Pendekar Laknat 3
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong Bagian 3
Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya dari S D Liong
Dan teringat pula ia akan manusia aneh baju hitam.
Jika orang itu tidak muncul memberi bantuan.
kemungkinan saat itu ia sudah mati dalam kurungan barisan pohon bunga.
Siau-liong memandang ke balik batu besar.
Setelah tak melihat suatu apa, ia berjalan menuruni lamping gunung.
Melintasi lamping gunung itu, tibalah ia disebuah tanah datar.
Sebuah anak sungai mengalir keluar gunung....
Ia menurutkan aliran sungai kecil itu.
Beberapa saat kemudian, tiba-tiba ia teringat.
Buru-buru ia membuka kedok muka sebagai Pendekar Laknat dan jubah hitamnya.
Saat itu, ia menjadi Kongsun Liong lagi, ketua partai Kay-pang....
Lebih kurang dua jam lamanya, fajar mulai tiba.
Yang tampak diempat penjuru hanya jajaran gunung.
Ternyata ia tersesat jalan dan tak dapat keluar dari daerah belantara.
Luka dalam tubuhnya mulai bekerja.
Hampir ia tak kuat menahan tubuhnya yang terhuyung-huyung itu.
Beberapa kali hampir rubuh.
Tiba-tiba ia ia melihat sebuah biara pada jarak 10 tombak disebelah muka.
Dengan langkah terhuyung ia menuju biara itu.
Ternyata sebuah biara yang rusak.
Pada papan yang tergantung di atas pintu terdapat tulisan Ke-beng-si atau biara Ayam-berkokok.
Biara itu penuh dengan sarang gelagasi.
Tembok bengkah2 dan area2 berserakan diujung ruang.
Keadaannya mengenaskan sekali.
Siau-liong harus lekas2 menyalurkan darah untuk mengobati luka dalamnya.
Kalau terlambat ia pasti akan cacad selama-lamanya.
Tetapi Siau-liong meragu.
Biara itu hanya terpisah sepuluhan li dari lembah Semi.
Kedua suami isteri durjana itu setiap saat tentu dapat mencarinya kesitu.
Apabila musuh mengetahui tempat persembunyiannya, tentu celakalah ia.
Dalam kegelisahan tiba-tiba Siau-liong melihat sebuah tempat yang tepat untuk bersembunyi.
Ialah diruang samping.
Separoh wuwungan ruang samping itu rubuh.
Tetapi separoh bagian belakangnya masih utuh.
Tertutup oleh runtuhan tembok dan wuwungan, dibagian belakang ruang itu terdapat sebuah lubang berbentuk segi tiga.
Setelah yakin orang tentu sukar menduga tempat itu dipakai tempat bersembunyi, ia segera menyusup, menutup liang itu dengan keping papan dan tembok bengkah.
Setelah rapat, ia mulai duduk bersemedhi menyalurkan darah.
Berkat dasar tenaga dalamnya yang kokoh ditambah pula minum darah naga dipusar bumi serta buah som, dalam waktu sejam saja, darahnya yang bergolak itu dapat ditenangkan.
Cepat sekali delapan jam telah lewat.
Empat jam lagi, lukanja tentu sembuh.
Saat itu hari petang.
Angin reda dan turunlah hujan.
Tak berapa lama tiba-tiba ia mendengar langkah kaki yang halus masuk ke dalam ruang situ.
Ia duga tentulah pemburu yang meneduh.
Selekas hujan berhenti, orang itu tentu pergi.
Diluar dugaan, setelah mondar-mandir beberapa saat, orang itu berseru kaget dan terus menuju keruang samping Langkah kaki orang itu makin lama makin dekat dan masuk ke dalam ruang samping.
Siau-liong terkejut sekali.
Saat itu penyaluran tenaga dalamnya sedang mencapai puncak ketegangan.
Dalam keadaan seperti itu, cukup seorang biasa saja, sekali dorong tentu dapat merubuhkan Siau-liong.
Dia akan cacad bahkan bisa mati.
Akhirnya ia menyerah pada nasib.
Jika memang ditakdirkan mati, apa boleh buat.
Dengan kebulatan pikiran itu, ia mulai tenang dan menjalankan penyaluran darah lagi.
Pendatarg itu agaknya tertegun lalu tertawa pelahan seraya menghampiri ke tempat Siau-liong.
Siau-liong pun merasa bahwa orang itu telah berada dibelakangnya.
Tring....
orang itu mencabut pedang.
Seketika terdengar keping-keping papan dan tembok berhamburan tertabas pedang.
"Habislah riwayatku...."
Diam-diam Siau-liong mengeluh....
Saat itu ia tak dapat berbuat apa2.
Ia hanya pasrah nasib saja, Tetapi heran.
Sampai sekian saat belum juga terjadi sesuatu.
Rupanya orang itu batalkan maksudnya membunuh.
Lebih kurang sepeminum teh lamanya, Siau-liong mendengar orang itu menyarungkan pedang kembali.
Dan menyusul terdengar suara celana wanita berteliku duduk tak jauh dari tempatnya.
Ketegangan Siau-liong mereda.
Jelas pendatang itu tiada bermaksud jahat kepadanya.
Selang empat jam kemudian, selesailah penyaluran Siauliong.
Lukanya hampir sembuh sama sekali.
Begitu membuka mata, pertama-tama ia ingin mengatahui siapakah gerangan pendatang itu.
Cepat ia berpaling dan....
astaga! Orang itu sudah lenyap.
Setelah menghela napas panjang, ia berbangkit.
Ternyata hujan sudah berhenti.
Ruang penuh air, tubuhnya pun penuh kotoran debu.
Tiba-tiba hidungnya terbaur daging bakar yang wangi.
Buru-buru ia berpaling Dimeja sembahyang tampak seonggok api yang belum padam.
Di atas api terdapat segumpal daging rusa.
Karena sehari suntuk tak makan, air liurnya pun menitik keluar.
Ketika hendak mengambil daging rusa itu, tiba-tiba sesosok tubuh langsing menerobos masuk.
Girang Siau-liong bukan kepalang.
Orang itu bukan lain Pek Ciang-wi atau si Mawar Putih.
Dara itu tengah membawa sebuah tempat dupa yang diisi air.
Buru-buru Siau-liong menghampiri dan menyambutinya.
"Ah, kiranya engkau...."
"Sudah sembuh?"
Tanya dara itu. Siau-liong mengiakan.
"Mengapa engkau terluka?"
Siau-liong tergugu tak dapat menerangkan.
Waktu bertempur dengan iblis Penakluk dunia, ia menyamar sebagai Pendekar Laknat.
Tetapi sekarang ia sudah kembali menjadi Kongsun Liong lagi.
Sulit ia menuturkan peristiwa itu.
Karena tak biasa bohong, merah padamlah muka pemuda itu.
Untung dara itu tak mau mendesaknya.
Sambil menuding ujung hidung Siau-liong, ia berkata.
"Sungguh besar nian nyalimu. Jika semalam yang datang bukan aku tentu jiwamu sudah melayang!"
Siau-liong tertawa meringis. Buru-buru ia alihkan pembicaraan menanyakan tentang daging rusa bakar.
"Bagaimana?"
Mawar Putih tersenyum manis.
"Sungguh harum sekali Tak kira engkau pandai sekali masak,"
Siau-liong memuji.
Rupanya dara itu senang hatinya.
Ia segera ajak Siau-liong duduk dimuka meja dan menikmati daging rusa bakar.
Siauliong makan dengan lahap.
Selesai makan, haripun sudah fajar.
Mawar Putih memandang Siau-liong lalu memandang dirinya sendiri.
kemudian tertawa geli.
"Ah, engkau ketua Kaypang, sudah tentu seorang pengemis tua. Tetapi aku...."
Kiranya karena menemani Siau-liong makan dan mengobrol sampai setengah malam, muka dan pakaian si dara berlumuran kotoran.
"Makan daging bakar dan minum air kotor sekalipun bukan pengemis tetapi tentu bangsa manusia liar...."
Siau-liong tertawa. Tiba-tiba ia teringat sesuatu dan buru-buru berpaling. Mawar Putih pun tertawa. Tiba-tiba ia juga hentikan tertawanya dan menghela napas panjang. Sudah tentu Siau-liong heran, tegurnya.
"Mengapa engkau tiba-tiba bermuram durja?"
Sejenak menatap Siau-liong, dara itu gelengkan kepala.
"Ah, aku teringat kalau suhuku sudah datang. Belasan tahun aku tak pernah berpisah dengan beliau. Sekarang tak tahu bilakah aku dapat berjumpa lagi dengan suhu...."
Wajah dara itu makin rawan, katanya lebih lanjut.
"Sejak kecil aku sudah sebatang kara. Adalah suhuku yang merawat dan memelihara diriku sampai besar. Kami tinggal di sebuah pulau kecil. Karena tak bercocok tanam, sejak kecil aku membantu suhu berburu dan mencari ikan. Cara membakar daging tadi, pun aku belajar dari suhu."
"Mengapa engkau tinggalkan suhumu dan seorang diri...."
"Aku hendak membalas dendam untuk suhu!"
Tukas Mawar Putih geram. Siau-liong terbeliak memandang dara itu, tanyanya.
"Mengapa nona tak datang bersama suhu nona? Apakah beliau tega...."
"Suhu sedang sakit...."
Sahut Mawar Putih dengan nada sumbang. Dua butir air mata menitik dari sudut matanya.
"suhu mengatakan bahwa penyakit yang diindapkannya itu tak mungkin sembuh. Yang beliau selalu ingat adalah dendam darahnya. Karena suhu sudah mewariskan seluruh kepandaiannya kepadaku, maka sudah selayaknya aku yang membalaskan dendam itu. Akan kubawa kepala orang itu kehadapan suhu!"
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siau-liong tertarik perhatiannya.
Tetapi ia tak dapat menemukan kata-kata untuk menghibur dara itu.
Lebih-lebih ketika mengetahui bahwa tujuan dara itu menyangkut juga asal-usul dirinya.
Rasa haru Siau-liong makin meluap.
Iapun kucurkan beberapa titik air mata.
"Eh, mengapa engkau juga menangis?"
Mawar Putih hentikan sedunya dan tertawa menegur. Siau-liong tertegun. Ia heran mengapa secepat itu si dara sudah mengganti tangis dengan senyum tawa. Terpaksa iapun ikut tertawa.
"Siapakah musuhmu?"
Tanyanya. Dengan geram Mawar Putih menyahut.
"Ketua partai Kongtong- pay To Hun-ki bersama keempat Su-lo!"
Siau-liong termangu. Mengapa terjadi peristiwa yang begitu kebetulan sekali! Toh Hun-ki adalah musuhnya besar karena telah membunuh ayahnya. Mengapa musuh besar si dara itu juga To Hun-ki? "Apakah suhumu seorang pria atau wanita?"
Tanyanya agak ragu.
"Sudah tentu wanita!"
"Mengapa suhumu bermusuhan dengan Toh Hun-ki?"
Dara itu kicupkan gundu matanya.
"Pertanyaanmu terlalu jauh! Apakah engkau hendak mengetahui peristiwa itu sejelasnya? Apa perlumu?"
Siau-liong menghela napas.
"Ah, terus terang saja, Toh Hun-ki itu juga musuhku besar!"
Mawar Putih terbeliak dan menatapnya. Beberapa jenak kemudian, ia berkata.
"Sungguh kebetulan sekali. Kita dapat bekerja sama."
Siau-liong mendengus dan merenung.
Kemunculan Ki Ih kedunia persilatan lagi untuk mencari balas kepada Kongtong- pay, setiap orang persilatan sudah mengetahui semua.
Apalagi ia sendiripun sudah menyaksikan wanita sakti itu.
Walau pun setiap kali belum berhasil menerangkan kepada wanita itu, namun ia percaya bahwa wanita sakti itu tentulah Coa-sik Se-si Ki Ih.
Tetapi aneh sekali! Mengapa Mawar Putih mengatakan bahwa suhunya sedang sakit dirumah? Kalau begitu, jelas guru Mawar Putih ini tentu bukan Ki Ih.
Habis kalau bukan Ki Ih, siapakah sesungguhnya guru dara itu? Mengapa ia juga mempunyai dendam sakit hati kepada Kong-tong-pay.
"Nona, aku hendak bertanya kepadamu!"
"Silahkan!"
"Siapakak nama suhumu itu...."
Mawar Putih terdiam sejenak baru menjawab.
"Tiada gunanya kuberitahukan nama suhuku. Beliau bernama Aminah si Boneka-cantik dari Persia!"
"Apa?"
Siau-liong menegas kejut.
"Aminah Pasilia!"
"Nama yang aneh dan sukar diingat serta tak sedap didengar,"
Kata Siau-liong. Mawar Putih deliki mata.
"Apa? Engkau berani menghina nama suhuku?"
Dara itu terus berbangkit hendak pergi. Siau-liong menyesal dan buru-buru minta maaf. Saat itu hari sudah terang tanah. Cuaca cerah. Mawar Putih melangkah pe-lahan2 sambil kerutkan alis, berkata.
"Sekarang hendak kemanakah kita ini? Kita tak dapat terus tinggal dibiara bobrok ini!"
Sesaat Siau-liong pun tak dapat menentukan arah tujuannya.
Dia hendak membalas dendam.
Hendak mencari ibunya.
Hendak mengangkat nama Koay suhu dalam dunia persilatan.
Hendak mengembangkan kewibawaan partai pengemis.
Hendak merebut separoh bagian dari Giok-pwe yang berada ditangan Soh-beng Ki-su.
Hendak mencari orang baju hitam yang misterius di dalam Lembah Semi....
Banyak nian pekerjaan yang direncanakan tetapi ia bingung untuk memulai yang mana dulu.
Tiba-tiba ia teringat akan Tiau Bok-kun.
Sikap dan tingkah laku nona itu penuh dengan kehalusan yang mesra sehingga ia tersentuh dengan suatu perasaan.
Perasaan yang selama ini belum pernah dialaminya.
Benar racun dalam tubuh nona itu sudah dapat disumbatnya tetapi jika tak diobati tepat pada waktunya, nona itu tetap terancam bahaya cacat.
Adakah Toh Hun-ki pegang janji untuk membawa si nona ke Siok-ciu mencari obat? Andaikata Toh Hun-ki benar-benar pegang janji, tetapi seorang nona yang sebatang kara tentu berbahaya sekali meegembara di dunia persilatan.
Misalnya, jika bertermu dengan tokoh sejahat Soh-beng Ki-su, bukankah sukar untuk membayangkan nasib nona itu? Lama merenung tiba-tiba ia menertawakan dirinya sendiri.
Ia baru kenal dengan nona itu, mengapa ia mewajibkan diri untuk memikirkan nasib nona itu? Bukankah di dunia terdapat banyak sekali nona yang bernasib begitu? Apakah ia harus memikirkan nasib mereka semua? Namun betapapun juga, tetap ia merasa masih terlekat dengan beban kewajiban itu.
Selama belum terlaksana, ia merasa masih belum himpas.
"Aku hendak ke Siok-siu, apakah engkau...."
"Baik, aku menurut kemana saja engkau pergi!"
Tukas Mawar Putih terus mendahului melangkah keluar.
Siau-liong terpaksa mengikuti.
Karena tak kenal jalan mereka hanya menurutkan aliran anak sungai itu menuruni lamping gunung.
Pada saat melintasi dua buah puncak, pada gerumbul pohon disebelah muka.
tampak beberapa sosok tubuh tengah lari menyongsongnya.
Buru-buru Siau-liong menarik Mawar Putih bersembunyi dibalik batu besar.
Cepat sekali orang2 itu sudah tiba dua tombak jauhnya dari tempat Siau-liong.
Yang dimuka sendiri, mengenakan jubah biru, jenggot panjang sampai kedada, mencekal sebatang tongkat Kumala Hijau.
Ah, itulah si Jenggot-perak To Kiukong, ketua partay Kay-pang.
Dibelakangnya mengiring Pengemis-tertawa Tio Tay-tong dan si Pincang kiri Tio Tau serta Pincang kanan Li Ki.
Siau-liong cepat loncat keluar.
"Kiu-kong. lama kita tak berjumpa!"
To Kiu-kong dan rombongannya terkejut. Tetapi mereka girang bukan kepalang setelah mengetahui siapa penghadangnya itu. Serta-merta mereka berlutut memberi hormat.
"Cousu-ya."
Siau-liong mengangkat bangun To Kiu-kong dan suruh yang lain-lain berdiri.
"Partai kita dapat berdiri tegak dalam pergolakan dunia persilatan adalah karena selama ini sekalian anak murid taat pada disiplin partai. Maka kumohon cousu-ya jangan keliwat merendah diri,"
Kata To Kiu-kong.
Sesungguhnya Siau-liong merasa sungkan menerima penghormatan yang berlebih-lebihan dari To Kiu-kong serta tokoh2 Kay-pang yang lain.
Mereka jauh lebih tua dari dirinya.
Dan sekalipun sudah diangkat sebagai ketua, namun Siauliong tak mengerti tentang peraturan partai itu.
Ia hanya manda tersenyum mendengar ucapan To Kiu-kong itu.
Kemudian To Kiu-kong menerangkan bahwa selama beberapa hari ini, ia bersama rombongan, berusaha mencari Siau-liong.
Sungguh tak diduga kalau mereka akan bertemu disitu.
Siau-liong terpaksa merangkai cerita tentang dirinya selama beberapa hari itu.
Untunglah To Kiu-kong tak menanya lebih jauh.
"Dewasa ini dunia persilatan telah dilanda bahaya. Tokohtokoh sakti dari berbagai partai persilatan berbondongbondong datang ke Jwan-lam...."
Berhenti sejenak, ketua Kaypang itu melanjutkan pula.
"Iblis Penakluk dunia, Dewi Neraka pun kabarnya telah berada dalam lembah Semi digunung Tayliang- san. Partai2 persilatan telah menerima surat undangan dari kedua suami isteri momok itu supaya pada pertengahan musim rontok, datang kelembah Semi guna mengadu kepandaian. Aku sendiripun telah menerima undangan itu juga...."
Ia mengeluarkan sebuah sampul lalu diserahkan kepada Siau-liong.
Siau-liong menyambuti.
Dilihatnya undangan itu hanya selembar sutera pesegi sebesar sapu tangan, diberi tulisan berbunyi.
Untuk merayakan malam Tiong-jiu yang indah, kami undang saudara suka menghadiri perjamuan yang kami selenggarakan dilembah Semi dengan acara.
MENGADU KEPANDAIAN DENGAN MENDAPAT HADIAH GIOK-PWE.
Bila terlambat atau tidak datang, terpaksa akan kami larang saudara bergerak di dunia persilatan.
Tertanda.
Iblis Penakluk Dunia Dewi Neraka.
"Hal ini sudah kuketahui,"
Siau-liong tertawa dingin seraya mengembalikan surat itu.
"Pada hematku,"
Kata To Kiu-kong.
"tujuan dari kedua momok itu tak lain adalah hendak merebut separoh bagian dari Giok-pwe, Dan kedua kalinya, mereka hendak menjaring semua tokoh2 persilatan, menghancurkannya lalu menguasai dunia persilatan. Asal salah satu dari rencana itu berhasil, tentulah dunia persilatan akan terancam bahaya banjir darah. Iblis dan durjana akan menguasai dunia persilatan!"
Siau-liong tertawa.
"Orang kuno mengatakan bahwa 'Kejahatan selalu kalah dengan Kebenaran'. Sekalipun ganas sekali rencana kedua momok itu, tetapi tak mungkin mereka berhasil menentang seluruh dunia persilatan!"
To Kiu-kong amat mengindahkan sekali kepada Siau-liong yang dianggapnya sebagai kakek guru Kay-pang. Ia hanya mengiakan saja.
"Masih ada sebuah hal lagi yang hendak kulaporkan kepada Cousu-ya,"
Kata To Kiu-kong.
"Katakanlah,"
Seru Siau-liong.
"Beberapa hari yang lalu, Toh Hun-ki ketua Kong-tong-pay telah dijebak oleh Soh-beng Ki-su. Tetapi entah bagaimana ketua Kong-tong-pay itu telah ditolong oleh Pendekar Laknat. Sungguh mengherankan sekali mengapa sekarang Pendekar Laknat berbeda sekali dengan 20 tahun yang lalu. Perangainya berobah jauh lebih baik.... -"
To Kiu - kong berhenti sejenak lalu melanjutkan.
"Kabarnya Pendekar Laknat sudah bertempur dengan Iblis Penakluk dunia. Keduanya sama2 terluka parah."
Sesungguhnya peristiwa itu telah diketabui Siau-liong tetapi ia tak leluasa menerangkan. Ia hanya menanyakan adakah To Kiu-kong hendak memberi laporan lain lagi.
"Ya, mengenai nona Tiau Bok-kun,"
Kata To Kiu-kong.
"nona itupun ditolong Pendekar Laknat dilembah Semi.... Sekarang sedang diantar Toh Hun-ki berobat ke Siok-ciu...."
Kemudian ketua Kay-pang itu menerangkan lebih lanjut bahwa racun ditubuh nona itu sudah dapat dikeluarkan dan ia telah suruh anak buah Kay-pang untuk menjaga dan merawat nona itu dirumah penginapan.
"Tahukah engkau kemana perginya Toh Hun-ki,"
Tiba-tiba Mawar Putih menyelutuk. To Kiu-kong tergugu. Setelah memandang ke arah Siauliong, ia menyahut.
"Aku dan Toh Hun-ki bergantian meninggalkan Siokciu. Kemungkinan saat ini dia sedang menuju kepuncak Ngo-siong-nia!"
Kemudian ketua Kay-pang itu memberi laporan lebih lanjut.
"Saat ini dalam kota Siok-ciu telah berkumpul banyak sekali tokoh2 persilatan. Karena kuatir didengar orang, maka ketua Bu-tong-pay It Heng totiang, tokoh ketiga Kun-lun sam-cu dari partai Kun-cun-pay dan rombongan lain, bergegas menuju kepuncak Ngo-siong-nia. Mereka hendak mengatur rencana untuk menghadapi iblis Penakluk dunia dan Dewi Neraka...."
Mawar Putih menyeringai lalu mendengus.
"Tak perlu mengoceh begitu banyak! Dimana puncak Ngo-siong-nia itu?"
To Kiu-kong kerutkan dahi. Ia heran mengapa dara itu begitu bengis. Tetapi karena si dara kawan cousu-ya mereka, terpaksa To Kiu-kong bersabar. Sahutnya.
"Kira2 dua puluh li dari sini, terdapat sebuah puncak gunung yang penuh ditumbuhi pohon Siong-pik!"
Diam-diam Siau-liong tahu kalau Mawar Putih tentu salah faham kepadanya.
Tetapi dihadapan tokoh2 Kay-pang, ia tak leluasa memberi penjelasan.
Maka iapun diam saja atas sikap kasar dari dara itu terhadap To Kiu-kong.
Walaupun sudah berulang kali ia memberi isyarat, tetapi si dara tetap tak mengacuhkan.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Demikian pun Pengemis Tertawa dan si Pincang-kanan dan si Pincang-kiri.
Mereka diam-diam heran mengapa cousu-ya mereka selalu galang-gulung dengan beberapa gadis yang tak keruan.
"Mari kesana!"
Mawar Putih terus menarik lengan Siauliong. Siau-liong tertawa.
"Eh, apakah nona hendak pergi...."
Mawar Putih deliki mata.
"Sudah tentu kepuncak Ngosiong- nia untuk mencari To Hun-ki! Bukankah engkau mengatakan bahwa engkau pun mempunyai dendam sakit hati tak mau hidup bersama manusia itu?"
Sesaat Siau-liong tak dapat menjawab.
Memang pada akhirnya kelak ia tentu akan membunuh Toh Hun-ki dan keempat Su-lo itu.
Tetapi bukan pada saat itu ia harus menuju ke Ngo-siong-nia dan membunuh mereka.
Melihat Siau-liong ragu2, Mawar Putih tertawa mengejek.
"Hm, agaknya aku telah keliru menilai orang. Lekas pergilah engkau ke Siok-cu menjenguk gadis kekasihmu itu!"
Habis berkata dara itu terus berputar tubuh dan hendak melangkah.
"Nona Pek! nona Pek....!"
Seru Siau-liong gugup.
Tetapi tak dipedulikan Mawar Putih.
Dara itu bahkan terus gunakan ilmu lari cepat menuju ketimur.
Siau-liong bimbang, mengejar atau membiarkannya.
Selagi dia masih belum mengambil keputusan, gadis itu sudah lenyap dari pandangan mata.
To Kiu-kong dan rombongannya terbeliak heran tetapi tak berani bertanya.
Dan lama sekali Siau-liong masih memandang ke arah bayangan Mawar Putih.
To Kiu-kong saling berpandangan dengan Pengemis Tertawa, lalu berbatuk-batuk, ujarnya.
"Adakah nona itu dengan cousu-ya...."
Siau-liong tersadar. Cepat ia menukas tertawa.
"Tak ada hubungan dan sebelumnya pun tak kenal...."
Kemudian ia alihkan pembicaraan dengan menanyakan tujuan To Kiu-kong dan kawan-kawan. To Kiu-kong tertegun lalu menyahut dengan serius.
"Tadi telah kulaporkan kepada cousu-ya bahwa It Hang totiang ketua Bu-tong-pay telah mengajak beberapa tokoh persilatan mengadakan pertemuan rahasia dipuncak Ngo-siong-nia. Mereka hendak merundingkan rencana menghadapi kedua durjana iblis Penakluk dunia dan Dewi Neraka. Karena tak dapat menemukan cousu-ya maka aku terpaksa melancangi untuk menerima undangan itu. Beruntung disini kami dapat menjumpai cousu-ya."
Siau-liong kerutkan dahi, ujarnya.
"Apakah Toh Hun-ki dan rombongannya juga hadir ke-sana."
To Kiu-kong mengangguk.
"Rasanya saat ini tentu sudah tiba disana."
Siau-liong terkejut, serunya.
"Kalau begitu kita harus cepat2 kesana, kalau tidak...."
Ia tak lanjutkan kata2nya. Rupanya ia merasa kurang leluasa. To Kiu-kong seorang yang banyak pengalaman. Ia hanya tersenyum.
"Tak mungkin dapat mendahului kita tiba dipuncak itu...."
Ia memandang Siau-liong lalu melanjutkan pula.
"Puncak Ngo-siang-nia itu amat berbahaya sekali. Sekelilingnya lembah2 yang disebut Lembah Sembilanlingkaran. Jika tak faham, tentu tersesat. Apa lagi saat ini disekitar lembah itu telah dijaga ketat oleh murid2 Go-bi-pay dan anak buah Kay-pang...."
Siau liong mengangguk.
Tetapi diam-diam ia gelisah karena menguatirkan keselamatan si dara.
Demikianlah mereka segera menuju ke puncak Ngo-siong-nia.
Sesungguhnya jarak dua puluh li itu dapat ditempuh dalam waktu setengah jam saja.
Tetapi karena jalanan sukar dan To Kiu-kong tak henti-hentinya memberi petunjuk keadaan tempat itu kepada Siau-liong, maka mereka berjalan agak lambat.
Kurang lebih sejam barulah mereka tiba di puncak itu.
Memang apa yang dikatakan To Kiu-kong benar.
Keadaan puncak amat berbahaya dan sulit- sekali jalanannya.
Jika tak faham pasti tersesat.
Pula pada setiap tikung dan tempat yang berbahaya tentu dijaga oleh anak buah Kaypang serta imam jubah kelabu.
To Kiu-kong faham benar dengan keadaan tempat itu.
Sepanjang jalan tak henti2nya ia menerima hormat dari anak buah Kay-pang yang ditugaskan berjaga disitu.
Bermula Siau-liong mengira bahwa di atas puncak tentu terdapat biara atau kuil.
Tetapi ternyata dugaannya itu keliru.
Puncak gunung merupakan sebuah hutan lebat.
Setiba di tepi hutan, To Kiu-kong segera bersuit nyaring.
Beberapa puncak pohon siong tampak bergerak-gerak dan sesaat kemudian beberapa sosok tubuh meluncur turun.
Mereka segera berjajar menghadang To Kiu-kong.
---ooo0dw0ooo--- -Pertemuan dalam hutan- Ternyata yang turun dari puncak pohon itu empat orang imam yang masing-masing mencekal golok kwat-to.
Salah seorang yang dimuka adalah seorang imam tua, berjenggot panjang menghunus sebatang pedang.
Setelah memberi salam dengan anggukan kepala imam tua itu berseru kepada To Kiu-kong.
"Ketua kami dan beberapa cianpwe sudah lama menunggu kedatangan. Selekas saudara tiba, pertemuan segera dimulai. Tetapi.... ia beralih memandang Siau-liong lalu berkata.
"Pertemuan ini menyangkut kepentingan dunia persilatan. Ketua kami telah memberi perintah, yang tak menerima undangan tak diperbolehkan hadir. Saudara ini...."
To Kiu-kong cepat maju selangkah dan memberi hormat, tukasnya.
"Adalah cousu-ya kami...."
Kemudian ia memberi keterangan kepada Siau-liong. Saudara2 ini adalah anak murid dari It Hang totiang ketua Butong- pay dan Ki Ceng siansu ketua Go-bi-pay. Karena belum kenal pada cousu-ya maka meminta keterangan."
"Tak apalah,"
Kata Siau-liong. Imam tua itu terkesiap. Setelah saling bertukar pandang dengan ketiga kawannya lalu memandang lagi kepada Siauliong, kemudian mundur beberapa langkah.
"Silahkan!"
To Kiu-kong mempersilahkan Siau-liong berjalan dimuka, ia dan Pengemis Tertawa mengiring dibelakangnya.
Hutan itu seluas berpuluh tombak dan amat lebat sekali sehingga sesuai dijadikan tempat perundingan rahasia.
Menyusup sejauh 10-an tombak, tiba-tiba pemandangan disitu tampak terang.
Ternyata sebelumnya, berpuluh-puluh batang pohon telah ditabas sehingga tersedia sebuah tanah lapang yang cukup luas.
Ditengah tanah lapang itu tampak hadir 30-an orang lebih.
Terdiri dari paderi, imam dan orang biasa.
Pada umumnya mereka sudah berusia 50 tahun ke atas.
Sikapnya angker.
Imam tua yang duduk ditengah-tengah, berjenggot putih menjulai kedada dan punggung menyanggul sebatang kebut pertapaan segera berbangkit menyambut kedatangan To Kiukong.
"Atas nama sekalian hadirin, kuucapkan selamat datang!"
Ia terus tersipu-sipu menyongsong. To Kiu-kong segera memperkenalkan diri Siau-liong, sebagai coucu-ya dari partai Kay-pang.
"Aku yang rendah bernama Kongsun Liong,"
Siau-liong memperkenalkan diri. Ternyata imam yang sikap dan wajahnya berperbawa seperti seorang dewa itu adalah It Hang totiang, penyelenggara dari pertemuan. Ketua Bu-tong-pay itu terkesiap lalu memaksa diri bersenyum, ujarnya.
"Kalau begitu saudara tentulah ahli waris dari Pengemis Tengkorak Song locianpwe?"
Siau-liong mengiakan.
It Hang menatap wajah Siau-liong dengan penuh keheranan lalu menyisih kesamping mempersilahkan To Kiukong dan rombongan masuk.
Sekalian tokoh yang hadir disitu tampak duduk diam.
Tetapi seluruh pandang mata mereka tercurah pada diri Siau-liong.
Rata2 mereka sudah berumur setengah abad.
Hanya Siauliong seorang saja yang masih muda.
Agaknya Siau-liong pun merasakan kekakuan suasana disitu.
Tetapi karena menyadari bahwa saat itu dirinya sebagai ketua Kay-pang, terpaksa ia menekan perasaannya.
Setelah masuk, iapun terus duduk diantara mereka.
Ternyata yang hadir disitu adalah tokoh2 ternama, antara lain.
Ketua Siau-lim-si, Gong taysu.
Ki Ceng siansu ketua Gobi- pay, Ciang Bu-seng ketua partai Tiam-jong-pay, It-bi-cu, Sam-kicu, Bu-wi-cu tiga serangkai dari partai Kun-lun.
Lam Leng lojin dari partai Thian-san-pay.
Tan I-hong pemimpin Jitok- kau.
Cu Kong-leng ketua Tong-thing-pang.
Toh Hun-ki dan keempat Su-lo dari partai Kong tong-pay.
Ditambah lagi dengan It Hang to-tiang ketua Bu-tong-pay dan anak buah Kay-pang serta beberapa tokoh persilatan yang berilmu tinggi.
Benar-benar merupakan suatu pertemuan yang megah dan hebat.
Setelah rombongan To Kiu-kong duduk, It Hang totiang segera membuka pertemuan.
"Dewasa ini suasana dunia kacau, dunia persilatan timbul berbagai peristiwa. Beberapa durjana muncul kembali. Dimana-mana terjadi pembunuhan berdarah. Merupakan suatu bencana yang sejak berpuluhpuluh tahun baru timbul kembali...."
Tiba-tiba diantara hadirin terdengar orang batuk2, serunya.
"Harap toheng suka menunggu sebentar. Aku hendak mohon sedikit penjelasan tentang sebuah hal."
Ternyata yang bicara itu adalah Lam Leng tojin yang terkenal sebagai Thian-san it-soh atau orang tua dari gunung Thian-san.
Tubuhnya kurus kecil, sepasang matanya berkilatkilat penuh perbawa.
Dan memelihara jenggot seperti jenggot kambing.
Tingginya kurang dari satu setengah meter, tetapi nada suaranya bergema nyaring sekali.
It Hang totiang hentikan pidatonya lalu mempersilahkan orang tua dari gunung Thiansan itu mengajukan pertanyaan.
Lam Leng lojin memberi hormat lalu berseru.
"Sungguh suatu tindakan yang amat terpuji dari totiang untuk mengundang sekalian tokoh2 persilatan berunding untuk menghadapi ancaman yang akan menimpa keselamatan dunia persilatan. Pertemuan ini bersifat rahasia, Oleh karena itu, sekalian orang yang hadir harus diketahui asal-usulnya dengan jelas. Kita harus menyadari bahwa kedua durjana itu, licin dan banyak tipu muslihatnya. Apabila pertemuan ini sampai bocor, pasti akan mengakibatkan kebinasaan pada dunia persilatan. Dalam hal ini kumohon totiang suka waspada!"
Habis berkata orang pendek kurus dari Thia-san itu memandang ke arah Siau-liong lalu duduk kembali.
Walaupun tak jelas menyebut nama tetapi isyarat mata Lam Leng lojin itu segera dapat ditangkap.
Seluruh hadirin memandang ke arah Siau-liong.
Siau-liong pun tahu hal itu.
Tetapi karena orang tak terangterangan menyinggung dirinya pula ia tak mau cari perkara, terpaksa ia diam saja.
It Hang totiang mengangguk pelahan.
"Lam-heng benar, tetapi aku sudah mengadakan persiapan. Sekalipun ada orang luar yang menyelundup, dia pasti tak mampu lolos dari pengamatan para kawan2 dan tak mungkin keluar dari puncak Ngo-siong-nia ini...."
Habis berkata pimpinan pertemuan itu tertawa dingin dan sejenak memandang ke arah Siau-liong lalu berkata pelahanlahan.
"Sekarang yang penting adalah untuk menentukan suatu rencana...."
Sambil mengurut-urut jenggotnya yang panjang, ia memandang lagi kesekeliling hadirin kemudian menghela napas.
"Thicin dan Te kedua momok itu, mempunyai anak buah yang besar dan tersebar luas. Mereka telah mengirim undangan kepada seluruh kaum persilatan untuk menghadiri pertandingan adu silat dilembah Semi. Jelas, maksud mereka tentulah hendak menjaring seluruh kaum persilatan untuk dibinasakan. Jika kita memenuhi undangannya kelembah Semi dan datang pada pertengahan bulan Delapan, tentulah kita termakan perangkap mereka...."
Tiba-tiba terdengar suara nyaring dari seorang imam tua baju kuning yang serentak berbangkit dari tempat duduknya.
"Menurut pendapat loni, lebih baik saat ini juga kita serbu lembah itu!"
Nadanya nyaring din garang sekali. Empat imam yang duduk dibelakangnya, sama duduk pejamkan mata dengan khidmat. Kiranya paderi yang membuka suara itu adalah Ti Gong taysu, ketua Siau-lim-si. It Hang totiang menyahut.
"Pendapatku memang sesuai sekali dengan saran taysu. Dalam ilmu perang dikatakan bahwa siasat ilmu menggunakan tentara yang hebat ialah dapat melakukan serangan secara tepat dan cepat. Menyerang musuh selagi musuh tak menyangka dan tak bersiap. Betapapun ilmu kesaktian yang demiliki kedua momok itu, namun sukar kiranya untuk menghadapi kekuatan kita beramai-ramai Sejenak ketua Bu-tong-pay itu berhenti dan memandang ke arah ketua Tiam-jong-pay dan ketua Tongthing- pang. kemudian melanjutkan lagi dengan pelahan-lahan.
"Apalagi saudara Shin dan Cu, mahir dalam ilmu barisan Patkwa kiu-kiong, Ngo-heng-tin dan lain-lain perkakas rahasia. Kita mempunyai pegangan kuat untuk memenangkan pertempuran. Hanya saja...."
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kembali ia kerutkan alis, sejenak berhenti lalu berkata pula.
"Kabarnya kedua durjana Liong dan Hou juga tiba didaerah selatan sini. Pendekar Laknat sudah beberapa kali menampakkan diri. Apabila ketiga momok itu benar-benar muncul dan berserikat dengan kedua momok Thian dan Te (Iblis Penakluk dunia dan Dewi Neraka), ah, kita pasti terancam bahaya!"
Seketika heninglah suasana.
Sekalian hadirin terdiam.
Memang yang dikatakan It Hang totiang itu benar.
Jika saat itu mereka menyerbu ke Lembah Semi, tentu masih dapat menghadapi Iblis Penakluk dunia dan Dewi Naraka.
Tetapi apabila kelima momok itu bersatu, tentu tak mungkin dikalahkan.
Toh Hun-ki ketua Kong-tong-pay segera berbangkit.
Setelah memberi hormat kepada para hadirin, ia segera berpaling menghadap It Hang totiang....
"Masih ada sebuah hal yang hendak kupersembahkan kepada totiang dan saudara sekalian!"
Serunya.
"Silahkan,"
Kata It Hang totiang. Toh Hun-ki tersenyum, serunya.
"Jika saudara2 tak lupa, tentulah masih ingat akan peristiwa 20 tahun yang lampau. Pada masa itu kelima Durjana muncul dan mengaduk dunia persilatan. Dunia persilatan seolah-olah banjir darah dan korban banyak berjatuhan. Kelima durjana itu terdiri dari Iblis Penakluk dunia dengan isterinya Dewi Neraka, si Naga dan si Harimau serta Pendekar Laknat...."
Ia berhenti sejenak untuk mencari kesan, kemudian melanjutkan.
"Tentang Pendekar Laknat, walaupun disohorkan ganas dan kejam tetapi sepak terjangnya tidaklah seganas suami isteri Penakluk-dunia dan Dawi Neraka serta kedua Naga dan Harimau. Kebanyakan yang mati ditangan Pendekar Laknat itu adalah tokoh2 yang jahat dan tak berbudi. Dan pula dalam pertempuran dahsyat dilembah Lok-gan-koh pada 20 tahun yang lalu itu, jika Pendekar Laknat tak beralih haluan memusuhi suami-isteri Penakluk dunia dan Dewi Neraka, tentulah 72 tokoh2 sakti yang dikerahkan Tjeng Hi totiang ketua Kun-lun-pay untuk mengepung kelima durjana itu, tentulah mereka habis binasa semua. Ya, apabila saat itu Pendekar Laknat tak menyerang dan menghalau suami isteri Iblis Penakluk dunia dan Dewi Neraka, tentulah saat ini dunia persilatan sudah dikuasai oleh kedua suami isteri durjana itu...."
Kembali Toh Hun-ki berhenti untuk menyelidiki suasana hadirin.
"Oleh karena itu,"
Ia melanjutkan pula.
"menurut hematku, Pendekar Laknat bukan seorang momok yang ganas tetapi sesungguhnya adalah seorang ksatrya yang penuh dengan jiwa perwira dan budi luhur...."
"Adakah maksud saudara Toh hendak mengagungkan nama Pendekar Laknat karena perbuatannya yang lalu itu?"
Tiba-tiba ketua Siau-lim-si, Ti Gong taysu berseru dengan nada dan wajah membesi. Toh Hun-ki tertawa hambar, sahutnya.
"Bukan melainkan itu saja, tetapi baru2 ini memang aku telah mengalami suatu peristiwa yang berharga untuk bukti...."
Kemudian ketua Kong-tong-pay itu segera menuturkan tentang peristiwa yang dialaminya ketika masuk ke Lembah Semi.
"Demi jiwa raga dan kehormatanku, kujamin bahwa Pendekar Laknat itu bukanlah momok ganas seperti 20 tahun berselang. Bukan saja tak mengganggu dunia persilatan pun jika kita tak dapat mengajaknya dalam persekutuan, tentu akan menambah kekuatan kita. Paling tidak, kita takkan dimusuhinya."
Ti Gong taysu menggerung seperti singa lapar.
"Benarbenar ucapan yang sembrono! Bersahabat dengan Pendekar Laknat untuk mendapatkan bantuannya menghadapi para momok durjana itu, benar-benar suatu langkah yang tak dapat diterima oleh pikiran yang sehat."
Ketua Siau-lim-si itu terus melangkah kehadapan It Hang totiang lalu berseru.
"Entah bagaimana dengan pendapat totiang, tetapi aku menolak sekeras-kerasnya!"
Sambil mengurut jenggotnya yang panjang, ketua Bu-tongpay It Hang totiang menyahut.
"Pendekar Laknat adalah momok ganas yang tergolong aliran jahat. Betapapun perbuatannya selama ini namun tetap tak dapat kita jadikan sahabat, Namun jika apa yang dikatakan Toh Hun-ki lohiapsu itu benar, tak apalah kita singkirkan ketakutan terhadap momok itu dengan tak saling mengganggu. Setelah nanti urusan Lembah Semi selesai, kita masih dapat bersahabat dengannya untuk membersihkan kejahatan di dunia persilatan. Hal itu tentu akan merupakan suatu berkah bagi kita semua...."
Tiba-tiba wajah ketua Bu-tong-pay itu berobah sunyi dan berkatalah ia dengan sarat.
"Tetapi yang jelas dewasa ini kelima durjana itu mempunyai kekuatan besar. Sejak memendam diri selama 20 tahun itu, entah mereka sudah berapa menambah kesaktiannya. Entah mereka akan bersekutu atau tidak, kita belum dapat memperhitungkan. Oleh karena itu, kuharap para saudara sekalian, suka bersatu hati untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang timbul dari kelima durjana itu!"
Ti Gong taysu tertawa nyaring, serunya.
"Sudah tentu kita akan bertindak begitu. Lebih baik pecah sebagai ratna dari pada hidup bercermin bangkai. Rasanya kekuatiran saudara itu berlebih-lebihan. Adakah diantara kita yang hadir ini terdapat orang yang takut mati?"
Habis berkata, ketua Siau-lim-si itu sapukan pandang matanya ke arah hadirin.
Ti Gong taysu memang terkenal berwatak keras.
Sekalipun sejak kecil sudah masuk gereja dan sudah berumur 60 tahun lebih, serta menduduki jabatan yang tertinggi dalam gereja Siau-lim-si, namun perangai masih belum banyak berubah.
Sedikit2 dia lekas naik darah.
Oleh karena sudah mengetahui watak paderi Siau-lim-si itu, maka Toh Hun-ki pun tak mau melayani.
Ia ganda tertawa saja dan tak menghiraukan Ti Gong....
Karena sekalian hadirin tiada yang buka suara maka Ti Hang totiang segera bertepuk tangan tiga kali dan berseru nyaring.
"Kalau begitu kita putuskan malam ini juga kita menuju ke Lembah Semi. Tengah malam kita serbu lembah itu...." wajahnya berobah gelap dan berkata lagi ia dengan suara yang serius.
"Hidup matinya dunia persilatan, ditentukan dalam pertempuran di lembah nanti Sekonyong-koyong Lam Leng tojin melengking dan loncat ke udara lalu melayang turun di hadapan It Hang totiang.
"Tunggu sebentar,"
Katanya sambil memberi hormat.
"hendaknya janganlah totiang melupakan suatu hal yang amat penting sekali...."
Sambil menunjuk ke arah Siau-liong orang tua dari Thiansan itu berkata pula.
"Asal-usul dirinya masih belum diketahui jelas. Lawankah atau kawan? Andaikata dia itu mata2 yang dikirim kemari oleh kedua suami isteri durjana itu, bukankah kita bakal hancur dalam penyerbuan ke Lembah Semi malam nanti?"
Belum It Hang memberi suatu pernyataan, Ti Gong taysu sudah melangkah kemuka Siau-liong dan membentak dengan suara menggeledek.
"Siau-sicu, menilik umurnya yang masih begitu muda, masakan engkau ini menjadi ketua dari partai Kay-pang?"
Saat itu sebenarnya Siau-liong masih terbenam dalam renungan.
Ia mendapat kesan bahwa sikap Toh Hun-ki dalam pidatonya membela Pendekar Laknat, menunjukkan peribadinya yang ksatrya sebagai seorang ketua partai persilatan.
Siau-liong bimbang.
Toh Hun-ki itu adalah pembunuh ayahnya yang harus dibalas.
Namun kalau membunuhnya, Siau-liong merasa telah bertindak tak layak terhadap seorang tokoh yang berjiwa luhur.
Tengah ia mengalami pertentangan batin, tiba-tiba Ti Gong melangkah dihadapannya dan membentak dengan kata2 yang kasar.
Siau-liong marah.
Tetapi sebelum ia menjawab, To Kiukong yang berada di sisinya sudah mendahului berbangkit.
Sambil memberi hormat, berkatalah tokoh Kay-pang itu.
"Mengapa taysu mengajukan pertanyaan semacam itu? Sejak pimpinan Kaypang masih dipegang oleh Pengemis Tengkorak Song Thay-kun cousu hingga sampai sekarang, partai Kaypang telah mendapat sambutan dan penghargaan dari semua partai persilatan besar. Masakan aku keliru mengenal cousu kami sendiri?"
Dengan ucapan itu, secara halus To Kiu-kong telah memberi dampratan kepada Ti Gong.
Saat itu si Pincangkanan dan si Pincang kiripun berdiri dikedua samping To Kiukong, memandang Ti Gong dengan marah.
Ti Gong mendengus.
Karena malu ia menjadi marah.
Tetapi pada saat hendak bertindak, It Hang totiang dan Lam Leng lojin cepat menghampiri.
Lam Leng lojin tertawa mengekeh, melerai ditengah To Kiukong dan Ti Gong taysu, ujarnya kepada To Kiu-kong.
"Pertemuan dipuncak ini bersifat rahasia dan bertujuan untuk menyelamatkan dunia persilatan dari keganasan kelima durjana itu. Jika pertemuan ini sampai bocor, akibatnya tentu suatu bencana bagi dunia persilatan. Adalah demi menjaga keselamatan dan pengamanan pertemuan ini maka beberapa saudara telah mengajukan pertanyaan kepada ketua saudara. Dalam hal itu hendaknya saudara jangan salah faham."
Mendengar itu, Siau-liong serentak berbangkit. Serunya dengan tertawa tawar.
"Oleh karena baru saja muncul di dunia persilatan, sudah tentu saudara belum kenal padaku. Entah dengan cara bagaimanakah agar saudara dapat mempercayai diriku itu?"
Lam Leng tojin berpaling ke arah It Hang totiang, ujarnya.
"Adakah maksud totiang...."
Ternyata orang tua dari gunung Thian-san itu sendiri pun merasa sukar untuk memecahkan persoalan saat itu.
Jika To Kiu-kong menerangkan bahwa pemuda itu adalah cousu dari Kay-pang, sudah tentu harus dipercaya.
Kecurigaan bahwa pemuda itu menjadi mata2 yang dikirim suami isteri Iblis Penakluk dunia dan Dewi Neraka, memang sukar diselidiki.
Oleh karena tak dapat memecahkan persoalan, Lam Leng lojin tumpahkan beban itu kepada It Hang totiang sebagai pimpinan pertemuan.
Menyadari kedudukannya sebagai seorang penanggung jawab, It Hang pun segera maju selangkah dan menatap Siuliong dengan tajam.
"Pertama kuminta sicu suka menuturkan tentang pergalaman sicu dikala menerima warisan ilmu dari mendiang Song Thian-kun,"
Katanya.
Siau-liong tak senang hati.
Permintaan itu merupakan suatu penyelidikan terhadap dirinya.
Namun demi mengingat akan sekalian hadirin, terpaksa ia tekan amarahnya dan menuturkan semua peristiwa yang dialaminya ketika berjumpa dengan tengkorak Song Thay-kun dalam pusar bumi.
Setelah mendentarkan sampai selesai, It Hang merenung sejenak lalu berpaling ke arah To Kiu-kong.
"Sebagai seorang ketua, saudara telah memerintahkan anak murid untuk mengangkat Kong-sun Liong sicu sebagai cousu Kay-pang. Adakah hal saudara dasarkan atas lencana Tengkorak yang terkalung didada pemuda itu?"
Sahut To Kiu-kong.
"Sudah tentu bukan hanya berdasar lencana itu saja. Aku telah menguji kepandaian dan dapatkan bahwa cousu kami ini memang telah memiliki ilmu pukulan Thay-siang-ciang dari mendiang Song cousu kami."
Pertama, It Hang totiang memandang kesekeliling hadirin, lalu ia gelengkan kepala.
"Keterangan saudara tentang penemuan ilmu sakti Thay-siang-ciang itu, masih harus diuji kebenarannya."
Katanya kepada Siu-liong.
"pada hematku, Laut Penasaran dipusar bumi gunung Hongsan itu merupakan tempat yang amat panas dan amat dingin. Sebelum engkau keiuar dari tempat itu dan sebelum mendapat petunjuk dari Pengemis Tengkorak, bukankah kepandaian saudara belum berapa tinggi. Dengan kepandaian yang saudara miliki saat itu, sukar rasanya saudara mampu keiuar lagi dari Laut Penasaran. Dan lagi, mengapa saudara dapat menemukan tempat musnahnya Pengemis Tengkorak?"
Adalah karena terpancang oleh pesan mendiang Pendekar Laknat, terpaksa Siau-liong tak dapat memberi keterangan.
Diam-diam ia memuji ketajaman It Hang totiang untuk cara penyelidikan yang dilakukan itu.
Ia tergagap tak dapat menyahut sampai beberapa saat.
It Hang totiang tertawa dingin lalu memandang lagi kepada To Kiu-kong, serunya.
"Menilik gelagat, asal usul ketua saudara ini, tentu berbelit-belit!"
To Kiu-kong kerutkan sepasang alis, ujarnya.
"Sebelum menghilang, mendiang Song cousu kami telah berulang kali memberi petunjuk bahwa ciri pengenal dirinya adalah lencana Tengkorak dan ilmu pukulan sakti Thay-siang-ciang. Barang siapa memiliki kedua hal itu, dialah ahli warisnya. Oleh karena itu aku pun mentaati pesan mendiang Song cousu dan tak menanyakan lebih lanjut tentang diri cousu kami yang sekarang ini."
"
Lam Leng lojin tertawa mengekeh dan menyelutuk.
"Andaikata Pengemis Tengkorak tidak meninggal dalam Laut Penasaran tetapi menderita penyakit dilain tempat dan berjumpa dengan anak itu. Lalu anak itu memaksanya supaya memberi ajaran ilmu Thay-siang-ciang kemudian merampas lencana itu, adakah saudara juga tetap hendak menobatkannya menjadi ketua Kay-pang?"
"Hal itu tak mungkin terjadi!"
To Kiu-kong mendengus. It Hang totiang tertawa.
"Taruhlah apa yang dituturkan Kongsun sicu itu benar semua. Tetapi karena Pengemis Tengkorak sudah meninggal maka sukar untuk meminta keterangan kepadanya. Ya, kalau pemuda itu seorang pemuda jujur, itu sih tak mengapa. Tetapi kalau dia salah seorang anak buah kedua suami isteri durjana, adakah saudara juga tetap mengangkatnya sebagai ketua?"
Bermula To Kiu-kong memang marah.
Tetapi demi mendengar pertanyaan It Hang totiang, tiba-tiba wajahnya menampilkan rasa curiga.
Ia mengakui, sebelumnya ia tak pernah dapat memikirkan sepanjang yang ditanyakan It Hang totiang itu.
Dan Siau-liong yang merasa dirinya dipaksa sebagai anak buah suami isteri durjana, amat marah sekali.
Dengan lantang berserulah ia kepada It Hang.
"Dengan sepenuh hati aku datang kemari untuk ikut serta saudara menghadapi para durjana. Tetapi mengapa saudara mencurigai dan menuduh aku sebagai mata2 musuh?"
Sahut It Hang totiang dengan nyaring.
"Terus terang saja, tokoh persilatan yang masuk ke dalam Laut Penasaran dan dapat keluar lagi dengan selamat, belum pernah terdapat. Kecuali dia itu memiliki kepandaian yang dipunyai oleh kelima durjana itu menjadi satu. Maka...."
Ia berhenti sejenak memandang sekalian hadirin.
"Maaf, memang aku sendiri pun curiga terhadap dirimu, jangan2 mempunyai hubungan dengan suami isteri durjana itu. Kecuali engkau dapat menuturkan dengan sejujurnya pengalaman selama masuk ke dalam Laut Penasaran!"
Siau-liong tak mengira ia akan didesak sedemikian rupa oleh It Hang totiang. Betapapun juga, ia sudah bersumpah untuk mematuhi pesan Koay suhu (Pendekar Laknat) untuk tak menceritakan diri tokoh aneh itu kepada siapapun juga.
"Karena saudara mencurigai diriku,"
Serunya dengan tertawa dingin.
"akupun tak dapat berbuat apa2. Nah aku akan mohon diri!" habis berkata ia terus melangkah pergi.
"Hai, hendak kemana engkau."
Ti Gong tay-su menggerung keras seraya loncat menghadang.
Dalam pada itu It Hang segera memberi penjelasan kepada To Kiu-kong.
Ia duga Siau-liong itu tentu anak buah suami isteri durjana, Maka terpaksa tak diperbolehkan pergi dari situ.
To Kiu-kong tergoyah pikirannya.
Mengapa cousu mereka (Siau-liong) tak mau menceritakan pengalamannya? Sekilas ia dapat menerima alasan yang dikemukakan It Hang totiang.
Dan diam sajalah ia, bahkan menundukan kepala tak mau mencegah Ti Gong taysu.
Sesungguhnya sekalian tokoh2 yang hadir di situ sudah mengepung Siau-liong.
Demi It Hang telah membuka kedok pemuda itu dan pemuda itu terus hendak pergi, segera mereka mencabut senjata dan siap menyerang.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Karena murkanya wajah Siau-liong sampai pucat.
Kemudian sambil tertawa dingin, ia berseru.
"Bagiku mati hidup, kalah menang bukanlah soal, hanya saja...." ia berganti nada rawan dan lanjutkan kata2nya.
"Hanya sayang, dengan saling bunuh membunuh ini, apakah tidak patut disayangkan?"
Dengan murka sekali Ti Gong taysu membentak bengis.
"Anak siluman, serahkan jiwamu, jangan banyak tingkah."
Wuut....
sebuah pukulan segera dilayangkan kepada Siauliong.
Yang diarah bagian dadanya.
Ilmu pukulan Thay-siang-ciang dari Pengemis Tengkorak, pada masa itu telah menggetarkan seluruh dunia persilatan.
Lepas dari asal usul Siau-liong, tetapi tentulah pemuda itu faham akan pukulan Thay-siang-ciang yang hebat sehingga tokoh seperti To Kiu-kong sampai dapat percaya penuh dan mengangkatnya sebagai ketua Kay-pang.
Dan Ti Gong pun menyadari hal itu, Ia tak berani memandang rendah.
Sekali turun tangan, ia gunakan jurus Raja Pa-ong-mendoronggunung.
Salah sebuah jurus dari ilmu simpanan Kim-kong ciang gereja Siau-lim-si.
Dilayangkan oleh seorang tokoh semacam Ti Gong taysu, pukulan itu kuasa membelah batu gunung dahsyatnya.
Melihat betapa kasar paderi itu, marahlah Siau-liong.
Diapun segera gunakan jurus Toa-lo-kim-kong untuk menyongsong.
Sesungguhnya ilmu pukulan Thay-siang-ciang warisan mendiang Song Thay-kun itu juga bersumber pada ilmu kesaktian aliran gereja.
Serupa dengan Tat-mo-kim-kongciang yang dilancarkan Ti Gong taysu, pukulan Thay-siangciang yang dimainkan Siau-liong itu juga termasuk ilmu tenaga dalam yang keras.
Darr....
terdengar ledakan keras, disusul dengan debu dan angin yang bertebaran menderu2 keempat penjuru.
Ti Gong taysu tergetar.
Ia rasakan pukulan anak muda itu hebat sekali.
Suatu pukulan yang mengandung tenaga dalam Lunak-keras.
Apabila ilmu tenaga dalam yang bersifat keras itu diyakinkan sampai pada tataran yang tinggi, maka berobahlah perbawanya menjadi Semu-lunak, atau yang disebut dengan istilah Kong-kek-seng-ji (apabila Keras mencapai klimaks tertinggi, timbullah lunak) Mau tak mau ketua Siau-lim si itu terkejut sekali....
Tetapi sebelum ia sempat berbuat sesuatu, seketika ia rasakan darahnya bergolak keras dan tergempurlah kuda2 kakinya.
Ia terhuyung-huyung lima langkah ke belakang baru dapat berdiri dengan tegak lagi.
Ketika memandang kemuka, dilihat pemuda lawannya itu masih tegak berdiri ditempatnya dengan gagahnya.
"Maafkan, lo-siansu,"
Seru Siau-liong sambil memberi hormat.
Malu Ti Gong taysu bukan kepalang.
Dan rasa malu itu menimbulkan kemarahan yang hebat.
Semula ia anggap, sekali pukul pemuda itu tentu akan terkapar rubuh.
Tetapi diluar dugaan dia sendiri yang haius menderita terkena tangkisan pemuda itu....
Ti Gong taysu adalah ketua Siau-H\limm-si yang amat tinggi kedudukannya dan harum namanya dalam dunia persilatan Tetapi saat itu disaksikan oleh ber-puluh2 tokoh persilatan terkenal, ia harus menderita kekalahan dari seorang pemuda yang tak terkenal.
Dengan menggerung laksana harimau kelaparan, ketua Siau-lim-si itu hendak menyerang lagi.
Tetapi It Hang totiang cepat mencegahnya.
"Taysu, ijinkanlah aku yang akan meminta pelajaran dari Kong-sun sicu itu!"
Sebagai ketua Bu-tong-pay yang berilmu tinggi tahulah It Hang akan kesaktian yang dimiliki pemuda itu.
Sebagai seorang pimpinan pertemuan, ia harus mengambil alih tanggung jawab untuk menyelesaikan diri pemuda itu.
Cepat ketua Bu-tong-pay itu mencabut kebut dan dengan melangkah pelahan-lahan ia menghampiri kemuka Siau-liong.
"Ti Gong taysu sudah menerima pelajaran ilmu pukulan saudara,"
Katanya sambil mengurut jenggot.
"sekarang aku yang tua dan tak berguna ini, ingin juga mendapat pelajaran saudara dalam ilmu senjata...."
Bu-tong-pay terkenal sebagai partai persilatan yang mengutamakan ilmu permainan pedang. Rupanya ketua Butong- pay itu tak mau adu pukulan tetapi hendak menantang pertempuran senjata. Ia yakin akan kehebatan ilmu pedang partainya.
"Silahkan saudara mencabut senjata dan segeralah menyerang dulu."
Seru It Hang. Diluar dugaan Siau-liong hanya mendengus.
"Silahkan totiang menggunakan kebut, aku yang rendah tetap hendak melayani dengan tangan kosong saja...." -sejenak memandang ke arah hadirin, ia melanjutkan pula.
"Sejak aku turun kedunia persilatan, sekalipun aku memiliki pedang pusaka, tetapi belum pernah selama ini kugunakan. Dan pada saat ini, aku pun tetap takkan melanggar pantangan itu!"
Suatu ucapan yang angkuh dan besar sekali! Sekalian tokoh2 yang hadir disitu terbeliak, kaget.
Mereka, sejumlah tak kurang dari 20 tokoh2 ternama, merasa dianggap sepi oleh pemuda tak terkenal itu.
It Hang marah sekali.
Tetapi ia tetap tenang dan tersenyum simpul, ujarnya.
"Baiklah, karena sicu menghendaki sendiri, harap hati2!"
Ia menutup kata2nya dengan gerakan kebut pertapaan dalam jurus Memukul-lonceng-emas.
Kebut dimainkan setengah lingkaran di udara lalu tiba-tiba berganti dengan gerak Angin-meniup-siluman-lari, untuk menghantam kepala Siau-long.
Jurus yang dimainkan ketua Bu-tong-pay itu amatlah anehnya dan digerakkan dengan kecepatan yang luar biasa sehingga membuat Siau-liong terbeliak kaget.
Kebut pertapaan itu dibuat daripada bahan anyaman ratusan lembar kawat baja.
Sepintas pandang menyerupai kebut ekor kuda.
tetapi ketika dimainkan oleh It Hang, kebut itu berobah.
menjadi sebuah senjata yang melempang lurus.
Dan karena It Hang telah pancarkan sembilan bagian tenaga dalamnya, maka beratus-ratus lembar kawat baja itu tegak lurus dengan tajamnya.
Melihat sekali turun tangan, ketua Bu-tong-pay itu sudah gunakan jurus yang ganas, terpaksa Siau-liong pun harus melayani.
Jurus Raja-langit-mendorong-pagoda, salah sebuah jurus dari ilmu pukulan sakti Thay-siang-bu-kek, segera dilancarkan.
Kedua tangannya didorong kemuka.
Tangan kanan memukul, tangan kiri ditebarkan untuk mencengkeram kebut lawan.
Setitik pun tak terlinlas dalam benak It Hang totiang bahwa pemuda itu memiliki ilmu pukulan Thay-siang-ciang yang sedemikian tingginya.
Dibanding dengan tataran yang dicapai oleh Pengemis Tengkorak Song Thay-kun, pemuda itu ternyata lebih unggul.
Seketika ketua Bu-tong-pay itu rasakan lengan kanannya tergetar dan kebut yang dicekalnya itu terlanda oleh suatu tenaga membal yang luar biasa dahsyatnya.
Hampir saja kebut itu terlepas dari cekalannya.
Belum hilang kejutnya, It Hang rasakan tangan kanan pemuda yang diluruskan kemuka dada itu, mengandung hamburan tenaga sakti yang amat maut.
It Hang totiang terkejut sekali dan buru-buru menyurut mundur dua langkah....
---ooo0dw0ooo---
Jilid 04 Harimau Iblis Dalam dua jurus saja, Siau-liong sudah berhasil mengalahkan dua orang tokoh sakti.
Ti Gong taysu dan It Hang totiang sehingga sekalian tokoh2 yang hadir terkejut bukan kepalang! Diam-diam It Hang totiang menimang.
Saat itu jika tak beramai-ramai turun tangan, dikuatirkan tak ada yang mampu mengalahkan pemuda itu.
Ah, diam-diam ia menghela napas.
Demi menyelamatkan dunia persilatan, terpaksa harus meninggalkan tata-susila dunia persilatan.
Pada saat ketua Bu-tong-pay itu hendak memberi komando, sekonyong-konyong dari arah hutan terdengar suara orang tertawa nyaring.
Nadanya menusuk ketelinga sekalian orang.
Sekalian tokoh terperanjat! It Hang terbeliak.
Cepat ia memandang kesekeliling penjuru.
Tetapi empat keliling hutan itu hanya pohon2 yang lebat belaka.
tiada tampak bayangan seseorangpun juga....
Ketua Bu-tong-pay itu benar-benar terpesona.
Pada hal penjagaan di tempat pertemuan itu sudah diatur sedemikian ketat sekali.
Setiap tiga langkah sebuah pos kecil dan setiap lima langkah sebuah pos.
Sedemikian ketat dan rapat penjagaan itu diatur sehingga jangankan orang sedang lalat atau nyamuk pun tak mungkin lolos dari pengamatan! Tetapi yang jelas, orang misterius itu dapat menembus masuk dibawah hidung penjagaan yang sedemikan ketat itu.
Suatu hal yang benar-benar membuat ketua Bu-tong-pay itu terlongong-longong kehilangan faham....
Setelah berhenti tertawa, orang misterius itu berseru nyaring.
"Hidung kerbau It Hang, keledai gundul Ti Gong, Tan Ih-hong, Sin Bu-seng, si Tua Lam Leng.... ha, ha! Hari ini kalian mengadakan pertemuan besar....!"
Dari puncak sebatang pohon tinggi yang tumbuh disebelah kiri, melayang turun sesosok tubuh manusia.
Gerakannya mirip dengan seekor bururg garuda yang menukik dari udara.
Tetapi setiba di bumi, gerakannya amat ringan laksana kapas jatuh di tanah....
Seorang tua yang tinggi besar dan mengenakan pakaian hitam putih yang menyolok, tegak berdiri memandang sekalian hadirin dengan mata berkilat kilat tajam.
Umurnya lebih dari 70 tahun, kepalanya gundul, wajahnya ke-merah2an segar sehingga tampaknya baru berumur lebih kurang 50-an tahun.
Kembali orang tua itu tertawa nyaring.
"Ho, perlu apa kalian berada disini....?"
Dan tanpa menunggu penyahutan, ia berpaling memandang Siau-liong.
"Apakah untuk menghina anak kecil itu?"
Sekalian orang tak dapat menjawab.
Suasana hening lelap.
Kekalahan Ti Gong taysu dan It Hang totiang amat menggoncangken perasaan mereka sehingga tak tahu apa yang harus mereka lakukan.
Pada saat itu kebetulan Lam Leng lojin berdiri paling dekat dengan orang misterius itu.
Orang tua dari Thian-san itu paksakan diri tertawa.
"Kalau tak salah, saudara tentulah...."
Belum Lam Leng lojin menyelesaikan kata2nya, orang aneh itu sudah membentaknya.
"Apa? Dua puluh tahun tak bertemu engkau sudah tak kenal lagi padaku?"
"Ah, saudara masih bersemangat seperti dulu. Mataku belum rabun, sudah tentu takkan lupa. Hanya saja...."- Lam Leng lojin tertawa tawar lalu berkata pula.
"Dalam saat dan suasana seperti sekarang ini, kemunculan saudara di dunia persilatan, apakah tak...."
"Engkau tak berhak bertanya!"
Orang itu cepat membentaknya seraya terus menghampiri Siau-liong.
Sekalian hadirin kebanyakan tokoh2 silat tua dan ternama.
Pada masa 20 tahun yang lalu, ketika kelima durjana muncul mengacau dunia persilatan, merekapun ikut serta.
Sudah tentu mereka tahu siapa pendatang yang aneh itu.
Kiranya orang aneh itu adalah salah seorang tokoh dari Lima Durjana, yakni Harimau maut pencabut nyawa! Lam Leng lojin dan Ti Gong taysu cepat maju menghadang dan membentak.
"Berhenti!"
Harimau-maut berhenti, tertawa nyaring lalu tiba-tiba hantamkan kedua tangannya kedada penghadangnya.
Ti Gong taysu dan Lam Leng lojin memperhitung, si Harimau-maut tentu tak berani mengganas karena menghadapi sekian banyak tokoh2 persilatan.
Tetapi ternyata dugaan itu meleset.
Ternyata Harimau maut masih seganas pada 20 tahun berselang.
Tanpa berkata suatu apa, dia sudah melancarkan serangan yang dahsyat.
Ti Gong dan Lam Leng terkejut sekali.
Kedua tokoh itu cepat menangkis.
Ti Gong menggunakan Air-terjun-membelah-gunung, salah sebuah jurus dari ilmu pukulan Tat-mo-kim-kong-ciang.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sedang Lam Leng mengeluarkan Membalik awan menjungkir hujan.
Keduanya menyongsong dari samping dengan sepenuh tenaga.
Ketika terjadi benturan, terdengarlah suara letupan yang dahsyat.
Tubuh Harimau-maut agak menggigil.
Tertawa nyaring, ia tetap tak mengacuhkan apa2 dan terus menghampiri kemuka Siau-liong.
Ti Gong taysu dan Lam Leng lojin tersurut mundur sampai tiga langkah baru dapat berdiri tegak.
Wajah kedua tokah itu pucat lesi, tubuh berguncang-guncang mau rubuh.
Ti Gong taysu terengah-engah, tiba-tiba ia mutah darah.
Jelas ia telah menderita luka dalam yang parah.
Empat orang paderi Siau-lim-si pengikutnya, cepat2 lari memapah Ti Gong keluar gelanggang.
Sekalipun saat itu tak tampak tanda suatu apa, tetapi ditilik dari tubuhnya yang berguncangan itu.
jelas Lam Leng lojin juga menderita luka dalam yang berat.
Ia berjalan hendak menuju ketepi gelanggang.
Tetapi baru empat langkah, ia jatuh terduduk ditengah gelanggang.
It Hang totiang kerutkan dahi.
Ia tampak gugup menyaksikan peristiwa itu.
Buru-buru ia memberi perintah agar semua anak murid Kay-pang dan Go-bi-pay yang menjaga di puncak gunung itu serta anak buah lain-lain partai, segera siapkan senjata dan mengepung rapat hutan itu.
Harimau-maut dan Siau-liong harus dibunuh dibawah hujan anak panah dan senjata rahasia.
Disamping itu, It Hang mengajak seluruh hadirin untuk beramai-ramai menyerang musuh.
ia tak mau memegang tatasusila dunia persilatan lagi.
Yang penting momok Harimaumaut harus dilenyapkan! Setelah menyaksikan bagaimana dalam sebuah pukulan saja, Harimau-maut dapat melukai Ti Gong dan Lam Leng, sekalian hadirin tergetar nyalinya.
Mereka tak berani lagi menghadang momok itu.
Kemudian setelah mendapat isyarat dari It Hang, merekapun segera mencabut senjata masing-masing siap sedia menghadapi si momok.
Tetapi Harimau-maut tak mengacuhkan sikap orang2 itu.
Seolah-olah tak terjadi suatu apa dengan langkah lebar ia menuju kehadapan Siau-liong, menatap lekat2 pemuda itu lalu bertanya dengan tertawa.
"Buyung, mengapa mereka menghina engkau?"
Siau-liong hanya mendengus tak mau menyahut.
Dalam hati pemuda itu, terbit pertentangan sendiri.
Ia tak mau bentrok dengan tokoh2 partai persilatan.
Tetapi karena didesak sedemikian rupa, terpaksa ia harus mengadu pukulan dengan Ti Gong dan It Hang.
Ia menyadari bahwa bentrokan dengan ketua Siau-lim-si dan Bu-tong-pay itu berarti akan memperdalam salah faham sekalian tokoh terhadap dirinya.
Itulah sebabnya ia termenung-menung diam.
Kemunculan mendadak dari Harimau-maut itu telah mengalihkan perhatian sekalian orang.
Turut pengetahuan Siau-liong, Naga-keparat dari gunung Kengsan dan Harimauiblis itu dahulu ketika muncul, telah menimbulkan banyak peristiwa2 berdarah di dunia persilatan.
Tetapi menurut penilaian yang adil, sepak terjang kedua momok itu tidak termasuk golongan Hitam juga bukan golongan Putih.
Melainkan ditengah-tengah.
Mereka bertindak menurut sekehendak hati sendiri.
Dalam hal itu, memang tindakan mereka lebih banyak bersifat jahat.
Dan lagi mereka pernah berserikat dengan Iblis Penakluk dunia serta Dewi Neraka untuk menghancurkan dunia persilatan.
Dengan begitu, kaum persilatan mempunyai kesan tak baik dan membenci kedua momok itu.
Siau-liong masih melanjutkan renungannya.
Memang tak sukar baginya untuk tinggalkan tempat situ.
Tetapi ia kuatir, tindakan begitu akan lebih memperdalam tuduhan orang bahwa ia adalah kaki tangan Iblis Penakluk dunia dan Dewi Neraka.
Tetapi jika ia tetap berada disitu, tentulah akan bentrok dengan Harimau iblis (Harimau-maut) Celakanya, ia terpancang tak dapat mengeluarkan ilmu sakti Bu-kek-sinkang dan hanya dapat menggunakan ilmu pukulan Thaysiang- ciang.
Entah apakah dengan ilmu pukulan itu ia dapat mengalahkan Harimau iblis atau tidak.
Ia tak yakin "Hai!"
Tiba-tiba pikirannya mengilas.
"mengapa aku tak pergi dulu dari sini, lalu muncul lagi sebagai Pendekar Laknat? Bukankah dengan langkah itu ia akan terhindar bertempur dengan Harimau-iblis dan sekaligus dapat membuktikan nama baik Pendekar Laknat itu memang nyata. Ah, bukankah ia dapat 'sekali dayung dua tepian'?"
Segera ia bendak laksanakan rencananya itu.
Tetapi pada saat ia hendak gunakan gerak Naga-berputar-18 kali, Harimau-iblis yang habis melukai dua orang, sudah menghampiri ketempatnya.
Sekalipun Siau-liong marah melihat sikap dan ucapan Harimau-iblis yang sombong tetapi ia masih dapat berpikir dengan kepala dingin.
Ia tak tahu bahwa ia dapat mengalahkan momok itu dengan ilmu pukulan Thay-siangciang saja.
Maka terpaksa ia tekan kemarahannya dan tak mengacuhkan pertanyan momok itu.
Tetapi bukannya marah kebalikannya Harimau-iblis malah tertawa gelak2.
"Buyung, jangan takut. Kalau ada kesulitan, bilang saja. Nanti aku yang menyelesaikan. Jangan takut mereka berjumlah banyak...." - tiba-tiba ia berputar tubuh memandang sekalian orang, kemudian berkata lagi.....
"Mereka itu tak berarti apa2 bagiku. Aku paling benci kalau yang Kuat menindas yang Lemah, mengandalkan jumlah banyak mau menindas orang!"
Siau-liong tertawa dingin, serunya sinis.
"Bagaimana engkau itu, aku takut kepada mereka?"
Harimau Iblis tertegun dan menyurut selangkah. Ditatapnya pemuda itu dengan tajam. Tiba-tiba ia tertawa keras. Nadanya seperti harimau meraung-raung. Lama baru ia hentikan tertawanya yang aneh itu.
"Bagus! Punya perbawa gaib dan nyali besar Sesuai sekali dengan watakku. Kita harus menjadi sahabat baik...."
Serunya. Kemudian ia memandang lagi kesekeliling, lalu berkata lagi.
"Kemunculanku di dunia persilatan sekarang ini rasanya takkan sia2 karena dapat mengikat persahabatan dengan engkau. Hayo, kita pergi kekota Siokciu minum arak!"
Terus saja Harimau Iblis menarik bahu Siau-liong hendak diajak pergi.
"Aku tak mau bermusuhan dengan saudara, jangan mengujuk kekasaran!"
Teriak Siau-liong seraya mengeliat untuk menghindar. Sudah tentu Harimau Iblis tak mau melepas anak itu. Dengan menguak aneh, ia berputar membayangi Siau-liong dan secepat kilat menyambar pergelangan tangan pemuda itu. bentaknya.
"Budak, mengapa engkau tak tahu diri!"
Siau-liong mendengus tetapi ia tak mau menghindar lagi dan membiarkan tangannya dicekal orang.
Cerdik juga anak itu.
Karena tak leluasa menggunakan Bukek- sin-kang dalam pukulan, ia gunakan siasat lain.
Maka dibiarkan saja tangannya dicekal tetapi diam-diam ia salurkan tenaga sakti Bu-kek-sin-kang.
Dalam mata Harimau Iblis, Siau-liong itu dianggap sebagai pemuda yang belum hilang bau pupuknya.
Ia yakin, sekali sambar tentu dapat mencekalnya.
Maka ia tak bersiap apaapa.
Tetapi alangkah kejutnya ketika jari menyentuh tangan Siau-liong, seketika ia rasakan di jarinya dipancar oleh serangkum hawa panas.
Sakitnya seperti terkena hantaman.
Terpaksa ia mundur beberapa langkah.
It Hang totiang bermula cemas sekali kalau pemuda itu mau bersekutu dengan Harimau Iblis.
Tetapi ketika melihat Siau-liong tak mengacuhkan tawaran Harimau Iblis dan tiba tiba momok itu tersentak mundur beberapa langkah, terkejutlah sekalian orang.
Kini seluruh mata hadirin tertumpah pada Siau-liong dan Harimau Iblis.
Dengan ilmu pukulan Thay-siang-ciang yang sakti, tentulah Siau-liong dapat mengimbangi Harimau Iblis.
Dan apabila kedua orang itu bertempur seru, siapapun yang kalah dan menang, bagi sekalian tokoh yang hadir disitu, merupakan suatu keuntungan.
Syukur kedua-duanya sama2 terluka parah....
Harimau Iblis terkejut sekali karena lengannya kesemutan.
Cepat ia salurkan tenaga dalam....
Setelah sembuh, ia maju lagi dan meraung marah.
"Ho, aku salah lihat! Apakah nama ilmumu itu?"
Membengiskan matanya, momok itu membentak keras."Bilang lekas, siapa gurumu!"
"Apakah engkau berhak bertanya?"
Sahut Siau-liong dengan hambar. Bukan kepalang marah Harimau Iblis. Mukanya membiru gelap dan gerahamnya bergemerutukan lalu meraung sekuatkuatnya.
"Aku tak berhak bertanya? Ho, hari ini aku akan mengadu jiwa dengan engkau."
Habis berseru, terus hendak mencengkeram bahu. Siauliong sudah bersiap untuk mengadu kepandaian dengan momok itu. Tiba-tiba momok itu hentikan gerakannya lalu tertawa keras.
"Buyung, siapakah namamu!?"
Serunya. Siau-liong pun tertawa dingin, sahutnya.
"Namaku Kongsun Liong!"
Momok itu merenung sejenak lalu berkata seorang diri.
"Kongsu Liong, Kong.... sun.... Liong.... sebenarnya nama yang tak terkenal, tetapi mengapa...." ia kerutkan alis seperti lengah berpikir. Tiba-tiba ia tertawa nyaring, serunya.
"Buyung, sekalipun engkau tak mau mengatakan nama guru pun tetapi akupun dapat menebak. Ilmu tenaga sakti yang luar biasa itu, cukup kukenal...." kembali ia tundukkan kepala merenung. Diam-diam Siau-liong terkejut. Ia kuatir Harimau Iblis akan mengenal tenaga sakti Bu-kek-sin-kang Itu. Apabila hal itu sampai diketahui Harimau Iblis dan didengar oleh sekian banyak tokoh-tokoh persilatan, tentulah merugikan nana baik Pendekar Laknat dan juga tak menguntungkan bagi hari depannya sendiri. Untuk mencegah hal itu, terpaksa ia maju selangkah dan berseru.
"Iblis tua, terimalah sebuah pukulan. Mungkin engkau baru dapat memikir dengan berhasil!"
Wut....
jurus Tay-lo-kim-kong segera dilontarkan ke arah momok itu.
Setelah menderita kesakitan tadi, Harimau Iblis tak berani memandang rendah pada pemuda itu lagi.
Cepat ia gunakan jurus Menurut-aliran air-mendorong-perahu untuk menangkis.
Jurus itu adalah salah sebuah jurus yang amat ganas dari ilmu pukulan Hou-pik-sin-ciang atau pukulan sakti Harimaumaut.
Kerasnya bukan alang kepalang.
Dar....
terdengar letupan keras dan bahu kedua orang itu sama tergetar.
Seketika berobahlah wajah Harimau Iblis.
Pukulan yang dilancarkan Siau-liong itu jauh bedanya dengan tenaga sakti yang dipancarkan pada pergelangan tangannya tadi.
Benarbenar ia tak habis mengerti.
Setelah saling menarik pulang tangannya, kembali Harimau Iblis berseru.
"Buyung, rupanya paling sedikit engkau mempunyai dua orang guru sakti. Pukulanmu yang ini lain sekali dari yang tadi. Aku tak mungkin salah lihat, lekas bilanglah...."
"Silahkan engkau mengeluarkan seluruh kepandaianmu, tak perlu bertanya ini itu!"
Bentak Siau-liong dan menyusul lagi dengan sebuah pukulan lagi ke arah dada.
Harimau Iblis tertawa nyaring lalu menyongsong dengan jurus Harimau-hitam-mengorek hati.
Siau-liong tak menduga sama sekali bahwa gerakan tangan dari momok itu dapat dirobah menjadi genggaman tinju.
Seketika ia rasakan dadanya seperti dilanda oleh sebuah batu raksasa sehingga jantung serasa pecah dan hampir saja ia rubuh....
Tujuan Harimau Iblis itu hendak menghancur leburkan tubuh Siau-liong.
Tetapi karena tinjunya tak cukup besar, terpaksa ia hanya mengaarah dada ana kmuda itu.
Ia berhasil tetapi iapun terkena pukulan Siau-liong.
Ia rasakan tulang belulangnya serasa copot dan mata berbinar-binar gelap.
Dua kali adu pukulan itu, membuat Harimau Iblis benar memuncak kemarahannya.
Meraunglah ia dengan sekuatkuatnya.
"Sungguh tak kira dalam kemunculanku di dunia persilatan kali ini, aku akan berjumpa dengan seorang manusia yang seganas engkau.... Ia bolang-balingkan tangannya kanan dan berseru pula.
"Dengan pukulanku ini, kita akan menentukan siapa hidup siapa mati!"
Siau-liong tertawa dingin saja.
Tetapi diam-diam ia sudah menyalurkan tenaga saktinya sampai sepuluh bagian.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Selekas Harimau Iblis memukul, iapun cepat menghantam dengan pukulan sakti Thay-siang-ciang.
Harimau Iblis sudah memutuskan untuk mengakhiri pertempuran itu.
Maka pukulannya dilancarkan dengan tenaga penuh, Terdengar ledakan keras disusul dengan pasir dan debu berhamburan.
Dalam libatan asap debu yang lebat, tampak kedua jago itu sama2 terhuyung-huyung sampai lima enam langkah lalu rubuh....
Karena tak mau mengeluarkan tenaga-sakti Bu-kek-sinkang, Siau-liong hanya gunakan pukulan sakti Thay-siangciang.
Ternyata kekuatannya berimbang dengan pukulan sakti Harimau-iblis.
Isi dada kedua orang itu terasa bergolak hebat, darah berhamburan sungsang sumbal.
Begitu jatuh, keduanya segera pejamkan mata untuk menenangkan darahnya.
Melihat kesudahan itu girang It Hang totiang bukan kepalang.
Pikirnya.
"Mereka ibarat ikan masuk jaring. Kalau tak menggunakan kesempatan ini untuk melenyapkan mereka, tak mungkin dapat menyelamatkan dunia persilatan...."
Ketua Bu-tong-pay itu segera menghampiri ketempat Harimau Iblis. Tetapi sebelum dekat, tiba-tiba Harimau Iblis dua membuka mata.
"Hidung kerbau, walaupun aku harus mati tetapi tak nanti mati di tanganmu!"
It Hang totiang tertegun. Tetapi pada lain saat ia tertawa.
"Iblis tua, asal kuayunkan tangan jiwamu pasti melayang!"
"Belum tentu!"
Dengus Harimau Iblis.
It Hang terkesiap.
Timbullah keraguannya adakah momok itu benar-benar terluka parah.
Sebagai ketua Bu-tong-pay yang ternama dan saat itu menjadi pimpinan berpuluh-puluh tokoh persilatan, jika membunuh seorang lawan yang sedang menderita luka dan tak dapat melawan, sekalipun yang dibunuhnya itu seorang durjana besar, tetapi perbuatan itu tetap akan tercelah dan namanya cemar.
Ketua Bu-tong-pay itu berpaling ke arah Siau-liong.
Dilihatnya pemuda itu juga duduk menyalurkan napas.
Tetapi wajahnya merah segar seperti orang sehat saja.
To Kiu-kong, Pengemis Tertawa Tio Tay-tong, sepasang pengemis Pincang sama menghampiri ketempat Siau-liong.
Mereka memandang Siau-liong dengan cemas.
Ti Gong taysu dan Lam Leng lojin, setelah melakukan penyaluran napas, saat itu sudah tak kurang suatu dan berdiri lagi.
Tetapi sikap mereka tampak putus asa dan malu.
Kekalahan yang diderita dari Siau-liong tadi, amat memalukan kedua tokoh itu.
Sedang sekalian tokoh2, tegak berdiam diri disekeliling tempat itu.
It Hang totiang tampak bingung.
Akhirnya ia memanggil 20-an jago panah untuk mengepung Harimau Iblis dan Siau-liong.
Rupanya It Hang tak mau mengambil resiko kehilangan nama baik.
Ia akan menunggu lain orang turun tangan untuk membunuh Harimau Iblis dan Siau-liong.
Sekonyong-konyong dari luar hutan terdengar suara seruling berbunyi.
Seruling itu adalah untuk alat menyampaikan berita.
Setelah Harimau Iblis berhasil menyusup dari penjagaan yang ketat, It Hang perintahkan semua penjaga di pos2 menuju ke puncak dan berpencaran menjaga diempat penjuru hutan.
Seruling pertandaan itu menandakan bahwa ada musuh yang tiba didekat hutan.
Selekas bunyi seruling berhenti, terdengarlah gemerincing suara senjata beradu.
Tentulah musuh itu sedang bertempur dengan para penjaga hutan situ.
Kemudian tak berselang beberapa waktu, terdengarlah jeritan ngeri.
Tentulah beberapa penjaga telah dirubuhkan orang itu.
Ketika memandang ke arah datangnya pertandaan seruling, sekalian tokoh2 persilatan melihat seorang wanita bertubuh semampai dan mukanya berkudung kain hitam, tengah lari menerobos masuk ke dalam hutan.
Wanita itu mencekal sebatang pedang yacg berkilat-kilat.
Sejenak memandang ke arah sekalian tokoh persilatan disitu, tiba-tiba wanita ini terus menyerang Toh Hun-ki, ketua Kongtong- pay.
Sekalian tokoh terperanjat sekali ketika mengetahui bahwa wanita itu bukan lain ialah Dewi Ular Ki Ih.
Toh Hun-ki menghindar kesamping, mencabut pedang lalu menempur wanita itu.
Melihat serangan yang dilancarkan Ki Ih dahsyat dan berbahaya, terpaksa keempat Su-lo dari Kong-tong-pay pun sama mencabut pedang dan terus menyerang Siau-liong.
It Hang tetap merasa sungkan terjun kegelanggang pertempuran.
Tetapi ia tetap gelisah karena tahu bahwa wanita itu mempunyai dendam darah terhadap Kong-tongpay.
Tentu mereka akan bertempur mati-matian dan melupakan masalah penyelesaian Harimau Iblis serta Siau liong.
Benar sekali pun Harimau Iblis dan Siau-liong apabila terjaga tentu akan dihujani anak panah oleh kawanan jago tembak, namun sukar diduga terjadinya lain-lain perobahan.
Dalam menyalurkan napas itu, tak pernah Siau-liong lepaskan perhatiannya kepada orang2 yang mengepungnya itu.
Sesungguhnya ia hanya menderita luka ringan yang tak membahayakan.
Ketika mengetahui yang mengamuk penjaga2 pos itu ternyata Ki Ih, ia kaget dan girang sekali.
Buru-buru ia menyalurkan pernapasan lagi.
Setelah merasa sembuh, tanpa menghiraukan barisan panah yang masih siap membidik, tiba-tiba ia melambung ke udara dan melayang ke arah tempat Ki Ih bertempur dengan Toh Hun-ki.
Tetapi para pengepung itu adalah jago2 pilihan dari setiap partai.
Mereka bermata tajam dan tangkas bergerak.
Begitu melihat Siau -liong loncat ke atas, mereka segera menghujani anak-panah.
Cres, cres....
karena terburu-buru hendak mendapatkan ibunya, Siau-liong tak menghiraukan keselamatan dirinya sendiri.
Ia lengah dan lengan kanannya terkena dua batang anak panah.
Dengan geram, dicabutnya anak panah itu lalu ia balas menghantam dengan pukulan Thay-siang-ciang.
Terdengar beberapa kali jeritan ngeri disusul dengan rubuhnya 7-8 sosok tubuh dari anak buah barisan pemanah itu.
It Hang terkejut.
Cepat ia loncat mengejar diikuti Kun-lun Sam-cu, Shin Bu-seng ketua Tiam-jong-pay, Tan I-hong ketua Ji-tok-kau Ti Gong taysu dan Lam Leng lojin.
"Bagus! Kali ini bakal berlangsung pertunjukan yang ramai!"
Tiba-tiba Harimau Iblis tertawa terbahak-bahak.
Sekalian tokoh terkejut.
Ada beberapa yang lari menghampiri momok itu.
Lebih kurang 200 anak murid dari Gobi-pay, Kay-pang dan partai2 lain yang bertugas menjaga hutan itu segeran lepaskan anak panah dan serentak keadaan menjadi kacau balau.
Siau-liong lepaskan beberapa kali pukulan lagi.
Setelah dapat mengundurkan It Hang totiang dan rombongannya, ia segera dapat mendekati ketempat Ki Ih.
Wanita itu bertempur dengan gagah.
Serangannya makin lama makin dahsyat.
Walau pun ia takkan kalah dengan To Hun-ki dan keempat Su-lo, tetapipun sukar merebut kemenangan.
Serentak Siau-liong menggembor keras terus loncat menerjang kepungan To Hun-ki dan tegak disamping ibunya.
Betapalah kejutnya ketika mengetahui bahwa sesungguhnya ibunya itu sudah menderita luka2.
Sekujur tubuhnya berlumuran bintik-bintik darah.
Hati Siau-liong seperti disayat.
Setelah lepaskan tiga buah pukulan ke arah To Hun-ki, ia segera menyambar Ki Ih dengan gunakan gerak Naga-berputar-18 lingkaran, ia loncat menerobos hujan anakn panah dan lari keluar hutan, lalu menuruni puncak bukit.
Lapat2 ia mendengar suara Ti Gong taysu, ketua Siau-lim-si yang menegur To Kiu-kong.
"0-mitohud Bagaimana asal-usul ketuamu yang sebenarnya? Mengapa ia mempunyai hubungan dengan Ki Ih-"
Menyusul terdengar suara tertawa keras dari si Harimau Iblis.
Dan beberapa saat kemudian terdengar hiruk pikuk suara orang bertempur.
Tentulah Harimau Iblis sudah mulai bertempur dengan lawanan orang gagah.
Tetapi Siau-liong tak menghiraukan.
Yang penting ia harus menyelamatkan ibunya.
Beberapa penjaga yang coba hedak merintangi larinya, dapat dihantam kocar-kacir.
Dan beberapa loncatan berhasilah ia menerobos keluar dari hutan.
Dia lari sepembawa kakinya.
Hatinya penuh dengan rasa sedih dan gembira.
Akhirnya ia bertemu juga dengan ibu kandungnya.
Dengan demikian rindu dendam dari ibu dan anak yang sudah terpisah belasan tahun itu, akan terpenuhi.
Memang ia marah sekali terhadap kecongkakan It Hang totiang, Ti Gong taysu dan orang2 yang menuduh dengan membabi-buta itu.
Ia merasa kecewa dan putus asa terhadap sikap mereka.
Rasanya tak sudi lagi ia campur tangan tentang kemunculan beberapa momok yang hendak menghancurkan dunia persilatan itu.
Pikirnya.
"Setelah menghimpaskan dendam sakit hati, ia hendak mengajak ibunya mencari tempat yang sunyi dan hidup dengan tenang. Ia ingin membaktikan hidupnya untuk membalas budi."
Walaupun lembah Kiu-hui-koh itu amat pelik dan berbelitbelit jalannya, tetapi berkat petunjuk yang telah diterimanya dari To Kiu-kong, dapatlah ia keluar.
Sejak dipondong oleh Siau-liong, Ki Ih diam saja.
Sepatah pun tak berkata.
Rupanya ia membiarkan dirinya dibawa anak itu ber-lari2an.
Saat itu sudah lewat tengah hari.
Siau-liong kendorkan larinya.
Tiba-tiba dilihatnya tak jauh di atas lereng gunung, terdapat sebuah pondok dari atap rumbia.
Ia mutuskan untuk beristirahat dulu agar ibunya dapat mengasoh.
Maka segeralah ia menuju ke pondok itu.
Pondok itu ternyata sepi2 saja.
Berulang kali mengetuk pintu, barulah terdengar langkah orang berjalan dengan pelahan.
Ternyata yang membukakan pintu adalah seorang wanita berumur 40-an tahun.
Mengenakan baju pendek warna hitam.
Sepasang matanya ber-kilat2 tajam.
Siau-liong tertegun.
Ia heran mengapa ditempat yang sesunyi itu terdapat seorang wanita yang mengenakan dandanan seperti itu? Tetapi ia duga tentulah wanita itu keluarga pemburu.
Bagi kaum pemburu, mengenakan pakaian serba ringkas, sudahlah umum.
Ia segera menyatakan maksud kedatangannya....
Perempuan baju hitam itu tampak tenang2 saja, memandang Siau-liong yang memondong seorang wanita berlumuran darah pakaiannya.
Tanpa bertanya apa2 lagi, perempuan itupun mengangguk dan mempersilahkan Siauliong masuk.
Perkakas perabot dalam pondok itu amat sederhana sekali Kecuali balai2 kayu dan meja kursi, tiada terdapat lain-lain perkakas lagi.
Setelah membawa tetamunya masuk ke dalam bilik, tanpa mengucap apa-apa, perempuan itupun melangkah keluar, menuju ke belakang.
Sejenak meragu, Siau-liong lalu letakkan ibunya di atas balai.
Hatinya amat sedih, beberapa butir airmata menitik keluar.
Belum berumur 100 hari ia sudah terpisah dari ibunya.
Kemudian setelah dewasa, ia selalu terkenang akan ibunya itu.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ia amat rindu akan kasih seorang ibu.
Dan saat itu, harapannya telah terkabul.
Sekalipun ia belum pernah melihat wajah ibunya tetapi ia tahu bahwa ibunya itu wanita yang bernama Dewi Ular Ki Ih, wanita yang saat itu terbaring dihadapannya.
Setelah luapan haru kesedihannya reda, mulailah ia memeriksa luka ibunya.
Ternyata beberapa luka yang diderita ibunya itu hanya luka luar yang tak berarti.
Tiba-tiba ia terkesiap.
Ibunya jelas tak terluka berat.
Tetapi mengapa tampak seperti orang yang tak sadarkan diri? Belum sempat ia memperoleh jawaban, tiba-tiba perempuan pemilik pondok itu masuk dengan membawa sepanci air panas.
Tersipu-sipu Siau-liong menyambuti....
Ia membasuh luka ibunya.
Pemilik pondok memberinya sebotol pujer warna kuning, ujarnya.
"Puyer ini dapat menghentikan perdarahan. Dalam beberapa jam saja luka itu tentu sudah sembuh."
Sambil menyambuti, Siau-liong bertanya.
"Adakah cianpwe ini termasuk keluarga pemburu. Dalam rumah ini....?"
Oleh karena pemilik rumah itu seorang wanita yang sudah setengah umur, demi menghormatnya, Siau-liong menggunakan sebutan 'cian pwe' kepadanya. Pemilik pondok itu geleng2 kepala.
"Aku hanya sementara waktu saja menetap disini."
Siau-liong heran tetapi ia sungkan untuk mendesak lebih lanjut. Tiba-tiba terdengar sebuah seruan yang bernada penuh kemesraan.
"Mah...."
Sesosok tubuh menerobos masuk dan muncullah seorang dara berwajah segar.
Pakaiannya berwarna hijau, umurnya diantara 15-16 tahun.
Ia terkejut melihat keadaan dalam bilik.
Dipandangnya Siau-liong dan Ki Ih.
yang berbaring di atas balai2 itu, lalu lari ke dalam ruang belakang.
Perempuan baju hitam itu hanya tertawa tawar lalu menyuruh Siau-liong lekas melumurkan puyer keluka ibunya.
Habis itu ia keluar menuju ke belakang.
Siau-liong tertegun sejenak lalu melumurkan obat itu keluka ibunya, juga luka pada lengannya sendiri yang terkena anak panah itu.
Setelah membalut, ia segera menyingkap sutera hitam yang nenutupi wajah Ki Ih.
Rasa kegirangan yang meluap-luap akan bertemu dengan ibunya yang sudah berpisah hampir 20-an tahun telah menyebabkan Siau-liong amat terangsang hatinya.
Sambil membuka kain kerudung, serentak mulutnya pun berseru dengan gemetar.
"Mah.... apakah engkau tak kenal dengan putera kandungmu sendiri....?"
Sekonyong-konyong terdengar suara ketawa mengikik.
"Hi, hi, hi, siapa yang engkau panggil mamah itu?"
Siau-liong terkejut seperti mendengar halilintar berbunyi ditengah hari.
Dan ketika memandang kewajah ibunya, ah....
hampir ia pingsan! Ternyata yang terbungkus dalam kain kerudung hitam itu sebuah wajah yang cantik berseri dari si dara seberang lautan.
Mawar Putih! Setelah terlongong-longong beberapa saat, Siau-liong menjadi kalap.
Diterkamnya bahu si dara itu, bentaknya.
"Kiranya engkau! Mengapa engkau menyaru sebagai ibuku? Engkau...."
Rindu dendam yang terpendam selama belasan tahun, dan saat itu dikiranya akan terlaksana, ternyata hancur berantakan bagai awan dihembus angin....
Keadaan Siau-liong saat itu seperti orang gila.
Matanya melotot, wajah merah padam dan tangan dikepal sekeraskerasnya.
Seolah-olah ia hendak menelan dara itu.
Melihat keadaan Siau-liong sedemikian itu Mawar Putih agak ketakutan.
Ia menyurut mundur seraya berseru.
"Apakah engkau gila? Siapa yang menyaru jadi ibumu?"
Dengan geram Siau-liong menatap dara itu, serunya.
"Dalam dunia persilatan siapakah yang tak tahu bahwa engkau ini adalah Dewi Ular Ki Ih? Pakaian yang engkau kenakan dan ilmu Pedang-kilat serta senjata rahasia Hwe-huntui serta tindakanmu memusuhi Toh Hun-ki untuk membalas sakit hati. Tiada seorangpun yang menyangsikan engkau tentu Ki Ih...."
Ia berhenti sejenak lalu melanjutkan dengan makin geram.
"Hm, makanya engkau mengenakan kerudung hitam menutup wajahmu, kiranya.... ah! Engkau.... telah membikin sengsara hatiku!"
Mawar Putih tertawa dingin, sahutnya.
"Dalam hal apa aku mencelakai dirimu? Apa yang kusenang pakai, kupakai saja. Mau senang mengenakan kain kerudung, pun siapa yang melarang?"
Habis berkata dara itu terus loncat turun dari balai2, lalu berkata pula.
"Ilmuku Pedang Kilat dan senjata rahasia Hwehun- tui itu adalah ajaran guruku. Aku hendak membunuh Toh Hun-ki, pun juga demi membalaskan sakit hati guruku!"
Siau-liong terlongong tak dapat menjawab. Mawar Putih memandang sejenak kepada pemuda itu lalu menyeringaikan hidung, mendengus;
"Semalam aku tak jadi membunuhmu di dalam biara dan pagi ini engkau telah menolong aku dari puncak Ngo-song-nia. Dengan begitu kita tak punya hutang piutang lagi dan anggaplah seperti kita belum pernah kenal mengenal."
Habis berkata dara itu terus melangkah keluar. Saat itu ketegangan Siau-liong sudah mulai sirap. Cepat ia mengejar dan menghadang si dara, ujarnya.
"Nona engkau...."
Mawar Putih deliki mata.
"Aku mau pergi! Mengapa engkau menghadang aku!"
Siau-liong merah mukanya. Terpaksa ia tahan kemarahannya.
"Tadi aku telah berlaku kasar, harap maafkan. Tetapi aku hendak mohon bertanya kepadamu tentang beberapa hal yang penting."
Sejenak dara itu keliarkan biji matanya. Tampaknya ia geli melihat keadaan Siau-liong yang tak ubah seperti monyet mencium terasi. Tetapi ia berusaha sekuatnya untuk menahan rasa geli itu. Maka dengan sengaja, ia pura-pura membentak dengan garang.
"Lekas katakan! Aku tak punya tempo melayanimu."
Siau-liong menghela napas, ujarnya.
"Ibu kandungku itu bernama Ki Ih. Sejak aku dilahirkan belum seratus hari, keluargaku telah tertimpah bencana. Ayahku meninggal secara mengenaskan dan ibu tercerai-berai entah kemana...."
"Uh, riwayatmu benar-benar membuat orang terharu,"
Kata Mawar Putih sambil menyengir. Siau-liong melanjutkan lagi.
"Setiap nona hendak membunuh Toh Hun-ki, tentu nona berganti dandanan, mengenakan kerudung hitam dan memainkan ilmu pedang kilat serta senjata rahasia Hwe-hun-ti. Dengan begitu semua orang persilatan menganggap nona itu adalah ibuku yang muncul kembali ke dalam dunia persilatan lagi...."
Mawar Putih kerutkan dahi tak menyahut.
"Menilik tindakan2 nona itu,"
Kata Siau-liong pula.
"aku berani memastikan bahwa gurumu itu tentulah ibuku sendiri. Maukah nona memberitahukan nama sebenarnya dari guru nona itu?"
Mawar Putih hunjamkan kakinya ke tanah, berseru.
"Bukankah telah kukatakan bahwa guruku itu bernama. Aminah Pattalia. Selama ini belum pernah orang memanggil guruku dengan nama lain!"
Siau-liong menghela napas, tanyanya pula.
"Pernahkah gurumu itu mengatakan kalau mempunyai dendam sakit hati dengan Kong-tong-pay?"
Mawar Putih gelengkan kepala.
"Guruku tak mau mengatakan dan akupun tak pernah bertanya. Cukup bahwa memang dendam permusuhan itu, memang ada Kalau tidak masakan guruku siang malam tak pernah melupakannya."
Siau-liong sudah mulai percaya bahwa guru dari dara itu tentulah ibunya sendiri Uewi Ular Ki Ih. Maka ia terus lancarkan pertanyaan untuk mendapatkan bukti2 yarg lebih jelas. Setelah termenung sejenak, ia bertanya pula.
"Sebelum pergi ke Tionggoan sini, apakah gurumu tak mengatakan apa2 lagi."
Mawar Putih merenung. Tiba-tiba ia berseru.
"Eh, berapakah umurmu sekarang?"
"Enam belas tahun!"
Tiba-tiba Mawar Putih bertepuk tangan, serunya.
"Ah, mungkin benar Memang guruku pernah suruh aku menyelidiki tentang seseorang.... Jika memang masih hidup orang itu berumua 16 tahun...."
Ia berhenti sejenak menatap wajah Siau-liong sampai beberapa kali, lalu berkata.
"Wajahmu memang mirip dengan suhuku. Tetapi orang yang akan kucari itu seharusnya bernama Tong Siau-liong bukan Kongsun Liong...."
"Ah...."
Siau-liong banting2 kakinya.
"sebenarnya namaku adalah Tong Siau-liong. Sejak dipungut sebagai murid dari Tabib sakti Kongsun Sin-to, aku mengganti she dengan Kongsun agar orang jangan mengetahui asal-usulku...."
Mawar Putih tertawa dingin.
"Ih, benar-benar suatu pertemuan yang tak ter-sangka2! Jika tak berkelahi tentu tak bertemu!"
Siau-liong benar tak mengerti mengapa dara itu selalu bersikap dingin.
Sudah kenal sampai sedemikian jauh dan diam-diam Siau-liong tahu bahwa dara itu jatuh hati kepadanya, tetapi ia bersikap dingin.
Bahkan saat itu setelah mengetahui bahwa guru dara itu adalah ibunya, suatu hal yang seharusnya akan menambah erat hubungan mereka berdua.
Tetapi mengapa sikap dara tetap begitu dingin? Tetapi ia tak sempat lagi mencari tahu sebabnya.
Serentak ia menjurah dihadapan dara itu dan berseru.
"Nona...."
"Bilanglah, Mengapa ak-uk ak-uk seperti orang ketulangan?"
Seru Mawar Putih.
"Sudilah nona membawa aku menemui ibu. Atau cukup nona memberitabukan letak pulau kediamannya, aku tentu dapat mencari kesana!"
Masih dengan nada dingin, Mawar Putih berkata.
"Sudah tentu! Asal engkau benar-benar putera dari guruku, tentu akan kubawamu kesana. Tetapi...." tiba-tiba ia berganti dengan nada dengusan hidung.
"Aku tak dapat begitu saja mempercayai keteranganmu tadi!"
Siau-liong terkejut mundur selangkah, serunya.
"Dengan cara bagaimanakah nona akan dapat mempercayai?"
"Kecuali engkau dapat membawa kemari batang kepala dari Toh Hun-ki dan keempat Su-lo dari Kong-tong-pay itu!"
Siau-liong kerutkan alis.
"Tetapi ibu menderita sakit...."
"Di dunia ini tiada obat yang dapat menyembuhkan penyakit guruku kecuali kelima butir kepala orang Kong-tongpay itu....!"
Tukas Mawar Putih. Ditatapnya wajah pemuda itu beberapa saat kemudian ia menghela napas.
"Sudah tentu karena bertemu dengan putera yang dirindukan siang malam, guruku tentu amat gembira sekali. Tetapi, aku sudah terlanjur bersumpah dihadapan guru. Tak membawa kelima butir kepala orang itu, aku takkan pulang!"
Diam-diam Siau-liong malu dalam hati.
Mawar Putih hanya seorang murid, namun dengan mati-matian tetap berusaha untuk membalaskan sakit hati gurunya.
Adakah dia, sebagai seorang putera, kalah dengan tindakan dara itu? Tetapi ia teringat akan pesan mendiang ayahnya supaya jangan melakukan pembalasan itu.
Ah, yang manakah harus ia turut? Pesan ayahnya atau keinginan ibunya? Dan lagi Toh Hun-ki itu ternyata seorang tokoh tua yang penuh keperwiraan dan luhur budinya, bingung ia untuk menentukan pilihan.
Melihat pemuda itu termenung-menung saja, Mawar Putih menertawakan.
"Agaknya engkau tak mempunyai pikiran untuk membalas sakit hati. Sesungguhnya akupun tak memerlukan bantuanmu. Lambat atau laun, aku tentu dapat membunuh orang Kong-tong-pay Itu. Hanya saja...."
Tiba-tiba ia berputar tubuh dan terus menelungkupi balai2 dan menangis.
"Engkaupun jangan harap dapat berjumpa dengan ibumu! Beliau tentu tak sudi mempunyai seorang putera seperti engkau. Aku.... aku pun tak dapat membawamu kesana."
Siau-liong serba sulit. Sesaat tak dapat ia berkata apa2. Krakkk.... tiba-tiba pintu terbuka dan dara baju hijau masuk membawa sebuah penampan. Sekilas melirik Siau-liong dan Mawar Putih, ia tertawa menyengir, ujarnya.
"Silahkan saudara berdua makan!"
Siau-liong menghaturkan terima kasih.
Sedang Mawar Putih cepat mengusap air matanya.
Ternyata penampan itu berisi beberapa masakan dan nasi putih.
Sambil menghidangkan makanan di atas meja, dara baju hijau itu tersenyum, Ibu mengatakan bahwa di - hutan sini tak dapat menyediakan hidangan yang lezat.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sekedar makanan kasar dan teh yang tawar ini, harap saudara jangan menolak."
Habis berkata dara itu terus melangkah keluar.
Karena sehari suntuk tak makan, Mawar Putih yang masih belum hilang sifat kekanak-kanakannya, segera menghampiri kemeja dan mengajak Siau-liong makan.
Selesai makan hari pun sudah hampir petang Siau-liong gelisah.
Beberapa kali, ia mengajak bicara tetapi Mawar Putih tak mengacuhkan.
Ia enak2 tidur di atas balai2.
Nyonya rumah tak muncul lagi.
Hanya si dara baju hijau yang datang membawa sebuah lempat lilin lalu mengemasi perabot makan dimeja lain keluar lagi.
Masih belum dapat terpikirkan Siau-liong siapakah sesungguhnya kedua ibu dan anak dalam pondok itu.
Tetapi ia percaya mereka tentulah keluarga persilatan yang mengasingkan diri.
Hari makin malam.
Dibawah penerangan lilin yang bergoyang gontai sinarnya, Mawar Putih tidur dengan nyenyaknya.
Siau-liong makin gelisah.
Akhirnya ia duduk dikursi bersemedhi.
Entah berapa lama, iapun terlena tidur.
Tiba-tiba setiup angin pegunungan berhambus dari jendela, menyadarkan Siau-liong dari tidurnya.
Dilihatnya Mawar Putih masih tidur nyenyak.
Diam-diam Siau-liong bercekat hatinya.
Mengapa ia sampai tidur juga.
Apabila kedua ibu dan anak pemilik pondok itu kaum....
Tetapi ia menghela napas lega ketika yang terdengar disekeliling penjuru hanya bunyi belalang dan tenggoret.
Diam-diam ia menertawakan dirinya yang banyak curiga.
Sekalipun orang mengatakan bahwa dunia persilatan itu kotor, keji dan penuh kejahatan, tetapi tak seharusnya ia mengukur pemilik pondok yang telah memberikan tempat bermalam dan hidangan itu, sedemikian rendahnya.
Melongok kelangit, ia perkirakan sudah menjelang tengah malam.
Ia berbangkit dan mondar-mandir diruangan.
Tiba-tiba ia kepalkan tinju dan menghela napas panjang.
Rupanya ia telah mengambil keputusan.
Cepat ia menghampiri meja, mengambil pena-dan tinta bak lalu menulis.
"Adik Mawar, Aku sudah memutuskan untuk mengambil kepala Toh Hun-ki dan keempat Su-lo Kong-tong-pay. Dalam waktu tiga hari tentu sudah selesai. Tunggulah dirumah penginapan Siok-ciu."
Setelah meragu sejenak, ia menulis namanya "Tong Siauliong"
Dibalik kertas itu lalu ditaruh disamping Mawar Putih.
Kemudian ia memadamkan lilin lalu melangkah keluar.
Ia gunakan ilmu lari cepat menuju kepuncak Ngo-siong-nia.
Ia tak tahu adakah Toh Hun-ki dan rombongannya masih berada dipuncak itu.
Lebih kurang sejam lamanya, tibalah ia dihutan pohon siong dari puncak Ngo-siong-nia lagi.
Tetapi dilapangan dalam hutan itu sudah sepi.
Yang tampak hanya dua batang golok kwat-to serta beberapa tetes noda darah.
Ia duga pertempuran antara momok Harimau Iblis lawan rombongan orang gagah yang dipimpin It Hang totiang tentu berlangsung dahsyat sekali.
Entah siapa yang menang dan entah kemana perginya mereka itu.
Terpaksa ia menuruni puncak itu lagi.
Tiba-tiba ia teringat bahwa It Hang totiang hendak merencanakan untuk menyerbu ke Lembah Semi pada malam hari.
Adakah mereka sedang melaksanakan rencananya itu? Ya, kecuali jejak itu, tak ada lain hal yang dapat ia ikuti.
Maka setelah merenung beberapa saat, ia segera menuju ke Lembah Semi.
Sekalipun ia masih ingat akan jalanan dari belakang lembah tetapi ia masih gentar menghadapi barisan pohon bunga yang amat berbahaya.
Ia tak berani mencobanya dan terpaksa mengambil jalan dari mulut lembah.
Jalanan masuk ke mulut lembah itu penuh ditaburi dengan batu yang aneh2 bentuknya.
Dengan hati2 sekali ia menyusur maju.
Dia sudah mengambil keputusan untuk membunuh Toh Hun-ki dan keempat Su-lo agar selekasnya ia dapat bertemu dengan ibunya Sekalipun mendiang ayahnya sudah memberi pesan.
Namun dalam menjatuhkan pilihan, akhirnya ia memilih untuk menuruti kehendak ibunya yang masih hidup.
Juga dalam penyerbuannya ke Lembah Semi itu juga mengandung tujuan yang mulia.
Sepasang suami-isteri momok Iblis Penakluk dunia dan Dewi Neraka, merupakan bahaya yang mengancam keselamatan dunia persilatan.
Jika ia dapat melenyapkan mereka, sekalipun ia juga membunuh Toh Hun-ki dan keempat Su-lo, tetapi tetap ia berjasa juga kepada dunia persilatan.
Dengan jasa untuk menebus kesalahan.
Rasanya arwah ayahnya yang mengasoh di alam baka tentu dapat memaafkan perbuatannya itu.
Tiba di mulut lembah, ia tersirap kaget.
Beberapa sosok tubuh terkapar di tanah.
Diantaranya terdapat dua orang paderi, tiga orang imam dan lima atau enam orang pengemis.
Ditilik dari darah pada luka mereka yang sudah membeku, tentulah mereka sudah berapa lama matinya.
Saat itu sudah lewat tengah malam.
Dari kenyataan beberapa mayat itu, teranglah kalau It Hang totiang tentu melaksanakan rencananya menyerbu Lembah Semi.
Ia pasang telinga mendengarkan keadaan.
Tetapi dalam lembah tampak sunyi senyap Timbullah keheranannya.
"Adakah para tokoh2 pemimpin partai itu juga sudah menjadi korban keganasan Iblis Penakluk dunia?"
Diam-diam Siau-liong menaruh perindahan terhadap It Hang totiang dan rombongan orang gagah.
Serentak timbullah perhatiannya untuk memikirkan keselamatan mereka.
Ah, tujuannya kelembah situ adalah untuk membunuh Toh Hun-ki dan keempat Su-lo.
Tetapi iapun mencemaskan juga nasib tokoh2 persilatan itu.
Akhirnya ia memutuskan.
Tak peduli apapun yang terjadi, ia harus menyerbu Lembah Semi untuk membasmi penjahat2 Iblis Penakluk-dunia, Dewi Neraka, Soh-beng Kisu dan nona pemilik lembah itu.
Segera ia melangkah masuk ke dalam lembah.
Saat itu ia sudah tiba dialiran sungai dimana dahulu ia telah bertempur dengan ular besar yang ternyata hanya ular buatan manusia belaka.
Ular yang sudah dihantamnya remuk itu sudah tak ada lagi.
Yang dihadapinya hanyalah sebuah anak sungai biasa.
Tak sulit baginya untuk melintasi.
Tetapi belum ia bergerak, tiba-tiba dari arah muka, terdengar orang tertawa gelak2.
"Aha, bapak dapat meramal dengan tepat sekali. Benar memang ada orang yang datang mengantar jiwa!"
Menyusul muncullah dua sosok tubuh dari balik batu besar. Karena malam gelap tak dapat dilihat bagaimana wajah mereka. Tetapi Siau-liong tak ragu lagi. kedua orang itu tentulah anak buah Iblis Penakluk-dunia.
"Eh, mengapa yang datang hanya seorang?"
Kata salah seorang dari mereka, seraya ayunkan tangannya.
Sebertik api biru meluncur ke udara.
Rupanya suatu pertandaan untuk memberi laporan ke dalam lembah.
Siau-liong cepat loncat hendak membekuk kedua orang itu.
Tetapi mereka dapat bergerak amat lincah.
Mereka loncat kelain batu.
Dengan gunakan sikap Ayam-emas-berdiri-satukaki, orang itu ber-putar2.
Seketika terdengarlah suara menggelegar yang dahsyat.
Terpaksa Siau-liong berhenti untuk memperhatikan perobahan yang akan terjadi.
Batu-batu yang tampaknya datar-datar itu, tiba-tiba terangkat naik sampai setombak tingginya.
Bagian bawah bagian batu itu merupakan senjata golok yang ujungnya amat runcing dan kedua belah matanya sangat tajam.
Kedua orang berpakaian hitam itu loncat kemuka dan berpencaran hinggap di atas batu besar.
Kembali mereka berputar tubuh dan batu2 disitu serta tanah, lenyap seketika.
Pada saat kedua orang itu loncat lagi kelain tempat, tempat yang ditinggal itu muncul berpuluh-puluh ekor binatang beracun.
Rupanya binatang2 itu sudah kelaparan sekali.
Mereka saling gigit menggigit dan bunuh membunuh sendiri.
Pada saat kedua orang baju hitam itu loncat kelain batu, tempat yang ditinggalkan itu memancarkan air beracun setinggi dua tombak.
Demikian berturut-turut kedua orang itu telah berloncatan pindah dari satu kelain tempat.
Rupanya mereka setiap kali menggerakkan alat-alat rahasia.
Sampai pada yang terakhir, kedua belah dinding karang lembah itu meluncurka berpuluh batang anak panah beracun.
Seolah-olah jalanan lembah itu penuh dengan maut.
Tak mungkin orang dapat melintasinya.
Walaupun hal itu tak mengejutkan hati Siau-liong, namun diam-diam ia mengagumi juga kelihayan pemilik lembah yang telah memasang alat-alat rahasia sedemikian ketat dan maut.
Siau-liong tak menghiraukan kesemua itu.
Sambil menggerung keras, ia apungkan diri melayang ke dalam lembah.
Tiba-tiba dari arah belakang terdengar lengking jeritan.
Ketika Siau-liong berpaling ia mengeluh kaget.
"Celaka....!"
Kiranya yang menjerit itu adalah Mawar Putih dalam penyamarannya sebagai Ki Ih. Terpaksa Siau-liong melayang kembali kesamping dara itu.
"Mengapa engkau...."
"Mengapa engkau tak mengajak aku!"
Tukas Mawar Putih.
"Aku tak menghendaki engkau ikut aku menempuh bahaya!"
Sahut Siau-liong. Mawar Putih mendengus.
"Engkau anggap aku seorang yang temak hidup takut mati!"
Siau-liong tersipu tundukkan kepala, tak dapat menyahut. Mawar Putih memandang Siau-liong lalu ter-tawa menyeringai. Tiba-tiba ia lemparkan sebuah bungkusan kepadanya.
"Terimalah!"
Ketika menyambuti, bukan main kejut Siau-liong. Ternyata bungkusan itu berisi pakaian dan kedok muka Pendekar Laknat. Ah.... tentulah waktu ia tidur, Mawar Putih telah mengambilnya. Diam-diam ia menyesali dirinya yang begitu lalai.
"Nona...."
Katanya tersendat-sendat. Mawar Putih cibirkan bibir tertawa.
"Seharusnya dulu2 engkau sudah memberitahu kepadaku!"
Siau-liong tak menyahut.
Diam-diam ia menimbang masuk ke lembah Semi dalam penyamaran sebagai Pendekar Laknat, memang lebih baik.
Cepat ia berganti dandanan sebagai momok itu.
Mawar Putih tertawa geli melihat pemuda yang cakap itu tiba-tiba berobah meujadi seorang momok tua yang menyeramkan.
Siau-liong sendiripun geli.
Saat itu kedua orang baju hitam tadi sudah lenyap.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sambil memandang ke arah lembah, Siau-liong kerutkan dahi.
"Lembah penuh dengan alat rahasia? yang amat berbahaya. Harap engkau tunggu dulu Setelah kuhancurkan alat-alat itu, barulah akan kubawamu kesana!"
"Tidak! Engkau tentu hendak tinggalkan aku!"
Mawar Putih menolak.
"Aku tak bermaksud begitu, harap engkau...."
"Kalau begitu hayo kita bersama-sama menyerbu!"
Tukas Mawar Putih terus melangkah ke dalam lembah.
Siau-liong cemas.
Benar dara itu sudah mendapat warisan ilmu silat dari ibunya.
Tetapi jika hendak melintasi lembah yang penuh dengan perkakas rahasia itu, kiranya tak mungkin dapat.
Tetapi nona itu keras wataknya, kemanja-manjaan, sehingga ia tak dapat berbuat apa2 untuk mencegahnya.
Apa boleh buat.
Akhirnya ia memutuskan sebuah rencana.
Disambirnya tubuh dara itu lain dibawanya loncat ke dalam lembah....
--ooo0dw0ooo-- LEMBAH MAUT Siau-liong melayang ke atas batu besar yang ditempat kedua orang baju hitam tadi.
Ia hendak menyelidiki perobahan yang terjadi disitu.
Sesungguh dengan gerak Naga-melingkar-18 kali, dapatlah Siau-liong melayang lebih jauh dan tak perlu untuk menyelidiki keadaan dulu.
Tepat pada saat kakinya hendak menginjak batu, tiba-tiba ia mengeluh kaget.
Ternyata batu itu seperti lenyap dan tubuhnyapun meluncur ke bawah, jatuh keujung tiga batang golok.
Untung sebelumnya ia sudah berjaga-jaga.
Cepat ia tamparkan tangannya ke udara dan dengan meminjam tenaga tamparan itu, ia melambung lagi ke atas.
Pada perjalanan kedua, binatang2 beracun itu tak mampu mencelakai Siau-liong yang melambung tinggi hingga ia dapat melintasi dengan selamat.
Juga kedua belah karang yang menyemburkan anak panah dan senjata rahasia beracun itu Siau-liong sudah bersiap.
Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Sarang Perjudian -- Gu Long/Tjan Id Neraka Hitam -- Khu Lung