Pao Kong 5
Pao Kong Karya Yang Lu Bagian 5
Pao Kong Karya dari Yang Lu
Suara jang mengalir disebuah anak-sungai adalah suara satosatunja jang mereka dengar.
Sungai itu mereka sebrangi, melalui sebuah djembatan batu jang sempit.
Kemudian mereka mengikuti djalan ketjil jang membawa mereka kesebuah rumah atop jang sebagian kelihatan diantara dedaunan jang hidjau-hidjau.
Setelah dengan susah-pajah mereka melewati semak-semak jang lebat dan sebuah pintu jang dibuat dari bambu dengan kasar.
tibalah disebuah kebun ketjil.
Disepandjang pinggiran kebun itu bertumbuhan pohon-pohon bongo setinggi orang.
Pao Kong pikir belum pernah dia melihat demikian banjaknja bunga-bunga jang demikian indahnja.
Seluruh dinding dari rumah ketjil itu ditutupi oleh tanaman jang merambat.
Dinding itu seakan-akan hampir mau rubuh dibawah atap dari alang-alang jang berwarna hidjau saking banjak lumutnja.
Sebuah tangga kaju jang rejot menudju kesebuah pintu dari papan jang tak ditjat sama-sekali.
Pinto itu terbuka.
Hakim bermaksud untuk nnemanggil penghuni rumah bahwa ada tetamu.
akan tetapi entah bagaimana, dia merasa segan untuk rnemetjahkan suasana jang sunji-senjap.
Lalu dia mendorong kesamping beberapa tanaman jang tumbuh dipinggir rumah.
Dia melihat sebuah serambi jang sederhana, dibuat dari bambu.
Seorang tua jang usianja rupanja sudah amat landjut, sedang menjiram kembang.
Badjunja tjompang-tjamping dan dia memakai topi rumput.
Bau semerbak dari bunga anggrek meliputi suasana.
Hakim menjingkirkan pula beberapa tjabang dan berseru .
"Apakah Pek Hok Sian-su ada dirumah ?' Orang tua itu menengok ke djurusan Hakim. Bagian bawah dari wadjahnja tertutup oleh kumisnja jang tebal dan djenggotnja jang putih dan pandjang, sedangkan bagian sebelah atas tak terlihat sama-sekali karena dihalangi oleh pinggiran topinja jang lebar. Dia tak mendjawab, melainkan menundjukkan dengan telundjuk-nja kearah rumah. Kemudian dia menaruh penjiram kembang di-atas lantai dan menghilang ke belakang rumah tanpa mengatakan suatu apa. Pao Kong tampaknja tak begitu senang atas penjambutan jang agak dingin itu. Dengan pendek dia memerintahkan Sersan Hong untuk menunggu diluar. Selagi Sersan Hong berduduk diatas bangku dekat pintu pagar, Hakim menaiki tangga dan masuk kedalam rumah. Dia berada disebuah kamar jang besar tapi kosong. Tak ada sehelai tikar pun diatas lantai jang terbuat dari kaju, tak ada sebuah pigura menghiasi dindingnja. Meiainkan di belakang sebuah djendela jang rendah dan lebar terdapat sebuah medja kaju jang kasar dan dua bangku jang rendah. Tampaknja seperti rumah seorang petani, akan tetapi segala-sesuatu amat bersih. Sekian lama dia berada di kamar itu tanpa ada tanda-tanda bahwa tuan-rumah menghiraukan kedatangannja. Dia merasa djengkel dan tersinggung dan mulai merasa menjesal bahwa dari djauh dia datang ketempat ini. Sambil menghela napas dia duduk disalah-satu bangku dan me-lihat-lihat keluar djendela. Segera perhatiannja tertarik oleh pemandangan jang amat indahnja dari pohon-pohon bunga jang berdjadjar- djadjar tampak dirak-rak sepandjang serambi. Pohon-pohon anggrek jang amat istimewa sedang berbunga di pot-pot kembang dari perselen dan dari tanah-liat ; baunja jang semerbak menembusi seluruh suasana didalam kamar. Selagi dia berduduk disitu, Pao Kong merasakan bahwa suasana jang terlampau tenang dari tempat itu perlahan-lahan menghilang-kan semua pikiran- pikirannja jang ruwet clan mendjengkelkan. Sambil mendengarkan suara berdengungnja se-ekor lebah jang tak kelihatan, dia merasa seakan-akan Sang waktu berhenti. Lenjaplah segala kemarahan dan kedjengkelan hatinja. Dia menaruh kedua sikunja diatas medja dan melihat-lihat dengan senangnja keadaan disekitarnja. Diatas medja hambu, dia nampak sepasang les dengan tulisan jang indah sekali jang digantungkan ditembok. Iseng-iseng Hakim membatja tulisan itu jang bunjinja .,Hanja ada dua djalan jang menudju ke Kehidupan jang kekal . Atau seorang harus mengorok kepalanja kedalam lumpur seperti se-ekor tjatjing. Atau. laksana ular- naga, dia terbang tinggi keangkasa raya."
Hakim pikir sadjak ini indah sekali, baik dipandang dari sudut gaja-menulisnja, maupun ditindjau dari sudut artinja jang amat mendalam.
Sadjak itu ditanda-tangani dan ditjap akan tetapi dari tempat duduknja dia tak dapat membatja huruf-huruf jang demikian ketjilnja.
Pada saat itu tirai biru jang warnanja sudah agak luntur di tarik kesamping dan si-orang tua masuk kekamar.
Dia sudah ganti pakaiannja jang rombeng dengan djubah jang berwarna merah tua sedangkan kepalanja jang tak berkupiah mem-perlihatkan rambutnja jang sudah putih sama-sekali.
Ditangan-nja dia membawa se- ketel air panas.
Pao Kong tjepat-tjepat berbangkit dan membungkukkan badan-nja dengan hikmat.
Si- orang tua itu balas menganggukkan ke-palanja, lalu berduduk dibangku lainnja.
Setelah keragu- raguan sebentar, djuga Pao Kong berduduk kembali.
Wadjah si-tuan-rumah sudah keriput seperti buah appel jang sudah busuk, akan tetapi bibirnja merah seperti gintju.
Selagi dia tunduk sambil menuangkan air panas kedalam teko, alisnja jang putih dan pandjang menutupi kedua matanja seperti tirai, sehingga Hakim tak dapat melihatnja.
Hakim menunggu dengan chidmat dan sabar sehingga tuan-ru-mahnja berbitjara terlebih dahulu.
Setelah dia mengisi tekoan dan menaruh tutup tekoan pada tempatnja, si-tuan-rumah itu me-masukan tangannja didalam tangan-badjunja dan memandang kepada tetamunja.
Dibawah alisnja jang tebal tampak dua mata jang tadjam tak beda seperti mata burung garuda.
Dia berbitjara dengan suara jang dalam dan njaring.
,,Maaf-kan djikalau penjambutanku tidak seperti mestinja.
Aku djarang sekali menerima tetamu."
Selagi dia berbitjara, Hakim melihat bahwa giginja rata dan putih seperti mutiara.
"Aku mohon beribu maaf atas kundjunganku jang tiba-tiba ini-, dia berkata.
"Namaku jang rendah adalah Pao Kong alias Pao Bun Tjim. Kedatanganku adalah herhubungan dengan suatu per-kara jang bersangkutan dengan keluarga mendiang Gubernur Yo "Ja, ja !"
Kata si-orang tua itu dengan memotong pembitjaraan orang.
"Sudah lama sekali sedjak aku mendjumpai sahabatku Yo Su-tjian. Tjoba lihat, kiranja sudah delapan tahun berselang sedjak dia meninggal-dunia. Atau mungkin djuga sudah sembilan tahun."
Dia berhenti sebentar untuk menuangkan teh.
Kemudian dia melandjutkan sahabatku Yo Su-tjian adalah seorang jang bertjita-tjita besar sekali.
Kukira, kini sudah tudjuh puluh tahun berselang sedjak kami beladjar bersama dikota-radja.
la seorang bertjita- tjita terlampau besar.
Dia mempunjai maksud untuk membasmi semua kedjahatan didalam dunia.
Dia ingin mengada-kan perbaikan-perbaikan diseluruh Keradjaan Perlahan-lahan suara si-orang tua itu menghilang.
Dia men-angguk beberapa kali dan mengirup tehnja.
Hakim berkata agak malu- malu .
"Aku ingin sekali mengetahui tentang kehidupan Gubernur Yo dikota ini". Akan tetapi si- tuan-rurnah rupanja tak dengar apa jang dikata- kan kepadanja. Dia perlahan-lahan terus menghirup air-tehnja. Djuga Pao Kong ikut meminum. Setelah menjitjip. dia tahu bau teh itu adalah jang paling enak jang dia pernah rasakan. Harum nja jang lembut seakan meresap keseluruh tubuhnja. Tiba-tiba Pek Hok Sian-su . berkata "Airnja kuambil dari anak-sungai jang berpantjur dari batu-karang, kemaren malam aku menaruh daun teh itu didalam kuntum bunga seruni. Tadi pagi2- aku mengambilnja keluar selagi bunga itu mekar dibawah sinar matahari. Daun-daun teh ini telah menghisap sari-pati dari pada embun-pagi". Lalu tanpa suatu peralihan, dia melandjutkan "Yo Su-tjian segera memulai kchidupannja sebagai pernbesar negeri dan aku mengembara diseluruh Keradjaan. Dia mendjadi residen. kemudian diangkat mendjadi gubernur. Namanja ber- dengung-dengung dengan njaringnja diruangan- ruangan marmer dari Istana Kaisar. Dia menguber- uber dan menghukum orang orang djahat, dia melindungi dan memberi hati kepada onang-orang baik, dia sudah madju djauh sekali dalam usahanja memperbaiki keradjaan. Kemudian, pada suatu hari. pada waktu dia hampir dapat mewudjudkan semua tjita-tjitanja. dia rnenginsjafi bahwa dia telah menemukan kegagalan besar dalam usahanju untuk memperbaiki puteranja sendiri. Hal ini membikin dia malu dan patah-hati sehingga dia merasa perlu untuk mengundurkan diri dari semua djabatannja jang tinggi, dan tinggal dikota ini, me- nuntut kehidupan jang terpentjil namun jang tenang dan damai dengan mengurus sawah dan kebunnja. Demikian kami berdua saling bertemu kembali, setelah hidup berpisahan lebih dari lima puluh tahun. Achirnja kami mentjapai tudjuan jang sama dengan menempuh djalan jang berbeda-beda."
Si- orang tua tiba-tiba tertawa ketjil seperti anak botjah sambil dia melandjutkan .,Perbedaan satu- satunja jalah. djalan jang situ pandjang se-kali dan berliku-liku, dan djalan jang lain pendek dan lurus !"
Dia berhenti sebentar, lalut berbitjara pula .
"Tak lama, sebe-lum dia meninggal dunia, dia dan aku memperbintjangkan soal ini. Kemudian dia menulis sadjak jang tergantung ditembok itu. Silah-kan saksikan sendiri dan nikmatilah gaja-menulisnja jang amat indah !"
Pao Kong bangun dun melihat dengan lebih teliti tulisan jang digantungkan ditembok itn.
Sekarahg dia bisa membatja dengan djelas tanda-tangannja "Ditulis oleh Yo Su-tjian dari Papiljun nan Tenang dan Damai".
Hakim kini tahu benar bahwa surat-wasiat jang dia temukan di dalam pigura Njonja Yo adalah palsu.
Tanda-tangan jang di-bubuhi dibawah surat- wasiat itu, bila dipandang sepintas lain tam-paknja sama akan tetapi djelas sekali bukan ditulis oleh tangan jang sama.
Hakim perlahan-lahan mengusap-usap djenggotnja.
Banjak hal-hal kini sudah mendjadi djelas baginja.
Setelah dia berduduk kembali dia berkata .
"Djikalau aku boleh mengatakan dengan segala hormat, tulisan Gubernur Yo mcmang amat bagus, akan tetapi tulisan Tuan sen-diri termasuk kelas jang paling tinggi, seperti telah aku menjatakan sendiri diatas pintu masuk dari kebun labirin jang dibuat oleh Gu- bernur "
Si-orang tun rupanja lak mendengarkan sama-sekali.
Dia me-motong pembitjaraan tetamunja dan berkata "Gubernur tua itu selalu penuh dengan maksud-maksud jang luhur.
sekalipun seumur hidupnja dia mentjurahkan tenaganja, masih belum tjukup untuk mewudjudkannja.
Bahkan setelah dia berpindah kekota ini, masih dia bisa berhenti.
Beberapa diantara rentjananja malahan tak dimaksudkan,untuk berhasil sehingga beberapa tahun kemudian, setelah dia sudah mati! Saking ingin hidup sendirian dengan tenteram dan damai, dia telah membangun kebun lahirin jang menakdjubkan itu.
Seakan-akan dia bisa hidup tenteram dan damai dengan semua rentjana dan rantjangannja se-lalu menderu-deru disekitarnja seperti binatang tawon jang sedang marah !"
Dia menggeleng-gelengkan kepalanja dan menuangkan pula tjangkir teh jang sudah kosong. Pao Kong menanja "Apakah Gubernur Yo itu mempunjai banjak kawan disini ?"
Si-orang tua tak menghiraukan pertanjaan itu.
dan berkata .
- Setelah pengalamannja berpuluh-puluh tahun, Yo Su-tjian masih sadja gemar untuk mempeladjari kitab-kitab Khongtju.
Dia pernah mengirimkan kepadaku segerobak penuh dengan kitab-kitab itu.
Kuanggap hadiah jang manfaat djuga, karena kitab-kitab itu ternjata adalah bahan-bakar jang balk sekali bagi perapian di dapurku !"
Pao Kong ingin mengadjukan bantahan dengan segala rendah hati atas utjapan merendahkon kitab-kitab klasik Tionghoa itu, akan tetapi tuan-rumahnja tak rnemberi dia kesempatan, dan dia melandjutkan "Kong Tju! bagi kamu, memang dia adalah seorang jang be-sar tjita-tjitanja.
Seumur hidupnja tak lain dia mengembara di-seluruh keradjaan, selalu merentjanakan ini dan itu, selalu berse-dia memberi nasihat kepada siapa sadja jang mau mendengar-kannja.
Dia selalu berdesing seperti tawon.
Dan dia tak ber-istirahat tjukup lama untuk menjadari hahwa makin banjak dia berbuat makin sedikit dia mentjapai, makin banjak dia memperoleh, makin sedikit dia memilikinja, Khong Tju adalah seorang jang bertjita-tjita hesar.
Dan demikianpun mendiang Gubernur Yo " , dan engkau djuga, orang muda!"
Dia menambahkan dengan rasa menjesal.
Pao Kong rnendjadi tertjengang atas utjapan tiha-tiba itu jang ditudjukan kepadanja pribadi.
Dia tampak agak bingung.
Dia berbangkit dari tempat duduknja dan sambil membungkukkan badan dia berkata dengan rendah-hati "Djikalau di-idjinkan aku jang rendah ingin mengadjukan suatu pertanjaan Tuan-rumah pun berdiri" ."Pertanjaan jang satu hanja mengakibatkan pertanjaan jang lain".
dia djawab dengan medengus.
"Engkau sebenarnja seperti . -seorang nelajan jang memandjat keatas pohon dihutan untuk me- nangkap ikan. Atau seperti seorang jang membikin perahu. dari besi dan membuat lubang besar didasarnja untuk melintasi sungai Dekatilah persoalan-persoalanmu dari pangkal bertolak jang be-tul dan mulailah segera dengan mentjari djawaban-djawaban-nja. Tjara demikian, mungkin pada waktu ini kamu akan temu-kan djawabannja jang tepat dan jang terachir. Selamat siang!"
Pao Kong baru mau membungkukkan badannja untuk mernberi hormat dan meminta diri, akan tetapi tuan-rumahnja sudah mem-balik belakang dan masuk kebelakang tirai.
Hakim menunggu sehingga tirai itu tertutup kembali, kemudian dia keluar.
Diluar dia nampak Sersan Hong sedang tidur sambil bersandar pada pintu kebun.
Hakim membangunkan dia.
Sersan menggosok-gosok matanja.
Dia berkata dengan senjuman jang bahagia .
"Kukira tak pernah kutidur begitu enaknja! Aku mimpi tentang masa kanak-kanak pada waktu aku baru umur empat atau lima tahun, tentang hal-hal jang sama-sekali kulupa !" ' "Ja", djawah Hakim, .,tempat ini sungguh tempat jang luar biasa "
Mereka herdjalan pulang kembali. mendaki bukit tanpa mengatakan suara apa. Ketika mereka berada dibawah pohon-pohon tjemara dipuntjak bukit. Sersan menanja.
"Apakah orang pertapa itu memberi Tay-djin banjak keterangan- keterangan ?"
Hakim rnenganggukkan kepalanja, namun pikirannja melajang--lajang entah kemana. Beberapa saat kemudian dia berkata .
"la, aku telah beladjar banjak hal-hal jang penting. Sekarang kutahu pasti bahwa surat-wasiat jang diketemukan didalam pigura adalah palsu. Dan aku-pun tahu apa sebab-sebab Gubernur untuk meletakkan semua djabatannja setjara tiba-tiba. Dan achirnja apa jang ada dibalik tabir dari pembunuhan atas diri Djenderal Teng."
Sersan Hong ingin menanjakan lebih banjak lagi, akan tetapi setelah memperhatikan air-muka Hakim, dia tinggal diam.
Setelah beristirahat sedjenak.
mereka turun dari gunung.
De-ngan naik kuda mereka pulang kembali kekota.
Sementara itu Thio Hong sudah men-unggu sekian lama dikan-tor Hakim.
Selagi dia memberikan laporannja tjara bagaimana dia dan Thio Houw telah menangkap orang Uigur itu, Pan Kong menjisi-kan segala pikiran-pikirannja jang melamun dan mendengarkan laporan dengan penuh perhatian.
Thio Liong memastikan bahwa tak ada seorangpun jang tahu tentang penangkapan itu.
Dia menuturkan dengan teliti pertja-kapannja dengan kepala-suku Uigur itu, melainkan pertemuannja jang tiba-tiba dengan perempuan Tulbee dia tidak melaporkan, karena dia pikir, Hakim tak mempunjai perhatian apapun terhadap hubungannja jang romantis dengan perempuan itu.
"Pekerdjaan jang baik sekali", Pao Kong memudji, setelah Thio Liong mengachiri laporannja.
"Sekarang kartu-kartu jang unggul semua ada ditangan kita !"
Thio Liong menambahkan "Sekarang Tao Gan sedang melajani Yo Kie diruang-tamu. Mereka bersama sedang berminum teh."
Hakim tampak girang sekali. Dia mengatakan kepada Sersan Hong .
"Sersan, pergilah keruanganmu dan beritahukan kepada Yo Kie bahwa menjesal sekali aku sedang sibuk dan tak dapat menerima dia. Selekasnja aku bebas, aku akan menemui dia."
Pada ketika Sersan Hong mau berdjalan keluar, Hakim mena-nja . _Apakah engkau berhasil mentjari tempat tinggal Njonja Lee, sahabat djanda Gubernur itu ?"
"Aka telah menjerahkan tugas itu kepada Kopral Ong, Tay- djin", djawab Sersan.
"Kukira, karena dia ada orang sini, dia akan lebih berhasil mentjari keterangan itu."
Hakim mengangguk. Lalu dia menanja kepada Thio Liong . .,Apa hasil pemeriksaan major kedua orang-tua itu, jang kita ke-temukan di kebun Gubernur ?"
"Hasil pemeriksaan membuktikan bahwa mereka meninggal dengan sewadjarnja. Tay-djin !"
Djawab Thio Liong.
"Baiklah !"
Kata Pao Kong. Dia berbangkit dari tempat-duduk-nja dan mulai mengenakan pakaian kebesarannja sebagai Hakim. Selagi dia memakai kupiah kebesarannja dia bertanja .
"Djikalau tak salah, sepuluh tahun jang lampau engkau sudah mentjapai tingkat kesembilan atau tingkat jang tertinggi dari pe-ladjaran silat, benar begitu ?"
Sambil mengangkat dada, Thio Liong mendjawah dengan bangga .
"Benar 'ay-djin !"
"Nah, sekarang tjoba engkau ingat balk-haik"
Kata .Hakim.
"bagaimana perasaanmu terhadap gurumu pada waktu engkau, baru beladjar silat, bilang sadja pada waktu engkau baru mentjapai tingkat kedua atau ketiga."
Thio Liong tak biasa untuk meng-analisir perasaannja.
Dia mengedjap2kan matanja dan berpikir keras sekian lama, kemudian dia mendjawab perlahan-lahan "la, Tay-djin, aku amat memu-dja guruku.
Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia sesungguhnja adalah salah- seorang djago-silat jang paling pandai dizaman sekarang, dan aku amat mengagumi kepandaiannja.
Akan tetapi djikalau aku bersilat dengan dia, selalu dia dapat mengelakkan pukulanku dengan gampang-gampang sadja, sebaliknja sambil main-main dia menghantam bagian tubuh-ku dimana sadja dia kehendaki sekalipun pembelaanku jang dahs-jat.
Aku tetap mengagumi dia, tetapi dengan serentak aku mem- bentji dia karena kepandaiannja jang tak terhingga, dan jang ku-rasa tak nanti ku dapat menimpalinja!"
Hakim tertawa murung.
"Terima kasih. sahabatku !"
Dia berkata.
"Tadi seiring aku pergi ke daerah pegunungan disebelah selatan dari kota ini dan aku telah mendjumpai seorang jang membikin pikiranku mendjadi kalang-kabut. Dan sekarang engkau dengan djelasnja telah me-ngatakan apa jang kupikir tentang orang itu dan jang aku tak berani mengakui pada diriku sendiri !"
Thio Liong sama-sekali tak mengerti apa jang dimaksudkan Pao Kong.
akan tetapi dia merasa bangga akan pudjian madjikannja itu.
Dengan tertawa lebar dia menjingkirkan sekosol jang memi-sahkan kamar Hakim dari pada ruang pengadilan.
Pao Kong memasuki ruangan dan naik keatas mimbar pengadilan.
BAB XX.
PAO KONG MEMETJAHKAN RAHASIA KOMPLOTAN KAUM-PEMBERONTAK - SEORANG PENDJAHAT MENGAKUI KEDOSAANNJA.
Tiga kali pukulan gong memberitahukan pembukaan sidang-pengadilan pada tengah hari.
Oleh karena orang mengira bahwa pengadilan hanja mengurus perkara-perkara biasa sadja, maka hanja sedikit penonton jang mengikuti sidang Setelah Pao Kong berduduk dihelakang medja hakim dan mem-buka sidang, dia memerintahkan Kopral Ong dan empat orang polisi lainnja untuk mendjaga pintu.
"Berdasarkan alasan-alasan berhubung dengan kepentingan negara", Hakim mengumumkan "tak ada seorang pun diperbolehkan meninggalkan ruangan sebelum sidang ditutup!"
Pengumuman jang tak disangka-sangka ini amat mengagetkan para penonton, jang mcndjadi gelisah.
Hakim mengisi surat-perintah untuk sipir- pcndjara dan memberikannja kepada dua orang polisi.
Tak lama kemudian, si kepala suku bangsa Uigur dibawa masuk.
Dia berdjalan susah sekali schingga mesti dibantu oleh ke-dua orang polisi itu.
Dihadapan medja hakim dia berlutut dengan sebelah kakinja, sedangkan kakinja jang patah dilondjorkan kedepan sambil me-rintih-rintih saking kesakitan.
"Sebutkan nama dan pekerdjaanmu!"
Hakim memerintahkan. Orang itu mengangkat kepalanja. Rasa bentji jang tak terhingga tampak dimatanja jang menjala-njala.
"Aku adalah Pangeran Oeljin. Kepala Suku Biru dari bangsa Uigur !"
Dia membentak.
"Diantara kamu, bangsa liar", kata Hakim dengan suara adem.
"seorang jang baru mempunjai dua puluh ekor kuda sadja, sudah berani menjebut dirinja pangeran ! Tapi itu bukan urusanku. Pemerintah Keradjaan dalam kurnianja jang tak terhingga telah sudi mengakui radjamu sebagai Radja dari bangsa Uigur dan dia telah bersumpah untuk setia kepada Seri Baginda Kaisar. disaksi-kan oleh Langit dan Bumi. Engkau. Oeljin, telah merentjanakan untuk menjerang kota ini. Engkau telah menghianati radjamu sendiri dan telah berdosa karena merentjanakan pemberontakan terhadap pemerintah Keradjaan. Pemberontakan adalah kedjahatan jang paling hesar dan dapat dihukum dengan hukurnan jang paling berat. Harapanmu satu2-nja untuk meringankan hukuman ini jalah dengan mengaku terus-terang. Ini berarti bahwa engkau harus memberitahukan pang-hianat2 bangsa Tionghoa mana jang telah berdjandji untuk memberi bantuannja kepadamu untuk melaksanakan rentjanamu jang djahat itu."
"""Engkau menamakan orang-orang Tionghoa demikian pcnghia-nat", si-kepala Uigur itu berteriak. .,akan tetapi aku menamakan mereka orang-orang jang adil. Masih ada orang-orang Tionghoa jang mau mengakui bahwa apa jang mereka telah merampas dari kami harus dikembalikan kepada kami. Apakah kamu bangsa Tionghoa tidak merampas pading rumput kami dan mengubahnja mendjadi sawah ? Apakah kamu tak mengusir hangsa kami makin lama makin djauh ke gurun pasir, dimana kuda"
Dan ternak kami mati karena kurang makanan ? Tidak, tidak nanti aku mem-beritahukan nama orang-orang Tionghoa jang menginsjafi kesalahan besar jang dilakukan bangsanja terhadap bangsa kami !"
Kopral Ong mau menghantam orang jang kurang-adjar itu, akan tetapi Hakim melarangnja.
Dengan suara jang tenang dia ber-kata "Kebetulan aku tak mempunjai waktu untuk mengadjukan per-tanjaan-pertanjaan pendahuluan seperti lazim dipakai dalam sidang pengadilan ini.
Aku hanja mau mengemukakan.
kaki-ka-nanmu sudah patah, biar bagaimanapun engkau tak bisa djalan.
Kukira tak akan menambahkan kesusahan bagimu, djikalau kaki- mu jang lainnja pun mendjadi patah."
Kemudian dia memberi tanda kepada Kopral Ong.
Dua orang polisi mcrebahkan Oeljin diatas lantai, lalu meng- indjak kedua tangannja dengan kaki mereka.
Seorang polisi lain-nja membawa kuda-kuda kaju jang kira-kira dua kaki tingginja.
Lalu kaki kiri si- persakitan itu ditaruh diatas kuda-kuda itu, dan atas tanda lainnja dari Hakim.
seorang polisi jang berbadan kasar memukul kaki persakitan itu dengan sebuah tongkat bundar jang berat.
Oeljin mcndjerit-djerit sambil mengutuk-ngutuk dalam bahasanja sendiri.
Dia berteriak .
"Pada suatu hari pasukan-pasukan bangsaku akan menjerbu negerimu jang terkutuk ini. Kami akan me-ratakan benteng-bentengmu, membakar kota- kotamu. membunuh orang-orangmu, dan orang- orang perempuan dan kanak-kanakmu akan kami djadikan budak t"
Dia men-djerit2 lebih keras lagi ketika lututnja dipukul lagi dengan ganasnja. Selagi orang, polisi mau memberi pukulan jang penghabisan, jang akan mematahkan tulang kaki orang Uigur Hakim memberi tanda untuk berhenti memukul.
"Insjaflah. Oeljin dia berkata.
"sia-sia sadja engkau membiar-kan dirimu disiksa. Aku hanja ingin engkau membenarkan apa jang telah dilaporkan kepadaku oleh sekutumu orang Tionghoa itu tentang komplotan djahat jang kamu rentjanakan."
Dengan menghabiskan tenaganja.
Oeljin berhasil untuk menarik salah-satu tangannja dari bawah kaki orang polisi jang mengin-djaknja.
Sambil bersandar pada sikunja, dia berteriak "jangan mentjoba mempedajai -aku dengan dusta- dusta jang tak tahu malu, pembesar andjing"
Djikalau engkau tak pertjaja", kata Hakim dengan adem.
"Sudah barang tentu seorang Tionghoa terlalu tjerdik untuk dipergunakan sebagai kaki tangan oleh kamu, bangsa liar jang bodoh. Dia hanja berpura-pura memilih pihakmu. Akan tetapi pada saat jang tepat dia melaporkan segala sesuatu kepada pem-besar-pembesarnja jang berwadjib. Segera pemerintah akan meng-angkat dia dalam suatu djabatan jang memberi dia banjak ke- untungan, sebagai hadiah alas ketcrangan- keterangannja jang amat berharga. Apakah engkau tak bisa melihat bahwa engkau dan radjamu jang tolol itu telah dipedajai ?"
Selagi dia berhitjara dia memberi tanda kepada Thio Liong.
Tak lama kemudian Yo Kie digiring kehadapan medja hakim.
Ketika Yo Kie melihat orang Uigur itu menggetetak diatas Iantai.
wadjahnja mendjadi putjat sekali.
Dia mau berlari keluar, akan tetapi tangannja ditjekal Thio Liong seperti didjepit oleh djepitan besi.
Begitu si-orang Uigur itu melihat Yo Kie, dia menguttik-ngutuk-nja habis-habisan.."Engkau, anak andjing !"
Dia berteriak.
"Engkau penghianat jang hina ! Terkutuklah hari itu, pada waktu seorang Uigur jang djudjur mengambil keputusan untuk kerdja-sama dengan ular ke-pala dua sebagai kamu !"
"Tay-djin, dia orang gila !"
Yo Kie berseru. Pao Kong tak menghiraukannja. Dengan suara tenang dia me-nanja kepada Oeljin "Siapa kaki-tanganmu jang berada digedung orang itu ?"
Oeljin menjebutkan nama dan pradjurit bangsa Uigur jang di-sewa Yo Kie sebagai guru-silat. Lalu dia berteriak .
"Dan biar-lah aku tjeriterakan kepadamu masih ada penghianat-penghianat bangsa Tionghoa jang bersedia untuk berbuat apa sadja jang ku-perintah asal mereka mendapat uang !"
Kemudian dia menjebutkan nama dari tiga tukang warung Tionghoa dan empat orang pradjurit. Tao Gan mentjatat nama-nama itu dengan teliti. Hakim memanggil Thio Houw dan berkata dengan bisik- bisik.
"Pergilah dengan segera ke tangsimu digedung Tjin Mo dan masukkan empat pradjurit- pradjurit itu didalam kamar tahanan. Lalu adjak kopral Lim dan dua puluh pradjurit untuk menangkap dua orang Uigur itu dirumah Yo Kie. Kemudian kamu harus mem-bawa ketiga tukang warung Tionghoa itu kerumah pendjara. dan achirnja harus tangkap si-pemburu dan anak- buahnja di Kampung Utara!"
Setelah Thio Houw pergi, Hakim berkata kepada Oeljin "Aku bukan seorang jang tak adil, Oeljin.
Aku tak suka melihat se-orang Tionghoa mendapat hadiah oleh karena dia telah menghianati kamu orang setelah dia telah berdjandji untuk membantu melaksanakan rentjanamu jang djahat.
Djikalau engkau tidak mau melihat Yo Kie mendapat keuntungan dari perbuatannja jang hianat, sebaiknja engkau menjeriterakan tjara hagaimana Pembesar Pan telah dibunuh !"
Mata orang Uigur itu menjala-njala, penuh dengan kebentjian dan balas-dendam.
"Inilah pembalasanku", dia herteriak.
"Dengarlah, engkau pembesar ! Empat tahun berselang bangsat Yo Kie itu telah mem-beri kepadaku sepuluh potong uang perak. Dia minta kepadaku untuk pergi kekantor pengadilan dan memberitahukan kepada pem- besar jang baru diangkat bahwa dia ada kesempatan untuk me-nangkap basah"
Yo Kin selagi dia mengadakan pertcmuan rahasia dengan seorang utusan dari radja Uigur didekat benteng.
Pembe-sar Pan ikut padaku bersama seorang pembantunja.
Begitu ber-ada diluar kota, pembantunja itu kuhantam sehingga dia tak ber- daja, sedangkan dengan tanganku sendiri kupotong lehernja pem-besar itu dan menjeret majatnja ketepi sungai !"
Oeljin meludah kedjurusan Yo Kie.
"Dan sekarang, bagaimana dengan hadiahnja. andjing "
Dia mengedjek.
Atas perintah Hakim, seorang panitera membatjakan pengaku-annja itu dihadapan Oeijin, jang kemudian membubuhi tjap-djempolnja dibawah kesaksian itu.
Lalu Hakim berkata "Engkau Oeljin, adalah seorang pangeran bangsa Uigur dari seberang tapal-batas.
maka kedjahatanmu adalah urusan Luar Negeri dari Pemerintah kami.
Kedudukanku tak mengidjinkan untuk menjelidiki apakah dan berapa djauh ra-djamu dan kepala- kepala suku lainnja terlibat dalam rentjana pemberontakan ini.
Adalah diluar kekuasaanku untuk mengadili perkaramu.
Engkau segera akan dibawa ke kotaradja.
Disana kedjahatanmu ,akan diperiksa oleh Kementerian Urusan Suku-suku- bangsa Asing."
Dia memberi tanda kepada Kopral Ong, lalu Pangeran Oeljin digotong kembali ke rumah pendjara.
"Bawa pendjahat Yo Kie menghadap !"
Hakim memerintah-kan. Setelah Yo Kie berlutut didepan mimbar pengadilan, Hakim berkata dengan keras .
"Yo Kie, engkau berdosa karena berhianat kepada negeri. lni adalah suatu kedjahatan, buat mana undang-undang menetapkan hukuman jang paling dahsjat. Namun, berkat nama mendiang ajahmu jang harum dan dengan seputjuk surat-permohonan dari aku mungkin pembesar-pembesar jang berwadjib bersedia untuk memberi sedikit keringanan atas hukuman berat jang didjatuhkan kepadamu nanti. Oleh karena itu, aku menasehati agar kamu mengaku terus-terang tentang kedjahatan-mu."
Yo Kie tak mendjawab.
Dia menundukkan kepalanja rendah sekali dan menarik napas terengah-engah.
Hakim memberi tanda kepada Kopral Ong untuk membiarkan dia sendiri.
Achirnja Yo Kie mengangkat kepalanja.
Dia berkata dengan suara jang hampir tak kedengaran, beda sekali dengan tjaranja dia bitjara jang selalu tergesa-gesa "Selainnja dua orang Uigur itu, aku tak mempuinjai kaki-tangan dirumahku.
Menurut rentjana, pada saat jang paling terachir baru aku akan memberitahukan kepada pelajan-pelajanku bahwa kami akan merebut kekuasaan dikota ini.
Empat orang pradjurit itu telah menerima hadiah herupa uang.
Besok, kira-kira tengah-malam, mereka akan menjalakan api dimenara jang paling tinggi di gedung Tjin Mo.
Kepada mereka didjelaskan bahwa tanda api adalah isjarat bagi segerombolan buaja- buaja untuk menimbulkan kerusuhan didalam kota, kemudian rnemberi mereka kesempatan untuk menggedor dua toko-emas jang paling besar dikota itu.
Padahal tanda api ada isjarat bagi suku-suku Uigur jang menunggu diseberang sungai untuk mulai melantjarkan serangannja.
Oeljin dan kaki- tangannja jang berbangsa Tionghoa pada saat ita akan membuka Pinta Air.
lalu "
"Tjukuplah sementara ini"
Hakim memotong pembitjaraannja.
"Besok engkau akan mendapat kesempatan sepenuhnja untuk menjeriterakan riwajatmu seluruhnja. Sekarang kuingin engkau hanja mendjawah satu pertanjaan sadja. Apa engkau telah berbuat dengan surat-wasiat jang engkau telah ketemukan didalam pigura mendiang ajahmu? "
Yo Kie tampaknja kaget sekali atas pertanjaan jang tak disangka-sangka ini.
Dia mendjawab "Oleh karena surat-wasiat jang asli menjatakan bahwa harta-peninggalan ajahku harus dibagi rata diantara aku dan saudara tiriku Yo Shan.
maka aku memusnahkannja.
Sebagai gantinja aku menulis surat-wasiat lainnja dengan mana ditetapkan akulah jang ditundjuk sebagai ahliwaris tunggal jang sah dari harta-benda mendiang ajahku."
"Engkau lihat", kata Hakim dengan djemu.
"bahwa aku mange-tahui segala apapun tentang perbuatan-perbuatanmu jang djahat. Kopral, bawa kembali pendjahat ini kependjara !"
Tak lama kemudian Hakim menutup sidang.
"Thio Houw, dalang tak dikenal itu jang selalu mengundjungi Tjin Mo setjara rahasia, adalah otak- dibelakang-lajar dari komplotan ini. Ku tahu bahwa selama orang itu masih bebas, segala sesuatu bisa terdjadi bagaimana maka Tay-djin berpendapat, bahwa orang itu adalah Yo Kie ?"
Tao Gan menanja.
"Sebegitu djauh kutahu, tak ada petundjuk apapun tentang pribadi dari orang jang tak di-kenal itu."
Hakim mengangguk.
"Benar kita tak banjak kctahui tentang orang itu. Namun, ada beberapa pctundjuk-petundjuk jang tak langsung. Pertama kita tahu hahwa orang itu mesti mempunjai pengertian jang mendalam tentang urusan dalam dan luar negeri dari Keradjaan. Kedua amat mungkin dia tinggal tak djauh dari pada gedung Tjin Mo. Aku mesti mengakui, bahwa semula aku mempunjai sangkaan keras bahwa orang itu adalah Bu Heng. Bu Heng djustru adalah sematjam orang jang berani mati jang tak segan-segan untuk melakukan perbuatan-perbuatan jang penuh bahaja. Lagi pula. sebagai putra seorang perwira tinggi dia mempunjai tjukup pengertian tentang urusan-urusan negara untuk mengemudikan tindakan-tindakan Tjin Mo."
"Selain dari pada itu", kata Sersan Hong.
"dia mempunjai kesukaan jang aneh akan kesenian bangsa liar !"
"Tepat sekali !"
Kata Hakim.
.,Namun, Bu Heng tinggal terlalu djauh dari gedung Tjin Mo, maka kukira amat mustahil dia bisa sering-sering meninggalkan kamarnja tanpa tuan-rumahnja.
si- pe-milik toko arak jang botjor-mulut itu mengetahuinja.
Lagi pula, pertjakapan Thio Liong dengan Si-Pemburu membuktikan bahwa rentjana komplotan itu.sedikitpun tak dipengaruhi oleh ditangkap-nja Bu Heng."
Pao Kong mengeluarkan tangannja dari tangan-badju dan ber-sandar dengan menaruh sikunja diatas medja. Sambil berpaling kepada Thio Houw dia melandjutkan.
"Dan achirnja engkau. Thio Houw, jang memberikan kepadaku saran tentang pemetjahan- nja!"
Thio Houw tampaknja amat kaget atas pernjataan jang tak di-duga-duga itu.
"Ja", Hakim melandjutkan.
"engkaulah jang menundjukkan bah-wa siasat kita untuk mcnjiptakan suatu tentara jang chajal, dapat bekerdja kedua djurusan. Tiba- tiba bagiku mendjadi djelas bah-wa persiapan- persiapan Yo Kie jang sungguh-sungguh, katanja un-tuk membela diri terhadap serangan bangsa liar dapat djuga didjelaskan sebagai persiapan djustru untuk turut ambil bagian dalam rentjana penjerbuan Itu ! ' Sekali rasa-tjuriga itu timbul didalam hatiku, kupikir bahwa tjotjok benar bagi Yo Kie untuk melakukan peranan sebagai Tjin Mo empunja penasihat rahasia. Pertama-tama, sudah paling tentu Yo Kie boleh dikatakan adalah seorang ahli politik jang mahir, mengingat dia dibesarkan didalam rumah-tangga salah-seorang negarawan jang paling besar dizaman kita. Kedua ; rumah-nja dekat sekali dengan rumah Tjin Mo, dari rumahnja segera dia dapat melihat bendera hitam jang dipasang diatas pintu-gerbang di gedung Tjin it, cljikalau kundjungannja dibutuhkan. Kemudian aku mulai menanja kepada diri sendiri . mengapa se orang jang begini ketakutan diserbu bangsa liar djustru membeli sebuah rumah diitempat jang paling berbahaja, diwilajah kota di-barat daja, didekat Pintu Air ? Hal ini lebih mentjurigai lagi oleh karena sebenarnja dia sudah mempunjai sebuah gedung besar di dekat pintu Kota timur, suatu tempat jang aman, dan dari mana dengan rnudah dia bisa mengungsi kedaerah pegunungan, begitu ada tanda-tanda bahaja penjerbuan. Dan achirnja . Mengapa Tjin Mo membiarkan Yo Kie mengambil ahli-ahli-silatnja jang terpandai ? Hanja ada satu djawaban jang tepat . oleh karena Yo Kie itu ada sekutunja, penasihatnja dibelakang lajar jang mernbuat rentjana untuk membentuk keradjaan jang bebas didaerah tapal-batas ini."
Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Suara Hakim makin lama makin lenjap. Untuk beherapa saat, dia tinggal diam sambil mengusap- usap djcnggotnja. Kemudian dia melandjutkan .
"Besok kuakan adili perkara terhadap Yo Kie. Dakwaan ter- hadap dirinja, bahwa dia telah melakukan penghianatan terhadap negara adalah perkara jang berat sekali, selainnja tjampur- tangan- dirinja dalam pemhunuhan atas dirinja pembesar Pan. Dalam si-dang itu akan aku selesaikan perkara pernbunuhan dari Djenderal , Teng !"
Pernjataan jang terachir itu mengedjutkan sekali pembantu-pembantunja. Mereka tak mengetahui sama sekali bahwa tentang perkara itu sudah ada bukti-bukti jang mejakinkan.
"Ja". Pan Kong berkata",achirnja aku telah mendapat pemetjahan tentang perkara jang aneh dan rumit itu. Orang jang membunuh Djenderal itu menetapkan perbuatannja dengan tanda-tangannja sendiri !" .,Djikalau begitu", kata Sersan Hong dengan hernapsu.
"achirnja si-Bangsat Bu Heng jang kurang-adjar itu telah mengaku djuga !"
" "Sabarlah sampai besok", kata Hakim dengan tjara tenang, ."Kamu semua akan mengetahui tjara bagaimana Djenderal Teng menemui adjalnja."
Dia menghirup teh. lalu melandjutkan .
"Hari ini kita telah mendapat kemadjuan banjak sekali. Namun masih ada beberapa soal jang mendjengkelkan hati. Pertama soal jang amat men-desak memerlukan pemetjahan jang segera, jakni hilangnja Pek Lan. Soal kedua tak begitu mendesak namun memerlukan perhatian kita sepenuhnja. Kumaksudkan teka-teki jang ditinggal-kan Gubernur dalam lukisannja, karena ketjuali djikalau kita bisa membuktikan bahwa Njonja Yo dan putranja. Yo Shan, adalah pemilik-pemilik jang sah dari harta-benda Gubernur, mereka tak akan mendapat sepotongpun dari harta-peninggalan itu. Oleh karena Yo Kie akan dihukum sebagai penghianat negeri, Pemerintah akan mensita semua harta-miliknja. Sajang sekali, Yo Kie telah rnemusnahkan surat-wasiat jang di-ketemuk-annja didalam pigura. Maka bukti itu sudah Pengakuan Yo Kie tak akan mengubah kenjataan bahwa Guber- nur tua itu dirandjang kematian telah mewariskan pigura itu ke-pada Njonja Yo dan putranja, dan selebihnja dari hartanja kepada Yo Kie. Dan kutahu pembesai-pembesar tinggi, chususnja Kementerian Keuangan, akan tetap berpegangan pada surat- wasiat jang diutarakan setjara lisan itu, dan akan mensita semua harta-benda Yo Kie. Maka, ketjuali aku dapat memetjahkan teka-teki itu. Njonja Yo dan putranja akan tetap tinggal miskin seperti sekarang !"
Hakim berdiam sebentar dan memandang dengan penuh per-hatian pada pigura Gubernur jang digantungkan ditembok disebe- rangnja.
Sambil menundjukkan pada pigura itu dia melandjutkan "Aku telah bertekad untuk memetjahkan rahasia daripada pigura ini! Sedjak Yo Kie mengakui kedosaannja, pesan Gubernur kepada istrinja bahwa didalam pigura tersembunji suatu rahasia, kuanggap bagiku adalah lebih dari pada suatu tantangan belaka.
Kamu tiada ketahui bahwa di masa muda, aku memudja-mudja Gubernur itu sebagai dewa.
Dan kini kuanggap sebagai suatu tugas jang sutji untuk mengusahakan supaja djanda dan putra orang jang kupudja-pudja itu memperoleh apa jang mendjadi haknja jang sah.
Lebih-lebih lagi oleh karena aku terpaksa harus mendja-tuhkan hukuman mati pada putranja jang sulung."
Pao Kong bangun dan berdiri di depan pigura itu.
Pembantu-pernbantunja pun berbangkit dari tempat-duduknja clan sekali lagi melihat pigura itu dengan penuh perhatian.
Sambil mengatupkan tangannja didalam tangan-badju, Hakim berkata perlahan-lahan "Papiljun dari Chalajan nan Kosong.
betapa kagetnja dan betapa benar kedukaan hatinja pada waktu dia menginsjafi hahwa putranja jang sulung itu, walaupun telah me-wariskan otak ajahnja jang tjerdas akan tetapi sedikitpun tak me- miliki sifat-sifat luhurnja ! Aku hafal tiap-tiap tjoretan dari pada pigura ini.
Aku telah mengharap hahwa gedung tua diperkebunan itu akan memberikan kepadaku beberapa petundjuk, namun aku tak berhasi."l Tiba-tiba Hakim berdiam.
Dia menghampiri pigura itu sede-kat-dekatnja dan rnengamat-amatinja dari atas sampai kebawah, kemudian dia berpaling kepada pembantu- pembantunja dan de-ngan matanja jang bersinar dia berseru "Aku telah menemukannja, teman- temanku ! Besok teka-teki dari pada pigura ini djuga akan kupetjahkan !"
BAB XXI.
PAO KONG MENJELESAIKAN PERKARA PEMBUNUHAN ATAS DIRI DJENDERAL TENG.
- THIO HOUW MENDJERITERAKAN RIWAJAT KALAH PERANG.
Pada esok-harinja, ketika Pao Kong membuka sidang.
beberapa ratus penonton mengerumuni gedung pengadilan.
Warta tentang ditangkapnja Yo Kie telah tersebar diseluruh kota dan desas-desus jang gila-gilaan tersiar tentang ditawannja kepala suku Uigur.
Hakim perlahan-lahan memandang chalajak-ramai dan memikirkan sedjenak tjara bagaimana dia akan memulai pemeriksaan.
Dia pikir Yo Kie adalah seorang jang pandai berpura- pura dan ahli untuk merentjanakan komplotan- komplotan rahasia.
Dia sudah biasa untuk mengatur dan memberi pimpinan dari belakang lajar jang tebal sekali akan tetapi seringkali ternjata hahwa orang-orang demikian mendjadi gugup dan tak dapat menguasai dirinja djikalau mereka dipaksa untuk tampil dihadapan chalajak ramai.
Pao Kong rnemerintahkan untuk bawa menghadap persakitan.
Pada ketika Yo Kie dibawa masuk kedalam sidang, Hakim me-lihat bahwa dugaannja tepat benar.
Didalam satu malam sadja dia sudah berubah njata sekali.
Tingkah-lakunja jang ramah-tamah sudab lenjap.
orang jang berlutut dihadapan medja hakim adalah orang jang lesu dan putus asa.
Hakim herkata dengan tenang.
"Dalam sidang kemaren kita sudah memenuhi semua sjarat-sjarat jang diharuskan. Kini engkau boleh mulai dengan pengakuanmu !"
"Tay-djin"
Kata Yo Kie dengan suara jang hampir tak kedengaran.
"djikalau seorang sudah tak mempunjai harapan apapun, baik didunia ini maupun didunia jang baka, dia tak mempunjai alasan lagi untuk tidak menjeriterakan segala- sesuatu dengan terus terang."
Dia berhenti sedjenak, lalu melandjutkan dengan pahit-getir .
.,Aku tahu ajahku bentji kepadaku.
Akan tetapi akupun membentji dia, sekalipun dia akan amat senang ! Pada waktu dia masih hidup aku sudah bertekad dengan keras, bahwa aku akan mendjadi seorang jang lebih besar lagi dari padanja.
Dia telah mendjadi menteri dan gubernur, aku akan mendjadi seorang radja! Sudah bertahun- tahun aku telah mempeladjari keadaan ditapal batas.
Aku jakin bahwa djikalau suku-suku liar itu dapat di-persatukan dan ada orang jang man memberi sekedar petundjuk petundjuk jang tepat, dengan mudah mereka dapat membandjiri dan menduduki seluruh daerah ditapal-batas.
Dengan kota Lam Hong sebagai ibu-kota aku bisa mendirikan sebuah keradjaan baru jang meliputi seluruh daerah ini.
Dikalangan pemerintah-pusat dikota-radja aku mengenal tjukup banjak pembesar-pembesar jang korup dan jang bersedia, asal dapat menerima uang-suapan jang tjukup hbrarti, untuk meng- usahakan agar Pemerintah tidak turun tangan untuk mengatjaukan rentjanaku inii.
Suatu hal jang menguntungkan jalah bahwa daerah ini, selainnja letaknja amat terpentjil, bukan daerah jang terlalu subur atau kaja, sehingga Pemerintah tak terlalu memperdulikan keadaan disini.
Sementara itu aku dapat memperkuat kedudukan keradjaanku kearah barat dengan menarik simpati dari sebanjak-banjaknja kepala-suku bangsa liar.
Pada suatu saat kedudukanku demikian kuatnja sehingga tak ada orang jang berani mengganggunja." ,,Apa peranan Tjin Mo dalam rentjanamu jang djahat ini ?"
Hakim bertanja.
"Bantuannja amat kubutuhkan", djawab Yo Kie.
"Aku pertjaja aku mempunjai tjukup pengertian dibidang diplomatik dan mengenai pemerintahan di dalam negeri untuk melaksanakan rentjanaku dengan baik. Akan tetapi aku tak mempunjai pengalarnan ataupun pengertian dibidang kemiliteran. Pada dirinja Tjin Mo aku mendapat seorang pembantu jang djustru kubutuhkan. Dia adalah seorang jang bisa bertindak dengan tegas dan jang dalam tak mengenal kasihan, akan tetapi dia tahu bah-wa ia tak betjus untuk bertindak sebagai pemimpin politik. Dan kuajari untuk merampas pemerintah-setempat disini dan kuadjar-tjara bagaimana dia dapat mempertahankan kedudukannja terhadap Pemerintah Pusat. Dia mengakui aku sebagai pemimpin tertinggi dengan persetudjuan, bahwa, setelah rentjana kami berhasil, dia akan kuangkat sebagai Djenderal Besar. Dalam pada itu kupakai kedudukan "Tjin Mo untuk rnendjadjal reaksi dari pada Pembesar-Pembesar Pusat. Segala-sesuatu berdjalan Pemerintah Pusat ternjata hersikap adem sekali terhadap kedjadian-kedjadian dan keadaan jang tidak lajak didaerah ini. Demikian aku memutuskan untuk mengambil tindakan selandjutnja dan me-ngadakan kontak dengan suku-bangsa Uigur. Pada saat itu, datanglah Pan Ti- koan, si-pembesar jang tolol itu, jang mengatjaukan rentjanaku. Karena suatu peristiwa jang malang, seputjuk surat jang kutulis kepada seorang kepala suku Uigur telah djatuh ke tangannja. Aka harus mengambil tindakan dengan tjepat. Aku memerintahkan Orolakchee, keponakan radja Uigur dan pembantau jang kupertjaja untuk mendjebak Pan Ti-koan supaja dia menjeberangi sungai untuk kemudian dibunuh-nja. Tjin Mo mendjadi murka, dia takut Pemerintah akan mengambil tindakan-tindakan pembalasan. Akan tetapi aku memberi instruksi tjara bagaimana dia dapat menutupi kedjahatan itu, dan, sesuai dengan perhitunganku, Pemerintah tak mengambil tindakan apapun."
Yo Kie berhenti sebentar. lalu melandjutkan dengan suara jang lesu .
"Aku sudah membuka kartuku dengan terang-terangan, djikalau sernentara itu Radja Uigur. sekutuku jang terpenting. tidak menerima warta tentang kemenangan-kemenangan besar dari Ten-tara Keradjaan terhadap suku-suku liar disebelah taara. Dia men-djadi ketakutan, achirnja dia telah mernbatalkan sokongannja. Ke-mudian aku mentjari perhubungan dengan kepala-kepala suku jang lebih rendah, dan achirnja aku berhasil untuk menggabungkan tiga suku jang paling kuat. Mereka bersedia untuk menjerbu kedalam kota asal aku mendjamin bahwa Pintu Air akan dibuka pada saat jang tepat dan asal bagian-bagian kota jang terpenting dikuasai oleh orang-orangku. Ketika tanggal penjerbuan itu sudah kutetapkan, Tay-djin tiba di kota ini dengan sepasukan Tentara Keradjaan untuk mengadakan inspeksi didaerah perbatasan, Tjin Mo ditangkap dan anak-buahnja dibubarkan. Aku mendjadi amat chawatir bahwa rentjanaku telah botjor dan bahwa dalam waktu jang singkat satu pasukan jang kuat akann ditempatkan dikota ini. Aku mengambil keputusan untuk bergerak dengan segera. Malam ini tiga suku Uigur akan berkumpul didataran diseberang sungai. Djikalau pada tengah malam mereka melihat api dinjalakan diatas menara pendjagaan, mereka akan menjeberangi sungai dan masuk kedalam kota melalui Pintu Air. Sekian keteranganku!"
Chalajak ramai jang menjaksikan sidang mendengarkan pengakuan Yo Kie dengan penuh ketegunan.
Mereka mendjadi amat gelisah, dan berbitjara satu pada lain dengan ribut-ribut.
Mereka insjaf bahwa mereka njaris diserbu oleh pasukan berkuda suku-suku Uigur jang ganas.
"Diam". Hakim berseru. Lalu dia menanja kepada Yo Kie berapa banjak orang dari ketiga suku itu dikerahkan untuk penjerbuan itu. Yo Kie berpikir sedjenak, lain dia mendjawab .,Kira-kira dua ribu pemanah-pemanah berkuda dan beberapa ratus pradjurit jang berdjalan kaki."
"Apa tugasnja ketiga tukang warung Tionghoa itu dalam rentjanamu ?"
Hakim bertanja.
"Aku tak pernah mendjumpai mereka", djawab Yo Kie. _Adalah siasatku untuk sedapat mungkin berdiam dibelakang lajar. Aku memberi perintah kepada OrOlakehee untuk mentjari barang selosin orang-orang Tionghoa jang bersedia mendjadi penundjuk djalan bagi pradjurit-pradjurit bangsa Uigur. Orang-orang itu telah dikumpulkan ,dan telah memberi djaminan akan bantuan mereka."
Setelah pengakuan itu dibatjakan pula oleh panitera pengadilan, Yo Kie membubuhinja dengan tjap djempolnja.
Kemudian Hakim berbitjara dengan suara jang sungguh-sungguh ,,Yo Kie, aku menjatakan engkau bersalah telah berhianat terhadap negeri.
Ada kemungkinan pembesar-pembesar tinggi akan meringankan hukumanmu sebagai tanda penghargaan atas djasa-djasa besar dari mendiang ajahmu dan oleh karena engkau telah mengaku tanpa didjalankan siksaan.
Akan tetapi adalah kewadjibanku untuk memperingati, bahwa menurut undang-undang negri seorang jang melakukan kedosaan sebesar itu harus mendjalankan hukuman mati perlahan-lahan"
Tegasnja, dihukum mati dengan ditjintjang hidup- hidup."
"Bawa pergi persakitan !"
Pao Kong kemudian menitahkan pem bantu-pembantunja. Kemudian Hakim herkata kepada segenap para-hadirin .
"Aku sudah tangkap semua pemimpin dari persatuan jang djahat ini. Suku-suku liar itu tak akan berani menjerbu kedalam kota pada malarn ini. djikalau mereka tak melihat tanda api. Namun aku telah mengeluarkan perintah untuk mengadakan per-siapan-persiapan jang perlu agar supaja dapat menghadapi segala kemungkinan. Hari ini kamu akan menerima instruksi dari kepala- kampung masing-masing apa jang kamu harus dikerdjakan. Suku-suku liar itu tak pernah sanggup merebut kola jang diper-bentengkan, maka tak ada apapun jang harus ditakuti. Para penonton bersorak-sorai. Pao Kong mengetuk palunja diatas medja, lalu dia mengumum-kan "Sekarang aku akan periksa perkara Teng in melawan Bu Heng."
Dia mengisi setjarik formulir untuk sipir- pendjara.
Segera Bu Heng dibawa masuk oleh dua orang polisi.
Setelah persakitan berlutut didepan medja hakim, Pao Kong mengeluarkan sebuah kotak kardus dari tangan-badjunja.
lalu mendorongnja kepinggir medja.
Kotak itu djatuh di depan Bu Heng.
Terdakwa memandangnja dengan heran.
Itu adalah kotak jang diketemukan di dalam tangan-badju Djenderal Teng.
Udjungnja jang telah digerogoti tikus sudah diperbaiki dengan rapihnja.
Hakim bertanja .,Engkau kenal kotak ini ?"
Bu Hung berdongak. ini djawabnja.
"adalah sematjam kotak jang biasa dipakai oleh pendjual-pendjual manisan buah pruim. Aku telah melihat bilang ratus jang didjual dipasar didekat Menara Tambur. Kadang- kadang akupun pernah membelinja sekotak. .Akan tetapi kotak jang chusus ini aku tak pernah melihat sebelumnja. Dari tulisan-nja untuk memberi selamat diatasnja rupanja kotak ini telah di- persembahkan kepada seseorang sebagai hadiah.'' "Benar sekali", kata Hakim.
"itu adalah hadiah ulang-tahun. Apakah engkau tak berkeberatan untuk menjitjipkan buah-buah pruim jang ada didalamnja ?"
Bu Heng memandang Hakim dengan tertjengang. Kemudian dia mengangkat pundaknja dan berkata "Tidak sama-sekali, Tay-djin !"
Dia membuka kotak itu.
Sembilan buah pruim didjadjarkan dengan rapihnja diatas alas kertas hales.
Bu Heng mendjolok-djoloknja dengan telundjuknja, lalu memilih sebuah jang lembek jang dimasukinja kedalam mulut.
Dia memakannja dan meludahi hidjinja keatas lantai.
,Apakah Tay-djin ingin aku makan lebih banjak dia bertanja dengan hormat.
"lni sudah tjukup !"
Kata Hakim dengan suara adem.
"Engkau boleh mundur !"
Bu Heng berbangkit dan memandang kepada orang-orang polisi.
Tak ada tanda-tanda bahwa mereka akan menggiring dia kembali kependjara, maka dia mundur beberapa langkah dan tinggal ber-diri disitu.
memandang Hakim dengan penuh perhatian.
_Suruh Teng Siu-tjai tampil kemuka!"
Hakim memerintahkan.
Setelah Teng Muda berlutut dihadapan medja.
Hakim berkata "Teng Siu-tjai, aku tahu siapa jang membunuh ajahmu.
Per-kara ini ternjata sangat rumit, aku tak berani mengatakan bahwa aku sudah dapat memetjahkan segala persoalannja.
Aku menda-pat bukti-bukti bahwa lebih dari seorang telah mentjoba untuk membunuh ajahmu.
Namun, pengadilan ini hanja memperhatikan pertjobaan pembunuhan jang terachir, jakni jang mengakihatkan kematian ajahmu.
Terdakwa Bu Heng sama-sekali tak ada hubungan apapun dengan pembunuhan ini.
Maka perkara terhadap Bu Heng dengan ini ditutup sampai disini sadja!"
Suara riuh-rendah terdengar dari chalajak-ramai atas keputusan jang tak disangka-sangka itu. Teng Siu-tjai sendiri tinggal diam, dia tak mengulangi tuduhannja terhadap Bu Heng. Bu Heng berteriak "Tay-djin, apakah Pek Lan sudah diketemukan ?"
Tatkala Hakim menggelengkan kepalanja.
Bu Heng berbalik belakang tanpa mengatakan suatu apa.
Dengan kasar dia meng-gunakan sikunja untuk menerobos diantara para-penonton ke pintu keluar.
Pao Kong mendjumput sebuah pensil jang ditjat lak merah dari medja.
"Bangunlah, Siu-tjai", dia berkata.
"Dan tjeriterakan kepadaku apa jang kau ketahui tentang alat tulis ini !"
Sambil dia berbitjara dia menjodorkan pensil itu kepada Teng le, dengan udjung batangnja jang terbuka langsung diarahkan kepada mukanja si-pemuda itu.
Teng le tampaknja bingung sekali.
Dia ambil pensil itu dari tangan Hakim.
Setelah dia membatja tulisannja jang terukir, dia mengangguk.
"Setelah kulihat tulisan ini, kuingat, Tay-djin !"
Dia berkata.
"Beberapa tahun jang lampau pada waktu ajahku memperlihatkan kepadaku beberapa bidji batu- batu pualam jang berharga, diapun mengeluarkan pensil ini. Dia mengatakan bahwa itu adalah hadiah jang diberikan kepadanja mendjelang hari ulang tahunnja jang ke-enam puluh dari seorang pembesar jang berkedudukan tinggi sekali. Ajahku tak memberitahukan nama si-pemberi itu, akan tetapi dia mendjelaskan bahwa orang itu, berhubung usianja sudah landjut dan tiap waktu bisa meninggal dunia, dia ingin sekali mem-beri hadiah kepada ajaku terlebih dahulu. Demikian ajahku tak menggunakan pensil itu sebelum dia merajakan hari ulang-tahun-nja jang ke-enam puluh. Ajahku amat menghargai pensil itu, setelah dia memperlihatkan-nja kepadaku. dia menjimpannja kembali di kotak jang terkuntji, di- mana dia menjimpan batu-batu-pualamnja jang berharga."
"Alat tulis itu"; kata Hakim degan suara jang sungguh-sungguh.
"adalah alat jang dipakai untuk membunuh ajahmu!"
Teng Siu-tjai memandang pensil ditangannja itu dengan kaget dan tertjengang.
Dia memeriksanja dengan teliti sampai diba-gian dalam dari batangnja jang kosong, kemudian dia menggeleng-kan kepalanja dengan bingung.
Pao Kong mengikuti gerak- geriknja dengan seksama, kemudian dia berkata dengan singkat .
"Kembalikan pensil itu kepadaku. Kuakan memperlihatkan kepadamu bagaimana pembunuhan itu telah dilakukan !"
Setelah Tang le mengembalikan alat tulis itu kepada Hakim, ia memegangnja dengan tangan kirinja. Lalu ia mengambil sebuah torak2 ketjil dari tangan-badjunja dan memperlihatkannja kepada para-penonton.
"Ini ia menerangkan "adalah model dari kaju jang sama dengan gagang pisau ketjil jang diketemukan didalam tenggorokan Djenderal Tang. Pandjangnja sama dengan pedang ketjil itu termasuk mata-pisaunja. Sekarang kuakan memasukkannja ke-dalam batang jang kosong dari alat tulis ini."
Model dari kaju itu tjotjok benar didalam batang pensil itu.
Akan tetapi setelah dimasukkan setengah dim dalamnja.
Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dia matjet.
Hakim minta bantuan Thio Liong untuk memasukkannja lebih dalam.
Setelah Thio Liong menekannja kuat2 dengan djempol-nja, baru masuklah torah itu sama-sekali kedalam batang pensil.
"Dan sekarang", katao Hakim kepada Thio Liong "Ulurkan tanganmu, kemudian lepaskan djempolmu setjepat mungkin !"
Thio Liong berbuat apa jang diperintahkan. Torah kaju itu menembak seperti panah keudara hingga kira- kira lima kaki tingginja, kemudian djatuh keatas lantai. Kemudian Pao Kong berkata perlahan-lahan .
"Alat tulls ini ada1ah suatu alat-maut jang dashjat sekali. Batangnja jang bolong berisikan sematjam per sipral jang amat tipis. kiranja dibuat dari rotan jang banjak didapat didaerah selatan. Per rotan itu ditekan sekeras-kerasnja dengan sebuah tabung jang bolong. Lalu di-tuangkannja sematjam damar jang ditjairkan. sedangkan per rotan itu terus ditekan, sehingga damarnja mendjadi kering benar. Lalu tabungnja dikeluarkan dan sebagai gantinja dimasukkan ini !"
Hakim membuka sebuah kotak ketjil dan dengan hati-hati dia mengambil dari kotak itu pisau ketjil jang telah diketemukannja didalam tenggorokan Djenderal.
"Kama akan melihat", dia melandjutkan.
"bahwa gaging pisau ini pas benar didalam batang pensil, sedangkan mata-pisau jang tjekung pas dibagian dalam jang tjekung. Demikian, meskipun orang mengamat-amati hagian dalam batang pensil itu, pisau-nja tak kelihatan. Beberapa tahun jang lampau ada orang jang menghadiahkan alat tulis ini kepada Djenderal Teng dan dengan demikian seakan-akan djenderal tua itu sudah mendapat hukuman mati. Orang itu tahu. djikalau Djenderal Teng pada suatu hari hendak mernakai pensil ini, dia harus membakar udjungnja terlebih dahulu, seperti kita semua akan berbuatnja djikalau kita hendak memakai sebuah pensil jang baru. Hawa panas dari pada api itu akan mentjair-kan damar didalamnja oleh karenanja tekanan atas per rotan itu tak ada lagi, sehingga gaja-pegas dari pada per itu menembakkan pisau jang beratjun keluar' dari batang pensilnja. Sepuluh lawan satu pisau tu akan mengenai sang korban tepat dibagian rnuka atau tenggorokannja. Kemudian per rotan itu menutup batang pensil jang bolong itu, sehingga dari sebelah luar tak keli-hatan bekas-bekasnja."
Selama Hakim herbitjara, Teng Siutjai mendengarkannja de-ngan tertjengang. Perlahan-lahan air-mukanja berubah dan mem-perhhatkan rasa takut jang tak terhingga. Kemudian dia berteriak "Siapa, Tay-djin. jang telah mem-buat alat iblis itu ?"
Dia sendiri membubuhi tanda-tangannja dialat tulis itu"
Djawab Hakim dengan tenang.
.,Akan tetapi hanja atas kenjataan itu.
aku tak dapat memetjahkan teka-teki ini.
Biarkan kubatjakan tulisan itu untukmu .
'Dengan pemberian selamat dengan chidmat berhubung dengan hari ulang tahun ke- enam puluh.
Tempat tinggal nun Tenang dan Damai.'"
"Siapa orang itu ? Kubelurn pernah dengar demikian !"
Teng Muda berseru. Hakim mengangguk.
"Nama itu hanja dikenal oleh beberapa ternan-teman-baiknja"
Dia mendjawab. .,Baru kemaren aku ketahui bahwa itu adalah nama samaran dari mendiang Gubernur Yo Su-tjian !"
Teriak-djerit jang gemuruh terdengar dari chalajak- ramai.
Sete-lah keadaan tenang kembali, Pao Kong berkata "Demikianlah, setjara kebetulan, keluarga- Yo, anak dan ajah, menghadap dihadapan pengadilan ini, anaknja hidup-hidup, dan ajahnja sebagai orang-halus.
Dan engkau, Teng Siu-tjai, kiranja lebih tahu dari padaku, ber-dasarkan alasan-alasan apa maka Gubernur jang tua itu telah mendjatuhkan hukuman mati terhadap ajahmu, dengan melaksanakannja sendiri dengan setjara jang istimewa ini.
Akan tetapi, bagaimanapun.
aku tak bisa bikin perkara terhadap orang jang sudah mati.
maka aku, sebagai hakim jang berwenang.
memper-maklumkan bahwa perkara pembunuhan Djenderal Teng dengan ini sudah ditutup !"
Pao Kong mengetuk palunja diatas medja, kemudian dia meng-hilang melalui tirai belakang mimbar pengadilan.
Para penonton meninggalkan ruangan sidang sambil membitja-rakan dengan nafsunja pemetjahan jang tak disangka-sangka dari pembunuhan atas dirinja Djenderal tua itu.
Mereka amat me-mudji Hakim jang dengan tjcrdiknja telah dapat menemukan ra-hasia dari pada alat pembunuhan jang'tjendekia itu.
Ketika Kopral Ong masuk ketangsi pengawal, dia melihat Bu Heng jang sudah sekian lama menunggu kedatangannja.
Bu Heng memberi hormat, kemudian berkata dengan tergesa-gesa.
"Djikalau diperkenankan, aku ingin sekali ikut rnentjari putrimu jang terhilang !"
Kopral Ong memandang si-pemuda itu sekian lama, kemudian berkata .
"Baiklah, mengingat engkau tclah hersedia untuk menderita sik-saan jang berat demi kepentingan putriku, aku senang sekali me-nerima engkau mendjadi pernbantuku. Tapi sekarang aku harus mclakukan suatu tugas, tunggulah disini beberapa detik, setelah kudatang kembali kuakan menjeriterakan kepadamu segala sesuatu mengenai pcnjelidikan kita jang pertama dan jang menemui ke-gagalan." . Lalu dia pergi keluar dan berdiri didepan pintu sambil meng-awasi chalajak-ramai jang meninggalkan ruang- pengadilan berdujun-dujun. Ketika dia melihat Teng berdjalan keluar, dia mengudaknja dan berkata Siu-tjai, Pao Tay-djin ingin bitjara dengan engkau dikantornja."
Pao Kong tampak sedang berduduk dibelakang medja tulis, di-kitari oleh ke-empat pembantunja. Setelah Teng Siu-tjai masuk Hakim berkata kepada mercka "Kamu semua boleh mengundurkan diri !"
Kemudian dia berpaling kepada Teng Siu-tjai dan berkata .,Teng Siu-tjai, seperti kau ketahui ajahmu telah dipaksa untuk meletakkan djabatannja sebagai panglima besar.
Dan aku tahu sebab- sebabnja, oleh karena pada waktu laporan-laporan rahasia tentang perkara itu dikirim ke Arsip Negara, kebetulan aku bekerdja disana.
Memang tak ada saksi-saksi jang dapat memperkuat tuduhan jang dilontarkan kepada ajahmu, oleh karena tak seorang pun jang telah dapat menjelamatkan diri dari malapetaka, akibat dari perbuatan ajahmu jang buruk itu.
Namun Komandan Bu, ajahnja Bu Heng, telah berhasil untuk mengumpulkan tjukup bukti-bukti jang mejakinkan bahwa ajahmu bertanggung-djawah penuh atas kemusnahan seluruh resimen dari Tentara Keradjaan kita.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan politik, ajahmu tidak dituduh setjara terang-terangan, melainkan dia dibisiki untuk me-letakkan semua djabatannja alas kehendaknja sendiri.
Akan te-tapi Gubernur Yo memutuskan bahwa dia sendiri akan memberi hukuman kepada ajahmu jang setimpal dengan kedosaannja.
Tjara , bagaimana dia telah mendjalankan hukuman mati alas diri ajahmu, kita semua telah menjaksikan.
Orang bo!eh mengatakan bahwa Gubernur tua itu telah ber- tindak diluar hukum, akan tetapi orang jang berdjiwa besar seperti dia tak dapat diukur dengan norma-norma jang berlaku bagi orang biasa.
Aku hanja mau mejakinkan kamu bahwa aku tahu semua fakta-fakta mengenai ajahmu.
Teng Siu-tjai tak mendjawab suatu apa.
Sudah djelas bahwa, diapun tahu tentang kedjahatan - ajahnja.
Dia menundukkan kepalanja dan berdiri dihadapan Hakim dengan matanja kearah lantai.
Tiba-tiba Hakim berduduk tegak dikursinja.
Sambil kedua tangannja mentjekal gagang kursi, dia berkata dengan suara gusar.
"Lihatlah kepada Pembesarmu, engkau manusia jang hina !"
Si- pemuda memandang Hakim dengan ketakutan.
"Engkau, manusia tolol jang kedji.!"
Kata Hakim dengan suara tergetar saking gusarnja.
"Engkau mengira kau bisa mempedajai aku, Pembesarrnu, dengan tipu-muslihatmu jang hina ! Bukan Bu Heng jang merentjanakan untuk meratjuni ajahmu, akan tetapi engkau, putranja satu-satunja ! Kedatangan Bu Heng dikota Lam Hong menimbulkan pikiran padamu untuk menutupi kedjahatan jang engkau sedang rentjanakan. Engkau mulai dengan menjebarkan desas-desus tentang Bu Heng, dan engkau suruh orang rnengintai gerak-geriknja. Engkaulah jang masuk ke kamarnja sebagai nentjuri pada waktu dia tak ada dirumah dan mengambil sehelai kertas jang ada tjapnja."
Teng Siu-tjai membuka mulut, rupanja dia mau mengatakan sesuatu, Akan tetapi Hakim memukul medja dengan kepalannja dan membentak .
Tutup Mulutmu dan dengarlah ! Pada malaman hari ulang, tahun ajahmu.
engkau sudah sediakan kotak dengan harsh pruim jang mengandung ratjun itu didalam tangan-badjumu.
Kamu mengantar ajahmu ke kamar perpustakaan.
diikuti oleh pengurus rumah.
Ajahmu membuka pintu, engkau berlutut dan menghaturkan selamat malam.
Pengurus rumah masuk kekamar perpustakaan untuk menjalakan pelita diatas medja-tulis.
Pada saat itu engkau mengambil kotak itu dari tangan- badju dan mem-persembahkannja kepada ajahmu.
Ajahmu membilang terima kasih dan memasukkan kotak itu kedalam tangan badjunja.
Pada ketika itu pengurus rumah keluar dari kamar dan melihat ajahmu memasukkan sesuatu ke dalam tangan badjunja.
.Dia mengira bahwa ajahmu telah menjimpan pintu kuntji kamar, padahal jang dimasukkannja itu adalah alas-maut jang diperuntukkan seorang anak jang durhaka untuk rnembunuh ajahnja sendiri !"
Selagi dia bitjara sorot matanja laksana pedang jang tadjam, menusuk mata si-pemuda itu.
Teng Siu-tjai bergemetaran pada seluruh badannja, akan tetapi dia tak dapat mengegosi matanja dari Hakim jang terus meman-dang dia dengan bengisnja.
.,Engkau tidak membunuh ajahmu", Hakim melandjutkan dengan suara rendah.
"oleh karena sebelum dia sempat membuka kotak manisan itu. djiwanja sudah dihabiskan oleh tangan Gubernur terlebih dahulu.- Teng Siu-tjai menelan ludahnja beberapa kali. Kemudian dia berseru dengan suara jang tak wadjar "Mengapa, mengapa aku ingin membunuh ajahku sendiri ?"
Pao Kong berbangkit dari tempat duduknja.
Dia mengambil sebuah dokumen dari berkas jang berisikan bukti, mengenai perkara pembunuhan Djenderal Teng.
Dia berdiri dihadapan Teng Siu-tjai dan berkata dengan suara jang dahsjat "Engau, djahanam jang tolol ! Engkau berani menanjakan soal ini '? Engkau berani menanjakan mengapa, sedangkan dalam tulisanmu jang mesum engkau tidak sadja menjebutkan dengan terang tentang perempuan kedji itu jang mendjadi gara-gara ke-bentjianmu terhadap ajahmu, akan tetapi djuga mengakui perhubunganmu jang mesum dengan perempuan itu ?"
Dia melemparkan dokumen itu kepada mukanja si-pemuda dan melandjutkan "Tjoba engkau batja kembali sadjakmu jang mesum tentang buah-dada jang putih seperti saldju clan tentang rembulan jang ke-elokannja tak dapat dirusakkan oleh noda-nodanja.
Ke-betulan salah- seorang pelajan perempuan melaporkan kepadaku bahwa istri ajahmu jang ke-empat mempunjai tahi- laler jang djelek sekali dibuah-dadanja sebelah kiri.
Bagaimana kau bisa me-ngetahuinja, djikalau engkau bukan kendaknja '? Masih engkau berani sangkal bahwa engkau telah berzinah dengan salah-seorang istri ajahmu sendiri ?"
Keadaan dikamar untuk beberapa detik mendjadi sunji-senjap. Ketika dia berbitjara lagi, suaranja sudah letih.
"Aku bisa sadja mendakwa engkau dan kendakmu dihadapan pengadilan. Akan tetapi tudjuan utama dari undang-undang kita adalah untuk mernperbaiki kerusakan atau kerugian sebagai akibat suatu perbuatan djahat. Dalam hal ini tak ada suatu jang harus diperbaiki. Apa jang dapat dan harus dilakukan jalah untuk men-tjegah kebusukan ini mendjalar lebih djauh. Engkau tahu apa jang akan diperbuat tukang kebun djikalau ada tjabang pohon jangs sama-sekali sudah busuk. Dia akan memo-tong tjabang itu, agar supaja pohonnja bisa hidup subur. Ajahmu sudah mati, engkau adalah putra satu-satunja, dan engkau sen-diri tak inempunjai anak. Kiranja engkau pun menginsjafi bahwa tjabang dari kaum Teng ini harus dipotong! Sekian, dan sekarang pergilah engkau!"
Teng Siu-tjai memandang disekitarnja dengan mata jang kabur. Dia meninggalkan kantor hakim seperti orang bermimpi. Tak lama kemudian Thio Houw masuk kembali.
"Duduklah, Thio Houw !"
Kata Hakim dengan suara letih tapi ramah.
"Sudah sekian lama kutahu bahwa kau menjimpan suatu rahasia didalam hatimu. Djikalau kau menghendaki, kini kau boleh menjeriterakan isi- hatimu kepadaku."
Thio Houw berduduk disebuah bangku pendek. Mukanja putjat dan lesu. Dia bitjara dengan suara jang hampir tak terdengar, seakan-akan dia membatjakan sebuah laporan resmi.
"Sepuluh tahun jang lampau, dimusim rontok, Djenderal Teng Houw Ko dengan tudjuh ribui pradjurit mendjumpai sepasukan su-ku bangsa liar jang agak Iebih kuat, didaerah perbatasan sebelah utara. Djikalau dia berani bertempur setidak-tidaknja dia ada harapan untuk memenangkan musuhnja. Akan tetapi dia tak berani mempertaruhkan djiwanja. Dia mengadakan perundingan dengan djenderal musuh kepada siapa dia djandjikan sedjumlah uang sua-pan. djikalau djenderal itu bersedia untuk menarik mundur pasukannja. Uang suapan jang diterimanja, akan tetapi panglima mu-suh memastikan bahwa pasukannja tak bisa kembali kekarnpung-' halamannja tanpa beberapa buah kepala musuh- musuhnja sebagai bukti akan keunggulan mereka dimedan perang. Djenderal Teng menerima baik usul jang hina ini. Dia perintahkan bataljon ke- enam untuk mernisahkan diri dari tentara induk, dan berdjalan dimuka melalui suatu lembah jang amat sempit dan jang letaknja diantara lereng- lereng gunung jang tjuram. Bataljon itu terdiri atas delapan rarus pradjurit dipimpin oleh komandan Liang, salah seorang perwira jang paling perkasa dari tentara keradjaan, dan delapan kapten. Selagi bataljon kita melalui lembah jang sempit itu, mereka dihudjani anak panah dan batu-batu besar, kemudian diserbu oleh dua ribu pradjurit musuh jang datang menerdjang dari atas gunung. Orang- orang kita memberikan perlawanan dengan gigihnja. akan tetapi dengan segala-keberanian dan kegagahannja. mereka tak dapat menandingi musuh jang djumlahnja djauh lebih banjak. Seluruh bataljon kita mendjadi musnah. Orang-orang biadab itu lalu memenggal kepala pradjurit- pradjurit kita sebanjak mungkin. ke-mudian meninggalkan tempat pertempuran dengan kepala- kepala itu, sebagai tanpa kemenangan, ditusukkan diudjung tembok mereka. Diantara delapan kapten, tudjuh orang telah mati ditjingtjang musuh. Orang ke delapan pingsan oleh tusukan tombak musuh jang menembusi topi badjanja, sehingga dia menggeletak seperti mati dibawah kudanja. Setelah dia sadar kembali, pasukan musuh su-dah tak tampak lagi. Ternjata bahwa, dia adalah orang satu-satunja jang masih hidup dan jang dapat menjelamatkan diri dari malapetaka. Dengan djerih-pajah kapten itu berdjalan pulang kekotaradja dan disana dia mengadjukan dakwaan terhadap Djenderal Teng kepada kementerian Angkatan Bersendjata. Akan tetapi kepadanja diberitahukan bahwa perkara jang mengenai kebidjaksanaan Djenderal Teng sudah ditutup, bahkan kepadanja diandjurkan-agar supaja dia melupakan scgala sesuatu jang dia ketahui tang perkara itu. Kapten itu lalu melemparkan pakaian seragamnja sebagai perwira. Dia bersumpah bahwa dia tak akan diam sehingga dia dapat mendjumpai Djenderal Teng dan memenggal kepalanja. Namanja dia ganti, lalu dia menjertai segerombolan penjamun jang perkasa dan ksatria, demikian beberapa tahun berturut-turut dia mengembara diseluruh keradjaan untuk mentjari Djenderal Teng. Kemu-dian, pada suatu hari dia mendjumpai seorang pembesar jang perkasa dan arif bidjaksana, jang berada dalam perdjalanannja ke- tempat-djabatannja. Pembesar itu, setelah berhasil untuk mena-wan dia dan kawan-kawannja, tidak sadja tidak memberi hukuman. malahan mengadjar dia akan arti dari Keadilan jang sedjati "
Pao Kong memandang pembantunja dengan perasaan kasih-sajang.
Dia berkata dengan suara jang sungguh-sungguh "Eng-kau boleh merasa bersjukur.
Thio Houw, bahwa Sang Nasib telah menentukan.
bahwa Djenderal Teng harus mati ditangan lain orang, sehingga kau tak usah menodai pedangmu, jang berharga dengan darah dari seorang penghianat.
Apa jang kau tjeriterakan tadi akan dirahasiakan diantara kita semua, orang luar tak perlu mengetahuinja.
Sekarang, setelah tudjuanmu sudah terwudjud.
dan orang jang telah menghalau teman-teman-perdjoanganmu kedjurang kematian sudah mendapat hukumannja jang setimpal.
maka kukira aku tak berhak lagi untuk menahan engkau lebih lama disini, berlawanan dengan keinginan-mu.
Aku tahu sudah sekian lama bahwa hatimu sebenarnja ada di ketentaraan.
Bagaimana, djikalau, dengan suatu atau lain alasan.
aku kirim kau kekota-radja dengan sebuah surat pudjian untuk Kepala dari Kementerian Angkatan Bersendjata ? Aku herani memastikan bahwa engkau akan diangkat mendjadi komandan sebuah bataljon jang berkuasa atas ribuan pradjurit !"
"Thio Houw tersenjum ketjil. ,,Aku lebih suka", dia mendjawab dengan tenang.
"untuk me-nung.gu hingga Tay-djin dinaikkan pangkat jang tinggi di kotaradja. Aku mohon diperkenankan untuk tetap mengabdi kepada Tay-djin sehingga tenagaku tak diperlukan lagi."
"Dernikianlah hendaknja !"
Pao Kong berkata dengan girang.
"Aku amat merasa bersjukur akan keputusanmu. Thio Houw Aku akan merasa amat kehilangan, djikalau engkau pergi !"
Bersambung ke bagian 5 (terakhir) Pao kong bagian - 5 Di tuturkan oleh. Yang Lu Sumber Pustaka . Gunawan AJ Kontributor - Scanner . Awie Dermawan OCR convert pdf Text . Tan Willy DISCLAIMER
Kolektor E-Book
adalah sebuah wadah nirlaba bagi para pecinta Ebook untuk belajar, berdiskusi, berbagi pengetahuan dan pengalaman.
Ebook ini dibuat sebagai salah satu upaya untuk melestarikan buku-buku yang sudah sulit didapatkan dipasaran dari kpunahan, dengan cara mengalih mediakan dalam bentuk digital.
Proses pemilihan buku yang dijadikan abjek alih media diklasifikasikan berdasarkan kriteria kelangkaan, usia,maupun kondisi fisik.
Sumber pustaka dan ketersediaan buku diperoleh dari kontribusi para donatur dalam bentuk image/citra objek buku yang bersangkutan, yang selanjutnya dikonversikan kedalam bentuk teks dan dikompilasi dalam format digital sesua kebutuhan.
Tidak ada upaya untuk meraih keuntungan finansial dari buku-buku yang dialih mediakan dalam bentuk digital ini.
Salam pustaka! Team Kolektor Ebook BAB XXII PAO KONG MEMBERI PENDJELASAN TENTANG PEM-BUNUHAN DJENDERAL 'TF,NG - DIA ME- METJAHKAN RAHASIA JANG TER-KANDUNG DALAM LUKISAN GUBERNUR.
Setelah Pao Kong makan siang, dia mengundang ke-empat pembantunja datang dikantor.
Sesudah Thio Liong, Thio Houw, Sersan Hong dan Tao Gan berduduk sekitar medja hakim, Pao Kong menuturkan dengan singkat tentang pertjakapannja dengan Teng Siu-tjai.
Kemudian dia melandjutkan "Sebenarja hanja ada tiga perkara kedjahatan jang kita harus adili.
Akan tetapi keadaan setempat amat mempersukar penjelidikan kita.
Perkara jang kesatu adalah perkara pembunuhan atas diri Djenderal Teng, jang kedua adalah perkara perebutan warisan antara Yo versus Yo dan jang ketiga jalah perkara gadis jang hilang, kita terhadap Tjin Mo, terpetjahnja rentjana Yo Kie dan pembunuhan atas diri Pan Ti-koan, Pembesar jang dahulu, semua harus dianggap sebagai keadaan setempat dan tak ada sangkut-pautnja dengan ketiga perkara kedjahatan ini".
Sersan Hong mengangguk, kemudian dia berkata "Berhubung pembunuhan atas diri Djenderal tua itu, sebenarnja aku merasa heran mengapa Tay- djin tak segera mengambil tindakan-tindakan terhadap Bu Heng.
Semula semua bukti-bukti menundjukkan keras dialah pembunuhnja."
Pertemuan kita jang pertama", djawab Hakim.
"tingkah laku Teng Muda sudah agak mentjurigakan. Rupanja pada waktu itupun dia sudah mempunjai niatan untuk meratjuni ajahnja, dan melemparkan segala tuduhan kepada Bu Heng. Maka, setelah ku memperkenalkan diri sebagai kepala Daerah dan Hakim jang baru, dia mengundang aku dan Thio Liong berminum teh lalu melontarkan obrolannja tentang rentjana Bu Heng untuk membunuh Djenderal Teng."
"Andjing itu telah mempedajai aku djuga !"
Thio Liong berseru dengan marah-marah.
Hakim tersenjum dan melandjutkan tak lama kemudian Djenderal tua itu dibunuh.
Teng Muda rupanja sama-sekali tak tahu bagaimana pembunuhan itu bisa terdjadi.
Seperti kamu se-mua melihat, tiba-tiba aku menundjukkan alit tulis jang menjem-bunjikan pisau itu kepadanja, dengan sengadja kuarahkan udjung tak tertutup langsung kemukanja.
Dia tak mengedipkan mata sedikitpun, suatu bukti jang njata hahwa dia benar tak tahu bahwa pensil itu mengandung suatu alat maut jang berbahaja.
Rupanja Teng Muda merasa bingung akan pembunuhan jang misterius itu.
seperti halnja dengan kita djuga.
Akan tetapi dia tak menjimpang dari rentjananja jang semula, dan dengan tak mem-buang-buang waktu lagi, dia kekantor pengadilan dan menuduh Bu Heng sebagai pembunuh ajahnja.
Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sajang sekali bahwa bukti- bukti jang dia telah susun demikian rapihnja sesungguhnja bukti-bukti jang lemah sekali."
"Mengapa Tay-djin berpendapat demikian ?"
Tao Gan bertanja.
"Kukira, kotak jang berisikan buah- buah pruim jang beratjun itu merupakan hukti jang kuat sekali terhadap Bu Heng !"
"Djustru itulah kelemahannja-. djawab Hakim.
"Bukti-bukti itu menundjukkan kesalahan Bu Heng terlalu berkelebih-lebihan dan herdasarkan penilaian jang salah atas watak terdakwa. Bu Heng adalah seorang pemuda jang amat tjerdik. Djikalu dia mau memhunuh seorang dengan memakai ratjun, pasti dia tak memilih zat gambols jang lazimnja dipakai oleh tiap-tiap pelukis. dan sudah barang tentu dia tidak begitu tolol untuk menggunakan kertas gambar dengan tjapnja sendiri sehagai alas dari kotak Itu."
Tao Gan mcngangguk.
"Dan. lagi pula", dia berkata.
"Bukti jang paling mejakinkan hahwa Bu Heng tidak bersalah, jalah kesediaannja untuk makan buah pruim jang aku sendiri telah masukkan kedalam kotak sebagai gantinja buah-buah jang beratjun."
"Benar sekali !"
Kata Hakim.
"Mari sekarang kita mengikuti djalannja peristiwa dari permulaan. Setelah Teng Muda melaporkan tentang pembunuhan, segera aku pergi untuk menemui Bu Heng. Kuingin perbandingkan kepribadian kedua orang itu, jang mendakwa dan jang didakwa. Segera kudapat menetapkan hahwa Bu Heng itu bukan matjam orang jang mclakukan pembu- nuhan jang direntjanakan terlebih dahulu, selainnja dari pada itu, alasan jang dikemukakan Teng mengapa Bu Heng mau mem-bunuh ajahnja sama- sckali tidak rnasuk akal. Bukan mustahil djikalau pembunuhan itu dilakukan olch seorang ketiga. Kudapat membajangkan bahwa seorang jang berwatak demikian buruknja sebagai Djenderal Teng pasti mempunjai banjak musuh, dan bahwa hal ini digunakan Teng Muda untuk membusukkan nama baik Bu Heng. Mengapa ? Oleh karena, menurut hematku, semula, kedua pemuda itu ada dua saingan dalam per-tjintaan. Potret seorang perempuan jang berulangkali tampak pada lukisan Bu Heng dan surat-surat pertjintaan Teng Muda menimbulkan kesan bahwa kedua pemuda itu mentjintai wanita jang sama.
"
Penemuan kotak itu jang berisikan buah pruim beratjun mernperkuat kesanku bahwa Teng Muda dengan sengadja memfitnah saingan nja itu.
,Akan tetapi kemudian ternjata bahwa kedua pemuda itu sekali-kali tak mcnjintai wanita jang bersamaan.
Kalau begitu, slapa jang membunuh Djenderal tua itu dan mengapa Teng Muda begitu keras menuduh Bu Heng sebagai pembunuh ajahnja ? Aku tahu bahwa Teng Siutjai adalah seorang jang berwatak jang tjedera dan rendah sekali, akan tetapi hak ini belum lagi mendjadi 1 alasan untuk membunuh ajah sendiri.
Demikian aku menghadapi djalan buntu.
Aku mempunjai sangkaan keras hahwa Teng Muda lah jang membunuh djenderal tua, akan tetapi aku tak dapat memikirkan apa motifnja.
Kemudian pada suatu hari, selagi aku mempeladjari sadjak Teng Muda, tiba-tiba kuingat bahwa Hek Lan pernah melaporkan bahwa istri Djenderal Teng jang ke-empat mempunjai sebuah tai laler jang djelek di buah-dadanja jang sebelah kiri.
Hal ini tjotjok sekali dengan bagian sadjak jang mengatakan tentang "rembulan jang ke-elokannja tak mendjadi kurang karena noda2nja".
Kalau hegitu si-pemucla Teng itu telah berkendak dengan ibu-tirinja, hal mana memberikan nja alasan jang kuat untuk membunuh ajahnja sendiri.
Aku tidak segera mengambil tindakan terhadap pemuda itu oleh karena aku masih mcmerlukan bukti-bukti jang lebih kuat.
Kemudian ternjata djenderal itu bukan mati karena makan buah beratjun, melainkan mati dibunuh oleh tangan Gubernur jang sudah mcninggal dunia, akan tetapi hal itu sedikitpun tak mengurangi kedosaan putra jang kedji dan tersesat itu, sebab setidak- tidaknja dia telah merentjanakan untuk membunuh ajahnja sendiri."
"Tjara bagaimana Tay-djin bisa tahu bahwa Djenderal tua itu di bunuh oleh mendiang Gubernur Yo Tua .Aku tidak tahu sama-sekali, dan aku tidak akan mengetahui-nja. djikalau Gubernur itu sendiri tidak seakan-akan mengakui perbuatannja dengan membubuhi tanda-tangannja pada alat maut itu"
Satu-satunja jang kutahu jalah bahwa djenderal tua itu dibunuh dengan menggunakan sebuah alat jang mekanis, oleh karena tak mungkin orang bisa keluar-masuk kedalam kamarnja jang terkuntji.
Tak nanti aku sanggup menemui rahasia dari'pada alat tulis itu.
Aku bukan tandingan dari otak Gubernur tua jang dcmikian tjemerlangnja.
Kamu djuga telah melihat bahwa setelah pisau jang tersembunji itu sudah ditembakkan keluar, tak ada bekas-bekas apapun tampak pada gagang pensil itu.
Pada waktu aku mengundjungi Pek Hok Siansu.
aku mendapat tahu, bahwa "Papiljun nan Tenang dan Damai- itu adalah nama samaran dari Gubernur Yo.
Aku ingat bahwa nama itu kupernah lihat terukir pada gagang pensil jang dipakai djenderal tua itu ketika dia dibunuh.
Kemudian kuingat pula Tao Gan per-nah menjarankan, bahwa pisau jang tertantjap pada tenggorokan sang korban itu mungkin ditembakkan dari luar dengan sebuah alat surnpitan.
Kupikir, gagang pensil jang bolongpun dapat diguna-kan sebagai sumpitan.
Akan tetapi, tjara bagaimana sumpitan itu dapat menembak tanpa ada orang jang mengembusnja ? Hanja djikalau didalamnja terdapat suatu alat mekanik; jang dengan suatu atau lain tjara dapat bergerak sendiri.
Kemudian, tempat lilin jang selazimnja harus ada disebelah kiri, akan tetapi dipindahkan kesebelah kanan memberi kepadaku lham-, bahwa alat mekanik didalam gagang alat tulis itu mungkin digerakkan oleh hawa panas dari api lilin jang, digunakan untuk membakar bulu-bulu halus jang biasanja terdapat diudjung pensil jang belum pernah dipakai.
Setelah sampai pada kesimpulan itu, segala sesuatu mendjadi djelas dan terang-benderang bagiku !"
Ke-empat pembantunja mendengarkan penguraian Pao Kong dengan mulut ternganga saking kagumnja.
Tak ada jang mengatakan suatu apa.
Kemudian Pao Kong melandjutkan "Sekarang kita sampai pada perkara jang kedua, jakni surat- wasiat Gubernur tua".
Pembantu-pembantunja membalik belakang dan memanjang kepada pigura Gubernur jang masih tergantung didinding.
"Surat- wasiat jang disembunjikan didalam bingkai"
Kata Hakim.
"adalah suatu petundjuk jang palsu dan jang sengadja disisipkan Gubernur disitu untuk mempedajai Yo Kie. Siasatnja ini terniata berhasil. oleh karena, setelah Yo. Kie menemukan surat- wasiat dia tidak memusnahkan piguranja akan tetapi dikembalikannja kepada Njonja Yo. Petundjuk jang sebenarnja terdapat didalam pigura sendiri, jang mana djauh lebih sukar untuk diketemukan-nja."
Hakim berbangkit dan menghampiri pigura itu, pembantu-pem-hantunja tjepat-tjepat bangun dan berdiri disampingnja.
"Meskipun tjara samar-samar", Hakim berkata.
"aku sudah men-duga bahwa mesti ada suatu hubungan antara lukisan pemandangan ini dengan perkebunan Gubernur. Itulah sebabnja jang utamanja Aku sendiri merasa perlu untuk mengundjunginja."
Tak ada suatu hubungan antara lukisan dan kebun itu ? Thio Houw bertanja.
"Berdasarkari alasan jang sederhana", djawab Hakim, bahwa kedua benda itu ada satu-satunja jang dia ingin supaja dipertahankan dalarn keadaan semula. Dengan tjerdiknja dia mendjampaikan agar piguranja tidal dirusakkan setelah ,dia meninggal. dan telah memberi pesan jang tegas kepada Yo Kie, bahwa di perkebunan,, tak boleh diadakan perubahan apapun. Semula kulira hahwa pemandangan pegunungan itu adalah se-matjam peta rahasia dan rumah perkebunan jang mengandung petundjuk-petundjuk tentang suatu atau lain tempat jang tersembunji dimana disimpan surat-wasiat jang sedjati. Akan tetapi se-telah aku mengundjungi tempat itu kujakin bahwa dugaanku itu tak benar adanja. Namun aku tak dapat melepaskan teoriku bahwa mesti ada hubungan, tjara bagaimanapun antara lukisan dan perkebunan itu. Sepulangnja dari perkebunan otakku terus ber- putar, dan achirnja, kemaren malam kukira kuberhasil untuk me-nemui hubungan jang kutjari itu. Mari, sekarang kita bersama meneliti lukisan ini !"
Hakim mengadjak pembantunja untuk berdiri lebih dekat pada pigura itu.
"Djikalau kamu mengamat-amati pemandangan pegunungan ini dengan seksama", dia berkata.
"kamu akan melihat bahwa ada bebcrapa hal jang agak luar biasa dalam komposisinja. Tampak sekian banjaknja rumah- rumah jang tersebar diatas gunung, dan ketjuali satu, semua mudah orang kundjungi mclalui suatu djalan pegunungan. Rumah jang satu itu. djustru jang paling besar dan paling rapih dilukiskannja. Letaknja diatas bukit disebelah kanan, ada sungai mengalir melewati rumah itu, akan tetapi tak ada satu djalan pun jang menudju kesana ! Sungguh aneh ! Kupikir, ba-ngunan ini pasti mempunjai arti jang istimewa. Dan sekarang, lihatlah pohon-pohon ini ! Adakah sesuatu jang menarik perhatianmu pada pohon-pohon itu ?"
Mereka lalu mengamat-amati lukisan itu dari dekat, akan tetapi semua menggelengkan kepada. Kemudian Pao Kong mendjelaskan pula .
"Rumah- rumah itu semua dikelilingi oleh pepohonan, jang hanja dilukiskan sekedar sadja. Kita tak dapat mengenali pohon-pohon apa jang digambar itu. Akan tetapi semua pohon tjemara dilukiskannja sekali tiap-tiap batangnja tampak djelas sekali dari pada latar belakangnja. Dan sekarang kamu bisa rnelihat bahwa djumlahnja pohon-pohon tjemara itu dilukiskan menurut nomor urutan jang teratur. Dua buah tampak diatas bukit. dimana djalan dimulai, lebih rendah sedikit tampak tiga buah, dimana djalan menjeberangi sungai ter-dapat empat buah, dan achirnja, didekat rumah jang besar diatas bukit, tampak lima potion tjemara. Aku menarik kesimpulan bahwa pohon-pohon tjemara itu ada tanda-tanda jang menundjukkan djalan jang orang harus ikuti untuk mengundjungi suatu tempat tertentu. Kedua pohon tjemara dipuntjak gunung itulah jang merupakan kuntji dari pada rahasia lukisart ini ; djikalau kamu masih ingat sepasang pohon tjemara itulah jang kita telah lihat di-depan pintu masuk ke kebun labirin !"
"Djadi pemandangan pegunungan ini sebenarnja adalah semtjam peta kebun dari labirin dengan petuncljuk- petundjuk djalan jang menudju kesebuah papiljun atau rumah ketjil jang dibangun Gubernur didalamnja!"
Kata Tao Gan. Hakim menggelengkan kepala.
"Bukan demikian halnja", djawab Hakim.
"Aku sependapat bahwa. mengingat Gubernur hampir tiap halaman labirin, mestinja didalamnja ada sebuah papiljun dimana diabisa membatja dan menulis. Kukira papiljun itu jang dilukiskan sebagai gedung besar dan mewah jang tampak disebelah Liman gambar ini. Akan tetapi aku tidak berpendapat bahwa kita bisa mengundjungi papiljun itu melalui djalan didalam labirin. Djangan kita melupakan, bahwa Gubernur telah merentjanakan untuk membangun sebuah tempat kediaman jang rahasia. maka amat mustahil tempat itu dapat ditjapai melalui djalan jang lazirn. Djadi menurut pendapatku, disuatu tempat mesti ada djalan rahasia jang lebih pendek untuk datang dipapiljun itu. Djikalau aku memperhatikan gambar ini, aku mempunjai sangkaan keras bahwa djalan rahasia itu mesti ditjari dimana terdapat empat pohon tje-mara. Djembatan itu mungkin ada suatu pentundjuk bahwa disitu terdapat suatu tempat penting, dari mana orang meninggalkan djalan labirin dan dengan suatu atau lain tjara dengan memotong djalan bisa sampai ke papiljun jang tersembunji."
"Sungguh tempat sembunji jang sempurna sekali !"
Tao Gan berseru.
"Seorang jang tak tahu akan adanja djalan rahasia dia bisa berputar-putar di dalam labirin ini seminggu lamanja tanpa bisa sampai dipapiljun itu. Akan tetapi Gubernur dan lain orang jang mengetahuinja bisa tiba dipapiljun itu dalam beberapa menit sadja!"
"Benar- !"
Djawab Hakim.
"Sudah pasti Gubernur tak mau ada djalan melalui djalan labirin jang berliku-liku ""
Dia ingin mengundiungi papiljun. Djustru pertimbangan ,inilah jang memberi pikiran kepadaku, bahwa semestinja ada suatu djalan rahasia jang lebih pendek. Tapi, marilah sekarang kita mengikuti djalan jang dilukiskan dalam gambar ini !"
Hakim menundjuk dengan telundjuknja pada sebuah rumah dengan sebatang pohon tjemara disebelah kiri dan kanan.
"Disini, dia berkata "adalah pintu-masuk ke dalam labirin. Kita jalan dari tangga dan mengikuti djalan jang menudju ke bawah. Sampai pada tempat dimana terdapat tiga pohon tjemara. kita membiluk kekiri, dan terus berdjalan sehingga kita tiba ditepi sungai. Disini kita meninggalkan djalan labirin. Djalan-masuk kedjalan-pendek ditandai oleh empat pohon tjemara, kukira bahwa labirin jang sebenarnja kita akan ketemukan djalan-masuk ini diantara pohon jang kedua dan jang ketiga, tepat ditengah- tengahnja. seperti mengalirnja sungai di lukisan ini. Dengan suatu atau lain tjara, sambil mengikuti djalan-rahasia ini kita akan temukan djuga lima pohon tjemara itu, terbagi atas dua kelompok dari dua dan tiga batang. Papiljun Gubernur mesti letaknja kira-kira disekitar tempat ini."
Sambil dia berbitjara Pao Kong menundjuk kepada rumah besar jang dilukiskan di sebelah kanan. Lain dia berduduk kembali di-belakang, medja-tulisnja, dan berkata .
"Djikalau aku tak terlalu keliru, papiljun itu akan kutemukan sebuah peti besi jang berisikan dokumen-dokumen Gubernur jang penting. termasuk surat-wasiatnja !"
".la". Thio Liong berkata.
"bagiku si-otak puntul, segala-sesuatu masih merupakan teka-teki, akan tetapi aku bersedia untuk bersama mendjadjal kebenarannja. Dan djangan lupa, kita masih ada perkara jang ketiga . perihal gadis jang hilang !"
Muka Hakim mendjadi murarn.
Dia mengirup teh-nja, lalu berkata .
itu perkara jang paling mendjengkelkan ! Tak ada kemudjuan sedikitpun di dapat dalam penjelidikan tentang gadis itu.
Aku lebih menjajanginja, oleh karena aku amat bersimpati dengan ajahnja.
Kopral Ong.
Dia termasuk golongan rakjat kita jang djudjur dan radjin, suatu golongan, terhadap mana bangsa kita boleh merasa bangga"
Dengan letih, Hakim mengusap-usap dahinja. Kemudian dia melandjutkan ;
"Sebentar, sesudah makan malam kita akan bersama mentjari akal untuk menemukan gadis itu. Setelah perkara-perkara lainnja selesai, kita dapat memusatkan pikiran dan tenaga kita untuk memetjahkan teka-teki jang terachir ini. Sekarang sebaiknja kita pergi kerumah perkebunan Gubernur dan menjelidiki apakah teoriku tentang djalan pendek jang rahasia itu benar adanja. Djikalau kita berhasil menemukan testamen Gubernur, bagian Yo Shan dari harta peninggalan ajahnja tidak akan disita oleh negara dan akan diserahkan kepada jang berhak. Thio Houw"
Engkau hendaknja mempersiapkan segala sesuatu untuk pertahanan kota andaikan bangsa liar menjerbu pada malam ini. Akan tetapi Sersan Hong, Thio Liong dan Tao Gan hendak-nja menjertai aku kerumah perkebunan !"
BAB XXIII PAO KONG MEMIMPIN ORANG2NJA SAMPAI DITENGAH2 LABIRIN PENEMUAN JANG MENGERIKAN TERDJADI DI PAPILJUN JANG TERSEMBUNJI Sedjam kemudian di sekitar gedung perkebunan Gubernur, orang tampak amat sibuknja.
Pegawai- pegawai polisi pengadilan terlihat dimana-mana.
Beberapa diantaranja sedang membersihkan djalan-djalan ketjil dikebun, jang lainnja sedang membuat daftar dari alat-alat rumah-tangga jang tua didalam gedung, ada pula jang melakukan pemeriksaan di bagian belakang dari kebun bunga.
Hakim Pao berdiri di halaman jang berubin didepan pintu batu untuk memasuki kebun labirin.
Dia sibuk memberi petundjuk-petundjuk terachir kepada Thio Liong, Sersan Hong dan Tao Gan.
Dua puluh orang polisi berdiri disekitarnja.
"Aku tak tahu", kata hakim.
"berapa pandjangnja labirin ini. Mungkin agak pendek, akan tetapi kita tak dapat memastikannja. Agar supaja kita selalu dapat menemukan kembali djalan keluar, maka selagi rombongan induk berdjalan terus, hap dua puluh tin-dak seorang polisi harus ditinggalkan dan berdiam ditempat itu supaja teriakannja dapat didengar oleh seorang jang berada dua puluh tindak didepan atau dibelakangnja. Aku tak ingin kesasar dalam labirin ini !"
Sambil berpaling kepada Thio Liong.
dia menambahkan .
Hen-daknja engkau berdjalan dimuka dengan membawa tombakmu.
Aku tak pertjaja dongengan bahwa disini terdapat perangkap-perangkap rahasia, akan tetapi tempat ini sudah bertahun-tahun tak dirawat, maka mungkin banjak binatang-binatang jang berbisa menjarang disana-sini.
Sebaiknja, semua orang harus dan waspada Kemudian, dengan melalui pintu gerbang batu, mereka masuk kedalam labirin.
Djalannja sempit sekali, akan tetapi dua orang dengan mudah sekali dapat berdjalan berdampingan.
Dikiri-kanan, pohon2 jang ditanam rapat sekali dan batu-batu besar merupakan temhok jang tak dapat ditembusi.
Pohon-pohon terdiri dari segala djenis, akan tetapi tak tampak pohon tjemara sebuahpun.
Diatas kepala, tjabang-tjabangnja sating bertemu bersambung satu pada lain oteh matjam-matjam tanaman merambat jang tebal.
Kadang-kadang, tjabang-tjabang itu tergantung demikian rendahnja sehingga Pao Kong clan Thio Liong harus membungkuk untuk melalui djalan dibawahnja.
Batang-batangnja penuh dengan tjendawan jang hesar-bestir.
Salah-satu, jang dipukul Thio Liong dengan tombaknja, mengeluarkan abu putih jang busuk sekali baunja.
"Berhati-hatilah, Thio Liong Hakim memperingati.
"tanaman-tanaman itu mungkin mengandung ratjun. Pada tikungan pertama Pao Kong berhenti. Sambil tersenjum dia menundjuk pada tiga potion tjemara jang sudah tua jang tumbuh berdekatan ditikungan itu. Itu adalah tanda pertama jang kutjari !"
Dia berkata.
"Away, Tay-djin !"
Thio Liong berteriak.
Pao Kong tjepat-tjepat lompat kesarnping.
Seekor laba-laba sebesar tangan orang djatuh ketanah dengan suara mendebuk.
Tubuhnja berbulu dengan titik-titik kuning, matanja memantjarkan sinar hidjau jang djahat.
Thio Liong menumpas laba-laba itu dengan gagang tombaknja.
Hakim menutupi lebih kentjang leher badjunja.
"Aku tak suka hinatang demikian djatuh ke leherku", dia berkata, sambil berdjalan terus. Beberapa saat kemudian, djalan itu dengan tadjam menikung kekanan.
"Berhenti !"
Pao Kong berteriak kepada Thio Liong. tanda jang kedua !"
Dipinggir djalan tampak empat pohon tjemara jang berdiri se-adjar. kata Pao Kong.
"kita harus meninggalkan djalan dan memasuki djalan rahasia. Periksalah sela diantara pohon tjemara kedua dan ketiga!"
Dengan tombaknja Thio Liong menusuk-nusuk diantara tananam ar dibawah pohon2 itu.
Tiba-tiba dia melompat dan mendorong Hakim kebelakang dengan kasarnja.
Seekor ular berbisa jang pandjangnja kira-kira dua kaki merajap diatas daun-daun busuk dan menghilang dengan ketjepatan jang mengherankan ke-dalam sebuah lubang dibawah pohon.
-Itulah sebabnja mengapa aku menjuruh kalian semua memakai kaos kaki jang tebal", Hakim berkata.
"Lihat haik-baik !"
Thin Liong berdjongkok. Dia mengawasi dengan seksama di-bawah tjabang- tjabang pohon. Setelah dia berdiri, dia berkata .
Darah Ksatria Harkat Pendekar -- Khu Lung Pendekar Kembar Karya Gan KL Lentera Maut -- Khu Lung