Ceritasilat Novel Online

Pao Kong 3


Pao Kong Karya Yang Lu Bagian 3



Pao Kong Karya dari Yang Lu

   

   Pao Kong masuk kedalam dan duduk didepan medja persegi.

   Dia memesan segutji ketjil arak jang baik.

   Selagi pemilik toko rnembersihkan medja, Hakim bertanja tentang keadaan perdagangan.

   Si- pemilik-toko mengangkat bahunja dan herkata "Tak ada sesuatu jang dapat dibanggakan.

   Hanja sekadar tjukup untuk melewati penghidupan sehari-hari.

   Tuan-tuan rupanja asing di-kota ini.

   Bolehkah aku menanja urusan apa membawa tuan-tuan kekota ini ?"

   "Kami melawat kedaerah ini untuk berniaga", djawab Hakim.

   "Kami adalah saudagar sutera dari Kota radja".

   "Bagus ! Bagus !"

   Si-pemilik toko berseru.

   "Kiranja Tuan-tuan akan merasa senang untuk mendjumpai seorang tetamu saja, Bu Kong-tju, jang djuga berasal dari Kotaradja."

   "Apa nama lenakap tetamumu itti ?"

   Sersan Hong bertanja.

   "Namanja Bu Heng. Dia menumpang dirumah kami sudah dua tahun lamanja. Dia menjewa sebuah ruangan diatas loteng."

   Mendengar nama tersebut had kedua tetamu itu mendjadi ber-debar-debar, namun mereka tak mengutarakan perasaannja.

   "Apa Bu Kongtju itu djuga seorang saudagar ?"

   Hakim ber- tanja dengan suara tetap.

   "Bukan", djawab pemilik toko.

   "Dia seorang pelukis. Aka sendiri tak mengerti tentang seni, akan tetapi kudengar banjak orang mengatakan bahwa karyanja balk djuga. Bagi saja tak meng-herankan, karena dia bekerdja dari pagi hingga djauh malam !"

   Kemudian dia berdjalan sampai kebawah tangga loteng don mernanggil .

   "Kongtju, disini ada dua tuan-tuan jang membawa berita-berita terachir dari Kotaradja !"

   Siapaat suara berteriak dari atas.

   "Aku tak dapat meninggalkan pekerdjaanku. Silahkan mereka naik keatas loteng !"

   "Pemilik toko tampaknja agak ketjewa, akan tetapi Pao Kong menghibur dia dengan memheri persenan jang rojal jang diletak kannja diatas medja. Kemudian Pao Kong dan Sersan Hong mendaki tangga kaju jang membawa mereka keatas loteng. Loteng itu ternjata terdiri alas sebuah ruangan jang luas jang mendapat penerangan dari sebaris djendela-djendela besar dibagian depan dan belakang, jang ditutupi kertas putih jang halus. Seorang pemuda jang berpakaian seperti orang asing sedang sibuk membuat lukisan jang menggambarkan Radja Achirat jang bermuka hitam. Dia memakai badju terbikin dari tjita berkem-bang dan kepalanja ditutupi oleh sorban jang tinggi dari sutera berwarna, seperti banjak dipakai oleh sekalian suku-suku-bangsa asing didaerah tapal-batas. Ditengah-tengah kamar terdapat sebuah medja jang besar, di-mana digelarkan sehelai kain sutera untuk menggambar. Seluruh dinding di antara djendela-djendela ditutupi oleh sekian banjaknja lukisan-lukisan jang sudah selesai. Sebuah bale- bale dari bambu tampak didepan dinding belakang.

   "Silahkan sementara Tuan-tuan duduk dibale-bale itur si-pemuda itu berkata tanpa mengangkat kepalanja.

   "Aku sedang melukis dengan sematjam tjat air, dan djikalau aku berhenti, warnanja tak akan kering dengan rata.' Sersan Hong duduk di bale-bale, Pao Kong tinggal berdiri dan mengamat- amati dengan perhatian si-pemuda itu selagi dia meng-gunakan alat melukis dengan tangkasnja. Dia menjatakan bahwa meskipun dilukiskannja dengan keahlian jang tinggi, namun gambar- garnbar itu menundjukkan tjiri-tjiri jang asing bagi seni-lukis Tionghoa, baik gambar jang sedang dikerdjakannja, maupun lukisan-lukisan jang tergantung, tak lama kemudian si-pemuda mengachiri pekerdjaannja. Sambil membersihkan pensilnja disebuah mangkuk porselen, dia me- mandang Hakim dengan sorot mata jang tadjam.

   "Kiranja Tay-djin adalah Pembesar Kota jang baru. Oleh karena njata sekali Tay-djin datang disini dengan menjamar, maka aku tak akan menjambut kedatangan Tay-djin dengan memakai segala upatjara jang lazim !"

   Pernjataan jang tiba-tiba amat mengedjutkan Pao Kong.

   "Apa jang membuat engkau mengira bahwa aku adalah seorang pembesar ?"

   Dia bertanja. Si-pemuda tersenjum lebar. Dia masukkan pensilnja disebuah gutji, dan sambil bersandar pada medja, dia berkata .

   "Kuanggap ,""!striku terutama adalah seorang pelukis potret. Maka kusangat memperhatikan bentuk dan gerak-gerik seseorang, agar supaja dapat membuat potret sebaik-baiknja. Sikap dan gaja hidup se-orang besar lain dari pada orang biasa. Dengan sepandang mata maka aku sudah dapat menebak bahwa Tay-djin adalah seorang pembesar. Silahkan perhatikan lukisan Radja Achirat jang aku baru selesaikan iln ! Tay-djin sendiri bisa mendjadi model dari pada lukisan itu". Mendengar keterangan ini, Pao Kong tak bisa tidak mesti ber- senjum. Dia menginsjafi bahwa tak ada gunanja untuk mernpedajai pemuda jang tjerdik itu, maka dia berkata "Engkau tak keliru. Aku benar adalah Pao Bun Tjim, Kepala-daerah dari kola Lam Hong Kwan ini. Dan ini adalah pembantuku."

   Bu Heng mengangguk perlahan-lahan, lalu dia berkata "Nama Tay-djin sudah terkenal di Kota-radja.

   Dari mana kudapat kehormatan untuk mendapat kundjungan Tay-djin ? Aku tak jakin hahwa Tay- djin datang untuk menangkap aku.

   Tugas demikian pasti Tay-djin akan serahkan kepada orang-orang polisi."

   "Apa jang membuat engkau mengira bahwa engkau mungkin akan ditangkap ?"

   Hakim bertanja. Sambil menjentuh serbannja kehelakang, Bu Heng mendjawab .

   "Tay-djin, maafkan djikalau aku berbitjara kepadamu tanpa memakai peradatan jang lazim, agar supaja tak membuang aku dan Tay-djin empunja tempo jang berharga. Pagi ini tersiar warta hahwa Djenderal Teng jang tua telah mati terbunuh. Dji-kalau aku boleh katakan, itulah ada gandjaran jang setimpal untuk badjingan palsu itu. Halnja jalah bahwa sekarang putra-nja, jang litjik dan penuh akal-busuk itu, telah mengotjeh dimana-mana bahwa aku, putra dan Komandan Bu, terkenal sebagai musuh Djenderal Teng jang paling besar, mempunjai niatan untuk membunuh dia. Teng Muda telah mengintai tempat ini dan sekelilingnja lebih dari sebulan, mentjoba untuk memantjing keterangan tentang diriku dan sekalian menjebarkan pelbagai tjeritera jang bukan-bukan untuk mentjemarkan nama baikku. Sudah harang tentu Teng he sekarang telah menuduh aku se- bagai pembunuh ajahnja. Seorang pembesar jang biasa hanja akan memerintahkan polisi untuk segera menangkap aku. Akan tetapi Tay-djin adalah seorang jang terlampau bidjaksana maka terlebih dahulu ingin mengarnat-amati aku dirumahku sendiri dan melihat orang matjam apa aku ini sebenarnja."

   Sersan Hong jang berpendapat bahwa si-pemuda ita sangat tak memakai peradatan terhadap Hakim, tak dapat menahan amarah. Dia bangun melompat dari tempat duduknja dan berteriak .

   "Tay-djin, sikap kurang-adjar dari kepala andjing ini tak dapat kita membiarkan sadja!"

   Hakim mengangkat tangannja dan berkata sambil tersenjum simpul "Tuan Bu dan aku saling mengerti baik sekali, Ser-san ! Aku anggap sangat menjegarkan untuk mendjumpai seorang pemuda jang tjerdik seperti dia!"

   Setelah Sersan Hong duduk kembali, Pao Kong melandjutkan .

   "Engkau benar, sahabatku ! Dan sekarang akupun mau berterus-terang seperti kamu sendiri . mengapa engkau, putra dari se-orang anggota dari Dewan Militer jang terkenal, berdiam seorang diri disuatu tempat jang terpentjil seperti kota Lam Hong ini ?"

   Bu Heng memandang Iukisan-lukisannja jang digantungkan di-dinding.

   "Lima tahun jang lampau". dia berkata.

   "aku lulus dalam udjian Siu- tjai. Walaupun aku amat mengetjewakan harapan ajahku, aku telah mengachiri peladjaranku untuk menempuh udjian jang lebih tinggi dan mentjurahkan segenap perhatianku dibidang seni- lukis. Aku beladjar melukis ,dibawah pimpinan dua orang ahli seni-lukis jang termashur akan tetapi achirnja aku tak merasa puas dengan gaja mereka. Dua tahun jang lampau aku mendjumpai seorang rahib dari Khotan, sebuah negara taklukan jang letaknja djauh disebelah barat. Orang itu menundjukkan aku tjaranja melukis jang sangat hidup dan dengan memakai warna-warna jang manggairah-kan. Aku menginsjafi bahwa seniman- seniman kita harus mem-peladjari tjara melukis itu agar supaja dapat mernperbaharui ke-senian kita sendiri. Kupikir aku ingin mendjadi pelopor dari gala lukis jang baru ini, maka aku mengambil keputusan untuk me-ngundjungi sendiri negara Khotan itu".

   "Setjara pribadi", kata Hakim.

   "aku berpendapat bahwa kesenian bangsa kita amat memuaskan, maka ku tak dapat me-lihat apakah jang bangsa asing jang liar dapat mengadjarkan kepada kita. Tapi, aku tak dapat mengatakan aku adalah se- orang ahli-kesenian. Teruskan penuturanmu!"

   "Demikianlah dengan segala daja-upaja aku herhasil memperoleh sekadar ongkos djalan dari ajahku". Bu Heng melandjutkan penguraiannja.

   "Dia membiarkan aku berangkat dengan harap-an aku tak akan betah untuk berdiam terlalu lama diluar negeri, dan pada suatu hari aku akan pulang kembali ketanah-air bersedia untuk mendjadi pegawai negeri jang baik. Hingga dua tahun jang lampau aku mengira djalan raja kenegara-negara barat melalui Kota Lam Hong ini, demikian aku datang disini. Kemudian aku menjatakan bahwa lalu-lintas utama kearah barat sudah berpindah melalui kota-kota diderah-daerah sebelah utara. Kini daerah-daerah disebelah barat dari kota ini hanja didiami oleh kelompok-kelompok suku Uigur jang berkelana, waktu suku bangsa jang taraf kebudajaannja rendah sekali."

   "Djikalau demikian halnja", Hakim bertanja.

   "mengapa engkau tak segera meninggalkan distrik ini dan melandjutkan perdjalananmu melalui djalan raja disebelah utara ?"

   Pemuda itu bersenjum.

   "Walaupun tak mudah, aku akan mentjoba untuk mendjelaskannja kepada Tay-djin. Aku sebenarnja ada seorang pemalas dan aku suka sekali menuruti perasaan hati. Entah apa sebabnja, aku senang sekali dengan kota ini, dan kupikir tak ada djahatnja ku. tinggal disini untuk sementara dan berlatih. Lebih lagi, aku betah tinggal dikamarku ini. Aku gemar minum arak, dan dibawah ada warung arak jang paling baik di seluruh kota. Itulah sebabnja maka aku masih berdiam disini."

   Pao Kong tak memberi suatu komentar atas pernjataan ini. Dia bertanja .,Kini kusampai pada soal kedua. Dimana engkau berada tadi malam, bilang sadja antara djam-malam kesatu dan ketiga ?"

   "Disini !"

   Si-pemuda mendjawah dengan lantas.

   "Engkau mempunjai saksi-saksi jang dapat menetapkannja ?"

   "Tidak. Kebetulan aku tak tahu bahwa djenderal tua akan dibunuh pada malam itu!"

   Pao Kong menghampiri tangga dan memanggil pemilik-toko. Setelah mukanja jang bundar tampak dibawah tangga. Hakim berteriak .

   "Hanja untuk membereskan suatu selisih-faham di antara teman. Apakah kebetulan engkau tahu, apa Tuan Bu pergi keluar semalam ?"

   Si pemilik toko garuk-garuk kepalanja, mendjawab dengan meringis "Menjesal aku tak dapat mengatakannja.

   Tadi malam aku sibuk benar untuk melajani langganan-langgananku jang keluar masuk.

   sehingga sesungguh aku tak dapat mengatakan apakah Tuan Bu pergi keluar atau tidak !"

   Hakim mengangguk, lalu berkata kepada Bu Heng "Teng le melaporkan bahwa engkau telah menjewa mata-mata untuk mengintai rumahnja !"

   Bu Heng tertawa "Itulah dusta amat menggelikan hati ! Aku tak punja perhatian sedikitpun terhadap djenderal tua jang palsu itu. Aku tak sudi membuang uang sekeping pun untuk mengetahui apa jang dia berbuat atau tidak berbuat !"

   "Apa tuduhan ajahmu sebenarnja terhadap Djenderal Teng ?"

   Hakim menanja. Wadjah si-pemuda itu berobah mendjadi sungguh-sungguh.

   "Badjingan tua itu,"

   Dia berkata dengan pahit-getir.

   "telah mengorbankan satu bataljon dari Tentara Keradjaan, tak kurang dari delapan ratus orang sama-sekali, hanja untuk melepaskan dirinja sendiri dari suatu keadaan jang sukar. Dia membiarkan tiap-tiap orang dari pasukan dibawah kekuasaannja, ditjingtjang pihak liar ! Djenderal Teng sudah lama dipanggal batang-lehernja, djikalau pada masa itu tak kebetulan terdapat rasa- ketidak-puasan jang besar dikalangan tentara. Oleh karena itu maka Pemerintah tak menghendaki perbuatan Djenderal Teng jang djahat itu di- ketahui oleh chalajak ramai. Dia hanja diperintahkan untuk me-ngadjukan permohonan berhenti."

   Pao Kong tak mengatakan suatu apa.

   Dia berdjalan sepandjang dinding dan mengamat- amati karja pelukis muda ha.

   Semua adalah lukisan dari dewa-dewa dan orang-orang sutji dari kaum Buddis.

   Dewi Kwan Im dilukis-kannja bagus sekali, terkadang digarnbarkannja seorang diri, ter- kadang bersama dengan para dewa-dewa lainnja.

   Hakim berpaling kepada Bu Heng dan berkata .

   "Djikalau aku dapat mengachiri pertjakapan jang djudjur dengan suatu pernjataan jang djudjur pula, sesungguhnja aku tak herpendapat bahwa apa jang engkau katakan baru baru itu ada suatu perbaikan. Mungkin aku memerlukan waktu jang lebih lama agar dapat menilaikan-nja lebih djudjur. Kiranja engkau dapat memberikan padaku se-buah lukisan agar supaja aku dapat mempeladjarinja lebih baik diwaktu senggang ?"

   Bu Heng memandang Hakim dengan perasaan ragu-ragu.

   Kemudian dia mengambil sebuah lukisan jang besarnja sedang dari dinding, sebuah gambar Kwan Im, diiring oleh empat dewi pem- bantunja.

   Dia membeberkan gambar itu diatas medja, membubuhinja dengan tjap, kemudian digulungnja dan dipersembahkannja kepada Hakim.

   "Aku akan ditangkap?"

   Dia bertanja.

   "Rupanja djiwa tertekan oleh suatu perasaan dosa, Hakim rnenjindir.

   "tidak, engkau tidak kutangkap. Akan tetapi hen-daknja engkau djangan meninggalkan rumah ini hingga keputus-anku selandjutnja. Selamat siang dan terima kasih atas pemberian lukisan itu !"

   Pao Kong memberi tanda kepada Sersan Hong.

   Mereka turun dari tangga.

   Bu Heng membungkukkan badan untuk memberi selamat djalan akan tetapi dia tak menghiraukan untuk mengantar tetamunja sampai didepan pintu.

   Sedangkan mereka berdjalan pulang, Sersan Hong rnenjeletuk dengan marah-marah .

   "Si orang hutan jang kurang adjar itu akan berbitjara lain djikalau dia disiksa didepan medja pengadilan !"

   Hakim tersenjum .

   "Bu Heng adalah seorang pemuda jang amat tjerdik", dia berkata.

   "Akan tetapi dia sudah berbuat kekeliruan besar jang pertama !" ! Tao Gan dan Thio Houw sedang menunggu dikantor Hakim. Mereka telah menggunakan waktu ditengah hari untuk mengumpulkan bukti-bukti berhubung beberapa perkara pemerasan. Tao Gan menjatakan hahwa pengakuan Lauw Hong dipengadilan bahwa segala urusan diatur sendiri oleh Tjin Mo, adalah benar . kedua penasihatnja tak mempunjai suara sedikit djuapun, mereka hanja menganggukkan sadja apa jang dikatakan madjikannja. Pao Kong mengirup teh jang disuguhi Sersan Hong. Kemudian dia membuka gulungan lukisan jang diterimakan dari Bu Heng dan berkata "Mari sekarang kita mulai perbintjangan kita tentang kesenian. Tao Gan. hendaknja engkau gantungkan lukisan Bu Heng ini disamping gambar dari Gubernur Yo !"

   Pao Kong duduk dengan enak dikursinja dan memandang untuk beberapa waktu kedua pigura itu.

   "Kedua lukisan ini", achirnja dia berkata.

   "mengandung kuntji dari pada surat- wasiat Gubernur dan dari pembunuhan atas diri Djendral Teng !"

   Sersan Hong, Tao Gan dan Thio Houw membalikkan bangkunja demikian rupa sehingga mereka menghadapi lukisan-lukisan itu. Pada saat itu Thio Liong masuk. Tampaknja dia agak heran, melihat Hakim dan teman-teman sedjawatnja berkumpul setjara luar biasa.

   "Silahkan duduk, Thio Liong, Hakim memerintahkan, o hendaknja engkau pun rnenjertai permusjawarahan dari ahli-ahli seni ini !"

   Tao Gan bangun dan berdiri didepan gambar Gubernur Yo, sambil kedua tangannja dikatupkan dibelakang punggung.

   Sedje-nak kemudian dia berpaling kepada hadirin dan berkata mengge- lengkan kepada "Semula aka mengira bahwa mungkin ada huruf-huruf jang ketjil sekali tersembunji diantara dedaunan atau di-pinggir baru-baru karang.

   Akan tetapi aku tak dapat ketemukan huruf-huruf apapun djuga !"

   Pao Kong tampak sedang berpikir, sambil mengusap-usap tjambangnja.

   Kemudian dia berkata "Semalam aku duduk terpekur meneliti gambar pegunungan ini hingga beberapa djam lamanja, dan tadi, pagi-pagi hari aku mengamat- amatinja pula seintji-demi-se-intji.

   Aku mesti mengakui, gambar itu amat membingungkan."

   Tao Gan bertanja .

   "Tay-djin, apakah tak mungkin sehelai kertas disembunjikan dibelakang gambar itu. misalnja didalam kertas lapisannja ?"

   "Akupun telah memikirkan tentang kemuingkinan itu", djawab Hakim.

   "Maka aku periksa gambar itu didepan tjahaja jang terang benar. Apabila terdapat sehelai kertas diantara lapisannja, pasti aku akan dapat melihat bajangannja".

   "Ketika aku berdiam di Kang Tang"

   Kata Tao Gan.

   "aku pernah beladjar untuk menempel pigura-pigura. Bolehkah aku mem-beset kertas lapisannja dan memeriksa dibelakang bingkainja ? Sekalian aku dapat menjelidiki apakah les pigura dibagian atas dan bawah padat atau kosong. Bukan mustahil Gubernur menjem-bunjikan segulung kertas didalamnja."

   "Djikalau kemudian engkau dapat memulihkan kembali pigura itu dalam bentuknja jang semula, tjobalah sedapatnja", djawab Hakim.

   "Sekalipun aku mengakui, tjara demikian untuk menjem-bunjikan sesuatu adalah suatu tjara jang agak kasar dan tak sesuai dengan otak Gubernur Yo jang tjemerlang. Akan tetapi kita tak boleh melalaikan suatu kemungkinan, betapa ketjilpun, jang dapat membantu kita untuk memetjahkan teka-teki ini. Gambar Kwam Im dari sahabat kita Bu Heng ada lain soal lagi. Lukisan itu mengandung kuntji jang djelas."

   Sersan Hong menanja dengan heran "Bagaimana mungkin. Tay-djin ? Bu Heng sendiri jang telah memilih gambar itu !"

   Pao Kong tersenjum simpul.

   "Itu oleh karena Bu Heng tak menginsjafi bahwa dia telah membuka rahasia sendiri"

   Djawab-nja.

   "Bu Heng mungkin memandang rendah akan pengertian ku tentang seni, akan tetapi aku telah melihat sesuatu pada lukisannja. jang dia sendiri tak melihatnja."

   Pao Kong menghirup seteguk the . kemudian suruh memanggil Kopral Ong. Setelah kopral Ong berdiri dihadapannja, dia berkata dengan ramah "Putrimu Hek Lan baik sekali, istriku melaporkan bahwa dia adalah pelajan jang radjin dan tjerdas."

   Kopral Ong membungkukkan badannja untuk menjatakan terima kasih.

   "Sebenarnja aku amat segan"

   Hakim melandjutkan.

   "untuk me-ngambil dia dari tempat-kerdjanja jang sekarang, jang aman dan sentosa, lebih lebih lagi oleh karena hingga kini kita belu men-dapat chabar apapun tentang kakaknja, Pek Lan. Sebaliknja, djustru Hek Lan adalah orang jang paling tepat untuk mengum-pulkan pelbagai keterangan jang kubutuhkan dari rumah-tangga keluarga Teng. Mendjelang penguburan Djenderal Teng, pasti mereka memerlukan pelajan tambahan. Djikalau putrimu bisa dapat pekerdjaan disana sebagai pembantu sementara, dia bisa mendapat banjak sekali keterangan-keterangan tentang keluarga itu dari pelajan-pelajan lainnja. Namun aku tak akan mengam-bil suatu keputusan. sebelum mendapat persetudjuanmu sebagai ajahnja;

   "Tay-djin-. djawab Kopral Ong dengan chidmat, kami sekeluarga mcnganggap diri kami sebagai budak-budakmu. Malahan putriku jang bungsu itu adalah seorang jang tjerdas clan sudah biasa berdiri sendiri. Dia pasti senang sekali untuk mendjalankan tu-gas demikian."

   Selama itu Thio Liong jang sudah sekian lama menaruh hati"

   
Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Pada gadis djelita ini, duduk dengan gelisah di kursinja.

   tiba-tiba dia menjeletuk "Tay-djin, apakah pekerdjaan demikian tak lebih tepat bagi Tao Gan ' Hakim memandang Thio Liong dengan tadjam.

   lalu dia berkata .

   .,Tak ada sumber keterangan tentang 'suatu rumah-tangga jang lebih baik dari pada desas-desus dikalangan pelajan-pelajan.

   Kopral Ong, beritahukan kepada putrimu untuk pergi ke gedung keluarga Teng dengan segera! Mengenai sahabat kita Bu Heng, kuingin dua orang untuk mendjaganja.

   Engkau.

   Thio Liong, hendaknja bertindak selaku pendjaga jang resmi.

   Gerak-geriknui harus sedemikian rupa.

   sehingga Bu Heng tahu bahwa engkau adalah seorang pegawai penga-tdilan jang mendapat perintah untuk mengintai dia.

   Sementara itu, berikanlah dia segala kesempatan djikalau dia mau meninggalkan rumahnja tanpa diketahui orang.

   Gunakanlah segala kepandaian dan pengalamanmu untuk melakukan tugas ini sebaik-baik-inja, sehingga Bu Heng tidak tjuriga.

   Ingatlah, dia adalah seorang pemuda jang luar biasa tjerdiknja ! Pengintaian jang sesungguhnja harus dilakukan oleh 'Tao Gan.

   Dia harus menjembunjikan diri baik-baik.

   Begitu Bu Heng mengelakkan Thio Liong, Tao Gan harus membuntutinja setjara rahasia dan harus mentjari tahu kemana dia pergi dan apa dia berbuat.

   Djikalau dia mentjoba untuk berlari keluar kota, engkau boleh bertindak terang-terangan sebagai pegawai pengadilan dan menangkap dia."

   Tao Gan tampak girang sekali. Dia berkata .

   "Thio Liong dan aku dahulu sudah pernah melakukan tugas jang sama. Tay-djin ! Sekarang terlebih dahulu aku membawa pulang pigura Gubernur itu dan membasahinja demikian rupa, sehingga malam ini djuga lapisannja akan terlepas. Kemudian aku akan berangkat bersama Thio Liong untuk mendjalankan perintah Tay-djin."

   Setelah Tao Gan dan Thio Liong berangkat pergi, Hakim berunding dengan Thio Houw tentang urusan-urusan jang bertalian dengan gedung Tjin Mo.

   Dia memutuskan bahwa istri-istri dan gundik- gunclik Tjin Mo holeh pulang kekampung-halaman masing-masing.

   Semua pela-jan-pelajan dibebaskan dari pada tugasnja, melainkan pendjaga rumah sementara ditahan untuk diperiksa lebih landjut.

   Thio Houw melaporkan bahwa dia merasa sangat puas mengenai disiplin pradjurit- pradjurit.

   Tiap hari pagi dan sore mereka mendapat latihan militer jang berat sekali.

   'Dia menambahkan bahwa pradjurit-pradjurit takut setengah mati pada Kopral Lim.

   Setelah Thio Houw dan Kopral Ong meninggalkan kantor pengadilan, Pao Kong duduk seorang diri dikursinja.

   Dia merenung-kan bahwa setelah bekerdja sama bertahun-tahun sedikit- sekali dia tahu tentang Thio Houw.

   Dia pernah bersama Thio Liong mendjadi anggota dari "Rimba Hidjau akan tetapi tentang peng-hidupannja sebelumnja, ia tak tahu sama-sekali.

   Riwajat hidup Thio Liong, dia sudah mendengar berkali-kali, akan tetapi Thio Houw selalu tutup mulut mengenai asal- usulnja.

   Tampaknja ia senang sekali mendjalankan tugasnja sebagai pradjurit, dan Hakim pikir apakah tak mungkin bahwa Thio Houw dahulu pernah mendjadi perwira.

   Dia berdjandji pada diri sendiri, bahwa kelak begitu dia mempunjai kesempatan, dia akan menjelidiki hal ini.

   Sementara ini terdapat sekian banjaknja urusan- urusan jang lebih perlu diselesaikan terlebih dahulu.

   Sambil menarik napas Pao Kong mulai mempeladjari dokumen2 mengenai kedjahatan Tjin Mo jang Tao Gan telah meletakkan dimedja tulisnja.

   BAB XI APA JANG DIALAMI TAO GAN DISEBUAH BIARA TUA.

   THIO LIONG DAN BU HENG MEMPERLIHAT- KAN KEPANDAIANNJA SEBAGAI PEMINUM ARAK.

   Thio Liong rasa tak perlu untuk menjamar.

   Dia hanja tukar topi dinasnja sebagai perwira dengan sebuah topi runtjing jang biasa dipakai oleh kaum buruh.

   Tao Gan memakai kupiah ter-bikin dari kain hitam jang dapat dilipat.

   Sebelum berangkat"

   Mereka berdua mengadakan perundingan terlebih dahulu.

   "Bagiku tak sukar-, kata Thio Liong.

   "untuk menarik, perhatian Bu Heng dan membuat dia mengira bahwa aku adalah seorang petugas pengadilan untuk mendjaga agar dia tak meninggalkan rumahnja. Akan tetapi bagaimana reaksi. si badjingan itu, kita tak dapat mengetahui. Bagaimana misalnja, djikalau dia pergi keluar setjara tersembunji sehingga aku tak dapat mengintai dia ?"

   "Djustru itulah jang kuharapkan", djawah Tao Gan.

   "Djikalau dia berani meninggalkan rumahnja, dengan tjara apapun djuga, aku memberi djaminan, dia tak akan dapat melepaskan diri dari pengintaianku !"

   Kemudian mereka meninggalkan kantor pengadilan.

   Thio Liong berdjalan didepan dan beberapa puluh meter dibelakang, Tao Gan mengikutinja.

   Karena sudah didjelaskan letaknja oleh Sersan Hong terlebih dahulu, mereka ketemukan toko arak "Musim Semi nan Abadi"

   Tanpa suatu kesukaran.

   Diruangan lain segala- sesuatu sudah diatur rapi sekali untuk menerima para tetamu di waktu malam.

   Lantern berwarna menjorotkan sinarnja pada etiket-etiket jang ditempelkan pada gutji-gutji arak.

   Pemilik toko sedang menakar arak, sedangkan dua orang gelandangan berdiri bersandar pada medja pandjang sambil menikmati ikan asin jang sengadja disediakan untuk para-tetamu.

   Diseberang toko tampak sebuah rumah dari kaum pertengahan.

   Thio Liong berdiri diserambinja jang agak tinggi, dengan puanggungnja bersandar pada pintunja jang ditjat hitam.

   Diatas Ioteng dari toko arak itu beberapa batang lilin jang di-njalakan.

   Thio Liong melihat suatu bajangan berdjalan mundar-mandir dibelakang djendela-djendela.

   jang ditutupi kertas.

   Rupa-nja Bu Heng sedang sibuk bekerdja.

   Thio Liong bertindak kedepan sedikit clan mengawasi djalan jang gelap.

   Tak ada tanda-tanda bahwa Tao Gan ada disitu.

   dia menjeberang dan menjertai dua orang gelandangan itu jang sedang berminum didepan medja.

   Dia menaruh seraup uang tembaga diatas medja dan berteriak "Lekas bawakan aku se-gutji arak jang paling haik !"

   Pemilik toko tjepat-tjceat madju kedepan. Dia mengisi tjangkir-ojangkir arak hingga penuh dan menaruh sepiring jang penuh dengan ikan kering dan asin-asinan dihadapan para tamunja. Lalu dia menanja "Rupanja Tuan dari luar kota, Tuan asal dari mana ?"

   "Aku adalah kusir dari Tuan Ong, saudagar teh dari Kotaradja. Kami tiba disini pada petang hari dengan membawa tiga gerobak teh untuk didjual didaerah tapal-batas. Madjikanku telah mem-berikanku tiga potong perak dan mengandjurkan agar aku berpele-siran. Maksudku untuk mentjari seorang perempuan jang tjantik tapi rupanja kudatang ditempat jang keliru !"

   "Benar", djawab pemilik toko.

   "sesungguhnja engkau djauh se-kali dari tempat tudjuanmu. Perempuan-perempuan bangsa Uigur berkumpul di Kampung Utara, kira-kira sedjam djalan-kaki dari sini, dan perempuan-perempuan bangsa Tionghoa berdiam dikampang Selatan, diseberang Telaga Teratai."

   Kemudian, untuk menjenangkan tamunja, dia menambahkan ..tapi kukira perempuan- perempuan disini tak begitu baik bagi Tuan-tuan dari_Kotaradja jang terpeladjar dan sopan-santun seperti engkau! Pekerdjaan Tuan kiranja amat menarik hati.

   Mengapa tak masuk ke dalam dan rnenjeriterakan sedikit tentang pengalamanmu dalam perdjalanan ?"

   Selagi dia berbitjara demikian, dia mendorng kembali uang tembaga kepada Thio Liong dan berkata "Minuman jang per- lama adalah atas tanggungan toko !"

   Thio Liong dan lebih-lebih lagi kedua peminum lainnja jang mengharap berminum-minum prodeo, menjambut tawaran ini dengan gembira. ,Seorang gagah seperti engkau", kata salah-seorang kepada Thio Liong.

   "pasti telah mengalahi banjak penjamun- penjamun dalam perdjalanan !"

   Kemudian mereka bersama-sama masuk ke ruangan dalam dan berduduk disekitar medja persegi.

   Thio Liong memilih tempat jang menghadapi tangga loteng.

   Pemilik toko ikut duduk bersama-sama dan segera mereka ber-minum dengan asjiknja.

   Selagi Thio Liong menjeriterakan pengalamannja jang dapat membuat bulu-roma berdiri ia lihat Bu Heng turun dari tangga.

   Si-pemuda berhenti ditengah-tengah tangga dan memandang Thio Liong dengan tadjamnja.

   "Sudikah engkau menjertai kita berminum. Tuan Bu ?"

   Pemilik toko bertanja.

   "Tuan tetamu dari Kota-radja ini sedang menjeriterakan pengalamannja jang amat menarik hati !"

   "Kebetulan aku sedang amat sihuk", djawab Bu Heng.

   "tapi sebentar malam aku turun kebawah. Djangan Iupa untuk meninggalkan sedikit minuman untukku !"

   Lalu dia naik kembali kekamarnja diloteng.

   "Hu adalah seorang tamu jang menumpang kata pemilik rumah.

   "Dia seorang pemuda jang ramah sekali. Kami sangat senang berbitjara dengan dia. Hendaknja djangan pergi sebelum dia turun !"

   Sambil berbitjara demikian dia mengisi arak didalam tjangkir hingga penuh.

   Sementara itu Tao Gan sangat sibuk.

   Begitu dia mengetahui bahwa Thio Liong mengambil tempat di-seberang toko.

   dia masuk kesebuah gang jang agak gelap.

   Tjepat- tjepat ia membuka badjunja untuk kemudian memakainja terbalik.

   Karena badju itu dibuat untuk maksud jang chusus.

   Bagian luar dibuat dari sutera berwarna merah tua dan indah sekali kelihatannja.

   Akan tetapi lapisannja disebelah dalam terbikin dari kain kasar, pula penuh dengan noda-noda kotor dan terdapat tambalan-tambalan.

   Tao Gan menepuk kupiahnja mendjadi ge-peng sehingga matjamnja mendjadi seperti kupiah jang dipakai oleh kaum pengemis.

   Dengan berpakaian seburuk ini dia masa kedalam gang jang agak sempit jang mernisahkan tembok belakang dari rumah-rumah petak jang menghadapi djalan besar, antara mana toko arak jang didiami Bu Heng, dengan rumah-rumah diseberangnja.

   Gang itu gelap sekali.

   Tao Gan harus memiiih djalan dengan hati-hati.

   Dia berhenti disuatu tempat, disebelah belakang dari toko arak.

   Sambil berdjingkat dia melihat dibelakang tembok.

   , Halaman belakang dari toko arak agak gelap.

   Akan tetapi di-loteng semua djendela terang-benderang.

   Halaman belakang itu penuh dengan tempajan- tempajan arak jang kosong dan jang di-deretkan dalam dua djadjar dengan rapihnja.

   Tak sangsi- sangsi lagi bahwa ini adalah halaman belakang dari tempat tinggal Bu Heng.

   Tao Gan mentjari sepandjang tembok sehingga dia temukan sebuah tempajan jang rusak.

   Tempajan itu dibalikannja dengan di pantatnja keatas.

   Sambil berdiri diatas tempajan itu dengan leluasa dia dapat mengawasi kcadaan dibelakang rumah.

   Sepandjang bagian belakang dari kamar Bu Heng didirikan balkon jang agak sempit, dimana terdapat sederek pot-pot- kembang.

   Dibawah balkon itu adalah tembok belakang dari toko arak.

   it Sebuah pintu -jang sempit tampak agak terbuka.

   Disebelahnja tampak sebuah emper.

   jang Tao Gan anggap dipakai sebagai dapur.

   Dia pikir, tak sukar bagi Bu Heng untuk meninggalkan kamarnja dengan turun dari balkon ini.

   Tao Gan menunggu dengan sabar.

   Setengah djam kemudian, salah-sebuah djendela dari kamar Bu Heng terbuka perlahan-lahan.

   Bu Heng tondjolkan kepalanja dan melihat-lihat keluar.

   Tao Gan mengawasinja tak bergerak.

   Dia tahu bahwa dia tak dapat dilihat Bu Heng oleh karena dia berdiri ditempat gelap.

   Bu Heng keluar dari djendela.

   Dia berdjalan hati-hati sepandjang balkon sehingga dia berada diatas atap dapur.

   Seperti ku-tjing dia merangkang diatas genteng dan lompat turun kebawah.

   Dengan tjepatnja dia menudju kesebuah gang jang memisahkan toko arak dengan rumah disebelahnja.

   Tao Gan meninggalkan tempat- pengintaiannja.

   Dia berlari ke-luar dari gang selekas-lekasnja.

   Hampir sadja kakinja patah ketika dia menjandung sebuah peti kaju jang sudah tua.

   Ketika dia membelok dipodjok gang, dia bertabrakan dengan Bu Heng.

   Tao Gan mengutjapkan kutukan jang kasar.

   Akan tetapi Bu Heng tak menghiraukannja.

   Dengan tergesa-gesa dia menudju kedjalan raja, tanpa menengok kebelakang.

   Tao Gan membuntuti dia dari djarak jang agak djauh.

   Didjalan banjak orang mundar- mandir, akan tetapi Bu Heng mudah sadja dibuntutinja oleh karena serbannja jang model asing gampang sekali dikenali diantara kupiah hitam jang dipakai oleh chalajak ramai.

   Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Bu Heng terus menudju kearah selatan.

   Tiba-tiba dia mem- belok kesuatu djalan ketjil.

   Tao Gan terus membuntutinja.

   Kini mereka berada disuatu wilajah jang sepi.

   Tao Gan kira mereka tak djauh dari pada- tembok kota sebelah timur.

   Rupanja Bu Heng mengenal balk daerah ini.

   Tak ragu-raga dia masuk kedalam suatu gang buntu jang sempit.

   Diudjungnja tampak gapura dari sebuah kuil Buddis ketjil, jang rupanja sudah lama tak terurus, sebab pintunja sudah rusak dan tak ada penerangan didalamnja.

   Bu Heng berdjalan terus, lalu naik ditangga batu jang sudah rusak menudju ke gapura.

   Disini dia berhenti sebentar, dan menengok kekiri-kanan, lalu menghilang kedalam kuil.

   Tao Gan mengikutinja dari belakang.

   Diatas gapura terdapat huruf-huruf terbikin dari porselen berwarna jang sudah tak lagi dapat terbatja "Tempat Pertapaan dari Tri-Tunggal jang Mulia".

   Tao Gan naik ketangga dan masuk kekuil.

   Kuil itu rupanja sudah bilangan tahun tak dikundjungi orang.

   Tak ada alat rumah-tangga sebuahpun dan tempat dimana hia-sanja ditaruh medja-sembahjang djuga kosong.

   Disana-sini gentengnja sudah hampir rubuh dan Tao Gan bisa melihat bintang-bintang dilangit.

   Sambil berdjalan berdjingkat dia memeriksa segala pelosok didalam kuil itu, akan tetapi dia tak dapat ketemukan bekas- bekas Bu Heng.

   Achirnja dia buka pintu belakang dan melongok keluar.

   Dengan tjepat dia mundur kebelakang daun pintu.

   Dia lihat suatu kebun ketjil jang dikelilingi oleh tembok dan ditengahnja terdapat kolam ikan.

   Dipinggir kolam ada sebuah bangku terbikin dari batu-batu tua.

   Disini Bu Hong sedang duduk termenung seorang diri, sambil bertopang dagu.

   "Rupanja ini adalah suatu tempat pertemuan rahasia !"

   Tao Gan herkata didalam hati. , Dia menemukan suatu tempat hersembunji dibawah sebuah djen-dela dimana dia bisa duduk sambil mengamat-amati Bu Heng dengan tenang tanpa dilihat orang. Dia duduk disitu sekian lama tanpa terdjadi suatu apa"

   Kadang-kadang Bu Heng merobah sikap duduknja.

   kali dia memungut batu-batu kerikil dan menimpukkannja keda-lam kolam.

   Achirnja dia bangun dan berdjalan mondar-mandir dikebun, rupanja dia sedang herpikir keras sekali.

   Kembali lewat setengah djam tanpa terdjadi suatu apa.

   Lalu, tiba-tiba Bu Heng berdjalan keluar.

   Tao Gan tjepat-tjepat bersembunji dibawah djendela, memaparkan diri pada tembok jang lembab.

   -Bu Heng berdjalan pulang dengan tjepat tanpa menengok kekiri-kanan.

   Setibanja didekat toko- arak dia berhenti dipodjok djalan dan melihat-lihat disekelilingnja.

   Rupanja dia ingin tahu apakah Thio Liong ada di djalan.

   Kemudian tjepat-tjepat dia meneruskan per-djalanannja dan menghilang di gang sempit diantara toko arak dan rumah disebelahnja.

   Di dalam toko orang-orang masih berminum- minum dengan gembira.

   Setelah Thio Liong kehabisan tjeritera-tjeritera, adalah giliran pemilik toko untuk menuturkan pengalamannja.

   Jang paling gembira adalah kedua tetamu lainnja, jang menepuk-nepuk tangan sehabisnja tiap tjerita, Mereka bersedia mendengarkannja bilang djam lagi, asal sadja arak mengalir terus ketjangkirnja.

   Achirnja Bu Heng turun kebawah dan menjertai mereka.

   Thio Liong tak tahu lagi beberapa tjangkir arak dia sudah minum.

   Akan tetapi dia adalah seorang peminum jang amat ulung, maka pikirannja masih tetap terang.

   Dia pikir djikalau dia bisa membuat Bu Heng mendjadi mabuk.

   dia bisa dapat keterangan-keterangan jang berguna dari si- pemuda itu.

   Maka dia menjambut kedatangan Bu Heng dengan kegembiraan jang berkelebih-Iebihan dan menjuguhi dia setjangkir arak.

   lnilah ada permulaan dari suatu perlombaan berminum jang mendjadi buah-tutur orang berbulan-bulan kemudian.

   Bu Heng mengeluh bahwa dia sudah ketinggalan djauh dari jang lain.

   Dia menghabiskan setengah gutji arak putih jang pa ling keras dengan memakai mangkuk nasi dan dia meminumnja dalam sekali tegukan, tak beda seperti dia minum air.

   Lalu dia mengadjak Thio Liong berminum segutji arak lagi, sambil menjeriterakan tjeritera- tjeritera jang pandjang tapi amat menarik hati.

   Thio Liong mulai merasakan pengaruh dari pada arak itu.

   Dia memutar-mutar otaknja untuk menjeriterakan kisah jang kasar.

   Dengan susah- pajah dia dapat mengachiri tjeriteranja itu.

   Bu Heng menjatakan kepuasannja.

   Dia rnengeringkan pula tiga tjangkir berturut-turut.

   Lalu dia menjentuh sorbannja kebe-lakang dahinja, menaruh sikutnja diatas medja dan melandJutkan pula menjeriterakan pengalaman-pengalamannja di Kota-radja.

   hanja berhenti sebentar untuk menghirup arak.

   Dia bertjeritera dengan enaknja sadja.

   sambil mengeringkan tjangkirnja dalam se- kali teguk.

   Thio Liong menemaninja dengan setia.

   Dia pikir 'Bu Heng itu baik sekali didjadikan kawan.

   Dia mengusulkan untuk minum lagi semangkuk.

   Kedua orang gelandangan itu adalah jang pertama jang meng-geletak dilantai.

   Dengan pertolongan beberapa tetangga mereka digotong pulang kerumahnja.

   Thio Liong merasakan bahwa dia sudah mulai agak mabuk.

   Dia mentjoba untuk menjeriterakan sebuah tjeritera jang agak nakal, akan tetapi dia tak sanggup untuk mengachirinja.

   Bu Heng minum pula semangkuk arak dan menuturkan suatu lelutjon tjabul jang rnembuat pemilik toko berteriak-teriak saking nikmatnja.

   Thio Liong terlalu sinting untuk dapat menangkap kelutjuannja, akan tetapi diapun ikut tertawa terbahak-babak, kemudian dia menga-djak Bu Heng minum lagi.

   Sementara itu wadjah Bu Heng sudah mendjadi kemerah-me-rahan, dan keringat mulai mengalir dari dahinja.

   Dia membuka sorbannja dan melemparkannja kepodjok.

   Sedari saat itu pertjakapan mendjadi katjau.

   Thio Liong dan Bu Heng berbitjara berbarengan.

   Mereka hanja berhenti sebentar untuk menepuk tangan, lalu mulai minum kembali.

   Sang waktu sudah djauh lewat tengah malam, ketika Bu Heng memberitahukan bahwa dia hendak tidur.

   Dengan susah-pajah dia berbangkit dari kursinja dan berdjalan sempojongan hingga dibawah tangga loteng sambil berkali-kali memastikan kepada Thio Liong tentang persahabatan mereka jang kekal.

   Selagi pemilik toko membantu Bu Heng naik ketangga, Thio Liong pikir, toko arak ini sungguh ada suatu tempat jang menje-nangkan sekali.

   Akan tetapi diapun dengan diam-diam achirnja mendjadi menggeletak diatas lantai dan tak lama kemudian dia mulai mendengkur dengan kerasnja.

   Pao kong bagian - 3 Di tuturkan oleh.

   Yang Lu Sumber Pustaka .

   Gunawan AJ Kontributor - Scanner .

   Awie Dermawan OCR convert pdf Text .

   Tan Willy DISCLAIMER
Kolektor E-Book
adalah sebuah wadah nirlaba bagi para pecinta Ebook untuk belajar, berdiskusi, berbagi pengetahuan dan pengalaman.

   Ebook ini dibuat sebagai salah satu upaya untuk melestarikan buku-buku yang sudah sulit didapatkan dipasaran dari kpunahan, dengan cara mengalih mediakan dalam bentuk digital.

   Proses pemilihan buku yang dijadikan abjek alih media diklasifikasikan berdasarkan kriteria kelangkaan, usia,maupun kondisi fisik.

   Sumber pustaka dan ketersediaan buku diperoleh dari kontribusi para donatur dalam bentuk image/citra objek buku yang bersangkutan, yang selanjutnya dikonversikan kedalam bentuk teks dan dikompilasi dalam format digital sesua kebutuhan.

   Tidak ada upaya untuk meraih keuntungan finansial dari buku-buku yang dialih mediakan dalam bentuk digital ini.

   Salam pustaka! Team Kolektor Ebook BAB XII.

   PAO KONG MEMPERBINTJANGKAN RAHASIA DARi DUA LUKISAN & HEK LAN MENEMUKAN SEKUMPULAN SURAT-SURAT PERTJINTAAN.

   Pada esok harinja, ketika Tao Gan melalui halaman utama dalam perdjalanannja kekantor Hakim, dia melihat Thio Liong duduk membungkuk diatas bangku dari batu, dengan kedua tangan memegang kepalanja.

   Tao Gan berhenti, lain bertanja .

   "Ada apa, kawan ?"

   Thio Liong menggelengkan kepalanja dan tanpa berdongak dia djawab dengan suara serak .

   "Pergilah, saudara, aku sedang mengasoh. Kemaren malam aku berminum-minum sedikit dengan Bu Heng, oleh karena hari sudah djauh malam, aku menginap di- toko arak dengan harapan mendapat lebih banjak keterangan tentang gerak-gerik Bu Heng. Aku baru kembali setengah djam jang lalu."

   Tao Gan mengawasi tentangnja dengan ragu- raga. Kemudian dia berkata dengan tak sabar .

   "Mari, ikutlah ! Engkaupun harus mendengarkan laporanku kepada Pao Tay-djin dan menjaksikan apa jang kubawa kesini !"

   Samba bitjara dia memperlihatkan Thio Liong sebuah bungkus-an ketjil, terbungkus dalam kertas minjak.

   Thio Liong, walaupun ogah-ogahan, bangun djuga dari tempat duduknja.

   Mereka bersama pergi kekantor Hakim.

   Pao Kong sedang sibuk mempeladjari pelbagai dokumen di-belakang medja.

   Sersan Hong duduk di podjok sambil mengirup teh pagi.

   Pao Kong memandang kedua pembantunja jang baru masuk dan bertanja "Apa kabar, teman-temanku ? Apa pelukis kita pergi keluar kemaren malam ?"

   Thin Liong menggosok-gosok dahinja.

   "Tay-djin", dia berkata, kurasakan kepalaku seperti pecah dengan batu. Tao Gan akan menjampaikan laporan kita bersama Hakim memandang wadjah Thio Liong jang agak putjat, Lalu dia berpaling kepada Tao Gan untuk mendengarkan Iaporannja. Tao Gan menuturkan pandjang-lebar bagaimana dia telah mem-buntuti Bu Heng sampai dikuil "Tempat Pertapaan dari Maha-dewa Tri-Tunggal", dan tentang tingkah lakunja jang mengheran-kan disana. Setelah dia selesai membawa laporannja, Hakim tinggal diam beberapa waktu lamanja, kemudian dia berseru "Ah, kalau begitu, gadis itu tak muntjul !"

   Tao Gan dan Sersan Hong memandang Hakim dengan rasa heran, bahkan Thio Liong menundjukkan perhatiannja.

   Pao Kong mengambil lukisan jang diberikan oleh Bu Heng dan membentangkannja diatas medja.

   Kedua udjungnja ditindihnja dengan penindih kertas, lalu dia mengambil sehelai kertas tulis dan menutupi gambar itu demikian rupa, sehingga hanja wadjah Kwan Im sadja jang terlihat.

   "Perhatikanlah wadjah ini baik-baik !"

   Dia memerintahkan.

   Tao Gan dan Sersan memperhatikan wadjah itu dengan penuh perhatian.

   Thio Liong pun mentjoba untuk berbangkit dan ternpat-duduknja, akan tetapi segera berduduk kembali karena kepala-nja masih sakit.

   Tao Gan berkata perlahan-lahan "Wadjah ini sesungguhnja agak luar biasa bagi seorang dewi, Tay-djin ! Dewi-dewi Buddis biasanja dilukiskannja dengan wadjah jang menundjukkan kemurnian dan kesutjiannja, akan tetapi ini adalah potret dari seorang gadis djelita jang masih hidup !"

   Hakim tampaknja senang sekali.

   "Dernikianlah jang sesungguhnja"

   Dia berseru.

   "Kemaren ketika aku melihat-lihat lukisan-lukisan jang dibuat oleh Bu Heng telah menarik perhatianku, bahwa semua gambar-gambar Kwan Im memperlihatkan wadjah jang sama dari seorang wanita. Aku menarik kesimpulan bahwa Bu Heng kini kiranja sangat mentjintai seorang gadis, sehingga dia tak dapat melupakannja sedetikpun. Maka tiap kali dia melukis seorang dewi, dia memberikannja wadjah dari gadis itu, mungkin tanpa dia sendiri meng- insjafinja. Oleh karena Bu Heng adalah seorang seniman jang pandai, maka lukisannja itu pasti adalah potret jang balk dari gadis jang tak dikenal itu. Potret itu mesti menundjukkan kepribadian jang Chas dari gadis itu. Aku jakin bahwa gadis itulah jang mendjadi sebab, mengapa Bu Heng tidak meninggalkan kota Lam Hong ini.

   "Bukan mustahil djikalau dia merupakan petundjuk bahwa ada hubungannja antara Bu Heng dan pembunuhan atas diri Djenderal Teng !"

   "Kiranja tak begitu sukar untuk mentjari gadis itu"

   Kata Sersan Hong.

   "Sebaiknja kita mengadakan penjelidikan ditempat sekitar kuil Buddis itu."

   "Saran jang balk sekali". djawab Hakim. .,Hendaknja kamu bertiga mengingat baik-baik potret dari gadis itu dalam kepala- mu!" '._ Thio Liong, bangun sambil merintih-rintih dan memaksakan diri untuk melihat djuga potret itu diatas medja. Kemudian dia merami matanja sambil memegang kepalanja dengan kedua tangannja.

   "Sahabat ku Si Gentong Arak itu sebenarnja sakit apa ?"

   Tao Gan mengedjek. Thio Liong membuka pula matanja, dan tanpa menghiraukan edjekan kawannja, dia berkata perlahan-lahan, seakan-akan berbitjara kepada diri sendiri .

   "Aka tahu benar, aku pernah bertemu dengan gadis itu. Entah bagaimana, kukira wadjah itu kukenal baik. Tapi aka tak ingat, bila dan dimana ku pernah meiihatnja!"

   Pao Kong menggulung pula lukisan itu.

   "Kalau kepalamu sudah djernih kembali, mungkin kau ingat kembali'', katanja.

   "Dan sekarang, apa jang kau bawa kesini, Tao Gan ?"

   Tao Gan membuka bungkusan jang dibawanja dengan hati-hati. Bungkusan itu berisikan sepotong papan kaju, jang ditempelkan 10 helai kertas persegi diatasnja. Dia menaruhnja didepan Hakim dan berkata .

   
Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Tay-djin, ber-hati- hatilah ! kertas tipis ini masih basah dan mudah sekali men-djadi rohek. tadi pagi aku menemukannja dibelakang kain lapisan dari pigura jang dibuat oleh Gubernur itu. Ini adalah surat wasiat dari Gubernur Yo !"

   Pao Kong membungkukkan badannja diatas kertas diatas medjanja itu dan rnengamat-amati tulisannja jang ketjil dengan teliti.

   Kemudian wadjahnja mendjadi muram.

   Dia bersandar pada kursinja dan menarik-narik tjambangnja sambil marah-marah.

   Tao Gan jang salah tafsirkan sebab2 kemarahan madjikannja mengangkat pundaknja dan berkata "la, Tay-djin, roman jang menjenangkan dan tingkah-laku jang sopan-santun seringkali membuat salah-tafsiran tentang labiat orang jang sebenarnja.

   Njonja Yo jang tjantik dan lemah-lembut itu rupanja telah mentjoba untuk mempedajai kita."

   Hakim dorong papan itu kepada Tao Gan.

   "Batjalah keras-keras !"

   Dia perintah dengan singkat.

   Tao Gan membatja "Aku.

   Yo Su-tjian, jang merasa bahwa segera aku akan menutup mata untuk selama-lamanja, dibawah ini menulis surat-wasiat dan keinginanku jang penghabisan.

   Oleh karena Bwee-Sie, istriku jang kedua telah melakukan perzinah., sehingga anak jang dia lahirkan bukan dari darah-dagingnja sendiri, maka semua harta-bendaku kuwaris-kan kepada putraku jang sulung Yo Kie akan memelihara terus tradisi keluarga Yo jang tua."

   Tertanda-tangan dan ditjap oleh Yo Su-tjian. Sesudah mengasoh sebentar, Tao Gan berkata "Sudah barang tentu aku telah perbandingkan tjap Gubernur dibawah dokumen ini dengan jang tampak diatas lukisannja, dan kumenjatakan kedua-dua tjap adalah sama."

   Untuk beberapa detik suasana jang sunji-senjap meliputi kamar hakim. Tak ada orang jang mengatakan suatu apa. Kernudian Pao Kong memukul medja dengan kepalannja.

   "Segala-galanja salah sama-sekali !"

   Dia berseru.

   Tao Gan dan Sersan saling memandang dengan sorot mata jang menundjukkan keheranannja.

   Thio Liong memandang Hakim dengan bidji rnatanja berputar- putar.

   Achirnja Pao Kong mendjadi tenang kembali dan berkata sambil menarik napas .,Aku akan mendjelaskan kepadamu sekalian mengapa aku tahu pasti bahwa testamen itu tak mungkin ada testamen Gubernur jang sedjati.

   Aku mengakui, testamen jang tadi dibatjakan Tao Gan itu merupakan suatu bukti jang kuat bahwa Yo Kie sesungguhnja berhak untuk menerima harta- peninggalan ajahnja seanteronja.

   Akan tetapi bukti jang berbentuk benda semua bisa dipalsukan.

   Jang tak dapat dipalsukan jalah kepribadian dan watak orang.

   Kebetulan kukenal Yo Su-Tjian baik sekali pada waktu aku melakukan dinas dikota-radja.

   Dia adalah seorang jang bidjaksana dan berpemandangan djauh.

   Pula sebagai pembesar, dia adalah seorang jang amat tertib.

   Djikalau sesungguhnja dia ingin Yo Kie diakui sebagai achliwaris tunggal, pasti dia akan mem-perkuatkan keinginannja jang terachir dengan membuat sebuah surat-wasiat setjara terang-terangan.

   Lagi pula, apa perlu dia meninggalkan sebuah lukisan kepada djandanja dengan pesan sungguh-sungguh untuk memperlihatkannja kepada tiap-tiap pembesar jang bertugas dikota Lam Hong ini, sehingga seorang di-antara dapat memetjahkan rahasia jang tersembunji didalamnja ?"

   Kata Tao Gan "Pesan itu, Tay-djin, mungkin dia tak pernah berikan.

   Tentang hal itu kita hanja mempunjai kesaksian dari Nj.

   Yo sendiri.

   Menurut pendapatku, testamen ini mernbuktikan dengan njata bahwa Yo Shan adalah anak jang tidak sah.

   Agar mentjegah persetorian jang memalukan dikalangan pamili sendiri, maka dia menjembunjikan testamen itu didalam pigura.

   Dji- kalau seorang pembesar jang tjerdik kelak menemukannja, dia dapat menolak tiap-tiap gugatan jang mungkin diadjukan oleh Njonja Yo.- Hakim mendengarkan dengan penuh perhatian jang dikemukakan Tao Gan.

   Lalu dia bertanja.

   "Djikalau halnja demikian, tjara bagaimana engkau mau menerangkan bahwa djustru Njonja Yo Kie jang mempunjai keinginan keras untuk memetjahkan teka-teki dari pigura itu "Orang wanita". djawab Tao Gan.

   "sering menilaikan setjara berlebih-lebihan pengaruhnja atas orang- orang laki jang mentjintai mereka. Menurut pendapatku Njonja Yo mengharap bahwa Gubernur telah menjembunjikan sebuah wesel atau satu atau lain pe-tundjuk bagaimana menemukan harta jang tersembunji sebagai penggantian kerugian dari pada hal bahwa dia dan anaknja tak menerima suatu apa dari harta-peninggalan suaminja.- Hakim menggelengkan kepalanja. .,Jang kau katakan". dia berkata.

   "agak logis djuga, akan tetapi keberatanku jalah bahwa sikap demikian sekali-kali tak sesuai dengan watak dari Gubernur tua itu. Aku jakin bahwa surat-wasiat ini adalah suatu pemalsuan jang dibuat Yo Kie. Menurut teoriku, Gubernur itu telah menjembunjikan suatu atau lain dokumen jang tak berarti untuk menjesatkan Yo Kie. Dan disamping petundjuk jang palsu itu, lukisan ini mesti mengandung pesan Gubernur jang sebenarnja dan jang disembunjikan setjara jang lebih tjerdik. Menurut Njonja Yo, Yo Kie telah menahan lukisan ha lebih dari seminggu. Tjukup waktu baginja untuk menemukan dokumen jang sengadja disembunjikan Gubernur didalamnja untuk diketemukan olehnja dan untuk menggantikannja dengan surat-wasiat jang palsu, sehingga dia merasa kepentingannja terdjamin, apapun Njonja Yo berbuat dengan lukisan itu."

   Tao Gan menganggukkan kepalanja dan berkata "Aku me-ngakui, Tay-djin, bahwa teori itu amat menarik hati. Tapi aku tetap menganggap teoriku sendiri jang sederhana, maka lebih masuk di akal."

   "Semestinja tak begitu sukar untuk mentjari sebuah tjontoh dari tulisan Gubernur". kata Sersan Hong.

   "Tapi sajang sekali dia menggunakan hurta- huruf kuno untuk tulisan pada lukisannja itu."

   Djawab Hakim sambil termenung .,Aku memang ada niatan untuk bertemu pada Yo Kie.

   Aku akan pergi kesana sore ini djuga dan akan mengusahakan untuk mendapati sebuah tjontoh dari tulisan Gubernur dan dari tanda-tangannja.

   Hendak segera engkau berangkat kesana, Sersan, dan memberitahukan tentang kundjunganku".

   Sersan dan kawan-kawannja bangun dan keluar dari kantor.

   Selagi mereka menjeberangi kebun pengadiian, Sersan Hong berkata .,Thio Liong, apa jang engkau perlukan jalah se teko teh jang panas dan pahit.

   Mari kita berduduk sebentar dirumah- djaga dan minum teh !"

   Thio Liong menjetudjui. Dirumah-djaga mereka nampak Kopral Ong sedang berbitjara dengan putranja. Mereka dipersilahkan duduk, dan Sersan Hong menjuruh seorang polisi jang bertugas untuk mengambil se-teh-koan teh pahit.

   "Ketika kamu masuk, aku sedang memperbintjangkan dengan putraku, dimana kita harus mentjari putriku jang sulung."

   Sersan Hong rnengirup teh lalu berkata "Aku tak mau menjinggung-njinggung sesuatu jang menjakiti hati Kopral, akan tetapi kukira kita menjampingi kemungkinan bahwa putrimu mempunjai patjar setjara rahasia dan bahwa mereka telah berlari bersama."

   Kopral Ong menggelengkan kepalanja dengan tegas.

   "Gadis itu", dia berkata, dari pada adiknja. Hek Lan amat bandel dan mempunjai kemauan keras. Sedjak dia tak lebih tinggi dari pada dengkulku dia sudah tahu benar apa jang dia kehendaki dan umumnja tahu djuga tjara bagaimana untuk memperolehnja. Seharusnja dia mendjadi laki-laki. Akan tetapi Pek Lan, putriku jang sulung tabiatnja lain sekali. Dia adalah seorang gadis jang lemah-lembut dan amat dengar-kata. Tak mungkin dia mempunjai patjar, djangan kata berlari dengan patjarnja."

   "Djikalau demikian halnja". kata Tao Gan "kita harus slap untuk menghadapi kemungkinan jang paling tjelaka. Bisa djadi dia telah ditjulik oleh salah seorang badjingan dan didjualnja kepada sebuah rumah-pelatjuran". Kopral Ong mengangguk dengan wadjah jang sedih.

   "Benar", dia berkata.

   "akupun pikir demikian. Aka sudah mempunjai niat untuk menjelidiki tempat-tempat pelatjuran jang mendapat idzin resmi. Seperti kamu ketahui ada dua tempat Jang satu disebut Kampung Utara, letaknja disebelah barat-laut dari tembok kota. Perempuan-perempuan disitu kebanjakan berasal dari luar tapal-batas. Tempat itu menarik banjak keuntungan pada waktu djalan raja kebarat masih melalui kota Lam Hong. Sekarang sudah banjak mundur, melainkan dikundjungi oleh sampah masjarakat dari kota ini. Jang lain. dikenal sebagai Kampung Selatan, terdiri atas rumah-rumah pelatjuran kelas satu. Perempuan-perempuan disitu semua bangsa Tionghoa. diantaranja terdapat beberapa jang berpendidikan baik sekali. Mereka dapat dipersamakan dengan bunga raja kelas satu dikota-kota besar."

   "Menurut pendapatku", kata Tao Gan.

   "sebaiknja kita mulai dengan Kampung Utara. Dari apa jang kau dengar, aku menarik kesimpulan bahwa rumah-rumah pelatjuran di Kampung Selatan tak berani mentjulik gadis-gadis. Rumah-rumah pelatjuran dari tjabang alas seperti itu selalu berhati-hati agar mereka tak melanggar hukum . mereka membeli perempuan-perempuan jang mereka perlukan setjara jang lazim."

   Thio Liong menaruh tangannja jang kasar diatas bahunja Kopral Ong.

   "Selekasnja Pao Tay-djin dapat menjelesaikan perkara pembunuhan Djenderal Teng", dia berkata.

   "aku akan memohon supaja tugas untuk mentjari gadismu jang terhilang dipertjajakan kepada Tao Gan dan aku. Djikalau ada seorang jang dapat mentjarinja, orang itu adalah Tao Gan jang penuh dengan tipu-muslihat dan akal bangsat. Lebih-lebih lagi djikalau aku mendampingi dia untuk melakukan pekerdjaan jang kasar untuk dia!"

   Kopral Ong menjatakan rasa terima-kasihnja dengan air-mata berlinang-linang. Pada scat itu Hek Lan masuk kedalam, berpakaian sederhana sebagai seorang pelajan.

   "Bagairmana dengan pekerdjaanmu, Nak ?"

   Thio Liong bertanja. Hek Lan sedikitpun tak menghiraukannja. Dia memberi hormat dcngan chidmat kepada ajahnja dan berkata .

   "Aku ingin melaporkan sesuatu kepada Pao Tay-djin, Ajahku! Sudi apakah Ajah antar aku kesana ?"

   Ong Liang berbangkit dari tempat duduknja meminta idzin kepada teman- temannja.

   Sersan Hong pergi keluar untuk menjampaikan pesan Hakim kepada Yo Kie, dan Kopral Ong me-lintasi kebun pengadilan, disertai oleh putrinja.

   Mereka nampak Pao Kong sedang duduk terpekur seorang diri dikantornja.

   Ketika dia berdongak dan melihat Ong Liang dan putrinja, wadjahnja mendjadi terang.

   Dia mendjawab pemberian hormat dengan menganggukkan kepalanja dan berkata dengan ramah .,Djangan tergesa-gesa, Nak ! Dan tjeriterakanlah pengalamanmu dirumah tangga keluarga Teng dengan teliti !"

   "Tak bisa disangsikan lagi, Tay- djin", Hek Lan mulai laporan-nja.

   "bahwa si- Djenderal tua itu selalu berada dalam ketakutan akan djiwanja. Pelajan"! wanita menjeriterakan kepadaku bahwa barang hidangan untuknja, terlebih dahulu dikasih makan kepada andjing untuk membuktikan makanan itu tak mengandung ratjun. Pintu gerbang depan dan jang disamping siang, dan malam selalu dikuntji, hal mana amat rnenjibukkan pelajan-pelajan jang harus membuka dan menguntjinja lagi tiap kali ada tetamu masuk dan keluar. Pelajan-pelajan tak suka bekerdja di sana, masing-masing mendapat giliran untuk ditjurigai oleh Djenderal dan untuk diperiksa oleh Tuan Muda. Umumnja mereka hanja tahan bekerdja disana untuk beberapa bulan."

   "Bagaimana kesan- kesanmu tentang anggota-anggota keluarga itu ?"

   Istri Djenderal jang pertama sudah meninggal beberapa tahun jang lampau, dan sekarang istrinja jang kedua jang mengatur rumah-tangga.

   selalu ketakutan istri-istri Djenderal jang lain-nja tidak mengindahi dia seharusnja.

   Tabiatnja agak tjerewet.

   Istri Djendral jang ketiga adalah seorang wanita jang buta huruf, gemuk dan malas, tapi tak begitu sukar untuk melajani dia.

   Istri-nja jang ke- empat masih muda sekali Djenderal tua mengambil dia sebagai istri pada waktu dia baru berpindah ke kota Lam Hong ini.

   Kukira dia adalah seorang wanita jang kaum lelaki anggap tjantik sekali.

   Akan tetapi sewaktu dia sedang berhias tadi pagi aku melihat sebuah tahi-lalat jang djelek pada buah- dadanja sebelah kiri.

   Sehari-hari kebanjakan dia melewati waktu didepan katja kalau tidak dia kebetulan mentjoba untuk memaksakan Njonja rumah jang kedua memberi dia sedikit uang.

   Tuan Muda tinggal bersama istrinja di sebuah pekarangan ketjil jang terpisah.

   Mereka tak mempunjai anak.

   Istrinja tak begitu tjantik dan usianja beberapa tahun lebih tua dari pada suaminja.

   Orang bilang dia seorang wanita jang terpeladjar dan pandai dan gemar sekali membatja buku.

   Tuan Muda kadang-kadang mentjoba untuk mendapat persetudjuannja untuk mengambil istri ke-dua, akan tetapi dia tak akan rnemperkenankannja.

   Sekarang !,suaminja mentjoba untuk mengganggu pelajan-pelajan perem-puan jang muda-muda, akan tetapi umumnja dia tak berhasil.

   Tahi dada orang jang suka bekerdja dirumah-tangganja dan pelajan- wanita-wanita tak menghiraukan apakah mereka menjakiti hati madjikannja jang muda itu atau tidak.

   Tadi pagi, ketika aku membersihkan kamar Tuan Muda, aku telah menemukan sekumpulan surat-surat pribadi."

   "Aku tak pernah memberi perintah demikian !"

   Kata Pao Kong.

   Ong Liang memandang putrinja dengan gusar.

   Muka Hek Lan mendjadi kemerah- merahan dan tjepat-tjepat dia melandjutkan "Aku menemukan dibelakang latji sebungkusan sadjak- sadjak dan surat-surat jang ditulis oleh Tuan Muda.

   Gaja-bahasanja terlalu sukar bagiku, akan tetapi dari beberapa kalimat jang kudapat tangkap artinja kukira isinja adalah luar biasa.

   Ku-bawa bungkusan ini agar Tay-djin dapat memeriksanja."

   Sambil berbitjara dia mengambil sekumpulan surat-surat dari dalam tangan badjunja, dan mempersembahkannja dengan horrnat kepada Hakim.

   Sambil melirik kepada Kopral Ong jang marah- marah.

   dia terirnakan surat-surat itu lalu tjepat- tjepat mernbatjanja.

   Kemudian dia menaruh surat- surat itu diatas medja lain berkata -Sadjak-sadjak ini menguraikan tentang hal pertjintaan jang terlarang dan bahasanja demikian menggairahkannja, sehingga baik sekali djikalau engkau tak dapat menangkap artinja.

   Surat-surat itu isinja sama djuga dan semua dibubuhi tanda- tangan "Budak-mu Teng".

   Rupanja Teng menulisnja hanja untuk melampiaskan tjinta-asmaranja, akan tetapi tak pernah dikirimnja kepada wanita jang ditjintainja."

   "Tuan Muda tak mungkin menulis hal-hal demikian kepada se orang wanita jang djelek sebagai istrinja sendiri. !"

   Kata Hek Lan. Ajahnja tempeleng putrinja sarnbil membentak "Djangan bu-ka mulutmu djikalau tidak ditanja, anak kurang adjar !"

   Sambil berpaling kepada Hakim dia menambahkan meminta maaf .

   "ltu semua karena istriku tak ada lagi untuk memberi pendidikan ke-padanja, Tay- djin !"

   Pao Kong bersenjum, lalu berkata "Djikalau kita sudah me-njelesaikan perkara pembunuhan ini, Kopral, aku akan mengatur pernikahan jang tepat bagi putrimu.

   Tak ada sesuatu jang lebih baik untuk seorang gadis jang bandel dari pada rnengurus rumah-tangga sendiri sehari-hari."

   Ong Liang menghaturkan terima kasih kepada Hakim. Hek Lan tampaknja marah benar akan tetapi, tak berani mengatakan suatu apa. Sambil mengetuk-ngetuk bungkusan dengan telundjuknja, Hakim berkata .

   "Surat-surat dan sadjak-sadjak ini segera akan ku- suruh salin. Sore ini engkau harus taruh kembali aslinja ditempat dimana engkau telah menemukannja. Engkau telah melakukan tugasmu baik sekali. Nak ! Pasang telinga dan matamu terang-terang, dan hati-hati, djangan mengaduk- aduk latji atau lemari orang jang terkuntji. Hendaknia besok engkau datang lagi untuk memberi laporan !"

   Setelah Kopral Ong clan putrinja meninggalkan kantor, Pao Kong panggil masuk Tao Gan.

   "Disini ada sekumpulan sadjak dan surat-surat". dia berkata, .,Salinlah semua dengan teliti dan tjobalah menjimpulkan dari pada pengutaraan-pengutaraan jang penuh kegairahan dan asmara ini, suatu atau lain petundjuk tentang wanita kepada siapa sadjak dan surat-surat itu ditudjukan."

   Tao Gan terima perintah, kemudian Hakim melandjutkan pekerdjaannja seorang diri di kantornja jang sunji- senjap.

   BAB XIII YO KIE MENERIMA KEDATANGAN SEORANG TETAMU AGUNG ; PAO KONG MENGUNDJUNGI PERPUSTAKAAN DJENDERAL TENG UNTUK KEDUA KALINJA.

   Pao Kong pergi kegedung Yo Kie hanja disertai Sersan Hong dan empat orang polisi.

   Selagi djolinja melintasi djembatan jang dibangun dari haul mar- mer.

   dia memandang dengan penghargaan sebuah pagoda jang ber-tingkat sembilan jang dibangun ditengah-tengah Telaga Teratai.

   Kemudian mereka membelok kebarat dan mengikuti djalan se- pandjang sungai sehingga mereka tiba di bagian kota sebelah barat-daja jang agak sepi.

   Gedung Yo Kie berdiri terpisah disebidang tanah tandus jang luas.

   Hakim melihat bahwa gedung itu dikeliling tembok jang kuat sekali.

   Dia ingat tempat ini letaknja dekat Pintu Air.

   tak djauh dari tapal- batas.

   Maka penduduk di wilajah ini menghendaki rumah-rumah jang kuat berhubung kemungkinan penjerbuan bangsa liar dari seberang sungai.

   Sersan mengetuk-ngetuk pintu tengah, kemudian pintu jang berlapis dua itu dibuka lebar-lebar dan dua orang pendjaga pintu membungkukkan badan untuk memberi hormat selagi djoli Hakim digotong masuk kehalaman utama.

   Selagi hakim turun dari djoli, seorang jang berbadan gemuk tjepat-tjepat turun dari tangga ruang tetamu.

   Mukanja lebar dan bundar, kumisnja pendek dan lantjip.

   Matanja ketjil dan bidji matanja berlompat-lompat bolak-balik dari kiri kekanan dibawah sepasang alis jang tipis,- seakan-akan berlomba dengan gerak-geriknja jang tjepat dan tjaranja berbitjara jang tergesa-gesa.

   Sambil membalikkan hadannja untuk memberi hormat, dia berkata "Aku jang amat rendah adalah Yo Kie pemilik tanah.

   Kundjungan Tay-djin jang mulia adalah suatu kehormatan besar bagi pondok ku jang hina.

   Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   ini.

   Sudi kiranja Tay-djin masuk kedalam !"

   Yo Kie mengantar Hakim masuk keruang tetamu.

   Dia mem-, persilahkan tetamunja duduk dikursi kehormatan jang menghadapi sebuah medja besar .jang rnirip dengan medja- abu.

   Hakim melihat dengan sekali pandang bahwa ruangan itu di-perlengkapi dengan alat-alai rumah- tangga jang sederhana akan tetapi halus sekali buatannja.

   Dia anggap bahwa kursi-kursi dan medja-medja kuno itu serta pigura-pigura jang indah jang meng-hiasi temhok adalah dari koleksi Gubernur Yo jang tua.

   Selagi seorang pelajan menuangkan teh kedalarn tjangkir-tjangkir terbikin dari porselen kuno, Pao Kong berkata ."Adalah kebiasaanku untuk mengundjungi warga-warga- kota jang terkemuka di-mana sadja aku diangkat mendjadi pembesar.

   Dan kundjungan ku pada hari ini iebih lehih menjenangkan lagi oleh karena aku ingin sekali bertemu dengan putra dari seorang negarawan jang termashur sebagai mendiang Gubernur Yo Su-tjian."

   Yo Kie berbangkit dari tempat duduknja dan membungkukkan badan tiga kali berturut-turut dihadapan Hakim. Setelah dia duduk kembali dia berbitjara dengan tjepatnja .

   "Beribu-ribu terima kasih atas pudjian Tay-djin jang mulia ! Se- sungguhnja, mendiang ajahku adalah seorang jang amat luar-biasa, ;,sungguh luar biasa! Tapi, sajang benar, diriku jang bodoh adalah putra jang amat tak berharga bagi seorang ajah jang demikian agungnja ! Bakat jang sedjati adalah anugerah Tuhan jang Maha Kuasa. Bakat itu dapat diperkembangkan dengan beladjar dengan radjin dan tekun. Akan tetapi, djikalau dalam hal diriku, bakat itu tak ada sama-sekali, walaupun beladjar slang dan malam tak berguna. Akan tetapi setidak- tidaknja kudapat mengatakan bahwa aku sendiri menginsjafi akan kebodohanku. Maka aku tak pernah berani memikirkan untuk memangku suatu djabatan jang tinggi. Aku merasa puas dengan melewati penghidupanku se-hari2 dengan tenang, sambil mengurus rumah-rumah dan tanahku ini !"

   Dia tersenjum dengan rasa-puas sambil menggosok-gosok tangannja jang gemuk.

   Hakim membuka mulut untuk berbitjara, akan tetapi Yo Kie sudah mendahuluinja dan melandjutkan pem- bitjaraannja "Aku malu sekali karena aku merasa tak berharga untuk bertjakap-tjakap dengan seorang terpeladjar seperti Tay-djin.

   Lebih-lebih lagi oleh karena aku merasa mendapat kehormatan jang terlampau besar bahwa seorang pembesar jang demikian termashur berkenan untuk mengundjungi tempat kediamanku jang hina! Dengan segala rendah hati aku memberi selamat berhubung dengan penangkapan si-badjingan Tjin Mo itu jang dilakukan demikian tjepatnja.

   Suatu hasil jang gemilang ! Pembesar-pembesar jang dahulu disini semua tunduk kepada Tjin Mo.

   Menjedihkan sekali ! Kuingat bahwa mendiang ajahku jang kumuliakan seringkali mengetjam deradjat moral jang rendah dari pembesar- pembesar jang muda.

   Ahem, sudah barang tentu Tay-djin sendiri terketjuali Kumaksudkan, seperti diketa-hui "

   Hakim tjepat-tjepat memotong pembitjaraannja "Mendiang ajahmu tentu telah meninggalkan banjak harta-benda." .,Benar", djawab Yo Kie.

   "Dan sungguh malang sekali bahwa aku amat bodoh ! Seluruh waktu kuhabiskan untuk mengurus tanah dan pembukuannja. Penjewa-penjewa tanah mungkin orang djudjur, akan tetapi selalu mereka menunggak ! Dan pelajan-pelajan disini. Tay-djin, betapa bedanja dengan orang-orang dari kota- radja ! Selalu aku mengatakan "

   "Menurut keterangan", kata Hakim dengan tegas.

   "engkau mem-punjai sebuah perkebunan jang indah diluar pintu kota timur ?"

   "Benar", djawab Yo Kie.

   "sebidang tanah-perkebunan jang balk sekali."

   Kemudian, kali ini, dia berhenti berbitjara atas kehendaknja sendiri.

   "Pada suatu hari". kata Pao Kong.

   "aku ingin sekali untuk melihat-lihat kebun labirin jang termashur jang telah dibangun oleh mendiang ajahmu disana."

   "Satu kehormatan besar ! Satu kehormatan besar !"

   Yo Kie ,berseru dengan gugup.

   "Sajang sekali tempat itu tidak dirawat baik. Aku sebenarnja mempunjai minat untuk memperbaiki pula gedung diperkebunan itu, akan tetapi mendiang ajahku jang mulia , amat senang dengan bentuknja jang tua itu, malahan telah meninggalkan pesan bahwa tak boleh diadakan perubahan apapun disana. Ja, Tay-djin. aku ada seorang bodoh, namun aku tak mau orang mengatakan aku kurang berbakti terhadap orang tua. Ajah ku telah mengangkat sepasang suami- istri jang sudah tua sebagai pendjaga kebun, budjang-budjang jang setia, akan tetapi mereka tak sanggup untuk mengurus kebun itu"

   ""Aku terutama mempunjai perhatian besar terhadap kebun labirin itu"

   Kata Hakim dengan sabar.

   "Kudengar bentuknja sangat luar biasa. Apa kau sendiri pernah masuk ke dalamnja ?"

   Yo Kie berkedip-kedip dengan matanja jang ketjil. Tampaknja pertanjaan Hakim membuat dia agak bingung dan gelisah.

   "

   "Tidak . eh, kumaksudkan belum, aku belum pernah !"

   "Kukira", kata Hakim.

   "bahwa djanda dari mendiang ajahku mengetahui tentang rahasia kebun labirin itu '?"

   "Menjesal sekali !"

   Yo Kie berseru.

   "lbuku sudah meninggal dunia pada waktu aku masih ketjil, sesudah menderita sakit sekian lama." ' .,Sebenarnja", kata hakim.

   "jang kumaksudkan jalah istri kedua dari Guhernur, ibu tirimu."

   Yo Kie melompat dari kursinja, berdjalan mondar-mandir dihadapan Hakim dan berseru .

   "Suatu urusan jang amat mendjemukan ! Sudah sajang kita terpaksa harus membitjarakan hal itu. Tay-djin kiranja pun menginsjafi betapa sedihnja seorang putra jang berbakti untuk mengakui bahwa ajahnja telah berbuat suatu kcsalahan. Suatu kesalahan jang djamak bagi seorang manusia, mesti diakui. dan kesalahan jang disebabkan oleh wataknja jang luhur dun berbudi..0 Haja, Tay-djin. ajahku telah membiarkan dirinja dipedajai oleh seorang wanita jang pintar-busuk. Berkat tipu-muslihatnja, ajah merasa kasihan kepadanja dan mengambil dia sebagai istri. Akan tetapi dari pada merasa berterima-kasih, dia telah melakukan perzinahan dengan salah-seorang pemuda djahanam, dengan siapa hanja Thian jang tahu ! "Ajahku tahu tentang hal itu, akan tetapi dia menderita diam-diam. Dia tak pernah mengatakannja kepada siapapun, bahkan tidak kepadaku, putranja sendiri. hanja di randjang kematian, dalam pesannja jang terachir, baru dia menjeriterakannja kepadaku tentang, perbuatan jang hina ini !"

   Hakim ingin berkata sesuatu, akan tetapi Yo Kie sudah melandjutkan .,Aku tahu Tay- djin mau mengatakan Kenapa tidak mendak-wa perempuan itu dihadapan pengadilan ? Sungguh aku tak sampai hati untuk mengadjukan urusan prihadi ajahku kehadapan pengadilan, disaksikan oleh orang banjak jang hina.

   Sungguh aku tak berani mengambil tindakan jang akan mentjemarkan nama baik keluarga ajahku dimata chalajak ramai !"

   Yo Kie menutup muka dengan kedua tangannja.

   "Amat menjcsal", kata Pao Kong.

   "urusan ini harus diperiksa oleh pengadilan. Ibu-tirimu telah mengadjukan dakwaan terhadap dirimu, dia membantah peninggalan jang dilakukan setjara lisan dan rnenuntut separuh dari harta-henda ajahmu."

   "Orang jang tak berbudi !"

   Yo Kie berteriak.

   "Perempuan jang amat buruk ! Kiranja dia adalah siluman rase.

   "Tay-djin ! Tidak ada manusia jang demikian rendahnja !"

   Lalu dia menangis tersedu-sedu.

   Hakim perlahan-lahan mengeringkan tjangkir tehnja.

   Dia menunggu sehingga Yo Kie duduk kembali dan dapat menguasai kembali perasaannja.

   Lalu dia berkata dengan tenang "Aku selalu menjesalkan bahwa aku tak mcmpunjai kesempatan untuk mendjumpai mendiang ajahmu.

   Akan tetapi sjukurlah ke-pribadian dan djiwa seseorang kita dapat mengenal djuga dari tulisan- tulisannja.

   Djikalau tidal terlalu menjusahi kamu, aku ingin sekali melihat beberapa tjontoh dari tulisan-tulisan ajahmu.

   Aku tahu bahwa mendiang Gubernur amat termashur karena tulisan-tulisannja jang indah."

   "Ah !"

   Yo Kie berseru.

   "Sajang sekali dan amat memalukan bahwa aku tak dapat memenuhi keinginan Tay-djin. Ini adalah akihat salah-satu sifat jang tak terduga dari mendiang ajahku. Mau lebih benar. suatu bukti dari kerendahan-hatinja. Ketika dia merasa bahwa saat terachirnja sudah tiba, dia telah meninggalkan pesan jang djelas bahwa semua tulisannja harus dibakar. Dia mengatakan bahwa tak ada sebuahpun dari tulisan- tulisannja jang berharga untuk disimpan untuk anak-tjutjunja! Sungguh suatu tabiat jang amat luhur dan sempurna!"

   Hakim kemak-kemik suatu atau lain komentar untuk rnengutarakan penghargaannja, lalu dia menanja "Mengingat Gubernur adalah seorang pembesar jang termashur, kukira pasti banjak pen- duduk kota Lam Hong ini memelihara perhubungan persahabatan dengan dia ?"

   Yo Kie tersenjum dengan sombong.

   "Dikota tapat-batas ini", dia berkata.

   "tak ada seorangpun jang berharga untuk mendjadi teman balk oleh ajahku, ketjuali, sudah barang tentu, Tay-djin sendiri. Djikalau ajahku masih hidup pasti dia senang sekali untuk berkenalan dengan Tay-djin. Dia selalu mempunjai perhatian besar terhadap urusan-urusan mengenai pemerintahan negeri Tidak. ajahku menggunakan segenap waktunja untuk mempeladjari karja-karja dari para sastrawan dan pudjangga-pudjangga jang termashur, dan waktunja jang terluang dia pakai untuk mengawasi pekerdjaan petani-petani diperkebunannja. Itulah sebabnja mengapa si perempuan djahat, putri salah-seorang petaninja, mendapat kesempatan untuk berkenalan dengan ajahku dan mengambil hatinja oh, ah, pemhitjaraanku mulai melantur !"

   Yo Kie menepuk tangan dan menjuruh salah-seorang pelajan untuk membawa air teh lagi.

   Hakim perlahan-lahan mengusap-usap djenggotnja.

   Dia pikir Yo Kie itu benar seorang jang tjerdik.

   Dia banjak berbitjara, padahal tak mengatakan suatu apa.

   Selagi si tuan-rumah mengotjeh terus tentang iklim kota Lam Hong dan sebagainja, tiba-tiba Hakim memotong pembitjaraan-nja dan bertanja "Dimana ajahmu membuat lukisan-lukisan-nja ?"

   Yo Kie memandang tetamunja dengan bingung. Untuk bebe-rapa detik dia tak mendjawab. Dia menggaruk-garuk dagunja, kemudian dia berkata .

   "Ja , karena aku sendiri bukan se-orang seniman Tjoba kupikir sebentar . Ja, kuingat ajah-mu membuat lukisan-lukisannja disebuah papilun dibelakang ge-dungnja di perkebunan. Suatu tempat jang bagus sekali, tak djauh dari pintu kebun labirin. Kukira, medja besar jang digunakan ajahku kini masih ada ditempat itu. Setidak-tidaknja, djikalau si-pendjaga kebun jang tua itu telah merawatnja dengan baik. Tay-djin tahu, pelajan-pelajan tua itu "

   Pao Kong berbangkit dari tempat duduknja.

   Yo Kie mendesak agar dia tinggal lebih lama dan memulai lagi dengan sebuah tjeritcra jang tak karuan.

   Pao Kong jang tak mau menjinggung perasaan tuan rumahnja, duduk kembali untuk beberapa lama, dan achirnja dia berhasil untuk meminta diri dari Yo Kie.

   Sersan Hong sudah menunggu madjikannja sekian lama dirurnah-djaga.

   Mereka bersama kembali kekantor pengadilan.

   Setelah Pao Kong duduk dibelakang medja-tulisnja, dia menarik napas pandjang dan berkata kepada Sersan Hong .

   .,Menghadapi seorang sebagai Yo Kie, sungguh melelahkan !"

   "Apakah Tay-djin menemukan fakta- fakta jang baru ?"

   Sersan ,Hong bertanja.

   "Tidak"

   Djawab Hakim.

   "Akan tetapi Yo Kie telah mengatakan suatu-dua hal jang mungkin merupakan petundjuk*2 jang penting djuga. Aku tak berhasil mendapat tjontoh dari tulisan Gubernur. Katanja tulisan-tulisan itu semua dibakar atas perintah ajahnja. Kukira beberapa teman Gubernur disini memilikinja. akan tetapi Yo Kie bilang ajahnja tak mempunjai teman dikota ini, seorang djuapun. Dan engkau sendiri, kesan apa kau dapat dari gedung keluarga Yo itu ?"

   "Ketika aku sedang menunggu dirumah-djaga", djawab Sersan Hong.

   "aku bertjakap-tjakap dengan dua orang pendjaga pintu. Mereka anggap tabiat madjikannja sedikit aneh, seperti djuga mendiang ajahnja, akan tetapi dia tak mempunjai otak jang tjemerlang seperti ajahnja. Walaupun Yo Kie sendiri sebaliknja dari pada seorang atlit, dia gemar sekali akan ilmu silat. Kebanjakan pelajan-pelajannja dia pilih diantara orang-orang jang kuat dan pandai bersilat. Dia senang sekali menjaksikan mereka berlatih. Sebuah halaman ketjil dibelakang rumah di rubahnja mendjadi sematjam arena, . dimana dia bisa berduduk bilang djam sambil berteriak-teriak memberi semangat kepada mereka jang sedang berlatih dan memberi hadiah kepada jang menang."

   Hakim menganggukkan kepalanja.

   "Orang-orang jang berbadan lemah", dia berkata.

   "seringkali mengagumi berlebih-lebihan tubuh- tubuh jang kuat."

   "Pelajan-pelajannja mengatakan", Sersan Hong melandjutkan.

   "bahwa Yo Kie kiranja selalu ketakutan bahwa tiap waktu mungkin bangsa liar melakukan penjerbuan ke dalarn kota. Inilah sebabnja, rnengapa dia menuntut agar pelajan-pelajannja semua harus pandai bersilat. Malahan dia pernah menjewa dua orang ahli silat bangsa Uigur dari seberang sungai untuk mengadjar ilmu silat bangsa Uigur kepada pelajan-pelajannja !"

   "Apakah pelajan-pelajan itu pernah mengatakan sesuatu mengenai sikap Gubernur terhadap putranja"

   Hakim bertanja.

   "Yo Kie rupanja ketakutan setengah-mati terhadap ajah-nja"

   Djawab Sersan Hong.

   .,Bahkan setelah ajahnja meninggal-dunia, sifatnja tak berubah.

   Setelab Gubernur dimakamkan, Yo Kie memberhentikan semua pelajan-pelajan ajahnja, sebab katanja mereka terlalu mengingatkan dia pada kehadiran Gubernur jang menakutkan.

   Demikian Yo Kie tak pernah mengundjungi rumah-perkebunan Gubernur jang indah itu, sedjak ajahnja meninggal dunia.

   Menurut pelajannja, wadjahnja sudah mendjadi muram djikalau ada orang mengingatkan dia pada tempat itu !"

   Hakim mengusap-usap djenggotnja. .,Pada suatu hari", dia berkata sambil termenung.

   "aku ingin . mengundjungi rumah diperkebunan itu, dan melihat-lihat kebun ' labirin jang termashur itu. Dalam pada itu hendaknja engkau tjari tahu dimana rumahnja Njonja Yo dan putranja dan meng-undang mereka datang disini mendjumpai aku. Mungkin Njonja Yo mempunjai tulisan-tulisan dari mendiang suaminja. Sekalian aku bisa menanjakan benarkah Gubernur tak mempunjai seorang temanpun dikota Lam Hong ini. Mengenai pembunuhan atas Li Ti-koan, Pembesar jang dahulu, aku belum putus harapan untuk memperoleh keterangan tentang Tjin Mo empunja teman rahasia. Aku memerintahkan kepada Thio Houw untuk memeriksa semua bekas penguwal- pengawal Tjin Mo. dan Kopral Ong akan menanjai penasihatnju jang kedua jang kini masih ada didalam pendjara. Akupun niempertimbangkan untuk menjuruh Thio Liong menjelidiki tempat- tempat dimana kaum pendjahat-pendjahat dan buaja-buaja-darat biasa berkumpul. Kujakin, apabila benar si-tetamu rahasia itu jang telah membunuh Li Ti-koan, pasti dia mesti mempunjai kaki-tangannja di-dalam kota ini."

   ""Dan berbarengan dengan ini, Tay-djin", kata Sersan Hong.

   "Thio Liong mungkin memakai kesempatan ini untuk menjelidiki tentang Pek Lan, putri Kopral Ong jang sulung. Kami telah mem- bitjarakan perihal ini dengan Kopral Ong, dan dia mengakui bahwa bukan mustahil djikalau putrinja itu telah ditjulik orang dan didjual pada salah-satu rumah-pelatjuran". ' Hakim djawab sambil menarik napas "Betul. akupun chawatir bahwa itulah jang terdjadi dengan gadis jang malang itu."

   Kemudian dia mengatakan .

   "Hingga kini kita tak mendapat kemadjuan sedikitpun dalarn penjelidikan atas pembunuhan Djenderal Teng. Aku akan menjuruh Tao Gan untuk pergi ke "Kuil dari Maha-Dewa Tri- Tung-gal"

   Malam ini dan melihat-lihat apakah si- pemuda Bu Heng atau gadis jang tak dikenal itu, jang dia begitu gemar untuk melukiskannja, muntjul disana."

   Hakim lalu mengambil scbuah dokumen jang dibawa Tao Gan ketika dia sedang keluar.

   Akan tetapi Sersan Hong rupanja agak segan untuk pergi.

   Tampaknja seperti orang jang bimbang, tapi achirnja dia berkata "Tay-djin, aku tak bisa menjisihkan pikiran, bahwa dikamar per-pustakaan Djenderal Teng ada sesuatu jang penting, jang kita tidak lihat.

   Lebih lama aku memikirkan, lebih besar kejakinanku bah-wa djawaban alas teka-teki pembunuhan itu, tak bisa tidak, mesti diketemukan disana !"

   Hakim menaruh kembali dokurnen ditempatnja dan memandang pembantunja dengan sorot mata jang tadjam.

   Dia membuka se-buah kotak ketjil dan mengambil sebuah model dari pisau ketjil jang Tao Gan telah membuat untuk dia.

   Sedangkan barang itu diletakkan di dalam telapakan tangannja, dia berkata perlahan-lahan "Sersan, engkau tahu.

   aku tak mempunjai rahasia apapun bagi-mu.

   Walaupun aku mempunjai beberapa teori jang samar-samar tentang latar belakang dari pembunuhan Djenderal Teng, aku mesti mengakui terus-terang bahwa aku tak dapat mengerti sedikit djuapun tjara bagaimana pisau ini dipakainja atau tjara bagaimana si- pembunuh bisa masuk kedalam kamar dan melarikan diri !** Kedua-duanja berdiam untuk sementara waktu.

   Tiba-tiba Pao Kong mengambil suatu keputusan.

   .,Besok pagi, Sersan", dia berkata.

   "kita akan mengundjungi lagi Gedung Keluarga Teng dan mengadakan pula penjelidikan di-kamar-perpustakaan. Mungkin engkau benar djuga bahwa djustru disana kita harus mentjari pemetjahan dari kedjahatan ini !"

   BAB XIV.

   SUATU PETUNDJUK JANG ANEH TELAH DIKETEMUKAN DIPERPUSTAKAAN HAKIM PAO KONG MEMERINTAHKAN UNTUK MENANGKAP SE-ORANG PELUKIS.

   Pada esok harinja tjuatja baik sekali.

   Orang mengharap udara akan terang-benderang sepandjang hari.

   bersantap pagi, Pao Kong mengadjak Sersan Hong dan Tao Gan pergi kerumah keluarga Teng.

   Dengan sengadja dia tak memberitahukan Teng Siu-tjai tentang kedatangannja terlebih dahulu.

   Mereka nampak seluruh keluarga Tong sedang sihuk mempersiapkan pemakarnan Djenderal tua.

   
Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Pengurus rumah mengantarkan Hakim dan kedua pembantunja ke kamar samping.

   Ruang utama dirobah mendjadi kamar mati, , dimana djenazah djenderal tua itu dibaringkan didalam sebuah peti mati dari kaju jang indah dan jang di tjat dengan lak.

   Dua belas pendeta Buddis sedang membatja mantra dengan suara nja-ring.

   Njanjian mereka jang membosankan dan ketukan gong kaju bergema diseluruh kamar.

   Hawa udara didalam kamar penuh dengan bau dupa jang membikin djalan napas mendjadi sesak.

   Teng Siu-tjai, berpakaian berkabung dari kain belatju tergesa- gesa mendjumpai Hakim, sambil meminta maaf atas keadaan jang katjau-balau di rumah- tangganja.

   Hakim segera memotong pembitjaraannja dan berkata .

   "Besok atau !Lusa perkaramu akan kuperiksa dipengadilan. Oleh karena masih ada dua - tiga hal jang kuingin selidiki, kumemutus-kan untuk mengadakan kundjungan lagi setjara tak resmi. Sekarang aku akan pergi langsung keperpustakaan ajahmu. Engkau tak usah menjusahkan diri untuk mengantarkan kami kesana."

   Mereka nampak dua orang polisi jang sedang mendjaga di gang jang gelap jang menudju keperpustakaan.

   Kedua petugas itu me-laporkan bahwa tak ada seorangpun jang mendekati kamar itu.

   Pao Kong menjobek segelnja dan membuka pintu kamar.

   Akan tetapi pada saat itu djuga dia mundur kembali beberapa tindak sambil menutupi mukanja dengan tangan badjunja jang pandjang.

   Hidungnja mentjium bau jang amat busuk.

   "Mesti ada bangkai disana", dia berkata.

   "Tao Gan, tjepat pergi kekamar mati dan minta kepada pendeta- pendeta beberapa batang hio wangi !"

   Tao Gan tjepat-tjepat berlalu, dan tak lama kemudian datang kembali dengan membawa tiga batang dupa ditiap tangannja.

   Dupa itu mengeluarkan asap jang tebal dengan bau semerbak jang keras sekali.

   Hakim mengambil batang-batang hio itu dari Tao Gan, lalu masuk kembali kekamar perpustakaan sambil menggojang-gojang-kan batang hio ito sehingga seakan-akan dia diselimuti oteh asap tebal jang warnanja ke biru-biruan.

   Sersan Hong dan Tao Gan menunggu diluar kamar.

   Tak lama kemudian Hakim keluar.

   Dia membawa sebatang tongkat pandjang jang udjungnja bertjagak dua, jang biasa dipakai untuk menggantungkan pigura- pigura ditembok.

   Diudjung tongkat itu terdapat bangkai tikus jang hampir busuk.

   Dia serahkan tongkat itu kepada Tao Gan dan memberi perintah "Suruh agen polisi simpan bangkai tikus itu didalam kotak jang disegel!"

   Hakim tinggal berdiri didepan pintu.

   Batang-batang hio jang masih menjala dia taruh didalam vaas tempat simpan pensil-pensil.

   Asap hio mengeput-ngepul keluar dari kamar.

   Sedangkan mereka menunggu sehingga bau busuk hilang sama-sekali, Sersan Hong mengatakan sambil tersenjum "Binatang ketjil itu mengagetkan sekali, Tay-djin !"

   Djawab Hakim dengan air muka jang tak berubah "Engkau tak akan tertawa. Sersan, djikalau engkau masuk ke-dalam kamar. Suasana disana amat seram dan mengerikan."

   Setelah Tao Gan balik kembali, mereka bertiga masuk kekamar perpustakaan. Pao Kong mentjudjukkan sebuah kotak ketjil dari kardus jang terletak dilantai.

   "Pada hari itu", dia herkata.

   "aku meletakkan kotak ini dimedja tulis. itu adalah kotak dengan manisan buah prum jang kita ketemukan didalam tangan-badju Djenderal Teng. Se-ekor tikus telah mentjium bau,nja. Lihatlah, bekas- bekas kakinja jang ketjil masih terlihat d debu jang terdapat diatas medja tulis."

   Pao Kong membungkuk, dan mentjumput kotak itu dengan dua djari-tangannja.

   lalu menaruhnja diatas medja.

   Mereka melihat bahwa salah-satu udjung kotak itu telah habis digigit tikus.

   Hakim membuka kotak itu.

   Sebuah dari antara sembilan buah prum ternjata hilang.

   "Ini adalah si-pembunuh empunja sendjata kedua", kata Hakim dengan suara jang sungguh- sungguh.

   "Buah prum ini mengandung ratjun I"

   Lalu dia memerintahkan kepada Tao Gan .

   "Tjari buah jang terhilang itu diatas lantai, tapi djangan pep-mg!"

   Tao Gan menjelidiki seluruh lantai sambil berlutut.

   Aehirnja dia ketemukan buah prum itu, sudah setengah habis dimakan, dibawah salah-satu rak buku.

   Pao Kong mengambil sebatang tusukan gigi dari dalam tangan-badjunja, dan menusukkannja pada buah prum itu.

   Dia menaruhnjai didalarn kotak, jang lalu ditutupnja.

   "Bungkuslah kotak ini dengan kertas minjak, dia berkata pada Sersan Hong.

   "Kita akan membawanja kekantor pengadilan untuk diselidiki lebih landjut."

   Dia melihat-lihat sekelilingnja, dan menggelengkan kepala.

   "Marilah kita kembali kekantor", dia berkata.

   "Tao Gan harus menjegel lagi pinto ini, dan kedua orang polisi tetap harus mendjaga diluar."

   Kemudian mereka berdjalan pulang dengan diam-diam.

   Begitu lekas mereka tiba dikantor pengadilan, Hakim memerintahkan Sersan Hong untuk mcmanggil petugas jang periksa Mayat.

   Sambil menantikan kedatangan petugas itu, Hakim mengatakan kepada Tao Gan .

   "Perkara pembunuhan ini makin lama makin rumit. Sebelurn kita sanggup menetapkan tjara bagaimana si-pembunuh melakukan kedjahatannja, kita menjatakan bahwa dia menjediakan djuga suatu alat-pembunuhan kedua, jakni sekotak buah-buah prum beratjun. kalau- kalau siasatnja jang pertama gagal. Baru sadja kita mengetahui bahwa Bu Hang, si-terdakwa rupanja mempuinjai patjar, kita pun menjatakan bahwa Teng le, putra Djenderal Teng mempunjai perhu- bungan pertjintaan rahasia !"

   "Apakah tak mungkin. Tay-djin", kata Tao Gan dengan ragu-ragu.

   "bahwa mereka berdua menjintai wanita jang sama ? Djikalau Bu dan Teng adalah dua saingan dalam pertjintaan, hal ini dapat memberi penerangan baru mengenai dakwaan Teng terhadap saingannja itu."

   Pao Kong tampak senang sekali.

   "Suatu pendapat jang amat menarik hati !"

   Dia berkata.

   Kemudian Tao Gan melandjutkan "Aku masih tak mengerti mengapa si-pembunuh itu telah berhasil untuk membuat Djenderal Teng menerima kotak herisi prum beratjun itu ! Si-pembunuh kiranja telah memberikannja sendiri kepada Djenderal.

   Apabila dia memherikannja melalui petugaspetugas jang menerima hadiah-hadiah ulang-tahun, dia tak dapat mendjamin bahwa buah-buah beratjun itu benar-benar dimakan oleh Djenderal Teng.

   Mungkin lain-lain anggota keluarga Teng jang memakannja."

   "Lagi pula,"

   Kata Sersan Hong.

   "ada lagi satu persoalan mengapa si-pembunuh itu, setelah berhasil untuk menghabiskan djiwa mangsanja, tak mengambil kembali kotak itu dari dalam tangan badju mangsanja ? Mengapa membiarkannja kotak itu didjadikan barang bukti ?"

   Tao Gan menggelengkan kepalanja dengan bingungnja.

   Kemudian dia berkata lagi .

   .,Djarang sekali kita dihadapkan pada demikian banjaknja persoalan jang rumit dengan serentak.

   Selainnja perkara pembu-nuhan ini masih ada lagi soal pesan jang tersembunji dalam pigura jang dibuat Gubernur.

   Dan hingga kini Tjin Mo empunja tetamu rahasia masih bergelandangan dengan bebas ditempat ini, siapa tahu dia sedang merentjanakan kedjahatan apa lagi.

   Apakah tak ada petundjuk- petundjuk dengan orang itu sedikit djuapun ?"

   Pao Kong hanja tersenjum simpul.

   "Sama sekali tak ada", dia berkata.

   "Kemaren malam Thio Houw melaporkan bahwa dia tak berhasil memperoleh keterangan apapun dari bekas pengawal-pengawal dan penasihat-penasihat Tjin Mo. Tetamu rahasia itu selalu datang di waktu malam buta dan bentuk tubuhnja tak ada orang tahu karena sama sekali ditutupi oleh badjunja jang pandjang, Topinja jang lebar dan leher-badju-nja jang tinggi menutupi wadjahnja sehingga dia tak dikenali orang. Bahkan dia tak pernah memperlihatkan tangannja, jang dia selalu menjembunjikan didalam tangan-badjunja!"

   Sementara itu pemeriksa majatl sudah datang.

   Pao Kong memandang dia dengan tadjam dan berkata .

   .,Disini ada sekotak manisan buah prum, sebuah telah dimakan se-ekor tikus jang mendjadi mati karenanja, hendaknja engkau periksa buah- buah prum ini disini dan mentjoha untuk menetap- kan ratjun apa jang dikandungnja.

   Djikalau perlu.

   engkau boleh periksa djuga bangkai tikus itu."

   Hakim menjerahkan kotak kardus itu kepada pemeriksa majat.

   Si petugas tua itu membuka bungkusan ketjil dan mengambil sebuah dompet- lipat jang berisikan seperangkat pisau-pisau ketjil dengan tangkai jang pandjang-pandjang.

   Dia mernilih salah satu pisau jang paling tadjam.

   Lalu dia mengambil sehelai kertas putih dari dalam tangan-ba-djunja dan meletakkannja diudjung medja-tulis.

   Dengan pinset dia djumput buah prum jang dimakan tikus dan menaruhnja diatas kertas putih itu.

   Dengan kepandaian jang luar biasa dia mengiris sepotong buah pruim setipis kertas jang paling tipis.

   Pao Kong dengan kedua pembantunja mengikuti gerak-geriknja dengan penuh perhatian.

   Pemeriksa majat minta semangkuk air masak, sebuah pensil jang belum dipakai dan sebatang lilin.

   Setelah barang-barang itu tersedia.

   dia membasahi potongan buah prum jang tipis itu dengan pensil, lalu membeberkan sehelai kertas minjak jang tehal diatas nja dan menekannja hati- hati dengan tapak tangannja.

   Kemudian lilin dinjalakan.

   Lalu kertas minjak itu diangkatnja dan diperlihatkannja kepada Hakim.

   Kertas itu mcnundjukkan tjetakan , jang masih basah dari irisan buah pruim itu.

   Pemeriksa majat memegangnja diatas api lilin sehingga mendjadi kering betul, ke-mudian dia mempersembahkannja kepada Hakim dan berkata "Aku mohon melaporkan bahwa buah pruim ini mengandung sematjam tjat beratjun jang disebut .,gamboots".

   Hakim mengerutkan alisnja.

   Lalu dia menanja "Apakah engkau tidak keliru ? Dan bagaimana engkau dapat membuktikannja ?" .,Dari penjelidikan jang tadi kulakukan", djawab pemeriksa majat dengan tersenjum, ,,sudah dikenal dibidang pengobatan be-ratus-ratus tahun.

   Lagi Pula .,gamboots"

   Itu mudah sekali di- perolehnja, dan banjak sekali digunakan oleh para- pelukis sebagai tjat kuning jang istimewa. Dengan tjara penjelidikan jang sederhana itu orang jang ahli dalam ilmu obat-obatan dengan mudah dapat mengenalinja."

   "Baik sekali !"

   Djawab Hakim.

   "Dan sekarang kuminta engkau selidiki pula buah-buah prum jang lainnja."

   Selagi pemeriksa majat melakukan penjelidikan, Pao Kong se-tjara main- main melihat-lihat bagian dalam dari kotak jang kosong itu.

   Alasnja ditutupi dengan sehelai kertas putih jang dilipat dua.

   Saking iseng kertas itu diloloskannja dari alasnja dan dilihatnja bolak-balik.

   Tiba-tiba perhatian Hakim tertarik oleh suatu tanda merah jang tak begitu njata tampak diudjung kertas ai !"

   Dia berseru.

   "Sungguh gegabah sekali !"

   Sersan Hong dan Tao Gan dengan terperandjat berbangkit dari tempat duduknja dan mengamat- amati kertas itu. Hakim menun-djukkan pada tanda merah jang telah menarik perhatiannja itu.

   "Ini adalah Bu Heng empunja tjap !"

   Sersan Hong berseru.

   "Sama dengan tjap jang dia gunakan untuk mentjap lukisan jang diberikannja kepada kita !"

   "Begitulah tampaknja !"

   Kata Pao Kong.

   "Sekarang ada dua kenjataan, jang menundjukkan langsung kepada pelukis kita itu. bahwa ratjun jang dipakainja.

   "Gamboots"

   Itu digunakan oleh para- pelukis sebagai tjat kuning, dan mereka semua memaklumi bahwa tjat itu mengandung ratjun jang berbahaja.

   Kedua kertas jang digunakan sebagai alas kotak.

   Kukira kertas itu djuga telah dipakai Bu Heng sebagai kertas-alas untuk men-tjap salah- sebuah lukisannja ; tanpa dia menginsjafi, mungkin karena ditekannja terlalu keras, tjetakan dari pada tjap itu mendjadi menembus pada kertas-alasan dibawahnja."

   "Inilah bukti-bukti jang kita memerlukan !"

   Tao Gan berseru dengan gembira. Pao Kong tak mengatakan suatu apa. Dia menunggu dengan sabar sehingga pemeriksa majat menjelesaikan penjelidikannja. Achirnja petugas itu melaporkan .

   "Buah-buah pruim ini semua mengandung ratjun "gamboots"

   Demikian banjaknja, sehingga siapa jang makan buah itu, dia mesti mati !"

   Setelah dia menetapkan kesaksiannja dalam sebuah laporan tertulis. Hakim memperkenankan dia untuk mengundurkan diri, kemudian Hakim memberi perintah kepada Kopral Ong . .,Bawa empat orang polisi dan tangkaplah pelukis Bu Heng !"

   BAB XV BU HENG NIENIKUKA RAHASIA DIDEPAN PENGADILAN PAO KONG MEMERINTAHKAN UNTUK MENG-ADAKAN PENJELIDIKAN DIWILAJAH KOTA SEBELAH TIMUR.

   Tiga kali pukulan gong bergema diseluruh ruang pengadilan menandakan bahwa sidang pengadilan pada sore-hari segera akan dibuka.

   Didalam ruang sidang berkumpul banjak djuga para penindjau oleh karena Djenderal Teng jang tua itu adalah seorang warga kota Lam Hong jang terkenal.

   Pao Kong menempati kursi kebesarannja dan memerintahkan agar Teng Siu-tjai tampil kernuka.

   Setelah Teng le berlutut dihadapan medja hakim, Pao Kong berkata.

   Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Dahulu engkau datang dihadapan pengadilan ini dan menuduh Bu Heng telah membunuh ajahmu. Aku telah menandakan penjelidikan jang seksama dan telah dapat mengumpulkan bukti-bukti jang memberi hak kepadaku untuk menangkap Bu Heng. Namun masih terdapat beberapa soal jang mernerlukan keterangan lebih landjut. Sebentar aku akan dengar kesaksian terdakwa. Djikalau ada sesuatu jang dikemukakannja tentang hal mana engkau dapat memberi keterangan lebih djelas. hendaknja djangan engkau lalai atau ragu-ragu untuk berbitjara !"

   Kemudian Hakim memerintahkan untuk mengambil Bu Heng dari pendjara. Selagi terdakwa itu menghampiri medja hakim, Pao Kong melihat bahwa sikapnja tenang-tenang sadja. Dia berlutut dan menantikan dengan chidmat hingga Hakim bitjara kepadanja.

   "Sebutkan nama dan pekerdjaanmu ! kata Pao Kong dengan pendek.

   "Nama orang jang amat rendah ini", djawab terdakwa .,adalah Bu Heng. Aku sebenarnja adalah sardjana muda dalam ilmu sastera, akan tetapi mendjadi pelukis atas kehendak sendiri."

   "Engkau dituduh telah membunuh Djenderal Teng Houw Ko. Bitjara terus terang!"

   "Tay-djin", djawab Bu Heng.

   "Aku dengan tandas menjangkal tuduhan itu. Memang kukenal nama sang korban dan aku tahu mengapa dia telah dikeluarkan dari dinas militer oleh karena ku-sering dengar ajahku mentjeriterakan tentang peristiwa jang memalukan itu. Akan tetapi aku memastikan bahwa sekalipun aku belum pernah bertemu muka dengan djenderal itu, bahkan aku tak tahu bahwa dia berdiam dikota Lam Hong ini sebelumnja putranja sendiri menjiarkan desas-desus jang djahat tentang diri-ku. Desas-desus itu sama-sekali aku tak menghiraukan sebab ku-anggap terlalu gila, sehingga kurasa tak perlu untuk menjangkal- nja."

   "Djikalau benar demikian", kata Hakim.

   "mengapa Djenderal itu selalu ketakutan terhadap kamu ? Mengapa siang-malam dia suruh menguntji pintu-pintu dirumahnja, dan menjembunjikan diri dikamar perpustakaannja jang terkuntji ? Dan apabila engkau tak mempunjai maksud-maksud djahat terhadap Djenderal tua itu, memgnapa engkau menjewa buaja-buaja-darat untuk mengintai rumahnja?"

   


Laron Pengisap Darah -- Huang Yin /Tjan Id Lencana Pembunuh Naga -- Khu Lung Golok Halilintar Karya Khu Lung

Cari Blog Ini