Ceritasilat Novel Online

Dara Pendekar Bijaksana 3


Dara Pendekar Bijaksana Karya OPA Bagian 3



Dara Pendekar Bijaksana Karya dari OPA

   

   "Ucapan nona Pek memang benar, kita berdua dengan Kim Ling Siang Koay hendak mencoba-coba mengadu kekuatan disini sebab semua adalah kawan sendiri, bagaimana bisa turun tangan sungguh-sungguh? Kami berdua dan kau saudara Oey toch sudah bersahabat bukan cuma setahun dua tahun saja, omong-onong secara main-main memang benar, mana bisa sungguh-sungguh?"

   Thio Kiu juga lantas menggunakan itu kesempatan untuk ucapkan kata-kata merendah terhadap Oey Cing Tan. Dengan demikian Oey Cing Tan terpaksa menjawab sambil tertawa.

   "Kalau benar demikian halnya, sebaliknya horus disesalkan diriku sendiri yang berlaku kurang ajar."

   Ia memandang Kim Ling Siang Koay, maksudnya ialah supaya mereka majukan pendapatnya.

   Setelah peristiwa diatas, Oey Cing Tan lebih hati-hati terhadap Pek Hoa Nio Cu dan secara diam-diam mereka berunding dengan Hoan Kong Hong, agar bisa menyingkirkan wanita genit itu dari Ie Chiu Wan.

   Siapa nyana Pek Hoa Nio Cu sendiri juga perhatikan diri Oey Cing Tan dan Hoan Kong Hong, ia melihat dua orang itu sangat dingin sekali sikapnya terhadap dirinya sendiri, malah menimbulkan rasa sukanya terhadap dua orang itu.

   Ini adalah salah sama sekali, karena wanita genit semacam Pek Hoa Nio Cu, bukan saja genit.

   tapi juga suka mau menang saja, didalam hatinya selalu menganggap didalam dunia ini tidak ada lelaki yang tidak mampu ditundukkan olehnya.

   Tentang maksud Oey Cing Tan dan Hoan Kong Hong yang hendak menyingkirkan Pek Hoa Nio Cu dari le Chiu Wan, siang- siang sudah ada orang yang memberitahukannya dengan cara sendiri untuk menghadapi mereka.

   Ia tahu bahwa Coa Im Cu adalah seorang yang paling ditakuti oleh orang` yang ada disitu, Oey Cing Tan dan Hoan Kong Hong meski adalah orang-orang Tong Cin Wie yang paling diandalkan, tapi juga tidak berani mengganggu diri Coa Im Cu dan Pek Hoa Nio Cu mengetahui ini hingga ia lantas menggunakan kecantikan dan kegenitannya, menempel Coa Im Cu, cuma karena luka orang tua itu belum sembuh betul, setiap hari harus bersemedhi empat jam lamanya, dalam waktu empat puluh sembilan hari tidak boleh berdekatan dengan wanita.

   Denaan adanya perlindungan dari Coa Im Cu Teng Hong, maka Oey Cing Tan dan Hoan Kong Hong juga tidak berani melanjutkan rencana mereka itu.

   Dilain pihak, Pek Hoa Nio Cu selalu mencari kesempatan untuk merubuhkan itu dua laki-laki yang berhati baja.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Kesempatan yang dinanti-nantikan itu telah tiba.

   Pada suatu malam, ketika Oey Cing Tan berada dalam keadaan setengah mabuk, kembalinya didalam kamarnya sendiri, lantas disamperi oleh Pek Hoa Nio Cu dengan dandanannya yang sangat menawan hati, ia berpura-pura mengantarkan teh wangi, setelah beromong- omong, akhirnya Oey Cing Tan telah rubuh dibawah rajuan wanita itu.

   Selanjutnya, sikap Oey Cing Tan terhadap Pek Hoa Nio Cu lantas berobah sama sekali, ia semakin tergila-gila terhadap wanita genit itu.

   Pek Hoa Nio Cu sebetulnya masih hendak menggunakan kecantikannya untuk merubuhkan hati Hoan Kong Hong, siapa kira sebelum mendapat kesempatan, Sin Chiu Tui Hun Tong Cin Wie sudah datang bersama kawan-kawan karibnya yang ia undang.

   Tatkala Lauw Kiat orang yang membawa warta tentang kedatangan Tong Cin Wie itu tiba di Ie Chiu Wan, telah disambut dengan gembira oleh para penjahat, cuma Yan-san Jie Kui yang hatinya merasa kebat-kebit, mereka kuatir kalau Oey Cing Tan mengadukan perbuatan mereka kepada pemimpinnya karena Tong Cin Wie orangnya snsah diduga tindakannya, kalau ia murka, mungkin bisa turun tangan sendiri mengambil jiwanya Jie-kui.

   Tapi mereka tidak tahu kalau Oey Cing Tan sendiri juga mempunyai serupa penyakit didalam hatinya, ia juga kuatir perbuatannya dengan Pek Hoa Nio Cu disampaikan kepada Tong Cin Wie, meski dia adalah orang kepercayaan Tong Cin Wie, tapi Coa Im Cu adalah orang yang diundang oleh Tong Cin Wie, sudah tentu Tong Cin Wie akan berfihak kepada Coa Im Cu.

   Bagi Pek Hoa Nio Cu, lain pula pikirannya, ia sudah lama men- dengar nama kepala berandal dari lima propinsi Utara ini, hingga kepingin sekali dapat menyaksikan wajahnya, bagaimana sebetulnya orang yang namanya sangat terkenal itu.

   Pemimpin kawanan berandal dari Utara itu.

   adalah seorang yang usianya empat puluhan, badannya sedang, wajahnya putih, diatas bibirnya ada tumbuh kumis pendek, badannya mengenakan baju panjang, tatkala ia tiba di Ie Chiu Wan, telah disambut oleh para kawanan penjahat dengan sangat hormatnya.

   Tong Cin Wie meski sebagai pemimpin kawanan berandal yang sangat berpengaruh, namun sikapnya tidak kasar seperti kawanan berandal yang lainnya.

   Kalau dilihat dari dandanannya dan caranya ia berjalan, malah orang akan mengira dia adalah orang sekolahan.

   Tong Cin Wie setelah memberi hormat kepada orang-orang yang datang untuk memberi bantuan tenaga, lalu memberi hormat kepada Oh Cu Kui yang bertindak selaku tuan rumah.

   Dibelakang Tong Cin Wie, disebelah kanan terdapat paderi berkepala gundul, disebelah kirinya berdiri seorang kakek-kakek yang usianya kira-kira sudah enam puluh tahun lebih, dibarisan belakang sekali ada bermacam-macam orang yang berlainan bentuknya, ada yang gemuk ada yang pendek kate ada yang kurus dan ada yang jangkung.

   Mereka itu berjumlah kira-kira dua puluh lima orang lebih.

   Oh Cu Kui setelah mengajak Tong Cin Wie masuk keruangan tamu.

   lantas menyuruh orang bawahannya menyediakan perjamuan besar.

   Dalam perjamuan itu Tong Cin Wie berkata sambil tertawa.

   "Oleh karena urusanku si orang she Tong seorang, telah membawa- bawa dirinya begini banyak kawan-kawan."

   Ia mengawasi semua orang yang hadir disitu dengan sepasang matanya yang bersinar tajam. Oh Cu Kui dalam hati merasa kagum, pikirnya.

   "pantas ia menjadi pemimpin dari kawanan berandal di Utara, matanya saja sndah begitu berpengaruh, apalagi perbuatannya. Dengan suara sangat merendah ia berkata.

   "Tuan-tuan telah sudi mengunjungi pondokku yang sangat kotor ini, bukan saja membikin terang mukaku, tapi juga merupakan suatu peristiwa yang paling besar dikampung ini, silahkan tuan-tuan dahar dan minum arak yang tidak berarti ini, sekedar untuk menyambut kedatangan tuan-tuan!"

   Tong Cin Wie mengangguk-anggukkan kepalanya, dengan tindakan lebar berjalan mentulju kemeja perjamuan.

   Paderi kepala gundul berbadan gemuk itu, tangannya ada menggenggam tongkat ja ngberatnya kira-kira lima puluh kati lebih.

   Disehelah kirinya ada seorang kakek-kakek yang berbadan kering, dibawah janggutnya ada tumbuh jenggotnya yang cuma sekepal, tapi sudah putilt warnanya.

   Diluarnya kelihatannya sangat jelek.

   tapi sikapnya sangat sombong.

   Tong Cin Wie dan itu paderi kepala gundul, selalu harus memhalas hormat kepada orang-orang yang menyambut padanya, hanya itu kakek-kakek yang seolah-olah tidak melihat, ia berjalan dengan caranya sendiri.

   Tong Cin Wie memimpin kawan-kawannya duduk dimeja perjamuan, agaknya ia sangat menghormat sekali kakek-kakek itu.

   Tatkala Oh Cu Kui menyilahkan Tong Cin Wie duduk dikursi pertama, Tong Cin Wie tidak berani menerima dan menyilahkan orang tua itu duduk dikursi tersebut, tapi orang tua itu gelengkan kepalanya, tangan kanannya mengelus jenggotnya, dan bersenyum, ternyata ia menolak untuk menduduki kursi pertama itu.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Tong Cin Wie mengangguk kepada paderi gemuk itu, tapi sikepala gundul itu juga menolak, dengan demikian, hingga Tong Cin Wie terpaksa menduduki kursi pertama.

   Kakek-kakek itu dan paderi gemuk duduk dikanan kirinya.

   Meja itu cuma diduduki oleh tiga orang, yang lainnya lamas satu persatu mulai duduk ditempat masing-masing.

    ooOoo IV.

   Oh Ci Kui sebagai tuan rumah itupun angsurkan cawan araknya sambil berkata.

   "Aku Oh Cu Kui cuma satu Bu-beng Siau-cut dari rimba persilatan, tidak nyana mendapat kehormatan dari Tong Twako yang telah sudi singgah dikediamanku, sungguh ini merupakan satu kehormatan yang besar bagi aku, arak ini bukan merupakan suatu penyambutan, cuma adalah satu tanda dari hormatku."

   Setelah berkata demikian Oh Cu Kui tenggak araknya sampai kering. Tong Cin Wie bersenyum dan sambil minum araknya iapirn berkata.

   "Aku Tong Cin Wie yang cuma mendapat nama kosong, karena ditunjang oleh para kawan dari lima provinsi Utara, baru menduduki jabatan sebagai kepala, sebetulnya diantara saudara- saudara yang ada disini banyak yang berkepandaian tinggi .. !"

   Ia menoleh mengawasi si kakek tua lalu berkata pula.

   "Seperti Thio Pak Tao Lo-cian-pwee ini, pada tigapuluh tahun yang lalu namanya sudah menggetarkan Kang-lam dan Kang-pak. senjatanya yang merupakan bandringan Liu-seng-tui, pernah menempur kuil Siauw- lim-sie punya lima Ngo-lo, berbicara tentang kepandaian ilmu silat, aku Tong Cin Wie sedikitpun tidak menempil kepandaiannya dengan Thio Lo-cian-pwee ini."

   Meski Tong Cin Wie demikian mengumpak si kakek tua.

   tarsi si kakek tua itu tetap tidak menunjukkan perubahan apa-apa pada mukanya.

   Tong Cin Wie setelah memperkenalkan diri si kakek tua itu.

   kemhali menoleh dan mengawasi si Hweeshio gemuk yang duduk disebelah kanannya seraja berkata.

   "Seperti Thay-si Sian-su ini, saudara- tentunya sudah pernah mendengar namanya, tentang kepandaiannya. juga jauh diatasku, tapi sifat Thio Lo-cian-pwee dan Thay-si Sian-su tidak suka mencampuri segala urusan remeh didunia Kang-ouw. yang seorang senang berpelesiran di rimba- rimba dan di gunung-gunung dan yang seorang lagi menyekap dirinya dalam kuil. Sebetulnya ia sudah tidak man lagi mengurus segala urusar tetek-bengek, tapi kali ini ternyata telah menerima undanganku. Dengan menyampingkan kebiasaannya diberikannya bantuan kepadaku maka disini aku memberi hormat kepada kedua Lo-cian-pwee dengan secawan arak."

   Disodorkan araknya kepada kedua tokoh persilatan tersebut sesudah ia berkata demikian. Thay-si Sian-su meletakkan cawannya lalu berkata kepada Coa Im Cu Teng Hong sambil tertawa.

   "Ternyata kau sudah mendahului aku kesini."

   Teng Hong merasa mukanya panas lalu menjawab seraja tertawa.

   "Setelah aku menerima suratmu yang mengajak aku ke Selatan maka keesokan harinya aku lantas yang berangkat, karena itu aku tiba dahulu disini."

   Tong Cin Wie sebelumnya sudah mendengar dari Thay-si Sian- su, bahwa ia sudah mengajak Teng Hong untuk memberi bantuan tenaga hingga ketika mendengar pembicaraan kedua orang itu maka mengertilah ia bahwa orang tersebut adalah Teng Hong.

   Maka iapun herkata sambil tertawa.

   "Tentu tuan ini adalah saudara Teng Hong, sudah lama aku mendengar Lo-sian-su mengatakan tentang nama besarmu. hanya menyesal sekali aku tidak mendapat kesempatan sekali untuk menemui. Kali ini karena aku Tong Cin Wie mempunyai sedikit urusan soal permusuhan pribadi saja sampai membuat saudara Teng melakukan perjalanan begitu jauh, Siauw-tee merasa malu sendiri."

   Sehabis berkata demikian lalu iapun menyoja untuk memberi hormat.

   Sifat Teng Hong sebetulnya ada sangat sombong, siapa saja ia tidak pandang mata.

   cuma hari ini keadaan ada lain.

   Perubahan ini bukan karena merasa jeri terhadap Tong Cin Wie dan kuatir Thay-si Sian-su akan sesalkan silatnya yang jumawa dan tidak kenal aturan itu, tapi karena takut pada si kakek tua Thio Pak Tao.

   Sebelum nama Teng Hong terkenal maka kakek ini sudah lama terkenal didunia Kang-ouw.

   Orang-orang didunia Kang-ouw menyebutnya Cian Pi Sin Mo atau Iblis yang bertangan seribu dan ketika nama Teng Hong terkenal di daerah Utara maka pada saat itu pula Cian Pi Sin Mo telah hilang jejaknya.

   ada orang kata-kan bahwa ia menyembunyikan diri diatas gunung.

   Ada pula yang mengatakan bahwa ia sudah binasa.

   Apa sebab Cian Pi Sin Mo lenyap dari dunia Kang-ouw tidak ada orang yang ketahui hanya Tong Cin Wie dan Thay-si Sian-su.

   Ia lenyap tapi setelah berumur sembilan puluh tahun yaitu sesudah tiga puluh tahun menghilang tapi tiba-tiba kembali lagi.

   Ucapan Tong Cin Wie menyunyung tinggi diri si Tua itu tadi memang adalah hal yang sebenar-benarnya.

   Senjata Liu-seng-tui- nya Thio Pak Tao didalam kuil Siauw-lim-sie.

   pernah digunakan
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono untuk melawan Siauw-lim Ngo-Lo.

   Ini adalah suatu kejadian besar yang pernah menggetarkan dunia rimba persilatan pada tiga puluh tahun berselang, akhirnya meski Cian Pi Sin Mo jatuh ditangannya kepala kuil Siauw-lim-sie pada kala itu, namun dalam dua hari satu malam ia telah bertempur seru dengan kelima tokoh dari kuil Siauw-lim-sie itu.

   Dirinya yang sudah bertempur sekian lama kemudian bertempur lagi dengan kepala kuil Siauw-lim-sie itu meskipun ia kalah tapi namanya lantas terkenal didaerah Kang-lam dan Kang- pak.

   Bagi orang-orang rimba persilatan waktu itu semuanya mengenal kakek tua ini.

   Ketika Thio Pak Tao bertempur melawan kepala kuil Siauw- lim-sie Sam Ho Siang, dahulu pundak kirinya telah dilukai dengan ilmu silat Kim Kong Ci dari Sam Ho Siangjin dan tentang lukanya ita cuma ia dan Sam Ho Siangjin saja yang tahu.

   Semua Lo-cian- pwee dari Siauw-lim-sie serta murid-murid Siauw-lim-sie yang menonton pertempuran tersebut, tidak seorangpun yang mengetahui.

   Karena mendapat luka.

   Thio Pak Tao segera meninggalkan kuil Siauw-lim-sie lalu lari keluar perbatasan mengasingkan diri diatas bukit Mo Thian Nia untuk memperdalatn ilmu silatnya lagi.

   Selama itu tiga tahun lamanya ia bersemadi menghadap tembok untuk menyernbuhkan lukanya dan ternyata membawa hasil.

   Tentang diri Tong Cin Wie sebetulnya dia itu adalah anak seorang petani pemelihara kuda didaerah Lian-ling.

   Oleh karena timbul permusuhan dengan seorang she Ciu yang juga mengusahakan pertanian dan pemeliharaan hewan maka timbullah pertempuran hebat.

   Dalam pertempuran keluarga Tong dikalahkan, ayah bundanya binasa dan harta bendanya dirampas oleh keluarga Ciu.

   Hanya Tong Cin Wie sendiri yang dapat meloloskan diri.

   Padaa kala itu umurnya baru 15-16 tahun hingga ia tidak tahu kemana ia harus tumpangkan dirinya.

   Waktu ituada beberapa anggota familinya, tapi karena mereka takut pengaruh keluarga Ciu maka tidak ada seorangpun dari mereka yang berani menerimanya.

   Satu bulan lamanya Tong Cin Wie hidup terlunta-lunta, tapi selagi ia dalam keadaan kelaparan dan kedinginan.

   ia telah ditemukan oleh seorang aneh yang berlengan satu, yang akhirnya memungutnya sebagai murid.

   Orang aneh berlengan satu itu sebetulnya adalah seorang.

   gagah yang hersifat aneh.

   Namanya Tay Kouw orang itu sifatnya aneh dan berhati kejam hingga banyak sekali musuhnya.

   Ketika ia bertempur dengan musuh-musuhnya, lengan kanannya telah dilukai dengan senjata rahasia yang beracun, hingga ia kehilangan lengan kanan.

   Kehilangan tangannya ini menyebabkan adatnya bertambah aneh dan kejam.

   Orang itu ketika telah kehilangan lengan tahulah ia hahwa dalam masa yang pendek itu mampulah ia mencari musuh- musuhnya untuk menuntut balas.

   Karena itu ia lantas sembunyikan diri didaerah pegunungan.

   Disana selainnya merawat lukanya maka dipelajarinya juga rive ilmu obat'an yang beracun dan.

   senjata yang beracun.

   Akhirnya sekali ia dapat menciptakan semacam senjata rahasia yang berupa jarum, yang dinamainya Tui-hun-ciam.

   Ketika luka-nya sembuh iapun segera mencari musuh- musuhnya.

   Satu persatu musuh-musuhnya itu dibinasakan dengan senjata rahasia Tui-hun-ciam-nya itu.

   Siapa saja yang kena senjata rahasianya itu dalam dua belas jam pasti binasa.

   Hanya obat pemunah racun yang dibikin oleh Teng Tay Kouw sendirilah yang bisa menghilangkan racun itu.

   Selama tiga hari ia tidak makan tidaklah ia mengeluh atau menangis, karena Tay Kouw mengetahui ketabahannya maka hatinya tergerak untuk mengambilnya sebagai murid.

   Ia diberi pelajaran selama sepuluh tahun, kemudian Tong Cin Wie menjadi seorang yang berilmu silat yang tinggi sekali.

   Tong Cin Wie yang beradat kejam setelah mendapat didikan dari Teng Tay Kouw seorang kejam sudah tentu sifatnya bertambah kejam.

   Setelah pelajarannya tamat pertama-tama yang bisa selesaikan adalah permusuhan dengan keluarga Ciu.

   Dara Pendekar Bijaksana Karya OPA di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dengan senjata turnbak Leng-coa-chio-nya dan sekantong jarum Tui-hun-ciain-nya menyerbulah ia malam-malam keluarga Ciu.

   Semua orang dalam keluarga Ciu dihabiskan dan semua rumah mereka habis dibakar.

   Perusahaan-perusahaan yang diusahakan oleh keluarga Ciu dalam tempo hanya satu malam telah dibikin rata dengan bumi.

   Tong Cin Wie setelah menuntut balas, lantas mengernbara di dunia Kang-ouw, dengan mengandalkan kepandaiannya yang tinggi dan senjata rahasianya yang ampuh itu.

   Selama beberapa tahun belum pernah ditemuinya tandingan hingga hatinya besar sekali.

   Dianggapnya dalam Kwang-wa yang daerahnya luas tapi sedikit penduduk itu ia tidak bisa berbuat banyak, maka lantas timbal nikirannya untuk masuk kedaerah Tiong-goan.

   Sebelum berangkat hendak diberitahukan maksudnya itu kepada suhunya tapi ketika ia tiba digubuk suhunya ternyata tak ada lagi.

   Gubuk itu kosong melompong.

   Tong Cin Wie mencari di mana-mana, tapi tidak ditemui jejak suhunya itu maka terpaksa berangkatlah ia tanpa memberitahukan kepada suhunya.

   Walaupun baru dua tahun ia berada ditempatnya yang baru itu tapi namanya telah dikenal.

   Ketika ia disana tujuh tahun berhasillah ia menundukkan sebagian besar orang-orang dari
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono rimba hijau di lima provinsi Utara, hingga ia diangkat menjadi Twako.

   Tong Cin Wie setelah menduduki kursi Twako.

   sifatnya yang gemar paras elok menonjollah hingga wanita-wanita yang ia merasa cantik walau bagaimana pun berdayalah ia sampai bisa memperolehnya.

   Oleh karena itu dalam gedungnya yang besar dan mewah di pantai sungai Eng,-teng.

   terdapat banyak wanita-wanita cantik sebagai simpanannya.

   Pada suatn hari yaitu ketika sudah tiga hari menjadi Twako, ia telah kedatangan dua orang yang berparas aneh.

   Orang-orang itu ternyata adalah suhunya sendiri (Teng Tay Kouw) dan seorang tua yang berbadan pendek yaitu Cian Pi Sin Mo Thio Pak Tao.

   Teng Tay Kouw dan Cian Pi Sin Mo ketika bertemu Tong Cin Wie, belum pernah membuka mulut tapi setelah menghabiskan empat poci arak barulah Teng Tay Kouw goyangkan tangan kirinya untuk memberi tanda, supaya pelayan-pelayan perempuan masuk kedalam, kemudian ia menunjuk si kakek tua itu lain berkata kepada Tong Cin Wie.

   "Ini adalah Thio Supekmu lekas kau memberi hormat."

   Kala itu Tong Cin Wie meski sudah menjadi Twako golongan rimba hijau di lima provinsi daerah Utara, tapi setelah mendengar ucapan suhunya segera bangkit meninggalkan korsinya lalu berlutut dihadapan Cian Pi Sin Mo itu namun Thio Pak Tao seperti tidak melihat ia terus minum araknya saja, seolah-olah tidak melihat ada orang ditempat itu.

   Tong Cin Wie merasa kurang senang dalam hatinya, tapi ia tidak berani berbuat ape.

   Terpaksa ia menahan kesabaran lain berkata dengan suara perlahan.

   Disini Tong Cin Wie memberi hormat kepada Thio Supek."

   Thio Pak Tao dengan mendadak letakkan cawannya, lantas berkata sambil tertawa bergelak'.

   "Anak baik yang boleh diajar, bangunlah!"

   Tong Cin Wie berbangkit lalu Teng Tay Kouw berkata kepada Cian Pi Sin Mo.

   "Muridku ini ternyata lebih unggul dari aku, cuma saja pohon yang tinggi gampang mendatangkan angin, selanjutnya mau tolong jaga-jaga, aku sendiri tahu bahwa jiwaku mungkin tidak tahan satu bulan lagi."

   Ci anPi Sin Mo menjawab sambil tertawa.

   "Kau boleh mati dengan mata meram! Dengan memandang persahabatan kita dan pertandingan yang kita lakukan satu hari satu malam lamanya di atas bukit Mo Thian Nia, aku terima haik permintaanmu ini. Tang Tay Kouw tertawa bergelak-gelak, lalu bangkit sambil mendorong mejanya dan berkata kepada Cian Pi Sin Mo.

   "Kau Cian Pi Sin Mo ucapanmu itu sangat berharga, Teng Tay Kouw seumur hidup telah membunuh banyak jiwa, apa artinya kematian, Cin Wie, aku larang kau menuntut balas."

   Tong Cin Wie terkejut, selagi hendak bertanya, tapi sudah didahului oleh Thio Pak Tao, katanya.

   "Kecuali aku Thio Pak Tao seorang, barangkali tidak ada seorang pun yang bisa menuntut balas untuk kau."

   Teng Tay Knew tertawa besar, sambil gerakken lengannya, sekejap saja ia sudah berada diluar, tapi masih sempat menjawab kepada Thio Pak Tao.

   "Aku toch tidak minta kau untuk menuntut balas, sekarang aku hendak pergi, aku hendak mencari suatu tempat yang sepi, yang jarang didatangi oleh manusia, disana eku akan mati dengan tenang "

   Belum habis ucapan itu orangnya sudah hilang dari pandangan. Tong Cin Wie memburu, tapi suhunya sudah tak kelihatan lagi. Matanya hasah tapi muhitnya berseru.

   "Suhu .. , Suhu .. !"

   Baru saja hilang suaranya, terdengar suara orang berkata di belakangnya .

   "Perlu apa kau panggil? Ia sudah terkena serangan ilmu silat yang maha tinggi, semua isi dalam badannya sudah terluka parah, dalam tempo tujuh hari luka itu segera menghehat dalam tubuh-nya, sekalipun tabib terpandai seperti Hoa-to hidup kembali juga tidak akan berdaya menolongnya."

   Ketika Tong Cin Wie menoleh, dilihatnya wajah Cian Pi Sin Mo masih tetap dingin.

   sekalipun sahabat karibnya sudah dekat menemui ajalnya, tapi sedikitpun tidak menunjukkan rasa duka.

   Baru sadia Tong Cin Wie hendak menyawab, sudah didahului oleh Thio Pak Tao.

   "Meski Suhumu tidak memberitahukan orang yang melukai diri-nya. tapi dalam hatiku dapat menebak. Musuhnya ini hebat hingga kau tidak akan mampu membalas dendam sebab itu tunggu sanpai kuselesai menyelidikinya. Bila telah mendapat penjelasan tentang urusan ini barulah kita bicarakannya!"

   Selesai kakek itu berkata demikian maka mengbilanglab ia tan- pa pamit.

   Sejak Tong Cin Wie turun gunung ia belum pernah menemui tandingan.

   Karena itu didalam hati kecilnya dianggapnya kepandaian silatnya tak ada yang bisa menandinginya selain dari Suhunya, tapi setelah ia melihat ilmu lari pesat dan meringankan tubuh Thio Pak Tao yang lebih tinggi setingkat daripada suhunya, barulah ia mengetahui bahwa kepandaiannya belum seberapa.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Waktu Cian Pi San Mo pergi beberapa lama lantas tidak terdengar kabar beritanya lagi, dan Tong Cin Wie sendiri juga mulai melupakan urusan tersebut.

   Pada kala itu nama Tong Cin Wie sudah semakin kesohor hingga hatinya semakin besar dan timbal keinginannya untuk melebarkan.

   pengaruhnya kedaerah Kang-lam.

   Kebetulan pada saat itu berpapasanlah ia dengan Ie Pak Sam Houw atau Tiga Macan dari le Pak, yang baru saja lari pulang karena terluka oleh senjata rahasia.

   Setelah mengetahui itu, Tong Cin Wie lantas menjadi gusar, dan memerintahkan kepada orang-orangnya bergerak ke selatan, sedangkan ia sendiri lalu berangkat ke kuil Ceng In Si untuk mengundcmg Thay-si Sian-su.

   Sepulangnya dari Ceng In Si bersama Thay-si Sian-su.

   Tiba- tiba ia telah kedatangan Cian Pi Sin Mo Thio Pak Tao.

   Ketika Tong Cin Wie melihat kedatangan orang tua itu, dalam hati merasa girang tapi juga ada sedikit jeri.

   Ia girang karena kedatangan orang berilmu tinggi itu tepat pada saatnya, hingga tidak usah kuatirkan lawannya didaerah Kang-lam.

   Jeri karena sifat orang tua yang aneh dan sukar dilayani, karena itu ketika ia bertemu dengan Thio Pak Tao, ia cuma berkata sambil angkat tangannya "Kedatangan Lo-cian-pwee tepat benar pada saatnya, hingga bisa memberi bantuan sedikit tenaga bagi Boan-pwee .."

   Bicara sampai disini, mendadak berhentilah ia sambil tertawa sebab ia menanti reaksi Cian Pi Sin Mo. Thio Pak Tao berkata sambil tertawa.

   "Aku dengan gurumu pada sepuluh tahun berselang telah mengikat tali persahabatan setelah melakukan pertandingan diatas bukit Mo Thian Nia, di dalam dunia ini aku cuma mempunyai seorang sahabat yaitu dia sendiri. Sahabatnyapun hanya seorang yaitu aku. Ia telah terkena serangan hebat, sehingga binasa maka itu sudah tentu aku hendak menuntut balas. Dalam tiga tahun ini aku telah melakukan perjalanan keseluruh tempat dan hasilnya ialah telah kuketahui orang yang melukainya. Walaupun demikian aku belum berani pastikan jika aku belum bertemu dengan musuhnya itu. Adapun kedatanganku kali ini, memang sengaja mencari kau, dan ada hubungannya dengan penuntutan balas untuk Suhumu .. !"

   Mendengar kata orang itu Tong Cin Wie terkejut hingga buru- burulah ia memimpin orang tua itu keruangan dalam lalu dijamunya dengan sernestinya. Cian Pi Sin Mo yang sudah banyak minum arak. Tiba-tiba berkata kepada Tong Cin Wie.

   "Kalian masih berada didalam kegelapan, sehingga mengundang banyak orang-orang keselatan, sebetninya semua gerak-gerik kalian sudah diawasi oleh lain orang .."

   Ucapan ini telah mengejutkan semua orang lalu bertanyalah Tong Cin Wie.

   "Siapa sebenarnya orang yang mempunyai ilmu silat demikian tinggi itu?"

   Cian Pi Sin Mo menjawab sambil tertawa besar.

   "Orang itu mungkin adalah orang yang melukai Suhumu tempo hari, walaupun begitu sekarang aku belum bisa pastikan. Apakah pernah engkau mendengar orang yang bernama Kang It Peng?"

   Tong 'Uri Wie berpikir beberapa lama, lantas geleng kepada.

   Ia tidak tahu karena ketika ia sedang menjagoi dirimba hijau didaerah Utara, Kang It Peng sedang berada diatas gunung bersama cucu perempuannya, karena ia sedang mendidik cucunya itu utuk mengasingkan diri sebab musuh-musuhnya telah membinasakan anak dan mantunya.

   Penjahat-penjahat tidak pernah mendengar nama Kang It Peng.

   Begitu pun Tong Cin Wie yang tidak pernah mendengar namanya hanya penjahat golongan tua itupun tidak banyak mengetahuinya.

   Tiba-tiba Thay-si Sian-su berkata.

   "Yang Lo-cian-pwee sebutkan tadi itu bukankah Kong It Peng yang bergelar Gin Si Siu atau si Kakek Jenggot Perak, yang namanya terkenal didaerah Kang-lam dan Kang-pak pada duapuluh tahun berselang?"

   Cian Pi Sin Mo menjawab sambil tertawa.

   "Ya itulah orangnya. Sebelum aku mengasingkan diri, aku berniat menempur dia. tapi selalu tidak mendapat kesempatan, siapa nyana sesudah tiga puluh tahun ia masih hidup, nampaknya keinginanku ini akhirnya akan terkabul juga." ooOoo V. Ketika mereka tiba dikota Ceng Jana Koan mereka disambut oleh orangnya Tong Cin Wie yang diutus oleh Oey Ceng Tan menunggu ditempat tersebut, untuk melanjutkan perjalanan ke Ie Ciu Wan. Tentang kedatangan di Ie Ciu Wan, sudah dijelaskan dibagian alas. Tong Cin Wie setelah menanyakan Oey Cnog Tan tentang usahanya menguntit jejak Chie Ciat-su, diam-diam merasa terkejut juga. Meski ia belum pernah mendengar tentang Kang It Peng. tapi ia sudah ketahui siapa itu Sun Tay Beng yang bergelar Chio Bin Giant Lo atau Raja Acherat yang berwajah berseri. Orang itu adalah satu tokoh rimba persilatan didaerah Kang-lam yang paling sukar
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono dilayani.

   Senjata rahasianya yang bernama duri ikan terbang lebih hebat dan sudah menjagoi didunia Kang-ouw.

   Kalau mengingat Chie Kong Hiap cuma seorang bekas pegawai negeri yang dilepaskan dari jabatan tapi bagaimana sampai bisa mendapat perlindungan dari orang-orang gagah semacam mereka? yang lebih mengherankan ialah itu orang yang menggunakan senjata rahasia duri ikan terbang untuk melukai orang-orang bawahannya adalah seorang wanita bukan Sun Tay Beng.

   Meskipun ia menyebut dirinya budak yang keluarga Chie, tapi tidak dapat dipercayai sepenuhnya.

   Anak dara itu tentu mem punyai hubungan erat sekali dengan Sun Tay Beng, karena di dalam rimba persilatan didaerah Kang-lam dan Kang-pak, yang mampu menggunakan senjata rahasia serupa itu cuma Sun Tay Beng.

   Anak dara itu sudah pasti murid atau anak Sun Tay Beng.

   Kang-tang Lie-hiap baru kira-kira tiga tahun muncul didunia Kang- ouw, tapi sudah membuat namanya besar dan membikin kucar-kacir dunia rimba hijau.

   Kecuali Sun Tay Beng maka sudah tidak ada orang yang mampu mendidik murid yang begitu gagah.

   Kedatangan Tong Cin Wie sudah tentu dengan persiapan yang lengkap, tapi ternyata sudah kebentur dengan lawan yang keras, hal ini benar-benar diluar dugaannya.

   Bagi Kong-tong Lie-hiap sendiri sebetulnya ia tidak perlu takut, yang dikuatirkan jalah kalau Sun Tay Beng sendiri muncul.

   Tong, Cin Wie berpikir sejenak, lalu memandang Cian Pi Sin Mo dengan maksud ingin mendapat sedikit keterangan dari orang tua itu tapi orang tua itu, tetap membungkam seolah-olah tidak mau ambil perduli semua hal.

   Tatkala Oey Ceng Tan melaporkan semua kejadian yang ia alami.

   kebanyakan penjahat itu terheran-heran, sampai-sampai Thay-si Sian-su sendiri juga gelengkan kepala dan pelototkan matanya.

   Hanya Cian Pi Sin Mo, yang tetap pejamkan matanya, seolah-olah sedang tidur nyenyak.

   Tong Cin Wie mengetahui sifat orang tua itu yaitu kalau ia tidak suka berbicara, sekalipun ditanya juga sia-sia saja, maka terpaksa berkatalah ia sambil tertawa getir.

   "Ternyata difihak sana ada orang yang menggunakan senjata rahasia duri ikan terbang, sudah tentu tidak boleh dipandang ringan, malam ini kita harus siapkan beberapa orang untuk meninjau ke Siang Ke Cun."

   Ia berbicara sampai disitu saja, ia sengaja tidak melanjutkan.

   Sambil bersenyum iapun menatap wajah Teng Hong.

   Ia tidak tahu bahwa Tong Hong sedang menderita luka dalam ketika bertempur melawan Cin Tiong Liong sampai saat itu dan luka itu belum sembuh.

   Waktu ia mengawasi Teng Hong dilihat-nya Teng Hong seolah-olah berlaga tuli dan bisu hingga seketika itu lantas naik darahnya.

   Pada saat itu, Thay-si Sian-su telah mengetahui gelagat tidak baik, maka buru-buru menyelak sambil tertawa.

   "Di fihak sana kalau benar bukan orang sembarangan, kita juga tidak boleh bertindak secara gegabah, aku lihat sebaiknya aku yang pergi sendiri, aku sudah pernah bertemu dengan Sun Tay Beng. Aku ingin tahu apakah betul dia disana atau tidak?"

   Meskipun Tong Cin Wie tidak puas melihat sikap Tong Hong yang begitu jumawa pun merasa tidak enak untuk membuka mulut kasar. Melihat sikap Thay-si Sian-su itu iapun merubah sikap lalu menjawab dengan tertawa.

   "Kalau Sian-su ingin pergi sendiri maka hal ini adalah kebetulan sekali, hanya urusan sekecil itu tidak perlu Sian-su turun tangan sendiri, Sianw-tee sebetulnya merasa tidak enak."

   Sambil tertawa Thay-si Sian-su pun berkata.

   "Kita sudah lama bersahabat. apakah masih perlu saling merendah?"

   Sehabis berkata iapun berbangkit lalu minum araknya sampai kering.

   Kemudian tertawalah ia bergelak-gelak, hingga suasana yang genting reda kemhali.

   Walaupun begitu dalam hati Tong Cin Wie, sudah terbit maksud untuk menyingkirkan Teng Hong.

   Oh Cu Kui sebagai tuan rumah, ternyata pandai melayani tamunya telah disediakan kamar-kamar untuk para tamunya.

   Tong Cin Wie sendiri mendiami sebuah kamar besar dekat taman bunga dan Oh Cu Kui telah ketahui sifatnya telah menyediakan dua pelayan wanita cantik untuk melayani Twako dari rimba hijau daerah Utara itu.

   Murid kepala Tong Cin Wie yang ben nama Lauw Kiat, berdiam disamping kamarnya, supaya bisa men- jalankan titahnya sewaktu-waktu.

   Thio Pak Tao dan Thay-si Sian-su, juga mendiami lain kamar dalam taman tersebut, yang tidak jauh terpisah dari kamar Tong Cin Wie.

   Tengah malam, mendadak angin Utara bertiup sangat hebatnya, salju juga mulai turun, hingga diatas tanah salju itu mencapai tiga cun tebalnya.

   Tatkala hujan salju berhenti rembulan mulai kelihatan muncul ditanah terbentang suatu pemandangan alam yang indah.

   Saat itu Tong Cin Wie berdiri didepan pintu sambil mengawasi pemandangan yang indah itu.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   
Dara Pendekar Bijaksana Karya OPA di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Selagi Tong Cin Wie kesengsam dalam alum pikirannya, tiba- tiba angin menderu, hingga orang she Tong itu terkejut, buru- burulah ia kerahkan tenaga dalamnya, tangan kanannya diayun hendak menyerang orang yang baru datang tapi orang itu mengeluarkan kemahirannya dapat menahan dirinya yang sedang berlari demikian kencang.

   Orang itu berhenti dihadapan Tong Cin Wie lalu sambil tertawa berkatalah "Apa? Sampai aku pun kau tidak mengenali lagi."

   Tatkala orang tersebut berhenti, barulah Tong Cin Wie mengenalnya. Orang itu adalah Thay-si Sian-su hingga buru-buru ia menjawab.

   "Kedatangan Thaysu terlalu mendadak, hingga hampir saja aku keterlepasan tangan."

   Sesudah berkata demikian menyuralah ia dan memberi hormat, sebagai tanda pernyataan maaf. Thay-si Sian-su berkata sambil tertawa bergelak-gelak.

   "Aku hanya main-main saja, sekarang sudah lewat tengah malam, aku harus berangkat ke Siang Ke Cun, sebelum jam tiga mungkin aku sudah dapat kembali."

   Sehabis ia berkata demikian dan tanpa menunggu jawaban Tong Cin Wie iapun dengan cepat berlalu.

   Hanya dua tiga lompatan ia sudah lenyap dari pandangan.

   Tong Cin Wie kagum menyaksikun kegesitan Thay-si Sian-su itu sebab meskipun badannya gemuk, tapi bisa lari laksana terbang.

   Diam-diam Tong Cin Wie merasa girang sebab kepandaian ilmu silat Thay-si Sian-su yang dilihatnya itu sudah pasti dapat diandalkan.

   Hatinya tak takut lagi kepada Sun Tay Ben, Pikirannya lagi walaupun Kang It Peng yang pernah disebut oleh Cian Pi Sin Mo itu datang akan dilayani oleh Cian Pi Sin Mo.

   Walaupun sudah jam tiga malam tapi Thay-si Sian-su belum juga kembali, hingga Tong Cin Wie mulai merasa kuatir.

   Selagi ia berpikir dengan gelisah, tiba-tiba terlihat olehnya dari jendela bayangan orang yang lenyap dengan cepat.

   Tadinya ia mengira ada Thay-si Sian-sulah yang kembali hingga berkatalah ia sambil tertawa.

   "Sian-su sudah pulang mengapa menjauhi aku? Bagaimana keadaan di Siang Ke Cun? Apakah Chio Bin Giam Lo juga berada disana?"

   Ia bertanya berulang-ulang tapi tidak mendapat jawaban.

   hinga timbullah curiga dalam hatinya.

   Tapi dasamya kejam hingga meski merasa gelagat tidag baik, tapi masih berlagak tidak melihat.

   Secara diam-diam iapun mengambil senjata rahasianya lalu dengan cepat melompat melesatlah ia keluar dari jendela.

   Tapi baru saja kakinya menginyak tanah, tiba-tiba ia mendengar jeritan ngeri.

   Dengan segera Tong Cin Wie mengenali suara itu adalah suara Lauw Kiat muridnya yang menjerit itu.

   Ketika ia menoleh dilihatnya badan Lauw Kiat sudah tergelincir dari atas genteng.

   Tong Cin Wie menggeram cepat-cepat menghampiri Lau Kiat.

   Toako rimba hijau dari daerah Utara ini benar.

   lihay karena walaupun terpisah satu tumbak dari Lauw Kiat tapi hisa bergerak cepat untuk menyambut badan Lauw Kiat yang tergelincir dari atas genteng.

   Tatkala ia menampak pundak kiri Lauw Kiat mengucurkan darah segera diketahuinya bahwa muridnya itu terkena serangan senjata gelap hingga timbul gusamya.

   Tatkala itu Lauw Kiat berkata.

   "Suhu ada orang diatas genteng .."

   Tong Cin Wie meletakkan tubuh Latin Kiat diatas salju ia sendiri lantas lompat keatas genteng. Tong Cin memeriksa keadaan disekitarnya tapi tidak menampak satu bayangan manusiapun. Karena mendongkolnya in lantas membentak sambil tertawa dingin.

   "Siapa itu yang melakukan perbuatan pengecut? Jika tak berani mengunjukan diri apakah itu adalah perbuatan seorang eng- hiong? Sahabat, keluarlah aku Tong Cin Wie ini ingin mencoba beberapa jurus !"

   Belum habis suaranya tiba-tiba dari tempat gelap muncul seorang, yang berbadan langsing.

   Muka orang itu ditutup dengan sutra hitam dan berdandan dalam pakaian malam yang serba ringkas, nampaknya dia itu adalah seorang wanita.

   Tong Cin Wie menegur dengan suara gusar.

   "Kau siapa?"

   Orang itu tertawa dingin, lantas menyahut dengan suara yang merdu.

   "Kiranya kau inilah yang menjadi Twako kawanan bandit dari lima provinsi daerah Utara. Kau tidak mengetahui dan bertanya diriku. Sudah cukup perbuatan-perbuatan jahatmu didaerah Utara tapi mengapa masih mau datang mengaduk didaerah ini? Apa sangkamu engkau bisa berbuat sewenang-wenang di Kang-lam ini seperti didaerah Utara?"

   Tong Cin Wie sangat gusar, ketika mendengar ucapan pedas si gadis itu. Dasar ia seorang sombong hingga timbul kemarahannya. Maka tertawa bergelak-gelaklah ia lalu menjawab.

   "Sombong benar ucapanmu, sebutkan dulu namamu. supaya aku bisa tahu siapa sebenarnya engkau?"

   Nona yang berkedok hitam itupun menyahut sambil tertawa dingin.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka . Aditya Indra Jaya Sean/foto image . Awie Dermawan Distribusi & arsip . Yon Setiyono "Aku sudah katakan kau tak usah bertanya, kenapa kau tetap ntembandel?"

   Tiba-tiba Tong Cin Wie ingat sesuatu, maka lantas berkata sambil tertawa.

   "Bukankah kau ini Kong-tong Lie-Hiap? Aku tahu engkau sebab engkau telah melukai muridku ini dengan duri ikan terbangmu. Jangan kata kau yang masih bocah, sekalipun Sun Tay Beng sendiri juga aku tidak pandang mata. Baiklah kita bertempur karena aku ingin kenal senjatamu itu yang telah menggetarkai. dunia Kang-ouw."

   Sehabis ia berkata demikian melompatlah in menyamber nona yang berkedok itu.

   Nona berkedok itu memang benar adalah Kong-tong Lie-hiap Kang Sian Cian, hingga tatkala Tong Cin Wie memimpin orang- orangnya tiba dikota Ceng Jung Koan, hal itu sudah diketahui oleh Cin Tiong Liong.

   Menampak roman orang-orang tersebut tahulah in bahwa orang-orang bukan sembarangan, Cin Tang Liong diam- diam merasa terkejut juga.

   Dan tatkala Tong Cin Wie herangkat ke Ie Ciu Wan Cin Tiong Liong juga kembali ke Siang Ke Cun on memberitahukan kepada Kang-tang Lie-hiap.

   supaya ia berjaga- jaga.

   Meskipun ia tahu bahwa Kong-tong Lie-hiap ini bersi fat tinggi Kati dikuatirkan ia akan menyatroni sendiri ke Ie Ciu Wan, maka ia telah sengaja mengatakan bahwa kawanan bandit itu datang dengan kawan-kawannya yang berjumlah besar, dan berpesan supaya Kang Sian Cian jangan hertindak sembrono, sebaiknya menanti kedatangan kedua Lo-cian-pwee.

   Cin Tiong Liong sebenarnya mengharap supaya Kang Sin Cian memperkuat penjagaannya dirumah keluarga Chie, sambil me- .

   rung.gu kedatangan Kong It Peng dan Sun Tay Beng, baru turun tangan terhadap musuhnya.

   Siapa nyana perkataan Cin Tiong Liong, telah mendapat buah yang sebaliknya karena Kang Sian Cian yang sudah tinggi kepandaiannya, sejak turun gunung belum pernah menemui tandingan hingga dengan demikian timbullah kesombongattnya.

   Ia berpikir kepala penjahat itu sudah tiba, dalam dua tiga hari sudah tentu akan menyerbu Siang Ke Cun, sedang berita Yayanya dan Suhunya belum ada maka lebih baik jangan membiarkan kawanan dit itu menyerbu, yang paling baik ialah turun tangan menggempur lebih dahulu.

   Nona cilik ini setelah berpikir demikian, dengan menyimpang dari kebiasaannya iapun terima baik pesan- Cin Tiong Liong.

   Cin Tiong Liong Calm betul sifat Kang Sian Cian yang jujur dan berterus terang, apa yang sudah disanggupi tidak nanti akan dirubah.

   Kang Sian Cian diam-diam merasa geli dihati, setelah ia menganta, ban Cin Tiong Liong meninggalkan kamarnya, malahan ia berpesan supaya Ong Bun Ping disuruh lekas datang untuk membantunya menjaga rumah keluarga Chie.

   Tatkala Cin Tiong Liong memberitahukan hal Kang Sian Cian kepada Ong Bun Ping, yang tersebut belakangan merasa bersangsi, karena ia tahu betul sifat nona cilik itu, pasti ia akan mencari Tong Cin Wie sendiri.

   Karena kedua orang itu kuatir kalau-kalau Tong Cin Wie setiap saat menyerbu Siang Ke Cun, maka baru saja malam tiba, merekapun segera datang ke Siang Ke Cun untuk melakukan penjagaan.

   Tapi baru saja tiba didekat rumah keluarga Chie, Kang Sian Cian sudah menyambut mereka dengan dandanan yang serba ringkas.

   Nona itu lantas bertanya sambil tertawa.

   "Begini pagi kalian sudah sampai."

   Cin Thiong Liong menyahut sambil tertawa.

   "Bukankah kau sendiri yang berpesan supaya kami datang lehih siang? Kenapa sekarang kau balik bertanya? Kau ini nona cilik benar-benar susah dilayani."

   "Bagaimana aku berani sesalkan Cin Sioksiok dari Ong Suko, aku cuma kata kalian datang dengan menempuh angin besar dan hawa dingin, hatiku merasa berterima kasih sekali."

   Diwaktu tengah malam tatkala rembulan sudah nampakkan diri, Cin Tiong Liong dan Ong Bun Ping pun keluar dari karnar. Lantas berkata kepada Kang Sian Cian.

   "Kami akan melakukan pemeriksaan diluar kampung, kart baik"

   Jaga disini sebab penjahat sudah pada berkumpul dan kalau mereka menyerbu maka keadaannya akan berbeda dengan beberapa hari yang lain.

   Kita terdiri dari sedikit orang sudah tentu sukar dibagi.

   Aku dengan Ong Siauw-tee akan keluar sebentar, malam ini jika benar-benar akan hertempur dengan kawanan penjahat.

   walau bagaimana pun jangan meninggalkan rumah keluarga Chie, supaja tidak kena jebakan tipu muslihat musuh dan paling baik kita harus beritahu suami-isteri Chie Ciat-su bahwa jika ada terjadi apa-apa hendaknya mereka jangan gugup atau ketakatan."

   Kang Sian Cian terima baik pembicaraan itu sedang Cin Tiong Liong dan Ong Bun Ping segera berlalu.

   Sepeninggal dua orang itu maka Kang Sian Cian pun segera menuju kekamar Sie Kiat.

   Baru saja ia sampai didepan pinto sudah disambut oleh Sie Kiat dengan perasaan girang.

   Anak muda itu lantas menyambar tangan si nona sambil memanggil-manggil, tapi si nona tidak menjawab, hingga Sie Kiat merasa heran.

   lalu bertanya.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka . Aditya Indra Jaya Sean/foto image . Awie Dermawan Distribusi & arsip . Yon Setiyono "Adik Sian kenapa engkau tidak perdulikan aku lagi, apakah kau merasa gusar?"

   Kang Sian Cian melihat sikap yang demikian mengharukan maka ia lantas menjawab seraya menggelengkan kepala.

   "Engkau ini selalu memikiri hal yang bukan-bukan, engkau tidak pernah berbuat salah kenapa aku harus marah?"

   Selesai berkata demikian iapun duduk disamping Sie Kiat. Ketika Sie Kiat menampak sikap Sian Cian yang agak berlainan dari biasa kembali bertanya.

   "Adik Sian malam ini agaknya kau mempunyai banyak urusan, bolehkah kau beritahukan kepadaku?"

   Kang Sian Cian sebetulnya ingin memberitahukan maksudnya yaitu ia hendak menemui Tong Cin Wie. tapi ia kuatir akan dicegah oleh Sie Kiat, hingga sambil bersenyurn berkatalah ia.

   "Malam ini dikuatirkan penjahat akan datang menyatroni hendaknya engkau lekas tidur."

   Sie Kiat meski tidak ingin berlalu, tapi ia tidak berani membantah pesan nonanya itu, hingga ia lantas masuk kekarnarnya dengan perasaan dan sikap ogah-ogahan.

   Setelair Sie Kiat masuk kekamarnya.

   Sian Cian pun naik keatas genteng.

   Ketika ia menampak Cin Tiong Liong dan Ong Bun Ping sedang melakukan penjagaan diluar rumah keluarga Chie, maka ia pun mengambil jalan lain, sambil memakai tutup muka hitam terus lari menuju ke Ie Ciu Wan.

   Ketika Kang Sian Cian tiba di Ie Ciu Wan hari baru jam dua malam.

   Karena ilmu meringankan tubuhnya yang baik, maka gerakannya itu tidak menimbulkan bunyi.

   cuma karena ia tidak tahu dimana letak kamar Tong Cin Wie, hingga ia mencari ubek-ubekan sekian lama tapi masih juga belum menemukannya.

   Akhirnya tibalah ia ditaman bunga.

   Disana ia melihat dalam sebuah kamar ada sinar lampu maka pergilah ia ketempat tersebut, dengan demikian ia telah menemui kamar Tong Cin Wie.

   Kang Sian Cian belum pernah bertemu Tong Cin Wie, hingga ia tidak ketahui bahwa orang yang mendiami kamar tersebut adalah dia.

   Kang Sian Cian bertindak hati-hati sekali, dengan cara bergelantungan iapun melongok kedalam kamar.

   Ia menampak seorang pertengahan umur, sedang duduk dan membaca buku dibawah penerangan lampu, orang itu berpakaian panjang, mukanya sedikit putih, matanya bersinar dan jidatnya sedikit menonyol.

   Begitu ia melihat sudah bisa diketahuinya bahwa orang itu tinggi sekali ilmu dalamnya, sekian lama ia mengawasi tapi masih belum kenal siapa orang itu.

   Tong Cin Wie yang lama menanti kedatangan Thay-si Sian-su, dalam hati merasa gelisah.

   Karena itu iapun bangkit membuka jendela.

   Perbuatannya itu mengejutkan Kang Sian Cian, hingga ia segera meloncat keatas genteng tapi bayangannya telah tampak diatas salju.

   Ketika ia mengetahui bahwa bayangan disalju itu, burulah ia mendekam, tapi agak terlambat sebab sudah dilihat oleh Tong Cin Wie.

   Tong Cin Wie lantas bertindak hendak membinasakan musuh- nya, tapi saat itu muridnya telah diserang oleh Kang Sian Cian.

   Sebetulnya Lauw Kiat sudah tidur dikamarnya tapi tatkala mendengar suara Tong Cin Wie iapun bangun lalu melompat keluar melalui jendela diwaktu itu Kang Sian Cian segera menyerang dengan senjata rahasia duri ikan terbang.

   Lauw Kiat yang tidak menduga sama sekali, sudah tentu tidak dapat mengelakan.

   Ketika ia merasa lengan kirinya sakit lantas terjungkal dari atas genteng.

   Beruntung Tong Cin Wie mengetahui pada saatnya lalu dengan sangat tepat dan dengan kecepatan seperti kilat iapun menyambuti tubuh Lauw Kiat.

   Tong Cin Wie dalam murkanya lantas menyerang Kang Sian Cian.

   Kong Sian Cian merasa serangan penjahat tersebut sangat hebat hingga tidak berani menyambuti.

   Buru-buru ia menyingkir untuk mengelakkan serangan tersebut.

   Tong Cin Wie menyaksikan gerakan Kang Sian Cian demikian gesit, diam-diam merasa terkejut juga.

   Kemudian iapun inenyerang lagi tapi Kang Sian Cian kembali berkelit sambil meng-hunus pedang untuk membabat tangan musuhnya itu.

   Tong Cin Wie perdengarkan tertawa dingin, sambil memutar tubuhnya.

   Ia mengelakkan serangan-serangan Kang Sian Cian lalu kemudian menyerang bahagian kirinya si nona itu.

   Serangan itu dilaku-kannya secara luar biasa dan cepat sekali sehingga nona itu terkejut dan hampir saja ia terkena serangan.

   Maka buru-buru ia meiesat kedepan dan pedangnya dipakai untuk menyamber secara memutar balik.

   Tong Cin Wie tidak menduga sama sekali bahwa Lang Sian Cian dalam keadaan yang berbahaya tapi masih mampu melakukan serangan pembalasan, malahan serangannya itu demikian cepat hingga hanya sekejapan saja, ujung pedang sudah mengancam dada Tong Cin Wie lalu dalam keadaan tergesa-gesa iapun terpaksa mendekkan tubuhnya, hingga serangan itu lewat diatas kepalanya.

   Walaupun begitu Tong Cin Wie mengucurkan keringat dingin juga.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Dalam penyerangan itu maka mulailah satu sama lain tidak berani memandang ringan musuhnya lagi.

   Bagi Kang Sian Cian sendiri below tahu bahwa serangannya tadi itu hampir saja menamatkan riwajatnya Tong Cin Wie.

   Sejak ia turun gunung, belum pernah menemui tandingan yang setimpal.

   
Dara Pendekar Bijaksana Karya OPA di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Serangan Tong Cin Wie tadi pun hampir saja mencelakakan diri Sian Cian hingga dalam malu dan gusamya segera balas menyerang secara hebat dan ganas.

   Tidak heran serangannya yang tadi itu hampir saja mene- waskan jiwa si orang she Tong.

   Tong Cin Wie karena terkejutnya tidak bisa mengetahui pedang yang digunakan oleh Kang Sian Cian tadi, buru-buru ia kerahkan seluruh kepandaiannya untuk melakukan perlawanan.

   Ilmu pedang Kang Sian Cian yang ia mendapat dari Kang It Peng ditambah lagi dengan pelajaran Sun Tay Beng, sudah tentu bukan ilmu pedang senibarangan.

   Dengan pedangnya yang lemas dan istimewa itu membuat dirinya seperti macan yang tumbuh sayap.

   Sekalipun Tong Cin Wie mempunyai kepandaian ilmu silat yang tinggi sekali tapi harus merasa kewalahan ketika menghadapi serangan ilmu pedangnya.

   Ujung pedangnya selalu ditujukan kepada jalan darah yang berbahaya sehingga membuat Tong Cin Wie amat terkejut hingga terpaksa ia mengeluarkan ilmu silat Kin- na-ciu-hoatnya yang terdiri dari tiga puluh enam jurus.

   Pertempuran mereka ketika sudah beberapa puluh jurus tiba- tiba tampak bayangan orang berlari diatas genteng rumah menuju ke dalam taman dan kawanan penjahat yang mendengar suara pertempuran juga lantas pada memburu ketempat tersebut.

   Kang Sian Cian ketika melihat sekitarnya telah penuh orang yang masing-masing membawa senjata.

   Walaupun begitu mereka tidak berani membantu Tong Cin Wie, nampaknya mereka hanya menjaga supaya ia nona tidak dapat loloskan diri.

   Ilmu silat dan ilmu pedang Kang Sian Cian meskipun telah tinggi tapi ia belum cukup berpengalaman dan tatkala ia menampak dirinya dikurung batinya lantas tergerak, pikirnya.

   "Aku sedang bertempur disini tapi kalau mereka pencarkan tenaga mereka untuk menyerbu ke Siang Ke Cun, niscaja jiwa keluarga Chie akan terancam bahaya besar, meskipun Cin Siok-siok dan Ong Suheng ada tapi aku kewalahan sebab terdiri dari dua orang saja, maka kalau pertarungan ini dilanjutkan terus, bagaimana kalau ada kejadian apa-apa atas diri keluarga Chie?"

   Berpikir sampai disitu, terutama kalau memikirkan keselamatan diri Sin Kiat maka gelisahlah ia.

   Sebenarnya ia ingin bertempur dengan Tong Cin Wie, tapi karena pikiran tersebut, ia lantas berpikir hendak kembali saja ke Siang Ke Cun.! Karena pikirannya bercabang maka serangan Kong Sian Cian mulai kendor, hingga Tong Cin Wie mendapat kesempatan untuk melakukan serangan pembalasan.

   Dengan demikian Kang Sian Cian terdesak mundur.

   Ia coba-coba memperbaiki kedudukannya, tapi ternyata sudah terlambat.

   Karena ia tahu bahwa sudah tidak ada lain jalan selain angkat kaki maka pada satu kesempatan ia coba-coba melompat keatas untuk kabur, tapi ia dicegat oleh tiga penjahat.

   Melihat itu Kang Sian Cian amat gusar hingga diputar pedangnya.

   Senjata ketiga penjahat itu, waktu itu juga terpapas kutung semuanya.

   Ia tidak mau berhenti sampai disitu saja tapi diayun pedangnya.

   Saat itu pinggang salah seorang dari penjahat itu putuslah.

   Hal itu menyebabkan timbul kegaduhan.

   Disaat mereka lagi gaduh Kang Sian Cian segera kabur.

   Tong Cin Wie yang menyaksikan Kang Sian Cian dalarn tempo sekejapan telah merubuhkan orangnya secara mudah sekali.

   dalam hatinya timbul rasa gusar hingga seketika itu juga ia lantas keluarkan kepandaian lari pesatnya untuk mengejar.

   Kang Sian Cian yang mengetahui dirinya dikejar, hatinya diam- diam mengeluh.

   "Kalau aku sendiri terus lari kembali ke Siang Ke Cun, tentu mereka akan mengejar kesana pula."

   Karena ia lagi bingung maka gerakan kakinya agak lambat, hingga Tong Cin Win cepat berada dekat dibelakangnya.

   Dalam kebingungan Kang Sian Cian lantas mengeluarkan tiga batang duri ikan terbangnya untuk menyerang Tong Cin Wie.

   Ketika Tong Cin Wie melihat tangan si nona bergerak iapun segera mengetahui bahwa anak dara itu akan menggunakan sen- senjata rahasia.

   Tadinya ia masih anggap ringan kepada si nona tapi kini in harus berhati-hati sebab senjata rahasia nona itu tab bersuara dan salah sebuahnya telah kena pundaknya walaupun ia telah robohkan diri.

   Duri ikan terbang yang lain meluncur terus dengan pesat mengenai pengikut Tong Cin Wie.

   Terdengarlah suara jeritan salah seorang bawahannya waktu itu juga roboh.

   Dengan demikian menyebabkan Tong Cin Wie dan orang- orangnya lantas urungkan pengejaran lalu kembali ke Ie Ciu Wan.

   Kang Sian Cian merasa lega ketika melihat rumah keluarga Chie tak apa-apa.

   Walaupun begitu hatinya agak kurang enak, waktu ia melihat Tiong Liong dais Ong Bun Ping menyambutnya serentak iapun segera memanggil Cin Tiong Liong.

   "Cin Siok-siok."

   
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka . Aditya Indra Jaya Sean/foto image . Awie Dermawan Distribusi & arsip . Yon Setiyono "Kau bocah cilik ini, semakin besar semakin nakal,"

   Cin Siok Cin Tiong Liong berkata sambil tertawa.

   "Siokmu telah kau tipu mentah-mentah!"

   Kong Sian Cian berkata sambil bersenyum aleman.

   "Aku pergi ke Ie Ciu Wan untuk menyerepi keadaan penya-Lat itu. think nyana tank kepergok oleh mereka, setelah bertempur setengah harian baru bisa meloloskan diri."

   Cin Tiong Liong ketika melihat sikapnya merasa puas dalam hati sebab ia mengetahui bahwa keponakannya itu tidak mengalami kekalahan.

   Ong Bun Ping tahu ilmu silat dan ilmu pedang Sumoynya jauh lebih tinggi dari dirinya, cuma ia belum mengetahui sampai dimana tinggi kepandaian sang adik seperguruan itu.

   On Bun Ping telah lima belas tahun berguru kepada Sun Tay Beng, senjatanya sepasang Poan-koan-pit sudahlah ia melatihnya sampai mahir sekali, orang-orang-orang yang lebih tua tingkatannya dikalangan Kang-ouw jika menyebut halnya Ong Bun Ping, tidak seorangpun yang tidak memberi pujian.

   Banyak diantara mereka yang ingin menjodokan anak perempuannya kepada anak muda itu tapi selalu ditolaknya dengan halus.

   Sun Tay Beng juga adalah seorang yang beradat polos dan sembarangan.

   Dalam hal ini sama sekali ia tidak mau ambil pusing, kalau orang mencarinya dan menyuruhnya menunjukan kewibawaan supaya Ong Bun Ping menerima lamaran itu tapi jawabannya yang disertai goyang-goyang tangan selalu diperdengarkan.

   "Aka cuma memberi pelajaran ilmu silat kepada muridku, tidak mengajari dalam soal perkawinan. Kalian orang-orang tua ini selalu suka mengurusi urusan anak muda. kalau kalian ingin ambil menantu padanya, suruh sajalah anak perempuanmu berlutut di- hadapannya. !"

   Karena urusan perkawinan Ong Bun Ping ini saja entab sudah banyak kawannya Sun Tay Beng yang merasa tidak senang dan tersinggung karena sikapnya orang yang aneh itu.

   Seorang diantaranya yang mempunyai huhungan erat dengannya pernah meminta Sun Tay Beng menjadi perantara perkawinan antara puterinya dan Ong Bun Ping, kawannya itu merasa jakin bahwa permintaannya itu tak ditolak oleh Sun Tay Beng tapi siapa nyana Sun Tay Beng tetap dengan sikapnya, sehingga kedua sobat itu hampir saja bentrokan hebat.

   Kawannya itu karena murkahnya telah memutuskan hubungannya dengan Sun Tay Beng.

   hal ini dibagian belakang kita akan tuturkan lagi.

   Meskipun Ong Bun Ping gagah dan tampan, tapi tidak gemar kepada paras cantik, sekalipun barjak wanita cantik yang tela jatali hati kepadanya, tapi hatinya tidak tergerak sedikitpun.

   Hanya terhadap Kang Sian Cian, yang berkumpul hampir seiap hari dan malam telah tertarik benar-benar.

   Waktu itu Kang Sian Ci, baru berusia lima belas tahun hingga belumlah ia mengerti benar soal cinta.

   Apa mau Ong Bun Ping sendiri sifatnya agak tinggi hati, hingga meskipun ia telah menyinta begitu dalam kepada sang Sumoy, tapi tidaklah ia mau menyatakan perasaannya itu.

   Dan Kang Sian Cian yang agak bersifat binal dan masih kekanak-kanakan, dua tahun lamanya selalu berguru kepada Sun Tay Bang, setiap kali belajar silat dengan Ong Ban Ping, selalu si anak muda yang menjadi pecundang.

   Ketika Sun Tay Beng melihat bakat Kang Sian Cian yang luar biasa itu lagi pula telah mendapat didikan ilmu pedang asli dari Kang It Peng sahabat karibnya hatinya sangat girang.

   Maulah ia jadikan nona itu sehagai satu mustika didalam rimba persilatan, supaya kawan-kawannya didunia Kang-ouw dapat menyaksikan kepandaian dan kelihayan murid-murid didikannya.

   Tapi tenaga dalam, ilmu pedang dan ilmu meringankan tubuh dari Kang It Peng, sudah menjagoi didaerah Kang-lam dan Kang- pak, merupakan soal sulit padanya untuk memberi didikan kepada nona yang berbakat itu.

   Setelah Sun Tay Beng mempelajari dalam- dalam kepandaian ilmu silat yang dipunyai oleh Kang Sian Cian maka iapun mengambil keputusan untuk menurunkan kepandaiannya dalam menggunakan senjata rahasianya yang tunggal, yang ia namai "Duri Ikan Terbang‟ kepada Kang Sian Cian.

   Begitu pula pedang lemasnya yang istimewa yang rnembuat namanya terkenal didunia Kang-ouw telah diberikan kepada nona itu.

   Hanya dalam waktu dua tahun.

   Kang Siang Cian sudah dapat melatih senjatanya yang bermutu itu sampai begitu mahir, sampai- sampai tiga rupa serangan Sun Tay Beng yang paling lihay juga dipelajarinya dengan baik.

   Sun Tay Beng yang menyaksikan kecerdasan muridnya itu diam-diam juga merasa girang, pada suatu hari ia Kang Sian Cian lalu berkata kepadanya.

   "Senjata duri terbang, ini adalah senjata rahasia yang paling berbisa didalam dunia Kang-ouw. Kann orang yang mempelajari- nya itu menyalah-gunakan pelajarannya, akan menerbitkan bencana yang hebat. Sekarang kepandaian ini aku sudah turunkan kepamu, tapi kuharap kau jangan sembarangan turunkan kepada lain orang. Aka cuma memperbolehkan kau menurunkan kepada seorang saja, agar supaya tidak menerbitkan bencana yang besar. Muridku banyak tapi hanya kepada engkau kuberikan pelajaran ini."

   Pada waktu Kang Sian Cian berraah dengan gurunya, umurnya sudah tujuh belas tahun yaitu masa mengerti soal asmara, hingga kalau pada saat itu Ong Bun Ping berani mengutarakan isi hatinya mungkin Kang Sian Cian akan mernerimanya, namun Ong Bun
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Ping tidak berbuat demikian, ini disebabkan sifatnya yang tinggi hati dan merasa dirinya sendiri tidak menempil kepandaian si nona, hingga rasa cintanya yang begitu besar terpaksa ia pendam didalam hati saja.

   Tidaklah ditunjukannya pada mukanya dan sikapnya.

   Meski Kang Sian Cian merasa Suhengnya adalah seorang yang baik, tapi karena menampak sikapnya terhadap dirinya sendiri yang seolah-olah terbatas dengan persababatan antara Suheng dan Sumoy, dan tidak menunjukkan tanda rasa cintanya, bagi ia sebagai seorang wanita sudah tentu tidak berani membuka mulut lebih dahulu untuk menyatakan perasaannya.

   Setelah ia meninggalkan Sun Tay Beng yaitu selama dua tahun lamanya melakukan perbuatan mulia didaerah Kang-lam, sehingga namanya terkenal sampai mendapat julukan Kang-tang Lie-hiap, tapi toch tidak melupakan diri Ong Bun Ping.

   Siapa nyana ketika ia bertemu Chie Sie Kiat hatinia teiah di- rubuhkan oleh pemuda yang lemah-lembut itu.

   Hal ini sudah tentu tidak diketahui oleh Ong Bun Ping.

   Dua tahun kemudian setelah Ong Bun Ping bertemu pula dengan Sumoynya dan ketika ia menampak sang Surnoy itu ternyata bertambah cantik dun menarik maka rasa cintanya yang ia pendam sekian lama telah berkobar pula, tapi ia tetap merasa rendah diri, apalagi nama Kang Sian Cian sudah began terkenal.

   Hal ini membuat ia tidak berani buka mulut.

   Saat itu ketika ia menampak Kang Sian Cian pulang dari Ie Cin Wan ia lantas bertanya.

   "Sumoy, kepala penjahat dari Utara sudah berada di le Ciu Wan kenapa engkau berani seorang diri menempuh bahaya? Ilmu silat Tong Cin Wie tinggi sekali dan sifatnya juga kejam dan gangs."

   Ia ucapkan kata-kata itu demikian rupa.

   seolah-olah hendak menunjukkan perhatiannya yang besar terhadap dirinya si nona.

   Ketika Kang Sian Cian menyaksikan sikap sang Suliengnya itu ia agak terperanjat, karena selama dua tahun ia bergaul dengan Suhen.gnya itu, belum pernah sang Suhengnya menunjukkan sikap yang demikian terbuka padanya, setelah herpikir sejenak, barulah menjawab, sambil bersenyum.

   "Sin Ciu Tui Hun Tong Cin Wie yang kau maksudkan? Tidak ada apaapanya yang luar biasa. aku telah bertempur dengan dia sampai berpuluh jurus tapi belum mendapat keputusan, oleh karena aku selalu memikirkan keadaan disini, maka aku lantas menerjang kepungan, akhirnya ada dua penjahat yang terkena senjata rahasiaku, hingga mereka mengalami sedikit kekalutan." ooOoo VI. Dan sekarang kita balik lagi kepada Thay-si Sian-su yang meninggalkan Ie Ciu Wan untuk pergi menyerepi keadaan Siang Ke Cun. Dalam tempo tidak lama ia sudah berada diluar kampung Siang Ke Cun, Thay-si Sian-su berhenti sejenak lalu mulai memeriksa keadaan tempat itu, selagi hendak masuk kekampung tapi tiba-tiba dari atas sebatang pohon besar ia mendengar orang berbicara dengan suara dingin.

   "Ilmu lari pesatmu ternyata boleh juga, mengapa sekarang baru sampai?"

   Thay-si Sian-su terperanjat, ia mendongak keatas pohon itu tapi tidak terdapat orang yang berkata itu, hingga hati-nya bersangsi.

   Dengan ketakutan melihat benda yang berada sejarak tiga turnbak, tapi ia tidak melihat sesuatu sedang pohon itu hanya dua tumbak jauh darinya dan daun pohon itu sudah ron-tok.

   Ia heran hal ini sebab suara itu datang dari pohon itu.

   Thay-si Sian-su mengawasi beberapa lama tapi tetap masih tidak dapat melihat apa-apa.

   Setelah berpikir sejenak lalu iapun membentak dengan suara bengis.

   "Kau manusia atau setan, lekas tunjukkan dirimu, supaya Hud- yamu bisa lihat."

   Baru saja habis kata-katanya telah terdengar pula suara orang tadi.

   "Kau si kepala gundul yang buta matamu, kau tidak sesalkan dirimu sendiri yang tidak mempunyai mata, sehingga tidak dapat lihat orang, sebaliknya mencurigai orang sebagai setan, apakah semua orang yang berkepandaian tinggi dari Utara, tidak berguna seperti kau ini? Kalau begitu sebaiknya kau lekas pulang saja kesarangmu, supaya tidak membikin malu orang didaerah ini."

   Selesai ia berkata demikian tampaklah seorang melayang kebawah, lambat-lambat orang itu menghampiri Thay-si Sian-su.

   Thay-si Sian-su mengawasi dengan seksama, ternyata orang tersebut adalah seorang tua yang berumur kira-kira lima puluh tahun lebih.

   Ia mengenakan pakaian panjang berwarna, tangannya membawa tongkat yang berwarna hitam jengat, tubuhnya pendek, dibawah janggutnya ada segumpal jenggot yang sudah berwarna dua, wajahnya kelihatan keren, tapi tersungging sedikit senyuman.

   Setelah Thay-si Sian-su mengawasi orang tersebut lalu berkata dengan suara gusar.

   "Kau siapa? Apa kau ini Chio Bin Giam Lo?"

   Orang tua itu tidak memperdulikan pertanyaannya tapi sambil tertawa bergelak-gelak berkatalab ia.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono "Kau seorang beribadat, kenapa lekas naik darah? Kalau aku sebagai Budha, niscaja siang-siang sudah kudepak engkau keluar dari pintu kuil."

   Ketika Thay-si Sian-su menampak sikap orang itu yang jumawa, serta tidak mau melayani pertanyaannya maka gusamya pun tambah memuncak lalu kembali membentak dengan suara sengit.

   "Kau jangan berlagak gila dihadapanku, sekalipun kau tidak mau memberitahukan namamu, aku juga tahu hahwa kau adalah Chio Bin Giam Lo!"

   Belum habis kata-katanya Thay-si Sian-su, orang tua itu delikkan matanya sambil tertawa dingin.

   "Bagainiana, kau ingin bertanding dengan aku?"

   Ketika Thay-si Sian-su melihat sorot mata yang mengeluarkan sinar tajam itu ia pun mengetahui bahwa ilmu tenaga-dalam orang tua itu sudah mencapai puncak kesempurnaan, hingga diam-diam berpikirlah bahwa Chio Bin Giam Lo ini benar-benar bukan cuma nama kosong saja.

   Walaupun begitu ia anggap dirinya masih mempunyai kekuatan untuk menghadapi orang itu maka lantas berkatalah ia dengan sombongnya.

   "Aku sudah lama mendengar bahwa tidak pernah menemui tandingan waktu kau malang-melintang didaerah Kang-lam selama sepuluh tahun. Malam ini Lolap mendapat kesempatan untuk membuka mata, sudah tentu bersedia melayani kehendakinu."

   Orang tua itu memang adalah Sun Tay Beng yang bergelar Chio Bin Giam Lo, maka iapun berkata pula sambil tertawa.

   "Kalian orang. yang menjadi Hweeshio, setelah binasa akan ke Nirvana disebelah Barat, hal ini aku Giam Lo tidak mau tahu, cama saja kau sekarang sudah memasuki lagi kedunia, itu berarti masuk jaring sendiri, aku Giam Lo sudah tentu akan menangkap jiwamu. Aku akan masukkan kau kedalam Neraka sebagai orang-orang jahat yang lain dan kalau Hudya mencari aku, terpaksa aku akan ajak ia bikin perhitungan dihadapannya Giok Hiong Thay Tee."

   Sehabis berkata demikian ia kembali tertawa besar.

   Kedua kakinya menjejak tanah lalu melompat "keatas setinggi dua tumbak.

   Ditengah udara ia pentang kedua lengannya dan tatkala ia turun kembali ia sudah berada ditempat yang jau dari pendeta itu.

   Ketika itu ia berseru.

   "Hei Hweeshio lekas sedikit, kalau kau lambat, nanti pintu akherat akan tertutup."

   Thay-si Sian-su sangat gusar hingga sambil tertawa dingin ia berkata.

   "Sun Tay Beng, kau jangan sombong dulu, aku akan lihat senjata duri ikan terbanginu yang menggetarkan Kang-lam itu. Sebetulnya apa lihaynya?"

   
Dara Pendekar Bijaksana Karya OPA di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Sehabis berkata ia juga lantas melompat melesat menerjang kearah Sun Tay Beng. Sun Tay Beng tertawa kembali bergelak dan berkata.

   "Bagus! Hweeshio, malam ini kita adu lari dahulu."

   Sehabis itu ia lantas gerakkan kakinya, dan tubuhnya melesat laksana anak panah yang terlepas dari busurnya.

   Thay-si Sian-su tidak mau mengalah mentah-mentah.

   Ia segera gerakkan kakinya untuk mengejar lawannya, hingga dua orang yang namanya sudah terkenal didunia Kang-ouw itu saling kejar-kejaran diatas salju pada waktu malam yang gelap itu.

   Sun Tay Beng bermaksud hendak berkenalan dengan Thay-si Sian-su merasa hampir meledak perutnya saking menahan gusar, tapi apa mau dikata sebab Sun Tay Beng lebih gesit daripadanya.

   Meskipun Hweeshio itu telah mengeluarkan seluruh kepandaian tapi tidak dapat menyandak.

   Pertandingan adu lari itu sebentar saja sudah melalui beberapa puluh Li, hingga Thay-si Sian-su jadi kalap lalu membentak dan mengeluarkan kepandaiannya yang terakhir.

   Badannya yang gemuk melompat beruntun tiga kali, ketika telah berada dibelakang Chio Bin Clam Lo maka iapun sodorkan tangannya menyambret pundak kanan lawannya itu.

   Sun Tay Beng cuma sedikit menggerakkan pundaknya lantas jambretan si Hweeshio itu kena tempat kosong.

   Oleh karena ia tidak berhasil maka kemarahannya makin bertambah.

   Iapun melesatlah lagi dan menyerang gegernya Sun Tay Beng dengan senjata rahasianya yang berupa mutiara.

   Thay-si Sian-su yang sudah dibikin kalap itu telah bertekad bulat hendak membinasakan lawannya yang jail itu hingga serangan dengan tangan dan senjata rahasianya itu dilasncarkan dengan beruntun dahulu barulah ia membentak dengan suara bengis.

   "Orang she Sun, kau sambuti Hudyamu punya Soa-bun-chit- bong-cu !"

   Ilmu tenaga-dalam Tay-si Sian-su sudah tinggi sekali hingga kekuatan dari serangan tersebut amat hebat, meski tenaga dalam Chio Bin Giam Lo sudah sempurna tapi ia tidak berani menyambut serangan Hweeshio 'tersebut.

   Maka buru-burulah ia rebahkan diri dan menggelinding sejauh lima kaki, hingga tiga butir mutiara itu lewat melesat melewati bajunya, serangan tangan Hweeshio itupun mengenai tanah saja hingga salju pecah berarakan.

   Sun Tay Beng mulai gusar karena diserang begitu maka setelah mengelakan serangan Thay-si Sian-su itu iapun segera melakukan serangan pembalasan tanpa menunggu badannya lompat berdiri.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Kakinya merabu menyerang lawannya dengan gesit sekali.

   Ketika Thay-si Sian-su menappak Sun Tay Beng melakukan serangannya dengan gesit diam-diam terperanjat, dengan jalan melompat ke atas ia menghindarkan serangan dari kaki Sun Tay Beng dan kemudian menenddang jalan darah Thian-leng-hiat dan Kie-bin-hiat Sun Tay Beng.

   Serangan Thay-si Sian-su ini dinamai Siang Liong Cut Tong atau sepasang naga keluar dari gua.

   Serangan ini merupakan serangannya yang istimewa.

   Sun Tay Beng buru-buru memutar tubuhnya, ia berputaran diatas salju untuk mengelakan tendangan Thay-si Sian-su, diam- diam ia merasa terperanjat juga tapi walau begitu mulutnya masih bisa berseru.

   "Hweeshio, seranganmu kurang sedikit saja."

   Sehabis berkata demikian iapun melesat keatas lain mengayun tangan kirinya untuk menyerang geger belakang si Hweeshio itu.

   Tangan kanannya eembabat bagian hawah lawannya.

   Serangan yang berbareng ini dilakukannya dengan cepat sangat tapi Thay-si Sian-su juga bukanlah orang sembarangan hingga ia masih bisa berkelit.

   Sun Tay Beng lantas berkata sambil tertawa.

   "Aku tidak nyana bahwa kau si kepala gundul ini mempunyai kepandaian jang berarti juga."

   Berbareng dengan omongannya itu iapun lonyorkan kedua tangannya, dengan tipu "Ja-ma-hun-cong"

   Atau Kuda Liar membela suri balik menotok jalan darah kedua dengan Thay-si Sian-su.

   Gerakan ini dilakukan secara bagus sekali hingga Thay-su Sian-su menarik kembali serangannya.

   Kedua orang itu bertempur beberapa jurus hingga masing-masing mengerti sampai dimana kekuatan lawannya.

   Walaupun Thay-si Sian-su membentak keras sambil pentang kedua tangannya untuk menyerang tapi Chio Bin Giam Lo tetap dengan lagaknya yang jenaka, namun dalam hatinya ia tidak berani pandang ringan lagi si kepala gundul itu.

   Sesudah bertempur beberapa jurus lagi Chio Bin Giam Lo lantas melompat mundur lalu berkata sambil menuding pada Thay si Sian-su.

   "Hweeshio, bertempur secara ini, rasanya kurang menarik, sebaiknya malam ini kita bertempur tigaratus jurus diatas air telaga, selagi airnya membeku! Bagaimana pikiranmu?"

   Thay-si Sian-su pun segera menyawab dengan gusar.

   "Sekalipun digunung golok atau dirimba pedang aku akan melayani engkau juga."

   Sun Tay Beng tertawa besar, lantas memutar tubuhnya lalu lari menuju telaga.

   Ia diikuti segera oleh Thay-si Sian-su.

   Kedua orang itu sama-sama mahir dalam ilmu lari pesat hingga sebentar saja mereka sudah berada ditepi telaga.

   Tatkala mereka mengawasi air telaga, benar saja telah beku dan tebalnya semacam lapisan es.

   Sun Tay Beng lantas melompat melesat keatas telaga, lalu menggapai Thay-si Sian-su.

   Chio Bin Giam Lo sebenarnya suka menggoda dengati mulut-nya, tapi sekarang ia tidak berani membuka mulut, karena waktu itu ia mengambang diatas air.

   Kalau ia tidak mempunyai ilmu meringankan tubuh yang sudah cukup sempurna maka ia tidak mampu berdiri diatas es itu.

   Ilmu ini mengandalk,an kekuatan tenaga-dalam dan pernapasan.

   Meski ilmu Sun Tay Beng sudah men-capai kesempurnaan, tapi tidak berani membuka mulut atau menarik napas diwaktu itu.

   Ketika itu Thay-si Sian-su sudah gusar sekali hingga melesat- lab ia, sebentar saja ia telah berada didepan Chio Bin Giam Lo.

   Bila bertempur diatas lapisan es yang tipis itu orang tidak boleh berlaku gegabah sedikitpun.

   Sun Tay Beng mengerti bahwa bila ia menyambuti serangan Thay-si Sian-su secara kekerasan maka ia akan menghancurkan lapisan es tersebut.

   Dalam pertempuran itu orang tidak boleh menggunakan kemahiran dan kecerdikan karena itu ia lantas meloncat sambil kerahkan tenaga-dalamnya diam-diam untuk membikin hancur bagian bawah dari lapisan es.

   Karena serangan Thay-si Sian-su tadi tidak mendapat sasaran maka kakinya lantas menginjak lapisan es yang sudah dihancurkan oleh Chio Bin Giant Lo.

   Maka dikerahkan tenaga dalamnya sambil menggunakan ilmu It Hok Cong Thian"

   Atau "Seekor Burung bangau melesat keudara"

   Lalu naik keatas tapi siapa nyana Sun Tay Beng setelah mengelakan serangan, badannya yang ditengah udara lantas memutar balik, dan dengan kedua tangannya iapun menyerang Thay-si Sian-su.

   Gerakan Sun Tay Beng ini benar-benar diluar dugaan Thay-si Sian-su hingga tatkala ia merasakan serangan angin berada diatas kepala-nya maka tanpa pikir panjang lagi, ia lantas menyambuti dengan kekuatan tenaga sepenuhnya.

   Waktu itu lapisan bawah dari es yang diinyaknya memang sudah hancur dengan sendirinya tidak sanggup lagi menyanggah dirinya yang begitu berat, apalagi ketika itu Sun Tay Beni lagi menyerang dengan hebat, tidak ajal lagi diri Hwee-shio gemuk itu lantas ambles kebawah.

   Thay-si Sian-su lama sekali berdiam didaerah Utara hingga sama sekali tidak pandai berenang.

   Ketika ia mengetahui bahwa badannya akan tenggelam maka hatinya lantas gelisah apalagi
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono ketika air mulai masuk kedalam mulutnya.

   Dengan susah-pajah barulah ia bisa merajap keluar dari runtuhan salju itu tapi waktu itu Sun Tay Beng sudah melompat ketepi telaga.

   Disana ia tertawa besar lalu meninggalkannya dalam keadaan basah kuyup.

   Thay-si Sian-su yang dipermainkan demikian rupa hanya bisa memaki-maki dengan mulutnya saja.

   Karena keadaannya basah- kuyup sudah tentu tidak bisa meneruskan perjalanannya ke Siang Ke Cun.

   Terpaksa ia kembali ke Ie Ciu Wan secara diam-diam agar tidak dilihat orang.

   Tatkala ia tiba di le Ciu Wan baru saja Kang-tang Lie-hiap meninggalkan tempat itu sedang penjahat-penjahat lagi melakukan pemeriksaan diseluruh pelosok.

   Karena Thay-si Sian-su takut orang mendahului keadaannya yang begitu mengenaskan itu terpaksa bersembunyilah ia ditempat gelap dan setelah para penjahat, pada bubaran baru masuklah ia kekamarnya dengan diam-diam.

   Saat itu sudah lewat jam empat pagi ia merasa tidak enak untuk monemui Tong Cin Wie, maka iapun segera tidur dipembaringannya.

   Keesokan harinya pagi-pagi sekali Tong Cin Wie memasuki kamar Thay-si Sian-su dan tatkala menampak pakaian Thay-si Sian- su yang basah tergantung diatas tembok maka diam-diam merasa terkejut dalam hati.

   Waktu itu mengertilah ia bahwa si Hweeshio itu tadi malam telah mengalami kekalahan.

   Ketika ia menoleh kepemba-ringan kebetulan waktu itu Thay-si Sian-su sedang turun dari pem-baringan.

   Maka sambil mengawasi Tong Cin Wie si Hweeshio itu pun berkata.

   "Tadi malam aku pergi menyerepi Siang Ke Cun tapi ditengah perjalanan telah berpapasan dengan Chio Bin Giam Lo Sun Tay Beng. Kami bertempur beberapa puluh jurus lamanya. Ia sudah menggunakan akal licin memancing aku keatas telaga yang airnya lagi membeku. Dengan akal muslihatnya ia telah membikin aku tenggelam kedalam air ..! Tong Cin Wie kerutkan alisnya lalu berkata.

   "Apakah Sun Tay Beng juga sudah datang?"

   Thay-si Sian-su menjawab sambil anggukkan kepala.

   "Tadi malam meskipun aku terjebak dengan akalnya yang busuk, sehingga kecebur diair telaga, tapi aku sudah bertempur beherapa puluh jurus dengannya ternyata Chio Bin Giam Lo itu tidak segagah seperti apa yang disiarkan oleb orang diluaran, aku jakin bahwa aku masih mempunyai cukup kepandaian untuk melayani kepadanya sampai limaratus jurus. Sekarang sudah kejadian begini rupa hendaknya kita tidak boleh ayal-ayalan lagi. mungkin mereka masih minta bantuan orang lain pula maka itu kita harus menggunakan seat ini yaitu selagi bala-bantuan mereka belum tiba semuanya. Malam ini kita harus segera bergerak untuk menyerbu mereka."

   Tong Cin Wie mengangguk-angguk, diwajahnya menunjukkan tertawanya yang kejam, lalu berkata.

   "Ciu Wan tadi malam telah dibikin onar oleh satu bocah cilik, duri ikan terbang telah melukai dua orang muridku jadi malam ini kalau kita tidak unjuk gigi kepada mereka maka mereka akan anggap bahwa rimba persilatan di Utara tidak ada orang yang pandai. Ucapan Thay-si Sian-su tadi benar-benar cocok dengan pikiranku jadi malam ini kita harus bergerak dengan serentak."

   Sehabis ia berkata demikian iapun menjura dan meninggalkan kamar Thay-si Sian-su lalu kemudian memanggil orang-orangnya, supaya berkumpul diruangan tengah.

   Tidak lama kemudian berkumpullah kawanan penjahat dari Utara itu, dalam ruangan besar, dengan wajah keren Tong Cin Wie bersama-sama Thay-si Sian-su dan Cian Pi Sin Mo masuk ke ruangan besar dan dengan matanya yang tajam, Tong Cin Wie mengawasi orang-orangnya, lalu kemudian duduk diatas kursinya.

   Setelah tertawa dingin, Tong Cin Wie lamas berkata sambil mengawasi Teng Hong.

   "Duapuluh tahun berselang Teng-heng sudah terkenal didaerah Kang-pak. Aku si orang she Tong sebetulnya masih terhitung ting- katan muda, hingga tidak pastas rasanya kalau memerintahkan Teng-heng akan tetapi karena Teng-heng sudah datang kesini untuk memberi bantuan tenaga, maka rasanya kurang tepat kalau aku masih merasa sungkan lagi. Dan pihak sana tadi malam telah mengacau disarang kita maka tidak boleh tidak haruslah kita unjuk gigi kepada mereka. Aku mendengar kata Thay-si Sian-su bahwa kepandaian"

   Ilmu silat Coa-heng-ciang-hoat dan pian-boat Teng- heng, digolongan rimba persilatan daerah Utara merupakan ilmu silat yang istimewa.

   Malam ini aku ingin Teng-heng keluarkan sedikit tenaga yaitu membawa serta beherapa kawan untuk menyerang gedung keluarga Chie dari sebelah kiri.

   Adapun orang- orang yang datang kesini.

   semuanya adalah sahabat karibku, maka Teng-heng boleh pilih dari mereka menurut kesukaan hatinya."

   Tanpa menantikan jawaban Teng Hong, Tong Cin Wie lantas suruh Oey Ceng Tan dan Ho Kong Hong memilih delapan orang pandai untuk menyerang gedung keluarga Chie dari sebelah kanan, dan ia Tong Cin Wie sendiri bersama Thay-si Sian-su, Kim-ling Siang-koay dan Pek-hoa Nio-cu akan menyerang dari hagian tengah.

   Menurut Tong Cin Wie karena Siang-koay dan Pek-hoa Nio-cu bukan orang-orang dari Utara.

   maka dengan mengajak mereka itu
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono berjalan sama-sama berarti telah menghormati tamunya, tapi sebetulnya Tong Cin Wie ada mempunyai lain maksud.

   Bagi Pek-hoa Nio-cu sudah tentu tidak merupakan soal, karena setelah ia melihat Tong Cin Wie segera hatinya melupakan diri Teng Hong.

   Apamau setelah ia mendengarkan ucapan merendah dari Tong Cin Wie ia lantas menoleh dan membawa si Teng Hong sambil bersenyum, mungkin perbuatannya ini tidak disengaja, tapi siapa kira tertawanya itu telah menimbulkan panas hati Teng Hong hingga bangkit lalu menjura kepada Tong Cin Wie kemudian berkata dengan suara dingin.

   "Aku mengucap terima kasih bahwa Toako telah memandang diriku si orang she Teng, cuma saja aku si orang she Teng selama beberapa puluh tahun berkelana didunia Kang-ouw selalu bergerak seorang diri saja. Aku telah diajak oleh Thay-si Sian-su, sudah tentu bersedia untuk memberikan bantuan tenaga kepada Twako tapi kuminta agar Twako suka menjelaskan urusannya, aku si orang she Teng akan tetap berpegang dengan kebiasaanku pergi dengan seorang diri saja. Perkara membawa kawan kurasa perlu jadi tak usah saja."

   Wajah Tong Cin Wie berubah seketika tapi sambil tertawa dingin lantas berkata.

   "Kalau demikian hainya, tentu Teng-heng merasa tidak senang atas perintahku tadi."

   Teng Hong menjawab sambil tertawa besar.

   "Urusan ada urusan Twako sendiri, aku Teng Hong hanya memandang atas nama sahabat untuk memberi bantuan kepadamu. Kalau kau katakan demikian, aku si orang she Teng terpaksa lepas tangan saja."

   Setelah berkata demikian iapun segera meninggalkan tempat duduknya lalu berjalan leluar. Tong Cin Wie menoleh dan mengawasi Thay-si Sian-su sejenak waktu itu terkilas maksud yang keji diwajahnya. Maka dengan suara bengis iapun membentak.

   "Orang she Teng berhentilah kau disitu dan tunggu aku!"

   Berbareng dengan bentakkan itu melompatlah empat penjahat lain mencegat Teng Hong. Teng Hong tertawa bergelak lain berkata.

   "Hai anak. kemarin sore, kepandaiamu begitu saja, sangkamu dapat merintangi Teng Loyamu?"

   Sehabis berkata demikian iapun menyerang dengan cepat, hingga kedua orang diantara empat penghalang tadi sudah dibikin rubuh dan dua yang lain lagi ketika Teng Hong turun tangan lantas mereka keluarkan senjata untuk menyerang Teng Hong, tapi dengan gesit ia melayani kedua penyerang itu dan sebentar saja mereka rubuh ketanah lalu mati.

   Melihat keempat orang itu rubuh lain mati maka Thay-si Sian- su lantas membentak.

   "Teng Hong! Kau sudah gila?"

   Iapun mendorong meja lain melesat keluar untuk menghadang Teng Hong. Dengan wajah dingin berkatalah Teng Hong kepada Thay-si Sian-su.

   "Kalau bukan ajakanmu si Hweeshio tua aku tak turun gunung untuk memberi bantuan tenaga, tidak nanti aku si orang she Teng terhina demikian rupa. Bagaimana, apa kah juga hendak merintangi aku?"

   Thay-si Sian-su juga berubah wajahnya, lain berkata.

   "Mengapa kau tidak mengenal sedikit aturan juga? Kalau ada apa-apa kita toch bisa rundingkan, mengapa meski turun tangan melukai orang? Dia adalah Twako yang diangkat oleh sahabat- sahabat dari rimba hijau di daerah Utara, jadi perbuatanmu ini menyebabkan malu. Kemana ia harus simpan mukanya setelah engkau menunjuk sikap yang begitu?"

   Teng Hong yang sudah menjadi kalap. kembali mendengar Ucapan Thay-si Sian-su yang membela Tong Cin Wie, tidak api yang disiram minyak maka dengan suara bengis ia menjawab.

   "Tong Cin Wie cuma seorang dari tingkatan muda dari dunia rimba persilatan, ketika namaku sudah terkenal didaerah Kang-pak ia masih merupakan satu bocah ..!"

   Beium habis kata-katanya itu kegusaran Thay-si Sian-su timbullah. sambil tertawa dingin ia berkata.

   "Teng Hong kau jangan gila. kalau Tong Cin Wie tidak Pandang muka Lolap, siang-siang ia sudah membinasakan engkau dengan jarum Tui-hun-ciamnya. Sangkamu jurus Coa-heng,-ciang- hoat-mu yang sembilan puluh enam jurus dan Co-heng-pian-hoatmu bisa meloloskan engkau dari ruangan ini?"

   Teng Hong mendelik mengawasi Thay-si Sian-su, hingga mukanya yang jelek itu kelihatan bertambah jelek lagi.

   
Dara Pendekar Bijaksana Karya OPA di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Waktu itu Thay-si Sian-su mengerti kawannya itu sudah kalap benar-benar hingga sudah berjaga-jaga takut ia menyerang dengan tiba-tiba.

   Saat itu semua kawanan bandit sudah pada berdiri, asal saja Tong Cin Wie keluarkan perintah maka mereka akan segera melakukan serangan serentak terhadap Teng Hong, tapi Tong Cin Wie hanya mengawasi belakang Teng Hong sambil tertawa dingin.

   Cian Pi Sin Mo Thin Pak Tao, masih tetap menyender dikursinya sambil pejamkan matanya.

   Terhadap suasana yang gawat ini, seolah-olah ia tidak ambil perhatian sama sekali.

   Dengan mendadak Teng Hong menyerang dengan kedua tangannya kearah Thay-si Sian-su.

   Serangan mama dilakukan
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono secara mendadak dan dibarengi dengan tenaga yang hebat.

   Sekalipun Thay-si Sian-su sudah tinggi kepandaiatinya, tapi tidak berani menyambuti serangan tersebut.

   Ia hanya berkelit kesamping untuk mengelak serangan Teng Hong, kesempatan telah dipakai oleh Teng Hong untuk melompat keluar.

   Pada saat yang kritis itu, tiba-tiba terdengar suara Tong Cin Wie yang dibarengi dengan tertawa dingin.

   .,Rebah!"

   Ucapan itu dibarengi dengan gerakan tangan kanannya dais saat itu sebuah benda halus melesat dari tangannya.

   Berbareng dengan itu lantas terdengar suara menggeramnya Teng Hong, kemudian jatuh ngusruklah ia ditanah.

   Tong Cin Wie benci sekali kepada Teng Hong yang jumawa.

   Tatkala jarum Tui-hun-ciam itu menyerang dan mengenai jalan darah.

   Teng Hong cuma merasakan jalan darah Hong-his-hiat dan Kie-kut-hiatnya kesemutan, kekuatan tenaganya lantas lenyap seketika, maka orangnya lantas rubuh, ia segera mengerti sudah terkena serangan senjata beracun Tong Cin Wie, tatkala ia menengok dan melihat Tong Cin Wie menghampiri, tiba-tiba ingatlah ia senjata rahasia.

   Tui-hun-ciam itu maka dalam hati lantas bercekat, hingga kesombongannya lenyap sama sekali.

   Sambil pejamkan matanya ia terns rebah.

   Tong Cin Wie segera mendekati Teng Hong sambil tertawa dingin iapun berkata.

   "Teng-heng tidak berniat membantu Siauw-tee, sudah tentu Siauw-tee tidak akan memaksa, karena memandang mukanya Thay- si Toheng, silahkan Teng-heng ambil jalan sendiri."

   Ia berkata demikian sambil berjongkok untuk mencabut jarum yang menancap pada kedua jalan darah ditubuh Teng Hong.

   Jarum itu cuma lebih besar sedikit dari jarum biasa, karena direndam dalam racun hingga warnanya biru berkilauan.

   Setelah Tong Cin Wie menyimpan kembali jarumnya, lalu dari sakunya mengeluarkan dua butir obat pil yang ia serahkan kepada Teng Hong seraja berkata.

   "Lekas kau telan dua pil pemunah racun sebab kalau terlambat sedikit lagi maka racunnya akan masuk kedalam ulu hati dan jantungmu dan kalau sudah demikian sukar tertolong lagi."

   


Perguruan Sejati -- Khu Lung Kuda Binal Kasmaran -- Gu Long Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung

Cari Blog Ini