Ceritasilat Novel Online

Panasnya Bunga Mekar 27


Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja Bagian 27



Panasnya Bunga Mekar Karya dari SH Mintardja

   

   Bahkan katanya kemudian "Jangan mengancam Ki Sanak.

   Jika Ki Sanak memang utusan dari angger Wiranata, maka pesannya yang disampaikan lewat Ki Sanak sudah kami terima.

   Itu saja"

   "Jangan sombong"

   Berkata orang itu "kau tidak hanya menarima pesannya.

   Tetapi kau harus mamatuhinya.

   Jika kau melanggar pesan itu, berarti bahwa kau telah menentang angger Wiranata.

   Dangan demikian maka angger Wiranata akan dapat melakukan apa saja yang dianggapnya baik"

   "Terserahlah"

   Berkata Ki Watu Kendeng "Kami akan manentukan sikap sasuai dengan kapentingan kami.

   Mungkin sekali nanti, atau besok atau kapanpun.

   angger Marwantakapun akan mengirimkan utusan pula kemari, Mengancam dan menakut-nakuti seperti yang Ki Sanak lakukan.

   Justru karena itu, kami akan menentukan sikap menurut kepentingan kami sendiri"

   "Persetan"

   Geram orang itu "kau jangan sombong Ki Watu Kendeng. Apakah arti padepokan kecilmu ini. Dengan sekali renggut, maka padepokan ini tidak akan dapat kalian kenali lagi. Kami dapat membuatnya menjadi karang abang"

   Ki Watu Kendeng menarik nafas dalam-dalam.

   Katanya "Memang mudah untuk melakukannya.

   Merusak memang jauh lebih mudah dari saat-saat membuatnya.

   Tetapi ingat, bahwa kami akan mempertahankan milik kami dengan segenap kekuatan yang ada pada kami.

   Jika padepokan ini lumat menjadi debu, maka seisinyapun akan hancur pula menjadi debu""persetan"

   Orang itu hampir berteriak "jadi kalian tidak mau mendengar pesan ini?"

   "Kami sudah mendengarnya"

   Jawab Ki Watu Kendeng "tetapi selanjutnya tergantung kepada kami"

   "Kalian akan menyesal. Sayang, aku sekarang tidak diperkenankan untuk menghancurkan padepokan ini. Angger Wiranata masih mempertimbangkan banyak hal atas kemuliaan hatinya"

   Berkata orang itu dengan lantang. Namun Ki Watu Kendeng menjawab "Bukankah kau utusan angger Wiranata dengan membuat kuasa atas namanya untuk berbuat apa saja?"

   "Tetapi masih dalam batas-batas belas kasihannya"

   Bentak orang itu. Namun kemudian "Tetapi kalian terlalu sombong. Kalian akan menyesal pada saatnya"

   Ki Watu Kendeng tidak sempat menjawab.

   Orang itupun.

   kemudian memberi isyarat kepada kawan- kawannya untuk meninggalkan padepokan itu.

   Namun orang itu masih sempat berkata dan mengancam "Kami akan datang lagi dengan kuasa yang lebih lengkap.

   Padepokan ini akan meniadi abu"

   Ki Watu Kendeng tidak menjawab.

   Dipandanginya saja orang itu meninggalkan halaman padepokannya.

   Demikian orang-orang itu hilang dibalik regol, maka seorang cantrik telah menutup regol itu meskipun tidak menyelaraknya.

   Sementara Ki Watu Kendeng menarik nafas.

   sambil berkata "Nah, angger Mahisa Bungalan.

   Kau sudah melihat sendiri, betapa panasnya bunga yang sedang mekar di padepokan Kenanga itu"

   Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Katanya "Nampaknya suasana akan menjadi samakin panas""Ya. Dan Ki Selabajra akan menjadi Semakin cemas menghadapi ancaman dari kedua belah pihak"

   Jawab Ki Watu Kendeng "sebagaimana kau lihat, padepokan ini yang tidak tersangkut langsung telah mendapat ancaman- ancaman yang mendebarkan. Apalagi padepokan Kenanga yang langsung menyimpan bunga yang sedang mekar itu sendiri"

   "Jika perlu, kami akan malihatnya"

   Berkata Witantra "mungkin padepokan itu memang memerlukan, bantuan betapapun kecilnya"

   "Ya Ki Sanak. Tetapi aku masih akan menunggu sampai besok. Jika Ki Selabajra tidak mengirimkan utusan, karena mungkin setiap orang yang keluar dari padepokan itu telah dihalangi, maka kamilah yang akan mengirimkan isyarat"

   Berkata Ki Watu Kendeng.

   Karena itu, maka Mahisa Agni.

   Witantra dan Mahis Bungalan merasa perlu untuk tetap tinggal di padepokan ifu sambil menunggu perkembangan keadaan.

   Demikianlah, ternyata seperti yang diperhitungkan oleh Ki Watu Kendeng.

   Dihari berikutnya, telah datang dua orang cantrik dari padepokan Kenanga.

   Mereka membawa pesan dari Ki Selabajra tentang keadaan padepokan Kenanga.

   Namun seperti yang dikehendaki oleh Mahisa Bunga Bungalan sendiri, maka Ki Waltu Kendeng sama sekali tidak mengatakan kepada utusan padepokan Kenanga itu, bahwa Mahisa Bungalan dan kedua orang pamannya berada di Watu Kendeng.

   "Keadaan memang sudah gawat sekali Ki Watu Kendeng"

   Berkata utusan itu "bahkan dari kedua belah pihak telah timbul ancaman, jika Ki Selabajra menyerahkan Ken Padmi kepada pihak yang lain, maka padepokanKenanga akan menjadi debu.

   Bahkan disaat-saat terakhir, agaknya kedua belah pihak sudah bersiap untuk mengambil Ken Padmi dengan kekerasan"

   "Jadi, apakah Ki Selabajra minta agar kami datang ke padepokan kecil itu?"

   Bertanya Ki Watu Kendeng.

   Utusan Ki Selabajra itu menarik nafas dalam-dalam.

   Kemudian katanya dengan nada rendah "Ki Selabajra menjadi bimbang menghadapi keadaan.

   Sebenarnyalah bahwa kehadiran Ki Watu Kendeng akan sedikit memberikan ketenangan.

   Tetapi jika demikian, Ki Watu Kendeng akan terlibat langsung dalam persoalan ini, sehingga KiWatu Kendeng akan dimusuhi oleh kedua belah pihak itu.

   Akibatnya akan dapat merugikan padepokan ini"

   "Tetapi bukankah sudah sewajarnya jika kami Saling menolong. Akibat itu adalah wajar sekali. Namun sudah barang tentu kami tidak akan dapat tinggal diam jika kami mengetahui, bahwa keadaan Ki Selabajra menjadi sangat gawat"

   Berkata Ki Watu Kendeng.

   "Demikianlah Ki Watu Kendeng. Ki Selabajrapun berpesan, bahkan segala sesuatupun terserah kepada Ki Watu Kendeng. Kami memang menyampaikan keluhan kepada Ki Watu Kendeng, namun segalanya memang harus dipertimbangkan dengan kemungkinan yang akan dapat terjadi atas padepokan ini sendiri"

   Ki Watu Kendeng mengangguk-angguk. Katanya "Sudahlah. Aku mengerti maksud Ki Selabajra. Ia memang tidak ingin merugikan orang lain. Namun sudah barang tentu bahwa kami akan membuat pertimbangan- pertimbangan tersendiri"

   "Segalanya terserah kepada Ki Watu Kendeng. Selanjutnya kami mendapat pesan untuk segera kembali,karena setiap orang diperlukan di padepokan Kenanga pada saat ini"

   Berkata utusan itu.

   Ki Watu Kendeng tidak menahannya.

   Namun ia berpesan, bahwa ia akan mengatur padepokannya sebaik- baiknya.

   Mungkin ia akan mengambil keputusan untuk datang kepadepokan Kenanga.

   Namun ia memang harus membuat perhitungan tentang padepokannya sendiri.

   Demikianlah maka utusan itupun segera minta diri.

   Seperti pesan Ki Selabajra bahwa ia harus segera berada di padepokan Kenanga kembali, karena keadaan yang menjadi semakin gawat.

   Sepeninggal utusan itu, maka Ki Watu Kendengpun segera berbicara dengan Mahisa Bungalan, Witantra dan Mahisa Agni.

   Apakah yang sebaiknya dilakukan.

   "Persoalan ini memang berat bagi Ki Watu Kendeng. Jika Ki Watu Kendeng pergi, maka padepokan ini akan dapat menjadi sasaran kemarahan mereka justru pada saat-saat Ki Watu Kendeng tidak berada di padepoka"

   Berkata Mahisa Agni.

   "Tetapi aku juga tidak sampai hati untuk membiarkan padepokan Kenanga menjadi karang abang. Aku mengerti bahwa kekuatan padepokan Kenanga sendiri atau Watu Kendeng sendiri, tidak akan mampu membendung kekuatan salah satu pihak yang sedang bermusuhan itu"

   Jawab Ki Watu Kendeng Namun dalam pada itu, tiba-tiba saja Mahisa Bungalan.

   bertanya "Ki Watu Kendeng, apakah salah orang dari kedua anak-anak muda itu memiliki kelebihan? Aku pernah bertemu dengan anak muda-yang bernama Marwantaka.

   Tetapi aku belum pernah mengenal Wiranata"Ki Watu Kendeng mengerutkan keningnya.

   Kemudian katanya "Keduanya sebenarnya bukan anak muda yang dapat dibanggakan dalam olah kanuragan.

   Mereka memang memiliki ilmu, tetapi tidak terlalu tinggi, sebagaimana anak- anak padepokan yang lain"

   "Apakah kedua anak-anak muda itu memiliki ilmu yang seimbang?"

   Bertanya Mahisa Bungalan.

   "Kira-kira memang demikian. Tetapi aku kira Marwantaka mempunyai pengalaman yang lebih luas"

   Jawab Ki Watu Kendeng.

   "Dan bagaimana dengan Ken Padmi sendiri?"

   Bertanya Mahisa Bungalan pula "meskipun ia seorang gadis, tetapi bukankah ia juga mempelajari ilmu kanuragan dari ayahnya sendiri?"

   "Ya. Tetapi apa artinya Ken Padmi sendiri. Pada saat- saat terakhir, justru ketika perasaan kecewa menggigit jantungnya semakin pedih, ia telah menenggelamkan diri ke dalam sanggarnya. Kadang-kadang justru diluar pengamatan ayahnya. Menurut pendengaranku, ilmunya meningkat dengan pesat, karena ia menumpahkan segenap kekesalan, kekecewaan dan harapan kepada ilmunya"

   Berkata Ki Watu Kendeng.

   "Bagus "

   Desis Mahisa Bungalan tiba-tiba.

   "Kenapa?"

   Bertanya Ki Watu Kendeng "betapa tinggi ilmu Ken Padmi itu sendiri, ia tidak akan mampu, melawan kekuatan yang akan melanda padepokannya.

   Baik Marwantaka maupun Wiranata akan datang dengan kekuatan yang tidak akan dapat diimbangi oleh padepokan Kenanga sendiri.

   Jumlah orang yang lebih banyak akan ikut menentukan.

   Apalagi diantara mereka tentu terdapat orang- orang yang lebih kuat dari kedua anak muda itu sendiri,sehingga kemampuan Ken Padmi bahkan Ki Selabajra sendiri, tidak akan memadai"

   "Maksudku bukan demikian"

   Berkata Mahisa Bungalan "Ki Watu Kendeng dapat memberikan saran kepada Ken Padmi untuk mengambil jalan tersendiri.

   Jalan yang barangkali akan dapat menyelamatkan padepokan Kenanga dan juga padepokan Watu Kendeng, karena untuk selanjutnya tidak akan terjadi pertentangan yang akan dapat menimbulkan peperangan"

   "Apakah yang kau maksud?"

   Justru Mahisa Agnilah yang bertanya.

   "Paman"

   Berkata Mahisa Bungalan "Ken Padmi dapat menempuh satu cara. Sayembara tanding. Siapa yang dapat mengalahkan gadis itu, maka ialah yang akan menjadi suaminya"

   "Ah"

   Itu berbahaya sekali"

   Jawab Ki Watu Kedeng dengan serta merta.

   "Maksudku, hanya diantara keduanya. Marwantaka dan. Wiranata"

   Jawab Mahisa Bungalan "aku pernah mengukur kemampuan Marwantaka. Ia, tidak terlalu berbahaya meskipun ia keras kepala"

   "Namun nampaknya. Ki Watu Kendeng masih belum dapat mengerti maksud yang sebenarnya dari Mahisa Bungalan. Sehingga karena itu maka Mahisa Bungalanpun berkata"

   Ki Watu Kendeng.

   Aku pernah menjajagi kemampuan Marwantaka.

   Aku mencoba untuk menundukkannya tanpa menyakitinya saat itu.

   Aku berusaha memeras tenaganya sehingga ia kelelahan.

   Tetapi ia memang teras kepala.

   Namun demikian, aku kira Ken Padmi akan dapat mengimbangi kemampuannya.

   Apalagi jika Wiranata itu tidak lebih baik dari Marwantaka"Ki Watu Kendeng menarik nafas dalam-dalam.

   Katanya "Tetapi itu mengandung kemungkinan yang sangat berbahaya ngger.

   Jika Ken Padmi kalah?"

   Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam.

   Namun kemudian ia bertanya "Baiklah Ki Watu Kendeng berusaha mencari keterangan, apakah selama ini Marwantaka meningkatkan ilmunya.

   Jika tidak ada usaha itu, maka aku yakin, Ken Padmi akan dapat menang.

   Tetapi masih, ada satu syarat, sayembara tanding itu di selenggarakan barang satu bulan lagi"

   "Satu bulan lagi? Jika terjadi sesuatu sebelum satu bulan? Satu bulan adalah waktu yang lama bagi Marwantaka dan Wiranata"

   
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Jawab Ki Watu Kendeng.

   Mahisa Agni dan Witantra yang juga kurang mengetahui maksud Mahisa Bungalan hanya dapat mendengarkannya saja.

   Sementara Mahisa Bungalan meneruskan "Mereka akan menunggu, asal ada kepastian waktu.

   Satu bulan lagi, akan diadakan sayembara tanding, khusus bagi Marwantaka dan Wiranata.

   Siapa yang dapat mengalahkan Ken Padmi, akan dapat di terima menjadi suaminya.

   Tetapi sudah barang tentu, hal itu tidak perlu diberitahukan kepada keduanya, kecuali kepastian waktunya saja"

   "Aku kurang mengerti"

   Desis Ki Watu Kendeng.

   "Jika keduanya mengetahui bahwa akan diadakan sayembara tanding, maka keduanyapun akan meningkatkan ilmunya"

   Berkata Mahisa Bungalan "yang diberitahukan kepadanya, adalah, bahwa satu bulan lagi, Ken Padmi akan menentukan sikapnya terhadap keduanya"

   Ki Watu Kendeng termangu-mangu.

   Namun kemudian- ia.

   berkata "Aku akan pergi kepadepokan Kenanga Aku akan menyampaikannya kepada Ki Selabajra.

   Jika ia sependapat, dan kemudian kedua anak muda itu dapatbersabar menunggu, mungkin hal itu akan dapat ditrapkan.

   Tetapi sudah tentu bahwa akan timbul kecurigaan, hiuag kin kedua anak muda itu menganggap, bahwa selama satu bulan itu, Ki Selabajra akan mencari perlindungan kepada pihak yang lain"

   Ki Watu Kencleng dapat mencobanya"

   Sahut Mahisa Bungalan aku kira, kedua pamanku tidak akan berkeberatan untuk ikut bersama Ki Watu Kendeng kepadepokan Kenanga, sementara aku akan menjaga padepokan Watu Kendeng"

   "Rencanamu rumit Mahisa Bungalan"

   Desis Mahisa Agni.

   "Tidak paman. Rencanaku sederhana sekali"

   Jawab Mahisa Bungalan "tegasnya, Ki Selabajra minta waktu berpikir sebulan lagi agar Ken Padmi dapat menentukan pilihan.

   Kemudian setelah satu bulan diumumkan sayembara tanding.

   Dan kenapa aku mohon paman berdua untuk pergi ke padepokan Kenanga tanpa aku? paman berdua seolah-olah tidak mengenal aku sebelumnya.

   Dan paman berdua akan membentuk gadis itu, agar gadis itu benar-benar tidak akan dapat dikalahkan oleh Marwantaka maupun Wiranata.

   Satu bulan adalah waktu yang sangat sempit.

   Tetapi ia sudah memiliki dasar, sehingga aku yakin ia akan dapat mangatasi keduanya.

   Dan selama itu, maka biarlah, tidak seorangpun yang memberitahukan bahwa aku berada disini"

   Mahisa Agni menarik nafas dalam-dalam, sementara Witantra mengangguk-angguk sambil berguman "Aku mengerti maksudmu Mahisa Bungalan.

   Namun yang harus kami lakukan berdua adalah satu tugas yang berat.

   Jika pada saatnya Ken Padmi tidak dapat mengalahkan keduanya, atau karena sesuatu hal ia telah dengan sengaja mengalah kepada salah seorang dari keduanya, karena iamemang berniat demikian, maka kau tentu akan menyalahkan kami"

   "Tidak, tentu tidak"

   Jawab Mahisa Bungalan dengan serta merta "aku yakin paman aku dapat membentuknya menjadi seorang gadis yang pilih tanding.

   Tetapi jika ia memang sengaja mengalah, itu adalah persoalannya.

   Aku tidak akan mempedulikannya lagi, apa yang akan terjadi dengan gadis itu dan dengan seisi padepokan Kenanga"

   Namun Witantra dan Mahisa Agni justru tersenyum. Dengan nada datar Mahisa Agni berkata "Jangan cepat marah anak muda. Segala usaha akan kami lakukan"

   Mahisa Bungalan memandang pamannya sekilas.

   Namun Kemudian ia menundukkan kepalanya.

   Rasa- rasanya wajahnya menjadi panas.

   Ia sudah terlanjur disengat oleh perasaannya, sehingga pamannya tentu dapat membaca apa yang sebenarnya bergejolak di dalam hatinya.

   Bahkan kemudian ternyata Ki Watu Kendeng yang akhirnya dapat mengerti juga persoalannya, telah tertawa pula, meskipun ia tidak mengatakan sesuatu.

   Ia takut, jika yang dikatakannya justru akan menyinggung perasaan, anak muda itu.

   Demikianlah, maka merekapun memutuskan untuk segera berbuat sesuatu seperti yang di direncanakan oleh Mahisa Bungalan.

   Bahkan mereka tidak akan memperpanjang waktu.

   Di keesokan harinya, Ki Watu Kendeng akan pergi ke padepokan Kenanga bersama Mahisa Agni dan Witantra, yang mengemban tugas yang cukup berat.

   Dalam pada itu, Ki Watu Kendengpun telah mangatur padepokannya menjelang keberangkatannya.

   Diserahkannya segalanya kepada Mahisa Bungalan.

   Ki Watu Kendeng.

   Ia tahu benar, bahwa Mahisa Bungalanadalah seseorang yang memiliki kemampuan yang tinggi, melampaui kemampuannya.

   Pada saatnya, maka Ki Watu Kendeng bersama Mahisa Agni dan Witantra telah pergi ke padepokan Kenanga.

   Mereka ingin mencoba memenuhi permintaan Mahisa Bungalan, kecuali jika kedua anak muda itu tidak sabar lagi dan mengambil sikap tersendiri.

   Namun ternyata perjalanan mereka terganggu Ketika mereka mendekati padepokan Kenanga, maka beberapa orang berkuda telah mencegat mereka.

   "Ki Watu Kendeng"

   Berkata salah seorang dari mereka "apakah Ki Watu Kendeng akan pergi ke padepokan Kenanga?"

   Ki Watu Kendeng mengerutkan keningnya Ia mencoba mengenali orang itu.

   Tetapi rasa-rasanya ia memang belum mengenalnya meskipun agaknya orang itu mengenalnya dengan baik.

   Namun dalam pada itu, Ki Watu Kendeng itupun menjawab "Ya Ki Sanak.

   Aku memang akan pergi ke padepokaan Kenanga"

   "Untuk apa?"

   Bertanya orang itu "apakah Ki Watu Kendeng akan melibatkan diri ke dalam persoalan yang kini sedang kemelut di padepokan Kenanga itu?"

   Ki Watu Kendeng menggeleng.

   Jawabnya "Aku hanya bertiga.

   Tentu aku dan kedua orang cantrik tua ini tidak akan dapat berbuat apa-apa.

   Yang ingin aku lakukan hanya sekedar memberikan sedikit pertimbangan jika diperlukan oleh Ki Selabajra.

   Kami adalah dua orang sahabat yang baik.

   Karena itu, ketika, aku mendengar, bahwa padepokan Kenanga sedang mengalami kebingungan, aku memerlukan untuk sekedar menengoknya"Orang-orang berkuda itu memandang Mahisa Agni dan Witantra yang disebutnya sebagai dua orang cantrik tua.

   Karena keduanya tidak berbuat apa-apa maka mereka fidak memperhatikannya lagi.

   Namun sementara itu, Ki Watu Kendeng sempat bertanya "Tetapi siapakah Ki Sanak ini?"

   "Kami adalah kawan-kawan Marwantaka"

   Jawab orang itu "kami merasa wajib untuk berbuat sebagai seorang kawan yang baik dalam persoalannya menghadapi anak gila yang menganggap bahwa ia, dengan kekayaannya akan dapat membeli segalanya yang diinginkannya.

   Termasuk gadis yang sudah mengikat janji dengan Marwantaka itu.

   Tetapi kami ingin membuktikan, bahwa kesetia-kawanan kami nilainya lebih tinggi dari uang yang betapapun banyaknya yang telah dikeluarkan oleh Wiranata untuk mengupah penjahat-penjahat kecil yang tidak berarti ana- apa itu"

   Ki Watu Kendeng hanya dapat mengangguk-angguk saja. Namun kemudian iapun segera minta diri untuk melanjutkan perjalanannya. Katanya "Sebagaimana yang aku katakan, aku hanya akan berusaha untuk meringankan beban perasaannya"

   "Katakan kepadanya"

   Berkata orang itu "jika dengan cepat ia menentukan sikap, segalanya akan selesai, Marwantaka akan sanggup melindungi anak gadisnya, karena kami sudah berjanji dalam kesetia-kawanan kami terhadapnya.

   Bahkan kami telah bersedia untuk melakukan apa saja sampai batas hidup kami"

   Ki Watu Kendeng mengangguk-angguk.

   Jawabnya "Baiklah.

   Aku dapat menyampaikannya.

   Tetapi segala keputusan terakhir ada padanya"Ki Watu Kendeng, Mahisa Agni dan Witantra segera melanjutkan perjalanan menuju ke padepokan Kenanga.

   Kedatangan mereka ke padepokan itu, ternyata telah dlsambut dengan kegembiraan.

   Bahkan rasa-rasanya seisi padepokan telah mendapat angin yang segar setelah untuk beberapa lamanya mereka tercekik dalam kegelisahan.

   "Marilah, silahkah"

   Berkata Ki Selabajra dengan gegap oleh getar perasaannya.

   Demikianlah maka kedatangan Ki Watu Kendeng telah membawa udara baru di padepokan itu.

   Ken Padmi yang kemudian menyuguhkan hidangan nampak agak pucat dan kurus.

   Namun sekilas Mahisa Agni dan Witantra melihat gadis itu.

   merekapun berkata di dalam hatinya "Tidak mustahil bahwa Mahisa Bungalan telah tertarik kepadanya.

   Gadis itu memang cantik sekali.

   Seperti yang dikatakan oleh Ki Watu Kendeng, ibarat bunga, maka bunga itu sedang mekar.

   Dan agaknya justru telah membakar udara di sekitarnya"

   Untuk beberapa saat lamanya mereka saling berbicara tentang keselamatan mereka.

   Sebagaimana pesan Mahisa Bungalan, maka Ki Watu Kendeng tidak memperkenalkan kedua orang yang menyertainya itu sebagai paman Mahisa Bungalan.

   Tetapi mereka adalah cantrik-cantrik tertua di padepokan Watu Kendeng.

   Namun ketika pembicaraan mereka sampai kepada masalah terpenting bagi padepokan Kenanga, maka Ki Watu Kendengpun minta waktu untuk dapat berbicara khusus dengan Ki Selabajra.

   "Tidak perlu sekarang"

   Desis Ki Watu Kendeng "mungkin nanti sore atau malam hari"Demikianlah, ketika tiba saatnya, maka Ki Watu Kendengpun telah berbicara langsung khusus dengan Ki Selabajra di ruang dalam menjelang tehgah malam.

   Di saat padepokan itu telah tertidur nyenyak.

   "Ki Watu Kendeng telah menyampaikan rencana yang dibuat oleh Mahisa Bungalan. Tetapi ternyata bahwa atas persetujuan Mahisa Agni dan Witantra, Ki Watu Kendeng telah merubah sedikit pesan Mahisa Bungalan. Kepada Ki Selabajra Ki Watu Kendeng mengatakan apa yang sebenarnya telah terjadi. Ia tidak merahasiakan bahwa Mahisa Bungalan, sudah berada di padepokan Watu Kendeng, sementara kedua orang yang menyertainya itu adalah pamannya. Namun Ki Watu Kendeng mohon agar Ken Padmi tidak mengetahui akan hal itu, agar gadis itu tidak dengan tergesa-gesa mengambil sikap, justru karena harga dirinya. Ki Selabajra menarik nafas dalam-dalam. Katanya dengan nada dalam "Terima kasih. Nampaknya pada saat yang paling gelap, aku telah mendapatkan sepercik, sinar yang dapat menuntun aku mencari jalan keluar"

   Ternyata Ki Selabajra sama sekali tidak berkeberatan dengan usul Mahisa Bungalan itu. Meskipun ia belum yakin apakah kedua orang anak muda itu bersedia menunggu keputusan Ken Padmi yang masih akan diberikan sebulan lagi.

   "Tetapi jika aku memberikan batasan waktu, aku klra mereka akan menunggu"

   Berkata Ki Selabajra.

   "selama ini mereka condong untuk mengambil sikap sendiri-sendiri, karena masih belum ada kepastian apapun juga yang dapat aku berikan kepada mereka"

   "Kecuali jika mereka menolak"

   Berkata Ki Watu. Kendeng."Itu soal lain berkata Ki Selabajra "jika demikian, kita tentu akan mempertahankan apa saja"

   "Kita wajib mencobanya"

   Berkata Mahisa Agni.

   "Besok aku akan menghubungi keduanya setelah aku mendapat kepastian kesanggupan Ken Padmi"

   Berkata Ki Selabajra.

   Demikianlah.

   Maka pagi-pagi benar, Ki Selabajra sudah memanggil Ken Padmi untuk berbicara langsung dengan Ki Watu kendeng.

   Mahisa Agni dan Witantra yang hadir juga, telah disebut oleh Ki Watu Kendeng sebagai cantriknya yang tertua.

   "Ken Padmi"

   Berkata Ki Watu Kendeng "kau bagiku sudah tidak ubahnya seperti anakku sendiri. Aku memang pernah termimpi, bahwa kau akan menjadi anakku. Namun aku mohon, bahwa kaupun tidak berkeberatan "jika aku tetap menganggapmu sebagai anak sendiri"

   Ki Watu Kendeng berhenti sejenak, sementara Ken Padmi bagaimana dihadapkan kepada satu teka-teki.

   Kemudian Ki Watu Kendeng melanjutkannya "Karena itu, kegelisahan yang sekarang ini sedang menyelimuti padepokan Kenanga adalah sama dengan kegelisahanku sendiri.

   Karena itu, maka jika kau tidak berkeberatan Ken Padmi, aku ingin memberikan beberapa pendapat, mudah-mudahan akan dapat membantu menjernihkan keadaan"

   Ken Padmi hanya menundukkan wajahnya saja.

   Ki Watu Kendengpun kemudian menyampaikan rencana yang dipesankan oleh Mahisa Bungalan, agar dalam waktu satu bulan lagi ia bersedia menyelenggarakan sayembara tanding.

   Ken Padmi mengerutkan keningnya.

   Sekilas dipandanginya wajah ayahnya.

   Rasa-rasanya ada sesuatuyang ingin dikatakannya, namun ia tidak dapat mengucapkannya.

   "Ken Padmi"

   Berkata Ki Selabajra "apakah kau berkeberatan? Apakah kau memang sudah memilih salah seorang diantara keduanya? Atau satu keputusan yang lain"

   "Tidak ayah"

   Jawabnya dengan serta merta "aku tidak dapat menerima keduanya. Karena itu, apakah kau. dapat meyakini diriku sendiri, bahwa aku akan dapat mengalahkan keduanya?"

   Ki Watu Kendengpun menjelaskan, kenapa Ken Padmi memerlukan waktu satu bulan lagi. Sementara itu ia akan dapat mematangkan ilmunya, sedangkan kedua anak muda itu tidak mengetahui rencana itu, sehingga mereka tidak mempersiapkan diri mereka.

   Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Tetapi mereka sudah memiliki ilmu Itu"

   Jawab Ken Padmi "Ilmunya sekarang tidak lebih baik dari ilmu yang kau miliki"

   Jawab Ki Watu Kendeng "bukankah selama ini, kau mengisi waktumu untuk melupakan kegelisahanmu dengan menempa diri di dalam sanggar"

   "Tetapi apakah itu dapat dijadikan pegangan, bahwa aku akan dapat melawan Keduanya?"

   Bertanya Ken Padmi ragu-ragu.

   "Ken Padmi"

   Berkata Ki Watu Kendeng "aku memang ingin membantumu. Aku telah mengajak kedua orang cantrikku yang tertua. Mereka akan dapat membantumu dalam sebulan ini, sehingga kau akan dapat meyakinkan, dirimu"

   Ken Padmi mengerutkan keningnya Dipandanginya kedua orang tua itu berganti-ganti.

   Mereka hanyalah seorang cantrik.

   Apa artinya bagi perkembangan ilmunya?.Sedangkan Ken Padmi tahu, bahwa Ki Watu Kendeng adalah seorang yang tidak lebih baik dari ayahnya sendiri.

   Ki Selabajra.

   Namun untuk menanyakannya, ia segan bahwa hal itu akan dapat menyinggung perasaan kedua orang cantrik itu.

   Tetapi sementara ia termangu-mangu, maka Ki Selabajralah yang berbicara "Cobalah Ken Padmi.

   Cobalah barang satu dua hari.

   Baru kemudian kau memutuskannya"

   Ken Padmi menarik nafas dalam-dalam. Katanya kemudian "Baiklah ayah. Aku akan mencoba satu dua hari. Baru kemudian aku akan memberikan jawaban"

   Demikian, maka untuk satu dua hari Ki Watu Kendeng akan berada di padepokan Kenanga, sementara Mahisa Agni dan Witantra akan berusaha untuk meningkatkan ilmu gadis yang sedang dibayangi oleh kegelisahan itu.

   Sehingga tubuhnya menjadi kian kurus dan wajahnya kian menjadi pucat.

   Di hari pertama Ken Padmi berada di sanggar bersama- dengan Mahisa Agni dan Witantra, ia telah dikejutkan melihat kemampuan kedua, orang itu.

   Dengan sengaja Mahisa Agni dan Witantra menunjukkan sesuatu yang dapat mengejutkan gadis itu, agar ia percaya bahwa kedua orang itu akan dapat membentuknya menjadi seorang gadis yang akan mampu menghadapi kedua orang anak muda yang membuatnya selalu gelisah dan cemas.

   Meskipun yang ditunjukkan oleh Mahisa Agni dan Witantra itu hanya sebagian kecil saja dari seluruh kemampuannnya, namun jantung Ken Padmi telah benar- benar tergetar.

   Karena itulah, maka iapun telah bertekad untuk melakukan rencana seperti yang disampaikan oleh Ki WatuKendeng.

   Ia akan menempa diri dalam waktu sebulan, kemudian menantang kedua ajak muda itu dalam sayembara tanding.

   Sejak hari yang pertama, maka Ken Padmi telah menenggelamkan diri ke dalam latihan-latihan yang lebih berat.

   Ketika di hari ketiga Mahisa Agni dan Witantra mengantar Ki Watu Kendeng kembali ke padepokannya, rasa-rasanya ia tidak sabar lagi menunggu.

   Tetapi Mahisa Agni dan Witantra telah berjanji kembali, ke padepokan Kenanga meskipun sampai jauh malam.

   Mereka tidak sampai hati melepaskan Ki Watu Kendeng kembali seorang sendiri.

   Segala kemungkinan dapat terjadi disepanjang jalan.

   Namun ternyata bahwa mereka tidak mengalami sesuatu di perjalanan.

   Pada saat mereka kembali ki Watu Kendeng, dan pada saat Mahisa Agni dan Witantra kembali lagi ke Padepokan Kenanga.

   Sementara itu, Ken Padmi sama sekali tidak membuang waktunya sama sekali.

   Demikian kedua orang cantrik tua itu datang, maka iapun telah siap beralih di sanggarnya.

   "Marilah paman"

   Ajak Ken Padmi "waktuku sudah terbuang sehari penuh selama paman berdua mengantar paman Watu Kendeng"

   Mahisa Agni tersenyum ketika Ki Selabajra menyahut "Biarlah kedua pamanmu itu beristirahat. Kau masih mempunyai banyak waktu"

   Ken Padmi masih akan membantah, tetapi ayahnya berkata "Kedua pamanmu akan makan lebih dahulu.

   Kemudian beristirahat sebentar.

   Baru, kau akan mulai dengan latihan-latihanmu"Demikianlah setelah beristirahat sebenar setelah makan, maka Mahisa Agni dan Witantra telah mengajak Ken Padmi masuk ke dalam sanggar.

   Ki Selabajra yang ingin melihat kemajuan anak gadisnya itupun lelah mengikutinya pula.

   Tetapi nampaknya Mahisa Agni mulai dengan cara yang agak berbeda dari cara yang sudah dilakukannya sejak tiga hari yang lalu.

   Ketika Ken Padmi sudah siap, maka Mahisa Agnipun berkata "Ken Padmi.

   Untuk berlatih kanuragan, kita sebenarnya tidak harus selalu memeras tenaga, Kita dapat berlatih dengan cara yang sedikit berbeda.

   Kali ini kita akan mulai dengan latihan ketrampilan dan kecepatan bergerak"

   Ken Padmi mengerutkan keningnya, ia tidak mengerti maksud Mahisa Agni yang kemudian berkata kepada Ki Selabajra "Apakah ada sebuah amben bambu yang dapat kami pinjam?"

   "Untuk apa?"

   Bertanya Ki Selabajra.

   "Untuk Ken Padmi"

   Jawab Mahisa Agni.

   "O"

   Selabairapun mengangguk-angguk.

   Iapun kemudian menyuruh dua orang cantrik untuk membawa sebuah amben bambu ke dalam sanggar, tanpa mengetahui gunanya sama sekali.

   Malam itu.

   Ken Padmi berlatih diatas sebuah amben bambu.

   Mula-mula ia ragu-ragu.

   Dengan hati-hati ia berdiri di atas amben itu.

   Kemudian dengan hati-hati pula ia mulai bergerak.

   Ketika amben itu berderit maka Ken Padmi manghentikan geraknya.

   Ternyata latihan yang dilakukan itu membuatnya lebih cepat letih meskipun ia bergerak jauh lebih lamban dari letihan-latihan sebelumnya.

   Dengan tuntunan Mahisa Agnidan Witantra, Ken Padmi mulai berusaha untuk mengatur langkah dan tata geraknya, sehingga seolah-olah ia menjadi lebih ringan karenanya.

   Dalam pada itu, sepeninggal Ki Watu Kendeng, maka Ki Selabajra benar-benar telah mengubungi kedua anak muda yang ingin mengambil Ken Padmi.

   Dengan hati-hati, ia mencoba menjelaskan permintaan Ken Padmi untuk menunggu sampai sebulan lagi.

   Ketika ia berada di padepokan anak muda yang bernama Marwantaka, maka Ki Selabajra hampir saja tidak dapat menguasai diri.

   Di Padepokan itu ternyata terdapat beberapa orang bukan saja anak-anak muda dari padepokan-padepokan lain, tetapi juga orang-orang tua yang merasa memiliki ilmu yang cukup.

   "Jangan mempermainkan aku"

   Geram Marwantaka apakah Ki Selabajra masih bermimpi untuk mendapat menantu anak gila yang merasa dirinya mempunyai ketrampilan yang tiada terlawan itu?"

   "Jangan begitu ngger"

   Jawab Ki Selabajra "marilah kita berbicara menurut keadaan yang kita hadapi sekarang"

   Apakah dalam waktu sebulan ini Ki Watu Kendeng berniat untuk pergi ke padepokan Ki Kasang Jati?"

   Bertanya anak muda itu.

   "Tidak. Aku tidak akan pergi kemana-mana"

   Jawab Ki Watu Kendeng "aku ingin menunggui anak gadisku. Mudah-mudahan dalam waktu satu bulan ini, keheningan budinya dapat menuntunnya kepada pilihan yang benar"

   "Sebenarnya tidak ada gunanya"

   Jawab Marwantaka, aku tidak ingin menunggu Ken Padmi memilih agar aku tidak perlu berbuat sesuatu dengan kasar""

   "jadi maksudmu?"

   Bertanya Ki Selabajra."Tidak ada pilihan lain"

   Jawab Marwantaka.

   "Ketahuilah"

   Berkata Ki Selabajra "Wiranata juga bersikap seperti itu"

   Aku tidak peduli. Tetapi jika Ki Selabajra merasa tidak mampu melawannya, serahkan kepadaku. Jika Ken Padmi telah berada ditanganku. maka aku akan sanggup melindunginya"

   Jantungnya Ki Selabajra rasa-rasanya berdetak semakin cepat. Tetapi ia masih menahan dirinya, katanya "Sudahlah. Aku hanya akan menyampaikan pesan itu saja. Ken Padmi berharap kau menunggu satu bulan saja. Ia akan memberikan kepastian"

   "Jika aku kemudian menunggu, semata-mata karena aku menghormatinya. Tetapi aku tidak akan mengorbankan kepentingan"

   Berkata Marwantaka.

   Betapa jantung Ki Selabajra bergejolaki, tetapi ia harus menelan kepahitan itu, karena ia yakin, bahwa rencana anaknya dengan satu bulan lagi akan segera terjadi.

   Dalam pada itu, Wiranata hampir bersikap serupa.

   Tetapi nampaknya anak muda ini lebih yakin akan berhasil.

   Sementara itu, Ken Padmi dengan gelisah menunggu Mahisa Agni dan Witantra yang rasa-rasanya telah meninggalkannya hampir satu bulan.

   Dicobanya untuk mengisi waktunya dengan berlatih sendiri, tetapi iapun segera.

   menjadi jemu oleh kegelisahan.

   Dalam pada itu, semakin lama Ken Padmi menjadi semakin mapan, la mulai merasa, bahwa loncatan- loncatannya menjadi semakin cepat sementara tubuhnya rasa-rasanya menjadi semakin ringan."Jangan ragu-ragu"

   Desis Witantra "gerak kakimu bertumpu pada pergelangan kaki dan lutut. Amben itu sudah tidak berderik lagi"

   Ken Padmi menjadi semakin mantap.

   Karena itu maka iapun bergerak semakin cepat.

   Ia mempergunakan beberapa malam untuk melakukan latihan-latihan yang demikian.

   Disiang hari ia berlatih dengan cara yang lain.

   Mahisa Agni dan Witantra memberikan tuntunan untuk memperkaya unsur gerak yang dimilikinya tanpa merusak pegangannya atas ilmu dasarnya.

   Ilmu yang dipelajarinya dari ayahnya sendiri.

   Setelah mengamati beberapa saat, kemampuan dasar Ken Padmi, maka Mahisa Agni dan Witantra telah berusaha mengembangkannya, sehingga gadis itu menjadi semakin kaya akan unsur-unsur garak dan tanggapan atas sikap lawan.

   Disamping kecepatan geraknya yang menjadi semakin meningkat karena dengan latihan-latihan yang.

   berat, maka tubuhnya rasa-rasanya memang menjadi semakin ringan apabila ia sudah mulai berloncatan.

   Di pekan berikutnya, ternyata Mahisa Agni dan Witantra telah mempergunakan cara yang berbeda pula.

   Di dalam sanggar itu telah ditanam beberapa batang tonggak bambu petung yang dipotong tepat pada ruas-ruasnya setinggi tubuh Ken Padmi sendiri.

   Ken Padmi sudah menduga, apa yang harus dilakukannya kemudian.

   Dengan dasar kemampuan yang ada, maka ia haras berlatih diatas tonggak-tonggak bambu itu.

   Seperti saat-saat ia latihan untuk pertama kali diatas amben, maka geraknyapun menjadi sangat lamban.

   Tetapi semakin lama langkahnyapun menjadi semakin mantap.Setelah tiga hari ia melakukannya, maka pada hari berikutnya, ia harus berlatih bertempur melawan Mahisa Agni.

   Kemudian melawan dua orang sekaligus.

   Latihan-latihan yang berat dan tidak mengenal letih, itu benar-benar telah menempa Ken Padmi menjadi seorang gadis yang memiliki ilmu yang semakin matang.

   Dengan dasar ilmu yang ada padanya, maka kemampuannya telah berkembang sangat pesat.

   Karena waktu yang sempit, maka Mahisa Agni dan Witantra tidak menitik beratkan latihan- latihan Ken Padmi pada peningkatan kekuatannya, tetapi pada kecepatan gerak dan ketrampilan, serta kekayaan unsur-unsur gerak.

   Kecerdasan gadis itu ternyata sangat membantu.

   Sehingga dalam latihan-latihannya kemudian, Ken Padmi telah berhasil mengatasi kesulitan-kesulitan dari serangan yang tiba-tiba dan tidak terduga-duga.

   Pada pekan ketiga, maka Ken Padmi tenggelam dalam latihan-latihan yang semakin berat, la harus berlatih dalam perkelahian yang seolah-olah bersungguh-sungguh.

   Bahkan pada saat-saat terakhir ia harus bertempur melawan Mahisa Agni dan Witantra sekaligus.

   Latihan-latihan yang demikian memberi kesempatan kepada Ken Padmi untuk menyesuaikan ilmunya dengan kemungkinan-kemungkinan yang akan dihadapinya jika benar-benar harus berkelahi melawan kedua orang anak muda yang ingin mengambilnya itu.

   Bahkan Mahisa Agni dan Witantra telah mengembangkan pula kemampuan.

   Ken Padmi mempergunakan tenaga cadangannya, sehingga meskipun tidak secara khusus, karena kesempitan waktu, Mahisa Agni dan Witantra telah berhasil meningkatkan kemampuan gadis itu membangunkan tenaga cadangannya yang dengan sendirinya seolah-olah kekuatan Ken Padmipun menjadi semakin berkembang pula.Untuk melatih daya tahan gadis itu, maka pada saat-saat tertentu, baik Mahisa Agni maupun Witantra telah benar- benar menyentuh tubuh gadis itu dalam serangan-serangan yang cepat dan tidak terelakkan.

   Meskipun sekali-sekali Ken Padmi harus menyeringai menahan sakit, namun ia sadar sepenuhnya, bahwa di dalam perkelahian yang sesungguhnya iapun akan mungkin sekali dikenai oleh lawannya.

   Demikianlah, kemampuan Ken Padmi telah benar-benar berkembang.

   Ki Selabajra merasa, bahwa cara yang telah dipergunakan telah jauh ketinggalan dari cara-cara yang dipergunakan oleh Mahisa Agni dan Witantra, yang hanya dalam waktu yang singkat telah mampu meningkatkan ilmu anak gadisnya berlipat panda.

   Ken Padmi menjadi semakin kaya akan unsur-unsur gerak.

   Iapun menjadi lebih cepat menanggapi keadaan.

   Nalurinyapun menjadi bertambah tajam.

   Dan kekuatannyapun seakan-akan menjadi berlipat karena kesanggupannya mempergunakan tenaga cadangannya.

   Sementara daya tahannyapun menjadi semakin kuat.

   Pada pekan terakhir, rasa-rasanya Ken Padmi sudah menjadi seorang yang lain dari saat-saat ia mulai berlatih di bawah bimbingan kedua orang yang disebutnya sebagai cantrik-cantrik tua itu.

   
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Atas persetujuan Ki Selabajra, maka di saat-saat padepokan itu telah menjadi sepi, maka Ken Padmi berlatih di halaman belakang padepokannya.

   Sanggar itu rasa-rasanya menjadi sempit Sehingga ia memerlukan tempat yang lain.

   Mahisa Agni dan Witantra.

   sengaja menuntun Ken Padmi di arena yang luas.

   Dengan demikian, maka Ken Padmi akan dengan mudah ditunjukkan, bagaimana ia harus mengembalikan tenaga dan pernafasannya.

   Karenaarena yang luas akan lebih banyak memerlukan tenaga dan kekuatannya.

   "Meskipun tidak akan dipergunakan"

   Berkata Mahisa Agni pada suatu malam "ada baiknya kau berlatih mempergunakan senjata pada sebagian waktumu"

   Sudah barang tentu Ken Padmi tidak menolak.

   Iapun sudah mempunyai dasar ilmu pedang dan jenis-jenis senjata yang lain, sehingga Mahisa Agni dan Witantrapun tinggal mengembangkannya.

   Menjelang akhir dari pekan keempat, Mahisa Agni dan Witantra masih sempat menyempurnakan semua yang pernah diberikan kepada Ken Padmi.

   Kecepatan dan ketrampilan bergerak, mengenali kembali sifat dan watak unsur-unsur gerak, mengembangkan tenaga cadangan dan ketahanan tubuhnya.

   Juga ketrampilan mempergunakan senjata dan kemampuan menanggapi keadaan serta mengambil keputusan yang cepat dan tepat dalam keadaan yang tidak terduga.

   -oo0dw0oo-

   Jilid 22 Sementara itu, mendekati saat-saat yang dijanjikan oleh Ki Selabajra, maka rasa-rasanya Marwantaka dan Wiranata tidak sabar lagi menunggu. Mereka mengisi kegelisahan yang mencengkam dengan persiapan-persiapan menghadapi segala kemungkinan.

   "Ki Selabajra hanya menunda kehancuran padepokannya saja"

   Geram salah seorang kawan Marwantaka.

   "Apakah ia mencari bantuan?"

   Bertanya yang lain."Kita selalu mengawasinya. Wiranata juga. melakukannya"

   Jawab Marwantaka "nampaknya ia tidak pergi kemanapun juga. Seandainya ada hubungan, maka padepokan yang dihubunginya itu hanyalah padepokan Watu Kendeng yang tidak mempunyai kekuatan sama sekali"

   "Mungkin Ki Watu Kendeng yang mencari hubungan dengan pihak lain lagi"

   Berkata yang lain.

   "Aku tidak melihat, tetapi padepokan itu juga diawasi"

   Jawab Marwantaka.

   Dalam pada itu, Wiranata justru menjadi curiga.

   Tetapi kesadarannya baru datang kemudian.

   Kepada seorang yang telah diupahnya untuk bekerja padanya ia berkata "Mungkin Ki Selabajra akan menentukan satu cara yang licik.

   Mungkin ia akan mempergunakan cara yang dapat menolongnya menentukan pilihan"

   "Cara apa?"

   Bertanya orang itu.

   "Mungkin ia akan minta aku dan Marwantaka untuk bertanding diarena"

   Jawab Wiranata. Orang yang diupahnya itu tertawa. Katanya "Jika demikian kau akan menang"

   "Aku belum yakin"

   Jawab Wiranata.

   "Aku akan membantumu. Sisa waktu yang pendek ini akan dapat kita pergunakan sebaik-baiknya"

   Jawab orang upahan itu.

   Hari-hari terakhir itupun telah dipergunakan oleh Wiranata untuk meningkatkan ilmunya.

   Tetapi kesadarannya untuk melakukannya terlalu sempit.

   Meskipun demikian, ia merasa sudah siap menghadapiMarwantaka jika benar-benar itu dikehendaki oleh Ki Selabajra.

   "Mungkin cara itu lebih baik daripada kita harus bertempur dalam jumlah banyak, sehingga korbanpun akan berjatuhan semakin banyak. Sayembara tanding akan dapat menentukan pilihan dengan cara yang baik dan sikap Jantan bagi pelamarnya. Aku berharap Ki Selabajra menentukan demikian"

   Berkata Wiranata di dalam hatinya, justru setelah ia berusaha meningkatkan ilmunya meskipun hanya di pekan terakhir.

   Tetapi ia merasa sudah siap berhadapan dengan Marwantaka.

   Namun sebelum akhir dari waktu yang diminta oleh Ki Selabajra habis, Marwantaka telah datang Jce padepokan Kenanga.

   Ia minta agar Ki Selabajra segera menjawab pertanyaannya.

   "Masih ada waktu tiga hari lagi ngger"

   Jawab Ki Selabajra "tiga hari lagi, aku akan memberikan jawaban"

   "Kau hanya membuang-buang waktu saja. Tetapi baiklah. Aku akan menunggu tiga hari lagi. Tetapi jika kau licik dan mengabaikan aku, maka padepokan ini akan lebur menjadi debu"

   Geram Marwantaka.

   "Kau hanya dapat mengancam"

   Jawab Ki Selabajra "kenapa kau tidak berbicara sebagaimana sebaiknya berbicara"

   "AKU tahu"

   Jawab Marwantaka "kau menunggu anak muda yang kau bangga-banggakan itu. Ha, apakah ia sudah datang? Seandainya ia datang"

   Maka ia tidak akan-mampu menghadapi kekuatanku. Tentu saja dalam keseluruhan. Kecuali jika ia membawa pasukan segelar sepapan"

   "Tidak, tidak sama sekali"

   Jawab Ki Selabajra "aku tidak menunggu siapapun"Marwantaka hampir tidak sabar lagi.

   Kecurigaannyapun menjadi semakin tajam.

   Meskipun ia mengawasi padepokan itu dengan ketat, namun kemungkinan- kemungkinan lain memang dapat terjadi.

   Menjelang hari terakhir dari saat yang dijanjikan, maka Ki Selabajra telah memanggil Ken Padmi serta kedua orang cantrik tua itu untuk menghadap.

   Betapapun juga, ada semacam kecemasan dihatinya, bahwa yang akan terjadi, justru akan membuat Ken Padmi menjadi kecewa dan menyesal.

   Tetapi dengan mantap Ken Padmi itu menjawab.

   "Aku sudah siap ayah"

   "Baiklah"

   Berkata Ki Selabajra "jika demikian, maka segalanya akan berjalan seperti yang kita rencanakan"

   Demikianlah, di hari berikutnya, baru saja matahari mulai naik, telah datang utusan dari kedua belah pihak. Mereka nampaknya sudah siap menghadapi segala kemungkinan. Bahkan seandainya mereka harus melakukan kekerasan sekalipun.

   "Kami tidak mempunyai banyak waktu"

   Berkata utusan Marwantaka.

   "Aku mengerti"

   Jawab Ki Selabajra "tetapi biarlah aku memberikan keterangan dengan terperinci"

   "Cepat, katakan"

   Desak utusan Wiranata.

   Ki Selabajra menarik nafas dalam-dalam.

   Katanya "Sikap kalian berdua sama sekali tidak menguntungkan anak gadisku.

   Ia tidak mempunyai kesempatan untuk melihat kemungkinan lain dari salah satu di antara kedua anak muda yang memiliki kemampuan bertindak dengan kekerasan""Cepati sebut keputusanmu"

   Utusan Marwantaka mulai membentak.

   Utusan dari kedua belah pihak itu rasa-rasanya tidak sabar lagi menunggu, ketika kepada mereka dihidangkan minuman dan makanan.

   Seolah-olah Ki Selabajra dengan sengaja telah memperpanjang waktu untuk satu tujuan tertentu.

   Dalam kegelisahan itu, mereka yang berada di pendapa itu telah dikejutkan oleh kehadiran sebuah iring-iringan kecil yang terdiri dari lima orang.

   Diantaranya adalah Ki Watu Kendeng.

   "Nah, agaknya orang itulah yang kau tunggu"

   Berkata utusan yang sudah berada di pendapa.

   "Tentu tidak. Apakah artinya lima orang itu jika aku sengaja menghendaki benturan kekerasan"

   Jawab Ki Selabajra yang kemudian mempersilahkan Ki Watu Kendeng naik ke pendapa.

   "Aku dihentikan oleh sekelompok orang yang mengaku sebadai kawan-kawan anakmas Marwantaka"

   Berkata Ki Watu Kendeng setelah mereka duduk "tetapi karena kami hanya berlima, maka kami telah diperkenankan terus. Agaknya menurut perhitungan mereka, kami berlima tidak akan berpengaruh apa-apa"

   "Apakah kau sudah memberikan isyarat kepada sepasukan yang kuat untuk menyusulmu hari ini Ki Watu Kendeng?"

   Bertanya utusan Wiranata.

   "Tidak. Aku tidak akan berbuat apa-apa. Aku tidak ingin terlibat terlalu jauh dalam persoalan ini. Jika hari ini aku datang, sebenarnya aku terdorong oleh satu keinginan untuk mendengar, keputusan apakah yang akan diambil oleh Ki Selabajra. Aku pernah mendengar bahwa KiSelabajra telah menunda keputusarinya tentang anak gadisnya sepanjang satu bulan penuh"

   Berkata Ki Watu Kendeng. Utusan dari kedua belah pihak itupun kemudian mendesak, agar Ki Selabajra segera memberikan keputusannya.

   "Ki Sanak"

   Berkata Ki Selabajra sesudah satu bulan aku berpikir, ternyata aku masih belum dapat menemukan jalan yang paling baik yang dapat aku tempuh"

   "Jangan mempermainkan kami"

   Geram utusan Wiranata "kami sudah bersabar satu bulan. Kau tahu, apakah artinya satu bulan bagi kami dan bagi Wiranata"

   "Ya. Aku tahu"

   Desis Ki Selabajra "itulah sebabnya aku ingin menentukan satu cara yang paling baik"

   "Cepat. Kenapa kau sengaja memperlambat persoalan? Kau menunggu sepasukan prajurit dari Sirigasari?"

   Utusan Marwantaka hampir berteriak.

   "Ki Sanak"

   Berkata Ki Selabajra kemudian "akhirnya aku memang memilih satu jalan yang paling"

   Baik. Meskipun agak deksura, seolah-olah aku menganggap anakku terlalu penting, tetapi cara itulah yang aku kira, paling jujur"

   "Sayembara tanding"

   Utusan Wiranata berteriak.

   "Ya. Sayembara tanding"

   Jawab Ki Selabajra.

   "Gila"

   Geram utusan Marwantaka "permainan apalagi yang sedang kau lalukan? He, apakah kau kira Wiranata pernah berlatih ilmu kanuragan?"

   Tetapi utusan Wiranata yang sudah mengetahui persiapan Wiranatapun menyahut "Jangan kau sangka, bahwa karena Wiranata bukan anak padepokan, maka iatidak memiliki kemampuan olah kanuragan.

   Tetapi bukan karena kami merasa cemas untuk mempertahankan tekad Wiranata untuk mengambil Ken Padmi, namun cara sayembara tanding adalah cara yang jantan.

   Namun jika dikehendaki, maka kamipun tidak segan melakukan perang terbuka berhadapan dengan siapapun.

   Dengan padepokan Marwantaka atau dengan padepokan Kenanga sekaligus"

   "Tunggu"

   Potong Ki Selabajra "jika aku mengatakan sayembara tanding bukan maksudku bahwa angger Marwantaka harus bertanding melawan angger Wiranata di arena"

   "Jadi bagaimana"

   Desak utusan Marwantaka "kedua belah pihak harus memilih seseorang untuk mewakilinya?"

   "Juga tidak"

   Jawab Ki Selabajra "karena itu dengarlah baik-baik. Aku tidak akan pernah sampai kepada penjelasan yang terinci. Bukan salahku jika waktunya selalu tertunda- tunda.

   "Katakan, cepat"

   Utusan Wiranata membentak.

   "Baiklah. Dengarlah. Yang aku maksudkan dengan Sayembara tanding adalah siapa yang dapat mengalahkan Ken Padmi di arena, maka ia akan menjadi suaminya"

   "Gila"

   Hampir berbareng orang-orang yang berada di pendapa itu berdesis. Sementara itu utusan Marwantaka menyahut "Jadi waktu yang sebulan ini dipergunakan oleh Ken Padmi untuk memperdalam ilmunya?"

   Ki Selabajra termangu-mangu sejenak.

   Ternyata ada juga orang yang dapat langsung meraba kenyataan itu.

   Namun orang itu berkata selanjutnya "Tetapi kau keliru Ki Selabajra.

   Apakah artinya waktu satu bulan bagi seorang gadis seperti Ken Padmi.

   Meskipun ia memang memiliki dasar olah kanuragan, tetapi yang satu bulan itu tentu tidakakan berarti apa-apa.

   Sebaiknya bukan Ken Padmi yang harus masuk arena, tetapi Ke Selabajra sendiri.

   Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Siapa yang dapat mengalahkan Ki Selabajra, ialah yang dapat mengambil anak gadisnya, karena jika Ki Selabajra saja tidak mampu mempertahankan diri, apakah artinya Ken Padmi bagi anak-anak muda yang sudah siap melakukan apa saja"

   "Tetapi karena Ken Padmi yang akan menjalani, biarlah ia yang memasuki arena"

   Jawab Ki Selabajra.

   "Pengecut"

   Desis utusan Marwantaka "kenapa tidak Ki Selabajra saja mengumumkan sayembara tanding sampai mati. Siapa yang dapat membunuh Ki Selabajra, ia adalah orang yang berhak mengambil Ken Padmi"

   "Ah, kenapa kau sebut-sebut sampai mati. Soalnya bukan karena dendam atau berhutang pati. Soalnya adalah justru menjelang satu masa yang berbahagia dalam kehidupan seseorang"

   Jawab Ki Selabajra.

   "Tetapi permainan ini adalah permainan yang gila"

   Geram utusan Wiranata "kenapa tidak perang tanding antara kedua orang yang sedang berebut gadis itu saja. Perang tanding sampai mati"

   Dalam pada itu, utusan Marwantakapun telah tersinggung pula, sehingga hampir berteriak ia berkata "Bagus. Kedua orang anak muda itu dapat bertanding sampai salah seorang diantara mereka mati diarena"

   Ki Selabajra menarik nafas dalam-dalam.

   Katanya kemudian "Jangan menyebut-nyebut kematian.

   Justru kita sedang memilih seseorang bagi tujuan yang mangandung kegembiraan dan seperti yang sudah aku katakan menjelang satu masa yang berbahagia bagi seseorang."Tetapi usaha ini sia-sia"

   Berkata utusan Marwantaka "bagaimana jika orang yang pertama memasuki arena dapat mengalahkannya? Apakah dengan demikian hak orang kedua hilang begitu saja, sehingga orang yang pertama saja yang berhak?"

   "Tidak. Keduanya harus mendapat kesempatan yang sama"

   Jawab Ki Selabajra.

   "Jadi kalau orang pertama itu menang?"

   Desak utusan Marwantaka.

   "Ya kedua tetap dilangsungkan. Jika menang pula, maka akan diambil kebijaksanaan menurut Ken Padmi sendiri"

   Jawab Ki Selabajra.

   "Padepokan ini memang pantas dihancurkan menjadi debu. Tetapi biarlah Ki Selabajra mencoba permainan gilanya ini"

   Geram utusan Wiranata.

   "Jika sudah jelas tagi kalian"

   Berkata Ki Selabajra tanpa menanggapi kata-kata utusan Wiranata itu "hari ini lewat tengah hari sayembara itu dapat diselenggarakan.

   Kalian dapat kembali dan menyampaikan keputusan ini kepada- kedua anak muda itu.

   Sementara aku dan para cantrik akan menyiapkan arena"

   Para utusan itu tidak perlu mendengar keterangan ulangan.

   Merekapun segera meninggalkan padepokan itu.

   kembali untuk menyampaikan keputusan Ki Selabajra.

   Dalam para itu, Ki Selabajrapun telah menyiapkan arena untuk perang tani|ng.

   Waktunya masih cukup pancang sampai lewat tengah hari, sementara para utusan itu berpacu kembali ke rumah masing-masing.

   "Tetapi Ki Selabajra harus bersiap menghadapi segala kemungkinan"

   Berkata Ki Watu Kendeng "nampaknya persiapannya tidak terlalu sederhana. Soalnya tidak akanterhenti sampai salah seorang atau keduanya dapat dikalahkan oleh Ken Padmi"

   Ki Selabajra mengangguk-angguk.

   Katanya dengan nada berat "Perang tanding itu nampaknya memang tidak akan menyelesaikan persoalannya.

   Tetapi dengan demikian.

   Ken Padmi akan dapat membuat kejutan bagi keduanya.

   Nampaknya keduanya harus berpikir ulang jika mereka akan melakukan kekerasan.

   Jika Ken Padmi dapat memiliki ilmu yang cukup tinggi, bukankah padepokan ini akan dapat mereka anggap sebuah padepokan yang kuat?"

   Ki Watu Kendeng mengangguk-angguk. Desisnya "Disini ada-dua orang cantrik tua dari Watu Kendeng"

   Mahisa Agni dan Witantra tersenyum.

   Meskipun demikian, merekapun menjadi berdebar-debar.

   Bukan karena mereka cemas menghadapi kemarahan orang-orang yang kecewa, tetapi justru sebaliknya.

   Apakah keduanya harus berbuat sesuatu terhadap mereka itu.

   Sementara itu, arenapun telah siap dihalaman depan padepokan Kenanga.

   Sebuah gawar serat nanas sudah dipasang mengitarinya.

   Sayembara tanding akan dilakukan di dalam gawar serat.

   Menjelang tengah hari, iring-iringan pertama telah memasuki padepokan.

   Mereka adalah Wiranata dengan para pengikutnya, lengkap dengan segala macam senjata yang ada pada mereka.

   Ki Selabajra menjadi berdebar-debar.

   Ia mengerti bahwa orang-orang itu adalah orang-orang upahan.

   Jika mereka mendapat upah yang cukup, maka tingkah laku mereka akan sangat berbahaya.

   Karena itulah, maka Ki Selabajrapun diam-diam telah menyiapkan kekuatan yang ada di padepokan Kenanga Meskipun tidak semata-mata, tetapi para cantrik telah menyiapkan senjata merekadijumpai yang mudah mereka cepat.

   Sementara itu, mereka harus menjadi tuan rumah yang ramah dan tidak menimbulkan prasangka buruk"

   Beberapa saat kemudian, maka iring-iringan keduapun memasuki padepokan itu pula.

   Ternyata iring-iringan kedua inipun tidak kalah garangnya dengan iring-iringan pertama.

   Marwantaka telah datang dengan beberapa, orang kawannya dan kawan-kawan lain yang sekedar ingin melibatkan diri ke dalam keributan justru karena mereka merasa berilmu.

   Mereka adalah anak-anak padepokan yang berbeda, tetapi mereka merasa bahwa ilmu yang mereka miliki perlu sekali-sekali diasah agar menjadi semakin tajam tanpa menghiraukan taruhannya, karena dalam hal yang demikian, mungkin satu dua diantara mereka terpaksa menanggalkan nyawa dari tubuhnya.

   Dalam pada itu, Ken Padmi yang berada di ruang dalam, tiba-tiba saja menjadi gelisah.

   Ketika saat perang tanding itu tiba, maka rasa-rasanya hatinya berdebaran, dan jantungnya berdegup semakin cepat.

   "Tenanglah"

   Berkata Mahisa Agni "kau sudah memiliki bekal yang cukup.

   Kau jangan menghiraukan apa yang bakal terjadi sesudah itu.

   Ayahmu sudah mempersiapkan segala-galanya.

   Mudah-mudahan mereka bersikap jantan, dan tidak berbuat sesuatu yang akan dapat menimbulkan persoalan-persoalan yang gawat"

   Ken Padmi mengangguk. Namun diluar sadarnya, terbayang seorang anak muda yang lain, yang pernah berada di padepokan itu, meskipun hanya sekedar singgah. Namun yang ternyata telah meninggalkan kesan yang tidak dapat disisihkannya dari sudut hatinya.

   "Aku tidak peduli lagi"

   Tiba-tiba saja Ken Padmi menggeram.Dalam pada itu. maka semua persiapanpun telah selesai. Marwantaka sendiri tampil sambil berkata lantang "Apakah kita menunggu matahari tenggelam. Ayo, siapa yang akan memasuki arena. Aku tidak sabar lagi"

   Tetapi ternyata kedua anak muda itu masing-masing ingin memasuki arena lebih dahulu.

   Baik Marwantaka maupun Wiranata ingin tampil diarena untuk yang pertama.

   Namun justru karena itu, maka Ki Selabajra telah mengambil suatu kebijaksanaan.

   Sambil melemparkan sehelai daun ke udara ia berkata "Jika daun itu jatuh tertelungkup, maka angger Marwantakalah yang akan tampil lebih dahulu.

   Jika sebaliknya, maka angger Wiranata akan turun lebih dahulu ke arena"

   Ternyata selembar daun itu jatuh menelentang, setangga karena itu, maka Wiranatalah yang akan tampil lebih dahulu diarena.

   Sambil tertawa Wiranata berkata "Terima kasih kesempatan ini.

   Sebenarnya aku ingin bentuk sayembara tanding yang lain, yang barangkali lebih menarik.

   Tetapi jika hal inilah yang dikehendaki, maka.

   aku tidak berkeberatan.

   "Baiklah"

   Sahut Ki Selabajra "aku minta dari masing- masing pihak satu orang yang akan menjadi saksi di arena ini. Sementara dari padepokan ini akan turun tiga orang saksi bersama aku sendiri"

   "Baik. Tetapi jangan terlalu banyak bicara. Aku akan mulai dengan sayembara tanding ini"

   Geram Wiranata.

   "Kita akan menentukan aturan dari permainan ini"

   Berkata Ki Selabajra "yang dimaksudkan dengan kekalahan adalah apabila salah satu pihak sudah berada dalamkeadaan tidak dapat melawan. Mungkin karena kelelahan. Mungkin karena tangkapan tangan lawan"

   "Kalau Ken Padmi sudah kehabisan tenaga dan dikalahkan pada putaran sayembara pertama, apa yang dapat aku lakukan?"

   Bertanya Marwantaka.

   "Ia akan tetap tampil pada putaran sayembara kedua. Jika ia juga dikalahkan, maka akan diambil satu kebijaksanaan"

   Jawab Ki Selabajra.

   "Permainan gila"

   Geram Marwantaka "agaknya Ki Selabajra memang ingin mempermainkan kita.. Tetapi jika terjadi satu sikap yang berakibat lain dari yang aku inginkan, aku tidak peduli"

   Ki Selabajra mengerutkan keningnya, sementara para pengikut Wiranata memandanginya dengan tatapan mata kemarahan.

   Tetapi bagaimanapun juga, sayembara tanding itu akan dilaksanakan juga.

   Sesaat kemudian, maka lima orang saksi telah berada di arena.

   Dua orang dari kedua pihak yang mengikuti sayembara itu, sementara tiga orang lainnya adalah-para.

   penghuni padepokan Kenanga.

   Dua diantara mereka ada lah cantrik-cantrik tua yang telah menempa Ken Padmi.

   menjadi seorang gadis yang pilih tanding, sementara yang seorang adalah Ki Selabajra sendiri.

   Namun dalam pada itu, Ki Selabajra telah minta kepada Ki Watu Kendeng yang ada di sekitar arena itu mengamati keadaan.

   Jika nampak gejala-gejala yang gawat, makan ia harus segera memberikan isyarat kepada para cantrik untuk bersap-siap menghadapi segala kemungkinan.

   "Jika benar Ken Padmi dapat mengalahkan mereka, mudah-mudahan mereka mengerti, bahwa tingkatkemampuan mereka masih belum memadai sehingga tidak akan terjadi persoalan-persoalan berikutnya"

   Berkata Ki Selabajra di dalam hatinya. Namun kemudian "Atau mereka akan menjadi gila dan kehilangan akal"

   Demikianlah, maka sejenak kemudian segala persiapan sudah siap.

   Lima orang saksi sudah berada ditengah-tengah arena.

   Wiranatayang mendapat kesempatan pertamapun telah berdiri bertolak pinggang sambil tersenyum.

   Bahkan katanya kemudian "Apakah gadis itu sedang berhias?"

   Suara Wiranata yang keras itu terdengar oleh Ken Padmi yang masih berada di dalam.

   Hampir saja ia meloncat keluar, jikasaja ia tidak teringat oleh pesan ayahnya, bahwa ia harus menunggu sehingga seseorang memanggilnya.

   Dalam pada itu, ketika Ki Selabajra menganggap bahwa keadaan sudah memungkinkan, Mahisa Agni dan Witantra sudah berada di arena, sementara Ki Watu Kendeng telah siap mengawasi keadaan, maka iapun menyuruh searang cantrik untuk memanggil Ken Padmi.

   Ken Padmi memang agak gemetar.

   Bagaimanapun juga, ia akan bertanding di arena, sedangkan taruhannya adalah dirinya sendiri.

   Namun setiap kali ia sadar, justru taruhannya adalah dirinya sendiri, ia harus berbuat sebaik- baiknya.

   Ketika gadis itu turun dari pendapa dan kemudian melangkah mendekati arenanya, suasana jadi tercengkam oleh ketegangan.

   Semua orang memandanginya.

   Dengan pakaian seorang laki-laki Ken Padmi mendekati arena, sehingga orang-orang yang sudah berdiri melingkar itupun menyibak.

   Wiranata.

   membeku untuk beberapa saat ketika ia melihat gadis itu.

   Seorang gadis yang cantik.

   Namun dalampakaiannya itu, ia memang nampak seorang gadis yang garang.

   Namun sejenak kemudian, terdengar suara tertawanya meledak.

   Katanya "Kau semakin cantik Ken Padmi"

   Ken Padmi mengerutkan keningnya. Ketika ia lewat di hadapan Ki Watu Kendeng yang beringsut setapak, ia mendengar Ki Watu Kendeng berdesis "jangan hiraukan. Ia sekedar berteriak untuk mengatasi kegelisahannya"

   Ken Padmi memandang Ki Watu Kendeng sejenak.

   Namun iapun mengangguk kecil.

   Iapun sependapat, bahwa bagaimanapun juga seperti dirinya sendiri, Wiranata tentu juga menjadi berdebar-debar.

   Sejenak kemudian, dua orang sudah berada di arena.

   
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Wiranata dan Ken Padmi.

   Dua orang yang sudah dap untuk berkelahi dengan taruhan diri mereka.

   Sejenak kemudian Ki Selabajra berkata "Semua ketentuan sudah diumumkan.

   Kita akan segera mulai.

   Kami para saksi berharap semuanya dapat berlangsung dengan jujur"

   Wiranata bergeser setapak.

   Ia memandang Ken Padmi dengan tatapan mata yang tajam.

   Seolah-olah ia tidak yakin, bahwa ia memang harus berhadapan dengan-gadis itu dalam sayembara tanding.

   Namun, ia tidak dapat mengelakkan kenyataan, bahwa Ken Padmi benar-benar sudah siap menghadapinya.

   "Aku akan menyelesaikannya dengan cepat"

   Berkata Wiranata di dalam hatinya "jika aku dapat mengalahkannya, kemudian Ken Padmi masih harus berkelahi melawan Marwantaka dan dapat dikalahkannya pula"

   Agaknya soal wakln akan diperhatikan pula"Demikianlah, maka kedua orang yang sudah berada di arena itupun segera mempersiapkan diri.

   Lima orang saksi berdiri melingkar di dalam gawar serat yang dibuat sebagai- batas arena.

   Sejenak keduanya bergeser selangkah demi selangkah.

   Namun kemudian Wiranatapun mulai mengayunkan tangannya sambil berkata "Kita akan mulai bermain-main Ken Padmi.

   Kita akan berlatih, bagaimana kita akan mengajari anak kita kelak"

   Karena itu, maka Ken Padmipun sama sekali tidak menghiraukannya.

   Tetapi ia bergeser surut ketika tangan Wiranata berusaha menyentuhnya.

   Ken Padmi menjadi berdebar-debar mendengar kata-kata Wiranata itu.

   Namun iapun segera teringat pesan Ki Watu Kendeng, pada saat ia memasuki arena, bahwa Wiranatapun berusaha untuk menenangkan hatinya.

   Ternyata Wiranata tidak mau menunda-nunda lagi.

   Ketika Ken Padmi bergeser, iapun segera melangkah memburunya.

   Sekali lagi tangannya terayun.

   Cepat, tetapi tidak terlalu keras.

   Ia memang tidak ingin memukul Ken Padmi.

   Tetapi ia hanya ingin menyentuhnya.

   Tetapi sekali lagi ia tidak berhasil.

   Bahkan nampaknya Ken Padmi menjadi acuh tidak acuh.

   Ia hanya menggeliat saja untuk menghindarinya.

   Sebenarnyalah Ken Padmipun tidak sabar lagi.

   Karena itu sengaja ia memancing, agar Wiranata mulai dengan bersungguh-sungguh.

   Sikap Ken Padrni itu memang membuat dahi Wiranata berkerut.

   Gadis itu bergerak seenaknya saja.

   Namun tangannya benar-benar tidak dapat menyentuhnya.Karena itu, maka Wiranatapun mulai tertarik untuk bergerak lebih cepat.

   Sekali lagi ia berusaha menyentuh lengan Ken Padmi.

   Bukan saia tangannya yang terjulur kedepan, kemudian disusul tangannya yang lain terayun.

   Namun ia sudah mulai melangkah panjang dan cepat.

   Namun sekali lagi.

   Ken Padmi berkisar dengan sikap yang menjengkelkan.

   "Gadis ini benar-benar harus mendapat pelajaran menghormati orang lain"

   Berkata Wiranata di dalam hatinya "meskipun agak sayang jika kulitnya kesakitan, tetapi seolah-olah ia dengan sengaja mengejekku"

   Dengan demikian, maka Wiranata mulai bersungguh- sungguh.

   Ia mulai bergerak dengan cepat untuk memotong langkah Ken Padmi.

   Tetapi ternyata Ken Padmipun bergerak semakin cepat pula.

   Tangan Wiranata yang terayun-ayun sama sekali tidak berhasil menyentuhnya, meskipun Wiranata kemudian berusaha untuk benar-benar mengenainya.

   "Bukan main"

   Desis Wiranata di dalam hatinya "apakah ia memaksa aku untuk bersungguh-sungguh sebagaimana aku berkelahi sebenarnya?"

   Tetapi lambat laun, memang tidak ada pilihan lain bagi Wiranata.

   Ketika tangannya terayun kepundak Ken Padmi, gadis itu sempat mengelak.

   Bahkan dengan sisi telapak tangannya Ken Padmi telah memukul tangan Wiranata yang tidak menyentuhnya.itu.

   Wiranata terkejut.

   Kecepatan gerak Ken Padmi tidak terlalu mengherankannya.

   Gadis itu dapat saja dengan tiba- tiba memukul tangannya yang sedang terjulur.

   Apalagi Wiranata sendiri kurang berhati-hati dengan tangannya itu.

   Tetapi yang mengejutkannya adalah kekuatan tangan Ken Padmi.

   Nampaknya gadis itu hanya sekedarmenyentuhnya.

   Namun terasa sakit telah menyengat sampai ke tulang.

   "Aneh"

   Guman Wiranata di dalam hatinya. Namun kemudian ia berkata kepada dirinya sendiri"

   "Nampaknya gadis ini benar-benar gadis liar yang perlu dibuat jera"

   Dengan demikian, langkah-langkah Wiranata selanjutnya menjadi semakin cepat.

   Tangannya menjadi semakin garang pula.

   Namun dengan demikian jantungnya menjadi semakin berdebar-debar juga.

   Ia sama sekali tidak dapat menyentuh gadis itu.

   Bahkan beberapa kali Ken Padmi lelah mengenainya sehingga beberapa kali ia harus menyeringai menahan sakit.

   "Bukankah aku tidak bermimpi"

   Geram Wiranata "betapapun juga gadis ini bukan anak iblis. Ia adalah anak Selabajra. Bahkan melawan Selabajrapun aku tidak gentar"

   Namun pada perkelahian berikutnya, bukan tangannya yang mengenai gadis itu.

   tetapi justru tangan Ken Padmi menjadi semakin sering mengenainya.

   Dan bahkan menyakitinya.

   Akhirnya Wiranata itu menggeram.

   Ia tidak mau bermain-main lagi.

   Sentuhan ujung jari-jari Ken Padmi yang merapat telah membuat dadanya menjadi sesak.

   Bahkan kemudian sisi telapak tangan gadis itu telah membuat lengannya bagaikan membengkak.

   Perkelahian diarena itu, semakin lama menjadi semakin cepat Pancingan-pancingan Ken Padmi, akhirnya berhasil membuat Wiranata marah dan bertempur dengan bersungguh-sungguh.

   Langkahnya menjadi cepat dan mantap, sementara tangannyapun justru menjadi semakinjarang bergerak.

   Tetapi setiap gerakan, langsung mengarah ke tempat yang berbahaya di tubuh Ken Padmi.

   Tetapi ternyata Ken Padmi benar-benar lincah.

   Latihan- latihan yang dilakukannya diatas amben bambu dan diatas batang-batang bambu petung yang ditanam setinggi tubuhnya, membuat kakinya menjadi sangat ringan, bagaikan tidak menyentuh tanah.

   "Anak iblis"

   Geram Wiranata.

   Ia merasa bahwa ia sudah bersungguh-sungguh.

   Ken Padmi sudah berhasil membuat Wiranata menghadapinya sebagaimana mereka berhadapan di arena.

   Agaknya Wiranata benar-benar sudah menjadi marah.

   Namun dengan demikian.

   Ken Padmipun menjadi lebih leluasa menghadapinya.

   Ia tidak sekedar berhadapan dengan seseorang yang nampaknya seperti sedang bermain- main saja.

   Seolah-olah dengan jiwa yang besar dan penuh maaf Wiranata tidak melawannya dengan sungguh- sungguh.

   Tetapi yang terjadi kemudian, kedua orang itu lelah bertempur dengan sungguh-sungguh.

   Wiranatapun telah mengerahkan segenap kemampuannya.

   Untuk beberapa hari terakhir ia sempat meningkatkan ilmunya.

   Bahkan seandainya untuk menghadapi Marwantaka atau Ki Selabajra sendiri.

   Namun dalam pada itu, ia harus berhadapan dengan Ken Padmi.

   Dan iapun sudah memeras segenap kemampuannya, namun ia belum berhasil.

   Karena itu, maka kegelisahan mulai merayapi jantungnya.

   Dengan sepenuh kemampuannyaia berusaha.

   Bahkan akhirnya ia tidak lagi mengingat siapakah yang dilawannya.

   Yang terbersit di hatinya adalah niatnya untuk mengalahkannya.Yang melihat pertempuran itu mula-mula merasa kecewa.

   Perkelahian itu nampaknya hanya sekedar permainan yang tidak berarti Wiranata hanya sekedar mengayunkan tangannya.

   Kemudian malangkah maju dan mundur.

   Namun semakin lama perkelahian itu menjadi semakin seru.

   Masing-masing malai meningkatkan ilmunya, sehingga akhirnya Wiranata telah mengerahkan segenap kemampuannya.

   Marwantaka mula-mula tersenyum melihat tingkah laku Wiranata.

   Seolah-olah Wiranata tidak menyadari apa yang sedang terjadi.

   Namun semakin lama kening Marwantakapun berkerut semakin dalam.

   Ia melihat Wiranata semakin bersungguh-sungguh.

   Namun Wiranata itu sama sekadi tidak capal mengatasi, kemampuan Ken Padmi.

   Dengan sungguh-sungguh ia memperhatikan apa yang telah terjadi.

   Ia mulai menilai setiap gerak dan perlawanan Ken Padmi.

   Ia pernah berada di padepokan itu.

   Iapun pernah justru menggurui gadis itu.

   Namuu tiba-tiba gadis itu menjadi seorang gadis yang garang.

   Wiranata ternyata tidak mampu mengimbangi kecepatan gerak Ken Padmi.

   Beberapa kali justru ia menjadi bingung.

   Geraknyalah yang telah dipotong oleh langkah-langkah Ken Padmi yang ringan dan cepat.

   "Gila"

   Geram Wiranata di dalam arena. Dan Marwantaka diluar arena mengumpat pula.

   "iblis manakah yang telah meningkatkan ilmu gadis itu"

   Bertanya Marwantaka di dalam hatinya. Namun dalam pengamatannya, ia melihat dengan jelas, ciri-ciri perguruan Kenanga, sehingga menurut dugaannya, dalam waktusebulan itu Ki Selabajra telah menempa anaknya sehingga ilmunya telah maju dengan pesat.

   "Tetapi apakah Ki Selabajra sendiri mampu berbuat seperti itu?"

   Bertanya Marwantaka di dalam hatinya.

   Namun Marwantaka terkejut ketika ia melihat Wiranata menghentakkan tenaganya.

   Ia meloncat dengan kecepatan yang luar biasa, melampaui kecepatan yang pernah dilihat sebelumnya.

   Namun sekali lagi Marwantaka menarik nafas dalam- dalam.

   Serangan Wiranata itu meluncur setapak dihadapan Ken Padmi yang memiringkan tubuhnya sambil bergeser kesamping.

   Bahkan kemudian dengan kecepatan yang lebih tinggi.

   Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Ken Padmi itu telah memukul pundak lawannya dengan sisi telapak tangannya.

   Terdengar Wiranata mengeluh tertahan.

   Pundaknya terasa betapa sakitnya.

   Dengan tangkasnya ia segera meloncat surut sambil bersiap menghadapi segala kemungkinan.

   Tetapi Ken Padmi tidak memburunya.

   Ia justru menunggu Wiranata mempersiapkan diri.

   Baru kemudian ia malangkah maju dengan tangan Bersilang di dada.

   Wiranata yang merah itu bertambah marah.

   Dengan hati-hati iapun bergeser maju, Kamudian ia mulai menggerakkan tangan mengarah kekening.

   Namun, ketika Ken Padmi mengelak, tiba-tiba saja ia telah meloncat meluncur dengan cepatnya.

   Dengan kakinya yang mendatar ia menyerang dada gadis padepokan Kenanga itu.

   Ken Padmi ternyata tidak saja ingin menunjukkan kecepatannya bergerak.

   Meskipun tidak secepat peningkatan ketrampilnnnya.

   namun ia yakin akan dapat mengimbangi kekuatan lawannya.Karena itu, dengan mengerahkan tenaga cadangannya.

   "Ken Padmi justru tetap menyilangkan tangannya didadanya. Ia tidak berusaha menghindari serangan, kaki Wiranata yang diluncurkan dengari segenap kekuatannya. Yang terjadi kemudian adalah sebuah benturan yang dahsyai. Ken Padmi terdorong beberapa langkah surut. Bahkan iapun telah jatuh terduduk. Namun demikian tangannya bertelekan tanah, maka iapun segera meloncat berdiri dan bersiap menghadapi segala kemungkinan. Tetapi ternyata Wiranata masih terbaring ditanah. Ketika serangannya membentur tangan Ken Padmi yang bersilang, rasa-rasanya ia justru telah membentur tebing batu. Kekuatan yang dihentakkan telah memukul dirinya sendiri, sehingga ia telah terlempar beberapa langkah dan jatuh di tanah. Terdengar ia mengeluh. Perlahan-lahan ia mencoba bangkit. Dengan tangannya yang bertelekan ia berusaha untuk berdiri pada lututnya. Namun Wiranata telah menjadi semangat lemah. Tulang-tulangnya bagaikan berpatahan.

   "Gila"

   Ia mengumpat. Dipandanginya wajah Ken Padmi yang kemerah-merahan oleh keringat. Namun nampaknya nafasnya masih mengalir teratur, dan tenaganya masih nampak segar seperti saat perkeiaian itu dimulai.

   "Kau akan menyesal"

   Geram Wiranata.

   Ken Padmi tidak menjawab sama sekali.

   Ia berdiri tegak sambil rnemandang Wiranata yang tertatih-tatih berdiri dibantu oleh seorang pengikutnya yang menjadi saksi di arena.

   Sementara itu Ki Selabajra melangkah maju sambil berkata "Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, bahwasalah seorang dinyatakan kalah apabila ia sudah tidak dapat melawan lagi"

   "Aku belum kalah"

   Teriak Wiranata.

   "Apakah perkelahian masih dapat diteruskan"

   Bertanya Ki Selabajra kepada Wiranata.

   Wiranata menjadi ragu-ragu.

   Tetapi ia tidak dapat ingkar dari kenyataan itu.

   bahwa ia memang sudah tidak berdaya.

   Oleh pengikutnya Wiranata dipapah keluar arena dan diserahkan kepada kawan-kawannya.

   Kemudian, pengikutnya, yang menjadi saksi itu kembali memasuki arena untuk menunggui perkelahian yang masih akan berlangsung antara Ken Padmi melawan Marwantaka.

   Dalam pada itu, Marwantaka yang telah menyaksikan apa yang terjadi di arena menjadi berdebar-debar.

   Jika semula ia menganggap bahwa sayembara itu adalah permainan gila semata-mata, maka ia harus melihat satu kenyataan pula.

   Wiranata telah dikalahkan.

   Benar-benar dikalahkan.

   Bukan sekedar permainan dan bukan karena kelengahan Wiranata, karena pada saat-saat terakhir Wiranata telah benar-benar mengerahkan kemampuannya.

   Tetapi Marwantaka masih mempunyai kepercayaan kepada diri sendiri, la merasa bahwa ia memiliki kelebihan dari Wiranata, meskipun ia tidak begitu yakin, kelebihan apakah sebenarnya yang ada padanya itu.

   Sejenak kemudian, maka Ki Selabajrapun telah memanggil orang kedua yang akan memasuki arena.

   "Silahkan"

   Berkata Ki Selabajra "masih ada seorang lagi yang akan memasuki arena perkelahian"

   Marwantaka melangkah maju. Meskipun jantungnya menjadi berdebar-debar, tetapi ia berusaha untuk bersikaptenang. Katanya kemudian ketika ia sudah berdiri di pinggir arena "Beri kesempatan gadis itu beristirahat"

   "Tidak perlu"

   Tiba-tiba saja Ken Padmi menjawab. Marwantaka memandanginya sejenak. Kemudian iapun tersenyum sambil berkata "Aku pernah tinggal di padepokan ini. Aku tahu kemampuanmu, dan kaupun mengetahui kemampuanku. Apakah kita masih akan bertempur di arena?"

   "Mungkin waktu itu kita saling mengetahui. Tetapi waktu itu sudah berlalu. Dan aku sudah melupakannya. Akupun sudah lupa, betapa tingkat kemampuanmu"

   Jawab Ken Padmi.

   Wajah Marwantaka menjadi merah.

   Nampaknya Ken Padmi sudah yakin benar akan dirinya.

   Sehingga karena itu, maka Marwantakapun telah merasa tersinggung karenanya.

   Tetapi ia masih tetap menyadari keadaannya.

   Bahkan ia masih menjawab sambil tertawa "Kau membuat aku marah anak manis.

   Kemarahan memang dapat membaurkan perhitungan.

   Dan kau berusaha berbuat demikian, sehingga aku tidak akan dapat melawanmu dengan perhitungan yang bening"

   Tetapi tanggapan Ken Padmipun cukup mendebarkan. Seolah-olah ia tidak menghiraukan jawaban Marwantaka. Katanya "Aku sudah letih menunggu. Silahkan jika niat itu masih dilanjutkan"

   Rasa-rasanya telinga Marwantaka tersentuh bara.

   Namun ia masih tetap tersenyum sambil berkata "Baiklah.

   Seorang gadis yang manis kadang-kadang tidak dapat ditunda lagi jika sudah timbul niatnya untuk berbuat sesuatu.

   Marilah.

   Aku sudah siap"Wajah Ken Padmilah yang kemudian menjadi merah Tetapi ia berusaha untuk tetap tenang.

   Ia selalu teringat kepada pesan Ki Walu Kendeng saat ia memasuki arena, bahwa lawan-lawannya itupun tentu berusaha untuk meng atasi gejolak perasaannya.

   Sejenak kemudian, keduanya lelah bersiap di arena.

   Marwantaka tidak mau mengulangi kesalahan Wiranata, bahwa ia menganggap gadis itu tidak memiliki kemampuan untuk mengimbangi ilmunya.

   Karena itu, sejak langkahnya yang pertama, Marwantaka elah berhati-hati.

   Ia berusaha untuk mempergunakan pengamatannya sebagai bahan untuk mempersiapkan perlawanannya.

   Karena itu, maka iapun merasa beruntung bahwa ia memasuki arena pada giliran yang kemudian.

   Sejenak kemudian, Ken Padmi sudah bergeser.

   Setapak ia mendekat.

   Namun tangannya sudah bersiaga untuk mengiiadapi setiap kemungkinan.

   Nampaknya Marwantaka tidak sabar lagi.

   Ia mulai dengan serangannya meskipun belum menentukan.

   Namun dengan demikian ia sudah memancing gerakan-gerakan selanjutnya, sehingga perkelahian itupun segera meningkat menjadi semakin seru.

   Keduanya tidak banyak membuang waktu untuk menjajagi kemampuan lawannya.

   Sebenarnyalah Ken Padmi sudah dapat mengetahui tingkat ilmu lawannya ketika anak muda itu berada di padepokan Kenanga.

   Waktu itu, kekosongan hatinya membuatnya agak dekat dengan Marwantaka.

   Ia tidak menolak ketika Marwantaka menawarkan diri untuk memberikan tuntunan kepadanya untuk meningkatkan ilmunya.

   Namun akhirnya Ken Padmi sadar, bahwa anak muda itu tidak sesuai di hatinya.

   Apalagi setelah Marwantaka danayahnya, Ki Selabajra bersentuhan dengan orang yang bernama Ki Dukut Pakering.

   Demikian ayahnya kembali ke padepokan, setelah Ki Dukut gagal mempergunakan tenaga para pemimpin beberapa padepokan, maka ia mendapat lebih banyak penjelasan tentang sikap anak muda yang bernama Marwantaka itu.

   Dalam pada itu, Marwantakapun benar-benar menjadi heran, bahwa tingkat kemampuan Ken Padmi benar sudah menjadi jauh lebih tinggi.

   Gadis itu mampu bergerak cepat sekali, seolah-olah ia sudah berhasil mengatasi berat tubuhnya Sendiri.

   Bahkan dalam pertempuran yang cepat, gadis itu nampaknya bagaikan melayang-layang tanpa menyentuh tanah.

   Pertempuran itupun semaian lama menjadi semakin sengit.

   Namun ternyata bahwa Mawantaka harus menghadapi kenyataan, bahwa kemampuan Ken Padmi sudah jauh di atas kemampuannya.

   Kecepatan geraknya, kekuatannya, ketahanan tubuhnya, tidak lagi dapat diimbanginya.

   Meskipun sekali-sekali tangannya berhasil mengenai tubuh gadis itu, tetapi seolah-olah Ken Padmi sama sekali tidak merasanya.

   Tetapi jika tangan gadis itu yang mengenainya, maka ia harus menyeringai menahan sakit.

   "Gadis ini sudah kerasukan iblis"

   Geram Marwanata di dalam hatinya.

   Namun betapapun ia mengerahkan kemampuannya, namun ia sama sekali tidak mampu menahan serangan-serangan Ken Padmi.

   Tetapi Marwantaka tidak dapat dengan serta merta mengaku kalah di hadapan sekian banyak pengikutnya dan penonton lain-lainnya.

   Bagaimanapun juga ia masih mempunyai harga diri.

   Sehingga karena itu, maka ia telah mengerahkan kemampuan yang tersisa.Namun dengan demikian, maka kekuatannya bagaikan terkuras habis.

   Serangan-serangannya sudah tidak mengarah lagi, dan setiap benturan telah mendorongnya sehingga beberapa kali ia telah jatuh berguling di tanah.

   Meskipun demikian Marwantaka tidak mau mengakui kemenangan lawannya.

   Ia berpegang, bahwa kekalahan ditandai oleh kenyataan bahwa salah satu pihak sudah tidak mampu melawan lagi.

   Karena itu, maka selama ia masih sempat dan mampu bergerak, ia masih berusaha untuk menunjukkan sikap bahwa ia masih dapat melawan.

   Tetapi, kemarnpuannya akhirnya sampai kepada batasnya.

   Ken Padmi yang menjadi jemu itu akhirnya memutuskan untuk menghentikan perlawanan Marwantaka.

   Sebagaimana juga Wiranata, maka akhirnya, Ken Padmipun terpaksa menghentikan perlawanan Marwantaka dengan satu hentakan, sehingga Marwantaka yang sudah lemah sekali, sama sekali tidak mampu lagi bertahan ketika sebuah pukulan yang dilontarkan oleh Ken Padmi, meskipun tidak dengan sekuat tenaganya, mengenai dadanya.

   Marwantaka terdorong surut.

   Kemudian iapun terhuyung-huyung bebetaa saat.

   Tetapi ia tidak berhasil mempertahankan keseimbangannya, sehingga akhirnya ia jatuh terlentang.

   Marwantaka tidak berhasil untuk bangkit.

   Ia mencoba menggeliat.

   Namun matanya menjadi berkunang-kunang.

   Tetapi ia tidak menjadi pingsan.

   Meskipun demikian, ia benar-benar tidak mampu lagi untuk bangkit dan melawan.

   Karena itu, maka Ki Selabajrapun kemudian berkata "Kali inipun ternyata, bahwa orang kedua yang memasuki arena tidak mampu mengalahkan Ken Padmi.

   Karena itumaka masalahnya sudah pasti.

   Apa yang selama ini merupakan teka-teki, hari ini agaknya sudah terjawab.

   Marwantaka yang ditolong oleh beberapa orang kawannya dan kemudian membawa menepi, menggeretakkan giginya.

   Tetapi rasa-rasanya tulangnya bagaikan berpatahan.

   Dalam pada itu, Ki Selabajrapun berkata "Ternyata bahwa kita semuanya adalah laki-laki jantan yang berpegang pada watak seorang laki-laki.

   Kita menghormati perjanjian dan ketentuan yang sudah dibuat.

   Sayembara ini merupakan jawaban dari kemelut yang terjadi selama ini.

   Marilah kita akhiri segalanya yang membuat kita selalu dibakar oleh api kebencian, dendam dan cemburu"

   Tidak ada jawaban.

   Namun tiba-tiba saja Wiranata yang sudah sempat beristirahat dan mencoba memperbaiki pernafasannya itupun bangkit.

   Tanpa berkata sepatahpun ia telah membawa para pengikutnya meninggalkan halaman padepokan itu.

   Wajah Ki Selabajra menjadi tegang.

   Nampaknya, sayembara yang diselenggarakan itu bukan akhir dari ketegangan yang pada saat terakhir telah membakar pa depokan itu.

   Namun nampaknya sayembara itu masih akan mempunyai ekor peristiwa-peristiwa yang kurang menyenangkan.

   Sepeninggal Wiranata dengan kawan-kawannya, ternyata Marwantaka yang masih sangat lemahpun berkata "Jangan menyangka kemenangan ini akan memberikan kebanggaan kepada kalian"

   Ki Selabajra tidak menyahut.

   Dipandanginya saja Marwantaka yang meninggalkan halaman itu pula bersama para pengikutnya.Sepeninggal mereka, Ki Selabajra berdiri tegak di-tangan arena.

   Di sebelahnya berdiri Mahisa Agni dan Witantra.

   
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Sementara Ki Watu Kendengpun mendekatinya sambil berdesis "Nampaknya mereka tidak ikhlas menerima kekalahan mereka"

   Ki Selabajra mengangguk-angguk. Katanya "Mungkin mereka masih akan memberikan tekanan-tekanan kepada padepokan ini"

   Namun dalam pada itu, Ken Padmipun berkata "Tetapi mereka tidak akan menganggap kita sebagai anak-anak lagi ayah. Anak-anak yang dapat ditakut-takuti dengan seekor tikus kecil. Tetapi kini mereka harus memperhitungkan segala-galanya dengan cermat"

   Ki Selabajra mengangguk-angguk. Jawabnya "Mudah- mudahan. Mudah-mudahan mereka tidak akan membuat kesulitan-kesulitan baru"

   "Tetapi kita tidak boleh melepaskan kewaspadaan"

   Berkata Ki Watu Kendeng "Bahkan akupun telah ikut diancam pula oleh kedua belah pihak"

   "Mereka memang terlalu kasar"

   Jawab Ki Selabajra "seharusnya mereka mengerti, bahwa mereka tidak berhak untuk memaksakan kehendaknya.

   Tetapi karena mereka merasa kuat, apakah karena mereka mendapat dukungan dari kawan-kawannya, atau karena mereka merasa mampu mengupah orang untuk kepentingannya, maka mereka mencoba untuk memaksakan keinginannya dengan kekerasan dan ancaman-ancaman"

   Tetapi satu kenyataan telah terjadi.

   Kedua orang anak muda yang ingin mengambil Ken Padmi menjadi isterinya itu tidak dapat mengalahkannya.

   Sehingga dengan demikian mereka harus berpikir berulang kali untuk meneruskan niatnya.Seandainya dengan segala macam usaha, kekerasan, ancaman dan lain-lainnya sehingga salah seorang akan berhasil memaksakan kehendaknya, namun apakah yang akan dialaminya dalam hidupnya sehari-hari.

   Seorang laki- laki yang tidak akan mampu berbuat apapun terhadap isterinya yang memiliki ilmu dan kemampuan melampauinya.

   "Dendam itu akan membakar hubungan kami sehari- hari"

   Berkata Marwantaka di dalam hatinya.

   Namun demikian kekalahan itu membakar dendam diliatinya pula.

   Meskipun ia tidak ingin lagi memperisteri Ken Padmi, namun padepokan Kenanga dan Watu Kendeng bagi mereka, merupakan neraka yang harus dimusnahkan.

   Ternyata perkembangan berikutnya adalah justru mengarah kepada suatu keadaan yang lebih gawat bagi padepokan Kenanga.

   Agaknya Marwantaka dan Wiranata justru saling mendekatkan hati mereka untuk bersama-sama melepaskan dendam dan kebencian mereka terhadap padepokan Kenanga.

   Tetapi mereka tidak akan dapat melakukannya dengan tergesa-gesa, karena beberapa macam pertimbangan.

   Ken Padmi tidak akan mungkin menjadi seorang gadis yang pilih tanding, jika di padepokan itu tidak ada seorang guru yang mumpuni, yang jauh malampaui kemampuan Ki Selabajra.

   Sementara itu, di padepokan Kenanga, Mahisa Agni dan Witantra sedang berbicara dengan Ki Watu Kendeng dan Ki Selabajra tentang Mahisa Bungalan yang menunggu di Watu Kendeng."Sebaiknya biarlah aku menjemputnya"

   Berkata Ki Watu Kendeng "Aku akan memberitahukan kepada Ken Padmi, agar ia tidak terkejut"

   Berkata Ki Selabajra "bahwa telah datang wakil dari orang tua Mahisa Bungalan untuk melanjutkan pembicaraan yang terputus"

   "Ya, sebaiknya memang demikian. Biarlah ia sempat menimbang-nimbang setelah ia berhasil mengalahkan Marwantaka dan Wiranata"

   Desis Ki Watu Kendeng.

   Dalam pada itu, Ki Selabajrapun segera memanggilKan Padmi untuk menghadap orang-orang tua yang berkumpul di ruang dalam.

   Karena itu, maka Ken Padmipun menjadi berdebar-debar.

   Setelah ia memenangkan perang tanding dalam sayembara itu.

   maka apalagi yang akan dikatakan oleh ayahnya.

   Demikianlah, dengan sangat hati-hati dan tidak langsung, Ki Selabajra memberi tahukan kepada Ken Padmi, bahwa seseorang sedang berada di Watu Kendeng.

   Ia tidak dapat datang, karena persoalan yang sedang terjadi di padepokan kenanga, agar ia tidak menjadi penghambatnya.

   Wajah Ken Padmi menjadi tegang.

   Diluar sadarnya, ia langsung teringat kepada seseorang yang pernah berada di padepokan Kenanga dan selanjutnya berada di padepokan Watu Kendeng.

   Karena itu, maka sebelum ia diberi tahu, siapakah yang dimaksud, maka Ken Padmi telah dapat menebaknya.

   Sejenak gadis itu diam mematung.

   Jantungnya bagaikan bergejolak oleh berbagai macam perasaan.

   Ia rasa-rasanya memang menunggunya.

   Tetapi harga dirinya tiba-tiba saja telah menghentakkannya ke dalam sikap yang keras.Adalah diluar dugaan sama sekali, bahwa tiba-tiba saja gadis itu berkata "Ayah.

   Apakah maksud orang itu?"

   "Ia merasa telah terikat dengan padepokan ini Ken Padmi. Justru karena disini ada kau"

   Jawab ayahnya. Sekali lagi jawab Ken Padmi mengejutkan, karena ia langsung pada pokok persoalannya "Orang itu ingin melamarku?"

   Ki Selabajra menarik nafas dalam-dalam. Kemudian jawabnya "Ya. Agaknya memang demikian"

   "Baik ayah. Aku tidak menolak siapapuh juga. Tetapi masih berlaku ketentuan. Harga yang dapat mengalahkan aku sajalah yang akan aku terima menjadi suamiku"

   Jawab Ken Padmi.

   "Ken Padmi"

   Desis ayahnya "jangan terlanjur langkah. Pikirkan masak-masak sikapmu itu"

   "Sudah aku pikirkan sejak semula. Bukankah ayah juga yang menganjurkan kepadaku, agar aku mengadakan sayembara tanding?"

   Jawab Ken Padmi "Nah, aku akan menunggunya. Kapan saja ia mau datang dan memasuki arena dengan ketentuan yang berlaku seperti yang telah terjadi"

   Ki Selabajramenarik nafas dalam-dalam.

   Tetapi ia mengerti watak anaknya.

   Jika ia sudah menentukan satu sikap, agaknya memang sulit untuk merubahnya.

   Karena itu, diluar sadarnya ia memandang Mahisa Agni dan Witantra.

   Ternyata kedua orang itupun tidak dapat bersikap lain kecuali mengangguk"

   "Baiklah Ken Padmi"

   Berkata Ki Selabajra "biarlah pamanmu Watu Kendeng menjemputnya dan menyampaikan syarat itu kepadanya. Jika ia dapat menerima, maka perang tanding itu akan diadakan"

   KiSelabajra berhenti sejenak, lalu "tetapi bukankah kau pernah menjajagi ilmunya para saat ia datang? Akupun sama sekali tidak mampu mengalahkannya. Apakah itu bukan satu pertanda tanpa sayembara tanding?"

   "Aku yang dahulu sudah lain dari aku yang sekarang"

   Berkata Ken Padmi "siapapun kedua orang yang baik hati itu, ternyata mereka telah merubah segala-galanya. Karena itu, maka sayembara tanding masih akan berlangsung terus sampai ada seseorang yang mengalahkan aku"

   Dengan wajah ragu Ki Selabajra bertanya "Bagaimana jika Ki Dukut Pakering mendengar dan datang melamarmu?"

   Wajah Ken Padmi menjadi merah. Jawabnya "Aku akan bertempur sampai mati atau membunuh diri"

   Dalam pada itu, maka Ki Watu Kendengpun berniat kembali ke padepokannya untuk menyampaikan persoalan yang sedang dibicarakannya di padepokan Kenanga.

   Namun dalam pada itu, karena keadaan yang gawat, maka Mahisa Agni lelah menemaninya di perjalanan, sementara Witantra tetap berada di padepokan Kenanga untuk mem bantu berjaga-jaga.

   Namun ternyata bahwa Ki Watu Kendeng tidak mengalami gangguan apapun diperjalanan.

   Bersama Mahisa Agni dan pengawalnya ia selamat sampai kepadepokan Watu Kendeng.

   Mahisa Bungalan rasa-rasanya tidak sabar lagi bertanya apakah hasil dari sayembara itu.

   Dengan senyum jernih Ki Watu Kendeng menjawab "Rencanamu memang berhasil ngger.

   Ken Padmi dapat mengalahkan keduanya berurutan""Sukurlah"

   Desis Mahisa Bungalan "apakah dengan demikian berarti bahwa Ken Padmi sudah bebas dari keduanya?"

   "Dapat diartikan seperti itu. Tetapi nampaknya kedua anak muda itu belum menerima kekalahan mereka dengan iklas. Mungkin mereka masih akan berusaha untuk berbuat lain"

   Jawab Ki Watu Kendeng.

   "Padepokan Kenanga memang masih harus berhati-hati"

   Desis Mahisa Bungalan. Dalam pada itu, maka Ki Watu Kendengpun mempersilahkan Mahisa Agni untuk memberitahukan keputus an terakhir yang diambil olah Ken Padmi tentang sayembara tanding.

   "Bukan salahnya Mahisa Bungalan"

   Berkata Mahisa Agni kemudian "kita jugalah yang mengajarinya untuk berbuat demikian.

   Mungkin gadis itu tidak berniat berbuat demikian terhadapmu, tetapi tentu akan mengganggu hubungan padepokan Kenanga dengan pihak yang pernah dikalahkannya, karena ternyata ia menerima seorang laki- laki tanpa sayembara tanding"

   Ternyata jawaban Mahisa Bungalan sangat mengejutkan.

   Katanya "Tidak.

   Aku tidak akan memasuki sayembara tanding itu.

   Jika ia mencintai aku, biarlah ia mencintai aku.

   Jika tidak, apa artinya memenangkan sayembara tanding? Aku memang akan mendapat gadis itu.

   Tetapi tentu hanya wadagnya.

   Jika ia.

   tidak mencintai aku, maka gadis itu tidak akan berarti apa-apa bagiku"

   Mahisa Agni menarik nafas dalam-dalam.

   Katanya "Mahisa Bungalan.

   Kau dan Ken Padmi memang berhati keras.

   Aku tahu, bahwa kalian saling mencintai.

   Tetapi harga diri kalian merupakan jurang pemisah yang sulit untuk diloncati.

   Tetapi jika kalian bersedia sedikit saja surutdari nilai-nilai harga dirimu yang berlebih-lebihan itu, maka kau dan Ken Padmi tentu akan menemukan kebahagiaan.

   Kau dan Ken Padmi akan dapat kawin dan hidup sewajarnya.

   Kau tidak lagi menjadi pengembara dari satu tempat ke tempat lain.

   Tetapi kau akan menetap di Singasari menjadi seorang prajurit yang mendapat kepercayaan dari Maharaja di Singasari"

   Kata-kata Mahisa Agni itu ternyata dapat menyentuh perasaannya.

   Seolah-olah Mahisa Agni dapat menunjukkan kepadanya perasaannya yang sebenarnya terhadap gadis padepokan Kenanga itu.

   Karena itu, maka dengan nada merendah ia bertanya "Bagaimana menurut paman sebaiknya?"

   "Datanglah"

   Berkata Mahisa Agni "kau dapat memasuki arena perang tanding. Gadis itu mencintaimu"

   Tetapi karena pernah terjadi sesuatu ketegangan- perasaan, maka ia tidak akan dengan serta merta menerima kedatanganmu"

   Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Kemudian katanya "Jika paman berpendirian demikian, maka aku tinggal menjalaninya. Mudah-mudahan aku tidak dikalahkannya seperti kedua orang anak muda yang lain itu"

   "Tergantung kepadamu"

   Berkata Mahisa Agni "kail dapat menentukan segala-galanya.

   Karena apapun yang dicapai oleh gadis itu hanya dalam waktu satu bulan, bagimu tidak berarti apa-apa.

   Tetapi ternyata bagi kedua anak muda itu, yang satu bulan itu telah menentukan akhir dari sayembara ini"

   Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam.

   Sebenarnya ia merasa sangat segan berhadapan dengan KenPadmi di arena.

   Bagaimanapun juga, tentu akan timbul kesan perkelahian.

   Tetapi ryjahisa Bungalanpun tidak mempunyai pilihan lain.

   Ken Padmi tentu tidak akan begitu saja menerimanya kembali setelah ia pernah menyatakan penolakannya, meskipun hanya karena gejolak perasaannya yang melonjak saat itu.

   "Suatu perjalanan yang aneh"

   Berkata Mahisa Bungalan di dalam hatinya "beberapa saat yang lampau aku sampai ke padepokan Kenanga, bertemu dengan gadis itu.

   Namun kemudian aku harus menempuh perjalanan yang sangat panjang untuk dapat kembali lagi ke padepokan itu.

   Bahkan aku harus melintasi persoalan antara guru dan muridnya, antara Ki Dukut dan Pangeran Kuda Padmadata.

   Baru kemudian aku menentukan hubunganku dengan gadis padepokan Kenanga itu"

   Namun Mahisa Bungalan sudah berniat untuk datang ke padepokan Kenanga.

   Atas persetujuan Mahisa Agni dan Ki Watu Kendeng, maka di keesokan harinya, mereka akan pergi ke padepokan Kenanga untuk membawa Mahisa Bungalan memasuki arena sayembara tanding.

   Semalam-malaman Mahisa Bungalan hampir tidak dapat tidur sama sekali.

   Ia menjadi gelisah justru karena ia harus berhadapan dengan Ken Padmi di arena.

   Ia mulai menimbang-nimbang, cara yang paling baik untuk mengalahkannya, tetapi tidak menyakiti hatinya.

   Bagaimanapun juga, ia merasa, pernah menyakiti hati gadis itu beberapa saat yang lampau.

   "Mudah-mudahan segalanya dapat berlangsung daegan baik dan tidak menumbuhkan akibat yang sebaliknya"

   Berkata Mahisa Bungalan kepada diri sendiri.Namun ketika menjelang dini hari.

   justru ia sempat tertidur beberapa saat.

   Tetapi ia tetap digelisahkan oleh mimpi-mimpi yang muram.

   Ketika cahaya fajar mulai membayang di langit, maka padepokan Watu Kendengpun, telah terbangun.

   Mahisa Agni, Ki Watu Kendeng dan Mahisa Bungalan telah bersiap-siap untuk pergi ke padepokan Kenanga.

   Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Mereka merencanakan apabila mungkin, perang tanding dapat diselenggara kan pada hari itu juga.

   Kecuali jika Ken Padmi bermaksud lain.

   Dalam pada itu, ternyata berita bahwa akan diselenggarakan sayembara tanding untuk yang ketiga kalinya itupun lelah tersebar.

   Kecuali gawar untuk batas arena masih juga terpancang di halaman, maka beberapa orang cantrik telah dengan sengaja menyiarkan kabar itu kepada orang-orang yang dijumpainya di pasar atau di tempat-tempat yang lain atas persetujuan Ken Padmi.

   "Biarlah Marwantaka dan Wiranata mendengarnya"

   Berkata Ken Padmi kepada para cantrik itu "sehingga ia dapat mempertimbangkan, sikapku adalah sikap yang adil"

   Sebenarnyalah Marwantaka dan Wiranata telah mendengar, bahwa akan berlangsung sayembara tanding untuk yang ketiga kalinya.

   Adapun anak muda yang akan memasuki arena adalah anak dari padepokan Watu Kendeng.

   Betapa besar keinginan Marwantaka dan Wiranata untuk melihat sayembara tanding itu, namun mereka telah menahan diri untuk tidak pergi ke padepokan Kenanga, jika orang itu nanti dapat memenangkan sayembara itu, maka mereka tentu akan menjadi panas dan tidak dapat mengendalikan diri lagi.

   Sementara itu mereka belum siap untuk bertindak dengan tegas terhadap padepokan Kenangadan apalagi padepokan Watu Kendeng yang jaraknya lebih jauh.

   Meskipun demikian, kedua anak muda yang gagal itu telah berusaha mengirimkan orang-orangnya untuk datang dan melihat perang tanding yang akan berlangsung itu.

   Sebenarnyalah, bahwa perang tanding yang akan berlangsung di padepokan Kenanga yang terakhir itu justru lebih banyak menarik perhatian karena nampaknya mempunyai latar belakang yang berbeda.

   Padepokan Watu Kendeng tidak datang dengan pasukan yang akan dapat membuat gaduh di padepokan Kenanga.

   Justru karena itu, maka orang-orang di sekitar padepokan itu merasa tidak takut untuk melihat perang tanding dalam sayembara itu.

   "Perang tanding itu akan ditandai dengan bunyi kentongan apabila saatnya dimulai"

   Berkata seorang seorang yang ingin menyaksikannya.

   "Masih saja ada orang yang ingin mengambil gadis itu menjadi isterinya"

   Jawab yang lain "anak itupun tentu akan dikalahkannya"

   "Tetapi jika pada saatnya tidak ada juga anak muda yang dapat mengalahkannya, apakah ia tidak akan kawin seumur hidupnya?"

   Bertanya orang pertama.

   "Kau memang bodoh"

   Jawab kawannya "jika ada anak muda yang berkenan dihatinya, maka ia tentu akan dengan sengaja mengalah"

   "Tetapi"

   Orang yang pertama membantah lagi "bagaimana jika terjadi sebaliknya. Orang tua yang kempong perot tetapi memiliki ilmu yang tinggi?"

   "Ia dapat menolak sayembara tanding itu sendiri dengan seribu macam alasan"

   Jawab kawannya."Kalau begitu, apapun yang dikehendaki gadis itu sajalah yang akan terjadi"

   Jawab orang yang pertama.

   "Belum tentu"

   Jawab kawannya "kita akan melihat siapa yang menang dalam sayembara tanding itu. Mungkin bukan orang yang dikehendaki. Tetapi karena Ken Padmi salah hitung, maka anak muda itu dapot mengalahkannya"

   Demikianlah, maka rencana diselenggarakannya sayembara itu telah meluas, sehingga orang-orang yang ingin menyaksikannya menjadi jauh lebih banyak dari sayembara tanding yang pertama, yang diliputi oleh suasana amarah.

   Dalam pada itu, iring-iringan dari Watu Kendengpun akhirnya datang.

   Hanya sekelompok kecil.

   Ki Watu Kendeng, Mahisa Agni, Mahisa Bungalan dan dua orang cantrik.

   Tidak seperti kedatangan Marwantaka dan Wiranata, yang membawa pasukan seperti akan maju ke medan perang, menyerang Singasari.

   Ketika Mahisa Bungalan naik pendapa, Ken Padmi yang melihatnya dari ruang dalam menjadi berdebar-debar.

   Tiba- tiba saja ia berlari masuk ke dalam biliknya.

   Hampir saja ia menjatuhkan dirinya dan menangis.

   Tetapi tiba-tiba ia menghentakkan kakinya sambil menggeram "Aku sudah menantangnya dalam sayembara tanding"

   Demikianlah, Mahisa Bungalan beristirahat sejenak di pendapa.

   Kemudian terdengar suara kentongan.

   Memang agak lain dengan upacara sayembara tanding sebelumnya.

   Nampaknya sayembara ini tidak dibayangi oleh nafsi dendam dan kebencian.

   Namun sebenarnyalah, hati Ken Padmi sendiri yang bagaikan menyala oleh gejolak perasaannya.

   Bukan dendam, meskipun ia ingin melepaskan sakit hatinya."Aku akan menunjukkan kepadanya, bahwa aku mampu mengimbangi ilmunya"

   Berkata Ken Padmi di dalam hatinya "baru kemudian aku harus menunjukkan dengan sengaja di hadapan matanya, bahwa aku akan mengalah. Tetapi ia harus sadar, bahwa aku tidak kalah"

   Sejenak kemudian, maka segala persiapanpun telah selesai.

   Seperti yang sudah, maka kedua orang yang akan bertanding telah memasuki arena.

   Ki Selabajra akan me- mimpin perang tanding itu, sementara dua orang lainnya akan mengamatinya, Mahisa Agni dan Witantra.

   Seorang lagi adalah Ki Watu Kendeng sendiri.

   Ternyata bahwa orang-orang yang menyaksikan sayembara tanding itu jauh lebih banyak dari kedua pasukan Marwentaka dan Wiranata yang mengelilingi arena.

   Orang-orang yang menonton dan tidak berpihak itu hampir memenuhi halaman.

   Bahkan ada diantara mereka yang memanjat pepohonan.

   Dalam pada itu, para cantriklah yang harus bekerja keras menjaga ketertiban, sementara merekapun mendapat pesan untuk tetap berhati-hati.

   Ki Selabajra tidak mengabaikan kemungkinan, bahwa Marwantaka dan Wiranata tidak dapat mengendalikan diri lagi dan berbuat sesuatu, justru ketika halaman padepokan Kenanga dipenuhi oleh orang-orang yang sedang menonton sayembara tanding.

   Karena itu, maka selain para cantrik yang menjaga agar mereka yang ingin melihat sayembara tanding itu tidak mendesak gawar arena, sebagian dari mereka mengawasi keadaan di luar dinding padepokan.

   Dalam pada itu.

   Ken Padmi dan Mahisa Bungalan sudah saling berhadapan.

   Sementara itu, arena pertandingan itu telah diliputi oleh suasana yang aneh.

   Ken Padmi hampirtidak pernah menatap wajah lawannya.

   Ia lebih banyak membuang pandangan matanya keluar arena, atau kepada ayannya yang menjadi saksi dari sayembara tanding itu"

   Sementara itu, Mahisa Bungalan rasa-rasanya ingin sekali menyembunyikan wajahnya dari tatapan sekian banyak pasang mata dari mereka yang menonton di pinggir arena.

   Seolah-olah mereka dengan wajah kecut telah me ngejeknya sebagai seorang laki-laki yang tidak tahu diri.

   Yang akan memaksakan kehendaknya atas seorang perempuan, sehingga ia memasuki arena perang tanding.

   "Gila"

   Geram Mahisa Bungalan. Rasa-rasanya ingin ia lari meninggalkan padepokan itu dan kembali saja ke Singasari atau melanjutkan perantauannya mencari Ki Dukut Pakering.

   "Kenapa aku tidak memasuki arena perang tanding melawan Ki Dukut itu saja"

   Mahisa Bungalan menggeram. Namun sejenak kemudian, ia mendengar Ki Selabajra memberikan sedikit penjelasan tentang sayembara tanding itu. Syarat-syaratnya dan ketentuan-ketentuan lainnya.

   "Jika semua pihak sudah mendengar dengan jelas, maka sayembara ini dapat dimulai"

   Berkata Ki Selabajra.

   "Aku dapat menjadi gila"

   Tiba-tiba saja Mahisa. Bungalan menggeram.

   "Kenapa?"

   Desis Ki Watu Kendeng.

   "Semua mata memandang kepadaku "

   Jawabnya. Tidak hanya kepadamu, tetapi ke dalam arena ini"

   Sahut Ki Watu Kendeng.

   "Tetapi mereka tentu menganggap aku laki-laki tamak. Kenapa aku harus merampas cinta seorang perempuandengan cara yang gila ini"

   Mahisa Bungalan hampir kehilangan pengendalian diri.

   "Ini adalah syarat untuk mendapatkannya"

   Jawab Ki Watu Kendeng.

   "Jika aku menang, akupun akan diejek sebagai seorang laki-laki yang telah memperkosa hak dan cinta seorang perempuan"

   Berkata Mahisa Bungalan "tetapi jika aku kalah, maka harga diriku sebagai seorang laki-laki tidak akan berarti apa-apa lagi"

   "Jangan berpikir seperti itu Mahisa Bungalan"

   Berkata Ki Watu Kendeng "yang penting adalah masalah kalian berdua dapat terpecahkan.

   Jangan ingkari perasaan sendiri.

   Kalian berdua saling mencintai.

   Carilah jalan untuk melampaui batas yang menjadi jarak antara kalian berdua, yangan hiraukan kata orang lain.

   Yang penting kalian menemukan hari depan yang baik dan hidup saling mencinta"

   Mahisa Bungalan menarik nafas dalam. Ketika ia memandang Ken Padmi, nampaknya gadis itu benar-benar telah siap menghadapinya.

   "Lakukanlah. Kau memang harus menebusnya dengan pengorbanan. Pengorbanan itu adalah perasaan yang bergejolak di dalam hatimu sekarang ini"

   Berkata Ki Watu Kendeng.

   Alangkah segannya.

   Tetapi Mahisa Bungalanpun kemudian melangkah pula maju ke tengah arena.

   Ketika terpandang olehnya wajah Ken Padmi, hampir saja ia berteriak sekali lagi, kemudian lari dari arena.

   Tetapi ia tidak dapat melakukannya, karena Ken Padmi telah bersiap menghadapinya.Sikap Mahisa Bungalan yang penuh dengan kebimbangan itu ternyata mendapat penilaian yang salah dari Ken Padmi.

   Ken Padmi yang pernah merasa disakiti hatinya itu menganggap, bahwa Mahisa Bungalan justru dengan sengaja menganggapnya tidak berarti apa-apa di arena, sehingga iapun sama sekali tidak bersiaga.

   Karena itu, maka Ken Padmilah yang mulai dengan jantung yang panas.

   Sebelum Mahisa Bungalan benar-benar menguasai diri, Ken Padmi justru sudah mulai menyerangnya.

   Terlalu cepat dan tiba-tiba, sehingga Mahisa Bungalan yang tidak bersiaga itu sama sekali tidak dapat mengelak.

   Bahkan betapa terkejut ia medapat serangan yang tiba-tiba dan demikian cepatnya.

   Ken Padmi yang ingin menunjukkan kemampuannya setelah ia menempa diri selama sebulan itupun, telah mengerahkan segenap tenaga dan kemampuannya.

   Tenaga cadangannya telah dihentakkannya, sehingga serangan itu benar-benar merupakan serangan yang sangat dahsyat.

   Mahisa Bungalan yang belum bersiap dan tidak menduga, bahwa kemajuan Ken Padmi sudah demikian pesatnya, terkejut bukan buatan.

   Serangan itu ternyata telah mampu melemparkan Mahisa Bungalan sehingga Mahisa Bungalan jatuh berguling di tanah.

   Adalah diluar sadar, bahwa tiba-tiba saja penontonpun bersorak gemuruh.

   Penonton ini memang berbeda dengan orang-orang yang mengerumuni arena pada sayem bara tanding yang terdahulu.

   Hentakan rasa sakit, kejutan dan sorak penonton itu telah membangunkan Mahisa Bungalan.

   Seolah-olah terdengar satu teriakan ditelinganya, bahwa ia berada di dalam arena perang tanding.Karena itulah, maka tiba-tiba saja iapun merasa harus menyesuaikan diri dengan keadaan itu.

   Dengan demikian, maka Mahisa Bungalanpun mulai memperhitungkan geraknya.

   Ia sadar, bahwa lawannya akan mempergunakan segenap kesempatan.

   Demikian ia tegak, maka serangan berikutnyapun akan datang secepat serangan pertama.

   Karena itu, maka Mahisa Bungalanpun segera menyesuaikan dirinya dan bersiap menghadapi segala kemungkinan.

   Perhitungan Mahisa Bungalan ternyata tepat.

   Demikian ia tegak, maka serangan Ken Padmipun telah meluncur dengan cepat dan kekuatan yang dahsyat, sebagaimana ia menyerang sebelumnya.

   Tetapi yang kemudian terkejut adalah Ken Padmi.

   Serangannya sama sekali tidak menyentuh lawannya, karena Mahisa Bungalan telah bersiap sepenuhnya.

   Demikian ia tegak, maka demikian ia bergeser menghindar.

   Justru karena serangan yang dilontarkan dengan sepenuh tenaga namun tidak mencapai sasarannya, maka Ken Padmi telah terdorong oleh tenaganya sendiri beberapa langkah.

   Dengan gerak naluriah, Mahisa Bungalan hampir saja meloncat menyusulnya dengan serangan balasan.

   Tetapi untunglah ia sempat menahan diri, sehingga ia hanya berkisar saja justru mendekat.

   Ternyata Ken Padmipun mampu bergerak cepat.

   Demikian ia terdorong oleh kekuatannya sendiri, maka iapun segera memperbaiki keseimbangan dan meloncat tegak menghadapi serangan lawan.Tetapi Mahisa Bungalan tidak menyerang, Iapun justru sedang bersiap untuk menghadapi serangan.

   Sejenak keduanya saling berdiri mematung.

   Namun Ken Padmilah yang kemudian bergeser mendekat, siap untuk melancarkan serangan berikutnya, sementara Mahisa Bungalan lebih banyak menunggu.

   

   
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

Pendekar Kembar Karya Gan KL Pendekar Gelandangan Karya Khu Lung Pendekar Cacad Karya Gu Long

Cari Blog Ini