Ceritasilat Novel Online

Pao Kong 1


Pao Kong Karya Yang Lu Bagian 1



Pao Kong Karya dari Yang Lu

   
PAO KONG |
Kolektor E-Book
PAO KONG |
Kolektor E-Book
Pao kong Di tuturkan oleh. Yang Lu Sumber Pustaka . Gunawan AJ Kontributor - Scanner . Awie Dermawan OCR convert pdf Text . Tan Willy DISCLAIMER
Kolektor E-Book
adalah sebuah wadah nirlaba bagi para pecinta Ebook untuk belajar, berdiskusi, berbagi pengetahuan dan pengalaman.

   Ebook ini dibuat sebagai salah satu upaya untuk melestarikan buku-buku yang sudah sulit didapatkan dipasaran dari kpunahan, dengan cara mengalih mediakan dalam bentuk digital.

   Proses pemilihan buku yang dijadikan abjek alih media diklasifikasikan berdasarkan kriteria kelangkaan, usia,maupun kondisi fisik.

   Sumber pustaka dan ketersediaan buku diperoleh dari kontribusi para donatur dalam bentuk image/citra objek buku yang bersangkutan, yang selanjutnya dikonversikan kedalam bentuk teks dan dikompilasi dalam format digital sesua kebutuhan.

   Tidak ada upaya untuk meraih keuntungan finansial dari buku-buku yang dialih mediakan dalam bentuk digital ini.

   Salam pustaka! Team Kolektor Ebook SEKEDAR PENDJELASAN Tjeritera detektip Tionghoa ini jang disadjikan kepada para pcm-batja adalah saduran bebas dari sebuah bukudetektip dalam bahasa Inggeris jang berdjudul "THE .CHINESE MAZE MURDERS", karangan ROBERT VAN GULIK.

   Tjeritera ini sebetulnja terdiri atas tiga kissah Tionghoa kuno jang tak ada sangkut-pautnja satu dengan lain, jakni .

   1.

   Kissah Gadis jang tak berkepala 2.

   Kissah Pembunuhan dikamar jang terkuntji dan 3.

   Kissah suratwasiat jang tersembunji.

   Kctiga kissah ini telah diolah lagi oleh pengarang buku ini dan diubah demikian rupa sehingga mendjadi sebuah tjeritera detektip modern jang amat menarik hati, tanpa menghilangkan suasana dan tjiri-tjiri ke-Tionghoa- an jang terdapat didalam kissah-kissah jang asli.

   Didalam buku (Inggeris) jang ash, detektip disebut "JUDGE DEE".

   "Judge Dee"

   Itu adalah Tek Djin-kiat, seorang negarawan ke-namaan dizaman kaisar Tay Tjang (Lie Si Bin), dan jang, seperti Pao Kong, djuga termashur namanja sebagai seorang hakim jang bengis tapi udil dan arif bidjaksana.

   Pengarangnja mendjelaskan bahwa dahulu dia pernah menter-djemahkan sekumpulan tjeritera detektip Tionghoa dengan "Judge Dee"

   Sebagai pemegang peranan jang terpenting sehingga nama itu sedikit-banjak sudah dikenal oleh para- pembatjanja (bangsa barat). Maka nama itupun dipertahankannja dalam buah-kara-ngannja selandjutnja, sekalipun, sebenarnja.

   "Judge Dee"

   Itu tak ada sangkut-pautnja dan tjeritera-tjeritera (asli) jang dikisahkannja. Datum tjeritera detektip jang disadjikan ini, penjadur meng-agibil kebehasan untuk mengubah "Tek Djin-kiat"

   Mendjadi "Pao Kong,"

   Mengingat Pao Kong, dengan kedua pembantunja, Thio Liong dan Thio Houw, djauh lebih terkenal dikalangan pembatja di Indonesia dari pada Tek Djin-kiat. Lagi pula, setjara amat kebetulan, salah sate "perkara kedjahatan"

   Jang dikisahkan dalam tjeritera ini, jakni "Kisah Surat-wasiat jang tersembunji", menurut tijeritera kuno jang asli djustru mengisahkan riwajat Pao Kong sebagai hakim dan detektip, sehingga perubalian nama ini dapat dipertanggung djawabkan sepcnuhnja.

   Penjadur.

   C) "Dee Goung three murder saes, salved by Judge Der.

   Ry BAB I DALAM PERDJALANAN KE LAM HONG, PAO KONG DISERANG BEGAL Empat buah kereta-berkuda beriring-iringan melalui daerah pegunungan disebelah timur kota Lam Hong, sebuah kota tapal bhatas dibarat-laut keradjaan Tiongkok.

   Djalan-djalan dipegunungan itu sempit dan buruk sekali.

   penuh dengan lubang- lubang, sedangkan sepandjang djalan tersebar batu-batu ketjil dun besar, sehingga kendaraan- kendaraan hanja dapat berdjalan perlahan-lahan dan sepandjang djalan berkintjah-kintjah seperti perahu dipukul ombak.

   Didalam kereta pertama, seorang jang bertubuh tinggi-besar dan keren sekali tampaknja, mentjoba untuk duduk se-enak-enaknja diatas segulung kasur jang empuk sambil bersandar pada sebuah bungkusan besar berisi buku-buku.

   Dengan kulit- mukanja jang hitam seperti pantat-kuali, dahinja jang lebar, sorot-matanja jang tadjam dan djenggotnja jang agak pandjang, gagah dan angker benar tampang-mukanja orang itu ! Dia adalah Pao Bun Tjim atau lebih dikenal dengan nama Pao Kong atau Hakim Pao, jang dikemudian hari namanja termashur sebagai negarawan dan hakim jang terpandai di zaman keradjaan Song.

   Pada permulaan tjeritera ini dia masih mendjadi pegawai Pamong pradja jang belum begitu terkenal dan baru sadja dipindahkan dari kota Pok Yang ke daerah Lam Hong dan dia berada dalam perdjalanan ketempat-djabatannja jang baru.

   Hong Tjiang, pembantunja jang setia jang usianja sudah agak landjut, duduk dihadapannja diatas karung berisi pakaian, hal mana memberi dia sekedar perlindungan terhadap benturan-benturan kereta jang tak henti-hentinja.

   Pao Kong dan pembantunja merasa amat letih sebab sudah Iebih dari setengah hari mereka berada dalam perdjalanan jang djauh dan amat sukar ini.

   Kereta mereka diikuti oleh sebuah kendaraan besar jang dipakaikan tenda dan jang tertutup dengan tirai sutera.

   Didalamnja terdapat keluarga Pao Kong jang terdiri atas isteri dan anak- anaknja dan beberapa pelajan wanita.

   Mereka mentjoba untuk tidur sedjenak sambil meringkuk dibawah bantal-bantal dan selimut terlapis kapas.

   Kendaraan lainnja dimuati penuh dengan barang-barang bagasi jang tersusun tinggi.

   Beberapa orang pelajan laki-laki duduk diatasnja sambil mengusahakan untuk mempertahankan keseimbangan badannja.

   Beherapa pelajan lainnja berdjalan-kaki disamping kuda-kuda jang dengan djerih pajah dan mandi keringat menarik kendaraan-kendaraan jang terlampau berat itu.

   Pada hari itu, sebelum fadjar, mereka sudah meninggalkan dusun jang terachir, kemudian sepandjang hari mereka melalui daerah pegunungan jang sunji-senjap tanpa mendjumpai apapun ketjuali beberapa orang-orang desa jang mengumpulkan kaju dihutan.

   Mendjelang lohor mereka terlambat kira-kira dua djam karena ada sebuah roda jang patah.

   Pada waktu magrib mereka masih berada ditengah hutan-rimba sedangkan tjuatja sudah makin gelap sehingga gunung2 jang mereka masih harus lalui tampak lebih menakutkan lagi.

   Rombongan itu dikepalai oleh dua orang berkuda jang menjandang pedang.

   Pada udjung kelana masing-masing di-ikatkan sebuah busur, sedangkan anak-panah mengertak-ngertak didalam bumbungnja.

   Kedua orang itu adalah Thio Liong dan Thio Houw, dua letnan Pao Kong jang setia dan perkasa dan jang bertindak sebagai pengawal bersendjata.

   Seorang pembantu lainnja, Tao Gan, jang berbadan kurus dan agak bungkuk, bersama seorang bekas pengurus rumah-tangga Pao Kong, ditugaskan untuk menjelamatkan bagian belakang dari rombongan itu.

   Setelah tiba dipuntjak gunung, Thio Liong menahan kudanja.

   Didepannja nampak suatu djalan jang menurun kelembah jang ditutupi oleh hutan-rimba.

   Sebuah gunung lainnja jang tjuram mendjulang diseberangnja.

   Dari atas kuda Thio Liong memandang tempat disekitarnja lalu membentak tukang-kereta "Sedjam jang lampau engkau mengatakan bahwa kita hampir tiba dikota Lam Hong, andjing ! Dan disini kulihat ada pula sebuah gunung jang kita harus lalui I"

   Si-tukang kereta itu menggerutu tentang "orang- orang kota jang selalu tergopoh-gopoh", lalu mendjawab sambil murang-maring "Djangan chawatir ! Sabarlah ! Dari puntjak gunung jang beri kutnja kalian akan melihat kota Lam Hong terletak dibawahnja." ,Sudah berulang kali aku mendengar si-andjing itu bitjara tentang puntjak gunung jang berikutnja", Thio Liong berkata, dan sambil berpaling kepada Thio Houw dia melandjutkan .

   "Djanggal benar bahwa kita akan tiba dikota Lam Hong pada waktu jang demikian larutnja. Pembesar kota jang akan pergi kiranja sudah menantikan kedatangan kita sedjak tengah hari. Dan bagaimana tentang petugas-petugas pemerintahan kota lainnja ? Dan apa terdjadi dengan perdjamuan jang kukira pasti mereka siapkan untuk memberi selamat datang ? Tentu perdjamuan itu ditunda atau dihatalkan sama sekali, sehingga perut mereka kukira, sama kosongnja dengan perutku sendiri !" ,Belum lagi mengatakan tentang leher jang kering !"

   Djawab Thio Houw jang terkenal sebagai scorang jang dojan minum. Dia membelokkan kudanja dan menghampiri kereta Pao Kong dan pembantunja.

   "Masih ada satu lembah jang kita harus lintasi, Tay- djin", dia melaporkan.

   "kemudian barn kita tiba dikota Lam Hong". Hong Tjiang, si pembantu jang tua itu, menarik nafas pandjang.

   "Sungguh sajang", dia berkata.

   "bahwa kita harus meninggalkan kota Pok Yang begitu lekas. Ketjuali dua perkara kedjahatan jang terdjadi pada waktu kita baru melakukan tugas di sana, kuanggap kota itu agak menjenangkan djuga."

   Pao Kong bersenjum getir dan mentjoba agar dapat bersandar lebih enak pada bungkusan buku.

   Kebetulan diapun didalam hati sedang merenungkan dua kedjahatan jang disinggung Hong Tjiang itu.

   Selaku Ti-koan dari kota Pok Yang dia telah melakukan pembersihan terhadap suatu biara buddis jang ternjata telah disalah-gunakan sebagai sarang penjamun dan tempat per-zinahan gelap.

   Perkara kedua mengenai pembongkaran rahasia perdagangan gelap setjara besar-besaran oleh beberapa saudagar dari Kanton, jang telah berlangsung bertahun-tahun berkat bantuan beberapa pegawai negeri jang korup, sehingga penghasilan negeri dirugikan tak terbilang banjaknja.

   Dia djustru sedang memikir-kan apakah antara dua perkara ini dan pemindahannja dari Pok-Yang jang tiba-tiba itu, tidak terdapat suatu hubungan jang erat.

   "Rupanja", dia berkata.

   "sisa- sisa dari kaum buddis dan sau-dagar-saudagar Kanton itu dikota-radja telah mengadakan komplotan dan achirnja telah berhasil mengusahakan kepindahanku, lama sebelum berachirnja masa-tugasku di Pok Yang. Namun, untuk menambah pengalaman, kukira banjak manfaatnja untuk mendjadi pembesar disuatu distrik jang letaknja demikian terpentjil seperti Lam Hong. Pasti disana kita akan mendjumpai masalah- masalah istimewa jang menarik hati, jang orang tak dapat mendjumpainja dikota-kota besar didaerahdaerah pusat."

   Hong Tjiang mengangguk-anggukkan kepalanja seakan-akan dia menjetudjuinja, walaupun dari wadjahnja jang muram bisa dilihat bahwa didalam hati sekali-kali dia tak sependapat dengan madji- kannja itu.

   Usianja sudah lebih dari 60 tahun, dan kesukaran2 jang dialaminja selama perdjalanan jang djauh itu telah membikin diri-nja mendjadi amat lelah.

   Sedjak masa-kanak-kanak dia sudah mengikuti keluarga Pao.

   Sedjak Pao Bun Tum mendjadi pembesar-negeri, dia telah mendjadi orang kepertjajaannja jang utama, dan dimana sadja madjikannja mendjalankan tugas, dia diangkat sebagai sersan dari pasukan polisi- pengadilan.

   Sementara itu kusir-kusir mentjambuk kudanja, dan rombongan kereta-kereta segera melintasi puntjak-gunung dan turun ke lembah dengan mengikuti suatu djalan jang sempit dan berliku- liku.

   Tak lama kemudian mereka berada didalam lembah, dimana djalan mendjadi makin gelap, karena sepandjangnja terdapat pohon-po-hon aras jang tinggi-tinggi jang mendjulang keatas dan hutan-belukar jang bertumbuhan dikiri-kanan.

   Pao Kong baru sadja mau menitahkan orang- orangnja untuk menjalakan obor, ketika dari arah depan dan belakang rombongan, dia dengar teriakan-teriakan jang riuh-rendah.

   Segerombolan orang-orang jang mukanja ditutupi kain hitam tiba- tiba muntjul dari hutan.

   Dua diantaranja memegang kaki-kanan Thio Liong dan menjeretnja dari kudanja, sebelum perwira ini mendapat kesempatan untuk menghunus pedangnja.

   Scorang penjerang lainnja melompat keatas kuda Thio Houw, mentjekik dia dari belakang dan menarik- nariknja, sehingga Thio Houw dan penjerangnja djatuh ketanah.

   Tao Gan dan si-pengurus rumah jang mendjaga bagian belakang djuga diserang oleh dua orang penjamun.

   Semua tukang-tukang kereta melompat turun dari masing-masing kendaraannja dan Menghilang kedalam hutan, sedangkan pelajan- pelajan Pao Kong berlarian tunggang-langgang kemana sadja mereka dibawa oleh kakinja.

   Dua muka bertopeng muntjul didepan djendela Pao Kong.

   Hong Tjiang jang kurang waspada, dipentung kepalanja sehingga pingsan, sedangkan Pao Kong sendiri hampir sadja kena dirinja tertusuk oleh sebuah tumbak jang ditusukkan kedalam dari djendela.

   Dengan ketjepatan seperti kilat dia menjembat gagang tumbak itu dengan kedua tangannja.

   Si-penjerang rnenarik-nariknja dari luar untuk melepaskannja.

   Mula-mula Pao Kong memegang tumbak itu sekeras-kerasnja, kemudian tiba-tiba.

   dengan sekeras tenaga dia menumbukkannja keluar, sehingga si-penjerangnja terdjungkel kebelakang.

   Seketika itu dia rampas tumbak dari tangan musuh-nja lain dia melompat keluar dari djendela.

   Walaupun dia seorang pembesar sipil, dimasa-muda diapun beladjar dan pandai bersilat.

   Dengan memutar-mutarkan tumbak disekitarnja din berhasil untuk mendjauhkan diri dari pada kedua penjerangnja itu.

   Jang satu, jang telah memukul Hong Tjiang hingga pingsan, memegang pentungan besar ditangannja.

   sedangkan jang lainkarena tumbaknja telah dirampas Pao Kong, kini mempersendjatai diri dengan sebuah pedang jang pandjang.

   Kedua penjamun itu dengan ganasnja rnenjerang Hakim Pao, jang merasakan bahwa dia-satu Iawan dua-tak dapat bertahan lama untuk melajani kedua musuhnja jang kuat itu.

   Thio Liong, jang djatuh dari kuda dan menggeletak ditanah, njaris kepalanja ditabas oleh kedua penjerangnja.

   Tapi, untung sekali, Thio Liong adalah djago berkelahi dan ahli- silat jang mahir, lagi pula belum berapa tahun jang lampau dia sendiri adalah se-orang penjamun jang terkenal.

   Adapun sebelum mereka mendjumpai Pao Kong jang telah berhasil untuk menginsjaf mereka dan merobah tjara-kehidupannja jang tersesat Thio Liong dan Thio Houw, dua saudara-angkat, adalah anggota dari suatu persekutuan penjamun- penjamun jang amat disegani dan jang terkenal sebagai "Persaudaraan dari Rimba Hidjati", sehingga sedikit sekali mengenai siasat berkelahi jang biasa digunakan kawanan penjamun selagi mendjalankan perakteknja "sepandjang djalan", jang mereka tidak kenal.

   Dari pada mentjoba untuk berdiri, maka Thio Liong ting-gal tengkurup beberapa lama, lalu mengguling-gulingkan dirinja ditanah, dan kemudian.

   dengan tiba-tiba, menjergap mata-kaki salah-seorang penjerang, jang dirintak-rintak dengan kerasnja.

   se-hingga dia berdiri sempojongan karena hilang keseimbangan badannja.

   Seketika itu juga dia tendang lutut penjerangnja jang lain, sekuat tenaga.

   Kedua gerakan ini jang tak diduga-duga dan dilakukannja dengan serentak, membuat penjerangnja mendjadi gelagapan, dan kesempatan ini dipakai Thio Liong untuk berbang-kit.

   Sambil berdiri, dia hantam kepala orang jang sedang berdiri sempojongan itu dengan tindjunja jang sekeras besi, sehingga dia djatuh.

   Setjepat kilat Pao Kong lalu membalikkan badannja dan membikin perhitungan- dengan penjerangnja jang lain.

   Orang itu, jang sedang mengusap-asap lututnja jang hampir remuk di- tendang mukanja, sehingga kepalanja terpental kebelakang dan lehernja hampir putus.

   Kemudian, dengan pedang terhunus ditangannja"

   Dia berlari untuk memberi pertolongan kepada Thio Houw jang masih menggeletak ditanah dan sedang bergulat mati-matian dengan seorang jang menjengkam punggungnja.

   Dua penjamun lainnja berdiri di-dekatnja, tiap saat siap-sedia untuk menikam Thio Houw dengan pisaunja jang pandjang, akan tetapi oleh karena dahsjatnja pergulatan itu, tubuh kedua pelawan itu seakan-akan menggulung mendjadi satu, maka mereka tak berani berbuat suatu apa, karena chawatir melukai temannja sendiri.

   Sementara itu Thio Liong berlari sekeras-kerasnja dan menabrak salah-seorang penjamun itu sambil menantjapkan pedang pada dadanja.

   dan pada saat itu djuga dia tendang bagian bawah perut penjamun jang lain, jang saking kesakitan, segera meringkuk ditanah dengan tubuhnja se-akan-akan terlipat dua.

   Pisaunja jang djatuh dari tangannja, di-pungut Thio Liong dan ditusukkan dibawah pundak kiri dari orang jang sedang bergulat dengan Thio Houw.

   Baru sadja Thio Liong mau menolong temannja bangun, ketika dia mendengar teriakan Pao Kong .

   "A-w-a-s !"

   Dia berkelit, dan sebuah pentung, jang rupanja ditudjukan pada kepalanja, mendjadi meleset dan terkena pundak kirinja, sehingga pahlawan jang perkasa ini, sambil mengutuk- ngutuk, rubuh ditanah.

   Apa ter-djadi ? Orang jang bersendjata pentung itu, jang sedang menge-rojok Pao Kong, pada waktu dia melihat temannja berada dalam bahaja, meninggalkan Pao Kong untuk memberi pertolongan dengan mentjoba menghantam kepala Thio Liong dengan pentung- nja.

   Walaupun maksudnja gagal, namun lawannja sudah rubuh ditanah, maka dia mengangkat pula pentungnja untuk menghantam kepala Thio Houw.

   Akan tetapi sementara itu Thio Houw sudah mempunjai kesempatan untuk mentjabut pisaunja.

   Setjepat kilat dia merangkul musuhnja dibagian sebelah bawah ketiaknja dengan demikian berlindung dibawah lengan sipenjerang jang diangkatkan untuk melontarkan pentung, lalu dia tantjapkan pisaunja tepat pada djantung orang itu.

   Dalam pada itu, setelah Pao Kong herhadapan dengan satu orang musuh sadja, dia dapat mendjatuhkan musuh itu dengan tjepatnja.

   Dia pura-pura mau melontarkan tumbaknja pada mu- suhnja jang mengangkat pedangnja untuk menangkis.

   Kemudian dia rnenggunakan suatu tipu silat jang disebut "Tiang Bendera jang rubuh".

   Dia menjesatkan perhatian musuhnja dengan rnemutar-mutarkan tumbak diudara akan tetapi dengan tiba-tiba dia hantam kepala musuhnja dengan gagang dari pada tumbak itu sehingga rubuh.

   Setelah menjerahkan tugas untuk mengikat rampok-rampok jang sudah dikalahkan itu kepada Thio Houw, Hakim Pao berlari kebelakang rombongan untuk melihat kereta-kereta jang muat barang.

   Disini dia melihat sesuatu jang agak mengheran-kan.

   Seorang perampok berguling- guling ditanah sambil meme-gang keras-keras lehernja, seakan-akan dia mau mentjekik dirinja sendiri.

   Seorang lain jang berdiri didekatnja dengan sebatang tongkat ditangannja berdjongkok disebelah kendaraan, rupanja se-dang menjelidiki sesuatu dibawah kendaraan itu.

   Tanpa memikir- mikir lagi, Pao Kong mengetuk kepala orang itu dengan gagang tumbaknja, sehingga dia djatuh pingsan.

   Dengan merajap keluar dari bawah kereta dengan se-utas tali diitangannja.

   "Apa terdjadi disini ?"

   Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Pao Kong menanja.

   Djawab Tao Gan sambil meringis .

   ,,Salah-seorang dari badjingan- badjingan ketjil ini telah memukul djatuh pengurus rumah.

   'Temannja telah memberi pentungan pada kepalaku jang agak keras, akan tetapi belum tjukup keras untuk membuatku mendjadi pingsan benar- benar.

   Namun, aku Pura-pura djatuh dan bernafas terkapah-kapah dan aku tinggal tidur telentang, tak bergerak sedikit djuapun.

   Mereka mengira aku sudah tak berdaja, maka tanpa menghiraukan aku, mereka mulai untuk membongkar barang-barang bagasi.

   Selagi mereka dengan asjiknja melakukan pentjurian itu, dengan diam-diam aku mendekati mereka dari belakang, lain mendjirat leher dari salah-seorang diantaranja jang berdiri ter-dekat.

   Kemudian aku berlari dan bersembunji dibawah kereta, sambil menarik tambang sekeras-kerasnja.

   Kawannja, jang me-megang sebuah pentung, tak dapat mengedjar aku sampai disini karena andaikan dia berani tondjolkan kepalanja dibawah kereta ini, dengan mudah aku bisa menjergap dia tanpa dia mempunjai ke-sempatan untuk mendjaga diri.

   Sedangkan pentungnja pun dia tak dapat gunakan selama aku ada dibawah kereta.

   Kiranja dia sedang berpikir dalam hatinja sendiri apa jang dia baru berbuat, ketika Tay-djin dengan sekali ketukan jang tepat telah tolong memetjahkan persoalannja itu."

   Pao Kong tersenjum, kemudian segara menudju ketempat dimana terdengar suara Thio Liong jang masih sadja mengutuk-ngutuk dengan kerasnja.

   Tao Gan mcngeluarkan se-utas tali dari tangan-badjunja dan mengikat dengan erat kaki dan tangan kedua bandit itu.

   Lain tali jang mendjirat leher salah seorang itu dibukanja.

   Kedua penjamun itu sebenarnja terpedaja oleh matjamnja Tao Gan jang kelihatannja "djinak"

   Sekali.

   Selainnja dia sudah,setengah tua, pula badannja kurus dan agak bungkuk, sama-sekali bukan matjamnja seorang jang pandai-silat.

   Akan tetapi orang tidak tahu bahwa dia ada seorang jang litjik dan litjin, bahkan bilang tahun dia menuntut penghidupan sebagai tukang-tipu jang ulung.

   Pada suatu hari Pao Kong jang amat tjerdik dan pandai melihat tabiat orang, telah mernbebaskan Tao Gan dari suatu ke-adaan jang sulit, kemudian mengangkat dia sehagai pembantu.

   Sungguh tindakan jang agak aneh dari seorang hakim akan tetapi jang ternjata amat bidjaksana.

   Sebab berkat pengertiannja jang mendalam tentang seluk-beluk didunia kedjahatan, Tao Gan telah membuat banjak djasa dengan rnengintai orang-orang djahat dan mengumpulkan bukti-bukti jang diperlukan oleh pengadilan.

   Dan seperti dialami oleh si-penjamun jang terdjirat lehernja, Tao Gan penuh dengan tipu- muslihat jang tak disangka-sangka.

   Didepan rombongan, Pao Kong melihat Thio Houw sedang mengadu-tindju dengan seorang penjamun jang kepalanja telah dihantam Thio Liong akan tetapi kini rupanja sudah bangun kembali.

   Thio Liong sendiri merangkang ditanah.

   Sebagai akibat pentungan pada pundaknja, tangan kirinja tak dapat dipergunakan, akan tetapi dengan tangan kanannja dia mentjoba untuk menangkis serangan se-orang penjamun jang tubuhnja agak ketjil dan jang dengan lintjah-nja melompat2 kian-kemari sambil mengebat-ngebitkan sebilah golok pendek..Pao Kong baru sadja mau angkat tumbaknja untuk memberi pertolongan, ketika pada saat itu Thio Liong berhasil untuk menjergap pergelangan tangan penjerangnja, jang di-putar-putarkannja dengan keras, sehingga si bandit tjilik itu ter-paksa melepaskan goloknja.

   Thio Liong membaringkan dia ditanah.

   lalu menekan perut sibandit itu dengan lututnja.

   Si-bandit tjilik itu berteriak-teriak karena kesakitan, sehingga orang jang mendengarnja bisa merasa kasihan.

   Selagi Thio Liong dengan susah- pajah mentjoba untuk berdiri, tawanannja itu me- mukul-mukul kepala dan pundaknja dengan tangannja jang bebas.

   jang mana sedikitpun tak dihiraukan Thio Liong.

   Dengan nafas terkapah- kapah dia berkata kepada Pao Kong.

   ,,Sudikah Tay- djin rnembuka keduknja ?"

   Hakim Pao lalu tarik kain hitam jang menutupi muka si-penjerang itu. Thio Liong berteriak "Astaga! Seorang perem-puan !"

   Mereka nampak seorang gadis jang sorot matanja bernjala-njala.

   Thio Liong memandangnja dengan melongo dan melepaskan lengan si-gadis itu dengan penuh keheranan.

   Akan tetapi Pao Kong segera menjergap pula lengan gadis itu dan dipegangnja dibelakang punggungnja.

   Lalu dia berkata dengan geramnja .

   "Kenapa ? Memang kadang-kadang orang dapat mendjumpai djuga seorang perempuan jang terlantar diantara gerombolan begal. Tak ada alasan untuk memperlakukan dia setjara istimewa ! Hajo, ikat dia seperti jang lain !"

   Thio Liong jang rupanja segan untuk melakukan perintah ini.

   memanggil Thio Houw jang sedang mengikat lawannja jang telah dia pedjundangi.

   Kemudian dia ikat kedua tangan gadis itu dibe- lakang punggungnja, sedangkan Thio Liong memandangnja dengan tertjengang, sambil menggaruk-garuk kepalanja.

   Wanita itu tak berbitjara sepatah djuapun.

   Pao Kong mendekati kereta jang bertenda dimana berada kaum wanita.

   Isterinja sedang melongok-longok dari djendela dengan memegang sebilah pisau ditangannja.

   Wanita-wanita lainnja pada meringkuk didalam selimut karena ketakutan setengah mati.

   Pao Kong memberitahukan bahwa pertempuran sudah berachir.

   Pelajan-pelajan dan kusir-kusir muntjul kembali dari tempat sembunjinja.

   Dengan tergesa-gesa mereka menjalakan obor.

   Dibawah penerangan jang kelap-kelip itu, Pao Kong memeriksa hasil- hasil dari pada pertempuran tadi.

   Kekalahan difhaknja sendiri tidak berapa besar.

   Sersan Hong sudah sadar dari pingsannja, dan kepalanja sudah dibalut oleh Tao Gan.

   Si-pengurus rumahpun ternjata tak kurang suatu apa.

   dia lebih menderita karena ketakutan dari pada akibat pukulan dari penjerangnja.

   Thio Liong duduk diatas sebuah tunggul, tidak memakai badju.

   Pundaknja sebelah kiri berwarna biru dan bengkak, dan Thio Houw sedang mengurut-urutnja dengan minjak obat.

   Dari fhak gerombolan, dua orang telah dibunuh Thio Liong, dan satu mati ditangan Thio Houw.

   Enam penjamun lain-nja, walaupun tampaknja tak keruan matjam, hanja mendapat luka-luka ringan.

   Melainkan si-gadis itu tak kurang suatu apa.

   Pao Kong memerintahkan supaja orang-orang tangkapan itu di-ikat disalah-sebuah kereta barang, dan agar majat-majat dimuat-kan dikereta barang lainnja.

   Gadis itu diharuskan berdjalan-kaki.

   Tao Gan mengambil sebuah kerandjang jang berlapis kapas ber-isi sebuah teko jang besar.

   Pao Kong dan pembantunja minum setjangkir teh jang masih panas.

   Thio Liong didalam hati, memberi penilaian atas pembegalan tadi "setjara ahli"

   Dan rupanja hasilnja agak kurang memuaskan. Dia minum pula seteguk teh untuk mentjutji mulut, lalu meludah-kannja setjara menghina sambil berkata kepada Thio Houw .

   "Ditindjau dalam keseluruhannja, pembegalan tadi hanja dilakukan oleh orang-orang amatir sadja. Mereka tak menundjuk-kan keahlian sedikit djuapun. Aku tidak pertjaja bahwa mereka adalah penjamun- penjamun jang ulung, amat mungkin mereka bukan penjamun sama-sekali !"

   "Akupun berpendapat demikian", djawab Thio Houw.

   "Dengan sepuluh orang mereka harus dapat melakukan pekerdjaannja lebih balk."

   "Mereka telah melakukannja tjukup baik menurut perasaanku", Pao Kong menjeletuk dengan tawar. Mereka meminum pula setjangkir teh, tanpa mengatakan suatu apa. Semua orang merasa amat letih, dan tak ada orang jang mau banjak bitjara, Melainkan orang dengar suara bisik-bisik dari pelajan-pelajan dan suara rintihan dari penjamun-penjamun jang luka. Setelah beristirahat sebentar, iring-iringan kereta melandjutkan pula perdjalanannja. Dua orang pelajan jang membawa obor berdjalan didepan. Mereka memerlukan sedjam untuk melintasi puntjak gunung jang terachir. Tak lama kemudian mereka berada didjalan-raja dan dari djauh mereka sudah dapat melihat dengan samar-samar tembok dari pintu-kota Lam Hong sebelah utara jang membajang pada langit dimalam hari. BAB KE II HAKIM PAO MEMBUKA SIDANG PENGADILAN JANG PERTAMA DIDALAM ARSIP DITEMUKAN SUATU PERKARA LAMA JANG BELUM DIADILI Thio Houw memandang dengan kagum dan agak heran pintu kota jang dahsjat itu jang diatasnja terdapat sebuah menara tinggi. Kemudian ia baru ingat bahwa kota Lam Hong itu letaknja ditapal- batas, jang tiap saat bisa diserang oleh kelompok- kelompok suku-bangsa biadab, jang berdiam ditanah-datar disebelah barat. Ia mengetuk-ngetuk pintu jang berlapis besi itu dengan gagang pedangnja. Sesudah sekian lama, baru sebuah djendela ketjil dari menara terbuka dan suatu suara berteriak dan atas dengan galaknja . ,Pintukota ditutup diwaktu malam ! Datang kembali sadja besok pagi !"

   Thin Houw tak menghiraukannja. Dia mengetuk-ngetuk pintu lebih keras lagi sambil mendjerit .

   "Tjepat buka pintu ! Pembesar sudah datang !"

   "Pembesar mana ?"

   Suara dari atas itu menanja.

   "jang Mulia Pao Bun Tjim, Ti-koan dari Lam Hong jang baru, Lekas buka- pintu, tolol, atau kamu akan menjesal seumur hidup !"

   Daun djendela ditutupkan lagi dengan kerasnja. Sementara itu Thio Liong menghampiri Thio Houw dan menanja.

   "Ada apa ? Mengapa pintu belum dibuka ?"

   "Andjing-andjing jang malas itu pada tidur !"

   Djawab Thio Houw dengan rasa bentji.

   Sambil mengetuk-ngetuk pula pintu-kota dengan gagang pedangnja.

   Achirnja mereka mendengar suara rantai berkelentangan, kemudian pintu-kota jang berat itu terbuka sedikit.

   Thio Houw paksakan kudanja menerobos diantara tjela pintu jang sempit itu dan hampir sadja mengindjak dua orang pradjurit jang berpakaian tjompang-tjamping dan memakai topi badja jang sudah karatan.

   "Buka pintu, andjing- andjing malas !"

   Thio Houw menjalaki pradjurit- pradjurit itu.

   Mereka memandang kedua perwira berkuda itu dengan sorot-mata jang kurang-adjar.

   Jang satu mau buka mulut besar, akan tetapi setelah melihat tampang-muka Thio Houw jang bengis dan galak, dia batalkan maksudnja.

   Bersama temannja dia membuka pintu-kota selebar-lebarnja.

   Iring-iringan kereta Ti-koan lalu masuk kedalam kota, kemudian mengikuti suatu djalan jang menudju kearah selatan.

   Djalan raja gelap benar, pula seluruh kota memberi pemandangan jang sunji-senjap.

   Walaupun djam- malam pertama belum dibunjikan, toko-toko sudah ditutup, dan pintu-pintu dipakaikan palang-palang- pintu jang kuat.

   Disana-sini tampak beberapa orang jang berkumpul sekitar lampulampu ketjil dari tukang-tukang-dagang dipinggir djalan.

   Sedikitpun mereka tak mengatjuhkan iringan kereta jang lewat disitu.

   Mereka memandangnja sedjenak, lalu memusatkan pula perhatiannja pada mangkuk bakmi jang mereka sedang nikmati.

   Tak ada seorang pun jang memberi hormat atau menghaturkan selamat datang kepada pembesar kota tertinggi jang baru tiba itu.

   Kereta2 melalui sebuah gapura jang amat indah dan jang melingkupi selebar djalan.

   Kemudian djalan raja terpetjah dua, jang satu menjimpang kekiri, jang lain kekanan, sepandjang tembok jang tinggi.

   Thio Liong dan Thio Houw mengira bahwa tembok itu Wahl!' dinding belakang dari kompleks Kantor Pengadilan negeri.

   Mereka rnembelok kearah timur, mengikuti djalan sepandjang tembok hingga mereka tiba didepan sebuah pintu-gerbang jang agak besar.

   Diatasnja tergantung sehelai papan- kaju jang sudah lapuk dimana terukir suratan PENGADILAN NEGERI KOTA LAM HONG .

   Thio Houw turun dari kuda dan mengetuk-ngetuk pintu-gerbang sekeras-kerasnja.

   Seorang kate- gemuk jang memakai badju penuh dengan tambalan membuka pintu.

   Djenggotnja kusut dan kotor, matanja djuling, sehingga orang itu memberi kesan jang buruk sekali.

   Sambil mengangkat sebuah lentera kertas, ia memandang Thio Houw beberapa waktu lamanja, lalu ia membentak .

   "Tidak tahukah engkau bahwa diwaktu malam pengadilan ditutup. pradjurit ?"

   Sambutan jang kurang-adjar ini menimbulkan amarah Thio Houw.

   Dengan tak bitjara sepata apa ia djamhret djenggot orang itu, lalu kepalanja dibentur- benturkan pada daunpintu sekeras-keras-nja.

   la tidak berhenti sebelum orang itu berteriak-teriak minta diampuni.

   "Jang mulia, Pao Tay-djin sudah datang"

   Kata Thio Houw.

   "Tjepat buka pintu dan panggil semua pegawai-negeri supaja berkumpul digedung pengadilan."

   Orang itu membuka pintu-gerbang dengan tjepatnja, iringan kereta memasuki halaman kantor pengadilan dan berhenti didepan ruang tamu jang besar.

   Pao Kong turun dari kereta dan memandang disekitarnja.

   Enam lapis pintu tinggi-tinggi jang menudju keruang tamu, semua dipalangi dan terkuntji.

   Diseberangnja terdapat kantor-kantor hakim jang djendela-djendelanja tertutup rapat.

   Segala sesuatu nampaknja gelap dan amat ditelantarkan.

   Sambil mengatupkan kedua tangan didalam tangan-badju, Pao Kong memberi perintah kepada Thio Houw untuk memanggil si-pendjaga pintu.

   Leher-badju orang itu didjambretnja dan diseretnja kedepan hakim.

   Segera si-kate itu berlutut didepan Pao Kong, jang menanjakan dengan pendek "Siapa engkau, dan dimana Ti-koan jang dahulu ?"

   "Orang jang amat rendah ini", djawabnja.

   "adalah sipir pen-djara. Jang Mulia Kang Ti-koan tadi pagi sudah meninggalkan kota Lam Hong dengan mengambil djalan dari pintu-kota selatan."

   "Dimana tjap-tjap-djabatan ?"

   "Semestinja ada dikantoran Hakim", djawah sipir itu dengan suara gemetar. Kesabaran Pao Kong sudah sampai pada batasnja. Dia me-ngentak-ngentakkan kakinja ditanah, lalu berkata dengan keras-nja "Dimana pengawal ? Dimana polisi-pengadilan ? Dimana panitera, dimana djuru-tulis, dimana semua pegawai pengadilan jang terkutuk ini"

   "Kepala polisi-pengadilan telah berhenti sebulan jang lampau. Panitera jang pertama mendapat tjuti karena sakit, tiga minggu berselang, dlan "

   "Djadi tak ada orang, selainnja engkau sendiri ?"

   Pao Kong memotong pembitjaraan orang, sambil berpaling kepada Thin Houw, dia berkata "Masukkan sipir ini kedalam pendjara. Aku akan menjelidiki sendiri apa jang terdjadi disini !"

   Sipir baru mau buka mulut untuk memprotes, tetapi dia di-tempeleng Thio Houw dan kedua tangannja di-ikat kebelakang punggung. Lalu, sambil menendang si-sipir jang sial itu, Thio Houw membentak .

   "Hajo, djalan ! Antar kami kependjara-mu !"

   
Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Disajap-kiri dari kompleks kantor-kantor itu, dibelakang rumah-rumah pengawal jang kosong, mereka nampak sebuah pendjara, terdiri atas sekian banjaknja sel-sel, jang kelihatannja sudah lama sekali tak pernah dipakai.

   Akan tetapi pintunja tampak tjukup kuat dan djendela-djendelanja memakai djerudji besi.

   Sipir itu dimasukkan disalah-sebuah sel jang ketjil, lalu pintunja ditutup.

   "Mari sekarang kita melihat ruangan pengadilan dan kantoran-kantoran hakim !"

   Pao Kong berkata.

   Thio Houw berdjalan didepan dengan sebuah lentera kertas di- tangannja.

   Dengan mudah mereka temukan pintu dari ruang-pengadilan jang berlapis dua.

   Ketika Thio Houw mendorongnja, pintu-pintu itu terbuka, engselnja mengertak-ngertak karena sudah karatan.

   Lalu Thio Houw mengangkat lentera agak tinggi agar dapat melihat-lihat di ruangan pengadilan.

   Mereka melihat sebuah ruangan jang besar dan kosong.

   Selapisan debu dan kotoran jang rebut menutupi lantai dan sarang laba-laba pada bergelantungan dari tembok-tembok.

   Pao Kong meng-hampiri mimbar pengadilan dan melihat bahwa kain merah jang melapisi kursi hakim sudah luntur dan robek.

   Se-ekor tikus besar berlari dengan tjepatnja.

   Pao Kong memberi tanda kepacla Thio Houw, lalu naik kemimbar.

   Dia menarik tirai jang menutupi sebuah pinto jang ternjata menghubungkan ruang- pengadilan dengan kantoran hakim.

   Sedang dia melalui pintu itu, dia dihudjani debu jang djatuh dari atas dan berterbangan kian-kemari.

   Kantor hakim nampaknja kosong, melainkan terdapat sebuah medja-tulis jang bobrok, sebuah kursi jang sandarannja sudah patah dan tiga buah bangku- kaki dari kaju.

   Pada dinding diseberangnja terdapat pula sebuah pintu jang menudju keruang arsip.

   Ketika dibuka oleh Thio Houw, bau laming sedap tertjium oleh mereka.

   Disepandjang dinding dari ruang-arsip itu dipasangkan rak-rak jang penuh dengan peti-peti dokumen, terbikin dari kulit.

   Warnanja sudah hidjau, kiranja karena bulukan.

   Pao Kong menggeleng-gelengkan kepalanja.

   "Bagus benar arsip ini !"

   La menggerutu.

   Lalu ia meninggalkan kantoran ini, dan melalui suatu gang ia dan pembantunja balik kembali kepelatarandalam.

   tanpa mengatakan suatu apa.

   Sementara itu Thio Liong don Tao Gan masukkan orang-orang tawananaja kedalam pendjara.

   Tiga majat dari penjamun-penjamun itu jang tewas dalam pertempuran ditaruh dikamar kosong.

   Pelajan-pelajan dengan sibuknja membongkar bagasi dibawah pengawasan pengurus-rumah.

   Setelah pekerdjaannja selesai, si-pengurus rumah memberitahukan kepada Pao Kong, bahwa kamar- kamar jang diperuntukkan kepala distrik dan keluarganja, jang letaknja dibagian belakang dari kompleks itu, ditinggalkan oleh penghunija jang dahulu dalam keadaan baik sekali.

   Kamar-kamar sudah disapu, perabot rumah tangga baru dibersihkan dan jang rusak sudah diperbaiki.

   Segala-sesuatu tampak rapih sekali.

   Didapur, koki sedang membuat api.

   Hakim Pao menarik nafas lega ; setidak-tidaknja keluarganja mempunjai tempat untuk meneduh.

   Ia perintah Thio Liong dan Hong Tjiang, sersannja jang tua itu, untuk mengundurkan diri.

   Mereka diperkenankan untuk menggelar kasurnja disebuah kamar di samping dari tempat- kediaman Ti-koan.

   Kemudian Pao Kong memberi tanda kepada Thio Houw dan Tao Gan untuk ikut dia kekantor hakim jang amat tak terawat itu.

   Tao Gan memasang dua batang lilin jang, ditaruhnja diatas medja-tulis.

   Dengan amat hati-hati Pao Kong duduk dikursi hakim jang sudah rejot.

   Kedua letnannja meniup debu dari bangku-kaki, kemudian duduklah mereka.

   Pao Kong mengatupkan kedua tangannja diatas media ; beberapa waktu lamanja tak ada jang berbitjara.

   Sewaktu mereka berkumpul disekitar medja itu, mereka merupakan suatu pemandangan jang agak aneh.

   Ketiga orang itu masih berpakaian pelantjong jang berwarna tjoklat dan jang sudah robek, pula di-kotorkan oleh Lumpur.

   Dibawah sinar api-lilin jang samar-samar, wadjah mereka tampak lelah dan penat sekali.

   Kemudian Hakim Pao berkata ,Ternan-temanku, waktu sudah djauh malam, dan kita sudah merasa amat lelah dan lapar.

   Namun aku ingin sekali sekedar bertukar fkiran dengan kamu tentang keadaan jang aneh jang tampak disini."

   Tao Gan dan Thio Houw hanja mengangguk- anggukan kepala, tanpa mengatakan suatu apa. ,,Kota ini", demikian Pao Kong melandjutkan pembitjaraannja.

   "membuat aku sama-sekali mendjadi bingung. Ti-koan jang dahulu telah mendjalankan tugasnja disini tiga tahun lamanja, dan meskipun selama itu kamarkamarnja terpelihara dengan baik suatu bukti bahwa kehidupannja disini agak tenteram dan tenang, namun rupanja dia tak rnelakukan tugasnja selaku pembesar distrik jang tertinggi. Sebab tidak sadja ruangan pengadilan sekian lama tak digunakan, malahan pegawai-pegawai-pengadilanpun disuruh pergi. Pasti dia sudah tahu terlebih dahulu akan kedatanganku jang direntjanakan pada tengah hari ini, namun dia telah berangkat pergi tergesa-gesa tanpa meninggalkan pesan apapun. Tjap-tjap djabatan jang demikian pentingnja ditinggalkannja pada sipir badjingan itu. Dan petugas-petugas lainnja dari pemerintah-distrik dengan serentak menganggap sepi kedatangan kita. Bagaimana kamu dapat menerangkan gedjala-gedjala ini ?"

   "Apakah tidak mungkin", Thio Houw bertanja.

   "bahwa rakjat disini sengadja melakukan sabotase atau sedang merentjanakan pemberontakan terhadap pemerintah ?"

   Pao Kong menggelengkan kepalanja.

   "Memang benar", djawabnja.

   "bahwa djalan-djalan didalam kota amat sepi dan bahwa toko-toko sudah ditutup sebelum waktunja. Akan tetapi aku tak dapat melihat tanda-tanda bahwa rakjat gelisah, pula kita tak nampak rintangan-rintangan-djalan ataupun persiapan-persiapan militer lainnja. Rakjat didjalan tidak bersikap bermusuhan melainkan atjuh-tak- atjuh."

   Tao Gan berdiam. Rupanja dia sedang rnemikirkan sesuatu, sambil menarik-narik tiga lembar rambut pandjang dari tahi-laler-nja dipipi kiri. Kemudian dia berkata .

   "Tadinja kukira bahwa kota ini mungkin dihinggapi penjakit pes atau penjakit menular lainnja"

   Ia berkata.

   "akan tetapi perkiraan ini tak sesuai dengan kenjataan, karena tak ada tanda-tanda bahwa rakjat berada dalam kebingungan, lagi pula djikalau ada penjakit menular, rakjat pasti tak berani membeli makanan dipinggir djalan."

   Dengan djari-djarinja.

   Pao Kong membersihkan djenggotnja jang pandjang disebelah kiri dari pada beberapa daun kering jang tersangkut didalamnja, kemudian dia berkata "Sebenarnja sipir-pendjara itu harus tahu lebih banjak tentang seluk-beluk dikota ini, akan tetapi aku tak mau menanjakan suatu apa kepadanja.

   Orang itu mempunjai semua tjiri-tjiri dari suatu badjingan besar."

   Pada saat itu pengurus-rumah masuk di-ikuti oleh dua orang pelajan.

   Jang satu membawa baki dengan beberapa mangkok nasi dan sop, jang lain membawa sebuah teko besar berisi teh panas.

   Hakim menjuruh orang-orangnja membawa nasi kependjara untuk orang-orang tawanan, kemudian mereka bersantap tanpa berbitjara.

   Sesudah makan dan minum setjangkir teh panas, Thio Houw duduk termenung sebentar, sambil mengurut-urut kumisnja jang pendek, lalu is berkata "Aku sependapat dengan Thio Liong, ketika dipegunungan dia mengatakan bahwa gerombolan jang telah menjerang kita bukan kawanan penjamun jang sebenarnja.

   Bagaimana djikalau kita menanjakan kepada orang-orang tawanan itu tentang apa jang terdjadi dikota ini ?"

   "Saran jang baik sekali !"

   Pao Kong berseru.

   "Selidiki siapa pemimpinnja dan bawa orang itu kesini !"

   Beberapa waktu kemudian Thio Houw datang kembali dengan menggiring seorang jang tangan-kakinja dirantai dan jang ternjata bukan lain dari pada orang jang telah menjerang Pao Kong dengan tumbak.

   Hakim Pao memandang orang itu dengan tadjamnja ; perawakannja tegap dan kuat, air-mukanja biasa sadja dan menundjukkan suatu tabiat jang terus-terang'.

   Setelah dia berlutut didepan medja hakim, Pao Kong menanja dengan pendek "Siapa engkau, dan apa pekerdjaanmu ?"

   Orang itu mendjawab dengan penuh chidmat .

   "Aku bernama Ong Liang. Hingga beberapa waktu jang larnpau aku adalah seorang pandai-besi dikota Lam Hong ini, dimana keluargaku sudah berdiam turun- temurun."

   "Apa sebab maka engkau jang melakukan suatu pekerdjaan jang tua dan terhormat telah memilih penghidupan sebagai penjamun jang hina-dina?"

   Tanja Pao Kong. Ong Liang inenundukkan kepalanja, lalu mendjawab dengan suara jang sedih .

   "Aku berdosa karena telah melakukan serangan dengan maksud membunuh. Aku menginsjaf sepenuhnja bahwa aku harus dihukum mati. Aku mengakui kedosaanku terus-terang. Untuk apa Tay-djin mau ambil pusing untuk menanjakan lagi ini dan itu ?"

   Kata-kata itu membuktikan bahwa orang jang mengatakannja sudah putus-asa. Maka Pao Kong tidak merasa tersinggung, dan berkata dengan sabar.

   "Tak pernah sedjak aku mendjadi hakim, aku menghukum seorang jang bersalah tanpa mendengarkan terlebih dahulu riwajat hidupnja. Bitjaralah, dan djawab pertanjaan-ku terusterang !"

   "Aku ini", Ong Liang mulai menuturkan riwajatnja.

   "sudah mendjadi pandai-besi lebih dari 30 tahun. Aku telah mendapat kepandaian ini dari ajahku sendiri. Aku bersama istriku, seorang putra dan dua putri adalah orang-orang jang berbadan kuat data sehat. Penghasilan kami tidak besar, namun sekedar tjukup.untuk mendjamin sandang- pangan sekeluarga kami sehari-hari, bahkan sekali- sekali ada djuga kelebihan untuk membeli daging babi. Aku anggap diriku sebagai seorang jang berbahagia. Kemudian, pada suatu hari na'as orang-orang Tjin Mo melihat bahwa putraku adalah seorang pemuda jang berbadan tegap dan kuat, dan mereka memaksakannja untuk bekerdja pada mereka."

   "Siapa Tjin Mo, dan pekerdjaan apa dia lakukan ?"

   "Lebih tepat untuk menanja pekerdjaan apa jang dia tidak lakukan", djawab Ong Liang dengan pahit- getir.

   "Lebih dari delapan tahun dia tetah merampas segala kekuasaan didistrik ini. Separuh dari sawah-sawah dan seperempat dari toko-toko dan rumah-rumah dikota ini adalah miliknja. Dia adalah kepala distrik, hakim, komandan militer, pendek kata semua kekuasaan-kekuasaan itu berada didalam tangannja. Pada waktu-waktu jang tertentu dia mengirimkan barang2 berharga untuk menjogok pembesar, jang berpengaruh di-ibukota keresidenan, jang djauhnja lima hari perdjalanan berkuda dari kota ini. Dia berhasil untuk mejakin- kan pembesar-' keresidenan itu bahwa, djikalau bukan karena dia, kota Lam Hong sudah lama diserbu oleh orang-orang biadab dari daerah tapal- batas."

   "Apakah Ti-koan jang dahulu membiarkan sadja keadaan jang gandjil ini ?"

   Pao Kong bertanja.

   Ong Liang mengangkat pundaknja, kemudian mendjawab "Mereka jang diangkat sebagai kepala- distrik didaerah ini, merasa bahwa lebih baik dan lebih selamat untuk menerima keadaan jang njata.

   Mcreka bersedia untuk menjerahkan segala kekuasaan jang sebenarnja kepada Tjin Mo dan untuk dirinja mereka merasa puas dengan sematjam kekuasaan kosong.

   Sebegitu lama mereka ber-sedia untuk mendjadi bonekanja.

   Tiap bulan Tjin Mo menghadiahkannja matjam-matjam bingkisan jang mahal-mahal dan indah.

   Demikian mereka hidup dalam damai dan dalam ketjukupan.

   Orang orang jang menderita adalah rakjat djelata, seperti kami.' "Riwajatmu", kata Pao Kong dengan adem".bagiku tak masuk diakal.

   Aku tahu bahwa memang benar kadangkadang seorang lalim dapat merampas kekuasaan setempat.

   Dan lebih menjedih-kan lagi bahwa kadang-kadang pula terdapat pembesar-pembesar jang lembek dan korup jang membiarkan sadja keadaan jang melanggar hukum ini.

   Akan tetapi engkau tak dapat mejakinkan aku bahwa selama delapan tahun tiap- tiap pembesar jang diangkat didistrik ini menjerah dengan mentah-mentah kepada Tjin Mo."

   Djawab Ong Liang agak mengedjek "Bila demikian melainkan kami penduduk kota Lam Hong ini jang rupanja mempunjai nasib jang sial-dangkal ! Hanja ada satu orang pembesar kira-kira empat tahun jang lampau telah mentjoba untuk melawan Tjin Mo.

   Selewatnja dua minggu, majatnja diketemukan ditepi sungai, leher-nja dipotong dari kuping ke-kuping."

   Pao Kong tiba-tiba tjenderung kedepan dan menanja "Apakah nama pembesar itu . Pan Tjiao ?"

   Ong Liang menganggukkan kepalanja.

   "Menurut laporan jang dikirim kekota-radja", kata Pao Kong.

   "Pan Ti-koan telah tewas dalam pertempuran dengan sekelompok suku-bangsa Uigur jang mentjoba untuk menjerbu. Pada waktu itu, aku sendiri masih berada di-kota-radja. Aku ingat bahwa la-jonnja dikirim kesana dengan kehormatan militer, dan setelah meninggal-dunia Baginda Kaisar telah menaikkan pangkatnja sebagai residen".

   "Itulah apa jang dilaporkan oleh Tjin Mo untuk menutupi perbuatannja,"

   Ong Liang berkata dengan atjuh-tak-atjuh.

   "Aku tahu hal-hal jang sebenarnja, karena aku sendiri telah melihat majatnja ketika masih menggeletak dipinggir sungai. Pada waktu itu ku- tahu benar tak ada usaha penjerbuan jang dilakukan oleh kaum Uigur".

   "Landjutkan penuturanmu !"

   Pao Kong perintah.

   "Demikianlah", Ong Liang melandjutkan penuturannja.

   "putraku satu-satunja telah dipaksakan untuk menggabungkan diri dengan gerombolan badjingan itu jang dikepalai Tjin Mo, sebagai anggota pasukan pengawal pribadinja, dan aku tak pernah mendjumpai dia lagi. Kemudian, seorang perempuan tua jang kedji, jang biasa bertindak sebagai mak peropot untuk Tjin Mo, datang dirumah-ku. Dia mengatakan. Tjin Mo menawarkan sepuluh tail perak untuk Pek Lan jang akan didjadikan salah-satu selirnja. Aku me- nolaknja. Tiga hari kemudian putriku pergi kepasar, dan hingga kini dia belum pulang kembali. Aku tahu bahwa dia telah ditjulik oleh orang-orang Tjin Mo. Berulang-kali aku telah pergi ke-gedung orang lalim itu dengan memohon agar dapat mendjumpai putriku, akan tetapi setiap kali aku dipukuli dan di- usir keluar." ,Setelah kehilangan putranja satu- satunja, sedangkan putrinja jang sulung ditjulik orang, istriku djatuh sakit. Dia meninggal-dunia dua minggu jang lampau. Aku mengambil pedang ajahku dan dalam angkara-murka aku pergi kegedung Tjin Mo untuk membikin pembalasan tanpa menghiraukan bahwa aku seorang diri tak berdaja terhadap pendjahat itu jang banjak kaki- tangannja. Aku dipegat oleh -pengawal- pengawalnja jang bersendjata lengkap, dan menghudjani tubuhku dengan pentungan- pentungan, kemudian membiarkan aku menggeletak didjalan seperti sudah mati. seminggu jang lalu, bandit-bandit itu telah membakar rumah- dan kedaiku. Bersama putriku jang bungsu, Hek Lan jang djuga telah tertangkap oleh orang-orang Tay-djin tadi malam, aku meninggalkan kota Lam Hong dan rnenggabungkan diri dengan segerombolan orang-orang senasib aku, jang djuga adalah korbankorban dari kelaliman Tjin Mo dan lantaran putus-asa, telah mengungsi dan berkeliaran dipegunungan, sambil menunggu kesempatan jang balk untuk membalas dendam. Pada malam tadi, untuk pertama kali kami telah melakukan pertjobaan untuk merampok kaum pelantjong, dan apa tjelaka, mangsaku jang pertama adalah rombongan tay-djin sendiri."

   Setelah Ong Liang mengachiri penuturannja, untuk beberapa ketika lamanja keadaan dikantor hakim mendjadi sunji-senjap.

   Tak ada orang mengatakan suatu apa.

   Pao Kong hendak ber-sandar pada kursinja, tapi tiha-tiba dia ingat bahwa sandaran kursi itu patah, lalu dia menaruh Pula sikunja diatas medja.

   "Riwajatmu bagi-telingaku tak asing lagi", dia berkata.

   "Riwajat demikian aku sudah mendengarnja berulangkali. Tiap kali djikalau sekawanan pendjahat tertangkap basah dan dihadapkan kepada hakim, mereka mengarang tjeritera-tjeritera demikian jang menawan hati tentang kesengsaraan dan nasib mereka jang malang, tenting ftnahan2 atas dirinja jang menjebabkan mereka berbuat kedjahatan. Keteranganmu akan aku selidiki dengan saksama. Djikalau engkau berdjusta, kepalamu segera akan menggelinding dilapangan hukuman-mati. Djikalau ternjata engkau telah bitjara sebenarnja, aku akan menunda keputusanku."

   "Bagiku sama sadja, tindakan apapun Tay-djin mengambilnja". si pandai-besi itu berkata dengan masgul dan sedih.

   "Aku tak mengharap apa-apa lagi. Andaikata Tay-djin tidak memanggal kepalaku. Tjin Mo lah jang akan membunuh aku. Dan nasib jang sama akan dialami djuga oleh teman-temanku, jang semua adalah korban dari penindasan Tjin Mo jang ganas dan kedji."

   Pao Kong memberi tanda kepada Thio Houw.

   lalu letnannja itu berbangkit dari tempat-duduknja dan mengantarkan pula Ong Liang kependjara.

   Pao Kong pun bangkit dari kursinja dan herdjalan mondar-mandir.

   Setelah Thio Houw kembali, hakim itu herdiri diam dan berkata dengan suara jang sungguh-sungguh "Djelas sekali bahwa tawanan itu telah bitjara sebenarnja.

   Kota Lam Hong kini berada dibawah seorang lalim jang mendjagoi ditempat ini.

   Pembesarpembesar-negeri disini tak lain dari pada boneka-boneka jang tak mempunjai pengaruh suatu apa.

   Demikian sikap aneh dari penduduk kola ini mendjadi djelas bagiku."

   Thio Houw menumhuk-numbukkan tindjunja jang besar pada lututnja sendiri.

   "Apakah kitapun", ia berseru dengan gusarnja.

   "harus tunduk terhadap si badjingan Tjin Mo itu""

   Hakim Pao bersenjum simpul.

   "Hari sudah djauh malam"

   Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dia berkata.

   "Sebaiknja kamu berdua mengundurkan diri dan mentjoba untuk tidur. Besok aku mem-punjai banjak pekerdjaan untuk kamu orang. Aku ingin tinggal disini barang sedjam untuk melihat-lihat arsip tua itu."

   Tao Gan dan Thio Houw menawarkan untuk mernbantu hakim, akan tetapi tawaran ini ditolaknja dengan getas.

   Begitu rnereka pergi, Pao Kong mengambil salah- sebatanglJilin dari atas medja dan masuk kekamar disebelah.

   Dengan tangan-badjunja jang sudah kotor ia membersihkan etiket-etiket dari peti-peti dokumen itu dari pada debunja.

   la mendapatkan bahwa peti-tanda-tanda jang paling baru tertanggal delapan tahun ber-selang.

   la membawanja kekantor dan mernbeberkan isinja diatas medja.

   Sebagai seorang hakim jang berpengalaman, dengan sepandang-mata dia sudah dapat menjatakan bahwa kebanjakan dari pada dokumen-dokumen itu mengenai urusan-urusan jang biasa disele saikan oleh tiap-tiap kantor- pemerintah.

   Akan tetapi dibawah peti dia menemukan sebuah berkas dimana tertulis "Perkara Yo vs Yo"

   Jang menarik perhatiannja.

   Berkas itu dibukanja dan dibatja-nja sepintas-lalu.

   Ternjata bahwa perkara ini mengenai suatu dakwaan dan gugatan warisan jang ditinggalkan oleh Yo Su Tjian, diwaktu hidupnja seorang gubernur jang kenamaan dan jang sembilan tahun berselang sebagai pegawai-pensiunan telah meninggal-dunia dikota Lam Hong.

   Pao Kong meramkan matanja dan mengenangkan sesuatu jang telah terdjadi lima belas tahun jang lampau pada ketika dia masih mendjabat pangkat panitera rendahan disuatu kantor-pemerintah dikotakota.

   Pada waktu itu nama Yo Su Tjian sudah termashur diseluruh keradjaan, sebagai seorang pembesar jang murah-hati.

   adil dan arif-bidjaksana.

   Sebagai penghargaan atas djasa-djasanja terhadap negara dan bangsa, dia di-anugerahi pangkat jang agung, jakni sebagai Sekertaris Keradjaan Utama.

   Akan tetapi, tak di-sangka- sangka, Yo So Tjian meletakkan semua djabatannja serta-merta dengan mengemukakan alasan usianja jang sudah landjut dan kesehatannja jang terganggu, kemudian dia mengasingkan diri kesuatu daerah ditapal-batas.

   Baginda Kaisar sendiri telah mendesaknja agar dia tindjau pula keputusannja, akan tetapi Yo tetap menolaknja.

   Pao Kong masih ingat betapa besar kegemparan dikota-radja jang ditimbulkan oleh perletakan djabatan jang tiba-tiba dan tak disangkasangka itu.

   Djikalau demikian, kata Pao Kong didalam-hati, kota Lam Hong adalah tempat jang telah di-pilih Yo Su Tjian lima belas tahun jang lampau untuk melewatkan hari-tuanja.

   Kemudian Hakim Pao Kong membatja pula dengan teliti semua dokumen- dokumen jang bersangkutan dari mula sampai achir, demikian sedikit-demi-sedikit ia mendapat pandangan jang djelas tentang sebab-musabab perkara ini.

   Pada waktu ia pensiun, Yo Su Tjian adalah seorang duda jang berusia 60 tahun, dan mempunjai seorang putra jang sudah dewasa, bernama Yo Kin.

   Tak lama setelah menetap dikota Lam Hong bekas-gubernur itu telah menikah lagi.

   Istrinja adalah seorang gadisdesa dari keturunan baik-baik jang pada waktu itu belum berusia 18 tahun.

   Dari pernikahan ini dia memperoleh pula seorang putra kedua, jang diberi narna Yo Shan.

   Beberapa tahun kemudian Yo Su Tjian djatuh sakit dan dia merasakan bahwa hari-tuanja sudah tiba.

   Dia memanggil Yo Kin serta Bwee Sie, istrinja jang muda dan anaknja jang bungsu kerandjang- kematian untuk memberi pesan jang terachir.

   Kepada istrinja dan anaknja jang bungsu itu ternjata dia hanja mewariskan sehelai gambar dinding jang amat indahnja, jang telah dilukisnja sendiri ; semua sisa harta-benda lainnja diwariskannja kepada Yo Kin, putra sulung-nja.

   Kepada Yo Kin.

   dia pesan pula dengan sungguh- sungguh supaja mengurus pelaksanaan warisan ini sebaikbaiknja dan se-djudjurnja.

   sehingga hak dan adik-tirinja atas bagian mereka tak ada orang jang mengganggugugat.

   Kemudian bekas-gubernur itu menarik nafasnja jang penghabisan.

   Pao Kong memeriksa pula penanggalan dari pada dokumen- dokumen itu dan memperhitungkan bahwa Yo Kie kini tentu sudah herusia 40 tahun, Bwee Sie, djanda muda itu, hampir 30 tahun dan Yo Shan kurang- lebih 12 tahun.

   Dan surat pengaduan ternjata pula bahwa, setelah ajahnja dimakamkan, Yo Kie telah me-ngusir ibu-dan adik tirinja datri rumahnja dengan alasan bahwa dari utjapan-utjapan ajahnja terachir, baginja sudah djelas bahwa Yo Shan bukan putra ajahnja jang sah, melainkan seorang anak-haram, dan bahwa oleh karenanja Yo Kie tidak merasa terikat untuk berbuat sesuatu demi kepentingan saudara tirinja dan ibu-tirinja jang telah berdjinah itu.

   Maka djanda muda itu telah mengadjukan dakwaan kepada pengadilan untuk membantah testamen jang hanja diberikan setjara lisan itu dan untuk menggugat separuh daripada harta-peninggalan Yo Su Tjian untuk putranja.

   berdasarkan hukum jang Pada waktu dakwaan itu diadjukan, Tjin Mo baru sadja berhasil merebut kekuasaan pemerintah di Lam Hong dan rupanja pengadilan tak pernah berbuat apapun untuk menjelesaikan perkara-dakwaan ini.

   Pao Kong masukan pula berkas itu kedalam peti.

   Didalam hati dia mengatakan bahwa perkara dakwaan djanda itu sama-sekali tidak kuat.

   Mengingat ketidak-seimbangan usia antara bekas- gubernur itu dan istrinja jang kedua, pula dari hal harta-peninggalannja sama-sekali dia wariskan kepada putranja jang sulung, bukan mustahil bahwa Yo Su Tjian telah mengetahui, se-tidak- tidaknja mentjurigai istrinja telah berdjinah dan bahwa Yo Shan itu bukan anaknja jang sah.

   Sebaliknja, kata Pao Kong di-dalam hati, sungguh aneh, bahwa seorang jang sedemikian luhur budi- pekertinja, telah memilih suatu tjara jang demikian gandjil-nja untuk mempermaklumkan kepada chalajak-ramai bahwa Yo Shan bukan putranja jang sah.

   Djikalau sesungguhnja dia mempunjai kejakinan bahwa istrinja berlaku tjurang, djalan jang lazim dan selajaknja ialah untuk mentjeraikannja dengan diam-diam, dengan demikian dia dapat melindungi kernuliaan dirinja dan nama keluarganja jang termashur diseluruh keradjaan.

   Dan apakah maksudnja untuk mewariskan sebuah lukisan kepada anaknja jang bungsu ? Ada pula sesuatu jang menarik perhatian Pao Kong.

   Mengapa Yo Su Tjian hanja memberitahukan keinginannja jang terachir setjara lisan ? Mengapa dia tidak membuat testamen jang tertulis ? Sebagai seorang pembesar jang terkenal amat tertib, sejogjanja dia menetapkan keinginannja jang terachir dalam sebuah testamen jang tertulis, oleh karena seharusnja dia mengetahui bahwa pembagian warisan setjara lisan dapat mengakibatkan pertengkaran jang dahsjat didalam keluarga sendiri.

   Pao Kong berpendapat bahwa perkara "Yo vs.

   Yo"

   Ini mempunjai beberapa sudut jang patut diselidiki dengan seksama.

   Bukan mustahil djikalau didalamnja pula terdapat kuntji dari pada rahasia perletakan djabatan dari Yo Su Tjian jang tiba-tiba itu lima belas tahun jang lampau.

   Ia periksa dokumen jang berada didalam peti dengan seksama, dengan harapan mungkin dapat menemukan bahan-bahan jang berhubungan dengan perkara "Yo vs.

   Yo"

   Itu, ataupun sesuatu jang dapat dia gunakan terhadap Tjin Mo.

   Setelah tak dapat menemukan apa-apa lagi jang penting, dia masukkan pula dokumen-dokumen itu didalam peti, kemudian sekian lama ia duduk terpekur.

   la memusatkan perhatiannja pada persoalan- persoalan sekitar Tjin Mo, akan tetapi tiap kali pikirannja tertarik pula kepada bekas-gubernur itu dengan warisannja jang terlampau aneh.

   Sementara itu salah-sebatang liln sudah padam sendiri, kemudian, sambil menarik napas pandjang, Pao Kong mengambil lilin jang lainnja dan menudju ke-kamar tidurnja.

   BAB III HAKIM PAO MENJAKSIKAN SUATU PERTENGKARAN DIPASAR SEORANG PEMUDA MERAMALKAN BAHWA AJAHNJA AKAN DIBUNUH.

   Pada keesokan-harinja Pao Kong bangun agak terlambat.

   Dengan tergesa-gesa ia bersantap pagi, kemudian segera pergi ke-kantor.

   Ia melihat kamar-kerdjanja sudah dibersihkan sama-sekali.

   Kursinja jang rusak ternjata sudah diperbaiki, sedangkan medja telah digosok hingga mengkilap.

   Diatas medja terdapat alat-alat-tulis kesajangannja jang ditaruhnja dengan rapi dan teratur.

   Ia tahu bahwa semua pekerdjaan itu dilakukan oleh sersan Hong Tjiang.

   Sersan tersebut dan Tao Gan pada waktu itu sedang membersih-kan ruang arsip.

   Djendeladjendela dibukanja lebar-lebar, sehingga hawa segar masuk kedalam kamar.

   Hakim Pao memandang pembantupembantunja dengan penuh penghargaan dan rasa puas.

   Ia duduk dibelakang medja-tulisnja, kemudian menitah Tao Gan untuk memanggil Thio Liong dan Thio Houw.

   Seperti biasa, tiap pagi dia mulai tugasnja dengan mengadakan musjawarah dengan ke-empat pembantu-pembantunja jang setia itu.

   Thio Liong melaporkan bahwa pada pagi-pagi- hari dia dan Thio Houw telah memeriksa gudang sendjata dari pengadilan dan bahwa mereka telah menemukan sekian banjaknja sendjata-sendjata seperti tombak, pedang, topi badja, badju dari kulit dan sebagainja, akan tetapi semua alat2 itu ternjata sudah tua dan kotor dan perlu sckali diperbaiki dan dibersihkan.

   Rupanja sudah bilang tahun tidak dipergunakan.

   Hakim Pao berkata .

   "Apa jang ditjeriterakan Ong Liang kemarin malam kiranja dapat memberi pendjelasan bagi keadaan jang aneh jang tampak di kota ini. Andaikan apa jang dikatakan-nja sungguh benar, kita harus mengambil tindakan-tindakan dengan segera dan tjepat, scbelum Tjin Mo dapat mengetahui bahwa kita akan melawan dia. Kita harus menjerang sebelum dia tahu apa jang terdjadi. Seperti sebuah pepatah kuno mengatakan "Se-ekor andjing galak menggigit tanpa niemperlihatkan giginja terlebih dahulu !"

   "Apa jang kita harus berbuat terhadap sipir itu ?"

   Hong Tjiang menanja.

   "Sementara ini biarkan sadja dia berada dikamar tahanan", djawab Hakim Pao.

   "Baik sekali kita tahan badjingan itu. Sudah pasti bahwa dia adalah salah seorang anak-buah Tjin Mo. Apa-bila dia tidak kita masukkan dikamar-tahanan, tentu dia berlari kemadjikannja dan melaporkan kepadanja tentang hal kita."

   Thio Liong membuka mulutnja untuk menanjakan sesuatu, akan tetapi Pao Kong angkat tangannja dan melandjutkan pembitjara-annja. Kata Hakim itu.

   "Tao Gan, sekarang sebaiknja engkau pergi keluar dan kum- pulkan segala keterangan-keterangan jang engkau bisa dapat ten-tang Tjin Mo dan anak-buahnja. Dalam pada itu engkau harus menjelidiki tentang seorang warga-kota jang hartawan, bernama Yo Kie. Dia adalah putra dari gubernur Yo Su Tjian jang ter-mashur dan jang telah meninggal-dunia dikota ini delapan tahun jang lampau. Aku sendiri bersama Thin Hong akan pergi djalan-djalan didalam kota agar mendapat kesan-kesan pada umumnja mengenai kota Lam Hong ini. Sersan Hong Tjiang dan Thio Houw harus men-djaga kantor pengadilan ini. Semua pintu harus dikuntji dan selama aku tidak ada, seorangpun tidak boleh keluar-masuk, ke-tjuali pengurus-rumahku untuk membeli bahan- bahan makanan. Diwaktu tengah hari kita harus berkumpul lagi disini !"

   Hakim Pao berbangkit, lalu memakai kupiahnja jang ketjil dan berwarna hitam.

   Dengan badjunja jang sederhana dan berwarna biru ia nampaknja sebagai seorang peladjar jang mempunjai banjak waktu terluang.

   la meninggaikan kantor-pengadilan ber-sama Thio -Liong.

   Pertama mereka herdjalan-djalan kearah selatan dan melihat-iihat pagoda kota Lam Hong jang termashur, dan jang didirikan disebuah pulau ketjil ditengah-tengah telaga teratai.

   Disepandjang pantai pohon-pohon tjemara melambai-lambaikan daunnja jang halus diwaktu angin pagi.

   Pao Kong dan pengawalnja menudju kearah utara, kemudian menjatukan diri dengan rakjat djelata jang makin banjak tampak didjalan.

   Agak banjak djuga orang-orang jang berbelandja dikedai-kedai sepandjang djalan, akan tetapi jang terutama menarik perhatian Hakim Pao jalah bahwa rakjat tak nampak gembira sama sekali.

   Sedikit sekali terdengar orang tertawa atau bersenda-gurau, orang berbitjara dengan tjepat menengok kekanan atau ke-kiri sebelum bitjara, seakan-akan mereka takut pertjakapannja didengar orang.

   Ketika mereka tiba di pintu gerbang sebelah utara, Pao Kong dan Thio Liong membiluk kekiri dan menudju kepasar jang letak- nja didekat Menara Tambur.

   Pasar ini memberi pemandangan jang menarik hati.

   Sekian banjaknja pedagangpedagang dari daerah-daerah tapal- batas, berpakaian jang beraneka-warna dan aneh- aneh dengan suara keras menawarkan barang2- dagangannja, sedang-kan disana-sini tampak seorang pendeta bangsa Hindu jang menjodor- njodorkan mangkuk-pengemisnja.

   Segerombolan orang-orang gelandangan berkerumun disekitar seorang pendjual ikan basah jang tampak sedang bertjektjokan dengan seorang pemuda jang berpakaian rapih.

   Rupanja si-pemuda itu rnerasa dirinja "diketuk"

   Oleh si-tukang ikan jang meminta harga jang bukan-bukan.

   Dia melemparkan sekepal uang tembaga kedalam hakul si tukang ikan itu sambil berteriak-teriak dengan marah "Terlalu ! Djikalau kota ini berada dibawah pemerintahan jang adil, pasti engkau tidak berani mempedajai orang ditengah-hari bolong !"

   Tiba-tiba seorang jang tinggi-besar madju kedepan. Dia men-djambret badju si-pemuda itu dan memukulnja dibagian mulut-nja.

   "Ini adalah suatu hadjaran bagimu, karena engkau begitu berani menghina Tuan Tjin jang mulia !"

   Dia menderam dengan galaknja.

   'Thio Liong hendak tjampur-tangan, akan tetapi Hakim Pao memegang tangannja.

   Sementara itu penonton-penonton itu pada bubaran dengan tergesagesa.

   Si-pemuda tidak mengatakan se- suatu apa.

   Dia membersihkan darah dari mulutnja, lalu melan-djutkan perdjalanannja.

   Pao Kong memberi tanda kepada Thio Liong.

   Bersama-sama mereka membuntuti pemuda itu.

   Disuatu djalan ketjil jang agak sunji mereka dapat menjusulnja.

   Lalu Hakim Pao berkata "Maafkan aku mengganggu Tuan.

   Kebetulan aku melihat si badjingan itu menganiaja Tuan.

   Kenapa engkau tak melaporkan kepada pengadilan ?"

   Si pemuda itu berdiri diam. Dia memandang Hakim Pao dan bengawalnja dengan rasa tjuriga. Djikalau kamu kaki-tangan Tjin Mo", kemudian dia berkata dengan dingin.

   "kamu bisa menunggu lama sekali sebelum aku mau mendjirat leher sendiri. Hakim Pao melihat kekiri-kanan. Tak ada lain orang tampak didjalan itu.

   "Engkau membuat kekeliruan besar, anak muda !"

   Kata dia dengan sabar.

   "Aku adalah Pao Bun Tjim, pembesar jang baru dari distrik ini."

   Wadjah si-pemuda berobah mendjadi putjat, seakan-akan dia melihat Iblis.

   Kemudian dia mengusap-usap keningnja dan mentjoba untuk mengendalikan perasaannja.

   Lalu dia menarik nafas pan-djang dan bersenjum lebar.

   Dia membungkukkan badannja dan berkata dengan chidmat "Aku jang amat rendah adalah Teng Ie seorang siu-tjay dan putra djenderal Teng Houw Ko dari kota-radja.

   Nama Jang Mulia bukan asing lagi bagiku.

   Achirnja daerah jang terpentjil ini mendapat seorang pembesar jang bidjaksana!"

   Hakim Pao menganggukkan kepalanja sedikit sebagai tanda dia menghargakan pudjian itu.

   Setjara samar-samar dia ingat pula bahwa banjak tahun jang lampau telah terdjadi sesuatu jang kurang baik terhadap dirinja djenderal Teng.

   Pada waktu itu dia baru mendapat kemenangan jang tjemerlang dalam peperangan terhadap suatu suku-bangsa liar ditapal batas utara.

   Akan tetapi setelah dia kembali dikota radja, tak disangka- sangka, dia dipaksa untuk meletakkan djabatannja.

   Pao Kong merasa heran bagaimana puteranja mendjadi berdiam ditempat sedjauh ini.

   "Ada sesuatu jang amat tidak baik dikota ini", dia berkata ke-pada si-pemuda itu.

   "Aku ingin sekali engkau memberi keterangan lebih banjak tentang keadaan disini."

   Teng Siu-tjai tidak segera mendjawabnja. Dia berpikir sebentar, kemudian dia berkata "Sebaiknja kita djangan membitja-rakan hal ini ditempat ramai. Bolehkah aku mendapat kehormatan untuk menjuguhkan Tuan-tuan setjangkir teh ?"

   Hakim Pao menjetudjuinja.

   Mereka bersama mengundjungi sebuah warung-teh diudjung djalan, lalu memilih medja jang letaknja agak terpisah dari para-tamu lainnja.

   Setelah seorang membawakan teh jang dipesan, Teng In berkata dengan baik-baik "Seorang lalim bernama Tjin Mo telah merampas kekuasaan dikota ini.

   
Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tak ada seorangpun disini jang berani menentangnja.

   Tjin Mo rnemelihara kirakira seratus badjingan dirumahnja.

   Pekerdjaan mereka tak lain melainkan kelujuran dikota dan menggertakgertak rakjat djelata."

   "Tjara bagaimana mereka dipersendjatainja ?"

   "Didjalanan mereka hanja membawa pentung dan pedang, akan tetapi aku tak heran djikalau dirumah Tjin Mo terdapat segudang penuh dengan sendjata- sendjata tadjam."

   Hakim Pao lain bertanja ,,Apakah engkau sering melihat suku-bangsa liar dari tapal- batas dikota ini ?"

   Teng Siutjai menggelengkan kepalanja dengan kejakinan.

   "Tak pernah aku melihat seorang Uigur disini,"

   Djawabnja. Pao Kong berpaling kepada Thio Liong dan berkata .

   "Serangan-serangan bangsa liar jang telah dilaporkan Tjin Mo kepada pemerintah pusat djelas sekali hanja isapan-djempol belaka, untuk mejakinkan pembesar-pembesar dikota-radja bahwa dia dan anak-anak-buahnja disini amat diperlukan."

   Thio Liong bertanja .

   "Apakah engkau pernah masuk kegedung Tjin Mo ?"

   "Terima kasih banjak". Teng le berteriak dengan kagetnja.

   "djusteru selalu aku mengelakkan tempat itu dan sekitarnja. Sangat herbahaja untuk mendekatinja. Pula gedung Tjin Mo dikitari oleh tembok berlapis, dan dikeempat pendjuru terdapat menara-menara-pendjagaan." ,,Tjara bagaimana dia telah herhasil untuk merampas kekuasaan disini ?"

   Hakim Pao bertanja.

   "Dia telah mewariskan kekajaan besar dari ajahnja", Teng Ie menerangkan.

   "akan tetapi tak satupun dari sifat- sifatnja jang baik. Ajahnja adalah seorang warga- kota jang djudjur dan radjin dan jang telah mendjadi kaja sebagai saudagar teh. Tjin Mo sebenarnja adalah seorang jang tjerdik dan tabah, jang kiranja mudah sekali memperoleh pangkat jang tinggi andaikan dia mau bekerdja pada tentara keradjaan. Akan tetapi dia tidak mau terima perintah dari siapapun djuga, dan dia berhasrat untuk memerintah distrik ini sebagai jang dipertuan dengan kekuasaan semutlak-mutlaknja, tak bertanggung-djawab kepada siapapun di- keradjaan. Maka dia mengumpulkan segerombolan buaja darat dan badjingan dan pada suatu hari mempermaklumkan dirinja sebagai pembesar jang tertinggi dari kota ini."

   "Suatu keadaan jang buruk sekali", Pao Kong berkata. Dia keringkan tjangkirnja, lalu berbangkit dari kursinja untuk berdjaIan keluar. Teng Siu-tjhai dengan tergesa-gesa mentjegah dan memohon dengan sangat agar Hakim Pao suka tinggal sedikit lebih lama. Pao Kong ragu-ragu, akan tetapi si-pemuda nampaknja demikian bersusah-hati, sehingga achirnja dia duduk kembali. Teng Ie lalu dengan tjepatnja menuangkan pula the ditjangkir jang sudah kosong. Rupanja dia agak bingung tjara bagaimana dia harus mulai.

   "Djikalau ada sesuatu didalam hatimu", kata Hakim Pao.

   "dja-ngan ragu-ragu untuk mentjeriterakannja padaku."

   "Djikalau aku boleh bitjara terus terang kepada Jang Mulia"

   Achirnja Teng le berkata.

   "memang ada sesuatu jang amat menekan djiwaku. Tak ada sangkut- pautnja dengan Tjin Mo, si-orang lalim itu. Hal ini bersangkutan dengan keluargaku sendiri."

   Sampai disini dia berhenti sebentar, kemudian melandjutkan pengutaraannja.

   "Jang Mulia, ajahku akan dibunuh orang!"

   Hakim Pao mengerutkan alisnja.

   "Djikalau engkau ketahui halnja terlebih dahulu"

   Ia berkata.

   "Kiranja tak sukar untuk mentjegahnja!"

   Si-pemuda rnenggelengkan kepalanja, kemudian dia berkata "Perkenankan aku mentjeriterakan riwajat ini seluruhnja.

   Mungkin Jang Mulia pernah dengar bahwa ajahku telah diftnah oleh salah-seorang sebawahannja, jakni Komandan Bu jang djahat.

   Dia amat iri-hati terhadap kemenangan ajahku dimedan-perang didaerah utara, maka dia telah melontarkan tuduhan-tuduhan jang terhina terhadap kebidjaksanaan ajahku selaku panglima tertinggi.

   Tak pernah dia sanggup membuktikan tuduhan- tuduhannja itu, namun Dewan Perang Tertinggi telah memerintahkan ajahku untuk meletakkan djabatannja".

   "Benar. kuingat perkara ini", kata Hakim Pao.

   "Apakah ajahmu kini berdiam dikota ini ?"

   "Ajahku datang kekota jang terpentjil ini", 'djawab Teng Ie.

   "sebagian karena almarhum ibuku adalah warga dari kota ini dan sebagian lagi karena dia sengadja ingin mendjauhkan diri dari kota-kota besar, dimana berdiam sekian banjaknja bekas rekan-rekan-nja. Dapat dimengerti bahwa dia merasa malu untuk mendjumpai mereka. Kami mengira bahwa dikota ini setidak-tidaknja kami bisa hidup dengan tenang dan damai. Apa mau dikata, kira-kira sebulan jang lampau ada orang- orang jang nampaknja mentjurigai, sering-sering mondar-mandir didekat tempat kediaman kami. Seminggu jang lalu dengan sembunji aku membuntuti salah-seorang diantara mereka. Dia pergi kesebuah warung-arak ketjil dikota sebelah barat-laut, warung arak jang dinamakan "Musim Semi nan Abadi". Betapa kagetnja tak dapat kulukiskan, tatkala kudengar bahwa Bu Heng, putera sulung dari Komandan itu menjewa sebuah kamar diatas warung arak itu !"

   Pao Kong tampaknja seperti kurang pertjaja.

   "Mengapa", ia menanja.

   "Komandan Bu mengutus puteranja kemari untuk mengganggu ajahmu ? Dia sudah berhasil untuk menghantjurkan penghidupan ajahmu. Sesuatu perbuatan djail se-landjutnja, hanja akan mengakibatkan kesukaran baginja sendiri."

   "Aku tahu apa rentjananja !"

   Teng Siu- tjhai berteriak karena marahnja.

   "Komandan Bu mengetahui bahwa teman-teman ajahku dikota- radja telah mendapatkan bukti-bukti bahwa tuduhan-tuduhannja terhadap ajahku hanja ftnah belaka. Dia menitah puteranja datang kemari untuk membunuh ajahku, agar dapat menjelamatkan penghidupannja sendiri jang tjelaka ! Jang Mulia tak kenal orang apa Bu Heng itu. Dia adalah seorang pemabuk kelas satu, seorang jang amat nakal dan buruk tabiatnja, tak segan-segan untuk menganiaja dan memperkosa orang. Dia telah menjewa sekian banjaknja buaja-buaja-darat untuk mengintai kami dan hanja menunggu saat jang tepat untuk membunuh ajahku."

   "Sekalipun demikian halnja,"

   Kata Hakim Pao.

   "Aku tak tahu tjara bagaimana untuk mentjegahnja. Aku hanja dapat memberi nasihat agar kamu mengamat-amati benar gerak-gerik Bu Heng itu, sekalian mengambil tindakan2 seperlunja untuk men-djaga keselamatan dirumahmu sendiri. Adakah tanda-tanda bahwa Bu Heng mempunjai perhubungan dengan Tjin Mo ?"

   "Tidak,"

   Djawab si pemuda.

   ,Rupanja Bu Heng tidak mengichtiarkan untuk mendapat bantuan Tjin Mo dalam melak- sanakan maksudnja jang kedji.

   Bitjara tentang pendjagaan keselamatan, ajahku telah menerima surat-surat antjaman sedjak dia meletakkan djabatannja.

   Djarang sekali dia keluar dari rumah, dan pintu-pintu dari tempat-kediaman kami dikuntji dan diperkuat dengan palang pintu siang dan malam.

   Bahkan ajahku telah membuat tembok pada semua pintu dan djendela dari kamar-per- pustakaannja, ketjuali satu.

   Pintu itu hanja mempunjai sebuah kuntji, jang selalu dibawa oleh ajah sendiri.

   Djikalau dia berada dikamar, pintunja dipakaikan palang jang kuat.

   Kebanjakan ajahku berada dikamar perpustakaan, dimana dia sedang menjusun sedjarah peperangan-peperangan ditapal-batas."

   Hakim Pao menitah Thio Liong untuk mentjatat alamat rumah dari keluarga Tang.

   Letaknja tidak djauh dari warung-teh, di-sebelah luar dari Menara Tambur.

   Sambil berbangkit, Hakim Pao berkata "Hendaknja kamu djangan lalai untuk melaporkan kepada pengadilan djikalau ada terdapat perkembangan baru.

   Sekarang aku harus pergi, kamu harus menginsjaf bahwa djuga kedudukanku dikota ini tidak terlalu enak.

   Begitu lekas aku dapat menjelesaikan urusan-urusan dengan Tjin Mo, aku akan memahami lebih landjut persoalanmu."

   Teng Siu-tjhai menghaturkan terima kasih dan mengantarkan tetamu-tetamunja hingga didepan pintu warung-teh. Disana dia meminta diri dengan membungkukkan badannja. Hakim Pao dan Thio Liong berdjalan pulang melalui djalan raja.

   "Si-pemuda itu", kata Thio Liong, mengingatkan kita kepada seorang jang memaksakan diri untuk memakai topi badja siang dan malam karena selalu dia berada dalam ketakutan seakan-akan setiap saat Langit akan djatuh hingga hantjur diatas kepala-nja."

   Hakim Pao menggeleng-gelengkan kepalanja.

   "Perkara jang amat aneh", dia berkata dengan sungguh-sung-guh...Aku tidak menjukainja sama sekali."

   BAB IV TOA GAN MENEMUKAN SEBUAH GEDUNG JANG PENUH DENGAN RAHASIAPAO KONG MULAI MENDJALANKAN SIASAT UNTUK MENANGKAP GEROMBOLAN PENDJAHAT.

   Thio Liong tampak agak tertjenggang, karena tak dapat menangkap maksud kata-kata madjikannja.

   Namun Hakim Pao tidak memberi pendjelasan lebih landjut.

   Dengan tak mengatakan suatu apa, mereka berdjalan pulang kekantor pengadilan.

   Thio Houw membuka pintu-gerbang dan memberitahukan bahwa Tao Gan sudah lama menunggu dikantor-hakim.

   Hakim Pao menitah untuk memanggil sersan Hong Tjiang.

   Setelah dia dan ke-empat pembantunja berkumpul di kantor- hakim, Pao Kong me-nuturkan dengan singkat tentang pertemuannja dengan Teng Siu-tjhai.

   Kemudian dia mempersilahkan Tao Gan untuk memberi laporan.

   Tao Gan kelihatannja sungguh- sungguh ketika dia mulai dengan laporannja.

   "Keadaan tampaknja tak begitu baik bagi kita, Jang Mulia. Kedudukan Si-lalim Tjin Mo itu dikota ini ternjata kuat sekali. Benar dia telah berhasil untuk mnghisap semua kekajaan didaerah ini, namun dia begitu tjerdik dan hati-hati untuk tidak mcngganggu anggota-anggota keluarga jang berpengaruh jang berasal dari kota-radja, agar supaja mereka tidak melaporkan sesuatu jang buruk tentang dirinja kepada pembesar-pembesar di pemerintah-pusat. Misalnja dia memelihara hubungan jang baik dengan djenderal Teng, dengan putera siapa Tay-djin baru beladjar kenal dan dengan Yo Kie putera sulung dari Gubernur Yo Su Tjian. Tjin Mo djuga tjukup ijerdik untuk tidak melakukan pemerasan setjara keterlaluan. Dia hanja mengambil sekian persen dari penghasilan pedagang-pedagang didaerah, akan tetapi dia membiarkan saudagar-saudagar mendapat keuntungan jang lajak. Dengan tjaranja sendiri dapat dikatakan bahwa dia bantu mendjamin ketertiban dan keamanan didalam kota. Misalnja, djikalau ada seorang jang "tertangkap basah"

   Selagi dia mentjuri atau mengatjaukan ketenteraman umum, orang itu dipukuli setengahmati oleh anak-buahnja.

   Benar mereka bermakan-minum direstoran2 se-enaknja, tanpa membajar sekeping djuga, sebaliknja Tjin Mo sendiri menghamburkan uang tak sedikit untuk berbelandja pada banjak toko-toko, dia dan anak- buahnja jang berdjumlah beberapa ratus itu, mendjadi langganan jang menguntungkan, jang mendjadi korban kelalimannja ialah terutama warung-warung ketjil dan rakjat djelata pada umumnja, jang haknja sebagai warga-kota sedikitpun tak di-indahkan."

   "Apakah anak-buah Tjin Mo setia terhadap madjikannja ?"

   "Mengapa tidak ? Badjingan-badjingan itu pekerdjaannja tak lain makan-minum dan berdjudi sehari-hari. Sebagian dari me-reka Tjin Mo mengambilnja dari sampah masjarakat, sebagian lagi terdiri atas bekas tentara jang buron. Dan gedung jang ditinggali Tjin Mo tak beda seperti benteng. Letaknja dekat pintukota sebelah barat. Temboknja tinggi dan dipasangi paku-paku jang tadjam diatasnja. Siang-malam didjaga oleh empat anak- buahnja jang dipersendjatai lengkap. Hakim Pao tinggal diam untuk beberapa lama. la mengusap-usap tjambangnja perlahan-lahan, lalu ia menanja "Apa jang engkau dapat selidiki tentang Yo Kie ?"

   Djawab Tao Gan .

   "Yo Kie tinggal dekat Pintu-Air. Rupanja dia bukan seorang jang ramah, dia lebih suka hidup menjendiri. Tentang ajahnja. gubernur Yo Su Tjian almarhum, banjak obrolan dan desas-desus tersiar didalam kota. Konon dia adalah seorang tua jang mempunjai kehiasaan jang agak aneh. Kebanjakan dia berdiam ditanah- perkebunan diluar kota sebelah timur. Disana dia memiliki sebuah gedung besar jang sudah tua dan dikitari oleh kebun jang luas. Sepandjang warta gedung itu sudah dibangun lebih dari dua abad jang lampau. Dibagian belakang Gubernur Yo telah membentuk sebuah kebun labirin *), jang luasnja lebih dari satu bau. Kebun itu dibatasi oleh semak belukar jang tebal dan batu-batu-karang raksasa, jang merupakan dinding jang tak dapat ditembusi. Kata orang, kebun labirin itu penuh dengan ular-ular dan binatang-binatang berbisa lainnja. Ada pula jang mengatakan, sepandjang djalan dipasang perangkap untuk men-djebak sjaitan atau siluman. Pendek kata kebun labirin itu dibuat-nja demikian sempurna, sehingga, ketjuali Gubernur sendiri, tak ada seorang jang berani memasukinja. Gubernur Yo mengundjunginja tiap hari dan biasa berdiam disana bilangan djam seorang diri."

   Pao Kong mendengarkan penuturan Tao Gan dengan penuh perhatian.

   "Sungguh aneh", ia berkata.

   "Dan Yo Kie, apakah dia djuga suka mengundjungi rumah itu ?"

   Tao Gan menggelengkan kepalanja.

   "Tidak", djawabnja.

   "

   Yo Kie meninggalkan tempat itu begitu ajahnja meninggal.

   Gedung itu kosong, melainkan didiami oleh seorang tua dengan isteri-nja.

   Orang kata, tempat itu sering dikundjungi hantu dan bahwa roh dari gubernur jang meninggal-dunia itu diwaktu malam sering kelihatan disana.

   Orang-orang kampung disekitarnja tak berani mendekati rumah itu, sekalipun pada tengah hari bolong.

   Setelah Gubernur meninggal-dunia, rumah-tinggalnja didalam kota pun didjual oleh Yo Kie, lalu dia membeli rumah jang sekarang dia diami, didekat pintu-kota sebelah barat, tak djauh dari tepi sungai.

   Aku tak ada waktu untuk menjaksikannja sendiri, akan tetapi orang bilang, gedung itu amat mentereng tampaknja dan di-kelilingi oleh dinding jang tinggi."

   Hakim Pao berbangkit dari kursinja dan berdjalan mondar-mandir, kemudian dia berkata "Sebagai kepaladaerah pertama-tama aku harus rnemulihkan kekuasaan jang sah didaerah ini dengan menghantjurkan pengaruh Tjin Mo.

   Akan tetapi sebagai hakim perhatianku lebih tertarik oleh dua persoalan lainnja, jakni perihal surat wasiat atau testamen dari bekas-gubernur Yo jang merupakan suatu teka-teki, dan kedua tentang pembunuhan atas dirinja Djenderal Teng jang belum terdjadi, akan tetapi sudah di-ramalkan terlebih dahulu oleh puteranja sendiri.

   Aku ingin sekali memusatkan segenap fkiranku untuk memetjahkan kedua per- 1) Kebun labirin sebuah kebun jang agak tuns jang dibentuk demikian rupa dengan djalan2 jang bertingkat, dan bertjagak.

   sehingga seorang pengundjung jang tak mengetahui seluk-beluknja.

   pasti akan kesasar, bisa masuk tak bisa keluar, karena dia berputar-putaran disitu-situ djuga.

   Lihat gambar (planegrond) labirin disampul bagian dalam dari bab ini (peel.) Soalan itu, akan tetapi, mau tak mau, terlebih dahulu terpaksa aku harus singkirkan si-djahanam Tjin Mo itu.

   Sungguh amat men-djengkelkan !"

   Saking djengkelnja, dia menarik-narik djenggotnja, kemudian berkata pula "Apa boleh buat"

   Tapi sebaiknja sekarang kita bersantap siang terlebih dahulu, kemudian aku akan buka sidang pengadilan jang pertama."

   Pao Kong meninggalkan kantornja. sedangkan ke-empat letnan-nja menudju ketempat-kediaman pengawal jang kosong dimana pengurus-rumah sudah menjediakan makanan sederhana untuk mereka"

   Dalam pada itu, Thio Houw memberi isjarat ke-pada Thio Liong, lalu kedua teman- sedjawat itu berdiri sebentar didepan rumah pengawal.

   Thio Houw berbisik kepada temannja .,Kuchawatir kali ini madjikan kita menganggap terlalu remeh persoalan-persoalan jang kita hadapi.

   Kita berdua, sebagai anggota tentara jang sudah berpengalaman harus mengetahui bahwa djika-lau keras-lawan-keras, sedikitpun kita tak mempunjai kesempatan n untuk melawan Tjin Mo.

   Si- pendjahat itu mempunjai lebih dari seratus orang jang terlatih baik, dan dipersendjatai Iengkap, sedangkan di fhak kita jang pandai silat hanja Pao Tay-djin dan kita berdua.

   Pos tentara Keradjaan jang paling dekat letaknja tiga hari perdjalanan berkuda dari sini.

   Tidak baikkah djikalau kita memperingati madjikan kita agar djangan mengambil tindakan-tindakan jang sembrono ?"

   Thio Liong memutar-mutarkan kumisnja jang pendek, rupanja dia memerlukan waktu untuk memikirkan bagaimana mendjawab pertanjaan temannja setjara paling tepat.

   "Madjikan kita", achir-nja dia berkata.

   "djuga tahu apa jang kita tahu. Bukan kali ini sadja dia menghadapi masalah- masalah jang sulit. Kukira, dia sudah mempunjai suatu atau lain siasat untuk mengatasi keadaan."

   Djawab Thio Houw "Siasat apapun tak berguna, djikalau musuh berlipat-lipat kali lebih kuat dan djumlahnja berpuluh kali i lebih besar dari pada kita.

   Kita hanja terdiri atas 5 orang sadja, apa jang kita bisa berbuat terhadap lebih dari seratus badjingan-hadjingan jang buas dan ganas, dan pula dipersendjatai lengkap ? Aku tak memikirkan apa jang mungkin terdjadi dengan kita sendiri, akan tetapi jang kuchawatirkan jalah nasib dari istri dan anak-anak Pao Tay-djin jang masih ketjil-ketjil.

   Tjin Mo pasti tak akan mengasihani mereka.

   Kukira baik sekali djikalau kita mengusulkan kepada Pao Tay-djin untuk terlebih dahulu pura-pura menjerah, kemudian baru merentjanakan suatu atau lain siasatl untuk menghantjurkan kekuatan mereka.

   Dalam satu-dua minggu bala bantuan sudah bisa tiba disini."

   Thio Liong menggelengkan kepalanja.

   "Nasihat jang tak diminta, tak akan dihargai", kata dia.

   "Djikalau Pao Taydjin memerlukan nasehat orang- sebawahannja, dia sendiri akan meminta-nja. Selama itu sebaiknja kita menunggu dan mengamat-amati perkembangan selandjutnja."

   Lalu mereka masuk kekamar pengawal dan bersantap dengan nafsunja.

   Kemudian Tao Gan berkata "Aku sudah bekerdja pada Pao Tay-djin lebih dari enam tahun, dan kukira aku kenal dan mengerti dia tjukup balk.

   Akan tetapi kini aku sungguh inendjadi bingung, mengapa Pao Tay-djin mau menghebohkan perkara sebuah testamen dari delapan tahun jang lampau dan perihal kemungkinan seorang djenderal akan dibunuh, jang mana sama-sekali belum tentu akan terdjadi, pada saat kita menghadapi masaalah jang demikian sulit dan dahsjatnja seperti hal mema-tahkan kekuasaan Tjin Mo.

   Kamu jang sudah kenal Pao Tay-djin djauh lebih lama dari aku sendiri, bagaimanakah pendapatmu ?"

   Sersan Hong Tjiang, jang baru sadja menghabiskan semangkuk sajur mendjawab dengan tersenjum "Aku kenal Pao Tay-djin sedjak dia masih botjah, dan aku mengabdi kepadanja sedari dia mendjadi pembesar-negeri.

   Mengenai tabiat dan tjara-kerdjanja, aku hanja menarik satu peladjaran .

   sebaliknja djangan mentjoba untuk mengetahui apa jang dia sedang berbuat atau memikirkan, oleh karena akan pertjuma sadja."

   Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Semua hadirin tertawa, berbangkit dari medja makan, lalu kembali kekantor hakim. Selagi Sersan Hong rnenolong Pao Kong memakai pakaian kebesarannja, pembesar ini berkata .

   "Karena sementara ini aku tak mempunjai petugas-petugas pengadilan jang chusus, maka untuk hari ini kamu orang jang harus menggantikan tugas mereka."

   Sambil berbitjara, ia mengambil tempat dikursi hakim.

   la perintah Hong Tjiang dan Tao Gan berdiri disampingnja selaku panitera, sedangkan Thio Liong dan Thio Houw diwadjibkan djalankan tugas sebagai polisi-pengadilan.

   Ke- empat pembantu Pao Kong saling memandang dengan rasa heran dan didalam hati mereka bertanja mengapa madjikannja memakai segala tata tjara pengadilan, sedangkan ruang pengadilan kosong-melompong, se-ekor tikus pun tak tampak.

   Tak beda seperti mereka main sandiwara ! Sementara itu Pao Kong mengetuk palu diatas medja dan ber-seru dengan suara jang sungguh- sungguh "Aku, pembesar tertinggi dan hakim dari kota Lam Hong, atas nama Baginda Kaisar membuka sidang pertama dari pengadilan ini ! Tao Gan, bawa- fah persakitan-persakitan kehadapanku !"

   Segera ke enam persakitan dan siwanita dihadapkannja.

   Mereka di-ikat bersama dengan suatu rantai besi jang pandjang.

   Sambil berlutut dihadapan medja hakim, tampaknja mereka agak tertjengang, melihat Hakim berpakaian kebesaran dibelakang sebuah medja jang sudah rejot didalam ruang pengadilan jang kosong.

   Dengan tenang, Pao Tay-djin memerintah Tao Gan untuk men-tjatat nama dan pekerdjaan persakitan, kemudian dia berkata ."Kamu semua telah melakukan kedjahatan, chususnja melakukan pembegalan dengan maksud membunuh di djalan raja.

   Menurut undang-undang jang berlaku, harta- bendamu harus disita, kepala-mu dipanggel dan ditontonkan dipintu-kota tiga hari lamanja.

   Namun mengingat bahwa diantara orang-orang kami tak ada jang mati ataupun luka-parah sebagai akibat pembegalan ini, Pula mengingat ada sebab-sebab jang chusus jang telah mendorong kamu kedjurang kedjahatan ini, maka aku, pembesar tertinggi dan hakim dari kota Lam Hong ini, memutuskan untuk mengutamakan belas-kasihan dari pada keadilan.

   Aku akan membebaskan kamu semua dari hukuman dengan satu sjarat jakni kamu semua akan ku-pekerdjakan untuk waktu jang tak dibatasi sebagai anggota polisi-pengadilan dibawah pimpinan Ong Liang, pemimpinmu sendiri.

   Demikian kamu mendapat kesernpatan untuk menebus dosamu dengan mengabdi kepada negara dan rakjat dengan setia, hingga aku membebaskan kamu dari pada tugasmu."

   Orang-orang persakitan itu tampak seperti bisu dan memandang satu pada lain dengan rnelongo'2, saking heran akan keputusan Hakim jang tak disangka-sangka itu.

   Kemudian Ong Liang si bekas kepala penjamun itu berkata "Tay-djin jang mulia, kami, orang-orang jang berdosa mengutjap beribu sjukur atas kemurahan hati jang ditundjukkan kepada kami.

   Tapi, sajang sekali, keputusan Tay- djin jang bidjaksana itu tak akan menghindarkan kami dari kematian.

   Kiranja Tay-djin belum mengetahui betapa besar kekuasaan Tjin Mo dikota ini dan berapa besar dendam-hatinja terhadap kami, dan "

   Pao Kong, dengan mata rnendelik, mengetuk palu diatas medja sekeras-kerasnja, lalu membentak dengan suara jang njaring "Angkat kepalamu dan pandanglah aku, hakim dan pembesarmu jang tertinggi ! Lihatkah engkau lentjana dan lambang-larnbang kebesaran jang tampak pada diriku? Ketahuilah, bahwa tepat pada hari ini, pada djam ini djuga, diseluruh negeri Tiongkok, ber-ratus-ratus petugas negara, jang memakai lentjana dan lambang sebagai aku, sedang mendjalankan keadilan atas nama Baginda Kaisar dari keradjaan Tay Song Tiauw jang maha besar ! Sedjak zaman purbakala, lentjana-lentjana inilah jang merupakan lambang ketertiban masjarakat seperti jang telah ditetapkan oleh kakek-mojangmu jang bidjaksana, diperkekal oleh Firman Langit dan oleh keinginan bebas dari rakjat kita jang berdjuta-djuta.

   Tidakkah kamu pernah melihat sebatang tongkat jang ditanam orang ditengah arus sungai jang mengalir dengan derasnja ? Mungkin tongkat demikian bisa berdiri tegak beberapa lama, akan tetapi achirnja ia akan dibawa hanjut oleh arus jang maha dahsjat.

   Demikian kadang-kadang ada seorang djahat tampil kemuka dan tampaknja sementara herhasil untuk merobah tjorak masjarakat kita.

   akan tetapi, belum djelaskah bagimu, bahwa usaha demikian tak bisa tidak, achirnja mesti menemukan kegagalan karena disapu bersih oleh gelombang kemurkaan dari masjarakat kita jang sutji ? Maka, djangan kau tak pertjaja pada lentjana-lentjana ini dan terutama djangan hilang kepertjajaan pada diri sendiri.

   Dan sekarang, berdirilah kamu sekalian, dan bebaskanlah dirimu dari pada ikatan rantai- besi itu !"

   Orang-orang persakitan tak dapat menangkap arti jang dalam dari kata-kata Hakim itu, akan tetapi mereka amat terpengaruh oleh kedjudjurannja dan oleh kepertjajaannja atas diri sendiri jang terlampau besar.

   Sebaliknja keempat pembantu Pao Kong telah menjelami benar kata- kata madjikannja sedalam-dalamnja, dan mereka mengerti bahwa kata-kata itu tak hanja ditudjukan kepada orang-orang persakitan akan tetapi djuga kepada mereka sendiri ! Thio Liong dan Thio Houw menundukkan kepalanja dan segera membuka rantai jang mengikat persakitanpersakitannja.

   Kemudian Pao Kong berkata pula kepada bekas penjamun- penjamun itu .

   "Selandjutnja tiap-tiap orang harus melaporkan kepada Sersan Hong dan Tao Gan tentang penderitaan mereka masing-masing sebagai akibat perbuatan Tjin Mo jang lalim. Tiap- tiap perkara akan diperiksa dipengadilan pada waktu jang tepat, akan tetapi kini masih banjak urusan-urusan lain jang lebih mendesak. Maka sebaiknja, kamu berenam-orang, segera melakukan tugasmu, membersihkan sendjata dan memperbaiki pakaian-pakaian dinas. Thio Liong dan Thio Houw akan mengadjar kamu baris dan lain-lain latihan sebagai anggota tentara. Dan Ong Liang, puterimu segera harus melaporkan diri kepada pengurus-rumahku dan sementara ini bekerdja sebagai pelajan. Dengan ini, sidang pertama dari pengadilan ditutup !"

   Hakim berbangkit dari kursi-kebesaran dan masuk kembali kekantor pribadi.

   Segera ia menukar pakaian kebesaran dengan pakaian sehari-hari.

   Selagi ia memeriksa dokumen-dokumen, Ong Liang masuk kedalam dan setelah memberi hormat, berkata dengan chidmat "Diseberang lembah, dimana telah terdjadi pembegalan, terdapat sebuah perkampungan buatan sendiri, tempat kediaman kira-kira tiga puluh penjamun seperti aku, semua orang-orang pelarian dari kota dan korban dari kedjahatan Tjin Mo.

   Aku kenal mereka semua.

   lima atau enam diantaranja memang sedari da-hulu menuntut penghidupan jang tidak senonoh, akan tetapi jang lainnja adalah orang-orang baik, dan djudjur.

   Andaikan Tay-djin menjetudjui, pada suatu hari aku akan mengundjungi mereka dan memilih diantaranja jang terbaik untuk memperkuat pasukan polisi pengadilan."

   "Saran jang baik sekali", djawab Hakim, .Ambillah se-ekor kuda dan pergilah kesana sekarang djuga. Pilihlah diantara mereka jang engkau anggap paling tjotjok. Akan tetapi agar djangan menarik perhatian, biarlah mereka masuk kedalam kota dalam rombongan terdiri alas dua- tiga orang sadja dan masing-masing rombongan mengambil djalan jang berlainan."

   Kopral Ong menerima perintah dan mendjalankan tugasnja demikian tjepatnja, sehingga pada waktu lohor ia sudah kembali.

   Kemudian halaman kantor pengadilan seakan-akan berobah mendjadi tangsi tentara.

   Sepuluh orang jang, bertopi badja dan ber- badju hitam dengan ikat-pinggang merah (pakaian seragam dari pasukan polisi pengadilan) sedang asjik beladjar baris dibawah pimpinan Ong Liang.

   Sepuluh orang lainnja sedang dilatih Thio Houw tjara bagaimana menggunakan tombak, dan sepuluh orang lagi beladjar berkelahi dengan pedang dibawah pimpinan Thio Liong.

   Semua mereka memakai badju jang berlapis badja, sedangkan topi badja mereka berkilau-kilau dibawah sinar matahari jang mulai silam.

   Pada malam itu, Pao Kong memerintahkan agar mereka semua berkumpul di ruang pengadilan.

   Dibawah tjahaja sebatang lilin ia memberi instruksi-instruksi, kemudian memberi pesanan jang sungguh-sungguh, agar segala-sesuatu dirahasiakan sebaik-baiknja.

   Lalu lilin ia padamkan dan ia pergi kekamar-tidurnja.

   Tao Gan meninggalkan ruang-pengadilan dan dengan hanja di-terangi oleh sebuah lentera ketjil, ia menudju kependjara.

   la membuka pintu dari salah-sebuah kamar dimana si-pendjaga bui ditahan.

   Rantai besi jang mengikat orang tahanan itu pada dinding, dibukanja, lalu dia berkata dengan galaknja "Pao Tay- djin telah memutuskan untuk rnemetjat engkau dari djabatanmu "' dan mengusir engkau dari kantor pengadilan.

   Dalam hari-hari jang mendatang Kekuasaan Pemerintah jang sakit akan dipulihkan kembali dan pendjahat jang pertama jang akan diseret dihadapan pengadilan adalah Tjin Mo, si badjingan besar jang menganggap dirinja paling berkuasa dikota ini !"

   


Pedang Kayu Cendana Karya Gan KH Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id Kesatria Berandalan Karya Ma Seng Kong

Cari Blog Ini