya!"

   Membesi wajah di balik cadar sutera mendengar kata-kata orang.

   Sementara Manusia Mayat Muka Kuning sudah menggebah ke arah Ratu Tengkorak Hitam.

   Nenek baju hitam panjang itu cuma mendengus dan menggerakkan tangannya.

   Sinar keemasan yang sangat terang bagai menerobos laju serangan Manusia Mayat Muka Kuning, yang terkesiap dan keluarkan pekik tertahan, lalu cepat bergulingan.

   Sinar keemasan itu langsung menghanguskan semak belukar sepanjang lima belas tombak "Manusia keparat ini rupanya berakal licik! Tak akan kubiarkan dia lebih lama menghirup udara segar"

   Geram Dewi Kematian dalam hati.

   Lalu kembali ditepukkan tangannya.

   Plaaakkk! Keras.

   Dan bagai sayatan masuk ke gendang telinga Ratu Tengkorak Hitam.

   Namun nenek baju hitam panjang itu langsung menggerakkan pedang sakti di tangannya.

   Berkali-kali suara keras dari jurus Tepukan Cabut Sukma' Dewi Kematian putus di tengah jalan.

   Bahkan suara angin yang menderu dari Pedang Batu Bintang meluncur, menghantam masuk ke gendang telinga Dewi Kematian yang memekik dan jatuh bergulingan.

   Mendapati dua lawannya tak berdaya dalam beberapa gebrakan, Ratu Tengkorak Hitam memutar Pedang Batu Bintang di depan dadanya.

   Lalu dengan pencalan satu kaki, dia menderu untuk menghabisi nyawa kedua lawannya yang sudah tak berdaya.

   Namun mendadak dirasakan angin deras meluncur dari belakang.

   Terkesiap Ratu Tengkorak Hitam membalikkan tubuh dan menggerakkan Pedang Batu Bintang! Wuuusst Satu bayangan merah melompat melewati tubuh Ratu Tengkorak Hitam.

   Selagi melompatinya dihantamkan kedua kakinya dengan gerakan aneh pada kepala nenek baju hitam panjang itu.

   Ratu Tengkorak Hitam sadar akan bahaya yang datang.

   Namun terlambat meskipun masih sempat menggerakkan tangan kiri untuk melindungi kepalanya.

   Des!Des! .

   Tendangan kaki kanan bayangan merah tertahan tangan kiri si nenek.

   Tetapi tendangan kaki kirinya telak menghantam bahu kanan si nenek.

   Terdengar suara berderak tanda tulang bahu nenek baju hitam panjang patah.

   Menyusul suara teriakan kesakitan dan tubuh yang ambruk.

   Sementara tubuh si nenek ambruk, bayangan merah tadi segera menyambar Pedang Batu Bintang di tangan si nenek.

   Lalu berjumpalitan dua kali ke samping dan berdiri tegak sambil menatap Pedang Batu Bintang dengan kekaguman berganda.

   Ratu Tengkorak Hitam yang tak bisa menggerakkan tangan kanannya karena bahunya patah, masih bisa mengangkat kepala.

   Dan melihat siapa orang yang membokongnya tadi.

   Terdengar seruannya pelan sebelum dia pingsan.

   "Kaki Gledek...."

   Orang yang melakukan bokongan tadi memang si Kaki Gledek yang meskipun tubuhnya belum pulih benar akibat hajaran Ratu Tengkorak Hitam beberapa hari lalu, masih sanggup membayar dendamnya itu.

   Semua dikarenakan nenek baju hitam panjang dalam keadaan tidak siaga menyambut serangannya dan juga dilakukan dengan cara membokong.

   Namun curang atau tidak, tak dipedulikan oleh orang tinggi besar bercodet panjang dipipi kanan.

   Seringaiannya melebar hingga seperti hendak merobek kembali codet di pipinya melihat Ratu Tengkorak Hitam pingsan.

   "Dengan Pedang Batu Bintang di tangan, akan kukuasai rimba persilatan ini!!"

   Serunya keras sambil umbar tawa.

   Di seberang Dewi Kematian yang dari telinganya mengalir darah segar akibat serangan Pedang Batu Bintang, menggeram dalam hati, 'Tak kusangka di tempat sepi begini sudah memancing munculnya para tokoh.

   Si Kaki Gledek, tokoh yang memiliki ilmu hanya sejengkal.

   Namun saat ini, dengan Pedang Batu Bintang di tangan, dia tak ubahnya menjadi manusia setengah dewa."

   Terkesiap wajah di balik cadar sutera ketika si Kaki Gledek menolehkan kepala ke arahnya.

   "Aku ingin mencoba kehebatan pedang ini sekali lagi! Hmmm... perempuan bertubuh montok yang berjuluk Dewi Kematian, kau akan merasakan semua ini!"

   Dalam keadaan keseimbangan yang mulai goyah, Dewi Kematian mengangkat sebelah tangannya. Lalu perlahan-lahan dia berdiri.

   "Menghadapi manusia ini sekarang tak perlu menggunakan kekerasan. Aku masih punya satu ilmu yang bisa menaklukkannya,"

   Batin Dewi Kematian dan kini tegak berdiri.

   "Tak kusangka orang yang berjuluk si Kaki Gledek demikian gagah dan tampannya. Aku bersedia menjadi pengikutmu,"

   Kalanya sambil pasang senyum. Kaki Gledek tertawa mendapati kata-kata orang.

   "Siapa percaya omongan yang keluar dari mulut busuk? Inilah kesempatan untuk menjajal kehebatan Pedang Batu Bintang. Nama besarmu sebagai tokoh tingkat tinggi, akan menjadi bukti kehebatan pedang ini. Bersiaplah untuk mampus...."

   "Tunggu... apakah kau tidak ingin menikmati tubuhku ini sebelum kau bunuh?"

   Dewi Kematian mengumbar rayuannya.

   Kembali Kaki Gledek tertawa.

   Meskipun sesaat parasnya berubah mendengar kata-kata orang, namun segera ditindih semuanya.

   Karena dia tahu, perempuan bercadar sutera yang sedang mencoba memancing gairahnya ini adalah tokoh yang licik dan sangat kejam.

   "Apakah kau pikir aku ini bodoh yang mau menuruti segala rencana busukmu itu? Hahaha... hanya orang-orang yang suka menggeluti piala bergilir yang akan menubruk apa yang kau tawarkan itu, perempuan mesum?"

   Membesi wajah Dewi Kematian mendengar ejekan yang menyakitkan hatinya itu.

   Namun saat inilah yang ditunggu olehnya.

   Saat lawan berbicara, diam-diam dia telah mempergunakan jurus ampuh yang mampu memikat siapa saja yang ditujunya.

   Jurus pengasihan yang membuat orang akan jatuh lutut di kakinya.

   Jurus yang dinamakan 'Lepas Cadar Bidadari'.

   Kaki Gledek yang siap mengayunkan pedang yang memancarkan sinar keemasan itu mendadak saja tertegun.

   Sepasang matanya melotot dan perlahan-lahan membara.

   Dalam pandangannya Kaki Gledek melihat tubuh Dewi Kematian mendadak polos.

   Tubuh yang indah dengan lekuk tubuh yang mempesona masuk kedalam pandangannya.

   Aroma wangi yang menguap dari tubuh perempuan bercadar sutera itu makin membesar, bagai membelai-belai indera penciumannya.

   Sesaat lelaki tinggi besar itu terdiam dan tanpa sadar tangannya yang diangkat tadi turun perlahan.

   "Dia sudah terkena ajian ini. Tak memakan waktu lama rupanya. Hmmm... sebentar lagi kau akan mampus!"

   Senyum Dewi Kematian dalam hati. Dengan menggerakkan seluruh anggota tubuhnya,"

   Terutama dada dan pinggulnya yang montok dan mulus, perlahan-lahan perempuan bercadar sutera itu mendekati Kaki Gledek yang menelan ludahnya berulang kali.

   Sementara itu, Manusia Mayat Muka Kuning membesi wajahnya karena dilanda cemburu tinggi.

   Sejenak ingin diayunkan tangannya untuk menghajar pecan kepala si Kaki Gledek yang tegak dan mabuk kepayangan.

   Namun segera ditindih keinginannya itu karena dia yakin Dewi Kematian mempunyai maksud tertentu melakukan semua itu.

   Apa yang dilihatnya kemudian memang jadi kenyataan.

   Bagai sapi ompong Kaki Gledek tetap terbengong, bahkan perlahan-lahan terlihat tubuhnya gemetar.

   Parasnya berubah memerah.

   Dan mendadak saja di-rangkulnya Dewi Kematian dengan sejuta nafsu menggelora.

   Diciuminya leher, wajah, dan dada perempuan montok itu.

   Sementara tangan kirinya merangkul ketat dengan tangan kanan masih memegang Pedang Batu Bintang.

   "Lakukanlah, Kasih... lakukan.., telah lama aku tak merasakan kehangatan belaianmu...,"

   Lirih suara Dewi Kematian bagai tersekat di tenggorokan.

   Kaki Gledek yang benar-benar telah terkena pengaruh ajian pengasihan Dewi Kematian, tak sadar kalau tangan kanan perempuan bercadar itu terangkat perlahan-lahan.

   Dan....

   Prak! Prak! Dua kali tangan yang dialiri tenaga dalam tinggi itu menghajar kepala Kaki Gledek yang langsung memekik, rubuh dengan kepala rengkah.

   Kelojotan sejenak bagai ayam disembelih dengan pisau tumpul dan kasar.

   Matanya masih mendelik namun kejap kemudian nyawanya sudah putus dengan keluarkan suara melolong.

   "Manusia sialan! Ilmu masih dangkal berani unjuk gigi di hadapanku!"

   Bentak Dewi Kematian sambil merapikan pakaiannya kembali. Dalam hatinya dia menyambung.

   "Ilmu 'Lepas Cadar Bidadari' memang sangat mudah digunakan dan sangat mengejutkan hasilnya."

   Manusia Mayat Muka Kuning yang kini makin sadar apa maksud Dewi Kematian bersikap seperti menyediakan tubuhnya untuk digeluti Kaki Gledek, dengan tertawa berdiri sambil berkata.

   "Ilmu apa yang kau pergunakan itu, Dewi? Sehingga manusia bau selokan itu bisa menurut dan kau bunuh dengan mudah?"

   Dewi Kematian yang sudah mengambil Pedang Batu Bintang menolehkan kepala dan tersenyum.

   "Sesuatu yang membuat orang dari jenismu itu akan jatuh di kakiku!"

   "Luar biasa!"

   Puji Manusia Mayat Muka Kuning, namun diiringi dengan dengusan karena dengan kata lain Dewi Kematian menutupi ilmu yang baru saja diperlihatkannya tadi.

   "Kau dengan mudah bisa menaklukkannya"

   "Siapa pun akan bisa kutaklukkan dengan ilmu yang dahsyat ini, Orang tua muka kuning! Tak terkecuali kau!"

   Manusia Mayat Muka Kuning sekarang tertawa.

   Lalu mendekati perempuan ber-cadar yang memiliki tubuh montok dengan buah dada dan pinggul yang besar.

   Tangan kanannya dengan liar meraba dada gempal itu.

   Sementara tangan kirinya meremas-remas pinggul Dewi Kematian yang diam saja sambil tersenyum memperhatikan Pedang Batu Bintang di tangannya.

   "Pedang Batu Bintang sudah jatuh ke tanganku. Sudah tentu..."

   Kata-kata Dewi Kematian terputus bagai dibetot setan ketika pendengarannya menangkap gemuruh angin dahsyat dari angkasa, yang membuat cadarnya sedikit tersingkap dan pakaiannya yang berkebyar hingga lebih memperlihatkan bungkahan buah dadanya yang mulus dan pahanya yang gempal.

   Manusia Mayat Muka Kuning segera menghentikan 'kerja'nya.

   Dia mendongak.

   Satu bayangan raksasa berwarna keemasan terlihat dalam pandangannya.

   Menyusul suara keras ke seantero tempat.

   "Koaaaakkkk!!" *** Suara yang keras bagai memecah langit dan gemuruh angin yang berputar itu membuat dua manusia yang masih tegak berdiri tertegun beberapa saat.

   "Bwana! Burung rajawali keemasan!"

   Seru Dewi Kematian tanpa mengalihkan kepala dari pandangan. Manusia Mayat Muka Kuning lebih tanggap apa yang akan terjadi.

   "Pendekar Rajawali Emas telah menjadi majikan burung rajawali itu. Berarti dia... Dewiiii!!"

   Sepasang mata celong ke dalam milik si orang tua muka kuning, menangkap satu sosok tubuh melompat dari burung rajawali keemasan itu.

   Langsung melesat ke arah perempuan bercadar.

   Dewi Kematian yang disadarkan oleh seruan Manusia Mayat Muka Kuning segera mengangkat kepala.

   Namun dia kalah cepat oleh bayangan keemasan yang melesat ke arahnya.

   Tangan kanannya yang memegang Pedang Batu Bintang terkena totokan, yang seketika membuat urat darahnya kaku.

   Pedang di tangan terlepas dan bayangan keemasan itu segera menyambar Pedang Batu Bintang sebelum jatuh.

   Lalu melompat ke samping dan berdiri tegak sambil membuka kedua kakinya.

   Dewi Kematian segera menoleh.

   Mengkelap wajah di balik cadar sutera itu.

   Tangan kanannya meskipun berhasil dipulihkan, namun masih terasa nyeri.

   "Pemuda keparat! Lagi-lagi kau yang muncul? Kali ini, di mana Bidadari Hati Kejam berada?"

   Sentaknya kemudian.

   Bayangan keemasan yang tak lain adalah Tirta alias si Rajawali Emas tersenyum.

   Lalu dengan sikap yang enak sekali dimasukkan Pedang Batu Bintang yang telah pindah kembali ke tangannya ke warangka yang ada di punggungnya.

   Masih tersenyum dia berkata.

   "Persoalan Bidadari Hati Kejam bukan urusanku. Bila kalian ingin mencarinya, mengapa kalian masih berdiri di sini?"

   Manusia Mayat Muka Kuning membentak.

   "Dari ucapanmu aku yakin kau tahu di mana Bidadari Hati Kejam. Dan aku yakin kau pasti tahu di mana Raja Lihai Langit Bumi berada?!"

   Tirta membatin dalam hati.

   "Dua manusia ini tokoh hitam berilmu tinggi. Aku memang harus berhati-hati. Dari ucapan keduanya tadi, aku yakin mereka punya urusan dengan Guru-guruku. Hmm... biar urusan aku yang tanggulangi."

   Lalu katanya.

   "Urusan Bidadari Hati Kejam dan Raja Lihai Langit Bumi jelas bukan urusanku. Lebih baik kita berpisah di sini."

   "Setan muda keparat! Kau boleh tinggalkan tempat ini, setelah serahkan Pedang Batu Bintang dan tanggalkan nyawamu!"

   Geram Dewi Kematian dalam kemarahan memuncak.

   "Tak bisa memang kuhindari urusan ini,"

   Batin Tirta dan diam-diam melirik ke atas.

   "Bwana masih berada di atas. Tentunya dia tak akan membantu bila tidak kuperintahkan. Biarlah dia terbang berputaran saja di atas. Hmm... burung cerdik yang menurut akan kata-kataku. Dari kejauhan sebenarnya sudah kudengar ada pertarungan hebat di tempat ini. Dan nyatanya memang benar. Makanya ku perintahkan Bwana untuk memancing ketertegunan mereka sementara kurampas kembali Pedang Batu Bintang. Dan sekarang...."

   "Ucapan hanya sekali terlontar! Cepat lakukan perintah!"

   Bentak Dewi Kematian keras, memutuskan kata hati Tirta. Tirta kembali tersenyum.

   "Heran, mengapa kau begitu memaksa? Sebenarnya yang kau inginkan itu Pedang Batu Bintang atau diriku? Kalau yang kau inginkan Pedang Batu Bintang, jangan berharap banyak, deh! Apalagi kalau diriku ini. Ha ha ha... biarpun kecantikanmu menggiurkan, sayangnya aku tak pernah tertarik sama sekali."

   Mengkelap wajah Dewi Kematian. Sementara Manusia Mayat Muka Kuning mendapati orang mengejek wanita yang dicintainya ini, sudah menerjang dahsyat. Kedua tangannya memancarkan sinar warna kuning. Bertanda dikeluarkannya tenaga dalam tingkat tinggi.

   "Wah, kau tidak usah cemburu, Orang jelek muka kuning! Apakah kau akan mempertahankan terus perempuan yang hanya selalu mengandalkan tubuhnya untuk mendapatkan apa yang diinginkan?"

   Tirta yang memang sudah bersiap segera melompat ke samping kanan.

   Dari tempatnya itu, disentakkan kedua tangannya memapak serangan lawan.

   Desss! Dua pukulan yang sama-sama dialiri tenaga dalam bentrok di udara.

   Tubuh Manusia Mayat Muka Kuning tampak sedikit terhuyung.

   Tetapi setelah dikerahkan tenaga dalamnya untuk menahan huyungan tubuhnya agar tidak ambruk, lelaki tua itu segera tegak kembali dengan kokohnya.

   Di seberang, Tirta sendiri tampak surut satu langkah ke belakang.

   Bila saja saat ini Manusia Mayat Muka Kuning tidak dalam keadaan terluka, tak mungkin dia akan terhuyung seperti tadi.

   Namun kekalapan yang telah menenggelamkan perasaannya membuatnya langsung menerjang kembali, lebih ganas.

   Wuuuut! Kali ini sinar kuning dari tangannya lebih menyala.

   Tirta terkesiap sejenak.

   Segera diangkat tangan kanannya siap kirimkan pukulan.

   Buukkk! Meskipun dalam keadaan terluka, Manusia Mayat Muka Kuning masih miliki tenaga yang lebih tinggi dari yang pertama diperlihatkan.

   Pemuda dari Gunung Rajawali itu merasa tubuhnya laksana dihantam batu besar.

   Namun sebelum Tirta benar-benar jatuh akibat serangan susulan dari Manusia Mayat Muka Kuning, dia masih sempat berputar dan membalas dengan satu tendangan.

   Terkesiap.

   Manusia Mayat Muka Kuning mendapati lawannya yang sudah dua kali digedor masih sempat membalas.

   Bahkan menghantam bahu kanannya.

   Dessss! "Aaahhr Terdengar seruan tertahan Manusia Mayat Muka Kuning.

   Tubuhnya terhuyung dan jatuh terduduk.

   Belum lagi disadari bagaimana lawan membalasnya tadi, mendadak dirasakan hawa panas yang luar biasa merambati tubuhnya.

   Perlahan dan makin membesar.

   Tersentak dicobanya menutup hawa panas itu dengan mengerahkan hawa murninya.

   Namun panas yang mendera Itu justru makin menggila.

   Rupanya, dalam keadaan yang terjepit itu, Tirta sudah mengalirkan tenaga surya pada tangan kanannya.

   "Setan keparat! Mengapa tubuhku jadi panas seperti ini?"

   Maki batin si lelaki tua muka kuning. Dewi Kematian yang melihat sahabat sekaligus kekasihnya dalam keadaan kelojotan, segera berkelebat mendekat. Dipegangnya tubuh orang tua tanpa baju itu! Dan segera ditarik pulang kembali.

   "Gila! Mengapa aku seperti memegang bara api?"

   Dengusnya terkejut.

   Setelah dialirkan tenaga dalam dan hawa murninya pada kedua tangannya, barulah dia bisa memegang tubuh yang masih terasa panas itu.

   Keringat bukan hanya mengaliri sekujur tubuh Manusia Mayat Muka Kuning, tetapi juga tubuh perempuan montok bercadar sutera itu.

   Dan perlahan-lahan panas yang membakar tubuh lelaki muka kuning itu sirna.

   Merasa sahabat sekaligus kekasihnya tidak lagi tersiksa oleh panas yang membakar, Dewi Kematian menolehkan kepala dengan tatapan garang.

   "Kau telah berbuat lancang, Rajawali Emas!"

   "Perempuan bercadar... aku tahu kau guru dari Juragan Lanang. Manusia busuk yang telah kuasai Dusun Bojong Pupuk. Apakah kau tidak tahu kalau muridmu itu telah tewas?"

   Sahut Tirta enteng.

   "Kurang ajar!"

   Geram Dewi Kematian menyadari kata-kata si Rajawali Emas.

   "Pasti kau yang melakukannya"

   Usai mengumbar kata-kata, Dewi Kematian melesat cepat.

   Angin deras mengiringi lesatan tubuhnya.

   Tirta langsung mengempos tubuh dan memapaki dengan jurus 'Lima Kepakan Pemusnah Rajawali'.

   Bummmm! Gerak kelebatan kedua orang ini sama-sama tertahan di udara.

   Kejap kemudian terdengar ledakan dahsyat saat terjadi pertemuan serangan keduanya.

   Tubuh Dewi Kematian mental balik ke belakang.

   Dari mulutnya keluar seruan tertahan bersamaan darah yang muncrat keluar.

   Setelah membuat gerakan putar tubuh dua kali, perempuan montok itu hinggap di tanah dengan kaki agak terhuyung.

   Lalu jatuh melorot sambil memegangi dadanya yang terasa remuk.

   Si Rajawali Emas sendiri mencelat tiga tombak ke belakang.

   Saat mencoba berdiri tegak, dia pun agak goyah.

   Namun masih bertahan untuk tidak jatuh.

   Dadanya dirasakan nyeri bukan main.

   Bila saja tadi saat menyerang tidak dibantu dengan tenaga surya, tak mustahil Tirta akan tewas dengan dada bolong! Wajah di balik cadar sutera membesi.

   "Bila saja saat ini aku tidak terluka dalam akibat pengaruh Pedang Batu Bintang yang dilepaskan oleh Ratu Tengkorak Hitam tadi, akan kuteruskan pertarungan ini. Tetapi sangat berbahaya bila aku nekat. Manusia Mayat Muka Kuning sudah tak berdaya. Yang mengherankan, mengapa serangannya yang tak terasa ada angin panas justru sangat menyiksa panasnya pada tubuh? Aneh! Julukan pemuda yang baru muncul di rimba persilatan ini memang bukan omong kosong."

   Lalu dengan suara geram Dewi Kematian berkata.

   "Rajawali Emas... untuk saat ini aku mengaku kalah. Tetapi, tidak dalam pertemuan berikutnya!"

   Tirta yang berdiri agak goyah hanya tersenyum.

   "Urusan sudah harus diselesaikan. Tetapi bila belum puas, masih banyak waktu mendatang!"

   Dengan susah payah dan agak terhuyung, Dewi Kematian mendekati Manusia Mayat Muka Kuning.

   "Kita tinggalkan tempat ini."

   "Tidak! Pemuda itu harus mampus!"

   "Jangan bodoh! Masih banyak waktu untuk kita membalas!"

   Lalu katanya dengan suara ditekan.

   "Apakah dalam kondisi seperti ini kau akan bertarung juga dengan Raja Lihai Langit Bumi? Jangan lakukan tindakan tolol. Kita tinggalkan tempat ini dan kita tuntaskan seluruh persoalan. Mengenai si Ratu Tengkorak Hitam yang pingsan itu, dia pun akan dapatkan ganjarannya yang berani mengkhianatiku!"

   Meskipun sejuta kemarahan dan kegeraman menggayuti hati, Manusia Mayat Muka Kuning membenarkan kata-kata Dewi Kematian. Lalu dengan perlahan dan mengerahkan sisa-Sisa tenaganya, dia bangkit. Sambil kertakkan rahang dia berkata pada Tirta.

   "Tunggu pembalasan kami, Rajawali Emas!"

   Tirta hanya tersenyum saja.

   Lalu dengan agak sempoyongan dua manusia berbeda jenis itu segera berlalu.

   Tirta menunggu sampai keduanya benar-benar menghilang dari pandangan.

   Setelah diyakini keduanya tak akan muncul lagi, mendadak tubuhnya makin goyah dan ambruk.

   "Oh! Untungnya mereka memutuskan Untuk menghentikan pertarungan. Kalau tidak, sudah tentu aku tak akan sanggup menghadapi. Pedang Batu Bintang sudah kudapatkan kembali. Tinggal menunaikan pesan dari Guru-guruku tentang Iblis Kubur. Siapakah dia sebenarnya?"

   Dengan menahan rasa sakitnya, Tirta tepukkan tangan dan digerakkannya keatas. Cahaya merah muncrat ke angkasa. Bwana yang masih berputaran di angkasa, langsung melurup turun Burung rajawali keemasan itu mengeluarkan Koakan pelan.

   "Tidak usah, Bwana. Sengaja aku tidak memanggilmu untuk membantuku, karena aku masih sanggup menandingi keduanya. Ya, ya... aku mengerti, kau sangat setia kepadaku. Bwana, bawa aku pergi dari sini untuk memulihkan tenagaku,"

   Sahut Tirta tersenyum. Bwana keluarkan koakan lagi, kali ini bernada gusar.

   "Tidak usah. Biar dua manusia itu berlalu. Ayo, Bwana... kita tinggalkan tempat ini...."

   Dengan sekali melompat sambil memegangi dadanya, Tirta sudah hinggap di bagian antara leher dan punggung Bwana. Bwana masih keluarkan koakan bagai omelan.

   "Kau memang burung yang sangat setia, Bwana. Aku beruntung menjadi majikanmu,"

   Kata Tirta tersenyum.

   Lalu dibelainya leher Bwana yang berwarna keemasan dengan penuh kasih sayang.

   Meskipun Bwana adalah burung peliharaannya, namun Bwana juga termasuk gurunya.

   Karena, selama lima tahun, Bwana , menggemblengnya di Gunung Rajawali.

   Gemuruh angin terdengar saat burung rajawali itu kepakkan kedua sayapnya.

   Lalu dengan hentakan dua kaki yang menimbulkan lubang sedalam setengah tombak, Bwana melesat ke angkasa dengan memperdengarkan suaranya yang sangat keras.

   "Koaaaaakkkk!!" * * * Sepuluh kali penanakan nasi telah lewat, menerabas tempat itu dalam kesunyian. Malam telah lama datang, dalam angin dingin mencekam. Sosok compang-camping yang jatuh pingsan, perlahan-lahan mengangkat kepalanya. Rasa sakit sebenarnya tak bisa ditanggulangi. Namun dipaksakan untuk duduk Lalu ditegakkan tubuh dan mulailah dilakukan semadi guna memulihkan tenaganya kembali. Selang beberapa saat, orang tua compang-camping yang tak lain adalah Siluman Buta menarik nafas dan mengeluarkannya perlahan. Dilakukan sampai lima belas kali. Jalan napasnya mulai normal, namun rasa sakit di sekujur tubuhnya masih cukup menyengat.

   "Manusia-manusia keparat!"

   Dengusnya geram.

   "Dewi Kematian dan Manusia Mayat Muka Kuning... nyawa kalian tak akan kulepaskan. Selama ini tak pernah ada silang sengketa terjadi di antara kita. Namun kalian telah jelmakan dinding tebal di antara kita. Bukan hanya nyawa Raja Lihai Langit Bumi yang akan mampus, nyawa kalian berdua pun tak akan pernah kulepaskan!"

   Orang tua buta berbaju compang-camping itu berdiri dengan tangan menggapai.

   "Hmmm.. mana tongkatku itu?"

   Desis-nya.

   Dan mendadak saja dikatupkan kedua tangannya di depan dada.

   Sejurus kemudian nampak tubuhnya bergetar.

   Dan....

   Wuussss! Tap! Entah dengan tenaga apa yang dilakukannya, mendadak saja tongkat kusamnya yang terpental entah di mana itu meluncur ke arahnya yang langsung menangkap.

   "Aku tak lagi mendengar ada suara-suara di sini. Apakah Manusia Mayat Muka Kuning dan Dewi Kematian telah tinggalkan tempat ini dengan membawa Pedang Batu Bintang?"

   Katanya sambil menelengkan kepala kesana kemari. Alat pendengarannya yang tajam sudah berfungsi seperti sediakala sejak dialirkan hawa murni ke kedua telinganya itu. Lalu terdengar dengusannya geram.

   "Peduli setan dengan pedang itu! Nyawa keduanya yang kuinginkan!"

   Memutus kata-katanya sendiri, tubuh Siluman Buta mendadak berkelebat tinggalkan tempat itu dengan sejuta dendam membara.

   * * * Tepat ketika rembulan yang sinarnya dihalangi oleh gayutan gumpalan awan hitam telah tiba pada sepertiga perjalanannya menuju pagi, mendadak saja satu sosok tubuh berpakaian hijau muda tipis hingga menampakkan lekuk tubuhnya yang tertimpa sinar rembulan tipis, muncul di tempat yang dilanda sunyi mencekam.

   Rambutnya yang berwarna keperakan makin bersinar ditimpa sinar rembulan pula.

   Sepasang mata bulatnya yang bagus memperhatikan sekitarnya.

   "Hmmm... menurut getaran hatiku, nenek baju hitam panjang yang sekarang pingsan berada di sekitar sini. Dasar bodoh! Kalau saja nenek sialan itu tak serakah dan menghiraukan Pedang Batu Bintang dan terus mempergunakan jurus 'Undang Maut Sedot Darah', urusan dengan Raja Lihai Langit Bumi akan bisa diselesaikan. Tetapi dasar nenek pengunyah susur yang serakah, yang tak tahu tingginya langit dan dalamnya bumi! Biar kutunda urusan sekarang, juga untuk mencari makam Iblis Kubur yang bisa menjadi pembantuku untuk membunuh Raja Lihai Langit Bumi."

   Perempuan berwajah jelita yang tak lain Dewi Karang Samudera kembali mengedarkan pandangan.

   Pakaian hijau lumut yang tipis membungkus tubuhnya bagai memberi kesempatan pada siapa saja yang ingin menikmati pemandangan enak dimata.

   Tubuh perempuan berambut seperti dihiasi pernik perak benar-benar menggiurkan dan menjanjikan.

   Setelah mengedarkan pandangan bebe-rapa saat, mendadak diusap kedua tangannya.

   Tiba-tiba di telapak tangan kanannya membersit sinar putih yang bening.

   Dari dalam sinar putih bening itulah dilihatnya tubuh Ratu Tengkorak Hitam yang sedang pingsan di sebuah tempat.

   "Dasar nenek serakah! Masih untung kujamin hidupnya! Bila tidak, dia akan kubiarkan mampus di sini!"

   Lalu tanpa tau bagaimana tubuh molek berbaju hijau muda menerawang itu bergerak, tahu-tahu dia sudah berada dihadapan tubuh Ratu Tengkorak Hitam yang pingsan.

   Ditepuk tangannya tiga kali.

   Sinar putih bening keluar dan menelingkupi tubuh Ratu Tengkorak Hitam.

   Lalu segera perempuan jelita berambut keperakan itu berkelebat.

   Anehnya Ratu Tengkorak Hitam yang pingsan dan kini dibungkus sinar putih bening itu bagai digerakkan mengikuti kelebatan Dewi Karang Samudera! Selebihnya, tempat itu kembali didera sepi.

   Hanya tinggal mayat Kaki Gledek yang dibungkus dingin.

   SELESAI Ikuti kelanjutan Rajawali emas, Dalam episode.

   "SUMPAH IBLIS KUBUR"

   Scan/E-Book. Abu Keisel Juru Edit. Mybenomybeyes

   

   

   

Pedang Sakti Tongkat Mustika Karya Herman Pratikto Mencari Busur Kumala Karya Batara Pendekar Rajawali Sakti Huru Hara Di Watu Kambang

Cari Blog Ini