Ceritasilat Novel Online

Dara Pendekar Bijaksana 1


Dara Pendekar Bijaksana Karya OPA Bagian 1



Dara Pendekar Bijaksana Karya dari OPA

   

   Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka . Aditya Indra Jaya Sean/foto image . Awie Dermawan Distribusi & arsip . Yon Setiyono DARA PENDEKAR BIJAKSANA

   Jilid ke I Penyadur O.P.A. Penerbit . U.P. INDRA BHAKTI JAKARTA Book source Photographer Distributing & filing . . . Sumber Pustaka . Aditya Indra Jaya Sean/foto image . Awie Dermawan Distribusi & arsip . Yon Setiyono DARA PENDEKAR BIJAKSANA

   Jilid I I.

   ANGIN bertiup santar, salju beterbangan, di jalan raya propinsi Ho-lam distrik Thang-im yang menuju keselatan sedang berjalan sebuah kereta berkerudung tenda hitam yang ditarik oleh seekor kuda.

   Kereta tersebut berjalan perlahan-lahan menempuh perjalanan yang sukar dan melawan angin serta salju yang amat dingin itu.

   dari dalam kerudung tenda itu, lapat-lapat terdengar suara orang sakit yang sedang batuk-batuk serta suara helaan nafas dari seorang wanita.

   Pada saat itu, muncullah tiba-tiba dari dalam rimba yang terdapat di sebelah kanan sebuah bukit yang tidak jauh dari jalan raya tersebut, dan dua sosok bayangan manusia yang berlari-larian seperti terbang ternyata mereka itu menuju jalan raya yang sudah penuh salju itu.

   Kedua-duanya pada mempunyai kepandaian lari pesat yang luar biasa, orang yang terdepan berbadan kecil dan langsing, berbaju pendek dan celana panjang yang berwarna hijau seluruhnya, sedang rambutnya dikepang menjadi dua.

   Sepasang kakinya memakai cepatu yang berujung sangat runcing.

   Meskipun sederhana sekali cara berpakaiannya tatapi tidak menutupi kecantikan wajahnya yang wajar itu sebab kecantikannya itu adalah pemberian yang Maha Kuasa bukan dibuat-buat.

   Bila orang melihatnya agak lama akan orang ketahui bahwa ia sedang menyimpan perasaan duka.

   Hal itu dapat dilihat dari sela-sela alisnya.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Di belakangnya ada berlari seorang laki-laki tua yang berusia kira-kira enam puluh tahun lebih.

   Jenggotnya yang sudah putih seluruhnya tumbuh melewati dadanya, badannya tegap tetapi pada raut mukanya yang agak tirus panjang kelihatan tegas garis-garis yang menandakan usia tuanya.

   Kedua manusia itu telah menunjukkan kepandaian lari cepat mereka di atas jalan raya yang sudah penuh sanyu yang tebal dan putih meletak itu.

   dari jauh, mereka itu terlihat bukan seperti berlari lagi, lebih tepat kalau mereka dikatakan bahwa mereka sedang beterbangan seperti dua ekor burung elang yang lagi terbang turun naik.

   Sekejap saja keduanya sudah bertenti tidak jauh di belakang kereta bertenda hitam itu.

   Si orang tua sambil menunjuk itu kereta bertenda hitam yang sedang berjalan, dengan suaranya yang agak serak berkata kepada anak dara yang bertubuh kecil langsing itu.

   "Sian Cian, orang yang duduk di dalam kereta itu adalah tuan penolongku Chie Chiatsu. Dahulu dia pernah menolong diriku dari bahaya maut, kali ini ia telah difitnah orang jahat, sehingga kehilangan pangkatnya serta dijebloskan ke dalam penyara. Sebetulnya aku ingin mengajak engkau dan aku membongkar rumah penyara untuk menolongnya, tapi siapa tahu orang yang baik itu selamanya terhindar dari hukuman mati. Kasihan Chie Ciatsu yang selama hidupnya berkelakuan sangat jujur dan bersih, tetapi akhirnya pulang ke kampungnya dengan kehilangan pangkatnya. Semoga engkau kali ini dapat memenuhi keinginanku agar tidaklah sia-sia jerih payahku merawat dirimu hingga dewasa. Chie Kongcu (putera Chie Ciatsu) masih muda usianya, orangnya tampan dan terpelajar tinggi, tidak nanti mengecewakan engkau!"

   Dara itu setelah mendengar penuturan si orang tua tersebut parasnya segera berobah merah. Sambil mengembeng air mata ia menjawab.

   "Yaya, aku mengerti maksudmu, tapi aku Cuma mengharap agar aku berada saja disampingmu selama hidupku, bisa melayani engkau, selain itu tidak ada lagi keinginanku yang lain!"

   Si kakek tua itu tidak menunggu habis ucapan anak dara tersebut, sudah tertawa lebar sambil berkata.

   "Cian-jie, ucapanmu ini aku sudah mengerti, Cuma usia yayamu sudah lanjut, entah tinggal berapa lama lagi masih bisa bercakap-cakap dengan kau. Selama empat puluh tahun ini, meski aku bisa mengangkat nama di kalangan Kang-ouw tetapi tahukah engkau bagaimana kematian ayah dan ibumu? Permusuhan dan balas membalas dalam rimba persilatan boleh dikatakan tidak ada habis-habisnya. Selama hidupku entah sudah berapa banyak jiwa penjahat dan orang-orang dari kalangan rimba hijau yang melayang jiwanya dibawah pedangku, tetapi aku sendiri juga harus mengorbankan jiwa anak dan menantuku sendiri. Lima belas tahun yang lalu, kalau bukan Chie Inyin (tuan penolong) yang menolong jiwaku, aku bukan saja tidak bisa menuntut balas sakit hati ayah bundamu, bahkan jiwaku sendiri juga sudah siang-siang pulang ke akherat. Maka itu, kalau aku menyuruh kau berbuat demikian adalah untuk membalas budi. Selain dari pada itu juga karena aku tidak ingin dirimu yang putih bersih ini bercampur dengan segala orang jahat di sunia Kang ouw, Sian Cian, mengertikah ucapanku ini!"

   Mendengar itu, Sian Cian si anak dara itu pun mengangkat mukanya, memandang wajah si kakek, lalu dengan suara pilu ia menyahut.

   "Aku faham maksud baikmu Yaya, aku bersedia menuruti kehendak Yaya .. harap Yaya suka menjaga diri baik-baik."

   Sesuda berketa demikian, diputarnya tubuhnya tiba-tiba, lalu dengan kecepatan seperti kilat dikejarnya kereta yang bertenda hitam itu.

   Di tengah-tengah salju yang putih Cuma tinggal seorang kakek yang berbadan tegap dan berjenggot panjang dan putih.

   Ia memandang itu bayangan hijau diantara keputihan salju.

   Lama- kelamaan hilanglah dari pandangan matanya, tanpa terasa kakek itu telah mengangkat tangannya, lalu dengan lengan bayunya ia menyusut air matanya yang mengalir bercucuran Teidak lama kemudian setelah kepergian Sian Cian, dari jalanan sebelah Utara telah lari mendatangi tiga ekor kuda.

   Di atas kuda-kuda itu ada tiga orang-laki-laki yang tegap dengan dandanan serba ringkas.

   Ketiganya memakai baju tebal berwarna hitam, kepala mereka dibungkus dengan kain tebal berwarna hijua.

   Di atas pelana kuda mereka dicantelkan tiga buah senjata yang berlainan jenis.

   Mereka melarikan kuda laksana terbang, hingga salju beterbangan di udara, sebentar saja sudah mendaki bukit.

   Setiba di atas bukit, kuda mereka berjalan sedikit pelahan, sedang orang itu sambil mengibas-ngibaskan salju yang menempel pada badan mereka.

   Seorang diantara mereka mulai membuka suara, katanya .

   "Kereta yang tertutup hitam yang semalam telah kita lihat itu memuat Chie Ciatsu, bekas pembesar negeri yang toako kita telah perintahkan untuk mengejar lalu membunuhnya tanpa ampun. Katanya orang tua itu telah dua kali menjabat jabatan tinggi, dan tatkala ia masih memegang jabatannya, karena tindakannya yang
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono tegas, diluar Ie Pak, entah berapa banyak kawan dari rimba hijau yang sudah binasa di tangannya.

   Anak muridnya Toako dan gundiknya yang tersayang, juga dihukum mati tatkala orang tua itu menjabat kedudukannya di Liauw-tang.

   Kala itu kebetulan toako berada di daerah Kang-lam hingga tidak mengetahui hal ini, setelah kembali, buru-buru mengetahuinya, tetapi orang tua itu juga sudah dipindah ke kota raja.

   Dengan sangat murka, toako pergi ke kota raja, hendak menuntut balas terhadap itu orang tua, siapa kira karena orang tua itu berani mengusik-usik perkara raja muda Han-lu akhirnya, akhirnya telah mendapat dosa sebagai orang yang berani menghina nama baik raja muda sehingga dijatuhi hukuman mati.

   Toako yang melihat keadaan demikian, ia pikir sudah saja, siapa tahu ternyata orang tua itu masih panjang umurnya karena masih ada orang yang mau menolongnya, hingga ia terhindar dari hukuman mati.

   Ia hanya dipecat dari jabatannya.

   Toako yang mendapat kabar itu telah dua kali pergi ke kota raja, tetapi orang tua itu telah berlalu dengan membawa kelurganya, sebab itu ia menyuruh kita bertiga pergi mengejar dan mengambil jiwanya.

   Biar bagaimanapun, jangan sampai kita pulang dengan tangan hampa!"

   Seseorang segera memotong.

   "Aku kata dalam hal ini toako agak membesar-besarkan, Cuma satu bekas pembesar negeri yang lemah daya, sukup kita kirim satu atau dua orang kita saja yang sedikit cerdik untuk mengurus, bukankah sudah beres? Perlu apa mesti perintahkan kita bertiga yang harus turun tangan sendiri untuk mengurus perkara yang sepele ini?"

   Laki-laki yang seorang lagi yang berbadan pendek sedikit turut bicara.

   "Pang Lo-ji, ucapanmu ini ada sedikit keliru. Toako dua kali ke kota raja, bukankah karena hendak membunuh mati musuhnya dengan tangan sendiri? Sekarang ia telah serahkan urusan ini kepada kita bertiga? Lagi pula orang tua bekas pembesar negeri itu sudah dua kali menjabat kedudukan tinggi, mustahil kita tidak dapatkan hasil apa-apa dari dirinya!"

   Laki-laki yang mula-mula membuka mulut tadi agaknya sudah tidak sabaran, ia lantas berkata pula.

   "Kereta di depan itu sudah tidak kelihatan bayangannya lagi. Jalanan ini agak banyak bukit, dalam beberapa puluh paal ini tidak ada penduduknya, hingga merupakan tempat yang paling baik bagi kita turun tangan. Mari kita lekas kejar, setelah kita berhasil melaksanakan tugas kita, kita lekas pulang ke Thong-im, tidak perlu kita merecoki hal-hal yang bukan-bukan di sini!"

   Tiga orang itu lantas melanjutkan perjalanan mereka, tidak beberapa lama kemudian, mereka sudah melihat kereta bertutup hitam itu sedang berhenti dan beristirahat, disamping kerena lapat- lapat kelihatan bergeraknya bayangan orang.

   Pemandangan serupa ini, sungguh di luar dugaan mereka, sehingga mereka menahan kudanya untuk mengawasi dari jauh.

   Tidak lama kemudian kereta itu kelihatan melanjutkan perjalanannya.

   Tiga penjahat itu saling memberi tanda, segera keprak kudanya dengan cepat mengejar ke arah kereta tersebut.

   Karena kuda lebih cepat dari kereta hingga sebentar saja mereka telah berada di belakang kereta itu.

   Saat itu timbullah nafsu membunuh dalam hati tiga kawanan penjahat itu hingga mereka segera pada menghunus senjata masing- masing serta menerjang kereta itu dari kanan dan kiri.

   Siapa nyanya, baru saja ketiga penjahat itu bergerak, tiba-tiba di belakang mereka terdengar suara orang tertawa dingin.

   Suara itu dibarengi dengan tiga buah benda berkeredepan yang menyambar ke arah mereka.

   Tiga penjahat itu hanya merasakan kesemutuan di bagian jalan darah Hong Hu Hiat‟ di pundak belakang masing- masing lalu ketiga-tiganya jatuh terjungkal dari kuda mereka.

   Kereta tersebut seolah-olah tidak tahu apa yang telah terjadi hingga melanjutkan perjalanannya dengan tenang.

   Tiga penjahat itu setelah mendusin, baru mengetahui bahwa dirinya pada rebah terlentang di atas salju, seolah-olah baru mendusin dari mimpinya, mereka lantas mengerti telah bertemu dengan orang yang berkepandaian tinggi.

   Jalan darah mereka telah tertotok oleh semacam senjata rahasia yang sangat lihay, beruntung orang itu tidak menginginkan jiwa mereka, hanya menotoknya di tempat yang sangat tepat, sehingga mereka bisa mendusin sendiri dalam tempo dua jam tanpa memerlukan pertolongan.

   Namun demikian, mereka telah tidur dua jam lamanya di atas salju.

   Waktu itupun sudah cukup membuat mereka hampir mati kedinginan.

   Adapun tiga orang penjahat itu adalah anak buah seorang kepala berandal yang namanya sangat disegani di jalanan lima daerah propinsi Utara.

   Kepala berandal itu bernama Tong Cin Wie, sedangkan gelarnya Sin Chiu Tui Hun.

   Tiga penjahat itu karena mengandalkan nama pemimpin mereka yang sangat disegani serta kepandaian ilmu silat mereka maka selalulah mereka berbuat sewengna-wenang di daerah Utara sungai Kuning.

   Kejahatan mereka sudah bertumpuk-tumpuk, entah sudah berapa banyak jiwa manusia yang tidak berdosa sudah melayang di tangan mereka.

   Penjahat itu yang usianya agak tua dari antara mereka bertiga bernama Kim Mo Houw Cu Tiauw Ching, yang pendek bernama The Thong, gelarnya macan kaki pendek, satu lagi bernama Pang Jie Hoan, gelarnya macan muka hijau.

   Didalam kalangan Kangouw mereka mendapat gelar tiga macan dari Ie-pak.

   Kali ini karena mendapat perintah dari pemimpin mereka Tong Cin Wie, tapi waktu mengejar dan hendak membinasakan jiwa Chie
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono.

   Ciatsu sekeluarga, tidak nyana telah mengalami nasib sial, di sini mereka bertemu dengan orang yang berkepandaian tinggi sehingga mengalami kekalahan yang begitu hebat.

   Berbicara tentang diri Sin Chiu Hun Tong Cin Wie, kepala berandal ini pada masa itu merupakan tokoh yang sangat menonyol di kalangan Kangouw, orang Cuma tahu bahwa kepala berandal itu ada mempunyai kepandaian silat yang luar biasa, senjata rahasianya yang berupa jarum Tui Hun Ciam merupakan senjata yang sangat ampuh dan menjagoi kalangan Kagouw.

   Sifat kepala berandal ini aneh dan kejam, diluarnya manis tetapi dalam hatinya buas seperti binatang.

   Setiap kali bertemu dengan musuh-musuhnya, belum pernah memberi kesempatan hidup kepada musuh-musuhnya.

   Baru tujuh atau delapan tahun ini ia muncul di kalangan rimba hijau di lima propinsi Utara, tapi kepandaian ilmu silatnya yang luar biasa dan senjata rahasia Tui Hun Ciamnya yang sangat ampuh tiada taranya itu telah menundukkan semua jago dalam kalangan rimba hijau di daerah Utara, hingga menduduki kursi kepala berandal di daerah lima propinsi Utara.

   Dua tahun kemudian ia telah membuka perkampungan di tepi sungai Eng Teng Ho yang mempunyai pemandangan alam yang sangat indah permai, seolah-olah seorang hartawan besar, tapi kiranya ia cuma seorang kepala berandal, perkampungan ini dibuat markas besar untuk memimpin gerakan-gerakan kejahatannya.

   Tong Cin Wie masih mempunyai satu ciri, ialah gemar main perempuan, namun ia tidak gampang-gampang jatuh hati terhadap wanita.

   Wanita-wanita yang ditaksir olehnya tidak peduli isteri atau gundik-gundik para pejabat tinggi atau raja muda, puteri-puteri bangsawn atau hartawan, ia pasti berusaha terus sampai bisa berhasil.

   Ia memanam bibit permusuhan dengan Chie Tayjin ialah karena salah satu gundik karena salah satu gundik dari penjahat besar tapi ternyata yang paling disayang olehnya beserta salah seorang muridnya dalam suatu kejahatan di daerah Lauw-tang telah tertangkap.

   Kala itu Chie Tayjin itu adalah satu-satunya pejabat negeri yang berani bertindak tegas terhadap kejahatan, maka seketika itu lantas menyatuhkan hukuman mati kepada penjahat tersebut.

   Tong Cin Wie yang masih terus merasa penasaran terhadap Chie Ciatsu, terus berusaha untuk menuntut balas dendamnya, dan ketika ia mendengar Chie Ciatsu sedang pulang ke kampungnya, iapun segera perintahkan tiga anak buahnya untuk mengejar dan membinasakan bekas pembesar negeri tersebut.

   Siapa nyana bahwa Tuhan masih melindungi jiwa pembesar negeri yang jujur dan berhati mulia itu sehingga muncullah seorang pendekar budiman Kang It Peng yang bergelar Gin Sie Siu atau kakek jenggot perak yang pernah ditolong oleh bekas pembesar negeri itu.

   secara diam-diam telah melindungi di sepanjang jalan.

   Akhirnya membuat tiga macan itu pulang dengan tangan hampa.

   Tiga macan dari Ie-pak itu lantas melaporkan segala pengalamannya kepada pemimpinnya.

   Ketika Tong Cin Wie mendengar laporan anak buahnya, parasnya berobah seketika, lama ia berpikir, kemudian barulah ia berkata sambil tertawa dingin.

   "Bagus, ternyata masih ada orang yang berani main gila terhadap aku si orang she Tong, rasanya aku mesti turun tangan sendiri, aku ingin melihat bagaimana macam orang itu yang pandai menggunakan senjata rahasia untuk menyerang jalan darah orang. Kalian bertiga, sekarang juga harus berangkat ke Kang-lam lagi, kalian harus pasang mata dan kuping dengan betul, dimana tempat kediaman bekas pembesar anjing she Chie itu. beberapa hari kemudian aku akan menyusul kalian!"

   Setelah rnendapat tugas baru itu ketiga macan itupun segera berangkat lagi ke Kang-lam pada hari itu juga tanpa berani beristirahat sedikitpun.

   Kini Tong Cin Wie lantas mulai mengatur siasatnya, ia tahu bahwa orang yang mahir menggunakan senjata rahasia untuk menotok jalan darah lawannya orang itu tentu tinggi sekali kepandaiannya, begitu pula ilmu tenaga dalamnya, orang tersebut bisa permainkan tiga anak buahnya, sudah tentu bukan orang sembarangan.

   Ia lantas mengutus anak buahnya memberitahukan kepada Hoe Cee Thian Ong Hwan Kong Hong dan Chit Seng Sin Pian Oey Cing Tan untuk menyuruh rnereka segera berangkat ke Selatan malam itu juga dengan membawa beberapa orang yang berkepandaian agak tinggi, untuk memberi bantuan kepada si tiga macan itu.

   Disamping itu juga diutusnya orangnya untuk memberitahukan kepada beberapa penjahat yang namanya sudah terkenal di daerah Utara, supaya membawa anak buah masing-masing dan segera berangkat ke Selatan.

   Kemudian ia sendiri berangkat menuju kegereja Cing In Sie di Tay-ku, untuk mengundang kawan karibnya yang menjadi paderi di kelenteng tersebut Kim Hong Sian-su.

   Kita sekarang balik kepada Chie Ciatsu.

   Bekas pembesar negeri ini bernama Chie Kong Hiap, ia berasal dari keluarga terpelajar, sejak mudanya sudah terkenal karena kepandaian ilmu suratnya.

   Ia sudah pernah menjabat jabatan Ti-hu dan kemudian Ciatsu sebetulnya ia tidak perlu sudi gawe turut mengusil-usil perkara raja muda Han-lu yang masih pernah adik dari hongtee masa itu tapi Raja muda itu telah berlaku tidak senonoh terhadap wanita rakjat biasa hingga Ciatsu itu telah bertindak dan hasilnya ialah yang difitnah oleh raja muda ceriwis itu hingga hampir saja ia mendapat hukuman mati.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Chie Kong Hiap tidak sajangi pangkatnya, tapi ia kasihani anak dan isterinya yang tidak berdosa apa-apa tapi harus turut memikul dosanya sendiri, oleh karena itu jatuh sakitlah ia dirumah pen-jara, sehingga ia dikeluarkan dari penyara pada waktu itu sakit-nya belum sembuh benar.

   Karena ia tidak mau berdiam lama-lama di kota-raja, maka meski badannya masih sakit maka diajak anak isterinya untuk pulang juga kekampung Siang Khe Chun di propinsi An Hwie yaitu kampung halamannya sendiri.

   Meski badan Chie Kong Hiap sakit, tapi hatinya merasa gem- bira, ia sangat gembira bisa meninggalkan penghidupannya yang sibuk dikalangan pembesar negeri, tapi ia tak tahu bahwa ia baru terlepas dari cengkeraman maut di kalangan pemerintahan, kini kembali menghadapi ancaman pembunuhan dari kawanan penjahat? Kalau bukan pendekar budiman Kang It Peng yang melindunginya, niseaja ia dan isterinya sudah terbinasa ditangannya tiga macan dart Ic-pak itu.

   Tatkala kereta bertenda hitam tadi berjalan diatas sebuah jalanan yang sepi di daerah Thong Im, tiba-tiba terdengar suara tangisan dan ratapan seorang wanita yang memilukan hati.

   Nyonya Chie tergerak hatinya oleh suara tangisan itu lalu memerintahkan kusir menghentikan keretanya, lalu membuka tirai kereta untuk melihat keluar, maka terlihatlah olehnya diatas jalan yang penuh salju, tidak jauh dari depan kereta, ada duduk seorang wanita muda berbaju hijau.

   Suara tangisan itu ternyata keluar dari mulut wanita itu.

   Tanpa menanyakan apa sebabnya maka nyonya Chie segera perintahkan anak laki-lakiya turun dart kereta memberi pertolongan pada wanita tersebut.

   
Dara Pendekar Bijaksana Karya OPA di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Chie Kongcu tidak berani berbuat ajal, ia segera turun dari kereta dan buru-buru menghampiri wanita itu, lalu menyapa .

   "Nona, disini hawanya sangat dingin, ibu suruh nona naik ke atas kereta untuk menghindarkan hawa dingin, kalau nona ada kesasar jalan, aku nanti bisa minta kepada ibu agar supaya bisa suruh kusir kereta antarkan pulang kerumah nona. Sekarang silah- kan nona naik ke-kereta !"

   Chie Kongcu ada seorang terpelajar, biasanya jarang keluar pintu sendirian, maka pembicaraannya sedikit banyak masih rada malu-malu. Wanita muda itu lantas berdiri dan menyahut .

   "Terimah kasih atas kebaikan Kongcu". Lalu memberi hormat kepadanya. Chie Kongcu agak gelagapan, ia menampak wajah ayu agung dari si nona, matanya tidak berani memandang lama-lama. Maka dalam seketika itu buru-buru mengajak si nona naik ke kereta menemui ibunya. Nyonya Chie adalah seorang perempuan budiman serta welas asih, maka buru-burulah ia membersihkan salju yang menempel di- badan nona itu, kemudian memberikan pakaian tebalnya, sudah itu lalu menutupi tirainya dan melanjutkan perjalanannya. Nyonya Chie menanyakan diri nona tersebut yang lalu diceritakan riwajatnya yang sudah dikarang terlebih dahulu. Ia mengaku dirinya she Kang dan namanya Sian Jie. Ia bersama ayahnya hendak mencari familinya, tapi tidak ketemu dan ayahnya mati ditengah perjalanan kemudian ia dijual kepada seorang hartawan, tapi kemudian ia melarikan diri. Kini ia sudah tidak mempunyai kediaman lagi, maka dimintanya supaya nyonya ini suka menerimanya sebagai budak atau apa saja. Kata-katanya itu sudah tentu terdapat banyak kesalahan, tapi karena ia pandai mengatur pembicaraan hingga nyonya Chie itu percaya saja. Juga karena ia telah ter-tarik kepada paras yang cantik dan kecerdikan nona itu hingga ia terima baik permintaan nona itu. Meski Chie Kong Hiap merasa sangsi terhadap diri nona itu tapi karena kemauan isterinya maka ia tidak berani membantah. Saat itu Chie Kongcu Chie Sie Kiat girang sekali. Ia belum pernah melihat seorang wanita yang parasnya begitu cantik laksana bidadari, meski nona itu hanya mengenakan pakaian yang sangat sederhana. Kereta itu dijalankan setiap hari tanpa mengaso barulah berhenti dipenyeberangan sungai kuning. Ketika itu Chie Kong Hiap mulai sembuh. Pindahlah mereka keperahu layar supaya dapat melanjutkan perjalanan ke Selatan. Setelah tiba diseberang Selatan sungai kuning mereka pindah lagi ke kereta dan meneruskan perjalanan melalui Kay-hong, Tan-liu dan kemudian tiba di kota Hway-yang. Malam itu mereka lantas menginap di satu rumah penginapan. Belum lama mereka tiba dirumah penginapan itu telah datang tiga lelaki yang menunggang tiga ekor kuda. Laki-laki tersebut juga menginap dirumah penginapan tersebut. Chie Ciatsu bersama keluarganya menempati tiga buah kamar di-sebelah Barat sedang ketiga laki-laki tadi menempati dua buah kamar cliseberangnya. Tatkala malam tiba, tiga laki-laki tersebut selalu pasang mata dan kadang-kadang melongok kekamar Chie Kong Hiap. Semua gerak gerik itu telah diketahui oleh Sian Jie, tapi ia pura-pura tidak melihat, setelah membantu nyonya Chie memasak obat untuk Chie Kong Hiap barulah ia masuk kekamarnya sendiri.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Kira-kira jam satu tengah malam, suami isteri Chie Kong Hiap itupun pulaslah.

   Cuma kamar Chie Sie Kiat yang masih memancar- kan sinar lampu sebab ia belum tidur.

   Sian Jie dengan perlahan turun dari pembaringannya lalu menuang secawan teh wangi dan kemudian dengan mengindap-indap berjalan menuju ke kamar Chie Sie Kiat.

   Tadinya ia mengira sang Kongcu itu masih membaca buku.

   siapa tahu tatkala ia mendorong pintu kamar, ia menyaksikan Chie Kongcu sedang duduk menunjang janggut sambil mengawasi lampu diatas meja, agaknya sedang melamun.

   Sian Jie adalah seorang anak cerdik, selama beberapa hari ini, ia telah dapat melihat bahwa sang Kongcu itu telah menaruh perhatian terhadap dirinya.

   Ia berjalan mendekati, lalu berkata dengan suara perlahan.

   "Siao-ya, sudah larut malam, seharusnya mengaso saja!"

   Kata-kata itu telah mengejutkan Chie Sie Kiat yang sedang melamun, iapun mengangkat muka, sekilas terlintas wajahnya Sian Jie yang cantik dan menggiurkan.

   Ia cuma bisa membuka mata lebar-lebar ia tak tabu cara bagaimana harus menjawab.

   Sian Jie letakkan cawan teh diatas media seraja berkata "Siao- ya, silahkan minum teh!"

   Sehabis berkata lantas memutar tubuhnya dan berjalan keluar. Chie Sie Kiat mendadak membuka mulutnya, ia berkata .

   "Sian Kow .."

   Kata-kata selanjutnya belum sampai keluar dari multitnya, tiba-tiba melihat Sian Jie membalikkan tubuh, tangan kanannya mengayun, seperti ada benda yang menyerupai benang perak meluncur dari tangannya, torus menerjang jendela.

   Kemudian disusul dengan suara jeritan "Aduh !", lalu sunyi kembali.

   Chie Kongcu tidak dapat melihat togas semua kejadian itu.

   tatkala mendengar suara jeritan itu, kagetnya bukan main, sehingga badannya gemetaran.

   Sian Jie sambil menyender kepintu, berkata sambil bersenyum .

   "Siao-ya, tidurlah baik-baik, jangan bikin kaget Lo-ya dan dan Hu-jin!"

   Kemudian ia menutup pintu lalu meninggalkan kamar itu dan Chie Kongcu yang masih duduk bingung memikirkan semua kejadian yang baru saja terjadi itu.

   Esok harinya, Chie Ciatsu melanjutkan perjalanannya, Chie Kongcu masih memikiri kejadian semalam, tapi Sian Jie masih tetap seperti biasa, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.

   Baru kira-kira dua puluh paal kereta Chie Ciatsu meninggalkan kota Hway-yang bertemulah sebidang tanah dataran yang amat luas.

   Pada saat itu, dibelakang kereta Chie Ciatsu itu ada delapan ekor kuda sedang berlari membuntuti, tidak lama kemudian, dari alas kereta bisa menampak delapan ekor kuda itu.

   Ternyata ada delapan penunggangnya yang terdiri dari orang-orang tun, muda.

   Mereka itu ada yang kurus ada pula yang gemuk dan setiap orang pada menyoren senjata.

   Orang-orang yang berada dalam kereta itu Sian Jie sajalah yang mengerti bahwa orang-orang itu sedang mengejar mereka.

   Nona cilik itu lantas berobah parasnya, mulutnya yang kecil mungil agaknya tersungging senyuman dingin, alisnya berdiri.

   dalam hatinya berkata.

   "Hari ini kalau aku tidak memberi sedikit pelajaran kepada kalian tentu kalian tidak akan tahu diri, tentu kalian tidak tahu lihaynya Kong Tong Li Hiap Kang Sian Cian". Selagi ia berpikir itu kedelapan ekor kuda itu sudah melalui kereta tersebut. Sian Jie diam-diam pasang mata, tangannya menggenggam senjata rahasia duri ikan terbang yang kecil halus. Seorang diantara ke delapan penunggang kuda itu, yang berusia kira-kira empat puluh tahun (agaknya sebagai pernimpin rombongan itu) mengempit perut kuda dengan kedua pahanya, hingga kudanya membedal melewati yang lain-lainnya. Orang itu membawa golok Kui Thauw To. Wajahnya seperti tembaga dan romannya kelihatan bengis, ia bedal tali kudanya, tempat duduknya agak dimiringkan kekanan. Sian Jie hampir saja tidak bisa kendalikan amarahnya, ia ingin turun dari keretanya untuk memberi hajaran pada laki-laki yang jumawa itu, tapi tatkala ia menoleh dan menampak Chie Ciatsu bertiga sedang mengawasi tingkah lakunya sendiri, terpaksa ia mengawasi mereka sambil bersenyum. Saat itu dari luar kereta terdengar suara orang tertawa dingin, kemudian disusul dengan suara orang berkata "Aku tidak menampak orang berarti dalam kereta ini Pang Lo-jie bisa terkena serangan menggelap, sehingga buta matanya sebelah bukankah ini suatu peristiwa yang sangat mengherankan?"

   Terdengar pula satu suara yang berkata .

   "Pang Jie Hoan terkena serangan senjata gelap, sehingga sekarang masih belum tahu betul siapa penyerangnya; menurut keterangannya bahwa gerak tangan orang itu gesit sekali, lagipula senjata rahasianya tidak mengeluarkan suara, hingga ia bisa rubuh". Pada saat itu, kuda kawanan penjahat itu sudah mengitari kereta dan menerjang bagian depannya, tiba-tiba terdengar suara orang berkata .

   "Haan Toa-ko Thee Lotee, kalian tidak perlu merecokin itu lagi, aku pernah menyaksikan dengan mata kepada sendiri, senjata rahasia yang mengenai diri Pang Jie Hoan itu adalah duri ikan
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono terbang yang namanya sangat terkenal didaerah Kang-lam, aku lihat urusan ini agaknya sedikit sulit".

   Orang yang mula-mula berbicara itu berkata lagi.

   "Orang namakan kamu tiga macan dari Ie-pak, nama itu saja sudah cukup menakutkan orang. Aku tidak percaya bahwa dalam kereta ini ada orang yang pandai menggunakan senjata rahasia duri ikan terbang. Dasar Pang Jie Hoan yang sedang sidI, atau boleh jadi bertemu musuh lamanya, sehingga mengalami kekalahan ..

   "

   Ketika pembicaraannya sampai disini, tiba-tiba ia menarik tinggi nada suaranya .

   "Aku heran sikap toako kita, ia agaknya meniup-niup urusan ini, sehingga perlu musti turun tangan sendiri, aku tadinya mengira ia sedang berhadapan dengan orang yang mempunyai tiga kepala dan enam lengan tapi kiranya cuma satu orang tua yang tidak ada gunanya. Aku heran, toa-ko biasanya suka bertindak cepat, tapi sekarang kemana kegesitannya itu? Dalam hal ini ia nampaknya sangat hati-hati sekali, kalau hal ini diluaran, seorang gagah dirimba hijau yang sudah menjagoi di lima propinsi Utara, ternyata begitu takut bertindak menghadapi seorang tua yang tidak ada gunanya, bukankah akan membuat tertawaan orang? Kalau bukan karena toa- ko memesan berulang-ulang, hari ini aku sudah lantas turun tangan, untuk mengubrak-abrik itu orang dalam kereta, benar-benar aku tidak percaya mereka mempunyai pengaruh gaib". Penjahat-penjahat itu bicara sambil mengeprak kuda lalu maju melewati kereta itu. Mereka tidak sangka bahwa semua pembicaraannya sudah masuk ketelinga Sian Jie. Nona cilik ini meski baru berusia delapan belas tahun, tapi ia sudah dididik dan dilatih baik oleh dua jago silat yang kenamaan, dengan sebilah pedang lemas yang terbikin dari besi Burma tulen dan sekantong senjata rahasia berbentuk duri ikan terbang yang terbikin dari baja. Ia sudah menjelajah dan malang melintang di tujuh propinsi daerah Kang-lam, nama Kong-tong Lie-hiap Kang Sian Cian, telah menggetarkan rimba hijau didaerah Kang-lam. Tatkala ia mendengar pembicaraan kawanan penjahat tadi, mengertilah ia bahwa keluarga Chie Ciatsu serta dirinya sendiri sedang dikuntit oleh kawanan penjahat yang berjumlah besar dan mungkin akan menyusul berangsur-angsur; dari pembicaraan tadi ia juga tahu bahwa kawanan penjahat itu sedang menanti kedatangan pemimpin mereka, maka itu ia tidak berani turun tangan sembarangan. Hal ini membuat ia merasa lega. Meski ia tidak takut terhadap mereka, tapi karena ia hanya seorang sudah tentu ia akan keripuhan. Karena mengetahui kawanan penjahat itu tidak berani turun tangan, maka ia juga tetap berlaga pilon sambil menanti kedatangan Ya- yanya. Senjata rahasianya yang sudah digenggam ditangan, dimasukkannya lagi kedalam kantongnya. Tapi segala perobahan sikap ini sudah menarik perhatian Chie Kong Hiap. Chie Kong Hiap meski tidak mempunyai pengalaman didunia Kang-ouw seperti Sian Jie, tapi terhadap gerak-gerik kawanan penjahat itu juga menyebabkan ia merasa curiga. Ia juga mendengar lapat-lapat pembicaraan mereka, meski tidak bisa dengar jelas persoalan yang mereka bicarakan, tapi sedikit banyak sudah dapat menduga bahwa mereka tidak bermaksud baik terhadap dirinya. Berbareng dengan itu, ia juga sudah dapat lihat bahwa Sian Jie ini bukan anak perempuan sembarangan meski nampaknya lemah lembut, tapi dari sepasang matanya yang bersinar tajam, dapat dipastikan bahwa anak perempuan ini berasal dari kalangan orang- orang gagah. Mereka pun melanjutkan perjalanannya sampai beberapa hari lamanya, pada suatu hari mereka telah memasuki propinsi An-hwie. Setelah melalui jalan dataran yang luas dan panjang, tibalah mereka didaerah rimba pada waktu tengah hari. Tiba-tiba dari dalam rimba terdengar suara siulan nyaring dan panjang. Mendengar suara itu berobahlah wajah Sian Jie. Ia tidak perduli kedoknya akan terbuka dihadapan Chie Ciatsu hingga dengan cepat ia bertindak yaitu ia menyuruh kusir menghentikan kereta. Kemudian menolehlah ia kepada Chie Ciatsu lalu berkata.

   "Lo-ya, Hujin, didalam rimba ini mungkin ada kawanan orang jahat, Lo-ya sekalian berdiam saja didalam kereta, jangan bergerak sembarangan, tunggu budakmu akan melakukan pemeriksaan dulu sebentar". Tidak menunggu jawaban dari Chie Ciatsu lagi, iapun me- lompat turun dari kereta lalu dengan cepat lari kedalam rimba. Baru saja tiba didalam rimba, ia segera dapat melihat kedelapan penjahat itu berada didalam rimba tersebut, Sian Jie lalu berkata sambil tertawa dingin .

   "Kahan ini semua berlaku seperti setan gentajangan, selalu menguntit kereta nona-mu apa hasrat kamu yang sebenarnya?"

   Penjahat yang berwajah seperti tembaga itu tiba-tiba tertawa terbahak-bahak kemudian berkata .

   "Seorang nona cilik yang galak sekali, aku si orang she Hoan beberapa tahun berkelana di dunia Kang-ouw, belum pernah ketemu dengan seorang perempuan yang begini galak. Kau mau bertanya maksud kedatangan kita? Tapi aku ingin ketahui lebih dahuIu nona cilik ini siapa dan ada hubungan apa dengan itu si orang she Chie yang berida didalam kereta! Mengapa kau mengikuti mereka duduk dalam kereta itu?"

   
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka . Aditya Indra Jaya Sean/foto image . Awie Dermawan Distribusi & arsip . Yon Setiyono "Apakah kau sendiri yang melukai sahabat kita si macan muka hijau di rumah penginapan Hway Yang ?"

   Ia majukan itu serentetan pertanyaan sambil menatap wajah si nona, begitu pula tujuh penjahat yang lainnya.

   "Kau bertanya tenting ini? Aku dengan orang she Chie itu ada mempunyai hubungan majikan dengan bujang, tegasnya, aku adalah budak keluarga Chie sudah tentu aku harus bantu mereka. Hal ini tidak ada urusan bagi kalian semua. Tentang itu orang yang menamakan dirinya si macan muka hijau, ia terluka memang seharusnya. siapa suruh ia tengah malam buta mengintip kamar orang? Jawabanku sudah habis, kalian ada maksud apa? Sebaik-nya kalian jelaskan padaku. Perlu aku beritahukan padamu, meski nona- mu ada seorang diri saja, tapi sedikitpun tidak akan merasa jeri untuk menghadapi orang-orang semacam kalian ini!"

   Mendengar perkataan jumawa dari si nona maka seorang diantara penjahat itu lantas berkata dengan amat gusar.

   "Budak hina yang sangat katak, kau benar-benar tidak memandang mata orang lain. Aku tidak percaya dengan usiamu yang begini muda bisa mengeluarkan ucapan begini sombong. Baiklah, kawan kita si Pang telah teriuka ditanganmu, sekarang tidak usah banyak bicara, utang uang bajar uang, utang jiwa bajar jiwa, aku Kim Mo Houw hendak menagih hutang padamu". Orang itu berusia tiga puluh tahun lebih, wajahnya bengis, di tangannya memegang sebilah golok besar dan berat. Dengan itu golok ia lantas mulai melakukan serangan terhadap diri si nona. Sian Jie berkelit sambil berkata mengejek.

   "Dengan badanmu yang seperti kerbau ini juga berani turun tangan terhadap nona- mu?"

   Sebentar saja ia sudah bersda dibelakang Kim Mo Houw, dua jari tangan kanannya lalu menotok jalan darah Hong Hu Hiat dibelakang pundak si macan bulu emas itu.

   Begitu turun tangan, Sian Jie sudah mengarah jalan darah orang, hingga para kawanan penjahat yang menyaksikan pada terkejut.

   Difihak Kim Mo Houw yang gagal dalam serangannya, karena tidak menampak bayangan Sian Jie hatinya kagetnya bukan main.

   Tiba-tiba dibelakang gegernya merasa desiran angin lalu ia buru- buru lompat kedepan sejauh delapan kaki, tapi si nona seolah-olah membayangi dirinya, sambil membentak .

   "Kau hendak lari kemana ?"

   Jari tangan nona itu segera menotok belakang geger Kim Mo Houw.

   Mata si macan bulu emas itu lantas gelap seketika, darah sekujur badannya dirasakan pangs, kemudian sempojongan sampai tindak, baru bisa berdiri lagi.

   Meski ia tidak jatuh, tapi wajahnya sudah pucat pasi.

   Kalau Sian Jie berlaku ganas, jiwa salah satu dari si macan bulu emas ini sudah melayang siang-siang.

   Sian Jie tidak map memberi hati kepada kawanan penjahat itu, setelah berhasil merubuhkan Kim Mo Houw, lalu memutar tubuhnya dan berkata kepada kawanan penjahat tersebut.

   "Dengan mengandal kepandaian kalian yang tidak berarti ini juga berani main gila terhadap nona-mu? Kalau kalian mengerti selatan, sebaiknya lekas berlalu dari sini Kalau tidak dengar nasehat nona-mu, nanti nona-mu bisa bikin kalian mampus di rimba ini!"

   Ucapan Sian Jie ini telah membikin Hwie Cee Thian Ong Hoan Kong Hong gusar sekali. Dengan marah ia membentak.

   "Budak hina yang sangat ganas, kau telah mendesak kita demikian rupa, aku si orang she Hoan juga ingin menguji kepandaianmu."

   Kemudian ia menoleh dan berkata kepada kawan- kawannya.

   "Budak hina ini biarlah kalian serahkan kepada aku dan saudara The yang melayani, kalian boleh turun tangan bereskan itu orang she Chie bersama keluarganya, agar tog-ko tidak perlu turun tangan sendiri". Mendengar perintah orang she Moan itu, empat diantaranya segera memisahkan diri hendak lari menghampiri kereta Chie Ciatsu. Berbareng dengan itu, Hoan Cee Thian Ong juga segera keluarkan senjatanya menyerang Sian Jie. Ketika Sian Jie mendengar kawanan penjahat itu hendak menyerang kereta Chie Ciatsu niatnya ia merintangi tapi selagi ia hendak merintangi itu empat penjahat yang lari keluar rimba, tiba- tiba senjata Hoan Kong Hong sudah berada didepat dadanya. Dengan cara rebahkan diri, ia dapat hindarkan serangan si orang she Hoan itu. Dengan cepat ia bangun berdiri lagi, dari pinggangnya ia keluarkan senjata pedang lemasnya yang istimewa, pedang ini meski lebarnya tidak ada dua jari tangan, tapi tajamnya luar biasa, kalau tidak dipakai, bisa digunakan sebagai ban pinggang. Sambil memegang pedang maka Sian Jie pun mengeluarkan ilmu silat 'Pat Po Hui Khongnya' atau delapan langkah memutar diudara, melesat laksana angin keluar rimba. Karena gusamya, Sian Jie lalu berlaku ganas terhadap kawanan penjahat itu ia membabat dengan pedangnya, sebentar saja sudah meminta korban, seorang penjahat yang lari terbelakang, segera tertabat kutung kepalanya dan menggelinding sejauh kira-kira tujuh kaki. Kemudian ia susul
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono dengan tiga buah senjata rahasianya yang masing-masing mengenai tiga penjahat lainnya.

   Ketiga penjahat yang terkena serangan senjata rahasia itu memperdengarkan jeritan ngeri sudah itu pada jatuh bergulingan ditanah.

   Hwie Cee Thian Ong juga keluarkan kepandaiannya melepaskan pisau terbang, dengan kedua tangannya ia melontarkan dua buah pisau terbang mengarah belakang geger Sian Jie.

   Sian Jie merasa sambaran angin, buru-buru ia geserkan tubuhnya, tapi tidak urung lengan kanannya kena keserempet, hingga mengucurkan darah segar.

   Sian Jie gusar, dengan cepat ia putar tubuhnya, lalu menerjang Hoan Kong Hong.

   Serangan itu ada begitu cepat dengan kaget Hoan Kong Hong berkelit kesamping, satu tangannya menghunus golok Kui Thauw To-nya untuk melawan.

   Saat itu dari delapan kawanan penjahat itu ada empat yang terluka, satu binasa, sisanya tiga orang lantas mengepung si nona.

   Sian Jie seperti banteng terluka, ia mengamuk dengan pedang istimewanya, sehingga ketika penjahat itu terdesak mundur terus sampai berputar-putaran.

   Ketika penjahat itu sekarang telah mengerti bahwa Sian Jie benar-benar lihay, karena merasa tidak ungkulan melawan hingga timbul pikiran masing-masing hendak kabur.

   Hwie Cee Thian Ong dan Thee Thong berhasil melarikan diri tapi yang satunya lagi karena sedikit terlambat, telah terbinasa diujung pedangnya Sian Jie.

   Dalam pertempuran it, Sian Jie telah merebut kemenangan dengan mudah, meski lengannya terluka, tapi difihak kawanan penjahat, empat terluka, dua binasa dan dua melarikan diri.

   Setelah musuh-musuh sudah kabur, Sian Jie pun mengeluarkan obat lukanya, untuk mengobati luka dilengannya dan kemudian meninggalkan rimba tersebut dan kembali ke keretanya.

   Kedatangannya telah disambut dengan girang oleh Chie Ciatsu, nyonya Chie dan Chie Sie Kiat.

   Terutama nyonya Chie, ia lalu pimpin Sian Jie duduk didampingnya, dengan suara lemah lembut ia berkata "Nona, kau terlalu cape".

   Sian Jie menjawab sambil bersenyum .

   "Hujin, apakah barusan kalian melihat aku bertempur?"

   Chie Ciatsu berkata sambil angguk-anggukkan kepala .

   "Nona Sian, kita merasa banyak terima kasih padamu. Tatkala akti pertama kali melihat kau, aku berasa bahwa kau ini bukan orang sembarangan, cuma saja saat itu aku tidak kira bahwa kau ternyata mempunyai kepandaian ihnu silat demikian tinggi ; aku si orang she Chie ada mempunyai kebijaksanaan apa, sehingga mendapat bantuan demikian rupa dari nona?"

   "Lo-ya. kau jangan mengucap demikian, ini adalah kewajiban dan tugasku sebagai budak". Nyonya Chie buru-buru memotong.

   "Nona Sian, kau selanjutnya jangan bahasakan kita Lo-ya dan Hu-jin lagi, kau adalah penolong' kita keluarga Chie, jika kau sudi, aku yang tidak mempunyai anak perempuan, hitung2 kupandang nona sebagai ..

   "

   Belum habis pembicaraan nyonya Chie, sudah dipotong oleh Chie Ciatsu .

   "Sudah, sudah, kau tak usah katakan lagi, nona Sian adalah satu pendekar wanita, satu jago betina, ada penolong besar keluarga Chie, apakah maksudmu ini tidak takut akan merendahkan derajat orang?"

   Setelah mendengar ucapan Ciatsu, nyonya Chie tidak berani membuka mulut lagi, tapi Sian Jie yang cerdik lantas tidak mau sia- siakan itu kesempatan baik, ia segera berkata kepada nyonya Chie .

   "Hujin, aku sejak kanak-kanak sudah tidak mempunyai ibu, sekarang Hujin begitu baik terhadapku, sekalipun Hujin suruh aku binasa juga rela, jika kalian tidak pandang rendah diriku, terimalah diriku yang hina ini!"

   Bukan main girang hati nyonya Chie, Sian Jie lantas berlutut dihadapan kedua orang tua itu, setelah memberi hormat manggut- manggut kepala tiga kali, lalu memanggil Chie.

   Ciatsu ayah dan kepada nyonya Chie ia panggil ibu, akhirnya ketika memandang Chie Kongcu, dua pasang mata saling beradu, Sie Kiat merasa agak likat, tapi Sian Jie sendiri juga lantas merah wajahnya, akhirnya ia cuma mampu keluarkan perkataan "Koko", lalu menubruk dirinya nyonya Chie.

   Nyonya Chie lantas tertawa, begitu pula Chie Ciatsu sedang Sie Kiat memandang dengan mata terbuka lebar, entah apa yang sedang dipikirkan, tapi tiba-tiba ia berseru .

   "Darah ! Adik Sian, kau telah terluka !"

   Nyonya Chie terperanjat lalu buru-buru bertanya kepada Sian Jie .

   "Sian Jie, dimana lukamu? Lekas unjukan kepada ibumu !. Perlahan-lahan Sian Jie mengangkat mukanya, lalu menyahut .

   "Ibu, luka sedikit yang tidak berarti dilengan kananku, anakmu sudah obati sendiri, tentu sebentar akan sembuh sendiri".
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Ia berkata sambil melirik Chie Sie Kiat, hingga ia dapat melihat si kongcu ini sedang mengawasi lengannya yang terluka dengan terlongong-longong.

   Semua ini telah terjadi dalam waktu yang sangat singkat diatas kereta yang ditarik oleh kuda yang masih melanjutkan perja- lanannya ke Selatan.

   Diwaktu magrip tiba, mereka sudah melakukan perjalanan sejauh empat puluh paal lebih.

   Kusir kereta kenal betul jalanan itu dan ia tahu didepan tidak ada kota maka berkatalah ia kepada Chie Ciatsu bahwa malani ini harus bermalam di Kim Kee Kip, Chie Ciatsu tidak memban-tah omongan kusir itu.

   Meski Kim Kee Kip adalah sebuah kota kecil, tapi keadaannya sangat ramai, disitu ternyata terdapat banyak rumah makan dan rumah penginapan.

   Malam itu Chie Ciatsu mengadakan perjamuan untuk keluarganya sendiri terutama untuk menyamu Sian Jie yang sudah berhasil mengusir kawanan penjahat.

   
Dara Pendekar Bijaksana Karya OPA di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Dalam perjamuan itu Chie Ciatsu kembali bertanya asal usul dirinya Sian Jie dan kembali lagi Sian Jie mengarang cerita tentang dirinya.

   Ia katakan bahwa ayahnya ada seorang guru silat yang terkenal, tatkala ia masih kecil, sang ayah telah dibunuh mati oleh musuhnya, selanjutnya ia ditolong dan dirawat oleh seorang pendekar budiman, serta diberikan pelajaran ilmu silat yang cukup sempurna.

   Pendekar tersebut dulu pernah menerima budi Chie Ciatsu.

   baru-baru ini telah mendapat kabar bahwa Chie Ciatsu telah terpitnah dan dijebloskan dalam penyara, pendekar itu sebetulnya hendak merampas penyara untuk memberi pertolongan, tapi tak jadi sebab telah diketahui bahwa Chie Ciatsu sudah dikeluarkan dari penyara dan hendak melakukan perjalanan pulang kekampung.

   Tapi ada beberapa kawanan penjahat yang sahabatnya dulu pernah dihukum mati oleh Chie Ciatsu hendak menuntut balas, maka pendekar tersebut lantas mengutusnya untuk memberi pertolongan dan melindungi keselamatannya, ia tidak nyana kalau akan dipungut anak oleh Chie Ciatsu, hingga selanjutnya akan merupakan keluarga sendiri.

   Penuturan ini meski karangan belaka dari Sian Jie sendiri akan tetapi sebagiannya berisi peristiwa yang pernah terjadi.

   Chie Ciatsu sejak tadi mencari-cari dalam ingatan siapa itu orang yang pernah ia tolong, tapi ia tidak ingat hingga bertanya kepada Sian Jie nama pendekar itu, tapi Sian Jie cuma menjawab bahwa pendekar tersebut nanti akan datang berkunjung untuk menemui Chie Ciatsu sendiri, malahan ia peringatkan ke-pada Chie Ciatsu bahwa selanjutnya masih akan terjadi lagi pertempuran sengit dengan kawanan penjahat, tapi ia minta agar supaya ayah angkat itu tetap berlaku tenang.

   Perjamuan itu berjalan dalam suasana gembira, mereka saling mengobrol sampai jauh malam, hanya Chie Kongcu saja yang paling sedikit berbicara karena ia lagi kelebu dalam alam pikirannya sendiri.

   Ia sedang memikirkan diri saudara angkat ini, yang ternyata adalah seorang jago betina yang berkepandaian sangat tinggi, karena dirinya sendiri tidak mengerti ilmu silat, apakah adik angkat ini bisa cinta dirinya? Dalam ngelamunnya iin, tanpa dirasa sudah minum arak terlalu banyak, hingga akhirnya menjadi mabok.

   Nyonya Chie agaknya sudah bisa menebak apa yang sedang dipikirkan oleh anaknya, maka ia sengaja suruh Sian Jie bimbing Sin Kiat kekamar.

   Sian Jie masuk kekamarnya sendiri yang berhadapan dengan kamar Chie Kongcu.

   Ia sendiri juga tidak bisa tidur pulas, karena memikirkan sikap Sie Kiat terhadap dirinya.

   la tidak menyangka bahssa selama dalam perjalanan ini telah tumbuh suatu perasaan yang begitu dalam, sebagai satu wanita yang adatnya keras dan pernah malang melintang didunia Kang-ouw, tidak nyana hatinya telah rubuh terhadap satu anak sekolah yang tidak bertenaga.

   Sian Jie terus ngelamun sendirian.

   Tiba-tiba dari luar jendela terdengar suara orang berkata .

   "Kau si budak ini, sudah begini malam masih belum tidur, hanya ngelamun saja sendirian, bagaimana ada tetamu yang sudah lama datang kau tidak menyapa? Apa benar kau man suruh kita kedinginan diluar?"

   Sian Jie terkejut oleh tegoran dari luar itu.

    ooOoo II.

   Selagi hendak keluar dari kamarnya, kedua laki-laki sudah datatig menghampiri padanya dengan muka berseri-seri.

   Yang berjalan didepan ada orang laki-laki usia tiga puluh tahun lebih, ia mengenakan dandanan ringkas yang terbuat dari kain kapas, diatas bibirnya ada tumbuh kumis pendek, lagaknya mirip dengan seorang tuan tuan tanah didesa, ia itu adalah pendekar yang namanya sangat terkenal di daerah Tionggoan, Pat Kwa Ciang Cin Tiong Liong.

   Di belakangnya berdiri seorang laki-laki yang berusia kira-kira sua puluh enam tahun, mengenakan pakaian malam berwarna hitam,
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono dibelakang gegernya ada dua batang senjata yang berupa Poan Pit.

   Ia juga satu jago di daerah Kang-lam.

   Namanya Ong Bun Ping sedang gelarnya Hwie Thian Giok Houw.

   Kedua orang itu masih ada hubungan seperguruan dengan Sian Jie, Cin Tiong Liong itu adalah anak murid tidak langsung dari Kang It Peng, sedang Ong Bun Ping adalah murid Chio Bien Giam Lo Sun Tay Beng, dan Sian Jie pernah berguru dua tahun lamanya kepada Sun Tay Beng, senjata pedangnya yang lstimewa itu malah ada pemberian sang guru she Sun ini, maka Sian Jie barns bahasakan siok-siok atau paman kepada Cin Tiong Liong, dan berbahasakan suheng terhadap Ong Bun Peng.

   Kedatangan kedua orang itu sangat menggirangkan Sian Jie, buru-buru persilahkan dua tetamunya itu duduk.

   "Begini malam kau masih belum tidur, apa yang kau pikirin ?"

   Tanya Cin Tiong Liong. Sian Jie terkejut, tapi karena ia adalah seorang yang cerdik hingga bisalah ia berlaku tenang agar perasaan hatinya tetap bersembunyi.

   "Titji hari ini kau telah bertempur dengan kawanan penjahat dari Kang-pak, karena itu kau duduk saja dan pikirkan cara bagaimana supaya bisa melindungi jiwa Chie Ciatsu sekeluarga. Cin Siok-siok dan Ong Peng Suheng benar-benar kedatanganmu sangat kebetulan, sudikah kau memberi bantuan kepada Titlie?"

   Jawabnya Sian Jie, yang lantas menuturkan jalannya pertempuran dengan kawanan penjahat.

   "Hal ini aku sudah mendapat keterangan jelas dari Suhu, kedatangan kita malam ini justeru karena urusan ini. Menurut keterangan Suhu, Sin Chiu Tui Hun telah mendatangkan beberapa penjahat tua yang sudah lama mengasingkan diri. Beberapa orang yang ia undang itu dulu adalah orang-orang yang sangat terkenal namanya dikalangan rimba hijau. Aku tidak sangka bahwa urusan sekecil ini telah menerbitkan persengketaan begitu besar dikalangan rimba persilatan ; orang-orang itu kabarnya sedang melakukan perjalanan ke Selatan. Sin Chiu Tui Hun sendiri sudah sampai di kota Ceng Yang Koan, mungkin dalam beberapa hari ini akan tiba disini. Suhu bersama Sun Lo Cianpwee karena masih pergi minta bantuan seseorang, maka aku dan Ong Siao-hiap disuruh datang duluan memberi bantuan padamu. Besok pagi kalian boleh meneruskan perjalanan. Untuk sementara kita tidak unjukan muka dulu, hanya melindungi kalian secara diam-diam", berkata Chin Tiong Liong.

   "Tong Cin Wie benar-benar keterlaluan, ia telah malang melintang didaerah lima propinsi di Utara, banyak kejahatan yang sudah di-lakukannya, sekarang masih hendak coba mengacau didaerah Tionggoan, aku pasti hendak menemui itu orang sendiri, aku kepingin lihat bagaimana kelihayannya yang bergelar Sin Chiu Tui Hun dengan Tui Hun Ciam-nya", berkata Sian Jie.

   "Sian Sumoy seolah-olah dikurniai Tuhan, pedang Gin Hong Kiam dan senjata rahasia duri ikan terbang, merupakan senjata yang paling dahsjat dikalangan Kang-ouw, dua-duanya berada ditanganmu, pada saatnya pasti akan ada pertunjukan ramai, Siao- heng nanti akan menyaksikan dengan mata sendiri. Aku duga Sin Chiu Tui Hun tentu akan jatuh ditanganmu". Ong Bun Beng turut bicara. Mendengar itu merahlah wajah Sian Jie, hingga menjawablah ia sambil tertawa .

   "Suheng, kau tak usah terlalu memuji aku, saat itu kalau aku kalah, apa kau kira akan peluk tangan terus?"

   "Sian Sumoy, kalau kau benar-benar tidak berdaya, apalagi aku, tentunya akan antarkan jiwa dengan curna2. Bukankah kau senga-ja hendak menyusahkan aku ?"

   Jawab Ong Bun Peng.

   Jawaban ini memang sebenarnya, karena kepandaian Sian Jie masih jauh lebih tinggi dari padanya, Sian Jie begitu dilahirkan didunia sudah dipale demikian rupa oleh ayah bundanya, dan begitu mengerti urusan sudah mulai dilatih ilmu silat.

   Oleh karena dalam usia tiga tahun ayah bundanya mati dibunuh oleh musuhnya.

   Kang It Peng yang masih pernah kakek dengannya lantas rawat dan didik padanya sehingga dewasa.

   Sang Kakek ini telah turunkan semua kepandaiannya kepada cucu perempuannya ini, dalam usia yang masih muda sekali, ia diajak berkelana di dunia Kang-ouw untuk menambah pengalamannya.

   Setengah tahun kemudian ia telah bertemu dengan Sun Tay Beng sahabat karibnya, pendekar aneh ini melihat bakat Sian Jie yang luar bias, telah diberi pelajaran ilmu silat simpanannya, yaitu menggunakan senjata rahasia duri ikan terbang yang ia belum pernah turunkan kepada siapapun juga.

   dan pedang lemes Gin Hong Kiam juga diberikan kepadanya.

   Dari Kang It Peng, Sian Jie sudah mendapat didikan dasar yang berupa ilmu tenaga dalam, ilmu pedang, ilmu totokan dan ilmu lari pesat; dan dari Sun Tay Beng ia dapatkan pelajaran ilmu Khie Kang, Biau Ciang dan senjata rahasia duri ikan terbang yang pernah menggemparkan dunia Kang-ouw.

   Dengan bekal kepandaiannya dari dua jago tua kenamaan ini, tidak heran kalau Sian Jie begitu muncul dikalangan Kang-ouw lantas malang melintang di daerah Kang-lam tapi belum pernah menemui tandingan, hingga nama gelar Kong Tong Lie Hiap Kang Sian Cian, merupakan situ ancaman bagi kawanan rimba hijau.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Cian Tiong Liong dan Ong Bun Peng setelah menjelaskan rencananya, lantas pamitan.

   Setelah mengantarkan kedua tamunya legalah hati Sian Jie, dengan adanya mereka yang melindungi secara diam-diam dengan sendirinya tidak akan kewalahan menghadapi musuh-musuhnya.

   Saat itu sudah hampir jam tiga malam, dikamarnya Chie Sie Kiat sudah padam lampunya, kiranya Kongcu itu sudah tidur nyenyak, maka ia juga lantas naik pembaringan untuk tidur.

   Tapi Chie Sie Kiat sebetulnya masih belum tidur, pembicaraan antara Sian Jie dan kedua tetamunya, telah didengarnya semua.

   dia agak gelisah dan cemburu, ia bulak balik dipembaringan, semalaman tidak bisa tidur.

   Diatas kereta, Chie Sie Kiat seolah-olah kehilangan semangatnya, kedua matanya merah, sikapnya lesu.

   Chie Ciatsu swami isteri mengerti keadaan anaknya, tapi apa yang mereka bisa berbuat? Sian Jie bukan perempuan sembarangan, lagi pula inerupakan tuan penolong besar bagi keluarga Chie, dan untuk selanjutnya malah masih akan mengandalkan tenaganya untuk melindungi keselamatannya.

   Mereka tidak tahu bahwa Sian Jie sendiri juga terserang penyakit rindu! Ia juga menyaksikan keadaan Sie Kiat dan faham apa yang dikandung dalam hati anak muda.

   Inginlah ia memberi hiburan, tapi apa hendak dikata sebab ia seorang perempuan muda, biar bagaimanapun haruslah ia menjaga kehor-matannya.

   Tapi pada akhirnya ia tidak mumps kendalikan perasaannya, dengan suara perlahan dan lemah lembut akhirnya ia pun bertanya ,"Sie Kiat-ko, kau kenapa? Apakah tadi malam karena minum arak terlalu banyak hingga masuk angin? Aku mempunyai obat mujarab, minumlah sedikit !"

   Dengan segera dikeluarkan sebutir pil warna putih bikinan Kong It Peng sendiri yang terdiri dari rempah-rempah yang didapat dari perbagai tanah pegunungan.

   Kasiat obat itu besar sekali, Sian Jie sendiri cuma mempunyai lima butir, hanya diminum jika memerlukan sekali.

   Sian Jie rnemberi obat pilnya sembari geserkan tubuhnya mendekati Sie Kiat, dengan tangannya ia merabah jidat anak muda itu.

   Sian Jie agak terperanjat, karena jidat Sie Kiat panas sekali waktu dirabanya maka ia pun menoleh lalu berkata kepada nyonya Chie.

   "Ibu. engko Sie Kiat demam badannya, panas". Nyonya Chie segera mendekati anaknya, setelah merabah jidatnya, lalu bertanya .

   "Kau kenapa ?"

   "Ibu, anak tidak apa-apa kalau beristirahat sebentar tentu bisa baik sendiri", jawab Sie Kiat sambil tertawa getir.

   "Sakit ayahmu baru saja sembuh, sekarang kau sakit lagi ini benar-benar .

   "

   Kata ibunya, sebelum ibu itu sempat melanjutkan ucapannya, Sian Jie sudah nyeletuk "lbu jangan susah hati, obatku ini ada obat yang sangat mujarab bila memakan obat ini tanggung akan sembuh penyakitnya.

   Nyonya Chie menyaksikan pil kecil yang berwarna putih itu, hatinya masih berasa sangsi, tapi lantaran ia pandang tinggi sekali diri Sian Jie, maka akhirnya ia percaya bahwa obat itu tentu bukan sembarangan obat.

   Maka berkatalah ia kepada anaknya.

   "Sie Kiat, lekas makan obat adikmu, jangan sampai membikin susah hati adikmu". Chie Sie Kiat buru-buru menyambuti obat dari tangan Sian Jie, tapi tangan Sian Jie bergerak lebih gesit, tahu-tahu pil itu sudah berada dimulut Sie Kiat. la merasa bau harum menusuk hidung dan terus masuk kedalain perut. Semangatnya bangun seketika itu juga sedang badannya merasa segar kembali. Kereta berjalan terus, melalui jalan-jalan datar, pegunungan, rimba dan kota, kereta itu hanya mengaso kalau malam tiba. Kira- kira empat atau lima hari lagi sudah sampai ditelaga siao-ouw. Selama beberapa hari itu, baik dirumah penginapan maupun didalam kereta karena pikiran Sie Kiat terganggu, terhadap Sian Jie ia agak menjauhi, ia tidak berani bertanya Sian Jie. ia hanya sesalkan dirinya sendiri. Ia berobah menjadi pendiam, ia tidak mau perdulikan segala hal, nyonya Chie diam! juga pernah menanyakan sebabnya, tapi cuma dijawab dengan tertawa getir. Rumah Chie Ciatsu terletak di desa Siang Kee Chun ditepi telaga Siao-ouw, tempat itu mempunyai pemandangan alam yang indah permai, penduduknya sangat sederhana. Menurut kebiasaan pada masa itu kepulangan Ciatsu sudah tentu diharengi dengan tetabuhan tambur dan gembreng fang riuh serta di-iring dengan tandu yang dipikul oleh delapan orang, tapi lain sekali keadaannya dengan Chie Ciatsu ini, yang hanya dengan sebuah kereta sewaan, beberapa potong peti pakaian dan orangnya juga cuma empat gelintir. Meski demikian, tapi masih banyak penduduk menyambutnya dengan meriah. Tatkala memasuki perkampungan tersebut, Sian Jie diam-diam sudah memperhatikan keadaan sekitar kampung tersebut. Kampung ini ternyata tidak terhitung besamya, tapi juga tidak kecil, pen- duduknya kira-kira terdiri dari seratus keluarga lebih didepan menghadapi telaga Siao-ouw disampingnya ada sungai kecil, rumahnya Chie Ciatsu terletak diujung timur kampung, didepannya
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono ada lapangan bias, dihiasi tanaman pohon Yangliu sedang dibelakang rumah mengalir sebatang sungai.

   Karena rumahnya besar dan keluarganya sedikit, maka masih terdapat banyak kamar kosong.

   Nyonya Chie menyediakan kamar sepesial untuk tempat tinggal Sian Jie serta dicarikan dua pelayan untuknya.

   Penduduk kampung tersebut beberapa hari berulang- ulang mengadakan kunjungan penghormatan kepada Chie Kong Hiap, hingga membuat repot bekas pembesar negeri itu.

   Selama beberapa hari berdiam dirumahnya, Chie Kongcu tetap dalam keadaan masgul, setiap hari sembunyikan diri dikamar buku- nya.

   Sekiranya bukan itu obat mujarab dari Sian Jie, mungkin saat itu ia sudah jatuh sakit.

   Nyonya Chie yang diam-diam memperhatikan gerak-gerik anaknya, menampak sang anak lesu dan tidak suka makan, tapi tidak ada tanda-tanda dihinggapi penyakit, diam-diam iapun merasa heran.

   Sian Jie setiap malam seliwatnya jam dua, sudah tentu mengadakan pemeriksaan diluar rumah, diwaktu siang baru ada tempo mengaso.

   Pada suatu malam, ketika habis menyalankan tugasnya, ia me- nampak lampu kamar buku Sie Kiat masih menyala, hingga hatinya tergerak.

   ia coba mengintip, ia dapat lihat Sie Kiat masih duduk diatas kursi sambil berkerudung selimut, matanya terbuka lebar memandang lampu, malah tertampak tegas sedang mengalirkan air mata.

   Melihat it Sian Jie merasa pilu dan maulah ia mengetuk pints tapi tiba-tiba dengar suara Sie Kiat berkata sendirian.

   "Sian Moy- moy, kau adalah seorang pendekar wanita, sudah tentu hendak mencari pasangan pendekar pula. Aku adalah seorang anak sekolah yang lemah, aku tidak pantas menyintai kau. Tapi rupamu membuat aku selalu rinds. Ah begini rupa .."

   Sian Jie terperanjat, tanpa ragu-ragu lagi, lantas mendorong daun pintu, terus melompat masuk dan sebentar kemudian sudah berdiri didepan Sic Kiat.

   Chie Kongcu yang sedang dihinggapi sakit rindu ketika mendengar bunyi pinto terbuka dan kemudian disusul berkelebatnya satu bayangan orang dan sebentar kemudian melihat didepannya berdiri seorang gadis berbaju merah yang sangat ringkas, ternyata adalah itu nona yang setiap hari dan malam merampas pikirannya.

   Pada saat itu, dikedua pipi Sian Jie sudah basah dengan air mata, sepasang matanya yang jernih tidak menampak lagi sinar yang tajam, tapi memancarkan sinar ayu dan welas asih.

   Ditambah lagi dengan air matanya yang mengalir telah menyebabkan dirinya sangat menggiurkan dan menarik, Sian Jie memanggil dengan suara perlahan.

   "Sie Kiat-ko, telah larut malam mengapa belum juga tidur?"

   Saat itu Sie Kiat penuh dengan perasaan yaitu girang dan sedih, ia tidak dapat berbuat lain dari pada hanya mengawasi nona itu dengan matanya yang sayup.

   Semua kata-kata yang hendak dikeluarkan dari mulutnya seolah-olah terkandas ditenggorokan.

   ia mengulurkan tangannya menggenggam tangan Sian Jie, entah dari mama datang kekuatannya hingga tiba-tiba ia dapat menarik tangan Sian Jie.

   Yang ditarik itu tidak melawan sedikitpun.

   ia menurut saja dan mudah ditarik, hingga dua anak muda itu telah duduk berdampingan.

   Jantung mereka waktu itu berdebar-debar seolah- olah hendak melompat keluar karena dipalu rasa asmara dan malu.

   "Selama beberapa hari ini apa yang kau lamunkan? Bukankah dengan begini kau akan merusak kesehatanmu sendiri?"

   Tanya Sian Jie sambil bersenyum.

   Benar-benar Chie Sic Kiat tidak menyangka bahwa nona gagah itu bisa berobah demikian lemah-lembut.

   Karena girangnya, lupalah ia menjawab pertanyaan Sian Jie karena kedua tangannya telah memeluk diri si nona dengan kencang.

   Ia memeluk sambil merapatkan pipinya kepipi gadis itu.

   Biarpun begitu mulutnya tetap membisu saja.

   Lama sekali mereka dalam keadaan begitu tapi achimja Sian Jie ingat pula kewajibannya lalu bangkit.

   Setelah memesan.

   agar Sie Kist lekas tidur, iapun meninggalkan kamar itu dengan perasaan puas.

   Ia keluar dengan perasaan bahagia sebab telah dipeluk oleh orang yang kena dihatinya.

   Sejak malam itu, heran bin ajaib Sie Kiat seolah-olah makan obat manjur, lesunya lenyap seketika.

   Nyonya Chie yang melihat perobahan anaknya itu memsa girang.

   Apalagi ketika ia melihat hubungan anaknya dan gadis itu makin lama makin erat dan mesra.

   Tapi ia tidak tahu bahwa pada saat itu kawanan penyahst dari Utara sudah mengikuti jejak Chie Ciatsu sampai disitu, hingga desa Siang Kee Chun yang kecil sunyi itu terancam bahaya besar.

   Malam itu keadaan sangat gelap, rembulan tersembunyi di balik awan, seperti biasanya Sian Jie melakukan kewajibannya meronda disegala pelosok.

   Sepulangnya dari meronda, ia selalu mampir di- kamar Chie Sie Kiat agar mereka tenggelam dalam madu asmara dan menebalkan rasa cinta mereka masing-masing.

   Chie Kongcu yang sudah lama menunggu menyambutnya dengan rasa girang, ngomong-ngomonglah mereka dengan rasa bahagia dan sebentar-sebentar bibir mereka beradu dengan mesranya tanpa lupa saling merangkul dengan eratnya.

   Selagi mereka asjik soling menumpahkan rasa kasih itu tiba- tiba Sian Jie mendengar bunyi perlahan diatas 'genteng rumah.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Dara Pendekar Bijaksana Karya OPA di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Yon Setiyono Bunyi itu meski sangat perlahan, tapi bagi telinga Sian Jie, sudah cukup nyata, maka iapun buru-buru bangkit lalu dengan cepat ia padamkan lampu yang terletak diatas meja.

   Dengan suara per- lahan ia berpesan kepada Sic Kiat "Kiat-ko, hati-hatilah!"

   Sehabis memberi pesan, ia pun melompat keluar dari jendela.

   Ia tidak turun di pekarangan, selanjutnya terbang melayang keatas genteng dilain seberang, begitu tiba diatas genteng rumah, ia menampak disana ada berdiri seorang yang berpakaian baju jalan malam, ternyata ada suhengnya sendiri Ong Bun Peng.

   Ong Bun Peng juga sudah melihat Sian- Jie.

   Buru-buru iapun lari menghampiri, lalu berkata secara berbisik kepada sumoynya.

   "Ma'am ini kawanan penjahat sudah mulai bergerak, jumlah orang yang datang nampaknya tidak sedikit, tapi entah melakukan pengintaian atau hendak turun tangan, aku tak tahu. Cin Siok-siok sudah turun tangan secara rahasia atas kawanan penjahat yang berada diluar kampung, tapi kalau tidak perlu sekali tidak maulah aku bentrok terang-terangan agar supaya mereka jangan mengetahui asal usul kita. Berita yang aku terima kemaren bersama Cin Siok- siok, beberapa penjahat dari golongan tua masih belum sampai, tidak nyana malam ini mereka hendak bergerak !"

   Selagi hendak melanjutkan pembicaraannya, Sian Jie yang matanya tajam sudah dapat melihat dua bayangan orang sedang lari menuju kekamar Chie Ciatsu.

   Sian Jie lantas berseru dengan perlahan "Sudah datang selesai berseru iapun melompat melesat menyusul bayangan dua orang tersebut.

   Dua bayangan itu setiba digedungnya Chie Kong Hiap, lalu pencarkan diri, berjalan menuju kekamar Chie Kong Hiap.

   Malam itu dalam kamar Chie Kong Hiap sudah gelap, dua orang itu lantas masuk kepekarangan ketiga, Sian Jie dari tempat gelap telah mendapat lihat bentuk air muka kedua penjahat itu, yang usianya kira-kira tiga puluh tahun lebih, mengenakan pakaian jalan malam yang berwarna hitam seluruhnya, yang satu bersenjatakan golok, satunya lagi bersenjatakan tongkat yang diperlengkapi gaetan.

   Kedua penjahat itu benar-benar besar nyalinya, setelah mereka masing-masing memberi tanda, lalu masuk kedalam.

   Penjahat yang bersenjata golok itu selagi hendak menerobos pintu kamar, tiba-tiba dari tempat gelap terdengar suara orang tertawa dingin, yang dibarengi dengan kata-katanya.

   "Bangsat yang bernyali besar, malam-malam buta berani mati hingga datang mengganggu rumah penduduk, bukankah baiknya kau me-ninggalkan kepalamu!"

   Suara itu dibarengi pula oleh meluncurnya sebuah benda berkeredepan, yang terus menyerang dada penjahat tersebut.

   Penjahat itu terkejut, pada saat itu sebatang piauw sudah datang menyerang.

   Penjahat tersebut ternyata berkepandaian cukup tinggi, dengan jalan rebahkan dirinya, ia mengelakan serangan piauw tersebut, tapi betapapun gesitnya, tidak urung senjata rahasia itu menyambar ikat kepalanya.

   Bukan main gusamya penjahat itu setelah mendengarkan suara tertawanya, lalu ia berkata .

   "Tidak nyana satu bekas pembesar negeri yang sudah dilepaskan dari jabatannya, masih ada kalian orang-orang semacam budak yang meelndungi. Kalau kau mempunyai nyali, keluarlah, supaya Pang Jie Thayya-mu bisa belajar kenal dengan cecongormu". Dari tempat gelap kembali terdengar suara orang tersebut .

   "Kalian kawanan penjahat ini benar-benar tidak mempunyai mata, dengan terus terang aku beritahukan kepadamu, aku bukan semacam orang dari golongan yang suka mengabdi kepada pemerintah lain bangsa, Chie Ciatsu tidak mempunyai hubungan apa-apa lagi dengan aku cuma aku tidak bisa melihat tingkah lakumu yang merendahkan derajat orang-orang didunia Kang-ouw. Lagipula tempat Siao-ouw juga tidak akan mengijinkan kalian berbuat sesukanya. Kalau kalian mengenal selatan, lekas enyah dari sini! Jika masih mernbandel, jangan menyesal kalau aku nanti turun tangan kejam, untuk kirim jiwamu kedunia lain!"

   Penjahat yang bersenjatakan tongkat itu tiba-tiba nyeletuk.

   "Sahabat, mendengar suaramu ini, terang ada kepala dari desa Siao-ouw ini. Kalau benar demikian halnya, semua masih merupa- kan sesama sehaluan, bolehkah kau unjukan muka, supaya kita saling mengenal. Tidak salah, kita ada orang-orang dari golongan Utara, malam ini datang kemari, tidak bermaksud menduduki tempat kediaman sahabat. Kita dengan itu orang she Chie ada mempunyai ganyelan sakit hati, lantaran ia, maka kita melakukan perjalanan begitu jauh dengan menempuh segala bahaya dan kesukaran. Kita sesama orang dari rimba persilatan, tidak merasa tidak berguna bersahabat dan menjual jiwa kepada bekas pembesar anjing "

   Ucapan selanjutnya belum sempat dilanjutkan, orang ditempat gelap itu tiba-tiba perdengarkan suaranya tertawa dingin, lain berkata.

   "Kau tak usah pura-pura berlaku baik terhadap aku. pendek. kata, daerahku Siao-ouw ini tidak mengijinkan kalian bangsa beginian berbuat sesuka hatimu. Jangan kata hendak melakukan
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka . Aditya Indra Jaya Sean/foto image . Awie Dermawan Distribusi & arsip . Yon Setiyono pembunuhan, sekalipun hendak ganggu tanamanku saja, aku juga tidak membiarkan kalian pulang dalam keadaan utuh!"

   Kata-kata orang itu telah membikin gusar kedua penjahat tersebut maka satu diantaranya yang bersenjatakan tongkat itu membentak dengan suara keras.

   "Sahabat, kau sungguh terkebur, kalau benar kau tidak mau kenal persahabatan, beritahukanlah namamu supaya kita bisa tahu sahabat dari Siao-ouw ini berapa terkenalnya dikalangan Kang-ouw. Kalau tidak, unjukanlah dirimu, supaya kita bisa menyaksikan bagaimana macam orang yang menjadi kepala di Siao-ouw ini. Sangkamu kau bisa bikin takut kami dengan gertakanmu itu? Singkamu kami tidak berani datang kemari". Penjahat tersebut berbicara sambil memperhatikan arah dari many datangnya suara orang tadi, ia hendak melakukan serangan tiba-tiba setelah mendapat kepastian tempat orang tersebut bersembunyi. Pikiran ini memang bagus, tapi orang tadi tidak memberi jawaban, seperti juga sudah berlalu dari tempat sembunyinya. Kali ini kedua penjahat itu benar-benar sudah murka, penjahat yang bersenjatakan tongkat gaetan itu lantas menggeram hebat, terus menerjang kearah suara tadi, tapi tempat itu ternyata sudah tidak ada orangnya. Bukan main gusamya kedua penjahat tadi hingga orang yang bersenjatakan tongkat tadi setelah mengetahui bahwa musuhnya sudah tidak karuan parannya, lain berkata kepada kawannya.

   "Saudara Pang, kita menerjang kedalam, kalau bisa turun tangan. kita bereskan jiwa itu orang she Chie malam ini juga. Ini ada kesempatan baik bagi kita berdua saudara untuk unjukan gigi, supaya sahabat-sahabat dari lima propinsi Utara juga mengetahui kepandaian kita Liauw-pak Siang Tiauw". Penjahat yang bersenjatakan golok itu setelah menjawab lalu menghunus goloknya. Sementara itu tangan kanannya mengambil bumbung api, lalu taxi kedepan pintu kamar suami isteri Chie Ciatsu. Penjahat itu ternyata bernyali besar, in sudah menduga pasti bahwa suami isteri Chie itu adalah orang-orang lemah yang tidak bertenaga, tapi ia telah lupa bahwa orang yang tersembunyi dan yang menyerang dengan senjata rahasia tadi hampir saja menewaskan jiwanya. Ia menyalakan bumbung apinya, hingga menampak tegas bahwa pintu kamar itu telah tertutup rapat, ia lalu angkat tangan kanan-nya hendak mendobrak pintu kamar tersebut, tiba-tiba dari samping kirinya terdengar suara orang membentak.

   "Penjahat kurang ajar, apa kau sudah bosan hidup?"

   Selanjutnya terdengar suara jeritannya orang yang maha hebat, golok dan bumbung api penjahat itu terlepas dari tangannya lalu jatuh ketanah sedang orangnya bergulingan sambil menyerit-jerit.

   Penjahat yang bersenjatakan tongkat itu ketika menampak kawannya yang bernama Pang Oen tanpa sebab telah melemparkan senjatanya dan bergulingan ditanah, bukan main kagetnya.

   Dengan cepat iapun melayang turun dari atas genteng, sambil membimbing bangun iapun bertanya.

   "Hengtee, kau kenapa ?"

   Pang Oen cuma bisa menjawab sambil kertak gigi.

   "Aku kena serangan senjata rahasia". Kawannya yang bernama Sie Kok Tiong dan bergelar Kim Cie Peng itu, seketika itu lantas merasakan seperti disambar petir. karena senjata rahasia apa saja kecuali jarum Bwee Hoa Ciam atau Too Kut Ting (paku yang menembus ketulang) sudah tentu ada suara anginnya. Ia memeriksa seketika lamanya, tapi tidak menemui dimana tempat yang terluka lalu bertanya pula dengan suara perlahan.

   "Kau terluka dibagian apa? Lekas beritahukan padaku!"

   "Belakang pundak bagian kanan dan kiri."

   Jawab Pang Oen.

   Kim Cie Ping buru-buru memeriksa dibagian yang disebutkan.

   benar saja disitu ada tanda darah membeku, tapi tidak kelihatan lukanya.

   Mengertilah ia sudah bahwa malam itu ia telah bertemu dengan orang pandai.

   Tapi Kim Cie Ping adalah seorang sombong dan keras kepala, biasanya suka berbuat sewenang-wenang didaerah Lia'uw-pak dan Liauw-tang.

   Belum pernah ada orang yang berani mengganggunya maka itu dengan segera berkatalah ia dengan suara nyaring.

   "Kawanan tikus dari mana yang berani melakukan serangan menggelap dengan menggunakan senjata jarum Bwee Hoa Ciam untuk menyerang orang yang sedang tidak bersiaga? Kalau engkau mempunyai kepandaian lekas unjukan mukamu dan marilah kita bertanding dengan Sie Toa-ya-mu secara terang-terangan. Tanpa perdulikan kawannya yang terluka iapun meloncat ke-tengah ruangan untuk menanti musuhnya. Tapi sebagai jawabannya, kembali terdengar suara orang tertawa dingin kemudian disusul dengan kata-kata.

   "Penjahat yang tidak tahu diri, kawan sendiri terkena serangan senjata apa masih belum mengetahui namun masih berani mati menantang berkelahi, kalau aku mau, sebentar saja bisa mengambil jiwamu. Kuberitahukan terus terang padamu, kawanmu yang tidak ada gunanya itu telah terkena senjata rahasia yang dinamakan duri
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono ikan terbang, lekas bawa pulang dan keluarkan benda itu, kalau tidak, senjata rahasia yang terbikin dari baja itu segera menyusup kedalam anggota badannya lebih mendalam, sehingga lengan sebelah kanan akan menjadi rusak.

   Orang masih baik hati tidak mau ambil jiwanya, kalau kau masih tetap membandel.

   nanti aku bikin engkau tidak berdaya juga didalam rumah ini!"

   Kim Cie Ping yang mendengar nama duri ikan terbang, benar- benar semangatnya ikut terbang, kegalakannya lantas lenyap seketika.

   Meski ia belum pernah datang ke Kang-lam, tapi ia sudah pernah dengar tentang nama Sun Tay Beng dengan senjata istimewa duri ikan terbangnya, yang merupakan senjata yang paling disegani oleh orang-orang dari rimba hijau, ia tidak nyana bahwa malam ini telah bertemu dengan orang yang ditakuti itu, tidak heran kalau seketika itu lantas kuncuplah hatinya, tanpa ajal lagi, ia lantas pondong kawannya dan berlalu dari rumah itu.

   Tatkala dua penjahat tadi bikin ribut-ribut didepan pintu kamar, suami isteri Chie Ciatsu sebetulnya sudah mendusin, tapi mereka anggap ada nona Sian Jie yang melindungi, maka dengan tenang mereka mendengarkan saja apa yang akan terjadi selanjutnya.

   Mereka merasa heran, mengapa orang yang berbicara dengan penjahat itu suaranya seperti orang laki-laki, sedangkan mereka tahu bahwa orang-orang dalam rumahnya, kecuali Sian Jie, tidak ada satu yang mengerti ilmu silat, kalau begitu siapa gerangan laki-laki itu? Dan mengapa tidak kedengaran suara Sian Jie ? Mungkinkah itu sahahat Sian Jie yang diminta datang untuk memberi bantuan? Chie' Ciatsu terus memikir, akhirnya ia sengaja batuk-batuk, dari luar jendela lalu terdengar suara Sian Jie.

   "Apa disitu ayah? Mengapa masih belum tidur ?"

   "Sian Jie, apakah kawanan penjahat sudah kabur?"

   Si ayah balik bertanya.

   "Dua orang penjahat itu sudah kabur semuanya, harap ayah dan ibu tidur dengan tenang,"

   Chie Ciatsu cuma rnenghela napas, tidak berkata apa-apa. Esok harinya, suami isteri Chie Ciatsu telah datang sendiri ke- kamar Sian Jie, hingga membuat sinona keripuhan menyambut. Nyonya Chie lain menarik tangan Sian Jie sembari berkata.

   "Anakku yang baik, kau ada bintang penolong dari keluarga Chie, barusan ayahmu ada berkata kepadaku, biar bagaimana tinggi kepandaian ilmu silatmu, tapi toch cuma seorang diri, perlukah kiranya memberitahukan kepada pembesar negeri setempat, supaya kirim orang untuk memberi bantuan. Semua pembesar negeri di tempat ini, sebagian benar pernah menjadi murid ayahmu, meski sekarang ayahmu sudah tidak memangku jabatan, tapi sedikit banyak masih mempunyai pengaruh terhadap mereka. Anakku yang baik. bagaimana pikiranmu dalam menghadapi soal ini?"

   "Ibu dan ayah tadi malam sudah mendengar sendiri, tidak usah anak membohongi lagi, memang benar ada banyak kawanan pen- jahat dari rimba hijau yang datang kemari hendak turun tangan terhadap ayah untuk menuntut balas sakit hati mereka. Tapi pendekar aneh yang pernah menerima budi ayah dan yang anakmu pernah sebut beberapa hari berselang, juga sudah minta bantuan banyak kawannya yang berkepandaian tinggi, dengan diam-diam mereka telah melindungi ayah, kalau sudah tiba waktunya, ia bersama kawan-kawannya akan keluar terang-terangan membasmi kawanan penjahat itu. Suara orang laki-laki yang semalam ayah telah dengar itu adalah salah seorang diantara orang-orang pandai yang diminta bantuan oleh pendekar aneh itu. Sebetulnya memang tidak halangan untuk minta bantuan orang-orang dari kalangan pemerintah, tapi orang-orang yang kali ini datang menuntut balas dendam terhadap ayah, semuanya adalah kawanan penjahat besar yang namanya sudah terkenal dikalangan Kang-ouw. Kepandaian ilmu silat tidak boleh dipandang ringan, kalau hanya lima puluh orang tentara negeri saja tidak berdaya menghadapi mereka. Lagipula apabila terjadi kematian dikalangan tentara negeri itu, mungkin akan berbuntut panjang. Menurut pendapat anakmu, kita tidak perlu membawa-bawa pembesar negeri, entah bagaimana pikiran ibu dan ayah?"

   Jawab Sian Jie.

   "Perkataanmu ini memang ada benarnya. Pengawalku dulu ketika aku masih memangku jabatan pembesar negeri, juga tidak berdaya menghadapi kawanan dari rimba hijau itu. Hanya itu orang- orang pandai yang kau katakan hendak mernberi bantuan, bolehkah undang mereka berdiam dirumah ini, agar kita bisa melakukan kewajiban sebagai tuan rumah?"

   Tanya Chie Ciatsu.

   "Hal ini ayah dan ibu boleh legakan hati, mereka pada dewasa ini sedang melakukan tugasnya yaitu mengintai gerak-gerik kawanan penjahat itu kalau sudah tiba waktunya, mereka akan berkunjung sendiri tanpa diundang", jawab Sian Jie. Mendengar keterangan Sian Jie itu suami isteri Chie Ciatsu mulai lega hatinya, setelah berbicara lagi sebentar, kedua suami isteri itu lantas kembali ke kamarnya sendiri. Bagi Sian Jie sendiri, diam-diam juga merasa gelisah. Menurut keterangan Ong suhengnya tadi malam, kawanan penjahat rupa-rupa nya sudah banyak yang datang tapi Ya-yanya belum ada kabar berita dari Ya- ya-nya. Difihaknya sendiri itu waktu cuma ada tiga orang, jika kawanan penjahat bertindak dengan serentak, untuk melayani bertempur masih bisa. Tapi sembari melindungi keluarga Chie yang berjumlah tiga orang, rasanya agak sukar.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono ooOoo Baik kita tinggalkan dulu Sian Jie yang sedang berada dalam kegelisahan, sekarang kita tuturkan tentang diri Kim Cie Ping Sie Kok Tiong yang menggendong tubuh Pang Oen sembari lari mengiprit.

   Beruntung diperjalanan mereka tidak dapat rintangan apa-apa.

   Mereka berdiam dalam salah sebuah kampung nelayan yang terletak kira-kira sepuluh paal dari Siang Khe Chun.

   Tempat itu disebut Ie Chiu Wan, satu kampung kecil yang letaknya dipantai danau Siao-ouw, penduduknya cuma beberapa puluh jiwa, tapi disitu ada berdiam seorang yang kaya raya.

   Dahulu orang itu juga adalah satu penjahat besar.

   Namanya Oh Cu Kui, karena telah berhasil dapat merampok sejumlah harta besar, lalu menetap ditempat yang sunyi itu untuk mencuci tangan.

   Ia mendirikan sebuah gedung besar, membeli beberapa buah perahu serta menggunakan tenaga beberapa orang nelayan miskin hingga hanyak juga penghasilannya setiap bulan.

   Ia pernah angkat Oey Cing Tan sehagai saudara maka kali ini kawanan penjahat dari Utara yang mengejar Chie Ciatsu ketika mengetahui bahwa bekas pembesar negeri itu berdiam di Siang Khe Chun, Oey Cing Tan pun mencari Oh Cu Kui untuk meminjam gedungnya untuk tinggal sementara waktu, hingga perkampungan nelayan yang kecil itu, kini telah merupakan markas besar kawanan penjahat dari lima propinsi di Utara.

   Sin Chiu Tui Hun Tong Cin Wie yang sudah bertekad bulat hendak mewujudkan maksudnya untuk menantut balas hingga kecuali mengerahkan seluruh anak buahnya juga ia telah pergi sendiri ke Ie-pak mengundang beberapa bekas kawanan berandal yang sudah mengasingkan diri.

   Ia hendak menggunakan kesempatan ini untuk tancap pengaruhnya di daerah Tionggoan dan Kang-lam, maka itu ia datang agak terlambat, dan menyerahkan tugas pengin-taian kepada Hoan Kong Hong dan Oey Cing Tan.

   Hoan Kong Hong yang hendak mencegat ditengah perjalanan, tidak tahunya malah kena dihajar kucar-kacir oleh Kong Tong Liehiap Kang Sian Cian, sehingga dua kawannya binasa dan empat lagi terluka.

   sedang mata Pang Jie Hoan telah diserang oleh senjata rahasia ketika berada dirumah penginapan Ceng Yang Koan.

   Kekalahan ini telah membikin kuncup nyali kawanan penjahat- penjahat itu hingga mereka tidak berani bergerak sembarangan lagi.

   Tatkala rombongan kedua yang dipimpin oleh Oey Cing Tan- tiba bersatulah mereka lalu meneduh digedung Oh Cu Kui.

   Hoan Kong Hong membicarakan tentang budak perempuan Chie Ciatsu yang cantik luar biasa, tapi juga tinggi sekali ilmu silatnya.

   hingga fihaknya sendiri yang mengerahkan tenaga beberapa orang hampir saja semuanya rubuh ditangannya.

   Siapa nyana bahwa penuturan itu telah menimbulkan kegusaran Liauw-tang Siang Tiauw dan Yan-san Jie Kui (Sepasang burung dari Liauw-tang dan dua setan dari Yan San), masing-masing julukannya empat penjahat yang datang bersama Oey Cing Tan.

   Mereka telah menertawai Hoan Kong Hong dan kawan- kawannya sebagai manusia yang tidak berguna, sehingga menghadapi satu budak perempuan saja sudah tidak mampu.

   Hoan Kong Hong sebetulnya hendak memberi tahukan dua rupa senjata istimewa yang digunakan oleh Sian Jie, supaya dipelajari bersama- sama, tapi dengan adanya perbuatan empat orang tadi, ia lantas urungkan maksudnya.

   Oey Cing Tan kuatir akan timbul percidraan, maka lantas buru- buru nasehati Liauw-tang Siang Tiauw dan Yan-san Jie Kui, namun ia sendiri juga merasa kurang puas.

   Ia masih bersangsi, bagaimana seorang budak cilik yang namanya belum dikenal mempunyai kepandaian begitu tinggi? Diam-diam ia juga berunding dengan empat penjahat tadi.

   kemudian ambil keputusan bahwa esok malam sama-sama mengunjungi Siang Khee Chun untuk menemui itu budak cilik yang katanya berpa.ras amat cantik.

   Yan-san Jie Kui yang gemar paras cantik ketika mendengar keluarga Chie mempunyai budak yang berparas cantik, tergeraklah hatinya.

   Ia ingin menangkap hidup-hidup budak tersebut.

   Esok malamnya, setelah kentongan berbunyi dua kali, Oey Cing Tan bersama Liauw-Sang Siang Tiauw Sie Kok Tiong dan Pang Oen.

   Yan-san Jie Kui Thio Kiu dan Co Pat rnengenakan pakaian ringkas peranti berjalan molom lalu berangkat menuju ke Siang Khee Chun.

   Belum sampai mereka memasuki kampung, sudah dipergoki oleh Pat Kwa-ciang Cin Tiong Liong dan Hwie Thian Giok Houw Ong Bun Ping yang mengintai di luar kampung.

   Cin Tiong Liong menyuruh Ong Bun Ping kabarkan kepada Sian Jie, dan ia sendiri hendak menghadapi lima orang tersebut.

   Siapa kira bahwa lima penjahat itu setiba didepan kampung, lantas memencarkan diri menjadi dua rombongan.

   Liauw-tang Siang Tiauw masuk dari sebelah kiri, Oey Cing Tan bersama Yin- san Jie Kui masuk dari sebelah kanan.

   Dengan demikian, hingga Cin.

   Tiong Liong terpaksa merobah rencananya, setelah bersangsi sejenak, ia lalu mengambil putusan hendak mencegat rombongannya Oey Cing Tan.

   


Lencana Pembunuh Naga -- Khu Lung Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long

Cari Blog Ini