Pohon Kramat 9
Pohon Kramat Karya Khu Lung Bagian 9
ah menolong dirimu?"
Ia menegur si pemuda. Sangat jelas tujuan arti kata-kata Siauw Tin sebagai berikut. 'Dia menolong dirimu maka kau jatuh cinta. Dikala aku menolong dirimu mengapa kau tidak mau menyintaiku?' Tan Ciu tertawa. dan berkatalah ia.
"Aku tahu. Kau telah menolong diriku. Tidak akan kulupakan budi ini!"
"Siapa yang kesudian dilupakan."
Bersungut sengit si gadis.
"Maksudmu?"
"Aku lebih senang mendapat perhatianmu."
"Tentu, aku selalu memperhatikan dirimu."
"Hah Cinta yang kumaksudkan."
Berkata Siauw Tin menyeploskan kata-kata tadi, setelah itu, ia menundukkan kepala malu. Aah... .Hal ini sudah berada didalam dugaan si pemuda.
"Sayang kau sudah mempunyai seorang Cang Ceng- ceng."
Berkata lagi Siauw Tin lemah.
"Siauw Tin "
Si gadis mengegoskan diri.
ia menangis sedih, Tanpa dirasakan, kedua makhluk itu berpelukan.
Dibawah tatapan Siauw Tin yang terlalu panas, hati Tan Ciu menjadi gugup.
Ia menciumi gadis itu.
Mereka berbisik-bisik, bercerita dan merasakan kegembiraan, kemesraan dan manisnya asmara.
Siauw Tin bercerita, setelah Tan Ciu meninggalkan Ang- mo-kauw.
Datang Ketua Benteng Penggantungan Han Thian Chiu tentu saja.
SI Telapak Dingin masih menggunakan wajah Tan Kiam Lam, ia membunuh semua isi dari perkumpulan itu, semua kejahatan dijatuhkan kepada Tan Kiam Lam.
Dan perkumpulan Ang-mo-kauw hancur berantakan.
Beruntung Thio Bie Kie lewat ditempat itu secara kebetulan.
Siauw Tin ditolong olehnya.
Demikian ia menjadi murid sipenghuni Guha Kematian.
Tan Ciu mendengar cerita itu dengan penuh perhatian.
Suatu waktu, tiba-tiba Siauw Tin berkata.
"Eh, ada orang yang masuk guha?"
"Mungkinkah susiokmu balik kembali?"
Tan Ciu mengemukakan dugaannya. Yang diartikan dengan susiok Siauw Tin adalah Thio Ai Kie.
"Bukan."
Siauw Tin menggelengkan kepala.
"Belum lama ia pergi, mana mungkin ia begitu cepat kembali?"
"Menurut dugaanmu "
"Mari kita melihatnya."
Siauw Tin menggandeng tangan si pemuda menuju kemulut guha. Tan Ciu dan Siauw Tin bersembunyi didalam guha. mereka menunggu kedatangan orang-orang itu. Terdengar suara seorang wanita yang memberi perintah.
"Kalian menunggu disini. biar aku yang masuk kedalam."
Terdengar langkah orang ini yang memasuki guha Kematian. Siauw Tin segera membentak.
"Berberti !"
Orang itu terkejut. segera menghentikan langkah.
"Tongcu Guha Kematian?"
Suara itu agak gemetaran, ia bertanya. Tongcu berarti pemilik atau penghuni guha. Siauw Tin tidak menjawab, sebaliknya membentak lagi.
"Apa maksudmu mengunjungi Guha Kematian!?"
Suaranya saagat galak, seolah-olah dia adalah penguasa didalam Guha Kematian. Wanita yang baru datang tidak berani bersikap kurang ajar, dengan hormat berkata.
"Kami ingin menyampaikan sesuatu."
"Sebutkan dulu namamu!"
Bentak lagi si Ular Golis.
"Hu-hoat dari perkumpulan Kim-ie-kauw Kim Sam nio."
Berkata wanita itu.
"Ada urusan apa kau kemari?"
"Atas perintah Kauwcu. Kami Kim Sam Nio mendapat tugas untuk menyampaikan undangan, kauwcu kami sangat mengagumi ilmu kepandaian Tongcu, bila tongcu tak keberatan Kim-ie-kauw bersedia memberi suatu kedudukan."
"Hendak mengajak aku masuk kedalam perkumpulan Kim ie-kauw!"
Bertanya Siauw Tin galak. Ia membawakan sikapnya yang agung dia adalah wakil dari sang guru, setiap waktu dapat memberi putusan.
"Kami menyediakan kedudukan wakil kauwcu kepada cianpwe."
Siauw Tin berkata dingin.
"Terima kasih. Huh! Wakil ketua Kim ie kauw? Kalian perkumpulan baju kuning menganggap diri kalian hebat? Menyerahkan kedudukan ketua pun akan kutolak. Apalagi kedudukan wakit kauwcu, huh! .., ."
"Maksud ketua kami agar."
"Cukup! Beri tahu kepadanya. Penghuni Guha Kemaitan menolak menggabungkan diri."
"Akan kami beritahu kepada ketua kami."
Demikan berkata wanita berbaju kuning yang bernama Kim Sam Nio itu.
"Eh. mengapa kau belum pergi?"
Tegur Siauw Tin. Ternyata Kim Sam Nio belum keluar dari Guha Kematian.
"Kami masih ada urusan kedua."
"Lekas katakan."
"Kami ingin menanyakan seseorang..."
"Sebutkan nama orang itu."
"Seorang pemuda yang bernama Tan Ciu. Tentunya dia telah masuk kedalam guha."
Hati Siauw Tin tergetar. segera ia berkata.
"Betul! Mengapa menanyakan dirinya ?"
"Tan Ciu membawa Seorang gadis berbaju putih memasuki Guha Kematian, maksudnya ingin meminta pengobatan."
"Betul ada hubungan apa denganmu ?"
SaTU rombongan orang berbaju kuning mendatangi Guha Kematian.
Mereka berada dibawah pimpinan Hu- hoat perkumpulan itu, namanya Kim Sam Nio.
Setelah mengatur orangnya, Kim Sam Nio memasuki Guha Kematian.
Ia menanyakan tentang soal Tan Ciu.
Siauw Tin belum tahu maksud tujuan dari lawan itu.
maka ia mengajukan pertanyaan.
kim Sam NiO menjawab.
"Tan Ciu telah membunuh orang kami, karena itu, ketua wajib menangkapnya. Mohon bantuan Tongcu untuk menyerahkannya kepada kami."
"Hmmm ..."
Siauw Tin berdengus.
"Tongcu keberatan?"
"Tentu."
"Baik. Kim Sam Nio sekalian meminta diri,"
"Silahkan. Segera kalian enyah dari tempat ini."
Suara Siauw Tin sangat galak.
Kim Sam Nio membalikkan badan, dan ia keluar dari Guha Kematian.
Tan Ciu telah mengikuti percakapan mereka, ia heran.
bagaimana orang2 berbaju kuning itu tahu bahwa dirinya memasuki Guha Kematian ? Pertanyaan itu tidak dapat dijawab.
Kim Sam Nio mengajak orang-orangnya pergi dari tempat itu.
Siauw Tin mengajak Tan Ciu kembali, dan pemuda itu harus bermalam didalam Guha Kematian.
Dua hari kemudian ...
Dibawah rawatan penghuni Guha Kematian Thio Bie Kie, penyakit tekanan Ie-hun Tay-hoat yang mengekang Cang Ceng-ceng berhasil disembuhkan.
kesehatan gadis itu telah pulih kembali.
Siauw Tin telah mengajak Tan Ciu menemuinya.
Dikala melihat pemuda itu, dengan bingung Cang Ceng- ceng menarik bajunya, ia mengajukan pertanyaan.
"Eh. bagaimana aku berada ditempat ini?"
Tan Ciu bercerita tentang segala yang telah menimpa diri gadis tersebut. Cang Ceng-ceng berteriak.
"Aku telah terkena Ie-bun Tay-hoat ?"
"Betul. Maka kuajak dirimu, dan beruntung dapat disembuhkan oleh Thio Bie Kie cianpwe."
"Celaka,"
Berteriak lagi Cang Ceng-ceng.
"Dikala aku lupa daratan, bajingan itu memaksa aku memberi tahu semua ilmu kepandaianku. Ilmu kepandaian telah kucatat dan kuberikan kepadanya."
"Betul!"
"Aku harus segera memberi tahu kejadian ini kepada guruku."
Berkata Cang Ceng-ceng.
"Pergilah . .."
"Dan kau?"
Cang Ceng-ceng memandang Tan Ciu.
"Untuk sementara. aku harus menetap ditempat ini."
"Mengapa?"
Bertanya Cang Ceng-ceng heran.
"Aku harus mempelajari ilmu kepandaian Thio Bie Kie cianpwe."
Thio Bie Kie memberi sedikit penjelasan, setelah itu ia berkata kepada Siauw Tin.
"Siauw Tin antarkan ia keluar."
Setelah mengucapkan terima kasih. Dengan diantar oleh Siauw Tin dan Tan Ciu, Cang Ceng-ceng keluar dari Guha Kematian. Tiba dimulut guha, Siauw Tin berkata.
"Kami hanya dapat mengantar sampai disini."
Cang Ceng-ceng tidak segera pergi, tapi memandang kearah Tan Ciu. Si pemuda berkata.
"Baik. Biar kuantar kau beberapa li lagi."
Dan meninggalkan siauw Tin dimulut guha, ia merendengi Cang Ceng-ceng berjalan.
Siauw Tin memandang dua bayangan itu, hatinya hancur luluh, ia masuk kedalam guha dengan mata basah.
Bercerita Tan Ciu dan Cang Ceng-ceng.
Mereka berjalan beberapa Waktu, kemudian menghentikan langkah.
"Terima kasih. Kau tidak perlu mengantarkanku lagi."
Demikian Cang Ceng-ceng berkata.
"Selamat jalan."
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tan Ciu siap kembali kedalam Guha Kematian.
"Tunggu dulu!"
Cang Ceng-ceng memanggil.
"Ada apa?"
Tan Ciu balik kembali.
"Ada sesuatu yang hendak kutanyakan kepadamu."
"Katakanlah . .."
Si gadis menundukkan kepala.
"Aku tahu..."
Dari sinar mata Cang Ceng-ceng. Tan Ciu dapat menduga kata-kata apa yang akan dikeluarkan oleh gadis itu.
"Aku girang karena kau sudah tahu, Tapi aku harus mengulang juga. kuharapkan kau tidak lupa kepadaku "
"Aku tidak lupa kepadamu."
Berkata Tan Ciu.
"Mendapat janjimu. Aku puas Jangan kau lupakan kawan lama setelah ketemu dengan seorang kawan yang lebih baru!"
Tan Ciu memegang tangan orang lebih kencang, ia sangat terharu.
"Legakanlah hatimu !"
Ia berjanji! Cang Ceng-ceng puas, ia tertawa. Tan Ciu berkata.
"Selamat jalan."
"Selamat jalan."
Dan Cang Ceng Ceng melepaskan diri.
meninggalkan Tan Ciu, meninggalkan Guha Kematian.
Tan Ciu menunggu sampai bayangan gadis itu lenyap dari pandangan matanya baru ia balik kembali, masuk kearah Guha Kematian.
Kita mengikuti perjalanan Cang Ceng Ceng yang lebih jauh dari Guha Kematian.
Manakala gadis baju putih itu hendak memasuki sebuah rimba, terdengar satu bentakan keras, berkata.
"Hentikan langkah dengan segera!"
Beberapa bayangan menghadang jalan, mereka adalah orang-orang berbaju kuning, anggota Kim ie-kauw.
Satu diantaranya adalah orang yang pernah menangkap Tan Ciu orang yang bernama Tan Tongcu, dia juga anggota perkumpulan Kim-ie kauw.
Seorang lainnya adalah wanita yang pernah masuk kedalam Guha Kematian, Hu-hoat dari Kim ie-kauw yang bernama Kim Sam Nio.
Menunjuk kearah Cang Ceng Ceng.
Tan Tongcu memberi keterangan.
"Gadis inilah yang kita maksudkan."
Kim Sam Nio menganggukan kepala. Ia mengerti, apa yang harus dilakukan olehnya. Cang Ceng ceng membentak.
"Apa maksud kalian menghadang jalan pergi orang."
Kim Sam Nio maju mendekatinya. Ia berkata mesem- mesem.
"Nona, bolehkah saya mengetahui nama sebutanmu ?"
"Aku Cang Ceng-ceng."
"Kawan Tan Ciu ?"
"Betul."
"Nah segeralah ikut kepada kami. Kemarkas besar Kim ie-kauw."
"Mengapa?"
Cang Ceng-ceng mengerutkan alisnya.
"Kami hendak merundingkan sesuatu denganmu. Berkata Kim Sam Nio.
"Katakanlah saja ditempat ini,"
Berkata Cang Ceng-ceng.
"Ada lebih baik membicarakan hal itu dimarkas kami saja."
Cang Ceng-ceng tidak setuju, mengemukakan alasan.
"Aku hendak melakukan perjalanan pulang, tidak dapat ikut kalian,"
Kim Sam Nio berkata dingin.
"Kami tak akan mengganggu terlalu lama."
"Aku menolak."
"Mana boleh."
"Mengapa tidak boleh?"
"Kami dapat memaksamu, tahu!"
"Eh, kalian tidak tahu aturan?"
Cang Ceng Ceng memandang orang-orang berbaju kuning.
"Aturan hanya berada dalam tangan orang yang berkuasa."
Berkata Kim Sam Nio.
"Bagus! Tentunya kalian menganggap diri kalian sajalah yang berkuasa, bukan ?"
"Kami tak dapat menangkap Tan Ciu. kami harus menawan orang yang mempunyai hubungan dekat dengannya. itulah kau! Setelah kau berada didalam Kim-ie kaiuW. mau tak mau. Tan Ciu harus mengantarkan diri."
Tentu saja Kim Sam Nio belum tahu betapa lihaynya ilmu kepandaian Cang Ceng-ceng. Ilmu kepandaian gadis ini berada diatas Tan Ciu mana mungkin dapat menangkap dengan mudah. Cang Ceng-ceng telah siap sedia, ia memasang persiapan tempur.
"Ingin metggunakan kekerasan ?"
Ia menantang.
Kim San Nio mengirim satu kerlingan mata, itulah tanda kepada kedua orang berbaju kuning maksudnya memberi peringatan kepada mereka menangkap musuh itu.
Dua orang berbaju kuning lompat kedepan.
menjepit kedudukan Cang Ceng-ceng.
Mereka telah berada dikanan dan kiri gadis tersebut.
Satu menarik keluar pedang, dan lainnya bersenjata golok, berbareng mengadakan ancaman.
Wajah Cang Ceng-ceng berubah, terlihat selapis hawa pembunuhan, Tiba-tiba, terdengar suara bentakan gadis itu, Cang Ceng-ceng menghardik kedua lawannya.
Disaat yang sama, orang berbaju kuning yang memegang golok menyerang kaki.
orang yang memegang pedang menabas senjatanya, mengancam perut gadis itu.
Gerakan mereka sama cepatnya.
Begitu bergerak, segera terdengar suara jeritan dua orang.
itulah kedua orang berbaju kuning, tubuh mereka terpental.
golok dan pedang terbang jatuh ketanah.
lepas dari tangan pemiliknya.
ternyata kedua orang berbaju kuning telah menjadi korban keganasan Cang Ceng-ceng mereka telah mati disaat itu juga.
Kim Sam Nio terlompat.
Ia kaget sekali.
Wajah Tan Tongcu berubah, ilmu kepandaian musuh sangat luar biasa, bagaimana mereka dapat menangkapnya? Cang Ceng-ceng membentak mereka.
"Berani kalian menantang, inilah contoh kalian!"
Ia menudingkan jari kearah dua orang berbaju kuning yang sudah tiada napas. Kim Sam Nio berhasil menenangkan getaran jiwanya dengan dingin ia berkata.
"Ilmu kepandaianmu sungguh tinggi. Itulah berada diluar perkiraan kita orang?"
"Bagus! Kau tahu bahaya? Lekas enyah dari tempat ini."
"Ha, ha, ha "
Kim Sam Nio tertawa.
"Apa yacg kau tertawakan?"
Cang Ceng-ceng membentak.
"Mentertawakan dirimu. Kau terlalu muda, tidak tahu besarnya dunia. Kau pandai, masih ada orang yang lebih lihai darimu dan masih ada orang yang lebih gagah darimu. Ilmu silat tidak terbatas pada ukuran-ukuran tertentu. Ilmumu tinggi, tapi kami tak takut."
"Maksudmu?"
Cang Ceng-ceng belum mengerti.
"Mengajak kau kemarkas perkumpulan Kim ie-kauw."
"Jawabku singkat. Tidak mau."
"Kami dapat memaksamu."
"Bagus. Paksalah. Akan kulihat, bagaimana kalian mengalahkan diriku?"
Kim Sam Nio memandang kawannya, ia memanggil.
"Tan Tongcu."
Dan dia menganggukkan kepala, inilah suatu tanda untuk bekerja sama.
Mata Kim Sam Nio melirik, tangannya tidaK tinggal diam, secepat itu, iapun memukul Cang Ceng-ceng.
Tan Tongcu mendapat isyarat mata, ia bersenjata tongkat, begitu tongkat diayun, ia turut menggencet Cang Ceng-ceng.
Kecepatan dua orang yang kita sebut diatas sangat cepat sekali Orang yang diserang pun tidak kalah gesit.
Cang Ceng Ceng dapat menandingi Han Thian Chiu.
bukan jago biasa, begitu dua serangan datang ia sudah menangkis ke kanan dan kiri.
Kim Sam Nio mengirim serangan yang kedua.
Demikian pula keadaan Tan Tongcu, setelah mengalami kegagalan ia tak tinggal diam.
Cepat sekali ketiga orang itu saling gempur, Ilmu kepandaian Tan Tongcu luar biasa.
dan Kim Sam Nio berada diatas laki-laki berbaju kuning juga mempunyai ilmu kepandaian tinggi.
Mereka adalah jago-jago utama dari perkumpulan baju kuning Kim ie-kauw.
Maksudnya dengan bekerja sama, mudah menangkap Cang Ceng Ceng.
Kini mereka membentur kenyataan si gadis pun bukanlah lawan empuk, kekuatannya berada diatas dua orang.
Walaupun dua lawan satu, mereka tak berhasil menarik keuntungan.' Sepuluh jurus telah dilewatkan.
Mereka masih mengukur ilmu silat masing-masing.
Kim Sam Nio melesat tinggi, dari atas menukik kebawah.
bagaikan seekor burung alap-alap yang hendak menerkam mangsanya, ia mengincar Cang Ceng-ceng.
Cang Ceng ceng menarik napas, 'sret', ia mengeluarkan pedang, dua lawannya tangguh, ia harus cepat-cepat mengalahkan mereka.
Dengan pedang itu ia hendaK memapas putus jari-jari Kim-Sam Nio, Tongkat Tan Tongcu menyempong kesamping, kemudian menyerempet kaki gadis.
Cang Ceng ceng menyerang dan diserang.
Kim Sam nio mengempos tenaga, tubuhnya membumbung naik keatas, menghindari tabasan pedang musuh.
Tongkat Tan tongcu datang, maka Cang Ceng Ceng menarik pedang yang mengincar Kim Sam nio, si gadis harus menghindari diri dari serangan tongkat itu.
Tubuh Kim Sam Nio melayang turun lagi, dari dalam saku wanita berbaju kuning itu ia mengeluarkan sapu tangan, cepat2 ditaburkan kearah Cang Ceng Cang.
Kabut putih berhamburan disekitar kepala gadis berbaju putih itu.
Itulah obat bius.
Cang Ceng Ceng hendak mengejar Tan Tongcu, ia gagal, lalu hendak menusuk Kim Sam Nio disaat itulah kepalanya dirasatan berat, matanya tertutup tanpa sadarkan diri lagi.
ia jatuh menggeletak, Kim Sam Nio dan Tan Tongcu saling pandang wajah mereka tersungging senyuman.
Kesudahan itu sudah berada didalam dugaan dengan menaburkan obat bius, mereka berhasil meringkus lawan tersebut.
Beberapa saat......
Hawa obat bius telah mereda.
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tubub Cang Ceng Ceng menggeletak ditanah.
Kim Sam Nio tertawa dingin, ia berkata.
"Bawa kemarkas kita."
Itulah perintah yang ditujukan kepada Tan Tongcu. Tan Tongcu mendekati tubuh Cang Ceng-ceng, menyeretnya, digendong dan siap berangkat pulang. Tiba-tiba .... Terdengar satu suara bentakan.
"Jangan bergerak."
Seorang wanita tua telah menampilkan diri berdiri dan menghadang jalan pergi Tan Tongcu dan Kim Sam Nio.
Siapakah wanita itu ? Dia adalah sipenghuni rumah kayu, Thio Ai Kie, adik dari penghuni Guha Kematian Thio Bie Kie.
Thio Ai Kie menyodorkan tangan.
"Serahkan gadis itu kepadaku."
Ia memberi perintah, Meminta Cang Ceng- ceng. Kim Sam Nio maju dua tapak.
"Dia putrimu?"
Ia bertanya.' "Dia adalah kawan wanita tuan penolongku."
Berkata Thio Ai Kie.
"Hendak menolong ?"
"Tentu."
"Dia telah menjadi orang tawanan kita. Semua orang dilarang ikut campur tangan."
"Siapa kalian?"
"Anggota Kim-ie-kauw."
"Huh. semua orang boleh takut kepadamu kalian."
"Thio Ai Kie berjalan maju mendekati Tan Tongcu. maksudnya ingin merebut Cang Ceng Ceng dari tangan laki-laki berbaju kuning itu. Tan Tongcu mundur kebelakang. Kim Sam Nio maju menghadang kemajuan Thio Ai Kie.
"Berhenti!"
Kim Sam Nio membentak keras.
"Aku harus menolong dirinya."
Thio Ai Kie berkata tegas. Tan Tongcu meletakan telapak tangannya diatas kepala Cang Ceng-ceng, tepat dibagian ubun-ubun.
"Berani kau maju setapak lagi, dia segera kubunuh mati."
Demikian laki-laki berbaju kuning itu mengancam.
Thio Ai Kie menghentikan langkahnya.
Kim Sam Nio mendapat angin.
Ternyata jiwa gadis berbaju putih yang bernama Cang Ceng-ceng itu begitu penting, dengan menggunakan badannya sebagai tameng, mungkinkah mereka tidak dapat membawa pulang kedalam markas Kim ie kauw.
Dengan tertawa dingin.
wanita berbaju kuning ini berkata.
"Tentunya, kau inilah yang menjadi penghuni guha kematian?"
Kim Sam Nio tidak tahu.
bahwa dia sedang berhadapan dengan adik dari Penghuni Guha Kematian.
Karena munculnya Thio Ai Kie dari sekitar daerah itu.
dan mengatakan Cang Ceng-ceng sebagai kawan Tan Ciu.
Ia menduga Thio Bie Kie.
Thio Ai Kie berdehem.
Katanya.
"Boleh dikatakan demikian."
Dia pun akan menetap di guha Kematian, karena itu dia tidak menyangkal dugaan Kim Sam Nio.
"Huh, kau tidak tahu diuntung, kauwcu kami mengundang, dengan jabatan wakil kauwcu kau tidak mau menerima? Apa maksud tujuanmu? Hendak menjadi jago tanpa nama, tidak mau bersahabat dengan tetangga?"
Kim Sam Nio mengoceh, maksudnya agar orang yang disangka sebagai Penghuni Guha Kematian itu mau menggabungkan diri dengan perkumpulan Kim ie-kauw.
"Mengapa harus menerima tawaran kauwcu kalian?"
Thio Ai Kie memandang dua orang berbaju kuning itu.
"Betapa hebat kekuasaan Kim ie-kauw. dengan menggabungkan diri, bukankah berarti menambah tenaga Guha Kematian?"
"Cis. aku tidak membutuhkan tambahan tenaga."
"Baiklah. Kata-katamu akan kami sampaikan kepada kauwcu kami."
Kim Sam-nio dan Tan Tongcu meninggalkan Thio Ai Kie.
Tentu saja Cang Ceng-ceng dibawa serta, dipaksa turut serta kedalam markas perkumpulan Kim ie kauw.
menjadi orang tawanan mereka.
Thio Ai Kie tidak berdaya.
Sebelum meninggalkan Thio Ai Kie.
Kim Sam Nio ada meninggalkan pesan.
demikian kata-kata yang diucapkan.
"Tolong beri tahu kepada Tan Ciu, bila ia menghendaki kawan wanitanya, dipersilahkan mengadakan kunjungan kemarkas besar Kim-ie kauw."
Dua tubuh itu bergerak, dan kemudian lenyap.
OodwoO Didalam Guha Kematian ...
Tan Ciu tidak tahu menahu tentang kejadian yang menimpa Cang Ceng ceng.
si pemuda sedang menekunkan diri, mempelajari ilmu.
Ilmu silat Thio Ai Kie dan Thio Bie Kie, Thio Ai Kie telah pindah kedalam Guha Kematian, diceritakan pengalamannya kepada sang kakak.
Thio Bie Kie terkejut, mereka mengadakan perembukan.
Bila memberi tahu hal itu kepada Tan Ciu, tentu mengganggu pelajarannya.
Mereka mengambil putusan untuk menutup berita itu.
Putusan terakhir diputuskan mengirim si Ular Golis Siauw Tin pergi kemarkas besar perkumpulan Kim ie-kauw, mengadakan penyelidikan, bagaimana keadaan Cang Ceng- ceng, dan mewajibkan gadis itu memberi laporan.
Siauw Tin berangkat, meninggalkan Guha Kematian.
Hari demi hari waktu dilewatkan.
Tan Ciu berhasil mempelajari apa yang diajarkan kepada dirinya.
Thio Ai Kie dan Thio Bie Kie mengadakan kesepakatan, mereka mencurahkan sebagian tenaga dalam mereka, disalurkan kedalam tubuh Tan Ciu, karena itu.
si pemuda memiliki tenaga gabungan, kekuatannya naik dua kali lipat.
Tan Ciu mendapat semua pelajaran dari apa yang dimiliki oleh kedua jago wanita itu, termasuk ilmu Ie-hun tay-hoat dan cara-cara penggunaannya! Thio Ai Kie tidak mau kalah.
Mengetahui sang kakak menurunkan ilmu Ie-hun-tay-hoat.
diapun menurunkan ilmu kepandaiannya yang bernama Hong-lui Kiu-sek, Hong-lui Kiu sek berarti Sembilan Jurus Angin dan Geledek yang Bergelegar.
Sepuluh hari kemudian.
Tan Ciu mengucapkan terima kasihnya kepada kakak beradik Thio Bie Kie dan Thio Ai Kie, Thio Ai Kie berkata.
"Gunakaniah ilmu kepandaianmu ditempat yang benar."
Tan Ciu memberikan janjinya. Thio Bie Kie berkata lagi.
"Kami telah tua. tidak membutuhkan ketenaran nama. Kau tidak dipaksa menetap didalam Guha kematian. Pergilah mengembara mencari pengalaman."
Tan Ciu berterima kasih kepada dua orang itu, memasuki Guha Kematian.
ia mendapatkan ilmu ilmu kepandaian hebat, mendapat tambahan tenaga dalam.
Kecuali itu, jasa Tan Ciu yang paling besar adalah dihapuskan peraturan untuk menyintingkan orang-orang yang memasuki Goha Kematian.
Thio Bie Kie sadar dari kesalahan itu, semua orang telah disembuhkan, ia telah bertemu dengan adiknya, mereka berdua bersama.
Tanpa membutuhkan keramaian-keramaian dan kerepotan lainnya.
Ditempat itu.
Tan Ciu tidak menemukan Siauw Tin, segera ia mengajukan pertanyaan.
Thio Bie Kie memberikan jawaban.
"Selama kau melatih ilmu silat, agar tidak mengganggu ketenanganmu, agar kau dapat mencurahkan semua pusat perhatian, sengaja kami menyimpan berita ini."
"Apakah yang telah terjadi?"
Bertanya Tan Ciu dengan hati berdebaran.
"Tentunya, kau tidak lupa kepada Cang Ceng-ceng ?"
"Mengapa?"
Tan Ciu sangat terkejut. Dia kembali lagi? Mungkinkah terjadi sesuatu di antara .... Tan Ciu tidak jadi drama kejadian, menduga telah terjadi tolak senjata diantara kedua gadis itu.
"Tenangkanlah hatimu."
Berkata Thio Ai Kie.
"Bagaimana dengan Cang Geng-ceng dan Siauw Tin."
Siauw Tin tidak mengapa. Tapi. Cang Ceng-ceng telah menjadi orang tawanan perkumpulan Kim ie-kauw.
"Aaaa. .. , lagi-lagi orang-orang berbaju kuning itu."
"Betul Mereka telah menahan Cang Ceng-ceng. kemudian membawanya kemarkas perkumpulan tersebut."
"Aaa.."
Tan Ciu mengerti.
"Dan bagaimana dengan Siauw Tin?"
"Dia telah ditugaskan untuk menyelidiki keadaan perkumpulan Kim ie-kauw."
Thio Bie Kie memberi keterangan.
"Baik."
Berkata Tan Ciu.
"Segera kupergi ketempat itu."
"Berhati-hatilah kepada mereka."
Berkata Thio Ai Kie. Tan Ciu menganggukkan kepala, tanda ia akan memperhatikan pesan itu, kemudian meminta diri.
"Tunggu dulu."
Berteriak Thio Bie Kie. Tan Ciu menghentikan langkahnya, menoleh dan memandang si Penghuni Guha Kematian.
"Cianpwe masih ada pesanan lain?"
Ia bertanya.
"Tahukah kau dimana letak markas besar perkumpulan Kim-ie kauw?"
Tan Ciu tertegun! "Aaaa ... Dimanakah letak markas besar perkumpulan Kim-ie kauw ?"
"Dilembah Ngo-liong, dari gunung Ngo-liong-san."
Tan Ciu telah meninggalkan Guha Kematian menuju kearah gunung Ngo liong-san.
Ngo-liong-san adalah nama dari suatu daerah pegunungan.
terdiri dari beberapa puncak, gunung saling susun, seperti tumpukan tanah tinggi.
Tan Ciu telah menjelajahi keadaan di daerah pegunungan itu.
Ia sedang mencari-cari dimana letak tempat lembah Ngo-liong! Tiba-tiba ....
Sesuatu bayangan melesat, menghadang kepergian si pemuda.
Tan Ciu mundur beberapa tapak, siap menghadapi musuh! Berdiri dihadapan pemuda adalah seorang tua.
"Aaaa !"
Tan Ciu berteriak kaget. Itulah si Telapak Dingin Han Thian Chiu, Ia belum mengubah wajah, masih menggunakan kedok Tan Kiam Lam.
"Kau? . ."
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tan Ciu mundur satu langkah lagi.
"Betul! Aku "
Berkata orang itu. Tan Ciu sangat marah.....bur..... tangannya bergerak, memukul orang itu, Gerakan si pemuda sangat cepat, karena tidak ada prasangka sama sekali, hampir-hampir mengenai sasarannya. OoodwooO
Jilid 17 MENGGELINCIR kesamping, orang itu dapat meloloskan diri, segera mengeluarkan bentakan.
"Hei. kau sudah gila?"
Tan Ciu menahan serangan yang sudah siap dilontarkan. Ia membentak.
"Siapa Kau?"
"Perhatikanlah jelas-jelas, siapa diriku."
Berkata orang itu.
Tan Ciu menggunakan sepasang matanya, meneliti orang berada didepannya, ada tiga orang yang mempunyai wajah seperti ini.
kecuali si Telapak Dingin Han Thian Chiu masih ada Tan Kiam Pek dan Tan Kiam Lam sepasang saudara kembar itulah paman dan ayahnya.
Tan Kiam Lam mempunyai andeng-andeng hitam dikuping kiri.
Tan Kiam Pek mempunyai tahi lalat hitam dikuping kanan.
Itulah perbedaan diantara kedua orang itu.
Satu lagi, adalah Han Thian Chiu.
dengan ilmu merias dan mengubah wajah yang sangat sempurna, iapun memiliki wajah yang sama dengan saudara kembar itu memegang peranan sebagai Tan Kiam Lam.
Maka menggunakan tahi lalat hitam dikuping kiri.
Tan Ciu memperhatikan orang yang didepannya, Orang itu berandeng-andeng hitam ditelinga kanan, itulah Tan Kiam Pek! "Paman?!..."
Si pemuda masih ragu-ragu.
"Betul. Aku adalah Tan Kiam Pek."
Berkata orang itu. Tan Ciu unjuk hormatnya.
"Maafkan siautit yang telah berani berlaku kurang ajar."
"Kau menduga kepada siketua Benteng penggantungan?"
"Ada sesuatu yang harus siautit beritahu kepadamu. ketua Benteng Penggantungan bukanlah ayah."
"Aku sudah tahu."
Berkata Tan Kiam Pek.
"Bagaimana paman tahu?"
"Aku menjanjikan si pendekar Dewa Angin Sin Hong Hiap meneruskan pertandingan didepan Benteng Peaggantungan, dengan maksud melihat bagaimana reaksinya."
Bertutur Tan Kiam Pek.
"Rencanaku berhasil. orang itu menggunakan tangan kanan. Inilah bukti pertama."
"Kemudian."
"Kuperhatikan lagi gerak gerik tipu silatnya, itupun berbeda, kupastikan seratus persen bahwa ketua Benteng Penggantungan bukanlah Tan Kiam Lam."
"Paman telah berkunjung ke Benteng Penggantungan?"
"Baru saja kupergi dari benteng itu."
"Bagaimana keadaan mereka."
"Benteng Penggantungan telah menjadi puing."
"Aaaa ..."
"Benteng Penggantungan telah kedatangan musuh kuat. semua penghuni benteng itu telah mati."
"Semua telah mati? Bagaimana dengan keadaan Permaisuri dari Kutup Utara Pek Pek Hiap, pengemis lihai yang mengaku sebagai Tukang Ramal Amatir, si Bungkuk Kui Tho Cu sekaliafn?"
"Ketiga orang yang kau sebutkan tidak berada di Benteng Penggantungan."
"Tidak mungkin. Mereka pasti di Benteng Penggantungan."
"Diantara mayat-mayat yang menjadi korban tidak terdapat tubuh mereka."
"Siapakah orang yang menghancurkan Benteng Penggantungan?"
"Belum diketahui."
"Mungkinkah si Telapak Dingin Han Thian Chiu."
Tan Ciu mengemukakan pendapat.
"Tidak mungkin. Manusia itu tidak mempunyai keberanian untuk balik kembali."
"Bagaimana keadaan Pek Co Yong?"
"Ia menderita luka yang sangat berat."
"Aaa.... Bagaimana si Cendikiawan Serba Bisa Thung Lip?"
"Telah binasa."
"Juga tidak luput dari kematian."
"Sungguh kejam."
"Luar biasa kejam. Tokoh jahat ini berkepandaian tinggi, kita harus berhati-hati."
Tan Ciu menarik tangan baju Tan Kiam Pek, dan berkata kepadanya.
"Mari kita berangkat."
"Kemana?"
Bertanya Tan Kiam Pek.
"Ke Benteng Penggantungan. Kau katakan Pek Co Yong menderita luka parah, kita harus segera memberi pertolongan."
"Mengapa kau berada ditempat ini?"
Bertanya Tan Kiam Pek.
"Maksudku hendak menolong Cang Ceng Ceng."
Menjawab orang ditanya.
"Gadis berbaju putih yang berkepadaian silat yang sangat tinggi itu?"
"Betul."
"Nah, tugasmu disini belum berhasil, bagaimana ingin kembali ke Benteng Penggantungan? Legakan hatimu, kukira Pek Co Yong berada didalam keadaan aman. Ada baiknya, kau menolong Cang Ceng Ceng lebih dahulu."
"Betul. Aku harus menolong Cang Ceng Ceng lebih dahulu."
Bergumam Tan Ciu.
"Eh siapa yang menangkap kawan wanitamu itu?"
Bertanya Tan Kiam Pek.
"Kim-ie kauw! Orang-orang Kim-ie kauw!"
Menjawab si pemuda.
"Kim ie kauw?"
Tan Kiam pek mengerutkan jidat.
"Mengapa aku tidak pernah mendengar nama perkumpulan ini ?"
Perkumpulan baju kuning baru saja menonjolkan gigi tentu saja Tan Kiam Pek tidak tahu.
Mereka melakukan perjalanan bersama, tujuannya menolong Cang Ceng-ceng.
Mendapat bantuan sang paman.
Tan Ciu bernyali besar, pengalaman dan ilmu kepandaian Tan Kiam Pek boleh diandalkan, bantuan tersebut penting baginya.
Mereka menyelidiki Pegunungan Ngo liong-san.
"Nah, lihat, disana ada seorang berbaju kuning."
Tan Kiam Pek menunjuk kesatu arah.
Seorang anggota Kim ie-kauw sedang mengadakan perondaan, inilah lembah Ngo-liong.
Tan Ciu tentu melihat adanya orang berbaju kuning itu.
kini ia tidak salah jalan.
Mereka telah tiba ditempat markas besar perkumpulan Kim ie-kauw.
"Biar kubekuk dahulu orang itu,"
Ia berkata. Tan Kiam Pek menggeleng-gelengkan kepala, ia tidak setuju.
"Nanti dulu,"
Ia mencegah.
"Aku harus menyembunyikan diri. Kau mengatakan terus terang kedatanganmu meminta orang. Harus menggunakan aturan, tata cara dan sopan santun yang mempunyai etikad baik dapat meredakan ketegangan. Bila musuh berkepala batu, aku siap mengobrak-abrik sarang mereka,"
Tan Ciu menyetujui usul sang paman.
Ia diwajibkan untuk meminta orang secara sopan.
Tan Kiam Pek akan membayangi dirinya dari tempat gelap, tidak menampilkan diri.
Bila Tan Ciu berhasil.
tenaga gelap itu tetap ditempat gelap.
atau menampilkan diri keadaan telah aman dan damai, tidak membutuhkannya.
Tapi bila gagal.
ia menjadi seorang momok jahat.
mengobrak-abrik sarang orang.
Tan Kiam Pek segera menyembunyikan dirinya.
Tan Ciu menghampiri si penjaga lembah.
Orang berbaju kuning itu membalikkan badan tampak olehnya.
seorang pemuda cakap dan tampan berjalan datang.
"Berhenti ditempat itu,"
Orang berbaju kuning itu memberi perintah, Tan Ciu menghentikan langkah kakinya.
"Apa maksud tujaan saudara?"
Bertanya orang tersebut.
"Berkunjung kemarkas besar perkumpulan Kim ie kauw."
"Sebutkan nama saudara!"
"Tan Ciu."
"Apa?!"
Orang itu tersentak kaget.
"Tan Ciu?!"
"Betul. Katakan kepada ketua kalian, aku Tan Ciu berkunjung datang."
"Aku akan memberi tahu kedatanganmu, tunggulah sebentar."
Berkata orang itu.
Tan Ciu menganggukkan kepala, kedatangannya secara jantan, meminta orang tawanan.
maka harus tahu aturan.
Orang itu telah membalikkan badan.
ia meninggalkan Tan Ciu.
maksudnya memberi tahu dan laporan tentang kedatangan si pemuda.
Tan Ciu menunggu laporan.
Berdiri didepan mulut lembah Ngo-liong.
Tidak lama kemudian terdengar suara desiran angin yang bergeser keras.
dua gadis berparas cantik berlari-lari datang, menjumpai kedatangan si pemuda.
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mata Tan Ciu membelalak, paras kedua gadis tersebut sangat Cantik sekali.
Baju yang mereka kenakan sangat kontras, Satu berpakaian merah sedan yang satu berpakaian putih.
Gadis yang mengenakan pakaian merah itu membuka suara.
"Kau yang bernama Tan Ciu?"
"Tidak salah."
Si pemuda memberikan jawaban.
"Kami berdua ditugaskan menyambut kedatanganmu."
Berkata yang berpakaian putih.
"Segera ajak diriku menemui kauwcu kalian."
Berkata Tan Ciu kepada sepasang gadis itu.
"Silahkan jalan didepan."
Berkata gadis yang berpakaian merah.
Tan Ciu mengucapkan terima kasih.
Ia berjalan didepan mereka.
Sepasang gadis merah putih mengikuti dibelakang si pemuda.
Tiga orang itu melakukan perjalanan.
menuju kearah lembah.
Dibelakang si pemuda, sepasang gadis merah putih itu saling pandang.
mereka menganggukkan kepala.
Itulah satu tanda boleh bergerak.
Masing-masing menjepit Tan Ciu, dikiri dan kanan mengeraskan jari, menotok jalan darah pemuda itu.
Tan Ciu terkejut, desiran angin dari kedua gadis yang hendak membokong dirinya berkesiur dan berdesir, ia hendak menghindari serangan gelap itu.
Melesat kesamping.
"Mengapa kalian..."
Kata-katanya terputus sampai disini, Gadis yang mengenakan pakaian pulih berhasil menotok jalan darah tidur pemuda itu. Dunia dirasakan medjadi gelap. Tan Ciu tidak sadarkan diri. Gadis berbaju merah berkata.
"Ia pun masuk perangkap kita."
Gadis berbaiju putih bertanya.
"Kemudian ?"
"Bawa pulang."
Memberi perintah gadis yang berpakaian warna merah.
"Siapa yang menggendongnya?"
Bertanya gadis berbaju putih.
"Kau gendong dirinya."
"Cih, dia seorang lelaki."
"Mengapa? Malu?"
"Kau sajalah yang membawa."
"Baiklah. Kau berhasil menotok jatuh dirinya, Tapi aku yang membawa pulang, pahala kita tidak ada perbedaan."
Gadis yang berbaju merah itu menggendong Tan Ciu, dengan menutulkan kakinya ia pun berjalan pergi.
Sepasang gadis merah putih melenyapkan diri.
Tan Ciu dibawa oleh sepasang gadis merah putih itu.
Tan Kiam Pek tidak tahu.
Orang-orang dari perkumpulan Kim ie-kauw juga tidak tahu.
Ternyata sepasang gadis merah putih itu bukanlah anggota Kim-ie-kauw.
Mereka menggunakan sedikit tipu.
berhasil mencegah pemuda itu menerjang maut.
Bercerita dilembah mulut Ngo-liong.
Dua bayangan kuning meluncur datang, mereka keluar dalam lembah.
Kini sudah berada ditempat pos penjagaan pertama.
Seorang yang dikanan adalah penjaga lembah, dan orang yang disebelah kiri adalah seorang wanita berpakaian kuning, inilah Kim Sam Nio.
Mereka tiba ditempat itu dan mencari Tan Ciu.
Tentu saja tidak berhasil.
Tan Ciu telah digendong pergi oleh sepasang gadis merah putih.
"Mana itu orang yang kau sebutkan?"
Bertanya Kim San Nio.
"Dia bicara secara sopan?"
"Betul."
"Hendak bertemu dengan kauwcu."
"Demikian ia mengatakan kepada hamba."
"Bagaimana keadaan wajahnya. marah, tenang atau bersedih."
"Tidak terlihat jelas."
"Mengapa tidak berada disini?"
"Mungkin telah masuk kedalam lembah,"
Si penjaga hendak mengemukakan alasan.
"Tidak mungkin."
Debat Kim Sam Nio.
"Kita baru keluar, mengapa tidak berpapasan."
"Lalu kemana pula ia menghilangkan diri?"
"Baik, baik menunggu ditempat ini."
Kim-Sam Nio memberi perintah.
"Jangan pergi lagi. Disinilah pos penjagaanmu. Bila ia kembali segera beritahu."
"B a i k."
Tubuh Kim Sam Nio mumbul tinggi memeriksa daerah disekitar tempat itu.
Kepergian Tan Ciu yang hendak dipancing masuk kedalam lembah itu mengherankan dirinya.
Biar bagaimana, mereka harus menemukan pemuda itu.
0oodwoo0 Meninggalkan pencarian Kim Sam Nio yang hendak menemukan Tan Ciu, dan menyusul perjalanan sepasang gadis berpakaian merah dan puiih itu.
Mereka membawa Tan Ciu meninggalkan lembah Ngo- liong.
Gamblang dan jelas.
dua gadis itu bukan angauta perkumpulan Kim-ie kauw.
Mereka telah meninggalkan lembah Ngo-liong.
Belasan lie kemudian.
merasa diri mereka sudah aman, sepasang gadis merah dan putih menghentikan langkahnya.
Mengambil kesempatan itu mereka istirahat.
Gadis berbaju putih menepuk jidat, gerakan itu sangat tiba tiba sekali.
"Hei, kau mengapa?"
Bertanya gadis yang mengenakan pakaian merah.
"Bagaimana urusan Benteng Penggantungan?"
"Maksudmu?"
Bertanya gadis baju merah tidak mengerti.
"Daripada dua orang melakukan sesuatu tugas. ada lebih baik kita membagi jabatan."
"Aku belum mengerti."
"Kau pulang dan membawa dirinya. Biar aku yang bertugas di Banteng Penggantungan."
Gadis baju putih memberi usul.
"Kau harus berhati-hati."
"Tentu."
"Nah, pergilah."
"Tugas membawa dirinya jatuh kepadamu seorang."
"Bawel."
"Tentunya kau lebih senang menggendongnya. Bila mau kalian pun boleh main cinta2an sangat mesra. bukan?"
"Cis. Tidak tahu malu."
"He. he Tan Ciu terkenal sebagai seorang pemuda berapi asmara."
"Lekaslah kau pergi!"
Bentak gadis baju merah itu.
Yang mengenakan pakaian warna putih pergi tujuannya adalah Benteng Penggantungan.
Apa yang dilakukan didalam Benteng Penggantungan? Cerita ini akan diketahui setelah berakhirnya babak ini.
Dengan menggendong tubuh Tan Ciu, gadis baju merah melanjutkan perjalanan.
Kini, dia sudah berada diatas sebuah sumur tua.
memeriksa keadaan sekelilingnya, mengetahui tidak ada orang.
dengan menggendong tubuh Tan Ciu, gadis baju merah itu menerjun masuk kedalam sumur tersebut.
Itulah sumur rahasia.
Tempat bermukimnya kawan-kawan dari serasang gadis berpakaian merah putih tadi.
Bercerita keadaan Tan Ciu.
Beberapa lama ia tidak sadarkan diri.
dikala ia bangun dan siuman, dirinya telah berada disebuah tempat tidur.
Tan Ciu tidak tahu, dirinya bukan berada didalam markas besar Kim ie-kauw, dua gadis merah dan putih datang dari dalam lembah tentunya orang-orang perkumpulan baju kuning itu.
ia lupa kepada dandanan mereka, dua gadis tidak berpakaian kuning, Walaupun keluar dari dalam lembah Ngo-liong.
mereka bukanlah anggauta perkumpulan itu.
Teringat kejadian yang belum lama terjadi ditotok oleh gadis berbaju putih.
Tan Ciu bangun berdiri.
Didepan si pemuda berdiri seorang gadis, bukan gadis baju merah yang membawa Tan Ciu, gadis ini mengenakan pakaian warna hijau.
"Kau telah sadar?"
Berkata gadis itu.
"Siapa kau?"
Tan Ciu membentak.
"Segera kau tahu."
Berkata gadis itu. Tan Ciu menggerak-gerakkan tangan kaki, tak ada tanda terbelenggu. Ia merasa heran.
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Eh, dimanakah aku berada?"
Ia tidak mengerti.
Bila sepasang gadis merah putih itu anggota Kim ie kauw tentunya, ia berada di dalam kamar tahanan.
Bila ditahan, meagapa tidak terbelenqgu? Mengapa diperlakukan dengan baik? Gadis berpakaian hijau tidak galak.
Gadis ini tertawa manis.
"Hei. inikah tempat perkumpulan Kim-ie-kauw?"
Bertanya lagi Tan Ciu. Gadis itu menggeleng-gelengkan kepala.
"Eii, kemana kalian bawa diriku?"
Bertanya lagi Tan Ciu.
"Bersabarlah."
Maksud tujuan Tan Ciu datang kelembah Ngo-liong adalah menolong Cang Ceng-ceng, kita ia berada dibawah pengawasan orang.
Bagaimana melanjutkan usahanya? Mana mungkin dapat menahan sabar? Teringat keadaan Cang Ceng Ceng, hati si pemuda bergolak kembali.
ia mempunyai kebebasan.
tubuhnya melesat, ingin meninggalkan ruangan itu.
Bayangan hijau berkelebat pula, gadis itu pun mempunyai gerakan yang luar biasa.
Ia telah menghadang didepan si pemuda.
"Hendak kemana?"
Demikian ia membentak.
"Minggir."
Tan Ciu memukul gadis yang berpakaian hijau itu.
Pukulan yang luar biasa.
si gadis dipaksa menyingkirkan diri.
Tan Ciu berhasil menerjang keluar dari ruangan itu.
Dikala gadis berpakaian hijau sadar.
tubuh si pemuda telah jauh.
Ia mengejar dari belakang.
Gerakan Tan Ciu gesit.
kejar mengejar dimenangkan olehnya.
Si gadis tidak berhasil menyandak pemuda itu.
Tiba-tiba, Terlihat bayangan hitam melesat menghadang kepergian Tan Ciu.
"Berhenti!"
Demikian ia membentak, Tan Ciu terhenti, ia berhadap-hadapan dengan seorang gadis yang mengenakan pakaian hitam.
"Kau...!?"
Tan Ciu berteriak kaget. Duk...Duk.. , Duk...! Si pemuda mundur kebelakang hingga tiga tapak, Siapakah gadis berbaju hitam itu? Mengapa sangat ditakuti? Tan Ciu mundur kebelakang, semakin jauh.
"Kau... Kau... Kau Tan Sang?!"
"Betul!"
Gadis berbaju hitam menganggukkan kepalanya.
"Mengapa takut kepadaku?"
Gadis itu adalah kakak Tan Ciu, namanya Tan Sang.
Telah mati digantung pada pohon itulah Pohon Penggantungan.
Bagaimana orang yang telah mati dapat hidup kembali? Inilah yang diseramkan Tan Ciu.
Beberapa saat, Kakak beradik itu saling pandang.
Akhirnya Tan Sang maju mendekati sang adik.
"Tan Ciu...."
Ia memanggil perlahan, penuh kasih sayang. itulah panggilan seorang kakak yang sangat mesra.
"Kau ..Kau masih hiiup?"
"Aku masih hidup."
Tan Ciu menggoyang-goyangkan kepala. ia tidak percaya. Mungkinkah seorang yang telah mati bangkit kembali? Hidup kembali? Tan Sang memberi keterangan.
"Tan Ciu aku belum mati! Aku adalah kakakmu,"
"Dan orang yang digantung dipohon Penggantungan itu?"
"Aku belum mati. Percayalah kepadaku."
"Kau yang menyuruh orang membawa aku ketempat ini?"
"Bukan."
"Siapa yang menyuruh?"
"Pemilik Pohon Penggantungan"
"Pemilik Pohon Penggantungan? Siapakah orang itu?"
"Segera kau bertemu dengannya."
"Dia menempati bangunan ini?"
"Beserta semua murid-muridnya."
Bangunan tersebut berada didasar tanah, dibawah sebuah sumur tua, maka agak gelap dan kurang penerangan.
"Ciecie, Pemilik Pohon Penggantungan telah menggantungmu. mengapa kau beserta dengannya?"
Bertanya Tan Ciu tidak mengerti.
"Mengapa?"
"Dia adalah seorang musuh. Tidak baik mengabdikan diri kepada musuh."
"Musuh? Kau salah. Dia adalah orang yang mempunyai hubungan paling dekat dengan kita."
"Siapa ?"
"Ada urusan yang sangat penting untuk dirundingkan denganmu."
"Urusan penting?"
Berkata Tan Ciu panas.
"Kau juga mempunyai urusan penting."
Tan Sang bertanya heran.
"Tentu aku harus menolong Cang Ceng-ceng dari tangan orang-orang Kim ie-kauw."
"Ha ha... .urusan itu mana dapat dikatakan sebagai urusan penting."
"Eh, mengapa tidak penting."
Tan Ciu memjadi sampai marah.
"Dengarlah ceritaku..."
"Hah, aku harus menolong Cang Ceng-ceng.
"Kita beramai dapat membantu usahamu, Tapi, bukan sekarang."
Berkata Tan Sang.
"Mana boleh? Urusan itu penting sekali. Bila tidak segera memberikan pertolongan betapa ia akan menderita disana?"
"Aku memberi perintah kepadamu. agar menangguhkan langkah itu."
"Tidak mungkin."
Tan Ciu sangat kukuh.
"Kau melawan?"
"Aku harus menolongnya dahulu."
"Dengarlah pesannya."
"Tidak..."
Tubuh Tan Ciu melesat pergi.
"Berhenti!"
Bentak Tan Sang. Lagi-lagi menghadang didepan sang adik.
"Kau?! ..."
"Tunggulah sebentar,"
"Tidak mungkin. Minggir! Tan Ciu semakin marah.
"Demikian pentingnya Cang Ceng Ceng itu!"
"Tentu."
"Mana yang lebih penting, ibu sendiri atau orang lain?"
"Ibu?"
"Betul. Tidak inginkah kau menemuj beliau?"
"Kau mengatakan. bahwa ibu berada disini?"
"Ng "
"Aaaa... Maksudmu, Pencipta Drama Pohon Penggantungan wanita berkerudung itu?"
Tan Sang menganggukkan kepala.
"Dia ibu kita?"
"Kau tidak percaya?"
Hati Tan Ciu bergejolak keras, telah lama diharapkan olehnya.
akan adanya suatu keluarga yang mesra hidup bersama sepasang orang tuanya.
Sang ayah.
Tan Kiam Lam.
tidak diketahui berita.
demikian juga dengan keadaan ibunya terakhir, ia mendapat selentingan khabar.
bahwa Pencipta Drama Pohon Penggantungan itulah yang menjadi ibunya.
Ia segera berhadapan dengan Kenyataan.
Begitulah hal itu dapat terjadi? Tan Ciu memandang kearah keliling, tidak terlihat sesuatu yang diharapkan.
"Dimana ibu kita?"
Ia mengajukan pertanyaan.
"Mari ikut dibelakangku."
Berkata Tan Sang.
Mengaiak gadis yang mengenakan pakaian hijau Tan Sang menuju kebagian dalam.
Tan Ciu mengikuti dibelakang mereka.
Lorong demi lorong telah dilewatkan Tan Ciu belum berhasil diketemukan dengan sang ibu.
Mereka tiba didepan sebuah pintu, tujuh gadis menjaga pintu tersebut, wajah mereka sangat dalam, ketujuh gadis tersebut mengenakan pakaian yang berlainan, satu baju kuning yang disebelahnya berbaju merah, lagi berbaju biru, menyusul yang berpakaian coklat, terong, gading dan yang diujung berpakaian warna genteng.
Gadis yang berpakaian baju merah adalah orang yang membawa Tan Ciu ketempat itu.
Tidak terlihat gadis yang mengenakan pakiaian warna putih.
Dari wajah-wajah mereka yang tidak bercahaya.
Tan Ciu mendapat satu firasat jelek.
Atas perintah Tan Sang, ketujuh gadis dengan warna pakaian tujuh warna itu membuka pintu.
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mereka memasuki ruangan tersebut.
Disebuah bangku didalam ruangan itu berduduk seorang wanita berkerudung.
Memasuki ruangan, semua gadis berpakaian aneka macam warna memberi hormat mereka.
"Suhu..."
Ternyata mereka adalah murid dari wanita berkerudung itu. Tan Sang memanggil perlahan.
"Ibu "
Wanita berkerudung itu menganggukkan kepala, kemudian berkata.
"Kalian boleh menunggu diluar kecuali Tan Sang dan Tan Ciu."
Gadis yang mengenakan pakaian warna terong, warna genteng.
warna gading warna coklat warna hijau warna merah warna biru dan warna kuning.
semuanya meninggalkan ruangan itu.
Disana hanya tiga orang.
mereka adalah wanita berkerudung.
Tan Sang dan Tan Ciu.
Tan Sang membuka suara lagi.
"Ibu. Tan Ciu telah diundang datang."
Wanita berkerudung itu menganggukkan kepalanya.
"Aku tahu."
Ia berkata perlahan. Tan Ciu maju dua langkah, dengan suara gemetar ia mengajukan pertanyaan.
"Ibu Kau inikah ibuku?"
Wanita berkerudung itu menganggukkan kepala. dia yang telah menciptakan Drama Pohon Penggantungan, dia adalah si Melati Putih Giok Hu Yong ibu Tan Ciu dan Tang Sang.
"Oh ... ibu ..."
Tan Ciu menubrukkan dirinya, menangis dalam pelukan sang ibu.
Pertemuan ibu dan anak yang sangat mengharukan.
Akhirnya merekapun berkumpul kembali.
Derita dan duka yang tidak terhingga, walaupun demikian.
mereka boleh cukup puas.
akhirnya keluarga itu bersatu lagi! Sambil meng-elus2 kepala Tan Ciu.
wanita berkerudung itu berkata.
"Tan Ciu kasihan...Oh anakku yang menderita... ibumu menyesal...tidak dapat memelihara dirimu baik- baik."
Bagaikan seorarg anak kecil yang sangat lolokan tiba-tiba saja Tan Ciu menyingkap kerudung tutup muka sang ibu, Melati Putih terkejut.
tapi ia membiarkan gerakan arak itu.
Wajah dibalik tutup kerudung itu sangat agung, penuh kewibawaan, tiada cacad, satu wajah yang cukup bagus mudah dibayangkan, betapa cantik wajah ini semasa muda.
Tan Ciu belum pernah melihat wajah sang ibu, ia memperhatikannya sekian lama, ingin menanam kesan yang mendalam.
Melati putih Giok Hu Yong berkata.
"Marahkah kepadaku?"
Tan Ciu menggeleng-gelengkan kepala. Melati Putih berkata lagi.
"Aku menyesal, tidak dapat memelihara kalian baik2. Aku mempunyai kesukaran keadaan dan kedudukanku sangai sulit dan terjepit."
"Kami dapat menyelami kesengsaraan ibu."
Berkata Tan Ciu .
"Keluarga kita adalah keluarga sengsara."
Berkata Giok Hu Yong sedih.
"Ibu kita telah berkumpul bukan?"
"Mana kau tahu berkumpulnya kita ini segera dipecahkan orang."
"Oh, jangan. Telah lama kami merindukanmu. mengapa tidak hidup bersatu? Mengapa harus berpisah kembali?"
"Tahukah kau, mengapa aku tidak segera memperkenalkan diri?"
"Ng , .. Mengapa ibu menggunakan tutup kerudung muka?"
Tan Ciu menatap wajah ibunya, tidak luka, juga tidak bercacad, mengapa harus menutup dan dikerudungi? "Kau tidak tahu.
musuh kita mempunyai ilmu kepandaian silat yang sangat tinggi, bila ia tahu aku masih hidup, dengan mudah akan dikalahkan olehnya.
Maka aku harus menyembunyikan waja asliku, melatih diri dengan tekun."
"Siapakah orang itu?"
Bertanya Tan Ciu.
"Dia telah tahu keadaanku, mengadakan tantangan, maka aku mengundangmu."
"Mangapa begitu jahat, katakan kepada anakmu. siapa orang itu,biar aku yang menghadapinya."
Melati Putih Giok Hu Yong menggeleng-gelengkan kepala. ia berkata.
"Tidak seorang pun yang dapat menandinginya."
"Katakanlah siapa orarg itu? Dimana ia berada?"
Bertanya Tan Ciu tidak sabar.
"Segera kuberitahu kepadamu, masih banyak yang harus kau ketahui. Kini, kau percaya, bahwa akulah orang yang menciptakan drama Pohon Penggantungan."
"Ng ..."
"Mengapa aku menggunakan siasat ini?"
Tan Ciu memandang wajah sang ibu, ia tidak mengerti dengan alasan apa ibu memainkan peran sebagai pencipta Drama Pohon penggantungan? Mengapa Tan Sang yang sudah mati dapat dihidupkan kembali? Melati Putih berkata.
"Tentunya kau belum tahu, bagaimana cerita Pohon Penggantunggan."
"Ng "
"Mengertikah, mengapa kakakmu Tan Sang tidak mati?"
"Tidak tahu."
"Cerita harus dimulai dari pertama, Tentunya pernah kau dengar cerita tentang kematianku, kematian dibawah tangan ayahmu bukan?"
"Pernah dengar."
"Berita itupun tidak benar. Orang yang membunuh diriku bukanlah ayahmu "
"Si Telapak Dingin Han Thian Chiu?"
Tan Ciu segera dapat menduga siapa adanya manusia jahat itu.
"Tidak salah. Itulah jelmaan Han Thian Chiu."
Berkata Melati Putih.
"Dia sakit hati kepadaku, sebelum aku menikah dengan ayahmu Han Thian Chiu adalah orang yang paling getol berkunjung kerumah. Kejadian itu telah berlangsung lama dimasa mudaku."
"Ternyata Han Thian Chiu. Biar aku yang melawannya."
Berkata Tan Ciu gagah.
"Dengarlah perlahan-lahan."
Berkata si Melati Putih Giok Hu Yong.
"Orang yang memalsukan ayahmu adalah Han Thian Chiu, orang yang hendak membunuh akupun Han Thian Chiu. Tapi orang yang membunuh ayahmu bukan orang itu."
"Siapa?"
"Seorang wanita yang berkepandaian tinggi. ia mempunyai hubungan baik dengan Han Thian Chiu. Ilmu kepandaian Han Thian Chiu tinggi. tapi belum dapat mengetahui kedua orang tuamu. lain lagi keadaan dengan wanita ini, dia adalah seorang jago wanita tanpa tandingan sebelum aku kawin dengan ayahmu, dia cinta dengan ayahmu. cintanya gagal karena itu, ia menaruh dendam, Dia adalah musuh utama kita."
"Wanita jelek suatu hari kau akan jatuh kedalam tanganku."
Berkata Tan Ciu gemes, adanya wanita menjengkelkan baginya. Membunuh sang ayah, mencerai- beraikan keluarganya.
"Wanita ini bersekongkol dengan Han Thian Chiu menculik ayahmu..."
"Menculik...?"
"Ng... Demikianlah Kira-kira kejadian itu, dahulu aku tidak tahu. Han Thian Chiu menggunakan wajah ayahmu menggantikan kedudukannya, aku kena tipu, Hanya beberapa hari aku mengetahui akan'adanya sesuatu yang tidak beres ayahmu menggunakan tangan kiri seorang Kidal, Aku marah besar. segera kubunuh dirinya. Tapi gagal?"
Tan Ciu menganggukkan kepala.
"Maka tersiarlah khabar seorang wanita membunuh suami sendiri."
Berkata si pemuda.
"Demikianlah aku mendapat nama jelek."
Berkata Melati Putih.
"Mereka pandai main sandiwara. Han Thian Chiu tidak mati, tapi ia berpura-pura mati. Sengaja membuat satu propaganda seorang istri yang jahat dan kejam telah membunuh suami sendiri. Karena itu ada alasan kuat untuk menghukum diriku, aku hendak dibunuh mati, digantung diatas Pohon Penggantungan."
"Aa ...Digantung diatas pohon Penggantungan?"
Tan Ciu berteriak kaget.
"Ternyata sang ibu pernah menjadi korban maut itu! Karena hendak menuntut balas, ia menciptakan drama Pohon Penggantungan.
"
"Dikala aku hendak membunuh Han Thian Chiu. itu waktu Han Thian Chiu masih menggunakan wajah ayahmu, datanglah wanita itu. Dia yang menggagalkan usaha. aku ditotok oleh seorang wanita yang berkepandaian tinggi. mereka adalah manusia-manusia sekongkolan, maksudnya membunuh keluarga kita. Disaat itu aku mendengar teriakan ayahmu..."
"Ayah? ..."
"Ng ... Ayahmu memohon agar mereka tidak membunuh kita orang. Demikian aku digantung diatas pohon Penggantungan."
"Sampai ditolong orang?"
"Ng...Diatas pohon maut itu, aku menderita. sampai mendapat pertolongan."
"Siapakah yang membawa aku dan Tan Sang kepada Putri Angin Tornado Kim Hong Hong."
"Itulah ayahmu."
"Kemudian ?"
"Entahlah. Aku tidak tahu. Mungkin ia masih hidup, mungkin juga sudah dibunuh oleh mereka."
"Mulai saat itu Han Thian Chiu menggunakan wajah ayah, berkelana didalam rimba persilatan?"
"Ia menciptakan Benteng Penggantungan, disana memelihara banyak orang."
"Dan ibu . .."
"Aku melatih diri agar dapat mengatasi mereka,"
"Kini telah berhasil ?"
"Belum. Ilmu kepandaian musuh kita itu sangat tangguh. Masih belum waktunya bertanding dengan mereka."
"Han Thian Chiu dengan wanita itu?"
"Aku tidak takut kepada Han Thian Chiu, tapi wanita itu..."
"Sangat tinggikah ilmu kepandaiannya?"
"Luar biasa sekali."
"Siapakah nama wanita tersebut?"
"Giok Hong."
"Giok Hong... Giok Hong..."
Tan Ciu meng-ingat2 nama itu.
"Menurut apa yang kutahu."
Berkata lagi si Melati Putih Giok Hu Yong.
"Ilmu kepandaian Giok Hong belum ada tandingan. Ilmu silatnya sangat tinggi dan luar biasa."
"Karena itu ibu menggunakan tutup kerudung muka menghindarinya?"
Tan Ciu meminta ketegasan.
"Ng...Aku hendak menuntut balas, aku harus mengetahui masih hidupkah dia? Karena itu menggunakan drama Pohon Penggantungan, aku hendak menarik perhatiannya."
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ia berhasil dipancing datang?"
"Ng ...Ia muncul dibawah Pohon Penggantungan."
"A a a a ..."
"Itulah tahun ketiga, ia menampilkan diri. kami bertempur, tentu saja aku menggunakan tutup kerudung, ia tidak tahu siapa diriku, tapi aku tahu, itulah orang yang aku kehendaki, Ilmu silatnya lebih maju lagi aku bukan tandingannya, aku dikalahkan. Beruntung, ia tidak tahu, siapa diriku, karena itu aku bebas dari kematian? "Dan gadis-gadis yang kau gantung diatas Pohon Penggantungan?"
"Seperti apa yang telah kau lihat, aku menerima mereka sebagai murid. Tidak seorang pun yang mati. Dengan cara2 tertentu, aku berhasil mengelabui semua orang."
Tan Ciu memuji kecerdasan otak sang ibu, mereka harus mencari wanita yang bernama Giok Hong itu.
dialah yang menjadi biang keladi.
Rumah tangga hampir hancur berantakan karenanya.
Musuh kedua adalah si Telapak Dingin Han Thian Chiu.
Mereka harus membunuh kedua orang itu, Giok Hu Yong berkata.
"Aku memberi tahu kepada mereka, untuk mengundang kau datang, tahukah kau maksud tujuan itu?"
"Tidak tahu."
"Musuh kita telah mengetahui keadaanku,ia mengirim surat tantangan. Aku dijanjikan untuk menemuinya dipuncak Pek-soat-hong. Setelah mengadakan duel keras, satu harus menerima kematian. Tentu saja. ilmu kepandaianku masih bukan tandingannya. tapi aku tidak menyembunyikan diri lagi. tak mungkin menolak tawaran itu, aku segera ke puncak Pek-soat-hong. hendak berduel dengannya. Besar kemungkinan aku mati ditempat itu. Itulah sebabnya mengapa mengundang dirimu, mungkin hari ini adalah hari pertemuan kita yang terakhir."
Giok Hu Yong menarik napas sedih.
"Serahkan persoalan ini kepadaku."
Berkata Tan ciu gagah.
"Sebagai seorang putra aku wajib memikul tanggung jawab itu."
"Tidak. Kau bukan tandingannya."
Berkata Giok Hu Yong.
"Ibu mengatakan, bahwa ibu bukan tandingannya, bukan?"
"Ng ..."
"Mengapa tidak mau menyerahkan perkara ini kepadaku?"
"Aku tidak mengharapkan kematianmu."
"Kamipun tidak mengharapkan kematian ibu."
Berkata Tan Ciu.
"Bila aku yang hadir. masih mungkin ada pengecualian. Siapa tahu. peruntungan bagus ada padaku. dapat mengalahkannya."
"Serahkanlah kepada anakmu, mungkin aku mengalahkannya."
"Tidak mungkin."
Si Melaii Putih menolak permintaan sang anak.
"Ibu..."
"Kau belum tahu betapa hebat ilmu kepandaian wanita itu."
"Aku tidak mempunyai pegangan kuat untuk mengalahkannya. bukan?"
"Biar bagaimana, orang yang ditantang adalah aku, bukan kau !"
"Aku adalah putramu, ini wajib."
"Tidak mungkin."
"Mengapa tidak mungkin. Tanggung jawab kedua orang tua harus jatuh kepada putera dan putri mereka."
"Kukira. ada orang yang datang."
Berkata Giok Hu Yong, ia memandang kearah pintu.
Dikala Tan Ciu sedang bersitegang dengan sang ibu mendengar ada langkah orang yang mendatangi ruangan mereka.
Percakapan itu terhenti.
Pintu dibuka...
Berjalan masuk dua orang.
mereka adalah Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap.
Tukang Ramal Amatir, Pengemis tua yang misterius.
Kedatangan dua orang atas undangan Melati Putih, maka tidak sulit menemukan bangunan dibawah sumur tua.
Permaisuri dari kutub utara Pek Pek Hap adalah kawan baik Giok Hu Yong, lebih dari pada itu, nama mereka pernah dicemarkan oleh si Telapak Dingin Han Thian Chiu.
Mereka pernah digantung dipohon maut.
Pohon Penggantungan.
Mereka sangat gembira pertemuan itu berada diluar dugaan.
Sipengemis tua mulai membuka suara.
"Telah lama kuketahui bahwa Pencipta drama Pohon Penggantungan adalah dirimu. Karena kau menggunakan tutup kerudung muka, aku tahu kau mempunyai kesukaran2. dugaanku pasti tidak salah,"
Kemudian menghadapi Tan Ciu.
"Masih ingatkah kepada pertaruhan kita?"
Demikian Tukang Ramal Amatir itu bertanya.
"Kau tidak percaya. bahwa aku tidak dapat meramalkan segala sesuatu. termasuk siapa yang menjadi pencipta Drama Pohon Penggantungan. Telah kutulis jawaban orang pada sebuah kertas. masih adakah carikan kertas itu?"
Dari dalam saku bajunya, Tan Ciu mengeluarkan carikan kertas yang diminta.
"Nah, buka dan lihatlah, apa yang kutulis diatas kertas itu."
Berkata lagi pengemis tua. Tan Ciu membuka lipatan kertas. disana tertulis "Pencipta Drama Pobon Penggantungan adalah ibumu. Melati Putih Giok Hu Yong"
Wajah Tan Ciu berubah semakin pucat. Menurut pertaruhan mereka. Siapa yang kalah bertaruh, siapa harus menyerahknn batok kepalanya. Dengan wajah tersungging senyuman, si Tukang Ramal Amatir berkata.
"Bagaimana? Batok kepalamu telah dikalahkan olehku bukan?"
Tan Ciu bungkam.
"Jangan takut."
Pengemis tua itu memberi hiburan.
"Aku tidak menginginkan batok kepalamu."
"Apa yang cianpwee kehendaki?"
Bertanya Tan Ciu. Ia telah kalah bertaruh. sudah selayaknya menyerahkan barang yang diminta.
"Apapun tidak mau."
Berkata si Tukang Ramal Amatir.
"Aku hanya menghendaki keselamatanmu."
Tan Ciu menyengir. Dengan sungguh-sungguh pengemis tua itu memandang Melati Putih.
"Kau menyuruh seorang gadis yang berpakaian putih mengundarg kita orang apa maksud tujuanmu?"
Ia bertanya.
Melati Putih menceritakan kesulitannya.
musuh sangat kuat, dan diapun tidak ada niatan untuk menolak janji pertemuan itu.
Diundangnya Permaisuri dari Kutub Utara dan Pengemis tua itu hendak memberikan pesan terakhir.
Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap berkata.
"Aku sedang heran, siapakah yang merusak Benteng Penggantungan? Mendengar ceritamu kukira dialah yang membunuh sekian banyak orang didalam Benteng Penggantungan."
"Benteng Penggantungan telah dirusak orang?"
Bertanya Melati Putih Giok Hu Yong.
"Hancur berantakan. Sekian banyak orang telah dibunuh mati semua,"
Berkata Pek Pek Hap.
"Tahukah orang yang melakukan kebuasan tersebut?"
"Kukira besar kemungkinannya orang itu."
Pek PeK Hap menduga kepada mereka yang sama.
"Siapa?"
"Wanita yang kau sebut bernama Giok Hong itu."
"Apa yang telah terjadi didalam Benteng Penggantungan?"
Berkata Melati Putih.
"Suatu malam, Kami mendapat kunjungan seorang jago silat tidak ada yang dapat menandinginya kecuali beberapa orang, semua telah binasa."
"Kita sedang menghadapi musuh bersama."
"Ng, maksudmu, hendak menggabungkan diri?"
Bertanya Permaisuri dari kutub Utara Pek Pek Hap. Melati Putih Giok Hu Yong menggelengkan kepala.
"Aku hendak menemuinya. Maksudku, tolong pelihara kedua anakku, juga murid2ku."
Ia menghendaki Permaisuri dari kutub Utara PeK Pek Hap dan si pengemis tua Tukang Ramal Amatir meneruskan usahanya. Dari dalam saku bajunya, Melati Pulih mengeluarkan sebuah kitab, diserahkan kepada Pek Pek Hap.
"Inilah kitab ilmu silat, didalam isi kitab terdapat semacam ilmu kepandaian, khusus mendidik beberapa anak dara, menggabungkan tenaga untuk menghadapi musuh kuat."
Demikian Giok Hu Yong memberi keterangan.
"Tolong didik murid2ku, beri mereka pelajaran yang terdapat didalam kitab, setelah berhasil mungkin merekalah yang dapat mengalahkan Giok Hong."
Pengemis Tukang Ramal Amatir berkata. Giok Hu Yong memandang pengemis tua itu, ia berkata.
"Besar kemungkinan musuh datang dengan jumlah besar. menggunakan kepergianku bila mereka mengadakan serangan. tentu tidak ada yang dapat mencegahkannya. Tugas menjaga sumur Penggantungan kuserahkan kepada kalian."
Nama tempat persembunyian Melati Putih disebut Sumur Penggantungan.
"Menjaga keamanan tempat?"
Bertanya si Pengemis tua.
"Tentunya kau mau menolong bukan?"
Berkata Giok Hu Yong.
"Menolong orang adalah kewajiban. Bagaimana boleh menolak? Aku akan menunggu kedatangan mereka, bila betul ada niatan untuk menghancurkan rumah tangga orang, aku akan mengadu jiwa. Pergilah dengan tenang."
Tan Ciu berkata.
"Ibu, dimanakah letak puncak Pek-soat- hong itu?"
"Aku tidak boleh memberi keterangan tentang letak tempat perjanjian maut. Bila kau tahu. tentunya kau dapat mendahului aku."
Berkata si Melati Putih Giok Hu Yong. Semua orang yang berada ditempat itu sangat paham. Pertemuan Giok Hu Yong adalah pertemuan maut, mungkin ia tidak dapat kembali lagi. Hati semua orang dirasakan menjadi berat.
"Ibu. seharusnya aku yang mewakili mengadakan pertemuan dengannya."
Berkata Tan Ciu.
"Tidak mungkin, ilmu kepandaianmu bukan tandingan orang yang bernama Giok Hong itu."
"Bila ilmu kepandaianku dapat mengalahkannya?"
"Tidak mungkin."
Giok Hu Yong kukuh.
"Aku pun bukan tandingan dia, apalagi kau."
"Bila ilmu kepandaianku dapat mengalahkan ibu, bagaimana?"
Giok Hu Yong terbelalak.
"Tidak mungkin,"
Ia tidak percaya.
"Bila aku mempunyai ilmu kepandaian tinggi. bila ilmu kepandaianku berada diatasmu, tentu ibu mengijinkan aku mewakilimu. mengadakan pertemuan duel itu, bukan?"
Berkata Tan Ciu girang.
"Kau..."
Giok Hu Yong masih ragu-ragu, Si Pengemis Sakti Tukang Ramal memberikan keputusan, katanya.
"Bila kau memiliki ilmu kepandaian diatas, ibumu tentu saja boleh mewakili dirinya."
"Mana boleh dia "
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kata Giok Hu Yong.
"Berilah kesempatan.,."
Berkata si pengemis tua.
"Anakmu itu harus mendapat latihan, Apa lagi dia dapat mengalahkan dirimu." .
"Baiklah."
Akhirnya Giok Hu Yong mengalah.
"Bila ia dapat mengalahkan diriku pertemuan itu boleh diwakili olehnya."
Tukang Ramal Amatir berkata.
"Nah kalian boleh bertanding, siapa yang menang dia akan keluar sebagai juara dan berhak menepati janji orang itu dipuncak Pek soat-jong!"
Tan Ciu dan ibunya telah saling pandang, mereka berhadap-hadapan.
Melati Putih Giok Hu Yong meremehkan ilmu kepandaian sang putra, langkah tersebut dianggap berlebih- lebihan.
Tentu saja.
Melati Putih tidak tahu, bahwa sang putra telah mendapat ilmu silat luar biasa didalam belasan hari, tenaga dalam Thio Ai Kie dan Thio Bie Kie telah disalurkan kepadanya.
Berbeda dengan Giok Hu Yong, si pengemis tua mengetahui kepergian Tan Ciu mencari Guha Kematian, bila sipemuda dapat meninggalkan Guha Kematian dengan keadaan selamat, pasti mendapatkan sesuatu.
Maka ia menganjurkan anak dan ibu itu mengadu silat.
Tan Ciu berusaha menenangkan hatinya yang memukul keras.
Ilmu Kepandaian Pencipta Drama Pohon Penggantungan pernah menggemparkan rimba persilatan.
bukan ilmu biasa, itulah sang ibu, mungkinkah ia dapat mengalahkannya? Lain perasaan merangsang rongga dada si pemuda, bila ia kalah, maka gagallah mewakili sang ibu menepati janji duel dipuncak Pek soat-hong, Ancaman bahaya akan jatuh kepada sang ibu, hal ini tidak boleh terjadi.
Pengemis tua yang mengaku sebagai Tukang Ramal Amatir dapat menduga isi hati orang, segera ia berkata.
"Bocah Tan Ciu, jangan kau menjadi gugup. Kau harus mengeluarkan semua tenagamu. Bila kau kalah, aku tidak dapat membantumu lagi. Apa boleh buat kita harus membiarkan ibumu menerjang bahaya seorang diri."
Tan Ciu berkata.
"Aku tahu."
Pengemis Tukang Ramal Amatir memberi komando.
"Nah, boleh mulai."
Tan Ciu memandang sang ibu.
"Ibu boleh mulai."
Ia berkata.
"Baik."
Giok Hu Yong mengayun tangan.
Bagaikan kecepatan kilat, membuat suatu garisan serangan.
Ilmu kepandaian Pancipta Drama Pohon Penggsntungan Giok Hu Yong telah diresmikan sebagai ilmu kepandaian kelas satu.
Kecepatan dan kegesitannya sangat luar biasa.
Disaat itu Tan Ciu mendapat serangan kuat dari sang ibu.
Tiga macam perubahan telah membayangi serangan Giok Hu Yong.
Setelah menguras ilmu kepandaian Guha Kematian, ilmu kepandaian si pemuda mengalami kemajuan pesat, ia dapat melihat lowongan2 bahaya dari serangan ibunya meluncur kedepan dan dari situ ia menikung, mererobos lewat.
Demikian ia berhasil meloloskan diri dari serangain Giok Hu Yong, berikut tiga macam perubahannya juga.
Giok Hu Yong tertegun.
Tukang Ramal Amatir berteriak.
"Bagus!"
Langkah yang Tan Ciu gunakan untuk meloloskan diri dari serangan ibunya sangat luar biasa menakjubkan. Giok Hu Yong pernah menyaksikan ilmu kepandaian sang putera, kemajuan itupun berada diluar dugaannya.
"Anak Ciu. ilmu kepandaian apa yang kau gunakan tadi?"
Ia bertanya.
"Yu-leng-poh!"
Tukang Ramal Amatir mengeluarkan pujian.
"Ilmu yang luar biasa."
Giok Hu Yong dapat membuktikan bahwa sang putra telah mendapat kemajuan cepat, bukanlah berarti menyerah. Serangannya tapi bersipat penjajakan, belum penuh. Ia berkata.
"Anak Ciu, terima lagi seranganku."
Kata2nya disertai dengan serangan tangan kanan, Tan Ciu menggunakan tangan kiri menangkis serangan itu.
Giok Hu Yong mengirim serangan tangannya yang kedua.
Kecepatan mereka melebihi kilat, begitu bergebrak, saling serang dan saling tangkis.
sret.
...sret,...
sret....
sret....
Disaat yang sama, empat jurus telah dilewatkan, kedua bayangan ini berpisah.
Memandang situasi itu, wajah semua orang berubah Baju Giok Hu Yong telah mendapat tambahan empat lubang.
Wajah Pencipta Drama Pohon Penggantungan itu pun berubah menjadi pucat! Mungkinkah hal ini dapat terjadi? Hanya puluhan hari berpisah.
Tan Ciu dapat lompat naik beberapa kelas! Tan Ciu menunjuk hormatnya, ia berkata.
"Ibu maafkan kelancangan anakmu."
Giok Hu Yong menyedot napasnya panjang-panjang.
"Ah..."
Tan Ciu berkata.
"Ibu, kau telah kukalahkan. Beri kesempatan kepadaku untuk mewakili dirimu meneruskan janji duel itu."
"Tidak mungkin!"
"Ibu "
"Aku tidak dapat membiarkan kau mengantarkan jiwa."
"Ibu telah berjanji."
Berkata Tan Ciu.
"Aku tidak mengharapkan kau mati dibawah tangannya."
Berkata Giok Hu Yong.
"Akupun tidak mengharapkan ibu mengantar jiwa kepadanya."
Pengemis tua berkata.
"Kalau kalian berdua tidak menghendaki pihak kedua menerjang maut, juga wajib menerima tantangan itu. Seorang yang lebih kuat harus menanggungnya, resiko kematiannya lebih kecil."
"Aku yang harus pergi,"
Berkata Tan Ciu.
"Tapi..."
Pengemis tukang Ramal Amatir berkata.
"Jangan kau menelan kembali janjimu"
Giok Hu Yong menarik napas dalam.
"Baiklah "
Akhirnya ia menyerah. Pengemis tukang Ramal Amatir menganggukan kepala.
"Kukira Tan Ciu lebih cocok untuk menandinginya."
"Ibu"
Panggil Tan Ciu segera.
"Dimana letak perjanjiannya?"
"Kita diwajibkan menunggunya dipuncak Pek-soat-hong. Dan diberi gambar tentang letak puncak Pek-soat-hong."
"Waktunya?"
"Esok lusa."
"Aku segera berangkat."
Berkara Tan Ciu.
"Kau harus berhati-hati."
Berpesan sang ibu. Air mata Giok Hu Yong berlinang-linang.
"Ibu, mengapa kau menangis?"
Tan Ciu mengajukan pertanyaan.
"Ilmu kepandaiannya sangat luar biasa. Kau masih bukan tandingannya. Setelah kau mati dia akan datang ketempat ini juga."
"Hah!"
Tan Ciu tersentak kaget.
"Dia menghendaki kematian ibu?"
"Ng . , . ."
"Bila ibu mati?"
"Urusan baru selesai."
Tan Ciu mengerutkan alisnya. Ia sedang mengasah otak untuk mencari jalan keluar mengatasi bahaya. Melati Putih Giok Ho Yong bertanya kepada anak itu.
"Anak Ciu. Apa yang sedang kau pikirkan?"
Tan Ciu tidak menjawab pertanyaan itu.
ia sedang memikirkan cara-cara untuk mengatasi kesulitan mereka, mengerutkan alisnya panjang2, tidak seorang pun yang tahu apa yang sedang dipikir oleh pemuda itu.
Tiba-tiba....Tan Ciu mengeluarkan bentakan keras, sangat mendadak sekali.
Terjadi suasana yang menyeramkan.
Semua orang hadir masih binggung, apa maksud yang menjadi tujuan anak pemuda itu, mengapa mengeluarkan suara yang seperti orang gila? Terlebih-lebih si Melati Putih Giok Hu Yong, letaknya dengan sang anak sangat dekat sekali, jadi kesima.
Sepasang mata Tan Ciu memancarkan cahaya luar biasa.
Tangan si pemuda terangkat.
dan ia bergeram lagi menepuk ibu sendiri.
Giok Hu Yong jatuh menggeletak.
Keadaan semakin kacau.
Terdengar suara jeritan Tan sang.
"Tan Ciu, sudah gla kau? Mengapa membunuh ibu?"
Bentakan itu disertai dengan pukulan tangannya. Menyingkir dari pukulan Tan Sang, si pemuda berteriak.
"Sabar!"
Tan Sang menarik pulang serangan. Memandang kearah Giok Hu Yong. Tubuh Pencipta Drama Pohon Penggantungan telah menggeletak, tidak bernapas. Pengemis tukang Ramal Amatir tidak dapat tertawa lagi. Tan Sang membentak.
"Dengan alasan apa kau membunuh ibu?"
Pengemis Tukang Ramal Amatir juga membuka suara.
"Bocah Tan Ciu. mengapa kau...?"
"Ibu akan mengikuti dibelakangku."
Berkata Tan Ciu.
"Juga tidak seharusnya, kau melakukan perbuatan ini bukan? Kau melarang orang membunuh ibumu, mengapa membunuhnya lebih dahulu?"
"Aku tidak membunuh."
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Berkata Tan Ciu.
"Huh ..."
Itu waktu Tan Sang telah merangkul. Ibunya Tidak bergerak, juga tanpa denyutan nadi napas, Pengemis Sakti Tukang Ramal Amatir tidak percaya. Tan Ciu memberi keterangan.
"Ibu telah kutekan dengan ilmu Ie-hun-tay-hoat, seolah-olah telah mati. Tapi tidak."
Pengemis Tukang Ramal Amatir tertawa.
"Luar biasa."
Ia memberikan pujiannya.
"Segala macam ilmu pelajaran telah berhasil kau yakinkan."
Tan Ciu berkata.
"Masa berlaku ilmu ini hanya lima belas hari, setelah itu. dia akan sadar kembali."
"Kau memberi tekanan tidur kepada ibu?"
Bertanya Tan sang.
"Ng "
"Mengapa?"
"Menurut keterangan yang ibu berikan, musuh kita terlalu kuat. Dimisalkan aku mati ditangannya, ia pun tidak luput pula. Kecuali didalam keadaan seperti mati. Bila ini ia berkunjung datang dan menyaksikan keadaan ibu yang sudah tidak bernapas, tentunya mendapat kepuasan, menyudahi perkara." -ooo0dw0ooo-
Jilid 18 TAN SANG mengeluarkan napas lega, ia mengerti mengapa sang adik harus mengambil langkah yang seperti ini. Untuk menjaga sesuatu yang belum datang, cara Tan Ciu mendapat pujian. Tan Sang berkata.
"Kau menakutkan orang."
"Apa boleh buat."
"Bila kau hendak berangkat?"
"Segera."
Berkata Tan Ciu.
"Jagalah baik-baik keadaan ibu kita."
"Tentu."
"Aku pergi."
Mereka mengantar sehingga diluar dari tempat rahasia. Diperjalanan keluar. Pengemis Tukang Ramal Amatir mengajukan pertanyaan.
"Didalam Guha Kematian. kau mendapatkan ilmu luar biasa."
"Ilmu Ie-hun Tay-hoat dan beberapa macam ilmu lainnya!"
"Bagaimana keadaan Cang Ceng Ceng?"
"Ditangkap oleh perkumpulan Kim ie kauw."
"Perkumpulan Kim-ie kauw?"
Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap turut bicara.
"Belum pernah kudengar ada perkumpulan yang seperti ini."
Tukang Ramal Amatir berteriak.
"Apa?! Perkumpulan Kim-ie kauw?"
"Ng ..."
Tan Ciu menganggukkan kepala.
"Kau telah bentrok dengan Kim ie kauw?"
"Lebih dari satu kali."
Lalu diceritakan secara terperinci bagaimana Kim-ie-kauw menganggu dia. Selesai bertutur memandang pengemis tua itu, Tan Ciu mengajukan pertanyaan.
"Cianpwe tentunya kau pernah dengar nama Kim-ie- kauw?"
"Sudah lama sekali,"
Berkata Tukang Ramal Amatir.
"Lama sekali."
Berkata Pek Pek Hap.
"Puluhan tahun yang lalu, perkumpulan Kim ie kauw dibawah pimpinan Kim-ie Mo-jin."
Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap berteriak.
"Kim-ie Mo-jin?! ...Aaaaa!.., nama ini pernah kudengar. Bukankah sudah mati?"
Tukang Ramal Amatir berkata.
"Dibawah pimpinan Kim-ie Mo-jin, perkumpulan itu semakin pesat, kecongkakannya menyebabkan ia bertindak sewenang-wenang. orang yang menentang ditendang keluar dari lingkungan kekuasaan. mereka dibunuh dianiaya atau diintimidasi. Timbul kekacauan, disusul dengan kemarahan umum. mereka bersatu menentang rezim Kim ie Mo-jin dibawah Pimpinan seorang jago penegak keadilan dan kebenaran yang bernama Tiat Tin Cu. perkumpulan Kin-ie- kauw digulingkan dari tahta kekuasaannya. Kim-ie Mo-jin melarikan diri."
Tan Ciu berkata.
"Mungkinkah Kim-ie Mo-jin muncul kembali?"
"Bukanlah suatu hal yang mustahil."
"Kita harus bersatu, menumpas mereka."
"Tanpa menunggu munculnya Ciat Tin Cu baru."
"B e t u l."
Tiba-tiba Tan Ciu berkata.
"Heran, bagaimana mereka tahu bahwa aku memiliki kitab Thian mo po-lok?"
"Tentunya mempunyai hubungan rapat dengan gurumu."
Berkata Tukang Ramal Amatir.
"Guruku itu telah lenyap."
"Tentunya telah jatuh kedalam tangan mereka."
"Cianpwe tahu pasti?"
Tukang Ramal Amatir berkata.
"Putri Angin Tornado Kim Hong Hong cinta kepada Sim In. melarikan diri dari ayahnya. meninggalkan keluarga..."
"Suhu pernah bercerita."
Berkata Tan Ciu.
"Tahukah siapa gurumu?"
"Maksud cianpwe ?"
"Siapa yang menjadi ayahnya?"
"Suhu belum menyebut nama lengkapnya."
"Suhumu she Kim. Orang keluarga Kim tidak banyak. Kukira mempunyai hubungan erat dengan ketua perkumpulan Kim ie kauw, Kim-ie Mo-jin."
"Aaaa ..!"
"Setelah urusan keluargamu selesai, kau boleh menuju kearah perkumpulan Kim-ie-kauw."
"Tentu."
Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap mengajukan pertanyaan.
"Ada sesuatu yang lupa kutanyakan kepadamu."
"Katakanlah!"
"Selama beberapa hari belakangan ini. kau bertemu dengan Ong Leng Leng?"
"Si Ular Golis?"
"Ng "
Bila tidak disebut nama si Ular Golis Ong Leng Leng, Tan Ciu sudah melupakannya. Telah lama ia tidak bertemu dengan gadis itu, Se-olah2 gadis itu telah lenyap dari permukaan bumi. Tidak ada khabar cerita lagi. Tan Ciu memandang Pek pek Hap.
"Ia belum kembali ?."
Ia bertanya.
"Belum."
"Akan kuperhatikan hal ini."
"Ng..."
"Cianpwe. .."
Tan Ciu memandang jago wanita itu. Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap memandang si pemuda.
"Katakanlah!"
Ia berkata.
"Bagaimana keadaan nona Pek?"
Ia menanyakan kesehatan Pek Co Yong.
"Kau telah bertemu dengan pamanmu Tan Kiam Pek?"
"Sudah."
"Luka Pek Co Yong telah sembuh."
Berkata Pek Pek Hap.
"Hanya luka hatinyalah yang tidak mungkin diobati orang lain."
Wajah Tan Ciu memerah.
Kisah diatas adalah percakapan dari Pengemis Tukang Ramal Amatir, Permaisuri dari kutup Utara Pek Pek Hap dan jago muda kita Tan Ciu! Mereka telah tiba dipermukaan bangunan dibawah tanah, itulah sebuah sumur tua.
Mengambil selamat berpisah, Tan Ciu meninggalkan semua orang.
Dia menuju kearah puncak Pek soat-hong.
Duel maut? Tan Ciu akan menghadiri suatu pertemuan maut? Duel maut? Langkah kaki Tan Ciu berderap diantara jalan-jalan pegunungan melewati lembah, mengarungi sungai.
Menurut keterangan sang ibu, musuh terlau kuat.
Dia masih bukan tandingan musuh itu.
Itulah berarti ia menuju kearah kematian, Terbayang kembali wajah Cang Ceng-ceng.
Gadis itu masih berada didalam perkumpulan Kim ie kauw.
Bagaimana ia harus membebaskan diri? Bayangan lain menyusul datang, itulah si Ular Golis Ong Leng-leng.
kemana perginya gadis ini? Disusul dengan bayangan Pek Co Yong.
Bayangan sang paman Tan Kiam Pek.
Dua bayangan- bayangan orang yang pernah dikenal olehnya.
Langkah Tan Ciu semakin dekat dengan jurang akhir penghidupan.
Tiba-tiba...Lamunan Tan Ciu dibangunkan oleh satu suara yang memanggilnya.
"Saudara itu jangan pergi."
Tan Ciu menoleh. Siapakah yang memanggilnya? Disana telah bertambah seorang, dia mengenakan tutup kerudung muka, berpakaian warna abu duduk diatas sebuah kursi beroda, itulah seorang cacad. Orang itu yang membangunkan Tan Ciu dari lamunan.
"Kau yang memanggil?"
Bertanya Tan Ciu "Betul,"
Berkata siorang cacad yang duduk diatas kursi roda.
"Ada urusankah?"
Bertanya lagi si pemuda. Orang itu berkata.
"Kulihat ilmu kepandaianmu lumayan juga, aku hendak meminta petunjuk."
"Tentang apa?"
Bertanya Tan Ciu.
"Berapa lamakah kau berkelana didalam dunia persilatan?"
Bertanya orang diatas kursi roda itu.
"Kurang lebih dua tahun."
"Ng... Kau pernah dengar nama seorang yang bernama Han Thian Chiu dengan gelar Telapak Dingin."
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hati Tan Ciu terkejut.
"Si Telapak Dingin Han Thian Chiu?"
Ia berkata.
"Betul!"
"Aku tahu."
Berkata Tan Ciu. Dengan sikap yang tidak sabar, orang cacad itu bertanya lagi.
"Dimanakah kini?"
"Dia pernah menetap didalam Benteng penggantungan. Dan kemudian pergi entah kemana."
"Ooo "
Orang diatas kursi roda itu mengeluarkan suara putus harapan.
"Kau hendak menemui Han Thian Chiu?"
Bertanya Tan Ciu.
"Betul."
"Bagaimana hubungan kalian? Kawan?"
"Kawan? Bukan!"
"Ng "
"Musuh?"
Tan Ciu hendak mengajukan pertanyaan, bagaimana terjadinya, permusuhan orang itu dengan si Telapak Dingin Han Thian Ciu.
Maksud tadi dibatalkan.
Mengingat perkenalan dengan orang tersebut belum mendalam, Urusan orang lain tidak perlu menambah kepusingan otaknya.
Orang itu mengenakan pakaian kelabu, dia duduk lesu, Seolah-olah putus harapan? Tan Ciu membuka suara.
"Masih ada yang hendak ditanyakan."
"T i d a k."
"Aku hendak melanjutkan perjalanan."
Tubuh Tan Ciu melesat, cepat sekali meninggalkan orang cacad yang duduk di kursi beroda. Orang itu duduk sekian lama! Melamun, Suatu ketika, ia berkata.
"Eh..-."
Maksudnya hendak menanyakan sesuatu yang sangat penting, Tapi bayangan Tan Ciu telah lenyap, Tidak terlihat.
Tangannya memegang kedua gelinding..
siur ...
kursi itu meluncur.
Ia mengejar Tan Ciu! -ooo0dw0ooo- Di puncak gunung Pek soat-hong.
Seorang pemuda memandang pandangan dibawah kakinya.
Siapakah pemuda itu? Dia adalah murid si Putri Angin Tornado Kim Hong Hong, putra si Pencipta Drama Pohon Penggantungan Melati Putih Giok Hu Yong.
Namanya Tan Ciu! Salju putih menutupi pemandangan, bagaikan kapas tipis, bunga-bunga salju bertaburan.
Tan Ciu tiba ditempat itu pada keesokan harinya, setelah ia meninggalkan sang ibu dibangunan luar biasa yang terletak dibawah tanah.
Janji duel adalah dua hari lagi, dua hari dari waktu keberangkatannya.
Ia datang lebih cepat satu hari dari waktu yang ditetapkap.
Tan Ciu harus menunggu satu hari.
Memandang tidak ada orang, ia harus mencari tempat bermalam.
Hawa sangat dingin.
Tan Ciu melayang turun.
dia dapat melihat adanya sebuah guha perlindungan.
Langsung meluncur kearah itu.
Guha cukup untuk seorang, sangat gelap, tentunya sangat dalam.
Memeriksa sebentar, Tan Ciu mengayun kakinya maksudnya memasuki guha tersebut.
Tiba-tiba, terdengar suara bentakan seseorang.
"Hei!"
Tan Ciu menekan lajunya kaki, ia membatalkan diri.
Berdiri dimulut guha, menolehkan kepalanya.
Seorang pemuda berkerudung jubah kulit macan tutul berdiri dihadapan jago kita.
Ditangan kanan pemuda berbaju macan itu memegang senjata bercagak, itulah garpu untuk menghadapi binatang buas.
Ditangan kiri pemuda itu menantang dua ekor kelinci liar.
itulah hasil buruannya.
Dia seorang pemburu.
Tan Ciu tertegun.
Pemuda berpakaian bulu macan itu menegur lagi.
"Kau mau apa?"
"Ahk tidak?"
Tan Ciu masih bingung.
"Huh, bukankah kau hendak memasuki guha itu."
Bertanya lagi si pemuda berpakaian macan tutul.
"Oh, ya "
"Mengapa boleh sembarang memasuki tempat tinggal orang?"
"Tempal tinggal orang?"
"Tempat tinggalku."
Geram si pemuda pemburu.
"Rumahmu?! Kau tinggal didalam guha itu."
"Mengapa? Tidak boleh?"
"Oh Aku salah bicara."
"Hei mengapa tidak meminta ijin dahulu?"
Tan Ciu menyengir.
Bagaimana ia meminta izin? Sedangkan orang itu baru saja datang.
Mana diketahui, bahwa guha batu itu ada penghuninya? Pertanyaan-pertanyaan si pemuda berbaju macan sering menyimpang dan kebiasaan seorang yang berpikiran normal.
Mungkinkah sedang berhadapan dengan seorang pemuda sinting.
Tidak mungkin.
Orang itu masih pandai merawat diri.
Masih bisa bersuara.
Masih dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang seperti masuk di akal.
"Hei, apa yang sedang kau pikirkan?"
Bertanya lagi pemuda berpakaian kulit macan.
"Oh ..."
Tan Ciu sadar dari lamunannya.
"Sedang kupikirkan, mengapa kau tinggal di dalam sebuah guha?"
"Mengapa tidak? Tinggal didalam guha lebih nyaman dari membuat rumah."
Berkata pemuda berpakaian kulit macan itu.
"Bolehkah aku memasuki guhamu?"
Tan Ciu meminta ijin.
"Tidak boleh."
Berkata pemuda itu.
Tan Ciu membelalakkan mata.
Niatan pertama.
ia hendak menerjang masuk Dan terpikir cepat, apa guna bersitegang dengan seorang pemuda dungu? Guha gunung sangat banyak, ia dapat memilih guha- guha lainnya untuk bermalam, Tan Ciu berjalan pergi, Pemuda itu berteriak.
"Hei, kau hendak kemana?"
"Pergi."
"Tidak jadi memasuki guhaku?"
"T i d a k!"
"Ha. ha ... Kau marah? Baiklah. Aku mengijinkan kau masuk."
Ia tertawa.
"Hawa udara sangat dingin aku kasihan, kau akan mati kedinginan."
Tan Ciu menyengir lagi.
Guha itu sangat dalam, cukup lebar dapat menampung belasan orang.
Memasuki kebagian dalam.
Tan Ciu bebas dari serangan hawa dingin.
Pemuda berpakaian kulit macan telah meletakkan senjata perbuatannya, membuat sate panggang kelinci.
Selera Tan Ciu merangsang.
Pemuda itu duduk disamping api unggun, dia berkata.
"Duduklah lebih dekat lagi. Lihat keadaanmu, tentunya kedinginan."
Tan Ciu menggeser tempat duduk.
"Terima kasih.
"Ia berkata. Pemuda berkulit macan bukan seorang manusia pintar, dia mempunyai hati yang cukup baik. Memandang orang itu. Tan Ciu berkata.
"Kau tidak dingin?"
"Dingin? Ha? Tanpa pakaian, aku kuat berbaring dihujan salju sehingga sepuluh hari, lihatlah?"
Pemuda itu membuka baju kulit macannya, memperlihatkan keangkeran tubuhnya yang berotot. Hitam langsat, kulit pemuda itu penuh dengan spieer. Tentunya sangat kuat. Tan Ciu tertawa, timbul niatannya untuk menggoda pemuda ini. ia berkata.
"Badanmu memang luar biasa. didalam bentuk potongan yang kuartikan. Kekuatannya, hm ... kukira belum tentu kuat bertahan dari totokan jariku."
"Ha, ha, ha,.."
Pemuda itu tertawa.
"Tidak percaya?"
"Berapa kuatkah jarimu itu? Gunakanlah golok dan pedangmu aku tidak takut."
"Berani kau tertaruh?"
"Bertaruh? Apa. apa yang dipertaruhkan?"
"Bila kau kalah. Aku hendak bermalam ditempat ini."
"Bila kau yang kalah?"
Bertanya pemuda itu.
"Katakanlah."
Berkata Tan Ciu.
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa yang kau mau? Aku akan mengabulkan segala permintaanmu."
"Baik ... Apa yang kuhendaki..."
Pemuda itu menggelengkan kepalanya, memikir barang yang belum dipunyai. Tiba-tiba ia berteriak.
"Aha sudahkah kau beristeri?"
"Beristeri?"
Tan Ciu terbelalak.
"Mengapa mengajukan pertanyaan ini.
"Sangat penting sekali."
"Belum."
Berkata Tan Ciu.
"Adakah kawan wanitamu yang terbaik?"
"Tentu saja ada."
"Aha. itulah. Bila kau tidak berhasil menotok aku jatuh, aku menghendaki kawan wanitamu itu."
Tan Ciu tertegun.
"Permintaan yang luar biasa."
Ia berkata.
"Apa yang luar biasa?"
"Masakkan kawan wanita dijadikan barang taruhan?"
"Mengapa tidak boleh?"
"Alasanmu?"
"Umurku telah dua puluh delapan tahun belum beristeri. Tentu aku ingin beristeri. Aku menghendaki kawan wanitamu."
Hampir Tan Ciu tertawa. Dikala itu. daging bakar telah mengepul. Si pemuda menarik pulang gagang tusukkan, Menyabetnya dua potong, satu dijejal masuk mulut sendiri dan lainnya diberikan kepada Tan Ciu.
"Makanlah."
Ia berkata. Tan Ciu menyambuti daging bakar, dengan tertawa, ia berkata.
"Kawan wanitaku disediakan uutuk isteriku. Bukan untukmu."
"Bila ada lebih, boleh membagi satu."
Berkata pemuda itu. Tan Ciu menggigit daging kelinci mendengar ucapan itu, daging itu hampir tersembur keluar.
"Mana boleh."
Ia berkata.
"Kawan wanita harus dicari sendiri, bukanlah barang yang boleh sembarang dipersembahkan. Berusahalah mencari kawan wanita lainnya."
"Tidak mungkin, tempat tinggalku dipuncak gunung salju. Tidak mungkin ada wanita berkunjung datang, Bagaimana aku berkenalan dengan seorang wanita?"
"Kau belum pernah menjumpai wanita?"
"Belum. bagaimana keadaan bentuk wanita itu hingga saat ini, aku belum tahu. Belum pernah aku melihat bentuk ukuran wanita."
"Ha. ha, ha ...."
Giliran Tan Ciu yang tertawa.
"Bagaimana kau tahu, bahwa aku bukan wanita?"
Ia mengajukan pertanyaan! "Tentu saja bukan."
Berkata pemuda itu.
"Ayahku berkata. Rambut seorang wanira sangat panjang, dadanya melembung kedepan, perutnya mengecil rapet, pinggangnya besar kebelakang dan lain-lainnya. Kau tidak mempunyai ciri-ciri seperti tadi. Kau bukan wanita."
"Ha, ha, ha... Eh dimanakah ayahmu?"
Tan Ciu mengajukan pertanyaan.
"Mati."
"Oooo ..Baiklah. Bila aku tidak dapat mengalahkanmu. Akan kucarikan seorang wanita untuk menjadi isterimu."
"Sungguh?"
Pemuda itu sangat girang.
"Tentu. Aku tidak akan menipu."
"Baik. Berani kau menipu, akan kucekek batang lehermu."
Si pemuda membuat suatu gerakan mencekek orang.
"Boleh."
Tan Ciu menerima perjanjian.
"Mari."
Pemuda itu memasang dada.
"Kau boleh mencoba menjatuhkan aku."
Didalam hati Tan Ciu tertawa geli. Pemuda ini belum tahu berapa lihaynya ilmu totokan. Hanya satu kali dorong, pasti ia dapat menjatuhkannya.
"Sudah bersiap siaga ?"
Ia bertanya.
"Sudah. mulailah."
Tantang pemuda itu.
Tan Ciu menggerakan tangan, clep ....
menotok jalan darah Kie-bun-hiat.
Haheeek...
Tangan Tan Ciu dirasakan sakit, hampir patah.
Pemuda itu tidak bergeming dari tempat kedudukannya yang semula.
Tan Ciu kesima! Manusia besikah yang dihadapi? Mengapa tidak mempan totokan? Pemuda itu tertawa riang.
"Aha, kau harus menyediakan seorang isteri untukku !"
"Kau, kau, kau . .!"
Pemuda itu tertawa.
"Aha, masih penasaran?"
Tan Ciu menganggukkan kepala. Pemuda itu mengeluarkan sebilah pisau, diserahkan kepada Tan Ciu.
"Kuberi kesempatan satu kali lagi! Gunakanlah pisau ini! Bila kau tidak berhasil, kau harus mengaku kalah, mau ?"
Tan Ciu telah berhadapan dengan keturunan keluarga jago silat, dan kini dia maklum, pemuda itu telah menutup semua hawanya, maka tidak mempan ilmu totokan. Menyambuti pisau itu, Tan Ciu memberi peringatan.
"Kau harus berhati-hati."
Dengan cara apa, pemuda dapat menghindari tusukan pisaunya? "Kuatkanlah tenagamu. aku tidak akan mati."
Pemuda dipuncak gunung Pek-soat-hong itu menantang.
"Awas!"
Tan Ciu mengirim suatu tikaman, Trakkk!...Pisau terpental balik.
Nyali Tan Ciu dirasakan seperti hendak mencelat keluar.
Luar biasa! Mungkinkah ada ilmu kepandaian yang semacam ini? Kepandaian yang tidak mempan senjata tajam ? Pemuda berbaju kulit macan itu membuka mulut.
"Bagaimana? Mengaku kalah?"
Tan Ciu mematung ditempat, seolah-olah telah menjadi seorang manusia batu. Tentu saja ia tidak percaya akan adanya ilmu ke
Iblis Sungai Telaga -- Khu Lung Misteri Kapal Layar Pancawarna -- Gu Long Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung