Ceritasilat Novel Online

Komplotan Kelelawar Hitam 2


Komplotan Kelelawar Hitam Karya No Name Bagian 2



Komplotan Kelelawar Hitam Karya dari No Name

   

   "Betul itu?"

   Tanyaku kurang percaya.

   "Mengapa aku membohong kepadamu mas?"

   Tiba-tiba disingkapnya blousenya dan tampaklah gambar kelelawar hitam di kulit pinggangnya.

   "Ini mas, dibuat oleh orang ... wajahnya aku sudah lupa. Gambarnya bermacam-macam, temanku yang lain ada gambar orang, keris dll,"

   Katanya seraya memandang aku.

   "Masih tak percayakah mas akan perkataanku?"

   Tanyanya kemudian.

   "Ya aku memang takluk akan bujuk rayu Hartini, kata Jono."

   "Dan apakah masih ada lain keterangan?"

   Tanya Rudy.

   "Ya saudara, ini mengenai kelanjutan dari cinta dan kebimbanganku." VI. SURAT DAN SENJATA "Ya saudara,"

   Kata Jono melanjutkan keterangannya, setelah ia memasang rokok sebatang.

   "Memang kecintaanku bersama-sama dengan bimbang kecurigaan. Pada suatu hari aku mendapatkan pula surat dari dalam laci di rumah Hartini, pun surat itu saya ambil dan saya bawa sampai sekarang,"

   Kata Jono seraya membuka dompetnya kembali. Dari dalam dikeluarkan beberapa pucuk surat kecil-kecil. Kemudian ia menyisihkan lima lembar dan diberikan kepada Rudy.

   "Ya saudara, semuanya ini saya ambil setelah Hartini membacanya, dan ia belum tahu maksudku aku megambilnya tanpa diketahui dia."

   Detektif Rudy dengan sejawatnya membuka lipatan kertas. Tertulis pada kertas pertama. Zm ttlgz S. Getzh yzif, vmtpzf szifh nvtntzmgzipzm fzmt rmr pv yzm wfm t, wvmtzm mzrp gzphr pzmt gvozs gvihvwrz. = pulang "KELELAWAR HITAM "

   Surat kedua tertulis. Gvpzh wrpviv. pzpzm, gvnyzp zmttlgz 20 pzmt gvig- hzin tpzk kforhr, yvhfp kzir zpzm ovdzgwpzozm nvo- zgr. Kzpzrozs kvofif wpzin. = pulang "KELELAWAR HITAM"

   "Ah sungguh repot kita membaca surat seperti ini,"

   Kata Harsa seraya meluruskan punggungnya.

   "Ah berat juga ini, saudara Jono, begini saja baiknya, surat ini saya bawa untuk dipakai mengusut perkara nona Hartini,"

   Kata Rudy.

   "Sekehendak saudara, karena akupun kurang maklum akan isinya." "Sekarang lebih baik saudara memberi keterangan saja, e ... mungkin setelah saudara maklum akan diri nona Hartini serta surat-surat seperti ini, bukankah ada perubahan pada nona Hartini? "Ya saudara, memang sejak aku memaklumi akan surat itu, entahlah aku sering ingin tahu lebih banyak tentang diri Hartini, hampir aku selalu memata- matai dia,"

   Kata Jono lalu berhenti sebentar.

   "Pada suatu hari aku pura-pura membujuknya, tentang uang yang amat banyak ia pergunakan pernah ia menjawab ... memang aku ini selalu berkecimpung dalam uang semata. Waktu itu aku heran akan jawaban yang seperti itu. Ketika kubujuk lagi ... ia berkata antara lain ... Ya mas mudah memang aku mendapatkan uang, aku sanggup membeli apa saja, mobil ... tiga aku sanggup membelinya sekaligus ..."

   Keherananku makin bertambah, tetapi tiba-tiba ia membelokkan percakapan kami.

   Dan sejak itu kami tak lagi bercakap tentang uang.

   Pernah sekali aku membujuknya tetapi ia marah sekali.

   Dan akupun tak ingin lagi menyinggung soal itu lagi.

   Pada suatu sore hari aku pernah datang di rumahnya, ia sedang mandi; ketika aku membuka laci mejanya kujumpai sebuah senjata ...

   pistol.

   Ya seperti pistol bentuknya tetapi aneh saudara ...

   pistol itu lubangnya kecil ...

   di luar kebiasaan dari macam pistol ...

   besar lubangnya sekira sebuah jarum saja.

   Karena tak tahu akan gunanya maka segera kumasukkan ke dalam laci lagi.

   Tak lama kem udian kami bercakap-cakap di ruang depan,"

   Kata Jono.

   "Apa sekiranya masih ada sesuatu yang berhubungan dengan diri nona Hartini..."

   Tanya Rudy kemudian.

   "O Ya sesuai dengan surat-surat tersebut ... Ya ... seperti surat yang satu tadi ... malam harinya saya ajak pergi berjalan-jalan ia menolak. Katanya malam itu dia mempunyai sesuatu kepentingan. Kecurigaanku ada, maka ketika aku pulang tidak dengan segera aku menuju rumahku melainkan aku bersembunji di belakang suatu pohon di tepi jalan. Tak lama kemudian aku mengikuti Hartini dari jarak jauh. Setelah dua puluh menit kami berjalan sampailah kami di jalan Seraju, tetapi tiba-tiba Hartini membelok suatu jalan kecil dan aku tidak dapat menemukan. Hampir seperempat jam aku menunggu tetapi ia tak tampak maka aku segera pulang. Esok paginya sebelum aku pergi ke kantor, aku pergi ke rumahnya, kebetulan ia sedang mengunci pintu rumahnya. Ketika saya tanya ia menyawab hendak pergi ke Surabaya. Kulihat ia membawa kopor agak besar. Itulah apa yang saya ketahui tentang Hartini sejalan dengan surat yang pertama,"

   Kata Jono seraya mengangkat gelas minumannya. Setelah minum beberapa teguk segera gelas minumannya diletakan di atas meja lagi.

   "Dan mengenai surat-surat yang lain ini?"

   Tanya Rudy seraya menunjuk surat-surat yang masih dipegang Harsa. Jono mengerutkan dahinya berpikit sebentar.

   "O Ya, memang surat-surat yang lalu ini juga, mengenai surat yang ini,"

   Kata Jono seraya menunjukkan surat yang dipegang Harsa paling atas.

   "Ini Ya ... yang ini aku ... esok paginya pergi dengan ia ke Bandung. Kebetulan hari itu hari Minggu, Sampai di sana kami bermalam di hotel.

   "Fajar"

   Ya ...

   maaf, kami sekamar dengan ia ...

   pada kira-kira jam sembilan ia berkata kepadaku henduk pergi sebentar.

   Ketika aku akan mengantarkan ia menolaknya.

   Ia pergi dengan membawa sebuah bungkusan yang agak besar.

   Karena tidak boleh mengantar itu akupun menaruh curiga.

   Ya, akupun turut pergi setelah ia meninggalkan hotel.

   Kuikuti dia dari kejauhan.

   Pada suatu gang kecil ia membelok, tak lama kemudian ia berpapasan dengan seorang peranakan Arab.

   Setelah bercakap sebentar kulihat ia memberikan bungkusan itu.

   Segera ia membalikkan badannya meninggalkan peranakan Arab.

   Akupun segera menghampiri becak yang kebetulan lewat.

   Segera aku menuju ke hotel lagi.

   Adapun mengenai surat yang lainnya juga aku ...

   setelah ia menerima surat itu aku membaca surat kabar, bahwa semalam ada seorang yang terbunuh oleh racun.

   Saudara, aku makin tidak maklum akan diri Hartini.

   Memang pada akhir- akhir ini dia mengalami perubahan.

   Hartini yang mula-mula kukenal amat ramah dan halus geraknya itu, pernah kejadian ia berjanji dengan aku akan pergi melihat bioskop pada jam tujuh, tetapi ketika aku datang di rumahnya ternyata ia tidak ada, aku menantinya di depan rumahnya sambil duduk di kursi yang ada di depan rumahnya.

   Kira-kira pada jam sepuluh malam berhentilah sebuah taksi di depan rumah dan turunlah ia dalam keadaan payah, jalannya sempoyongan.

   Ketika saya dekati ia tertawa gelak, dan aku mencium bau alkohol dari mulutnya.

   Kupapah dia ke pintu.

   Segera aku mengambil kunci dari saku bajunya.

   Setelah saya buka pintu itu segera ia kupapah masuk ke dalam kamarnya.

   Ya saudara, Hartini yang kukenal sebagai wanita yang ramah itu, pada malam itu kedapatan mabuk ...

   Ya mabuk ....

   sampai di kamarnya ia segera kubaringkan di pembaringan.

   Dengan gerak gila ia membuka pakaiannya di hadapanku.

   Dan ah, saudara, memang aku waktu itu sedang berhati jengkel, ya jengkel mengenai rumah tanggaku sendiri.

   Maafkan aku ....

   Ya ...

   malam itu hatiku mendongkol karena Hartini tidak menetapi janji dan sebelumnya pada sore harinya aku bertengkar dengan istriku ...

   Ya soalnya ....

   ah ...

   soal pribadi suami-isteri ...

   Ya saudara, pada malam itu memang ada rasa benciku kepada isteriku ...

   malam kekosongan hati ...

   aku mengada tidak tetapi kenyataan memang terjadi pada diriku bahwa aku membutuhkan akan diri isteriku, tetapi ia ...

   menolak ...

   karena kandungannya telah tua ...

   maaf ini kukatakan pada saudara sekalian ...

   tetapi aku percaya saudara tentu mau memikirkan ataupun merasakan bagaimana jika seorang suami merasa kesunyian, aku membutuhkan hiburan ...

   ya aku ingin melampiaskan nafsu jenisku ...

   ya ...

   dalam keadaan yang demikian itu aku menghadapi Hartini, jenis lawanku ...

   dan ...

   aku gila ...

   gila akan wajah Hartini ...

   dalam keadaan yang sedemikian itu akupun menyerah ...

   Pagi hari aku meninggalkan rumah Hartini dengan penuh kepuasan.

   Tetapi oh, saudara ...

   malam itu, aku agak heran kepada Hartini ..."

   Kata Jono berhenti dulu mengambil rokok dan memasang sebatang. Setelah menyala diisapnya berkali-kali. Rudy dan Harsa masih asyik memandang wajah Jono dengan penuh perhatian.

   "Eh mari kita memesan minuman lagi,"

   Kata Harsa menyela.

   "Oh ya sayapun haus,"

   Sahut Rudy. Segera mereka memesan minuman lagi. Tak lama datanglah pelayan membawa tiga gelas minuman.

   "Eh, aku usul Dy, mari kita pesan makan juga, saya rasa tentunya saudara Jono juga sudah lapar,"

   Kata Harsa.

   "Ah tidak,"

   Kata Jono.

   "Ah mengapa malu-malu,"

   Sahut Rudy. Mereka memesan makanan. Sepuluh menit lagi mereka telah asyik menikmati makanan mereka. Setelah selesai segera pelayan membersihkan meja.

   "Minum rokok,"

   Kata Harsa menyodorkan bungkus rokok kepada Jono. Jono mengambilnya sebatang dan tak lama kemudian mereka bertiga telah mengepulkan asap rokok dari mulut masing-masing. Setelah hening sejenak Rudy membuka kata .

   "Ya saudara Jono, kami amat berterima kasih kepada saudara."

   "Ya asalkan saudara tidak mengenakan nama serta keluarga saya."

   "Aku berjanji saudara,"

   Kata Rudy. "Ya ... kelanjutannya,"

   Kata Jono meneruskan ceritanya.

   "Sejak malam itu aku tahu Hartini telah jarang bepergian jauh, selalu kudapati ia dalam bertekun membaca majalah saja ...dan oh ya ... malam itu aku tahu .... pada kulit kakinya sebelah bawah kudapati ada sebuah lingkaran ... ya saudara ... pernah akan saya tanyakan tetapi aku tak berani menanyakan soal itu ... entah mengapa ... dan beberapa hari kemudian, aku tahu pada diri Hartini terjadi perubahan ... mula- mula kudapati ia sering amat buas ... ya buas kukatakan .... pernah ia sehari- harian bermain-main dengan sebuah pisau. Dan aku tahu suaranya sering menunjukan suara ... maksudku kalimat perintah saja. ... aku makin tidak mengerti akan perubahan sifatnya. Dan pernah terjadi aku bermalam di rumahnya .... kudengar ia berkata dalam mimpinya .... berkata ... ya engkau hendak ingkar .... hati-hati ... aku dapat kejam... Bulu kudukku berdiri ketika aku mendengar perkataannya itu. Aku makin takut. Tetapi pernah terjadi ... ya, sesuatu yang amat mengherankan diriku, entah karena apa seminggu kemudian setelah ia mimpi itu, ia amat kasih kepadaku .... ia amat menyerah kepadaku .... perubahan yang mendadak itu makin memusingkan kepadaku ... ia amat mesra padaku, pernah ia menanyakan tentang perkawinan .... tetapi hal ini mengagetkan aku karena ia hendak mengajak aku lari ke Singapura ... aku tidak mengeiti mengapa ia berkata demikian itu. Ia berkata bahwa ia telah cukup uang, mau apa saja tentu tidak akan kekurangan. Aku menolaknya karena ketakutan akan dirinya. Pada suatu hari ia menanyakan aku, apakah mau aku diajak pindah ke Semarang saja ... ketika saya tanya akan kepentingannya tiba-tiba ia marah ... tetapi tak lama kemudian kemarahannya berubah menjadi lemah lembut .... ia amat banyak bertanya tentang kota Semarang. Aku diam saja ketika ia meminta amat sangat pindah ke Semarang. Tetapi entah kerena apa pada suatu hari ia telah meninggalkan kota Jakarta. Ia tak memberi tahu padaku. Dan seterusnya aku tidak tahu lagi. Ini kejadian kira-kira dua bulan yang lalu. Akhirnya aku hanya tahu tentang dia dari saudara sekalian ini, bahwa ia meninggal di Semarang. Ah, amat sayang kata Jono mengakhiri ceritanya. Mereka bertiga diam saja tenggelam dalam lamunan pikiran mereka masing-masing. Sepuluh menit kemudian Jono mulai membuka perkataan lagi.

   "Ya saudara hanya itu saja yang dapat saya berikan kepada saudara sekalian ... dan sekali lagi ... maafkan, aku minta dengan sangat hendaknya jangan sampai saudara menyinggung nama saya serta keluargaku." "Oh tentu saudara, nama saudara tidak akan saya bawa dalam perkara, lagi kami ke sini hanya akan mengetahui tentang riwayat nona Hartini saja, lain tidak, dan kami amat berterima kasih atas keterangan saudara yang sepanyang itu, mudah-mudahan dapat saya pergunakan sebagai pemudah pengusutan pembunuhan terhadap diri nona Hartini,"

   Kata Rudy. Setelah mereka bercakap-cakap soal lain maka mereka lalu meninggalkan rumah makan. VII. CODE "PULANG."

   Matahari mulai turun di langit sebelah barat. Kecerahan langit menambah keelokan kota ibukota Indonesia. Suasana hotel "Rizal"

   Tampak sunyi.

   Para penghuni masih enak melepas lelah di atas tempat tidur mereka.

   Tetapi hal demikian itu tidak kita jumpai di kamar tempat detektif Rudy dan sejawatnya Harsa.

   
Komplotan Kelelawar Hitam Karya No Name di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Mereka masih asyik bertekun menghadapi pekerjaan mereka.

   Sehabis mendengar keterangan kata Jono tadi, mereka asyik mempelajari surat-surat dari Hartini ....

   surat yang penuh rahasia.

   "Bagaimanakah Har, sudah dapatkah engkau menemukan kuncinya?"

   Tanya Rudy.

   "Ya Dy,"

   Sahut Harsa seraya mengangkat pundaknya.

   "

   Apa maksud dari surat-surat ini?"

   "Tak adakah yang cocok dengan kode-kode yang terdapat dalam buku penunjuk kode?"

   Tanya Rudy.

   "Tak ada satupun yang menyinggung,"

   Kata Harsa.

   Mereka berdua asyik kembali dalam kepelikan surat rahasia itu.

   Ketika lonceng berdenting lima kali, pintu kamar mereka diketuk orang.

   Rudy membuka pintu.

   Tiba-tiba masuklah seorang lelaki yang memakai topeng karet tipis.

   Pada kedua tangannya menggenggam Colt.

   "Angkat tangan,"

   Katanya. Rudy dan Harsa yang masih tercengang itu terpaksa mengangkat tangan mereka.

   "Apa maksud tuan ke mari?"

   Tanya Rudy.

   "Kami ke mari karena tuan turut mencampuri urusan Hartini,"

   Katanya.

   "Hartini?"

   Tanya Rudy cepat.

   Dengan tak diduga ujung sepatunya menyambar tangan orang itu, Colt terpelanting ke arah sudut kamar.

   Segera kepalan Rudy melayang, tetapi orang itu dapat mengelakkan.

   Pergulatan terjadi.

   Harsa mendekati pintu.

   Tiba-tiba pintu terbuka dan masuklah seorang yang memakai topeng karet.

   Bentuk wajahnya sama dengan yang masuk lebih dahulu.

    "Ya kalau tidak sayang akan jiwa tuan maka ...,"

   Katanya terputus karena Harsa telah menubruknya.

   Lengan Harsa dapat memegang pergelangan orang itu.

   Pergulatan terjadi pula.

   Dengan tak diduga kaki Rudy ditendang oleh lawannya, sehingga ia jatuh tersungkur dan sebelum ia dapat bangun lawannya telah menubruknya.

   Sekali tangan lawannya dapat menemui sasararannya.

   Tetapi ketika kepalan kedua hendak menjusul, Rudy dapat mengelakkan.

   Pergelangan tangan lawannya dapat terpegang.

   Saling menindih mereka berusaha mencekik leher masing- masing.

   Ketika Rudy ada di bawah, kakinya berkesempatan dapat mendorong perut lawannya.

   Sehingga lawannya terpelanting jatuh terjerembab.

   Dengan cepat Rudy menubruknya, kakinya lalu ditekuknya ke atas.

   Karena jatuh lawannya itu terlentang maka sukarlah ia melepaskan diri dari pegangan Rudy.

   Tiba-tiba sebuah kaki lawannya dapat impas.

   Kaki Rudy dapat disepak.

   Dia jatuh.

   Pergumulan terjadi.

   Ketika terdapat kesempatan, maka kepalan Rudy dapat mengenai sasaran pada dagu lawannya, disusul kepalan yang kedua melayang juga.

   Karena telum puas badan lawannya yang sudah lemah itu diangkat dan sekali kepalan kiri menemui perut lawannya dan kepalan kanan menerjang dagu.

   Lawannya jatuh terkulai di balik meja, pingsan.

   Sementara itu Harsa dengan lawannya masih berebutan pistol yang masih ada dalam tangan lawannya.

   Kekuatan mereka beradu dengan amat seramnya.

   Ketika Rudy mau menolong, waktu itu lawan Harsa ada di bawah dan Harsa agak berjongkok di atasnya.

   Jari tangannya masih erat memegang pergelangan tangan Iawannya.

   Lubang pistolnya menghadap Harsa, sebelum meletus Rudy menubruknya.

   Pistol berbunyi dan jerit lawan Harsa terdengar, karena tubrukan Rudy tadi menyebabkan lubang pistol menghadap badannya sendiri, maka ketika peluru meletus langsung menembus dadanya, matilah ia.

   Segera Rudy dan Harsa berdiri.

   Sebelum mereka menggerakkan kaki, masuklah beberapa anggota polisi.

   "Angkat tangan!"

   Perintah mereka. Rudy dan Harsa terpaksa mengangkat tangan mereka.

   "Pembunuhan terjadi!"

   Kata anggota polisi yang seorang lagi. Tiba-tiba masuklah inspektur Kandar.

   "Eh apa yang terjadi .... he mengapa, engkau Dy...?"

   Tanya inspektur Kandar seraya mendekati Rudy.

   "Ya turunkan tanganmu dulu, Kan,"

   Kata Rudy. Inspektur Kandar senyum kecil, seraya menoleh kepada anggota polisi .

   "Ah... ini teman kita ..."

   Katanya. Anggota polisi yang masih memegang pistol itu masih tercengang karena belum tahu duduknya perkara. "Ya ... ini teman sejawatku ... e.... tinggalkan kami sebentar,"

   Perintah inspektur Kandar.

   "Tetapi ... borgol dulu orang itu,"

   Katanya lagi seraya menunjuk orang yang masih tertelentang di balik meja. Setelah mengenakan borgol, keluarlah anggota polisi itu. Tetapi sebelum menutup pintu, ia kembali masuk lagi.

   "Harap maaf,"

   Katanya kepada Rudy.

   "

   Ah tidak mengapa ... jawab Rudy senyum.

   "Ya saya tidak mengerti ...katanya lalu keluar. Setelah pintu ditutup Rudy tertawa gelak-gelak disusul tertawanya Harsa. Inspektur Kandar terkejut tak tahu mengapa mereka tertawa.

   "Mengapa kalian tertawa?"

   Tanyanya.

   "Geli ... masa sore hari berolahraga seperti ini ...

   ", jawab Rudy.

   "Memang salah kami, mengapa waktunya orang tidur kita bertekun, kata Harsa masih senyum.

   "Bagaimana? Aku belum maklum apa yang dimaksudkan kalian,"

   Kata inspektur Kandar seraya meletakkan kursi yang terserak jatuh. Kemudian mereka bertiga mengambil tempat duduk. Setelah memasang rokoknya sebatang Rudy mulai berkata.

   "Ya, Kan, kami tadi baru memeriksa tentang surat-surat, tiba-tiba datanglah mereka dan segera terjadilah pergulatan tadi."

   Setelah mereka menerangkan, mereka bertiga tertawa gelak-gelak . Tak lama kemudian Rudy mendekati korbannya.

   "Ah karena berkelakar korban kami telah terlupakan,"

   Katanya. Harsa dan inspektur Kandar berdiri pula.

   "Ya lupa ...,"

   Kata Harsa.

   Segera Harsa keluar menilpon memanggil mobil ambulance.

   Tak lama kemudian korban yang tertembak peluru Itu diangkat, yang satunya mulai bergerak ingat.

   Segera dibawa oleh Inspektur Kandar ke kantor polisi bersama-sama mayat itu.

   Setelah diadakan pemeriksaan pada tubuh mayat itu maka didapati pada pinggang mayat itu gambar cocok (tato) berupa kelelawar hitam.

   "Eh kita menghadapi gerombolan ini,"

   Kata inspektur Kandar.

   "Coba tawanannya yang satu tadi dibawa ke mari,"

   Kata Rudy. Tak lama kemudian masuklah tawanan tadi diiringkan pengawalnya. Segera pada pinggangnya diperiksa. Juga didapati gambar cocock (tato) kelelawar hitam. "Ah kalau begitu memang kita sekarang menghadapi gerombolan penjahat yang agak kuat,"

   Kata Rudy.

   "Apa maksudmu?"

   Tanya inspektur Kandar.

   Kemudian Rudy menceritakan tentang kematian Hartini.

   Badan tawanan itu diperiksa.

   Tetapi hanya sebuah gambar itu sajalah yang ada pada tubuhnya.

   Ketika bajunya diperiksa maka kedapatan sepucuk surat yang di dalamnya tertulis.

   Zmttlgz 34 wzm 35.

   Kvitr pvslgvo "irazo", znyro hfizg- pzmt zwz kz-wz lizmt pzmt wrzn wrpznzi .

   Pzozf grwzp kviof, wpzmtzm nvnzpzr kvoflf.

   = pulang.

   "KELELAWAR HITAM."

   "Lagi-lagi?"

   Tanya inspektur Kandar karena tidak tahu"

   Setelah mayat dan tawanan dibawa keluar, kemudian mereka bertiga mengadakan perundingan. Tak lama kemudian Rudy dan Harsa telah ada di bilik mereka di kamar nomor 8 di hotel "Rizal".

   "Ah yang satu belum dikenal kini tambah lagi,"

   Kata Harsa.

   "Mari kita mulai lagi,"

   Kata Rudy seraya menarik kursi dan duduk. Setelah hening sejenak, tiba-tiba Rudy berkata.

   "Eh Har dari surat yang terakhir kita dapati angka delapan ... ya delapan ... seperti, nomer kamar kita...

   "Delapan?"

   Kata Harsa seraya mengeluarkan surat yang diambil dari tawanan tadi.

   "Ya delapan ... itu nomer kamar kita... kalau begitu memang ada hubungannya dengan kita... coba kita periksa,"

   Kata Rudy.

   "A ... ini baru kemungkinan Har ... ini tulisan WRPZNZI dekat angka delapan setidak-tidaknya berbunji K A M A R .... ah tapi ini kelebihan dua huruf ..."

   Coba mungkin yang dimaksud ke kamar ...

   "

   Komplotan Kelelawar Hitam Karya No Name di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Kata Harsa.

   "Ah tidak mungkin ... coba kita urutkan dari belakang ... I ... R ... Z ... A ... N ... M ... Z ... A ... P ... K ... R ... E ... ah ini tak cocok karena masa W berarti K,"

   Kata Rudy.

   "Eh .... mengapa tiap suratnya selalu ada tanda = pulang" .... pulang .... kembali ...

   "

   Kata Harsa diputus karena punggungnya ditepuk Rudy dengan kerasnya, seraya katanya. "Ya ... pulang ... kembali ... sama dengan ... balik ... dan tadi ... ya ..."

   "Apa? Aku belum maklum,"

   Kata Harsa masih heran.

   "Ya Har, tadi Z sama dengan A, coba kita buat daftar alfabet,"

   Kata Rudy seraya menarik kertas lalu mulai menulis alfabet. Setelah selesai dengan tertawa ia berkata.

   "Har, tiap suratnya selalu ada tandanya "= pulang", ya pulang sma balik ... jadi alfabetnya harus kita balik."

   Tak lama kemudian selesailah ia membuat tabel itu.

   A ..................

   Z B...................

   Y C .................

   X D ..................

   W E ..................

   V F ..................

   U G .................

   T H .................

   S I ...................

   R J ...................

   Q K ..................

   P L ...................

   O M .................

   N N ..................

   M O ..................

   L P ...................

   K Q ..................

   J R ...................

   I S ....................

   H T ....................

   G U ...................

   F V ..................

   E W ..................

   D X ..................

   C Y ...................

   B Z ....................

   A Yipy, A ini ...

   ya sekarang mudah kita membacanya nanti kalau ada tabel ini."

   Kata Rudy tersenyum.

   Setengah jam kemudian mereka telah menyalin separo semua surat.

   Secara urut surat-surat itu berbunyi.

   Anggota 8.

   Kami amat puas atas pekerjaanmu.

   harap nanti malam datang di jalan Serayu, ambillah uang Rp.

   1.000.000 bawalah ke Surabaya.

   Berikan kepada anggota 100 di jalan Mangga.

   "KELELAWAR HITAM." Anggota 8 Tugas baru, engkau harus mengantarkan uang ini ke Bandung, dengan naik taksi yang telah sedia.

   "KELELAWAR HITAM."

   Anggota 8. Lekas dikerjakan, tembak anggota 20 yang tertangkap polisi, besok pagi akan lewat jalan Melati. Pakailah peluru jarum.

   "KELELAWAR HITAM."

   "Ya ... Ya, ini seperti ceritanya Jono ... pergi ke Surabaya bawa bungkusan ... sebelumnya telah pergi ke jalan Serayu ... ya memang sesuai dengan surat pertama. Dan ini ... ke Bandung,"

   Kata Rudy.

   "Ya seperti cerita Jono, ke Bandung,"

   Sambung Harsa pula.

   "Dan Ya sesuai benar ini ... pembunuhan tawanan di jalan Melati ... ya memang pernah aku membaca tentang berita itu ... dan ini ...,"

   Katanya seraya membaca surat yang keempat. Anggota 8. Harap nanti malam datang di gedung tempat kita bertemu. Rapat anggota lengkap ... dan kenaIkan pangkat dan menerima tugas baru.

   "KELELAWAR HITAM"

   "Rapat anggota lengkap ... dan kenaikan pangkat..."

   Kata Harsa.

   "Ya ... mungkin Hartini dinaikkan pangkatnya, ini seperti kata Jono mengenai gambar cocok (tato) di bagian bawah kulit kakinya ... ya ... menurut cerita Jono ... pernah Hartini pulang dengan mabuk. Ah tentunya di sana diadakan rapat dan pesta besar dengan adanya kenaikan pangkat itu,"

   Kata Rudy.

   "Ya saya masih ingat, kata Jono pertamanya hanya melihat gambar kelelawar saja yang ada di pinggangnya, baru setelah malam itu ia tahu ada tambahan gambar lingkaran itu ... ya mungkin ia telah diangkat sebagai kepala kecil,"

   Sahut Harsa. "Ya memang itu dapat diterima, mari kita lihat surat lainnya,"

   Kata Rudy seraya mengambil surat yang kelima bunjinya. Anggota 8. Dengan tugas baru harap engkau selalu berhati-hati. Jangan mudah dirayu pria, ke Semarang engkau bekerja.

   "KELELAWAR HITAM."

   Surat yang keenam berbunji.

   Anggota 8.

   Peringatan pertama.

   Hindari temanmu pria itu atau akan kucabut nyawanya.

   Ingat ingkar janji untuk kedua kalinya berarti maut.

   Pada kami tidak ada peringatan ketiga.

   Lekas berangkat ke Semarang dan jangan lupa lekas mencari hubungan dengan anggota-anggota di sana.

   "KELELAWAR HITAM."

   "Ah tentunya kepala gerombolan itu mengetahui perhubungan Hartini dengan Jono,"

   Kata Harsa.

   "Pula kemungkinan Hartini sering melalaikan tugasnya ... ya ini surat ancaman ... maksudku peringatan yang pertama dan kedua,"

   Kata Rudy.

   "Apakah mungkin Hartini hendak ingkar?"

   Tanya Harsa.

   "Kemungkinan memang ada, bukankah Jono mengatakan bahwa Hartini pernah mengajaknya lari ke Singapura?"

   Sahut Rudy.

   "Kiraku persediaan uang Hartini banyak ... ya bagiannya mungkin banyak yang ia terima."

   "Dan surat yang baru tadi,"

   Kata Harsa kemudian. Surat yang diambil dari tawanan tadi berbunji. Anggota 34 dan 35, Pergi ke hotel "Rizal", ambil surat-surat yang ada pada orang yang diam di kamar 8. Kalau tidak perlu jangan memakai peluru.

   "KELELAWAR HITAM."

   Tiba-tiba Rudy dan Harsa tertawa gelak-gelak.

   Puas hati mereka setelah mulai dapat menyingkap tabir pembunuhan Hartini.

    VIII.

   SOPIR B 44117 Esok paginya mereka telah berada di kamar kerja inspektur Kandar.

   Sopir B 44117 telah menghadap dan kini telah duduk di muka meja inspektur Kandar.

   Rudy dan Harsa duduk di kursi dekat jendela, sambil menghisap rokok.

   "Siapa nama Bapak?"

   Tanya Inspektur Kandar.

   "Nama saya Anwar,"

   Jawab sopir itu dengan logat Jakarta.

   "Tentunya Bapak masih ingat tentang kejadian yang baru lalu... coba Pak berilah keterangan, bukankah Bapak yang terakhir menghadapi korban itu ... jangan takut, ceritakan semuanya,"

   Kata Inspektur kandar.

   "Ya tentu saya ceritain semuanya ... tapi saye harap tuan jangan tuduh saye kerjain itu pembunuhan,"

   Kata sopir Anwar.

   "Gini tuan,"

   Katanya memulai memberi keterangan.

   "Waktu itu saye baru ngomong ame temen di warung, kite sedeng ngopi sekonyong-konyong dateng seorang laki ame seorang perempuan deketin. Yang laki tanya ame aku, apa mau aku nganterin mereka pigi ke luar kota ... sehabis putus soal sewa, sigra saye anterin mereka naik taksi. Ya tuan perjanjian sewa taksi itu, tinggi banget ... pikirku hari itu saje dapet rejeki banyak. Kata orang laki itu, saye harus nganterin mereka pigi Semarang. Oh ya, tuan ini kejadian bukannya yang barusan ... ya saye sejak itu kerep banget nganterin orang yang perempuan, lagi pula bayarannya juga lumayan. Soal yang barusan ini, ya ... serem betul ... saya nganterin perempuan itu pigi Bandung, sehabis mana terus ke Semarang ... yang saye tahu perempuan langgananku itu dikit lain dari dari mukanye. Dianye tampak gemetar banget ... Sampai di Semarang kira-kira pukul delapan. Krena sampai di hotel saya disuruh nganterin bungkusan ke dalam kamarnya ... sekonyong-konyong ada orang laki nodong pistol padaku ... saye takut ... lalu angkat tangan ... tetapi orang itu juga perintah ke perempuan itu angkat tangan, sekonyong-konyong pistolnya bunyi tapi bunyi itu tak kuat dan perempuan itu jatuh sambil pegangin kakinya ... ya saye heran banget ... aneh ada pistol tidak bunyi seperti yang lain, seperti yang saye lihat di gambar ... dan sebelon saye tahu ape-ape orang laki itu suruh saye cekik leher perempuan itu. Karna saye takut dan sayang ame jiwaku, dengan gemetar ame takut turutin perintahnye. Kudekati perempuan yang jatuh itu ... tetapi kulihat dianye udah pucet banget, badannye tampak lemah Dan ... tuan sigra saj saye kerjain perintah laki itu. Saye cekik leher perempuan itu tapi belum lama dianye udah lemes dan saye disuruh pigi tinggalkan kamar itu. Saye diancem mau dibunu kalo mau bukak mulut di luaran."

   Demikian keterangan Anwar.

   "Apa engkau masih ingat orang lelaki yang menodong pistol itu?"

   Tanya Rudy kemudian.

   "Ah sukar, mukanya ... dibungkus karet, hanya saye tau dianye kagak nggunain tangannye kanan, dianye waktu mistol pake tangan kiri."

   "Oh ... kidal agaknya ..."

   Sahut Harsa.

   "Lalu engkau mengendarai modbilmu dengan tanpa makai kunci...? tanya Rudy, tapi diputus sopir itu.

   "Eh... di mobilku di sana masih ada kunci yang lain, entah saye kagak tau dari mane datangnye ... hanya itu saje yang saye tau."

   "Ya kalau begitu, cukup ini dulu pak,"

   Kata Rudy.

   "Ah saye boleh pulang?"

   Tanya sopir.

   "Ya pak, kapan saya ada panggilan hendaknya datang ke mari", kata Rudy. Segera sopir itu meninggalkan kamar kerja inspektur Kandar.

   "Setelah hening beberapa jenak, Rudy mulai membuka kesunyian.

   "Dari keterangan sopir tadi sesuai dengan pemeriksaan dokter Guna, kemungkinan kematian Hartini itu bersamaan ... artinya bekerjanya racun itu bersamaan dengan cekikan sopir tadi ... dan kalau pun tidak dicekik ia juga pasti mati."

   "Tadi dikatakan penembaknya kidal ..."

   Kata Harsa.

   "Ya kidal ... tetapi eh ... kiraku aku pernah ingat orang kidal,"

   Kata Rudy, seraya mengerutkan dahinya.

   "Di mana?"

   Tanya Harsa.

   
Komplotan Kelelawar Hitam Karya No Name di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Entahlah aku agak lupa .... coba nanti-nanti saja,"

   Kata Rudy. Setelah bercakap-cakap sejenak, Rudy dan Harsa minta diri. Sampai di kamarnya segera mereka membuka bajunya, karena udara amat panas.

   "Bagaimana pendapatmu, Dy?""

   Tanya Harsa seraya duduk.

   "Keterangan menjadi bertambah... dan Har... bukankah dalam surat-surat itu menyinggung soal uang,"

   Tiba-tiba kata Rudy.

   "Ya uang... dan menurut cerita Jono, Hartini dapat dengan mudah uang itu dihamburkan ... maksudmu?" "Kukira kita menghadapi soal pemalsuan uang,"

   Kata Rudy dengan cepat.

   "Pemalsuan uang?"

   Kata Harsa.

   "Betul, tetapi coba aku telpon sebentar,"

   Kata Rudy seraya meninggalkan biliknya. Ditelponnya kantor polisi pusat. Setelah agak lama bercakap dengan melalui telpon itu, segera ia balik ke kamarnya."

   Tak lama kemudian Rudy dan Harsa telah ada di dalam Fiatnya. Ketika mereka sampai di kantor polisi pusat, tiba-tiba ada orang lari menuju halaman kantor polisi. Ternyata yang lari itu sopir Anwar.

   "Tuan... Tuan saye lupa dikit ...""

   Katanya dengan masih tersengal-sengal nafasnya. Rudy dan Harsa berhenti menoleh sopir Anwar.

   "Ada apa Pak?"

   Tanya Rudy heran.

   "Nih ampir saye... ni ada buku kecil yang jatuh di dalam taksi saye ... kejepit tempat duduk,"

   Katanya seraya memberikan sebuah notes. Segera Rudy menerimanya. Ketika dibaca, ternyata itu buku harian Hartini.

   "Pak, amat berterima kasih,"

   Kata Rudy. Segera Rudy dan Harsa masuk ke dalam, menemui Inspektur Kandar.

   "Eh perlu benar kiranya, engkau balik kembali?"

   Tanya inspektur Kandar.

   "Penting... kata Rudy mendekati meja kerja. Selelah duduk, segera ia membuka notes harian Hartini ... tiba-tiba ia senyum.

   "Ya tak salah lagi, gerombolan "KELELAWAR HITAM"

   Ini aktif dalam pemalsuan uang,"

   Kata Rudy.

   "Pemalsuan uang?"

   Tanya inspektur Kandar.

   "Ya... he ...telah meluas seluruh Jawa..."

   Kata Rudy terkejut.

   Segera mereka bertiga sibuk mengatur perintah kepada segenap anggota polisi.

   Surat kabar sore isinya menggemparkan penduduk Jakarta.

   Dimuat dengan huruf-huruf tebal tentang terjadinya pemalsuan uang.

   Esok paginya di kantor-kantor juga mengalami kegegeran, karena uang kas mereka ternyata telah palsu semuanya.

    Kegaduhan merata di seluruh kota-kota besar di Jawa.

   Palsu ...

   palsu ...

   uang palsu yang beredar dengan mendadak.

   Anggota polisi di seluruh Jawa dikerahkan mengusut.

    IX.

   SERGAPAN SETENGAH HAMPA.

   Rudy dan Harsa sedang sibuk mempelajari buku harian Hartini.

   Tiba-tiba mereka segera berdiri, menemui inspektur Kandar.

   Segera dikerahkan beberapa pasukan polisi.

   "Siap..."

   Perintah inspektur Kandar. Barisan polisi berbaris teratur mendengarkan perintah.

   "Regu pertama mengadakan pengepungan di kompleks Serayu bagian timur, regu kedua di sebelah barat. Kalau tidak perlu jangan mempergunakan senjata. Kepunglah gedung di jalan Seraju no. 1/9978. Segera berangkat, regu tiga dan regu empat mengadakan pengepungan di gedung kertas yang terletak di jalan Pekojan no. 142/AB, segera berangkat. Regu kelima dan keenam mengadakan pengepungan di pelabuhan, periksa dan tahan kapal "RINDANG"

   Serta rumah makan "BAHAR."

   Segera berangkat,"

   Demikian perintahnya.

   Segera barisan polisi meninggalkan, pergi menjalankan tugas.

   Setengah jam kemudian kota Jakarta menjadi gempar.

   Suara tembakan terdengar di sana-sini.

   Rudy dan Harsa memimpin barisan yang mengadakan pengepungan di pelabuhan.

   Rumah makan "BAHAR"

   Telah terkepung.

   Tembakan segera terdengar dari rumah-makan itu.

   Dengan tak gentar pasukan-pasukan polisi makin mendesak mendekati rumah makan itu.

   Sepuluh menit kemudian tembakan dari rumah makan telah tak terdengar, tak lama kemudian keluarlah dari dalam rumah makan beberapa orang yang telah mengangkat tangan.

   Pemeriksaan segera terjadi.

   Korban peluru di pihak lawan amat banyak.

   Pada tubuh mereka diantaranya didapati gambar cocok (tato) Kelelawar Hitam ...

   Penggeledahan lebih lanjut, didapati beberapa bungkus uang serta kertas yang masih lembaran.

   Ternyata uang itu palsu semuanya.

   Segera mereka digiring ke kantor polisi.

    Rudy dan Harsa lari ke kapal "RINDANG."

   Di sana letusan peluru masih terdengar dengan amat gencarnya.

   Tetapi tak lama kemudian mereka menyerah.

   Jam delapan malam pertempuran selesai.

   Kota Jakarta menjadi sepi.

   Esok paginya surat-surat kabar memberitakan hasil penyergapan yang terjadi semalam.

   Pihak gerombolan tertangkap lima puluh orang, di antaranya yang enam pada pinggangnya terdapat gambar cocok Kelelawar Hitam.

   Yang meninggal ada lima belas orang.

   Dari hasil pemeriksaan, Rudy dan Harsa dibantu inspektur Kandar itu telah dapat membubarkan kawanan Kelelawar Hitam di kota Jakarta.

   "Tetapi aku belum puas,"

   Kata Rudy.

   "Ya kita harus dapat mengetahui, di mana uang itu dibuat,"

   Sahut Harsa.

   Dari penggerbekan itu, mereka tidak mendapatkan di mana uang palsu itu dibuat.

   Lagi pula mereka menghadapi soal pelik, karena para tawanan yang ditanyai soal organisasi itu tidak dapat memberi jawaban yang memuaskan.

   Mereka tawanan itu tidak ada yang mengenal kepalanya, apalagi melihatnya.

   Mereka hanya menerima perintah dari surat saja.

   Pula antara satu sama lain tidak ada yang mengenal.

   Baru setelah terjadi sergapan itu saja mereka mengenal siapa-siapa anggota Kelelawar Hitam itu.

   Dari beberapa laporan para tawanan itu didapat keterangan bahwa gerombolan Kelelawar Hitam itu amat teratur dan mengenal peraturan yang harus ditaati oleh setiap anggotanya.

   Siapa ingkar dan telah mendarat surat ancaman karena kelalaiannya berarti maut tantangannya.

   Mereka tidak mengenal apa perikemanusiaan itu.

   Pokok, siapa ingkar mati.

   Dari pengakuan mereka memang hasilnya amat menyenangkan, hidup mereka yang serba kecukupan itu sebanding dengan tugas berat yang mereka pikul.

   Hampir kebanyakan dari mereka itu tidak berani menjalankan keingkaran karena banyak di antaranya mereka itu rata-rata pelanggar hukum semuanya.

   Memang kepala gerombolan itu licin dan pandai memilih anggota-anggotanya yang dapat diikat dalam organisasi itu.

   Matanya yang tajam serta telinganya yang cepat mendengar berita baru atau keterangan tentang seseorang yang merasa dirinya berkesalahan melanggar hukum negara.

   Dengan bujukan uang yang banyak serta ancaman akan dihadapkan kepada polisi ia dapat mengikat para pelanggar-pelanggar hukum itu.

    X.

   PENGAJARAN YANG LEBIH LANJUT Esok pagi berikutnya setelah selesai Rudy dan Harsa mengurus soal penyergapan semalam, mereka pergi ke kantor polisi.

   "Bagaimana Kan? Sudah selesai semuanya?"

   Tanyanya.

   "Hampir semua tempat-tempat yang seperti tercantum dalam buku harian Hartini telah saya adakan pemeriksaan,"

   Jawab inspektur Kandar.

   "Tetapi sayang kami tidak dapat mengadakan penyergapan terakhir di sini."

   "Mengapa demikian?"

   Tanya inspektur Kandar.

   "Karena seperti dalam catatan Hartini jang di belakang, di situ tertulis bahwa pusat organisasi itu telah dipindah ke kota S."

   "Kota S? Lalu mana kira-kira yang dimaksud dengan Kota S itu?"

   "Secara rabaan mungkin Semarang."

   Sstelah bercakap-cakap agak lama Rudy dan Harsa minta diri untuk pulang ke Semarang. Jam satu siang meraka sudah sampai di kota Semarang lagi.

   "Ke mana tujaan kita Har?"

   Tanya Rudy setelah memberhentikan mobilnya di kantor polisi.

   "Coba kita cari keterangan dari Mana dulu,"

   Sahut Harsa.

   "Oh hallo, kalian sudah kembali, bagaimana hasil pekerjaan kalian?"

   Tanya Inspektur Mana dengan senyum.

   "Kurasa amat memuaskan, meskipun belum selesai betul-betul. Memang tentang pembekukan gerombolan dapat kukatakan hampir sampai di ujungnya."

   Jawab Rudy.

   "Lagi pula mengenai pembunuhan Hartini masih belum terang betul,"

   Katanya lagi.

   "Eh masih gelap?"

   Tanya inspektur Mana.

   "Gelap sih tidak,"

   Kata Harsa.

   "Lalu bagaimana, apa ada keterangan lebih lanjut?"

   Harsa kemudian menceritakan tentang diri Hartini, Inspektur Mana mendengarkan dengan penuh minat.

    Hanyalah bahan-bahan untuk membuka tabir pembunuhan Hartini kurasa makin mencapai akhir...

   begini ...

   dari pemeriksaan di sini dulu itu ada sedikit keterangan yang belum kita selesaikan, dari penyelidikan kami dulu ...

   Komplotan Kelelawar Hitam Karya No Name di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   hasilnya Hartini di kota ini mendapat tugas, tugas mengedarkan uang palsu, kita tahu sekarang.

   Lain dari pada itu kita masih harus menyelidiki pelayan hotel Simin yang tinggal di Mlaten K/62"

   Dari keterangan yang kami peroleh ia pernah menunjukkan rasa kurang senang ketika mak Minah mengantarkan minuman Hartini ke kamanya.

   Pernah ia mengatakan kata penting.

   Di samping itu keterangan dari sopir taksi Jakarta dulu itu, ia berkata bahwa Hartini kena tembakan pistol yang berlubang kecil, kemudian sopir, tadi disuruh mencekik Hartini.

   Menurut penuturan sopir Hartini waktu itu menyadi pucat serta lemas setelah mendapat tembakan.

   "Pula kata sopir itu pembunuhnya ketika membunuh memakai tangan kiri, jadi kidal...,"

   Demikian kata Harsa.

   "Lalu pendapatmu bagaimana, Dy"

   Tanya inspektur Mana kemudian.

   "Dari hasil pemusatan pikiran di perjalanan tadi ialah, tuduhan terakhir kepada Simin, karena pertama ia telah menunjukkan kecurigaan kami berdasarkan penuturan mak Minah, kedua dari hasil penyelidikanku ketika terjadi pembunuhan itu kuasa hotel "RIO"

   Ada di depan, ia melihat siapa saja yang masuk ataupun keluar dari pintu depan.

   Menurut keterangannya yang pernah saya peroleh waktu itu ia hanya melihat sopir itu saja yang masuk bersama Hartini dari perjalanan.

   Dan tak lama kemudian ia melihat sopir itu keluar dengan wajah menunjukkan rasa takut.

   Tadi kukatakan tuduhan terakhir jatuh kepada Simin, inipun masih harus diselidiki lebih lanjut.

   Kita tahu bahwa Siminlah yang mengurusi soal tamu-tamu hotel "RIO"

   Itu, menurut kuasa hotel ia bekerja di sana itu dimulai menjelang kedatangan Hartini di kota ini."

   Demikian kata Rudy dengan tenangnya.

   "Tetapi apakah itu sudah cukup untuk menuduh?"

   Kata Inspektur man.

   "Sudah. Namun masih harus dibuktikan lebih dahulu.

   "Apakah tidak ada orang lain yang mungkin kena tuduh, maksudku tak adakah orang lain waktu itu yang menginap di hotel?"

   Tanya Inspektur Mana.

   "Oh, ya ... hampir aku lupa mengatakan, waktu itu di Hotel Rio tidak ada tamu menginap kecuali Hartini saja ... dan kemudian mari kita terus mengadakan penyelidikan,"

   Kata Rudy.

   Setelah mengadakan persiapan, mereka bertiga meninggalkan kantor.

    Dengan naik Fiat mereka menuju ke hotel.

   Waktu mereka melangkahkan kakinya ke ambang pintu mereka berpapasan dengan seorang lelaki yang tinggi besar.

   Pada wajahnya menunjukkan garis potongan orang Mongol dengan mata agak sipit.

   Kalau Rudy dengan awas tentu akan melihat perubahan wajah orang itu ketika berpapasan.

   "Kau terlambat"

   Kata orang itu dengan perlahan.

   Rudy dengan teman-temannya tidak menduga sama sekali akan perkataan orang itu.

   Mereka bergegas masuk ke dalam.

   Apa yang terjadi? Di dalam mereka dapati keributan karena pelayan Simin kedapatan telah meninggal.

   Setelah diadakan pemeriksaan ternyata Simin terbunuh dengan racun luka bintil kecil merah di lengannya.

   Dari pemeriksaan itu Rudy mendapatkan sepucuk surat kecil, bunyinya.

   Saudara-saudara Yth, Kukatakan kedatangan saudara itu terlambat.

   Simin terpaksa kubunuh karena ia ingkar juga.

   Dialah yang membunuh Hartini yang ingkar janji pula.

   Amat menyesal kali ini tuan-tuan sekalian menggagalkan usahaku, kuakui ketelitian pekerjaan saudara-saudara.

   Biarlah usahaku dapat kukatakan hancur.

   Tetapi kita akan bertemu lagi di lain soal.

   Selamat bertemu kembali.

   "Kelelawar Hitam"

   "Kelelawar Hitam?"

   Tanya Inspektur Mana.

   "Ya... oh coba panggil kuasa hotel Har,"

   Kata Rudy. Tak lama kemudian datanglah Tionghwa kuasa hotel itu.

   "Siapa saja yang masuk ke dalam tadi, Tuan?"

   Tanya Rudy.

   "Hanya seorang saja ... dan orangnya yang barusan keluar, ketika tuan-tuan masuk tadi,"

   Jawab kuasa hotel itu.

   "Apa orang Mongol tadi?"

   Tanya Harsa.

   "Ya ...,"

   Jawab kuasa hotel.

   "Ah kabur, tentu orang itu kepala gerombolan Kelelawar Hitam,"

   Kata Rudy. "Eh ada surat-surat,"

   Kata inspektur Mana. Ternyata isinya menyatakan bahwa Simin menjalankan keingkaran serta mendapat ancaman pula.

   "Orang penting juga mungkin Simin ini,"

   Kata Rudy.

   "Kalau begitu mari kita adakan penyelidikan di rumahnya saja ... tetapi oh Tuan,"

   Kata Harsa kepada kuasa hotel.

   "Ada apa tuan?"

   Sahut kuasa hotel.

   "Apakah Simin ini kidal?"

   "Ya,"

   Jawabnya pendek. Mari kita pergi ke rumah Simin. Mungkin di sana kita mendapat keterangan lebih lanjut,"

   Kata inspektur Mana.

   Tak lama kemudian mereka bertiga meninggalkan hotel Rio setelah memanggil ambulance untuk mengangkut diri korban.

   Sampai di rumahnya Simin mereka dapatkan pintunya tidak terkunci.

   Rumah itu sepi saja, tidak ada penghuninya.

   Ketika mereka masuk sebuah kamar, mereka mendapatkan sepucuk surat.

   Saudara-saudara Yth.

   Aku telah merasa bahwa tuan-tuan sekalian tentu akan ke mari mengadakan pemeriksaan.

   Sayang tak sempat kami mengangkuti barang- barang.

   "KELELAWAR HITAM."

   "Barang-barang?"

   Tanya Harsa.

   "Mungkin di sini kita dapatkan percetakan uang palsu itu,"

   Kata Rudy.

   Ternyata ketika mereka masuk pada suatu bilik di sana di lantainya ada lubangnya yang masuk ke dalam tanah.

   Dengan hati-hati mereka menuruni tangganya.

   Di dalamnya mereka dapati alat percetakan uang palsu.

   Pula didapati beberapa peti uang palsu yang telah selesai dicetak ataupun kertas-kertas yang masih kosong.

   Setelah mengadakan penyitaan, Rudy memberi tahu kepada kota-kota besar agar diadakan penjelidikan tentang beredarnya uang palsu.

   Seluruh Jawa terjadi kegegeran, karena beredarnya uang ratusan palsu.

   Kerja gerombolan Kelelawar Hitam memang licin.

    Tiap-tiap kantor perdagangan mengalami keributan pula karena uang kas mereka ternyata isinya uang palsu semuanya, sedangkan uang yang tidak palsu telah berpindah tempat.

   "Kali ini mereka hancur,"

   Kata Rudy pada suatu sore hari di rumahnya Harsa.

   "Ya tetapi tentu ia akan mengadakan aksi yang lain, seperti suratnya."

   "Itupun akan kita hadapi dengan penuh ketelitian serta kewaspadaan,"

   Kata Rudy.

   "Eh tanggal berapa sekarang?"

   Tanya Harsa.

   "18 kurasa, ada apa Har?"

   Balas Rudy bertanya.

   "Filmnya di Orion kan sudah ganti, mari nanti malam kita nonton?"

   "Baiklah untuk meredakan kelelahan,"

   Jawab Rudy. Sore harinya mereka tampak dengan naik Fiatnya menuju ke Orion. Setelah membeli karcis lalu mereka masuk. TAMAT FINIR Baca juga. KELELAWAR HITAM di JOGJA. Siapa yang lebih tangguh? Detektif Rudykah? Kdj-3 September 2018

   

   

   

   

Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long Pengelana Tangan Sakti Karya Lovely Dear Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien

Cari Blog Ini