Pukulan Naga Sakti 15
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id Bagian 15
semua orang.
Belum lenyap suara tersebut, Tiang pek lojin telah mengalihkan sorot matanya yang tajam keujung tonggak air tersebut, kemudian bentaknya lagi.
Tampak tonggak air yang menjulang ke angkasa itu mendadak berputar memenuhi angkasa, keadaan tersebut ibaratnya naga sakti yang sedang menari nari dengan cepatnya.
Ciri khas dari ilmu Kiu coan hian kang pun segera terlihat pada sembilan perputaran yang segera tercipta ditengah udara.
"Bagus sekali,"
Tiba tiba Bu im sin hong Kian Kim siang membentak nyaring.
"siaute akan memeriahkan pula acara ini!"
Tampak tubuhnya melayang ke tengah udara, sekilas pandangan nampaknya amat lamban, padahal cepatnya bagaikan sambaran kilat, tahu tahu dia sudah melayang turun di atas sembilan naga yang sedang menari itu, kemudian dengan mengandalkan hawa murninya, dia berdiri tegak di ujung tonggak air tersebut sehingga seakan akan dia menjadi kepala naga yang tersumbul keluar dari balik tonggak air.
Ilmu gerakan tubuh semacam ini nampak jauh lebih hebat setingkat bila dibandingkan dengan ilmu Leng siu poh hoat.
Sim ji sinni segera berkata kepada Keng thian giok cu Thi Keng sambil tertawa .
"Demonstrasi ilmu sakti yang diperlihatkan So sicu dan Kian sicu sudah membuktikan kalau mereka memang orang yang asli. Sekarang tiba giliran pinni untuk menunjukkan kejelekanku!"
Selesai berkata dia mengangkat tangannya sambil memuji .
"Omitohud!"
Kemudian sambil memejamkan matanya, dia tidak berbicara atau bergerak, tidak nampak pula sesuatu gerakan apapun.
Ciu Tin tin sampai setengah harian lamanya mengawasi gurunya dengan seksama, akan tetapi dia tak berhasil menemukan dimanakah letak kelihayan dari ilmu Boan yok sinkang tersebut.
Tanpa terasa dia lantas berbisik kepada Bu naynay.
"Bu naynay, Tin ji tidak mengerti!"
Bu naynay segera menggelengkan kepalanya, jelas diapun tidak lebih bodoh daripada Ciu Tin tin. Sambil tersenyum Keng thian giok cu segera berkata .
"Sinni sedang menggunakan naga air yang sedang menari sebagai sasarannya untuk mendemonstrasikan daya kekuatannya melukai orang dari jarak jauh."
Akan tetapi Ciu Tin tin masih saja kebingungan, jelas dia tidak berhasil melihat dimanakah letak kelihayan gurunya.
"Tin ji,"
Keng thian giok cu Thi Keng segera berkata.
"tidakkah kau saksikan dibalik naga air tersebut terdapat sepotong tangkai pohon berwarna hijau?"
Ciu Tin tin mengerahkan tenaganya dan harus mencari sekian lamanya sebelum berhasil menemukan sebatang ranting pohon berwarna hijau yang lima inci panjangnya sedang bergerak kian kemari mengikuti gerakan air di pinggang naga air.
Mendadak ranting pohon itu terbelah menjadi empat lalu menyusul kemudian ranting pohon yang berwarna hijau itu lambat laun berubah menjadi kuning, jelas ranting tadi sudah hampir berakhir masa hidupnya.
Menyusul kemudian suatu peristiwa aneh terjadi, ranting kuning yang semula terbelah menjadi empat itu menyatu kembali secara otomatis, sementara warna kuning yang hampir layu itu pelan pelan pulih kembali menjadi hijau segar.
Sekarang Ciu Tin tin baru dapat menyaksikan kelihayan ilmu sakti gurunya yang benar benar luar biasa itu.
Keng thian giok cu Thi Keng segera berpekik nyaring, baru saja suara pekikan tersebut melengking, suaranya berubah menjadi panjang seakan akan terdapat benda yang berwujud yang ikut tergulung gulung mengikuti gelombang naga air hasil ciptaan Tiang pek lojin So Seng pak.
Naga air yang semula lincah menari nari itu, mendadak menjadi lambat laun gerakannya, gulungan dan getaran pun ikut menjadi pelan.
Ternyata keng thian giok cu Thi Keng telah menggunakan ilmu sian thian bu kek ji gi sinkang yang dirubah dari irama menjadi suatu kenyataan untuk beradu kekuatan dengan Tiang pek lojin.
Cuma saja serangan itu dilancarkan sekilas lewat dan tidak mengerahkan segenap tenaga yang dimilikinya.
Keng thian giok cu Thi Keng berpekik nyaring kemudian tertawa terbahak bahak, serunya .
"Haaahhhh..... haaahhhh.... haaahhhh.....saudara So harap kau sudi memaafkan kesilapan diriku!"
Dalam waktu singkat, langit menjadi cerah dan pelan-pelan naga air itu kembali ke dalam sumur. Keempat orang tua itu bersama sama tertawa tergelak, kemudian katanya berbareng .
"Sungguh beruntung diantara kita berempat tak ada yang gadungan ...."
"Selanjutnya kita harus menentukan suatu kode rahasia atau kata sandi yang menentukan asal usul kita, daripada jejak kita selanjutnya dicatut orang,"
Kata Keng thian giok cu Thi Keng lagi.
"Tampaknya saudara Thi sudah memikirkan semua persoalan dengan seksama, harap kau suka mengutarakan sekalian usulmu,"
Ucap Bu im sin hong Kian Kim siang.
Dengan mengerahkan ilmu penyampaikan suara, Keng thian giok cu Thi Keng saling bertukar pandangan dan usul, akhirnya sambil tersenyum keempat orang itu tertawa terbahak bahak, sekarang mereka tak usah kuatir lagi lagi untuk menganggap temen sebagai lawan dan menganggap lawan sebagai teman.
Terutama sekali antara Tiang pek lojin So Seng pak dengan Bu im sin hong Kian Kim siang, bila teringat kesalahan paham yang berlangsung diantara mereka tadi, tak tahan lagi kedua belah pihak saling berpandangan sambil tertawa tergelak.
Sekarang asal usul mereka berempat sudah jelas, mereka tak usah kuatir lagi terhadap lawan bicaranya.
Sekali lagi Bu im sin hong Kian Kim siang mengulangi kembali kecurigaannya kalau Thi Eng khi kemungkinan besar bersembunyi di dalam gua pertapaan Thio Biau liong.
Keng thian giok cu Thi Keng termenung beberapa saat lamanya, kemudian berkata .
"Biarlah dia pergi! Untuk sementara waktu kita tak usah pergi mencarinya, sebab bila sampai begitu malah dia akan merasa dirinya tersudut ....."
"Eng ji pernah bersumpah akan menyusul Leng ji kealam baka,"
Kata Tiang pek lojin So Seng pak dengan wajah murung.
"jikalau dia tidak mengetahui kalau Leng ji masih hidup dan sampai dia menghadapi hal hal yang tidak diinginkan, bagaimana jadinya?"
"Eng ji mempunyai ambisi dan cita cita yang tinggi, dia pasti akan menganggap tindakan lohu menggabungkan diri dengan Ban seng kiong merupakan suatu penghinaan yang memalukan, sebelum penghinaan ini dihapus, dia tak akan mengakhiri hidupnya dengan begitu saja, itu berarti jika dia hendak menyusul Leng ji itupun akan dilakukan di kemudian hari, atau dengan perkataan lain kita masih punya kesempatan untuk menyelamatkan jiwanya, aku rasa persoalan paling penting yang sedang kita hadapi kini adalah bagaimana menghadapi rencana keji dari Hian im Tee kun!"
Keng thian giok cu Thi Keng adalah kakek dari Thi Eng khi, setelah dia mengusulkan agar jangan mengusik Thi Eng khi, tentu saja semua orang tak bisa berkata apa-apa lagi.
Hanya Ciu Tin tin seorang yang sangat merindukan Thi Eng khi, dengan perasaan yang tak terkendali dia lantas berseru .
"Yaya..."
"Ada apa anak Tin?"
Tanya Keng thian giok cu Thi Keng. Merah padam selembar wajah Ciu Tin tin, tentu saja apa yang menjadi rahasia hatinya tak berani dikemukakan, sahutnya .
"Mengapa kalian tidak bersama sama masuk ke dalam kuil dan merundingkan persoalan ini pelan pelan?"
Sim ji sinni segera berseru pula sambil tertawa.
"Aaah, pinni benar benar kurang sopan, untung Tin ji mengingatkan, mari .... mari masuk!"
Mereka semua lantas bersama sama memasuki kuil Sam sim an dan mengambil tempat duduk, setelah menghidangkan air teh, Ciu Tin tin dan Bu naynay mengundurkan diri keluar dari kuil dan berjaga di empat penjuru kuatir ada orang menyadap hasil perundingan itu.
Kurang lebih setengah pertanak nasi kemudian, Sim ji sinni baru memanggil Ciu Tin tin dan Bu naynay untuk masuk kedalam kuil.
Sementara itu, dalam kuil sudah tidak nampak Keng thian giok cu Thi Keng sekalian bertiga.
Padahal Ciu Tin tin dan Bu naynay mendapat tugas untuk melindungi sekeliling tempat itu tapi nyatanya mereka tidak mengetahui sejak kapankah ketiga orang itu meninggalkan kuil, hal mana kontan saja membuatnya menarik napas dingin, pikirnya.
"Tampaknya kepandaian kami benar benar masih ketinggalan jauh sekali."
Sim ji sinni seperti dapat memahami suara hati Ciu Tin tin, ujarnya kemudian sambil tertawa .
"Akupun hendak turun gunung untuk melakukan perjalanan, baik baiklah kau melatih diri!"
Setelah meninggalkan se
Jilid kitab buat Ciu Tin tin dan meninggalkan beberapa pesan kepada Bu naynay, dia turut berangkat meninggalkan bukit itu.
Bagaimana dengan Thi Eng khi? Berbagai persoalan yang dihadapi si anak muda cukup memberantakan perasaannya, terutama sekali setelah mendengar kalau kakek yang paling dihormati dan disayangi pun telah bergabung dengan Hiam im Tee kun dan menjabat sebagai Tongcu ruang Cing liong tong dari istana Ban seng kiong.
Peristiwa ini benar benar membuatnya malu dan batinnya terpukul, tanpa bisa dikuasai lagi dia segera melarikan diri sekuat tenaga tanpa arah tujuan.
Setelah berlarian sekian waktu, dan dikala tubuhnya sudah mulai penat, kesadarannya mulai pulih kembali dan perasaannya menjadi tenang.
Pelbagai penghinaan dan cemoohan yang dideritanya selama ini telah membuat anak muda tersebut lebih tabah menghadapi segala perubahan, semakin besar daya tekanan lingkungan yang menggencetnya, semakin besar pula ambisinya untuk berjuang menuju ke atas.
Berdasarkan pelbagai alasan tersebut, akhirnya dia mengambil keputusan untuk balik ke dalam gua yang ditinggalkan Thio Biau liong untuk memperdalam ilmu silatnya, sebagai persiapan untuk berduel melawan melawan Hian im Tee kun dan mencuci bersih penghinaan dan rasa malu yang diberikan kakeknya Keng thian giok cu Thi Keng terhadap perguruan Thian liong pay.
Begitu keputusan diambil, dia lantas berangkat menuju ke bukit Bu gi san.
Peristiwa itu terjadi sebelum Bu im sin hong Kian Kim siang sekalian bertiga mengejarnya ke bukit Bu gi san.
Siapa tahu, baru saja akan memasuki wilayah bukit Bu gi san, dia telah menjumpai suatu penghadangan lagi yang sama sekali berada di luar dugaan.
Tatkala Thi Eng khi berangkat kembali ke bukit Bu gi san, hari sudah malam dan angkasa diliputi oleh kegelapan.
Dengan mengerahkan segenap tenaga yang dimiliki, dalam beberapa lompatan yang lebar, dia bergerak ke depan menembusi hembusan angin bukit yang kencang.
Tenaga dalamnya memang sudah mencapai puncak kesempurnaan, gerak geriknya cepat bagaikan sambaran petir.
Dalam keadaan begitulah, mendadak dia menyaksikan dua sosok bayangan manusia sedang berjalan di depannya dengan kecepatan luar biasa......
Kalau dilihat dari gerakan tubuh mereka jelas terlihat kalau tenaga dalam yang dimiliki orang itu sangat lihay, gerak geriknya sama sekali tidak menimbulkan suara apa apa, andaikata tenaga dalam yang dimiliki Thi Eng khi tidak memperoleh kemajuan yang pesat, mungkin sulit untuk menyusul mereka.
Thi Eng khi tidak bernapsu untuk mencampuri urusan orang lain, dia ingin melewati dari sisi mereka dan langsung naik gunung.
Siapa tahu pada saat itulah, terdengar salah seorang diantara kedua orang itu berkata .
"Dalam perjalanan menuju ke kuil Siau lim si kali ini, siaute benar benar merasa kuatir bagi nama besar Pencuri sakti yang kau miliki itu, apa kau yakin pasti berhasil?"
Orang kedua segera mendengus dingin.
"Hmm, Phu thian meski merupakan halaman bagian belakang dari kuil Siau lim si, aku si Pencuri sakti Go Jit masih tidak memandang sebelah mata pun terhadap mereka, yang kukuatirkan justru adalah keselamatan saudara sendiri, memancing harimau tidak berhasil malahan kena terbacok hidup hidup oleh kawanan hwesio tersebut."
Orang pertama itu segera tertawa seram.
"Haaahhhh..... haaahhhh...... haaahhhhh...... aku Thi tan kim wan (lempengan baja peluru emas) Ci Ceng lui bukan lagi mengibul. Berbicara terus terang saja, jangan toh kawanan jagonya, kendatipun Ci long siansu ciangbunjin dari kuil Siau lim si sendiripun belum tentu bisa lolos dari lempengan baja peluru emasku dengan selamat. Sementara pembicaraan masih berlangsung mereka berbelok dan berputar arah. Ternyata mereka cuma memotong jalan dengan melalui bukit Bu gi san saja. Thi Eng khi adalah seorang pendekar yang berjiwa besar, seandainya dia tidak mengetahui persoalan ini, tentu saja tak bisa dikatakan. Sekarang setelah tahu kalau pihak Siau lim si menghadapi kesulitan, dia menjadi tak tega untuk berpeluk tangan belaka. Dengan cepat dia kesampingkan persoalan pribadinya dan secara diam diam melakukan pengejaran dari belakang. Sekalipun dia menguntil di belakang kedua orang itu secara diam diam dan sudah melihat jelas raut wajah mereka namun sepanjang jalan tidak melakukan penghadangan apapun. Pertama, dia kuatir menggebuk rumput mengejutkan ular sehingga membuat urusan besar terbengkalai. Kedua, karena dia hanya tahu bahwa kedua orang itu hendak menuju ke kuil Siau lim, sedangkan apa maksud tujuannya masih belum jelas, sebab itu dia merasa enggan untuk sembarang bertindak. Begitulah seterusnya, hingga sampai di kota Lam peng, dia masih belum mengetahui jelas tujuan dari kedua orang itu. Nampaknya mereka sangat cerdik dan cekatan, itu berarti selanjutnya akan sulit untuk menemukan suatu jejak apapun dari mereka. Berpikir demikian, dia mengambil keputusan untuk berangkat dulu ke kuil Siau lim si untuk melaporkan kejadian ini, dengan begitu pihak Siau limsi mempunyai kesempatan untuk mengatur persiapan dan tak sampai kecolongan. Berpendapat demikian, dia lantas berangkat dulu menuju ke Phu thian ..... Tiba di kota Phu thian, hari sudah malam, terpaksa dia memperlambat langkah kakinya dengan harapan bisa menemukan sebuah rumah petani untuk menginap semalam, kemudian pada keesokan harinya baru berangkat ke kuil Siau lim si untuk memberi laporan. Di depan sana, di balik tumbuhan bambu yang rindang terdapat tiga buah rumah petani, didepan rumah terbentang sebuah kolam dengan air yang jernih, begitu tenang suasana di situ membuat orang merasakan hatinya amat nyaman..... Setelah menelusuri sebuah jalanan kecil, belum lagi dia sempat menyapa, mendadak dari dalam rumah melompat keluar dua ekor anjing besar dan menubruk kearahnya sambil menggonggong. Tujuan Thi Eng khi adalah mencari tempat pemondokan, tentu saja dia segan untuk memukul anjing tersebut, terpaksa dia harus berkelit ke samping untuk menghindarkan diri. Sementara itu dari dalam rumah muncul seorang bocah berusia sepuluh tahunan, sambil berlari keluar, dia berteriak keras keras .
"Kembali!"
Kedua ekor anjing itu menurut sekali, sambil mengebaskan ekornya mereka berjalan kembali. Thi Eng khi segera maju dua langkah kemuka, kemudian sambil tersenyum disapanya bocah itu .
"Engkoh cilik, aku adalah Thi Eng khi dan ingin berbicara dengan orang tuamu."
Sambil menengadah bocah cilik itu melototkan matanya bulat bulat, kemudian seraya mengawasi wajah Thi Eng khi dia menegur .
"Kau datang dari luar?"
Thi Eng khi merasa bocah ini bukan seorang manusia yang sederhana, karena sewaktu dia masih kecil dulu belum pernah memiliki jalan pemikiran seperti ini.
Dia tidak menyangka kalau dari dandanan maupun caranya berbicara, seakan akan bocah itu bisa membaca kalau dia berasal dari luar desa.
Maka setelah mendengar pertanyaan itu, cepat cepat dia mengangguk.
"Aku adalah seorang yang sedang melakukan perjalanan."
"Ada urusan apa kau mencari orang tuaku? Katakan saja kepadaku, toh sama saja."
Thi Eng khi agak sungkan untuk mengemukakan keinginannya untuk mencari tempat pemondokan kepada bocah cilik itu, untuk sesaat dia menjadi termangu dan berkerut kening.
"Aku mempunyai sebuah permohonan, apakah Engkoh cilik bisa mengambil keputusan?"
Bocah cilik itu segera memperlihatkan sikap seorang dewasa sambil mengangkat kepala dan membusungkan dada dia menyahut .
"Siapa bilang kalau aku tak bisa mengambil keputusan?"
Thi Eng khi segera tertawa getir, ujarnya .
"Aku sedang kemalaman di tengah jalan, kini aku bermaksud untuk menumpang semalam saja disini, apakah engkoh cilik bersedia mengabulkan permintaanku ini?"
Dengan kening berkerut, bocah itu segera menggeleng.
"Soal ini ..... aku pikir kurang begitu leluasa.
"
"Aku hanya memohon menumpang semalam sajam harap engkoh cilik sudi mengabulkan."
Namun bocah itu kembali menggeleng.
"Tak bisa, lebih baik kau mencari tempat lain saja .
"
Thi Eng khi tak bisa mengemukakan alasannya kepada bocah cilik itu, terpaksa dengan wajah murung dia membalikkan badan siap berlalu dari tempat tersebut.
Mendadak dari dalam rumah berkumandang suara teguran seorang perempuan dengan suara halus dan lembut .
"Yun ji, kau sedang berbicara dengan siapa?"
"Ibu!"
Bocah itu segera berseru dan membalikkan badan berlari masuk.
"ada orang hendak menumpang semalam disini, anak telah mempersilahkannya pergi."
Tatkala Thi Eng khi mendengar didalam rumah terdapat orang dewasa, meski sudah membalikkan badan namun tidak segera pergi, dia masih tetap berdiri di tempat semula. Benar juga dari dalam rumah segera terdengar seseorang menghela napas panjang .
"Orang yang sedang melakukan perjalanan memang sering kali menjumpai banyak kesulitan, menolong orang lain berarti menabung amal kebaikan buat diri sendiri. Nak, cepat kau persilahkan orang untuk masuk ke dalam rumah."
Thi Eng khi segera membalikkan badannya, tampak didepan pintu sudah berdiri seorang nyonya muda berusia dua puluh lima enam tahunan, mukanya putih bersih dengan panca indra yang sempurna, pokoknya perempuan itu memiliki seraut wajah yang cantik jelita.
Dengan riang gembira, bocah itu segera melangkah keluar sambil berseru keras .
"Kek koan, silahkan duduk!"
Melihat hal itu, Thi Eng khi segera berpikir .
"Mungkin ayah si bocah sedang bertani di sawah dan belum pulang.....
"
Dengan langkah tegap dia lantas berjalan masuk ke dalam ruangan.
Ruang tamu itu tidak begitu besar namun bersih sekali, hal ini menunjukkan kalau keluarga tersebut bukan keluarga kampungan.
Nyonya muda itu segera menitah si bocah untuk menghidangkan air teh.
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Thi Eng khi sendiri pun melaporkan namanya.
Kepada Thi Eng khi, nyonya muda itu menerangkan kalau di rumah mereka sekarang tinggal mereka ibu dan anak, dua orang, suaminya she Kwik tapi semenjak tahun berselang tak diketahui lagi kabar beritanya, sementara si bocah bernama Kwik Yun.
Ketika Thi Eng khi mendengar Kwik toanio adalah seorang janda, dia segera merasa kalau memondok disitu memang kurang leluasa, sekarang dia baru mengerti apa sebabnya bocak cilik itu tidak bersedia menerimanya untuk memondok disitu, tapi kini dia sudah berada di dalam ruangan, jika dia bilang hendak pergi, rasanya kurang baik pula.
Untung saja Kwik toanio adalah seorang perempuan yang lemah lembut, dia segara menitahkan kepada bocah itu untuk menghantar Thi Eng khi masuk ke ruangan depan dan tidak berbicara lagi dengan Thi Eng khi, sedang makan malamnya pun dihantar oleh Kwik Yun kedalam kamarnya sehingga Thi Eng khi bisa bersantap seorang diri.
Dengan begitu Thi Eng khi baru bisa berlega hati dan menutup pintu untuk mengatur pernapasan.
Tenaga dalamnya memang amat sempurna, begitu hawa murninya diatur, dia segera berada dalam keadaan lupa segala galanya.
Menanti dia selesai bersemedi, rembulan sudah berada di angkasa, waktu sudah menunjukkan kentongan dua lewat.
Suasana di luar sana sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun, memandang rembulan yang terang dan membayangkan asal usul sendiri, tak kuasa lagi dia menghela napas.
Mendadak terdengar suara ujung baju terhembus angin berkumandang dari puluhan kaki di depan sana.
Kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki sekarang sudah mencapai puncak kehebatan, apalagi berada dalam keheningan malam yang mencekam, jangankan suara manusia yang berjalan malam, sekalipun ada sebatang jarum terjatuh di wilayah sejauh sepuluh kaki dari tempat dimana dia berada pun jangan harap bisa lolos dari pendengarannya.
Yang datang berjumlah lima orang dan arah tujuan mereka adalah rumah tersebut.
Tampaknya tenaga dalam yang dimiliki pendatang itupun cukup tangguh, andaikata dia tidak memperoleh penemuan diluar dugaan sehingga berhasil menguasai ilmu Heng kian sinkang, jangan harap ia dapat menemukan gerak gerik orang itu dari jarak puluhan kaki.
Dia tidak habis mengerti apa sebabnya ibu beranak dua orang yang mengenaskan itu, bisa terikat tali permusuhan dengan orangorang persilatan? Dalam pada itu, para pendatang telah menyebarkan diri keempat penjuru, jelas mereka tidak bermaksud membiarkan ibu dan anak dua orang itu melarikan diri atau dengan perkataan lain, mereka berniat untuk melakukan pembunuhan secara besar besaran.
Dengan kening berkerut, hawa amarahnya segera berkobar dan menyelimuti seluruh wajah anak muda tersebut.
Dalam pada itu, seseorang telah berjalan mendekati pintu depan rumah tersebut.
Menyusul dua kali dengusan tertahan nampaknya dua ekor anjing penjaga pintu itu sudah terbunuh.
Diikuti suara pintu depan didobrak orang dan pendatang itu sudah memasuki ruangan tamu.
"Heeehhhh..... heeehhhhh........ heeehhhhh......."
Setelah tertawa dingin tiada hentinya, orang itu berkata.
"Janda muda! Cu toaya khusus datang kemari untuk menghadiahkan lencana kesucian hidup menjanda selama banyak tahun, mengapa kau tidak membuka pintu untuk menyambut kedatanganku?"
Kwik toanio yang berada di dalam kamar segera menjerit kaget seperti baru mendusin dari impiannya, kemudian tanya dengan suara gemetar.
"Siapa yang datang?"
"Siapa?"
Kwik Yun turut bertanya. Orang itu segera tertawa seram.
"Heeehhhh..... heeehhhhh...... heeehhhh...... perempuan rendah, masa suara dari Cu toaya pun tak bisa kau kenal?"
Kemudian sambil menggebrak meja keras keras serunya dengan lantang.
"Cepat menggelinding keluar, toaya masih ada persoalan yang hendak ditanyakan kepadamu!"
Kwik toanio yang berada di dalam kamar menjadi semakin ketakutan, serunya .
"Hari ini sudah terlalu malam, kami ibu dan anakpun sudah tidur, jika Toaya ada persoalan, bagaimana kalau dibicarakan besok saja?"
Sekalipun ia berkata demikian namun terdengar juga suara orang mengenakan pakaian dan berjalan menuju ke pintu.
"Ibu!"
Kwik Yun segera menjerit keras.
"Kau tak boleh membuka pintu, dia bukan manusia baik baik!"
Cu toaya yang berada di luar kamar kembali berteriak keras .
"Anak jaddh, tutup mulut anjingmu! Sungguh perbuatan baik telah kalian lakukan sehingga wajah saudara Kwik turut kalian jual! Hmm, kalian berdua dapat menggelinding keluar, toaya selain hendak menangkap kalian berdua juga akan menangkap gendaknya, akan kulihat kau si janda muda bisa berbicara apa lagi!"
Rupanya perbuatan Kwik Toanio menerima Thi Eng khi untuk mondok semalam telah diketahui oleh kawanan pencoleng tersebut, mereka lantas memanfaatkan peluang ini untuk melakukan kejahatan.
Kwik Toanio segera berseru tertahan, niat untuk membuka pintu pun segera diurungkan, mati matian dia menutup pintu kamar kemudian serunya .
"Aku takkan membuka pintu!"
"Tidak akan membuka pintu?"
Seru Cu toaya tersebut dengan suara dingin.
"memangnya kau bisa berbuat seenak hatimu sendiri?"
Dengan telapak tangannya yang besar, dia siap menghajar pintu kamar tersebut. Mendadak dari sisi telinganya terdengar seseorang menegur dengan suara yang amat berwibawa .
"Cu toaya, harap hentikan ulahmu itu!"
Dari samping muncul sebuah tangan yang segera mencengkeram persendian tulang sikut kanan Cu toaya.
Sungguh cepat gerakan tangan orang itu, hakekatnya seperti sambaran petir, bukan saja tak diketahui sedari kapan dia sudah berdiri dibelakang sana bahkan jari tangan yang mencengkeram tulang persendiannya pun sangat kuat seperti jepitan baja, sakitnya sampai merasuk ke tulang sumsum .....
Cu toaya amat terperanjat, dengan cepat dia berpaling kebelakang ....
Terasa cahaya lampu menusuk pandangan mata, ternyata orang itu dengan tangan sebelah mencengkeram lengannya tangan yang lain menyulut lentera diatas meja.
Diantara kilatan cahaya lampu, tampak orang mengenakan jubah berwarna biru langit dengan sebuah tali rami mengikat di pinggannya (inilah pertanda rasa berkabung Thi Eng khi atas kematian Huang oh siansu).
Wajah orang itu amat tampan dan halus, hanya sayang diliputi oleh kewibawaan yang menggidikkan hati.
Cu toaya mencoba untuk meronta, ternyata dia berhasil meloloskan diri dari cengkeraman, kontan saja keberaniannya memuncak, segera katanya .
"Siapakah kau? Berani benar mencampuri urusan toayamu!"
"Aku adalah Thi Eng khi dari Thian liong pay! Manusia yang hidup di dunia ini mengurusi persoalan persoalan yang tak adil di dunia ini, apalagi berbicara tentang perbuatanmu yang terkutuk, hmmm, aku sudah bertekad untuk mencampuri."
Sekalipun nama besar Thi Eng khi sebagai ciangbunjin baru perguruan Thian liong pay bukan terangkat oleh kepandaian silat yang lihay namun semua tindak tanduk serta perbuatan yang dilakukannya selama ini sudah tersebar di seantero jagad, terlepas bagaimanakah pandangan serta penilaian orang terhadap dirinya, yang pasti dia adalah seorang manusia yang amat ternama.
Betul juga, Cu toaya agak tertegun, rupanya kejadian tersebut sama sekali diluar dugaannya.
"Kau benar benar adalah ciangbunjin dari Thian liong pay?"
Tegurnya kembali. Thi Eng khi tertawa nyaring.
"Haaahhh.. haaahhhh. Haaahhhhhh.. aku rasa, belum ada kepentingan mendesak yang memaksaku untuk bertukar nama!"
"Jadi kau berdiam di dalam rumah ini?"
Satu ingatan melintas dalam benak Thi Eng khi, sahutnya .
"Mencari tempat pemondokan di rumah penduduk merupakan sebuah kejadian yang lumrah bagi orang yang melakukan perjalanan, entah apa maksud Cu toaya bertanya demikian?"
Bukan cuma keberaniannya telah pulih kembali, agaknya Cu toaya berhasil menangkap alasan dibalik kejadian itu, sikapnya kembali jumawa dan sok, sambil dia berseru .
"Huuh, mentang mentang seorang ketua dari perguruan besar, nyatanya berani tidur sekamar dengan janda muda yang masih cantik jelita, hmmm.. bagaimanakah jalan pemikiran orang lain, aku pikir tentunya kau bisa menduga sendiri bukan!"
Mendengar ucapan tersebut, kontan saja hawa amarah Thi Eng khi berkobar serunya.
"Kau jangan berbicara sembarangan, apakah kau tidak tahu kalau kami tidur berlainan kamar."
Cu toaya kontan saja memincingkan matanya kemudian sambil menarik muka dia berkata .
"Kau berada serumah dengan janda muda, apalagi dalam suasana gelap gulita, siapa yang tahu apa yang telah kau kerjakan?"
Agak tertegun Thi Eng khi menjumpai kejadian tersebut.
"Jadi Cu toaya pun tidak percaya?"
"Heeehhhh.... heeehhhhh..... heehhhh..... dengan mata kepalaku sendiri toaya melihat segala sesuatunya terjadi, tentu saja aku mempercayainya seratus persen cuma..... cuma...."
Dia segera berhenti berbicara dan tidak melanjutkan ucapan selanjutnya sementara sepasang matanya melirik wajah Thi Eng khi dengan senyuman aneh menghiasi ujung bibirnya. Tercekat perasaan Thi Eng khi, buru buru dia bertanya .
"Cuma ..... kenapa?"
Dengan langkah lebar Cu toaya berjalan kedalam ruangan dan duduk di kursi, lalu katanya .
"Thi ciangbunjin, silahkan duduk! Mari kita berunding secara pelan pelan ....!"
"Aku akan berdiri saja, persoalan apa yang hendak kau rundingkan?"
Sekali lagi Cu toaya tertawa kering.
"Thi ciangbunjin, mari kita berbicara secara blak blakan, sebagai seorang ciangbunjin tentunya kau sayang bukan dengan kebersihan dan nama besarmu? Sedang aku ..... aku Hoa tiong long (serigala di tengah bunga) Cu It kay adalah orang yang menyukai keindahan bunga, bagaimana kalau kita bekerja mengikuti selera masing masing tanpa saling merugikan pihak yang lain?"
Tentu saja Thi Eng khi tak dapat menerima ucapan semacam itu, paras mukanya kontan berubah menjadi dingin membesi, katanya .
"Kau telah menganggap diriku sebagai manusia macam apa?"
"Bersedia atau tidak, terserah kepadamu,"
Seru Serigala di tengah bunga Cu It kay sambil melompat bangun.
"buat apa sih kau marah marah? Maaf toaya mohon diri lebih dulu!"
Baru saja berjalan sejauh dua langkah, dia telah berguman seorang diri.
"Toa ciangbunjin berilmu silat sangat lihay, siapa tahu kalau kau baru saja melompat keluar dari jendela kamar si janda muda itu! "Kau bilang apa?"
Bentak Thi Eng khi dengan suara keras.
Dengan suatu hisapan tenaga yang maha dahsyat dia membetot tubuh serigala di tengah bunga Cu It kay dan menariknya masuk kedalam ruangan.
Serigala di tengah bunga Cu It ka hanya merasakan tubuhnya kaku dan kesemutan, jangan toh berbicara soal pertarungan, dengan mengandalkan jurus ini biarpun ada sepuluh orang serigala di tengah bunga Cu It kay juga tak akan sanggup memberikan perlawanan.
Sebetulnya dia ada niat melancarkan sergapan kilat setibanya di depan pintu nanti, tapi sekarang setelah menghadapi kejadian tersebut, dia lantas berubah pikiran, serunya sambil tertawa terbahak bahak.
"Haaahhhh.... haaahhhh...... haaahhh..... sungguh tak kusangka Ciangbunjin dari Thian liong pay pun pandai melakukan perbuatan membunuh orang menghilangkan saksi, bagus! Bila kau memang mempunyai keberanian, lakukanlah perbuatanmu dengan segera. Setelah terjatuh ketanganmu, Toaya lebih baik mengaku bernasib jelek."
Benarkah Thi Eng khi dapat melakukan pembunuhan untuk membungkam saksi? Jangankan untuk berbuat, mungkin ingatan semacam itu belum pernah terlintas dalam benaknya.
Apalagi setelah serigala di tengah bunga meneriakkan ucapan tersebut.
Thi Eng khi saking mendongkolnya sampai sekujur tubuhnya gemetar keras dan ia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
"Kraaakk....!"
Dalam pada itu Kwik toanio dan Kwik Yun telah berpakaian dan keluar dari kamar. Thi Eng khi segera mengulapkan tangannya mencegah mereka untuk keluar dari kamarnya, ia berkata .
"Harap kalian berdua menunggu dalam kamar saja, jangan keluar!"
Berdiri diambang pintu, Kwik toanio melotot sekejap kearah serigala di tengah bunga Cu It kay dengan penuh kebencian, serunya sambil menahan geram .
"Kubunuh kau! Manusia laknat macam dirimu hanya bisa melakukan kejahatan bagi umat manusia, sudah cukup penghinaan dan aniaya yang kuterima darimu, aku akan beradu jiwa denganmu kini!"
Ia bersiap siap untuk menubruk kearah serigala di tengah bunga Cu It kay .....
Sebagai seorang perempuan lemah yang tak pandai bersilat, bagaimana mungkin dia bisa menembusi hawa khikang yang disalurkan Thi Eng khi untuk melindungi tubuhnya.
Bersama itu pula, Kwik Yun telah memeluk paha Kwik toanio sambil merengek .
"Ibu! Ibu ....."
Kwik toanio tak berdaya untuk banyak bertingkah, dia hanya bisa bersandar di pintu sambil menangis tersedu sedu. Mendadak ..... dari luar pintu bergema suara bentakan keras .
"Apa yang sedang kalian lakukan di sini?"
Sungguh besar wibawa pendatang itu, orang orang yang sedang berjaga di empat penjuru serentak melarikan diri terbirit birit setelah mendengar bentakan itu.
Serigala di tengah bunga Cu It kay yang berada di dalam ruangan pun segera berubah muka, tapi hanya sebentar kemudian telah pulih kembali seperti sedia kala! Bahkan sekulum senyuman licik segera menghiasi ujung bibirnya.
Suara langkah kaki yang berat bergema di ruangan itu, tahu tahu seorang hwesio yang tinggi besar dan bertubuh kekar telah muncul di depan pintu.
Serigala di tengah bunga Cu It kay memang betul betul licik, belum sempat pendeta itu mengucapkan sesuatu, dia sudah pura pura marah sambil berseru .
"Gho beng taysu, sungguh kebetulan sekali kedatanganmu, hampir saja Kwik toanio dinodai keparat itu!"
Gho beng taysu segera mendengus dingin.
"Hmm, kaupun bukan manusia baik baik,"
Serunya "cepat enyah dari sini!"
Serigala di tengah bunga Cu It kay melotot sekejap kea rah Thi Eng khi, kemudian tanpa mengucapkan sepatah katapun segera melarikan diri meninggalkan tempat itu.
Gho beng taysu memandang sekejap kearah Thi Eng khi, baru saja pemuda itu akan memberi penjelasan, Gho beng taysu telah berpaling lagi kearah Kwik toanio sambil berkata .
"Omitohud, silahkan toanio kembali kekamar untuk beristirahat, persoalan disini biar pinceng yang selesaikan!"
Kwik toanio menundukkan kepalanya tanpa berbicara, diapun tidak masuk kembali ke kamar. Melihat itu, Gho beng taysu menggelengkan kepalanya berulang kali, ia lantas membalikkan badan kearah Thi Eng khi dan membentak lagi .
"Pinceng menyayangi jiwa manusia dan berharap umat manusia bisa berbuat kebajikan, kali ini aku akan melepaskan dirimu, cepat enyah dari sini!"
Mula mula Thi Eng khi tertegun, kemudian paras mukanya berubah hebat, sepasang alis matanya kontan berkenyit kencang.
Thi Eng khi yang menumpang tidur dirumah Kwik toanio, tapi telah dianggap Gho beng taysu dari Siau lim pay sebagai seorang pemerkosa bahkan mencaci maki dirinya, hal mana kontan saja membuat dia berkerut kening dan naik darah.
Perasaan malu dan gusar yang bercamput aduk membuat pemuda itu benar benar amat geram, segera serunya .
"Taysu adalah seorang pendeta beragama yang saleh, mengapa kau hanya mempercayai perkataan sepihak lantas menuduh aku sebagai manusia yang tak genah, apakah kau tidak kuatir tuduhanmu itu salah alamat?"
Walaupun Gho beng taysu adalah seorang pendeta namun wataknya sangat angkuh dan tinggi hati, dengan kedudukannya sebagai anggota Siau lim sim, ia merasa tak senang Thi Eng khi membahasai diri sebagai aku yang menunjukkan kedudukan tinggi, hal mana segera menimbulkan perasaan antipatik dalam benaknya.
Kontan dia tertawa dingin, serunya .
"Mengapa sicu dapat munculkan diri di dalam rumahnya Kwik toanio....?"
Rupanya dia tak sudi untuk mencari tahu nama besar dari Thi Eng khi..... Melihat sikap yang begitu kasar dari lawannya, kontan saja Thi Eng khi menarik mukanya lalu berseru .
"Apa salahnya kalau aku menumpang semalam disini?"
Gho beng taysu segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh..... haaahhhh..... haaahhhh.... sicu berwajah tampan, gagah, masih muda lagi ...."
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mendadak ia berhenti sejenak, kemudian melanjutkan .
"Aaai,,,, perkataan selanjutnya tak ingin pinceng lanjutkan, aku rasa kau pasti mengetahui sendiri bukan?"
Bukan saja perkataan itu telah menyinggung perasaan Thi Eng khi, bersamaan itu pula telah membuat paras muka Kwik toanio berubah hebat, dengan serius dia berkata .
"Taysu sebagai seorang pendeta dari kaum beragama mengapa begitu percaya dengan perkataan dari serigala di tengah bunga Cu It kay? Perbuatanmu itu sudah keterlaluan, sekarang berani pula mengucapkan kata kata yang seolah olah menuduh aku berbuat serong. Taysu! Aku harap kau suka berbicara yang benar."
Gho beng taysu sesungguhnya cuma kasar dan berangasan, dia bukan seorang manusia yang tak berotak, begitu salah berbicara sehingga menimbulkan protes dari Kwik toanio, kontan saja mulutnya terbungkam dalam seribu bahasa.
Ia tahu seandainya sampai terjadi percekcokan sehingga diketahui orang lain, sebagai seorang pendeta beragama, dia akan kehilangan mukanya, apalagi ribut seperti ini juga sama sekali tak ada manfaat baginya.
Setelah mendengus, segera serunya .
"Tak nyana kau memiliki selembar mulut yang tajam, pinceng segan untuk banyak ribut dengan manusia semacam kau! Hmm, hmmm.... pinceng jadi ogah untuk mencampuri urusan kalian lagi!"
Sambil mengibaskan ujung jubahnya, dia lantas melompat keluar lewat jendela.
Thi Eng khi benar benar merasa amat mendongkol, karena tidak tempat pelampiasan, telapak tangannya segera diayunkan kedepan menghantam ujung ruang sana.
Kwik toanio yang menyaksikan kejadian itu menjadi amat terperanjat, buru buru serunya .
"Thi siangkong, buat apa kau mesti marah marah? Di atas kepala kita ada roh suci yang mengawasi perbuatan manusia, asal kita bersih dan tak pernah melakukan perbuatan apa apa, mengapa mesti kuatir perkataan orang lain? Malam ini, terima kasih banyak atas bantuanmu, dan kuucapkan banyak banyak terima kasih. Siangkong, silahkan kembali ke kamar untuk beristirahat!"
Setelah menjura kepada Thi Eng khi, dia lantas menggandeng tangan Kwik Yun dan mengundurkan diri ke dalam kamarnya.
Thi Eng khi tidak menyangka kalau Kwik toanio berjiwa bebitu besar, sama sekali tak kalah dengan perbuatan seorang lelaki sejati.
Perasaan hatinya segera berubah menjadi tenang kembali, katanya dengan suara lantang .
"Terima kasih banyak atas petunjuk toanio!"
Diapun segera kembali kedalam kamar sendiri.
Setelah peristiwa tersebut, Thi Eng khi tak dapat tidur lagi dengan tenang, hingga keesokan harinya dia hanya duduk melamun sambil memikirkan pelbagai persoalan yang dialaminya selama ini.
Mula mula dia berpikir tentang musibah tak terlupakan yang dialaminya di istana Ban seng kiong.
Waktu itu, dalam sedihnya dia merasa seperti kehilangan pikiran dan tiada ketenangan lagi dalam benaknya, apa yang dipikirkan hanyalah membawa jenasah ayahnya meninggalkan tempat kejadian, Bukan saja dia tidak membantah terhadap dampratan dari siluman perempuan kecil itu bahkan selain melepasakan Huan im sin ang si manusia laknat itu, diapun pergi tanpa menggubris Ciu Tin tin lagi.
Kesemuanya ini membuktikan kalau dia tak cukup tangguh untuk menerima pukulan batin yang menimpa dirinya.
Kemudian diapun teringat akan kekuatiran yang dibawanya dalam perjalanannya menuju ke kuil Siau lim si.
Ia merasa persoalan kecil kelewat dibesar besarkan jadinya, andaikata di tengah jalan dia melenyapkan manusia manusia bermaksud jahat itu lebih dulu, mana tindakan tersebut lebih cekatan juga tak perlu membuang waktu dengan percuma sehingga maksudnya untuk mengasingkan diri dalam gua Thio Biau liong menjadi terbengkalai .....
Sekarang manusia laknat belum lagi dilenyapkan, dia sudah dituduh lebih dahulu oleh Gho beng taysu dari Siau lim si sebagai manusia cabul, kalau dipikir kembali kejadian ini benar benar tak bisa diterima dengan begitu saja.
"Aaai.... perjalananku kali in sebenarnya dikarenakan apa ....?"
Ingatan tersebut begitu melintas lewat, hampir saja dia segan mencampuri urusan dari pihak Siau lim si dan siap berlalu saja meninggalkan tempat itu. Tapi ingatan lain dengan cepat memperingatkan dirinya .
"Untuk menegakkan keadilan kebenaran sekalipun harus mengorbankan jiwa, perbuatan itu harus dilakukan tanpa pamrih, sebab mengurusi hal-hal yang tak adil merupakan tugas dan kewajiban dari setiap anggota persilatan di dunia ini.Tapi nyatanya sekarang kau begitu tak tahan uji, mana mungkin dengan jiwa semacam ini kau bisa membangkitkan kembali nama baik perguruan Thian liong pay dan melenyapkan segala kejahatan dan ancaman bahaya maut dari dunia persilatan?"
Terketuk hatinya oleh suara hati tersebut, dengan cepat Thi Eng khi merasa semangatnya berkobar kembali.
Tatkala fajar telah menyingsing, Thi Eng khi meninggalkan sekeping uang perak disitu kemudian tanpa mengusik Kwik toanio berdua lagi, ia berangkat meninggalkan keluarga Kwik dan menuju ke kuil Siau lim si ....
Siau lim si aliran Phu thian merupakan suatu cabang Siau lim yang berpusat di bukit Siong san, anggota kuil tersebut merupakan saudara seperguruan dengan para hwesio di Siau lim si aliran bukit Siong san.
Ketuanya Ci sian taysu adalah adik seperguruan ketua Siau lim si aliran bukit Siong san saat ini Ci long siansu.
Di samping itu, masih terdapat empat orang pendeta dari angkatan Ci yang duduk dalam kuil itu mengurusi segala macam urusan kuil dan memimpin anggota lainnya.
Di bawah sinar matahari fajar yang berwarna keemas emasan, dengan langkah yang amat santai Thi Eng khi melanjutkan perjalanannya naik ke atas bukit, kuil Siau lim si aliran Phu thian secara lamat lamat sudah nampak dibalik pepohonan siong di depan sana.
Sewaktu pertama kali terjun ke dalam dunia persilatan, Thi Eng khi pernah bersua muka dengan Ci kay taysu dari Siau lim pay aliran bukit Siong san diperkampungan Ki hian san ceng milik Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong.
Waktu itu hubungan mereka terasa amat cocok sekali hingga sikap anak muda tersebut terhadap kuil Siau lims si pun menaruh rasa kagum dan hormat.
Tiba dihadapan hutan pohon siong, pemuda itu menghentikan sebentar langkah tubuhnya, kemudian setelah membenarkan letak pakaian, dia baru melangkah maju dengan tindakan lebar.
Sesudah melalui sebuah jalan raya beralaskan batu hijau yang menembusi hutan pohon siong, didepan situ berjajar ratusan buah undak undakan batu yang menghubungkan pintu gerbang kuil Siau lim si yang megah.
Selangkah demi selangkah Thi Eng khi berjalan menaiki undak undakan batu itu hingga habis, sekarang dia dihadapkan pada sebuah tanah lapang yang luas dimuka pintu gudang.
Setelah melewati tanah lapang itu dan siap memasuki pintu kuil, mendadak dari balik pintu terdengar suara pujian kepada sang Buddha .
"Omitohud"
Empat orang hwesio bertubuh tinggi besar berjalan keluar dari balik pintu dan menghadang jalan pergi Thi Eng khi, kemudian sambil menjura, katanya .
"Kuil kami tertutup untuk sementara waktu dari kunjungan para jemaah, entah sicu ada urusan apa datang kemari?"
Thi Eng khi memperhatikan sekejap keempat orang pendeta itu, kemudian menjawab sambil tertawa .
"Aku Thi Eng khi ciangbunjin dari partai Thian liong pay, mohon berjumpa dengan hongtiang kuil ini karena ada persoalan yang hendak dirundingkan, harap taysu sekalian bersedia melaporkan kedatanganku ini."
Setiap umat persilatan sudah mengetahui kalau Thi Eng khi menjabat sebagai ketua Thian liong pay, meskipun ia belum pernah menampilkan ilmu silat yang luar biasa, dalam pandangan orang lainpun tidak yakin jika pemuda ini sanggup mengembalikan masa kejayaan partai Thian liong pay seperti dahulu, paling tidak dia adalah seorang ciangbunjin.
Dengan kedudukan Siau lim pay dalam dunia persilatan, tentu saja mereka tak akan menganggap enteng pihak lawannya sehingga akan mengurangi kewibawaan sebuah partai besar.
Empat orang hwesio tersebut segera saling berpandangan sekejap, lalu dengan wajah serius pendeta yang ada di sebelah kiri mengulapkan tangannya.
Empat orang pendeta itu serentak menyingkir kesamping kemudian sambil membungkuk badan memberi hormat katanya .
"Silahkan Thi ciangbunjin menunggu dalam ruangan Ka Tia si, biar siauceng sekalian melaporkan kepada hongtiang sehingga dilakukan penyambutan sebagaimana semestinya."
Thi Eng khi tersenyum, mengikuti dibelakang seorang pendeta ia melangkah masuk ke ruang tamu sebelah kiri.
Tampak ruangan tersebut amat bersih, meskipun perabotnya sederhana namun terasa anggun dan sepi.
Seorang pendeta kecil muncul menghidangkan air teh, kemudian mengundurkan diri dari situ.
Dalam ruangan Ka Tia si tinggal seorang hwesio yang menemani.
Dua orang itu saling berpandangan sambil tersenyum.
Thi Eng khi yang masih muda merasa tak tahu bagaimana mesti membuka pmbicaraan, sedangkan hwesio itupun seperti tidak terbiasa berbincang bincang, sehingga kedua belah pihak sama sama membungkam.
Selang sesaat kemudian pendeta kecil itu muncul kembali seraya berkata pelan .
"Susiok penerima tamu akan menemani Thi ciangbunjin sebentar, selesai berdoa pagi hongtiang akan menyambut sendiri kedatangan Thi ciangbunjin."
Beberapa saat kemudian, dari luar ruangan muncul seorang hwesio setengah umur. Ketika kedua belah pihak saling bersua muka, mereka sama sama berseru tertahan. Thi Eng khi segera berpikir .
"Tampaknya kalau sudah menjadi musuh, jalanan di dunia terasa sempit, lagi lagi aku bersua denganmu."
Sedang hwesio itupun turut berpikir .
"Huuuh, masa manusia macam kaupun bisa menjadi ketua dari Thian liong pay? Jaman sudah kacau tampaknya, banyak orang yang sengaja mengaku ngaku saja, aku tak boleh sampai tertipu, kalau tidak akan ditaruh kemanakah pamor Siau lim pay?"
Berpikir sampai disitu, dia lantas mendapatkan sebuah ide bagus.
Ternyata pendeta penerima tamu itu tak lain adalah Gho beng taysu yang pernah bersua dengan Thi Eng khi sewaktu berada di rumah Toanio tempo hari.
Kedua orang itu sama sama tertegun, lalu masing masing tertawa jengah.
Thi Eng khi segera menjura, katanya .
"Aku datang kemari untuk bersua dengan hongtiang kuil kalian, ada urusan penting yang hendak dibicarakan harap taysu suka memaafkan kelancanganku semalam."
Senyuman di wajah Gho beng taysu segera lenyap tak membekas, sahutnya dingin .
"Harap sauhiap menunggu sebentar, pinceng akan segera mengundang kehadiran hongtiang!"
Diapun tidak menemani Thi Eng khi sebagaimana mestinya melainkan segera mengundurkan diri dari situ.
Jilid 24 Thi Eng khi dapat mendengar nada suara yang tak beres dari pembicaraan pendeta itu, dia menghela napas, kuatir Gho beng taysu sudah menaruh rasa sentimen kepadanya hingga usahanya untuk bersua dengan hongtiang kuil tersebut batal.
Betul juga walau sudah ditunggu sepertanak nasi lamanya, Gho beng taysu belum juga menampakkan diri.
Setelah ditunggu sekian waktu lagi, hwesio cilik tadi baru munculkan diri lagi, kali ini tiada senyum yang menghiasi wajahnya.
"Hongtiang kami bilang, berhubung ia masih ada urusan penting lainnya, harap Thi sauhiap kembali dulu ke rumah penginapan, lain waktu baru berjumpa lagi."
Katanya. Ucapan tersebut sebenarnya sudah diduga Thi Eng khi sejak bersua dengan Gho beng taysu tadi, maka dia tidak menjadi heran.
"Sungguhkah perkataan siau suhu?"
Tegurnya kemudian sambil tertawa hambar.
Merah padam selembar wajah hwesio kecil itu, tanpa menjawab dia membalikkan badan dan mengundurkan diri dari situ.
Thi Eng khi segera tertawa terbahak bahak, dengan mengerahkan ilmu jari Thian liong ci miliknya, dia lantas mengukir beberapa huruf di atas meja yang berbunyi .
"Bencana atau rejeki bagi manusia ibarat perubahan cuaca di langit, camkan kata kata ini! Camkan kata kata ini!"
Begitu selesai menulis, sambil tertawa tergelak, ia beranjak dan meninggalkan pintu gerbang kuil Siau lim si.
Setelah Thi Eng khi pergi, Gho beng taysu baru memunculkan diri dalam ruangan penerima tamu, ketika sorot matanya membentur dengan tulisan peringatan di meja.
Dimana tulisannya membekas tujuh cun dalam kayu, diam diam ia memuji akan kesempurnaan tenaga dalam lawan.
Tapi setelah selesai membaca tulisan tersebut, sambil tertawa dingin ia berguman .
"Heeehhh. Heehhh.. heeehhh.. pada hakekatnya kau adalah seorang manusia tekabur yang tidak tahu diri, tunggu saja tanggal mainnya nanti."
Lalu sambil berpaling serunya .
"Persilahkan hongtiang memasuki ruangan Ka pia si!"
"Baik!"
Seseorang menyahut dari luar.
Tak lama kemudian dalam ruangan Ka pia si telah kedatangan lima orang hwesio berusia lanjut.
Empat orang berjalan di belakang, seorang berjalan di depan, mereka adalah Ci kong taysu, ketua kuil tersebut disusul keempat orang pelindungnya yakni Ci tin taysu, Ci san taysu, Ci bi taysu dan Ci wan taysu.
Selesai membaca peringatan diatas meja, dengan wajah serius hongtiang kuil tersebut berkata .
"Gho beng, bagaimanakah tingkat tenaga dalam yang dimiliki orang ini bila dibandingkan kepandaianku?"
"Tecu tak berani membanding bandingkan kepandaian suhu,"
Jawab Gho beng taysu cepat cepat dengan wajah memerah. Dengan suara dalam Ci kong taysu berseru .
"Kau bilang watak orang ini jelek, karena kurang teliti aku telah percaya dengan perkataanmu begitu saja."
Sesudah berhenti sejenak, lanjutnya .
"Bila orang itu benar benar adalah Thi sauhiap ciangbunjin dari Thian liong pay, berarti perbuatan yang kita lakukan terhadapnya merupakan suatu tindakan yang kurang hormat, apa lagi jika kedatangannya disebabkan suatu masalah yang betul betul penting artinya, tindakanmu yang sangat gegabah tersebut sudah pasti akan merosotkan pamor kuil kita sendiri."
Gho beng taysu sama sekali tidak menyangka kalau rasa sentimennya bisa mendatangkan kegusaran dari ketua kuilnya, dia menjadi ketakutan setengah mati dan tak berani membantah barang sepatah katapun.
Apalagi setelah ia membayangkan kembali kisah yang dialaminya semalam makin dipikir dia merasa makin curiga, makin dipikir diapun semakin merasa kalau dirinya sudah tertipu oleh ucapan Hoa tiong long Cu It kay.
Mendadak sambil menjerit keras, ia menjatuhkan diri berlutut sambil berseru .
"Karena kurang teliti tecu sudah tertipu oleh hasutan Hoa tiong long Cu It kay, silahkan suhu menjatuhkan hukuman yang setimpal kepada tecu ...."
"Manusia tak tahu diri, kau telah mengacaukan urusan besar saja,"
Bentak Ci kong taysu marah.
"cepat pergi dari sini dan undang kembali Thi ciangbunjin. Selesai dengan tugasmu segera melaporkan diri ke ruang hukuman ....
"
Dengan terburu buru Gho beng tasysu mengejar keluar kuil tapi bayangan tubuh Thi Eng khi sudah lenyap tak berbekas.
Maka Hongtiang kuil tersebut pun menitahkan anak buahnya untuk mencari Thi Eng khi di empat penjuru.
Siapa sangka Thi Eng khi tak berhasil dijumpai, pada senja hari di luar kuil justru kedatangan seorang seorang kakek bermuka hitam yang bertubuh kekar dan perawakan tinggi besar mencapai lima depa lebih.
Kakek itu mempunyai alis mata yang sangat lebar sehingga satu kali lipat lebih dari pada matanya, begitu menyoloknya wajah orang ini, sehingga mudah menarik perhatian orang.
Dengan langkah lebar, dia berjalan ke depan pintu gerbang kuil Siau lim si dan melangkah ke lapangan Pek si cong.
Kemudian sambil merangkap tangannya di depan dada, dia melepaskan sebuah pukulan dahsyat menghantam pintu gerbang tersebut.
"Blaaammm...!"
Begitu keras hantamannya sampai huruf lim dari kata Siau lim si diatas pintu rontok keatas tanah.
Perbuatannya yang menghina nama baik Siau lim si ini boleh dibilang belum pernah terjadi sepanjang sejarah, kontan saja seluruh pendeta dalam kuil menjadi sangat marah.
Dalam waktu singkat, ada puluhan orang pendeta yang munculkan diri dan mengurung kakek itu rapat-rapat.
Sembilan kali dentangan bunyi genta bergema, dari ruangan kuil lalu tampak bayangan manusia berkelebat lewat, kawanan pendeta yang berkumpul di luar lapangan pun kian lama kian bertambah banyak.
Meskipun kawanan pendeta dari Siau lim si itu sudah mengepung si kakek beralis mata lebar itu rapat rapat, namun tak seorang manusiapun yang membuka serangan lebih dulu.
Dari sini dapat disimpulkan betapa ketatnya peraturan kuil Siau lim si cabang Phu thian ini, bahkan tak kalah dengan kuil Siau lim si dari bukit Siong san.
Sesudah melepaskan gempuran keras yang merantakkan huruf lim tadi, kakek beralis lebar tersebut tidak melakukan gerakan apa-apa lagi, diapun berdiri dengan berpejam mata, terhadap kawanan pendeta yang berada di sekelilingnya ia berlagak acuh, seakan akan tak pandang sebelah matapun terhadap pengepungan tersebut.
Tak selang berapa saat kemudian, dari dalam kuil muncul serombongan hwesio berusia lanjut yang dipimpin langsung oleh ketuanya Ci kong taysu, serentak kawanan pendeta di arena memisahkan diri ke samping dan memberi sebuah jalan lewat.
Setelah berjumpa dengan kakek beralis lebar itu, Ci kong taysu berkerut kening kemudian tertawa paksa.
"Haaahhhh...... haahhhh..... haaahhhh...... Yu sicu, baik baikkah selama perpisahan. Maaf bila lolap tidak menyambut kedatanganmu sedari tadi ...."
Sementara berbicara, dia mengebaskan ujung bajunya, serentak para pendeta yang berada disekeliling tempat itu bersama sama mengundurkan diri dari sisi arena.
Thi tan kim wan (peluru baja butiran emas) Yu Ceng hui mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak.
"Haaahhhh...... haaahhhhh...... haaahhhh..... hwesio tua, sudah hampir dua puluh tahun lamanya kita tak pernah bersua muka, kau memang bernasib baik tampaknya, kini sudah menjadi ketua dari suatu kuil besar. Masih teringat dengan janji kita dahulu?"
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mana, mana......
"
Kata Ci kong taysu sambil merangkap tangannya di depan dada.
"Janji lolap dengan sicu selalu kuingat didalam hati, apalagi sicu khusus datang kemari dari tempat kejauhan, sudah sepantasnya lolap mengiringi keinginanmu itu."
Berbicara sampai disitu, dengan ilmu menyampaikan suara dia berpesan kepada para pendeta tua di belakangnya .
"Manusia laknat ini sangat buas dan kejam, tenaga pukulannya amat dahsyat dan mengerikan, dahulu aku pernah menderita kekalahan ditangannya, andaikata Ci kay suheng tidak datang pada waktunya, hampir saja aku mati di tangannya. Kedatangannya lagi kali ini sudah pasti tidak bermaksud baik, bila masih ada orang lain yang membantunya, akan sulit buat kita untuk menghadapinya. Kalian setiap saat siapkan barisan Lohan toa tin untuk menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan."
Dengan langkah cepat Ci tin taysu mengundurkan diri ke belakang. Ci bi taysu berbisik kemudian dengan ilmu menyampaikan suara pula.
"Ciangbunjin suheng adalah seorang ketua dari sebuah kuil, bagaimana kalau biar aku saja yang menghadapinya?"
"Tidak boleh,"
Tukas Ci kong taysu cepat.
"Nama baik perguruan adalah masalah penting, kecuali aku telah tertimpa sesuatu musibah, kalian tak boleh turun tangan secara sembarangan."
Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya lagi .
"Dengan taraf kemajuan yang lolap miliki belakangan ini, meski tiada keyakinan untuk menangkan dia, paling tidak masih sanggup untuk melindungi diri, kalian tidak usah kuatir."
Ketika Thi tan kim wan yu Ceng hui menyaksikan kawanan pendeta itu hanya berdiri dengan wajah serius tanpa berkata kata, ia segera mengetahui kalau lawan sedang berunding dengan ilmu menyampaikan suara.
Tapi ia tidak gentar, karena ia yakin rencananya lebih bagus.
Setelah ditunggunya beberapa saat, ujarnya sambil tertawa.
"Sudah selesaikah perundingan kalian?"
Ci kong taysu maju selangkah lebar kedepan, setelah merangkap tangannya di depan ia menyahut .
"Bila Yu sicu tidak sabar menunggu, lolap siap menerima petunjuk."
Diam diam hawa murninya disalurkan mengelilingi seluruh badan, kemudian sambil memejamkan mata dia siap menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan.
Ternyata Thi tan kim wan Yu Ceng hui tidak segera turun tangan, sembari menggoyangkan tangannya berulang kali, ia berkata .
"Tunggu dulu hwesio tua, lohu ada persoalan yang hendak dibicarakan denganmu."
Ci kong taysu segera merasa seakan akan dirinya sedang dipermainkan, dia mengenyitkan alis matanya dan melotot besar dengan wajah tidak senang hati tegurnya .
"Yu sicu hendak membicarakan soal apa? Lolap siap mendengarkan perkataanmu itu!"
Dengan wajah sedingin es, Thi tan kim wan Yu Ceng hui berkata .
"Seandainya dalam pertempuran hari ini, kau si hwesio tua berpulang kealam baka apakah lohu harus mengeluarkan tenaga dengan percuma saja ...."
Mula mula Ci kong taysu agak tertegun, kemudian ujarnya sambil tertawa .
"Lolap betul betul sudah pikun seandainya sicu tidak menyinggungnya kembali hampir saja lolap lupa dengan benda yang menyangkut hasil pertarungan hari ini. Tak usah kuatir, asal sicu sanggup mengalahkan kami, dengan rela kami akan menyerahkan Jit kiau kim lian (tujuh teratai emas) kami kepada sicu."
Ternyata pertarungan antara Ci kong taysu melawan Thi tan kim wan Yu Ceng hui dahulu pun disebabkan Yu Ceng hui mengincar teratai emas Jit kiau kim lian tersebut.
Waktu itu Jit kiau kim lian masih berada dalam kuil Siau lim si di bukit Siong san, Ci kong taysu juga belum menjabat sebagai ketua kuil Siau lim si cabang Phu thian.
Ketika ia sebagai ketua ruang Lo han tong dari Siau lim si, bertugas menghantar Jit kiau kim lian tersebut ke kuil Siau lim si cabang Phu thian sebagai mestika kuil.
Di tengah jalan ia dihadang oleh Thi tan kim wan Yu Ceng hui.
Ci kong taysu tak sanggup menghadapi kelihayan musuh dan terluka parah, sedang Jit kiau kim lian tersebut sudah terjatuh ke tangan Thi tan kim wan Yu Ceng hui, andaikata Ci kay taysu tidak muncul tepat pada waktunya dan merampas kembali teratai emas tersebut, mungkin Ci kong taysu tak jadi memangku jabatan ketua Kuil Siau lim si cabang Phu thian.
Ketika menderita kekalahan tempo hari, Thi tan kim wan Yu Ceng hui pernah sesumbar hendak mendatangi kuil Siau lim si cabang Phu thian lagi untuk merebut teratai emas tersebut.
Biasanya sesumbar semacam begitu hanya diutarakan oleh kawanan jago liok lim yang menderita kalah dan dipakai untuk menutupi kekalahannya belaka, siapapun tak memikirkannya didalam hati.
Sekalipun Thi tan kim wan Yu Ceng hui sendiripun tidak pernah menyangka, kalau bakal datang kembali ke kuil Siau lim si.
Sebab berbicara soal tenaga dalam, dia memang yakin bisa memanangkan Ci kong taysu tapi kalau ingin mengandalkan kekuatannya seorang untuk merampas teratai emas jit kiau kim lian tersebut dari dalam kuil Siau lim si cabang Phu thian, hal ini bukan suatu pekerjaan yang terlalu gampang.
Dengan kemampuan yang dimiliki Siau lim si jangankan hanya dia seorang, kendatipun ada sepuluh orang yang berkepandaian setaraf dengannya pun belum tentu mengalahkan barisan lo han toa tin yang amat termashur dari kuil Siau lim si itu.
Tapi sekarang keadaannya sama sekali berbeda, dia tak lebih hanya memegang sebuah peranan kecil saja dalam rencana Hian im tee kun merebut teratai emas Jit kiau kim lian tersebut.
Padahal Hian im tee kun telah melakukan persiapan yang amat matang disekitar kuil Siau lim si, tindak tanduk mereka yang kadang kadang nyata kadangkala tidak membuat pendeta dalam kuil tersebut merasakan sebuah tekanan batin yang berat, itulah sebabnya kemunculan Thi Eng khi dalam kuil Siau lim si cabang Phu thian ini segera memancing perhatian orang banyak.
Perlu diketahui, teratai emas Jit kiau kim lian merupakan lambang kekuasaan tertinggi dalam kuil Siau lim si setelah lencana Lik giok leng pay, begitu tinggi dan terhormatnya lencana tersebut diibaratkan dengan kehadiran Siau lim pay cabang bukit Siong san.
Atau dengan perkataan lain teratai emas Jit kiau kim lian tersebut berfungsi sebagai lambang kekuasaan tertinggi dari ketua Siau lim si cabang Phu thian untuk menguasai segenap anggotanya.
Tentu saja hal ini berlaku hanya terbatas bagi anggota Siau lim belaka.
Sedangkan nilai benda itu bagi sementara umat persilatan? Bukan setiap umat persilatan dapat mengetahuinya.
Walaupun begitu, yang pasti nilainya pasti luar biasa sekali, buktinya manusia seperti Thi tan kim wan Yu Ceng hui pun sudah mengincarnya sedari dulu.
Sementara itu Thi tan kim wan Yu Ceng hui telah tertawa seram sesudah mendengar perkataan dari Ci kong taysu, katanya .
"Hwesio tua, kau pandai sekali bebicara, andaikata lohu tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri, aku mana percaya kalau teratai emas Jit kiau kim lian tersebut berada di Phu thian?"
Ucapan tersebut merupakan bagian dari rencana licik yang disusun Thi tan kim wan Yu Ceng hui untuk menipu lawan-lawannya.
Dia berniat memancing perhatian orang agar lawan mengira dialah pencolengnya padahal si pencuri sakti Go Jit telah menyelinap kedalam untuk mulai bekerja.
Tentu saja semua orang tak akan menyangka akan perbuatan busuk dari Thi tan kim wan Yu Ceng hui itu, apalagi Ci kong taysu pribadi.
Dalam anggapan ketua Siau lim si cabang Phu thian, dibawah perlindungan sekian banyak anggota kuil, mustahil Thi tan kim wan Yu Ceng hui bisa banyak berkutik.
Maka sambil tertawa nyaring, serunya .
"Sute berempat harap kalian undang keluar teratai emas Jit kiau kim lian tersebut dari dalam kuil."
Keempat pelindungnya, yakni Ci wan taysu, Ci tin taysu, Ci san taysu dan Ci bi taysu saling berpandangan sekejap.
Ci wan taysu seperti hendak mengucapkan sesuatu tapi niat tersebut kemudian diurungkan, setelah tertegun sekejap, akhirnya dengan wajah serius dia menjura seraya berkata .
"Terima perintah hongtiang!"
Dengan langkah berat keempat taysu itu berlalu dari situ dan lenyap dibalik pintu gerbang.
Sementara itu, Thi Eng khi yang bersembunyi di tempat kegelapan pun turut menghembuskan napas panjang, dia menganggap setelah teratai emas Jit kiau kim lian dibawa keluar, berarti diapun tak usah mencabangkan pikiran di kedua tempat yang berbeda lagi.
Maka ia memutuskan untuk berada di tempat semula tanpa bergerak, dia kuatir sepeninggal keempat jago lihay dari Siau lim si cabang Phu thian tersebut, Thi tan kim wan Yu Ceng hui akan melakukan permainan busuk yang bakal merugikan para hwesio Siau lim si.
Sementara itu, keempat pelindung kuil sudah menembusi ruang tengah, melalui tiga buah gedung lain dan masuk kedalam sebuah hutan pohon siong yang lebat.
Hutan pohon siong itu lebat sekali, berakar ranting menjulang sampai dimana mana, sebab pepohonan disana sudah berusia tua.
Sebuah jalan setapak berwarna putih menembusi hutan dan terbentang jauh ke dalam sana, setelah berjalan sekian lama tiba tiba keadaan medannya terbentang lebar dikelilingi pepohonan yang lebat terlihatlah sebuah tanah lapang seluas empat lima kaki, lalu tampak sebuah pagar dinding yang sangat tinggi mengelilingi sebuah bangunan rumah batu.
Setibanya di kaki dinding pekarangan, keempat huhoat itu menghampiri pintu baja berwarna hitam yang tertutup rapat dan menyentil tujuh kali keatas pintu tersebut.
Tak lama kemudian, dari dalam ruangan terdengar suara langkah manusia lalu pintu terbuka dan seorang hwesio tua yang kurus dan bermuka kuning muncul didepan mata.
Dengan hormat sekali Ci wan taysu memberi hormat, lalu ujarnya .
"Kami mendapat perintah dari hongtiang untuk mengundang keluar teratai emas Jit kiau kim lian!"
Hwesio tua yang kurus lemah itu membuka matanya lebar lebar, mencorong sinar tajam penuh hawa pembunuhan dari balik matanya, sahutnya dengan berat .
"Ci sin menerima perintah!"
"Blaaammmm!"
Ia menutup kembali pintu gerbang berwarna hitam itu.
Jangankan menegur, mempersilahkan keempat pelindung kuil itu masuk kedalam juga tidak.
Anehnya keempat orang pendeta itupun tidak ambil peduli, mereka masih tetap berdiri di tempat dengan sikap yang tenang.
Tak selang beberapa saat kemudian, pintu gerbang dibuka lagi, hwesio kurus itu muncul dengan membawa sebuah kotak kayu yang ditutup dengan sebuah kayu berwarna merah.
Katanya dengan serius .
"Huhoat berempat! Silahkan memeriksa tongkat kekuasaan ini."
Mula mula keempat hwesio itu memberi hormat dulu kearah teratai emas Jit kiau kim lian kemudian dibawa oleh Ci wan taysu, mereka mengundurkan diri dari sana. Sebelum mereka berangkat, hwesio kurus itu menjura lagi kearah teratai emas seraya berkata .
"Ci sin menghantar keberangkatan tongkat kekuasaan!"
Keempat huhoat dengan melindungi teratai emas Jit kiau kim lian membalikkan badan dan berlalu dari situ.
Upacara penyerahan tongkat kekuasaanpun berakhir.
Pada saat itulah si hwesio kurus tadi baru memberi hormat lagi kepada keempat huhoat sambil berkata .
"Suheng berempat, peristiwa besar apakah yang telah terjadi di luar sehingga memerlukan datangnya teratai emas Jit kiau kim lian?"
"Aaah, cuma urusan lama yang sudah berlangsung sejak dua puluh tahun berselang,"
Sahut Ci tin taysu.
"Thi tan kim wan Yu Ceng hui telah datang mencari gara gara!"
"Kurang ajar,"
Bentak Ci sin taysu dengan gusar.
"biar pinceng yang keluar dan memberi pelajaran kepadanya."
"Jangan bertindak gegabah,"
Cegah Ci tin taysu.
"Hui im kek merupakan tempat penting untuk menyimpan semua kitab dan benda berharga dari kuil kita, tugas sute sangat berat, tak boleh sembarangan meninggalkan tempat tugas!"
Begitu mendengar soal tugas seperti bola yang kehabisan udara, Ci sin taysu menghela napas panjang, dia lantas membalikkan badan dan masuk kembali kedalam ruangan lalu menutup pintu gerbang itu rapat rapat.
Keempat huhoat tersebut segera berjalan kembali ke depan, baru berjalan keluar dari hutan pohon siong, mendadak dari ruang belakang kompleks kuil tersebut muncul gumpalan asap hitam yang sangat tebal.
Dengan perasaan terperanjat, keempat pendeta itu segera berseru .
"Aduh celaka, ruang belakang terjadi kebakaran!"
Ci bi taysu dan Ci san taysu dengan cepat menerjang ke ruang belakang untuk memberi pertolongan sedangkan Ci tin taysu dengan melindungi Ci wan taysu tetap berada di tempat semula.
Pada saat itulah dari sisi jalan melompat keluar seorang pendeta yang membawa sebaskom air, mungkin lantaran terburu napsu hendak menolong kebakaran ia memotong jalan dan tidak melihat kalau Ci wan taysu yang membawa teratai emas berdiri disitu.
Ketika pendeta tersebut hampir menerjang tubuh mereka, dengan cekatan Ci wan taysu segera mengegos ke samping.
Walaupun tubuhnya tidak sampai kena tertumbuk, namun ia merasa dadanya seperti kena tersentuh.
Sesudah sampai dibelakang tubuh Ci wan taysu, agaknya pendeta tersebut baru menyadari kecerobohannya, buru buru dia membalikkan badan hendak minta maaf.
Dengan suara dalam Ci wan taysu segera membentak .
"Mengingat kau baru melanggar pertama kali ini, kuampuni kesalahanmu itu, cepat pergi menolong api!"
Pendeta tersebut segera melompat ke depan dan kabur ke ruangan belakang. Tiba tiba Ci tin taysu berseru .
"Suheng, hwesio itu sangat mencurigakan tampaknya bukan anggota kuil kita!"
Ci wan taysu merasa amat terkejut sesudah mendengar perkataan itu, tanpa terasa dia menundukkan kepalanya dan melihat teratai emas Jit kiau kim lian yang berada ditangannya sekejap.
Melihat benda itu tiada sesuatu yang mencurigakan, dia baru menyahut .
"Perkataan sute memang benar, aku .....
"
Belum habis dia berkata, tampak Ci san taysu dan Ci bi taysu telah melompat datang dari depan sana. Begitu sampai mereka lantas berseru .
"Entah bagaimana terjadinya, selembar tirai telah tergulung diatas sebatang hio sehingga menimbulkan api, untung saja tak sampai terjadi kebakaran besar, api yang mulai berkobar dapat kami padamkan segera."
"Apakah sute berdua berjumpa dengan seorang anggota kuil yang pergi menolong api?"
Tanya Ci tin taysu.
"Tidak!"
Ci san taysu dan Ci bi taysu bersama sama menggelengkan kepalanya.
"Persoalan ini kita bicarakan nanti saja,"
Tukas Ci wan taysu kemudian.
"yang paling penting sekarang, kita tidak boleh membiarkan hongtiang menunggu kita kelewat lama ...."
Begitu selesai berkata, dia lantas beranjak pergi lebih dulu meninggalkan tempat tersebut.
Rekan rekannya pun tak berani membuang banyak waktu lagi, mereka segera mengikuti pula dibelakangnya.
Padahal sekalipun mereka menghentikan perjalanan dan melakukan pencarian terhadap pendeta yang membawa air tadi, usaha tersebut tidak akan menghasilkan apa-apa, apalagi ingin membekuknya.
Begitulah, sambil melindungi teratai emas Jit kiau kim lian, keempat pelindung hukum itu berjalan keluar dari pintu gerbang kuil Siau lim si .....
Segenap pendeta yang hadir di arena sama sama berdiri dengan serius, suasana amat hening tapi hikmat, bisa diketahui betapa hormatnya para anggota Siau lim pay terhadap tongkat kekuasaan lambang tertinggi dari kuil mereka.
Pada saat itulah Thi tan kim wan Yu Ceng hui memperdengarkan suara tertawa yang amat nyaring.
"Hwesio tua, lohu percaya dengan kalian, tak usah diperiksa lagi, lihat serangan!"
Begitu berkata hendak menyerang, ia lantas melancarkan serangan.
Sebuah pukulan yang dahsyat membawa desingan angin tajam langsung membabat tubuh Ci kong taysu.
Terkesiap hati Ci kong taysu setelah dilihatnya tenaga serangan lawan jauh lebih tangguh daripada kekuatan yang dimilikinya dua puluh tahun berselang.
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tak heran kalau ia berani mencari gara gara, tampaknya hebat sekali kepandaian yang dimilikinya,"
Demikian ia berpikir.
Berada dalam keadaan demikian, Ci kong taysu tak berani menyongsong datangnya ancaman tersebut dengan kekerasan, tangan kirinya segera direntangkan kemuka, tubuhnya berputar ke samping menghindarkan diri dari serangan yang datangnya dari muka, lalu melayang enam tujuh depa ke samping ....
Thi tan kim wan Yu Ceng hui membentak keras, dia membalikkan telapak tangannya dan menyusul tubuh lawan seperti bayangan setelah itu tenaga pukulan yang telah disiapkan tadi dilepaskan keatas tubuh Ci kong taysu.
Walaupun Thi tan kim wan Yu Ceng hui hanya mempergunakan satu jurus dengan dua gerakan tapi lantaran tenaga dalamnya sudah dapat dikerahkan menurut kehendak hati sendiri serta merta para pendeta dari kuil Siau lim si cabang Phu thian ini sama sama menguatirkan keselamatan dari ketua mereka.
Kali ini Ci kong taysu sudah membuat persiapan lebih dulu, tangan kanannya dengan jurus Sia ci im ki (menghentikan kibaran bendera) melepaskan sebuah pukulan Tay lek kim kong ciang yang maha dahsyat ke depan untuk menyongsong terjangan dari serangan Thi tan kim wan Yu Ceng hui tersebut.
"Blaaammmm...!"
Satu benturan dahsyat yang memekikkan telinga tak dapat dihindari lagi, gulungan angin berpusing segera melanda seluruh permukaan tanah.
Akibat dari bentrokan tersebut, kedua belah pihak sama sama berdiri tegak ditempat semula, tampaknya kekuatan mereka seimbang.
Tapi Thi Eng khi dapat melihat kalau kepandaian silat yang dimiliki ketua kuil Siau lim si cabang Phu thian tersebut masih bukan tandingan Thi tan kim wan Yu Ceng hui, meskipun tubuhnya tak sampai tergetar mundur akibat benturan tersebut, namun ketenangan yang ditampilkan diatas wajahnya merupakan suatu penampilan yang dipaksakan.
Hal ini jauh berbeda dibandingkan dengan sikap Thi tan kim wan Yu Ceng hui yang betul betul amat santai sepertinya belum seluruh tenaga yang dimilikinya digunakan semua.
Ci kong taysu memandang sekejap kearah Thi tan kim wan Yu Ceng hui, kemudian ujarnya dengan sedih .
"Tenaga dalam sicu betul betul memperoleh kemajuan pesat, lolap merasa belum sanggup untuk menyusul dirimu."
Tapi dihati kecilnya, ia mempunyai perhitungan, dia tahu hasil latihannya yang tekun selama dua puluh tahun masih belum berhasil menyusuli kemampuan lawan.
Tapi demi mempertahankan nama baik Siau lim pay, tentu saja dia enggan menyerah kalah dengan begitu saja.
Setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya .
"Tapi lolap adalah seorang manusia yang tak tahu diri, lolap bertekad hendak menghadapi sicu sampai dimanapun juga!"
Tubuhnya melejit satu kaki enam tujuh depa tingginya ke udara, sepasang telapak tangan diluruskan kedepan melancarkan serangan berbareng .....
Cukup memandang telapak tangan lawan, Thi tan kim wan Yu Ceng hui segera mengenali serangan tersebut sebagai ilmu Kim kon ciang mo lek, salah satu diantara tujuh puluh dua macam ilmu sakti aliran Siau lim pay yang telah disertai dengan kekuatan dahsyat.
Serangan yang dilepaskan dengan tangan tunggal saja dapat menghasilkan tenaga pukulan yang satu kali lipat lebih dahsyat dari biasanya, apalagi jika serangan dilepaskan dengan sepasang tangan berbareng bisa dibayangkan sampai dimanakah kelihayannya.
Thi tan kim wan Yu Ceng hui sendiri walaupun ia cukup tahu kalau ilmu silatnya lebih hebat daripada Ci kong taysu namun kehebatannya hanya setengah tingkat saja.
Sesungguhnya walaupun Ci kong tasyu mempergunakan ilmu sakti tersebut juga belum tentu sanggup menghadapi kelihayan Thi tan kim wan Yu Ceng hui tapi berhubung Ci kong taysu menyerang dari atas menuju ke bawah, sudut serangannya meliputi daerah seluas beberapa kaki maka bukan suatu hal yang gampang baginya untuk meloloskan diri.
Thi tan kim wan Yu Ceng hui memang tak malu disebut seorang jagoan dari golongan hitam meski menghadapi bahaya dia tak sampai gugup, telapak tangannya disilangkan di depan dada dan berdiri tak berkutik di tempat semula.
Menanti tubuh Ci kong taysu sudah mencapai satu kaki dari batok kepalanya, ia baru membentak nyaring .
"Sebuah serangan yang amat bagus sekali."
Menyambut datangnya serangan dari Ci kong taysu, dia lepaskan pula sebuah ancaman dengan tangan kiri yang disusul pula dengan tangan kanan.
Sepintas lalu serangan itu dilancarkan hampir berbareng, padahal dalam kenyataan dua gulung angin pukulan yang meluncur tiba dalam waktu yang berbeda.
Serangan yang depan dipakai untuk memancing musuh, sedangkan serangan yang belakang digunakan untuk melindungi badan.
Ci kong taysu tertawa tergelak.
"Haaahhhh..... haaahhhh..... haaahhh..... belakangan ini lolap memang khusu mempelajari taktik untuk menghadapi serangan ini, berhati hatilah sicu."
Telapak tangannya didorong kemuka dan tenaga serangannya langsung dihantamkan kebawah.
Tatkala serangannya saling membentur dengan tenaga serangan dari Thi tan kim wan Yu Ceng hui, ia merasa tenaga serangan yang dipergunakan lawan tidak lebih hebat daripada kekuatan lima bagian yang digunakan lawan tadi.
Siapa tahu baru saja ingatan tersebut melintas lewat, mendadak terasa ada segulung tenaga serangan yang menerjang datang dengan hebatnya.
Serangan yang datang secara beruntun ini kontan memaksa Ci kong taysu membuyarkan segenap tenaga serangannya dan balas menekan ke bawah.
Tapi saat itulah Thi tan kim wan Yu Ceng hui telah menggunakan tenaga pantulan dari serangan keduanya untuk melayang sejauh satu kaki dari posisi semula.
"Tampaknya ilmu pukulan Kim kong ciang mo ciang tidak mampu banyak berbuat apa apa terhadapku,"
Jengeknya sambil tertawa.
Waktu itu Ci kong taysu masih menyerang dengan sepenuh tenaga, menanti ia sadar kalau Thi tan kim wan Yu Ceng hui meloloskan diri dengan menggunakan akal, ia sudah terlanjur menyerang dan tak bisa menarik kembali ancamannya.
Selain itu, Thi tan kim wan Yu Ceng hui pun sudah berdiri satu kaki dari posisi semula, dihitung dari jaraknya, mustahil bagi Ci kong taysu untuk melancarkan tubrukan lagi dari tengah udara.
Menanti tubuhnya sudah mencapai tanah dan siap melakukan tubrukan untuk kedua kalinya, Thi tan kim wan Yu Ceng hui telah merendahkan tubuhnya, menekuk pinggang dan menyiapkan serangan.
Tampak bayangan manusia berkelebat lewat, sebuah terjangan kilat telah dilancarkan bahkan sama sekali tidak memberi kesempatan lagi buat Ci kong taysu untuk melancarkan tubrukan dari tengah udara.
Ci kong taysu kena terdesak sampai apa boleh buat, terpaksa mesti mengerahkan segenap kepandaian yang dimilikinya untuk melangsungkan pertarungan jarak dekat melawan musuhnya.
Ilmu pukulan aliran Siau lim pay sudah termashur di jagad dan terkenal karena keampuhannya, meski begitu kelihayannya baru bisa terlihat bila dipakai untuk melangsungkan pertarungan jarak jauh.
Mengenai taktik dan kelincahan untuk suatu pertarungan jarak dekat justru hal ini merepotkan sekali.
Ditambah pula tenaga dalam Thi tan kim wan Yu Ceng hui menang satu dua tingkat lebih hebat daripada Ci kong taysu.
Tak selang sepertanak nasi kemudian, Ci kong taysu sudah dipaksa berada di bawah angin.
Bagi suatu pertarungan sengit antara jago jago lihay menang kalah sering kali hanya terjadi karena perbedaan selisih yang tipis ini, walaupun para pendeta dari Siau lim si dibikin terkesiap oleh adegan di depan mata meski mereka menguatirkan keselamatan Ci kong taysu, namun sebelum mendapat perintah, tak seorang pun yang berani turun tangan memberi bantuan.
Thi Eng khi yang bersembunyi di tempat kegelapan dan menyaksikan kejadian tersebut, dengan cepat ia menyadari kalau saat baginya untuk turun tangan telah tiba.
Agaknya Thi Eng khi memang sudah bersiap sedia untuk turun tangan, dengan sorot mata yang tajam seperti sambaran kilat, dia mengawasi dua orang yang sedang bertarung di arena lekat-lekat.
Siapa tahu Thi tan kim wan Yu Ceng hui yang telah berhasil menduduki posisi diatas angin itu mendadak melepaskan pukulan mendesak mundur Ci kong taysu, bukan maju lebih kedepan, tahu tahu dia malah melompat mundur sejauh satu kaki, bentaknya .
"Hwesio tua, bagaimana kalau berhenti dulu untuk sementara waktu?"
Ci kong taysu memang sangat berharap mendengar seruan mana, dengan napas terengah katanya .
"Yu sicu, perkataan apa yang hendak kau ucapkan?"
Dengan sikap yang latah, Thi tan kim wan Yu Ceng hui berkata .
"Hwesio tua, kau bukan tandinganku sekarang, aku ingin memeriksa dahulu teratai emas Jit kiau kim lian tersebut."
Dilihat dari ucapan mana, agaknya dia sudah merasa curiga terhadap teratai emas tersebut. Ci kong taysu merasa malu sekali, serunya dengan gusar .
"Ci wan sute, buka kotak teratai emas dan perlihatkan kepadanya!"
Dengan wajah serius Ci wan taysu maju selangkah kedepan dengan diluruskan kemuka, ia hembuskan kain merah yang menutupi teratai emas tersebut.
Dengan cepat kain merah tadi tersingkap dan jatuh ke tangan Ci bi taysu yang berada di sebelah kirinya.
Serentak sorot mata semua orang ditujukan keatas kotak kayu itu.
"Haaahhhh...?!"
Tiba tiba semua orang menjerit kaget.
Ternyata benda yang berada ditangan Ci wan taysu itu bukan teratai emas Jit kiau kim lian melainkan sebatang ranting pohon.
Thi tan kim wan Yu Ceng hui tertawa tergelak, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia melewati atas kepala para hwesio Siau lim si itu dan berlalu dari situ.
Thi Eng khi yang menyaksikan adegan itupun diam diam menggebrak tanah sambil berpikir .
"Aduh celaka, entah sejak kapan teratai emas Jit kiau kim wan tersebut telah mereka dapatkan? Benar benar mengemaskan!"
Segera timbul niatnya untuk menahan Thi tan kim wan Yu Ceng hui dan memaksanya untuk mengakui kemana perginya teratai tersebut. Namun ingatan lain dengan cepat melintas didalam benaknya, dia berpikir lagi .
"Seandainya teratai emas Jit kiau kim lian telah dicuri oleh Pencuri sakti, apa gunanya menahan orang itu disini? Lebih baik kubuntuti saja orang itu secara diam diam, siapa tahu hal mana justru ada harapan buatku untuk merebut kembali teratai emas tersebut."
Begitu ingatan tersebut melintas lewat, Thi Eng khi segera mengambil keputusan tanpa berpikir panjang lagi, dikerahkannya ilmu Hu kong keng im dan melewati diatas kepala kawanan pendeta dari Siau lim tersebut, dia melakukan pengejaran.
Padahal waktu itu para pendeta dari Siau lim sedang berdiri terbelalak dengan mulut melongo setelah menyaksikan teratai emas Jit kiau kim lian mereka berubah menjadi sebatang ranting pohon, didalam keadaan seperti ini tentu saja tak ada yang memperhatikan Thi Eng khi lagi.
Sementara itu, Thi Eng khi telah berhasil menyusul di belakang Thi tan kim wan Yu Ceng hui.
Tampaknya peluru baja butiran emas ini betul betul bernyali besar, berada di bawah sinar matahari yang cerah, dia masuk kekota Phu thian secara terang terangan.
Sesudah berjalan berputar putar mengelilingi jalan raya, mendadak Thi tan kim wan Yu Ceng hui menyelinap masuk kedalam sebuah lorong kecil yang sempit.
Lorong itu berada diantara dua buah gedung, selain gelap dan rendah juga kotor sekali, jelas merupakan tempat tinggal dari rakyat kecil yang miskin dan berpenghasilan rendah.
Thi Eng khi menguntil terus, dari kejauhan ia saksikan orang itu berhenti di depan sebuah rumah yang ditancapi tiga batang hio.
Setelah berjalan mondar mandir sebanyak tiga empat kali akhirnya dia membuat suatu gerakan seperti bentuk poci dan menegur .
"Sun toako ada di rumah?"
Seorang nenek muncul dari balik rumah, begitu melihat dia dengan wajah ramah segera menegur .
"Oooh.... rupanya Ong toaya, silahkan masuk! Silahkan masuk!"
Thi tan kim wan Yu Ceng hui pun segera lenyap dari balik rumah tersebut..
Thi Eng khi tak berani menyelundup masuk ke dalam rumah tersebut dengan menggunakan cara yang sama, terpaksa dia harus melompat naik keatas rumah dan melakukan pencarian sendiri.
Setelah melalui tiga buah rumah akhirnya terdengar olehnya suara pembicaraan dari Thi tan kim wan Yu Ceng hui dari arah bawah sana.
Dengan cepat dia mendekam diatas atap mencari lubang kecil dan mengintip ke bawah.
Ternyata tempat itu merupakan sebuah ruangan yang sangat bersih, Thi tan kim wan Yu Ceng hui serta Pencuri sakti Go jit duduk berjajar diatas sebuah bangku, sedangkan si nenek duduk dihadapan mereka.
Dari sakunya, pencuri sakti Go jit mengeluarkan sekumtum bunga teratai emas yang berlapis tujuh, bunganya sendiri sebesar kepalan tangan dengan putik sepanjang lima inci semuanya berwarna emas.
Agak emosi Thi Eng khi setelah menyaksikan benda itu.
Terdengar pencuri sakti Go Jit sedang berkata dengan bangga .
"Saudara Yu, bagaimana dengan ilmu mencuriku?"
Thi tan kim wan Yu Ceng hui tertawa terbahak bahak, sambil menepuk bahu pencuri sakti Go Jit, serunya .
"Saudara Go, kau memang sangat hebat, daripada dilawan dengan kekerasan memang lebih baik dilawan dengan kecerdasan otak, sekalipun sewaktu menantang mereka untuk bertarung mati matian, belum tentu aku bisa berhasil merampas teratai emas Jit kiau kim lian tersebut dari pihak Siau lim si."
"Apa sih teratai emas Jit kiau kim lian itu? Coba perlihatkan kepada nonamu!"
Seseorang berseru secara tiba tiba.
Bayangan manusia yang berkelebat lewat, dari pintu samping telah muncul seorang gadis remaja segera menerima teratai emas tersebut, sikapnya yang begitu luwes dan bebas tampaknya mereka memang kenal lama.
Tampaknya Thi tan kim wan Yu Ceng hui dan pencuri sakti Go Jit sama sama tidak kenal dengan nona itu.
Mereka nampak tertegun, tapi lantaran gerak gerik sinona yang menyakinkan, toh akhirnya mereka serahkan juga teratai emas Jit kiau kim lian tersebut kepadanya.
Namun sorot mata mereka berdua dialihkan juga keatas wajah nenek tersebut, seakan akan sedang bertanya kepadanya, apakah nona ini adalah cucu perempuannya? Yang paling aneh adalah Thi Eng khi yang berada diatas atap rumah sesudah melihat nona tersebut, ia merasa pikirannya menjadi bingung, seakan akan berada dalam alam mimpi saja.
Ternyata nenek itupun tidak kenal dengan nona tersebut, baru saja dia menggelengkan kepalanya dan belum sempat mengucapkan sesuatu, nona itu sudah berseru sambil tertawa cekikikan .
"Terima kasih banyak atas pemberian kalian!"
Dengan gesit dia lantas menyelinap keluar dari ruangan.
Berhubung kedatangan gadis itu sangat tiba tiba lalu perginya juga amat mendadak, untuk sesaat tiga orang jogo kawakan dari dunia persilatan itu dibuat tertegun.
Menanti mereka mendusin kembali dari lamunan, nona tersebut sudah melompat naik keatas rumah.
Bentakan gusar dengan cepat menggelegar dari dalam rumah.
Tiga sosok bayangan manusia kembali melejit ketangah udara dan naik ke atap rumah untuk melakukan pengejaran.
Thi Eng khi masih saja melamun seperti orang bodoh, dia merasa seakan akan sedang bermimpi saja.
"Mungkinkah dia adalah adik Leng? Mungkinkah itu?"
Tiada henti hentinya dia bertanya kepada diri sendiri.
"Aaah! Tak mungkin! Adik Leng sudah mati lama! Sudah pasti dia adalah siluman kecil itu yang menyaru sebagai adik Leng, sudah pasti dia sedang membawakan peranan lain untuk menipu .. betul betul mengemaskan! Benar benar menjengkelkan, aku tak boleh melepaskannya dengan begitu saja. Setelah berpikir sampai disitu, ia baru melakukan pengejaran namun orang yang berada di depannya sudah hampir tak nampak bayangan tubuhnya. Untung saja ilmu gerakan tubuh Hu kong keng im yang dimiliki Thi Eng khi sangat lihay, tak lama kemudian ia berhasil melampaui Thi tan kim wan Yu Ceng hui sekalian bertiga. Lalu disebuah tebing kecil diluar kota, ia berhasil menyusul sinona yang berwajah mirip dengan So Bwe leng tersebut.
"Berhenti!"
Thi Eng khi segera berseru nyaring.
Seperti seekor burung rajawali raksasa, dia melayang ke tengah udara dan menghadang di depan gadis itu, mukanya dingin kaku dan sangat menggidikkan hati.
Sewaktu nona berwajah mirip So Bwe leng itu menyaksikan orang yang menghadang jalan perginya adalah Thi Eng khi, wajahnya segera berseri seri, sambil merentangkan tangannya menerjang kearah pelukan pemuda itu, serunya kaget .
"Aaaah.. engko Eng, kiranya kau."
Thi eng khi berdiri dengan telapak tangan disilangkan di depan dada, segulung tenaga pukulan yang sangat kuat segera menghadang tubuh si nona yang menubruk datang.
"Berhenti!"
Bentaknya keras keras. Nona itu tertegun lalu serunya .
"Engkoh Eng, apakah sudah tidak kenali diriku sebagai adik Leng mu lagi .?"
Suaranya memilukan hati, membikin hati orang beriba.
Padahal dia adalah Pek leng siancu So Bwe leng yang sesungguhnya, itulah sebabnya nona itu nampak gelisah dan tidak tenang.
Thi Eng khi sama sekali tidak menyangka kalau gadis tersebut adalah Pek leng siancu So Bwe leng yang sebenarnya.
Hingga kini, dia masih menganggapnya sebagai perempuan siluman Ciu Lan.
Sambil tertawa dingin segara serunya .
"Jika kau berani berbuat licik lagi dihadapanku, jangan salahkan jika aku bertindak kasar kepadamu! Hayo cepat serahkan Jit kiau kim lian tersebut kepadaku, hari ini kuampuni selembar jiwamu."
Pek leng siancu So Bwe leng tidak mengira kalau Thi Eng khi bakal bersikap begitu kasar kepadanya, dia menganggap pemuda tersebut belum mau memaafkan perbuatannya yang berpura pura mati dulu.
Hatinya menjadi sedih dan perih sekali tapi apa boleh buat? Selembar mulutnya yang dihari hari biasa pandai berbicara sekarang menjadi kaku dan gagu, dia tak tahu bagaimana mesti menjelaskan persoalan tersebut.
Tentu saja dia pun tidak mengira kalau hingga kini Thi Eng khi masih belum tahu tentang permainannya yang berpura pura mati, berbicara dari perhatian dan perasaan Thi Eng khi sekarang, andaikata dia mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya, untuk bergembirapun tak sempat, mana mungkin membentak secara kasar? Justru karena pengalaman dan musibah yang menimpa Thi Eng khi dan So Bwe leng jauh berbeda, hal mana mempengaruhi pula pandangan seseorang terhadap masalah yang dihadapi, seringkali justru karena berbeda pandangan inilah berakibat terjadi kesalahan paham.
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kini Pek leng siancu So Bwe leng tak sanggup menjawab, hal ini bukan dikarenakan dia bodoh atau tak sanggup menjawab melainkan karena timbulnya perasaan menyesal dan tak tenang di hati kecilnya.
Sekarang dia sedang berusaha keras untuk meredakan suasana yang serba kaku itu, dia ingin mencari jalan bagaimana untuk menghilangkan rasa mendongkol anak muda itu terhadapnya.
Siapa tahu Thi Eng khi yang menyaksikan gadis itu hanya membungkam diri belaka, bahkan tidak menyerahkan pula teratai emas Jit kiau kim lian tersebut kepadanya, rasa benci dan muaknya terhadap siluman perempuan Ciu Lan meledak, sepasang matanya merah membara, ditatapnya wajah Pek leng siancu So Bwe leng lekat lekat.
So Bwe leng yang beradu pandang dengan pemuda itu segera dapat merasakan kebencian yang terpancar dari balik mata pemuda itu, hatinya semakin kecut, dia menyangka Thi Eng khi telah melampiaskan kemarahannya terhadap orang lain kepadanya.
Begitu rasa sedih menyelimuti hatinya, diapun berpikir .
"Buat apa kau galak kepadaku? Apakah kau anggap aku benar benar takut kepadamu?"
Dia menjadi nekad, bukan saja tidak memberi penjelasan apa apa, malah justru menanggapi dengan jelas pula.
"Teratai emas Jit kiau kim lian berhasil kudapatkan dengan kepandaianku, mengapa harus kuberikan lagi kepadamu? Katakan apa yang kau andalkan?"
Thi Eng khi makin naik darah, dia segera tertawa dingin.
"Heeehhh. Heeehhhhh. Heeehhhh.. pandai betul bermain sandiwara, sayang aku sudah kelewat mendalami watakmu, aku tak bakal tertipu lagi!"
Dalam pendengaran Pek leng siancu So Bwe leng, ucapan tersebut seakan akan memakinya kalau pemuda itu sudah tahu kalau sejak ia berkenalan dengannya, ia hanya mencintai secara pura pura belaka.
Tak heran kalau So Bwe leng jadi lebih sedih bercampur mendendam.
Yang lebih kebetulan adalah disaat seperti itulah Thi tan kim wan Yu Ceng hui sekalian bertiga telah menyusul pula sampai di situ.
Sambil menggertak gigi dan melototkan matanya bulat bulat, Pek leng siancu So Bwe leng membentak keras .
"Thi Eng khi kau betul betul berhati keji!"
Sambil mendepakkan kakinya ke tanah, dia lantas melompat bangun dan kabur lagi dari situ.
"Mau ke mana kau!"
Bentak Thi Eng khi nyaring.
Dia bersiap melakukan pengejaran, tapi pada saat itu kebetulan sekali Thi tan kim wan Yu Ceng hui bertiga sedang menaiki tebing tersebut.
Mereka dibikin terkejut oleh kecepatan gerakan tubuh Thi Eng khi, sepanjang melakukan pengejaran tadi tentu saja mereka pun menganggap anak muda tersebut telah berhasil merampas teratai emas Jit kiau kim lian tersebut dari tangan si nona.
Oleh karena itu, mereka tidak menghalangi Pek leng siancu So Bwe leng yang sedang melarikan diri, malah sebaliknya bersama sama menerjang Thi Eng khi, maksudnya mereka ingin merampas kembali teratai emas Jit kiau kim lian tersebut dari tangan anak muda itu.
Ketika Thi tan kim wan Yu Ceng hui bertarung dengan Ci kong taysu di kuil Siau lim si tadi, belum semua kepandaian silat andalannya digunakan.
Tapi sekarang, tahu kalau sedang menghadapi musuh tangguh, dia lantas mengeluarkan jurus simpanannya.
Belum lagi tubuhnya menerjang kemuka, sepasang tangannya telah diayunkan bersama kedepan, dua titik cahaya emas segera meluncur, satu di depan yang lain dari belakang menerjang tubuh Thi Eng khi.
Sementara itu, ditangan si nenek telah bertambah dengan sebuah tongkat berwarna hitam gelap diiringi hembusan angin tajam dia turut menyerang Thi Eng khi.
Sebaliknya si pencuri sakti Go Jit yang mengandalkan keringanan tubuhnya bergerak kian kemari seperti gulungan asap ringin, pedang pendek sepanjang satu depa ditangannya dengan menciptakan serentetan cahaya pelangi berwarna perak langsung menusuk ke dada Thi Eng khi dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Thi Eng khi melototkan matanya lebar lebar, dengan tangan kirinya dia melepaskan
Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen Pedang Gadis Yueh Karya Jin Yong