Iblis Penggali Kubur 2
Pendekar Rajawali Sakti Iblis Penggali Kubur Bagian 2
Peristiwa ini tentu saja membuat seluruh pen-duduk Desa Kranggan jadi gempar.
Mereka lang-sung dicekam kengerian yang menggelisahkan.
Bahkan kini, tak ada seorang pun yang berani lagi keluar dari rumah kalau malam sudah menjelang.
Sudah beberapa orang peronda melihat, gadis-gadis yang sudah meninggal waktu itu berkeliaran di desa ini.
Namun, sampai saat ini belum ada korban.
Tapi, hampir setiap hari ada saja gadis desa yang meninggal mendadak.
Rangga yang masih berada di desa itu juga te-ringat ancaman si Iblis Penggali Kubur.
Maka kecemasan pun tidak dapat lagi disembunyikan.
Ha-tinya benar-benar cemas kalau Iblis Penggali Kubur sampai benar-benar melaksanakan ancaman-nya.
Iblis itu memang ingin membuat seluruh pen-duduk Desa Kranggan menjadi pasukan mayat-nya, dan untuk menghancurkan Kerajaan Karang Setra.
Dan kini sudah lebih dari sepuluh orang gadis meninggal dalam waktu kurang dari dua pe-kan saja.
"Ada yang meninggal lagi, Kakang."
Rangga mengangkat kepalanya sedikit, lang-sung menatap wajah Pandan Wangi yang kelihatan begitu cantik pagi ini.
Tapi sinar matanya kelihatan begitu lelah.
Pandan Wangi memang sudah le-lah, karena sampai saat ini belum juga bisa me-mergoki si pencuri mayat "Gadis...?"
Tanya Rangga terdengar pelan sekali suaranya. Pandan Wangi mengangguk.
"Hhh...!"
Rangga menghembuskan napas panjang.
Saat itu, terlihat Kadik datang menghampiri dari samping rumah.
Pemuda keturunan bangsa-wan yang hidup di desa sejak masih kecil itu langsung menghempaskan tubuhnya di samping Rangga.
Tampak keringat mengucur membasahi seluruh wajah, leher, dan tubuhnya.
Nafasnya pun terdengar memburu.
Bahkan seperti tidak peduli dengan pandangan mata Rangga dan Pandan Wangi yang menyorot begitu tajam.
"Dari mana pagi-pagi begini, Kadik?"
Tanya Rangga tetap menatap pemuda desa itu.
"Mencari si Iblis Penggali Kubur,"
Sahut Kadik datar.
"Untuk apa?"
"Iblis keparat itu telah menyandera emak ku, Rangga. Aku harus membunuhnya!"
Dengus Kadik bernada geram.
Rangga diam memandangi dengan sinar mata agak tajam, tak berkedip sedikit pun juga.
Sementara, Pandan Wangi yang sudah duduk di sebelah Pendekar Rajawali Sakti juga memandangi Kadik yang masih sibuk mengatur jalan nafasnya.
Sese-kali punggung tangannya menyeka keringat di le-her.
"Dia juga telah membuat kekasihku sengsara dalam kematiannya. Iblis itu akan membuat seluruh penduduk Desa Kranggan ini jadi mayat hi-dup!"
Sambung Kadik masih dengan nada suara menggeram berang.
"Dari mana kau tahu itu?"
Tanya Rangga agak tersentak kaget.
"Semalam dia menemuiku, dan mengancam akan membuat seluruh penduduk desa ini menja-di mayat hidup kalau aku tidak segera menyerah-kan Cupu Batu Mustika Biru. Dia juga meminta agar aku tidak mengizinkan kalian berdua tinggal di sini,"
Sahut Kadik seraya berpaling menatap Rangga begitu dalam.
"Kau menghendaki begitu?"
Tanya Rangga.
"Tidak. Biar kau tetap di sini, Rangga. Kita hadapi iblis keparat itu bersama-sama,"
Tegas Kadik.
"Aku memang akan menghentikannya. Tapi, tidak dengan cara gegabah,"
Kata Rangga juga tegas nada suaranya.
"Kau punya rencana, Rangga?"
Tanya Kadik.
Rangga tidak langsung menjawab, dan jadi terdiam mendengar pertanyaan Kadik barusan.
Sebenarnya, tidak terlalu sulit menjawab perta-nyaan itu.
Tapi, Rangga memang tidak pernah mengatakan setiap rencana yang ada dalam kepa-lanya.
Karena, dia tidak pernah percaya penuh pada keberhasilan sebuah rencana.
Pendiriannya, sematang apa pun rencana yang sudah disiapkan, tidak akan mencapai hasil sepenuh yang diingin-kan.
Dan semua itu tergantung pelaksanaannya.
Itu sebabnya, kenapa Rangga tidak pernah menga-takan setiap rencana yang ada di kepalanya.
Perlahan Pendekar Rajawali Sakti berdiri, dan melangkah menghampiri kudanya yang tertambat di pohon kenanga, tepat di sudut sebelah kiri halaman rumah ini.
Dielus-elusnya leher kuda hitam yang tinggi tegap dan bernama Dewa Bayu itu.
Kuda hitam Dewa Bayu tampak kesenangan men-dapat elusan Pendekar Rajawali Sakti.
"Hup!"
Dengan gerakan indah sekali, Pendekar Raja-wali Sakti melompat naik ke punggung Dewa Bayu.
Kemudian, dihentakkan tali kekang ku-danya yang terbuat dari perak.
Kuda itu pun ber-jalan perlahan-lahan, keluar dari halaman rumah Kadik yang cukup luas ini, Sementara, Pandan Wangi dan Kadik hanya memandangi saja keper-gian Pendekar Rajawali Sakti dengan kuda tung-gangannya.
"Mau ke mana dia?"
Tanya Kadik.
Pandan Wangi hanya mengangkat bahunya se-dikit saja.
Dia sendiri tidak tahu, ke mana Rangga akan pergi.
Gadis yang dikenal berjuluk si Kipas Maut itu tidak lagi merasa heran atas sikap Rangga yang pergi begitu saja tanpa berkata apa-apa.
Dia tahu, persoalan yang sedang dihadapi Pende-kar Rajawali Sakti dianggap berat.
Dan biasanya, Rangga akan melakukan sesuatu tanpa ada satu rencana pun di kepalanya.
"Aku pergi dulu, Kadik,"
Pamit Pandan Wangi seraya bangkit berdiri.
"Mau ke mana?"
Tanya Kadik.
"Ke rumah kepala desa,"
Sahut Pandan Wangi.
Si Kipas Maut itu langsung saja berjalan menghampiri kudanya sebelum Kadik melon-tarkan pertanyaan lagi.
Gadis itu langsung me-lompat naik ke punggung kuda putihnya.
Semen-tara, Kadik hanya bisa memandangi tanpa dapat berbuat apa-apa.
Dia terus memandangi Pandan Wangi yang menuju ke rumah Kepala Desa Krang-gan.
*** Sementara itu, Rangga yang tengah menung-gangi Dewa Bayu perlahan-lahan, tanpa disadari sudah tiba di kuburan yang terletak di sebelah Timur, di luar Desa Kranggan.
Pendekar Rajawali Sakti melompat turun dari punggung kudanya, kemudian berjalan melewati beberapa gundukan tanah kuburan.
Sepi sekali keadaan di tempat ini, sehingga tak seorang pun terlihat.
Bahkan binatang pun seakan-akan enggan menginjakkan ka-kinya di sini.
Rangga terus melangkah perlahan-lahan.
Se-mentara, matanya tidak berkedip merayapi seki-tarnya.
Pendengarannya pun dipasang tajam-tajam, tapi hanya desir angin saja yang terdengar mengusik gendang telinganya.
Dia terus melangkah semakin ke tengah pekuburan ini, dan baru berhenti setelah tiba di sebuah kuburan yang tampaknya masih baru.
Dia tahu, kuburan ini ba-ru saja dibuat.
Di dalamnya, terbujur seorang gadis berusia sekitar delapan belas tahun, yang baru saja meninggal pagi tadi.
"Ehm...! Ehm...!' "Oh...?!"
Rangga tersentak kaget ketika tiba-tiba saja terdengar suara orang mendehem dari belakang.
Segera tubuhnya diputar berbalik.
Entah dari ma-na, tahu-tahu di belakang Pendekar Rajawali Sakti sudah berdiri seorang gadis muda berparas cantik.
Baju merah yang dikenakannya begitu ketat, sehingga membentuk tubuhnya yang ramping dan indah.
Gagang sebilah pedang tampak menyembul dari balik punggungnya.
"Iblis...! Kukira kau sudah tua bangka. Ternyata, kau masih muda dan tampan,"
Dingin sekali nada suara gadis cantik berbaju merah menyala ini.
Sorot mata gadis itu begitu tajam, menembus langsung ke bola mata pemuda tampan berbaju rompi putih di depannya.
Wajahnya pun kelihatan kaku.
Sedangkan kedua tangannya sudah terkepal erat, membuat urat-uratnya bersembulan.
Semen-tara, Rangga Jadi terperanjat mendengar kata-kata yang begitu ketus dari gadis ini.
Sungguh tidak dimengerti, bahkan baru sekali ini melihat gadis itu.
Tapi, dia sudah memakinya begitu pedas! "Sudah lama aku mencarimu, Iblis Keparat.
Ternyata kau bersembunyi di sini,"
Kata gadis itu lagi. Masih bernada dingin dan ketus.
"Maaf, siapa Nisanak ini? Dan ada urusan apa mencariku?"
Tanya Rangga semakin kebingungan tidak mengerti.
"Huh! Jangan pura-pura bodoh, Keparat! Sam-pai ke neraka pun aku akan tetap mengejarmu!"
Dengus gadis cantik itu semakin ketus.
Rangga semakin kebingungan tidak menger-ti.
Sungguh tidak jelas maksud gadis cantik yang ti-ba-tiba saja marah-marah padanya.
Padahal, Rangga begitu yakin kalau di antara mereka belum pernah berjumpa.
Tapi, gadis cantik ini seperti sudah menyimpan dendam yang begitu dalam dan lama, hingga kemarahannya langsung meluap tak terbendung lagi.
Rangga melangkah beberapa tin-dak mendekati, dan masih mencoba bersikap te-nang.
Dia yakin gadis ini tentu salah duga.
"Maaf, Nisanak...."
"Jangan banyak mulut, Keparat!"
Sentak gadis itu cepat memotong ucapan Rangga. Pendekar Rajawali Sakti langsung diam. Na-mun tiba-tiba saja....
"Saatnya kau mampus, Iblis Keparat! Hiyaaat...!"
Sret! Wuk! "Heh...?! Uts!"
Cepat Pendekar Rajawali Sakti menarik tu-buhnya ke belakang, begitu tiba-tiba saja gadis cantik berbaju merah menyala itu melompat cepat bagai kilat.
Bahkan pedangnya sudah tercabut, dan langsung dikebutkan ke arah dada Pendekar Rajawali Sakti.
Hanya sedikit saja ujung pedang yang berkila-tan tajam itu lewat didepan dada Pendekar Raja-wali sakti.
Namun, belum juga tubuhnya bisa ditegakkan kembali, gadis cantik berbaju merah itu sudah kembali mengebutkan pedangnya dengan kecepa-tan luar biasa.
"Hiyaaat...!"
Bet! "Ikh...!"
Rangga jadi terkejut juga melihat gerakan pe-dang yang berputar begitu cepat, dan langsung mengibas ke arah dadanya kembali.
Cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti melompat ke belakang se-jauh dua langkah.
Maka, ujung pedang itu kemba-li lewat didepan dada Pendekar Rajawali Sakti.
Rangga kembali melompat ke belakang beberapa langkah, begitu kakinya menjejak tanah.
Dico-banya untuk menghindari serangan gadis cantik ini lagi.
"Cukup...!"
Sentak Rangga agak lantang.
"Siapa kau ini?! Dan kenapa menyerangku tanpa sebab...?!"
"Phuih! Masih juga berpura-pura terhadap perbuatan iblismu, Keparat!"
Dengus gadis cantik itu ketus.
"Aku Rahayu yang akan memenggal ke-palamu, Iblis Penggali Kubur!"
"Heh...?!"
Rangga jadi tersentak begitu mendengar tudu-han gadis ini yang menyangka dirinya adalah si Iblis Penggali Kubur.
Tapi belum juga hilang keter-kejutannya, mendadak saja gadis cantik berbaju merah menyala yang mengaku bernama Rahayu sudah kembali melompat secepat kilat.
"Mampus kau! Hiyaaat...!"
"Tunggu...! Uts!"
Rangga tidak dapat lagi mencegah.
Cepat-cepat ia ditarik ke kanan, begitu Rahayu menusukkan pedangnya dengan kecepatan luar biasa.
Namun, pada saat mata pedang berada di samping tubuh Pendekar Rajawali Sakti, mendadak saja gerakan-nya berubah dengan kecepatan sukar diikuti mata biasa.
Pedang Rahayu berputar begitu cepat, lang-sung dibabatkan ke arah lambung Pendekar Raja-wali Sakti.
Tapi, hanya dengan sedikit saja mengegoskan tubuhnya, pemuda berbaju rompi putih itu bisa menghindarinya.
"Hup!"
Cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti me-lompat ke belakang, setelah ujung pedang gadis cantik berbaju merah menyala itu lewat di depan perutnya.
Dua kali Rangga berputaran di udara, lalu manis sekali menjejakkan kakinya kembali di tanah berumput cukup tebal ini.
"Hhh! Tangguh juga kau, Iblis!"
Dengus Rahayu dingin.
"Tapi, coba hadapi jurus 'Tarian Dewi Pedang'ku ini."
Setelah berkata demikian, Rahayu langsung merubah jurusnya.
Pedangnya bergerak-gerak ge-mulai disertai liukan tubuh yang begitu indah.
Seakan-akan, dia tengah menyajikan sebuah ta-rian memikat Rangga sampai terpana beberapa saat, melihat jurus yang begitu indah, dengan gerakan-gerakan lembut dan gemulai.
"Uhhh...!"
Saat itu juga, Rangga merasakan udara di se-kitarnya jadi menipis.
Bahkan nafasnya pun mulai terasa sesak.
Cepat-cepat jalan pernafasannya dipindahkan ke perut Lalu, dilakukannya beberapa gerakan tangan.
Hal ini untuk mengatasi udara yang semakin menipis, akibat jurus 'Tarian Dewi Pedang' yang dimainkan Rahayu.
"Hiyaaat..!"
Bagaikan kilat, tiba-tiba saja Rahayu melom-pat menyerang Pendekar Rajawali Sakti.
Begitu cepat serangannya, sehingga membuat Rangga ja-di terpana sesaat.
Namun dengan gerakan tubuh yang manis sekali, Pendekar Rajawali sakti berhasil menghindari sabetan pedang yang begitu cepat dan beruntun.
"Hiya! Hiya! Hiyaaa...!"
Beberapa kali Rahayu melakukan serangan dengan pedangnya yang begitu dahsyat dan cepat luar biasa.
Dan hal ini membuat Rangga terpaksa harus berjumpalitan sambil meliuk-liukkan tu-buhnya, untuk menghindari serangan-serangan jurus 'Tarian Dewi Pedang' yang sangat dahsyat.
Namun dengan pengerahan jurus 'Sembilan Lang-kah Ajaib', rasanya masih terlalu sulit bagi Rahayu untuk mendesak Pendekar Rajawali Sakti.
*** Jurus demi jurus berlalu cepat.
Dan pertarun-gan itu masih terus berlangsung semakin gesit.
Jelas sekali terlihat kalau Rahayu begitu bernafsu ingin menyudahi pertarungan.
Tapi, tampaknya gadis itu benar-benar mendapat lawan yang san-gat tangguh, dan sukar untuk bisa cepat-cepat disudahi.
Gadis itu memang tidak tahu kalau saat ini berhadapan dengan Pendekar Rajawali Sakti, yang namanya selalu menggetarkan tokoh-tokoh tingkat tinggi rimba persilatan.
Namun, dendam yang membakar sudah menutup mata hatinya.
Hingga, mata hatinya tidak dapat lagi melihat kalau tingkat kepandaian yang dimilikinya belum bisa untuk menjatuhkan pemuda tampan berbaju rompi putih ini.
"Hup! Yeaaah...!"
Tiba-tiba saja, Rangga melenting ke udara, te-pat di saat Rahayu membabatkan pedangnya mengarah ke kaki.
Dan begitu pedang Rahayu le-wat di bawah telapak kakinya, cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti memutar tubuhnya terbalik.
Hingga, kepalanya cepat sekali berada di bawah.
Pada saat itu juga, dengan kecepatan luar biasa tangan kanannya dikebutkan ke arah mata pedang gadis cantik berbaju merah menyala itu.
"Hap!"
Tap! "Heh...?!"
Rahayu jadi terperanjat setengah mati, begitu tiba-tiba dua jari tangan kanan Pendekar Rajawali Sakti sudah menggunting tepat di bagian tengah mata pedangnya.
Saat itu, dengan gerakan manis sekali Rangga memutar tubuhnya berbalik kemba-li.
Dan dengan indah sekali, kakinya menjejak tanah.
Sementara jari tangan kanannya masih tetap menjepit mata pedang gadis cantik berbaju merah menyala ini.
"Hih!"
Sambil mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya, Rahayu mencoba menarik pedangnya dari jepitan dua jari tangan Pendekar Rajawali Sakti. Tapi, pedangnya sedikit pun tidak bergerak, seakan-akan berada di dalam penjepit baja yang teramat kuat.
"Setan! Lepaskan pedangku...!"
Bentak Rahayu geram.
"Baik. Akan kulepaskan. Hih...!"
"Ikh...!"
Rahayu jadi terpekik tertahan begitu Rangga menghentakkan tangan kanannya, dan mele-paskan jepitan jarinya pada pedang.
Hentakan yang disertai pengerahan tenaga dalam sempurna membuat Rahayu jadi terpental ke belakang.
Mau tak mau gadis itu tidak dapat lagi menguasai tu-buhnya.
"Akh...!"
Pekikan tertahan terdengar begitu punggung Rahayu menghantam sebongkah batu yang cukup besar.
Begitu kerasnya, sampai batu itu sampai retak.
Sedangkan Rangga tetap berdiri tegak den-gan bibir menyunggingkan senyuman tipis.
Lalu, kakinya melangkah beberapa tindak ke depan.
Saat itu, Rahayu sudah bisa bangkit berdiri lagi.
Bibirnya meringis menahan sakit pada seluruh tu-buhnya.
"Maaf, aku tidak bermaksud menyakitimu,"
Ucap Rangga lembut.
"Huh!"
Rahayu hanya mendengus saja.
Ditatapnya lurus kedua bola mata Pendekar Rajawali Sakti dengan sinar mata begitu tajam, menyimpan dendam membara.
Tapi, yang ditatap kelihatan tenang.
Bahkan senyumannya masih te-tap terukir menghiasi bibirnya yang sedikit kemerahan.
"Nisanak! Aku bukan Iblis Penggali Kubur yang kau cari,"
Kata Rangga masih tetap terdengar kalem nada suaranya.
"Hhh! Bagaimana aku bisa mempercayaimu?! Sedangkan kau berada di kuburan itu!"
Dengus Rahayu sambil menujuk ke arah kuburan seorang gadis muda yang masih baru pagi tadi.
Rangga hanya tersenyum saja.
Kembali ka-kinya diayunkan beberapa langkah mendekati ga-dis cantik berbaju merah menyala ini.
Pedang ma-sih tergenggam di tangan kanan gadis itu.
Se-dangkan Rangga seperti tidak peduli pada pedang yang sudah melintang didepan dada membentuk dua gundukan bukit indah itu.
Langkahnya ber-henti setelah jaraknya tinggal sekitar lima langkah lagi di depan gadis cantik yang mengenakan baju merah menyala ini.
"Namaku Rangga. Aku juga punya urusan dengan Iblis Penggali Kubur. Tapi, bukan untuk membalas dendam. Aku hanya ingin menghenti-kan perbuatannya saja. Bahkan kalau mungkin menyadarkannya,"
Kata Rangga lagi, masih terdengar tenang nada suaranya.
"Hm...,"
Gumam Rahayu perlahan.
*** Rangga membiarkan saja dirinya dijilati oleh tatapan mata yang memancarkan sinar menyeli-dik.
Bahkan sikapnya terlihat tenang, dengan se-nyum terus terukir di bibir.
Sedangkan Rahayu kelihatan masih belum percaya pada keterangan Pendekar Rajawali Sakti.
Gadis itu seakan-akan masih menuduh pemuda tampan yang mengena-kan baju rompi putih itu adalah si Iblis Penggali Kubur.
Namun dengan ketenangan Pendekar Raja-wali Sakti, Rahayu mulai kelihatan melemah.
Bahkan ketegangannya mulai mengendur.
Perlahan tan-gannya yang menggenggam pedang bergerak tu-run, lalu memasukkannya kembali ke warang-kanya di punggung.
Tapi, sinar matanya masih terlihat menyorot tajam, menusuk langsung ke bo-la mata pemuda tampan di depannya.
"Aku tadi hanya ingin melihat saja, apakah si Iblis Penggali Kubur sudah mencuri mayat gadis itu di dalam kuburannya,"
Kata Rangga setelah cukup lama tidak ada yang bicara.
"Hm...,"
Tapi Rahayu hanya menggumam perlahan saja.
Gadis itu seakan-akan tidak percaya terhadap pengakuan Pendekar Rajawali Sakti barusan.
So-rot matanya masih terlihat begitu tajam, menga-mati pemuda tampan di depannya dari ujung ke-pala hingga ujung kaki.
"Kau sendiri, kenapa ingin membunuh Iblis Penggali Kubur?"
Tanya Rangga.
"Aku harus membalas dendam,"
Sahut Rara Anting tegas, tapi masih terdengar agak ketus na-da suaranya.
"Dendam...?"
"Dia mencuri mayat adikku dari dalam ku-burnya. Aku harus menemukan adikku, dan membunuh si iblis keparat itu dengan tanganku sendiri."
"Kau berasal dari mana?"
"Desa Tampuksari. Tidak jauh di sebelah Barat Kranggan ini."
"Hm...."
"Hampir semua gadis di sana meninggal, dan semua mayatnya hilang dicuri si Iblis Penggali Kubur. Termasuk mayat adikku,"
Sambung Rahayu.
"Rupanya dia sudah lama melakukan ini...,"
Gumam Rangga seperti bicara pada diri sendiri.
"Kau sendiri, kenapa ingin mencari Iblis Penggali Kubur juga? Apa kau juga menyimpan den-dam?"
Tanya Rahayu.
"Tidak. Tidak ada dendam maupun persoalan antara aku dengannya. Aku hanya tidak bisa membiarkan kebiadaban terjadi di depan mataku. Perbuatan Iblis Penggali Kubur tidak bisa didiamkan. Sudah beberapa gadis mati, dan mayatnya hilang dari kuburnya di desa ini,"
Sahut Rangga.
"Kebetulan, mayat kekasih sahabatku juga hilang. Jadi, aku tidak bisa tinggal diam begitu saja."
"Hm. Jadi kau benar bukan si Iblis Penggali Kubur?"
Rahayu seakan-akan ingin meyakinkan diri, kalau pemuda tampan ini bukanlah orang yang sedang dicarinya.
Rangga tersenyum dan menggelengkan ke-palanya beberapa kali.
Kakinya melangkah bebe-rapa tindak mendekati gadis cantik berbaju merah yang sudah kelihatan tidak berang lagi seperti ta-di.
Rupanya, Rahayu sudah percaya kalau Rangga bukanlah si Iblis Penggali Kubur yang dicari-carinya selama ini.
"Sudah hampir sore. Apa kau akan menunggu di sini?"
Tanya Rangga setelah beberapa saat terdiam.
"Hanya ini kesempatan ku untuk menemu-kannya,"
Tegas Rahayu.
"Aku pun demikian,"
Sambung Rangga.
Rahayu memandangi Wajah tampan Pendekar Rajawali Sakti.
Sedangkan yang dipandangi malah mengarahkan pandangannya ke tempat lain.
Se-mentara, matahari terus menggelincir semakin jauh ke arah Barat.
Sinarnya yang semula terasa begitu terik, kini mulai meredup berwarna kemerahan.
Memang, sebentar lagi siang akan berganti senja.
Dan di sekitar pekuburan ini kelihatan begitu sunyi, tak ada seorang pun terlihat lagi selain mereka berdua.
"Sebaiknya kita tidak menunggu di sini. Terlalu terbuka tempatnya,"
Usul Rangga.
"Hm,"
Rahayu hanya menggumam perlahan saja.
Rangga mengayunkan kakinya, mendekati se-buah gerumbulan semak tidak jauh dari tempat itu.
Beberapa bongkah batu berukuran besar se-perti sebuah tempat untuk bersembunyi yang su-dah disiapkan, menjadi tempat persembunyian Rangga.
Begitu Pendekar Rajawali Sakti menghi-lang di balik bongkahan batu itu, Rahayu baru mengayunkan kakinya menghampiri.
Kening Rahayu jadi sedikit berkerut begitu tiba di balik bongkahan batu.
Tampak Rangga sudah duduk bersandar di batu dengan sikap yang begi-tu enak, seakan-akan tidak ada persoalan sedikit pun.
Rangga hanya melirik sedikit pada gadis cantik yang masih berdiri saja di dekatnya.
"Duduklah di sini. Kau bisa terlihat kalau terus berdiri di situ,"
Kata Rangga kalem.
Rahayu kelihatan ragu-ragu, tapi akhirnya du-duk juga di samping Pendekar Rajawali Sakti.
Ti-dak ada lagi yang berbicara.
Mereka terpaksa me-nunggu di balik batu ini sampai hari gelap.
Dan memang, ini merupakan kesempatan yang teramat penting untuk bisa memergoki si Iblis Penggali Kubur yang telah mencuri mayat-mayat dari da-lam kubur.
Dan rupanya pula, si Iblis Penggali Kubur bukan hanya bertindak keji di Desa Krang-gan ini, tapi sudah di desa-desa lain.
Hanya saja sampai saat ini, belum ada yang bisa menghentikannya.
Apakah Rangga dan Rahayu mampu menghentikan si Iblis Penggali Kubur itu malam ini? *** Waktu seakan-akan berjalan begitu lambat.
Rahayu sudah kelihatan gelisah tidak sabar.
Saat ini, matahari sudah benar-benar tenggelam di ba-lik peraduannya.
Dan sekeliling tanah pekuburan sudah terselimut gelap.
Kabut terlihat menyelimuti sekitarnya.
Sedikit pun tak terlihat cahaya bintang maupun bulan.
Langit tampak sangat kelam terselimut awan hitam yang menggumpal tebal.
Beberapa kali Rahayu menyembulkan ke-palanya, tapi belum juga melihat adanya tanda-tanda kalau Iblis Penggali Kubur bakal muncul.
Sedangkan Rangga kelihatan tenang, masih tetap duduk dengan punggung bersandar batu.
Bibirnya selalu mengukir senyuman bila melihat Rahayu kelihatan begitu gelisah tidak sabar menunggu seperti ini.
"Tenang saja, Rahayu. Kalau malam ini dia tidak muncul, pasti malam berikutnya,"
Kata Rangga kalem, mencoba menenangkan kegelisahan ga-dis cantik itu.
"Hhh...!"
Sambil menghembuskan napas panjang, Ra-hayu menghempaskan tubuhnya di samping Pen-dekar, Rajawali Sakti.
Tubuhnya digeser sedikit, begitu pundaknya terasa bersentuhan dengan pundak pemuda tampan berbaju rompi putih ini.
Sekilas matanya melirik wajah tampan di sam-pingnya.
Entah kenapa, setelah yakin kalau pe-muda ini bukanlah si Iblis Penggali Kubur, da-danya selalu bergetar bila melirik wajah tampan yang memiliki senyum sangat memikat menggetarkan jantung ini.
"Lama sekali...,"
Desah Rahayu.
"Apa mungkin dia tidak muncul malam ini?"
"Tunggu saja dulu. Jangan banyak bicara,"
Ujar Rangga memperingatkan.
Rahayu hanya mengeluh saja, dan kembali di-am tidak bicara lagi.
Sedangkan Rangga beranjak bangkit berdiri.
Dan baru saja kepalanya me-nyembul keluar, kedua bola matanya langsung terbeliak lebar.
Hampir gadis itu tidak percaya dengan penglihatannya sendiri.
Saat itu, Rahayu yang tengah memperhatikan jadi berkerut kening-nya.
Bergegas dia berdiri, dan menyembulkan ke-palanya keluar dari batu tempat persembunyian.
"Apa itu...?"
Desis Rahayu seperti bertanya pa-da diri sendiri.
"Ssst...,"
Rangga meminta gadis itu diam.
Mereka tidak membuka suara lagi.
Semen-tara, pandangan mata mereka tertuju lurus pada sesosok tubuh yang berjalan tergesa-gesa memasuki tanah pekuburan ini.
Sesosok tubuh yang mengenakan baju jubah panjang, dan berwarna hitam pekat.
Cukup sulit untuk bisa mengenali wajahnya, karena tertutup kerudung kain hitam berbentuk kerucut pada bagian atasnya.
Di-tambah lagi keadaan malam ini begitu gelap, tan-pa ada cahaya sedikit pun.
Seluruh langit tersaput awan hitam yang begitu tebal bergulung-gulung, membuat bulan dan bintang tidak mampu me-nembuskan cahayanya ke permukaan bumi.
Sosok tubuh berbaju serba hitam itu berhenti melangkah, tepat di dekat kuburan yang masih baru.
Sementara Rangga dan Rahayu yang me-nyaksikan terpaksa harus menahan nafasnya, dengan dada berdebar bergemuruh.
Mereka me-nantikan, apa yang akan terjadi pada malam gelap di kuburan ini.
Terlihat jelas kalau orang itu mengangkat ke-dua tangannya tinggi-tinggi, hingga melewati kepa-la yang bergerak menengadah ke atas.
Namun se-bentar kemudian, kedua tangannya dirapatkan di samping tubuhnya.
Dan saat itu juga, dia melom-pat ke udara.
Lalu, tubuhnya meluruk deras den-gan kedua kaki tetap merapat ke bawah.
Seketika itu juga....
Brusss! "Heh...?!"
"Hah...?!"
Bukan hanya Rangga yang terkejut.
Bahkan Rahayu juga sampai terjingkat setengah mati, be-gitu tiba-tiba orang yang diawasi melesak masuk ke dalam kuburan yang masih baru tadi pagi itu.
Mereka sampai berdiri tegak, keluar dari tempat persembunyiannya.
Seperti tidak sadar, mereka bergerak keluar dari batu yang menjadi tempat berlindung.
Sementara, orang berbaju serba hitam yang diawasi masih belum juga kelihatan keluar dari dalam kuburan.
Wusss...! Tiba-tiba saja dari dalam kuburan yang sudah menganga lebar mengepul segumpal asap berwar-na kemerahan.
Asap itu semakin lama semakin bertambah banyak, bergulung-gulung membum-bung tinggi ke angkasa.
Lalu, sosok tubuh berbaju jubah serba hitam itu terlihat menyembul keluar dari dalam kuburan.
Tubuhnya bergerak melayang seperti sejumput kapas yang tertiup angin.
Sebentar kemudian, dia sudah terlihat di lubang kubu-ran.
Tampak di dalam pondongan orang itu ter-dapat sesosok tubuh yang terbungkus kain putih bernoda tanah berlumpur.
Namun begitu kakinya menjejak tepian tanah kuburan, mendadak tu-buhnya berputar berbalik.
Hal ini membuat Rang-ga dan Rahayu seketika jadi terperanjat setengah mati.
"Keparat...! Mau apa kalian di sini?!"
Bentak orang itu lantang dan kasar nada suaranya.
Sesaat Rangga dan Rahayu tidak bisa men-jawab.
Mereka masih diliputi keterkejutan dan ke-heranan yang amat sangat oleh perbuatan orang aneh yang tidak dikenal ini.
Namun, tampaknya Rangga cepat bisa meng-hilangkan keterpanaan-nya.
Cepat kakinya melangkah ke depan beberapa tindak, meninggalkan Rahayu di belakang sekitar lima langkah.
Namun, gadis itu cepat mendekati Pendekar Rajawali Sakti lagi, dan berdiri di sebelah kanannya.
Sementara orang berbaju serba hi-tam itu perlahan-lahan meletakkan mayat yang diambil dari dalam kuburan itu.
"Kau yang bernama si Penggali Kubur?"
Tanya Rangga membuka suara lebih dahulu.
"Phuih!"
Tapi orang berjubah hitam itu menjawab hanya dengan semburan ludahnya saja.
Perlahan kakinya bergeser ke kanan, meninggalkan sosok tubuh terbungkus kain putih yang tergeletak di tanah.
Gerakan kakinya terhenti setelah berjarak sekitar enam langkah lagi dari mayat yang diambil dari dalam kuburnya.
"Kalian harus membayar mahal, karena telah berani mengganggu pekerjaanku!"
Desis orang berbaju serba hitam yang tak lain si Iblis Penggali Kubur.
"Terutama kau, Pendekar Rajawali Sakti!"
Tiba-tiba saja, Iblis Penggali Kubur itu menge-butkan tangan kanannya cepat sekali ke arah Rangga dan Rahayu. Saat itu juga, terlihat secercah cahaya merah meluruk deras bagai kilat, ke-luar dari telapak tangan kanan yang terbuka lebar itu.
"Awas...!"
Seru Rangga.
"Hup!"
"Heh...?!"
Rangga cepat melompat ke samping, seraya mendorong tubuh Rahayu cepat sekali.
Akibatnya gadis itu tersentak kaget, tapi tidak bisa berbuat apa-apa.
Dan saat itu juga, cahaya merah yang meluncur secepat kilat dari telapak tangan si Iblis Penggali Kubur, meluruk deras melewati tubuh kedua anak muda itu.
Glarrr...! Ledakan begitu dahsyat seketika terdengar ke-ras menggelegar, ketika cahaya merah itu meng-hantam batang pohon beringin yang sangat besar.
Seketika, pohon itu hancur berkeping-keping, me-nimbulkan percikan bunga api yang menyebar ke segala arah, disertai kepulan debu dan asap yang membumbung tinggi ke angkasa.
"Gila...!"
Desis Rangga kagum.
Sementara, Rahayu yang tadi didorong Rangga hingga jatuh bergulingan di tanah, sudah bisa bangkit berdiri lagi.
Gadis itu juga jadi terpana melihat pohon beringin yang begitu besar bisa hancur berkeping-keping terkena cahaya merah yang membersit dari telapak tangan kanan Iblis Penggali Kubur itu.
Cepat-cepat gadis itu melom-pat mendekati Rangga.
Srettt! Rahayu langsung mencabut pedangnya yang tersampir di punggung.
Sementara, Rangga tetap berdiri tegak menatap tajam si Iblis Penggali Kubur.
Hanya sekali saja matanya melirik sedikit pa-da sosok mayat terbungkus kain putih, yang tergeletak di tanah, tidak jauh dari lubang kuburannya.
"Bagus! Rupanya kalian punya kepandaian ju-ga,"
Terasa begitu dingin nada suara Iblis Penggali Kubur.
"Kau menyingkir dulu, Rahayu,"
Pinta Rangga setengah berbisik.
"Hati-hati, dia sangat tangguh,"
Rahayu memperingatkan.
Gadis itu langsung melangkah ke belakang menjauhi Pendekar Rajawali Sakti.
Sementara, Rangga sendiri melangkah ke depan mendekati si Iblis Penggali Kubur.
Sorot matanya masih terlihat sangat tajam, menusuk langsung bagai hendak menembus selubung kain hitam yang menutupi seluruh kepala dan wajah orang itu.
"Hiyaaa...!" *** Sambil berteriak keras menggelegar, bagaikan kilat si Iblis Penggali Kubur melompat cepat me-nerjang Pendekar Rajawali Sakti. Dua kali pukulan dahsyat dilepaskan secara beruntun dengan kecepatan luar biasa. Namun, Rangga yang memang sudah siap sejak tadi, cepat meliukkan tubuh menghindarinya.
"Yeaaah...!"
Namun belum juga Pendekar Rajawali Sakti bi-sa bersiap kembali, si Iblis Penggali Kubur sudah menyerang lagi dengan kecepatan yang begitu tinggi.
Terpaksa Rangga harus melenting dan ber-putaran di udara, menghindari serangan beruntun dari orang aneh berjubah hitam ini.
"Utfs...!"
Rangga sedikit melenguh begitu merasakan angin pukulan si Iblis Penggali Kubur yang mene-barkan hawa panas menyengat.
Sehingga mem-buat pernafasannya jadi terganggu.
Tapi dengan cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti memindah-kan jalan pernafasannya melalui perut.
Sehingga, gerakannya tidak terganggu.
Begitu indah dan manis sekali gerakan tubuh Pendekar Rajawali Sakti, sehingga serangan-serangan cepat yang sangat berbahaya si Iblis Penggali Kubur tidak ada yang mengenai sasaran.
"Hiyaaat...!"
Menyadari kalau pemuda berbaju rompi putih itu memiliki kepandaian yang sangat tinggi, Iblis Penggali Kubur cepat meningkatkan serangan-serangan.
Pukulannya dilepaskan beruntun, diser-tai pengerahan tenaga dalam tinggi sekali.
Udara di sekitar pertarungan itu pun semakin bertambah panas, menyesakkan dada.
Tapi, rupanya Rangga memang sulit didekati.
Gerakan-gerakan tubuh-nya begitu lentur diimbangi gerakan kaki yang sangat cepat dan lincah.
Sehingga si Iblis Penggali Kubur semakin bertambah geram, karena tidak satu pun serangan-serangannya yang berhasil mencapai sasaran.
"Hup!"
Tiba-tiba saja Iblis Penggali Kubur melompat ke belakang, menghentikan pertarungan.
Semen-tara, Rangga kembali berdiri tegak di tempatnya.
Kedua tangannya terlipat di depan dada.
Begitu tenang sikap Pendekar Rajawali sakti.
Dan kete-nangannya itu membuat si Iblis Penggali Kubur semakin bertambah geram.
Jelas, dia merasa di-remehkan pemuda tampan berbaju rompi putih ini.
"Phuih!"
Beberapa kali si Iblis Penggali Kubur menyum-pah, sambil menyemburkan ludah dengan geram.
Perlahan kakinya bergerak menggeser ke samping mendekati sosok mayat yang masih tergeletak di tanah.
Dia kemudian berdiri tepat di samping mayat yang terbungkus kain putih bernoda tanah berlumpur.
Sementara, Rangga masih tetap berdiri tegak di tempatnya, bersiap menerima serangan kembali.
"Aku tidak punya banyak waktu melayanimu, Anak Muda,"
Kata Iblis Penggali Kubur dingin. Dan tiba-tiba saja, tangan kirinya mengebut cepat, lalu menghentakkan ke bawah. Seketika itu juga.... Brusss! "Heh...?!"
Rangga jadi tersentak kaget setengah mati, be-gitu tiba-tiba mengepul asap tebal di depan orang aneh berjubah hitam yang dikenal berjuluk Iblis Penggali Kubur.
Hanya sebentar saja asap itu mengepul.
Dan begitu menghilang tersapu angin, si Iblis Penggali Kubur sudah lenyap tak terlihat lagi, bersama mayat yang diambil dari dalam kuburannya.
"Keparat...!"
Geram Rangga merasa ter-tipu.
"Setan!"
Rahayu juga ikut mengumpat geram.
Gadis itu bergegas menghampiri Rangga yang kini sudah berada di tempat si Iblis Penggali Kubur menghilang, setelah mengeluarkan asap tebal yang menutupi dirinya tadi.
Sedikit pun tidak ada bekas, atau tanda-tanda ke mana perginya Iblis Penggali Kubur itu.
Dan ini tentu saja, hal ini membuat Rangga jadi kebingungan juga.
Panda-ngannya segera beredar berkeliling, tapi hanya ke-gelapan saja yang terlihat di sekitarnya.
"Ke mana dia pergi...?"
Gumam Rahayu seperti bertanya pada dirinya sendiri.
Sedangkan Rangga tidak menjawab sedikit pun juga.
Dia sendiri tidak tahu, ke arah mana per-ginya si Iblis Penggali Kubur tadi.
Suatu cara menghindar yang belum pernah dilihatnya, selama Pendekar Rajawali Sakti mengembara menjelajahi rimba persilatan.
Dia tidak tahu, ilmu apa yang digunakan si Iblis Penggali Kubur.
Sedangkan saat bertarung tadi, jurus-jurus-nya pun terasa sangat aneh.
Rangga mengakui kalau tadi sedikit kewala-han juga menghadapinya.
"Ha ha ha...!"
"Heh...?!"
Rahayu jadi tersentak kaget, begitu tiba-tiba terdengar suara tawa keras menggelagar dan menggema, seakan-akan datang dari segala penju-ru mata angin. Sedangkan Rangga hanya meng-gumam saja perlahan.
"Tunggu saatnya nanti, Pendekar Rajawali Sakti. Kau akan menyesal! Ha ha ha...!"
"Hmmm...."
Kembali Rangga hanya menggumam saja men-dengar ancaman itu.
Dikenalinya kalau betul itu suara si Iblis Penggali Kubur.
Tapi, memang sulit untuk menentukan arah datangnya suara, karena terdengar menggema seperti datang dari segala penjuru mata angin.
Sementara, Rahayu langsung memandang pemuda tampan di sampingnya.
Dan kini suara itu pun tidak terdengar lagi.
Keadaan pun kembali sunyi, hanya angin saja yang terdengar menderu cukup kencang di sekitar tanah pe-kuburan ini.
"Kau Pendekar Rajawali Sakti...?"
Desis Rahayu terus memandangi pemuda tampan berbaju rompi putih ini.
Rangga hanya diam saja.
Matanya hanya meli-rik sedikit pada gadis yang berdiri di sebelahnya.
Kemudian, kakinya terayun melangkah.
Baginya, sudah tidak aneh lagi kalau ada orang yang terkejut setelah mengetahui kalau dirinya adalah Pen-dekar Rajawali Sakti yang namanya sudah kon-dang di seluruh rimba persilatan.
Rahayu bergegas menyusul, dan mensejajarkan ayunan kakinya di sebelah kiri Pendekar Rajawali Sakti.
"Kenapa tidak bilang sejak tadi kalau kau Pendekar Rajawali Sakti...?"
Rahayu terus mengejar meminta penjelasan.
Nada suara gadis itu seakan-akan menyesal, karena tidak bisa mengenali siapa pemuda tampan yang sangat digdaya ini.
Sungguh Rahayu tidak tahu kalau pemuda ini adalah Pendekar Rajawali sakti yang nama maupun sepak terjangnya sudah seringkali terdengar dalam rimba persilatan.
"Maaf, tadi aku telah berlaku buruk padamu,"
Ucap Rahayu.
"Lupakan saja,"
Ujar Rangga terus melangkah.
Rahayu tidak bicara lagi, dan terus berjalan mengikuti ayunan langkah kaki Pendekar Rajawali Sakti di sampingnya.
Mereka terus berjalan me-ninggalkan kuburan di pinggiran Desa Kranggan ini.
Sementara, malam terus merayap semakin la-rut.
Rangga menghampiri kudanya yang ditinggal-kan agak jauh dari kuburan.
Kuda hitam Dewa Bayu tidak dinaiki, tapi hanya dituntunnya sambil terus berjalan.
Sedangkan Rahayu terus mengikuti sambil sesekali melirik wajah tampan yang tidak berpaling sedikit pun.
Pendekar Rajawali Sakti terus memandang lurus ke depan, tanpa menghen-tikan ayunan kakinya.
*** "Siapa dia?"
Bisik Pandan Wangi sambil melirik tajam pada Rahayu.
"Namanya Rahayu. Dia punya dendam pada si Iblis Penggali Kubur. Aku semalam bertemu den-gannya di kuburan,"
Jelas Rangga singkat.
Pandan Wangi terus melirik tajam pada Ra-hayu.
Sedangkan yang diperhatikan seperti tidak pe-duli, dan terus saja menyantap makanannya yang terhidang hampir penuh di meja.
Sepertinya, gadis itu lapar sekali.
Dan memang, baru pagi ini dia bi-sa menikmati makanan yang enak, setelah ber-hari-hari berkelana hanya untuk mencari si Iblis Penggali Kubur yang telah menculik mayat adiknya dari dalam kubur.
Kedatangan Rahayu yang bersama Rangga, tentu saja membuat Pandan Wangi jadi cemburu.
Dan kecemburuan itu bisa dirasakan Rangga.
Namun, Pendekar Rajawali Sakti hanya diam saja.
Dia tahu, Pandan Wangi pasti cemburu kalau be-lum dijelaskan siapa Rahayu sebenarnya.
Ma-kanya Rangga langsung menjelaskan panjang le-bar.
Sementara, Pandan Wangi mendengarkan sambil terus memperhatikan gadis cantik yang mengenakan baju merah menyala itu.
"Ke mana Kadik? Sejak tadi aku tidak melihatnya,"
Tanya Rangga mengalihkan pembicaraan.
"Dia selalu pergi tanpa pamit dulu. Entah, ke mana perginya,"
Sahut Pandan Wangi bernada kesal.
"Seharusnya kau selalu menjaganya, Pandan,"
Kata Rangga.
"Dia bukan anak kecil lagi!"
Rungut Pandan Wangi.
"Keselamatannya terancam. Sedangkan dia ti-dak memiliki kepandaian sedikit pun juga. Anak itu bisa nekat demi menyelamatkan ibunya dari cengkeraman si Iblis Penggali Kubur, Pandan,"
Ka-ta Rangga lagi, seperti menyesali sikap Pandan Wangi yang tidak peduli terhadap keselamatan ji-wa Kadik.
"Lalu, aku harus bagaimana...?"
Tanya Pandan Wangi seperti mengeluh.
"Kau cari dia! Iblis Penggali Kubur bukan hanya berbuat di sini saja, tapi sudah beberapa desa didatangi. Dia benar-benar ingin membuat pasukan yang tercipta dari mayat-mayat,"
Kata Rangga yang tanpa disadari mencemaskan Kadik.
Pandan Wangi terdiam, tidak berkata sedikit pun juga.
Sambil menghembuskan napas panjang, gadis berjuluk si Kipas Maut itu bangkit berdiri dari kursi kayu yang didudukinya, kemudian melangkah keluar.
Sedikit matanya masih sempat melirik Rahayu sebelum menghilang di balik pintu depan rumah Kadik yang cukup besar ini.
Tak berapa lama kemudian, terdengar suara kaki kuda dipacu cepat meninggalkan halaman rumah ini.
Sedangkan Rangga masih tetap duduk di kur-sinya, memandangi kepergian Pandan Wangi, sampai tidak terlihat lagi.
Rangga baru beranjak bangkit setelah Pandan Wangi benar-benar tidak terlihat lagi.
Lalu, ka-kinya melangkah menghampiri Rahayu yang tam-paknya sudah selesai makan.
Gadis itu hanya mengangkat kepalanya sedikit, menatap Pendekar Rajawali Sakti.
Seulas senyuman tipis terukir di bibirnya yang merah.
Rangga membalasnya dengan senyuman yang manis pula, kemudian duduk di seberang meja berbentuk lingkaran dan bera-laskan baru pualam putih ini.
"Mau ke mana temanmu?"
Tanya Rahayu.
"Ada urusan,"
Sahut Rangga seenaknya.
"Sudah makannya?"
Rahayu mengangguk.
"Ayo kita pergi,"
Ajak Rangga seraya bangkit berdiri.
"Ke mana?"
Tanya Rahayu juga ikut berdiri.
"Kita harus temukan tempat persembunyian si Penggali Kubur itu. Aku tidak ingin ada jatuh korban lagi,"
Sahut Rangga.
"Dia tidak akan bisa berbuat banyak sebe-lum...,"
Rahayu tidak meneruskan.
"Sebelum apa, Rara?"
Desak Rangga ingin ta-hu.
"Mayat-mayat itu tidak akan hidup sempurna sebelum dimandikan air rendaman Batu Mustika Biru yang tersimpan dalam cupu emas berukir se-pasang naga kembar,"
Sambung Rahayu.
"Maksudmu, Cupu Batu Mustika Biru...?"
Rangga tampak terperanjat.
"Benar,"
Sahut Rahayu.
"Kau sudah mendengarnya?"
Rangga terdiam, dan langsung ingat surat an-caman yang ditujukan Kadik.
Surat ancaman itu meminta agar Kadik menyerahkan Cupu Batu Mustika Biru, jika ibunya ingin kembali dengan selamat.
Kini, Pendekar Rajawali Sakti baru tahu kalau benda itu justru sangat dibutuhkan si Iblis Penggali Kubur untuk menyempurnakan peker-jaannya dalam menghidupkan kembali mayat-mayat yang dicuri dari dalam kubur.
"Lalu, selama ini dia terus mengumpulkan mayat-mayat?"
Ujar Rangga lagi bernada bertanya.
"Benar. Dan semuanya belum bisa sempurna tanpa Cupu Batu Mustika Biru,"
Sahut Rahayu.
"Kau tahu, di mana benda itu berada?"
Tanya Rangga.
"Guruku pernah bercerita kalau benda itu di simpan seorang panglima perang. Tapi, panglima itu sudah tidak ada lagi. Dan sampai sekarang, benda itu tidak ketahuan lagi di mana adanya,"
Jelas Rahayu.
Rangga mengangguk-anggukkan kepala per-lahan beberapa kali.
Dia tahu, panglima yang di-maksudkan adalah ayahnya Kadik.
Tapi, tidak mungkin hal ini diberitahukan pada Rahayu.
Yang jelas Cupu Batu Mustika Biru yang diinginkan si Iblis Penggali Kubur tidak ada lagi.
Dan ini merupakan satu kesempatan besar baginya untuk menghentikan sepak terjang si Iblis Penggali Ku-bur, sebelum bisa menyempurnakan kehidupan mayat-mayat yang dicuri dari dalam kubur.
"Kau tahu, siapa panglima itu?"
Tanya Rangga memancing.
"Sayang sekali, guruku belum sempat me-ngatakannya lebih jauh lagi. Beliau tewas di tangan Iblis Penggali Kubur, ketika hendak menyela-matkan mayat adikku dari tangannya,"
Sahut Rahayu perlahan suaranya.
Kembali Rangga mengangguk-anggukkan ke-pala.
Kemudian, Pendekar Rajawali Sakti menga-jak gadis itu keluar.
Rahayu tidak menolak.
Dan sebentar kemudian, mereka sudah meninggalkan rumah ini dengan menunggang kuda.
Saat itu, matahari sudah jauh tinggi, tepat di atas kepala.
Dua ekor kuda yang ditunggangi Rangga dan Ra-hayu terus berpacu cepat, menuju sebelah Barat Desa Kranggan.
*** Sementara itu, Pandan Wangi sudah sampai di pinggiran hutan sebelah Timur Desa Kranggan.
Gadis cantik berbaju biru muda yang dikenal ber-juluk si Kipas Maut itu memperlambat lari ku-danya.
Dan begitu sampai di dalam hutan, lari kudanya dihentikan.
"Hup!"
Dengan gerakan yang begitu indah dan ringan, Pandan Wangi melompat turun dari punggung ku-da putihnya.
Sebentar pandangannya beredar ber-keliling, merayapi sekitarnya.
Kemudian kakinya melangkah beberapa tindak meninggalkan ku-danya yang langsung merumput di antara pepo-honan yang cukup rapat ini.
Pandan Wangi terus mengayunkan kakinya perlahan-lahan semakin jauh meninggalkan kudanya.
Dia terus berjalan perlahan-lahan, memasuki hutan yang cukup le-bat ini.
"Hm. Apa mungkin Kadik datang lagi ke sini?"
Gumam Pandan Wangi bertanya pada diri sendiri.
Pandan Wangi menghentikan ayunan lang-kahnya.
Kembali pandangannya beredar ber-keliling.
Begitu sunyi sekali hutan ini.
Bahkan sedikit pun tak terdengar suara binatang.
Seakan-akan, seluruh binatang di hutan ini sudah pindah entah ke mana.
Hanya desir angin saja yang terdengar mengusik telinga.
Tanpa disadari, gadis itu sudah begitu jauh masuk ke dalam hutan.
"Hutan ini cocok sekali untuk tempat persembunyian. Hmmm...,"
Gumam Pandan Wangi lagi. Kaki gadis itu kembali terayun melangkah. Dan pandangannya terus beredar tajam, menga-mati keadaan sekitarnya. Tapi baru saja berjalan beberapa langkah, mendadak.... Wusss! "Heh?! Utfs...!"
Cepat-cepat Pandan Wangi mengegoskan tu-buhnya, begitu tiba-tiba mendengar desir angin halus dari arah sebelah kanan. Saat itu juga, terlihat sebatang anak panah meluncur deras mele-wati depan dadanya.
"Hup!"
Bergegas Pandan Wangi melompat ke bela-kang sambil berputaran beberapa kali di udara. Begitu indah dan ringan gerakannya, karena ilmu meringankan tubuh yang dimiliki memang sudah mencapai tingkat sangat tinggi.
"Hap!"
Tanpa menimbulkan suara sedikit pun, gadis cantik berbaju biru muda yang dikenal berjuluk si Kipas Maut itu menjejakkan kakinya di tanah yang tertutup dedaunan kering.
Langsung mata dan telinganya dipasang tajam.
Dan pandangan-nya pun segera tertuju ke arah anak panah yang menancap begitu dalam di batang pohon.
Jelas sekali kalau panah itu dilepaskan lewat pengera-han tenaga dalam yang sudah mencapai tingkat tinggi.
"Hmmm...,"
Pandan Wangi menggumam perlahan. Srak! "Hup!"
Pandan Wangi langsung melompat ke bela-kang beberapa langkah, begitu tiba-tiba bermun-culan orang-orang dari balik semak dan pepoho-nan yang begitu rapat di dalam hutan ini.
Seben-tar saja, didepan si Kipas Maut sudah berdiri tidak kurang dari sepuluh orang gadis cantik yang semuanya mengenakan baju warna putih yang kotor bernoda tanah berlumpur.
"Oh...?!"
Pandan Wangi jadi terkesiap begitu me-ngamati wajah gadis-gadis itu tampak pucat pasi bagai tidak teralirkan darah. Bahkan sikap mereka juga amat kaku. Pandan Wangi langsung menutup hidungnya begitu tercium bau bangkai yang san-gat menyengat.
"Ugkh...!"
Cepat-cepat si Kipas Maut melangkah ke bela-kang beberapa tindak.
Perutnya mendadak saja jadi mual, saat mencium bau busuk yang begitu menyengat hidung.
Disadarinya kalau sepuluh ga-dis di depannya ini adalah mayat-mayat hidup yang dibangkitkan dari dalam kubur.
Dan mereka mulai bergerak kaku, mendekati si Kipas Maut.
Sementara, gadis-gadis mayat hidup itu terus bergerak mendekati dengan sikap kaku sekali.
So-rot matanya begitu kosong, dan wajahnya yang pucat juga terlihat kaku.
Benar-benar tidak ada kehidupan di dalam diri mereka, walaupun bisa bergerak.
"Mau apa kalian?!"
Bentak Pandan Wangi sambil menahan rasa mual diperutnya.
Tapi tak ada satu pun dari mayat-mayat hidup itu yang menjawab.
Mereka terus saja melangkah dengan gerakan kaku mendekati si Kipas Maut.
Sedangkan Pandan Wangi sudah bersiap mengha-dapi segala kemungkinan yang bisa saja terjadi.
Tangan kanannya sudah meraba senjata kipas mautnya yang terselip di balik ikat pinggang berwarna kuning keemasan.
"Yeaaah...!"
Tiba-tiba saja salah satu dari gadis mayat hi-dup itu berteriak keras sekali.
Dan saat itu juga, mereka semua berlompatan cepat menyerang Pandan Wangi.
Begitu cepatnya, hingga membuat si Kipas Maut jadi terperangah sesaat.
Sungguh ti-dak disangka kalau mayat-mayat hidup ini bisa bergerak begitu cepat Padahal, tadi ayunan lang-kahnya sangat kaku.
"Hup! Yeaaah...!"
Cepat-cepat Pandan Wangi melenting ke udara, menghindari terjangan sepuluh gadis mayat hidup yang bergerak serempak dan cepat.
Beberapa kali Pandan Wangi berputaran di udara, lalu manis se-kali kembali menjejakkan kakinya di tanah.
Na-mun belum juga berdiri tegak, mendadak satu mayat hidup sudah berputar cepat sambil mengi-baskan tangannya.
Bet! "Hait..!" *** Dengan gerakan begitu manis, Pandan Wangi bisa menghindari serangan gadis mayat hidup ini.
Cepat kakinya bergeser ke kanan, dan langsung senjata kipas maut andalannya dicabut.
Kipas berwarna keperakan itu sudah terkembang di de-pan dada.
Sementara, gadis-gadis mayat hidup sudah kembali bergerak merangsek si Kipas Maut.
"Majulah, kalau kalian ingin kembali tidur di dalam kubur!"
Dengus Pandan Wangi dingin. Sepuluh orang gadis yang seharusnya sudah menghuni lubang kubur itu berlompatan cepat menyerang si Kipas Maut. Begitu cepat sekali gerakan mereka, sehingga membuat Pandan Wangi terpaksa harus berjumpalitan menghindari.
"Hiya! Hiya! Hiyaaah...!"
Beberapa kali Pandan Wangi membalas me-nyerang dengan kebutan kipasnya yang me-ngandung pengerahan tenaga dalam tingkat tinggi.
Setiap kebutan kipasnya menimbulkan deru angin dahsyat.
Namun, gadis-gadis mayat hidup itu bisa menghindar dengan gerakan begitu manis dan lentur sekali.
"Hiyaaat..!"
Pandan Wangi terus berlompatan sambil men-gebutkan kipasnya dengan kecepatan luar biasa sekali.
Beberapa pukulan dan tendangan bertena-ga dalam tinggi pun cepat dilepaskan, menyertai serangan kebutan kipas mautnya.
Pandan Wangi memang sengaja melakukan serangan lebih dulu, sebelum mayat-mayat hidup ini membuatnya re-pot.
Tapi beberapa jurus berlalu, dia belum juga berhasil memasukkan satu serangan pun pada mayat-mayat hidup ini.
"Edan...! Phuih!"
Dengus Pandan Wangi sambil menyemburkan ludahnya.
Sebentar saja Pandan Wangi sudah mengha-biskan lima jurus dahsyat, tapi belum juga mam-pu menundukkan mayat-mayat hidup ini.
Bahkan tak satu pun dari serangan-serangannya yang bisa tepat mencapai sasaran.
Dan ini membuat Pandan Wangi jadi berpikir juga untuk terus bertarung seperti ini.
Bisa-bisa, tenaganya terkuras habis.
Jelas, gadis itu tidak sudi mati konyol di dalam hutan ini.
Terlebih lagi, jika harus mati di tangan mayat-mayat ini.
"Hup! Hiyaaa...!"
Sambil berteriak nyaring melengking, Pandan Wangi melenting tinggi-tinggi ke udara.
Lalu cepat sekali kipas mautnya dipindahkan ke tangan kiri.
Dan sambil meluruk turun, tangan kanannya mencabut Pedang Naga Geni yang tersampir di punggung.
Cahaya merah bagai api langsung membersit begitu Pedang Naga Geni tercabut.
"Hiyaaat...!"
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Pandan Wangi langsung membabatkan pedangnya ke sa-lah satu mayat gadis yang berada di dekatnya.
Begitu cepat sekali kebutan Pedang Naga Geni, se-hingga mayat hidup itu tidak sempat lagi meng-hindar.
Dan....
Cras! "Aaakh...!"
Satu jeritan panjang melengking tinggi seketika terdengar menyayat, memecah kesunyian di dalam hutan ini.
Tampak gadis mayat hidup itu ter-huyung-huyung begitu lehernya terbabat Pedang Naga Geni di tangan kanan Pandan Wangi.
Tapi, tak ada setetes darah pun keluar dari lehernya yang terbabat hampir buntung.
"Hiyaaa...!"
Pandan Wangi tidak sudi lagi membuang-buang kesempatan.
Begitu satu mayat hidup am-bruk tergeletak di tanah, dia langsung berlompa-tan sambil mengebutkan Pedang Naga Geni yang begitu dahsyat.
Pandan Wangi memang jarang se-kali menggunakan pedangnya kalau tidak terpak-sa.
Dan kini keadaan memang memaksanya harus menggunakan Pedang Naga Geni.
Bet! Wuk! Cras! Bret! Dua kali kebutan Pedang Naga Geni, mem-buat dua gadis mayat hidup terbanting keras ke tanah dengan dada dan leher terbelah lebar.
Begi-tu cepatnya gerakan jurus yang dilakukan, se-hingga membuat mayat-mayat hidup ini tidak da-pat lagi mengikutinya.
Sementara pedang yang memancarkan sinar merah bagai api itu terus ber-kelebatan begitu cepat tanpa dapat dibendung la-gi.
Crab! "Aaah...! Jeritan-jeritan panjang melengking tinggi terus terdengar semakin sering dan menyayat, diikuti tubuh-tubuh bergelimpangan terbabat Pedang Na-ga Geni.
Tapi setetes pun tak ada darah yang terlihat keluar dari tubuh gadis-gadis mayat hidup ini.
"Hiya! Hiyaaa...!"
Pandan Wangi benar-benar mengamuk, ber-lompatan ke segala arah sambil mengebutkan Ki-pas Mautnya di tangan kiri dan Pedang Naga Geni di tangan kanan.
Hingga dalam beberapa jurus sa-ja, sepuluh gadis mayat hidup itu sudah bergelimpangan tak mampu bangkit lagi.
Pandan Wangi melompat menjauh, hingga jaraknya jadi sekitar tiga batang tombak dari mayat-mayat gadis itu.
"Phuih...!"
Dengan punggung tangannya, Pandan Wangi menyeka keringat yang membanjiri wajah dan leh-er.
Dadanya yang membusung indah bergerak ce-pat turun naik.
Nafasnya pun terdengar keras memburu.
Perlahan, dimasukkannya kembali Pe-dang Naga Geni ke dalam warangka di punggung.
Kemudian, diselipkannya lagi Kipas Mautnya di balik ikat pinggang.
"Mereka pasti mayat-mayat yang diculik si Iblis Penggali Kubur. Hmmm.... Berarti tempat persembunyian iblis itu tidak jauh di sekitar sini,"
Gumam Pandan Wangi berbicara sendiri. Sebentar gadis itu mengamati keadaan se-kitarnya, kemudian melangkah hendak me-ninggalkan tempat ini. Tapi baru saja berjalan beberapa langkah, mendadak saja....
"Ha ha ha...!"
"Oh...?!"
Pandan Wangi jadi tersentak kaget setengah mati, begitu tiba-tiba terdengar suara tawa yang sangat keras menggelegar menyakitkan telinga.
Langsung ayunan kakinya dihentikan.
Dan belum juga bisa menghilangkan keterkejutannya, tahu-tahu di depannya mengepul segumpal asap keme-rahan dari dalam tanah.
Dan begitu asap itu menghilang, di depan si Kipas Maut ini sudah berdiri seseorang berjubah hitam panjang.
Kain ber-bentuk kerucut tampak menutupi seluruh kepala, hingga sukar melihat jelas wajahnya.
"Iblis Penggali Kubur...,"
Desis Pandan Wangi langsung mengenali.
Pandan Wangi cepat bisa tahu kalau orang itu adalah si Iblis Penggali Kubur, setelah mendengar cerita Kadik.
Begitu jelas Kadik menyebutkan ciri-cirinya, sehingga Pandan Wangi mudah sekali langsung bisa menebak tepat.
"He he he...!"
"Hmmm..." *** "Kau benar-benar bernyali besar, se-hingga berani datang sendiri ke sini, Cah Ayu,"
Terdengar besar dan berat sekali nada suara si Iblis Penggali Kubur ini.
Dari suaranya saja, sudah jelas kalau Iblis Penggali Kubur adalah laki-laki.
Tapi sulit untuk bisa menduga, apakah masih muda atau sudah tua.
Karena, wajahnya sukar dilihat.
Sedangkan Pandan Wangi hanya menggumam saja perlahan.
Sementara, tangan kanannya sudah meraba Kipas Maut yang selalu terselip di balik ikat pinggang.
Orang itu menggerakkan kepalanya, meman-dangi mayat-mayat gadis yang bergelimpangan di sekitarnya.
Kemudian, dia kembali menatap Pan-dan Wangi dari balik kerudung kain hitam yang menutupi seluruh wajah dan kepala.
Kalau saja bisa terlihat, tentu sorot matanya sangat tajam.
Tapi, Pandan Wangi kelihatan tidak peduli.
Bah-kan malah menatap dengan sinar mata yang begi-tu tajam, seakan-akan hendak menembus keru-dung hitam yang menutupi seluruh kepala laki-laki berjubah hitam ini.
"Kau yang membunuh mereka?"
Tanya Iblis Penggali Kubur dingin.
"Kalau iya, kenapa...?"
Sahut Pandan Wangi sinis.
"Itu berarti kau harus menggantikan mereka,"
Tegas Iblis Penggali Kubur.
"Jadi budak mayatmu...? Coba saja kalau me-mang mampu,"
Tantang Pandan Wangi langsung.
"Kau benar-benar anak pemberani, Bocah. Siapa namamu?"
"Pandan Wangi."
"Nama yang bagus. Tapi, aku tidak peduli dengan namamu. Kau harus menggantikan ke-dudukan mereka menjaga hutan ini."
"Hm...,"
Pandan Wangi hanya menggumam kecil.
"Bersiaplah kau, Cah Ayu. Hiyaaa...!"
Cepat sekali Iblis Penggali Kubur melompat sambil melepaskan satu pukulan keras yang men-gandung pengerahan tenaga dalam tinggi.
Puku-lannya terarah lurus ke dada si Kipas Maut.
Tapi, Pandan Wangi memang sudah siap sejak tadi.
Dan begitu tangan si Iblis Penggali Kubur dekat dengan dadanya, cepat sekali kipasnya ditarik dan langsung dikebutkan ke depan dada.
"Hih!"
Bet! "Heh...?! Utfs!"
Iblis Penggali Kubur tampak terkejut atas tin-dakan yang dilakukan Pandan Wangi.
Gadis itu justru tidak berusaha menghindar, tapi malah memapak serangannya dengan kipas baja putih keperakan.
Buru-buru Iblis Penggali Kubur mena-rik pulang tangannya yang sudah terulur ke arah dada.
Dua kali tubuhnya diputar ke belakang, lalu manis sekali kakinya kembali menjejak tanah.
"Hap! Hiyaaa...!"
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Iblis Penggali Kubur langsung melompat menyerang begitu kakinya menjejak tanah.
Kali ini, serangan-nya lebih cepat dan dahsyat luar biasa.
Akibatnya Pandan Wangi terpaksa harus melenting ke atas, menghindari terjangan laki-laki berjubah hitam ini.
"Hiyaaat...!"
Tapi tanpa diduga sama sekali, Iblis Penggali Kubur bisa melenting selagi tidak menyentuh ta-nah sedikit pun.
Bahkan begitu cepat sekali ta-ngan kanannya mengibas ke punggung si Kipas Maut ini.
Begitu cepat kebutan tangannya, sehing-ga Pandan Wangi tidak sempat lagi menghindar.
Dan....
Beghkh! "Akh...!"
Tak dapat dihindari lagi, Pandan Wangi jatuh tersungkur menghantam tanah dengan keras. Pa-da saat itu juga, si Iblis Penggali Kubur meluruk deras sambil melepaskan dua pukulan keras bertenaga dalam tinggi, secara beruntun dan cepat bagai kilat.
"Hiyaaa...!"
"Hait...!"
Cepat-cepat Pandan Wangi menggulingkan tu-buhnya ke samping, sehingga pukulan Iblis Peng-gali Kubur hanya menghantam tanah kosong.
Se-ketika tanah di sekitar pertarungan bergetar bagai diguncang gempa.
Pandan Wangi cepat-cepat melompat bangkit berdiri.
Tapi belum juga bisa berdiri tegak, si Iblis Penggali Kubur sudah menyerang cepat sekali.
"Hiyaaa...!"
"Uts...!"
Cepat-cepat Pandan Wangi mengegoskan tu-buhnya, menghindari tendangan menggeledek yang dilepaskan si Iblis Penggali Kubur.
Tapi pada saat yang hampir bersamaan, si Iblis Penggali Ku-bur sudah melepaskan satu pukulan keras men-gandung pengerahan tenaga dalam tinggi.
Begitu cepat pukulannya, sehingga Pandan Wangi tidak sempat lagi menghindar.
Dan....
"Yeaaah...!"
Des! "Akh...!"
Untuk kedua kalinya Pandan Wangi terpekik.
Tubuhnya langsung terpental sejauh tiga batang tombak ke belakang, begitu dadanya terhantam pukulan keras menggeledek yang mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi.
Sebatang pohon yang cukup besar, seketika hancur berkeping-keping terlanda tubuhnya.
"Ugkh...!"
Segumpal darah kental agak kehitaman me-loncat keluar dari mulutnya.
Pandan Wangi mera-sakan dadanya seperti remuk.
Malah nafasnya jadi tertahan, bagai disumbat sebongkah batu yang cukup besar di tenggorokannya.
Pandangannya pun jadi berkunang-kunang.
Sebentar kepalanya digeleng-gelengkan, dan mencoba bangkit berdiri.
Namun baru saja bisa berdiri, tiba-tiba saja....
"Hiyaaat...!"
"Ohk...?!"
Des! "Akh...!"
Pandan Wangi hanya bisa melenguh sedikit, begitu tahu-tahu satu tendangan keras menggele-dek telah mendarat telak di dadanya.
Akibatnya, si Kipas Maut itu kembali terpental deras ke belakang.
Namun belum juga tubuhnya terbanting ke tanah, tiba-tiba sebuah bayangan putih berkelebat begitu cepat menyambar tubuh si Kipas Maut.
"Hei...?!"
Iblis Penggali Kubur jadi tersentak kaget. Tapi belum juga rasa keterkejutannya hilang, di depannya sudah berdiri seorang pemuda tampan berba-ju rompi putih tengah memondong tubuh Pandan Wangi.
"Pendekar Rajawali Sakti...,"
Desis Iblis Penggali Kubur langsung mengenali pemuda tampan ber-baju rompi putih itu.
Dan pemuda itu memang Rangga yang lebih dikenal sebagai Pendekar Rajawali Sakti.
Saat itu, muncul Rahayu dari balik sebatang pohon.
Gadis cantik berbaju merah itu langsung menghampiri Rangga yang memondong Pandan Wangi.
Tampak kalau si Kipas Maut tengah tidak sadarkan diri setelah menerima tendangan keras menggeledek di dadanya tadi.
Untung saja, Rangga cepat menang-kapnya sebelum tubuhnya hancur terbanting ke tanah.
"Bawa ke tempat yang aman,"
Pinta Rangga sambil menyerahkan Pandan Wangi pada Rahayu.
Tanpa membantah sedikit pun, Rahayu me-nerima Pandan Wangi dari pondongan Pendekar Rajawali Sakti.
Lalu, Pandan Wangi dibawanya pergi ke tempat yang lebih aman dan jauh dari jangkauan si Iblis Penggali Kubur.
Sekilas Rangga melirik Rahayu yang sudah membawa Pandan Wangi ke tempat yang lebih aman.
Kemudian, ka-kinya melangkah beberapa tindak mendekati Iblis Penggali Kubur.
Sorot matanya terlihat begitu tajam seakan-akan hendak menembus kerudung hi-tam yang menutupi seluruh wajah dan kepala la-ki-laki berjubah hitam itu.
"Aku lawanmu, Iblis Penggali Kubur,"
Dingin sekali nada suara Rangga.
"Orang lain bisa terkencing-kencing men-dengar namamu, Pendekar Rajawali Sakti. Tapi jangan harap kau mampu menandingi ku!"
Dengus Iblis Penggali Kubur tidak kalah dingin.
"Apa pun alasanmu, Dewa-dewa di Swarga-loka mengutuk perbuatanmu,"
Kata Rangga masih tetap dingin nada suaranya.
"Ha ha ha...! Jangan coba-coba menggurui ku Bocah! Dewa pun tidak akan berani menghentikan aku!"
Sambut Iblis Penggali Kubur pongah.
"Congkak sekali kau!"
Dengus Rangga jadi geram 'Tidak perlu banyak omong, Bocah! Ayo, keluarkan semua kepandaianmu!"
Tantang Iblis Penggali Kubur lantang.
"Hm...."
"Hiyaaat...!"
Bagaikan kilat, si Iblis Penggali Kubur melom-pat menyerang.
Beberapa pukulan bertenaga da-lam tinggi dilepaskan beruntun dan cepat sekali.
Sesaat Rangga terhenyak melihat kecepatan se-rangan si Iblis Penggali Kubur.
Tapi dengan gerakan indah dan manis sekali, setiap pukulan yang datang mengancam tubuhnya bisa dihindarinya.
Dan rupanya, si Iblis Penggali Kubur tidak su-di memberi kesempatan pada Pendekar Rajawali Sakti untuk membalas menyerang.
Rangga dicecar dengan pukulan-pukulan dahsyat, cepat, dan be-runtun.
Itu dilakukan si Iblis Penggali Kubur sambil berlompatan mengitari tubuh Pendekar Raja-wali Sakti.
"Hiya! Hiya! Hiyaaa...!"
"Haiiit...!"
Teriakan-teriakan keras menggelegar ter-dengar bagai hendak menghancurkan hutan ini.
Suara-suara ledakan pun terdengar saling susul, dari pukulan-pukulan bertenaga dalam tinggi yang tidak mengenai sasaran.
Sebentar saja, sudah banyak pepohonan yang tumbang terkena hantaman pukulan yang dilepaskan si Iblis Penggali Kubur.
Sedangkan Rangga belum sekali pun melakukan serangan, dan masih terus berjumpalitan meng-hindar.
Dan memang, Pendekar Rajawali Sakti ti-dak memiliki kesempatan sedikit pun untuk mem-balas serangan-serangan beruntun ini.
"Phuih! Bisa habis tenagaku kalau begini terus,"
Dengus Rangga dalam hati.
"Hup! Yeaaah...!"
Cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti me-lenting ke udara begitu satu tendangan lurus dilepaskan si Iblis Penggali Kubur ke arah perutnya.
Begitu sempurnanya ilmu meringankan tubuh yang dimiliki, sehingga manis sekali Pendekar Rajawali Sakti berputaran di udara.
Lalu dengan kecepatan luar biasa, tubuhnya meluruk deras den-gan kedua kaki berputaran cepat mengarah ke ke-pala lawan.
Saat itu, Rangga mengerahkan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'.
Satu se-rangan pertama yang bisa dilakukan.
"Yeaaah...!"
"Hap!"
Iblis Penggali Kubur jadi tersentak kaget seten-gah mati.
Cepat-cepat tubuhnya dibanting ke ta-nah, dan bergulingan beberapa kali.
Maka, kedua kaki Pendekar Rajawali Sakti hanya menghantam tanah kosong hingga menimbulkan ledakan dah-syat menggelegar, menggetarkan seluruh tanah hutan ini.
"Hiyaaat...!"
Tanpa membuang-buang kesempatan lagi, Rangga cepat melompat ke arah kanan si Iblis Penggali Kubur.
Satu pukulan keras dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' dilepaskan dengan kecepatan kilat.
Akibatnya si Iblis Penggali Kubur yang baru saja bisa berdiri jadi terpana sesaat.
Tapi....
"Hait!"
Manis sekali si Iblis Penggali Kubur menge-goskan tubuhnya, menghindari pukulan dahsyat itu.
Dia cepat melompat ke belakang begitu puku-lan Rangga lewat di depan dadanya.
Namun belum juga Iblis Penggali Kubur itu bisa memantapkan kedua kakinya, Rangga sudah kembali melesat ce-pat sambil mengibaskan tangannya.
"Yeaaah...!"
"Hap!"
Tidak ada lagi kesempatan bagi Iblis Penggali Kubur untuk menghindar.
Dan dia terpaksa me-nangkis kibasan tangan Pendekar Rajawali Sakti dengan tangannya.
Tak pelak lagi, dua tangan yang mengandung kekuatan tenaga dalam tingkat tinggi beradu keras, tepat di depan dada si Iblis Penggali Kubur.
Plak! "Akh...!"
Tampak si Iblis Penggali Kubur terpekik begitu tangannya beradu dengan tangan Pendekar Raja-wali Sakti.
Cepat-cepat dia melompat ke belakang beberapa langkah.
Tapi pada saat itu terlihat sebuah bayangan merah berkelebat begitu cepat, meluruk ke arah si Iblis Penggali Kubur.
"Hiyaaa...!"
Tanpa diduga sama sekali, si Iblis Penggali Ku-bur memutar cepat tubuhnya sambil mengibaskan tangannya ke arah bayangan merah itu. Dan.... Des! "Akh...!"
Suara pekikan tertahan terdengar. Tampak bayangan merah itu terpental balik ke belakang. Brak! Sebatang pohon seketika hancur terlanda bayangan merah itu.
"Rahayu...,"
Desis Rangga terkejut.
"Ohhh...."
Bayangan merah yang ternyata Rahayu merin-tih lirih sambil menggeliat di antara reruntuhan kayu pohon yang terlanda tubuhnya.
Tampak darah mengalir dari sudut bibir dan lubang hidung-nya.
Sungguh dahsyat kibasan tangan Iblis Peng-gali Kubur, sehingga Rahayu tidak mampu lagi bangkit berdiri.
Dan dia hanya bisa merintih sambil menggeliat.
"Hiyaaa...!"
Saat itu juga, Iblis Penggali Kubur sudah me-lompat begitu cepat bagai kilat ke arah Rahayu yang masih menggeletak, menggeliat di antara ke-pingan kayu pohon.
"Hup! Yeaaah...!"
Rangga yang melihat kecurangan ini, langsung saja melompat memotong arah si Iblis Penggali Kubur itu.
Satu pukulan keras yang disertai pen-gerahan tenaga dalam tinggi dilepaskan dengan kecepatan luar biasa sekali.
Akibatnya si Iblis Penggali Kubur jadi terbeliak kaget tidak me-nyangka.
"Hap!" *** Cepat-cepat si Iblis Penggali Kubur melenting k belakang, menghindari terjangan Pendekar Raja-wali Sakti. Beberapa kali dia melakukan putaran di udara, lalu mendarat kembali di tanah dengan manis sekali. Tapi begitu kakinya menjejak tanah, Rangga sudah melepaskan satu pukulan keras da-ri jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat te-rakhir.
"Hiyaaa...!"
"Heh...?!"
Si Iblis Penggali Kubur hanya mampu ter-beliak saja. Bahkan sepertinya tidak sempat lagi menghindari. Akibatnya, dadanya yang dalam keadaan kosong itu pasti terancam oleh pukulan maut Pendekar Rajawali Sakti! Des! "Aaakh...!"
Jeritan panjang melengking tinggi terdengar nyaring menyayat hari.
Tampak tubuh si Iblis Penggali Kubur terpental jauh ke belakang.
Tiga batang pohon yang terlanda tubuhnya seketika hancur berkeping-keping.
Sementara itu, Rangga sudah kembali melesat mengejar.
"Hiyaaat...!"
Bet! Dengan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega', tangan kanan Pendekar Rajawali Sakti mengibas cepat dengan kekuatan tenaga dalam yang sudah mencapai tingkat sempurna.
Tubuh Iblis Penggali Kubur yang masih melayang di atas tanah, tidak mampu lagi menghindari serangan yang begitu cepat dan dahsyat ini.
Maka....
Plak! "Aaa...!"
Bruk! Keras sekali kibasan tangan kanan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga kepala Iblis Penggali Kubur seketika pecah.
Darah kontan menyembur de-ras dari kepala yang hancur itu.
Dan tubuh iblis itu langsung terbanting keras menghantam tanah.
Hanya sebentar saja Iblis Penggali Kubur mengge-liat, kemudian diam tak bergerak-gerak lagi.
Mati! Sementara, Rangga berdiri tegak memandangi be-berapa saat, kemudian melangkah mendekati.
Perlahan Pendekar Rajawali Sakti mem-bungkuk, lalu membuka kain kerudung hitam yang menyelubungi kepala Iblis Penggali Kubur.
Hampir Rangga terpekik begitu melihat kepala Ib-lis Penggali Kubur.
Ternyata, wajahnya tidak lagi memiliki daging, dan benar-benar merupakan wajah tengkorak.
"Kakang..."
Rangga cepat menarik tubuhnya tegak kemba-li, dan melangkah mundur beberapa tindak.
Ke-mudian, dia berbalik membelakangi si Iblis Peng-gali Kubur yang sudah tidak bernyawa lagi dengan kepala hancur berlumur darah.
Tampak Pandan Wangi dan Rahayu saling berpapasan menghampi-ri.
Kelihatannya, kedua gadis ini mengalami luka dalam yang cukup parah juga.
Saat itu, Kadik muncul sambil memondong se-sosok tubuh terbungkus kain putih yang bernoda tanah berlumpur, didampingi seorang perempuan setengah baya.
Rangga menunggu mereka sampai dekat dengannya.
"Itu kekasihmu?"
Tanya Rangga langsung, begitu Kadik dekat.
"Benar,"
Sahut Kadik.
"Dan ini emak ku."
"Syukurlah kau bisa menyelamatkan semua-nya,"
Ucap Rangga lega.
"Ini semua berkat jasamu, Rangga. Aku tidak mungkin bisa menyelinap masuk ke sarangnya, kalau kau tidak bertarung dengan iblis keparat itu,"
Jelas Kadik.
"O...?! Jadi kau tahu semua kejadian di sini?"
Tanya Rangga terkejut.
Kadik hanya tersenyum saja.
Rangga meng-geleng-gelengkan kepala, kemudian menghampiri Pandan Wangi dan Rahayu.
Sebentar diperiksa kedua gadis cantik ini.
Keningnya jadi sedikit ber-kerut, mendapati kedua gadis ini benar-benar mengalami luka dalam yang cukup parah.
Dan tentu saja mereka harus segera diobati.
"Kalian terluka?"
Tanya Kadik. Pandan Wangi dan Rahayu hanya meng-anggukkan kepala saja berbarengan.
"Sebaiknya, kita cepat pulang. Aku tahu tempat tinggal tabib yang ahli mengobati luka dalam akibat pertarungan,"
Jelas Kadik lagi.
"Terima kasih,"
Ucap Pandan Wangi pelan.
"O ya, Kadik. Bagaimana tentang Cupu Batu Mustika Biru? Apakah iblis itu sudah menemu-kan, dan menggunakannya?"
Tanya Rangga.
"Kalau dia sudah menggunakannya, mayat-mayat yang dibangkitkannya itu pasti akan hidup kembali. Jadi berarti batu itu belum ditemukan. Biarlah batu itu menjadi rahasia rimba persilatan. Dan aku menyerahkan padamu untuk memili-kinya bila kau mampu mencarinya, Rangga,"
Jelas Kadik yang memang telah menyatroni tempat tinggal si Iblis Penggali Kubur.
Rangga hanya tersenyum.
Dalam hatinya, sa-ma sekali tak ada niatan mencari Cupu Batu Mus-tika Biru.
Baginya bila ada tokoh yang mencoba mencari batu itu dan menggunakannya untuk ke-jahatan, maka inilah tanggung jawabnya! Dan Cu-pu Batu Mustika Biru biar menjadi rahasia rimba persilatan.
SELESAI Juru Edit.
Dedig Scan/E-Book.
Abu Keisel
http.//duniaabukeisel.blogspot.com/
Api Dibukit Menoreh Karya Sh Mintardja Kuda Putih Karya Sd Liong Pedang Sakti Tongkat Mustika Karya Herman Pratikto