Ceritasilat Novel Online

Panasnya Bunga Mekar 13


Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja Bagian 13



Panasnya Bunga Mekar Karya dari SH Mintardja

   

   Sebagai seorang perantau ia duduk bersandar sebatang pohon untuk melepaskan lelahnya.

   Ketika Witantra dan Mahisa Bungalan menghadap, maka Pangeran Kuda Padmadata pun menjadi kecewa.

   Yang datang memang bukan Damar, tetapi orang lain yang menyebut orang lain yang menyebut dirinya bernama Gantar dengan seorang anak muda yang bernama Bungalan.

   Pemimpin pengawal yang membawa mereka menghadap itupun kemudian dengan garang mulai bertanya tentang perhiasan-perhiasan itu.

   Ia bertanya dengan teliti dan kadang-kadang dengan keras dan kasar.

   Dalam pada itu, agaknya Pangeran Kuda Rukmasanti tidak sabar lagi menunggu.

   Jawaban Witantra dan Bungalan yang berbelit-belit membua Pangeran Muda itu tidak telatan.

   Tiba-tiba saja ia meloncat berdiri.

   Dengan garangnya ia meremas rambut Witantra sambil berteriak.

   "Kau tidak dapat ingkar lagi Pedagang itu sudah mengatakan, bahwa ia mendapat barang itu dari padamu. Nah, kau tinggal mengakui, bahwa kau telah mencuri barang-barang ini. Kau memanjat istana ini dan membuka atapnya. Kau masuk dengan mempergunakan tampar atau apapun juga. Kaukeluar juga lewat lubang di atap itu. Karena kau tergesa- gesa, maka beberapa jenis perhiasan telah terjatuh di tanah"

   Witantra tidak segera menjawab. Namun tiba-tiba saja Pangeran yang marah itu tiba-tiba saja telah memukul wajahnya sambil berteriak.

   "Kau harus mengakui"

   Lalu katanya kepada Mahendra.

   "ha, bukankah kau dapatkan barang-barang itu dari orang ini"

   "Hamba tuanku.

   Jawab Mahendra. Sementara itu Witantra telah terbanting jatuh ketika tangan Pangeran Kuda Rukmasanti mengenai wajahnya. Dengan suara gemetar ia berkata.

   "Ampun tuanku. Hamba benar-benar tidak tahu"

   Belum lagi suara itu selesai diucapkan, kaki Pangeran Kuda Rukmasanti telah mengenai kepala Witantra. Sekali lagi ia berteriak.

   "Aku dapat membunuhmu dan anak muda itu disini. He, anak muda, apakah kau juga ingkar"

   Mahisa Bungalan tidak segera menjawab.

   Yang kemudian berdebar- debar adalah justru Mahendra dan Witantra.

   Jika Mahisa Bungalan tidak dapat mengendalikan dirinya, maka mungkin sekali rencana meraka harus dirubah dengan tiba- tiba.

   Namun dalam pada itu, ketika Pangeran Kuda Rukmasanti mendekati Mahisa Bungalan, maka Pangeran Kuda Padmadata berkata.

   "Biarlah aku bertanya kepadanya"

   Kedua pengawalnya yang selalu dekat dengan Pangeran itupun berusaha mencegahnya. Tetapi Pangeran itu sudah berdiri dan melangkah mendekati Witantra.

   "Ki Sanak"

   Berkata Pangeran Kuda Padmadata.

   "bukan maksud kami untuk menyakiti Ki Sanak. Tetapi kami justru ingin menempatkan persoalan ini pada keadaan yangsewajarnya. Cobalah katakan sesuatu tentang perhiasan- perhiasan itu"

   "Bukanlah pedagang perhiasan itu mendapatkan barang- anrang itu daripadamu?"

   Bertanya Pangeran itu. Seolah-olah diluar sadarnya Witantra mengangguk sambil nenjawab.

   "Hamba tuanku"

   "Nah, demikianlah Ki Sanak. Tetapi sudah barang tentu, kau telah mendapatkan barang itu dari pihak lain pula. Cola katakan, apakah kau mendapatkan dari seseorang, atau kau dapatkan dari tempat dan dengan cara lain. Adalah mustahil bahwa barang-barang itu akan dapat berkisar sendiri dari tempat penyimpanannya di dalam bilik itu"

   Witantra menarik mafas dalam-dalam, Namun kemudian ia membungkukan badannya dalam, sehingga wajahnya hampir menyentuh lantai. Katanya.

   "Ampun tuanku. Hamba memang mendapatkan barang-barang itu dari orang lain. Hamba sama sekali tidak mencuri, apalagi di istana tuanku. Hamba sama sekali tidak berani dan tidak akun dapat melakukannya"

   Pangeran Kuda Padmadata menarik keningnya. Kemudian ia bertpnya lagi.

   "Apakah kau dapat menyebut, siapakah yang telah menyerahkan barang-barang itu kepadamu"

   Witantra termangu-mangu.

   Sebagai seorang yang bernama Gantar ia dapat diperlakukan apa saja oleh orang orang yang berkuasa di istana Pangeran Kuda Padmadata itu.

   Namun sekilas ia memang sudah melihat, bahwa kekuasaan Pangeran Kuda Padmadata selalu dibayangioleh kekuasaan adiknya yang bernama Pangeran Kuda Rukmasanti.

   Namun dalam pada itu, karena ia tidak segera menjawab, maka Pangeran Kuda Padmadata pun mendesaknya.

   "Ki Sanak. Coba berterus teranglah. Atau barangkali kau anak muda. Apakah kau dapat mengatakan, siapakah yang telah memberikan atau katakanlah menjual barang-barang itu kepadamu dan kemudian kau jual kepada pedagang itu? Perbuatan yang kurang baik itu pada akhirnya memang harus dipertanggung-jawabkan. Pencurian yang telah dilakukan di istana ini memang harus dapat dibongkar. Karena itu, katakanlah, agar kau tidak dibebani oleh dosa dan kesalahan mereka yang sudah melakukannya itu"

   Witantra termangu-mangu sejenak.

   Sekilas ia memandang Mahendra, Mahisa Bungalan dan sebentar lagi Mahisa Agni.

   Diluar sadarnya ia telah memperbandingkan kekuatan orang-orang yang berada di dalam bilik itu.

   Apakah pada suatu saat yang tepat, mereka akan dapat menguasai orang-orang yang telah membayangi kekuasaan Pangeran Kuda Padmadata, dan yang telah sampai hati memerintahkan orang-orang upahan untuk membunuh isteri dan anak laki-lakinya.

   "Cobalah"

   Desak Pangeran Kuda Padmadata.

   "katakanlah"

   "Orang itu harus dipaksa"

   Geram Pangeran Kuda Rukmasanti"

   "Tidak Pangeran"

   Berkata Witantra dengan serta merta.

   "biarlah hamba mengatakannya. Barangkali itu memang lebih baik dari pada hamba sendiri yang harus mengalami kesulitan karena barang-barang itu"

   "Nah"

   Desis Paneeran Kuda Padmadata.

   "katakanlah"Witantra menarik nafas dalam-dalam. Nampaknya ia berharap akan berhasil dengan rencana yang telah disusunnya bersama Mahisa Agni. Karena itu, maka katanya kemudian.

   "Tuanku. Hamba mendapat barang- barang itu dari hamba istana ini. Menurut keterangannya, barang-barang itu memang akan dijualnya. Tetapi adalah bodoh sekali bahwa pedagang itu telah menawarkan barang-barang perhiasan itu justru kemari"

   "Siapakah hamba istana itu?"

   Pangeran Kuda Rukmasanti berteriak.

   "Ampun tuanku. Namanya Damar"

   "Damar"

   Hampir berbareng beberapa orang telah mengulang Namun justru Pangeran Kuda Padmadata lah yang paling keras. Kemudian katanya.

   "Orang itulah yang aku curigai ketika aku bertanya kepada setiap orang-orang menghamba di istana ini. He, apakah kaliah tidak ingat?"

   Kedua pengawalnya diluar sadarnya telah mengangguk sambil menjawab.

   "Ya ingat tuanku"

   "Panggil orang itu kemari"

   Pangeran Kuda Padmadata pun menjadi garang.

   Seolah-olah ia telah mengalami perubahan yang tiba-tiba dari dalam dirinya.

   Beberapa orang yang berada di dalam bilik itu termangu- mangu.

   Namun mereka bagaikan terbangun ketika mereka mendengar sekali lagi Pangeran Kuda Padmadata berteriak.

   "Panggil orang itu kemari"

   "Tetapi, dimanakah sekarang orang itu"

   Bertanya pengawalnya.

   "Kau dungu. Bukankah kau mendengar, bahwa ia adalah seorang pekatik?"

   Bentak Pangeran Kuda Padmadata.Orang-orang yang semula selalu membayanginya itu tiba-tiba saja telah berada dibawah pengaruhnya. Karena itu, maka salah seorang dari merekapun telah berkata.

   "Baiklah. Hamba akan memanggilnya. Tetapi hamba tidak tahu, dimana rumahnya"

   "Bertanyalah kepada orang-orang yang berhubungan dengan Kuda-kudaku itu"

   Jawab Pangeran Kuda Padmadata.

   Salah seorang dari kedua pengawal yang selalu mengikut kemana saja Pangeran itu pergi, dan bahkan kadang-kadang justru merekalah yang memerintah, telah dengan tergesa- gesa pergi kebelakang untuk mencari seseorang yang bernama Damar.

   Sementara itu, di dalam bilik itu pun telah terjadi kegelisahan.

   Ketika Mahendra berkisar, maka pemimpin pengawal itu telah membentaknya.

   "Jangan berusaha lari"

   "Tidak tuan. Aku tidak akan lari"

   Jawab Mahendra. Sementara itu, maka salah seorang pengawal yang mencari Mahisa Agni telah mendapat petunjuk, bahwa orang yang bernama Damar itu berada di rumah gamel kuda di sudut bagian belakang dari halaman istana itu.

   "Ikut aku"

   Perintah pengawal itu.

   "Maksud tuan"

   Bertanya Mahisa Agni.

   "Ikut aku"

   Pengawal itu membentak. Mahisa Agni menjadi ketakutan, sementara gamel itupun menjadi berdebar-debar.

   "Apa yang terjadi tuan?"

   Bertanya gamel itu.

   "Kau tidak turut campur. Kecuali jika ternyata kau terlibat pula dalam persoalan ini, maka kau akan digantung"

   Bentak pengawal itu."Aku tidak mengerti"

   Desis gamel itu. Pengawal itu sama sekali tidak menyahut. Tetapi ditariknya Mahisa Agni dengan kasarnya.

   "Ia baru sakit tuan"

   Desis gamel itu.

   "Aku tidak peduli. Jika ia akan mati, biarlah ia mati"

   Geramnya.

   Mahisa Agni tidak melawan.

   Ia mengikuti saja kemana ia di tarik dengan kasar.

   Namun demikian, ia masih juga berdebar-dobar, apakah ia akan dapat menyelesaikan seluruh rencananya dengan baik.

   Dalam pada itu, maka Mahisa Agni yang bernama Damar itupun telah dihadapkan pula kepada Pangeran Kuda Padmadata yang telah menjadi garang.

   Ia tidak lagi menghiraukan orang-orang yang selama itu telah memagarinya dengan kekuasaan dan dan ancaman.

   Ketika Mahisa Agni kemudian dibawa masuk kedalam bilik itu, maka dengan serta merta Pangeran Kuda Padmadata berkata.

   "Nah, apakah kalian sekarang percaya, bahwa orang ini memang pantas dicurigai?"

   Tidak ada seorangpan yang menjawab. Mereka memang harus mengakui bahwa Pangeran Kuda Padmadata telah mencurigai orang yang bernama Damar itu.

   "He, hamba yang hina"

   Berkata Pangeran itu.

   "cobalah jawab pertanyaanku dengan sebenarnya. Disini hanya ada aku, adik kandungku yang baik, seorang pemimpin pasukan pengawal, dua orang pengawalku yang paling setia. Diluar ada dua orang pengawal yang mengamati peristiwa ini dengan seksama dibawah perintah pemimpin pengawal ini. Dan beberapa orang lain berpencaran diluar"

   "Apa yang kau katakan?"

   Potong Pangeran Kuda Rukmasanti."Aku memberikan gambaran kepadanya, bahwa ia tidak akan dapat ingkar menghadapi kenyataan ini"

   Jawab Pangeran Kuda Padmadata. Lalu katanya kepada Mahisa Agni.

   "sekarang, jawablah. Apakah benar kau telah memanjat dinding istana ini, memasuki salah satu biliknya dan mengambil perhiasan itu?"

   "Hamba Pangeran. Hamba telah melakukannya"

   Jawab Mahisa Agni dengan tenang.

   Keterangan Pangeran Kuda Padmadata agaknya telah memberikan gambaran yang lebih jelas, siapakah yang bakal mereka hadapi.

   Dan agaknya Pangeran itupun siap menghadapi segala kemungkinan Jawaban Mahisa Agni telah membuat orang-orang-yang berada di dalam bilik itu berdebar-debar.

   Pemimpin pengawal itupun kemudian meloncat maju dan dengan kasar merenggut rambut Mahisa Agni.

   "Jadi kaulah mencuri di istana itu?"

   Mahisa Agni tidak mengeluh. Ia tidak berteriak kesakitan seperti orang yang disebut bernama Damar. Ia membiarkan rambutnya ditarik oleh pemimpin pengawal itu. Namun Pangeran Kuda Padmadata yang membentaknya.

   "Aku sedang bertanya kepadanya. Lepaskan"

   "Ia telah menghina kami"

   Jawab pemimpin pengawal itu.

   
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Lepaskan"

   "Biarkan ia melakukan tugasnya"

   Potong Pangeran Kuda Rukmasanti.

   "kau tidak perlu memerintahkan apapun juga kepadanya""Aku Pangeran Kuda Padmadata"

   Tiba-tiba Pangeran itu menjadi marah.

   "aku berkuasa di dalam istanaku. Aku akan memeriksa orang ini"

   Kata-kata Pangeran itu ternyata masih juga berpengaruh. Namun demikian kedua pengawalnya mendekatinya. Salah seorang dari mereka berdesis.

   "Pangeran harus mengingat kedudukan Pangeran. Hamba akan membantu Pangeran apapun juga"

   Tetapi jawabannya benar-benar mengejutkan.

   "Aku tidak memerlukan kalian lagi. Aku akan memeriksa orang ini"

   Kedua pengawal itu termangu-mangu. Namun ternyata Pangeran Kuda Rukmasanti berkata.

   "Biarkan ia melakukannya"

   Kedua pengawal itu melangkah surut.

   Sementara Pangeran Kuda Padmadata memandangi seisi ruangan itu berganti-ganti.

   Adiknya, kedua pengawalnya, pemimpin pengawal, kemudian orang-orang yang duduk bersimpuh di dalam bilik itu.

   Pedagang perhiasan, dua orang perantara yang menerima barang-barang itu dan menyerahkan kepada pedagang itu.

   Kemudian pekatik yang telah mengaku dengan terus terang mancuri barang-barangnya, tetapi yang telah berbisik kepadanya, bahwa ia adalah petugas sandi dari Singasari.

   Sejenak Pangeran Kuda Padmadata mengurai keadaan.

   Wajah-wajah orang yang duduk bersimpuh itu akhirnya memberikan keyakinan kepadanya.

   Maka katanya kemudian.

   "Damar. Katakan yang sebenarnya, kenapa kau mencuri di istana ini?"

   Mahisa Agni mengangkat wajahnya. Kemudian ia justru bertanya.

   "Tuanku, apakah hamba boleh mengatakan yang sebenarnya? Disini ada hamba, dan tiga orang yang bersangkut paut dengan hamba dan tugas hamba""Itu sudah cukup. Katakanlah"

   Orang-orang yang mendengar pembicaraan itu menjadi heran. Namun merekapun segera mendengar Mahisa Agni menjawab pertanyaan Pangeran Kuda Padmadata.

   "Pangeran, hamba memang mencuri di istana ini. Belum lama hamba mengabdikan diri di istana sebagai seorang pakatik"

   "Untuk apa kau mencuri?"

   Bertanya Pangeran Kuda Padmadata. Pertanyaan itu memang terdengar aneh di telinga adiknya dan para pengawal yang ada di dalam bilik itu.

   "Ampun tuanku. Hamba mencuri karena hamba didorong oleh keinginan hamba untuk mengetahui isi istana ini. Bukannya karena hamba ingin memiliki perhiasan itu. Itulah sebabnya, maka hamba telah berusaha untuk dapat menyampaikan perhiasan yang telah hamba curi itu kembali ke istana ini. Kemudian hamba memang berharap untuk dipanggil bersama-sama seperti pada aat ini"

   "Bagus"

   Wajah Pengeran Kuda Padmadata menjadi cerah.

   "aku mengerti. Aku mendengar pesan yang kau berikan. Dan aku sekarang memahami apa yang kau lakukan"

   "Apa yang telah dilakukannya"

   Geram Pangeran Kuda Rukmasanti.

   "Adinda"

   Berkata Pangeran Kuda Padmadata.

   "kau adalah adikku yang baik. Yang memberikan kenangan yang manis di masa kanak-kanak kita, karena kita berdua berada dalam asuhan yang sama. Kita selalu bermain bersama, tidur dan makan bersama, meskipun kita kadang-kadang juga bertengkar. Tetapi pertengkaran itu telah memuncak justru saat kita sudah menjadi semakin tua. Nah,bertanyalah kepada orang-orang ini, apakah yang sebenarnya mereka kehendaki"

   Wajah Pangeran Kuda Rukmasanti menjadi merah. Dengan garang ia memandangi Mahisa Agni dan orang- orang lain yang masih duduk bersimpuh. Dengan lantang ia bertanya.

   "Apakah maksudmu sebenarnya. Kau tidak dapat berbuat gila disini. Aku dapat memerintahkan beberapa pengawal untuk bertindak"

   Mahisa Agni memandang Pangeran Kuda Rukmasanti yang marah dan agak kebingungan itu.

   Ketika kemudian ia memandang pemimpin pengawal yang garang dan kemudian kedua orang yang selalu membayangi Pangeran Kuda Padmadata.

   Maka Mahisa Agni pun kemudian berketetapan hati untuk segera menyampaikan maksudnya, dengan kesiagaan sepenuhnya untuk menghadapi segala kemungkinan akibat dari sikap dan perbuatannya itu.

   Sementara itu Mahisa Bungalan telah menjadi semakin gelisah.

   Ia hampir tidak sabar lagi dengan sikap Mahisa Agni yang berkepanjangan.

   Namun Mahisa Agni masih juga berkata.

   "Tuanku Pangeran Kuda Rukmasanti. Sudah sejak lama hamba mendengar ceritera tentang seorang Pangeran yang kehilangan dirinya sendiri. Hamba tidak begitu jelas persoalannya. Namun yang hamba ketahui, bahwa seorang yang tidak bersalah, telah dikejar-kejar oleh beberapa orang yang tidak berperi-kemanusiaan untuk dibunuh dan dihapuskan jejaknya"

   "Gila. Apakah yang kau katakan itu? Aku bertanya kepadamu, dalam hubungan hilangnya perhiasan-perhiasan itu dari istana kakanda Pangeran Kuda Padmadata"

   Teriak Pangeran Kuda Rukmasanti."Hamba juga berceritera tentang perhiasan dan kenapa hamba telah mancurinya. Sebenarnyalah bahwa hamba sekedar ingin berhubungan langsung dengan Pangeran Kuda Padmadata"

   Jawab Mahisa Agni.

   "hamba agaknya telah berhasil menyatakan kepada Pangeran, bahwa hamba datang untuk melihat keadaan yang timpang di dalam istana ini"

   "Apa hubunganmu dengan peristiwa di istana ini?"

   Bertanya Pangeran Kuda Rukmasanti dengan garang.

   "Hamba adalah orang-orang yang tidak dangan sengaja telah terlibat dalam persoalan keluarga Pangeran Kuda Padmadata. Hambalah yang telah menyelamatkan seorang perempuan dan anak laki-lakinya yang mempunyai sangkut paut dan hubungan darah dengan Pangeran Kuda Padmadata. Nah, sekarang hamba ingin bertanya, siapakah sebenarnya yang telah memerintahkan membunuh perempuan dan anak laki-lakinya itu?"

   "Nah"

   Sahut Pangeran Kuda Padmadata.

   "baru sekarang aku pasti. Aku memang sudah memperhitungkan, bahwa isteri dan anakku itu akan menjadi sasaran kedengkian kalian"

   "Hamba telah berhasil menyelamatkan mereka"

   Berkata Mahisa Bungalan yang tidak sabar.

   "Persetan"

   Geram Pangeran Kuda Rukmasanti.

   "apakah kalian memang orang-orang gila yang dengan sengaja membunuh diri?"

   "Sabarlah Pangeran"

   Berkata Witantra.

   "memang agak sulit untuk menerima peristiwa ini. Tetapi hamba pun ingin bertanya, bagaimana dengan tuan puteri yang barangkali sekarang berada di istana ini pula?"Pangeran Kuda Padmadata menarik nafas dalam-dalam. Katanya.

   "Ia bukan isteriku yang sebenarnya. Ia hadir bukan atas kehendakku. Aku sudah dibayangi oleh kekuasaan yang tidak kasat mata, tetapi tidak dapat aku tolak. Orang-orang yang membayangiku telah dapat menunjukkan bukti bahwa mereka telah menguasai isteri dan anakku yang aku tinggalkan di padukuhan. Sehingga mereka dengan demikian dapat memaksaku berbuat apa saja. Aku tidak mencemaskan umurku sendiri, tetapi aku tidak akan dapat membiarkan itu"

   "Cukup kakanda"

   Potong Pangeran Kuda Rukmasanti.

   "aku masih tetap pada pendirianku. Aku tidak akan mencabut keputusanku untuk membunuh perempuan dan anak laki-laki itu jika kau tidak menurut segala perintahku"

   "Aku sudah berkata adinda, jika kau ingin memiliki segala harta dan kekayaan ini, ambillah. Tetapi jangan kau korbankan perempuan dan anak yang tidak bersalah itu"

   Jawab Pangeran Kuda Padmadata.

   "Aku tidak peduli"

   Geram adiknya, lalu.

   "He kalian dapat bertindak apa saja yang kalian anggap baik. Juga terhadap orang-orang yang tidak tahu diri ini"

   "Tunggu"

   Berkata Mahisa Agni.

   "tuanku jangan tergesa- gesa menjatuhkan perintah. Sudah hamba katakan, bahwa perempuan dan anak laki-laki itu telah berhasil dibebaskan oleh kemenakanku itu. Kalian tidak akan dapat mempergunakannya lagi untuk memaksakan kehendak kalian. Bahkan ada disini pula, ayah perempuan itu, yang telah berusaha menyelamatkan anaknya dengan segenap kemampuan yang ada padanya"

   "Siapa?"

   Bertanya Pangeran Kuda Padmadata.

   "Ki Wastu"

   Jawab Mahisa Agni."Ki Wastu ada disini?"

   Desis Pangeran Kuda Padmadata.

   "Persetan"

   Geram Pangeran Kuda Rukmasanti.

   "jangan percaya. Kakanda. Jika kakanda masih mencintai perempuan padukuhan itu dan anaknya, jangan mencoba berbuat sesuatu yang akan dapat memperpendek umurnya"

   "Jangan cemas tuanku"

   Potong Mahisa Bungalan.

   "hamba telah membebaskannya dengan tangan hamba. Dengan tangan ayah hamba dan paman-paman hamba"

   "Siapa ayahmu?"

   Bertanya Pangeran Kuda Padmadata.

   "Ayah hamba adalah pedagang itu. Yang tuanku tangkap karena ia telah membawa perhiasan yang memang diambil oleh paman Mahisa Agni"

   "He, apa yang kau katakan"

   Potong Mahisa Agni.

   "O, maksudku, paman Damar"

   "Katankanlah. Katakanlah nama kalian yang sebenarnya"

   Minta Pangeran Kuda Padmadata.

   "permainan memang harus berakhir. Aku tidak akan mempertimbangkan nyawaku. Tetapi bahwa isteri dan anakku sudah kalian selamatkan, maka aku tidak akan takut lagi menghadapi segala kenyataan yang paling pahit sekalipun"

   Ia berhenti sejenak, lalu.

   "tetapi dimanakah isteri dan anakku sekarang"

   "Mereka berada di dalam istana Singasari"

   Jawab Mahisa Agni. Semua orang yang mendengar jawaban itu terkejut. Pangeran Kuda Padmadata, Pangeran Kuda Rukmasanti, para pengawal dan dua orang yang selalu membayangi Pangeran Kuda Padmadata.Dengan nada tinggi Pangeran Kuda Padmadata bertanya.

   "Apakah pendengaranku tidak salah? Isteri dan anakku itu berada di istana Singasari?"

   "Ya tuanku. Hambalah yang telah membawa mereka ke dalam istana. Atas perkenan tuanku Ranggawuni yang bergelar Wishnuwardhana, Maharaja di Singasari"

   Jawab Mahisa Bungalan. Pangeran Kuda Padmadata menjadi semakin tegang. Dengan nada datar ia bertanya.

   "Siapakah sebenarnya kalian"

   "Sudah hamba katakan"

   Jawab Mahisa Agni.

   "hamba adalah seorang petugas sandi dari Singasari yang ingin mengetahui keadaan tuanku yang sebenarnya"

   "Bohong"

   Teriak Pangeran Kuda Rukmasanti.

   "kalian adalah perampok-perampok yang sudah mempersiapkan ceritera itu pada saatnya kalian tertangkap. Ayo, bersiaplah untuk menerima hukumanmu. Bukan saja karena kalian telah mencuri, tetapi karena kalian telah membuat ceritera- ceritera khayal yang menyangkut nama baik Maharaja di Singasari yang kini berkuasa pula atas Kediri"

   "Tepat"

   Jawab Witantra.

   "memang kekuasaan Singasari kini meliputi Kediri. Bahkan Singasari telah meletakkan seseorang yang menjadi penghubung dari kepentingan daerah ini dengan kekuasaan di Singasari. Bukan saja saat ini, tetapi sejak beberapa saat yang lampau. Sejak Sang Amurwabumi berkuasa di Singasari"

   "Apa hubungannya dengan pencurian yang kalian lakukan. Jangan membual lagi. Kami sudah siap menangkapmu sama sekali. Bahkan kami sudah siap untuk membungkam mulutmu dan membual itu. Kalian memang pantas dihukum gantung di halaman belakang istana ini"

   Geram Pangeran Kuda Rukmasanti."Jangan tergesa-gesa tuanku"

   Berkata Mahisa Agni.

   "hamba telah berhasil melihat kecurangan yang terjadi di istana ini. Ternyata tuanku, saudara muda Pangeran Kuda Padmadata telah berkhianat terhadap saudara tua yang mengasihi tuanku sejak masa kanak-kanak. Tuanku telah Sampai hati menjatuhkan perintah untuk membunuh perempuan dan anak yang tidak bersalah itu. karena tuanku menginginkan segala warisan dan kekayaan kakak kandung sendiri, termasuk perempuan yang mendapat gelar tuan puteri Kuda Padmadata, yang tidak lain adalah alat tuanku semata-mata"

   "Tutup mulutmu"

   Geram Pangeran Kuda Rukmasanti.

   "Hamba belum selesai"

   Potong Mahisa Agni.

   "ternyata bahwa maksud tuanku membunuh keluarga Pangeran Kuda Padmadata itu gagal. Sementara tuanku masih mempergunakannya sebagai alat untuk mengikat Kuda Padmadata, seolah-olah isteri dan anak itu merupakan piranti yang hidup untuk memaksakan kehendak tuanku, dengan mengancam keselamatannya. Padahal, pada saat yang sama tuanku benar-benar telah menjatuhkan perintah untuk membunuh"

   "Pengkhianat"

   Geram Pangeran Kuda Rukmasanti.

   "Kalian memang harus dibunuh"

   Teriak Pangeran Kuda Rukmasanti.

   "siapkan para pengawal. Orang-orang ini tidak boleh keluar dari istana"

   Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Tidak ada gunanya Pangeran"

   Berkata Witantra.

   "diluar masih ada kawan kami. Justru ayah dari perempuan yang akan tuanku bunuh itu"

   "Iapun akan ditangkap dan dibunuh"

   Geram Pangeran itu."Tidak"

   Jawab Pangeran Kuda Padmadata.

   "aku akan berbuat sesuatu apapun akibatnya. Aku tidak takut lagi bahwa anak dan isteriku akan terbunuh. Sekarang aku bersedia mati. Tetapi aku tidak akan tunduk lagi kepada kalian"

   "Persetan"

   Teriak adiknya.

   Kalian memang sedang membunuh diri"

   Dalam pada itu, pemimpin pengawal itupun segera bersiap.

   Demikian pula kedua orang yang selalu membayangi Pangeran Kuda Padmadata.

   Namun dengan sigapnya Pangeran Kuda Padmadata telah meloncat mengambil tempat, siap untuk bertempur menghadapi beberapa orang yang berada di dalam bilik itu.

   Sementara itu, terdengar pemimpin pengawal itu meneriakkan perintah.

   Sejenak kemudian dua orang pengawal yang berada diluar pintupun telah meloncat masuk pula dengan senjata merunduk.

   "Kalian tidak akan dapat melarikan diri"

   Geram Pangeran Kuda Rukmasanti.

   "Aku tidak akan melarikan diri"

   Jawab Pangeran Kuda Padmadata.

   "aku akan mati disini. Para hamba yang masih setia kepadaku dan tidak tahu menahu tentang kekuasaan bayanganmu akan berceritera kepada setiap orang bahwa aku mati terbunuh di dalam bilik ini. Kekuasaan Kediri dan Singasari tantu akan mencari sebab kematianku, sementara isteri dan anakku sudah selamat"

   "Tidak usah orang lain"

   Geram Mahisa Bungalan yang tidak sabar. Tiba-tiba saja ia sudah meloncat berdiri.

   "biarlah kedua pamanku ini mengusut, persoalan ini. Keduanya adalah Senopati Agung bagi Singasari. Dan keduanya pernah berada di Kediri sebagai penghubung kekuasaan Singasari di sini"Kata-kata itu telah mengejutkan pula. Sementara Mahisa Bungalan meneruskan.

   "Pamanku yang seorang adalah Mahisa Agni, yang pada permulaan kekuasaan Singasari atas Kediri telah berada di daerah ini"

   "Mahisa Agni"

   Desis Pangeran Kuda Padmadata.

   "aku memang pernah mendengar"

   "Omong kosong"

   Teriak Pangeran Kuda Rukmasanti. Lalu iapun meneriakkan perintah.

   "bunuh mereka"

   Dalam pada itu.

   Pangeran Kuda Padmadata benar-benar telah bersiap mengahadapi segala kemungkinan.

   Tiba-tiba saja ia telah meloncat dengan tangkasnya.

   Tangannya tiba- tiba saja telah menyambar tombak yang berada di sudut ruangan, tegak di dalam tempatnya dalam jajaran dengan songsong kehormatan.

   Ternyata seorang pengawal yang sudah mengetahui segala persoalan yang menyangkut kedua kakak beradik itu, dan memang dengan sengaja telah memilih pihak, yang dianggapnya akan sangat menguntungkan, yaitu Pangeran Kuda Rukmasanti, dengan sigap mulai meloncat menyusul Pangeran Kuda Padmadata.

   Namun sebelum ujung senjatanya menyentuh Pangeran yang sedang menyambar tombak itu, tangan Mahisa Bungalan yang kuat telah menerkamnya.

   Adalah malang baginya, karena pada hentakkan pertama, Mahisa Bungalan telah menghantam tengkuknya, sehingga orang itu tidak sempat melawannya.

   Dengan sigap Mahisa Bungalan merebut pedangnya.

   Ketika ia kemudian melepaskan orang itu sama sekali tidak mampu lagi untuk berdiri.

   Sehingga karena itu, maka iapun terjatuh pingsan.Sejenak kemudian, maka para pengawal dan Pengeran Kuda Rukmasanti pun telah menggenggam senjata masing- masing, sementara Pangeran Kuda Padmadata dan Mahisa Bungalan telah bersenjata pula.

   "Jangan melawan"

   Geram Kuda Rukmasanti.

   "segalanya akan sia-sia. Sebentar lagi, akan datang lebih banyak lagi orang-orang yang selama ini telah aku letakkan di istana ini, sementara hamba-hamba yang lain tidak akan berani berbuat sesuatu"

   "Persetan"

   Mahisa Bungalan lah yang menjawab. Seolah-olah segalanya yang tertahan di dadanya, tiba-tiba saja telah melonjak.

   "Aku sudah terlalu lama menunggu kesempatan ini. Kau sudah terlalu lama menyiksa orang yang sama sekali tidak bersalah"

   "Kau gila"

   Pangeran Kuda Rukmasanti hampir berteriak.

   "kau tahu, siapa aku?"

   "Kau setan yang tidak pantas dihormati. Buat apa aku menghormatimu, memanggilmu dengan sebutan kehormatan, dan menyebut diriku dengan hamba sambil membungkuk dan menundukkan kepala dalam-dalam"

   Pangeran Kuda Rukmasanti tidak dapat menahan gejolak hatinya. Dengan garangnya ia meloncat menyerang Mahisa Bungalan sambil berteriak.

   "Cepat, bunuh semuanya"

   Mahisa Bungalan sudah bersiap menghadapi kemungkinan itu. Karena itu maka iapun segera mengelak dan meloncat ke sebelah lain dari ruangan itu. Katanya.

   "Disini kita akan bertempur"

   Pangera Kuda Rukmasanti mengejarnya, sekali lagi menyerang.

   Namun senjatanya sama sekali tidak dapat menyentuh lawannya.Sementara itu.

   kedua orang pengawal yang selalu membayangi Pangeran Kuda Padmadata itupun segera bertindak.

   Ia tidak ingin melepaskan Pangeran yang sudah sekian lamanya dibelenggunya dalam bayangan kekuasaan adik kandungnya.

   Karena itu, maka keduanya pun segera menyerangnya.

   "Tanpa perasaan takut bahwa isteri dan anakku akan kalian korbankan, maka kau berdua adalah tikus-tikus celurut yang tidak berarti apa apa bagiku"

   Geram Pangeran Kuda Padmadata.

   Seberarnyalah bahwa keduanya ternyata tidak segera dapat menguasai Pangeran yang sudah bersenjata tombak itu.

   Bahkan kemudian ternyata, bahwa Pangeran Kuda Padmadata adalah seorang prajurit linuwih yang memiliki kemampuan memainkan senjata dengan tangkas.

   Meskipun ruangan itu tidak seluas medan, namun ia sama sekali tidak canggung mempergunakan sebatang tombak untuk melawan keduanya.

   Sementara itu, pemimpin pengawal yang berada di dalam bilik itupun berteriak kepada pengawal yang tinggal seorang, karena kawannya yang bersama-sama memasuki bilik itu telah pingsan dan bahkan senjata telah berada di tangan Mahisa Bungalan.

   Cepat. Panggil para pengawal yang lain"

   Pengawal itu tidak menjawab. Iapun segera berlari keluar memanggil kawan-kawannya. Mahisa Agni dan Witantra masih berdiri termangu- mangu. Namun ketika Pemimpin pengawal itu mendekatinya, maka Mahisa Agni berkata.

   "Apakah kita akan bertempur disini, atau di halaman?"

   "Persetan. Aku bunuh kau berdua"

   Geram pemimpin pengawal itu."Jika kau mampu lakukan. Tetapi sebaiknya diluar saja. Agaknya tempatnya lebih luas. kita tidak usah cemas bahwa orang-orang yang tidak berkepentingan akan menjadi penonton dalam permainan ini"

   Jawab Mahisa Agni. Pemimpin pengawal itu tidak sabar lagi. Dengan serta merta ia menyerang. Namun Mahisa Agni dan Witantra dengan cepat telah meloncat keluar dari ruangan itu sambil berkata.

   "Pangeran. Agaknya lebih leluasa bertempur diluar"

   Tidak terdengar jawaban.

   Tetapi agaknya Pangeran Kuda Padmadata mendengarnya, sehingga iapun bergeser ke pintu dan dengan serta merta meloncat keluar pula, beberapa saat setelah pemimpin pengawal itupun telah keluar pula menyusul Mahisa Agni dan Witantra.

   Yang kemudian tinggal di dalam adalah Mahisa Bungalan dan Pangeran Kuda Rukmasanti.

   Ternyata keduanya masih muda dan memiliki kemampuan yang tinggi.

   Seperti juga Pangeran Kuda Padmadata, maka Pangeran Kuda Rukmasanti adalah seorang prajurit pilihan yang memiliki kemampuan yang dahsyat.

   Tetapi lawannya adalah Mahisa Bungalan.

   Seorang anak muda yang pada usia mudanya telah memiliki pengalaman yang sangat luas karena perantauannya serta berbekal ilmu yang cukup.

   Pemimpin Pangawal yang bersenjata pedang panjang itu dengan garangnya telah menghadapi Mahisa Agni dan Witantra yang tidak bersenjata.

   Namun agaknya kedua orang itu masih belum siap untuk bertempur.

   Bahkan Witantra masih juga bertanya.

   "Apakah yang akan kau lakukan?"

   "Membunuhmu"

   Teriak pemimpin pengawal itu."Jangan berbuat sesuatu yang dapat mencelakai dirimu sendiri"

   Berkata Witantra.

   "letakkan senjatamu dan menyerahlah kepada Pangeran Kuda Padmadata"

   Pemimpin pengawal itu menggeram.

   Dengan serta merta ia meloncat menyerang Witantra dengan ayunan mendatar.

   Tetapi serangannya sama sekali tidak menyentuh lawannya.

   Senjatanya bagaikan menebas angin.

   Witantra dengan tangkasnya telah meloncat ke samping.

   Kemarahan pemimpin pengawal itu telah membakar jantungnya.

   Ketika pedangnya tidak menyentuh Witantra, maka iapun segera melompat menyerang Mahisa Agni yang berdiri tidak terlalu jauh daripadanya.

   Tetapi seperti saat ia menyerang Witantra, maka pedangnya sama sekali tidak berarti bagi Mahisa Agni.

   Dengan gerak yang sederhana, Mahisa Agni telah berhasil menghindari serangan pemimpin pengawal di istana Pangeran Kuda Padmadata itu.

   Sementara itu, maka Pangeran Kuda Padmadata sendiri dengan kemampuan ilmunya yang tinggi, telah membingungkan kedua orang yang selama beberapa saat membayanginya.

   Mahendra yang kemudian berdiri di pintu memperhatikan pertempuran yang terjadi di halaman.

   dan sekali-sekali ia mengawasi anaknya yang bertempur melawan Pangeran Kuda Rukmasanti, karena bagaimanapun juga, ia mengerti bahwa Pangeran Kuda Rukmasanti adalah seorang prajurit yang pilih tanding.

   Namun agaknya bekal yang dibawa oleh Mahisa Bungalan pun telah mampu melindungi dirinya.

   Beberapa saat lamanya mereka bertempur di dalam bilik itu.

   Sekali sekali mereka berloncatan menghamburkan perabot-perabotyang bernilai tinggi dari istana Pangeran Kuda Padmadata itu.

   Tetapi mereka tidak lagi menghiraukan, apa yang mereka pecahkan dan apa yang mereka rusakkan.

   Sementara itu.

   Pangeran Kuda Padmadata ternyata telah berhasil mendesak kedua lawannya.

   Tombaknya berputar dan mematuk dengan dasyatnya.

   Bahkan kadang-kadang kedua lawannya harus berlompatan beberapa langkah untuk mengambil jarak.

   "Pangeran"

   Teriak salah seorang pengawal yang selalu membayanginya.

   "tuanku telah kahilangan kesadaran. Pandanglah kami. Tuanku tidak akan dapat menentang kehendak kami"

   "Apakah kau kira aku sudah menjadi gila?"

   Bertanya Pangeran Kuda Padmadata.

   "selama ini aku memang tunduk pada kehendakmu. Tetapi bukan karena aku takut kepadamu. Aku selalu kau bayangi dengan ancaman, bahwa kau akan mangorbankan isteri dan anakku. Tetapi sekarang, aku sudah mendapat kepastian, bahwa isteri dan anakku akan selamat. Karena itu, maka kalian berdua tidak akan berarti apa-apa lagi bagiku. Kalian akan mati diujung tombakku sebagai suatu pernyataan, bahwa Pangeran Kuda Padmadata adalah seorang prajurit, seorang laki-laki, tetapi juga seorang suami dan ayah memikirkan keselamatan anaknya. Namun pada saat yang tepat, aku akan manunjukkan, bahwa aku adalah Pangeran Kuda Padmadata. Aku berkuasa di istana ini, dan aku mampu melawan kau berdua tanpa mengeluarkan keringat"

   "Bohong"

   Teriak salah seorang pengawal itu.

   "isteri dan anak Pangeran masih tetap dalam kekuasaan kami"

   Sebelum Pangeran itu menjawab, maka terdengar suara Mahisa Agni.

   "Aku menjadi jaminan, bahwa isteri dan putera laki-laki Pangeran sudah kami selamatkan. Kamisudah menempatkan mereka di tempat yang paling aman. Anak muda yang bernama Mahisa Bungalan dan ayah perempuan itu, telah membunuh orang-orang yang diupah untuk melakukan pengejaran dan pembunuhan atas mereka"

   "Gila"

   Geram Pangeran Kuda Padmadata.

   Namun dengan demikian, maka senjatanya menjadi semakin cepat berputar.

   Dalam pada itu.

   pemimpin pengawal yang bersenjata pedang itu dengan garangnya menyerang Witantra dan Mahisa Agni berganti-ganti.

   Tetapi ia sama sekali tidak dapat manyentuh mereka, sehingga seperti orang yang wuru ia mengamuk tanpa dapat berbuat apapun juga.

   Namun sejenak kemudian, maka beberapa orang mulai mendekati arena.

   
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Orang-orang yang di tempatkan di istana itu oleh Pangeran Kuda Rukmasanti telah mendengar apa yang terjadi.

   Karena itu, maka merekapun segera mengepung arena perkelahian itu.

   "Mereka datang"

   Geram Pemimpin pengawal itu.

   "sebelum kalian menyadari apa yang terjadi, maka kalian telah terbunuh disini. Mayat kalian malam ini juga akan dilemparkan ke hutan untuk menjadi makanan anjing- anjing liar"

   Mahisa Agni dan Witantra memperhatikan beberapa bayangan yang memutari tempat itu. Semakin lama menjadi semakin menyempit. Tiba-tiba dari antara mereka meloncat seorang anak muda di hadapan Mahisa Agni sambil menggeram.

   "He, kau orang tua gila. Apa yang kau lakukan disini"Mahisa Agni memandang anak muda itu. Anak muda, yang sehari-hari menjadi pekatik meskipun ia tidak pandai menyabit rumput.

   "Aku sedang melihat perkelahian yang tidak atau jarang sekali terjadi di padukuhanku"

   Jawab Mahisa Asni.

   "Gila. Pergi atau aku cekik kau sampai mati"

   Witantra yang semula memperhatikan orang itu, segera harus berloncatan, karena pemimpin pengawal itu telah menyerangnya pula dengan garangnya.

   "Jangan melibatkan diri"

   Berkata Mahisa Agni.

   Aku tahu bahwa kau adalah salah seorang pengikut Pangeran Kuda Rukmasanti. Tetapi sebaiknya, kau menyingkir saja"

   "He, apakah kau sudah gila"

   Bentak anak muda itu.

   "aku dapat membunuhmu"

   Mahisa Agni tersenyum. Sementara itu justru Mahendra telah terlibat dalam perkelahian melawan beberapa orang yang mendekatinya.

   "Menyingkirlah anak muda"

   Berkata Mahisa Agni.

   "besok aku ajari kau menyabit rumput"

   Anak muda itu menjadi sangat marah.

   Tiba-tiba saja ia meloncat menyambar kepala Mahisa Agni.

   Namun kali ini anak muda itu terkejut.

   Mahisa Agni tidak berteriak kesakitan dan minta maaf.

   Tetapi tangannya sama sekali tidak menyentuh apapun juga.

   Mahisa Agni yang meloncat menghindari tangan pekatik muda itu tersenyum.

   Katanya.

   "Jangan terlampau garang. Sayang, bahwa aku sekarang bukannya pekatik tua yang membiarkan dirinya kau bentak-bentak"

   "Siapakah kau?"

   Geram pekatik muda itu."Baiklah aku katakan dengan terus terang agar kau tahu duduk persoalannya"

   Jawab Mahisa Agni.

   "aku adalah petugas dari Singasari yang berkewajiban untuk mengetahui keadaan istana ini sebenarnya. Nah, kau tentu tahu maksudnya, karena kau tentu juga terlibat dalam persoalan ini"

   "Persetan"

   Geram anak muda itu.

   "sementara itu ia melihat beberapa orang kawannya telah semakin dekat.

   "kau dapat terbunuh tanpa ampun disini. Aku sudah curiga, bahwa kau bukan pekatik kebanyakan"

   Mahisa Agni tidak menjawab.

   Beberapa orang sudah mengepungnya.

   Yang lain, bersama dengan pemimpin pengawal itu mengepung Witantra, sementara yang lain lagi bertempur melawan Mahendra.

   Di dalam bilik itu, Mahisa Bungalan masih bertempur dengan sengitnya melawan Pangeran Kuda Rukmasanti.

   Pangeran dari Kediri itu sama sekali tidak menduga, bahwa pada suatu saat ia akan berhadapan dengan anak muda yang memiliki kemampuan yang dapat mengimbangi kemampuannya.

   Bahkan beberapa orang lain yang datang bersamanya telah berusaha membongkar kelicikan yang telah dilakukan beberapa lama untuk menghapus keturunan kakak kandungnya yang kaya raya, sehingga segalanya akan dapat dimilikinya bersama seorang perempuan yang disebutkan sebagai isteri kakak kandungnya itu.

   Tetapi agaknya ancaman yang selama itu dipergunakannya untuk menjerat kakak kandungnya, yaitu kematian isterinya dan anaknya, telah disingkapkan kenyataannya oleh orang-orang yang menyebut dirinya petugas sandi dari Singasari itu.

   Betapa kemarahan menghentak-hentak dadanya.

   Namun ia tidak dapat mengingkari kenyataan, bahwasebenarnyalah ia tidak dapat memaksakan kehendaknya atas lawannya itu.

   Sementara itu, Pangeran Kuda Padmadata bertempur dengan marahnya melawan dua orang yang untuk beberapa lamanya selalu membayangi, sehingga sebenarnyalah.

   bahwa Pangeran Kuda Padmadata benar-benar telah muak kepadanya.

   Setiap kali kedua orang itu selalu menyebut isteri dan anak laki-lakinya jika ia membantah atau menentang kehendak mereka.

   Tetapi saat ia menyadari, bahwa keduanya tidak lagi dapat menakut-nakutinya lagi dengan nasib anak istrinya, maka iapun dapat menumpahkan segala gejolak perasaannya yang tertahan.

   Dengan demikian, maka Pangeran itupun bertempur dengan sepenuh tenaga.

   Namun demikian kedua lawannyapun berusaha untuk melawannya.

   Keduanya adalah orang orang yang sudah terpilih untuk melakukan tugas mereka.

   Karena itu, merekapun pada saatnya merasa wajib pula untuk bertahan.

   Tetapi Pangeran Kuda Padmadata yang selama ini sama sekali tidak dapat menentang mereka berdua, tiba-tiba saja telah menjadi sangat girang.

   Tombaknya menyambar- nyambar dengan dahsyatnya.

   Sekali-kali berputar namun tiba-tiba tombak itu terjulur mematuk dengan dahsyatnya.

   Agaknya kemarahan Pangeran Kuda Padmadata benar- benar tidak tertahankan.

   Dengan segenap kemampuannya ia melibatkan kedua lawannya dalam putaran senjatanya yang bergulung-gulung seperti angin pusara.

   Betapa sulitnya berusaha untuk melepaskan diri dari kuasa kemampuan Pangeran Kuda Padmadata yang untuk beberapa lamanya justru berada di bawah kekuasaan mereka berdua.Mahisa Agni yang berhadapan dengan pekatik muda itu beserta beberapa orang yang lain masih berusaha meyakinkan mereka bahwa mereka tidak dapat berbuat apa- apa.

   "Menyerahlah. Kalian tidak akan terlibat banyak pengkhianatan."

   "Lebih baik aku membunuhmu"

   Geram pekatik muda itu.

   "aku akan menyesal bahwa kadang-kadang aku masih juga berbaik hati kepadamu. Jika tidak kemarin aku membunuhmu, maka sekarang aku akan mencekikmu."

   Pekatik muda itu masih akan berbicara terus.

   Tetapi Mahisa Agni sudah jemu mendengarnya.

   Karena itu sebelum ia meneruskan kata-katanya, tiba-tiba saja terasa mulutnya menjadi sakit.

   Ia tidak tahu, kapan Mahisa Agni itu bergerak.

   Namun tiba-tiba saja bibirnya bagaikan menjadi pecah.

   "Sebuah peringatan"

   Desis Mahisa Agni.

   "aku dapat berbuat lebih keras terhadapmu dan terhadap siapapun"

   Pekatik muda itu bergeser surut. Ketika ia mengusap bibirnya, terasa tangannya menjadi hangat. Dalam cahaya lampu yang lamat-lamat ia melihat warna merah telah mengotori jari-jarinya.

   "Darah"

   Desisnya. Namun dalam pada itu, iapun tiba-tiba berteriak.

   "Bunuh orang tua gila ini"

   Beberapa orang yang memang di bawah perintahnya yang tersebar di istana itupun segera berloncatan maju.

   Namun satu demi satu mereka terlempar menjauh.

   Demikian mereka terjatuh, maka mereka merasa sulit untuk dapat bangkit kembali.Demikian pula lawan Mahendra yang dikepung oleh beberapa orang.

   Bahkan tiba-tiba saja ia mendengar suara Ki Wastu.

   "Aku sudah berada di sini". Mahendra berpaling sejenak, sementara Ki Wastu berkata.

   "Maaf aku telah memasuki halaman karena aku mendengar keributan yang lamat-lamat."

   "Jadi keributan itu terdengar sampai di jalan di depan istana itu?"

   Bertanya Mahendra.

   "Tetapi tidak jelas. Karena aku sudah membayangkan apa yang terjadi, maka aku segera mengetahui, bahwa pertempuran telah terjadi."

   Mahendra mengangguk-angguk, sementara lawannya mengitarinya semakin rapat. Ketika beberapa orang menyerangnya, maka Mahendra pun berkata.

   "Jangan tergesa-gesa. Sebaiknya kalian memikirkan sekali lagi apa yang kalian kerjakan."

   Tidak seorang pun yang menjawab.

   Tetapi beberapa orang dari mereka telah terlempar, sementara yang lain tiba- tiba saja bagaikan dihentakkan oleh kekuatan yang luar biasa, sehingga mereka telah terlempar jauh.

   Agaknya Ki Wastu pun tidak tinggal diam.

   Iapun telah mulai memasuki arena.

   -oo0dw0oo-

   Jilid 11

   Jilid 11 ini sumbangan dari Ki Arema DEMIKIAN Ki Wastu mengambil alih lawan Mahendra, maka Mahendra yang tidak lagi dikepung oleh lawannya yang harus menghadapi Ki Wastu, sempatmenghindarkan diri dan melihat perkelahian anaknya dengan hati yang berdebar-debar.

   Ternyata bahwa Pangeran Kuda Rukmasanti benar- benar seorang yang pilih tanding.

   Dengan mengerahkan segenap kemampuannya Mahisa Bungalan berusaha untuk mengimbangi ilmu lawannya.

   Dalam ruangan yang tidak terlalu luas itu, maka diperlukan ketangkasan dan kecepatan bergerak yang tinggi, karena masing-masing akan dengan mudah dapat menjangkau lawannya dengan ujung senjata.

   Setiap kelengahan akan berakibat tersayatnya kulit daging mereka.

   Dalam pada itu, Pangeran Kuda Padmadata yang marah itupun bertempur dengan segenap kemampuannya.

   Bukan saja karena ia ingin melindungi dirinya.

   Tetapi tekanan batin yang dialaminya untuk beberapa waktu lamanya itu, bagaikan meledak tidak terkendali.

   Dua orang itu untuk beberapa lama merupakan hantu yang setiap hari menakut- nakutinya, menyiksa perasaannya dan kadang-kadang bahkan menyakiti tubuhnya.

   Keringat telah membasahi segenap tubuh kedua orang lawan Pangeran Kuda Padmadata.

   Jika setiap hari keduanya dapat melaksanakan kehendaknya tanpa banyak kesulilan, maka kini mereka benar-benar telah berhadapan dongan Pangeran Kuda Padmadata seutuhnya.

   Dalam kemarahan yang memuncak, maka ujung tombak Pangeran Kuda Padmadata seolah-olah telah mengejar keduanya, kemana keduanya menghindar.

   Ketika Pangeran yang marah itu mendesak salah seorang dari mereka, maka yang lain berusaha untuk menyerangnya dari samping.

   Tetapi tanpa diduganya, tombak itu telah berkisar.

   Meskipun ujungnya tidak berputar arah, namun tiba-tiba saja terasa sebuah hentakan pada pundaknya.Ternyata Pangeran Kuda Padmadata tidak menyerangnya dengan mata tombaknya.

   Tetapi dengan pangkal landean, ia menghantam pundak salah seorang lawannya.

   Orang itu terdorong dengan kuatnya, sehingga tubuhnya berputar.

   Bahkan kemudian ia telah kehilangan keseimbangannya sama sekali.

   Tetapi Pangeran Kuda Padmadata tidak sempat memburunya.

   Ketika ia berkisar, maka lawannya yang seorang lagi telah siap menyerangnya.

   Namun Pangeran Kuda Padmadatapun telah bersiap pula.

   Tombaknya telah siap merunduk menyongsong serangan lawannya, sehingga lawannya itu mengurungkannya.

   Tetapi yang sekejap itu telah memberikan kesempatan kepada orang yang terjatuh itu untuk meloncat bangkit.

   Tetapi ia masih harus menyeringai menahan sakit.

   Meskipun yang mengenai pundaknya itu adalah pangkal landean tombak Pangeran Kuda Padmadata, tetapi rasa- rasanya tulang-tulangnya telah berpatahan.

   "Gila"

   Orang itu menggeram "apakah Pangeran benar- benar tidak dapat menahan diri?"

   "Persetan"

   Geram Pangeran Kuda Padmadata.

   "jika demikian, maka saatnya telah tiba. Kami tidak akan berbelas kasihan lagi. Kami dapat membunuh Pangeran"

   Tetapi orang itu tidak sempat menyelesaikan kata- katanya.

   Ia harus meloncat menjauh beberapa langkah, balikan mirip seperti seseorang yang berlari sipat kuping untuk menghindari serangan tombak Pangeran Kuda Padmadata yang meloncat pula beberapa langkah.Pangeran itu berhenti ketika lawannya yang lain telah memburunya pula dengan senjata teracu.

   Tetapi demikian Pangeran itu berhenti dan memutar tubuhnya, maka orang itupun berhenti pula.

   Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Sejenak kemudian, lawannya yang telah terluka di pundaknya itupun mendekatinya pula selangkah demi selangkah dengan sangat berhati-hati.

   Ketika Pangeran Kuda Padmadata menggerakkan tombaknya kearah lawannya orang lain, maka orang yang telah terluka itupun meloncat maju sambil menjulurkan senjatanya.

   Tetapi Pangeran itu cukup tangkas.

   Ia berkisar dan memutar tombaknya mendatar.

   Perkelahian itupun menjadi semakin dahsyat.

   Pangeran Kuda Padmadata benar-benar tidak mengekang diri lagi.

   Ujung tombaknya kemudian bagaikan berterbangan memutari tubuh lawannya.

   Ketika kemudian terdengar desah tertahan, maka seorang lawannya telah terlempar lagi jatuh terguling di tanah.

   Dengan susah payah kawannya berusaha mencegah agar Pangeran itu tidak sempat memburunya dan menghunjamkan ujung tombaknya, dengan sebuah serangan yang cepat.

   Namun, orang itu bernasib malang, karena Pangeran Kuda Padmadata yang sudah memperhitungkannya, tiba-tiba telah berputar sambil berjongkok.

   Orang itulah yang kemudian menujamkan dadanya sendiri ke ujung tombak Pangeran Kuda Padmadata, orang yang untuk beberapa saat lamanya berada dibayangan kekuasaan adik kandungnya.

   Dengan tangkasnya Pangeran itupun menghentakkan tombaknya.

   Ketika tombaknya itu terlepas dari dada lawannya, maka orang yang dikenainya itupun kemudian terhuyung-huyung sejenak, namun sesaat lagi iapun jatuhpada lututnya, dan ketika ia terbanting ke tanah maka jiwanya tidak dapat tertolong lagi.

   Kawannya yang terjatuh oleh dorongan tangkai tombak Pangeran Kuda Padmadata itu melihat, bagaimana kawannya yang berusaha menyelamatkannya itu justru telah terbunuh lebih dahulu dari padanya.

   Tetapi dalam pada itu, maka iapun telah dibayangi oleh kecemasan yang amat sangat.

   Berdua ia tidak dapat mengalahkan Pangeran yang untuk beberapa saat lamanya telah tunduk pada perintahnya itu, yang kemudian dengan tiba-tiba saja telah menghentak dengan ledakkan kekuatannya yang tidak terlawan.

   Karena kesadarannya bahwa Pangeran Kuda Padmadata adalah seorang prajurit linuwih, maka tiba-tiba saja jantung orang itu telah dicekam oleh ketakutan yang amat sangat.

   Ia merasa bahwa ia telah dihadapkan pada suatu kenyataan tentang Pangeran yang untuk beberapa saat menjadi jinak itu.

   Itulah sebabnya, maka ketika Pangeran Kuda Padmadata kemudian berputar menghadapnya setelah kawannya terbanting jatuh, maka tidak ada jalan lain yang nampak dihadapannya, selain melarikan diri.

   Karena itulah, maka tiba-tiba saja ia meloncat berdiri dan mencoba berlari meninggalkan arena tanpa menghiraukan kawan-kawannya yang justru baru mulai bertempur.

   Pangeran Kuda Padmadata yang menjadi muak melihat kedua orang yang untuk beberapa saat lamanya seolah-olah berkuasa atasnya itu ternyata telah tidak dapat menahan diri lagi.

   Dengan dada yang membara, maka ia melihat lawannya berusaha menyelamatkan diri dengan licik.Dengan demikian, maka kemarahannyapun menjadi semakin melonjak didesak oleh kebenciandan rasa muak.

   Hampir diluar sadarnya, maka tiba-tiba saja tangannya telah bergerak terayun dengan cepatnya.

   Tidak seorangpun yang mampu mencegahnya.

   Tombak di tangannya tiba-tiba saja telah meluncur mengejar orang yang melarikan diri itu.

   Sejenak kemudian terdengar jerit melengking.

   Tubuh yang sedang berlari itupun tiba-tiba saja telah terhenti.

   Sesaat tubuh itu terhuyung-huyung, namun kemudian jatuh berguling di tanah.

   Di punggungnya tertanam tombak yang membenam sampai kepangkal tajamnya.

   Semua orang yang mendengar jerit itu, dan kemudian melihat tubuh itu jatuh ditanah, merasa tubuhnya meremang.

   Namun Pangeran Kuda Padmadata yang sedang marah itu, seolah-olah tidak menghiraukannya lagi.

   Demikian ia kehilangan lawannya, maka iapun segera berlari menuju kepintu untuk melihat, apa yang telah terjadi dengan adiknya yang telah mengkhianatinya itu.

   Ternyata Mahendra masih berdiri dipintu.

   Orang-oi ang yang mengepung mereka yang berusaha membebaskan Pangeran Kuda Padmadata itu telah bertempur melawan Mahisa Agni, Witantra dan Ki Wastu.

   Mereka ternyata tidak banyak mendapat kesempatan Meskipun jumlah mereka lebih banyak.

   Beberapa orang diantara mereka adalah orang-orang yang dianggap cukup memiliki kemampuan sehingga mereka telah mendapat perintah untuk melindungi istana itu dari kemungkinan seperti yang telah terjadi.

   Tetapi berhadapan dengan Witantra, Mahisa Agni dan Ki Wastu mereka tidak banyak dapat berbuat sesuatu.

   Bahkan pemimpin pengawal itupun tidak dapat menguasailawannya meskipun ia dibantu oleh beberapa orang pengikutnya.

   Mahendra yang melihat Pangeran Kuda Padmadata mendekatinya, maka iapun beringsut.

   Tetapi ketika Pangeran itu mendekat lagi, ia berkata "Biarlah keduanya bertempur dengan jantan"

   "Kuda Rukmasanti adalah seorang yang luar biasa"

   Desis Pangeran Kuda Padmadata "biarlah aku yang akan menyelesaikannya"

   Tetapi Mahendra menjawab "Lihatlah Pangeran, apakah kira-kira yang akan terjadi?"

   Pangeran Kuda Padmadata mengerutkan keningnya. Ia melihat perkelaian yang dasyat diruang yang tidak begitu luas. Tetapi kedua orang yang bertempur itu ternyata memiliki kemampuan yang tinggi, yang tidak segera dapat saling menguasai.

   "Siapakah anak muda itu?"

   Bertanya Pangeran Kuda Padmadata.

   "Mahisa Bungalan. Ia adalah anak hamba"

   Jawab Mahendra.

   "Jadi ia benar-benar anakmu?"

   Bertanya Pangeran itu.

   "Ya Pangeran"

   Pangeran Kuda Padamadata termangu-mangu. Agaknya anak muda yang bernama Mahisa Bungalan itu memang memiliki kemampuan yang dapat mengimbangi kemampuan Pangeran Kuda Rukmasanti"

   "Anakmu luar biasa"

   Guman Pangeran Kuda Padmadata "selama ini aku belum pernah melihat seorangpun yang dapat mengimbangi Kuda Rukmasanti, apalagi yang umurnya masih sebaya.

   Aku sendiri tidak yakin, apakahaku akan dapat mengalahkannya.

   Tetapi nampaknya anak muda itu benar-benar memiliki kemampuan yang mengagumkan"

   "Ia masih memerlukan banyak pengalaman"

   Jawab Mahendra "karena itu, biarlah ia mendapatkan pengalaman baru disini"

   Pangeran Kuda Padmadata menjadi termangu-mangu Namun ia masih berdiri tegak disebelah Mahendra.

   Sementara itu kedua orang itu masih bertempur dengan sengitnya.

   Kemarahan Pangeran Kuda Rukmasanti benar- benar telah membakar dadanya.

   Namun iapun harus melihat kenyataan, bahwa lawannya benar-benar anak muda yang tangguh dan tanggon.

   Sementara itu, didalam bilik yang lain perempuan yang disebut isteri Pangeran Kuda Padmadata sedang menggigil ketakutan Ia tidak tahu pasti apa yang terjadi.

   Sementara emban yang menungguinyapun tidak dapat mengatakan, apa yang sebenarnya telah terjadi diluar.

   Meskipun mereka mengetahui bahwa telah terjadi pertempuran, tetapi mereka tidak dapat mengatakan, siapa saja yang telah terlibat dan apalagi tentang keseimbangan pertempuran itu.

   "Apakah kakang mas Kuda Padmadata telah berusaha untuk melawan kehendak adimas Kuda Rukmasanti?"

   Bertanya puteri itu.

   "hamba tidak tahu puteri. Tetapi suara itu ramai sekali"

   Jawab embannya.

   "Ternyata bahwa kakangmas Kuda Padmadata adalah seorang yang paling bodoh jika ia berani melakukan perlawanan justru pada saat para pengawal sedang berjaga- jaga karena kehilangan yang nampaknya sudah mulaiterdapat tanda-tanda siapakah yang telah mengambilnya"

   Berkata puteri yang ketakutan itu.

   Tetapi emban itupun tidak dapat menjawab.

   Bahkan iapun telah menggigil pula ketakutan seperti puteri itu juga.

   Dalam pada itu, pertempuran itupun masih berlangsung dengan dahsyatnya.

   Di halaman Mahisa Agni, Witantra dan Ki Wastu telah berhasil menguasai lawan-lawan mereka,.

   Beberapa orang telah terluka dan bahkan mereka telah terdesak mundur, beberapa orang pengawal telah mengerang kesakitan karena luka-luka mereka.

   Sementara beberapa orang telah pingsang.

   Tetapi Mahisa Bungalan masih bertempur dengan gigihnya melawan Pangeran Kuda Rukmasanti.

   "Inikah salah seorang contoh dari anak-anak muda Singasari?"

   Desis Pangeran Kuda Padmadata.

   Mahisa tidak menjawab.

   Tetapi perkelahian itu benar- benar merupakan perkelaian yang sengit.

   Keduanya saling mendesak dan dalam kedudukan yang seimbang.

   Pangeran Kuda Rukmasanti memiliki kecepatan bergerak.

   Senjatanya berputaran dalam ruangan yang tidak terlalu luas itu, sehingga seolah-olah setiap jengkal telah tersentuh oleh tajamnya senjatanya.

   Namun Mahisa Bungalan telah memagari dirinya dengan putaran tombaknya yang bagikan perisai yang tidak tertembuskan oleh senjata lawannya.

   Bahkan kadang- kadang senjata yang melindungi tubuhnya itu bergeser dan mematuk dengan cepatnya mengarah kebagian yang paling berbahaya ditubuh Pangeran Kuda Rukmasanti.

   "Mengagumkan"

   Desis Pangeran Kuda Padmadata.

   Mahendra tidak menyambut.

   Ia benar-benar dicengkam oleh keterangan Dalam pada itu, Mahisa Agni, Witantradan Ki Wastupun telah menyelesaikan pertempuran di halamanan.

   Beberapa orang memang berhasil melarikan diri.

   Tetapi beberapa orang telah menyerahkan dan tidak bermaksud melawan lagi.

   Kedua orang yang terbunuh oleh Pangeran Kuda Padmadata itu ternyata telah berpengaruh sekali pada setiap orang yang mengadakan perlawanan.

   Bahkan pekatik muda yang garang itupun telah berjongkok sambil minta maat kepada Mahisa Agni.

   "Aku tidak menyangka, bahwa kau, bahwa kau, bukannya pekatik tua"

   Desahnya. Mahisa Agni memandanginya dengan tajamnya. Dalam keremangan cahaya lampu dikejahuan ia melihat wajah pekatik muda itu disaput oleh kecemasan dan ketakutan.

   "Aku adalah seorang pekatik tua"

   Berkata Mahisa Agni tetapi aku bukan penjilat seperti kau"

   Pekatik muda itu membungkuk dalam-dalam sampai dahinya menyentuh tanah "Aku mohon ampun"

   Mahisa Agni, Witantra dan Ki Wastupun kemudian mengumpulkan orang-orang yang sudah menyerah.

   Mereka harus merawat kawan-kawan mereka yang terluka dan membawanya ke serambi, sementara yg lain harus duduk bejajar ditunggui oleh Ki Wastu dan Witantra.

   Beberapa orang yang tidak tahu menahu tentang persoalan yang menyangkut hubungan antara kedua Pangeran kakak beradik itupun menjadi sangat bingung.

   Namun sebagian dari mereka telah terlibat kedalam perkelahian yang tidak mereka ketahui artinya, sehingga diantara mereka ada pula yang harus duduk berjajar bersama beberapa orang abdi yang lain, yang memang ditetapkan di istana itu oleh Pangeran Kuda Rukmasanti.

   Sementara itu.

   Mahisa Bungalan dan Pengaran Kuda Rukmasanti telah sampai kepuncak ilmu masing-masing.Keduanya telah menjadi wuru dan kehilangan segala macam pertimbangan yang dapat mengekang gerak mereka.

   Dalam kekalutan itu, ruangan tempat kedua anak muda itu bertempur telah berubah menjadi sebuah bilik yang ditaburi dengan segala macam perabot yang pecah berserakan.

   Senjata kedua anak muda itu lelah memecahkan segala yang berada didalam ruang an itu.

   Amben kayu berukhir, geledeg kayu, songsong kehormatan yang lumat, beberapa macam perabot yang lain hancur sama sekali.

   Sementara kedua orang itu masih bertempur dengan dahsyatnya.

   Sekali-sekali Mahisa Bungaian berhasil mendesak lawannya sampai kesudut ruangan.

   Tetapi kemudian Pangeran Rukmasantilah yang seolah-olah telah menguasai Mahisa Bungalan.

   sehingga Mahisa Bungalan harus berloncatan menjauh.

   Namun dalam puncak pertempuran itu, senjata-senjata mereka mulai ikut berbicara.

   Mahisa Bungalan berdesis ketika terasa ujung senjata lawannya tergores di pundaknya.

   Titik darah yang membasahi kulitnya, bagaikan titik-titik minyak yang jatuh kedalam api, menyalakan kemarahan di hatinya.

   Dengan dahsyatnya iapun kemudian telah melihat lawannya kedalam putaran selanjutnya yang mengerikan.

   Pangeran Kuda Rukmasanti itu mengaduh ketika ia terdorong oleh sentuah senjata Mahisa Bungalan.

   Lengannyalah yang kemudian mengalirkan darah karena tersobek oleh pedang anak muda dari Singasari itu.

   Tetapi Pangeran Kuda Rukmasanti tidak menyerah.

   Iapun kemudian meloncat kesamping.

   Namun senjatanya langsung terjulur lurus ketika ia meloncat pula menyerang Ketika Mahisa Bungalan berusaha menghindar, maka serangan berikutnya telah memburunya.Mahisa Bungalan berkisar surut.

   Tetapi ketika ia melangkah setapak lagi mundur, maka terasa punggungnya telah melekat pada dinding kayu.

   Pangeran Kuda Rukmasanti yang marah memandanginya dengan tajamnya.

   Kemudian terdengar mulutnya menggeram "Mati kau sekarang jahanam"

   
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Mahisa Bungalan berdiri melekat dinding.

   Tetapi ia merendahkan diri pada lututnya.

   Sambil bergeser miring ia menggerakkan pedangnya menyongsong serangan Pangeran Kuda Rukmasanti.

   Mahendra menjadi berdebar-debar.

   Kesempatan menghindar sudah terlalu sempit baginya.

   Namun bukan berarti bahwa ia telah kehilangan segala macam cara untuk menghadapi lawannya.

   Sejenak Pangeran Kuda Rukmasanti berdiri dengan garangnya.

   Kemudian dengan langkah pendek ia bergerak mendekat sambil berkata pula "Jangan menyesal, bahwa kau sudah ikut campur dalam persoalanku.

   Sekarang, kau akan mati sia-sia"

   Mahisa Bungalan tidak menjawab.

   Tetapi tatapan matanya terikat pada tangan Pangeran yang bagaikan kesurupan itu.

   Ketika tangan itu bergerak, maka Mahisa Bungalan pun bergeser.

   Ia melihat Pangeran Kuda Rukmasanti dengan serta merta, telah menjulurkan senjatanya menusuk kearah dadanya.

   Dengan tangkas, Mahisa Bungalan menyilangkan pedangnya menangkis serangan itu.

   Tetapi ternyata bahwa lawannya telah menarik serangannya.

   Dengan cepat, Pangeran Kuda Rukmasanti mengayunkan pedangnya mendatar, menyambar perut Mahisa Bungalan.Mahisa Bungalan tidak mungkin lagi bergeser surut.

   Karena itu maka iapun dengan cepat menggerakkan pedangnya menyilang serangan lawannya.

   Yang terjadi adalah sebuah benturan yang keras.

   Kedua anak muda itu ternyata memiliki kemampuan yang mengagumkan.

   Serangan Pangeran Kuda Rukmasanti yang cepat dan kuat itu telah membentur senjata Mahisa Bungalan, sehingga bungaapipun telah meloncat di udara.

   Pangeran Kuda Rukmasanti menggeram.

   Ia bergeser setapak surut.

   Serangannya ternyata tidak berhasil menyobek perut lawannya.

   Namun dengan demikian, kemarahannya benar-benar telah sampai keubun-ubun.

   Sejenak Pangeran Kuda Rukmasanti berdiri dengan tegangnya.

   Ketika ia kemudian mengangkat pedangnya, maka tangan kirinyapun telah bergetar pula.

   Ketika tangan itu menyilang di dadanya, maka Pangeran Kuda Padmadata pun tiba-tiba melangkah selangkah maju.

   Tetapi Mahendra cepat menahannya sambil berkata "Kita akan menyaksikan keduanya bertempur dengan jujur Pangeran"

   "Tetapi sikap itu berbahaya sekali"

   Desis Pangeran Kuda Padmadata "anak itu telah sampai ke puncak ilmunya"

   Mahendra menjadi berdebar-debar.

   Tetapi ketika ia melihat Mahisa Bungalanpun mengangkat pedangnya pula menyilang, serta dengan ketajaman tatapan matanya Mahendra melihat ujung pedang itu bergetar dengan getaran yang bagaikan memancarkan tenaga yang tidak kasat mata, maka Mahendrapun tahu, bahwa Mahisa Bungalan tanggap menghadapi lawannya yang telah mengerahkan puncak ilmunya, sehingga Mahisa Bungalanpun telah mengimbanginya pula."Tetapi, apakah kekuatan puncak ilmu mereka juga seimbang pertanyaan itu telah mengganggu perasaan Mahendra.

   Sementara Pangeran Kuda Padmadata menjadi gelisah.

   Dengan nada rendah ia berkata "ilmu itu tidak ada bandingnya.

   Biarlah aku yang melawannya"

   Tetapi Pangeran Kuda Padmadata tidak sempat berbuat sesuatu Dengan jantung yang berdegup keras ia melihat Pangeran Kuda Rukmasanti meloncat mengayunkan senjatanya langsung mengarah kedahi lawannya tanpa menghiraukan kemungkinan lawannya menangkis serangannya.

   Jantung Pangeran Kuda Padmadata bagaikan berhenti berdetak.

   Ia tahu, bahwa kemampuan tenaga cadangan adiknya telah tersalur sepenuhnya lambaran ilmunya yang dahsyat, yang sukar dicari bandingnya.

   Tetapi Mahisa Bungalan memiliki puncak ilmu rangkap dari dua perguruan yang meskipun berbeda, telah berhasil luluh didalam dirinya.

   Ia telah menimba ilmu dari Mahisa Agni dan sekaligus mewarisi ilmu ayahnya sendiri dan saudara seperguruan ayahnya, Witantra.

   Namun demikian, Mahisa Bungalan masih mempergunakan nalarnya sepenuhnya.

   Ketika ayunan senjata lawan nya itu menghantam kearah dahinya, maka ia tidak langsung membenturkan ilmunya, tetapi ia masih berusaha untuk mengelak.

   Mahisa Bungalan yang tidak dapat lagi bergeser mundur itu masih sempat menghindar kesamping.

   Namun dalam pada itu, hatinya bergetar ketika ia melihat, betapa dahsyatnya senjata lawannya itu menghantam dinding kayu yang tebal.Terdengar suara gemeretak serta derak yang memekakkan telinga.

   Sebagian dinding kayu itu ternyata terbelah oleh kekuatan ilmu dan senjata Pangeran Kuda Rukmasanti.

   Pangeran Kuda Padmadata menahan nafasnya.

   Demikian cepat segalanya telah terjadi.

   Pada saat itu pula, Mahisa Bungalan yang telah mengerahkan ilmunya pada senjatanya, tiba-tiba telah mengayunkan pedangnya, menghantam senjata Kuda Rukmasanti.

   Benturan telah terjadi.

   Jauh lebih dahsyat dari benturan- benturan sebelumnya.

   Dua ilmu telah beradu.

   Namun Mahisa Bungalan yang memukul punggung senjata lawannya agaknya lebih mapan.

   Namun senjatanyalah yang agaknya kurang baik, Senjata yang dapat direngut dari seorang pengawal itu tidak mampu menahan benturan ilmu.

   yang luar biasa, sehingga ketika bunga api memercik, ternyata bahwa pedangnya telah patah.

   Tetapi dalam pada itu, senjata Pangeran Kuda Rukmasanti yang dihantam pada punggungnya itupun telah terlepas dari genggamam Pangeran Kuda Rukmasanti.

   Pangeran Kuda Rukmasanti terkejut mengalami benturan yang dahsyat itu.

   Ia sama sekali tidak menduga, bahwa lawannya itu tidak saja mampu mengimbangi kekuatan dan kemampuan wajarnya, tetapi iapun mampu membentur kekuatan puncak ilmunya dengan pengerahan tenaga cadangan.

   Bahkan dengan demikian, lawannya itu telah mampu menghantam dan melepaskan genggaman senjatanya, meskipun senjata lawannya itupun telah patah pula.

   Pangeran Kuda Padmadatapun menjadi berdebar-debar.

   Ternyata anak orang yang berdiri di pintu, disisinya itu, memiliki kemampuan yang dapat mengimbangikemampuan adik kandungnya, kemampuan yang sukar dicari bandingannya.

   "Luar biasa"

   Desis Pangeran Kuda Padmadata "itulah sebabnya mereka berani bertindak pada keadaan yang sangat gawat. Jika anak muda itu mampu berbuat demikian, bagaimana dengan ayahnya dan orang-orang yang lain yang termasuk didalam kelompok mereka"

   Diluar sadarnya, maka Pangeran Kuda Padmadata itupun memandang ke sekelilingnya.

   Dengan berdebar- debar ia melihat beberapa orang yang sudah mutlak dikuasai oleh beberapa orang yang mengaku petugas dari Singasari itu.

   Para pengawal, bahkan pemimpin-pemimpin nya sama sekali tidak berdaya menghadapi orang-orang tua dari Singasari itu, sehingga mereka dapat ditundukkan tanpa mengorbankan jiwa.

   Sekilas Pangeran Kuda Padmadata melihat dua orang pengawalnya yang telah dibunuhnya.

   Tetapi ia tidak menyesal.

   Kedua orang itu benar-benar merupakan hantu yang paling licik yang selalu membayanginya.

   Dalam pada itu, kedua orang anak muda yang telah kehilangan senjata masing-masing itu ternyata masih bertempur terus.

   Mereka sudah berada pada puncak kemampuan mereka.

   Meskipun bertempur dengan tangan mereka namun kedahsyatan sentuhan tangan mereka tidak kalah dahsyatnya dari benturan-benturan senjata.

   Ruang yang menjadi arena pertempuran itu sudah berserakkan.

   Bukan saja perabotnya.

   Tetapi dinding- dindingnyapun sudah menjadi pecah oleh hentakan kekuatan yang tidak ada taranya.

   Benturan demi benturan telah terjadi.

   Masing-masing dengan mengerahkan segenap kemampuan yang ada, dan mengerahkan segenap daya tahan tubuhnya.Namun demikian, setelah memeras tenaga dan kemampuan, maka ternyata bahwa beta pun tinggi ilmu yang mereka miliki, tetapi mereka masih tetap didalam lingkup keterbatasan.

   Kedua anak muda yang sedang bertempur itu masih tetap dua orang yang terdiri dari wadag mereka.

   Daging dan tulang mereka masih juga daging dan tulang se wajarnya.

   Dengan demikian, maka setelah ilmu mereka berbenturan dengan dahsyatnya pada puncak kemampuan, maka mulai nampak tenaga merekapun mulai susut.

   Pengerahan tenaga cadangan mereka pada puncak ilmu mereka tidak lagi sedahsyat pada benturan-benturan yang pertama.

   Namun pada saat-saat yang demikian, maka perbedaan tingkat kemampuan kedua anak muda yang seimbang itu, mulai nampak.

   Ternyata bahwa ketahanan merekalah yang berbeda.

   Pangeran Kuda Rukmasanti adalah seorang anak muda yang luar biasa.

   Yang memiliki ilmu yang tidak ada taranya, yang seimbang dengan ilmu yang dimiliki oleh Mahisa Bungalan.

   Namun kemampuan yang seimbang itu ternyata didukung oleh daya tahan yang berbeda.

   Mahisa Bungalan adalah seorang yang membiasakan diri hidup dalam keprihatinan.

   Bahkan ia adalah seorang perantau yang dengan caranya telah menempa diri.

   Sementara Pangeran Kuda Rukmasanti adalah seorang Pangeran yang terbiasa hidup dalam genangan pesona hidup duniawi.

   Meskipun Pangeran Kuda Rukmasanti telah bekerja keras untuk menguasai ilmu yang dahsyat seperti juga kakaknya Pangeran Kuda Padmadata, bahkan mungkin dalam tataran yang lebih baik, namun ia tidak menempa dirinya sedahsyat Mahisa Bungalan.Karena itulah, Maka pada saat-saat terakhir, Mahisa Bungalan yang mempunyai daya tahan yang lebih besar, ternyata sedikit demi sedikit, berhasil mendesak lawannya.

   Namun demikian, itu belum berarti akhir dari pertempuran itu.

   Jika Mahisa Bungalan melakukan kesalahan sedikit saja, maka ia akan terperosok kedalam kesulitan yang berbahaya.

   Tetapi Mahisa Bungalanpun ternyata berusaha untuk bertempur dengan cermat di saat-saat terakhir.

   Ia tidak mau membuat kesalahan sama sekali.

   Bahkan ia telah mengambil keputusan untuk melumpuhkan lawannya yang dianggapnya seorang pengkhianat terhadap saudara kandungnya sendiri.

   Perlahan-lahan Mahisa Bungalan berhasil mendesak lawannya.

   Ketika Pangeran Kuda Rukmasanti menghentakkan kekuatannya menghantam Mahisa Bungalan dengan tangan terjulur lurus mengarah kedada, maka Mahisa Bungalan sempat mengelak.

   Yang terdengar kemudian adalah gemeretak dinding yang pecah.

   Namun pada saat yang tepat, Mahisa Bungalan sempat merendahkan dirinya.

   Kakinya dengan cepat terayun menghantam lambung.

   Kemampuan yang dilambari dengan ilmunya yang dahsyat itu telah melemparkan Pangeran Kuda Rukmasanti.

   Meskipun tubuh Pangeran muda itu juga dilambari dengan kemampuan puncaknya, namun kekuatan kaki Mahisa Bungalan masih terasa menyesakkan nafasnya.

   Dengan sigapnya Pangeran Kuda Rukmasanti berusaha untuk meloncat bangkit.

   Namun demikian ia berdiri tegak, Mahisa Bungalan telah meluncur bagaikan anak panah yang dilontarkan dari busurnya.

   Dengan kaki terjulur lurus menyamping, Mahisa Bungalan menyerang Pangeran KudaRukmasanti yang baru bangkit berdiri.

   Tidak ada kesempatan apapun juga yang dapat dilakukan.

   Demikian Pangeran itu berdiri tegak, maka serangan Mahisa Bungalan menghantam tengkuknya sehingga sekali lagi Pangeran Kuda Rukmasanti terdorong jatuh terbanting di lantai.

   Pangeran Kuda Rukmasanti mengeluh tertahan.

   Tetapi kemarahan didadanya telah menghentakkannya untuk bangkit.

   Betapapun perasaan sakit mencengkamnya, tetapi dengan tangkasnya ia meloncat berdiri.

   Ia tidak mau sekali lagi dikenai serangan Mahisa Bungalan.

   Karena itu, maka dengan cermat ia mengamati setiap gerak lawannya.

   Mahisa Bungalan yang tidak mau kehilangan kesempatan telah meloncat sekali lagi.

   Tangannyalah yang kemudian terjulur menghantam kening.

   Tetapi Pangeran Kuda Rukmasanti masih sempat mengelak.

   Ia memalingkan wajahnya sambil menarik tubuhnya secengkang, sehingga tangan Mahisa Bunglan tidak menyentuhnya.

   Bahkan dengan serta merta, maka Pangeran Kuda Rukmasanti itu berkisar setapak kesamping.

   Dan dengan kuatnya ia menghantam bagian samping dada Mahisa Bungalan dengan kerasnya.

   Terasa nafas Bungalan menyesak.

   Bahkan sebelum ia sempat memperbaiki keadaannya, Pangeran Kuda Rukmasanti telah berputar.

   Dengan kerasnya Pangeran itu menghantam pangkal leher Mahisa Bungalan dengan sisi telapak tangannya.

   Mahisa Bungalanlah yang kemudian menyeringai menahan sakit yang menyengat.

   Namun ia tidak mau membiarkan dirinya dikenai beruntun olah lawannya.

   Pada jarak gapai tangannya, justru pada saat Pangeran Kuda Rukmasanti menyerangnya, Mahisa memiringkantubuhnya, sehingga ia sempat menangkis serangan kaki lawannya dengan sikunya.

   Benturan itu memang merupakan benturan ilmu yang sangat dahsyat, sehingga ternyata bahwa Mahisa Bungalan dan Pangeran Kuda Rukmasanti telah terdesak surut beberapa langkah.

   Demikian keduanya memperbaiki kedudukan mereka, maka keduanya telah berhadapan dengan garangnya.

   Pada keadaan yang demikian, baik Pangeran Kuda Padmadata, maupun Mahendra dapat melihat dengan jelas, bahwa keadaan Mahisa Bungalan masih lebih baik dari lawannya.

   Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Pernafasan Kuda Rukmasanti menjadi semakin memburuk oleh sesak didadanya, juga oleh tenaganya yang terperas.

   Meskipun Mahisa Bungalan telah mandi keringat, serta pernafasannyapun mulai semakin cepat mengalir, namun ia masih nampak lebih kuat dari lawannya.

   "Kuda Rukmasanti"

   Panggil Pangeran Kuda Padmadata dengan cemas. Lalu "Sudahlah. Marilah kita berbicara dengan baik. Semuanya telah dapat diketahui dengan pasti"

   Pangeran Kuda Rukmasanti memandang kakak kandungnya dengan tatapan mata penuh kebencian. Dengan kasar ia menjawab "Kau harus tunduk kepadaku. Aku akan membunuh siapa saja yang menentang maksudku"

   "Adimas"

   Berkata Pangeran Kuda Padmadata "marilah kita berbicara. Bagaimana juga, aku adalah kakak kandungmu. Kau adalah adikku"

   "Cukup"

   Pangeran Kuda Rukmasanti berteriak "jangan merajuk.

   Sudah saatnya kau mengetahui segala rencanaku.

   Kau akan kehilangan anak isterimu yang kau ambil dari padukuhan itu.

   Jika pada saatnya kau mati, mungkinkarena kecelakaan atau karena sebab-sebab lain sehingga kau mati muda, maka segala warisan akan jatuh ketanganku dan puteri yang disebut isterimu itu"

   "Ya, ya. Aku tahu"

   Berkata PangeranKuda Padma data "untuk itu kau tidak perlu menunggu aku mati.

   Kau tidak perlu membunuh anak isteriku.

   Biarlah aku serahkan semuanya kepadamu.

   Aku akan menyingkir dan hidup di kalangan orang-orang padesan bersama isteri dan anakku, aku tidak akan mengingat lagi, bahwa aku dalah Pangeran Kuda Padmadata"

   "Omong kosong. Kau hanya ingin menyelamatkan dirimu"

   Geram Pangeran Kuda Rukmasanti "pada saatnya kau akan berusaha membunuh aku"

   "Orang yang hina"

   Mahisa Bungalanlah yang tidak tahan lagi mendengar percakapan itu "kau tidak mempunyai kesempatan lagi tanpa belas kasihan Pangeran Kuda Padmadata"

   "Mahisa Bungalan"

   Potong Mahendra "biarlah masalahnya diselesaikan antara kakak beradik itu"

   Mahisa Bungalan menggeram.

   Rasa-rasanya ia tidak sabar menunggu lagi.

   Tangannya sudah gemetar, sementara ilmunya masih mapan pada puncak kemampuannya.

   Setiap saat ia menerkam lawannya, maka pada jari- jarinya masih terungkap kekuatannya yang tiada taranya, yang tiap saat pula dapat merengut nyawa lawannya itu.

   Namun dalam pada itu, ruangan itu telah digetarkan suara Pangeran Kuda Rukmasanti "jangan bicara lagi.

   Marilah, siapa yang ingin aku bunuh, majulah.

   Aku akan membunuh kalian semuanya.

   Kalian orang dungu, dan kakangmas Kuda Padmadata.

   Kemudian siapapun juga yang mencoba melibatkan diri dalam masalah kami"Pangeran Kuda Padmadata melangkah maju.

   Dengan hati-hati ia berkata "Kau sudah tidak banyak kesempatan adimas.

   Orang-orangmu telah terbunuh.

   Kedua orang yang kau tempatkan disisiku itupun telah terbunuh.

   Darahku masih mendidih pada saat mereka melawanku, sehingga aku tidak sempat membuat pertimbangan-pertimbangan lain kecuali membunuh mereka"

   "Aku tidak tergantung kepada siapapun juga"

   Teriak Pangeran Kuda Rukmasanti "aku adalah aku. Dan aku akan membunuh semua orang disini"

   Jantung Mahisa Bungalan bagaikan akan meledak.

   Ia sudah tidak dapat menahan diri lagi melihat sikap Pangeran Kuda Rukmasanti.

   Darah yang meleleh dari luka masing- masing, nampaknya telah membuat jantung mereka hangus terbakar oleh gejolak kemarahan yang tidak terkekang.

   Hanya karena ayahnyalah maka Mahisa Bungalan masih berusaha untuk menahan diri.

   Namun agaknya Pangeran Kuda Padmadata yang marah itu, telah berusaha menguasai perasaannya.

   Kemarahannya telah tersalur dan terhunjam lewat tombak nya ketubuh kedua orang yang setiap hari membayanginya dan yang baginya sangat memuakkan itu.

   Bahkan kadang-kadang kedua orang itu berani membentaknya, mendorongnya dan justru kadang-kadang menyakitinya, dengan ancaman, bahwa setiap perlawanan akan bera-khibat kematian anak dan isterinya.

   Selangkah lagi ia maju mendekati adiknya.

   Dan dengan suara lunak ia berkata "Sudahlah adimas.

   Marilah kita berbicara sebagai dua orang saudara.

   Selain kita, masih ada paman dan bibi kita yang dapat memberikan beberapa petunjuk tentang hidup kita dimasa datang.

   Atau barangkali orang-orang tua lainnya yang kita anggap cukup bijaksana""Persetan dengan orang lain"

   Geram Kuda Rukffia santi "kau akan menyeret aku kepada pengadilan keluarga? Kau akan menyudutkan aku kedalam kesulitan, karena orang- orang tua itu akan menunjuk hidungku sambil menyeringai dengan bengis.

   Mereka akan meneriakkan hukuman yang paling berat yang harus aku tanggungkan"

   "Tidak. Tidak"

   Sahut Pangeran Kuda Pamdadata dengan serta merta "jika memang tidak kau kehendaki, aku tidak akan minta nasehat kepada siapapun juga.

   Kita akan menyelesaikan persoalan kita.

   Aku akan menurut apa yang akan kau putuskan tentang istana ini, tentang isinya dan tentang apapun juga yang kau kehendaki"

   "Kau memancing aku. Kau sudah menjadi licik kakangmas. Jika kau masih jantan marilah. Kita masih mempunyai kesempatan untuk menyelesaikan persoalan kita dengan sikap laki-laki"

   "Apakah yang akan kita pertengkarkan dengan perang tanding semacam itu adimas"

   "Istana peninggalan ayahanda, isinya dan perempuan itu"

   "Ambillah semuanya tanpa perang tanding. Aku sudah mengaku kalah. Ambillah isinya, dan ambillah puteri yang memang belum pernah menjadi isteriku itu"

   Pangeran Kuda Padmadata berhenti sejenak "lalu apa lagi?"

   "Licik. Licik. Licik kau. Marilah, aku bunuh kau"

   Teriak Pangeran Kuda Rukmasanti.

   Pangeran Kuda Padmadata menarik nafas dalam-dalam.

   Namun ia benar-benar tidak ingin melawan adiknya.

   Adik kandungnya, yang pada masa kecilnya setiap hari bermain bersama, berlari-Iarian dan memang kadang kadang mereka bertengkar.

   Tetapi tidak lebih lama dari sepenginang.Ternyata bahwa Kuda Padmadata benar-benar tidak ingin berkelai melawan adiknya.

   Dengan susah payah ia mencoba membujuknya.

   Namun dengan keras adiknya membentak dan bahkan mengumpat.

   "Lalu apakah yang kau kehendaki sebanarnya adimas?"

   Bertanya Pangeran Kuda Padmadata "Aku sudah menyerahkan segala-galanya tanpa kecuali. Aku bersikap jujur. Bukan sekedar ingin menjembakmu, karena kedudukanku sekarang jauh lebih baik dari kedudukanmu"

   "Bohong"

   Teriak Pangeran Kuda Rukmasanti.

   "Lihatlah. Orang-orang sudah terbunuh. Yang lain menyerah dan meletakkan senjatanya"

   Jawab Pangeran Kuda Padmadata.

   "Tetapi isterimu itu akan aku bunuh dengan anak laki- lakimu sekaligus"

   Teriak adiknya.

   "Ia sudah berada ditangan yang aman. Kau tidak akan dapat melakukannya"

   Sahut Pangeran Kuda Padmadata "karena itu, tidak ada gunanya aku menjebakmu dengan licik.

   Jika aku mau, segala dapat terjadi tanpa jebak- jebakan.

   Tanpa melakukan kelicikan dan tanpa pengkhianatan.

   Kau memang sudah tidak berdaya.

   Karena itu, jika aku bertanya untuk menyerahkan apa saja selain nyawa isteri dan anak laki-lakiku itu, aku tidak akan berkeberatan"

   "Aku minta nyawamu"

   Teriak Pangeran Kuda Rukmasanti.

   "Adimas"

   Pangeran Kuda Padmadata terkejut.

   Ia tidak menduga sama sekali bahwa kesesatan hati itu sudah mencekamnya demikian dalamnya.

   Sejenak Pangeran Kuda Padmadata termangu-mangu.

   Namun dalam pada itu, Pangeran Kuda Rukmasantiberteriak "Cepat.

   Ambil keputusan.

   Menyerahkan lehermu di sini, atau bertempur sampai mati"

   Pangeran Kuda Padmadata termangu-mangu.

   Namun kemudian dengan kepala tunduk ia berkata "Aku tidak dapat bertempur melawannya.

   Aku tidak tahu apakah aku akan kalah atau menang seandainya aku harus berperang tanding.

   Tetapi aku adalah saudara tuanya.

   Demikian pula didalam perguruan.

   Aku kira aku tidak kalah daripadanya.

   Tetapi aku tidak dapat melakukannya"

   "Jadi, apa yang akan terjadi selanjutnya Pangeran?"

   Bertanya Mahendra.

   Pangeran Kuda Padmadata merenung sejenak.

   Namun iapun kemudian justru memutar diri dan melangkah keluar dari ruangan itu.

   Tetapi iblis benar-benar telah menyala dihati adik kandungnya.

   Demikian Pengeran Kuda Padmadata melangkah menjauh sambil membelakangi adiknya, tiba- tiba saja Pangeran Kuda Rukmasanti telah menyerangnya dengan garangnya.

   Kedua tangannya berkembang menerkam tengkuk kakaknya.

   "Pangeran"

   Mahendra berteriak.

   Pangeran Kuda Padmadata terkejut.

   Iapun telah meloncat berpaling.

   Namun yang dilihatnya adalah Mahisa Bungalan yang meloncat dengan serangan kakinya mendatar.

   Demikian cepatnya, sehingga kaki itu telah lebih dahulu menyentuh tubuh Pangeran Kuda Rukmasanti daripada tangan Pangeran Kuda Rukmasanti yang menerkam kakaknya.

   Demikian kerasnya, dilambari dengan kemampuan puncaknya, maka hantaman kaki Mahisa Bungalan telah membenturkan Pangeran Kuda Rukmasanti pada dinding.Tetapi daya tahan tubuh Pangeran Kuda Rukmasantipun ternyata luar biasa pula.

   Karena itu, maka tubuh yang terlempar itu telah memecahkan dinding kayu yang membatasi bilik itu dengan ruang lainnya.

   Demikian tinggi kemampuan Pangeran Kuda Rukmasanti, didorong oleh kemarahan yang membakar jantungnya, maka iapun dengan serta merta telah meloncat berdiri.

   Dengan tangkasnya iapun telah bersiap untuk menghadapi segala kemungkinan.

   Sikap itu telah membuat darah Mahisa Bungalan mendidih.

   Ia masih terlalu muda untuk dapat menahan diri dalam keadaan seperti itu.

   Karena itu, maka tanpa menghiraukan lagi Pangeran Kuda Padmadata dan ayahnya.

   Mahisa Bungalan meloncat menyerang.

   Pertempuranpun segera menyala kembali dengan sengitnya.

   Keduanya tidak lagi menghiraukan siapapun juga.

   Mahisa Bungalan tidak lagi melihat ketika Witantrapun kemudian berdiri dipintu bersama Mahisa Agni.

   Dengan dahsyatnya Mahisa Bungalan menyalurkan tangannya mengarah kepada Pangeran Kuda Rukmasanti.

   Tetapi Pangeran itu menarik sebelah kakinya dan bergeser kesamping.

   
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Dengan sekuat tenaga, maka ialah yang kemudian menyerang dengan hentakkan tangan mendatar kelambung Mahisa Bungalan.

   Mahisa Bungalan yang marah itu sengaja tidak menghindar.

   Ia telah menangkis serangan itu dengan kedua sikunya yang merapat dihadapan dadanya sambil merendah kan lututnya.

   Telah terjadi benturan kekuatan yang dahsyat.

   Pangeran Kuda Rukmasanti menyeringai menahan sakit tangannya, sementara Mahisa Bungalan terguncang selangkah surut.Namun dalam pada itu, meskipun perasaan nyeri menyengat tangannya,, tetapi Pangeran Rukmasanti tidak menghiraukan.

   Sekali lagi ia berputar pada sebelah tumitnya sementara kakinya yang lain dengan dahsyatnya menghantam lawannya.

   Mahisa Bungalan tidak membentur kekuatan kaki lawannya.

   Ia meloncat menghindarkan.

   Tetapi kemudian iapun melenting seperti seekor bilalang, dengan tangannya terjulur lurus menghantam kearah kening.

   Pangeran Kuda Rukmasanti menyilangkan tangannya, ketika terjadi benturan sekali lagi maka tangan Mahisa Bungalan telah bergeser.

   Setapak ia beringut surut.

   Sementara Pangeran Kuda Rukmasantipun terdorong selangkah.

   Tetapi kecepatan bergerak Mahisa Bungalanlah yang kemudian mengejutkan lawannya.

   Sekejab kemudian, tubuh Mahisa Bungalan bagaikan lurus mendatar dan bertumpu pada satu kakinya, sedangkan kakinya yang lain telah menyambar dada lawannya.

   Pangeran Kuda Rukmasanti berusaha memukul kaki itu kesamping.

   Tetapi ia tidak berhasil sepenuhnya.

   Ternyata kaki Mahisa Bungalan masih mengenai pundaknya, sehingga ia terdorong setapak.

   Mahisa Bungalan tidak melepaskan setiap kesempatan Dengan tangkasnya ia meloncat sekali lagi menyerang lawannya.

   Tetapi Pangeran Kuda Rukmasanti masih sempat memperhitungkan serangan itu, Justru kerena ia masih belum mapan, maka ia justru menjatuhkan dirinya.

   Dengan demikian, maka serangan Mahisa Bungalan tidak mengenai sasarannya.

   ketergesa-gesaannya telah membenturkannya pada dinding kayu dibagian lain dari ruang itu.Sekali lagi terdengar dinding kayu itu berderak pecah berserakan.

   Dengan demikian, maka bilik itu sudah tidak berujud lagi.

   Semuanya berserakkan.

   Dindingpun telah pecah dan patah-patah.

   Namun pertempuran itu masih berlangsung terus.

   Mahisa Bungalan segera memperbaiki keadaannya, sementara Pangeran Kuda Rukmasanti telah tegak pula.

   Tetapi pernafasan Pangeran Kuda Rukmasanti menjadi semakin cepat berdesakkan di lubang hidungnya.

   Keringatnya telah terperas, bercampur dengan titik-titik darahnya.

   Wajahnya yang tegang kadang-kadang nampak merah membara.

   Namun kadang-kadang nampak keputih- putihan dan bagaikan tidak dialiri oleh darahnya lagi.

   Sementara Mahisa Bungalan justru menjadi semakin garang.

   Selangkah demi selangkah ia maju mendekati lawannya.

   Pecahan dinding kayu yang berserakan tidak dihiraukannya lagi.

   Iapun sama sekali tidak tertarik untuk memungut senjata yang terlepas dari tangan Pangeran kuda Rukmasanti.

   rasa-rasanya ia lebih percaya pada tangannya yang dialiri oleh kemampuan puncaknya.

   Pangeran Kuda Rukmasanti ternyata sama sekali tidak menyadari, betapa kemampuannya telah mulai susut.

   Nafasnya mulai mengganggunya.

   Namun gejolak perasaannya justru menjadi semakin menyala membakar kesadarannya bagaikan hangus.

   "Adimas"

   Suara Pangeran Kuda Padmadata menjadi parau.

   Bagaimapun juga, ia merasa gentar di sudut jantungnya, melihat keadaan adik kandungnya.

   Tetapi Pangeran Kuda Rukmasanti tidak mendengarnya.

   Wajahnya yang kadang-kadang pucat, kadang-kadang menyala itu menjadi semakin liar.

   Bahkan semakin lama.

   kesan keagungannya sebagai seorang bangsawan tinggi dariKediri telah lenyap.

   Yang nampak adalah wajah iblis yang paling buas menghadapi bayangan kebenaran yang menjadi semakin nyata.

   "Adimas, kau dengar suaraku?"

   Suara Pangeran Kuda Padmadata bergetar.

   Tetapi Pangeran Kuda Rukmasanti justru telah meloncat menyerang Mahisa Bungalan yang telah menjadi semakin dekat.

   Demikian tiba-tiba dengan mengerahkan segenap kemampuannya.

   Mahisa Bungalan yang masih selalu bersiap, tidak sempat mengelak.

   Sekali lagi mengerahkan segenap kekuat an dan kemampuan puncak ilmunya untuk membentur serangan Pangeran Kuda Rukmasanti.

   Akibat benturan yang terjadi berlandaskan segenap kemampuan dari dua orang yang memiliki kekuatan dan.

   kematangan ilmu yang luar biasa itu, maka akibatnyapun luar biasa pula.

   Mahisa Bungalan telah terdorong beberapa langkah surut.

   Bahkan, oleh pecahan perabot dan dinding yang pecah berserakan, kaki Mahisa Bungalan telah terantuk dan membuatnya terhuyung-huyung.

   Tenaganya yang telah diperas itu, tidak lagi mampu mempertahankan keseimbangannya, sehingga akhirnya ia terjatuh meskipun ia masih dalam keadaan sepenuhnya menghadapi kemungkinan yang dapat memburunya.

   Tetapi dalam pada itu, akibat yang terjadi pada pangeran Kuda Rukmasantipun ternyata menggetarkan jantung.

   Pangeran Kuda Rukmasanti telah terlempar beberapa langkah dan jatuh terbanting diatas pecahan kayu perabot dan dinding yang berserakkan.

   Namun yg berakibat sangat buruk baginya adalah, bahwa kepala Pangeran KudaRukmasanti itu telah membentur batu pada tiang yang terdapat diantara bilik itu tanpa dapat mengelak lagi.

   Namun yang terdengar dari bibir Pangeran Kuda Rukmasanti mengejutkan sekali.

   Dengan suara gemetar dan terputus-putus Pangeran yang masih muda itu menggeram "Aku bunuh kau, isteri dan anakmu yang tidak pantas mewarisi segala yang kau miliki karena derajatnya.

   Terdengar Pangeran itu mengaduh.

   Betapa gejolak yang menggelora didalam dadanya masih sempat menghentakkannya bangun.

   Namun sekali lagi terhuyung- huyung dan jatuh terbaring dilantai.

   Tangannya mengusap bagian belakang kepalanya yang telah membentur sudut batu yang telah melukai bagian belakang kepalanya itu.

   "Adimas"

   Pangeran Kuda Padmadata yang mengetahui apa yang telah terjadi itu, telah berlari-lari mendekatinya.

   Ternyata bahwa Pangeran Kuda Padmadata, saudara yang lebih tua dari Pangeran Kuda Rukmasanti benar-benar berusaha untuk melenyapkan segala pertengkaran yang pernah terjadi.

   Dengan perasaan haru seorang kakak kandung, maka pangeran Kuda.

   Padmadata itu telah mengangkat kepala adiknya dan diletakkan pada pangkuannya.

   "Adimas"

   Desisnya. Ternyata bahwa keadaan Pengeran itu benar-benar telah parah. Dari bagian belakang kepalanya telah mengalir darah, Agaknya berbentur ompak itu telah melukai tulang belakang kepala itu. Pangeran Kuda Rukmasanti menyeringai menahan, sakit.

   "Adimas, kau mendengar suaraku?"

   Sekali lagi Pangeran Kuda Padmadata berdesis ditelinga adiknya.Namun yang terdengar dari bibir Pangeran Kuda Rukmasanti mengejutkan sekail Dengan suara gemetar dan terputus-puuv Pengaron yang masih muda itu menggeram "

   Aku bunuh kau, istri dan anakmu yang tidak pantas mewarisi segala yang kau miliki karena derajatnya"

   Pangeran Kuda Padmadata menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Baiklah. Segalanya akan terjadi. Tetapi sadarilah keadaanmu Tenangkan hatimu. Kau memerlukan seorang tabib yang baik untuk mengobati luka-lukamu"

   Aku tidak terluka"

   Tiba-tiba saja Pangeran itu menghentakkan dirinya. Namun ternyata tenaganya sama sekali tidak mampu lagi mendukungnya. Karena itu, maka iapun terkulai lagi dengan lemahnya. Bahkan dari sudut bibirnya mulai mengalir darah yang kehitam-hitaman.

   "Adimas, adimas"

   Panggil Pangeran Kuda Padmadata.

   Tidak ada jawaban.

   Nafas Pangeran yang masih muda itupun menjadi semakin sendat.

   Akhirnya, yang sangat dicemaskan itu telah terjadi.

   Pangeran yang masih sangat muda untuk berpeluk dengan maut itu telah menghembuskan nafasnya yang terakhir.

   Yang lebih menggelisahkan hati Pangeran Kuda Padmadata ialah bahwa adiknya di saat-saat terakhir, masih belum dapat mengerti, apa yang telah terjadi pada dirinya.

   Ia masih belum melihat kesalahan yang telah menggerakkannya untuk melakukan suatu pengkhianatan terhadap kakak kandungnya sendiri.

   Sambil menarik nafas dalam-dalam Pangeran Kuda Padmadata berdesis "Ia telah kehilangan segala kesempatan.

   Kesempatan terakhirpun tidak dipergunakannya untuk menghubungkan dirinya dengan Yang Maha Agung"Mahendra telah berlutut pula disisinya.

   Disebelah lain Mahisa Agni dan Witantrapun telah duduk pula diatas pecahan kayu yang berserakkan, sementara Mahisa Bungalan masih berdiri dengan nafas terengah-engah.

   "Kemarilah Mahisa Bungalan"

   Panggil ayahnya. Mahisa Bungalan memandang orang-orang yang berada didalam bilik itu sejenak. Namun iapun kemudian beringsut maju dan duduk dibelakang Mahisa Agni.

   "Maafkan anak itu Pangeran"

   Berkata Mahendra "iapun masih terlalu muda untuk mengekang diri"

   "Tidak. Ia tidak bersalah. Ia sudah melakukan sesuatu yang menurut keyakinannya, akan dapat bermanfaat bagi sesamanya. Ia telah berjuang untuk tegaknya keadilan didalam lingkungan keluarga kecilku. Bahkan ia telah berjuang untuk memulihkan keluargaku yang terpecah dan terancam akan punah"

   Berkata Pangeran Kuda Padmadata.

   Mahendra mengangguk-angguk, sementara Mahisa Bungalan menundukkan kepalanya dalam-dalam.

   Terbayang segalanya yang telah dilakukannya sejak ia bertemu dengan seorang laki-laki yang dengan segenap kemampuan yang ada padanya, berusaha menyelamatkan seorang cucu laki-lakinya, yang ternyata adalah putera Pangeran Kuda Padmadata.

   "Ki Sanak"

   Berkata Pangeran Kuda Padmadata kemudian "cobalah, panggillah puteri yang berada di bilik depan. Biarlah ia melihat akibat dari akhir permainan yang telah dilakukan oleh Rukmasanti bersamanya"

   Witantra menjadi ragu.

   Namun iapun berdiri pula ketika Mahisa Agni menggamitnya dan mengisyaratkannya agar mereka berdua melakukan permintaan itu.Mahisa Agni dan Witantrapun kemudian pergi ke bilik depan.

   Bilik yang tertutup rapat dan disel arak dari dalam.

   Perlahan-lahan Mahisa Agni mengetuk pintu itu sambil berkata "Puteri.

   Hamba mendapat perintah untuk me manggil puteri"

   "Siapa kau?"

   Terdengar suara dari dalam.

   "Hamba adalah pekatik yang telah bersalah mengambil barang-barang milik puteri di ruang penyimpanan"

   Berkata Mahisa Agni.

   "Apa yang terjadi?"

   Bertanya puteri itu.

   "Sebaiknya puteri datang sendiri. Pangeran memanggil tuan puteri"

   "Pangeran siapa?"

   Bertanya puteri itu.

   "Sejenak Mahisa Agni ragu-ragu. Namun kemudian katanya "Pangeran Kuda Rukmasanti"

   Sejenak bilik itu menjadi sepi. Namun telinga Mahisa Agni dan Witantra yang tajam mendengar embannya berbisik "Berhati-hatilah puteri. Mungkin orang-orang itu ingin menjebak tuan puteri dengan maksud buruk"

   Mahisa Agni termangu-mangu.

   Agaknya puteri itupun mendengar hiruk pikuk yang terjadi.

   Bahkan puteri itupun tentu mengetahui, bahwa telah terjadi pertempuran yang sengit.

   Sejenak Mahisa Agni menunggu.

   Namun kemudian ia mendengar puteri itu berkata "Lihatlah, siapakah orang- orang itu"

   Emban itu tidak membuka pintu.

   Tetapi ia telah mencoba melihat orang-orang yang mengetuk pintunya dari lubang daun pintu yang sempit.

   Namun dari lubang yang sempit itu ia melihat Mahisa Agni dan seorang yang tidakdikenalnya.

   Tetapi agaknya kedua orang itu tidak berbahaya bagi mereka.

   Apalagi keduanya agaknya tidak bersenjata"

   Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Yang seorang memang hamba istana ini"

   Bisiknya kepada puteri yang gelisah.

   "Bukalah pintu"

   Perintah puteri itu. Emban itu telah menarik selarak dan membuka pintu. Selarak yang sebenarnya tidak berarti bagi Mahisa Agni apabila ia ingin memaksa membuka pintu itu.

   "Puteri"

   Mahisa Agni dan Witantra mengangguk dalam- dalam. Demikian hormatnya, sehingga puteri itupun kemudian tidak mencurigainya lagi.

   "Hamba mendapat perintah untuk memanggil tuan puteri"

   Berkata Witantra kemudian.

   "Siapakah yang memerintahkanmu? Benar Pangeran Kuda Rukmasanti?"

   Bertanya puteri itu.

   "Hamba tuan puteri"

   Jawab Mahisa Agni.

   "Apakah yang sudah terjadi?"

   Bertanya puteri itu pula.

   "Sedikit perselisihan. Tetapi semuanya sudah selesai"

   "Kenapa bukan para pengawal yang datang menjemputku?"

   Bertanya puteri itu. Sejenak Mahisa Agni termangu-mangu. Namun iapun kemudian menjawab "Para pengawal sedang mengawasi beberapa orang yang terlibat dalam perselisihan itu tuan puteri"

   "Perselisihan apa sebenarnya?"

   Bertanya puteri itu.

   "Hamba tidak jelas tuan puteri. Tetapi persoalannya memang menyangkut persoalan perhiasan itu"Puteri itu masih ragu-ragu. Namun kemudian katanya kepada embannya "Ikut aku"

   Puteri itupun kemudian diantar oleh embannya menuju keruang yang khusus dibagian belakang istana itu, Ketika ia sampai di serambi, maka iapun terkejut.

   Ia melihat beberapa orang diantara para pengawal, justru duduk diam, sementara seorang tua berdiri mengawasi mereka.

   "O"

   Puteri itu hampir menjerit ketika ia melihat dua sosok mayat di halaman.

   "Silahkan puteri"

   Berkata Mahisa Agni "jangan hiraukan yang terjadi, Pangeran Kuda Rukmasanti telah menunggu"

   Puteri itu menjadi semakin ragu-ragu. Apalagi ketika ia melihat sebuah bilik yang pecah dindingnya dan perabotnya berserakan.

   "Masuklah"

   Mahisa Agni mempersilahkan. Dengan hati yang berdebar-debar puteri itu berdiri dimuka pintu Jantungnya bagaikan berhenti berdetak ketika ia melihat seseorang yang memangku kepala orang lain yang terbujur diam.

   "Siapa?"

   Suaranya tertahan dikerongkongan. Puteri itu menjadi pucat ketika ia melihat Pangeran Kuda Padmadata berpaling. Dengan suara tertahan Pangeran itu berkata "Lihatlah. Inilah Pangeran Kuda Rukmasanti"

   Puteri itu maju selangkah. Namun puteri itu tiba-tiba telah memekik tinggi sambil berlari-lari mendekati sesosok mayat yang terbujur dipangkuan Pangeran Kuda Padmadata.

   "Pangeran, Pangeran"

   Teriak puteri itu."Tetapi Pangeran Kuda Rukmasanti sama sekali tidak menyahut.

   "Kenapa Pengeran?"

   Bertanya puteri itu sambil memandang wajah Pangeran Kuda Padmadata.

   "Ia telah membentur ompak batu itu"

   Jawab Pangeran Kuda Padmadata.

   "Kenapa hal itu dapat terjadi?"

   Pangeran Kuda Padmadata termangu-mangu sejenak. Lalu katanya "Aku menyesal bahwa adikku telah terbunuh Tetapi aku tidak dapat menyalahkan orang lain. Ia telah memetik buah dari tanamannya sendiri"

   Pangeran Kuda Padmadata berhenti sejenak, lalu "semuanya sudah berakhir"

   "Maksud Pangeran?"

   Bertanya puteri itu.

   "Selama ini aku selalu dibayangi oleh niat dan maksud yang kurang baik dari adikku, aku sama sekali tidak ingin mengakhiri dengan cara ini. Tetapi demikianlah yang terjadi"

   Puteri itu terdiam sejenak. Namun tiba-tiba saja ia menarik nafas dalam-dalam sambil berkata "Semuanya berakhir. Akupun kini akan bebas dari ketakutan dan kepura-puraan"

   Semua orang terkejut mendengar kata-kata puteri itu. Semua matapun tertuju kearahnya. Dengan ragu-ragu Pangeran Kuda Padmadata bertanya "Apakah maksudmu?"

   Puteri itu termenung sesaat. Namun kemudian ia menundukkan kepalanya Perlahan-lahan terdengar suaranya sendat "Ampun Pangeran. Selama ini aku merasa diriku dipanggang oleh api yang paling panas"

   Ia berhentisejenak.

   Bahkan kemudian terdengar ia terisak "aku telah dikuasai oleh Pangeran Kuda Rukmasanti yang tamak aku sama sekali tidak dapat melawan kehendaknya, karena aku tidak sampai hati menyakiti hati Pangeran Kuda Padmadata.

   Aku tahu, bahwa isteri Pangeran yang pertama, dan putera Pangeran laki-laki berada dibawah kekuasaan Pangeran Kuda Rukmasanti, sehingga apabila aku melawan kehendaknya, maka isteri Pangeran yang pertama dan putera Pangeran itu akan mengalami kesulitan.

   Karena itu, aku terpaksa berbuat sesuai yang dihendaki oleh Pangeran Kuda Rukmasanti, demi kesetiaanku kepada Pangeran Kuda Padmadata, meskipun aku adalah seorang isteri yang kedua.

   Namun adalah menjadi kewajibanku untuk menunjukkan bakti dan kesetiaan, yang barangkali terpaksa aku lakukan dengan cara yang tidak terpuji"

   Ruangan itu menjadi hening sesaat. Perlahan-lahan Pangeran Kuda Padmadata meletakkan tubuh adiknya yang membeku. Kemudian ditatapnya wajah puteri itu dengan sorot mata yang aneh.

   "Apakah benar yang kau katakan?"

   Tiba-tiba Pangeran Kuda Padmadata bertanya.

   "Ampun Pangeran, hamba berkata sebenarnya"

   Jawab puteri itu "jika Pangeran tidak percaya, belahlah dada ini"

   Pangeran Kuda Padmadata menarik nafas dalam-dalam. Lalu katanya "Aku benar akan membelah dadamu Dan aku akan melihat, bahwa pada jantungmu tumbuh bulu-bulu sebagai pertanda kelamnya sifat dan watakmu"

   "Pangeran?"

   "Puteri yang manis"

   Desis Pangeran Kuda Padmadata "siapakah sebenarnya yang telah mendorong adikku berbuat seperti ini? Siapakah sebenarnya yang telah membakar istana ini dengan ketamakan dan kedengkian?""O"

   Puteri itu terkejut "apakah maksud Pangeran dengan tuduhan-tuduhan semacam itu?"

   Puteri itu mulai menjadi ketakutan.

   Namun ia masih mencoba mengelak "Pangeran, Hamba adalah isteri Pangeran, meskipun hanya isteri kedua.

   Tetapi hambapun mempunyai kewajiban sebagaimana seorang isteri yang setia.

   Hamba sudah mengatakan bahwa mungkin cara yang hamba tempuh tidak sesuai dengan keinginan Pangeran.

   Tetapi dengan demikian, hamba sudah berusaha memperpanjang umur isteri Pangeran yang pertama dan putera laki-laki Pangeran itu"

   "O, puteri yang maha bijaksana"

   Berkata Pangeran Kuda Padmadata dengan suara gemetar oleh gejolak perasaannya.

   "Jika puteri tidak mengatakan demikian, tidak memutar balik kenyataan dan membebankan semua dosa kepada adikku, mungkin aku masih mempunyai perasaan belas kasihan kepadamu. Tetapi ternyata kau adalah iblis yang paling licik. Kau adalah iblis yang berkedok seorang wanita yang paling cantik di Kediri. Kau telah membius adikku dengan kecantikanmu. Kau telah bersepakat dengan Kuda Rukmasanti untuk membelengguku dalam sarang raksasa ini. Tetapi yang Maha Agung telah membebaskan aku dengan lantaran beberapa orang yang ternyata adalah para petugas sandi dari Singasari"

   "Paman Mahisa Agni pernah mewakili kuasa Singasari di Kediri"

   Tiba-tiba saja Mahisa Bungalan memotong "Demikian pula paman Witantra. Keduanya adalah Senopati Agung, seperti yang sudah aku katakan"

   Wajah puteri itu menjadi pucat.

   Sementara Pangeran Kuda Padmadata berkata "Aku mengucapkan terima kasih kepada tuan-tuan sekalian, mungkin sikapku terlampau kasar.

   Tetapi keadaanku saat ini agak berbeda dengan keadaan seorang Pangeran sewajarnya""Kami mengerti Pangeran"

   Jawab Mahisa Agni.

   "Aku ingin menyerahkan puteri ini kepada kekuasaan tertinggi di Kediri. Mungkin perlu juga diketahui oleh Singasari apa yang telah terjadi disini. Tetapi peristiwa ini adalah peristiwa yang kecil sekali dalam hubungan Singasari dan Kediri, tetapi peristiwa yang maha besar bagi keluargaku"

   Pangeran Kuda Padmadata berhenti sejenak memandang puteri yang kemudian menangis sambil meratap "Ampun Pangeran. Hamba mohon ampun"

   "Kesalahanmu berlipat ganda. Kau telah menjerumuskan adikku kedalam kesulitan ini. Dan pada saat terakhir kau telah mengkhianatinya pula"

   Geram Pangeran Kuda Padmadata.

   "Bukan maksud hamba sendiri"

   Jawab puteri itu "tetapi juga dalam persetujuan dengan Pangeran Kuda Rukmasanti"

   "Sebenarnya sulit dipercaya, bahwa adikku pada suatu saat akan memusuhi aku tanpa pengaruh orang lain. Ia adalah seorang anak yang baik. Ia sangat penurut, dan bahkan ia kadang-kadang menunjukkan kesediaannya berkorban untuk kepentinganku. Namun pada suatu saat, ia menjadi liar dan buas, justru setelah ia berhubungan dengan kau"

   "Hamba mohon ampun. Tetapi jangan serahkan hamba kepada kekuasaan di Kediri, meskipun tuanku akan menghukum hamba dengan cara apa saja"

   Berkata puteri itu "hamba iklas menerima hukuman Pangeran, karena hamba telah berdosa kepada Pangeran"

   "Aku tidak berhak. Biarlah kau berada ditangan mereka yang wajib mengadilimu. Yang wajib menghukum atau mengampunimu"

   Jawab Pangeran Kuda Padmadata.Puteri itu menangis tertahan-tahan.

   Seolah-olah ia melihat apa yang pernah dilakukannya.

   Ia telah menjerumuskan Pangeran Kuda Rukmasanti kedalam keadaan yang paling pahit.

   Pangeran yang masih muda itu telah mengakhiri hidupnya dalam keadaan yang mengerikan.

   Yang terakhir melukainya, bukanlah ujung tombak atau keris.

   Tetapi ompak batu yang menjadi alas tiang didalam ruang sudah berserakan itu.

   Tiba-tiba saja penyesalan yang dalam telah mengorek jantungnya.

   Dengan suara tertahan-tahan ia berkata "Pangeran Kuda Padmadata.

   Hamba memang sudah sepantasnya dihukum.

   Tetapi aku mohon, hendaklah tuan yang menjatuhkan hukuman atas hamba.

   Hamba adalah perempuan yang paling hina diseluruh Kediri"

   "Sudah aku katakan"

   Jawab Pangeran Kuda Padmadata "bukan aku yang berhak"

   "Meskipun tuan tidak berhak. Tetapi seandainya Pangeran menghendaki, maka tuan dapat menghukum hamba sekarang. Tuan dapat membunuh hamba dihadapan para saksi, bahwa sebenarnyalah hamba telah bersalah"

   Tangis puteri itu.

   "Tidak. Tidak"

   Desis Pangeran Kuda Padmadata.

   "Jika hamba Pangeran serahkan kepada kekuasaan Kediri, maka hamba hanya akan menjajakan aib yang. tergores dikening. Setiap orang akan memandang hamba seperti memandang seekor binatang melata yang paling rendah derajadnya. Jika hamba kemudian dibawa ketiang gantungan di ara-ara atau hukuman lain yang harus hamba lakukan, maka kematian hamba akan diiringi oleh perasaan malu yang tentu tidak akan tertanggungkan"

   Puteri itu menangis semakin menjadi jadi "tetapi jika tuan membunuh aku sekarang, maka perasaan itu akan jauhberkurang menghimpit jantung hamba.

   Kematian tidak lagi menakutkan bagi hamba, tetapi yang paling mengerikan bagi hamba sekarang, adalah justru perasaan malu dan tidak berharga"

   Pangeran Kuda Padmadata menarik nafas dalam-dalam Katanya kemudian "Aku tidak dapat bebuat apa-apa terhadapmu.

   Tetapi aku bersedia menolongmu, menjauhkan kau dari perasaan malu, Seandainya kau harus aku hukum, maka hukumanmu tidak akan dilakukan di hadapan rakyat Kediri"

   Puteri itu mengingat wajahnya.

   Namun wajah itupun kembali tertunduk.

   Tetapi terdengar suaranya parau "Hamba mengucapkan terima kasih tuan.

   Sebenarnyalah, bahwa kebaikan hati Pangeran itu akan hamba imbangi dengan perasaan sesal yang tidak ada taranya.

   


Lembah Nirmala -- Khu Lung Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id Rahasia Iblis Cantik -- Gu Long

Cari Blog Ini