Ceritasilat Novel Online

Pendekar Laknat 6


Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong Bagian 6



Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya dari S D Liong

   

   Dengan gunakan gerak Nagamelingkar- 18-kali, ia apungkan tubuh ke arah tempat persembunyian mereka.

   Ternyata dibalik gundukan batu itu terdapat tak kurang dari 10-an orang.

   Ada yang rebah, ada yang duduk tersebar diantara semak rumput....

   Mereka adalah ketua Siau-lim-si Ti Gong taysu, To Kiu-kong dan Pengemis-tertawa Tio tay-tong serta si Pincang-kanan dan si Pincang-kiri.

   Dan yang membangkitkan semangat Siauliong, ternyata ketua Kong-tong-pay Ton Hun-ki dan keempat Su-lo pun berada diantara mereka.

   Pakaian mereka compang-camping, sekujur tubuh berlumuran darah dan kotoran.

   Jubah Ti Gong taysu rompal2 tak keruan.

   Kemunculan Siau-liong, mengejutkan sekalian orang.

   Ti Gong taysu yang hendak bertindak terhadap To Kiu-kong, pun terpaksa berhenti.

   Secepat berputar tubuh ia menghantam Siau-liong.

   To Kiu-kong dan kawan-kawannya terkejut girang sekali.

   Kehadiran ketua mereka pada tempat dan saat seperti itu, benar-benar membuat mereka tercengang heran sehingga tak dapat berkata apa2.

   Setelah lepaskan pukulan, Ti Gong taysu menggembor dan hendak menyerang.

   Tetapi dicegah oleh Toh Hun-ki.

   "Harap bersabar dulu. Jika memang harus berkelahi, nanti saja setelah persoalan sudah jelas!"

   Ti Gong terpaksa tarik pulang tinjunya dan membentak.

   "Apanya yang perlu dijelaskan lagi? Budak itu jelas anak buah Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka! Bukankah ketika dipuncak Ngo-siong-nia tempo hari engkau juga melihatnya menolong Dewi Ular Ki Ih?"

   "Benar,"

   Sahut Toh Hun-ki.

   "tetapi aku pun juga menyaksikan dia menempur Harimau Iblis!"

   Toh Hun-ki tak mau melayani ketua Siau-lim-si itu lagi. Ia terus berpaling memberi hormat kepada Siau-liong.

   "Ah, Kongsun hiapsu...."

   Siau-liong hanya mengangguk dan mendengus. Matanya berkilat-kilat memandang orang2 disitu, lalu bertanya.

   "Dimanakah It Hang totiang dan romhongannya?"

   Toh Hun-ki menghela napas.

   "It Hang totiang, Kun-lun Sam-cu dan rombongannya, belum ketahuan jejaknya. Turut pendapatku, kemungkinan mereka.... tertimpah kemalangan...."

   Siau-liong terbeliak, serunya.

   "Apakah kalian melihat ketua Tong-thing-pang Cu Kong leng dan ketua Ji-tok-kau Tan Ihhong serta seorang gadis baju putih?"

   Toh Hun-ki gelengkan kepala.

   "Sejak masuk ke dalam Lembah, Tan Ih-hong dan Cu Kong-leng sudah tak ada berita. Kami sekalian didesak ke dalam Lembah Maut sini dan tak pernah melihat si dara baju putih itu!"

   Siau-Liong gelisah.

   Jika Mawar Putih benar-benar masuk ke dalam Lembah Maut, tak mungkin dia menghilang.

   Sekalipun benar ada seorang sakti yang menyelundup ke dalam lembah seperti yang diduga Iblis Penakluk-dunia itu tetapi tanpa memiliki peta dari Jong Leng lojin, tak mungkin bisa keluar.

   Apalagi disekeliling penjuru lembah itu dijaga ketat oleh anak buah Ibiis Penakluk-dunia....

   Rupanya Ti Gong taysu masih membekal dalam tentang peristiwa dipuncak Ngo-siong-nia tempo hari.

   Tetapi karena ia menyadari takkan mampu mengalahkan Siau-liong, maka ia mau juga dicegah Toh Hun-ki tadi.

   Ia berdiri disamping tak bicara apa.

   Tetapi matanya tetap memandang Siau-liong dengan gusar.

   Melihat Siau-liong termenung diam, Toh Hun-ki berkata pula.

   "Pertemuan dipuncak Ngo-siong-nia telah dihadiri oleh 200 tokoh2 persilatan ternama. Tetapi ternyata kedua suami isteri iblis itu telah mempersiapkan jaring2 perangkap yang hebat sekali. Dalam pertempuran di lembah mereka, kami telah kehilangan banyak sekali kawan2 sehingga yang masih hidup hanya tinggal beberapa orang ini!"

   Siau-liong tindas ketegangan hatinya, menyahut.

   "Lembah Maut ini memang berhubungan dengan barisan Tujuh Maut. Penuh dilengkapi dengan alat-alat rahasia dan barisan pendam. Iblis Penakluk-dunia menggunakan tempat ini sebagai tempat tawanan. Kemungkinan saudara2 memang sukar untuk lolos dari sini!"

   Toh Hun-ki mengangguk.

   "Ya, memang hal itu sudah kuduga, tetapi.... betapapun juga. Kebenaran pasti akan mengalahkan kejahatan. Memang untuk sementara ini Iblis Penakluk-dunia menang, tetapi akhirnya dia tentu takkan lolos dari kekalahan juga! Pengorbanan It Hang totiang dan ke 200 orang gagah itu, pasti takkan sia2. Tentu akan menggugah hati nurani segenap kaum persilatan untuk serentak berbangkit menentang kedua suami isteri iblis!"

   Siau-liong tertawa dingin.

   "Ucapan saudara memang benar. Suami isteri Ibiis Penakluk-dunia dengan gerombolannya berusaha dengan sekuat tenaga dan kemampuannya untuk menguasai dunia persilatan. Tetapi betapapun, usaha mereka yang ganas itu pasti akan menemui kegagalan. Namun kehancuran dari rombongan orang gagah yang dipimpin It Hang totiang itu, benar-benar merupakan pukulan berat bagi kubu kekuatan dunia persilatan. Dalam beberapa waktu, kiranya sukar untuk menyusun tenaga, menghadapi ancaman kedua iblis itu. Dunia persilatan pasti akan menderita kekosongan tokoh sehingga mudah dikuasai mereka. Dengan demikian dunia persilatan pasti akan mengalami suatu kehancuran banjir darah yang belum pernah terjadi selamanya!"

   "Jika tak timbul suatu keajaiban, memang banjir darah itu tak mungkin dapat dihindari lagi,"

   Sahut Toh Hun-ki.

   "Apakah yang engkau maksudkan dengan keajaiban itu?"

   Tanya Siau-liong. Sepasang mata ketua Kong-tong-pay itu berkilat-kilat memancar api. Sambil mengurut-urut jenggotnya yang panjang sampai kedada, ia berkata pelahan-lahan.

   "Sejak dunia persilatan tenteram kembali dari pengacauan keempat momok Iblis Penakluk-dunia. Dewi Neraka, Harimau Iblis dan Naga Terkutuk, banyaklah sudah para cianpwe persilatan yang berilmu sakti sama mengasingkan diri dari dunia ramai. Misalnya, Ketua partai Kun-lun-pay yang dahulu yakni Ceng Hi totiang, Liau Hoan siansu paderi sakti dari gunung Thian-san, Sepasang imam dari gunung Busan dan lain-lain.... Mereka termasuk tokoh2 yang telah mencapai kesempurnaan dalam ilmu silat. Jika mendengar gerombolan iblis itu muncul dan mengacau lagi, kemungkinan besar para cianpwe itupun tentu akan keluar lagi untuk menentramkan suasana. Selain itu.... Ia berhenti sejenak lalu berkata pula.

   "Masih ada seorang yang dapat diandalkan ialah...."

   "Siapa?"

   Siau-liong menyelutuk.

   "Orang itu bukan lain adalah momok yang sejajar tingkatannya dengan keempat iblis lainnya, ialah Pendekar Laknat! Walaupun dia berwatak sombong dan dendam, malang melintang di dunia persilatan seorang diri, namun setelah beberapa kali bertemu dengannya, kutahu dia ternyata amat baik hati budinya...."

   Toh Hun-ki berhenti mencari kesan pada sekalian orang. Kemudian menyambung pula.

   "Dan lagi dia sudah mau menerima permintaanku! Kemungkinan setiap saat dia akan muncul membantu perjuangan kita melawan kedua suami isteri iblis itu. Maka pada hematku, walaupun keadaan saat ini memang teramat buruk, tetapi belum berarti kalau sudah hancur lebur!"

   Toh Hun-ki berbicara dengan sikap seorang ketua partai persilatan yang berwibawa.

   Jelas ia masih menaruh kepercayaan penuh pada Pendekar Laknat.

   Diam-diam malulah Siau-liong pada dirinya sendiri.

   Sebenarnya saat itu ia hendak membunuh Toh Hun-ki dan keempat Su-lo, lalu menyerahkan batang kepala mereka kepada Mawar Putih dan bersama dara itu pulang ke seberang laut menemui ibunya.

   Tetapi sikap Toh Hun-ki yang mengunjukkan pribadi seorang tokoh aliran Putih yang tak kenal takut, diam-diam telah menggerakkan hatinya.

   Bukan saja tak sampai hati untuk membunuhnya, pun tak sampai pula ia untuk berpeluk tangan mengawasi bencana berdarah yang akan menimpah dunia persilatan.

   Tanpa disadari, tangannya merabah baju dan terjamahlah separoh Giok-pwe yang diberikan Toh Hun-ki kepadanya.

   Pikirannya makin kabur dan hilanglah fahamnya untuk bertindak.

   Sampai beberapa saat ia termenung-menung.

   Akhirnya ia menghela napas.

   "Kalau Pendekar Laknat itu sejajar tingkatannya dengan Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka, terang kalau dia tidak lebih sakti dari kedua suami isteri itu. Sekalipun dia muncul membantu rombongan orang gagah, juga belum tentu dapat mengalahkan suami isteri iblis itu!"

   Pada saat Toh Hin-ki hendak menyahut, Ti Gong taysu rupanya tak sabar menunggu lagi. Ia menyelutuk nyaring.

   "Perlu apa engkau meributi orang itu! Pendekar Laknat sejenis dengan Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka, Bagaimana mungkin dia akan berbalik haluan membantu kita? Dan lagi ia mendengus. lalu melanjutkan.

   "kalau hasil kemenangan terhadap suami isteri iblis itu berkat bantuan Pendekar Laknat, rasanya juga merupakan suatu hal yang menghilang muka seluruh kaum persilatan golongan Putih!"

   Siau-liong meluap tetapi ia masih paksakan diri untuk menekan kemarahannya. Serunya dengan tertawa dingin.

   "Andaikata Pendekar Laknat benar-benar muncul disini dan menolong sekalian saudara dari lembah ini. Entah apakah losiansu akan ikut atau tetap tinggal seorang diri disini!"

   Ti Gong terkesiap, bentaknya.

   "Suatu hal yang mustahil terjadi! Dan lagi aku tetap tak percaya bahwa seorang iblis ganas yang gemar membunuh orang, dapat berobah seratus derajat pendiriannya....!"

   Habis berkata ketua Siaulim-pay itu maju selangkah dan membentak.

   "Budak, katakanlah engkau sendiri datang dari mana?"

   "Apa engkau berhak mengurus aku?"

   Sahut Siau-liong marah.

   "Omitohud!"

   Seru Ti Gong taysu. Lalu ia berpaling kepada Toh Hun-ki.

   "Budak itu jelas menjadi anak buah Iblis Penakluk-dunia! Coba bayangkanlah. Sedang kita yang berjumlah puluhan orang tetap sukar menghadapi serangan Iblis Penakluk-dunia dan akhirnya digiring masuk ke dalam lembah ini, mengapa dia seorang diri dapat muncul lenyap sekehendak hatinya?"

   Sejenak ketua Siau-lim-si itu memandang sekalian orang lalu berseru lantang.

   "Turut hematku, lebih baik kita bersatu untuk membasmi budak itu!"

   Benar-benar dada Siau-liong seperti hendak meledak.

   Marah dan kecewalah ia.

   Jika setiap kaum persilatan golongan Putih mempunyai pendirian semacam Ti Gong, bersikap bengis dan keras kepala seperti paderi itu, terang dunia persilatan pasti akan kiamat! Toh Hun-ki kerutkan alis memandang Ti Gong.

   "Harap losiansu suka redakan nafsu amarah lo-siansu. Pada saat dan tempat seperti sekarang ini bagaimana kita hendak menambah musuh lagi? Walaupun memang sepak terjang Kongsun haipsu ini dapat menimbulkan kecurigaan orang tetapi menurut pengamatanku, dia bukanlah golongan orang semacam Iblis Penakluk-dunia dan rekan-rekannya itu...."

   Kemudian ketua Kong-tong pay itu memandang Siau-liong dan memberi sebuah senyuman.

   "Entah begaimanakah cara Kongsun haipsu dapat masuk ke dalam lembah ini, apakah...."

   "Terlalu panjang kalau diceritakan,"

   Tukas Siau-liong tak sabar.

   "saat ini tiada waktu lagi untuk bercerita. Tetapi memang aku sendiri juga terjebak dalam barisan Tujuh Maut itu. Jika Cu Kong-leng dan Tan Ih-hong belum mati, mereka tentu dapat memberi kesaksian...."

   Ia menghela napas, sambungnya.

   "Jika tidak bertemu seorang cianpwe yang aneh, saat ini aku tentu tak dapat berada disini!"

   Ti Gong mendengus.

   "Hm, keterangan yang sukar dipercaya!"

   Ketua Siau-lim-si itu walaupun bengis dan keras kepala tetapi ia agak gentar juga terhadap Siau-liong.

   Oleh karena itu ia pun tak berani bertindak apa2 kecuali hanya memandang anak muda itu dengan mata penuh kemarahan.

   Siau-liong tertawa dingin.

   Ia tak mempedulikan ketua Siaulim- si itu dan berpaling ke arah To Kiu-kong.

   "Kiu kong!"

   "Cousu-ya!"

   Buru-buru tokoh pengemis itu menyahut. Siau-liong tertawa masam.

   "Saat ini diriku sedang dicurigai orang. Apakah kalian masih tetap menganggap diriku sebagai cousu-ya?"

   Dengan masih menundukkan kepala To Kiu-kong menyahut.

   "Bagaimanapun halnya adalah pewaris dari kakek guru kami Pengemis Tengkorak Selama-lamanya tetap menjadi cousu-ya partai kami. Aku dan sekalian anak murid...."

   Tokoh Kay-pang itu menghela napas. Sepasang matanya berlinang-linang dan dengan suara rawan melanjutkan kata2 lagi;

   "Bertahun-tahun ini pamor partai kita makin menyuram. Kami harap cousu-ya suka mengembalikan cahaya gemilang dari partai kita. Jika benar-benar cousu-ya sampai tersesat dan mau bersekutu dengan kedua suami isteri iblis itu, itupun memang sudah menjadi kehendak Allah untuk melenyapkan Kay-pang. Setitik pun aku dan sekalian anak murid Kay-pang takkan mendendam kepada cousu-ya!"

   Mendengar pernyataan tokoh Kay-pang yang penuh bernada kesungguan dan kesetyaan hati itu, mau tak mau hati Siau-liong pilu juga. Kemudian ia melolos lencana Tengkorak yang tergantung pida lehernya lalu diserahkan kepada To Kiu-kong.

   "Ambillah lencana ini. Sejak saat ini aku bukan lagi cousu-ya dari Kaypang!"

   To Kiu-kong terkejut sekali. Ia menyurut mundur dan berseru gugup.

   "Mengapa begitu? Bagaimana nanti pertanggungan jawabku kepada sekalian anak murid Kay pang yang berjumlah puluhan ribu itu?"

   Siau-liong menghela napas.

   "Memang aku sudah mererima budi dari Pengemis Tengkorak yang telah memberikan ilmu pukulan sakti Thay-siang-ciang. Tetapi sedikitpun aku belum dapat membalas...."

   Ia berhenti merenung.... Tiba-tiba dengan nada tegas ia berseru.

   "Pilihlah diantara anak murid Kay-pang seorang yang berbakat bagus. Akan kuberinya pelajaran ilmu Thay-siangciang itu kepadanya agar dapat melanjutkan usaha untuk mengembangkan pamor partai Kay-pang...."

   "Ini.... ini...."

   To Kiu-kong makin bingung dan tak mengerti maksud Siau-liong. Sampai beberapa saat ia tergugu tak dapat berkata yang jelas. Siau-liong tahu isi hati tokoh Kay-pang itu. Dengan tersenyum ia berkata.

   "Kiu-kong, jangan meragu. Aku akan bersumpah takkan memberikan ilmu pelajaran itu kepada lain orang lagi. Tentang diriku...."

   Ditatapnya To Kiu-kong lekat2, lalu berkata pula dengan tenang.

   "Setelah urusan itu selesai, aku hendak pergi jauh keseberang lautan. Mungkin dalam kehidupan sekarang, aku takkan kembali lagi. Dengan begitu ilmu pukulan Thay-siangciang, tetap menjadi milik partai Kay-pang."

   Oleh karena tak mau menceritakan tentang perjanjian mati dengan Po Ceng-in pemilik lembah Semi, maka Siau-liong hanya menggunakan alasan hendak pergi jauh keluar lautan.

   To Kiu-kong benar-benar dicengkam oleh rasa keheranan dan tak mengerti atas ucapan cousu-ya mereka.

   
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Ia berpaling dan bertukar pandang mata dengan kedua pengemis Pincang, lalu mengiakan.

   "Karena begitu yang menjadi kehendak cousu-ya, akupun tak berani menolak. Tetapi hal itu mempunyai akibat besar. Apabila kami beruntung dapat keluar dari bahaya maut saat ini, pun harus mengundang seluruh anak murid Kay-pang dalam sebuah pertemuan besar. Lalu memilih calon yang tepat untuk melaksanakan perintah cousu-ya tadi. Kemudian barulah kami dapat mengundang cousu-ya untuk memberi ilmu pelajaran."

   Siau-liong mengangguk.

   "Baiklah, tetapi hal itu harus segera terlaksana secepat mungkin. Karena aku benar-benar ingin lekas tinggalkan tempat ini!"

   "Perintah cousu-ya pasti akan kulaksanakan, tetapi.... saat ini kita sekalian sedang terkurung dalam Lembah Maut. Dapatkah lolos dari sini, masih sukar diramalkan...."

   Siau-liong hendak membuka mulut, tetapi Ti Gong taysu dan Toh Hun-ki kedengaran mendesah pelahan. Rupanya mereka telah mencium sesuatu hawa yang harum.

   "Ini tentulah gerombolan siluman itu yang mengacau. Bau ini bukan sewajarnya!"

   Seru Ti Gong dengan geram. Memang saat itu Siau -liongpun terbaur oleh angin yang mengantar bau harum. Diam-diam ia heran. Jelas diketahui dalam lembah itu hanya terdapat pakis yang tak enak baunya. Dari manakah datangnya bau harum itu? "Awas!"

   Tiba-tiba Toh Hun-ki berseru.

   "bau harum ini tentu mengandung racun. Kemarin pun aku sudah terkena. Harap saudara lekas menutup pernapasan!"

   Tetapi bau itu makin lama makin keras.

   Sedang menutup pernapasan pun tak dapat berlangsung lama.

   Saat itu mereka benar-benar menyerupai kawanan ikan dalam jaring yang tak dapat lolos.

   Tak lama mereka pasti akan rubuh.

   Kira2 tak sampai sepeminum teh lamanya, Su-lo dari Kongtong- pay, Pengemis Tertawa Tio Tay-tong serta kedua pengemis pincang tampak tak kuat.

   Mereka terus menerus batuk2 dan tubuhnya terhuyung-huyung....

   Saat itu hari makin malam.

   Suasana dalam lembah itu makin menyeramkan.

   Ditambah pula dengan tebaran kabut, benar-benar menyerupai sebuah tempat di Neraka.

   Ti Gong taysu, To Kiu-kong dan Toh Hun-ki yang lebih tinggi ilmu lwekangnya, masih lebih dapat bertahan.

   Tetapi makin lama kepala mereka makin pusing, mata makin berkunang-kunang dan lalu makin kantuk.

   Apabila setiap saat musuh datang menyerang, habislah tentu riwayat mereka....

   Siau-liong amat gelisah.

   Tiba-tiba ia teringat akan botol obat pemberian Po Ceng-in.

   Nona itu mengatakan bahwa botol itu mungkin berguna dalam perjalanan keluar lembah.

   Ah, kemungkinan yang dimaksudkan itu tentulah kabut beracun.

   Segera ia mengeluarkan botol itu dan segera menuang sebutir lalu menelannya sendiri.

   Ternyata khasiatnya hebat sekali.

   Ia rasakan semangatnya segar lagi.

   Rasa lemas dan pening akibat kabut itu hilang seketika.

   Setelah mengetahui khasiatnya, segera ia membagikan pil itu kepada To Kiu-kong, kedua pengemis pincang, Toh Hun-ki serta keempat Su-lo.

   Tak lama mereka segar kembali.

   Ti Gong yang menggeletak di tanah.

   Melihat orang2 sudah segar lagi, ia paksakan diri bangun dan berseru.

   "Hai, mengapa aku tak diberi pil?"

   Dalam pakaian jubah yang sudah compang camping dan sekujur badan berlumur noda darah, ketua Siau-lim-si itu tampak tak karuan keadaannya.

   Mau tak mau orang tentu geli melihatnya.

   Toh Hun-ki benar-benar amat berterima kasih sekali kepada Siau-liong.

   Rasa kesangsiannya terhadap pemuda itu lenyap sama sekali.

   Serta-merta ia menghaturkan terima kasih.

   Tetapi Siau-liong mengatakan, yang penting saat itu harus segera bersiap menghadapi kemungkinan lain.

   Musuh tentu akan segera datang menyergap.

   "Lebih baik kita pedayakan mereka. Jangan sampai mereka mengetahui bahwa kita tak kurang suatu apa...."

   Katanya.

   "begitu mereka datang, kita basmi habis dan terus keluar dari lembah celaka ini!"

   Toh Hun-ki memuji buah pikiran pemuda itu.

   Ia menyatakan akan menurut apa yang direncanakan pemuda itu.

   Selain itu ia pun memintakan obat juga untuk Ti Gong Taysu.

   Karena walau pun ketua Siau-lim-si itu berwatak kasar dan bengis tetapi dia tetap seorang tokoh golongan Putih yang menentang kejahatan.

   Siau-liong mendengus lalu menghampiri Ti Gong, serunya tertawa.

   "Tadi lo-siansu menuduh aku seorang kaki tangan Iblis Penakluk-dunia. Dengan begitu pil ini tentu mengandung racun. Apakah lo-siansu tak kuatir?"

   Ketua Siau-lim-si itu paksakan membuka mata dan hendak berkata.

   Tetapi baru bibirnya bergerak, ia sudah tak kuat.

   Siau-liong tak sampai hatinya.

   Segera ia menyusupkan sebutir pil kemulut paderi itu.

   Tak berapa lama paderi itu dapat merangkak bangun.

   Sejenak memandang ke arah Siauliong, ia duduk kembali.

   Walaupun tak membuka mulut tetapi wajahnya menunjukkan bahwa ia menyesal dengan tuduhannya terhadap Siau-liong.

   Saat itu sesuai dengan rencana Siau-liong lalu mereka semua menggeletak di tanah, pura-pura pingsan seperti terkena racun.

   Tiba-tiba Siau-liong mendapat pikiran.

   Segera ia mengatakan kepada To Kiu-kong yang berada disebelahnya.

   "Aku hendak menyelidiki keadaan lembah ini.... siapa tahu aku dapat menemukan jalan keluar dari lembah ini. Pada saat itu kalian harus lekas2 menerobos keluar tak perlu tunggu aku!"

   "Baik cousu-ya!"

   Kata To Kiu-kong yang saat itu sudah pulih seratus persen kepercayaannya terhadap Siau-liong.

   Setelah memberi pesan supaya berhati-hati.

   Siau-liong melesat lenyap ditelan kabut.

   Dalam tempat yang penuh dengan pohon dan saat itu sedang terbungkus kabut tebal, jika tak memiliki mata yang amat tajam, tentu akan celakalah.

   Toh Hun-ki dan lain-lain orang, menghela napas.

   Mereka benar-benar tak mengerti akan sepak terjang Siau-liong.

   Tetapi yang jelas, kini mereka sudah yakin bahwa pemuda itu bukanlah kaki tangan Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka.

   Hanya To Kiu-Kong yang paling bingung.

   Ketika dipuncak Ngosong- nia, ia melihat Siau-liong menolong Dewi Ular Ki Ih yang terluka.

   Lalu sekarang cousu-ya itu hendak mancari sigadis baju putih serta Tiau Bok-kun.

   Mengapa cousu-ya itu dimanamana tempat selalu terlibat dengan wanita saja? Sepeminum teh dari kepergian Siau-liong, suasana dalam Lembah Maut makin sunyi.

   Hanya hawa wangi itu tetap berhamburan memenuhi lembah.

   Tetapi karena sudah minum pil pemberian Siau-liong, mereka tak kurang suatu apa.

   Bahkan mereka merasa segar semangatnya karena menghirup hawa wangi itu.

   Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara suitan pelahan.

   Seperti suitan dari mulut orang tetapi juga mirip tiupan seruling.

   Tak berapa lama sepetik api kehijau-hijauan meluncur ke udara.

   Sekalian orang gagah segera bersiap-siap.

   Mereka berbaring di tanah, pura-pura pingsan.

   Tak berapa lama, mereka mencuri lirik.

   Tampak seorang tua bermuka kurus, rambut dikucir, tubuhnya kurus kering seperti tulang terbungkus kulit, mengenakan pakaian pertapaan.

   Dandanannya mirip imam bukan imam, orang biasapun juga bukan.

   Punggung menyanggul sebuah senjata yang aneh.

   Orang itu bukan lain adalah murid tunggal dari Iblis Penakluk-dunia yakni Soh-beng ki-su atau Pertapa-percabutnyawa.

   Setelah memandang kesekeliling penjuru dan melihat rombongan Ti Gong dan Toh Hun-ki menggeletak pingsan di tanah, tiba-tiba ia kebutkan lengan jubahnya melambai "Anak2, lekas kemari!"

   Lebih dari 20 orang berpakaian hitam, muncul dan memberi hormat dihadapan Soh-beng Ki-su, menunggu perintah. Sikap dan gerak-gerik rombongan baju hitam itu seperti tak wajar. Seperti orang tolol. Mereka masing-masing memandang ke ujung kakinya.

   "Ikatlah tulang bahu mereka dengan rantai besi dan terus bawa ke dalam lembah!"

   Seru Soh-beng Ki-su dengan nada macam iblis merintih.

   Ke 20 orang baju hitam itu gemuruh mengiakan.

   Beberapa orang diantaranya segera mengeluarkan rantai besi terus hendak mengikat Toh Hun-ki dan rombongannya.

   Yang paling tak tahan hatinya adalah Ti Gong taysu.

   Diamdiam ia gunakan ujung kaki untuk menjejak Toh Hun-ki, lalu tiba-tiba menggembor keras dan loncat menghantam dengan jurus Air-terjun-membuka-gunung kepada Soh-beng Ki-su.

   Soh-beng Ki-su tersentak kaget.

   Benar-benar ia tak menduga akan serangan mendadak itu.

   Sekali kaki menekan tanah, ia loncat sampai dua tombak ke udara menghindari pukulan Ti Gong taysu.

   Melihat ketua Siau-lim-si sudah bergerak, Toh Hun-ki dan lain-lain orang gagah segera loncat bangun.

   Toh Hun-ki, To Kiu-kong serempak menyerang Soh-beng Ki-su.

   Pengemistertawa Tio Tay-tong.

   kedua pengemis Pincang dan Su-lo Kong-tong-pay, mengamuk ke-20 orang anak buah Soh-beng Ki-su.

   Terdengar jeritan ngeri berkumandang memenuhi lembah.

   Ke 20 orang baju hitam itu hanya bertindak dari komando Soh-beng Ki-su, Karena Soh-beng Ki-su pontang panting sendiri sehingga tak dapat memberi komando, ke 20 orang berpakaian hitam itupun kacau balau.

   Mereka mundur kegunduk batu.

   Ketika Soh-beng Ki-su melayang turun ke tanah.

   To Kiukong dan Toh Hun-ki serentak menyerangnya.

   Mereka gunakan jurus dahsyat dari ilmu simpanan partai masingmasing.

   Brett....

   Soh-beng Ki-su dapat menghindari tongkat Kumala Hijau To Kiu-kong tetapi tak urung pakaianya robek sampai panjang.

   Sedangkan Toh Hun-ki lebih beruntung.

   Ia dapat menghantam lengan kiri pertapa pencabut nyawa itu sehingga Soh-beng ki-su menguak-uak karena kesakitan.

   Soh-beng Ki-su murka.

   Setelah mundur beberapa langkah ia menekuk kedua tangannya.

   Krek, krek....

   So-beng Ki-su rentangkan kesepuluh jarinya.

   Dari ujung jari itu menghambur asap putih mirip dengan ribuan ekor ular meluncur ke arah Toh Kun-ki dan kawan-kawannya.

   Ti Gong taysu dan To Kiu-kong segera berkumpul merapat.

   Belum asap putih itu melanda datang, sekonyong-konyong ketiga orang itu dilanda oleh semacam hawa dingin sekali.

   "Awas, dia sedang melancarkan ilmunya Pek-kut-kang! "

   Teriak Toh Hun-ki.

   Ti Gong taysu baru pertama kali itu bertempur lawan Sohbeng- Ki-su sehingga ia tak tahu pertapa Pencabut-nyawa itu memiliki ilmu tenaga sakti luar biasa, yakni tenaga Tulang Putih atau Pek-kut-kang.

   Ketua Siau-lim-si itu merganggap ilmu tenaga dalamnya mampu menghadapi.

   Ketua Siau-lim-si itu segera mendorongkan kedua tangannya untuk menghalau kabut.

   Tetapi diluar dugaan, begitu terkena angin pukulan, asap putih itu malah bergulunggulung melanda Ti Gong taysu.

   Seketika Ti Gong seperti didampar oleh hawa yang luar biasa dinginnya sehingga ia menggigil kedinginan.

   Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Darahnya serasa membeku.

   Melihat serangannya berhasil, Soh-beng Ki-su loncat mundur lalu taburkan segumpal asap merah dan tertawa nyaring.

   "Tengkorak menari!"

   Saat itu Ti Gong berusaha untuk mengerah tenaga dalam melawan hawa dingin.

   Tetapi tenaganya lenyap, tulang serasa berhamburan lepas dari sendinya.

   Ia benar-benar telah kehilangan tenaga untuk melawan.

   Teriakan Soh-beng Ki-su itu mengejutkan sekalian orang gagah.

   Jelas pertapa pencabut nyawa itu tentu melepaskan pertandaan ke arah lembah Semi.

   Hal itu diinsjafi oleh Toh Hun-ki dan kawan2nya.

   Lembah Semi tentu akan mengirim bala bantuan.

   Kemungkinan malah Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka sendiri akan datang.

   Tetapi kekuatiran Toh Hun-ki dan rombongannya itu, tidak tepat.

   Ternyata buka bala bantuan dari Lembah Semi yang muncul, melainkan berpuluh-puluh kerangka tengkorak yang berloncatan menyerbu rombongan Toh Hun-ki.

   Selama berpuluh tahun berkecimpung dalam dunia persilatan, tak pernah Ti Gong menyaksikan peristiwa seaneh itu, bahwa kerangka tengkorak dapat diperintah untuk menyerang.

   Tetapi karena saat itu ia sudah kehilangan tenaga, maka ia tak dapat berbuat suatu apa lagi kecuali hanya menghela napas.

   "Omitohud! Habislah riwayatku sekarang!"

   Ia segera duduk bersemedhi di tanah. Pejamkan mata menunggu ajal.

   "Barisan tengkorak!"

   Teriak Toh Hun-ki dan To Kiu-kong serempak.

   "Im dan Yang silang menyilang!"

   Terdengar pula Soh-beng Ki-su berseru nyaring.

   Berpuluh kerangka tengkorak itu segera menari-nari dan berbondong-bondong menyerbu sekalian orang.

   Toh Hun-ki dan kawan2 menyadari bahwa saat itu mereka terancam bahaya maut.

   Tetapi mereka sudah bertekad bulat, lebih baik pecah sebagai ratna daripada menyerah.

   Mereka segera mengelompok menjadi sebuah lingkaran.

   Bahu membahu mereka lancarkan pukulan ke arah barisan Tengkorak itu.

   Sekalipun barisan tengkorak itu tak dapat main silat tetapi gerakan mereka menghamburkan angin dingin dan bau busuk yang memuakkan sekali.

   Karena tak bernyawa, barisan tengkorak hanya bergerak menurut perintah So-beng Ki-su.

   Selama tidak diperintah mundur, mereka tetap maju.

   Sekalipun separoh dari kerangka tubuhnya hancur terkena pukulan, atau bahkan hanya tinggal sebuah kaki dan tangan saja, mereka tetap berloncatan menyerang.

   Pendek kata, kalau tak hancur sama sekali, mereka takkan berhenti.

   Beberapa saat kemudian, serangan barisan Tengkorak itu makin menghebat.

   Lingkaran kepungan mereka pun makin menyempit.

   Keadaan rombongan Toh Hun-ki makin gawat.

   Soh-beng Ki-su tak henti-hentinya berteriak dan tertawatawa.

   Sekonyong-konyong terdengar sebuah suara raungan yang dahsyat.

   Dan menyusul terdengar suara tertawa panjang yang tak kalah congkak perbawanya dengan tertawa Soh-beng Kisu.

   Sekalian orang gagah terkejut sekali.

   Ketika mencuri kesempatan melirik, mereka makin terkejut.

   Soh-beng Ki-su tampak terhuyung-huyung ke belakang.

   Tak jauh disebelah mukanya, muncul seorang aneh berpakaian biru.

   Rambutnya memanjang sampai kebahu.

   Mata sebesar kelinting, mulut besar dan merah, jenggotnya berserabutan lempang seperti duri.

   Amboi....

   itulah Pendekar Laknat! Sudah beberapa kali Soh-beng Ki-su menderita kekalahan dari Pendekar Laknat.

   Sudah tentu ia kaget setengah mati ketika mendadak momok yang ditakuti itu muncul.

   Ia terhuyung-huyung mundur mencari jalan untuk lolos.

   Karena tak diberi komando lagi, barisan Tengkorak pun macet.

   Mereka tertegun diam.

   "Pendekar Laknat!"

   Serentak Toh Hun-ki berteriak girang.

   Ia segera bersama To Kiu-kong menghantam barisan tengkorak itu hingga hancur lebur berhamburan ke dalam semak.

   Pendekar Laknat yang muncul itu sudah tentu Siau-liong yang menyamar.

   Kiranya, kepergiannya untuk menyelidiki keadaan lembah itu tadi hanya suatu alasan untuk berganti sebagai Pendekar Laknat.

   Tetapi memang tadi ia telah menyelidiki juga.

   Berkat bantuan peta pemberian Jong Leng lojin, dapatlah ia dengan leluasa mengetahui seluk beluk keadaan lembah itu.

   Tetapi, ah....

   si dara Mawar Putih tetap tak dapat diketemukannya.

   Kemanakah gerangan lenyapnya dara itu? Akhirnya ia terpaksa kembali lagi untuk menyelamatkan rombongan orang gagah.

   Tetapi alangkah kagetnya ketika ia mendengar teriakan Soh-beng Ki-su memberi komando kepada barisan Tengkorak.

   Cepat ia menyamar lagi sebagai Pendekar Laknat.

   "Tua bangka Laknat.... dari mana engkau masuk ke dalam lembah ini!"

   Seru Soh-beng Ki-su seraya mundur beberapa langkah. Sambil maju menghampiri, Siau-liong tertawa liar.

   "Disegala tempat, baik di puncak gunung mau pun dilembah belantara, aku bebas pergi dan datang menurut sekehendak hatiku...."

   Diam-diam Siau-liong teringat akan nasib Koay suhu atau Pendekar Laknat asli, yang dianiaya pertapa Pencabut-nyawa itu. Geramnya.

   "Hm, kalau saat ini tak kubunuhnya, sampai kapan lagi....?"

   Serentak ia salurkan ilmu tenaga sakti Bu-kek-sin-kang ke lengannya.

   Setelah telapaknya merah membara ia segera menghantam Soh-beng Ki-su sekuat tenaganya.

   Dalam penyamaran sebagai Pendekar Laknat, Siau-liong bebas menggunakan tenaga sakti Bu-kek-sin-kang.

   Tahu kelihayan ilmu pukulan itu, Soh-beng Ki-su tak berani menangkis.

   Cepat ia berputar tubuh terus lari ngiprit.

   Tanpa menghiraukan gundukan batu yang tajam dan runcing, ia nekad berguling-guling sampai beberapa belas langkah jauh.

   Dengan cara nekad itu, barulah ia dapat terhindar dari pukulan maut.

   Tubuh pertapa itu berlumuran darah.

   Pakaian robek2 kulit lecet2 berdarah!"

   SecepaT kilat Siau-liong memburu tiba dan hendak menyusuli hantaman lagi. Soh-beng Ki-su sudah tak mungkin dapat menghindar lagi. Dia pasti mati! Tetapi tiba-tiba pertapa ganas itu berteriak sekuat-kuatnya.

   "Tunggu!"

   Entah bagaimana Siau-liong mau juga menahan pukulannya.

   "Apa engkau masih mau bicara lagi?"

   "Ada sebuah hal yang aneh, mungkin engkau ingin mengetahui?!"

   "Soal apa? Lekas katakan!"

   Soh-beng Ki su sengaja bersikap ayal memberi jawaban.

   "Engkau datang bersama Dewi Ular Ki Ih...." - ia berhenti memandang reaksi Siau-liong lalu melanjutkan pelahau-lahan.

   "apakah engkau tahu kemanakah ia sekarang?"

   Siau-liong terkesiap. Pikirnya.

   "Kemungkinan merasa benar Mawar Putih menyamar lagi sebagai Ki Ih"

   Melihat Siau-liong tertegun. Soh-beng Ki-su dapat menduga kalau orang itu sudah mulai tertarik perhatiannya. Ia tertawa mengekeh dan berkata pula dengan lambat2.

   "Malah akulah yang pernah melihat ia muncul dalam lembah ini tetapi kemudian dibawa oleh seorang wanita baju Hitam melintasi puncak gunung itu!" -ia menunjuk ke arah sebuah puncak gunung yang landai. Menurut arah yang ditunjuk itu, Siau-liong dapatkan puncak gunung itu tegak melandai. Jika disitu memang tiada alat perangkap, Sia-liong sanggup untuk mencapai ke atas. Hanya keterangan Soh-beng Ki-su bahwa Mawar Putih telah dibawa oleh wanita baju hitam melintasi puncak gunung itu, rasanya tak mungkin terjadi. Tetapi tiba-tiba ia teringat akan kekuatiran yang dinyatakan Iblis Penakluk-dunia bahwa seorang sakti yang tak dikenal telah menyelundup masuk ke dalam Lembah Maut.

   "Apakah engkau melihat sendiri?"

   Akhirnya ia menegas dengan penuh kesangsian.

   "Bukan melainkan melihat sendiri, pun dibawah puncak itu terdapat tusuk kundai Kumala yang dipakai oleh Dewi Ular Ki Ih. Kalau tak percaya, bolehlah kubawa engkau kesana!"

   Sahut Soh-beng Ki-su. Siau-liong merenung.... Dari sikap dan nadanya, rupanya Soh-beng Ki-su itu tak bohong. Cepat ia mencengkeram leher baju orang itu dan mengancamnya.

   "Bawalah aku kesana.... tetapi kalau engkau berani menipu aku, hm, tulang belulangmu pasti kuhancur leburkan!"

   Soh - beng Ki Su tergugu mengiakan lalu berjalan karena didorong Siau-liong.

   "Pendekar Laknat, jangan termakan siasatnya!"

   Toh Hun-ki berseru memberi peringatan.

   Siau-Long tertegun sejenak.

   Tetapi pada lain saat ia tertawa meliar lalu tanpa berpaling ke arah Toh Hun-ki, ia terus menyeret Soh-beng Ki-su lari ke arah puncak itu.

   Walaupun puncak itu berbahaya sekali keadaannya tetapi dalam Lembah Maut.

   puncak itu termasuk satu-satunya tempat yang dapat ditempuh.

   Tak berapa lama tibalah mereka dikaki puncak.

   Soh-beng Ki-su melirik Siau-liong, katanya.

   "Aku toh sudah berada dalam genggamanmu, masakan mampu lolos? Tetapi dengan cara menyeret dan menggusur seperti ini, bagaimana aku mampu mencari tusuk kundai Kumala itu?"

   "Hm, tak mungkin engkau lolos dari tanganku!"

   Siau-liong lepaskan cengkeramannya.

   Setelah menghela napas untuk melonggarkan lehernya yang sesak ia pura-pura seperti mulai mencari.

   Dihampirinya sebuah semak belukar.

   Tetapi pada saat Siau-liong tak waspada, ia terus loncat menyusup ke belakang sebuah batu disebelah kiri.

   Ternyata di belakang batu itu terdapat sebuah gua rahasia yang tembus ke Barisan Tujuh Maut dan Lembah Semi.

   Sesungguhnya dalam peta pemberian Jong Leng lojin, tempat itu memang disebut.

   Tetapi karena Siau-liong sedang terbenam memikirkan Mawar Putih, ia sampai tak ingat lagi sehingga Soh-beng Ki-su dapat lolos.

   Tetapi Soh beng Ki-su masih tongolkan kepalanya dari balik batu dan tertawa mengekeh.

   "Heh, heh, tua bangka Laknat! Aku tak mau seratus persen membohongimu. Memang ada seorang wanita baju hitam menolong seorang wanita.... tetapi bukan Dewi Ular Ki Ih, melainkan seorang gadis baju putih.... Ki Ih mungkin sudah binasa dalam barisan Tujuh Maut!"

   Siau-liong tertegun dan lupalah ia untuk menghantam pertapa itu.

   Pada lain saat ketika tersadar, ternyata Soh-beng Ki-su sudah lenyap.

   Ia marah karena ditipu mentah2 oleh Sohbeng Ki-su.

   Tetapi ia terhibur juga hatinya karena nyata Mawar Putih telah ditolong orang.

   Terpaksa ia kembali ketempat rombongan Toh Hun-ki lagi.

   Ketua Kong-tong-pay itu amat girang sekali melihat Pendekar Laknat kembali.

   Cepat ia memberi llormat.

   "Pendekar Laknat, dua kali sudah engkau telah memberi pertolongan. Budimu itu takkan kulupakan selama-lamanya!"

   Tawar2 Siau-liong menyahut.

   "Perlu apa engkau ribut2? Aku dapat memberi hidup tetapi pun dapat membunuh, ditatapnya ketua Kong-tong-pay itu dengan mata berapi-api lalu tertawalah ia senyaring-nyaringnya. Tetapi Toh Hun-ki sudah biasa mendengar tertawa yang penuh kecongkakan itu. Kemudian ia berkata.

   "Pesanmu ketika di Lembah Semi tempo hari, telah kulaksanakan. Racun pada luka nona Tiau Bok-kun sudah terobati. Ketika kutinggalkan Siok-ciu, dia masih beristirahat di rumah penginapan. Tetapi saat ini dia tentu sudah sembuh!"

   "Tahu!"

   
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Sahut Siau-liong hambar, lalu menghampiri Ti Gong taysu.

   To Kiu-kong, Pengemis-tertawa Tio Tay-tong dan kedua pengemis Pincang, diam-diam terkejut menyaksikan Pendekar Laknat dapat muncul dan lenyap di Lembah Maut.

   Sekalipun Toh Hun-ki telah memperlakukan Pendekar Laknat sebagai seorang pendekar budiman, tetapi orang2 Kay-pang itu tetap gelisah.

   Maka mereka menjauhkan diri dan tak ikut bicara.

   Sikap Ti Gong taysu tampak lucu.

   Wajahnya menampil kejut dan ketakutan.

   Ia terlongong-longong memandang Siauliong.

   Dua puluh tahun berselang, ia ikut dalam rombongan yang dipimpin Ceng Hi totiang ketua Kun-lun-pay untuk membunuh kelima momok.

   Sudah tentu saat itu ia melihat Pendekar Laknat juga.

   Seingatnya Pendekar Laknat itu tak setinggi yang di hadapannya sekarang.

   Begitupun suaranya yang menggeledek itu, tak sama dengan dahulu.

   Tetapi memang pakaian, wajah dan dandanannya tiada beda dengan Pendekar Laknat dahulu.

   Karena kuatir nanti timbul salah faham sehingga terjadi perkelahian antara Pendekar Laknat dengan Ti Gong taysu, buru-buru Toh Hun-ki menyelinap ke tengah mereka dan memperkenalkan...."Inilah ketua Siau-lim-si Ti...."

   "Sahabat lama pada 20 tahun yang lalu, masakan perlu engkau perkenalkan!"

   Bentak Siau-liong.

   Memang untuk menyempurnakan penyamarannya sebagai Pendekar Laknat, diam-diam Siau-liong menyelidiki tentang peristiwa kelima momok mengadu biru di dunia persilatan pada 20 tahun berselang.

   Diketahuinya bahwa Ti Gong taysu termasuk salah seorang tokoh yang ikut gerakan membasmi kelima momok itu.

   Ti Gong taysu menyebut 'Omitohud' lalu memalingkan muka.

   Sudah tentu Toh Hun-ki gugup dan kuatir Pendekar Laknat marah.

   Buru-buru ia berkata lagi kepada Siau-liong.

   "Demi memberantas gerakan Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka yang hendak mencengkeram dunia persilatan, maka It Hang totiang telah memimpin rombongan orang gagah menyerang ke Lembah Semi. Tetapi ternyata rombongan gagah banyak yang gugur dan sekarang hanya tinggal kami beberapa orang ini...."-ia menghela napas dan mata berlinanglinang.

   "Menilik kenyataan sekarang ini, tentulah kedua suami isteri durjana itu segera akan bergerak. Keamanan dunia persilatan jiwa para tokoh2 persilatan. menghadapi ancaman. Satusatunya harapan, hanya terletak pada Pendekar Laknat seorang saja!"

   Kata ketua Kong-tong-pay itu lebih lanjut.

   Memang agak berkelebihanlah ucapan Toh Hun-ki itu.

   Tetapi sesungguhnya hal itu memang suatu fakta.

   Makin mengindahkanlah Siau-liong terhadap pribadi ketua Kong-tong-pay itu.

   Namun ia terpaksa deliki mata dan berseru.

   "Aku tak sanggup menyanggul beban seberat itu dan tak ingin mencampuri urusan yang tiada sangkut pautnya dengan diriku!"

   Berdiam sebentar, Siau-liong tertawa keras dan menegur Ti Gong taysu.

   "Paderi tua, Siau-lim-si termasyhur diseluruh dunia. Ilmu pukulan Tat-mo -kim-kong merajai dunia persilatan dan engkau pun seorang ketua. Terapi mengapa engkau dapat dikurung dalam Lembah Maut sini?"

   Ti Gong taysu mendengus.

   "Aku memang merasa malu karena kepandaianku masih rendah. Dan lagi memang suami isteri iblis itu licin sekali memasang jerat.... tetapi, ah, hal itu bukanlah sesuatu yang memalukan. Paling banyak kan mati!"

   Ucapan itu menunjukkan keperibadian seorang ketua partai persilatan seperti Siau-lim-si Keras, pantang mundur.

   Semula Siau-liong tak puas melihat sikap congkak dari ketua Siau-limsi itu.

   Tetapi setelah mendengar pernyataannya itu, kemarahannya pun agak reda.

   Toh Hun-ki makin gelisah.

   Pada saat ia hendak membuka mulut melerai, tiba-tiba dari arah barisan Tujuh Maut dan terowongan yang tembus ke Lembah Maut, terdengar suitan pelahan.

   Siau-liong mendengarkan dengan seksama, lalu berkata dingin.

   "Hendak kubawa kalian keluar dan Lembah Maut ini, tetapi entah...."-ia memandang Ti Gong taysu, berkata pula.

   "Apakah kalian percaya padaku?"

   Ti Gong taysu tetap membisu. Adalah Toh Hun-ki yang cepat menghampiri dan berkata tegang.

   "Musuh kuat segera datang, jika Pendekar Laknat dapat membawa kami keluar dari lembah ini, itulah yang paling bagus...."

   Siau-liong tertawa.

   Sejenak memandang sekalian orang, ia berputar tubuh lalu ayunkan langkah.

   Berkat peta dari Jong Leng lojin, dapatlah ia mengetahui keadaan lembah itu dengan jelas.

   Ternyata Lembah Maut itu mempunyai 10 buah jalanan yang tembus keluar.

   Tetapi hampir seluruhnya akan tembus ke dalam Barisan Tujuh Maut.

   Hanya ada sebuah jalan yang dapat menembus keluar Lembah Semi.

   Siau-liong menyadari bahwa tak lama lagi Iblis Penaklukdunia dan isterinya tentu akan datang membawa anak buahnya.

   Maka cepat ia menuju kejalan tembusan yang gelap.

   Berpaling ke belakang, dilihatnya Toh Hun-ki dan keempat Sulo dari Kong-tong-pay mengikuti dibelakangnya, lalu To Kiukong, Pengemis-tertawa Tio Tay-tong, kedua pengemis Pincang dan paling akhir Ti Gong taysu.

   Ketua Siau-lim-si itu berjalan dengan kepala menunduk.

   Sikapnya seperti orang yang puas.

   Jalan tembusan itu berada di kaki sebuah dinding karang.

   Siau-liong berhenti lalu menghantam segerumbul semak belukar setinggi orang.

   Toh Hun-ki terkejut karena mengira Pendekar Laknat tentu menemukan jejak musuh.

   Mereka buru-buru berpencar dan siap2.

   Terdengar bunyi berderak-derak lalu berhamburan pecahan batu dari balik semak itu.

   Dan pada dinding karang segera terbuka sebuah lubang terowongan yang cukup untuk seorang.

   Tanpa bersangsi lagi, Siau-liong terus menerobos masuk.

   Toh Hun-ki dan rombongannya pun segera mengikuti.

   Karena tubuhnya tinggi besar, terpaksa Ti Gong taysu harus agak menunduk baru dapat masuk.

   Terowongan itu memang terowongan alam.

   Penuh liku2 dan berlekuk-lekuk jalannya Selain lembab, pun amat licin sekali.

   Agaknya dinding langit terowongan itu mengucurkan air ke bawah.

   Untung makin ke dalam terowongan itu makin lebar.

   Berkat makan buah Im-yang-som dan minum darah biawak purba dalam pusar bumi, mata Siau-liong luar biasa tajamnya.

   Walau pun terowongan amat gelap, ia dapat berjalan pesat.

   Toh Hun-ki dan kawan2nya, walaupun memiliki tenaga dalam yang tinggi, namun tetap kalah awas dengan mata Siau-liong.

   Terpaksa mereka harus jalan dengan hati-hati.

   Terowongan itu ternyata amat panjang.

   Kira2 satu li jauhnya, barulah tiba dimulut gua sebelah luar.

   Siau-liong cepat loncat keluar.

   Disekeliling tempat situ merupakan sebuah lamping gunung yang jauh dari Lembah Semi.

   Ia menghela napas longgar.

   Diperhatikan keadaan empat penjuru.

   Ternyata sekeliling penjuru merupakan jajaran puncak gunung yang saling bergandengan.

   Lembah Semi berada ditengah lingkup jajaran puncak gunung itu....

   Tiba-tiba ia terperanjat.

   Dibalik sebatang pohon pada jarak beberapa tombak jauhnya, tampak sesosok bayangan berkelebat.

   Gerakannya amat cepat sekali.

   Sekejab saja bayangan itu sudah menghilang dalam kegelapan.

   Saat itu baru menjelang tengah malam.

   Setelah menunggu sebentar, ternyata tak tampak sesuatu yang mencurigakan lagi.

   Diam-diam ia menertawakan dirinya sendiri yang begitu keliwat perasa.

   Bukankah dalam hutan tentu banyak binatang2 yang menghuni? Saat itu Toh Hun-ki dan lain-lain orang pun sudah keluar dari terowongan gua.

   Pakaian dan tubuh mereka kumal dan kotor.

   Tetapi mereka tak menghiraukan hal itu.

   Mereka lebih tercengkeram oleh kegirangan yang meluap-luap karena sudah terlepas dari Lembah Semi.

   Semua mata terarah kepada Siau-liong dengan pandang terima kasih yang tak terhingga.

   Ti Gong taysu menghela napas panjang.

   Tiba-tiba ia melangkah kehadapan Siau-liong dan memberi hormat.

   "Aku selalu menjunjung budi dan dendam. Sejak saat ini seluruh anak murid Siau-lim-si akan menghormat saudara sebagai seorang pendekar budiman, bukan tokoh golongan Hitam lagi!"

   Siau-liong hanya tertawa hambar;

   "Aku tak memusingkan hal itu. Terserah saja kepadamu!"

   Tiba-tiba To Kiu-kong banting2 kaki, serunya.

   "Walaupun aku dapat lolos keluar tetapi cousu-ya kami masih berada dalam Lembah Maut. Jika kedua suami isteri iblis itu melakukan serangan besar-besaran, cousu-ya tentu terancam bahaya!"

   Diam-diam Siau-liong geli dalam hati. Lalu berkata.

   "Tokoh perwira Kongsun Liong itu. seorang pendekar muda yang paling kuindahkan. Dia dapat muncul lenyap secara aneh. Siapa tahu saat ini dia pun sudah lolos dari Lembah Maut. Harap kalian jangan gelisah!"

   Sekalian orang terbelalak.

   Belum pernah terdengar bahwa Pendekar Laknat mau menghargai sebagai itu.

   Lebih2 terhadap seorang pemuda tak terkenal.

   Melihat sekalian orang mengawasi dirinya.

   karena kuatir akan terbuka kedoknya, Siau-liong tertawa nyaring lalu berkata kepada Toh Hun-ki.

   "Bagaimana tujuan kalian?"

   Ketua Kong-tong-pay menghela napas panjang. Memandang Ti Gong taysu dan Tio Kiu-kong, lalu berkata.

   "Saat ini di Siok-ciu tentu masih banyak tokoh2 persilatan yang berbondong-bondong datang. Kemungkinan mereka tentu belum mendengar tentang kekalahan yang kami derita dalam penyerangan ke Lembah Semi kali ini. Tiada jalan lain lagi kecuali hanya menyusun kekuatan dengan sahabat2 persilatan itu...."

   Memandang Siau-liong, ia berkata setengah meminta.

   "Jika Pendenar Laknak tak tega melihat kehancuran dunia persilatan, maka...."

   "Baik, aku bersedia membantu gerakan kalian untuk membasmi Iblis Penakluk dunia dan isterinya. Tetapi...."

   Siauliong berhenti menatap wajah Toh Hun-ki lekat, serunya pula..... Setelah kedua iblis itu dapat ditindas, aku hendak minta beberapa barang kepadamu sebagai upahnya!"

   "Asal kami mampu saja, tentu akan memberikan,"

   Toh Hun-ki menyahut gopoh. Siau-liong tertawa dingin.

   "Mungkin barang yang hendak kuminta terlampau berharga sekali sehingga tak mungkin engkau mau memberikan!"

   Sambil menunjuk kelangit. Toh Hun-ki bersumpah.

   "Apapun yang hendak engkau minta, aku takkan sayang memberikan. Sekali pun jiwaku juga akan kuserahkan!"

   Siau-liong mendengus.

   "Toh Hun-ki, engkau benar. yang kuminta justeru batang kepalamu dan keempat Su-lo Kongtong- pay!"

   Sekalian orang tersentak kaget. Toh Hun-ki termenung lama. achirnya ia mengangguk. Serunya tertawa.

   "Jika memang itu yang engkau kehendaki, akupun setuju. Begitu kedua suami isteri iblis itu sudah dibasmi, terserah kapan saja engkau hendak mengambilnya...."

   Ketua Kong tong-pay itu berpaling ke belakang dan memandang keempat Su-lo, lalu berkata dengan tenang.

   "Tentang batang kepala dari keempat suteku ini, aku pun dapat memberi keputusan. Akan kami serahkan ber-sama2 sekaligus!"

   Keempat Su-lo itu tenang2 saja wajahnya, Se-akan2 mereka sudah pasrah nasib pada ketuanya. Sikap dan ucapan yang perwira dari ketua Kong-tong-pay itu mengharukan hati Siau-liong. Tetapi terpaksa ia paksakan diri tertawa dingin.

   "Perjanjian telah kita setujui, pada saat itu harap engkau jangan menyesa!."

   Wajah Toh Hun-ki mengerut sarat dan tertawalah ia selapang2nya.

   "Aku bukanlah manusia yang suka menjilat ludah. Asal dapat menyelamatkan dunia persilatan, aku tak menghiraukan nasibku!"

   Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Siau-liong termenung. Pada lain saat ia mempersilahkan rombongan tokoh persilatan itu lanjutkan perjalanan. Baru beberapa langkah menuruni gunung, tiba-tiba Toh Hun-ki berhenti dan berpaling.

   "Apakah Pendekar Laknat hendak...."

   Siau-liong mendengus.

   "Aku pun tak pernah ingkar janji. Tiga hari lagi aku tentu datang ke Siok-ciu untuk berunding dengan kalian."

   Demikian Toh Hun-ki dan rombongan, segera menuruni gunung menuju ke Siok-ciu.

   Setelah mereka jauh, Siau-liong menghela napas terharu.

   Beberaoa butir air mata menitik turun....

   Dia sendiri tak tahu mengapa ia begitu terharu perasaannya dan sampai menangis.

   Keharuan itu sama sekali bukan karena umurnya tinggal setahun ia serahkan pada nasib.

   Apalagi dalam waktu setahun itu, cukuplah baginya untuk bertemu dengan ibunya, melaksanakan balas dendam dan lain-lain, habis itu, mati pun ia tak menyesal.

   Tengah hatinya dirundung kepiluan, tiba-tiba dari balik pohon besar disebelah muka tadi, bayangan itu mulai muncul lagi.

   Siau-liong terkejut.

   Terang bayangan itu bukan binatang liar melainkan seorang persilatan yang memiliki gerakan tangkas sekali.

   Dari potongan tubuhnya yang langsing, tentulah dia seorang wanita.

   Ketika memandang dengan seksama, makin besarlah rasa kejut Siau-liong.

   yang datang itu ternyata si dara baju hijau tua, ialah dara dari gubuk keluarga pemburu yang pernah Siau liong dan Mawar Putih datangi tempo hari.

   Tiba dihadapan Siau-liong, dara itu memandang lekat2 kepadanya dan bertanya dengan geram.

   "Tua bangka, siapa namamu?"

   Semula Siau-liong hendak menegurnya. Tetapi ketika menyadari bahwa saat itu ia masih dalam penyamaran sebapai Pendekar Laknat, ia batalkan niatnya. Tentulah dara itu takkan mengenalinya.

   "Nona kecil, mengapa tengah malam engkau berjalan-jalan di puncak gunung sini?"

   Siau-liong balas bertanya. Dara itu kerutkan alis lalu melengking.

   "Apakah engkau tuli? Tak mendengar apa yang kutanyakan?"

   Siau-liong tertegun.

   Diam-diam ia memuji dara itu benarbenar bernyali besar.

   Tengah malam di tempat sunyi bertemu dengan Pendekar Laknat yang berwajah seram, namun dara itu setitik pun tak takut! Saat itu mereka berada disebuah belantara yang tak pernah didatangi orang.

   Siau-liong anggap tak perlu ia bertingkah seperti Pendekar Laknat lagi.

   "Nona kecil, pernahkah engkau mendengar nama Pendekar Laknat?"

   Serunya. Dara itu menyahut dengan berteriak nyaring.

   "Apakah engkau Pendekar Laknat itu?"

   Siau-liong memandang wajah si dara yang masih kekanakkanakan, tertawa.

   "Benar aku memang Pendekar Laknat!"

   Diluar dugaan, dara itu malah membentak.

   "Bagus, setan tua! Akhirnya aku dapat menemukan engkau!" -wut.... ia terus ayunkan tangan menampar. Siau-liong benar-benar tak mengerti mengapa dara itu sedemikian bengisnya. Terhadap tamparannya, ia tak menaruh kekuatiran, Diluar dugaan, hampir saja ia celaka! Tampaknya biasa saja gerak tamparan dara itu sehingga Siau-liong sama sekali tak berjaga-jaga. Pikirnya, tak apalah andaikata sampai mengenai bagian jalan darah yang penting. Tentu takkan menderita. Adalah pada saat tenaga tamparan itu hampir tiba, barulah Siau-liong kaget setengah mati. Ia sudah tak sempat menangkis lagi. Terpaksa ia kerahkan tenaga dalam untuk melindungi tubuhnya.... Ternyata tamparan dara itu mengandung tenaga dalam lunak yang istimewa. Tampaknya lemah sekali tetapi hebatnya bukan kepalang. Dapat menghancurkan tulang2 dari sendinya. Dan yang istimewa lagi, pukulan itu sama sekali tak bersuara. Dess.... dada Siau-liong terkena pukulan si dara dengan tepat sekali. Walaupun ia sudah kerahkan lima bagian tenaga dalamnya, namun dadanya seperti dihantam dengan palu godam. Darah bergolak keras, mata berkunang-kunang dan tubuhnya terhuyung-huyung ke belakang sampai tujuh delapan langkah baru ia dapat paksakan diri berdiri tegak. Melihat pukulannya berhasil dara itu melengking dan secepat kilat loncat maju ia menghantam dengan kedua tangannya lagi! Sudah tentu Siau-liong kejut bukan kepalang. Menurut penilaiannya, tenaga dalam dari pukulan si dara serta gerakannya dalam ilmu meringankan tubuh, tidak dibawah kedua suami isteri Iblis Penakluk dunia. Kalau ia tak balas menyerang, terang tentu akan terluka berat. Tiba-tiba Siau-liong menggembor keras. Dengan salurkan delapan bagian dari tennga sakti Bu-kek-sin-kang, iapun menyongsong dengan kedua tangannya. Ketika dua tenaga sakti saling beradu sama sekali tak mengeluarkan suara. Kiranya tenaga sakti yang dilepas Siau-liong itu bersifat Keras. Sedang tenaga sakti si dara merupakan tenaga sakti lunak. Keras beradu Lunak, hilang sirna kedua-duanya! Siau-liong mendengus. Ia hendak menarik pulang tenaga pukulannya. Tetapi diluar dugaan si dara menyerang lagi. Dara itu juga seorang pemarah. Melihat pukulannya tak mampu merubuhkan Siau-liong. marahlah ia Dorongkan kedua tangan kemuka, ia pancarkan seluruh tenaga saktinya ke arah Siau-liong. Siau-liong pucat seketika. Ia menyadari bahwa apabila dua jenis tenaga sakti saling beradu, salah satu atau mungkin kedua-duanya. tentu akan menderita luka parah. Bahkan mungkin binasa. Dara itu tak mempunyai dendam permusuhan dengan dirinya. Tetapi mengapa begitu kalap hendak mengadu jiwa? Juga dara itu tak mau memberi kesempatan kepadanya untuk bicara. Dan celakanya, ternyata dara itu memiliki kepandaian yang sakti. Dua kali dara itu menyerang hebat. Dan kalau sekarang dibiarkan juga, kemungkinan ia tentu celaka. Dengan mengerat gigi, terpaksa Siau-liong kerahkan tenaga sakti untuk menyongsong serangan si dara. Tetapi alangkah kejut Siau-liong. Sudah delapan bagian dari tenaga saktinya yang ia lancarkan namun tetap berimbang dengan tenaga sakti si dara.

   "Celaka,"

   Keluhnya dalam hati.

   "aku tak kenal dan tak mempunyai dendam suatu apa kepada budak perempuan ini.... Kalau sampai binasa ditangannya, bukankah amat penasaran?"

   Dan tak habislah heran Siau-liong.

   Ia sudah menerima penyaluran tenaga sakti dari Pendekar Laknat, sudah makan buah Im-yang-som dan sudah pula minum darah binyawak dalam pusar bumi.

   Karena hal2 yang luar biasa itu, barulah ia memiliki kesaktian seperti saat itu.

   Tetapi dara itu? Ya, dara itu tentu lebih muda dari dia.

   Tetapi mengapa kepandaiannya begitu hebat, tak dibawah kepandaiannya? Tengah pikirannya melayang, tiba-tiba Siau-liong rasakan tekanan tenaga lawan makin bertambah keras sehingga tubuhnya mulai terdorong ke belakang.

   Siau-liong gelagapan kaget.

   Buru-buru ia menambahkan tenaga dalamnya lagi.

   Namun rupanya dara baju hijau itu amat penasaran sekali.

   Kalau dapat, hendak dihancurkan saja Siau-liong saat itu juga.

   Melihat Siau-liong menambahkan tenaga saktinya, dara itu geregetan sekali.

   Se-konyong2 data itu gentakkan kedua kakinya menekan tanah.

   Dengan segenap tenaga ia memberi tekanan kepada Siau-liong.

   Siau-liong gelagapan sekali ia tak kira kalau dara itu begitu kalap hendak mengadu jiwa kepadanya.

   Apabila terjadi benturan, tak dapat tidak keduanya akan celaka semua.

   Namun untuk menghindari, Siau-liong sudah tak sempat lagi.

   Dan terjadilah getaran dahsyat.

   Siau-liong dan dara itu sama2 terpental setombak dan rubuh ke tanah! "Aduh...."

   Dara itu mengerang pelahan lalu tak bersuara lagi.

   Tampaknya tentu menderita luka parah dan mungkin sudah binasa, mungkin hanya pingsan.

   Siau-liong walaupun masih sadar tetapi juga sudah terlongong2.

   Darah dalam tubuhnya bergolak keras sehingga kepalanya pening mata pudar.

   Kemungkinan setiap saat ia akan pingsan dan mati.

   Dengan kuatkan diri Siau-liong kerahkan tenaga murni untuk memulihkan peredaran darahnya.

   Tetapi begitu kerahkan tenaga murni, darahnya melancar keras, meluap kemulut dan "huak"....

   ia muntah darah sampai dua kali....

   Mata Siau-liong mulai kabur.

   Sekeliling alam terasa berputar2.

   Dalam keadaan antara sadar tak sadar iiu, ia masih dapat menghela napas.

   Kalau ia harus mati saat itu, sungguh mengenaskan sekali....

   Sekonyong-konyong dari jauh terdengar orang berseru memanggil-manggil.

   "Leng-ji! Leng-ji...."

   Walaupun Siau-liong mendengar juga suara itu.

   tetapi ia sudah seperti terbuai dalam keadaan mabuk.

   Pikirannya tak dapat lagi mengetahui keadaan disekelilingnya.

   Suara itu makin lama makin dekat.

   Nadanya mengunjuk rasa kegelisahan.

   Tak lama kemudian sesosok bayangan meluncur pesat kesamping dara itu.

   Dia menjerit lalu berjongkok memeriksa si dara.

   Ternyata pendatang itu ada wanita dari gubuk keluarga pemburu atau ibu dari dara itu.

   ialah nyonya rumah yang menemui Siau-liong ketika pemuda itu bersama Mawar Putih mencari tempat bermalam dihutan.

   Wanita baju hitam itu mendukung si dara s-raya mengiangngiang.

   ,,Anakku, oh, anakku...."

   Dara itu sudah pingsan.

   Kaki tangannya lunglai, mata meram seperti orang mati.

   Wanita itu lekatkan telinganya kedada puterinya.

   Didengarnya jantung dara itu masih mendebur.

   Cepat ia mengambil sebutir pil lalu disusupkan kemulut si dara.

   Terdengar perut dara itu kerucukan.

   Tak lama kemudian bibirnya bergetar lalu "huak"

   Mulutnya muntahkan segumpal darah hitam! Ketegangan wajah wanita baju hitam itu agak menurun. Sambil membopong tubuh si dara, ia pe-lahan2 menghampiri ketempat Siau-liong. dengan mata berkilat-kilat gusar ia membentak Siau-liong.

   "Tua bangka laknat!"

   Siau-liong walaupun masih sadar tetapi juga sudah terlongong2.

   Darah dalam tubuhnya bergolak keras sehingga kepalanya pening mata pudar.

   Kemungkinan setiap saat ia akan pingsan dan mati.

   Dengan kuatkan diri Siau-liong kerahkan tenaga murni untuk memulihkan peredaran darahnya.

   Tetapi begitu kerahkan tenaga murni, darahnya melancar keras, meluap kemulut dan "huak"....

   ia muntah darah sampai dua kali....

   Mata Siau-liong mulai kabur.

   Sekeliling alam terasa berputar2.

   Dalam keadaan antara sadar tak sadar itu, ia masih dapat menghela napas.

   Kalau ia harus mati saat itu, sungguh mengenaskan sekali....

   Siau-liong pikirannya masih sadar.

   Baru ia gerakkan mulut hendak memberi keterangan, wanita baju hitam itu sudah membentaknya.

   "Walaupun aku sudah mengasingkan diri dan sudah cuci tangan, tetapi engkau sendiri yang cari mati...."

   Wajah wanita itu tiba-tiba berobah pilu. Matanya berlinang2. Setelah termenung beberapa saat ia berkata pula.

   "Karena engkau berani mencelakai puteriku. Terpaksa aku pun harus berlaku kejam kepadamu!"

   Ia menutup kata2nya dengan mengangkat kaki kanannya. Sekali tendang, tubuh Siau-liong berguling-guling beberapa langkah.

   "Hai, tua bangka Laknat! Apakah engkau dengar kata2ku tadi?"

   Serunya.

   Tendangan wanita itu membuat Siau-liong meregang setengah mati Tulang belulangnya serasa copot dari persendiannya.

   Ia hanya mengerang, tertahan.

   Wanita baju hitam itu tertegak diam.

   Pada lain saat ia menghela napas panjang.

   memandang Siau-liong yang menggeletak tak berkutik dilanah, ia berkaa seorang diri.

   "Pada saat dan tempat sekarang ini, kuampuni jiwamu. Tetapi besok pada pertengahan hari...."

   Habis berkata wanita itu terus membawa si dara baju hijau pargi.

   Tak berapa lama lenyap dalam kegelapan.

   Siau-liong dalam keadaan sadar tak sadar.

   Semangatnya seperti melayang-layang di angkasa.

   Ia tak berani mengerahkan hawa murni untuk menjalankan peredaran darah.

   Karena dengan berbuat begitu bahkan akan membuat darahnya sungsal sumbal.

   Dan pasti matilah ia saat itu.

   Apa boleh buat ia biarkan saja apa yang terjadi dalam tubuhnya.

   Ia pasrahkan dirinya pada kehendak Nasib.

   Rasa sakit telah menyebabkan kesadaran pikirannya hilang.

   Seolah olah anggauta badannya, bukan lagi menjadi miliknya.

   Malam merayap panjang, Sudah hampir tiga jam lamanya Siau-liong dalam keadaan sedemikian itu.

   Saat itu haripun hampir terang tanah.

   Angin di malam musim rontok yang dingin membuat Siau-liong tersadar.

   
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Mulai ia gelisah.

   Tenaganya lemah lunglai tak dapat bergerak lagi.

   Saat itu ia masih berada tak berapa jauh dari mulut gua tembusan.

   Jika suami isteri Iblis Penakluk dunia dan Dewi Neraka muncul, tentu ia akan diseret ke dalam lembah lagi.

   Namun apa daya.

   Ia benar-benar tak kuat untuk menggerakkan tubuhnya.

   Kembali ia harus menyerah pada nasib.

   --ooo0dw0ooo-- MAWAR dan MELATI Sekonyong - konyong terdengar derap langkah orang.

   Bermula lapat2 tetapi makin lama makin dekat.

   Dan beberapa saat kemudian tiba di belakang Siau-liong.

   Diam-diam Siau-liong mengeluh.

   Jelas Toh Hun-ki dan rombongannya sudah pergi.

   Yang mungkin datang tentulah suami isteri Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka.

   Atau anak buah Lembah Semi.

   Tetapi pada lain kilas ia anggap dugaannya itu kurang tepat.

   Karena baik Iblis Penakluk-dunia atau Dewi Neraka, mau pun Soh-beng Ki-su tentu tak mungkin datang seorang diri.

   Pada hal jelas yang datang itu adalah seorang.

   Dengan telinganya yang tajam apalagi keadaan sekeliling tempat itu sunyi senyap, dapatlah ia mengikuti gerak-gerik pendatang itu.

   Setelah tiba dibelakangnya, orang itu tertegun diam.

   Pada lain saat tiba-tiba orang itu berjongkok dan berteriak cemas.

   "Lo-cianpwe, lo-cianpwe.... engkau...."

   Siau-liong tak asing lagi dengan nada suara itu. Ya, itulah Tiau Bok-kun. Tak mungkin salah. Dengan paksakan diri, Siau-liong bergeliat berseru.

   "Tiau.... nona.... Tiau....!"

   Luka dalam yang dideritanya benar-benar parah. Setelah berseru tiga patah kata, napasnya terengah dan tak dapat melanjutkan lagi. Darahnya bergolak sehingga ia hampir pingsan.

   "Lo-cianpwe, mengapa engkau menderita luka yang begitu parah?...."

   Tanya Tiau Bok-kun cemas.

   Setelah ditolong oleh Pendekar Laknat dari Lembah Semi, Tiau Bok-kun merasa berhutang budi kepada orang tua yang berwajah seram iiu.

   Siau-Liong hanya tersenyum hambar tetapi tak menjawab.

   Diam-diam ia cemas juga mengapa pada waktu larut malam begini, Tiau Bok-kun datang kesitu.

   Apabila orang Lembah Semi keluar, bukankah nona itu akan celaka! Sejenak memandang keempat penjuru, Tiau Bok-kun berkata.

   "Lo-cianpwe, lekaslah engkau salurkan tenaga dalam. Kita.... kita harus lekas2 tinggalkan tempat ini!"

   "Aku.... sudah tak ada harapan lagi! Lekaslah engkau.... pergi.... jangan . , .jangan pedulikan aku!"

   Tampak mata Tiau Bok-kun berlinang-linang, katanya meratap.

   "Jika tak ketemu, itu lain soal. Tetapi sekali aku berjumpa dengan locianpwe, tak mungkin aku tak mempedulikan.... Tempo hari jika tak ditolong locianpwe, aku tentu sudah mati dalam Lembah Semi!"

   Melihat nona itu berkeras kepala, Siau-liong gugup dan membentaknya.

   "Pergi.... engkau! Aku...."

   Karena hatinya goncang, darah meluap dan pingsan lagilah ia.

   Tiau Bok-kun gugup sekali.

   Setelah bersangsi sejenak, ia terus memanggul tubuh Pendekar Laknat lalu dibawanya turun gunung.

   Kira2 setengah li jauhnya, mereka tiba di kaki puncak.

   Tiau Bok-kun memilih sebuah tempat yang tersembunyi dan meletakkan tubuh Siau-liong.

   Setelah menyandarkan tubuh Siau-liong pada batu, Tiau Bok-kun mulai lekatkan kedua tangannya pada perut Siau-liong untuk menyalurkan tenaga dalamnya.

   Berkat makan buah Im-yang-som dan minum darah binyawak dalam pusar bumi, Siau-liong memiliki dasar ilmu tenaga dalam yang lebih tinggi dari orang biasa.

   Maka begitu mendapat saluran tenaga dalam dari Tiau Bok-kun, cepat sekali darah Siau-liong yang bergolak keras itu dapat ditenangkan kembali.

   Setelah beberapa waktu lamanya, Siau-liong membuka mata.

   "HuaK", ia muntahkan segumpal darah hitam. Tetapi dengan begini, napasnya agak longgar, semangat lebih segar. Tiau Bok-kun hentikan penyalurannya dan berkata dengan ter-engah2.

   "Locianpwe, lekas salurkan tenagamu. Engkau sudah makin baik!"

   Tetapi Siau-liong tersenyum tawar dan gelengkan kepala.

   "Percuma! Tak mungkin aku sembuh! Aku dapat merasakan sendiri.... Nona Tiau...."

   Ia berkata pula.

   "Lo-cianpwe...."

   "Mengapa tengah malam begini engkau datang kemari?"

   "Aku hendak mencari seseorang!"

   Siau-liong tergetar hatinya.

   "Siapa?"

   Nona itu menghela napas panjang. Sampai lama ia tak berkata.

   "Apakah bukan pemuda yang bernama Kong-sun Liong itu...."

   Tiau Bok-kun teringat ketika dalam Lembah semi ia pernah minta tolong kepada Pendekar Laknat supaya menyampaikan pesan kepada Kong-sun Liong. Wajah nona itu tersipu merah ketika mengangguk.

   "Kutahu dia tentu sudah masuk ke dalam Lembah Semi, maka...."

   Diam-diam Siau-liong mengucurkan dua titik air mata. Lalu dengan halaukan rasa haru, ia barkata.

   "Harap nona suka mendengar nasehatku. Lebih baik nona jangan mencarinya!"

   "Mengapa? Apakah lo-cianpwe pernah melihatnya?"

   Tanya Tiau Bok-kun gugup. Siau-liong tidak menyahut melainkan melanjutkan kata2nya lagi.

   "Nona takkan dapat menemukannya se-lama2nya!"

   "Mengapa?"

   Tiau Bok-kun makin tegang Siau-liong menghela napas.

   "Mungkin dia sudah pergi keseberang lautan dan takkan kembali lagi...."

   Tiau Bok-kun meregang kedua matanya lebar2 memandang Siau-liong. Dua butir air mata bercucuran dari pelupuknya. Beberapa saat kemudian ia membesut air matanya lalu berkata dengan tersekat.

   "Tidak, tidak mungkin dia berbuat begitu. Paling tidak dia tentu akan membawaku pergi!"

   Berhenti sejenak ia berkata pula.

   "Dia tahu bahwa diriku senasib dengan dia. Tiada ayah-bunda, hidup sebatang kara!"

   Hati Siau-liong seperti disayat sembilu. Batinnya.

   "Ah, tahukah engkau bahwa Kongsun Liong yang engkau cari itu berada dihadapanmu? Tahukah pula engkau bahwa aku hanya dapat hidup dalam satu tahun saja?"

   Sau-liong termangu tegak seperti patung.

   Perasaannya melayang2 tak keruan.

   Nasib malang tak putus2nya merundung dirinya.

   Poh Ceng-in si wanita pemilik Lembah Semi telah memberinya minum racun Jong-tok.

   Dalam waktu satu tahun ia tentu mati.

   Belum sempat ia melakukan tujuan mencari ibu dan membalas musuh2, diluar dugaan ia bertemu dengan si dara baju hujau yang menyerangnya sehingga sama2 menderita luka parah....

   "Lo-cianpwe, mengapa engkau.... juga tampak bersedih?"

   Tiba-tiba Tiau Bok-kun bertanya cemas seraya mengeluarkan sapu tangan.

   Ternyata Siau-liong tak dapat mengendalikan kesedihan hatinya sehingga menitikkan air mata juga.

   Setelah Tiau Bok-kun menyeka air matanya, barulah ia tersadar.

   Ia paksakan tertawa.

   "Dengan Kongsun Liong itu, aku memang pernah bertemu...."

   "Oh...."

   Desis Tiau Bok-kun tegang.

   "Dimanakah dia? Locianpwe. dimanakah dia sekarang?"

   Sejenak merenung Siau-liong menyahut.

   "Pada waktu berjumpa dia sedang siap2 hendak pergi jauh kelain tempat. Dia tentu dicelakai secara licik oleh orang dengan racun yang ganas. Menurut keterangannya, dia hanya dapat hidup selama setahun lagi...."

   "Lo-cianpwe!"

   Tiau Bok-kun menjerit.

   "Apakah keteranganmu itu benar?"

   Siau-liong menghela napas.

   "Menurut keterangannya pula, dia masih mempunyai seorang keluarga yang tinggal diseberang laut. Sebelum mati dia hendak bertemu muka dengan keluarganya itu. Maka ia bergegas-gegas menuju keseberang laut!"

   "Tahukah lo-cianpwe letak tempatnya diseberang lautan itu?"

   Tiau Bok-kun mendesak. Siau-liong gelengkan kepala.

   "Ini.... aku tak mendengar jelas!"

   Sejenak melirik pada Tiau Bok-kun, kembali Siau-liong melanjutkan kata2.

   "Pada saat pergi, Kongsun Liong telah minta tolong kepadaku supaya menyampaikan sebuah pesan kepada nona!"

   Dengan ber-linang2 air mata Tiau Bok-kun bergegas menanyakan. Tetapi Siau-liong tak tahan berhadapan mata dengan si nona. Cepat palingkan muka dan berkata.

   "Dia mengatakan.... supaya nona lupakan saja kepadanya. Anggaplah nona tak pernah bertemu dengannya!"

   Hampir saja ia tak kuat menahan air matanya tetapi dengan kuatkan hati ia menahan diri. Tiau Bok-kun terpukau lalu berkata seorang diri.

   "Melupakannya? Seperti tak pernah kenal padanya....? Enak sekali ia mengucap kata-kata itu...."

   Serentak berpaling menatap Siau-liong, Tiau Bok-kun membentaknya.

   "Bohong! Tak mungkin dia mengatakan begitul Kutahu isi hati dan peribadinya. Dia bukanlah seorang pemuda yang mudah melupakan budi dan cinta...."

   Berhenti sejenak untuk menekan haru penasarannya, Tiau Bok-kun melanjutkan berkata pula.

   "Tentu karena tak dapat menyembuhkan racun itu maka ia lantas tak mau bertemu dengan aku lagi....!"

   Siau-liong menghela napas panjang.

   "Rasanya itu lebih baik agar nona dan dia jangan sampai menderita!"

   "Tetapi tak bisa begitu! Sekalipun dia hanya dapat hidup satu tahun, satu tahun aku akan menemaninya. Kemudian.... aku rela menemani mati bersamanya!"

   Diam-diam Siau-liong terkejut, serunya.

   "Nona, tindakan nona itu bodoh sekali. Sekalipun nona rela berkorban tetapi baginya, tentu akan lebih menambah penderitaan batin!"

   Ditatapnya Siau-liong dan berkatalah Tiau Bok-kun.

   "Bagaimana lo-cianpwe tahu kalau dia akan menderita....?"

   Ia tenangkan ketegangan hati dan menghela napas, ujarnya.

   "Tak peduli dia hendak pergi kemana, aku tetap akan mencarinya!"

   Siau-liong terpukau. Tak tahu ia bagaimana harus berkata.... Ia kehilangan faham. Saat itu sudah hampir menjelang fajar. Angin pagi mulai berhembus menggigit tulang. Tiau Bok-kun memandang kesekeliling penjuru lalu berkata.

   "Lo-cianpwe, mari kubawa lo-cianpwe ke Siok-ciulah!"

   Siau-liong gelengkan kepala.

   "Percuma, lukaku ini tak mungkin sembuh lagi. Biarlah aku menggeleiak disini saja!"

   "Dikota Siok-ciu banyak tabib yang pandai. Tentu dapat menyembuhkan luka lo-cianpwe!"

   Tanpa menunggu persetujuan Siau-liong lagi, Tiau Bok-kun terus memanggul tubuh pemuda itu dan mulai ayunkan langkah.

   Siau-liong hendak meronta tetapi dia sudah tak bertenaga lagi.

   Terpaksa ia menghela napas dan pasrah bongkokan.

   Hatinya gundah kelana tak keruan.

   Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Sedih bahagia, pedih dan gembira bercampur aduk jadi satu dalam sanubarinya.

   Mati tak dapat, hidup pun tak bisa....

   Kira2 sepeminum teh lamanya, mereka tiba di jalan besar.

   Tengah Tiau Bok-kun berjalan, sekonyong-konyong terdengar suara orang membentak bengis.

   "Berhenti!"

   Tiau Bok-kun terkejut dan berhenti, Dari balik sebuah batu di tepi jalan, melesat keluar seorang dara. Dara itu memandang lekat2 pada Pendekar Laknat yang dipanggul Tiau Bok-kun lalu mendengus tajam;

   "Bagus! Kiranya kalian begitu mesra sekali!"

   Setelah menenangkan kegoncangan hatinya, Tiau Bok-kun menyahut.

   "Apakah engkau bukan taci Mawar Putih?"

   Kiranya dara itu memang si Mawar Putih. Ketika dirumah penginapan dalam kota Siok-Ciu, tempo hari mereka memang pernah berjumpa. Mawar Putih tak menghiraukan teguran Tiau Bok-kun. Menunjuk pada Pendekar Laknat, Mawar Putih melengking.

   "Perlu apa engkau memanggulnya?"

   Habis berkata ia terus hendak merebut. Tiau Bok-kun menghindar seraya berteriak.

   "Jangan, dia sedang terluka berat!"

   Mawar Putih tertegun.

   "Mengapa terluka?"

   "Menurut keterangannya, lukanya sudah tak ada harapan lagi!"

   Mawar Putih memandang tajam2.

   Ah.

   benar.

   Wajah Siauliong pucat lesi, napasnya lemah.

   Dara itu terkejut sekali.

   Tetapi karena Tiau Bok-kun memanggil Siau-liong sebagai Pendekar Laknat, ia duga nona itu belum tahu kalau yang dipanggulnya itu bukan lain adalah Kongsun Liong.

   Diam-diam Mawar Putih legah hatinya.

   Kini ia tersenyum.

   "Baik, harap serahkan dia kepadaku!"

   Tiau Bok-kun meragu. Dipandangnya wajah Siau-liong. Kedua matanya memejam, rupanya pingsan. Nona itu cemas, serunya;

   "Beliau orang tua ini menderita luka dalam. Harus cepat2 diobati, kalau tidak...."

   "Kutahu!"

   Mawar Putih tertawa dingin.

   "masakan aku sampai hati membiarkannya mati!"

   Walaupun heran mengapa dara itu menghendaki Pendekar Laknat yang sedang terluka parah, namun karena melihat dara itu begitu bersungguh-sungguh, terpaksa ia menyerahkannya juga.

   Sesungguhnya Siau-liong tidak pingsan.

   Ia tahu kalau dirinya dibuat rebutan oleh kedua gadis itu.

   Namun kalau membuka mulut, ia kuatir akan menimbulkan salah faham diantara kedua dara itu.

   Maka ia pura-pura pingsan.

   Setelah membopong Siau-liong, Mawar Putih lalu berkata;

   "Kami hendak berangkat, silahkan engkau melanjutkan perjalananmu sendiri!"

   Tiau Bok-kun mengangguk.

   "Baiklah, ah, membikin repot taci saja...."

   "Tak apa,"

   Sahut Mawar Putih tersenyum. Lalu berputar diri dan melangkah pergi. Tiau Bok-kun memandang bayangan dara itu sampai beberapa saat. Tiba-tiba ia berteriak memanggilnya.

   "Taci Mawar Putih!"

   Mawar Putih berhenti dan menanyakan apalagi yang hendak dikehendaki nona itu.

   "Apakah taci pernah mendengar tentang diri.... Kongsun.... liong?"

   Mawar Putih kerutkan alis.

   "Mengapa engkau menanyakannya?"

   Tiau Bok-kun menghela napas.

   "Kabarnya dia telah menderita luka akibat diracuni secara licik oleh seseorang. Mungkin.... hanya dapat hidup sampai satu tahun saja!"

   Mawar Putih tertegun.

   "Siapa bilang?"

   "Lo-cianpwe ini,"

   Kata Tiau Bok-kun menunjuk Siau-liong. Dua butir air matanya menitik turun dan berkata lagi.

   "Dan lagi, katanya dia sudah berangkat keseberang laut.... Taci Mawar, tahukah engkau seberang lautan yang ditujunya itu?"

   Tiau Bok-kun menyusuli pertanyaan pula.

   "Tidak tahu,"

   Sahut Mawar Putih dingin. Ditatapnya Tiau Bok-kun tajam2 lalu menegur.

   "Eh, mengapa engkau terus menerus menanyakan tentang dirinya?.... Kukasih tahu padamu. Sekalipun andaikata dia tak jadi menuju keseberang lautan, tak nanti dia mempedulikan dirimu!.... Lekas engkau lanjutkan perjalananmu, dan jangan bertanya atau menyelidiki beritanya lagi!"

   Dengan rawan kepiluan, Tiau Bok-kun menyahut.

   "Tak apa dia akan mempedulikan aku atau tidak. tetapi dia telah menolong jiwaku...."

   "Dia banyak sekali menolong orang!"

   Tukas Mawar Putih.

   "mungkin itu hanya merupakan suatu kewajiban baginya, Tetapi jelas dia tentu tak menghendaki engkau membalas budinya.... mungkin dia sudah melupakan dirimu!"

   Tiau Bok-kun menghela napas lalu pamitan dan terus melangkah pergi.

   Tampak langkahnya agak terhuyunghuyung.

   Jelas nona itu telah menderita pukulau batin yang berat! Diam-diam Siau-liong mencuri lirik.

   Dilihatnya nona itu menuju ke Siok-ciu.

   Ia menghela napas panjang....

   Setelah Tiau Bok-kun lenyap dari pandangannya, Mawar Putih segera bertanya kepada Siau-liong.

   "Apakah engkau benar-benar terluka parah? Apakah engkau dilukai Iblis Penakluk-dunia dan isterinya ketika dalam barisan Tujuh Maut?"

   Siau-liong hanya menghela napas rawan dan minta nona itu supaya meletakkan dirinya.

   "Tidak boleh membuang waktu. Aku akan mencari orang supaya mengobati lukamu!"

   Kata Mawar Putih, terus melangkah pesat.

   "Percuma! Jangan buang waktu dan tenaga sia-sia!"

   Teriak Siau-liong gugup. Tetapi dengan yakin Mawar Putih mengatakan "Betapa berat lukamu itu, aku kenal seseorang yang dapat menghidupkan orang yang sudah meregang jiwa!"

   Siau-liong kenal watak dara yang keras kepala itu. Apalagi ia lemah lunglai tak bertenaga. Terpaksa ia membiarkan saja dibawa Mawar Putih. Tetapi ia yakin, lukanya itu tak mungkin diobati lagi.

   "Kalau engkau berkeras hendak mencari penolong, harap tolong bukakan kedok muka dan jubahku.... aku tak ingin dikabarkan orang bahwa Pendekar Laknat terluka berat dan mati...."

   Habis berkata karena kehabisan tenaga murni, Siau-liong pingsan pula.

   Mawar Putih memaki dirinya sendiri yang begitu tolol.

   Ia segera mengerjakan permintaan pemuda itu.

   Membuka kedok muka dan jubah Pendekar Laknat sehingga menjadi Siau-liong lagi.

   Mawar Putih lalu memanggulnya dan lanjutkan perjalanan.

   Tak berapa lama ia tiba disebuah gubuk dilereng gunung.

   Gubuk itu adalah tempat Mawar Putih dahulu dibawa Siauliong untuk merawat lukanya.

   Siau-liong masih pingsan sehingga tak tahu apa yang terjadi saat itu.

   Setelah mendebur pelahan-lahan tiga kali pada pintu, ia segera mendorong daun pintu.

   Wanita baju hitam sudah berdiri tegak dalam ruang.

   Matanya berkilat-kilat memandang Mawar Putih dan Siau-liong.

   "Kemana engkau?"

   Tegurnya. Dengan tersipu-sipu malu. Mawar Putih memberi keterangan.

   "Tadi ketika aku berjalan-jalan disekitar gunung, tak terduga telah menemukannya!"

   "Siapa? Apakah anak itu?"

   "Ya, benar dia. Putera dari guruku!"

   Sahut Mawar Putih. Wanita baju hitam itu mendesah lalu suruh Mawar Putih masuk. Sambil mengikuti di belakang wanita itu, Mawar Putih berkata setengah meratap.

   "Bibi, harap suka menolongnya, kalau tidak dia tentu mati!"

   Wanita baju hitam itu berhenti, menghela napas.

   "Ai, adikmu si Ling juga menderita luka dalam yang parah. Sampai saat ini masih berbahaya keadaannya!"

   "Hai, mengapa....!"

   Mawar Putih terkejut. Wanita baju hitam itu gelengkan kepala dan merghela napas.

   "Seperti engkau, diapun tengah malam keluyuran dalam hutan.... jika aku tak datang pada saat yang tepat, mungkin dia tentu sudah mati ditangan Pendekar Laknat!"

   Kejut Mawar Putih bukan alang kepalang, serunya. Pendekar Laknat? Adik Ling terluka ditangan Pendekar Laknat?"

   Wanita baju hitam itu menatap Mawar Putih.

   "Mengapa? Apa engkau anggap hal itu mustahil terjadi?"

   Mawar Putih gugup.

   "Tidak, Tidak begitu.... ku maksudkan mengapa adik Ling sampai bertempur dengan Pendekar Laknat. Apakah dia mempunyai dendam permusuhan dengan orang itu?"

   Wanita baju hitam hendak membuka mulut tetapi tak jadi. Ia menghela napas lalu mengeluh.

   "Ah, sukar dikatakan."

   Saat itu perasaan Mawar Putih benar-benar tak keruan rasanya.

   Jika wanita baju hitam itu sampai mengetahui bahwa yang menjadi Pendekar Laknat itu tak lain adalah Siau-liong, apakah dia masih mau menolongnya? Ia berusaha untuk menenangkan kegelisahan dan mengikuti di belakang wanita itu.

   Ketika berada di dalam ruangan, dilihatnya si dara baju hijau memang sedang rebah di atas ranjang.

   Serupa dengan Siau-liong, dara itupun sedang pingsan.

   Wanita baju hitam memeriksa dan meraba-raba dahi puterinya, kemudian berkata.

   "Mungkin tak berbahaya. Tetapi paling tidak harus beristirahat 10 hari baru sembuh.... ah, dengan peristiwa ini mungkin akan mengabaikan urusanku yang penting!"

   Melihat betapa sayang wanita itu kepada puterinya dan kuatir Siau-liong akan diketahui sebagai Pendekar Laknat, Mawar Putih tak mau mendesak wanita itu supaya cepat2 mengobati Siau-Liong.

   Wanita itu gelengkan kepala lalu menghela napas dan menatap Mawar Putih.

   "Mari kita lihat anak itu!"

   Demikian Mawar Putih segera mengikuti masuk ke dalam ruangan.

   Tetapi apa yang disaksikan saat itu benar-benar membuatnya terbelalak kaget seperti melihat hantu! Ranjang dimana Siau-liong berbaring tadi, ternyata kosong melompong.

   Siau-liong lenyap! "Mana orangnya?"

   Wanita baju hitam itu pun bertanya kaget.

   Mawar Putih berdiri terlongong-Longong.

   ia gelagapan mendapat pertanyaan itu lalu sibuk mencari kian kemari.

   Bahkan sampai kekolong ranjang dan meja pun diperiksanya.

   Namun Siau-liong tetap menghilang seperti ditelan bumi....

   Geli2 mengkal wanita baju hitam itu berkata.

   "Tolol, dengan caramu itu bagaimana engkau mampu menemukannya?"

   
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Mawar Putih tertegun.

   "Dia terluka parah sampai tak sadarkan diri. Bagaimana mampu pergi...."

   Berhenti sejerak memandang wanita baju hitam, Mawar Putih berkata pula.

   "pula tak mungkin tanpa sebab dia melarikan diri!"

   Wanita baju hitam tertawa hambar.

   "Sekali pun dia tak dapat berjalan tetapi lain orang kan bisa membawanya lari!"

   Mawar Putih terbeliak kaget.

   "Bibi mengatakan.... dia dilarikan orang?"

   "Mungkin diculik.... mungkin hendak ditolong. Sekarang masih sukar dikatakan!"

   Kata wanita baju hitam itu.

   Mawar Putih seperti orang tidur disiram air dingin.

   Dia gelagapan terus loncat lari keluar.

   Tepat pada saat tubuh Mawar Putih melambung di udara, wanita baju hitam itu pun balikkan tangannya ke belakang.

   Serangkum angin keras melanda Mawar Puiih.

   Ternyata angin dari gerakan tangan wanita itu mengandung tenaga sakti menyedot.

   Mawar Putih seperti terlibat tali yang tak kelihatan dan pada lain saat tubuhnya ditarik ke belakang.

   Dara itu berusaha untuk berdiri tegak pada saat kakinya menginjak tanah.

   Kemudian menatap wanita itu dengan cemas.

   "Bibi...."

   "Tak perduli pendatang itu hendak menculik atau hendak menolongnya. Tetapi dia mampu datang kemari tanpa kuketahui sama sekali, jelas bukan orang sembarangan. Saat ini tentu sudah jauh, percuma engkau hendak mengejarnya...."

   Wanita baju hitam itu mondar-mandir beberapa saat. Pada lain saat ia berkata seorang diri.

   "Tetapi, siapakah dia...."

   Mawar Putih yang ter-longong2 memandang wanita itu, tak sabar lagi terus bertanya.

   "Tentulah perbuatan kedua suami isteri Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka itu. Selain mereka, rasanya tiada lain orang lagi.... ah, kasihan dia...."

   Mawar Putih menangis terisak.

   "Kasihan dia sedang menderita luka yang amat parah, tentu akan mati!"

   "Engkau tahu apa!"

   Bentak wanita itu.

   "meskipun kedua suami iuteri iblis itu hendak menguasai dunia persilatan tetapi mereka setempo juga terpaksa datang kemari. Mungkin perbuatan Pendekar Laknat...."

   "Tidak mungkin Pendekar Laknat, dia...."

   Tiba-tiba Mawar Putih merasa telah kelepasan omong. Buru-buru ia diam.

   "Bagaimana engkau tahu kalau bukan Pendekar Laknat?"

   Tegur wanita itu dengan tajam. Dengan tersekat-sekat Mawar Putih imenyahut.

   "Karena.... karena dia dengan adik Ling."

   "Benar, Pendekar Laknat dan Ling-ji sudah sama2 terluka, tak mungkin dia. Lalu siapakah orang itu? Apakah...."

   Tiba-tiba wanita baju hitam itu tertawa dingin.

   "Ya, tentulah dia!"

   "Siapakah yang bibi maksudkan?"

   Kukatakan pun engkau tak tahu. Tetapi...."

   Wanita itu berhenti, menarik Mawar Putih duduk di atas ranjang lalu melanjutkan kata-katanya.

   "Aku mengerti Ilmu meramal. Anak itu tak mengunjuk pendek usia. Sekalipun menderita berbagai kesulitan dan siksaan tetapi tetap tak berbahaya. Hanya engkau dengan dia...." -wanita itu memandang beberapa kali wajah Mawar Putih tetapi tak berkata apa2.

   "Apakah bibi sudah meramalkan wajah kami?"

   Tanya Mawar Putih terkejut.

   "Tak perlu melihat dengan teliti. Cukup melihat sebentar saja sudah tahu!"

   Wajah Mawar Putih tersipu merah. Dengan tersendatsendat ia bertanya.

   "Tadi bibi mengatakan.... aku dan dia...." -oooo0dw0ooo-

   Jilid 08 Panca Sakti Wanita baju hitam itu menghela napas.

   "Masalah manusia hidup itu semua tergantung pada jodoh. Misalnya kutolong engkau dari Lembah Maut dan kemudian engkau mengangkat aku sebagai ibu-angkat, itu juga jodoh. Dan jodoh itu rupanya sudah digariskan dalam kehidupan kita. Sejenak memandang Mawar Putih, ia berkata pula.

   "Tentang perhatianmu terhadap pemuda itu, aku pun sudah mengetahui jelas. Hanya aku mempunyai dua buah kata pesan kepadamu. Engkau dan dia tak mempunyai keberuntungan untuk terangkap sebagai suami isteri. Dan itu sudah menjadi garis hidupmu!"

   Seketika pucat lesilah wajah Mawar Putih. Tubuhnya menggigil dan dengan suara tersendat-sendat ia berkata.

   "Aku tak mampunyai pikiran sejauh itu.... Hanya karena aku telah dirawat dan dianggap sebagai anak sendiri oleh guruku atau ibu dari pemuda itu, maka aku pun merasa terikat kewajiban untuk mencari putera guruku itu. Sekarang setelah dapat menemukannya tetapi tak dapat membawanya kehadapan guruku, bagaimanakah pertanggungan jawabku kepada guru?"

   Habis berkata air mata dara itu ber-derai2 mengucur. Ia mendekap tempat tidur dan menangis terisak-isak. Wanita baju hitam itu menepuk pelahan bahu Mawar Putih.

   "Hal itu tergantung dari rejeki atau jodoh ibu dan anak itu. Jika jodoh belum terputus, tentu akan dapat bertemu. Tetapi kalau memang sudah tiada jodoh lagi, bagaimanapun dipaksa. tetap tak dapat!"

   Puas menangis, Mawar Putih mengusap air matanya lalu mengangkat muka bertanya.

   "Bi, apakah aku masih dapat bertemu dengan dia."

   Wanita baju hitam itu mengangguk.

   "Sudah tentu bisa!"

   "Asal bisa ketemu lagi, aku tentu segera membawa keseberang laut!"

   Katanya seorang diri.

   Wanita itu menghela napas pelahan tetapi tak berkata apa2 lagi.

   Tiba-tiba terdengar suara orang pelahan dari si dara baju hijau Wanita baju hitam cepat masuk ke dalam ruangan.

   Kemanakah sebenarnya Siau-liong? Sesungguhnya ketika Mawar Putih meletakkan Siau-liong ke atas tempat tidur dan siwanita baju hitam pun ikut masuk, saat itu Siau-liong sudah tersadar.

   Diam-diam ia melirik bayangan wanita baju hitam itu.

   Sesaat Mawar Putih dan wanita baju hitam keluar, tiba-tiba Siau-liong melihat sesosok bayangan melesat dari tepi pintu lalu seperti sesosok hantu, muncullah di dalam ruang itu seorang lelaki bertubuh tinggi besar.

   Orang itu mengenakan pakaian biru, mukanya ditutup kain kerudung hitam.

   Siau-liong terkejut.

   Diingatnya orang itu pernah muncul ketika dibiara Tay-hud-si dan barisan pohon bunga dalam lembah Semi, untuk memberi petunjuk dan mengajaknya keluar dari bahaya.

   Siau-liong kejut2 girang.

   Ketika ia hendak bergerak dan membuka mulut, orang aneh baju biru itu secepat kilat telah menutuk jaland arahnya.

   Kemudian dengan kecepatan yang sukar dipercaya.

   orang itu segera mendukung Siau-liong.

   Selain perakannya amat cepat sekali, sedikitpun tak mengeluarkan suara apa2.

   Tutukan itu telah membuat Siau-liong pingsan.

   Sejak itu ia merasa seperti bermimpi.

   Sesaat ia rasakan sekujur Tuhuhnya sakit sekali seperti digigiti ribuan ekor ular.

   Sesaat lagi ia merasa lubuhnya lemas lunglai.

   Entah berselang berapa lama, barulah ia dapat sadar lagi.

   Ketika membuka mata ia dapatkan dirinya terbaring disebuah biara rusak.

   Orang aneh baju biru sedang duduk dihadapannya.

   Siau-liong hampir tak percaya kepada matanya.

   Ia kira masih bermimpi.

   Kemudian ia mengigit lidahnya sendiri ah....

   ternyata sakit.

   Jelas ia tak bermimpi, Apa yang disaksikan saat itu, benar suatu kenyataan.

   Girangnya bukan alang kepalang! Ternyata orang aneh baju biru sudah melepas kerudung mukanya.

   Dan tampaklah wajah yang sebenarnya.

   Dia bukan lain adalah guru yang sejak kecil merawat dan mendidiknya....

   Tabib-sakti-jenggot-naga Kongsun Sin-to! Buru-buru Siau-liong merangkak bangun dan berlutut memberi hormat dihadapan gurunya.

   "Suhu...."

   Ia tak dapat melanjutkan kata-katanya.

   Lupa rasa girang dan haru telah membanjirkan air matanya mengalir turun....

   Seketika teringatlah ia mengapa luka berat yang dideritanya dalam pertempuran lawan si dara baju hijau kemarin, saat itu sama sekali sudah terasa sembuh.

   Ditatapnya Kongsun Sin-to dengan mata melongong, kemudian dengan nada haru sesal ia berkaia;

   "Terima kasih atas pertolongan suhu...."

   Dengan wajah membesi, Kongsun Sin-to memberi isyarat tangan.

   "Lukamu baru saja sembuh, perlu beristirahat. Jangan pikirkan apa2, lekas bersemedhi salurkan tenaja murnimu...."

   Kemudian tabib sakti itu menghela napas pelahan dan berkata pula.

   "Tenaga sakti dari Janda gunung Busan, termasuk salah satu ilmu dari Panca sakti. Jika engkau tak makan buah Im-yang-som dan darah binyawak purba, aku pun tak dapat menolongmu!"

   Siau-liong tak berani berkata apa2.

   Buru-buru ia melakukan perintah suhunya.

   Duduk bersemedhi mengosong pikiran dan melakukan penyaluran hawa murni.

   Oleh karena lukanya sudah disembuhkan Kongsun Sin-to, maka setelah melakukan persemedian beberapa waktu, ia rasakan tubuhnya segar dan nyaman.

   Tak lama kemudian tenggelamlah ia dalam kehampaan....

   Tak terasa empat jam telah berlalu dan Siau-liong pun segera menyudahi persemedhiannya.

   Ia dapatkan semangatnya segar, lukanya sembuh sama sekali.

   Saat itu hari pun sudah malam.

   Sinar rembulan memancar masuk ke dalam jendela.

   Melihat Siau-liong sudah sadar, Kongsun Sin-to yang sejak tadi pun bersemedhi disampingnya, segera bangun dan memberi senyuman.

   Tetapi Siau-liong tampak terpaku memandang rembulan bundar.

   Seingatnya, saat itu baru permulaan bulan delapan.

   Tetapi mengapa bulan sebundar purnama? Kongsun Sin-to menyulut lilin dan membawakan senampan makan.

   Melihat Siau-liong terlongong, ia tertawa.

   "Malam ini memang sudah bulan delapan tanggal empat belas. Liong-ji, engkau sudah tertidur selama 12 hari!"

   Siau-liong tersentak kaget. Yang dirasakan hanya sehari semalam, tetapi mengapa ia sampai tidur selama 12 hari! Setelah meletakkan makan dihadapan Siau-liong Kongsun Sin-to berkata pula.

   "Sudah 10-an hari tak makan, tentulah engkau lapar sekali. Hayo, lekas makanlah!"

   Memang Siau-liong merasa lapar sekali. Segera ia melahap hidangan itu sampai habis. Wajah Kongsun Sin-to tampak mengerut gelap, Walaupun tidak marah, tetapi nyata orang tua itu tidak senang hati. Setelah Siau-liong habis makan, ia memanggilnya.

   "Liong-ji!"

   Tersipu-sipu Siau-liong berlutut dihadapan gurunya itu dan berkata dengan tersendat.

   "Su-hu.... murid telah melanggar pesan suhu masuk ke belakang gunung. Karena itu...."

   "Yang sudah lalu. jangan diungkat lagi....!"

   Tukas Kongsun Sin-to. Kemudian dengan tertawa ia berseru....

   "Pendekar Laknat dan Pengemis Tengkorak. kini sudah terikat guru dengan engkau. Sekarang engkau bukan lagi mempunyai suhu aku seorang!"

   Siau-liong gugup dan cepat menganggukkan kepala.

   "Pada saat itu murid dalam keadaan terpaksa. Tetapi dalam hati kecil murid, tetap hanya mempunyai seorang guru yakni suhu...."

   Dalam mengucap kata2 terakhir itu, Siau-liong amat terharu sehingga matanya berlinang-linang.

   Ia teringat akan dirinya yang telah diracuni wanita pemilik Lembah Semi dan janji kepada wanita itu akan mati bersama2 pada nanti pertengahan musim rontok tahun depan.

   Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Ia merasa dirinya telah menyia-nyiakan budi kebaikan dari Kongsun Sin-to selama belasan tahun.

   Kongsun Sin-to menghela napas.

   "Mati hidup dan kumpul berpisah itu sudah menjadi garis hidup manusia. Siapapun tak mungkin dapat mengubah garis hidup itu. Memang pada saat kutinggalkan gunung untuk mencari obat, sudah kuduga engkau tentu akan mengalami peristiwa2 itu. Tetapi kutak tahu apakah peristiwa2 itu akan merupakan malapetaka atau keberuntungan bagimu. Kesemuanya tergantung pada tindakanmu sendiri dikemudian hari...."

   Tabib-sakti itu berhenti sejenak untuk memandang wajah Siau-liong.

   "Gurumu ini dikenal dalam dunia persilatan sebagai seorang ahli pengobatan yang sukar dicari tandingnya. Sedikit sekali orang persilatan yang tahu sampai dimana kepandaianku dalam ilmu silat. Bahkan pelajaran silat yang kuberikan kepadamu itu, hanyalah semata-mata sebagai pelajaran dasar saja. Sedang sebenarnya ilmu kepandaian yang kumiliki itu sudah tak berbekas dalam dunia persilatan itu, sesungguhnya termasuk salah satu dari ilmu Panca-sakti...."

   Mendengar penjelasan itu diam-diam Siau-liong terkejut. Serentak ia teringat akan ilmu pelajaran silat yang diberikan gurunya dahulu. Rasanya ilmu silat itu hanya biasa saja. Ternyata gurunya memang belum menurunkan ilmu saktinya kepadanya.

   "Tentang tenaga sakti Bu-kek-sin-kang yang engkau miliki saat ini serta tenaga sakti Thay-kek-buwi dari Iblis Penakluk dunia, tenaga sakti Thay-im-ki-bun-kang dari Dewi Neraka itu, walaupun amat dahsyat dan ganas sekali, tetapi tenaga sakti mereka itu hanya termasuk golongan ilmu liar. Hanya dapat mencapai pada tingkat tataran tertentu saja. Tidak demikian dengan Panca-sakti yang tergolongan dalam ilmu sejati aliran Ceng cong-bu-hak. Ilmu itu luasnya tak terbatas...."

   Kongsun Sin-to berhenti sejenak dan menghela napas, lalu melanjutkan lagi.

   "Pada ketika itu kutaruh harapan besar sekali kepada dirimu. Sebenarnya segera hendak kuajarkan ilmuku yang disebut tenaga sakti Thian-jim-sin-kang (tenagasakti lemas tapi ulet) kepadamu. Agar engkau menjadi satusatunya murid pewarisku.... Untuk keperluan itulah maka aku pergi untuk mencari daun obat, agar dapat merobah sifat tubuhmu.... ah, tetapi tak terduga ternyata engkau mempunyai lain rejeki sehingga harapanku menjadi hampa. Terpaksa dalam sisa hidupku sekarang ini, aku harus mencari lagi seorang tunas yang berbakat...."

   Agak terharu nada Kongsun Sin-to dalam mengucapkan kata2 terachir itu. Setelah berhenti sejenak iapun meneruskan lagi.

   "Hanya tunas yang benar-benar berbakat itu sukar didapatkan. Adakah nanti aku berhasil mendapatkan murid pewaris atau tidak, juga masih sukar dikata!"

   Kata-kata Kongsun Sin-to yang bernada menyesali Siauliong itu, dirasakan sepatah demi sepatah seperti sembilu yang menyayat hati Siau-liong.

   Siau-liong hanya dapat tundukkan kepala penuh dengan rasa sesal.

   Setelah mengurut jenggot yang terurai kedada.

   Kongsun Sin-to melanjutkan pula.

   "Telah kukatakan tadi, jodoh dan peruntungan orang itu sudah ada garisnya sendiri2.... Barang siapa hendak melanggarnya. tentu tertimpah kemalangan. Sekali pun sejak saat ini engkau tak berjodoh lagi untuk menerima pelajaran ilmu tenaga sakti Thian-jin-sin-kang itu, tetapi...."

   Kongsun Sin-to kembali berhenti lagi. Matanya berkilat-kilat memandarjg Siau-liong.

   "Bukankah separoh dari peta Giokpwe itu berada dalam tanganmu?"

   Tanyanya. Buru-buru Siau-liong meraba bajunya. Ah, peta itu memang masih disimpannya. Buru-buru ia menjawab.

   "Separoh dari Giok-pwe itu sebenarnya Toh Hun-ki...."

   Kongsun Sin-to mengangguk.

   "Hai itu sudah kuketahui semua. Kabarnya harta pusaka yang terpendam dalam tempat itu adalah Tio Sam-hong pendiri partai Bu-tong-pay sendiri yang memendamnya sebelum ia menutup mata, Harta pusaka itu ratusan tahun telah menjadi pembicaraan hangat dan diidam-idamkan oleh setiap kaum persilatan. Tetapi karena peta yang dilukis pada Giok-pwe itu dipecah dua bagin maka sampai sekarang belum ada seorang pun yang mampu mendapatkan harta pusaka itu. Kongsun Sin-to terpaksa berhenti karena tersekat batuk2.

   "Diantara harta pusaka itu yang paling berharga adalah sebuah kitab pusaka yang ditulis oleh Tio Sam-hong sendiri.... Ketahuilah, yang kusebut sebagai tenaga sakti Panca sakti itu, selain tenaga sakti Thian-jim-sin-kang yang kumiliki dan Ya-lusin- kang (tenaga sakti mengenal suara) dari si Randa gunung Busan itu, masih terdapat lagi tiga jenis tenaga sakti lainnya ialah. Cek-kui-sin-kang (tenaga-sakti Gema-merah). Jit-huasin- kang (tenaga sakti Tujuh Robah) dan Thian-kong-sinkang...."

   Mendengar itu hati Siau-liong tak keruan rasanya.

   Semula ia mengira bahwa ia telah memiliki ilmu kepandaian sakti dari Pendekar Laknat dan Pengemis Tengkorak.

   Siapa kira ilmu kepandaian itu bukanlah tergolong ilmu sejati yang tiada tandingannya di dunia persilatan.

   Bahkan termasuk ilmu liar atau ilmu samping-pintu yang tak mungkin akan mencapai tataran kesempurnaan.

   Takkala ia bertempur dengan Randa Busan, hampir saja ia kehilangan nyawa.

   Diam-diam ia mengakui kebenaran ucapan suhunya itu.

   Serentak timbullah penyesalannya yang amat mendalam kepadanya dirinya yang tempo hari karena menuruti hawa nafsu, telah melanggar perintah gurunya dan gegabah masuk ke dalam belakang gunung.

   Bukan saja ia telah kehilangan kesempatan mewarisi kepandaian sakti dari gurunya.

   Pun karena kesalahan itu ia harus menebus mahal.

   Menderita peristiwa dan Pengalaman yang serba aneh dan hebat dan akhirnya harus menderita keracunan dari wanita pemilik Lembah Semi.

   Akibatnya, ia hanya dapat hidup setahun lagi....

   Dengan wajah serius Kongsun Sin-to melanjutkan keterangannya pula.

   "Pewaris terakhir dari ilmu sakti Cek-kuisin- kang adalah Rahib sakti dari Lam-hay ialah To Teng nikoh.... Sedang pewaris dari ilmu sakti Jit-hua-sin-kang adalah Jong Ling lojin yang bergelar orang-sakti terpedam dari Su-jwan. Kedua orang itu sudah berpuluh tahun tak muncul lagi di dunia persilatan. Entah apakah mereka sudah mempunyai murid pewaris lagi. Atau apakah mereka memang sudah muksah, tiada seorangpun dalam dunia persilatan yang mengetahui...."

   Tergeraklah hati Siau-liong. Segera ia teringat akan orang tua yang dirantai dalam penjara dibawah tanah dalam barisan Tujuh Maut. Serentak ia berseru.

   "Jong Ling lojin itu, murid pernah...."

   Tetapi tampaknya Kongsun Sin-to tak menghiraukan kata2 Siau-liong dan sambil memberi isyarat tangan supaya anak itu diam, ia melanjutkan keterangannya lagi.

   "Cek-kui Jit-hua, Thiam-jim dan Je-In keempat ilmu sakti itu, sudah berpuluh tahun tak muncul lagi di dunia persilatan. Tentang diriku, walaupun telah memiliki salah satu dari ilmu Panca Sakti itu, tetapi karena selama ini aku tak mau menonjolkan diri, maka orang persilatan pun tak mengetahui. Tetapi.... keempat ilmu sakti yang kukatakan tadi, berpangkal pada pengutamaan Hawa murni.... Sedang Thian-kong-sinkang mengutamakan kesempurnaan Sin atau Semangat...."

   Tiba-tiba mata Kongsun Sin-to berkilat-kilat memandang Siau-liong lalu berkatalah ia dengan serius.

   "Semangat dapat mengambil Hawa, Hawa tak dapat menguasai Semangat. Oleh karena itulah maka Thian-kong-sin-kang termasuk yang paling unggul diantara keempat ilmu sakti itu. Sayang sejak Tio Samhong cousu meninggal dunia, tiada muncul lagi pewarisnya.... Sementara orang persilatan sama menduga bahwa dalam kitab pusaka yang tersimpan dalam harta karun rahasia itu, terdapat tulisan tentang ilmu sakti Thian-kong-sin-kang itu...."

   Siau-liong mendengarkan seperti orang mabuk.

   Diam-diam ia terkejut.

   Apabila kitab pusaka itu sampai jatuh ketangan suami isteri Iblis Penakluk dunia dan Dewi Neraka, setelah mereka berhasil memahami ilmu sakti Thian-kong-sin-kang, siapa lagikah tokoh persilatan yang mampu menandingi mereka? Bukankah dunia persilatan akan mengalami banjir darah dan penjagalan besar-besaran....? Kongsun Sin-to menghela napas pelahan.

   "Engkau telah kemasukan ilmu sakti Samping. Sekalipun engkau tak mungkin dapat mempelajari ilmu sakti yang kumiliki yang mendasarkan pada Hawa, tetapi engkau masih ada harapan untuk mempelajari ilmu Thian-kong-sin-kang yang mendasarkan pada Semangat. Oleh karena itu jika engkau berhasil menemukan Giok-pwe yang separoh bagian lainnya dan menemukan harta pusaka itu, engkau tetap masih ada harapan untuk menjadi tokoh utama dalam dunia persilatan. Tetapi sejak ini jodoh kita sebagai murid dan guru, akan berakhir. Sejak saat ini hanya tergantung pada dirimu sendiri bagaimana akan mengatur langkah hidupmu!"

   Hati Siau - liong seperti disayat sembilu rasanya. Menyahutlah ia dengan nada pilu.

   "Murid sudah tiada mempunyai harapan apa2 lagi. Kecuali hanya ingin lekas2 dapat bertemu muka dengan ibu yang sedang menderita sakit diseberang laut. Hanya saja, murid terpaksa harus tinggal ditempat ini lagi untuk beberapa hari."

   Ia tenngat dalam penyamarannya sebagai Pendekar Laknat telah menolong Toh Hun-ki dan rombongannya dari Lembah Maut lalu berjanji untuk bertemu dengan mereka di Siok-ciu nanti tiga hari kemudian.

   Dimana dia akan ikut dalam pemusyawarahan untuk membasmi Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka.

   Tetapi ah....

   saat itu karena tertidur selama 12 hari, entah bagaimana dengan keadaan mereka.

   Adakah rombongan Toh Hun-ki masih berada di Siok-ciu menunggunya? Apakah tindakan baru dari suami isteri Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka dalam langkah mereka untuk menguasai dunia persilatan? Memikirkan hal2 itu, hati Siau-liong resah gelisah.

   Dia harus menepati janji, membantu Toh Hun-ki dan rombongan orang gagah, untuk melenyapkan kedua suami isteri durjana itu.

   Kemudian baru ia mengambil batang kepala Toh Hun-ki dan keempat Su-lo untuk bersama-sama Mawar Putih menhadap ibunya diseberang laut.

   Tetapi saat itu setelah mendengar penjelasan dari Kongsun Sin-to, ia merasa menyesal.

   Apa yang hendak dilakukan itu, terasa sukar.

   Maka menegurlah Kongsun Sin-to.

   "Liong-ji, rupanya hatimu amat resah. Adakah karena memikirkan ibumu atau...."

   Hati Siau-liong makin pilu.

   Air matanya berderai-derai turun.

   Sejak kecil ia diasuh dan dididik Kongsun Sin-to.

   Dalam perasaannya Kongsun Sin-to itu sudah seperti orang tuanya sendiri.

   Pada saat mendengar bahwa mereka sudah tak berjodoh atau sudah putus hubungan, apa lagi dirinya sudah terkena racun Jong-tok dan hidupnya hanya tinggal setahun.

   Maka pecahlah beteng pertahanan hatinya.

   Ia menangis pilu dibawah kaki sang guru.

   Lalu menuturkan apa yang telah dialaminya selama di dalam Lembah Semi, diracuni Poh Ceng-in dan hidupnya yang hanya tinggal setahun itu.

   Selesai mendengar, sambil mengurut jenggot Kongsun Sinto berkata.

   "0, makanya ketika kuobati, kudapatkan semua jalan darah ditubuhmu terdapat perobahan yang tak wajar. Semula kukira akibat dari makan buah Im-yang-som dan darah binyawak purba itu, kiranya...."

   Tabib sakti itu menghela napas, ujarnya pula.

   "Memang perempuan siluman itu benar. Setelah racun jong-tok itu menyerap keseluruh jalan darah ditubuh, di dunia tiada terdapat obatnya lagi.

   "

   Ditatapnya wajah anak itu, mau berkata tetapi tak jadi.

   Bermula Siau-liong masih mengandung harapan bahwa gurunya itu tentu mampu mengobati.

   Tetapi melihat nada kata2nya, habislah sudah harapan Siau-liong.

   Ia pun hanya memandang pada Kongsun Sin-to dengan longong kehampaan.

   Setelah merenung beberapa saat, Kongsun Sin-to berkata pelahan-lahan.

   "Boleh dikata seluruh hidupku kuabdikan pada ilmu pengobatan. Sekali pun tidak sesakti tabib Hoa To pada jaman Sak Kok dahulu, tetapi kepandaianku termasuk jarang terdapat tandingannya. Menurut pengetahuanku masih dapat juga racun Jong-tok itu diobati, tetapi...."

   Mendengar masih ada setitik harapan. seketika menyalalah harapan Siau-liong.... Buru-buru ia mencurahkan seluruh perhatiannya.

   "Karena perempuan siluman itu juga meminum racun, maka racun Jong tok itu tentu terdiri dari dua jenis racun Im dan Yang. Sekalipun engkau terpisah jauh sekali dengan dia, tetapi apabila ada salah seorang yang mati, yang seorangpun tentu ikut mati. Kecuali...."

   "Kecuali bagimana?"

   Siau-liong mulai tegang perasaannya.

   "Kecuali engkau minum habis darahnya!"

   Sahut Kongsun Sin-to, atau dengan gunakan darah anjing atau ayam hitam untuk ,memikat darahnya, mengorek keluar hatinya lalu memakannya mentah2.

   Hanya dengan jalan begitu, dapatlah racun dalam tubuhmu itu hilang.

   Selain itu, tiada lain obat yang dapat menyembuhkan lagi.

   Siau-liong menghela napas rawan.

   "Sekalipun cara itu dapat menyelamatkan jiwaku tetapi.... aku tak tega menggunakannya...."

   "Kutahu engkau tentu tak mau. Engkau berhati welas asih sekali, ah.... semuanya terserah saja kepada nasibmu...."

   Kongsun Sin-to berbangkit dan ayunkan langkah pelahanlahan seraya berkata.

   "Kini engkau sudah dewasa. Segala apa harus dapat menjaga diri sendiri. Dewasa ini Iblis Penakluk dunia dan Dewi Neraka sedang berusaha untuk menguasai dunia persilatan. Tokoh2 persilatan dari berbagai aliran dan partai telah bersiap-siap menyusun kekuatan. Suatu pertempuran antara golongan Putih dan Hitam pasti akan terjadi, sesungguhnya...."

   Ia berhenti sejenak menghela napas, ujarnya lebih lanjut.

   "Pada umumnya mereka bertujuan hendak mendapatkan harta pusaka terutama kitab pusaka tulisan Tio Sam-hong. Siapa yang mendapatkan pusaka itu, dialah yang akan dapat menguasai dunia persilatan!"

   Timbullah pikiran Siau-liong.

   


Lembah Nirmala -- Khu Lung Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long Pendekar Bloon Karya SD Liong

Cari Blog Ini