Pao Kong 6
Pao Kong Karya Yang Lu Bagian 6
Pao Kong Karya dari Yang Lu
"Ja, disini kukira ada djalan ketjil. Akan tetapi djalan itu dernikian sempitnja sehingga satu orang pun sukar untuk melewati-nja. Aku akan berdjalan dimuka dan menebang tjabang-tjabang jang menutupinja!"
Dia menghilang diantara dedaunan jang tebal, di- ikut oleh Pao Kong dengan Sersan Hong dan Tao Gan berdjalan clibelakangnja. Orang-orang polisi memandang Kopral Ong dengan ragu-ragu. Sambil menghunus pedangnja, dia berseru kepada orang- orang-nja .
"Djangan ragu-raga. Djikalau ada binatang buas, kita tjukup kuat untuk mengusirnja!"
Pintasan djalan itu ternjata hanja beberapa depa pandjangnja.
Setelah dengan susah-pajah melalui pintasan itu, jang penuh dengan semak-semak berduri, mereka keluar kembali didjalan biasa.
Djalan itu merupakan tikungan jang agak tadjam.
Pao Kong mengamat- amati keadaan disekitarnja dan achirnja menemukan djalan jang pendek dan agak sempit.
Dipinggir sebelah kiri tampak dua pohon tjemara.
sedangkan diseberangnja tampak pula tiga pohon lagi.
"Disinilah letaknja djalan rahasia jang menudju kepapiljun ter-sembunji", Pao Kong berseru dengan hati berdebar-debar, sambil menundjuk kepada dua kelompok pohon-pohon tjemara itu.
"Pohon-pohon itulah jang dilukiskan di pigura Gubernur. Maka pa-piljun jang tersembunji itu letaknja mesti dekat sekali dari sini. Kukira, mesti ada djalan rahasia diantara dua pohon tjemara jang ada disebelah kiri !"
Thio Liong, dengan tak sabar melompat ketengah-tengah semak diantara kedua pohon itu, akan tetapi dengan serentak orang dengar dia mengutuk sekeras-kerasnja. Dia keluar kembali, kedua kakinja penuh dengan Lumpur.
"Tak ada apa-apa disana melainkan sebuah kolam jang ia berkata dengan marah-marah. Pao Kong mengerutkan dahinja.
"Djikalau demikian, mesti ada djalan disekitar kolam itu", djawabnja dengan tak sabar.
"Hingga kini segala sesuatu tjotjok benar dengan apa jang dilukiskan Gubernur !" . Kopral Ong memberi tanda kepada orang-orang polisi. Dengan pedangnja mcreka membersihkan tempat itu dari pada semak dan belukar disekitarnja. Segera tampak tepi kolam itu jang airnja hitam. Gelembung-gelembung udara masih keluar dari tempat di-mana Thio Liong telah ketjemplung. Bau busuk mengotorkan hawa-udara disekitarnja. Hakim berdjongkok dan mengawasi dengan teliti tjabang-tjabang jang bergantungan diatas kolam. Tiba-tiba dia mundur beberapa tindak. Suatu kepala binatang jang berbentuk aneh timbul perlahan-lahan dari permukaan air. Matanja jang bersemu kuning meman-dung mereka_tanpa berkedip. Thio Liong sambil menahan napas mengangkat tombaknja. Akan tetapi Hakim segera memegang tangannja. Perlahan-lahan se-ekor biawak raksasa merajap keluar dari kolam. Tubuhnja jang penuh lumpur lebih dari lima kaki pandjang-nja. Begitu berada ditepi kolam, dia menghilang diantara tetumbuhan, Semua orang merasa amat terkedjut.
"Aku lebih suka berhadapan dengan enam orang Uigur dari pada dengan binatang itu,"
Kata Thio Liong.
Akan tetapi P'ao Kong sendiri tampaknja senang sekali.
Kata dia "Binatang itu adalah sedjenis binatang jang tertua didalam dunia.
Aku sering-sering membatjanja dibuku-buku kuno, akan tetapi kini adalah untuk, pertama kali aku melihat seekor !"
Kemudian dia memperhatikan dengan seksamna apa jang terdapat ditepi kolam.
Hasilnja amat mengetjewakan karena tak ada suatu apa melainkan tetumbuhan air jang ditutupi Lumpur.
Lalu Hakim mcnjelidiki pula air kolam jang hitam.
Tiba-tiba dia berkata kepada Thio Liong.
"Lihatkah engkau sebuah batu dibawah permukaan air itu ? Rupanja itu adalah batu pertama dari sedjadjar batu-batu lontjatan untuk mcnjeberangi kolam ini. Marilah, kita berdjalan terus !"
Thio Liong mengangkat tjelananja setinggi-tingginja, tjontoh mana dituruti oleh ternan-temannja jang lain. Dia mengindjak batu dibawah air itu, sambil menjelidiki tempat disekitarnja dengan udjung tombaknja.
"Disini ada batu jang kedua", dia berscru.
"tepat didepan, di-sebelah kiri !"
Dia menjampingkan tjabang-tjabang jang rendah dan madju se-tindak.
Kemudian dia berhenti setjara tiba-tiba, sehingga Pao Kong jang persis berdjalan dibelakangnja hampir bertabrakan dengan dia, dan akan djatuh kedalam air djikalau Thio Liong tidak segera memegangnja.
Thio Liong dengan diam- diam menundjuk kepada sebuah tja-bang pohon jang patah, dan berbisik-bisik ditelinga Hakim .
"Tja-bang itu dipatahkan oleh tangan manusia, dan jang penting jalah, bahwa dipatahkannja belum berapa lama. Lihatlah, bekas-bekas patahannja belurn kering benar. Pasti ada seorang jahat disini, selambat-lambatnja kemarin. Rupanja dia terpeleset diatas batu ini, dan sambil mentjoba untuk berdiri tegak. dia menjambret tjabang pohon ini!"
Hakim memandang tjabang pohon itu dan mengangguk.
"Mungkin dia masih ada didekat tempat ini, sebaiknja kita siap-sedia untuk menghadapi segala kemungkinan". Dia berkata de- ngan suara rendah. Sersan Hong, jang berdjalan di belakang Hakim, meneruskan perintah ini kepada Tao Gan dan Kopral Ong.
"Setidak-tidaknja aku lebih siap herhadapan dengan manusia dari pada dengan binatang jang berlumpur seperti tadi itu "
Thio Liong menggerutu.
Sambil memutar-mutarkan tombaknja din berdjalan dimuka.
Ternjata kolam itu tak begitu lebar, akan tetapi oleh karena mereka hanja bisa madju setindak-demi-setindak, penjeberangan kolam itu meminta agak banjak waktu.
Taman di seberang kolam itu tampak agak luas djuga.
Di-sekitarnja terdapat pohon-pohon dan batu-batu karang jang besar.
Ditengah-tengah terdapat sebuah papiljun jang bundar bentuknja, dibawah pohon aras jang tinggi.
Djendelanja tertutup, akan tetapi pintunja terbuka sedikit.
Pao Kong menunggu sehingga semua pengikutnja melintasi kolam, lalu dia berteriak .
"Kurung papiljun ini !"
Selagi dia memberi perintah, dia lompat kedepan dan menendang pintu hingga terbuka.
Dan ekor kalong besar terbang keluar dengan sajap berkirap- kirap.
Selagi Hakim menjelidiki seluruh papiljun, orang-orang polisi berpentjar sebagai kipas dan memeriksa semak-semak dengan teliti.
Pao Kong menggelengkan kepalanja.
"Tidak ada seorangpun disini". dia berkata.
"biar Kopral Ong dan orang- orangnja mengadakan penjelidikan ditempat ini dengan seksama!"
Kemudian din masuk pula kedalam papiljun diiring oleh Thin Liong dan para perwira lainnja.
Thio Liong membuka djendela-djendela, ,, Dibawah tjahaja kehidjau-kehidjauan jang agak suram Pao Kong mendapatkan papiljun itu kosong, melainkan sebuah medja batu jang tampak ditengah-tengah dan sebuah bangku marmer di depan dinding belakang.
Segala-sesuatu ditutupi oleh lapisan debu dan lapuk jang tebal.
Diatas mcdja tampak sebuah kotak jang kira-kira satu kaki persegi besarnja.
Hakim memeriksanja dengan seksama.
Dia mem-bersihkan kotoran dengan udjung lengan badjunja.
Kotak itu dibuat dari batu puatam hidjau"
Di-ukir dengan naga dan awan dengan amat indahnja.
Tutupnja dibuka Hakim dengan amat hati-hati.
Dia mendjumput dari dalam kotak itu segulung kertas, terbungkus dalam sutera jang sudah luntur.
Sewaktu dia memperlihatkan penemuannja itu kepada pembantu-pembantunja, dia berkata dengan suara jang sungguh-sungguh .
"ini adalah surat-wasiat Gubernur jang sedjati !"
Perlahan-lahan dia membuka gulungan itu dan membatja dengan suara keras .
"Ini adalah keinginan terachir dan surat-wasiat dari Yo Su- tjian, Anggota dari akademi Keradjaan, bekas Gubernur dari Tiga Propinsi Timur..Tuan dan Rekan jang terhormat, padamu jang telah memetjahkan teka-teki dari lukisanku dan telah menembus hingga ditengah-tengah kebun labirin ini, dengan ini aku memberi hormat Orang menjebar bibit di musim semi dan mengumpulkan panen , dimusim rontok. Djikalau seorang sudah berusia landjut dan hanja menunggu adjalnja, sepatutnja dia harus berpaling kebelakang dan mempertimbangkan perbuatan-perbuatannja, seperti per-buatan-perbuatannja itu akan dipcrtimbangkan di Achirat. Aku mengira. bahwa aku telah memperoleh hasil-hasil baik dalam penghidupanku. Akan tetapi tiba-tiba aku menginsjafi hahwa penghidupanku itu ada suatu kegagalan jang menjedihkan. Aku telah berusaha keras untuk memperbaiki Kerajaan akan tetapi aku gagal untuk memperbaiki anakku, Yo Kie, darah- dagingku sendiri. Yo Kie adalah orang jang berwatak djahat dan jang tak dapat mengendalikan hawa-nafsunja. Oleh karena aku mempunjai firasat hahwa sesudah aku meninggal dunia"
Pasti dia akan mendatangkan keruntuhannja sendiri.
aku telah menikah lagi agar-supaja dapat menunaikan kewadjibanku terhadap leluhur dan untuk mendjamin supaja keluarga Yo tak akan musnah, andaikan Yo Kie mati didalam pendjara atau dihukum maut.
Tuhan telah memberkati pernikahan ini dengan puteraku jang kedua, Yo Shan, pada siapa aku menaruh harapan hesar.
Adalah kewadjibanku untuk mengambil tindakan- tindakan demikian r-pa, sehingga Yo Shan akan tetap hidup bahagia sesudah aku meninggal.
Apabila aku membagi harta-bendaku sama-rata diantara Yo Kie dan Yo Shan, aku akan membahajakan djiwa putraku jang kedua itu.
Maka djikalau sebentar bagiku sudah tiba waktunja untuk meninggalkan dunia jang fana ini, dirandjang kematian aku akan berbuat seakan-akan segala harta-peninggalanku kuwariskan kepada Yo Kie.
Akan tetapi disini aku tulis maksudku jang sebe- narnja hitam atas putih dan diperkuat oleh tjap dan tanda-tangan-ku dan aku menjatakan sebagai keinginan bahwa, apabila Yo Kie memperbaiki dirinja, dia dan Yo Shan masing-masing akan menerima sepuruh dari harta-bendaku ; apabila Yo Kie tidak mau merubah tabiatnja dan berbuat suatu kedjahatan, seluruh harta bendaku kuwariskan kepada Yo Shan.
Aku akan menjembunjikan sebuah testamen tertulis didalam pigura dernikian rupa sehingga tak sukar bagi Yo Kie untuk me- nemukannja.
Djikalau dia dengan sedjudjurnja melaksanakan ke-inginanku jang terachir ini, segala sesuatu akan berdjalan baik, jang mana kuanggap sebagai suatu bukti bahwa Tuhan mempunjai belas-kasihan kepada keluargaku.
Djikalau dia, saking djahatnja, memusnahkan surat wasiat itu, dan akan menggantikan dengan surat- wasiat palsu, kemudian dia akan rnembiarkan pigura itu ditangan istriku jang muda dan setia, sampai pada saat engkau, rekanku jang bidjaksana, dapat membatja artinja jang tersembunji dan menemukan surat-wasiat jang sedjati ini.
Aku memohon kepada Tuhan Jung Maha Kuasa, mudah-mu-dahan pada waktu engkau membatja testamen ini.
tangan Yo Kie tak dinodai darah.
Akan tetapi djikalau sementara itu dia sudah membuat suatu kedjahatan jang dahsjat, aku pertanggung djawab-kan kepadamu, agar supaja permohonanku, seperti tertulis dalam dokumen ini, diteruskan kepada Pembesar jang Berwadjib.
Semoga Tuhan.
memberkati engkau, rekanku jang bidjaksana, dlan hendaklah mempunjai belas- kasihan atas keluargaku ! Tertanda-tangan dan ditjap oleh .
Yo Su-tjian.
"
"Isi surat wasiat ini membenarkan apa jang telah kita ketemukan hingga hal-hal jang ketjil- ketjil", Sersan Hong berseru. Hakim mengangguk teguh, oleh karena sementara itu perhatiannja tertarik oleh sehelai kertas tebal jang digulung bersama dengan surat wasiat itu. Kemudian isinja dia batja dengan suara njaring "Yo Su-tjian, jang belum pernah barang sekalipun mernohon suatu apa untuk kepentingannja sendiri, sekarang. setelah dia meninggal-dunia, dengan rendah-hati mohon belas-kasihan dalam batas-batas jang diperkenankan oleht undang-undang untuk putra- sulungnja, Yo Kie, jang telah mendjadi seorang pendjahat sebagai akibat bimbingan jang tak bidjaksana dari ajahnja jang tua. jang senantiasa menjintai dia walaupun kekurangan- kekurangannja. Suasana suntji-senjap meliputi seluruh papiljun jang setengah gelap. Hanja dari sebelah luar terdengar teriakan-teriakan dari orang-orang polisi. Hakim perlahan-lahan menggulung pula surat wasiat itu. Dengan suara jang terharu dia berkata Bekas Gubernur Yo sesungguhnja adalah seorang jang arif dan bidjaksana!"
Tao Gan mentjoba untuk menguasai perasaarnnja, sambil menggores-gores medja dengan kukunja. Tiba-tiba dia berseru .
"Rupanja dimedja ini diukir suatu lukisan !"
Dia mengeluarkan pisaunja ialu mengerik kotoran- kotoran dan debu jang menutupi lukisan itu.
Sersan Hong dan Thin Liong I pun membantu membersihkan lukisan itu jang ternjata meliputi seluruh medja.
Sedikit-demi-sedikit terlihatlah sebuah lukisan jang bentuk lingkaran.
Pao Kong madju kedepan untuk memeriksanja.
"Ini", dia berkata.
"adalah peta dari kebun labirin ini. Lihatlah. djikalau dipandang dari atas, djalan- djalan ketjil dari labirin ini merupakan empat hurup kuno jang berarti "Papiljun dari jalan nan kosong'. Tulisan jang sama dengan apa jang kita lihat dilukisan pemandangan pegunungan jang telah dibuat bekas Gubernur ! Kiranja itulah kuntji dari pada fikiran-fikiran jang mempengaruhi Gubernur setelah dia berhenti sebagai pegawai-negeri I Papiljun nan kosong!"
"Pintasan djalan pun beri tanda disini,"
Tao Gan herkata de ngan bernafsu.
"Djuga tempat dimana terdapat pohon-pohon tjemara diberi, tjiri dengan titik-titik jang djelas !"
Pao Kong mengamat-amati pula peta itu. Dia mengikuti lukisan dari djalan-djalan ketjil itu dengan telundjuknja. -Sesungguhnja, labirin ini dibuat setjara tjerdik sekali !"
Hakim berseru dengan rasa kagum.
"Lihatlah ! Djikalau seorang masuk pintu-masuk jang resmi, dan tiap kali menemui djalan jang membiluk kekanan dia akan tiba lagi dipintu-keluar, seakan berdjalan melalui seluruh labirin. Dan sebaliknja, djikalau orang masuk kedalam dan mengambil djalan dari dan dia selalu membiluk ke kiri. diapun achirnja akan tiba kembali ditempat, dari mana dia bertolak. Maka, ketjuali dji-kalau orang tahu bagaimana untuk memotong djalan. dia tak akan dapat ketemukan papiljun jang tersembunji itu. Sebab dari pintu manapun dia masuk, kearah manapun dia membiluk, achir-achirnja dia berputar-putar ditempat itu-itu djuga, atau sebagus-nja, dia nampak dirinja sudah berada diluar labirin !"
"Kita harus minta idjin dari Njonja Yo, untuk membersihkan Iabirin ini, Taydjin", kata Sersan Hong.
"kemudian tempat ini bisa didjadikan tempat bertamasja jang baguss sekali, seperti Pagoda di Telaga Teratai."
Pada saat itu Kopral Gan, masuk kedalam.
"Siapakah jang menguntijungi tempat ini sebelum kedatangan kita, Tav-djin, dia berkata.
"Kami sudah menjelidiki disemua tempat, akan tetapi karni tak dapat menemukan bekas-bekasnja se- dikit djuah."
"Suruh orang-orangmu periksa lagi dipohon-pohon jang besar dan terutama diantara tjabang-tjabaugnja jang lebat. Mungkin orang jang tak dikenal itu bersembunji disitu. Setelah Kopral Ong berdjalan keluar, Pao Kong memandang kepada Tao Gan, jang sambil berdjungkuk diatas bangku. sedang sibuk memeriksa lapisan debu, dan kotoran tebal jang menutupi tempat duduk itu. Sambil menggelengkan kepala. Tao Gan berkata "Djikalau aku tak tahu benar, Tay-djin, kukira bahwa tanda-tanda hitam ini mirip sekali dengan bekas-bekas darah."
Hakim merasa djantungnja tertjekat.
Dia tjepat- tjepat madju kedepan dan menggosok telundjuknja pada noda jang ditundjukkan Tao Gan.
Dia berdjalan kedjendela dan mengamat-amati telundjuknja itu dibawah sinar matahari.
Dia rnelihat noda itu berwarna merah tua.
Sambil menengok kebelakang dia perintah Thio Liong dengan pendek "Lihatlah dibawah bangku marmer !"
Thio Liong menusuk-nusuk dengan tombaknja dikolong bangku jang gelap. Se-ekor katak besar melompat keluar. Sambil ber-djongkok dia mengawasi di bawah bangku.."Tak ada apa-apa melainkan sarang laba-laba dan kotoran !"
Melaporkan. Sementara di bawah bangku. Dia kepada teriak dengan wadjah jang putjat.."Ada tubuh Manusia dibelakang bangku itu!"
Dia berkata dengan suara tergetar.
Thio Liong lompat keatas bangku.
Bersama Tao Gan dia mengangkat tubuh seorang gadis jang telandjang-bulat jang penuh dengan bekas darah kering dan Lumpur, dan jang kepalanja telah dikutungkan.
Mereka meletakkan penemuannja jang menakutkan itu diatas bangku.
Thio Liong menutupi tubuh polos itu dengan badju luar-nja.
Lalu dia mundur setindak, matanja melotot saking ngerinja.
Sambil membungkukkan badan, Pao Kong memeriksa majat si gadis itu, jang pada masa hidupnja mestinja adalah seorang perempuan jang tjantik sekali.
Dia melihat luka- luka besar di-sebabkan oleh tusukan pisau dibawah buah-dadanja disebelah kiri dan beberapa bekas luka jang rupanja sukar disembuhkan, dibagian lengannja.
Perlahan-lahan dia membalikkan djernazah itu.
Dibagian pundak dan pantatnja tampak bekas- bekas rangketan.
Dia bitjara dengan suara jang tegang ini baru dibunuh Setelah dia berdiri pula, matanja menjala-njala saking marahnja.
kemaren Tubuhnja sudah agak kaku akan tetapi belum mendjadi busuk."
"Bagaimana dia ada disini ?"
Thio Liong bertanja dengan terperandjat.
"Mestinja dia sudah telandjang-bulat pada waktu dia melalui djalan-djalan ketjil didalam labirin ini ! Lihatlah duri-duri telah menggores pahanja, dan kakinja penuh dengan lumpur dari kolam. Kiranja gadis inilah jang telah djatuh terpeleset disalah-satu batu-lontjatan dan jang dalam usaha untuk menegakkan diri telah mematahkan tjabang pohon itu!"
Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hal jang terpenting jalah siapa jang membawa dia kesini !"
Kata Hakim dengan pendek.
"Panggil Kopral Ong !"
Setelah Kopral masuk. dia memerintahkan.
"Bungkuslah majat ini dengan badjumu, Kopral. Suruh beberapa orang polisi mem-buat tandu darurat dengan tjabang-tjabang pohon !"
Kopral Ong membuka badju luarnja dan membungkukkan badan diatas bangku. Tiba-tiba dia melepaskan djeritan jang serak. Dengan bidji mata jang melotot-lotot dia mengawasi majat jang tak berkepala itu.
"Dia adalah Pek Lan !"
Kopral berkata dengan suara tertahan-tahan. Semua orang berteriak dengan serentak. Pao Kong mengangkat tangannja.
"Apakah engkau tahu benar Kopral ?"
Dia bertanja dengan sabar.
"ada suatu hari, ketika dia masih berusia tudjuh tahun", Kopral herkata sambil tersedu- sedan,' "Dia djatuh karena kesandung sebuah ketel jang terisi air masak bergolak-golak, lihatlah bekas- bekasnja masih ada pada lengannja jang kiri. Apakah kamu mengira aku tak kenali bekas-bekas kebakar itu ?"
Dia menundjukkan pada sebuah tanda-putih jang merusak ke-tjantikan dari pada lengan kiri putrinja jang berbentuk bagus sekali.
Lalu dia memeluk majat putrinja sambil menangis tersedu-sedan, seakan-akan hatinja hantjur.
Pao Kong menakupkan tangannja didalam lengan-badjunja jang Sambil mengerutkan alisnja, dia bealiam termenung beberapa saat.
Tiba-tiha dia bertanja kepada Sersan Hong "Sersan.
apakah engkau sudah ketemukan tempat-tinggal Njonja Lee ?"
Sersan Hong menundjuk kepada Kopral Ong jang masih ber-djongkok dihadapan majat putrinja. Hakim menaruh tangannja diatas pundak pembantunja itu, dan rnenanja dengan suara tegang "Dimana rumah Njonja Lee ?"
Tanpa menengok, Kopral Ong mendjawab .
"Tadi pagi aku suruh Hek Lan untuk menjelidikinja."
Hakim memandang kesekitarnja setjepat kilat.
Dia menarik Thio Liong sedekat-dekatnja dan membisikkan sesuatu ditelinga-nja.
Thio Liong berlari-lari keluar dari papiljun tanpa mengatakan suatu apa.
BAB XXIV HEK LAN NIENIGUNDJUNGI SEORANG SENIWATI JANG TERMASHUR; SEORANG PENDJAHAT TER- TANGKAP DISUATU TEMPAT JANG TAK DISANGKA- SANGK A.
Pada hari itu djuga, pagi-pagi sekali, Hek Lan sudah meninggalkan kantor pengadilan untuk mentjari Lee Hu-djin, sesuai dengan perintah ajahnja.
Dia berdjalan dengan tjepatnja sepandjang djalan raja jang menudju kepintu-kota sebelah timur.
Sudah beberapa hari pikirannja amat ruwet karena memikirkan nasib kakaknja dan dia mengharap perdjalanannja ini akan mcmbantu mendjernihkan pikirannja.
Sambil lalu, untuk setengah djam lamanja dia memperhatikan warung-warung ketjil dipirtgir djalan jang dia lewati, kemudian dia menudju kepusat perniagaan jang letaknja dekat pintu kola sebelah timur.
Ajahnja telah mengatakan bahwa Lee Hu-djin adalah seorang pelukis, maka Hek Lan masuk disebuah toko kertas dan alat-alat mclukis jang pertama dia lihat.
Pemilik toko kenal baik Lee Hu- djin.
Dia mengatakan bahwa bertahun-tahun pelukis tersebut adalah salah-seorang langganannja jang rutin.
Dia masih hidup dan usianja ditaksir kira-kira limapuluh tahun.
Pemilik toko itu menambahkan bahwa Hek Lan tak usah menjusahkan diri untuk pergi kerumah Lee Hu-djin, oleh karena sedjak sebulan jang lalu dia sudah tak menerima lagi murid-murid baru.
Hek Lan djawah bahwa dia hanja ingin berkundjung pada Lee Hu-djin untuk mcndjumpai seorang pamili jang djauh.
Pemilik toko menerangkan dimana letaknja rumah .seniwati itu, tidak djauh dari tokonja.
Hek Lan memikirkan untuk pulang kembali kekantor pengadilan dan memberi laporan kepada ajahnja.
Akan tetapi tjuatja terang-benderang, dia merasa segan untuk, pulang tjepat-tjepat.
Dia memutuskan untuk pergi kealamat jang ditundjukkannja dan melihat-lihat dirumah Lee Hu- djin.
Rumah itu letaknja disehuah kampung jang didiami oleh kaum pertengahan.
Semua rumah- rumah jang tampak disitu terawat balk dengan pintu-depannja ditjat dengan lak hitam dan ukir- ukiran jang amat indahnja.
Pada daun pintu salah- sebuah rumah itu jang besarnja sedan.
`terukir dengan huruf indah name "LEE".
Hek Lan menghampirinja dun setelah mengetuk-ngetuknja se-kian lama, pintu itu dibuka.
Seorang wanita setengah tua jang berpakaian sederhana clan menjangga dirinja dengan sebuah tong-kat jang bagian atasnja dilapis perak.
Dia memandang Hek Lan dari atas kebawah, lalu menanja dengan suara jang keras .
.Me-ngapa kau mengetuk pintu rumahku, perempuan muda ?".
Dari pakaiannja dan gerak-geriknja Hek Lan mengetahui bahwa wanita itu pasti adalah Lee Hu-djin sendiri.
Dia memberi hormat dan berkata dengan penuh hidmat .
"Namaku Hek Lan dan aku adalah putri dari Ong Liang, si-pandai besi. Sudah sekian lama aku mentjari guru jang sudi memberi bimbingan kepadaku untuk mendjadi pelukis, dan seorang pemilik toko kertas telah menundjukkan aku kemari. Aku telah memhe-ranikan diri untuk datang kemari dan menghaturkan rasa hormat-ku sebesar- besarnja kepadamu, njonja, walaupun aku diberitahukan bahwa Njonja kini tak lagi menerima murid baru. Si-wanita tua itu mengamat-amati Hek Lan dengan penuh per-hatian. Tiba-tiba dia tersenjum dan berkata .
"Benar sekali aku tak terima lagi murid-murid baru. Akan tetapi, setelah engkau memusingkan diri untuk mengundjungi aku disini, silahkan masuk dan minum setjangkir teh !"
Hek Lan membungkukkan badannja.
Dia mengikuti Njo- nja Lee jang berdjalan agak pintjang melewati taman bunga ketjil, tapi terawat baik menudju ke sebuah kamar di halaman dalam.
Sedangkan Njonja rumah mengambil air masak, Hek Lan me- lihat-lihat disekitarnja sambil mengagumi tempat jang indah itu.
Kamarnja tidak besar tapi amat bersih tampaknja, dan lengkapi dengan perahot rumah-tangga jang bagus sekali.
Bangku dimana Hek Lan dipersilahkan duduk terbikin dari kaju mawar jang mahal, ditutupi oleh bantal-bantal sutera jang tersulam.
Didinding diseberangnja tergantung sebuah pigura jang melukiskan burung-burung dan bunga-bunga dengan amat indahnja.
Lee Hu-djin datang kembali dengan membawa sebuah ketel dark kuninean.
Dia menuangkan air panas kedalam teko dark porse- len, lalu berduduk dibangku bersama tetamunja.
Sambil menikmati setjangkir teh jang harum, mereka bertjakap-tjakapan dengan ramah dan sopan-santun tentang hal-hal sehari-hari.
Hek Lan mendapat kesan, bahwa, walaupun Lee Ha-djin djalan-nja agak pintjang.
dimasa mudanja dia adalah seorang wanita jang tjantik sekali.
.Tampaknja dia senang sekali berbitjara dengan gadis ha.
Hek Lan merasa amat bangga bahwa dia diterima demnikian ramahnja oleh seorang seniwati jang termashur seperti Lee Hu-djin.
Namun dirasakannja agak aneh, bahwa dirumah jang demikian mewahnja.
tak terlihat pelajan seorangpun.
Ketika dia mena-njakannja kepada Lee Ha-djin, ia mendapat djawaban .
"Rumahku tak begitu besar, maka tjukup hanja memakai seorang perempuan sebagai pelajan jang mengercljakan pekerdja-an-pekerdjaan kasar. Kini dia menderita suatu penjakit, maka aku pulangkan dia kekampungnja, sampai dia mendjadi sembuh kembali. Karenanja aku tinggal seorang diri, aku tidak merasa perlu untuk mentjari penggantinja."
Hek Lan tjepat-tjepat meminta maaf atas kelantjangannja untuk datang bertemu.
Dia berhangkit dari tempat duduknja untuk minta diri.
Akan tetapi Lee Hu-djin segera menahannja.
Dia memastikan dia senang sekali untuk ditemani Hek Lan dan dengan tjepat me-nuangkan pub setjangkir teh untuk tamunja itu.
Kemudian Lee Hudjin mengadjak Hek Lan keruang-kerdjanja jang letaknja, dihalaman belakang.
Hampir seluruh ruangan itu dipakai untuk menempatkan sebuah medja jang besar sekali dan jang ditjat lak merah.
Di rak-rak sepandjang dinding terdapat tabung- tabung bambu berisikan alat-alat menggambar dari pelbagai djenis dan ukuran, dan gutji-gutji ketjil dengan matjam-ma-tjam Oat.
Sebuah gutji porsclen jang agak besar berisikan gulu-ngan- gulungan kertas dan sutera untuk membuat gambar.
Dari djendela terlihat taman bunga jang rnungil dan jang penuh dengan pohon-pohon kembang jang indah-indah.
Lee Hu-djin mempersilahkan Hek Lan duduk dibangku ketjil disamping medja, lalu mulai mernperlihatkan lukisan-lukisan jang telah dibuatnja.
Selagi Njonja Lee rnembuka guIungan-guIungan pigura itu satu demi satu, sekalipun ,orang seperti Hek Lan, jang pengertiannja tentang seni-Iukis dangkaI sekali, tak bisa tidak mesti mengakui bahwa dia adalah seorang seniwati jang amat pandai.
Karjanja melainkan terdiri atas lukisan-lukisan bunga, buah- buahan dan burung2, akan tetapi segala sesuatu dilukiskannja amat teliti dan halus dengan menggunakan warna-warna setjara mengagum- kan.
Didalam hati Hek Lan merasa main akan sikap Lee Hu-djin jang amat ramah itu.
Dia mcmpertimbangkan apakah tidak se-baiknja dia menjeriterakan terus-terang bahwa kedatangannja itu sebenarnja hanja atas perintah kantor pengadilan.
Kemudian dia pikir bahwa dia sekali- kali tak tahu Hakim ingin rahasiakan tu-gas jang diberikan kepadanja atau tidak.
Maka dia rnemutuskan lebih baik untuk meneruskan peranannja dan pulang kembali ke-kantor Pengadilan, begitu ada kesempatan jang baik.
Ketika Lee Hu-djin gulung kembali piguranja, Hek Lan me-lihat-lihat keluar djendela.
Tanpa suatu maksud jang tertentu, dia mengatakan sesuatu tentang beberapa pohon kembang jang rupa-nja telah diindjak-indjak orang.
"itu adalah perbuatan katjung-katjung jang tak tahu adat dari Kantor pengadilan ketika mereka pada suatu hari melakukan pemeriksaan ditempat ini !"
Djawab Lee-hudjin dengan suara jang mengandung penal rasa kebentjian, schingga Hek Lan mengangkat kepalanja memandang njonja rumah dengan tertjenggang.
Akan tetapi wadjah Lee Hu-djin tetap tenang seperti biasa.
Hek Lan membungkukkan badannja dan mulai mengutjapkan perkataan jang menjatakan rasa terima kasihnja.
Lee Hu-djin bersandar pada pinggiran djendela dan memandang matahari jang mulai tjondong kelangit sebelah timur.
"0, o !"
Ia berseru.
"siapa kira bahwa kini sudah djauh lewat tengah hari ! Dan aku sekarang harus masak nasi. Aku bentji benar pekerdjaan itu ! Engkau tampaknja seperti seorang gadis jang amat pandai. Apakah tidak terlalu tak tahu adat, djikalau aku minta engkau djangan pulang dulu agar dapat menolong aku memasak nasi ?"
Hek Lan merasa sukar untuk menolak permohonan ini tanpa menjinggung perasaan Njonja Lee.
Dalam pada itu dia pikir tak djahatnja djikalau dia bantu membikin barang santapan jang led-zat untuk njonja rumah jang balk hall itu, sekadar untuk memba-las budi.
Maka dia mendjawabnja dengan segera "Aku jang amat bodoh.
ini dalam mengurus rumah-tangga, akan merasa sjukur sekali djikalau Hudijin memperkenankan aku untuk menjalakan api-dapur untukmu Lee Hu-djin tampak gembira sekaii.
Dia mengadjak Hek Lan kedapur melalui halaman belakang.
Si-gadis itu membuka badju-luarnja.
Menggulung tangan-badjunja.
Kemudian dia membikin api Mari heberapa potong arang jang masih menjala.
Njonja Lee duduk disebelah bangku dapur"
Jang 'pendek dan memulai bertjerita pandjang-lebar tentang suami-nja jang meninggal dunia tak lama setelah mereka menikah.
Se- mentara itu Hek Lan memasak beberapa matjam barang santapan dengan memakai bahan-bahan jang ada.
Tak lama kemudian ban jang membangkitkan nafsu makan meliputi dapur jang kctjil itu.
Njonja Lee mengambil mangkok, sumpit clan sepiring asinan, lalu mereka duduk dibangku dapur untuk bersantap.
Hek Lan ternjata mempunjai nafsu makan jang agak besar akan tetapi Lee Hu-djin makan sedikit sekali.
Dia ineletakkan mang-kuknja jang masih separuh.
penuh diatas medja, lalu menaruh ta-ngannja diatas lutut gadis itu.
Sewaktu Hek Lan herdongak dari mangkuk-nasinja, dia melihat hahwa Njonja Lee sedang meman-dung dia jang membikin dia merasa malu, seakan-akan seorang laki2 jang tak dikenal mengawas-awasi dia setjara jang tidak sopan.
Dia mengatakan dalam hatinja bahwa adalah menggelikan sekali untuk merasa malu terhadap sesama wanita.
Akan tetapi, karena suatu atau lain sebab, dia merasa amat tidak enak.
Dia mengalih sedikit kepodjok agar tak duduk terlalu dekat dengan Njonja Lee.
Lee Hu-djin berbangkit dari tempat duduknja dan mengambil segutji arak dan tjangkir ketjil.
_Marilah kita minim setjangkir untuk Bantu menghantjurkan makanan", dia berkata sambil tersenjum.
Hek Lan tak lagi merasa aman.
Seumur-hidupnja dia belum pernah mengitjipi rasanja arak.
Dia pikir tak ada apapun jang melarang seorang wanita minum arak.
Lain dia menghirup setjang-kir.
Benar djuga arak itu enak sekali dan harum baunja.
Namanja "Embun Mawar", demikian Njonja Lee menerangkan.
Harus diminumnja dingin dan djauh lebih keras dari pada arak kuning jang biasa dan jang selalu orang minum panas-panas.
Setelah minum beberapa tjangkir, Hek Lan merasa "amat bahagia".
Njonja Lee membantu dia, memakai pula badju luarnja, kemudian diadjaknja kernbali ke ruang-tetamu.
Dia mempersilahkan Hek Lan, duduk didampingnja di sebuah dipan, kemu-dian dia meneruskan riwajat pernikabannja jang tidak bahagia.' Sambil setengah memeluk pinggangnja Hek Lan jang langsing, dia menerangkan bahwa penghidupan sebagai suami-istri sebenarnja tak membawa bahagia apapun bagi seorang wanita.
Orang laki umumnja kasar dan sedikitpun tak mempunjai pengertian terhadap seorang wanita, kata Njonja Lee.
Orang tak bisa berbitjara dengan kaum laki-laki setjara mesra dun intim seperti halnja di-antara sesama wanita.
Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hek Lan pikir, apa jang dikatakan Lee Hu-djin banjak benar-nja.
Didalam hati dia merasa bangga bahwa seorang tua seperti Lee Hu-djin telah mempertjajakan isi-hatinja kepadanja.
Tak lama kemudian Njonja Lee berbangkit dari tempat duduk-nja.
"Ah, sungguh terlalu!"
Dia berseru.
"Aku telah menjuruh engkau bekerdja didapur dan sekarang pasti engkau amat letih, mengapa tak mengaso sedjenak di kamar tidurku, selagi aku menjelesaikan lukisanku ?"
Hek Lan ingin sekali pulang, akan tetapi memang Benar dia merasa letih dan agak sinting.
Pula dia ingin sekali mengetahui bagaimana matjamnja kamar-tidur dari seorang wanita jang tjantik dan ternama seperti Lee Hu- djin, Sedangkan dia pura-pura menolak, dia membiarkan Njonja Lee menuntun dia kesebuah kamar dibagian belakang.
Kamar tidur Lee Hu-djin bentuknja diluar dugaan Hek Lan.
Ditengah-tengah kamar tergantung sebuah pendupaan jang bundar dan jang mengeluarkan wangi-wangian jang semerbak.
Sebuah medja toilet terbikin dari kaju arang dihiasi oleh katja bundar jang dipasang di sebuah standard dari kaju tjendana jang terukir.
Diatas medja tampak lebih dari sepuluh kotak-kotak ketjil dari porselen berwarna merah jang indah sekali.
Didepannja terdapat sebuah bangku toilet terbikin dari kaju arang jang dihiasi dengan rnatjam- matjam ukiran dan ditatah dengan kulit mutiara.
Kelambu pembaringannja terbikin dari kain dengan garis putih halus dengan tjorak-tjorak jang ditenun dengan benang mas.
Njonja Lee menarik sebuah sekosol kesamping.
Dibelakang-nja terdapat kamar mandi terbikin dari batu marmer.
Sambil berpaling kepada Hek Lan, Njonja Lee berkata "Ang-gaplah seperti dirumahmu sendiri, Berbuatlah se-enakmu! Setelah engkau beristirahat, kita akan minum teh diruang-kerdja- ku."
Kemudian dia berlalu sambii menutup pintu.
Hek Lan membuka badju-Iuarnja dan berduduk dibangku di-depan medja toilet.
Dia memandang dengan rasa kagum kotak-kotak jang indah jang ada diatas medja dan jang berisikan pelbagai matjam pupur dan lain-lain alat-ketjantikan jang akan me-nimbulkan iri-hati tiap wanita.
Karena dia merasa agak gerah, dia turun ke kamar mandi.
Di- sana terdapat sebuah tong kosong dan sebuah ember ketjil.
dan dipodjok tampak dua tahang berisikan air dingin dan air panas.
Didinding kamar mandi terdapat djendela jang memakai kisi-kisi dan jang ditempelkan kertas minjak jang warnanja suram.
Sinar matahari membuat bajangan pohon bambu jang tumbuh di- kebun diatas kertas itu, sehingga djendela itu tampaknja seperti sebuah lukisan tinta jang halus dari daun-daun bambu jang ber-lambai-lambai.
Hek Lan mengangkat tutup tahang jang berisi air panas.
Air-nja masih tjukup panas, dan rumput- rumput wangi mengambang diatasnja.
Dengan tjepat dia melutjuti semua pakaiannja.
lalu menuang be-berapa ember air panas kedalam tong.
Ketika dia sedang me-nambahkannja dengan air- dingin, tiba-tiba dia dengar suara di-belakangnja.
Gadis itu tjepat berdongak.
Lee Hu-djin berdiri dipintu kamar sambil bersandar pada tong-katnja.
Dia berkata sambil tersenjurn ,,Djangan takut, Nak ! Hanja aku sendiri ! Kupikir sebaiknja aku djuga rebah-rebahan sedjenak.
Baik sekali bagimu, untuk mandi terlebih dahulu ! Engkau akan tidur lebih njenjak !"
Selagi dia berbitjara, dia memandang Hek Lan dengan sorot-mata jang menundjukkan penuh nafsu birahi.
Tiba-tiba Hek Lan merasa amat takut.
Dia menginsjafi bahwa Njonja Lee bukan wanita biasa.
Tjepat-tjepat dia berdjongkok mengambil pakaiannja jang terletak dilantai.
Sementara itu Lee Hu-djin madju kedepan dan merampas pakaian dari tangan Hek Lan.
"Bukankah engkau hendak mandi ?"
Dia bertanja dengan suara tegang. Hek Lan dalam kebingungan, minta dimaafkan. Tiba-tiba Njonja Lee menarik tangannja, dan setelah gadis itu berdiri dekat sekali dari padanja. dia berkata dengan suara halus .
"Engkau tak usah malu-malu, anak manis ! Engkau sungguh tjantik sekali !"
Hek Lan merasa dadanja mendjadi sesak saking kesal.
Dengan sekuat tenaga dia dorong Njonja Lee kebelakang.
Wanita ini hampir djatuh, akan tetapi segera dia dapat menegakkan diri pula.
Matanja beringas dan wadjahnja merah saking marah.
Selagi Hek Lan berdiri gemetar disitu dan tak tahu apa jang dia harus lakukan, tiba-tiba Njonja Lee mengangkat tongkatnja dan memukul gadis itu pada bagian pahanja.
Saking kesakitan Hek Lan melupakan rasa takutnja.
Dia ber-djongkok dengan tjepatnja dan mengambil ember ketjil itu dengan maksud untuk melemparkannja ke kepala Lee Hu- djin.
Akan te-tapi dia tak memperhitungkan ketangkasan Njonja Lee untuk menggunakan tongkatnja.
Sebelum Hek Lan sempat untuk menjentuh ember itu, Njonja Lee sudah berhasil pula untuk inemberi pukulan jang dahsjat pada bagian pantatnja, sehingga gadis itu lompat kesamping sambil men-djerit-djerit karena kesakitan.
Njonja Lee tertawa seperti iblis.
"Djangan tjoba- tjoba mempedajai aku, anak manis", dia ber-kata perlahan-lahan.
"tjamkanlah, bahwa dengan tongkat ini aku bisa menikam maupun memberi pukulan ! Engkau rupanja lebih bandel dari pada kakakmu Pek Lan. Akan tetapi engkaupun segera kuakan adjar adat !"
Penundjukan jang tak diduga-duga pada kakaknja membuat Hek Lan lupa rasa sakilnja.
"Dimana kakakku ?"
Dia berteriak.
"Maukah engkau melihat dia ?"
Lee Hu-djin hertanja sambil memandang mangsanja dengan sorot-mata jang djahat.
Tanpa menunggu djawaban, segera dia masuk kekamar tidur.
Hek Lan tak bisa bergerak saking takutnja.
Dia mendengar Njonja Lee tertawa ketjil dibelakang sekosol.
Kemudian sekosol itu dikesampingkan dengan tangan kirinja, sedangkan tangan kanannja nnemegang sebilah pedang jang pan-djang den tadjam.
"Lihatlah !"
Dia berkata dengan garangnja, sambil menun-djukkan dengan pedangnja pada medja toilet dikamar tidur.
Hek Lan mendjerit saking ngerinja.
Didepan katja tarnpak kepala kakaknja jang sudah terputus.
Njonja Lee tjepat-tjepat masuk ke kamar mandi sambil mengudji ketadjaman pedangnja pada djempolnja.
"Engkau tak suka padaku, gadis tolol !"
Dia berkata dengan tadjamnja.
"Oleh karena itu engkau akan kubunuh seperti ku telah bunuh kakakmu!"
Hek Lan berpaling kesana-sini dan mendjerit- djerit minta per-tolongan.
Dia mempunjai ingatan samar-samar untuk menghantjurkan djendela dan berlari ke kebun.
Dia mundur beberapa tindak ketika dia melihat suatu bajangan besar menggelapkan djendela.
Kisi djendela itu ditjabut setjara paksa dari bingkainja, kemudian seorang jang berbentuk tinggi-besar melompat kedalam.
Orang itu memandang kepada kedua wanita, lalu lompat ke-tempat dimana Njonja Lee berdiri.
Dengan ketjepatan seperti kilat dia mengelakkan tusukan pedang, menjergap pergelangan tangan Njonja Lee dan memutar-mutarnja.
Dengan suara njaring pedang itu djatuh kelantai.
Dalam sekedjap mata dia telah mengikat kedua tangan Njonja Lee kebelakang punggungnja dengan menggunakan ikatan ping-gang.
"Thio Liong !"
Hek Lan berteriak.
"Dialah jang membunuh kakakku!"
"Tutupilah tubuhmu gadis bengal"
Dia mengeram.
"Aka sudah tahu bahwa perempuan inilah pembunuh kakakmu !"
Wadjah Hek Lan mendjadi bersemu merah saking malu.
Selagi Thio Liong menjeret Njonja Lee kekamar tidur.
Hek Lan tjepat-tjepat memakai pakaiannja, merebahkan Njonja Lee diatas bangku setelah dia ikat tangannja baik-baik.
Selagi dia masukkan kepala Pek Lan jang terputus kedalam ke randjang, dia berkata .
"Pergilah keluar dan buka pinto ! Orang-orang polisi segera akan tiba, aku Mendahuluinja menunggang-kuda."
"Aku tak sudi terima perintah dri kamu, laki-laki tak tahu adat !"
Hek Lan menghentak dengan ketusnja. Thio Liong tertawa terbahak-bahak. Hek Lan tjepat-tjepat meninggalkan rumah itu. Pada malam itu Pao Kong dan pembantu- pembantunja berkumpul dikantornja pribadi. Bu Heng masuk dan memberi salam kepada Hakim.
"Tubuh Pek Lan telah disimpan di tangsi pasukan pengawal"
Dia berkata dengan suara serak.
"Kepalanja pun sudah didjahit pula pada tuhuhnja itu. Kemudian aku telah pesan sebuah peti-mati dari kaju jang paling kuat."
"Bagaimana keadaan ajahnja, Kopral Ong Hakim menanja.
"Sedjak dia tahu apa telah terdjadi dengan Pek Lan". djawab Bu Heng.
"dia tampak lebih tenang. Hek Lan selalu mendampingi ajahnja."
Kemudian Bu Heng membungkuk dan meninggalkan kantor hakim.
"Pemuda ita sudah djauh lebih tenang dan sabar dari pada dahulu."
Kata Pao Kong.
"Aku tak mengerti mengapa orang itu masih keluar-masuk di-sini !"
Thio Liong berkata dengan rasa djengkel.
"Menurut pendapatku, kiranja dia merasa ikut bertanggung-djawab atas nasib Pek Lan jang menjedihkan itu"
Djawab Pao Kong.
"Kiranja pada detik-detik terachir gadis jang sial itu merasakan scperti hidup dalam neraka, ketika dia berada dalam tjengkeraman Njonja Lee. Lihatkah kamu luka-luka bekas aniajaan pada tuhuhnja.
"Aku masih belum mengerti"
Kata Sersan Hong".bagaimana, sewaktu kita berada dikebun labirin, Tay-djin telah menemukan bahwa pasti ada hubungan antara Pek Lan dan Njonja Lee". Hakim duduk bersandar dikursinja, dan sambil mengusap- usap djenggotnja dia herkata .
"Sesungguhnja tak banjak pilihan untuk menundjukkan siapa jang mungkin membunuh gadis itu. Pilihan itu hanja terbatas nada orang-orang jang tabu djalan jang menudju kepapiljun ditengah-tengah kebun lahirin itu. Gubernur tua amat merahasiakan djalan itu, bahkan Yo Kie, putranja ataupun istrinja jang muda tidak mengetahuinja. Akan tetapi Gubernur sendiri telah meninggalkan sebuah peta rahasia jang menundjukkan djalan jang tersembunji kepapiljun itu. Peta itu adalah lukisan pegunungan jang indah dan jang diwariskan kepada putranja jang bungsu. Siapa jang bisa membatja tanda-tanda rahasia jang tersembunji dalam lukisan itu, dialah jang mengetahui djalan rahasia kepapiljun, maka kemungkinan besar bahwa orang itu adalah pembunuh Pek Lan. Diantara kenalan-kenalan dan orang-orang jang hidup berdekatan dengan bekas Gubernur itu, hanja satu orang, jakni Njonja Lee jang kuanggap mempunjai tjukup ketjerdasan untuk membatja tanda-tanda rahasia dilukisan itu, oleh karena dia sendiri adalah seorang pelukis dan seniwati jang kenamaan. Kita tahu hahwa Njonja Lee kerapkali berminum teh dipapiljun dikebun bunga dengan Gubernur dan istrinja jang muda sambil memperbintjangkan hal-hal mengenai seni lukis. Menurut pendapatku, amat mungkin pada suatu hari, setjara kebetulan. Njonja Lee telah mendjumpai Gubernur dipapiljun itu, selagi dia asjik mengerdjakan gambar pegunungan itu. Sebagai seorang pelukis jang mahir, njonja Lee mempunjai mata maka kiranja tak sukar baginja untuk menetapkan bahwa gambar jang sedang dibuat Gubernur itu, bukan hanja sebuah lukisan pemandangan dipegunungan semata-mata. Lebih- lebih lagi oleh karena diapun mengetahui benar keadaan di depan pintu kebun labirin itu, tentu segera dia telah dapat menebak akan arti dan maksud jang sebenarnja dari pada lukisan itu, tanpa Gubernur menjadarinja".
"Amat mungkin Njonja Lee telah menjaksikan lukisan itu pada waktu masih merupakan sketsa jang kasar-kasar", kata Tao Gan.
"ketika hanja pohon-pohon tjemara jang dimaksudkan sebagai petundjuk djalan, diberi tanda-tanda. Bagian- bagian lain dari pada lukisan itu rupanja diselesaikan belakangan."
Pao Kong mengangguk, lalu melandjutkan pendjelasannja "Orang mungkin menanja .
apa manfaatnja hagi Njonja Lee untuk mengetahui djalan rahasia jang menudju ke papiljun dikebun labirin itu ? Djawabku .
benar manfaatnja.
Seperti kita ketahui, Njonja Lee adalah seorang wanita jang mempunjai kebiasaan aneh, nafsu birahinja hanja dapat dibangunkan oleh sesama orang wanita.
Untuk melampiaskan nafsunja jang luar-biasa itu, dia terpaksa setjara halus atau kasar memikat anak-anak gadis, suatu perbuatan kedjahatan jang dapat menjeretnja ke pengadilan.
Maka pada saat-saat jang genting, apabila rahasianja petjah, dia mengharap dengan melalui djalan rahasia itu.
dia dapat menjelamatkan diri-nja dipapiljun jang tersembunji itu.
Dengan suatu atau lain tjara dia berhasil untuk membudjuk Pek Lan ikut dia kerumahnja.
Gadis ini mempunjai tabiat jang halus dan lembut, maka kiranja tak sukar bagi Njonja Lee untuk menundukkannja.
Kundjungan Pek Lan ke kuil tua tentu telah membuat Njonja Lee mendjadi amat chawatir dan gelisah, maka dia segera menjembunjikan gadis jang malang itu di rumah perkebunan Gubernur.
Oleh karena itu, maka pada waktu polisi melakukan penggrebekan di wilajah ini, dan antara lain mengadakan pemeriksaan djuga dirumahnja Njonja Lee, mereka tak mendapatkan Pek Lan.
Akan tetapi ternjata penggrebekan polisi itu djustru telah rnengakibatkan kematian gadis jang sedang ditjari.
Njonja Lee mendjadi demikian takutnja sehingga mengambil keputusan jang nekad untuk membunuh gadis itu.
Dimana ada tempat jang lebih aman untuk melakukan pembunuhan dari pada papiljun gubernur jang tersembunji itu ?"
Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kata Tao Gan "Djikalau kita meninggalkan kantor penga-dilan sedjam terlehih dahuiu pada waktu kita mengundjungi kebun gubernur untuk pertama kali, pasti kita akan dapat menghindarkan pembunuhan itu.
Bukti-bukti ntemberi kesan bahwa pembunuhan itu dilakukan tak berapa lama sebelum kedatangan kita!"
"Memang Sang Nasib rupanja telah menentuan bahwa djustru pada pagi itu aku mendapat kundjungan dari Yo-Hudjin, sehingga keberangkatan kita mendjadi tertunda beberapa djam lamanja."
Djawab Pao Kong dengan sedih hati.
".Kemudian. ketika kita sedang memeriksa pintu masuk dari kebun labirin, aku melihat beberapa djedjak kaki, entah dari Njonja Lee atau dari Pek Lan. Namun aku tak mengatakan suatu apa, oleh karena ketika aku berdiri ditempat itu sambil memandang djalan sempit jang masuk kedalam labirin, tiba-tiba aku dihinggapi oleh rasa takut, entah apa sebabnja. Bukan mustahil djikalau roh dari gadis jang malang dan jang baru mati terbunuh setengah djam sebelumnja, masih bergelandangan di hadapanku. Djuga aku mempunjai perasaan seakan-akan roh dari gubernur Yo memanggil- manggit aku dari tempat jang gelap "
Suara hakim perlahan-lahan lenjap. Dia menggetar ketika dia ingat pada saat-saat jang mengerikan itu. Untuk sedjenak, tak ada seorangpun jang mengatakan suatu apa. Kemudian Pao Kong dapat menguasai segala perasaannja dan berkata dengan bersemangat .
"Nah demikianlah halnja! Untung sekali Thio Liong telah tiba pada waktu jang tepat untuk menghindarkan pembunuhan kedjam jang kedua. Dan sekarang, marilah kita sama-sama bersantap malam. Kemudian sebaiknja kamu ber-istirahat untuk beberapa djam lamanja. Kita semua mengetahui bahwa kita harus siap siaga untuk menghadapi segala kemungkinan pada malam ini, karena agak sukar bagi kita untuk meramalkan tindakan apa akan diambil oleh suku Uigur, setelah komplotannja jang pertama telah kita gagalkan !"
Pada waktu tengah-hari Thio Houw diam-diam telah mengatur pertahanan kota dengan baiknja.
Pasukan jang terbaik ditempatkannja didekat Menara Air, selebihnja diberi tugas untuk mendjaga bagian-bagian jang tertentu dari benteng, kota.
Dengan perantaraan kepala-kepala kampung dia memperingati seluruh warga kota, bahwa pada malam itu mungkin suku-bangsa liar akan me- njerbu.
Semua orang jang tak sakit atau bertjatjad dikerahkan untuk mengumpulkan batu-batu besar dan kaju-kaju kering diatas benteng dan untuk membuat bambu runtjing dan anak panah jang berudjung besi.
Tiga djam sebelum tengah malam mereka harus menempati masing-masing tempatnja diatas benteng, tiap-tiap lima orang dibawah pimpinan seorang anggota tentara keradjaan.
Dua orang pradjurit diberi tugas diatas Menara Tambur.
Begitu bangsa Uigur mendekati sungai, rnereka harus pukul tambur besar itu sekeras-kerasnja.
Bunjinja tambur itu adalah suatu tanda bahwa obor-obor diatas benteng harus dinjalakan.
Apabila musuh mentjoba untuk memandjati benteng, mereka akan disambut oleh batu-batu besar dan kaju-kaju kering jang berapi.
Pao Kong telah bersantap malam ditempat- tinggalnja sendiri, kemudian dia tidur beberapa djam lamanja diatas dipan dikamar perpustakaan.
Sedjam sebelum tengah-malam Thio Liong dengan berpakaian perang lengkap datang untuk mendjemput tuannja.
Djuga Pao Kong mengenakan pakaian kebesarannja serba lengkap dan mengambil sebuah pedang jang pandjang dari kakeknja jang digan-tungkan didinding didekat tempat buku-buku.
Kemudian dipakainja kupiah kebesarannja selaku kepala-daerah, dan mengikuti Thio Liong keluar.
Dengan menunggang kuda mereka berangkat ke Pintu Air.
Disana Thio Houw sudah menungau kedatangan mereka.
Dia melaporkan bahwa Sersan Hong, Tao Gan dan empat pradjurit telah diberi tugas untuk mendjaga gedung Tjin Mo.
Pao Kong mengangguk, lalu naik keatas benteng.
Dikiri-kanan ia didampingi oleh seorang pradjurit jang memegang bendera keradjaan dan Thio Liong sendiri jang rnembawa sebatang tongkat jang pandjang dengan lambang kebesaran Pao Kong sebagai panglima perang.
Pao Kong pikir bahwa ini adalah untuk pertama kali is menge-palai tentara untuk mempertahankan tapal-batas keradjaan terhadap serangan bangsa asing.
Selagi memandang bendera keradjaan berkibar-kibar ditiup angin malam, didalam hatinja dia merasa amat bangga akan kesempatan jang diberikan kepadanja untuk berbuat djasa besar terhadap kaisar dari negerinja.
Sambil memegang pedangnja jang pandjang dengan kedua tangannja, ia mengawasi dataran jang letaknja diantara kaki benteng hingga ditepi sungai.
Akan tetapi oleh karena tjuatja jang gelap, dia tak dapat melihat apapun djuga.
Pada waktu hari hampir mendekati tengah-malam Hakim Pao menundjuk ke suatu tempat dikaki langit.
Disana mereka melihat api berkelap-kelip.
Bangsa Uigur sedang mempersiapkan diri untuk memulai serangannja.
Sinar api itu makin lama makin mendekat, kemudian pada suatu saat tak bergerak lagi.
Rupanja barisan berkuda dari bangsa liar itu telah berhenti.
sambil menunggu isjarat api jang akan di-njalakan diatas menara dari gedung Tjin Mo, seperti jang diren-tjanakan oleh penghianat ini dengan Pangeran Ooljin.
Pao Kong dan kedua pengawalnja lebih dari sedjam mengamat-amati gerak-gerik musuh dari atas benteng.
Kernudian, tiba-tiba sinar api itu bergerak lagi akan tetapi kali ini menudju kearah sungai.
Api itu makin lama makin ketjil sehingga achirnja sama-sekali lenjap dalam kegelapan.
Setelah menunggu dengan sia- sia isjarat api seperti telah direntjanakan, bangsa Uigur rnembatalkan maksudnja untuk menjerbu kedalam kota, dan pulang kembali kekampung halamannja.
BAB XXV DUA PENDJAHAT MENDJALANKAN HUKUMAN MATI ; PAO KONG MENEMUKAN ARTI RAHASIA JANG MENDALAM DARI SEBUAH SADJAK.
Pada keesokan harinja pengadilan mengadakan sidang untuk memeriksa perkara Lee Hu-djin.
Dengan rela dia mengakui segala kedjahatannja.
Pada suatu hari, demikian pengakuannja, tak berapa lama sebelum Gubernur Yo meningal-dunia, dia dan Yo Hu-djin ber-sama minum teh dipapiljun dikebun bunga, sambil menantikan kedatangan Gubernur.
Lee Hudjin telah rnelihat-lihat beberapa buah lukisan jang telah dibuat Gubernur, dan dia menemukan gambar sketsa dari sebuah pemandangan pegunungan, jang me-nurut tjatatan dibawahnja, sebenarnja adalah sematjam peta ter- sembunji jang menundjukkan djalan jang terdekat kekebun labirin.
Njonja Lee merasa amat tertarik oleh Yo Hu-djin.
akan tetapi selama Gubernur masih hidup dia tak berani mengutarakan perasaan hatinja kepada wanita jang ditjintainja itu.
Setelah Gu-bernur Yo meninegal-dunia, Hu-djin mengundjungi rumah diperkebunan itu, akan tetapi dia hanja mendjumpai pendjaga-kebun dengan istrinja jang ternjata tak tahu kemana Njonja Yo telah pergi setelah diusir oleh Yo Kie.
Njonja Lee kemudian me-lakukan penjelidikan dikampung-kampung disekitarnja, akan tetapi sia- sia sadja, sebab rupanja Yo Hu-djin telah pesan kepada petani-petani dan penghuni-penghuni kampung lainnja agar djangan memberitahukan siapapun dimana dia dan puteranja telah me- njembunjikan diri.
Kemudian, beberapa minggu jang lampau, Lee Hu-djin me-ngundjungi rumah besar diperkebunan ketika dia kebetulan berkundjung dikampung itu.
Setelah dia ketemukan majat-majat dari sepasang suami-istri tua itu, seorang diri dia mentjari "djaIan pendek"
Jang menudju ke labirin, sesuai dengan petundjuk-pe-tundjuk jang dia pernah batja dibawah gambar pegunungan buatan Gubernur.
dan dia menjatakan bahl,va petundjuk-petundjuk itu tepat sekali.
Kemudian Njonja Lee bertemu dengan Pek Lan dipasar, dan tertarik oleh ketjantikannja.
Dia membudjuk gadis itu untuk menjertainja kerumahnja.
Sekali berada disana, dia menakut-nakuti gadis itu jang memang wataknja amat halus dan pemaluan dan mendjadikan dia korban dari hawa-nafsunja jang aneh.
Dia memperlakukan Pek Lan sebagai budak-belian jang harus melakukan segala pekerdjaan dirumah jang berat-berat, dan djikalau si-gadis itu sedikit sadja memberi alasan, dia dirangket dengan ke-djamnja.
Ketika Njonja Lee mengetahui bahwa Pek Lan dengan diam-diam telah mengundjungi kuil tua dan disana bertemu dengan seorang laki-laki jang tak dikenal, dia mendjadi murka sekali.
Dia menjeret gadis jang ketakutan itu kesebuah gudang kosong, jang temboknja menjerap suara.
Gadis itu ditelandjanginja, dan dipukulinja setengah-mati.
Lalu Njonja Lee mulai mengempos mangsanja, menanjakan berulangkali pertanjaan jang sama .
apakah Pek Lan memberitahukan tempat- kediamannja kepada laki-laki jang tak dikenal itu ? Tiap kali gadis itu menjangkalnja, Njonja Lee dengan ganas me-rangketnja dengan sebatang rotan jang tipis sambil mengutarakan antjaman- antjaman jang menakutkan.
Pek Lan mendjerit- djerit saking kesakitan dan memohon belas- kasihan, akan tetapi hal ini membuat Njonja Lee memukulinja dengan lebih ganas dan lebih dahsjatnja lagi, sehingga tangannja mendjadi Ietih sendirinja.
S-mentara itu Pek Lan hampir pingsan saking sakitnja dan ketakutan, namun dia tetap menjatakan bahwa dia tak berdosa.
Akan tetapi Lee Hudjin chawatir bahwa rahasianja mendjadi botjor, pada keesokan harinja dia suruh Pek Lan berpakaian sebagai seorang padri wanita lalu memindahan gadis itu kegedung Gubernur jang kosong.
Dia menguntjikan mangsanja dibekaskamar pendjaga-kebun setelah membuka dan membawa pergi semua pakaiannja untuk menghindarkan setiap pertjobaan untuk rneloloskan diri.
Njonja Lee mengundjungi Pek Lan selang sehari dengan membawa segutji air dan sebakul katjang goreng dan roti bungkil.
Maksudnja jalah untuk membawa kembali gadis itu pulang ke rumahnja begitu lekas ternjata bahwa kundjungan Pek Lan tak membawa akibat-akibat jang rnembahajakan.
Kernudian, sekian banjaknja orang2 polisi datang mentjari gadis jang terhilang itu diwilajhh kota sebelah Tirnur.
Njonja Lee mendjadi ketakutan.
Pada esok-harinja, diwaktu pagi-pagi sekali tjepat- tjepat dia pergi kegedung Gubernur, mengeluarkan Pek Lan dari kamar tahanannja, lalu menggiring gadis itu kepapiljun jang tersembunji dengan mengikuti djalan rahasia jang ditandai oleh pohon- pohon tjemara jang terdapat disana-sini.
Setelah tiba di papiljun, dia letakkan Pek Lan diatas bangku marmer, lalu menikam gadis itu sehingga mati.
Terdorong oleh hawa-nafsu jang djahat, dia penggal kepala mangsanja jang sudah mati itu, se-dangkan majatnja jang tak berkepala itu dilemparkan ke pinggir bangku.
Kepala jang sudah terputus itu dibawanja didalam ke-randjang, akan tetapi karena bekerdja tergesa-gesa dia tak mem-perhatikan sebuah kotak jang berisi surat- wasiat Gubernur dan jang terletak diatas mcdja.
Lee-Hudjin telah menuturkan tentang hal ini tanpa suatu paksaan.
Pao Kong menjatakan bahwa wanita itu tampaknja senang sekali untuk menjeriterakan segala sesuatu, dan bahwa dia amat merasa puas atas perbuatan-perbuatannja jang kedjam itu.
Dcmikianpun dengan rela dia memberi keterangan bahwa tiga puluh tahun jang lampau dia membunuh suaminja dengan me-njampuri ratjun dalam araknja.
Pao Kong merasa amat djemu akan wanita jang sudah hilang moralnja itu.
Dia merasa lega ketiga Njonja Lee bersedia mem-bubuhi pengakuannja dengan tjap djempolnja, dan kemudian membawanja kependjara.
Dalam sidang itu djuga Pao Tay-djin memeriksa perkara ketiga tukang warung jang telah mendjadi kaki-tangan kaum pemberontak.
Dalam pemeriksaan itu terbukti bahwa mereka sebenarnja tidak menginsjafi benar akan maksud jang sebenarnja dari komplotan dalam mana mereka telah terlibat.
Mereka mengira bahwa maksudnja hanja untuk menimbulkan keributan kemudian melakukan penggedoran di beberapa toko dengan menggunakan keadaan jang katjau-balau.
Hakim Pao memberi mereka hukuman lima puluh kali rangketan dengan sepotong bambu dan rnasuk dalam pendjara sebulan lamanja.
Pada hari itu diwaktu lohor pendjaga rumah keluarga Teng datang tergesa-gesa kepengadilan.
Dia melaporkan bahwa Teng Siu-tjai telah menggantung-diri dan bahwa istri jang ke-empat dari Djenderal Teng telah minum ratjun.
Tak ada keterangan apa-pun tentang perbuatan jang nekad itu.
thalajak ramai berpen-dapat bahwa mereka mendjadi putus-asa atas kematian ajah dan suaminja jang mcnjedihkan itu.
Perempuan jang bunuh-diri itu amat dipudji oleh orang-orang dari kaum kolot, jang menganggap-nja sebagai bukti kesetiaan jang paling baik, djikalau seorang istri mengikuti dengan sukarela suaminja ke lobang kubur.
Mereka mengumpulkan uang untuk membangun sebuah batu peringatan untuk mengabdikan "istri jang setia"
Itu.
Selama sepuluh hari selandjutnja Pao Kong mentjurahkan se-genap waktunja untuk menjelesaikan perkara Tjin Mo dan Yo Kie.
Beberapa hukuman enteng didjatuhkan kepada kedua penasihat Tjin Mo dan mereka diantara anak- buahnja jang telah melakukan pemerasan.
Njonja Yo telah diberitahukan tentang isinja surat-wasiat Gubernur jang asli.
Sersan Hong mengharapkan bahwa Pao Kong tak lagi bekerdja begitu keras, setelah dia berhasil memetjahkan ketiga perkara ke-djahatan dan telah menghantjurkan komplotan jang mengantjam keselamatan kota.
Akan tetapi dengan rasa ketjewa dia nampak, bahwa Pao Kong masih sangat gelisah tentang sesuatu.
Seringkali marah-marah, kadang-kadang merobah suatu keputusan jang di-ambilnja dahulu, hal mans amat luar-biasa bagi seorang sebagai dia.
Sersan Hong tak dapat menebak sebab-musabab dari kecha-watiran madjikannja itu, sedangkan Pao Kong sendiri sedikitpun tak merasa perlu untuk memberi suatu pendjelasan.
Pada suatu hari suara kaki-kuda dan gong jang njaring bergema disepandjang djalan-raja.
Dua ratus serdadu dari Tentara Keradjaan masuk kekota Lam Hong dengan- pandji-pandji jang ber- lambai-lambai.
Inilah tentara jang didatangkan atas permohonan itu Hakim sendiri.
Komandannja adalah seorang perwira jang pernah berperang dengan bangsa liar di Utara.
seorang pemuda jang tjerdas.
tentang siapa Pao Kong mendapat kesan jang balk sekali.
Dia menjam paikan sebuah surat resmi dari Kementerian Peperangan jang memberikan Pao Kong kekuasaan penuh atas semua urusan ketentaraan didaerahnja.
Pasukan tersebut ditempatkan di gedung keluarga Tjin, dan Thio Houw dan anak-buahnja pulang kembali kekantor pemerintah.
Kedatangan pasukan pendudukan meredakan sedikit kechawatiran Hakim.
Akan tetapi segera tingkah lakunja tampak gelisah pula.
Sehari-hari dia rnengurus pekerdjaan hingga djauh malarn, dan djarang sekali dia keluar.
Sekali- kalinja dia meninggalkan kantor jalah pada maktu dia menghadiri pemakaman Pek Lan.
Bu Heng telah menjelenggarakan upatjara pemakaman jang amat mewah.
Dia mendesak agar semua biaja dibajar olehnja sen-diri.
Pengalamannja jang pahit- getir rupanja telah merobah wataknja sama-sekali.
Dari seorang pemabokan jang terkenal.
kini dia telah bersumpah tak akan minum arak setetes djuapun.
Ke-putusannja itu amat mengetjewakan tukang warung-arak jang hilang langganan dan oleh teman-temannja penggemar arak jang menganggap perubahan ini sebagai berachirnja suatu persahabatan jang indah.
Bu Heng mendjual semua lukisannja dan menjewa sebuah kamar ketjil di dekat Klenteng Khong-tju.
Dia amat giat Mempeladjari Kitab-kitab Klassik, hanja kadang-kadang keluar untuk mengundjungi Kopral Ong Liang dikantor pemerintah.
Bu Heng dan Kopral Ong itu telah mendjadi sahabat karib.
Mereka biasa bertjakap- tjakap sampai djauh malam dirumah gardu pengawal.
Pada suatu hari Pao Kong menerima seputjuk surat dari Kota-radja.
Dengan tak sabar dia membuka segelnja, lalu memba-tjanja dengan seksama.
Berkali-kali dia mengangguk-angguk dengan perasaan puas, kemudian.
sambil menundjuk kepada surat itu dia berkata kepada Sersan Hong Tjiang.
.
"lnilah keputusan resmi mengenai penghianatan Yo Kie, pembunuh Djenderal Teng dn mengenai Njonja Lee, pembunuh Pek Lan. Dan mungkin kamu ingin tahu djuga bahwa komplotan suku-suku Uigur telah diselesaikan ditingkat atas antara Kemen-terian Urusan suku-suku bangsa liar dan Radja dari bangsa Uigur sendiri. Selandjutnja kota Lam Hong ini bebas dari penjerbuan bangsa liar. Besok aku akan buka perkara ini, kemudian aku akan mendjadi orang bebas. Sersan Hong tak begitu mengerti apa jang dimaksudkan Hakim dengan utjapannja jang terachir itu. Akan tetapi Pao Kong tak memberi dia kesempatan untuk mengadjukan pertanjaan- pertanjaan. Segera dia memberi perintah untuk persiapan-persiapan sidang pengadilan jang akan datang. Pada esok-paginja. dua djam sebelum subuh, petugas-petugas. pengadilan sudah mulai mengadakan persiapan-persiapan. Sekian banjaknja obor-ohor dinjalakan dihaluman didepan ruang pengadilan, dimana agen-agen-polisi sedang sibuk menjediakan sebuah gerobak untuk mengangkut orang-orang hukuman kelapangan di- luar pinto kota selatan, dimana mereka akan mendjalankan hukuman mati. Walaupun hari masih pagi, banjak wargakota berkumpul didepan kantor pengadilan untuk menjaksikan persiapan-persiapan itu dengan penuh perhatian. Sepasukan pradjurit berkuda, dipersendjatai dengan tombak jang pandjang, dikerahkan dari markas besar tentara untuk mengawal gerobak persakitan ketempat hukuman. Sedjam sebelum fadjar, gong kantor pengadilan dibunjikan tiga kali, pintu kantor pengadilan jang berlapis dua dibuka selebar-lebarnja, kemudian para-penonton diperkenankan setjara teratur memasuki ruang pengadilan jang diterangi lilin-lilin jang besar. Dengan penuh chidmat mereka menunggu saat pembesar jang tertinggi tampil dipanggung dan menempati kursi hakim dibelakang medja. Pao Kong mengenakan pakaian kebesarannja serba lengkap, jang terbikin dari brokat hidjau tersulam emas, jang berkilau-kilau di-bawah sinar lilin. Pundaknja ditutupi mantel ungu, suatu tanda bahwa dia akan mendjatuhkan hukuman mati. Yo Kie adalah persakitan jang pertama jang dihadapkan ke pada hakim. Selagi dia berlutut didepan medja pengadilan, panitera utama meletakkan sebuah naskah dimuka hakim, jang mem-batja dengan suara lantang dan sungguh- sungguh "Persakitan Yo Kie telah terbukti kesalahannja sebagai peng-hianat negeri. Seharusnja dia disiksa perlahan-lahan dengan me- njingtjang tubuhnja hidup-hidup. sehingga mati. Akan tetapi, mengingat ajahnja, bekas Gubernur Yo Su Tjian, telah berdjasa besar terhadap negeri dan bangsa, dan mengingat pula bahwa sesudah meninggal dia mengadjukan permohonan agar putranja jang, durhaka itu dikasihani, maka hukumannja diringankan mendjadi hukuman mati, kemudian majatnja baru ditjingtjang. Pula, untuk menghormati peringatan terhadap bekas Gubernur Yo, maka kepala puteranja tak akan ditontonkan dipintu kota sedang harta-bendanja tak disita."
Pao Kong berhenti sebentar, lalu menjerahkan surat keputusan pengadilan itu kepada Kopral Ong.
"Persakitan dinerkenankan untuk membatja permohonan arnpun dari mendiang ajahnja", dia berkata. Selama itu Yo Kie mendengarkan vonisnja dengan wadjah jang tak berobah sedikitpun. Akan tetapi setelah dia membatja surat ajahnja, dia menangis sedu-sedan setjara memilukan hati. Dua orang polisi mengikat tangan Yo Kie dibelakang panggungnja. kemudian diantara ikatannja diselipkan sebuah papan putih jang sudah disediakan terlebih dahulu, dimana ditulis dengan huruf-huruf besar nama persakitan, kedjahatannja dan hukuman jang didjatuhkan kepadanja. Setelah Yo Kie dibawa pergi, Pao Kong berkata "Pemerintah Keradjaan mcmpermaklumkan bahwa Radja suku-bangsa Uigur telah mengirim perutusan istimewa ke kotaradja jang dipimpin oleh putra sulungnja sendiri. Maksudnja jalah untuk menjampaikan maaf alas pertjobaan pemberontakan jang telah direntjanakan Pangeran Ooljin dan mengadjukan permohorian agar diberi kesempatan untuk memperbaharui sumpah- setianja terhadap Seri Baginda Kaisar. Pemerintah Keradjaan telah menerima pernjataan itu dengan senang hati dan telah menjerahkan Pengeran Ooljin bersama empat anak-buahnja kepada perutusan tersebut sambil memasrahkan kepada Radja Uigur sendiri untuk.mengarnbil tindakan-tindakan jang sesuai. Thio Liong bisik-bisik kepada Thio Houw "Diterdjemahkan dalarn bahasa kita. tindakan- tindakan jang sesuai berarti bahwa radja dan suku Uigur akan membesek kulit Ooljin hidup-hidup, merebusnja didalam minjak mendidih dan memotong dagingnja jang ketinggalan mendjadi keping jang ketjil-ketjil. Radja Uigur tidak menjukai orang-orang jang mengatjaukan rentjananja !"
Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Putra Radja Uigur", kata Pao Kong selandjutnja, telah di-undang untuk memperpandjang kun- djungannja dikotaradja sebagai tamu kehormatan dari Pemerintah Keradjaan !"
Para hadirin bersorak- sorai. Mereka ketahui bahwa selama putra sulungnja ditahan sebagai tawanan "kehormatan"
Dikota-ra-dja, Radja Uigur terpaksa untuk mentaati djandjinja. Diam !"
Hakim berteriak. Atas perintahnja. Yo Hudjin dan Yo Shan, putranja, diantar ke depan hakim.
"Njonja Yo", dia berkata.
"Engkau sudah memaklumi isi dari pada testamen Gubernur jang asli dan jang diketemukan di kebun labirin. Kini engkau akan memiliki semua harta- peninggalan mendiang suamimu, djuga atas nama putramu jang belum dewasa. Aku jakin bahwa dibawah bimbinganmu jang bidjaksana. dia akan mengikuti djedjak ajahnja jang bidjaksana, dan sebagai orang dewasa kelak dia membuktikan bahwa dia berharga untuk memakai nama keluarga Yo jang harum dan besar !"
Njonja Yo dan putranja beberapa kali membentur-benturkan kepalanja diatas lantai untuk menjatakan rasa terimakasihnja. Setelah mereka mengundurkan diri, panitera pengadilan meletakkan pula sebuah naskah lainnja diatas medja hakim.
"Sekarang aku akan batjakan keputusan resmi tentang perkara pembunuhan atas Djenderal Teng", Pao Kong berkata. kemudian dia membatja perlahan-lahan "Pengadilan dikota-radja telah memperhatikan hal-ichwal kematian djenderal Teng Houw-Ko. Pengadilan berpendapat bahwa terukirnja suatu nama pada alat-tulisnja dimana terdapat suatu scndjata tersembunji, belum berarti bahwa orang itu djuga jang mengubah alat- tulis itu mendjadi alat pembunuhan, ataupun bahwa alat itu sengadja dibikin untuk membunuh djenderal Teng. Oleh karena itu, Pengadilan memutuskan bahwa matinja Djenderal Tong disebabkan oleh ketjelakaan".
"Suatu tjontoh dari tjara mengadili jang tragis sekali !"
Sersan Hong berbisik ditelinga Pao Kong, selagi dia mengetahui naskah tersebut. Pao Kong mengangguk sedikit dan mendjawab dengan suara rendah "Djelas sekali bahwa mereka ingin melindungi nama baik Gubernur dalam perkara ini !"
Kemudian dia memerintahkan untuk mengambil Njonja Lee dari pendjara.
Selama dia menunggu keputusan di pendjara, lambat laun perasaan takut terhadap kematian jang ada di depan mata menguasai wanita jang kedjam itu.
Sikapnja jang menantang dan mengagung-kan diri jang dipertontonkannja ketika dia mengakui perbuatan-perbuatannja jang seram, sudah hilang sama-sekali.
Mukanja putjat dan letih, dengan mata melotot dia memandang mantel ungu jang menutupi pundak Hakim dan seorang tinggi-besar jang berdiri di pinggir sambil memegang pedang terhunus, sedangkan di-belakangnja terdapat pula dua orang jang sama bengisnja dengan alat-alat algodjo lainnja seperti pisau, gergadji dan gulungan-gulungan tali.
Ketika Njonja Lee menginsjafi bahwa orang- orang adalah algodjo bersama pembantu- pembatunja, dia tak bisa berdiri diatas kakinja, sehingga dua orang polisi harus membantu agar dia berlutut dihadapan hakim.
Pao Kong membatja "Persakitan Lee, terlahir Oey dianggap bersalah telah men-tjulik gadis-gadis, dengan maksud- maksud jang mesum dan pula telah melakukan pembunuhan jang telah direntjanakan terlebih dahulu.
Dia akan dihukum rangket, kemudian dipenggal batang lehernja.
Kepalanja akan dipertontonkan tiga hari berturut dipintu-kota sedangkan harta-bendanja akan dibagikan diantara pamili dari Para-korban."
Njonja Lee mulai mendjerit, akan tetapi seorang polisi segera menutup mulutnnja dengan segulung kertas- minjak, sedangkan kedua tangannja di-ikat dibelakang punggungnja.
Achirnja sebuah papan dimana ditjatat nama kedjahatan dan hukumannja digantungkan pada lehernja.
Kemudian Pao Kong minta perhatian untuk membatjakan nama-nama dari petugas-petugas sementara dari kantor pengadilan.
Pertama-tama dia berpaling pada Kopral Ong dan anak-anak-buahnja dan berkata "Kopral Ong, engkau dan orang-orang jang berada dibawah perintahmu telah dipekerdjakan dalam ke- adaan darurat, akan tetapi kamu semua telah mengabdi kepada negara dengan setia.
Mengingat kini keadaan normal sudah dapat dipulihkan lagi, aku membebaskan kamu semua dari pada tugas- mu dengan pengertian bahwa apabila diantaramu ada jang ingin tetap mendjadi pegawai negeri, akan aku menjambutnja dengan senang hati."
"Kami semua", djawah Kopral Ong dengan penuh chidmat.
"merasa banjak berhutang hudi kepada Jang Mulia, dan aku sendiri dari siapapun djuga. Pasti aku akan memohon agar Jang Mulia sudi menetapkan aku dalam djabatanku jang sekarang, djikalau aku tak mempunjai kewadjiban terhadap putriku untuk meninggalkan kota ini, dimana dia tetap akan mengenangkan tragedi jang menjedihkan jang dialami oleh keluarga kami". Bu Heng telah menawarkanku pekerdjaan sebagai pengurus rumah dari salah-seorang sahabatnja dikotaradja, dan aku terlebih pula tjenderung untuk menerima balk tawaran jang murah-hati ini setelah aku diberitahukan oleh seorang perantara bahwa Bu Heng memptinjai minat untuk menikah dengan putriku jang kedua Hek Lan, begitu lekas dia lulus dari udjian negeri tingkat kedua."
"Sungguh gadis itu tak kenal budi !"
Thio Liong menggerutu kepada This Houw.
",Akulah jang telah menjelamatkan djiwanja pada waktu dia ada dalam bahaja. Dan apa jang lebih panting lagi, aku telah melihat dia dalam keadaan, seperti hanja suaminja jang berhak untuk melihatnja !"
"Tutup mulut", temannja membentak.
"Engkau sudah begitu beruntung, mendapat pemandangan jang nikmat sekali atas tubuh-nja gadis itu, kukira, satu hadiah tjukup besar untuk djasa-djasa-mu!"
Atas permohonan ajahnja, putra sulung Kopral Ong, diperkenankan bekerdja terus sebagai anggota polisi pengadilan, demikian pun kebanjakan anak-buah bekas kepala penjamun itu menjatakan keinginannja untuk tetap mendjadi pegawai negeri.
Melainkan Kopral Ong dan tiga orang polisi lainnja jang ingin melandjutkan pekerdjaannja jang dahulu, diperkenankan untuk rneletakkan djabatannja.
Kemudian, sidang ditutup, dan Hakim Pao serta para-pegawai pengadilan lainnja siap untuk berangkat kepintu kota selatan, dimana persakitan-persakitan itu akan mendjalankan hukuman mati.
Diluar pintu kantor pengadilan sudah tampak orang berdjubel-djubel.
Yo Kie dan Lee Hudjin telah dimasukkan ke gerohak pesakitan, jang diternpelkan plakat dimana tertjatat nama dan kedjahatan mereka, dengan djelasnja dapat dibatja oleh orang banjak.
Tak lama kemudian pintu gerbang dibuka, djoli Hakim digotong keluar dengan dikawal oleh sepuluh orang polisi.
Thio Hong dan Thio Houw menunggang kuda disebelah kiri.
Tao Gan dan Sersan Hong disebelah kanan.
Empat orang dengan membawa plakat-plakat dimana tertulis "PEMBESAR KOTA LAM HONG".
berdjalan dibagian depan.
Demikian, diiring dengan, suara tambur dan gembreng jang riuh- rendah, rombongan itu menudju kearah selatan.
Lapangan hukuman mati terletak diluar pintu kota.
sebidang tanah kosong jang dikelilingi papan.
Kedatangan Hakim disambut oleh komandan pasukan, jang segera mempersilahkan Hakim duduk diatas panggung dam, jang sengadja dibangun malam kemarinnja.
Kepala algodjo menantjapkan pedangnja ditanah, lalu membuka badju luarnja.
Pada tubuhnja jang telandjang terlihat otot-otot jang besar dan kuat.
Kedua pembantunja menurunkan kedua persakitan dari gerohak dan membawanja ketengah-tengah lapangan.
Mereka membuka tali jang mengikat tangan Yo Kie lalu menjeretnja kesebuah tiang, jang kiri-kanannja diapit oleh dua palang kaju.
Leher Yo Kie lalu d-ikat pada tiang itu, se-dangkan kedua tangannja dan kakinja di-ikatkan pada palang-palang kaju itu.
Sementara itu kepala algodjo memilih sebuah golok jang pandjang dan tipis dun berdiri dihadapan Yo Kie.
Lalu dia memandang kepada Hakim.
Hakim memberi tanda.
kemudian algodjo dengan ketjepatan se-perti kilat menusukkan golok itu tepat didalam hati Yo Kie.
Dia mati tanpa mengeluarkan suara sedikit djuapun, lalu tubuhnja di-potong mendjadi potongan ketjil-ketjii.
Njonja Lee djatuh pingsan ketika melihat mereka melaksanakan hukuman jang mengerikan itu, dan beberapa penonton menutupi mukanja dengan tangan badjunja.
Achirnja algodjo -menjerahkan kepala Yo Kie kepada Hakim jang menandai dahinja dengan tinta merah.
Kemudian kepala dan sisa-sisa tubuh nja dilemparkan kedalam sebuah kerandjang.
Njonja Lee telah disadarkan pula dari pingsannja.
Dua orang polisi menjeret dia ke depan panggung dan memaksakan dia berlutut.
Ketika dia melihat algodjo menghampiri dia dengan sebuah petjut ditangannja, dia mendjerit-djerit sekeras- kcrasnja, minta di-ampuni.
Akan tetapi algodjo dan pembantunja tak menghiraukan-nja sedikitpun, mereka sudah biasa menghadapi keadaan demikian, maka mereka melakukan tugasnja dengan tenang.
Salah-seorang pembantu menguraikan rambut persakitan itu, lalu di- djambretnja dan kepalanja didorong kedepan.
pembantu lainnja membuka badju persakitan dan mengikat kedua tangannja dibela-kang punggung.
Algodjo memeriksa petjutnja dengan seksama.
Alas jang me-nakutkan ini terbikin dari kulit jang diperlengkapi kaitan-kaitan besi.
Alas ini hanja digunakan terhadap orang jang dapat hukuman mati, karena tak ada seorang bisa hidup lebih lama, setelah mendapat rangketan dengan alas demikian.
Ketika Hakim memberi tanda, algodjo mulai mengangkat pe-tjutnja, lalu merangket punggung persakitan jang telandjang.
Suara petjut sadja sudah membikin bulu roma orang berdiri, dan tiap rangketan menjobek-njobek daging persakitan dari leher hingga dibagian pinggang.
Njonja Lee mendjerit-djerit setengah-mati, akan tetapi algodjo tak menghiraukannja bahkan memukulnja berulangkali.
Setelah rangketan ke-enam kalinja daging punggung Njonja Lee boleh dikatakan sudah hantjur, darah jang berkutjuran dari daging jang petjah membasahkan tanah disekitarnja.
Njonja Lee mendjadi pingsan.
Hakim memberi tanda kepada algodjo untuk berhenti merang-ket sehingga persakitan sadar kembali.
Kemudian algodjo menga-jun-ajunkan pedangnja dan menabas batang leher persakitan dengan sekali batjokan.
Kepala jang sudah kutung itu ditandai Hakim oleh tinta merah, lalu dilemparkannja ke dalam kerandjang.
Kepala itu akan di-gantungkan didepan pintu-kota dan dipertontonkan kepada chalajak-ramai tiga hari berturut-turut.
Kemudian Pao Kong turun dari punggung dan naik pula ke-dalam djoli.
Selagi djoli diangkat oleh para-penggotongnja.
mata-hari mementjarkan sinarnja jang pertama diatas topi badja pra-djurit- pradjurit.
Setibanja digedung pengadilan, Pao Kong segera masuk kekantornja.
Setelah minum setjangkir teh, dia memperkenankan Sersan Hong untuk mengundurkan diri dan makan pagi.
Kemudian, pada hari itu djuga mereka akan bersama merentjanakan laporan tentang pelaksanaan hukuman mati kepada pembesar- pembesar jang lebih tinggi.
Sersan Hong berajalan keluar dan mendapati Thio Liong, Thio Houw dan Tao Gan sedang bertjakap-tjakap disuatu podjok dari halaman utama.
Tampaknja Thio Liong masih teruss menggerutu tentang apa jang dia anggap perbuatan jang "tidak setia"
Dari Hek. Lan.
"Aku selalu pandang Hek Lan sebagai bakal istriku", dia ber-kate dengan make asam".dia hampir menusuk aku dengan pisaunja pada waktu pembegalan di daerah pegunungan. Sesungguh-nja aku suka benar padanja!" _Kau boleh memberi selamat kepada dirimu sendiri bahwa kau tak usah kawin dengan wanita itu", kata Thio Homy dalam usaha untuk menghibur temannja.
"Perempuan itu lidahnja tadjam benar ! Kukira, sebagai suaminja, kau akan terus-menerus dirongrong olehnja!"
Thio Liong tiba-tiba menepuk-nepuk dahinja.
"Ah, itu mengingatkan aku pada sesuatu"
Ia berseru.
"Aku akan mengatakan kepadamu apa jang kuakan berbuat. Aku akan membeli si Tulbee untuk merawati aku. Dia adalah seorang wanita berbentuk besar, tepat sekali bagiku. Kutahu dia suka sekali padaku, dan dia tak bisa bitjara bahasa Tionghoa se-patah djuapun. Tidakkah, didampingi Tulbee dirumah-tanggaku akan tenang dan tenteram ?"
Tao Gan menggeleng-gelengkan kepala. Mukanja jang pandjang tampak lebih sungguh2 lagi dari pada biasa ketika dia berkata dengan muram .
"Djangan engkau melamun. sahabatku! Aku be- rani bertaruh bahwa dalam satu-dua minggu perempuan itu akan sanggup bikin kepalamu mendjadi pusing dengan otjehannja, malahan dalam bahasa Tionghoa jang paling lantjar !"
Akan tetapi Thio Liong sedikitpun tak ketjil hati.
"Aku akan pergi kesana malam ini", dia berkata.
"Siapa jang mau turut, kuadjak dengan senang hati. Kamu akan mendjumpai perempuan-perempuan jang tjantik disana dan jang sama sekali tak merasa butuh untuk menjembunjikan kemolekan tubuhnja. Thio Houw mengentjangkan tali-punggungnja. Dia berteriak dengan tak sabar ,,Apakah kamu orang tak bisa membitjarakan saat lain dari pada tentang perempuan ? Mari kita bersama bersantap pagi ! Tak ada jang terlebih baik bagi perut kosong dari pada beberapa tjangkir arak panas!"
Demikian ke- empat pembantu Pao Kong jang setia Thio Liong, Thio Houw, Hong Tjiang dan Tao Gan, untuk pertama kali sedjak mereka mendjalankan tugas dikota Lam Hong, bersama keluar dari kantor pemerintah, dengan fikiran tenang dan hati lega, setelah mereka membantu madjikannja untuk memetjahkan tiga perkara-pembunuhan jang terlampau gelap.
Sementara itu Pao Kong telah bersalin pakaian seorang pemburu.
Dia perintah salah-seorang pegawai untuk mengambil kuda kesajangannja dari kandang.
Leher mantelnja dia tarik ke-alas untuk menutupi mulut dan hidungnja, agar dia tak dikenali orang.
Kemudian dia naiki kudanja dan menudju kedjalan raja.
Sepandjang djalan tampak kelompok-kelompok orang jang dengan asjiknja merundingkan hukuman mati jang telah didjatuhkan kepada kedua pendjahat.
Mereka sedikitpun tak menaruh perhatian kepada si- penunggang-kuda jang sendirian Setelah melewati pintu-kota selatan Pao Kong melarikan kuda-nja lebih tjepat.
Dilapangan hukuman mati beberapa agen-polisi masih sibuk melakukan pembersihan dan menimbuni bekas-bekas darah dengan pasir jang bersih.
Segera dia berada diluar kota.
Dia menahan berlarinja kuda dan menghirup hawa-udara pagi jang segar sambil menikmati pemandangan jang indah dan tenang disekitarnja, Sekalipun dalam suasana jang menjenangkan ini, fikirannja sebaliknja dari pada tenang dan tenteram.
Sedjak pertemuannja dengan Pek Hok Sian Su, dia mempunjat keinginan untuk mengundurkan diri selaku pegawai negeri.
Dan setelah herhasil menjelesaikan perkara pernbunuhan., jang terachir, hasratnja itu mendjadi makin keras.
Pao Kong pikir, usia-nja baru empat puluh tahun, belum terlambat untuk memulai penghidupan baru sebagai petani ketjil dikampung halamannja.
Adakah sesuatu jamg lebih menjenangkan dari pada penghidupan sebagai seorang pegawai pensiunan jang rnemiliki beberapa petak sawah sekedar tjukup untuk mendjamin nafkahnja, akan tetapi sehari-hari bisa membatja ataupun membuat karangan sambil mendidik anak-anaknja ? Apa gunanja untuk menjapaikan hati menjelidiki segala matjam kedjahatan sedangkan terdapat banjak kemungkinan untuk menuntut kehidupan jang lebih indah dan menjenangkan ? Akan tetapi beberapa saat kemudian Pao Kong amat meragu-ragukan apakah sikap demikian adalah sikap jang bidjaksana.
Sebagai putra dari Keradjaan Tiongkok jang terbesar dia mempunjai tjita-tjita jang luhur tentang ,,Tugas jang luhur, jakni untuk mementjarkan kebudajaan Tionghoa jang gemilang diantara bangsa-bangsa jang masih berada dalam kegelapan untuk bersama menjiptakan dunia jang damai, bahagia dan makmur.
Apa akan terdjadi dengan tanah-air dan tjita-tjita jang luhur itu, djikalau semua pegawai-negeri, seperti dia sendiri, ingin mengedjar kesenangan pribadi '? Pao Kong bertanja didalam hati.
Bagaimana dia dapat menjumbangkan tenaganja untuk mentjapai tjita-tjita jang luhur itu, djikalau dia ingin menuntut penghidupan jang tenang dan tersembunji dikampung halamannja jang terpentjil ? Sambil memetjut kudanja, Pao Kong menggeleng-gelengkan kepalanja.
Dia tak tahu djalan penghidupan mana akan dia tempuh.
Tiba- tiba dia ingat pada sebuah sadjak jang dia pernah batja ketika dia berkundjung ke gubuk Pek Hok Sian-soe si orang-pertapa jang berbadju bulu burung djendjang putih itu.
Sedjak itu merupakan sebuah tulisan indah jang menghiasi dinding gubuk itu.
dan bunjinja 'selalu berdesing didalam kepalanja "Hanja ada dua djalan jang menudju ke Penghidupan Kekal dan Abadi ; Atau orang mengebor kepalanja kedalam lumpur sebagai seekor tjatjing, atau, laksana ular naga, dia terbang setinggi-tingginja ke angkasa raya."
Pao Kong menarik napas.
Dia mengambil keputusan untuk mengundjungi Guru tua itu dan meminta kepadanja, untuk memberi petundjuk, djalan mana sebaiknja dia tempuh.
Setelah dia tiba dikaki gunung, dia turun dari kudanja.
Dia meminta kepada seorang tani jang sedang mengerdjakan sawah untuk tolong mendjagai kudanja.
I Baru sadja dia mau mendaki lereng gunung, ketika dua orang tua jang menggendong seberkas kaju-bakar dipunggungnja turun kebawah.
Rupanja mereka sepasang suami-istri tukang mengumpulkan kaju dihutan, jang berada dalam perdjalanan pulang.
Usianja sudah landjut benar, wadjahnja kisut dan kedua tangan-nja penuh dengan bonggol-bonggol seperti kaju-kering jang digendongnja.
Mereka berhenti sebentar dan meletakkan ikatan kajunja di-tanah.
Sambil menggosok keringat dari dahinja, si-orang tua laki-laki memandang Pao Kong dan bertanja dengan sopan-santun ,,Tay-djin hendak kemana ?"
Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku ingin bertemu dengan Pek Hok Sian-su jang berdiam di-atas gunung", djawab Pao Kong dengan pendek. Si-orang tua itu menggelengkan kepalanja.
"Tay-djin tak akan mendjumpai dia", djawabnja",empat hari berselang kami mendapati gubuknja sudah kosong. Pintunja jang sudah lontjer bergojang-gojang tertiup angin, sedang sang hudjan telah merusaki semua pohon bunganja. Kini aku dan istriku telah menggunakan gubuk itu untuk menjimpan kaju."
Pao Kong tak mengatakan suatu apa. Rasa duka dan kesunjian meliputi dirinja.
"Sebaiknja Tay-djin membatalkan niatan untuk naik gunung. Tay-djin hanja akan membuang waktu dengan pertjuma sadja."
"Apa terdjadi dengan guru tua itu ? Apakah kamu telah menemukan majatnja ?"
Pao Kong bertanja. Si-orang-tua itu tersenjum simpul dan menggelengkan kepalanja.
"Manusia seperti Pek Hok Sian-su tak akan mati seperti kita", dia berkata.
"Pertama-tama mereka bukan dari dunia ini. Pada suatu hari mereka akan terbang dan menghilang kelangit biru, tak meninggalkan bekas- bekas apapun dibelakangnja, hanja kekosongan belaka!"
Kemudian orang itu dan istrinja menggendong kaju jang sementara ditaruh ditanah itu dan berdjalan pergi.
Akan tetapi, tak disangka-sangka, kata-kata jang diutjapkan si-orang tua itu seakan- akan telah membuka pikiran Pao Kong tiha-tiba dia dapat menjelami arti jang sedjati dari pada sadjak jang gelap dan mendalam itu.
Kiranja utjapan itulah ada djawahan jang dia telah mentjari-tjari sekian lama ! Dengan senjuman lebar dia berkata .
"Baiklah ! Aku dengan segenap djiwa-ragaku, merasa ada-lah sebagian dari dunia jang fana ini. Dan laksana se-ekor tjatjing aku akan terus mengebor kepalaku kedalam lumpur !"
Dengan hati jang tenteram dan kejakinan sepenuh-penuhnja akan tugasnja jang dia masih harus lakukan di dunia ini, Pao Kong naiki pula kuda-tunggangnja dan berdjalan puiang kembali ke kota Lam Hong. TAMAT PAO KONG |
Kolektor E-Book
PAO KONG |
Kolektor E-Book
Hancurnya Sebuah Kerajaan Karya Siao Shen Sien Pohon Kramat Karya Khu Lung Hancurnya Sebuah Kerajaan Karya Siao Shen Sien