Pohon Kramat 4
Pohon Kramat Karya Khu Lung Bagian 4
enalan itu dengan perantaraan ibumu, hal ini terjadi pada dua puluh tahun berselang. Melati putih, ibumu itu adalah kawanku yang paling erat, dia adalah kekasih Tan Kiam Lam. Semua orang tahu, akan hal ini. Hanya hubungan kita tidak lama, hanya memakan waktu tiga bulan saja. Setelah itu, kita orang berpisah."
"Mulai saat itu, aku tidak mendapat khabar berita tentang ayahmu lagi. Hanya setengah tahun kemudian, terjadilah issue yang menggegerkan ..."
"Issue tentang ayah atau ibuku?"
Tan Ciu tidak tahan untuk tidak mengajukan pertanyaan.
"Hal ini menyangkut ayahmu, dikatakan bahwa Tan Kiam Lam melakukan perkosaan perkosaan terhadap banyak wanita."
"Aaaaa...
"
"Disusul dengan cerita lain yang lebih menyeramkan."
"Cerita lain?"
"Betul. kali ini menyangkut juga ibumu."
"Bagaimanakah ibuku terlibat dalam skandal itu?"
Bertanya Tan Ciu bernapsu.
Kim Hong Hong tidak segera menjawab.
Ia menatap wajah Tan Ciu lama sekali.
Entah apa yang sedang dikenangkan oleh wanita yang bernasib buruk ini? Untuk mengetahui bagaimana lanjutan cerita tentang Tan Kiam Lam suami istri, mari kita membalik lembaran yang berikutnya.
oooOdwOooo TAN CIU menjadi tidak sabar.
"Bagaimanakah cerita tentang ayah dan ibuku?"
Ia mendesak guru itu bercerita lebih panjang dan lebih jelas.
"Tidak leluasa untuk bercerita."
Berkata Kim Hong Hong.
"Mengapa?"
"Drama ini terlalu sedih, terlalu meresap kedalam sendi sendi tulang."
"Mungkinkah ibu membunuh ayah?"
Kim Hong Hong menggeleng-gelengkan kepala.
"Katakanlah, biar cerita yang bagaimana pun, akan kuterima,"
Berkata Tan Ciu memohon gurunya tersebut.
"Baiklah."
Berkata Kim Hong Hong.
"Biar bagaimana, kau pasti mengetahui hal ini. Kini aku bercerita. Tan Kiam Lam telah tidak mencintai ibumu lagi, bukan saja melakukan banyak perkosaan perkosaan, lebih dari pada itu, ia menyerahkan ibumu untuk diperkosa bergilir oleh orang."
"A a a a a .."
"Orang itu adalah kawan kawannya Tan Kiam Lam!"
"A a a a a "
Tan Ciu tergugat, bagaikan benda berat yang memukul hatinya, sungguh sungguh ia tidak percaya.
Mungkinkah hal ini dapat terjadi dalam dunia? Mungkin orang yang seperti Tan Kiam Lam? Memperkosa anak gadis orang dan membiarkan istrinya diperkosa oleh kawan sendiri? Kim Hong Hong menghentikan ceritanya sebentar, ia memperhatikan perubahan wajah pemuda ini.
"Suhu, betul?"
Tan Ciu mengajukan pertanyaan.
"Hal ini sungguh sungguh terjadi."
Putri Angin Tornado Kim Hong Hong memberikan kepastiannya.
"Tidak "
Tan Ciu berteriak.
"Akupun tidak percaya."
Berkata Kim Hong Hong lagi "Dan tidak lama, tersebar lagi berita yang mengatakan bahwa Melati Putih membunuh suami sendiri."
"Membunuh Tan Kiam Lam?"
"Betul."
"Mengapa dikatakan bahwa Tan Kiam Lam masih hidup, dan menjadi ketua Benteng Penggantungan?"
"Kukira, bahwa orang yang menjadi ketua Benteng Penggantungan itu bukanlah Tan Kiam Lam."
"Kuharap saja bukan!"
Berkata Tan Ciu.
"Bagaimana dengan ibuku?"
"Aku segera mengecek kebenaran ini."
Berkata lagi Kim Hong Hong.
"Sayang kedatangankupun terlambat, dikala aku tiba. Melati Putih telah digantung orang. ia digantung didalam rimba pohon penggantungan diatas Pohon Penggantungan yang misterius itu."
Melati Putih, ibu Tan Ciu juga mati diatas Pohon Penggantungan? "Aaaa ...
"Sekali lagi Tan Ciu berteriak.
"Dengan alasan apa orang nggantung ibuku?"
"Mereka mengatakan ibumu terlalu kejam, untuk menegakkan keadilan dunia, mereka menggantung dan membunuhnya."
"Keadilan dunia yang tidak adil."
Tan Ciu mengutuk.
"Betul. Dunia ini belum tentu adil bagi silemah. Keadilan hanya berada ditangan para penguasa dan para pengusaha besar."
"Siapakah orang orang yang menggantung Ibuku itu?"
Tan Ciu mengajukan pertanyaan "Aku sendiripun tidak jelas."
Berkata Kim Hong Hong.
"Siapakah orang yang menggantung kawan baikku itu?"
"Kemudian."
"Ternyata ayahmu tidak mati."
Berkata si puteri Angin Tornado. Ia hanya menderita luka berat. Setelah sembuh dari luka itu, ia menemui diriku. Dikatakan bahwa kau dan Tan Sang masih membutuhkan perawatan dan meminta aku mewakilinya mendidik kalian.
"Suhu tidak menegur tentang perbuatan-perbuatannya.?"
"Sudah kuminta pertanggung jawabannya. Tetapi ia menyangkal keras!"
Berkata Kim Hong Hong.
"Ia tidak mengakui akan perbuatannya?"
"Betul. Dikatakan bahwa itu hanya fitnah fitnah dari orang yang dijatuhkan kepada dirinya."
"Siapakah orang yang memfitnah ayahku?"
"Mana kutahu."
Berkata Kim Hong Hong! "Sedangkan ayahmu yang berkepandaian begitu tinggipun tidak dapat menyebut nama orang tersebut. Bagaimana aku dapat memberi keterangan ini? Tapi aku menyangsikan kebenaran dari keterangannya."
"Kemudian..."
"Yang lebih heran lagi ialah, tidak lama setelah menyerahkan kalian kepada tanggung jawabku. Tan Kiam Lam lenyap tanpa bekas, tanpa berita."
"Lenyap? Diculik."
"Siapakah yang mempunyai ilmu kepandaian lebih tinggi dari ayahmu? Hal ini tidak mungkin. Akupun bingung dan tidak mengerti. Mengapa dengan ilmu kepandaian yang Tan Kiam Lam miliki dapat lenyap tidak berbekas?"
"Dan perbuatan yang dilakukan kepada diri suhu..."
"Bila keterangan Sim In itu benar. Pada suatu hari aku telah kena tipu Ie bun tay hoat ayahmu. Aku tidak sadar sama sekali, apa yang telah kulakukan dan apa yang telah aku perbuat!"
"Apakah ilmu Ie hun-tay hoat itu?"
"Ilmu Ie hun-tay hoat adalah semacam ilmu sesat yang dapat menguasai jiwa dan perbuatan seseorang berada dibawah pengaruh kemauan orang yang menggunakan ilmu itu!"
"Ilmu yang hebat!"
"Betul! Siapa yang terkena ilmu Ie-hun tay hoat, lupalah akan segala perbuatan yang telah dilakukan olehnya!"
"Manusia jahat!! Aku akan membunuhnya"
"Membunuh ayahmu?"
Putri Angin Tornado Kim Hong Hong bertanya.
"Hal ini sebagai penderitaan yang terbesar bagimu. Akupun salah seorang korban kebiadaban ayahmu itu."
"Aku akan mengadakan teguran kepadanya."
Berkata Tan Ciu.
"Sayang ilmu kepandaianmu terlalu rendah."
Berkata Kim Hong Hong.
"Pada suatu hari, aku akan memiliki ilmu silat tinggi."
Kim Hong Hong memuji ketekatan muridnya. Ia puas dapat mendidik seorang murid yang seperti Tan Ciu.
"Eh, dimana kakakmu?"
Suatu ketika, ia mengajukan pertanyaan tentang Tan Sang.
"Mati."
"Hah? Mengapa mati?"
"ia adalah salah seorang korban Pohon Penggantungan, Pencipta Pohon maut itu telah menggantung Tan Sang diatas pohon gundulnya."
"Aaaa... Apa alasannya membunuh Tan Sang?? "Tidak tahu!"
Tan Ciu menggeleng gelengkan kepala! "Siapakah algojo Pohon Penggantungan?"
"Tidak tahu..."
Berkata Tan Ciu.
"Ada orang yang mengatakan bahwa pemilik Pohon Penggantungan adalah ibuku. Hanya ibuku yang mempunyai ilmu kepandaian tinggi seperti itu."
"Kini kau maklum, bahwa tidak sedikit tugas yang jatuh keatas pundakmu, bukan?"
"Betul."
"Karena sebab-sebab inilah, engkau harus memiliki ilmu kepandaian yang tinggi."
Berkata Kim Hong Hong. Tan Ciu menerima petuah ini. Dari dalam saku bajunya. Kim Hong Hong mengeluarkan batu berukiran singa, itulah Kim-say cu yang telah dikembalikan oleh Sim In.
"Kim say-cu pernah dicuri oleh Sim In."
Berkata Kim Hong Hong.
"Disini ada sesuatu yang berharga, tahukan apa yang hendak dimiliki olehnya?"
Tan Ciu menggeleng gelengkan kepala.
"Tidak tahu."
Ia berkata teras terang.
"Didalam Kim-say cu inilah tersimpan ilmu kepandaian silat yang maha hebat."
Berkata Kim Hong Hong.
Tan Ciu mempentang kedua matanya lebar lebar, Kim Hong Hong merusak Kim say-cu.
dari dalam benda itu, ia mengeluarkan sebuah gambar peta yang sangat kecil, itulah peta dari gambar pemandangan alam.
Peta yang menunjukkan di mana ilmu kepandaian silat tinggi yang hebat didalam dunia itu tersimpan.
Peta tersebut diserahkan kepada muridnya.
"Ambillah ini dan berusaha memiliki ilmu silat yang maha hebat itu."
Berkata Putri Angin Tornado.
Tan Ciu menerima hadiah pemberian sang guru yang tidak ternilai dengan harga itu.
Hari itu juga mereka berpisah.
Kim Hong Hong kembali keguha tempat tinggalnya.
Sedangkan Tan Ciu berkelana, mencari tempat yang tersimpan ilmu silat maha hebat.
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mendaki gunung, menembus rimba, menerjang lembah.
Tiba-tiba turun hujan lebat, guntur menggelegar keras, diantaranya sinar kilat yang bercahaya terang, bagaikan mau memecah bumi, terlihat sesosok bayangan berlari kencang, tidak terdengar suara larinya, ia menerjang hujan dan angin, menerjunkan dirinya kedalam sebuah lembah.
Siapakah bayangan ini? Dia adalah jago muda kita.
Tan Ciu, Mengikuti gambar peta yang didapatnya dari gurunya, ia mencari letak tempat penyimpan ilmu silat maha hebat itu.
Ia wajib meyakinkan ilmu silat yang lebih dalam, hal ini penting, mengingat betapa tinggi dan hebat ilmu kepandaian Tat Kiam Lam.
Kini berusaha.
Dimisalkan ia berbasil meyakinkan ilmu silat yang maha hebat itu.
Berhubung Tan Kiam Lam juga bukan manusia biasa, dapatkah ia mengalahkan ayahnya itu? hal ini belum dapat menemukan jawaban yang pasti.
Melewati lorong tebing yang dijepit oleh gunung-gunung tinggi, melalui sungai-sungai dengan airnya yang jernih.
Tan Ciu berhasil menemukan guha tempat penyimpan ilmu silat maha hebat itu.
Guha ini sangat kecil sekali, hanya seorang yang dapat memasuki guha itu.
Tan Ciu masuk kedalam guha, masuk dengan sabar, tanpa memperhitungkan mati hidupnya.
Berjalan belasan tombak, tiba tiba ia dikejutkan oleh satu suara gedabruk yang keras, itulah suara pintu batu yang menutup jalan baliknya.
Pintu guha telah tertutup mendadak.
Pintu batu yang menutup mulut guha itu tebal dan besar, luar biasa beratnya.
Ia telah menutup hubungan jalan Tan Ciu untuk kembali kedunia luar.
Didalam guha, Tan Ciu mencoba mendorong pintu tersebut.
Ia mengalami kegagalan total pintu tidak bergeming sama sekali.
Dan cerita kita singkat...
Air yang mengalir disungai-sungai kecil tetap meluncur tenang.
Dimusim dingin air ini membeku menjadi es, manakala musim semi datang, ia mencair lagi dan tetap meneruskan usahanya untuk dapat mencapai akhir tujuannya, itulah laut samudra.
Pintu batu yang menutup guha di mana Tan Ciu mencari ilmu silat maha tinggi itu tetap seperti sedia kala.
Musim panas tiba ...
Air mengalir semakin cepat.
Bagaimana keadaan Tan Ciu? Mari didalam guha pusaka? Mati karetna tamak kepada ilmu yang tiada batasnya? Belum! Dunia tidak membiarkan ia mati seperti itu.
dia adalah lakon utama kita, ia harus hidup, walau harus mengalami, menerjang berapa banyak rintangan dan kesulitan-kesulitan yang bagaimana beratpun juga.
Tan Ciu tekun didalam guha, mempelajari ilmu silat yang maha tinggi itu.
Maka, musim rontokpun tiba ...
Daun-daun mulai menguning satu persatu gugur jatuh, melayang dibawa angin terbang.
Lembah yang sunyi senyap itu, tiba-tiba digegerkan oleh letusannya satu suara yang maha dahsyat.
Batu yang menutup pintu guha tiba-tiba bobol pecah, hancur luluh berantakau, suara pecahan batu tebal inilah yang memecah kesunyian itu.
Sesosok bayangan, melayang keluar dari pecahan pecahan batu itu.
Siapakah orang ini ? Mudah diduga, dia adalah jago kita, Tan Ciu yang gagah perkasa.
Tanpa direnungkan lagi, kita mengetahui pasti bahwa ilmu kepandaiannya telah maju pesat, ia telah mendapatkan ilmu silat tinggi yang maha hebat itu, ia telah menjadikan dirinya sebagai seorang yang terkuat, seseorang yang mungkin dapat hidup malang melintang tanpa tandingan.
Satu tahun pemuda ini melatih diri didalam guha pusaka dan akhirnya berhasil menguasai segala kesulitan-kesulitan.
Kini ia muncul di dalam dunia bebas lagi.
Terlihat Tan Ciu melempangkan dadanya, menggerak- gerakkan tangan, meluruskan otot otot yang keras itu dan bergumam.
"Satu tahun telah kulewatkan "
Betul.
Satu tahun ia melatih diri dengan tekun, maka ia berhasil.
Kini musim rontok.
Waktu telah mendekati Pek gwe Tong-chiu Tan Ciu keluar dari guha pusaka tepat pada tanggal dua belas bulan delapan.
Tiga hari sebelum hari Tong chiu, tanggal lima belas bulan delapan yang terkenal dengan pesta kuweh Tong chiu pia itu.
Semua orang dalam rimba persilatan tak dapat melupakan drama Pohon Penggantungan.
Lebih lebih para gadis cantik yang berkepandaian ilmu silat, hati mereka berdebar keras, menantikan lewatnya hari yang naas itu.
Tanggal lima belas bulan delapan adalah hari Pohon Penggantungan yang meminta korban.
Masih dalam ingatan mereka, satu tahun yang lalu, seorang gadis cantik berkepandaian silat telah mati digantung orang, mati diatas Pohon Penggantungan.
Satu tahun telah lewat.
Tanggal lima belas bulan delapan tahun ini masih adakah korban yang akan mati penasaran diatas Pohon Penggantungan? Mari kita menyaksikan kejadian berikutnya.
Pada tanggal empat belas bulan delapan, Tan Ciu berada di mulut guha gurunya, di mana Putri Angin Tornado Kam Hong Hong menetap.
Ia wajib memberi tahu bahwa dirinya telah berhasil dan sukses meyakinkan ilmu silat tinggi yang maha hebat ini.
Tapi disini telah terjadi perubahan.
Didalam isi guha tidak dapati jejak gurunya.
Putri Angin Tornado Kim Hong Hong lenyap tanpa bekas, tidak meninggalkan tanda tanda sama sekali.
Hal ini sangat mengherankan si pemuda.
"Suhu ... suhu ...
"
Tan Ciu memanggil manggil gurunya. Tidak ada jawaban. Sudah jelas bahwa gurunya itu tidak berada ditempatnya.
"Apakah yang telah terjadi ? Masih segar dalam ingatan Tan Ciu, bahwa guru itu menekankan bahwa ia harus menemuinya! lebih dahulu, berhasil atau tidaknya menemukan ilmu silat tinggi yang maha hebat itu, ia harus memberi laporan yang jelas. Kini ia telah kembali, tetapi tidak berhasil membuat laporan kepadanya. Ke manakah guru itu pergi? Mati? Tidak mungkin. Terjadi sesuatu yang berada diluar dugaan. Tentunya ada musuh musuh kuat yang memancingnya pergi, mungkin juga kena di culik orang. Memang sudah menjadi biasa bahwa didalam jaman yang sangat kalut, terjadi penculikan- penculikan yang secara ilegal. Tan Ciu memeriksa seluruh isi guha, tidak ada peninggalan peninggalan yang dapat diselidiki olehnya. Maka ia keluar meninggalkan guha itu. Lama sekali Tan Ciu berdiri dimulut guha, kemana ia harus menentukan langkah berikutnya? Tan Ciu bertekad menuju kearah Benteng Penggantungan, disini ia harus memecahkan rahasia Tan Kiam Lam. Tubuhnya melesat dan menuju keatah Benteng yang sangat mesterius itu. Kecepatan Tan Ciu tidak bisa diukur dengan cara biasa, bagaikan bintang meteor yang melepaskan dirinya dari induk asalnya meluncur cepat sekali. Lain bayangan meluncur dari arah yang bertentangan kecepatannya pun hebat. Dua tokoh silat kelas satu ini hampir bersampokan, bertubrukan. Beruntung, mereka sama sama hebat, sama- sama tajam mata, cepat menginjak gas berhenti, dan menyisihkan diri. -ooo0dw0ooo-
Jilid 7 TAN CIU memasang mata, dihadapan-nya berdiri seorang pengemis tua dengan pakaian yang banyak tambalan, pengemis inilah yang mengganggu ketenangan jalannya.
Pengemis tua itu mempunyai wajah yang buruk, melihat si pemuda sebentar, segera ia membentak ...
"Bocah kurang ajar, kau ingin menerjang mampus diriku??"
Tan Ciu tertawa.
"Aku belum menerjang kau, bukan?"
Ia agak geli.
"Hm... Dengan ilmu kecepatanmu yang seperti tadi, bila sampai terjadi benturan, bagaimana aku dapat mempertahankan jiwaku,"
Berkata pengemis tua itu tidak mau mengalah! Tan Ciu tidak mendebatnya. Ia tersenyum senyum saja. Pengemis tua itu lebih marah. Ia membentak "Agaknya kau ingin menyongsong orang mati. Hee? Mengapa terburu buru seperti ini?"
Wajah Tan Ciu berubah.
"Apa maksud tujuanmu dengan kata kata tadi?"
Ia menatap pengemis tua itu tajam-tajam. Ia curiga.
"Kau ingin mengantarkan diri untuk mati?"
Seolah olah, pengemis tua ini ingin menarik, pembicaraan kedalam acara pokok.
"Matipun harus perlahan lahan, tahu?"
"Berilah penjelasan yang tenang!!"
"Tentang apa?"
"Tentang kata katamu yang tersembunyi."
"Ha...ha..ha.. ha"
Pengemis tua itu tertawa.
"Kau pintar, kau dapat menangkap arti kata kataku.!"
Tubuhnya melesat, meninggalkan Tan Ciu.
Tan Ciu tidak tinggal diam.
ia menyusul pengemis tua yang misterius itu.
Dengan beberapa kali loncatan, ia berhasil menyusulnya.
kemudian mencegat orang.
Si pengemis tua dipaksa menghentikan langkahnya.
Ia kena pegat.
"Eh, mengapa kau menggangguku lagi?"
Ia mengajukan pertanyaan. Tan Ciu membentak.
"Berilah keterangan yang jelas tentang maksud tujuanmu."
"Aku bermaksud tujuan apa ?"
"Bila kau masih berlagak pilon, dengan sekali hajar, aku akan meremukkan batok kepalamu "
Tan Ciu mengancam.
"Hanya ingin mengetahui keterangan yang lebih jelas, kau bersedia membunuh orang?"
Bertanya sipengemis tua.
"Betul, Kedatanganmu sangat mencurigakan"
"Apa yang kau curigai?"
"Karena kau seperti sudah tahu maksud tujuanku"
"Mengapa? Hal ini sudah lumrah, bukan?!"
"Kukira, kau adalah salah seorang dari golongannya?"
Pengemis tua itu tertawa berkakakan.
"Kau mengoceh seenak udel saja."
Ia berkata.
"Biar mati kelaparan, tidak nanti aku mengemis kepadanya."
"Siapa yang kau artikan dengan orang ketiga itu?"
Bertanya Tan Ciu.
"Seharusnya kau mengerti."
Berkata si pengemis tua.
"Tan Kiam Lam yang kau maksudkan?"
"Ketua Benteng Penggantungan."
Pengemis tua ini meralat keterangan Tan Ciu. Wajah sipemuda berubah lagi.
"Ketua Benteng Penggantungan adalah Tan Kiam Lam."
Ia berkata.
"Bukan."
Pengemis tua ini menolak keterangan.
"Ketua Benteng Penggantungan bukan Tan Kiam Lam?"
Si pengemis tua menganggukkan kepala.
"Kukira bukan."
Ia berkata.
"Tetapi belum tentu tidak mungkin sama sekali."
"Keterangan yang mempunyai dua jawaban seperti inilah yang paling-sulit diterima, bukan dan mempunyai kemungkinan."
Siapakah sesungguhnya ketua Benteng Penggantungan itu? Bagaimanakah Tan Ciu membongkar rahasia Tan Kiam Lam yang penuh rahasia teka teki? Mari kita menyaksikan bagian bagian berikutnya dari cerita ini.
oo-OdwO-oo TAN-CIU menatap pengemis tua itu tajam tajam.
Apa maksud dan bagaimana asal-usulnya pengemis yang sangat mencurigakan ini.
"Bagaimana kau tahu, bahwa aku ingin mengunjungi dan menemui ketua Benteng Penggantungan?"
Ia mengajukan pertanyaan, pengemis tua itu tertawa.
"Terus terang kukatakan kepadamu, pekerjaanku sehari hari, kecuali meminta-minta sedekah, lain pekerjaan ialah meramalkan sesuatu kepada orang. Aku adalah tukang ramal amatir."
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ngelepus!"
"Percaya atau tidaknya, terserah kepadamu,"
Berkata pengemis yang mengaku sebagai tukang ramal amatir itu. Sikapnya sangat tenang sekali. Tan Ciu mengeluarkan suara dari hidung.
"Dihadapanku, adalah lebih baik jangan terlalu banyak menjual mahal!"
Kau tidak percaya bahwa aku dapat melihat segala sesuatu yang sudah atau akan terjadi?"
Bertanya si pengemis tukang ramal.
"Tidak percaya..."
"Berani mengadakan pertaruhan?"
"Apa yang dipertaruhkan?"
"Bila aku dapat meramalkan segala sesuatu tentangmu dengan cocok, kau harus mencopot batok kepalamu, untuk diserahkan kepadaku."
"Bila ramalanmu tidak cocok?"
"Akupun akan menyerahkan batok kepalaku kepadamu."
"Baik."
Pengemis itu tertawa.
"Kau akan menyesal, tahu ?"
"Tidak. Aku tidak akan menyesal."
Tan Ciu menantang.
"Aku masih menyayangkan batok kepalamu itu."
"Jangan banyak cing-cong. Katakanlah."
"Apa yang ingin kau ketahui, kejadian yang sudah lewat atau kejadian yang akan terjadi?"
Pengemis yaug mengaku tukang ramal amatir ini mempunyai pegangan yang kuat. Maka ia berani berkata seperti tadi. Tan Ciu berpikir sebentar, kemudian berkata.
"Aku mengajukan suatu pertanyaan kepadamu, bila jawabanmu ini cocok, maka segera akan kuserahkan batok kepalaku."
"Baik."
Berkata si pengemis.
"Katakanlah, Seratus persen kau akan kalah."
Tan Ciu tertawa.
"Belum tentu."
Ia menantang.
"Sebutkanlah pertanyaanmu."
Berkata sipengemis tersebut.
"Siapa yang menjadi ayahku? Bimanakah ibu berada? Siapa yang menjadi algojo Pohon Penggantungan?"
Sekaligus. Tan Ciu mengajukan tiga pertanyaan yang beruntun. Pengemis tukang ramal amatir itu tertawa "Bocah."
Ia berkata.
"Berapa banyaknya batok kepalamu!"
"Tentu saja satu."
Berkata Tan Ciu masuk kedalam perangkap orang.
"Mengapa mengajukan tiga pertanyaan?"
Pengemis tua itu bertanya tertawa. Tan Ciu tertegun.
"Baiklah."
Akhirnya pemuda ini mengalah.
"Aku mengajukan satu dari tiga pertanyaan tadi, yang ingin kuketahui ialah siapa algojo Pohon Penggantungan?"
"Algojo Pohon Penggantungan..."
Si pengemis tidak meneruskan kata katanya agaknya tidak dapat memberi keterangan. Taa Ciu tertawa dingin.
"Bagaimana?"
Ia sangat puas.
"Tidak dapat memberi jawaban, bukan?"
"Bukan tidak dapat memberi jawaban."
Berkata sipengemis.
"Tetapi tidak dapat mengatakan kepadamu."
"Kentut! ianya satu alasan kosong."
Tan Ciu tidak puas.
"Jangan kau memaki orang."
"Bila kau tidak menjawab pertanyaanku ini, maka kau harus mengakui akan kekalahanmu dan serahkanlah batok kepalamu."
Berkata Tau Ciu. Pengemis tua itu menunjukkan wajahnya yang serba susah. Tan Ciu membentak lagi.
"Kau tidak mau menyerah kalah?"
"Aku.... Aku..... Sungguh aku tidak bisa mengatakannya."
Berkata sipengemis.
"Mengapa?"
"Karena hal ini menyangkut rahasia yang belum waktunya dibuka."
"Jangan menggunakan alasan."
"Sungguh."
"Lebih baik kau menyerahkan batok kepalamu itu."
Pengemis tua menggoyangkan kepala.
"Masih ada lain alasan?"
Bertanya Tan Ciu, Tubuhnya bergerak, siap menangkap orang. gesit sekali gerakan pemuda ini.
"Tunggu!!"
Berteriak si pengemis.
"Nah, katakanlah."
Berkata Tan Ciu.
"kuatur seperti ini saja."
Berkata sipengemis.
"Bertempur, tidak mungkin memenangkan dirimu. Laripun tidak mungkin dapat menghindari diri darimu. Dari pada menyerahkan batok kepalaku secara penasaran, lebih baik kuberikan jawaban pada secarik kertas, suata saat, bila sudah waktunya rahasia itu diketahui olehmu, maka baru kau boleh buka."
"Kau ingin mengulur waktu copotnya batok kepalamu itu?"
Tan Ciu mengejek.
"Bukan. Hal itu menyangkut takdir. Sesuatu yang telah ditetapkan tidak dapat diubah."
"H m m m m "
"Suatu hari, bila kau harus menyerahkan batok kepala itu, jangan kau menyesal,"
Berkata pengemis itu.
"Kukira kata kata ini harus ditujukan kepadamu."
Pengemis tua yang misterius itu mengeluarkan secarik kertas, mencatat sesuatu dan melipat lagi kertas tersebut, di tempelnya surat pusaka ini dan diserahkan kepada Tan Ciu.
"Simpanlah baik baik jawaban pertanyaanmu tadi,"
Katanya.
"Suatu ketika, setelah tiba waktunya untuk mengetahui, aku akan memberi tahu kepadamu."
Tan Ciu menerima surat jawaban itu. Dia masukkan kedalam saku baju. Maka iapun bersedia meneruskan perjalanan. Si pengemis mencegah dengan satu teriakan.
"Tunggu dulu!!"
Tan Ciu menghentikan gerakannya lagi.
"Apa lagi?"
Ia bertanya.
"Pokok persoalan.."
"Kau menyaksikan ilmu kepandaianku tidak dapat menandingi ketua Benteng Penggantungan?"
"Susah dipastikan"
Tan Ciu tertawa.
"Aku heran.."
Ia berkata.
"Bagaimana kau tahu aku akan mengunjungi Benteng Penggantungan?"
"Lupakah kau, bahwa kini sedang berhadapan dengan seorang tukang ramal amatir?"
"Obrolan kosong, aku tidak akan diajak perang lidah dengan seorang yang sudah menjadi pokrol bambu."
Pengemis itu tertawa. Ia berkata.
"Bukan obrolan kosong, juga bukan perang lidah. Aku ingin berembuk denganmu."
"Tentang apa?"
"Bersediakah kau menyaksikan suatu keramaian?"
"Keramaian apa?"
"Kau tahu, tanggal berapakah hari ini?"
"Tanggal berapa? Aku lupa."
"Hari ini tanggal empat belas,bulan delapan."
Berkata sipengemis tua yang mengaku dirinya sebagai seorang tukang ramal amatir itu. Hati Tan Ciu tergetar.
"Esok adalah hari Pek-gwe Cap go."
Ia berkata.
"Betul."
Membenarkan pengemis itu.
"Apa yang akan terjadi pada hari itu?"
"Hari Pohon Penggantungan yang menyeramkan."
"Betul."
Tan Ciu mengeluarkan suara dari hidung.
"Aku tak dapat melepaskan kesempatan ini,"
"Ingin pergi?"
Bertanya sipengemis.
"Tentu, Siapa yang menjadi korban Pohon Penggantungan, esok hari segera kuketahui,"
Si pengemis menggoyang goyangkan kepala berkata.
"Tidak mungkin!!!"
"Kau mengatakan bahwa aku tak mungkin berhasil mengetahui, siapa yang menjadi algojo Pohon Penggantungan?"
"Seratus persen kau akan mengalami kegagalan."
"Aku tidak percaya."
"Mau bertaruh lagi?"
"Kukira kau seorang pendekar Casino, Tukang judi yang suka taruhan"
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kuberi tahu kepadamu, bahwa orang yang akan mengunjungi Pohon Penggantungan tak sedikit, mereka adalah tokoh tokoh istimewa semua, termasuk siketua Benteng Penggantungan dan "
"Betul?!!"
"Tak akan salah lagi"
"Diantara algojo Pohon Penggantungan dan ketua Benteng Penggantungan tidak ada hubungan sama sekali.?"
"Tentu saja tidak"
"Kecuali ketua Benteng Penggantungan, tokoh mana lagi yang akan berkunjung datang?."
"Seorang tokoh silat kelas satu yang istimewa, si Pendekar Dewa Angin sin Hong Hiap juga akan turut serta."
"Siapakah Pendekar Dewa Angin Sin Hong Hiap ini?"
"Namanya sudah terkenal pada enam puluh tahun yang lalu dia adalah seorang jago tertua yang masih hidup didalam dunia.
"Ilmu silatnya dapat menandingi Tan Kiam Lam?"
"Sukar ditentukan, yang pasti ialah tidak berada dibawah Tan Kiam Lam."
Tan Ciu berkata suram.
"Aku tak percaya, masakan tak ada orang yang dapat menandingi ilmu Tan Kiam Lam??"
Sipengemis tua diam bungkam.
"Siapa lagi yang akan datang?"
Tan Ciu bertanya. Kini ia mulai percaya bahwa pengemis tukang ramal amatir ini mempunyai info info tajam. Si pengemis tua berkata.
"Bayangkan, bila esok malam, Tan Kiam lam, Sin Hoag Hiap dan ketua Benteng Penggantungan berkumpul di Pohon Penggantungan, bagaimanakah algojo Pohon Pengantungan menghadapi mereka? Suatu keramaian yang luar biasa, bukan?"
"Mereka itu pasti tiba?"
"Pasti."
"Kau berani mengadakan jaminan?"
"Apa yang harus kujamin. Mereka pun segera tiba. mengapa kau tidak mau turut serta."
"Baik. Aku turut serta didalam barisan kuat ini."
Berkata Tan Ciu gagah.
"Mari kita berangkat ke-Pohon Penggantungan."
Mengajak pengemis itu.
Tan Ciu tidak menolak ajakan ini, maka kedua orang itu melesat, menuju kearah Pohon Penggantungan.
Tanggal lima belas bulan delapun.
Hari seram, yang membayangi Pohon Penggantungan ini pun tiba.
Didalam rimba Penggantungan yang gelap, tetapi diliputi oleh kabut keseraman.
Tabir ini sudah waktunya dibuka.
Bila tahun yang lain, penggantungan seorang gadis cantik berkepandaian silat tidak dapat dicegah, bagaimana keadaannya tahun ini? Ilmu kepandaian Thong Lip cs tentu tidak dapat dibandingkan dengan ilmu kepandaian Tan Kiam Lam, Sin Hong Hiap dan ketua Benteng Penggantungan, mungkinkah tidak dapat dicegah terjadinya drama seram itu.
Malam segera mengarungi jagat, menutupi pemandangan dirimba penggantungan yang gelap.
Setelah kentongan yang pertama dibunyikan, disusul oleh bunyi kentongan kedua, Sebelum kentongan malam dibunyikan tiga kali, disekitar Pohon Penggantungan belum terlihat tanda tanda ada yang bergerak.
Pohon pohon duduk di tempatnya dengan kokoh, hanya daun-daun yang bertiup bunyi, karena godaan angin lewat.
Tiba-tiba ....
Satu bayangan lewat masuk kedalam rimba penggantungan, langsung menuju kearah pohon maut itu, ia berdiri disana.
Pada punggungnya terlihat menggembol pedang, dia adalah seorang pemuda.
Yang mengenakan pakaian warna kuning.
Pemuda berpakaian kuning menatap Pohon Penggantungan beberapa lama, tidak ada tanda tanda bahwa diatas Pohon ini telah terjadi drama baru..
Ia mengeluarkan suara dingin, tubuhnya dibalikkan dan pergi lagi, Sepeninggalnya pemuda berbaju kuning tadi, dari atas pohon yang agak tinggi, melayang dua orang, mereka adalah sipengemis dan jago muda kita, Tan Ciu.
Tan Ciu memandang pengenis tua dan bertanya.
"Siapakah pemuda berbaju kuning tadi?"
Sipengemis tukang ramal menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku belum berhasil mengetahui asal usalnya."
Ia berkata.
"Hm..."
Tan Ciu mengeluarkan suara dari hidung.
"Berkata saja terus terang, bahwa kau tidak tahu!"
Pengemis itu tertawa, ia menyudahi Perdebatan itu. Tiba tiba si pengemis menarik tangan baju Tan Ciu.
"Ada orang!"
Ia memberi bisikan.
Tubuhnya melesat dan bersembunyi di semak semak pohon.
Gerakan ini diikuti oleh Tan Ciu.
Mereka menyembunyikan diri.
Dua bayangan melesat masuk dan tiba dibawah Pohon Penggantungan.
mereka mengenakan pakaian berwarna hitam, yang berjalan duluan adalah laki laki dan yang belakangan adalah seorang wanita.
Laki laki dan wanita berbaju bitam itu memperhatikan Pohon Penggantungan sebentar, kemudian pergi lagi.
Diatas pohon, si pengemis tukang ramal membisiki perlahan.
"Orang orang dari Benteng Penggantungan,"
"Ng.."
Tan Ciu mengiyakannya.
Dua orang dari Benteng Penggantungan itu meninggalkan Pohon Penggantungan.
Terlihat tubuh Tan Ciu melesat turun dan mengikuti dibelakang mereka! Tanpa suara dan tanpa tanda tanda! Dua orang dari Benteng Penggantungan tidak mengetahui bahwa diri mereka telah berada dibawah pengawasan orang, mereka meninggalkan rimba Penggantungan! berjalan mengikuti jalan raya dan kini tiba disebuah bukit.
Mereka mendaki bukit itu, diatas bukit ada sebuah rumah yang dibangun dari bahan-bahan kayu, mereka masuk kedalam rumah itu! Didalam rumah kayu telah berkumpul tiga orang baju hitam, orang yang menjadi pemimpin dari tiga orang ini adalah wanita berbaju hitam, ia duduk ditengah.
Inilah wanita berbaju hitam yang Co Yong panggil sebagai bibi Kang.
Dua orang itu berbaju hitam yang baru masuk memberi hormat kepada bibi Kang itu.
"Memberi tahu kepada Hiangcu, kami telah kembali."
Berkata mereka. Ternyata Bibi Kang itu adalah hiangcu dari Benteng Penggantungau, suatu kedudukan yang cukup tinggi. Terlihat ia memandang dua orang tersebut dan bertanya.
"Ada gerakan?"
"Tidak."
Jawab dua orang yang ditugaskan membikin penyelidikan tentang pohon Penggantungan. Bibi Kang ini mengkerutkan kedua alisnya, kemudian memandang orang yang berada disebelah kiri, seorang laki- laki yang menggendong pedang dan bertanya.
"Bila ketua Benteng akan tiba?"
"Sebelum jam tiga,"
Berkata orang yang ditanya.
"Pasti datang?"
"Ya!!"
Orang itu menganggukkan kepala.
Tiba-tiba bibi Kang ini memanjangkan telinganya, ia merasa ada sesuatu yang tak biasa, dengan satu gerakan tangan, ia memberi perintah agar semua orang yang berada didalam rumah bambu itu menghentikan percakapan.
Suasana menjadi sunyi dan sepi.
Bibi Kang memandang luar jendela dan membentak.
"Siapa ?"
Tidak ada jawaban. Bibi Kang melesat keluar diturut oleh kawan-kawannya. Disana telah berdiri seorang pemuda berbaju kuning, pemuda inilah yang telah memeriksa Pohon Penggantungan.
"Kau siapa?"
Bentak bibi Kang kepadanya- Pemuda berbaju kuning mengeluarkan suara dengusan dari hidung..
"Apa yang kalian kerjakan ditempat ini?"
"Mengapa kau mengintip intip rahasia kami?"
Balik bertanya bibi Kang dengan suara keras.
"Siapa yang kesudian mengintip intip rahasiamu?"
Berkata pemuda baju kuning itu ketus. Semua orang berbaju hitam tertegun. Pemuda berbaju kuning itu bertanya lagi "Kalian dari Benteng Penggantungan?."
"Betul."
Mereka membenarkan pertanyaan itu.
"Mengapa tidak terlihat ketua kalian?"
Bertanya pemuda baju kuning lagi. Wanita berbaju hitam, bibi Kang itu berkata dingin.
"Bagaimana kau tahu bahwa ketua kami tidak datang?"
"Syukurlah bila ia datang."
Berkata sipemuda baju kuning.
"Aku akan menunggu kedatangannya."
Siapakah pemuda berbaju kuning ini? Dengan maksud tujuan apa menantikan kedatangan ketua Benteng Penggantungan? Mari kita teruskan cerita dibagian bawah.
oooOdwOooo PEMUDA berbaju kuning menempatkan dirinya diantara rombongan berbaju hitam itu, si bibi Kang menjadi naik darah, ia membentak.
"Apa maksudmu menantikan ketua kami?"
"Apa jabatanmu didalam Benteng Penggantungan?"
Balik tanya pemuda itu.
Wanita berbaju hitam she Kang ini adalah salah satu dari hiangcu Benteng Penggantungan.
Kecuali ketua, urutan selanjutnya adalah hiangcu emas, perak dan tembaga, dia adalah hiangcu tembaga itu.
Suatu jabatan yang cukup tinggi.
Mendengar pertanyaan sipemuda berbaju kuning, ia merasa tersinggung.
"Dengan orang yang sepertimu, kukira belum mempunyai kesempatan bertema muka dengan ketua Benteng kami."
Ia berkata.
"Kukira ketua benteng kalian harus mengirim undangan kepadaku."
Berkata pemuda itu.
"Bila ia datang, beri tahukan kehadiranku!"
Tubuhnva melesat dan meninggalkan bangunan bambu, tempat yang menjadi markas pos orang-orang Benteng Penggantungan itu, Wanita cantik berbaju hitam ini ada niatan untuk bergebrak tangan, apa mau perintahi ketua benteng tidak mengijinkan ia melakukan sesuatu yang berada diluar rencana, ia gagal mencegahnya.
Orang orang berbaju hitam mengajukan pertanyaan kepadanya.
"Hiangcu siapakah pemuda tadi?"
"Tidak tahu. Kalian boleh pergi. Biar aku Seorang yang menantikan kedatangan ketua,"
Empat orang berbaju hitam itu menerima perintah dan meninggalkannya, Disana hanya tinggal wanita cantik berbaju hitam itu, orang yang Co Yong sebut sebagai bibi Kang.
Ia berjalan mundur.
Melihat langit, maka kira kira sudah hampir mendekati pukul tiga, ia bergerak menuju kearah rimba Penggantungan.
Tiba tiba.....
Terdengar satu suara yang membentaknya.
"Berhenti!"
Seorang pemuda menghadang jalannya.
Wajah wanita ini berubah.
Pemuda yang membentak dan menghadang jalan adalah si jago muda yang galak.
Tan Ciu.
Bila wanita berbaju hitam itu dapat kenal dengan sipemuda, sebaliknya Tan Ciu tidak kenal kepadanya, dikala wanita itu muncul pertama kali, Tan Ciu berada didalam keadaan tidak sadarkan diri, ia masih berada didalam pangkuan Co Yong yang menolongnya.
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Melihat Tan Ciu, wanita baju hitam itu teringat kepada Co Yong, Gara gara pemuda inilah yang menyusahkan sigadis itu.
Wajahnya diliputi hawa kemarahan.
Ia membentak.
"Kau lagi?"
Tan Ciu terkejut.
"Kau kenal denganku?"
Ia bertanya.
"Betul!"
Berkata wanita itu.
"Kau orang dari Benteng Penggantungan?"
"Tidak perlu ditanya lagi."
"Ada beberapa hal yang ingin kutanyakan kepadamu."
"Katakanlah."
"Ketua Benteng kalian bernama Tan Kiam Lam?"
Wanita baju bitam itu tertegun. Hal ini sungguh berada diluar dugaannya. Ia tersenyum tawar. Kemudian berkata.
"Maafkan. Pertanyaan ini tidak dapat kujawab."
"Betul ia akan segera datang?"
Bertanya Tan Ciu.
"Waktu akan memberi jawaban kepadamu."
Tan Ciu tidak memaksa.
"Bagaimana dengan lain pertanyaan?"
Wanita itu memandang si pemuda.
"Aku ingin mengajukan nama seorang lain,"
Berkata Tan Ciu.
"Siapakah namanya?"
"Co Yong."
"Mengapa kau menanyakan dirinya?"
"Satu tahun yang lalu, ia telah dibawa oleh orang orang Benteng Penggantungan. Dapatkah aku mendapat berita tentang dirinya? Matikah? Atau masih hidup."
"Ia sudah mati."
Berkata wanita baju hitam itu.
"Huh?"
Tan Ciu termundur tiga langkah. Wajahnya berubah. Satu hawa pembunuhan meliputi paras mukanya. Wanita baju hitam itu mengulangi keterangan.
"Co Yong telah mati."
"Bagaimanakah kematiannya?"
Bertanya Tan Ciu.
"Menerima hukuman ketua benteng kami."
"Aaaaaaaa "
"Mengapa terkejut? Ia telah melanggar peraturan benteng, sudah selayaknya menerima hukuman itu."
Tan Ciu mengertak gigi.
"Aku akan membunuhnya."
Ia berkata.
"dendam nona Co harus kubalas."
Ditinggalkannya wanita berbaju hitam itu, masuk kedalam rimba Penggantungan lagi.
Dengan maksud tujuan menemukan ketua Benteng Penggantungan segera.
Tan Ciu Pergi.
Wanita baju hitam itu memandang bayangan belakang sipemada sambil menghela napas.
Tiba tiba terdengar suara tertawa dingin, datangnya dari arah belakang wanita baju hitam itu.
Cepat ia menoleh kebelakaug, disana tampak satu bayangan hitam, ia segera mengenal bayangan siketua benteng.
"Pocu...."
Ia memanggil perlahan. Pocu berarti ketua benteng. Ia dan kawannya sudah biasa menggunakan istilah ini. Bayangan itu adalah ketua Benteng Penggantungan yang misterius, ternyata ia telah menampilkan diri ditempat ini.
"Ada gerakan?"
Ia berkata.
"Tidak."
Wanita baju hitam itu memberi jawaban.
"Ng Pemuda yang baru berlalu tadi."
"Tan Ciu."
"Ng...."
Ketua Benteng Penggantungan menyatakan kesediaannya. Dengan satu nada perintah, ia berkata.
"jangan sentuh dan ganggu dia."
"Hamba tahu."
"Kini kau boleh kembali."
"Pocu "
"Disini sudah tidak memerlukan tenaga kalian. dua hiangcu lainnyapun telah kusuruh kembali."
"Baik."
Setelah memberi hormat.
wanita berbaju hitam itupun berjalan pergi.
Disusul dengan gerakan siketua Benteng Penggantungan, hanya satu kali meluncurkan kaki, belasan tombak telah dilewati, sungguh hebat ilmu meringankan badan orang ini.
Ditempat Pohon Penggantungan ...
Tan Ciu telah kembali, ia tidak tahu bahwa Ketua Benteng Penggantungan telah menampilkan diri, Sangkanya orang pasti ke Pos Maut ini.
Maka ia kembali, naik ketempat pohon persembunyian dan menyatukan dirinya dengan sipengemis tua.
"Ada tanda-tanda lain?"
Bertanya pengemis itu kepada sipemuda! Tas Ciu menggelengkan kepala! "Bagaimana dengan keadaan disini?"
Ia balik bertanya.
"Masih sepi."
Bercerita sipengemis.
Tan Ciu memandang Pohon Penggantungan, pohon itu berada dibawahnya, pohon palsu itu tetap berdiri ditempatnya, pohon maut yang, telah meminta banyak korban.
Terdengar satu geseran angin, dibarengi oleh munculnya seorang pemuda berbaju kuning, langsung pemuda ini menuju kearah Pohon Penggantungan.
Ia telah berdiri ditempat yang sejarak tiga tombak dari pohon tersebut.
Apa maksud tujuan pemuda berbaju kuning, itu! Ingin menantikan kedatangan algojo Pohon Penggantungan? Pengemis tukang ramal amatir memandang Tan Ciu, wajahnya agak muram.
Tan Ciu sedang memusatkan perhatiannya kearah pemuda berbaju kuning itu.
ia sangat mencurigakan.
Dilihat dari gerak-geriknya tentunya pemuda itu mempunyai ilmu kepandaian silat yang sangat tinggi.
Apa yang akan terjadi didepan Pohon Penggantungan? Algojo Pohon Penggantungan, ketua Benteng Penggantungan, pemuda berbaju kuning, Tan Ciu, sipengemis tukang ramal amatir, sipendekar Dewa angin Sin Hong Hiap yang sewaktu waktu dapat memunculkan dirinya ditempat ini-menjadikan suatu rangkaian Pohon Penggantungan.
Apa akibat dari pertemuan dari pada para jago silat kelas satu itu? Menjelang tepat kentongan ketiga dibunyikan.
Seperti biasa kabut putih tersebut ditempat rimba gelap itu.
Semakin lama, semakin tebal.
Pemandangan mulai suram dan guram, Terdengar suara kentongan yang dibunyikan tiga kali.
Hari menjelang pagi yang gelap sekali.
Tan Ciu dan pengemis tukang ramal amatir menyembunyikan diri mereka diatas sebuah pohon tinggi.
Pemuda berbaju kuning berdiri di tempat yang berjarak beberapa tombak dari Pohon Penggantungan.
Mereka menantikan kehadirannya si algojo Pohon Penggantungan.
Hampir satu jam kemudian ...
Terdengar satu suara bergerak, sesuatu yang menginjak daun daun rontok di dalam rimba Penggantungan.
Dan disaat ini terdengar kentongan dipukul empat kali.
Satu jam lagi, para petani sudah akan bangun untuk menggarap tanah mereka, Srek...
srek....
srek....
Suara ini semakin jelas.
Tan Ciu, pengemis tua dan pemuda berbaju kuning mengalihkan pandangan mereka kearah datangnya suara.
Tidak terlihat ada bayangan manusia.
Kabut terlalu tebal.
halimun pagi mengarungi seluruh rimba penggantungan.
Muagkinkah algojo Pohon Penggantungan yang datang? Kini terlihat satu bayangan, itulah bayangan merah yang datang.
Tan Ciu mengkerutkan keningnya.
Potonngan tubuh itu sudah tidak asing baginya, inilah potongan tubuh dari seorang gadis jelita.
Pemuda berbaju kuning menantikan kedatangan bayangan merah itu.
Kini bayangan merah betul betul tiba, ia berdiri dibawah Pohon Penggantungan.
Tiba tiba.
pemuda berbaju kuning membentak.
"Siapa?"
Bayangan merah itu bergerak, menoleh kearah datangnya suara, halimun pagi terlalu tebal.
ia tidak menyangka bahwa ada orang yang menantikan disitu.
Tubuh si pemuda berbaju kuning bergerak, menubruk bayangan merah itu.
Orang ini tidak diam ditempat.
ia melesat menyingkirkan diri dari tubrukan orang, Kemudian meletakkan kaki didekat pohon dimana Tan Ciu dan pengemis tua berada.
Tan Ciu segera mengenali orang ini.
hampir ia menjerit.
Orang yang berada dibawahnya adalah si Jelita Merah.
Beruntung pengemis tua itu gesit, cepat cepat ia memberi instruksi, agar Tan Ciu tidak membuka suara.
Tan Ciu menahan gejolak hatinya, ia memandang kebawah, menyaksikan bagaimara Jelita Merah menghadapi sipemuda berbaju kuning.
Pemuda berbaju kuning telah berhadapan muka langsung dengan Jelita Merah.
Mereka saling pandang dengan penuh curiga.
"Aaaa...."
Tiba tiba Jelita Merah mengeluarkan teriakan tertahan. Pemuda berbaju kuning itupun tidak kalah terkejutnya.
"Kau?"
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hal ini berada diluar dugaannya, Wajah Jelita Merah terjadi perubahan! girang... gemetar ... dan aneka macam lagi, akhirnya ia berteriak.
"Kau?! Chiu It Cong?"
Tan Ciu turut tergetar, nama Chiu it Cong ini tidak asing baginya, itulah nama kekasih pertama Jelita Merah yang dikatakan telah menghianatinya.
Chiu It Cong pernah mendapatkan tubuh Jelita Merah, kemudian meninggalkannya.
Chiu It Cong juga mengenali bekas kekasihnya itu.
"Kau?"
Ia mengeluarkan suara dingin- "Tidak disangka, kini kita bersua lagi!"
Dengan suara gemetar. Jelita merah memanggil.
"Chiu koko "
Ia menubruk dan merangkul tubuh kekasihnya itu, Lupalah bagaimana besar derita yang ditinggalkan oleh Chiu It Cong kepadanya.
Jelita Merah pernah membenci laki laki ini, setelah bertemu, lupalah kepada kebenciannya, Ia masih mengenangkan cinta lama, cinta itu tetap menyala-nyala.
Tepat waktunya Jelita Merah menubruk Chiu It Cong, terlihat pemuda berbaju kuning itu mengayunkan tangan, Plaakkk...
Ia menempiling pipi gadis berbaju merah itu.
Jelita Merah termundur, ia memegangi pipinya yang dirasakan sangat panas, tamparan Chiu It Cong tidak mengenai kasihan.
Hal ini terjadi dalam waktu yang sangat singkat.
Pemuda berbaju kuning Chiu It Cong membentak.
"Ong Leng Leng, apa yang telah terjadi dimasa yang lampau itu, tidak mungkin kembali lagi!"
Ternyata nama kecil si Jelita Merah adalah Ong Leng Leng! Ia membelalakan mata "Hah?"
Hampir Jelita Merah tidak mempercayai pendengaran telinganya.
"Ong Leng Leng, kau jangan mengimpi"
Berkata lagi Chiu It Cong.
"Kau "
Jelita Merah menangis sedih "Dahulu aku hanya ingin mempermainkan, saja.."
"Kau kejam,."
"Betul! suatu hari, aku pernah cinta kepadamu. Tetapi waktu itu telah berlalu."
"Kau pemuda bajingan.."
"Kubunuh kau!"
Chiu It Cong menggeram. Jelita Merah Ong Leng Leng sangat sedih sekali. Kemarahan telah berlimpah limpah, membuat dadanya menjadi sesak. Ia menggeram.
"Chiu It Cong, kau telah mempermainkan cintaku. kau telah mendapatkan diriku, kemudian meninggalkanku, kini ingin membunuhku? Bagus! .... Bagus "
"Hee..heee....."
Pemuda baju kuning Chiu It Cong mengeluarkan suara jengekkan "Kau ingin mengadakan perlawanan?"
"Aku ingin membunuhmu!"
Berkata Jelita Merah Ong Leng Leng.
"Ha... Ha "Pemuda baju kuning Chiu It Cong tertawa. Jelita Merah sungguh-sungguh marah besar, mungkinkah ada seorang laki laki yang seperti Chiu It Cong ini? Menghianati orang dan membunuh orang? Dicemoohkan seperti itu, ia mengayunkan tangan memukul orang! Chiu It Coag telah siap sedia, ia menyambuti serangan itu dengan serangan pula. Dua tangan mereka saling beradu, masing masing mundur beberapa langkah dari kedudukan yang semula. ternyata dua orang ini sama kuat. Ong Leng Leng maju lagi, ia sangat penasaran. Chiu it Cong tidak diam, iapun ingin membunuh gadis gadis yang dapat membusukkan namanya. Bagaimana akhir kesudahan dari pertempuran ini? Mari kita memeriksa lembaran lembaran berikutnya o.OdwO.o JELITA merah Oag Leng Leng dan pemuda baju kuning Chiu It Cong meogadu silat, menentukan kemenangan diatas kekerasan tangan. Sepuluh jurus telah dilewatkan. Belum ada putusan dari pertandingan. Dua puluh jurus! Kini memasuki babak yang ketiga puluh, Ilmu kepandaian Jelita Merah telah mendapat kemajuan banyak. Tetapi lawannya bukan pemuda biasa. Chiu-It Cong dapat mempertahankan posisi tidak kalah. Bluuummmmmm..... Terdengar satu benturan keras lawan keras. Dua bayangan itu terpisah, yang merah kekanan dan yang kuning kekiri! Jelita Merah Ong Leng Leng jatuh dengan menyemburkan darah segar. Chiu It Cong telah lompat maju lagi, ia menggeram.
"Ong Leng Leng, apa lagi yang kau mau katakan?"
Jelita Merah tiba tiba tertawa berkakakan. Hal ini mengherankan sipemuda baju kuning ia segera membentaknya.
"Apa yang kau tertawakan?"
Jelita Merah menggeram? "Hari ini adalah hari yang menentukan hubungan kita, bila bukan kau yang mati, pasti aku yang menjadi korban."
Dengan membawa luka yang berat, Jelita Merah Ong Leng Leng menerkam, ia meneruskan pertempuran itu.
Chiu It Cong masih kuat, dengan mudah ia dapat memukul mati gadis baju merah ini.
Tangannya diayun, mengancam kepala orang, Tan Ciu segera melesat turun, ia menghalangi lagi datangnya serangan pemuda berbaju kuning Chiu It Cong itu.
Blaarrr....
Chiu It Cong berhasil dipukul mundur, Jelita Merah mengenal sipemuda, ia berteriak girang.
"Tan Siauw hiap "
Chiu It Cong memancarkan sinar kebencian yang tidak terhingga. Tan Ciu menghadapi pemuda berbaju kuning itu. Terdengar suara geram Chiu It Cong.
"Siapa kau? Mengapa usil sekali?"
"Aku tidak dapat menonton kekejaman tanganmu ditempat ini."
Berkata Tan Ciu gagah.
"Eh. ada orang yang menjadi backingnya?"
Tan Ciu tidak memberikan jawaban. Ia menoleh dan memandang Jelita Merah.
"Kau masih menyintainya?"
La mengajukan pertanyaan kepadanya. Jelita Merah Ong Leng Leng bungkam.
"Laki laki yang sepertinya tidak patut diberi kesempatan hidup."
Berkata Tan Ciu. Jelita Merah menggeretek gigi.
"Baiklah."
Ia berkata "Tolong wakili aku membunuhnya."
"Tidak akan menyesal?"
Tan Ciu meminta ketegasan.
"Tidak."
Berkata Ong Leng Leng singkat.
"Baik."
Tubuh Tan Ciu melesat, memberikan serangan kepada lawan. Chiu It Cong tertawa berkata.
"Ternyata kalian sudah bersekongkol lama!"
Ia lompat dan menghindari serangan Tan Ciu yang pertama! Kemudian membalas dengan satu pukulan tangan! Tan Ciu sangat benci kepada pemuda yang seperti Chiu It Cong, ia memasang kuda kuda kuat dan menerima serangan itu.
Tenaga mereka beradu di tengah.
Tubuh Chiu It Cong berhasil didorong mundur sampai dua langkah.
Tan Ciu lompat maju lagi, ia menggertak.
"Hayo, meminta maaf kepada Nona Oog"
"Kentut."
Pemuda baju kuning Chiu It Cong memaki.
"Kau memaksa aku membunuhmu?"
Berkata lagi Tan Ciu.
"Kau tidak berani."
Berkata Chiu It Cong menantang.
"Mengapa tidak berani?"
Berkata Tan Ciu yang segera mengirim satu serangan maut.
"Nah, terimalah ini"
Chiu It Cong telah tahu betapa hebat kekuatan lawannya itu, maka ia tak mau menempurnya lagi, dengan mengandalkan ilmu ringankan tubuhnya yang sudah mencapai tahap paling sempurna, ia menyingkir pergi! Bila ada waktu atau kekosongan, baru ia membalas memberi serangan totokan.
Mereka saling pukul dan mencari kelengahan lawannya.
Didalam sekejap mata lima jurus telah lewat.
Jelita Merah Ong Leng Leng betul-betul kecewa akan sikap yang Chiu It Cong perliatkan kepadanya, kini dilihat bekas kekasih itu berada dibawah ancaman bawahan Tan Ciu, ia tidak menyayangkan lagi jiwa pemuda berbaju kuning itu.
Terlihat Tan Ciu membentak, tangan kirinya termiring mengirim satu pukulan.
Inilah hebat, pukulan tadi mengandung tiga macam perubahan, ke mana saja lawan pergi, ia dapat menyusul cepat.
Chiu It cong masih bukan tandingan jago muda kita, apa boleh buat, ia harus menutup serangan Tan Ciu itu dengan satu pukulan.
Tan Ciu mengubah taktik perang, tiba-tiba jarinya dikeraskan, mengganti pukulan menjadi totokan.
Jalan darah Tong teng yang diancam.
Maksud tujuan Chiu It Cong mendesak lawannya gagal, dengan cara itu ia dipaksa melakukan satu gempuran keras lagi.
Tan Ciu memperhitungkan sampai disini, maka totokan diganti lagi, serangan pukulan memapaki serangan Chio It Cong.
Akhirnya merekapun mengadu tangan.
"Aduh.."
Chiu It Cong terpukul mundur, Tan Ciu tidak memberi kesempatan lawan itu bernapas, ia menyusul dan mengirim satu pnkulan lain tepat mengenai dada pemuda baju kuning itu! Chiu It Cong memuntahkan darah segar, tubuhnya jatuh di tanah ia pingsan.
Tan Ciu siap menamatkan jiwa pemuda tukang mempermainkan cinta ini, tangannya diangkat lagi...
Tiba tiba terdengar satu suara yang datang dari belakang.
"Jangan!"
Tan Ciu membatalkan niatan itu.
Ia menoleh dan dilihat olehnya pengemis tua itu telah lompat turun dari atas pohon persembunyiannya.
Tan Ciu memandang pengemis tukang ramal amatir itu dengan sinar mata tidak mengerti.
Pengemis itu segera menotok beberapa jalan darah Chiu It Cong baru ia menghampiri Tan Ciu.
Maka Chiu It Cong sadarkan diri.
Tan Ciu menegur orang.
"Apa artinya ini?"
Si pengemis menunjuk kearah Chiu It Cong dan berkata.
"Dia tidak boleh dibunuh!"
"Mengapa?"
"Dia adalah anak murid Pendekar Dewa Angin Sin Hong Hiap."
"Hah? Anak murid Sin Hong Hiap? Masakan Orang jahat seperti Chiu it Cong ini mau diterima menjadi murid oleh seorang pendekar kenamaan!"
Tan Ciu menaruh curiga, Pengemis itu mengulang keterangannya! "Dia sungguh-sungguh akhli waris Sin Hong Hiap. Jago tua yang telah berumur lebih dari setengah abad itu."
Tan Ciu belum pernah takut kepada orang termasuk si jago tua Sin Hong Hiap, wajahnya semakin beringas. Hawa pembunuhan belum lepas dari paras yang cakap itu. Terdengar sipengemis tua berkata lagi.
"Memukul anjingpun harus memilih tempat, melibat suasana dan gelagat. Lihatlah dulu majikan yang mempunyai dan memelihara binatang itu. Orang yang seperti Sio Hong Hiap, kita tidak boleh mengutak utiknya."
Tan Ciu berkata dingin.
"Semua orang boleh menjadi takut dengan Sin Hong Hiap. Tetapi aku tidak."
Tubuh sipemuda melesat kearah Chiu It Cong dan membentak pemuda berbaju kuning itu.
"Kau anak murid Sin Hong Hiap?"
"Betul."
Chiu It Cong membenarkan pertanyaan ini.
"Memandang wajah Sin Hong Hiap, aku memberi kesempatan yang terakhir, agar kau dapat sadar diri kesalahan. Meminta maaflah kepada nona Ong.!'"
"Tidak mau!"
Berteriak Chiu It Cong.
"Kau jangan membawakan sikap kepala batu."
"Bila kau berani membunuh diriku, bahaya segera tiba diatas kepalamu, jiwamupun tidak mungkin dapat dipertahankan."
Tan Ciu tertawa berkakakan.
"Akan kubunuh kau dahulu,"
Ia berkata.
"Akan kulihat, betulkah tidak dapat mempertahankan jiwaku?"
Tan Ciu mengayun tangan dan memukul kearah Chiu It Cong yang sudah tidak berdaya sama sekali itu. Tiba-tiba sipengemis tukang ramal amatir melesat, ia menerima pukulan Tan Ciu tadi. Maka jiwa pemuda baju kuning itu ditolong lagi.
"Jangan!"
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ia berteriak keras. Tan Ciu membentak pengemis usil ini.
"Apa yang kau mau?"
"Kau tidak dapat melepaskannya?"
Bertanya sipengemis.
"Betul."
"Sudah memperhitungkan segala akibat dari perbuatanmu ini?"
"Segala akibatnya akan kupikul sendiri."
Berkata Tan Ciu Pengemis tua itu mengundurkan dirinya.
Chiu It Cong tahu, tidak mungkin meminta pengampunan, menggunakan kelengahan Tan Ciu, tiba riba ia meletik cepat, menyerang si pemuda.
Maksud tujuannya ialah, dengan satu kali pukul, membokong Tan Ciu.
Tan Ciu tidak lengah, ia menyingkir kekiri dan memberi satu pukulan maut.
Terdengar satu suara jeritan yang mengerikan, kepala Chiu It Cong telah hancur pecah dikala tubun itu jatuh, napasnya telah terhenti sama sekali.
Ia mati.
Tan Ciu menjadi tertegun, Wajah sipengemis tua itu berubah.
"Bocah,"
Ia berkata "Sin Hong Hiap tidak nanti mau menyudahi perkara ini begitu saja."
"Segala tanggung jawab akan kupikul seorang diri."
Berkata Tan Ciu.
"Kau belum kenal watak si Pendekar Dewa Angin Sin Hong Hjap itu ..."
Kata kata ini terputus oleh jeritan si Jelita Merah Ong Leng Leng.
"Chiu koko "
Membiarkan hawa kemarahan dan kejengkelannya lewat.
Ong Leng Leng tidak meninggalkan kenangan lama begitu saja, biar bagaimana Chiu It Cong adalah pemuda yang pernah dikasihi olehnya.
Kini pemuda itu telah mati, bagaimana ia tidak bersedih? Ia menubruk mayat itu dan menangis menggerung gerung.
Tan Ciu menjadi bingung, Ia segera sadar bahwa langkahnya tadi yang tergesa gesa itu adalah satu langkah set yang salah.
Tidak seharusnya ia membunuh pemuda yang dikasihi oleh gadis itu.
Hampir Tan Ciu mengucurkan air mata.
Kelopak itu telah basah dan berkaca kaca.
Didepan Pohon Penggantungan terjadi drama pembunuhan yang seperti ini.
Tiba tiba melayang datang seorang mengenakan pakaian abu abu dan kecepatan orang ini sangat luar biasa.
didalam sekejap mata, ia telah berada disana.
Ia adalah seorang tua yang sudah berambut dan beruban putih.
Pengemis tukang ramal amatir mendongakkan kepala, ia sangat terkejut.
"Aaaaaaa "
Mulutnya terbuka lebar. Orang tua berpakaian abu abu membentak.
"Siapa yang membunuhnya ?"
Ia menunjuk kearah mayat Chiu It Cong.
Suaranya seram dan penuh hawa pembunuhan.
Tan Ciu memandang orang tua itu, dari kata kata yang dicetuskan olehnya, dengan mudah ia dapat menduga, siapa orang yang baru datang ini? Dia adalah pendekar Dewa Aagin Sin Hong Hiap.
Tan Ciu menghadapi orang tua itu.
"Kau siapa?"
Ia balas mengajukan pertanyaan. Orang tua berbaju abu abu mengalihkan Pandangan matanya, kini diarahkan kepada jago muda kita.
"Aku sedang bertanya, siapa yang membunuhnya?"
Ia membentak sipemuda.
"Aku!!"
Tan Ciu menunjuk hidung.
"Kau?"
Orang tua itu agak kurang percaya "Betul. Tentunya kau inilah yang bernama Sin Hong Hiap?"
"Cocok!! dengan alasan apa kau membunuh muridku?"
"Ia telah mempermainkan seorang wanita bahkan tidak mau mengakui kesalahannya, Maka wajib menerima kematian."
"Hm..."
Orang tua berbaju abu abu itu mengeluarkan suara dari hidung.
"Ia wajib menerima kematiannya. Dan kau apa tidak wajib menerima kematian?"
Si pendekar Dewa Angin Sin Hong Hiap mendekati Tan Ciu. Hal ini mengejutkan sipengemis tukang ramal amatir, ia maju menyelak diantara dua orang tersebut.
"Sabar "
Ia mencoba mendamaikan perkara. Sin Hong Hiat menatap orang yang menyelak masuk. Segera ia menjadi terkejut.
"Hei, pengemis bau,"
Ternyata ia kenal wajah pengemis ini.
"Mengapa kau berada ditempat ini? Eh, kau ingin campur urusan?"
"Mana kuberani turut campur urusan ini."
Berkata sipengemis.
"Hanya didalam hal ini "
"Cukup. Berdirilah disamping sana."
Berkata Pendekar Dewa Angin Sin Hong Hiap "Maukah kau mendengar sedikit keteranganku?"
Pengemis itu masih berusaha.
"Katakanlah"
Sin Hong Hiap menganggukkan kepala.
"Muridmu telah mempermainkan kesucian seorang gadis, kesalahan ini tidak mau diakui olehnya. Suatu kesalahan besar yang tentu berada diluar tahumu."
"Gadis mana yang telah dipermainkan olehnya? "
Pengemis tukang ramal amatir menunjuk kearah Jelita Merah Ong Leng Leng.
"Itulah orangnya."
Ia berkata. Kesalahan dipihak murid sendiri. Sin Hong Hiap tidak mau melibatkan diri dengan gadis itu. Kini ia memperlihatkan watak yang sok menang itu.
"Dimisalkan muridku melakukan sesuatu yang salah."
Ia pentang suara.
"sebagai gurunya, aku wajib memberitahu. Akulah yang berhak menghukumnya. Dengan alasan apa kalian turun tangan kepada dia? Sudah tidak ada aturan? Dengan dalih apa kalian membunuh dirinya? Sudah tidak ada tata hukum? Tidak memandang mata padaku? Ingin menantang Sin Hong Hiap? Merasa diri sendiri sudah pantas? Merasa sudah berkepandaian tinggi? Ingin menjadi jago? Ingin merajai rimba persilatan "
Tan Ciu tidak sabar ia memotong pembicaraan orang.
"Ini yang dinamakan guru kencing berdiri, murid kencing berdiri, murid yang bejat moral tentu mempunyai guru yang tidak tahu aturan. Sin Hong Hiap, orang lain boleh takut kepadamu, aku Tan Ciu tidak takut kepadamu."
Sin Hong Hiap, mengertak gigi.
"Bagus!"
Ia berteriak."Didalam tiga gebrakan aku segera menghancurkan batok kepalamu."
Tanpa menunggu jawaban orang, tubuhnya melesat dan menerkam kearah Tan Ciu. Tiba tiba bergeraklah satu suara yang sangat keren sekali.
"Sin Hong Hiap, kau berhenti."
Sin Hong Hiap adalah jago kenamaan yang menganggap dirinya terpandai dikolong dunia, kini dapat didatangi orang tanpa kesadarannya, tubuh yang melesat tadi dengan tidak terhenti sama sekali, berputaran dan kembali ketempat asalnya.
Batallah setangan yang ditujukan kearah Tan Ciu.
Terdengar lagi suara yang keren tadi.
"Sin Hong Hiap berani kau mengganggu selembar rambutnya.Orang yang pertama mati adalah kau sendiri."
Seorang berbaju hitam terpeta didalam rimba Penggantungan, dialah yang memberi ancaman kepada si Pendekar Dewa Angin Sin Hong Hiap.
Siapakah bayangan orang berbaju hitam ini? Mungkin algojo Pohon Penggantungan? Mungkinkah ketua Benteng Penggantungan? Mungkin Tan Kiam Lam? Mari kita meneruskan cerita yang masih harus dibaca ini.
o-OdwO-o DIBAWAH Pohon Penggantungan Beberapa orang sedang bersitegang, manakala pendekar Dewa Angin Sin Hong Hiap ingin membunuh Tan Ciu, muncul seorang berbaju hitam, dengan suara yang galak, keren dau temberang menantang dan mengancam Sin Hong Hiap.
Semua orang menduga duga siapakah orang ini? Bayangan orang berbaju hitam itu tidak segera maju.
Ia berdiri jauh jauh dari semua orang berada.
Tidak perduli siapa, orang ini berani menantang Sin Hong Hiap, tentu mempunyai ilmu kepandaian yang sangat luar biasa.
Setelah kembali ditempatnya yang semula.
Sin Hong Hiap tertawa berkakakan.
Bayangan hitam itu membuka suara lagi.
"Sin Hong Hiap, kau tidak percaya?"
Sin Hong Hiap menutup suara tertawanya dan membentak .
"Dari lagu dan nada suaramu, tentunya seorang tokoh berkepandaian tinggi, sebutkanlah namamu."
"Kukira tidak perlu."
"Takut?!"
Orang berbaju hitam itu mengeluarkan dengusan.
"Bila aku takut kepadamu, tentu tidak berani mengeluarkan tantangan, bukan?"
"Akan kubuktikan tokoh dari manakah yang berani menggangguku." -ooo0dw0ooo-
Jilid 8 TUBUH Sin Hong Hiap melesat dan menubruk orang berbaju hitam itu.
julukan Sin Hong Hiap adalah Pendekar Dewa Angin mudah dibayangkan, tentunya mempunyai kecepatan yang luar biasa, gerakan tadi disendat cepat, bagaikan main sulap, ia telah berada ditempat orang baju hitam tadi bicara.
Tetapi bayangan hitam inipun mempunyai kecepatan yang tidak berada dibawah Sin Hong Hiap, tubuhnya melejit, menyingkirkan diri sejauh tiga tombak.
Ia berhasil mempertahankan jarak yang terpisah dari Sin Hong Hiap.
Kecepatan yang menakjubkan.
Wajah Sin Hong Hiap berubah, mengingat hal ini, tentu lawan yang dihadapannya berkepandaian tinggi.
"Terimalah seranganku."
Berkata Sin Hong Hiap dan menyerang bayangan hitam itu.
Sang bayangan melejit lagi, tetap menjauh dari Sin Hong Hiap, tidak mau menyambuti serangan yang dilontarkan lawan tersebut.
Sin Hong Hiap mengejar.
Orang ini selalu menyingkirkan diri.
Dua orang ini saling kejar dan lenyap diluar rimba Penggantung.
Tan Ciu menolehkan kepala, memandang Pengemis tukang ramal amatir itu, dilihat si pengemis menunjukkan wajah tertawa getir, Menelungkup diatas tubuh Chiu It Cong yang sudah mati.
Jelita Merah Ong Leng Leng menangis sesenggukkan.
Kini ia mengangkatkan kepala memandang Tan Ciu.
Sipemuda juga memandangnya, tubuhnya menggigil dingin.
Ia menghampiri dan berkata "Nona Ong, maafkan kelancanganku yang telah membunuhnya."
Ong Leng Leng. menggeleng-gelengkan kepala, ia masih sesenggukan. Tan Ciu berkata dengan nada suara rendah.
"Tidak seharusnya aku membunuhnya."
"Hal ini tidak perlu diungkit-ungkit lagi."
Berkata Ong Leng Leng.
"Bila aku tahu bahwa kau masih menyintainya, tentu tidak terjadi hal ini."
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sudahlah ..."
"Maafkan diriku,"
"Aku tidak menyalahkan mu. Akulah yang menyuruhmu membunuhnya... Betul aku cinta kepadanya, tetapi hal ini tidak mungkin dapat dipertahankan olehnya!"
Jelita Merah Oag Leng Leng menangis lagi, kini ia membayangkan nasibnya yang sengsara.
Dia masih menderita luka, pukulan Chio It Cong menyebabkan mengeluarkan bunyak darah.
Tan Ciu mengeluarkan obat Seng hiat-hoat-hun-tan, diserahkan kepada Jelita Merah dan berkata.
"Makanlah obat penambah darah ini."
Ong Leng Leng menggeleng-gelengkan kepalanya, ia menolak pemberian itu.
"Terima kasih."
Suaranya sangat lemah.
"Kau masih membenci aku ?"
"Tidak. Bukan sedikit budi yang kuterima darimu. Kini Chio It Cong telah mati. aku harus kembali kepada guruku. Mungkin tak dapat menjumpai lagi,"
Dengan susah payah, Jelita Merah meninggalkan rimba Penggantungan. Tan Ciu memandang punggung gadis sengsara itu, beberapa saat kemudian, ia lari menyusul.
"Nona Ong..."
Ia memanggilnya. Jelita Merah menghentikan langkah yang berat.
"Nona Ong!"
Berkata Tan Ciu. Kau harus istirahat dahulu."
"Janganlah menghalang-halangi kepergianku."
Berkata Ong Leng Leng.
"Nona ong .."
Tiba-tiba Jelita Merah menubruk pemuda itu, ia menangis sedih didalam rangkulannya.
Tan Ciu membiarkan orang menangis bersandar pada dadanya.
Pengemis tukang ramal amatir itu menghela napas perlahan.
Satu bayangan abu-abu melesat cepat, sudah berada disampingnya sisi Tan Ciu.
Dia adalah Sin Hong Hiap yang ternyata telah balik kembali.
Tan Ciu kaget, cepat-cepat mendorong pergi tubuh Ong Leng Leng.
Ia harus siap menghadapi musuh kuat itu.
Sin Hong Hiap mengayun tangan memukul sipemuda.
"Bocah serahkanlah jiwamu."
Bentaknya keras. Tan Ciu sudah dapat menduga, sebelum serangan Sin Hong Hiap tiba, ia telah lompat terbang, menjauhi serangan. Maka gagallah serangan Sin Hong Hiap, mengenai tempat kosong. Jelita Merah Ong Leng Leng nyelasupi masuk, ia berteriak.
"Apa-apaan nih?"
Sin Hong Hiap membentak.
"Kau juga ingin mati?"
"Akulah yang menyuruhnya membunuh muridmu! Bila tidak, akupun binasa dibawah tangannya."
"Kau bersedia mengganti dengan jiwa juga!"
"Bila kau tidak puas. Bunuhlah aku."
"Baik."
Sin Hong Hiap tidak pandang bulu. Siapa pun akan dibunuh olehnya! Termasuk gadis sengsara ini! Tangannya di ayun. Tan Ciu berteriak.
"Nona Ong, kau mundur."
Tangannya direntangkan, menyambut serangan Sin Hong Hiap.
Gerakan ini boleh dikata sangat cepat, tapi gerakan Sin Hong Hiap lebih cepat lagi, terdengar suara yang mengenai sasaran, tubuh Ong Leng Leng terdorong mundur, ia jatuh kena serangan Sin Hong Hiap.
Bila tidak ada Tan Ciu vang mewikili menerima pukulan ini, pasti Jelita Merah Ong leng Leng binasa.
Jatuhnya Ong Leng Leng membikin Tan Ciu naik keatas cepat, ia menggeram.
"Sin Hong Hiap, akan kuhancurkan kepalamu."
Tangannya terayun memukul lawan kuat itu.
Sungguh luar biasa, serangan sangat daihsyat sekali.
Sin Hong Hiap tak berani menerima tajamnya serangan ini ia menyingkir lebih dahulu.
Baru setelah itu, menyerang tubuh lawan.
Terdengar satu suara getaran yang keras, dua orang itu segera terpisah.
Sin Hong Hiap mengeluarkan suara dingin.
"Bagus! Kau telah menerima pukulan yang pertama."
Tiba-tiba terdengar satu suara cemoohan orang sangat menghina! "Bagus! Sin Hong Hiap, kau hanya berani menghina anak saja."
Sin Hong Hiap.
membalikkan badan, bayangan hitam itu muncul lagi.
Tadi ia tidak berhasil mengejar, maka balik berurusan dengan Tan Ciu.
Kini bayangan hitam itu masih berani datang, sungguh menjengkelkan hati.
Si bayangan hitam mengeluarkan suara seram.
"Sin Hong Hiap, kau tahu malu tidak? Bertempur orang pun harus memiliki tandingan yang setimpal."
Sim Hong Hiap membanting kaki.
"Siapalah kau?"
Ia menggeram.
"Ehm, kau tak kenal kepadaku?"
Bayang hitam itu menggunakan tutup kerudung hitam dengan bajunya yang hitam lebih-lebih menyeramkan. Sim Hong Hiap mengerutkan kedua alisnya.
"Ketua Benteng Penggantungan?"
Ia menduga-duga dan mengemukakan kecurigaannya.
"Kali ini dugaanmu tepat!"
Wajah Sin Hong Hiap berubah.
Orang berbaju dan berkerudung hitam inikah yang pernah menggetarkan rimba persilatan, ketua Benteng Penggantungan yang seram? Tan Ciu yang mengikuti percakapan itupun terkejut.
Orang hitam inikah yang menjadi 'Ketua Benteng Penggantungan?' Orang yang mungkin bernama Tan Kiam Lam? Ayah kandungnya sendiri? Pemuda ini segera maju berteriak.
"Kau betul ketua Benteng Penggantungan?"
"Betul!"
Berkata laki-laki berkerudung dam berbaju- hitam itu.
"Namamu Tan Kiam Lam?"
Bertanya Tan Ciu.
"Betul."
Gejolak hati Tan Ciu hampir tidak terkedalikan.
"Kau tau, kini sedang berhadapan dengan siapa?"
"Tan Ciu."
"Betul. Aku adalah Tan Ciu."
Suara sipemuda menjadi gemetar. Ketua Benteng Penggantungan Tan Kiam Lam sudah berhadapan dengan Sin Hong Hiap lagi, ia berkata.
"Sin Hong Hiap, orang-orang yang sudah digolongkan kedalam jago tua kelas satu tidak seharusnya menghina anak-anak yang masih bukan tandingan kita. Lebih baik kita sajalah yang menentukan kekuatan, memilih dan menentukan waktu, menentukan kemenangan."
"Baik. Bagaimana bila kita mengadu kekuatan sekarang?"
Berkata Sin Hong Hiap menantang- "Kini kau mempunyai banyak waktu terluang untuk melayani diriku."
Berkata ketua Benteng Penggantungan.
"Mengapa tidak?"
"Apa tujuan utamamu ketempat ini?"
"Pohon Penggantungan."
"Kau sudah berhasil melihat itu Manusia pohon Penggantungan?"
Sin Hong Hiap tertegun, ia tidak dapat memberikan jawaban. Sesungguhnya, ia belum berhasil menemukan itu Manusia Pohon Penggantungan. Ketua Benteng Penggantungan mengeluarkan suara dingin.
"Tiga hari kemudian, aku orang she Tan menantikan kedatanganmu didepan Benteng penggantungan. Bila aku kalah, segala sesuatu segera kuserahkan kepadamu. Termasuk pemuda she Tan itu juga."
"Baik."
Pendekar Dewa Angin Sin Hong Hiap setuju.
"Nah, kunantikan kedatanganmu disana."
Berkata ketua Benteng Penggantungan.
Sin Hong Hiap menganggukkan kepala, tubuhnya bergerak dan menantikan Manusia Pohon Penggantungan diarah pohon maut tersebut.
Ketua Benteng Penggantungan berhasil mencegah Sin Hong Hiap Tan Ciu, setelah melihat Sin Hong Hiap pergi, ia pun membalikkan badan, siap memisahkan diri.
Tan Ciu telah bergerak, ia memegat kepergian orang yang diduga keras sebagai ayah itu.
"Tunggu dulu."
Ia berteriak keras. Ketua Benteng Penggantungan menghentikan gerakannya.
"Ada apa?"
Ia bertanya.
"Hampir saja aku pergi ke Benteng Penggantungan mencarimu."
Berkata Tan Ciu.
"Disini pun sama saja."
"Betul. Ada sesuatu yang ingin kutanyakan kepadamu."
"Aku tidak ada waktu."
Tubuhnya melesat cepat, melarikan diri. Dua orang saling kejar sebentar, kini ketua Benteng Penggantungan menghentikan langkahnya. Ia menghadapi Tan Ciu dan berkata.
"Apa yang kau mau?"
Wajah Tan Ciu telah diliputi oleh selaput hawa pembunuhan, ia menggeram.
"Aku ingin membunuhmu."
"mengapa?"
"Kau jahat dan kejam."
"Ha, ha..... Belum lama aku telah menolongmu, tahu? Kau ingin membalas air susu dengan air tuba."
"Hm...Kau tahu bagaimana hubungan kita."
"Katakanlah sendiri."
"Aku ingin mendapat jawabanmu."
"Ha, ha "
"Bukalah kedokmu itu."
"Kau kira "
"Aku harus membunuhmu."
Kata Tan Ciu disusul dengan serangannya ia memberikan satu sapuan pukulan.
Hal ini hebat, ia ingin menyingkap tutup kerudung muka itu dahulu.
Ketua Benteng Penggantungan melesat, maka gagallah serangan yang Tan Ciu lontarkan kepadanya.
Hal ini sudah dapat Tan Ciu duga.
tanpa istrirahat lagi, Tan Ciu mengejar dan memberi pukulan tangan yang kedua.
Serangan Tan Ciu dibarengi oleh gerakkan tubuh yang memegat kepergian lawan.
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ketua Benteng pengantungan tidak berdaya, terpaksa ia memapaki serangan itu.
dengan kedua telapak tangannya.
Terdengar suara beradunya dua tenaga pukulan, debu berdebur keras, mengulak naik, masing-masing terpukul mundur dari posisi kedudukan semula.
Sehingga berjarak empat belas tombak, dua orang itu baru dapat membuat posisi baru.
Tutup Kerudung orang itu telah terbuka.
Tan Ciu tertegun, ia melengak heran.
Wajah itu tidak asing lagi baginya, itulah wajah Kiam Pek.
"Kau ?!"
Tan Ciu mengeluarkan suara kaget.
Orang ini bukan ketua Benteng Penggantungan dia adalah Tan Kiam Pek, pantas berusaha menolong dirinya dari gempuran si Pendekar Dewa Angin Sin Hong Hiap.
Lain pikiran menyelusup kedalam benak pikiran Tan Ciu, diketahui bahwa ayah dan pamannya itu dilahirkan pada waktu yang sama, istilah yang harus digunakan untuk menyebut mereka ialah saudara kembar.
Tentu mempunyai wajah yang sama.
mungkinkah Tan Kiam Lam asli.
Menurut keterangan Tan Kiam Pek, perbedaan yang khas ialah andeng-andeng hitam melekat pada daun kuping kiri Tan Kiam Lam.
Tan Ciu memperhatikan daun kuping kiri orang itu! "A a a ...!"
Sipemuda berteriak.
"Dia tidak ada tanda- tanda hitam pada daun kupingnya. Dia Tan Kiam Pek."
Tan Ciu sedang berhadapan dengan Tan Kiam Pek? Pamannya sendiri itu? Atau berhadapan dengan Tan Kiam Lam! Ayah kandungnya yang belum pernah bertemu muka? Mari kita mencari jawaban ini pada lembaran berikutnya.
Tan Ciu berhadapan dengan seorang yang mempunyai Wajah seperti Tan Kiam Pek wajah ini sangat membingungkan sipemuda.
Dengan siapakah ia berhadapan muka? Ketua Benteng Penggantungan Tan Kiam Lam? Atau sang paman, Tan Kiam Pek yang pernah dijumpainya.
Dari ciri-ciri yang dilihat, orang ini adalah Tan Kiam Pek.
Orang itu berkata dingin.
"Eh, Bagaimana? Kau telah kehilangan pikiran."
Dengan suara gemetar, Tan Ciu mengajukan pertanyaan.
"Kau ketua Benteng Penggantungan yang asli?"
"Menuntut pendapatmu apa tidak mungkin?"
"Aku meminta jawabanmu yang pasti."
"Aku bukan ketua Benteng Penggantungan."
Orang itu berkata.
"Aku hanya menggunakan nama ini untuk menakut-nakuti Sin Hong Hiap. Aku Tan Kiam Pek."
Ia mendekati Tan Ciu. Sipemuda mundur, ia masih menaruh curiga. Tan Kiam Pek mengerutkan keningnya.
"Kau tidak percaya?"
Ia bertanya.
"Kau membingungkan orang."
Berkata Tan Ciu.
"Aku sengaja tidak membuka kedok, alasan pertama ialah menghindari Sin Hong Hiap, alasan kedua ialah mencoba sampai dimana kemajuan ilmu silatmu. Ternyata kau telah mendapat kemajuan yang sangat pesat."
"Kau sungguh pamanku, Tam Kiam Pek?"
"Ah. hal ini tak perlu kau ragukan lagi."
"Tetapi "
"Kau kecewa ?"
Tan Ciu memang agak kecewa. Bila orang ini bukan Tan Kiam Lam, tetapi si ketua Benteng Penggantungan Tan Kiam Lam, maka segala rahasia ayahnya itu dapat dibuka segera. Tidak perlu ubek-ubekan mencarinya lagi. Terdengar Tan Kiam Pek berkata.
"Kau juga mendapat kabar bahwa Tan Kiam Lam akan tiba dipohon Penggantungan?"
Tan Ciu menganggukkan kepala. Terdengar lagi suara Tan Kiam Pek.
"Bagaimana kau mengikat tali permusuhan dengan Sin Hong Hiap."
Tan Ciu bercerita bagaimana ia menemui Chio It Cong, dengan kesudahan matinya pemuda baju yang berkepala batu itu. Tan Kiam Pek mengemukakan pendapatnya dan berkata.
"Chio It Cong memang takut mati. Hanya adatnya Sin Hong Hiap itu agak luar biasa ia membela golongannya. tanpa melihat suasana tanpa menimbang untung ruginya. Kukira ia tak mau menyelesaikan urusannya begitu saja."
"Aku tidak takut,"
Tan Ciu membawakan sikapnya yang berdarah panas, Maka, mereka segera kambali lagi.
Disana Jelita Merah Ong Leng Leng masih menggeletak pingsan, ia terkena pukulan Chio It Cong terlebih dahulu, dan terakhir dipukul jatuh oleh Sin Hong Hiap.
Tan Kiam Pek memandang gadis baju merah itu dan berkata kepada Tan Ciu.
"Kau menolong dirinya. Aku ingin menyusul Sin Hong Hiap."
Tan Ciu menerima Usul ini.
"Baik."
Dan ia menghampiri Ong Leng Leng, Tubuh Tan Kiam Pek melesat dan sebentar saja sudah lenyap tidak tampak.
Tan Ciu menghampiri Ong Leng Leng dan menjejal obat Seng niat-hoan hun-tan kemulut orang, kemudian menotok beberapa jalan darahnya, mempercepat peredaran darah.
Tidak lama kemudian, Ong Leng Leng sadarkan diri lagi.
Gadis baju merah itu bangkit berdiri, ia mengucapkan terima kasih.
"Tan siauwhiap, aku berterima kasih kepadamu."
"Akupun pernah menerima budimu,"
Berkata Tan Ciu.
"Aku harus segera pergi."
Berkata Ong Leng Leng.
"Budimu tak nanti kulupakan. Agaknya sulit membalas budi ini."
"Jangan kau berkata seperti itu."
"Selamat tinggal."
Ong Leng Leng melambaikan tangan dan pergi meninggalkan sipemuda.
Tan Ciu bengong memandang punggung belakang orang, seolah-olah dia telah kehilangan sesuatu.
Beberapa lama Tan Ciu melamun, sampai pada satu waktu ia dikejutkan datangnya seseorang yang datang dengan tidak disertai suara sama sekali.
Cepat ia membalikan kepala, menotok kearah datangnya bayangan itu, tiba-tiba ia berteriak.
"A a a a a ...!!"
Seorang gadis berbaju hitam telah berdiri disana, diam, kaku dan tidak bergerak.
Tan Ciu mengucek-ucek kedua matanya tatkala dibuka lagi, betul-betul ia melihat bayangan gadis berbaju hitam itu.
Lama sekali mereka saling pandang.
Terdengar suara Tan Ciu yang bergumam.
"Mengimpikan aku ...Mengimpikan aku?"
Akhirnya Tan Ciu berteriak keras.
"Cicie ...!!"
Gadis baju hitam itu adalah Tan Sang, kakak perempuan Tan Ciu yang dahulu telah digantung diatas Pohon Penggantungan! Mungkin orang yang sudah dapat hidup kembali.
Mungkinkah ada bantu gelandangan yang mati penasaran? Mungkin ada arwah seseorang yang dapat menampilkan dirinya lagi? Apa yang Tan Ciu lihat, memang tidak salah.
Gadis baju hitam itu adalah kakaknya yang bernama Tang Sang.
"Cicie...."
Sekali lagi Tan Ciu memanggil Tan Sang dengan suara gemetar. Gadis itu tidak memberikan jawaban.
"Kau... Kau adalah cicieku?"
Tan Ciu bertanya. Kini, baru gadis tersebut memanggutkan kepalanya.
"Cicie ...
"
"Tan Ciu ..."
"Aaaa....!"
Tan Ciu menubruk gadis berbaju hitam itu, dan menangis didalam rangkulannya.
Seolah-olah sedang mengimpi, Tan Ciu tak tahu, apa yang harus diperbuat olehnya.
Tan Ciu berteriak dan menubruk gadis tersebut ia mengeluarkan air mata gembira.
Membiarkan dirinya berada dalam rangkulannya.
Tatkala Tan Ciu melampiaskan rasa rindunya kepada sang kakak dan menyenderkan diri didalam pelukan orang, gadis itu menggerakkan jarinya cepat, tiba-tiba menotok jalan darah sipemuda.
Didalam tidak ada penjagaan sama sekali, Tan Ciu tertotok jatuh, ia mendapat totokan tidur.
Sebelum ingatan hilang sama sekali, mulutnya berteriak keras.
"Cicie, kau...!!"
Tetapi suara itu tidak keburu dikeluarkan, si pemuda sudah menggeliat didalam rangkulan gadis itu.
Disaat ini satu bayangan bergerak datang tanpa suara sama sekali.
Gadis berbaju hitam telah menggendong tubuh Tan Ciu yang ditotok olehnya, maka si pemuda tak tahu, apa yang bakal terjadi, Orang yang datang, adalah seorang gadis yang berkerudung.
Gadis yang menggendong Tan Ciu setelah melihat kedatangan wanita berkerudung itu dan memanggilnya perlahan.
"Ibu "
Wanita berkerudung itu mengeluarkan elahan napas panjang...
"Bawalah."
Ia memberi perintah.
"Tidak memberi tahu kepadanya?"
Sigadis mengajukan pertanyaannya! "Tidak."
"Hal ini akan membuatnya sangat rindu."
"Apa boleh buat. Belum waktunya."
Berkata wanita berkerudung itu.
"Anakmu kira, lebih baik memberi tahu atas penjelasan yang tepat."
"Hal ini akan lebih mengganggu dirinya."
"Ibu "
"Jangan banyak bicara. Bawalah!"
"Baik."
Mereka membawa Tan Ciu dan melenyapkan diri.
Berapa lama kemudian Tan Ciu sudah mulai siuman.
Tan Ciu mendapatkan dirinya terbaring ditabnah.
Terlihat ia duduk dan menggeleng-gelengkan kepala, betulkah hal itu telah terjadi? Hal ini membingungkan dirinya.
Maka ia tidak percaya.
Si pemuda membayangkan dan menggenang kejadian- kejadian yang belum lama terjadi.
Hal ini sungguh-sungguh telah dialami oleh dirinya.
Bagaikan mimpi, bagaikan hidup didalam cerita seriba satu malam, ia merasakan keanehan dan keajaiban yang sangat luar biasa.
Tan Sang setelah mati diatas Pohon Penggantungan.
Bagaimana ia dapat hidup lagi? Samar-samar masih teringat bagaimana kakak itu menotok dirinya, kemudian jatuh tidurlah jago muda kita dan tidak sadarkan diri.
Betulkah Tan Sang yang melakukan hal itu? Sungguh.
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia memang Tan Sang.
Tidak salah lagi.
Hal ini dapat dipastikan akan kebenarannya.
Tan Ciu bangun berdiri.
Ia membuka matanya.
Dihadapannya terpeta satu gambaran gadis cantik, wajahnya bulat telur, pakaiannya putih bersih.
Semakin lama semakin jelas, gambar itu terpeta hidup.
Seorang gadis berbaju putih tertawa dan memandang Tan Ciu yang masih bingung itu.
Samar-samar, Tan Ciu seperti kenal dengan wajah ini.
Maka gadis baju putih itu membuka suara.
"Kau telah bangun?"
Tan Ciu tertegun. Memandang kearah kelilingnya, ia sudah berada ditempat lain.
"Bagaimana aku dapat berada ditempat ini?"
Ia mengajukan pertanyaan.
"Aku yang membawa kesini."
Berkata gadis berbaju putih itu.
"Kau?"
"Betul. Kulihat kau terbaring tidur dengan tenang sekali. Kukira Kau menderita luka. Maka kugendong dan bawa ketempat ini. Disini kuperiksa, dan baru kuketahui bahwa kau telah mendapat totokan tidur."
"Aaaaaaaa "
Gadis baju putih itu tertawa.
"Mengapa?"
"Tidak."
Jawab Tan Ciu singkat.
"Kau yang bernama Tan Ciu?"
Bertanya gadis itu.
"Bagaimana kau tahu?"
"Pada satu tahun yang lalu, kita pernah bertemu, bukan?"
"Aaaaa "
Tan Ciu teringat.
Pada satu tahun yang lalu, dikala ia hampir menderita penyakit gila, diusir oleh gurunya, gadis baju putih inilah yang menolongnya dan mempertemukan dengan si Putri Angin Tornado, Tidak disangka, disini, ia berjumpa lagi.
Gadis itu tertawa.
"Sudah teringat,?"
Ia berjalan mendekati.
"Aaaaa...."
Tan Ciu berteriak girang.
"Betul. Aku teringat! Eeh, bilakah hari "
"Lihatlah, hari telah siang bolong!"
"Apa? Sudah menjadi siang?"
Tan Ciu berteriak.
"Betul!"
Gadis itu menganggukkan kepala.
"Sudah siang."
Tan Ciu mematung ditempatnya. Tiba-tiba bagaikan diserang penyakit gila, pemuda itu melesat terbang, gerakannya cepat sekali. Gadis itu terkejut, ia berteriak.
"Tan siauwhiap!"
Tan Ciu tidak menghiraukan panggilan itu ia lari dan lari, menuju kearah Pohon Penggantungan.
Sebentar kemudian, Tan Ciu telah berada dibawah Pohon Penggantungan.
Jelas.,..
Lagi-lagi ada seorang yang menjadi korban keganasan pohon gundul itu.
Disana, diatas Pohon Penggantungan, bergelantung tubuh seorang kakek yang mati digantung orang, tahun ini terjadi pengecualian, yang mati di atas Pohon Penggantungan bukan seorang gadis lagi, tetapi seorang laki-laki tua.
Tahun ini tidak terkecuali.
Diatas pohon Penggantungan tergantung korban tahanan.
Hanya ada sedikit perbedaan dengan tahun-tahun yang telah lalu, bila pada tahun-tahun dahulu, yang menjadi korban ialah para gadis cantik berkepandaian silat, hari ini, yang menjadi Korban Pohon Penggantungan adalah seorang lelaki tua, umurnya diduga diantara lima puluhan, Kecuali korban itu, disekitar Pohon Penggantungan sangat sunyi dan sepi.
Tidak ada orang sama sekali.
Tan Ciu merasa heran, kemanakah si pengemis tua tukang ramal amatir? Kemana perginya si Dewa Angin Sin Hong Hiap, ketua Benteng Penggantungan, Tan Kiam Pek dan tokoh-tokoh lainnya yang menjaga pohon maut ini? Kemanakah perginya orang-orang itu? Sandiwara hebat telah dilewatkan olehnya.
Yang jelas, ada sesuatu tenaga kekuatan yang tak menginginkan dirinya menyaksikan kejadian-kejadian diatas Pohon Penggantungan.
Dari manakah datangnya kekuatan ini? Dengan satu tipu, kekuatan itu telah menidurkan dirinya.
Maka dikala ia kembali, drama Pohon Penggantungan telah dilewatkan.
Semua orang telah meninggalkan tempat itu.
Hanya mayat diatas Pohon Penggantungan yang masih bergoyang-goyang.
Tan Ciu mengeretek gigi, ia benci kepada gadis yang menyamar menjadi Tan Sang itu.
kalau bukan gadis tersebut yang menotok jalan darah tidurnya, ia dapat menyaksikan kejadian-kejadian disana.
Siapakah gadis berbaju hitam itu? Mungkinkah ada orang yang mempunyai wajah mirip seperti Tan Sang.
Dia pasti Tan Sang.
Tidak mungkin, Tan Sang telah mati diatas pohon penggantungan.
Mana mungkin dapat hidup kembali? Kejadian yang sudah lewat tidak mungkin ditarik kembali.
Yang penting ia harus segera mencari tahu, apa yang telah terjadi disekitar Pohon Penggantungan, manakala tidak ingat diri tadi! Disini ada menunggu dan hadir pengemis tua aneh dan Tan Kiam Pek misterius, bila berhasil menemukan satu dari dua orang itu tentu ia dapat tahu, apa yang telah terjadi.
Tan Ciu harus segera mencari jejak dua orang tersebut.
Kepala si pemuda berdongak lagi, memandang mayat yang bergoyang diatas Pohon Penggantungan.
Heran.
Dengan adanya jago-jago seperti Sin Hong Hiap, Ketua Benteng Penggantungan dan lain-lainnya, bagaimana si Pencipta Pohon Penggantungan dapat melakukan sesuatu dengan bebas, menggantung orang diatas Pohon besinya.
Terdengar suara langkah kaki yang datang dari arah belakang sipemuda.
Tan Ciu menoleh cepat.
Gadis baju putih ini yang menyusul datang.
Siapakah gadis ini? Mengapa mengikuti dirinya? Terlihat sigadis tertawa, sikapnya memang ramah tamah, dia adalah seorang gadis baik hati, terbukti dari perbuatannya pada satu tahun yang lalu, dia pernah menolong Tan Ciu, dikala pemuda itu hampir menjadi gila, karena tekanan batin yang tidak terhingga.
"Tan siauwhiap, kau menunggu seseorang disini?"
Gadis tersebut mengajukan pertanyaan, Tan Ciu menggeleng-gelengkan kepala.
"Tidak."
Ia memberikan jawaban.
"Agaknya ada sesuatu yang kau pikirkan."
"Nona...."
Berkata Tan Ciu.
"Bolehkah aku mengajukan pertanyaan?"
"Silahkan!"
"Berapa lama kau berada ditempat ini?"
"Dikala hari menjelang pagi."
"Adakah sesuatu yang kau lihat?"
"Hanya sekelumit dari rentetan cerita yang ingin kau ketahui."
"Aaa "
Tan Ciu menjadi girang, Mengapa Tan Ciu bergirang? ...
Siapakah gadis baju putih itu? Mari kita mencari jawaban ini pada cerita yang berikutnya.
o.OdwO.o DIBAWAH Pohon Penggantungan ada 2 orang, mereka adalah Tan Ciu dan seorang gadis berbaju putih.
Diatas Pohon Penggantungan ada seorang kakek yang mati digantung, dia adalah korban keganasan Pohon Penggantungan.
Terdengar Tan Ciu berseru girang.
"Katakanlah, lekaslah katakan kepadaku,"
"Apa yang harus dikatakan kepadamu ?"
Bertanya sigadis berbaju putih itu.
"Katakanlah apa yang kau saksikan ditempat ini pada hari menjelang hampir pagi."
"Tentang pihak yang mana?"
"Aaaa.,."
Dugaan Tan Ciu tidak salah, gadis ini telah menyaksikan apa yang tidak diketahui olehnya.
"Kau telah melihat sipencipta Pohon Pengantungan?"
Gadis itu menganggukan kepalanya pelahan. Hati Tan Ciu berdebar keras.
"Bagaimanakah bentuknya tokoh maut itu?"
Ia bertanya cepat.
"Dia adalah seorang wanita berkerudung."
"Wanita berkerudung?"
Tan Ciu mengerutkan alisnya.
"Pencipta maut Pohon Penggantungan adalah seorang wanita?".
"Betul"
"Hanya seorang?"
"Tiga, Mereka terdiri dari tiga orang!"
"Bagaimanakah bentuk dua orang kawannya itu?"
"Mereka ialah gadis berpakaian warna hitam."
"Aaaa ... Gadis berpakaian hitam?!!"
"Betul. Seorang diantaranya adalah kakakmu yang bernama Tan Sang itu."
"aaaa ... kakakku ?"
"Betul."
"Ehh, bagaimana kau tahu?"
"Mereka memanggilnya dengan sebutan seperti itu."
Tan Ciu menjublek ditempatnya.
Lama sekali ia mematung diam.
Kejadian dan perkembangan yang seperti ini berada diluar dugaan sama sekali.
Gadis baju hitam yang menotok jalan darah tidurnya itu adalah Tan Sang? Haruskah ia percaya kepada keterangan orang? Tan Ciu berkata.
"Kau tidak berniat menggoda orang, bukan?"
Gadis itu menggoyang-goyangkan kepala.
"Aku tidak ada niatan untuk menggodamu."
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Katanya.
"Tan Sang memanggil-manggil namamu dengan sedih."
"Kemudian?"
"Dengan cara yang sangat luar biasa. Mereka menggantungkan orang diatas Pohon Penggantungan."
"Tan Sang juga ikut komplotan Pohon Penggantungan?!"
"Betul. Kecuali komplotan Pohon Penggantungan. Yang datang terdapat juga orang yang mereka sebut sebagai si Dewa Angin Sin Hong Hiap dan ketua Benteng Penggantungan."
"Ketua Benteng Penggantungan tidak berhasil menemukan ketua Benteng Penggantungan?"
"Tidak."
"Ketua pohon Penggantungan itu lihai sekali"
"Betul. Dia dan dua gadis baju hitam mengenakan kerudung muka, maka tidak terlihat jelas bagaimana wajah ketiga orang itu. Yang jelas satu diantara dua gadis baju hitam yang menjadi pengiring ketua pohon Penggantungan ialah kakakmu yang bernama Tan Sang itu."
"Bagaimana tiga orang ini dapat menghindari Sin Hong Hiap dan menggantungkan orang diatas Pohon Penggantungan?"
"Pertama-tama seorang gadis baju hitam dengan kerudung muka tampil dibawah Pohon Penggantungan, Sin Hong Hiap segera menduga kepada pencipta Pohon Penggantungan maka ia mengejar. Gadis itu lari, maka Sin Hong Hiap terpancing pergi. Kemudian muncul kakakmu, dengan cara yang sama, ia juga berhasil memancing pergi ketua Benteng Penggantungan, baru muncul pemimpin mereka, dengan malah, Ketua Pohon Penggantungan menggantungkan orang diatas pohon gundul."
"Sin Hong Hiap dan ketua Benteng Penggantungan tidak balik kembali?"
"Balik..Tetapi segala sesuatu telah kelar. wanita berkerudung dan dua orangnya telah tiada disitu. Yang ada hanyalah korban mereka diatas pohon."
"Sungguh pintar."
"Betul. Mereka mempunyai rencana yang masak. Perhitungannya tepat."
"Sayang sekali "
"Kejadian ini ada hubungan dengan dirimu."
Gadis itu mengajukan pertanyaan.
"Betul!"
Berkata Tan Ciu.
"Orang mengatakan bahwa ketua Pohon Penggantungan itu adalah jelmaan ibuku."
"Tentang kakakmu Tan Sang!"
"Aku telah melihat bagaimana ia digantung orang diatas Pohon Penggantungan, tetapi mayatnya hilang
Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Karya Khu Lung Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long Peristiwa Burung Kenari Karya Gu Long