Ceritasilat Novel Online

Pohon Kramat 1


Pohon Kramat Karya Khu Lung Bagian 1


Pohon Kramat Karya . Khu Lung Sumber aaa di Dimhad Ebook oleh . Dewi KZ

   

   Tiraikasih Website
http.//kangzusi.com/
http.//dewi-kz.info/

   
http.//cerita-silat.co.cc/
http.//ebook-dewikz.com KATA PENGANTAR POHON penggantungan terletak di-dalam sebuah rimba raya yang gelap,kecuali sebuah pohon gundul ditengah- tengah rimba itu, semua pohon-pohon bersemi berdaun lebat.

   Pohon gundul itulah yang disebut sebagai Pohon Penggantungan.

   Mengapa ? Yang diartikan dengan pohon penggantungan ialah pohon yang digunakan untuk menggantung sesuatu, disini ialah menggantung manusia.

   Cerita dimulai sedari tiga tahun yang lalu, pertama kali pohon gundul yang sudah hampir mati itu memegang sebagai peraturan cerita.

   Pada suatu hari, diatas pohon gundul yang sudah hampir mati itu tergantung seorang gadis, mati tidak bernapas.

   Tahun kedua, ditempat yaog sama, tergantung pula gadis lainnya.

   Demikian juga terjadi pada tahun ketiga, seorang gadis, cantik pula yang kedapatan mati tergantung pada pohon itu.

   Pohon tua, gundul tidak berdaun pohon yang sudah hampir roboh itu dinamakan Pohon Penggantungan.

   Mungkin terjadi dugaan yang menyaksikan seramnya pohon penggantungan itu.

   Apa yang diherankan, bila seseorang bunuh diri diatas sebuah pohon.

   Tidak mungkin mereka bunuh diri saudara.

   Ingin mengetahui alasan-alasannya? Mari kita uraikan sebagai berikut.

   1.

   Setiap orang yang mati digantung di-atas pohon penggantungan ialah berupa anak gadis yang muda belia, ciri ciri yang paling khas ialah mereka mempunyai wajah yang cantik.

   2.

   Bila perawan cantik yang tidak mempunyai ilmu kepandaian, mungkin mudah dihina dan digantung orang.

   Pokok persoalan ialah tidak seorangpun dari korban-korban itu yang tidak berilmu tinggi.

   Mereka berupa tokoh tokoh silat yang cukup ternama.

   Waktu terjadinya drama penggantungan ialah disekitar malam Tong ciu, hari Pek gwe Cap gwe.

   Mengingat ketiga alasan diatas ini, putusan yang paling tepat ialah, para korban yang mati diatas pohon penggantungan bukan dikerenakan bunuh diri, tetapi dibunuh atau digantung orang! Di bunuh orang? Memeriksa tubuh para gadis yang digantung diatas pohon penggantungan, tidak ada tanda tanda luka atau ciri ciri dibunuh orang.

   Tidak ada tanda tanda bahwa mereka mati diserang penyakit.

   Mati tua tentu tidak mungkin karena umur mereka masih muda.

   Mati diserang wabah penyakitpun sulit di terima, karena tidak mungkin terjadi pada waktu yang ditetapkan.

   Inilah yang membikin pusing kepala.

   Bila tidak ada keanehan lainnya, cerita ini sudah boleh ditutup segera.

   Yang lebih aneh lagi ialah, dua hari setelah mereka mati digantung diatas pohon penggantungan, jenazah jenazah para gadis cantik itu lenyap tanpa bekas.

   Bila tidak ada tangan jail yang menggantung para gadis itu dan meletakkannya di atas pohon penggantungan, tentu tidak mungkin? Bila tidak ada tangan usil yang menurunkan jenazah jenazah itu dari atas pohon penggantungan, tentu tidak mungkin.

   Siapa tangan jail itu ? Siapa tangan usil itu.

   Seoranglah yang memegang peranan sebagai si tangan jail dan si tangan usil? Apa maksud tujuannya? Baik? Atau jahat? Mari kita mulai mengikuti jalan cerita...

   -ooo0dw0oo-

   Jilid 1 POHON Penggantungan pasti membawa korban.

   Disebutnya nama Pohon Penggantungan menyebabkan menggerindingnya bulu roma.

   teristimewa para gadis-gadis yang berkepandaian ilmu silat.

   Takhayul percaya bahwa dikala menjelang hari Tong ciu, pencipta drama pohon penggantungan sedang gentayangan mencari mangsa.

   Pe gwee Tong ciu semakin mendekat, pesta kuweh yang ramai itu mengingatkan nasib para gadis yang sudah dipilih menjadi korban, para gadis yang akan mati diatas tiang penggantungan.

   Inilah hari sebelum terang bulan.

   Tiga hari lagi, orang- orang akan bersembahyang dengan pesta kuweh, menghadangi bulan purnama yang indah.

   Dikala matahari hampir terbenam.

   Ketegangan meliputi sebuah ramah yang dibangun diantara rumpun bambu, daerah ini dikelilingi oleh sungai kecil, dengan airnya yang jernih, semakin menonjol ketenangan di sekitar itu.

   Han san Siauw ciok, demikianlah nama rumah itu.

   Penghuni Han-san Siauw ciok bernama Thung Lip dengan gelar kependekarannya Hong tin Kie su atau Cendekiawan Serba bisa, ia menatap dan melewatkan hari tuanya ditempat ini.

   Tidak seorangpun yang berani mengganggunya, karena dia adalah tokoh silat yang dihormati dan disegani.

   Sedari Thung Lip menetap di Han-san Siauw ciok, para jago silat tidak berani mengganggu ketenangannya, membiarkan jago tua itu hidup tenang tentram, bebas dari kerusuhan, kerisauan dan pertengkaran pertengkaran yang sering terjadi didalam rimba persilatan.

   Hari ini terkecuali.

   Diempat sudut Han san Siauw Ciok, masing-masing berdiri dua orang penjaga! Demikian juga daerah lain- lainnya.

   tugas mereka adalah menjaga keamanan dan ketentraman.

   Kepala keamanan adalah dua jago kenamaan, mereka adalah Pendekar Pedang Keras Thiat Kiam Khek dan jago Tanpa Tandingan didaerah Tui san Lie Kee Ceng.

   Dari penjagaan yang kuat ini mudah diduga bahwa Han- san Siauw ciok.

   Bahkan, perkara ini tentu sangat penting sekali.

   Tiba tiba ....

   Suatu bayangan sedang melewati sungai perbatasan Han san Siauw ciok, melewati rumpun bambu dan mendekati bangunan rumah.

   Pendekar Pedang Keras Thiat Kiam Khek memapaki kedatangan orang itu, seraya membentak.

   "Siapa?"

   Orang yang datang adalah seorang pemuda, umurnya berkisar diantara dua puluhan, wajahnya tampan dan cakap.

   sayang terlalu sombong, dingin, tidak mudah didekati.

   Si pemuda memandang Thiat Kiam Khek, Ia menunjukkan wajahnya yang sangat tidak memandang mata.

   Thiat Kiam Khek segera menduga tokoh silat golongan muda yang berkepandaian tinggi, ia mengajukan pertanyaan.

   "Saudara mencari siapa?"

   "Thung Lip,"

   Jawaban pemuda ini singkat.

   Thiat Kiam Khek marah, belum pernah ada orang yang memanggil penghuni Han- san Siaw ciok seperti itu, terlalu kurang ajar sekali, bila tidak ingin mencari gara-gara.

   tak mungkin pemuda ini menyebut nama Thung Lip langsung.

   Didalam rimba persilatan, berapa orangkah yang mempunyai tingkatan lebih tinggi dari si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip? Kekurangan ajaran si pemuda tadilah yang membuat Thiat Kiam Khek naik darah, dan marah.

   "Saudara dari mana?"

   Untuk menjaga ketenangan mereka yang masih mengadakan rapat di dalam Han-san Siauw-ciok, Thiat Kiam Khek menahan sabar.

   "Kau tidak berhak tahu,"

   Jawaban pemuda itu semakin kurang ajar.

   "Hm...

   "

   Thiat Kiam Khek mengeluarkan suara dari hidung.

   "Ingin mengadakan kekacauan? Lihatlah dahulu, siapa yang berada didepanmu."

   "Kau kira aku tidak tahu bahwa Thung Lip mengundang tokoh tokoh ternama untuk membantu usahanya ?"

   "Kau juga termasuk salah seorang undangan?"

   "Thung Lip mana mau memandang mata kepadaku"

   "Oooo, begitu. Silahkan kau pergi lagi."

   "Thiat Kiam Khek..."

   Pemuda itu langsung memanggil nama orang "Kau tidak mau memberi tahu tentang kedatanganku?"

   "Kurang ajar."

   Thiat Kiam Khek marah besar.

   "Kau memang mencari mati!"

   Cepat sekali, si Pendekar Pedang Keras Thian Kiam Khek telah mengeluarkan pedang, gerakan dan ancaman pedang Thiat Kiam Khek cepat sekali.

   Begitu terlihat sinar pedang berkelebat, ujung pedang telah hampir mengenai dada orang.

   Pemuda itu ada menggembol pedang, dengan kecepatan yang tidak kalah gesitnya, ia telah meloloskan pedang tersebut dan menyabet pedang lawan.

   Terdengar suara pedang yang beradu.

   Thiat Kiam Khek terpukul mundur.

   Pemuda itu tidak mendesak, sebaliknya menyimpan kembali pedangnya.

   Thiat Kiam Khek mematung ditempat.

   Sebagai seorang ahli pedang, ia tidak sempat melihat bagaimana lawan itu membikin pembelaan.

   Ia menyerang lebih dahulu, sebelum si pemuda mengeluarkan pedang.

   Tetapi kenyataan ia dapat dikalahkan.

   Pemuda itu tertawa dingin, katanya.

   "Thiat tayhiap. dengan ilmu kepandaianku tadi, bolehkah kau memberi tahu tentang kedatanganku?"

   Thiat Kiam Khek tersadar dari lamunannya.

   Kemarahannya yang meluap-luap tidak ada tempat, ia membentak keras dan mengincar tiga bagian tubuh si pemuda, cepat luar biasa.

   Si pemuda lompat menyingkir, ringan dan gesit sekali.

   Terjadinya kegaduhan telah memanggil si Jago Tanpa Tandingan di daerah Tui San.

   Tubuhnya melayang dan meletakkan kaki tidak jauh dari tempat kejadian.

   Pemuda asing menudingkan jari tangannya kearah Thiat Kiam Khek berkata.

   "Seranganmu pertama tidak kubalas karena harus menghormati kau. Serangan kedua tidak kubalas karena mengalah kepadamu. Bila sekali lagi kau menyerang diriku..... Hm.... hm.... Hati hatilah menjaga batok kepalamu."

   Inilah suatu ancaman? Thiat Kiam Khek dapat mengukur betapa tinggi ilmu pedang pemuda ini, dirinya bukan tandingan setimpal.

   Bila ancaman itu dilaksanakan.

   memang besar kemungkinannya bahwa batok kepalanya terpisah dari tempat asal.

   Jago tanpa tandingan didaerah Tui san Lie Kee Ceng belum mengerti duduk perkara, ia mengajukan pertanyaan.

   "Saudara Thiat, apa yang telah terjadi?"

   "Bccah ini mau mengacau rapat."

   Thiat Kiam Khek menjawab pertanyaan kawannya.

   "Ooo."

   Lie Kee Ceng memandang pemuda asing itu.

   "Bagaimana dengan sebutan saudara yang mulia? Dengan maksud tujuan apakah berkunjung ke Han san Siauw ciok?"

   "Maksud kedatanganku kemari untuk bertemu muka dengan Thung Lip."

   Jawaban pemuda itu tidak lebih dari dua patah kata.

   Thiat Kiam Khek dan Lee Kee Ceng saling pandang, Resiko membiarkan seorang berkepandaian tinggi seperti pemuda itu masuk kedalam Hau san Siauw ciok menghadiri rapat penting, adalah suatu perkara yang menguntungkannya.

   Mereka tidak dapat membceri putusan.

   Tiba tiba terdengar satu suara dari dalam Han-san Siauw ciok.

   "Saudara Lie, silahkan ia masuk."

   Itulah suara si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip. Lie Kee Ceng dan Thiat Kiam Khek mengajak pemuda itu masuk sendiri, kemudian kembali keluar. Diluar, Lie Kee Ceng mengajukan pertanyaan "Ia mencari keributan?"

   "Kemungkinan ini memang besar."

   Berkata Thiat Kiam Khek.

   "0ooo .."

   "Ilmu kepandaiannya tinggi."

   "Hmm ... Bila ia berani menempur semua orang di sini, tentunya sudah bosan hidup!"

   
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Dan merekapun berpisah, mengadakan perondaan lagi.

   Bercerita pemuda itu yang masuk kedalam ruang rapat Han-san Siauw ciok.

   Begitu masuk dipintu, ia dapat melihat jelas lima orang yang sedang merundingkan sesuatu.

   Kepala dari lima orang tadi adalah seorang tua yang keren, itulah si Cendekiawan Serba bisa Thung Lip.

   "Siapa yang bernama Thung Lip?"

   Si pemuda menghampiri lima orang itu dan mengajukan pertanyaan. Thung Lip bangkit dari tempat duduknya.

   "Apa yang kau mau?"

   Ia langsung mengajukan pertanyaan. Empat kawan Thung Lip turut bangkit, kedatangan si pemuda seperti mengandung permusuhan, mereka harus siap sedia. Pemuda itu memberi hormat kepada keempat kawan Thung Lip.

   "Maafkan kedatanganku yang mengganggu ketenangan rapat kalian!"

   Ia berkata kepada mereka. Sungguh diluar dugaan, terpaksa keempat orang itu membalas hormat si pemuda. Thung Lip mengajukan pertanyaan.

   "Bagaimana nama saudara?"

   "Tan Ciu."

   Berkata pemuda itu singkat.

   "Oo..... Saudara Tan, mari kuperkenalkan mereka,.... yang disana ialah "

   "Kukira tidak perlu."

   Pemuda yang bernama Tan Ciu itu memotong.

   "Aku sudah tahu. Urutan dari kanan ialah Buddha Alim, Pengemis Sakti Bermata Satu, Pedang Penebus Langit dan Juta Bisa. Ada yang salah?"

   Semua orang terkejut.

   Bagaimana tidak? Mereka tidak tahu menahu tentang pemuda yang bernama Tan Ciu ini, tetapi asal usul dan nama julukan mereka, tidak satu pun yang tidak diketahui olehnya.

   Lebih dari pada itu.

   rapat mereka didalam Han-san Siauw ciok sangat dirahasiakan.

   Bagaimana Tan Ciu dapat mengetahui.

   "Hebat!"

   Thung Lip memberikan pujiannya "Pengalaman luas".

   "Terima kasih. Siapakah yang tidak kenal kepada empat cianpwe ini? Hanya tidak kusangka ditempat ini, kalian berlima berkumpul menjadi satu. Tentunya menerima undanganmu, bukan?"

   "Betul!".

   "Mengapa?"

   "Kedatanganmu untuk mengajukan pertanyaan yang seperti ini?"

   Bertanya Thung Lip. Tan Ciu tertawa.

   "Tentu saja bukan."

   Ia berkata tenang.

   "Pertanyaanku diajukan karena iseng. Tetapi jangan kau kira aku tidak tahu. Semua tidak dapat mengelabui mataku."

   Wajah Thung Lip berubah.

   "Kau tahu?"

   Ia bertanya heran.

   "Mengapa tidak?"

   "Apa mata acara yang yang sedang kami perbincangban?"

   "Pohon penggantungan."

   "Aaaaaa "

   Hampir semua orang yang berada didalam ruangan itu mengeluarkan suara tertahan.

   Mereka kaget, kagum, bingung dan curiga.

   Bagaimana Tan Ciu tahu bahwa mereka sedang memperbincangkan soal Pohon Penggantungan? Siapakah pemuda ini? Untuk mendapatkan jawaban yang tepat, Mari kita melanjutkan cerita dibagian berikutnya.

   00dw00 SUASANA didalam ruang rapat itu menjadi panas.

   Tan Ciu adalah bibit granat keramaian.

   Mata semua orang tertuju pada diri pemuda ini.

   Thung Lip menduga kepada si pencipta drama pohon penggantungan.

   Hanya umur pemuda itu masih terlalu muda, mungkin hanya berupa mata mata saja.

   Si Pengemis Sakti Bermata Satu mengerlip ngerlipkan sinar tunggalnya, ia bertanya.

   "Kau mempunyai dugaan yang pintar."

   "Tidak salah bukan?"

   Tan Ciu tertawa.

   "Mengapa kau segera memastikan kepada hal ini?"

   Thong Lip mengajukan pertanyaan.

   "Tiga hari lagi adalah hari Tong ciu. Siapa pun dapat menduga dengan mudah."

   "Setelah hari Tong-ciu, bagaimana?"

   "Diatas pohon penggantungan segera bertambah mayat seorang gadis cantik berkepandaian ilmu silat."

   Wajah Thung Lip berubah segera.

   "Bagaimana kau tahu?"

   Ia mendesak.

   "Mungkinkah dapat dihindari?"

   Tan Ciu tidak mau kalah. Jawabannya dingin, tetapi beralasan kuat.

   "Kau tahu, bahwa kejadian ini tidak dapat dihindari?"

   Thung Lip masih mengajukan pertanyaan.

   "Mungkinkah kau tahu, bahwa kejadian ini dapat dihindarkan?"

   Tan Ciu tidak memberikan jawaban langsung. Si Buddha Alim yang menempatkan dirinya dipaling pinggir turut bicara "Kau tahu, apa yang kita sedang rundingkan di tempat ini ?"

   "Mencari jalan untuk mengatasi drama pohon Penggantungan!"

   "Betul, bagaimana pandanganmu tentang usaha kami ?"

   "Usaha kalian segera mengalami kegagalan!". Tan Ciu menjawab. Wajah semua orang berubah. Kata-kata Tan Ciu memberi suatu peringatan bahwa korban pohon Penggantungan tidak mungkin dicegah. Si Pedang Penembus Langit maju, ia menduga pasti bahwa pemuda ini mempunyai hubungan rapat dengan pencipta drama Pohon Penggantungan. Si Juta Bisa maju, menahan gerakan kawannya. Ia bertanya perlahan.

   "Bolehkan kau memberi tahu, gadis mana yang dicalonkan menjadi korban tahun ini?"

   Tan Ciu tertawa.

   "Kalian tentu menyangka bahwa aku mempunyai hubungan dengan Pohon Penggantungan, bukan?"

   Pemuda ini memang aneh sekali.

   "Kau tidak mempunyai hubungan dengan drama Pohon Penggantungan?"

   Bertanya si Juta Bisa.

   "Tidak."

   "Apa maksud kunjunganmu kemari?"

   Bertanya si Pedang Penembus Langit. Tan Ciu memandang Thung Lip.

   "Maksudku ingin menemui dirinya."

   Ia memandang kearah si Cendekiawan Serba Bisa itu.

   "Aku??"

   Tbang Lip tidak mengarti.

   "Apa maksudmu?"

   "Aku ingin bertemu dengan kakak perempuanku". Berkata Tan Ciu tenang.

   "Kakak perempuan? Thung Lip mengkerutkan kening.

   "Siapa kakak perempuanmu itu?"

   "Nama kakak perempuanku Tan Sang". Semua orang yang berada ditempat itu saling pandang. Nama Tan Sang itu terlalu asing sekali. Sampaipun si Pengemis Bermata Satu yang berpengalaman luaspun tidak tahu, siapa gadis yang bernama Tan Sang itu.

   "Aku tidak kenal dengan seorang gadis yang bernama Tan Sang". Berkata Thung Lip kemudian.

   "Aku tahu bahwa kau tidak kenal kepadanya?"

   Berkata Tan Ciu.

   "Pada sepuluh hari yang lalu, kakak perempuanku itu menuju kemari untuk menemuimu."

   "Satu bulan yang lalu, aku pergi keluar, meninggalkan Han-san Siauw Ciok. Dan baru kembali pada kemarin dulu. Maka aku tidak berhasil menjumpainya". Tan Ciu mempentang kedua biji matanya besar besar. Jawaban Thung Lip sungguh berada diluar dugaan. Lama sekali, ia mempertahankan posisi seperti itu.

   "Saudara kecil."

   Berkata si Pedang Penembus Langit.

   "kukira kau telah salah alamat!"

   Tan Cui menggoyang goyangkan kepala. Dari dalam saku bajunya, ia mengeluarkan sepucuk surat, dilemparkannya surat itu kepada orang.

   "Bacalah "

   Ia berkata. Si Pedang Penembus Langit menyambut surat itu dan di serahkan kepada Thung Lip. Maka Thung Lip mulai membaca. Demikianlah isi bunyi surat itu.

   "Adik Tan Ciu. Kakakmu menyelidiki keadaan musuh. Bila berhasil mengetahui mereka, aku menunggumu di Han-san Siauw ciok. Dari Kakakmu, Tan Sang."

   "Mungkinkah ada dua Han-san Siauw-ciok?"

   Tan Ciu menyapu wajah semua orang, sinar matanya sungguh tajam. Thung Lip berhasil dibungkamkan.

   "Kau tidak mengaku?"

   Bertanya lagi Tan Ciu.

   "Sudah kujelaskan, bahwa aku baru kembali di Han-san Siauw ciok kemarin hari. Mengapa kau tidak bisa diberi mengerti?"

   Berkata si Cendekiawan Serba Bisa Thung-Lip.

   "Siapa yang percaya kepada keteranganmu?"

   "Lalu apa yang kau mau?"

   Si Cendekiawan Serba Bisa telah dibuat marah. Si pedang Penerobos Langit maju berkata "Aku adalah saksi yang mengetahui kebenaran dari keterangan Thung tayhiap tadi."

   Tan Ciu berpaling. Dan ia mengajukan pertanyaan "Apa alasanmu?"

   "Aku melakukan perjalanan bersama sama dengannya."

   Berkata si Pedang Penembus Langit "Sepuluh hari yang lalu, kami masih berada dikota Lok-yang."

   Dengan adanya keterangan si Pedang Penembus Langit yang membenarkan dan memperkuat keterangan Thung Lip mau tidak mau Tan Ciu harus percaya. Maka ia mengalihkan pandangan matanya dari Thung Lip berpindah kearah si Pedang Penembus Langit Gie Kie.

   "Pek tayhiap"

   Panggilnya.

   "kau memberi keterangan dan kesaksian ini dengan hati yang jujur?"

   "Eh, kau tidak percaya kepada keteranganku?!"

   Si Pedang Penembus Langit Pek Gie Kie menjadi marah.

   "Beberapa gelintir manusiakah yang dapat dipercaya?"

   "Tetapi aku memberi keterangan dengan hati jujur!"

   Berkata Pek Gie Kie.

   "Tentang percaya atau tidaknya, terserah kepadamu!"

   "Pek tayhiap, aku meminta sumpah keteranganmu!"

   "Baik!"

   Si Pedang Penembus Langit Pek Cie Kie segera mengadakan sumpah.

   "Bila aku Pek Gie Kie memberi keterangan palsu aku mati dicincang orang!"

   "Terima kasih, atas kesaksianmu."

   Berkata Tan Ciu.

   Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Hm... Hm... Hai... Bila terbukti ada permainan terjadi, aku Tan Ciu tidak dapat memberi ampun lagi!"

   Kemudian, ia membalikan badan dan pergi meninggalkan ruang rapat itu.

   "Selamat tinggal!"

   Berkata si pemuda yang segera melesatkan diri.

   "Tunggu dulu."

   Terdengar teriakan si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip. Tan Ciu balik kembali.

   "Kau ingin mencegah kepergianku?"

   Ia menatap wajah Thung Lip tajam tajam.

   "Bukan!"

   Thung Lip menggoyangkan kepala.

   "Aku ingin mengajukan satu pertanyaan!"

   "Katakanlah."

   "Kakak perempuanmu mengatakan ingin mengikuti jejak musuh, musuh kakak perempuanmu tentunya musuhmu juga, musuh keluarga kalian, bukan?"

   "Betul!"

   "Siapakah musuh keluargamu itu?"

   "Mungkin orang yang kini berada dihadapanku."

   "Aku?!"

   Thung Lip menjadi terheran heran.

   "Kukatakan mungkin, karena aku belum mendapatkan bukti bukti yang nyata".

   "Ha...Ha Kau memang sombong sekali".

   "Sombong? Mungkinkah aku harus merendah merengek rengek kepada kalian?"

   "Aku tidak ingin menarik panjang urusan. Kini aku ingin tahu. siapakah kedua orang tuamu!"

   "Aku tidak tahu,"

   "Ayahmu?"

   "tidak tahu."

   "Ibumu?"

   "Juga tidak tahu."

   Berkata Tan Ciu tidak sabar.

   "Sudah kukatakan bahwa aku tidak mengetahui siapa yang menjadi kedua ayah bundaku, bukan? Mengapa kau bertanya pelit sekali?"

   Sekali lagi tubuh Tau Ciu melesat, tetapi kepergiannya digagalkan oleh si Pengemis Sakti Bermata Satu yang menghadang dijalan.

   "Eh, apa artinya ini?", Tan Ciu membawakan posisi siap tempur. Sebelum si Pengemis Sakti Bermata Satu memberi jawaban, si Juta Bisa telah menarik tangan bahu sang kawan, dan memberi bisikan perlahan.

   "Biarlah ia pergi."

   Si Pengemis Sakti Bermata Satu memberi jalan. Tan Ciu lenyap dari pandangan mata mereka. Kedatangannya mendadak, kepergiannya pun cepat. Segala gerak geriknya pemuda itu membawa kemisteriusan bagi mereka.

   "Ia terlalu kurang ajar."

   Terdengar si Pengemis Sakti Bermata Satu ngedumel.

   "Ilmu kepandaianya tinggi. Ada lebih baik kita banyak mengalah!"

   Berkata si Buddha Alim yang tidak banyak bicara.

   "Tidak kusangka."

   Thung Lip menggeleng gelengkan kepala.

   "Kukira ia mempunyai asal usul yang luar biasa."

   Berkata si Pedang Penembus Langit Pek Gie Kie. Si Juta Bisa menyambut komentar para kawan itu dengan suara dingin.

   "Ia segera kembali lagi."

   Semua orang terbelalak.

   "Kau menyebarkan sesuatu pada dirinya?"

   Pek Gie Kie bertanya.

   "Tentang kakak perempuan yang dikatakan olehnya?"

   "Percayakah keterangan ini?"

   "Mungkin hanya satu tipu muslihat."

   Thung Lip mengajukan dugaannya.

   "Untuk menyelidiki hasil rapat kita."

   Berkata si Juta Bisa.

   "Maksudmu ia mempunyai hubungan rapat dengan pencipta drama Pohon Penggantungan?"

   "kemungkinan ini besar sekali!"

   Taksiran taksiran mereka memang banyak, Segala kecurigaan itu memang masuk diakal. Hanya sulit untuk menyatukan kecurigaan dan kebenaran.

   "Akh. kedatangannya mengganggu musyawarah kita."

   Berkata si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip.

   "Sampai dimanakah perundingan kita tadi?"

   "Betul. Kita harus berdaya upaya agar tak sampai terjadi korban Pohon Penggantungan."

   "Jumlah tenaga kita ada tujuh orang. Ku kira cukup untuk menghadapi Pencipta Drama Pohon Penggantungan ."

   "Betul kita bersama-sama menunggu di Pohon Penggantungan ."

   "Kemudian?"

   "Pe gwee Cap-go hari itu, kita mengurung Pohon Penggantungan, mungkinkah masih ada orang yang menggantung gadis?"

   "Betul!"

   "Ha, ha !!"

   Mereka telah mendapat kesepakatan untuk menghadapi si Pencipta Drama Pohon Penggantungan! Dan mari kita menyusul sipemuda sombong Tan Ciu.

   Keluar dari rumah Thung Lip,ia harus melewati rumpun bambu.

   Disini Lie Kee Ceng dan Thiat Kiam Khek tak mengganggunya.

   Tanpa banyak kesulitan, Tan Ciu melewati sungai yang mengelilingi Han san Siauw ciok, Didalam dunia yang lebar, kemana ia harus mencari kakak perempuannya? Tan Ciu melakukan perjalanan tanpa tujuan Mendadak......

   Perut Tan Ciu dirasakan menjadi sakit, terpaksa ia menghentikan perjalanan dan mengatur jalan pernapasannya.

   Latihannya memang hebat, rasa sakit itu dapat ditekan olehnya.

   Tan Ciu belum pernah merasakan keganjilan yang seperti ini, tentu saja ia tidak tahu, apa yang menyebabkan sakit perut mendadak itu.

   Setelah melenyapkan rasa sakitnya ia melakukan perjalanan lagi.

   Seperti tadi, dikala ia mengerahkan tenaga melakukan perjalanan.

   Perihnya seperti terpilin pilin.

   Lebih hebat dan lebih sakit dari rasa pertama.

   Tan Ciu mendekap perutnya kencang, rasa sakit ini sungguh luar biasa sekali.

   ia terhenti dan mulai mengeluarkan sedikit rintihan! Otak si pemuda yang pintar segera menduga permainan jahatnya si Juta Bisa, tentunya tokoh silat berbisa itulah yang menyebar bibit racun kepada dirinya.

   Tiba-tiba...

   Dari arah belakang si pemuda terdengar satu suara.

   "Eh. Kau mengapa?!"

   Tan Ciu terkejut, ia membalikkan badan cepat.

   Terlihat seorang gadis berbaju putih dengan wajah cantik memandang dirinya.

   Gadis inilah yang belum lama menegur.

   Panca indra Tan Ciu tajam, bila bukan karena racun yang menyerang perut, tentu ia dapat mengetahui kedatangan gadis berbaju putih ini! Ia tidak tahu didatangi orang karena sedang berkutet dengan rasa sakitnya.

   Gadis berbaju putih itu tertawa.

   "Eh, mengapa kau tidak bicara?"

   Ia mengajukan pertanyaan.

   "Oooo!!!!! Uhhh!!!!! Uahh!!!!!"

   "Kau luka?"

   "Ng......Tidak Hanya perutku yang dirasakan sakit"

   "Kena tipu orang!"

   "Ku.......Kukira "

   Sifat-sifat Tan Ciu sangat angkuh dan sombong biasanya ia berlaku galak kepada orang dan belum pernah ditanya seperti ini, hanya ialah yang mengajukan pertanyaan kepada orang.

   Belum pernah di tanya beberapa kali oleh orang pihak luar! Setelah dirasakan sakit yang menyerang perut berkurang, timbul sifat-sifat kepribadian aslinya, dengan dingin Tan Ciu berkata.

   "Siapa kau ?"

   "Aku?"

   Gadis berbaju putih itu menudingkan jari halusnya ke hidung! "Betul! Siapakah namamu ?"

   "Co Yong Yen. Kau tidak kenal"

   "Apa maksudmu datang kemari ?"

   "Aku ingin menemui suamiku"

   "Suamimu? Siapakah nama suamimu itu?' "Thung Lip"

   "Aaaaa... Thung Lip?"

   Tan Ciu terkejut.

   Mana mungkin dipercaya, gadis cantik dan muda belia seperti gadis berbaju putih ini menjadi istri Thung Lip yang sudah tua.

   Tan Ciu memandang gadis berbaju putih itu, diduga umurnya tidak lebih dari dua puluh tahun.

   Sedangkan si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip telah lebih dari lima puluh.

   Adakah suami istri yang terpaut sampai tiga puluh tahunan? Gadis berbaju putih itu tersenyum, manis sekali.

   "Kau tidak percaya?"

   Ia membuka suara, sangat merdu.

   "Aku."

   "Suamiku sedang merundingkan cara-cara untuk menghadapi Pohon Panggantungan bukan".

   "betul!"

   "Aku tidak ingin mengganggu mereka, maukah kau tolong memberi tahu kedatanganku padanya. Atau sampaikan pesanku. katakanlah! Setelah selesai ia berapat segera cepat pulang".

   "Mengapa kau tidak mau langsung menemuinya?"

   Tan Ciu mengajukan pertanyaan.

   "Sebagai seorang wanita, tidak pantas gabung dengan banyak laki-laki di tempat itu".

   "Bila kau tidak menemuiku ditempat ini. bagaimana?". Gadis yang berbaju putih mengaku bernama Co Yong Yen itu kamekmek tetapi tidak lama ia menunjukkan senyumnya lagi.

   "Apa boleh buat aku harus masuk menemuinya". Ia berkata.

   "Eh! maukah kau menolong memberi tahu padanya?".

   "Baik!"

   Tan Ciu memberi kesanggupan.

   "Terima kasih."

   Bagaikan angin cepatnya bayangan gadis berbaju putih itu terbang lenyap.

   Tan Ciu masih merasakan perutnya yang sakit, dari dalam saku bajunya, ia mengeluarkan sebutir obat, ditelannya segera, kemudian duduk bersila mengatur pernapasan.

   Berkat obat yang mujarab dan tenaga latihannya yang hebat, Tan Ciu berhasil mengusir keluar bisa racun yang disebarkan kepada dirinya.

   
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Diantara sekian banyak orang yang belum lama ditemui, si Juta Bisa-lah yang paling di curigai, tokoh silat itu mempunyai beraneka macam bisa racun, dan pandai memainkan bisa racun itu.

   Hati si pemuda panas, kejadian ini harus dituntut segera.

   Tubuhnya balik kembali ke-Han san Siauw ciok.

   Tiba dipintu depan rumah Thung Lip, si Pendekar Pedang Keras Thiat Kiam Khek telah menghadang, cepat sekali membentak.

   "Hei, mengapa kau kembali lagi?"

   "Aku ingin membunuh orang."

   Jawaban Tan Ciu temberang. Thiat Kiam Khek kaget.

   "Membunuh orang?"

   Ia bergumam.

   "Siapa yang ingin kau bunuh?"

   "Si Juta Bisa."

   Diketahui bahwa si Juta Bisa adalah salah seorang kawan persepakatannya, Thiat Kiam Khek menganggap kedatangan pemuda ini mempunyai niatan untuk mengganggu usaha mereka, setidak tidaknya menyabot, ingin mendongkel dan menggagalkan rencana.

   "Kau ingin mengacau?"

   Ia membentak. Tan Ciu tidak kalah. Suaranya lebih keras.

   "Minggir!!"

   Thiat Kiam Khek tidak menunggu lawan itu bergerak, ia telah meloloskan pedangnya dan menusuk sehingga beberapa kali.

   Maksud tujuan Tan Ciu bukan si Pedang Keras, maka tubuhnya melayang menghindari serangan, langsung masuk kedalam pintu ruang rapat, Orang pertama yang menyambut kedatangan Tan Ciu adalah si Juta Bisa.

   Terlihat selaput hawa pembunuhan yang mengelilingi wajah Tan Ciu, terdengar suara pemuda ini yang mengandung marah "Juta Bisa, sungguh suatu julukan yang tepat.

   Kau memang jahat.

   Hampir aku mati di bawah racunmu itu."

   Si Juta Bisa tertawa tawar.

   "Aku mengharapkan kekembalianmu."

   Ia berkata.

   "Hem, Kau kira dapat memaksa aku tunduk dengan bisamu tadi .. Salah...Aku masih cukup kuat untuk bertahan dari serangan yang semacam itu."

   "Dan apa maksudmu kembali lagi?"

   "Membunuh!"

   "Kau ingin membunuh aku?"

   Thung Lip, si Buddha Alim, Pengemis Sakti Bermata Satu, Pedang Penembus Langit dan Jago dari daerah Tui san Lie-Kee Ceng turut maju, mereka siap membela kawannya.

   "Mengapa tidak?"

   Jawaban Tan Ciu memang sudah berada didalam dugaan semua orang.

   "Tahukah kau Apa maksud kami memaksa kau kembali?"

   "Apa?"

   "Kau sebagai anak keluarga Tan yang berkepandaian tinggi, mungkinkah salah satu keturunan atau famili Tan Kiam Lam?"

   "Aku tidak kenal siapa itu Tan Kiam Lam. Jangankan menggunakannya sebagai alasan. Kukira kau ingin menjajal kesaktian racun jahatmu? Atau memaksa aku mempertontonkan kepandaianku?"

   "Aku memang ada niatan menjajal tenaga dalammu, tidak kusangka kau dapat mempunahkan racun itu".

   "Hmm...."

   Tan Ciu tertawa dingin.

   "Boleh kau ulang kembali bisa racunmu. Aku memberi banyak kesempatan kepadamu."

   Seolah olah Tan Ciu memaksa si Juta Bisa meracuninya. Bila tidak, ia akan membinasakan akhli racun itu. Si Juta Bisa tertawa dingin.

   "Baik!"

   Membarengi kata katanya, Tan Ciu telah mendekati lawan itu.

   Wajahnya dingin dan angkuh sekali.

   Disini terlihat sifat sifatnya yang tidak mudah didekati orang.

   Si Juta Bisa menungu serangan pemuda itu dengan penuh kesiap siagaan.

   Semua orang menunggu datangnya angin topan, serangan si pemuda tentunya hebat.

   Bila si Juta Bisa tidak sanggup menahan mereka wajib membela kawan tersebut.

   Tan Ciu masih belum bergerak.

   Ia mendelikkan mata membentak.

   "Juta Bisa, mengapa kau tidak mulai?"

   Si Juta Bisa tidak dapat menahan kesabarannya lagi, ia menggeram keras, tangannya direntangkan, dan memukul kearah pemuda itu.

   Diketahui bahwa pemuda ini berkepandaian tinggi .

   Maka si Juta Bisa telah mengerahkan semua tenaganya.

   Hanya menggunakan sebelah tangan, Tan Ciu mengusir pergi serangan si Juta Bisa tadi Bahkan lebih dari itu, tubuh akhli silat pandai main racun itu terpental mundur dari kedudukan semula.

   Kini giliran Tan Ciu yang menyerang, kakinya dikasih maju dua langkah, tangan mautnya bekerja dan..

   Brukkk....

   tubuh si Juta Bisa terpukul mundur semakin jauh, dari sela- sela bibirnya mengalir keluar darah.

   Sampai disini, si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip tidak berpeluk tangan terus menerus ia maju menghadang kemajuan si pemuda kosen.

   "Thung tayhiap, kau juga ingin main main denganku?"

   Bertanya Tan Ciu kepada jago tua itu.

   "Kau salah paham. Dapatkah menerima saranku, agar kau mengampuni jiwanya?"

   "Dia tidak ada niatan untuk membunuhmu, kesalahan ini belum cukup untuk menerima kematian, bukan?"

   Thung Lip main lidah. Masih Tan Ciu belum membuka suara.

   "kuharap saja kau dapat memberi sedikit muka kepadaku", berkata lagi Thung Lip "sebagai tuan rumah Han san Siauw ciok, tentu aku mengharapkan keterangan".

   "Baiklah,"

   Akhirnya Tan Ciu menyerah.

   Thung Lip, si Juta Bisa, Buddha Alim, Pengemis Sakti Bermata Satu.

   Jago Tanpa Tandingan didaerah Tui san Lie Kee Ceng, Pedang Penembus Langit Pek Gie Kie dan Pendekar Pedang Keras Thiat Kiam Khek mengeluarkan keluhan nafas lega.

   Tan Ciu telah menyelesaikan persengketaan dan ganjelan hatinya kepada si Juta Bisa ia membalikkan badan dan berjalan pergi.

   Tidak seorangpun yang menghadang kepergian pemuda berkepandaian itu.

   Sampai didepan, tiba tiba Tan Ciu berjalan balik.

   Langsung menghadapi Thung Lip dan berkata.

   "Hampir aku lupa memberi tahu kepadamu".

   "Tentang perkara apa?"

   Thung Lip bertanya dengan heran.

   "Diluar Han san Siauw-ciok, aku bertemu dengan istrimu"

   "Hei?"

   Thung Lip terlompat. Hampir semua orang turut mengeluarkan seruan tertahan. Thung Lip membuka mulutnya dengan gugup.

   "Kau...Kau..!!! Kau mengatakan istriku!!!"

   Tan Ciu menganggukkan kepalanya.

   "Kau tidak menggoda?"

   Thung Lip masih tidak percaya. Giliran Tan Ciu yang dibuat heran. Dengan alasan apa orang tua ini tidak percaya kepada kedatangan istrinya? Terdengar suara si Pengemis Sakti Bermata Satu yang keras.

   "Bocah, pandai sekali kau mempermainkan kita."

   "Tugasku hanya menyampaikan pesannya saja"

   Suara Tan Ciu acuh tak acuh.

   "Tidak mungkin."

   Berkata Thung Lip pasti.

   "Apa yang tak mungkin?"

   Bertanya Tan Ciu.

   "Keteranganmu tidak masuk diakal."

   Berkata Thung Lip.

   "Hei.."

   Pedang Penembus Langit turut berteriak.

   "Siapakah yang tak tahu bahwa si Cendekiawan serba bisa Thung Lip tidak beristri?"

   Wajah Tan Ciu berubah pucat.

   Apa yang telah terjadi? Sungguh membingungkannya.

   Gadis berbaju putih itu mengatakan sebagai istri Thung Lip.

   mengapa semua orang di tempat ini tidak mau mengaku? Banyak orang tidak mungkin berbohong.

   Kecuali keterangan gadis berbaju putih itu yang menyimpang dari rel kebenaran.

   Mungkinkah hal ini bisa terjadi? Mungkinkah seorang gadis mau sembarangan menyebut orang lain sebagai suaminya.

   Apalagi mengingat orang tua sudah tua bangka.

   Melihat wajah sipemuda yang seperti dirundung kebingungan, Thung Lip maju kemudian bertanya.

   "Baiklah kau menjumpainya?"

   "Belum lama."

   "Berapakah umur wanita ini?"

   "Kukira tidak lebih dari dua puluh tahun?"

   "Ooooo... Hal ini betul betul heran. Aku sungguh belum pernah beristri. Dari mana datangnya wanita ini? Apalagi orang itu masih terlalu muda kukira masih gadis, semakin tidak mungkin..."

   "Aku tidak mengarang cerita. Betul-betul aku menjumpainya. Dikatakan olehnya bahwa dia adalah istrimu, sebelum itu iapun menyebut namanya."

   "Siapa nama yang digemakan olehnya?"

   "Co Yong Yen."

   "Aaaa...Co Yong Yen..."

   Tubuh Thung Lip menggigil segera, seolah olah diserang malaria.

   Wajahnya menjadi pucat, hampir tidak terlihat tanda darah.

   Perubahan Thung Lip tidak lepas dari semua orang.

   Mereka menjadi heran, tidak mengerti.

   Dugaannya segera jatuh pada istri piaraan si jago tua, Terdengar suara si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip yang bergumam.

   "Co Yong Yen?... Tidak mungkin .. Tidak mungkin Dia... Dia sudah..."

   Tiba tiba tubuhnya melesat keluar, mengagetkan semua orang ditempat itu.

   Tidak seorangpun yang mengerti, mengapa terjadi perobahan seperti ini.

   Berturut turut mereka keluar dari Hin san Siauw Ciok.

   Thung Lip lari keluar dan mengelilingi Hau san Siauw ciok, tidak seorangpun yang dijumpai olehnya.

   Maka ia balik kembali menemui semua orang.

   Ditariknya tangan Tan Ciu keras-keras dan mengajukan pertanyaan.

   "Apa yang dikatakan olehnya?"

   Suara ini agak gemetar.

   "Setelah selesai kau berapat, segeralah cepat pulang".

   "Aaaaaaaaaa "

   Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Alam pikiran Thung Lip mengalami getaran, tubuhnya bergoyang goyang hampir jatuh. Si Pengemis Sakti Bermata Satu cepat memayang tubuh kawan itu.

   "Saudara Thung. kau mengapa?"

   Ia memberi peringatan. Terdengar suara Thung Lip yang mengoceh.

   "Dia Oo, dia masih hidup...Tidak mungkin.... Tidak mungkin hal ini dapat terjadi....Dia sudah mati ... Ia mati pada dua puluh tahun yang lalu.... Akulah yang menguburkannya, Aku menguburkannya sendiri. ya ... Telah kusaksikan ia berkalang tanah.... Mana-mungkin bangkit kembali?..Ach .."

   "Co Yong Yen itu istrimu?"

   Pengemis Sakti Bermata Satu mengajukan pertanyaan.

   "Seharusnya memang,"

   Berkata Thung Lip.

   "Kuingat jelas, pada dua puluh tahun yang telah silam, dikala para jago mengadakan percakapan untuk menumpas Gadis siluman dari Kutub Utara, dikala aku mengadakan rapat digunung Oey san. sebelum aku menghadiri rapat itu, ia pernah mengucapkan kata kata ini, 'Setelah selesai kau mengadakan rapat segeralah cepat pulang'". Bulunya mengerinding bangun, apa yang diucapkan oleh seorang yang sudah mati dua puluh tahun dapat terulang kembali disini. Mungkinkah ada arwah seseorang yang gentayangan? "Setelah terjadi kejadian itu, bagaimana?"

   Tan Ciu mengajukan pertanyaan dengan suara dingin.

   "Diapun mati"

   "Mengapa?"

   "Dibunuh orang. Sebilah belati menembus dadanya!"

   Suara si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip seperti sedang didikte orang.

   Semakin lama semakin lemah.

   Memang dunia yang sudah tua.

   bermacam macam godaan mengganggu ketenangan manusia.

   Setelah tragedi Pohon Penggantungan.

   di susul dengan urusan Tan Ciu yang menyatakan kehilangan kakak perempuannya.

   kini muncul dan bertambah lagi arwah Co Yong Yen yang bangkit dari liang kubur, mengganggu ketenangan mereka.

   "Pesan kata katanya telah kusampaikan kepadamu, kini aku meminta diri!"

   Berkata Tan Ciu yang segera melesat, meninggalkan Han san Siauw ciok! Pemuda itu datang dan pergi bagaikan awan diudara lepas! Kesan yang ditinggalkan oleh Tan Ciu kepada semua orang ialah pertanyaan pertanyaan yang tidak mudah dijawab! Si Juta Bisa yang menderita luka memandang si Buddha Alim, dialah yang paling dekat dengannya! "Dia sudah pergi?"

   Ia mengajukan pertanyaan.

   "Betul"

   "Sudah dapat melihat asal usul ilmu kepandaiannya? Dari aliran manakah pemuda itu?"

   Si Budha Alim menggelengkan kepala.

   Maksud mereka bergebrak dengan Tan Ciu ialah ingin melihat gerak gerik ilmu silat pemuda itu.

   setiap aliran mempunyai cara cara yang khas yang tersendiri, harapannya ialah dapat mengetahui atau menduga dari mana pemuda itu datang.

   Ternyata rencana inipun gagal.

   Si Juta Bisa memandang Thung Lip.

   harapannya ialah mendapat jawaban dari jago tua yang menjadi pemimpin mereka.

   Thung Lip berhasil menguasai alam pikirannya yang hampir terganggu.

   Kini ia memberi jawaban.

   "Dugaanku jatuh pada ilmu pukulan Hian hong Ciang dari si Putri Angin Tornado.."

   "Pukulan Hian-hong-ciang dari Putri Angin Tornado?"

   "Betul. Beberapa jurus pemuda tadi mempunyai ciri ciri yang agak sama"

   "Bukankah Putri angin Tornado sudah lama mati?"

   "Siapa yaag tahu? Orang telah lama tidak menjumpainya. Karena tindak tanduknya yang banyak melanggar kebajikan, banyak yang mengharapkan kematiannya. Dan tersiarlah cerita burung yang mengatakan Putri Angin Tornado sudah mati. Tentang benar tidaknya berita ini, siapa yang dapat mengetahui dengan pasti?"

   "Sudahlah. Acara kita adalah pohon penggantungan."

   "Betul mari kita menjaga pohon maut itu!"

   "Di sana kita dapat menemukan bukti-bukti, benarkah pemuda tadi mempunyai sangkut paut, atau hubungan dengan algojo Pohon Penggantungan."

   Pengemis Sakti Bermata Satu, si Pedang Penembus Langit Pek Giok Kie, Pedang Keras Thiat Kiam khek, si Buddha Alim, si Juta Bisa dan Jago tanpa tandingan untuk daerah Tui San Lie Kee Ceng, dibawah pimpinan Si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip menuju ke Pohon Penggantungan, o0dw0o TANGGAL LIMA BELAS.

   BULAN DELAPAN, KUWEH Tong ciu piah tersebar disetiap rumah hari ini adalah hari pesta kuweh, setiap orang berkumpul dengan keluarganya sambil memandangi rembulan purnama.

   Eetapi didalam sebuah hutan yang lebat terpeta tujuh bayangan, disinari bulan terang, wajah wajah mereka masih jelas.

   Itulah orang orang yang telah bermusyawarah di Han Can Siauw Ciok, Thang Lip sekalian.

   Bulan bulat diatas langit, Sinar cahaya kuning menyinari bumi.

   Menembus bayangan-bayangan daun dihutan lebat itu sinar rembulan menyinari Pohon Penggantungan yang gundul dan tandus itu.

   Terpentanglah suatu bayangan cangkrang pohon, inilah bayangan Pohon Penggantungan yang seram.

   Setiap tahun.

   Pohon Pengantungan meminta korban.

   Jiwa seorang gadis cantik yang pandai silat pasti direnggut olehnya.

   Atas unsur unsur prikemanusiaan, dibawah pimpinan si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip, para jago silat hendak mencegah terjadinya drama maut itu, Mereka telah berada didepan Pohon Penggantungan.

   Thung Lip memberi perintah untuk menyebar diri.

   Maka si Juta Bisa dan Pengemis Sakti Bermata Satu menjaga sudut Utara.

   Budha Alim Thiat Kiam Khek menjaga daerah Selatan, Pedang Penembus Langit dan jago Tui-san Lie Kee Ceng menjaga timur, sedangkan si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip menjaga posisi Barat.

   Mereka mengurung pohon penggantungan.

   Dibawah Pengawasan tujuh akhli silat ternama tentunya Algojo Pohon Penggantungan tidak mungkin bergerak.

   Malam berlarut Tiba-tiba berdesir saluran angin yang menggoyang- goyangkan daun daun pohon di dalam rimba itu, bulu tengkuk setiap orang berdiri, Tujuh pasang mata menuju kesana kemari, tidak sesuatupun yang dilihat.

   Dibawah pengawasan tujuh tokoh silat kenamaan, mungkinkah Algojo itu dapat membunuh semua orang untuk diatas pohon maut itu? Hanya satu kemungkinan, bila Algojo itu dapat membunuh semua orang yang sudah nongkrong disana, Kentongan malam telah dipukul dua kali, Thung Lip dan kawan kawannya sudah tidak sabar.

   Tidak seorangpun yang terlihat mendatangi tempat itu.

   Kini kentongan malam dipukul tiga kali.

   Suasana didalam rimba gelap itu telah dikurung oleh selaput kabut putih.

   Dikala kentongan telah dipukul sehingga empat kali.

   Halimun putih itu semakin tebal hawa semakin dingin.

   Pandangan mata mereka mulai terhalang, kini tidak dapat melihat jelas pemandangan yang berada pidepan mereka.

   Pohon penggantungan tidak bergeming dari tempatnya.

   Angin dan kabut tidak dapat mengganggu ketenangannya.

   Ia mati, bahkan daun-daunnya pun sudah tidak ada.

   Burung hantu yang terbang lewat diatas kepala mereka semakin menambah keseraman malam itu.

   Sinar kunang kunang berkelap kelip seperti mata hantu.

   Waktu yang ditunggu tunggu seorang gadis cantik digantung diatas Pohon Penggantungan tidak kunjung datang.

   Tiba-tiba...

   Satu suara aneh memecah kesunyian, tujuh tokoh silat yang telah lama menunggu itu tergerak, itulah suara seperti ada seseorang yang melangkah datang, serta tapak kaki yang bergerak diatas tanah.

   Semua orang memasang mata lebar lebar.

   Sayang Halimun pagi terlalu tebal, kabut ini menghalang pandangan mata mereka.

   Tidak terlihat jelas ada orang yang bergerak.

   Suara tapak kaki berjalan itu semakin dekat arah tujuannya, ialah dimana ketujuh orang itu berada.

   Ketegangan memuncak.

   Suara tapak kaki berjalan itu tiba tiba berhenti ditempat yang tidak jauh dari ketujuh tokoh silat itu berada.

   Suasana menjadi sunyi lagi.

   Satu bayangan, berdiri ditempat dua puluh tombak dari jarak tempat itu.

   Thung Lip, Lie Kee Ceng, Thiat Kiam Khek, Pek Gie Kia, Juta Bisa, Buddha Alim dan Pengemis Sakti Bermata Satu bertujuh dapat melihat bayangan itu.

   Sayang kabut halimun belum pudar, tidak terlihat jelas wajah orang itu, juga tidak diketahui jenisnya, mungkin pria dan mungkin juga wanita.

   Bayangan itu kaku tidak bergerak.

   Hantu Setan? Tidak mungkin.

   Bagaimana itu adalah bayangan manusia.

   Bila saja tidak diganggu oleh suasana alam yang penuh kabut itu, tentu mereka dapat melihat jelas wajahnya.

   Pengemis Sakti Bermata Satu tidak dapat menahan sabar, ia mulai bangkit berdiri, Si Juta Bisa cepat menekan kawan tersebut, Ia tidak ingin menggagalkan rencananya.

   "Tunggulah sebentar lagi."

   Berkata si Juta Bisa perlahan.

   Bayangan ini seperti mendapat firasat buruk, bahwa dirinya sedang diancam oleh tujuh tokoh silat berkepandaian tinggi.

   Ia tetap tidak bergerak ditempat yang hanya berjarak dua puluh tombak.

   Tiba-tiba....

   Bayangan itu bergerak.

   Terapi arah tujuannya bukan pohon Penggantungan, Ia berjalan pergi.

   Meninggalkan Thung Lip cs, Hal ini membingungkan ketujuh tokoh silat itu, semakin lama bayangan itu semakin jauh dan akhirnya lenyap lagi.

   Masih belum terlihat jelas oleh mereka, bagaimana jenisnya orang itu.

   Thung Lip, Lie Kee Ceng, Thiat Kiam Khek si Juta Bisa, Buddha Alim, Pedang Penembus Langit dan si Pengemis sakti Bermata Satu memperhatikan Pohon Penggantungan, Diatas ini belum terlihat gadis cantik yang mati di gantung.

   Mungkinkah bayangan orang tadi yang menjadi algojo Pohon Penggantungan? Tidak seorangpun yang dapat memberikan jawaban pasti.

   Mereka harus menunggu lagi.

   Menunggu terjadinya drama penggantungan yang kejam.

   Tiba tiba......

   Untuk kedua kalinya, terlihat lagi sesuatu bayangan yang bergerak datang.

   Kali ini gerakan kaki tapak semakin keras dan semakin cepat, didalam sekejap mata, terlihat orang itu telah berada dihadapan mereka.

   Halimun pagi masih mengeruhi jagat.

   Kabut putih inilah yang mengganggu pandangan mata sehingga tidak dapat melihat jelas, siapa orang itu.

   Orang itu telah masuk kedalam kurungan tujuh orang.......

   sreeeeekkkk ....

   Serentak dan didalam sekejap mata.

   Thung Lip dan enam kawan-kawannya bangkit dari tempat persembunyian mereka.

   Jarak mereka dekat sekali, kini jelas terlihat siapa yang berada didepan mata mereka.

   Itu seorang kakek tua berpakaian kotor, compang camping, rambut, jenggot dan kumisnya tidak teratur.

   Si kakek aneh memandang tujuh orang itu, dilihat Pohon Penggantungan tidak jauh darinya.

   Ia tertawa.

   "Ha ha..ha......"

   Suaranya memecah kesunyian malam.

   "Apa,maksud kalian mengurung pohon gundul ini?"

   Si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip membuka suara.

   "Apa maksudmu berkunjung kemari?"

   "Ha, ha, na "

   Kakek aneh itu tertawa.

   "Bagaimana dengan Sebutanmu?"

   Sipengemis Sakti Bermata Satu membentak kakek aneh itu.

   "Aku?"

   Kakek berpakaian compang camping itu menunjuk hidung sendiri.

   
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Aku adalah orang yang hampir sama denganmu"

   "Namun?"

   "Akh, lebih baik jangan dikatakan,"

   Tujuh pendekar silat mengurung kakek aneh ini semakin rapat.

   "Eth..Ekh..... hawa begini dingin apa guna kalian mengurung pohon gundul?"

   Kakek berambut kusut ini mempunyai banyak keanehan. Tidak seorangpun yang memberi jawaban, Apa guna mengajukan pertanyaan yang seperti ini? Bukankah dia lebih tahu dari mereka? Kakek aneh itu tertawa berkakakan.

   "Janganlah kalian menunggu orang yang akan mati. Pergilah kalian."

   Berkata lagi kakek aneh itu. Kini Thung Lip membuka suara.

   "Kau sudah tahu bahwa diatas Pohon Penggantungan bakal ada orang yang mati?"

   "Ha, ha.ha..."

   Kakek aneh itu lucu sekali.

   "Cerita Pohon Penggantungan telah tersebar luas, siapa yang tahu?"

   "Apa maksud kunjunganmu?"

   Bentak si Juta Bisa.

   "Maksud kunjunganku bukan diatas Pohon Penggantungan "

   "Diatas tempat apa?"

   "Aku sedang mencari seseorang."

   "Orang yang bagaimana?"

   "Seorang anak muda yang sombong."

   "Anak muda sombong?"

   Thung Lip tidak mengerti Pemuda sombong seperti apa yang kakek aneh itu cari.

   "Tidakkah kalian melihatnya?"

   Bertanya lagi kakek aneh itu.

   "Dia menggembol pedang dipunggungnya. Sifatnya angkuh dan sombong. Bicaranya kurang ajar, tidak ada aturan. Wajahnya dingin dan "

   "Aaa.... Tan Ciu?"

   Hampir semua orang menyebut pemuda yang pernah mengganggu rapat mereka.

   Mungkinkah Tan Ciu bakal berkunjung kemari? Mungkinkah pemuda itu yang menjadi algojo pohon penggantungan? Lalu bagaimana hubungannya dengan kakek aneh ini? Pembantu algojo Pohon Penggantungan? Atau orang yang main dibelakang layar? Mereka tidak berani memikir terlalu banyak Seram dan bergidik .....

   "Hei, pernahkan kalian berjumpa dengannya?"

   Kakek aneh mengulang pertanyaannya. Si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip menatap wajah kakek itu.

   "Mungkinkah ia akan datang kemari?"

   Ia balik mengajukan pertanyaan.

   "Aku seperti melihat bayangannya menuju ketempat ini."

   "Siapakah dia?"

   "Mana kutahu? Hei, kau belum menjawab pertanyaanku, pernahkah menjumpai dirinya?"

   "kami tak melihat dia berkunjung kemari,"

   "Heran.... Heran..."

   Orang tua menggeleng gelengkan kepala.

   "Mungkinkah kau salah mata?"

   Kemudian ia memandang ketujuh orang itu, satu persatu ditatapnya tajam tajam.

   "Kalian adalah rombongan manusia goblok."

   Ia memaki.

   "Alasanmu?"

   Pengemis Sakti Bermata Satu maju setapak.

   "Apa yang bakal terjadi tidak mungkin di cegah. Malam ini seorang gadis cantik akan tergantung diatas pohon botak ini."

   Semua orang saling pandang. Mungkinkah kakek aneh ini yang ingin menggantung Orang? Mereka belum mendapatkan bukti nyata, bila perlu, mereka boleh mengeroyoknya.

   "Pergilah kalian pulang ke tempat asal masing-masing!."

   Berkata lagi kakek aneh itu.

   Sebelum tujuh pendekar akhli silat itu mengambil suatu putusan.

   Kakek aneh itu melesat tinggi, gerakannya gesit sekali.

   Menerjang kurungan semua orang, melesat pergi.

   Thung Lip cs membanting kaki.

   Ilmu kepandaian kakek aneh tadi sungguh hebat sekali.

   Bila ia yang menjadi algojo Pohon Penggantungan, tentu tidak mudah dihadapi.

   Beruntung kakek itu telah pergi.

   "Percayakah kepada keterangannya?"

   Kee Ceng membuka suara.

   "Aku tak percaya!"

   Sahut Thiat Kiam Khek.

   "Dikatakan drama penggantungan gadis cantik tidak dapat dicegah!"

   "Bohong!"

   "Kita harus berusaha!" -ooo0dw0ooo-

   Jilid 2

   "KITA harus mencegah orang menggantungkan gadis cantik keatas pohon gundul itu."

   "Kita boleh mengadu jiwa dengan algojo jahat dari Pohon Penggantungan".

   "Bagaimana ilmu kepandaian algojo itu?"

   "Mungkinkah kakek jembel tadi?"

   "Nanti kita dapat melihat."

   "Dikatakan ia ingin mencari Tan Ciu, mungkinkah bayangan yang pertama diam di depan kita itu".

   "Mungkin bukan."

   "Kukira dia. Potongan, badannya agak mirip."

   "Tidak. Itulah potongan badan seorang wanita."

   "Sudah"

   Thung Lip menutup perdebatan.

   "Yang penting, kita tidak tidak boleh membiarkan orang itu menggantung gadis silat diatas pohon kering itu. Siapa yang ingin melakukan kejahatan ini, kita beramai harus menempurnya".

   "Betul"

   Semua orang menunggu lagi.

   Dikala hampir menjelang subuh, hari bertambah gelap, kabut putih itu belum lenyap, Dan orang yang hadap berhadapan pun sukar terlibat jelas.

   Tiba-tiba angin berhembus masuk kedalam hutan lebat itu menyerang semua orang.

   Mereka menggigil dingin.

   Angin ini agak aneh sekali, kedatangannya mendadak dan mencurigakan.

   Di-atas Pohon Penggantungan masih belum terlihat korban, Mereka saling pandang dan disaat inilah kepala semua orang menjadi pusing, pandanan matanya semakin gelap, semakin gelap.

   "Celaka."

   Si Juta Bisa yang biasa main racun kena diakali orang juga.

   Ia tahu bahwa angin aneh tadilah yang membawa malapetaka bagi mereka.

   Mereka diserang obat bius dan tertidur.

   Tujuh jago silat itu berpengalaman luas tapi masih kena ditipu orang juga.

   termasuk si Juta Bisa yang pandai memilih racun.

   Sebelum ingatan mereka lenyap semua samar samar mereka dapat mendengar tapak langkah kaki orang yang mendatangi, samar-samar seperti ada orang yang menggantungkan sesuatu diatas Pohon Penggantungan.

   Mulut mereka dipentang, maksudnya berteriak tetapi gagal, tidak ada suara yang keluar.

   Mereka ingin bergerak, sayang seluruh tubuhnya ngeloso tidak bertenaga.

   Yang dapat disaksikan ialah bayangan orang itu melakukan sesuatu diatas Pohon Penggantungan.

   Itulah si Algojo Pohon Pengantungan Laki laki? Atau wanita? Mereka tidak tahu.

   Tua? Atau muda? Merekapun tidak dapat melihat.

   Kelopak mata mereka terkatup dan tertidurlah untuk sementara! Waktu menjelang hampir pukul enam pagi.

   Mereka tersadar dari kekangan obat tidur, hanya tubuhnya saja yang masih lemah! Mereka masih tergeletak ditanah.

   Kabut pagi telah buyar, hari telah berganti, Disana menggeletak tubuh-tubuh dari enam orang yang masih ada dalam keadaan payah.

   Enam orang? bagaimana mungkin hal ini dapat terjadi? Mengapa bukan tujuh orang? Thung Lip, Lie Kee Ceng, Pek Gie Kie, Thiat Kiam Khek, si Juta Bisa, Buddha alim dan Pengemis Sakti Bermata Satu, jumlah ini tujuh orang bukan? Mengapa tubuh-tubuh yang menggeletak disekitar Pohon Penggantungan hanya enam orang? Tentu saja, kerena diantara mereka telah berkurang seorang.

   Siapa diantara tujuh orang itu yang lenyap tanpa bekas.? Mari kita melihat bagian berikutnya dari cerita ini.

   oo0dw0oo ENAM orang itu bangun duduk.

   Mereka mengucek ucek mata.

   jiwa mereka baru lolos dari lubang jarum.

   Mereka ragu-ragu dan kurang percaya, bahwa mereka masih hidup.

   Keenam orang itu saling pandang dengan perasaan seram, curiga dan takut.

   Si Juta Bisa mengeluarkan hembusan napas dalam yang panjang.

   Lima orang lainnya memandang kearah kawan tukang main bisa ini.

   "Bagaimana?"

   Pengemis Sakti Bermata Satu mengajukan pertanyaan.

   "Eh, mengapa kurang seorang ?"

   "Siapa ?"

   Mereka memeriksa dirinya dan betul saja disana telah susut seorang, siapakah yang tidak ada itu? "Thung tayhiap!!!"

   Lie Kee Ceng berseru keras.

   Mengapa kepala pemimpin mereka yang tak ada? Kemanakah perginya si Cendekiawan Serba Bisa itu? Letak Thung Lip berada didekat si Juta Bisa, Pedang Penembus Langit, mengapa kini tidak terlihat? Terdengar lagi suara Si Buddha Alim.

   "Hei lihat!"

   Mata semua orang tertarik kearah yang di tunjuk. Itulah Pohon Penggantungan. Entah kapan, disana menggelantung seseorang, itulah gadis berbaju putih yang mati dan menjadi korbannya tahun ini.

   "Aaaaa...."

   Lagi-lagi.

   Pohon Penggantungan meminta korban! Keenam orang itu diserang rasa takut yang tak terhingga, diatas pohon masih berdayung-dayung jenazah gadis itu.

   Sukma para jago hampir keluar dari tempatnya.

   Dalam waktu yang singkat, diatas pohon Penggantungan telah dijerat seorang, tanpa diketahui oleh mereka.

   Dan yang aneh, si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip lenyap tanpa bekas bekasnya.

   Untuk menghilangkan rasa takut, mereka segera meninggalkan tempat itu dengan perasaan seram dan ngeri.

   Berjalan tidak jauh, didepan mereka muncul seseorang, datangnya sangat mendadak, lagi lagi enam orang itu di kejutkan.

   Pengemis Sakti Bermata Satu yang berjalan dipaling depan mengeluarkan suara keras.

   "Kau!!"

   Orang yang menghadang kepergian mereka adalah si pemuda angkuh Tan Ciu. Terlihat pemuda ini tersenyum aneh, dengan suara dingin berkata.

   "Betul"

   Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Ke enam orang itu mundur ke belakang, Tan Ciu maju dua langkah.

   "Eh, kalian mengapa?"

   Ia mengajukan pertanyaan. Pengemis Sakti Bermata Satu memandang Pek Gie Kie. Dengan satu kerlingan mata meminta pendapat kawan itu.

   "Tentunya dia!"

   Berkata si Pedang Penembus Langit.

   "Aku? apa?"

   Tan Ciu tidak mengerti.

   Maka ia mengajukan pertanyaan.

   Semua orang telah dirundung ketakutan terus menerus, hawa kumpulan ini menjadi suatu kemarahan yang tidak dapat ditampung.

   Terlihat si Juta Bisa maju membentak "Demi Thung tayhiap, mari kita menuntut balas!"

   "Betul."

   "Minta pertanggung jawabannya."

   "Bunuh saja."

   Pergolakkan itu semakin meningkat.

   Orang yang pertama kali bergerak ialah si Pengemis Sakti Bermata Satu, tangannya dikedepankan memukul pemuda itu.

   Juta Bisa, Lie Kee Ceng, Thiat Kiam Khek dan Pedang Penembus Langit tak tinggal diam, serentak, merekapun memukul pemuda itu.

   Tan Ciu mendapat serangan lima orang tokoh kuat.

   Kecuali si Buddha Alim, tak seorang pun yang menaruh simpati pada pemuda angkuh ini, mereka menduga pasti, bahwa Tan Ciu mempunyai hubungan yang erat dengan Pohon penggantungan.

   Mendapat serangan itu, Tan Ciu menggeram.

   Tubuhnya melesat tinggi, menghindari serangan-serangan tadi, kemudian ia berteriak.

   "Tahan."

   Lima jago silat itu tidak mendengar peringatannya, lagi- lagi mereka menyerang.

   Tan Ciu mempunyai ilmu kepandaian tinggi, ilmu meringankan tubuhnya pun hebat, lagi-lagi ia mempertontonkan kepandaiannya melayang dari kurungan semua orang dan berteriak.

   "Hei, apa artinya permainan kalian?"

   "Mengapa kau membius kami?"

   Pengemis Sakti Bermata Satu mengajukan pertanyaan.

   "Jangan bicara, dialah algojo Pohon Penggantungan."

   Berkata si Juta Bisa.

   "Kemana kau sembunyikan pemimpin kita?"

   Pedang Penembus Langit turut buka bersuara. Tan Ciu termundur bingung.

   "Eh, si Cendekiawan Serba Bisa telah mati?"

   Ia mengajukan pertanyaan. Pedang Penembus Langit membentak.

   "Jangan berpura pura bodoh!"

   "lekas katakan."

   Bentak Thiau Kiam Khek "Bagaimana hubunganmu dengan Pohon pengantungan?"

   "Bunuh saja,"

   Berkata si Juta Bisa.

   dan enam tokoh silat itu menyerang Tan Ciu lagi.

   Tan Ciu dipaksa memberikan perlawanan, pedangnya dikeluarkan dari tempatnya.

   Sret,, Sret...

   mendesak si Penembus Langit dan Thiat Kiam khek.

   Pengemis sakti Bermata Satu dan Juta Bisa mengisi kekosongan kawan itu, Mereka mengancam punggung si pemuda! Tan Ciu berhasil menghindari diri, tubuhnya diputar dan menyerang lawan? Kali ini yang dijadikan sasaran ialah Lie Kee San! Lie kee San adalah orang yang mempunyai ilmu kepandaian terendah, tentu tidak berhasil menangkis, tubuhnya jatuh terluka! "Kalian tidak bersedia mendengar keteranganku?"

   Tau Ciu mengajukan pertanyaan.

   "Tidak perlu "

   Dan si pemuda sudah dikurung lagi.

   Bila Tan Ciu mau, didalam sekejap mata, ia dapat membunuh lima tokoh silat itu, hanya pantangan membunuh belum berani dilanggar, terpaksa ia harus menggunakan siasat, melukai atau mendesak mereka.

   Karena inilah tidak mudah untuk mencapai kemenangan segera.

   Thiat Kiam Khek cs ingin membunuh pemuda itu, hanya ilmu kepandaian mereka tidak dapat menandingi, keadaan pertempuran berjalan terus.

   Suatu ketika, Tan Ciu menengok kearah Pohon Penggantungan, matanya terbelalak, ia berteriak.

   "Aaaaaaa "

   Suara ini mengejutkan semua orang, Berbareng Tan Ciu melesat keluar dari kurungan dan menuju kearah Pohon Penggantungan! Disaat yang sama.

   Juta Bisa mengirim pukulan maut, Buddha Alim yang melihat kawan kawannya terdesak turut memberi pukulan! Terdengar suara .

   Bukk Bukk, dua kali.

   tubuh Tan Ciu yang melayang lepas itu kena pukulan dua orang.

   Dari mulutnya keluar darah segar.

   Tan Ciu tiba di Pohon Penggantungan, matanya tidak lepas memandang gadis berbaju putih yang tergantung dipohon tua itu, ia tidak memperdulikan lukanya.

   Keadaan pemuda itu berubah sama sekali.

   Enam jago silat tidak mengerti, mengapa pemuda itu seperti kehilangan ingatan? Bukankah belum lama ia menyerang dengan gagah sekali.

   "Apa yang terjadi?"

   Buddha Alim mengajukan pertanyaan kepada kawan kawannya! "Heran, ia tidak berusaha menghindari pukulan kita!"

   Berkata Juta Bisa.

   "Kukira ada sesuatu yang menarik perhatiannya!"

   "Gadis berbaju putih itu !!!!"

   "Mungkinkah kakak perempuannya ?"

   "Inilah kesempatan baik untuk melenyapkan dirinya!"

   "Betul...Bunuh saja lebih dulu!!"

   Enam orang mendekati Tan Ciu.

   Si pemuda masih berdiri didepan Pohon Penggantungan tanpa berkesiap.

   Mengingat ilmu kepandaian pemuda angkuh yang sangat tinggi, mereka tidak berani terlalu cepat bergerak, sehingga dekat sekali, enam pasang tangan siap merenggut jiwa pemuda yang hampir hilang ingatan tersebut.

   Keadaan sungguh genting...

   , Tiba tiba terdengar suatu suara yang mengguntur.

   Ditengah-tengah Tan Ciu dan rombongan lawan bertambah seorang, itulah si kakek aneh yang belum lama mencari carinya.

   Juta Bisa cs dipaksa menghentikan gerakan.

   "Hei, apa yang kalian mau lakukan kepadanya?"

   Bentak kakek aneh itu kepada semua orang.

   "Membunuh."

   "Alasannya?"

   "Dia adalah algojo Pohon Penggantungan."

   "Kalian telah membuktikan sendiri bahwa ia membunuh orang diatas tiang Pohon Penggantungan?"

   "Hanya dia yang muncul ditempat ini".

   "Babi busuk! Akupun pernah muncul disini. Mengapa tidak mendakwa diriku sebagai algojo Pohon Penggantungan?"

   Semua orang dibungkamkan, Kakek aneh itu membentak lagi.

   "Hanya kalian yang boleh datang? Orang lain tidak? Hanya kalian yang bukan algojo? Orang lain dituduh algojo".

   "Mungkin dia bukan algojo Pohon Penggantungan". Bertanya Thiat Kiam Khek. Kakek aneh itu mengangkat pundak. Tiba-tiba terdengar suara Tan Ciu yang berteriak keras.

   "Oh, Cie cie."

   Tubuhnya lompat dan menubruk gadis berbaju putih yang mati tergantung diatas pohon gundul misterius itu! Menyambung cerita lama, tatkala diatas Pohon Penggantungan menggantung mayat seorang gadis berbaju putih.

   Tan Ciu yang sedang dikeroyok oleh enam jago sitat melibat tubuh itu, gerakannya menjadi lamban, otaknya terganggu ingatan , jiwanya hampir tidak ada.

   Maka ia kena pukulan-pukulan mereka.

   Disaat tegang inilah, datang kakek aneh yang menolong jiwa si pemuda dari kematian.

   Tan Ciu menubruk mayat gadis berbaju putih itu dan berteriak.

   "Cie cie!"

   Diturunkannya mayat kakak perempuannya, matanya menyalak merah.

   "Siapa yang membunuh kakakku?"

   "Pohon Penggantungan."

   Berkata si kakek aneh.

   Tan Ciu menggerakkan pedangnya dan di hantam Pohon Penggantungan yang gundul dan tandus sudah mau kering itu.

   Traaaanng, terdengar beradunya dua benda yang terbuat dari logam, pedang Tan Ciu yang ingin memapas pohon tepat mengenai sasaran, tetapi pohon itu tidak tumbang atau patah, bila tangan Tan Ciu kurang kuat memegang Pedang, senjata itu pasti terbang.

   Tan Ciu, Kakek aneh itu dan enam orang lainnya terbelalak.

   "Pohon besi?"

   Inilah suara Tan Ciu yang kaget.

   Betul.

   Apa yang ditakutkan oleh banyak orang sebagai Pohon Penggantungan itu adalah pohon yang terbuat dari pada besi, pantas saja tidak tumbuh daun, pantas saja tidak mati sampai bertahun tahun.

   Hasil dari papasan pedang Tan Ciu hanya berupa lapisan besi yang berbentuk kulit pohon.

   Rahasia Pohon Penggantungan telah terbuka, ternyata ada seseorang yang sengaja memasang besi maut ini! Siapakah orang itu? Semua orang memikir dan mencari jawaban teisebut, Tan Ciu menggeretek gigi.

   "Aku tahu."

   "Apa yang kau ketahui?"

   "Siapa yang membunuh kakakku."

   "Siapa?"

   "Co Yong Yen!!". Kakek aneh itu mengkerutkau keningnya! "Siapa itu Co Yong Yen?"

   Ia mengajukan pertanyaan.

   "Istri si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip."

   "Thung Lip belum pernah beristri!"

   "Mungkin!"

   Pengemis Bermata Satu turut bicara.

   "Tapi tatkala saudara Tan ini meninggalkan Han san Siauw ciok tiga hari yang lalu, ia pernah berjumpa dengan seorang yang bernama Co Yong Yan, ialah istri Thung Lip. Thung Lip tilak menyangkal tentang kebenarannya."

   "Ooooooooooo .... Hal ini mempunyai hubungan dengan Pohon Penggantungan?"

   "Aku tidak peduli!!!"

   Berteriak Tan Ciu.

   "Dialah tentunya yang membunuh kakakku, aku harus menuntut balas ini".

   "Tan Siauwhiap, semua terjadi karena salah paham. Dengan ini aku mewakili semua kawan meminta maaf. Selamat jumpa kembali".

   "Silahkan Tan Ciu tidak menarik panjang". Si Pengemis Sakti Bermata Satu mengajak, kawannya meninggalkan tempat. Meninggalkan hutan hitam yang penuh misterius itu. Tidak jauh dengan Pohon Penggantungan terlihat si kakek aneh dan Tan Ciu, kecuali mereka, masih ada sesosok mayatnya kakak Tan Ciu yang bernama Tan Sang itu. Tiba-tiba terdengar suara tertawa cekikikannya seorang wanita di luar rimba, tentunya memapaki munculnya Juta Bisa sekalian.

   "Sungguh kebetulan bila mereka berkumpul menjadi satu."

   Inilah suara wanita.

   "Kau... Siapa?"

   Inilah suara Pengemis Sakti Bermata Satu.

   
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"akan segera menemukan jawaban dialam baka". Terdengar jeritan sampai berulang kali. Semua kejadian terjadi di luar rimba. Di dekat Pohon Penggantungan. Tan Ciu dan kakek aneh itu dapat mendengar, wajah si kakek berubah menjadi pucat. Tan Ciu tak dapat menahan sabar, tubuhnya bergerak, diangkat mayat kakaknya dan siap melihat apa yang terjadi dengan orang-orang tadi? Tubuhnya kakek itu bergerak lebih cepat, ia menghadang kepergian si pemuda.

   "Jangan,"

   Ia mencegah.

   "Mengapa?"

   "Kau mau apa?"

   "Siapa wanita diluar rimba?"

   "Kau tidak perlu kesana."

   "Mengapa?"

   "Karena aku tahu dan dapat menjawab pertanyaanmu."

   "Siapa dia?"

   "Si Jelita Merah."

   "Mengapa tidak boleh menjumpai si Jelita Merah?"

   "Kau bukan tandingannya. Jangan mengganggu!"

   Wajah Tan Ciu berubah cepat.

   "Minggir!!"

   Ia membentak.

   "Jangan!!"

   Kakek itu berusaha mencegah si pemuda keluar rimba. Dengan mempelototkan mata, Tan Ciu membentak.

   "Minggir.."

   Terpaksa kakek itu menyingkirkan diri dan membiarkan Tan Ciu menggendong mayat Tan Sang meningggalkan Pohon Penggantungan, Ia membuntuti dibelakang si pemuda tanpa banyak komentar.

   Setelah kepergian dua orang tadi, dari belakang Pohon Penggantungan keluar tiga orang, mereka memandang bayangan belakang Tan Ciu.

   Orang yang berada ditengah bertanya kepada mereka.

   "Dia??"

   "Betul"

   Orang yang dikanan memberi jawaban.

   "Diselesaikan kapan?"

   Bertanya orang yang dikiri.

   "Setelah keluar dari rimba ini, kita boleh turun tangan."

   Berkata orang yang ditengah. agaknya orang inilah yang menjadi pemimpin dari ketiga orang tadi. Mereka membuntuti.

   "Kita lari kedepan dan menyusul Tan Ciu dan kakek aneh itu". Suara jeritan jeritan sudah tidak, terdengar, ditanah menggeletak enam sosek mayat, tidak jauh dari mayat mayat itu berdiri seorang wanita yang mengenakan pakaian warna merah. Wajah wanita itu cukup cantik, sayang penuh kekejaman, ia memandang keenam mayat itu dan bergumam.

   "Masih tinggal seorang Thung Lip."

   Disaat ini Tan Ciu keluar rimba, dilihat enam mayat yang menggeletak ditanah.

   itulah mayat mayat Thiat Kiam Khek, Lie Kee Ceng, Juta Bisa, Buddha Alim, dan si Pengemis Sakti Bermata Satu.

   Kata-kata gumamnya wanita baju merah itu masih terdengar jelas.

   Wanita inikah yang bernama si Jelita Merah? Wanita itu melihat kearah Tan Ciu, lirikan matanya melempar kerlingan yang menggiurkan, Si Pemuda terkesima.

   Wanita baju merah maju mendekati Tan Ciu.

   "Saudara kecil, siapa namamu ?"

   Ia mengajukan pertanyaan.

   "Kau tidak perlu tahu."

   Jawab Tan Ciu ketus.

   "Apa permusuhanmu dengan mereka, mengapa membunuh semuanya?"

   Wanita berbaju merah itu adalah si Jelita Merah yang ditakuti oleh kakek aneh, mendapat pertanyaan Tan Ciu seperti tadi, ia tertawa cekikikan! "Hanya membunuh mati beberapa orang saja kau bartanggur tengger seperti ini."

   Ia sudah biasa membunuh orang maka dapat mengucapkan kata kata ini dengan tertawa ha ha-ha hi hi hi hi Tan Ciu masih menggendong kakaknya, ia mendelikan mata.

   "Eh, siapakah yang kau gendong itu?"

   Bertanya si Jelita Merah melemparkan lirikan mata lagi.

   "Kekasihmu?"

   "Kentut"

   Tan Ciu membentak.

   "Saudara kecil, hati.hati menjaga mulutmu agar tidak kena tamparan."

   "Tutup mulut. Apa dendammu kepada mereka, mengapa main bunuh saja?"

   "Bila tidak mempunyai dendam, tidak boleh membunuh?"

   "Memang."

   Wajah Tan Ciu berubah, ia meletakan tabuh kakaknya.

   begitu bergerak tangannya telah menarik keluar pedang dari punggung dan langsung menusuk wanita berbaju merah itu.

   Jelita Merah memutar badan gerakannya gesit sekali, melesat jauh dan mcnghindari tusukan pedang si pemuda.

   Disaat ini, kakek aneh baru keluar dari dalam rimba.

   Tepat berhadapan dengan wanita berbaju merah itu.

   "Kau?"

   Si Jelita Merah memutarkan biji hitam matanya, pada wajahnya masih tersungging senyuman.

   "Su Hay Khek, kau belum mati?"

   Kakek aneh ternyata itu bernama Su Hay Khek.

   "Terima kasih"

   Ia berkata.

   "Masih terlalu pagi untuk mati..."

   "Hm.."

   "Sudah lama kita tidak bersua. Semakin lama kau semakin cantik saja."

   "Tua bangka mata keranjang, berani kau main main kepadaku?"

   "Ha Umurku telah lebih dari enam puluh tahun. Mana kuat main lagi?"

   Badan Jelita Merah bergerak, cepat sekali, tangannya diangkat dan ...

   plak menampar pipi si kakek aneh itu! Kakek aneh Su Hay Khek tidak menyingkir dari tamparan tadi, tidak mungkin ia dapat menghindarkan diri dari tamparan si Jelita Merah.

   Dan memang ia tidak ada niatan untuk menghindarkan diri dari tamparan tadi.

   Jelita Merah tertawa bahak bahak.

   "Berhati-hatilah memainkan lidah,"

   Ia berkata. Kakek aneh itu mengusap usap pipinya yang kena ditampar orang, ia tidak marah.

   "Nona kecil, tamparanmu ini keras sekali."

   Ia masih bisa berkelakar "Tua bangka kurang ajar, bila kau masih tidak berhati- hati, kau akan menerima yang lebih keras lagi".

   "Terima kasih".

   "Hei, bagaimana dengan perintahku? Sudah berhasil kau temui".

   "Siapakah nama orang itu?"

   "Kau belagak bodoh? Ingin mendapat tampar lagi?"

   "Tan Kiam Lam yang kau maksudkan?"

   "Betul!!"

   Wajah Tan Ciu berubah, lagi lagi ia mendengar nama Tan Kiam Lam disebut, orang yang punya hubungan dekat dengan dirinya, Kakek aneh Su Hay Khek berkata.

   "Dikabarkan ia telah tiada."

   "Mati?"

   "Betul".

   "Dimanakah jenazahnya di kuburkan?"

   "Mana aku tahu!"

   "Mati di tangan siapa ?"

   "Istrinya,"

   "Dan dimana kini istrinya itu berada ?"

   "Aku tidak tahu juga."

   Jelita Merah mempelototkan matanya.

   "Semua kau jawab dengan serba tidak tahu!"

   Ia ngedumel. Su Hay Khek tertawa cengar cengir.

   "Hei, di manakah si Cendekiawan Serba Bisa itu berada?"

   Bertanya lagi Jelita Merah.

   "Thung Lip belom lama lenyap".

   "Belum lama?"

   "Betul. Mungkin dibawa oleh pencipta pohon besi."

   "Pohon Besi?"

   "Pohon penggantungan, Itu yang kumaksudkan".

   "Siapa orang yang membikin Pohon Penggantungan?"

   "Tidak tahu."

   "Lagi lagi tidak tahu?"

   "Memang aku tidak tahu."

   "Kuberi waktu sepuluh hari untuk menyelidiki hal ini. Dan kau harus memberi keterangan yang memuaskan tentang Pohon Penggantungan". Su Hay Khek mengangkat pundak.

   "Sepuluh hari? kukira waktu ini terlalu singkat". Ia pandai berkelakar.

   "Bila satu bulan, bagaimana?"

   "Apa boleh buat".

   "Nah, pergilah.. Segera cari keterangan tentang Pohon Penggantungan."

   "Baik."

   Sebelum berangkat, si kakek aneh Su Hay khek mendekati Tan Ciu, dengan suara yang disalurkan dengan tekanan gelombang tinggi ia membisiki si pemuda "Bocah, kukira kau adalah anaknya Tan Kiam Lam."

   Tubuhnya melesat dan lenyap cepat.

   Tan Ciu ingin mendapat keterangan yang lebih jelas.

   Ia terlambat.

   Gerakan Su Hay Khek terlalu cepat sekali.

   Betulkah keterangan kakek aneh itu yang mengatakan bahwa ayahnya bernama Tan Kiam Lim? Betulkah keterangan yang diberikan kepada si Jelita Merah, bahwa Tan Kiam Lam mati dibawah tangan istrinya sendiri?.

   Mengapa? Ooo, sungguh kejam sekali.

   Hal ini tidak seharusnya terjadi.

   Diharap saja Tan Kiam Lam bukan ayahnya.

   Diharap saja ia tidak mempunyai ibu yang sekejam itu, membunuh suami sendiri.

   Tetapi siapakah yang menjadi ayahnya? Tan Ciu teringat kepada kakak perempuannya, gadis baju putih itu masih menggeletak tidak jauh dari tempat ia berada.

   Hanya Tan Sang yang dapat memberi keterangan ini, sayang Tan Sang telah binasa.

   Si pemuda melamun terlalu banyak.

   Tidak disadari bahwa Jelita Merah telah meninggalkan dirinya.

   Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Meninggalkan mayat-mayat Juta Bisa sekalian.

   Lima bayangan mulai bergerak.

   Tidak ada suara, arahnya ialah dimana Tan Ciu berada.

   Tidak jelas wajah lima bayangan yang baru datang, mereka mengenakan pakaian yang serba merah, diantaranya ialah seorang tua yang menjadi kepala pemimpin rombongan itu.

   Mereka mengurung Tan Ciu di tengah.

   Si pemuda tersentak, ia mendongakkan kepala dan diketahui bahwa dirinya telah berada dibawah kurungan orang.

   Orang tua berbaju merah membuka suaranya yang dingin.

   "Namamu Tan Ciu?"

   "Betul"

   Si pemuda membusungkan dada.

   "Murid si Puteri Angin Tornado?"

   Si Angin Tornado adalah nama angin yang terhebat, rumah besarpun dapat diungsikan olehnya.

   Sungguh seram...

   Tiga hari yang lalu, si Cerdekiawan Serba Bisa Thung Lip pernah mengatakan bahwa ilmu silat Tan Ciu mempunyai banyak persamaan dengan si Puteri Angin Tornado? Kini lagi lagi ada orang yang mengajukan pertanyaan bahwa si pemuda adalah murid wanita itu.

   Betulkah bahwa Tan Ciu mendapat pelajaran ilmu silat dari Puteri Angin Tornado.

   Mari kita teruskan cerita, Terdengar Tan Ciu membuka suara.

   "Kalian dari mana?"

   Rombongan orang berbaju merah itu tidak menjawab. Si orang tua yang menjadi pemimpin mereka memberi jawaban.

   "Hal ini kau tidak perlu tanya. Kau belum menjawab pertanyaanku tadi, gurumu Puteri Angin Ternado?"

   "Umpama betul, apa yang kau lakukan? Bila bukan, apa pula yang kau perbuat?"

   Orang tua berbaju merah itu tertawa lepas.

   "Berilah jawaban yang pasti,"

   Katanya dengan suara tidak enak didengar.

   "Kau anak murid si Puteri Angin Tornado?"

   Gerakan orang-orang berbaju merah ini aneh sekali. Tan Ciu segera menduga komplotan Pohon Penggantungan. Wajahnya berubah.

   "Betul. Aku adalah anak murid Puteri Angin Tornado."

   Ia memberi jawaban pasti.

   "Bagus."

   "Apa yang bagus?"

   "Kau harus turut kami"

   Berkata orang tua berbaju merah itu.

   "Kemana?"

   "Jangan bertanya?"

   "Aku tidak bersedia turut dengan kalian,"

   "Ingin dipaksa?."

   "Bagaimana asal usul kalian berlima?"

   Tan Ciu mengajukan pertanyaan.

   "Kau turut atau tidak?"

   "Kukira kalian tak dapat memaksa orang?"

   "Dengan kekerasan?"

   "Boleh coba"

   Tan ciu menantang.

   "Baik."

   Orang tua berbaju merah itu memberi isyarat kepada keempat kawannya, serentak, mereka mengurung Tan Ciu lebih rapat.

   Dugaan Tan Ciu kepada orang orang berbaju merah itu telah dikesankan sebagai komplotan Pohon Penggantungan, ia sengaja menarik perhatian orang, maksudnya menempur mereka.

   Lima orang berbaju merah telah berada di dalam keadaan siap tempur, orang tua yang menjadi pemimpin mereka berkata.

   "Kesempatan terakhir untukmu, maukah turut?"

   "Tidak."

   Orang tua berbaju merah menurunkan tangannya, serentak lima orang itu menghujani Tan Ciu dengan pukulan-pukulan, Memang hebat, bila tokoh silat biasa yang menghadapi cara mereka bertempur ini, tentu kewalahan dan pasti menjadi korban pukulan.

   Tan Ciu menarik keluar pedang yang disabetkan kepada setiap tangan yang datang, tentu saja mereka tak berani membentur senjata tajam itu dan mundur teratur.

   Merekapun mengeluarkan pedang, dengan cara bergiliran mereka mengurung pemuda itu.

   Didalam beberapa jurus pertama, Tan Ciu dapat menghadapi semua orang itu dengan tenang.

   Semakin lama, tenaganya semakin berkurang, itu disebabkan oleh luka pukulan-pukulan rombongan Juta Bisa, karena belum sempat mengatur pembuluh pembuluh darah yang rusak, tenaganya tentu terganggu.

   Lima orang berbaju merah menyerang semakin gencar, bergilir mereka maju dan mundur, dengan tapak-tapak kaki yang teratur mereka mendesak Tan Ciu setelah mengeluarkan pedang, maka semakin kuatlah desakan mereka.

   Tan Ciu kewalahan.

   Bila saja ia tidak mempunyai kepandaian istimewa, setelah mendapat pukulan orang, dipaksa menempur lima orang, tentu telah jatuh lama.

   Orang tua berbaju merah yang menjadi pemimpin rombongan itu tertawa dingin, ia tahu sudah waktunya mencari kemenangan, pedang dipindah ketangan kiri, membiarkan keempat kawannya menyerang dari depan,ia mengitari mereka dan berada dibelakang lawan mudanya, Empat orang baju merah menyerang Tan Ciu dengan empat pedang mereka.

   Tan Ciu menggunakan pedang menangkis senjata-senjata itu.

   Pemimpin orang berbaju merah telah berada dibelatang Tan Ciu, ia mengirim satu pukulan tangan.

   Diserang dari depan dan belakang, dalam keadaan yang sudah payah, Tan Ciu tidak berdaya.

   Bek......

   Melewati empat orang berbaju merah yang berada didepannya, tubuhnya Tan Ciu terpental terbang jauh, ia telah menerima satu pukulan orang tua baju merah itu.

   dari mulutnya memuntahkan darah merah, menggeletak ditanah.

   Tentu, saja, setelah menderita luka, tidak semestinya menempur orang pula, den lebih jauh pantang menerima pukulan dari belakang, Tan Ciu jatuh, tidak dapat bangun lagi.

   Empat orang berbaju merah, dengan pedang ditangan menyusul tubuh Tan Ciu yang melayang diatas kepala mereka.

   Begitu tubuh si pemuda itu jatuh ditanah, empat pedang itu pun menusuk.

   Terdeangar suara jeritan panjang.....

   Darah berhamburan.

   Tan Ciu mati? Tidak.

   Luka? Juga tidak.

   Jeritan tadi adalah suara jeritannya empat orang berbaju merah yang menusukkan pedang meraka.

   Ternyata sesuatu bayangan bergerak lebih cepat, sebelum keempat pedang mengenai Tan Ciu, bayangan ini menggunakan kepandaiannya membunuh keempat orang berbaju merah.

   Tan Ciu membelalakkan mata.

   Orang tua berbaju merah turut terkejut.

   mungkinkah ada orang yang berkepandaian silat setinggi ini? Dapat membunuh keempat kawannya dalam sekejap mata! Siapakah orang itu? Disana telah bertambah seorang, dia adalah si Jelita Merah yang telah pergi dan balik kembali.

   Orang tua berbaju merah tidak kenal, ia membentak.

   "Siapa?"

   "Kau tak perlu tahu. Pergilah..."

   Jelita Merah membentak.

   Tan Ciu tidak mempunyai kesan baik kepada si Wanita ini, didalam keadaan marah dan hati panas.

   ia mendorong kedua tangannya dengan tenaga penuh.

   Jelita Merah membelakangi si pemuda, ia sedang berhadap hadapan dengan orang tua itu.

   Memperdebatkan hasil dari pembunuhan yang yang dilakukan olehnya.

   Hanya satu kali gebrak ia mengirim jiwa keempat kawan orang tua itu pergi keakhirat.

   Dia datang dengan maksud membantu Tan Ciu, menolong jiwa pemuda dari kematian.

   Tentu saja ia tidak menduga sama sekali, bahwa dirinya diserang seperti itu, karena jaraknya yang terlalu dekat, tidak mungkin ia menyingkirkan diri dari serangan itu, tepat sekali, punggungnya menerima pukulan Tan Ciu.

   Tubuh Jelita Merah terpental jauh.

   Kini Tan Ciu berhadapan dengan orang tua berbaju merah.

   Terdengar geramannya si kakek, pedang yang ditangan kiri telah pindah ketangan kanan, dan menusuk kearah si pemuda.

   Tan Ciu memapaki dengan pedangnya.

   TRAAA..NN..GG!!!! Tan Ciu sudah tidak bertenaga, hasil dari bentrokan dua pedang itu, tubuhnya terdorong kebelakang.

   Orang tua berbaju merah mengirim pukulan tangan kosong, ternyata tangan kanan dan kiri dapat dikasih kerja sama.

   Tan Ciu sudah lemas.

   Bergoyangan sukar.

   kini tak dapat menyingkir dari serangan ini.

   "Beekkk ..."

   Sekali lagi si pemuda memuntahkan darah segar, tubuhnya jatuh ngeloso ditanah.

   Orang tua baju merah menggerakkan pedang ditangan kanan, maksudnya menusuk tembus perut sang korban.

   Jelita Merah telah bangkit, ia menepuk pundak orang tua itu.

   Aaaaaa!! Si kakek menyingkir kesamping, tusukkan pedang yang hampir menembus perut Tan Ciu menjadi gagal.

   Si Jelita Merah mengirim pukulannya yang kedua.

   Kali ini, si kakek tidak sanggup bertahan, dengan satu suara jeritan panjang, ia menghembuskan napasnya yang penghabisan.

   Tan Ciu luka parah, tetapi belum mati.

   Kini ia merayap bangun.

   Jelita Merah telah menghabiskan jiwa semua orang, ia membalikkan badan dan memandang pemuda itu.

   Matanya terlihat kilat sakit hati, pukulan Tan Ciu hampir merengut jiwanya.

   Mungkinkah ia membiarkan si pemuda berlaku kurang ajar? "Kau kejam?!"

   Kata-kata ini penuh dendam. Tan Ciu tidak gentar.

   "Siapa yang menyuruhmu membunuh mereka?"

   Tuntutan si pemuda masuk diakal.

   "Salahkah membantu dirimu?"

   "Aku tidak butuh bantuan!"

   "Aku dapat membantu, tetapi dapat juga membunuh, tahu?"

   "Aku percaya, apalagi didalam keadaan seperti ini!"

   Jelita Merah tertawa.

   "Biarpun kau tidak terluka, biarpun kau berkepandaian tinggi. Aku masih sanggup membunuhmu !"

   "Belum tentu"

   Tan Ciu menantang. Dari dalam saku bajunya, Jelita Merah mengeluarkan sebutir obat. Dilemparkan kearah. Tan Ciu dan berkata.

   "Makanlah. Agar kau sembuh. Aku menanti,"

   Tan Ciu menyambuti obat itu. Memeriksa sebentar dan dilempar balik lagi.

   "Siapakah yang dapat menjamin bahwa benda ini tidak mengandung racun?"

   Ia tidak percaya itikad baik wanita itu. Jelita merah mengkerutkan kedua alisnya.

   "Kau tidak tahu budi!"

   Ia berkata.

   "Siapa yang sudi menerima budimu !"

   
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Sudah bosan hidup, he?"

   "Kau kira aku takut?"

   Karena tidak sanggup menerima dan menelan hinaan hinaan si pemuda.

   Jelita Merah mengayun tangan..

   Tan Ciu ingin menyingkir dari serangan itu, tetapi tidak berdaya, kondisi badannya berada didalam keadaan yang tidak mengijinkan.

   Pukulan Jelita Merah membuat Tan Ciu.

   memuntahkan darah dalamnya.

   Beruntun beberapa kali, ia dipukul orang, tubuh si pemuda ngusruk di tanah.

   Tan Ciu memang kepala batu, ia bandel.

   Hanya mendongakkan kepala, ia masih berani menantang.

   "Jelita Merah lebih baik kau membunuh diriku."

   "Tentu"

   "Kuanjurkan agar membunuh segera. Jangan tunggu waktu sampai esok hati."

   "Mengapa?"

   "Bila sampai aku tidak mati, dendam ini akan mengendap seumur hidupmu."

   "Baik."

   Jelita merah menganggukkan kepala.

   "Aku mengabulkan permintaanmu"

   Tan Ciu memeramkan mata.

   Ia siap menerima kematian.

   Jelita Merah mengangkat tangannya tinggi, perlahan lahan ia menurunkan tangan itu tepat berada diubun-ubun Tan Ciu.

   Sampai disini, ia menghentikan gerakannya.

   Ia memandang wajah si pemuda yang tampan menarik itu, dan mengeluarkan keluhan panjang.

   Tangannya ditarik kembali.

   Batal mengadakan pembunuhan.

   Terlalu lama Tan Ciu menutup mata, dikala membuka mata kembali dan melihat kejadian ini, ia menjadi heran dan tidak mengerti.

   Lama sekali mereka saling pandang,..

   "Mengapa kau batal turun tangan?"

   Si pemuda mulai memecah kesunyian.

   "Aku..."

   Sinar mata Jelita Merah menyingkir dari bentrokan.

   "Aku tidak membunuhmu di hari ini. Aku memberi kesempatan agar kau mempunyai waktu untuk memperdalam ilmumu dan menuntut balas kepadaku!"

   Ia membalikkan tubuhnya, melesat dan meninggalkan Tan Ciu.

   Kondisi badan Tan Ciu berada dalam keadaan yang terburuk, ia dapat bertahan karena adanya lawan kuat.

   Kini segala sesuatunya telah bebas, Ia tidak sanggup menguasai segala galanya lagi.

   Kepalanyapun dirasakan berat dan roboh menggeletak ditanah.

   Mendadak, ....

   Ia seperti melihat sesuatu bayangan merah melayang datang sangat samar-samar guram sekali.

   Tau Ciu menyangsikan kebenaran ini.

   Mungkinkah didalam khayalan? Tidak! Inilah hal yang benar.

   Apa yang disaksikan olehnya betul-betul terjadi dihadapan pemuda itu.

   Hanya daya ingatannya terlalu suram.

   Maka tidak jelas! Lagi lagi datang bayangan lain melayang datang, kali ini berwarna kelabu.

   Langsung mendekati tubuh Tan Ciu yang terbaring ditanah.

   Bayangan kelabu itu mengangkat tangannya, bila tangan ini turun, tentu jiwa si pemuda pasti akan naik ke sorga.

   Tiba-tiba terdengar satu suara dingin membentak.

   "Jangan!"

   Tangan sibayangan kelabu turun perlahan, batal menghantam tubuh sang mangsa.

   "Dia...."

   Agaknya ingin membantah.

   "Kami masih membutuhkannya."

   "Bila sampai terjadi "

   "Dengarlah perintahku."

   "Bila ia berhasil menemui ayahnya."

   "Ayahnya?"

   "Tan Kiam Lam itulah ayahnya."

   "Tak mungkin... Tak mungkin mereka bersua"

   Si bayangan kelabu dapat diberi mengerti.

   "Pasti?"

   Ia masih ragu ragu.

   "Pasti sekali!! Karena ayahnya sudah binasa. Mungkinkah mereka bersua? Kecuali dialam neraka, inipun tak perlu kita khawatirkan"

   "Dimisalkan ayahnya tidak binasa?"

   "Mudah diselesaikan. Kita dapat menggunakan tangannya untuk membunuh Tan Kiam Lam"

   "Baik. Pendapat kauwcu memang beralasan."

   "Kau "

   Percakapan berikutnya tidak dapat masuk ke telinga Tan Ciu.

   Ia telah jatuh pingsan, tidak sadarkan diri lagi.

   ooodwooo BEBERAPA lama kemudian, Tan Ciu sadar dari pingsan.

   Tenaganya dirasakan segar, bau harum masih terkulum didalam mulut, tentunya ada seseorang yang memberinya obat mujarab.

   Ia tersentak bangun, lompat berdiri.

   Matanya memandang lepas, terlihat jelas ada seseorang yang berdiri didepannya.

   Orang ini berdiri kaku, tidak bergerak.

   Tan Ciu mengucurkan keringat dingin.

   Sekian lama....

   Tan Ciu dapat membedakan siapa yang berdiri dihadapannya, itulah seorang sastrawan setengah umur.

   Wajahnya dingin dan kaku, tentunya orang yang tidak mudah dihadapi.

   Orang yang dihadapan Tan Ciu adalah orang setengah umur yang berpakaian sastrawan, ia berdiri tidak bergeming.

   Tan Ciu tidak kenal orang ini, ia memandang dengan sinar mata penuh pertanyaan.

   Sastrawan setengah umur itu tengah menyaksikan bahwa si pemuda betul-betul telah sembuh, maka ia pun membuka suaranya yang dingin.

   "Bagaimana dengan luka lukamu?"

   Tan Ciu sadar, tentunya sastrawan ini yang menolong dirinya. Ia memberi hormat berkata.

   "Atas bantuan cianpwee, disini Tan Ciu menghaturkan terima kasih."

   Orang itu hanya membalas hormat sipemuda, ia hanya menganggukan kapala tanda kepuasan hatinya. Tan Ciu memandang ketanah, matanya terbelalak.

   "Mengapa?"

   Melihat gerak gerik si pemuda yang meragukan, sastrawan setengah nmar itu mengajukan pertanyaan.

   "Dimana jenazah kakak perempuanku?"

   Tan Ciu kehilangan mayat saudara perempuannya. Jenazah Tan Sang lenyap tanpa bekas. Sastrawan setengah umur itu mengerutkan alisnya.

   "Jenazah kakak perempuanmu?"

   Ia bertanya "Ng....

   "

   Tan Ciu masih berusaha mencari jenazah itu. Namun gagal. Tidak ada tanda-tanda kemana perginya jenasah Tan Sang.

   "Kau telah tolong mengebumikannya?"

   Tan Ciu mengajukan pertanyaan.

   "Tidak."

   Sastrawan setengah umur itu memberi kepastian.

   "Aneh. Kau telah memindahkan kelain tempat?"

   "Jangan sembarang menuduh."

   "Bagaimana ia lenyap?"

   "Kukatakan bahwa aku tidak melihat jenazah ciciemu"

   "kecuali kau, ada beberapa orang disini?"

   "Kau memang bocah yang tidak tahu mati, selama kau jatuh tak sadarkan diri kukira lebih dari 10 orang yang berkunjung ketempat ini."

   "Siapakah mereka?.."

   "Anak buah perkumpulan Iblis Merah atau Ang mo- Kauw".

   "Mengapa kau tahu?"

   "Sedari kau berada dikota Kai Hong, aku telah mengikuti perjalananmu!".

   "Mengikutiku? Apa maksudmu mengikuti orang?"

   "Sebab pertama disebabkan ingin tahu".

   "Sebab kedua?"

   "Aku ingin mengajukan pertanyaan, kepadmu!"

   "Silahkan kau ajukan pertanyaan. Apakah yang ingin kau ketahui."

   "cici mu telah menjadi korban Pohon Penggantungan?"

   "Betul."

   "Mengapa?"

   "Mana kutahu alasan ini? Bila kuajukan pertanyaan kepadamu. 'Mengapa para gadis Cantik berkepandaian silat digantung diatas Pohon Penggantungan? Apa yang kau bisa jawab?"

   "Kau pandai."

   "Terima kasih!"

   "Namamu Tan Ciu?"

   "Betul."

   "Anak Tan Kiam Lam?"

   Hati Tan Ciu tergetar.

   Lebih dari satu kali, ia mendengar orang mengatakan dirinya sebagai putra Tan Kiam Lam.

   Siapa itu Tan Kiam Lam, ia tidak tahu...

   Mengapa mereka itu menduga seperti itu? Berdengung lagi percakapan dua orang yang mau membunuh dirinya tadi, dikatakan Tan Kiam Lam telah tiada, dan tidak mungkin ia dapat bertemu dengannya.

   Bila betul Tan Kiam Lam itu Ayahnya, oh ...

   Sastrawan setengah muda itu menyadarkan Tan Ciu dari lamunan.

   "Kau belum menjawab pertanyaanku!"; Tan Ciu tersentak bangun.

   Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Aku tidak dapat memberi kepastian,"

   Ia menjawab.

   "Siapa yang dapat memberi kepastian?"

   "cicie-ku Tan Sang."

   "Mungkinkah Tan Sang tidak memberi tahu kepadamu siapa yang menjadi orang tua kalian."

   "tidak!"

   "Aku tidak percaya."

   "Terserah, sedari kecil aku turut guruku mempelajari ilmu silat, Setiap sepuluh atau dua puluh hari, aku diperolehkan bertemu dengan cicie-ku. Pada sepuluh hari yang baru lalu, dikala aku kembali kerumah, ia meninggalkan sepotong surat dan mengatakan ingin menemui Thung Lip!"

   "Kalian tidak berjumpa lagi, sehingga sampai ia digantung diatas Pohon Penggantungan."

   "Betul"

   Wajah sastrawan itu dingin dan kaku, tidak terlihat perubahan paras mukanya. Hanya pada s


Kuda Binal Kasmaran -- Gu Long Lentera Maut -- Khu Lung Pengelana Tangan Sakti Karya Lovely Dear

Cari Blog Ini