Ceritasilat Novel Online

Pendekar Laknat 7


Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong Bagian 7



Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya dari S D Liong

   

   Separoh bagian dari Giok-pwe itu masih berada ditangan suami isteri Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka.

   Untuk merebutnya tentu sukar sekali.

   Hidupnya hanya tinggal setahun.

   Segala kitab pusaka tak berguna lagi baginya.

   Dan apabila separoh bagian Giok-pwe yang disimpannya itu sampai jatuh ketangan Iblis Penakluk dunia dan Dewi Neraka, bukankah akan hebat sekali akibatnya bagi keselamatan dunia persilatan! Seketika tergugahlah pikirannya.

   Serentak ia mengeluarkan separoh Giok-pwe dari dalam bajunya lalu diserahkan kepada Kongsun Sin-to.

   "Oleh karena murid sudah terkena racun jong-tok, hidup murid pun takkan lama. Sekalipun dapat merebut yang separoh bagian lagi dan menemukan kitab pusaka ilmu sakti Thian-kong-sin-kang, bagi murid pun sudah tak berguna lagi. Oleh karena itu...."

   Dengan tahankan kepiluan hatinya, Siauliong lanjutkan kata-katanya.

   "Hendak murid persembahkan separoh bagian Giok-pwe ini kepada suhu, agar suhu dapat memberikan kepada orang yang benar-benar berjodoh...."

   Kongsun Sin-to tertawa gelak2.

   "Muridku, aku sudah cukup puas karena telah memiliki salah satu ilmu sakti dari Panca Sakti. Dan selama ini belum pernah kuunjukkan kesaktianku itu di dunia persilatan. Begitupun dalam sisa hidupku yang tak berapa banyak itu. takkan kutonjolkan kepandaianku itu. Maka kitab pusaka Thian-kong sin-kang itu, juga tak penting bagiku. Soal aku hendak menjadi lain orang untuk menjadi pewaris, tak lain tak bukan hanyalah sekedar agar ilmu sakti Thian-jimsin- kang itu jangan sampai lenyap ditanganku!"

   Setelah mengetahui bahwa gurunya tak mau menerima Giok-pwe, Siau-liong berkata.

   "Kalau begitu biarlah murid pendam kitab pusaka itu selama-lamanya agar jangan ada orang yang mengganggu usik!"

   Tanpa menunggu persetujuan Kongsun Sin-to.

   Siau-liong terus meremas Giok-pwe itu hingga hancur lebur, lalu dibuang ke tanah.

   Siau-liong termenung-menung dalam kepekaan.

   Ia tersenyum getir karena dapat menghamburkan kesesakan dadanya.

   Ada dua sebab yang mendorongnya menghancurkan separoh Giok-pwe itu.

   Pertama, dengan lenyapnya ilmu Thiankong- sin-kang dalam kitab pusaka itu berarti ilmu sakti Thianjim- sin-kang dari gurunya itu bakal merajai di dunia persilatan....

   Kedua, menjaga jangan sampai ilmu sesakti Thian-kong sin-kang itu sampai jatuh ketangan orang yang tak bertanggung jawab, misalnya Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka.

   Setelah memandang beberapa jenak pada hancuran Giokpwe yang berhemburan di tanah, Kongsun Sin-to menghela napas.

   "Walaupun tindakanmu terdorong dari rasa kesungguan tetapi membuat ilmu sakti terpendam selamalamanya di tanah, merupakan perbuatan yang melanggar hukum alam!"

   Siau-liong diam tak menyahut.

   Saat itu malam makin larut.

   Sisa lilin yang menerangi tempat itu sudah habis.

   Untung rembulan memberi cukup penerangan.

   Guru dan murid duduk saling berhadapan dalam suasana yang merawankan.

   Tak berapa lama, Kongsun Sin-to berkata;

   "Siau-liong aku akan berangkat!"

   "Suhu, engkau...."

   Siau-liong tak dapat melanjutkan kata2nya karena dicengkam oleh isak keharuan.

   Belasan tahun ia berkumpul dengan guru yang tercinta itu.

   Baru berjumpa lagi terus akan berpisah.

   Air mata anak itu berderai-derai.

   Dalam berkata-kata tadi.

   Kongsun Sin-to sudah tiba diambang pintu.

   Ia berpaling dan tertawa tenang.

   "Di dunia tiada perjamuan yang takkan bubar. Ada waktu berkumpul, pun ada waktu berpisah. Sekalipun ikatan guru dan murid sudah habis, tetapi bukan berarti kita takkan berjumpa lagi. Siapa tahu...."

   Entah bagaimana Kongsun Sin-to tak melanjutkan kata2nya.

   Sekali bahunya bergetar, tabib sakti itu sudah melayang keluar.

   Ketika Siau-liong memburu keluar, ternyata gurunya itu sudah lenyap.

   Dia terlongong-longong.

   Masih diingat-ingatnya kata2 terakhir dari gurunya itu Siapa tahu....

   ah, mengapa tak dilanjutkan lalu terus pergi? Angin berhembus dan keresahan pikiran Siau-liong pun agak reda.

   Memandang kesekeliling, didapatinya biara itu sudah rusak semua.

   penuh ditumbuhi semak rumput.

   Ia segera melangkah keluar.

   Empat penjuru tegak berjajar puncak gunung.

   Dia tak tahu saat itu berada dimana.

   Setelah memeriksa bekalannya, kecuali separuh bagian Giok-pwe yang telah dihancurkan.

   semuanya masih lengkap, antara lain peta dan resep obat pemberian Jong Leng lojin, botol berisi pil dari Poh Ceng-in dan kedok serta pakaian dari Pendekar Laknat.

   Setelah termenung beberapa saat, akhirnya ia menyamar lagi sebagai Pendekar Laknat, lalu ayunkan langkah.

   Ia tak tahu yang akan dituju, langkahnya hanya ditujukan pada puncak gunung yang paling rendah sendiri.

   Dari situ ia hendak ke Siok-ciu.

   Menjenguk Toh Hun-ki dan rombongannya lalu membelikan obat untuk Jong Leng lojin.

   Menurut Perhitungannya, saat itu tepat kurang setahun dengan pertengahan musim rontok tahun muka.

   Suatu hal yang membuatnya menyadari betapa berhargalah waktu itu.

   Setiap detik dan setiap saat, harus digunakan dengan sebaikbaiknya.

   Riwayat dirinya yang menyedihkan ditambah pula dengan peristiwa2 yang selalu merundung dirinya dengan kesialan dan malapetaka.

   membuat hatinya serasa tertindih oleh sebuah batu besar.

   Sekonyong-konyong ia mengadah dan tertawa nyaring sekali! Nadanya bergema menembus awan.

   Dalam malam sunyi dan ditengah alam pegunungan yang lelap, tertawa itu benar-benar menyerupai suara raksasa tengah mengumbar tertawa....

   Puas tertawa ia terus menyusur sepanjang hutan yang panjang.

   Tiba-tiba ia terhenti.

   Cepat2 ia gunakan gerak Nagamelingkar- 18 kali, melayang ke atas sebatang pohon setinggi beberapa tombak.

   Tak berapa lama tampak beberapa sosok bayangan lari mendatangi.

   Dari atas pohon dapatlah Siau-liong melihat dengan jelas.

   Orang2 itu mengenakan pakaian persilatan dan menghunus senjata.

   Begitu tiba di tepi hutan mereka berhenti lalu berjalan pelahan-lahan masuk ke dalam hutan.

   Sikap mereka seperti menghadapi seorang musuh berbahaya.

   Salah seorang dari kawanan orang itu, berseru.....

   "Aneh! Mengapa mendadak hilang?"

   "Sekalipun ilmu meringankan tubuhnya hebat sekali tetapi tak mungkin ia dapat terbang kelangit!"

   Sahut kawannya.

   "Setiap jalan keluar dari lembah, telah dijaga ketat. Karena dari kawan2 kita tiada memberi tanda apa2, tentulah orang itu masih berada dalam hutan ini. Hayo, kita cari lagi yang teliti."

   Kata orang yang pertama tadi....

   "Huh, tahukah kalian siapa orang yang hendak kita tangkap itu? kalau nada suara tertawanya, tentulah Pendekar Laknat. Momok itu amat ganas sekali. Lebih baik kita lapor saja pada Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka!"

   Kawan-kawannya menyetujui.

   Mereka segera berputar tubuh terus lari keluar hutan.

   Siau-liong hendak loncat turun, tetapi tiba-tiba dari belakang terdengar kesiur angin tajam menyambar dirinya.

   Siau-liong terkejut sekali.

   Itulah serangan gelap dari suatu senjata rahasia.

   Dengan ilmu Thing-hong-pian-wi atau Mendengar-suara-menentukan-letak, cepat ia gerakkan tangan kirinya dan berhasillah ia menjepit sebuah senjata rahasia dengan dua buah jari! Tetapi seketika ia melongo.

   Ternyata yang dijepit itu bukanlah senjata rahasia, melainkan sehelai daun yang kering.

   Pada saat ia kesima, telinganya terngiang suara orang tertawa pelahan.

   Cepat ia memandang ke arah suara tertawa itu dan dapatkan pada puncak sebatang pohon setinggi lima tombak duduk dengan rapi seorang rahib berjubah kuning.

   Sepasang mata rahib itu berkilat-kilat memancar ke arah Siauliong.

   Dari jarak lima tombak dapat melontarkan sehelai daun kering menjadi seperti senjata rahasia dan gerakan daun kering itu dapat menimbulkan desis angin yang begitu tajam, benar-benar suatu ilmu kesaktian yang bukan olah-olah hebatnya! Tetapi masih ada lagi hal yang membuat Siau-liong lebih terkejut.

   ialah suara ketawa rahib itu.

   Tertawa itu kedengarannya pelahan dan lirih tetapi nyatanya telinga Siauliong seperti mau pecah Rahib itu hentikan tertawanya, berseru.

   "Apakah engkau Pendekar Laknat?"

   "Ya, akulah!"

   Sahut Siau-liong.

   "Berapakah umurmu sekarang?"

   Tanya rahib itu pula. Siau-liong tertegun. Hampir ia tak dapat menjawab pertanyaan itu. Karena ia memang tak tahu umur Pendekar Laknat itu. Setelah meragu beberapa saat, ia menyahut agak tersendat.

   "Perlu apa harus menghitung umur, pokok aku sudah tua sekali!"

   Tiba-tiba ia teringat.

   Sebagai Pendekar Laknat ia harus membawa sikap yang sesuai.

   Maka setelah mejawab, iapun terus tertawa mengekeh.

   Karena terpisah pada jarak lima tombak, ia tak dapat melihat jelas wajah dan sikap rahib itu.

   Tetapi ia dapat melihat bagaimana tajam kilat mata rahib itu memancarkan sinar.

   "Engkau hendak membanggakan ketuaanmu dihadapanku?"

   Bentak rahib itu. Siau-liong tertawa lepas, sahutnya.

   "Tidak, tidak!"

   Rahib tua itu tidak marah melainkan tertawa dalam.

   "Apakah engkau juga hendak mencari pusaka itu?"

   Siau-liong tertegun. pikirnya.

   "Menurut nada katanya, tentulah dia datang untuk mencari pusaka itu. Tetapi dia tentu tak mungkin mengira bahwa peta pusaka itu telah kuhancurkan sehingga pusaka itu akan terpendam selamalamanya!"

   Maka tertawalah ia dengan dingin.

   "Aku seorang tua bangka yang sudah menjelang masuk kubur. Segala harta pusaka di dunia tak mungkin menggerakan hatiku lagi...."

   Tiba-tiba rahib tua itu berteriak pelahan dan tahu2 tubuhnya dalam keadaan tetap duduk melayang kebatang pohon dihadapan pohon tempat Gak Lui.

   Caranya rahib melayang itu tak ubah seperti sekuntum awan yang 'terbang' melayang tertiup angin.

   Siau-liong terbeliak.

   Pikirnya.

   "Ah, ternyata di dunia ini memang penuh dengan orang sakti. Di atas gunung terdapat awan dan di atas awan masih terdapat langit yang luas...."

   Pada saat ia masih tercengang, tiba-tiba rahib itu membentaknya.

   "Kalau tak mencari pusaka, perlu apa engkau datang kemari?"

   Siau-liong tertawa hambar. Tanpa menyahut apa yang ditanyakan, ia berkata.

   "Pusaka itu tak mudah didapat!"

   Rahib tua tersenyum.

   "Sukar atau tidak, asal benar-benar di dunia ini terdapat pusaka itu, aku tentu dapat menemukannya!"

   Nadanya penuh dengan keyakinan atas kemampuannya.

   Walaupun dahinya berhias keriput usia tua tetapi matanya masih bersinar terang, seri wajahnya pun masih berseri.

   Terutama ketika tertawa, tampak dua baris giginya yang putih mengkilap.

   
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Sepintas pandang memang sukar untuk menaksir umurnya.

   Lebih2 tak mudah untuk mcngetahui asal-usul dirinya....

   Sejenak tertegun, berkatalah Siau-liong;

   "Untuk mencari pusaka itu. Pertama-tama. harus dapat memperoleh sepasang Giok-pwe.... Giok-pwe itu merupakan peta dari tempat penyimpanan pusaka. Sengaja dijadikan dua buah Giok-pwe agar orang sukar untuk mengumpulkan. Tanpa peta dari Giokpwe itu tak mungkin engkau tahu tempat pusaka itu!"

   "Kalau begitu akan kucari kedua Giok-pwe itu lebih dulu baru nanti mencari pusaka!"

   Kata si rahib tua. Dari kerut dahinya menampilkan sinar kemauan ambisi yang besar. Diam-diam Siau-liong muak melihat wajah rahib itu. Setelah sejenak mengeliarkan pandang matanya, rahib itu berkata dengan lembut.

   "Apakah engkau sungguh2 tahu jelas bahwa peta itu terbagi menjadi dua buah Giok-pwe?"

   Diam-diam Siau-liong mendapat kesimpulan bahwa rahib itu memang tak tahu sama sekali tentang Giok-pwe.

   Tetapi disamping itu iapun diam-diam menertawakannya karena tak mungkin lagi orang dapat mencari Giok-pwe itu.

   Yang satu telah dihancurkannya! "Ya,"

   Sahutnya.

   "Tahukah engkau ditangan siapakah Giok-pwe itu sekarang?"

   Tanya sirahib dengan lembut. Tergerak hati Siau-liong, serunya.

   "Yang separoh bagian berada ditangan Iblis penakluk-dunia dan Dewi Neraka!"

   "Iblis penakluk-dunia.... Dewi Neraka...."

   Rahib tua itu berkata seorang diri. Kemudian ia tersenyum.

   "Itu mudah, akan kutanyakan kepada mereka!"

   Melihat betapa yakin dan congkak sikap rahib tua itu, diamdiam Siau-liong geli dalam hati.

   "Dan yang separoh lainnya?"

   Tiba-tiba rahib itu bertanya. Siau-liong tertawa keras.

   "Yang separoh bagian itu.... mungkin sukar dicari!"

   Seketika membesilah wajah sirahib tua. Serunya dengan kurang senang.

   "Mengapa sukar dicari?"

   "Mungkin sudah dihancurkan orang!"

   Rahib itu tertegun. Tiba-tiba ia juga tertawa keras.

   "Tolol! Siapa yang memiliki benda itu tak mungkin rela menghancurkan!"

   Siau-liong hanya ganda tertawa terus.

   "Tutup mulutmu...."

   Bentak sirahib.

   Siau-liong tertegun dan hentikan tertawanya.

   Tampak rahib itu tengah pasang telinga.

   Pun telinga Siau-liong yang tajam segera mendengarkan suara orang berjalan dari kejauhan.

   Tak berapa lama, berpuluh-puluh sosok bayangan menerobos ke dalam hutan.

   Jumlahnya tak kurang dari empat sampai lima puluh orang.

   Rahib tua mengicupkan ekor mata kepada Siau-liong dan tertawa.

   "Tuh, Dewi Neraka dan Iblis Penakluk-dunia telah datang."

   Siau-liong hanya tertawa dingin.

   Dipandangnya kawanan orang yang datang itu.

   Ternyata dua orang yang memimpin rombongan itu adalah Iblis penakluk-dunia dan Dewi Neraka sendiri.

   Tetapi Soh-beng Ki-su dan Poh Ceng-in tak tampak ikut serta.

   Tak berapa lama rombongan Iblis penakluk-dunia itu tiba diluar hutan.

   Iblis penakluk-dunia bertanya kepada salah seorang anak buahnya.

   "Apakah kalian tak salah dengar?"

   Orang itu tersipu-sipu menyahut.

   "Hamba mendengar jelas, suara tertawa itu adalah tertawa Pendekar Laknat!"

   Iblis penakluk-dunia memberi isyarat. Rombongan anak buahnya segera pencar diri, mengepung hutan itu. Beberapa saat kemudian, Iblis penakluk-dunia berteriak nyaring "Hai tua bangka Laknat! Lekas keluar! Tak mungkin engkau mampu lolos lagi!"

   Bentakan itu nyaring sekali sehingga daun-daun pohon sama bergetaran. Memandang Siau-liong, rahib tua itu tertawa.

   "Mari...."

   Tahu-tahu tubuhnya yang sedang duduk bersila di atas puncak pohon, terbang melayang keluar hutan.

   Iblis penakluk-dunia dan Dewi Neraka mengira kalau yang muncul itu Pendekar Laknat.

   Buru-buru mereka lari menghampiri.

   Begitu Pendekar Laknat belum sempat berdiri di tanah, mereka hendak mendahului menyerangnya.

   Tetapi ketika melihat yang muncul itu bukan Pendekar Laknat, mereka terbelalak kaget.

   Iblis penakluk-dunia menyurut mundur lima langkah.

   Mata menatap rahib tua itu dan serentak ia mengangkat kedua tangan memberi hormat.

   "Ah, aku telah keliru menerima laporan dari anak buah. Ternyata sin-ni yang berkunjung!"

   Serunya dengan hormat.

   "Ih, engkau masih kenal aku?"

   Seru rahib itu tertawa gembira.

   "Sin-ni termasyur diempat samudera. Walaupun sudah berpuluh tahun tak berjumpa tetapi aku tak pernah melupakan sin-ni!"

   Buru-buru Iblis-penakluk-dunia berseru.

   Sin-ni artinya rahib sakti.

   Siau-liong yang masih bersembunyi di atas pohon, diamdiam terkejut.

   Segera ia menyadari bahwa rahib itu adalah rahib sakti To Teng yang dikatakan gurunya (Kongsun Sin-to).

   Rahib yang memiliki ilmu sakti Tek-ki-sin-kang, salah sebuah ilmu sakti dari Panca Sakti.

   Kongsun Sin-to dengan ilmu sakti Thiau-jim-sin-kang.

   Randa Busan dengan Ya-ih-sin-kangnya, Jong Leng lojin dengan Jit-hua-sin-kang serta rahib sakti dari Lamhay dengan Cek-ci-sin-kang.

   Merupakan empat datuk dari Panca Sakti.

   Yang masih kurang adalah Thian-kong-sin-kang, ilmu sakti yang masih terpendam dalam suatu tempat seperti terlukis pada peta pusaka Giok-pwe.

   Mungkin ilmu sakti Thian-kongsin- kang itu tak mungkin didapat orang lagi untuk selamalamanya!.

   seperti terlukis pada peta pusaka Giok-pwe.

   Dan mungkin ilmu sakti Thian-kong-sin-kang itu tak mungkin didapat orang lagi untuk selama-lamanya....

   Sambil tersenyum rahib tua itu memandang Dewi Neraka, tegurnya.

   "Apakah selama ini kalian baik-baik saja?"

   "Terima kasih, berkat restu sin-ni kami berdua tak kurang suatu apa", sahut kedua suami istri Iblis penakluk-dunia. Setelah berdiam beberapa saat, Iblis penakluk-dunia cobacoba menyelidiki, tanyanya.

   "Sudah berpuluh tahun sin-ni mensucikan diri digunung Bu-ih-san, tetapi kali ini...."

   Lam-hay-sin-ni tertawa mengekeh.

   "Kabarnya kitab pusaka yang ditulis Tio Sam-hong telah diketahui orang terpendam dalam Lembah Semi dipegunungan Tay-liang-san sini. Benarkah itu?". Iblis penakluk-dunia kerutkan alis.

   "Kudengar juga begitu".

   "Dan orang mengatakan pula bahwa separoh dari Giok-pwe itu berada ditanganmu, apakah benar?"

   Iblis penakluk-dunia berdiam beberapa saat, lalu berkata tersendat-sendat;

   "Ini....".

   "Bilanglah!"

   Tiba-tiba rahib sakti dari Lam-hay itu berubah wajahnya. Buru-buru Iblis penakluk-dunia tertawa.

   "Benar, tetapi yang separoh lagi....". Lam-hay-sin-ni maju selangkah.

   "Yang separoh itu, nanti akan kuusahakan sendiri. Yang berada padamu. lekas berikan kepadaku!"

   Sesungguhnya wajah Iblis penakluk-dunia sudah mendelik seperti dicekik setan. Tetapi dia tetap paksakan diri tertawa kecut.

   "Ini.... ini...."

   "Hm, tidak mau memberikan?"

   Wajah rahib sakti mengkerut gelap. Sepasang alis Iblis-penakluk-dunia makin merapat. Tibatiba ia melirik kepada isterinya lalu tertawa-tawa.

   "Karena sinni menghendaki, sudah tentu akan kuberikan, tetapi...."

   Ia berhenti sejenak, lalu.

   "Giok-pwe itu sesungguhnya tak berada padaku melainkan disimpan dalam sebuah tempat rahasia di Lembah Semi. Adakah sin-ni bersedia bersama kami mengambil kesana atau sin-ni sendiri yang akan mengambilnya?"

   Dengan mata berkilat berserulah rahib sakti itu tajamtajam.

   "Bukankah kalian bermaksud hendak menipu aku?"

   "Sin-ni adalah satu-satunya lo-cianpwe dunia persilatan yang paling kuindahkan. Masakan aku berani berbuat kurang ajar terhadap sin-ni?". buru-buru Iblis penakluk-dunia menyanggapi. Wajah Lam-hay-sin-ni berseri girang.

   "Baik, aku akan ikut kalian mengambilnya!"

   Iblis-penakluk-dunia tertawa sinis.

   "Kalau begitu silahkan sin-ni ikut kami!"

   Bersama isterinya, Iblis penakluk- dunia segera berputar diri dan ayunkan langkah.

   Rombongan pangawal suami isteri Iblis-penakluk-dunia pun segera memberi isyarat kepada sekalian anak buah Lembah Semi untuk kembali ke dalam lembah.

   Rahib sakti dari Lam-hay mengikuti di belakang Iblis penakluk-dunia dan Dewi Neraka dengan wajah berseri girang.

   Tetapi ketika rombongan Iblis penakluk-dunia itu baru berjalan beberapa langkah, tiba-tiba terdengar suara bentakan.

   "Berhenti....!"

   Iblis penakluk-dunia berhenti seraya balas membentak marah.

   "Siapa!"

   Dari balik sebatang pohon di tepi jalan muncul dua orang.

   Iblis penakluk-dunia dan rombongannya terkejut sekali.

   Bahkan Siau-liong yang masih bersembunyi di atas pohon pun tersentak kaget sehingga hampir terpelanting jatuh.

   Ternyata kedua orang yang muncul dari balik pohon itu adalah Randa Busan dan puterinya.

   Dengan lincah dara baju hijau itu mengikuti di belakang ibunya.

   Jelas lukanya ketika bertempur dengan Siau liong tempo hari, sudah sembuh.

   Teringat seketika Siau-liong akan pertempurannya dengan dara itu.

   Betapa gemas dan mati-matian dara itu menyerangnya ketika menganggap Siau-liong itu Pendekar Laknat.

   "Hm, mengapa dia begitu membenci kemati-matian kepada Pendekar Laknat? diam-diam Siau-liong menimang. Begitu juga ia masih teringat pada saat dalam keadaan sadar tak sadar karena menderita luka dan dibawa Mawar Putih ke pondok janda itu, samar2 ia mendengar janda itu berkata dengan geram "Hm, Besok pada pertengahan musim rontok tahun depan, takkan kuampuni jiwamu lagi...."

   Siau-liong pun teringat akan pesan dari tulisan Pendekar Laknat yang diguratkan pada dinding gua.

   Dalam pesan itu, Pendekar Laknat memintanya supaya mewakili datang kepuncak Sinlihong gunung Busan guna memenuhi undangan pada pertengahan musim rontok tahun depan.

   Tak tahu Siau-liong undangan apa yang dimaksud oleh Pendekar Laknat itu.

   Yang jelas tentu undangan untuk mengadu kesaktian.

   Tetapi mengadu kesaktian dengan siapa? Pikiran Siau-liong melayang lebih lanjut.

   Ia teringat, pada waktu berada di Lembah Maut, Soh-beng Ki-su pernah mengatakan bahwa Mawar Putih telah ditolong oleh seorang perempuan baju hitam.

   Oleh karena Mawar Putih membawanya dirinya kepondok janda itu, apakah tidak mungkin perempuan baju hitam yang dimaksud Soh-beng Kisu itu bukan Randa gunung Busan itu? Tetapi mengapa yang muncul dihutan situ hanya sijanda dan puterinya? Dimanakah Mawar Putih sekarang? Apakah dara itu disuruh jaga pondok atau sudah pergi kelain tempat lagi? Sebelum semua pertanyaan yang menghuni benak Siauliong itu terjawab.

   tiba-tiba Randa Busan kedengaran berseru kepada rombongan Iblis pe-nakluk-dunia.

   "Apa kenal pada kami ibu dan anak?"

   Belum Iblis-penakluk-dunia sempat menyahut, Lam-hay Sin-ni sudah melangkah maju dan membentak "Tidak kenal! Lekas enyah!"

   Randa Busan tertawa dingin, serunya.

   Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "He, rupanya engkau cepat-cepat menjadi jompo!"

   Sekali mengangkat tangan kirinya, Randa Busan menampar pelahan-lahan sebuah batu besar yang berada dimukanya, Tamparan itu pelahan sekali dan batu itupun tampaknya tak kurang suatu apa.

   Tetapi ketika Randa Busan menyepak dengan kaki kanannya, batu besar itu sudah berguguran remuk bubuk....

   Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka terkejut bukan kepalang.

   Lam hay Sin-ni pun belalakkan kedua matanya dan melengking tajam.

   "Ye-ih-sin-kang...."

   Randa Busan tersenyum.

   "Sekarang sudah kenal padaku?"

   Lam-hay Sin ni tercengang-cengang, serunya.

   "Ye li, Thianjim dan Jit-hua-sin-kang. Bukankah sudah lama lenyap dart dunia persilatan? Engkau...."

   Randa Busan menghela napas.

   "Kecuali Thian-kong-sinkang, keempat ilmu sakti itu masih terdapat di dunia persilatan...."

   Tiba-tiba rahib sakti itu membentak.

   "Kalau begitu engkau.... ,engkau juga hendak mencari pusaka itu!"

   "Untuk apakah itu?"

   Randa Busan heran. Randa Busan membentak.

   "Aku tak mencari pusaka, tetapi pun tak mengijinkan orang untuk mencarinya!"

   "Mengapa?"

   Tanya Lam-hay Sin-ni heran. Bentak Randa Busan pula.

   "Kukatakan sebabnya pun engkau takkan mengerti.... Hanya saja...."

   Tiba-tiba ia alihkan pertanyaan.

   "Mengapa engkau bersama mereka!"

   Lam-hay Sin-ni merenung sejenak lalu menyahut.

   "Engkau tak perlu mengurus!"

   Tiba-tiba Randa Busan tertawa panjang. Nadanya dingin sinis. Beberapa saat kemudian baru ia berhenti lalu berkata.

   "Sebenarnya aku memang tak perlu mengurus. Tetapi aku tak tega melihat engkau kesana mengantar kematian. Janganlah engkau hanya mengandalkan ilmu saktimu Cek-ci-sin-kang tak ada yang menandingi. Tanggung engkau bisa pergi kesana tetapi jangan harap bisa kembali...."

   Randa dari Busan itu menghela napas rawan lalu berkata pula "Jong Leng lojin itu salah satu contoh!". Mata Lam-hay Sin-ni terbeliak.

   "Siapakah Jong Leng lojin itu?"

   Sahut Randa Busan dingin2.

   "Pewaris dari ilmu sakti Jit-hua sin-kang!"

   Terdiam sejenak Lam-hay Sin-ni tertawa;

   "Memang lama sekali aku menyembunyikan diri. Beberapa peristiwa memang tak kuketahui".

   "Tetapi mengapa mencari pusaka engkau bisa mengetahui?"

   Tegur Randa Busan.

   Wajah rahib dari Lam-hay mengerut gelap.

   Tampaknya hendak marah.

   Dipandangnya randa dari Busan itu lalu diam lagi.

   Suami isteri Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka yang sejak tadi hanya mendengar saja.

   Merasa saat itu mendapat kesempatan baik.

   Buru-buru Iblis penakluk-dunia menjurah memberi hormat kepada Randa Busan.

   "Ucapan nyonya tadi ada beberapa bagian yang tak kumengerti. Tetapi kami suami isteri berdua sungguh merasa beruntung sekali karena hari ini dapat melihat wajah nyonya, salah seorang pewaris dari ilmu Panca Sakti!"

   Habis berkata, bersama isterinya ia memberi hormat lagi kepada Randa dari Busan itu. Muak tampaknya Lam-hay Sin-ni melihat tingkah laku kedua suami isteri itu. Ia mendengus dingin. Iblis-penakluk-dunia segera berputar diri menghadap Lamhay Sin-ni.

   "Kitab pusaka peninggalan Tio Sam-hong, merupakan benda yang sangat diincar oleh ribuan kaum persilatan. Untuk menghormat kepada Sin-ni, kami berdua rela menyerahkan peta Giok-pwe itu kepada Sin-ni, te-tapi...."

   Ia berhenti lalu berpaling ke arah Randa Busan, dengan muka cemas, katanya.

   "Tetapi kami pun amat menghormat juga kepada wanita pewaris Ye-li-sin-kang ini. Oleh karena itu kami merasa bingung, hendak kami serahkan kepada siapakah peta Giok-pwe itu...."

   Randa Bu-san menatap tajam pada Iblis penakluk-dunia lalu membentaknya.

   "Huh, licik sekali siasatmu!"

   Tiba-tiba Lam-hay Sin-ni maju selargkah kemuka Randa Busan lalu membentaknya geram.

   "Engkau kira dengan ilmu Ya-li-sin-kangmu itu dapat menggertak aku? Kitab pusaka itu setiap hidung tentu menginginkan. Jika tidak karena kitab pusaka itu, perlu apa engkau datang kemari?.... huh, engkau anggap aku orang tolol!"

   Rahib itu serentak bersiap seperti hendak menyerang. Randa Busan tertawa dingin lalu berkata kepada Iblis penakluk-dunia.

   "Jika saat ini aku benar-benar melayani dia berkelahi, bukankah sesuai dengan tujuan hatimu...."

   Wanita dan Busan itu gentakkan kakinya ke tanah dan menghela napas lalu berkata seorang diri.

   "Untung atau celaka itu, memang sudah suratan takdir.... perlu apa aku bersitegang hendak melanggar Kodrat alam untuk mempertahankan nasib orang?"

   Dara baju hijau yang sejak tadi selalu berada disisi ibunya, saat itu segera mengajak ibunya pergi. Randa Busan mengangguk.

   "Baiklah, biar mereka ramairamai sendiri!" ia terus berputar diri lalu melangkah pergi. Setelah bayangan ibu dan anak itu lenyap Lam-hay Sin-ni tiba-tiba tertawa keras. Apa yang telah terjadi tadi, Siau-liong dapat melihat jelas. Diam-diam ia mencemaskan keselamatan rahib dari Lam-hay itu. Walaupun rahib itu memiliki ilmu sakti Cek-ci-sin-kang tetapi ia tentu tak dapat menghadap kelicikan kedua suami isteri iblis. Apalagi Siau-iong mendapat kesan bahwa rahib itu tampaknya seperti seorang yang ketolol-tololan. Teringatlah saat itu Siau-liong akan Jong Leng lojin yang dipenjara dibawah tanah oleh Iblis penakluk dunia dan Dewi Neraka. Kedua kaki orang tua sakti itu diikat dengin rantai besi.... Jika Lam-hay Sin-ni masuk ke dalam Lembah Semi, kemungkinan besar nasibnya tentu akan serupa dengan Jong Leng lojin! Ngeri seketika Siau-liong membayangkan hal itu. Ia bingung apakah saat itu ia harus bertindak mencegah perbuatan Iblis penakluk-dunia dan Dewi Neraka yang hendak mencelakai rahib Lam-hay. Ataukah ia tinggal diam saja. Belum sempat ia mendapat keputusan, tiba-tiba dari ujung tikungan gunung jauh disebelah muka tampak tiga sosok benda warna biru meluncur ke udara. Dan cepat laksana anak panah meluncur, beberapa sosok tubuh manusia berhamburan tiba terus menyerbu Iblis penakluk-dunia dan isterinya. --oooo0dw0ooo-- PEREBUTAN GIOK-PWE Pada saat Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka sedang mengipikan rencananya untuk menjebak Lam-hay Sin-ni akan berhasil, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh munculnya beberapa sosok bayangan itu. Cepat sekali beberapa orang itu sudah tiba dihadapan Iblispenakluk- dunia. Ternyata mereka berjumlah empat orang, mengenakan pakaian ringkas, menyanggul senjata dipunggung. Keempat orang itu memberi hormat kepada Iblis-penaklukdunia. Salah seorang segera berkata.

   "Memberi laporan kepada bapak pemimpin, pada beberapa tempat diluar gunung, diketemukan jejak musuh!"

   "Apakah sudah diselidiki orang2 dari mana?"

   Tanya Iblispenakluk- dunia.

   "Kebanyakan kami dan para anak buah tak kenal mereka. Tetapi diantaranya terdapat ketua Siau-lim-pay paderi Ti Gong ketua Kong-tong-pay Toh Hun-ki, ketua Kay-pang To Kiu-kong dan lain-lain. Dan lagi...."

   Anak buah Lembah Semi itu berhenti sejenak, lalu melanjutkan keterangannya.

   "Menurut penyelidikan yang kami peroleh, kali ini rombongan musuh dipimpin oleh imam tua Ceng Hi, ketua Kun-lun-pay yang lama!"

   Iblis Penakluk - dunia berpaling dan tersenyum kepada isterinya.

   "Sungguh tak meleset dugaanku. Hidung kerbau tua Ceng Hi itu dengan mengandalkan dirinya pada 20 tahun jang lalu pernah menghalau kita berdua dari Tiong-goan, sekarang keluar lagi dari pertapaannya...."

   Iblis itu menengadah ke atas dan tertawa gelak2 lalu berkata pula.

   "Tetapi sekarang tidak sama dengan 20 tahun jang lalu. Aku mempunyai rencana untuk menghancar leburkan barisan mereka.... asal pemimpin sudah remuk, pastilah yang lain-lain runtuh nyalinya dan partai2 persilatan itu tentu tak berarti lagi bertingkah hendak menentang aku!"

   Anak buah Lembah Semi itu menunggu sampai Iblis penakluk-dunia selesai berkata. Setelah itu barulah ia berkata lagi dengan nada gentar.

   "Saat itu disekeliling gunung Tayliang- san telah dikepung musuh. Walaupun kami telah mengadakan hubungan dengan posisi penjagaan "yang tersebar dalam jarak 10 li dari gunung. Tetapi tetap tak dapat mengetahui berapakah jumlah musuh yang datang itu!"

   Iblis-penakluk-dunia tertegun. Pada lain saat ia tertawa nyaring.

   "Apa guna mengandalkan jumlah banyak?"

   Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara teriakan menggemuruh. Teriakan dari suatu penyerbuan. Iblis-penakluk-dunia kerutkan alis lalu memberi perintah.

   "Kasih tahu pada orang dimuka, jangan melawan...."

   Orang itu mengiakan lalu bersama keliga kawannya segera melesat pergi. Iblis-penakluk-dunia membisiki beberapa patah kata kedekat telinga isterinya. Kemudian ia berpaling ke belakang dan memanggil kepada seorang pengawalnya.

   "Kasih tahu pada semua penjaga diluar gunung dan pos2 penjagaan di lembah, supaya masuk semua ke dalam lembah!"

   Dengan memimpin belasan anak buah, orang itu pun segera berangkat melakukan perintah.

   Saat itu Siau-liong hanya terpisah 10-an tombak dari Iblispenakluk- dunia.

   Apa yang dilakukan iblis itu, diketahui semua.

   Ia merasa girang tetapi pun cemas.

   Girang karena dunia persilatan masih timbul gerakan lagi untuk menumpas Iblis penakluk-dunia.

   Bahkan imam Ceng Hi yang Sudan mengasingkan diri bertapa selama 20 tahun, juga ikut serta dalam gerakan itu.

   Dengan begitu kekuatan mereka tentu lebih besar.

   Tetapi ia cemas karena Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka itu licin sekali dan banyak tipu muslihat.

   Keadaan Lembah Semi sangat berbahaya, penuh dengan alat-alat jebakan.

   Dan Iblis penakluk-dunia pun sudah sumbar bahwa kali ini Ceng Hi totiang tentu akan dihancurkan.

   Jika hal itu terjadi, memang dunia persilatan takkan terdapat pengganti tokoh yang sesuai untuk memimpin gerakan pembasmian itu! Saat itu gemuruh teriakan serbuan tadi sudah berhenti.

   Memandang jauh kemuka, ia melihat sekelompok bayangan hitam berhamburan menyerbu ke dalam lembah.

   Tiba-tiba Iblis-penakluk-dunia memberi hormat kepada Lam-hay Sin-ni, ujarnya.

   "Aku masih mempunyai lain urusan. Apakah Sin-ni suka masuk sendiri ke dalam lembah?"

   Lam-hay Sin-ni tertawa mengekeh.

   "Ah lebih baik kutunggu disini sambil melihat-lihat saja!"

   Dengan ucapan itu jelas Lam-hay Sin-ni tak mempunyai selera untuk mencampuri urusan yang terjadi di Lembah Semi.

   Iblis-penakluk-dunia tertawa kecewa lalu lari menuju ke arah tempat yang diserbu musuh itu.

   Kawanan pengawalnya pun segera mengikuti dengan ketat.

   Rombongan pendatanq itu terdiri dari belasan orang.

   Mereka hentikan jalannya ketika melihat Iblis-penakluk-dunia, lalu berjalan menghampiri pelahan-lahan.

   Dari atas pohon Siau-liong dapat melihat bahwa pemimpin rombongan tetamu itu seorang imam kurus.

   Jenggotnya yang putih perak, memanjang sampai ke dada Punggung menyanggul sebatang hudtim atau kebut pertapaan.

   Sikapnya berwibawa seperti seorang dewa.

   Rombongan pengikutnya yang mengawal disebelah kanan kiri dan belakang.

   kebanyakan Siau-liong tak kenal kecuali Toh Hun-ki, keempat Su-lo dari Kong-tong-pay Ti Gong taysu dari Siau-lim-pay.

   "Imam tua itu tentulah Ceng Hi totiang, ketua lama dari partai Kun-lun-pay!"

   Diam-diam Siau-liong membatin.

   Saat itu Iblis-penakluk-dunia pun berhenti setombak jauhnya dan rombongan pendatang itu.

   Lam-hay Sin-ni masih tetap berdiri ditempat semula, ditemani Dewi Neraka.

   Iblis penakluk-dunia tertawa menyeringai seraya memberi salam kepada imam tua itu.

   "Totiang sudah lama tak berjumpa...."

   Ia berhenti keliarkan mata sejenak, lalu berkata pula.

   "kudengar sudah lama sekali totiang mensucikan diri dari debu kotoran dunia. Entah mengapa hari ini totiang berkenan datang kelembah gunung belantara sini?"

   Imam tua itu memang Ceng Hi totiang, ketua Kun-lun-pay yang lama. Ia tersenyum menjawab.

   "Memang sudah hampir 20 tahun aku mengasingkan diri dari keramaian dunia dan sebenarnya tak mau campur tangan dengan urusan dunia persilatan lagi. Tetapi kudengar kalian berdua suami isteri telah mengirim undangan kepada seluruh kaum persilatan supaya menghadiri pertemuan Adu Kesaktian...."

   Belum selesai imam tua itu bicara, Iblis Penakluk-dunia sudah cepat menukas.

   "Kami suam isteri melihat kenyatakan dunia persilatan yang selalu tak aman dari pergolakan, yang kuat makan yang lemah. Maka terpaksa kami mengambil tindakan, mengundang seluruh kaum persilatan datang kelembah sini. Pertama, untuk mempererat hubungan. Kedua, menggunakan kesempatan adu kesaktian itu, memilih seorang tokoh yang cerdas bijaksana dan pandai dalam ilmu sastera serta silat, menjadi pemimpin dunia persilatan. Dengan demikian dunia persilatan akan mempunyai suatu wadah dan pimpinan. Segala pergolakan mau pun pertikaian dan pertumpahan darah, tentu akan dapat dihentikan. Jika hal itu terlaksana, jerih payah kami berdua, tentu takkan sia2!"

   Dengan ucapan itu se-olah2 Iblis Penakluk dunia menempatkan dirinya sebagai seorang pahlawan penyelamat dunia persilatan. Ceng Hi totiang mendengar dengan sabar keterangan Iblis Penakluk-dunia itu. Setelah selesai barulah ia tersenyum.

   "Peristiwa berdarah pada 20 tahun yang lalu rupanya masih membekas dalam hati sekalian kaum persiatan. Sekali pun dalam mulut mereka terpaksa mengiakan tetapi dalam hati mereka tetap masih tak puas. Jika menurut pendapatku kuanjurkan kalian berdua supaya menghapus saja cita2 ke- Angkaraan itu. Lebih baik hiduplah menyepi dipegunungan yang tenang untuk melewati sisa penghidupan, agar...."

   Iblis Penakluk-dunia tertawa meloroh.

   "Adakah karena tak menerima undangan maka totiang marah? Jika totiang memang masih mempunyai keinginan untuk menguasai dunia persilatan, kami dengan segala senang hati segera akan menghaturkan surat undangan...."

   Iblis Penakluk-dunia menutup katanya dengan melirik rombongan pengikut Ceng-hi totiang. Lalu melanjutkan pula.

   "Adu kepandaian akan diselenggarakan besok malam. Karena saudara2 datang lebih pagi sehari, maaf, aku tak siap menyambut. Jika saudara hendak memberi pelajaran, harap datang besok malam saja!"

   Ketua Siau-lim-si, Ti Gong taysu. tak dapat menahan diri lagi. Setelah menyerukan kata 'omitohud', ia menggembor dengan nyaring.

   "Jangan dengarkan ocehannya! Lembah Semi penuh dipasangi alat-alat jebakan rahasia. Jika tidak.... ditujukan orang, aku dan beberapa saudara mungkin sudah binasa dalam lembah itu. Apa yang disebut sebagai Pertemuan besar Adu Kesaktian itu, tak lain hanyalah suatu perangkap untuk menjerat seluruh kaum persilatan!"

   Iblis-penakluk-dunia tertawa nyaring.

   "Lem-bah Semi adalah tempat kediaman anakku perempuan. Jika benar terdapat alat-alat rahasia itu tentulah atas perintah dari anakku yang masih gemar bermain-main. Masakan alat-alat semacam itu dapat mengurung para orang gigih. Apakah ucapan lo-siansu itu tak terlalu berlebih-lebihan?"

   Ti Gong taysu menggerung marah.

   "Kalau begitu. dimanakah beradanya ketua Tiam jong-pay Shin Bu-seng, ketua Bu-tong-pay It Hang totiang. ketua Ji-tok-kau Tan Inhong, ketua Tong-thing-pang Cu Kong-leng serta Kun-lun Sam-cu itu?"

   Dengan tenang Ibls-penakluk-dunia menjawab.

   "Kami suami isteri dengan hati yang sungguh hendak mengatur dunia persilatan. Tetapi lo-sian-su dan It Hang totiang menggunakan pikiran siau-jin (orang rendah) mengukur hati orang. Diam-diam lo-siansu dan It Hang totiang memimpin rombongan menyelundup ke dalam lembah untuk mencelakai kami. Sudah suatu kesungkanan kalau kami tak menarik panjang urusan itu. Tetapi sayang lo-siansu masih ada muka untuk mengungkat lagi hal itu...."

   
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Ti Gong taysu menggerung hendak turun tangan tetapi buru-buru dicegah Ceng Hi totiang. Dengan ilmu Menyusup suara, ketua lama dari partai Kun-lun-pay itu berseru kepada Ti Gong taysu.

   "Menghadapi urusan kecil tak dapat menahan diri. tentu dapat membikin kapiran urusan besar. Harap losiansu suka sabarkan diri."

   Habis berkata ketua Kun-lun-pay itu memandang ke arah Lam-hay Sin-ni dengan heran. Iblis-penakluk-dunia tertawa dingin.

   "It Hang totiang dan rombongannya tak kurang suatu apa. Besok pagi kalau datang ke lembah, saudara2 tentu mengetahuinya!"

   Sambil mengurut jenggotnya yang menutup dada, Ceng Hi totiang berkata.

   "Atas nama wakil dari seluruh partai persilatan, kami menolak undangan saudara. Selain itu, akupun hendak mohon bertanya dua buah hal...."

   Sejenak menatap pada Iblis penakluk-dunia jago tua itu berkata pula dengan nada mantap.

   "Kesatu, sebelum matahari terbit, besok pagi It Hang totiang dan ke-7 kawan2nya harus sudah dibebaskan. Kedua, lebih baik kalian berdua kembali kedaerah luar perbatasan lagi, jangan mencampuri urusan dunia persilatan di Tiong-goan!"

   Wajah Iblis penakluk-dunia berobah dingin, serunya.

   "Adakah totiang hendak mengulang cerita pada 20 tahun jang lalu untuk mengusir kami dari Tiong-goan?"

   "Sesungguhnya aku menjunjung perdamaian, harap saudara suka mempertimbangkan semasak-masaknya!"

   Kata Ceng Hi totiang, lalu berpaling ke belakang dan berseru.

   "Kasih tahu pada keempat kelompok kita. Besok pagi sebelum mendapat perintahku, jangan sembarangan bertindak sendiri!"

   Iblis-penakluk-dunia tertawa mengekeh.

   "Perintah itu tak perlu disiarkan. Aku sudah memikir masak, besok sore kami akan menyambut kedatangan para tetamu. Kami berdua suami isteri akan bertindak sebagai tuan rumah yang layak. Tetapi kalau hal itu tak mendapat perhatian, jangan salahkan kami akan bertindak ganas!"

   Ceng Hi totiang menghela napas panjang.

   "Segala apa memang sudah kehendak Takdir. Aku tak dapat menentang takdir. Tetapi sayang, entah berapa banyak korban yang akan berjatuhan dalam pertempuran itu nanti!"

   Iblis-penakluk-dunia tertawa seram.

   "Sekarang bukanlah sama dengan 20 tahun jang lalu. Jika totiang memang menjunjung kedamaian dan ketenteraman, silahkan totiang masuk ke dalam lembah untuk berunding empat mata dengan kami. Mungkin dapat diperoleh jalan keluar...."

   Ceng Hi totiang merenung diam. Hanya matanya memandang ke arah rombongannya, dengan pandang meragu. Toh Hun-ki ketua Kong-tong-pay berseru nyaring.

   "Berunding dengan kedua iblis itu, tak ubah seperti berunding dengan harimau mengenai kulit. Totiang memikul tanggung jawab keselamatan dunia persilatan, mana boleh sembarangan menempuh bahaya?"

   Ceng Hi totiang mengangguk lalu memandang Iblis penakluk-dunia, serunya.

   "Kata-kataku hanya sampai disini. Tak perlu untuk berunding apa2 lagi. Jika besok sampai matahari menyingsing kami tak melihat It Hang totiang dan kawan-kawan, terpaksa akan kupimpin serangan ke Lembah Semi...."

   "Kebajikan yang utama ialah mengusahakan perdamaian pada umat manusia, katanya pula.

   "harap kalian suka pikir sekali lagi. Ketahuilah, seluruh kaum persilatan sudah berkumpul disini. Betapa berbahayanya Lembah Semi, namun tetap tak mungkin mampu menghadapi serbuan seluruh kaum persilatan!"

   Habis berkata imam tua itu terus hendak mengajak rombongannya pergi. Tetapi tiba-tiba terdengar Iblis penakluk-dunia tertawa gelak2 dan menyusul terdengarlah sebuah lengkingan tajam membentak.

   "Hm, macam apakah ini!"

   Pada saat Ceng Hi totiang memandang kemuka, entah kapan datangnya tahu2 Lam-hay Sin-ni sudah berada dimuka dan memandang tajam kepada rombongan orang gagah.

   Rahib sakti dari Lam-hay itu memang jarang berkelana di dunia persilatan.

   Sebagian besar kaum persilatan tak kenal padanya.

   Tetapi tokoh2 semacam Ceng Hi totiang, Toh Hunki, Ti Gong taysu dan beberapa jago tua, semua sudah pernah melihat rahib itu.

   Kebanyakan kaum persilatan selalu bersikap menghormat dan menjauhi rahib sakti yang aneh wataknya itu.

   Segera Ceng Hi totiang memberi hormat, ujarnya.

   "Konon kabarnya Sin-ni mengasingkan diri digunung Bu-ih-san. Tak kira kalau hari ini dapat bertemu disini. Entah apakah maksud kunjungan Sin-ni kemari...."

   Lam-hay Sin-ni mendengus lalu balas bertanya.

   "Ho, engkau kenal aku juga?"

   Ceng Hi totiang tertawa.

   "Pada pertemuan ditelaga Leng-ti dahulu, aku beruntung dalam berjumpa sekali dengan Sin-ni. Pada masa itu Sin-ni masih agak muda dan akupun masih seorang pemuda...."

   Ketua Kun-lun-pay itu berhenti sejenak untuk bersenyum lalu.

   "Menurut perhitungan, peristiwa itu sudah berlangsung 20 tahun yang lalu!"

   Wajah Lam-hay Sin-ni agak tenang, ujarnya.

   "Benar, ingatanmu masih bagus sekali!" -tiba-tiba wajah rahib itu mengerut tegang lag!.

   "Perlu apa kalian datang kemari? Apakah juga akan mencari pusaka?"

   Ceng Hi totiang terkesiap, sahutnya.

   "Sudah hampir 20 tahun aku menutup diri dari keramaian dunia. Kali ini terpaksa muncul kedunia persilatan lagi adalah karena hendak mencegah pertumpahan di dunia persilatan. Sama sekali tiada keinginan hendak mencari pusaka. Dan lagi kitab pusaka itu hanya suatu kabar cerita yang sudah berlangsung beberapa ratus tahun. Adakah kabar itu dapat dipercaya, aku tak berani memastikan!"

   Tiba-tiba Iblis-penakluk-dunia menggunakan ilmu Menyusup suara kepada Lam-hay Sin-ni.

   "Imam tua itu telah membawa ribuan pengikut untuk mengepung Lembah Semi sini. Jika tindakan itu bukan untuk mencari kitab pusaka, apakah ada lain alasan lagi yang dapat membohongi seorang anak kecil?"

   Lam-hay Sin-ni mengangguk.

   "Benar, masakan aku dapat dikelabuhinya.... rahib itu diam sebentar lalu bertanya.

   "Tetapi apakah tujuan Adu Kepandaian di Lembah Semi yang hendak kalian selenggarakan itu?"

   Iblis penakluk-dunia tetap gunakan ilmu Menyusup suara untuk menyahut.

   "Dewasa ini setiap orang persilatan tentu mengiler akan kitab pusaka itu. Dengan menggunakan keadaan Lembah Semi yang berbahaya ini, aku hendak mencegah tindakan mereka, dan lagi...."

   Iblis itu tersenyum lalu berkata pula.

   "Yang separoh bagian dari peta Giok-pwe itu menang berada padaku, tetapi yang separoh lagi kemungkinan berada pada mereka. Aku hendak merebut yang separoh itu dari tangan mereka untuk kupersembahkan kepada Sin-ni."

   Berseri-seri gembiralah wajah Lam-hay Sin-ni. Tetapi pada lain saat. tiba-tiba wajahnya mengerut lagi.

   "Kitab pusaka dari Tio Sam-hong, setiap hidung tentu menginginkan. Masakan kalian suami isteri tak menghendakinya? Apalagi sama sekali aku tak pernah melepas budi kepadamu, mengapa kalian begitu ihlas hendak menyerahkan peta itu kepadaku?"

   Mata rahib itu berkilat-kilat memandang Iblis-penaklukdunia dengan penuh kecurigaan.

   Iblis-penakluk-dunia tercengang, Tetapi cepat ia dapat menguasai keadaan.

   Iapun tertawa sinis....

   Memang tak salah kalau Sin-ni menaruh kecurigaan.

   Aku memang masih mempunyai alasan yang belum kuberitahukan...."

   Ia merenung sejenak lalu berkata dengan tenang.

   "Pertama, kami berdua suami isteri amat mengagumi sekali akan ilmu sakti Cek-ci-sin-kang dari Sin-ni. Kedua, kami mempunyai sebuah persoalan yang ingin memohon bantuan Sin-ni...."

   "Soal apa? Lekas katakanlah!"

   "Kami suami isteri selalu bersikap baik kepada orang tetapi entah bagaimana kami selalu dimusuhi orang saja. Dua puluh tahun yang lalu, kami telah dikepung dan hendak dibunuh oleh Ceng Hi totiang dan kawan-kawannya sehingga kami terpaksa melarikan diri keluar perbatasan...."

   Iblis penakluk-dunia menghias tutur ceritanya dengan sebuah helaan napas.

   "Seperti kali ini, baru beberapa hari kami pulang ke lembah, tokoh2 partai persilatan itu terus berbondong-bondong datang kemari hendak membikin perhitungan kepada kami. Bahkan pada tengah malam begini, mereka tetap masuk ke dalam lembah hendak mencelakai diri kami. Saat ini Ceng Hi totiang kembali membawa rombongannya hendak menghancurkan lembah kami. Rupanya jika kami berdua suami isteri belum mati, mereka tetap tak puas Oleh karena itu, dengan menggunakan kesempatan Adu Kepandaian itu, kami hendak mohon bantuan Sin-ni untuk menundukkan mereka. Bukan karena kami ingin menguasai dunia persilatan, melainkan agar kami dapat hidup disini dengan tenteram. Sudah tentu budi pertolongan Sin-ni itu kami takkan lupa selama-lamanya!"

   Rupanya Lam-hay Sin-ni mudah sekali percaya omongan manis. Seketika timbullah rasa simpatinya kepada Iblis penakluk-dunia. Berulang kali ia mengangguk-angguk kepala.

   "Itu mudah saja, aku akan membantumulah."

   "Lebih dulu terimalah persembahan terima kasih kami atas budi pertolongan Sin-ni!"

   Serta-merta Iblis penakluk-dunia menjurah memberi hormat. Dengan wajah berseri, rahib itu berpaling ke arah Ceng Hi totiang. bentaknya.

   "Adu Kepandaian itu akan dilangsungkan besok malam. Mengapa kalian sekarang sudah datang?"

   Ceng Hi totiang memang tak tahu apa hubungan antara suami isteri iblis itu dengan Lam-hay Sin-ni.

   Apalagi pembicaraan mereka dilakukan dengan menggunakan ilmu Menyusup-suara.

   Yang dilihatnya hanya bibir kedua orang itu tak henti2nya bergerak.

   Ia duga mereka tentu sedang bercakap-cakap.

   Dan menilik nada serta sikapnya, tahulah Ceng Hi totiang bahwa rahib itu datang karena hendak mencari pusaka peninggalan Tio Sam-hong.

   Menilik betapa licik manusia Iblis-penakluk-dunia itu dan mengingat betapa picik pengalaman Lam-hay Sin-ni yang jarang keluar kedunia persilatan itu, diam-diam Ceng Hi Totiang gelisah.

   "Ah, kalau kitab pusaka itu sampai jatuh ketangan orang yang tak bertanggung jawab semacam Iblispenakluk- dunia, alangkah ngerinya nasib dunia persilatan nanti...."

   Toh Hun-ki, Ti Gong taysu dan lain-lain tokoh, cukup mengetahui kelihayan ilmu sakti Cek-ci-sin-kang dari rahib itu....

   Mereka gelisah.

   Kalau rahib itu sampai dipergunakan Iblis penakluk-dunia, tentu hebatlah akibatnya bagi rombongan Ceng Hi totiang.

   Ceng Hi totiang gelagapan mendengar bentakan rahib itu.

   Buru-buru ia memberi hormat, sahutnya.

   "Selama ini Sin-ni selalu menjauhkan diri dari pergolakan dunia persilatan yang kotor. Dan kaum persilatan menaruh perindahan tinggi kepada Sin-ni. Maka heranlah kami mengapa saat ini Sin-ni muncul dan membantu kedua suami isteri durjana itu?"

   Lam-hay Sin-ni deliki mata, membentak.

   "Apakah engkau hendak memberi nasehat kepadaku?"

   Pun Iblis penakluk-dunia cepat menambahi kata.

   "Totiang amat termasyhur di dunia persilatan dan sangat diindahkan sekali oleh dunia persilatan. Sekali pun kata2 totiang itu menyinggung perasaanku, tetapi aku rela menerimanya. Tetapi kalau totiang menghina pada Sin-ni, ah, sungguh keterlaluan sekali!"

   Lam-hay Sin-ni yang polos dan jujur tetapi agak tolol, seketika terbakarlah kemarahannya mendengar ucapan Iblis penakluk-dunia itu.

   Segera ia ayunkan tangan, melontar pukulan.

   Bum....

   sebuah batu besar hancur bertebaran keempat penjuru! Ternyata pukulan rahib itu ditujukan pada sebuah batu besar yang terpisah beberapa meter dari tempat Ceng Hi totiang.

   Tetapi tak kecewalah Ceng Hi sebagai seorang datuk persilatan.

   Ia memiliki toleransi yang besar sekali.

   Setitikpun ia tak terpengaruh oleh pameran ilmu kesaktian dari rahib itu.

   Ia tetap tegak dengan tenangnya.

   "Dengan Kekuatan menaklukan orang, tidaklah seindah menaklukkan orang dengan Keluhuran budi. Apalagi dunia persilatan selalu mengutamakan Keadilan dan Kebenaran!"

   Kata imam tua itu dengan tertawa hambar, lalu menghela napas. Seolah-olah menyesalkan tindakan Lam-hay yang karena hendak mencari kitab pusaka telah rela bekerja-sama dengan suami isteri durjana. Lam-hay Sin-ni tertawa mengekeh.

   "Selama mengasingkan diri digunung sepi, aku tak pernah melepaskan diri dari persoalan manusia. Kemungkinan nanti aku pun akan menjajal kepandaian dengan kalian!"

   Ceng Hi totiang terbeliak.

   Benar-benar ia tak mengira bahwa seorang rahib tua yang memiliki salah satu dari ilmu Panca Sakti dan sudah berpuluh tahun mengasingkan diri ternyata masih belum mencapai kesadaran.

   Masih tak dapat membedakan antara Putih dengan Hitam.

   Masih dikuasai nafsu untuk mengejar nama dan keuntungan.

   Adakah rahib itu benar-benar kurang waras! pikirannya? Toh Hun-ki dan rombongan serta Ti Gong taysu yang lebih banyak dipengaruhi rasa jerih terhadap kesaktian rahib itu, tak berani ikut bicara.

   Dengan wajah berseri riang Lam-hay Sin-ni memandang sekalian orang itu kemudian berpaling kepada Iblis-penaklukdunia.

   "Sekarang mari kita masuk ke dalam lembah untuk mengambil Giok-pwe yang separoh bagian itu?"

   Iblis-penakluk-dunia mengangguk.

   "Baiklah, mari kuantar Sin-ni!" -ia terus berputar diri dan ayunkan langkah. Dewi Neraka cepat melesat kesamping Lam-hay Sin-ni. Tangan kiri mencekal tongkat kepala naga, tangan kanan memapah lambung Lam-hay Sin-ni. Ceng Hi totiang memandang bayangan rahib itu dengan tak berkata suatu apa. Tetapi ketika Lam-hay Sin-ni baru berjalan beberapa langkah, tiba-tiba dari udara terdengar suara gemboran menggeledek.

   "Sin-ni, berhentilah!"

   Sesosok tubuh melayang dari atas gerumbul pohon.

   Gerakannya mirip dengan seekor burung rajawali.

   Dan tepat orang itu melayang turun beberapa langkah dimuka Sin-ni.

   Baik rombongan Ceng Hi totiang maupun suami isteri Iblis penakluk-dunia, terperanjat sekali dan buru-buru hentikan langkah.

   Kiranya yang muncul itu adalah Siau-liong dalam penyamaran sebagai Pendekar Laknat.

   Ceng Hi totiang dan rombongannya pun tak jadi tinggalkan tempat itu.

   Sejenak terkejut, Iblis-penakluk-dunia segera tenang kembali.

   Ia tertawa dingin.

   "Tua bangka Laknat, umurmu benar-benar masih panjang!"

   Pun Dewi Neraka dengan heran2 kejut, berseru.

   "Bagaimana engkau dapat menemukan jalan rahasia dalam lembah? Asal engkau mau mengatakan, kami takkan menyusahkan engkau lagi!"

   Siau-liong tertawa;

   "Sudan kukatakan semula, tempat sebagai Lembah Semi itu, aku senang datang terus datang, senang pergi pun pergi. Segala macam alat perangkap dan tempat yang berbahaya dalam lembah, masakan mampu merintangi kebebasanku?"

   Pada saat kedua suami isteri Iblis-penakluk-dunia hendak menyahut, Lam-hay Sin-ni cepat mencegahnya. Kemudian rahib itu tersenyum pada Siau-liong, serunya.

   "Uh, hampir saja kulupakan engkau? Apakah engkau tetap bersembunyi di atas pohon itu?"

   "Benar, apa yang Sin-ni dan kedua iblis bicarakan tadi, telah kudengar semua!"

   Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Lam-hay Sin-ni memandang wajah Siau-liong, serunya.

   "Ya, omonganmu itu benar sekali...." -ia menunjuk pada suami isteri Iblis -penakluk-dunia, berkata pula;

   "memang Giok-pwe yang separoh bagian itu berada ditangan mereka dan sekarang hendak kuambil ke dalam lembah!"

   Siau-liong berkata dingin.

   "Kukuatir separoh Giok-pwe itu Sin-ni tak dapat memperolehnya dan lagi. Jangan masuk ke dalam lembah!"

   "Mengapa?"

   Bentak rahib itu dengan marah.

   "Selama ini Sin-ni hanya tinggal menyepi digunung dan tak menghiraukan urusan dunia. Kali ini kedatangan Sin-ni untuk mencari kitab pusaka Tio Sam-hong, kurasa bukanlah dikarenakan hendak memburu harta permata yang tak ternilai jumlahnya itu!"

   "Sudah tentu,"

   Sahut Lam-hay Sin-ni.

   "aku tak butuh dengan segala harta kekayaan dunia!"

   "Karena tak menginginkan harta permata, jelas tentulah hanya untuk Kitab pusaka itu saja...."

   Siau-liong berhenti sejenak memandang sekalian orang yang tegak berdiri diam, lalu berseru nyaring.

   "Walaupun ilmu Thian-kong-sin-kang itu tergolong salah satu dari Panca Sakti, tetapi hanya ilmu itulah yang mendasarkan pada Sin (semangat). Jadi jauh di atas ilmu sakti Thian-jim-sin-kang, Jit-hua-sin-kang, Yi-li-sin-kang dan ilmu Cek-ci-sin-kang yang Sin-ni miliki. Maka apabila ilmu Thian-kong-sin-kang yang tertera pada kitab pusaka itu sampai jatuh ketangan lain orang, Sin-ni pasti akan tergeser dalam kedudukan sebagai tokoh kelas dua. Jika Sin-ni dapat memperoleh ilmu Thiankong sin-kang itu, Sin-ni akan memiliki dua buah ilmu sakti yang tiada taranya dan dengan sendirinya Sin-nilah satusatunya tokoh nomor satu dalam dunia persilaran...."

   Ceng Hi totiang dan sekalian orang mendengarkan dengan penuh perhatian.

   Sekalipun ilmu Panca Sakti itu sudah tersiar dalam dunia persilatan sejak berpuluh-puluh tahun tetapi karena sudah lama sekali tak pernah muncul tokoh yang menggunakan ilmu sakti itu, maka orang menganggapnya hanya sebagai khayalan saja.

   Maka pada saat Pendekar Laknat Siau-liong mengungkapkan lagi tentang kelima ilmu sakti itu dengan jelas, sekalian tokoh2 yang hadir disitu sama tercergang-cengang....

   Lam-hay Sin-ni tertawa mengekeh.

   "Meskipun kata-katamu itu tak sedap, tetapi memang kenyataannya bcgitulah, aku Lam-hay Sin-ni memang tak mau campur tangan urusan dunia persilatan tetapi aku pun tak rela kalau ada orang yang lebih unggul kepandaiannya dari diriku!"

   Siau-liong memandang kedua suami isteri Iblis-penaklukdunia lalu tertawa hambar.

   "Selama ini Sin-ni hanya mengabdikan diri pada ajaran suci dan tak mau mergotorkan diri pada kejahatan dunia. Jika kitab pusaka yang berisi Thiankong- sin-kang itu akan menjadikan seseorang melonjak dalam kedudukan sebagai tokoh persilatan nomor satu, masakan kedua Suami isteri itu mau begitu rela menyerahkan pada Sinni? Dalam hal itu tentulah...."

   Iblis-penakluk-dunia cepat menukas dengan tertawa melengking nyaring.

   "Betapapun engkau hendak menggunakan lidahmu yang tajam tetapi tak mungkin dapat memecah belah Sin-ni dengan aku...."

   "Jangan mengerat omongan orang! Biarkan dia bicara sampai habis dulu!"

   Bentak Lam-hay Sin-ni. Siau-liong mendengus ejek lalu melanjutkan kata-katanya.

   "Jelas kedua suami isteri iblis itu mengandung hati durjana. Jika Sin-ni sampai terjebak masuk ke dalam lembah, berarti Sin-ni akan terjerumus ke dalam liang naga. Bukan saja separoh Giok-pwe itu takkan Sin-ni peroleh, bahkan Sin-ni sendiri tentu sukar akan keluar dari situ...."

   Siau - liong berhenti sejenak untuk mengatur kata2. Setelah itu berserulah ia dengan keras.

   "Jong Leng lojin adalah contohnya!"

   "Siapakah Jong Leng lojin itu?"

   Tanya Lam -hay Sin-ni.

   "Jong Leng lojin adalah salah seorang tokoh yang memiliki ilmu sakti Jit-hua-sin-kang!"

   Teriak Siau-liong.

   "dia sekarang berada dalam penjara dibawah tanah dengan kedua kakinya dirantai!"' Lam-hay Sin-ni maju selangkah dengan mata berkilat-kilat tajam, serunja;

   "Benarkah itu?"

   "Aku menyaksikan sendiri!"

   Sahut Siau liong.

   Wajah Lam-hay Sin-ni tampak membeku lalu berpaling ke arah Iblis-penakluk-dunia.

   Juga Ceng Hi toting dan sekalian orang terperanjat mendengar keterangan Pendekar Laknat Siau-liong itu....

   Jika hal itu benar, sungguh suatu peristiwa yang tiada tara ngerinya.

   Jong leng lojin sudah berpuluh-puluh tahun tak muncul di dunia persilatan.

   Orang mengira dia tentu sudah mati atau sudah lenyap.

   Tetapi mengapa ternyata dipenjarakan Iblis penakluk-dunia dalam Lembah Semi? Sekalian orang setengah meragukan keterangan Siau-liong itu.

   Diantara sekian banyak orang, hanya Ceng Hi totianglah yang paling rapat hubungannya dengan Pendekar Laknat.

   Sudah beberapa kali ia bertemu dengan momok itu maka tahulah ia bagaimana watak dan pribadi momok itu.

   Sejauh ingatan Ceng Hi totiang, dahulu Pendekar Laknat itu seorang manusia yang sukar diraba pendiriannya.

   Malang melintang di dunia persilatan menurut sekehendak hatinya yang angkuh dan ganas.

   Tetapi mengapa sekarang, dua puluh tahun kemudian, momok itu tiba-tiba berobah begitu sadar, dapat membedakan mana yang lurus dan mana yang jahat? Dan yang paling tak dimengertinya ialah dua puluh tahun yang lalu Pendekar Laknat itu bertubuh pendek tetapi mengapa sekarang berobah begitu tinggi besar? Masakan makin tua makin bertambah tinggi! Saat itu suasana makin bertambah tegang.

   Sekalian orang memandang ke arah Lam-hay Sin-ni.

   Rupanya rahib yang memiliki salah satu dari ilmu Panca Sakti, hendak berbalik memusuhi Iblis penakluk-dunia.

   Tetapi Iblis-penakluk-dunia tetap mengulum senyum dan memberi homat kepada rahib itu.

   "Adakah Sin-ni percaya akan omongan itu?"

   "Kalau melihat dengan mata kepala sendiri, tentulah tak bohong!"

   Sahut Sin-ni. Iblis penakluk-dunia tertawa nyaring.

   "Jong Leng lojin memiliki ilmu sakti Jit-hua-sin-kang. Dalam dunia persilatan kedudukannya sama dengan Sin-ni. Masakan kami berdua mampu menjebloskannya dalam penjara dibawah tanah? Apalagi...."

   Ia memandang Siau-liong dan rombongan Ceng Hi totiang.

   "Si tua Laknat, Toh Hun-ki ketua Kong-tong pay, Ti Gong taysu dari Siau-lim-si, To Kiu-kong ketua Kay-pang dan lainlain pernah masuk ke dalam lembah dan dapat keluar dengan tak kurang suatu apa. Jika lembah itu penuh dengan alat jebakan dan kami mempunyai kemampuan untuk memenjarakan Jong leng lojin, masakan rombongan mereka dapat lolos dari tangan kami? Masakan mereka dapat berdiri disini dan menyerang kami dengan fitnah yang tajam?"

   Lam-hay Sin-ni mengangguk angguk.

   "Omonganmu benar juga. Hampir saja aku dapat dikelabuhi!"

   Dengan mata berkilat-kilat rahib itu menatap Siau-liong. Melihat itu Iblis-penakluk-dunia cepat menambah minyak ke dalam api. Serunya.

   "Masih ada sebuah hal penting yang hendak kuberitahukan kepada Sin-ni Giok-pwe yang separoh bagian itu berada pada si tua Laknat!"

   Seketika berobahlah wajah Sin-ni terkejut girang. Cepat ia menegur Siau-liong.

   "Benarkah itu?"

   "Benar!"

   Siau-liong tertawa hambar.

   "Lekas serahkan padaku!"

   Siau-liong tertawa dingin.

   "Sekabpun aku ingin menyerahkan Giok-pwe itu, tetapi sekarang sudah tak dapat."

   Berhenti sejenak, Siau liong mengangkat muka memandang kelangit dan berseru pula dengan nada tawar.

   "Kitab pusaka tulisan Tio Sam-hong dan harta karun yang nilainya dapat dibelikan sebuah kota, sejak saat ini bakal lenyap dan tinggal merupakan sebuah teka-teki saja. Andaikata benar ada pun harta pusaka itu tak mungkin diketemukan orang lagi dan akan terpendam dalam tanah untuk selama-lamanya."

   "Perlu apa engkau mengoceh belo tak keruan itu."

   Bentak Lam-hay Sin-ni. Siau - Hong tertawa lepas. Dengan tandas ia berkata. ."Separoh Giok-pwe itu telah kuremas hancur berkepingkeping...."

   Seketika berobahlah wajah lblis penakluk-dunia. Tetapi beberapa saat kemudian ia tertawa gelak2;

   "Omongan semacam itu, anak kecil umur 3 tahunpun tak mungkin percaya!"

   Lm-hay Sin-ni tertegun lalu melengking.

   "Aku pun juga tak percaya!"

   Siau-liong menertawakan Iblis-penakluk-dunia, serunya.

   "Aku tak butuh engkau percaya atau tidak! Tetapi jelas kalau separoh bagian Giok-pwe itu sudah kuhancurkan. Dengan begitu yang separoh bagian lagi sudah tak berguna."

   Dengan murka sekali Lam-hay Sin-ni membentaknya.

   "lekas serahkan separoh bagian Giok-pwe itu. Kalau tidak terpaksa aku turun tangan!"

   Bentakan itu dilambari dengan tenaga dalam yang hebat sehingga sekalian orang yang hadir disitu seperti mendengar halilintar meletus.

   Mereka terkejut dan memandang ke arah rahib itu.

   Dibawah sinar rembulan, tampak dengan mata berapi-api rahib itu memandang Siau-liong seraya pelahan-lahan maju menghampiri....

   Tampak jubahnya yang gerombyong itu berkibar-kibar keras.

   Tanah yang dilaluinya meninggalkan bekas telapak sedalam tiga inci.

   Dahinya memancar sinar pembunuhan yang buas.

   Siau-liong memandang gerak-gerik Sin-ni itu dengan penuh perhatian.

   Diam-diam ia kerahkan seluruh tenaga dalam Bukek- sun-kang.

   Walau pun belum yakin akan menang, namun ia bertekad untuk menghadapi Sin-ni itu.

   Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka berdiri disamping sambil tertawa sinis.

   Seri wajahnya amat riang karena siasatnya mengadu domba akan berhasil.

   Tidak demikian dengnn ketua Kong-tong-pay, Toh Hun-ki.

   Diam-diam ia keluarkan keringat dingin karena mencemaskan Pendekar Laknat Siau-liong.

   Buru-buru ia gunakun ilmu Menyusup Suara untuk berseru kepada Ceng Hi totiang.

   "Pendekar Laknat yang sekarang jauh sekali bedanya dengan dahulu. Kami dan kawan2 ketika dikurung dalam lembah, jika tak ada dia yang menolongi, tentulah sudah binasa. Dapatkah totiang membantu sedikit tenaga kepadanya dalam menghadapi keganasan Iblis penakluk-dunia dan Dewi Neraka dan untuk menyelamatkan dunia persilatan, jika bisa mendapatkan tenaganya, tentu sangat berguna sekali"

   Ceng Hi totiang kerutkan dahi. Mengangguk tetapi tak menyahut apa2. Beberapa langkah dimuka Siau-liong, Lam-hay Si-ni berhenti, bentaknya pula.

   "Apakah engkau masih tak mau menyerahkan Giok-pwe itu?"

   Siau-liong deliki mata.

   "Sudah kukatakan, Giok-pwe itu sudah kuhancurkan. Tetapi engkau berkeras tak percaya, apa boleh buat!"

   Bentak rahib itu.

   "Telah menjadi keputusanku untuk mencari pusaka itu. Dengan menyimpan separoh Giok-pwe itu, bagimu pun tak berguna. Bahkan malah akan menghilangkan nyawamu yang sudah tua itu!"

   Siau-liong tertawa angkuh.

   "Harap Sin-ni jangan mengagulkan ilmu Cek-ci-sin-kang untuk memandang rendah orang, Jika Sin-ni tak mau makan nasehatku, tentulah Sin-ni akan mengalami nasib serupa Jong Leng lojin yang dipenjarakan dibawah tanah oleh kedua suami isteri iblis itu!"

   Wajah Sin-ni berobah pucat dan membentaklah ia dengan kalap.

   "Apakah engkau benar-benar tak takut mati!"

   Tiba-tiba ia mengangkat tangan kanan hendak memukul.... Diam-diam Siau-liong menimang.

   "Mati hidup sudah takdir! Jika aku memang harus mati ditangan rahib ini, mau lari kemana lagi? Hm....?"

   Siau-liong telah mengambil keputusan.

   Andaikata sekarang tidak, pun setahun lagi ia pasti akan mati juga.

   Baginya tiada yang diharap lagi.

   Pikiran kacau, hatinya pun gundah.

   Maka tetap tegaklah ia ditempat.

   Kedua tangan telah disiapkan dengan tenaga sakti Bu-kek-sin-kang dan ia benar-benar hendak mengadu jiwa dengan Lam-hay Sin-ni.

   Mata Lam-hay Sin-ni memang tajam sekali.

   Cepat ia melihat bahwa kedua tangan Siau-liong menjadi merah membara.

   Seketika tertawalah ia mengekeh.

   "Heh, heh, dengan mengandalkan ilmu liar itu, engkau hendak melawan aku?"

   Serunya mengejek.

   Ucapan itu diserempaki dengan gerakan tangan kanannya yang sudah diangkat tadi....

   Seketika terdengar deru angin yang tajam melanda kepala Siau-liong....

   Siau Liong memang sudah siap.

   Ia sudah kerahkan seluruh tenaga sakti Bu-kek-sin-kang.

   Kedua tangan diangkat kedada lalu pe-lahan2 disongsongkan kemuka.

   Bam....

   terdengar ledakan keras.

   Tubuh Siau liong bergoyang2 beberapa kali.

   
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Wajahnya tetap tak berobah dan tetap tegak ditempatnya.

   Dan ketika kedua pukulan itu berbentur, berhamburanlah hawa panas kesekeliling.

   Sekalian orang yang hadir merasakan hawa itu.

   Ternyata ilmu sakti Cek-ci-sin-kang itu berdasar pada hawa panas dalam tubuh.

   Sedang tenaga-sakti Bu-kek-sin-kang itu pun juga berdasar pada api dalam tubuh.

   Kedua tenaga sakti itu sama2 tergolong tenaga keras yang panas.

   "Hai, Laknat tua, kepandaianmu hebat juga!"

   Seru Lam-hay Sin-ni tertawa. Siau-liong pun tertawa hambar.

   "Ah, Sin-ni keliwat memuji...."

   Diam-diam Siau-liong heran.

   Ketika berhadapan dengan Jong Leng lojin di penjara bawah tanah, ia tak mampu berbuat apa2 menghadapi tenaga-sakti Jit-hua-sin-kang tokoh tua itu.

   Pun dengan Randa gunung Busan yang memiliki tenaga-sakti Ya-li-sin-kang.

   Walaupun ia belum pernah bertempur, tetapi dari kesaktian anak perempuannya yang adu tenaga dengan dia itu, jelas kalau ilmu Ya-li-sin-kang itu jauh lebih unggul dari Bu-kek-sin-kang.

   Adalah karena terpaksa, maka ia nekad menghadapi serangan Lam-hay Sin-ni.

   Tadi dalam adu pukulan ia telah menggunakan 10 bagian tenaga sakti Bu-kek-sin-kang.

   Sekalipun tak dapat menghalau Lam-hay Sin-ni, tetapi ia juga tak menderita apa2.

   Seketika timbullah nyalinya.

   Tiba-tiba Lam-hay Sin-ni tertawa mengekeh.

   "Pukulanku dengan dua bagian Cek-ci-sin-kang tadi dapat membunuh 3 ekor harimau. Tetapi engkau mampu menerimanya, sungguh hebat juga!"

   Siau-liong terbeliak kaget.

   Kiranya Sin-ni hanya menggunakan dua bagian dari ilmu sakti Cek-ci-sin-kang.

   Ah, maka perbawanya tak begitu hebat.

   Pada saat rasa ngerinya mulai membayangkan bagaimana akibatnya apabila rahib itu memukul dengan tenaga penuh, tiba-tiba terdengar Lam-hay Sin-ni membentak keras.

   "Setan tua, nih cobalah terima pukulan dari empat bagian Cek-ci-sin-kang....! "

   Anginpun men-deru2 dahsyat sekali.... ---ooo0dw0ooo---

   Jilid 09 Jika Singa Ketemu Macan Dalam keadaan seperti saat itu, Siau-liong bagaikan seorang yang naik di punggung harimau.

   Terus naik celaka, turunpun tentu dimakan.

   Tetapi dari pada turun, lebih baik ia lanjutkan naik terus.

   Siapa tahu nanti akan terjadi sesuatu yang diluar dugaan.

   Darah muda Sian-liong meluap.

   Dan bulatlah sudah tekadnya.

   Lebih baik pecah sebagai ratna dari pada mati bertekuk lutut....

   Tanpa banyak pikir lagi, ia gerakkan kedua tangannya dengan jurus Thay-siang-bu-kek yang dilambari dengan tenaga sakti Bu-kek-sin-kang! Bum....

   Regukan angin yang panas ditaburi pecahan batu dan pasir yang berhamburan ke sekeliling penjuru! Tubuh Siau-liong bergoyang gontai maju mundur beberapa kali.

   Tetapi masih tetap dapat tegak berdiri di tempatnya.

   Ternyata dia telah mengkombinasikan ilmu pukulan Thaysiang- ciang dan tenaga sakti Bu-kek-sin-kang.

   Oleh karena dia telah makan buah Im-yang-som dan minum darah binyawak purba, maka tenaganya pun lebih unggul dari Pendekar Laknat yang asli.

   Dengan demikian dapatlah ia bertahan dari pukulan Lam-hay Sin-ni.

   Di antara sekalian tokoh yang hadir, adalah To Kiu-kong ketua Kay-pang yang paling terkejut sendiri.

   Dia benar-benar tak mengerti mengapa Pendekar Laknat dapat menggunakan pukulan Thay-siang ciang.

   Pada hal ilmu pukulan itu adalah milik Pengemis Tengkorak Song Tay-kun yang jelas menjadi musuh dari Pendekar Laknat! Juga Ceng Hi totiang yang luas pengalaman dan pengetahuannya segera dapat mengetahui keanehan pada diri Pendekar Laknat Siau-liong itu.

   Tokoh tua dari Kun-lun-pay itu memandang Siau-liong dengan saksama.

   "Aneh!"

   Juga Lam-hay Sin-ni sendiri tertegun memandang Siau-liong seraya mengingau.

   Rahib itu juga tak habis herannya.

   Pada waktu ia gunakan dua bagian dari tenaga sakti Cek-cisin- kang tadi, jelas diketahuinya bahwa Pendekar Laknat Siauliong itu sudah kepayahan.

   Dan pada pukulan yang kedua itu ia telah menambahkan empat bagian tenaga sakti Cek-ci-sin-kang.

   Hal itu pasti akan menghancurkan Siau-liong.

   Kalau tak mati tentu terluka parah.

   Tetapi mengapa orang itu masih tetap kuat bertahan seperti yang pertama tadi? Siau-liong yang paling tahu jelas keadaan dirinya.

   Adalah karena menggunakan ilmu pukulan Thay-siang-ciang yang dikombinasi dengan tenaga sakti Bu-kek-sin-kang maka ia mampu menerima pukulan Lam-hay Sin-ni.

   Tetapi apabila rahib itu menambahi lagi tenaga saktinya, ia pasti tak kuat! Toh Hun-ki yang menyaksikan adegan pertempuran maut itu, bingung tak karuan.

   Buruan ia gunakan ilmu Menyusup suara kepada Ceng Hi totiang.

   "Saat ini sudah jelas bagaimana kekuatan kedua tokoh yang adu pukulan itu. Jelas kedua suami isteri iblis hendak menggunakan tangan Lam-hay Sin-ni untuk membinasakan Pendekar Laknat. Jika kita berpeluk tangan membiarkan Pendekar Laknat mati dipukul Lam-hay Sin-ni, sungguh tidak bijaksana!"

   Ceng Hi totiang menyahut dengan ilmu Menyusup suara juga.

   "Lam-hay Sin-ni itu orang linglung tetapi memiliki ilmu sakti Cek-ci-sin -kang. Harus dilawan dengan kepintaran tak boleh dengan kekerasan. Aku telah menyanggupkan diri untuk menerima beban kewajiban dari kawan2 persilatan. Saat ini kita menghadapi bermacam-macam bahaya. Sekali tak waspada, besar bahayanya. Bukankah hal itu akan memberi keuntungan pada kedua suami isteri iblis untuk menguasai dunia persilatan...."

   Sejenak berhenti ketua Kun-lun-pay itu melanjutkan pula.

   "Pendekar Laknat pada 20 tahun yang lalu dengan sekarang, sungguh berbeda sekali. Begitu pula ucapannya sekarang ini tiadalah sesombong dan seliar dahulu, tetapi penuh dengan nalar yang tepat. Tetapi dia tetap berhati keras karena walaupun jelas tak bisa melawan Lam-hay Sin-ni namun dia tetap berani menghadapinya. Apakah itu bukan berarti dia mancari mati sendiri? Sekalipun aku ingin menolongnya tetapi tenagaku tak mampu!"

   Toh Hun-ki tahu jelas bahwa tujuan dari Lam-hay Sin-ni itu adalah untuk memperoleh Giok-pwe dan bukan hendak bermusuhan dengan partai2 persilatan.

   Jika karena hendak membantu Pendekar Laknat sampai menimbulkan kemarahan rahib itu, tentu celakalah sekalian rombongan orang gagah.

   Diam-diam ketua Kong-tong-pay itu mengakui kebenaran ucapan Ceng Hi totiang.

   Ia makin gugup tetapi tak dapat menemukan suatu akal.

   Kebalikannya, Siau-long saat itu malah makin tenang.

   Hatinya bulat, pikiran mantap.

   Menggunakan kesempatan lawan sedang tertegun, diamdiam ia kerahkan lagi tenaga sakti Bu-kek-sin-kang, siap menunggu serangan yang ketiga....

   Setelah beberapa saat memandang Siau-liong dengan heran.

   tiba-tiba mata Sin-ni itu menyala lagi.

   Tangan kanannya pelahan-lahan diangkat dan berserulah ia nyaring.

   "Kali ini akan kugunakan delapan bagian tenaga sakti Cekci- sin-kang untuk menghancurkan dirimu!"

   Siau-liong diam saja.

   Hatinya sudah bulat untuk mati.

   Sepasang tangannya segera bergerak menyongsong kemuka.

   Tangan kanan gunakan jurus Ki-lok-po-ti dan tangan kiri dengan jurus Siu-lo-pan-cha.

   Dua jurus dahsyat dari ilmu pukulan Thay-siang-ciang! Gerakan tangan Lam-hay Sin-ni itu tampaknya lebih pelahan dari yang tadi.

   Tetapi melihat wajahnya yang begitu membesi, tahulah sekalian orang bahwa pukulan rahib itu dahsyatnya bukan alang kepalang.

   Sedang kedua tangan Siau-liong tadi bergerak dengan keras.

   Tetapi begitu berbentur dengan tenaga sakti Cek-ci-sinkang, sirnalah tenaga Bu-kek-sin-kang itu seperti tenggelam ke dalam laut.

   Lam -hay Sin-ni tertawa mengekeh, bentaknya.

   "Tua bangka Laknat, serahkan jiwamu!"

   Dan serempak dengan itu tangannya pun bergerak cepat.

   Angin mendesis tajam, melanda ke arah kepala Siau-liong.

   Siau-liong terkejut tetapi tak berdaya.

   Ia meramkan mata menunggu kematian....

   Tetapi pukulan maut Sin-ni itu tak kunjung datang.

   Bahkan saat itu ia mendengar jeritan kaget dari sekalian orang termasuk Iblis penakluk-dunia dan Dewi Neraka.

   Buru-buru ia membuka mata.

   Ketika memandang kemuka, dilihatnya wajah Lam-hay Sin-ni pucat seperti kertas dan tubuhnya terhuyung-huyung mau jatuh.

   Jelas rahib itu telah menderita luka....

   Siau-liong cepat dapat menyadari bahwa tentu ada seorang sakti yang menolong jiwanya.

   Buru-buru ia berpaling.

   Ah, beberapa langkah disampingnya, tampak seorang wanita berpakaian hitam tegak berdiri dengan tenang.

   Randa gunung Bu-san! Di belakang wanita itu tampak si dara baju bijau yang pernah adu pukulan dengan dia (Siau-liong).

   Dara itu memandangnya dengan mata penuh dendam kebencian....

   Juga tubuh janda dari Bu-san itu agak gemetar, wajahnya pun pucat.

   Kiranya pada saat pukulan maut Lam-hay Sin-ni akan mencabut nyawa Siau-liong, tiba-tiba muncullah Randa Bu-san yang segera ayunkan tangan menangkis pukulan Sin-ni.

   Ya-li-sin-kang dari Randa Bu-san yang semula keras itu tiba-tiba berobah menjadi lunak.

   Dan hapuslah tenaga sakti Cek-ci-sin-kang dari Lam-hay Sin-ni.

   Adalah karena kedua wanita itu berimbang kesaktiannya maka kedua-duanya pun menderita luka kecil.

   Setelah mengetahui siapa penolongnya, buru-buru Siauliong memberi hormat.

   "Terima kasih atas pertolonganmu, aku...."

   Randa Bu-san mendengus.

   Tanpa menunggu orang selesai bicara, ia terus berpaling ke arah Lam-hay Sin-ni.

   Siau-liong tersipu-sipu malu.

   Untunglah saat itu perhatian orang tertumpah pada Randa Bu-san sehingga kekikukan Siau-liong itu tak ada yang memperhatikan.

   Menatap tajam kepada wanita Bu-san, melengkinglah Lamhay Sin-ni "Mengapa engkau membantunya?"

   "Hanya kebetulan jalan disini dan melihat hal yang ganjil!"

   Sahut Randa Bu-san dengan dingin. Lam-hay Sin-ni membentak tajam.

   "Apakah bukan karena hendak mencari pusaka....?"

   Mata rahib itu berkeliaran beberapa kali. Tiba-tiba ia kerahkan tenaga dalam lalu berteriak.

   "Hari ini terpaksa aku harus adu jiwa dengan engkau!"

   Randa Bu-san hanya tertawa dingin.

   "Dalam adu jiwa, duadua tentu sama terluka, Ketahuilah, Ya-li-sin-kang tidak dibawah Cek-ci-sin-kang!"

   Sepasang tangan Lam-hay Sin-ni yang sudah diangkat ke atas itu kembali diturunkan. Ia deliki mata kepada wanita itu.

   "Baik dalam mencari Giok-pwe, engkau dan aku masingmasing mendapat separoh. Besok pagi pada saat ini, akan kutunggumu disini. Kita tentukan siapa yang berhak memiliki kitab Thian-kong-sin-kang itu!"

   Randa Bu-san tertawa dingin.

   "Tamak menginginkan barang yang bukan miliknya, menjadi penyebab kematian. Rupanya engkau memang takkan lama hidup di dunia ini!"

   "Siapa yang mati dan hidup, besok pagi pada saat ini. baru diketahui!"

   Sahut Lam-hay Sin-ni. Randa Bu-san menghela napas.

   "Apakah engkau tetap hendak ke dalam lembah?"

   "Kalau aku tak pergi masakan kubiarkan engkau yang pergi!"

   Bentak Lam-hay Sin-ni. Randa Bu-san gelengkan kepala dan berkata dengan nada kecewa.

   "Silahkan pergi"

   Ia terus berputar tubuh dan melangkah pergi.

   Kesempatan itu cepat digunakan Iblis penakluk-dunia untuk melangkah kesamping Lam-hay Sin-ni dan membisiki beberapa patah kata.

   Wajah rahib itu berseri girang.

   Dipandangnya Randa Busan, Siau-liong dan rombongan Ceng Hi totiang.

   Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Tiba-tiba ia berputar tubuh terus ayunkan langkah diikuti oleh suami isteri iblis dan rombongan anak buah Lembah Semi.

   Siau-liong melangkah maju dan berkata kepada Randa Busan.

   "Lam-hay Sin-ni seperti orang linglung ia pasti celaka ditangan Iblis-penakluk-dunia. Mungkin nasibnya seperti Jong Leng lojin...."

   "Seretlah ia supaya jangan kesana!"

   Randa Bu-san deliki mata. Siau-liong tercengang. Setelah deliki mata, Randa Bu-san segera melangkah pergi sambil menggandeng puterinya. Tetapi dua langkah kemudian. ia berhenti pula dan menghela napas.

   "Segala hal memang sudah suratan takdir yang tak dapat dilawan....!"

   Ucapan itu bernada rawan dan tanpa berpaling ke arah Siau-liong.

   Sesaat kemudian ia menghela napas lagi.

   Sementara si dara baju hijau tetap memandang Siau-liong dengan sinar mata penuh kebencian, seolah-olah hendak menelannya.

   Saat itu rembulan purnama.

   Adalah karena kata2 Randa Bu-san tentang takdir itu, perasaan Siau-liong tersinggung.

   Beberapa tetes air mata menitik keluar....

   Tetapi ketika ia menyadari pandang mata si dara baju hijau yang penuh dendam itu, ia tersentak kaget dan buru-buru membungkukkan tubuh memberi hormat kepada Randa Busan.

   "Atas pertolongan tadi, aku merasa menyesal karena tak dapat membalas...."

   Ia tak dapat melanjutkan kata2 karena tersekat oleh rasa haru yang hampir menitikkan air mata. Randa Bu-san hanya mendengus.

   "Bermula aku hendak membunuhmu! Tak kira kalau menolongmu.... ah "

   Nadanya juga penuh dengan kedukaan.

   Siau-liong teringat memang si dara baju hijau itu begitu melihat dirinya sebagai Pendekar Laknat, terus menyerangnya mati-matian.

   Dan ketika ia pingsan, lapat2 ia mendengar wanita itu mengatakan hendak membunuhnya.

   Tetapi mengapa tadi wanita itu menolongnya? Beberapa saat kemudian, Randa Bu-san berpaling pelahanlahan.

   Sepasang matanya berapi-api menatap wajah Siauliong yang berlinang-linang, serunya.

   "Apakah saat ini engkau juga mempunyai perasaan menyesal?"

   Siau-liong tak mengerti apa maksud pertanyaan wanita itu. Pikirnya;

   "Aku tak kenal pada kalian ibu dan anak. Tak pula terikat dendam permusuhan. Mengapa engkau berkata begitu?"

   Tetapi segera ia menyadari bahwa dirinya saat itu sedang dalam penyamaran sebagai Pendekar Laknat.

   Sudah tentu Randa Bu-san itu tak tahu siapa dirinya yang asli.

   Siau-liong terlongong-longong.

   Peristiwa apakah yang terjadi dahulu antara Randa dengan Pendjekar Laknat mempunyai hubungan bagaimana sehingga wanita itu membenci setengah mati.

   Tetapi anehnya, dalam saat Pendekar Laknat Siau-liong dalam bahaya.

   wanita itu cepat manolongnya? Randa Bu-san itu menganggap Siau-liong atau Pendekar Laknat telah menyesal.

   Dengan begitu kemungkinan dahulu Pendekar Laknat aseli itu tentu telah melakukan sesuatu yang menyalahi ibu dan puterinya itu.

   Siau-liong teringat.

   Bahwa pada dinding batu tempat Pendekar Laknat dahulu, hanya terdapat tulisan yang manyatakan supaya ia (Siau-liong) suka mewakili Pendekar Laknat datang kepuncak Sin-li-hong untuk memenuhi sebuah janji.

   Begitupun pernyataan yang diucapkan Randa Bu-san ketika Siau-liong pingsan dan dibawa oleh Mawar Putih kepondok kediaman wanita itu.

   Rangkaian kejadian itu, memberi kesimpulan kepada Siauliong bahwa dahulu semasa hidupnya, Pendekar Laknat aseli itu tentu pernah mengikat dendam dengan Randa Bu-san.

   Tetapi ia tak tahu, dendam pertikaian apa yang telah terjadi diantara mereka.

   Menilik umurnya, Rauda Bu-san itu seorang wanita serengah tua.

   Sedang Pendekar Laknat paling tidak tentu sudah berumur 70 tahun.

   Dan menilik pula pada wajah Pendekar Laknat yang begitu menyeramkan, tak mungkin dendam dengan Randa Bu-san itu mengenai soal Asmara.

   Tetapi kalau mengingat betapa gemas sikap Randa Bu-san yang hendak membunuh Pendekar Laknat tetapi pun mau menolongnya dan kerut wajahnya yang menampilkan kemesraan walau pun mulutnya selalu mengucap kata2 yang tajam dan membenci, kemungkinan pertikaian antara kedua orang itu tentulah akibat dari hubungau asmara....

   Siau-liong teringat pula bahwa selama hidupnya, Pendekar Laknat itu hanya seorang diri.

   Tiada sanak kadang, tiada handai taulan.

   Ia malang melintang di dunia seorang diri.

   Tetapi mengapa kini tahu2 terdapat seorang janda yang mempunyai dendam kesumat kepadanya? Sampai beberapa lama, belum juga Siau-liong dapat memecahkan teka teki itu.

   Akhirnya ia berkata kepada Randa Bu-san;

   "Dahulu...."

   Randa Bu-san menghela napas rawan, ujarnya.

   "Peristiwa yang lampau, ternyata engkau masih mempunyai muka untuk mengatakan lagi, engkau...."

   Ia hentikan kata-katanya. Sejenak keliarkan mata, ia melanjutkan pula.

   "Hal itu juga termasuk Karma. Kalau tidak begitu, aku pun takkan menjadi pewaris dari ilmu sakti Ya-lisin- kang. Tetapi aku tetap tak dapat mengampuni Engkau hanya karena hal itu...."

   "

   Ketika Siau-liong menatap kemuka, dilihatnya Wajah Randa Bu-san berlinang-linang air-mata. Sambil menepuk bahu puterinya, wanita dari Bu-san itu berkata pula.

   "Andaikata aku dapat mengampunimu, anak kita ini tentu tak mau melepaskan engkau!"

   Siau-liong terkejut. Tetapi ia tak mau banyak bicara karena kuatir akan ketahuan penyamarannya. Untung Randa Bu-san pun tak menaruh kecurigaan kepadanya. Kembali Randa Bu-san gentakkan kakinya ke tanah, serunya;

   "Ingatlah, besok pertengahan musim Rontok tahu muka, datanglah ke puncak Sin-li-hong untuk menerima kematian. Dalam waktu setahun ini, engkau boleh mengatur pesanan2 yang perlu engkau tinggalkan!"

   Siau-liong tertawa hambar dan berkata seorang diri;

   "Benar, tak peduli bagaimanapun juga, aku toh takkan hidup lebih dan waktu pertengahan musim rontok itu...."

   Randa Bu-san memandangnya dengan heran.

   Ia hendak membuka mulut tetapi tak jadi.

   Menarik tangan puterinya, tanpa berpaling ke belakang lagi, ia terus ayunkan langkah.

   Siau-liong memandang terlongong-longong akan bayangan kedua ibu dan anak itu lenyap dalam gerumbul pohon.

   Tiba-tiba ia teringat sebuah hal yang penting.

   Ia harus menyelidiki jejak Mawar Putih.

   Maka ia hendak menyusul Randa Bu-san.

   Tetapi baru kaki hendak diangkat, tiba-tiba terdengar orang berteriak gugup.

   "Pendekar Laknat....!"

   Siau-liong terpaksa batalkan langkahnya dan berpaling. Ternyata Toh Hun - ki ketua Kong-tong-pay sedang berdiri sambil memberi hormat dengan tersenyum simpul.

   "Apakah hendak menegur aku mengapa tak mendatangi perjanjian?"

   Toh Hun-ki terkesiap. Buru-buru ia berkata.

   "Ah, bukan. Pendekar Laknat tentu mempunyai lain urusan yang penting sehingga tak dapat hadir!"

   Siau-liong menghela napas rawan.

   "Memang aku mempunyai urusan penting. Tetapi aku bukan orang yang tak pegang janji. Dalam penyerangan kesarang suami isteri iblis nanti, aku akan membantu sedikit tenaga!"

   Sikapnya yang dingin kepada ketua Kong-tong-pay itu disebabkan.

   Kesatu, ia harus membawa sikap seperti Pendekar Laknat yang angkuh dan dingin.

   Agar jangan diketahui Toh Hun-ki, Ceng Hi totiang dan lain-lain orang.

   Kedua, Toh Hun-ki itu adalah pembunuh ayahnya.

   Kelak pada suatu saat ia harus membunuhnya.

   Ketiga, hatinya sedang resah gelisah.

   Penuh dendam dan kemarahan.

   Maka nada ucapannya pun ketus dan angkuh seperti Pendekar Laknat yang asli.

   Tetapi betapa pun, dia bukanlah Pendekar Laknat, melainkan Siau-liong yang menjunjung Keadilan dan Kebenaran.

   Demi membalas budi Pendekar Laknat maka ia menyaru menjadi tokoh itu tetapi dengan sepak terjang yang berlainan agar dapat mengembalikan nama baiknya.

   Terhadap Toh Hun-ki, musuh yang telah membunuh ayahnya, diam-diam ia mempunyai kesan lain.

   Ia tertarik akan peribadi ketua Kong-tong-pay yang tak gentar menghadapi ancaman dan tekanan.

   Ketua itu tetap berani membela Kebenaran.

   Adakah dia sampai hati untuk membunuh seorang tokoh yang begitu lurus peribadinya? Dan pula Toh Hun-ki itu bersikap mengindahkan dan melindungi Pendekar Laknat.

   Baik dengan ucapan mau pun dengan tindakan yang nyata.

   Dan yang paling hebat, ketua Kong-tong-pay itu dengan serta-merta telah rela menyerahkan sebagian Giok-pwe itu kepada Pendekar Laknat! Merenung kesemua itu, timbullah rasa sesal dalam hati Siau-liong.

   Tertawalah ia dengan rawan.

   "Separoh Giok-pwe yang engkau berikan kepadaku tempo hari, memang benarbenar sudah kuhancurkan!"

   Tetapi Toh Hun-ki tak terkejut. Dengan tenang ia menyahut.

   "Begitupun juga baik! Jika kitab pusaka itu jatuh ketangan orang baik, tentu merupakan suatu berkah bagi dunia persilatan. Tetapi jika sampai ketangan manusia jahat, dunia persilatan tentu celaka!"

   Sejenak memandang ke arah Ceng Hi totiang, To Kiu-kong dan beberapa orang, berkatalah Siau-liong kepada ketua Kong-tong-pay itu.

   "Aku masih mempunyai lain urusan, untuk sementara terpaksa akan pergi!" -habis berkata ia segera ayunkan langkah menyusul Randa Busan dan puterinya tadi.

   "Pendekar Laknat!"

   Tiba-tiba Toh Hun-ki berseru memanggil. Siau-liong terpaksa berhenti, bentaknya.

   "Mengapa?"

   "Saat ini disekitar gunung Tay-liang-san penuh dengan tokoh2 dari partai2 persilatan. Dengan pergi begitu saja, kemungkinan Pendekar Laknat.... akan bersua dengan beberapa hal yang tak leluasa...." -kata Toh Hun-ki lalu menyerahkan sehelai sutera kuning kepada Siau-liong.

   "sutera ini merupakan pertandaan bagi kawan2 kita. Baiklah engkau membawanya agar jangan terjadi salah faham."

   Siau-liong menyambuti dan menghaturkan terima kasih. Tetapi ketika ia hendak berjalan, tiba-tiba Ceng Hi totiang, Ti Gong taysu dan beberapa orang menghampiri kemukanya. Siau-liong kerutkan alis. Ia terpaksa memberi hormat, serunya.

   "Saudara2...."

   Ti Gong taysu menyerukan Omitohud lalu melangkah maju dan memberi hormat.

   "Aku hendak menghaturkan terima kasih atas pertolongan saudara!"

   Siau-liong tertawa.

   "Ah, hanya soal kecil, usah taysu ingat lagi!"

   Juga To Kiu-kong dan Pengemis-tertawa Tio Tay-tong dan kedua pengemis pincang, maju menghampiri kehadapan Siau -liong.

   Memberi hormat lalu mundur lagi tanpa berkata suatu apa.

   Kiranya To Kiu-kong masih meragu.

   Jelas ketika bertempur dengan Lam-hay Sin-ni tadi, Pendekar Laknat telah gunakan pukulan Thay-siang-ciang.

   Ceng Hi totiang memandang beberapa saat kepada Siauliong lalu berkata.

   "Bahwa Pendekar Laknat telah kembali kejalan yang terang, sungguh merupakan suatu berkah bagi dunia persilatan. Ijinkan kuwakili seluruh kaum persilatan untuk menghaturkan terima kasih kepada saudara. Kali aku menyanggupkan diri turun gunung untuk memimpin rombongan kawan2, sesungguhnya aku merasa malu dalam hati karena kepandaianku masih belum cukup...."

   Ia berhenti bejenak, menghela napas lalu melanjutkan pula.

   "Pula suasana saat ini tak sama dengan 20 tahun yang lalu. Adakah kami dapat menumpas gerakan kedua suami isteri iblis itu atau tidak, masih belum dapat dipastikan!"

   Siau-liong tahu bahwa pada 20 tahun yang lalu imam tua itulah yang paling sering berhubungan dengan Pendekar Laknat.

   Maka jika ia tak berhati-hati, tentulah mudah diketahui oleh imam itu.

   Maka ia hanya mendeham pelahan dan tak menjawab.

   Berkata pula Toh Hun-ki.

   "Sekembalinya ke Siok-ciu, ternyata banyak tokoh2 persilatan dari segala penjuru berbondong-bondong datang. Mereka hendak menggabungkan diri pada gerakan kami untuk menumpas suami isteri iblis itu. Dalam waktu 10 hari saja, telah berkumpul ribuan tokoh2. Apalagi kami beruntung dapat mengundang Ceng Hi totiang untuk memimpin gerakan itu. Saat ini Lembah Semi telah dikurung ketat oleh rombongan orang gagah...."

   Berhenti sejenak memandang ke arah sekalian orang, ketua Kong-tong-pay itu berkata pula.

   "Hanya saja kalau kali ini sampai menemui kegagalan akibatnya sukar dibayangkan bagi dunia persilatan!"

   Siau-liong ikut prihatin, ujarnya.

   "Lembah Semi mengandalkan kehebatan keadaan alamnya dan kehebatan perlengkapan alat-alat rahasia, barisan pedang. Sekalipun rombongan orang gagah itu terdiri dari jumlah yang besar, tetapi dikuatirkan...."

   "Akupun mencemaskan hal itu, oleh karena itulah...."

   Ceng Hi totiang hentikan kata?nya. Siau-liong tertegun. Tanyanya sesaat kemudian.

   "Apakah totiang hendak menggunakan api untuk menggempur sarang mereka...."

   
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Wajah Ceng Hi totiang berobah seketika. Diam-diam ia terkejut. Katanya dengan nada berat.

   "Benar, memang aku mempunyai rencana begitu. Dengan mengandalkan jumlah orang yang begitu banyak kalau kita gunakan api untuk membakar lembah ini, tentulah dapat membasmi kedua suami isteri iblis...."

   Sejenak berhenti ia melanjutkan pula.

   "Kumohon Pendekar Laknat jangan membocorkan rencanaku ini, agar...."

   Siau-liong tertawa.

   "Harap totiang jangan kuatir, aku tentu akan menyimpan rahasia itu!"

   Tiba-tiba pikiran Siau-liong melayang.

   Memang dengan cara penyerangan api itu, tentulah kemungkinan besar rombongan Ceng Hi totiang akan berhasil membasmi Lembah Semi.

   Tetapi dengan pembasmian itu, pemilik lembah ialah Poh Ceng-in tentu akan ikut binasa.

   Bukankah ia telah diberi minum racun Jong-tok oleh wanita itu.

   Dengan racun itu, apabila salah seorang mati, yang lainpun akan mati juga.

   Maka jika Poh Ceng-in mati, iapun tentu akan ikut mati! Begitu pula dengan Jong Leng lojin yang dipenjara dibawah tanah dengan kaki dirantai.

   Kalau Ceng Hi totiang melakukan serangan pembakaran itu, bukankah Jong Leng lojin akam mati terbakar hidup-hidup? Sesaat Siau-liong tertegun gelisah.

   Melihat itu, agak curiga juga Ceng Hi totiang, segera ia batuk2 lalu menegurnya "Apakah saudara tak setuju dengan rencana seranganku itu?"

   Siau-liong terkejut dan buru-buru berseru.

   "Tidak, tidak! rencana totiang itu memang yang paling sempurna, tentu akan berhasil.... ia menghela napas pelahan.

   "bilakah totiang hendak melaksanakannya?"

   Setengah meragu, menyahutlah Ceng Hi totiang;

   "Telah kuberi waktu kepada lblis-penakluk-dunia agar membebaskan It Hang totiang dan rombongan sampai besok pagi. Apabila dia tak melaksanakan permintaanku itu, segera akan kulakukan serangan itu!"

   Memandang kelangit, Siau-liong memperkirakan saat itu sudah menjelang magrib.... Jadi tinggal lebih kurang dua jam dari batas waktu yang diberikan Ceng Hi totiang kepada Iblispenakluk- dunia. Berkata Ceng Hi totiang pula.

   "Dalam waktu satu hari untuk menghancurkan anak buah dan semua alat perangkap dalam lembah. Tiga hari untuk meratakan seluruh isi lembah. Dalam waktu empat hari itu tentulah dapat diketahui berhasil tidaknya rencanaku itu!"

   Sejenak merenung, Siau-liong lalu mengambil resep obat dari bajunya, diberikan kepada To Kiu-kong, katanya.

   "Aku hendak minta tolong supaya suka menyuruh anak buah saudara ke Siok-ciu membelikan. resep ini!"

   Buru-buru To kiu-kong menyambut, tanyanya "Bilakah Pendekar Laknat hendak memerlukan obat ini?"

   Diam-diam ketua Kongtong-pay itu heran mengapa Pendekar Laknat tak minta tolong pada Ceng Hi totiang melainkan kepadanya.

   "Secepat mungkin, paling lambat jangan sampai besok malam,"

   Sahut Siau-liong.

   To Kiu-kong mengiakan dan menyatakan besok sebelum tengah hari tentu obat itu sudah datang.

   Kemudian Siau-liong menyatakan kepada Ceng Hi totiang dan Toh Hun-ki bahwa ia masih ada lain urusan penting.

   Tetapi besok sebelum tengah hari ia pasti akan kembali kesitu lagi.

   Demikianlah Siau-liong segera melangkah pergi.

   Ia lari secepat-cepat mengejar Randa Bu-san dan puterinya tadi.

   Cepat sekali ia sudah melintasi hutan dan tiba dimulut jalan keluar.

   Tetapi karena cukup lama tadi ia bercakap-cakap dengan Ceng Hi totiang dan Toh Hun-ki, maka ia tak berhasil menemukan jejak ibu dan anak itu.

   Siau-liong bingung dan gelisah sekali.

   Ia harus menemukan Randa Busan untuk meminta keterangan tentang diri Mawar Putih.

   Dan setelah itu ia harus kembali menggabungkan diri dengan rombongan Ceng Hi totiang untuk melakukan serangan pada Lembah Semi.

   Untuk menggempur Lembah Semi, bukanlah sukar.

   Tetapi yang menyulitkan dirinya ialah ia harus secara diam-diam melindungi keselamatan Poh Ceng-in.

   Karena jika pemilik lembah itu sampai mati, ia sendiri pun tentu ikut mati juga! Dalam pada itu ia sudah keluar dari mulut tikungan gunung.

   Tampak beberapa puluh sosok bayangan sedang bersembunyi ditempat gelap.

   Tergeraklah hatinya, ia kembali balik tak jadi melanjutkan perjalanan lagi.

   Pikirnya.

   Kedua ibu dan anak itu tentu tak mengambil jalan besar karena tak mempunyai tanda jalan.

   Tentu mereka tak mau bentrok dengan tokoh2 persilatan yang sedang siap mengepung lembah itu.

   Siau-liong gunakan gerak Naga melingkar-18 kali.

   Ia melambung dan berjumpalitan beberapa] kali di udara.

   Dengan gunakan ilmu itu dapatlah dalam waktu singkat ia mencapai sebuah puncak.

   Dari atas puncak itu ia dapat memandang lepas keseluruh penjuru.

   Kiranya jalanan yang dilaluinya tadi terletak disamping kanan mulut lembah.

   Pada ujung jalanan itu penuh dijaga ketat oleh tokoh2 persilatan.

   Siau-liong menduga kedua ibu dan anak itu tentu sudah pulang kepondoknya.

   Asal ia kesana, tentu dapat menjumpai mereka.

   Setelah menentukan arah, ia turun dan lari menyusur tepi lembah, menuju kepondok Randa Busan Disepanjang jalan ia harus berjalan hati2 agar Jangan sampai kepergok dengan patroli rombo-ngan orang gagah.

   Dan disamping, iapun harus cermat menentukan arah agar jangan sampai tersesat.

   Seluruh semangat dan perhatian ditumpahkan dalam gerak Naga-melingkar-18 kali untuk berloncatan melintasi hutan dan mendaki puncak.

   Seperti telah diterangkan, Lembah Semi itu dikelilingi oleh puncak gunung yang curam dan landai sehingga merupakan sebuah tempat yang amat strategis sekali.

   Sewaktu Siau-liong mencapai satu li, rembulan makin terang benderang sehingga ia dapat melihat bebas keempat penjuru.

   Ia kendorkan langkah lalu berhenti.

   Dilihatnya dari barisan pohon bunga Lembah Semi itu jaraknya teraling sebuah puncak.

   Asal ia berputar arah mengambil jalan dari belakang lembah, tentulah ia dapat mencapai tempat kediaman wanita janda itu.

   Tetapi ia mendapat kesukaran.

   Karena seluas berpuluh tombak, tempat itu dijaga ketat oleh rombongan orang gagah.

   Sekalipun membawa Tanda pengenal pemberian Toh Hun-ki, tetapi ia tak mau menggunakannya.

   Ia tetap hendak mecari akal untuk menghindari kelompok orang gagah itu.

   Tengah ia termenung mencari pikiran, tiba-tiba dari arah belakang terdengar desir lambaian pakaian orang mendesis.

   Semula ia kira tentulah rombongan orang gagah yang dipimpin Ceng Hi totiang.

   Tetapi telinganya yang tajam segera mengetahui bahwa orang itu pelahan-lahan menghampiri ketempatnya.

   Sekalipun suara itu pelahan sekali namun telinganya yang tajam dapat menangkap bahwa orang itu tengah pelahanlahan menghampiri ketempatnya.

   Semula ia kira tentu salah seorang anggauta rombongan Ceng Hi totiang maka ia tak begitu menaruh perhatian.

   Tetapi pada lain saat ia cepat menyadari sesuatu yang tak wajar.

   Ia teringat bahwa Ceng Hi totiang sudah mengeluarkan perintah bahwa anggauta rombongannya tak boleh gegabah bertindak sendiri.

   Kecuali memang ada orang yang hendak menerjang kepungan itu barulah mereka dapat bertindak.

   Siau-liong jelas mengetahui bahwa pendatang itu mengandung maksud hendak menyerangnya secara gelap.

   Siau-liong pasang jebakan.

   Sengaja ia pura-pura tak tahu dan berjalan pelahan.

   tetapi diam-diam ia sudah siapkan tenaga-sakti Bu-kek-sin-kang.

   Tetapi dugaannya itu ternyata tak benar.

   Pendatang itu bukan bermaksud menyerangnya.

   Dia berhenti di belakang Siau-liong lalu membentak garang "Tua bangka Laknat!"

   Siau-liong terkejut. Cepat ia berputar. Ah! ternyata yang muncul itu adalah suami isteri Iblis penakluk-dunia dan Dewi Neraka. Iblis-penakluk-dunia tertawa mengekeh.

   "Laknat tua, sekarang rasanya tiada si janda Bu-san. yang akan menolongmu lagi?"

   Siau-liong tak gentar kepada suami isteri iblis itu tetapi hanya terhadap Lam-hay Sin-ni ia agak takut.

   Dan lagi saat itu ia memang tak mempunyai selera untuk bertempur dengan suami isteri iblis itu.

   Maka sejenak memandang mereka, ia terus hendak melangkah pergi.

   Tetapi baru kaki hendak dilangkahkan, dari belakang terdengar orang tertawa.

   "Ho, engkau tak mungkin lolos lagi!"

   Ternyata entah kapan dan bagaimana caranya, tahu2 Lamhay Sin-ni sudah berdiri dibelakangnya. Siau-liong paksakan tertawa dan hentikan langkahnya. Melangkah kehadapan Siau-liong, rahib itu ulurkan tangan.

   "Berikan kepadaku! Jika engkau sudah serahkan Giok-pwe itu kepadaku, kujamin jiwamu pasti selamat!"' Siau-liong kerutkan alis lalu tertawa dingin.

   "Dengan meminta secara paksa itu apakah Sin-ni tak takut kehilangan nama harum? Apakah tak kuatir Sin-ni akan ditertawai dunia persilatan?"

   Lam-hay Sin-ni membentak bengis.

   "Siapakah tokoh persilatan yang berani menertawakan aku?"

   "Sekalipun tak berani terang-terangan, tetapi diam-diam mereka tentu menghina Sin-ni!"

   Sahut Siau-liong dengan tertawa hina. Dimana ia mengatur rencana untuk melolos diri dari tekanan rahib itu. Tetapi Iblis-penakluk-dunia yang licin segera dapat mencium siasat Siau-liong. Buru-buru ia maju selangkah dan berkata kepada Lam-hay Sin-ni.

   "Si tua Laknat itu banyak akal muslihatnya. Dia licin seperti belut. Harap Sin-ni jangan kena diselomoti. Biar dia bicara apa saja, yang penting ringkus dulu agar kita dapat merampas Giok-pwenya!"

   "Benar!"

   Lam-hay Sin-ni tertawa.

   Tiba-tiba ia ayunkan tangan kanannya dalam jurus Bunuh-naga-memotongcenderawasih.

   Kelima jarinya mengeluarkan bunyi mendesisdesis tajam, mencengkeram dada Siau-liong.

   Jurus itu dahsyatnya bukan main, cepatnya bukan kepalang.

   Siau-liong terkejut.

   Buru-buru ia menyurut mundur seraya berseru.

   "Tunggu dulu....!"

   Lam-hay Sin-ni hentikan serangannya dan berseru.

   "Lebih baik engkau serahkan sajalah!"

   Siau-liong sengaja menghela napas dengan sikap kecewa, katanya.

   "Baiklah!"

   Ia merogoh baju dan mengeluarkan sebuah bungkus kecil dari kain sutera. Melihat itu girang Lam-hay Sin-ni bukan kepalang. Segera ia ulurkan tangan hendak menyambuti. Tetapi Siau-liong cepat menyurut mundur.

   "Jika engkau berani maju selangkah lagi, Giok-pwe ini tentu akan kuremas hancur!"

   Lam-hay Sin-ni tertegun.

   Dia tak berani maju lagi.

   Demikianpun kedua suami isteri iblis itu.

   Mereka percaya, seorang momok seperti Pendekar Laknat tentu akan melakukan ancamannya itu kalau keliwat didesak.

   Lam-hay Sin-ni bingung dan beberapa kali lambaikan tangannya.

   "Jangan dihancurkan, jangan dihancurkan, mari kita berunding dengan baik!"

   Siau-liong tertawa dingin.

   "Tak ada yang perlu dirundingkan lagi. Kecuali.... engkau mau meluluskan dua buah syaratku!"

   "Katakanlah!"

   Buru-buru Lam-hay Sin-ni berseru. Sejenak merenung, berkatalah Siau-liong.

   "Pertama, Iblispenakluk- dunia dan Dewi Neraka harus tinggal disini. Kedua, harap Sin-ni suka mengantar aku keluar dari sini satu ii jauhnya. Giok-pwe segera akan kuhaturkan kepada Sin-ni."

   "Boleh, boleh, aku setuju!"

   Seru Lam-hay Sin-ni lalu berpaling membentak suami isteri iblis.

   "Kalian harus tinggal disini, jangan mengikuti aku!"

   Iblis-penakluk-dunia agak bersangsi, tetapi, terpaksa ia mengiakan juga.

   "Baik harap Sin-ni hati2 saja."

   Demikian Siau-liong dan Lam-hay Sin-ni segera tinggalkan tempat itu.

   Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Kiranya dalam saat itu Siau-liong memang tak punya akal untuk meloloskan diri.

   Terpaksa ia memutuskan, menghindari dulu kedua suami isteri iblis itu, baru nanti pelahan-lahan cari daya untuk menghadapi tekanan Lam-hay Sin-ni yang tolol.

   Sesungguhnya sudah bulat dalam hatinya.

   Andaikata Giokpwe itu belum dihancurkannya, iapun tetap tak mau menyerahkan kepada Sin-ni Sekalipun karena menolak itu ia harus kehilangan jiwanya.

   Karena ia tahu jelas akan tipu muslihat Iblis-penakluk-dunia yang lihay.

   Menyerahkan Giokpwe itu kepada Lam-hay Sin-ni berarti menyerahkan kepada suami isteri iblis itu.

   Dan sekali kedua suami isteri itu mendapatkat Giok-pwe yang lengkap dan berhasil memperoleh kitab pusaka Thian-kong-sin-kang, maka hancurlah seluruh dunia persilatan! Tetapi iapun tahu bahwa sitolol Lam-hai Sin-ni itu tentu berkeras hendak meminta separoh Giok-pwe.

   Jika tahu kalau ditipu, rahib itu tentu akan membunuhnya.

   Sambil berjalan pelahan-lahan, pikiran Siau-liong bekerja keras untuk mencari akal.

   Sekonyong-konyong tak berapa jauh disebelah muka, tampak berkelebat sesosok bayangan dari pada lain saat itu orang itu berseru menegurnya;

   "Siau.... Laknat tua!"

   Siau-liong terkejut. Ternyata yang muncul itu adalah si dara Mawar Putih menyaru sebagai Wanita-ular Ki Ih. Pada lain saat Mawar Putih pun lari menghampiri.

   "Siapa orang itu!"

   Tanya Lam-hay Sin-ni.

   Belum ditanya, diam-diam Siau-Liong sudah menimang dalam hati.

   Dengan kedatangan Mawar Putin itu, berarti akan tambah sebuah jiwa yang akan mati ditangan Lam-hay Sin-ni.

   Ia gelisah sekali.

   Tetapi ia tak punya banyak waktu untuk berpikir lagi.

   Akhirnya ia nekad.

   Pada saat perhatian Lam-hay Sin-ni sedang tertuju pada Mawar Pulih, cepat ia kerahkan seluruh tenaga dalam lalu dengan sekuat-kuatnya ia mendorong lambung rahib itu! Setitikpun Lam-hay Sin-ni tak menduga kalau ia bakal diserang.

   Karena tak bersiap, ia terpental dan terhuyunghuyung sampai delapan langkah jauhnya.

   Sedangkan Siau-liong, habis mendorong terus loncat menyongsong Mawar Putih seraya berseru gugup.

   "Lekas lari!"

   Mawar Putih tak sempat bertanya apa2. Ia terpaksa mengikuti Siau-liong melarikan diri.

   "Hai, masakan engkau mampu melarikan diri?"

   Teriak Lamhay Sin-ni seraya mengejar.

   Siau-liong dan Mawar Putih lari sekencang angin tetapi ilmu lari cepat dari rahib itu jauh lebih sempurna.

   Baru Siau-liong dan Mawar Putih lari dua tombak, rahib itu sudah melayang di atas kepala mereka dan meluncur menghadang disebelah muka.

   Lam-hay Sin-ni marah sekali sehingga wajahnya pucat.

   "Lekas serahkan Giok-pwe itu atau kuhancur-leburkan kalian!"

   Mawar Putih tak kenal Lam-hay Sin-ni dan tak tahu kalau Sin-ni itu memiliki ilmu sakti Cek-ci-sin-kang.

   Tetapi ia benarbenar ketakutan dan tak dapat membuka mulut melihat wajah dan sinar mata Lam-hay Sin-ni yang begitu bengis dan seram.

   Siau-liong mengeluarkan lagi bungkusan kain kuning dan berseru.

   "Sebelum engkau turun tangan, ini tentu kuhancurkan dulu!"

   Ia menarik Mawar Putih, berputar diri dan lari lagi.

   Ancaman Siau-liong itu berhasil Lam-hay Sin-ni tak berani turun tangan.

   Ia hanya mengikuti kedua orang itu saja.

   Sekalipun begitu, sudah cukup membuat Siau-liong kelabakan setengah mati.

   Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka pun ikut menyusul.

   Tetapi mereka pun kuatir kalau Siau-liong sampai menghancurkan Giok-pwe itu.

   Maka mereka hanya mengikuti dari kejauhan di belakang Lam-hay Sin-ni saja.

   Siau-liong hanya lari asal lari saja.

   Ia tak sempat lagi untuk memeriksa tempat yang ditujunya.

   Ia tak tahu lagi dimana saat itu ia berada.

   Tiba-tiba dilihatnya disebelah depan tampat sebuah puncak gunung.

   Dikaki gunung itu terdapat sebuah lorong jalan yang memanjang ke dalam.

   Tanpa banyak berpikir lagi, Siau-liong terus menarik Mawar Putih masuk kejalan itu....

   Lam-hay Sin-ni menggembor lalu hendak mengejar.

   Tetapi dicegah Iblis-penakluk-dunia.

   "Biarkan mereka kesana, Sin-ni tak usah mengejar!"

   Rahib itu hentikan langkah dan bertanya.

   "Apa? Tidak mengejar? Apakah membiarkan Giok-pwe itu hilang?"

   Iblis-penakluk-dunia buru-buru memberi keterangan.

   "Jalanan itu akan tiba disebuah gua yang tak sampai dua tombak dalamnya dan hanya dua meter tingginya. Bukan saja sebuah jalan buntu pun di dalam situ terdapat beratus ekor ular beracun. Merupakan salah satu dari 10 buah gua yang memang kujadikan tempat memelihara ular...."

   


Legenda Bulan Sabit Karya Khu Lung Pendekar Setia Karya Gan KL Dendam Sejagad Legenda Kematian Karya Khu Lung

Cari Blog Ini