Ceritasilat Novel Online

Pukulan Naga Sakti 12


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id Bagian 12


batas sehingga akhirnya sukar diatasi, buru buru dia menggoyangkan tangannya berulang kali sambil menukas.

   "Tadi locianpwe telah mewariskan ilmu gerakan tubuh Hu kong keng im kepada boanpwe, apa pula arti dari sebutir pil Toh mia kim wan? Bagaimana kalau kita berdua sama sama tidak berhutang?"

   Lama sekali kakek itu mengawasi wajah Thi Eng khi yang tampan berbicara, akhirnya dia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak.

   "Haaahhhh...... haaahhhhh..... haaahhh..... bagus, bagus, bagus, suatu keputusan yang bagus sekali, kalau begitu marilah kita berteman saja."

   "Kalau toh locianpwe begitu memandang tinggi diri boanpwe, lebih baik tak usahlah bertindak kelewat sungkan...."

   "Bagus sekali, kalau memang begitu kita berteman, tolong lepaskan dulu satu stel pakaianmu agar bisa kukenakan."

   "Aaah.... maaf kalau boanpwe lupa akan hal itu!"

   Thi Eng khi tertawa. Cepat dia meloloskan jubahnya dan diberikan kepada kakek itu.

   "Hei, kalau toh kita sudah berteman apalagi mengikat tali persahabatan yang akrab, janganlah menyebut aku sebagai locianpwe, locianpwe terus, tak sedap rasanya didengar,"

   Kata kakek itu lagi.

   "aku lihat lebih baik kau memanggil lo kian kepadaku dan aku memanggil Thi lote kepadamu, bagaimana?"

   Pengalaman yang diperoleh Thi Eng khi selama ini sudah bertambah banyak, dia tahu bila bersahabat dengan manusia manusia aneh dalam dunia persilatan, paling baik kalau bersikap blak blakan dan tanpa disertai segala adat kesopanan, maka kemudian sahutnya .

   "Jika Lo kian berkata begitu, biarlah Eng khi menurut!"

   Lo kian manggut manggut sambil tertawa.

   "Bagus, bagus, akupun sungkan untuk meributkan soal sebutan lagi, Lo kian atau Kian lo keduanya sama saja, sekarang mari kita berusaha mencari akal untuk keluar dari lembah ini."

   Waktu itu Thi Eng khi sendiripun tak sempat menanyakan asal usul dari Lo kian lagi, tapi tanpa disengaja justru dia bersahabat dengan seorang asli yang bakal membantu usahanya dalam menanggulangi keganasan kaum iblis dikemudian hari.

   Begitulah, mereka berdua segera berputar putar di bawah lembah itu untuk mencari jalan keluar, setengah harian sudah lewat, namun empat penjuru hanya bukit yang menjulang ke angkasa, pada hakekatnya tiada jalan yang ditemukan untuk keluar dari lembah tersebut.

   Thi Eng khi masih teringat akan usahanya untuk mendapatkan Si toan kim khong tanpa terasa serunya dengan cemas .

   "Benarkah sudah tak ada jalan keluar dari lembah ini?"

   Mendadak Lo kian menepuk kepala sendiri sambil berseru .

   "Aah, aku telah mempunyai sebuah harapan yang dapat dicoba."

   Dengan cepat dia lari menuju kebelakang sebuah batu besar di kaki tebing sana, tak lama kemudian terdengar ia bersorak gembira .

   "Thi lote, cepat kemari! Disini benar benar terdapat hal yang mencurigakan."

   Mendengar teriakan itu, dengan cepat Thi Eng khi lari menghampirinya, tiba di belakang batu ia saksikan munculnya sebuah gua kecil diatas dinding bukit, dari dalam gua itulah suara Lo kiankembali berkumandang keluar .

   "Thi lote, cepat masuk!"

   Tanpa sangsi lagi Thi Eng khi segera menerobos kedalam gua kecil itu, matanya segera terasa silau, ternyata ruangan di dalam gua itu tinggi dan lebar, suasanapun terang benderang bagaikan di tengah hari bolong saja.

   Waktu itu Lo kian sedang berdiri ditepi sebuah kolam ditengah gua, matanya terbelalak lebar dengan mulut melongo, lama sekali dia berdiri termangu mangu.

   Thi Eng khi segera lari menghampirinya tapi apa yang kemudian terlihat olehnya membuat pemuda itu pun menjerit kaget .

   "Si toan kim khong!"

   Saking gembiranya untuk beberapa saat diapun tak sanggup mengucapkan sepatah kata pun.

   Ternyata di tengah kolam kecil yang dikelilingi pagar kemala putih tumbuh sekelompok Si toan kim khong yang hijau dan subur, tumbuhan itu nampak jauh lebih segar dan besar bila dibandingkan dengan Si toan kim khong yang berada di puncak Sam yang hong.

   Yang lebih menggembirakan lagi adalah di tengah rumpun Si toan kim khong itu, terdapat pula sebiji buah Tiang kim ko.

   Thi Eng khi yang sudah kenyang membaca buku pelajaran ilmu pertabiban milik Kwik Keng thian, begitu melihat bentuk buah Tiang kim ko, dia segera tahu kalau sast masak sudah hampir tiba, kenyataan ini membuat hatinya kembali bergolak keras.

   Ia menaruh perasaan menyesal yang amat mendalam terhadap Ciu Tin tin, oleh karena itu, timbul hasratnya untuk memetik buah Tiang kim ko itu dan menghadiahkan kepada Ciu Tin tin.

   Sementara itu terdengar Lo kian sedang menghela napas panjang, lalu gumamnya .

   "Aaai, sudah terlambat, sudah terlambat, bila segala sesuatunya berlangsung pada enam puluh tahun berselang, ooooh, betapa indahnya waktu itu ...."

   "Lo kian, darimana kau bisa tahu kalau didalam ini terdapat sebuah gua ....?"

   Mendadak Thi Eng khi bertanya dengan keheranan.

   "Sudah lama aku tersekap dalam batang Ciang siong, meski orangnya tak dapat bergerak, namun pandanganku bisa mencapai tempat yang sangat luas, aku masih ingat setiap sepuluh tahun sekali pasti ada sepasang monyet putih yang berjalan keluar dari batuan di belakang sana, setelah melakukan pemeriksaan sebentar disekeliling tempat ini, merekapun pergi dengan begitu saja. Aku lihat di hari hari biasa sepasang monyet itu tak pernah munculkan diri, dari sini dapat ditarik kesimpulan kalau mereka datang dari tempat luar, tapi kalau dipikirkan lagi tempat yang dimasuki monyet itu, bisa kuduga kalau dibelakang batu pasti terdapat sebuah lorong yang berhubungan langsung dengan tempat lain, sungguh tak kusangka ternyata disini terdapat Si toan kim khong."

   Thi Eng khi kembali menuding kearah kolam yang dipagari dengan batu kemala putih itu kemudian ujarnya .

   "Jika dilihat dari pagar batu kemala putih di tempat ini, bisa diketahui kalau si toan kim khong tersebut ada pemiliknya, sekarang tuan rumah tak ada di sini, bila kita harus mengambil barangnya tanpa permisi, rasanya hal ini kurang sesuai, tapi jauh jauh siaute datang kemari tujuannya adalah untuk mendapatkan Si toan kim khong tersebut, aaai..... kenyataan ini benar benar membuat siaute jadi serba salah."

   Mendengar perkataan itu, Lo kian segera tertawa terbahak bahak.

   "Haaahhhh..... haaahhhh..... haaahhhhh...... Thi lote, kau betul betul kelewat displin, seandainya benda ini ada pemiliknya, masa tiada orang yang menjaga disini?"

   "Kalau benda itu tiada pemiliknya, apakah pagar batu kemala putih itu merupakan barang ciptaan alam?"

   "Mungkin saja Si toan kim khong tersebut ada pemiliknya dimasa lalu, tapi sekarang sudah merupakan benda tanpa tuan."

   "Apa maksud Lo kian berkata begini?"

   "Sudah enam puluh tahun lamanya lohu tinggal disini, seandainya tuan rumah masih ada, masa dia tak pernah keluar dari gua tersebut walau hanya satu kalipun?"

   Thi Eng khi berpikir sebentar, dia segera merasa kalau ucapan Lo kian ada benarnya juga, namun hatinya belum lega, maka dia pun berteriak memanggil pemilik gua.

   Siapa tahu suasana tetap sepi dan tak seorang manusia pun yang munculkan diri, kenyataan ini segera membuat anak muda tersebut menjadi lega hati.

   Ia sudah pernah merasakan kelihayan dari Leng swan ceng khi, mau tak mau dia harus mempercayai ucapan Ciu Tin tin maka kali ini dia mengikuti caranya dengan menempelkan ranting diatas kolam sambil menantikan tibanya waktu.

   Siapa tahu sewaktu dicoba, diatas permukaan kolam itu tidak diliputi oleh kabut leng swan ceng khi.

   Dengan begitu, berarti Si toan kim khong bisa diambil setiap saat bilamana dibutuhkan.

   Thi Eng khi bukan seorang yang terlalu kemaruk dengan benda mestika, apalagi harus memburu waktu pulang, dia tak sempat untuk menunggu sampai masaknya buah Tiang kim ko lagi.

   Ujung kakinya segera menutul permukaan tanah lalu melejit ke udara, begitu badannya mencapai tiga depa diatas kolam, tangannya segera menyambar daun Si toan kim khong.

   Apa yang terjadi? Ketika tangannya menyentuh daun Si toan kim khong, ternyata benda itu hancur menjadi bubuk, secara beruntun Thi Eng khi mencabut lagi beberapa batang, tapi kenyataannya begitu semua.

   Hal mana membuat anak muda itu menjadi tertegun, sehingga tanpa terasa tangannya menyentuh buah Tiang kim ko yang belum matang.

   Anehnya, begitu buah Tiang kim ko tersentuh, mendadak dari dasar tanah berkumandang suara gemuruh yang amat keras.

   Pada saat itulah, Lo kian berteriak keras .

   "Thi lote, cepat kembali, semua benda dalam gua ini aneh sekali, jangan kelewat gegabah."

   Tidak menanti ucapan Lo kian selesai diutarakan, Thi Eng khi telah melayang kembali ke samping tubuh Lo kian.

   "Daun Si toan kim khong itu palsu ...."

   Serunya tertahan.

   Belum habis dia berkata, dinding gua di seberang mereka telah bergerak turun ke bawah, lalu muncullah sebuah pintu dibalik itu suasana gelap gulita, tampaknya dalam sekali.

   Pada saat itulah, tiba tiba dari dalam pintu memancar keluar kilatan cahaya tajam, kemudian muncul sebuah kereta dari balik pintu, diatas kereta duduk seorang kakek berbaju pendeta yang tersenyum simpul.

   Begitu sampai di depan pintu, kereta itu segera berhenti.

   Berhubung kereta itu bergerak dan berhenti secara otomatis tanpa ada yang mendorong, kedua orang itu sama sama merasa keheranan.

   Tangan kanan tosu tua diatas kereta itu lurus kedepan dada dengan gaya mendorong tapi tangan itu sudah kaku tanpa bergerak.

   Thi Eng khi maupun Lo kian dapat membaca, diatas telapak tangan tosu tua itu tertera beberapa huruf yang berbunyi .

   "Pintu Thio Biau liong!"

   Thi Eng khi tak tahu siapakah Thio Biau liong itu, sebaliknya paras muka Lo kian segera berubah serius setelah membaca tulisan itu, sambil menarik tangan Thi Eng khi serunya .

   "Thi lote, kita telah bertemu dengan seorang locianpwe."

   Dengan cepat dia memberi hormat lebih dulu sambil berkata .

   "Angkatan muda dari dunia persilatan Kian kim siang menjumpai Thio locianpwe."

   Melihat Lo kian sudah memberi hormat, Thi Eng khi merasa walaupun dirinya seorang ciangbunjin, namun usianya masih muda meski terhadap ketua partai lain dia bersikap sama sederajat, namun berbeda halnya bila berhadapan dengan seorang bu lim cianpwe.

   Maka diapun segera turut memberi hormat sambil berkata .

   "Boanpwe Thi Eng khi memberi hormat."

   Baru saja kedua orang itu membungkukkan badannya memberi hormat tiba tiba terdengar suara senjata rahasia berkelebat lewat tepat dari atas kepala mereka.

   Andaikata mereka tidak lagi membungkukkan badan untuk memberi hormat, niscaya tubuh mereka akan menjadi sasaran senjata rahasia.

   Menyusul kemudian terdengar senjata rahasia itu menghajar diatas semacam benda besi dibelakang tubuh mereka dan menimbulkan tujuh kali suara dentingan nyaring.

   Ternyata senjata rahasia itu semuanya berjumlah tujuh batang.

   Sudah barang tentu dengan kepandaian silat yang mereka miliki sekarang, jangankan baru tujuh batang senjata rahasia, sekalipun lebih banyak juga jangan harap bisa melukai mereka sekalipun tak bisa ditangkap paling tidak, akan terpukul rontok.

   Namun bila sampai benar benar terjadi demikian, keadaannya akan menambah runyam.

   Sebab asal senjata rahasia itu ada sebatang saja yang tidak mengena diatas lempeng besi dibelakang situ, maka Thi Eng khi dan Kian Kim siang jangan harap bisa keluar lagi dari dalam gua tersebut.

   Ternyata disitu telah dipasang semacam alat rahasia yang amat lihay, seandainya Thi Eng khi dan Kian Kim siang tidak mempunyai niat untuk menghormati angkatan tua, maka berarti pula mereka tak tahu sopan santun.

   Seseorang yang tak tahu sopan santun tentu akan menganggap senjata rahasia yang menyambar lewat sengaja ditujukan kepada mereka.

   Maka serta merta mereka akan merontokkan senjata rahasia itu.

   Bila senjata rahasia itu tak bisa menghajar lempengan besi dibelakang mereka, maka hal ini akan berakibat alat rahasia berikutnya yang jauh lebih lihay tak dapat dikendalikan.

   Jadi sesungguhnya, justru karena sopan santun mereka itulah, tanpa disadari mereka berdua telah berhasil meloloskan diri dari suatu bencana besar.

   Begitu ketujuh kali dentingan tersebut berkumandang lewat, Thio Biau liong menarik tangan kanannya dan meluruskan telapak tangan kirinya.

   Diatas telapak tangan itu tertera pula dua patah kata yang berbunyi .

   "Silakan masuk!"

   Menyusul kemudian, kereta itu secara otomatis mundur kembali kebalik pintu. Thi Eng khi tidak tahu akan asal usul dari Thio Biau liong, maka ia tidak turut maju, kedepan Kian Kim siang segera bisiknya .

   "Lo kian, Thio locianpwe ....."

   "Thio locianpwe adalah seorang tokoh sakti pada ratusan tahun berselang,"

   Sela Kian Kim siang dengan wajah serius.

   "mari kita ikuti dia orang tua masuk ke dalam lebih dulu, urusan lain kita bicarakan belakangan...."

   "Dia orang tua menggunakan tulisan sebagai pengganti kata, betul betul aneh sekali,"

   Kembali Thi Eng khi berkata.

   "Manusia aneh, kejadian aneh banyak sekali di dunia ini. Thi lote, kau jangan sembarangan menerka."

   Sementara mereka bercakap cakap, Thio Biau liong yang berada diatas kereta telah mengundurkan diri ke dalam ruangan.

   Thi Eng khi dan Kian Kim siang segera bersama sama masuk ke dalam ruangan, setelah mengitari sebuah penyekat yang terbuat dari batu kemala hijau, dihadapan mereka terbentang sebuah ruangan besar yang amat lebar dan beralaskan batu kemala putih.

   Di tengah ruangan diatas pembaringan yang terbuat dari batu kumala, Thio Biau liong telah duduk bersila disitu menantikan kedatangan mereka.

   Thi Eng khi dan Kian Kim siang bersama sama menuju ke hadapan Thio Biau liong, kemudian setelah memberi hormat, katanya .

   "Entah ada persoalan apakah locianpwe mengundang boanpwe sekalian berkunjung kemari?"

   Lagak dari Thio Biau liong waktu itu sungguh amat besar, terhadap pembicaraan mereka berdua ternyata tidak menggubris maupun menanggapi.

   Berulang ulang mereka berdua menyampaikan kata katanya, namun Thio Biau liong tetap tidak menggubris, hal ini membuat mereka jadi tersipu sipu dan kehilangan muka.

   Dengan cepat Thi Eng khi berpikir .

   "Kau pun terhitung seorang tokoh persilatan, tidak sepantasnya bersikap begitu tak tahu adat kepada orang lain?"

   Dengan perasaan tak puas dia lantas berpaling kepada Kian Kim siang, lalu katanya.

   "Lo kian, siaute merasa tak punya jodoh untuk tinggal lebih lama disini, biarlah aku mohon diri lebih dulu."

   Dia lantas membalikkan badannya siap berlalu dari sana.

   Sebenarnya Kian Kim siang sendiripun sudah curiga, tapi berhubung ia merasa pertemuannya dengan manusia seperti Thio Biau liong jarang bisa terjadi, apalagi mereka toh sampai disitu, apa salahnya menunggu beberapa saat lagi? Tapi, dihadapan Thio Biau liong, diapun merasa kurang leluasa untuk memanggil Thi Eng khi, terpaksa sambil membalikkan badannya dia menghadang jalan pergi si anak muda itu.

   Sementara itu, Thi Eng khi telah berubah ke arah lain, ia saksikan pintu depan telah tertutup secara otomatis, sedang diatas pintu tertera sebaris tulisan yang berbunyi .

   "Setelah memasuki gua ini berarti kau berjodoh, mengapa tidak menanti sejenak lagi?"

   Dalam keadaan begini, sekalipun hendak pergi juga tak mungkin bisa pergi. Tidak menanti Kian Kim siang buka suara, Thi Eng khi telah berkata lebih dulu .

   "Tampaknya Thio locianpwe sudah melakukan persiapan disemua bidang, agaknya kita tak bisa berbuat sekehendak hati."

   Terpaksa mereka berdua balik kembali ke depan pembaringan Thio Biau liong.

   Waktu itu pikiran dan perasaan mereka sudah jauh lebih tenang, dengan seksama mereka mulai memperhatikan keadaan disekeliling tempat itu.

   Kian Kim siang yang berpengalaman dengan cepat dapat melihat bahwa Thio Biau liong jauh berbeda dengan manusia hidup biasa.

   Betul wajahnya mirip orang hidup, namun sama sekali tidak membawa unsur kehidupan.

   Agaknya Thi Engkhi pun berhasil menjumpai sesuatu yang tak beres, dengan suara lirih dia lantas berbisik .

   "Jangan jangan Thio locianpwe yang berada di pembaringan itu adalah loyannya setelah meninggal?"

   Kian Kim siang manggut manggut.

   "Ketajaman mata lote memang mengagumkan, betul, Thio locianpwe yang berada diatas pembaringan memang sudah meninggal cukup lama."

   Thi Eng khi berpikir sebentar, lalu ujarnya lagi .

   "Tampaknya Thio locianpwe selain lihay dalam ilmu silat, dia pasti lihay pula didalam ilmu alat jebakan serta senjata rahasia.?"

   
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Dari mana lote bisa tahu?"

   Kian Kim siang bertanya keheranan.

   "Bukankah Thio locianpwe yang berada diatas kereta itupun hanya orang orangan?"

   Kian Kim siang mengangguk, secara ringkas dia menceritakan kisah yang menyangkut tentang Thio Biau liong.

   Ternyata Thio Biau liong sudah termashur namanya semenjak dua ratusan tahun berselang, ia tersohor karena lihay dan tiada manusia yang bisa mengalahkan dirinya.

   Ilmu silat yang dimilikinya lihay bukan kepalang, diapun lihay dalam ilmu pertabiban, ilmu bintang, ilmu alat rahasia, ilmu bangunan serta pelbagai macam kepandaian lainnya.

   Jangan dilihat dia berdandan sebagai tosu padahal sama sekali bukan anggota Sam cing kau, sepanjang hidupnya dia selalu berbuat kebajikan, berbudi luhur dan tak pernah banyak bertingkah, sehingga orang persilatan baik dari golongan putih maupun golongan hitam menghormatinya sebagai Cu sim ci cu (manusia polos berhati merah).

   Sebenarnya rasa hormat Thi Eng khi terhadap Thio Biau liong boleh dibilang cuma rasa hormat biasa, tapi setelah mendengar penjelasan dari Kian Kim siang, apalagi setelah mendengar julukan sebagai si hati merah yang mulia, dari itu ia dapat menarik kesimpulan bagaimanakah watak orang tersebut, tanpa terasa rasa hormatnya segera meningkat berlipat ganda.

   Di dalam ruangan besar berbatu kemala itu tidak ditemukan bekas bekas pintu, di sini pun tidak nampak ruangan lainnya.

   Di bawah dinding gua sebelah timur terdapat sebuah rak kemala sebanyak dua buah, yang satu besar dan yang lain kecil.

   Kalau dirak besar bertumpuk aneka buku yang berisi pelajaran ilmu aneh, maka diatas rak kecil terletak berbagai macam bentuk botol kemala yang besar kecil tak menentu, isinya jelas adalah obat mestika semuanya.

   Waktu itu, Thi Eng khi buru buru ingin mendapatkan Si toan kim khong maka ia tidak tertarik untuk memperhatikan kitab kitab pusaka tersebut sebaliknya dia sangat menaruh perhatian pada tumpukan botol porselen berisi obat, karena ia berharap bisa menemukan obat Si toan kim khong sehingga apa yang diharapkan dapat terpenuhi.

   Oleh karena perhatiannya segera ditujukan ke arah rak kecil yang berisi obat obatan tersebut.

   Setelah mencari sekian lama, akhirnya dia menemukan sebuah botol yang berisikan Kim khong giok lok wan.

   Tak terlukiskan rasa kejut dan girang Thi Eng khi setelah berhasil menemukan obat tersebut, buru buru dia masukkan kim khong giok lok wan tersebut ke dalam sakunya, sedang terhadap obat obatan lainnya ia sama sekali tidak tertarik.

   Sebaliknya Kian Kim siang sedang dibuat kesemsem oleh se

   Jilid kitab yang sedang dibaca isinya.

   Perlu diketahui, kemujaraban obat Kim khong giok lok wan yang berhasil didapatkan oleh Thi Eng khi itu beratus kali lipat lebih hebat daripada buah Tiang kim ko, setetes saja sudah cukup untuk membuat orang awet muda, bayangkan saja sampai dimanakah rasa gembira Thi Eng khi sekarang.

   Kini satu satunya yang diharapkan olehnya adalah menemukan pintu keluar dari gua tersebut.

   Tapi empat penjuru ruangan besar itu merupakan dinding yang datar dan licin, bagaimanapun dia untuk berusaha untuk mencari dan memeriksa dengan seksama namun tiada suatu tanda pun yang berhasil dijumpai, terpaksa ia menghela napas panjang dan menghentikan usahanya.

   Mendadak ia menemukan cahaya yang memancar dalam ruangan itu makin lama semakin redup bahkan warnanya turut berubah ubah.

   Kalau cahaya yang memancar membawakan satu warna, maka cahaya itupun menyorot kesuatu sudut arah tertentu, dari sana iapun menyaksikan banyak sekali garis garis lekukan yang tertera diatas dinding, ia menganggap garis garis tersebut pasti menyimpan rahasia pintu keluar, maka dengan perasaan gembira dia melakukan pemeriksaan kembali.

   Tapi akhirnya kembali anak muda itu dibikin kecewa.

   Menyusul kemudian, dia seperti berhasil menemukan sesuatu di balik garis garis yang melengkung tak karuan itu, dengan cepat ia seperti orang gila saja, menari dan mencak mencak tiada hentinya sehingga seluruh ruangan itu seakan akan dipenuhi dengan bayangan tubuhnya.

   Perubahan cahaya yang berwarna warni itu dari melamban kini semakin cepat, akhirnya perubahannya sedemikian cepatnya sehingga tak bisa diraba lagi.

   Sebaliknya bayangan tubuh dari Thi Eng khi pun seolah olah telah membaur dengan cahaya warna warni itu sehingga tidak nampak pula bayangan tubuhnya.

   Waktu itu, Kian Kim siang sedang terbuai oleh kitab pusaka yang sedang dibaca, terhadap apa yang dialami Thi Eng khi ternyata sama sekali tidak merasakan.

   Menanti ia selesai membaca kitab itu dan menutupnya kembali, ia baru menyaksikan Thi Eng khi dengan wajah merah membara sedang berdiri di tengah ruangan tanpa bergerak.

   Kian Kim siang menjadi terkejut sekali, segera ia menegur .

   "Thi lote, kenapa kau?"

   Untuk sesaat lamanya, Thi Eng khi tidak memberikan reaksi apaapa, karena itu kakek itu segera menarik tangannya.

   Siapa tahu belum lagi telapak tangannya menyentuh tubuhnya Thi Eng khi, mendadak dirasakan olehnya seluruh badan Thi Eng khi panas sekali bagaikan kobaran api, pada hakekatnya sama sekali tak bisa didekati.

   Kian Kim siang termasuk seorang jago persilatan yang sudah lama termashur namanya dalam dunia persilatan, ketika menyaksikan kejadian itu tanpa terasa timbullah keinginannya untuk mencari menang sendiri maka dia lantas menghimpun tenaga dalamnya kedalam tangan dan kemudian ia mencoba sekali lagi untuk menyentuh anak muda tersebut.

   Setelah tenaga dalamnya disalurkan kedalam lengan, jangankan baru menyentuh barang yang panas membara, sekalipun suhu panasnya beberapa kali lebih hebat pun tak bakal sampai melukai dirinya.

   Tapi kenyataan berbicara lain, ketika tangan yang dipenuhi tenaga dalam itu mendekati tubuh Thi Eng khi, panas yang seharusnya makin berkurang kini justru beberapa kali lipat lebih menghebat.

   Dalam keadaan seperti ini tanpa terasa dia lantas menjerit tertahan .

   "Sam kui cing hwee"

   Dengan cepat dia menarik kembali tangannya dengan wajah kaget bercampur tercengang.

   Tak lama kemudian, dari tempat Thi Eng khi berpijak muncul asap berwarna hijau yang makin lama semakin tebal, lalu batu kumala yang diinjak oleh anak muda itu mencair dan musnah, dari tempat itulah tiba tiba muncullah sebuah gua besar.

   Sebaliknya tubuh Thi Eng khi yang berdiri masih tetap berdiri mengambang pada posisi semula, dia tidak menjadi lebih rendah badannya karena punahnya batu kemala tadi.

   Setelah menyaksikan tenaga dalam Thi Eng khi yang sempurna, Kian Kim siang tidak tahu haruskah merasa terkejut ataukah memuji, dia hanya merasa bila dirinya dibandingkan dengan pemuda itu sekarang maka keadaannya seperti rembulan dan kunang kunang, kendatipun dia berhasil menguasai kepandaian silat yang baru dipelajarinya dari kitab pusaka, belum tentu kemampuannya bisa menyusul kemampuan anak muda itu.

   Padahal, darimana dia bisa tahu kalau keberhasilan Thi Eng khi barusan diperoleh sewaktu tubuhnya menari-nari tadi.

   Ternyata mengikuti perubahan cahaya yang berlangsung dalam ruangan itu, diatas garis garis pada dinding yang disoroti secara bergantian itulah tercantum intisari tenaga dalam yang dimiliki Thio Biau liong.

   Dasar Thi Eng khi memang seorang pemuda yang cerdas, maka hal mana segera menimbulkan satu ingatan cerdik dalam benaknya dan membuat simhoat tenaga dalam itupun segera dipelajari sampai selesai.

   Perlu diketahui, simhoat tenaga dalam milik Thio Biau liong merupakan sejenis tenaga dalam yang amat lihay dengan keistimewaan yang lain daripada yang lain.

   Inti sari dari tenaga dalam itu merupakan ketenangan yang diimbangi dengan gerakan, oleh sebab itu didalam saat saat latihan, dia harus menari-nari dan mencak mencak bagaikan orang gila.

   Betul dengan cara seperti ini, orang sukar untuk memahaminya tapi justru lebih mudah untuk dipelajarinya, tak heran kalau kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki Thi Eng khi sekarang boleh dibilang merupakan nomor satu di dunia.

   Mengenai hal ini, Thi Eng khi pribadi pun belum mengetahuinya.

   Begitulah, semakin tebal asap hijau yang mengepul keluar dari bawah kaki Thi Eng khi semakin besar pula gua yang muncul diatas permukaan lantai ruangan itu.

   Tak lama kemudian, dibawah sana telah muncul kembali sebuah ruangan batu lainnya.

   Saat itulah, Thi Eng khi baru berpekik panjang dan menarik kembali tenaga dalamnya.

   Dengan wajah berseri, ia lantas berseru .

   "Akhirnya kita berhasil juga menemukan jalan untuk keluar dari gua ini."

   "Thi lote, sebenarnya apa yang telah terjadi? Aku benar benar telah kau bikin kebingungan,"

   Seru Kiam Kim siang.

   Dengan sejujurnya Thi Eng khi lantas menceritakan apa yang berhasil ditemukannya barusan.

   Mendengar perkataan itu, Kiam Kim siang menghela napas tiada hentinya sambil memuji.

   Menyusul kemudian, Thi Eng khi pun berkata lebih jauh .

   "Thio locianpwe telah meninggalkan surat yang menyatakan ilmu Heng kian sinkang berhasil dikuasai maka dengan meleburnya dinding batu kumala kita bisa memasuki ruang penghubung rahasia di bawah ruangan ini untuk menemukan jalan keluarnya."

   "Seandainya Thi lote tidak berhasil menguasi ilmu Heng kian singkang, apakah kita tak akan berhasil menemukan jalan keluarnya?"

   Thi Eng khi segera tertawa.

   "Waah.... aku rasa kecuali kita mengikuti Thio locianpwe untuk berdiam disini selama hidup sudah tiada kemungkinan lagi untuk bisa keluar dari gua ini."

   Sambil bergurau, kedua orang itupun melompat masuk ke ruang rahasia lain dibawah tanah.

   Luas ruangan batu itu cuma satu kaki, diatas dinding penuh bergantungan batuan berwarna merah hijau yang berwarna warni, sedangkan pada dinding lainnya penuh tergantung lukisan peta.

   Ternyata peta peta tersebut melukiskan perut dari gua tersebut, tampaknya ruangan itu bukan hanya dua buah saja, sedangkan batu batu berwarna warni diatas dinding lain adalah kunci untuk membuka pintu rahasia menuju ke ruangan lain.

   Sedang pada dinding sisanya yang satu, tidak terdapat benda apa apa sedangkan lainnya berisikan penuh dengan tulisan.

   Pada kalimat yang pertama dicantumkan tulisan yang berbunyi demikian .

   "Barang siapa dapat memasuki ruangan ini, dialah pemilik baru dari gua ini, segala benda yang berada di gua ini dihadiahkan kepada penemu tersebut. Kemudian diterangkan pula orang yang berjodoh itu tak perlu mempunyai ikatan hubungan sebagai guru dan murid dengan Thio Biau liong, tapi dilarang pula membocorkannya kepada orang lain. Pemilik gua baru boleh mengambil benda apa saja yang berada dalam ruangan itu, daripada barang barang tadi tidak terpakai."

   Apa yang dipikirkan Thi Eng khi sekarang adalah berusaha secepatnya meninggalkan gua itu dan menyelamatkan jiwa si Pendendam raja akhirat Kwik Keng thian serta Pek leng siancu So Bwe leng yang terluka.

   Dia tidak ingin membuang waktu untuk menyelidiki gua lainnya, maka dengan suatu gerakan yang cepat dia segera menekan ke delapan puluh satu butir batu yang berada di atas dinding itu.

   Sedemikian cepatnya gerakan tangan itu, membuat Kian Kim siang yang begitu lihaypun tak sempat mengikuti gerakan tangannya itu.

   Ketika Thi Eng khi selesai menekan kedelapan puluh satu buah batu warna warni tadi tampaklah dinding yang kosong tadi tenggelam kebawah dan muncullah sebuah lorong rahasia.

   Tanpa membuang waktu lagi Thi Eng khi segera melompat masuk kedalam lorong rahasia tadi.

   Kian Kim siang ragu ragu sejenak, dengan berat hati dia berpaling dan memandang sekejap seluruh isi ruangan itu akhirnya dia pun mengikuti di belakang Thi Eng khi dan menelusuri lorong rahasia tadi.

   Begitu mereka berdua sudah tiba dalam lorong tersebut, dinding batu tadi secara otomatis menutup kembali seperti sedia kala.

   Bentuk lorong rahasia itu menukik keatas setiap puluhan langkah terdapat sebutir mutiara yang menerangi tempat itu.

   Dengan tenaga dalam yang dimiliki kedua orang ini, tidak sulit bagi mereka untuk melambung naik keatas udara, begitulah setelah melakukan perjalanan berat selama satu jam lebih, lorong itu baru berubah menjadi datar.

   Kembali mereka berjalan berbelok-belok sekian lama sebelum tiba di ujung lorong dimana terdapat sebuah dinding batu menyumbat jalan pergi mereka.

   Thi Eng khi segera melepaskan tiga sentilan keatas langit langit gua tersebut, mendadak diatas dinding batu itu muncul sebuah gua kecil yang luasnya Cuma beberapa depa.

   Segulung hawa dingin yang amat tajam segera berhembus lewat dan menyegarkan badan.

   Thi Eng khi segera melongok kebalik gua itu, tenaga dalamnya dihimpun dan memandang keluar dengan sorot mata yang tajam, ternyata di luar gua merupakan sebuah sumur yang sangat dalam, mulut gua itu berada tiga kaki diatas permukaan air tapi masih ada sepuluh kaki dari mulut permukaan sumur bagian atas.

   Beberapa butir bintang berkelip kelip di mulut gua sana, tampaknya waktu itu hari sedang malam.

   Dengan menggunakan ilmu Sut kut sinkang (ilmu mengecilkan tulang) mereka menerobos keluar dari gua kecil itu, kemudian Thi Eng khi menekan tombol rahasia untuk menutup kembali mulut gua tadi, setelah itu bersama Kian Kim siang, ia baru melompat keluar dari sumur tadi.

   Waktu itu rembulan sudah condong kesebelah barat, bayangan kuil Sam sin an berada didepan mata.

   Ternyata sumur itu letaknya berada di kebun belakang kuil Sam sin an.

   Disisi sumur tadi berdiri sebuah tugu peringatan yang bertuliskan .

   "Bu sim cing"

   Setitik cahaya lentera yang amat lirih memancar keluar dari balik kuil, secara lamat lamat terdengar suara isak tangis berkumandang keluar memecahkan keheningan.

   Tak usah dipikirpun Thi Eng khi sudah tahu kalau orang yang sedang menangis adalah Ciu Tin tin, mungkin gadis itu mengetahui kalau dia tercebur ke dalam jurang maka dengan sedihnya menangis tersedu sedu.

   Thi Eng khi segera merasakan hatinya menjadi panas, tubuhnya segera bergerak ke depan.

   Sebenarnya dia hendak menghibur gadis itu, tapi kemudian kuatir kalau perjalanannya akan tertunda lagi, terpaksa sambil mengeraskan hati dia mengurungkan niat tersebut, bersama Kian Kim siang berangkatlah mereka berdua menuju kebawah gunung.

   Setelah berlarian sepertanak nasi kemudian, Thi Eng khi segera berpekik nyaring tampak kuda hitamnya meringkik panjang dan segera berlarian mendekat, begitu bertemu dengan pemuda tersebut, kuda tadi segera mencak mencak kegirangan.

   Oleh karena Thi Eng khi harus buru buru kembali ke rumah untuk menolong si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian, ia tak dapat melakukan perjalanan bersama Kian Kim siang, maka kedua orang itupun berjanji akan bertemu lagi di kuil Siong gak bio dibukit Siong san bahkan meminta kepadanya agar menyampaikan kepada Tiang pek lojin bahwa dia akan pulang beberapa hari lagi.

   Diiringi ucapan sampai jumpa, Thi Eng khi segera melarikan kudanya kencang kencang menuju ke Oulam.

   Sementara itu, Sam ji sinni sebenarnya ada maksud untuk memenuhi keinginan Thi Eng khi, sewaktu pemuda itu berkunjung ke puncak Sam yang hong, sebenarnya dia orang tua tidak pergi, setelah mengetahui maksud kedatangan Thi Eng khi, dia lah yang memerintahkan Bu naynay untuk mengucapkan kata kata tersebut sedang dia pergi mengambil Si toan kim khong.

   Tentu saja dia berkata demikian kepada Thi Eng khi bukan lantaran maksud jahat, dia berhasrat untuk mencoba si anak muda itu.

   Kemudian sewaktu Thi Eng khi berangkat sendiri ke puncak Sam yang hong untuk memetik daun Si toan kim khong, Ciu Tin tin yang merasa tidak tentram hatinya secara diam diam mengikuti dari belakang.

   Tapi akhirnya dia menyaksikan Thi Eng khi terjatuh ke dalam jurang tanpa mampu untuk memberikan bantuannya.

   Peristiwa yang berlangsung secara tiba tiba dan diluar dugaan ini tentu saja membuat Ciu Tin tin menjadi sedih sekali.

   Tujuan mereka semula sebenarnya hanya ingin mencoba diri Thi Eng khi, walaupun niat tersebut kemudian berhasil tercapai, tapi akibatnya pemuda itu tercebur ke jurang, bagi Ciu Tin tin hal ini boleh dibilang merupakan suatu peristiwa yang patut disesalkan.

   Siapa sangka justru gara gara mendapat bencana, Thi Eng khi malah berhasil menemukan suatu penemuan yang luar biasa, bahkan berhasil melepaskan diri dari bahaya.

   Tapi oleh karena Thi Eng khi terburu buru hendak menyembuhkan luka dari Pek leng siancu, ia sampai tidak menjumpai Ciu Tin tin lebih dulu, gara gara peristiwa ini akhirnya terjadilah banyak kejadian yang memusingkan kepala dikemudian hari, tapi apa boleh buat? Mungkin itulah yang dinamakan sebagai takdir.

   Dalam pada itu, Thi Eng khi dengan melarikan kudanya siang malam tanpa berhenti akhirnya pada hari kesepuluh ia berhasil tiba didepan lembah dimana si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian berdiam.

   Waktu itu Thi Eng khi benar benar merasa gembira sekali sehingga tanpa terasa dia mendongakkan kepalanya dan berpekik nyaring.

   Berpisah hanya sepuluh hari, tenaga dalamnya telah mendapat kemajuan yang pesat sekali, begitu pekikan tersebut berkumandang, bergemalah suara keras yang memekakkan telinga membelah angkasa.

   Beberapa tebing dapat dilalui dengan cepat, akhirnya sampailah dia didepan rumah si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian.

   Saking girangnya, Thi Eng khi merasakan jantungnya seolah olah hendak melompat keluar, ia menarik napas panjang panjang untuk menyegarkan pikirannya, kemudian baru melambatkan larinya kuda mendekati gua tersebut.....

   Siapa tahu baru saja dia berada di beberapa kaki dari gua tersebut, mendadak dari balik gua itu terdengar seseorang membentak keras .

   "Bocah keparat, licik benar kau! Jangan harap kau bisa melarikan diri lagi pada hari ini, hayo cepat turun dari kudamu dan menyerahkan diri, daripada nona harus turun tangan sendiri!"

   Karena mendengar bentakan keras, Thi Eng khi serta merta berpaling kearah mana berasalnya suara bentakan itu.

   Ternyata nona yang sedang marah marah itu tak lain adalah nona Tin atau Tin Un yang pernah dijumpai di bukit Huan keng san tempo hari.

   Di belakang tubuhnya sekarang selain berdiri sinenek yang berwajah penuh keriput, tampak juga empat orang kakek, ditinjau dari sorot mata mereka yang tajam, dapat diketahui kalau mereka memiliki tenaga dalam yang amat sempurna.

   Wajah keempat orang itu penuh diliputi oleh perasaan gusar dan hawa membunuh yang tebal, dengan sorot mata yang tajam mereka sedang mengawasi Thi Eng khi tanpa berkedip.

   Thi Eng khi jadi tertegun dan tidak habis mengerti, dia tak tahu dalam hal apakah telah menyalahi nona Tin Un sehingga begitu benci dan marahnya nona itu kepadanya.

   Dia segera melompat turun dari kuda hitamnya, kemudian sambil menjura ia berkata.

   "Aku adalah Thi Eng khi, nona Tin mungkin kau telah salah melihat orang?"

   "Hmmm, sampai menjadi abu pun nonamu tetap bisa mengenal kau sebagai Thi Eng khi,"

   Jawab si nona Tin dengan suara dingin.

   "sungguh keji hatimu! Kau.... kau adalah manusia keparat yang membalas air susu dengan air tuba..."

   Ketika berbicara sampai disitu, meledaklah isak tangisnya dengan amat sedih.

   Thi Eng khi yang didamprat menjadi semakin termangu dan tidak habis mengerti, dia tidak mengerti apa gerangan yang sebenarnya terjadi.

   Ketika si nenek itu menyaksikan Tin Un menangis dengan amat sedihnya, cepat cepat dia menghibur .

   "Nona Un, jangan sedih, inilah kesempatan yang baik bagimu untuk menuntut balas, kau seharusnya gembira, kenapa sekarang malah menangis? Kalau kau merasa sedih, keparat itu pasti akan makin gembira."

   Kemudian dengan wajah bengis dan penuh perasaan dendam, ia membentak kearah Thi Eng khi .

   "Manusia bermuka orang berhati binatang, tunggu saja pembalasan dari kami nanti, sekarang hayo masuk ke dalam!"

   Thi Eng khi melongo dan merasa tidak habis mengerti, dia tidak tahu apa yang telah berlangsung disana, hanya pikirnya .

   Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Aah, setelah bertemu dengan si pendendam raja akhirat Kwik cianpwe, duduknya persoalan pasti akan menjadi terang kembali, buat apa aku musti banyak berbicara sekarang?"

   Maka tanpa membantah atau mengucapkan sepatah katapun dia lantas membalikkan badan dan berjalan masuk ke dalam gua.

   Tin Un, si nenek dan keempat orang kakek itu segera mengikuti dari belakang Thi Eng khi seolah olah sedang mengiringi buronan saja.

   Walaupun Thi Eng khi tidak takut dituduh melakukan sesuatu tapi dengan berlangsungnya peristiwa ini, maka semua rasa gembira yang semula menyelimuti hatinya kini hilang lenyap tak berbekas.

   Gua yang berapa li jauhnya itu terasa begitu jauh dan tak habis habisnya untuk dilalui dalam perasaan gundah seperti ini.

   Ketika mereka hampir keluar dari gua tersebut, si nenek yang berada dibelakangnya segera bersuit nyaring, seakan akan sedang memberi tanda rahasia kalau mereka telah kembali.

   Betul juga, baru saja Thi Eng khi keluar dari gua dan memasuki kebun bunga tampaklah Hwee cun siucay Seng Tiok sian telah munculkan diri dengan langkah cepat.

   Thi Eng khi segera merasakan hatinya lega sekali setelah melihat Hwee cun siucay Seng Tiok sian juga berada disana, sekalipun perkenalannya dengan orang itu cuma sebentar tapi dia merasakan suatu kecocokan dengannya membuat ia menaruh pandangan lain terhadap orang she Seng ini.

   Maka diapun lantas berseru.

   "Saudara Seng, kebetulan sekali kalau kaupun berada disini, siaute sengaja mencarikan obat untuk gurumu dan sekarang telah kudapatkan, tapi entah mengapa ternyata nona Tin menaruh kesalahan paham terhadap diriku, harap saudara Seng bersedia untuk menjelaskannya."

   Ucapan hangat dari Thi Eng khi ini hanya disambut dengan dengusan dingin dari Seng Tiok sian, malah kemudian dia berkata ketus ;

   "Kau tak usah menguatirkan keadaan luka yang diderita oleh guruku lagi."

   Ucapan mana segera membuat Thi Eng khi tertegun, dia segera salah mengartikan perkataan itu, maka kembali ucapnya .

   "Bagaimana dengan keadaan Kwik locianpwe? Siaute sampai datang terlambat."

   "Guruku telah sembuh!"

   Hwee cun siucay Seng Tiok sian mendengus dingin.

   Ia tidak banyak berbicara, jelas terhadap Thi Eng khipun sudah menaruh kesalahan paham.

   Bagaimanapun Thi Eng khi adalah seorang yang angkuh dan tinggi hati, setelah pembicaraannya terasa tidak cocok, maka dia pun tidak banyak bicara lagi, dengan langkah lebar pemuda itu melangkah masuk kedalam rumah gubuk.

   Didepan pintu tampak si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian berdiri disitu.

   Dengan luapan gembira, Thi Eng khi segera berteriak .

   "Kwik locianpwe ...."

   Tapi sikap maupun mimik wajah dari si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian segera menyumbat kata kata berikutnya. Tampak si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian berkelit ke samping, kemudian katanya .

   "Kebetulan sekali Thi tayhiap datang kembali kesini, silahkan!"

   Ternyata nada pembicaraannya pun tidak bersahabat. Diperlakukan secara kasar berulang kali, berubah juga paras muka Thi Eng khi, dengan hati mendongkol dia segera melangkah masuk kedalam rumah gubuk itu.

   Jilid 19 Ternyata yang ikut masuk ke dalam ruangan hanya Si Pendendam raja akhirat Kwik Keng thian, Hwee cun siucay Seng Tiok sian serta Ting Un tiga orang.

   Dalam ruangan itu sudah ada pula dua orang kakek lainnya, sehingga berikut Thi Eng khi, kini jumlahnya mencapai enam orang.

   Thi Eng khi segera dipersilahkan untuk duduk di sudut ruangan yang diapit dua belah dinding, sementara dibagian pintu dan bawah jendela ditempati kelima orang tersebut, seakan akan mereka takut kalau pemuda itu sampai melarikan diri.

   Lama kelamaan habis sudah kesabaran Thi Eng khi, sambil tertawa dingin segera tegurnya.

   "Entah dalam hal apakah aku telah menyalahi kalian sehingga kalian bersikap begini kasar kepadaku?"

   Si Pendendam raja akhirat Kwik Keng thian balas tertawa dingin kemudian menjawab .

   "Thi tayhiap tak usah terburu napsu, kau tidak bertanya kepada kami, kamipun akan bertanya kepadamu! Sekarang mari kuperkenalkan dulu dengan dua orang tayhiap ini, mereka berdua adalah jagoan yang bermata tajam maka didalam pembicaraan nanti kau harus berhati hati, jangan sekali kali mencoba untuk berbohong."

   Tidak menunggu Si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian memperkenalkan, kakek yang berada disebelah kiri telah menyebutkan dulu nama sendiri.

   "Lohu adalah To Jit hwi."

   Sedang kakek yang berada di sebelah kanan melanjutkan .

   "Lohu adalah To Gwat hwi."

   Hwee cun siucay Seng Tiok sian segera menyambung lebih jauh .

   "Kedua orang To locianpwe ini adalah Jit gwat siang beng (matahari dan rembulan sama terang) yang termasyur karena ketajaman matanya, setelah kau berhadapan dengan mereka maka kuanjurkan kepadamu agar berbicaralah secara terus terang saja."

   Menghadapi ucapan ucapan yang begitu bernada menuduh, Thi Eng khi tak tahan, segera teriaknya .

   "Kalian telah menganggap aku Thi Eng khi sebagai manusia apa?"

   Sekalipun diluar dia berkata ketus namun hatinya merasa amat tidak tenang, dia tak tahu apa yang telah menyebabkan mereka bersikap demikian kepadanya.

   Dia cukup mengetahui akan kelihayan Huan im sin ang, ia takut si kakek bayangan semu tersebut telah menjiplak wajahnya untuk melakukan pelbagai kejahatan.

   Sebab andaikata sampai terjadi keadaan seperti itu, sekalipun ia menerangkan dengan cara apapun sulit rasanya untuk membuat persoalan menjadi jelas, maka tak heran kalau dia merasa sangat kuatir.

   Terdengar si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian berkata .

   "Kalau dilihat dari luarnya, kau nampak seperti jujur dan berbudi luhur, sungguh tak nyana kau adalah seorang manusia licik yang berwajah manusia berhati binatang. Bukan saja kau telah mencuri belajar ilmu pertabiban milik lohu, bahkan berani pula melakukan perbuatan yang amat keji, perbuatanmu itu benar benar tak bisa diampuni lagi."

   Baru saja Thi Eng khi ingin bertanya perbuatan keji apakah yang dituduhkan kepadanya, Kwik Keng thian telah berseru lebih dulu .

   "Tiok sian, ambil keluar tanda bukti itu daripada banyak berbicara yang tak berguna."

   Hwee cun siucay Seng Tiok sian segera meminta sebuah bungkusan kecil dari tangan Ting Un dan membukanya.

   Thi Eng khi segera dapat menyaksikan kalau benda tersebut adalah panah pendek bermoncong tiga yang lupa dia simpan itu.

   Benda tersebut ia dapatkan dari tubuh mayat seorang kakek yang dijumpainya dalam rumah gubuk itu.

   Begitu melihat benda tersebut, dia segera menghembus napas panjang, hatinya merasa lega sekali karena dia menganggap kesalahan paham ini dapat segera diselesaikan.

   Ketika To Jit hwi yang duduk di sebelah kanan menyaksikan paras muka Thi Eng khi berubah menjadi mengendor dan lega, dengan suara dalam ia segera menegur .

   "Sekarang apalagi yang hendak kau ucapkan?"

   Baru saja Thi Eng khi akan menjawab, To Gwat hwi yang berada di sebelah kanan berkata pula .

   "Inilah yang dinamakan serapat rapatnya bangkai dibungkus, akhirnya berbau juga, seandainya kau tidak meninggalkan panah pendek bermoncong tiga yang amat beracun ini, aku pasti tidak bisa menemukan kejahatan yang kau lakukan ini."

   Belum sempat Thi Eng khi membantah, Hwee cun siucay Seng Tiok sian telah berkata pula .

   "Tahukah kau, siapakah orang yang telah kau bunuh itu?"

   Sambil menuding kearah Ting Un, dia melanjutkan .

   "Orang tua itu tak lain adalah ayahnya adik Ting, cengcu dari perkampungan Huan keng san ceng yang disebut sebagai Hau hau sianseng Ting tayhiap!"

   Thi Eng khi tidak begitu mengetahui tentang nama nama jago persilatan yang ada di dunia persilatan, kini untuk sesaat dia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.

   Sambil menangis terisak terdengar Ting Un mencaci maki pula dirinya dengan penuh kebencian .

   "Bajingan keparat! Apa dosa dan kesalahan keluarga Ting kami dengan dirimu? Mengapa kau begitu tega membunuh ayahku?"

   Teringat akan budi kebaikan Ting Un yang telah memberi petunjuk kepadanya sehingga ia berhasil menemukan tempat tinggal si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian, Thi Eng khi merasa amat sedih sekali, selembar wajahnya berubah menjadi merah membara.

   Baru saja dia membuka mulutnya hendak berbicara, To Jit hwi telah berkata kembali.

   "Tahukah kau bahwa panah pendek bermoncong tiga ini tak pernah dipergunakan oleh keluarga lain?"

   Kali ini Thi Eng khi telah mempersiapkan diri, ia tak ingin melepaskan setiap kesempatan untuk berbicara maka begitu To Jit hwi selesai berkata, buru buru serunya .

   "Aku tidak tahu panah pendek itu merupakan senjata rahasia dari golongan mana, memangnya merupakan senjata rahasia dari Thian liong pay?"

   To Jit hwi segera menggebrak meja sambil berteriak keras .

   "Tepat sekali! Panah pendek ini memang merupakan senjata rahasia khas dari Thian liong pay!"

   Mula mula Thi Eng khi agak tertegun lalu sambil melompat bangun teriaknya keras-keras .

   "Omong kosong, aku sebagai ketua Thian liong pay masa tidak tahu kalau senjata rahasia itu adalah senjata rahasia perguruan Thian liong pay atau bukan!"

   "Hmm, ucapan itu betul betul suatu ucapan yang menggemaskan,"

   Sambung To Gwat hwi dengan segera.

   "didepan orang lain mungkin kau masih bisa berdebat, tapi di depan lohu bersaudara, percuma saja semua perdebatanmu itu."

   Setelah berhenti sebentar, kembali dia melanjutkan .

   "Selama seratus tahun belakangan ini, Thian liong pay memang tak pernah mempergunakan lagi panah pendek bermoncong tiga ini sebagai senjata rahasia khas dari Thian liong pay, dan hal ini merupakan suatu kenyataan yang tak akan terbantahkan oleh siapapun."

   Ketika Thi Eng khi menyaksikan orang itu sengaja membuat cerita bohong untuk menyudutkan dirinya, ia menjadi gemes sekali sambil menggigit bibirnya kencang kencang, saking marahnya ia sampai tak sanggup berkata apa apa lagi.

   To Gwat hwi melirik sekejap kearah Thi Eng khi, menyaksikan paras muka pemuda itu berubah menjadi merah padam saking gusarnya, dia menjadi bangga sekali.

   Setelah menarik muka, kembali ujarnya .

   "Sejak seratus lima puluh tahun berselang, ketika partai Thian liong pay dipegang oleh ciangbunjin angkatan ke tujuh Thian ci cu Go it, oleh karena panah pendek bermoncong tiga yang lebih dikenal sebagai Giam ong tiap (undangan raja akhirat) ini dianggap sangat keji, maka dia melarang setiap anggota perguruan untuk mempergunakannya, semenjak saat itulah Giam ong tiap baru lenyap dari dunia persilatan hingga saat ini."

   Setelah berhenti sebentar, dia berkata lebih jauh .

   "Sekalipun demikian Thi tayhiap sebagai ketua Thian liong pay berani mengatakan kalau tidak tahu menahu tentang senjata rahasia beracun ini?"

   Walaupun Thi Eng khi merupakan ketua angkatan kesebelas dari perkumpulan Thian liong pay, sesungguhnya ia tidak begitu paham terhadap senjata rahasia tersebut, maka setelah titik kelemahannya ini dipegang orang, ia jadi serba salah.

   Mau mengaku, rasanya tidak cocok dengan kenyataan, tidak mengaku rasanya juga tidak masuk diakal, maka setelah mendengus dingin, katanya .

   "Alasan apa lagi yang hendak kalian utarakan, hayo katakan semua, emas yang murni tak akan takut dengan api, akan kudengarkan semua tuduhan kalian itu!"

   Ia segera memasang telinganya baik baik dengan harapan bisa menemukan titik kelemahan dari balik ucapan tersebut untuk kemudian menyerangnya balik. To Jit hwi mengelus jenggotnya dan mendehem pelan, lalu ujarnya lebih jauh .

   "Atas dasar bukti bukti yang ada maka lohu pun dapat memperoleh gambaran terhadap garis besar perbuatan Thi tayhiap didalam melaksanakan pembunuhan ini, entah apa pun tujuan dari Thi tayhiap datang mencari Kwik Keng thian tapi yang pasti kau pasti menjadi kemaruk akan harta yang berada di dalam rumah ini setelah menemukan penghuninya tak ada di dalam rumah ....."

   Melihat orang itu menodai kesucian dan kebersihan namanya, dengan kening berkerut Thi Eng khi segera berseru .

   "To cianpwe, kalau berbicara harap yang jelas lagi, perbuatan tidak senonoh apakah yang telah kulakukan?"

   Si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian segera menjawab dengan wajah gusar .

   "Lohu telah kehilangan Pek giok cian cu yang bisa memunahkan berbagai macam racun keji!"

   "Kalau kehilangan barang, apa pula sangkut paut persoalan ini dengan diriku?"

   "Aku harap Thi tayhiap suka memberikan bukti yang kuat kalau perbuatan itu bukan dilakukan oleh Thi tayhiap,"

   Kata Kwik Keng thian lagi.

   "Thi tayhiap,"

   Tiba tiba To Jit hwi menyela.

   "bila ada persoalan dibicarakan nanti saja, sekarang dengarkan dulu penjelasan dari lohu!"

   Suasana yang amat menyudutkan posisinya ini sungguh membuat Thi Eng khi merasa gusar sekali sehingga sekujur badannya gemetar keras. Dengan amat bangga To Jit hwi melanjutkan kembali kata katanya.

   "Sewaktu Thi tayhiap mencuri Pek giok cian cu milik Kwik tua, tentunya secara kebetulan Ting tayhiap sedang berkunjung kemari, karena ia berhasil menyaksikan perbuatanmu yang tak senonoh tersebut maka dalam malu dan gusarnya kau lantas turun tangan membunuhnya, sayang Ting tayhiap tidak bersiap siaga sehingga akhirnya dia tewas oleh Giam ong tiap milikmu itu. Itulah sebabnya ketika Ting tayhiap terbunuh, disekitar tempat ini tidak dijumpai bekas bekas pertempuran coba kalau mengandalkan kepandaian yang sebenarnya, kendatipun Thi tayhiap memiliki kepandaian yang hebat pun jangan harap bisa melaksanakan perbuatan tersebut!"

   Setelah menelan ludah, dia berkata lebih jauh .

   "Hanya panah pendek bermoncong tiga yang dinamakan Giam ong tiap saja yang bisa mematikan Ting tayhiap tanpa memberikan kesempatan kepadanya untuk melakukan perlawanan."

   "Waaahh.... hebat betul To cianpwe ini, apa yang dituturkan seakan akan seperti menyaksikan dengan mata kepala sendiri, aku merasa amat kagum atas daya berkhayalmu itu."

   To Jit hwi sama sekali tidak tersinggung oleh perkataan itu, sambil tersenyum kembali katanya .

   "Selama lohu berdua dikenal orang sebagai ahli dalam menyelidik perkara pembunuhan misterius, sebab itulah orang menyebut sebagai Jit Gwan siang beng, harap Thi tayhiap jangan menertawakan."

   Kemudian tanpa mempedulikan Thi Eng khi lagi, dia berkata lebih jauh .

   "Thi tayhiap memang cukup licik dan lihay, setelah berhasil membunuh Ting tayhiap, kau mencabut kembali senjata rahasia tersebut karena kuatir ada orang yang menemukan Giam ong tiap tersebut di tubuh sang korban maka senjata rahasia itu diletakkannya di samping dengan maksud setelah membereskan jenasah Ting tayhiap baru mengambilnya kembali, siapa tahu setelah selesai bekerja ternyata kau lupa mengambil kembali senjata rahasia Giam ong tiap itu sehingga akhirnya terbongkarlah rahasia pembunuhan itu!"

   Bicara sampai disini, dengan yang menyakinkan dia berseru .

   "Thi tayhiap menurut pendapatmu benarkah apa yang kuucapkan barusan ....?"

   "Apakah kalian bersedia mendengarkan pula penuturanku?"

   Ucap Thi Eng khi dengan tenang. Ting Un segera mencak mencak kegusaran teriaknya .

   "Manusia tak tahu malu, sekalipun kau bersilat lidah sampai busuk mulutmu pun jangan harap bisa membuat nonamu percaya, kebunuh dirimu lebih dulu!"

   Ia segera mencabut pedangnya dan diiringi kilatan cahaya perak, sebuah tusukan maut dilancarkan ke arah Thi Eng khi.

   Menyaksikan datangnya ancaman tersebut, Thi Eng khi segera berkerut kening, sebenarnya dia hendak menyentil pedang tersebut, tapi Hwee cun siucay Seng Tiok sian telah keburu menangkisnya lebih dulu dengan kipas emasnya.

   "Adik Un, jangan keburu napsu,"

   Serunya cepat.

   "

   Memangnya kita takut dia kabur ke langit? Mari kita saksikan saja sampai sejauh manakah hatinya yang busuk itu."

   Dengan gemas Ting Un menarik kembali pedangnya dan balik ke tempat semula.

   Secara ringkas Thi Eng khi lantas menceritakan bagaimana dia berjumpa dengan nona Ting, bagaimana menemukan rumah tinggal si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian, bagaimana menemukan jenasah seorang kakek dalam ruangan itu dan bagaimana ia mengubur jenasah kakek itu dan karena buru buru ingin mendapatkan Si toan kim khong ia lupa menceritakan hal itu kepada Kwik Keng thian....

   Akhirnya setelah menghela napas panjang ia menambahkan .

   "Andaikata aku berniat jahat, setelah kutinggalkan Kwik locianpwe, tak nanti aku akan balik lagi kemari."

   Sesungguhnya si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian dan Hwee cun siucay Seng Tiok sian memang menaruh kesan baik terhadap Thi Eng khi, maka setelah mendengar penjelasan tersebut, hawa amarah mereka agak reda paras mukanya pun menjadi lebih mengendor.

   Hanya nona Ting Un saja yang tak mau mengampuni Thi Eng khi, dia bertekad hendak mengadu jiwa dengan pemuda itu.

   Sebaliknya To Jit hwi dan To Gwat hwi yang memiliki kepandaian khusus dalam menyelidiki kasus pembunuhan misterius, sebenarnya memiliki kepandaian yang tinggi, sayang mereka hanya mempunyai sebuah titik kelemahan yaitu selalu menganggap apa yang telah diuraikan merupakan suatu kejadian yang sebenarnya, mereka tak mau merubah pandangannya karena pengaruh cerita orang lain.

   Oleh karena itu, mereka berdua pun segera berusaha keras untuk menemukan titik kelemahan dari balik perkataan Thi Eng khi agar bisa dijadikan sebagai bukti kalau dugaan mereka tidak salah.

   Demikianlah, tiba tiba mereka berdua tertawa terbahak bahak, lalu terdengar To Gwat hwi berkata .

   
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Thi tayhiap, kemunculanmu kembali di sini tak lebih hanya ingin menunjukkan kepada orang lain akan kebersihanmu belaka, bukankah tadi kau telah berkata seandainya kau bermaksud jelek, kau tak akan kembali lagi kesini? Ucapanmu itu menandakan kalau kedatanganmu kemari memang sengaja berhasrat untuk menutupi kejahatan yang telah kau lakukan. Sayang kau telah bertemu dengan kami berdua sehingga usahamu itu akan sia sia belaka."

   Ternyata ucapan dari dua bersaudara To itu mempunyai bobot yang luar biasa, seketika itu juga Si Pendendam raja akhirat Kwik Keng thian dan Hwee cun siucay Seng Tiok sian dibikin sangsi kembali.

   Thi Eng khi sendiripun tidak berhasil mendapatkan alasan yang lebih tepat untuk membantah perkataan orang, untuk sesaat dia menjadi tersipu sipu .....

   Selain daripada itu, diapun terbayang kembali keadaan Pek leng siancu So Bwe leng yang sedang meronta dalam melawan kematian, teringat akan So Bwe leng, pemuda itupun merasa dia harus cepat cepat kembali ke bukit Siong san.

   Dalam keadaan begini dia tak berminat untuk ribut dengan mereka lagi, dalam anggapannya sekalipun ia terfitnah sekarang, suatu saat toh kejadian itu akan menjadi terang dengan sendirinya.

   Berpikir sampai di situ, perasaan tak tenang yang semula menyelimuti wajahnya pun segera tersapu lenyap.

   Keningnya segera berkerut, sinar tajampun memancar keluar dari balik matanya sambil membusungkan dada ia berkata .

   "Terus terang kukatakan, kemunculanku kembali ke sini dikarenakan maksud yang baik yakni menghantarkan obat buat Kwik locianpwe, tapi jika kalian menaruh kesalahan paham kepadaku, yaa apa boleh buat lagi? Untung saja luka yang diiderita Kwik Keng thian telah sembuh, daripada berdiam disini tanpa berguna, lebih baik aku mohon diri lebih dulu."

   Selesai menjura dengan langkah lebar dia segera berjalan meninggalkan tempat itu.

   Dia sadar bahwa persoalan yang dihadapinya sekarang tak mungkin bisa dibikin terang, sedang dia pun enggan melakukan perngorbanan yang tak berguna, sebab itu dia bertekad untuk menghadapi semua kejadian sebisa mungkin.

   "Thi tayhiap, kau hendak kabur dengan begitu saja?"

   Dua bersaudara To melompat ke depan lebih dulu menghalangi jalan perginya. Setelah Thi Eng khi mengambil keputusan untuk pergi, ia tak mau memperlihatkan kelemahannya lagi, segera sahutnya dengan kening berkerut .

   "Kalau tidak pergi, buat apa aku tetap tinggal disini?"

   Ting Un segera memutar pedangnya sambil melancarkan tusukan, bentaknya keras keras .

   "Serahkan nyawamu."

   Hwee cun siucay Seng Tiok sian mengayunkan pula kipas emas sambil berseru .

   "Thi tayhiap apakah kau anggap bisa pergi dengan begitu saja dari sini?"

   Walaupun serangan yang dilancarkan nona Ting Un disertai desingan angin tajam namun kalau dibandingkan kelihayan kipas emas dari Hwee cun siucay Seng Tiok sian selisihnya jauh sekali.

   Oleh karena itu, Thi Eng khi sama sekali tidak ambil peduli terhadap datangnya ancaman pedang dari Ting Un, bahkan pada hakekatnya dia tidak bermaksud untuk menangkis.

   Sambil menghimpun hawa murninya untuk melindungi badan, ia bersiap sedia menyambut tusukannya itu agar bisa mengurangi rasa dendamnya.

   Sebaliknya terhadap ayunan kipas emas dari Hwee cun siucay Seng Tiok sian, ia tak berani bertindak gegabah, tapi serangan itu pun tak sampai memaksanya untuk menggunakan pedang emas Thian liong kim kiam hanya kewaspadaannya saja yang ditingkatkan.

   Di saat pedang Ting Un digetar balik oleh tenaga dalam khikang pelindung badan yang terpancar keluar dari balik tubuh Thi Eng khi, kipas emas dari Hwee cun siucay Seng Tiok sian telah membabat pula lengan kiri Thi Eng khi.

   Terhadap Hwee cun siuday Seng Tiok sian, Thi Eng khi menaruh kesan yang baik, maka sebelum turun tangan, ia tak lupa berkata lebih dulu .

   "Siaute dipaksa oleh keadaan mau tak mau terpaksa aku akan bertindak kasar kepada saudara Seng!"

   Bahunya segera direndahkan, lain dengan kelima jari tangannya yang dipentangkan seperti cakar dengan menggunakan jurus sin liong tham jiau (naga sakti mementang cakar) dalam suatu gerakan kilat ia telah mencengkeram gagang kipas lawannya.

   Begitu jari tangan Thi Eng khi menyentuh kipas lawan, dia segera menekan sambil mendorong, kontan saja Hwee cun siucay Seng Tion sian dipaksa mundur sejauh satu langkah.

   Hwee cun siucay Seng Tiok sian termasuk satu pendekar muda yang kosen dan lihay, sejak terjun ke arena persilatan, belum pernah menjumpai musuh yang tangguh, betul dia menyadari kalau tenaga dalam Thi Eng khi sangat lihay, namun dia tidak menyangka kalau tenaga dalamnya sudah mencapai tingkatan yang begitu sempurna.

   Dia hanya merasakan daya tekanan yang hebat menekan sebentar diatas senjatanya lalu ditarik kembali, jelas pemuda itu tidak berhasrat untuk melukainya.

   Demonstrasi penggunaan tenaga dalam yang amat sempurna ini kontan saja membuat Hwee cun siucay Seng Tiok sian menjadi tertegun.

   Menanti dia mendongakkan kembali kepalanya, Thi Eng khi telah berada di depan pintu luar.

   Ilmu gerakan tubuh apakah yang telah dipergunakan oleh pemuda itu sehingga secara begitu mudah ia bisa meloloskan diri dari penjagaan dua bersaudara To? Untuk beberapa saat lamanya, lima orang yang berada dalam ruangan itu menjadi tertegun dan berdiri termenung.

   Rupanya setelah Thi Eng khi berhasil memukul mundur Hwee cun siucay Seng Tiok sian tadi, timbul keinginannya untuk memperlihatkan sedikit kelihayan dihadapan dua bersaudara To yang menghadang di depan pintu.

   Maka dia segera menggunakan ilmu cahaya lewat lintasan bayangan ajaran Kian Kim siang untuk menerobos lewat dari antara kedua orang itu.

   Tentu saja kepandaian semacam itu membuat dua orang jagoan itu menjadi terbelalak dengan mulut melongo, hampir saja mereka mencurigai Thi Eng khi sebagai bayangan setan.

   Setelah tertegun sejenak akhirnya si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian berhasil mengenali asal usul dari ilmu gerakan tubuh tersebut, ia segera berteriak keras .

   "Aaah, ilmu Hu kong keng im."

   Perlu diketahui, ilmu Hu kong keng im merupakan ilmu andalan Bu im sin hong (angin sakti tanpa bayangan) Kian Kim siang yang amat termashur dalam dunia persilatan dimasa lalu, begitu Kwik Keng thian berseru, dua saudara To pun ikut terperanjat.

   Kemunculan dua bersaudara To ke dalam dunia persilatan agak terlambat beberapa tahun meski mereka tak sempat menyaksikan kelihayan dari Bu im sin hong Kian Kim siang namun kegagahan pendekar itu sudah lama sekali tertanam dalam hati kecilnya.

   Lebih lebih si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian, selama puluhan tahun dia dan Kian Kim siang boleh dibilang bersahabat karib tapi tiba tiba saja Kian Kim siang lenyap pada puluhan tahun berselang ia berusaha untuk menemukan kembali rekannya itu, sayang usahanya tak pernah berhasil.

   Maka setelah menyaksikan Thi Eng khi menggunakan ilmu Hu kong keng im tersebut, tanpa terasa muncul perasaan kangennya dengan sobat karibnya itu.

   Dengan wajah serius, Kwik Keng thian segera berkata .

   "Thi tayhiap, apakah kau kenal dengan Bu im sin hong Kian Kim siang Kian tayhiap? Darimana kau pelajari ilmu Hu kong keng im tersebut?"

   Thi Eng khi yang menyaksikan kejadian itu segera melihat pula betapa hormatnya mereka terhadap Kian Kim siang, dengan cepat dia menyadari kalau saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk membicarakan masalahnya secara baik-baik, maka secara ringkas dia lantas menceritakan pengalamannya sewaktu bertemu dengan Kian Kim siang.

   Akhirnya diapun menambahkan.

   "Aku dan Kian tua adalah sahabat karib, sekarang dia sedang di dalam perjalanan menuju ke bukit Siong san, entah ada urusan apa Kwik locianpwe menanyakan persoalan ini?"

   Si Pendendam raja akhirat Kwik Keng thian saling berpandangan sekejap dengan Jit Gwat siang beng To bersaudara, dua orang bersaudara To manggut manggut pelan tanpa berbicara.

   Dari sakunya Kwik Keng thian lantas mengeluarkan sebuah benda berbentuk cangkul obat yang terbuat dari batu kemala merah sepanjang beberapa inci, sambil diserahkan kepada Thi Eng khi, katanya .

   "Persoalan pada hari ini, kita akhiri sampai disini dulu, bila sauhiap tak ingin bermusuhan dengan sahabat sahabat persilatan dari wilayah Im kui dan Siang cuan, harap bawalah tanda pengenal ini untuk menjumpai Bu im sin hong Kian tayhiap, lalu ajaklah bersama untuk datang kemari guna menyelesaikan persoalan ini."

   Ketika Ting Un menyaksikan Thi Eng khi akan dilepaskan, dengan gelisah ia lantas berseru .

   "Jika kalian melepaskan bajingan ini, berarti kalian telah berbuat sesuatu yang menyedihkan ayahku!"

   Sambil membalikkan badan sekali lagi dia menerjang ke arah Thi Eng khi sambil bersiap-siap melakukan adu jiwa.

   Kwik Keng thian segera memerintahkan Hwee cun siucay Seng Tiok sian untuk menghalangi gerak maju Ting Un, kemudian katanya dengan suara dalam .

   "Nona Ting, jangan bertindak gegabah, asal Kian tayhiap masih hidup, persoalan ini biarlah diselesaikan oleh Kian tayhiap!"

   Sekalipun Ting Un tak mau menerima dengan begitu saja, namun berada dalam keadaan seperti ini kecuali menangis apalagi yang bisa dilakukan olehnya? Walaupun Thi Eng khi berjumpa dengan Kian Kim siang tanpa sengaja, ia benar benar tak menyangka kalau sahabatnya itu mempunyai kedudukan yang begitu tinggi di wilayah Im kui dan Siang cuan, diapun tidak menyangka kalau kesalahan paham tersebut bisa diredakan untuk sementara waktu hanya mengandalkan nama Kian Kim siang.

   Betul masalahnya belum selesai tapi asal diberi waktu yang cukup, dia tidak takut persoalan tersebut tidak menjadi terang.

   Bagaimanapun juga Thi Eng khi adalah seorang lelaki sejati, dia bukan seorang yang tidak bertanggung jawab, sambil menjura katanya .

   "Kematian Ting cengcu memang tak terlepas dari tanggung jawabku, bila aku tak mampu menyelidiki siapakah pembunuhnya, aku bersedia untuk mati dihadapan kalian."

   Dengan langkah lebar dia berjalan keluar meninggalkan tempat itu.

   Tapi baru beberapa langkah, mendadak ia teringat kembali dengan tujuan kedatangannya ke sana, walaupun ia tak tahu mengapa luka yang diderita Kwik Keng thian dapat sembuh kembali, tapi ia merasa kurang tenteram sebelum apa yang dijanjikan tidak dipenuhi.

   Akhirnya dia mengeluarkan sebutir pil Kim khong giok lok wan dan diserahkan kepada Kwik Keng thian sambil berkata .

   "Walaupun kepergian boanpwe sama sekali gagal untuk mendapatkan Si toan kim khong, namun aku berhasil mendapatkan pil Kim khong giok lok wan yang lebih besar kemujarabannya, harap locianpwe suka menerima sebutir pil ini sebagai hadiah dariku."

   Ia tak ambil peduli apakah si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian bersedia untuk menerimanya atau tidak, sambil mengerahkan tenaga dalamnya dia melemparkan pil Kim khong giok lok wan itu ke tangan orang.

   Dengan kesempurnaan tenaga dalam yang dimilikinya sekarang, secara mudah ia dapat mengirim pil Kim khong giok lok wan itu ke tangan Kwik Keng thian tanpa bisa ditolak kembali.

   Selain dari pada itu, Kwik Keng thian sudah lama mengenali kasiat pil Kim khong giok lok wan tersebut, berbicara terus terang dia pun merasa rikuh untuk menerimanya.

   Menanti dia hendak mengembalikan pil mustika itu kepada Thi Eng khi, pemuda itu sudah lenyap dibalik pepohonan sana.

   Terpaksa si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian harus bersuit panjang untuk memberi tanda kepada para penjaga gua agar membiarkan Thi Eng khi berlalu dari situ.

   Dengan demikian, sepanjang jalan Thi Eng khi baru tidak menjumpai halangan apa-apa.

   Tapi setelah terjadinya peristiwa ini, dia pun merasa rikuh untuk menunggang kuda hitam pemberian dari Kwik Keng thian lagi, selain itu diapun tidak bertanya kenapa luka dari Kwik Keng thian bisa sembuh.

   Tindakannya ini boleh dibilang cukup gagah dan terbuka.

   Sayangnya, tanpa kuda jempolan tersebut dia pun tak bisa sampai di bukit Siong san dalam waktu singkat.

   Tampaknya luka yang diderita Pek leng siancu So Bwe leng sudah tiada kemungkinan untuk ditolong lagi, setelah Tiang pek lojin So Seng pak sekalian mendesak Thi Eng khi agar pergi mencari harapan terakhir yang tipis harapannya untuk berhasil itu, mereka pun mulai mempersiapkan urusan terakhir dari gadis itu.

   Bersama waktunya mereka pun mengirim orang ke pelbagai tempat untuk mencari gadis yang berwajah mirip dengan Pek leng siancu So Bwe leng sebagai persiapan untuk menggantikan kedudukan So Bwe leng yang asli, hal ini perlu dilakukan untuk mencegah tekad Thi Eng khi untuk bunuh diri.

   Dengan kekayaan dan kemampuan yang dimiliki Tiang pek lojin, tak sampai belasan hari kemudian, segala sesuatunya telah selesai dipersiapkan.

   Bahkan gadis yang berwajah mirip dengan So Bwe leng pun berhasil ditemukan puluhan orang banyak.

   Diantara ada dua orang yang berwajah sangat mirip dengan wajah Pek leng siancu So Bwe leng, bahkan sampai nada suarapun hampir mirip.

   Saat itulah semua orang baru bisa menghembuskan napas lega sambil menunggu tibanya saat musibah tersebut.

   Ternyata keadaan luka yang diderita Pek leng siancu So Bwe leng pun sangat aneh, berada dalam keadaan yang lemah dengan napas yang hampir terputus, ternyata dia dapat bertahan selama belasan hari, malah setelah itu denyut nadinya berjalan normal kembali, kesadarannya pun pulih kembali.

   Ada orang berkata, gejala ini menunjukkan gejala seseorang yang sudah makin mendekati saat ajalnya.

   Menyaksikan keadaan seperti ini, Tiang pek lojin So Seng pak sekalian jago lihay tak sanggup menahan rasa sedihnya lagi, mereka mengucurkan air mata dengan rasa amat sedih.

   Akhirnya berita ini tersiar juga sampai di kuil Siau lim si.

   Ketua Siau lim pay Ci long taysu dan ketua Bu tong pay Keng hian totiang dengan mengajak segenap jago golongan lurus yang belum meninggalkan bukit Siong san bersama sama mengunjungi kuil Siong gak bio.

   Ternyata mereka merasa amat terharu oleh sikap Pek leng siancu So Bwe leng yang gagah berani sehingga menyebabkan rencana Huan im sin ang mengalami kegagalan dan melarikan diri dari sana.

   Oleh karena itu, mereka tidak pergi meninggalkan kuil Siau lim si, hal ini sebagai petanda kalau mereka pun sangat menguatirkan keselamatan dari Pek leng siancu So Bwe leng.

   Kini, dalam ruang tengah kuil Siong gak bio telah dipenuhi oleh tokoh tokoh persilatan, yang jarang dijumpai dalam dunia persilatan di hari biasa.

   Pek leng siancu So Bwe leng berada dalam kamar, kecuali kakeknya, dia ditunggui pula oleh ketua dari Siau lim pay, ketua dari Bu tong pay dan ketua dari Kay pang.

   Mereka bertiga sedang mewakili segenap umat persilatan dari daratan Tionggoan untuk menyampaikan rasa dukanya atas musibah yang menimpa So Bwe leng.

   Pada saat itulah, mendadak Pek leng siancu So Bwe leng berteriak keras .

   "Engkoh Eng .....!"

   Tiang pek lojin segera membungkukkan badan mendekati wajah So Bwe leng yang kurus, lalu sahutnya .

   "Nak, Eng ji sedang pergi mencarikan obat bagimu, sekarang apakah kau sudah merasa agak baikan ?"

   Mencoring sinar terang dari balik mata Pek leng siancu So Bwe leng, katanya lebih lanjut .

   "Leng ji akan.... akan menunggu sampai .... sampai engkoh Eng pu... pulang..."

   Rasa cinta yang dalam telah membangkitkan semangatnya untuk mempertahankan hidup.

   "Nak, engkoh Eng mu segera akan kembali, kau harus menunggu sampai kedatangannya!"

   "Yaa.... aku .... aku pasti akan me... menunggu samapai dia daa.... datang...."

   Suara pembicaraannya makin lama semakin lirih sebelum akhitnya jatuh tak sadarkan diri.

   Anehnya ternyata dia benar benar tidak menghembuskan napas penghapisan, ia benar benar berusaha melawan cengkeraman malaikat elmaut untuk menunggu kedatangan Thi Eng khi.

   Kembali beberapa hari sudah lewat, dalam suasana sebentar baik sebentar memburuk itulah Pek leng siancu So Bwe leng menyambung hidupnya lebih jauh.

   Kalau dihitung kembali, ternyata Pek leng siancu So Bwe leng dapat bertahan selama belasan hari lamanya.

   Tapi Thi Eng khi belum juga kembali.

   Suatu ketika, mendadak terdengar Tiang pek lojin yang berada dalam kamar berteriak keras .

   "Anak Leng! Anak Leng!"

   Nadanya gugup dan gelagapan, jelas keadaannya sangat berbahaya.

   Tak dapat diragukan lagi, tentunya Pek leng siancu So Bwe leng sudah tak sanggup untuk mempertahankan diri lebih jauh.

   Seketika itu juga, suasana dalam ruangan itu menjadi kacau balau tak karuan.

   Dalam keadaan kekacauan inilah, sesosok bayangan manusia berbaju abu-abu menyelinap diantara orang banyak dan masuk ke dalam kamar tidur Pek leng siancu So Bwe leng.

   Waktu itu Tiang pek lojin sekalian yang berada dalam kamar sedang dibikin panik, gugup dan sedih oleh karena So Bwe leng yang semakin kritis itu.

   Sehingga mereka tak ada yang memperhatikan kalau dalam kamar telah muncul seorang lagi.

   Tampak orang itu mengayunkan jari tangannya dan menotok jalan darah Jin tiong hiat di tubuh Pek leng siancu So Bwe leng.

   Ternyata tak seorang manusia pun yang berada di dalam kamar itu yang mengetahui kejadian tersebut.

   Setelah totokan dilepaskan, orang itu baru berkata .

   "Nona So tak bakal mati!"

   Walaupun suaranya kecil namun bagaikan suara genta yang bergema di pagi hari, lima orang tokoh silat yang berada dalam ruangan itu segera tersadar kembali dari lamunan.

   Saat itulah mereka baru tahu kalau dalam kamar telah bertambah dengan seorang nikou yang muda belia.

   Anehnya ternyata tak seorangpun diantara kelima orang tokoh silat itu yang mengenal dirinya.

   Nikou muda itu tertawa pelan kepada ketua Kay pang, Si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po, katanya .

   "Harap Cu pangcu ambilkan semangkuk kuah jian nian jinsom kemari!"

   Si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po segera mengundurkan diri tanpa mengucapkan sepatah katapun.

   Sepeninggal Cu Goan po, keempat orang lainnya juga tak mengucapkan sepatah katapun, mereka hanya merasa nikou muda itu mempunyai suatu kewibawaan yang bisa membuat orang menaruh kepercayaan sehingga sekalipun harus menyerahkan nyawa sendiri kepadanya pun mereka akan melakukannya tanpa ragu.

   Tiang pek lojin datang dari luar perbatasan sebagai tempat penghasil jinsom, tentu saja jinsom yang dibawapun amat banyak, tak selang berapa saat kemudian si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po telah membawa sebuah mangkuk berisi kuah jinsom berusia seribu tahun dan diserahkan kepada nikou muda itu.

   Dari dalam sakunya, nikou itu segera mengeluarkan tiga belas batang tumbuh tumbuhan hijau berbentuk seperti daun berambang dan diletakkan ke atas telapak tangannya, tidak nampak bagaimana caranya menghisap, tahu tahu kuah jinsom berusia seribu tahun dalam mangkuk itu telah berubah menjadi tiga belas buah jalur putih yang bersama sama meluncur ke dalam tumbuhan hijau tadi namun anehnya tak nampak setetes air pun yang mengalir keluar.

   Tampak nikou muda itu mengayunkan telapak tangannya ketiga belas lembar tumbuhan hijau itu dengan merubah diri menjadi tiga belas jalur cahaya hijau segera menyambar kedepan menembusi jalan darah ditubuh Pek leng siancu So Bwe leng dan lenyap dari pandangan.

   Setelah ketiga belas jalur cahaya hijau itu hilang, wajah Pek leng siancu So Bwe leng segera menampilkan perasaan sakit yang amat hebat.

   Tiang pek lojin sangat menguatirkan keselamatan cucunya, baru saja dia hendak menegur nikou muda itu sudah berkata lebih dulu.

   "So tayhiap boleh menggunakan tenaga sinkangmu untuk memancing berputarnya nyawa kehidupan dalam tubuh cucumu sambil membantu daya kerja obat tersebut untuk menyebar ke seluruh badan."

   Tiang pek lojin tidak ragu ragu lagi, dia segera menempelkan telapak tangannya di atas jalan darah Pek hwe hiat di tubuh Pek leng siancu So Bwe leng dan menyalurkan tenaga dalamnya ke dalam tubuh gadis tersebut.

   Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Sementara perhatian semua orang yang sedang ditunjukkan ke atas tubuh Tiang pek lojin dan Pek leng siancu So Bwe leng, tahu tahu bayangan tubuh nikou muda itu sudah lenyap tak berbekas.

   Dalam pada itu, dibawah bantuan tenaga dalam dari Tiang pek lojin, obat yang berada dalam tubuh Pek leng siancu So Bwe leng mulai bekerja, tak sampai sepertanak nasi kemudian, gadis itu sudah mengeluh perlahan.

   Perasaan Tiang pek lojin semakin mantap, tenaga dalam yang dikerahkan keluar pun makin deras.

   Kurang lebih dua jam kemudian Pek leng siancu So Bwe leng mengucapkan katanya yang pertama .

   "Aku lapar!"

   Tiang pek lojin segera menarik kembali telapak tangannya dan bangkit, sambil menyeka keringat yang membasahi jidatnya, ia berkata kepada Na im siansu So Ping gwan.

   "Cepat siapkan secawan kuah jinsom untuk anak Leng."

   Na im siusu So Ping gwan mengiakan dan buru buru berlalu dari ruangan.

   Sekarang Tiang pek lojin baru teringat dengan nikou cilik yang telah menolong jiwa cucu perempuannya, dia lantas celingukan kesana kemari untuk mencarinya, namun tak ditemukan, dia lantas bertanya .

   "Apakah kalian melihat kemana perginya siau suhu itu?"

   Semua orang menjadi tertegun, siapapun tak tahu kapan siau suhu itu pergi dari sana.

   "Biar aku mencarinya di luar!"

   Kata si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po. Ketua Siau lim si Ci long taysu segera berkata pula.

   "Mari kita mencarinya diluar, agar nona So bisa beristirahat dengan hati tenang!"

   Maka dalam kamarpun tinggal Tiang pek lojin seorang.

   Selesai meminum semangkuk kuah jinsom, kesegaran Pek leng siancu So Bwe leng menjadi pulih kembali.

   Dua hari kemudian, ia sudah dapat berbincang bincang beberapa waktu.

   Tampaknya luka yang dideritanya telah sembuh kembali, tapi lantaran kondisi badannya masih lemah maka kekuatan badannya belum pulih kembali seperti sedia kala.

   Ketua Siau lim si dan ketua Bu tong pay segera menghadiahkan banyak sekali obat kuat penambah tenaga untuk gadis itu, ditambah lagi Tiang pek lojin memang mempunyai banyak obat mestika, maka kesehatan badan Pek leng siancu So Bwe leng dapat sembuh kembali dengan cepat.

   Tak selang berapa hari kemudian, gadis itu sudah dapat turun dari pembaringan untuk berjalan jalan sambil bergurau.

   Begitu penyakitnya sembuh, diapun menjadi tak bisa tenang lagi.

   Pelbagai ingatan mulai bermunculan dari benaknya.

   Dari mulut orang lain, ia mendengar pula kalau Thi Eng khi telah bersumpah akan bunuh diri untuk mendampinginya, hal ini membuat hatinya amat gembira.

   Tapi satu ingatan aneh pun muncul kembali dalam benaknya, dia minta kepada Tiang pek lojin agar menganggap dia sungguh sungguh sudah mati serta melaksanakan rencana semula.

   Oleh karena gadis itu baru saja sembuh dari sakitnya, tak heran kalau Tiang pek lojin kelewat sayang kepada cucu perempuannya ini, walaupun dalam hati kecilnya dia merasa enggan, namun toh diluluskan juga permintaan itu.

   Karena orang yang dipersiapkan sudah hadir disitu, apalagi diberi petunjuk secara langsung oleh Pek leng siancu So Bwe leng, maka tak selang berapa saat kemudian dalam kuil Siang gak bio telah bertambah dengan beberapa orang Pek leng siancu So Bwe leng.

   Dengan tenang mereka menantikan kedatangan dari Thi Eng khi .....

   Sementara itu, Thi Eng khi terpaksa harus mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk menggantikan kuda berbulu hitamnya, dalam waktu singkat ia telah tiba di kota Lu si, menginap semalam, ia membeli seekor kuda jempolan untuk melanjutkan perjalanannya.

   Masih seperti cara semula, dia larikan kudanya sekuat mungkin dan sejauh mungkin tanpa berhenti, bila kuda itu sudah tak kuat maka diapun bergantian dengan kuda lain.

   Selama beberapa hari saja, ia telah menyeberangi wilayah sam siang dan tiba di kota Seh si.

   Seh si terletak di pantai utara sungai besar yang berada di sebelah tenggara kota Swan cong, kota itu termasuk dalam keresidenan Kang leng dan merupakan daerah penghasilan kapas, tak heran kalau suasana disana amat ramai sekali, apalagi sebagai pusat perdagangan.

   Ketika Thi Eng khi berhasil menyeberangi sungai dan memasuki kota Sam si, hari sudah malam dan saat itu merupakan saat rumah rumah memasang lampu penerangan.

   Ia lantas mencari rumah penginapan untuk beristirahat, setelah memesan kepada pelayan untuk memberi makan kudanya, dia pun memesan dua kati daging sapi dab hidangan kecil lainnya mengisi perut , selesai bersantap ia kembali ke kamar untuk beristirahat.

   Selama ini boleh dibilang ia selalu menguatirkan keselamatan dari Pek leng siancu So Bwe leng.

   Selama beberapa hari terakhir ini kecuali berganti kuda siang malam dia selalu melakukan perjalanan tiada hentinya, bila sudah lelah dia hanya bersemedi sebentar untuk selanjutnya meneruskan kembali perjalanannya.

   Jadi malam ini, ia baru secara resmi menginap dalam sebuah rumah penginapan setelah melakukan perjalanan sekian lama.

   Semenjak Thi Eng khi berhasil mendapat warisan tenaga dalam Heng kian sinkang dari Thio Biau liong, tenaga dalamnya telah memperoleh kemajuan yang amat pesat termasuk juga ilmu Sian thian bu khek ji gi sin kang miliknya sendiripun mendapat kemajuan banyak.

   Sekarang dia sedang mempergunakan ilmu Sian thian bu khek ji gi sin kang untuk memulihkan kembali kekuatannya, baru sampai tengah malam dia selesaikan latihannya itu, kontan semua kelelahan terusir dan semangatnya menjadi berkobar kembali.

   Selesai bersemedi, ia tak sabar untuk menunggu sampai datangnya fajar pagi untuk melanjutkan perjalanan, dia segera membangunkan pelayan dari tidurnya, membayar rekening untuk melanjutkan perjalanannya kembali.

   Selama ini belum pernah si pelayan menjumpai tamu seaneh ini, dengan wajah tak senang hati dia bangun dari tempat tidur.

   Thi Eng khi tahu, membangunkan orang di tengah malam buta memang sesuatu yang tak pantas, maka dia mengeluarkan setahil emas murni dan diserahkan kepada pelayan itu seraya berkata .

   "Ini untuk membayar sewa kamarku, sisanya anggap saja sebagai persen untukmu!"

   Setahil emas murni berarti sepuluh tahil perak, padahal menurut uang waktu itu, sepuluh tahil perak berarti bisa dipakai untuk ongkos menginap dalam rumah penginapan sekecil ini selama satu tahun lebih.

   Padahal Thi Eng khi cuma menginap setengah malam disana, persen yang diberikan kepadanya boleh dibilang sangat berlebihan.

   Setelah diberi uang sebanyak ini, bila pelayan itu masih tak senang hati, sudah pasti otaknya kurang waras.

   Tapi pelayan itu memang aneh sekali, dia masih mengomel juga dengan nada tak senang .

   "Kongcu benar benar seorang manusia paling aneh di dunia ini, sekalipun hal ini tidak merepotkan dirimu sendiri, tapi paling tidak kau toh harus mengingat kami orang orang kecil yang sudah bekerja seharian penuh ...."

   Walaupun dia berkata begitu, nyatanya sisa uang tersebut pun tak pernah dikembalikan kepada Thi Eng khi.

   Thi Eng khi sendiri tentu saja enggan untuk mengurusi tetek bengek seperti itu, dia segera mencemplak kudanya dan pada malam itu juga berangkat meninggalkan kota Seh si.

   Rembulan bersinar di tengah awang awang membuat seluruh jagad menjadi cerah.

   Thi Eng khi membedal kudanya kencang kencang siapa tahu ketika dia hendak menarik tali les kudanya, kuda tersebut tak mau menuruti perkataannya lagi, malah sebaliknya berlarian ke depan semakin kencang lagi.

   Dalam keadaan apa boleh buat, terpaksa Thi Eng khi membiarkan kuda itu berlarian sekehendak hatinya.

   Dalam waktu singkat, puluhan li sudah dilewatkan, tiba tiba kuda itu menjadi lemas setelah meringkik panjang dan mengeluarkan buih dari mulutnya, binatang itu terletak di tanah dan tak bisa bangun lagi.

   Menghadapi kejadian seperti ini, Thi Eng khi segera menggelengkan kepalanya berulang kali menghela napas, dia menganggap kuda tersebut tak bisa ditunggangi lagi.

   Dasar pemuda ini memang berhati bijak, diapun menurunkan pelananya dari punggung binatang tersebut....

   Menanti pelana itu diturunkan, baru diketahui punggung kuda itu berdarah dan menderita luka yang parah.

   Tak heran kalau kuda itu berlarian seperti gila, rupanya pelayan itu telah berbuat jahat dengan meletakkan tiga lembar lempengan besi dibawah pelana kuda itu yang menyebabkan punggung binatang tadi terluka.

   Untuk sesaat Thi Eng khi tidak habis mengerti apa sebabnya pelayan itu bersikap begitu kepadanya, terpaksa dia harus melanjutkan perjalanan sambil berjalan kaki.

   Berbicara soal ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Thi Eng khi saat ini, andaikata dia mau menempuh perjalanan cepat sekalipun kuda mestika berbulu hitam juga sukar untuk menandingi kecepatannya, cuma dengan begitu ia tak mampu untuk melakukan perjalanan siang malam.

   Demikianlah, setelah Thi Eng khi melanjutkan perjalanannya dengan menggerakkan ilmu meringankan tubuhnya, bayangan tubuh pemuda itu seakan akan tidak terlihat lagi, misalnya ada orang yang berpapasan dengannya di tengah jalan, maka paling banter orang itu cuma merasakan ada segulung angin yang berhembus lewat saja.

   Entah sudah berapa jauh dia sudah berjalan, mendadak ia mendengar suara ringkikan kuda berkumandang datang dari dalam sebuah rumah lebih kurang puluhan kaki di tepi jalan.

   Tergerak hati Thi Eng khi menjumpai hal tersebut, segera pikirnya .

   "Bila kubeli kuda tersebut dengan harga tinggi, bukankah aku bisa melanjutkan perjalanan lagi tanpa membuang banyak tenaga."

   Begitu ingatan tersebut melintas dalam benaknya, dia segera bergerak menuju kearah mana berasalnya suara ringkikan kuda tadi.

   Setelah semakin dekat, ia baru tahu kalau bangunan rumah itu adalah sebuah kuil to koan.

   Ketika tiba didepan pintu, dia ragu ragu untuk sesaat dan tak tahu apa yang harus dilakukan, mengetuk pintu untuk berjalan masukkah? Atau lebih baik masuk dengan melompati dinding pekarangan? Pada saat itulah mendadak dari dalam kuil berkumandang datang suara jeritan lengking dari seorang perempuan, suara itu penuh diliputi oleh perasaan putus asa dan ngeri.

   Tanpa berpikir panjang lagi Thi Eng khi segera melompat masuk ke dalam pekarangan.

   Dari sebelah kiri ruangan kuil tampak ada cahaya lampu yang mencorong keluar, lagipula dari sana terdengar suara orang sedang meronta.

   Thi Eng khi merasakan darah panas bergelora didalam dadanya, dia segera menghamtam jendela kamar sambil menerobos masuk kedalam.

   Tapi apa yang terlihat kemudian membuat dia menjadi tertegun dan tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.

   Ternyata di dalam kamar itu terdapat sepasang muda mudi dalam pakaian dalam yang minim, perempuan tersebut sedang duduk ketakutan di sudut pembaringan dengan wajah pucat pias karena ketakutan.

   Sedangkan lelaki tersebut berdiri di tanah dengan sebuah bangku sedang menindih seekor ular kecil berwarna hijau.

   Berhubung Thi Eng khi menyerbu masuk secara tiba tiba lelaki itu menjadi terperanjat sampai lupa untuk menekan ular hijau tersebut dengan bangkunya.

   Ular kecil itu segera meronta melepaskan diri dari tindihan lalu dengan kecepatan tinggi memagut tangan sang pria yang sedang memegang bangku.

   Dalam keadaan begini, Thi Eng khi tak sempat untuk menyapa lelaki itu lagi, terpaksa dia harus melepaskan sentilan jari tangannya untuk membunuh ular kecil itu, kemudian baru katanya dengan wajah tersipu sipu.

   "Kalian berdua.... kalian berdua.."

   Apalagi yang bisa dia katakan? Sudah jelas orang lain menjerit karena bertemu dengan ular, sedang dia pun masuk ke kamar orang tanpa permisi, suasana semacam ini benar benar membuatnya menjadi sangat rikuh.

   Mendadak perempuan itu menjerit lagi dengan suara lengking .

   "Tolong ..... tolong...... ada perampok, ada perampok!"

   Keadaan seperti ini makin membuat Thi Eng khi bertambah runyam dan serba salah.

   Untung saja lelaki itu masih cukup bernyali.

   Setelah melihat dandanan dari Thi Eng khi dan juga melihat gerak geriknya yang halus, dia tahu kalau orang itu bukan orang jahat.

   Dia lantas menyuruh perempuan itu berhenti berteriak, lalu ujarnya kepada Thi Eng khi .

   "Saudara, mungkin kedatanganmu agak salah paham."

   Dengan wajah memerah Thi Eng khi manggut manggut.

   "Yaa, benar, aku mengira ada orang jahat yang sedang beraksi disini, sungguh tak nyana kedatanganku malah hanya mengganggu kalian, harap sudi memaafkan."

   Tampaknya yang perempuan adalah seorang yang berjiwa sempit, dengan wajah tak senang hati dia segera mengomel .

   "Dasar setan sembrono, masa kalau ingin menolong orang tidak dilihat dulu keadaannya? Bikin orang ketakutan saja!"

   Thi Eng khi benar benar merasa sangat jengah, seandainya disitu ada lubang niscaya dia sudah menerobos masuk untuk menyembunyikan diri.

   Agaknya yang pria kuatir kalau perbuatan perempuan itu menggusarkan Thi Eng khi, buru buru dia menutupi badan perempuan tadi dengan selimut dan ia sendiri pun mengenakan baju luar.

   Pada saat itulah dari luar pintu kedengaran suara langkah manusia kemudian terdengar seseorang mengetuk pintu sambil menegur .

   "Kong tiong, ada apa? Mengapa berteriak teriak?"

   Lelaki itu segera membuka pintu, seorang tosu tua segera berjalan masuk ke dalam ruangan. Ketika Thi Eng khi melihat tosu tua itu, dia baru teringat akan satu persoalan segera pikirnya .

   "Heran, mengapa di dalam kuil To koan bisa muncul sepasang suami istri muda yang menginap bersama?"

   Baru saja ingatan tersebut melintas lewat, jawabannya segera diperoleh dari lelaki itu. Terdengar lelaki tersebut menjawab .

   "Paman, tadi menanti keponakan hendak turun dari ranjang, tiba tiba melihat ada seekor Jit poh kim disitu, saking kagetnya kami menjerit, rupanya jeritan kami mengundang kedatangan pendekar ini, siapa tahu dia salah paham terhadap pendekar ini dengan mengiranya sebagai penyamun sehingga akibatnya.... hal ini sampai membangunkan kau orang tua."

   Tosu tua itu segera menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "Yaa, hal ini memang tak bisa menyalahkan kepada orang lain, dalam tokoan ada perempuannya ..... cara dari mana ini?"

   Kemudian denga wajah tersipu dia berpaling kearah Thi Eng khi sambil melanjutkan.

   "Mereka adalah keponakan dan menantu keponakan pinto yang hendak pulang dusun karena perjalanan jauh mereka ikut menumpang sehari disini, harap sauhiap jangan menertawakan."

   "Aaah, mana..... mana..... akulah yang gegabah sehingga mengganggu ketenangan kalian semua, harap kalian sudi memaafkan."

   Sesudah menjura buru buru dia mengundurkan diri dari situ.

   Tosu tua itu segera mempersilahkan Thi Eng khi untuk duduk didalam kamarnya.

   Dalam kesempatan itu Thi Eng khi lantas mengutarakan niatnya untuk membeli kuda yang didengarnya meringkik dalam kuil.

   Tosu tua itu bilang, kuda tersebut milik keponakan serta menantu keponakannya, jadi tak tahu apakah akan dijual atau tidak.

   Mendengar itu, Thi Eng khi segera mengeluarkan sepuluh tahil emas murni, kemudian katanya sambil tersenyum .

   "Agaknya kuil ini kurang banyak pengunjungnya, harap sejumlah kecil uang emas ini bisa digunakan sebagai ongkos perawatan kuil."

   Mencorong sinar terang dari balik mata tosu tua itu, buru buru dia mengucapkan terima kasih. Kemudian katanya lagi .

   "Rumah mertua keponakanku hanya tinggal setengah harian perjalanan, sekalipun ditempuh dengan berjalan kaki juga tidak mengapa, bila sauhiap membutuhkan kuda, besok akan pinto rundingkan dengan keponakanku itu."

   Kembali Thi Eng khi mengeluarkan sepuluh tahil emas sambil berkata .

   "Kalau begitu, kumohon bantuan dari totiang!"

   Setelah menerima uang, tosu tua itu memberikan kamarnya untuk dipergunakan oleh Thi Eng khi.

   Menggunakan kesempatan itu, Thi Eng khi segera bersemedi untuk mengembalikan tenaganya.

   Tak sampai tiga kali latihan, waktu sudah menunjukkan kentongan ke empat, jaraknya dengan fajarpun tinggal satu setengah jam.

   Thi Eng khi segera bangkit berdiri dan bermaksud untuk keluar dari kamar untuk berlatih ilmu pukulan.

   Siapa tahu begitu tangannya menyentuh pintu kamar tersebut, ia menjadi tertegun, buru buru dia mengerahkan tenaganya untuk mendorong sekuat tenaga, alhasil pintu itu masih belum juga terbuka.

   Lama kelamaan dia menjadi naik darah sambil mengerahkan tenaga dia menghantam dinding ruangan itu.

   "Blaaammm...!"

   Dinding ruangan itupun sama sekali tidak roboh. Ternyata seluruh ruangan tersebut terbuat dari baja asli. Pada saat itulah dar


Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long Kuda Binal Kasmaran -- Gu Long Pisau Kekasih Karya Gu Long

Cari Blog Ini