Ceritasilat Novel Online

Pohon Kramat 7


Pohon Kramat Karya Khu Lung Bagian 7


ketua Benteng Penggantungan itu, ternyata ia itu telah memukul sipemuda, arahnya ialah batok kepala Tan Ciu.

   Tan Ciu menyingkir dari arah serangan itu mengenyampingkan diri, dari sini ia mengirim satu bacokan tangannya yang hebat, Gerakan Tan Kiam Lam sangat luar biasa, diwaktu yang sama ia telah mengirim serangannya yang kedua.

   Mereka saling serang, tempat yang diancam adalah kedudukan bahaya, masing-masing membatalkan serangan itu, demikian, sama saja artinya dengan menghindari ancaman musuh, hal itu bukan berarti menghentikan pertempuran, sebelum dapat melihat jelas, bagaimana dua tubuh itu terpisah.

   Mereka pun telah berhadapan, maka lagi serangan berikutnya telah lepas.

   kini tak dapat dihindari lagi, Tubrukkan terjadi ...

   Bumm ...

   Bagaikan ledakan yang bunyi keras.

   Tubuh Tan Ciu terdorong mundur sehingga sepuluh tombak ...

   Oak!...

   memuntahkan darah segar, tubuhnya bergoyang-goyang kehilangan posisi keseimbangan badan.

   Ternyata tenaga latihan Tan Kiam Lam berada jauh diatas pemuda itu, maka ia berhasil melukainya.

   Tan Ciu mengempos tenaga, tapi tidak berhasil, lukanya parah, tubuhnya jatuh ketanah, ia duduk numprah.

   Tan Kiam Lam menggereng.

   ia mengangkat tinggi tangannya, siap menamatkan riwayat hidupnya pemuda bandel itu.

   Tan Ciu memeramkan kedua matanya, ia tidak berdaya, menyerahkan nasib kepada takdir alam.

   Disini terjadi keanehan ....

   Tangan Tan Kiam Lam yang turun kearah sasaran itu, tidak disertai tenaga, sangat perlahan dan kemudian meninggalkan mangsanya yang tidak berdaya.

   Tan Ciu menutup mata terlalu lama, beberapa saat, ia membuka kedua mata itu, disaksikan kejadian aneh tersebut, ia menjadi heran.

   Mengapa? Mengapa Tan Kiam Lam tidak membunuh dirinya? Mungkinkah hubungan keluarga yang memberatkan putusan jahat si ketua Benteng Penggantungan? Tan Kiam Lam masih mematung ditempat.

   Tan Ciu tidak sabar, ia membuka suaranya yang sudah menjadi lemah, katanya.

   "Tan Kiam Lam mengapa tidak membunuhku?"

   Tan Kiam Lim masih mengatup mulutnya.

   "Jangan kau melewatkan kesempatan bagus."

   Berkata Tan Ciu.

   "Lewat hari ini, Jangan harap dapat membunuhku lagi."

   Tan Kiam Lam tertawa berkakakan, katanya.

   "Ha, ha, ha. ha Kesempatan tetap berada dipihakku."

   "Ucapanmu ini terlalu besar. Suatu hari, kau akan menyesalkannya kembali."

   Berkata Tan Ciu.

   "Suatu hari, pasti aku membunuhmu."

   "Kukira, kau mengimpi terlalu cepat."

   "Mangkinkah kau dapat melawanku?"

   "Hari ini tidak. Tapi pada suatu hari entah hari yang mana, setelah aku berhasil meyakinkan ilmu kepandaian yang lebih tinggi aku menantangmu."

   "Itu waktulah, aku akan membunuhmu."

   Berkata Tan Kiam Lam.

   "Mengapa tidak sekarang? Mungkinkah takut ada pembalasan? Takut kepada seseorang."

   "Baiklah. Akan kubuktikan kepadamu bahwa aku tidak pernah takut kepada siapapun juga."

   "Ingin membunuh?"

   "Tentu."

   "Bunuhlah."

   "Tidak perlu menggunakan tanganku."

   Berkata Tan Kiam Lam tersenyum iblis. Tan Ciu terbelalak, ia tidak mengerti. Dengan tangan siapa ketua Benteng Penggantungan itu akan membunuh dirinya? "Mungkinkah kau melupakan pada kawanmu?"

   Inilah suara Tan Kiam Lam, Tan Ciu tersentak bangun dari lamunannya.

   "Kawanku?"

   Ia tidak mengerti.

   "Kawanku yang mana?"

   "Lupa bahwa disini masih ada seorang gadis yang bernama Cang Ceng Ceng?"

   Tan Ciu melirik kearah gadis berbaju putih yang baru disebut oleh Tan Kiam Lam, gadis yang sudah tiada kesegarannya.

   Sayu dan lesu, bagaikan sesosok mayat hidup yang baru bangkit dari tanah kuburan.

   Tiba-tiba suatu perasaan menyerang Tan Ciu, seluruh bulu tengkuknya berdiri.

   Bergema rinding, ia dapat memahami arti kata-kata ancaman Tan Kiam Lam tadi.

   Bila Tan Kiam Lam menghipnotis Cang Ceng-ceng untuk membunuh dirinya...

   Akh..., Sungguh menyeramkan.

   Suara Tan Kiam Lam yang seperti iblis itu bergema lagi.

   "Tentunya kau cinta kepada Cang Ceng-ceng bukan?"

   "Apa maksudmu?"

   "Yang ini sangat penting. Kukira kau sudah dapat menduga akan maksud dari kata-kata tadi."

   "Kau ingin menggunakan tangan Nona Cang untuk membunuh diriku."

   "Kau pintar. Sekali duga pun tepat. Bila kau mati dibawah tangan orang yang dikasihi tentunya sangat penasaran, bukan? Tentunya! Sangat tidak terima, bukan? Nah rasakanlah getaran jiwa ini."

   Tan Ciu menggeretek gigi, dirinya tidak berdaya, ia membentak.

   "Kau bajingan."

   "Ha, ha, ha "

   Tan Ciu berkerongkol, lupalah kepada luka dirinya, tidak dapat ia menyabarkan dirinya lagi, tiba-tiba tubuhnya melesat, dan memukul kearah Tan Kiam Lam.

   Orang yang kita sebut itu tersenyum-senyum saja ditempatnya, jelas diketahui bahwa pemuda itu akan mengalami kegagalan.

   maka ia tidak gentar sama sekali.

   Tubuh Tan Ciu meninggalkan tanah.

   tetapi dirasakan sangat berat, tubuh tersebut segera jatuh kembali, bergedebruk ditanah.

   "Ha, ha ha Tan Kiam Lam tertawa. Tan Ciu memplototkan mata. Dan Tan Kiam Lam membuka mulut, ia memandang targetnya.

   "Nona Cang "

   Cang Ceng Ceng terjengit ia mendongakkan kepala dan memandang Tan Kiam Lam.

   "Bunuh orang ini."

   Tan Kiam Lam memberikan perintah, Suara Tan Kiam Lam adalah perintah 'maut'.

   Cang Ceng Ceng segera menjalankan perintah itu, ia mendekati mangsanya.

   Tan Ciu telah mati kutu, ia memandang gadis berbaju putih itu dengan sinar mata yang meminta belas kasihan.

   Biar bagaimana, diantara Tan Ciu dan Cang Ceng Ceng pernah terjalin api asmara.

   menerima sinar mata sipemuda, Cang Ceng Ceng tergoyah, kini ia berpaling ketempat Tan Kiam Lam.

   "Membunuh orang Ini?"

   Ia meminta ketegasan "Betul,"

   Berkata Tan Kiam Lam.

   "Mengapa?"

   Bertanya Cang Ceng-ceng "Jangan banyak tanya."

   Bentak ketua Benteng Penggantungan itu.

   "Lupakah bahwa pemuda inilah yang menggangu kesenangan kita?"

   "Kesenangan kita?"

   Cang Ceng-ceng berkemat-kemik.

   "Betul, bila bukan kedatangannya orang ini kau telah berada didalam sorga kesenanganmu,"

   "Sorga kesenangan?"

   "Dia adalah pemuda yang pernah mempermalukan dirimu, tahu."

   Menerangkan lagi Tan Kiam Lam.

   "Ng ..."

   Cang Ceng ceng menganggukkan kepalanya.

   "ia telah mempermainkan aku? ....Ng ... Aku harus membunuhnya."

   "Itulah dengar perintah dan membunuhnya segera."

   "Baik. segera kubunuh."

   Cang Ceng-ceng menuju kearah Tan Ciu kembali.

   "Kau memang pintar."

   Pujian Tan Kiam Lam kepada Bonekanya.

   "Maka aku cinta padamu. Aku adalah orang baik! Dan dia jahat. Kau harus membunuh orang jahat. Kau harus cinta kepada orang baik?"

   "Kau seorang baik!"

   Berkata Cang Ceng-ceng.

   "maka aku cinta padamu."

   Kata-kata tadi ditunjukkan kepada Tan Kiam Lam! Maka orang yang bersangkutanlah yang diberikan kata-kata cinta tadi! Hal ini maklum, mengingat semua perasaan dan ingatan Cang Ceng-ceng masih berada dibawah kekuasaan ketua Benteng Penggantungan itu! Cang Ceng ceng sudah ditekad bulatkan untuk membunuh Tan Ciu.

   kaki gadis tersebut menuju kearah Tan Ciu! Tan Ciu menunggu datangnya malaikat elmaut dengan perasaan takut.

   Inilah kematian yang paling disegani oleh setiap manusia, tidak selayaknya, Kita mati dibawah tangan orang yang dikasih dan mengasih.

   Jarak Cang Ceng-ceng dan Tan Ciu semakin dekat....

   Si pemuda berteriak.

   "Nona Cang, inilah aku."

   Suara itu adalah suara orang yang sudah berada didepan pintu kematian.

   "Siapa kau?"

   Berkata Cang Ceng-ceng.

   "Aku Tan Ciu."

   "Tan Ciu?"

   Cang Ceng ceng berusaha menarik kesannya kepada orang ini.

   "Betul. Tan Ciu."

   Selak Tan Kiam Lam.

   "Nona orang itu Tan Ciu, pemuda yang telah mempermainkan cintamu, maka kau harus membunuh."

   "Aku harus membunuh Tan Ciu?"

   Berkata Cang Ceng- ceng.

   "Tentu. Dia adalah orang jabat."

   Berkata Tan Kiam Lam.

   "Orang jahat?"

   Berkata Cang Ceng.ceng.

   "Orang jahat harus dibunuh. Aku harus membunuhmu."

   "Nona Cang."

   Si pemuda masih berusaha.

   "Lupakah kau kepada Tan Ciu?"

   
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Tan Ciu harus taat kepada perintah nasib, alam telah mentakdirkan kejadian ini, agaknya tidak dapat ditolak lagi."

   Si pemuda menatap wajah Cang Ceng.ceng, sangat pucat, tidak bercahaya, itulah wajah seorang mayat hidup. Cang Ceng-ceng telah berada didepan Tan Ciu, gadis itu berkata.

   "Hayo, bangun. Lekas mengadakan perlawanan. Aku tidak akan membunuh kepada orang yang tidak dapat perlawanan,"

   Tan Ciu telah kehilangan kekuatan geraknya, ia ngelepot ditanah, tidak ada niatan untuk menangkis setiap serangan yang akan dilontarkan kepada dirinya.

   "Eh. kau tidak mau melawan?"

   Berkata lagi Cang Ceng- ceng.

   "Melawan?"

   Tan Ciu menyengir kuda.

   "Betul. Kau harus melawan. Tidak mau aku membunuh orang yang sudah tidak dapat mengadakan perlawanan sama sekali."

   Tan Ciu menggeleng-gelengkan kepalanya, ia berkata.

   "Aku sudah tidak mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan!"

   "Tidak ada tenaga?"

   Cang Ceng-ceng mengkerutkan kedua alisnya.

   "Tetapi kau harus berusaha mempertahankan diri untuk hidup. Larilah. .. Seharusnya kau berusaha untuk melarikan diri."

   "Lari? , ..Melarikan diri?"

   "Betul."

   Jawab Cang Ceng-ceng.

   "Kau harus melarikan diri. Maka aku mempunyai cukup alasan untuk membununmu." 'Aku tidak akan melarikan diri."

   Berkata Tan Ciu tegas.

   "Bagaimana aku boleh membunuhmu?"

   Cang Ceng- Ceng berkata. Tan Kiam Lam segera membentak.

   "Pukul saja sudah."

   Bagaikan didalam kekuasaan oleh seorang iblis, tangan Cang Ceng Ceng bergerak.

   memukul Tan Ciu sudah tidak berdaya itu.

   Setiap orang wajib mempertahankan jiwanya dari kehidupan yang lebih lama, menerima serangan, walaupun mengetahui bahwa dirinya tidak mempunyai kekuatan untuk menangisnya Tan Ciu mengangkat tangan memapaki datangnya pukulan! Huuuuukkk........

   Tubuh Tan Ciu terpukul pergi.

   Sangat jauh sekali.

   Kemudian jatuh diatas tanah lagi, dari mulutnya si pemuda sudah mengeluarkan darah yang lebih banyak.

   Mengelepot beberapa kali, kepala Tan Ciu terkulai, berciuman dengan tanah dan tidak ingat orang.

   Ia pingsan.

   Cang Ceng Ceng telah kehilangan rasa prikemanusiaannya, ia melayangkan diri, mengikuti terbangnya tubuh lawan itu, siap mengakhiri jiwa pemuda tersebut.

   Disaat ini.......

   Melayang datang satu bayangan.

   langsung menubruk ketubuh Tan Ciu dan berteriak.

   Itulah wakil ketua murid Benteng Penggantungan Co Yong Yen yang bernama Co Yong gadis yang belum lama disembuhkan penyakit ingatannya,., .

   Tangan Cang Ceng Ceng tertarik mundur.

   Belum ada perintah untuk membunuh gadis baru datang, maka ia diam.

   Co Yong menengadahkan kepalanya, air mata telah membanjir kanal dikedua pipinya, ia memandang Tan Kiam Lam, seolah-olah memohon pengampunan.

   Tan Kiam Lam menyengir kejam.

   "Tidak kusangka, kau berani melarikan diri, keluar dari Benteng Penggantungan."

   Co Yong membuka suara.

   "Pocu, bebaskanlah dirinya dari siksaan."

   "Maksudmu ingin meminta pengampunan."

   "

   "

   Co Yong mengiyakan jawaban ini tanpa suara.

   "Kau mengimpi."

   Berkata Tan Kiam Lam.

   "Pocu, kau boleh menahanku lagi."

   Berkata Co Yong.

   "Tidak perlu."

   "Kau boleh membunuhku."

   Berkata Co Yong.

   "Hm... Enak, he? Ingin mati bersama-sama?"

   Tan Kiam Lam memang seorang kejam. Sedikit pun orang tidak boleh tidak menerima siksaan.

   "Pocu, aku memohon kepadamu, Janganlah membunuhnya."

   "Tidak !"

   Didalam keadaan yang serba buntu itu. Co Yong menjadi nekat, wajahnya berbangkit kembali, timbul niatannya untuk mengadu jiwa.

   "Aku tidak mengiiinkan kau membunuhnya."

   Sigadis berkata dengan gagah.

   "Kau belum kuat untuk menjaga keamanannya."

   "Aku akan berusaha."

   Berkata Co Yong. Tan Kiam Lam tidak banyak debat, ia memandang Cang Ceng-ceng dia berkata.

   "Bunuh Tan Ciu dahulu."

   "Baik."

   Cang Cang-ceng menotok jalan kematianya pemuda itu.

   Co Yong telah siap sedia, ia menangkis serangan Cang Ceng-ceng tadi.

   Ilmu kepandaian Cang Ceng Ceng berada diatas Tan Kiam Lam, walau pun berada didalam keadaan otak kosong, ilmu kepandaian itu belum dilenyapkan, ia tidak mau mengantarkan dirinya dipukul orang, menyingkir sebentar dan menyerang dari lain jurusan.

   Untuk sementara, jiwa Tan Ciu dapat bebas dari ancaman.

   Bagaikan seekor kucing mempermainkan mangsanya.

   Co Yong adalah 'tikus' dari jago wanita muda itu.

   Manakala Co Yong sudah tidak dapat mempertahankan diri, satu aliran tenaga menyelak masuk, menangkis pukulan Cang Ceng-ceng, menolong Co Yong.

   Itulah si bungkuk dari dalam kamar taha-nn Benteng Penggantungan.

   Tan Kiam Lam sangat terkejut, segera ia membentak.

   "Hei, mengapa kau keluar dari kamar tahanan?"

   "Betul aku telah keluar dari kamar tahanan."

   Berkata otang tua bungkuk tersebut.

   "Apa maksud dan tujuanmu meninggalkan tempat itu?"

   "Ingin berolah raga sebentar. Tulang-tulangku telah terasakan sangat pegal, sudah dua puluh tahun aku tidak memainkan ilmu silat."

   Tan Kiam Lam membentak.

   "Manusia bungkuk, jangan kau mengganggu. usahaku."

   "Aku tidak akan mengganggu usahamu, bila tidak ada hubungannya dengan pemuda ini, tapi kini telah menyangkutkan soal ini dengannya, aku harus turut serta."

   "Ma k s u d m u ?"

   "Bebaskanlah dirinya."

   "T i d a k !"

   Orang tua bungkuk itu tertawa terkekeh-kekeh. Katanya.

   "Tan Kiam Lam, kau lebih kejam dari pada binatang. Diketahui bahwa harimau tidak akan menelan anaknya sendiri, tapi, kau, seorang yang sudah menjadi ayah, ingin membunuh anak kandung?"

   "Kau,ingin mengadakan larangan?"

   Suara Tan Kiam Lam sangat tidak puas.

   "Aku tidak menginginkan adanya tragedi sedih ini terbentang dihadapan kedua mataku."

   Berkata orang tua bungkuk itu.

   "Lalu?"

   "Kuharap, supaya kau dapat membatalkan maksudmu."

   "Manusia bungkuk sudah lupakah kepada janjimu sendiri?"

   Tan Kiam Lam memberi peringatan.

   "Ha, ha, ha....."

   Orang tua bungkuk itu tertawa.

   "Belum pernah ketelan janji sendiri. Tidak mungkin aku dapat melupakan janji yang telah kulepas kepada orang. Aku tidak pernah mengobral janji. Maka dapat mengingat setiap janji yang kuberikan itu. Kujamin bukan chegue kosong."

   "Bagus. Segeralah kembali kedalam kamar tahananmu."

   Berkata Tan Kiam Lam.

   "Janjiku tidak akan keluar dari Lembah Sing-kiat. Tidak terbatas berada didalam kamar tahanan saja."

   "Putusanmu telah bulat, ingin turut campur urusan ini?"

   Bertanya Tan Kiam Lam meminta ketegasan.

   "Tentu."

   "Perhatikanlah gadis itu baik-baik."

   Tan Kiam Lam menunjuk Cang Ceng-ceng. Orang tua bungkuk menengok kearah gadis yang ditunjuk dan ia menunjukkan tertawanya.

   "Bagus."

   Ia memberikan pujian.

   "Matamu belum lamur tentu dapat menyelami betapa tinggi ilmu kepandaian gadis ini bukan?"

   Berkata Tan Kiam Lam. Orang tua bangkuk menganggukkan kepala.

   "Tentu tahu."

   Tentu saja ia tahu, ia pernah menyaksikan bagaimana Cang Ceng-ceng mengetengahi pertempuran Tan Kiam Lam dan Sin Hong Kiap diluar Benteng Penggantungan.

   "Mungkinkah kau dapat mengalahkan dirinya?"

   Tan Kiam Lam buka suara.

   "Aku belum pernah menempurnya, bukan?"

   Berkata orang tua itu.

   "Ilmu kepandaiannya berada diatasku."

   Berkata Tan Kiam Lam.

   "Kukira kau tidak akan sanggup menandinginya.

   "Aku dapat berusaha mengimbangi kekuatan setiap orang."

   Berkata orang tua bungkuk.

   "Bila aku turut serta pertempuran itu mungkin kau dapat melayani gabungan dua jago kelas satu."

   "Boleh dijajal."

   Berkata orang tua bungkuk menantang.

   "Bagus."

   Dan Tan Kiam Lam memandang Cang Ceng- ceng berkata.

   Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Bunuh kakek usil ini."

   "Segera kubunuh."

   Berkata Cang Ceng-ceng.

   Membarengi kata-katanya, tubuh gadis yang telah dimayat hidupkan itu bergerak luar biasa gesitnya, ketangkasannya belum dipunahkan, ia masjh digolongkan kedalam jago kelas satu.

   Didalam sekejap mata, telah menyerang orang tua bungkuk sampai dua kali.

   Orang tua bungkuk itupun seorang yang tanpa tandingan, bila Cang Ceng ceng dapat menyerang cepat, ia pun dapat menangkis lebih cepat lebih dari pada itu, tangannya pun tidak kosong sambil bertahan, ia pun memberi kiriman serangan balasan.

   Cang Ceng-ceng dan orang tua bungkuk telah bergulat.

   Co Yong membelakangi Tan Ciu yang sudah jatuh pingsan, ia dapat turut menyaksikan pertandingan hebat itu.

   Suatu ketika, orang tua bungkuk melesat.

   lewat ditempat yang tidak jauh dari Co Yong, dan berkata kepada gadis tersebut.

   "Lekas bawa Tan Ciu meninggalkan tempat ini."

   Dan ia merangsek Cang Ceng Ceng dengan kekuatan hebat. Co Yong sadar akan bahaya. Ia menggendong tubuh Tan Ciu, siap melarikan diri meninggalkan Benteng Penggantungan. Tan Kiam Lam tertawa seram, ia menghadang kepergiannya dan berkata.

   "Kau kira mudah meninggalkan tempatku?"

   Orang tua bungkuk sudah dapat memperhitungkan hal ini, sebelum Tan Kiam Lam dapat menahan kepergian Co Yong dan Tan Ciu.

   ia mengirim satu serangan maut kearah ketua Benteng Penggantungan itu.

   Gerakan Tan Kiam Lam terhadang.

   Co Yong melesat dengan punggung menggendong tubuh Tan Ciu.

   Cang Ceng-ceng tidak tinggal diam, dengan gerakannya yang gesit, ia pun memukul orang bungkuk.

   maka kakek ini dipaksa meninggalkan Tan Kiam Lam, Gerakan tadi terjadi didalam waktu yang sangat singkat sekali, boleh dikata pada saat yang sama, karena tidak satu gerakan pun yang lambat, maka agak sulit diikuti dengan mata biasa.

   Orang tua bungkuk tidak berani lengah, ia harus berhati- hati melayani Cang Ceng-ceng.

   Tan Kiam Lan mendapat kebebasan lagi.

   Tapi bayangan Co Yong dan Tan Ciu telah lenyap dari pandangan mata.

   Tanpa membuang-buang waktu, ketua Benteng Penggantungan itu segera membikin pengejaran.

   Orang tua bungkuk tidak dapat memisahkan diri.

   serangan-serangan Cang Ceng-ceng terlalu berbahaya, lengah sedikit, darahnya akan mengambang ditempat itu.

   Meninggalkan pertempuran Cang Ceng-ceng dan orang tua bungkuk, mengejar kejadian Tan Kiam Lam, Co Yong dan Tan Ciu.

   Ilmu Co Yong jauh berada dibawah Tan Kiam Lam.

   Pada tubuh gadis itu pun menggendong orang, hal ini mengurangi kecepatan larinya.

   Tan Kiam Lam telah berhasil mengejar.

   Tangan kejam Tan Kiam Lam terjulur ke depan.

   Dengan suaranya yang seperti kepala bajingan itu, ia berkata.

   "Kemana kau pergi?"

   Co Yong menyengot kesamping.

   Tapi Tan Kiam Lam lebih cepat, ia memukul gadis tersebut....Hukkk! ...

   Tubuh Tan Ciu lepas dari gendongan Co Yong sedangkan si gadis jaruh terperosok.

   Tan Kiam Lam tidak bernama Tan Kian Lam bila ia tidak mempunyai kekejaman yang melebihi manusia biasa.

   Tangan mautnya menjulur lagi ....

   Tiba tiba ....

   Terdengar satu suara dingin membentak.

   "Hentikan gerakkan itu?"

   Seorang wanita berpakaian merah telah menampilkan dirinya, penuh kewibawaan pada wajahnya terbayang keagungan, Tan Kiam Lam gagal membunuh orang.

   Wajahnya memandang wanita baju merah itu dan terjadilah perubahan, wajah si ketua Benteng Penggantungan menjadi pucat.

   hampir ia berteriak saking kagetnya, ia terus mundur sampai tiga tombak.

   Kejadian ini belum pernah dialami oleh Tan Kiam Lam Mahluk manapun tidak pernah ditakuti olehnya.

   Hanya munculnya wajah inilah yang paling mengejutkan.

   Mengapa? Mengapa Tan Kiam Lam takut berhadapan dengan wajah wanita berbaju merah itu ? Dengan ilmu kepandaiannya yang sangat tinggi dengan otaknya yang sangat cerdas, mungkinkah masih ada persoalan yang tidak dapat diatasi olehnya ? Kunci jawaban berada pada wanita berbaju merah itu.

   Jelas, bahwa Tan Kiam Lam kenal kepada wajah tersebut.

   Dan munculnya wanita berbaju merah ini sungguh berada diluar dugaannya.

   -ooo0dw0ooo-

   Jilid 13 MANAKALA Tan Kiam Lam ingin mengadakan pembunuhan, muncul seorang wanita berbaju merah, gerakan Tan Kiam Lam berhasil dihentikan olehnya.

   Dilihat sepintas lalu, Tan Kiam Lam kenal kepada wanita berbaju merah ini, sebaliknya.

   wanita tersebut tidak mengenali wajah Tan Kiam Lam, terdengar ia berkata.

   "Siapa kau?"

   Tan Kiam Lam disadarkan dari lamunannya, ia terkejut sekali, suatu peringatan kepada dirinya bahwa wanita baju merah itu sudah tidak mengenali wajahnya.

   "Kau siapa?"

   Seolah-olah tidak kenal. Tan Kiam Lam mengajukan pertanyaan yang sama.

   "Kau belum menjawab pertanyaanku."

   Berkata wanita baju merah itu.

   "Aku adalah ketua Benteng Penggantungan."

   Tan Kiam Lam berkata.

   "Kesalahan apa yang telah dilakukan oleh mereka? Tega benar kau menurunkan tangan jahat?"

   Bertanya wanita baju merah itu yang menunjuk Tan Ciu dan Co Yong.

   "Kau tidak perlu tahu."

   Berkata Tan Kiam Lam.

   "Mengapa tidak boleh tahu?"

   Berkata wanita baju merah.

   "Aku kenal kepada pemuda itu. Namanya Tan Ciu, bukan?"

   "Betul."

   "Kau telah melukainya?"

   "Ng..."

   "Aku mempunyai urusan dengannya."

   Berkata wanita baju merah.

   "Aku akan membawa pergi dirinya."

   Wajah Tan Kiam Lam berubah.

   "Hanya dengan alasan ini, kau ingin mengambil orang?"

   Ia tidak puas.

   "Alasan apa yang kau mau?"

   Berkata Wanita tersebut suaranya sangat dingin.

   "Alasan yang harus masuk diakal."

   "Huh. Siapa yang berani melarang kemauanku?"

   "A k u."

   "Bagus! Kau kira, namun itu dapat menakutkanku ?"

   "Bila kau berani mengambil dirinya dari tanganku, mengapa aku tidak berani melarangmu!"

   "Bagus ... Bagus...Lihatlah ... Aku segera mengambil dan membawa dirinya."

   Kata wanita itu, ia bergeser langkah, mendekati Tan Ciu. Tan Kiam Lam ada niatan untuk mencegah, tapi kepandaian sang lawan luar biasa, dapatkah dia mencegah? Badannya gemetaran Wanita itu menoleh, disaksikan gerakkan diam itu, lalu tertawa.

   "Bagaimana?"

   Ia mengeluarkan suara cemooh.

   "Mengapa tidak mencegahku?"

   Tan Kiam Lam tidak berhasil menguasai diri tubuhnya bergerak disertai dengan gerakkan keras ia menyerang wanita itu.

   Wanita berbaju merah itu menyingkir kesamping dari sini ia mengirim serangan balasannya.

   Tan Kiam Lam merendahkan dirinya, maka serangan itupun tidak mengenai sasaran dari sini, ia menempatkan dirinya kearah yang menguntungkan, dan mengirim serang balasan.

   Tatkala cepat untuk diceritakan, didalam waktu satu tepukan tangan mereka telah bergebrak empat kali, masing- masing mengirim empat serangan dan menghindari empat ancaman lawan.

   Manakala Tan Kiam Lam dan wanita baju merah itu saling gebrak dengan kecepatan kilat.

   Co Yong telah sadarkan diri, lukanya sangat parah, pukulan Tan Kiam Lam bukanlah pukulan biasa.

   seluruh isi jereonnya berger- geseran dari tempat semula.

   Dilihat olehnya ada dua gulungan yang saling gumul itu, matanya terbelalak, tidak diketahui.

   jago dari mana yang sedan menolong dirinya.

   Bertepatan pada saat itu ...

   Dua bayangan yang bergumul itu terpisah, Tan Kiam Lam mundur dari tempat kedudukannya sampai beberapa tombak.

   Wanita berbaju merah mengeluarkan suara.

   "Bagaimana?"

   Tan Kiam Lam semakin seram untuk meneruskan pertandingan, tubuhnya pun mulai bergoyang lagi. Ia tak menjawab pertanyaan itu. Wanita tersebut telah memenangkan pertandingan tadi, dengan puas ia tertawa, kemudian berkata.

   "Wahai, ketua Benteng Penggantungan, dengarkan aku baik-baik, pemuda itu harus kubawa. Dan kau dilarang mengadakan pengejaran."

   Ia menoleh kearah Tan Ciu berbaring.

   "Aaaaa !"

   Tiba-tiba wanita baju merah itu mengeluarkan suara jeritan. Tempat dimana tadi Tan ciu terbaring sudah kosong, tidak ada selembar mahlukpun ditempat itu.

   "Kemanakah lenyapnya Tan Ciu?"

   Wanita baju merah itu bergumam.

   "Siapa yang melarikan lagi?"

   Pertanyaan yang sama sedang menyerang Tan Kiam Lam.

   Manusia pandai manakah yang dapat membawa orang dari samping sisinya dan wanita baju merah ini? Hal ini sungguh-sungguh memecahkan kepala mereka.

   Wanita itu telah mengambil langkah cepat, tubuhnya melesat dan mengadakan pengejaran.

   Tan Kiam Lam terbenam didalam lamunannya, hal itu berlangsung untuk beberapa saat.

   Bagaimana ia tidak terpatung, mengetahui bahwa orang-orang berkepandaian tinngi mulai bermunculan kembali? "Dia?...

   Bagaimana hidup lagi?"

   Tan Kiam Lam bergumam.

   "Aku tak mengimpi? Tapi... ia hidup lagi Ilmu kepandaiannya lebih tinggi....Darimana didapat ilmu silat itu?...Sudah waktunya aku menyembunyikan, diri Bila tidak... Huh... Aku harus melatih ilmu yang dapat mengatasinya... ilmu yang dapat mengatasinya semua orang. setelah itu.,, Hm... Aku harus memperdalam ilmuku "

   Bagaimana sekian lama, Tan Kiam Lam telah menebalkan keyakinannya, tubuhnya melesat.

   dan meninggalkan tempat kejadian.

   Pulang kebenteng Penggantungankah orang ini? Tidak!.

   Tan Kiam Lam mengetahui, bahwa penyamarannya segera terbuka.

   Benteng Penggantungan tidak dapat dijadikan sarang lagi.

   Mengambil arah yang bertentangan dengan benteng itu, ia pergi.

   Sampai disini.

   cerita telah meningkat kearah klimaks, cerita berikutnya menanjak langsung keatas.

   
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Menyusul Tan Ciu ...

   Tatkala matahari pagi bercahaya terang.

   Tan Ciu telah berada disebuah rumah gubuk, Ia masih belum sadarkan diri.

   Orang yang menolong sipemuda bukan Co yong.

   Si gadis juga berada didalam keadaan luka.

   tidaklah mungkin mempunyai itu kekuatan untuk menggendongnya.

   Siapakah yang menolong kedua orang ini? Seorang wanita berbaju hitam yang mengenakan kerudung tutup muka berwarna hitam juga berada diluar rumah gubuk itu.

   Wanita inilah yang telah menolong Tan Ciu dari segala bahaya.

   Bukan satu kali saja, ia mengeluarkan tangan bantuannya.

   Siapa dia ? Hal ini masih berupa satu kabut teka teki.

   Wanita baju hitam itu melongok kedalam.

   dilihat dua sosok tubuh masih terbaring.

   Itulah Tan Ciu dan Co Yong.

   Seorang gadis berbaju hitam berjalan mendekatinya.

   Wanita berkeruduug itu diam saja.

   Si gadis turut melongok kedalam dan berteriak.

   "Adik Ciu!"

   Wanita berkerudung cepat mencegah.

   "Jangan bangunkan dirinya."

   Gadis itu tidak menyetujui usul ini, Ia ingin mengajukan usul protes, katanya.

   "Tapi "

   Wanita berkerudung membentak.

   "Jangan membantah."

   "Ibu "

   "Tan Sang."

   Bentak wanita berkerudung.

   "Lupakah kepada pesanku?"

   Tan Sang? Mungkinkah Tan San tidak mati? Siapa yang tergantung pada pohon Penggantungan? Terdengar gadis baju hitam yang dipanggil Tan Sang itu berkata.

   "Apa ia bisa mati ditempat ini?"

   "Belum waktunya."

   "Mengapa?"

   "Hal ini akan mengganggu dirinya."

   Tan Sang dapat diberi mengerti iapun menganggukkan kepalanya. Menyetujui pendapat itu. Walau agak berat untuk berpisah dengan sang adik, Tan Ciu adalah adik kandung satu-satunya itulah yang membuat ia berat.

   "Mari."

   Berkata wanita berkerudung hitam "Kuatkan imammu. Mari kita pergi."

   Mata Tan Sang basah dengan butiran2 yang bening, itulah air mata.

   Dua wanita itu meninggalkan rumah gubuk dimana Tan Ciu dan Co Yong masih terbaring.

   Beberapa saat kemudian.....

   Co Yong sadarkan diri lebih dahulu.

   dilihat Tan Ciu yang terbaring disampingnya, ia sangat terkejut segera ia berteriak.

   "Tan Ciu !"

   Tidak ada jawaban, seolah-olah memanggil sesosok mayat yang menunggu dikebumikan.

   Didorongnya tubuh itu.

   tidak ada reaksi, Didorong- dorongnya lagi sehingga beberapa kali.

   Co Yong masih mengharapkan keajaiban.

   Masih tidak ada reaksi.

   Co Yong menangis senggukkan.

   Ia sangat bersedih, sangkanya Tan Ciu telah meninggal dunia.

   Manakala ia memegang denyutan nadi si pemuda, saking lemahnya gerakaan itu, ia tidak dapat merasakannya.

   Tiba tiba ...

   Satu suara derap langkah kaki bertindak kearahnya, datang dari arah belakang sigadis.

   Co Yong berlompat balik, segera ia membentak.

   "S i a p a?!"

   Satu bayangan merah telah berada di dalam gubuk itu, Co Yong segera mengenali kepada wanita yang ingin menolong mereka dari cengkraman Tan Kiam Lam.

   Co Yong menduga, wanita berbaju merah inilah tentunya yang menolong mereka dari kesulitan.

   Segera ia memberi hormat, berkata.

   "Cianpwe, terima kasih kepada pertolonganmu."

   Wanita berbaju merah ini mendekati Co yong dan Tan Ciu. ia menggelengkan kepala katanya.

   "Bukan aku yang menolong kalian."

   Co Yong sadar, dikala ia mendapat totokkan.

   wanita baju merah ini masih menempur Tan Kiam Lam.

   siapakah yang menjauhkan mereka dari Tan Kiam Lam? Wanita baju merah itu masih berjalan maju.

   Co Yong menaruh curiga, apa maksud kedatangannya? Segera ia mengajukan pertanyaan.

   "Cianpwe, kau?"

   "Aku mencarinya,"

   Tukas wanita baju merah itu yang menudingkan jari kearah tempat dimana Tan Ciu masih berbaring.

   "Ada urusankah denganya?"

   Bertanya Co yong. Wanita baju merah itu tertawa. berkata.

   "Jangan khawatir. aku mencarinya bukan mencari urusan."

   "Maksud cianpwe?"

   "Anak Tan Kiam Lam, bukan?"

   "Betul."

   "Aku ingin bertanya kepadanya. dimanakah ayahnya itu berada."

   Berkata wanita baju merah. Mata Co Yong terbelalak.

   "Cianpwee ingin mencari Tan Kiam Lam."

   Ia bergumam tidak mengerti.

   "Belum lama mereka bertempur seru. Bagaimana ingin menanyakannya lagi?"

   Wanita baju merah tidak dengar akan gumam Co Yong, ia sudah berada didepan Tan Ciu, memperhatikannya sekian lama dan berkata.

   "Biar kutolong dirinya dahulu."

   Dari dalam saku bajunya, mengeluarkan obat berwarna merah diselipkan kedalam mulut Tan Ciu, dan menepuk-nepuk beberapa jalan darah pemuda itu. Sebentar kemudian, Tan Ciu telah siuman, Ia mengeliat bangun. Co Yong berteriak girang.

   "Tan Ciu, akhirnya kau bangun juga!"

   Tan Ciu memandang keadaan disekeliling itu rumah gubuk tersebut masih terlalu asing baginya. Co Yong memanggil lagi.

   "Bagaimana perasaanmu?"

   "Agak baik."

   Si pemuda memberi jawaban.

   "Syukurlah."

   "Eh, bagaimana aku dapat berada ditempat ini?"

   Tan Ciu mengajukan pertanyaan.

   "Cianpwe inilah yang menolongmu."

   Co Yong memberikan keterangan. Tan Ciu memberi hormat.

   "Terima kasih kepada Cianpwe.".

   "Ada sesuatu yang ingin kutanyakan kepadamu."

   Berkata wanita berbaju merah itu.

   "Boanpwe akan memberikan segala jawaban"

   Berkata Tan Ciu.

   "Namamu Tan Ciu?"

   "Betul."

   "Putra Tan Kiam Lam.

   "Tidak boanpwe sangkal."

   "Pertanyaanku yang pertama ialah. pertanyaan tentang ayahmu. Dan sekalian mengucapkan terima kasih kepadamu."

   "Terima kasih kepada boanpwe?"

   Tan Ciu mengkerutkan jidatnya.

   "Kau telah menolong Ong Leng Leng, dan aku adalah gurunya". Wanita berbaju merah itu memberi keterangan. Oooo... Ternyata wanita ini adalah guru dari si Jelita Merah Ong Leng Leng! Tan Ciu mengerti akan duduk perkara, ia berkata.

   "Nona Ong baik?"

   "Satu tahun lalu, pernah dikatakan olehnya bahwa kau pernah memberikan pertolongan. Hutang budi ini tidak akan kami lupakan. Setelah itu ia pergi entah kemana, kami belum berjumpa lagi."

   "Ng..."

   "Tentang ayahmu, dimanakah kini ia berada?"

   Berkata lagi guru si Jelita Merah.

   "Tan Kiam Lam yang cianpwe maksudkan?"

   Tan Ciu tidak mengerti.

   "Ayahmu bernama Tan Kiam Lam, bukan?"

   "Cianpwe ingin mencarinya?"

   "Betul. Ada urusan yang belum kuselesaikan dengannya."

   "Ketua Benteng Penggantungan itulah yang bernama Tan Kiam Lam."

   "Hee !?....."

   Wanita berbaju merah berteriak keras. Bila diketahui bahwa ketua Benteng Penggantungan itulah yang bernama Tan Kiam Lam, ia tidak akan melepaskannya. Co Yong juga sangat terkejut. Wanita baju merah berkata lagi.

   "Kau katakan bahwa ketua Benteng penggantungan itu yang bernama Tan Kiam Lam?"

   "Tidak salah lagi. Cianpwe kenal dengannya!"

   "Tidak. Bila kukenal. Tentu tidak akan kubiarkan ia pergi begini saja."

   "Cianpwe berhasil mengalahkannya?"

   Co Yong menceritakan kejadian tadi, dimana wanita baju merah ini menempur Tan Kiam Lam.

   "Cianpwe ingin menemui Tan Kiam Lam, ada urusan apakah yang penting?"

   "Aku ingin menanyakan seseorang."

   "Bagaimanakah gelar nama orang itu?"

   "Si Telapak Dingin Han Thian Chiu"

   Tan Ciu terkejut. Bila keterangan Tan Kiam Lam tidak salah, orang yang bernama Han Thian Chiu itu adalah musuh dirinya. Bagaimana guru si Jelita Merah bertanya tentangnnya. Tan Ciu mengajukan pertanyaan.

   Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Tan Kiam Lam mengetahui tempat bersemayamnya Han Thian Chiu?"

   "Sebarusnya. ia tahu dimana Han Thian Chiu itu menetap.

   "M e n g a p a ?"

   "Mereka adalah kawan yang terbaik."

   "Kawan yang terbaik?"

   Lagi-lagi Tan Ciu berteriak.

   mungkinkah hal ini terjadi? Dikatakan oleh Tan Kiam Lam bahwa orang yang bernama Han Thian Chiu itulah yang ditakuti, maka ketua Benteng Penggantungan tersebut menyembunyikan diri didalam lembah sepi, membuat satu benteng kokoh untuk menghindari diri dari kejarannya.

   Bagaimana boleh dibantah bahwa Tan Kiam Lam kenal baik dengan Han Thian Chiu? Bahkan mereka bersahabat baik? -oo-OdwO-oo- TAN CIU masih bingung dan tidak mengerti.

   Wanita baju merah berkata.

   "Tan Kiam Lam dan Han Thian Chiu adalah kawan baik, mereka pasti tahu tempat kediaman dari kawan kawan itu."

   "Tidak mungkin."

   Tan Ciu berteriak.

   "Mengapa tidak mungkin?"

   "Dikatakan oleh Tan Kiam Lam"

   Bahwa Han Thian Chiu itu adalah musuh besar dirinya."

   "Keterangan ini tidak benar. Mereka adalah saudara seperguruan, suheng dan sutee."

   "A a a a a a a ...!"

   Tan Ciu jelas dan mengerti, ternyata Tan Kiam Lam telah menipu dirinya, segala obrolan kosong. dasar penipu ulung. Dengan alasan apa, Tan Kiam Lam menceritakan kejadian itu? Tan Ciu menggoyang-goyangkan kepala, berkata.

   "Tidak benar. Kau tahu jelas tentang keadaan Tan Kiam Lam dan Han Thian Chiu mengapa tidak kenal kepada wajah mereka?"

   Wanita baju merah memberi keterangan.

   "Yang kukenal adalah waiah Han Thiam Chiu, dari orang ini kuketahui bahwa masih ada saudara seperguruannya yang bernama Tan Kiam Lam. Tapi aku belum pernah menjumpai Tan Kiam Lam."

   Tan Ciu diam tepekur. Wanita baju merah berkata lagi.

   "Ong Leng Leng tidak menceritakan hal ini kepadamu?"

   "Ia pernah mengatakan, pada suatu hari ia akan menceritakan keadaan dirinya. Kukira termasuk juga kejadjan ini. Tapi sehingga saat ini, ia belum mempunyai itu kesempatan untuk bercerita."

   Wanita berbaju merah berkata.

   "Ong Leng Leng tidak pernah menyebut namaku?"

   "Belum."

   "Pernah dengar nama Permaisuri dari Kutub Utara?"

   "Cianpwe pribadikah yang mendapat julukan itu?"

   "Kau memang pandai."

   Permaisuri dari kutub Utara menganggukkan kepala.

   "Aaaaaa..."

   "Diluar dugaan ?"

   "Diceritakan orang bahwa cianpwe telah tiada."

   "Sampai hari ini, aku masih dapat bernapas."

   "Dikatakan oleh mereka, setelah kau dibunuh orang, mereka menggantung jenazahmu di atas Pohon Penggantungan."

   "Disana, aku berhasil ditolong orang."

   "Siapa yang menggantung cianpwe diatas Pohon Penggantungan?"

   "Si Telapak Dingin Han Thian Chiu."

   "Han Thian Chiu!"

   "Kukatakan kepadamu, bahwa Han Thian Chiu adalah orang yang kucintai, itu waktu, aku belum cukup dewasa, maka mudah masuk kedalam perangkapnya, dergan kata- kata yang manis dengan janji-janji yang seperti madu aku menyerahkan diri. Tidak lama, aku melahirkan seorang anak perempuan, ternyata Han Thian Chiu tidak cinta kepadaku, setelah bosan ditinggalkan begitu saja."

   Mata si Permaisuri dari Kutub Utara basah dengan air mata.

   "Demikian Ong Leng Leng terlahir?"

   "Bukan. Dia bukannya Ong Leng Leng."

   "Kemanakah kemudian anak itu?"

   "Hampir kubunuh putri yang tak kenal dosa itu. selain terbayang kenangan wajah ayahnya yang kejam. Karena kepergian Han Thian Chiu, sifatku berubah, mulai membenci semua lelaki yang hidup didunia. Tidak sedikit yang telah kujadikan korban, kematian-kematian orang2 banyak ini menimbulkan kemarahan umum si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip mengajak orang- orangnya mengeroyok aku, sehingga terjadi drama Pohon Penggantungan, aku digantung diatas pohon itu."

   "Bagaimana Han Thian Chiu itu menggantung cianpwe?"

   "Suatu hari ia kembali. Tentu saja rasa senangku tidak kepalang. Kukira ia sudah insaf dan betul-betul cinta kepadaku, maka ia kembali lagi, Ia pandai membujuk rayu, dibawah buaian asmara yang sudah hampir menjadi abu, sekali lagi kuserahkan diriku. Didalam keadaan setengah sadar dan tidak sadar, ia menotok jalan darahku. menggantungkan diatas pohon Penggantungan."

   Tan Ciu menggeretek gigi.

   "Sungguh kejam."

   "Maka dengan tekun, aku melatih diri maksud ingin menuntut balas kepadanya."

   Berkata si Pemaisuri dari Kutub Utara.

   "Hanya Tan Kiam Lam yang mengetahui tempat persembunyian Han Thian Chiu?"

   "Kukira Tan Kiam Lam harus tahu."

   "Mudah diselesaikan, kau boleh pergi ke Benteng penggantungan bertanya kepadanya."

   "Segera kudatangi Benteng Penggantungan itu."

   "Ketua Benteng Penggantungan itulah yang bernama Tan Kiam Lam."

   "Heran."

   Tiba-tiba Permaisuri dari Kutub Utara mengerutkan alisnya.

   "Tan Kiam Lam adalah ayahmu, mengapa begitu kejam, ingin menurunkan tangan jahat membunuh putra sendiri?"

   "Diantara kami tak ada keserasian paham."

   "Keserasian paham tidak akan memisahkan hubungan keluarga. Tidak mungkin ada seorang ayah yang ingin membunuh anaknya, kecuali bukan hasil kandungan ayah itu?"

   "Maksudmu, Tan Kiam Lam itu bukan ayahku ?"

   "Aku agak kurang percaya."

   Tan Ciu menundukkan kepala, bagaimana ia tidak bingung menghadapi persoalan yang sangat rumit seperti ini. Tiba-tiba si Permaisuri dari kutub Utara membentak.

   "Siapa?"

   Tubuhnya melesat keluar dari gubuk rumah itu.

   Tan Ciu dan Co Yong turut lari keluar.

   disana.

   terlihat permaisuri dari Kutub Utara sedang berhadapan dengan seorang penjemis tua.

   Itulah pengemis yang mengaku Serba tahu menyebut dirinya sebagai si tukang Ramal Amatir.

   "Kau ? ..."

   Tan Ciu agak heran. Permaisuri dari Kutub Urara menurunkan tangannya kebawah, dengan patuh memanggil.

   "Cianpwe ..."

   Tan Ciu mundur satu langkah, tak disangka, dengan ilmu kepandaian permaisuri dari Kutub Utara yang disegani itu pun memanggil Cianpwe, bukankah si Tukang Ramal Amatir mempunyai tingkat derajat yang sangat tinggi? Terlihat pengemis tua itu tertawa Ha ha-hi hi hi.

   ia berkata.

   "Eh, kau belum mati?"

   Kata-kata itu ditujukan kepada Permaisuri dari Kutub Utara. Wanita baju merah itu berkata.

   "Atas kemurahan hati Tuhan, kematian boanpwee dibatalkan."

   "Masih ingin membunuh orang?"

   Tegas lagi pengemis tua itu.

   "Mana boanpwee berani."

   "Syukurlah! Sipatmu telah dapat berubah."

   Tanpa memperdulikan Permaisuri dari Kutub Utara, si pengemis Tukang Ramal Amatir memandang Tan Ciu dan berkata.

   "Toh. berapa lama kucari-cari dirimu. Tidak kusangka, kau berani menyelusup masuk kedalam Benteng Penggantungan. Setengah mati aku meramalkan tempat pesembunyianmu itu."

   Tan Ciu maju mendebat kata-kata si pengemis.

   "Di Pohon Penggantungan, kau telah meninggalkan aku dahulu. Bagaimana menyalahkan orang. Mana kutahu. kemana kau pergi menyembunyikan diri?"

   "Ha, ha . , ."

   "Takut kucopot batang lehermu?"

   Bertanya lagi Tan Ciu kepadanya.

   "Mengapa harus menyerahkan batok kepalaku?"

   Cemooh sipengemis.

   "pertaruhan dikalahkan olehmu. Akulah yang seharusnya memotes batang leher kecilmu itu."

   "Huh, bagaimana kutahu, aku telah kalah?"

   "Suatu hari kau akan tahu bahwa pertaruhan itu telah dimenangkan olehku."

   "Tidak mungkin."

   "Ha...ha... kertas cacatanku masih berada padamu?"

   "Masih."

   "Bagus! Jagalah baik-baik. Nasibmu ditentukan olehnya, tahu?"

   "Huh ... Hmm ..."

   Si Tukang Ramal Amatir berbalik kearah Permaisuri dari Kutub Utara kepadanya ia berkata.

   "Kudengar kalian sedang memperbincangkan urusan Tan Kiam Lam maka aku turut campur."

   Permaisuri dari Kutub Utara menganggukkan kepala. Ia membenarkan kata-katanya si pengemis tua. Pengemis itu berkata lagi.

   "Juga membicarakan soal Han Thian Chiu?"

   "Betul."

   Berkata si wanita baju merah.

   "Semua urusanku tidak luput dari pada mata cianpwee yang lihay."

   "Ha ...ha . , ."

   Si pengemis tua tertawa.

   "Sudah jelas perkara apakah yang dapat mengelabui mataku? Dan jangan kalian kaget kutahu Tan Kiam Lam itu sudah tiada!"

   "Aaaaa...!"

   "Apa?"

   Tan Ciu dan Permaisuri dari Kutub Utara berteriak bareng.

   Sebagai seorang yang masih mempunyai hubungan keluarga.

   Tan Ciu tidak dapat melepas darah dagingnya begitu saja.

   walau sang ayah berbuat jahat, sebagai seorang anak yang berbakti.

   ia turut berprihatin.

   "Cianpwe mengatakan bahwa ayahku sudah mati?"

   Ia meminia ketegasan. Si Tukang Ramal Amatir menganggukken kepala seolah- olah, ramalannya ini sudah terlaksana.

   "Siapakah orang yang menjadi ketua Benteng Penggantungan itu?"

   "Kau percaya. bahwa si Ketua Benteng Penggantungan sebagai jelmaan Tan Kiam Lam?"

   "Mungkinkah bukan Tan Kiam Lam?"

   "Dia bukan Tan Kiam Lam!"

   Tan Ciu mengerutkan kedua alisnya. Mungkinkah kata- kata itu dapat dipercaya? Segera ia mengutarakan kecurigaannya.

   "Bagaimana kau tahu bahwa dia bukan Tan Kiam Lam?"

   
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Dia tidak mirip Tan Kiam Lam."

   "Tidak mirip?"

   "Betul. Tidak mirip Tan Kiam Lam."

   "Aku tidak mengerti."

   "Heem......."

   Si pengemis tua itu berdehem.

   "Tahukah kedatangan si pendekar Dewa Acgin Sin Hong Hiap ke Benteng Penggantungan?"

   "Pamanku yang bernama Tan Kiam Pek itu yang menjanjikannya bertempur didepan Benteng Penggantungan."

   "Tepat. Tahukah alasannya. mengapa Tan Kiam Pek menantang Sin Hong Hiap menempurkan dirinya didepan Benteng Penggantungan?"

   "Aku bukan tukang ramal! Aku tak tahu."

   "Aku telah bertemu dengan Tan Kiam Pek dan ia telah bercerita kepadaku."

   Berkata si tukang ramal Amatir itu.

   "Apakah alasan yang dikemukakan olehnnya"

   "Alasan pertama, ingin membuktikan bahwa ketua Benteng Penggantungan bukanlah Tan Kiam Lam."

   "Dan ia berhasil?"

   "Tentu. Telah dipastikan olehnya bahwa ketua Benteng Penggantungan itu bukanlah Tan Kiam Lam."

   "Alasannya?"

   "Sebagai seorang saudara, Tan Kiam Pek tahu jelas akan kebiasaan sang saudara, dan hal ini tidak terdapat pada Tan Kiam Lam palsu."

   "Apakah kebiasaan Tan Kiam Lam yang paling khas."

   "Manakala ia bertempur. pasti ia menggunakan tangan kanan, sedangkan ketua Benteng Penggantungan itu pandai menggunakan tangan kiri, ketidakserasian yang paling menyolok mata."

   Tan Ciu dapat diberi mengerti. Pengemis tua itu berkata lagi.

   "Tujuan berikutnya dari rencana Tan Kiam Pek sebagai berikut, ia ingin mengetahui ilmu-ilmu silat dari kedua orang yang bertempur itu, dengan demikian ia dapat menambah pengalaman. Dimisalkan betul, ia berhasil mempelajari ilmu silat dari kedua jago tersebut. pada suatu hari, ia dapat menandingi Tan Kiam Lam."

   Tan Ciu berkata.

   "Jadi. tidak dapat disangsikan lagi, bahwa Tan Kiam Lam itu adalah Tan Kiam Lam palsu."

   "Tentu saja."

   "Tapi....Tapi "

   "Masih meragukan keteranganku?"

   Bertanya sipengemis tua. Tan Ciu berkata.

   "Mengapa mempunyai wajah Tan Kiam Lam."

   "Wajah itu mudah diubah."

   "Maksud Cianpwe, wajah siketua Benteng penggantungan telah diubah oleh seorang tokoh make up yang lihay?"

   Siapakah akhli make up yang sangat lihay ini? Si Tukang Ramal Amatir tidak segera menjawab pertanyaan ini, sebaliknya memandang kearah permaisuri dari Kutub Utara, dengan perlahan-lahan dan tandas, ia berkata.

   "Itulah si Telapak Dingin Han Thian Chiu,"

   "Aaaaa !"

   Permaisuri dari Kutub Utara mempentang kedua matanya lebar-lebar.

   "Kau menuduh, seolah-olah bahwa ketua Benteng Penggantungan itu sebagai jelmaan Han Thian Chiu?"

   Permaisuri dari Kutab Utara meminta ketegasan.

   "Betul."

   Si pemuda menganggukkan kepala.

   "Dengan ilmu kepandaian menghias mukanya Han Thian Chiu dapat mengubah siapa pun juga. Termasuk juga Wajah Tan Kiam Lan."

   Permaisuri dari Kutup Utara mengoceh.

   "Han Thian Chiu. ..? Han Thian Ciu."

   Tiba-tiba ia bertepuk keras.

   "Betul. ia pandai menggunakan tangan kiri. Tatkala baru melihat wajahku, ia gemetaran takut. Ternyata ia bingung karena kehadiran aku, ia bingung karena aku tidak mati."

   Si Tukang Ramal Amatir berkata lagi.

   "Tentunya, Tan Kiam Lam telah dianiaya olehnya. Dengan demikian, dengan menggunakan wajah Tan Kiam Lam, ia memunculkan dirinya didalam rimba persilatan. Menjadikan dirinya sebagai seorang ketua Benteng Penggantungan."

   Tan Ciu mempunyai pendapat yang sepaham, sangatlah masuk diakal.

   bila ketua Benteng Penggantungan itu ingin membunuh dirinya mengingat bahwa dirinya bukanlah putra si jahat.

   Permaisuri dari Kutub Utara menggerak tubuhnya, ia melesat jauh.

   Terdengar suara bentakan si pengemis tua.

   "Hei. apa yang kau ingin kerjakan?"

   Tubuhnya turut melesat. sebentar kemudian berhasil menghadang wanita baju merah itu.

   "Ingin ke Benteng Penggantungan?"

   Demikian ia dapat menduga isi hati orang.

   "Betul, aku harus segera membunuh Han Thian Chiu,"

   "Akh..."

   Sipengemis tua menghela napas.

   "Telah dua puluh tahun, kunanti-nantikan saat yang seperti ini."

   Berkata lagi Permaisuri dari Kutub Utara. Tan Ciu turut membuka suara.

   "Aku turut serta."

   "Bagus,"

   Berkata permaisuri dari Kutub Utara itu.

   "Mari kita bersama-sama membikin perhitungan dengannya Menghindari diri sipengemis tua, Tan Ciu dan Permaisuri dari Kutub Utara menuju Benteng Penggantungan. Si tukang Ramal Amatir tidak mau ketinggalan, diajaknya Co Yong dan berkata.

   "Mari kita turut menyaksikan keramaian."

   Co Yong telah mengikatkan hatinya kepada Tan Ciu, kemana pemuda itu pergi.

   iapun terus turut serta, kini diketahui bahwa Tan Ciu harus mencari orang yang telah memalsukan ayahnya, bagaimana ia tidak turut serta? Iring-iringan ini menuju kearah Benteng Penggantungan.

   Sebagai perintis jalan adalah Permaisuri dari Kutub Utara, direndengi oleh Tan Ciu.

   Dibelakang mereka adalah sipengemis tua menyebutkan dirinya sebagai si Tukang Ramal Amatir, tidak ketinggalan juga Co Yong.

   Sebentar kemudian.

   Tan Ciu beserta ketiga kawannya telah didepan Benteng Penggantungan.

   Keadaan sangat sepi, tidak ada penjagaan juga tidak terlihat ada orang yang mencegat perjalanan mereka.

   Mengapa? Mengapa dapat terjadi kejadian seperti ini? Ternyata, didalam Benteng Penggantungan telah terjadi perubahan.

   Munculnya Permaisuri dari Katub Utara sangat mengejutKan ketua Benteng itu, mengetahui bahwa penyamarannya segera terbuka, ia pun segera melarikan diri.

   Keadaan di Benteng Penggantungan sangat tenang.

   Tiba-tiba.....

   Keempat orang itu dikejutkan oleh terdengarnya suara rintihan seseorang.

   Mereka mengikuti datangnya suara dan menemukan seorag yang menggeletak ditanah dalam keadaan luka.

   Tan Ciu bertindak gesit, segera dikenali orang tua bungkuk yang telah membantu dirinya melarikan diri.

   "Cianpwe....!"

   Ia berteriak. Orang tua bungkuk itu tidak dapat melihat, ia berkata lemah.

   "Siapa?"

   "Aku."

   Jawab si pemuda.

   "Aku Tan Ciu."

   Permaisuri dari Kutub Utara berteriak.

   "Aaaa , . .! Kau berada ditempat ini?"

   Ternyata ia kenal pada orang tua bungkuk itu. Tan Ciu mengajukan pertanyaan.

   "Cianpwe kenal dengannya? Siapakah dia?"

   "Dia adalah Kui Tho Cu,"

   Permaisuri dari Kutub Utara memberikan jawaban.

   "Aaaa,..! si bungkuk Kui Tho Cu?!"

   "Betul!"

   Tan Ciu tahu betul bahwa Cang Ceng-ceng juga mencari seorang bungkuk yang bernama Kui Tho Cu, tidak disangka bahwa orang yang mau dicari oleh gadis berbaju putih itu telah dilukai olenya juga.

   Mereka telah bertemu, segera mereka bertempur, dan tentunya Kui Tho Cu jatuh dibawah tangan Cang Ceng Ceng.

   Tan Ciu pernah menanyakan keadaan Kui Tho Co kepada ketua Benteng Penggantungan itu, demikian juga Cang Ceng Ceng, tapi disangkal dan tidak diberi tahu.

   Sehingga terjadi kejadian seperti ini.

   Tan Ciu mengeluarkan dua butir obat Seng Hiat Hoan hun-tan, ditelankannya kedalam mulut Kui Tho Cu.

   Permaisuri dari Kutub Utara menggerak-gerakkan jarinya, menotok beberapa jalan darah orang tua bungkuk itu, ia ingin mempercepat proses pengobatan.

   Luka Kui Tho Co sangat berat.

   masih ia menggeliat, tidak ada tenaga untuk menengok lagi.

   Tan Ciu memandang wanita baju merah itu dan mengajukan pertanyaan.

   "Masih ada harapan?"

   Ilmu kepandaian Permaisuri dari Kutub Utara tinggi sekali dan lihai, ia tahu bagaimana keadaan luka yang diderita oleh manusia bungkuk itu, ia berkata.

   "Biar kuusahakan sedapat mungkin."

   Dikerahkan tenaganya, dan siap memasangkan telapak tangan kepunggung orang, maksudnya menyalurkan tenaga dalam. Si Tukang ramal amatir segera menyusul dan berteriak.

   "Tugas ini serahkan kepadaku."

   Permaisuri dari Kutub Utara mengundurkan diri, menyerahkan tugas tersebut padanya. Pengemis tua itu segera menyalurkan tenaga kearah sibungkuk. Permaisuri dari Kutub Utara berkata.

   "Mari kita mencarinya."

   "Baik!"

   Sahut Tan Ciu yang tidak sabar untuk mengetahui rahasia ketua Benteng Penggantungan Co Yong berteriak.

   "Tan Ciu...!"

   Si pemuda menghentikan langkahnya. menoleh kearah gadis itu dan berkata.

   "Ada apa ?"

   "Ilmu kepandaian gadis berbaju putih itu tidak berada dibawah si ketua Benteng Penggantungan. Dibawah kekuasaan Ie-hun Tay-hoat mana mungkin ia membedakan kawan dan lawan. Ada lebih baik untuk menunggu sebentar."

   "Jangan takut."

   Berkata Permaisuri dari Kutub Utara.

   "Masih ada diriku bukan?"

   Co Yong menggeleng-gelengkan kepala.

   "Ada lebih baik menunggu cianpwe ini."

   "Masakah aku kalah dengan Han Thian Ciu?"

   Berkata Permaisuri dari Kutub Utara tidak puas "Kau akan dikalahkan oleh Cang Ceng Ceng."

   "Belum tentu."

   "Ilmu kepandaianmu dapat memenangkan orang tua bungkuk ini?"

   Permaisuri dari Kutub Utara tertegun, ilmu kepandaiannya berada dibawah tingkat Kui Tho Cu.

   sedangkan manusia bungkuk itu dapat dikalahkannya, bagaimana ia dapat memenangkan pertandingan? Permaisuri dari Kutub Utara dapat diberi mengerti, ia harus menungga hasil dari penyembuhan Kui Tho Cu.

   Beberapa saat kemudian Si Tukang Ramal Amatir melepaskan saluran tenaganya, Kui Tho Cu menoleh dan bersempokan mata dengan pengemis tua itu.

   Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Eh, kau belum mati?"

   Ia terkejut sekali.

   "Kentut busuk, bila kau mati. Siapa yang menyembuhkan lukamu?"

   Bentak pengemis tua yang mempunyai sifat angin-anginan! "Untung kau tiba pada saatnya,"

   Berkata Si manusia bungkuk. Tan Ciu maju mengadakan pertanyaan.

   "Cianpwe, bagaimana kau terluka ?"

   Kui Tho Cu. mendelikkan mata, katanya.

   "Telah kau saksikan, bukan? Aku ditempur oleh kawan wanitamu itu. Dan tentu saja, aku kalah dibawah tangannya."

   "Kini, dimanakah ia berada ?"

   "Ia juga menderita luka."

   Tan Ciu berteriak girang.

   "A a a a ... ia juga menderita luka? Syukurlah, kita segera dapat mengalahkan mereka."

   "Lukanya tidak lebih ringan dari luka yang kuderita."

   Berkata Kui Tho Cu memberi keterangan.

   "Pernah lihat ketua Benteng Penggantungan itu?"

   "Tidak, entah kemana ia telah pergi."

   Bebetapa bayangan melayang datang, mereka adalah wakil ketua Benteng Penggantungan Co Yong Yen, si pemuda dingin Pek Hong, wanita berbaju hitam Kang Leng, Cie Yan dan lain-lain. Co Yong Yen menghadapi rombongan Tan Ciu dan berkata.

   "Tan Ciu, tidak kusangka, kau dapat mengajak konco-konco yang banyak sekali."

   "Aku ingin menjumpai ketua kalian."

   Tan Ciu membentak keras.

   "Ia tidak ada."

   Berkata Co Yong Yen memberi keterangan. Pengemis tua turut maju, dengan senyuman yang angin- anginan, ia berkata.

   "Nona Co, masih kenalkah kepadaku?"

   Co Yong Yen menatap tajam-tajam si Tukang Ramal Amatir. Tiba-tiba terjadi perubahan yang mendadak. wajahnya pucat pasi, dengan patuh ia memberi hormat.

   "Cianpwe "

   "Tidak kusangka,"

   Berkata si pengemis tua.

   "Kau telah menduduki jabatan wakil ketua Benteng Penggantungan.... Syukur.... Syukur,.. Aku harus mengucapkan selamat kepadamu."

   "Cianpwe pandai berkelakar."

   "Beruntung kau masih ingat kepadaku."

   "Bagaimana tidak? itu waktu, cianpwe telah menolong diriku dari kesusahan. hal ini "

   "Tolonglah panggil keluar ketua kalian."

   Berkata si Tukang Ramal Amatir singkat.

   "Ia belum kembali kebenteng."

   Co Yong Yen yang memberi keterangan.

   "Bohong."

   Bentak Tan Ciu keras.

   "Sungguh."

   Berkata Co Yong Yen.

   "Kami pun sedang berusaha mencarinya. Masih belum berhasil."

   Tukang Ramal Amatir berpikir sebentar, ia berkata.

   "Kukira ia telah melarikan diri."

   "Melarikan diri?"

   "Betul. Hal ini sudah berada didalam perhitungannya. Munculnya kau didepan dirinya menggetarkan nafsu hidup Han Thian Chiu."

   Ia memandang Permaisuri dari kutub utara. Wanita berbaju merah itu menganggukkan kepala, ia dapat menyetujui dugaan tersebut, katanya.

   "Betul, kukira ia telah melarikan diri. Munculnya aku dihadapannya telah meruntuhkan semua iman-imannya, pasti aku menuntut balas, dan uutuk menghindari tekanan itu, ia menyembunyikan diri jauh-jauh. Ia terlalu gesit bagiku."

   Kui Tho Cu berkata.

   "Bila tidak mempunyai kegesitan yang melebihi orang, mana mungkin dapat membangun itu Benteng Penggantungan."

   Pengemis tukang ramal memandang Co Yong Yen berkata.

   "Nona Co, bila kami ingin membakar Benteng Perggantugan. apa langkah yang kau ambil."

   "Kami akan mempertahankan sedapat mungkin."

   Jawab wakil ketua benteng itu.

   "Ketua kalian telah melarikan diri, apa yang harus dipertahankan."

   "Demi kemulian benteng, jiwa kamipm akan kami persembahkan."

   "Bagus! kata-kata yang penuh kekasatriaan. Tapi kalian bukanlah tandingan kami."

   "Budi Tan Kiam Lam terlalu besar."

   "Dia bukan Tan Kiam Lam."

   "Ha?!"

   "Percayalah keteranganku. Dia bukan Tan Kiam Lam. Dia adalah si Telapak Dingin Han Thian Chiu. Ilmu mengubah mukanya sangat mahir sekali. Tak seorang pun yang dapat membedakan persamaan itu. Dan kau kau pernah benci kepada si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip itu orang yang pernah mempekosa tersebut itupun adalah jelmaan Han Thin Chiu juga,"

   "A a a a a a "

   Tan Ciu segera maju berkata.

   "Dimanakah nona Cang berada?"

   "Didalam."

   Tubuh Tan Ciu melesat, menuju kearah yang telah ditunjuk.

   Satu suara rintihan terdengar keluar dari salah satu kamar.

   si pemuda melesatkan dirinya kedalam kamar tersebut.

   Cang Ceng ceng terbaring disuatu tempat tidur, keadaan lukanya tidak ringan, terlihat gadis berbaju putih itu sedang menerima penderitaan.

   Tan Ciu berteriak sedih.

   "Nona Cang "

   Cang Ceng.ceng lompat bangun, reflek ilmu kepandaiannya yang tertinggi belum lenyap, menengok dan terlihat kedatangan si pemuda.

   "Kau? "

   Ia mengerutkan alisnya.

   "Betul. Aku Tan Ciu."

   "Apa maksudmu datang kembali lagi?"

   "Aku harus menolongmu."

   "Pergi! Aku tidak membutuhkan pertolonganmu."

   Tan Ciu menghentikan langkahnya. Wajah Cang Ceng ceng menunjukan kemarahan. ia membentak.

   "Jangan kau maju lagi. Setapak saja lagi mendekatiku. segera kubunuhmu."

   "Nona Cang... kau telah terluka... Tidak dapat kubiarkan begitu saja."

   Tan Ciu mendekati tempat tidur itu. Bagaikan berhadapan dengan maut, mata Cang Ceng Ceng menjadi liar, gadis itu segera lompat dari tempat tidurnya, ia menerkam si pemuda. Tan Ciu berteriak.

   "Nona Ceng...!"

   Dan ia menyingkirkan diri dari serangan Cang Ceng Ceng, tidak mungkin ia dapat menerima serangan itu.

   Tubuh si gadis menubruk tempat kosong, sempoyongan, hampir menubruk tembok.

   Tan Ciu mengulurkan tangannya, maksudnya memayang orang.

   Cang Ceng Ceng membentak.

   "Pergi ... Pergi kau ..."

   Satu pukulan pula dihadiahkan kepada si pemuda.

   Tan Ciu tidak tega membiarkan tubuh gadis tersebut menubruk benda lain, ia berusaha menghindari diri perlahan, karena itulah terkena pukulan, beruntung Cang Ceng Ceng menderita luka yang agak parah, maka pukulan itu tidak merusak tubuhnya.

   Walaupun demikian, karena menggunakan tenaga besar, luka Cang Ceng Ceng membuat bibirnya si gadis telah basah dengan darah.

   Memandang wajah sigadis, dengan adanya darah yang berceceran, Tan Ciu menggigil dingin sangat seram.

   Cang Ceng ceng membentak.

   "Masih tidak mau pergi ?"

   Hanya kata-kata itu yang dapat dikeluarkan. tubuh si gadis telah melemas, terjatuh ditanah. Tan Ciu segera memayangnya, ia mengeluarkan obat Seng-hiat hoan-hun tan, maksudnya ingin mengobatinya. Terdengar satu suara yang membentak.

   "Jangan..!"

   Si pengemis tua, orang yang menamakan dirinya sebagai tukang ramal itu telah berada dibelakang Tan Ciu. Dialah yang mengadakan pencegahan.

   "Cianpwe melarang memberikan pertolongan kepadanya?"

   Bertanya Tan Ciu.

   "Betul."

   "Mengapa ?"

   "Setelah disembuhkan. dengan ilmu kepandaiannya yang tinggi, siapakah yang dapat mengalahkannya."

   Kui Tho Cu turut masuk kedalam kamar itu.

   Tan Ciu memandang si bungkuk, meminta pendapatnya.

   Manusia bungkuk itu mengangkat pundak, saran apa yang dapat diberikan olehnya.

   Diketahui betul Tan Ciu menyintai gadis itu.

   bagaimana ia melarang memberi obat? Bila disetujui maksud si pemuda, setelah Cang Ceng Ceng sembuh, siapakah yang dapat mengalahkan dirinya? Apa yang Tan Ciu dapat lakukan kepada Cang Ceng Ceng? Tidak dapat menolongnya, juga tidak dapat membiarkan begitu saja, gadis tersebut menderita luka berat.

   Adanya Cang Ceng Ceng masuk kedalam Benteng Penggantungan dikarenakan membela dirinya, sehingga kena ilmu Ie-hun Tay-hoat Han Thian Chiu.

   Ia harus turut tanggung jawab.

   Tan Ciu memandang si Tukang Ramal Amatir.

   Pengemis tua itu berkata.

   "Berusahalah membebaskan dirinya dari kekangan ilmu Ie-hun Tay hoat itu."

   "Cianpwe tidak dapat menolong ?"

   "Aku tidak mempunyai itu kepintaran."

   Tan Ciu memandang Kui Tho Cu. Dan sibungkuk pun berkata.

   "Aku tiada guna."

   "Mungkinkah tidak ada orang yang dapat menghilangkan ilmu Ie-hun Tay-hoat?"

   "Kecuali si Telapak Dingin Han Thian Chiu."

   "Mana mungkin . .."

   Beberapa orang berjalan masuk lagi, mereka adalah Permaisuri dari Kutub Utara, Co Yong dan wanita berbaju hitam Kang Leng. Mata Co Yong basah dengan air mata, wajahnya kumel sekali. Tan Ciu tak tahan mengajukan pertaayaan.

   "Eh, kau mengapa ?"

   Co Yong menangis semakin sedih.

   "Nona Co "

   Panggil lagi Tan Ciu. Kang Leng tampil memberi keterangan.

   "Sebelum kau meninggalkan Benteng Penggantungan pernah kuceritakan sedikit tentang keadaan Benteng Penggantungan, termasuk asal usul Nona ini, bukan?"

   "Aku tidak mengerti."

   Berkata Tan Ciu.

   
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Co Yong... Bukan Namanya adalah Pek Co Yong, pocu kami menyerahkannya kepada Hu Pocu, tegasnya untuk mendidik ilmu surat dan juga ilmu silat, tapi tidak diceritakan asal usul dirinya?"

   Permaisuri dari Kutub Utara turut bicara.

   "Ternyata. dia adalah putriku ini."

   Tan Ciu berteriak! "Aaaaaa !"

   Kang Leng memberikan keterangan yang lebih jelas.

   "Nama Cianpwee ini adalah Pek Pek Hap dan dia adalah Pek Co Yong."

   Ditudingnya gadis yang sudah basah dengan air mata itu! Tan Ciu pernah mengadakan janji untuk sehidup semati dengannya.

   Tidak disangka perubahan situasi dapat berkembang seperti ini, Tubuhnya gemetaran, menggigil dingin! Pek Co Yong menangis semakin sedih! Tan Ciu berkata.

   "Kau! Kau Putri Han Thian Cu?"

   Pek Co Yong menganggukkan Kepala lemah. Tan Ciu semakin bingung, Diketahui bahwa Han Thian Cu itu sebagai musuh besar, bagaimana ia akan mengawini putri musuh? Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap berkata.

   "Oo, anakku "

   Pek Co Yong menangis sesenggukkan didalam rangkulan ibunya. Pek Pek Hap mengelus-elus rambut putrinya, katanya.

   "Janganlah kau bersedjh lagi "

   Pek Co Yong menjerit.

   "Tidak ... Tidak ...Aku tidak mau menjadi putrinya. Dia bukan ayahku? Hal ini tak dapat disangkal sama sekali, Aku tidak mau Aku tidak mau!"

   Pek Pek Hap menghela napas.

   "Aku mengerti kesulitannya, tapi?... Ia telah merusak kebahagian hidupku. Tidak sedikit kebahagiaan orang yang telah rusak dibawah tangan ayahmu itu."

   "Uh ... uh . .."

   Tan Ciu maju menghampiri, ia berkata.

   "Nona Pek, tidak seharusnya kita dirundung kemalangan ini."

   "Aku tidak dapat melupakanmu."

   Berkata Pek Co Yong.

   "Demikian juga dengan keadaan diriku."

   "Kehilanganmu, aku akan kehilangan pegangan hidup."

   Berkata si gadis.

   "Kau harus berani menerima kenyataan."

   "Jodoh kita tidak mungkin terlaksana...."

   Suara Pek Co Yong sangat perlahan sekali. Hanya Tan Ciu seorang yang dapat mengikuti suara itu. Tidak dapat disangka. Jodoh mereka terganggu! Biar bagaimana Tan Ciu harus membunuh Han Thian Chiu, sedangkan orang itu ayah si gadis. Tan Ciu berkata.

   "Gagalnya perjodohan kita tidak akan mengganggu masa depan, kau harus berusaha hidup. kita harus berusaha menguasainya."

   "Aku sudah bosan hidup, aku ingin mati,"

   "Berpikirlah Secara tenang."

   "Tentu saja kau dapat berpikir tenang."

   Berkata pek Co Yong.

   "Setelah melepaskan diriku kau masih ada seorang Cang Ceng Ceng. Tapi... bagaimana dengan keadaan diriku?"

   Kata-kata yang sangat menyayatkan hati. Sangat masuk diakal. Tan Ciu dapat melupakan kejadian itu. karena masih ada calon lainnya, itulah Cang Ceng Ceng. Bagaimana dengan keadaan Pek Co Yong yang tidak mempunyai pilihan kedua? Tan Ciu berkata.

   "Kudoakan. agar kau menemukan seorang pemuda yang lebih baik dariku..."

   "Tidak mungkin sama sekali..."

   "Kukira dapat. Berusahalah."

   "Huh? Kau tidak dapat menyelami hati seorang gadis, ia hanya dapat menerima satu kali ketukan pintu percintaan! Hanya satu kali, seterusnya, itulah bukan cinta lagi."

   "Kenyataan tidak dapat dielakan! Apa yang dapat kita tinggalkan! Sudah tentu dapat dicari kembali!"

   Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap turut menghibur sang putri.

   "Co Yong, kuatkanlah imanmu. Apa yang dikatakan olehnya harus mendapatkan perhatian. Walau pun kalian tidak dapat hidup bersatu. Kuharap saja dapat mempertahankan hubungan baik itu."

   "Tidak ...Bukan persahabatan yang kubutuhkan ...Aku membutuhkan cintanya "

   Sang ibu berkata.

   "Kau Tidak mungkin kau mendapat cintanya lagi."

   Pek Co Yong memandang ibu itu tertegun beberapa saat. tiba-tiba ia lompat keluar, meninggalkan semua orang.

   "Co Yong "

   Tan Ciu mencoba mencegah.

   "Co Yong... ."

   Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap segera mengejar sang putri.

   Sebentar kemudian, Pek Co Yong telah keluar dari Benteng Penggantungan.

   Pek Pek Hap berusaha mengejar putri tersebut, beberapa saat kemudian, ia berhasil, dicegatnya jalan lari gadis itu dan membentak.

   "Co Yong..."

   Pek Co Yong menggeram.

   "Minggir."

   "Jangan kau mengambil putusan nekad."

   "Jangan kau ikut campur."

   Butiran air mata membasahi wajah Permaisuri dari Kutup Utara itu.

   Ia sangat bersedih.

   Ia hanya mempunyai seorang putri.

   Telah lama dipisahkan Han Thian Chiu kini berhasil berkumpul menjadi satu.

   Semua harapan dilepas kepada putri tunggal tersebut, dengan demikian, kesedihan yang ditimbulkan oleh Han Thian Chiu bisa terlupakan.

   Tak disangka hanya persoalan cinta, Pek Co Yong meninggalkan dirinya.

   Bagaimana tidak bersedih? "Co Yong Yen..."

   Ia berkata dengan ratapan hati.

   "Dengarlah kata-kata ibumu..."

   "Cukup."

   Pek Co Yong berteriak.

   "Aku tidak mau dengar "

   "Kau harus dengar kata-kata ibumu .. ."

   Pek Pek Hap berusaha mendekati putri itu.

   "Tidak ... tidak "

   "Dengar, jangan kau menjadi tolol."

   "Jangan kau maju lagi dari tempat ini," -ooo0dw0ooo-

   Jilid 14

   "CO YONG..."

   Biar bagaimana.

   Pek Pek Hap harus menarik kembali putri tersebut kedalam rangkulan dirinya.

   Pek Co Yong membentak, tangannya dikibaskan, memukul kearah sang ibu.

   Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap menyingkir dari serangan itu, gesit sekali, ia telah berada dibelakang Pek Co Yong, tangannya bergerak menotok jalan darah gadisnya.

   Pek Co Yong tidak berhasil mengelakkan lagi dari totokan ibu lihay itu.

   Ia jatuh kedalam pelukkannya.

   "Co Yong..."

   Pek Pek Hap memanggil perlahan. Air mata seorang ibu telah membasahinya.

   "Ibu.. ."

   Pek Co Yong menangis sesunggukan.

   "Jangan kau berbuat tolol."

   Kata sang ibu.

   "Bu, aku sudah bosan hidup didunia yang seperti ini."

   "Lihatlah dikemudian hari."

   "Mengapa Tuhan tidak adil? Mengapa menjatuhkan malapetaka ini kepada kita?"

   "Kita wajib hidup. Setiap manusia yang hidup didunia wajib mempertahankan dirinya dari segala macam penderitaan. Seperti sekarang ibumu alami. berapa banyak godaan hidup yang menekan. berapa banyak penderitaan telah kualami. Haruskah aku menyerah? Haruskah kubiarkan tak berakhir? Tidak. Semua telah terjadi. Segala derita kupikul sehingga hari ini."

   "Ibu..."

   "Kita wajib mempertahankan diri dari segala godaan hidup. Hanya seorang putri yang kupunyai... tegakah kau meninggalkan ibumu seorang diri?... Co Yong, kau adalah putriku. Bila ibumu dapat mempertahankan hidup merana, mungkinkah kau tidak sanggup menerimanya?"

   "Ibu."

   "Kuatkan imanmu, hidup adalah penderitaan, kita wajib mengatasinya. Kita akan bergandengan tangan, kita bahu membahu menyingkirkan kesulitan-kesulitan itu. Pek Co Yong dapat diberi mengerti, ia menganggukkan kepalanya. Wajah si Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap bercahaya terang, terlihat senyuman walau penuh air mata. senyuman itu sangat cerah sekali.

   "Kau adalah anak gadisku yang baik."

   Ia berkata puas.

   Dengan bergandengan tangan mereka balik kedalam Benteng Penggantungan.

   Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap berhasil menahan kepergian gadisnya.

   Didalam Benteng Penggantungan berkumpul banyak orang, mereka adalah sipengemis Tukang Ramal Amatir, si Bungkuk Kui Tho Cu, wakil ketua Benteng Penggantungan Co Yong Yen, wanita berbaju hitam Kang Leng dan Tan Ciu.

   Mereka sedang merundingkan cara-cara yang terbaik untuk menyembuhkan penyakit Cang Ceng Ceng.

   Memandang Co Yong Yen, Tan Ciu mengajukan pertanyaan.

   "Nona Co, sebagai wakil ketua benteng mungkin kau tahu, bagaimanakah untuk memunahkan ilmu Ie-hun Tay- hoat?"

   "Kukira sangat sulit."

   Pengemis Tukang Ramal Amatir berkata.

   "Nona Co, setelah kau berjanji untuk melepaskan diri dari Benteng Penggantungan, tidak perlu kau takut kepada si Telapak Dingin Han Thian Chiu. Kukira kau dapat memberi petunjuk yang baik."

   Sibungkuk Kui Tho Cu turut berkata.

   "Betul. Kita dapat membangun suatu Benteng Penggantungan baru. Tanpa takut kepada ancamannya manusia durjana itu."

   Co Yong Yen dapat diberi mengerti, ia memberikan keterangannya.

   "Kecuali ketua Benteng Penggantungan. hanya seorang lagi yang dapat menghilangkan ilmu Ie-hun Tay-hoat."

   "Si apakah orang itu?"

   "Penghuni Guha kematian."

   "A a a a a ...!"

   Pengemis Tukang Ramal Amatir dan si bungkuk menunjukkan wajahnya yang tegang, sebagai dua tokoh terkemuka, tokoh-tokoh golongan tua, hanya dua orang ini yang mengetahui, siapa yang dimaksud dengan Penghuni Guha Kematian itu.

   Diceritakan orang banyak bahwa Penghuni Guha Kematian sangat kejam dan telengas, tidak ada orang yang tahu pasti, lelaki atau wanita, tidak ada orang yang dapat menceritakan dengan lebih terperinci, bagaimana sifat Penghuni Guha Kematian itu.

   Tan Ciu tidak tahu menahu tentang Penghuni Guha Kematian, dan ia bertanya.

   "Bagaimana sifat-sifatnya Penghuni Guha Kematian itu?"

   Co Yong Yen menggelengkan kepala. Memandang si Tukang Ramal Amatir, Tan Ciu menyampaikan pertanyaan yang sama.

   "Tentunya cianpwe tahu "

   Penghuni Guha Kematian adalah seorangg tokoh maut, seorang tokoh silat yang menyeramkan.

   belasan tahun yang lalu, tersiar berita tentang adanya Guha Kematian ini.

   Beberapa tokoh silat ingin mengecek kebenarannya beramai-ramai mereka memasuki Guha kematian .

   ."

   "Satu persatu mati didalam guha itu?"

   Tan Ciu menduga kepada kekejamannya.

   Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Mereka tidak mati, hanya "

   "Tidak ada seorang pun yang mati ?"

   "Betul."

   "Apa pula keseraman dari guha tersebut?"

   "Tidak seorang pun dari tokoh-tokoh silat yang masuk kedalam Guha Kematian yang mati, tapi tidak seorang pun dari mereka yang hidup normal, mereka telah menjadi linglung dan sinting, otak mereka telah dimiringkan."

   "Ohhh "

   "Hidup seperti itu adalah lebih menderita daripada kematian."

   "Apakah dibuktikan kebenaran ini?"

   Kui Tho Co turut berkata.

   "Tidak perlu disangsikan lagi. Aku pernah melihat beberapa dari orang-orang berotak miring itu."

   Tan Ciu mengerutkan alisnya. Dipandangnya keadaan Cang Ceng Ceng yang telah dibaringkan ditempat tidur, ia segera mengambil putusan, dengan mengertek gigi ia berkata.

   "Sungguhkah bahwa si Penghuni Guha Kematian itu dapat menyembuhkan orang yang telah di Ie-hun Tay- hoat?"

   Co Yong Yen memberikan kepastiannya.

   "Pasti!"

   "Bagaimanakah kau tahu pasti ?"

   "Pocu kami pernah menyebut hal ini."

   Yang dimaksud dengan sebutan pocu adalah ketua Benteng Penggantungan mereka. Tan Ciu segera mengambil putusan, katanya.

   "Baik. Segera kutemukan Penghuni Guha Kematian itu."

   Si pengemis tua tersentak kaget.

   "Hei, kau ingin pergi kesana?"

   Ia menatap si pemuda itu.

   "Hanya jalan yang satu ini yang dapat kuharapkan."

   "Inipun jalan kematian."

   "Kematian bagiku. Kehidupan baginya."

   "Tidak dapat kami biarkan kau mencari kematian seperti itu."

   "Hanya menjadi seorang sinting, orang yang sakit ingatan, belum tentu mati, bukan?"

   "Apa akibatnya, setelah kau menjadj seorang yang tiada ingatan?"

   "Setiap jalan yang dapat menyembuhkannya harus ditempuh."

   "Bila Penghuni Guha Kematian itu tidak mau menolong Cang Ceng Ceng?"

   "Kukira ia mau."

   "Berpikirlah masak-masak dahulu."

   "Telah kupikir dengan masak."

   Dan Tan Ciu meminta diri kepada semua orang. Tekadnya yang ingin pergi keguha kematian tidak dapat diubah lagi. Kui Tho Cu masih ingin mencegah, hanya tidak ada alasan yang dapat diutarakan. Ia diam. Pengemis Tukang Ramal amatir berkata.

   "Silahkan. Kau boleh berusaha."

   "Dimanakah letak tempat Guha kematian itu?"

   "Didaerah pegunungan Ceng-in."

   "Terima kasih."

   Digendongnya tubuh Cang Ceng Ceng dan meninggalkan ruangan itu. Tiba dipintu ia membalikkan kepala memandang Co Yong Yen dan berkata kepadanya.

   "Lupa memberitahu kepadamu. Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip menantikan dikamar tahanan bawah."

   Co Yong Yen menganggukkan kepala.

   "Segera kutemui dirinya."

   Tan Ciu siap pergi. Tiba-tiba ia teringat sesuatu, kini memandang si Tukang Ramal Amatir dan berkata kepadanya.

   "Cianpwe, ada sesuatu yang ingin menyusahkanmu."

   "Tentang apa?"

   Dari dalam saku bajunya, Tan Ciu mengeluarkan se

   Jilid kitab. Diserahkannya kitab tersebut dan berkata.

   "Didalam kitab ini tercatat ilmu silat maha tinggi, tidak sejurus pun yang tidak luar biasa, Ambillah."

   "Darimana kau dapat?"

   Bertanya si pengemis itu.

   "Atas petunjuk guruku dengan adanya sebuah gambar peta, disuatu guha dipegunungan yang sepi, aku telah mendapatkannya sayang latihan tenagaku tidak sempurna. tidak berani melatih terlalu banyak. Hanya sebagian dari catatan-catatan ilmu silat yang dapat kupelajari."

   Tukang Ramal Amatir tertegun, bertanya.

   "Mengapa kau serahkan kepadaku?"

   "Kepergianku ini belum tentu dapat kembali lagi. Sungguh sayang bila se

   Jilid kitab pusaka turut terpendam. Terimalah."

   "Biar kusimpan untuk sementara. Bila kau masih membutuhkan kau boleh meminta kembali."

   Berkata pengemis tua itu. Tan Ciu mengayun langkahnya, sepasang mata si pemuda berumbuk dengan lain pasang mata. Itulah sepasang mata Pek Co Yong yang telah menghadang dirinya.

   "Nona Pek "

   Ia meminta jalan. Pek Co Yong berkata dengan kejut.

   "Tekad kepergianmu tidak bisa diubah lagi?"

   Tan Ciu menganggukkan kepala.

   "Baiklah."

   Co Yong menghela napas lemah.

   "Biar kuantar dirimu sampai didepan."

   Tan Ciu tidak menolak etikad baik ini, teringat hubungan mereka yang sudah lama.

   mengingat belum tentu mereka dapat berjumpa kembali dan mengingat hari depan mereka yang sudah menjadi sangat suram.

   Pek Co Yong mengiringi kepergian Tan Ciu, mereka keluar dari Benteng Penggantungan.

   Waktu menjelang magrib.

   bayangan mereka terpeta panjang, dengan menggendong tubuh Cang Ceng Ceng, Tan Ciu tidak bicara.

   Pek Co Yong membayangi pemuda itu dengan langkah berat, tidak lama lagi, mereka segera berpisah, mungkin perpisahan untuk seumur hidup mereka.

   Mereka berjalan sama-sama, tapi tidak sebuah kata pun yang diucapkannya.

   Setengah lie lagi.

   Tan Ciu menghentikan langkahnya.

   Pek Co Yong menatap wajah sipemuda, ia ingin menanam satu kenangan yang paling mendalam.

   "Nona Pek."

   Berkata si pemuda perlahan.

   "Terima kasih kepada kesediaanmu yang mau mengantarkanku sampai sejauh ini."

   "Baik-baiklah diperjalanan,"

   Air mata Pek Co Yong menjadi basah.

   "Selamat berpisah."

   "Tidak kusangka. Begitu cinta kau kepadanya. Sehingga bersedia mengorbankan diri sendiri untuk menyembuhkan penyakitnya."

   "Apa yang telah kuberikan kepadamu. lebih dari pada itu."

   Berkata si pemuda.

   "Aku tidak percaya."

   Berkata si gadis.

   "Aku nyaris binasa karena ingin menolongmu Itu waktu kau terluka, dengan menerjang segala macam bahaya, aku memasuki perkumpulan Iblis Merah.. aku berhasil mengambil obat. Seharusnya kau tahu dalam mataku, posisi kedudukanmu masih berada diatas nona ini."

   "Sungguh?"

   Tidak dapat disangkal sama sekali. Pek Co Yong mengucurkan air mata dengan deras. Tan Ciu turut bersedih. ia berkata.

   "Sayang, nasib mempermainkan kita."

   "Nasibku memang buruk."

   Pek Co Yong menyusut air mata.

   "Pergilah. Selamat tinggal."

   Tanpa menoleh lagi, Tan Ciu membawa Cang Ceng Ceng meninggalkan Benteng Penggantungan, meninggalkan lembah Siang-kiat.

   Keluar dari mulut lembah.

   Tan Ciu mempercepat langkahnya.

   Ia menuju kearah pegunungan Ceng-in.

   Tiba - tiba terdengar ada suara bentakan! "Dapatkah saudara itu menghentikan langkahnya?"

   Tiga orang berbaju kuning telah melintang ditengah jalan, mereka menghadang perjalanan si pemuda.

   "Apa maksud kalian?"

   Bertanya Tan ciu kepada ketiga orang itu.

   "Tempat inikah yang diberi nama lembah Siang-kiat?"

   Berkata orang berbaju kuning yang ditengah, orang itu lebih tua dan kedua kawannya.

   "Betul."

   Tan Ciu membenarkan pertanyaan.

   "Dilembah inikah letak Benteng Penggantungan?"

   "B e n a r ."

   "Terima kasih."

   Sambil mengajak kedua kawannya, orang tua berbaju Kuning itu berkata.

   "Mari kita melanjutkan perjalanan."

   Cepat bagaikan kilat, ketiga bayangan itu langsung masuk kedalam lembah Siang-kiat, tujuannya adalah Benteng Penggantungan.

   Tan Ciu masih tertegun ditempat.

   Siapakah ketiga orang berbaju Kuning itu? Dilihat dari gerak-gerik, tidak seorang pun yang berkepandaian rendah, apa maksud tujuannya ke Benteng Penggantungan? Siapakah ketiga orang itu? Mari kita mengikutinya.

   Ketiga orang berbaju kuning menuju ke-arah Benteng Penggantungan.

   Yang berjalan ditengah adalah seorang tua.

   dia adalah kepala regu dari ketiga orang tadi.

   Satu dikanan dan satu dikiri, mereka mengawasi si kepala regu Yang kanan berhidung bengkung, inilah manusia yang paling berbahaya.

   Yang disebelah kiri berwajah cakap, wajah cakap belum berarti mempunyai hati yang bersih.

   Siapakah yang tahu, rencana apa yang sedang dijelemitkan olehnya.

   Tiba-tiba si wajah cakap menghentikan langkanya.

   "Tunggu dulu!"

   Ia berteriak. Orang tua itu mengerutkan keningnya diketahui bahwa si wajah cakap menjadi penasehat mereka. Tidak sedikit rencana-rencana buruk keluar dari hatinya.

   "Ada sesuatu yang aneh?"

   Ia mengajukan pertanyaan.

   "Tidakkah kalian melihat keanehan?"

   Berkata si wajah cakap itu.

   "Dimanakah letak keanehan?"

   
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Bertanya sihidung bengkung.

   "Pemuda tadi."

   "Mengapa?"

   Sang kepala regu bertanya.

   "Darimana ia keluar ?"

   "Aia "

   Si hidung bengkung terteriak.

   "Ia meninggalkan lembah Siang kiat!"

   "Betul."

   "Bolehkah memisalkan, ia keluar dari Benteng Penggantungan."

   "Aiaa " 'Tentu kalian perhatikan wajahnya."

   "A a a a "

   "Itulah wajah yang digambarkan olehnya."

   "Betul!"

   "Pemuda inilah yang kita cari?"

   "Pasti."

   "Hampir kita lepaskan kesempatan ini."

   "Hampir saja ia terlolos dari tangan kita. Mari kita tanyakan dirinya,"

   Berkata si orang tua berbaju kuning.

   Ketiga-tiganya balik kembali mengejar Tan Ciu.

   Tan Ciu yang sedang menggendeng Cang Ceng Ceng, tidak hujan tidak angin telah dibentak-bentak oleh tiga orang berbaju kuing.

   Kemudian ditinggalkan begitu saja.

   Ia meneruskan perjalanan dengan rasa dongkol.

   Berderu-deru aogin datang, tiga bayangan yang telah pergi itu melesat kembali, mereka berteriak keras.

   "Saudara didepan, diharap menahan langkah kakimu!"

   Tan Ciu berbalik.

   menantang mereka dan memperhatikannya.

   Seorang yang agak tua berjalan ditengah, dikanan adalah si hidung bengkung.

   dikirinya adalah sihati busuk.

   Apalagi yang ingin ditanyakan kepada dirinya? Ketiga orang berbaju kuning itu memperhatikan wajah dan potongan badan si pemuda lebih seksama dan lebih lama.

   Tan Ciu menentang pandangan mereka! "Masih ada pertanyaan lain?"

   Ia membuka suara lebih dahulu, Orang tua berbaju kuning yang diapit oleh kedua kawannya bergumam.

   "Betul! Sangat cocok dengan gambaran yang diberikan olehnya."

   Tan Ciu masih belum mengerti bahwa dirinya sudah berada dibawah pengawasan orang. Ia bertanya.

   "Apa yang kalian cocokkan."

   Orang itu tertawa, sangat misterius sekali.

   "Kau baru meninggalkan Benteng Penggantungan!"

   Ia bertanya. Tan ciu menganggukkan kepala.

   "Betul."

   "Orang yang bernama Tan Ciu?"

   Bertanya lagi orang tua itu.

   Betapa buteknya pun pikiran si pemuda, mana pula mendapat pertanyaan seperti ini, ia pun sadar bahwa ada sesuatu yang tidak beres.

   Ia tidak segera menjawab pertanyaan itu.

   Tentunya ada sesuatu yang dikandung oleh ketiga orang berbaju kuning tersebut.

   = o o OdwO o o = Tiga orang berbaju kuning tidak kenal Tan Ciu, tapi mereka dapat menyebut nama si pemuda agak aneh! Tan Ciu tidak segera memberikan jawaban.

   "Siapa kalian bertiga?"

   Ia harus tahu, siapa dan bagaimana nama sebutan ketiga orang itu.

   "Kau belum lagi menjawab pertanyaanku."

   Berkata siorang tua.

   "Mengapa haruss menjawab segala pertanyaan kalian?"

   Wajah orang tua berbaju kuning ditekuk.

   "Kau Tan Ciu?"

   Ia mengulangi pertanyaan.

   "Apakah maksud pertanyaan ini?"

   "Kau mengakui pertanyaan kami?"

   "Aku tidak mengaku."

   "Kau bukan Tan Ciu?"

   "Ada urusan apa mencarinya?"

   "Ada....."

   Orang tua itu menyeringai sinis dengan penuh kemisteriusan, ia berkata.

   "Ada sesuatu rahasia yang harus disampaikan kepadanya."

   "Rahasia apa?"

   "Kau Tan Ciu."

   "Betul."

   Wajah ketiga orang berbaju kuning menunjukkan rasa girang mereka.

   "Putra Tan Kiam Lam?"

   Bertanya lagi si orang tua baju kuning.

   "Tidak salah."

   "Murid si Putri Angin Tornado."

   "Sangat tepat."

   "Hampir kami kehilangan jejakmu."

   Berkata orang tua itu kejam.

   "Apa maksud kalian sebenarnya."

   Bertanya Tan Ciu.

   "Kami mendapat tugas untuk menemukanmu."

   "Tugas? Apa tugas kalian ?"

   "Ikutlah kepada kami."

   "Kemana ?"

   "Jangan tanya disaat ini. Nanti setelah tiba ditempat tujuan kau akan segera mengerti sendiri."

   Tan Ciu sangat tidak puas.

   "Aku tidak ada waktu."

   Ia berkata ketus.

   "Biar bagaimana, waktu ini harus kau ada kau."

   Berkata ketiga orang berbaju kuning itu, mereka memaksa.

   "Ingin menggunakan kekerasan?"

   "Ha ha ha ..."

   "Ketahuilah bahwa nona ini sedang menderita sakit dan harus segera disembuhkan, semuanya harus diselesaikan setelah ia sembuh."

   "Berapa lama kau harus suruh kami menunggu sampai dia sembuh?"

   "Waktu ini belum dapat kutetapkan."

   "Mengapa ?"

   "Aku harus membawanya ke Guha Kematian."

   "Apa? Ke Guha Kematian ?! ...Kau ingin masuk kedalam guha maut itu ?"

   "Betul."

   "Wah, permintaanmu tidak dapat kami kabulkan. Kau harus ikut segera. Manusia manakah yang masuk kedalam Guha kematian dapat muncul kembali didalam keadaan normal."

   Wajah Tan Ciu berubah.

   "Bila aku menolak ?"

   "Jumlah kami ada tiga orang. Kami dapat memaksa kau segera turut serta."

   "Baik, akan kulayani permintaan kalian."

   "Dari golongan manakah kalian bertiga ?"

   Dari baju seragam kuning itu, Tan Ciu menduga kepada salah satu golongan dari dalam rimba persilatan.

   "Belum waktunya kau tahu."

   Jawab orang tua yang menjadi pemimpin mereka.

   "Kalian mau maju satu persatu, atau main keroyokan yang kalian mau ?"

   Si wajah bajingan cakap mencalonkan dirinya.

   "Tan Tongcu, serahkan kepadaku."

   Ia meminta tugas. Orang tua yang dipanggil Tan Tongcu tidak segera mengabulkan permintaan itu. Ia memandang kearah sihidung bengkung.

   "Biar aku yang membantu keramaian."

   Ia berkata.

   Tan Tongcu itu menganggukkan kepala.

   Ia setuju.

   Dua orang berbaju kuning menjepit Tan Ciu.

   si hidung bengkung dan disebelah kiri adalah si bajingan wajah cakap.

   Tan Ciu masih diliputi oleh rasa bingung, siapakah orang-orang berbaju kuning ini? belum pernah ada permusuhan dengan golongan yang menggunakan seragam kuning, mengapa mereka mengancamnya? Terdengar sihidung bengkung berkata.

   "Kami tidak suka menarik keuntungan dengan adanya bebanmu itu. Letakkanlah gadis yang terluka itu ditanah, agar kita dapat bertempur dengan lebih leluasa lagi."

   Si hidung bengkung memang pandai bicara, maksud sangat jelas, bila mereka tidak sanggup melawan pemuda ini, Tan Tongcu, orang tua yang menjadi kepala regu mereka itu dapat mencomot Cang Ceng Ceng dan melarikannya ketempat jauh, dengan demikian, mereka masih dapat memancing datang si pemuda.

   Bila dikatakan tak mau menarik keuntungan.

   kata-kata itu adalah kata-kata obrolan kosong.

   Dengan majunya mereka berdua, sudah terang gamblang dan jelas, mereka menarik keuntungan dari jumlah orang yang terlebih banyak.

   "Hehem..."

   Tan Ciu mengeluarkan suara dari hidung.

   "Apa yang kau denguskan?"

   Bentak si bajingan wajah cakap.

   "Biar aku yang berunding dengannya."

   Berkata sihidung bengkung. Ia mengirim satu kerlingan mata, kerlingan tanda isyarat. Si wajah bajingan cukup mengerti. Ia mengundurkan diri. Tan Tongcu segera berteriak.

   "Biarkan aku yang menghadapinya."

   Ia khawatir pembantu-pembantunya tidak kuat menghadapi Tan Ciu, maka ia sendiri turun, Si hidung bengkung juga mengundurkan diri.

   Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Orang tua berbaju kuning dan Tan Ciu telah berhadap- hadapan.

   Tan Ciu melepaskan Cang Ceng Ceng, dengan tenang, ia siap menghadapi serangan lawannya.

   Tan Tongcu ini menggeram.

   "keluarkan senjatamu."

   Pada tangannya telah bertambah sebatang pedang, gerakannya gesit sekali.

   Tidak terlihat bagaimana ia mengeluarkan pedang itu.

   Tan Ciu juga menarik pedang dari tempatnya.

   Tiba-tiba......

   Orang tua berbaju kuning yang dipanggil Tan Tongcu itu telah melejit, ia mengirim satu tusukan pedang.

   Hebat.

   Dari jurus pertama serangan lawan.

   Tan Ciu dapat membedakan betapa tingginya ilmu kepandaian orang tua ini.

   Ia menutup serangan tersebut.

   Tangkisan pedang si pemuda mengandung tiga perubaban, bagaimana pun perubahan lawan pasti dapat ditangkis olehnya.

   Dan betul saja Tan Ciu dapat menyingkirkan serangan itu.

   Traaaanngg.....

   Dua orang terpisah.

   Begitu cepat mereka terdesak mundur, begitu cepat pula, masing2 merangsek.

   Setiap orang mengirim tiga tusukan pedang.

   setiap tusukan mengandung dua unsur, menyerang dan bertahan.

   Wajah si orang tua baju kuning berubah.

   Hati Tan Ciu menjadi gentar.

   Kepandaian lawan tidaklah berada dibawah dirinya.

   Mengingat masih ada lawan yang menunggu giliran, Tan Ciu harus cepat-cepat menyelesaikan pertempuran itu.

   Timbul niatnya untuk mengadu jiwa.

   Tan Tongcu telah menyerang lagi.

   Tan Ciu melayaninya setiap serangan dengan serangan pula, itulah cara mati untuk bersama.

   Semakin lama, pertempuran itu bertambah seru.

   Sebentar kemudian puluhan jurus telah dilewatkan.

   Si hidung bengkung dan si bajingan cakap gatal tangan.

   "Lihat,"

   Berkata si hidung bengkung.

   "Bilakah Pertempuran selesai?"

   "Mereka sama kuat, sama hebat."

   Si bajingan cakap menganggukkan kepala.

   "Meringkus si gadis yang terluka."

   "Tapi Tongcu bisa celaka."

   "Bila kau bersedia "

   "Apakah maksudmu, suruh aku terjun kedalam gelanggang pertempuran?"

   "Betul."

   Si wajah bajingan mengeluarkan pedang, benar saja ia sudah mengirim dua tusukan, arahnya punggung belakang Tan Ciu.

   Digempur seorang berbaju kuning, Tan Ciu berat untuk menyingkirkan serangan-serangannya, kini ditambah seorang musuh lagi, bagaimana ia tidak cepat kalah? Keringat membasahi sekujur badannya.

   Tan Tongcu menyerang dari bagian depan.

   si wajah bajingan menusuk punggung pemuda itu.

   Tan Ciu melupakan keselamatan jiwanya, Pedang dibolak balikkan menyerang tiga kali.

   Terdengar suara ceramah dua orang.

   Telah pada pecah dan rusak kulit ditubuh Tan Ciu oleh si bajingan tampan, karena masing-masing telah menerima satu tusukan.

   Goyahlah posisi kedudukan mereka.

   Tan Ciu bersedia memasang posisi baru, disaat ini datang pukulan, tanpa dapat ditolak, ia terjatuh.

   Itulah pukulan Tan Tongcu yang tepat mengenai lawannya.

   Ditambah dua kali totokan lagi, Tan Ciu berhasil dibuat mati kutu.

   Si wajah bajingan tampan menyeringai.

   "Kepandaiannya hebat."

   "Lekas periksa tubuhnya."

   Tan Tongcu memberi perintah.

   Si hidung bengkung sudah merogoh seluruh kantong baju Tan Ciu, agaknya sedang mencari sesuatu.

   Apa yang diinginkan oleh ketiga orang berbaju kuning ini ? Didalam kantong baju Tan Ciu hanya terdapat satu botol obat Seng-hiat-hoan-hun-tan.

   Tidak ada benda lain.

   Si hidung bengkung tidak berhasil menemukan barang yang dicari.

   Dikeluarkan botol obat Seng-hiat-hoan hun-tan dan dimasukkan kembali.

   "Tidak ada."

   Ia memberi laporan. Tujuan mereka bukan pada obat Seng-hiat hoan-hun-tan. Apakah yang diingini olehnya? Tan Tongcu memandang si wajah bajingan cakap dan berkata.

   "Coba kau periksa sekali lagi."

   Si wajah bajingan cakap mengulangi pemeriksaan, sekujur badan Tan Ciu telah digerayangi, lebih jelas dan lebih lama, ia pun gagal menemukan barang yang dikehendaki.

   "Tidak ada."

   Ia putus harapan.

   "Tidak mungkin!"

   Tan Tocgcu berteriak.

   "pasti berada dibadannya."

   "Sangat mengherankan."

   "Mengapa tidak ada padanya ?"

   "Mungkiakah telah diserahkan kepada seseorang?"

   "Oh. diserahkan kepada lain orang?"

   "Pasti!"

   "Celaka, tidak ada pada dirinya."

   "Tan Tongcu, kompes dirinya."

   Tan Tongcu itu menganggukkan kepala.

   jarinya bergerak cepat menghidupkan jalan-jalan darahnya Tan Ciu yang telah dibekukannya.

   Tan Ciu siuman kembali.

   Luka yang diderita tidak ringan, dan dibawah ancaman orang berbaju kuning itu, ia belum dapat bergerak.

   "Katakan."

   Bentak Tan Tongcu.

   "Dimana kitab Thian- mo Po-liok ?"

   Segala kepangpetan hati sipemuda terbuka, ternyata maksud tujuan orang-orang berbaju kuning ini pada kitab pusaka yang telah diserahkan kepada si Tukang Ramal Amatir.

   "Ooo.... Kalian menginginkan kitab tersebut."

   Ia tertawa enteng.

   "Betul. Dimana kau letakkan kitab tersebut."

   "Eh. bagaimana kau tahu, bahwa aku memiliki kitab Thian mo Po-liok?"

   Adanya kitab Thian-mo Po-liok pada Tan Ciu hanya diketahui oleh beberapa gelintir orang. Bagaimana dapat tersebar luas? Tan Ciu harus menjetahui rahasia itu. Tan Tongcu memberikan jawaban ketus.

   "Kau tidak perlu tahu."

   Tan Ciu mengasah otak.

   Rahasia kitab didapat dari gurunya.

   tidak ada orang ketiga, entah mengapa, mendadak sontak, guru tersebut telah lenyap.

   Bila menghubungkan kejadian hari ini.

   tentunya ada hubungan yang sangat erat.

   Mungkinkah si Putri Angin Tornado Kim


Antara Budi Dan Cinta -- Gu Long Romantika Sebilah Pedang -- Gu Long/Tjan Id Seruling Perak Sepasang Walet -- Khu Lung

Cari Blog Ini