Ceritasilat Novel Online

Pao Kong 4


Pao Kong Karya Yang Lu Bagian 4



Pao Kong Karya dari Yang Lu

   

   "Mengenai pertanjaan Tay-djin jang pertama", djawab Bu Heng "Hal itu adalah urusan dalam dari keluarga Teng sendiri, aku tak mempunjai pendapat apapun. Tentang pertanjaan terachir aku sangkal bahwa ku pernah menjewa siapapun untuk mengintai keluarga Teng. Aku menantang agar pendakwa inenundjukkan se-orang sadja diantara orang-orang jang katanja adalah orang-sewaanku dan menghadapkannja kepadaku disini !"

   "Djangan engkau sembarangan bitjara", kata Hakim dengan keras.

   "Salah-seorang dari badjingan-badjingan itu ku sudah tangkap. Aku akan menghadapkannja kepadamu pada waktu jang tepat !"

   Bu Heng berseru dengan marah "Djikalau demikian halnja, pasti orang itu telah disuap oleh si-badjingan Teng untuk memberikan keterangan palsu !"

   Dengan rasa puas Hakim menjatakan bahwa achirnja Bu Heng tak dapat menguasai lagi dirinja. Dia pikir ini adalah saat jang baik untuk membikin terdakwa mendjadi lebih bingung lagi. Sambil duduk bersandar kedepan, dia berkata dengan tadjam .

   "Aku, Hakim dan pembesar dari kota Lam Hong ini, akan mendjelaskan mengapa engkau begitu membentji keluarga Teng. Bukan karena pertjidraan antara ajahmu dengan Djenderal Teng. Bukan karena itu, akan tetapi karena engkau mempunjai alasan jang bersifat pribadi dan amat hina ! Lihat wanita ini !"

   Selasai dia berbitjara, dia mengambil sebuah gambar jang dipotong dari lukisan Bu Heng dan jang hanja memperlihatkan wadjah dari Dewi Kwan Im.

   Sambil dia kasih gambar itu kepada Kopral Ong untuk diterus-kan kepada Bu Heng, dia mengamat- arnati benar gerak-gerik dan sikap dari terdakwa dan Teng Siu-tjai.

   Dia melihat bahwa begitu dia menjebut-njebut tentang seorang wanita, kedua pernuda itu mendjadi putjat.

   Bahkan mata Teng Siu-tjai mendelik saking ke-takutan.

   Tiba-tiba Pao Kong mendengar djeritan jang tertahan disampingnja.

   Kopral Ong masih berdiri ditempatnja dengan gambar ditangannja.

   Wadjahnja putjat sekali, tampaknja seakan-akan dia melihat setan.

   "Tay-djin"

   Dia berteriak.

   "ini adalah Pek Lan, putriku jang terhilang !"

   Suara ribut-ribut terdengar dari para-penonton atas pernjataan jang tak diduga-duga itu.

   "Diam !"

   Hakim berteriak dengan suara jang keras sckali, kemudian dia berkata dengan tenang.

   "Kopral, kasih gambar itu kepada terdakwa !"

   Hakim memperhatikan bahwa reaksi dari Teng Le dan Bu Heng torhadap pengakuan Kopral Ong Liang itu amat berbeda.

   Sedangkan Bu Heng tampaknja terkedjut benar ketika mendengar pernjataan Ong Liang itu, sebaliknja Teng Siu-tjai tampaknja mendjadi lega-dada.

   Dia menarik napas pandjang dan air-muka-nja pun mendjadi terang kembali.

   Bu Heng memandang gambar itu sekian lama tanpa mengatakan suatu apa.

   "Bitjaralah !"

   Hakim membentak.

   "Apa hubunganmu dengan gadis itu ?"

   Wadjah Bu Heng putjat sebagai majat. Akan tetapi dengan suara jang tetap dan tegas dia berkata "Aku tak mau men-djawabnja !"

   Pao Kong bersandar pula pada kursinja. Lalu dia berkata dengan keras "Terdakwa rupanja lupa bahwa dia ada dihadapan pengadilan. Aku perintah kepadamu untuk mendjawab pertanjaanku!"

   "Tay-djin boleh siksa aku sampai mati !"

   Djawab Bu Heng dengan suara njaring".

   "Akan tetapi Tay Jin tak dapat memaksa aku mendjawab pertanjaan itu!"

   Hakim menarik napas. Dia berkata .

   "Engkau bersalah karena engkau menghina pengadilan !"

   Atas perintah Hakim, dua orang polisi menjobek badju Bu Heng.

   Dua orang polisi lainnja membuat dia tengkurup diatas lantai.

   Kemudian mereka memandang Kopral Ong jang herdiri didekatnja dengan tjambuk besar ditangannja.

   Kopral Ong memandang kepada Hakim dengan air-muka se- orang jang djiwanja tersiksa.

   Pao Kong segera mengarti sikap pembantunja itu.

   Ong Liang ada seorang jang djudjur dan bidjaksana, sekali pun dia hanja seorang pandai-besi jang sederhana.

   Dia amat chawatir djikalau dialah jang, akan merangket Bu Heng, mungkin dia akan merangketnja sampai mati.

   Pao Kong menundjuk seorang polisi lainnja untuk menggantikan tugas Kopral itu.

   Agen polisi itu menerima tjambuk dari Kopralnja.

   Dia angkat tangannja jang kasar dan mentjambuki punggung Hu Hung jang telandjang sekeras-kerasnja.

   Bu Heng merintih-rintih tiap kali tjamhuk itu membuat bekas-bekas jang matang-biru di dagingnja.

   Setelah ditjambuki sepuluh kali, darah mengalir dari daging punggungnja jang tjobak-tjabik.

   Namun dia tak memberi tanda bahwa dia mau hitjara.

   Setelah di-tjambuk dua puluh kali, tubuhnja mendjadi lemas, dia meringkuk dilantai seperti karung guni.

   Dia sudah pingsan.

   Atas perintah Hakim, dua orang polisi mengangkat Bu Heng sehingga dia berlutut.

   Mereka membakar moster dibawah lubang hidungnja sehingga dia sadar kembali.

   "Lihat pada Pembesarmu !"

   Hakim perintah.

   Seorang polisi djambret rambut Bu Heng dan membuat dia berdongak.

   Hakim menjandar kedepan dan memandang dengan penah perhatian pada wadjah terdakwa jang meringis-ringis, saking kesakitan.

   Bibirnja berkedjang-kedjang.

   Achirnja dia berkata de-ngan suara jang hampir tak terdengar "Aku tak akan berbitja-ra!"

   Polisi jang memegang tjambuk mau mentjambuk pula mukanja Bu Heng, akan tetapi Pao Kong melarangnja.

   Dia berkata kepada Bu Heng dengan ramah .,Bu Heng, engkau adalah seorang pemuda jang tjerdik.

   Engkau harus menginsjafi betapa tololnja sikapmu itu.

   Ketahuilah oleh-mu, aku tahu lebih banjak tentang perhubunganmu dengan gadis jang malang dan tertipu itu dari pada engkau mengira !"

   Bu Heng melainkan menggelengkan kepalanja.

   "Aku tahu", Hakim melandjutkan dengan tenang.

   "tentang per- temuan-pertemuanmu dengan Pek Lan dikuil Maha- dewa Trii tunggal, dekat pintu kota timur, dan "

   Tiba-tiba Bu Heng melompat.

   Dia berdiri sempojongan diatas kakinja dan seorang polisi harus memegang lengannja agar dia tak djatuh.

   Bu Heng tak menghiraukannja.

   Dia mengangkat lengan-kanannja jang berdarah dan mengatjungkan kepalanja kepada Hakim sambil berteriak sekeras-kerasnja "Sekarang tjelakalah dia! Dan engkau, pembesar andjing jang membunuh dia !"

   Teriakan-teriakan jang ramai terdengar dari para-penonton.

   Kopral Ong madju kemuka, dia hendak menanjakan sesuatu akan tetapi saking gugupnja tak dapat mengutarakan suatu apa.

   Agen-agen polisi lainnja tak tahu, mereka harus berbuat apa.

   Pao Kong mengetuk- ngetuk palunja diatas medja.

   Dia berseru dengan suara keras .

   "Diam dan tertib !"

   Perlahan-lahan ketertiban pulih kembali.

   "Djikalau aku mesti memberi peringatan lagi". dia berkata dengan suara keras.

   "aku akan usir kamu semua keluar ! Tiap-tiap orang hendaknja berdiri dengan tenang di masing-rnasing ternpat-nja !"

   Bu Heng sudah djatuh diatas lantai. Dia menangis tersedu-sedan, sehingga tubuhnja berkedjutan. Kopral Ong berdiri tegak sebagai pilar, sambil menggigit bibirnja sehingga mengeluarkan darah. Pao Kong perlahan-lahan mengusap-usap djenggotnja.

   "Bu Heng", dia berkata dengan suara jang dalam.

   "Engkau harus menjadari bahwa tak ada lain djalan bagimu dari pada menu-turkan terus terang apa jang kau ketahui. Djikalau, seperti tuduhanmu. aku telah membahajakan djiwa Pek Lan karena aku telah mcngatakan tentang pertemuanmu dengan gadis itu dikuil itu, sebenarnja engkau lah jang bertanggung-djawab djikalau terdjadi sesuatu jang tjelaka pada gadis itu. Engkau mempunjai tjukup kesempatan untuk memperingatkan aku akan bahaja itu."

   Atas perintah Hakim, seorang polisi memberi setjangkir teh panas pada Bu Heng. Dia minumnja dengan sekali teguk, lalu dia berkata dengan suara jang sedih dan putus-asa. .,Rahasianja sekarang sudah terbuka. Dia tak dapat ditolong lagi !"

   Djawab Pao Kong dengan tadjam .

   "Ada urusan pengadilan untuk menetapkan apakah dia masih dapat ditolong atau tidak ! Aku mengulangi lagi . tjeriterakanlah riwajatmu !"

   Bu Heng mentjoba untuk menguasai pula perasaannja. Lalu dia herkata .

   "Dekat pintu kota sebelah timer ada sebuah kuil buddis jang ber- nama "Tempat Pertapaan Maha-Dewa Tri-Tunggal". Bilang tahun jang lampau, pada waktu djalan raja ke barat melalui kota ini. padri-padri Buddis dari Khotan telah mendirikannja. Kemu-dian mereka meninggalkannja. Kuil itu mendjadi ditelantarkan, tak ada orang jang merawatnja. Orang-orang kampung didaerah ini mengambil pinta-pinta, djendela-djendela dan lain-lain alat dari kaju sebagai kaju bakar. Akan tetapi gambar-gambar tembok buatan padri2 Buddis itu jang amat indahnja. tidak diganggu. Aku telah menemukan gambar-gambar tembok ini setjara kebetulan sadja, ketika aku berketiaran diseluruh kota untuk mentjari karya-karya seni dari kaum Buddis. Seringkali aku mengundjungi kuil itu untuk meniru gambar-gambar itu.

   "Ter istimewa aku senang sekali akan sebuah taman ketjil jang terdapat dibelakang kuil. Sering kali aku mengundjunginja di waktu malam untuk me-nikmati rembulan. Pada suatu malam. kira-kira tiga minggu jang lampau, aku telah minum arak banjak sekali. Aku memutuskan pergi kekuil sekedar untuk mentjari inspirasi. Ketika aku duduk di bangku batu, tiha-tiba seorang gadis masuk ditaman". Bu Heng menundukkan kepalanja lehih rendah lagi. Seluruh ruang sunji-senjap. Bu Heng berdongak kembali dan meneruskan penuturannja "Dimataku dia adalah Dewi Kwan Im sendiri jang turun keatas bumi. Dia hanja memakai badju pandjang jang tipis dan terbikin dari sutera putih. Sebuah selendang dari sutera putih djuga me- ngerudungi kepalanja. Wadjahnja jang manis menundjukkan sedihan jang tak terhingga, air- mata menetes dari pipinja jang halus laksana mutiara jang indah dan murni. Demikian adalah gambaran dari gadis dari kajangan itu jang terlukis dalam sanu-bariku. Aku tak akan melupakannja seumur hidupku !"

   Dia menutupi mukanja dengan kedua tangannja.

   Setelah dapat menguasai pula perasaannja, dia melandjutkan "Aku menghampiri dia, menggagap- gagap entah kata-kata apa.

   Dia bertindak mundur saking ketakutan dan berbisik .

   Djangan berbitjara ! Per-gilah ! Aku takut ! Aku berlutut dihadapannja dan meminta-minta dengan sangat agar dia pertjaja kepadaku.

   Djawabnja dengan suara rendah .

   "Aku telah diantjam oleh pendjagaku djangan sekali-kali berani meninggalkan rumah, akan tetapi malam ini dengan diam-diam aku keluar djuga. Sekarang aku harus pulang kembali, .djikalau tidak aku mungkin dibunuh ! Djangan mengatakan apapun kepada siapa djuga! Aku akan datang kembali !"

   Kemudian rembulan ditutupi oleh sekumpulan awan.

   Dalarn suasana gelap aku hanja dapat dengar tindakan-tindakannja jang tjepat.

   Pada malam itu aku menjelidiki kuil dan tempat disekitarnja hingga bilang djam.

   Akan tetapi aku tak dapat menemukan be-kas-bekasnja sedikitpun."

   Bu Heng berdiam sebentar.

   Hakim memberi perintah untuk memberikan dia setjangkir teh panas.

   Bu Heng menolaknja dengan tak sabar dan melandjutkan "Sedjak peristiwa pada malam itu jang tak terlupakan boleh di-katakan hampir saban malam aku mengundjungi kuil itu.

   Akan tetapi dia tak pernah muntjul kembali.

   Sudah djelas bahwa dia diperlakukan sebagai orang tangkapan.

   Sekarang rahasianja tentang kundjungannja kekuil sudah petjah, pasti si-pendjahat jang me-nangkap dia akan membunahnja !"

   Kemudian dia menangis pula tersedu-sedan.

   "Sekarang kamu lihat betapa bahaja sikapmu untuk tak melaporkan peristiwa itu setjepatnja"

   Kata Hakim.

   "Kami akan berbuat segala apa jang mungkin, untuk mentjari gadis itu. Sementara itu kuandjurkan agar engkau sebaiknja mengaku tjara bagaimana engkau telah membunuh Djenderal Tang !"

   Bu Heng herteriak .

   "Aka akan mengakui apa sadja jang Tay-djin menghendaki ! Akan tetapi tidak pada saat ini ! Hendaknja Tay-djin segera memberi perintah kepada polisi untuk menolong djiwanja gadis itu ! Mudah-mudahan rnasih belum terlambat !"

   Pao Kong mengangkat pundaknja. Atas perintahnja. dua orang polisi membawa kembali Bu Heng ke pendjara.

   "Teng Siu-tjai", kata Hakim.

   "ini adalah perkembangan jang tak disangka-sangka. Djelas kiranja bahwa peristiwa itu tak ada hubungannja. dengan pembunuhan atas diri ajahmu. Djelas pula, bahwa dalam keadaannja sekarang terdakwa tak dapat diperiksa lebih landjut. Maka pemeriksaan perkara ini akan kutunda dan akan kita landjutkan pada saat jang tepat."

   Hakim menutup sidang dengan ketukan palu jang keras.

   lalu meninggalkan ruangan pengadilan.

   Gerombolan penonton-penonton perlahan-lahan berjalan keluar sambil membitjarakan kedjadian- kedjadian disidang pengadiIan dengan asjiknja.

   Setelah Pao Kong mengenakan pakaian sehari-hari dia panggil Sersan Hong dan Kopral Ong Liang dikantornja.

   Thio Liong dan Tao Gan seperti biasa berduduk dikursi pendek disamping medja hakim.

   Setelah Kopral Ong.

   datang, Hakim berkata "Kopral, apa jang terdjadi tadi pagi.

   kujakin ada sesuatu jang amat mengedjutkan bagimu.

   Sungguh mesti amat disajangi bahwa aku tak memperlihatkan gambar itu terlebih dahulu kepadamu, akan tetapi ba-gaimana aku bisa menduga bahwa hal itu ada hubungannja dengan putrimu.

   Setidak-tidaknja, sekarang kita suclah mempunjai petun-djuk jang penting dimana kita mesti mentjari putrimu."

   Sambil berkata dia menulis tiga surat-perintah.

   "Sekarang engkau kurnpulkan dua puluh orang polisi jang di- persendjatai dan pergilah segera kekuil tua itu", Hakim melandjutkan.

   "Thio Liong dan Tao Gan akan memberi petundjuk-pe-tundjuk jang perlu. Mereka adalah dua pembantuku jang paling baik dan jang mempunjai banjak pengalaman dalam pekerdjaan demikian. Surat-surat-perintah ini memberi hak penuh kepadamu untuk menjelidiki tiap-tiap rumah diwilajah itu !"

   
Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Pao Kong membubuhi surat-surat-perintah itu dengan segel besar dari pengadilan dan menjerahkannja kepada Thio Liong.

   Thio Liong menjiMpannja didalam tangan badjunja.

   kemudian mereka bertiga tjepat-tjepat berdjalan pergi.

   Pao Kong minum setjangkir teh, lalu berkata kepada Sersan Hong "Aku girang achirnja Kopral Ong mendapat sekadar ke-terangan tentang putrinja jang terhilang.

   Setelah ternjata bahwa dialah jang digambarkan Bu Heng di lukisannja, aku baru menjadari bahwa memang ada sedikit-banjak miripnja dengan Ong Liang empunja putri jang kedua, Hek Lan.

   Seharusnja aku mengetahuinja sedari dahulu!"

   "Satu-satunja jang telah melihat persamaan itu"

   Tay-djin", djawab Sersan Hong.

   "jalah pahlawan kita jang perkasa, Thio Liong !"

   Hakim tersenjum simpul.

   "Ja". djawabnja.

   "rupanja Thio Liong memandang Hek Lan dengan lebih banjak perhatian dari pada engkau atau aku !"

   Kemudian dia herkata dengan suara jang sungguh- sungguh Hanja Langit sadja jang ketahui dalam keadaan bagaimana mere-ka akan ketemukan gadis jang malang itu, andaikan mereka menemukannja.

   Djikalau kita boleh terdjemahkan penguraian jang berkelebih-lebihan dari sahabat kita si-seniman itu, dalam bahasa sehari-hari, sudah djelas bahwa sewaktu si-gadis itu mengundjungi kuil, dia berpakaian badju tidur biasa.

   Hal ini ada suatu pengundjukan, bahwa dia ditahan disebuah rumah jang tak djauh letaknja dari kuil itu, oleh kaum badjingan jang rendah.

   Bukan mustahil badjingan itu akan membunuh si- gadis itu djikalau dia tahu bahwa gadis Itu setjara diam-diam telah meninggalkan rumah-nja.

   Aku tak akan heran djikalau pada suatu hari orang akan menemukan majatnja di sebuah sumur kering " .,Sementara kata Sersan Hong.

   "Kita tak inemperoleh sedikit kemadjuanpun dalam pengusutan perkara pembunuhan Djenderal Teng. Aku chawatir, mau tak mau, terpaksa kita harus memeriksa pula Bu Heng dibawah siksaan."

   Hakim tak begitu memperhatikan apa jang dikatakan pembantunja, dia melandjutkan .

   "Aku telah menjaksikan sesuatu jang menarik hati pada ketika dalam sidang aku mengatakan tentang seorang wanita. Bu Heng dan Teng Le kedua-duanja mendjadi putjat ; malahan Teng Le djelas sekali rupanja amat ketakutan. Akan tetapi setelah Teng Le dengar bahwa wanita jang dimaksud-kan adalah putrinja Kopral Ong, dia mendjadi reda pula. Hal ini berarti bahwa ada seorang wanita lain berhubungan dengan pembunuhan Djenderal tua itu. Rupanja wanita kepada siapa Teng Ie Muda telah menjadjikan sacljak-sadjaknja jang penuh asmara itu."

   Pada saat itu ada seorang jang mengetuk pintu perlahan-lahan.

   Sersan Hong berbangkit dan membuka pintu.

   Masuklah Hek Lan.

   Dia rnemberi hormat kepada Hakim dan berkata "Aku tak dapat mendjumpai ajahku terlebih dahulu, 'Tay-djin, maka aku memberanikan diri untuk datang sendiri untuk memper-sembahkan laporanku."

   "Kedatanganmu tepat sekali, Nak !"

   Djawab Hakim.

   "Kebetulan kami sedang memperbintjangkan perihal keluarga Teng. Bilanglah padaku, tahukah engkau bahwa Tuan Muda Teng Le sering-sering keluar rumah ?"

   Hek Lan menggeleng-gelengkan kcpalanja dengan tegas. .,Tidak, Tay-djin", djawabnja.

   "Bagaimana sikapnja, pada waktu aku mengundjungi dia setjara tiba-tiba tadi pagi ?"

   Hakim bertanja.

   "Kebetulan aku berada di kamar Tuan Muda kdtika seorang pelajan memberitahukan tentang kedatangan Tay-djin. Tuan Muda rupanja senang sekali bahwa Tay-djin datang kembali. Dia ber-kata kepada istrinja Tidakkah aku telah bilang kepadamu bahwa pengusutan pertama dikamar perpustakaan ajahku dilakukanja agak tergesa-gesa ? Aku girang Hakim datang kembali. Aku tahu benar bahwa banjak pentundjuk-petundjuk belum diketemukan oleh fihak polisi ! Kemudian dia tjepat-tjepat keluar untuk menjambut kedatangan Tay-djin."

   Hakim perlahan-lahan mengirup teh, lain dia berkata .

   aku amat merasa puas akan pekerdjaan jang telah engkau lakukan_ Engkau mempunjai mata dan telinga jang tadjam sekali.

   Kini kukira tak perlu engkau kembali lagi kerumah keluarga Teng.

   Tengah-hari ini kita menunggu keterangan tentang kakakmu, dan ajahmu sendiri jang sedang metijelidikinja.

   Sekarang hendaknja engkau pergi kekamarmu dibelakang.

   Kuharap ajahmu akan datang kembali dengan membawa chabar balk !"

   "Sungguh aneh !"

   Kata Sersan Hong. .,Rupanja Teng Le tak sering-sering pergi keluar. Orang mengira bahwa semestinja dia mempunjai suatu tempat rahasia dimana dia mengadakan perte muan dengan wanita jang ditjintainja.- Hakim mengangguk.

   "Bagaimana dengan surat-surat jang kuperintahkan Tao Gan untuk menjalinnja ? Apakah dia dapat menemukan petundjuk-petundjuk tentang wanita jang dimaksudkan T' "Tidak". djawab Sersan Hong.

   "tapi Tao Gan tampaknja senang sekali dengan pekerdjaannja itu ! Dia menjalin surat-surat itu sebaik-baiknja, sambil tertawa bertjekik-kikkan sepandjang hari."

   Pao Kong tersenjum. Dia mentjari-tjari diantara tumpukan naskah-naskah diatas medja-tulisnja sehingga dia ketemukan salinan-salinan jang dihuat Tao Gan. Sambil bersandar pada kursinja, dia mulai membatjanja. Ke-mudian dia berkata .

   "Rupanja Teng le Muda itupun telah mendjadi korban dari tjinta-asmara. Seakan-akan sadjak tak mem punjai tudjuan jang lebih mulia ! Dengarlah . Dibelakang pinta jang terkuntji, dibelakang kelambu jang tertutup rapat, selimut tersulam adalah sarang asmara jang nikmat sekali. kakinja laksana kuntum teratai, bibirnja laksana buah delima. Pahanja jang bulat, buah-dadanja jang putih- bersih laksana saldju jang baru djatuh. Siapa pertjaja BuIan Purnama kurang permai karena noda2nja.' Siapa memudji-mudji minjak-wangi dari Dunia Barat jang djauh letaknja Bau tubuhnja jang harum-semerbak laksana bau bidadari jang baru turun dari kajangan. Hanja seorang jang bodoh mau bepergian djauh sedangkan si-tjantik-djelita ada didepan matanja . Pao Kong melemparkan sadjak itu dengan djemu diatas medja. ,,Hm !"

   Dia berkata sambil tersenjum-sindir.

   "sadjak jang buruk sekali bagi seorang jang menjebut dirinja Siu-tjai !"

   Dia duduk bersandar pada kursinja sambil perlahan-lahan mengusap-usap djenggotnja jang pandjang.

   Tiha- tiba dia berduduk tegak, dikursinja.

   Dia mendjemput pula sadjak itu jang tadi dia batja keras-keras dan mengamat-amati tiap-tiap kalimat dengan teliti.

   Sersan Hong tahu hahwa Hakim telah mendapatkan sesuatu jang penting.

   Dia berbangkit dari tempat duduknja dan melongok-longok dari belakang pundak Hakim.

   Pao Kong memukul medja dengan kepalannja.

   "Tjepat ambil laporan dari pengurus-rumah, jang diberikannja pada waktu pemeriksaan pertama dirumah keluarga Teng !"

   Dia memerintahkan.

   Sersan Hong mengambil kotak kulit jang berisikan dokumen-dokumen mengenai pembunuhan Djenderal Teng.

   Dia menge-luarkan sebuah dokumen jang disegel.

   Pao Kong membatjanja dari mula sampai achir.

   Kemudian dia masukkan kembali dokumen itu kedalam kotak.

   Dia berbangkit dari kursinja dan berdjalan mondar- mandir dikantornja.

   "Sunggub tolol orang-orang jang lerlibat dalam pertjintaan !"

   Tiba-tiba dia berseru.

   "Sekarang aku sudah memetjahkan separuh dari rahasia pembunuhan Djenderal Teng. Suatu kedjahatan jang hina dan mernalukan !"

   BAB XVI.

   THIO LIONG MENGADAKAN PENJELIDIKAN DIRUMAH PELATJURAN ; DIA DI-IKUTSERTAKAN DALAM SEBUAH KOMPLOTAN DJAHAT.

   Djam malam pertama sudah dibunjikan ketika Thio Liong.

   Tao Gan dan Kopral Ong berkumpul dirumah djaga diwilajah kota sebelah timur.

   Mereka berduduk disekitar medja Tersegi, tampaknja letih Mereka telah memeriksa tiap-tiap rumah diwilajah tersebut, akan tetapi dengan sia-sia sadja.

   Thio Liong telah membagi orang-orang polisi dalam tiga rombongan.

   Satu rombongan dikepalai Tao Gan, satu oleh Kopral Ong dan jang ketiga oleh Thio Liong sendiri, tiap-tiap rombongan terdiri alas tudjuh orang.

   Mereka telah memasuki wilajah itu dengan diam- diam, dalam rombongan dari dua atau tiga orang.

   Rombongan-rombongan ini telah mengadakan penjelidikan ditoko-toko.

   gedung-gedung perkumpulan dan rumah-rumah partikulir.

   Rombongan Kopral Ong telah membubarkan suatu rapat pen-tjuri-perrtjuri jang tersembunji.

   Thio Liong menggerebek sekum-pulan pendjudi.

   dan Tao Gan telah memergoki sepasang merpati disebuah rumah pelatjuran gelap.

   Akan tetapi tak ada bekas-bekas apapun dari Pek Lan mereka dapat menemukan.

   Tao Gan telah mengadakan pemeriksaan jang teliti terhadap se-orang perernpuan tua jang membuka rumah-pelatjuran.

   Dia tahu djikalau ada seorang gadis jang ditjulik, lambat-laun perempuan demikian mesti mengetahuinja.

   Akan tetapi setelah memeriksa setengah djam lamanja, Tao Gan jakin bahwa perempuan itu tak tahu-menahu tentang Pek Lan ; melainkan dia dapat tahu satu dua hal jang tak begitu harum bagi nama-baik beberapa warga kota jang terkemuka.

   Achirnja dengan menggunakan surat-perintah pengadilan, setjara terang-terangan mereka mengadakan penjelidikan jang seksama ditiap-tiap rumah partikulir memeriksa semua penghuni dengan menggunakan daftar-penduduk jang ada pada lurah.

   Akan tetapi kemudian mereka terpaksa mengakui bahwa penjelidikan mereka itu sia-sia sadja.

   Kata Tao Gan .

   "Hanja ada satu kemungkinan lagi jalah, , Setelah diketahui bahwa gadis itu telah mengundjungi kuil setjara rahasia, si-pentjuliknja mendjadi takut dan memindahkan atau mendjual dia kepada salah sebuah rumah-pelatjuran di lain wilajah. Kopral Ong menggelengkan kepalanja dengan tegas. Aku tak pertjaja, bahwa mereka berani mendjual putriku ke-pada rumah-pelatjuran jang mendapat idzin. Kami se-umur hidup berdiam dikota ini, dan mereka akan menanggung risiko kalau-kalau ada seorang tetamu jang mengenali dia dan melaporkannja kepada kami. Lebih benar dia didjual kepada sebuah rumah-pelatjuran gelap, jang terbesar ditempat-tempat tersembunji diseluruh kota. Untuk menjelidikinja akan meminta waktu beberapa hari !"

   "Djikalau aku tak salah dengar", kata Thio Liong.

   "tempat pelatjuran jang disebut Kampung Utara djarang sekali dikundjungi orang-orang Tionghoa."

   Kopral Ong mengangguk. .,Benar". djawabnja.

   "tapi tempat itu adalah tempat pelesir dari kelas rendahan. Hanja dikundjungi oleh bangsa Uigur, Turki dan lain-lain bangsa liar dari luar tapal-batas. Perempuan-perempuan disana adalah dari tingkatan rendah atau sisa-sisa dari zaman makmur tempo dulu waktu kota ini banjak dikundjungi kepala-kepala suku bangsa liar jang kaja.dan saudagar-saudagar dari negeri-negeri taklukan didaerah barat.' Thio Liong berbangkit dan mengikat kentjang- kentjang tali pinggangnja.

   "Aku akan pergi kesana", dia berkata dengan pendek.

   "Untuk menghindarkan ketjurigaan, aku akan pergi sendiri. Aku akan mendjumpai kamu kembali malam ini dikantor pengadilan !"

   "Saran jang baik sekali", dia berkata sambil termenung.

   "memang paling baik kita mengambil tindakan-tindakan dengan tjepat, sebab besok penjelidikan kita akan tersiar diseluruh kota. Aku akan pergi kekampung Selatan dan omong-omong dengan pemilik-pemilik rumah pelatjuran disana. Harapanku untuk mendapat hasil sedikit sekali, namun kemungkinan seketjil inipun tak dapat kita abaikan !"

   Kopral Ong mendesak agar dia menjertai Thio Liong.

   "Sampah masjarakat berkumpul di kampuing Utara itu", dia ber-kata.

   "Pergi kesana seorang diri tak beda seperti membunuh diri !"

   "Djangan chawatir !"

   Djawab Thio Liong.

   "Aku tahu tjara bagaimana aku harus memperlakukan buaja-buaja itu!"

   Dia melemparkan petnja kepada Tao Gan dam mengikat ram-butnja dengan sepotong kain jang kotor.

   Lalu dia selipkan udjung badju kedalam ikat-pinggangnja"dan mcnggulung tangan-badjunja.

   Dengan tidak menghiraukan protes dari Kopral Ong, Thio Liong berdjalan keluar menudju kedjalan raja.

   Didjalan raja banjak orang masih berdjalan hilir-mudik.

   Akan tetapi Thio Liong berdjalan dengan tjepatnja, dan semua orang tjepat-tjepat membuka djalan ketika mereka lihat seorang jang garang dan tinggi-besar itu mau lewat.

   Dia melintasi pasar dekat Menara Tambur dan tiba diperkam-pungan orang-orang miskin.

   Sepandjang djalan-djalan jang sem-pit terdapat rumah-rumah petak jang rendah dan hampir runtuh.

   Disana-sini tukang-dagang djalanan memasang lampu pelitanja.

   Barang dagangannja adalah kuwe-kuwe jang murah dan gegedoh arak.

   Makin dia mendekati Kampung Utara, pemandangan makin ramai.

   Banjak orang jang berpakaian asing jang aneh-aneh ber-gelandangan sekitar warung-warung arak, berbitjara dalam bahasa asing jang agak kurang sedap dalam pendengaran bangsa Tionghoa.

   Mereka tak menghiraukan Thio Liong sedikitpun.

   Rupanja jang mesum dan hina ditempat ini ada sesuatu jang biasa sadja.

   Setelah membelok disuatu likungan dia melihat sedjadjar rumah- rumah jang setjara menjolok mate diterangkan oleh lentera-lentera dari kertas minjak berwarna.

   Dia dengar bunjinja gitar jang biasa , ditabuh oleh bangsa liar dan dari tempat Jung agak djauh se- dikit suara sending jang dengan tadjamnja menembusi udara.

   Tiba-tiba seorang jang kurus- kering dan berpakaian.

   tjompang-tjamping keluar dari tempat gelap.

   Dia berkata dengan bahasa Tionghoa jang buruk "Apa Tuan Besar suka berkenalan dengan seorang Putri bangsa Uigur"

   Thio Liong berhenti dan memandang orang itu dari atas ke-bawah. Orang itu tertawa murung, memperlihatkan giginja jang ompong.

   "Djikalau aku menghantarn mukamu mendjadi bubur", kata Thio Liong dengan masam.

   "Aku tak bisa membikin engkau men-djadi lebih djelek lagi ! Pergilah tjepat dan antarkan aku ke-tempat jang baik. Tapi jang murah, kau mengerti ?"

   Sambil dia berbitjara, dia mendorong orang itu kedepan dan menendangnja dengan keras. .,Haja! haja!"

   Orang itu berteriak.

   Dengan tjepat dia mem-bawa Thio Liong kesuatu djalan ketjil.

   Kiri-kanan dari djalan itu tampak rumah-rumah jang bertingkat satu.

   Dahulu bagian deparn dari rumah-rumah itu telah dihiasi oleh ukiran-ukiran timbul jang indah.

   Akan tetapi hudjan dan angin telah mentjutji bersih warnanja dan tak ada orang jang memperbaikinja.

   Tirai-tirai jang kotor dan penuh tambalan digantungkan didepan pintu.

   Ketika mereka tiba ditempat itu, perempuan- perempuan jang memakai pupur tebal-tebal clan berpakaian jang menjolok-mata menjambut mereka dan mengundang mereka masuk, dalam bahasa Tionghoa dan Bahasa-Bahasa asing ditjampur-adukkan.

   Penundjuk djalan membawa Thio Liong kesebuah rumah jang tampaknja sedikit lebih baik dari pada jang lain.

   Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dua lentera besar dari kertas berwarna tergantung diatas pintu.

   "Disini, Tuan Besar !"

   Orang itu berkata.

   "Semua wanita-wanita disini adalah Putri-putri Uigur jang asli !"

   Dia menambahkan dengan suatu atau lain utjapan tjabul dan menjodorkan tapak-tangannja jang kotor. Thio Liong mentjekik tenggorokannja dan menggentur-gentur-kan kepalanja pada pintu jang bobrok. untuk mcmberitahukan tentang kedatanganku !"

   Dia berkata.

   "Upahmu sudah engkau terima dari pemilik rumah ini. Djangan mentjoba untuk mendapat upah dua kali, bangsat !"

   Pinta dibuka lebar-lebar dan seorang jang tinggi dengan dada telandjang tampil keluar.

   Kepalanja digundulkan sama-sekali.

   Dia memandang Thio Liong dengan satu matanja jang djahat.

   Matanja jang lain sudah pitjek, tampak bekas luka jang merah dan djelek.

   .,Si kepala- andjing itu", Thio Liong, menggeram".mentjoba untuk memeras upah extra dari aku !"

   "Pergilah", orang itu mernbentak si-penundjuk djalan jang sial itu.

   "Datang kembali belakangan untuk mengambil upah mu !"

   Lain dia berkata kepada Thio Liong "Silakan masuk, orang asing!"

   Bau sate lemak kambing jang memualkan meliputi seluruh kamar.

   Hawanja sangat panas.

   Ditengah lantai dari tanah tampak perapian dari besi jang besar dengan arang jang menjala-njala.

   Kira-kira setengah losin tetamu-tetamu berduduk di-bangku-bangku pendek disekitarnja.

   Mereka sedang memanggang lemak kambing jang ditusukkan pada tusukan- tusukan -dari tembaga.

   Tiap orang diantara mereka adalah orang laki-laki.

   Mereka hanja tak memakai hadju ; tjahaja lentera herwarna menjinarkan wadjah mereka jang penuh keringat.

   Orang-orang wanita jang menjertai mereka memakai rok berwarna merah dan hidjau jang djarang dan djaket pendek tanpa tangan-badju.

   Ram-butnja disanggul dan di-ikat dengan tali wol merah.

   Djaketnja terbuka dan mempamerkan buah dada mereka jang telandjang.

   Pendjaga pintu memandang Thio Liong dengan tjuriga.

   .,Lima puluh uang tembaga untuk sekali makan dan seorang wanita, harus dibajar dimuka !"

   Dia berkata.

   Thin Liong menggerutu dan mengambil serentjeng uang tembaga dari dalam tangan badjunja.

   Perlahan-lahan dia membuka ikatannja dan menghitungkan lima uang tembaga diatas medja jang kotor.

   Pendjaga pintu mau ambit uang itu, akan tetapi tangannja dipegang oleh Thio Liong.

   "Apakah tak disadjikan minuman dengan santapan dia menggerutu. Orang itu meringis kctika Thio Liong mengentjangkan pegangannja.

   "Tidak !"

   Dia membentak. Thio Liong melepaskan tangannja dan mendorong orang, itu ke-belakang. Dia mengambil kembali uangnja sambil berkata .

   "Tidak apa ! Masih ada lain tempat dari pada rumah ini !"

   Orang itu memandang dengan serakah kepada gundukan uang itu jang man disimpan kembali.

   "Baiklah !"

   Dia berkata.

   "Engkau bisa dapat segutji arak !"

   "Itu lebih betul !"

   Djawah Thio Liong.

   Dia berpaling sekelilingnja dan mempersiapkan diri untuk menjertai tetamu-tetamu lainja sekitar perapian.

   Dengan menurut tjara jang lazim dirumah-rumah demikian, pertama dia, mengeluarkan tangan kanan-kemudian tangan kirinja dari tangan hadju lalu me-ngikat tangan- hadjunja sekitar pinggangnja.

   Kemudian dia ber- duduk dibangku jang kosong.

   Tetamu-tetamu lainnja memandang dengan penuh perhatian, bentuk tubuhnja jang kasar dan jang penuh dengan bekas-bekas-luka.

   Thio Liong mengambil setupumkan lemak kambing dari perapian.

   Dia ada seorang jang gemar sekali akan makanan-makanan jang ledzat.

   maka ban lemak kambing jang anjir mernbuat pentjernaannja seakan-akan berputar- putar.

   Namun dia menggigitnja sepotong dan memakannja.

   Salah seorang Uigur tampak mabuk sekali.

   Dia merangkul ping-gang si-wanita jang duduk didekatnja dan menggojang-gojangkan-nja perlahan-lahan sambil bersenandung suatu lagu asing.

   Keringat mengalir dari kepala dan pundaknja. Dua orang Uigur lainnja tak kelihatan mabuk.

   Tubuhnja kurus.

   akan tetapi Thio Liong tahu bahwa otot-otot jang rata dan seperti kawat tak boleh dipandang enteng.

   Mereka sibuk ber- tjakap-tjakap satu dengan lain dalam bahasanja sendiri.

   Pemilik rumah menaruh sebuah gutji arak jang ketjil didekat Thio Liong.

   Salah seorang perempuan rnengambil sebuah gitar jang bertali- tiga dari lemari.

   Sambil bersandar pada tembok dia bernjanji, mengiring njanjiannja sendiri dengan gitar.

   Suaranja agak serak, tapi irama lagunja tjukup menjenangkan.

   Thio Liong me-lihat bahwa rok2 jang dipakai peretnpuan, itu demikian tipis-nja sehingga hagian-bagian tuhuh didalamnja dapat terlihal de-ngan djelasnja.

   Dari pintu belakang keluar seorang perempuan jang ke-empat jang romannja agak menarik djuga.

   Dia berkaki telandjang dan hanja memakai rok jang longgar dari sutera jang sudah luntur.

   Bentuk tubuhnja jang telandjang baik sekali, akan tetapi dada dan lengannja hitam karena penuh dengan djelaga.

   Rupanja dia telah membantu didapur.

   Mukanja jang bundar bernes ketika dia berduduk disebelah tetamunja jang baru datang.

   Thio Liong berrninum seteguk arak jang keras dari gutji.

   Lalu dia meludah diperapian dan bertanja.

   "Siapa namamu, Manis ?"

   Perempuan hanja tersenjum dan menggeleng-gelengkan kepa-lanja. Rupanja dia tak faham bahasa Tionghoa.

   "Untung urusanku dengan wanita ini tak memperlukan bertjakap-tjakapan". kata Thio Liong kepada dun orang jang duduk di- seberangnja. Salah seorang jang bentuknja Iehih besar dari pada ternannja, tertawa terbahak- bahak. Dia bertanja dalam bahasa Tionghoa jang kasar "Apa namamu, orang asing ?"

   "Namaku Yung Pao", djawab Thio Liong.

   "Dan namamu apa ?" .,Aka disebut Si-Pemburu"

   Kata orang Uigur itu.

   "Dan perempuan itu bernama Tulbee. Ada urusan apa engkau datang kesini ?"' Thio Liong memandang dia dengan sorot mata jang penuh arti, seakan-akan dia mau mengatakan "Djangan pura-pura tidak tahu sedangkan tangannja dia taruh pada paha si-perempuan itu jang duduk sampingnja.

   "Djangan tjoba mempedajai kami Kamu, orang Tionghoa tak perlu datang begitu djauh hanja untuk maksud itu sadja !"

   Si-Pemburu berkata sambil mengedjek.

   Thio Liong mendjadi marah sekali.

   -Dia berbangkit.

   Si- wanita mentjoba untuk menarik dia untuk berduduk lagi, akan tetapi Thio Liong mendorong dia ke belakang.

   Dia menghampiri si-pemburu dan menarik tangannja.

   Sambil memutar-mutarkan lengan itu dia menjentak.

   "Perlu apa engkau menjampuri urusan-ku, Andjing !"

   Si-Pemburu memandang kepada teman- temannja jang lain.

   Orang Uigur jang kedua memusatkan perhatiannja kepada sepotong lemak panggang.

   Pemilik rumah bersandar pada medja pan-djang sambil mengorek-ngorek giginja.

   Tak ada tanda-tanda bahwa mereka akan membantu temannja.

   Kemudian Si-Pemburu berkata dengan murung.

   "Djangan gusar. Yung Pao ! Aku hanja menanja karena kamu, orang Tionghoa djarang sekali datang kemari !"

   Thio Liong melepaskan dia dan duduk kembali dibangkunja.

   Si-wanita memeluk dia, dan mereka bertjumbu-tjumbuan sebentaran.

   Lalu Thio Liong mengeringkan gutji araknja dengan sekali teguk.

   Sambil menjeka mulutnja dengan belakang- tangannja dia ber-kata .

   sekarang kita sudah terlandjur berkumpul disini se-bagai sahabat- sahabat karib aku tak berkeberatan untuk mendja- wab pertanjaanmu.

   Beberapa minggu jang lampau aku ada sedikit pertengkaran setjara hebat dengan salah-seorang anggota dari pos tentara jang letaknja kira-kira tiga hari berdjalan kaki dari sini.

   Aku mengetuk kepalanja, tapi kiranja terlalu keras, sehingga batok kepalanja petjah.

   karena pembesar-pembesar selalu salah-artikan peristiwa- peristiwa demikian, kupikir paling selamat djikalau aku berdjalan-djalan sementara waktu.

   Dan sekarang aku ada disini, dan kantong-uangku boleh dikatakan sudah ham-pir kempis.

   Djikalau ada suatu atau lain pekerdjaan jang me-nguntungkan, aku bersedia untuk menjumbang tenagaku!"

   Si- pemburu tjepat-tjepat menterdjemahkan apa jang dikatakan Thio Liong kepada temannja, seorang gemuk dengan kepalanja agak londjong sebagai peluru.

   Mereka memandang Thio Liong dengan penuh perhatian, seakan-akan mau mentaksir berapa djauh orang asing itu boleh dipertjaja.

   "Sekarang kebetulan tak ada pekerdjaan apa-apa, kawan !"

   Si-pemburu berkata hati-hati.

   "Sungguh sajang !"

   Kata Thio Liong.

   "Bagaimana untuk men- tjulik seorang gadis Tionghoa ? Barang itu biasanja laris betul !! !"

   "Tidak dikota ini. kawan !"

   Djawab Si-Pemburu.

   _Semua rumah-rumah-pelesir sudah mempunjai tjukup perempuan-perempuan, malahan ada jang kelebihan.

   Lain halnja beberapa tahun jang lampau, pada waktu lalu-lintas ke negeri barat melalui kota ini.

   Pada waktu itu seorang perempuan jang lumajan sadja su-dah mendapat harga baik sekali "Apa tak ada gadis-gadis Tionghoa dikampung ini ?" 'Thio Liong bertanja.

   Si-pemburu menggelengkan kepala.

   "Tak ada seorangpun djuga !"

   Djawabnja.

   "Tapi, apa kurangnja pada wanita jang ada disampingmu itu ?"

   Thio Liong membuka roknja perempuan itu. .,Tidak apa-apa"

   Dia berkata.

   "Aku sama-sekali tak tjerewet dalam hal itu !"

   "Biasanja djustru kamu, orang-orang Tionghoa jang dengan sombongnja memandang rendah kepada perempuan Uigur !"

   Kata orang itu dengan bernapsu. Thio Liong pikir sebaiknja dia djangan mentjari setori. Maka dia berkata .

   "Bukan aku ! Aku merasa senang dengan perempuan- perempuan bangsamu seperti tampaknja sekarang", oleh karena perempuan itu tak mentjoba untuk tutup pula rok-nja, dia menambahkan .

   "Dan mereka tidak berlagak atau main kutjing !"

   "Itulah !"

   Kata Si-Pemburu.

   "Kami bangsa Uigur adalah suatu bangsa jang baik ! Djauh lebih kuat dari pada bangsa Tionghoa. Pada suatu hari kami akan menjerbu dari barat dan utara dan menaklukkan seluruh negerimu !" ,-- "Tidak selama ku hidup !"

   Djawab Thio Liong dengan gembira.

   
Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Si- pemburu memandang pula Thio Liong dengan tadjamnja ke-mudian dia bertjakap-tjakap sekian lama dengan kawannja.

   Orang itu meta-meta menggelengkan kepala, kemudian rupanja dia mufakat.- Si-Pemburu berbangkit dari tempat- duduknja dan menghampiri Thio Liong.

   Dia desak si-wanita kepinggir setjara kasar dan ber-duduk disamping Thio Liong.

   "Dengarlah. Saudara", dia berkata dengan sungguh-sungguh.

   "mungkin kami ada pekerdjaan baik dan menguntungkan bagimu! Apakah engkau mahir dalam penggunaan sendjata-sendjata jang dipakai oleh Tentara Keradjaan ?"

   Thio Liong pikir ini adalah suatu pertanjaan jang agak aneh. Dia djawab dengan gembira.

   "Aku telah mendjadi pradjurit beberapa tahun lamanja, kawan ! Aku tahu semua tentang hal itu !"

   Si-Pemburu mengangguk dengan puas.

   "Beberapa hari lagi mungkin akan terdjadi sedikit pertempuran ketjil", dia berkata.

   "Bagi seorang pandai ada kesempatan balk sekali untuk menambah rezeki !"

   Thio Liong mengangsurkan tangannja jang terbuka.

   "Tidak", kata Si-Pemburu.

   "tidak berupa uang kontan. Akan tetapi djikalau kita mulai beberapa hari lagi, engkau bisa dapat barang-barang dan uang sebanjak engkau sendiri bisa merampas !"

   "Aku siap-sedia!"

   Thio Liong berseru gembira.

   "Dimana aku harus menjertai kamu?"

   Si-Pemburu hertjakap-tjakap lagi dengan temannja. Lalu dia berhangkit dan berkata "Mari, saudara, aku akan memperkenalkan engkau kepada pemimpin kami !"

   Thio Liong berlompat berdiri dan menaruh badjunja diatas pundaknja. Din menepuk perempuan itu dengan ramah dan ber kata "Aku akan datang lagi, Tulbee !"

   Mereka meninggalkan rumah-pelesiran itu.

   Si-Pemburu berdjaIan didepan.

   Dia membawa Thio Liong melalui dua djalan jang gelap.

   kemudian tiba disebuah pekarangan jang sudah rusak.

   Mereka berhenti didepan pondok ketjil.

   Si-pemburu rnengetuk pintu.

   Tak ada jang mendjawab.

   Dia mendorong pintu dengan pundaknja dan memberi tanda kepada Thio Liong untuk mengikutinja.

   Didalam rumah tak ada seorangpun.

   Mereka berduduk dibang-ku ketjil jang ditutupi kulit kambing.

   Kamar itu kosong, melainkan tampak sebuah dipan pendek dari kaju.

   "Madjikan kita tak lama lagi akan pulang", si- pemburu berkata. Demikian mereka menunggu sekian lama. Tiba-tiba pintu dibuka dengan keras dan seorang jang berpundak lebar berlari masuk kedalam kamar. Dia berteriak-teriak dengan gugupnja kepada Si-Pemburu.

   "Dia bilang apa ?"

   Thio Liong bertanja. Si-Pemburu tampaknja ketakutan sekali. .,Dia mengatakan bahwa polisi telah mengadakan pemeriksaan dikampung timur !"

   Thio Liong dengan tjepat berbangkit dari tempat- duduknja.

   "Sudah tiba waktunja aku pergi !"

   Dia berseru.

   "Djikalau mereka datang disini, aku tak ketulungan. Aku akan kembali besok. Bagaimana aku dapat mendjumpai kamu "

   "Tanja sadja dimana tinggal Orolakchee!"

   Orang itu mendjawab. .,Sekarang aku pergi. Perempuan itu boleh menunggu !"

   Lalu Thio Liong tjepat-tjepat berlalu. Kembali ketempatnja Thio Liong mendjumpai Pao Kong sedang duduk termenung seorang diri dikantornja. Ketika dia masuk. Hakim berkata dengan merengut .

   "Tao Gan bersama Kopral Ong sudah pulang belum lama. Mereka melaporkan bahwa penjelidikan mereka sia-sia sadja. Tao Gan telah mengadakan penjelidikan diwilajah sebelah selatan. akan tetapi rumah-rumah-pelatjuran disana tak membeli perempuan-perempuan baru sedjak setengah tahun jang lalu. Apakah engkau me-nemukan suatu petundjuk tentang Pek Lan di Kampung Utarar ., Tak ada apapun jang mengenai gadis jang ditjulik itu!"

   Djawah Thio_ Liong.

   "Akan tetapi aku telah dengar sesuatu jang aneh !"

   Lalu dia menuturkan pengalamannja dengan Si-Pemburu dan Tulbee.

   "Badjingan-badjingan itu mungkin mau mengadjak engkau untuk merampok lain suku. Djikalau aku djadi kamu, tak mau ikut mereka ketanah dataran diseberang sungai !"

   Thio Liong menggelengkan kepalanja, karena diapun ragu-ragu akan apa jang dia akan berbuat, sementara itu Hakim melan- djutkan "Besok pagi aku ingin engkau menjertai aku dan Sersan Hong untuk mengundjungi perkebunan dari Gubernur Yo.

   Akan tetapi pada malam harinja engkau boleh pergi lagi ke Kampung Utara dan mentjari tahu lebih banjak hal-ichwal pemimpin dari bandit-bandit bangsa biadab itu."

   BAB XVII YO HU-DJ1N MENGUNDJUNGI PENGADILAIN KEDUA KALINJA.

   PAO KONG MENGADAKAN KUNDJUNGAN KE PERKEBUNAN GUBERNUR.

   Pao Kong telah merentjanakan untuk berangkat keperkebunan Gubernur diwaktu pagi.

   Akan tetapi sewaktu dia hersantap pagi.

   Sersan Hong memberitahukan bahwa Njonja Yo dan putranja.

   Yo Shan sudah datang untuk mendjumpai Hakim, sesuai dengan panggilan.

   Hakim mempersilakan mereka masuk kekantor.

   Yo Shan berpotongan tinggi-besar djuga, dibandingkan dengan usianja jang masih muda.

   Wadjahnja memperlihatkan kedjudjuran dan ketjerdasannja.

   dan sikapnja menundjukkan kepertjajaan pada diri-sendiri.

   Hakim senang sekali kepadanja.

   Dia mempersilakan Yo-hudjin dan putranja duduk didepan medja tulisnja, dan setelah saling memberi hormat, Hakim ber-kata "Aku amat sesalkan bahwa karena urusan-urusan lain jang mendesak aku tak dapat memberikan waktu setjukupnja untuk memperhatikan perkaramu, seperti kuinginkan.

   Aku masih belum berhasil untuk memetjahkan rahasia jang tersembunji digambar Gubernur , aku rasa, apabila aku ketahui lebih banjak tentang keadaan dirumah-tanggamu pada waktu Gubernur masih hidup, bagiku lebih mudah untuk memetjahkan persoalan ini.

   Maka aku ingin menanja kepadamu beberapa pertanjaan, sekadar sebagai petundjuk-petundjuk bagiku."

   Njonja Yo membungkukkan badannja.

   "Pertama". kata Hakim.

   "Aku belum mempunjai pandangan jang tegas tentang sikap Gubernur terhadap putranja jang sulung, Yo Kie. Menurut keteranganmu, Yo Kie adalah seorang jang kedjam. Apakah Gubernur menjadari bahwa putranja itu mempunjai watak jang buruk ?" .,Demi kedjudjurran aku harus mengakui", kata Njonja Yo.

   "bahwa sehingga ajahnja meninggal dunia"tingkah-laku Yo Kie tak dapat ditjela. Aku tak memimpi-mimpikan bahwa dia bisa ber-buat demikian kedjamnja seperti ternjata belakangan. Suamiku selalu bitjara baik tentang Yo Kie kepadaku, dia selalu mengatakan Yo Kie adalah seorang jang radjin dan banjak membantu dia untuk mengurus harta-milik keluarga. Dan menurut kesan-ku, Yo Kie adalah seorang putra jang berharga didjadikan teladan, seorang putra jang mentjoba untuk mendahului tiap-tiap keinginan ajahnja."

   "Kemudian, Hu-djin", Hakim melandjutkan.

   "Aku ingin sekali engkau rnenjebutkan beberapa nama dan teman-teman Gubernur dikota Lam Hong ini."

   Njonja Yo tampaknja bersangsi, lalu dia mendjawab "Sua-miku tak mempunjai banjak kenalan.

   Tay-djin.

   Menurut kebiasaannja, tiap pagi hari dia mengurus pekerdjaan diperkebunan.

   Diwaktu lohor dia pergi kekebun labirin dan berdiam disana beberapa djam lamanja."

   "

   "Apakah engkau sendiri pernah masuk kedalamnja Hakim bertanja. Njonja Yo menggelengkan kepalanja.

   "Tidak", djawahnja.

   "Gubernur selalu mengatakan bahwa di-sana terlalu lembab. Kemudian dia suka minum teh di papiljun di belakang gedung. Djikalau dia tidak membatja huku, dia melukis. Aku kenal seorang wanita bernama Njonja Lee jang adalah seorang pelukis amatir jang berbakat. Gubernur sering-kali mengundang Njonja Lee dan aku untuk bersama minum teh di papiljun sambil memperbintjangkan tentang lukisan-lukisannja."

   "Apakah Njonja Lee itu masih hidup ?"

   Hakim bertanja.

   .,Kukira dia masih hidup.

   Dahulu dia tinggal tak djauh dari rumah kami dikota.

   Sering- sering dia datang bertamu.

   Dia amat manis budi dan dia tak beruntung sebab suaminja meninggal dunia tak lama setelah mereka menikah.

   Pada suatu hari, pada waktu aku belum menikah, aku mendjumpai dia di sawah di dekat rumah orang tua ku, rupanja dia suka sekali padaku.

   Setelah Gubernur mengambil aku mendjadi istrinja, kami tetap mengadakan perhu-bungan persahabatan itu, dan suamiku sendiri mengandjurkannja".

   "Apakah Njonja Lee memutuskan perhubungannja setelah suamimu meninggal dunia ?"

   Hakim bertanja.

   .,Tidak", djawahnja".adalah sama-sekali salahku sendiri djika-lau aku tak pernah mendjumpai dia lagi.

   Setelah Yo Kie mengusir aku dari rumah besar, aku merasa malu dan aku pulang ke-kampung halamanku.

   Semendjak itu kami tak pernah saling ber-temu lagi."

   Hakim melihat bahwa Njonja Ye amat terharu, maka dia tjepat-tjepat membelokkan pertjakapan pada hal lain.

   "Djikalau demikian, Gubernur sama- sekali tak mempunjai sahabat dikota ini ?"

   Njonja Yo sudah dapat menguasai lagi perasaannja. Dia mendjawab .

   "Suamiku lebih suka bersendirian. Akan tetapi dia pernah mengatakan kepadaku, bahwa disuatu atau lain ternpat di- gunung didekat kota ini dia mempunjai seorang sahabat karib jang tinggal disitu."

   "Siapa orang itu ?"

   Pao Kong menanja dengan penuh perhatian.

   "Gubernur tak pernah menjebut namanja, akin tetapi aka mendapat kesan bahwa dia amat hormati dan menjukai orang itu."

   Hakim tampaknja merasa ketjewa.

   "Ini ada sangat penting, Hu-djin ! Tjobalah pikir baik-balk apa engkau masih ingat sesuatu lagi tentang sahabat suamimu itu!"

   "Sekarang kuingat, bahwa dia pernah mengundjungi Gubernur, karena pada waktu itu terdjadi sesuatu jang mengesankan. Suamiku biasa menerima petani-petani-penjewa tanahnja sebulan sekali,. tiap-tiap orang jang ingin mengadjukan keberatan atau ingin meminta nasihat pada hari itu., diterimanja dengan senang hati. Pada suatu hari seorang petani jang usianja sudah landjut sekali, menunggu di halaman. Begitu Gubernur melihat orang itti tjepat-tjepat dia menghampirinja dan membungkukkan badannja rendah-sekali untuk memberi hormat. Dia mengadjak petani itu masuk ke kamar perpustakaannja dan berdiam disitu beberapa djam lamanja. Selama aku mendjadi istrinja tak pernah aku melihat dia mengadjak orang masuk kekamar perpustakaan. Kiranja petani itu sahabat balk dari Gubernur, mungkin seorang pertapa. Tak pernah aku menanjakan hal ini kepada dia."

   Hakim mengusap-usap djenggotnja.

   "Mungkin engkau menjimpan beberapa naskah jang ditulis olch Gubernur ?"

   Dia bertanja. Njonja Yo menggelengkan kepada.

   "Ketika aku dinikah oleh Gubernur", dia berkata dengan rendah-hati.

   "aku sama-sekali buta-huruf. Dia sendiri jang menga- djar aku sekadar membatja dan menulis, akan tetapi tak pernah aku memperoleh kemadjuan demikian djauhnja sehingga kudapat menghargai tulisan-tulisan jang indah. Seharusnja ada beberapa tjontoh dari tulisan suamiku di gedung besar jang kini didiami Yo Kie. Hendaknja Tay-djin menanjakan kepadanja."

   Pao Kong berbangkit dari tempat-duduknja.

   -Aku menghargai bahwa engkau telah memerlukan datang kemari, Hu-djin.

   Aku memastikan bahwa aku akan mengusaha-kan segala-sesuatu agar dapat memetjahkan pesan jang tersembutnji dalam lukisan Gubernur.

   Perkenankan aku untuk memberi selamat akan putramu.

   Rupanja dia adalah seorang pemuda jang tjerdik !"

   Yo Hu-cljin dan Yo Shan berbangkit dan membungkukkan badannja.

   Kemudian Sersan Hong mengantarkan mereka keluar.

   Setelah Sersan masuk kembali, dia berkata "Rupanja sukar sekali untuk memperoleh tjontoh dari tulisan Gubernur.

   Akan tetapi di Arsip Keradjaan mesti masih disimpan beberapa laporan jang dahulu ditulis Gubernur dan dipersembahkannja kepada Baginda Kaisar.

   Apakah tidak sebaiknja Tay-djin menulis Sekretaris Agung untuk mengirimkannja sebuah ?"

   "".Tjara ini meminta waktu beberapa minggu". djawab Hakim.

   "Mungkin Njonja Lee mempunjai sebuah lukisan dimana terdapat tulisan Gubernur. Tjobalah engkau menjelidiki tempat-kediaman-nja, Sersan. Keterangan tentang orang pertapa itu amat samar-samar, sehingga aku tak mengharap kita dapat menemukannja. Mungkin djuga dia sudah mati."

   "Apakah Tay-djin ingin memeriksa lagi perkara Teng Siu-tjai sore ini ?"

   Sersan Hong menanja.

   Malam kemarinnja Hakim tidak memberi pendjelasan lebih Ian-djut mengenai apa jang dia telah menemukan dalam sadjak Teng dan Sersan Hong kepingin sekali mengetahuinja.

   Hakim tinggal diam, kemudian dia bangun dan berkata "Se- sungguhnja, aku belum mengambil suatu keputusan tentang hal itu.

   Tjoba kita lihat sadja nanti, setelah kembali dari kundjungan kita ke perkebunan Gubernur.

   Hendaknja engkau menjuruh memper-siapkan djoliku, dan panggil masuk Thio Liong !"

   Sersan Hong tahu bahwa tak berguna untuk mendesak.

   Dia pergi keluar dan menjiapkan djoli Hakim berikut enam orang tukang pikulnja.- Hakim menaiki djoli itu, disertai Thio Liong dan Sersan Hong jang naik kuda.

   Mereka meninggalkan kota melalui pintu kota sebelah timur dan mengambil djalan kampung melalui sawah-sawah.

   Ketika mereka tiba didaerah pegunungan.

   mereka menanja kepada se-orang petani tentang djalan jang harus ditempuh.

   Ditundjukkan-nja bahwa mereka harus mengambil djalan pertama disebelah kanan.

   Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Djalan ketjil ini rupanja sudah sekian lama ditelantarkan.

   Djalan itu penuh dengan rumput-rumput liar dan semak- semak sehingga hanja sebagian ketjil ditengah- tengah dapat digunakan untuk berdjalan kaki.

   "Sebaiknja kita berdjalan kaki. Tay-djin". Thio Liong berkata "Djoli tak bisa lewat disini". Pao Kong lalu turun dari djoli sedangkan Sersan Hong da Thio Liong mengikat kuda-tunggang mereka pada suatu batang pohon. Demikian mereka melandjutkan perdjalahannja, jang satu di belakang jang lain, dengan Hakim berdjalan dimuka. Setelah melalui beberapa tikungan mereka sampai didepa scbuah rumah jang pintunja besar sekali. Pintu jang berlapis dahulu di tjat merah dengan memakai air-emas. akan tetapi seka-rang hanja ketinggalan daun pintunja jang sudah rusak.

   "Tiap-tiap orang bisa masuk-keluar disini". kata Pao Kong dengan tertjenggang.

   "Namun tak ada tempat jang lebih aman untuk orang bersem-bunji diseluruh kota Lam Hong !"

   Kata Sersan Hong. .,Bahkan seorang perampok jang gagah-berani tak berani melintasi lambang pintu ini. Orang bilang, ditempat ini banjak setan !"

   Hakim mendorong pintu sehingga terbuka dan masuk disuatu.

   halaman jang dahulu rupanja.

   adalah sebuah tarnan jang indah sekali.

   Sekarang tempat itu sudah mendjadi hutan belukar.

   Akar dari pohon-pohon aras jang tinggi telah merusak dan menembusi ubin-ubin batu dan djalannja penuh dengan semak-semak jang lebat.

   Tempat ini diliputi suasana jang sunji-senjap.

   Bahkan burung-bu-rung tak bernjanji.

   Djalan ketjil seakan-akan menghilang kedalam sekelompok se-mak-semak jang lehat.

   Thio Liong memisahkan daun-daun jang rimbun dengan tombaknja supaja Hakim bisa lewat.

   Mereka me-lihat sebuah gedung jang sudah rusak, dikitari oleh teras jang agak tinggi dan lebar.

   Gedung itu bertingkat-satu Jan besar sekali.

   Dizaman lampau pasti sebuah bangunan jang amat indahnja.

   Sekarang atapnja di-beberapa tempat sudah berlubang, kaju-kaju ukiran dari pintu-pintu dan tiang-tiangnja djuga sudah banjak rusak.

   Thio Liong menaiki tangga teras jang sudah bobrok, dan me-mandang disekitarnja.

   Tak ada seorangpun tampak disek.eliling-nja.

   "Ada Tamu!"

   Dia berteriak dengan suara keras.

   Gema suaranja sendiri adalah djawaban satu-satunja.

   Mereka masuk keruangan utama.

   Disini pelester tembok sudah bergelantungan, dipodjok tampak beberapa buah alat-rumah tangga jang sudah rusak.

   Thio Liong berteriak pula.

   Djuga disini tak ada orang jang mendjawabnja.

   Pao Kong dengan hati-hati duduk disalah satu kursi tua.

   Dia berkata .

   .,Kamu berdua sebaiknja melihat-lihat disekitar tempat ini.

   Mungkin kamu djumpai suami-istri itu jang mendjaga rumah ini dikebun dibagian belakang."

   Dia sendiri tinggal berduduk dikursi sambil memeluk-tangan.

   Dia merasa heran akan suasana jang sunji-senjap jang meliputi tempat itu.

   Seakan-akan dia berada ditengah-tengah tempat-pekuburan.

   Tiba-tiba Thio Liong dsn Sersan Hong masuk krdalam ruangan dengan nerlari-lari.

   "Tay-djin !"

   Thio Liong berkata sambil bernapas terkapah- kapah.

   "kami telah menemukan majat dari kedua suami-istri itu !"

   Wadjah Hakim tak berubah sedikitpun. Seakan-akan dia sudah menehak terlebih dahutu apa jang telah dilaporkan oleh pembantunja.

   "Baik". dia berkata. sambil berbangkit dari tempat-duduknja.

   "Setidak- tidaknia orang mati tak hisa menjelakai kita ! Mari kita melihat !"

   Mereka mengantarkan Hakim melalui sebuah gang jang agak gelap, dan tiba disebuah kebun jang luas djuga dikitari oleh po- hon-pohon tjemara jang sudah tua.

   Ditengah- tengah kebun itu tampak sebuah papiljun jang berbentuk segi-delapan.

   Thio Liong menundjukkan kepada pohon magnolia jang sedang berbunga jang terdapat disalah-satu podjok.

   Diatas sebuah bale-hale dibawah pohon Itu terletak majat dari suami-istri itu, rupa-nja sudah berada disitu herhulan-hulan.

   Tulang-tulangnja sudah menondjol dari pakaiannja jang sudah rusak.

   Pada batok-ke-palanja masih melekat beberapa lembar dahan.

   Mereka berbaring berdampingan, kedua tangannja melintang diatas dadanja.

   Pao Kong membungkuk dan memeriksa majat-majat itu dengan teliti.

   "Menurut pendapatku". dia berkata, ,kedua orang tua ini mati sewadjarnja. Kukira, ketika salah-seorang diantara mati karena lemah dan sudah tua, jang lain berbaring didampingnja sehingga diapun meninggal-dunia. Kedua djenazah ini harus diangkut ke-pengadilan untuk diperiksa, akan- tetapi aku tak mengharapkan se-suatu jang menggemparkan !"

   Kemudian Hakim menudju kepapiljun. Banjak bekas-bekas menundjukkan bahwa papiljun itu dahulu indah sekali. Sekarang hanja ketinggalan temboknja betaka dan sebuah medja jang besar. .,Disini", kata Hakim.

   "rupanja tempat Gubernur untuk melukis atau membatja. Aku ingin tahu pintu dibelakang pagar itu me-nudju kemana."

   Mereka berlalu dari papiljun dan berdjalan kepintu pagar.

   Thio Liong mendorong pintu itu hingga terbuka.

   Mereka berada di-pekarangan jang dipakaikan ubin batu.

   Di bagian depan diantara dedaunan jang hidjau tampak pintu-gerbang jang agak besar, terbikin dari batu.

   Atapnja jang me- lengkung ditutupi genteng pelapis katja jang berwarna hitam.

   Dikiri-kanan terdapat dinding terdiri alas semak-semak jang tebal dan pohon- pohon jang ditanam rapat-rapat.

   Hakim berdongak untuk melihat sebuah batu jang terukir dengan tulisan diatas pintu.

   Dia berpaling kepada pemhantu-pembantunja dan berkata "Rupanja ini adalah pintu-masuk dari Gubernur empunja kebun labirin jang termashur.

   Lihatlah sadjak jang ditulis diatas itu.

   "Sebuah djalan berliku-liku sehingga lebih dari beratus-ratus mil ; Akan tetapi djalan ke hati orang lebih pendek dari seperibu intji."

   Sersan Hong dan Thio Liong memandangnja penuh perhatian_ Sadjak ini ditulis dengan huruf- huruf jang indah sekali.

   "Ini ada lukisan jang paling indah jang kupernah kulihat"

   Kata Hakim.

   "Sajang sekali tanda-tangannja ditutupi lumut sehingga aka hampir tak dapat membatjanja."

   Tak lama kemudian dia berkata . inilah penjairnja 'Orang Pertapa jang Berhadju Bulu Burung Bangau*. Sungguh aneh nama ini !"

   Hakim berpikir sebentar, lalu dia melandjutkan tak ingat pernah dengar nama itu.

   "Tapi siapapun orang itu. dia ada-lah seorang penulis indah jang pandai ! Melihat tulisan demi-kian. teman-temanku, orang baru mengerti mengapa leluhur kita memudji-mudji tulisan- tulisan indah jang termashur dengan mem- perhandingkannja dengan "ketegangan se-ekor matjan tutul jang sedang mendekam dan dengan tenaga jang tak tertahan dari se-ekor naga jang sedang berrnain-main ditengah hudjan dan hali- lintar". Sambil dia melompati pintu gerbang, dia masih menggelengkan kepala saking kagumnja. Akan tetapi Thio Liong, jang sama-sekali tak dapat mengagumi tulisan indah itu, berbisik-bisik kepada Sersan Hong.

   "Berikan sadja padaku tulisan jang orang bisa batja!"

   Didepan mereka tampak sederet pohon-pohon urns jang umur-nja sudah berabad- abad.

   Puntjaknja tinggi seakan-akan men-djadi satu, sehingga menutupi tjahaja matahari.

   Djarak diantara-nja penuh dengan batu-batu karang jang besar dan ditanami semak-semak jang berduri.

   Hawa udara dikotorkan oleh bau daun busuk.

   Disebelah kanan tampak dua pohon tjemara dikedua tepi djalan jang dengan puntjaknja saling membelit seakan-akan merupakan pintu gerhang jang dibuat oleh alam.

   Dibawah kaki dari salah-satu pohon itu terdapat sebuah batu dengan tulisan "Pinta Masuk".

   Dibelakangnja tampak sebuah terowongan jang agak pan-djang, kemudian menghilang disuatu tikungan.

   Selagi dia melihat-lihat kedalam terowongan jang hidjau itu, Pao Kong entah sebab apa, tiba-tiba merasa takut.

   Perlahan-lahan dia membelok.

   Disebelah kiri dia melihat pintu dari sebuah te-rowongan lainnja.

   Djuga disini sekian banjaknja batu-batu ka-rang jang besar-besar ditumpukkan diantara pohon-pohon aras.

   Pada sebuah batu karang dituliskan "Pintu Keluar".

   Thio Liong dan Sersan Hong berdiri dibelakang Hakim.

   Mere-kapun merasakan suasana jang gaib dan menakutkan dari tempat itu.

   Terowongon itu seakan-akan menghisap arus hawa-udara jang amat dingin, sehingga dirasakan Pao Kong sampai didalam tulang.

   Namun tak ada angin sama-sekali, bahkan tak ada daun selembar- pun jang bergerak.

   Dia mentjoba untuk mengalihkan pemandangannja ke lain dju-rusan, akan tetapi matanja seperti ada jang menarik melihat ke-dalam terowongan jang gelap.

   Dia merasa seakan-akan ada sesuatu jang mendorong dia untuk madju terus kedalam terowongan itu.

   Dia mengira bawa dia melihat perawakan jang tinggi dari Gubernur Yo diantara warna hidjau jang suram berdiri dekat tikungan, sambil melambai-lambaikan tangan kepadanja.

   Agar dapat mernbebaskan diri dari pada suasana jang menakutkan itu, dia memaksakan untuk melihat ke tanah, jang ditutupi lapisan dedaunan busuk jang tebal.

   Tiba-tiba djantungnja berhenti memukul.

   Ditengalt-tengah termpat jang betjek, tepat didepannja, dia melihat bekas kaki jang ketjil bentuknja.

   jang dengan udjungnja menundjukkan kearah terowongan.

   "Penundjuk djalan"

   Jang menakutkan ini seakan-akan memerintahkan dia untuk masuk kedalamnja.

   Pao Kong menarik napas pandjang, lain sekonjong-konjong ber-balik ke belakang, sambil berkata "Sebaiknja kita djangan begitu berani masuk kedalam labirin ini tanpa persiapan2 jang serba tjukup !"

   Dia berdjalan keluar melewati pinto gerbang, melintasi pekarangan jang berubin batu dan tiba kembali ditaman bunga.

   Belum pernah sinar matahari jang hangat dia merasakan demikian menjenangkannja.

   Pao Kong berdongak dan memandang sebuah pohon aras jan djauh lebih tinggi dari pada pohon- pohon tjemara disekitarnja Lalu dia mengatakan kepada Thio Liong.

   .,Setidak-tidaknja aku ingin sekali mengetahui sekadar tentang luas dan bentuknja labirin ini.

   Untuk maksud.

   ini tak perlu kita masuk kedalamnja.

   Djikalau engkau mandjat dipohon aras itu, engkau akan mendapat suatu pandangan jang baik tentang tempat ini dan sekitarnja."

   "Mudah sadja!"

   Thio Liong berseru.

   Dia membuka badju luarnja, melompat dan menjergap dahan pohon jang paling rendah.

   menarik dirinja keatas.

   dan segera dia menghilang diantara dedaunan jang tebal.

   Dibawah pohon Hakim.

   dan Sersan Hong menunggu, tanpa mengatakan suatu apa.

   Tak lama kemudian Thin Liong melompat kembali kebawah.

   Dengan menjesal dia memandang badju dalamnja jang disana-sini sudah sobek.

   .,Aku telah memandjat hingga dahan jang paling tinggi.

   Tay- djin".

   dia berkata.

   "Dari tempat itu aku mendapat pemandangan baik alas labirin ini. Bentuknja bundar dan luasnja kira-kira empat ribu meter persegi, sampai dikaki lereng gunung. Akan tetapi aku tak dapat mengetahui tjoraknja. Semua ditutupi oleh puntjak-puntjak pohon jang sambung- menjambung sehingga aku hanja melihat bagian- bagian ketjil sadja dari djalan labirin itu di-sana-sini ditutupi tirai pedal jang tipis. Aku tak heran djikalau di dalamnja terdapat sekian banjaknja kolam- kolam jang airnja mati."

   "Apakah engkau tak melihat sesuatil jang mirip asap dari sebuah papiljun atau rumah ketjil ?"

   Hakim bertanja.

   "Tidak". djawab Thin Liong.

   "Aku hanja melihat puntjak-puntjak pohon jang seakan-akan merupakan lautan hidjau."

   "Sungguh aneh !"

   Kata Hakim.

   "Mengingat Gubernur Yo me-luangkan banjak waktu dikebun labirin ini, orang mengira semestinja dia mempunjai sebuah papiljun dan perpustakaan ketjil atau ruang-kerdja didalamnja."

   Kernudian Hakim berbangkit dan merapihkan badjunja.

   
Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"mari sekarang kita memeriksa gedungnja dengan lebih teliti", dia berkata. Mereka melewati pula papiljun dikebun bunga dan kedua majat jang masih menggeletak dibawah pohon magnolia. Kemudian mereka naik di teras dan masuk ke dalam gedung. Mereka memeriksa sekian banjaknja ruangan-ruangan ketjil dan besar jang semua kosong. Kebanjakan bagian-bagian jang dibuat dari kaju sudah bobrok, plesteran2 tembok sudah banjak rusak, sehingga terlihat batunja. Selagi mereka melalui gang jang agak getup, Thio Liong jang berdjalan dimuka berseru "Disini ada kamar jang dikuntji, Tay-djin !"

   Pao Kong don Sersan Hong menghampirinja. Thio Liong menundjukkan kepada pintu kamar jang agak benar jang tampaknja baru diperbaiki, adalah pintu pertama jang kita temukan dirumah ini jang dapat dikuntji dengan baik !"

   Kata Sersan Hong.

   Thio Liong mendobrak pinto itu dengan mendorongnja dengan pundaknja dan hampir-hampir dia djatuh kedalam.

   Pintu itu ternjata mudah sekali terbuka karena engsel-engselnja rupanja baru sadja dipakaikan minjak.

   Hakim masuk kedalam kamar.

   Ruangan itu hanja mempunjai sebuah djendela.

   jang dipakaikan kisi-kisi besi.

   Ketjuali sebuah bale- bale dari bambu kamar itu kosong sama-sekali.

   Lantainja disapu bersih benar.

   Sersan Hong dan Thio Liong ikut masuk kedalam kamar.

   Hakim mengusap-asap bale-bale itu dengan tangannja, akan tetapi tak mendapati debu sedikitpun.

   Dia berkata .,Kiranja ada seorang jang belum lama berdiam disini !"

   ".Tempat bersembunji bagus sekali hagi seorang pendjahat !"

   Kata Sersan Hong.

   "Bagi seorang pendjahat atau seorang tawanan", kata Hakim sambil termenung. Dia memberi perintah Sersan Hong un tuk menjegel pintunja. Kemudian mereka melandjutkan pemeriksaannja dikamar-kamar lainnja. akan tetapi mereka tak menemukan sesuatu jang penting. Oleh karena sudah hampir tengah-hari, Pao Kong dan pembantu-pembantunja berdjalan pulang kekantor pengadilan. Bersambung ke bagian 4 Pao kong bagian - 4 Di tuturkan oleh. Yang Lu Sumber Pustaka . Gunawan AJ Kontributor - Scanner . Awie Dermawan OCR convert pdf Text . Tan Willy DISCLAIMER
Kolektor E-Book
adalah sebuah wadah nirlaba bagi para pecinta Ebook untuk belajar, berdiskusi, berbagi pengetahuan dan pengalaman.

   Ebook ini dibuat sebagai salah satu upaya untuk melestarikan buku-buku yang sudah sulit didapatkan dipasaran dari kpunahan, dengan cara mengalih mediakan dalam bentuk digital.

   Proses pemilihan buku yang dijadikan abjek alih media diklasifikasikan berdasarkan kriteria kelangkaan, usia,maupun kondisi fisik.

   Sumber pustaka dan ketersediaan buku diperoleh dari kontribusi para donatur dalam bentuk image/citra objek buku yang bersangkutan, yang selanjutnya dikonversikan kedalam bentuk teks dan dikompilasi dalam format digital sesua kebutuhan.

   Tidak ada upaya untuk meraih keuntungan finansial dari buku-buku yang dialih mediakan dalam bentuk digital ini.

   Salam pustaka! Team Kolektor Ebook BAB XVIII PAO KONG MEMUTUSKAN UNTUK NIENDJUMPAI SEORANG PERTAPA ; TRIO LIONG MENANG-KAP SEORANG.

   KEPALA-PEMBERONTAK DI "MENARA TAMBUR".

   Setibanja dikantor pengadilan, Pao Kong memerintahkan Kopral Ong dan sepuluh orang polisi lainnja berangkat kegedung perkebunan untuk mengambil majat-majat pendjaga rumah dan istrinja.

   Kemudian dia bersantap ,jang dikantornja, sementara itu menjuruh Orang panggil menghadap Kepala bagian Arsip.

   Setelah orang itu datang, Hakim menanja ,,Apakah engkau ,pernah dengar tentang seorang terpeladjar didaerah ini jang men-dapat djulukan Orang Pertapa jang berbadju bulu bangau" ? Kepala Arsip itu balik menanja "Apakah jang Tay-djin maksudkan Pek Hok Sian-su ?"

   "Mungkin itulah orang Jung kumaksudkan. Rumahnja mesti diluar kota."

   "Benar", djawab Kepala Arsip.

   "Itulah Pek Hok Sian- su, se-perti orang panggil dia umumnja. Dia adalah seorang pertapa jang tinggal dipegunungan diluar kota selama kuingat. Tak ada jang tahu usianja."

   "Aku ingin sekali bertemu dengan dia", kata Hakim. Kepala Arsip tampak ragu-ragu.

   "Kukira hal itu agak sukar. Tay-djin", djawabnja.

   "Guru tua itu tak pernah meninggalkan rumahnja di gunung. dan dia selalu menolak untuk menerima tetamu. Akupun tak akan mengetahui apakah dia masih hidup, djikalau tak kebetulan aku dengar dari dua tukang mentjari kaju-bakar bahwa mereka belum berapa lama berselang melihat dia bekerdja di kebunnja. Dia adalah seorang jang arif dan terpeladjar, Tay- djin. Bahkan ada jang mengata-kan bahwa dia telah menemukan Air Penghidupan, dan bahwa segera dia akan meninggalkan dunia ini sehagai seorang Dewa."

   Hakim perlahan-lahan mengusap-usap djenggotnja.

   "Aku sering dengar tjeritera-tjeritera tentang orang-orang per-tapa jang katanja telah menemukan rahasia untuk hidup kekal. Kebanjakan diantaranja ternjata adalah orang- orang jang luar biasa malas dan bodoh. Namun, aku telah melihat sebuah tjontoh dari tulisan orang itu jang amat indahnja. Mungkin dia sesung-guhnja adalah seorang jang istimewa. Bagaimana tentang ke-adaan djalan ketempat itu ?"

   "Sebagian besar hanja dapat dilewati dengan djalan-kaki", dja-wab Kepala Arsip.

   "Djalan pegunungan itu demikian sempit dan tjuramnja, sehingga djoli ketjilpun tak dapat melewatinja."

   Setelah Kepala Arsip meminta diri, Thio Houw masuk kedalam. Tampaknja dia amat letih.

   "Kuharap tak terdjadi sesuatu jang kurang baik digedung Tjin Mo. Thio Houw ?"

   Hakim menanja dengan rasa chawatir.

   Thio Houw berduduk sambil memutar-mutar kumisnja jang pendek.

   Lain dia, berkata "Tay-djin, dalam satu- dua hari belakangan ini kulihat suatu perubahan dalam tingkah-laku pradjurit-pradjurit kita jang agak mengchawatirkan.

   Aku telab membitjarakan hal ini dengan Kopral Lim, dan diapun ternjata mempunjai kesan jang sama.

   Dia mengatakan kepadaku bahwa diantara pradjurit-Pradjurit kita terdapat beberapa orang jang memboroskan banjak uang, djauh lebih banjak dari pada uang-sakunja jang mereka menerima tiap hari.

   Kami tak habis memikirkan dari mana datangnja kekajaan mereka jang tiba-tiba itu."

   Pao Kong mendengarkannja dengan penuh perhatian.

   "Ini kedengarannja serius sekali. Thio Houw", dia berkata per-lahan-lahan.

   "Tjoba engkau dengar tjeritera jang aneh tentang apa jang dialami Thio Liong !"

   Thio Liong menuturkan pula pengalamannja di Kampung Utara dan tjara bagaimana orang mentjoba menjuap dia untuk ikut-serta dalam suatu komplotan jang djahat.

   Thio Houw menggelengkan kepalanja.

   Aku chawatir, ini berarti kerusuhan, Tay-djin ! Siasat kita untuk menjiptakan sebuah resimen jang chajal jang akan datang disini untuk mengadakan patroli ditapal-batas ternjata membawa dua matjam akibat.

   Disatu fihak siasat ini memungkinkan kita untuk menggerebak Tjin Mo dengan tiba-tiba dan menaklukkan anak-buahnja.

   Dilain fihak siasat ini rupanja telah mejakinkan suku-suku bangsa liar jang merentjanakan untuk menjerang kota itu, bahwa mereka harus segera melakukan serangan itu, sebe-lum Tentara Keradjaan tiba dikota ini, atau mereka tak akan dapat melakukannja sama- sekali." ,,Tjelaka benar djikalau mereka melakukan serangan pada saat ini", Hakim berseru dengan gusar.

   "Seakan-akan kini kita tak sudah menghadapi kesukaran-kesukaran jang lebih dari tjukup ! Kusangka, bahwa si-tetamu rahasia jang mengemudikan Tjin Mo itu berada dibelakang lajar ! Berapa orang kaukira kita boleh pertjaja ?"

   Thio Houw berpikir beberapa saat lamanja, kemudian dia ber-kata .

   "Aku tak berani memperhitungkan lebih dari pada lima puluh orang sama-sekali, Tay- djin !"

   Semua berdiam. Tiba-tiba Pao Kong memukul medja dengan kepalannja.

   "Namun kurasa kini masih belum terlambat untuk mengambil tindakan-tindakan jang perlu demi keselamatan kita", dia berseru.

   "Utjapanmu bahwa siasat kita membawa dua akibat, Thio Hou, telah memberi padaku suatu pikiran. Thio Liong, kita mesti dengan segera mentjari badjingan Uigur itu jang kau djumpai kemaren malam. Dapatkah kiranja kau menangkap dia tanpa menarik perhatian chalajak ramai ?"

   Thin Liong nampaknja senang sekali.

   Dia inenaruh kedua tangannja jang besar diatas dengkul dan berkata sambil tersenjum .

   Pada tengah-hari bolong bukan waktu jang paling tepat untuk melakukan tugas demikian, Tay-djin, akan tetapi sudah barang tentu dapat sadja kukerdjakannja."

   "Engkau dan Thio Houw hendaknja pergi kesana dengan segera !"

   Hakim memerintahkan.

   "Tapi ingatlah, penangkapan ini harus dilakukan setjara rahasia. Djikalau kamu mengira kamu tak dapat membekuk dia setjara diam-diam, sebaiknja djangan kamu mentjobanja, dan kembalilah kesini dengan segera !"

   Thio Liong menganggukkan kepala dan memberi tanda kepada Thin Houw untuk mengikutnja.

   Mereka pergi ketempat-tinggal pengawal-pengawal dan berduduk di podjok.

   Disana mereka berdamai dengan bisik-bisik.

   Kemudian Thin Liong meninggalkan kantor pengadilan seorang-diri dan me-nudju kepintu kota sebelah Utara.

   Didepan sebuah rumah makan ketjil dia berhenti sedjenak, lalu masuk kedalam.

   Rupanja dia sudah sering mengundjungi restoran itu, pengurus rumah makan menjambut kedatangannja dengan menjebut nama-nja.

   "Aku ingin bersantap di loteng", Thio Liong berkata sambil menaiki tangga. Diatas loteng dia melihat sebuah kamar podjok jang kosong. Selagi dia pesan makanan, Thio Houw masuk, melalui pintu be-lakang. Dengan tjepat- tjepat Thio Liong membuka badju luar dan kupiahnja. Selagi Thin Houw membungkus barang- barang itu mendjadi satu buntelan, Thio Liong mengusutkan rambutnja dan mengikat sehelai kain kotor sekitar kepalanja. Dia menjelipkan badju- dalamnja kedalam sabuk dan menggulung tangan badjunja. Demikian dengan roman sebagai seorang buaja-darat, dia mening-galkan rumah-makan melalui djalan belakang. Diatas loteng Thio Houw mulai menikmati santapan jang di-pesan Thio Liong. Oleh karena dia melihat pakaian seragam pegawai-pegawai pengadilan jang dikenal, jakni badju merah tua dan kupiahb lantjip herwarna hitam, pelajan jang melajani Thio Houw tidak menjadari bahwa tetamunja itu bukan orang jang telah pesan makanan. Thio Houw merentjanakan untuk meninggalkan restoran pada waktu pengurus rumah makan sedang sibuknja, se-hingga dia tak dapat dikenali bahwa dia bukan Thio Liong. Sementara itu Thio Liong berdjalan-djalan didekat Menara Tambur. Dia bergelandangan sebentar diantara tukang- tukang dagang dipinggir djalan, lain dia menjeberang menudju ke menara. Djalan terus dibawah menara agak gelap dan tak tampak seorang pun disitu. Diwaktu musim hudjan pedagang-pedagang keliling memakai tempat itu untuk memamerkan dagangannja. akan tetapi sekarang mereka lebih suka berdagang di sebelah air di-bawah sinar matahari jang terang- benderang. Thio Liong menengok ke belakang pundaknja. Ketika dia me-lihat bahwa tak ada orang jang menaruh perhatian kepadanja. dia tjepat-tjepat masuk kedalam. Dia menaiki sebuah tangga Jang sempit jang membawa dia ke loteng kedua. Loteng ini hanja se-buah ruangan jang kosong dengan djendela-djendela lebar dike-empat pendjuru. Dimusim panas, atjapkali orang datang disitu untnk rnentjari angin. Disalah-satu podjok terdapat sebuah pintu kaju jang tak dikuntji, melainkan ditutup dengan sebuah gerendel besi jang ditempelkan sehelai kertas dengan tjap pengadilan jang berwarna merah. 'Thio Liong sohek tjap itu dan membuka pintu. Dibelakang,nja ter- dapat tangga jang menudju ketingkat ketiga. Thio Liong menaiki tangga itu ke loteng jang paling atas. Ditengah-tengah lantai dari kaju terdapat sebuah tambur jang besar sekali. Kulitnja ditutupi oleh selapisan debu jang tebal. Tambur itu hanja dipukul di-waktu-waktu genting untuk memberitahukan warga kota akan ada-nja bahaja. Rupanja sudah bertahun-tahun tambur itu tak dipakai. Thio Liong mengangguk, kemudian tjepat-tjepat dia Seberang kali. Setelah melihat bahwa tak ada orang didjalan, dia meninggalkan menara itu dan menudju ke Kampung Utara. Dibawah sinar matahari kampung itu tampak lebih menjedih-kan dari pada diwaktu malam. Tak ada seorang pun di djalan. Rupanja penghuni-penghuninja biasa tidur sampai tengah hari-bolong, untuk melepaskan letih setelah bergadang sepandjang malam. Thio Liong mundar- mandir beberapa waktu lamanja akan tetapi dia tak berhasil mentjari rumah jang telah dikundjungi itu. Achir-nja dia berhenti di depan salah-satu rumah setjara untung-untungan, dan menendang pintunja sehingga terbuka. Seorang perempuan jang berpakaian tjompang-tjamping sedang rebah disebuah bale bale dari kaju. Thio Liong menendang bale-bale itu. Si-wanita bangun per lahan-lahan. Dia memandang Thio Liong dengan masam dan mulai menggaruk-garuk kepalanja. Thio Liong berkata dengan keras .

   "Orolakchee Tiba-tiba wanita itu djadi gesit. Dia berbangkit dari bale-bale dengan tjepatnja dan menghilang ke belakang sebuah sekosol. Dia keluar lagi sambil inenjeret seorang anak botjah jang mesum sekali tampaknja. Sambil menundjuk kepada Thio Liong dia ber-bitjara dengan tjepat kepada anak itu. Lalu dia mengatakan se-suatu kepada Thio Liong. jang mengangguk-angguk, walaupun dia tak mengerti sepatahpun jang dikatakannja..Si anak itu memberi tanda kepada Thio Liong dan tjepat-tjepat berdjalan keluar. Thio Liong mengikutinja dari belakang. Mereka melalui suatu gang jang terlampau sempit diantara dua rumah-petak, sehingga Thio Liong dengan badannja jang tinggi besar hampir tak bisa lewat. Selagi dia berdjalan dibawah sebuah djendela jang agak lebar, dia pikir, kalau-kalau seorang dibelakang djendela memakai kesempatan ini untuk menghantam kepalanja, dia tak dapat berbuat suatu apa untuk membela diri. Tiha-tiba dia dengar seorang denean suara perlahan memanggil dia dari sebelah atas "Jung Pao-! Jung Pao !"

   Dia berdongak. Dia melihat bahwa jang memanggil adalah Tulbee jang tampak dibelakang djendela tepat diatas kepalanja.

   "Apa chabar, Manis ?"

   Kata Thio Liong dengan muka berseri-seri.

   Tulbee tampaknja amat gelisah.

   Dia membisik-bisik beberapa kata-kata sambil memandang dengan tetap kepada Thio Liong dengan matanja jang besar.

   Thio Liong menggelengkan kepalanja.

   ,,Aku tak tahu apa kesukaranmu, akan tetapi kini aku amat sihuk.

   Aku akan kembali nanti !"

   Thio Liong mau berdjalan terus, akan tetapi Tulbee menjergap leher badjunja.

   Dia menundjuk kearah si-anak ketjil itu, me-nundjuk sambil menggelengkan kepalanja dengan sungguh-sungguh.

   Lalu di memasang telundjuknja didepan tenggorokannja.

   ja, mereka itu tukang potong leher, aku tahu.

   Dia berkata sambil tersenjum.

   "Tapi djangan chawatir, aku bisa mem-bela diri !"

   Tjepat-tjepat menarik dia kedjendela.

   Pada suatu saat pipi mereka saling menjentuh.

   Tubuh Tulbee sedikit berbau lemak kambing, akan tetapi kali ini Thio Liong merasa bau itu agak menjenangkan djuga.

   Kemudian dia melepaskan diri dari pelukan si-wanita itu dan meneruskan perdjalanannja.

   Setelah dia keluar dari gang jang sempit itu.

   si botjah itu tjepat-tjepat menghampiri dia.

   Dia tampak amat gelisah, rupanja dia takut Thio Liong menghilang.

   Mereka melewati setumpukan sampah dengan susah-pajah.

   kemudian memandjati tembok jang sudah rusak.

   Anak itu me-nundjukkan sebuah rumah pondok jang letaknja agak terpentjil dan jang dipelesteri dengan rapihnja.

   Lalu dia kabur.

   Sekarang Thio Liong baru mengenali pondok itu adalah jang dia pernah kundjungi diwaktu malam bersama Si-Pemburu.

   Dia mengetuk pintu.

   "Masuk !"

   Suatu suara berteriak dari sebelah dalam.

   Thio Liong membuka pintu.

   Dia berdiri diam seperti pilar.

   Seorang tinggi dan kurus berdiri didepan tembok diseberangnja.

   Ditangan kanan dia memegang sebuah pisau paudjang jang amat mengerikan dan jang sudah siap untuk dilemparkannja.

   Selewatnja detik-detik jang tegang itu, orang itu berkata engkau.

   Jung Pao ! Silakan duduk !"

   Dia masukkan pisaunja didalam sarung "kat dan berduduk disebuah bangku jang pendek. Thio Liong berbuat demikian djuga. .- ,,Kemaren malam", Thio Liong berkata.

   "Si- Pemburu mengata-kan aku harus datang kesini, dan "

   "Sudahlah !"

   Orang itu memotong pembitjaraannja.

   "Djika Iau aku tak tahu tentang dirimu, sekarang engkau sudah mati. Aku tak pernah luput, djikalau aku melemparkan pisauku !"

   Didalam hati Thio Liong pun berpendapat bahwa utjapan itu benar Orang Uigur itu pandai sekali berbitjara bahasa Tionghoa. Thio Liong sangka dia adalah seorang kepala-suku dari tingkat rendah. Thio Liong tersenjum untuk mengambil hati.

   "Aku dengar bahwa engkau dapat memberikan kepadaku pekerdjaan jang agak menguntungkan, Tuan !"

   "Engkau sebenarnja seorang penghianat"

   Djawab orang itu dengan djemu.

   "Dan seorang penghianat memang selalu memikirkan uang sadja. Namun orang seperti engkau kadang-kadang ada gunanja djuga. Akan tetapi sebelum aku memberi instruksi kepada-mu aku ingin memberi peringatan se- djelas2nja demi kesehatan-mu sebaiknja engkau djangan mentjoba untuk mempedajai aku. Djikalau aku sedikit sadja mentjurigai gerak-gerikmu, engkau akin merasai mata pisau ini dipunggungmu !"

   "Sudah tentu, Tuan !"

   Djawab Thio Liong tjepat- tjepat.

   "Engkau tahu. keadaanku jang sebenarnja. Aku "

   "Tjukuplah !"

   Kata orang itu dengan tegas.

   "Dengarkanlah baik-balk, aku tak pernah mengulangi perintahku. Pada saat ini tiga suku sedang berkumpul di tanah datar disebe-rang sungai. Besok, pada waktu tengah-malam. mereka akan serbu kota ini. Kami dapat menduduki kota ini tiap saat jang di-kehendaki, akan tetapi sedapatnja kami ingin menghindarkan pertumpahan darah jang melewati batas. Pembesar-pembesarmu adalah orang-orang jang tinggi-hati dan malas. Djikalau tidak terpaksa mereka tak akan bergerak. Lagi pula kota Lam Hong ini letaknja amat terpentjil. Djikalau djatuhnja kota ini tidak menarik terlalu banjak perhatian di kotaradja, pembesar- pembesar itu tidak akan terburu-buru mengirim tentara kesini. Untung bagi kami djalan raja kenegeri-negeri barat tak lagi melalui kota ini. Maka pemerintah pusat tak chawatir upeti dari keradjaan-keradjaan taklukan didaerah barat jang tiap tahun diangkat ke-kotaradja akan dapat kami rampas ditengah djalan. Dan pada saat mereka memutuskan untuk mengambil tindakan-tindakan terhadap kami, suku-suku kami sudah mendirikan keradjaan sendiri didaerah ini dan sudah sanggup menangkis tiap-tiap serangan dari tentara Tiongkok. Soalnja jalah bahwa kita ingin menduduki kota ini dengan tiba-tiba dan setjara diam-diam. Segala sesuatu sudah disiapkan un-tuk mengambil alih pernerintahan kota dan untuk membunuh pem-besar dan orang-orangnja. Kini hanja kami membutuhkan bantuan beberapa orang Tionghoa lagi untuk melakukan pekerdjaan jang sukar dilakukan oleh orang-orang kami, jakni untuk menjisihkan pengawal-pengawal pintu kota setjara diam-diam."

   "Ha !"

   Thio Liong berseru.

   "Untung sekali ! Kebetulan aku mempunjai seorang teman disini, orang jang djusteru engkau butuhkan. Dia adalah bekas sersan dari tentara keradjaan, akan tetapi karena mendapat perkara dengan pembesar jang baru dikota ini, dia lari menjembunjikan diri. Memang Pembesar Pao itu ada seorang jang djahat sekali !"

   Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Kamu orang Tionghoa memang selalu takut pada pembesar-pembesarmu !"

   Orang Uigur itu mengedjek.

   "Aku tak takut pada mereka semua ! Beberapa tahun jang lampau aku telah menggorok lehernja salah-seorang pembesar dengan tanganku sendiri !"

   Thio Liong berpura-pura menjatakan rasa-kagumnja akan per-buatan jang dahsjat itu.

   "Sebaiknja Tuan sendiri dengan langsung menghubungi kawan-ku Itu"

   Dia berkata.

   "Kawanku adalah seorang ahli-silat jang pandai sekali dan dia mengetahui segala sesuatu tentang kode-kode rahasia dan tjara-kerdja tentara sehari-hari."

   "Dimana orang itu ?"

   Orang Uigur itu menanja dengan bernafsu.

   "Tak djauh dari sini, Tuan", Thio Liong mendjawab.

   "Kami telah berhasil untuk mendapat tempat hersembunji jang baik bagi-nja. Dia hanja keluar di waktu malam, pada siang hari dia tidur ditingkat ketiga dari Menara Tambur". Orang Uigur itu tertawa. .,Bukan pikiran jang buruk"

   Dia berkata.

   "Tak ada orang jang akan mentjari dia disitu. Pergilah dan bawa dia kemari !"

   Thio Liong tampak ragu-ragu. Dia berkata dengan merengut "Seperti tadi kukatakan, dia tak. berani mengambil risiko untuk keluar diwaktu siang hari. Apakah tidak sebaiknja kita sadja jang pergi kesana ? Tempatnja tak terlalu djauh !"

   Orang Uigur itu memandang Thio Liong dengan penuh ketjuriga"

   Dia berpikir sedjenak. Lalu dia berbangkit sambil me-ngambil pisaunja dari ikat-pinggang dan rnenjimpannja didalarn tangan-badju.

   "Kuharap demi keselamatanmu", dia berkata.

   "engkau tak me-rentjanakan suatu atau lain akal bangsat, hendaknja engkau berjalan dimuka. Djikalau sedikit sadja gerak-gerikmu mentjurigakan, aku akan lemparkan pisau ini ke punggungmu. dan tak ada orang tahu dari mana datangnja !"

   Thio Liong mengangkat pundaknja.

   "Tak perlu untuk memberi peringatan-peringatan kepadaku", dia, berkata.

   "Apakah Tuan tidak tahu bahwa keselamatan kami ada ditaganmu sendiri ? 'Satu perkataan sadja disampaikan kepada pengadilan, dan aku dan temanku tak dapat tertolong lagi !"

   "Balk, asal kamu tak melupakan itu, sahabat", kata prang Uigur itu. Mereka menudju kedjalan raja, orang Uigur itu mengikuti Thio Liong dari djarak jang agak djauh. Setelah Thio Liong tiba di pasar dia melihat Thio Houw ber-diri sambil bersandar pada sebuah tugu peringatan, sedang me-ngawasi orang-orang jang lewat hilir mudik. Kupiahnja jang lantjip, badjunja jang merah tua dengan ikat pinggang jang hitam menundjukkan dia sebagai seorang pegawai pengadilan. Thio Liong berhenti scdjenak. Setelah dia tahu pasti bahwa Thio Houw sudah dapat mengenali dia, tjepat-tjepat dia bersembunji dibawah Menara Tambur jang agak gelap. Tak lama kemudian orang Uigur itu menjertai dia.

   "Apakah engkau lihat bangsat itu jang bersandar pada tugu per-ingatan". dia berbisik. Tampaknja seperti orang jang ketakutan. itu adalah seorang perwira dari pasukan polisi pengadilan !"

   "Aku tahu", djawab Orang Uigur itu dengan pendek.

   "Tjepat-lah !"

   Thio Liong naik tangga jang menudju ketingkat dua. Disana dia menunggu sehingga si orang Uigur itu tiba. Sambil menundjuk tjap pengadilan jang sudah sobek dia berkata .

   "Lihatlah ! loteng diatas itu adalah tempat sembunji kawanku !"

   Si orang Uigur mentjahut pedang dari sarungnja, dan mentjoba- tjoba tadjamnja mata pisau dengan djempolnja.

   "Engkau naik dulu, dia memerintahkan. Thio Liong mengangkat pundaknja. Perlahan-lahan dia naik ditangga jang sempit, diikuti si-orang Uigur dari belakang. Setelah kepalanja menondjol dilubang lantai dari tingkat ketiga, dia berseru..

   "Wahai ! Si-andjing pemalas itu sedang tidur njenjak Dia tjepat-tjepat naik ketingkat tiga dan sambil menundjuk pada tambur dia berkata .

   "Lihatlah orang itu !"

   Orang Uigur itu naik dengan tjepat.

   Ketika kepalanja menondjol dilubang loteng tiba-tiba Thio Liong menendang mukanja sekeras- kerasnja, sehingga dia djatuh terlentang dibawah tangga.

   Dengan ketjepatan sebagai kilat Thio Liong melompat kebawah.

   Berkat ketangkasannja dia berhasil untuk mengelakkan diri dari tikaman pisau lawannja jang dahsjat.

   Si-orang Uigur itu rebah diatas lantai, sambil bersandar pada lengan kirinja.

   Rupanja salah satu kakinja patah dan darah me- ngalir dari luka hebat dikepalanja jang gundul.

   Akan tetapi sinar matanja ganas sekali dan ditangannja dia mengepal pisau dengan kerasnja.

   Thio Liong tak membuang-buang waktu.

   Dengan tjepat dia berdiri di belakang lawannja itu dan sebelum si-orang Uigur itu bisa membalikkan badannja Thio Liong menendang, sekeras-kerasnja.

   Kepala orang Uigur itu terbentur pada anak tangga.

   Pisau djatuh dari tangannja.

   dia sendiri mendjadi pingsan dan menggeletak di-lantai, tak berkutik lagi.

   Thio Liong mendjumput pisaunja dan menjimpannja didalam ikat pinggangnja.

   Lalu dia ikat kedua Langan orang Uigur itu dibelakang punggung.

   Kakinja ternjata patah pada Iebih dari satu tempat.

   Thio Liong turun dari Menara Tambur, berdjalan luntang-lantung ditengah pasar kemudian menudju ke tugu peringatan.

   Setelah dia melewati logo, tiba-tiba Thio Houw, bertindak kedepan.

   "Berhenti !"

   Dia berseru lalu pegang lengan Thio Liong. Thio Liong mengibas supaja lengannja terlepas dan memandang Thio Houw dengan gusar.

   "Djangan tjoba memegang aku, andjing !"

   Dia menggeram.

   "Aku adalah pegawai pengadilan", kata Thio Houw.

   "Kukira Jang Mulia Hakim Pao ingin mrnanjakan kamu beberapa hal, sobat !"

   "Aku ""

   Thio Liong berseru dengan marah-marah.

   "Aku ada-lah seorang penduduk jang baik-baik. Aku tak ada urusan apa-pun dengan pengadilan !"

   Sementara itu sekumpulan orang-orang jang luntang-lantung berkumpul disekitar mereka, dengan asjiknja mengikuti peristiwa ini. .,Engkau ikut aku dengan baik atau apakah aku mesti memberi hadjaran kepadamu terlebih dahulu "

   Kata Thio Houw dengan menantang. .,Apakah kita mesti membiarkan kita digonggong oleh andjing-andjing pengadilan ini "

   Thio Liong menanja kepada orang banjak"

   Dengan rasa puas dia melihat bahwa tak ada seorangpun jang berbuat apa-apa. Dia mengangkat pundaknja dan berkata "Baiklah ! Penga- dilan tak bisa berbuat apa-apa terhadap diriku. Aku tak punja salah !"

   Thio Houw ikat kedua tangan temannja dibelakang punggung. Thio Liong melihat disekitarnja.

   "Dengarlah", dia berkata.

   "Aku mempunjai seorang teman jang sakit. Biarlah aku memberi beberapa uang tembaga kepada tukang djual kuwe disini agar dia membawa sedikit makanan kepada temanku itu. Dia tak bisa bergerak."

   "Dimana orang itu ?"

   Thio Houw menanja.

   Thio Liong tampak ragu-ragu untuk beberapa saat, kemudia dia berkata dengan segan "Baik.

   Bitjara terus terang, kemaren malam dia naik ke Menara Tambur untuk mentjari angin.

   Dia djatuh dari tangga dan kakinja patah.

   Kini dia menggeletak di-lantai dari tingkat dua."

   Para penonton tcrtawa terbahak-hahak.

   "Kupikir", Thio Houw berkata.

   "bahwa Pengadilan ingin berkenalan dengan pasienmu itu !"

   Dan sambil berpaling kepada, orang banjak dia menambahkan "Hendaknja beberapa orang diantaramu pergi ke kantor kepala kampung dan minta dia datang disini dengan empat orang, sehuah usungan dan beberapa selimut !"

   Tak lama kemudian kepala kampung datang bersama empat orang jang membawa galah-galah bambu.

   "Kepala Kampung, djaga bangsat ini!"

   Thio Houw memerintahkan.

   Dia mengadjak dua orang untuk bersama pergi ke Menara Tambur.

   Thio Houw naik ketingkat dua.

   Orang Uigur its ternjata ma-sih pingsan.

   Thio Houw tjepat-tjepat menempelkan sehelai kertas minjak pada mulutnja.

   Lain dia gulung orang itu didalam selimut dan membungkus pula kepala dan pundaknja dengan selimut lainnja lalu dia memanggil kedua pembantunja naik ke loteng untuk menggotong orang itu kebawah.

   Orang Uigur itu diletakkan diatas usungan darurat dan digotong kekantor pengadilan.

   Thio Houw berdjalan di depan sambil me-njeret Thio Liong jang membiarkan dirinja diperlakukan sebagai persakitan.

   Mereka masuk dari pintu samping.

   Setelah mereka berada di-dalam halaman pengadilan, Thin Houw berkata kepada kepala kampung dan pembantu-pembanturnja sadja usungan itu disini.

   Kamu boleh pulang!"

   Setelah mereka menguntji pintu.

   Thio Liong meloloskan tangan-nja dari ikatan jang sudah longgar, kemudian mereka berdua menggotong usungan dengan orang Uigur itu kependjara lain membaringkan orang itu diatas bale-bale disebuah sel ketjil.

   Selagi Thio Liong membalut luka-luka dikepala orang tawanan-nja.

   Thio Houw membalut kakinja jang patah dengan sepotong kaju.

   Kemudian Thio Liong pergi untuk memberi laporan kepada-Hakim.

   Thio Houw menguntji pintu sel itu.

   Kepada pendjaga pendjara jang sementara itu sudah datang, dia mengatakan bahwa dia telah menangkap seorang pendjahat jang berbahaja sekali, maka harus didjaga baik-baik.

   Kantor Hakim kosong, tak ada orang ketjuali Tao Gan jang sedang tidur dipodjok.

   Thio Liong menggojang-gojang dia schingga dia bangun, lain menanja .,Dimana Tay- djin ?"

   Tao Gan meleki matanja.

   "Tay-djin bersama Sersan Hong keluar, setelah kamu berangkat pergi", dia berkata.

   "Mengapa kamu begitu gugup ? Apakah kamu sudah dapat menangkap orang Uigur itu ?"

   "Lebih dari pada itu !"

   Kata Thio Liong dengan sombongnja.

   "Kami sudah menangkap pembunuh Kepala Daerah jang dahulu!" .,Ha, karena itu malam ini engkau harus mengundang aku ber-minum arak, saudara !"

   Kata Tao Gan dengan rasa-puas.

   "Ja. Tay-djin telah memerintahkan aku untuk mengundang Yo Kie datang ke pengadilan di waktu lohor. Kukira Tay-djin ingin me-nanjakan dia beberapa hal berhuhung dengan matinja pendjaga rumah jang tua itu dengan istrinja. Sebaiknja aku pergi sekarang !""

   BAB XIX SEORANG PERTAPA MEMPERBINTJANGKAN MAKNA KEH1DUPAN JANG SEDJATI - PAO KONG DIBERITAHUKAN TENTANG RAHASIA GUBERNUR .

   Setelah Thio Liong dan Thio Houw berlalu untuk melakukan tugasnja, Pao Kong mengambil seberkas naskah dari medja-tulis-nja.

   Dia membatjanja sedjenak tapi tampaknja dia tak dapat menjelami isinja.

   Sersan Hong tahu bahwa madjikannja tjemas dan bingung.

   Hakim dengan tak sabar melemparkan naskah itu diatas media, dan berkata .

   "Aku bilang terus terang, Sersan. djikalau Thio Hong dan Thio Houw gagal untuk menangkap orang Uigur itu. keadaan kita akan amat berbahaja!"

   "Mereka pernah melakukan tugas jang lebih berat dari pada jang kini ditugaskannja kepada mereka, Tay-djin !"

   Djawab Ser-san Hong dengan kejakinan. Hakim tak memberi komentar suatu apa. Untuk setengah djam lamanja dia memusatkan pikirannja pada pelhagai dokumen- do-kumen jang resmi. Achirnja dia menaruh kembali alat-tulisnja.

   "Tak ada gunanja untuk menunggu disini lebih lama", Dia ber-kata "mudah- mudahan Thio Liong dan Thio Houw berhasil menangkap orang itu tanpa menarik perhatian chalajak ramai. Tjuatja kebetulan balk sekali, marl kita pergi keluar dan melihat apakah kita bisa temukan Pek Hok Sian-su itu !"

   Sersan Hong mengetahui berdasarkan pengalamannja jang lama.

   bahwa aktivitas selalu adalah obat jang paling tepat untuk me- nenteramkan Hakim, djikalau urat-sjarafnja terganggu.

   Tjcpat-tjepat dia keluar dan memesan untuk menjiapkan dua ekor kuda-tunggang.

   Demikian mereka peninggalkan kantor pengadilan melalui pintu tengah dan menudju kearah selatan.

   Mereka melintasi djembatan marmer dan pergi keluar kota melalui pintu-kota selatan.

   Sekian lama mereka mengikuti djalan raja, kemudian atas petundjuk seorang petani mereka melalui djalan ketjil jang menudju kedaerah pegunungan, sehingga mereka tiba dibawah kaki sebuah bukit jang agak tjuram.

   Pao Kong dan pembantunja turun dari kuda.

   Sersan Hong memberi beberapa uang tembaga kepada seorang tukang mengumpulkan kaju- bakar dan meminta kepadanja untuk mendjagai kuda mereka untuk satu-dua djam lamanja.

   Lalu mereka mulai mendaki bukit itu.

   Dengan susah-pajah achirnja mereka tiba dipuntjak gunung, di-mana tumbuh banjak pohon tjemara.

   Ditempat ini Pao Kong beristirahat sedjenak untuk melepaskan letih.

   Sambil memandang kepada lembah jang hidjau dibawah kakinja, dia mengangkat kedua tangannia dan menikmati angin gunung jang sedjuk jang meniup kedalam tangan badjunja jang lebar.

   
Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Setelah Sersan Hong pun sudah tjukup mengasoh, mereka melandjutkan perdjalanannja melalui djalan ketjil jang berliku-liku.

   Selagi mereka turun kelembah.

   suasana mendjadi makin sunji.

   


Peristiwa Burung Kenari Karya Gu Long Darah Ksatria Harkat Pendekar -- Khu Lung Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL

Cari Blog Ini