Hancurnya Sebuah Kerajaan 1
Hancurnya Sebuah Kerajaan Karya Siao Shen Sien Bagian 1
Hancurnya Sebuah Kerajaan Karya dari Siao Shen Sien
SATU Pada tanggal 4 bulan ke tiga dalam tahun pemerintahan Touw Ong ke 35, Kiang Chu Gie mengajukan surat pada Chiu Bu Ong, yang isinya mengungkapkan kelaliman Touw Ong serta memberitahukan, bahwa banyak Raja- muda telah sepakat dalam pertemuan yang diadakan di Beng-kun, untuk bersamasama memerangi Kaisar, agar rakyat bebas dari penderitaan yang dialami selama ini.
Akhirnya Chu Ge (Chu Gie) mengharapkan Bu Ong untuk menetapkan tanggal dimulainya menggerakkan pasukan.
Namun Bu Ong agak berat menerima usul Chu Gie.
Alasannya.
"Hal itu bertentangan dengan pesan ayahku.
Dengan berbuat begitu aku jadi tak berbakti terhadap orangtua dan tak setia pada Kaisar.
Lebih baik kita bersabar menanti hingga Touw Ong merobah kelakukannya".
"Beberapa hari yang lalu telah datang utusan Raja-muda Timur, Selatan dan Utara.
Mereka meminta kita bersama- sama memerangi Kaisar yang lalim", Kiang Chu Gie memberitahu.
"Biarkan saja mereka yang menyerang Touw Ong, sedang kita menjaga wilayah sendiri", kata Bu Ong.
"Tapi sebaiknya Tuanku ikut bergabung untuk menggempur kerajaan Touw, agar rakyat tidak tambah menderita akibat penindasan sewenang-wenang".
"Tepat sekali saran menteri Kiang", Shan Gie Seng mendukung Chu Gie.
"dengan kita menyerang kerajaanTouw (Siang), kemungkinan akan membuat Touw Ong sadar akan kekeliruannya dan memperbaiki segala kesalahannya, hingga rakyat dapat hidup tenang dan bahagia".
"Baiklah Toahu", Bu Ong mengangguk.
"Berapa banyak pasukan yang kita butuhkan untuk itu!?".
"Sebaiknya Tuanku mengangkat Menteri Kiang sebagai Panglima Tertinggi dan dialah yang akan menentukan besarnya pasukan yang harus dikerahkan", Shan Gie Seng menyarankan.
Bu Ong langsung menyetujuinya.
"Untuk keperluan itu kita harus mendirikan panggung buat bersembahyang pada Langit dan Bumi serta semua Malaikat gunung dan Malaikat Sungai", kata Shan Gie Seng lagi.
"Laksanakanlah segala yang Toahu anggap perlu", Bu Ong memberi mandat pada Shan Gie Seng.
Lam Kong Koa dan Shin Chia diperintahkan mendirikan panggung di gunung Kie-san.
Setelah rampung, Shan Gie Seng melaporkannya pada Raja, bahwa dia telah memilih hari ke 15 bulan ke tiga untuk melakukan upacara bagi pengangkatan Kiang Chu Gie sebagai Goan-swe (Panglima Tertinggi) di 'Panggung Emas' yang baru selesai dibangun...
Setiba tanggal 15, pagi-pagi sekali Bu Ong memimpin para Menteri datang ke rumah Kiang Chu Gie.
Setelah petasan dipasang sebanyak tiga kali, pintudibuka.
Shan Gie Seng berjalan di muka, diikuti Bu Ong dan para Menteri lainnya masuk ke dalam rumah Chu Gie.
Kiang Chu Gie yang berdandan sebagai orang pertapaan, membalas hormat Bu Ong, lalu bersama-sama keluar.
Setiba di pintu gerbang, Bu Ong kembali memberi hormat pada Perdana Menterinya yang merupakan juga ayah angkatnya.
Para pembantunya segera memanggul Chu Gie, dinaikkan ke dalam kereta.
Atas usul Shan Gie Seng, Bu Ong memegang ujung belakang pakaian Chu Gie sejauh tiga langkah.
Kiang Chu Gie dibawa ke gunung Kie-san dengan upacara penuh kehormatan...
Panggung Emas itu bertingkat tiga.
Di seputar tingkat pertama ditempatkan 25 orang yang masing-masing mengenakan pakaian kuning, biru, putih, merah dan hitam, dengan memegang panji yang warnanya serupa dengan warna pakaian mereka.
Di tingkat dua berdiri 365 orang yang masing-masing memegang panji merah tua, menghadap ke segala penjuru.
Di tingkat tiga berdiri 72 prajurit dengan memegang beraneka jenis senjata.
Shan Gie Seng menghampiri kereta Chu Gie, memintanya turun dari kendaraan, lalu bersama-sama menaiki panggung emas.
Di tingkat pertama Shan Gie Seng meminta Chu Giemeng.
hadap ke Selatan.
Lalu Shan Gie mengumandangkan Kidung Suci' ditujukan pada para Malaikat, yang mengungkapkan kelaliman Touw Ong; membuat Chiu Bu Ong khawatir juga kelaliman itu menimbulkan mala-petaka, hingga memutuskan untuk mengangkat Kiang Chu Gie sebagai Panglima Tertinggi, menggempur Touw Ong agar rakyat terhindari dari mala- petaka yang lebih hebat.
Selesai membawakan 'Kidung Suci', Shan Gie Seng turun.
Chiu Kong Tan yang mengajak Chu Gie naik ke tingkat dua, lalu mengumandangkan juga 'Kidung Suci', yang bunyinya hampir sama dengan yang dibawakan Shan Gie Seng di tingkat pertama.
Tapi kini ditujukan kepada matahari, bulan, bintang-bintang, angin, hujan dan Li-tay Siang-tee.
Kiang Chu Gie diminta berdiri menghadap ke arah Timur.
Kemudian Siao Kong Shi mengajak Chu Gie ke tingkat tiga, membawakan 'Kidung Suci' yang ditujukan pada Houw Thian Siang-tee dan Houw Tu Sin Kie dengan maksud serupa.
Kiang Chu Gie berlutut ke arah Utara.
Beberapa waktu kemudian Chu Gie bangkit, Siao Kong Shi menyilakannya membentangkan panji kerajaan dan mengibarkannya pada tiang yang telah disiapkan.
Kiang Chu Gie diberi topi emas, mengenakan 'Jubah Kebesaran dan menerima pedang pusaka yang melambangkan kekuasaannya dalam memimpin pasukankerajaan Chiu.
Bu Ong diminta naik ke atas panggung.
Kiang Chu Gie menyilakan sang Junjungan duduk menghadap ke Selatan, lalu dia berlutut di hadapan Bu Ong seraya mengucapkan banyak terima kasih atas kepercayaan Raja terhadapnya.
Dengan demikian selesailah sudah upacara itu.
Bu Ong pamit pada ayah angkatnya yang kini telah menjadi Panglima Besar kerajaan Chiu.
Na Cha dan lain-lainnya mengucapkan selamat pada Kiang Chu Gie.
Hampir bersamaan dengan itu, terdengar musik merdu dari angkasa, disusul dengan turunnya Goan Sie Tian Chun.
Orang-orang lalu berlutut di hadapan sang Dewa, kemudian mengiringinya naik ke atas panggung, menyilakannya duduk.
Dupa wangi mulai dibakar.
Kiang Chu Gie berlutut di hadapan gurunya.
"Ini merupakan hasil Samadhimu selama 40 tahun", kata Goan Sie.
"jangan kau sia-siakan kepercayaan yang telah diberikan Raja kepadamu.
Pimpinlah pasukan secara bijaksana dalam menumbangkan kelaliman Touw Ong".
Goan Sie Tian Chun menyuruh Pek Hok Tongcu menuang secawan arak.
Lalu sambil mengangsurkannya pada Chu Gie, sang guru melanjutkan bicaranya.
"Dengan ini kudo'akan kau memperoleh hasil gemilang dari tugasyang dipercayakan Raja kepadamu".
Kiang Chu Gie menyambut cawan arak itu sambil terus berlutut, mengeringkan isinya.
Sang Guru mengangsurkan cawan arak berikutnya pada Chu Gie seraya berkata.
"Dengan secawan arak ini kuharapkan kau dapat membawa kedamaian di dunia".
Chu Gie menyambutnya dan kembali mengeringkan isinya.
Cawan yang baru saja kosong kembali diisi.
"Dengan arak secawan ini kuharap kau dapat menghimpun para Raja-muda", ucap sang guru, Setelah mengeringkan isi cawan yang ke tiga, Kiang Chu Gie memohon pada gurunya agar meramalkan keadaan pasukan yang akan dipimpinnya.
Goan Sie Tian Chun memenuhi harapan Chu Gie, meramalkan dalam bentuk sajak.
Kemudian mengajak pengiringnya melayang ke angkasa, kembali ke istana Giok Sie.
Kiang Chu Gie kembali ke kota See-kie.
Di dalam pertemuan dengan Bu Ong, Chu Gie memohon agar sang Junjungan turut serta dalam pasukan yang akan bergerak ke Kota-raja.
Chiu Bu Ong langsung menyatakan kesediaannya.
Oey Thian Hoa diangkat sebagai pemimpin barisan depan.
Lam Kong Koa dan Bu Kie memimpin sayap kiri dan sayap kanan.
Sedang Lo Chia (Na Cha) bertugas memimpin barisan belakang.
Yo Chian, Touw Heng Sun dan The Lun ditugaskanmengangkut ransum.
Pasukan See-kie yang berjumlah 600.000 bergerak ke Tiauwko (Kota-raja) pada tanggal 24 bulan ke 3 tahun ke 35 dari pemerintahan Touw Ong.
Atas usul Chu Gie, selama Bu Ong menyertai pasukan, Shan Gie Seng dan Oey Kun dipercayakan mengurus soal dalam dan luar negeri See-kie.
Ketika pasukan yang dipimpin Chu Gie tiba di Shou Yangsan, telah dihadang oleh Pek le dan Siok Chie.
Mereka menyatakan ingin berbicara dengan pemimpin pasukan.
Kiang Chu Gie mengundang Bu Ong untuk bersama-sama menemui mereka.
"Terimalah salam kami Paduka dan tuan Chu Gie", Pek le dan Siok Chie memberi hormat.
"Apa maksud kalian ingin bertemu dengan kami?", tanya Chu Gie.
"Kami hanya ingin tahu, ke mana tujuan pasukan tuan?", tanya Siok Chie.
"Kami sedang menuju ke lima kota untuk berkumpul dengan para Raja-muda di Beng-kun, lalu akan bersama- sama ke Kota-raja, untuk menghukum Kaisar yang lalim", Kiang Chu Gie menerangkan "Setahu kami, anak takkan membicarakan kesalahan ayahnya", Pek le yang sejak semula berdiam diri, kini mulai berbicara.
"Lebih tak patut lagi kalau kita mengangkat senjata untuk menumbangkan kekuasaanKaisar.
Kenapa tak memakai cara bijaksana untuk meluruskan kekeliruannya?".
"Saudara hanya memandang persoalan ini dari satu sudut saja.
Kerajaan Touw kini sangat kacau, tak ada lagi kebajikan akibat Kaisar yang tak melaksanakan kewajiban, mengakibatkan rakyat amat menderita.
Kami akan ikut bersalah bila membiarkan keadaan terus berlarut".
*** ) "Anak yang tidak berbakti pada otangtua adalah durhaka dan menyatakan perang terhadap Kaisar berarti tidak setia", kata Pek le.
Orang-orang gagah See-kie amat dongkol melihat sikap Pek le dan Siok Chie, bermaksud menghajar mereka, tapi telah dicegah oleh Chu Gie, yang segera membujuk kedua orang itu agar tak menghalangi gerak maju pasukannya.
Berkat kebijaksanaan Kiang Chu Gie, Siok Chie dan Pek le tak menghalangi lebih jauh, hingga pasukan See-kie dapat melanjutkan perjalanannya.
Touw Ong amat terperanjat ketika menerima laporan, bahwa Thio San telah binasa dan Ang Kim takluk pada pihak See-kie.
Sedangkan Kiang Chu Gie telah diangkat sebagai Goanswe (Panglima Tertinggi, kerap pula diterjemahkan sebagai Jenderal ---Pen).
Untuk beberapa saat lamanya Touw Ong berdiam diri.
Para Menteri yang mendampinginya tahu, bahwa Junjungan mereka telah menerima kabar yang takmengenakkan, tapi mereka tak berani bertanya.
Suasana menjadi hening.
Namun keadaan itu tak berlangsung lama, Touw Ong telah menerangkan isi laporan yang baru diterimanya.
"Aku mengharapkan saran kalian", sabdanya kemudian.
Banyak Menterinya saling lirik, ada pula yang menunduk, seakan sedang memikirkan cara terbaik.
Namun selama itu tak seorang pun mengemukakan pendapatnya.
Kemudian tiba-tiba ada seorang Menteri-muda yang bernama Hui Lian memberanikan diri mengemukakan pendapatnya sambil berlutut di hadapan Kaisar.
"Kiang Chu Gie adalah seorang murid sesat dari perguruan Kun Lun, sebaiknya Baginda mengutus Khong Soan untuk menggempurnya.
Hamba yakin Khong Soan dapat membasmi lawan dengan kesaktiannya".
Touw Ong menyetujui usul itu, memerintahkan Khong Soan yang kala itu jadi penguasa kota Sam San-koan, untuk menyerang See-kie.
Begitu menerima perintah Kaisar, Khong Soan segera berangkat menuju ke See-kie dengan membawa 100.000 prajurit.
Pasukan Khong Soan telah bertemu dengan pasukan yang dipimpin Chu Gie di Kim Khe-leng (Bukit Ayam Emas), tapi berhubung telah gelap cuaca, Khong Soan memerintahkan pasukannya mendirikan perkemahan, baru akan menantang Chu Gie berperang tanding pada keesokan harinya.Dalam pada itu Kiang Chu Gie merasa tak tenang ketika melihat munculnya pasukan kerajaan Touw.
Dia mulai meramal dan dari hasil nujumannya diketahui, bahwa dengan munculnya pasukan yang dipimpin Khong Soan itu, maka genaplah sudah jumlah 36 pasukan Touw yang menyerang See-kie.
Keesokan harinya Khong Soan menantang Chu Gie berperang tanding.
Kiang Chu Gie menyambut tantangan itu dengan menunggang 'See Put Siang'.
Dia segera tertarik melihat lima sinar.
Hijau, Kuning, Merah, Putih dan Hitam, yang terpancar dari bahu Khong Son, Tanpa banyak bicara lagi Khong Soan menyerang Chu Gie dengan golok bergagang panjang.
Ang Kim mewakili Chu Gie menyambut serangan lawan.
Setelah bertanding beberapa jurus, Ang Kim melemparkan panji wasiatnya ke tanah, yang segera berubah menjadi pintu.
Khong Soan bukannya terkejut, malah tertawa menyaksikan perkembangan itu.
Dia membalikkan kuda tunggangannya, membuat sinar di bahu kirinya menyorot ke bawah.
Seketika tubuh Ang Kim lenyap tersedot sinar tersebut.
Kemudian Khong Soan bertempur dengan Teng Kiu Kong.
Kiang Chu Gie melontarkan ruyung wasiatnya untuk membantu Kiu Kong.
Namun ruyung itu lenyap tertelan sinar merah musuh.Perkembangan itu benar-benar berada di luar dugaan Chu Gie, membuatnya sangat terperanjat dan segera menarik mundur pasukannya.
Khong Soan tak mengejarnya.
Setiba di kemah, Chu Gie menitah Na Cha, Oey Thian Hoa dan Lui Chin Cu menyerbu kemah lawan pada malam harinya....
Di lain pihak, setiba di kemahnya, Khong Soan menggoyangkan kelima sinarnya.
Tubuh Ang Kim menggelinding di tanah, segera ditawan.
Hancurnya Sebuah Kerajaan Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sedang ruyung Kiang Chu Gie disimpannya baik-baik.
Tiba-tiba angin bertiup keras, Khong Soan berfirasat kurang enak, segera menujum, maka diketahuinya apa yang direncanakan Chu Gie, cepat-cepat dia menyiapkan langkah pengaman.
Dalam penyerbuan malam itu, Lui Chin Cu berhasil memukul hancur kepala Chiu Sin, tapi dia sendiri tertawan oleh sinar yang terpancar dari bahu Khong Soan.
Na Cha mengalami hal yang sama.
Nasib Oey Thian Hoa lebih buruk lagi.
Untuk beberapa jurus dia bertanding dengan Kho Kie Nen.
Kepandaian silat mereka boleh dikata seimbang.
Tapi kemudian Kho Kie Nen melepas kelabang wasiatnya.
Kelabang itu menyengat Kie Lin Kumala, membuat binatang tunggangan Thian Hoa itu menjompak kesakitan, sehingga tubuh Thian Hoa terlempar jatuh.Kho Kie Nen menggunakan kesempatan itu menikam dada dan memenggal kepala Thian Hoa.
Arwah Oey Thian Hoa melayang ke Pesanggrahan Penganugrahan Malaikat....
Keesokan harinya kepala Oey Thian Hoa telah tergantung di depan perkemahan musuh, membuat pasukan See-kie amat berduka.
Oey Hui Houw sangat sedih atas kematian anaknya.
Lam Kong Koa menghiburnya, kemudian menyarankan agar Hui Houw meminta bantuan Chong Hek Houw di Chongshia.
Dengan garuda saktinya Hek Houw tentu akan dapat memusnakan kelabang wasiat Kho Kie Nen.
Oey Hui Houw menganggap saran Lam Kong Koa cukup baik, dengan perkenan Chu Gie, berangkatlah dia ke Chongshia.
Setelah melakukan perjalanan beberapa waktu, Hui Houw tiba di kaki gunung Hui Hong-san.
Perhatiannya segera saja tertarik pada tiga orang yang sedang berlatih ilmu perang.
Ketiga orang itu mengenali Hui Houw, langsung mengundangnya ke kemah mereka, menjamunya.
Mereka memperkenalkan diri sebagai Bun Peng, Chui Eng dan Chio Hiong.
Oey Hui Houw menginap semalam di kemah ketika orang gagah itu.
Keesokan harinya Bun Peng bersama kedua temannya ikut Hui Houw ke Chong-shia.
Penjaga keamanan di muka rumah Chong Hek Houwsegera memberitahukan majikannya akan kedatangan keempat tamu itu.
Chong Hek Houw segera keluar untuk menyambut Hui Houw berempat.
Pertemuan mereka berlanjut saling mengangkat saudara, karena merasa cocok satu dengan lainnya.
Peristiwa itu kemudian lebih dikenal sebagai 'Ngo Gak Siang Hui' (Pertemuan Lima Gunung).
Bun Peng dikenal sebagai 'See Gak' (Gunung Barat); Chui Eng sebagai 'Tiong Gak' (Gunung Tengah); Chio Hiong sebagai 'Pak Gak' (Gunung Utara); Oey Hui Houw sebagai 'Tong Gak' (Gunung Timur) dan Chong Hek Houw sebagai 'Lam Gak' (Gunung Selatan).
Setelah saling berbasa-basi sejenak, Oey Hui Houw menceritakan peristiwa yang dialaminya, lalu mengungkapkan maksud kedatangannya.
Chong Hek Houw langsung menyatakan kesediaannya membantu.
Mereka segera berangkat ke Kim Khe-leng.
Kiang Chu Gie menyambut gembira kedatangan mereka, menjamu Chong Hek Houw dan saudara-saudara angkatnya.
Keesokan harinya Hek Houw mengajak Bun Peng, Chui Hiong dan Oey Hui Houw untuk menantang Kho Kie Nen.
Kho Kie Nen langsung menyambut tantangan itu.
Tapi setelah bertanding beberapa saat, Kho Kie Nen mulai kewalahan, segera mengeluarkan kantongkelabang wasiatnya, melontarkan binatang-binatang beracunnya ke arah Hek Houw dan kawan-kawannya.
Chong Hek Houw segera mengeluarkan 'Thiat Cui Sin Eng? (Garuda Sakti Berparuh Besi)nya, melalap habis semua kelabang lawan.
Melihat kelabang wasiatnya musna, perasaan Kho Kie Nen jadi sangat kacau.
Oey Hui Houw menggunakan kesempatan itu menusukkan tombaknya ke dada Kie Nen dan tewas seketika.
Menyaksikan anak buahnya tewas, Khong Soan menyedot Hui Houw dengan 'Sin Kong' (Sinar Sakti)nya dan usahanya membawa hasil seperti yang diharapkannya.
Keesokan harinya Kiang Chu Gie tampil menyambut tantangan Khong Son.
Yo Chian yang mendampingi Chu Gie, menyorot Khong Soan dengan 'Cao Yao Ceng' (Cermin Pengamat Siluman).
Terlihat di situ 'Ma Nao' (Batu Kwarsa) yang dibentuk oleh lima warna, bergelinding ke depan dan ke belakang.
Khong Soan amat gusar menyaksikan ulah Yo Chian, membacoknya dengan goloknya.
Yo Chian segera menangkis dengan 'Sam Kong To' (Golok tiga sinar)nya.
Setelah bertanding sekitar 30 jurus, Yo Chian mengeluarkan 'Anjing Langit'-nya, tapi langsung tersedot oleh sinar sakti Khong Soan.Wie Hok berusaha membantu Yo Chian dengan melontarkan 'Ciang Mo Cu' (Alu Penakluk Iblisnya, tapi senjata wasiat itu telah pula tersedot sinar merah yang terpancar dari tubuh Khong Soan.
Yo Chian dan Wie Hok terpaksa melarikan diri.
Khong Soan menghampiri Kiang Chu Gie.
Tapi sebelum dia sempat menyerang Panglima Besar See-kie, Lie Cheng yang berada di belakang Chu Gie, telah melontarkan 'Kim Ta' (Pagoda Emas)nya.
Khong Soan menggerakkan sinar saktinya, menyedot Pagoda Emas tersebut.
Melihat ayah mereka kehilangan benda wasiatnya, Bhok Cha dan Kim Cha cepat majukan diri menggempur Khong Son.
Kendati dikeroyok bertiga, sikap Khong Soan tetap tenang, menggerakkan 'Sin Kong', menyedot ayah dan anak ke dalamnya.
Panas hati Chu Gie kehilangan banyak pembantu, memacu 'See Put Siang'nya menempur Khong Soan.
Khong Soan menyorotkan sinar hijau ke diri Chu Gie.
Kiang Chu Gie yang tahu akan kelihayan sinar tersebut, segera membuka 'Sin Huang Kie' (Panji Bunga Sin Kuning) nya.
Seketika bertebaranlah ribuan bunga Sin yang melindunginya, membuat sinar hijau tak berhasil menembus dirinya.
Dalam pada itu Liong Kit Kong-ciu telah datang membantu melontarkan pedang pusakanya, menusukbahu kiri Khong Soan.
Khong Soan melarikan diri sambil menahan sakit.
Setiba di kemah, langsung mengambil obat, memborehi lukanya, seketika sembuhlah dia.
Kiang Chu Gie kembali ke perkemahan dengan sikap murung.
Tiba-tiba datang Jian Teng Tojin.
Chu Gie menyilakan pendeta sakti itu masuk ke dalam kemah dan menuturkan kesaktian yang dimiliki Khong Soan.
Keesokan harinya Jian Teng Tojin yang menghadapi Khong Son.
Setelah bertarung beberapa jurus, Jian Teng melontarkan 'Teng Hay Cu' (Mutiara Penenteram Laut), tapi pusaka itu tersedot masuk ke dalam sinar sakti Khong Soan.
Jian Teng penasaran, melontarkan pula 'Cai Pun Beng' (Mangkuk Wasiatnya, lagi-lagi tertelan oleh sinar sakti lawannya.
Jian Teng sangat terperanjat menyaksikan keampuhan senjata lawan, cepat-cepat melarikan diri keperkemahan pihak See-kie, memperbincangkan prihal kesaktian lawan dengan Chu Gie, mencari upaya menghadapinya.
Tiba-tiba seorang penjaga melaporkan akan kedatangan Chun Tie.
Chu Gie segera menyilakannya masuk.
Setelah berbasa-basi sejenak, Chun Tie mengungkapkanmaksudnya.
"Kedatanganku untuk menemui orang-orang yang ditakdirkan jadi penganut agama Barat (Buddha).
Kudengar Khong Soan memimpin pasukan memerangi pihak See-kie, aku bermaksud membawanya ke Barat".
Senang sekali hati Chu Gie mendengar maksud Chun Tie.
Tanpa membuang waktu lagi, Chun Tie mendatangi perkemahan kerajaan Touw, minta bicara dengan Khong Soan.
Khong Soan menemui Chun Tie dengan sikap curiga "Maksudku ke mari bukan ingin mencari permusuhan, tapi mau bersahabat", Chun Tie menerangkan maksud keda tangannya.
"Akan kuajak kau ke Barat, kau dapat meneruskan Samadhi dalam ketenangan, akhirnya akan memperoleh badan abadi.
Bukankah itu lebih baik daripada kau berada di sini!?".
"Aku tak sudi mendengar ocehanmu", kata Khong Soan.
"Turutlah kata-kataku, kau pasti takkan menyesal...".
Khong Soan tak sudi mendengar ucapan Chun Tie lebih jauh, langsung membacoknya.
Chun Tie tidak berusaha mengelak, hanya menggerakkan 'Cit Po Biao Su' (Dahan Tujuh Pusaka)nya.
Golok Khong Soan seperti didorong oleh tenaga luar biasa ke sisi.
Kejadian itu benar-benar berada di luar dugaan Khong Soan, tapi dia bukannya takut, malah penasaran.
Segera menyorot diri Chun Tie dengan sinar saktinya, bermaksud menyedotnya.
Tapi kenyataannya, Khong Soan sendiri yangmembelalakkan mata, amat tercengang ia, sebab mendadak saja topi dan pakaian perangnya terlepas, hancur berkeping.
Kudanya melesak ke dalam tanah.
Dari sinar-sinar terangnya terdengar suara gledek.
Bersamaan dengan itu telah muncul sebuah Arca dengan 12 tangan, yang antara lain memegang panji, genta emas, anak panah emas, tombak dan kapak perak.
Chun Tie menghampiri Arca sambil bersenandung, mengikatkan selembar selempang sutera di leher Arca itu.
"Perlihatkanlah bentuk aslimu, saudaraku", ucapnya kemudian.
Diri Khong Soan segera berubah menjadi seekor burung merak.
Chun Tie pergi ke perkemahan Chu Gie dengan naik burung merak itu.
Pamit tanpa turun lagi ke bumi.
Orang-orang gagah di pihak See-kie yang semula ditawan oleh sinar sakti Khong Soan, dibebaskan seluruhnya.
Bendabenda wasiat dikembalikan kepada para pemiliknya.
Chong Hek Houw mengajak tiga orang saudara angkatnya kembali ke Hui Hong-san.
Jian Teng Tojin juga pamit pada Kiang Chu Gie.
Pasukan See-kie melanjutkan perjalanan.
Beberapa waktu kemudian mereka tiba di luar kota Sie Sui-koan, Na Cha menggantikan kedudukan mendiang Oey ThianHoa dan kedudukannya semula dipegang oleh Lam Kong Koa.
Kiang Chiu Gie memecah pasukan menjadi tiga bagian, yang masing-masing bertugas menyerang kota Sie Sui- koan, Chia-beng-koan dan Cheng-liong-koan.
Oey Hui Houw dipercayakan memimpin 100.000 pasukan untuk menyerang Cheng-li-ong-koan.
Ang Kim memimpin 100.000 pasukan lainnya untuk menyerbu Chia-beng- koan.
Kiang Chu Gie dengan pasukannya menggempur Sie Suikoan.Pek le Siok ChieDUA Pasukan yang dipimpin Ang Kim berbaris dengan gagahnya.
Beberapa hari kemudian tibalah mereka di luar kota Chiabeng-koan, mendirikan kemah di situ.
Keesokan harinya Khie Kong ditugaskan untuk menantang penguasa kota Chia-beng-koan, Ouw Sin, berperang tanding.
Ouw Sin memerintahkan seorang pembantunya yang bernama Chi Kun, untuk menyambut tantangan tersebut.
Chi Kun membawa sejumlah pasukan keluar pintu gerbang kota, segera terjadi pertarungan cukup seru dengan Khie Kong yang bersenjatakan golok.
Biarpun telah berlangsung lebih dari 50 jurus, pertandingan mereka masih berjalan seimbang.
Khie Kong membaca mantera, dari ubun-ubunnya mengepul asap hitam dan dari dalam asap muncul kepala anjing, yang langsung menggigit muka Chi Kun.
Chi Kun yang berusaha mengelak dari serangan kepala anjing, membuat pertahanannya jadi terbuka.
Khie Kong tak menyia-nyiakan kesempatan baik itu, membabat kepala Chi Kun hingga putus, tewas seketika.
Anak buah Chi Kun lari masuk ke dalam kota.
Keesokan harinya Souw Choan Tiong yang menantang penguasa kota Chia-beng-koan.
Ouw Sin menugaskan Ouw In Peng untuk menghadapi Souw Choan Tiong.
Namun tanpa menemui banyak kesulitan Souw ChoanTiong berhasil menusuk Ouw In Peng hingga tewas.
Kehilangan dua pembantu yang sangat diandalkan dalam tempo dua hari, menjadikan Ouw Sin berduka.
Dia berniat untuk menyerah saja pada pihak See-kie.
Namun maksudnya itu ditentang oleh adiknya, Ouw Lui.
Ouw Lui tampil menghadapi pihak See-kie pada keesokan harinya.
Belum lama pertandingan berlangsung, ia telah kena diringkus oleh Lam Kong Koa, yang segera membawanya ke hadapan Ang Kim.
Ang Kim lalu memerintahkan memenggal batang lehernya.
Tapi baru saja kepala Ouw Lui digantung di depan perkemahan, tiba-tiba dia telah muncul kembali dalam keadaan segar bugar, membuat semua orang yang menyaksikannya jadi terperanjat.
Lam Kong Koa kembali berperang tanding dengannya dan berhasil menangkapnya pula.
Liong Kit Kiong-ciu sempat mendengar peristiwa aneh tersebut, dia segera menitah memisahkan dua rambut kepala Ouw Lui dan menusukkan sebatang jarum ke dalam kepalanya.
Setelah itu barulah dia memerintahkan untuk memenggal kembali kepala Ouw Lui dan nyatanya sekali ini Ouw Lui tak dapat hidup lagi.
Kematian sang adik telah memantapkan niat Ouw Sin untuk takluk pada lawan.
Dia lantas menyurati Ang Kim, mengemukakan maksudnya itu.Ang Kim membalas surat Ouw Sin, menyatakan pula kalau dia bersama pasukannya akan masuk ke kota Chia- beng-koan keesokan harinya.
Selagi Ouw Sin sedang bersiap-siap menyerah itulah, seorang pembantunya mengabarkan, bahwa ada seorang pertapa wanita yang berpakaian serba merah dan tidak beralas kaki, ingin bertemu dengannya.
Pertapa wanita itu ternyata adalah Hwe Leng Seng Bo dari gunung Kiu Beng-san, guru Ouw Lui.
Hancurnya Sebuah Kerajaan Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maksud kedatangannya ingin membalas sakit hati muridnya.
Atas titah Hwe Leng Seng Bo, Ouw Sin menurunkan kembali bendera Chiu yang baru dipasang, lantas menaikkan lagi Panji Touw yang semula telah diturunkan.
Kemudian Hwe Leng Seng Bo memilih 3000 prajurit yang masih muda dan kuat, menyuruh mereka mengenakan pakaian serba merah dan tak mengenakan alas kaki.
Di punggung mereka masing-masing ditempelkan selembar kertas merah dan ditelapak kaki mereka diterakan huruf 'Hong' (Angin) dan 'Hwe' (Api).
Di tangan kiri memegang golok, sedang tangan kanan memegang panji.
Sang wanita pertapa melatih mereka sungguh-sungguh, dia ingin membentuk mereka sebagai 'Hwe Liong Peng' (Pasukan Naga Api).
Ang Kim amat gusar ketika Ouw Sin tidak menepati janjinya.
Dia segera memerintahkan Souw Choan Tiongmenantang perang.
Tapi Ouw Sin telah menggantungkan papan penundaan perang di atas pintu gerbang.
Ang Kim hanya dapat mengurung kota Chia-beng-koan dengan perasaan amat mendongkol.
Selesai melatih 'Pasukan Naga Api', Hwe Leng Seng Bo keluar dari pintu gerbang kota dengan menunggang 'Kim Gan To' (Onta Bermata Emas)nya, menantang Ang Kim berperang tanding.
Ang Kim langsung menyambut tantangan lawan.
Hwe Leng Seng Bo bersenjatakan sepasang 'Tay Ah Kiam', manakala digerak-gerakkan mirip dengan gulungan api.
Ang Kim bermaksud melawannya dengan menggunakan Kie Mui Tun' (Menghilang di balik pintu panji atau Panji Wasiat)nya.
Akan tetapi Hwe Leng Seng Bo yang mengenakan Topi Mega Emas' yang ditutupi kain kuning tipis, langsung membuka kain penutup tersebut, serta merta memancarkan sinar emas yang menyilaukan pandang dan melingkupi diri Ang Kim, sehingga Ang Kim tak dapat melihatnya.
Sedangkan Hwe Leng Seng Bo dapat melihat jelas lawannya.
Maka tidaklah heran, kalau dengan mudahnya Hwe Leng Seng Bo berhasil melukai Ang Kim dengan sabetan pedang, membuat pimpinan pasukan See-kie itu terpaksa harus melarikan diri sambil menahan rasa sakit.
Hwe Leng Seng Bo memanfaatkan kesempatan itumemimpin "Pasukan Naga Api'nya, menyerbu ke perkemahan lawan,membakar apa saja yang dijumpainya.
Cukup banyak prajurit yang dipimpin Ang Kim tewas di tangan 'Pasukan Naga Api'nya Hwe Leng Seng Bo.
Mendengar suara ribut-ribut, Liong Kit Kiong-ciu segera melarikan kudanya sambil menghunus pedang, berpapasan dengan suaminya, tapi Ang Kim tak sempat untuk menceritakan apa yang telah terjadi, sedangkan kobaran api semakin besar jua.
Selagi Liong Kit Kiong- ciu hendak membaca mantera untuk memadamkan api, dirinya terkena sabetan pedang Hwe Leng Seng Bo.
Walau Liong Kit Kong-ciu sempat mengelak, tapi tak urung menderita luka ringan, cepat-cepat meninggalkan medan laga.
Ouw Sin amat gembira menyaksikan kemenangan gemilang Hwe Leng Seng Bo.
Di lain pihak Ang Kim baru mengekang kudanya setelah ia berada sejauh 70 li dari tempatnya berkemah.
Cukup besar kerugian yang diderita pasukan Ang Kim, selain sejumlah alat perang, juga kehilangan hampir sepuluh ribu prajurit.
Liong Kit Kiong-ciu yang berhasil menyusul suaminya, segera mengobati luka dirinya, juga suaminya, dengan obat mujarab.
Ang Kim mengirim surat pada Kiang Chu Gie, meminta bala-bantuan pada Panglima Tertingginya.Kiang Chu Gie mengernyitkan alis seusai membaca surat Ang Kim, meminta Lie Cheng mengurus perkemahan di luar kota Sie Sui-koan.
- "Selama aku pergi, usahakanlah tidak terjadi bentrokan fisik antara pasukan kita dengan pasukan Sie Sui-koan", pesan nya.
Kiang Chu Gie mengajak Na Cha, Wie Hok beserta 3000 prajurit berangkat ke Chiang-beng-koan....
Ang Kim bersama isteri menyambut kedatangan Chu Gie melaporkan apa yang dialaminya.
Kiang Chu Gie mengajak Wie Hok, Na Cha dan sejumlah pasukan, mendatangi pintu gerbang kota Chia-beng-koan, menantang lawan berperang tanding.
Tak lama pintu gerbang terbuka, Hwe Leng Seng Bo keluar dengan naik 'Kim Gan To', diiringi oleh pasukan khususnya.
Begitu saling berhadapan, Hwe Leng Seng Bo menyerang Chu Gie dengan sepasang pedang wasiatnya.
Kiang Chu Gie menyambut serangan lawan dengan pedang pula.
Na Cha dan Wie Hok membantu menyerang Hwe Leng Seng Bo.
Agak kewalahan Hwe Leng Seng Bo dikeroyok bertiga, segera membuka kain penutup 'topi Mega Emas'nya, yang langsung memancarkan sinar emas, membuat Chu Gie bertiga silau, hingga tak dapat melihat di mana Hwe Leng Seng Bo berada!? Seng Bo tak menyia-nyiakan peluang itu, berhasilmelukai Chu Gie dengan pedangnya.
Kiang Chu Gie memutar See Put Siang', melarikan diri.
Pasukan Naga Api' mulai menyerang dengan ganasnya, hingga menimbulkan banyak korban di pihak See-kie.
Sementara itu Hwe Leng Seng Bo tak membiarkan Chu Gie lolos, terus mengejarnya dengan menunggang 'Onta Bermata Emas'nya.
Kiang Chu Gie berusaha melarikan 'See Put Siang'nya lebih cepat lagi, namun tetap dibayangi Seng Bo, malah jarak di antara mereka semakin dekat saja.
Beberapa saat kemudian Hwe Leng Seng Bo berhasil menghajar punggung Chu Ge (Chu Gie) dengan Gada, yang mengakibatkan Panglima Tertinggi pasukan See-kie itu jatuh dari binatang tunggangannya.
Seng Bo bermaksud memenggal batang leher Chu Gie, tapi sebelum terlaksana maksudnya, tampak mendatangi seorang Tojin sambil bersenandung.
Hwe Leng Seng Bo yang mengenali Tojin itu adalah Kong Seng Cu, membuatnya batal membunuh Chu Gie, balik menusukkan pedangnya ke diri Kong Seng Cu.
Bersamaan dari 'Kim Shia Koan (Topi Mega Emas) nya memancarkan sinar emas.
Namun Kong Seng Cu yang mengenakan 'Sao Shia le' (Jubah Penyapu Mega), telah membuyarkan sinar emas yang dilepaskan Seng Bo, untuk kemudian lenyap sama sekali.
Tusukan pedang Seng Bo pun lewat di sisinya.
Hwe Leng Seng Bo penasaran, menerjang sambilmenggerakkan sepasang pedangnya.
Namun sebelum serangannya mengenai sasaran, Kong Seng Cu lebih dulu telah melontarkan 'Cap wasiat'nya, berhasil meremukkan batok kepala Hwe Leng.
Setelah berhasil membinasakan Hwe Leng Seng Bo, Kong Seng Cu mengeluarkan sebutir pil, mengobati luka Chu Gie.
Beberapa waktu kemudian Kiang Chu Gie siuman dari pingsannya, mengucapkan terima kasih pada penolongnya.
Kong Seng Cu membantunya naik ke See Put Siang "Aku hendak ke istana Pek Yu untuk mengembalikan Kim Shia Koan' pada Tong Thian Kauw-cu", katanya sambil memungut Cap wasiat dan Topi Mega Emas.
Di lain saat dia telah lenyap dari hadapan Chu Gie.
Chu Gie kembali ke kemah dengan menunggang 'See Put Siang? Tapi belum jauh dia berlalu, terlihat Sin Kong Pa mendatangi.
Kiang Chu Gie bermaksud menghindarinya.
Tapi Sin Kong Pa sempat melihatnya, segera menghampirinya.
"Sekali ini kau takkan lepas lagi dari tanganku!", katanya.
"Kenapa kau begitu membenciku? Kita 'kan tidak saling bermusuhan!?", tanya Chu Gie.
"Lupakah kau, bahwa pernah menghinaku denganmengandalkan bantuan Lam Khek Sian Ang ketika di Kun Lun-san?", ujar Sin Kong Pa.
"Sekali ini aku tak sudi membiarkanmu lolos lagi!".
Terjadi pertempuran di antara mereka.
Tapi berhubung sedang terluka, Kiang Chu Gie tak kuat untuk bertanding terlalu lama, segera melarikan diri ke arah Timur.
Sin Kong Pa mengejarnya, kemudian dengan Mutiara Pembuka Langit'nya berhasil memukul roboh Chu Gie dari binatang tunggangannya.
Kong Pa turun dari macan tunggangannya, bermaksud menamatkan riwayat Chu Gie.
Tapi sebelum terlaksana maksudnya, tiba-tiba muncul Kie Liu Sun di hadapannya.
Kie Liu Sun memang sengaja menunggu di situ atas permintaan dari istana Giok Sie, untuk menyelamatkan nyawa Kiang Chu Gie.
Sin Kong Pa yang tahu akan kesaktian Kie Liu Sun, cepatcepat ingin melarikan diri, tapi telah kasip! Kie Liu Sun berhasil menangkapnya dengan tambang wasiatnya, kemudian meminta bantuan Malaikat Oey Cheng Leksu membawa Sin Kong Pa ke lembah Kie Lin- gay di gunung Kun Lun-san.
Kie Liu Sun memasukkan sebutir pil ke mulut Chu Gie, selang sesaat Panglima Perang See-kie siuman dari pingsan nya.
Kiang Chu Gie menghaturkan banyak terima kasih, lalu pamit untuk kembali ke Chia-beng-koan.
Kie Liu Sun berangkat ke istana Giok Sie....Sesungguhnya Goan Sie Tian Chun sebelumnya telah mengetahui akan kedatangan Kie Liu Sun, maka ia menantinya di muka istananya.
Setelah memberi hormat, Kie Liu Sun melaporkan mengenai ulah Sin Kong Pa.
"Benar-benar sudah keterlaluan sikapmu!", Goan Sie memaki Sin Kong Pa.
"Kenapa kau begitu membenci Chu Gie dan menghasut orang-orang gagah dari tiga gunung dan lima puncak untuk memusuhi See-kie? Bila saja aku tidak menjaga keselamatan Chu Gie, dia tentu sudah jadi korbanmu, Dengan begitu akan berantakanlah urusan Penganugrahan Malaikat yang telah kupercayakan padanya.
Di samping itu, sesuai dengan kehendak Thian, dia harus membantu Chiu Bu Ong meruntuhkan dinasti Siang!".
Selesai berkata, Goan Sie Tian Chun meminta bantuan Malaikat Oey Cheng Lek Su untuk membuka lembah Kie Lingay, mengurung Sin Kong Pa dalam lembah itu sampai Kiang Chu Gie berhasil menunaikan tugasnya.
"Saya protes! Tidak adil!", seru Sin Kong Pa penasaran.
"Kenapa pula harus protes!? Bukankah sudah jelas kau sengaja ingin mencelakai Chu Gie? Bila tak kutahan, kau tentu akan berupaya terus untuk menghancurkan karir Chu Gie, bahkan membinasakannya.
Tapi bila aku menahanmu, kau tentu akan mencapku memihak Chu Gie".
Goan Sie diam sejenak, seakan sedangmempertimbangkan sesuatu.
"Sekarang begini saja, aku bersedia membebaskanmu bila kau bersedia bersumpah", katanya kemudian.
Sin Kong Pa yang memandang enteng sumpah, langsung saja bersumpah.
"Seandainya Teecu terus menghasut orangorang sakti untuk mengganggu Chu Gie, biarlah badan Teecu akan jadi penyumbat sumber Laut Utara".
"Kau boleh pergi sekarang!", kata Goan Sie Tian Chun.
Sin Kong Pa tak ingin membuang-buang waktu lagi, segera meninggalkan istana Giok Sie.
Kie Liu Sun juga ikut memohon diri.
Setiba di Pek Yu Kiong (Istana Pek Yu), Kong Seng Cu meminta seorang Totong untuk menyampaikan kedatangannya pada Tong Thian Kauw-cu.
Tak lama kemudian dia disilakan masuk.
Kong Seng Cu berlutut di hadapan Tong Thian Kauw-cu sambil menyerahkan "Topi Mega Emas dan menuturkan prihal Kiang Chu Gie yang memimpin pasukan ke Timur untuk menumbangkan kekuasaan Touw Ong.
Tapi ketika di Chia-bengkoan telah dihalangi, bahkan dilukai oleh Hwe Leng Seng Bo,maka Kong Seng Cu terpaksa membantu Chu Gie dan berhasil membunuh Hwe Leng Seng Bo.
Kedatangannya adalah ingin mengembalikan 'Kim Shia Koan' milik Seng Bo pada Tong Thian Kauw-cu yang merupakan guru dari Hwe Leng.
Tong Thian Kauw-cu mendengarkan penuturan Kong Seng Cu dengan saksama, selang sesaat dia berkata."Kematian muridku adalah karena ulahnya sendiri, maka aku takkan menyalahkanmu atau Chu Gie.
Tolong kau sampaikan pada Chu Gie, teruskanlah perjuangannya, misinya akan selalu dilindungi Dewa, sebab telah menjadi kehendak Thian".
Kong Seng Cu mengucapkan terima kasih atas kebijaksanaan Tong Thian Kauw-cu, kemudian pamit.
Tapi baru saja dia keluar dari istana Pek Yu, terlihat beberapa orang murid Tong Thian Kauw-cu tengah menantinya dengan wajah yang tak sedap dipandang.
Bahkan dua orang di antaranya, Kim Leng Seng Bo dan Kui Leng Seng Bo, langsung menghampirinya sambil menghunus pedang.
"Kenapa kalian marah-marah?", tanya Kong Seng Cu.
"Kami ingin membalas sakit hati Hwe Leng", sahut Kui Leng Seng Bo sambil menusukkan pedang.
Kong Seng Cu cepat menangkis dengan pedangnya.
Setelah bertarung beberapa jurus, Kong Seng Cu melontarkan 'Poan Thian Eng' (Cap wasiat)nya.
Kui Leng Seng Bo yang menyadari sulit baginya untuk menangkis cap wasiat itu, segera merobah dirinya ke bentuk aslinya, berupa seekor kura-kura! - Kim Leng Seng Bo, To Po Tojin, U In Sian dan lain-lain murid Tong Thian Kauw-cu tambah panas hati ketika menyaksikan saudara seperguruan mereka terkalahkan.
Serentak mereka mencabut senjata, mengeroyok Kong Seng Cu.
Kong Seng Cu menyadari, repot baginya menghadapibegitu banyak musuh, segera lari masuk ke dalam istana Pek Yu untuk menemui Tong Thian Kauw-cu.
"Kenapa kau kembali lagi?", tanya sang Kauw-cu.
"Murid- murid Susiok mengeroyok saya untuk membalas sakit hati Hwe Leng", Kong Seng Cu menerangkan.
"sudilah Susiok menenangkan mereka".
Tong Thian Kauw-cu amat marah mendengar ulah para muridnya, segera menitah dua murid lainnya.
Hwe Tong dan Sui Tong, untuk memanggil para muridnya yang coba menghadang Kong Seng Cu.
Begitu para muridnya datang menghadap, Tong Thian Kauw-cu langsung memaki-maki mereka.
To Po Tojin dan lain-lainnya hanya menundukkan muka tanpa berani bersuara.
Kong Seng Cu mengucapkan terima kasih, keluar dari istana, menuju ke Kiu Sian-san.
Ketika Kiang Chu Gie dalam perjalanan kembali ke Chiabeng-koan, pasukan Chiu saat itu amat sibuk mencari-cari keberadaan dirinya.
Di tengah jalan dia telah bertemu dengan Wie Hok.
Wie Hok amat girang dapat bertemu dengan pimpinannya, terus mendampingi Chu Gie sampai ke perkemahan mereka.
Ang Kim bersama sejumlah perwira menyambut kedatangan Kiang Chu Gie di luar kemah....
Setelah beristirahat selama tiga hari, Kiang Chu Giememimpin pasukan menuju ke pintu gerbang Chia-beng- koan.
Ouw Sin amat terperanjat ketika mendengar kabar pemunculan Kiang Chu Gie.
Dia menduga Hwe Leng Seng Bo tentunya telah binasa, segera berunding dengan pembantu kepercayaannya yang bernama Ong Seng.
Ong Seng menyarankan agar menimpakan semua kesalahan ke diri Hwe Leng Seng Bo dan membuat surat pernyataan takluk.
"Cukup baik saranmu", Ouw Sin menuruti saran pembantunya.
Dia mengutus Ong Seng menyampaikan pernyataan takluk kepada Chu Gie.
Selesai membaca surat Ouw Sin, Chu Gie meminta Ong Seng memberitahukan pimpinannya, bahwa dia bersama pasukan akan masuk kota pada keesokan harinya.
Lega hati Ouw Sin ketika menerima kabar itu, lalu memerintahkan pada pembantunya untuk menurunkan panji dinasti Touw (Siang), menaikkan panji Chiu.
Keesokan harinya Ouw Sin bersama pasukannya menyambut kedatangan rombongan Kiang Chu Gie dengan membakar dupa.
Setelah Chu Gie menempati markas tentara Chia- bengkoan, Ouw Sin berlutut di hadapannya seraya menuturkan sebabnya dia batal takluk pada Ang Kim.
Dia memohon pada Chu Gie agar sudi mengampuni kesalahannya itu.Kiang Chu Gie berpendapat, bahwa Ouw Sin seorang yang tak dapat dipegang janjinya, sering berubah-ubah pendirian, maka dia menjatuhkan hukuman mati bagi Ouw Sin untuk mencegah timbulnya bahaya di kemudian hari.
Kemudian Chu Gie mengangkat Kie Kong sebagai penguasa kota Chia-beng-koan.
Hari berikutnya Kiang Chu Gie mimpin pasukannya bergerak ke Sie Sui-koan.
Hancurnya Sebuah Kerajaan Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
*** Setelah melakukan perjalanan selama beberapa hari, Oey Hui Houw yang memimpin 100.000 pasukan tiba di luar kota Cheng-liong-koan.
Hui Houw memerintahkan membangun perkemahan, baru menantang perang pada keesokan harinya.
Khu In, penguasa kota Cheng-liong-koan, memerintahkan pembantunya yang bernama Be Hong, menyambut tantangan lawan.
Di pihak See-kie memajukan Teng Kiu Kong.
Segera terjadi perang tanding yang cukup seru antara Be Hong dengan Teng Kiu Kong, silih berganti menyerang ataupun menangkis, masing-masing berusaha menjatuhkan lawan.
Setelah berlangsung sekitar 30 jurus, Teng Kiu Kong dapat melihat kelemahan lawan, hingga dia berhasil memenggal kepala Be Hong dengan golok bergagang panjangnya.Teng Kiu Kong kembali ke kemah dengan kemenangan.
Oey Hui Houw menyambut gembira kembalinya sang perwira yang perkasa.
Sebaliknya Khu In amat sedih atas kematian pembantu nya.
Keesokan harinya dia memimpin langsung pasukannya.
Kehadirannya disambut oleh Oey Thian Siang, putera bungsu Hui Houw yang baru berusia 17 tahun, namun telah mahir ilmu perang.
Ketika Khu In hendak menyerang Thian Siang, telah dicegah oleh seorang pembantunya yang bernama Kho Kui.
"Biar saya saja yang melayani bocah itu!".
Kho Kui maju bersenjatakan sepasang kapak.
Terjadi perang tanding yang cukup tegang, tapi selewat 6 jurus, Thian Siang berhasil menyarangkan ujung tombaknya ke dada Kho Kui, yang mengakibatkan pembantu Khu In jatuh terjungkal dari kudanya dan tewas.
Khu In tak lagi dapat menahan diri, menyerang Thian Siang.
Putera bungsu Oey Hui Houw menghadapinya dengan gagahnya, bahkan beberapa waktu kemudian dia telah berhasil menusukkan ujung tombaknya ke paha kiri Khu In, membuat penguasa kota Cheng-liong-koan menjerit kesakitan dan lari masuk ke dalam kota.
Khu In mengobati lukanya, dalam sekejap telah sembuh seperti sedia kala.Pada pagi harinya Khu In kembali memimpin pasukannya, datang ke perkemahan lawan, menantang Thian Siang berperang tanding lagi.
Oey Thian Siang menyambut tantangan tersebut.
Begitu saling berhadapan, tanpa banyak bicara lagi mereka saling menyerang dan menangkis.
Khu In yang bermaksud membalas sakit hati, amat bernafsu melancarkan serangan.
Namun setiap serangannya dapat ditangkis atau dielakkan oleh lawannya.
Malah kemudian Thian Siang berhasil memukul Khu In dengan senjata 'Gin Chiang Kian'nya, yang mengakibatkan penguasa kota Chengliong-koan muntah-muntah darah dan lari masuk ke dalam kotanya....
Keesokan harinya Oey Hui Houw memimpin pasukannya menyerang kota Ceng-liong-koan, namun usahanya tak membawa hasil.
Berturut-turut tiga hari Hui Houw melancarkan serangan, tapi selalu gagal, sementara menarik mundur pasukannya, kembali ke perkemahan untuk mengatur siasat berikutnya....
- Khu In amat muram campur dongkol atas kekalahan yang dideritanya, tapi untuk sementara dia tak tahu harus bagaimana menghadapi lawan.
Pada saat itu seorang pembantunya yang bernama Tan Kie, yang ditugaskan mengangkut ransum, telah kembali ke Chengliong-koan.
Begitu mendengar pimpinannya menderita kekalahanmenghadapi pasukan Chiu, Tan Kie coba menghiburnya.
"Jangan khawatir Jenderal, biar saya besok yang akan menangkap Oey Thian Siang, agar bapak dapat membalas dendam padanya".
ristobildun Tan Kie memimpin pasukan dengan menunggang 'Kim Cheng Souw' (Binatang mirip anjing berkaki sapi, bermata emas).
Dia langsung mendatangi kubu pertahanan pihak Chiu.
Teng Kiu Kong yang menyambut kehadiran Tan Kie.
Segera terjadi perang tanding yang cukup sengit, golok Teng Kiu Kong membabat ganas ke sana ke mari, tapi selalu dapat dielakkan atau ditangkis dengan "Tong Mo Chu' (Alu Iblisnya Tan Kie.
Malah beberapa waktu kemudian Tan Kie telah menyemburkan sinar kuning dari mulutnya, tepat mengenai Teng Kiu Kong, mengakibatkan perwira See- kie itu jatuh dari kudanya dan ditawan lawan.
Kiu Kong dibawa menghadap Khu In.
Dia bukan saja tidak minta belas kasihan, malah memaki-maki.
Khu In naik pitam, memerintahkan memenggal kepala Kiu Kong dan menggantungnya di pintu gerbang kota.co Oey Hui Houw amat sedih mendengar berita kematian Teng Kiu Kong yang sangat tragis.
Tan Kie kembali mendatangi kubu pertahanan pasukan Chiu pada keesokan harinya.
Tiga putera Oey Hui Houw.
Thian Lok, Thian Ciok dan Thian Siang, serentak menyambut datangnya lawan.Tan Kie menghadapi Oey bersaudara dengan menunggang Kim Cheng Souw' dan memegang sepasang Alu Iblis nya.
Pada mulanya dia masih sanggup mengimbangi serangan-serangan lawan, tapi berangsur- angsur keteter, bahkan suatu ketika lutut kanannya harus merasakan tusukan tombak Thian Lok dan terpaksa menjauhi ketiga musuhnya.
Thian Lok mengejarnya sambil menusukkan tombaknya lagi.
Tan Kie menangkis dengan Alu Iblisnya, bersamaan menyemburkan sinar kuning.
Begitu tersembur, Thian Lok merasakan sekujur tubuhnya lemah, jatuh terjungkal dari atas kudanya, ditawan oleh pasukan lawan.
Thian Ciok dan Thian Siang kembali ke kemah, memberitahukan ayahnya mengenai ditawannya sang kakak.
Semakin sedih Hui Houw jadinya....
Khu In yang ingin membalas dendamnya pada Thian Siang, hari berikutnya maju ke medan perang, menantang pihak Chiu.
Pemunculannya sekali ini agak beda dari sebelumnya.
Dia tidak mengenakan topi perang, tapi memakai karpus yang lazim dipergunakan sebagai tutup kepala Padri.
Thian Siang menusuk dada lawan dengan tombaknya, yang langsung ditangkis oleh Khu In dengan golok bergagang panjangnya.Ilmu tombak Thian Siang amat lihay, membuat Khu In terpaksa melarikan diri.
Thian Siang mengejarnya.
Tiba-tiba dari kepala Khu In muncul sinar putih dan dari dalam sinar tersebut melesat sebutir 'Ang Cu' (Mutiara Merah) yang berputar di angkasa.
mam Ketika Thian Siang menengadah memandang mutiara tersebut, tiba-tiba pening kepalanya, lemah sekujur tubuhnya, jatuh dari atas kuda, yang langsung ditawan lawan.
Khu In kembali ke dalam kota, menyuruh pembantunya membawa Thian Siang ke hadapannya.
Thian Siang bukannya minta belas kasihan, bahkan mengumpat lawannya, membuat Khu In naik pitam, langsung memerintahkan menggantung Thian Siang di atas pintu gerbang kota.
Oey Hui Houw amat sedih atas kematian puteranya, segera mengirim kurir untuk menyampaikan suratnya pada Kiang Chu Gie.
Kiang Chu Gie sangat terperanjat ketika menerima kabar tentang gugurnya Teng Kiu Kong dan Oey Thian Siang secara tragis.
Teng Sian Giok menangis sedih ketika tahu ayahnya gugur, meminta izin pada Chu Gie agar diperkenankan pergi ke Chengliong-koan untuk membalas sakit hati.
Chu Gie meluluskannya, menyuruh Na Cha mendampingi Sian Giok.Belum lama Sian Giok berangkat, Touw Heng Sun tiba di perkemahan pasukan Chiu seusai mengangkut ransum.
Dia heran tak melihat isterinya.
Dari penjelasan Chu Gie baru dia tahu mengenai kepergian Teng Sian Giok yang ingin membalas sakit hati atas kematian ayahnya.
Touw Heng Sun turut berduka, segera menyusul sang isteri ke Cheng-liong-koan.
Setelah bertemu dengan Teng Sian Giok dan lain-lainnya, malam harinya Touw Heng Sun masuk ke dalam kota Chengliong-koan dengan mengambil jalan bawah tanah.
Dia berhasil menemukan tempat Oey Thian Lok ditahan, menghiburnya agar tabah dan bersabar beberapa waktu, sebab tak lama lagi pasukan Chiu akan menyerbu kota itu.
Kemudian diam-diam dia menurunkan jenazah Thian Siang yang tergantung di pintu gerbang kota, membawanya ke kubu See-kie.
Begitu melihat jenazah puteranya dalam keadaan sangat menyedihkan, Oey Hui Houw tak dapat lagi menahan tangisnya.
Selang beberapa saat baru dia memasukkan jenazah anaknya ke dalam peti mati dan menyuruh putera lainnya, Thian Ciok, mengiringi jenazah saudaranya ke See-kie....
Keesokan harinya penjaga kota Cheng-liong-koan geger, sebab mayat Thian Siang hilang secara misterius.
Segera dilaporkannya hal itu pada Khu In.Khu In terperanjat menerima laporan tersebut, menitah Tan Kie mendatangi kubu pertahanan lawan.
Touw Heng Sun yang menyambut kehadiran Tan Kie.
Teng Sian Giok yang ingin membalas sakit hati ayahnya, ikut suami menyongsong musuh..Begitu melihat Touw Heng Sun, Tan Kie langsung mengayunkan alunya.
Touw Heng Sun cepat menangkis dengan Toya (Pentungan)nya.
Terjadi perang tanding yang cukup seru, saling menyerang dan menangkis, berebut unggul.
Tapi Tan Kie tak sabar bertanding dengan cara itu, segera menyemburkan sinar kuning, yang mengakibatkan Heng Sun jatuh terkulai dan menjadi tawanan pasukan yang mengiringi Tan Kie.
Melihat suaminya ditawan, Teng Sian Giok segera melontarkan 'Ngo Kong Cio'nya, tepat mengenai mulut Tan Kie, akibatnya bibir si penyembur-sinar pecah dan rontok beberapa buah giginya, membuatnya lari masuk ke dalam kota sambil menahan sakit.
Melihat keadaan Tan Kie sedemikian rupa, Khu In menanyakan sebab-musababnya.
Tan Kie menceritakan pengalaman pahitnya.
Khu In berusaha menghibur bawahannya, kemudian memerintahkan membawa Touw Heng Sun ke hadapannya.
Tapi ketika beberapa prajurit hendak menggiring HengSun ke hadapan pimpinan mereka, mendadak sang tawanan lenyap tanpa bekas, membuat mereka bengong keheranan....
Touw Heng Sun kembali ke kubu pasukan Chiu, menemui Oey Hui Houw.
Tiba-tiba datang laporan, bahwa The Lun yang ditugaskan mengangkut ransum telah kembali, ingin bertemu dengan Oey Hui Houw.
Oey Hui Houw segera menyilakannya masuk.
The Lun heran melihat touw Heng Sun ada di kemah Hui Houw.
"Apa maksudmu ke mari?', tanyanya pada Heng Sun.
"'Di kota Cheng-liong-koan ada seorang bernama Tan Kie yang merupakan bawahan Khu In", Touw Heng Sun menerangkan.
"Apa hubungannya dengan kehadiranmu di sini?", tanya The Lun lagi.
"Dia memiliki kepandaian yang serupa denganmu", Touw Heng Sun menjelaskan lebih jauh.
"Dia dapat menyemburkan sinar dari mulutnya.
Mertuaku telah ditangkapnya, kemudian dipenggal kepalanya.
Itu sebabnya aku meminta izin dari pimpinan kita untuk ke mari.
Tak tahunya kemarin aku pun ditangkapnya, untung dapat meloloskan diri".
"Aku tak percaya".
The Lun menggelengkan kepala.
"sebab menurut guruku, di dunia ini tak ada orang lain yang memiliki ilmu sepertiku"."Aku tidak berdusta, bedanya kau menyemburkan sinar melalui hidung, sedang Tan Kie melalui mulut", Touw Heng Sun menegaskan.
"Bila demikian akan kuhadapi dia besok, ingin kulihat siapa yang lebih sakti di antara kami!".
Tan Kie yang penasaran dirinya dilukai Teng Sian Giok, mendatangi kubu Chiu lagi, menantang Teng Sian Giok berperang tanding The Lun yang menyambut tantangannya sekali ini.
Begitu saling berhadapan, The Lun langsung menyemprotkan sinar putih melalui lobang hidungnya.
Tan Kie tak mau kalah, menyemburkan sinar kuning dari mulutnya.
Akibatnya sungguh luar biasa! Keduanya roboh dari binatang tunggangan masing-masing! Pasukan pengiring sibuk menolong pimpinan mereka.
Ketika keduanya telah siuman dari pingsannya, kembali menaiki binatang tunggangannya masing-masing, bukannya untuk melanjutkan pertandingan, tapi yang satu masuk ke dalam kota, lainnya kembali ke perkemahan Chiu.
Keesokan harinya Tan Kie kembali menantang perang, yang disambut oleh The Lun pula.
Namun, mereka telah bersepakat, bahwa dalam perang tanding sekali ini tidak menggunakan sinar sakti.
Kesudahannya, sampai matahari condong ke Barat, keadaan mereka tetap seimbang, saling serang danmenangkis.
Touw Heng Sun tak dapat lagi menahan sabar ketika menyaksikan pertarungan dua orang yang sama ilmunya.
Dia ikut menceburkan diri ke gelanggang pertempuran, mengayunkan tongkatnya cukup ganas.
Dengan dikerubuti berdua, maka Tan Kie agak kewalahan.
Akhirnya punggungnya kena dipentung toya Touw Heng Sun, memaksanya harus cepat-cepat lari masuk ke dalam kota sambil menahan sakit.
Sementara itu Khu In telah mendengar kabar mengenai jatuhnya kota Chia-beng-koan.
Dia segera mengirim surat kekota-raja untuk meminta bala-bantuan....
Namun kesiagaan Khu In telah terlambat.
Sebab pada malam harinya, Na Cha dengan mengendarai 'Hong Hwe Lun' (Roda Angin dan Api)nya, menerobos masuk ke dalam kota, membunuh petugas jaga, membuka pintu gerbang kota Chengliong-koan.
Pasukan Chiu menyerbu dan membunuh lawan yang dijumpai.
Di dalam kekalutan suasana, Touw Heng Sun berhasil membebaskan Oey Thian Lok.
Mendengar suara hiruk pikuk, Khu In segera naik kuda sambil memegang tombak, namun ternyata dirinya telah terkepung.
Touw Heng Sun yang berada paling dekat, memukul kepala kuda yang ditunggangi Khu In.
Binatang itu melompat kesakitan, Khu In terlempar jatuh.Na Cha cepat menghampirinya sambil menusukkan tombaknya, tapi Khu In berhasil melarikan diri dengan menempuh jalan bawah tanah.
The Lun ikut menyerbu, bertemu dengan Tan Kie.
Na Cha melontarkan 'Kan Kun Choan'nya.
berhasil melukai bahu kanan Tan Kie.
Tan Kie berusaha meloloskan diri, tapi lambungnya tertembus tombak Oey Hui Houw, tewas seketika.
Pasukan yang dipimpin Oey Hui Houw terus mengobrakabrik kubu pertahanan lawan, hingga menjelang pagi banyaklah prajurit Touw yang tewas, sebagian lagi menyerah.
Hanya sejumlah kecil yang berhasil meloloskan diri....
Na Cha menyampaikan kabar kemenangan itu pada Kiang Chu Gie.
Alangkah gembiranya Chu Gie menerima berita kemenangan tersebut.
Sasaran berikutnya adalah kota Sie Sui-koan.
*** Panglima yang dipercaya oleh Touw Ong menjaga kota Sie Sui-koan adalah Han Yong.
Hancurnya Sebuah Kerajaan Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kiang Chu Gie menitah Shin Chia menantang Han Yong berperang tanding.
Han Yong menyuruh seorang pembantunya yang bernama Ong Houw untuk menyambut tantangan tersebut.
Ong Houw maju ke medan laga dengan bersenjatakan golok bergagang panjang.Kehadirannya disambut oleh Na Cha.
Setelah bertanding beberapa jurus, Na Cha berhasil menamatkan riwayat Ong Houw.
Han Yong menarik pasukannya ke dalam kota, mengirim kurir ke kota-raja memohon bala bantuan.
Kemurungan Han Yong agak berkurang ketika seorang bawahannya melaporkan, bahwa Ie Hoa ingin bertemua dengannya.
Dia segera menyilakannya masuk.
le Hoa adalah bekas bawahan Han Yong yang cukup tinggi ilmunya, tapi dia terpaksa harus melarikan diri digempur Na Cha ketika dulu hendak menggiring Oey Hui Houw ke kotaraja.
le Hoa malu menemui Han Yong karena gagal mengemban tugasnya, lalu pergi menemui gurunya di pulau Hong Lay.
Ia memperoleh tambahan ilmu dari sang guru serta sebuah 'Hoa Soat To' (Pisau Pengubah Daral).
Dengan memiliki pisau wasiat itu, barulah dia berani menemui atasannya, sekalian ingin membalas dendam.
Siapa saja yang terluka oleh "Hoa Soat To'.
takkan tertolong jiwanya.
Han Yong berbesar hati ketika mendengar keampuhan senjata wasiat le Hoa, lantas menjamunya dengan rasa penuh harap dapat menyirnakan musuh.
Keesokan harinya le Hoa menantang pihak See-kie.
Na Cha yang menghadapinya.
Melihat Na Cha yang muncul di medan tempur, le Hoasegera memajukan 'Kim Gan Souw' (Binatang Bermata Emas) seraya melontarkan 'Hoa Soat To'nya.
Pisau wasiat itu meluncur cepat sekali dan memancarkan sinar yang menyilaukan pandang.
Na Cha tak sempat mengelak, tertusuk pisau.
Untung saja tubuh Na Cha terbuat dari bunga dan daun teratai, hingga keadaannya berbeda dengan manusia biasa.
Namun begitu, tak urung dia menjerit kesakitan ketika tertusuk pisau wasiat lawan, cepat-cepat kembali ke perkemahan.
Begitu tiba di kemah, dia langsung jatuh terkulai tanpa dapat berkata-kata lagi.
(Riwayat Lo Chia (Na Cha) dapat anda baca dalam buku "DEWI KWAN IM SANG PENOLONG' terbitan kami juga --- Pen).
Di pihak lain, le Hoa kembali ke dalam kota dengan wajah berseri.
Pada esok harinya dia kembali menantang pihak See-kie.
Lui Chin Cu maju menyambut tantangannya.
Begitu berhadapan dengan lawan yang bermuka kuning dan berjenggot merah, Lui Chin Cu langsung menghantamkan pentungannya.
le Hoa menangkis serangan si manusia bersayap, kemudian melontarkan 'Hoa Soat To'nya dan berhasil melukai sayap Lui Chin Cu.
Chin Cu terpaksa kembali ke kemah, menemui Kiang Chu Gie.Chu Gie murung menyaksikan segalanya itu, segera memerintahkan memasang 'Papan penundaan perang'.
Berulang kali le Hoa menantang perang, tapi tak dilayani oleh pihak See-kie.
Beberapa hari kemudian Yo Chian tiba dengan membawa kereta ransum, dia meminta Chu Gie mengangkat 'Papan penundaan perang'.
Keesokan harinya Yo Chian siap tempur melawan Ie Hoa.
Tiada ayal lagi le Hoa langsung melontarkan 'Hoa Soat To' nya, yang melayang bagaikan meteor.
Yo Chian segera mengerahkan ilmu 'Pat Kiu Hian Kong', menyalurkan tenaga saktinya ke sekujur tubuhnya, tapi tak urung lengan kirinya terluka oleh tusukan pisau wasiat lawan, membuatnya harus buron ke kemah menemui Chu Gie.
Dia meminta izin pada pimpinannya untuk pergi berobat pada gurunya di Giok Choan-san.
Kiang Chu Gie mengizinkan.
Yo Chian berangkat ke goa Kim Chia-tong di gunung Giok Choan-san dengan menempuh jalan bawah tanah.
Di hadapan sang guru, dia menuturkan keadaan dirinya.
Giok Teng Cin-jin memeriksa luka muridnya, segera tahu kalau Yo Chian terkena senjata 'Hoa Soat To' milik le Goan yang bergelar It Kie Sian.
le Goan yang bersemayam di pulau Hong Lay, setelah berhasil menciptakan pisau wasiat, juga berhasil meramu 3 butir pil mujarab yang dapat memunahkan racun bagi orang yang terluka oleh pisau 'Hoa Soat To'.Kemudian Giok Teng Cin-jin membisiki muridnya bagaimana caranya dapat memperoleh ketiga butir pil mujarab itu.
Berseri wajah Yo Chian setelah mendengar siasat gurunya.
Dia menemui le Goan di Hong Lay-to dengan menyamar sebagai le Hoa, mendustai le Goan dengan menyatakan bahwa Yo Chian amat sakti, hingga ketika dia melontarkan 'Hoa Soat To', dengan hanya menuding saja, pisau itu malah menjadi bumerang, balik menyerang dirinya dan melukai lengan kirinya.
Kedatangannya adalah ingin meminta obat pada gurunya.
le Goan percaya pada cerita 'murid'nya, memberikan ketiga butir pil mujarabnya.
Setelah menerima pil, sang murid tetiron segera pamit.
Sepergi sang 'murid', baru timbul kecurigaan le Goan, lantas meramalkan apa yang telah terjadi sesungguhnya.
Barulah dia tahu kalau dirinya telah ditipu Yo Chian, karenanya ia sangat mendongkol, segera mengejar dengan menunggang onta saktinya.
Namun Yo Chian telah melepaskan Anjing-wasiatnya, yang menggigit le Goan sedemikian rupa, hingga tak mampu melanjutkan pengejaran.
Girang Chu Gie melihat kembalinya Yo Chian dengan membawa tiga butir pil penawar racun.
Yo Chian makan sebutir, sedang dua butir lainnya diberikan kepada Lui Chin Cu dan Na Cha.Esok paginya Yo Chian menantang le Hoa, yang langsung mendapat sambutan.
Sementara itu Lui Chin Cu yang baru sembuh dari lukanya, tak dapat lagi menahan marahnya, ikut terjun ke medan laga, menyerang lawannya bernafsu sekali.
Suatu ketika dia berhasil memukul roboh binatang tunggangan lawan, yang mengakibatkan le Hoa jatuh terguling.
Yo Chian tak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu, menusukkan senjatanya ke dada le Hoa, membuat lawannya tewas seketika....
le Goan menemui Han Yong dengan menunggang 'Ngo In To' (Onta Lima Mega), mengungkapkan maksudnya yang ingin membalas dendam pada Yo Chian yang telah menipu dirinya dan membunuh muridnya, le Hoa.
Han Yong amat senang mendengar maksud kedatangan le Goan, memperlakukannya sebagai tamu agung.
Tidak membuang tempo lagi, pada esok harinya le Goan memimpin pasukan kerajaan Touw, menantang pihak See-kie.
Kiang Chu Gie menyambut langsung tantangan tersebut.
le Goan memberitahukan Chu Gie, bahwa dia ada persoalan dengan Yo Chian, mengharapkan Yo Chian yang pertama menghadapinya.
Yo Chian memenuhi harapan le Goan, segera terjadi perang tanding yang cukup seru di antara mereka.
Setelah berlangsung belasan jurus, le Goan bermaksudmengeluarkan ilmu hitamnya.
Hal itu dapat diketahui Chu Gie, ia segera melontarkan "Ta Sin Pian' (Ruyung Pemukul Dewa)nya.
Ie Goan tak sempat mengelak, terhajar telak punggungnya hingga muntah darah, segera melarikan diri.
Pada saat itu Touw Heng Sun baru keluar dari dalam tanah, amat tertarik pada 'Ngo In To' yang jadi tunggangan le Goan.
Maka begitu kembali ke perkemahan, dia langsung mengungkapkan isi hatinya pada Kiang Chu Gie, bahwa dia bermaksud mencuri 'Onta Lima Mega' milik le Goan.
Kiang Chu Gie meluluskannya.
Touw Heng Sun kembali ke kemahnya, memberitahukan sang isteri akan maksudnya mencuri 'Ngo In To'.
"Cepatlah kau kembali", kata isterinya agak cemas.
**Jangan khawatir Nio-cu, aku akan kembali sebelum terang tanah", ujar Heng Sun sambil berlalu.
Touw Heng Sun masuk ke kota Sie Sui-koan, ketika dia muncul dari dalam tanah, kebetulan berada di kamar le Goan.
Terlihat le Goan sedang duduk termenung, murung sekali sikapnya, seakan tak menyadari kehadiran Heng Sun.
Touw Heng Sun cepat masuk lagi ke dalam tanah, menuju ke tempat Onta ditambat, mencurinya dan keluar melalui belakang markas lawan.
Ketika dia tengah membawa onta itu ke perkemahanpihak Chiu, tiba-tiba terlihat le Goan mengejarnya.
Heng Sun berusaha mempercepat lari binatang curiannya.
Namun begitu mendengar suara majikannya, 'Ngo In To' bukannya lari ke muka, malah mundur ke arah le Goan, membuat Touw Heng Sun jadi sangat gugup.
Sebelum dia sempat berbuat apa-apa, rambutnya telah dijambak le Goan, mengang.
kat tubuhnya, tak memberi kesempatan bagi si cebol menyentuhkan kaki ke bumi, membawanya ke markas Han Yong.
"Akan kita apakan dia?", tanya Han Yong yang keluar setelah mendengar suara ribut-ribut.
"Akan kumasukkan dia ke dalam kantong kain", le Goan menerangkan.
"Lalu membakarnya hidup-hidup".
Han Yong memerintahkan mengambil kantong kain, kemudian memasukkan Heng Sun ke dalamnya tanpa memberinya kesempatan menyentuh tanah.
Sementara itu le Goan telah menyuruh sejumlah prajurit untuk menimbun kayu bakar.
Setelah cukup tinggi, kantong yang berisi tubuh Heng Sun diletakkan di atasnya dan kayu pun mulai dibakar.
Touw Heng Sun memejamkan mata, menanti tiba ajalnya.
Sekonyong-konyong dia merasa sejuk, ringan sekali tubuhnya, bersamaan terdengar desir angin.
Dia tak tahu apakah dirinya telah meninggal atau masih hidup!? Ternyata Kie Liu Sun yang datang menolongnya.Kie Liu Sun di tempat persemayamannya mendadak tak keruan perasaannya.
Lewat penujumannya, ia mengetahui kalau muridnya sedang menghadapi bahaya, maka segera meninggalkan tempat pertapaannya, melayang ke kota Sie Suikoan, menyambar kantong kain yang sedang dibakar, membawanya pergi.
Kie Liu Sun membawa kantong itu ke hadapan Chu Gie, membebaskan muridnya.
Baru pada saat itu Heng Sun tahu kalau dirinya telah diselamatkan oleh gurunya.
Kie Liu Sun bersama Chu Gie merundingkan siasat menghadapi le Goan yang ternyata cukup tinggi ilmunya....
Dalam pada itu, le Goan yang tahu siapa yang mengambil kantong kainnya, keesokan harinya, pagi-pagi sekali dia telah mendatangi kubu Chiu, menantang Kie Liu Sun berperang tanding.
Touw Heng Sun maju menyongsongnya.
Setelah bertanding beberapa jurus, Heng Sun mulai kewalahan.
Lie Cheng membantu Heng Sun menggempur le Goan.
Namun kepandaian mereka berdua pun belum cukup menandingi kehebatan le Goan.
Ternyata le Goan kebal terhadap senjata tajam.
Kie Liu Sun terpaksa terjun ke medan laga.
Menghadapi tiga lawan, le Goan mulai kewalahan juga, memutar onta saktinya, bermaksud melarikan diri.Kie Liu Sun segera melontarkan 'Kun Sian So' (Tali Pengikat Dewa)nya, yang berhasil menjerat tubuh le Goan, sehingga jatuh dari ontanya.
Touw Heng Sun segera menangkapnya, membawanya ke hadapan Kiang Chu Gie.
Kiang Chu Gie memerintahkan memenggal kepala le Goan.
Tapi ketika hukuman mati dilaksanakan, telah terjadi keluar biasaan.
Bukannya leher le Goan yang putus, malah golok algojo yang rompang.
"Kita masukkan saja ke peti besi dan menceburkannya ke Laut Utara", Kie Liu Sun menyarankan.
Kiang Chu Gie menitah bawahannya menyediakan peti besi.
Tak lama peti besi tersebut telah dibawa ke hadapan Chu Gie.
le Goan dimasukkan ke dalam peti besi, digotong oleh beberapa prajurit See-kie ke atas gunung, lalu membuangnya ke Laut Utara.
Sebentar saja peti besi itu telah tenggelam.
le Goan memejamkan mata, menanti kematiannya.
Akan tetapi pelemparan peti besi yang berisi le Goan itu sempat terlihat oleh Hwe Tong (Bocah Api) dan Sui Tong (Bocah Air), yang langsung menyelamatkan le Goan dari kematian.
le Goan mengucapkan terima kasih pada kedua bocah sakti itu, pamit dan menuju ke istana Pek Yu untukmenemui gurunya, Kim Leng Seng Bo dan juga Tong Thian Kauw-cu.
Dia menceritakan pengalaman getirnya pada gurunya dan sang Kauw-cu.
Tong Thian Kauw-cu yang biasanya bersikap bijaksana, mendongkol juga mendengar penuturan le Goan, menganggap orang-orang Kun Lun-san terlampau menghina pintu perguruannya.
Sebelumnya, Hwe Leng telah dibunuh Kong Seng Cu.
Pada saat itu dia masih dapat bersabar, menganggap segalanya merupakan kesalahan sang murid.
Kini cucu muridnya, le Goan, telah pula dihina dan hampir mati ditangan Kie Liu Sun, salah seorang dari kelompok Kun Lun juga.
Ditambah kemudian dengan adanya hasutan para murid nya yang memang telah lama dendam terhadap orang- orang gagah Kun Lun, membuat sang Kauw-cu tak lagi dapat mengekang emosinya.
**Kembalilah kau ke Sie Sui-koan, aku akan menyusul nanti", katanya kemudian pada le Goan.
le Goan patuh.
Sekembali ke Sie Sui-koan, le Goan muncul lagi menantang pihak See-kie.
Tantangannya disambut serentak oleh Kie Liu Sun dan Touw Heng Sun.
Setelah bertanding belasan jurus, le Goan kembali kena diringkus oleh tali wasiat Kie Liu Sun.
Kie Liu Sun membawa le Goan ke dalam kemah, belumtahu dia langkah apa yang akan diambil terhadap musuhnya ini!? Tiba-tiba seorang prajurit jaga memberitahukan akan kedatangan Liok Ya yang ingin bertemu Chu Gie.
Kiang Chu Gie segera menyilakan pertapa sakti itu masuk.
le Goan amat terperanjat menyaksikan kehadiran Liok Ya, pucat wajahnya, memohon belas kasihan pada Liok Ya.
"Sesungguhnya aku kasihan kepadamu, tapi apa hendak dikata, kau termasuk dalam Daftar Penganugrahan Malaikat, hingga biarpun dengan hati berat, aku terpaksa harus melaksanakan kehendak Thian", kata Liok Ya.
Dia meminta Chu Gie menyediakan meja sembahyang.
Liok Ya bersembahyang sambil berlutut ke arah gunung Kun Lun.
Hancurnya Sebuah Kerajaan Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kemudian mengeluarkan buli-buli (Cupu) dari dalam keranjang bunga, meletakkannya di atas meja sembahyang, membuka tutupnya.
Dari dalam Buli-buli keluar sinar putih dan di dalam sinar itu melayang sebuah pisau.
Hui-to (Pisau terbang) itu berputar-putar beberapa kali, kemudian meluncur ke leher le Goan.
Di lain saat kepala le Goan telah pisah dengan badannya, jatuh menggelinding.
Selesai melaksanakan tugasnya, Liok Ya pamit pada Kiang Chu Gie.
Disusul dengan Kie Liu Sun.
Di lain pihak, ketika mendengar le Goan tewas di tanganmusuh, Han Yong bermaksud meninggalkan kota Sie Sui- koan, untuk selanjutnya mengasingkan diri di daerah pegunungan.
Namun maksudnya telah dicegah oleh kedua anaknya.
Han Seng dan Han Pian.
Mereka baru saja merampungkan 'Tin' (Barisan) yang dianggap cukup ampuh untuk menghadapi lawan.
"Jangan kalian pandang enteng kekuatan lawan", Han Yong tetap cemas.
Han Seng mengeluarkan sebuah kereta kayu, yang di poros rodanya dipasang kayu bundar yang ditancapi golok.
Demikian pula bagian depan dan atas kereta dorong itu.
Di empat penjurunya terpancang panji yang ditempel dengan 'Leng Hu' (Surat jimat), masing-masing dengan huruf "Tee' (Bumi).
"Sui' (Air), 'Hwe' (Api) dan 'Hong' (Angin).
"Ini sih mainan anak-anak", kata Han Yong.
"Kami tidak main-main ayah".
Han Seng dan Han Pian segera memperagakan kehebatan kereta kayunya di lapangan terbuka yang biasa digunakan sebagai tempat baris-berbaris.
Mereka membiarkan rambut terurai lepas, di tangan masing-masing menggenggam sebilah pedang.
Kemudian membaca mantera.
Seketika gelap cuaca disertai tiupan angin kencang dan muncul kobaran api di angkasa.
Disusul kemudian keretayang dikelilingi golok tajam itu bergerak maju sesuai dengan perintah Han Seng dan Han Pian.
"Cukup, ilmu kalian cukup hebat!".
Han Yong kagum akan kesaktian yang dimiliki kedua puteranya.
"Dari mana kalian peroleh kesaktian itu?".
"Ketika ayah menghadap Kaisar pada beberapa waktu yang lalu, telah datang kemari seorang Padri, meminta makanan pada kami", Han Seng menerangkan.
"Padri itu mengaku bernama Hoat Kay, meminta kami mengangkatnya sebagai guru.
Kami penuhi harapannya.
Kemudian beliau berkata, bahwa pada suatu hari nanti Kiang Chu Gie akan menyerang ke mari.
Kami diajarkan ilmu 'Kereta Golok ini untuk menangkis serangan Chu Gie".
Han Seng bersama adiknya telah menyiapkan 3000 kereta semacam itu.
Untuk menggerakkannya dibutuhkan tenaga manusia.
Sebab, Han bersaudara ini belum mampu menggerakkan kereta sebanyak itu dengan kekuatan mantera.
Maka mereka melatih tigaribu prajurit muda lagi kuat untuk keperluan itu.
Setelah persiapan rampung.
Han Seng dan Han Yong membawa pasukan istimewa mereka, menantang pihak See-kie.
Wei Peng menyambut tantangan Han bersaudara.
Biarpun dikeroyok oleh dua orang, tapi Wei Peng tidak gentar, bahkan sering melancarkan gempuran-gempuran dahsyat.Setelah bertarung beberapa jurus, tiba-tiba Han Seng memutar kuda, melarikan diri.
Wei Peng mengejarnya.
Han Seng mengacungkan tombak, tigaribu prajurit yang mendorong 'kereta Golok' menyerbu pihak See-kie dengan disertai angin keras dan semburan api! Kiang Chu Gie tak berdaya menahan majunya kereta- kereta maut tersebut, hingga menimbulkan banyak korban di fihaknya.
Han Seng dan Han Pian yang sedang berada di atas angin, tidak menyia-nyiakan kesempatan baik tersebut, terus menggempur, membuat pasukan See-kie tambah kucar-kacir.
Tiba-tiba Han Yong memerintahkan untuk menghentikan pertempuran.
Han Seng dan Han Pian heran kenapa ayah mereka bersikap begitu!? Han Yong menjelaskan, bahwa dia bermaksud melancarkan serangan pada malam hari.
Kiang Chu Gie yang tak menyangka akan datangnya serangan tersebut, akibatnya pasukannya kembali menderita kekalahan yang cukup parah dan dia sendiri terpaksa harus melarikan diri.
Namun Han bersaudara tak sudi melepaskannya begitu saja, ke mana pun Chu Gie lari, terus saja dikejar.
Keadaan itu membuat Chu Gie hampir putus asa.
Untung pada saat itu dia bertemu dengan The Lun yang sedangmengangkut ransum.
The Lun menanyakan sebabnya Chu Gie sampai dikejarkejar lawan.
Chu Gie menceritakan mengenai kehebatan pasukan lawan.
"Biar nanti saya yang akan menghadapi mereka".
Baru saja The Lun usai berkata, telah tampak Han Seng dan Han Pian mendatangi.
Tanpa banyak bicara lagi The Lun langsung menyemburkan sinar dari lobang hidungnya ke arah kedua saudara itu.
Han bersaudara langsung jatuh dari atas kuda dan ditawan pihak See-kie.
Bersamaan dengan itu, Kereta Wasiat', juga tiupan angin kencang dan kobaran api segera lenyap.
Kiang Chu Gie amat gembira menyaksikan perkembangan tersebut, membawa Han Pian dan Han Seng ke bawah benteng kota Sie Sui-koan.
Hang Yong yang berada di atas benteng kota jadi sangat sedih menyaksikan kedua anaknya ditawan lawan.
Kiang Chu Gie meminta penguasa kota Sie Sui-koan supaya segera menyerah.
"Bila kau bersedia membebaskan kedua puteraku, akan kuserahkan kota ini padamu", kata Han Yong dengan mata berlinang.
"Jangan ayah hiraukan diri kami, yang penting pertahankan terus kota, agar tidak dicap sebagai penghianat", seru Han Seng.
"Kami rela berkorban demikerajaan Touw!".
Kiang Chu Gie amat mendongkol menyaksikan kekerasan kepala Han Seng, segera menitah memenggal kepala Han Seng dan saudaranya di hadapan ayah mereka.
Hancur hati Han Yong ketika menyaksikan kedua anaknya mati dibunuh, dia langsung terjun dari atas benteng kota dan tewas seketika....
Maka jatuhlah kota Sie Sui-koan ke tangan pasukan Bu Ong.Han Yong le Goan Liok YaTIGA Pasukan Chiu telah tiba di batas kota Chieh-pay-koan.
Tapi Kiang Chu Gie yang ingat akan pesan gurunya, bahwa dia akan dihadang oleh 'Chu Sian Tin' (Barisan Gaib Pembinasa Dewa) bila menyerang kota tersebut, menjadikannya ragu untuk melancarkan serangan.
Padahal kota itu merupakan jalan penting menuju ke Kota-raja.
Namun kehadiran Oey Liong Cin-jin telah menghilangkan keraguannya.
"Kita memang tak dapat sembarangan menyerang Chiehpay-koan, sebab di depan kota itu terdapat barisan gaib yang dibangun oleh Tong Thian Kauw-cu", kata Oey Liong Cin-jin.
"Bukankah Tong Thian Kauw-cu tidak bermusuhan dengan kita?", tanya Chu Gie.
"Mulanya dia memang tidak mencampuri persoalan ini, malah boleh dikata merestui kita merebut kerajaan Touw.
Tapi belakangan ini ada beberapa muridnya yang membantu pihak Touw yang tewas di tangan kita.
Ditambah pula hasutan beberapa murid lainnya, membuatnya jadi memusuhi kita", Oey Liong Cin-jin menerangkan.
"Tapi kau tak perlu cemas, sebab tak lama lagi para orang sakti dan Dewa, termasuk guru kita, akan tiba di sini.
Maka seyogyanya kau perintahkan mendirikan panggung peristirahatan bagi mereka".Selanjutnya Oey Liong Cin-jin meminta Chu Gie menitah beberapa perwira untuk melindungi Bu Ong.
Kiang Chu Gie memenuhi semua permintaan Oey Liong Cin-jin.
Lam Kong Koa dan Bu Kie diserahi tugas membangun panggung untuk tempat beristirahat para orang suci dan Dewa.
Hampir bersamaan waktunya, Na Cha berhasil mempertinggi kesaktiannya.
Dia dapat merobah dirinya menjadi seorang yang memiliki tiga kepala dan delapan tangan.
Kesaktiannya bertambah setelah meminum tiga cawan arak dan makan buah Sin merah yang diberikan oleh gurunya.
Wajahnya berobah biru dan merah rambutnya.
Di kedelapan tangannya masing-masing memegang gelang wasiat, sutera wasiat, kelnngan emas wasiat, dua tombak (di tangan biasa), kotak sembilan Naga dan Api Suci, serta dua bilah pedang.
Tiga benda wasiat yang disebut paling belakang diperolehnya dari gurunya setelah terjadi perobahan tubuhnya.
Lam Kong Koa dan Bu Kie berhasil menyelesaikan panggung peristirahatan tersebut hanya dalam tempo sehari.
Para orang suci dan Dewa mulai berdatangan.
Diawali dengan pemunculan Kong Seng Cu, menyusul Pouw Hian Cin-jin, Jian Teng Tojin dan lain-lainnya.
Kiang Chu Gie menyambut kedatangan mereka dengan hormat sekali.Setelah berbasa-basi sejenak, Jian Teng Tojin berkata.
"Di dalam 'Chu Sian Tin terdapat empat bilah pedang yang digantung di empat penjuru.
Pedang yang digantung di sebelah Timur dinamakan 'Chu Sian Kiam' (Pedang Pembinasa Dewa).
Di Selatan digantung pedang yang dinamakan 'Lu Sian Kiam' (Pedang Pembunuh Dewa); di Barat digantung pedang yang bernama Sian Sian Kiam' (Pedang Penjebak Dewa) dan di Utara tergantung pedang yang dinamakan 'Kiat Sian Kiam' (Pedang Pemusna Dewa).
Di depan dan belakang barisan gaib itu terdapat pintu yang tertutup uap, hingga tak tampak bila tidak diperhatikan benar-benar.
Mari kita melihat-lihat ke sana!".
Jian Teng mengajak para orang suci menuju ke barisan gaib tersebut.
Tak lama kemudian, dia berkata.
"Kita telah tiba di muka barisan lawan".
"Tapi kami tidak melihat apa-apa", kata sebagian orang suci.
"Seperti yang telah kukatakan tadi, pintu barisan gaib ini tertutup uap merah", Jian Teng menerangkan.
Tiba-tiba terdengar suara orang bersenandung, selang sesaat To Po Tojin keluar dari pintu barisan gaib tersebut dengan naik menjangan.
Kong Seng Cu dongkol menyaksikan ulah To Po Tojin yang angkuh, langsung menyerang lawannya dengan pedang.To Po Tojin menangkis dengan pedang pula.
Pertandingan berlangsung cukup sengit, sampai beberapa jurus keadaan mereka dapat dikatakan seimbang, sama-sama tangguh dan tangkas.
Kong Seng Cu kemudian mengeluarkan 'Poan Thian Eng' (Cap Wasiat), menimpuk lawan dan tepat menghajar punggung To Po Tojin, yang membuatnya cepat-cepat lari masuk ke dalam barisan gaibnya sambil menahan sakit.
Jian Teng mengajak teman-temannya kembali ke panggung peristirahatan.
in Baru saja mereka tiba di panggung, terlihat Goan Sie Tian Chun meluncur turun dari angkasa dengan duduk di atas kursi dorong/roda, dibarengi dengan terciumnya bau harum semerbak yang dipancarkan oleh bunga-bunga emas yang saling sambungmenyambung.
Jian Teng dan lain-lainnya menyambut kehadirannya.
Sementara itu, Tong Thian Kauw-cu telah pula tiba di barisan gaib, yang disambut oleh To Po Tojin dan murid- murid lainnya, menyilakan sang guru duduk di kursi Pat- kwa.
Dari atas kepala Tong Thian Kauw-cu memancarkan sinar yang menjulang tinggi ke angkasa.
Jian Teng segera tahu, bahwa Tong Thian Kauw-cu telah berada dalam barisan gaib ....
Keesokan harinya Goan Sie Thian Chun mengajak para muridnya mendatangi 'Chu Sian Tin'.
Terlihat sepasang panji yang terpancang di kiri kanan pintu masuk barisan gaib tersebut, terdengar bunyilonceng di bagian dalam, menyusul keluar Tong Thian Kauw-cu dengan menunggang kerbau saktinya, diikuti oleh para muridnya yang berjalan di sisi kiri dan kanannya.
Begitu melihat Tong Thian, Goan Sie segera bertanya.
"Kenapa Sutee membentuk barisan gaib seperti ini?"
"Bila Suheng ingin tahu sebabnya, dapat ditanyakan pada Kong Seng Cu", sahut Tong Thian Kauw-cu.
"Apa yang telah terjadi sesungguhnya?", tanya Goan Sie pada Kong Seng Cu.
Kong Seng Cu lantas menceritakan mengenai kedatangannya ke istana Pek Yu pada gurunya.
"Pada saat itu Susiok cukup maklum akan kehadiran Teecu", Kong Seng Cu menutup keterangannya.
"Ya, karena pada saat itu aku tak ingin terjadi pertikaian di antara kita.
Tapi kenyataannya, semakin kudiamkan, tambah kurang ajar sikap murid-murid Kun Lun terhadap pintu perguruanku".
Ujar Tong Thian menahan marah.
"mereka seakan tidak memandang mata padaku".
"Janganlah Sutee menyalahkan Kong Seng Cu dan lain- lainnya.
Segalanya itu terjadi karena ulah muridmu, yang bertindak seenaknya sendiri", kata Goan Sie, tetap sabar sikapnya.
"Seharusnya kau tidak menerima mereka sebagai muridmu".
"Jadi kau anggap murid-muridku yang salah!?", mulai keras suara Tong Thian Kauw-cu.
Bukan saja muridmu, malah langkah yang kau ambilsekarang pun keliru!", ucap Goan Sie.
"Bukankah sebelumnya kita telah bersama-sama menyusun Daftar Penganugrahan Malaikat, yaitu bagi mereka yang tekun melaksanakan tapanya, akan diangkat jadi Dewa.
Bagi yang kurang begitu tekun, akan diangkat sebagai Malaikat dan bagi yang tak dapat menyelesaikan tapanya, akan tetap sebagai manusia --- Kini telah tiba waktunya melaksanakan apa yang kita susun itu.
Sudah menjadi kehendak Thian, bahwa Kiang Chu Gie memimpin pasukan untuk menumbangkan kekuasaan Touw Ong yang lalim, untuk digantikan oleh Kaisar baru yang bijaksana.
Hancurnya Sebuah Kerajaan Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dalam pertempuran itu tentu akan menimbulkan banyak korban dari kedua belah pihak dan bagi orang yang namanya tertera dalam Daftar Penganugrahan Malaikat, yang pada saatnya nanti akan diangkat sebagai Malaikat maupun Dewa.
Tapi sikap Sutee sekarang benar-benar mengherankan, kau bukan saja tidak membantu Chu Gie melakukan misi sucinya, malah coba menghalangi dengan membentuk barisan gaib.
Hal itu tidak sesuai dengan darma pertapa seperti kita!".
"Sudah jangan banyak bicara!", Tong Thian Kauw-cu tak dapat lagi membendung amarahnya.
"Bila kau anggap dirimu lebih sakti dariku, boleh kau coba menghancurkan barisan gaibku ini.
Tapi seandainya kau merasa tak sanggup, sebaiknya lekas menyingkir dari sini!".
Goan Sie Tian Chun menerima tantangan tersebut,masuk ke dalam pintu Timur sambil tetap duduk di kursi wasiatnya.
Di situ tergantung 'Chu Sian Kiam'.
Goan Sie meminta bantuan Malaikat untuk mengangkat naik kursinya.
Dari keempat kaki kursinya keluar bunga-bunga teratai emas, yang melepaskan sinar-sinar terang.
Dari sinar- sinar itu kembali muncul bunga-bunga teratai emas, hingga dalam sekejap saja angkasa penuh dengan bunga lotus emas.
Tong Thian melepaskan gledek dari telapak tangannya.
'Chu Sian Kiam' (Pedang Pembinasa Dewa) segera berputar dan ternyata sangat sakti, banyak bunga teratai emas yang terbabat rantas dan lenyap, bahkan sekuntum lotus emas di atas kepala Goan Sie sirna pula oleh sabetannya.is Namun Goan Sie tak menghiraukan segalanya itu, kursi wasiat yang didudukinya terus bergerak ke arah Selatan dan Barat, kemudian keluar dari pintu Timur lagi sambil berpantun, yang intinya mengecam tindakan Tong Thian.
Goan Sie mengajak para murid dan Dewa lainnya kembali ke Panggung Peristirahatan.
Baru saja Goan Sie tiba di panggung, telah terlihat Thay Siang Loo-kun mendatangi.
Goan Sie dan lain-lainnya menyambut kehadiran Loo-kun, menyilakannya naik ke panggung untuk berbincang- bincang ....
Tong Thian Kauw-cu pada esok harinya mengajak paramuridnya keluar dari barisan gaibnya..To Po Tojin membunyikan lonceng di dalam 'Tin', lalu mengajak para saudara seperguruannya mengiringi sang guru keluar dari 'Chu Sian Tin'.
Na Cha melaporkan perkembangan itu ke Panggung Peristirahatan orang suci dan Dewa.
Thay Siang Loo-kun segera menuju ke 'Chu Sian Tin' dengan naik 'Cheng Gu' (Kerbau Hijau)-nya, menasehati Tong Thian Kauw-cu agar membongkar barisan gaibnya.
Tong Thian Kauw-cu bukannya menuruti saran Thay Siang Loo-kun, malah jadi sangat marah, menantang Loo- kun mengadu kesaktian dengannya di 'Sian Sian Tin' (Barisan Gaib Penjebak Dewa).
Loo-kun menerima tantangan tersebut, ikut Tong Thian Kauw-cu menuju panggung Pat-kwa di dalam barisan tersebut.
Tiba-tiba dari arah Timur, Selatan dan Utara muncul tiga orang Tojin sambil berseru .
"Kami akan bantu Toheng menghancurkan 'Sian Sian Tin'!".
Ketiganya segera mengurung Tong Thian.
Ternyata ketiga Tojin itu adalah ciptaan Thay Siang Lookun, yang biasa disebut 'Sam Cheng' dan ketiganya berwujud diri Loo-kun juga.
Digempur dari empat penjuru, sehingga Tong Thian Kauwcu hanya mampu menangkis tanpa dapat melancarkan serangan balasan.
Dengan demikian tercapailah sudah maksud Thay SiangLoo-kun dengan menciptakan 3 Tojin yang mirip dirinya, yang membuat Tong Thian kebingungan.
Namun duplikat dirinya itu takkan dapat bertahan lama Begitu tiga orang Tosu ciptaan itu lenyap, Thay Siang Loo-kun telah berhasil menghajar tubuh Tong Thian sebanyak tiga kali dengan tongkatnya, membuat sang Kauw-cu menjerit kesakitan dan melarikan diri.
To Po Tojin mewakili gurunya menyerang Thay Siang Lookun dengan pedangnya.
Loo-kun meminta bantuan Malaikat Oey Cheng Lek Su menangkap To Po Tojin dengan menggunakan 'Hong Hwe Po-ton (Tikar Angin dan Api).
'Hong Hwe Po-toan' segera menggulung tubuh To Po Tojin.
Oey Cheng Lek Su membawa To Po Tojin ke Hian Tu untuk dijatuhi hukuman yang setimpal.
Thay Siang Loo-kun keluar dari barisan gaib lawan, kembali ke Panggung Peristirahatan.
Setiba di panggung, Thay Siang Loo-kun melihat Chun Tie Siansu dan Kiat In Siansu tengah berbincang-bincang dengan Goan Sie Tian Chun dan lain-lainnya.
Loo-kun menyalami mereka.
Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long Misteri Kapal Layar Pancawarna -- Gu Long Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long