Ceritasilat Novel Online

Pukulan Naga Sakti 3


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id Bagian 3


an saja matanya melotot besar.

   "Oooh ..... mengerti aku sekarang,"

   Serunya.

   "jadi berbicara sekian lama dan berputar ayun kian kemari, tujuannya tak lain ingin mengangkangi lukisan tersebut."

   San hoa siancu tertawa dingin.

   "Aku adalah salah seorang peserta dari peristiwa dimasa lalu lukisanku juga tertera dalam lukisan itu, tidak berhak kah bagiku untuk menyimpan lukisan itu?"

   "Ucapan dari siancu itu tepat sekali,"

   Hong im siu Sang Thong dari bukit Bong san segera menyela.

   "oleh karena Pek ih siusu Cu ciangbunjin dari partai Hoa san tidak datang, maka dewasa ini memang cuma Leng siancu seorang yang berhak menyimpan lukisan tersebut."

   "Aku juga berpendapat demikian,"

   Sambung Pu thian toa beng Kay Poan thian pula.

   "lukisan tersebut memang sepantasnya kalau disimpan oleh Leng siancu."

   Menyusul kemudian, kembali ada beberapa orang yang menyatakan dukungannya atas keputusan dari Leng siancu tersebut. Hanya ketua dari partai Bu tong, Keng hian totiang yang tidak berpendapat demikian, segera serunya .

   "Menurut pendapat pinto ...."

   Baru saja ucapan itu keluar dari mulutnya, mendadak terdengar ada seseorang yang mencegahnya dengan ilmu menyampaikan suara.

   "Ciangbunjin ingin turut berbicara demi keadilan, lolap merasa kagum sekali, tapi menurut pendapat lolap biarkan saja kejadian itu berlangsung agar menambah pengetahuan dan pengalaman Thi ciangbunjin terhadap kebusukan hati manusia. Sekarang Thi ciangbunjin masih muda, bakatnya sangat bagus, masa depannya cemerlang, bila kita terlalu melindunginya maka hal ini malah akan mencelakai dirinya, lebih baik biar hatinya mendapat sedikit pukulan agar merangsang kecerdasannya makin bekerja ....."

   Mendengar bisikan tersebut, Keng hian totiang lantas berpaling kearah Ci kay taysu dan tersenyum kemudian .

   "Pinto pikir Thi ciangbunjin memang harus mempertimbangkan kembali persoalan ini."

   "Tapi lukisan tersebut merupakan warisan dari leluhur kami, aku bersumpah akan mempertahankannya dengan jiwa dan raga, aku tak akan membiarkan orang lain menyentuhnya sekehendak hatinya sendiri."

   Dengan ilmu menyampaikan suara, Keng hian totiang segera berbisik.

   "Jika manusia sudah dipengaruhi oleh sifat kemaruk, maka memperebutkan bukan suatu tindakan yang menguntungkan, Thi ciangbunjin kau bersemangat tinggi dan masih muda memangnya kau kuatir tiada kesempatan lagi dikemudian hari untuk mendapatkan kembali benda tersebut? Harap kau suka berpikir tiga kali sebelum bertindak."

   Thi Eng khi segera menjadi paham sekali, segera berpikir .

   "Buat seorang toa enghiong, seorang toa hau kiat, yang dipikirkan adalah keberhasilan dimasa mendatang, bukan keuntungan di depan mata, suatu ketika jika ilmu silatku telah berhasil, memangnya tak bisa kucuci semua penghinaan ini?"

   Berpikir sampai disitu, kemarahannya segera mereda, dengan nada pedih dia berkata .

   "Baik, untuk kali ini aku akan menuruti kehendak kalian! Cuma akupun hendak berkata dulu, suatu ketika lukisan tersebut pasti akan kuminta kembali!"

   "Siapa yang tahu keadaan, dia adalah orang yang bijaksana, aku akan selalu menantikan kunjungan dari Thi ciangbunjin!"

   Sahut San hoa siancu Leng Cay soat sambil tertawa. Thi Eng khi segera bangkit berdiri dan mendongakkan kepalanya, dengan lantang dia berseru .

   "Cukup banyak petunjuk yang telah kuperoleh dari kalian semua, budi ini tak akan kulupakan untuk selamanya, aku akan mohon diri lebih dulu ....

   "

   Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong segera menitahkan Sangkoan Gi untuk membuka pintu ruangan, serunya .

   "Silahkan Thi ciangbunjin, maaf kalau aku tidak akan menghantar lebih jauh lagi!"

   Sewaktu datang tadi, Thi Eng khi membawa semangat yang tinggi, tapi yang diperoleh cuma kepedihan dan penghinaan, sekarang dia baru menyadari apa sebabnya kakeknya menutup perguruan Thian liong pay dulu.

   Thi Eng khi telah pergi, menyusul kepergian pemuda itu, Keng hian totiang dari Bu tong pay menggelengkan kepalanya berulang kali sambil menghela napas, katanya kemudian .

   "Peristiwa yang terjadi hari ini merupakan suatu peristiwa yang sama sekali mengabaikan keadilan dan kebenaran, pinto merasa menyesal sekali, lebih baik akupun mohon diri!"

   Dengan membawa kedua orang sutenya, mereka segera beranjak dan meninggalkan tempat itu.

   Menyusul kemudian, Ci kay taysu dari Siau lim pay, Hou bok sin kay Cu Goan po dari Kay pang serta Sin tuo Lok It hong juga enggan tinggal lebih lama disitu, serentak mereka beranjak dan mohon diri.

   Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong hanya merasa menyesal di hati, dia menghela napas dan tampak murung sekali.

   Sebaliknya Pu thian toa beng Kay Poan thian tampak paling berseri wajahnya, dengan suara lantang dia segera berseru .

   "Partai Siau lim pay dan Bu tong pay selalu menganggap dirinya sebagai suatu perguruan besar, mereka paling tidak pandang mata kedada orang lain, kepergiannya justru kebetulan sekali, Cu lo hoacu si pengemis busuk ini bertulang kere dan pandainya cuma menjilat pantat orang, memang pantas sekali kalau selalu mengekor, sudah lama aku ingin mencari gara-gara dengannya, si bungkuk itu ..... Huhh! Lebih tak ada harganya untuk dibicarakan, mana otaknya bebal, goblok lagi, dia tak perlu diajak untuk berkompromi."

   Semua orang cuma memandang sekejap kearahnya dan tak seorangpun yang menjawab, jelas orang-orang itu telah merasakan ketukan suara hati sendiri.

   Sayang sekali, ketukan suara hati itu munculnya sangat lemah, sehingga dengan cepat tersapu kembali oleh ucapan dari Hong im siu Sang Thong dari bukit Bong san.

   Terdengar Hong im siu Sang Thong dari bukit Bong san tertawa kering, kemudian katanya dengan suara yang aneh .

   "Leng siancu, siaute merasa bahwa tekadmu ingin menyimpan lukisan Enghiong to tentunya dikarenakan sementara alasan yang tak bisa dikatakan kepada orang lain bukan?"

   Seakan-akan ucapan tersebut langsung menyentuh rahasia hatinya, kontan saja paras muka San hoa siancu dari pulau Soh sim to itu berubah hebat, serunya sambil tertawa dingin .

   "Saudara Sang, mungkin kaupun menganggap aku tidak lebih cuma manusia seperti Thi Eng khi yang tak becus itu? Hmm, kuanjurkan kepadamu ada baiknya jangan terlalu gunakan akal busukmu daripada kita harus saling cekcok sendiri!"

   Hong im siu Sang Thong segera tertawa seram .

   "Heeehhh.... heeehhh.... heeehhh.... Leng tocu apabila tindakanmu ini ibaratnya menyeberangi sungai merusak jembatan, maka perbuatanmu itu semakin menyalahi bantuan dari sobat semua!"

   Saking gusarnya, paras muka San hoa siancu Leng Cay soat telah berubah menjadi hijau membesi, teriaknya .

   "Sang Thong, bila sedang berbicara didepan pun siancu, lebih baik sedikitlah berhati-hati!"

   Hong im siu Sang Thong juga berteriak dengan lantang .

   "Selamanya siaute selalu berbicara sepatah tetap sepatah, kalau memang Leng tocu begini tidak sungkan, aku Sang Thong juga merasa tidak berkewajiban untuk menyimpan rahasia itu!"

   "Kurang ajar! Sekali lagi kau berani bicara sembarangan, aku tak akan berlaku sungkan-sungkan lagi kepadamu!"

   Tampak ujung bajunya berkibar terhembus angin bagaikan segumpal awan hitam tahu-tahu ia sudah melayang melewati meja bundar dan melayang turun dihadapan Hong im siu Sang Thong, tangannya langsung diayunkan untuk menampar muka Sang Thong.

   Perempuan ini memang tak malu menjadi salah seorang yang muncul diatas lukisan Enghiong to tersebut, tubuhnya yang melayang ke depan enteng bagaikan segulung angin, sedemikian cepatnya sehingga sukar buat orang lain untuk mengikuti bayangan tubuhnya.

   Kelihatannya Hong im siu Sang Thong segera akan kena digampar oleh ayunan tangannya itu.

   Tapi kejadiannya kemudian justru tampak aneh sekali, tidak melihat bagaimana Hong im siu Sang Thong menghindarkan diri juga tidak melihat bagaimana caranya dia melancarkan serangan balasan, tahu-tahu San hoa siancu Leng Cay soat telah menarik kembali tangannya sambil melompat mundur sejauh beberapa depa, wajahnya diliputi oleh rasa kaget dan tercengang untuk setengah harian lamanya dia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun, jelas ia sudah terkena sergapan gelap ......

   Perlu diketahui, pada empat puluh tahun berselang, dikala San hoa siancu masih perawan dulu, namanya sudah menggemparkan dunia persilatan, itulah sebabnya dia baru termasuk juga salah seorang dari sembilan wajah tyang tercantum dalam lukisan tersebut.

   Kehidupannya selama empat puluh tahun tentu saja bukan suatu kehidupan yang sia-sia saja tenaga dalamnya selain sempurna, ilmu silatnya juga luar biasa hebatnya, tak seorangpun diantara kawanan jago yang hadir disana memikirkan masalah lainnya.

   Selain daripada itu, semua orangpun tahu kendatipun Hong im siu Sang Thong adalah jago kelas satu dalam dunia persilatan, tapi bila dibandingkan dengan San hoa siancu Leng Cay soat, dia masih ketinggalan jauh sekali.

   Oleh karena itu, reaksi yang diperlihatkan perempuan itu membuat semua orang merasa terkejut bercampur tercengang, mereka betul-betul merasa tidak habis mengerti.

   Hong im siu Sang Thong segera tertawa dingin, katanya .

   "Jika dalam hatimu tak ada setannya, kenapa takut orang lain berbicara ....?"

   San hoa siancu Leng Cay soat mengerang marah, teriaknya .

   "Bangsat, kau berani melukai orang dengan senjata rahasia, kubacok dirimu sampai mampus."

   Sekali lagi dia siap menubruk kemuka. Dengan suara yang keras menggelegar Hong im siu Sang Thong segera membentak keras .

   "Lohu akan memperingatkan dirimu, kau sudah terkena jarum sakti Hua hiat sin ciam bila tidak segera memusatkan pikiran dan menutup ketujuh buah jalan utamamu kemudian menelan obat penawarku, dalam tiga jam mendatang sekujur badanmu akan berubah menjadi darah dan tewas, bila sampai demikian keadaannya, jangan salahkan lohu tidak memberi peringatan lebih dulu."

   Tangannya segera diayunkan kedepan, sekilas cahaya kuning segera meluncur keluar dari balik pakaiannya dan meluncur ke tangan San hoa siancu Leng Cay soat.

   "Cepat telan obat itu, kemudian sembuhkan sendiri luka yang kau derita itu!"

   Hua hiat sin ciam merupakan sejenis senjata rahasia beracun yang sudah amat tersohor namanya dalam dunia persilatan, paras muka semua orang yang berada dalam ruangan itu kontan saja berubah sangat hebat.

   Dengan kemampuan yang dimiliki San hoa siancu Leng Cay soat pun ternyata tak berani berrtindak gegabah, dengan wajah sedih dia lantas menelan pil pemberian Hong im siu Sang Thong dan segera duduk bersila untuk mengobati lukanya.

   Pelan-pelan Hong im siu Sang Thong menyapu sekejap sekeliling ruangan itu, lalu berkata .

   "Menurut apa yang lohu ketahui, dilapisan paling dalam lukisan itu masing-masing tercantum tiga jurus ilmu silat yang paling sempurna dari orang-orang yang lukisannya terpampang diatas lukisan tersebut, barang siapa bisa mempelajari semua jurus yang tercantum disana, maka kepandaiannya tiada tandingan lagi di dunia ini!"

   "Haaahh... !"

   Seruan tertahan menggema di seluruh ruangna, suasana disana kontan saja berubah menjadi sangat gaduh. Sekulum senyuman aneh segera menghiasi ujung bibir Hong im siu Sang Thong, katanya lagi .

   "Lukisan tersebut hanya ada selembar, siapakah yang akan mendapatkannya, ini tergantung pada kepandaian silat siapa yang paling sempurna diantara kalian semua!"

   Seusai berkata dia lantas melayang naik keatas meja bundar itu dan sambil berpeluk tangan , ia menjadi seorang penonton yang baik.

   "Ilmu silat yang maha sakti"

   Benar-benar merupakan suatu pancingan yang besar sekali pengaruhnya, kawanan jago yang dihari-hari biasa selalu menganggap tinggi dirinya itu segera menunjukkan sinar kerakusan yang amat besar, serentak mereka bergerak maju menghampiri lukisan tersebut.

   Mendadak ada orang berteriak keras .

   "Lebih baik kita jangan saling bertengkar dulu, tanya yang jelas lebih dahulu apa benar terdapat kejadian seperti ini, kemudian kita baru mengandalkan kepandaian masing-masing untuk menentukan siapakah yang lebih berhak untuk mendapatkan lukisan tersebut."

   Dengan cepat, ada yang bertanya kepada San hoa siancu Leng Cay soat .

   "Harap Leng siancu bersedia untuk membuktikan kebenaran dari itu!"

   Dengan wajah yang murung Sna hoa siancu Leng Cay soat menghela napas dan manggut-manggut.

   "Benar,"

   Sahutnya.

   Seketika itu juga seluruh ruangan dipenuhi oleh cahaya golok bayangan pedang, angin pukulan dan bacokan telapak tangan, suasana menjadi gaduh dan kalut tidak karuan.

   Sambil berpeluk tangan, Hong im siu Sang Thong berdiri diatas meja bundar dan menyaksikan pertarungan massal yang sedang berlangsung didalam ruangan itu, senyuman bangga yang sangat aneh, semakin menghiasi wajahnya.

   Mendadak terdengar seseorang membentak keras .

   "Semuanya tahan!"

   Suaranya keras bagaikan geledek yang menyambar disiang bolong, bentakan tersebut membuat semua merasa terperanjat dan serentak menghentikan serangannya.

   Orang yang berteriak dengan mempergunakan ilmu auman singa itu tak lain adalah Sangkoan cengcu dari perkampungan Ki hian san ceng.

   Setelah menghentikan serangan, semua orang yang untuk sesaat terpengaruh oleh ketamakan itu segera menjadi sadar kembali, dengan cepat mereka tahu kalau sudah tertipu orang, segera meja bundar itu dikepung kemudian melotot gusar kearah Hong im siu Sang Thong yang masih berdiri diatas meja sambil berpeluk tangan dan tersenyum itu.

   Tiba-tiba Hong im siu Sang Thong mengusap wajahnya sendiri, kemudian sambil menekuk pinggang dan menghembuskan napas panjang dalam waktu singkat telah muncul kembali dengan wajah aslinya yakni seorang kakek berkepala botak.

   Tampaknya kakek botak itu sama sekali tak pandang sebelah matapun terhadap kawanan kjago yang berada disekeliling tempat itu, sambil tertawa terbahak serunya.

   "Haaahhh.... haaahhh... haaahhh.... lohu adalah Huan im sin ang (kakek tua bayangan setan) aku juga yang telah melukai puluhan orang jago yang mengerubuti diriku! Aku juga orang yang hendak kalian hadapi dalam pertemuan kali ini! Haahhh... haaahhh.... hari ini memang aku sengaja hendak mengajak kalian bergurau, ingin kulihat manusia macam apakah yang dikatakan sebagai jagojago dari golongan lurus haaahhhh.... haaahhh.... tak tahunya cuma begitu saja, sungguh membuat hati lohu amat gembira. Sebenarnya aku hendak menghadiahkan kalian sebatang jarum Hua hiat sin ciam untuk setiap orang, tapi mengingat pertarungan yang kalian lakukan barusan bersungguh hati dan membuat lohu puas maka untuk sementara waktu aku akan melepaskan kalian semua dengan selamat. Cuma lukisan tersebut untuk sementara waktu akan lohu bawa pergi, jika kalian merasa punya kepandaian, silahkan datang sendiri ke bukit Thian tay san pada bulan enam tanggal enam nanti untuk memintanya kembali, cuma bila waktunya sudah lewat jangan salahkan jika lohu akan mengambil keputusan lain tentang lukisan itu."

   Dari sekian banyak jago lihay yang berkumpul dalam ruangan ini, ternyata tak seorangpun yang berkutik atau mengucapkan sepatah katapun, mereka membiarkan Huan im sin ang mengucapkan katakatanya sampai selesai tanpa ada yang mengganggu.

   Hal ini mereka lakukan sebab barusan titik kelemahan mereka semua telah teruar keluar, tanpa sebab mereka harus bertarung sendiri mati-matian, kejadian itu menimbulkan rasa malu dihati masing-masing hingga siapapun enggan juga untuk melakukan sesuatu tindakan.

   Menunggu Huan im sin ang telah menyelesaikan kata-katanya, rasa permusuhan dalam hati mereka semua harus meledak.

   Pertama-tama Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong yang berteriak lebih dulu dengan lantang .

   "Keteledoran yang kita lakukan hari ini sungguh memalukan sekali, mari kita bekerja sama untuk menumpas gembong iblis itu, jangan membiarkan dia pergi dengan begitu saja ......"

   Huan im sin ang segera menyeringai dan tertawa seram.

   "Heeehhh... heeehhh.... heeehhhh.... lohu justru ingin sekali melihat kalian ditertawakan orang, kalau tidak, buat jiwa anjing kalian musti diampuni?"

   Ujung bajunya segera dikebaskan ke depan melancarkan sebuah pukulan yang maha dahsyat, sedemikian hebatnya serangan itu membuat meja bundar disitu bergetar keras dan para jagoan merasakan kuda-kudanya tergempur, tak kuasa lagi mereka mundur ke arah dinding ruangan dengan sempoyongan .

   Menyusul kemudian tangannya digapai, lukisan yang tergantung diatas dinding itu segera otomatis melayang sendiri ke tangannya.

   Sementara semua orang masih tertegun bercampur kaget, sambil tertawa terbahak-bahak orang itu sudah membuka pintu baja dan melangkah keluar dari situ.

   Dalam waktu singkat, bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata.

   Sementara itu, Thi Eng khi dengan membawa rasa gusar bercampur sedih melangkah keluar dari pintu gerbang perkampungan Ki hian san ceng, kemudian sambil berpaling dan melotot beberapa kejap ke arah perkampungan itu dengan gemas dan menggertak gigi, diam-diam sumpahnya di dalam hati.

   "Suatu ketika, sekalipun kalian menggunakan tandu besar yang digotong delapan orang untuk menjemputku pun, belum tentu aku mau datang kemari!"

   Mendadak ia menyaksikan ada enam sosok manusia keluar dari perkampungan itu, ternyata mereka adalah ketua Bu tong pay, beserta Keng leng dan ik totiang, Ci kay taysu dari Siau lim pay, Hou bok sin kay Cu Goan po serta si bungkuk sakti Lok It hong.

   Thi Eng khi merasa cocok sekali dengan Keng hian totiang, dengan cepat dia membalikkan badan seraya memberi hormat katanya .

   "Terima kasih banyak atas bantuan ciangbunjin selama ini aaai! Cuma sayang ...."

   "Thi ciangbunjin harap kau jangan berkata begitu.

   "tukas Keng hian totiang dengan lantang.

   "Pinto merasa menyesal sekali tak bisa mewujudkan keadilan karena itu kami berkeputusan lebih baik mengundurkan diri saja."

   "Omitohud!"

   Ci kay taysu pula dari Siau lim pay.

   "agaknya kepandaian silat Thi ciangbunjin belum memperoleh warisan langsung dari ilmu sakti Thian liong pay entah apa sebabnya bisa demikian?"

   Thi Eng khi segera menghela napas panjang.

   "Aaai.... kitab pusaka Thian liong pit kip telah dibawa pergi oleh kakekku dan tidak diketahui kabar beritanya, oleh sebab itu aku tak bisa mempelajari semua kepandaian perguruanku."

   Secara ringkas, ia lantas menceritakan apa yang telah dialaminya selama ini. Ci kay taysu segera berkerut kening, setelah berpikir sejenak katanya kemudian .

   "Ketika Thi locianpwe masih hidup dulu, beliau merupakan sahabat karib mendiang guruku, suatu hari ketika sedang pulang dari bersiar di bukit Tay san, tanpa sengaja telah menemukan se

   Jilid kitab Hua tin liok, yang hingga kini masih tersimpan dalam pagoda penyimpan kitab partai kami, apakah Thi ciangbunjin bersedia untuk mengunjungi Siau lim si dan mempelajari dulu ilmu silat dalam kitab Hua tin liok sebelum berkelana dalam dunia persilatan sambil mencari jejak dari kitab pusaka Thian liong pit kip?"

   Jelas, Ci kay taysu bermaksud untuk menariknya ke kuil Siau lim si dan menghadiahkan semua kitab ilmu silat yang pernah dimilikinya selama ini untuk Thi Eng khi serta membantunya menjadi lihay.

   Tapi berhubung Thi Eng khi adalah seorang ketua dari partai Thian liong pay maka Ci kay taysu pun menggunakan kata yang lebih halus dan manis untuk menyampaikan maksud hatinya itu.

   Keng hian totiang dari partai Bu tong segera tertawa terbahakbahak.

   "Haaahhh.... haaahhh..... haaahhh..... perkataan dari Ci kay taysu ada benarnya juga, sudah sepantasnya kalau Thi ciangbunjin mempertimbangkan kembali."

   
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Usul ini meski sangat menggetarkan hati Thi Eng khi tapi setelah dipikirkan berulang kali dia merasakan enggan untuk menerimanya sebab dia sebagai seorang ketua dari partai Thian liong sepantasnya kalau memperkembangkan ilmu silat Thian liong pay, sebelum kepandaian itu dikuasai sepenuhnya dia tidak berniat meminjam kepandaian aliran lain untuk menjaga nama baik Thian liong pay.

   Itulah sebabnya keinginan dan pemikirannya menjadi saling bertentangan, alis matanya berkernyit kencang dan lama sekali tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.

   Tampaknya Hou bok sin kay Cu Goan po dari Kay pang dapat menebak isi hatinya sambil tertawa tergelak segera bujuknya .

   "Semua ilmu silat yang ada di dunia ini sumbernya adalah sama, justru karena perkembangan dari setiap orang berbeda, maka jadilah perbedaan antara satu dengan lainnya, harap Thi siauhiap jangan terlalu memikirkan soal perbedaan aliran."

   Semua perkataan itu mengandung arti yang benar dan cukup menimbulkan kesadaran orang yang dalam.

   Sejak kecil Thi Eng khi memang sudah banyak membaca, kebesaran jiwanya pun boleh dipuji, sudah barang tentu dia bukan seorang yang kolot dan berpikiran pendek.

   Tapi hari ini dia mempunyai alasan untuk bersikap kolot, sebab orang lain terlalu menghina dan mencemooh dirinya, ilmu silat aliran Thian liong pay juga mendapat pandangan yang sinis dimata orang lain, kesemuanya ini membuat dia hampir saja sukar untuk menahan diri.

   Oleh sebab itu dia lantas bertekad untuk melaksanakan jalan pemikirannya kecuali mengalami kegagalan total dikemudian hari, kalau tidak ia bersumpah akan mengangkat nama partainya dengan mengandalkan ilmu silat dari aliran Thian liong pay sendiri.

   Oleh sebab itu, akhirnya ia tetap menggelengkan kepalanya seraya berkata .

   "Terima kasih banyak atas kebaikan taysu, aku sekarang harus segera berangkat ke puncak Bon soat hong di bukit Wu san untuk memenuhi janji, bila kesempatan dikemudian hari telah tiba, pasti akan kukunjungi Siau lim si untuk menambah pengetahuan, sekarang maaf kalau aku berangkat lebih dulu!"

   Sambil mengeraskan hati ia tamapik kesempatan yang sangat baik ini dan sambil membalikkan badannya berlalu dengan langkah lebar.

   Menyaksikan kepergian dari pemuda itu, tiga orang tousu, seorang pendeta, seorang pengemis dan si bungkuk menjadi tertegun sampai lama sekali mereka masih berdiri termangu-mangu.

   Lama, lama sekali Hau bok sin kay Cu Goan po baru mendongakkan kepala dan tertawa terbahak-bahak, serunya .

   "Haaahhh.... haaahhh.... haaahhh.... selama ini pihak Siau lim paling pelit siapa tahu kesupelannya tidak mendatangkan hasil haaahhh.... haaahhh..... kejadian ini sungguh menggembirakan sekali, sungguh menyenangkan sekali, aku si pengemis tua tak akan melepaskan diri dari persoalan ini lagi."

   Tanpa menyapa orang lain lagi dia membalikkan badan dan segera berlalu dari situ.

   Si bungkuk sakti Lok It hong yang selama ini cuma membungkam tanpa mengucapkan sepatah katapun itu, sekarang juga manggutmanggut lalu berlalu dari situ.

   Keng hian totiang dari Bu tong pay dan Ci kay taysu dari Siau lim pay saling berpandangan sekejap sambil tertawa, kemudian mereka segera berangkat untuk pulang ke gunung.

   Sepanjang jalan Thi Eng khi melanjutkan perjalanannya, setelah bertanya sana sini maka beberapa hari kemudian sampai juga ia di bukit Wu san.....

   Bukit Wu san terletak di sebelah tenggara keresidenan Wu san sian yang termasuk dalam bilangan propinsi Suchwan dengan pengunungan Pa san sebagai bukit yang paling tinggi, sungai Tiang kang yang lebar membelah bukit tersebut serta menciptakan tiga buah selat yang sangat berbahaya, salah satu diantaranya selat Wu sia.

   Konon di atas bukit Wu san semuanya terdapat dua belas buah puncak, masing-masing adalah puncak Bong soat, Cui peng, Tiau im, Song luan, Ki sian, Ki hok, Keng tam, Sang sin, Ki im, Hui hong dan Teng liong.

   Puncak Bong soat hong terletak disebelah utara bukit Wu san, tinggi menjulang kjeangkasa dan megah sekali.

   Suatu hari, diatas puncak Bong soat hong di bukit Wu san muncul seorang sastrawan baju biru yang kelihatan sangat letih, orang itu bukan lain adalah Thi Eng khi dari partai Thian liong pay.

   Sejak memangku tugas berat dalam partai Thian liong dan pengalamannya di dalam perkampungan Ki hian san ceng, membuat Thi Eng khi banyak mengenali wajah yang sebenarnya dari kawanan jago persilatan dari dunia persilatan saat ini, cuma dia tidak menjadi putus asa karena kejadian tersebut, malah sebaliknya makin menyadari bahwa tugas yang berada di atas bahunya tidak enteng.

   Sekarang bukan saja dia harus membangun kembali nama baik dari Thian liong pay, bersama itu pula dia hendak merubah keadaan dalam dunia persilatan.

   Kedatangannya ke bukit Wu san kali ini adalah demi penyakit yang diderita oleh keempat orang supek dan susioknya, tapi ia tidak menaruh harapan yang terlalu besar akan hal itu, terhadap kakek botak yang mengundang kedatangannya itu dia merasa muak sekali, dan menganggap orang itu tidak mempunyai maksud baik.

   Waktu itu dia sudah berdiri diatas puncak Bong soat hong, untuk pertama kalinya dia mengerahkan ilmu Sian thian bu khek ji gi sin kang untuk berpekik nyaring dan melampiaskan semua kemurungan yang mengeram didalam tubuhnya selama ini.

   Baru selesai dia berpekik, bagaikan sukma gentangan itu tiba-tiba kakek botak itu sudah muncul didepan matanya, dia tertawa seram beberapa kali untuk menarik perhatian, kemudian katanya .

   "Thi siauhiap benar-benar seorang yang bisa dipercaya, sungguh membuat lohu merasa amat gembira."

   Thi Eng khi tertawa terpaksa.

   "Aku dipaksa oleh keadaaan jadi mau tak mau aku harus datang juga untuk memenuhi janji!"

   Kakek botak itu kembali tertawa terbahak-bahak .

   "Haaahhh.... haaahhh.... haaahhh..... aku lihat siauhiap berwajah masam dan tak sedap dilihat, rupanya kau telah menaruh salah paham terhadap maksud hatiku yang sebenarnya?"

   "Dari Huay im sampai bukit Wu san bukan perjalanan yang bisa ditempuh dalam satu hari,"

   Kata Thi Eng khi dengan kening berkerut.

   "seandainya lotiang tidak bermaksud menyusahkan orang, mengapa kau menggunakan keselamatan dari keempat orang susiok dan supekku sebagai sandera untuk memaksa kedatanganku kemari?"

   Dengan wajah yang ramah dan lembut, kakek botak itu segera berkata .

   "Siapa yang bersedia menderita, dia akan menjadi lebih dewasa, tindakan yang kuambil ini sesungguhnya bermaksud untuk melatih semangat siauhiap, apakah siauhiap tak dapat memahaminya?"

   Karena memikirkan keadaan dari Supek dan susioknya, terpaksa Thi Eng khi harus menahan rasa dongkolnya di hati.

   "Urusan yang lewat tak usah dibicarakan lagi, tolong tanya lotiang sudi memberitahukan kepadaku cara pengobatan tersebut."

   Kakek botak itu mengerdipkan matanya .

   "Setelah lohu mengundang kedatangan sauhiap tentu saja akupun dapat memenuhi janjiku, cuma ilmu pengobatanku itu harus dilakukan dengan tenaga Im kang, padahal tenaga Im kang bukan bisa dipelajari dalam satu dua hari saja, kebetulan lohu tinggal tak jauh dari sini, bagaimana kalau kupersilahkan siauhiap berkunjung kesana, tanggung didalam tiga bulan mendatang kau bisa pulang dengan hati yang puas."

   Thi Eng khi sesungguhnya bercita-cita untuk mengangkat nama perguruannya dengan mengandalkan kepandaian silat dari Thian liong pay, sebelum kepandaian dari perguruannya berhasil dipelajari, dia enggan untuk mempelajari kepandaian lainnya, sungguh tak disangka dia harus dihadapkan kembali dengan suatu persoalan yang menyulitkan, hal ini membuat pemuda itu menjadi tertegun.

   Sebentar ia teringat kembali akan nasib dari supek dan susioknya, tapi sebentar kemudian dia memikirkan perjuangannya serta keinginannya untuk membangun kembali nama besar perguruan Thian liong pay, ia tahu jika sampai dirinya terpaksa belajar ilmu kepada lawan untuk mengobati supek dan susioknya, belum tentu hal ini akan memenuhi keinginan mereka.

   Berpikir sampai disini, tanpa terasa ia menjadi menyesal sekali mengapa harus melakukan perjalanan ini.

   Oleh karena pelbagai ingatan berkecamuk didalam benaknya, lama sekali dia tidak mengucapkan sepatah katapun.

   Menyaksikan keadaan dari pemuda itu, dengan wajah serius kakek botak itu segera berkata .

   "Seandainya Thi siauhiap ingin memunahkan pengaruh totokan jit sat ci ditubuh supek dan susiokmu itu inilah satu-satunya jalan yang bisa ditempuh dan tiada jalan lain lagi, harap siauhiap jangan menyia-nyiakan kesempatan baik ini!"

   Mencorong sinar tajam dari balik mata Thi Eng khi katanya .

   "Siauseng ingin mengajukan suatu pertanyaan harap lotiang sudi menjawab dengan sejujurnya."

   Kakek botak itu segera tertawa terbahak-bahak .

   "Haaahhh.... haaahhh..... bukankah kau ingin bertanya apa tujuanku yang sebenarnya mengundang kedatanganmu diatas puncak Bong soat hong ini?"

   "Benar!"

   Thi Eng khi mengangguk "Sebenarnya apa tujuanmu?"

   Kakek botak itu memperhatikan Thi Eng khi beberapa saat lamanya kemudian menjawab .

   "Ketika berada dalam perguruanmu tempo hari, aku sudah mengetahui kalau kau berbakat bagus dan pantas mewarisi ilmu sakti yang tercantum dalam kitab Jit sat hian im keng itulah sebabnya kitab pusaka Thian liong pit kip yang sudah jatuh ke tanganku pun kukembalikan kepadamu. Adapun maksudku mengundang kedatanganmu adalah bertujuan untuk menyempurnakan kau, inilah maksud lohu yang sebenarnya, dengan kecerdasan yang kau miliki apakah tidak bisa kau lihat bahwa kesempatan ini merupakan kesempatan yang paling baik sekali? Mengapa kau tidak segera berlutut dan mengangkat diriku sebagai gurumu? Apalagi yang hendak kau nantikan?"

   Thi Eng khi segera melotot besar.

   "Siauseng adalah anggota partai Thian liong pay, tidak mungkin aku disuruh berganti perguruan lagi."

   Kakek botak itu segera tertawa terbahak-bahak .

   "Haaahhh... haaahhh..... haaahhh.... selama melakukan perjalanan dalam dunia persilatan aku mempunyai suatu tujuan yang besar sekali, maka asal kau bersedia mengangkat diriku menjadi gurumu, jangan toh baru menjadi ketua Thian liong pay asal kau bercita-cita besar, lohu pun bisa membantumu untuk menjadi ketua dari seluruh perguruan dan partai yang berada dalam dunia persilatan saat ini!"

   Selama ini Thi Eng khi terus menerus memperhatikan mimik wajah lawan, mendadak timbul suatu kecurigaan dalam hatinya sehingga tanpa terasa ia memandang orang itu semakin lekat-lekat, seakan-akan pikirannya terurai dalam lamunan.

   Itulah sebabnya dia tidak mendengar kata si kakek yang didepan, tapi hanya mendengar kata yang terakhir saja.

   Kontan saja paras mukanya berubah menjadi dingin bagaikan es, katanya lantang .

   "Kau hendak menjadi ketua dari semua partai dan perguruan yang ada di dunia ini? Kalau begitu kau juga pembunuh yang telah melukai serta membinasakan jago-jago lihay dari pelbagai perguruan?"

   Mula-mula kakek botak itu agak tertegun kemudian sambil menarik muka sahutnya .

   "Lohu tak ingin menjadi orang kedua dikolong langit dewasa ini, apa pula salahnya bila kugunakan ilmu silatku yang lihay untuk menakut-nakuti mereka? Hei, sudah tahu begitu, apalagi yang hendak kau pertimbangkan ....? Bila tahu diri cepat berlutut dan mengangkat diriku menjadi gurumu, lohu sudah merasa agak tak sabar!"

   Paras muka Thi Eng khi sama sekali berubah, katanya .

   "Siauseng tidak bernasib sebaik itu, maaf, selamat tinggal!"

   Dia lantas membalikkan badannya dan berlalu dari situ.

   Kakek botak itu segera menggapaikan tangannya, segulung tenaga hisapan tak berwujud yang sangat dahsyat segera menghisap tubuh Thi Eng khi untuk balik kembali ke tempat semula, serunya dengan gusar .

   "Lohu dengan maksud baik ingin mendidik kau, tak kusangka kalau kau begitu tak tahu diri!"

   "Yaa, tiap orang mempunyai cita-cita yang berbeda, siapa yang bisa memaksanya?"

   Napas kakek botak itu tersengkal-sengkal keras, jelas kemarahannya sudah memuncak, tapi alis matanya berkenyit dan akhirnya berhasil menahan diri, dia mendongakkan kepalanya lalu tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahhh.... haaahhh.... haaahhh..... apakah kau lupa dengan luka parah yang diderita Thian liong ngo siang akibat totokan dari ilmu jari Jit sat ci?"

   "Thian liong ngo siang berbeda dengan orang biasa, sedangkan siauseng pun hanya tahu jalan lurus dan berdiri tegak, sekalipun selama sepuluh tahun tidak mampu menyembuhkan luka mereka, tak nanti mereka akan menyalahkan diri siauseng."

   "Apakah kau juga lupa dengan penghinaan yang kau derita sewaktu berada di perkampungan Ki hian san ceng?"

   Teriak si kakek botak itu keras-keras.

   "asal kau bersedia mengangkat diriku menjadi gurumu, tanggung didalam setahun mereka semua akan berlutut dihadapanmu sambil minta ampun!"

   Menyinggung kembali soal perkampungan Ki hian san ceng, timbul kembali secara tiba-tiba api kemarahan yang berkobar didalam dadanya. Terdengar si kakek botak itu berkata lebih jauh .

   "Tidak tahukah kau bahwa mereka semua adalah jago-jago kenamaan didalam dunia persilatan? Tidak takutkah bagaimana wajah mereka yang sebenarnya...? Aku rasa kesemuanya itu sudah kau saksikan sendiri, tentunya kau berpikir sendiri bukan."

   Thi Eng khi semakin emosi, sepasang alis matanya sampai berkenyit setelah mendengar perkataan itu. Kakek itu semakin emosi, dengan memperkeras suaranya dia berkata lebih jauh .

   "Dengan mengingkari liang-sim, mereka telah merampas lukisan Enghiong to milikmu, kemudian demi ilmu silat yang berada di balik enghiong to tersebut mereka saling membunuh, heeehhh..... heeehhh.... heeehhh.... itulah tampang-tampang yang sebenarnya dari kaum lurus dalam dunia persilatan, heeehhh..... heeehhhh...."

   Thi Eng khi merasa hatinya makin bergolak keras, mendadak teriaknya keras-keras .

   "Sekarang lukisan Enghiong to ku itu sudah dirampas siapa?"

   Kakek botak tersebut tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahhh.... haaahhh.... haaahhh.... lohu selalu hanya memikirkan dirimu, maka lukisan Enghiong to tersebut pun telah kurampas kembali. Baik, anggap saja sebagai hadiah pertempuran dari suhu untukmu, terimalah kembali lukisan itu!"

   Dari balik sakunya dia lantas mengeluarkan gulungan lukisan tersebut....

   Lukisan itu bagaikan ada sukmanya saja, setelah berputar satu lingkaran ditengah udara segera melayang ke tengah Thi Eng khi.

   Dengan cepat Thi Eng khi menyambut lukisan itu, lalu katanya emosi .

   "Kalau begitu, Hong im siu Sang Thong adalah penyaruan darimu!"

   Inilah kecurigaan yang selalu tertanam di hati Thi Eng khi, sekarang dia ingin mendapatkan jawaban yang sebenarnya.

   "Lohu bergelar Huam im sing ang, soal ilmu menyamar mah urusan sepele, asal kau bersedia mengangkat diriku menjadi gurumu, akupun bisa menghadiahkan kitab pusaka Huan im poo liok tersebut untukmu."

   "Aku tidak percaya? Aku tidak percaya!"

   Seru Thi Eng khi sambil menggeleng.

   "Hong im siu Sang Thong berperawak tinggi besar, soal perawakan tak mungkin bisa dilakukan hanya dengan jalan menyaru saja."

   Huan im sin ang tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahhh.... haaahhh..... haaahhh..... jika ilmu sakti yang tercantum di dalam kitab pusaka Jit sat hian im cing keng telah berhasil dilatih dengan sempurna, maka soal merubah badan bisa dilakukan sekehendak hati sendiri, jika kau tidak percaya aku akan membuktikannya di hadapanmu.... Sambil membungkukkan badannya, tiba-tiba terdengar bunyi gemerutuknya tulang yang amat keras bergema di angkasa, lalu tubuhnya tiba-tiba berubah menjadi lebih tinggi beberapa kali lipat. Senyuman segera menghiasi bibirnya, dia mengira kali ini Thi Eng khi tak akan menaruh curiga lagi dan murid yang baik inipun pasti akan diperoleh. Siapa tahu Thi Eng khi segera tertawa dingin tiada hentinya .

   "Semua tingkah laku dan perbuatan lotiang selama menjadi Hong im siu sudah banyak yang siauseng saksikan, begitu banyak jago lihay yang berada di dalam perkampungan Ki hian san ceng juga tak seorangpun yang sanggup mengalahkan dirimu, itu menunjukkan kalau ilmu silat yang lotiang miliki benar-benar luar biasa sekali, cuma kau bilang mereka lupa akan keadilan dan kebenaran dengan berbuat semena-mena, tolong tanya bagaimana pula dengan perbuatan yang telah kau lakukan sendiri selama ini!"

   Huan im sin ang merasa kecewa sekali dia tidak menyangka kalau Thi Eng khi bakal memutar balikkan pembicaraan hanya bertujuan untuk memakinya. Kontan saja timbul ingatan jahat dalam hatinya, sambil menyeringai seram katanya.

   "Keparat cilik baik-baik kuberi arak kehormatan kepadamu, kau tak mau, arak hukuman malahan yang dipilih, baik! Hari ini aku akan memaksamu untuk mengangkat diriku menjadi gurumu, kau tidak mau juga harus mau, kalau tidak maka jangan harap bisa tinggalkan puncak Bong soat hong dalam keadaan selamat."

   "Hmm! Siauseng tidak takut dengan ancaman sekalipun kau hendak membacokku sampai mati, aku juga tidak akan mengangkat dirimu menjadi guruku!"

   Tak terlukiskan kemarahan Huan im sin ang sesudah mendengar perkataan itu, segera bentaknya.

   "Bocah keparat, kau pingin mampus!"

   Sepasang tangannya segera disentilkan bersama kedepan, sepuluh gulung desingan angin tajam segera mengurung seluruh jalan darah penting di tubuh Thi Eng khi.

   Keadaan Thi Eng khi waktu itu ibaratnya seekor domba yang siap disembelih, jangankan melarikan diri, bahkan ingatan tersebut belum lagi melintas dalam benaknya dia sudah roboh terkapar diatas tanah.

   Seluruh tubuh Thi Eng khi menjadi terbelenggu dan tak mampu berkutik lagi, setelah menghela napas panjang, ia pejamkan mata dan pasrah kepada nasib.

   Begitu berhasil menguasai Thi Eng khi, Huan im sin ang masih tetap berusaha untuk melunakkan hati pemuda itu, katanya dengan lembut .

   "Orang yang sudah mati tak bisa bangkit kembali kalau kau tetap keras kepala semacam begini maka hasilnya hanya akan menambah setan penasaran saja di akhirat, sekali lagi lohu memberi kesempatan yang terakhir kepadamu, jawabanmu akan mempengaruhi mati hidupmu!"

   Thi Eng khi tetap membungkam dalam seribu bahasa, tak sepatah katapun yang diucapkan. Dengan suara keras, Huan im sin ang segera membentak .

   "Sudah kau dengar belum ucapan dari lohu itu?"

   Thi Eng khi masih tetap membungkam dalam seribu bahasa.

   Huan im sing ang menjadi gusar sekali, kembali dia mengayunkan jari tangannya, segulung desingan angin tajam segera meluncurkan ke depan dan menghajar bahu kanan Thi Eng khi.

   Sekujur badan pemuda itu segera menggigil keras, bagaikan tercebur ke dalam gudang es saja, kontan saja seluruh badannya menjadi kaku.

   Akan tetapi dia masih tetap menggertak gigi menahan diri, tak sepatah katapun yang diucapkan.

   Huan im sing ang bertambah gusar lagi sehingga sekujur badannya gemetar keras, sebuah pukulan kembali dilontarkan membuat tubuh Thi Eng khi segera terlempar sejauh beberapa kaki dari tempat semula.

   Tubuh Thi Eng khi terkena serangan Jit sat ci dari Huan im sin ang lebih dulu, kemudian termakan oleh pukulan tersebut, halmana membuat napasnya menjadi lemah dan tak sanggup untuk merana kembali.

   Melihat kejadian ini, Huam im sin ang tertawa terbahak-bahak, serunya kembali .

   "Barang siapa terkena ilmu jari Jit sat ci dari lohu maka jiwanya tak akan tertolong lagi, ditambah kalau terkena pukulan Im hong tou kut ciang sekalipun ada dewa yang turun dari kahyangan juga tak akan bisa menolong jiwamu, nah , silahkan saja kau rasakan penderitaan itu!"

   Seusai berkata, dia lantas membalikkan badannya dan berlalu dari tempat itu.

   Tak lama setelah bayangan tubuh Huan im sin ang lenyap dari pandangan mata, dari atas sebatang pohon siong ditepi puncak bukit itu melayang turun seorang hwesio berusia pertengahan, dengan gerakan tubuh yang cepat bagaikan sambaran kilat dia sudah tiba disisi tubuh Thi Eng khi.

   Tampak airmata hwesio itu jatuh bercucuran dengan derasnya, sedang mulutnya berguman tiada hentinya .

   "Bocah wahai bocah, seandainya tidak kuturuti jejakmu sepanjang jalan, mana mungkin kau masih bisa hidup terus?"

   Dengan cepat dia membuka baju yang dikenakan Thi Eng khi, mengeluarkan sebuah botol porselen berwarna biru, mengeluarkan tiga butir pil dan secara berhati-hati sekali memasukkan sebutir diantaranya kemulut Thi Eng khi, sedang dua lainnya dimasukkan kembali kedalam botol porselen itu kemudian dimasukkan kembali ke saku Thi Eng khi.

   Kemudian dia membopong pemuda itu menuju kedalam sebuah gua dibawah bukit dan membaringkannya diatas tanah.

   Dengan suatu gerakan yang cepat dan memusatkan segenap tenaga dalam yang dimilikinya, dia mengayunkan kesepuluh jari tangannya untuk menotok tiga puluh enam buah jalan darah penting disekujur badan Thi Eng khi.

   Selesai menotok ketiga puluh enam buah jalan darah tersebut, sinar mata si hwesio setengah umur yang semula bercahaya tajam kini menjadi amat redup, tampaknya dia sudah banyak mengorbankan tenaga dalamnya.

   Akan tetapi ia tidak berhenti sampai disitu saja, setelah mengatur sebentar tenaga dalamnya dan kekuatan itu sudah pulih kembali, dengan cara yang sama kembali dia lancarkan totoknya disekujur badan pemuda itu.

   Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Keadaan itu secara beruntun dilakukan tujuh kali, mukanya yang semula segar kini sudah menjadi pucat pias dan sayu, seakan-akan dalam waktu singkat ia telah menjadi tua beberapa puluh tahun, sedangkan air mata yang berada di sudut matanya tak pernah mengering kembali.

   Sungguh aneh dan mencurigakan sekali gerak-gerik dari hwesio tersebut....? Perhatian serta cinta kasihnya kepada Thi Eng khi sudah jelas melebihi perhatian dan cinta kasih seorang pendeta terhadap umatnya.

   Apalagi jika dilihat dari tindakannya yang merogoh ke saku Thi Eng khi serta mengeluarkan pil mestika Toh mia kim wan jelas sekali terhadap keadaan dari pemuda tersebut.

   Hwesio setengah umur yang sebenarnya gagah dan segar, setelah mengalami banyak pengorbanan tenaga dalam berubah menjadi lemas dan sayu sekali.

   Akan tetapi ketika dilihatnya paras muka Thi Eng khi berubah menjadi segar kembali, airmata sekali lagi berderai membasahi pipinya, sementara sekulum senyuman lega menghiasi bibirnya.

   Ia mendongakkan kepalanya dan memperhatikan sekejap sekeliling gua itu, kemudian sambil berkerut kening gumamnya .

   "Tempat ini bukan suatu tempat yang cocok untuk merawat luka, tampaknya terpaksa aku harus membopongnya turun gunung."

   Maka diapun membopong Thi Eng khi dan diam-diam menuruni bukit Bong soat hong.

   Di sebuah mulut selat Wu sia, dia mencari sebuah kuil kecil yang jauh dari keramaian manusia, lalu dibuatkan sebuah pembaringan kecil dari bambu dan membaringkan Thi Eng khi diatasnya.

   Setelah otot tubuhnya dilukai oleh Huan im sin ang dengan ilmu totokan Jit sat cinya, kemudian termakan sebuah pukulan dahsyat lagi, sebetulnya Thi Eng khi sudah tidak berharapan untuk melanjutkan hidupnya, untung saja dia menyimpan obat mestika Toh mia kim wan dalam sakunya, ditambah lagi tenaga dalam hwesio setengah umur itu amat sempurna dimana ia berhasil menembusi otot-otot ditubuh pemuda yang tersumbat mati oleh totokan Jit sat ci, maka selembar jiwa pemuda itupun berhasil ditolong dari jurang kematian.

   Begitulah, dibawah perawatan yang teliti selama tujuh hari lamanya pemuda itu baru berhasil memulihkan kembali kesadarannya.

   Akan tetapi si hwesio setengah umur itupun sudah banyak kehilangan tenaga dalamnya sehingga berubah menjadi kurus kering bagaikan kulit pembungkus tulang.

   Sewaktu Thi Eng khi membuka matanya untuk pertama kalinya, hwesio setengah umur itu kelihatan emosi sekali sehingga matanya yang sayu tiba-tiba mencorong kembali sinar tajam.

   Thi Eng khi segera melompat bangun dan duduk, sapanya dengan wajah kebingungan .

   "Mengapa aku bisa berada disini?"

   Hwesio setengah umur itu segera membaringkan kembali pemuda itu agar tetap tiduran, lalu bisiknya .

   "Siau sicu, lukamu terlampau parah, lebih baik berbaringlah dulu selama tiga hari sebelum boleh turun dari pembaringan!"

   Thi Eng khi segera teringat kembali kejadian di bukit Bong soat hong tersebut, tak kuasa lagi dia segera bertanya .

   "Siansu kah yang telah menyelamatkan selembar jiwaku?"

   Dengan wajah berseri hwesio setengah umur itu berkata .

   "Jasa itu bukan berada di tangan siauceng sebab yang sebetulnya menolong jiwamu adalah obat mestika yang siau sicu bawa sendiri."

   Thi Eng khi segera tertawa dengan penuh rasa terima kasih, katanya dengan cepat .

   "Sekalipun siauseng membawa obat mestika seandainya bukan siansu yang membantuku untuk memasukkan pil itu kedalam mulutku, selembar jiwaku juga akan tetap melayang. Itulah sebabnya budi kebaikan dari siansu tak akan kulupakan untuk selama-lamanya."

   Kembali hwesio setengah umur itu tertawa.

   "Aaaah... hanya secara kebetulan saja kita bersua dan membantumu, harap siau sicu jangan terlalu memikirkannya didalam hati, sekarang cepat atur pernapasanmu satu kali, coba periksalah seluruh badanmu apakah ada yang masih tidak sehat, kalau ada, cepat katakan kepada siauceng, agar bisa diusahakan pengobatannya."

   Baru saja Thi Eng khi hendak berkata lagi dia segera dicegah oleh hwesio setengah umur itu sambil tersenyum.

   Terpaksa dia memejamkan matanya dan mengerahkan Sian thian bu khek ji gi sin kang untuk mengelilingi seluruh nadi penting dan jalan darah didalam tubuhnya setelah mengitari satu kali seluruh badannya, dia segera merasa bahwa tenaga dalamnya amat segar dan malahan bertambah hebat beberapa kali lipat dibandingkan sebelum terluka dulu.

   Kenyataan ini segera menggirangkan hatinya, sambil melompat bangun dia lantas menjura seraya berseru .

   "Siansu benar-benar sangat lihay, bukan saja siauseng merasakan seluruh tubuhku menjadi segar kembali, bahkan tenaga dalamku lebih sempurna beberapa kali lipat daripada sebelum terluka dulu ...."

   Sekilas rasa kaget bercamput tercengang melintas diatas wajah hwesio setengah umur itu, kemudian sambil berseru tertahan dia pegang urat nadi dari Thi Eng khi dan memeriksanya, dengan suara lirih dia berbisik .

   "Siau sicu, coba aturlah tenaga dalammu mengelilingi seluruh badan, akan siauceng periksa keadaanmu."

   Thi Eng khi menurut dan segera melakukan seperti apa yang dikatakan itu. Dengan cepat hwesio setengah umur itu memegang urat nadinya dan memeriksa sebentar, tiba-tiba sekulum senyuman menghiasi bibirnya dia lantas berkata .

   "Siau sicu, kau pasti pernah menerima suatu kemukjijatan atau pernah makan obat aneh yang bisa membantu menambah tenaga dalammu, oleh pengaruh tenaga dalam yang sianceng salurkan ke dalam tubuhmu, obat itu sudah mulai menunjukkan reaksinya dan menyebar ke seluruh badan bila kau melatih lagi tenaga dalammu selama beberapa hari maka menunggu daya kerja obat itu sudah mulai menyebar keseluruh badan, tenaga dalam siau sicu akan memperoleh kemajuan yang luar biasa pesatnya, terlebih dahulu siau ceng mengucapkan selamat untukmu."

   Berkedip sepasang mata Thi Eng khi setelah mendengar perkataan itu, setelah menatap hwesio itu beberapa saat lamanya, diapun manggut-manggut.

   "Keempat orang supek dan susiokku pernah memberikan empat macam obat mestika kepadaku, tapi sayang berhubung tenaga dalamku belum cukup sempurna maka tak sanggup membuyarkan kerja tenaga obat tersebut, tapi menurut keempat orang supek dan susiokku, untuk bisa menyebarkan daya kerja keempat macam obat itu hingga meresap ke seluruh badan, maka harus dipakai ilmu Pek hui tiau yang tayhoat, apakah kepandaian yang dipergunakan siansu adalah ....."

   "Yaa, betul! Ilmu yang siauceng pergunakan memang ilmu Pek hui tiau yang tayhoat!"

   Thi Eng khi semakin tercengang lagi, serunya .

   "Pek hui tiau yang tayhoat adalah sinhoat tenaga dari aliran Thian liong pay, darimana siancu bisa mempelajarinya ?"

   Paras muka hwesio setengah umur itu agak berubah, agaknya ia sedang merasakan gejolak perasaan yang luar biasa sekali, akhirnya setelah mengucapkan puji syukur keagungan Sang Buddha.

   "Omitohud!"

   Dengan wajah hambar katanya .

   "Seorang sahabatku dari Thian liong pay telah mewariskan ilmu Pek hui tiau yang tayhoat kepada siauceng, sungguh tak disangka puluhan tahun kemudian siauceng kembali mempergunakan ilmu Pek hui tiau yang tayhoat untuk menolong siau sicu sebagai ciangbunjin dari partai Thian liong pay, tampaknya segala sesuatu telah diatur menurut takdirnya, betul bukan siau sicu?"

   Thi Eng khi termenung beberapa saat lamanya, tiba-tiba ia bertanya .

   "Siausu darimana kau bisa tahu kalau siauseng adalah ketua dari partai Thian liong pay?"

   Menghadapi pertanyaan tersebut, hampir saja hwesio setengah umur itu hendak membeberkan kejadian yang sesungguhnya, tapi akhirnya ia berhasil menahan diri, katanya sambil menghela napas panjang.

   "Thian liong kim kiam adalah pedang dari seorang ketua Thian liong pay, siau sicu membawa pedang tersebut berarti kau pastilah seorang ketua dari perguruan itu!"

   "Aaah! Betul, siauseng memang goblok sehingga musti mengajukan pertanyaan tersebut."

   Sementara itu, hwesio setengah umur itu telah bertanya kembali.

   "Siau sicu, apakah kau she Thi bernama Eng khi?"

   Sekali lagi Thi Eng khi dibikin kebingungan setengah mati, akhirnya sambil menatap hwesio itu lekat-lekat tanyanya .

   "Siansu, sebenarnya siapakah kau?"

   Hwesio setengah umur itu mengenyitkan alis matanya dan menjawab.

   "Siauceng bergelar Huang oh!"

   "Tolong tanya siansu, kenapa kau bisa mengetahui begitu jelas tentang diri siau seng?"

   Huang ho siansu juga tertawa dan tidak menjawab. Setelah termenung beberapa saat lamanya, tiba-tiba Huang ho siansu berkata lagi .

   "Siauceng bersedia menghadiahkan ilmu tenaga dalam Pek hui tiau yang tayhoat dan ilmu pedang Thian liong kiam hoat kepada siau sicu, apakah siau sicu bersedia untuk mempelajarinya?"

   Tekad Thi Eng khi memang sebelum menjayakan nama Thian liong pay dengan ilmu silat aliran perguruannya, dia tak akan mempelajari kepandaian aliran yang lain, ketika mendengar kalau Huang oh siansu bersedia mewariskan ilmu silat aliran Thian liong pay kepadanya, ia merasakan jantungnya berdebar keras.

   Tapi sebelum mengucapkan sesuatu, satu ingatan lain segera melintas dalam benaknya, ia berpikir .

   "Siansu yang telah menyelamatkan jiwaku ini berbicara kurang leluasa dan banyak hal yang mencurigakan sekali, sebelum mengambil keputusan aku harus menanyakan dulu keadaannya sampai jelas."

   Berpikir sampai disitu, ia lantas menatap wajah Huang ho siansu lekat-lekat, kemudian ujarnya dengan serius .

   "Walaupun siauseng telah menerima jabatan sebagai ketua dari partai Thian liong pay tapi berhubung aku masuk perguruan agak lambat, tidak banyak yang kuketahui tentang kejadian Thian liong pay dimasa lampau, barusan siansu bilang ada hubungan dengan cianpwe dari partai kami, apakah kau bersedia memberi penjelasan lebih dahulu tentang masalah ini?"

   Huang oh siansu berkerut kening dan termenung beberapa saat lamanya, kemudian berkata .

   "Kejadian ini sudah berlangsung pada dua puluh tahunan berselang, untuk sesaat sulit bagiku untuk memulai kisah ceritanya, begini saja, bagaimana kalau siau ceng menceritakan suatu kisah cerita saja kepadamu?"

   Thi Eng khi segera mengangguk.

   "Siauseng siap mendengarkan ceritamu itu."

   Huang oh siansu termenung sebentar seperti membayangkan kembali kejadian di masa lalu, kemudian dengan suara berat katanya .

   "Dua puluh tahun berselang, dalam dunia persilatan muncul dua orang yang berbakat bagus, kedua orang itu sama-sama berilmu tinggi dan sama-sama gagahnya, berhubung antara nama mereka sama-sama memakai tulisan giok maka mereka disebut sebagai Bu lim siang giok (sepasang kemala dari dunia persilatan)."

   Berbicara sampai disitu, dia melirik sekejap kearah Thi Eng khi kemudian melanjutkan .

   "Yang seorang adalah ayahmu yang bernama Lan ih cu tok (pangeran berbaju biru) sedangkan yang satunya lagi bernama Gin san kiam kek (pendekar pedang baju perak) Ciu Cu giok. Kedua orang itu mempunyai cita-cita yang sama serta semangat yang sama pula, kemana mereka tiba kaum sesat segera terbasmi dan nama besar mereka makin meningkat, sehingga akhirnya jadilah manusia yang paling kosen diantara angkatan muda. Tetapi walaupun kedua orang itu bersahabat akrab, tapi kedua belah pihak sama-sama tinggi hati, maka dalam hal ilmu silat, kedua belah pihak sama-sama merasa tidak puas dan tidak takluk. Rupanya kedua orang itu tahu bahwa hal mana merupakan penghalang dari persahabatan mereka, maka secara berterus terang kedua belah pihak sama-sama mengutarakan isi hatinya, bahkan untuk menghilangkan perintang tersebut, kedua belah pihak secara terbuka saling bertukar ilmu silatnya masing-masing, Lan ih cu tok mewariskan ilmu Pek hui tiau yang tay hoat dan ilmu pedang Thian liong kiam hoat kepada Gin san kiam kek Ciu Cu giok, sedangkan Gin san kiam kek mewariskan ilmu sakti Ban liu kui tiong serta ilmu pedang Liu soat kiam hoatnya kepada Lan ih cu tok Thi tiong giok."

   

   Jilid 5 Thi Eng khi segera merasakan pergolakan emosi yang luar biasa sekali dengan sorot mata yang tajam dia awasi hwesio itu lekatlekat, sebab dia tahu orang ini adalah salah satu diantaranya Ayahnya dan Ciu Cu giok ....

   Makin bercerita, Huang oh siansu semakin lancar lagi sambungnya lebih jauh .

   "Secara terbuka mereka saling mewariskan ilmu pedang dan simhoat tenaga dalamnya kepada yang lain, ternyata akibat dari perbuatan tersebut, mereka saling menaruh hormat kepada yang lainnya, tapi siapakah lebih lemah, ingatan tersebut belum pernah hilang dari benak mereka. Maka pada dua puluh tahun berselang, mereka berjanji untuk melakukan pertandingan selama tujuh hari tujuh malam didalam sebuah hutan yang jauh dari keramaian manusia, dalam pertarungan selama tujuh hari tujuh malam itu, ternyata terbukti bahwa kekuatan mereka adalah seimbang dan sukar diketahui siapa yang menang dan siapa yang kalah."

   Dalam benak Thi Eng khi segera terlintas satu bayangan ....

   dalam sebuah hutan yang terpencil, dua orang kerabat yang masih muda melangsungkan pertarungan selama tujuh hari tujuh malam dalam keadaan letih, mereka masih bertarung terus dengan serunya .....

   Tak tahan lagi dia segera menghela napas panjang, katanya .

   "Padahal apa perlunya berbuat begini?"

   Huang oh siansu mendesah sedih.

   "Aaai .... betul seandainya pada waktu itu kami bisa mempunyai perasaan seperti siau sicu sekarang, tak akan terjadi peristiwa yang amat tragis itu"

   Thi Eng khi segera merasakan hatinya bergetar keras, apalagi bila teringat dengan pesan terakhir dari kakeknya, bisa diduga akhir dari pertarungan itu sudah pasti adalah suatu akhir yang amat tragis, kemungkinan besar yang menjadi korban adalah ayahnya sendiri.

   Meski kejadian ini sudah berlangsung pada belasan tahun berselang, tapi dalam perasaannya seakan-akan kejadian itu berlangsung didepan mata, tanpa terasa lagi dengan perasaan tegang, serunya .

   "Ooooh... akhirnya apakah mereka berhasil menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah?"

   Huang oh siansu tertawa getir.

   "Betul, akhirnya salah seorang diantaranya berhasil menang setengah jurus, sedangkan yang lain dikalahkan setengah jurus."

   Thi Eng khi sangat berharap kalau yang kalah bukan ayahnya, buru-buru ia bertanya.

   "Siapa yang dikalahkan setengah jurus?"

   Huang oh siansu segera mendongakkan kepalanya dan tertawa tergelak, tapi gelak tertawa itu membawa nada sedih yang luar biasa, lama, lama sekali dia baru berkata.

   "Siauceng menyebut diriku sebagai Huang oh (lupa diri sendiri), bahkan tentang aku sendiripun sudah lupa, mana mungkin aku masih ingat siapa yang menang dan siapa yang kalah!"

   Seluruh wajah Thi Eng khi telah dibasahi oleh air mata, dengan suara rendah katanya .

   "Apakah cerita tersebut berakhir sampai disini saja?"

   "Akhirnya orang yang kena dikalahkan itu berhubung merasa malu terhadap perguruannya, lagipula pikirannya tak bisa terbuka, dengan membawa malu dia menggorok leher sendiri bunuh diri, sedangkan yang lain lagi karena sedih kehilangan teman akrabnya, segera mencukur kepalanya menjadi hwesio!"

   Mendengar sampai disitu, Thi Eng khi segera merasakan kepalanya pusing tujuh keliling, hampir saja dia tak sanggup untuk berdiri tegak lagi, sambil memegang ujung jubah dari pendeta itu serunya .

   "Siapakah kau orang tua yang sebenarnya?"

   Dia masih berharap orang yang bunuh diri itu bukan ayahnya, maka dia telah mengubah panggilannya dari siansu menjadi "kau orang tua"

   Setitik cahaya aneh memancar keluar dari balik mata Huang oh siansu, dengan suara tegas, sahutnya .

   "Siauceng adalah Huang oh!"

   Thi Eng khi merasakan sekujur badannya gemetar keras, dengan cepat dia menarik kembali tenaga yang mencengkeram diatas jubah Huang oh siansu tersebut, kemudian sambil memegangi kepalanya sendiri dia merasa murung sekali.

   Dia berusaha untuk menyakini bahwa Huang oh siansu yang berada di hadapannya adalah ayahnya sendiri, tapi bagaimanapun dia mencoba untuk membayangkan ternyata sama sekali tidak menemukan setitik alasanpun sebagai tempat berpijak.

   Terutama sekali wajahnya yang kurus dan sayu itu, pada hakekatnya sama sekali tidak cocok dengan gelarnya sebagai seorang lelaki yang sangat tampan.

   Padahal darimana dia bisa tahu kalau kesayuan wajah Huang oh siansu itu adalah akibat dari usahanya untuk mengobati luka yang dideritanya, karena terlalu banyak mengorbankan tenaga dalamnya maka begitulah jadinya.

   Menyusul kemudian diapun mencoba untuk membayangkan Huang oh siansu sebagai Gin san kiam kek Ciu Cu giok.

   Pertama, ia mengetahui Pek hui tiau yang tayhoat yang dimilikinya berasal dari seorang temannya dari Thian liong pay, maka itu berarti dia bukanlah ayahnya sendiri, kalau dia bukan ayahnya itu berarti orang itu adalah Ciu Cu giok.

   Kedua, didalam berbincang-bincang sikapnya selalu ragu dan risau, jelas inilah penampilan dari semacam kejiwaan karena menyesal kepada keturunan rekannya yang telah tiada.

   Ketiga, dia hendak mewariskan ilmu simhoat tenaga dalam Pek hui tiau yang tayhoat serta Thian liong kiam hoat kepadanya, sudah pasti hal ini dimaksudkan untuk mengurangi beban perasaannya yang terlampau menyiksa.

   Atas ketiga hal tersebut diatas, Thi Eng khi lantas memutuskan kalau Huang oh siansu sudah pasti bukan ayahnya melainkan seorang dari Bu lim siang giok yaitu Gin san kiam kek Ciu Cu giok.

   Perasaannya saat itu kalut sekali, pendeta yang berada di hadapannya sekarang pernah menjadi sahabat karib ayahnya, dan kini adalah tuan penolong yang telah menyelamatkan jiwanya, tapi ayahnya justru mati ditangannya, sehingga boleh dibilang dia adalah musuh besar pembunuh ayahnya.

   Berpikir demikian, hampir saja dia tak sanggup mempertahankan diri, perasaannya betul-betul menjadi amat kalut.

   Untung saja, pemuda ini sudah kenyang belajar ilmu sastrawan dan berjiwa amat besar, setelah dipikirkan lebih seksama lagi, dia merasa Gin san kiam kek Ciu Cu giok sebetulnya juga tidak berdosa, malah musibah yang dialaminya hampir tidak jauh berbeda dengan apa yang dialami ayahnya.

   Andaikata kedudukan kedua orang itu berbalikan, apakah dia bisa menuduh ayahnya telah melakukan suatu kesalahan? Sedang arwah ayahnya di alam baka, tentu tidak mengijinkan pula dirinya untuk bersikap demikian.

   Begitu pendapat tersebut melintas dalam benaknya, dia segera merasakan dadanya menjadi lapang, rasa sedih menjadi hilang dan kobaran api dendam yang memancar dari balik matanya banyak yang luntur .....

   Selama ini Huang oh siansu mengawasi terus perubahan wajah Thi Eng khi dengan perasaan berat, ketika dilihatnya mimik muka anak muda itu berubah menjadi tenang kembali, diam-diam ia baru menghembuskan napas lega, diam-diam pujinya.

   "Nak, kau berjiwa besar dan pandai menimbang berat ringannya persoalan, kau lebih hebat daripada ayahmu dulu!"

   Pelan-pelan Thi Eng khi mendongakkan kepalanya, dengan sorot mata yang tajam tapi tulus, ia menatap wajah Huang oh siansu, kemudian ujarnya pelan .

   "Siansu, boanpwe telah tahu siapakah dirimu, meski ayahku telah kalah setengah jurus sehingga bunuh diri, boanpwe tak berani membuat keonaran atas dasar kejadian itu apalagi membalas dendam, tapi kekalahan setengah jurus itu akan kurenggut kembali disuatu saat. Sekarang ilmu silat yang boanpwe miliki belum jadi, sulit bagiku untuk bertanding denganmu, maka berilah waktu selama dua tahun, sampai waktunya boanpwe pasti akan minta petunjukmu lagi disini!"

   Sebenarnya Huang oh hwesio sedang bergirang hati karena kebesaran jiwa pemuda itu tapi keningnya segera berkerut setelah mendengar perkataan dari Thi Eng khi itu, diam-diam ia menghela napas dan berpikir .

   "Nak, mengapa dalam hal inipun pikiranmu tak bisa dibuka?"

   Tapi diluaran ia tetap menjawab .

   "Baik, dua tahun kemudian siauceng pasti akan menunggu kedatanganmu disini!"

   Setelah berhenti sebentar, terusnya .

   "Sekarang sudah seharusnya siauceng mewariskan ilmu simhoat Pek hui tiau yang dan Thian liong kiam hoat dari partai Thian liong pay itu kepada siau sicu."

   Tadi sebenarnya terlintas dalam benak Thi Eng khi untuk meminta petunjuk kepada Huang oh siansu tentang bagaimana caranya membebaskan pengaruh totokan dari Jit sat ci, tapi sekarang bukan saja ingatan tersebut sudah dilupakan, bahkan ingatan untuk minta belajar ilmu sakti Thian liong pay pun diurungkan, bahkan ia semakin bertekad untuk tidak pulang ke Huay im untuk sementara waktu.

   Sebab dia hendak menemukan kembali kitab Thian liong pit kip yang telah hilang bersama lenyapnya kakeknya itu, lalu dengan mengandalkan kekuatan sendiri untuk menegakkan kembali nama besar Thian liong pay serta membalaskan sakit hati dari ayahnya.

   Iapun bertekad untuk menampik maksud baik dari Huang oh siansu tersebut, maka dengan sopan dia berkata .

   "Budi kebaikan siansu pasti akan kubalas, boanpwe ingin mohon diri lebih dahulu!"

   Setelah menjura, dia lantas membalikkan badan dan beranjak pergi dari sana. Tidak menjawab pertanyaan yang diajukan, berarti penawaran itu telah ditampik, Huang oh siansu segera tertawa paksa katanya .

   
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Siau sicu amat gagah dan perkasa, dikemudian hari pasti akan berhasil dengan sukses, cuma contoh didepan mata sudah jelas, aku harap sicu suka berpikir tiga kali lebih dulu sebelum mengambil keputusan."

   Thi Eng khi merasakan hatinya bergetar keras, dia berhenti seraya berpaling, serunya .

   "Boanpwe menerima nasehat itu!"

   Dalam waktu singkat, dia sudah berada hampir satu kaki jauhnya dari tempat semula.

   Tiba-tiba tampak sesosok bayangan manusia berwarna perak muncul dari belakang sebuah batu, kemudian dengan cepat menghadang jalan pergi Thi Eng khi.

   Thi Eng khi sendiri hanya merasakan ada selapis kabut putih melayang didepan matanya, tanpa terasa dia mundur selangkah ketika mendongakkan kembali kepalanya, dia menjadi terbelalak dengan wajah berubah menjadi merah.

   Ternyata orang yang menghadang jalan perginya itu adalah seorang gadis muda yang cantik jelita, rambutnya yang panjang terurai sebahu, bajunya perak berkibar terhembus angin, kecantikannya ibarat bidadari yang baru turun dari kahyangan.

   "Thi siauhiap!"

   Terdengar gadis itu berseru sambil berkerut kening.

   "harap tunggu sebentar, siau li ingin mengucapkan beberapa patah kata kepadamu!"

   Kemudian sambil melintas dari samping Thi Eng khi, dia menyelinap ke hadapan Huang oh siansu dan menubruk ke dalam pelukannya.

   "Oooh ayah!"

   Pekiknya sedih.

   "sungguh rindu anakmu Ting-ting!"

   Dengan cepat Huang oh siansu mendorong gadis itu sambil berseru dengan gugup .

   "Nona, jangan salah melihat orang, pinceng adalah Huang oh, sama sekali tidak kenal denganmu!"

   Noan berbaju perak itu agak tertegun, kemudian sambil menubruk kembali ke pelukan pendeta itu, serunya .

   "Ooh ayah! Semua percakapanmu dengan Thi siauhiap telah kudengar, apakah kau benar-benar sudah lupa dengan putrimu sendiri Ting-ting ....?"

   Oleh karena suatu alasan, Huang oh siansu tidak mau mengakui asal-usulnya dengan Thi Eng khi, sedang terhadap gadis yang bernama Ting-ting inipun dia merasa amat rikuh, sebab dia sudah tahu putri siapakah dia, padahal berbicara dari situasi yang sedang dihadapinya itu, mustahil baginya untuk menyangkal.

   Maka dengan perasaan apa boleh buat, pendeta itu cuma manggut-manggut belaka.

   Melihat itu, Ciu Ting ting segera berseru .

   "Ibu telah memberitahukan segala sesuatunya kepada Ting ji, ketika kau orang tua meninggalkan rumah, Ting ji baru dilahirkan dua bulan, tentu saja kau orang tua tak akan kenal dengan Ting ji. Tapi sekarang Ting ji telah berhasil mempelajari ilmu pedang Liu soat kiam hoat milik kau orang tua, bila Ting ji sudah memainkan ilmu pedang tersebut, kau orang tua pasti akan yakin jika Ting ji bukan cuma mengaku ngaku saja .... !"

   Dalam keadaan begini ternyata Ciu Ting-ting masih bisa berpikir secermat itu, dari sini dapat diketahui bahwa dia memang seorang gadis yang luar biasa.

   Begitulah, seusai berkata dia lantas meloloskan pedangnya, setelah memberi hormat kepada pendeta itu, diapun mainkan ilmu pedang Liu soat kiam hoat itu satu jurus demi satu jurus.

   Selapis cahaya keperak-perakan dengan cepat membungkus seluruh tubuhnya yang langsing itu.

   Hawa pedang menderu-deru, angin tajam menyapu keempat penjuru.

   Thi Eng khi dipaksa tak kuat berdiri tegak sehingga tanpa terasa dia mundur beberapa langkah.

   Sepasang mata Huang oh siansu berkedip-kedip seakan-akan dari tubuh Ciu Ting ting, ia terbayang kembali bayangan tubuh dari sobatnya yang telah tiada itu, sambil menghela napas dia lantas bergumam .

   "Terpaksa aku harus bersikap demikian!"

   Dengan cepat, ia mengambil suatu keputusan aneh.

   Ketika menyelesaikan ke delapan puluh satu jurus ilmu pedang Liu saot kiam hoat itu, paras muka Ciu Ting ting masih tetap tenang, napasnya tidak memburu, mukanya tidak merah, seakan-akan ia tak pernah melakukan sesuatu apapun.

   Huang oh siansu tidak menyangkal, juga tidak mengakui, dia hanya tersenyum dengan mulut membungkam.

   Tapi justru melihat senyuman tersebut, perasaan Ciu Ting ting menjadi sangat lega, dengan cepat dia membaringkan diri dalam pelukan pendeta itu.

   Dengan lemah lembut, Huang oh siansu membelai rambutnya yang lembut, kemudian katanya sambil tertawa .

   "Pinceng Huang oh, panggillah aku dengan sebutan Huang oh siansu saja!"

   "Baik!"

   Jawab Ciu Ting ting sambil tersenyum.

   "pendeta memang tak boleh punya anak, kemudian hari aku akan memanggil ayah sebagai Huang oh siansu."

   Thi Eng khi yang menyaksikan adegan pertemuan ayah dan anak itu kemudian membayangkan nasib yang menimpa dirinya sendiri, tanpa terasa timbul rasa sedih dalam hatinya, ia merasakan pandangan matanya menjadi kabur dan setetes air mata jatuh berlinang.

   Padahal mana ia sangka kalau Huang oh siansu sesungguhnya adalah ayahnya sendiri, Ciu Ting ting yang sekarang sedang mengecap kebahagiaan itulah baru seorang anak yang benar-benar patut dikasihani.

   Dengan senyuman dikulum Ciu Ting ting berjalan ke hadapan Thi Eng khi, kemudian setelah memberi hormat katanya .

   "Siaumoy Ciu Ting ting benar-benar ikut berduka cita atas kematian empek Thi, selain itu juga memohonkan maaf bagi ayahku atas perbuatannya di masa lalu!"

   Sikapnya supel, ucapannya bersungguh-sungguh dan cukup membuat orang merasa terharu. Cepat-cepat Thi Eng khi menyeka air mata yang membasahi wajahnya, kemudian sambil tertawa paksa, sahutnya .

   "Ucapan Ciu lihiap terlampau serius, siaute sama sekali tidak bermaksud untuk membenci ayahmu."

   "Sungguh?"

   Seru Ciu Ting ting sambil berkenyit alis.

   "Siaute berbicara dengan sejujurnya."

   "Kalau begitu kau akan membatalkan juga perjanjianmu untuk bertemu pada dua tahun kemudian?"

   "Sebagai anak sudah seharusnya menjunjung nama baik orang tua, pertemuan dua tahun kemudian tak berani siaute lupakan."

   Jawab Thi Eng khi tegas. Dengan wajah bersungguh, Ciu Ting ting segera berseru .

   "Siaute justru ingin minta petunjuk dari Thi siauhiap mengenai persoalan ini."

   Thi Eng khi agak tertegun.

   "Dalam hal apakah siaute telah berbuat tidak sepantasnya?"

   "Thi siauhiap, tolong tanya apa yang sebenarnya hendak kau buktikan di dalam pertemuan dua tahun kemudian?"

   Thi Eng khi belum pernah berbicara dengan kaum gadis, jangan dikata mukanya sudah memerah sedari tadi, bahkan kekosenannya entah mengapa juga turut lenyap tak berbekas, dia hanya bisa menggerakkan bibirnya tanpa sepotong perkataanpun yang bisa diucapkan.

   Dengan wajah sedih kembali, Ciu Ting ting berkata .

   "Ayahmu dan ayahku disebut orang Bu lim siang giok, sesungguhnya hubungan persahabatan mereka sangat karib. Buktinya, akibat dari kematian ayahmu, ternyata ayahku juga telah meninggalkan anak bininya untuk hidup mengasingkan diri sebagai seorang pendeta, dari sini bisa diketahui betapa dalamnya rasa sedih yang mencekam perasaannya."

   Setelah berhenti sebentar, kembali dia berkata .

   "Hanya dikarenakan ingin menangnya sendiri, kedua orang tua kita telah menciptakan keadaan yang begini tragis, sedang sekarang Thi siauhiap ingin melanjutkan kembali tragedi itu dengan kejadian lain, siaumoy yang bodoh jadi ingin bertanya, sesungguhnya apa maksud dan tujuan siauhiap yang sebenarnya?"

   Thi Eng khi merasakan pikiran maupun perasaannya menjadi sangat kalut, untuk sesaat lamanya ia menjadi gelagapan dan tak tahu bagaimana harus menjawab ucapan tersebut. Terdengar Ciu Ting ting kembali berkata .

   "Bila siauhiap bersikeras ingin membuktikan kalau ilmu silat aliran Thian liong pay melebihi kepandaian ayahku, bagaimana seandainya siaumoy mewakili ayahku mengaku kalah ..? Kalau tidak, aku mohon dengan sangat agar kau bersedia memandang pada hubungan persahabatan kedua orang tua itu untuk menghapuskan masalah tersebut sampai disini saja!"

   Paras muka Thi Eng khi berubah agak memucat, ia merasa setiap perkataan dari Ciu Ting ting sangat masuk akal sekali, sehingga pikiran sendiripun terasa menjadi ikut goyah.

   "Thi siauhiap, apakah kau menganggap ucapan siaumoy itu tidak bisa diterima dengan akal sehat?"

   Terdengar Ciu Ting ting kembali berseru dengan lantang. Thi Eng khi adalah seorang lelaki yang berjiwa besar, bukan saja ia mau tahu keadaan orang juga berani mengakui kesalahannya sendiri. Ia lantas tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahhh haaahhh.. haaahhh. terima kasih banyak nona Ciu atas nasehatmu yang telah membebaskan aku dari kebimbangan, terimalah hormat dari siaute!"

   Dengan sungguh-sungguh dia lantas menjura dalam-dalam. Menyusul kemudian, dia pun memberi hormat kepada Huang oh siansu sembari berkata .

   "Siansu dan ayahku adalah sahabat karib bila boanpwe telah bertindak kurang sopan tadi, harap siansu pun bersedia untuk memaafkan."

   Huang oh siansu menjadi girang setengah mati, sebentar dia memandang kearah Ciu Ting ting, sebentar kemudian memandang ke arah Thi Eng khi lalu katanya sambil tertawa .

   "Pinceng benar-benar merasa banyak berhutang kepada kalian!"

   Sekali lagi Thi Eng khi memberi hormat.

   "Boanpwe ingin mohon diri lebih dulu!"

   Dengan langkah lebar, dia lantas menuruni bukit. Dengan cepat, Ciu Ting ting memburu ke depan seraya berseru .

   "Thi siauhiap, kalau memang kau sudah menyadari, mengapa tidak mempelajari Pek hui tiau yang dan Thian liong kiam hoat lebih dahulu sebelum pergi!"

   Thi Eng khi tidak berbicara apa-apa lagi, tanpa berpaling dia melanjutkan perjalanannya ke depan, dalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan. Melihat itu, Ciu Ting ting segera bergumam .

   "Aaai . dia .. dia pergi juga sambil mengeraskan hatinya!"

   "Seandainya Thi siauhiap tetap tinggal di sini, pinceng juga tak akan mewariskan apa-apa kepadanya,"

   Ujar Huang oh siansu.

   "kepergiannya ini justru merupakan pilihan yang paling tepat, pinceng malah merasa kagum sekali kepadanya!"

   "Dia bakal ke mana?"

   Tanya Ciu Ting ting dengan perasaan agak kuatir.

   "Bila dugaan pinceng tidak salah, kemungkinan besar dia sedang pergi mencari kitab pusaka Thian liong pit kip perguruannya."

   Sesungguhnya Huang oh siansu memang menaruh rasa sesal terhadap keturunan sahabat karibnya ini, maka ketika dilihatnya gadis itu seperti menaksir putranya, sekulum senyuman riang segera tersungging diujung bibirnya.

   Dengan gerakan yang amat cepat Thi Eng khi menuruni bukit Thi san dan melanjutkan perjalanannya dengan menelusuri sungai Tiang kang.

   Sepanjang perjalanan, pelbagai pikiran berkecamuk dalam benaknya, ia merasa bisa jaya atau tidaknya partai Thian liong pay tergantung pada berhasil atau tidaknya ia menemukan kembali kitab pusaka Thian liong pit kip tersebut.

   Sedang satu-satunya kemungkinan untuk berhasil mendapatkan kembali kitab pusaka Thian liong pit kip adalah menuju keluar perbatasan dan mengunjungi Tiang pek lojin yang diminta kakeknya untuk menyampaikan pesan terakhirnya itu Maka diapun bertekad untuk berangkat keluar perbatasan dan untuk sementara waktu tidak kembali ke kota Huay im.

   Pengalaman pahit di perkampungan Ki hian san ceng serta mara bahaya yang dialaminya di bukit Bong soat hong, membuat pengetahuan serta pengalamannya semakin bertambah.

   Sepanjang jalan dia selau berusaha untuk bertindak hati-hati dan menghindari segala kejadian yang tak diinginkan, benar juga, dengan lancar akhirnya tibalah dia di Si hong ko.

   Asal dia sudah melampaui tembok besar maka wilayah tersebut sudah disebut sebagai luar perbatasan.

   Pada saat yang bersamaan dengan tibanya Thi Eng khi di kota So hong ko, seorang pendeta dan seorang tosu yang mencurigakan gerak-geriknya bermunculan pula di sekitar pemuda itu sambil diamdiam menguntit perjalanan anak muda tersebut.

   Thi Eng khi langsung mencari rumah penginapan untuk beristirahat, seusai makan malam dia memanggil pelayan untuk mencari keterangan tentang luar perbatasan serta seseorang yang bernama Tiang pek lojin.

   Ternyata Tiang pek lojin mempunyai nama yang amat tersohor di luar perbatasan, hampir setiap orang mengetahui namanya dan setiap orang tahu siapakah dirinya.

   Mengetahui akan hal itu, Thi Eng khi menjadi tidak kuatir kalau tak sampai bertemu dengan Tiang pek lojin, maka saking girangnya semalaman ia hampir tak bisa tidur.

   Keesokan harinya.

   sebelum fajar menyingsing, ia sudah melangkahkan kakinya di luar perbatasan.

   Perasaannya waktu itu selain agak terpengaruh emosi, juga merasa agak kuatir.

   Emosi karena tujuannya hampir sampai dan kabar berita tentang kitab pusaka Thian liong pit kip juga segera akan terungkap.

   Ia kuatir karena tak tahu manusia macam apakah Tiang pek lojin itu? Apakah dia juga seperti orang kenamaan yang pernah dijumpainya dalam perkampungan Ki hian san ceng, meski bernama besar tapi sombongnya bukan kepalang, andaikata memang demikian, itu berarti tipis harapan baginya untuk bisa mendapatkan kembali kitab pusaka Thian liong pit kip tersebut.

   Begitulah, dengan perasaan yang gundah dan pikiran yang kalut, entah beberapa jauh ia sudah melanjutkan perjalanannya.

   Mendadak terdengar seseorang menegur dengan suara yang serak tua .

   "Siauhiap memakai jubah baju biru dan menyoren pedang Thian liong kim kiam, apakah kau adalah anak murid Thian liong pay?"

   Mendengar teguran itu, Thi Eng khi merasa terperanjat, ia tidak segera menjawab melainkan mengamati orang tersebut dengan sinar mata yang tajam.

   Tampak olehnya orang yang berbicara itu berperawakan tinggi besar, berwajah merah bersinar dan berambut memutih semua, matanya tajam bagai sembilu, jelas merupakan seorang jago silat yang berilmu tinggi .....

   Dengan cepat, Thi Eng khi menjawab .

   "Aku adalah ketua Thian liong pay Thi Eng khi, tolong tanya siapakah nama lotiang?"

   Mencorong sinar tajam dari balik mata kakek tersebut setelah mendengar perkataan itu, dengan kejut bercampur girang, serunya tertahan .

   "Oooh..... rupanya kau adalah Thi ciangbunjin dari partai Thian liong pay yang namanya menggetarkan daratan Tionggoan, aku si orang tua adalah Tam ci toa tiau (rajawali besar bersayap tunggal) Ting Tian yu ......! Maaf bila aku bersikap kurang hormat!"

   Sikapnya segera berubah menjadi amat serius.

   Thi Eng khi menjadi agak curiga, dia merasa tingkah laku dari Tam ci toa tiau Ting Tian yu terlampau berlebih-lebihan, sebab menurut pengalamannya, tak mungkin orang akan bersikap begitu hormat terhadap seorang ketua dari Thian liong pay yang sudah daluwarsa.

   Maka diapun tidak berbicara apa-apa lagi selain mendengus dingin.

   Siapa tahu, wajah Tam ci toa tiau Ting Tian yu segera menunjukkan sikap yang amat gelisah, buru-buru tanyanya lagi .

   "Cianbunjin, persoalan apa yang membuatmu tak senang hati?"

   Sikapnya tampak malah semakin menaruh hormat lagi, seakanakan kuatir kalau sikapnya itu kurang hormat.

   "Ting tayhiap, apakah kau sedang bermain sandiwara dihadapanku?"

   Tegas Thi Eng khi dengan wajah dingin.

   Tam ci toa tiau Ting Tian yu adalah seorang anak buah Tiang pek lojin yang mempunyai kedudukan yang cukup tinggi.

   Selain itu, dia juga memiliki iman yang tebal.

   Dengan cepat dia sadar bahwa Thi Eng khi terlalu banyak curiga.

   Maka sambil menghela napas katanya .

   "Semua jago persilatan yang berada di luar perbatasan hampir sebagian besar menaruh hormat kepada partai anda, puluhan tahun bagaikan sehari ..... aaai! Harap siauhiap jangan salah paham, aku sama sekali tidak mempunyai maksud lain!"

   Thi Eng khi menjadi tertegun setelah mendengar perkataan itu, katanya kemudian .

   "Kalau didengar dari perkataan Ting tayhiap, rupanya kalian sudah mengetahui jelas atas semua musibah yang menimpa partai kami di wilayah Tionggoan?"

   "Tangcu kami sangat menaruh perhatian terhadap situasi dalam dunia persilatan, oleh sebab itu seringkali kami mengutus orang untuk mencari tahu situasi dalam dunia persilatan, akulah yang sebenarnya ditugaskan untuk menyambut kedatangan Thi ciangbunjin."

   Mencorong sinar aneh dari balik mata Thi Eng khi yang terbelalak besar katanya .

   "Siapakah Tangcu kalian? Mengapa dia menaruh perhatian khusus kepadaku?"

   "Tangcu kami adalah orang yang hendak dikunjungi Thi ciangbunjin dalam perjalanan kali ini."

   Dengan cepat Thi Eng khi berpikir .

   Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Jangan-jangan Tiang pek lojin sudah mengetahui akan maksud kedatanganku? Maka dia sengaja menggunakan cara begini untuk menyumbat dulu mulutku sehingga aku merasa sungkan untuk meminta kembali kitab pusaka Thian liong pit kip tersebut? Hmmm! Kali ini aku tak akan mempedulikan soal peraturan dunia persilatan."

   Padahal dia sama sekali tidak memahami peraturan dunia persilatan, apa yang terpikir olehnya sekarang tak lebih hanya suatu reaksi belaka ..... Setelah termenung sebentar, katanya kemudian .

   "Ooh.....! Rupanya Ting tayhiap adalah orang yang diutus Tiang pek lojin untuk menyambut kedatanganku, sungguh membuat hatiku terharu sekali."

   "Tangcu kami lebih dikenal orang luar perbatasan sebagai It tek ang, sedangkan sebutan Tiang pek lojin sudah jarang sekali dipergunakan lagi,"

   Tam ci toa tiau Ting Tian yu menerangkan.

   Terhadap manusia yang bernama It tek ang ini Thi Eng khi boleh dibilang tidak begitu mengerti, tapi menggunakan julukan "It tek" (budi luhur) sebagai julukannya sesungguhnya dirasakan sebagai sesuatu takabur, maka dalam hati kecilnya segera timbul perasaan antipatik hingga tanpa banyak berbicara lagi, dia melanjutkan perjalanan dengan langkah lebar.

   Si rajawali besar bersayap tunggal Ting Tian yu juga tidak berkata apa-apa lagi, dengan kencang dia mengikuti dibelakangnya.

   Kurang lebih sepertanak nasi kemudian, perjalanan sudah dilakukan cukup jauh, tapi sepatah katapun mereka tidak berbicara.

   Mendadak dari kejauhan sana tampak debu membumbung tinggi ke angkasa, menyusul kemudian tampak seekor kuda dilarikan kencang melaju ke arah mereka.

   Dalam waktu singkat, ia sudah berada di depan Thi Eng khi berdua, belum lagi kudanya berhenti, sesosok bayangan manusia sudah melompat meninggalkan pelana, kemudian dari tengah udara terdengar seseorang berseru dengan nyaring .

   "Paman Ting, bocah muda inikah orangnya?"

   Ternyata yang muncul adalah seorang nona yang berwajah cantik tapi binal, wajahnya yang keras menunjukkan bahwa dia seorang gadis yang tidak takut langit tidak takut bumi. Mendengar dirinya dipanggil "Siaucu"

   Thi Eng khi merasa mendongkol sekali, dengan kening berkerut dia lantas melengos kearah lain dan enggan bertemu dengannya.

   Tam ci toa tiau Ting Tian Yu membuat muka setan kepada nona itu, lalu menggerakkan tangan memberi kode, setelah itu dengan suara berat sengaja serunya .

   "Bocah perempuan, makin lama semakin tak tahu adat, Thi siauhiap adalah seorang ketua dari suatu partai persilatan, berani betul kau bersikap kurang ajar!"

   Karena didengarnya nona itu sudah ditegur, Thi Eng khi merasa rikuh sendiri, maka buru-buru ia berpaling sambil bersiap-siap hendak menjumpainya. Tampak nona binal itu telah berseru sambil menarik muka .

   "Di luar perbatasan, sebutan "Siaucu"

   Masih lebih terhormat dan hangat daripada sebutan tayhiap. Hei! Menurut kau, lebih baik kusebut dirimu sebagai siauhiap atau Siaucu?"

   Agaknya Thi Eng khi tidak menyangka kalau pihak lawan begitu terbuka dan terang-terangan, untuk sesaat dia menjadi gugup sendiri dan tak tahu apa yang musti dilakukan. Setelah tertegun dengan perasaan apa boleh buat, dia baru berkata .

   "Aku ....... aku ..... terserah pada nona sendiri mau menyebut apa kepadaku ...."

   Ketika dilihatnya Thi Eng khi mendapat malu, Tam ci toa tiau Ting Tian yu segera tertawa terbahak-bahal.

   "Thi ciangbunjin, mari kita perkenalkan."

   Sambil menarik nona itu, terusnya .

   "Dia adalah cucu kesayangan Tangcu kami, orang menyebutnya Pek leng siancu So Bwe Leng, nona So!"

   Tidak menunggu Tam ci toa tiau Ting Tian yu memperkenalkan Thi Eng khi, dengan cepat Pek leng siancu So Bwe leng telah berseru lebih dahulu .

   "Kau adalah cucunya Keng thian giok cu Thi yaya dari partai Thian liong pay, anaknya paman Thi dan ketua partai saat ini Thi Eng khi Thi siauhiap! Betul bukan?"

   Di tengah gelak tertawa merdunya, dia lantas melompat naik keatas kudanya dan membedalnya kencang-kencang.

   "Paman Ting!"

   Terdengar ia berseru keras "Kau tak boleh sampai kurang hormat terhadap tamu, aku akan berangkat duluan!"

   Dalam waktu singkat, bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata. Tam ci toa tiau Ting Tian yu segera menuntun dua ekor kuda yang dibawa oleh si nona tadi, kemudian sambil menyerahkan seekor kuda berbulu hitam kepada Thi Eng khi, katanya .

   "Kuda ini kuda mestika Meh giok poo be milik tangcu kami, mari kita lanjutkan perjalanan siauhiap!"

   Sikapnya terhadap pemuda itu tampak lebih akrab lagi.

   Thi Eng khi bukanlah seorang yang mengerti soal kuda, dia mengira ucapan dari Tam ci toa tiau Ting Tian yu hanya merupakan suatu penampilan bahwa Tiang pek lojin amat menaruh hormat kepadanya.

   Dasar pemuda itu memang sudah menaruh benih curiga, sebelum bersua sendiri dengan Tiang pek lojin, dia enggan banyak bicara, maka tanpa banyak basa basi lagi dia melompat naik keatas kuda Meh giok poo be yang dibilang mestika itu.

   Benar juga, Thi Eng khi segera merasa bahwa kuda itu dapat bergerak dengan cepat dan enteng sekali, untuk mengimbangi kecepatan lari kudanya itu, ternyata kuda yang ditunggungi Tam ci toa tiau Ting Tian yu harus dilarikan sekencang-kencangnya.

   Setelah ada bukti tersebut, walaupun Thi Eng khi tidak memiliki pengetahuan tentang kuda, dia dapat juga mengetahui kalau kuda itu memang benar-benar bukan kuda sembarangan.

   Tanpa terasa segera pujinya .

   "Sungguh seekor kuda jempolan yang sangat hebat!"

   Sambil tertawa Rajawali besar bersayap tunggal Ting Tian yu berkata lagi .

   "Siauhiap, bila kau ada minat, apa salahnya untuk melarikan kuda itu secepat-cepatnya untuk mencoba sampai dimanakah kehebatan kuda mestika ini?"

   Thi Eng khi menjadi sangat tertarik, dengan cepat dia menghempit kakinya kencang-kencang dan mencemplak kudanya, diiringi suara ringkikan panjang dengan cepat kudanya membedal ke depan dengan amat cepatnya.

   Setelah dicoba, ia baru kaget bercampur kagum, serunya dihati .

   "Ooooh.... ternyata yang dinamakan kuda mestika yang bisa lari seribu li dalam sehari bukan cuma kata-kata bualan didalam buku bacaan saja ......"

   Setelah dilarikan sekian waktu, bayangan tubuh Tam ci toa tiau Ting Tian yu yang berada di belakang ternyata sudah lenyap dari pandangan mata.

   Thi Eng khi segera menarik tali les kudanya dan memperlambat lari kuda itu, maksudnya hendak menunggu kedatangan Tam ci toa tiau Ting Tian yu.

   Siapa tahu sekalipun sudah ditunggu sekian waktu, yang ditunggu-tunggu belum nampak juga sementara bayangan kota sudah kelihatan di depan sana, maka diapun melarikan kudanya menelusuri jalan raya kota itu.

   Waktu itu adalah saat ramai-ramainya orang berlalu lalang dalam kota tadi, entah kenapa secara tiba-tiba suasana menjadi sangat hening, semua orang yang berada disekeliling tempat itu menunjukkan sikap yang amat menghormat sekali, sementara mereka yang kebetulan berada ditengah jalan segera menyingkir kesamping sambil membungkukkan badan memberi hormat.

   Thi Eng khi mengira dari belakangnya muncul seorang pembesar, buru-buru dia berpaling, tapi disana tak nampak seorang manusiapun.

   Dengan perasaan bingung, ia lantas berpikir .

   "Mungkinkah mereka menunjukkan sikap menghormat karena aku adalah seorang ketua dari Thian liong pay? Mungkinkah nama Thian liong pay meskipun dicemooh didaratan, tapi masih dihormati oleh orang-orang luar perbatasan?"

   Ia merasa hal ini mustahil, sehingga tanpa terasa menggelengkan kepalanya berulang kali. Mendadak ia seperti menyadari akan sesuatu, segera berpikir lebih jauh .

   "Aah! Benar, Meh giok poo be adalah kuda tunggangan It tek ang! Tampaknya kedudukannya It tek ang di luar perbatasan selain disanjung dalam dunia persilatan, juga dihormati oleh setiap penduduk."

   Dia tak ingin membonceng ketenaran orang maka buru-buru dia melompat turun dari kuda dan berjalan sambil menuntun kuda tunggangannya itu.

   Setelah menembusi sebuah jalan raya, sampailah pemuda itu didepan sebuah rumah makan, sementara ia sedang mempertimbangkan apakah akan menunggu kedatangan Tam ci toa tiau atau tidak, tiba-tiba sesosok bayangan manusia berkelabat lewat.

   Tahu-tahu So Bwe leng sudah muncul di depan matanya, dengan serius dia lantas berseru .

   "Thi ciangbunjin, silahkan masuk ke dalam untuk beristirahat!"

   Seorang pemuda baju hijau segera muncul untuk menyambut kuda Meh giok poo be itu.

   Thi Eng khi tak enak untuk menampik, maka dia lantas masuk kedalam rumah makan itu.

   Dalam rumah makan tersebut telah disiapkan hidangan yang lezat sekali.

   Thi Eng khi dipersilahkan untuk duduk di kursi utama, sementara So Bwe leng menemaninya di samping.

   Kali ini So Bwe leng sangat jarang berbicara, bukan saja sopan santun, sikapnya juga amat menaruh hormat, bagaikan sikap seorang dayang terhadap majikannya.

   Thi Eng khi merasa canggung sekali dalam suasana begini, ia merasa gerak geriknya menjadi tidak bebas.

   Untung saja pada saat itulah Tam ci toa tiau Ting Tian yu berjalan masuk, terdengar ia tertawa terbahak-bahak.

   "Haahhh. Haaahhh. haahhh. Hian titli kalau yayamu sampai tahu kalau kau sedang mempermainkan Thi siauhiap, jangan salahkan aku jika kau dicaci maki habis-habisan!"

   Sambil berkata dia lantas berjalan ke samping meja dan duduk disitu.

   "Aah, dia kan seorang ketua dari suatu perguruan besar,"

   Seru So Bwe leng dengan cepat.

   "kalau aku tidak menaruh hormat kepadanya, apakah ia tidak akan mentertawakan orang persilatan diluar perbatasan yang pasti dibilangnya tak tahu sopan santun."

   Seraya berkata, dengan sepasang biji matanya yang jeli, dia awasi Thi Eng khi lekat-lekat. Menghadapi situasi semacam ini, Thi Eng khi menjadi amat rikuh. Katanya kemudian smabil tertawa .

   "Entah kesalahan apakah yang telah kuperbuat terhadap nona? Harap nona suka memberi petunjuk, lain kali pasti akan kuperhatikan secara baik-baik."

   Sambil mengerdipkan sepasang matanya yang besar, So Bwe leng segera berkata .

   "Kecuali kalau dengan tulus iklas kau bersedia dipanggil sebagai Siaucu (bocah keparat) olehku, kalau tidak, aku akan selalu menganggap kau bagaikan malaikat!"

   Rupanya dia masih dikarenakan rasa dongkolnya di tengah jalan tadi, atau mungkin saja dia memang mempunyai tujuan lain. Tampaknya Thi Eng khi benar-benar merasa takut dengan permainan nona itu, terpaksa katanya sambil tertawa .

   "Jika nona So lebih suka memanggil Siaucu kepadaku, panggillah dengan sebutan Siaucu!"

   So Bwe leng menjadi girang sekali ketika dilihatnya pemuda itu sudah takluk, katanya sambil tertawa .

   "Tidak berani, tidak berani ...."

   Tam ci toa tiau Ting Tian yu kuatir nona itu menggoda lebih jauh, buru-buru dia mengambil mangkok dan sumpit seraya berkata .

   "Hayolah bersantap dulu! Kita masih harus melanjutkan perjalanan jauh!"

   Sambil tertawa terbahak-bahak So Bwe leng segera menghadiahkan sepotong babi gemuk kepadanya.

   "Silahkan! Silahkan!"

   Serunya .

   Selama hidup Thi Eng khi paling tidak doyan babi.

   Tapi sekarang mau tak mau dia mesti telan babi itu dengan kening berkerut sekalipun.

   Ia sudah pernah merasakan kelihayan nona cilik itu, dia tak berani mencari gara-gara lagi dengannya.

   Begitulah, sepanjang jalan Thi Eng khi harus selalu bersikap hatihati, apalagi menghadapi So Bwe leng yang sering menggodanya.

   Sepuluh hari perjalanan kemudian, akhirnya sampai juga mereka di tempat tujuan.

   Benteng keluarga So bukan suatu kota yang terlampau besar, tapi kedudukannya diluar perbatasan hampir setaraf dengan kedudukan Bu tong pay dan Siau lim pay didaratan Tionggoan.

   Sebab disinilah tempat tinggal It tek ang (Tiang pek lojin) So Seng pak yang merupakan pemimpin umat persilatan di luar perbatasan.

   Benteng keluarga So letaknya di luar kota sebelah barat daya, waktu itu benteng terbuka lebar, beratus orang anggota benteng berbaris rapi dikedua belah sisi jalan.

   Thi Eng khi sekalian dengan melewati sambutan yang meriah langsung menuju ke pintu benteng dan turun dari kuda.

   Seorang kakek berusia lima pu


Duri Bunga Ju -- Gu Long Pendekar Setia Karya Gan KL Lembah Patah Hati Lembah Beracun -- Khu Lung

Cari Blog Ini