Pendekar Laknat 14
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong Bagian 14
Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya dari S D Liong
"Plak.".... tendangannya tepat mengenai dada wanita itu. Walaupun tak menggunakan tenaga dalam tetapi tendangan itu membuat Poh Ceng-in terpental dan bergelundungan beberapa meter hingga hampir tiba di tepi tebing karang yang curam, Badik ditangannya pun terlempar melayang di atas sebatang pohon dan menancap pada dahannya.
"Kongsun siauhiap! Engkau bersalah! Tak peduli bagaimana pun, apakah perbuatanmu sekejam itu terhadap seorang perempuan lemah, dapat dipuji sebagai tingkah seorang ksatrya?"
Bentak Kakek Mata-satu. Juga Song Ling tak menyangka kalau Siau-liong akan menendang Poh Ceng-in begitu rupa. Cepat ia mendampratnya.
"Engkau seorang lelaki buas....!" ia terus lari memburu ketempat Poh Ceng-in. Siau-liong merasa menyesal, Walaupun ia tak menendang keras, tetapi perbuatan itu memang kasar. Tetapi iapun heran mengapa kakek mata-satu tetap membela Poh Ceng in. Dalam pada itu Song Ling sudah datang lagi dengan mendukung Poh Ceng in. Tampaknya Song Ling begitu memperhatikan sekali kepada Poh Ceng-in. sambil membersihkan pakaian nona pemilik Lembah semi dari debu kotoran, Song Ling pun menanyakan juga apakah Poh Ceng-in menderita luka. Kedua pipi Poh Ceng-in basah dengan air mata namun ia tetap mengunjukkan tertawa rawan, katanya.
"Adik Song, apakah engkau anggap berharga bagiku untuk berbuat begini demi kepentingannya?"
"Kelak dia tentu menyesal sendiri,"
Jawab Song Ling menghiburnya. Karena tak tahan menderita keheranan, bertanyalah Siauliong kepada si dara.
"Nona Song, mengapa saat ini engkau begitu aneh? Apa saja kata wanita siluman itu kepadamu?"
Song Ling deliki mata.
"Jika engkau masih berbudi, seharusnya engkau lekas minta maaf kepada taci Poh!"
Siau-liong tertawa.
"Nona, engkau harus tahu bahwa dia adalah puteri dari suami isteri Iblis-penakluk-dunia Kedatangannya, mungkin melakukan perintah ayahnya. Janganlah nona percaya pada mulutnya yang manis!"
Sekonyong-konyong Poh Ceng-in tertawa melengking. Nadanya dingin dan rawan.
"Adik Song, soal itu engkau tentu sudah mendengar dan melihat sendiri. Tak peduli bagaimanapun juga, dalam pandangannya aku ini tetap seorang wanita siluman yang ganas...."
Ia berhenti sejenak lalu melanjutkan pula.
"Adik Song, aku hendak pergi sekarang!"
Wanita pemilik Lembah Semi itu terus menggeliat bangun dan terus hendak melangkah pergi. Tetapi Song Ling cepat menghadang di depannya dan berkata setengah meminta.
"Taci Poh, engkau...."
Dara itu tak dapat melanjutkan ucapannya karena terus menangis tersedusedu. Sambil membelai rambut si dara, Poh Ceng-in menghiburnya.
"Adik Song, janganlah bersedih hati. Apa yang kukatakan tentu akan kulakukan. Tak peduli perasaan hatinya bagaimana, tetapi aku tetap akan serahkan jiwa.... Asal dia mau memberikan obat itu, aku tentu akan melakukan dengan pengorbanan jiwa!"
Poh Ceng-in lepaskan tangannya dari cekalan Song Ling lalu ayunkan langkah menuju ke dalam hutan.... ---ooo0dw0ooo---
Jilid 17 Mula dari keakhiran Siau-liong benar tak mengerti.
Tetapi sempat juga ia memperhatikan, ketika Poh-Ceng-in angkat kaki tadi, telah melontarkan pandang mata kepadanya.
Jelas sinar mata wanita itu jauh berbeda dengan yang lalu.
Tidak memancar sinar kemarahan, tidak menumpah sinar kesedihan, tidak pula menghambur sinar kecabulan.
Mata wanita itu tiba-tiba berobah alim dan serius.
Setelah bayangan Poh Ceng-in lenyap, sekonyong-konyong Song Ling berlutut di hadapan Siau-liong.
Sudah tentu pemuda itu terkejut sekali dan tergopoh-gopoh mengangkatnya bangun, tanyanya.
"Mengapa engkau nona?"
Song Ling tetap tak mau diangkat bangun. Bahkan ia malah menangis dan berseru.
"Kong-sun tayhiap, tolonglah mamahku....!"
Karena tak berhasil mengangkatnya bangun, Siau-liong pun terpaksa ikut berlutut.
"Dengan bersikap begini, berarti nona hendak menyiksa diriku! Sudah tentu aku tak berani menerima penghormatan nona yang begitu besar!"
Song Ling hentikan tangis dan berkata dengan beriba.
"Kecuali terhadap ayah bundaku, baru pertama kali ini aku berlutut dihadapan orang...."
Kemudian dara itu mengusap air matanya dan berkata pula.
"Harap dengan memandang mukaku, engkau suka menolong mamahku itu!"
Siau-liong gopoh menyahut.
"Masakan hal itu perlu nona minta lagi? Sekali pun tulangku hancur lebur, aku tentu akan menolong beliau!"
Ia menarik tangan dara itu seraya berkata.
"Harap nona jangan gelisah. Nanti kalau kembali aku tentu merundingkan hal ini dengan nona."
Song Ling gelengkan kepala.
"Ah, tak perlu berunding lagi. Saat ini sudah terdapat cara yang terbaik untuk menolong mamahku...." ia menghela napas lalu melanjutkan lagi.
"tetapi dikuatirkan engkau tentu tak mau meluluskan!"
"Telah kukatakan,"
Sambut Siau-liong tepat.
"sekal ipun tulang-tulangku hancur lebur, asal nona sudah mempunyai rencana yang baik, harap segera jelaskan. Asal menyangkut usaha untuk menolong ibu nona, aku tentu akan melaksanakan!"
Wajah Song Ling berobah, ujarnya.
"Kalau begitu lekaslah engkau tolong puteri dari suami-isteri Iblis-penakluk-dunia itu! Siau-liong terbeliak kejut, serunya.
"Harap nona jangan termakan kelabuhannya. Wanita siluman itu luar biasa bahayanya...."
Song Ling cepat membentaknya dingin.
"Kerena engkau tak mau mengorbankan diri, ya sudahlah! Harap engkau segera pergi dari sini dan sejak saat ini, janganlah kita saling memperdulikan lagi! Siau-liong banting2 kaki seraya menghela napas.
"Mengapa nona begitu tak mau mendengar permintaanku. Ketahuilah...."
Tiba-tiba kakek mata satu menukas.
"Walaupun aku tak mempunyai kepandaian istimewa apa2, tetapi aku masih dapat menyelidiki orang. Hati nurani nona Poh itu masih belum lenyap sama sekali. Rasanya saat ini engkau harus membantunya, barulah akan terjadi perobahan yang memberi harapan...."
"Adakah lo-cianpwe bermaksud hendak mengatakan bahwa aku harus menyusul dan menolong wanita siluman itu?"
Siauliong menegas. Kakek mata satu mengangguk.
"Seorang lelaki harus tahu tempat dan keadaan. Apalagi nona Poh itu amat ter-gila2 kepadamu. Demi mengobati racun dalam tubuhmu yang menyiksa itu, engkau mau rendahkan diri untuk sementara waktu!"
Song Ling kembali menangis. Sejenak berpikir maka Siau-liong pun menghela napas.
"Tak perlu nona bersedih. Ya, baiklah, aku menurut saja perintah nona."
Song Ling berhenti menangis, ujarnya.
"Mungkin dia masih belum jauh, lekaslah engkau menyusulnya!"
Siau-liong tak mau banyak bicara lagi.
Dengan menindas kegelisahahan hatinya, setelah memberi hormat ia segera lari menyusul Poh Ceng-in.
Song Ling pun hanya menghela napas rawan.
Tetapi hutan itu penuh dengan pohon2 cemara yang rindang dan lebat sehingga suasana disitu amat gelap.
Untuk mencari apakah Poh Cen-in masih berada disitu, memang sukar.
Sambil berjalan, Siau-liong menyelidiki kesegenap penjuru.
Tiba-tiba terdengar suara orang menghela napas pelahan.
Siau-liong cepat hentikan langkah.
Tak jauh dibawah sebatang pohon cemara besar, duduklah Poh Ceng-in.
wanita yang hendak dicarinya itu.
Setelah bersangsi beberapa saat, akhirnya Siau-liong menghampiri.
"Mengapa engkau masih berada disini?"
Tegurnya.
"Apa pedulimu?"
Sahut nona itu dengan getus. Siau-liong tertegun.
"Memang aku tak bermaksud mengurusmu. Hanya ingin bertanya, apakah sesungguhnya yang engkau katakan kepada nona Song tadi?"
Poh Ceng-in tertawa dingin.
"Apakah engkau berhak bertanya?" -nona itu terus berbangkit dan lanjutkan langkah. Siau-liong mendengus lalu menyelinap kemuka Poh Cengin, bentaknya.
"Jika engkau tak mau menerangkan terus terang, jangan harap engkau dapat pergi dari sini!"
Poh Ceng-in memandangnya sejenak, serunya.
"Karena engkau begitu membenci diriku, lebih lekas bunuhlah saja!"
Kembali Siau-liong lemas hatinya. Tampak nona itu pejamkan kedua mata dan bercucuran air mata. Tubuhnya gemetar dan sikapnya seperti orang putus asa. Siau-liong menghela napas.
"Apakah maksud nona yang sebenarnya? Walaupun kutahu cara mengobati racun tok-jong, tetapi tetap kubiarkan engkau pergi dan mau memenuhi perjanjian dalam satu tahun itu. Kurasa aku tak menyalahi engkau tetapi mengapa engkau selalu melihat aku saja?"
Poh Ceng-in menghela napas;
"Sekarang engkau benci kepadaku, tetapi mungkin kelak engkau tentu memikirkan aku...."
Siau-liong terkesiap tetapi sesaat kemudian ia tertawa dingin.
"Meski aku menialahi engkau dalam beberapa hal, tetapi engkau pun juga menyalahi aku...."
Kata Poh Ceng-in.
"ah, tetapi sekarang tiada guna dibicarakan lagi! Aku sudah menyanggupi adik Song untuk menolong ibunya, hanya...." -ia berhenti sejenak. lalu berkata pula.
"Jika...."
Siau-liong meragu, katanya.
"Entah dengan cara bagaimana nona hendak meminumkan pil itu kepada mereka?"
Sahut Poh Ceng-in.
"Dalam itu aku harus mencari kesempatan yang bagus. Terus terang, saat ini aku memang belum mempunyai rencana tertentu!"
Melihat wajah Poh Ceng-in menampil kesungguan dan teringat pula akan kata2 kakek Mata-satu serta sikap Song Ling yang begitu sungguh2 memohon bantuannya, berkuranglah kecurigaan Siau-liong.
Tetapi ia masih ragu2 sehingga untuk beberapa saat ia tak dapat bicara apa2.
Poh Ceng-in gelengkan kepala.
"Aku ini seorang wanita siluman yang banyak tipu muslihat. Mungkin engkau takkan percaya...."
Sejenak keliarkan mata, wanita itu berkata pula.
"Masih ada sebuah hal yang belum kukatakan kepada adik Song. Sekarang marilah kuajak engkau menjumpai seseorang yang engkau kenangkan!"
Habis berkata ia terus ayunkan langkah.
Karena tiada lain faham, terpaksa Siau-liong mengikuti wanita itu.
Poh Ceng-in melangkah masuk ke dalam hutan.
Lebih kurang 20 li jauhnya, tibalah mereka dibawah lereng gunung.
Tiba-tiba tampak sebuah biara.
Biara itu seperti tak berpenghuni.
Pintunya tertutup rapat.
Tetapi samping biara terdapat penerangan.
Rupanya dihuni orang.
Setelah mengetuk pintu, Poh Ceng-in berseru pelahan.
"
Kan-ma.... Kan-ma...."
Kan-ma artinya ibu-angkat. Dan dari dalam ruang itu terdengar suara bertany.
"In-ji?" terdengar tubuh menggeliat bangun dari tempat tidur lalu derap kaki menghampiri pintu dan membukanya. Dengan penuh keheranan, Siau-liong memandang ke dalam ruang itu. Tampak seorang wanita pertengahan umur tegak berdiri diambang pintu. Wanita itu memandang Siau-liong dengan terkejut. Wanita itu bertubuh kurus, macam orang yang baru sembuh dari sakit. Tetapi sinar matanya yang ber-api2 mengunjuk bahwa dia seorang wanita yang berkepandaian tinggi.
"Kan-ma, kenalkah engkau padanya?"
Tanya Poh Ceng-in pelahan. Wanita itu memandang Siau-liong dengan keheranan. serunya tersekat.
"Apakah.... apakah dia itu...."
Tergerak hati Siau-liong melihat sikap wanita itu. Dia merasa sinar mata wanita itu mengandung perbawa yang amat besar. Tanpa disadari. Siau-liong segera mengangkat tangan memberi hormat.
"Aku yang rendah ini adalah Kongsun Liong, mohon tanya lo-cianpwe...."
Wajah wanita itu tiba-tiba mengerut kecewa, ia mengingau seorang diri.
"Kongsun Liong.... Kongsun.... liong...."
Tiba-tiba ia berpaling dan bertanya kepada Poh Ceng-in.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"In-ji, bukankah engkau mengatakan."
Poh Ceng-in tersenyum.
"Kan-ma, jangan bingung.... biarlah dia duduk dulu!"
Wanita itu mendesis.
"Eh, mungkin karena sudah tua aku menjadi begini pelupa. Ya, mari, silahkan masuk!"
Ia membuka pintu dan mempersilahkan Poh Ceng-in serta Siau-liong masuk.... Tetapi saat itu Siau-liong masih meragu diluar pintu. Poh Ceng-in segera melambarinya.
"Mengapa engkau masih tak lekas masuk?"
Siau-liong meragu.
Tetapi akhirnya ia melangkah masuk juga.
Dilihatnya wanita pertengahan umur tadi sudah duduk dikursi besar.
Ia memandang lekat pada wajah Siau-liong, sehingga anak muda itu merasa tak leluasa dan tundukkan kepala....
Poh Ceng-in tertawa.
"Sekalipun dia bernama Kongsun Liong, tetapi sesungguhnya dia bukan orang she Kongsun...."
Serentak mata wanita itu memancar cahaya lagi, serunya dengan nada gemeta.
"Dia she apa?"
Sejenak mata Poh Ceng-in berkeliaran dan lalu memandang kepada wanita dengan sikap tersenyum.
"Dia orang she Tong dan namanya Siau-liong!"
Habis berkata, ia terus berputar tubuh dan melangkah keluar dari ruangan.
Tiba-tiba wanita pertengahan umur itu berbangkit dari kursinya.
Tubuhnya gemetar keras.
Sepasang matanya bercucuran air mata.
Dipandangnya Siau-liong dengan pandang yang penuh arti, katanya tersendat.
"Benarkah yang dikatakannya itu? Ayahmu itu...."
Sekonyong-konyong hati Siau-liong seperti dicengkam oleh rasa duka yang tak dimengerti asalnya. Dia hanya merasa hatinya amat pepat, hidungnya basah menahan isak. Sahutnya.
"Aku memang orang she Tong. Ayahku bernama Tong Gun-liong. Tetapi ketika aku masih bayi, ayah telah mati dibunuh orang. Beruntung atas pertolongan suhuku Kongsun Sin-tho, aku dapat diselamatkan dan dirawat sampai besar. Untuk menghindari incaran musuh maka suhu mengganti sheku dengan she Kongsun...."
Hampir wanita itu tak kuat menahan tangisnya tetapi ia berusaha sekuat hati untuk bertanya.
"Lalu siapakah ibumu?"
"Ibu sedang menderita sakit diseberang laut."
Wanita itu cepat mencegah Siau-liong melanjutkan kata2nya.
"Sejak kecil ibumu telah melantarkan engkau. Apakah engkau tak membencinya?"
"Beliau tentu mengira kalau aku dan ayah tentu sudah binasa dilembah Hok-liong-koh digunung Kong-tong-san. Karena itu ibu lalu mengembara meninggalkan diriku. Sudah tentu itu bukan kesalahannya dan bagaimana aku dapat membencinya...."
Tiba-tiba wanita itu maju dua langkah dan berkata.
"Nak.... aku inilah ibumu! Oh, terima kasih Tuhan bahwa kami anak dan ibu akhirnya dapat berjumpa kembali....!"
"Mah....!"
Menjeritlah Siau-liong dengan hati yang tegang regang.
Tetapi tiba-tiba ia meragu.
Sejak kecil ia belum pernah melihat wajah ibunya.
Memang wajah wanita dihadapannya itu mirip dengan wajahnya.
Tetapi apakah begitu saja ia terus mempercayainya? Bagaimana kalau wanita itu orang suruhannya kedua suami isteri Iblis-penakluk-dunia? Kalau Iblis penakluk-dunia itu menggunakan siasat mencari wanita yang mirip dengan wajahnya untuk mengaku sebagai ibunya lalu membujuknya untuk memikat supaya ia mau menceritakan ilmu Thian-kong-sin-kang, apakah ia takkan celaka! Maka iapun segera menyurut mundur dua langkah lagi dan bertanya dengan dingin.
"Engkau tentulah orang suruhan Iblis-penakluk-dunia."
Berhenti sejenak, Siau-liong berseru pula dengan bengis.
"Apakah bukan karena hendak menipu ilmu Thian-kong-sinkang itu?"
Wanita itu menyurut selangkah dan berseru dengan gemetar.
"Nak, apa katamu? Bukankah tadi engkau mengatakan takkan membenci aku?"
Siau-liong tertawa muak.
"Mungkin karena engkau ini bukan ibuku! Cobalah engkau katakan, bagaimana mendadak engkau datang kemari dari seberang lautan? Dan mengapa engkau dapat mengambil anak perempuan dari Iblis-penaklukdunia itu sebagai anak angkat?"
"Engkau mengatakan Ing-ji itu puteri dari Iblis-penaklukdunia?"
Wanita itu mengulang dengan heran.
"Masakan engkau tak tahu?"
Wanita itu menghela napas panjang.
"Itu lebih hebat lagi.... Memang baru setengah hari kukenal padanya tetapi kebaikannya yang dilimpahkan kepadaku sungguh tiada taranya.... ah, sejak murid si Mawar Putih menuju ke tanah Tiong-goan sini, siang malam aku selalu memikirnya. Kemudian setelah penyakitku agak baik, aku segera bergegas menyusul kemari. Setiba di Tiong-goan segera kudengar tentang Iblis-penakluk-dunia yang muncul di dunia persilatan lagi dan bermarkas di Lembah Semi pegunungan Tay-liangsan. Ceng Hi totiang pun muncul lagi dan memimpin rombongan orang gagah untuk menumpas Iblis-penaklukdunia. Dalam gerakan itu, kuduga orang Kong-tong-pay tentu ikut serta. Mawar Putihpun tentu akan mencari ketua Kongtong- pay untuk membalas dendam. Maka bergegaslah aku memburu kemari. Begitu tiba segera kudengar bahwa gerakan yang dipimpin Ceng Hi totiang itu telah menemui kegagalan. Mereka terpaksa melakukan perintah Iblis-penakluk-dunia untuk berkumpul dipuncak Kim-ting. Cepat aku pun menyusul ke Kim-Ting. Tetapi penyakitku ternyata masih belum sembuh. Begitu tiba dikaki gunung Gobi, akupun pingsan."
"Apakah dia yang menolong?"
Seru Siau-liong setengah meragu. Wanita itu mengangguk.
"Jika bukan dia yang menolong, mungkin kita takkan bertemu muka lagi...."
Ia menghapus air mata lalu melanjutkan lagi.
"Tentang persoalanmu dengan dia, juga telah diberitahukan kepadaku, hanya dia tak mengatakan kalau dirinya puteri dari Iblispenakluk- dunia. Apabila benar begitu, benar-benar hal itu sukar dipercaya...."
Oleh karena sudah beberapa kali menderita tipu muslihat Iblis-penakluk-dunia, maka Siau-liong tak mudah lekas mempercayai keterangan orang. Dipandangnya wanita yang mengaku sebagai ibunya itu dengan lekat. Wanita itu rnenghela napas, ujarnya.
"Demi engkau, ia tak segan menghianati orang tuanya. Dengan begitu ia telah menumpahkan cinta dan melepas budi sekaligus kepadamu. Dan lagi dia seperti telah menolong jiwaku dan membebaskan muridku si Mawar Putih dari tangan kedua suami isteri Iblispenakluk- dunia...."
"Benarkah dia telah membebaskan Mawar Putih?"
Buruburu Siau-liong menegas. Wanita itu memandang lekat kepada Siau-liong.
"Masakan mah hendak menipumu?"
"Lalu dimanakah dia sekarang?"
Wanita itu berpaling dan memandang kesekeliling penjuru, berkata.
"Mereka berada di belakang rumah itu. In-ji telah memanggilnya!"
Diam-diam Siau-liong gembira.
Jika benar-benar begitu jelas kalau wanita itu tentu ibunya.
Asal Mawar Putih muncul tentu dapat memberi keterangan asli tidaknya wanita yang mengaku sebagai ibunya itu.
Dengan tegang, Siau-liong menunggu, Benar juga tak berapa lama terdengar derap kaki orang berlari.
Dan jelas bukan hanya seorang.
Pun derap kaki itu menandakan kalau bukan orang yang mengerti ilmu silat.
Melainkan derap kaki orang biasa.
Siau-liong tak berani bertindak sembarangan.
Sambil diamdiam mempersiapkan tenaga dalam, dia segera berputar menghadap ke arah suara itu.
Begitu pintu terbuka, muncullah tiga orang nona, Mawar Putih, Tiau Bok-kun dan Poh Ceng-in.
Girang Siau liong bukan kepalang.
Mawar Putih cepat menghampiri kesamping wanita pertengah umur itu dan bertanya.
"Suhu, apakah dia benarbenar datang kemari?"
Wanita itu batuk2 sejenak lalu menjawab.
"Datang memang sudah datang! Tetapi ia masih menganggap aku mamahnya palsu...."- habis berkata ia terus tundukkan kepala menangis. Tetapi hal itupun tak dapat menialahkannya Aku tak memenuhi kewajibanku sebagai ibu. Sekalipun dia tak mau mengakui aku sebagai ibu, pun aku juga tak dapat berbuat apa2!"
Mendengar itu air mata Siau-liong ber-derai2 turun. Cepat ia berlutut dihadapan ibunya, Coa-Sik Se-si dan berkata dengan ber-iba2.
"Mah, anak memang tak berbakti. anak...."
Ia tak dapat melanjutkan kata2nya karena tersekat oleh isak tangisnya.
Coa-sik Se-sipun menangis sedih.
Mawar Putih, Tiau Bokkun dan Poh Ceng-in masing-masing mempunyai perasaan sendiri2.
Mereka terharu atas peristiwa itu dan ikut menangis.
Tak berapa lama, Poh Ceng-in yang berhenti menangis paling dulu, lalu menghampiri kesamping Coa-sik Se-si dan menghiburnya.
"Kan-ma, seharusnya saat ini engkau harus bergembira hati...."
Memandang keluar jendela, ia menuding.
"Sekarang sudah malam, masih ada beberapa hal penting yang harus dikerjakan...."
Coa-sik Se-si hentikan tangisnya lalu berkata kepada Poh Ceng-in.
"Nak, ah, hanya membikin repot engkau saja.... aku tentu takkan melupakanmu...."
Poh Ceng-in tertawa rawan.
Memandang sejenak pada Siau-liong lalu berpaling memandang Mawar putih dan Tiau Bok-kun.
Kemudian ia berjalan ke belakang Coa-sik Se-si dan tundukkan kepala.
Siau liong berbangkit dan pe-lahan2 memberi hormat kepada Mawar Putih.
"Nona Pek...."
Mawar Putih mendengus.
"Tak seharusnya engkau mengelabuhi aku, urusanmu dengan tatji Poh...."
Ia deliki mata kepada Siau-liong dan berkata pula.
"Ketika di Lembah Maut dalam barisan Tujuh Maut, walaupun Soh Beng Ki-su mendapatkan perintah untuk menangkapku, tetapi kesemuanya itu adalah karena engkau. Jika aku yang menjadi taci Poh, aku tentu juga berbuat begitu. Maka aku tak membencinya.... Sekarang taci Poh pun telah menolong membebaskan diriku dari Iblis-penakluk-dunia. Aku berterima kasih kepadanya. Apalagi dia pun telah menolong suhu sehingga kami berdua dapat berjumpa disini...."
Habis berkata ia terus melangkah ketempat Poh Ceng-in. Diam-diam Siau-liong menimang.
"Sekalipun Poh Ceng-in sudah sadar tetapi dia tetap anaknya Iblis-penakluk-dunia. Dulu dia juga sahabat orang tuanya. Ia tahu cara untuk mengobati racun, tetapi ia tak mau membunuh Poh-Ceng-in dan rela melepasnya. Adakah hal itu bukan telah memberi kelonggaran kepadanya? Mengapa dia dipersalahkan berlaku kejam kepada wanita itu?"
Siau-liong menghela napas panjang lalu berkata kepada Tiau Bok-kun.
"Nona Tiau, aku sungguh.... amat menyesal sekali...."
Buru-buru Tiau Bok-kun tundukkan kepala.
"Aku banyak menerima budi siangkong, masakan aku berani menyalahkan engkau?"
Siau-liong memandangnya lekat dan menghela napas.
"Nona pun telah menolong jiwaku dan jika bukan karena diriku, tak nanti nona sampai dapat ditawan Iblis-penaklukdunia. Budi nona sungguh mengharukan hatiku...."
Tiba-tiba Poh Ceng-in menyeletuk kepada Coa-sik Se-si.
"Kan-ma, sekarang sudah tiba saatnya aku hendak berangkat!"
"Liong-ji....!"
Teriak Coa-sik Se-si.
"Mamah hendak memberi perintah apa kepadaku?"
Sahut Siau-liong. Memandang Poh Ceng-in, Coa-sik Se-si berkata.
"In-ji seorang yang berjiwa besar. Demi kepentingan dunia persilatan, ia rela menghianati orang tuanya.... Peristiwa malam ini, menyangkut kepentingan dunia persilatan.... memang tak dapat memikirkan kepentingan pribadi, menelantarkan urusan umum. Lekaslah engkau menyertainya!"
Sejenak Siau-liong memandang Poh Ceng-in. Ia tampak meragu.
"Bagaimana? Apakah engkau masih meragukan dirinya?"
Coa-sik Se-si kerutkan dahi. Siau-liong menyahut gopoh.
"Ya, baiklah, aku menurut...."
Kemudian ia berputar tubuh dan menjurah kepada Poh Ceng-in.
"Aku seharusnya berterima kasih kepada nona!"
Poh Ceng-in tersenyum. Ia tak menghiraukan Siau-liong melainkan berkata kepada Coa-sik Se-si.
"Kan-ma aku hendak berangkat!"
Setelah melambai pada Mawar Putih dan Tiau Bok-kun, ia terus berputar tubuh dan melangkah keluar.
Dengan segan, Siau-liong memandang ke arah Coa-sik Sesi lalu melesat keluar mengikuti Poh Ceng-in Saat itu sudah malam.
Angin malam berhembus keras sehingga Siau-liong agak menggigil.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tetapi serempak dengan itu, pikirannya yang kalut tadi pun menjadi hening.
Bukan karena dia seorang pemuda yang banyak curiga.
Tetapi adalah karena beberapa kali tertipu oleh Iblis-penaklukdunia maka ia tingkatkan kewaspadaan.
Terutama terhadap diri Poh Ceng-in.
Ia masih belum dapat mempercayainya penuh.
Setelah berjalan satu li, Poh Ceng-in kendorkan langkah sembari berkata kepada Siau-liong yang mengikuti dibelakangnya.
"Ayahku memang banyak curiga terhadap orang. Dia amat hati2 sekali, Bahkan terhadap orang kepercayaannya pun, dia tetap tak dapat percaya penuh. Maka kita pun tak dapat bergerak dengan leluasa...."
Ia berhenti lalu melolos buntalan kain dan diberikan kepada Siau-liong.
"Demi amannya rencana, terpaksa engkau harus menyamar!"
Siau-liong menyambuti buntalan itu.
Ternyata berisi seperangkat pakaian hitam seperti yang dipakai tokoh2 tawanan itu.
Sejenak meragu, akhirnya ia mau juga memakainya.
Kepala dan mukanya ditutup dengan sutera hitam.
Poh Ceng-in tersenyum.
Tanpa banyak bicara lagi ia terus lanjutkan perjalanan.
Diam-diam Siau-liong memperhatikan tempat2 yg dilaluinya itu.
Seluas satu li, dilihatnya sebuah puncak gunung yang tak berapa tinggi.
Disebelah kiri dari puncak gunung itu adalah puncak Kim-ting yang tinggi.
Ditengah kedua puncak itu dipisah oleh dua buah belantara.
Baru berjalan belum lama, tiba-tiba dari belakang sebuah batu besar, melesat keluar seorang lelaki berpakaian hitam dan mencekal pedang.
"Berhenti!"
Tiba-tiba orang itu membentak. Poh Ceng-in berhenti dan balas membentak.
"Tidak kenal padaku?"
Lelaki itu memberi hormat.
"Maafkan kami berlaku kurang hormat, tetapi Thian-cun telah memberi perintah...."
"Supaya memeriksa aku?"
Poh Ceng-in tertawa dingin.
"Hamba tak berani!"
Orang itu menyahut gopoh.
"Lalu bagaimana maksudmu?"
Jawab orang berbaju hitam itu.
"Entah apakah Koh-cu mempunyai...."
Poh Ceng-in tertawa lalu mengeluarkan sehelai panji segitiga berwarna hitam dan dikibarkan kemuka sibaju hitam.
"Mau memeriksa benda ini?"
Pada saat sibaju hitam hendak menyambuti, Poh Ceng-in cepat menarik kembali. Sejenak meragu, sibaju hitam menunjuk Siau-liong.
"Dan saudara ini...."
Poh Ceng-in deliki mata, melengking.
"Dia aku yang bawa. Mengapa engkau ribut2 saja? Masakan aku membawa mata2 musuh masuk kemari....?"
Si Baju Hitam buru-buru menyurut mundur dua langkah dan berseru tersendat.
"Hamba tak berani mencurigai Koh-cu, tetapi Thian-cun telah memberi perintah keras...."
Poh Ceng-in mendengus.
"Kalau begitu lekas engkau menghadap ayah dan suruh ayah sendiri yang keluar menyambut kedatanganku!"
Baju Hitam tertegun lalu berkata dengan nada enggan.
"Koh-cu, silahkan masuk!"
Poh Ceng-in tertawa dingin lalu menarik Siau-liong diajak masuk.
Diam-diam Siau-liong menimang.
Tempat itu hanya terpisah satu li dari puncak Giok-ci-hong dan Iblis-penaklukdunia sudah mengadakan penjagaan yang begitu ketat.
Sungguh iblis itu cermat sekali.
Tetapi diam-diam Siau-liong pun tertawa.
Adalah karena menginginkan ilmu Thian-kong-sin-kang, maka Iblis-penaklukdunia tak membunuhnya.
Dan karena tak dibunuh, ia pasti dapat membasmi iblis itu.
Selama dalam perjalanan memang penuh dengan pos2 penjagaan tetapi dengan mudah Poh Ceng-in dapat melalui.
Begitu tiba dikaki puncak Giok-ci-hong, tampaklah beberapa buah kemah.
Tetapi keadaannya sunyi-senyap.
Rupanya orang2 dalam kemah itu sudah tidur pulas.
Tiba-tiba Poh Ceng-in gunakan ilmu Menyusup suara membisiki Siau-liong.
"Kita sudah tiba dipos terakhir. Penjagaan disini luar biasa kerasnya. Penjaga2nya jago2 kelas satu kepercayaan ayah. Kita harus bergerak menurut gelagat!"
Siau-liong hanya mengangguk tetapi tak mau menjawab.
Ia sudah tahu apa artinya kata2 Poh Ceng-in.
Kemudian Poh Ceng-in melangkah lebar.
Rupanya sengaja ia menimbulkan suara.
Benar jugalah.
Dari belakang gerumbul pohon, segera bermunculan empat orang.
Yang dua dimuka, yang dua dibelakang.
Kedua orang yang dimuka itu segera menghadang dihadapan Poh Ceng-in, serunya.
"Apakah Koh-cu membawa tanda amanat dari Thian-cun?"
Seperti yang tadi, Poh Ceng-in segera mengeluarkan tanda pengenal diri. Tetapi se-konyong2 ia berseru kaget.
"Hai, mengapa tanda pengenal diri yang kubawa itu hilang....!"
Keempat orang itu tenang2 saja memandang Poh Ceng-in dan Siau-liong dengan pandang bermusuhan.
Poh Ceng-in merogohi baju, sibuk sampai beberapa lama tetap tak dapat menemukan tanda pengenalnya.
Kemudian ia bertanya kepada kedua orang yang menghadangnya itu.
"Kalau tanda pengenal diri hilang lalu bagaimana?"
Salah seorang yang memelihara jenggot kambing segera menyahut.
"'Saat ini kita sedang menghadapi ancaman musuh. Selembar rambut tercabut berarti seluruh tubuh tergetar. Apalagi Thian-cun pun sudah memberi perintah. Karena Koh-cu kehilangan tanda pengenal diri, terpaksa Kohcu harus menunggu dulu disini. Hamba akan melaporkan pada Thian-cun...." -habis berkata ia memberi isyarat kepada dua orang yang berada dibelakang.
"Lekas beritahukan Thian-cun, bilang...."
"Tunggu dulu, biarlah kucarinya lagi,"
Buru-buru Poh Cengin menukas.
Kedua orang yang menerima perintah tadi terus akan pergi tetapi demi mendengar ucapan Poh Ceng-in terpaksa mereka berhenti.
Poh Ceng-in sengaja mencari kian kemari.
Diam-diam ia berputar diri dan memberi isyarat kepada Siau-liong.
Siau-liong mengangguk tertawa.
Tiba-tiba ia maju selangkah, serunya.
"Kohcu, tanda pengenalmu berada padaku!"
Poh Ceng-in tertawa.
"Kalau begitu lekas tunjukkan kepada mereka!"
Siau-liong mengiakan. Sambil masukkan tangan kedada baju, ia maju ketempat kedua orang yang menghadangnya itu.
"Berhenti! Mengapa engkan seliar itu!"
Bentak sijenggot kambing.
Tetapi Siau-liong seperti tak mendengarnya.
Dalam pada berkata itu ia sudah tiba dihadapan kedua orang.
Tahu2 kedua orang itu sudah kaku tak dapat berkutik lagi.
Ternyata Siau liong guna gerakan yang luar biasa cepatnya untuk menutuk jalan darah kedua orang itu.
Sedemikian cepatnya Siau-liong bergerak sehingga setelah kedua orang itu terpaku seperti patung, barulah kedua kawannya yang di belakang itu tahu kalau kawannya yang dimuka dicelakai orang.
Kedua orang yang di belakang itupun hendak bertindak tetapi kalah cepat dengan Siau-liong yang sudah loncat dan sebelum kedua orang itu sempat bersuara, Siau-liong sudah menutuk jalan-darah mereka.
Dalam beberapa kejap saja, keempat orang itu pun sudah dikuasai Siau-liong.
Poh Ceng-in tercengang.
Ia tak kira kalau Siau-liong sudah mencapai kemajuan yang sedemikian pesatnya.
Maka berkatalah ia.
"Sekarang sudah malam. Sekali pun pada saat ini dapat menyelamatkan diri, tetapi tak lama tentu akan diketahui mereka. Kita harus lekas bertindak!"
Habis berkata ia terus mendahului lari mendaki kepuncak gunung.
Siau-liong mengikuti dibelakang.
Sekalipun dalam perjalanan bertemu dengan beberapa peronda, tetapi mereka tak bertanya apa2.
Rupanya karena dalam pos penjagaan tiada terdengar pertandaan apa2, mereka anggap tak terjadi suatu apa.
Di atas puncak merupakan sebuah tanah datar.
Beberapa kubu yang didirikan disitu, tampak sunyi-senyap.
Poh Ceng-in langsung menuju kekubu yang nomor tiga.
Siau-liong memperhatikan bahwa dalam sebuah kubu terdapat 4-5 orang baju hitam yang tengah duduk bersemedhi.
Rupanya mereka tengah menenangkan semangat dan tak menghiraukan kedatangan kedua orang itu.
Tiba-tiba terdengar orang berseru.
"Apakah itu In-ji?"
Poh Ceng-in dan Siau-liong terkejut.
Tak salah lagi, itulah suara Iblis-penakluk-dunia.
Poh Ceng-in segera memberi isyarat mata kepada Siau-liong lalu menuju kekubu yang kedua.
Siau-liong tetap mengikuti dibelakangnya.
Ia berjalan dengan tundukkan kepala agar kawanan baju hitam itu tak melihatnya.
Tampak diluar kubu berjajar delapan orang lelaki berpakaian ringkas sama tegak seperti patung....
Pinggangnya menyelip senjata.
Ditengah kubu terdapat sebuah meja pendek.
Di atasnya diberi sebuah tempat pedupaan yang masih ber-kepul2 asapnya.
Iblis perakluk-dunia dan Dewi Neraka tengah duduk dengan berpakaian lengkap.
Poh Ceng-in berjalan kemuka kubu dan berseru dengan nada manja.
"Yah! Mah! sudah begini...."
Dengan bengis Iblis-penakluk-dunia membentak.
"Baru saja engkau terhindar dari bahaya, mengapa sudah keluyuran kemana-mana?"
"Aku hanya ber-jalan2 didekat sini,"
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sahut Poh Ceng-in. Berkata Iblis-penakluk-dunia pula.
"Saat ini sebenarnya Ceng Hi si imam tua dan gerombolannya itu sudah tak berdaya. Tetapi anak macan yang kupelihara itu ternyata mengacau. Tong Siau-liong muncul sebagai musuhku yang tangguh. Oleh karena itu malam ini mungkin takkan terhindar dari pertempuran besar. Setelah budak itu tertangkap, barulah hatiku tenteram. Menurut dugaanku, habis tengah malam nanti, budak itu tentu akan datang. Maka telah kuperintahkan supaya diadakan penjagaan yang ketat. Mengapa engkau masih lari2 ke-mana2? Apabila berjumpa dengan budak itu, apakah tidak berbahaya...."
"Penjagaan disini begini kuatnya, masakan dia mampu melayang turun dari langit?"
Bantah Poh Ceng-in. Iblis-penakluk-dunia menghela napas kecil serunya.
"Soal itu tak dapat kuperhitungkan. Budak itu telah mencapai kemajuan luar biasa dalam ilmu Thian-kong-sin-kang. Ya, sudah dapat mencapai tataran yang tak terduga....!"
Tiba-tiba ia membentak bengis.
"Mengapa engkau tak lekas kembali ke dalam kubumu!"
"Tolol! Mengapa engkau marah2 kepada anak sendiri? Dalam beberapa hari ini dia sudah cukup menderita!"
Teriak Dewi Neraka. Kemudian berpaling ke arah Poh Ceng-in dan berkata dengan nada lembut.
"Beristirahatlah! Kelak engkau tentu takkan menderita apa2 lagi!"
Dengan nada kemanja-manjaan, Poh Ceng-in mengiakan dan terus melangkah pergi. Tetapi baru beberapa langkah, ia mendengar ayahnya membentak.
"Kembali!"
Poh Ceng-in terkejut dan buru-buru berpaling.
"Mengapa, yah?"
Iblis-peuakluk-dunia tersenyum.
"Karena engkau segan beristirahat, baiklah engkau panggilkan suhengmu suruh kemari. Aku hendak memberi pesan kepadanya!"
"Dimana?"
"Di belakang Empat Roh!"
Poh Ceng-in mengiakan, terus menuju ke belakang.
Dengan tanpa bersuara, Siau-liong mengikuti Poh Ceng-in seperti bayangannya.
Walaupun Iblis-penakluk-dunia itu seorang yang banyak curiga, tetapi ia tak begitu gila untuk mencurigai anak perempuannya sendiri.
Maka walaupun melihat Siau-liong berdiri beberapa belas langkah dimuka, ia tak bertanya apa2.
Kubu kedua itu hanya terpisah tiga tombak dari kubu ketiga.
Poh Ceng-in memberi isyarat mata kepada Siau-liong.
Tanpa berkata suatu apa ia terus lari lagi.
Tampak diluar kubu ketiga itu dua orang penjaga.
Begitu melihat Poh Ceng-in, mereka segera memberi hormat tetapi tak berkata apa2.
Poh Ceng-in dan Siau-liong melangkah masuk ke dalam kubu.
Di dalam kubu telah digelari empat lembar permadani bundar.
Keempat pewaris ilmu sakti sedang duduk bersamadahi di atas permadani itu....
Disamping mereka terdapat sebuah kursi bambu.
Dengan memegang cambuk Penenang-jiwa milik Iblis-penakluk-dunia, Soh Beng Ki-su duduk miringkan tubuh.
Begitu melihat Poh Ceng-in, ia berseru menyapa dan berbangkit.
Poh Ceng-in tersenyum.
"Ayah memanggil su-heng supaya datang kesana."
Tanpa curiga apa2, Soh Beng Ki-su serahkan cambuk kepada Poh Ceng-in, katanya.
"Tolong sumoay menjaga mereka!"- tanpa berpaling lagi, ia terus lari keluar kubu. Poh Ceng-in menghela napas longgar. Setelah Soh Beng Kisu pergi, ia membentak pelahan pada Siau-liong.
"Ayah hendak suruh mereka makan obat, mengapa engkau tak lekas mengobati mereka!"
Sambil berkata Poh Ceng in cepat melirik ke arah kedua penjaga diluar kubu.
Melihat mereka tak mengacuhkan apa yang terjadi dalam kubu, tenanglah hati Poh Ceng-in.
Siau liong mengiakan.
Cepat ia mengeluarkan pil Sip-siaucwan soh-sin-tan.
Tetapi tiba-tiba ia agak meragukan khasiat obat itu.
Adakah pil itu dapat menyembuhkan mereka.
Setelah merenung beberapa saat, ia memutuskan untuk memberi dua butir pil pada masing-masing tokoh itu.
Setelah Siau-liong meminumkan pil itu, Poh Ceng-in pun segera gentakkan cambuk dimuka ke empat tokoh itu dan membentaknya pelahan.
"Bangunlah!"
Hatinya amat tegang sekali tanganpun gemetar.
Untung keempat tokoh itu serempak membuka mata dan memandang cambuk kulit dari Poh Ceng-in dengan ter-longong2.
Tiba-tiba terdengar suara suitan melengking di udara.
Siauliong terperanjat.
Jelas suitan itu berasal dari anak panah pertandaan bahaya yang dilepas anak buah Iblis-penaklukdunia.
Kedua penjaga kubu serentak memberi hormat kepada Poh Ceng-in.
"Lapor pada koh-cu. dibawah puncak mengirim tanda bahaya!"
"Lekas laporkan pada Thian cun berdua!"
Poh Ceng-in berseru gugup. Kedua penjaga itu terbeliak kaget. Tetapi mereka pun cepat2 lari menuju kekubu kedua.
"Lekas! Lekas....!"
Poh Ceng-in membentak Siau-liong sambil banting2 kaki. Siau-liong cepat memberi dua butir pil kepada Jong Leng lojin yang duduk dekat pintu kubu.
"Telanlah!"
Bentak Poh Ceng-in seraya gentakkan cambuknya.
Wajah Jong Leng lojin berobah.
Tetapi setelah tertegun sejenak, ia terus menelannya.
Saat itu suasana diluar kubu sudah kacau.
Berpuluh sosok tubuh orang lari kian-kemari amat berisik sekali.
Siau-liong tak dapat banyak berpikir lagi.
Ia segera memberikan dua butir pil kepada Lam-hay Sin-ni.
Untunglah kesemuanya itu berjalan lancar.
Dibawah gentakkan cambuk Poh Ceng-in, Lam-hay Sin-ni, Randa Bu-san dan Kongsun Sintho mau menelan pil pemberian Siau-liong.
Setelah itu mereka pejamkan mata bersemedhi lagi.
Tampaknya tiada reaksi apa.
Poh Ceng-in menghela napas longgar, serunya.
"Pil telah mereka telan. Bagaimana reaksinya tunggu saja nanti perobahan mereka!"
Siau-liong yang saat itu sudah menaruh kepercayaan penuh kepada Poh Ceng-in segera menjurah memberi hormat.
"Nona, aku...." -baru ia berkata begitu tampak sesosok tubuh lari mendatangi. Dan muncullah Soh Beng Ki-su ke dalam kubu seraya berseru gopoh.
"Musuh sudah unjuk jejak, suhu perintahkan aku supaya membawa keempat orang itu keluar!"
"Mereka berjumlah berapa banyak?"
Sengaja Poh Ceng-in bertanya.
"Saat ini belum diketahui jelas, tetapi musuh yang tangguh sudah tiba dipuncak gunung sini...."
Sambil menyerahkan cambuk kepada Soh Beng Ki-su lagi, Poh Ceng-in membentak Siau-liong;
"Lekas ambilkan senjataku!"
Siau-liong mengiakan. Ia berputar tubuh terus pergi. Begitu berada ditempat gelap, Siau-liong terus membuka pakaian warna hitam yang dipakainya. Diam-diam ia menimang.
"Entah apakah pil itu berkhasiat atau tidak, tetapi malam ini merupakan malam yang memutuskan. Aku harus mengadu jiwa dengan kedua suami isteri iblis itu!"
Setelah memutuskan rencana, ia segera loncat apungkan diri melayang kekubu kedua.
Kubu yg ditempat Iblis-penaklukdunia dan isterinya.
Saat itu Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka tengah berdiri berdampingan diluar kubu.
Sekeliling dijaga rapat oleh kawanan anak buahnya Baju Hitam.
Begitu melihat Siau-liong meluncur dari udara, mereka kaget sekali.
"Budak kecil, akhirnya ia masuk ke dalam jaring sendiri!"
Iblis-penakluk-dunia tertawa nyaring.
"Iblis tua! Kematian sudah didepan mata, engkau masih bermimpi!"
Bentak Siau-liong.
Iblis-penakluk-dunia tertawa angkuh....
Begitu mengangkat tangan, kawanan penjaganya itu segera menyurut mundur.
Pelahan-lahan dia maju dua langkah.
tetapi tetap terpisah setombak jauhnya dari Siau-liong.
Dengan tertawa mengejek ia berseru.
"Sudah kukatakan bahwa aku tak mau memaksa orang. Asal ia mau mengajarkan ilmu Thian-kong-sin-kang itu kepadaku dengan lengkap, aku tentu akan pegang janji. Tiau Bok-kun dan Mawar Putih kedua nona serta Kongsun Sin-tho dan lain-lain, semuanya akan kubebaskan. Tetapi kalau tidak...."
Ia berhenti sejenak keliarkan pandang lalu melanjutkan pula.
"Apa yang kukatakan tentu akan kulaksanakan. Dan apa akibatnya engkau tentu sudah tahu sendiri...."
Tiba-tiba ia berpaling membentak seorang pengawal yang berada di belakangnya.
"Bawa kemari kedua budak perempuan yang berada dikurungan itu!"
Pengawal itu mengiakan terus lari ke belakang.
Siau-liong tak mau berkata apa2.
Ia hanya tertawa dingin memandang Iblis-penakluk-dunia.
Walaupun sepintas pandang Iblis-penakluk-dunia itu tampak tenang tetapi dalam hati ia gelisah bukan kepalang.
Dan tanpa berkata apa2, Siau-liong pun melangkah maju.
Melihat itu Iblis-penakluk-dunia membentaknya.
"Berhenti! Apakah engkau benar menghendaki kubunuh kedua nona itu?"
Siau-liong tak menyahut tetapi tetap maju.
Melihat itu Iblispenakluk- dunia terpaksa mundur pelahan-lahan.
Kini ia mundur sampai dimuka kubu.
Saat itu siiblis sudah tak dapat mundur lagi.
Sekonyongkonyong ia membentak keras dan menghantam Siau-liong.
Tetapi anak muda itu hanya tersenyum saja.
Diangkatnya tangan kanan untuk menyapu.
Terdengar letupan dan debu di belakang Iblis-penakluk-dunia itu pun bergulung-gulung tiba....
Saat itu Iblis-penakluk-dunia cukup banyak juga mempelajari keempat ilmu sakti dari Lam-hay Sin-ni, Jong Leng lojin, Kongsun Sin-tho dan Randa Bu-san.
Kesaktiannya jauh lebih hebat dari sebelumnya.
Maka beranilah ia menyongsong pukulan Siau-liong.
Siapa tahu Siau liong ternyata sudah hampir seluruhnya memahami Thian-kong-sinkang.
Bukan kepalang kejut iblis itu ketika pukulannya seperti terbenam dalam lautan dan tiba-tiba pula ia dilanda oleh tenaga yang hebat sehingga darahnya bergolak-golak Dewi Neraka terkejut sekali.
Cepat ia gentakkan tongkatnya kepala naga.
Tiba-tiba kepala naga itu cepat dan melayang ke arah Siau-liong.
siau-liong mendengus dingin.
Sekali ia menghantam, kepala naga dan tongkat wanita iblis itu mencelat dan serempak itu terdengar suara orang tertahan.
Dewi Neraka terpental mundur sampai tujuh delapan langkah jauhnya.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Huak!".... wanita itu muntah darah! Begitu kubu ketika melayang kabur, kubu ketiga segera tampak. Tampak kawanan anak buah Iblis-penakluk-dunia berdiri terlongong. Kesatu karena mereka terpesona melihat kesaktian Siau-liong.... Kedua, karena belum mendapat perintah dari pemimpinnya. Seielah mengundurkan kedua suami isteri iblis, Siau-liong masih maju menghampiri mereka. Iblis-penakluk-dunia gugup tetapi ia tetap menutupi dengan tertawa angkuh seraya menyurut mundur. Dan pada saat itu ia sudah mundur ke kubu nomor tiga. Dan apa yang terjadi dalam kubu ketiga itu pun sudah kelihatan.... Soh Beng Ki-su sambil mainkan cambuk sambil membentak keempat tokoh yang masih duduk.
"Lekas bangun! Bangun....!"
Tetapi keempat tokoh itu tetap pejamkan mata dan duduk setenang patung Poh Ceng-in yang berdiri disamping, tampaknya seperti gugup juga.
Tiba-tiba pengawal yang disuruh Iblis-penakluk-dunia untuk membawa Tiau Bok-kun dan Mawar Putih tadi, pun sudah datang.
Tetapi sikap mereka ketakutan sekali.
Sambil berlari mendatangi mereka sudah berteriak-teriak.
"Thian-cun, kedua budak perempuan itu sudah lolos!"
"Mundur!"
Bentak Iblis-penakluk-dunia gugup.
Ia terus menerobos ke dalam kubu.
Melihat keempat tokoh itu duduk mematung, diam-diam Siau-liong girang.
Ia duga pil itu tentu sudah bekerja.
Ia tak mau memburu masuk, melainkan menunggu diluar.
Dengan wajah pucat lesi, Iblis-penakluk dunia cepat mengambil cambuk dari tangan Soh-Beng ki-su lalu digentakkan beberapa kali seraya membentak.
"Hayo, mengapa tak lekas bangun!"
Cambukan itu berhasil membangunkan Jong Leng lojin. Tokoh itu serentak berbangkit.
"Tar".... Iblis-penakluk-dunia mencambuk punggung Jong Leng lojin seraya membentak.
"Lekas tangkap budak itu, mati atau hidup!"
Di luar dugaan, Jong Leng lojin tak mau menyahuti dan melakukan perintah. Bahkan tiba-tiba ia menyambar cambuk Iblis-penakluk-dunia dan balas membentaknya.
"Siapa engkau ini!"
Kali ini Iblis-penakluk-dunia seperti disambar petir kejutnya.
Ia lemparkan cambuk terus lolos ke luar kubu.
Dengan masih dalam pikiran tak sadar, Jong leng lojin menghantam.
Iblis-penakluk-dunia lari kemati-matian tetapi tetap tak dapat terhindar dari hantaman Jong Leng.
Tubuhnya yang melambung di udara itu tiba-tiba menukik turun dan jatuh di samping Siau-liong! "Iblis tua, apakah engkau masih mimpi mau lari?"
Bentak Siau-liong seraya menutuk dada dan tenggorokan iblis itu.
Saat itu Dewi Neraka pun sudah terluka pukulan Siau-liong tadi.
Tahu gelagat jelek, ia hendak lari.
Tetapi ia ingat akan Poh Ceng-in.
Pada saat Dewi Neraka meragu, tiba-tiba terdengar suara berisik mendatangi....
Siau-liong kira tentulah anak buah Iblispenakluk- dunia yang hendak menyerbu untuk menolong pemimpinnya.
Tetapi ternyata yang muncul itu adalah Ceng Hi totiang dan rombongan orang gagah.
Dewi Neraka yang sudah menderita luka itu makin bingung.
Begitu memandang keadaan ditempat situ, tahulah Ceng Hi apa yang telah terjadi.
Cepat ia kebutkan lengan jubah untuk menutuk jalan darah Dewi Neraka.
"Hai, apakah kalian ini kawanan roh orang mati?"
Teriak Iblis-penakluk-dunia yang walau pun sudah tertutuk jalan darahnya namun masih dapat bicara.
Saat itu kawanan Baju Hitam baru tersandar.
Dengan bersuit keras, mereka segera maju mengepung.
Tetapi Jong Leng lojin yang menjaga disamping Iblis-penakluk dunia, segera menghantam kian kemari mencegah mereka.
Rombongan orang gagah yang dipimpin Ceng Hi totiang itu segera menyerang sehingga terjadilah pertempuran dahsyat.
Sedangkan Siau-liong ter-longong2 sendiri.
Ia benar-benar terpukau karena melihat keadaan saat itu.
Ia merasa seperti telah menghidupkan kembali orang yang sudah mati.
Tiba-tiba Poh Ceng-in melengking.
"Suheng, tunggulah aku ber-sama2 lari!"
Saat itu barulah Siau-liong seperti diingatkan pada Soh Beng Ki-su.
Dengan menggerung, ia enjot tubuh melambung ke udara dan melayang turun di belakang kubu.
Ternyata Soh Beng Ki-su yang bertubuh kurus kering itu sedang siap hendak melarikan diri dari kubu.
Siau-liong cepat membentak dan mencengkeram dadanya.
Soh Beng Ki-su terkejut.
Ia tebarkan jaringnya hendak melancarkan pukulan Pek-kut-kang.
Tetapi sudah terlambat.
Dadanya sudah dicengkeram Siau-liong.
Seketika itu ia rasakan dadanya seperti pecah.
Siau Hong sudah menutuk tiga buah jalan darah orang itu.
Kemudian ia terus hendak melangkah ke dalam kubu.
Tetapi saat itu To Kiu-kong, Ti Gong taysu dan kawan2nya bermunculan datang.
Siau-liong cepat lemparkan Soh Beng Ki-su kepada To Kiu-kong.
"Inilah manusia yang membunuh Pendekar Laknat! Tolong engkau menjaganya. Kelak hendak kubawanya untuk sesaji dimakam Pendekar Laknat!".... Habis berkata Siau-liong terus loncat kekubu lagi. Dilihatnya keadaan sudah berobah. Kedua suami isteri iblis sudah dibekuk dan dijaga oleh belasan tokoh2 kelas satu yang ditugaskan Ceng Hi totiang. Untuk menjaga agar kedua iblis itu jangan sampai lolos, mereka lekatkan ujung senjatanya pada jalan darah kedua orang itu. Pertempuran masih berjalan seru. tetapi karena pemimpin sudah dibekuk, si tuasi pertempuran pun dapat dikuasai Ceng Hi totiang. Yang sukar diatasi hanya beberapa tokoh seperti Naga Terkutuk, Harimau Iblis, It Hang totiang dan lain-lain. Setelah Jong Leng lojin maka ber-turut2 bangunlah Kongsun Sin-tho, Randa Bu-san dan Lam-hay Sin-ni. Mereka merenung beberapa waktu, baru menyadari apa yang telah terjadi pada diri mereka selama ini.
"Suhu, apakah engkau sudah sembuh sama sekali?"
Buruburu Siau-liong menghampiri Kongsun Sin-tho. Kongsun Sin-tho menghela napa.
"Liong-ji. Apakah engkau yang membuatkan pil dari katak-kaki-tiga itu? Dimanakah kita sekarang ini?"
"Kita saat ini berada dibawah puncak Kim-ting. Pil itu dibuat oleh paderi sakti Kim-ting!"
"Ah, tak kira kalau akupun juga...."
Kongsun Sin-tho menghela napas panjang. Merenung sejenak tokoh itu berkata pula.
"Berapa banyak pil yang telah dibuatnya? Sisanya berikan kepadaku!"
Siau-liong segera menyerahkannya.
Setelah menerima, Kongsun Sin-tho lalu memberi keterangan kepada Randa Busan dan lain-lain.
Kemudian keempat tokoh itu segera turun kegelanggang pertempuran.
Dengan kesaktian mereka, mudahlah untuk menundukkan Naga Terkutuk.
Harimau Iblis, It Hang totiang dan lain-lain.
Kemudian setiap orang diberinya pil itu sebutir.
Tak berapa lama mereka pun pulih kesadarannya.
Dan saat itu pertempuran pun sudah selesai.
Beberapa anak buah Iblispenakluk- dunia berhasil melarikan diri.
Tetapi yang tak dapat lolos terpaksa menyerah.
Kongsun Sin-tho memberi sisa tiga butir pil kepada Siauliong.
"Pil itu tak mudah diperoleh. Selain dapat mengobati segala macam racun, pun mempunyai daya untuk menghidupkan orang yang sudah meregang jiwa. Harap engkau simpan baik dan apabila perlu dapat engkau gunakan."' Siau-liong segera menyimpannya. Saat itu suasana pertempuran sudah sunyi. Ceng Hi totiang saling berpandang pandangan dengan keempat tokoh sakti. Ia menuturkan kepada mereka semua peristiwa yang telah terjadi selama ini. Terutama jasa-jasa Siau-liong yang pantang mundur dalam menghadapi huru hara dari Iblis-penaklukdunia. Sekalian orang gagah bertepuk sorak memuji-memuji keberanian dan kegagahan anak muda itu! Tetapi Siau-liong sendiri merasa malu dalam hati. Jika tanpa bantuan siKakek Mata-satu, paderi sakti Kim-ting dan Poh Ceng-in. tak mungkin ia sendiri dapat menyelesaikan huru-hara itu. Berturut-turut Randa Busan, Lam-hay Sin-ni, Jong Leng lojin, Naga Tertutuk, Harimau Iblis, It Hang totiang dan lainlain, menghaturkan terima kasih kepada Siau-liong. Mereka berlutut dihadapan pemuda itu. Sudah tentu Siau-liong terkejut dan tersipu-sipu mengangkat mereka bangun. Pada saat itu tiba-tiba berdatangan pula dua rombongan. Rombongan yang pertama ialah Coa-sik Se-si bersama Mawar Putih dan Tiau Bok-kun. Dan rombongan kedua ialah Kakek Mata-satu bersama si dara Song Ling. Melihat suhu dan puterinya datang, girang Randa Bu-san bukan kepalang. Sementara itu, Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka masih dikepung oleh rombongan orang gagah. Jong Leng lojin, Naga Tertutuk, Harimau Iblis dan beberapa tokoh segera menghampiri. Tokoh-tokoh itu geram sekali.... Jong Leng lojin memungut sebatang pedang yang terleiak di tanah dan membentak.
"Dosa kedua suami isteri iblis itu sudah melewati takeran. Adakah saudara2 masih suka memberi ampun kepada mereka?"
"Tidak! Mati pun mereka masih ringan kalau dinilai dari dosanya!"
Seru sekalian orang gagah. Tiba-tiba terdengar suara orang menangis. Dan pada lain saat tampak Poh Ceng-in lari menghampiri lalu berlutut di hadapan Siau-liong.
"Tong siauhiap! Harap engkau suka berlaku murah memberi ampun jiwa ayah bundaku itu!"
Saat itu Coa-sik Se-si pun menghampiri lalu mengangkat bangun Poh Ceng-in.
"Nak, ah, engkau cukup banyak menderita...."
Buru-buru Siau-liong berkata kepada Jong Leng lojin.
"Locianpwe, sukalah lo-cianpwe menerima sebuah permintaanku?"
"Silahkan, apa pun yang Tong siauhiap bilang, aku tentu menurut "
Sabut Jong Leng. Siau-liong menghela napas.
"Saat ini huru-hara sudah teratasi. Kedua suami isteri Iblis-penakluk-dunia itu sudah tak berdaya lagi. Marilah kita melakukan budi kebaikan untuk mengampuni jiwa mereka!"
Ceng Hi totiang dan Kongsun Sin-tho segera melangkah menghampiri Siau-liong. Kata Kongsun Sin-tho.
"Untuk memberi ampun jiwa mereka, pun boleh saja! Tetapi demi menjaga timbulnya bahaya dikemudian hari lagi, ilmu kepandaian mereka barus dilenyapkan."
Melihat Siau-liong diam saja, Ceng Hi totiang pun segera mencabut sebilah badik yang terselip di pinggangnya.
Dipotongnya urat nadi penting dari kedua suami isteri iblis itu lalu dibebaskannya jalan darah mereka yang tertutuk itu.
Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka terpaku seperti patung.
Wajah mereka suram muram.
Poh Ceng-in lari kesamping ibunya dan berseru pelahan.
"Mah, aku.... aku sungguh menyesal dan bersalah kepadamu...." ia segera menangis tersedu sedan. Lama sekali Poh Ceng-in tumpahkan kesedihan hatinya. Setelah berhenti menangis ia segera mengangkat bangun kedua ayah bundanya dan dibawanya turun gunung. Tiba-tiba Coa-sik Se-si memberi perintah kepada Siau-liong.
"Lekas kau susul mereka dan bawa kembali kesini!"
Siau-liong segera lari mengejar seraya berteriak memanggil Poh Ceng-in.
"Nona Poh...."
Tetapi tanpa berpaling muka, Poh Ceng-in berseru membalas.
"Aku hendak pergi!"
"Aku sungguh menyesal sekali! Aku memutuskan.... akan mengambil engkau sebagai isteri!"
Siau-liong berteriak gopoh. Poh Ceng-in menjawab rawan.
"Ah, terima kasih atas kebaikanmu itu. Tetapi sekarang lain halnya! Aku sudah menyadari semua! Jika kau memang orang yang pegang janji, engkau datang tahun depan untuk memenuhi janji mati bersama aku!"
Kedua sudah isteri iblis yang dipapah berjalan oleh Poh Ceng-in itu terkejut dan berpaling memandang Siau-liong.
Tetapi mereka cepat menghadap kemuka lagi dan melanjutkan perjalanan turun gunung.
Tak berapa lama mereka pun lenyap dalam kegelapan malam.
Siau-liong tertegun beberapa saat lalu berjalan balik ketempat mamahnya.
Sekalian orang gagah segera mengerumuni Siau-liong.
Mereka mendengar apa yang dibicarakan Siau-liong dengan Poh Ceng-in tadi.
Tetapi walaupun mereka tak mengerti apa maksud pembicaraan itu.
mereka tak berani bertanya kepada Siau-liong.
Saat itu karena pertempuran sudah selesai dan keadaan kembali aman, rombongan orang gagah itu saling bergembira ria dan tertawa-tawa.
Setelah puas bercakap-cakap, Ceng Hi totiang menghampiri Siau-liong.
"Rasanya tiada berguna aku menunggu lama disini. Sebaiknya aku akan kembali. Maka ijinkanlah Tong siauhiap, kami hendak mohon diri!"
Sekali pun pada saat itu Siau-liong dipandang sebagai bintang penyelamat dunia persilatan dan seorang tokoh silat yang telah memiliki kepandaian sakti, tetapi diam-diam hati pemuda itu gelisah.
Mendengar Ceng Hi totiang dan beberapa tokoh hendak pulang, walaupun merasa tindakan mereka itu terlalu bergegas, namun Siau-liong tak mau banyak bicara.
Demikian setelah beberapa tokoh itu tinggalkan gunung, keadaan makin sepi.
Saat itu sudah menjelang fajar.
Angin makin dingin.
Keempat tokoh pewaris ilmu sakti masih berada disitu.
Kongsun Sin-tho menghampiri Siau liong dan memberi salam.
"Siau-liong, akupun juga akan pergi....!"
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siau-liong bercekat hatinya dan tanpa tersadar, ia bercucuran air mata.
"Apakah suhu hendak pulang ke Hongsan?"
Jawab tabib sakti itu.
"Segala kehendakku sudah selesai. Sebelum mati, ingin aku pesiar menikmati keindahan gunung2 dan sungai2 yang terkenal. Sekarang aku hendak memulai pesiar kepegunungan Tang-gak. Dunia begini luas, jejakku sukar ditentukan."
Habis berkata tokoh itu terus ayunkan langkah.
Siau-liong benar-benar tersayat hatinya.
Ia masih ingin bicara banyak sekali dengan gurunya yang baik budi itu.
Tetapi ketika ia hendak melangkah mencegahnya, tiba-tiba tampak Mawar Putih lari dan berlutut dihadapan Coa-sik Se-si, menangis.
"Suhu, mohon engkau sudi meluluskan sebuah permintaanku!"
Coa-sik Se-si buru-buru mengangkatnya bangun.
"Kalau ada apa2, bilanglah! Tentu akan kululuskan permintaanmu itu!"
Mawar Putih masih sesenggukan berkata.
"Mohon suhu suka meluluskan aku menjadi rahib! Lam-hay Sin-ni locianpwe hendak mengambil aku...."
Sesaat Coa-sik Se-si tak dapat berkata apa2. Ia tahu apa sebab muridnya hendak masuk menjadi rahib itu. Berpaling ke arah Siau-liong, dilihatnya puteranya itu ter-longong2 mengucurkan air mata. Sampai beberapa lama, barulah ia berkata.
"Lam-hay Sin-ni lo-cianpwe adalah salah seorang tokoh sakti yang mewarisi salah satu dari lima ilmu sakti. Beliau hendak menerimamu sebagai murid, memang suatu keberuntungan bagimu. Tetapi...."
Coa-sik Se-si tak dapat melanjutkan ucapannya karena saat itu Mawar Putih sudah mengeluarkan sebilah badik dan terus memotong rambutnya.
Coa sik Se si hendak mencegah tetapi sudah terlambat.
Terpaksa ia hanya menghela napas panjang dan tak berkata suatu apa.
Tiau Bok kun yang sejak tadi berdiri disamping tak ikut bicara, demi melihat Mawar Putih memotong rambut, tiba-tiba ia segera menghampiri Siau-liong.
"Tong siangkong! Atas budi pertolonganmu kepadaku itu, mungkin dalam kehidupan sekarang aku tak dapat membalas....!'"- habis berkata iapun segera memotong rambutnya juga. Saat itu Siau-liong termangu-mangu seperti patung. Dia tak dapat berkata apa2 kecuali bercucuran air mata.... Setelah mengucap terima kasih kepada Coa-sik Se-si, Lamhay Sin-ni segera memimpin tangan Mawar Putih diajak pergi. Jong Leng lojin tertawa gelak2. Ia melangkah kemuka Tiau Bok-kun, katanya.
"Aku masih belum punya pewaris, entah apakah engkau suka...."
Tiau Bok-kun girang sekali. Buru-buru ia berlutut dan memberi hormat dengan khidmat.
"Suhu...."
Jon Leng lojin tertawa meloroh. kemudian berseru kepada Lam-hay Sin-ni.
"Muridku juga tak kalah dengan muridmu itu!"
Kemudian Randa Bu-san pun hendak pamit.
Sementara si dara Song Ling berdiri jauh tak mau memandang Siau-liong.
Karena ditinggal pergi oleh tokoh2 itu, hati Siau-liong seperti tertindih batu.
Ia hendak menangis, tetapi ai rmatanya sudah kering.
Akhirnya ia bertanya kepada Randa Bu-san;
"Apakah Cianpwe juga akan pergi?"
Randa Bu-san tertawa.
"Di dunia tiada perjamuan yang takkan berakhir. Kalau saatnya harus berpisah, kita pun harus berpisah!"
Demikian para tokoh2 itu satu demi satu segera tinggalkan tempat itu.
Yang ada kini hanya Siau-liong dan mamahnya.
Wajah Siau-liong penuh bekas air mata.
Pikirannya melayang pada masa yang lalu.
Bayang2 orang satu demi satu melintas pada benaknya.
Tetapi mengingat bahwa mereka telah mendapat tempat yang tepat, hatipun tenang.
Ia menghapus air mata dan paksakan tertawa.
"Mah, mari kita tinggalkan tempat ini juga!"
Saat itu hati Coa-sik Se-si pun girang dan sedih. Serentak ia berbangkit, ujarnya.
"Marilah kita kegunung Hongsan untuk menyambangi makam ayahmu!"
Siau-liong terhibur hatinya.
Sambil menggandeng tangan mamahnya, mereka segera berjalan pe-lahan2 menuruni gunung.
Karena sudah tiada urusan yang penting, mereka pun melakukan perjalanan dengan pelahan....
Setiba dibawah gunung lebih dulu mereka mencari penginapan dirumah penginapan.
Setelah itu mereka menyewa kereta.
Lebih kurang setengah bulan kemudian barulah mereka tiba digunung Hongsan.
Pada saat mereka mendaki ke atas gunung, apa yang disaksikannya membuat mereka terkejut sekali.
Ceng Hi totiang dan rombongan orang gagah yang terdiri dari be-ratus2 orang, muncul menyambut mereka.
Didekat kuburan almarhum Tong Gun-liong, didirikan beberapa buah bangsal.
Selusin bujang perempuan segera memimpin tangan Coa-sik Se-si diajak masuk ke dalam bangsal.
Karena terkejut, Siau-liong sampai tak dapat berkata apa2.
Ia tak mengerti mengapa tokoh2 persilatan berada disitu.
Kiranya untuk membalas jasa Siau-liong, Ceng Hi totiang memimpin rombongan kaum persilatan menuju ke Hong-san dan mendirikan bangsal dan membangun sebuah gedung yang mewah.
Gedung itu akan dipersembahkan kepada Siau-liong sebagai tempat tinggal ibunya.
Siau-liong sukar menolak kebaikan Ceng Hi totiang dan tokoh2 persilatan.
Terpaksa ia mengucapkan terima kasih Gunung Hongsan yang biasanya sunyi, saat itu ramainya bukan kepalang.
Beratus-ratus tokoh persilatan bersembahyang didepan makam Tong Gun-liong.
Mereka dipelopori Ceng Hi totiang yang bersembahyang dengan berlutut di depan nisan, Coa-sik Se-si dan Siau-liong berdiri, di samping makam untuk membalas hormat.
Coa-sik Se-si benar-benar terharu melihat upacara yang belum pernah terjadi dalam sejarah dunia persilatan.
Ia bercucuran air mata dan berkemak-kemik mendoa.
"Gunliong, Gun-liong.... jika engkau tahu keadaan ini. engkau pasti dapat meram dengan puas dialam baka!"
Selesai upacara sembahyangan, tiba-tiba Toh Hun-ki ketua Kong-tong-pay bersama keempat Su-lo maju ke depan makam dan berseru.
"Dahulu kamilah yang salah memberi keputusan. Maka kami akau menebus kesalahan itu dengan kematian!"
Habis berkata mereka sama mencabut badik dan terus hendak bunuh diri.
Sesungguhnya Siau-liong tak sampai hati melihat mereka membunuh diri.
Tetapi ia tak berani lancang mengambil tindakan.
Maka ia berpaling memandang ibunya.
Ternyata Coa-sik Se-si sudah bergegas maju menghampiri dan berseru.
"Cianpwe sekalian, harap jangan bertindak begitu. Bagaimanapun halnya, Gun-liong adalah muridmu. Pada masa itu dia telah melanggar peraturan perguruan. Sudah seharusnya menerima hukuman...."
Ceng Hi totiang pun juga menghampiri dan tertawa.
"Peristiwa yang lampau sudah lalu! Hari ini benar-benar suatu peristiwa bersejarah bahwa seluruh kaum persilatan melakukan upacara sembahyang. Soal yang lalu, tak perlu diungkat lagi!"
Siau-liong juga ikut menasehati sehingga tokoh-tokoh Kong-tong-pay itu mau juga batalkan niatnya membunuh diri.
Mereka menghaturkan terima kasih kepada ketiga orang itu.
Dan suasana berkabung, kini berobah menjadi suatu peristiwa yang menggembirakan.
Hari kedua, rombongan kaum persilatan pun mengadakan sembahyangan dimakam Pendekar Laknat dan Pengemis Tengkorak.
To Kiu-kong menyerahkan Soh Beng Ki-su kepada Siauliong.
Dihadapan makam Pendekar laknat, Siau-liong menusuk dada Soh Beng Ki-su mengambil hatinya dan disembahyangkan didepan makam Pendekar Laknat.
Selesai upacara sembahyangan itu, Ceng Hi totiang hendak mengangkat Siau-liong sebagai pemimpin dunia persilatan.
Tetapi Siau-liong tetap menolak.
Ia menyatakan lebih senang menjadi cousu dari partai Kay-pang dan berkedudukan sama dengan ketua partai2 persilatan lain.
Sudah tentu partai Kay-pang girang sekali.
Mereka menyambut pernyataan cousu-ya mereka itu dengan berlutut menghaturkan terima kasih.
Sejak itu Kay-pang makin menjulang namanya.
Partai itu seolah-olah dianggap sebagai pemimpin dunia persilatan.
Setelah hampir sebulan berada di gunung Hong-san, sekali pun tokoh-tokoh persilatan Itupun segera berbondongbondong pulang ke tempat masing-masing.
Sejak itu Siau-liong bersama ibunya tinggal di gunung Hong-san.
Mereka melewatkan kehidupan yang bahagia.
Tetapi Siau-liong tetap gelisah memikirkan nasib Mawar Putih, Tiau Bok-kun, Poh Ceng-in dan lain-lain.
Ia pun ingat bahwa besok tahun muka pada pertengahan musim rontok, ia harus menuju ke gunung Busan untuk memenuhi perjanjiannya dengan Poh Ceng-in.
Rupanya Coa-sik Se-si tahu apa yang terkandung dalam hati puteranya.
Ia menasehati agar Siau-liong dapat mempengaruhi pikiran Poh Ceng-in supaya membatalkan rencana untuk mati bersama itu.
Dan sebagai perobahan, Siau-liong supaya menerima Poh Ceng-in sebagai isteri....
Siau-liong mengiakan.
Setelah tiba waktunya ia segera berangkat menuju ke Busan.
Dalam perjalanan, ia menimang.
"Randa Bu-san tentu sudah tahu bahwa Pendekar Laknat itu sebenarnya sudah mati. Dengan begitu perjanjian mereka untuk mengadakan pertempuran, dengan sendirinya gugur. Dan sekarang hanya sebuah perjanjian dengan Poh Ceng-in yang harus ia selesaikan!"
Tiba di gunung Busan, tepat pada pertengahan bulan delapan pagi.
Perjanjiannya dengan Poh Ceog-in ialah hari kedua dari pertengahan bulan delapan.
Ia duga, apabila Poh Ceng-in datang memenuhi janji, tentu tak mungkin datang lebih dulu dari dirinya.
Tetapi diluar dugaan, begitu membelok pada sebuah tikungan gunung, ia melihat di tengah sebuah hutan telah dibangun sebuah makam.
Dan ah....
ternyata Poh Ceng-in sudah berada di situ, Ia tetap mengenakan pakaian merah menyala dan duduk disamping makam.
"Nona Poh!"
Serentak Siau-liong berseru seraya lari menghampiri. Poh Ceng-in serentak berbangkit tetapi tiba-tiba ia menjerit dan rubuh lagi. Siau-liong terkejut dan cepat memapahnya bangun. Sambil ulurkan tangan kiri, Poh Ceng-in mengerang.
"Lenganku digigit ular beracun yang kupelihara! Lekas bantu menghisap racun itu!"
Waktu memeriksa, Siau-liong memang melihat lengan kiri nona itu terdapat dua buah lubang yang masih bercucuran darah. Tanpa banyak berpikir lagi. ia terus menghisapnya dengan mulut.
"Lekas hisap! Lekas isap! Kalau racun keburu masuk ke dulam jantung, tiada obatnya lagi!"
Berulang kali Poh Ceng-in merintih rintih. Karena gugup, Siau-liong terus menghisap kemati-matian. Karena darah terus mengalir tak berhenti, Siau-liong tak keburu meludahkan ke tanah sehingga terus ditelannya. Keadaan itu berlangsung sampai lama.
"Apakah sekarang nona sudah merasa enak?"
Tanyanya beberapa saat kemudian. Tetapi serentak dengan itu wajahnya pun berobah. Dilihatnya wajah Poh Ceng-in pucat lesi seperti orang yang mau mati. Kemudian nona itu paksakan tertawa rawan.
"Aku tak pantas menjadi jodohmu.... racun jong-tok itu.... su.... dah.... punah....!"
Habis berkata wanita pemilik Lembah Semi itu pun kelentuk kepalanya dan meramkan mata selama-lamanya.
Siau-liong terkejut.
Tanpa disadari ia menangis dan berkabung melihat penderitaan dan pengorbanan wanita itu.
Saking sedihnya ia sampai pingsan.
Setelah sadar barulah ia mengetahui bahwa Kakek Matasatu, Randa Bu-san dan Song Ling sudah menjaga disampingnya.
Siau-liong segera menanam Poh Ceng-in ke dalam liang yang telah disiapkan itu.
Kemudian Siau-liong tegak berdiri di samping makam itu seperti orang yang kehilangan semangat.
Kakek Mata-satu dan Randa Busan menghiburnya dan akhirnya dapat membujuknya diajak pulang ke Hong-san.
Coa-sik Se-si juga berduka mendengar peristiwa kematian Poh Ceng-in.
Sedang Siau-liong tetap lesu seperti orang sakit.
Ia lebih suka membenam diri dalam kamar.
Dua bulan kemudian barulah ia mulai dapat kembali semangatnya yang hilang itu.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hari itu ia merasa semangatnya segar, kedukaan hatinya pun berkurang.
Maka keluarlah ia dari kamarnya.
Tetapi alangkah kejutnya ketika ia melihat keadaan di luar.
Di ruangan besar, penuh dengan meja perjamuan dan tetamu2 yang terdiri dari ketua partai2 persilatan serta tokoh2 ternama.
Siau-liong heran bukan kepalang.
Buru-buru ia mencari mamahnya untuk bertanya.
Sudah dua bulan ia tak pernah keluar dari kamar sehingga tak tahu apa yang terjadi dalam rumah.
Coa-sik Se-si keluar menyambut diiringi oleh bujang perempuan.
Dengan wajah berseri tawa, wanita itu berkata kepada puteranya.
"Siau-liong, sekali pun dalam urusan ini aku tak pernah mengatakan kepadamu, tetapi engkau jangan menolak! Hari ini adalah hari kebahagiaanmu!"
Siau-liong kaget setengah mati.
"Bagaimana ini...."
Coa-sik Se-si menukas tertawa.
"Mempelai perempuan adalah Song Ling. Mamahlah yang mencarikan jodohmu itu!"
Sekali pun Siau-liong tak berani membantah tapi ia banting2 kaki dan menghela napas panjang. Tiba-tiba Kakek Mata-satu muncul dengan tertawa-tawa.
"Buyung, apakah engkau tak ingat janjimu yang telah engkau berikan kepadaku di puncak Kim-ting tempo hari?"
Siau-liong seperti disadarkan.
Teringatlah ia mengapa kakek buta sebelah mata itu memaksanya supaya meluluskan sebuah permintaannya Kiranya permintaan kakek itu tak lain ialah hendak menjodohkan cucu muridnya atau si dara Song Ling dengan dirinya.
Ah....
ia tak berani banyak bicara lagi dan biarkan sekalian orang hendak mengatur bagaimana kepada dirinya.
Upacara perkawinan berlangsung megah sekali.
Gunung Hong-san selama dua bulan ramainya bukan main.
Karena terjalin budi dan cinta, kedua mempelai itu hidup rukun dan berbahagia.
Randa Bu-san dan Coa-sik Se-si girang sekali melihat putera puteri mereka telah mendapat jodoh yang sepadan.
Bahkan Randa Busan menerima baik tawaran Coa-sik Se-si untuk tidak kembali ke Busan tetapi tinggal di gunung Hongsan bersama anak dan menantunya.
Setelah sekalian tokoh2 persilatan pulang ketempat masing-masing, paderi Liau Hoan masih tinggal di situ.
Ia menemui Siau-liong dan mengingatkan janjinya dahulu.
Ternyata pada 30 tahun yang lalu gunung Thian-san meletus.
Batu2 besar menutup sebuah gua tempat tinggal kawanan orang-utan.
Selama 30 tahun itu paderi Liau Hoan suruh muridnya memberi makanan.
Tetapi kini orang-utan itu berkembang biak menjadi ratusan ekor jumlahnya.
Lama kelamaan mereka tentu akan mati karena sesak.
Maka Liau Hoan minta Siau-liong kesana untuk menghancurkan batubatu besar yang menutup pintu gua....
"Hanya ilmu Thian-kong-sin-kanglah yang menghancurkan batu2 raksasa itu. Maka kumohon siauhiap suka bersama aku pergi ke Thian-san,"
Kata paderi itu.
Siau-liong mengajak isterinya memenuhi janji ke Thian-san.
Setelah berhasil, maka kedua suami isteri pendekar itu berkelana melakukan amal perbuatan yang luhur dan berguna bagi rakyat.
Dengan berseri-seri kedua penpantin remaja itu, Siau-liong Song Ling, menghaturkan hormat minta doa restu kepada tokoh2 persilatan -- T A M A T--
Tiraikasih Website
http.//kangzusi.com
Tiraikasih Website
http.//kangzusi.com
Antara Budi Dan Cinta -- Gu Long Perguruan Sejati -- Khu Lung Anak Berandalan -- Khu Lung