Hancurnya Sebuah Kerajaan 3
Hancurnya Sebuah Kerajaan Karya Siao Shen Sien Bagian 3
Hancurnya Sebuah Kerajaan Karya dari Siao Shen Sien
"Indah nian panorama dikala hujan salju", kata Touw Ong.
Mengetahui Kaisar tertarik pada keadaan seperti itu, Souw Tat Kie lantas menyuruh pelayan menguak tirai sutera ke sisi dan menempatkan meja perjamuan di dekat pagar menara.
Dari 'Menara Menjangan orang dapat menyaksikan keadaan seluruh kota-raja.
Bertambah senang perasaan Touw Ong, lalu menitah Souw Tat Kie menyanyi dan menari.
Merdunya suara dan lemah gemulainya gerak tubuh sangPermaisuri, membuat Kaisar berulang-ulang mengeringkan cawan araknya.
Beberapa saat kemudian hujan salju mulai reda.
Matahari memancarkan sinar yang menghangatkan bumi.
Kaisar dan Permaisuri menikmati kepermaian panorama di seputarnya dari pinggir menara.
Kemudian perhatian mereka tertarik pada seorang tua dan seorang pemuda yang berjalan di atas salju.
Orang tua itu seakan tidak merasakan hawa dingin, berjalan cepat sekali.
Sebaliknya si pemuda tampak kedinginan dan perlahan jalannya, seolah-olah takut terpeleset.
Perbedaan antara si kakek dan si pemuda mengherankan Kaisar.
"Aneh, yang kita saksikan sekarang kurang lazim, orang tua lebih sehat dari anak muda".
Touw Ong mengungkapkan perasaannya.
"Itu sama sekali tidak aneh, Baginda", kata Souw Tat Kie.
"Kakek itu dilahirkan oleh ayah-bundanya yang masih muda dan kuat, hingga tulang-tulangnya penuh sumsum.
Sebaliknya, pemuda yang tak tahan dingin itu, dilahirkan oleh ayah-bunda yang telah tua dan lemah, hingga tulang-tulangnya kosong, kurang sumsum.
Maka biarpun tampak muda, tapi keadaan sesungguhnya tak ubahnya orang tua dan rapuh, membuatnya tak begitu kuat berjalan".
"Aku tak percaya", ujar Touw Ong.
"Bila Baginda takpercaya, perintahkanlah seorang pengawal untuk membawa mereka ke mari, agar Baginda dapat membuktikan sendiri".
Touw Ong menyuruh pembantunya membawa kakek dan pemuda itu ke hadapannya, kemudian memerintahkan membuntungi lutut mereka, yang mengakibatkan tewasnya kedua orang itu karena darah terlampau banyak mengalir.
Potongan kaki mereka dibawa ke hadapan Kaisar.
Memang benar apa yang dikatakan Souw Tat Kie.
Tulang kaki si kakek penuh sumsum, sedang kaki si pemuda sedikit sekali sumsumnya.
"Kau seperti Dewa saja", Touw Ong memuji Permaisurinya.
"Walau hamba hanya seorang wanita, tapi pernah mempelajari ilmu hayat dan ilmu fa'al", ucap Tat Kie.
"Dengan melihat perut wanita yang sedang hamil, hamba langsung tahu sudah berapa bulan kandungannya dan jenis kelamin anak yang dikandungnya".
"Oh ya!?", Kaisar menatap ragu.
"Bila Baginda meragukan ucapan hamba, dapat Baginda buktikan sendiri", Souw Tat Kie mengembangkan senyum manis.
Touw Ong memerintahkan pengawal istana untuk mencari wanita hamil dan membawa ke hadapannya.
Sang pengawal melaksanakan perintah dan berhasil menemukan tiga wanita hamil.Keesokan harinya mereka dibawa menghadap Kaisar.
Saking takutnya dibawa ke istana, ketiga wanita itu menangis sedih benar.
Suami mereka yang turut mengantar ikut merasa sedih, memeluk sang isteri tanpa dapat membendung mengalirnya air mata.
Anak-anak mereka pun turut menangis, membuat suasana begitu memilukan.
Suara tangisan keluarga yang malang itu telah mengagetkan beberapa orang Menteri .
Kie Cu, Wie Chu, Wie Chu Kie, Wie Chu Jin dan Sun Yong, yang sedang mengadakan rapat di balairung.
Cepat-cepat mereka keluar untuk menanyakan apa yang telah terjadi!? Diperoleh keterangan, bahwa kemarin Touw Ong telah membuntungi kaki seorang kakek dan seorang pemuda untuk diperiksa tulangnya.
Sekarang Kaisar telah pula memerintahkan membawa wanita hamil ke hadapannya, sekedar untuk membuktikan ketepatan ucapan Permaisurinya.
Kie Cu mengajak rekan-rekan sejawatnya menghadap Touw Ong di 'Menara Menjangan', berlutut di hadapan Kaisar.
"Apa maksud kalian ke mari?", tanya Touw Ong.
"Ampun beribu ampun Tuanku", Kie Cu terus berlutut.
"Bukannya hamba lancang apalagi kurang ajar, tapi ingin mengingatkan Paduka, apakah Tuanku belum juga sadar, bahwa Kerajaan sedang terancam bahaya!? Sebaiknya Tuanku mengatur siasat menghadapi musuh, daripadamelakukan perbuatan seperti sekarang ini".
"Salahkah aku membedah perut wanita hamil demi kemajuan ilmu pengetahuan?", ujar Touw Ong agak dongkol.
"Untuk menghadapi musuh adalah tugas para Menteri dan Panglima perang".
"Kedudukan musuh kita tak jauh lagi dari kota-raja, bila tidak kita hadapi secara serius, tak lama lagi mereka tentu akan menyerbu ke mari".
Kata Kie Cu penuh diliputi kesedihan.
"Tapi nyatanya, Baginda bukan saja tidak menghiraukan segalanya itu, malah telah melakukan sesuatu yang melanggar larangan Thian.
Sebelumnya Baginda telah membuntungi kaki dua orang yang tak berdosa, kini hendak membedah perut wanita hamil.
Hamba khawatir rakyat jadi sakit hati atas perbuatan Paduka dan akan membuka pintu gerbang kota-raja pada waktu pasukan Chiu tiba di sini".
"Sungguh besar nyalimu menghina Kaisar!", hardik Touw Ong, segera memerintahkan pengawal untuk menangkap Kie Cu dan menderanya sampai mati! "Aku tak takut mati, hanya menyayangkan Kerajaan ini akan hancur di tangan Kaisar yang tidak bijaksana!", seru Kie Cu dengan beraninya.
Ketika Kie Cu hendak digiring ke luar 'Menara Menjangan untuk menjalani hukuman, telah dicegah oleh Wie Chu Jin .
"Tunggu!".
"Apa maksudmu!?", tanya Kaisar.
"Maaf Baginda, bukan maksud hamba ingin menghalangiperintah Paduka", kata Wie Chu Jin dengan suara agak parau menahan sedih.
"Sesungguhnyalah saudara Kie Cu adalah Menteri yang setia lagi cukup besar jasanya bagi Kerajaan.
Mungkin kata-katanya tadi agak keras dan kasar, tapi maksud sebenarnya baik, yaitu demi kepentingan Kerajaan.
Tempo hari Baginda telah mencabut jantung Pi Kan dan kini Baginda kembali hendak membunuh Menteri setia lainnya.
Hamba khawatir perbuatan Baginda akan menambah ketidak- puasan rakyat terhadap Kerajaan Siang.
Bila hal itu dibiarkan berlarut-larut, akan dapat mengancam kelangsungan hidup Kerajaan --- Maka sudilah Baginda mengampuni Kie Cu dan mendengarkan nasehatnya".
Touw Ong berdiam diri, seakan sedang mempertimbangkan kata-kata Wie Chu Jin.
"Seharusnya kesalahan Kie Cu tak dapat diampuni, tapi karena adanya pembelaan paman, aku bersedia menarik keputusan semula.
Hanya saja aku akan mencopot semua pangkat dan jabatannya, biarlah dia jadi orang biasa!".
Tiba-tiba terlihat Souw Tat Kie keluar dari ruang dalam seraya berkata.
"Sebaiknya Baginda mempertimbangkan kembali keputusan itu.
Bila Kie Cu hanya dipecat dari jabatannya, dia tentu akan berdendam pada Tuanku dan akan berpihak pada Bu Ong dengan menimbulkan kekacauan di dalam kota-raja.
Itu dapat mencelakai kita nanti"."Lalu hukuman apa sebaiknya kujatuhkan padanya?", tanya Touw Ong.
"Kie Cu harus digunduli kepalanya dan dijadikan budak!".
Seperti biasa, Kaisar menuruti saran Souw Tat Kie.
Wie Chu Jin, Wie Chu Kie dan Wie Chu amat sedih mendengar keputusan Kaisar, memohon diri, turun dari 'Menara Menjangan'.
Setiba di bawah, para anggota keluarga Kaisar ini saling rangkul dan bercucurkan air mata.
"Nyatalah sudah, bahwa Thian telah menakdirkan dinasti Siang akan hancur dan digantikan oleh kerajaan baru ---- Apa yang harus kita lakukan sekarang?", ujar Wie Chu Kie.
"Sebaiknya kita menyingkirkan tempat sembahyang mendiang Kaisar Ke-28 dari Kuil Agung".
Wie Chu Jin menyarankan.
"Memindahkannya ke suatu tempat yang sunyi, agar tetap dapat disembahyangi oleh para anggota keluarga kerajaan dan keturunannya nanti".
Diam-diam ketiga anggota keluarga Touw Ong meninggalkan kota-raja....
Di pihak lain, setelah Wie Chu, Wie Chu Kie dan Wie Chu Jin turun dari menara, Kaisar memerintahkan membawa naik ketiga wanita hamil.
Souw Tat Kie menuding salah seorang di antaranya.
"Dia telah mengandung enam bulan, bayinya laki-laki", ujarnya.
Touw Ong menitah membedah perut dan peranakanwanita itu.
Ternyata benar apa yang dikatakan Tat Kie.
Hal yang sama dilakukan terhadap dua wanita hamil lainnya dan apa yang dikatakan Souw Tat Kie tepat sekali.
Tentu saja ketiga wanita hamil itu tewas semua.
Tapi Touw Ong bukan saja tidak memperlihatkan rasa sesal, malah sebaliknya sangat senang dan memuji Permaisurinya! Ketika perbuatan sadis itu dilakukan, cuaca yang semula cerah tiba-tiba saja jadi gelap pekat.
Lenyapnya Wie Chu, Wie Chu Kie dan Wie Chu Jin dilaporkan kepada Touw Ong.
Namun Kaisar tak begitu mengacuhkan.
"Mereka memang tak dibutuhkan lagi oleh Kerajaan", katanya.
Tampaknya Touw Ong tak khawatir terhadap pasukan lawan yang dipusatkan di Beng-kun.
Dianggapnya Wan Hong dan teman-temannya mampu menahan gerak maju musuh, Touw Ong terus saja berpesta-pora bersama Permaisuri dan para selirnya....
****** Touw Ong tambah bersuka-cita ketika Menteri Hui Lian membawa dua orang bertampang menyeramkan.
Kho Beng dan Kho Kak, yang dikatakan memiliki kesaktian yang luar biasa.
Kaisar mengangkat mereka sebagai Panglima perang, mengirim mereka ke Beng-kun untuk diperbantukan pada Wan Hong.Wan Hong menyambut gembira kedatangan Kho Beng dan Kho Kak, sebab sebelumnya memang telah saling kenal satu sama lain.
Wan Hong adalah siluman Monyet Putih di gunung Bwe-san.
Sedangkan Kho Beng dan Kho Kak merupakan siluman pohon To dan pohon Liu di gunung yang sama.
Keesokan harinya Kho Beng dan Kho Kak menantang pihak Chiu berperang tanding.
Na Cha menyambut tantangan lawan dengan menggerakgerakkan 'Hwe Kong Tiang' (Tombak Sinar Api)nya dan dihadapi oleh Kho Kak dan Kho Beng yang bersenjatakan kapak bergagang panjang.
Pertempuran telah berlangsung puluhan jurus, namun Na Cha belum berhasil meraih kemenangan, maka dia melontarkan Kan Kun Choan' untuk menghantam kepala Kho Kak.
Menyusul melontarkan juga Kotak Naga dan Apinya sambil bertepuk tangan, dari dalam kotak wasiat itu keluar sembilan naga api yang membakar diri Kho Beng.
Na Cha mengira kedua lawannya telah berhasil dibinasakan oleh kedua benda wasiatnya.
Dia kembali ke kemah melaporkan hal itu pada Chu Gie.
Kiang Chu Gie amat gembira mendengar kabar itu.
Kenyataannya Kho Beng dan Kho Kak tidak binasa, tapi melarikan diri ke induk pasukannya.
Keesokan harinya mereka kembali menantang perang.
"Katamu kemarin telah berhasil membunuh mereka, tapiternyata sekarang mereka menantang perang lagi", kata Chu Gie pada Na Cha.
"Rupanya mereka memiliki ilmu menghilang", Na Cha heran kedua lawannya masih hidup.
"Sebaiknya paman saja yang menghadapi mereka".
Kiang Chu Gie mengajak para perwira maju ke medan tempur.
Di lain pihak Kho Kak berkata pada Kho Beng.
"Na Cha menyatakan kita memiliki ilmu menghilang, maka Kiang Chu Gie yang maju menghadapi kita dengan dikawal para perwiranya".
Kho Beng tersenyum lebar mendengar ucapan temannya....
Dalam pertempuran yang berlangsung itu, Lie Cheng dan Yo Jim melawan Kho Kak dan Kho Beng.
Yo Chian mengawasi pihak lawan dengan saksama dan dapat diketahui pula, bahwa mereka bukanlah manusia, tapi siluman.
Ketika Yo Jim hendak menggerakkan kipas wasiatnya, tiba-tiba diri Kho Beng berubah menjadi sinar hitam, menghilang.
Dalam pada itu, Kho Kak tiba-tiba lenyap ketika Lie Cheng bermaksud melontarkan pagoda-pusakanya.
Wie Hok yang menempur Wan Hong, telah kehilangan jejak lawan tatkala ingin menggunakan senjata wasiatnya.
Tio Hao dan Gouw Liong yang bertempur melawan YoChian dan Na Cha, telah pula buron secara gaib.
Dengan kejadian itu, Kiang Chu Gie memutuskan untuk membentuk barisan gaib 'Pat-kwa', juga melumuri pentung-pentung dengan darah anjing hitam.
Yo Chian ditugaskan untuk memancing Kho Beng dan Kho Kak masuk ke dalam barisan gaib tersebut.
Kemudian memukul mereka dengan 'Lima Kilat'! Wie Hok ditugaskan untuk menimpuk mereka dengan botol yang berisi campuran darah ayam hitam, darah anjing hitam dan sedikit air seni wanita, agar punah kesaktian lawan hingga tak dapat menghilang lagi.
Tapi di perkemahan lawan, Kho Kak telah mendenga semua perintah Kiang Chu Gie pada anak buahnya, lalu menyampaikannya pada Kho Beng.
Mereka jadi tertawa terbahak-bahak....
Pada pagi harinya Wan Hong memerintahkan Kho Beng dan Kho Kak menggempur lawan.
Mereka mengejar Yo Chian masuk ke dalam barisan gaib 'Pat-kwa'.
Pihak Chiu segera melaksanakan pesan Kiang Chu Gie, tapi kenyataannya Kho Kak dan Kho Beng tetap dapat meloloskan diri...
Hancurnya Sebuah Kerajaan Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kiang Chu Gie geram melihat usahanya gagal.
"Rupanya di kubu kita ada mata-mata musuh, hingga segala rencana kita dapat diketahui mereka", katanya.
"Teecu yakin tak ada penghianat di antara kita", kata Yo Chian.
"tapi kedua lawan kita itu bukan manusia.
Teecu bermaksud pergi ke sebuah tempat untuk mencari tahusiapa mereka sesungguhnya".
"Ingin ke mana kau?", tanya Chu Gie.
"Untuk sementara belum dapat Teecu beritahukan", jawab Yo Chian.
Chu Gie mengizinkannya.
Yo Chian pamit, pergi menemui gurunya, Giok Teng Cin- jin, menanyakan prihal kedua siluman yang membantu Wan Hong.
"Keduanya adalah siluman pohon 'To' dan pohon 'Liu' dari gunung Bwe-san", sang guru menerangkan.
"Akar kedua pohon itu mencapai sejauh 30 li.
Mereka telah menyedot sari langit, bumi, matahari dan rembulan selama puluhan tahun, hingga menjadi siluman.
Tak jauh dari kediaman kedua siluman itu terdapat Kuil 'Soan Goan'.
Di dalam Kuil tersebut ada dua patung setan.
Chian Li Gan (Si mata seribu) dan Sun Hong Nyi (Si Kuping Angin Baik).
Dengan menggunakan pengaruh Chian Li Gan, Kho Beng dapat menyaksikan segala sesuatu sampai sejauh 1000 li.
Sedang Kho Kak dengan mengandalkan kesaktian Sun Hong Nyi, dapat mendengar pembicaraan orang dalam jarak 1000 li.
Di luar batas itu mereka tak lagi dapat melihat ataupun mendengar pembicaraan orang.
Beritahukan Kiang Chu Gie, bahwa dia harus mengirim sejumlah prajurit untuk mencabut pohon 'To' dan pohon 'Liu' sampai ke akar-akarnya, lalu membakarnya.
Sedangkan kedua patung yang terdapat dalam Kuil 'Soan Goan' harus dihancurkan juga, dengan begitukesaktian Kho Beng dan Kho Kak akan lenyap seketika".
"Tapi apa yang harus Teecu lakukan, agar mereka tidak dapat melihat atau mendengar pembicaraan Teecu dengan Kiang Chu Gie!?", tanya Yo Chian.
Giok Teng Cin-jin memberitahukan caranya.
****** "Saya belum dapat mengatakan apa-apa sekarang, paman", kata Yo Chian setibanya kembali di kubu Chiu.
Walau merasa heran, Kiang Chu Gie tidak mendesaknya.
"Saya ingin meminta izin untuk melakukan sesuatu", kata Yo Chian lagi.
"semoga paman tidak keberatan".
"Silakan!", kata Chu Gie, yang telah dapat menduga, bahwa Yo Chian tentu akan melakukan sesuatu yang penting bagi kubu mereka.
Dengan membawa sebuah 'Leng Kie' (Panji Perintah) yang diterimanya dari Chu Gie, Yo Chian menuju ke bagian belakang perkemahan.
Memerintahkan untuk membawa 2000 panji yang terdapat di situ ke depan perkemahan dan terus mengibarkannya.
Bila salah seorang yang mengibarkan bendera merasa letih, harus segera diganti dengan prajurit lainnya.
Yang penting panji itu tak boleh berhenti berkibar.
Di samping itu dia menyuruh seribu orang prajurit untuk menabuh genderang dan gc.nbreng (alat tabuh Tionghoa yang bundar-gepeng, terbuat dari tembaga).
Jika ada yang letih, harus diganti dengan prajurit lainnya.
Setelah segala perintahnya dilaksanakan, barulah YoChian menemui Kiang Chu Gie lagi, berkata.
"Sekarang baru dapat Teecu jelaskan sebabnya saya melakukan segalanya itu".
Yo Chian memberitahukan siapa sesungguhnya Kho Beng dan Kho Kak itu.
Juga menyampaikan pesan gurunya untuk Chu Gie.
Setelah mendengar penjelasan Yo Chian, Kiang Chu Gie segera menitah Lie Cheng membawa 3000 prajurit berkuda berangkat ke gunung Bwe-san untuk mencabut kedua pohon tersebut, menugaskan Lui Chin Cu untuk menghancurkan patung 'Sun Hong Nyi' dan patung 'Chian Li Gan' yang terdapat di Kuil 'Soan Goan'....
Kho Kak mendengar bunyi genderang dan gembereng yang berasal dari kubu lawan.
"Coba kau lihat, apa yang terjadi di kubu musuh kita!?".
katanya pada Kho Beng.
"Tak ada apa-apa kecuali kibaran panji merah, pening aku dibuatnya", sahut Kho Beng setelah memperhatikan sejenak.
"Coba kau dengarkan apa yang mereka bicarakan!?".
"Hampir tuli telingaku oleh suara genderang dan gembereng itu", keluh Kho Kak.
"membuatku tak lagi dapat menangkap segala percakapan mereka".
Keduanya jadi amat masgul.
Sementara itu, Lui Chin Cu telah kembali, melaporkan pada Kiang Chu Gie, bahwa dia telah membakar Kuil 'Soan Goan'.
Chu Gie menyuruh Na Cha dan Bu Kiemembangun sebuah panggung dan setelah rampung ditempel dengan 'Hu'....
Wan Hong melakukan penyerbuan malam terhadap perkemahan pasukan See-kie.
Namun sebelumnya Kiang Chu Gie telah mengetahui maksud lawan dari alamat/isyarat yang dibawa oleh tiupan angin aneh.
Dia segera menempelkan 'Leng Hu' di sekitar perkemahan.
Di atasnya dipasang jala langit dan di bawahnya jala bumi.
Kiang Chu Gie sendiri telah membersihkan badan dan menanti kedatangan Wan Hong di panggung yang baru selesai dibangun.
Sekira tengah malam tibalah barisan depan lawan yang dipimpin Kho Beng dan Kho Kak.
Kiang Chu Gie membaca mantera dengan membiarkan rambutnya terurai lepas dan sebilah pedang di tangan.
Di atas perkemahan Chiu mendadak turun awan tebal disertai halilintar.
Kho Beng dan Kho Kak menyerang Chu Gie, yang disambut oleh pemimpin tertinggi pasukan Chiu.
Setelah bertempur belasan jurus, Chu Gie melontarkan "Ta Sin Pian'nya dan berhasil meremukkan kepala Kho Kak dan Kho Beng.
Tak lama Wan Hong, Tio Hao dan Gouw Liong telah tiba juga.
Wie Hok menimpuk Gouw Liong dengan senjata wasiatnya, tapi sang lawan segera sirna dari pandangan Wie Hok.Demikian pula Tio Hao, ketika Na Cha bermaksud menangkapnya dengan 'Kiu Liong Sin Hwe Co' (Kotak Sembilan Naga dan Api Sakti)nya, langsung menghilang.
Di pihak lainnya, Yo Jim menghadapi Wan Hong dengan menggunakan Ngo Hwe Shan' (Kipas Lima Api)nya.
Namun kepala Wan Hong tiba-tiba memancarkan sinar putih dan dari dalam sinar keluar sebuah tangan yang memegang pentungan besi dan langsung memukul kepala Yo Jim.
Yo Jim tak sempat menangkis atau mengelak, hingga remuk kepalanya.
Kiang Chu Gie menarik mundur pasukannya, kematian Yo Jim membuatnya amat berduka.
"Teecu rasa, Wan Hong dan teman-temannya juga merupakan kawanan siluman yang sulit dikalahkan.
Bila paman mengizinkan, saya bermaksud pergi ke gunung Chong Lam untuk meminjam 'Cho Yao Ceng' (Cermin Penglihat Siluman)".
Kiang Chu Gie mengizinkannya.
Yo Chian berangkat dengan berjalan lewat bawah tanah, dalam tempo relatif singkat sampailah di Chong Lam-san, langsung menemui In Tiong Cu.
"Wan Hong adalah salah satu dari tujuh siluman di Bwesan", In Tiong Cu memberitahukan.
"Hanya engkau yang dapat menangkap dan memusnakan mereka!".
Kemudian In Tiong Cu memberikan 'Cho Yao Ceng' yang diingini Yo Chian.Yo Chian mengucapkan terima kasih, pamit dari sang pertapa sakti....
Dalam pertempuran pada hari berikutnya, Yo Chian menghadapi Tio Hao.
Setelah bertanding sesaat, Yo Chian mengarahkan cermin ke musuhnya.
Seketika Tio Hao berubah ujud menjadi seekor ular putih.
Yo Chian segera pula merubah diri menjadi kelabang raksasa, menggigit kepala ular hingga putus.
Ia menjelma kembali, membacok badan ular jadi beberapa potong, lalu membakarnya dengan sambaran gledek yang dilepas dari telapak tangannya.
Wan Hong amat marah ketika tahu ular putih tewas, segera menyerang Yo Chian.
Na Cha melibatkan diri terjun ke medan laga, bermaksud melontarkan 'Kiu Liong Sin Hwe Cho'nya.
Wan Hong yang tahu akan kehebatan senjata wasiat Na Cha, cepat-cepat melarikan diri.
Muncul Gouw Liong, menempur Na Cha dengan bersenjatakan sepasang kapak.
Yo Chian mengarahkan 'Cho Yao Ceng' ke diri Gouw Liong, membuat siluman itu memperlihatkan bentuk aslinya berupa seekor kelabang.
Yo Chian segera 'Pian Hoa' (Merubah diri) menjadi seekor 'Ayam Lima Warna', mematok kelabang beberapa kali, hingga badan kelabang terpenggal menjadi beberapa potong dan tewaslah Gouw Liong.Yo Chian kembali ke kemah.
Lui Kay dan lain-lainnya dapat melihat jelas siapa sebenarnya Tio Hao dan Gouw Liong.
"Tak kusangka kalau mereka adalah siluman", Wan Hong berpura-pura sambil menghela nafas untuk menutupi 'kedok'nya sendiri.
Lui Kay dan teman-temannya menyarankan, sebaiknya mereka menarik pasukan ke kota-raja.
Namun Wan Hong tetap berkeras untuk bertahan di situ.
Ketika dikabarkan, bahwa ransum mereka hanya cukup untuk lima hari lagi, dia tetap tak gentar, malah menulis surat ke kotaraja untuk meminta tambahan ransum.
Louw Jin Kiat memanfaatkan kesempatan itu menawarkan diri untuk menyampaikan surat Wan Hong tersebut.
Sementara itu, dari kota-raja telah mengirim pula bantuan berupa seorang laki-laki yang tingginya beberapa 'Chang', sangat besar tenaganya, mampu menarik perahu di darat.
Makannya pun luar biasa, dapat menghabiskan seekor sapi.
Keadaannya benar-benar mirip raksasa.
(1 Chang = 10 elo).
Dia telah mengoyak maklumat yang mengundang orang pandai, yang ditempelkan di tembok kota.
Namanya U Bun Hoa.
Kiang Chu Gie terperanjat ketika U Bun Hoa yang mirip raksasa itu menantang perang.
Namun begitu, dia takgentar, menyuruh Liong Sie Houw menghadapinya.
Tapi setelah bertanding beberapa jurus, Liong Sie Houw tak sanggup melayaninya lebih lama, lari masuk ke dalam perkemahan.
U Bun Hoa kembali ke pasukan Wan Hong.
Malam harinya U Bun Hoa dan Wan Hong menyerbu kubu See-kie.
Kiang Chu Gie yang tak menyangka akan datangnya serangan tersebut, sama sekali tak mengadakan persiapan.
Akibatnya banyak sekali prajurit See-kie yang binasa oleh senjata garu U Bun Hoa.
Chu Gie, Bu Ong dan lain-lainnya terpaksa melarikan diri.
U Bun Hoa terus menghantam apa saja yang ditemuinya, akhirnya tibalah dia di bagian belakang, tempat menyimpan ransum yang dijaga Yo Chian.
Yo Chian mencabut selembar rumput, membaca mantera, rumput itu lalu berobah menjadi raksasa yang jauh lebih besar dari U Bun Hoa.
"Celaka! Ayahku datang!", U Bun Hoa berteriak ketakutan, melarikan diri.
Wan Hong ikut kabur juga.
Kerugian yang diderita pihak See-kie cukup parah.
Belasan ribu prajurit dan beberapa belas perwiranya, termasuk Liong Sie Houw tewas di tangan U Bun Hoa.
Setelah berhasil menghimpun sisa pasukannya, Kiang Chu Gie menyuruh Yo Chian memperhatikan keadaan bukit 'Poan Liong'.Yo Chian segera berangkat ke bukit yang dimaksud, mengamati keadaannya sejenak, kemudian melaporkannya pada Chu Gie.
Kiang Chu Gie menitah Lam Kong Koa dan Bu Kie membawa 2000 prajurit ke 'Poan Liong-leng', menunggu sampai U Bun Hoa tiba di situ, lantas serentak membidikkan panah api.
Keesokan harinya Kiang Chu Gie datang ke dekat perkemahan lawan, berpura-pura seakan sedang menyelidiki posisi pasukan yang dipimpin Wan Hong.
Betapa marahnya U Bun Hoa mendengar kabar itu, keluar dari kemah, bermaksud menghantam Chu Gie dengan senjata garunya.
Kiang Chu Gie segera melarikan diri dengan menunggang See Put Siang U Bun Hoa mengejarnya.
Biar bagaimana cepat larinya, dia tak berhasil menyusul 'See Put Siang'.
Keadaan itu berlangsung hampir sejam, nafas Bun Hoa mulai memburu.
Kala itu mereka telah tiba di jalan masuk ke bukit 'Poan Liong'.
Girang hati Bun Hoa, mempercepat langkahnya.
Tapi beberapa waktu kemudian Chu Gie telah menghilang dan Bun Hoa sendiri tak dapat maju lebih jauh, sebab dari atas bukit berhamburan balok dan batu besar.
Untuk mundur pun dia tak dapat, karena jalan baliknya juga telah tertutup oleh timbunan balok danbatu besar.
Saat itu para prajurit See-kie mulai menghujaninya dengan panah api.
Bun Hoa memaksakan diri untuk maju lebih jauh, tapi tanah yang diinjaknya mendadak meledak, sebab sebelumnya telah dipendam bahan peledak.
Maka tewaslah 'sang raksasa'! Walau U Bun Hoa berhasil dibinasakan, tapi pasukan See- kie tetap tak dapat bergerak maju karena selalu dihadang Wan Hong.
"Baiklah kita tunggu sampai tibanya pasukan Raja-muda Timur", kata Chu Gie.
Di lain pihak, Wan Hong telah memperoleh bantuan dengan datangnya Chu Cu tin, seorang Padri berkulit hitam dari gunung Bwe-san.
Hari itu Chu Cu Tin maju ke medan perang, dihadapi oleh Ie Ciong.
Setelah bertanding beberapa saat, Chu Cu Tin membuka mulut, menyemburkan asap hitam yang menutupi sekujur tubuhnya dan dalam bentuk aslinya ia menggigit le Ciong hingga binasa.
Hancurnya Sebuah Kerajaan Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yo Chian mengarahkan 'Cho Yao Ceng' ke diri Chu Cu Tin, langsung mengetahui kalau Cu Tin adalah siluman Babi.
Dia segera menerjang maju.
Chu Cu Tin yang masih berupa bentuk aslinya, segera menyedot Yo Chian ke dalam perutnya, kemudiankembali ke perkemahan.
Wan Hong menjamu Chu Cu Tin.
de Di kala mereka tengah berpesta pora, datanglah seorang tamu yang bernama Yo Soan.
Yo Soan bermuka putih, berjenggot dan bertanduk dua.
Dia juga berasal dari Bwe-san.
Senang sekali Wan Hong atas kedatangan tamunya, mengajaknya makan minum bersama.
Perjamuan itu berlangsung sampai larut malam, tiba-tiba terdengar suara misterius.
"Chu Cu Tin, tahukah engkau siapa aku?".
"Siapa kau?", Chu Cu Tin amat terkejut.
"Di mana kau?".
"Aku Yo Chian, berada di dalam perutmu.
Entah telah berapa banyak korbanmu selama ini dan kini dosamu telah luber, akan kucabut jantungmu!", Yo Chian membetot sedikit jantung Chu Cu Tin.
"Ampun, ampun Dewa!", teriak Chu Cu Tin kesakitan.
"Aku tak berani berbuat begitu lagi!".
"Bila demikian, segeralah perlihatkan bentuk aslimu dan berlututlah kau di depan perkemahan Chiu!".
Chu Cu Tin tak berani membantah, memperlihatkan bentuk aslinya berupa seekor babi, lari ke perkemahan Chiu dan berlutut di muka kemah.
Ketika itu Lam Kong Koa yang sedang meronda, menyangka kalau babi yang berada di muka perkemahan adalah binatang peliharaan penduduk yang terlepas.
Namun tiba-tiba terdengar suara Yo Chian dari perutbabi, menyatakan bahwa binatang itu adalah penjelmaan Chu Cu Tin, meminta Lam Kong Koa menyampaikannya pada Chu Gie.
Kiang Chu Gie keluar dengan diiringi para perwiranya.
Atas saran Yo Chian, Chu Gie memerintahkan Lam Kong Koa untuk menabas kepala siluman babi itu.
Yo Chian keluar dari perut siluman tersebut.
***** Touw Ong telah mengirim seorang yang bernama Tay Li untuk membantu Wan Hong.
Sesungguhnya Tay Li adalah siluman anjing dari gunung Bwe pula.
Wan Hong kembali menantang perang.
Dalam pertarungan kali ini, Yo Soan tampil dengan membawa tombak.
Kehadirannya disambut oleh Yo Chian, yang dapat melihat dalam cermin wasiatnya, bahwa Yo Soan adalah siluman kambing.
Setelah bertanding sekira 30 jurus, Yo Soan memutar kudanya, melarikan diri.
Yo Chian tak membiarkan lawannya kabur, terus dikejarnya.
Tiba-tiba Yo Soan menyemburkan asap putih yang menutupi dirinya dan berubah ke bentuk aslinya, yaitu siluman kambing.
Yo Chian langsung 'Pian Hoa' menjadi seekor harimau.
Yo Soan bermaksud melarikan diri, tapi terlambat,dirinya keburu dibinasakan Yo Chian.
Tay Li melontarkan mutiara wasiatnya ke diri Yo Chian, tapi tenggorokannya digigit oleh Anjing wasiat' yang dilepas Yo Chian.
Ketika dia hendak melarikan diri, Yo Chian sempat meremukkan kepalanya, maka melayanglah nyawanya.
Wan Hong amat berduka mendengar kematian para pembantunya.
Kesedihan Wan Hong agak berkurang dengan datangnya seorang yang bertubuh tinggi besar, memiliki sepasang tanduk di kepalanya.
Orang itu mengaku bernama Kim Toa Sin, berasal dari Bwe-san pula.
Kim Toa Sin yang maju ke medan laga pada keesokan harinya, menantang pihak Chiu.
Tantangannya disambut oleh The Lun.
Setelah bertempur selama belasan jurus, tiba-tiba Kim Toa Sin menyemburkan sebuah benda aneh sebesar cawan dan tepat mengenai batang hidung The Lun, yang mengakibatkannya jatuh dari kuda, kena dibacok hingga tubuhnya terpotong dua.
Melihat temannya tewas di tangan musuh, Yo Chian segera majukan diri dan sebelum dia sempat mengenali lawan lewat cermin wasiatnya, Kim Toa Sin telah menyemburkan benda aneh, karenanya Yo Chian cepat- cepat melarikan diri ke arah Selatan.
Kim Toa Sin mengejarnya.Dalam buronnya barulah Yo Chian sempat memandang ke cermin wasiatnya.
Ternyata Kim Toa Sin adalah siluman kerbau.
Selagi Yo Chian melarikan diri, tercium olehnya bau harum yang terpancar di sekitarnya, disusul dengan munculnya Lie Koa Nio Nio yang naik burung 'Cheng Loan' (Sejenis burung Cendrawasih).
Yo Chian segera memberi hormat pada Dewi yang telah membuat Touw Ong mabuk kepayang itu.
Lie Koa Nio Nio menyatakan akan membantu Yo Chian menangkap siluman Kerbau dari Bwe-san.
Tatkala Kim Toa Sin tiba di situ dan bermaksud menyerang Lie Koa Nio Nio, tiba-tiba hidungnya terjerat oleh Malaikat Oey Cheng Lek Su dengan menggunakan tali wasiat sang Dewi.
Oey Cheng Lek Su memukul bahu Toa Sin sebanyak tiga kali dan siluman itu kembali berwujud seekor kerbau! Lie Koa Nio Nio menyerahkan kerbau itu pada Yo Chian dan berjanji akan membantunya lagi dalam menangkap siluman kera putih.
Yo Chian mengucapkan terima kasih pada sang Dewi, kemudian membawa kerbau itu ke hadapan Kiang Chu Gie.
Chu Gie menitah untuk memenggal kepala kerbau tersebut.
"Berapa siluman dari gunung Bwe yang telah berhasil dibunuh?", tanya-nya kemudian."Sudah enam, paman", sahut Yo Chian.
"Beritahukan pada perwira lainnya, bahwa tengah malam ini kita akan menyerbu kubu pertahanan musuh", pesan Chu Gie.
"Baik paman".
Yo Chian pamit.
Wan Hong tak menyangka perkemahannya mendadak diserbu, yang menimbulkan kerugian cukup besar di pihaknya.
Dia sendiri bertanding melawan Yo Chian, berawal di darat, tapi dilanjutkan di angkasa.
Masing-masing mengeluarkan kesaktian dengan merubah diri ke bentuk lain, berusaha merobohkan lawan.
Wan Hong sadar, bahwa perkemahannya sulit dipertahankan lagi, timbul niatnya untuk memancing Yo Chian ke Bwesan.
Dia yakin, di Bwe-san akan lebih mudah menangkap perwira See-kie yang sakti itu.
Maka dia pun menghilang dari hadapan Yo Chian, merubah dirinya menjadi batu aneh, bertegak di tepi jalan.
Namun Yo Chian tak dapat ditipunya, dia mengenali batu aneh tersebut, segera 'Pian Hoa' menjadi pemahat dan bermaksud memahat batu itu.
Batu itu mendadak lenyap, Wan Hong merubah dirinya menjadi angin, melayang ke Bwe-san.
Yo Chian terus mengejarnya.
Setiba di gunung Bwe, Yo Chian disambut oleh ribuan kera kecil sambil memegang pentungan, ramai-ramai mengeroyok Yo Chian.Yo Chian kewalahan menghadapi kawanan kera itu, terpaksa harus meninggalkan gunung tersebut.
Belum jauh Yo Chian berjalan, telah muncul Dewi Lie Koa, yang memberikan 'Gambar gunung, sungai dan istana' sebagai sarana menangkap Wan Hong.
Yo Chian mengucapkan terima kasih.
Lie Koa Nio Nio meninggalkan gunung Bwe, kembali ke tempat bersemayamnya.
Setelah mempelajari cara menggunakannya, Yo Chian menggantung Gambar wasiat' pemberian Dewi Lie Koa di sebuah pohon, kemudian kembali lagi mendaki Bwe-san.
Kehadirannya disambut Wan Hong, di lain saat telah terjadi pergumulan yang cukup sengit.
Yo Chian tak mau melayani Wan Hong terlalu lama, khawatir dikeroyok kawanan kera kecil lagi, lari ke arah pohon tempat 'gambar wasiat' digantung, yang kala itu telah berubah bentuknya menjadi sebuah gunung.
Yo Chian mendaki gunung itu.
Namun tak lama Yo Chian lantas melompat turun dari gunung tersebut.
Wang Hong sendiri telah kembali ke bentuk aslinya, berupa seekor kera putih.
Dia mengendus sesuatu yang harum, segera memanjat pohon untuk mencari sumber bau harum itu, yang ternyata berasal dari pohon "To' (Perzik) yang ranum buahnya.
Tanpa terasa si kera putih menelan liur, memetiknya sebuah, turun ke bawah, memakannya sambil duduk dibatu.
Begitu si monyet habis memakan buah itu, tiba-tiba Yo Chian muncul di hadapannya.
Sang kera bermaksud melompat bangun, tapi tak berdaya.
Ternyata buah 'To' itu telah menguras habis tenaganya.
Dengan demikian mudah sekali Yo Chian menangkap lawannya.
Setelah berlutut ke arah Selatan sebagai pengungkapan terima kasihnya atas bantuan Lie Koa Nio Nio, Yo Chian membawa kera putih itu ke hadapan Kiang Chu Gie.
Pimpinan tertinggi See-kie memerintahkan untuk memenggal kepala kera tersebut.
Tapi ketika ditabas kepalanya, sama sekali tidak mengeluarkan darah, hanya keluar sinar biru dari lehernya dan tak lama; muncul lagi kepala baru menggantikan kepala yang putus itu! Kiang Chu Gie mengeluarkan Buli-buli pemberian Liok Ya, meletakkannya di atas meja sembahyang yang memang telah disiapkan, membuka tutup Buli-buli, keluarlah sinar dari dalamnya.
Chu Gie menyoja seraya membaca mantera, tak lama dari sinar itu muncul sebuah pisau, yang berputar-putar sebentar, kemudian mena bas leher kera putih hingga kepalanya jatuh menggelinding di tanah....
Lui Kay dan lain-lainnya melarikan diri bersama sisa pasukan ke kota-raja.Begitu mendengar berita buruk itu, Touw Ong segera berunding dengan para Menterinya.
Kemudian memutuskan untuk mengangkat Louw Jin Kiat sebagai Panglima yang bertugas mempertahankan kota-raja.
Kiang Chu Gie mengutus Kim Cha dan Bhok Cha untuk masuk ke dalam kota 'Yun-hun-koan' dengan menyamar sebagai pendeta pengelana, berpura-pura ingin membantu penguasa kota itu dalam menghadapi serangan pasukan penentang kekuasaan Kaisar.
Kim Cha dan Bhok Cha menemui To Yong, Penguasa 'Yun-hun-koan'.
Di hadapan To Yong mereka mengaku dari pulau Hong Lay, bernama Sun Tek dan Chie Jin.
Maksud kedatangan mereka ingin membalas sakit hati murid-murid mereka yang tewas di tangan para perwira See-kie.
To Yong yang memang kekurangan pembantu yang dapat diandalkan, bersedia menerima kehadiran mereka.
Keesokan harinya Kiang Bun Hoan, Raja-muda dari Timur, menantang To Yong berperang.
Kim Cha dan Bhok Cha menyambut tantangan tersebut sambil menghunus pedang.
"Siapa nama kalian, siluman?', hardik Kiang Bun Hoan.
"Nama kami Sun Tek dan Chie Jin", sahut Bhok Cha.
Kiang Bun Hoan segera membacok dengan golok bergagang panjangnya.
Bhok Cha menangkis dengan pedang.
Kim Cha ikut melibatkan diri dalam pertarungan tersebut.Setelah bertanding belasan jurus, Kiang Bun Hoan memutar kuda, melarikan diri.
Kim Cha dan Bhok Cha mengejarnya, setelah dekat, Bhok Cha membisiki Kiang Bun Hoan.
"Harap Hian-houw menyerang kota pada kentongan kedua nanti, aku akan membukakan pintu gerbang".
Setiba kentongan kedua, terdengar dentuman meriam.
Kiang Bun Hoan melancarkan serangan malam hari sesuai dengan saran Bhok Cha.
To Yong menitah Bhok Cha menemani isterinya menjaga kota, sedang dia bersama Kim Cha menyambut serbuan lawan.
Begitu saling berhadapan, To Yong segera menyerang Kiang Bun Hoan.
Untuk sesaat keduanya bertanding sengit.
Kim Cha yang berada di belakang To Yong, melontarkan Teng Liong Chun' ke arah penguasa kota Yun-hun-koan, membuat To Yong tak mampu bergerak, hingga dengan mudahnya ditewaskan Kiang Bun Hoan.
Di lain pihak Bhok Cha telah pula membunuh isteri To Yong, kemudian memerintahkan untuk membuka pintu gerbang kota, menyambut kedatangan Kiang Bun Hoan.
Dengan demikian jatuhlah kota Yun-hun-koan.
Kiang Bun Hoan memeriksa gudang ransum dan menenangkan rakyat.
Kim Cha dan Bhok Cha mendahului berangkat menemui Chu Gie.Kiang Chu Gie amat gembira ketika mendengar jatuhnya Yun-hun-koan ke tangan mereka.
Baru pada esok harinya Kiang Bun Hoan datang menemui Chu Gie di Beng-kun.
Pasukan para Raja-muda yang kala itu bergabung dengan Bu Ong, seluruhnya berjumlah 1.600.000 jiwa.
Setelah melepaskan tembakan meriam, mereka mulai bergerak ke kota-raja.Touw (Tiu) OngTUJUH Perwira penjaga pintu gerbang melaporkan pada Touw Ong, bahwa pasukan lawan sudah berada tak jauh dari kota-raja.
Kaisar segera memanggil para Menterinya untuk membicarakan situasi yang cukup gawat itu.
"Baginda, sebaiknya kita mengutus orang yang pandai bicara kepada musuh, untuk membujuk mereka menarik pasukannya".
Louw Jin Kiat mengemukakan pendapat.
Tapi pendapat itu ditentang oleh Hui Lian .
"Menurut hamba, sebaiknya kita menyiarkan maklumat .
Mengundang orangorang gagah dan menjanjikan imbalan besar bila dapat mengalahkan lawan".
Touw Ong lebih condong terhadap saran Hui Lian, segera membuat maklumat.
Hasilnya, telah datang menghadap Hui Lian tiga orang yang bernama Tong Tiong, Teng Kie dan Kok Chin.
Mereka menyatakan sanggup menghalau musuh dari kota-raja.
Lalu diajaknya ketiga orang itu menghadap Touw Ong.
Kaisar mengangkat mereka sebagai perwira yang diperbantukan pada Louw Jin Kiat, yang segera mendirikan perkemahan di luar pintu gerbang kota.
Namun dalam pertempuran yang terjadi keesokan harinya, Tong Tiong bersama kedua temannya dibinasakan oleh anak buah Kiang Chu Gie.
Hancurnya Sebuah Kerajaan Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Louw Jin Kiat hanya dapat mengabarkan kekalahannyaitu pada Touw Ong.
"Baginda, hamba kenal Kiang Chu Gie", kata In Po Pai.
"Akan hamba temui dia dan menasehatinya agar menarik kembali pasukannya ke See-kie.
Hamba rela berkorban untuk tugas ini".
Dalam keadaan terdesak, Touw Ong terpaksa menyetujui In Po Pai menemui Kiang Chu Gie.
***** "Jenderal Kiang", kata In Po Pai seraya melangkah masuk.
"maafkan aku tak dapat berlutut memberi hormat padamu karena aku mengenakan pakaian perang".
"Tak apa-apa, aku malah senang tuan bersedia ke mari", sambut Chu Gie.
"Aku juga senang dapat bertemu lagi dengan Jenderal", In Po Pai menimpali.
"Kabar apa yang tuan bawa dari kota-raja?", tanya Kiang Chu Gie setelah menyilakan tamunya duduk.
"Aku ada usul".
In Po Pai mulai berterus terang.
"Silakan kemukakan".
"Sejak dinasti Siang memerintah lebih dari 600 tahun, banyak sudah orang yang menerima kebaikan dan hidup rakyat pun cukup makmur.
Tapi kini Jenderal telah mengajak para Raja-muda memberontak terhadap Kaisar, hingga banyak perwira dan prajurit yang binasa dan hidup rakyat pun banyak yang menderita.
Perbuatan itu merupakan suatu dosa besar.
Seyogyanya, sekarang Jenderal menarik pasukan dan meminta para Raja-mudakembali ke wilayah masing-masing, dengan demikian Kaisar tentu akan bersedia mengampuni dosa kalian dan rakyat yang mendambakan ketenangan dan kemakmuran tentu amat berterima kasih pada Jenderal", kata In Po Pai.
"Kata-kata tuan memang cukup beralasan, tapi kurang tepat", kata Chu Gie.
"dunia ini bukan hanya milik seorang, lagi pula orang yang memerintah itu harus bijaksana.
Tapi Touw Ong bukan saja tidak adil, malah sering bertindak kejam, sama sekali tidak memiliki pri- kemanusiaan lagi.
Apakah Kaisar seperti itu harus tetap dipertahankan dan kita junjung? ---Perjuangan kami ini hanya memiliki satu tujuan, yaitu membebaskan rakyat dari penderitaan akibat penindasan!"
"Janganlah Jenderal memandang persoalan dari satu segi saja".
In Po Pai masih berusaha membela Kaisar.
"Kaisar kita manusia juga dan setiap manusia takkan luput dari kesalahan.
Kita berkewajiban untuk menasehati atau membimbing setiap orang yang salah, termasuk Touw Ong, bukannya menempuh jalan kekerasan seperti yang Jenderal lakukan sekarang ini.
Hendaknya Jenderal sadari, bahwa pasukan di kota-raja masih cukup kuat untuk menangkis serangan yang datang dari mana pun.
Maka biarpun Jenderal berhasil menghimpun kekuatan bersama para Raja-muda, belum tentu akan memperoleh kemenangan".
Para Raja-muda dongkol mendengar ucapan In Po Paipaling belakang.
Maka sebelum Chu Gie sempat berkata, Kiang Bun Hoan telah mendahului .
"Sebagai pejabat tinggi dalam Kerajaan, seharusnya kau mampu menasehati Kaisar untuk tidak melakukan perbuatan yang menyakiti hati para pembantunya yang setia.
Tapi nyatanya, kau bukan saja membiarkan Touw Ong berlaku sewenang-wenang, malah sekarang mencoba membelanya.
Nyata sekali jiwamu lebih rendah dari binatang.
Lekas enyah kau dari sini, bila tidak akan kubunuh kau nanti!"
In Po Pai bukannya gentar, malah mengumpat Raja-muda Timur .
"Tempo hari ayahmu telah bersekutu dengan Kiang Hong-houw untuk membunuh Kaisar, hukuman mati adalah tepat baginya.
Kini, kau bukan saja tidak berusaha untuk menebus dosa ayahmu dengan bersikap setia pada Kaisar, malah telah bergabung dengan para pemberontak! Perbuatanmu benarbenar tak dapat diampuni!".
Kiang Bun Hoan tak lagi dapat menahan amarah, mengayunkan pedang dan tewaslah In Po Pai.
Kiang Chu Gie tak sempat mencegahnya.
"Tepat sekali apa yang dilakukan saudara Kiang", kata para Raja-muda lainnya, yang memang telah mendongkol terhadap ulah dan kata-kata In Po Pai.
"Menurut aturan, kita tak boleh membunuh utusan lawan", ujar Chu Gie.
"Tapi sikapnya sudah keterlaluan", sahut Kiang BunHoan.
Kiang Chu Gie menitah beberapa orang prajurit untuk memakamkan jenazah In Po Pai.
***** Touw Ong amat terkejut ketika mendengar berita dibunuhnya sang utusan.
In Cheng Siu, anak In Po Pai, meminta izin pada Touw Ong menyerang musuh, untuk membalas sakit hati ayahnya.
Touw Ong mengizinkannya.
Tapi di dalam pertarungan, malah In Cheng Siu yang tewas di tangan Kiang Bun Hoan.
Matinya Cheng Siu membuat Touw Ong tambah berduka.
Sementara itu Kiang Chu Gie memerintahkan menyebarkan surat sebaran ke dalam kota-raja.
Selebaran mana dilepaskan dengan menggunakan anak panah.
Isi selebaran menganjurkan agar rakyat dan prajurit di dalam kota-raja segera menyerah dan membukakan pintu gerbang, agar pasukan Kiang Chu Gie dapat memasuki Tiauw-ko tanpa menimbulkan banyak korban.
Sebab tujuan utama mereka tidak lain adalah menumbangkan Kaisar yang zalim, membebaskan rakyat dari penindasan.
Seorang pengawal melaporkan perihal selebaran itu pada Touw Ong.
Touw Ong yang kala itu sedang minum arak dengan ditemani Souw Tat Kie, jadi sangat terperanjat, segeramengumpulkan para Menteri dan Perwira 1 mggi yang masih setia padanya, lalu memimpin langsung menaiki tembok kota.
Terlihat keempat pintu gerbang kota Tiauw-ko telah terbuka lebar, rakyat dan sejumlah prajurit keluar dari pintu gerbang seraya berseru .
"Kami serahkan Tiauw-ko pada Raja yang bijaksana".
Kiang Chu Gie didampingi para Raja-muda minta bicara langsung dengan Touw Ong.
Touw Ong dikawal oleh pasukan pengawal istana dan didampingi Louw Jin Kiat, Lui Kun, Lui Pang, menemui fihak See-kie.
Kiang Chu Gie memberi hormat pada Touw Ong dan berkata.
"Harap Baginda sudi mengampuni hamba yang karena mengenakan pakaian perang jadi tak dapat berlutut di hadapan Paduka".
"Kau, Kiang Chu Gie?", tanya Kaisar.
"Benar, Baginda".
"Bukankah kau pernah mengabdi padaku? Mengapa kau lari ke See-kie dan menunjang kaum pemberontak? Kau berkhianat dan sangat berdosa! Lekas letakkan senjatamu dan mengakui dosa-dosamu, aku akan bersedia mengampunimu.
Bila kau tetap keras kepala dan bersikap kurang ajar seperti sekarang ini, akan kuperintahkan pengawal memenggal batang lehermu!".
"Bila Baginda memerintah dengan adil, takkan ada seorang pun yang berani menentang Paduka.
Tapi nyatanya Baginda bukan saja tidak bijaksana, malahberlaku kejam.
Maka janganlah Baginda menyalahkan orang yang menentang Paduka dan mencapnya sebagai pemberontak! Tapi koreksilah kesalahan Baginda", ucap Chu Gie dengan beraninya.
"Kesalahan apa saja yang pernah kulakukan!?", tanya Touw Ong Geram.
"Cukup banyak Baginda", lantang suara Chu Gie sekarang, bermaksud agar orang-orang di sekitarnya mendengar jelas ucapannya.
"Sebagai seorang Kaisar, Baginda telah tergila-gila pada perempuan cantik yang berhati iblis, hingga mengabaikan hukum Tuhan dan menyia-nyiakan Kuil Besar.
Kedua, gara-gara hasutan, Baginda telah membakar tangan Kiang Hong-houw yang bijaksana, bahkan kemudian membinasakannya secara tragis.
Ketiga.
Baginda telah menghukum mati putera mahkota.
Keempat.
Baginda telah menyiksa sampai mati Pi Kan dan sejumlah Menteri setia lainnya, padahal saran yang mereka kemukakan demi kebaikan Baginda dan Kerajaan.
Kelima.
Baginda telah membunuh Kiang Hoan Cu, Ngok Tiong le dan lain-lainnya, gara-gara muslihat licik Souw Tat Kie.
Keenam.
Baginda telah membuat Po Lok, tungku api, untuk mengancam dan membungkam para pembesar yang jujur, juga membuat liang ular untuk membunuh para dayang.Ketujuh.
Bagina membangun "Menara Menjangan' yang menghabiskan biaya sangat besar dan membiarkan Chong Houw Houw memeras rakyat.
Kedelapan.
Paduka selalu mengikuti saran Souw Tat Kie, memancing Keh-si, nyonya Oey Hui Houw, ke 'Menara Pemetik Bintang dengan maksud keji.
Akibatnya Keh-si bunuh diri dan Oey Kui Hui turut jadi korban akibat ingin membela iparnya.
Kesembilan.
Paduka telah mengambil Ouw Hie Moy.
kemudian Ong Bie-jin jadi selir.
Siang malam Baginda bersenang-senang dengan Souw Tat Kie dan kedua selir itu, hingga lupa akan kewajiban sebagai seorang Kaisar.
Kesepuluh.
Paduka telah membuntungi kaki kakek-kakek dan seorang pemuda, juga membedah perut wanita hamil, hanya sekedar ingin membuktikan kebenaran ucapan Souw Tat Kie".
Saking gusarnya, Kaisar Touw tak dapat berkata.
Dalam pada itu, para Raja-muda berseru.
"Kaisar semacam itu harus dihukum!"
"In Siu!", seru Kiang Bun Hoan sambil menuding Touw Ong.
"kau bukan saja telah membunuh ayahku, Kiang Hoan Cu.
juga menyiksa saudara perempuanku yang jadi Permaisurimu secara kejam, yang mengakibatkannya menemui ajalnya.
Kedatanganku sekarang ini untuk membalas dendam!".
"Kau memang Kaisar yang lalim!", seru Ngok Sun sambil memajukan kudanya.
"Aku akan membalas sakit hatiayahku!".
Menyaksikan perkembangan itu, Chiu Bu Ong yang berhati lemah dan penuh kasih sayang, berkata pada Chu Gie.
"Biarpun Kaisar telah bersikap tak adil, tapi kita tetap sebagai hambanya.
Tak patut kita menentangnya!".
"Bila Tuanku ingin mencegah pertarungan, sebaiknya Tuanku memerintahkan memukul genderang", kata Kiang Chu Gie.
Bu Ong tak tahu, bahwa memukul genderang adalah tanda melakukan serangan.
Sedangkan untuk menghentikan pertempuran adalah membunyikan gembereng.
Maka begitu Bu Ong menitah memukul genderang, para Raja-muda dan perwira See-kie langsung menyerbu Touw Ong.
Louw Jin Kiat.
Lui Kun, Lui Pang dan pengawal Kaisar lainnya, cepat-cepat memajukan diri, membantu Touw Ong menghadapi musuh.
Touw Ong yang nama kecilnya In Siu itu, ternyata masih cukup tangkas berperang tanding, hingga dalam waktu singkat dia berhasil membacok tubuh Ngok Sun sampai putus dua! Di lain pihak, Louw Jin Kiat berhasil membunuh Lim San.
Tapi sebaliknya Yo Chian berhasil menewaskan Lui Kun; Na Cha mengakhiri riwayat Louw Jin Kiat dan Lui Chin Cu membantai Lui Pang.
Kiang Bun Hoan berhasil memukul bahu Touw Ongdengan ruyungnya, yang mengakibatkan Kaisar lari masuk ke dalam istana, menutup puri istana.
Touw Ong masuk ke dalam istana dengan sikap masgul.
Souw Tat Kie, Ouw Hie Moy dan Ong Bie-jin menyambut kembalinya.
"Sebelumnya aku telah meremehkan gerakan Kie Hoat (Bu Ong) dan Kiang Chu Gie.
Tapi nyatanya sekarang mereka telah berhasil menghimpun para Raja-muda dan mengurungku dalam istana.
Tadi aku telah coba melawan mereka, tapi bahuku terpukul ruyung Kiang Bun Hoan hingga terpaksa aku melarikan diri", kata Touw Ong dengan mata berlinang.
"Biarpun terasa berat, tapi kita harus berpisah.
Aku akan mengakhiri hidup sebelum Kie Hoat dan pasukannya menyerbu masuk ke dalam istana, aku tak ingin ditawan mereka".
Souw Tat Kie dan dua selir Touw Ong berlutut dengan sikap haru.
"Kami bertiga telah banyak berhutang budi pada Baginda dan kini tibalah saatnya bagi kami untuk membalas kebaikan Baginda", kata Tat Kie sambil merebahkan mukanya di pangkuan Touw Ong.
"Apa yang dapat kau lakukan?", Kaisar membelai rambut Permaisurinya.
"Hamba dibesarkan di keluarga militer, sedikit banyak hamba mengerti ilmu perang.
Demikian pula dengan Hie Moy dan Ong Bie-jin", kata Tat Kie.
"Malam nanti kami akan menyerang lawan!".Wajah Touw Ong tidak semurung sebelumnya....
Selepas tengah malam, Souw Tat Kie, Ouw Hie Moy dan Ong Bi-jin mendatangi perkemahan pihak Chiu sambil melepaskan hawa siluman, yang membuat pasir dan batu melayang, ke semua penjuru, hingga suasana menjadi agak kacau.
Kiang Chu Gie segera keluar, melihat ketiga siluman mendatangi.
Dia langsung memerintahkan Na Cha, Yo Chian, Lui Chin Cu dan lain-lainnya menghadapi ketiga siluman tersebut.
Sedang dia sendiri melepaskan 'Ngo Lui Ceng Hoat' (Lima Gledek) untuk mengenyahkan hawa siluman yang membahayakan keselamatan para prajuritnya.
Hancurnya Sebuah Kerajaan Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Souw Tat Kie bertiga dikurung oleh Na Cha dan lain- lainnya.
Setelah bertarung sebentar, ketiga siluman itu menyadari, bahwa mereka tak mungkin menang, segera melarikan diri, kembali ke istana.
"Kiang Chu Gie ternyata telah bersiap-siap menyambut serangan kami, Baginda".
Mereka melapor pada Touw Ong.
"Hampir saja kami tak dapat kembali lagi ke mari "Rupanya segalanya ini sudah kehendak Thian, bahwa Kerajaan Siang akan hancur di tanganku", ucap Touw Ong sambil menghela nafas.
"Sebaiknya kita saling berpisah, menyelamatkan diri masing-masing".
Selesai berkata, Touw Ong pergi ke 'Chai Seng Louw (Menara Pemetik Bintang).
"Touw Ong pasti akan bunuh diri, sebab tak sudi dirinyaditawan lawan", kata Souw Tat Kie pada kedua siluman lainnya.
"Kita terlibat dalam runtuhnya Kerajaan Siang, apa yang harus kita lakukan sekarang?".
"Kita kembali saja ke sarang kita di makam kuno", Ouw Hie Moy menyarankan.
"Ya, sebaiknya kita kembali ke sana", sambut Ong Bie- jin.
Kiang Chu Gie bermaksud lebih dulu membinasakan tiga siluman yang mendampingi Touw Ong, menyiapkan meja sembahyang dan meramalkan keadaan para siluman dengan menggunakan uang-keping-emas.
Dia kaget ketika tahu, bahwa Souw Tat Kie bersama Ouw Hie Moy dan Ong Bie-jin hendak melarikan diri.
Segera memerintahkan Yo Chian, Wie Hok dan Lui Chin Cu menangkap siluman Rase, siluman Ayam dan siluman Kecapi.
Yo Chian bersama kedua temannya berjaga-jaga di angkasa.
Tak lama terlihat Souw Tat Kie, Ouw Hie Moy dan Ong Bie-jin melayang di angkasa setelah memangsa beberapa dayang istana.
Yo Chian bertiga segera menghadang mereka.
"Kami sengaja merobohkan Kerajaan Touw, agar kalian memperoleh pahala", siluman Ayam berkepala sembilan mewakili kedua temannya bicara.
"Maka seharusnya kalian berterima kasih pada kami, bukan sebaliknya ingin mencelakai kami.""Diam kau siluman keparat!", hardik Yo Chian.
"Sebaiknya kau menyerahkan diri kami tawan!".
Sudah barang tentu ketiga siluman itu tak sudi menyerah begitu saja, maka terjadilah pertarungan cukup sengit.
Tapi keadaan itu tak berlangsung lama, Tat Kie dan kedua temannya melarikan diri.
Yo Chian, Wie Hok dan Lui Chin Cu berusaha mengejar.
Bahkan Yo Chian telah melepaskan Anjing wasiatnya dan berhasil menggigit siluman Ayam.
Akan tetapi siluman itu masih dapat juga meloloskan diri.
Selagi mengejar ketiga siluman itu, Yo Chian melihat di bagian depan berkibar panji kuning dan udara di seputarnya berbau harum.
Seorang Dewi yang menunggang burung 'Cheng Loan' datang menghampiri.
Di sisi kiri-kanannya berdiri beberapa muridnya, laki-laki dan perempuan.
Yo Chian mengenali, bahwa Dewi itu adalah Lie Koa Nio Nio, yang diiringi oleh para muridnya.
Sang Dewi menghadang larinya para siluman.
Ketiga siluman itu berlutut di hadapan Lie Koa Nio Nio.
"Tolonglah kami Nio Nio", kata siluman Rase sambil terus berlutut.
"Yo Chian dan teman-temannya bermaksud menangkap kami".
Lie Koa Nio Nio bukannya menolong, malah menyuruh salah seorang muridnya menangkap ketiga siluman itu, mengikat mereka dengan 'Yao So' (Tali Iblis), untuk diserahkannya pada Yo Chian dan kawan-kawannya."Tolong kami Nio Nio", ketiga siluman itu terus meratap sedih.
Lie Koa Nio Nio berdiam diri, tak berkata.
"Bukankah Nio Nio yang menitah hamba merobah watak Touw Ong menjadi kejam, supaya dibenci oleh para pembantunya dan rakyat, yang pada gilirannya akan menghancurkan kerajaannya!?", kata siluman Rase dengan nada memilukan.
"Kini hamba bertiga telah berhasil melaksanakan tugas itu dan bermaksud melaporkannya pada Nio Nio.
Tapi kenapa hamba bertiga malah ditangkap?".
"Memang benar aku memerintahkan kalian untuk menghancurkan Kerajaan Siang dan itu sesuai dengan kehendak Thian".
Baru pada saat itu Lie Koa Nio Nio bersuara.
"Tapi perbuatan kalian sungguh keterlaluan, sangat sadis.
Kalian telah meminjam tangan Touw Ong untuk menganiaya, menyiksa dan membunuh manusia.
Bahkan diam-diam kalian telah memakan daging manusia untuk memuaskan nafsu kebinatangan kalian.
Hal itu berlawanan dengan kehendak Thian --- Dosa kalian kini telah luber dan kalian tak lagi dapat menghindari hukuman!".
Kala itu Yo Chian dan kedua temannya tiba di hadapan sang Dewi, mengajak Wie Hok dan Lui Chin Cu berlutut di hadapan Lie Koa Nio Nio.
"Terimalah sembah sujud kami, Nio Nio".
"Yo Chian", kata Dewi Lie Koa.
"Telah kutangkap ketigasiluman itu, bawalah dan serahkan mereka pada Kiang Chu Gie, biar nanti Chu Gie yang memutuskan, hukuman apa yang patut dijatuhkan terhadap mereka!?".
Yo Chian mengucapkan terima kasih, pamit pada sang Dewi.
***** Ketiga siluman itu dibawa ke hadapan Kiang Chu Gie.
"Perbuatan kalian selama ini amat keji, entah sudah berapa banyak daging manusia yang kalian makan, di samping membujuk Touw Ong melakukan berbagai kekejaman.
Dosa kalian tak dapat diampuni", kata Kiang Chu Gie.
"Saya adalah puterinya Souw Hok, Raja-muda Kie-chiu", ucap Souw Tat Kie sambil menangis.
"Sejak kecil saya sudah dipingit, hingga tak tahu banyak mengenai persoalan dunia, sampai kemudian saya dibawa ke istana.
Selama berada di istana saya hanya mengurus soal rumah tangga dan melayani Kaisar, sama sekali tidak pernah menyampuri urusan Kerajaan.
Sering memang saya dengar mengenai kekejaman Touw, tapi apa yang dapat saya lakukan sebagai wanita yang lemah, sedangkan nasehat para Menteri saja tak pernah digubrisnya!? Maka tak seharusnya kau bunuh aku, lebih baik tangkap Touw Ong! Pepatah pun mengatakan.
'Dosa suami takkan mengikut-sertakan isterinya'.
Maka sudilah kau membebaskan aku".
Semua Raja-muda berpendapat, bahwa ucapan Souw TatKie cukup beralasan, merasa kasihan padanya.
Tapi Kiang Chu Gie sama sekali tidak terpengaruh.
"Orang lain mungkin dapat kau tipu dengan mengatakan, bahwa kau adalah puterinya Raja-muda Kie-chiu", ujarnya kemudian.
"Tapi aku tahu benar, bahwa kau sesungguhnya adalah siluman Rase, kau telah membunuh Souw Tat Kie yang asli, agar dapat masuk ke dalam guha-garba (badan kasar) nya.
Dengan begitu kau dapat mempengaruhi Touw Ong melakukan perbuatan di luar pri-kemanusiaan! Kini, setelah kau tertangkap, jangan harap bisa luput dari hukuman".
Kiang Chu Gie segera memerintahkan untuk menabas batang leher ketiga siluman tersebut.
Hukuman mati terhadap siluman Ayam Ouw Hie Moy dan siluman Kecapi telah dilaksanakan.
Tapi tak dapat dilaksanakan terhadap siluman Rase.
Sebab kata-kata Souw Tat Kie yang mengharukan dan wajahnya yang cantik, membuat orang yang ditugaskan melaksanakan hukuman mati tak tega untuk membunuhnya.
Lui Chin Cu lalu melaporkan keadaan itu pada Kiang Chu Gie.
Chu Gie menitah menyiapkan meja sembahyang.
Dan dengan menggunakan 'Pisau terbang' Liok ya sebagai sarana untuk memusnahkan siluman Rase.
Pisau wasiat itu berputar beberapa kali di angkasa, kemudian menabas putus kepala Souw Tat Kie....
Ketika mendengar kabar, bahwa tiga wanita yangdicintainya telah tewas dan kepalanya digantung di muka kemah lawan, Touw Ong amat terperanjat campur sedih.
Cepat-cepat ia mendaki 'Ngo Hong Louw (Menara Lima Phoenix), serasa hancur hatinya ketika menyaksikan kenyataan yang ada.
Kaisar keluar-masuk ruangan istana dengan hati getir, sampai akhirnya tiba di 'Chai Seng Louw.
Tiba-tiba bertiup angin kencang yang membuat Touw Ong menggigil, disusul dengan munculnya banyak wanita dari liang ular dalam keadaan bugil dan menyiarkan bau busuk.
Mereka memburu Kaisar seraya berseru.
"Kembalikan nyawa kami!".
Menyusul muncul pula arwah Kiang Hong-houw sambil berseru.
"Kau adalah Kaisar yang kejam, tega membunuh anak isteri! Setelah hancur Kerajaanmu, masih ada mukakah kau bertemu dengan leluhur di alam baqa!?".
Arwah Oey Kui Hui muncul juga.
"Kau begitu sampai hati membunuhku, Kaisar lalim! Sekarang tiba waktunya kau mendapat balasannya!".
Rohnya Keh-si menampakkan diri juga.
"Kaisar keji, aku bunuh diri karena tak sudi kau nodai.
Sekarang kau harus mengembalikan nyawaku!".
Saking malunya, Kaisar jadi geram, membelalak matanya.
Arwah-arwah itu segera lenyap dari hadapannya.
Touw Ong meneruskan langkah, mendaki tangga Menara, baru beristirahat setibanya di ruang atas.
Untukbeberapa saat lamanya dia berdiri di tepi pagar, tak keruan perasaannya ketika itu.
Kemudian dia memanggil seorang pembantu setianya yang bernama Chu Sin.
Chu Sin mendaki tangga menara, berlutut di hadapan Touw Ong.
"Aku menyesal tak menghiraukan nasehat para Menteri yang setia, hingga harus mengalami bencana seperti sekarang ini.
Tapi daripada ditawan musuh, lebih baik aku mati membakar diri.
Lekas kau kumpulkan kayu bakar di bawah menara, lalu bakarlah kayu itu!".
Hamba tak sampai hati melakukannya, Baginda", kata Chu Sin diselingi isak-tangisnya.
"Semua ini sudah merupakan kehendak Thian, bila tak kau lakukan, kau malah berdosa", kata Touw Ong.
Namun Chu Sin masih berusaha membujuk Kaisar agar membatalkan maksudnya.
Tapi Touw Ong tetap pada pendiriannya, hingga Chu Sin akhirnya terpaksa memenuhi permintaan junjungannya, turun ke tingkat bawah, mengumpulkan kayu, menumpuknya di sekitar "Menara Pemetik Bintang'.
Touw Ong mengenakan pakaian yang terindah dan termahal, kemudian duduk di atas kursi.
Nampaknya dia sudah pasrah untuk menerima kematiannya.
Setelah menumpuk kayu cukup tinggi, Chu Sin berlutut dengan mata berlinang mulai membakar tumpukan kayu itu.Kobaran api kian lama kian membesar.
Suasana di dalam istana agak kacau, di mana-mana terdengar jeritan dan tangisan.
Ketika api telah mengurung seluruh menara, Chu Sin tak dapat lagi membendung isak-tangisnya, berkata.
"Izinkanlah hamba menyertai Baginda".
Dia pun terjun ke dalam kobaran api itu.
Di lain pihak, ketika mendengar terbitnya kebakaran di 'Chai Seng Louw', Kiang Chu Gie, Bu Ong beserta para Rajamuda segera keluar dari perkemahannya, Di antara kepulan asap tebal, tampak seseorang duduk di bagian atas menara.
"Bukankah itu Touw Ong!?", tanya Chiu Bu Ong dengan sikap cemas.
"Benar", ucap Raja-muda lainnya.
"Semua itu karena salahnya sendiri!".
Chiu Bu Ong menutup muka dengan lengan bajunya yang lebar, memutar kuda, menjauhi tempat itu.
"Kenapa Tuanku menutup muka?", tanya Kiang Chu Gie sambil mengejarnya.
"Kendati Touw Ong jahat, tapi kita semua tetap merupakan hambanya.
Tak sampai hati aku melihatnya membakar diri".
"Hati Tuanku terlampau lembut", ucap Chu Gie.
Tak lama kemudian 'Menara Pemetik Bintang' ambruk.
binasalah Kaisar terakhir dari dinasti Touw (Siang) pada tahun 1122 Sebelum Masehi.Selang sesaat, pintu istana dibuka lebar-lebar.
Para Thaykam (kasim; orang kebiri), dayang dan pengawal Kaisar menyambut Bu Ong dan para Raja-muda...Kiang Chu Gie Po Chian._DELAPAN Chiu Bu Ong menitah Chu Gie mencari jenazah Touw Ong sesampainya di ruang 'Kiu Kian'.
Kiang Chu Gie memerintahkan para pembantunya memadamkan api.
Sementara itu perhatian Bu Ong tertuju pada 12 'Po Lok' (Tungku Api; Pilar Pembakar).
Ketika tahu bahwa 'Po Lok' itu untuk menyiksa sampai mati orang-orang yang tak disukai Kaisar, tanpa terasa Bu Ong menghela nafas.
"Sungguh kejam Touw Ong".
Kiang Chu Gie mengajak junjungannya menyaksikan 'Lobang Ular', 'Telaga Arak' dan 'Hutan Daging'.
Bulu kuduk Bu Ong langsung berdiri, cepat-cepat meninggalkan tempat itu.
Setiba Raja See-kie di 'Chai Seng Louw', api masih menyala.
Beberapa petugas istana turut binasa.
Bu Ong memerintahkan untuk memakamkan jenazah Touw Ong yang telah hangus dengan upacara kebesaran.
Hancurnya Sebuah Kerajaan Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Chiu Bu Ong beserta rombongan melanjutkan peninjauan, tak lama tibalah mereka di 'Menara Menjangan' yang seluruhnya terbuat dari emas dan ratna-mutu-manikam serta batu pualam.
"Kaisar Touw benar-benar amat boros", kata Bu Ong.
"Justeru itulah Raja bijaksana di zaman dahulu telah memperingatkan kita.
Pandanglah kebajikan lebih dari intan-permata", ujar Chu Gie.
"Sebaiknya kita bagi-bagikan harta di 'Menara Menjanganini kepada rakyat.
Juga persediaan beras di gudang- gudang kerajaan untuk membantu orang-orang yang kelaparan".
"Ini merupakan berkah bagi rakyat", kata Chu Gie.
nl Dia segera menitah para pembantunya untuk melaksanakan maksud Bu Ong.
"Goan-swe", Kiang Bun Hoan yang sejak semula berdiam diri, berkata pada Chu Gie.
"Setelah tercapai apa yang kita cita-citakan, kini tibalah saatnya untuk mengangkat seorang Kaisar baru".
"Siapa menurut Hian-houw yang paling tepat jadi Kaisar baru kita?", tanya Chu Gie.
"Chiu Bu Ong", sahut Kiang Bun Hoan.
"Semua orang tahu akan kebijaksanaannya".
"Kami sependapat dengan saudara Kiang", sambut Rajamuda lainnya.
Aku seorang yang bodoh lagi lemah, tak berani menerima kehormatan semacam itu", tolak Bu Ong.
"Untuk menjadi Kaisar, seseorang harus memiliki kewibawaan dan tanggung jawab yang besar, sedang aku tidak memiliki syarat seperti itu.
Maka sebaiknya saudara-saudara memilih orang lainnya, aku sendiri akan kembali ke See- kie untuk melaksanakan kewajiban sebagai Raja-muda".
"Saya rasa hanya saudara yang paling tepat", kata Kiang Bun Hoan.
"Maka hendaknya saudara jangan sampai mengecewakan harapan kami".
"Tepat sekali!", seru Raja-muda lainnya.
"Maksud kamiberkumpul di sini adalah ingin mengangkat saudara sebagai Kaisar.
Seandainya saudara tolak, kemungkinan besar akan terjadi kekacauan di bekas kekuasaan dinasti Siang".
Kiang Chu Gie yang sejak tadi tidak mengemukakan pendapat, mulai ikut bersuara.
"Tuanku telah berhasil menyatukan para Raja-muda dan mereka telah sepakat untuk mengangkat Tuanku sebagai Kaisar yang baru, menggantikan kedudukan Touw Ong.
Saya harap Tuanku tidak menolak maksud baik mereka --- Bukankah burung Hong (Phoenix) telah memperdengarkan suaranya di gunung Kie-san dan mega-gega berwarna melayang di atas wilayah Chiu!? Semua itu merupakan pertanda yang diberikan Thian, bahwa akan muncul seorang Kaisar baru di muka bumi ini.
Seandainya Tuanku tetap menolak, para Raja-muda akan kembali ke negerinya masing- masing dengan perasaan kecewa dan kemungkinan akan timbul kekacauan, yang mengakibatkan rakyat akan mengalami bencana yang lebih hebat lagi".
"Tapi aku khawatir tak mampu melaksanakan kewajiban sebagai seorang Kaisar!", Bu Ong masih tetap menolaknya.
Karena terus didesak oleh para Raja-muda, juga kiang Chu Gie, akhirnya bersedia pula Bu Ong menerima pengangkatan itu.
Kiang Bun Hoan meminta Chu Gie menyiapkan upacara kehormatan.Maka segera dibangun panggung tiga tingkat berdasarkan denah berbentuk Pat-kwa yang dirancang oleh Chiu Kong Tan.
Setelah rampung, lalu dilakukan pembakaran dupa wangi.
Kemudian Chu Gie meminta Bu Ong naik ke atas panggung.
Delapan ratus Raja-muda berdiri di kedua sisi.
Chiu Kong Tan membacakan 'Chu Bun' (Surat Sembahyang), yang memberitahukan pada Langit, Bumi dan Para Malaikat, bahwa kekuasaan In Siu (Touw Ong) telah runtuh akibat kekejamannya.
Bu Ong atas desakan para Raja-muda telah menggantikan kedudukan Touw Ong sebagai Kaisar.
Memohon para Langit dan Malaikat sudi memberkahi penobatan Chiu Bu Ong.
Selanjutnya 'Chu Bun' itu dibakar.
Cuaca hari itu amat cerah, angin bertiup sejuk dan megamega berwarna berarak di angkasa.
Para Raja-muda dan penduduk kota-raja pada bersorak gembira.
Setelah menerima "Cit Po (Tanda Kebesaran Kaisar), Bu Ong duduk di Singgasana.
Musik mulai dimainkan, para Raja-muda berlutut di hadapan Kaisar baru, berseru.
"Ban-swe! Hidup Chiu Bu Ong! Semoga panjang umur!".
Maka mulailah dinasti Chiu membuka lembaran baru, Seorang pengawal membawa putera Touw Ong yang bernama Bu Keng ke hadapan Kaisar baru.tanSemua Raja-muda menyarankan agar Bu Keng dipenggal saja batang lehernya, tapi tidak disetujui Bu Ong dengan mengemukakan alasan, bahwa Bu Keng tidak bersalah, yang kejam adalah ayahnya.
Kemudian Bu Ong juga memberi Amnesti (Pengampunan) dan menyelenggarakan pesta bagi 800 Raja-muda.
Hari berikutnya Kaisar Bu Ong memerintahkan Kiang Chu Gie untuk membagi-bagikan harta yang terdapat di 'Menara Menjangan pada rakyat.
Dengan hati tenang dan damai para Raja-muda pamit pada Kaisar Bu Ong, kembali ke negeri masing-masing.
Kie Cu dibebaskan.
Makam Pi Kan diperbaiki.
Sebuah Kuil dibangun untuk mengenang Siang Yong.
Atas usul Kiang Chu Gie, Bu Keng diangkat sebagai Penguasa di kota Tiauw-ko, dengan dibantu oleh dua orang saudara Bu Ong sebagai wakilnya.
Sebulan kemudian Bu Ong meninggalkan Tiauw-ko, kembali ke See-kie.
Sepanjang jalan yang dilalui Kaisar dipadati penduduk yang berlutut sambil menangis, mereka memohon agar Bu Ong tetap berdiam di Tiauw-ko.
Namun Bu Ong tetap pada keputusannya semula, mengajak para pembantunya kembali ke See-kie....! Pada suatu hari rombongan Bu Ong lewat di Shou-yang- san, dua orang kakek menghadang dan minta bicara dengan Kiang Chu Gie.
Chu Gie menemui mereka dan ternyata kedua kakek ituadalah Pek le dan Siok Chie.
"Bolehkah kami tahu, Jenderal, di manaTouw Ong sekarang berada?", tanya Siok Chie.
Sang Jenderal memberitahukan, bahwa Touw Ong telah tewas membakar diri.
Begitu mendengar Touw Ong telah tewas, kedua kakek itu lantas bergulingan di tanah, menangis sedih benar.
Keadaan mereka sangat memelas, tak mau makan dan minum selama tujuh hari tujuh malam, hingga akhirnya mati kelaparan.
Shan Gie Seng, Oey Kun bersama Oey Thian Ciok, cucu satu-satunya yang masih hidup, dan semua pejabat, menyambut kembalinya Bu Ong beserta rombongan ke See-kie.
Bu Ong sangat terharu, terkenang pada para pembantunya yang gugur di medan laga.
Shan Gie Seng coba menghiburnya, bahwasanya Kaisar telah cukup memberi penghargaan kepada para pahlawannya dengan tidak melupakan anggota keluarga yang ditinggal mati suami atau ayah.
Rakyat See-kie menyambut gembira kembalinya Kaisar mereka.
Keesokan harinya, dalam pertemuan antara Kaisar dengan para Menterinya, Kiang Chu Gie berkata.
"Beberapa hari lagi hamba bermaksud pergi ke gunung Kun Lun untuk menerima titah guru melaksanakan Penganugrahan Malaikat pada orangorang yang gugurdalam pertempuran.
Semoga Baginda mengizinkan hamba ke sana".
"Sungguh mulia maksudmu itu", ucap Bu Ong.
Tiba-tiba seorang pengawal istana melaporkan mengenai kedatangan dua orang bekas Menteri Touw Ong.
Hui Lian dan Ok Lay.
"Apa maksud mereka ke mari?", tanya Chiu Bu Ong pada Chu Gie.
"Mereka termasuk anasir jahat yang telah menyesatkan Touw Ong", Chu Gie menerangkan.
"Mereka bersembunyi ketika dinasti Siang hancur.
Pemunculan mereka sekarang tentunya mengharapkan jabatan dalam pemerintahan Paduka.
Orang-orang semacam mereka seharusnya dibunuh, tapi untuk sementara kita biarkan mereka hidup, sampai tiba waktunya nanti untuk memenggal batang leher mereka.
Maka sudilah Baginda mengundang mereka masuk".
Hui Lian dan Ok Lay diperkenankan menghadap Kaisar Bu Ong.
Kedua bekas pejabat Touw Ong berlutut di depan Chiu Bu Ong.
"Touw Ong tak pernah mau mendengar nasehat paraMenterinya, selalu bertindak kejam, yang mengakibatkan ambruknya Kerajaannya", tutur mereka.
"Dan Paduka adalah Kaisar yang mulia lagi bijaksana, karenanya kami datang ke mari dengan harapan dapat mengabdi pada Dinasti Chiu.
Selain itu kami jugamembawa 'Cap Kaisar' dan 'Buku Emas' untuk kami persembahkan pada Paduka yang Mulia".
Atas saran Kiang Chu Gie.
Bu Ong mengangkat Hui Lian dan Ok Lay sebagai Menteri Muda.
Ma-si, bekas isteri Kiang Chu Gie, telah menikah lagi dengan orang desa yang bernama Thio San Lo.
Ia telah mendengar kabar prihal suksesnya Chu Gie.
Seorang tetangga Ma-si berkata.
"Kalau saja kau tidak cerai dengan Chu Gie, sekarang tentunya kau telah jadi nyonya bangsawan".
Betapa menyesalnya Ma-si, namun sesal kemudian tak berguna.
Kemudian ia sering murung, melamun, akhirnya gantung diri....
Dalam pada itu, atas izin Bu Ong, Kiang Chu Gie berangkat ke gunung Kun Lun untuk menemui gurunya.
Dia menunggu dengan khidmat di luar pintu Istana Giok Sie sampai Pek Hok Tong-cu keluar.
"Tolong kau sampaikan kedatanganku pada Sucun", katanya.
Pek Hok Tongcu masuk dan tak lama keluar lagi, menyilakan Chu Gie masuk.
Kiang Chu Gie berlutut di hadapan gurunya, mengemukakan maksudnya.
"Pulanglah kau", kata Goan Sie.
"beberapa hari lagi akan kuutus Pek Hok Tongcu membawa Surat Penetapan ke 'Hong Sin Tay' (Pesanggrahan Penganugrahan Malaikat)".
Chu Gie pamit, kembali ke See-kie, melaporkan hasilperjalanannya pada Bu Ong.no **** Beberapa hari kemudian di angkasa terdengar alunan musik merdu, disertai bau harum semerbak.
Kiang Chu Gie serta merta menyiapkan meja sembahyang, menyambut Penetapan Goan Sie Tian Chun yang disampaikan oleh Pek Hok Tongcu.
Kiang Chu Gie berlutut ke arah Istana Giok Sie, sebagai pengungkapan terima kasihnya pada sang guru.
Setelah Pek Hok Tongcu berlalu, Kiang Chu Gie membawa 'Surat Penetapan' ke gunung Kie-san.
Berkat kesaktiannya, dalam waktu relatif singkat dia telah tiba di tempat yang dituju.
Kedatangannya di 'Pesanggrahan Penganugrahan Malaikat' disambut oleh Po Chian.
Kiang Chu Gie meletakkan 'Surat Penetapan itu di sebuah meja, lalu menitah Bu Kie dan Lam Kong Koa untuk mengerek panji Pat-kwa yang terbuat dari kertas dan sebanyak 3000 prajurit berbaris di lima sudut.
Chu Gie menukar pakaian dan mulai membaca 'Surat Penetapan yang intinya menyatakan, bahwa mati hidupnya manusia merupakan suatu lingkaran, yang bila dibiarkan terus, takkan ada akhirnya dan kerap menimbulkan penderitaan.
Banyak orang yang karena dosa masa lalunya, harus mati tidak wajar.
Ada pula yang berkorban demi negara, tak kurang yang mati sahid, juga yang mati akibat tak dapat mengendalikan nafsu.Goan Sie Tian Chun bermaksud membebaskan mereka dari penderitaan dengan menugaskan Kiang Chu Gie untuk mengangkat mereka dalam berbagai jabatan Dewa ataupun Malaikat, dengan tugas mengganjar yang baik dan menghukum yang jahat.
Kemudian Kiang Chu Gie mengitari panggung sebanyak tiga kali, menitah Po Chian menjaga di bawah.
Seusai sembahyang, Chu Gie bangkit sambil memegang Sin Huang Kie' (Panji wasiat Sin Kuning) di tangan kiri dan 'Ta Sin Pian, (Ruyung Pemukul Dewa) di tangan kanan.
Lalu memerintahkan Po Chian menggantung 'Daftar Penganugrahan Malaikat' di bawah panggung dan para arwah agar datang menghadap berdasarkan urutan yang tertera di dalam daftar tersebut.
Po Chian melaksanakan perintah itu.
Para arwah di dalam "Hong Sin Tay' berkerumun di muka Daftar itu.
Dalam 'Daftar Penganugrahan Malaikat, nama Po Chian tertera di urutan paling atas.
Po Chian segera berlutut di bawah panggung.
"Karena kesetiaan dan jasamu mengurus Pesanggrahan ini, atas nama Tay Siang Goan Sie, kuangkat kau sebagai 'Cheng Hok Sin', memimpin "Tiga Daerah' dan 365 Malaikat", kata Kiang Chu Gie dengan sikap berwibawa.
Po Chian mengucapkan terima kasih, menanti perintah Chu Gie selanjutnya dengan memegang panji 100 arwah, Selanjutnya tiba giliran Oey Thian Hoa, yang diangkat sebagai 'Peng Leng Kong, Malaikat Murni Tiga GunungOey Hui Houw sebagai 'Tong Gak Tay-tee' (Penguasa Gunung Timur).
Chong Hek Houw sebagai 'See Gak Tay-tee' (Penguasa Gunung Barat) Chio Hiong sebagai 'Lam Gak Tay-tee' (Penguasa Gunung Selatan).
Chui Eng sebagai 'Pak Gak Tay-tee? (Penguasa Gunung Utara).
Beng Peng sebagai 'Tiong Gak Tay-tee' (Penguasa Gunung Tengah) Kemudian Kiang Chu Gie menitah membawa menghadap arwah Bun Tiong.
Seperti juga semasa hidupnya, arwah Bun Tiong amat angkuh, tak sudi dia berlutut di hadapan Kiang Chu Gie.
"Lekas kau berlutut untuk mendengarkan Penetapan dari Istana Giok Sie!", ujar Chu Gie sambil memegang 'Ta Sin Pian' nya.
Baru pada saat itu Bun Tiong berlutut.
Bun Tiong diangkat sebagai 'Lui Po Kiu Thian Eng Goan Lui Sin Pouw Hoa Tian Chun' (Dewa Gledek) yang memimpin 24 Malaikat Gledek.
Lo Soan sebagai 'Hwe Tek Seng Kun' (Dewa Api) yang memimpin 5 Malaikat Api.
Lu Gak diangkat sebagai 'Un Po Cin Kun' (Dewa Penyakit Menular), yang memimpin 6 Malaikat Penyakit Menular.
Peh Ip Ko diangkat sebagai 'Pak Khek Cai Hui Tay-tee (Dewa Bintang Kutub Utara).Di samping Ip Ko, masih terdapat banyak 'Dewa Bintang lainnya, di antaranya Teng Kiu Kong.
Juga Touw Ong diangkat sebagai 'Thian Hee Seng'.
Permaisuri Kiang sebagai "Thay Im Seng'.
Liong Sie Houw sebagai 'Kiu Chou Seng Touw Heng Sun sebagai "Touw Hu Seng'.
Teng Sian Giok sebagai 'Liok Hap Seng'.
Hancurnya Sebuah Kerajaan Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Liong Kit Kong-ciu sebagai 'Ang Loan Seng'.
Souw Hok sebagai 'Tong Tou Seng Adapun 'Dewa Bintang lainnya, yang bila disebut satu demi satu, akan dapat membosankan pembaca yang budiman.
Lagi pula kedudukan mereka bagi kehidupan manusia tidak penting.
Tio Kong Beng diangkat sebagai 'Cin Ie Hian Tan', memimpin 4 Malaikat.
Mo Bersaudara diangkat sebagai 'Kim Liong See Ta Thian Ong' (Naga Emas Penjaga Istana Langit).
In Siao, Kiong Siao dan Pek Siao Nio Nio, diangkat sebagai Cui Sin Sung Cu Nio Nio, yang bertugas mengatur kelahiran manusia.
In Kiao diangkat sebagai 'Chi Ni Tay-swe' dan Yo Jim sebagai 'Chia Cu Tay-swe', yang berkewajiban mengamati sepak terjang manusia di dunia.
In Hong sebagai 'Ngo Ku Sin'.
Ie bersaudara sebagai Ngo Tou Cin Sin'.
Phuy bersaudara sebagai 'Khay Lo Hian To Cu Sin' (Malaikat Pembuka dan Penunjuk Jalan).
Sin Kong Pa diangkat sebagai 'Hun Sui Liong Sin' (DewaNaga Pembagi Air).
Seusai penganugrahan para Malaikat dan Dewa, suasana di 'Pesanggrahan Hong Sin' menjadi sunyi-senyap, angin bertiup sejuk, mentari memancarkan sinar keemasan....
Kiang Chu Gie, keluar dari pesanggrahan, memerintahkan Lam Kong Koa mengundang semua pejabat sipil dan militer datang ke gunung Kie-san untuk menerima perintah.
Lam Kong Koa melaksanakan perintah tersebut.
Setelah para Menteri berkumpul, yang pertama dilakukan Chu Gie adalah menangkap Hui Lian dan Ok Lay.
"Apa salah kami, pak?"
Keduanya berseru kaget.
"Dosa kalian besar sekali", sahut Chu Gie.
"Kalian telah ikut menyesatkan Kaisar Touw Ong, yang menyebabkan kematian para pejabat yang jujur, mengakibatkan runtuhnya Kerajaan Siang".
Chu Gie memerintahkan untuk memenggal kepala mereka, kemudian masuk kembali ke 'Pesanggrahan Penganugrahan Malaikat, menyuruh Po Chian membawa arwah kedua orang yang baru dihukum mati itu, mengangkat Hui Lian sebagai Malaikat Pelumer Es' dan Ok Lay sebagai 'Malaikat Pelempar Batu' Dengan demikian selesailah sudah tugas Kiang Chu Gie, mengajak para pembesar Kerajaan Chiu kembali ke See- kie, melaporkan apa yang dilakukannya pada Bu Ong.
Kemudian Chu Gie mengusulkan para Kaisar untuk memberi imbalan yang memadai pada para Raja-muda,perwira, prajurit dan juga murid-murid pertapaan yang berjasa.
Lie Cheng.
Kim Cha, Bhok Cha, Na Cha, Yo Chian, Wie Hok dan Lui Chin Cu segera berlutut di hadapan Bu Ong.
Bu Ong dan lain-lainnya agak heran menyaksikan ulah orang-orang sakti itu.
*Baginda, kedatangan kami ke mari atas perintah guru kami untuk membantu Paduka menenteramkan keadaan yang kacau akibat ulah Touw Ong", kata Lie Cheng mewakili lainnya.
"Kini selesailah sudah tugas kami dan kami harus kembali ke gunung, sebab dalam benak kami tak pernah tersirat untuk memperoleh kemuliaan, kesenangan dan kekayaan duniawi".
"Berat rasanya aku harus berpisah dengan kalian", kata Bu Ong.
"Berkat jasa kalian, maka aku berhasil menumbangkan kelaliman".
"Sesungguhnya kami pun merasa berat untuk pisah dengan Baginda yang bijaksana.
Tapi titah guru tak boleh dibantah", kata Lie Cheng.
Kendati Bu Ong dan Kiang Chu Gie berusaha menahan kepergian mereka, tapi Lie Cheng dan lain-lainnya tetap teguh pada pendirian semula.
Dengan perasaan sangat berat, Kaisar, Kiang Chu Gie dan lainnya.
terpaksa harus melepaskan Lie Cheng dan lain-lainnya.
Di kemudian hari Lie Cheng, Kim Cha, Bhok Cha, Na Cha (Lo Chia), Yo Chian, Wie Hok dan Lui Chin Cu menjadi'Panglima Langit'.
Sampai sekarang pun nama mereka masih sering disebut-sebut oleh umat yang percaya, bahkan banyak dipuja.
*** Semua orang yang berjasa dinaikkan pangkatnya oleh Bu Ong.
Sedangkan ayah Bu Ong, Chiu Bun Ong, dianugrahi gelar Kaisar.
Bu Ong juga menganugrahkan 72 gelar Raja-muda bagi Panglima yang berjasa, yang di kemudian hari dikenal sebagai 'Liat Kok', berbagai negara.
Kiang Chu Gie termasuk salah seorang Raja-muda yang baru diangkat itu, menjadi Penguasa di negeri Chi.
Di samping itu Chu Gie diberi kekuasaan untuk menghukum Raja-muda lain yang bersalah.
Berhubung usianya yang telah lanjut, Chu Gie tak lagi aktif selaku Perdana Menteri dan Panglima Tertinggi, melewatkan hari tuanya di negeri Chi dan orang banyak menyebutnya Kiang Tay-kong, sebagai pengungkapan rasa hormat mereka terhadap Chu Gie.
Kiang Chu Gie tak pernah melupakan saudara angkatnya, Song It Jin, yang telah banyak membantunya.
Dia mengutus beberapa pembantunya membawa hadiah yang berharga untuk saudara angkatnya itu.
Tiang An menjadi Kota-raja baru, Kaisar Bu Ong memerintah dengan adil dan bijaksana.T A M A T
Kuda Putih Karya Sd Liong Si Pedang Kilat -- Gan K L Dara Pendekar Bijaksana Karya OPA