Pohon Kramat 5
Pohon Kramat Karya Khu Lung Bagian 5
lagi, entah kemana. Aku harus membikin terang kejadian ini."
"Oooo... Maukah kau bekerja sama denganku?."
Gadis itu mengajukan usul.
"Bekerja sama? Bagaimanakah cara bekerja sama itu?"
Tan Ciu belum mengerti akan maksud tujuan orang.
"Aku akan membantu kau membikin terang rahasia Pohon Penggantungan."
Berkata si gadis.
"Dan kau membantu aku mencari seseorang."
"Siapakah orang yang kau cari?"
"Sibungkuk Kui Tho Cu."
"Siapakah si Bungkuk Kui Tho Cu ini? Dimanakah ia berada."
Gadis itu tertawa.
"Lucu."
Katanya.
"Bila aku tahu dimana ia berada, mungkinkah aku meminta bantuanmu untuk mencarinya."
"Ng.... Yang kumaksudkan ialah dimana dari lenyapnya orang yang dapat kau cari itu?"
"Hanya seorang dapat mengetahui, dimana si Bangkok Kui Tho Cu berada."
Berkata gadis itu.
"Bila kau dapat bertemu dengan orang itu mana mungkin berhasil menemukan Kui Tho Cu."
"Siapakah orang ini?"
Bertanya Tan Ciu.
"Tan Kiam Lam."
"Hah?"
Tau Ciu tersentak. Lagi lagi Tan Kiam Lam! "Mengapa?"
Gadis itu tidak mengerti. Juga tak tahu bahwa ia sedang berhadapan dengan putra dari orang yang baru saja disebut olehnya.
"Akupun sedang mencari Tan Kiam Lam,"
Berkata Tan Ciu! "Ng. Bila bertemu dengannya kau boleh sekalian bertanya, dimanakah si Bungkuk Kui Tho Cu berada, dan beritahulah kepadaku,"
Berkata gadis itu.
"Dimanakah Tan Kiam Lam itu?"
"Ketua Benteng Penggantungan itulah yang bernama Tan Kiam Lam."
Berkata Tan Ciu.
"Hei... sungguh?"
Sigadis pernah melihat ketua Benteng Penggantungan yang mengenakan tutup kerudung muka, hanya ia tidak tahu bahwa orang itulah yang bernama Tan Kiam Lam.
"Mengapa harus berbohong kepadamu"
Berkata Tan Ciu.
"Hanya aku belum mengetahui pasti akan dugaan ini."
"Sayang."
Berkata si gadis.
"Bila kutahu kejadian ini. tentu kutahan orang tadi dan menanyakan kepadanya, dimana Kui Tho Cu berada."
Gadis itu tertawa manis, senyumnya memang murah sekali. Kebetulan Tan Ciu sedang memandang orang, hatinya berdebar keras, suatu tantangan bagi seorang pemuda yang masih berdarah panas.
"Hei."
Berkata gadis itu.
"Mengapa kau tidak ingin mengetahui namaku?"
"Katakanlah, siapa namamu?"
"Aku bernama Cang Ceng Ceng."
"Ohw, nona Cang. Sungguh beruntung dapat berkenalan denganmu."
"Panggil saja aku dengan sebutan Ceng-Ceng."
Tan Ciu menganggukkan kepala. Gadis ini terlalu menarik hati, baik dan mempunyai perangai yang halus.
"Mari kita meninggalkan tempat ini."
Berkata Cang Ceng Ceng.
"Baik."
Mereka meninggalkan rimba penggantungan.
Drama Pohon Penggantungan telah terjadi.
Hal ini tidak dapat ditolak lagi.
Tan Ciu menyesal karena tidak dapat mengikuti kejadian-kejadian itu.
Kini ia bekerja sama dengan seorang gadis yang cantik menarik, bagaimanakah hasil dari kerja sama ini? Bagaimana pula perjalanan mereka ke Benteng Penggantungan? Betulkah bahwa Ketua Benteng Penggantungan bernama Tan Kiam Lam? Betulkah bahwa orang yang bernama Tan Kiam Lam itu sebagai ayahnya? Bagaimana ia harus menghadapinya? Bagaimana sikap sang ayah kepada dirinya? Pertanyaan-pertanyaan ini memusingkan kepala si jago muda.
Benteng penggantungan terletak didalam lembah Siang- kiat.
Suatu lembah yang sangat sepi dan sunyi, lembah yang mempunyai kedudukan bagus, sangat strategis.
Ini waktu, dijalan yang menuju kearah lembah Siang-kiat terlihat sepasang muda mudi, mereka adalah Tan Ciu dan gadis yang bernama Cang Ceng Ceng itu.
Pada mulut lembah yang pertama, mereka tidak menemukan gangguan.
Dikala memasuki mulut lembah yang ke-dua, keadaan berubah.
Jalan menjadi sangat gelap dan sempit, hal ini tidak menguntungkan mereka.
Bila orang yang berjalan ditempat ini mendapat serangan mendadak, tentu sulit untuk mempertahankan keselamatan jiwanya.
Cang Ceng Ceng mengerutkan kening.
Ia menghentikan langkah kaki.
Tan Ciu menjadi bimbang.
Setelah melewati jalan sempit ini, mereka segera tiba di Benteng Penggantungan.
Tempat yang sangat berbahaya sekali.
Apa akibatnya bila ia gagal masuk kedalam benteng itu.
"Nona Cang, aku ingin mengemukakan sesuatu kepadamu."
Berkata Tan Ciu.
"Katakanlah."
Berkata sigadis itu.
"Lebih baik kita berpisah."
"Maksudmu?"
"Kau tunggu disini. Dan biarkan aku masuk ke dalam, Hal ini untuk menjaga agar jangan sampai kita berdua mengalami sesuatu apa pada saat yang sama."
"Mengapa tidak membiarkan aku yang masuk kedalam benteng."
"Hal ini sangat berbahaya sekali."
"Kau ingin masuk kesana. Bukankah sangat berbahaya juga."
"Diantara kita berdua, harus satu yang masuk kedalam Benteng Penggantungan menemui Tan Kiam Lam."
"Aku tidak setuju. Mengapa tidak masuk bersama-sama saja?"
"Aku tidak mengharapkan ada sesuatu yang mengganggumu."
Berkata Tan Ciu.
"Aku berani menerjang rimba persilatan, tentu tak takut mati."
Berkata Cang Ceng Ceng.
"Dimisalkan terjadi sesuatu apa, aku tidak akan menuntut ganti rugi kepadamu."
"Baiklah,"
Tan Ciu mengalah.
Mereka telah mendapat persepakatan untuk masuk kedalam jalan sempit yang gelap itu, maka dua-duanya melangkahkan kaki mereka.
Tiba-tiba ...
Tiga bayangan bergerak cepat, disana telah bertambah tiga orang, dua wanita dan seorang pria, semua mengenakan pakaian warna hitam.
Yang berjalan dipaling depan adalah wanita berbaju hitam, dia adalah kepala dari tiga orang tadi, memandang Tan Ciu dan Cang Ceng Ceng, ia membentak.
"Apa maksud kalian berdua menuju ke Benteng Penggantungan?"
"Menemui seseorang."
Berkata Tan Ciu.
"Siapa orang yang ingin kalian temui?"
"Ketua Benteng Penggantungan ."
"Dengan maksud tujuan ?"
"Dia tahu."
"Bagaimana sebutan namamu ?"
"Tan Ciu."
"Kau yang bernama Tan Ciu?"
"Betul. Beritahu kepada ketua kalian, bahwa aku Tan Ciu ingin bertemu dengannya."
"Ketua kami tidak bersedia menemuimu."
Berkata wanita baju hitam itu. Wajah Tan Ciu berubah.
"Bagaimana ia tahu kedatanganku?"
"Ketua kami tentu tahu. Beliau pernah memberi pesan bahwa ia tidak bersedia menemui seorang pemuda yang bernama Tan Ciu."
"Bila aku menerjang masuk dan menemuinya dengan paksa?"
"Tidak mungkin."
Tiga orang baju hitam berkata.
"Tidak mungkin kau berhasil."
"Baik. Buktikanlah, berhasil atau tidak, aku masuk kedalam Benteng Penggantungan dengan paksa."
Berkata Tan Ciu yang sudah siap bergebrak, mengadu kekuatan. Tiga orang baju hitam mengeluarkan pedang. Tan Ciu sudah siap menerjang. Tetapi Cang Ceng Ceng menarik tangan sang kawan, dengan, halus ia berkata.
"Jangan terlalu cepat marah."
Tan Ciu mengibaskan pegangan tangan itu ia pun telah mengeluarkan senjata, sudah menjadi pantangan besar di dalam rimba persilatan bila mengeluarkan senjata tanpa peperangan.
Ditunjuknya wanita baju hitam yang menjadi kepala dari tiga orang tadi, dan membentak.
"Apa jabatanmu didalam Benteng Penggantungan?"
"Hiangcu penjaga mulut lembah."
"Bila aku berhasil mengalahkanmu, tentunya dapat bertemu dengan ketua kalian, bukan?"
Tan Ciu mengajukan pertanyaan.
"Mungkin kau dapat menemui beliau."
Berkata wanita baju hitam itu.
"Nah, terimalah seranganku."
Tan Ciu segera mulai dengan serangannya.
Berhasilkah Tan Ciu menerjang masuk? Bagaimana kesudahan dari perjalanan ke Benteng Penggantungan ini? Mari kita mencari jawaban pada cerita cerita berikutnya.
oo OwO oo MENGETAHUI bahwa Tan Ciu menyerang, tiga orang baju hitam melintangi pedang mereka, dengan kekuatan tenaga tiga orang, mereka menerima serangan sipemuda.
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tragggg.....
Mereka segera terpisah lagi.
"Tan siauwhiap, serahkanlah mereka kepadaku."
Ia meminta. Tan Ciu menggoyangkan kepala.
"Tidak!"
Ia tidak setuju "sebelum mendapat izinku jangan kau ikut campur."
Terpaksa Cang Ceng Ceng mundur lagi. Dua wanita dan seorang laki-laki berbaju hitam itu mengurung Tan Ciu ditengah.
"Kalian tidak mengijinkan kita masuk ke dalam lembah?"
Tan Ciu masih menghindari pertempuran.
"Tidak."
Jawaban ini sangat pasti.
"Baik, bersiap-siaplah untuk menerima seranganku."
"Silahkan..."
Tiga orang baju hitam telah menggabungkan diri menjadi satu.
Tan Ciu membentak keras, pedangnya terayun menyapu tiga lawannya.
Inilah serangan maut, hebat luar biasa, si pemuda telah mengerahkan semua kekuatannya, ia harus cepat-cepat menemui ketua Benteng Penggantungan, Maka tidak mengenal rasa kasihan lagi.
Wanita baju hitam menutup serangan itu dengan pedangnya.
Dua kawan lainnya menyerang dari kanan dan kiri, demikian agar Tan Ciu tidak dapat memusatkan satu tujuan.
Sebentar saja mereka telah saling gebrak tiga jurus.
Tan Ciu lebih gesit, lebih cepat dan lebih galak, ia berada diatas angin.
Cang Ceng Ceng menunjukkan rasa girangnya, wajahnya menjadi terang.
Tiga orang baju hitam menjadi terkejut, sungguh berada diluar dugaan mereka.
Seorang pemuda yang baru berumur belasan tahun mempunyai kekuatan seperti ini.
Trangggg.....
Terjadi lagi benturan pedang, lelatu berterbangan keempat penjuru.
Tanpa menghentikan gerakan senjata.
Tan Ciu menyerang lagi.
beruntun sampai dua kali.
Hal ini tidak mungkin diikuti oleh lawan-lawannya, kecepatan sipemuda adalah kecepatan kilat yang lewat, hanya terdengar suara jeritan yang mengerikan, kepala wanita baju hitam itu telah melayang terbang, darah bertaburan ditanah.
Dua orang berbaju hitam lainnya mengundurkan diri, wajah mereka menjadi pucat.
"Tidak mau memberi tahu kedatanganku!"
Tan Ciu mengancam.
Dua orang itu gemetaran, tetapi mereka masih ingin mengadu jiwa, disaat yang hampir sama, dua orang itu mengayun pedang mereka tanpa memperdulikan keselamatan diri sendiri.
Tan Ciu menyabetkan pedang.
dan menariknya kembali.
Terdengar lagi dua kali jeritan ngeri dua orang itupun menjadi korban keganasan pedang si pemuda, Tan Ciu berhasil menyingkirkan tiga pelintang jalan itu, Cang Ceng Ceng maju dan pemberi pujian.
"Ilmu pedangmu cukup lumayan."
Hati Tan Ciu tergetar.
Cukup lumayan? Didalam hati ini, bukankah mengatakan bahwa ilmu pedang gadis itu masih berada diatas dirinya? Ia memandang gadis tersebut, Mungkinkah gadis yang lemah ini mempunyai ilmu silat yang hebat? Mereka meneruskan perjalanan dan masuk ke dalam lembah.
Tiba-tiba.......
Terdengar suara dingin dari celah-celah batu gunung.
"Ilmu pedang yang cukup hebat!"
Tan Ciu dan Cang Ceng Ceng menghentikan langkah mereka memeriksa keadaan disekitarnya tidak terlibat orang yang bicara tadi.
"Mereka bersembunyi dibalik batu."
Berkata Cang Ceng Ceng.
"Ng ..."
Terdengar lagi suara orang Benteng Penggantungan itu.
"Lebih baik kalian keluar dan segera meninggalkan lembah ini."
Tan Ciu berdengus.
"Bila tidak bagaimana?"
"Inilah bagianmu!"
Berkata orang itu. Dari atas mereka, segera turun menggelinding batu-batu. Cang Ceng Ceng berteriak.
"Serangan datang dari atas!"
Mendahului gerakan sipemuda, ia melompat ke arah batu yang cekung kedalam, tempat itu memang aman. Tan Ciu jaga mengikuti gerakan gadis itu. Kemudian ia berkata.
"Kau tunggu disini."
"Kau hendak kemana?"
Bertanya sigadis.
"Membereskan mereka dahulu."
"Aku turut."
"Hendak mencari mati?."
Tan Ciu tidak setuju.
"Bila kau mati, akupun tidak akan hidup sendiri."
Berkata Cang Ceng Ceng lemah.
"Sudahlah."
"Sungguh Lebih baik kita menerjang mereka bersama."
Tan Ciu mengeretek gigi. Pemuda ini berkata.
"Bila sampai terjadi sesuatu, janganlah menyalahkan diriku."
"Baiklah."
Dua orang bersama-sama menerjang lembah.
Dengan menghindari pelurukan batu-batu yang bergelinding jatuh dari atas tebing, mereka masuk semakin dalam.
Tiba-tiba, dua angin pukulan menyerang dua orang itu.
Cepat sekali, hebat kekuatan pukulan itu.
Bila Tan Ciu dan Cang Ceng Ceng kalah gesit, pasti mereka menderita luka.
Tan Ciu menyerang dengan tangan kiri, pedang ditangan kanan pun bergerak cepat.
Menyusul datangnya arah bayangan jahat itu.
Terdengar satu suara jeritan, seorang baju hitam menggeletak menjadi korban pedang, Seorang baju hitam lagi gagal menyerang Cang Ceng Ceng, jaraknya dekat dengan si pemuda, maka ia memukul Tan Ciu.
Berbareng terjadi hujan senjata rahasia, datangnya dari empat penjuru, mengurung pemuda itu.
Suatu hal yang berada diluar dugaan sipemuda, ia sedang memusatkan semua perhatiannya kepada musuh yang datang, tidak tahu masih ada senjata-senjata rahasia itu.
Jiwanya sangat berbahaya.
Disaat ini terdengar suara angin lunak yang memberi pertolongan, angin ini memukul pergi senjata rahasia yang mengancam Tan Ciu.
Berbareng terdengar suara jeritan, orang baju hitam itu telah mati dibawah tangan Tan Ciu.
Senjata-senjata rahasia yang mengancam keselamatan sipemuda juga berjatuhan, ternyata Cang Ceng Ceng yang menolong jiwa sipemuda.
Tan Ciu tertegun.
Cang Ceng Ceng membentaknya.
"Mengapa berhenti?"
Sipemuda tersadar, berdua meneruskan perjalanan.
Kini, bukan saja harus berusaha menyingkir dari hujan batu, mereka pun harus siap menghadapi serangan-serangan bokongan.
Datangnya senjata rahasia itu adalah dari celah celah tebing, orang-orang Benteng Penggantungan bersembunyi didalam perut gunung itu.
Suatu saat, Tan Ciu lompat naik.
Sebongkah batu besar jatuh menutup kepalanya.
Kali ini betul-betul membuat ia tidak berdaya, kecuali batu besar tadi yang mengancam kepala, tidak sedikit batu-batu yang menutup seluruh jalan mundurnya.
Tan Ciu bingung..
Disaat ini, leher bajunya terasa dijinjing orang, dikala ia membuka mata, semua itu telah lewat.
Hanya gemuruh suara batu yang memekakkan telinga, debu mengepul disekitar tempat itu.
Dikala suasana sudah menjadi jernih.
Tan Ciu menengok kebelakang, disana terlihat Cang Ceng Ceng tersenyum memandangnya.
"Kau?!"
Ia berseru heran.
"Kau yang menolong diriku dari bahaya itu?"
Cang Ceng Ceng hanya menganggukkan kepalanya. Sungguh diluar dugaan, gadis ini ternyata mempunyai ilmu kepandaian yang berada di atas dirinya. Tan Ciu tidak berani memandang rendah lagi. ia terkesima dan menatap wajah yang berupa telur manis itu.
"Hei...Mengapa kau menjadi seperti orang kehilangan ingatan."
Inilah suara gadis itu. Wajah Tan Ciu menjadi merah.
"Ilmu kepandaianmu "
"Hanya tinggi sedikit diatasmu."
Berkata gadis tersebut.
"Terima kasih, Syukur kau berhasil menghindari diri dari hujan batu tadi!"
Berkata Tan Ciu! "Bahkan lebih dari itu, kau juga menolong jiwaku dari ancaman bahaya, entah bagaimana harus membalas budimu ini!"
"Siapa yang mengharapkan pembalasan budi?"
Gadis itu sangat ramah sekali.
"Aku sudah puas bila kau berlaku baik, tidak membenci diriku!"
"Siapa yang membenci?"
Tan Ciu heran.
"Syukurlah."
Disaat ini. terdengar suara dingin berkata.
"Bagus, kalian yang sudah berada diambang pintu kematian masih ada itu kesenangan untuk main cumbu-cumbuan."
Seorang bermata tunggal telah melayang datang, dibelakangnya turut empat orang baju hitam.
Mereka menghadang didepan Tan Ciu dan Cang Ceng Ceng.
Dari sinar mata lawan yang sangat bercahaya, Tan Ciu tahu, bahwa ia sedang menghadapi seorang tokoh silat yang berkepandaian tinggi.
Maka siap sedia dengan tangkasnya, ia harus berhati hati untuk menghadapi lima orang ini.
Orang berbaju hitam dengan mata tunggal itu berkata dingin.
"Hmm kepandaian kalian memang hebat,"
"Terima kasih kepada pujianmu."
Berkata Tan Ciu.
"Didalam sejarah Benteng Penggantungan kalian berdualah yang baru berhasil menerjang penjagaan- penjagaan ini."
"Hanya lembah yang seperti ini tidak ada kegunaan!"
"Hm "
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tolong beri tahu kepada ketua kalian, bahwa aku Tan Ciu telah berkunjung datang"
"Jangan terburu-buru."
"Mengapa?"
"Disini ada aku, kau harus mengalahkan aku dulu."
Berkata kakek picak itu.
"Hm .. Apa kedudukanmu didalam Benteng penggantungan?"
"Kau tidak perlu tahu."
"Namamu?"
Tan Ciu menatap orang berkata satu.
"Tentu mempunyai nama, bukan?"
"Tok Gan Liong"
"Bagus."
Tan Ciu mengeluarkan pedang.
Ia siap menghadapi sikakek picak, Tok Gan liong.
Tok Gan Liong bersenjatakan tongkat besi, ujungnya berbentuk kaitan, khusus melawan senjata yang berupa pedang.
Maka ....
Terdengar bentakan Tok Gan Liong, bagaikan guntur yang memecah angkasa.
membelah datang.
Tan Ciu telah memapaki dengan satu lemparan pedang.
Trangg.....
Dua bayangan terpisah kembali, masing-masing mundur kebelakang lima tapak.
Dilihat sepintas lalu, kekuatan mereka seimbang.
namun kejadian yang sesungguhnya tidaklah demikian, Tok Gan Liong seharusnya sudah mengaku kalah, dengan senjata tongkat yang lebih berat, terjadinya akhir seperti itu menandakan kekuatannya yang berada di bawah Tan Ciu.
-oo0dw0oo-
Jilid 9 WAJAH Tok Gan Liong berubah.
Tentu saja ia terkejut atas hasil yang dicapai tadi, Tan Ciu memang hebat.
Tan Ciu juga terkejut.
Hanya seorang bawahan Benteng Penggantungan mempunyai ilmu kepandaian yang merendengi dirinya, bagaimanakah ilmu kepandaian Ketua Benteng Penggantungan itu? "Tenaga dalamnya yang hebat."
Inilah suara Tok Gan Liong memberikan pujiannya.
"Kau juga lumayan."
Tan Ciu memberi timpalan.
"Terima lagi seranganku ini."
Berkata Tok Gan-liong.
Dan betul-betul ia mengirim serangan yang berikutnya.
Tan Ciu telah mempunyai rencana masak-masak dengan tenaga lawan yang kuat, dengan senjata yang dikhususkan untuk menghadapi senjata pedang ia tidak boleh melawan dengan kekerasan pula, daya lunak cukup ulet untuk mengalahkan lawan ini.
Tubuh Tan Ciu menyingkir dari serangan, dan dari lain arah memberi serangan balasan, Tiga kali Tok Gan Liong menyerang pemuda itu.
Tiga kali juga Tan Ciu menyingkir dari serangan-serangan balasan lawan.
Pertempuran terjadi cukup seru.
SATU waktu, Tan Ciu melihat kekosongan lawan, tenaganya dikerahkan penuh, dengan menggunakan ilmu golok yang keras membacok kearah Tok Gan Liong, Itulah suatu tipu yang tidak mudah dilaksanakan.
Menggunakan pedang dan memainkan tipu muslihat golok, bila tidak mempunyai kepandaian yang sempurna.
Tidak mungkin ada orang yang berani menggunakannya.
Tok Gan Liong memapakinya.
Traanggggg-! Lagi-lagi mereka terpisah.
Tan Ciu mengeluarkan suara bentakannya.
"Lekas beri tahu ketuamu."
Tok Gan Liong tidak memberikan jawaban.
Sebagai reaksi dari permintaan Tan Ciu tadi, ia menyerang semakin gencar.
Lagi-lagi mereka berrempur hebat, Kita tinggalkan dahulu dua orang ini dan mengikuti kegaduhan yang terjadi didalam Benteng Penggantungan.
Seorang pengawal baju hitam lari terbirit-birit, tujuannya pintu benteng.
Dari dalam terdengar satu bentakkan.
"Siapa!?"
"Hamba."
Berkata orang itu segera memberi hormat.
"Ada laporan?"
Inilah suara seorang wanita. Disana duduk tiga orang. seorang wanita yang berparas cantik, seorang laki-laki tua dengan wajah dingin dan seorang pemuda yang berwajah putih.
"Mengapa kau seperti dikejar setan?"
Bentak wanita itu.
"Tan ...Tan Ciu telah datang."
"Aaaaa Tan Ciu tiba ?"
"Betul."
Tiga orang yang menerima laporan bangkit dari tempat duduk mereka wajahnya berubah pucat.
"Dimana dia berada?"
"Dipintu bagian pertama."
"Dimana Tok Gan Liong ?"
"Masih berusaha mengusirnya."
"Kulihat Tok Gan Liong bukan tandingan bocah itu."
Berkata laki-laki tua yang berwajah dingin.
"Betul."
Sambung wanita cantik.
"Mari kita tengok mereka."
"Serahkanlah kepadaku."
Berkata si pemuda putih.
"Kau harus berhati-hati."
"Jangan khawatir."
Tiga orang meninggalkan ruangan itu. Penjaga pintu segera turut dibelakang mereka. Tiba-tiba wanita cantik memandang orang yang memberi laporan tadi dan bertanya.
"Berapa banyakkah orang yang menyertai Tan Ciu itu?"
"Seorang gadis cantik."
"Hanya seorang ?"
"Betul."
Wanita itu menjadi girang, memandang kawan2nya berkata.
"Ternyata mereka hanya dua orang."
"Keroyok saja beres,"
Berkata pemuda putih.
"Tapi. ia mencari pocu."
Wanita cantik setuju.
"Tapi beliau akan marah besar."
"Jangan beritahu kejadian ini kepadanya!"
Tiba tiba ... Terdengar satu suara yang sangat dingin menggereng.
"Hmm "
Tiga orang itu terkejut. mereka berbalik dan serentak menjatuhkan diri, berlutut dihadapan seorang yang baru datang.
"Pocu..."
Serentak mereka menyebut nama itu perlahan! Pocu berarti ketua benteng.
"Berani kalian menyimpang dari jalan yang telah kutetapkan."
"Kami bersalah."
Mereka bertiga tidak berani bangun dari tempatnya.
"Mengapa mempunyai rencana seperti itu?"
"Menggunakan tenaga Tan Ciu belum tentu akan membawa hasil."
Berkata wanita cantik Ternyata wanita ini mempunyai kedudukan yang agak tinggi.
"Aku tahu bagaimana harus menggunakan Tan Ciu."
"Tapi "
"Aku dapat menggunakan ilmu Ie bun Tay-hoat."
"Ng "
"Pek-hiangcu."
Panggil ketua Benteng Penggantungan itu.
"Siap."
Pemuda putih membawakan sikapnya yang sergap.
"Kau boleh memancing Tan Ciu datang."
"Baik."
Tubuh sipemuda putih, Pek-hiangcu itu melesat, siap menjalankan perintah untuk memancing Tan Ciu datang "Tunggu dulu."
Suara ketua Benteng penggantungan berkumandang lagi. Pek hiangcu menahan larinya sang kaki. ia menunggu perintah berikutnya.
"Ingat."
Berkata Ketua Benteng Penggantungan.
"Hanya Tan Ciu seorang, tapi jangan biarkan gadis yang menyertai pemuda itu turut masuk, tahu?"
"Siap!"
"Jalankanlah perintah segera."
"Baik!"
Tubuh Pek-hiancu segera melesat keluar. Ketua Benteng Penggantungan membiarkan pemuda putih itu pergi dan memandang wanita cantik! "Hu po-cu."
Ia memanggil.
"Siap!"
Ternyata wanita cantik adalah wakil ketua Benteng Penggantungan.
"Bila perlu kau boleh membantu Pek-hiancu."
"Baik."
Tubuhnya melesat, menyusul pemuda baju putih.
Mereka harus menghadapi Tan Ciu dengan jumlah banyak orang.
Menyusul perjalanan Pek hiangcu dari Benteng penggantungan, kini ia telah tiba diluar.
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dilihatnya Tan Ciu telah membunuh dua orang baju hitam lainnya.Tok Gan Liong telah terluka, demikian pun masih memberikan perlawanan, empat orang baju hitam mengeroyok pemuda itu.
Terdengar lagi suara jeritan, pedang Tan Ciu melukai dua baju hitam lagi.
Pek hiangcu lompat masuk kedalam gelanggang pertempuran dan membentak.
"Hentikan pertempuran ini."
Pemuda putih bernama Pek Hong, dia adalah salah seorang hiancu Benteng Penggantung yang mempunyai ilmu pedang bagus, maka dipercaya oleh sang ketua untuk menghadapi Tan Ciu.
Tok Gan Liong mengajak orang-orangnya mengundurkan diri, dan membiarkan Pek Hong menghadapi lawan kelas berat itu.
Tan Ciu memandang pemuda putih itu.
Pek Hong memberi hormat dan berkata.
"Atas penyambutan Benteng Penggantungan yang kurang hormat, harap saudara tidak menaruh didalam hati."
Tan Ciu mengerutkan keningnya. Untuk menaruh kepercayaan kepada orang ia menyimpan pedangnya.
"Maksudku ingin berjumpa dengan ketua Benteng Penggantungan."
Ia mengutarakan maksud kunjungan.
"Saudara yang bernama Tan Ciu?"
Bertanya Pek Hong.
"Betul."
"Apakah maksud saudara untuk menemui ketua Benteng kami?"
"Tentunya ia berada didalam benteng bukan?"
"Betul. Dan saudari itu juga ingin menemuinya,"
Pek Hong menunjuk Cang Ceng Ceng.
"Betul."
"Bagaimanakah sebutan nona tersebut?"
"Aku bernama Cang Ceng Ceng."
Cang Ceng Ceng memperkenalkan diri .
"Tapi pocu kami tidak ada waktu menemui nona."
Berkata Pek Hong.
"Maksudmu."
"Pocu hanya bersedia menemui saudara Tan Ciu seorang."
Kemudian memandang Tan Ciu dan berkata.
"Mari kau ikut dibelakangku."
Tan Ciu menandang Cang Ceng Ceng dan berkata.
"Tunggulah disini sebentar."
"Tidak."
Cang Ceng Ceng tidak sependapat.
"Mungkin mereka ingin mencelakakanmu. biar aku ikut serta."
Pek Hong membalikkan kepala, dengan tidak sabar berkata.
"Hei mengapa tidak mau ikut?"
"Nona Cang ingin turut serta."
"Tidak mungkin."
Tan Ciu mengambil putusan cepat, ia kata kepada Cang Ceng Ceng.
"Tiga jam kemudian, bila aku tidak keluar kembali. Berarti telah terjadi sesuatu apa. Itu waktu, kau boleh menerjang masuk."
"Baik."
Cang Ceng Ceng dipaksa menerima usul ini.
Tan Ciu mengikuti Pek Hong.
Mereka masuk kedalam benteng Penggantungan.
Tentu saja si pemuda tidak tahu bahwa langkah kakinya sedang menuju kearah tangan elmaut yang akan merenggut jiwanya.
Mungkin Tan Kiam Lam yang menduduki kursi ketua Berteng Penggantungan? Dan bukankah kejadian yang sangat mustahil Tan Kiam Lam itu menjadi ayah kandung Tan Ciu? Dimisalkan betul! Adakah kejadian yang sekejam itu? Seorang ayah yang ingin mencelakakan putra sendiri? Semua itu masih berada didalam kabut teka-teki.
Berjalan beberapa saat, dari depan mereka mendatangi seorang wanita cantik, itulah wakil ketua Benteng Penggantungan.
Dibelakang wanita cantik itu terlihat juga laki-laki tua dingin.
Mereka memapaki kedatangan Pek Hong dan Tan Ciu, memberi hormat kepada sang tamu dan berkata.
"Kami menyambut kedatanganmu."
Menyaksikan kedatangan wanita cantik itu. mata Tan Ciu terbelalak.
"Kau..."
"Aku adalah wakil ketua Benteng Penggantungan."
Berkata wanita cantik itu.
"Atas nama semua isi benteng, aku mengucapkan selamat datang padamu."
"Wakil ketua Benteng Penggantungan?"
"Betul,"
"Bolehkah mengetahui nama harum Hu pocu?"
"Kukira tidak perlu."
Berkata wanita cantik itu.
"Mengapa?"
"Karena maksud tujuanmu bukan kepadaku, bukan?"
"Betul. Aku ingin menemui ketua kalian."
"Kau segera dapat menemui dirinya."
Berkata wakil ketua Benteng penggantungan yang cantik itu.
"Dimanakah ia berada?"
"Sabarlah."
"Kecuali ingin bertemu dengan ketua Benteng kalian, aku ingin menemui tiga orang lainnya."
Demikian Tan Ciu berkata.
"Siapakah nama dari ketiga orang tadi?"
"Kau tidak tahu."
"Hm! kukira dapat kuduga."
Berkata sang wakil ketua Benteng Penggantungan itu.
"Mengapa?"
Tan Ciu bingung.
"Kukira, satu diantaranya adalah aku?"
"Kau?"
"Betul. Aku adalah wakil ketua Benteng penggantungan."
"Kau Co Yong Yen?"
Tan Ciu menatap tajam-tajam wajah wanita yang sangai cantik itu. Orang yang ditanya menganggukkan kepala. Wajah Tan Ciu berubah.
"Diluar dugaan, bukan?"
Wakil ketua Benteng Penggantungan Co Yong Yen tersenyum.
"Betul."
Tan Ciu menganggukkan kepala.
"Sungguh diluar dugaan. Kau adalah istri si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip."
"Itulah kejadian yang sudah silam."
"Hm ..."
Tan Ciu mengeluarkan suara dingin.
"Dimanakah kini suamimu itu?"
"Apa maksudmu mencarinya?"
Co Yong Yen mengajukan pertanyaan.
"Pertanyaan yang aneh seharusnya kau tahu, mengapa aku ingin menjumpai suamimu itu."
Berkata Tan Ciu.
"Sudah kukatakan, kejadian diantara kami telah berlangsung lama, kini sudah tiada hubungan dengannya!"
"Dapatkah kau memberi tahu, dimana kini ia berada."
Co Yong Yen berpikir lama, untuk memberikan jawaban itu.
"Kuanjurkan bertemulah dahulu dengan pocu kami."
Akhirnya ia mengalihkan bahan pembicaraan.
"Kau tidak keberatan, bukan!"
"Boleh juga."
Tan Ciu menganggukkan kepala.
"Silahkan masuk."
"Terima kasih."
Tan Ciu mengayun langkahnya lebar- lebar, ia masuk kedalam Benteng Penggantungan tanpa gentar.
Wanita cantik yang menjadi wakil ketua Benteng Penggantungan Co Yong Yen, orang yang pernah menjadi isteri Thung Lip membuka jalan.
Sebagai pengawal, turut serta laki2 dingin dan pemuda Pek Hong.
Tan Ciu diapit oleh kedua orang itu.
Pintu gerbang Benteng Penggantungan bergeser per- lahan2, kemudian tertutup.
Bercerita Tan Ciu masuk kedalam Benteng Penggantungan iring-iringan dibelakang si pemuda ialah wakil ketua Benteng penggantungan Co Yong Yen, Hiangcu bermuka putih Pek Hong dan si kakek Cie Yan.
Mereka mengajak Tan Ciu masuk kedalam ruangan tamu.
Memeriksa ruangan itu, wajah Tan Ciu mengalami bermacam-macam perubahan.
sebentar lagi, ia akan berjumpa dengan ayahnya.
orang yang bernama Tan Kiam Lam itu, Lama sekali Tan Ciu menunggu diruangan tamu itu, Masih belum juga ada tanda-tanda bahwa Tan Kiam Lam keluar untuk menemuinya.
Memandang semua orang, Tan Ciu mengajukan pertanyaan.
"Dimana pocu Benteng Penggantungan?"
"Ketua kami, yang kau maksudkan?"
"Siapa lagi?"
"Kau harus bersabar."
"Lekas panggil dia keluar."
"Dia akan menemui."
"Aku tidak ingin menunggu terlalu lama."
"Tidak lama."
"segera suruh dia keluar menemuiku."
Wakil ketua Benteng Penggantungan Co yong Yen membuka mulut niatannya mengucapkan sesuatu. Tetapi disaat inilah terdengar sang ketua, datangnya dari dalam.
"Segera kau dapat bertemu denganku. Jauh-jauh kau telah berkunjung datang. tentu saja tidak dapat mengecewakanmu."
Itulah suara pocu atau ketua Benteng Penggantungan. Tan Ciu memeriksa keliling dinding, tidak tahu dimana manusia itu berada.
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mengapa kau tidak segera keluar."
Ia membentak. Tidak ada jawaban.
"Apa artinva permainan yang seperti ini?"
Tan Ciu buka suara lagi.
"Kau tidak puas dengan cara penyambutanku?"
Itulah suara si Benteng penggantungan.
"Aku paling benci dengan orang yang hanya berani main dibelakang layar."
"Hm... Hm... Sebelumnya, aku ingin mengucapkan sesuatu."
"Katakan lekas."
"Sebelum menemuiku kau harus melakukan sesuatu."
"Apa yang barus kulakukan?"
Bertanya Tan Ciu.
"Kau mempunyai pegangan yang kuat bahwa kau dapat mengalahkan setiap orang-orangku yang berada ditempat ini."
"Maksudmu agar aku menerjang dengan kekerasan."
"Memang. haruslah disertai dengan setengah kekerasan,"
"Apa arti dari setengah kekerasan itu?"
"Bila ilmu pedangmu dapat mengalahkan Pek Hong, aku segera keluar menemuimu"
Tan ciu memandnng pemuda putih Pek Hong.
"Upacara penyambutan aneh". Ia berkata.
"Betul."
Berkata ketua Benteng Penggantungan.
"Cara penyambutanku memang tidak dapat disamakan dengan orang biasa."
"Harus kau ketahui babwa dia bukan tandinganku."
Berkata Tan Ciu. Pemuda putih Pek Hong naik darah, ia maju kedepan dan berkata.
"Siapa yang mengatakan kau pasti menang?"
Tan Ciu menghadapi pemuda putih itu, sikapnya dingin dan memandang rendah.
Pek Hong mengeluarkan senjata.
Tan Ciu juga mengeluarkan pedangnya, ia harus mengalahkan dulu pemuda ini.
baru dapat bertemu ketua Benteng Penggantungan.
Tidak terdengar lagi suara Benteng Penggantungan itu.
Pek Hong memasang kuda-kuda, ia membuka mulut.
"Tan siauwhiap sudah siap?"
"Silahkan."
Berkata Tan Ciu tenang.
Didalam Benteng Penggantungan, ilmu pedang Pek Hong belum pernah menemukan tandingan, ia sangat terkenal dengan kecepatannya yang luar biasa, perubahan- perubahannya yang tidak dapat dihitung.
Kini Pek Hong mulai menggoyangkan pedang.
ujung senjata itu bergetar, membuat lingkaran, terjadilah seribu bayangan.
Tetapi, ia tidak segera mulaj membuka serangan, Pek Hong menantikan waktu yang paling tepat untuk mengalahkan lawannya.
Tan Ciu membikin penjagaan yang terkuat, maklum bahwa kedudukan pemuda tersebut tak mudah untuk dibobolkan, maka Pek Hong tak mempunyai kesempatan untuk turun tangan.
Dua anak muda itu sama-sama akhli Pedang, hanya melihat gerakan yang pertama, mereka sudan dapat menduga, perlahan-lahan apa yang akan dihadapinya.
Tiba-tiba Pek Hong membentak, ia mulai menyerang dengan satu kali tusukan, ia menyertainya dengan sembilan macam perubahan.
Tan Ciu turut menggerakkan senjata.
Dan sinar pedang berkilat-kilat, sehentar kemudian bergesekan dan terpisah lagi.
Didalam satu jurus itu, masing-masing telah menggunakan tiga macam perubaban.
Setelah terjadi pertarungan ini, hati Pek Hong menjadi ciut sekali.
Tan Ciu juga mengalami getaran yang sangat hebat.
Tidak disangka, lawan itu mempunyai ilmu pedang yang terberat.
Kini mereka sudah mulai berhadapan.
Mulai mengirim jurus tipu yang kedua.
Ketegangan terlihat sangat jelas.
Terdengar suara ketua Benteng penggantungan memecah ketegangan.
"Cukup!"
Tan Ciu mengkerutkan jidat. Pek Hong juga tidak mengerti. Permainan apa yang ketua itu inginkan dalam pertandingan tadi? "Pertandingan pedang kalian sudah boleh ditutup."
Berkata suara ketua Benteng penggantungan.
"Siapa yang kalah?"
Tan Ciu mengajukan pertanyaan.
"Kau menang."
Berkata suara Benteng Penggantungan. Menang? Dirinya telah menang? Sedangkan pertempuran itu baru berjalan satu jurus. Hal ini sungguh membuat Tan Ciu tak mengerti.
"Berdasarkan kesimpulan apa, kau memberi pernyataan yang seperti itu."
Berkata Tan Ciu. Terdengar suara ketua Benteng Penggantungan dari dalam.
"Ilmu pedang mementingkan kecepatan perobahan. tetapi harus disertai pula latihan tenaga dalam yang kuat! Perbedaan tenaga dalam kalian berdua terlalu menyolok mata. Didalam waktu tiga puluh jurus Pek-hiangcu pasti dikalahkan olehmu."
Apa yang ketua Benteng Penggantungan itu kemukakan sangat beralasan, pandangan yang sangat tepat. Wajah sipemuda putih Pek Hong berubah menjadi pucat. Terdengar lagi suara ketua Benteng Penggantungan.
"Hu pocu "
"Siap,"
Wakil ketua Benteng Penggantungan Co Yong Yen tampil kemuka.
"Ajak pemuda ini masuk."
Ketua Benteng Penggantungan memberi perintah.
Co Yong Yen memberi hormat kepada Tan Ciu dan menyilahkan pemuda itu mengikuti dirinya, mereka menuju keruang dalam.
Melewati lorong-lorong yang panjang, Tan Ciu diajak ketempat ketua Benteng penggantungan.
Tidak dapat disangkal lagi, bahwa orang yang bernama Tan Kiam Lam itu adalah ayahnya sendiri.
Apa yang dibicarakan nanti? Tan Ciu melirik kearah Co Yong Yen, tidak terlihat perubahan wajah wakil ketua Benteng Penggantungan tersebut.."Hu Pocu,"
Ia memanggil perlahan.
"Bolehkah aku mengajukan sedikit pertanyaan?"
Hu Pocu berarti wakil ketua benteng.
"Apa yang ingin kau ketahui?"
"Kau pernah diperistri oleh Thung Lip bukan?"
"Betul."
"Dimanakah Thung Lip kini berada?"
"Sudah kukatakan, bertanyalah kepada pocu kita nanti."
"Thung Lip pernah mengadakan rencana Pembunuhan kepadamu."
"Hal itu sudah menjadi kenyataan."
"Alasannya?"
"Maaf. Aku tidak dapat memberi tahu kepadamu."
Tan Ciu mengerutkan alis.
"Dengan cara bagaimana kau dapat menjabat wakil ketua Benteng Penggantungan?"
Demikian sipemuda bertanya.
"Karena pocu kami baik hati. Dia adalah seorang yang baik,"
"Seorang yang baik?"
Untuk pertama kalinya Tan Ciu mendengar ada orang yang memberikan pujian kepada Tan Kiam Lam.
"Betul. Dia adalah seorang yang baik."
"Kau juga seorang baik?"
Bertanya Tan Ciu.
"Kukira tidak jahat."
"Bagaimana dengan muridmu?"
"Muridku?"
Co Yong Yen kurang paham. Sebentar kemudian ia pun sadar, siapa yang pemuda itu maksudkan.
"Co Yong yang kau artikan?"
"Berapa banyaknya kau menerima murid?"
"Co Yong adalah seorang gadis baik."
Berkata Co Yong Yen.
"Sayang ia menemukan seorang jahat."
"Siapakah yang kau artikan dengan pemuda jahat itu?"
Tan Ciu berkata.
"Kau! Orang yang bernama Tan Ciu."
Tan Ciu memandang wanita itu sekian lama, tiba-tiba ia tertawa.
"Kau mengatakan bahwa aku yang menyebabkan kecelakaan?"
"Hal ini adalah suatu kenyataan."
"Kenyataan?"
Ia telah menjadi rusak. Itulah akibat pergaulan denganmu.
"Kau memutar balik fakta kenyataan. Ia mati dibawah tangan kejam kalian."
"Tutup mulut!"
Tan Ciu tidak takut, dengan tenang ia berkata.
"Tanggung jawab kematian muridmu berada diatas kedua pundakmu. Kaulah yang harus bertanggung jawab atas kematiannya."
"Aku?"
"Betul. Mengapa kau tidak berusaha menolongnya? Dengan alasan apa kau menangkapnya dan dibawa pulang kedalam Benteng Penggantungan?"
"Ia wajib menerima hukuman ini."
Berkata Co Yong Yen.
"Hm . .."
Tan Ciu mengeluarkan suara dengusan.
Co Yong dipersalahkan karena membuka rahasia Benteng Penggantungan.
Hal itu atas dasar desakannya.
Kini Co Yong telah mati ia harus menuntut ganti rugi atas kematian gadis itu, orang yang bertanggung jawab ialah ketua Benteng Penggantnngan, ia harus memberi hajaran kepadanya.
Mereka telah tiba disebelah pintu rahasia, Co Yong Yen membuka pintu itu dan berkata.
"Tan- siauwhiap, aku hanya dapat mengantarmu sampai disini."
"Silahkan."
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tan Ciu masuk kedalam ruangan rahasia tadi.
Co Yong Yen membalikan badan dan pergi.
Maka pintu rahasia itu tertutup kembali.
Seperti sedia kala tidak ada tanda-tanda bahwa disana ada sebuah pintu rahasia.
Tan Ciu telah berada didalam kamar rahasia itu, betul pintu telah ditutup kembali, Ia tak menjadi takut atau gentar.
Langsung bertindak masuk kedalam.
Satu bayangan hitam telah terpeta disana.
Itulah bayangan ketua Benteng Penggantungan Tan Kiam Lam.
Hati Tan Ciu tergetar.
Akhirnya mereka pun berjumpa muka.
Dua orang berhadap-hadapan sekian lama, tidak seorang pun yang mulai membuka suara.
Rasa benci, dendam, cinta dan kasihan berkecamuk didalam hati Tan Ciu.
Akhirnya ketua Benteng Penggantungan yang membuka.
"Duduklah."
Ia menunjuk kearah sebuah bangku yang telah tersedia. Tan Ciu tergetar, suara itu halus sekali, bagaikan seorang ayah yang sangat menyintai kepada anaknya! Suatu hal yang lama diharapkan olehnya. Lupakah bahwa tuan rumah telah menyilahkan ia duduk.
"Agaknya kau sangat takut kepadaku."
Berkata lagi ketua Benteng Penggantungan.
Kata-kata ini membangkitkan kemarahan sipemuda, Tan Ciu tidak pernah mempunyai rasa takut, walau kepada siapapun juga.
Maka ia tertawa berkakakan, tertawa itu panjang sekali, menggema seluruh isi ruangan rahasia.
Ketua Benteng Penggantungan tertegun.
"Apa yang kau tertawakan?"
Ia bertanya.
"Aku mentertawakan sikapmu yang terlalu sombong."
Berkata Tan Ciu.
"Aku ?"
"Betul. kau kira semua orang takut kepadamu?"
Ketua Benteng Penggantungan berjalan maju mendekati pemuda itu! Jarak mereka semakin dekat.
sangat dekat sekali.
maka masing-masing dapat melihat jelas.
bagaimana wajah orang yang berada didepannya.
Dimana Tan Ciu dan ketua Benteng penggantungan berhadapan muka.
Memperhatikan wajah ketua Benteng Penggantungan, Tan Ciu membelalakkan mata.
Itulah wajah yang mirip dengan Tan Kiam Pek.
Ruangan didalam kamar rahasia itu tidak terlalu terang, itupun tidak berhadap-hadapan langsung, maka Tan Ciu tidak dapat melihat jelas didaun kuping kiri orang ini betul atau tidak ada andang-andang hitam.
Dikatakan oleh Tan Kiam Pek bahwa daun kuping kiri Tan Kiam Lam ada sebuah andang-andang hitam.
Maka Tan Ciu memperhatikan ciri-ciri itu.
Ketua Benteng Penggantungan buka suara.
"Kau tidak takut kepadaku?"
"Siapa yang mengatakan aku takut?"
"Bagus. Ternyata aku mempunyai seorang putra yang berani."
"Kau bernama Tan Kiam Lam?"
"Betul."
Hati Tan Ciu hampir mencelos keluar dari tempatnya. Mulutnya terbuka ingin mengutarakan sesuatu, tetapi gagal.
"Duduklah."
Sekali lagi ketua Benteng penggantungan menyilahkan ia duduk, Tan Ciu mengeraskan hati berteriak.
"Kau tahu sedang berhadapan dengan siapa?"
"Bila bukan seizinku, kau kira mudah masuk kedalam Benteng Penggantungan?"
"Tahukah maksud tujuanku menemuimu?"
"Kukira tahu."
Tan Ciu menggertak gigi.
"Tidak seharusnya kita bersua."
Ia berkata.
"Maksudmu, diantara kita berdua, harus ada seorang yang mati?"
Ketua Benteng Penggantungan itu bertanya.
"Hari ini segera tiba."
Berkata Tan Ciu.
"Kau berani berlaku kurang ajar kepada ayahmu, hal itu sangat tidak patut sekali, ketahuilah seorang anak wajib berkata pada ayahnya."
Tan Ciu diam. Tan Kiam Lam berkata.
"Bagaimana ?"
"Kau jahat."
"Ingin membunuh ayahmu?"
Tan Kiam Lam menatap tajam wajah anak itu.
"Betul."
Tan Ciu menganggukkan kepala.
"Kau tidak tahu bahwa aku tidak ada niatan untuk membunuhmu?"
"Aku tidak perlu tahu."
"Kau wajib tahu."
"Mengapa?"
"Karena kau adalah putraku."
"Aku tidak mempunyai seorang ayah yang sepertimu."
"Ilmu kepandaianmu masih belum cukup kuat untuk menandingiku, tahu?"
"Ingin mengadakan ujian?"
"Ha. ha ... Aku bangga mempunyai seorang putra yang hebat luar biasa."
"Kau tidak patut menjadi ayahku."
Berteriak Tan Ciu.
"Karena aku telah melakukan banyak kejahatan- kejahatan? Aku di cap sebagai manusia jahat nomor satu?"
"Betul. aku ingin mendapatkan satu kepastian, betulkah ibuku bernama Melati Putih?"
"Betul."
Berkata Tan Kiam Lam.
"Mengapa kau berlaku kejam kepadanya?"
"Berlaku kejam?"
"Kau menyangkal? Apa yang telah kau lakukan kepada ibu telah kuketahui betul,"
"Hal itu dikarenakan salahnya sendiri."
"Beri keterangan yang jelas."
"Baik."
Berkata Tan Kiam Lam.
"Sebelum membikin keterangan ini aku ingin mengajukan satu pertanyaan."
"Katakan."
"Bila kau mempunyai seorang istri yang mengadakan hubungan gelap dengan laki-laki lain, juga merencanakan lain kejahatan untuk membunuhmu. apa yang kau perbuat kepada istri yang semacam ini?"
Hati Tan Ciu tergetar.
"Kau mengartikan bahva ibuku mengadakan hubungan gelap dengan laki2 lain?"
Ia meminta kepastian.
"Betul,"
Tan Kiam Lam menganggukkan kepala.
"Siapakah lelaki itu?"
Desak Tan Ciu lagi "Telapak Dingin."
"Apakah keakhlian si Telapak Dingin ini?"
"Seorang akhli make up yang pandai mengubah wajah sendiri. ada juga orang mengatakan sebagai si Wajah Pancaroba. Dan kepandaiannya sangat tinggi. boleh dkata belum pernah menemukan tandingan."
Tan Ciu belum mendapat bukti lain untuk membongkar tuduhan yang dijatuhkan kepada ibunya. Maka ia diam.
"Ibu juga ingin membunuh dirimu?"
Ia bertanya soal lain.
"Betul."
Berkata Tan Kiam Lam.
"Aku kurang percaya."
Berkata Tan Ciu.
"Kau boleh meminta keterangan Thung Lip orang yang menjadi pembantu ibumu dahulu."
"Thung Lip tahu akan hal ini?"
Tan kiam Lam menganggukkan kepalanya. Tan Ciu menjadi bingung. Biar bagaimana ia lebih percaya kepada sang ibu, dari harus percaya kepada ayah jahat ini.
"Apa alasanmu tentang membiarkan orang memperkosa?"
Ia menegur ayah jahat itu.
"Ia bersekongkol dengan Telapak Dingin, ingin membunuhku. Satu kesalahan yang terbesar. langkah- langkahku yang untuk membikin pembalasan kepada kesalahannya."
"Alasan!"
"Terserah kepada penilaianmu."
"Kau kenal dengan putri Angin Tornado Kim Hong Hong?"
"Kenal?"
"Apa yang telah kau lakukan kepadanya."
Tan Ciu menatap si ketua Benteng Penggantungan tajam-tajam. Tan Kiam Lam mendengus.
"Orang itu bukanlah aku."
Ia menyangkal telah memperkosa Kim Hong Hong.
"Siapa?"
"Dia adalah samarannya si Telapak Dingin."
"Lagi2 si Telapak Dingin..."
"Lupakah bahwa si Telapak Dingin itu pandai mengubah wajah diri sendiri, dengan mudah ia dapat menjelma menjadi seorang Tan Kiam Lam."
"Untuk sementara, aku harus percaya kepada keteranganmu. Tetapi mengapa membiarkan si Telapak Dingin berbuat sewenang-wenang, mengapa membiarkan manusia jahat itu menggunakan wajahmu melakukan kejahatan-kejahatan."
"Sudah kukatakan, bahwa si Telapak Dingin itu belum pernah menemukan tandingan. Termasuk juga diriku. Aku masih bukan tandingannya."
"Mendengar keterangan-keteranganmu yang seperti tadi, ternyata Kau seorang baik, bukan?"
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku boleh menjadi puas, bila kau tidak menganggap diriku sebagai orang jahat."
"Ada sesuatu hal yang hampir kulupakan."
Berkata Tan Ciu.
"Soal apakah itu?"
Bertanya Tan Kiam Lam.
"Katakanlah."
"Tentang seorang gadis yang bernama Co Yong, dimanakah gadis itu?"
"Aku tidak mengerti. Apa yang kau maksudkan."
"Dengan alasan apa kau membunuhnya?"
Tan Ciu mengadakan teguran.
"Dia telah melanggar tata tertib peraturan Benteng Penggantungan."
"Orang yang melanggar peraturan Benteng Penggantungan segera dihukum mati?"
Tan Kiam Lam tertawa dingin, dengan adem ia berkata.
"Mencari sesuatu tidak boleh menggunakan kaca. Didalam hal ini, kau telah melakukan satu kesalahan besar. Kau terlalu cinta padanya. Maka menganggap diriku berlaku kejam. Tetapi, bila kau melepaskan kaca mata cinta itu, kau memahami kesukaranku. Bila tidak berlaku tegas, sebagai seorang ketua benteng bagaimana pun aku dapat menguasai ribuan orang."
Lagi lagi alasan yang masuk akal. Dosa Tan Kiam Lim sudah terlalu banyak, maka alasan- alasan itu belum cukup kuat. kini Tan Ciu mengajukan persoalan lain, ia berkata.
"Lebih dari satu kali, dia mengutus orang-orangmu untuk membunuh aku, bagaimana alasanmu hal ini?"
"Belum ada seorang manusia yang tidak melakukan kesalahan. Termasuk juga diriku. Terus terang kukatakan, didalam hal ini, aku telah melakukan kesalahan. Terlebih penting, aku tidak tahu bahwa kau adalah anakku. Sebagai orang yang berani menentang kekuatan Benteng Penggantungan, aku wajib membasmi."
Hasil dari perdebatan Tan Ciu dan Tan Kiam Lam ialah ketua Benteng Penggantungan itu tidak bersalah sama sekali.
Maka haruskah menetapkan Tan Kiam Lam sebagai seorang baik? Tan Ciu tidak menjadi puas.
Seorang yang melakukan kesalahan, tidak mungkin sehingga sampai terjadi dosa yang ber-tumpuk2.
Seperti apa yang Tan Kiam Lam lakukan.
Apa lagi ia harus mengecek kebenarannya dari keterangan tadi, hal itu banyak kecurigaannya.
"Apa lagi yang ingin kau ajukan?"
Berkata Tan Kiam Lam.
"Dimanakah ibu berada? Mati atau hidupkah?"
Tan Kiam Lam berkata perlahan.
"Suatu ketika. dia telah kuanggap tiada didalam dunia. Tapi ..."
"Kau mengartikan bahwa ibu masih hidup?"
"Betul. Ia masih segar bugar."
"Sungguh?"
"Seratus persen tidak salah."
"Dimanakah ia menetap?"
"Tidak tahu!"
Tan Ciu berdengus.
"Kau mengatakan ia masih hidup. Tetapi tidak tahu dimana beradanya. Alasan dari manakah keterangan tadi?"
Pemuda itu tidak mempunyai kesan baik kepada orang yang didepannya.
"Kau pernah mendengar pencipta Pohon Penggantungan?"
"Pernah."
"Dia itulah yang menjadi ibumu. Siapa yang tahu, dimana pencipta Pohon Penggantungan menetap?"
"Aaaa...
"
Mulut Tan Ciu terngaga besar.
Mengapa tidak? Ia mempunyai seorang ayah yang menjadi ketua Benteng Penggantungan, kini sang ibu pun menjadi seorang pencipa Pohon Penggantungan.
Mungkinkah mempunyai rejeki yang tidak dapat dipisah- pisah dengan PENGGANTUNGAN? Dengan demikian bukanhah ia telah diciptakan menjadi seorang Putra dari DUA PENGGANTUNGAN itu? Pencipta Pohon Penggantungan adalah seorang wanita berkerudung, mungkinkah wanita itu yang bernama Melati Putih? Tan Ciu agak kurang percaya.
Alasannya cukup kuat.
Dimisalkan betul bahwa si pencipta pohon Penggantungan itu si Melati Putih, dengan alasan apa sang ibu membunuh Tan Sang? Mungkinkah seorang ibu mau menggantung putrinya sendiri? Tan Ciu pernah melihat bagaimana Tan Sang digantung diatas pohon Penggantungan, Maka mempunyai alasan- alasan seperti itu.
Lain bayangan melintasi pikiran pemuda itu.
Belum lama ia permh melihat bahwa Tan Sang hidup kembali! Hal ini meragukan kepercayaannya.
Membongkar ketetapannya yang mengatakan bahwa Tan Sang sudah tiada didunia.
Mungkinkah kakak itu tidak digantung mati? Bila gadis berbaju hitam yang menotok dirinya itu bukan jelmaan si Telapak Dingin orang yang dikatakan pandai mengubah wajah, tentu Tan Sang masih hidup didalam dunia.
"Keteranganmu boleh dipercaya?"
Tan Ciu memandang Tan Kiam Lam dalam mengajukan pertanyaan ini.
"Tentu. Belakangan ini kudapat kabar bahwa ibumu itu sedang mencariku untuk menuntut balas."
"Kau takut kepadanya?"
"Betul."
Berkata Tan Kiam Lam.
"Besar kemungkinannya bahwa ia telah bekerja sama dengan si Telapak Dingin, maka siapakah yang dapat mengalahkan mereka berdua?"
"Tidak ada orang yang berani kepada si Telapak Dingin?"
"Betul. Termasuk aku. Karena itulah aku menyembunyikan diri didalam Benteng Penggantungan. Agar tidak ditemukan olehnya."
"Masih ada hutang jiwa seorang yang harus kau ganti."
Berkata Tan Ciu.
"Siapa lagi ?"
"Seorang kakek aneh yang bernama Hu Hay Khek telah mati dibawah tangan orang2mu. Kau tidak dapat lepas tangan begitu saja,"
"Tetapi orang-orangku itu sudah mati. kepada siapa harus kuminta pertanggungan jawaban itu?"
Menghadapi ketua Benteng penggantungan yang licik ini, tentu saja Tan Ciu menyerah kalah.
"Hai.."
Tan Ciu teringat akan pesan Cang Ceng Ceng yang ingin mencari seorang yang bernama Kui Tho Cu. Dikatakan oleh gadis itu, hanya Tan Kiam Lamlah yang mengetahui tempat orang yang sedang dicari.
"Kau kenal dengan si Bungkuk Kui Tho Cu?"
Tan Kiam Lam menggeleng-gelengkan kepala.
"Tidak kenal?"
Tun Ciu menjadi heran.
"Betul !"
"Mana boleh tidak kenal dengannya?"
"Percaya atau tidaknya, terserah kepadamu."
Berkata Tan Kiam Lam.
Tan Ciu teregun.
Agaknya tidak mungkin Cang Ceng Ceng.
bagaimana Tan Kiam Lam tidak kenal dengan Kui Tho Cu.
Bila tidak kenal, tentu saia tidak tahu dimana Kui Tho Cu itu berada.
Diputar dibalik, dibalik diputarkan Tan Kiam Lam menjadi seorang yang tidak jahat.
Tan Ciu menghela napas.
"Aku memang bukan orang jahat."
"Hm.. ."
"Hei, aku ingin mengadakan perundingan denganmu."
"Tentang hal apa?"
"Maukah kau diajak bekerja sama ?"
"Bekerja sama ?"
"Lebih jelas lagi ialah membantu usahaku,"
Berkata Tan Kiam Lam.
"Dengan kepintaran dan ilmu kepandaian yang kau memiliki seperti itu, masih membutuhkan pertolongan orang?"
Tan Ciu agak tidak percaya.
"Jangan kau mengucapkan kata-kata seperti itu."
Berkata Tan Kiam Lam.
"Dengan sesungguh hati aku ingin memberi ilmu pelajaran kepadamu. kemudian dengan bekal ilmu kepandaian ini, kau membantu usahaku untuk menuntut balas."
"Aku tidak dapat melulusi permintaanmu. Kepintaran dan ilmu kepandaian jauh berada diatasku."
"Kepintaranmu berada diatasku."
Tan Kiam Lam memberikan sedikit pujian.
"Terima kasih."
"Harus kau ketahui bahwa aku tidak dapat melihat semacam ilmu kepandaian kelas tertinggi."
Tan Ciu menjadi heran.
"Ilmu kepandaian kelas tertinggi?"
Ia bertanya.
"Ilmu kepandaian apakah yang mempunyai kehebatan seperti itu ?"
"Orang yarg ingin melatih ilmu itu harus mempunyai 'Keperjakaan'. Dan tentu saja syarat yang tidak dapat kupenuhi."
"Oooo "
"Maukah kau mendapatkan ilmu kepandaian hebat itu?"
Bila sejarah hidup Tan Kiam Lam tidak mempunyai selembar cacad, dengan cepat Tan Ciu dapat melulusi permintaan itu, tetapi diketahui bahwa orang yang dihadapinya ini sangat licik dan cerdik, tentu ada sesuatu yang tersembunyi dibalik kebaikannya.
Maka ia menolak cepat.
"Aku tidak mau."
Suara Tan Ciu cukup keras.
"Kau tidak mau?"
Tan Kiam Lam menjadi heran.
"Betul. Untuk sementara, aku tidak dapat melulusi tawaranmu ini. Aku harus membikin penyelidikan secara teliti, bila benar segala keterangan-keteranganmu tadi, mungkin aku dapat balik lagi dan menerima tawaranmu itu."
Tan Kiam Lam segera mengasah otaknya. ia berpikir bagaimana harus dapat menguasai bocah kepala batu ini. Terdengar lagi suara Tan Ciu.
"Bila hasil penyelidikan tidak memuaskan, aku dapat balik kembali kemari. tetapi maksud tujuannya ialah... membunuhmu."
"Kau ingin mengecek kebenaran dari kata2ku tadi ?"
"Betul."
"Kau memang keras kepala."
"Tahap pertama dari pembicaraan kita boleh ditutup sampai disini, aku meminta diri."
Berkaia Tan Ciu.
"Kau ingin pergi ?"
"Betul. Segera meninggalkan Benteng Penggantungan."
"Lebih baik jangan."
"Kau melarang ?"
"Betul. Aku akan berusaha membujukmu untuk tetap tinggal disini."
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Wajah Tan Ciu berubah.
"Ingin membunuh?"
Ia menatap tajam-tajam keadaan siap sedia! "Salah..!"
Berkata Tan Kiam Lam.
"Demi keamananmu, aku telah menahanmu. Aku tidak ingin kau mati ditangan orang lain."
Tan Ciu tidak diperbolehkan pergi dari Benteng Penggantungan. Apakah maksud tujuan ketua benteng itu? Tan Ciu belum paham, maka ia bertanya.
"Kecuali kau memiliki dalih alasan untuk memusuhi. Siapakah orang yang mau membunuhku?"
"Si Telapak dingin itu."
Berkata Tan Kiam Lam singkat.
"Bagaimana kau tahu?"
"Karena kau pernah bertemu dan berkunjung kepadaku. Ia tidak mengharapkan bahwa cerita tentang dirinya tersiar keluar. Hal ini akan tidak menguntungkan baginya. Ia akan berusaha membunuhmu. menutup sumber berita."
Tan Ciu tidak percaya.
"Bukalah pintu rahasia ini."
Ia meminta.
"Aku segera pergi."
"Aku tidak dapat membiarkan kau meninggalkan Benteng Penggantungan, Kau adalah putraku. Sebelum memiliki ilmu kepandaian yang tinggi sebelum mempunyai pegangan yang cukup kuat untuk mengalahkan si Telapak Dingin, aku tidak dapat membiarkan kau pergi dari sini."
"Kau ingin menahan aku?"
Tan Ciu mulai naik darah.
"Betul"
"Dengan segala daya upaya."
"Tentu."
"Tekadku sudah bulat, harus menerjang keluar dari Benteng Penggantungan."
"Tidak mungkin."
Berkata Tan Kiam Lam.
Tan Ciu betul-betul marah.
tangan kanannya diayun memberi satu pukulan, arah tujuannya ialah Pintu rahasia.
Bummmm ....! terdengar suara gemuruh yang hebat, pintu batu itu pecah berhamburan.
Luar biasa tenaga yang Tan Ciu kerahkan.
sampai pintu batu itu pun tidak sanggup menerimanya.
Disana, telah terjadi lubang.
Wajah Tan Kiam Lam berubah, dengan geram ia membentak.
"Tan Ciu, kau ingin memaksa aku menggunakan kekerasan?"
Suara Tan Kiam Lam geram, membuat orang yang mendengar bergidik, takut sekali. Tan Ciu berdehem, katanya.
"Ingin membunuh?"
"Bila kau tidak kenal budi, terpaksa, aku harus membunuhmu, tahu?"
"Terpaksa aku pun harus melawanmu, tahu?"
Tan Ciu tidak mau kalah suara.
"Bila kau berani membongkar pintu itu segera kubunuh."
Untuk membuktikan ancamannya, Tan Kiam Lam lompat mendampingi sipemuda, maka bila perlu.
ia dapat turun tangan dengan cepat.
Disaat yang sama.
Tan Ciu telah mengayun tangan memukul pintu batu lagi, maksudnya segera meninggalkan ruangan ini.
Maka tangan Tan Kiam Lam juga bergerak.
memukul tubuh sipemuda.
Tan Ciu segera memberi tangkisannya.
"Hkkk ..."
Tan Ciu terdorong mundur sehingga empat langkah. Kini Tan Kiam Lam telah menjaga didepan pintu. Ternyata kekuatan Tan Ciu belum dapat mengimbangi kekuatan ayahnya, maka ia harus menerima kekalahan tadi. Wajah Tan Ciu berubah.
"Tan Kiam Lam, berani kau membunuh anak?"
"Mengapa tidak?"
Tan Kiam Lam tidak kalah marah.
"Pukullah."
Tan Ciu memasang dada.
"Kau sudah bosan hidup?"
"Boleh dicoba. siapa yang sudah bosan hidup!"
Timbul niatan Tan Ciu untuk mengadu jliwa.
Tan Kiam Lam mendorong telapak tangannya perlahan maju kedepan, dari telapak tangan itulah keluar tenaga kekuatan yang dapat mematikan lawan.
Tan Ciu memukul dengan dua tangan, kemudian ia lompat mundur, hal ini untuk menghindari diri dari tekanan yang terlalu kuat.
Dua tenaga bentrok segera.
Kemudian terpisah lagi.
Kejadian itu terlalu kuat.
Kemudian terpisah lagi.
Kejadian itu terlalu cepat untuk diceritakan.
Sebelum dapat melihat jelas, bagaimana hasil kesudahan dari benturan kilat itu, tangan Tan Kiam Lam sudah bergerak, inilah untuk kedua kalinya.
Tan Ciu dipaksa menerima pukulan ini.
Bummm ...! Setelah terjadi satu dentuman hebat, ruangan itu dirasakan menjadi sengir, tubuh Tan Ciu terpukul mundur sampai sembilan tindak.
pemuda itu segera jatuh duduk.
Tan Kiam Lam berkata dingin.
"Hebat... Hebat ... Untuk mencari orang yang dapat menerima pukulanku ini, kau adalah boleh menduduki urutan yang kedua."
"Urutan keberapa pun tidak menjadi soal. Gunakanlah pukulanmu itu lagi."
Tan Ciu masih memberikan tantangan.
"Kini kau boleh merasakan totokanku"
Berkata Tan Kiam Lam.
Jarinya dikeraskan, cepat sekali lompat kedepan, kemudian dari satu posisi kedudukkan yang sulit diduga orang, ia menotok jalan darah sipemuda.
Tan Ciu lari menyingkir kearah kiri.
Tan Kiam Lam sudah dapat menduga arah dari si pemuda, maka ia menyusul dengan serangan totokan yang kedua.
Tan Ciu merasakan bahwa dirinya seperti diserang semua, kemudian diam tidak bergerak.
Sebelum jatuh.
ia masih sempat melihat andeng2 hitam dikuping kiri ketua Benteng Penggantungan itu.
Betul-betul bahwa orang inilah yang menjadi ayahnya.
Tan Kiam Lam berhasil menotok jalan darah lemas lawannya.
Tan Ciu jatuh ditanah, mulutnya memaki.
"Manusia iblis, bunuhlah aku."
Wajah Tan Kiam Lam berubah menjadi beringas.
semakin kejam dan semakin kejam, itulah wajah seorang iblis.
sangat menakutkan sekali.
Hampir Tan Ciu menjerit, seluruh bulu sipemuda bangun berdiri, menggerinding.
Tangan Tan Kiam Lam diangkat tinggi-tinggi, ia mendekati Tan Ciu dan siap mengirim jiwa sipemula ke dunia baka.
Tan Ciu memejamkan mata.
Perlahan-lahan Tan Kiam Lam menurunkan tangan itu, tetapi tidak kearah sipemuda, ia membatalkan niatannya untuk membunuh Tan Ciu.
Lama sekali.....
Tan Ciu hilang sabar, ia membuka mata jang ditutup rapat itu.
Maka terlihatlah sepasang sinar matanya yang aneh, redup dan cukup untuk membingungkan orang, itulah sinar mata Tan Kiam Lam.
khusus untuk menguasai orang yang tidak mempunyai imam tidak kuat, ilmu Ie hun Tay- hoat.
Dunia seolah-olah berputar, kemudian berhenti lagi, Sepi sekali.....
Segala sesuatu terhenti bergerak.
Dirasakan aman dan tenang.
Ilmu Ie-hun Tay-hoat adalah semacam ilmu sihir atau hipnotis dijaman sekarang, tidak mudah untuk mempelajari ilmu tersebut, tapi bila berhasil meyakinkannya, maka banyak kegunaan untuk menundukkan orang.
Tan Ciu sedang dijejal dengan unsur2 untuk melupakan diri sendiri, sebentar lagi setelah ilmu Ie-hun Tay-hoat selesai dikerahkan, pemuda itu akan menjadi seorang yang tidak mempunyai isi otak, segala sesuatu dikusai oleh otak sipemegang kunci ilmu tersebut, itulah si ketua Benteng Penggantungan.
Tiba-tiba....
Terdengar suara kelenengan yang dibunyikan, itulah tanda bahaya bagi Benteng Penggantungan.
Tan Ciu tersentak sedikit.
Tan Kiam Lam tersentak bangun, bunyi itu mengganggu usahanya, keringat bertekel-ketel jatuh tidak sedikit tenaga yang terbuang percuma.
Tan Ciu mematung ditempat! Tanda bahaya dibunyikan semakin hebat, Terpaksa Tan Kiam Lam meninggalkan pemuda itu, ia membuka pintu rahasia.
Didepan pintu sudah berdiri wanita baju hitam Kang Leng.
"Ada apa?"
Tan Kiam Lam membentaknya.
"Maafkan hambamu yang mengganggu,"
Berkata kang Leng dengan gemetar.
"Apa yang telah terjadi?"
"Ada orang menerjang Benteng penggantungan."
"Siapakah yang berani berbuat kurang ajar ini?"
"Si Pendekar Dewa Angin Sin Hong Hiap?"
"Hah?"
Tan Kiam Lam kaget sekali. Ternyata nama itu cukup mengejutkan dan menggetarkannya.
"Sin Hong Hiap tidak mau mengerti."
Berkata wanita baju hitam Kang Leng itu.
"Apa maksud tujuannya datang ke Benteng Penggantungan?"
"Dikatakan pocu pernah menjanjikannya untuk menentukannya disini."
"Bilakah aku menjanjikannya?"
Tan Kiam Lam menjadi bingung. Wanita baju hitam Kang Leng berkata.
"Dikatakan pada tiga hari yang lalu."
"Aneh."
Tan Kiam Lam mengerutkan jidatnya.
"Dikatakan olehnya bahwa kau menantangnya, karena tidak mau mengganggu rencana untuk merusak Pobon Penggantungan."
"Pohon Penggantungan?"
"Betul. Janji itu dikeluarkan dirimba Penggantungan."
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dia mencari gara-gara."
Tan Kiam Lam marah besar.
Kakinya berjingkrak.
Bilakah Tan Kiam Lam menantang si pendekar Dewa Angin Sin Hong Hiap? Yang menantang Sin Hong Hiap untuk mengadu ilmu di Benteng Penggantungan bukanlah Tan Kiam Lam ini, tetapi seorang yang mempunyai bentuk wajah sama dengannya, itulah Tan Kiam Pek.
Apa maksud tujuan Tan Kiam Pek memancing Sin Hong Hiap ke Benteng Penggantungan dan menempur Tan Kiam Lam? Didalam hal ini, Tan Kiam Pek mempunyai rencananya yang sudah dihitung masak-masak.
Mendengar laporan tadi, tentu saja Tan Kiam Lam mencak-mencak.
Tidak ada alasan baginya untuk menempur Sin Hong Hiap, jago tua itu pernah mengepalai rimba persilatan sekian waktu, tentu tidak mudah dihadapi.
-ooo0dw0ooo-
Jilid 10 BELUM dapat dipastikan, siapakah yang kalah dimedan pertempuran. Tetapi yang jelas ialah Sin Hong Hiap tidak dapat dijatuhkan dengan gampang. Wanita baju hitam Kang Leng berkata lagi.
"Demikianlah Sin Hong Hiap berkunjung datang."
Hiang-cui memberi tahu kepada sang ketua agar Tan Kiam Lam tidak melamun terus menerus.
"Lekas beritahu kepadanya, bahwa aku tidak pernah menjanjikan dirinya untuk bertempur."
Berkata Tan Kiam Lam.
"Sudah diberi tahu. Tapi ia tidak mau mengerti."
"Aneh ...Aneh.... Siapakah yang berani menggunakan namaku?"
Tan Kiam Kiam Lam menggerutu.
"Mungkin ada orang yang ingin melihat adu domba."
"Siapa yang berani?"
"Mengapa Sin Hong Hiap berkata tegas seperti itu? Dikatakan kau menantangnya di Rimba Penggantungan?"
"Inilah yang kukatakan sangat aneh. Sebetulnya Aku tidak ingin menemukan Sin Hong Hiap."
"Maksud Pocu?"
"Berusahalah kalian mengusirnya."
"Lupakah bahwa kita sedang berhadapan dengan si Pendekar dewa Angin Sin Hong Hiap?"
"Sin Hong Hiap bagaimana?"
"Kita semua bukanlah tandingannya."
Apa yang hiangcu baju hitam itu kemukakan cukup beralasan, siapakah yang dapat melayani Pendekar Dewa Angin Sin Hong Hiap? Kecuali ketua Benteng Penggantungan Tan Kiam Lam. Tan Kiam Lam mengeretek gigi.
"Dimana kini Sin Hong Hiap itu?"
"Dipintu benteng."
"Baik. Segera aku berurusan dengannya."
Wanita baju hitam Kang Leng siap mengundurkan diri. Tan Kiam Lam segera memanggilnya.
"Kang hiangcu "
Kang Leng menghentikan langkahnya.
"Pocu ada perintah lain?"
Ia siap menerima perintah lain. Menunjuk kearah Tan Ciu dikamar rahasia, Tan Kiam Lam berkata.
"Bawalah pemuda itu kedalam kamar tahanan."
"Tetapi, dia..."
"Setelah selesai dengan urusan Sin Hong Hiap. aku masih harus berurusan dengannya."
"Baik."
Kang Leng menerima perintah.
Tan Kiam Lam berkata lagi.
Ia menuju kearah luar Benteng Penggantungan untuk berurusan dengan si Pendekar Dewa Angin Sin Hong Hiap! Wanita baju hitam Kang Leng masuk kedalam kamar rahasia, ia menghampiri Tan Ciu! Mendapat kesemparan istirahat yang cukup lama, karena ilmu Ie-hun Tay-hoat tidak diselesaikan sehingga tamat, maka Tan Ciu belum mengalami otak Kosong.
Bagaikan baru sadar dari satu impian buruk, pemuda itu masih bengong disana.
Sebentar kemudian, ia segera teringat bagaimana sang ayah, manusia yang bernama Tan Kiam Lam itu menggunakan ilmu Ie hun Tay-hoat untuk menghilangkan daya ingatannya.
Dua butir air mata meleleh turun dari kelopak sipemuda.
Wanita baju hitam Kang Leng menarik leher baju pemuda itu dan berkata.
"Mari turut kepadaku "
Tanpa bicara. Tan Ciu mengikuti hiangcu yang bernama Kang Leng itu. Hanya beberapa langkah, Kang Leng segera dapat melihat kesedihan sipemuda, disaksikan bagaimana anak yang gagah itu mengucurkan air mata.
"Eh. mengapa kau menangis?"
Ia mengajukan pertanyaan. Mengapa menangis? Suatu pertanyaan yang tidak perlu diajukan. Bila seseorang mengalami kesedihan yang luar biasa, bagaimana ia tidak mengucurkan air mata? Tan Ciu memandang wanita baju hitam itu.
"Kau belum pernah menangis?"
Ia balik mengajukan pertanyaan itu kepada orang yang bersangkutan. Mendapat pertanyaan yang seperti itu, Kang Leng menjadi tertegun.
"Kukira belum pernah ada orang yang tidak menangis..."
Ia berkata.
"Bilakah dan didalam keadaan bagaimanakah kau mengucurkan air mata?"
Tan Ciu bertanya lagi.
"Menjelang waktu-waktu yang sangat sedih, sakit hati dan putus asa.... Diwaktu itu ... aku dapat mengucurkan air mata."
"Maka tentunya kau dapat menduga, mengapa aku menangis."
Berkata Tan Ciu.
"Aneh.... Dia tidak menyakiti hatimu, tidak merusakmu, juga tidak membunuhmu, mengapa harus mengucurkan air mata?"
Yang diartikan dengan sebutan 'dia' oleh Kang Leng, adalah ketua Benteng Penggantungan Tan Kiam Lam.
"Agaknya kau belum dapat menyelami hati orang."
Berkata Tan Ciu.
"Maksudmu ? "
"Ingin sekali aku dapat mati segera."
"Kau tidak akan mati."
Berkata Kang Leng.
"Dia tidak mengijinkan kau mati,"
"Suatu hari aku akan mati."
Kang Leng memperhatikan wajah pemuda itu, tidak ada cahaya hidup sama sekali, juga tidak ada cahaya terang untuk bergulat dengan penghidupan dunia.
Ternyata ia telah membenci setiap orang dan segala sesuatu ditemukan olehnya.
Wanita baju hitam Kang Leng menarik napas, ia berkata.
"Aku ingin mengajukan satu pertanyaan kepadamu."
"Ajukanlah."
"Kau pernah jatuh cinta?"
"Aku? . .."
Tan Ciu berpikir sebentar, kemudian menganggukkan kepala.
"Pernah."
"Siapa gadis yang kau cintai itu. Co Yong?"
Tan Ciu menganggukkan kepala, perlahan sangat lemah sekali.
Sangkanya Co Yong telah mati, kemudian disusul dengan kejadian bertemu dengan sang ayah kejam, licin dan penuh dosa itu, tentu saja Tan Ciu menjadi kecewa dan bosan hidup.
Betulkah Co Yong sudah tidak ada didalam dunia? Tan Ciu belum menemukan mayat gadis itu.
Dia tidak tahu bahwa Co Yong masih hidup didalam Benteng Penggantungan.
Bercerita hilangnya baju hitam Kang Leng mendapat tugas untuk membawa Tan Ciu kedalam kamar tahanan rahasia Benteng Penggantungan.
Ditengah jalan, terjadi dialok yang menyinggung soal cinta dan kesedihan seorang manusia, Kang Leng bertanya.
betulkah Tan Ciu pernah cinta kepada Co Yong? Tan Ciu menbenarkan dugaan itu.
"Kau cinta kepadanya sungguh-sungguh?"
Kang Leng meminta ketegasan si pemuda.
"Sungguh-sungguh."
Berkata Tan Ciu.
"Kukira kau cinta kepada Co Yong, setelah mendengar berita kematiannya. Karena merasa berhutang budi, karena tidak dapar membalas budi itu, maka kau mengatakan cinta kepadanya?"
"Aku sungguh cinta kepadanya. Sebelum mati pun demikian didalam baka pun tetap demikian. Pasti akan kusambung cinta itu."
Bila bukan Tan Ciu memaksa Co Yong untuk membuka rahasia Benteng Penggantungan, tentu gadis tersebut tidak mati. Mengingat hal itu, si pemuda menangis lagi.
"Ternyata kau cinta kepada Co Yong dengan sesungguh hati."
Berkata wanita baju hitam Kang Leng.
"Ng "
"Kau bersedia melakukan sesuatu untuknya?"
Bertanya Kang Leng lagi.
"Tentu."
"Kuberi tahu kepadamu."
Berkata hiangcu baju hitam Kang Leng.
"Kau harus berusaha hidup. Demi Co Yong, kau harus tetap hidup."
"Aku belum ingin mati."
Berkata Tan Ciu.
"Masih banyak perkara yang belum kuselesaikan, maka aku harus tetap hidup."
"Betul. Co Yong akan gembira mendengar kesaksianmu ini."
"Tahukah asal usul Co Yong itu?"
"Kukira hanya pocu kita seorang saja yang mengetahui asal usul dirinya."
"Wakil ketua Benteng Penggantungan Co Yong Yen itu juga tidak tahu?"
"Kukira ia tidak tahu."
"Tapi. Co Yong adalah muridnya."
"Betul Ketua Benteng kita sangat merahasiakan asal usul Co Yong. Maka tidak ada yang tahu. Tapi jangan kau katakan kepada orang bahwa aku telah menceritakan kejadian-kejadian ini kepadamu."
"Tentu."
Tan Ciu memberikan janjinya.
"Baik. Dekatilah kupingmu."
Tan Ciu memasang telinganya.
"Simpan baik-baik rahasia ini....."
Berkata Kang Leng dengan suara sungguh-sungguh.
"Rahasia apa?"
"Co Yong masih hidup didalam kamar tahanan kita "
"Aaaa Co Yong masih hidup?"
"Ssstt,., Perlahan sedikit."
Kang Leng memberi peringatan.
"Masih hidup?"
Tan Ciu mengulang pertanyaan.
"Betul."
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dimanakah kini ia berada?"
Segera kau tahu. Tapi ingat, jangan sebarkan cerita ini, tidak perduli kepada siapapun juga. Bila kau tidak percaya dan memberi tahu kepada orang. Bukan aku yang celaka, tapi Co Yong yang akan binasa terlebih dahulu."
"Aku tahu."
Berkata Tan Ciu.
"Harapan untuk bertemu dengannya masih besar."
Kang Leng memberikan hiburan! "Segera ajak aku kesana."
Berkata Tan Ciu.
"Tidak."
"Mengapa?"
"Kau bukan tandingan pocu!"
"Ada hubungan apa dengan Tan Kiam Lam?"
"Tentu saja ada."
"Bila kau bersedia mengajakku untuk menemui Co Yong?"
"Setelah ilmu kepandaianmu dapat mengalahkan pocu."
Tan Ciu menggertek gigi, katanya.
"Suatu hari aku akan mengalahkan dirinya."
"Jangan sebarkan rahasia ini kepada orang!"
"Pasti."
Tan Ciu memberikan janji.
"Dan berhati-hatilah dengan ilmu Ie-hun Tay-hoat jahat itu."
Kang Leng memberi peringatan.
"Bagaimana harus menghindari diri dari ilmu Ie-hun Tay-hoat."
"Berusahalah menghindari diri dari sinar pandangan matanya."
"Bila tidak dapat?"
"Ini pun tidak mengapa. Waktu berlaku Ie-hun Tay-hoat hanya satu bulan. Lewat dari waktu itu, hilanglah kegunaan ilmu Ie-hun Tay-hoat."
"Ooo... Ilmu Ie-hun Tay-hoat tidak perlu ditakutkan !"
"Bukanlah demikian! Hal itu dapat di sambung lagi. Bila ilmu Ie hun Tay-hoat diulang untuk kedua kalinya, maka setiap bulan, ia dapat menggunakannya,"
Mereka telah tiba diruangan dibawah tanah! Itulah kamar tahanan.
Terlihat undakan yang turun kebawah, Kang Leng mengajak pemuda itu turun.
Tan Ciu mengikuti dibelakang wanita baju hitam itu Setelah memasukkan Tan Ciu kedalam sel kamar tahanan, Kang Leng mengunci kamar itu.
dan ia berjalan keluar dari ruang dibawah tanah.
Meninggalkan si pemuda.
Keadaan sangat gelap....
Tan Ciu telah menerima totokan ketua Benteng Penggantungan, selembar tenaganya pun tidak dipunyai olehnya.
Ia mengeluarian keluhan napas yang sangat panjang.....
Tiba-tiba.
satu suara tertengar menggema didalam suasana gelap itu.
"Apa yang kau kesalkan?"
Tan Ciu terkejut. Mengikuti arah datangnya suara. ia dapat melihat tubuh seseoang yang meringkuk didalam kamar tahanan. Ketika tempat orang itu berada disebelah. Itulah orang yang belum lama membuka suara.
"Hei, anak muda. mengapa kau cepat putus harapan?"
Berkata lagi orang tawanan yang berada disebelah kamar Tan Ciu itu.
"Siapa yang putus harapan?"
Tan Ciu mendebatnya.
"Siapa yang belum lama menarik napas panjang pendek?"
Orang itu mengeluarkan tertawa dingin. Tan Ciu bungkam.
"Hei,"
Panggil lagi suara itu.
"Mengapa kau tidak bicara?"
Bicara? Apa yang harus dibicarakan? Sedangkan ia belum kenal kepada orang itu. Keadaan sangat gelap, sehingga sulit untuk membedakannya.
"Hei."
Panggil lagi suara tersebut.
"Seorang diri aku disini, sangat sepi sekali. Kini kau datang menemaniku. sungguh menyenangkan."
"Siapa kau? Tan Ciu mengajukan pertanyaan.
"Orang tawanan."
Berkata orang itu. Tan Ciu tertawa.
"Ha, tentu saja orang tawanan,"
Katanya.
"Namamulah yang ingin kuketahui?"
"Nama?"
Orang itu seperti tertegun.
"Ha, ha!. Terlalu lama aku menempati kamar ini, sehingga lupa kepada nama sendiri. Sudah tidak ada orang yang mengenal namaku lagi."
"Lama?"
Tan Ciu mengulang kata-kata itu.
"Berapa lamakah kau disini?"
"Kukira dua puluh tahun. Mungkin juga tiga puluh tahun. Entahlah. berapa waktu yang pasti itu. Aku tidak tahu Siang malam didalam keadaan gelap. aku tidak dapat membedakan hari."
Tan Ciu tahu mengapa orang itu ditawan sekian lama? Apakah alasannya? Apakah dosa kesalahannya? Mereka bungkam lagi.
"Hei."
Orang itu tidak sabar.
"Bocah, mengapa tidak bicara?"
"Apa yang ingin dibicarakan?"
"Apa pun boleh. Untuk melenyapkan kesepian Kita. seharusnya banyak bicara. Dimisalkan bicara tentang ilmu kepandaian... Eh. Tentunya kau berkepandaian tinggi, bukan?"
"Bagaimana kau tahu?"
Berkata Tan Ciu dingin.
"Karena kau disekap didalam kamar tahanan dibawah tanah yang gelap ini."
"Aku tidak mengerti."
Barkata Tan Ciu.
"Mengapa mempunyai dugaan seperti itu?"
"Aku kenal baik sifat ketua Benteng Penggantungan."
Berkata orang itu.
"Ia suka pada orang yang berkepandaian tinggi. Hanya orang berkepandaian tinggi yang dapat ditaklukkannyalah yang dapat mendiami tempat ini."
Tan Ciu tetawa, katanya.
"Bila aku mempunyai ilmu kepandaian yang lumayan sajapun, tidak mungkin ia mengalahkanku. Ilmu kepandaianku tidak berarti. Maka dikalahkan olehnya dan masuk kurungan."
"Ha, ha Ingin mempunyai ilmu kepandaian yang dapat mengalahkannya? Ha, ha Kau mengimpi."
"Mengapa?"
"Ketahuilah, belum ada orang yang dapat mengalahkannya."
"Kau?"
"Seperti keadaan dirimu, akupun telah dikalahkan olehnya. Siapa yang dapat mengalahkan ketua Benteng Penggantungan. dia adalah jago nomor satu."
Terdengar keluhan napas yang sangat panjang juga sangat sedih. Tan Ciu diam. Keadaan itu berlangsung lama sekali. Tidak satu pun dari mereka yang mulai membuka pembicaraan lagi. Agaknya orang itu telah sangat kesepian. maka ia membuka suara.
"Hei. bolehkah aku berkunjung ketempatmu situ?"
Tan Ciu menjadi heran.
"Kau dapat masuk kedalam kamar tahananku?"
Ia bertanya bingung.
"Tentu . ."
Dibarengi oleh bunyi suara besi yang beradu.
"krek..."
Bunyi kunci yang dibuka.
Satu bayangan masuk kedalam kamar tahanan Tan Ciu.
Hal ini mengejutkan pemuda itu! Orang tersebut mempunyai kebebasan untuk meninggalkan kamar tahanannya, mengapa tidak mau melarikan diri? Bayangan yang datang telah berada dihadapan Tan Ciu, itulah seorang tua yang bungkuk melengkung, wajahnya cukup menakutkan.
"Aaaae "
Tan Ciu melebarkan mulut.
"Ha ha "
Orang itu tertawa.
"Takut?"
Tan Ciu tidak memberikan jawaban! "Wajahku memang menakutkan orang!"
Berkata orang tua bungkuk itu.
"Tidak mengherankan bahwa kau menjadi takut karenanya."
"Aku heran."
Berkata Tan Ciu.
"Apa yang kau herankan ?"
"Mengapa kau mengeram ditempat ini?"
"Kau heran karena aku tidak melarikan diri,"
Bertanja orang tua bungkuk itu! "Betul !"
Tan Ciu membenarkan pertanyaan orang.
"Itulah sumpah janjiku."
Berkata orang tua bungkuk.
"Kau kalah dibawah tangannya?"
"Betul. Kita musuh dendam besar. Kau juga mempunyai dendam dengannya?"
"Dendam? Tidak. Dia adalah ayahku?"
"Hahaaa?!"
Orang tua bungkuk itu sangat terkejut.
"Kau anak Tan Kiam Lam ?"
"Betul.... Bila bukan karena kedatangannya si Dewa Angin Sin Hong Hiap, tentu aku telah di Ie-hun Tay-hoat olehnya."
"Hei...!"
Orang tua bungkuk itu menjadi sangat tertarik.
"Kau katakan si Dewa Angin Sin Hoag Hiap juga telah datang kedalam Benteng ini?"
"Betul."
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa maksud kedatangan Sin Hong Hiap itu. Membikin perhitungan dengan Tan Kiam lam.
"
"Betul."
"Tidak Salah?"
Wajah orang tua itu bercahaya terang, satu perubahan yang sangat aneh sekali.
"Mari kau ikut kepadaku ..."
Ia berkata.
"Ikut? Ikut kemana?"
Bertanya Tan Ciu.
"Menonton pertandingan mereka."
"Menonton pertandingan?"
"Tentu. Pertempuran diantara dua tokoh kelas satu jtu tidak mudah disaksikan. Jangan kita lewatkan kesempatan bagus ini."
"Kau ingin mengajak aku keluar dari tempat ini?"
Bertanya Tan Ciu.
"Dapatkah keluar bebas?"
"Tentu. Tapi kau harus berjanji, setelah keluar kau tidak boleh melarikan diri, kau harus ikut aku kembali kedalam kamar ini lagi."
"Baik."
Tan Ciu memberikan janjinya.
"Aku akan kembali ketempat ini lagi."
"Mari,"
Orang tua bungkuk itu telah mengangkat tubuh Tan Ciu, kemudian meninggalkan kamar tahanan didalam bawah tanah itu.
Tan Ciu mempunyai kesan yang lain kepada orang menggendong dirinya.
Diketahui ia dapat bebas keluar dari kamar tahanan, mengapa mencari penyakit didalam sekapan tangan orang? Bukankah tidak merdeka? Mengikuti tangga batu, mereka naik keatas, tiba disuatu tempat, orang itu menikung kearah kanan disana ia menekan sebuah batu, maka dinding itu bergeser, menjadikan satu pintu.
"Batu ini ..."
"Pintu rahasia."
Berkata orang tua bungkuk.
"Bagaimana kau tahu?"
Tan Ciu meminta ketegasan.
"Tentu saja tahu."
"Ada orang yang memberi tahu?"
Tan ciu menduga kepada Kang Leng yang banyak mulut.
"Bukan. Aku berhasil menemukannya atas kepintaranku sendiri."
"Tan Kiam Lam tahu kau mempunyai jalan keluar rahasia?"
"Tentu saja tidak. Tapi ia tidak mempunyai hak mengekang kebebasanku."
"Mengapa?"
"Lain kali akan kuberi tahu kepadamu."
Dikala mereka hampir meninggalkan goa rahasia itu, kuping Tan Ciu yang tajam dapat mendengar isakan tangis seorang wanita sangat perlahan sekali, sesenggukkan.
"Cianpwee, dengar suara tangisan itu?"
Berkata sipemuda.
"Kupingku belum budek, mengapa tidak dengar?"
"Entah siapa yang menangis ditempat ini?"
Tan Ciu tidak tahu bahwa orang itu mempunai hubungan dekat dengannya.
"Seorang gadis kecil cantik sekali, orang menyebutnya sebagai nyonya Co."
"Nona Co?"
Mulut Tan Ciu berteriak.
"Mungkinkah Co Yong?"
"Betul. Namanya Co Yong."
Berkata siorang tua bungkuk.
"Kau kenal dengannya?"
Rasa Cinta Tan Ciu berkobar cepat, dengan berteriak ia menjerit.
"Aku harus segera menemuinya... Aku harus segera menemuinya "
"Hei, bocah tidak sabar, mengapa tidak dapat menggunakan ketenanganmu?"
"Aku berjanji untuk menemuinya."
"Akan kuajak menemuinya. Tapi bukan sekarang, Nanti, setelah selesai menonton pertandingan besar. kuajak kau bertemu dengannya."
"Kau berjanji dapat mempertemukan dengannya?"
"pasti dapat."
Berkata orang tua bungkuk itu.
"Tutup mulutmu dahulu. Jangan berteriak-teriak. Pertandingan besar mungkin sudah dimulai."
"Baik."
Orang tua bungkuk itu tertawa.
"Tentunya kekasihmu."
Ia berkata.
Dan ia mempercepat langkah kakinya.
keluar dari ruangan dibawah tanah.
000OdwO000 Di lembah Siang-kiat, tempat yang menuju ke Benteng Penggantungan sedang terjadi ketegangan.
Dua gembong tokoh silat kelas berat segera bertemu muka.
Itulah ketua Benteng Penggantungan contra si Pendekar Dewa Angin Sin Hong Hiap.
Disana telah berbaris orang-orang berbaju hitam, itulah anak buah Benteng Penggantungan! Wakil ketua Benteng Penggantungan Co Yong Yen, si Pemuda Putin Pek Hong, Tok Gan Liong dan lainnya mengepalai orang-orang mereka.
Si Pendekar Dewa Angin Sin Hong Hiap menghadapi orang2 itu dengan marah.
"Mana itu Tan Kiam Lam?"
Ia bergeram.
"Bila ia tidak mau keluar menemuiku, segera aku menerjang masuk tahu?"
"Sabarlah sebentar."
Berkata Co Yong Yen.
Ia segera tahu Sin Hong Hiap mulai hilang sabar.
Betul ia telah hidup malang melintang didalam rimba persilatan tanpa tandingan, tapi orang yang segera ditempurnya itu pun bukan tokoh biasa.
Tan Kiam Lam juga belum pernah menemukan tandingan.
Belum diketahui pasti, siapa yang akan memenangkan pertandingan itu.
Mengapa Tan Kiam Lam belum menampilkan diri? Ternyata ketua Benteng Penggantungan yang cerdik itu sedang mengatur sesuatu.
ia harus memenangkan pertandingan.
Di semak-semak pohon yang berada diatas mereka dua pasang mata sedang memperhatikan keadaan tempat itu.
Itulah orang tua bungkuk dan Tan Ciu yang baru saja keluar dari dalam kamar tahanan Benteng Penggantungan.
Memandang si Pendekar Sin Hong Hiap.
orang tua itu berkata.
"Betul. Inilah orangnya?"
"Mungkinkah, mereka akan bertempur?"
"pasti."
"Dengan alasan apa cianpwe memberikan kepastian ini?"
"Mereka sama-sama belum pernah menemuikan tandingan, tapi kini telah bentrok, satu diantaranya pasti nama yang lebih cemerlang,"
"Siapakah yang akan memenangkan pertandingan itu?"
Bertanya Tan Ciu.
"Belum tahu. Masing-masing mempunyai kekuatan yang sangat luar biasa. Yang heran. Mengapa Sin Hong Hiap menantang Tan Kiam Lam?"
Tan Ciu segera menceritakan kejadian di dalam rimba Penggantungan.
dimana Tan Kiam Pek menggunakan tipu, mengadu domba menantang Sin Hong Hiap didepan Benteng Penggantungan.
Maksudnya ialah mencelakan satu diantara dua jago itu.
Orang tua bungkuk itu berkata.
"Tentu ada sesuatu yang tersembunyi."
Bercerita dibawah mereka.... Sin Hong Hiap sudah membentak lagi.
"Hmm, mana itu Tan Kiam Lam ?"
Co Yong Yen berkata.
"Segera keluar. Sabarlah."
"Hmm ...Kau kira aku ini manusia apa? Ingin dijemur disini? Kuberi waktu setengah jam lagi, bila ia tidak mau menampilkan dirinya, seluruh isi Benteng Penggantungan akan kuubrak abrik bersih."
Mengapa tidak terlihat mata hidung Tan Kiam Lam? Mungkinkah ketua Benteng Penggantungan itu melarikan diri? Takut kepada si Dewa angin Sin Hong Hiap? Tidak mungkin. Jawaban ini segera pecah juga, terdengar suara Tan Kiam Lam yang tertawa cekikikan.
"Ha-ha "
Dengan lenggang, ketua benteng Penggantungan itu, menampilkan diri, ia berjalan maju kedepan. Wajah Sin Hong Hiap berubah. Kini, dua gembong akhli silat kelas berat telah berhadapan. Tan Kiam Lam menunjukan hormatnya, ia berkata.
"Maafkan penyambutanku yang kurang hormat."
"Ha Ha "
Sin Hong Hiap tertawa.
"Petunjuk apakah yang Sin Tayhiap ingin berikan kepada Tan Kiam Lam?"
Sin Hong Hiap tertegun. Orang ini menantang dirinya untuk bertanding silat? Mengapa membawa sikap yang cepat lupa? "Tan pocu". katanya.
"ucapanmu sangat mengecewakan orang."
"Ada sesuatukah yang salah?"
Tan Kiam Lam tidak tahu bahwa Tan Kiam Pek telah mempermainkan dirinya.
"Kau menjanjikan aku bertarung dihadapan anak buahmu, mengapa mungkin jeri?"
Pendekar Dewa Angin mengeluarkan suara bentakan keras.
"Aku menjanjikan kau bertempur disini?"
Wajah Tan Kiam Lam berkernyitan.
"Sungguh pandai kau main sandiwara."
Berkata Sin Hong Hiap.
"Bilakah aku menjanjikanmu?"
Bertanya Tan Kiam Lam.
"Tiga hari yang lalu. Didalam rimba Penggantungan,"
Berkata Sin Hong Hiap.
Dari Kang Leng, Tan Kiam Lam telah mengetahui kejadian ini, kini Sin Hong Hiap mengatakan ucapan kata- kata yang sama, tidak akan salah lagi, tapi bilakah aa menjanjikan Pendekar Dewa Angin itu? Tan Kiam Lam tidak takut.
Sin Hong Hiap tidak takut kepada Tan Kiam Lam, tapi mereka tidak menginginkan pertempuran, pertempuran tidak membawa banyak keuntungan, hal itu tidak perlu terjadi, salah satu pasti akan jatuh nama dan hal itu tidak diinginkan oleh seorang jago yang sudah mempunyai nama tenar.
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tapi kini mereka telah berhadapan muka, keadaan itu sangat tegang.
Tan Kiam Lam membuka mulut.
"Kau yakin benar kepada orang yang menjadikan menempur dirimu itu?"
"Tentu."
Berkata Sin Hong Hiap tanpa berpikir panjang.
"Aku menjanjikan kau bertempur didepan Benteng Penggantungan?"
"Betul."
Sin Hoag Hiap menganggukan kepalanya, dan diceritakan secara singkat, bagaimana kejadian yang telah dialami olehnya didalam rimba Penggantungan. Akhirnya Tan Kiam Lam berkata dingin.
"Aku telah pergi kerimba Penggantungan tapi tidak berhasil menemukan, juga tidak menjanjikanmu."
Sin Hong Hiap tidak percaya.
"Mungkinkah ada orang yang berani memalsukan dirimu?"
Ia berkata geram.
"Bukan mustahil."
Sin Hong Hiap Berkata.
"Tokoh manakah yang berani memalsukan dirimu? Apakah manusia yang sudah tidak takut mati? Menyolek- nyolek kumis macan yang sedang tidur?"
Alis Tan Kiam Lam dikerinyitkan semakin dalam sedang berpikir, manusia manakah yang berani memalsukan dirinya? Sin Hong Hiap berkata lagi.
"Tan pocu, mengapa kau harus menempurku?"
"Mana aku berani menempur Pendekar Angin yang ternama."
Berkata Tan Kiam Lam tertawa.
"Tan Ciu telah membunuh muridku. Bila tidak ada kedatanganmu, aku sudah membunuh bocah sombong itu. Kini aku gagal membunuhnya, dan hutang ini harus disaksikan olehmu. Aku menanti kebijaksanaan yang adil."
Tan Kiam Lam berkata.
"Bagaimanakah agar aku dapat mengambil satu kebijaksanaan yang paling adil."
"Mudah."
Berkata Sin Hong Hiap.
"Kau meminta maaf segera. Dan untuk selanjutnya, kau berjanji, tidak akan mengganggu urusanku lagi."
"Aku tidak melakukan suatu kesalahan."
Berkata Tan Kiam Lam.
"Mengapa harus meminta maaf kepadamu?"
"Baik. Hanya pertempuranlah yang akan menyelesaikan sengketa ini."
Akhirnya Sin Hong Hiap kehilangan sabar.
"Aku tidak keberatan. Sudah lama aku mengagumi Kepandaianmu."
"Sama-sama. Ilmu kepandaianmu pun sangat disohorkan orang, Sungguh satu keberuntungan dapat menyaksikan kebenaran kata2 itu."
"Betul! Diantara kita berdua. sudah waktunya untuk menggaris bawahi urusan pasal ini."
"Sudah siap?"
Sin Hong Hiap mulai gatel. tangan.
"Tunggu dulu. Ada satu pertanyaan yang ingin aku ajukan kepadamu."
Berkata Tan Kiam Lam.
"Katakan."
"Setelah bergebrak, satu diantara kita akan mengalami kemenangan."
"Tentu."
"Dan satunya akan menderita kekalahan."
"Sungguh bawel. Hal ini sangat lumrah."
Sin Hong Hiap masih berdarah panas.
"Sudahkah terpikir, apa akibatnya bila kau menderita kekalahan itu?"
Hal ini tidak berani dibayangkan oleh sang Pendekar Angin. Bila ia kalah, jalan satu-satunya jalan ialah bunuh diri. Untuk menjaga pamornya, Sin Hong Hiap tertawa, ia balik mengajukan pertanyaan yang sama kepada orang yang bersangkutan.
"Apa akibatmu bila kau yang menderita kekekalahan itu?"
"Aku? Aku akan mengasingkan diri dari dalam rimba persilatan."
"Pikiran yang sama,"
Berkata Sin Hong Hiap.
"Maukah mendengar saranku?"
Berkata Tan Kiam Lam.
"Saran yang bagaimana ?"
Tan Kiam Lam menunjukkan senyum iblisnya. ia berkata.
"Nama Pendekar Dewa Angin bukan didapat dengan mudah, kau harus menjaga nama ini baik-baik bukan. Kukira, bila kau menderita kekalahan, kau segera bunuh diri. Hal ini untuk melenyapkan rasa malumu kepada semua orang."
"Kau pandai menduga isi hati orang."
"Aku tidak mengharapkan kematianmu."
Berkata Tan Kiam Lam.
"Belum tentu aku yang mati."
"Aku tahu Maksudku adalah mengganti, akhir babak tadi."
"Katakanlah."
"Bila aku menderita kekalahan. kau tidak boleh bunuh diri."
Bertanya Sin Hong Hiap.
"Kau harus menghamba kepadaku."
Berkata Tan Kiam Lam lagi.
Sin Hong Hiap mengkerutkan kedua alisnya, hal ini agak tidak mungkin.
Seorang lagi yang tidak mengharapkan kejadian itu, orang ini kakek bungkuk yang mendampingi Tan Ciu, dan nangkring diatas pohon dimana kejadian itu.
Orang tua bungkuk itu paham, betapa lihai ilmu kepandaian Tan Kiam Lam, betapa jahat sifat Tan Kiam Lam, bila saja Sin Hong Hiap mau menyatukan diri, bila saja sampai terjadi Pendekar Dewa Angin itu barhamba kepada siketua Benteng Penggantungan, pasti sekali membawa banyak keuntungan bagi Tan Kiam Lam.
Dunia tidak akan aman seumur hidup mereka.
Terdengar suara Sin Hong Hiap nyaring.
"Bila aku berhasil memenangkan pertandingan?"
"Ketua Benteng Penggantungan kuserahkan kepadamu."
Berkata Tan Kiam Lam.
"Aku tidak mempunyai maksud untuk menduduki takhta ketua Benteng Penggantunganmu."
Berkata Sin Hong Hiap.
"Aku bersedia diadili olehmu."
Satu saran yang sangat adil.
Bila Tan Kiam Lam mempunyai itu keberanian untuk mengajukan usulnya, mengapa Sin Hong Hiap tidak berani menerima? Bila Sin Hong Hiap tidak berani menerima saran ini, maka lenyaplah pamor kependekarannya.
Akhirnya Sin Hong Hiap menggunakan kepala berkata.
"Baik aku menerima saranmu."
Tan Kiam Lam mengundurkan diri satu tapak, ia memasang kuda-kuda dan berkata.
"Sudah siap?"
Sin Hong Hiap menjadi tegang, inilah saat2 yang sangat menentukan. Ia juga membikin persiapan perang.
"Baik!"
Pendekar Dewa Angin Sin Hong Hiap sudah siap menerima serangan. Tan Kiam Lam menekuk lengan tangan, tiba-tiba ia berteriak.
"Terimalah seranganku."
Tubuhnya melesat dan menyer
Pedang Tetesan Air Mata -- Khu Lung Pendekar Sejati Karya Liang Ie Shen Lentera Maut -- Khu Lung