Ceritasilat Novel Online

Pendekar Bloon 2


Pendekar Bloon Karya SD Liong Bagian 2



Pendekar Bloon Karya dari S D Liong

   

   Aku disembuhkan dari penyakit goncang urat syaraf dan diberi ajaran ilmu silat yang sakti.

   Beberapa tahun kemudian, kakek itu meninggal, ak -pun lalu turun gunung hendak mencari puteraku.

   Engkau tahu, paderi Siaulim- si, siapakah sebenarnya puteraku itu ?"

   "Omitohud", seru Hui Gong taysu.

   "dia adalah putera keturunan dari The Seng-kun kaucu."

   "Bukan!"

   Hiang Hiang niocu menolak.

   "dia bukan anak dari The Seng-kun tetapi tetesan darah Kim Thian-cong ..."

   "Omitohud !"

   Agak keras Hui Gong taysu berseru karena terkejut mendengar keterangan itu.

   "bagaimana mungkin putera Kim tayhiap? Bukankah niocu isteri dari The Seng-kun kaucu ?"

   "Benar, tetapi The Seng-kun tak pernah memberi keturunan. Isterinya banyak tetapi tidak seorangpun yang mempunyai anak. Dan aku tahu jelas bahwa bayi dalam kandunganku itu bukan dari The Seng-kun tetapi dari Thiancong ..."

   "Oh ..."

   Kedengaran para ketua partai Persilatan itu mendesuh tertahan karena terkejut sekali.

   "Adakah Kim tayhiap tahu hal itu ?"

   Tanya Hui Gong taysu.

   "Tidak,"

   Hiang Hiang niocu gelengkan kepala "sebulan setelah Thian-cong meninggalkan aku, aku mulai mengandung bulan yang pertama., Kemudian Pek-lian-kau dihancurkan, aku lari dibawa Li Kui sehingga tak sempat berjumpa lagi dengan Thian-conl "

   "Omitohud,"- ucap Hui Gong taysu dengan nada terharu.

   "kisah niocu sungguh mengharukah Pin-ni ikut perihatin. Lalu apakah maksud kunjungan niocu kemari ?"

   "Duapuluh tahun lamanya aku meyakinkan ilmu yang diajarkan Bu Beng lojin sehingga dapat mencapai tingkat yang hampir sempurna. Aku sakit hati kepada Thian-cong yang walaupun sudah ku cari kemana-mana tetapi tak dapat kuketemukari. Aku benci kepada kaum lelaki. Kudirikan perkumpulan Ang-lian-kau atau Teratai Merah. Kuterima gadis-gadis cantik sebagai murid. Kutempuh perjalanan hidup yang gila. Setiap bertemu dengan pemuda tampan tentu kubawa kedalam markas. Setelah kupaksa dia menuruti nafsuku, lalu kubunuh. Kemudian kudengar berita Thian-cong mati maka bergegas-gegas aku datang kemari untuk menunaikan nazarku selama duapuluh tahun itu. Dengan badik pemberiannya dahulu, hendak kucincang tubuh Thiancong manusia yang mengkhianati cintaku ..."

   Kembali Hiang Hiang niocu mencabut badik "Omitohud."

   Seru Hui Gong taysu.

   "tetapi Kim tayhiap sudah meninggal. Pin-ni mohon sukalah niocu "suka memaafkannya .... Hiang Hiang niocu tertawa hambar.

   "Engkau salah, paderi Siau-lim-si Janji itu Thian-cong sendiri yang mengucapkan. Jika tak kulaksanakan bukankah dia takkan beristirahat tenteram dialam baka ?"

   Hui Gong taysu terkesiap.

   Demikianpun dengan kelima ketua partai persilatan.

   Ucapan Hiang Hiang niocu memang tepat dan sukar dibantah.

   Merekapun diam-diam cemas karena takut kalau peti itu dibuka, Hiang Hiang niocu pasti akan mengetahui bahwa yang berada dalam peti itu bukan jek nazah Kim Thian-cong tetapi sebuah orang-orangan terbuat daripada kayu.

   Mau tak mau para ketua partai persilatan itu gelisah bukan main.

   "Tetapi ah, sayang sekali.

   "kedengaran Hiang Hiang niocu menghela napas.

   "keparat Bu-ing-kui Jadi telah mendahului menghancurkan mayat Thian-cong dengan pukulan Tanpabayangan. Terang aku tak dapat mencincang tubuh yang sudah hancur itu ....

   "

   Hui Gong taysu dan kawan-kawan terperanjat sekali.

   Mereka tak mengira kalau jenazah Kim Thian-cong yang berada dalam peti itu sudah hancur.

   Mereka percaya apa yang diucapkan Hiang Hiang niocu Tetapi diam-diam merekapun girang karena lebih dulu telah menyembunyikan jenazah Kim Thian-cong dilain tempat.

   "Karena jenazah Kim tayhiap sudah hancur, kiranya niocu tentu suka menghentikan maksud niocu untuk mencincangnya."

   "Tetap!"

   Sahut Hiang Hiang niocu dengan nada mantap.

   "setiap nazar harus dihimpaskan. Walaupun hanya scgores dua gores tetapi akan tetap kukerat mayat Thian-cong ..."

   Dalam pada berkata-kata itu iapun terus meangkah maju menghampiri peti jenazah.

   Para ketua partai persilatan itu tegang bukan kepalang Bila hendak mencegah, terang mereka bukan tanding wanita sakti itu.

   Apalagi para ketua partai persilatan itu masing-masing telah kehabisan tenagamurni akibat menahan pukulan Bu-kek-coan-jit-hun daril durjana Thian-sat-cu tadi.

   Namun kalau membiarkan saja, tentulah rahasia tentang mayat dalam peti itu akan terbongkar ...

   Tiba-Tiba terdengar lengking seorang gadis .

   "Tunggu dulu, niocu ....!"

   Ternyata yang berseru itu adalah Liok Sianli, murid perempuan dari Kim Thian-cong Hiang Hiang niocu tertegun, tegurnya.

   "Mau apa engkau?"

   "Niocu beberapa hari sebelum suhu menutup mata. beliau telah menyerahkan sebuah sampul kepadaku. Pesan beliau, apabila nanti dalam pemakaman terdapat tetamu wanita cantik yang mengaku sebagai kekasih suhu, supaya sampul surat ini diberikan kepadanya. Apakah sampul itu dapat kuterimakan, kepada niocu ?' ia mengakhiri kata dengan mengeluarkan sebuah sampul warna kuning muda. Hiang Hiang niocu terkesiap. Cepat ia ulurkan tangan .

   "Berikan kepadaku !"

   Setelah menyambuti sampul surat, Hianp, Hiang niocupun segera membukanya, Membaca ... Sekalian ketua partai persilatan hening serentak. Mereka memandang Hiang Hiang niocu dengan penuh perhatian.

   "Ah, Thian-cong ... .

   "

   Tiba-tiba Hiang Hiang niocu mendesah panjang.

   Ia tegak seperti patung, terlongonglongong dengan kerut wajah hampa Sedemikian kehilangan semangat wanita itu hingga surat dalam sampul kuning itu terlepas dari tangannya dan bertebaran jatuh kelantai.

   Rupanya saat itu pengemis sakti Hoa Sin sudah selesai menenangkan darahnya yang bergejolak.

   Karena suasana amat sepi sekali maka hamburan surat itupun dapat ditangkap telinganya.

   Dan secara kebetulan sekali, surat itu melayang jatuh ke atas pangkuannya.

   Secepat kilat ia membuka mala, mengambil surat dan membaca.

   Hanya dalam sekejab mata saja ia sudah mengerti isi surat itu.

   Serentak berbangkitlah ketua partai Pengemis lalu tertawa .

   "Ha. ha, sekarang nyata bahwa dugaanku tadi memang benar. Kim tayhiap jelas terminum ..."

   "Jahanam, jangan banyak mulut!"

   Tiba-tiba Hiang Hiang memaki dan taburkan tangannya.

   Sebuah benda tipis sebesar bunga melati tetapi berwarna merah, melayang kearah pengemis itu.

   Itulah senjata rahasia Ang-lian-cu atau Biji Teratai merah.

   Tiada seorang lawan yang pernah lolos apabila Hiang Hiang niocu menaburnya dengan Ang-lian-ca.

   Pengemis sakti Hoa Sin terkejut sekali.

   Karena tak menyangka akan gerakan Hiang Hiangl niocu yang sedemikian cepat sekali.

   Apalagi jaraknya amat dekat, hanya beberapa belas langkah.

   Betapapun sakti pengemis tua itu, namun Hiang Hiang niocu lebih sakti.

   Cret ...

   surat yang tengah dipegang pengemis Hoa Sin tertabur hancur, masih Ang-lian-cu itu melanda dadanya, tring ...

   terdengar dering macam keping baja tertimpah palu besi.

   Tubuh pengemis sakti Hoa Sin terjungkal kebelakang tapi secepat itu ia sudah berjumpalitan melonjak bangun.

   Hiang Hiang niocu heran bahwa pengemis usil mulut itu masih hidup.

   Demikianpun para ke partai persilatan.

   Tetapi cepat mereka mengerti apa sebabnya.

   Bunyi mendering tajam tadi, jelas dari kepingan baja.

   Dengan begitu dapat ditarik kesimpulan bahwa pengemis saksi Hoa Sin mengenakan papan baja pada dadanya.

   Dan teringat pula para ketua partai persilatan apa sebab tadi pengemis sakti itu begitu ngotot hendak menahan pukulan maut Bu kek-coan-jit-hun momok Thian-sat-cu.

   Dan nyatanya berkat lindungan keping baja itu, selamatlah ketua partai Pengemis itu.

   Malu karena ang-lian-cunya tak mampu mencabut nyawa sipengemis sakti; Hiang Hiang niocu terus hendak lepaskan pukulan.

   Tetapi secepat itu Hui Gong taysu mencegah .."Omitohud, harap niocu suka bermurah hati kepadanya.

   Hoa pangcu itu memang suka usil mulut tetapi dia bukan orang yang jahat."

   Beda sikap Hiang Hiang niocu ketika baru datang dengan saat itu setelah membaca surat Kim Thian-cong. Rupanya ada sesuatu dalam surat itu sehingga Hiang Hiang niocu berobah ramah hati.

   "Paderi Siau-lim-si,"

   Katanya kepada Hui Gong.

   "agar jangan menumpahkan darah karena aku tak dapat mengendalikan kemarahan, harap engkau suruh dia pergi, jangan menyebalkan mataku. Kalau dia membangkang, terpaksa aku harus turun tangan !"

   Karena Hoa Sin itu terus menerus mengganggu, Hui Gong taysu kuatir Hiang Hiang niocu akan marah dan benar-benar akan membunuh ketua Partai Pengemis itu.

   Maka ia menghampiri ketua Partai Pengemis itu lalu dengan pelahan ia memintanya agar suka menyingkir dulu untuk menjaga hal-hal yang tak diinginkan.

   "Baiklah, taysu, kalau Hiang Hiang niocu sebal melihat tampangku, akupun akan menyingkir,"

   Kata pengemis sakti Hoa Sin tertawa-tawa sambil ayunkan langkah keruang belakang, tinggalkan surat dalam sampul kuning yang sudah hancur terkena senjata rahasia Ang-lian-cu.

   Kemudian Hiang Hiang niocu meminta dupa dan bersembahyang dimuka peti jenazah .

   "Thian-cong, maafkan aku. Ternyata engkaupun amat menderita seperti aku ... Engkaupun telah berusaha mati-matian untuk mencari aku tetapi tak berhasil sehingga engkau menganggap aku sudah mati dalami pembasmian markas Pek-lian-kau ... Thiancong,! sebenarnya saat ini juga aku ingin mati didepan peti jenazahmu, untuk menebus kesalahanku, agar aku segera berkumpul lagi dengan engkau dialam baka ... ah, Thiancong, hanya engkaulah pria satu-satunya yang benar-benar mengisi hatiku ..Thian cong, terpaksa aku belum dapat menyusul engkau karena aku masih ingin menyelesaikan tugas kewajibanku yang terakhir. Dan tugas itu demi untuk kepentinganmu dan kepentinganku. Ya, Thian cong, berilah aku kekuatan lahir dan batin agar dalam sisa hidupku yang terakhir ini aku berhasi mencari puteramu. Akan kuberinya keterangan si apa ayahnya dan akan kusuruh iya berlutut dide pan makammu ...."

   Sekalian ketua partai persilatan mendengarkan doa Hiang Hiang niocu dengan penuh rasa haru dan belasungkawa.

   Mereka duga isi surat Kim Thian-cong itu tentu suatu penjelasan kepada Hiang Hiang niocu.

   Beberapa saat kemudian tampak Hiang Hiang niocu dan ketujuh anakmuridnya berbangkit lalu wanita itu menghadap kearah Hui Gong taysu.

   "Taysu,"

   Katanya dalam nada rawan.

   "akan ditanam dimanakah jenazah Thian-cong nanti ?"

   Ketika ketua partai Siau-lim-pay itu menerangkan bahwa Kim Thian-cong sudah meninggalkan pesan agar jenazahnya dikubur dipuncak Giok-li-nia disamping makam isterinya, Hiang Hiang niocu terkait .

   "Ah. dia sudah beristeri ?"

   "Ya, tetapi isterinya sudah mendahului meninggal lima tahun yang lalu,"

   Kata Hui Gong.

   "Adakah dia berputera ?"

   "Ya, seorang Tetapi putera Kim tayhiap itu nakal dan malas sehingga karena jengkel, Kim tayhiap telah mengusirnya,"

   Kata Hui Gong yang kemudian juga memperkenalkan Tio Goan-pa, Liok Sian-li serta Kwik Ing yang sedang bertugas dibelakang.

   "Siapakah nama anak itu dan berapakah kita-kita umurnya sekarang ?"

   "Namanya Kim Yu-yong. sudah berumur 15-16 tahun tetapi masih ketolol-tololan seperti unak kecil."

   "Baiklah taysu,"

   Kata Hiang Hiang niocu,"

   Saut ini fajar sudah menjelang tiba.

   Aku tak dapat linggal lama disini.

   Aku masih harus menyelesaikan hcberapa urusan penting sehingga terpaksa tak dapat hadir dalam pemakaman Thian-cong.

   Kelak dalam usahaku mencari puteraku yang hilang itu, akupun akan mencari putera Kim Thian-cong si Yu-yong yang blo'on itu.

   Taysu dan sekalian ketua partai persilatan.

   Walaupun aku bukan isteri Thian-cong yang resmi, tetapi aku adalah ibu dari seorang putera Kim Thian-cong.

   Maka terimalah hormatku sebagai pernyataan terima atas bantuan saudara-saudara dalam mengurus jenazah a-yah dari puteraku itu ...

   "

   Hui Gong taysu dan para ketua partai per silatan melonjak kaget ketika Hiang Hiang niocu membungkuk tubuh memberi hormat kepada mereka. Tersipu-sipu mereka membalas hormat ke pada wanita itu.

   "Omitohud."

   Serta merta Hui Gong berseri "harap niocu jangan berlaku keliwat menghormat Pin-ni dan sekalian ketua partai persilatan merasa telah berhutang budi kepada Kim tayhiap yang dalam masa-masa yang gawat, telah menyelamatkan kaum persilatan di Tiong-goan dari kehancuran dan mempersatukannya kembali.

   
Pendekar Bloon Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Apa yang kami lakukan terhadap Kim tayhiap saat ini masih jauh artinya dari apa yang Kim tayhiap telah diberikan kepada kami .

   "

   "Baik, taysu. Selamat tinggal, aku hendak pergi,"

   Kata Hiang Hiang niocu seraya ayun langkah mengajak anakmuridnya keluar.

   "Niocu, tunggu dulu,"

   Tiba-tiba Ang Bin tosu ketua Bu-tongpay berseru gopoh. Hiang Hiang niocu hentikan langkah, berpaling.

   "Niocu"

   Kata ketua partai Bu-tong-pay sambil memberi hormat.

   "kami merasa telah berhutang budi besar kepada Kim tayhiap. Maka apapun yang dapat kami lakukan tentu akan kami lakukan untuk membalas budi Kim tayhiap. Siapakah nama dan bagaimanakah ciri-ciri dari putera niocu yang hilang itu ? Siapa tahu, kalau Tuhan memberi jalan kepada kami untuk membalas budi kepada Kim tayhiap, mungkin kami akan menemukan putera Kim tayhiap dengan niocu itu."

   Sejenak merenung Hiang Hiang niocupun menjawab .

   "Waktu direbut Pek Lian lojin, bayi itu baru berumur tiga bulan. Pada dada sebelah kiri terdapat tanda hitam sebesar buah kelengkeng. Dan kunamakan anak itu Sin-lui yang artinya tunas baru."

   Demikian Hiang Hiang niocu lalu tinggalkan puncak Giok-linia dengan membawa kenangan yang tak mudah dilupakan.

   Saat itu fajar sudah tiba.

   Ternyata pembicaraan Hiang Hiang niocu dengan para ketua partai persilatan itu telah memakan waktu hampir setengah malam.

   Dan diwaktu Hiang Hiang niocu bicara menururkan kisah jalinan hidupnya bersama Kini Thian-cong, tak ada seorang tetamu yang berani mengganggu peti jenazah.

   Hari itu peti jenazah Kim Thian-cong, ditanam dipuncak Giok-li-nia disamping makam isterinya.

   Kemudian para wakilwakil perguruan maupun partai persilatan dan perorangan, berbondong-bondong tinggalkan puncak Giok-li-nia pulang kembali ketempat masing-masing Yang masih tinggal hanialah Hui Gong taysu dan keenam ketua partai persilatan yang memikul tugas mengurus pemakaman itu.

   Karena semalam suntuk tak tidur dan pagi harinya melangsungkan pemakaman, mereka letih juga.

   Setelah siang hari beristirahat, malam mereka baru berkumpul di paseban Wisma Perdamaian.

   "Ah, syukurlah pemakaman telah berlangsung lancar. Memang apa yang kita kuatirkan, hampir menjadi kenyataan semua. Untunglah karena terjadi hal-hal yang tak terduga, maka muzibah itu dapat teratasi,"

   Kata Hui Gong taysu sambil menarik napas |onggar.

   "Tetapi kurasa dalam peristiwa semalam, tidak seluruhnya hanya terjadi karena hal yang tali terduga. Sebagian memang kita atur sedemikian rupa sehingga tepatlah apa yang kuperhitungkan 'dengan racun mengobati racun' atau 'bahaya untuk menolah bahaya' ,"

   Kata pengemis sakti Hoa Sin.

   "Hoa pangcu, apakah maksud ucapanmu ?"

   Hui Gong meminta penjelasan. Ketua partai Pengemis itu tertawa .

   "Taysu siapakah yang paling berbahaya diantara tetamu semalam tadi ?"

   "Thian-sat-cu,"

   Jawab Hui Gong taysu.

   "Dan yang paling sakti kepandaiannya Hiang Hiang niocu."

   Pengemis sakti Hoa Sin tertawa.

   "Benar, dan bukankah Hiang Hiang niocu telah menolak bahaya baik dari Thian-satcu maupun dari semua tokoh yang hendak mengganggu peti jenazah Kim tayhiap?"

   "O, itukah sebabnya mengapa Hoa pangcu selalu menyela dan menukas pembicaraan Hiang Hiang niocu ?' tiba-tiba Ang Bin tojin berseru.

   "Benar, totiang,"

   Sahut Hoa Sin.

   "memang sengaja kupancing kemarahannya agar mau adu mulut dengan aku sampai berkepanjangan. Dengan demkian dapatkah kita 'tahan' dia terus menerus di depan meja sembahyangan hingga fajar. Beradanya Hiang Hiang niocu didepan meja sembahyang,akan merupakan momok. Tak ada seorang persilatan musuh-musuh Kim tayhiap yang berani maju menghampiri ki-muka peti. Dan amanlah. Siasat itu kusesuaikan degan siasat 'dengan racun mengobati racun' atau 'menggunakan bahaya untuk menolak bahaya'."

   "Ai, ai, sicu benar-benar cerdik seperti kancil, licin bagai belut,"

   Hui Gong taysu tertawa memuji ketua partai Pengemis.

   Demikian para ketua partai persilatan yang lain, pun ikut memuji.

   Kemudian keenam ketua partai persilatan itu makan malam bersama.

   Sehabis makan barulah Hia Gong mengajak mereka menuju ke kamar rahasia menjenguk keadaan jenazah Kim Thian-cong yang di simpan disitu dijaga muridnya nomor dua Kwik Ing dan wakil perguruan Hoa-san-pay si Naga-tidur Pang To-tik.

   Kamar rahasia terletak dibawah tanah- Sebenarnya sebuah guha, lalu dibangun oleh Kim Thian-cong menjadi sebuah kamar, rahasia dimana ia biasa menggunakannya sebagai tempat semedhi.

   Ia' menyadari bahwa selama aktif dalam pergolakan dunia persilatan, ia banyak mengikat persahabatan dan permusuhan.

   Oleh karena itu demi penjagaan dan pengamanan, ia mendirikan kamar rahasia dari guha dibawah tanah itu.

   Memang tempatnya rapat dan sukar diketahui orang.

   Goan-pa dan Sian-li mengikuti rombongan ketua partai persilatan yang tengah menuju ke ka mar rahasia gurunya.

   Begitu masuk kedalam kamar itu, mereka agak heran karena tak melihat Pang To-tik.

   Sedang Kwik Ing duduk dilantai bersandar pada dinding dan pejamkan mata.

   Karena melihat keadaan dalam kamar itu tak ada sesuatu yang patut menimbulkan kecurigaan, para ketua partai persilatan itupun longgar perasaannya.

   Pang To-tik mungkin sedang ada keperluan keluar dan Kwik Ing karena lelah mungkin tertidur.

   Lampu yang menerangi kamar itupun masih memancar terang.

   Peti yang berisi jenazah yang sesungguhnya dari Kim Thian-congpun masih terletak ditempat semula.

   Sedikitpun tak ada tanda-tanda terjadi suatu perobahan.

   Goan-pa hendak membangunkan sutenya, Kwik Ing, yang tidur bersandar dinding.

   Tetapi dicegah Hui Gong.

   "Jangan, biarlah Kwik sicu tidur, dia tentu amat letih "

   Demikian enam ketua partai persilatan dan dua anakmurid Kim Thian-cong berkerumun dike-dua samping peti. Hui Gong taysu minta agar Go-an-pa suka membuka penutup peti.

   "Mengapa taysu ?"

   Tanya Goan-pa.

   "apakah kita perlu melihat jenazah suhu lagi ?"

   "Ya, kurasa demikian,"

   Sahut Hui Gong.

   "a-gar hati kita lebih tenteram."

   "Tetapi kurasa kurang perlu,"

   Kata-kata Ceng Sian suthay rahib ketua Kun-lun-pay "peti ini tak mengunjuk tanda-tanda yang mencurigakan.

   Sebaiknya jenazah Kim tayhiap jangan dibuka.

   Makin berada di tempat yang tertutup rapat, makin daya tahan pembalsemannya lebih bagus.

   Bila ditempat yang terbuka, hawa dan angin dapat mengganggu ketahanannya."

   Ang Bin tojin ketua Bu-tong-pay, Sugong In ketua Kongtong- paypun mendukung pernyataan Ooan-pa dan Ceng Sian suthay.

   Apa boleh buat, Hui Gong taysu terpaksa mengalah.

   Karena keadaan kamar rahasia tampak aman, para ketua partai persilatanpun hendak kembali ke paseban Wisma Perdamaian.

   Baru berjalan beberapa langkah, sekonyong-konyong sesosok tubuh melesat masuk dengan tegang.

   "Pang sicu !"

   Seru Hui Gong taysu demi melihat pendatang itu Pang To-tik, wakil Hoa-san-pay yang ditugaskan menjaga kamar rahasia disitu. Dia tampak menghunus pedang dengan wajah membe-ringas.

   "mengapa sicu menghunus pedang ? Dari manakah sicu tadi ?"

   Pang To-tik tak cepat menjawab melainkan mengerling mata memandang kesekeliling.

   Demi di lihatnya Kwik Ing seperti tidur bersandar didinding dan kain hitam yang menutup peti tempat jenazah Kim Thian-cong masih seperti sediakala, ketegangan wajahnyapun menyurut "Taysu, apakah taysu sekalian sudah lama berkunjung kemari ? Dan apakah tak ada sesuatu yang terjadi dalam kamar ini ?' Pang To-tik tidak menjawab melainkan malah balas mengajukan pertanyaan.

   Hui Gong kerutkan kening.

   "Pin-ni dan sekalian ketua partai persilatan baru saja datang dan tak melihat suatu apa dalam kamar ini. Tetapi mengapa sicu tampak begitu tegang ?"

   Pang To-tik menghela napas untuk mengendorkan ketegangan uratsyarafnya.

   lalu menjawab "Aku baru saja mengejar seseorang yang hendak masuk kemari.

   Dia lari melintasi dua puncak dan menghilang ke dalam hutan.

   Walaupun sampai lama ku cari, namun tak dapat kuketemukan lalu aku beri gegas lari pulang ...

   eh, aneh,"

   Tiba-tiba ia berpaling memandang kearah Kwik Ing yang masih meram.

   "Apakah sejak taysu sekalian datang, dia beluid juga bangun ?"

   "Belum, memang pin-ni yang melarang jangan dibangunkan. Dia tentu lelah,"

   Ujar Hui Gong.

   "Aneh,"

   Seru Pang To-tik.

   "tadi sewaktu musuh datang menganggu kemari, dia masih terjaga. Dan ketika aku mengejar orang itu. pun sebelumnya sudah kupesan supaya dia hati-hati menjaga peti. Belum setengah jam aku pergi, mengapa dia sudah tidur selelap itu,"

   Kata Pang Tp-tik seraya menghampiri ketempat Kwik Ing.

   Dipandangnya pemuda itu dengan seksama.

   Serentak timbullah lasa curiga dalam hati si Naga-tidur Pang To-tik.

   la memperhatikan dada dan tubuh pemuda itu tak bergoncang sebagai orang tidur.

   Cepat ia mendekati dan merabah hidung Kwik Ing .

   "Celaka, dia sudah mati !"

   Serentak ia berteriak keras sekali.

   "Apa ...?!"

   Hampir serempak para ketua partai persilatan itu berseru dan berhamburan loncat menghampiri. Hui Gong cepat mencekal pergelangan tangan pemuda itu dan .

   "Omitohud....."

   Ia berseru berat.

   "Kwik sicu memang sudah tak bernyawa ..."

   Ketua partai Siau-lim-pay cepat memeriksa tubuh Kwik Ing tetapi ia tak menemukan suatu luka pada tubuhnya.

   "Hm, dia terkena pukulan tenaga-dalam sakti yang dapat memutuskan urat-urat jantungnya"

   Akhirnya Hui Gong memberi kesimpulan.

   "Bu ing-sin-ciang !"

   Seru Ang Bin tojin. Bu-ing-sin-ciang artinya PukuIan-sakti-tanpa-bayang-an.

   "Adakah Bu-ing-kui yang melakukan?"

   Sambut Hong Hong tojin ketua Go-bi-pay.

   "Mungkin,"

   Sahut Hui Gong.

   "Mungkin juga Hong-sat-koayceng sipaderi lhama aneh dari Mongolia yang memiliki pukulan Hong-sat-ciang (pukulan Pasir-kuning). Mengapa dia tak muncul di paseban Wisma Perdamaian karena mungkin dia menyelundup kemari ?"

   Seru pengemis sakti Hoa Sin.

   Ucapan ketua Partai Pengemis itu menimbul kan keraguan pada para ketua partai persilatan Kedua orang itu, Bu-ing-kui atau Setan-tanpa-bayangan dan paderi lhama Pasir-kuning, mempunyai kesaktian dan kemungkinan yang sama dalam pembunuhan terhadap Kwik Ing.

   "Baik si Bu-ing-kui atau lhama Pasir-kuning atau lain orang tetapi yang jelas Pang To-tik itulah yang bertanggung jawab akan kematian Kwik sicu", tiba-tiba rahib Ceng Sian suthay berseru.

   "sehingga seorang cianpwe mengapa begitu mudah terpancing musuh dan meninggalkan Kwik sicu seorang diri sehingga dapat dibinasakan oleh gerombolan musuh ?"

   Hui Gong taysu.

   Ang Bin tojin, Hong Hong tojin.

   Sugong ln dan Ceng Sian suthay mencurahkan pandang mata kearah wakil dari Hoa-san-pay.

   Seolah-olah hendak menuntut pertanggungan jawab dari tokoh Hoa-san-pay itu.

   Rupanya Pang To-tik menyadari itu.

   Diapun seorang jantan, serunya .

   "Baik, akulah yang bertanggung jawab akan kematian Kwik Ing. Tetapi kumohon taysu dan totiang sekalian dapat memberi waktu agar aku sempat untuk mencari sipembunuh. Apabila gagal, Pang To-tik akan menyerahkan diri kepada taysu sekalian untuk menerima hukuman !"

   "Ah, mengapa Pang sicu sedemikian bersungguh,"

   Kata Hui Gong taysu.

   "kami hanya ingin meminta penjelasan tentang kematian Kwik sicu. Sama sekali tak menuntut Pang sicu harus mengganti jiwanya."

   Pendekar Bloon Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Jelas Kwik Ing telah dibunuh dengan pukulan tenaga-sakti. Dua pukulan sakti Bu-ing-sin-ciang dan Hong-sat-ciang, dapat kita curigai. Selain itu kita harus mencari pula tokoh-tokoh persilatan siapa yang memiliki ilmu pukulan-sakti setingkat itu Setelah itu baru kita bertindak menyelidiki mereka ...."

   "Hai,"

   Sekonyong-konyong pengemis sakti Hoa Sin menjerit seperti dipagut ular.

   "jenazah Kim tayhiap ...."

   Cepat ia loncat kesamping peti lalu membuka penutupnya dan menjeritlah ketua Partai Pengemis itu senyaringnyaringnya .

   "Astaga '. Jenazah Kim tayhiap lenyap.....!"

   Apabila saat itu petir berbunyi, tidaklah para ketua partai persilatan sampai begitu terkejut seperti waktu mendengar teriakan pengemis Hoa Sin.

   Rasa kejut itu cepat berobah menjadi perobah an warna muka yang pucat ketika mereka melongok kedalam peti.

   Pucat lesilah wajah para ketua partai persilatan ketika melihat peti itu kosong melompong, jenazah Kim Thian-cong hilang ...

   ! Mereka saling berpandangan, saling bertukar pancaran mata bertanya, namun hanya kerut dahi yang mengernyut lipatan dalam-dalam saja yang tampak pada wajah para ketua partai persilatan.

   Lipatan ! kerut dahi yang memantulkan rasa heran dan kehilangan faham.

   "Adakah peti ini benar peti yang kita gunakan untuk tempat jenazah Kim tayhiap?"

   Kata Hong Hong tojin ketua Go-bi-pay seraya memeriksa peti.

   "Ya,"jawab Hui Gong taysu.

   "maksud toheng?"

   "Pinto kuatirkan, penjahat itu menukar peti yang berisi jenazah Kim tayhiap dengan sebuah peti yang kosong,"

   Kata Hong Hong tojin.

   "Tidak,"

   Jawab Hui Gong.

   "penjahat itu hanya mengambil jenazah Kim tayhiap saja"

   Ketua partai Siau-lim-si itu segera alihkan pandang kepada Pang To-tik si Naga-tidur wakil dari Hoa-kan-pay.

   Demikianpun pandang mata dari para ketua partai persilatan sermpak mencurah kepadanya.

   Tampak wajah si Naga-tidur Pang To-tik pucat seperti mayat Ia tahu bahwa para ketua partai persilatan itu menuntut pertanggungan jawab kepadanya.

   Ia tak takut soal itu, tetapi ia merasa telah melakukan suatu kesalahan besar sehingga menyebabkan timbulnya dua musibah besar.

   jenazah Ki Thian-cong hilang dan muridnya yang kedua Kwi Ing tewas.

   Namun apa yang terjadi telah terjadi.

   Sebagai seorang ksatrya ia harus berani bertanggun jawab, baik atas nama perguruan Hoa-san-pay ma upun atas nama peribadinya.

   "Taysu dan totiang sekalian ..."

   "Kutahu Pang sicu hendak mengatakan apa,"

   Cepat Hui Gong taysu menukas.

   "hal itu sudah terjadi. Yang penting bukan pernyataan dan ikrar, tetapi usaha-usaha untuk segera mencari jenazah Kim tayhiap. Sebelumnya, maukah Pang sicu menceritakaa, apa yang sicu alami sejak menjaga kamar rahasia ini ?"

   "Hari pertama dan seterusnya, tidak terjadi suatu apa. Rupanya penjahat itu memang cermat dan tak mau buru-buru tangan turun. Dia hendak menunggu setelah perhatian kami lengah. Dan terus terang, aku sendiripun mulai berkurang keteganganku. Kuanggap musuh-musuh Kim tayhiap tentu tak tahu akan rahasia peti jenazah yang kita taruh depan meja sembahyang itu. Mereka tentu menui peti itu benar-benar terisi jenazah Kim tayhiap, PM To-tik mulai menuturkan apa yang dialaminya.

   "Tiba-tiba tadi dua jam lalu, terjadi suatu peristiwa yang tak terduga-duga. Pintu tiba-tiba diketuk orang. Cepat kubuka dan ternyata seorang bujang lelaki setengah tua. Dia. mengatakan disuruh Hui Gong taysu untuk memanggil kami, berdua ke paseban, diajak makan malam bersama. Hampir saja aku menurut tetapi tiba-tiba terkilas sesuatu dalam pikiranku. Kuanggap tindakan taysu itu aneh. Demi menjaga rahasia tempat peti jenazah Kim tayhiap, tidak seorangpun diperbolehkan datang kesini kecuali Hui Gong taysu sendiri Dan ini telah kita mufakatkan lebih dulu."

   "Benar,"

   Hui Gong taysu mengiakan.

   "memang tiap hari, pin-ni sendiri yang datang mengantar makanan untuk sicu berdua."

   "Tetapi bujang itu cerdik sekali. Rupanya ia tahu kalau aku curiga. Maka cepat ia menerangkan bahwa pagi tadi jenazah Kim tayhiap telah selesai dimakamkan. Taysu menganggap sudah tak berbahaya maka suruh dia yang mengundang aku. Walaupun alasan itu baik namun aku tak mau begitu percaja terus menghapus kecurigaanku. Kuberi isyarat supaya Kwik Ing datang. Kwik Ing cepat dapat mengatakan bahwa bujang itu bukan bujang Kim layhiap. Tiba-Tiba bujang itu menghantam aku, terus loncat melarikan diri. Karena tak menduga dan jaraknya begitu dekat, bahuku kena terpukul sehingga aku tersurut mundur. Setelah itu kupesan Kwik Ing supaya hati-hati dan akupun segera mengejarnya. Penjahat itu gesit sekali dan memiliki ilmu meringankan tubuh yang hebat. Walaupun sudah melintasi dua puncak gunung, tetapi tak dapat mengejar, kemudian tiba-tiba ia masuk ke dalam hutan dan menghilang. Setelah mencari sampai beberapa saat, akupun segera kembali dan dapatkan taysu sekalian berada disini ..."

   "Dan Kwik Ing terbunuh dan jenazah Kim tayhiap hilang, bukankah begitu ?"

   Tiba-tiba Ceng Sian suthay melengking dengan nada sinis.

   Sejak perta ma kali tiba, Ceng Sian suthay nampaknya kurang senang dengan Pang To-tik.

   Pang To-tiklah yangj mengusulkan supaya jenazah Kim Thian-cong di sembunyikan dan peti yang ditaruh dimuka paseban itu diisi dengan mayat dari kayu.

   Ceng Sian suthay tak setuju tetapi karena kalah suara, terpaksa ia diam saja.

   Demikianpun setelah terjadi hilangnya mayi Kim Thian-cong saat itu, Ceng Sian suthay ngunjuk sikap yang curiga terhadap Pang To Entah ada ganjelan apakah antara Ceng Sian thay dengan Pang To-tik atau partai Kun-lun-pay dengan partai Hoa-san-pay.

   Mungkin kedua partai persilatan mempunyai dendam permusuhan.

   Pang To-tik merah mukanya.

   Ia kerling mata kearah rahib itu, sahutnya .

   "Memang begitulah. Bila suthay hendak menghukum. Orang Pang siap menerima dengan rela hati."

   "Ih,"

   Dengus rahib ketua perguruan Hoa san-pay itu.

   "hukuman pasti diberikan kepada orang yang bersalah Kalau engkau merasa dan tak terbukti bersalah, mengapa engkau minta dihukum ?"

   "Kalau suthay mencurigai diriku, silahkan suthay memeriksa dan mengajukan pertanyaan ?"

   Kata Pang To-tik.

   "Hm, kalau engkau meminta, baiklah,"

   Kata Ceng Sian suthay.

   "akan kuminta engkau menjawab beberapa pertanyaanku. Pada waktu hendak mengejar musuh, apakah tak terlintas dalam pikiranmu bahwa engkau mungkin akan terjebak dalam perangkap musuh yang disebut 'memancing harimau tinggalkan sarang'. Begitu engkau pergi mayat Kim Tayhiap tentu akan disergap oleh komplotan penjahat itu ?"

   "Tidak ..."

   "Mengapa ?' desak Ceng Sian suthay.

   "Karena pikiranku hanya tertumpah untuk Membekuk penjahat itu !"

   "Dan berhasilkah engkau meringkusnya ?"

   "Tidak."

   "Mengapa ?"

   "Karena dia menghilang kedalam rimba lebat."

   "Setelah penjahat itu lenyap, apakah engkau segera kembali ke kamar rahasia ini ?"

   "Tidak."

   "Mengapa ?"

   "Karena hatiku panas dan aku terus masuk ke dalam hutan untuk mencarinya sampai beberapa lama"

   "O, karena engkau anggap kamar rahasia ini cukup aman ?"

   "Bukan begitu, tetapi saat itu pikiranku benar-benar dirangsang oieh kemarahan untuk meringku penjahat itu,"

   Bantah Pang To-tik, '"O, cukup,"

   Kata Ceng Sian suthay mengakhiri pertanyaan.

   "Ah, didalam menghadapi peristiwa hilangnya jenazah Kim tayhiap, kita ibarat 'mendayung dalam satu perahu'. Hendaknya bersatu hati dan seragam langkah. Hindari curigamencurigai diantara sesa ma kawan."

   Kata Hui Gong taysu. Kemudian memutuskan.

   "yang kita hadapi saat ini ialah dua buah masalah. Pertama, mencari putera Kim tayhiap dan kedua mencari jenazah Kim tayhiap."

   "Benar,"

   Sambut Sugong In ketua Kong-tong pay.

   "kuminta peristiwa hilangnya jenazah Kim tayhiap ini supaya dirahasiakan jangan sampai teruwar. Agar penjahat itu tak ketakutan dan tak mau unjuk diri."

   "Ya. benar,"

   Seru Ang Bin tojin ketua Bu tong-pay.

   "dan juga menjaga gengsi kita ketua partai persilatan agar jangan dicemohkan orang karena tak mampu menjaga sebuah jenazah saja."

   Demikian Hui Gong taysu lalu membagi tugas.

   Tugas mencari si blo'on Yu-yong.

   diserahkan kepada perguruan yang luas pengaruhnya ialah pengemis-sakti Hoa Sin dari Partai Pengemis, Cian Sian suthay dari perguruan Kun-lun-pay dan Su gong In dari Kong-tong-pay.

   Sedang tugas untuk vnencari jenazah Kim Thian-cong, dilakukan oleh Hui Gong taysu dari partai Siau-lim-si, Ang Bin tojin dari partai Bu-tong-pay, Hong Hong tojin dari partai Go-bi-pay dan Pang To-tik wakil dari Hoa-sah-pay yang bertanggung jawab atas hilangnya jenazah itu.

   Masing-Masing partai akan bekerja secara berpencaran dan nanti tiga bulan lagi, supaya berkumpul di Wisma Perdamaian untuk memberi laporan.

   "Bagaimana misalnya ada salah seorang dari kita yang dapat menemukan jejak pencuri jenazah Kim tayhiap ?"

   Tanya Hong Hong tojin.

   "Bawa langsung ke Wisma Perdamaian, jaga baik-baik sampai kawan-kawan yang lain datang semua.

   "kala Hui Gong taysu. 'Tetapi bagaimana kalau dalam usaha merebut jenazah Kim tayhiap itu kita mengalami kesukaran karena gerombolan pencuri itu lebih kuat?"

   Lunya Hong Hong tojin pula.

   "Kirim orang atau merpati untuk memberita-hu ke markas perguruan masing-masing, agar murid-murid perguruan yang bersangkutan itu dapat cepat memberi berita kepada suhu masing-masing,"

   Kata Hui Gong pula.

   Demikian setelah mengurus penguburan KwiK Ing, para ketua partai persilatan itupun kembali ke markas kediaman masing-masing.

   Tio Goan-pa dan Liok Sian-li tetap tinggal dipuncak Gjok-linia.

   -oo0dw0oo- Si Blo'on Halimun pagi yang menyelubungi barisan puncak gunung yang terpisah satu sama lain dengan jurang yang curam, pelahan-pelahan mulai berarak menipis karena jeri akan kehadiran mentari pagi.

   Disalah sebuah puncak gunung itu, terdapati sebuah guha yang letaknya tersembunyi.

   Didalam guha itu samar-samar tampak dua sosok tubuh membujur ditanah.

   Yang satu, seorang jejaka tanggung berumur 16 tahun.

   Romannya cakap, kulit bersih seperti seorang wanita jelita.

   Tetapi potongan rambutnya agak nyentrik.

   Bagian belakang gondrong, bagian muka masih disisakan sekepal rambut yang terus hinggap diatas jidatnya.

   Sepintas pandang mirip dengan jambul atau tengger ayam yang habis kalah bersabung ....

   Pakaiannya dari kain cita kasar yang sudah kumal dan dia masih tidur pulas diatas lantai cadas.

   Tangannya kiri mencekal sebuah kerangka pedang yang isinya sudah kosong.

   Sedang sosok tubuh yang lain, seorang lelaki setengah tua, berpakaian putih dan rebah dengan tubuh tengkurap.

   Pakaian putih yang dipakainya berhias warna merah.

   Bukan warna dari kain tetapi warna darah yang menghambur dari sebatang pedang yang tertanam pada punggungnya.

   Ya, lelaki setengah tua itu sudah mati dengan punggung tertusuk sebatang pedang hingga tangkai pedang itu saja yang masih tampak ....

   Guha sunyi senyap dan sinar mentari pun mulai menyinari kedalam guha.

   Menimpah wajah anak muda yang masih tidur pulas.

   Beberapa saat kemudian, anak muda itupun membuka mata.

   Pertama-tama yang tertumbuk pada pandang matanya ialah dinding karang guha yang berlekuk-lekuk penuh pakis.

   Kemudian sebuah lubang besar yang menghadap kearah alam terbuka.

   Serentak bangunlah pemuda itu dengan rasa kejut yang tak terhingga.

   la heran mengapa dirinya seperti berada dalam sebuah guha.

   Dan ketika menggerakkan tangan kanan, ia makin bertambah heran lagi.

   Sebuah kerangka pedang berada di tangannya.

   "Hai . ... kerangka pedang siapakah ini ?"

   Serunya.

   "aku tak punya barang semacam ini. Siapa yang memberikan kepadaku ....?"

   Ia memandang pula bajunya dan matanya-terbelalak lebarlebar. Lengan bajunya, ya lengan Bajunya berlumuran darah merah. Gila, pikirnya.

   "Hai, apakah aku terluka ?"

   Serunya seraya mengamatamati sekujur tubuhnya.

   Tetapi tak ada suatu luka apapun dan memang ia tak pernah merasa sakit.

   '"Aneh, benar-benar aneh ..dari mana ini? Aku tak terluka mengapa baju dan tanganku berdarah ..Ia berusaha untuk menggali ingatannya.

   Tetapi aneh, ya, benar-benar aneh sekali.

   
Pendekar Bloon Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Mengapa pikirannya terasa kosong melompong ? Mengapa ia tak dapat mengingat apaapa lagi ? Ia duduk numprah lagi ketanah dan masih mencoba untuk mengerjakan otaknya yang beku.

   Tetapi benar-benar ia tak mampu mengingat segala apa.

   "Ah, mungkin aku sedang bermimpi,"

   Katanya lalu digigitnya lidahnya sendiri.

   "aduh .."

   Ia menjerit kesakitan.

   "mengapa masih terasa sakit. Kalau begitu aku ini bukan ngimpi tapi terjaga. Ia masih tak percaya, tangannya diayun menampar mukanya sendiri, plak ..Aduh, mak . kembali ia menjerit keras karena tamparan membuat matanya berkunaugkunang, kepala pusing tujuh keliling. Masih belum puas, ia mencubit lagi pahati sendiri, idihh ..lagi-lagi ia menjerit tinggi ketika paha yang dicubitnya itu membegap meninggalkan tanda matang biru.

   "Ah, sudahlah, minta ampun . .. aku memang melek, tidak ngimpi.

   "akhirnya ia mengoceh minta ampun pada dirinya sendiri. Lalu mulai ia mengajukan bertanya pada dia sendiri.

   "Hm, setan, kalau memang aku melek, berarti aku masih hidup. Dan orang hidup harus dapat bicara. Ya, engkau harus dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan ini,"

   Katanya kepada diri sendiri.

   "Dimanakah aku? Apakah nama tempat ini?"

   "..entah ...

   "

   Ia gelengkan kepala. 'Mengapa aku berada disini ?"

   "..entah ..- ," 'Eh, bodoh aku ini,"

   Gumamnya.

   "siapa namaku?"

   "Namaku ..namaku ..eh, entahlah .." 'Lho, engkau anak orang atau anak khewan?"

   "Hah, bagaimana engkau tak kenal pada dirimu sendiri. Engkau kan anak orang?"

   Katanya menjawab pertanyaan yang diajukan pada dirinya sendiri.

   "Lalu siapa nama orangtuaku ?"

   "Nama orangtua ..en ..tah ..celaka, mengrapa aku tak tahu nama orangtuaku!"

   Plak, plak, ia menampar kepalanya supaya otaknya mau bekerja. Tetapi tetap macet. Ia lupa segala apa.

   "Apa engkau gila ?"

   "Gila ? Mungkin, eh , ..gila itu bagaimana. ya ? Mengapa aku tak pernah merasa gila ? Apakah perasaan orang gila itu seperti yang kualami saat ini ? Entah, entah ..."

   "Dari manakah asalmu ?"

   Tanyanya pula.

   "Aku? ... ih, aneh, aneh ..dari mana aku ya? Ih, tak tahulah karena tahu-tahu aku sudah ada disini . , . .

   "

   Jawabnya sendiri pula.

   'Nama tak tahu, orangtua tak tahu.

   tempat tak tahu.

   Habis aku ini orang apa ? Kalau bermimpi, mengapa lidahku masih sakit kugigit.

   Kalau melek mengapa akiu tak ingat apa-apa.

   Kalau mati, mengapa bisa bicara.

   Kalau hidup mengapa, pikiranku hilang ? Oh .

   i .

   "

   Bluk, ia jatuhkan diri ketanah dan menangis.

   "Huh, hu, hu. hu . .. bagaimana aku ini .. 'Memang tiada suatu penderitaan yang lebih menyiksa daripada kehilangan diri sendiri. Melek tetapi tak tahu apa-apa. Hidup tetapi tak ingat apa-apa Bernyawa tapi tak punya pikiran. Tiba-Tiba matanya tertumbuk lagi pada orangtua yang masih tidur ditanah itu. Ia berhenti menangis lalu merangkak menghampiri ketempat orang itu Ketika melihat keadaan orang itu, serentak menjeritlah ia sekuat-kuainya .

   "Hai, dia sudah mati Memang setelah dekat, baru ia mengetahui bahwa tongkat yang terpaku pada punggungnya itu ternyata tangkai pedang. Karena masih tampak sisa batang pedangnya.

   "Siapakah orang tua itu ?"

   Serunya.

   "mengapa dia mati ditusuk pedang ? Siapa yang menusuknya ?"

   Ia menghambur pertanyaan pada dirinya sendiri tetapi iapun tak dapat menjawab sendiri. Tiba-Tiba ia merasa tangan kirinya masih mencekal kerangka pedang yang kosong. Menjerit la ia senyaringnyaringnya .

   "Hai ! Apakah pedang yang menancap pada punggungnya berasal dari kerangka ini ? Celaka ..."

   Tiba-tiba ia melonjak lagi.

   "kalau begitu .... kalau begitu .. aku yang membunuhnya ? Oh, tidak, tidak! Aku bukan pembunuh ! Aku tak pernah melakukan pemnubuhan kepada orang tua itu ! Aku tak tahu siapa dia,!"

   Ia coba mencabut pedang itu. Tetapi hatinya merasa ngeri ketika melihat darah mengucur deras Dilepaskannya lagi.

   "Mengapa aku membunuhnya? Huss ..aku tidak membunuhnya!"

   Ia membantah pertanyaannya sendiri. 'Tetapi pedang itu berasal dari kerangka yang engkau pegang, tentu engkaulah yang membunuh!"

   Ia menuduh dirinya lagi.

   "Jangan gila-gilaan engkau, bung! Apakah engkau merasa pernah melihat orang itu sebelumnya? Huh, jangan takut dituduh membunuh, engkau kan benar-benar tidak membunuh ... ,"

   Katanya membuat pembelaan sendiri.

   Ia makin bingung dan bingung.

   Ia ingin marah tetapi dengan siapa ia harus menumpahkan kemarahannya.

   Ingin menangis, eh, bukankah tadi ia itulah menangis seperti anak kecil ? Ingin tertawa, eh, gila .

   Masakan dalam keadaan seperti saat itu kau masih dapat tertawa ? lalu bagaimana ia harus bertindak ? Duduk salah, berdiripun salah.

   Siapa dirinya ia tak tahu sendiri.

   Siapa namanya, juga tak tahu.

   Dari mana asalnya dan mengapa berada disitu, aduhai ..mengapa kepalanya macet ..Huh!"

   Karena jengkel ia terus loncat ayunkan tubuhnya keatas, duk, aduh ...

   kepalanya terbentur langit guha karang dan terpelantinglah ia jatuh ketanah lagi.

   Guha itu tingginya tiga meter.

   Biasanya tak mungkin ia dapat melonjak keatas sedemikian tingginya.

   Dan memang tak pernah berlonjakan.

   Tetapi saat itu ia dapat mencapai ketinggian yang begitu tinggi Seharusnya ia merasa aneh mengapa dirinya mendadak bisa begitu.

   Tetapi karena otak nya hampa, ia tak menyadari hal itu ...

   Karena membentur langit guha, kepalanya rasa pusing.

   Setelah berdiam diri beberapa saat ia mengeliarkan pandang, mata lagi.

   Secara kebetulan pandang matanya tertumbuk pada tangkai pedang yang menancap di punggung orang tua itu.

   "Eh, ada tulisannya ... ,"

   Ia menghampir merapatkan muka dan membaca . Wan-ong-kiam ... .

   "ho apakah artinya Wanong- kiam? O, benar, benar. Karena pedang itu berasal dari kerangka yang berada ditanganku ini, tentulah Wan-ong-kiam itu nama dari yang empunya, aku ..hola ..!"

   Berteriak kegirangan.

   "sekarang tahulah siapa namaku. Ya, namaku tentu Wan-ong-kiam, ha, ha"

   Sebenarnya arti daripada Wan-ong-kiam ialah Pedang Penasaran. Tetapi karena otak anak itu sudah macet, dia tak menyadari hal itu Tiba-Tiba dari luar guha terdengar suara orang bercakapcakap. Yang seorang nadanya seperti a-nak perempuan.

   "Hati-Hati, sumoay semalam habis hujan lebat, padas tentu licin. Kerahkan seluruh gin-kangmu agar jangan sampai tergelincir kebawah jurang;"

   Seru seorang pemuda.

   "Baik, suko,"

   Sahut kawannya yang bernada anak perempuan. Rupanya kedua orang itu suko dan sumoay atau kakak dan adik seperguruan. Terdengar angin menderu dan sesosok tubuh melayang ketepi seberang, dipuncak gunung yang terdapat guha itu.

   "Bagus, sumoay, gerakanmu sungguh indah. Tak kecewa engkau diberi nama suhu 'burung Walet-kuning dari Hoa-san',"

   Sipemuda berseru memuji.

   "Ai, jangan menyanjung setinggi langit. Suko, lekaslah engkau melayang kemari,"

   Seru si dara. Terdengar deru angin meniup dan kembali diseberang karang bertambah dengan seorang pemuda.

   "Bagus sekali, suko. Bukan hanya melompat biasa tetapi engkau dapat melompat sambil berjumpalitan diudara. Kalau suhu mengasih nama si Rajawali-bermata-biru kepadamu, itu memang tepat-sekali,"

   Kata dara itu pula.

   "Ho, apakah biji mataku ini benar-benar biru, sumoay ?"

   Kata pemuda itu sambil rentangkan kedua matanya lebar-lebar kemuka si dara.

   "Hi, hi, hik,"

   Si dara tertawa geli.

   "memang berwarna biru. Engkau malu ? Salah. Seharusnya engkau bangga karena mempunyai sepasang mata yang berwarna biru."

   "Mengapa sebabnya ?"

   "Sebab didunia ini jarang orang yang mempunyai mata biru. Maka engkau harus menepuk-dada karena hanya engkaulah satu-satunya orang yang memiliki mata biru ... ,"

   Kembali si dara tertawa mengikik.

   "Budak kurang ajar, engkau berani mengerjai aku ?"

   Pemuda itu tahu kalau diolok-olok, lalu mengangkat tangan hendak menampar.

   Tetapi secepat itu si darapun sudah loncat lari.

   Pemudi itupun mengejarnya.

   Rupanya kedua suko dan sumoay itu amat akrab sehingga dimana tempat, bahkan di tepi jurang puncak gunung yang tinggi, mereka masih bergurau saling berolok.

   Dara itu mengenakan baju kuning, bertubuh kecil langsing.

   Wajahnya sesegar bunga mekar pagi hari, berseri cerah dan periang.

   Umurnya sekitar 15 tahun.

   Yang paling menonjol, adalah sepasang matanya yang lebar bundar berpagar bulumata yang lebat hitam.

   Sedang pemuda itu bertubuh tegap, wajah cakap dan mata yang berkilat tajam.

   Umur sekitar -sekitar 0 tahun.

   Tiada yang tercelah pada pemuda itu kecuali sepasang alisnya yang menjungkat keatas, memantulkan sifat yang kejam.

   "Hai, sumoay, berhentilah,"

   Serunya kepada si dara yang masih melesat-lesat di antara jajaran batu karang untuk menghindari kejaran suko-nya.

   "Apa engkau tak marah lagi ?"

   Seru sinona- "Sudahlah. jangan bertingkah seperti anak kekecil. Lihat, matahari sudah makin menjulang, suhu tentu sudah bangun. Mari kita cepat menjenguknya !"

   Dara yang disebut Walet-kuning dari Hoasan itu menurut.

   Memang demikian pekerjaan keduanya.

   Tiap pagi naik kepuncak dan menjenguk suhunya yang berada dalam guha itu.

   Kini derap langkah kedua muda mudi itu makin dekat dan makin jelas.

   Anakmuda yang berada dalam guha dan merasa dirinya bernama Wan-ong-kiam itu makin terkejut gelisah "Ah, bagaimana kalau kedua pendatang itu tahu aku berada disini ? Orang tua yang mati itu kemungkinan besar tentulah suhu mereka.

   Kalau mereka mendapatkan suhunya sudah mati dan yang ada disini hanya aku, bukankah mereka akan menuduh aku yang memmbunuh suhunya ..." ^ Namun guha itu hanya mempunyai sebuah pintu.

   Jika ia menerobos keluar dari pintu, tentu akan kesompokan dengan kedua muda mudi itu.

   Ia meneliti pula keadaan guha.

   "Ah, kemana aku harus bersembunyi ... ?"

   Belum selesai ia bertanya pada diri sendiri, tiba-tiba di pintu guha muncullah dua orang muda mudi.

   "Suhu ... !"

   Serentak terdengarlah sigadis menjerit kaget demi melihat keadaan orangtua yang teah bergelimangan darah itu. Keduanya menerobos masuk menghampiri mayat itu. Sejenak kemudian, pemuda itu mengangkat muka dan menjerit kaget.

   "Hai, siapakah engkau!"

   Serentak pemuda itu berbangkit, menghunus pedang lalu loncat menyerang .

   Pendekar Bloon Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Bangsat, tentu kau yang membunuh suhuku ... !"

   Pemuda yang berada dalam guha itu, terkejut, Sesaat ia tak dapat berbuat apa-apa kecuali hanya terlongong-longong saja .... -ooo0dw0ooo-

   Jilid 3 Siapa diriku ? Pemuda yang kehilangan pikirannya itu memang kasihan sekali.

   Ia tidur, bangun dan mendapatkan dirinya dalam keadaan yang serba aneh.

   Berada dalam sebuah guha yang tak diketahui namanya, mencekal kerangka pedang dan berteman dengan seorang mayat yang berlumuran darah dan punggungnya berhias pedang Lalu muncul dua o-rang muda mudi.

   Si pemudi menubruk tubuh mayat itu dan si pemuda terus loncat menyerang dia ...

   Pemuda blo'on itu masih terlongong-longong-Tetapi ketika sinar ujung pedang memancar menyilaukan matanya, tiba-tiba ia menyadari kalau dirinya terancam maut.

   Walaupun pikirannya hampa, tetapi ia masih mempunyai naluri.

   Naluri sebagai manusia yang akan berusaha menyelamatkan diri apabila terancam bahaya.

   Cepat ia gerakkan kerangka pedang untuk menangkis seraya loncat menghindar kesamping.

   Tring, ujung pedang si Rajawali-mata-biru tersiak dan pemuda yang hendak dibunuhnya itupun dapat meloloskan diri.

   "Ho, kiranya engkau hebat juga !"

   Seru si Rajawali-matabiru seraya berputar tubuh menghadaJ kearah pemuda blo'on itu.

   "Aku tidak membunuh orang itu!"

   Teriak pemuda blo'on itu.

   Karena tangkisan kerangka pedang tadi dapat menyiakkan ujung pedangnya, si Rajawali-mata-biru terkejut.

   Diam-Diam ia menduga kalau pemuda itu tentu hebat ilmu silatnya.

   Maka ia hentikan serangannya dan hendak menyelidiki dulu siapakah pemuda pembunuh suhunya itu.

   "Siapa engkau !"

   Bentaknya "Aku ? Entah, aku sendiri tak tahu ...

   "

   "jangan gila-gilaan, katakan namamu!"

   Bentak si Rajawalimata- biru makin geram.

   "Nama? Aku sendiri tak tahu siapa namaku"

   "Apa engkau gila ?"

   "Tidak, eh, ya . .eh, apakah maksudnya gila ?"

   Walaupun mendongkol tetapi si Rajawali mata-biru terpaksa menerangkan .

   "Gila ialah pikirannva tidak waras."

   "O ..,"

   Desus pemuda blo'on.

   "apakah kalau orang tak tahu namanya sendiri itu juga orang gila ?"

   ""Ya, gila yang paling gila " '"O, kalau begitu aku ini tentu gila,"

   Teriak pemuda blo'on itu."

   "Hm, kalau engkau tetap hendak mempermainkan aku, tentu kupotong lehermu!"

   Si Rajawali-mata-biru deliki mata.

   "Idih ... .

   "

   Pemuda blo'on itu mendesis seram.

   "jangan memandang aku begitu rupa i"

   "Engkau takut ? Mengapa ?"

   "Matamu biru, seperti ..."

   "Seperti apa ? "Seperti ... seperti, eh. mengapa aku tak ingat ? seperti apa, aku sendiri tak tahu."

   "Tutup mulutmu !"

   Bentak si Rajawali-mata-biru.

   "siapa nama suhumu ?-"

   "Suhu ? Apa suhu itu ?"

   Kembali pemuda blo'on itu mengerut dahi.

   "Suhu ialah guru yang mengajarkan engkau ilmu silat."

   "O"

   Desus pemuda blo'on,.

   "eh, ilmusilat? Tetapi aku tak mengerti ilmusilat. Apakah ilmusilat?"

   Hampir meledak perut si Rajawali-mata-biru karena mendengar ocehan si blo'on yang kegila-gilaan itu.

   Namun karena ia perlu mengetahui nama perguruannya agar kelak dapat meminta pertanggungan jawab kepada ketua perguruannya itu, terpaksa ia tahankan kemarahannya.

   "Tadi aku menusukmu dan engkau dapat menangkis lalu menghindar. Gerakanmu itu disebut ilmu silat, ilmu untuk bela diri, pun untuk berkelahi. Bukankah engkau pandai ilmusilat ?"

   "Ha, ha, ha, ha ...

   "

   Tiba-tiba blo'on tertawa gelak-gelak.

   "kalau gerakan begitu disebut ilmusilat, aku memang bisa. Tetapi gerakanku tadi hanya untuk menyingkir dari ujung pedangmu. Aku tak mengert kalau gerakan itu disebut ilmusilat".

   "Jangan ngoceh, lekas katakan siapa suhumu?"

   "Entah, aku tak punya suhu."

   "Eh, bung, engkau ini orang atau setan!"

   Tiba-tiba si dara Walet-kuning menghampiri dan mendamprat! "Entahlah. Aku sendiri juga bingung. Sungguh mati, aku memang tak tahuapa-apa. Pikiranku kosong melompong ..."

   "Mengapa engkau membunuh suhuku?"

   Tukas si Waletkuning pula.

   "Aduh, ampun nona,"

   Si blo'on mengelus dada.

   "aku benarbenar tak membunuh suhumu. Aku sendiri tak mengerti mengapa aku berada disini."

   "Dari mana engkau sebelumnya."

   "Eh ...

   "

   Si blo'on garuk-garuk kepala.

   "ya, benar dari mana saja aku sebelum berada disini Ah, celaka, mengapa aku tak ingat apa-apa lagi . ."

   "Kalau bukan engkau yang membunuh, mengapa kerangka pedang itu berada dalam tangan dan pedangnya tertancap dipunggung suhuku"

   Desak Walet-kuning "Hai, sekarang aku tahu namaku"

   Bukan jawab pertanyaan tetapi blo'on itu malah berteriak semaunya sendiri.

   "Siapa ?"

   Seru dara itu yang tanpa disadari ikut terhanyut dalam gelombang ke-blo'onan.

   "Wan-ong-kiam !"

   Walet-kuning terkejut, hampir tertawa tetapi cepat menyengir .

   "Jangan gila-gilaan ! Engkau tahu apa artinya Wan-ong-kiam itu ?"

   Pemuda blo'on gelengkan kepala.

   "Wan-ong itu artinya penasaran dan kiam Itu pedang. Apakah maksudmu memakai nama itu?"

   "Entahlah aku tak tahu. Aku menemukan Wan-ong-kiam dan nama itu terus kupakai. Aku tak peduli apa arti nya. Pedang Penasaran atau Pedang Huntung, itu bu'an soal. Engkau boleh panggil begitu atau kalau keberatan, panggil saja Wan-ong atau Ong-kiam atau apa saja yang engkau senangi ..."

   Si dara tak mau melayani ocehan pemuda blo'on yang makin tak keruan itu. la menuding dan membentaknya dengan marah.

   "Engkau pembunuh suhu..."

   Belum nona itu menyelesaikan kata-kata, pemuda bloon sudah menukas .

   "Tidak ... !"

   "Bangsat, serahkan jiwamu !"

   Tiba-tiba Si Rajawali matabiru loncat menyerangnya lagi.

   Selama su-moaynya sedang bicara dengan pemuda blo'on, dia menghampiri dan memeriksa mayat suhunya.

   Ktlika memeriksa tanaman mustika Liong-si-jau telah lenyap, ia makin terkejut Tepat pada, saat itu ia mendengar pemuda blo'on mengatakan bernama Wan-ong-kiam.

   Pada hal iapun membaca tulisan pada pedang yang menancap dipunggung suhunya itu berbunyi Wan-ong-kiam.

   Ya, jelaslah kalau pemuda blo'on itu yang membunuh suhunya Maka cepat ia loncat menyerangnya.

   Karena ketakutan pemuda blo'on itu loncat kesamping, maksudnya hendak menghindar.

   Tetapi entah bagaimana gerak loncatannya itu sedemikian pesat sehingga ia tak dapat menguasai diri dan membentur karang, duk ...

   "Aduh ..,"

   Ia jatuh terduduk, menjerit kesakitan seraya mendekap dahinya yang berdarah.

   Ia heran mengapa tubuhnya terasa ringan sekali la hendak lompat kesamping selangkah dua langkah, mengapa tahu-tahu tubuhnya melayang empat lima langkah sehingga membentur dinding guha.

   Tengah dia masih terlongong keheranan, tiba-tiba Rajawalimata- biru kembali menyerangnya "Bangsat, engkau membunuh suhuku karena hendak mencuri rumput mustika Liong-si-jau !"

   Saat itu pemuda blo'on masih berjongkok duduk Ketika ujung pedang Rajawali-mata-biru menyerang, ia tak sempat menghindar lagi.

   Cepat ia mengangkat kerangka pedang untuk menangkis.

   Kreek, uh ..karena kali ini Rajawali-mata-biru menyerang dengan sekuat tenaga, kerangka pedang pemuda blo'on terdampar kebelakang dan orangnya pun jatuh terjerembab kebelakang juga.

   Apabila seorang sedang duduk berjongkok lalu tiba-tiba didorong kebelakang, dia tentu jatuh terjerembab.

   Jatuh dengan kepala rubuh kebawah tetapi kaki menjulang keatas.

   Demikian pula dengan pemuda blo'on itu.

   Karena dihantam pedang sekuat-kuatnya oleh Rajawali-mata-biru, pemuda blo'on itupun terpelanting, kepalanya rubuh kebelakang tetapi kedua kakinya menjulang keatas.

   Plak ..secara tak disengaja, kedua kakinya tepat menghantam perut Rajawali-mata-biru itu terlemparlah tubuh Rajawali-mata-biru dan sampai beberapa meter jauhnya.

   Duk, kepalanya terbentur dinding karang dan terus terkulai jatuh tak sadarkan diri ....

   "Suko' si dara Walet-kuning menjerit kaget dan loncat menghampiri. Ternyata belakang kepala sukonya berdarah dan tulang punggungnya patah Sukonya pingsan. Walet-kuning diam-diam terkejut. Sukonya memiliki ilmu lwekang yang tinggi. Serangan yang dilancarkan tadipun menggunakan jurus istimewa dari perguruannya. Tetapi hanya dalam satu gebrak saja, sukonya dapat ditendang mencelat begitu rupa sehingga tak ingat diri. Ah, pemuda pembunuh iti tentu seorang yang hebat ilmu kepandaiannya. Tetapi pada lain kejab, si dara Walet-kuning mengertek gigi. Suhunya telah dibunuh, kini sukonyapun dirubuhkan. Tak peduli musuh bagaimana saktinya, ia harus melakukan pembalasan. Serentak dara itu melonjak bangun, mencabut pedang dan menghampiri ketempat pemuda blo'on yang masih duduk numprah ditanah. Wajah dara Walet-kuning yang cerah, saat itu tampak memberingas seperti macan betina yang kehilangan anak ... Pemuda blo'on itu terbeliak, serunya .

   "Hai, nona, engkau ... engkau hendak, mengapa ?"

   "Mencincang tubuhmu, bangsat !"

   Teriak nona itu dengan mata berapi-api.

   "engkau membunuh suhuku. melukai sukoku dan mencuri bunga rumput Liong-si-jau yang berumur seribu tahun !"

   "Berhenti !"

   Pemuda blo'on itu memekik keras ketika melihat si dara hendak menyerangnya.

   "nanti dulu. Kalau engkau hendak membunuh aku. tunggu dulu aku bicara. Jika memang aku bersalah, bunuh sajalah. Tetapi kalau tidak, engkau tak boleh main bunuh. Apalagi engkau seorang anak perempuan ..."

   "Ngaco !"

   Bentak Walet-kuning.

   "lekas bilang "

   "Mengapa engkau menuduh aku membunuh suhumu ?"

   "Tanganmu berlumuran darah, engkau mencekal kerangka pedang yang sudah kosong, pedangnya tertancap dipunggung suhu. Anak kecilpun tentu akan mengatakan kalau engkau yang membunuhnya. Kalau bukan engkau, habis siapa ? bukankah disini tiada lain orang lagi kecuali engkau ?"

   "Benar, benar, apa yang engkau katakan itu memang benar,"

   Seru pemuda blo'on.

   "tetapi akupun benar-benar tak membunuh, tak mencuri rumput Itu. Coha pikirkan. Mengapa aku harus membunuh suhumu, aku tak kenal siapa dia. Dan akupun tak mencuri rumput itu. Bahkan melihat bagaimansl macamnya rumput itupun aku belum tahu. Bagaimana engkau menuduh aku mencurinya !"

   "Blo'on yang pintar bersilat lidah atau tukang bersilat lidah yang blo'on, engkau ini hai !"

   
Pendekar Bloon Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Si dara deliki mata.

   "seribu katakata ....

   "Eh, tunggu dulu nona,"

   Tiba-tiba anakmuda itu berseru.

   "engkau bilang Blo'on, apakah blo'on itu ?"

   "Blo'on ialah manusia seperti engkau Tolol, tidak tolol sesungguhnya. Bodoh, tidak bodoh sesungguhnya. Gila, tidak, waraspun buka Jelasnya manusia yang serba setengah. Setengah tolol, setengah goblok, setengah gila, setengah waras !"

   "O, kalau begitu aku ini manusia setengah"

   Kata pemuda itu.

   "hai, benar, benar. Aku memang blo'on ini. Kalau tidak, masakan punya kepala tapi tak berisi otak. Punya otak tetapi macet. Punya diri tetapi tak kenal. Ya, aku memang manusia yang kehilangan diri. Tidak tahu siapa diriku ini ...,"

   "Jangan ngoceh !"

   Tiba-tiba dara itu terus menusukkan pedangnya.

   Tetapi karena ketakutan pemuda blo'on itu menjerit keras dan menghindar samping.

   Diluar dugaan, jeritan pemuda blo'on itu menghamburkan tenaga yang hebat dan kumandangnyapun lebih dahsyat dari harimau mengaum.

   Si dara Walet-kuning terkejut sekali sehingga tusukannyapun sampai mencong kesamping.

   Tetapi pemuda itu sendiripun kaget.

   Ia terlongong-longong heran mengapa tiba-tiba ia memiliki nada suara yang sedemikian dahsyatnya.

   "Tunggu !"

   Teriaknya pula ketika melihat si Walet-kuning hendak menyerang lagi.

   "aku belum habis bicara, mengapa engkau sudah hendak membunuh aku ?"

   Si dara Walet-kuning tertegun.

   Diam-Diam ia makin menyadari bahwa pemuda yang tampaknya blo'on itu sesungguhnya memiliki ilmu kepandaian yang hebat.

   Bukti yang jelas sukonya dapat ditendang rubuh.

   Dan suara gemborannya tadi, benar-benar hampir membuat jantungnya copot.

   Baiklah, ia hendak menunggu penjelasan pemuda itu baru nanti mengambil tindakan.

   "Lekas !"

   Bentaknya.

   "Ya, ya, aku bilang,"

   Katanya.

   "nona, aku ingin tanya kepadamu, boleh ?"

   "Hm,"

   Dengus si dara.

   "Apakah engkau ingat semua perjalanan hidup mu selama ini. sejak kecil sampai sekarang ?"

   Walet-kuning kerutkan dahi. Ada hubungan apa pertanyaan itu diajukan kepalanya. Namun ia ingin tahu juga .

   "Ya,"

   Sahutnya ringkas.

   "Apakah engkau percaya bahwa seorang itu dapat kehilangan ingatannya sama sekali ?"

   "Itu orang gila !"

   "Nona, apakah engkau anggap aku ini orang gila ?"

   "Hm, bukan gila tetapi menggila atau pura-pura gila !"

   "Terima kasih,"

   Kata pemuda blo'on.

   "tetapi aku sebenarnya tidak pura-pura gila, hanya otakku kosong. Aku tak ingat apaapa lagi. Bahkan diriku, namakupun aku tak tahu. Benar, nona, hendaknya engkau mau percaya omonganku ini ...

   "

   Walet-kuning menatap pemuda itu.

   Seorang pemuda yang berwajah cakap sekali.

   Bukan memiliki tampang pembunuh dan pembohong.

   Tetap gerak geriknya memang seperti anak blo'on.

   '"Nona, tolonglah engkau memberitahu kepadaku.

   Bagaimana cara atau obatnya untuk memulihkan otakku ?"

   "Mudah."

   "Apa ?"

   "Makan otak naga !"

   "Hai. benarkah ? Dimana aku dapat memperoleh otak naga itu ?"' "Engkau tahu apa naga itu?"

   Tanya Walet-kuning "Tidak."

   "Naga itu ular besar yang tinggal dalam laut Suka makan orang."

   "idih . .

   "

   Pemuda blo'on mengungkap kedua bahu karena merasa ngeri.

   "lalu bukankah aku juga akan dimakannya kalau hendak mengambil otaknya? "Tentu,"

   Sahut sinona.

   "kalau engkau dapat mengalahkan naga itu, barulah engkau dapat mengambil otaknya "

   "Bagaimana cara membunuh naga itu ?"

   "Terserah engkau sendiri."

   Jejaka blo'on itu garuk-garuk kepala, tiba-tiba ia bertanya pula .

   "Tetapi benarkah otak naga itu dapat menyembuhkan otakku yang hilang ?' "Ya."

   "Di mana tempat naga itu ?"

   "Laut Hitam "

   "Letaknya ?"

   "Jauh sekali dari sini. Engkau terus berjalan ketimur saja. Tanya pada orang, nanti tentu sampai,"

   Kata Walet-kuning.

   Sebenarnya nona itu hanya omong sekenanya saja..la sendiri tak tahu apakah otak naga itu dapat menyembuhkan penyakit si blo'on itu atau tidak.

   Pun ia tak tahu apakah ada laut yang bernama Laut Hitam.

   Dan kalau ada, iapun tak tahu apakah dilaut itu ada naganya.

   Sebenarnya ia hanya hendak mempermainkan jejaka itu saja.

   "Terima kasih, nona,"

   Tiba-tiba Walet-kuning terkejut ketika pemuda Wo'on itu terus berputar tubuh hendak angkat kaki.

   "Hai, hendak kemana engkau !"

   Cepat Walet-kuning lintangkan pedang menghadang si Wo'on.

   "Ke Laut Hitam."

   "Ngaco !"

   Bentak Walet-kuning.

   "engkau belum membereskan persoalan disini. Belum mempertanggungjawabkan perbuatanmu membunuh suhu, melukai suko dan mencuri rumput mustika !"

   "Akan kupertanggung-jawabkan semuanya itu Tetapi aku minta tempo."

   "Minta tempo ?"

   "Ya, aku hendak mencari otak naga. Setelah otakku sembuh, baru aku akan kemari untuk memberi pertanggungan-jawab kepadamu."

   "Bohong !"

   Bentak Walet-kuning.

   "apa engkau kira aku ini anak kecil yang mudah engkau kelabuhi. Begitu engkau pergi dari sini, tak mungkin engkau akan kembali lagi."

   "Nona, aku seorang lelaki,"

   Katanya sambil tegapkan tubuh busungkan dada dan mengangkat kepala.

   "apa yang kukatakan tentu akan kutepati. Berani berbuat tentu berani bertanggung jawab"

   "Tidak !"

   Bentak Walet-kuning lalu menusukkan pedangnya keperut pemuda blo'on itu.

   "Ih ...

   "

   Si blo'on mengerutkan perut dan ujung pedang Waiet-kuning mengenai dinding karang.

   Walet-kuning benar-benar terkejut.

   Jarak ujung pedangnya dengan perut si blo'on dekat sekali Tetapi ia heran mengapa sedemikian gesit anak blo'on itu menggerakkan perutnya.

   Dan karena ia menggunakan sekuat tenaga untuk menusuk, ujung pedangnya sampai masuk kedalam dinding hingga sampai setengah bagian.

   Walet-kuning berusaha hendak mencabutnya.

   Melihat itu si blo'on hendak membantu.

   Ia ulurkan tangannya.

   Tetapi gerakan blo'on telah salah ditafsirkan oleh Walet-kuning.

   Ia mengira pemuda iiu hendak menutuk lengannya.

   Cepat ia lepaskan pedang dan loncat kebelakang.

   "Eh, mengapa engkau?"

   Si blo'on terlongong heran memandang nona itu.

   "Tutup mulutmu !"

   Bentak Walet-kuning seraya memukulnya. Kini karena tak membawa pedang, ia gunakan tangan kosong untuk menyerang.

   "Tahan "

   Teriak blo'on seraya menyingkir ke samping.

   "mengapa engkau hendak memukul aku?"

   "Tanpa pedang akupun sanggup untuk menghancurkan kepalamu !"

   "Nanti dulu, nona,"

   Blo'on berseru gopoh, 'aku toh sudah mengatakan bahwa saat ini otakku hilang. Aku tak ingat apaapa lagi. Biar kucari otak saja dulu. Setelah otakku kembali, baru aku datang kesini lagi. Percaialah, nona, aku tentu pegang janji !"

   "Tidak ! Engkau tentu menipu aku ."

   "Oh, nona manis ...

   "

   Tiba-tiba si blo'on berlutut.

   "mengapa engkau tak mau percaya kepada keteranganku. Aku benarbenar menderita penyakit yang aneh Pikiranku serasa kosong, otakku hampa. Ini sungguh, kalau engkau tak percaya ..hu, hu, hu... .

   "

   Tiba-tiba blo'on menangis.

   Ia jengkel sekali karena sinona tak mau percaya omongannya kalau dia sakit otak.

   Karena tak dapat melampiaskan kejengkelannya, iapun menangis.

   Betapapun halnya, Walet-kuning itu seorang anak perempuan.

   Walaupun ia marah dan benci sekali kepada pemuda yang dianggap membunuh suhunya, namun perasaannya sebagai seorang dara tetap terketuk.

   Pendekar Bloon Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Untuk sementara terpaksa ia tahan kemarahannya.

   "Hai, engkau anak laki atau anak perempuan ?"

   Tegurnya.

   "Laki-Laki."

   "Mengapa menangis seperti anak perempuan? "

   "Jengkel, ya karena hatiku jengkel sekali tetapi tak tahu kepada siapa aku harus menumpah kan kejengkelanku. Daripada jengkel terhadap orang biarlah kutumpahkan dengan jalan menangis saja."

   "O, ada gunanya jugakah tangis itu ?"

   "Tentu, tentu,"

   Sahut si blo'on.

   "menangis itu dapat melonggarkan dada yang sesak karena sedih jengkel, marah dan dendam ..."

   "Kurang ajar !"

   Tiba-tiba nona itu mendamprat terus ayunkan tangan menampar muka blo'on,"ternyata engkau pandai memberi penjelasan kepada orang. Mengapa bilang kalau ingatanmu sudah hilang ?"

   Plak, karena tak menyangka, pipi si blo'on kena tertampar. Hidungnyapun mengucur darah. Tiba-Tiba ia songsongkan pipinya yang sebelah.

   "Nih, tamparlah yang kanan juga."

   "Mengapa?"

   Mau tak mau si dara tertegun.

   "Supaya imbang, jangan begap sebelah "

   "Baik,"

   Kata Walet-kuning lalu ayunkan tangannya lagi. Plak ... Pipi kiri pemuda itu membegap merah. Dia hanya menyeringai, tidak mengaduh kesakitan. Lalu bertanya .

   "Sudah puaskah engkau sekarang ?"

   "Bagaimana bisa puas kalau engkau belum mengganti jiwa suhuku yang engkau bunuh itu !"

   Lengking si Walet-kuning.

   "O, sayang, aku tak dapat memuaskan keinginanmu. Karena aku tak merasa membunuhnya. Andaikata membunuhnya, pun bukan atas kesadaran pikiranku. Soal ini kuminta waktu. Setelah otakku yang lumpuh ini sembuh, barulah nanti kita bicara lagi.

   "habis berkata pemuda blo'on itupun terus lanjutkan langkah lagi.

   "Jangan main gila,"

   Bentak si Walet-kuning seraya menyerang dengan THay-san-gui-ting atau Gunung Thay-san menindih puncak.

   Kedua tangannva menghantam ubun-ubun kepala pemuda itu.

   Pemuda blo'on terpaksa menghindar dan si Waletkuningpun makin menyerang gencar.

   Demikian keduanya segera terlibat perkelahian yang seru.

   Namun betapapun Walet-kuning berkeras hendak merubuhkan lawan tetapi si blo'on tetap dapat menghindar.

   Nona itu diam-diam terkejut melihat kesaktian pemuda blo'on.

   Tetapi pemuda itupun juga heran sendiri.

   Ia merasa gerakkan tubuhnya amat ringan sekali, seolah tumbuh sayap.

   Beberapa jurus telah berlangsung, tiba-tiba Walet-kuning gencarkan serangannya.

   Ia benar-benar penasaran kalau tak dapat merubuhkan lawan.

   Bahkan dalam suatu kesempatan, ia menyapu kaki si blo'on dan rubuhlah pemuda itu terbanting ketanah.

   Kerangka pedang yang berada ditangan kirinnya terbentur dinding karang dan mencelat.

   Saat itu si Waletkuning terus mengangkat tangan hendak menyusuli menghantam kepala si blo'on.

   Crek..

   tiba-tiba kerangka pedang yang mencelat itu mengenai jalan darah jiok-ti-hiat siku lengannya.

   Seketika tinju sinona yang tengah mengacung diatas itu berhenti.

   Dan terjadilah suatu pemandangan yang lucu.

   Walet-kuning berdiri tegak seperti patung tangan kanannya diangkat keatas kepala seperti hendak menghantam.

   Tetapi nona itu tak dapat bergerak lagi.

   Seperti sebuah patung.

   Pemuda blo'on meringis kesakitan.

   Pantatnya menghantam karang yang keras.

   Sejenak kemudian ia berbangkit dan menghampiri sinona .

   "Hm, galak ya engkau ini ! Masakan anak perempuan berani menjegal anak laki. Hayo, jegallah aku sekali lagi ...

   "

   La sosongkan tubuh kehadapan dara itu. Tetapi sampai beberapa jenak tak juga nona itu menggerakkan kakinya "Ho, mengapa tak mau ?"

   Si blo'on mengangkat muka.

   "O, engkau hendak memukul ? Bukankah tadi engkau sudah dua kali memberi tamparan kepadaku ? Apa masih belum puas ? Baik, baik, pukullah kepala !"

   Ia songsongkan kepalanya kemuka menunggu pukulan tetapi sampai beberapa jenak, belum juga si dara memukul. Cepat ia memandangnya .

   "Lho, mengapa engkau diam saja?"

   Bukan kepalang geram si Walet-kuning. Wajahnya merah padam .

   "Bedebah, jangan keliwat menghina si Walet-kuning. Kalau mau bunuh, bunuhlah aku !"

   Pemuda blo'on membelalakkan matanya lebar-lebar .

   "Apa? Bukankah engkau hendak memukul aku? Mengapa engkau minta aku membunuhmu?"

   Karena jalan darah lengannya tertutuk kerangka pedang, si Walet-kuning tak dapat berkutik.

   Sekalipun karena jatuh, kerangka pedang itu mencelat dan secara tak sengaja kebetulan mengenai jalan darah sinona, namun nona itu mengira kalau gerakan itu memang sengaja dilakukan oleh pemuda blo'on.

   Ia anggap pemuda blo'on itu memang hendak mempermainkannya.

   "Hm, jangan gila-giiaan. Bunuh saja aku daripada engkau bikin malu begini !"

   "Bikin malu ? Mengapa aku membikin malu kepadamu ?"

   Makin heranlah pemuda blo'on itu.

   "Jahanam, engkau menutuk jalandarah siku lenganku sehingga aku tak dapat bergerak, mengapa masih berlagak pilon ?"

   Damprat si dara.

   "Heh, heh, heh,"

   Tiba-tiba pemuda blo'on tertawa geli.

   "lucu, lucu sekali engkau ini. Menjamahpun tidak, mengapa engkau bilang aku menutuk siku lenganmu !"

   "Engkau timpuk dengan kerangka pedang, tolol!"karena geramnya nona itu sampai hampir muntah "O, ya, ya sudah,"

   Kata pemuda blo'on. Sebenarnya ia tak tahu apa sebab kerangka pedang yang mencelat dari tangannya itu dapat menyebabkan sinona tak dapat berkutik. Tapi karena kuatir dara itu marah, terpaksa ia mengiakan saja "lalu bagaimana sekarang ?"

   "Bunuhlah aku !"

   Teriak Walet-kuning.

   "Bunuh? Huh, ngeri dong.

   "si blo'on mengerenyut dahi.

   "aku tak pernah membunuh. Jangarkan membunuh orang, ayampun aku ngeri. Suruh apa saja aku mau asal jangan engkau suruh bonuh."

   "Kalau engkau tak mau membunuh, mengapa tak engkau buka jalandarahku yang engkau tutuk ini?"

   Seru si dara.

   "Membuka jalandarahmu? Ya, baiklah,"

   Kata blo'on tetapi pada lain saat ia cepat berteriak! "hai. bagaimana caranya ? Dimana jalandarahmu itu ?"

   "Jangan berlagak pilon. jalandarah jiok-ti-hiat dilenganku ini."

   Teriak dara yang mengira pemuda blo'on itu memang sengaja hendak memperolok dirinya.

   Sudah beberapa kali ia berusaha menyalurkan tenagadalam membuka jalandarahnya yang tertuuk itu.

   Tetapi walaupun ia telah berusaha sekuat tenaga namun tetap gagal.

   Jalandarahnya yang tertutuk itu seolah-olah macet.

   Diam- Diam ia makin terkejut dan makin percaya bahwa pemuda yang umpaknya blo'on itu ternyata memiliki ilmu kepandaian yang tinggi.

   Bahwa beberapa kali pemuda itu berlagak tak tahu, tentulah sengaja hendak mempermainkan dirinya.

   Maka karena geram, marah, jengkel, dan putus asa bercampur aduk dalam hati, nona itu menangis ...

   "Hai,"

   Pemuda blo'on melonjak kaget.

   "mengapa engkau menangis ?"

   Tetapi nona itu tak mau mempedulikan.

   Ia pejamkan mata tak sudi melihatnya.

   Si blo'on makin bingung dan kelabakan.

   Ia tak tahu apa sebab nona itu tiba-tiba menangis.

   Dan diperhatikannya pula nona itu masih tetap mengacungkan tangannya kanan keatas seperti hendak memukul.

   Dan yang lebih aneh pula, nona itu diam saja tak bergerak "Nona, mengapa engkau ? Engkau mengatakan aku menutuk jalandarahmu, tetapi aku sungguh tak merasa melakukan hal itu.

   Sudahlah jangan menangis, katakanlah apa yang engkau hendak suruh aku melakukan ?"

   Tetapi si Walet-kuning sudah keliwat jengkel. Ia tak mau menggubrisnya lagi dan tetap menangis terus.

   "Nona, kalau engkau tak mau berhenti menangis, aku hendak pergi saja mencari otak naga. Engkau jangan pergi kemana-mana dulu, setelah mendapatkan obat itu, aku tentu segera datang kesini lagi ..."

   Serentak nona itu terus membuka mata dan berteriak .

   "Hai, tolol, tunggu ! Hendak kemana engkau ?"

   "Cari otak naga. Bukankah engkau katakan hanya otak naga yang dapat menyembuhkan otakku yang hilang itu ?"

   Dada Walet-kuning benar-benar mau meledak, ia hanya berolok-olok tetapi ternyata pemuda tolol itu benar-benar percaya.

   Dan celakanya kalau dia pergi siapa yang akan menolong membuka jalandarahnya yang tertutuk itu ? Pergi ke Laut Hitam bukan sejam dua jam sehari dua hari atau sebulan duu bulan, tetapi mungkin sampai beberapa tahun.

   "Engkau gila!"

   Teriaknya.

   "Laut hitam itu jauh sekali, kalau engkau kesana mungkin sampai setahun dua tahun baru datang kesini. Dan aku bagaimana ..."

   "Silahkan engkau pulang dan tiap hari datanglah kemari untuk menengok apakah aku sudah kembali,"

   Kata si bloon seenaknya saja.

   "Hai, tolol, apakah engkau sungguh-sungguh tak tahu?"

   Teriaknya.

   "Tahu apa ?"

   "Karena siku lenganku tertutuk, aku tak dapat menggerakkan tubuhku?"

   Blo'on melonjak seperti terpagut ular .

   "Hai, jadi engkau tak dapat bergerak ? Apakah engkau mau jadi patung ?"

   Walet-kuning benar-benar mau muntah darah karena marahnya mendengar ocehan si blo'on yang tak keruan itu .

   "Ya, sudahlah, pergilah engkau biar aku jadi patung disini."

   Akhirnya karena jengkel sinona menjerit. Blo'on melongo, garuk-garuk kepala dan berseru .

   "Ai, ai serba salah. Kuminta engkau suruh aku melakukan apa, engkau diam saja. Aku pergi, engkau marah-marah. Habis bagaimana ?"

   Tetapi nona itu diam saja. Ia pejamkan mata tak sudi melihat cecongor si blo'on.

   "Nona, beritahu kepadaku, bagaimana cara untuk membuka jalan darahmu itu r"

   Walet-kuning tetap membisu.

   "Nona, engkau salah faham,"

   
Pendekar Bloon Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Bujuk si blo'on.

   "aku benarbenar tak mencelakai mu, pun sungguh tak mengerti tentang ilmu menutuk jalandarah engkau lurus percaya seperti engkau harus percaya pula bahwa aku bukan pembunuh suhumu ... Si dara tetap diam.

   "Hai, mengapa diajak bicara diam saja?"

   Si blo'on garukgaruk kepala.

   "apakah dia benar sudah jadi patung yang tak dapat bicara?"

   Diam-Diam diawasinya nona itu.

   Dari atas kepala sampai ke ujung kaki.

   Diam-Diam ia mendapat kesan bahwa dara itu cantik.

   Tetapi ia heran mengapa tangannya mengacung keatas seperti hendak meninju.

   Lalu timbul pertanyaan lagi dalam hatinya, apakah yang menyebabkan tangannya terus saja mengacung keatas itu ? "Ah, biarlah kuperiksanya,"

   Akhirnya ia memutuskan lalu berkisar maju.

   Didapatinya lengan dara itu tak terluka sama sekali.

   Aneh, mengapa tak mau menurunkan saja.

   Ia memberanikan diri untuk memegang lengan si dara, dicobanya untuk menurunkan.

   Uh.

   uh ..ia mendesus.

   Mengapa tangan itu kaku sekali ? la lepaskan cekalannya lalu mengangkat tangannya sendiri keatas menirukan gaya nona itu Digerak-gerakkannya tangannya sendiri turun naik beberapa kali, katanya .

   "Ah, begini mudah sekali, mengapa dia tak mampu ? Asal sikunya digerakkan, tangan tentu akan turun ..."

   Dengan mendapat pikiran semacam itu, dipegangnya siku lengan dara itu lalu dipijatnya dan...

   "Hai, dapat bergerak ... !"

   Tetapi belum habis ia berseru, tiba-tiba tangan si dara bergerak mendorong dadanya.

   Uh ..bluk , si blo'on terdorong jatuh ketanah, Ternyata pada waktu pergelangan siku lengan nona itu dipijat si blo'on serentak terbukalah jalandarahnya yang tertutuk.

   Dan serentak itu juga ia menghantam si blo'on sehingga terpelanting jatuh.

   "Hai, aku sudah menolongmu, mengapa engkau malah memukul aku?"

   Si blo'on menegur.

   Tetapi Walet-kuning tak peduli.

   Dengan gemas ia menendang pemuda itu dan menghajarnya.

   Untuk menghindarkan diri, blo'onpun terpaksa berguling-guling ditanah.

   Tetapi nona itu tak mau memberi ampun lagi.

   Ia merasa telah dipermainkan maka saat itu ia hendak membalas sepuas-puasnya.

   Karena berguling-guling di tanah, pakaian pemuda blo'on kotor semua, begitu pula kulit mukanya bergurat-gurat lantai batu yang tak rata.

   Karena sakit lama kelamaan timbul pikiran si blo'on untuk menghentikan amukan dara itu.

   Pada saat tinju Walet-kuning melayang, si blo'onpun cepat menyambar.

   Nona itu terkejut, bahkan si blo'on sendiri juga.

   Ia tak kira kalau gerak tangannya begitu cepat sekali diluar kehendaknya.

   Cret, tangan sinona dapat dicengkeramnya dan menjeritlah dara itu kesakitan .

   "Ih ..."

   Walet-kuning hendak meronta tetapi ia rasakan tenaganya merana. Cengkeiaman si blo'on telah melunglaikan sendi-sendi uratnya.

   "Mengapa engkau menghajar aku?"

   Tegur pemuda blo'on itu.

   Walet-kuning tahu bahwa ia berhadapan dergan seorang anakmuda yang aneh.

   Tolol tetapi sakti.

   Apabila ia berkeras kepala, kemungkinan pemuda itu marah, tentulah akan meremas tangannya.

   Mati ia tak takut tetapi kematian itu berarti kematian yang sia-sia.

   Ia tak dapat membalaskan sakit hati suhunya yang dibunuh pemuda itu.

   Maka lebih baik untuk sementara ia menggunakan siasat lunak, membawanya ke markas agar diadili oleh para tetua partai perkumpulannya.

   "Engkau hendak menghancurkan tanganku ?"

   Lengking si dara menantang.

   "Tidak,"

   Sahut si blo'on.

   "mana aku mampu?"

   "Kalau tidak mengapa engkau memegang tanganku? Cis, tak malu. anak laki pegang-pegang tangan anak perempuan, hayo lepaskan!"

   Bentak Walet-kuj ning.

   "Ya, akan kulepas tetapi bagaimana kalau engkau memukul aku lagi ?"

   "Hm ..."

   "Maukah engkau berjanji takkan memukul aku"

   Tanya si blo'on.

   "Tergantung pada engkau. Kalau engkau memberi keterangan yang jujur, aku tentu tak marah."

   "Ya, ya, baiklah.

   "si blo'on girang dan segera lepaskan cekalannya. Lalu bertanya .

   "Nah sekarang tanialah."

   "Engkau membunuh suhuku ?"

   "Tidak !"

   "Sungguh ?"

   "Sungguh mati, nona. Aku berani disumpah."

   "Tetapi yang ada disini hanya engkau. Punggung suhu tertikam pedang dan kerangka pedang itu berada ditangahmu. Tanganmupun berlumuran darah. Bagaimana engkau masih berani menyangkal?"

   "Mengapa tak berani? Kalau aku membunuh tentu aku mengaku membunuh. Tetapi aku tak merasa melakukan hal itu. Aku berada disini, memegang kerangka pedang dan tanganku berlumuran darah, itu tak kuketahui semua. Aku sendiri juga heran tetapi aku tak dapat mengingat apa yang telah terjadi pada diriku. Bahkan namaku dan siapa diriku, akupun tak tahu. Otakku seperti hilang."

   "Bohong !"

   Serta merta pemuda blo'on itu berlutut di-hadapan Waletkuning. Dengan mata berlinang-linang dan suara terharu ia berkata.

   "Nona manis, kalau engkau kasihan padaku, berilah aku obat agar otakku sembuh. Tetapi kalau engkau tak kasihan, tak apa. Tetapi kuminta engkau mau percaya pada keteranganku. Setidak-tidaknya untuk sementara waktu ini sampai aku sudah sembuh, sudah dapat mengingat segala apa. Maukah ?"

   Melihat wajah si blo'on yang cakap dan bersih, timbullah kesan Walet-kuning bahwa pemuda itu seorang yang jujur.

   Adakah pemuda itu benar kehilangan daya ingatannya ? Sejenak merenung, akhirnya ia memutuskan untuk mengajaknya ke markas perguruannya dan menghadapkan kepada beberapa tokoh yang berwewenang.

   "Baik, tetapi engkau harus mau kubawa ke markas perguruanku. Disana ada beberapa cianpwe yang akan memeriksamu. Kalau engkau memang tak bersalah engkau tentu dibebaskan dan akupun bersedia mengantar engkau mencari otak naga itu."

   "Benar?"

   "Ya."

   "Baik, baik,"

   Teriak pemuda blo'on itu tetapi tiba-tiba ia kerutkan dahi, apakah 'cianpwe' itu? Dia manusia atau binatang?"

   Si dara mau marah karena merasa hendak dipermainkan tetapi demi melihat kesungguhan wajah pemuda itu, diamdiam ia kasihan juga. Dari marah ia menjadi geli.

   "Cianpwe itu adalah orang tua, dalam kalangan persilatan ialah orangtua yang tinggi ilmu kepandaiannya,"

   Menerangkan si dara.

   "O."

   Desuh si blo'on "mari kita pergi."

   "Tunggu,"

   Seru si dara ketika melihat begitu omong, terus saja si blo'on ayunkan langkah,"

   Bagaimana dengan mayat suhuku ?"

   "Ah, kurasa biar disini, jangan dipindah-pindah agar memudahkan cianpwe-cianpwe itu memeriksa keadaannya."

   "Dan suko ?"

   "Apa itu suko ?"

   Tanya si blo'on.

   "Eh, engkau ini bagaimana, sudah hampir satu setengah hari aku berteriak menyebut suko, mengapa engkau belum tahu juga? Itu,"

   Ia menuding ke arah Rajawali-mata-biru yang masih menggeletak pingsan.

   "suko-ku ialah engkoh seperguruanku, mengerti ?"

   "Ya, ya,"

   Kata si blo'on, maksudmu bagaimana?"

   "Dia terluka dan pingsan, harus kita bawa pulang."- "Ya, benar."

   "Lalu siapa yang membawa ?"

   Tanya si dara.

   "Lha siapa ya?"

   Blo'on balas bertanya.

   "bagaimana kalau engkau ?"

   "Gila"

   Desuh Walet-kuning.

   "aku seorang gadis bagaimana disuruh memanggul seorang anak laki Dan lagi aku tentu tak mampu membawanya melompati jurang karang ?"

   "Mengapa tak dapat ?"

   "Ih, apa engkau mampu"

   Blo'on belum melihat betapa keadaan jurang karang yang memisahkan puncak disitu dengan puncak diseberang. Demi untuk menyenangkan hati si dara ia membusungkan dada .

   "Anak laki-laki harus mampu dan tentu bisa melompati jurang."

   "Bagus "

   Seru Walet-kuning.

   "sekaiang engkau panggul sukoku itu dan marilah kita keluar."

   Kali ini si blo'on sangat mendengar kata.

   Ia mengangkat tubuh Rajawah-mata-biru lalu dipanggulnya.

   Ia heran mengapa tubuh pemuda yang masih pingsan itu terasa ringan sekali.

   Tak berapa lama setelah melalui beberapa gunduk karang mereka tiba disebuah tepi karang yang buntung.

   Si dara berhenti.

   "Nah, kita harus melompati jurang pemisah ini untuk mencapai tepi karang diseberang,"

   Katanya seraya menunjuk kekarang seberang.

   "kemudian kita menuruni karang itu, melintasi sebuah hutan dan baru tiba di markas perguruanku."

   Si blo'on memandang kebawah. Demi melihat betapa dalam jurang itu. hingga dasarnya sampai tak kelihatan, blo'on mendesis kaget .

   "Aduh ..ngeri aku !"

   "Ngeri ? Kenapa ?"

   Tanya Walet-kuning.

   "Jurang ini ternyata dalam sekali. Kalau jatuh bukankah tubuhku hancur lebur ?"

   "Benar,"

   Sahut si dara.

   "tetapi engkau memmiliki ilmu meringankan tubuh yang hebat. Tak mungkin akan terjatuh."

   Pendekar Bloon Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Benar ..eh, apa katamu? Ilmu meringakan tubuh? Apakah ilmu meringankan tubuh itu?"

   "Dalam istilah persilatan ilmu meringankan tubuh itu disebut ginkang. Seorang yang ginkangnya tinggi dapat melayang di udara sampai beberapa meter tingginya. Engkau tentu bisa, bukan?"

   "O, begitu,"

   Kata si blo'on.

   "tetapi aku tak bisa !"

   Walet-kuning sudah muak mendengar kegilaan si blo'on. Ia anggap pemuda itu memang suka berolok-berolok saja tetapi sebenarnya memiliki ilmu kepadaian yang sakti. Maka ia tak mempedulikannya lagi.

   "Sekarang engkau atau aku yang lompat ke sana lebih dulu?"

   Tanya Walet-kuning.

   "Tetapi aku tak dapat. Ih ..ngeri,"

   Kembali ia mengeluh ketika melongok kebawah.

   "Kutunggu diseberang sana,"

   Walet-kuning terus enjot tubuhnya melambung keudara. Dan pada lain kejab, dara itupun sudah berdiri ditepi puncak yang terpisah tiga empat tombak dari puncak tempat blo'on berdiri.

   "Hayo, lekas engkau. Dan jangan lupa panggullah suko-ku !"

   Seru si dara Si blo'on terlongong-longong. Bagaimana mungkin ia dapat melintasi jurang yang lebarnya tiga empat tombak. Apalagi disuruh memanggul seorang yang terluka.

   "Aku tidak bisa, nona! Sungguh mati sampai tujuh kali akupun bersedia kalau aKu bohong. Aku memang tak mampu !"

   Teriak si blo'on.

   "Lekas ... !"

   Teriak Walet-kuning pula yang sudah tak mau mempedulikan ocehannya. Ia anggap pemuda blo'on itu tentu dapat.

   "Tidak "

   Balas blo'on tak kalah kerasnya.

   "apakah engkau hendak suruh aku mati dibawah dasar jurangini? O, betapa kejam engkau ini, nona."

   Walet-kuning termenung. Kalau ia memaki, sia-sia saja- Pemuda blo'on itu sudah kebal dimaki. Lebih baik ia cari siasat agar pemuda itu bangkit semangatnya.

   "Hai, blo'on, kalau engkau takut, letakkan suko-ku ditanah dan pergilah engkau. Walaupun aku seorang anak perempuan tetapi tak sudi kalah dengan anak lelaki semacam engkau. Mentang-Mentang berani buka bacot, menepuk dada sebagai anak laki-laki, tetapi nyatanya, cis ..melompati sebuah jurang begini saja tak berani. Berani berjanji tetapi tak malu menjilat ludah !"

   "Ludah siapa yang kujilat ?"

   Teriak blo'on.

   "Ludahmu sendiri! Bukankah engkau tadi berjanji mau menggendong suko pulang ke markas? Mengapa sekarang nyalimu mengkeret ?"

   "Hai, anak perempuan,jangan engkau terlalu menghina padaku. Engkau kira aku tak berani melompati jurang ini ? Lihatlah saja nanti !"

   Tiba-tiba blo'on berteriak lalu pasang kuda-kuda.

   Setelah menahan napas ia terus enjot kakinya mengantar tubuhnya melayang keudara, melintasi mulut jurang yag menganga beberapa meter itu.

   Blo'on hanya dirangsang panasnya hati mendengar ejekan Walet-kuning.

   Ia tak menyadari bahwa loncatan itu adalah loncatan maut.

   Apabila gagal, pasti ia akan melayang turun kedasar jurang yang dalamnya beberapa ratus meter.

   "Uh, ternyata mudah saja,"

   Pikirnya ketika melayang diatas mulut jurang. Dan ia tak merasakan suatu beban apa-apa walaupun menggendong tubuh Rajawali mata-biru yang masih pingsan. Tetapi ketika hampir mencapai tepi karang, tiba-tiba ia menunduk kepala dan .

   "Hai, tolongng...!"

   Ia menjerit sekuatkuatnya dan tubuhnyapun segera meluncur kebawah jurang. Rasa kejut dan takut yang hebat telah menghentikan darah dalam tubuh anak itu sehingga tubuhnya berat dan meluncur kebawah.

   "Hai, awas, tubuhmu tentu hancur lebur"

   Teriak Waletkuning.

   Teriakan si dara itu membuat blo'on gelagapan.

   Seketika ia kencangkan urat-urat, mengempos semangat dan bergeliatan meronta-ronta.

   Tubuhnya yang sudah meluncur turun itu melambung keatas lagi.

   Dan sekali blo'on ayunkan tubuh makaiapun melayang ketepi karang, tak berapa jauh dari tempat Walet-kuning.

   "Ah ... ,"

   Walet-kuning menghela napas longgar.

   "mengapa engkau tiba-tiba menjerit lagi ?"

   "Ai, ngeri sekali melihat jurang yang begitu dalam."

   Kata blo'on.

   "eh, apakah aku masih hidup ?"

   "Ya."

   "Aneh,"

   Kata blo'on garuk-garuk kepala.

   "mengapa aku dapat melompati jurang yang begitu lebar dengan menggendong orang ?"

   "Ginkangmu hebat sekali,"

   Seru Walet-kuning "O, begitu ?"

   Tanya blo'on.

   "mengapa aku tak merasa ?"

   Walet-kuning tahu makin digubris, pemuda itu maikin menjadi-jadi blo'onnya. Maka cepat ia mengajaknya berangkat menuju ke markas perguruan- "Berapa jauhnya ?"

   Tanya blo'on.

   "Lebih kurang dua tigapuluh li,"

   Sahut si dara.

   "Apakah nama perguruanmu ?"

   "Hea-san-pay "

   "Siapakah nama gurumu itu?"

   Tanya blo'on pula "Kam Sian-hong."

   "Bagus sekali nama itu, sayang orangnya sudah... ?"

   "Engkau bunuh!"

   Walet-kuning menukas geram "Ah, engkau rupanya tak percaya kalau aku merasa membunuh suhumu."

   "Hm, nanti didepan keempat tiang-lo Hoa-san-pay baru dapat kita ketahui engkau bohong atau tidak."

   "Siapakah empat tiang-lo itu ? Manusia atau bukan ?"

   Tanya blo'on. Walet-kuning deliki mata dan membentak.

   "Jangan kurang ajar ! Keempat tiang-lo itu adalah empat orang tetua atau tokoh angkatan tua dari Hoa-san-pay. Walaupun mereka bukan ketua, tapi kedudukan mereka amat tinggi. Setiap ada persoalan, suhu tentu minta pendapat mereka."

   "O, kalau begitu tentu sudah tua renta sekali ?"

   "Yang paling muda sendiri sudah berumur delpanpuluh tahun. Yang tua hampir seratus tahun."

   "Siapa nama mereka ?"

   Tanya blo'on.

   "Tertua bernama Naga-besi Pui Kian. Kedua Garuda-emas Lim Cong, ketiga ialah Beruang-sakti Han Tiong dan keempat, Naga-besi Pui Kiat".

   "Uh, seram benar,"

   Kata blo'on.

   "lalu siapa lagi?"

   "Masih banyak. Tak perlu kusebutkan narma-narmanya "Dan engkau sendiri?"

   "Walet-kuning Ui Hong-ing."

   "Sukomu?"

   "Beruang-mata-biru Ong Gwan."

   "Lalu ..."

   "Engkau ?"

   Tukas si dara Hong-ing.

   "Wan-ong-kiam."

   Mau tak mau Hong-ing tertawa juga. Jelai nama itu adalah tulisan pada pedang yang tertancap dipunggung suhunya.

   "Wan-ong-kiam itu nama pedang, bukan nama orang", serunya.

   "Habis, aku tak ingat namaku lagi."

   "Mau kuberi nama?"

   Tanya Hong-ing.

   "Ya, mau."

   "Bagaimana kalau Blo'on?"

   "Apa artinya blo'on?"

   "Bego."

   "Apa artinya bego itu ?"

   Desak si blo'on.

   "Goblok, tolol, kocluk seperti engkau!"

   "O, bagus, bagus. Ya, namaku si Bloon sajalah,"

   Seru pemuda itu gembira. Hong-ing benar-benar seperti dikili-kili hatinya Muak-Muak geli. Masakan diberi nama blo'on malah begtu gembira sekali.

   "Engkau tak malu dipanggil Blo'on'"

   Tanyanya "Malu? Mengapa harus malu? Nama itu hanya untuk mengenal dan membedakan. Kalau orang menertawakan nama itu, bukanlah salahku. Tetapi salah orang yang memberi."

   "Aku?"

   Tanya si dara Hong-ing.

   "Ya, tetapi jangan kuatir. Blo'on itu bukan nama yang jahat, bukan pula nama yang jelek. A-ku berterima kasih kepadamu untuk pemberian nama itu. Bukankah didunia ini hanya aku seorang yang mempunyai nama Blo'on ?"

   Saat itu mereka sudah menuruni tanjakan karang dan tengah menjelang melintasi sebuah hutan pohon siong.

   Sekonyong-konyong muncul tiga jenis binatang.

   Seekor anjing kuning sebesar anak kerbau, seekor monyet hitam dan seekor burung rajawali.

   Ketiga binatang itu menyongsong Blo'on.

   Anjing kuning terus menjilat-jilat kaki Blo'on.

   Monyet hitam loncat duduk diatas bahu dan burung rajawali hinggap dikepala si Blo'on Karena sedang mendukung Rajawali-matabiru Ong Gwan yang pingsan, terpaksa si Blo'on memegangi tubuh Ong Gwan supaya tidak jatuh hingga ia tak dapat berbuat apa-apa ketika ketiga binatang itu menyerbunya.

   Mata Blo'on berkicup-kicup.

   Rasanya ia pernah melihat ketiga binatang itu tetapi ia lupa sama sekali dimana dan kapan pernah berjumpa.

   "Hai, apakah binatang peliharaanmu ?"

   Tanya Hong-ing.

   "Bukan, aku tak kenal mereka !"

   "Kalau begitu, biar kuhalaunya agar jangan mengganggumu,"

   Seru Hong-ing. Dara itu kuatir si Blo'on tak tahan diganggu monyet dan burung la lu lepaskan pegangan tangannya. Sukonya tentu kan terlepas jatuh."

   "Jangan, biarkan saja ..,"

   Cepat-cepat si Blo'on mencegah tetapi terlambat. Hong-ing sudah lebih dulu menghantam simonyet hitam Duk ...

   "Aduh ..'"

   Blo'on menjerit karena bahunya dihantam Honging.

   Memang ketika tinju sida berayun, monyet hitam itu sudah loncat ke udar lalu duduk lagi di bahu si Blo'on.

   Tinju Hong-in mendapat bahu si Blo'on.

   
Pendekar Bloon Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Hong-ing terkejut.

   Ia heran mengapa monyet itu sedemikian gesit gerakannya.

   Kali ini ia hendak memukul burung rajawali yang hinggap di kepala si Blo'on.

   "Plak ... aduh !"

   Kembali si Blo'on menjerit "budak perempuan setan, mengapa engkau memukul kepalaku !"

   Hong-ing tertegun sekali.

   Ia seorang dara yang tinggi ilmusilatnya.

   Pukulannya itupun dilancarkan cepat sekali.

   Tetapi ternyata burung rajawali itupun amat tangkas.

   Begitu tinju si dara melayang, burung itu segera terbang ke udara dan hinggap pula di atas kepala Blo'on.

   "Hai, budak perempuan, jangan gila-gilaan Kalau memukuli kepalaku, sukomu tentu kulepaskan !"

   Si dara hanya menyeringai. Tanpa berkata apa-pa ia menendang anjing kuning yang selalu melibat kaki si Blo'on hingga mengganggu jalannya. Plak....

   "Aduh .."

   Si Bloon menjerit dan rubuh. Anjing kuning lompat kesamping, lutut si Blo'on termakan tendang Hong-ing dan rubuhlah pemuda itu.

   "Anak perempuan,"

   Blo'on geleng-geleng kepala.

   "tak jadi saja !"

   Hong-ing tercengang .

   "Apa yang tak jadi?"

   "Nama itu, ya nama Blo'on yang engkau berikan kepadaku. kukembalikan kepadamu saja. Pakailah sendiri karena ternyata engkau ini seorang gadis yang blo"on "

   Hong-ing tahu apa yang dimaksudkan pemuda itu.

   Merahlah mukanya.

   Tiga kali ia menyerang tiga binatang, tetapi selalu luput.

   Diam-Diam ia heran.

   Sesaat kemudian penasaran.

   Masakan dia kalah dengan binatang saja ! "Uh, siapa yang blo'on? Aku hendak mengusir binatang yang mengganggumu itu, mengapa engkau marah?"

   "Apakah begitu caranya mengusir. Binatang tidak pergi, aku yang menjadi korbanmu !"

   "Jangan ngoceh ! Lihat kuusirnya !"

   Walet-kuning mulai lagi untuk menyerang.

   Tetapi sejak si Blo'on jatuh, rajawali, kera dan anjing kuning sudah bersatu tegak disamping pemuda itu.

   Monyet menunggang punggung anjing, burung rajawali hinggap di kepala si monyet.

   Waktu Hong-ing menyerang, ketiga binatang itupun serempak menyongsong.

   Anjing menggigit kaki si dara, monyet loncat ke bahu dan rajawali menyambar kepala.

   "Ih ..,"

   Hong-ing terkejut dan loncat menghindar ke samping. Namun ketika binatang itupun kembali lagi berdiri di samping si Blo'on. Hong-ing heran, serunya .

   "Hai, Blo'on, binatang itu tentu peliharaanmu. Kalau tidak masakan selalu melekat engkau saja. Dan merekapun tahu juga berkelahi."

   "Aku sendiri juga heran,"

   Seru Blo'on.

   "aku tak kenal dengan mereka tetapi mengapa mereka menjaga aku ?"

   Tibatiba ia berpaling kepada binatang itu, tegurnya.

   "Hai, engkau, aku tak kenal kepada kamu, hayo, enyahlah !"

   Tetapi ketiga binatang itu malah ribut. Anjing menyalak, monyet bercuit-cuit dan rajawali-pun bersuit nyaring. Seolaholah tertawa-tawa mendengar si Blo'on bicara.

   "Pergi ... !"

   Si Blo'on bangkit dan berteriak keras mengusir.

   Tetapi tetap ketiga binatang itu diam saja.

   Karena jengkel, si Blo'on menendang-Ketiga binatang itu hanya menyingkir beberapa langkah saja, tetap tak mau pergi.

   Demikian tiap kali si Blo'on memburu, memburu, mereka nyingkir tetapi berhenti lagi.

   "Kubantu engkau mengusir mereka !"

   Teriak Hong-ing terus lari hendak menyerang.

   Tetapi ketiga binatang itupun serempak menyerang si dara.

   Kalau si Blo'on yang menghalau, mereka hanya menyingkir.

   Tetapi kalau Hong-ing yang mengusir mereka serempak menyerang.

   Akhirnya karena kewalahan, Hong-ing berseru.

   "Sudahlah, jangan hiraukan ketiga binatang itu. Mari kita lanjutkan perjalanan lagi !"

   Tak berapa lama merekapun tiba disebuah lembah.

   Sebuah bangunan yang luasnya hampir menduduki seluruh lembah, dipagari dengan dinding batu.

   Sepintas pandang menyerupai sebuah markas tentara.

   Begitu Walet-kuning Hong-ing masuk bersama seorang pemuda yang memanggul seorang yang terluka, beberapa anakmurid Hoa-san-pay segera mengerumuninya.

   Mereka adalah murid-murid tingkat kedua dan ketiga.

   Murid tingkat kesatu hanya lima orang.

   Ialah Ang Hin-liong, kedua Ko Sengtik, ketiga Tian Hui-beng, keempat si Rajawali-mata-biru Ong Gwan dan kelima Walet-kuning Ui Hong- "Mengapa Ong suko ?"

   Tanya mereka.

   "Lekas bawa suko kedalam "

   Seru Hong-ing. berapa murid Hoa-san-pay segera menghampiri ketempat Blo'on dan mengangkutnya kedalam. Seorang pemuda baju biru menjurahdihadapan Ulo'on;

   "Terima kasih atas pertolongan saudara membawa suko kami yang terluka ..."

   "Hai, Gui sute, engkau salah ! Dialah yang melukai suko!"

   Teriak Walet-kuning Hong-ing ketika melihat Gui Tik, murid tingkat kedua dari Hoa -san-pay menghaturkan terima kasih kepada Blo'on.

   "Hai ?"

   Gui Tik yang sedang membungkukkan tubuh berhenti setengah jalan dan cepat-cepat menegakkan diri lagi.

   "dia yang melukai suko ?"

   "Jagalah baik-baik, jangan sampai dia lolos ! Aku hendak memberi laporan kepada keempat Tiang-lo!"

   Kata Hong-ing terus melesat masuk kedalam gedung Mendengar keterangan Hong-ing, beberapa murid Hoa-sanpaypun segera maju mengepun Blo'on. Blo'on diam saja.

   "Hm, besar sekali nyalimu, bung, berani melukai suko kami !"' dengus Gui Tik. Blo'on hanya kicup-kicupkan mata tetapi tak menjawab.

   "Siapa namamu !"

   Bentak Gui Tik. Blo'on tak mau menjawab, la mengusap peluh yang membasahi mukanya. Tiba-Tiba jarinya membentur lubang hidung dan seketika iapun berbangkis "Hajingngng ... !"

   "Bangsat'"

   Gui Tik tiba-tiba menjerit dan memaki Karena hanya terpisah dua tiga langkah dengan-Blo'on, Gui Tik tertabur cairan ingus dari hidung si Blo'on.

   Rupanya kuat sekali semburan hidung Blo'on itu sehingga mata Gui Tik terasa sakit seperti ditabur butir-butir pasir.

   Gui Tik mencabut pedang dan maju menghampiri lalu mengangkat pedang.

   "Bilang, siapa nama mu?"

   Blo'on mengangkat muka.

   Saat itu ia menghadap ke barat dan justeru matahari sudah berada disebelah barat.

   Karena muka menengadah, lubang hidungnyapun terlimpah sinar matahari.

   Seketika pula ia berbangkis lagi, hajingngng ....

   Gui Tik menjerit dan menyurut mundur dua tiga angkah sambil mendekap mukanya.

   Melihat itu beberapa murid yang mengepung serentak hendak menyerbu.

   Tetapi melihat si Blo'on berdiri tegak sambil menyikapkan kedua tangannya kedada, murid-murid Hoa-san-pay itu berhenti.

   Sebagai murid perguruan silat merekapun pernah mendengar petuah suhunya bahwa orang yang memiliki kepandaian tinggi tentu tenang sekali sikapnya.

   Blo'on bersikap tenang karena sudah paserah asib.

   Tetapi sikap itu diartikan oleh murid-murid Hoa-san-pay sebagai sikap seorang yang berisi.

   Apalagi jelas mereka mendengar keterangan dari Hong-ig, bahwa Blo'onlah yang melukai Rajawali-mata-biru tetapi tetap berani datang ke markas situ.

   Kalau tidak mempunyai kepandaian sakti masakan dia berani bertindak begitu ? Bukankah Hoa-san-pay itu sebuah perguruan silat yang cukup ditakuti dan di indahkan kaum persilatan ? "Bayar jiwa suko kami !"

   Teriak Gui Tik seraya maju hendak menusuk.

   "Jangan sute,"

   Tiba-tiba seorang pemuda bertul buh tinggi kurus berseru mencegah.

   "ingat pesan Hong-ing su-ci. Kita disuruh menjaga, bukan disuruh menyerangnya !"

   "Tetapi dia ..."

   "Dia tidak melarikan diri,"

   Tukas pemuda tinggi kurus pula.

   "maka kitapun harus mengindahkan pesan Hong-ing suci. Tunggu saja nanti keempat Tiang-lo yang membereskannya. Kalau kita bertindak sendiri tentu akan menerima hukuman karena dianggap lancang !"

   Yang berkata itu Li Cong-bun, juga murid Hoa-san-pay tingkat kedua, suheng atau kakak seperguruan dari Gui Tik. Gui Tik terpaksa menahan diri. Ia tak berani melanggar peringatan sukonya yang memang tepat.

   "Saudara,"

   Kata Cong-bun dengan nada ramah kepada Blo'on.

   "mengapa saudara melukai suko kami ? Apakah urusannya?"

   Blo'on tetap membisu.

   "Apakah saudara tak tahu kalau Hoa-san-pay itu sumber pencetak jago-jago silat yang Iihay ?"

   Blo'on masih diam.

   "Apakah kedatangan saudara ke markas Hol san-pay ini hendak menyerahkan diri atau hendak menantang kami?"

   Masih Cong-bun bertanya sabaj Blo'on diam.

   "Mengapa saudara tak menjawab? Apakah benar-benar saudara memandang rendah kepada murid-murid Hoa-sanpay ?"

   Nada Cong-bun mulai kurang puas. Blo'on tak mau bicara.

   "Hm, rupanya saudara memang bermaksud begitu. Baik, hayo, cabutlah senjatamu dan mari kita main-main barang beberapa jurus saja ! "

   Tantang Cong-bUn yang sudah hilang sabarnya. Namun Blo'on tetap diam. Paling-Paling hanya hidungnya yang menyeringai.

   "Apakah engkau bisu, bung !"

   Teriak Cong-bun makin sengit. Blo'on tetap diam.

   "Hai, engkau memang bisu ! Celaka, mengapa seorang bisu seperti engkau berani melukai murid Hoa-san-pay !"

   Seru Cong-bun seraya maju menghampiri dan siap hendak memukul.

   Tetapi sekonyong-konyong dari dalam gedung muncul berpuluh-puluh orang.

   Cong-bun hentikan tangannya.

   Empat orang kakek tua berjalan dengan langkah goyang gontai, diiring oleh tiga orang pemuda.

   Dibelakang pemuda itu diiring oleh beberapa puluh murid-murid Hoa-san-pay.

   Rombongan anakmurid Hoa-san-pay yang mengepung segera memberi jalan kepada rombongan kakek tua itu.

   Keempat kakek tua itu ialah yang disebut empat Tiang-lo dari Hoa-san-pay.

   Sedang ketiga pemuda tegap dibelakangnya itu ialah Ang Hin-liong, fci Seng dan Tian Hui-beng, murid tingkat pertama dari Hoa-san-pay dan suheng dari Rajawalimata- biru serta Walet-kuning.

   Sedangkan keempat kakek tua itu ialah keempat Tiang-lo.

   Yang paling tua sendiri Naga-besi Pui Ki, lalu Beruang-sakti Han Tiong, Kilin-emas Lim-Ping dan Serigala- bergigi-perak Bok Jiang.

   Pendekar Bloon Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Mereka berhenti di hadapan si Blo'on.

   "Anakmuda, siapakah engkau ?"

   Naga-besi Pui Kian yang paling tua mulai menegur.

   "Lo-cianpwe menanyakan diriku atau namaku ?"

   Blo'on balas bertanya dengan menyebut locianpwe atau orangtua yang terhormat.

   "Dirimu."

   "Diriku ? Diriku ya aku ini,"

   Sahut Blo'on seraya menepuknepuk dadanya.

   Jawaban itu membuat sekalian murid Hoal san-pay gempar.

   Dihadapan keempat Tiang-lo, masakan pemuda itu berani bersikap sekurangajar begitu "Jangan kurang ajar!"bentak salah seorang dari kakek itu ialah Serigala-bergigi-perak Bok Jiangl "engkau tahu siapa yang engkau hadapi ini ?' "Tahu,"

   Jawab Blo'on.

   "Siapa ?"

   Seru Serigala-gigi-perak pula.

   "Empat orang kakek tua renta !"

   Jawaban Blo'on itu disambut dengan suara rang menggeram penuh kemarahan dari murid-murid Hoa san-pay Apabila keempat Tiang-lo itu mengizinkan, ingin sekali mereka meremuk pemuda kurang ajar "Tahu nama kami?"

   Masih Serigala-gigi-perak melanjutkan pertanyaan. Belum ada tanda-tanda ia marah. Mungkin dia hendak menjaga gengsi sebagai seorang cianpwe, tak boleh merendahkan diri berbantah dengan seorang anakmuda.

   "Belum,"

   Sahut Blo'on.

   "tahu saja baru sekarang masakan sudah kenal namanya."

   Keempat Tiang-lo terkesiap.

   "Ketahuilah, kami berempat ini adalah Tiang-lo dari Hoasan- pay ..."

   "O,"

   Sambut Blo'on tenang-tenang "Dan yang bertanya kepadamu tadi ialah Tiang-lo yang peitama ialah Naga-besi Pui Kian...."

   "O,"

   Kembali Blo'on mendesuh kaget. Lalu berseru girang.

   "bagus, sungguh kebetulan sekali. Aku tak pergi jauh-jauh ke Laut Hitam. Ternyata disini juga terdapat naga !"

   Sudah tentu keempat Tiang-lo dan murid-murid Hoa-sanpay terlongong-longong heran. Mereka tak tahu apa sebab anakmuda itu tiba-tiba saja begitu girang.

   "Apa katamu ?"

   Tegur Serigala-gigi-perak.

   "Lo-cianpwe, aku menderita sakit yang aneh. hakku hilang sehingga aku tak ingat apa-apa lagi. Menurut keterangan anak perempuan yang membawa aku kemari tadi, penyakitku itu hanya dapat disembuhkan dengan makan otak naga. Kalau disini ada Naga-besi, bukankah aku dapat meminta otaknya untuk mengobati otakku itu ?"

   "Jahanam! Berani sekali engkau menghina Tianglo kami !"

   Tiba-tiba seorang pemuda berteriak terus ! loncat kemuka hendak menyerang Blo'on.

   "Hin-liong. jangan !"

   Serigala-gigi-perak cepat mencegah tindakan Hin-liong murid pertama dari Hoa-san-pay. Dan pemuda itupun hentikan langkahnya.

   "Otakmu hilang? Bagaimana engkau tahu kalau otakmu hilang?"

   Tanya Serigala-gigi-perak.

   "Aku tak ingat apa-apa, tak dapat berpikir. Bukankah karena otakku hilang ?"

   Serigala-gigi-perak mendapat kesan bahwa pemuda itu memang tak waras pikirannya. Namun untuk lebih mendapat kepastian, ia harus mengajukan beberapa pertanyaan lagi.

   "Siapa namamu ?"

   "Nama dulu atau nama sekarang ?"

   "Eh, apakah engkau mempunyai dua nama?".

   "Tentulah begitu."

   "Siapa namamu yang dulu dan sekarang,"

   Masih Serigalagigi- perak bersikap sabar.

   "Namaku yang dulu, aku tak ingat lagi. Namaku yang sekarang ialah Blo'on."

   "Blo'on ? Siapa yang memberi nama itu ?"

   "Anak perempuan yang membawaku kemari itul"

   "Oh,"

   Dengus Serigala-gigi-perak.

   "engkau merima mendapat nama itu ?"

   "Ya, nama itu bagus sekali."

   Rupanya Serigala-gigi-perak menyadari bahwa dia terlalu banyak yang mengajukan pertanyaan. maka diapun segera berkata.

   "Blo'on, sekarang Pui suheng hendak bertanya kepadamu. Engkau harus menjawab yang benar."

   "Ya,"

   Sahut Blo'on. Setelah dipersilahkan Serigala-gigi-perak, maka Naga-besi Pui kian mulai mengajukan pertanyaan lagi.

   "Hai, anakmuda, engkau dari perguruan mana"

   "Justeru itulah yang hendak kutanyakan kepada cianpwe sekalian."

   Jawab Blo'on.

   "Bertanya bagaimana?"

   Naga-besi kerutkan kening.

   "Seperti yang telah kukatakan tadi, aku menderita suatu penyakit yang aneh otakku hilang, aku tak ingat apa-apa lagi. Bahkan siapa diriku, namaku asal usulku, aku tak mengerti. Maka aku hendak minta tulung kepada cianpwe dan sekalian saudara-saudara disini untuk memberitahu siapa diriku ini."

   "Aneh,"

   Gumam Naga-besi Pui Kian.

   "kalau engkau tak kenal dirimu sendiri bagaimana orang lain dapat mengenalmu?"

   "Bukan begitu,"

   Sahut Blo'on.

   "kemungkinan diantara cianpwe dan saudara-saudara disini pernah melihat aku dan tahu siapakah diriku ini ?"

   "Hm,"

   Dengus Naga-sakti Pui Kian lalu mengeliarkan pandang mata kearah murid-murid Hoa-san-pay.

   "Siapakah diantara kamu yang pernah melihat anak ini? Murid-Murid Hoa-san-pay mencurahkan pandang maka kepada Blo'on lalu saling berpandangan dan telengkan kepala kemudian menyatakan tak kenal.

   "Nah, tidak ada murid Hoa-san-pay yang kenal padamu. Sekarang engkau harus berusaha untuk mengenal dirimu sendiri !"

   


Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Darah Ksatria Harkat Pendekar -- Khu Lung

Cari Blog Ini