Ceritasilat Novel Online

Pendekar Laknat 5


Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong Bagian 5



Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya dari S D Liong

   

   Timbullah serentak pikiran Siau liong.

   Ia harus menggunakan siasat untuk pura-pura bersikap baik terhadap nona pemilik lembah itu.

   Pe-lahan2 ia akan menunggu kesempatan untuk bertindak.

   Melihat pemuda itu termenung-menung, nona itu menafsirkan Siau-liong tentu masih belum hilang kegoncangan hatinya akibat malapetaka barisan Tujuh Maut.

   Ia maju dua langkah lagi, mendorong Siau-liong.

   "Eh, mengapa engkau ini? Apakah masih gentar?"

   Siau-liong terkejut. Buru-buru ia menyurut selangkah ke belakang.

   "Ah.... no.... na...."

   Nona pemilik lembah itu tertawa mengikik, tanyanya pula.

   "Siapakah namamu?"

   "Kongsun Liong!"

   Dengan mata memancar asmara, nona itu memandang lekat, ujarnya.

   "Ih. engkau benar-benar seperti seekor naga.... naga yang indah."

   Tiba-tiba nona itu tempelkan lengannya ke bahu Siau-liong Pemuda itu terkejut dan mundur selangkah lagi dengan wajah kemerah-merahan.

   "Eh. engkau malu2?"

   Nona itu tertawa. Ia terus berpaiing dan menyuruh bujang kedua pergi. Setelah itu ia menarik lengan baju Siau-liong.

   "Mari kita duduk bercakap-cakap."

   Siau-liong terpaksa menurut saja.

   "Tahukah engkau siapa namaku?"

   Tanya nona itu dengan memandang lekat. Siau-liong paksakan tertawa.

   "Justeru itu yang hendak kutanyakan."

   Nona itu cibirkan bibirnya tertawa.

   "Namaku Po Ceng-in, pemilik Lembah Semi ini. Lembah Semi ini pemberian dari ayah bundaku. Mereka berdua jarang datang kemari!"

   Siau-liong hanya mengangguk saja.

   "Karena aku suka memakai warna merah, ayah bundaku senang memanggilku Siau-hong kata nona itu dengan sikap manja lalu mendekat dan tempelkan tangannya ke bahu Siauliong.

   "Jika engkau suka, panggillah aku Siau-hong saja...."

   "Hm, baiklah!"

   Sahut Siau-liong terpaksa. Sambil kicupkan ekor matanya dengan tingkah yang genit, nona itu mendesak.

   "Nah, panggillah aku ia terus rapatkan tubuh ke tubuh Siau-liong. Karena dua kali didesak, Siau-liong terdesak ketepi ranjang dan tak dapat menghindar lagi. Untuk serentak berdiri, ia sungkan. Bingung saat itu hatinya. Sebesar itu, belum pernah ia duduk merapat begitu rupa dengan seorang gadis. Wajah Siau-liong merah padam, mulutnya serasa terkancing tak dapat berkata apa2. Diluar dugaan sikap malu dari Siau-liong itu malah makin menimbulkan nafsu si nona lebih berkobar.

   "Panggillah...."

   Desaknya dengan pandang penuh asmara.

   "Siau.... nona Siau-hong...."

   Akhirnya Siau-liong paksakan diri memanggil. Nona itu tertawa mengikik.

   "Siau-hong cukup Siau-hong saja, tak perlu pakai nona. Mengapa nadamu begitu janggal?"

   Sejenak ia keliarkan ekor matanya yang genit lalu menanyakan umur Siau-liong.

   "Tujuh belas tahun!"

   Sahut Siau-liong.

   "Ih, sebaya dengan aku...."

   Tiba-tiba nona itu merah mukanya dan tak melanjutkan berkata lagi.

   Diam-diam Siau-liong gelisah.

   Ia kuatir nona itu akan tanya ini itu sehingga tiba pada pertanyaan yang ia tak dapat menjawab.

   Terlintas pada diri Mawar Putih, cepat ia alihkan pembicaraan.

   "Boleh kuketahui bagaimana. nona telah menolong jiwaku?"

   Tanyanya.

   "Sebenarnya bukan menolong dalam arti yang sesungguhnya. Lebih tepat kalau meminta dirimu dari tangan ayahku!"

   Karena tak leluasa untuk langsung menanyakan diri Mawar Putih, maka Siau-liong bertanya dengan cara memutar.

   "Selain diriku, siapa lagi yang nona tolong!"

   Nona itu tertawa mengikik.

   "Cukup engkau seorang saja. Aku tak peduli lain orang!"

   Karena tak berhasil menanyakan diri Mawar Putih, maka Siau-liong, bertanya pula.

   "Selain aku masih ada beberapa orang yang terjerumus dalam barisan itu. Entah bagaimana mereka sekarang ini...."

   Nona itu mendengus hambar.

   "Hm, dalam sehari semalam itu telah tertangkap empat lima puluh orang. Siapakah yang engkau tanyakan itu?"

   Terpaksa Siau-liong menerangkan juga.

   "Yang seorang adalah Cu Kong-leng ketua Tong-thing-pang, seorang Tan Ihhong ketua Pemakan ular dan masih ada lagi seorang gadis bernama...."

   Seketika berobahlah wajah nona pemilik lembah, tukasnya.

   "Mengapa engkau begitu menaruh perhatian kepada mereka?"

   Ditatapnya wajah Siau-liong lekat2 lalu bertanya pula.

   "Apakah engkau datang bersama anak perempuan itu? kalian...."

   "Aku hanya berjumpa ditengah jalan. Sebelum itu tak kenal mengenal!"

   Buru-buru Siau-liong menukas. Nona pemilik lembah itu mengangguk puas. Namun wajahnya tetap dingin, ujarnya.

   "Sekali pun gadis dengan kedua ketua perkumpulan itu tidak mati tetapi mereka dijebloskan ayah ke Lembah Maut. Barang siapa tak mau menjadi anak buah ayah, tentu akan mengalami nasib begitu!"

   Mendapat keterangan itu agak legalah hati Siau-liong. Asal Mawar Putih belum meninggal, ia masih mempunyai harapan untuk menolong. Kembali mata nona pemilik lembah itu berkilat!, serunya.

   "Karena sekarang kita bertemu tentulah dalam penitisan dahulu kita memang berjodoh. Asal engkau tak memusuhi orang tuaku, kita tentu dapat...."

   Sekalipun nona itu seorang gadis yang cabul dan tak punya malu, tetapi pada saat mengucap soal2 perkawinan, agaknya masih kikuk juga. Kembali ia memberi kicupan mata kepada Siau-liong lalu berkata dengan nada gembira.

   "Dewasa ini ayah-ibuku sudah merajai dunia persilatan. Hari depan kita tentu penuh kesenangan. Tak ada seorang manusia dalam dunia yang berani mengganggu kita!"

   Siau-liong tak leluasa menjawab tetapi hatinya amat muak. Pada saat yang sulit itu, tiba-tiba terdengar suara langkah orang berhenti didepan pintu. Setelah batuk2, orang itu berseru.

   "Nona, nyonya besar datang!"

   Siau-liong terkejut. Yang dimaksud dengan nyonya besar tentulah Dewi Neraka, ibu dari nona pemilik lembah itu. Diamdiam ia gelisah. Nona pemilik lembah itu tertawa riang.

   "Ah, ibu datang...."

   Baru ia berkata begitu, muncullah seorang wanita tua ke dalam ruang situ.

   "Mah....!"

   Nona itu cepat berseru seraya menghampiri. Ia pun memberi isyarat kepada Siau-liong.

   "Lekas, menyambut ibuku!"

   Sesaat Siau-liong tak tahu bagaimana harus bertindak.

   Untuk membungkuk tubuh memberi hormat kepada Dewi Neraka, ia muak.

   Namun kalau tak mempedulikan.

   ia kuatir akan menimbulkan kecurigaan orang.

   Akhirnya terpaksa ia memberi hormat dengan segan dan mengucap beberapa patah kata yang tak lampias.

   Sejak masuk ke dalam ruangan, Dewi Neraka memperhatikan sekali diri Siau-liong.

   Ditatapnya wajah pemuda itu lekat2, kemudian berpaling kepada puterinya.

   "Nak apakah engkau sungguh2 suka kepadanya?"

   Nona itu menyahut bisik2.

   "Jika tak suka, masakan kuminta dia dibebaskan...."

   Kemudian dengan suara agak keras, ia berseru.

   "Asal mamah meluluskan, kami segera...."

   "Baik, mamah tak keberatan, asal...."

   Tiba-tiba Dewi Neraka menghampiri Siau-liong dan menghantam kepala pemuda itu dengan jurus Menghantam-gunung Hoa-san.

   Bukan kepalang kejut Siau-liong.

   Jurus itu bukan main dahsyatnya dan dilancarkan dalam jarak dekat secara tak terduga-duga.

   Tetapi untunglah Siau-liong cerdas sekali.

   Cepat ia dapat mengetahui apa maksudnya.

   Maka bukan saja tak menghindar atau menangkis, bahkan ia malah pura-pura terkejut dan terhuyung-huyung mundur sampai beberapa langkah.

   "Mah, mengapa engkau ini? apakah....!"

   Secepat kilat nona pemilik lembah itupun loncat menghadang ditengah. Dewi Neraka memang sudah menghentikan tangannya. Ia membelai-belai rambut anaknya seraya tertawa mengutuk.

   "Anak tolol! mamah kan hanya hendak mengetahui asalusulnya saja!"

   Sambil menyandarkan kepalanya kedada sang ibu dengan sikap kemanja-manjaan, nona pemilik lembah itu berkata.

   "Ah, tetapi mamah hampir membikin orang kaget setengah mati, sungguh...."

   Dewi Neraka memandang Siau-liong lagi. Tiba-tiba ia mengeluarkan sebuah botol kecil diberikan kepada putrinya.

   "mamah takkan mencampuri urusanmu pribadi, tetapi...."

   Tiba-tiba wajah Dewi Neraka berobah dingin.

   "Dia bersama rombongan orang2 yang memusuhi kita. Harus diberi minum sebutir pil ini dulu...."

   "Tidak mah!"

   Nona itu menolak.

   "aku tak ingin dia menjadi seorang yang tolol dan linglung pikiran. Akulah yang menanggung bahwa kelak dia tentu takkan memusuhi ayah dan mamah lagi!"

   Dewi Neraka amat menyayang sekali kepada puterinya itu. Maka ia hanya dapat geleng2kan kepala dan menghela napas lalu menyimpan botol itu lagi. Baru ia hendak berkata apa2, tiba-tiba terdengar suara genderang berbunyi gencar.

   "Ah, ayahmu mencari aku. Tentulah sudah mendapat laporan tentang jejak Pendekar Laknat dan wanita Ular itu...."

   Habis berkata lalu keluar. Setelah Dewi Neraka pergi, berkatalah si nona dengan mengulum senyum.

   "Jangan takut kepada ibuku yang berwajah seram itu. Sesungguhnya dia baik hati."

   Siau-liong mengiakan. Kemudian ia berkata dengan nada selembut mungkin.

   "Sudah lama kudengar cerita orang tentang Pendekar Laknat muncul di dunia persilatan lagi. Sungguh aku ingin sekali melihat bagaimana perwujutan momok itu. Tadi karena ibumu mengatakan telah menemukan jejak Pendekar Laknat dan Ki Ih, apakah engkau setuju kalau secara diam-diam kita ikuti ibumu agar dapat melihatnya?"

   Nona itu kerutkan dahi. Sesaat kemudian ia menjawab.

   "Eh, mengapa nyalimu mendadak berobah begitu besar? Pada hal sesungguhnya Pendekar Laknat itu tak lain hanya seorang tua buruk yang memuakkan!"

   Siau-liong mengeluh tetapi untunglah pada saat itu juga si nona menyusuli kata2 lagi.

   "Tetapi baiklah. Ini merupakan permintaanmu yang pertama kepadaku. Sudah tentu aku tak dapat menolak."

   Nona itu menarik tangan Siau-liong terus diajak keluar.

   Sudah dua kali Siau-liong masuk ke dalam Lembah Semi itu.

   Tetapi tempat2 yang dilalui saat itu, sama sekali belum pernah didatanginya.

   Setelah melintasi tiga buah jalanan naik turun dan beberapa deret bangunan perumahan, tibalah mereka disebuah halaman gedung yang luas.

   Selama dalam perjalanan itu, Siau-liong selalu memperhatikan dengan seksama.

   Diam-diam ia merasa kagum atas bangunan yang diciptakan dalam lembah itu.

   Tiba-tiba nona itu menarik lengan baju Siau-liong suruh pemuda itu berjalan pelahan dulu.

   Siau-liong terkejut.

   Segera ia hentikan langkahnya.

   
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Dari dalam ruang besar terdengar suara orang tertawa.

   "Itulah ayahku,"

   Si nona membisiki kedekat telinga Siauliong. Pada hal Siau-liong memang sudah mengetahui hal itu.

   "Ih, agaknya mereka tidak membicarakan soal Pendekar Laknat dan Ki Ih,"

   Kata nona itu pula seraya berjingkat-jingkat menghampiri ke bawah jendela belakang.

   Saat itu menjelang sore hari.

   Dibagian ruang belakang penuh ditumbuhi pohon yang-liu.

   Dengan hati2 Siau-liong mengikuti si nona yang saat itu sudah mengintip dari lobang jendela.

   Ternyata dalam ruang gedung itu terdapat beberapa orang.

   Kecuali suami isteri Iblis Penakluk dunia dan Dewi Neraka, terdapat pula dua orang tetamu.

   Ketika melihat wajah kedua tetamu itu, kejut Siau-liong bukan alang kepalang.

   Ternyata kedua tetamu itu bukan lain adalah Harimau Iblis dan si Naga Terkutuk.

   Saat itu kedengaran Naga Terkutuk berkata.

   "Kemunculan saudara ke dunia persilatan, rupanya tiada mempunyai maksud memusuhi kami berdua saudara. Tetapi...."

   Naga Terkutuk yang bertubuh tinggi kurus dan mengenakan jubah warna kuning, pinggang menyelip sebatang ruyung lemas itu, sejenak melirik ke arah saudaranya, Harimau Iblis. Kemudian ia menatap pula tuan rumah dengan pandanng mata penuh keserakahan.

   "Asal saudara suka membagi harta pusaka itu kepada kami, kami tentu akan membantu cita2 saudara untuk menguasai dunia persilatan!"

   Iblis Penakluk-dunia serentak berbangkit lalu berjalan mondar-mandir sambil mendukung kedua tangannya. Wajahnya yang seram tampak makin menyeramkan....

   "Memang tak sukar untuk membagi harta pusaka itu,"

   Akhirnya ia menjawab. Setelah berbatuk-batuk sejenak, ia melanjutkan pula.

   "Tetapi...."

   Ia paksakan tertawa menyeringai.

   "Tetapi bagaimanakah cara kita membagi kitab pusaka peninggalan Tio Sam hong itu?"

   Tio Sam-hong adalah pendiri dari partai Bu-tong-pay.

   Apabila kitab pusaka itu benar buah karya Tio Sam-hong, tentulah merupakan kitab yang memuat ilmu pelajaran pedang sakti.

   Merupakan sebuah kitab pusaka yang tiada keduanya dalam dunia persilatan! Harimau Iblis yang sejak tadi hanya diam saja, saat itu sekonyong-konyong berteriak menggeledek.

   "Masing-masing mendapat separoh bagian, apakah sukarnya?"

   Seketika berobahlah wajah Iblis Penakluk-dunia.

   Hampir meledaklah kemarahannya tetapi pada lain saat ia dapat menindas lagi emosinya.

   Ia mengulum senyum tetapi tak berkata apa2.

   Adalah Dewi Neraka yang serentak berbanngkit dan berkata dengan nada dingin.

   "Jika saat ini merundingkan tentang cara membagi harta pusaka, rasanya masih terlalu pagi...."

   Sejenak memandang ke arah kedua tetamunya, wanita itu melanjutkan.

   "Separoh bagian dari Giok-pwe itu masih berada ditangan Pendekar Laknat. Jika tak dapat menemukan jejaknya, tak mungkin kita membicarakan soal pembagian harta itu. Ibarat orang melihat rembulan dalam air alias omong kosong belaka!"

   Tiba-tiba Naga Terkutuk tertawa gelak2.

   "Bukankah Pendekar Laknat dan Dewi Ular Ki Ih sudah terperangkap dalam barisan Tujuh Maut lembah ini? Masakan mereka mempunyai sayap terbang ke angkasa?"

   Iblis Penakluk-dunia gelengkan kepala;

   "Berbicara tentang peristiwa itu tentulah saudara berdua takkan percaya. Bahkan kami berdua suami isteri pun benar-benar tak mengerti!"

   Sejenak berhenti ia melanjutkan pula.

   "Seluruh penjuru, setiap pelosok dan segenap ujung dari barisan Tujuh Maut itu telah kami periksa dan selidiki, tetapi kedua orang itu hilang tiada berbekas."

   Mendengar itu Harimau Iblis hanya tertawa dingin.

   "Ho, benar-benar suatu hal yang tak mungkin!"

   Tiba-tiba Iblis Penakluk-dunia pun tertawa.

   "Sekali pun Pendekar Laknat dan Dewi Ular lenyap tetapi diantara sekian banyak tokoh persilatan yang tertangkap itu, terdapat seorang pemuda dan seorang gadis!"

   Mendengar itu Naga Terkutuk dan Harimau Iblis serempak berbangkit.

   "Siapakah kedua muda mudi itu?"

   Tanya Naga Terkutuk seraya memandang tuan rumah dengan tajam. Iblis Penakluk-dunia tertawa.

   "Kalau kukatakan, saudara berdua tentu akan kecewa. Mereka berdua tak lebih dari anak2 muda yang masih ingusan!"

   Naga Terkutuk mendengus lalu duduk lagi. Sementara Harimau Iblis tampak merenung dan berkata seorang diri.

   "Ah, tetapi masa ini tak boleh disamakan dengan masa 20 tahun yang lalu. Diantara kalangan muda, terdapat juga yang sakti...."

   "Dimanakah mereka sekarang?"

   Tanyanya kepada Iblis Penakluk-dunia. Jawab Iblis Penaklak-dunia.

   "Yang perempuan sudah dimasukkan dalam Lembah Maut dan yang lelaki...." tibatiba ia melambai ke arah luar jendela dan berseru keras.

   "Hai, masuklah kalian!"

   Mendengar itu Siau-liong terbeliak kaget. Tetapi karena jejaknya sudah ketahuan, apa boleh buat, terpaksa ia melangkah masuk. Nona pemilik lembah pun segera mengikuti dibelakangnya.

   "Ada keperluan apakah ayah memanggil kami berdua?"

   Begitu masuk si nona segera berseru kepada ayahnya, Iblis Penakluk-dunia. Mata Iblis Penakluk-dunia. ber-kilat2 memandang Siauliong. Melihat itu si nona menjadi gelisah. Buru-buru ia berseru kepada ibunya, Dewi Neraka.

   "Mah...."

   Dewi Neraka tersenyum.

   "Budak tolol! Mamah kan berada disini, mengapa engkau kuatir?"

   Naga Terkutuk loncat dari tempat duduknya dan menghampiri Siau-liong diamatinya pemuda itu dari ujung kaki sampai ke atas kepala Kemudian ia tertawa gelak2;

   "Ho, kami tak tahu kalau saudara sudah mendapat menantu...."

   Naga Terkutuk alihkan pandang matanya ke arah nona pemilik lembah lalu berseru dengan nada mengejek.

   "Nona Po. ilmumu merawat diri benar-benar luar biasa hebatnya. Meskipun engkau sudah berumur lebih dari 40 tahun, tetapi kelihatannya.... seperti seorang gadis yang baru berumur 20- an tahun. Benar-benar sepadan menjadi pasangan dari engkoh kecil ini...."

   Seketika berubahlah wajah Po Ceng-in, nona pemilik lembah itu.

   "Siapakah yang memberitahukan umurku kepadamu?"

   Tariaknya melengking. Naga Terkutuk tertawa nyaring.

   "Kuingat dahulu ketika pertama kali datang ke lembah ini, engkau mengaku berumur 20 tahun. Sekarang setelah dua puluh tahun lagi aku kemari, masakan salah kalau kukatakan engkau berumur 40 tahun itu?"

   Merah padamlah selebar muka Po Ceng-in.

   Dipandangnya Naga Terkutuk itu dengan mata berapi-api dan tubuh menggigil.

   Seolah-olah hendak menelannya....

   Dewi Neraka serentak berdiri seraya.

   menghujamkan tongkatnya kelantai.

   Wajahnya membesi.

   Tetapi ketika melangkah dua tindak, ia mendengus untuk menekan kemarahannya.

   Ditariknya tubuh Po Ceng-in kesisinya dan dihiburnya.

   "Kemarilah anakku, jangan pedulikan iblis tua itu!"

   Naga Terkutuk cepat mengangkat kedua tangannya menghaturkan maaf kepada kedua suami isteri seraya tertawa.

   "Maafkan, maafkan!"

   Se-konyong2 wajahnya membengis dan berpaling membentak Siau-liong.

   "Budak, siapa namamu? Berapa umurmu sekarang?"

   Demi menyelamatkan keadaan, sudah beberapa kali Siauliong harus menekan kemarahan. Tetapi kali ini karena diperlakukan begitu oleh Naga Terkutuk, ia tak dapat menahan diri lagi.

   "Meskipun umurku baru belasan tahun tetapi aku sudah dewasa. Siapa yang engkau sebut 'budak' itu!"

   Ia balas membentak.

   Naga Terkutuk seorang momok yang garang dan congkak.

   Entah beberapa sudah tokoh2 persilatan yang jatuh ditangannya.

   Sudah tentu ia tak dapat menerima perlakuan yang diunjuk Siau-liong, seorang anak muda yang dianggapnya masih ingusan.

   Dipandangnya Siau-liong dengan tertawa dingin.

   "Umurku sudah 88 tahun. Jika mempunyai cucu, tentu juga lebih besar dari engkau. Pula dalam kedudukanku dikalangan persilatan, bukanlah suatu hinaan kalau kupanggilmu dengan sebutan budak!"

   Habis berkata ia segera menampar bahu Siau-liong.

   Tampaknya tamparan itu amat pelahan dan sepintas pandang hanya sebagai suatu peringatan dari orang tua terhadap anak muda.

   Tetapi sesungguhnya tepukan itu merupakan gerak Naga-sakti-mencakar yang dahsyat.

   Siau-liong tegak termangu-mangu....

   ---ooo0dw0ooo---

   Jilid 06 Telur di ujung tanduk Pada saat tangan Naga Terkutuk hampir mencengkeram bahu Siau-liong, tiba-tiba Harimau Iblis meluncur kesamping saudaranya dan mencekal tangan Naga Terkutuk. Sudah tentu Naga Terkutuk terperanjat, tegurnya.

   "Dinda, engkau...."

   Harimau Iblis tertawa.

   "Gerakan Naga-sakti-mencengkeram kanda itu, belum tentu dapat mengenai budak itu!"

   Sekalian orang terkejut mendengar kata2 itu. Bahkan Naga Terkutuk pun deliki mata kepada adiknya itu lalu membentaknya.

   "Apakah maksudmu?"

   Hampir ia tak percaya apa yang dikatakan Harimau Iblis itu. Kata Harimau Iblis.

   "Kemarin tatkala dipuncak Ngo-siongnia, aku pernah adu kepandaian dengan dia, tetapi akhirnya...."

   Ia terlawa menyeringai.

   "akhirnya kami sama2 terluka!"

   Mendengar itu Iblis Penakluk-dunia dan isterinya, Naga Terkutuk dan Po Ceng-in terbeliak kaget.

   Semua mata tertumpah ke arah Siau-liong.

   Benar-benar suatu hal yang mustahil.

   Tetapi karena mulut Harimau Iblis sendiri yang mengatakan, mau tak mau harus percaya.

   Reaksi pertama timbul dari Po Ceng-in.

   Nona pemilik lembah itu kejut girang lalu memegang lengan Siau-liong dan bertanya lembut.

   "Apakah yang dikatakan itu benar?"

   Siau-liong mendengus lalu menyurut mundur selangkah, menghindarkan lengannya.

   Naga Terkutuk dan Harimau Iblis tertawa mengekeh menyaksikan penolakan Siau-liong.

   Po Ceng in tertegun.

   Tanpa menghiraukan ejek tertawa kedua momok serta sikap Siau-liong dingin, ia melesat kesamping pemuda itu seraya berseru cemas.

   "Jangan percaya omongan iblis tua itu. Aku memang baru berumur...."

   Ia tak lanjutkan kata-kata melainkan menatap wajah Siauliong dan dengan nada meratap ia berkata;

   "Tanpa kukatakan engkau tentu dapat melihat sendiri apakah aku ini mirip dengan wanita yang berumur 40 tahun?"

   Kembali Po Ceng-in tertawa mengikik tetapi jelas tertawa yang dibuat-buat untuk menutupi rasa malunya.

   Siau-liong terpaksa memandangnya....

   wajah wanita itu memang menimbulkan rasa kasihan tetapi pancaran matanya penuh dengan nafsu kecabulan.

   Memang andaikata Naga Terkutuk tak membuka rahasianya, Siau-liong tentu percaya nona itu masih berumur 20-an tahun.

   Beberapa saat Siau-liong tergugu kehilangan faham.

   Ia tak tahu bagaimana harus bertindak.

   Namun ia menyadari bahwa saat itu dirinya berada dalam sarang harimau buas.

   Juga ia menginsyafi akan beban kewajibannya yang berat.

   Ia harus menolong Mawar Putih, merebut kembali separoh bagian dari Giok-pwe, menyelamatkan dunia persilatan, membalas dendam dan mencari ibunya....

   Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Ia menimang lebih lanjut Dalam lembah Semi yang penuh dengan perkakas rahasia, musuh lebih menang tempat.

   Begitu pula jumlah mereka jauh lebih besar.

   Untuk mengahadapi keempat momok itu, jelas bukan hal yang mudah.

   Demi menyelamatkan kesemuanya itu, terpaksa ia harus bermain sandiwara Walaupun sesungguhnya ia muak terhadap wanita itu, namun terpaksa ia memandangnya dengan pandang mata lemah lembut dan mesra.

   Po Ceng-in menyambut pandangan itu dengan semangat terbuai-buai.

   Tiba-tiba ia berkata kepada ibunya.

   "Mah, ijinkan kami pergi!" ia terus menarik tangan Siau-liong diajak keluar.

   "Tunggu!"

   Tiba-tiba Iblis Penakluk-dunia membentak. Po Ceng-in terbeliak. Belum pernah selama ini ayahnya membentaknya sedemikian bengis. Dewi Neraka berobah wajahnya dan melengking kepada suaminya.

   "Tolol! Mengapa engkau menakuti anak kita begitu rupa!"

   Plak, Iblis Penakluk-dunia mendebur meja, dengusnya.

   "Jika aku terus menerus menuruti engkau saja. Bukan saja usaha menguasai dunia persilatan akan hancur berantakan. Pun kemungkinan kita akan menelan pahitnya kekalahan seperti 20 tahun berselang itu lagi. Aku...."

   Dewi Neraka hunjamkan tongkatnya kelantai lalu berbangkit, teriaknya.

   "Tolol! Jika banyak tingkah, lebih baik kita berpisah dan bekerja sendiri-sendiri saja! Apa engkau kira aku hanya mengandalkan engkau saja?"

   Habis berkata wanita bengis itu melangkah kehadapan Po Ceng-in, ujarnya.

   "Tanyalah pada anak itu. Jika dia benarbenar bersungguh hati kepadamu, mari kita berangkat sekarang juga. Mamah akan membawamu pulang ke Sepak. Tak perlu kita hiraukan lagi soal harta pusaka dan segala macam kekuasaan dunia persilatan!"

   Po Ceng-in memandang ibunya dengan penuh rasa syukur. Tetapi pada saat hendak bertanya penegasan kepada Siauliong, tiba-tiba Naga Terkutuk dan Harimau Iblis tertawa gelak. Kemudian berserulah Harimau Iblis dengan suara nyaring.

   "Aha, nyata perangai saudara masih belum berubah seperti dahulu...."

   Dan Naga Terkutuk pun menumpangi.

   "Hubungan saudara suami isteri berdua yang berkumpul dan berpisah tak menentu itu benar-benar menjadi buah pembicaraan indah dalam dunia persilatan. Hari ini bercerai entah kapan akan bertemu pula"

   Demikianlah kedua saudara momok itu bergantian saling memberi komentar.

   Bukan melerai dan mendamaikan kedua suami isteri itu tetapi kebalikannya menyiram minyak pada api kemarahan Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka supaya putus hubungan.

   Seketika berobahlah wajah Iblis Penakluk-dunia.

   Sepasang alisnya yang panjang melekat satu sama lain dan sejenak melirik ke arah kedua tetamunya, cepat ia melesat kemuka Dewi Neraka.

   "Isteriku, jangan marah. Hal ini menyangkut kepentingan kita berama. Sekali salah langkah, kita pasti kalah. Oleh karena itu aku perlu berhati-hati...."

   Lalu ia menunjuk Siaulioug, serunya.

   "Budak itu bukan pemuda biasa. Janganlah engkau sampai kena dikelabuhinya!"

   Dewi Neraka mendengus.

   "Sampai dimanakah kemampuan seorang anak yang baru berumur belasan tahun itu? Bukankah kalian sendiri yang ketakutan dan menduga yang bukanbukan...."

   Namun sekali pun mulut mengatakan begitu tetapi diamdiam Dewi Neraka mengingat juga akan keterangan Harimau Iblis tentang pertempurannya dengan Siau-liong.

   Maka ia tak mau ayunkan langkah melainkan masih mengamati Siau-liong denga teliti.

   Iblis Penakluk-dunia paksakan tertawa.

   "Munculnya budak itu bersama seorang budak perempuan ke dalam barisan Tujuh Maut, menandakan bahwa mereka tentu ikut dalam rombongan It Hang si imam hidung kerbau itu. Kalau malam gelap, anak buahku tak dapat melihatnya, tetapi....

   "Ah, soalnya sederhana sekali,"

   Naga Terkutuk menyelutuk.

   "kalau saudara tak sampai hati turun tangan kepada menantu yang tercinta, perintahkan orang supaya menyiksa budak perempuan itu. Dia tentu akan mengaku semua."

   Iblis Penakluk-dunia alihkan pandang matanya ke arah Naga Terkutuk, ia tertawa iblis;

   "Ah, saudara memang pintar. Tetapi, Akupun memang sudah mempunyai pikiran begitu. Bahkan sebelum saudara datang kemari, aku sudah suruh orang untuk memeriksa budak perempuan itu. Tetapi diluar dugaan.... Ia berhenti sejenak untuk mengelus jenggotnya yang memanjang sampai kelutut, lalu melanjutkan.

   "Diluar dugaan budak perempuan itu lenyap."

   Sekalian orang tersentak kaget. Dan yang paling kaget sendiri adalah Siau-liong. Kemanakah gerangan Mawar Putih itu.... Naga Terkutuk keliarkan biji matanya beberapa kali lalu berkata.

   "Tujuh Maut itu merupakan barisan yang paling ketat dan rapat. Sampai pun bangsa binatang dan burung tak dapat keluar masuk dalam barisan itu. Maka betapa lihaynya kepandaian seseorang, pun tak mungkin dapat masuk keluar menurut sekehendak hatinya...."

   Dia geleng2 kepala dan berkata seorang diri.

   "Pendekar Laknat dan Dewi Ular Ki Ih sudah terperangkap dalam barisan Tujuh Maut tetapi dapat melenyapkan diri. Sebagai gantinya dalam barisan itu terdapat tawanan sepasang muda mudi. Sianak perempuan sudah dimasukkan ke dalam Lembah Maut tetapi lenyap lagi...."

   Tiba-tiba ia tertawa keras.

   "Ha, ha, apakah kita .sedang melihat hantu?"

   Dewi Neraka segera gunakan ilmu menyusup suara bertanya kepada Iblis Penakluk-dunia.

   "Tolol, apakah keteranganmu itu sungguh2?"

   Iblis Penakluk-dunia kerutkan dahi lalu menyahut dengan ilmu menyusup suara juga.

   "Sudah tentu sungguh2...."

   Ia memberi isyarat kicupan mata kepada isterinya lalu berkata.

   "Soal hilangnya budak perempuan yang baru berumur belasah tahun itu tak perlu kita cemaskan. Dan budak laki itu, jika engkau suka, ambillah sebagai menantu. Tetapi menurut hematku, saat ini Lembah Semi sudah kemasukan seorang tokoh yang sakti. Hilangnya budak perempuan itu merupakan salah satu bukti...."

   Kembali Iblis Penakluk-dunia berhenti. Diam-diam ia memperhatikan Naga Terkutuk dan Harimau Iblis lalu berkatu lagi.

   "Si tua Naga dan Harimau itu tamak akan harta pusaka dan menghendaki separoh bagian. Sudah tentu di dunia tiada hal yang semurah itu. Sekarang baiklah kita gunakan keserakahan mereka itu untuk mengadu mereka dengan orang sakti yang menyelundup ke dalam lembah ini. Atau kalau perlu, kita dapat gunakan alat-alat rahasia dalam barisan Tujuh Maut untuk melenyapkan kedua iblis itu!"

   "Apakah engkau kira mereka mau tunduk pada perintahmu?"

   Tanya Dewi Neraka. Sahut Iblis Penakluk-dunia dengan gembira.

   "Mereka berdua hanya mengandalkan pada kegagahan saja. Jika engkau tak mudah naik pitam dengan gunakan siasat saja mereka tentu suka melakukan perintahku!"

   Dewi Neraka mendengus lain melengking.

   "Tolol! Kalau memang bisa, silahkan engkau kerjakan Perlu apa aku harus mengadu biru?"

   Percakapan kedua suami isteri itu menggunakan ilmu menyusup Suara.

   Dengan begitu lain orang tiada dapat mendengarnya.

   Hanya bibir mereka yang tampak bergerakgerak, tetapi sama sekali tak mengeluarkan suara apa2.

   Beberapa saat kemudian, Naga Terkutuk memekik keras.

   "Budak perempuan itu lenyap, tak jadi apa. Kita dapat memeriksa budak laki ini!"

   Habis berkata iblis itu terus tebarkan kesepuluh jari tangannya.

   Sekali tubuh bergerak.

   ia gunakan jurus Nagasakti- mengambil-air.

   Kesepuluh jarinya itu mengeluarkan desis angin lalu mencengkeram kedua bahu Siau-liong.

   Siau-liong benar-benar tak mau berkelahi.

   Buru-buru ia mundur dua langkah kesamping.

   Tetapi serangan kedua dari Naga Terkutuk sudah menyusul....

   Tanpa menarik pulang jarinya, tiba-tiba ditengah jalan jarinya itu dirobah dalam jurus Menyapu-buyar-awan.

   Cengkeraman diganti dengan tabasan.

   Kedua tangannya susul menyusul menyerang Siau-liong.

   Melihat calon menantunya diserang seganas itu, Dewi Neraka melengking tajam.

   Sekali hujamkan tongkataya kelantai, kepala tongkat yang merupakan pangkal kepala naga, meluncur lepas dari batang dan melayang kelambung Naga Terkutuk! Serempak dengan itu, kepala naga-nagaan tongkat itu hidungnya mengeluarkan beberapa lembar kumis sepanjang 15 senti.

   Kumis itu terbuat dari pada kawat baja yang halus dan runcing.

   Warnanya berkilat kebiru-biruan.

   Jelas kalau dilumuri racun.

   Naga Terkutuk terkejut sekali dan cepat menarik pulang serangannya seraya menyurut mundur.

   Dengan demikian terluputlah ia dari bahaya maut.

   Dewi Neraka tertawa dingin.

   Sekali gentakkan tongkatnya kelantai, kepala naga itu melayang balik dan ninggap pada hulu tongkat lagi.

   Juga kumis naga yang memancar keluar tadi, segera menyusup masuk pula.

   Ternyata kepala tongkat yang diukir seperti kepala naga itu, diikat dengan kawat halus yang ulet sekali.

   Dapat dipijat keluar untuk menyerang musuh.

   Naga Terkutuk tak mau balas menyerang melainkan berseru keras.

   "Apakah benar-benar engkau hendak memusuhi kami berdua saudara?"

   Tetapi Dewi Neraka tak mau menyahut. Sedang Iblis Penakluk-dunia segera mengangkat kedua tangannya.

   "Maafkan, maafkan! Harap saudara berdua jangan mengambil dihati. Kita sedang berunding mengatur siasat!"

   Merah padam selembar muka Naga Terkutuk. Pada saat ia hendak lampiaskan kemarahannya, tiba-tiba Harimau Iblis gunakan Ilmu menyusup suara mencegahnya.

   "Harap toako jangan cari gara2! Jika bertempur, mereka menang orang dan tempat. Belum tentu kita menang...."

   Naga Terkutuk mendengus lalu menjawab dengan ilmu Menyusup Suara.

   "Apakah adik takut?"

   Harimau Iblis tak menghiraukan dan berkata pula.

   "Apalagi masih ada budak lelaki itu yang jelas memiliki kepandaian sakti. Menurut pengakuannya dia murid pewaris dari Pengemis Tengkorak dan sudah memahami ilmu pukulan Thay-siangciang. Pada waktu aku bertanding melawannya, ternyata dia masih memiliki lain ilmu sakti...."

   Sejenak berhenti ia berkata pula.

   "Ilmu saktinya itu, rasanya aku kenal Tetapi sampai saat ini masih belum kuketahui termasuk perguruan mana. Seperti tenaga-sakti Moya- kong-lat dari paderi Liau Hoan gunung Thian-san, tetapipun seperti tenaga Bu-kek-sin-kang dari Pendekar Laknat. Jadi bukan Mo-ya-kong-lat pun bukan Bu-kek-sinkang. Tetapi yang jelas, budak itu tentu mempunyai latar belakang yang hebat. Jika dia bersatu dengan suami isteri iblis, tentu akan makin menyulitkan kita. Memang diketemukannya sepasang muda mudi dalam barisan Tujuhmaut itu tentulah hanya omong kosong Dan tentang lenyapnya budak perempuan dalam Lembah Maut itu, benarbenar juga tak mungkin terjadi."

   Naga Terkutuk mendengarkan dengan termangu. Rupanya ia tak pernah memikir sampai disitu. Setelah termenung sejenak, Harimau Iblis melanjutkan lagi.

   "Turut pendapatku kita menghadapi dua kemungkinan. Pertama, mungkin Pendekar Laknat dan Dewi Ular Ki Ih memang sudah bersekutu dengan suami isteri iblis itu.... It Hang dan rombongan tokoh2 partai persilatan sudah terjaring dalam perangkap mereka. Tujuan keempat iblis itu tak lain karena hendak menghadapi kita berdua "

   Kemungkinan kedua, Pendekar Laknat dan Dewi Ular Ki Ih telah binasa ditangan suami isteri iblis itu.

   Separoh bagian dari Giokpwe pun sudah jatuh ketangan mereka.

   Bahwa Pendekar Laknat dan Dewi Ular Ki Ih terjebak dalam selat buntu tetapi dapat melenyapkan diri, hanyalah cerita karangan kedua suami isteri iblis itu saja, Suatu siasat untuk menghapus perhatian orang...."

   Harimau Iblis sejenak melirik ke arah Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka lalu berkata lagi kepada Naga Terkutuk;

   "Salah satu dari kedua kemungkinan itu atau kedua-duanya tak mungkin terjadi, tetapi tetap tak menguntungkan bagi kita kakak beradik?"

   Iblis Penakluk-dunia dan isterinya tahu juga bahwa kedua saudara iblis itu tengah melakukan pembicaraan dengan gunakan ilmu Menyusup Suara. Tetapi mereka pura-pura tak tahu. Melanjutkan pula percakapan Harimau Iblis kepada Naga Terkutuk.

   "Keadaan yang kita hadapi saat ini, betapapun kedua suami isteri itu memainkan siasat apa saja, kita tak boleh mengundurkan diri karena ketakutan. Jika kedua suami isteri itu benar telah berhasil mendapat kitab pusaka peninggalan Tio Sam-hong, mereka tentu takkan membiarkan kita berdua hidup di dunia. Maka kalau hari ini kita tak membereskan mereka, kelak tentu akan lebih sukar lagi!"

   "Benar!"

   Dengus Naga Terkutuk. Ia merenung sesaat lalu berkata pula.

   "Karena aku tak dapat mengawasi siasat mereka, harap adik yang waspada terhadap gerak-gerik mereka!"

   Harimau Iblis mengangguk, kemudian ia berpaling ke arah kedua suami-isteri iblis. memberi hormat seraya berseru.

   "Karena tengah merundingkan urusan peribadi maka kami telah ber-cakap2 dengan ilmu Menyusup suara. Harap saudara berdua jangan salah faham!"

   Iblis Penakluk-dunia hanya ganda tertawa mengiakan. Lalu ia menanyakan pendapat kedua kakak beradik itu mengenai situasi yang dibadapi saat itu.

   "Kami berdua saudara termasuk orang bodoh. Sudah tentu kami hanya menurut keputusan saudara saja. Kami bersedia membantu! sahut Harimau Iblis.

   "Ah, saudara keliwat merendah diri.

   "kata Iblis Penaklukdunia. Sejenak keliarkan mata, berkatalah ia.

   "Peristiwa lenyapnya Pendekar Laknat dan Dewi Ular Ki Ih dari barisan Tujuh Maut itu adalah berdasar laporan dari anak buahku. Aku sendiri belum memeriksa hal itu...." ia melirik ke arah Harimau Iblis dan Naga Terkutuk lalu melanjutkan.

   "Kami berdua suami isteri hendak menyelidiki barisan Tujuh Maut, saudara berdua...."

   "

   "Sudah tentu kami akan ikut juga!"

   Cepat2 Harimau Iblis menukas.

   Diam-diam Iblis Penakluk-dunia terkejut mendengar pernyataan itu.

   Ia merasa heran kalau kedua kakak beradik itu tak tahu bahwa dalam barisan Tujuh Maut penuh dilengkapi dengan alat rahasia dan jebakah2 yang berbahaya.

   Namun ia menghapus rasa herannya dengan mengulum senyum dan menganggukkan kepala.

   Lalu bertepuk tangan tiga kali.

   Dari luar gedung masuklah 16 oranng laki perempuan menghadap dan memberi hormat kepada Iblis Penakluk-dunia.

   
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Mereka mengenakan pakaian ringkas dan menyelinap senjata.

   "Lekas beritahukan kepada Soh-beng Ki-su bahwa aku beramai-ramai hendak memeriksa ke dalam barisan Tujuh Maut!"

   Sepasang lelaki dan perempuan memberi hormat lalu melangkah keluar.

   Yang lain-lain segera berbaris pada kedua tepi pintu.

   Iblis Penakluk-dunia segera mempersilahkan kedua tetamunya ikut....

   Naga Terkutuk melirik ke arah Harimau Iblis dengan pandang penuh kesangsian.

   Harimau Iblis tertawa gelak2.

   "Ah, sebagai tetamu, aku tak boleh berlaku kurang hormat terhadap tuan rumah. Silahkan saudara berjalan lebih dulu."

   Iblis Penakluk-dunia tertawa hambar.

   Diam-diam ia menertawakan kedua tetamunya itu.

   Sekalipun mereka mempunyai rencana bagaimana, pun takkan terlepas dari genggamannya.

   Maka ia memberi isyarat kicupan mata kepada isterinya.

   Dan kedua suami isteri lalu melangkah keluar.

   Pada saat keempat durjana itu sedang siapkan rencana masing-masing secara diam-diam, adalah Siau-liong tetap mengawasi gerak-gerik mereka dengan tak acuh.

   Diam-diam ia sudah dapat menyelami apa isi hati keempat orang itu.

   Pikirnya, asal keempat iblis itu masing-masing mempunyai kecurigaan dan saling tak percaya, ia tentu mendapat kelonggaran dan kesempatan untuk mengadu domba mereka.

   Setelah keempat iblis itu pergi, buru-buru Siau-liong bermain sandiwara.

   Dengan mesra ia menarik tangan Po Ceng-in dan membisiki kedekat telinganya.

   "Hayo, kita ikut melihat juga."

   Melihat Siau-liong begitu mesra kepadanya, Po Ceng-in menjadi lupa daratan.

   Setelah memberi tatapan mata yang penuh arti, tanpa banyak pikir lagi ia segera menggandeng tangan Siau-liong dan melangkah keluar untuk mengikuti gerak gerik keempat iblis itu.

   Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka berhenti dan berpaling.

   Ketika melihat anak perempuannya bergandengan tangan Siau-liong, mereka tersenyum lalu melanjutkan perjalanan lagi.

   Harimau Iblis dan Naga Terkutuk berjalan di belakang sendiri Seolah-olah tanpa disengaja Naga terkutuk berjalan disamping Po Ceng-in.

   jaraknya hanya lebih kurang setengah meter sehingga jika mengulurkan tangan tentu dapat mencapai.

   Siau-liong sudah siap siaga menghadapi keempat iblis itu.

   Diam-diam dia sudah membentengi tubuhnya dengan saluran Bu-kek-sin-kang.

   Maka tenang-tenang saja ia mengikuti di belakang mereka.

   Memang bangunan dalam Lembah Semi itu dicipta sedemikian hebat.

   Jalanan ditengah halaman berbelak-bilok.

   Loh-gik-thia atau pagoda termpat beristirahat penuh bertaburan disana sini.

   Bangunan pada setiap tempat selalu disusun menurut bentuk Pat-kwa dan Kiu-kong.

   Bahkan setiap po-hon dan setiap batang bunga, pun ditanam menurut aturan barisan.

   Selama berjalan itu diam-diam Siau-liong memperhatikan dan mencatat dalam hati semua yang dilihatnya.

   Tetapi ternyata kedua suami isteri iblis itu sengaja berjalan berputarputar kian kemari sehingga sesudah delapan kali membelok, sukar bagi orang untuk mengenal arah lagi.

   Kira2 sepeminum teh lamanya, tibalah mereka dimulut sebuah selat lembah yang sempit.

   Iblis Penakluk-dunia berhenti.

   Sambil tertawa ia menerangkan.

   "Itulah mulut Lembah Maut. Didalamnya penuh dengan berbagai perkakas rahasia. Sekali salah langkah, sukar dibayangkan akibatnya...."

   Memandang ke arah kedua saudara iblis, ia berkata pula.

   "Misalnya kalau keliru melangkah ke Pintu-mati, tentu akan terjerumus ke dalam liang dan pasti akan hancur lebur. Aku sendiripun tak berdaya menolong. Saudara berdua hendaknya ikut saja di belakang kami, jangan bergerak sembarangan!"

   Jelas ucapan Iblis Penakluk-dunia mengandung ancaman untuk menakuti hati orang. Harimau Iblis tertawa gelak, serunya.

   "Jangan kuatir, andaikata kami sampai mengalami nasib sial keluar menginjak tempat maut. pun takkan meminta ganti jiwa kepada saudara berdua'"

   Iblis Penakluk dunia tertawa sinis lalu melanjutkan berjalan lagi.

   Harimau Iblis pun memberi isyarat mata kepada saudaranya.

   Mereka tetap berjalan di belakang Po Ceng-in dengan mengambil jarak dekat.

   Belasan anak buah lembah yang terdiri dari lelaki dan perempuan dan bersenjata pedang tadi, bertindak sebagai pelopor dimuka.

   Begitu masuk ke dalam selat, mereka berjalan pelahan-lahan dan tak henti-hentinya menggerakkan tubuh kekanan dan kiri.

   Mirip seperti kupu2 yang berterbangan menerobos gerumbul bunga.

   Selama memperhatikan keadaan tempat yang dilaluinya itu, diam-diam Siau-liong heran juga.

   Jelas semalam ketika bersama Mawar Putih, ia dikejar suami isteri Iblis Penaklukdunia dan Dewi Neraka masuk ke dalam selat lembah itu, disitu terdapat sebuah telaga yang besar.

   Tetapi mengapa saat ini ia tak melihat telaga itu lagi? Heran, adakah Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka itu mempunyai ilmu untuk memindah gunung dan menyingkirkan laut? Tak berapa lama rombongan itu telah keluar dari jalanan selat yang sempit Kini mereka berhadapan dengan sebuah tanah lapang yang luas.

   Tanah lapang yang merupakan tanah rendah mirip seperti dasar sumur.

   Kedua barisan peloror lembah Semi itu, tiba-tiba cepatkan langkahnya menuju ke kaki batu karang disebelah bawah.

   Kemudian mereka lalu menyusup ke dalam gerombol pohon.

   Kini barulah Siau-liong mengetahui jelas bahwa jalan keluar dari lembah Tujuh Maut itu bukan hanya satu saja.

   Kemarin ia datang dan masuk dari salah sebuah jalan.

   Tampak hutan pohon siong itu berada ditengah tanah lapang.

   Tetapi ia tak dapat menentukan arahnya yang tepat.

   Ke 16 barisan lelaki perempuan dari lembah Semi tadi muncul dari tempat masing dalam gerumbul semak sambil mencekal bendera warna hijau yang dilambaikan ke arah kiri.

   Setelah itu mereka menyelinap bersembunyi lagi.

   Dari empat penjuru kaki karang, sayup2 terdengar suara menderu pelahan dan menyusul mulailah kabut tipis bertebaran keluar.

   Tak berapa lama ke 7 gua dan sekeliling penjuru segera tertutup kabut.

   "Apakah maksud saudara?"

   Tanya Harimau Iblis kepada tuan rumah. Iblis Penakluk-dunia tertawa.

   "Agar barisan Tujuh Maut tetap aktif. Menjaga kemungkinan musuh menyusup kemari!"

   Harimau Iblis tertawa keras;

   "Bagus saudara sungguh cermat sekali!"

   Iblis Penakluk dunia saling berpandang mata dengan isterinya lalu mereka melangkah ke arah hutan. Begitu masuk ke dalam hutan, Iblis Penakluk-dunia berhenti dan memandang kesekeliling.... Sesaat kemudian ia berkata kepada kedua tetamunya.

   "Barisan Tujuh Maut itu diciptakan oleh seorang cianpwe yang sakti. Lebih dari setahun lamanya barulah aku dapat mempelajari rahasia2 perobahan dalam barisan itu. Sungguh suatu ciptaan yang luar biasa hebatnya...."

   Habis berkata ia lekatkan pandang mata kepada Harimau Iblis, lalu katanya.

   "Sayang barisan hebat ini sudah berpuluh tahun tak pernah digunakan. Kecuali kemarin malam itu, barulah barisan itu bekerja untuk menangkap rombongan It Hang sihidung kerbau. Sejak ini...."

   Tanpa menunggu tuan rumah menyelesaikan kata2nya, Harimau Iblis cepat menukas dengan tertawa nyaring.

   Nadanya ngeri menusuk telinga, tak ubah seperti raung singa kelaparan sehingga daun2 dalam hutan itu bergetaran.

   Cukup lama tertawa, barulah ia berhenti, serunya.

   "Sayang karena barisan itu sudah lama tak digunakan, kemungkinan tentu tak begitu lancar. Kalau tidak, tentu tak mungkin Pendekar Laknat dan Dewi Ular Ki Ih serta budak perempuan baju putih itu dapat melenyapkan diri!"

   Iblis Penakluk-dunia tahu bahwa Harimau Iblis sedang berusaha untuk membakar hatinya.

   Merahlah selebar muka iblis itu.

   Sinar matanya mulai memancarkan sinar pembunuhan.

   Beberapa saat kemudian, wajah Iblis Penakluk-dunia itu mulai tenang lagi.

   Ia tertawa seram.

   "Barisan Tujuh Maut mempunyai 72 perobahan. Asal masuk ke dalam selat, berarti sudah masuk perangkap. Sekalipun faham akan ilmu Ngoheng, Pat-kwa dan Kiu-kiong, tetap tak mungkin dapat keluar dari barisan itu!"

   Seketika berobahlah wajah Harimau Iblis, serunya.

   "

   Maksud saudara hendak mengatakan bahwa kami berdua saudara saat ini pun sudah masuk dalam perangkap?"

   Iblis Penakluk-dunia tertawa.

   "Saudara berdua sedang menjadi sekutu kami. Menguasai dunia persilatan dan menikmati harta karun yang tak ternilai harganya itu Sudah tentu kami tak mempunyai maksud hendak mencelakai saudara berdua!"

   Harimau Iblis balas tertawa dengan nada dingin.

   "Mm. sesungguhnya kami berdua ini sudah tak berguna lagi. Adakah saudara masih tetap hendak mengajak kami kerja-sama dan membagi rata harta karun itu?"

   Iblis Penakluk-dunia tertawa keras.

   "Ah, jangan memikirkan yang bukan2. Saat ini...."

   "It Hang dan rombongan orang gagah sudah masuk dalam perangkap. Dewasa ini dunia persilatan tentu memerlukan seorang pemimpin. Kalau Pendekar Laknat dan Dewi Ular Ki Ih pun sudah jatuh ke dalam tangan saudara, tentulah harta karun yang dapat dibelikan sebuah negara itu, mudah engkau dapatkan. Dapat menguasai dunia persilatan dan memperoleh harta karun yang ber-limpah2...."

   Berhenti sejenak ia melanjutkan pula.

   "Masakan saudara masih rela membagi rejeki dengan lain orang lagi?"

   Dewi Neraka getarkan tongkat berkepala naga, lalu berteriak sengit.

   "Kalian sungguh cerdik sekali!"

   Namun seperti tak tersinggung oleh sindiran tajam dari wanita iblis itu, Harimau Iblis berseru pula.

   "Jika tak pintar, kami berdua tentu tak berani masuk mencari kematian ke dalam barisan ini!"

   Harimau Iblis menutup kata2nya dengan tersenyum.

   Sepintas pandang seperti orang yang sudah yakin pada dirinya.

   Iblis Penakluk-dunia kerutkan alis.

   Setelah keliarkan pandang mata kesekeliling, ia melangkah ketengah Naga Terkutuk dengan Po Ceng-in.

   Ia memandang kelain tempat se-olah2 tak mengacuhkan Po Ceng-in.

   Melihat tindakan tuan rumah itu, diam-diam Harimau Iblis memberi isyarat mata kepada kakaknya, Naga Terkutuk.

   Naga Terkutuk tersenyum tetapi tak berkata apa2.

   Pada saat Iblis Penakluk-dunia akan tiba ditengah-tengah Po Ceng-in dengan dirinya, tiba-tiba Naga Terkutuk menggembor keras dan dengan sebuah jurus Naga-saktimencengkeram dengan secepat kilat tangan kanannya menyambar siku lengan kiri dari Po Ceng-in....

   Saat itu Po Ceng-in sedangn terbuai dalam lamunan asmara.

   Tangan kinannya mencekal tangan kanan Siau-liong erat2.

   Seolah-olah.

   ia takut kehilangan pemuda itu.

   Nona pemilik lembah itu benar-benar sedang dimabuk kepayang sehingga lupalah ia akan keadaan saat itu.

   Hampir ia tak mengetahui serangan mendadak dari Naga Terkutuk itu.

   Barulah setelah pergelangan tangannya tercengkeram, ia tersadar kaget.

   "Aih...."

   Buru-buru ia salurkan tenaga-sakti Thay-kek-bu-wi-sin-kang kelengan kiri untuk menolak serangan orang.

   Tetapi tenaga-dalam Naga Terkutuk itu hebat sekali.

   Dan memang rencananya, ia hendak mencekal Poh Ceng-in untuk dijadikan sandera sebagai alat penekan Ibiis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka.

   Oleh karena itu maka ia harus dapat menguasai Po Ceng-in.

   Dengan tertawa dingin, ia tambahkan tenaga dalam ketangannya.

   Po Ceng-in rasakan tangannya seperti terjepit kait baja.

   Tenaga sakti Thay-kek-bu-wi-sin-kang yang dipancarkan itu, bukan saja tak mampu menghalau tenaga lawan, bahkan malah terdesak masuk kembali dan hampir menyerang jatungnya.

   Seketika ia rasakan lengan kirinya seperti patah, wajahnya pucat, gerahamnya mengerat kencang dan meringislah ia hendak menangis.

   "Lepaskan!"

   Teriak Dewi Neraka seraya gentakkan tongkatnya. Naga Terkutuk memandang kelain jurusan, sahutnya.

   "Asal berani maju selangkah lagi, urat jantung puterimu tentu akan kuremukkan."

   Dewi Neraka mengerenyutkan gigi seperti hendak menelan si Naga Terkutuk. Tetapi apa daya, ia terpaksa harus menurut perintah orang. Iblis Penakluk-dunia tertawa tawar.

   Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Tindakan saudara itu tentu saudara anggap pintar. Tetapi sesungguhnya tolol sekali."

   Harimau Iblis tertawa mengejek.

   "Ah, tujuan saudara kan hanya menguasai dunia persilatan dan mendapat harta karun. Masakan saudara.... ingat akan puteri saudara. Asal sudah mendapat tujuan yang saudara cita-citakan, peduli apa dengan yang lain-lain hal. Hanya saja...."

   Ia berhenti sejenak untuk beralih memandang Dewi Neraka, serunya pula.

   "Tetapi berbeda dengan nyonya. Tentulah lebih mencintai anak daripada segala kekuasaan dan kekayaan. bukan?"

   Dewi Neraka tertegun. Buru-buru ia berseru kepada suaminya.

   "Tolol! Jika engkau nekad turun tangan dan sampai menyebabkan jiwa anak kita celaka. aku tentu akan mengadu jiwa denganmu!"

   Ternyata Harimau Iblis sudah dapat menyelami hubungan antara kedua suami isteri itu....

   Dewi Neraka amat mencintai sekali anaknya.

   Diperhitungkan.

   wanita itu tentu lebih sayang anak dari pada segala apa di dunia.

   Psikologi atau perasaan hati wanita itu, dapat dimanfaatkan oleh Harimau Iblis.

   Ia suruh Naga Terkutuk membekuk Po Ceng-in agar dapat dijadikan alat penekan kedua suami isteri iblis itu.

   Iblis Penakluk-dunia melambaikan tangannya.

   "Jangan kuatir isteriku. Kutanggung anak kita tentu takkan menderita apa2...."

   Ia menutup kata2 sambil mengangkat jari ke atas. Serangkum api merah segera meluncur ke udara. Harimau Iblis tertegun, teriaknya.

   "Hai, jangan main gila dihadapanku! Ketahuilah....

   "Ah, harap saudara jangan banyak curiga,"

   Iblis Penaklukdunia tertawa.

   "aku hanya memberi perintah kepada anak buah barisan supaya melakukan penyelidikan yang lebih cermat lagi...."

   Sejenak keliarkan mata, ia melanjutkan.

   "Terus terang kuberitahukan kepada saudara bahwa saudara berdua memang sudah masuk ke dalam barisan Tujuh Maut Dengan cara dan siasat apapun, jangan harap saudara dapat menghindar...."

   "Tetapi paling tidak juga akan bersama mati dengan puterimu!"

   Tukas Naga Terkutuk. Tetapi acuh tak acuh Iblis Penakluk-dunia mengurut jenggotnya yang panjang dan berkata pula.

   "Sesungguhnya aku tak mengandung sikap bermusuhan dengan saudara. Paling tidak dalam saat kita perlu bekerja-sama untuk menghadapi musuh yang sakti."

   Harimau Iblis tertawa.

   "Sudahlah, jangan banyak bermain lidah, kami berdua tiada waktu mendengarkan Lekas beritahukan apa yang sesungguhnya telah terjadi. Apakah Pendekar Laknat itu bersekongkol dengan kalian berdua atau memang benar-benar sudah mati dalam barisan Tujuh Maut. Dimanakah sekarang Giok-pwe yang separoh bagian itu?" ' Wajah Iblis Penakluk-dunia mengerut gelap, sahutnya.

   "Jika saudara tetap tak mau percaya, akupun tak dapat berbuat apa2. Pendekar Laknat dan wanita Ki Ih itu benar-benar memang telah tertangkap dalam barisan Tujuh-maut, tetapi mereka dapat melenyapkan diri tanpa meninggalkan suatu jejak apapun juga...."

   Berhenti sejenak, ia melanjutkan.

   "Setelah menghilang selama 20 tahun, Pendekar Laknat memang makin tinggi ilmu kesaktiannya. Berapa kali mengadu kepandaian, kami berdua suami isteri hampir celaka ditangannya. Tetapi jika dia dan Ki Ih mampu menghilang dari barisan Tujuh Maut aku benarbenar tak percaya sama sekali! Taruh kata mereka mempunyai sayap dapat terbang, pun tentu tetap diketahui oleh anak buah barisan. Oleh karena itu...." wajah iblis itu makin berobah gelap.

   "berani pastikan bahwa dalam barisan Tujuh Maut ini tentu sudah kedatangan lagi seorang sakti yang luar biasa!"

   Bermula kedua saudara Harimau dan Naga hanya tertawa sinis. Tetapi demi melihat sikap Iblis Penakluk-dunia begitu bersungguh-sungguh, tergerakklah hati mereka. Naga Terkutuk mendengus.

   "Lalu siapakah kiranya orang yang menyelundup ke dalam barisan Tujuh Maut itu?"

   Dan tanpa menunggu jawaban Iblis Penakluk dunia, ia melanjutkan lagi.

   "Apakah tidak mungkin paderi Liau Hoan dari gunung Thian-san.... atau Kiu Tiong-beng si Manusia Aneh dari Pak-ciang?.... atau Sepasang Imam dari gunung Mosan.... atau Empat Manusia Buruk dari gunung Imsan....?"

   Iblis Penakluk-dunia berturut-turut gelengkan kepala.

   "Orang2 itu adalah tokoh2 aneh yang sakti pada jaman ini. Mereka telah mencapai tataran yang tinggi sekali. Tetapi kalau mereka dapat keluar masuk ke dalam barisan Tujuh Maut tanpa diketahui orang, benar-benar tak mungkin!"

   Hampir saja Siau-liong tertawa geli mendengar percakapan mereka.

   Betapa tidak! Kalau mereka tahu bahwa yang menjadi Pendekar Laknat dan Ki Ih bukan lain adalah dirinya dan Mawar Putih.

   bukankah mereka akan ditelan bulat2 oleh kawanan iblis durjana itu? Tetapi ketika teringat akan Mawar Putih yang nasibnya belum ketahuan, seketika hatinya pilu dan rawan.

   Ia gelisah sekali.

   Jika budak perempuan baju putih itu benar-benar lenyap seperti yang dikatakan Iblis Penaklukdunia, jelas kalau Mawar Putih sudah lolos dari barisan Tujuh Maut.

   Lalu kemanakah nanti ia hendak mencari dara itu....? Saat itu kabut dari keempat dinding karang makin tebal dan mulai merembes ketengah.

   Persis seperti kemarin malam ketika Siau-liong berada disitu.

   Mata si Naga Terkutuk tak henti-hentinya berkeliaran memperhatikan keadaan kesekeliiing.

   Sedang tangan kanannya tetap mencengkeram bahu kanan Po Ceng-in erat2.

   Sementara tangan kiri nona itu menggandeng tangan kanan Siau-liong, sehingga mereka saling gandeng menggandeng tangan.

   Tetapi po Ceng-in tenang2 saja.

   Rupanya ia sudah dapat menangkap isyarat kedua orang tuanya supaya tak usah berusaha untuk melepaskan diri dari cengkeraman Naga Terkutuk.

   Dewi Neraka bersiap-siap dengan tongkat kepala ular naganya.

   Ia memandang lekat2 ke arah Naga Terkutuk.

   Bagaikan seekor burung rajawali yang menunggu saat2 si ular naga lengah mencengkeram korbannya.

   Iblis Penakluk-dunia kebalikannya malah memandang kian kemari dengan sikap acuh tak acuh.

   Seolah-olah seperti menunggu sesuatu dari lingkaran kabut tebal itu.

   Suasana- tampak sunyi.

   Rupanya Harimau Iblis tergerak hatinya mendengar kata2 Iblis Penakluk-dunia tadi.

   Matanya bergantian memandang Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka.

   Sekonyong-konyong dari jauh terdengar beberapa suitan nyaring.

   Dan sayup2 dari dalam kabut tebal itu meluncur tiga larik sinar api berwarna hijau kebiru-biruan ke atas angkasa.

   Diperkirakan, api itu tentu berasal dari tengah dinding karang yang terpisah 1O tombak lebih jaraknya.

   "Apakah sudah ada hasil dari penyelidikan anak buah saudara?"

   Tanya Harimau Iblis. Iblis Penakluk-dunia gelengkan kepala.

   "Aneh, masih belum ketemu apa-apa...." tiba-tiba ia menunduk kepala dan berjalan beberapa langkah lalu berhenti. Memandang ke arah Naga Terkutuk dan Harimau Iblis, ia berkata pula.

   "Sudah tiga kali menyelidiki, hasilnya tak menemukan apa-apa. Baik Pendekar Laknat, Ki Ih, budak perempuan baju putih dan lainlain orang yang diduga menyelundup ke dalam barisan itu!"' Naga Terkutuk dan Harimau Iblis saling berpandangan dengan heran. Kedua saudara itu benar bingung menghadapi gerak-gerik Iblis Penakluk-dunia yang sukar diraba itu. Sesaat kedua saudara itu kehilangan faham. Tetapi mereka tetap tak lepaskan pendirian semula. Asal masih dapat menguasai Po Ceng-in, bagaimanapun kedua suami isteri iblis itu hendak bermain siasat, tentu tetap dapat diatasi. Iblis Penakluk-dunia berjalan lagi. Tiba-tiba ia lontarkan pertandaan api lagi. Api itu terbuat daripada bahan phosporus sehingga sinarnya amat kuat sekali. Paling tidak tentu dapat dilihat sampai jarak satu li jauhnya. Timbul pula kecurigaan Harimau Iblis terhadap gerak-gerik tuan rumah. Cepat ia berseru menegur.

   "Apa lagi itu?"

   Tawar2 saja Iblis Penakluk-dunia memandang Harimau Iblis. Dan berkatalah ia tanpa menyinggung pertanyaan tadi.

   "Kini setelah jelas tiada orang yang menyusup ke dalam barisan Tujuh Maut, untuk sementara waktu ini tak perlu kuminta bantuan saudara berdua. Lebih dahulu kami suami isteri menghaturkan terima kasih kepada saudara berdua...."

   Harimau Iblis dan Naga Terkutuk terbeliak kaget. Sepasang mata Harimau Iblis yang bundar besar, melingkar-lingkar memandang Iblis Penakluk-dunia lalu membentak keras.

   "Jangan main gila dihadapanku...."

   Lalu beralih memandang Dewi Neraka, ia mengancam.

   "Awas, jiwa puterimu yang engkau sayangi itu!"

   Diluar dugaan, Dewi Neraka tak menghiraukan ancamannya. Ia tetap lekatkan pandang matanya kepada Naga Terkutuk. Sejenak berhenti, Iblis Penakluk-dunia berkata pula.

   "Sesungguhnya cita-citaku hanyalah untuk mendapat harta pusaka itu dan menguasai dunia persilatan. Walaupun It Hang dan rombongannya sudah terperangkap ke dalam barisan Tujuh Maut, tetapi si Pendekar Laknat itu masih belum ketahuan jejaknya. Rasanya jalan untuk mencapai cita2 itu masih banyak rintangannya...."

   Ia menghela napas lalu memandang ke arah Harimau Iblis.

   "Saudara berdua memiliki ilmu kesaktian yang jarang tandingannya. Maka kami hendak mengadakan hubungan kerja-sama dengan saudara dalam jarak waktu yang lama. Setelah mendapat harta pusaka dan menguasai dunia persilatan...."

   "Yang penting bagaimanakah sikap saudara dalam kerjasama itu."

   Karena tak sabar mendengar bicara orang yang berbelit-belit, Harimau Iblis cepat menukas. Iblis Penakluk-dunia tertawa gelak2. serunya.

   "Bukan aku segan kerjasama itu, melainkan yang kuminta janganlah saudara terlalu memperhitungkan balas jasa dan janganlah menanyakan sebab-sebabnya. Lakukanlah perintah kami tanpa syarat."

   Naga Terkutuk dan Harimau Iblis terbeliak.

   "Ngaco! Jangan bicara ngelantur!"

   Teriak kedua saudara itu serempak.

   Iblis Penakluk dunia hanya ganda tersenyum,tiba-tiba ia berputar tubuh terus melangkah pergi.

   Kedua saudara Naga dan Harimau itu benar-benar tak mengerti apa yang sedang dilakukan tuan rumah.

   Naga Terkutuk segera memperkeras cekalan tangannya pada lengan Po Ceng-in.

   "Aih...."

   Po Ceng-in mengerang kesakitan namun terpaksa ditahannya juga.

   ia berpaling memandang Siau-liong dengan sinar mengharap.

   Siau-liong memang sedang menunggu suatu peluang yang baik.

   Oleh Karena ia juga tak mengerti apa yang terkandung dalam ucapan Iblis Penakluk-dunia, maka sampai saat itu ia beium berani bertindak.

   Tiba-tiba bau harum berhembus ketempat situ dan berserulah Harimau Iblis.

   "Huh, apakah ini?"

   "Masakan saudara tak mengetahui bahwa sepanjang tahun lembah ini selalu berada dalam suasana musim semi. Pabila angin berhembus, tentu mengantar bau bunga yang harum membuai semangat orang."

   Setelah menyedot bau itu sejenak, berobahlah seketika wajah Harimau Iblis dan segera ia menggembor marah.

   "Aku tak tahan lagi melihat permainan ini...." ia berpaling kepada Naga Terkutuk dan suruh memaksa Po Ceng-in berjalan menunjukkan jalan keluar dari situ. Naga Terkutuk pun menyadari sesuatu yang tak menguntangkan. Maka cepat ia menyeret Po Ceng-in supaya berjalan. Karena tangan nona itu masih tetap mencekal tangan Siau-liong maka Siau-liong pun ikut terseret bangun. Melihat Naga Terkutuk dan Harimau Iblis sudah mulai bertindak dan mengingat bahwa bau harum itu tentu mengandung obat bius, Siau-liong mengambil putusan untuk turun tangan saat itu juga. Sekali kaki mengisar, ia segera membentak Naga Terkutuk.

   "

   Lepas!'"

   Naga Terkutuk tertegun, bentaknya.

   "Ho, budak, apakah engkau juga sudah bosan hidup?"

   Siau-liong tertawa keras.

   Nadanya laksana guntur berkumandang ditengah musim semi.

   Naga Terkutuk terbeliak kaget sekali.

   Dari nada tertawanya, jelas diketahui bahwa pemuda itu memiliki tenaga dalam yang sakti.

   Mendengar tertawa itu, cepat2 Harimau Iblis memberi peringatan kepada saudaranya.

   "Awas, budak itu...."

   Tetapi peringatannya itu sudah terlambat datangnya.

   Pada saat Naga Terkutuk masih terpukau, Siau-liong sudah segera pancarkan tenaga saktinnya ke tubuh Po Ceng-in.

   Setitikpun Naga Terkutuk tak mimpi bahwa pemuda yang baru berumur belasan tahun itu, mampu menyalurkan tenaga dalamnya untuk membantu Po Ceng-in menolak tekanan tangan Naga Terkutuk.

   Seketika Naga Terkutuk rasakan tangannya yang mencengkeram lengan Po Ceng-in itu seperti dilanda oleh gelombang tenaga sakti yang dahsyat sehingga tangannya terasa linu kesemutan dan lemah lunglai.

   Po Ceng-in pun mengetahui peristiwa itu.

   Ia rasakan tubuhnya dilanda oleh arus tenaga sakti dan tahu2 dilihatnya Naga Terkutuk menarik pulang cengkeramannya.

   Nona itu kejut2 girang.

   Tanpa me-nyia2kan kesempatan lagi, ia segera mendorong iblis itu.

   Karena Naga Terkutuk sedang terpukau oleh peristiwa yang mengejutkan tadi, ia tak sempat lagi mengerahkan tenaga dalam untuk menolak dorongan Po Ceng-in.

   Maka terhuyung-huyunglah iblis itu sampai beberapa langkah jauhnya.

   Melihat itu dengan meraung keras.

   Harimau Iblis segera menyerbu.

   Tetapi Dewi Neraka yang sejak tadi sudah siap siaga, cepat menghantamkan tongkatnya ke arah Harimau Iblis.

   Harimau Iblis terpaksa berputar menghindarkan diri.

   Tetapi Dewi Neraka tak mau berhenti.

   Dengan mangukuk seram seperti seekor burung hantu, wanita tua itu putar tongkatnya membabat perut Harimau Iblis.

   Sementara Naga Terkutuk, setelah menyalurkan tenagadalam, tangannya yang kesakitan tadi sudah pulih kembali.

   Lalu ia gunakan jurus Naga-sakti-bermain-diair, menyerang Po Ceng-in dengan kalap.

   Iblis Penakluk-dunia tertawa mengekeh.

   Begitu tangan Naga Terkutuk hendak menyambar lengan Po Ceng-in, Iblis Penakluk dunia segera menyongsong dengan sebuah hantaman.

   Naga Terkutuk terpaksa hentikan serangan untuk turun ke tanah seraya dorongkan kedua tangan menyambut pukulan iblis Penakluk-dunia.

   
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Bum".... terdengar letupan keras dan keduanya masingmasing menyurut mundur tiga langkah. Saat itu pecahlah pertempuran seru antara sepasang suami isteri lawan sepasang saudara. Angin pukulan mereka menderu-deru memancarkan sambaran dahsyat. Mereka bertempur amat sengit sehingga sukar dikenal ciri2 orangnya. Siau-liong mengawasi pertempuran keempat iblis dengan tersenyum dingin. Sementara kabut yang bertebaran dari empat penjuru karang makin tebal. Kecuali diluar hutan, digelanggang pertempuran itu terbungkus oleh kabut tebal sehingga sejauh dua meter saja, orang tak dapat melihat apa2 lagi. Bau wangi dari kabut itu makin keras juga. Tiba-tiba Siau-liong rasakan kepalanya agak pening. Ia terkejut dan buru-buru salurkan tenaga-dalam untuk melindungi diri. Sekalipun sudah bebas dari cengkeraman Naga Terkutuk namun Po Ceng-in tetap rasakan lengan kirinya tak dapat diangkat ke atas. Lentuk dan lunglai. Tentulah Naga Terkutuk telah gunakan tenaga untuk mencengkeram lengan nona itu sampai patah. Ia bahagia sekali karena merasa telah diuruturut oleh Siau-liong. Tetapi ketika melirik, dilihatnya pemuda itu tengah memandang kesekeliling penjuru. Sedikitpun tak mengacuhkan dirinya. Diam-diam nona itu heran atas sikap pemuda itu. Aneh, benar-benar aneh. Setempo ia merasa Siau-liong menyambut cintanya. Tetapi setempo ia dapatkan pemuda itu bersikap dingin padanya. Sejenak menghela napas, ia gerak-gerakkan lengannya bekas yang dicengkeram Naga Terkutuk tadi. Setelah terasa agak baik, barulah ia menghampiri kesamping Siau-liong dan menegurnya dengan mesra.

   "Engkoh.... Liong!"

   Siau-liong terpaksa berpaling.

   "Mengapa?" habis mengucap, hatinya terasa amat muak. Dengan pancaran mata yang berkilat-kilat, Po Ceng-in memandang Siau-liong lalu berseru.

   "Hatimu amat ganas benar!"

   Siau-liong tertegun. Tetapi saat itu ia sedang menimangnimang tindakan yang akan dilakukan setelah pertempuran diantara keempat iblis itu selesai. Maka acuh tak acuh, ia hanya menjawab singkat saja;

   "Benarkah begitu?"

   Po Ceng-in berkata pula.

   "Ternyata engkau memiliki ilmu kepandaian yang begitu sakti. Tetapi mengapa engkau tak lekas menolong aku dan membiarkan diriku disiksa sampai setengah hari oleh iblis terkutuk itu....?"

   Siau-liong kerutkan alis.

   "Setiap tindakan harus disesuaikan dengan saat dan keadaan, Jika tidak.... mungkin akan runyam!"' Sekali pun mulut menjawab Po Ceng-in tetapi mata Siauliong terus memperhatikan lekat2 pada jalannya pertempuran keempat iblis itu. Dengan geram Po Ceng-in ulurkan lengan kirinya kemuka Siau-liong.

   "Nih, lihatlah...."

   Siau-liong terpaksa memandangnya juga lalu paksakan diri bertanya.

   "Apa masih sakit?"

   Po Ceng-in tempelkan tubuhnya kebahu Siau-liong dan menyahut dengan manja.

   "Sakitnya hampir tak tertahan lagi, lho....!"

   Siau-liong hanya mendengus.

   "Sayang saat ini aku tak membawa obat maka tak dapat berbuat apa2."

   Tiba-tiba Po Ceng-in menarik pulang lengannya dan tertawa mengikik.

   "Tak apa, aku sudah membawa obat sendiri. Tetapi obat itu harus dimakan kita berdua!"

   Siau-liong terbeliak.

   Baru hendak membuka mulut.

   tiba-tiba ia rasakan darahnya bergolak keras.

   Mata berpudar-pudar dan hampir ia rubuh.

   Saat itu Po Ceng-in sudah mengeluarkan sebuah botol kecil dari bahan kumala dan menuang dua butir pil berwarna merah darah.

   Yang sebutir ditelannya dan yang sebutir disusupkan ketangan Siau-liong.

   serunya.

   "Lekas telanlah "

   Siau liong cepat dapat menduga bahwa pil ilu tentulah sebuah obat anti racun.

   Maka tanpa berayal lagi terus menelannya.

   Pil itu pahit rasanya tetapi setelah masuk ke kerongkongan, terasa menyegarkan tubuh.

   Rasa pusing dan darah yang bergolak tadi, pun segera lenyap.

   Saat itu pertempuran antara suami isteri Iblis Penaklukdunia dan Dewi Neraka lawan Harimau Iblis dan Naga Terkutuk kuatir akan alat-alat rahasia dalam barisan Tujuh Maut.

   Maka keduanya bertempur dengan hati2 dan sejengkal pun tak mau keluar dari hutan siong itu.

   Tetapi suami isteri Dewi Neraka dan Iblis Penakluk-dunia pun tak dapat berbuat apa2 terhadap kedua lawannya itu.

   Po Ceng-in yang masih menyandarkan tubuhnya kebahu Siau-liong, tiba-tiba menunjuk ke arah gelanggang pertempuran dan tertawa.

   "Naga dan Harimau kedua Iblis itu sudah tamat riwayatnya."

   Siau-liong terkejut.

   Ketika memperhatikan, memang kuda2 kaki kedua iblis itu sudah ter-huyung2 tak mantap lagi.

   Begitu pula jurus serangannya sudah tak bertenaga lagi.

   Jelas mereka tentu akan remuk ditangan Iblis Penakluk dunia dan isterinya.

   Siau-liong terkesiap.

   Ia tahu bahwa kedua iblis itu terkena kabut beracun.

   Kalau tidak tak mungkin begitu keadaannya.

   Bermula ia kira kepandaian iblis bersaudara itu seimbang dengan suami isteri Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka.

   Jika kedua fihak bertempur.

   ke-dua2nya tentu akan menderita luka.

   Walau pun karena menang tempat dan orang, tuan rumah dapat mengalahkan tetamunya tetapi paling tidak pihak tetamu pun tentu dapat membuat Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka terluka parah.

   Tetapi tak terduga ternyata Iblis Penakluk-dunia dapat menggunakan siasat licik, menebarkan kabut beracun sehingga kedua saudara Naga dan Harimau itu mengalami kekalahan dengan cepat.

   Melihat keadaan itu mau tak mau Siau-liong harus merobah lagi rencananya.

   "Sejak saat ini Naga dan Harimau kedua iblis tua itu tentu akan berganti nama menjadi anak buah ayah bundaku!"

   Po Ceng-in tertawa riang. Siau-liong terbeliak tetapi ia pura-pura bertanya.

   "Tetapi menilik watak mereka, masakan mereka mau tunduk?"

   Po Ceng-in tertawa.

   "Tolol, biar mereka tak mau tetapi mereka pun terpaksa harus mau juga, Pil buatan ayah yang disebut Pian-sing-ih-sin (merobah watak, melenyapkan perasaan) akan membuat mereka lupa se-gala2nya...."

   Tiba-tiba ia berhenti berkata.

   Rupanya menyadari kalau kelepasan omong.

   Dipandangnya anak muda itu tanpa berkata sepatah pun juga.

   Saat itu keadaan Naga Terkutuk dan Harimau iblis makin pontang-panting.

   Mereka terus menerus main mundur saja sehingga hampir terdesak keluar hutan.

   Melihat itu gelisahlah Siau-liong.

   Jika menunggu sampai kedua suami isteri iblis itu mendapat kemenangan, tentulah sukar baginya hendak meloloskan diri.

   Usaha untuk menyelidiki Mawar Putih tentu gagal.

   Segera ia berpaling ke arah Po Ceng-in, katanya.

   "Alat perkakas rahasia dalam barisan Tujuh Maut itu, kiranya nona tentu paham semua, bukan?"

   Po Ceng-in terbeliak, serunya.

   "Eh, perlu apa engkau menanyakan hal itu?"

   "Tak dapat disangsikan lagi kedua locianpwe ayah-bunda nona itu tentu akan menang. Kita tak perlu menguatirkan mereka. Maka.... inginlah kugunakan kesempatan saat ini untuk menambah pengalaman!"

   Po Ceng-in tertawa mengikik.

   "Tolol, mengapa engkau begitu terburu nafsu? Kan besok masih banyak waktu. Engkau boleh me-lihat2 sepuas-puasmulah. Perlu apa harus sekarang?"

   Tiba-tiba dari keempat iblis yang sedang bertempur itu terdengar suara erang tertahan.

   Menyusul terdengar getaran keras dari tubuh seseorang yang terhantam mencelat sampai satu tombak jauhnya.

   Tanpa berpaling melihatnya, Siau-liong sudah dapat menduga bahwa yang rubuh itu tentulah Harimau Iblis.

   Wajah pemuda itu makin menggelap, ia mendesak Po Ceng-in.

   "Kalau aku ingin me-lihat2 sekarang, apakah nona suka menemani?"

   Po Ceng-in memandang penuh tanya ke arah pemuda itu.

   "Eh. engkau ini mengapa...."

   Tiba-tiba ia menyurut mundur dengan wajah gelisah, serunya.

   "kalau mau kesana. pun harus mendapat ijin dari ayah-bundaku dulu. Karena.... karena perkakas rahasia dalam barisan itu rumit dan pelik sekali. Bahkan aku sendiri pun ada beberapa tempat yang tak mengetahui kegunaannya!"

   Saat itu pertempuran sudah mendekati penyelesaian.

   Harimau Iblis kena terhantam lengannya oleh Iblis Penaklukdunia dan terlempar di tepi hutan, tak ingat diri lagi Sedangkan Naga Terkutuk walaupun masih dapat bertahan mati2an tetapi saat itu sedang diserang dari muka belakang oleh kedua suami isteri iblis.

   Paling banyak dalam tiga empat jurus lagi, dia tentu akan mengalami nasib serupa dengan Harimau Iblis tadi.

   Dalam detik2 yang mendesak itu, Siau-liong cepat bertindak.

   Ia mendengus lalu tiba-tiba mencengkeram lengan kiri Po Ceng-in yang masih sakit tadi seraya berseru dingin.

   "Sebagai pemilik lembah ini, jika engkau tak tahu jelas akan perobahan barisan itu, bukankah berarti engkau hendak membohongi orang saja?"

   Walaupun hanya menggunakan seperlima bagian tenaganya, tetapi karena yang dicengkeram Siau-liong itu tepat pada bagian luka akibat bekas cengkeraman Naga Terkutuk tadi.

   menjeritlah Po Ceng-in dengan amat kesakitan sekali.

   Siau-liong kendorkan sedikit tekanannya sambil membentak.

   "Apakah sekarang mau meluluskan?"

   Po Ceng-in tegakkan tubuhnya yang meliuk kesakitan tadi dan mendamprat geram.

   "Memang kutahu engkau hanya berpura- pura suka kepadaku...."

   Dari kedua matanya, turunlah beberapa titik air mata. Rupanya tindakan Siau-liong itu benar-benar menyakitkan lengan dan hatinya. Melihat itu Siau-liong hampir tak sampai hati. Namun terpaksa ia berkata menerangkan.

   "Karena keadaan terdesak, terpaksa kuharus membuat nona menderita sedikit. Kelak dikemudian...."

   "Apa yang engkau maksudkan dengan keadaan terdesak itu kalau bukan karena enekau hendak buru-buru mencari jejak nona baju putih itu!"

   Tiba-tiba ia tertawa rawan dan banting2 kaki, serunya.

   "Baik, akan kutemani engkau kesana!"

   Karena sudah berpengalaman, maka Siau-liong tak mudah mempercayai mulut orang.

   Ia tetap mencekal lengan nona itu sembari diajak berjalan bersama.

   --ooo0dw0ooo-- MANUSIA DALAM TANAH Diluar hutan kabut amat tebal.

   Memandang ke belakang, hutan itu hilang lenyap ditelan kabut tebal.

   Po Ceng-in tak menghiraukan keadaan disekelilingnya.

   Ia biarkan dirinya ditarik Siau-liong....

   Adalah pemuda itu sendiri yang gelisah.

   Pikirnya, jika wanita itu nekad hendak mati bersama-sama, bukankah akan runyam akibatnya nanti? "Ceng-in! Ceng....

   in....!"

   Sekonyong-konyong dari arah hutan terdengar Dewi Neraka berseru memanggil puterinya. Po Ceng-in tertegun dan berhenti. Katanya.

   "Ayah seorang berhati besi. Jika mengetahui kecuranganmu, walaupun ada aku disampingmu, tetap dia akan menggerakkan alat rahasia dalam barisan Tujuh Maut!"

   Siau-liong tertawa hambar.

   "Jika tak masuk ke dalam sarang harimau, masakan mampu memperoleh anaknya. Dalam keadaan seperti sekarang, tak ada lain pilihan lagi!"

   Po Ceng-in ayunkan langkah lagi. ujarnya.

   "Nona yang datang bersamamu itu tentulah benar-benar sudah menghilang. Karena ayah tentu tak bohong. Begitu pula setelah dilakukan penyelidikan ke dalam barisan Tujuh Maut dan Lembah Maut, tetap tak dapat menemukan jejak nona itu."

   Siau-liong tak saba.

   "Aku melakukan amal kemanusiaan tetapi terserah saja pada nasib. Tak dapat menemukannya, pun tak apalah."

   "Bukankah kalian berdua...."

   Baru Po Ceng-in berkata sampai disitu. Siau-liong cepat menukas.

   "Lebih baik jangan membuang waktu!"

   Po Ceng-in menghela napas panjang.

   Sambil menggulap peluh dimukanya.

   ia segera berjalan.

   Bahkan kali ini jalannya lebih cepat.

   Siau-liong tetap siap siaga menghadapi segala kemungkinan.

   Tiba-tiba dalam selimut kabut tebal itu samar2 tampak sebuah dinding batu menghadang ditengah jalan Kiranya mereka sudah tiba diujung tanah bengkah.

   Po Ceng-in berhenti dimuka sebuah gua.

   Gua itu tingginya hampir 2 meter, mulut gua tertutup sarang labah2 dan gerumbul semak.

   Jelas bukan gua yang kemarin Siau-liong masuki.

   Setelah memeriksa beberapa saat, Po Ceng-in mengatakan salah jalan.

   Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Bukan kesitu tetapi seharusnya belok kekiri, Siauliong tak dapat berbuat apa2 kecuali mengikuti nona itu menuju kesebelah kiri".

   Setelah melalui tiga buah gua, akhirnya Po Ceng-in berhenti lagi.

   "Disinilah! Hanya disini terdapat satu-satunya jalan keluar!' Gua itu hanya satu setengah meter tingginya hingga orang harus menundukkan kepala kalau melangkah masuk. Tiba-tiba Po Ceng-in menampar ke arah gua itu. Dari samping mulut gua yang gelap, melesat keluar seorang lelaki tinggi besar menghunus pedang. Dia adalah salah seorang anggauta barisan Lembah Semi yang menunjukkan jalan pada rombonpan tetamu kemarin. Saat itu wajahnya membesi. Tegak melintang dipintu gua dengan mata tak berkesiap memandang Po Ceng-in dan Siauliong. Po Ceng-in menghela napas pelahan lalu lambaikan tangan memanggil orang itu.

   "Kemarilah!"

   Tetapi orang itu tetap tegak seperti patung dan tak menyahut.

   "Kemarilah engkau! Thian-cun akan segera datang!"

   Seru Po Ceng-in tertawa tawar.

   Thian-cun adalah sebutan kehormatan bagi Iblis Penakluk dunia.

   Setiap anak buah Lembah Semi memangggil Iblis Penakluk-dunia dengan sebutan Thian-cun.

   Orang itu terkesiap lalu maju menghampiri.

   Waktu tiba pada jarak satu meter dihadapan Po Ceng-in, sekonyongkonyong nona pemilik Lembah Semi itu ayunkan tangan kanannya, menghantam dada orang itu.

   Bluk....

   tubuh penjaga gua yang tinggi besar itu, bagaikan layan-layang putus tali, melayang ke belakang dan membentur batu karang....

   Siau-liong terkejut.

   Setitikpun ia tak mengira bahwa Po Ceng-in akan menghantam mati anak buahnya sendiri.

   Ia hendak menolong tetapi sudah terlambat.

   Orang itu pecah kepalanya.

   Benak berhamburan dan nyawanya melayang....

   Kata Po Ceng-in dengan napas agak terengah.

   "Apa boleh buat, tak ada lain jalan lagi."

   Kemudian memandang Siauliong, ia berkata pula.

   "Dia adalah anak buah ayah. Kecuali ayah, dia tak mau mendengar perintah dari siapa saja. Jika tak dilenyapkan, dia tentu akan menggerakkan perkakas rahasia sehingga kita berdua tentu mati."

   Tanpa menunggu tanggapan Siau-liong, nona itu terus masuk ke dalam gua.

   Bermula memang sempit tetapi setelah melangkah setombak jauhnya, keadaannya makin lebar dan tinggi sehingga tak perlu berjalan dengan kepala menunduk.

   Kira2 dua puluh tombak jauhnya, barulah mereka tiba disebuah persimpangan tiga.

   Sejenak merenung, Po Ceng-in memilih jalan sebelah kanan.

   Tak lama mereka tiba di ujung jalan terdapat sebuah kamar batu.

   Tak ada perkakas apa2 dalam kamar itu.

   Hanya pada dinding tengah, terdapat 5 buah tombol dari baja.

   Po Ceng-in menghampiri lalu menekan salah sebuah tombol itu.

   Segera terdengar bunyi berderak-derak.

   Dinding bagian tengah dan kanan kirinya pelahan-lahan berkisar dan tampaklah tiga buah pintu berjajar-jajar rapi.

   Siau-liong memandang cermat.

   Pintu yang tengah lebar dan bersih.

   Disebelah dalam samar2 tampak penerangannya.

   Sedang pintu yang sebelah kanan, sempit kecil tetapi cukup dimasuki seseorang.

   Sedang pintu yang kiri, hanya semeter tingginya.

   Bagian dalam gelap dan lembab.

   Bau yang busuk menghambur keluar dari pintu itu, memuakkan sekali.

   Sejenak berdiri merenung, Po Ceng-in segera masuk ke dalam pintu sebelah kanan, ialah pintu yang terkecil.

   "Eh, apakah nona tak keliru?"

   Karena curiga, Siau-liong cepat menarik nona itu. Po Ceng-in tertawa dingin.

   "Jika aku memang bermaksud mencelakaimu, tentu akan kubawamu masuk ke dalam pintu yang lain...."

   Tiba-tiba nada suara nona itu berobah rawan2 gemas.

   "Tak apa untuk menemani engkau mati! Hanya dengan cara itu barulah hatiku tenteram. Tetapi ah, sayang. Hatiku tetap tak sampai...."

   Seketika ngerilah hati Siau-liong. Dengusnya dalam hati.

   "Huh, wanita yang cabul ini ternyata bisa jatuh cinta matimatian padaku...."

   Pada lain saat Po Ceng-in segera menerobos ke dalam pintu kecil itu.

   Siau-liong terkejut.

   Karena pintu amat sempit sekali maka ia terpaksa lepaskan cekalan pada tangan Po Ceng-in.

   Nona itu terus melangkah maju dengan cepat.

   Siau-liong terkesiap.

   Diam-diam ia memaki dirinya mengapa begitu lengah.

   Bagaimana kalau nona itu menipunya agar dapat lolos? Buru-buru ia menyusul.

   Untunglah tak berani jauh, lorong dalam gua itu mulai melebar dan beberapa saat kemudian tibalah mereka disebuah tanah yang luas.

   Ditengah tanah seluas lima tombak itu, terdapat sebuah pintu batu yang kecil.

   Tiba-tiba Po Ceng-in berputar tubuh dan tertawa mengikik sembari angsurkan lengan kirinya ke arah Siau-liong.

   "Peganglah lagi erat2! Supaya jangan sampai aku dapat lari atau menggerakkan perkakas rahasia disini!"

   Siau-liong tersipu-sipu malu dan menolak.

   "Sudah cukup kusuruh nona menderita tadi. Hal itupun karena terpaksa juga!"

   Po Ceng-in pun menarik pulang tangannya lalu menunjuk pada pintu batu itu.

   "Melalui pintu itu berjalan 10-an tombak, sudah keluar dari barisan Tujub Maut, masuk ke dalam Lembah Maut...."

   Ia berhenti sejenak lalu melanjutkan lagi.

   "Sekalipun dalam Lembah Maut itu tiada dipasang perkakas rahasia, tetapi lembah itu merupakan tempat berbahaya sekali. Sekali masuk tak mungkin orang mampu keluar lagi!"

   Siau-liong diam saja.

   Sudah hampir setengah hari ia mengikuti nona itu menerobos keluar dari barisan Tujuh Maut, tetapi yang dilaluinya selama itu hanyalah lorong gua saja.

   Dan lagi perjalanan itu mengalami berpuluh2 tikungan yang berbelok-belok.

   Selama itu ia tak berjumpa dengan seseorang pun juga.

   Setelah meragu sebentar, Po Ceng-in tiba-tiba ulurkan tangan menekan batu marmar hijau yang menonjol di tepi pintu.

   Pintu berderak-derak berkisar.

   Begitu terbuka separoh bagian, Po Ceng-in terus menarik tangan Siau-liong diajak menerobos masuk.

   Heran Siau-liong dibuatnya mengapa Po Ceng-in begitu tergopoh-gopoh sekali.

   Tetapi ia duga tentu ada sebabnya.

   Ia diam saja dan hanya mengikuti di belakang si nona.

   Terowongan dalam pintu itu, lurus membujur kemuka.

   Tak berapa jauh dari pintu, terdapat sebuah kamar yang melekuk masuk.

   Siau-liong hanya memperhatikan untuk mengikuti di belakang Po Ceng-in.

   Ia tak sempat memperhatikan apa yang berada dalam kamar itu.

   Kira2 lari sejauh dua tombak dari kamar itu, terdengarlah suara orang berteriak.

   "Kembali!"

   Suara itu amat lemah sekali seperti dilontarkan dari mulut seseorang yang tengah meregang jiwa.

   Tetapi sekalipun begitu, nadanya memiliki perbawa yang amat kuat.

   Seketika Po Ceng-in tampak menggigil dan seperti anak kecil, ia menurut untuk berhenti.

   Dengan menghela napas, nona itu berseru.

   "Jong Leng lojin....!"

   Siau-liong tak tahu siapakah Jong Leng lojin itu.

   Tetapi dari nada suaranya tadi, dapatlah ia menduga orang itu tentu seorang tua yan sakit parah.

   Seketika timbullah rasa herannya.

   Mengapa dalam ruang gua dibawah tanah yang tak pernah diinjak manusia, terdapat seorang manusia, seorang tua yang sakit? Dan apa pula sebabnya, Po Ceng-in begitu takut sekali kepada orang itu? Berkata Po Ceng-in dengan setengah berbisik.

   "Orangtua itu menjaga dijalan tembusan Lembah Maut sini. Selamanya, ia terus tidur. Setiap setengah bulan baru terjaga sekali. Ah, mengapa hari ini kebetulan dia sedang bangun?"

   Siau-liong pun berputar tubuh.

   Dilihatnya bagian dinding gua yang cekung ke dalam itu merupakan sebuah kamar.

   Tetapi orang yang berteriak tadi tak muncul sehingga tak dapat diketahui bagaimana perwujutannya! Siau-liong ingin lekas keluar dari Lembah Maut untuk mencari Mawar Putih dan lain-lain tokoh yang belum ketahuan jejaknya itu.

   Serunya.

   "Tak perlu menghiraukannya, aku hendak lekas2...."

   "Tidak bisa!"

   Wajah Po Ceng-in berobah tegang kemudian berkata dengan bisik2.".... Kecuali engkau tak ingin hidup."

   Habis berkata ia terus melangkah ke dalam ruang itu.

   Siauliong tertegun tetapi terpaksa ia mengikuti juga.

   Bukan kepalang kejutnya ketika masuk ke dalam ruangan itu.

   Ditengah ruangan duduk seorang tua yang kurus kering seperti tinggal tulang terbungkus kulit saja.

   Rambutnya panjang kusut masai menutup dahi.

   Orang itu tengah duduk bersila.

   Yang luar biasa adalah sepasang matanya yang berkilatkilat tajam sekali.

   Po Ceng-in dan Siau-liong berganii-ganti ditatapnya.

   Entah berapa umurnya tetapi yang jelas dia seorang yang sudah lanjut sekali umurnya.

   Dia hanya mengenakan baju tipis dan tidak bersepatu.

   Sepintas tak ubah seperti sesosok mayat hidup yang menyeramkan.

   "Maju sedikit kemari!"

   Seru orang tua kurus itu dengan nada gemetar.

   Po Ceng-in memberi isyarat ekor mata kepada Siau-liong lalu melangkah maju tiga langkah kemuka.

   Diam-diam Siau-liong menimang.

   Kecuali sepasang matanya yang masih memancarkan sinar, orang aneh itu sudah tak ubah seperti orang mati.

   Tetapi mengapa masih begitu bengis? Sikap orang tua itu mengurangkan rasa kasihan Siau-liong kepadanya.

   Setelah mengawasi Po Ceng-in beberapa saat, orang itu tertawa ketolol-tololan.

   "Ho, aku kenal padamu!" -lalu ia menuding Siau-liong, serunya.

   "Kemarilah engkau!"

   Saat itu barulah Siau-liong menyadari bahwa orang tua itu seorang gila.

   Ia segera melangkah maju dan memberi hormat...."Karena ada urusan penting, maaf aku tak dapat lama2 disini.

   Dan lagi....

   saat ini aku sendiri masih dalam bahaya sehingga tak dapat menolong locianpwe!"

   Berulang kali Po Ceng-in mengisar tubuh memberi isyarat mata kepada Siau-liong.

   Nona itu gelisah sekali tampaknya.

   Tetapi Siau-liong tak mengerti apa sebab nona pemilik lembah sedemikian ketakutan terhadap orang tua gila itu.

   Setelah memandang lekat2 pada Siau-liong tiba-tiba orang tua itu ayunkan tangannya mencengkeram kemuka.

   
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Gerakannya lamban tiada bertenaga.

   Siau-liong mengira kalau memang begitu kebiasaan orang gila, suka menggerakgerakan tangan dan kaki sekehendak hatinya.

   Apalagi gerak mencengkeram itu sama sekali tak mengeluarkan suara dan ditujukan tempat kosong.

   Tetapi alangkah kejut Siau-liong ketika tahu2 ia rasakan tubuhnya seperti tersedot oleh segelombang tenaga yang amat dahsyat.

   Tak sempat lagi ia hendak melawan dan diluar kehendaknya, tubuhnya meluncur maju kehadapan orang tua aneh itu....

   Siau-liong gelagapan seperti orang disiram air dingin.

   Dipandangnya orang tua itu.

   Ah, benar-benar seorang tengkorak hidup.

   Tetapi mengapa orang tua itu memiliki ilmu tenaga yang sedemikian saktinya? Apakah dia pandai ilmu sihir? Tetapi Siau-liong tak sempat lagi membuat penilaian karena saat itu si orang tua kurus tertawa mengikik.

   "Budak, ho, engkau takut padaku atau tidak?"

   Merahlah muka Siau-liong.

   Ia menundukkan kepala tak menjawab.

   Ia sudah menerima saluran tenaga sakti dari Pendekar Laknat.

   sudah pula mendapat pelajaran ilmu pukulan Thaysiang- ciang dari Pengemis Tengkorak ketua Kay-pang, makan buah Im-yang-som dan minum darah binyawak purba dari pusar bumi.

   Dalam dunia persilatan kepandaiannya dapatlah digolong dalam tingkatan jago kelas satu.

   Tetapi setitik pun tak pernah ia mengira bahwa gerak cengkeraman ke udara dari orang tua yang dianggap gila itu telah membuatnya tak berdaya sama sekali.

   Hal itu membuatnya terlongong-longong kecewa dan putus asa....

   "Aku muncul di dunia persilatan sebagai Pendekar Laknat. Tetapi ternyata kepandaianku masih begini tak berguna. Hanya akan mencemarkan nama baik Pendekar Laknat saja!"

   Pikirnya.

   "Budak, engkau takut kepadaku atau tidak!"

   Kembali orangtua aneh itu berseru.

   "Sudah tentu takut,"

   Buru-buru Po Ceng-in mewakili untuk menjawab.

   "siapa orang di dunia yang tak gemetar mendengar nama Jong Leng lojin?"

   "Siapa suruh engkau usil mulut!"

   Bentak orang tua aneh yang bernama Jong Leng lojin seraya tamparkan tangannya. Uh.... Po Ceng-in terlempar dua tiga meter ke belakang.... Nona itu terpaksa merangkak bangun. Jong Leng lojin terbahak-bahak dan membentak Siau-liong lagi.

   "Hai, budak! Lekas bilang, engkau takut kepadaku atau tidak!"

   Sikap dan tingkah laku Jong Leng lojin yang bengis itu menimbulkan kemarahan Siau-liong, Anak muda itu tengadahkan kepala dan tertawa keras.

   "Aku merasa kasihan kepadamu!"

   Jong Leng lojin deliki mata kepada Siau-liong. Tiba-tiba sinar matanya padam dan iapun menghela napas.

   "Budak, engkau benar, aku.... aku.... memang mengenaskan sekali!"

   Po Ceng-in terbeliak. Ia tak duga kalau Jong Leng lojin dapat berobah sedemikian merawankan.

   "Ya. sesungguhnya tak perlulah engkau takut kepadaku...."

   Tiba-tiba Jong Leng lojin berbangkit.

   Tring, tring....

   terdengar bunyi bergemerincingan yang nyaring melengking memekak telinga.

   Dan terkejutlah Siauliong.

   Ternyata bunyi bergemerincing itu berasal dari dua utas rantai baja yang diikatkan pada lutut kaki orang aneh itu.

   Rantai masuk ke dalam tulang lutut dan tembus keluar, dimasukkan ke dalam lubang tanah.

   Karena sudah bertahun-tahun rantai itu masuk ke dalam tulang.

   maka sudah seolah-olah menjadi satu dengan daging.

   Ngeri, benar-benar suatu siksaan yang menegakkan bulu roma....! Siau-liong bergidik juga.

   Dengan geram ia memandang pada Po Ceng-in.

   Tetapi nona itu cepat2 memalingkan muka kesamping.

   tak berani menghadapi pandang mata menuntut dari pemuda itu.

   Kini Siau-liong cepat dapat menduga bahwa tentulah Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Nerakalah yang mengikat orang itu.

   Tetapi iapun merasa heran mengapa Jong Leng lojin yang memiliki kepandaian bagitu sakti, tak mampu memutuskan rantai yang hanya sebesar jempol tangan saja? Dan mengapa orang tua sakti itu sampai dapat dirantai oleh suami isteri iblis.

   "Mengapa locianpwe rela dirantai disini?"

   Segera ia bertanya. Mata Jong Leng lojin berkeliar sejenak lalu menyahut.

   "S.apa bilang?"

   "Dengan kesaktian yang locianpwe miliki, masakan tak mampu memutus rantai yang hanya sejempol tangan besarnya itu?"

   Tanyanya pula. Jong Leng lojin gelengkan kepala.

   "Rantai ini terbuat dari baja murni. Merupakan logam yang paling lemas tetapi ulet sekali. Tak mungkin kudapat memutuskannya kecuali engkau bisa mendapatkan semacam obat untukku!"

   Siau-liong menghela napas.

   Dia sendiri masih dalam bahaya.

   Entah dapat selamat entah tidak.

   Bagaimana ia dapat mencarikan obat untuk orang tua itu? "Sekali pun aku senang sekali membantu locianpwe, tetapi pasti hanya akan mengecewakan harapan locianpwe saja.

   Karena aku benar-benar tak mempunyai kemampuan begitu besar!"

   Jong Leng lojin tampak kecewa. Tiba-tiba ia berkata kepada Siau-liong.

   "Takkan kusuruh engkau mencari obat itu dengan sia-sia. Akan kuberimu sebuah hadiah!"

   Siau-liong tertawa tawar.

   "Bukan aku menginginkan hadiah locianpwe, tetapi pada saat dan tempat seperti sekarang ini, tenagaku benar-benar tak mencapai. Kecuali...."

   Ia berhenti sejenak lalu.

   "kecuali aku mempunyai peta dari barisan Tujuh Maut."

   Jong Leng lojin bertepuk tangan.

   "Tepat sekali permintaanmu itu, budak! Barisan Tujuh Maut itu memang aku yang menciptakan. Dan justeru peta barisan itulah yang hendak kuberikan kepadamu!"

   Girang Siau-liong bukan buatan. Bergegas ia bertanya.

   "Apakah ucapan locianpwe itu sungguh2?"

   Jong Leng lojin mendengus lalu mengambil sebuah lipatan kain warna kuning yang sudah kumal, diberikan kepada Siauliong.

   "Ambillah!"

   Dan serentak iapun mengeluarkan selembar bungkusan kain sebesir jari tangan, katanya.

   "Resep! Jangan lupa, paling lama sebulan, engkau harus mengantarkan obat itu kemari!"

   Siau-liong buru-buru menyambuti dan menyimpannya baik2 dalam baju.

   "Harap locianpwe jangan kuatir. Tentu akan kulaksanakan sebaik-baiknya."

   Orang tua kurus itu pejamkan mata.

   Dari kedua lekuk pipinya yang cekung tinggal tulang itu, tampak menampil senyum gembira.

   Siau-liong pun segera ayunkan langkah pelahan-lahan keluar dari ruang itu.

   Po Ceng-in tetap mengikuti dibelakangnya.

   Beberapa saat kemudian nona itu menarik tangan Siau-liong.

   "Karena sudah mempunyai peta dari Jong Leng lojin, kiranya engkau tentu tak memerlukan bantuanku lagi sebagai penunjuk jalan. Siau-liong berhenti memandangnya sejenak katanya.

   "Jika nona hendak pulang, silahkan. Hanya kuharap janganlah nona memberitahu urusanku ini kepada ayah-bunda nona...."

   Siau-liong berhenti sejenak lalu tertawa.

   "Dengan cara apapun juga. sesungguhnya aku harus menghaturkan terima kasih kepada nona."

   "Tak perlu,"

   Sahut Po Ceng-in rawan. Dengan menahan haru air matanya yang hendak mengucur, ia berkata dengan sekat.

   "Ada sebuah hal yang harus kuberitahukan kepadamu."

   Siau-liong mengangguk.

   "Silahkan."

   "Memang sebelumnya aku sudah merasa, tak mungkin engkau menaruh cinta sesungguhnya kepadaku. Oleh karena itu...."

   Ia berhenti untuk menenangkan diri lalu dengan nada gemetar ia berkata pula.

   "kuberimu minum racun Jong-tok!"

   Siau-liong seperti disamber petir kejutnya.

   "Perempuan siluman, engkau!"

   Teriaknya marah. Tetapi Po Ceng-in tenang2 saja menyahut.

   "Sekarang terserah saja engkau hendak mengapakan diriku. Tetapi kukatakan, percuma saja. Karena racun Jong-tok itu tiada obatnya lagi.... Tetapi jika engkau ingin hidup, masih ada sebuah jalan...."

   Kata wanita itu pula.

   "Bagaimana?"

   "Menjadi suami isteri dengan aku...."

   Sahut Po Ceng-in tenang sekali. Hati Siau-liong seperti disayat sembilu. Geram, dan marah sekali sehingga untuk beberapa saat ia termangu-mangu seperti patung. Tiba-tiba Po Ceng-in meramkan mata dan berkata dengan rawan.

   "Aku sendiri pun minum racun itu. Dengan begitu kita menjadi dua nyawa satu badan. Hidup sama hidup, mati ikut mati!"

   Siau-liong terpaku. Sekonyong-konyong ia menggerung sekeras -kerasnya.

   "Perempuan siluman, serahkan nyawamu lebih dulu!"

   Dengan pukulan Tay-lo-kim-kong, Siau-liong hantamkan tangan kanannya kedada Po Ceng-in.

   Tetapi wanita itu tenang sekali sikapnya.

   Tidak mau menangkis, pun tak mau menghindar.

   Bahkan pejamkan kedua mata sambil menyungging senyum.

   Seolah-olah menghadapi kematian seperti hendak pulang kerumah....

   Pada saat tinju hendak tiba di dada, entah bagaimana, tibatiba Siau-liong menariknya kembali.

   "Pukullah! Jika tak mau memperisteri aku, bunuh sajalah!"

   Po Ceng-in menentang. Dada Siau-liong serasa meledak. Ia memakinya.

   "Perempuan siluman, engkau perempuan iblis yang buta....!"

   Po Ceng-in menatapnya, mendadak ia tertawa nyaring macam orang-utan meraung-raung, nadanya.

   "Dengan mahluk macam apa saja engkau hendak mempersamakan diriku, siluman perempuan atau iblis perempuan.... pokok nasib hidupmu sudah ditentukan tak dapat berpisah dengan diriku "

   Wanita pemilik lembah itu berhenti sejenak, menghela napas lalu melanjutkan kata-katanya.

   "Jika engkau membunuh aku, engkau pun takkan dapat hidup lebih lama dari tiga hari. Begitu racun Jong-tok itu bekerja, sekalipun dewa tak mungkin dapat menolongmu!"

   Jong-tok adalah ramuan racun dari segala jenis binatang berbisa.

   Siau-liong menggemeretakkan gigi.

   Namun tak dapat berbuat apa2.

   Ia percaya perempuan itu tentu tak bohong.

   Dengan minum racun Jong-tok yang ganas, setiap saat jiwanya dapat diputuskan menurut kekehendak perempuan itu! Siau-liong menghela napas dalam....

   Dia tak takut mati.

   Hanya tugas yang dibebankan pada dirinya masih banyak yang belum selesai.

   Jika mati ditangan perempuan siluman itu.

   bukanlah suatu kematian yang teramat sia-sia....? Teringat ia akan kematian ayahnya ditangan Toh Hun-ki.

   ibunya yang sedang mengidap sakit disebrang lautan, gurunya Kongsun Sin-tho yang telah merawatnya belasan tahun, Pendekar Laknat yang telah memberi saluran tenaga dalam kepadanya serta Pengemis Tengkorak yang telah menurunkan ilmu pukulan Thay-siang-ciang....

   Mereka masing-masing menumpahkan harapannya kepada dirinya.

   Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Walaupun permintaan mereka itu berlainan satu sama lain, tetapi ia merasa telah menerima budi mereka.

   Budi yang wajib ia balas dengan jiwa raga.

   Jika ia sampai mati dilembah situ, bukankah ia akan mengecewakan harapan mereka....

   Dan juga masih ada Tiau Bok-kun serta Mawar Putih....

   ah, teringat akan kesemuanya itu, hatinya amat pilu sekali.

   Bahkan timbul juga perasaan tak puas atas keadilan Yang Maha Kuasa, mengapa menggariskan suratan nasibnya dalam keadaan yang sedemikian rumit....

   Diam-diam Po Ceng-in melirik ke arahnya lalu tertawa pelahan.

   "Sesungguhnya engkau tak perlu bersedih begitu rupa. Apakah kerugianmu mengambil aku sebagai isteri? Bukankah tak lama lagi ayahku bakal menjadi pemimpin dunia persilatan? Pada saat itu, dikolong dunia ini....

   "Tutup mulutmu!"

   Bentak Siau-liong. Po Ceng-in mendengus.

   "Hm, dalam hal apakah aku tak dapat dibandingkan dengan budak perempuan baju putih itu? Mengapa hatimu begitu kemati-matian terpikat padanya? Budak perempuan hina itu kemungkinan sudah mati!"

   Memang Po Ceng-in berani mengatakan begitu karena ada kenyataannya.

   Walaupun umurnya sudah 40-an tahun, tetapi wajahnya masih berseri secantik gadis2 remaja.

   Terutama sepasang sepasang mata dan bibirnya, benar-benar mengandung daya tarik yang hebat.

   Tak kalah menariknya dengan wajah Mawar Putih mau pun Tiau Bok-kun.

   Tetapi Siau-liong tetap muak terhadap perempuan itu.

   Ingin ia menghantamnya hancur lebur.

   Dengan menahan kegeraman, ia paksakan menegur.

   "Berapa lamakah racun itu akan bekerja?"

   Sambil memandang pemuda itu, Po Ceng-in menjawab.

   "Hal itu tergantung padamu sendiri Setiap saat dapat bekerja. Mungkin seumur hidup racun takkan bekerja. Syaratnya asal engkau memperisteri aku, tentu selamat selama-lamanya!"

   Siau-liong tertawa dingin.

   "Hapus saja impianmu itu!"

   Po Ceng-in menghela napas.

   "Terserah saja padamulah! Karena hal itu memang tak dapat dipaksakan."

   Dengan tajam ia melirik anak muda itu lalu berkata pula.

   "Begini sajalah! engkau tak sudi mengambil isteri aku, tetapi pun jangan dengan budak baju putih itu. Paling tidak, takkan bersatu seumur hidup...."

   Habis berkata ia tertawa keras.

   Tetapi nadanya mengandung rintihan hati yang putus asa.

   Siau-liong menghela napas.

   Benar-benar ia tak dapat berbuat apa2 terhadap wanita yang sudah diamuk dendam asmara itu....

   Puas tertawa, Po Ceng-in berseru dengan terengah-engah.

   "Apa yang tak dapat kuperoleh. Lain orang pun jangan harap bisa mendapatkannya!.... lekas, lekaslah bunuh aku.... bunuhlah....!"

   Dengan kalap ia menyongsong Siau-liong seraya herteriakteriak.... Kalau engkau tak mau membunuhku, tak apalah. Aku dapat bunuh diri sendiri. Tetapi kalau aku mati, engkau pun hanya dapat hidup 3 hari lagi. Pergilah silahkan kalau mau pergi....!"

   Entah bagaima mendadak Siau-liong kasihan juga.

   Lepas bagaimana peribadi wanita itu tetapi yang nyata ia begitu mencintainya kemati-matian.

   Kalau tidak masakan dia sampai nekad makan racun ganas berdua supaya dapat sehidup semati dengannya.

   Segera Siau-liong mencengkeram bahu Po Ceng-in dan menguncang-guncangkannya;

   "Nona.... nona...."

   Po Ceng-in agak tenang, sambil mengangkat muka ia bertanya.

   "Bagaimana? Apakah engkau sudah menyadari....?"

   Siau-liong tertawa masam.

   "Aku tak dapat membohongi engkau. Tetapi memang benar-benar aku tak dapat memperisteri engkau, hanya...."

   "Tak perlu mengatakan!"

   Tukas Po Ceng-in.

   "Hanya aku dapat meluluskan, untuk mati bersama-sama engkau!"

   Kata Siau-liong tanpa peduli.

   "Engkau meluluskan atau tidak, tetap sama saja. Racun Jong-tok itu tiada obatnya!"

   Siau-liong mengangguk.

   "Kutahu.... hanya saja marilah kita cari tempat yang bagus untuk membuat liang dan mati dalam satu lubang kubur!"

   Po Ceng-in tertawa rawan. Itulah liang kubur 'Mati bersama hidup berbeda' ditatapnya Siau-liong, tanyanya.

   "Apakah engkau benar-benar sudah memutuskan begitu?"

   Siau-liong mengangguk.

   "Sekali sudah memutuskan, tak nanti aku menyesal. Tetapi engkau harus meluluskan sebuah hal dulu."

   "Katakanlah!"

   "Dalam waktu setahun lamanya, harap engkau jangan membuat racun Jong-tok itu bekerja dulu Dan jangan bertanya apa yang akan kulakukan. Apapun juga tindakanku, jangan sekali-kali engkau turut campur.... , ."

   Po Ceng-in menolak.

   "Tidak, bagaimana kalau engkau mencari budak baju putih dan bercumbu-cumbuan dengannya?"

   Siau-liong banting2 kaki menghela napas jengkel.

   "Percaya atau lidak, terserah. Tetapi aku tak punya hati apa2 terhadap nona itu. Dan lagi aku masih mempunyai tugas berat yang belum kuselesaikan. Mana aku mau menyeleweng untuk bermain cinta."

   Setelah merenung beberapa jenak, Po Ceng-in menyatakan setuju. Siau-liong menghela napas panjang, katanya.

   "Kalau begitu pada nanti hari raya Musim Rontok tahun depan, harap engkau menunggu aku dipuncak Sin-li-hong gunung Busan!"

   Po Ceng-in tertegun;

   "Lembah Semi mempunyai alam musim semi sepanjang tahun. Benar-benar merupakan tempat peristirahatan selama-lamanya yang bagus. Mengapa harus menuju kegunung Busan?"

   Tetapi Siau-liong berkeras.

   "Hal itu termasuk salah satu syarat perjanjian. Kalau tak setuju, katakan sekarang juga!"

   Po Ceng-in tak dapat berbuat apa2 kecuali menyetujui juga.

   "Baiklah, akan kutunggu engkau dipuncak Sin-li-hong pada nanti pertengahan musim rontok. Jika engkau tak datang. jangan salahkan aku berhati ganas.... terpaksa akan ku buatmu supaya mati secara pelahan-lahan dengan tubuh membusuk!"

   Siau-liong paksakan tertawa.

   "Aku bukan orang yang suka ingkar janji. Asal engkau benar-benar melaksanakan perjanjian setahun itu, aku pasti datang!"

   Tiba-tiba Po Ceng-in menatap pemuda itu dengan mesra, ujarnya.

   "Mungkin tak lama lagi aku akan ke Sin li-hong. Lebih dulu hendak kubangun makam itu seindah-indahnya agar kelak hatimu puas...."

   Berhenti sebentar, ia melanjutkan kata2nya lagi.

   "Kita dapat tinggal disana, mengasingkan diri dari keramaian dunia. Tetapi kalau niatmu tetap tak berobah, kitapun dapat mati berkubur di makam itu!"

   Siau-liong tertawa masam.

   "Terserah! Tetapi menurut pendapatku, baiklah makam itu jangan diberi payon. Biarkan saja terbuka. Memang lebih baik kalau engkau dapat secepatnya membangun makam itu kesana!"

   Po Ceng-in diam beberapa saat. Kemudian ia mengangkat muka memandang Siau-liong. Tiba-tiba ia mengambil sebuah botol kecil dari batu kumala lalu diserahkan kepada Siau-liong.

   "Obat ini untukmu. Sekeluarnya dari lembah mungkin ada gunanya...."

   Berputar tubuh, ia terus lari menyusuri lorong terowongan yang panjang.

   Siau-liong tegak mematung sambil mencekal botol obat itu.

   Dia seperti tersadar dari mimpi buruk.

   Ia merasa seperti habis keluar dari Neraka.

   Hatinya segelap terowongan dibawah tanah yang baru saja disusurinya tadi.

   Kini nasibnya sudah ditentukan.

   Ia bakal hanya dapat hidup selama satu tahun saja....

   Dalam waktu setahun itu, ia harus sudah dapat menyelesaikan budi dan dendam.

   Mengajak Mawar Putih menemui ibunya diseberang laut.

   Kemudian pada musim rontok tahun muka, harus mewakili Pendekar Laknat memenuhi tantangan digunung Busan.

   Dan terakhir baru menunaikan perjanjiannya dengan Po Ceng-in.

   Tiba-tiba saja pada saat itu ia merasa bahwa tempo amat berharga sekali.

   Tak boleh ia mensia-siakan setiap detikpun juga.

   Maka segera ia menyimpan botol obat lalu mengeluarkan peta pemberian Jong Leng lojin.

   Peta itu tenyata dibuat dengan cermat tetapi amat jelas sekali.

   Ditambah dengan kecerdasan otaknya, setelah meneliti beberapa saat, Siau-liong segera dapat mengingat semua jalan tembusan serta tembusannya.

   Ujung dari jalan tembusan yang terbentang dihadapannya saat itu, merupakan sebuah dinding batu.

   Menurut petunjuk dalam peta, Siau-liong dapat menemukan sebuah tombol pembuka pintu.

   Sekali tekan, pintu batu itupun segera terbuka.

   Ternyata diluar pintu itu adalah daerah Lembah Maut.

   Segera ia melangkah keluar.

   Sambil berjalan ia merangkai rencana.

   Lebih dulu ia hendak mencari Mawar Putih, kemudian mencari Toh Hun-ki serta keempat Su-lo, membunuh mereka lalu mengambil batang kepala mereka untuk diserahkan kepada Mawar Putih.

   Rencana kedua, ia akan menuju kekota Siok-ciu mencari Tiau Bok-kun, sekalian membelikan obat untuk Jong Leng lojin.

   Setelah itu akan masuk ke dalam Lembah Semi lagi.

   Menyerahkan obat kepada Jong Leng lojin lalu membunuh Soh-beng Ki-su untuk membalaskan dendam kematian Pendekar Laknat.

   Tiba-tiba terdengar seekor burung gagak terbang di atas kepalanya seraya berbunyi nyaring.

   Siau-liong terkejut.

   Saat itu sudah menjelang magrib.

   Suasana dalam Lembah Maut makin menyeramkan.

   Siau-liong mempertinggi kewaspadaannya, siap menghadapi setiap kemungkinan.

   Sekonyong2 dari balik beberapa gunduk batu yang berserak-serak kira2 lima tombak jauhnya disebelah muka, melurcur seuntai sinar berkilat kemilau menyambar ke arah burung gagak itu.

   Dan serempak pun terdengar suara bentakan yang nyaring seperti memecah angkasa.

   "Binatang, engkau berani jual lagak dihadapanku...." ---ooo0dw0ooo---

   Jilid 07 Menyusun tenaga HUAK....

   burung gagak itu bergaok dan miringkan tubuh menghindar.

   Setelah berputar-putar, burung itu balik ke dalam lembah lagi.

   Jelas benda berkilat itu adalah senjata rahasia yang dilepaskan oleh seorang ahli.

   Tetapi ternyata burung itu dapat menghindari....

   Terang burung itu bukan burung biasa.

   Tiba-tiba dari balik gundukan batu terdengar suara orang berseru.

   "Lo-siansu, harap sabarkan diri. Saat ini kita berada dalam perangkap musuh. Hendaknya jangan mempertunjukan diri."

   Mendengar kata2 itu, Siau-liong terkejut girang. Jelas ia kenal nada orang itu sebagai To Kiu-kong dan Ti Gong taysu. Ti Gong mendengus.

   "Huh, pengemis busuk, engkau juga berani mencampuri urusanku?"

   To Kiu-kong pun marah juga. Sahutnya dengan tajam.

   "Losiansu, tak perlu lo-siansu mengagulkan diri. Sekalipun aku seorang pengemis tua, tetapi juga merupakan salah sebuah aliran Putih dalam dunia persilatan. Rasanya tak lebih rendah dari lo-siansu!"

   Mendengar percakapan yang tajam itu, Siau-liong tak dapat mengendalikan diri lagi.

   
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   

Anak Berandalan -- Khu Lung Lembah Nirmala -- Khu Lung Kekaisaran Rajawali Emas Karya Khu Lung

Cari Blog Ini