Pukulan Naga Sakti 5
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id Bagian 5
, dia segera membentak gusar.
"So Seng pak, kau benar-benar tidak memandang sebelah mata kepada kami, pertama-tama biar pinto yang meminta petunjukmu terlebih dulu!"
Tiang pek lojin melototkan matanya sambil mendengus.
"Hmm.! Usiamu belum mencapai enam puluh tahun, masa latihanmu masih sangat terbatas, tak nanti kau bisa menahan tiga buah seranganku. Lohu rasa, ada baiknya kalian suheng te berlima maju bersama-sama saja!"
Ketua Siau lim pay dan ke empat Kim kongnya mempunyai kedudukan yang amat tinggi didalam dunia persilatan, jangan dibilang lima orang mengerubuti satu orang, sekalipun secara bergilir mereka turun tanganpun tak akan dilakukan, sebab jika hal ini sampai tersiar dalam dunia persilatan, bukankah nama besar partai Siau lim akan tercoreng? Tiang pek lojin bisa berbicara besar karena dia tahu bahwa dirinya tidak terjerumus dalam keadaan yang berbahaya, sehingga ucapan yang diutarakan pun menjadi tak sedap didengar.
Itulah sebabnya perkataan dari Tiong pek lojin dengan cepat mengorbarkan hawa amarah dari ketua Siau lim beserta ke empat Kim kongnya.
Ci nian taysu tak kuasa menahan diri lagi sambil membentak keras ia maju menyerang dengan ilmu pukulan Siau lim sin kun sambil menuju tubuh Tiang pek lojin bentaknya .
"Bisa atau tidak, kita coba dulu baru berbicara kemudian!"
Tiang-pek lojin tertawa sinis, sambil mengangkat telapak tangannya keatas dan memdorongnya kemuka dia berkata .
"Jika kau tak tahu diri, jangan salahkan diri lohu lagi."
Ci nian taysu bisa menjadi salah satu dari Su toa kim kong dalam partai Siau lim karena ilmu pukulan Bu im sin kangnya sudah mencapai kesempurnaan delapan bagian dalam dunia persilatan dewasa ini boleh dibilang tidak seberapa orang yang mampu menghadapi pukulannya itu.
Selihay-lihaynya tenaga dalam yang dimiliki Tiang pek lojin tidak seharusnya dia berani memandang enteng musuhnya maka ketika semua orang menjumpai sikap acuh musuhnya itu, diam-diam mereka menjadi girang, dianggapnya dalam pertarungan pertama ini paling tidak pihak mereka akan berhasil meraih keuntungan.
Siapa tahu kenyataannya sungguh jauh di luar dugaan, mendadak sekujur badan Ci nian taysu mengejang keras akhirnya tak sanggup berdiri tegak, secara beruntun dla mundur empat lima langkah dan akhirnya muntah darah segar, jelas isi perutnya sudah mengalami luka yang tidak ringan.
Ketika dua gulung angin pukulan saling membentur tadi, dalam ruangan sama sekali tidak terjadi goncangan apa-apa, dari sini bisa diketabui kalau kepandaian silat yang dimiliki kedua belah pihak benar-benar sudah mencapai tingkatan yang luar biasa.
Tampaknya Tiang pek lojin berhasil untuk membuat kejutan dengan serangannya itu, maka diantara serangan yang dipergunakan itu, diam-diam ia sertakan pula tenaga serangan Jit sat ci yang maha lihay itu.
Akhirnya bukan saja Ci nian taysu terkena serangan itu sampai luka dalam, bersama itu juga jalan Ciang bun hiat ditubuhnya juga terkena totokan.
Begitu hawa murninya tak bisa dihimpun, kontan darah segar muntah keluar dan akhirnya ia roboh tak sadarkan diri.
Setelah jatuh pingsan, sudah barang tentu dia pun tak dapat menceritakan bila ia sudah kena disergap lawan secara licik.
Tiang pek lojin sama sekali tidak memberi kesempatan kepada lawannya untuk melakukan penyelidikan, sambil tertawa tergelak serunya kemudian .
"Bagaimana hasilnya? Lohu tidak sengaja omong besar bukan?"
Ci hui taysu segera maju ke depan, kemudian katanya .
"Tak usah banyak berbicara lagi, silahkan kau menerima sebuah pukulan dari pinto ini!"
Ditengah pembicaraan tersebut, tubuhnya segera merendah ke bawah, sepasang telapak tangannya dengan disertai tenaga penuh langsung menyerang jalan darah Siau yau hiat dipinggang Tiang pek lojin dengan jurus Thian tee kay tay (langit bumi terbuka lebar).
Sesudah berhasil mengalahkan Ci nian taysu dalam satu gebrakan mengandalkan tenaga dalamnya yang sempurna, kali ini Tiang pek lojin telah merubah sistim pertarungannya ketika menghadapi Ci hui taysu, dia hendak menangkan musuhnya dengan mengandalkan jurus serangan agar musuh bisa mengetahui kemampuannya yang sebenarnya.
Begitulah, sambil tersenyum dia tetap berdiri tegak ditempat semula, kemudian dengan mengandalkan tangan kirinya melancarkan serangan balasan, ia cengkeram urat nadi pada pergelangan tangan kanan Ci hui taysu dengan jurus Ing kan im san (menggaet kepala memandang bukit).
Ci hui taysu segera merasakan munculnya segulung hawa dingin yang merasuk tulang langsung menyusup ke dalam nadinya, ia menjadi bergidik dan bersin beberapa kali, peluh dingin jatuh bercucuran muka menjadi pucat pias seperti mayat dan segenap tenaga dalamnya menjadi punah tak berwujud.
Melihat musuhnya telah kena dipecundangi, Tiang pek lojin tertawa terbahak-bahak katanya .
"Haaahhh. Haaahhhh.. haaaahhhhh. ternyata yang dinamakan Su toa kim kong dari partai Siau lim tidak lebih hanya begitu saja, hayo enyah kau dari sini!"
Ketika telapak tangannya dikebaskan kemuka, tubuh Ci hui taysu yang tinggi besar itu sudah terlempar jauh keluar jendela.
Paras muka Ci kay taysu dan Ci leng taysu segera berubah menjadi hijau membesi, tampaknya mereka sudah berniat untuk turun tangan.
Hongtiang dari Siau lim pay pun melototkan matanya bulat-bulat, ujarnya kemudian .
"Sebelum partai kita berada didalam posisi antara hidup dan mati, harap sute berdua tenangkan sedikit hati kalian, hari ini kita cuma bertujuan untuk mengukur kepandaian masing-masing, dua orang yang mencobapun sudah lebih dari cukup!"
Tampaknya tujuan Tiang pek lojin telah tercapai pula, paras mukanya berubah menjadi jauh lebih lunak, lalu katanya .
"Hari ini memang bermaksud untuk menjajal kepandaian, maka kita hanya membatasi saling menutul, tapi besok dalam pertemuan resmi aku tidak akan bertindak sesungkan ini lagi, hui toa hwesio pikirkan yang matang dan besok beri aku jawaban, sekarang maaf kalau lohu tak akan menemani lebih lama lagi"
Begitu ucapan yang terakhir diutarakan, tubuhnya sudah melayang keluar lewat jendela dan melompat naik keatas atap rumah. Ci kay taysu dan Ci leng taysu berdua segera membentak keras kemudian bersiap sedia mengejar dari belakang.
"Sute berdua, kembali! Biarkan saja dia pergi!"
Seru ketua Sim lim pay dengan cepat.
Ci kay taysu dan Ci leng taysu segera mundur kembali kedalam ruangan, dengan wajah membesi mereka membungkam dalam seribu bahasa.
Penghinaan tersebut memberikan pukulan batin yang cukup berat bagi mereka, didalam hati kecil mereka secara lamat-lamat mulai tumbuh perasaan dendamnya terhadap Tiang Pek lojin.
Akhirnya ketua dari Siau lim pay itu menghela napas panjang, kemudian katanya .
"Tenaga dalam yang dimiliki orang itu jauh diluar dugaanku, Ci kay sute harap kau undang keluar lencana Liok giok leng dan meminta tiga malaikat untuk tinggalkan pertapaan serta siap menghadapi pertemuan besok."
Siau lim sam sian (tiga malaikat dari kuil Siau lim) adalah saudara seperguruan ciangbunjin angkatan yang lalu, atau merupakan paman guru dari ketua yang sekarang, mereka merupakang tianglo yang berkedudukan paling tinggi dalam partai Siau lim.
Oleh karena usianya yang telah lanjut dan kedudukannya yang tinggi, mereka jarang sekali mencampuri urusan di dalam kuil.
Tapi situasi yang dihadapi partai Siau lim pada saat ini jauh berbeda, apalagi dihadapkan pada ancaman Tiang pek lojin yang maha dahsyat, mau tak mau terpaksa mereka memutuskan untuk mengundang kehadiran ketiga orang malaikat tersebut.
Kepergian Ci kay taysu amat cepat, tapi kembalinya juga lebih cepat begitu melangkah masuk ke dalam kamar hontiang, dengan napas agak memburu dan suara gemetar, lapornya .
"Lapor ciangbunjin suheng, lencana leng giok leng telah hilang dicuri orang!"
"Apa?"
Teriak ketua dari partai Siau lim itu dengan tubuh yang bergetar keras.
"Lencana Liok giok leng telah hilang dicuri orang!"
Ulang Ci kay taysu sekali lagi.
Sinar sang surya yang berwarna kuning emas telah memancar ditengah lapangan luas di dalam lingkaran dinding pekarangan kuil Siau lim si.
Udara sangat bersih dan cerah, tidak ada angin yang berhembus dan suasana terasa gerah dan tak tahan di badan.
Sejak tadi perasaan setiap pendeta dalam kuil Siau lim si telah bergelora dengan hebatnya, mereka serasa mendidih dengan hebatnya....
Kejadian semalam telah tersebar luas diseluruh kuil setiap anggota kuil Siau lim telah mengetahui kalau Tiang pek lojin telah mendatangi kuil mereka semalam dan melukai Ci hui taysu serta Ci nian taysu.
Peristiwa tersebut dengan cepat mengobarkan semangat dan rasa dendam segenap pendeta terhadap musuhnya.
Yaa, peristiwa ini boleh dibilang merupakan suatu penghinaan yang belum pernah dialami Kuil Siau lim si selama beberapa ratus tahun belakangan ini.
Sekalipun ketua partai Siau lim merupakan seorang pendeta yang beriman tebal, kali ini diapun sudah tak sanggup untuk mengendalikan perasaannya lagi.
Mendekati tengah hari, dari luar kuil tiba-tiba berkumandang suara derap kaki kuda yang ramai, seorang kakek bermuka merah berambut putih dengan memimpin sepasukan jago pelan pelan berjalan mendekat.
Kuda kuda itu dilarikan masuk kedalam kuil dan berhenti tepat ditengah lapangan didepan kuil Toa hian tian.
Kuda itu berjumlah dua puluh delapan ekor sedang penunggangnya hanya dua puluh enam orang, dua ekor kuda yang terakhir tidak nampak penunggangnya melainkan dipasang dengan tandu yang hijau dirubah bentuknya.
Tandu itu tidak terlalu tinggi dan tak mungkin bisa diisi orang, tapi apakah isinya.
Semua orang sudah turun dari kudanya namun dua ekor kuda bertandu itu tetap berdiri tegak disitu tiada ornag yang menghampirinya, kecuali ringkikan kuda dan depakan kaki kuda yang memecahkan keheningan.
Dalam lapangan tersebut tidak Nampak seorang pendetapun, ini menunjukkan kalau pihak Siau lim si memang sengaja hendak memandang rendah dan sinis terhadap kehadiran mereka.
Sebenarnya Tiang pek lojin sudah diliputi kemarahn apalgi setelah menyaksikan kejadian ini, amarahnya kontan saja makin memuncak, rambutnya pada berdiri semua bagaikan landak, matanya melotot besar seperti gundu.
Setelah mendengus dingin, sumpahnya .
"Orang Siau lim, laknat semua kalian!"
Baru selesai perkataan itu dilontarkan, dua orang kakek berbaju hijau yang berusia lima enam puluh tahunan dan berperawakan tinggi besar telah melompat maju kedepan.
Kedua kakek berbaju hijau itu bersamaan Tam ci toa tiau (rajawali raksasa bersayap tunggal) Ting Tian yu disebut Tiang pek sam nio.
Ting Tian yu adalah ketua dari ketiga burung tersebut dan merupakan lotoa sedang mereka berdua adalah loji Meh yu tok tin (Burung beracun berbulu hitam) Ko Thian lay serta losam Thi cui Wu ya (burung gagak berparuh baja) Tan Peng.
Tiang pek sam nio adalah keponakan dari Tiang pek lojin sendiri, mereka merupakan orang-orang yang paling dipercaya oleh kakek sakti tersebut.
Sementara itu loji si burung beracun berbulu hitam Ko Thian lay serta siburung gagak berparuh besi Tan Peng telah melompat kedepan.
Dengan suara keras Si burung gagak berparuh baja Tan Peng berkata lantang .
"Anjing buas cuma tunduk dengan tongkat besar, berbicara soal cengli dengan mereka sama sekali tak ada gunanya, harap kau orang tua memberi ijin kepada kami berdua untuk membalaskan dendam bagi kematian saudara kita."
Tiang pek lojin mengerutkan dahinya kemudian tanpa mengucapkan sepatah katapun mengangguk.
Dengan suatu gerakan cepat, burung beracun berbulu hitam Ko Thian lay dan burung gagak berparuh baja Tan Peng segera menerjang maju ke depan pintu kuil.
Setelah melewati tanah lapang yang luas, sampailah kedua orang itu dibawah undak-undakan batu didepan istana Toa hiong po tian.
Burung gagak berparuh baja Tan Peng segera berseru kepada saudaranya .
"Loji, kau tunggu saja ditempat ini, bila ada hwesio gundul yang berani kabur dari sini, diberi sedikit pelajaran agar tahu rasa."
"Beberapa orang yang musti kurobohkan?"
Tanya Ko Thian lay.
Si burung gagak berparuh besi memperlihatkan kedua jari tangannya, lalu baru melangkah ke atas batu undak-undakan batu itu.
Burung beracun berbulu hitam Ko Thian lay berhenti sebentar dibawah undak-undakan batu itu, tidak tampak dia melakukan gerakan apa-apa, tahu-tahu sambil tertawa dia telah berjalan balik dari tempat semula.
Sedangkan si burung gagak berparuh baja telah selesai menaiki undak-undakan batu itu dan menghampiri pintu gerbang ruang Toa hiong po tian, diam-diam hawa murninya segera dihimpun, baru saja akan menggempur pintu gerbang tersebut dengan kekerasan, mendadak pintu besar berlapiskan emas itu telah membuka dengan sendirinya.
Dibalik pintu penuh dengan kawanan hwesio yang berdiri berjejal disana...
cuma anehnya, para hwesio itu tiada seorangpun yang berkutik dari tempat semula.
Paras muka burung gagak berparuh baja Tan Peng segera berubah menjadi merah padam, setelah tertawa serak dengan tersipu-sipu dia balik kembali dari situ.
Mungkin karena ia tidak memperoleh kesempatan untuk mendemostrasikan kehebatannya maka jagoan ini merasa rikuh.
Setelah pintu istana terpentang lebar, para hwesio yang berkumpul didalam ruangan sama sekali tidak berdesakan keluar.
Mula-mula terdengar dulu suara genta kemudian bergema suara tambur, menunggu suara genta dan tambur berbunyi bersama, dari ruangan baru muncul sepasang hwesio cilik berbaju kuning.
Dibelakang hwesio cilik itu adalah delapan belas orang hwesio berlhasa merah, dibelakangnya baru ketua dari Siau lim pay, sedangkan para pendeta sisanya dengan teratur sekali mengikuti dibelakang ketuanya.
Andaikata persiapan semacam ini dipergunakan untuk menyambut kedatangan tamu agung, maka boleh dibilang hal ini merupakan suatu ucapan penyambutan yang besar sekali, tapi kalau digunakan untuk penyelesaian suatu pertikaian dunia persilatan maka menjadi berbeda sekali artinya.
Hal mana tak baik mengartikan bahwa ke dua belah pihak tak perlu membicarakan persoalan ini secara sungkan-sungkan lagi.
Ketika Tiang pek lojin menyaksikan cara Siau lim pay didalam menyambut kedatangannya itu, kontan saja paras mukanya berubah menjadi merah padam sambil mendongakkan kepalanya dia tertawa tergelak tiada hentinya.....
Sementara itu kedua orang hwesio cilik yang berjalan di paling muka telah menuruni undak-undakan batu, sedangkan ketua Siau lim pay juga belum jauh meninggalkan pintu ruangan.
Pada saat itulah mendadak dua orang hwesio cilik yang berada dipaling muka itu berpekik keras, kemudian secara ganas membalikkan badan dan menyerang ke delapan belas orang hwesio berbaju merah yang mengikuti dibelakangnya.
Tindakan yang sama sekali diluar dugaan ini sangat mengejutkan dua orang hwesio yang berada tepat dibelakangnya, sementara mereka masih tertegun, pukulan keras yang dilancarkan hwesio cilik itu dengan telak melukai mereka berdua hingga robohlah kedua orang itu keatas tanah.
Keadaan dari kedua orang hwesio cilik itu ibaratnya anjing yang sudah gila, begitu bertemu orang serangan segera dilancarkan dalam waktu singkat kedelapan belas orang hwesio itu menjadi kacau balau tidak karuan.
Sebenarnya kedelapan belas Lo han itu rata-rata berilmu tinggi, tapi lantaran peristiwa itu terjadinya sangat mendadak, dalam tercengangnya pendeta-pendeta itu menjadi lupa untuk membekuk kedua orang hwesio cilik yang sedang kalap tersebut.
Para jago dari luar perbatasan menjadi sangat bergirang hati setelah menyaksikan kejadian itu, semua rasa mendongkol dan ketidaksenangan hati segera tersapu lenyap hingga tak berbekas.
Sebaliknya para jago dari Siau lim pay, mulai dari ketuanya sampai ke anak buahnya sama-sama berubah muka, dengan wajah hijau membesi mereka melototi musuhnya dengan penuh kegusaran.
Sepasang alis mata ciangbun hongtiang mengerut kencang, sepasang matanya merah berapi-api, dengan suara dalam bentaknya .
"Go li, Go hian! Bekuk kedua orang itu gusur pergi dari situ .."
Diantara delapan belas Lohan segera muncul dua orang hwesio setengah tua yang berusia lima puluhan tahunan seorang menghadapi seorang hwesio cilik, dengan cepat pertarungan berlangsung.
Gerak gerik kedua orang hwesio cilik itu sungguh lincah sekali, kepandaian sakti aliran Siau lim yang dipahami juga sudah mencapai beberapa bagian kesempurnaan, apalagi dalam keadaan hilang kesadarannya kemampuan yang mereka tunjukkan berlipat kali lebih dahsyat dari keadaan semula.
Akibatnya meski Go li hwesio dan Go hian hwesio sudah bertarung sebanyak lima gebrakan, mereka belum berhasil membekuk kedua orang hwesio cilik itu.
Menyaksikan kejadian tersebut para jago dari luar perbatasan segera tertawa terbahak-bahak.
Go li hwesio dna Go hian hwesio segera merasa kehilangan muka, lantaran malu mereka jadi naik darah, dengan cepat ilmu Cap Pwe lohan jiu yang maha dahsyat dipergunakan, tapi pada jurus yang kesembilan mereka baru berhasil menaklukkan kedua orang hwesio cilik itu.
Begitu kedua orang hwesio tadi terbekuk, mereka segera roboh tak sadarkan diri diatas tanah, buih putih meleleh keluar tiada hentinya dari ujung bibir mereka.
Tak usah diterangkan pun semua orang sudah tahu kalau mereka kena dipecundangi orang dengan obat beracun.
Sementara itu dari dalam ruang kuil telah muncul empat orang hwesio muda yang segera menggotong ke dua orang hwesio cilik itu masuk.
Selama ini kuil Siau lim si tersohor karena peraturannya yang keras serta anggotanya yang disiplin, akan tetapi dengan terjadinya peristiwa itu, otomatis nama baik partaipun ikut tercemar.
Dengan suara dalam ketua dari Siau lim pay itu berseru .
"Harap semua pendeta mengerahkan tenaga dalam untuk melindungi badan, delapan belas Lo han berjalan dipaling depan!"
Kedelapan belas orang hwesio itu segera menyusun barisan kembali dan menuruni anak tangga batu itu dengan wajah serius.
Pada mulanya para pendeta itu masih kuatir terutama mereka yang merasa tenaga dalamnya agak cetek mereka kuatir bila sampai keracunan lagi seperti rekannya, tapi sampai segenap anggota menuruni undak-undakan tersebut ternyata tak seorangpun yang mengalami musibah lagi.
Dari sini dapat diketahui bahwa si burung beracun berbulu hitam Ko Thian lay benar-benar memiliki kepandaian yang luar biasa dalam kepandaian beracun buktinya dia bisa mempergunakannya seperti apa yang diinginkan hati kecilnya.
Dari dua tiga ratus orang anggota kuil Siau lim si, kecuali sebagian yang mendapat tugas untuk menjaga ruangan dalam, hampir seratus lima enam puluh orang anggota Siau lim pay yang hadir ditengah lapangan saat ini.
Berarti hampir separuh lapangan telah dipenuhi oleh mereka.
Padahal para jago dari luar perbatasan hanya berjumlah dua puluh enam orang, sudah jelas dalam hal jumlah mereka masih ketinggalan jauh, meski begitu, para jago dari luar perbatasan sama sekali tidak menunjukkan rasa jeri atau takut bahkan sama sekali tidak ambil perduli.
Menunggu para pendeta dari kuil Siau lim si telah turun semua dari undak-undakan batu, Tiang pek lojin baru mengulapkan tangannya menitahkan para jago dari luar perbatasan untuk tetap berdiri ditempat, kemudian didampingi dua orang kakek tua mereka berjalan ke tengah arena dengan langkah lebar.
Ciangbunjin hongtiang dari Siau limpay segera ulapkan tangannya pula, dengan didampingi Ci kay taysu disebelah kiri, Ci leng taysi di sebelah kanan, mereka bertiga maju ke depan menyongsong kedatangan Tiang pek lojin bertiga.
Peristiwa semalam rupanya masih mendendam dalam hati hwesio tua ini, tiada senyuman ramah yang menghiasi bibirnya, setelah mengucapkan "Omitohud"
Katanya kemudian .
"Lo sicu, apakah benar-benar tak mau lepas tangan?"
Sebenarnya ucapan itu merupakan kelanjutan dari pembicaraannya semalam, tapi justru gampang menimbulkan kesalahan paham yang seolah-olah mengartikan kedatangan Tiang pek lojin tersebut.
Betul juga, so Seng pak atau Tiang pek lojin segera tertawa dingin, kemudian katanya .
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ci long, sungguh tak kusangka kau sebagai seorang ciangbunjin dari suatu perguruan besar, namun tindak tandukmu begitu rendah dan tak tahu malu!"
"Ci long, Ci long, kau anggap nama tersebut pantas kau sebut sebut!"
Bentak Ciangbunjin hongtiang dengan amat gusar. Tiang pek lojin segera tertawa seram.
"Heehhh..... heeehhhh.... heehhh..... ketika lohu bersama Tong sian sang jin berkelana dalam dunia persilatan tempo hari, kau masih seorang bocah cilik, apa salahnya kusebut kau dengan sebutan Ci long?"
"Kau benar-benar terlalu menghina orang, lolap sudah tak tahan dibuatnya!"
Bentak Ci long siansu dengan amat marahnya. Sekali lagi Tiang pek lojin tertawa seram.
"Kau mcmpermalui perguruanmu, mencari penyakit buat diri sendiri, kenapa sekarang malah menyalahkan orang lain."
Mendadak Ci long siansu tertawa keras pula, kemudian serunya.
"Lolap selalu melangkah menurut peraturan, selamanya tak pernah melakukan suatu perbuatan yang merugikan orang, atas dasar apa kau menuduh aku telah mempermalukan nama perguruan?"
"Kurangajar, kau anggap lohu sembarangan menfitnah!"
Teriak Tiang pek lojin dengan teramat gusarnya. Ci long siansu tak mau kalah, sambil tertawa dingin dia berseru pula .
"Bagaimanakah watak Suma Ciau, orang jalanpun pada tahu! Sekalipun kau main fitnah, apapula gunanya!"
"Lohu punya bukti!"
"Hmm.... bukti apa? Jika hatimu sudah mempunyai maksud jahat, sekalipun ada bukti juga tak akan bisa mengelabuhi bocah berusia tiga tahun dari daratan Tiorggoan!"
Tiang pek lojin geram sekali, sambil menggigit bibir bentaknya keras-keras .
"Ketua Thian liong pay angkatan ke sebelas Thi Eng khi telah dipaksa mengasingkan diri jauh ke luar perbatasan, ternyata kalian orang-orang Siau lim dan Bu tong tidak rela melepaskannya dengan begitu saja, bahkan diam-diam menyusup masuk kedalam benteng lohu dan menculiknya pergi. Bayangkan saja tindakan yang pantas dilakukan oleh kalian manusia-manusia yang menganggap dirinya manusia dari golongan lurus di daratan Tionggoan!"
Setelah berhenti sebentar, dengan gusar lanjutnya lebih lanjut.
"Sekarang Thi Eng khi berada di mana? Cepat serahkan kepadaku! Lohu dengan Keng Thian giok cu Thi tayhiap adalah sahabat sehidup semati aku tak bisa berpeluk tangan belaka menyaksikan kejadian ini berlangsung di depan mataku."
"Gara-gara membelai Thi ciangbunjin sewaktu berada di perkampungan Ki hian san ceng, suteku Ci kay telah menyalahi dia, Sangkoan loji, peristiwa ini diketahui oleh setiap umat persilatan didunia ini, kini Thi ciangbunjin lenyap diluas perbatasan, atas dasar apa kalian menuduh kuil kami?"
Tiang pek lojin tertawa seram, sambil berpaling segera bentaknya .
"Bawa kemari barang buktinya!"
Tam ci toa tiau Ting Tian yu muncul dengan langkah lebar sambil membawa sebuah meja besar, kemudian meja itu diangkat tinggitinggi dan permukaannya diperlihatkan kepada para pendeta tersebut.
Kemudian dengan sinar mata yang tajam seperti sembilu Tiang pek lojin mengawasi wajah ciangbun hongtiang tajam-tajam, katanya .
"Setelah menculik orang lantas meninggalkan tanda, tindakan ini sebenarnya merupakan suatu tindakan yang berani, kenapa sekarang tidak berani mengakuinya?"
Begitu menyaksikan bekas cap Liok giok leng diatas meja tersebut, paras muka Ci long siansu berubah hebat, segera bentaknya .
"Kau berani mencuri barang orang, kemudian menfitnah orang semaunya sendiri, hmm! Suatu ketika kau pasti akan memperoleh ganjaran atas perbuatanmu itu!"
Rupanya ia menganggap Tiang pek lojin berambisi untuk merajai daratan Tionggoan maka sengaja mencuri lencana, meninggalkan bekasnya di meja dan dipakai sebagai bukti.
Tiang pek lojin tidak menyangka sampai kesitu, dia menganggap pihak lawan tak tahu malu dan ingin mungkir, maka sambil tertawa ia bertepuk tangan lagi tiga kali.
Setelah tiga kali tepukan tangan itu lewat, muncul dua orang sambil menuntun kuda bertandu itu menghampiri tengah arena.
"Sekarang akan kutunjukkan lagi sebuah bukti yang nyata,"
Ujar Tiang pek lojin kemudian sambil mendongakkan kepalanya.
"coba lihat, apa yang bisa kaukatakan lagi."
Menyusul kemudian, pesannya .
"Hantar mereka kepada ciangbunjin agar bisa dilihat lebih jelas, coba kita lihat apalagi yang hendak dia ucapakan!"
Dua orang segera maju dan menurunkan tandu tersebut dari punggung kuda, lalu digotong dan diletakkan didepan ciangbunjin hongtiang dari kuil Siau lim si.
Rupanya Ciangbunjin dari Siau lim si itu tidak bisa menebak permainan setan apa yang sedang dipersiapkan Tiang pek lojin, baru saja dia akan maju untuk melakukan pemeriksaan, Ci kay taysu yang berada disisinya telah berkata .
"Ciangbun suheng, kau tak boleh menyerempet bahaya, biar tecu saja yang melakukan pemeriksaan itu!"
Dengan langkah lebar dia lantas maju kedepan.
Ci kay taysu cuma maju beberapa langkah dan tidak berani terlampau dekat dengan tandu tersebut, lalu dengan mempergunakan tenaga pukulannya dia menyingkap kain yang menutupi tandu tersebut.
Ternyata dalam tandu tadi tergeletak dua sosok mayat dari lelaki bertubuh kekar, mata mereka terbelalak lebar dengan mulut melongo, kematiannya benar-benar mengenaskan.
Sambil tertawa dingin, Tiang pek lojin lantas berkata .
"Coba kalian periksa, ilmu pukulan apakah yang menyebabkan kematian mereka berdua?"
Maksud dari perkataan itu, tentu saja mempersilahkan Ci kay taysu untuk melakukan pemeriksaan.
Kali ini Ci kay taysu tidak ragu-ragu lagi, dia lantas membungkuk dan menyingkap pakaian yang dipakai kedua orang lelaki itu, tapi diatas dadanya tidak Nampak luka apa-apa.
Baru saja dia hendak bertanya, Tiang pek lojin telah berkata lagi .
"Lukanya berada diatas Pay sim hiat!"
Ci kay taysu segera membalikkan jenasah itu, apa yang kemudian terlihat segera membuat hatinya menjadi tertegun, hampir saja ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sementara itu Tiang pek lojin telah berkata lagi .
"Dua orang saudara yang mati secara mengenaskan itu adalah Kim piau Gin kiam (ruyung emas pedang perak) dari delapan belas penunggang kuda bukit Hek san, mereka dibunuh oleh pukulan Toa lip kim kong ciang selama dirumah penginapan Tenghong aku rasa pukulan semacam ini hanya ada didalam partai Siau lim bukan!"
Tanpa mengucapkan sepatah katapun Ci kay taysu mengundurkan diri kehadapan ciangbun suhengnya dan manggutmanggut mengakui kematian Kim pian gin kiam di atas pukulan Toa lip kim kong ciang dari partai Siau lim.
Pada mulanya ketua dari Siau lim pay itu merasa keheranan, tapi tak lama kemudian timbul satu ingatan didalam benaknya, dia menganggap kedua orang ini mungkin tewas ditangan murid-murid partainya semalam ketika kedua orang itu mengikuti Tiang pek lojin melakukan pengacauan semalam, maka sambil tertawa dingin katanya .
"Kau sendiri bisa melukai orang, mengapa murid-murid partai kami tak boleh membunuh untuk membela diri? Hmmm, sekalipun kau jelajahhi seantaro jagad, teorinya juga tetap sama semua!"
Tiang pek lojin menganggap pihak lawan lagi-lagi hendak mungkir maka hawa amarahnya kontan saja makin berkobar, dia tak mau mengalah dengan begitu saja, sambil membentak keras teriaknya .
"Sekalipun lohu telah melukai hwesio-hwesio kalian mau apa pula kau? Bila kalian tiudak segera menyerahkan Thi Eng khi kepadaku jika napsu membawa lohu sudah berkobar, hmmm! Perbuatan yang lebih kejipun masih sanggup kulakukan!"
Tentu saja orang yang melukai Ci hui taysu dan Ci nian taysu semalam bukan Tiang pek lojin asli, sedangkan orang yang membunuh Kim pian gin kiam juga bukan anak murid Siau lim pay.
Tapi siapakah yang telah melakukan kesemuanya ini? Saya rasa para pembaca pasti dapat menebah sendiri bukan? Sayangnya kesalahan paham semacam ini justru tidak mudah untuk diselesaikan, andaikata kedua belah pihak tidak bernama besar, urusan mungkin diselesaikan lebih gampang, tapi kenyataannya kedua belah pihak sama-sama orang ternama dalam dunia persilatan, biasanya orang ternama sok gengsi dan tidak mau saling mengalah, otomatis dalam setiap perdebatan pun masingmasing pihak mempertahankan pendapatnya sendiri.
Akibatnya bukan makin beres masalahnya, sebaliknya makin lama urusan semakin bertambah runyam.
Pembicaraan masing-masing pihak makin kaku dan keras, kecerdasan mereka tertutup oleh kobaran api amarah terutama sekali Ci long siansu yang merasa nama baik partainya tercemar, lencara Liok giok lengnya tercuri, semua pertanggungan jawab yang harus dipikulnya itu membuat dia tak ingin berpikir lebih jauh lagi.
Segera ketika dia mengebaskan ujung jubahnya, para pendeta yang berada dibelakangnya dengan cepat menyebarkan diri membentuk sebuah barisan yang terdiri dari tujuh puluh dua orang, sedangkan pendeta-pendeta lainnya serentak menyebarkan diri dan berjaga-jaga diruang depan Toa hong po tian.
Ci long siansu gagal meminta bantuan Siau lim sam seng untuk mengatasi kemelut tersebut, maka diapun cukup memahami kekuatan sendiri, dia tahu dengan mengandalkan kekuatan dari mereka beberapa orang, sudah pasti bukan tandingan dari Tiang pek lojin maka dia tak berani menyerempet bahaya, begitu maju barisan Lo han toa tin segera dipersiapkan.
Barisan Lo han tin merupakan salah satu kepandaian sakti dalam kuil Siau lim si, kekuatannya betul-betul luar biasa sekali.
Barisan ini mengambil delapan belas orang sebagai dasar kekuatan yang diamdiam mengandung unsur cap pwe lo han jadi paling tidak harus ada delapan belas orang baru bisa berbentuk.
Tapi barisan Lo han tin yang dibentuk kali ini terdiri dari tujuh puluh dua orang, itu berarti barisan besar itu memang khusus dipersiapkan untuk menghadapi ke dua puluh enam orang musuh yang datang dari luar perbatasan, sebab menurut perhitungan Ci long taysu, kekuatan tersebut sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk menghadapi kekuatan lawan......
Begitulah, setelah barisan dipersiapkan, Ci liong siansu berkata dengan dingin .
"Siau lim si telah bersiap sedia menerima petunjuk yang lihay dari kalian semua!"
Selesai berkata dia lantas mengajak Ci kay taysu dan Ci leng taysu untuk menerobosi barisan Lo han tin dan naik ke atas undakundakan batu, rupanya mereka bermaksud untuk menonton jalannya pertempuran itu dari tempat atas.
Tiang pek lojin menjadi semakin naik pitam ketika dilihatnya sikap Ci long siansu begitu angkuh dan tak sudi turun tangan melawan dirinya, seraya mendengus ujarnya kemudian.
"Hmmm! Kalau cuma barisan Lo han tin mah masih belum lohu pandang sebelah matapun, jika lohu tak mampu menerobos keluar dari barisan ini, mulai detik ini aku tidak akan menginjakkan kakiku lagi didalam daratan Tionggoan!"
"Silahkan!"
Ci long siansu cuma mengucapkan sepatah kata yang amat sederhana itu.
Kemudian tidak berbicara lagi.
Tampaknya dia benar-benar telah mambenci Tiang pek lojin hingga merasuk kedalam tulangnya.
Meskipun perkataan Tiang pek lojin diucapkan dengan sombong dan tinggi hati, namun gerak geriknya sangat berhati hati sekali, dia memilih Boan san siang koay (sepasang manusia aneh dari bukit Boan san) Cia bersaudara, Tiang pek sam nio dan Sui pek su kui (empat setan dari Pek sui) sekalian berdelapan sebagai pembantunya.
Dengan demikian sembilan orang masuk bersama kedalam barisan Lo han tin yang terdiri dari tujuh puluh dua orang, atau dengan perkataan lain mereka harus satu lawan sembilan.
Ke sembilan orang itu mengambil posisi dengan kedudukan Kiukiong, begitu posisi sudah diambil, Tiang pek lojin baru berpekik nyaring sambil katanya .
"Sekarang lohu sekalian telah masuk ke dalam barisan, jika ada permainan lain silahkan ditunjukkan!"
Dari dalam jubahnya ketua dari Siau lim pay itu mengeluarkan selembar panji kecil berwarna kuning, setelah diangkat tinggi-tinggi ke atas kepala, panji itu diputar tiga kali ditengah udara, barisan Lo han tin pun segera berputar pula mengelilingi Tiang pek lojin sekalian bersembilan......
Pada mulanya masih tampak gerakan bayangan manusia, tapi lambat laun gerakan itu dari lambat menjadi cepat, sehingga akhirnya bayangan manusia sukar dilihat jelas selain segulung pusaran angin puyuh yang berwarna abu-abu saja yang bergerak menekan ke tengah arena.
Tiang pek lojin segera membentak keras .
"Kiu ciau lian huan!"
Ke sembilan orang itu segera saling bergandengan tanpa antara yang satu dengan lainnya kemudian membentuk sebuah lingkaran bulat yang berputar menurut arah kebalikan dari arah perputaran barisan Lo han tin.
Akibat dari gerakan itu, segera muncul juga segulung tenaga tekanan dahsyat yang mengembang ke arah luar dari membendung tenaga tekanan yang terpancar dari barisan Lo han tin ke arah dalam itu.
Begitulah, kedua belah pihak sama-sama saling beradu tenaga hampir selama sepertanak nasi lamanya, sekalipun Lo han toa tin terdiri dari tujuh puluh dua orang, nyatanya mereka tak banyak berkutik menghadapi sembilan gelang berantai Kiu ciau lian huan yang dibentuk oleh lojin bersembilan.
Ditinjau dari sini, bisa ditarik kesimpulan bahwa keberangkatan Tiang pek lojin memasuki daratan Tionggoan ini disertakan pula dengan suatu persiapan yang matang, jadi tak bisa dibilang kalau dia datang tanpa maksud tertentu.
Pertarungan kembali berlangsung setengah pertanak nasi lagi, tapi keadaan tetap seimbang dan saling bertahan, melihat itu ciangbunjin dari Siau lim pay mengerutkan dahinya rapat-rapat, kemudian menggerakkan panji kuningnya tiga kali.
Serentak ke tujuh puluh dua orang pendeta dari Siau lim si itu menghentikan gerakan tubuhnya bagaikan tujuh puluh dua buah tonggak batu mereka berdiri tak berkutik ditempat semula.
Tiang pek kiu hiong (sembilan jago dari Tiang pek san) menghentikan pula gerak perputaran mereka ditengah gelak tertawa Tiang pek lojin yang amat keras.
Setelah tergelak-gelak beberapa saat, Tiang pek lojin berkata .
"Gerak pertama dari Siau lim Lo han tin yaitu Kun tun jut kay (alam semesta bara tercipta) tak lebih cuma begitu saja, lohu telah merasakan kehebatannya!"
Siau lim ciangbunjin tidak berbicara apa-apa, panji kuningnya kembali diangkat dan dikibarkan tiga kali ke kiri empat kali ke kanan.
Tujuh puluh dua orang yang berada dalam barisan Lo han tin sekali lagi melakukan perputaran.
Cuma gerakan perputaran yang mereka lakukan dengan gerakan yang lamban sekali, didalam perputaran tadi, ketujuh puluh dua orang dalam barisan tahu-tahu telah memecah diri menjadi sembilan kuntum barisan kecil yang berbentuk bunga bwe, yakni empat didalam lima diluar, masing-masing kelompok kecil itu berputar terus tiada hentinya, sambil berputar mereka melingkari terus Tiang pek lojin sekalian bersembilan.
Tiang pek lojin memperhatikan sekejab perubahan barisan lawan, kemudian segera berpekik nyaring, menysul pekikan tersebut kesembilan orang itu mendadak mempersempit lingkaran posisi mereka, dengan punggung menempel punggung mereka Berdesakan menjadi satu hingga sepintas lalu tampak kacau seperti tiada peraturan, dalam kenyataan mereka telah membentuk sebuha barisan segi delapan yang mengandung perubahan Im yang ngo heng.
Tiang pek lojin sebagai puncak pimpinan berada di tengah, sedangkan delapan orang lainnya menempel disekitarnya, maju mundur semuanya mengambil posisi bersudut delapan.
Selain itu setiap orang berdiri dengan telapak tangan kanan dirintangkan ke depan dada, tangan kiri disembunyikan ke belakang dan saling bergandengan tangan.
Tiang pek lojin memperhatikan sekejap keadaan disekeliling sana, sepasang tangan terjulur kebawah dengan telapak tangan menghadap keluar, tiada hentinya dia memperdengarkan suara pekikan yang amat nyaring .......
Kedua kelompok kekuatan kembali saling berputar sambil menunggu kesempatan untuk melancarkan serangan, waktupun berlalu di tengah keheningan dan ketenangan.
Sekalipun diarena berkumpul ratusan orang jago, namun selain langkah kaki para hwesio yang berada dalam barisan Lo han tin tak kedengaran sedikit suarapun disana seakan-akan napas semua orang telah terhenti sama sekali.
Sekalipun demikian, semua orang tahu bisa serangan dimulai niscaya kehebatannya melebihi apapun, dapatkah Tiang pek lojin bersembilan menahan serangan berantai dari Siau lim lo han tin, hal ini masih merupakan suatu tanda tanya besar.
Mendadak panji kecil di tangan Siau lim ciangbunjin itu diayunkan ke bawah, henbusan angin pukulan yang amat dahsyat dengan cepat meluncur keluar dari tiap barisan kecil berbentuk bunga bwe itu mengarah tengah arena.
Didalam serangan itu telah terlebur segenap tenaga yang dimiliki delapan orang jago Siau lim si kedahsyatannya betul- betul mengerikan sekali.
Menanti angin pukulan itu sudah mendekati tengah arena Tam ci toa tiau Ting Tian yu yang persis berada di hadapan serangan tadi baru membalikkan telapak tangannya dan menyongsong datangnya ancaman tersebut, ternyata kekuatan kedua pihak sama-sama tangguh dan tak ada yang menang tak ada yang kalah.
Hal ini bukan dibilang tenaga dalam yang dimiliki Tam ci toa tiau Ting Tian yu sanggup menahan tenaga gabungan dari kedelapan orang jago Siau lim si, adalah segenap tenaga dalam dari Tiang pek lojin bersembilan telah digabungkan menjadi satu dan bersamasama menerima serangan tadi.
Menyusul serangan yang pertama, serangan-serangan berikutnya segera bermunculan menghajar pusat barisan secara bergantian.
Tanpa gentar sedikitpun juga, Tiang pek lojin sekalian beruntun menyambat kesembilan buah serangan itu.
Barisan Lo han tin sekali lagi berputar pukulan demi pukulan dilontarkan ke tengah arena menghajar kesembilan orang lawannya, dengan begitu kesembilan orang jago dari luar perbatasan itupun menjadi sasaran pukulan.
Tiang pek lojin yang berada ditengah arena sudah mulai mengebulkan asap putih dari kepalanya, sepasang tangan diputar dibalik berulang kali, tenaga dalamnya telah terhimpun mencapai dua belas bagian untuk menghadapi ancaman-ancaman yang datang dari delapan penjuru.
Sesudah menyambut Sembilan kali sembilan, delapan puluh satu buah pukulan, Tiang pek lojin nampak kehabisan tenaganya sehingga gerak geriknya juga menjadi lebih lamban.
Sekalipun demikian, Ci long siansu yang memegang pucuk pimpinan dari atas undak-undakan batu merasa terperanjat sekali.
Sebagaimana diketahui Siau lim Lo han tin sudah lama tersohor didalam dunia persilatan, sepanjang sejarah belum pernah barisan itu diturunkan dengan mengerahkan segenap kemampuan yang dimilikinya seperti sekarang ini.
Atau dengan perkataan lain, bila barisan telah bergerak didalam Sembilan pukulan yang kemudian dilancarkan itulah pihak musuh pasti terluka atau tewas.
Tapi kenyataannya sekarang Tiang pek lojin sekalian sanggup menerima delapan puluh satu buah pukulan tanpa kalah, bayangkan saja bagaimana mungkin Ci long siansu tidak merasa terperanjat.
Begitulah, setelah menyambut delapan puluh satu buah pukulan, mendadak Tiang pek lojin berpekik nyaring, lalu katanya .
"Kehebatan Pek tian kim kong dan Siau lim lo han tin telah lohu rasakan kehebatannya, sekarang lihatlah bagaimana kemampuan lohu untuk menjebolkan barisan ini!"
Selesai berkata, kepada delapan anak buahnya dia berseru .
"Air raksa tumpah ditanah!"
Seketika itu juga tampaklah Tiang pek lojin bersembilan bagaikan letupan bunga api memancar keempat penjuru dan menerobos masuk lewat celah-celah dalam barisan Lo han tin.
Melihat gerakan musuh itu, Siau lim ciangbunjin segera menggerakkan panji kuningnya, sekali lagi bentuk barisan Lo han tin mengalami perubahan dan berhenti bergerak, tujuh puluh dua orang berdiri kaku di tempat sambil menyalurkan hawa murninya membentuk selapis dinding hawa yang kuat untuk mencegah kesembilan orang yang berada dalam barisan melarikan diri dari kepungan.
Tiang pek lojin segera melambung ketengah udara dan tiba-tiba menjebolkan pertahanan ketiga dari barisan Lo han tin yang disebut Thian loo tee wang.
Begitu melayang turun diluar arena, sambil tertawa terbahakbahak serunya .
"Lohu toh sudah lolos dari barisan!"
"Kau telah mempergunakan ilmu Hun hua sip hong (memecah belah sepuluh penjuru) untuk melepaskan diri dari kepungan dan mematahkan pertahanan barisan Lo han tin, tapi toh cuma kamu seorang yang lolos, kemampuan semacam itu belum bisa terhitung sebagai suatu kepandaian hebat!"
Sekalipun ia berkata demikian, hatinya benar-benar merasa terperanjat, sebab sekalipun hanya satu orang yang berhasil lolos, nama besar Lo han tin tetap tercoreng.
Sikap Tiang pek lojin yang berada diluar barisan ternyata santai sekali, sambil tertawa terbahak-bahak, katanya .
"Lohu tak lebih hanya keluar lebih duluan, aku ingin memberitahukan kepadamu bahwa lohu masih sanggup menjebolkan barisan Lo han tin kalian itu dengan mengandalkan tenaga murni, sedang mereka berdelapanpun mempunyai cara sendiri untuk meloloskan diri, kau si hwesio tua tak usah merisaukan keadaan mereka!"
Sehabis berkata kembali dia berpekik nyaring, baru saja pekikan itu berkumandang, suasana didalam barisan Lo han tin menjadi kacau balau tidak karuan, ternyata para pendeta itu melepaskan anak buah Tiang pek lojin dan sebaliknya malah bertarung sendiri.
Menyaksikan kejadian itu paras muka Siau lim ciangbunjin berubah hebat, dia tahu pihak lawan pasti telah berbuat sesuatu sehingga menyebabkan keadaan berubah menjadi begitu.
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Buru-buru panji kuningnya dikibarkan berulangkali dengan harapan untuk memenangkan kembali suasana yang serta kalut.
Dalam detik itulah, delapan orang anak buah Tiang pek lojin telah meloloskan diri dengan selamat dari dalam barisan.
Sementara itu, ketujuh puluh dua orang nwesio yang berada dalam sebuah barisan seperti pula keadaan dari kedua orang hwesio cilik tadi, mereka kehilangan kesadarannya dan bertarung sendiri dengan hebatnya.
Menghadapi keadaan tersebut, Siau lim ciangbunjin baru benarbenar merasa agak gugup dan kelabakan, disamping harus menghadapi Tiang pek lojin yang berhasil meloloskan diri dari barisan, diapun tidak tega hati menyaksikan tujuh puluh dua orang muridnya menjadi kalap.
Jilid 8 CI KAY TAYSU dan Ci leng taysu demikian cepat terjun ke dalam barisan Lo han tin dan bekerja keras untuk menotok roboh semua muridnya yang gila itu satu per satu.
Menanti suasana telah pulih kembali dalam ketenangan, dengan perasaan lega Ciangbunjin dari Siau lim pay itu baru tertawa sedih kepada Tiang pek lojin katanya .
"Sekarang apa yang hendak kau lakukan?"
"Lohu hendak masuk ke dalam kuil dan mencari jejak Thi Eng khi"
Seandainya Siau lim si benar-benar digeledah oleh Tiang pek lojin, maka bukan saja nama besarnya akan musnah dari dunia persilatan, mungkin keadaannya akan jauh lebih parah daripada keadaan yang dialami partai Thian liong pay.
Akibat tersebut tentu saja dipahami baik oleh Ci long siansu maupun Tiang pek lojin, sebab itu suatu pertarungan baru tampaknya segera akan berlangsung.
Disaat yang amat kritis itulah, mendadak terdengar Pek leng siancu So Bwe leng menjerit lengking.
Ketika Tiang pek lojin sekalian berpaling, tampaklah sesosok bayangan manusia sedang melarikan Pek leng siancu So Bwe leng dari tempat itu ..
Dengan gusar Boan san siang koay, dua orang anak buah Tiang pek lojin membentak keras, kemudian segera melakukan pengejaran dari belakang ..
Tiang pek lojin sebagai seorang jago kawakan dari dunia persilatan juga cukup mengerti bahwa penculik itu bukan manusia sembarangan, sekalipun telah dikejar anak buahnya, urusan tak akan bisa dibereskan.
Maka buru-buru serunya kepada ketua dari Siau lim pay.
"Anggap saja kau lagi beruntung hari ini, kita berjumpa lagi dilain waktu!"
Kemudian kepada para jago dari luar perbatasan, serunya .
"Kalian kembali dulu ke kota Teng hong untuk menunggu perintah!"
Ketika selesai mengucapkan perkataan itu tubuhnya telah melayang melewati dinding pekarangan......
Jauh memandang ke sana, ia saksikan Boan san siang koay dan orang yang di kejarnya itu telah berada dua tiga puluh kaki jauhnya dari tempat semula.
Tiang pek lojin memang benar benar memiliki kepandaian yang melampaui orang lain, dalam sekali lompatan tubuhnya telah berada sepuluh kaki jauhnya dari tempat semula, kemudian dalam beberapa pula lompatan kemudian telah berhasil melampaui Boan san siang koay.
Akan tetapi jaraknya dengan orang yang menculik Pek leng siancu masih terpaut empat lima kaki.
Saat itu jalan darah ditubuh Pek leng siancu So Bwe leng telah tertotok, ketika menyaksikan kakeknya melakukan pengejaran, kecuali mengucurkan air mata karena girang tak sepatah katapun bisa diucapkan.
Gerakan tubuh Tiang pek lojin benar-benar sangat cepat ibaratnya anak panah yang terlepas dari busurnya, dalam waktu singkat ia telah berhasil mendekati sampai dua kaki.
Tapi dikala Tiang pek lojin hendak menerjang lebih kedepan itulah mendadak orang yang dikejar tersebut membalikkan tangannya sambil melepaskan setitik cahaya putih ke belakang.
Dengan cekatan Tiang pek lojin menyambar cahaya putih tersebut terasa benda itu sangat enteng sewaktu diperhatikan lebih teliti ternyata isinya adalah selembar kertas.
Tanpa menghentikan gerak tubuhnya, Tiang pek lojin melanjutkan pengejarannya lebih ke depan.
Tampaknya orang yang berada didepan itu ada maksud untuk membiarkan musuhnya mendekat, tapi begitu musuh tinggal satu dua kaki dari badannya, selembar kertas segera disambitkan ke belakang.
Lalu menggunakan gerakan tadi, ia merendahkan badan dan mempercepat gerak larinya sehingga meninggalkan Tiang pek lojin jauh dibelakang sana.
Tiang pek lojin menggertak giginya kencang-kencang, dengan mengerahkan tenaganya sebesar dua belas bagian, dia mempercepat pula gerakan tubuhnya untuk melesat lebih kedepan.
Gerakan tubuh orang yang berlarian di depan itu kian lama kian bertambah cepat, bukan saja Tiang pek lojin tidak berhasil mendekatinya lagi, malahan selisih jarak mereka kian lama kian bertambah besar.
Dua sosok bayangan manusia bagaikan dua titik bintang meluncur ditengah pegunungan dengan kecepatan tinggi, puluhan li kemudian mendadak orang itu membelokkan badannya menuju ke arah tanah pegunungan Tay si san, tapi baru melewati beberapa tikungan, bayangan tubuhnya tahu-tahu sudah lenyap tak berbekas.
Sejak terjun di dunia persilatan pada puluhan tahun berselang kecuali kalah ditangan Keng thian giok cu Thi Keng, belum pernah Tiang pek lojin kalah ditangan orang lain.
Siapa tahu sekarang dia harus menghadapi seseorang yang lihay sekali ilmu meringankan tubuhnya, kejadian ini boleh dibilang benarbenar merupakan suatu pukulan baginya.
Diapun menyadari sekalipun dicari juga tak ada gunanya, sebab musuh telah hilang tak berbekas, akhirnya dengan mendongkol dia periksa kertas-kertas ditangannya.
Ternyata diatas kertas itu hanya tercantum dua patah kata yakni.
"Menunggu janji!"
Dilihat dari sini dapat diketahui bahwa tindakannya menculik Pek leng siancu merupakan suatu tindakan yang diputuskan secara mendadak, dan bukan merupakan tindakan yang terencana, oleh karena belum dapat menentukan langkah berikutnya, terpaksa dia mempersilahkan Tiang pek lojin untuk "menunggu janji"
Setelah membaca tulisan itu. Tiang pek lojin menghela napas panjang, ia mulai bertanya pada diri sendiri .
"Mengapa aku harus mencari penyakit buat diri sendiri?"
Jelas lantaran cucu kesayangannya diculik orang, dia menjadi menyesal sekali atas tindakannya memasuki daratan Tionggoan.
Tapi ingatan tersebut hanya sebentar melintas didalam benaknya, menyusul kemudian dengan sinar mata yang mencorong cahaya tajam serta mengepal sepasang tangannya kencang-kencang dia berseru .
"Tidak! Aku tak boleh kehilangan orang ini didaratan Tionggoan!"
Selesai berkata, dengan langkah lebar dia lantas berjalan balik melalui jalan semula.
Sementara itu dengan napas terengah-engah Boan san siang koay telah menyusul ke sana, ketika menyaksikan Tiang pek lojin pulang seorang diri, mereka segera memahami perasaan orang tua itu, maka tak sepatah katapun yang diucapkan.
Dua bersaudara Cia yang berjulukan Boan san siang koay ini terhitung jago-jago lihay yang nama besarnya hanya sedikit dibawah Tiang Pek lojin, atau dengan perkataan lain mereka masih terhitung jagoan ternama diluar perbatasan.
Selama ini sikap Tiang pek lojin terhadap mereka juga teramat sungkan, maka setelah menyaksikan keadaan mereka itu, sambil tertawa getir dia lantas berkata lebih dulu .
"Saudaraku, hari ini kita benar-benar jatuh kecundang ditangan orang lain!"
"Siaute berdua tak ada gunanya, cuma membuat toako risau saja!"
Kata Cia Lok cepat-cepat dengan rikuh. Tiang pek lojin segera tertawa nyaring.
"Haaahhh.... haaahhh.... haaahhh.... mana bisa kusalahkan kalian berdua? Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang itu memang luar biasa hebatnya, mari kita pulang dulu untuk membicarakan persoalan ini lebih lanjut."
Dalam perjalanan pulang, dengan murung bercampur kesal Tiang pek lojin berkeluh kembali .
"Aaaai tidak kusangka Bwe leng si bocah inilah yang harus menderita lebih dulu!"
Buru buru Ji koay Cia Leng menghibur .
"Bwe leng sibocah perempuan ini binal tapi cerdik, aku kuatir bukan dia yang bakal menderita, sebaliknya orang itu sendirilah yang bakal dibuat pusing kepala!"
Terbayang kembali kebinalan cucu kesayangannya, tanpa terasa sekulum senyuman menghiasi ujung bibirnya, dia manggutmanggut.
"Yaa, semoga saja bocah ini tidak memalukan kita semua!"
Katanya.
Demikianlah, oleh karena keadaan yang dihadapi.
untuk beberapa saat lamanya tak mungkin bagi Tiang pek lojin sekalian untuk meninggalkan propinsi Hoo-lam, maka merekapun berdiam di kuil Tiong gak bio dibukit Tay si san.
Dengan cepat kuil Tiong gak bio dirubah menjadi basis pertahanan para jago dari luar perbatasan untuk melampiaskan dendamnya terhadap orang-orang Tionggoan.
Sementara itu, pihak Siau lim si juga tidak terima setelah menderita kekalahan total itu, kecuali mengutus orang untuk menghubungi pihak Bu tong pay, merekapun membagi surat undangan Enghiong tiap kepada segenap umat persilatan untuk bersiap-siap melangsungkan pertarungan seru melawan Tiang pek lojin.
Para jago luar perbatasan di bawah pimpinan So Ping gwan yang ada diluar perbatasan, seperti rencana semula serombongan demi serombongan berdatangan ke kuil Tiong gak-bio dan bergabung dengan rekan-rekannya, ini membuat kekuatan dari Tiang pek lojin kian hari kian bertambah besar.....
Selain daripada itu, terdapat pula para jago daratan Tionggoan yang tidak puas dengan kenyataan, atau simpatik terhadap Tiang pek lojin tidak sedikit pula diantara mereka yang bergabung dengan pihak jago-jago dari luar perbatasan.
Maka kuil Tiong gak bio berubah menjadi pusat kekuatan orangorang persilatan di dunia ini, peristiwa tersebut pun menggemparkan seluruh kolong langit.
Sebagai pihak lawan, kuil Siau lim si pun berubah menjadi pusat himpunan para jago dari pelbagai perguruan besar.
Tentu saja, situasi semacam ini bukan sesuatu yang bisa dibentuk dalam satu dua hari saja, tapi keadaan setelah satu tahun.
Tiang pek lojin berusaha keras untuk mengembangkan kekuatan sendiri, diapun menyebar orang keempat penjuru dunia untuk mencari jejak Pek leng siancu So Bwe leng.
Oleh karena pelbagai alasan inilah sekalipun antara pihak Tiong gak bio dengan kuil siau lim si terjadi perang dingin, pertempuran berdarah belum pernah sampai terjadi.
Yang lebih aneh lagi adalah surat yang diterima Tiang pek lojin ketika Pek leng siancu So Bwe leng terculik tempo hari, tulisan 'menunggu janji tersebut ternyata tetap merupakan "menunggu janji", sama sekali tiada kabar berita yang baru.
Tentu saja selama masa tersebut juga merupakan suatu masa lenyapnya Thi Eng khi dari dunia persilatan.
Padahal kalau dibicarakan sebenarnya, pertikaian antara jagojago luar perbatasan dengan daratan Tionggoan hanya dibebaskan oleh hilangnya Thi Eng khi, jadi seandainya Thi Eng khi bisa muncul kembali dalam dunia persilatan siapa benar siapa salahpun segera akan terbukti.
Sebab itulah baik pihak Siau lim dan Bu tong, maupun pihak Tiang pek lojin seringkali murung dan kesal karena Thi Eng khi tidak berhasil ditemukan.
Terutama sekali pihak Siau lim dan Bu tong pay, semua harapan mereka hampir boleh dibilang tertumpu diatas pundak Thi Eng khi, mereka beranggapan asal Thi Eng khi sudah munculkan diri, maka Tiang pek lojin tidak akan mempunyai alasan lagi untuk bercokol didalam daratan Tionggoan.
Maka kedua partai besar itu segera mengutus orang-orangnya untuk mencari jejak Thi Eng khi, ketika gagal menemukan jejak pemuda itu, mereka mengalihkan perhatiannya pada sisa anggota Thian liong pay dengan harapan bisa menemukah beberapa buah berita tentang jejak sianak muda itu.
Kejadian aneh memang seringkali bisa dijumpai dikolong langit, selama hampir dua puluh tahun lamanya, anak murid Thian liong pay tercerai berai dalam dunia persilatan, dicemooh orang, dihina dan dipandang hina orang, tak seorangpun yang memperdulikan nasib mereka.
Tapi sekarang, dikala semua orang mencari mereka, ternyata seorang manusiapun tidak berhasil ditemukan.
Hal ini bukan berarti anak murid Thian liong pay sudah punah dari dunia persilatan adalah disebabkan murid Thian liong pay sudah tak berani muncul kembali didalam dunia persilatan.
Sebab setiap kali ada orang berhasil menemukan seorang anggota Thian liong pay, secara tiba-tiba saja orang itu lenyap tak berbekas tak ketahuan rimbanya, bayangkan saja bagaimana mungkin anak murid Thian liong pay berani munculkan dirinya lagi didepan dunia persilatan? Maka mereka semakin merasakan kejamnya dunia, meski jagat itu luas namun sudah tiada tempat berpijak lagi bagi mereka, demi menyelamatkan diri, mau tak mau terpaksa mereka harus menyembunyikan diri agar jangan sampai tertimpa bencana.
Dengan punahnya anak murid Thian liong pay, orangpun mulai mengalihkan perhatiannya pada Thian he tit it keh di kota Huay im, dalam anggapan mereka sudah tentu Thian liong ngo siang ada di rumah.
Tapi laporan yang kemudian diterima pihak Siau lim pay dan Bu tong pay adalah kosongnya rumah yang dinamakan rumah nomor satu dikolong langit itu.
Thian liong ngo siang seakan akan ikut musnah pula dari dunia ini.
Orang menjadi curiga bercampur kecewa semua orang bertanyatanya kenapa Thian liong pay bisa lenyap dengan begitu saja? Dalam suasana yang serba kalut inilah, tiba-tiba di puncak Wong soat hong dibukit Wu san berdirilah sebuah organisasi yang dinamakan Ban seng kiong, cuma kemunculannya tidak terlalu diperhatikan orang, sebab segenap perhatian orang telah tertarik oleh ketegangan yang berlangsung antara pihak Siau lim si dengan pihak Tiong gak bio.
Maka Ban seng kiong pun muncul dari celah perhatian orang, dengan cepat kekuasaan mereka membentang dari wilayah Kanglam sampai ke Kangpak.
Siapakah pemilik dari istana Ban seng kiong? Tak seorangpun yang tahu dan tak seorangpun yang menyelidiki, sebab sekalipun ada yang melakukan penyelidikan juga belum tentu bisa memperoleh kabar berita apa-apa.
Ketegangan antara Siau lim si dan Tiong gak bio tak mungkin bisa dibiarkan berlangsung terus, akhirnya suatu bentrokan kekerasan sudah pasti akan terjadi.
Maka Tiang pek lojin telah mengirirn sepucuk surat tantangan kepada pihak Siau lim si untuk melangsungkan penyelesaian atas pertikaian mereka pada dua bulan mendatang, tepatnya bulan delapan tanggal lima belas..
Ketika berita ini tersiar dalam dunia persilatan, seluruh dunia terasa menjadi gempar.
Para jago persilatan berdatangan dari empat arah delapan penjuru dan bersama-sama berangkat menuju ke bukit.
Tiong san.
Hari itu, di depan loteng penerima tamu yang paling besar dan paling baik di kota Kho cong, tiba-tiba muncul seorang gadis baju merah yang menggembol pedang serta seorang lelaki bermuka merah yang menyelipkan sebuah kampaknya di pinggang.
Gadis berbaju merah itu mempunyai tubuh yang kecil mungil dan berparas muka cantik jelita.
Sebaliknya lelaki bermuka hitam itu berbadan kekar dan tegap.
Ketika kedua orang itu melakukan perjalanan bersama, terlihat sesuatu ketidak serasian yang menyolok sekali.
Sepasang kawan yang tak serasi ini berdiri agak lama ditengah jalan sambil mengawasi loteng Ing peng loo tersebut, kemudian lelaki bermuka hitam itu menegur .
''Hei, pelayan, dalam kota Kho cong ini, rumah penginapan manakah yang termasuk rumah penginapan terbaik?"
Suaranya keras bagaikan geledek dan sangat menggetarkan perasaan setiap orang. Pelayan itu cepat-cepat lari menghampiri lelaki itu dan sambil munduk-munduk sahutnya .
"Toaya, tepat sekali bila kau bertanya kepada hamba, siapa lagi yang tidak tahu kalau rumah penginapan paling besar dan paling baik di kota Kho cong ini adalah lng peng loo? Apakah kau ingin kamar kelas satu? Silahkan masuk, silahkan masuk!"
Lelaki bermuka hitam itu tidak memperdulikan ucapan pelayan itu, dengan merendahkan suaranya dia berbisik kepada si nona berbaju merah yang berada disisinya .
"Nona, bagaimana pendapatmu tentang tempat ini?"
Nona berbaju merah itu tidak menjawab, hanya mengangguk lirih, gayanya sangat sok. Saat itulah lelaki bermuka hitam itu baru berseru dengan suara kasar dan keras .
"Semua penginapan akan toaya borong!"
"Tapi, dalam penginapan kami seluruhnya terdapat tiga puluh enam buah kamar, kau..."
Maksudnya hanya berdua saja masa memerlukan kamar sebanyak itu? Belum lagi pelayan itu menyelesaikan kata-katanya, lelaki bermuka hitam itu sudah melototkan matanya besar-besar, dengan sinar mata setajam sembilu dia menatap wajah pelayan itu lekatlekat, kemudian tukasnya .
"Kau kuatir toaya tak sanggup membayar?"
Dari sakunya dia mengeluarkan sekeping emas yang memancarkan cahaya kuning yang amat menyilaukan mata.
Seketika itu juga sepasang mata pelayan itu terbelalak lebarlebat, cepat dia membungkukkan badan dan mengambil emas tersebut, lalu setelah dijilat teriaknya sambil melompat.
"Emas! Emas! Betul-betul emas murni!"
Menyaksikan sikap serta tingkah laku dari pelayan itu, lelaki bermuka hitam tadi segera tertawa seram, dengan gaya lebih sok dan suara yang kasar teriaknya .
"Anggap saja emas itu sebagai uang muka, semua kamar di penginapan ini toaya borong! Setiap orang yang berada di penginapan ini pun harus diusir keluar!"
Waktu itu sang pelayan sedang memegang emas murni itu sambil melamun, tapi setelah mendengar ucapan tersebut, dia baru tersentak bangun dari mimpinya.
Sebagai pedagang tentu saja ada peraturan sebagai pedagang, tentunya dia tak berani menyalahi tamu yang datang lebih duluan, maka sambil meringis katanya .
"Toaya toaya. hamba hamba akan berusaha untuk menjaga ketenangan disini, begitu toh boleh bukan?"
Kembali lelaki bermuka hitam itu melototkan matanya bulat-bulat, serunya .
"Pokoknya toaya hanya tahu akan memborong semua kamar yang ada dirumah penginapan ini, cepat bawa nona melihat kamar, siapa tak mau pindah, suruh dia datang mencariku!"
Sesungguhnya ucapan tersebut boleh dibilang terlalu mencari menangnya sendiri. Seketika itu juga terdengar ada orang tidak puas, sambil tertawa dingin serunya .
"Dunia saat ini sudah berubah menjadi dunia apa? Benar-benar manusia tak tahu diri!"
"Siapa itu?"
Bentak lelaki bermuka hitam itu dengan seramnya.
"cepat menggelinding keluar!"
Dari dalam rumah penginapan itu segera berjalan keluar seorang sastrawan berusia pertengahan, sambil tertawa dia menjawab .
"Setan jelek dari mana yang berani berkoak-koak disini."
Sikapnya jumawa sekali, kepalanya mendongakkan keatas dan sama sekali tak pandang sebelah matapun kepada orang lain.
Setibanya di depan pintu penginapan, dia baru mengalihkan sorot matanya ke wajah orang itu ..
Kontan saja kata-kata makian selanjutnya tidak mampu dia lanjutkan lagi, dengan badan gemetar dan kata-kata yang tersendatsendat serunya .
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ooh. Rupanya Hek. Hek bin bu pah (manusia bengis bermuka hitam) Cu tayhiap, siau.. siauseng Oh Thian tak tahu kalau kau kau yang datang .. harap sudi dimaafkan!"
Hek bin bu pah Cu Thi gou segera mengayunkan ujung bajunya dan melemparkan sastrawan berusia setengah umur itu ketengah jalan, kemudian bentaknya dengan suara keras .
"Enyah kau dari sini, hari ni aku orang she Cu tidak punya kegembiraan untuk mengumbar amarah denganmu!"
Cepat-cepat sastrawan setengah umur itu mengiakan berulang kali, dengan menggelinding sambil merangkak dia segera melarikan diri dari tempat itu.
Sastrawan setengah umur itu sebenarnya merupakan seorang jago persilatan yang tersohor dalam dunia persilatan, orang menyebutnya sebagai Im yang sam (kipas im yang) Oh Thian, kalau dibandingkan dengan hek bin bu pah meski kalah setingkat, tapi setelah dia melarikan diri terbirit-birit siapa lagi yang berani membangkang? Maka serentak semua orang berseru.
"Dia adalah Hek bin bu pah Cu tayhiap!"
Maka satu demi satu pun mereka pindah dari rumah penginapan tersebut secara sukarela.
Sudah semenjak sepuluh tahun berselang Hek bin bu pah Cu Thi gou terjun ke arena persilatan, belum lagi umurnya mencapai tiga puluh tahun, namanya sudah menggetarkan seluruh dunia persilatan, siapapun menaruh tiga bagian rasa jeri kepadanya.
Tak lama, dari ujung jalan sebelah depan sana terdengarlah suara roda kereta yang bergema datang.
Dengan cepat Hek bin bu pah Cu Thi gou serta nona berbaju merah itu membereskan pakaiannya dan berdiri keren disitu sambil menunjukkan sikap hendak menyambut kedatangan tamu.
Sebuah kereta besar berwarna hijau, didampingi dua puluh empat orang nona berbaju merah serta dua puluh orang lelaki berbaju ringkas berhenti didepan pintu penginapan.
Tirai kereta disingkap dan pelan-pelan berjalan keluar seorang gadis berbaju hijau.
Tiba-tiba saja semua orang merasakan matanya menjadi silau, lalu seruan tertahan berkumandang dari sekitar sana.
"Oooh..... cantik benar!"
Gadis berbaju hijau itu bukan cuma cantik saja bahkan dari sekujur badannya seakan-akan memancar semacam daya hidup yang segar, daya hidup tersebut bisa membuat seorang kakek tua renta yang loyopun segera merasakan dirinya jauh lebih muda berapa tahun setelah melihatnya.....
Tapi kalau dilihat dari gayanya sewaktu turun dari kereta, dengan cepat mendatangkan pula kesan bahwa nona itu masih kecil dan belum tahu urusan, dengan langkah yang santai dia melompat masuk kedalam rumah penginapan tersebut.
Seorang nona berbaju merah segera menghampirinya sambil berbisik .
"Kiongcu, kalau jalan jangan terlalu tergesa-gesa, jangan sampai dilihat orang lain sebagai suatu lelucon!"
Nona berbaju merah itu hanya bisa menggelengkan kepalanya berulang kali sambil menghela napas panjang, dengan cepat dia membawa nona berbaju hijau itu menelusuri serambi dan menuju kehalaman belakang.
Dihalaman belakang sana terdapat tiga buah bangunan yang mungil, bunga yang indah tumbuh dimana-mana, suasana amat tenang dan nyaman.
Setelah berada dalam bangunan mungil itu nona berbaju hijau itu baru buru-buru melepaskan selembar topeng kulit manusia, kemudian sambil menghembuskan napas panjang keluhnya .
"Benar-benar menyesakkan napas!"
Paras muka si nona berbaju hijau itu setelah melepaskan topengnya ternyata tiga bagian lebih cantik daripada sewaktu mengenakan topeng kulit manusia, cuma sayang masih terlampau bersifat kekanak-kanakan..
Yaa, siapa yang menyangka kalau seorang gadis secantik itu justru harus mengenakan selembar topeng kulit manusia, kejadian ini benar-benar mengherankan sekali.
Ketika dilihatnya nona berbaju hijau itu melepaskan topengnya, dengan terkejut nona berbaju merah itu berseru .
"Kiongcu, mengapa kau tak mau menuruti pesan dari sancu?"
Nona berbaju hijau itu segera berkerut kening, kemudian sambil melototkan matanya yang jeli, dia menegur .
"Cun lan, sesungguhnya kau yang menjadi kiongcu atau aku kiongcunya..?"
Nona berbaju merah yang bernama Cun lan itu segera tertawa tersipu-sipu, buru-buru sahutnya dengan hormat .
"Budak tidak berani!"
Ternyata dia tak lebih cuma seorang dayang. Gadis berbaju hijau itu sedikitpun tidak mengendorkan desakannya, kembali dia berkata .
"Kalau memang begitu, mengapa kau selalu mengurusi diriku?"
"Sebab Lo sancu yang berpesan demikian!"
Jawab Cun lan sambil mengeraskan kepala. Nona berbaju hijau itu segera tertawa dingin tiada hentinya .
"Jangan lupa dengan ucapan Lo sancu yang lain, sekarang kau adalah seorang kiong li (dayang keraton) dariku."
"Itu. itu......"
"Apa ini itu? Sedari kapankah kalian pernah menyaksikan Lo sancu memaksaku?"
Cun lan si nona berbaju merah ini sudah beberapa lama mengikuti nona berbaju hijau itu tentu saja diapun cukup mengetahui akan wataknya yang keras kepala, bila lagi sewot maka Lo sancu yang ditakuti setiap orang pun akan dibuat pusing kepalanya, apalagi orang lain.
Yaa, kalau lagi salah melompat, tugas semacam ini benar-benar salah dibuatnya, kalau salah kepada orang tuan putri, maka sang tuan putri pasti marah-marah, kalau menurut kehendak sang tuan putri, maka lo sancu marah hakekatnya serba salah dibuatnya.
Teringat sampai disitu, tak tahan lagi nona berbaju merah itu menghela napas panjang.
Ketika dilihatnya wajah Cun Lan yang mengenaskan itu nona berbaju hijau itu menjadi iba sendiri, katanya kemudian dengan suara yang lebih lembut .
"Cun Lan, tahukah kau bila topeng kulit manusia ini lagi menempel dimuka, begitu rapatnya dia menempel dimukaku sampai kulitpun turut menjadi gatal, tahukah kau betapa sengsaranya aku waktu itu? Tempat ini toh tak ada orang lain, kenapa tidak kulepaskan sebentar agar mukaku terasa segar? Toh disini tak bakal terlihat orang? Jangan kuatir ."
Ketika Cun Lan menyaksikan ucapan nonanya jauh lebih lembut, buru-buru diapun tertawa seraya berkata .
"Budak hanya bermaksud untuk mengingatkan Kiongcu saja, daripada nantinya sampai dimarahi Lo sancu, asal Kiongcu tahu diri, budakpun merasa berlega hati......."
Sambil berkata dia lantas berjalan keluar dari ruangan, lalu kembali gumamnya .
"Sekarang juga budak akan menyuruh mereka memperketat penjagaannya disini, daripada ada orang luar yang iseng masuk kemari dan mengganggu ketenangan Kiongcu."
Menanti Cun Lan sudah pergi, nona berbaju hijau baru memasang telinga untuk memperhatikan keadaan disekitarnya, ketika yakin kalau disitu tiada orang lagi, dengan kening berkerut dan mendepakkan kakinya berulang kali, dia berseru dengan gemas .
"Suatu ketika, aku pasti akan menyuruh kau tahu akan kelihayanku."
Menyusul kemudian diapun menghela napas pedih.
"Aaai tapi sekarang aku benar-benar tak berdaya!"
Sambil berkata mendadak ia kenakan kembali topeng kulit manusianya sambil membentak.
"Siapa diatas atap?"
Dari atas atap rumah berhembus lewat segulung angin menyusul kemudian terdengar seseorang berkata sambil tertawa cengar cengir.
"Siauseng adalah Pek hoa lengcu (lelaki romantis setangkai bunga) Thio Kian, khusus datang kemari untuk menghibur hati nona yang lagi kesepianl"
Bayangan manusia berkelebat lewat, didepan pintu telah bertambah dengan seorang sastrawan tampan yang berusia tiga puluhan tahunan, sikapnya amat santai dan wajahnya tampan sambil menggoyangkan sebuah kipas putih yang panjangnya delapan jengkal dia mengawasi wajah nona berbaja hijau itu sambil tertawa nyengir.
Nona berbaju hijau itu sama sekali tidak kaget, bagaikan bersua dengan teman lama saja, katanya seraya tertawa hambar .
"Tentunya kau datang dari atas atap bukan? Apakah tidak mengagetkan para penjaga disekitar rumah? Aku lihat, ilmu meringankan tubuh yang kau miliki hebat juga!"
Pek hoa lengcu Thio Khian adalah seorang raja iblis yang banyak merusak kehormatan orang, selain hatinya kejam, cara kerjanya juga sangat brutal.
Tapi karena ilmu silat yang dimilikinya sangat lihay, maka tidak seorangpun yang berani mengapa-apakan dirinya.
Maka ketika didepan pintu tadi ia menyaksikan kecantikan sinona berbaju hijau didepan pintu penginapan tadi, timbullah niatnya untuk melalap kehormatan gadis tersebut, meski dia tahu Hek bin bu pah lihay, namun masih tidak diremehkan olehnya, diam-diam diapun menyelinap masuk ke ruang belakang.
Ketenangan yang ditunjukkan gadis berbaju hijau itu segera membuat lelaki ini menjadi sangsi, dia berhenti sebentar didepan pintu, kemudian baru masuk kedalam ruangan.
Kembali nona berbaju hijau itu tertawa merdu, katanya kemudian .
"Kau tidak takut terhadap Hek bin bu pah Cu Thi gou?"
"Huuuh.. kalau cuma manusia macam Hek bin bu pah mah siauseng tak akan memandang sebelah matapun!"
Jawab Pek hoa lengcu Thio Kian sambil mengangkat kepala. Kemudian dengan langkah lebar, dia masuk ke dalam ruangan. Gadis berbaju hijau itu tertawa cekikikan.
"Berapa sih umurmu tahun ini? Aku lihat kau lebih cocok kalau kupanggil lo siauseng,"
Godanya.
Selama hidup belum pernah Pek hoa lengcu Thio Kian berjumpa dengan seorang gadis bernyali besar seperti ini, kontan saja mukanya berubah menjadi merah padam karena jengah.
Tiba-tiba paras muka nona berbaju hijau itu berubah menjadi dingin bagaikan es, katanya lagi .
"Tahukah kau siapakah Kiongcumu ini?"
Mendengar disinggungnya kata "Kiongcu"
Pek hoa lengcu Thio Kian segera meningkatkan kewaspadaannya, dia bertekad untuk tidak banyak bicara dan bawa kabur lebih dulu baru bicara kemudian. Maka sambil tertawa dingin, dia lantas menerjang kearah nona berbaju hijau itu sambil berseru .
"Peduli amat siapa dirimu!"
Dengan suatu gerakan yang cepat bagaikan sambaran kilat, dia segera mencengkeram pergelangan tangan kiri nona berbaju hijau itu.
Serangan itu datangnya amat cepat dan dahsyat, tapi nona berbaju hijau itu masih tetap tenang saja, sambil tertawa merdu dia berputar kesamping seraya bertekuk pinggang tahu-tahu serangan Sui tiong lau gwat (mendayung rembulan dari air) dari Pek hoa lengcu Thio Kian tersebut telah dihindari.
Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Pek hoa lengcu Thio Kian sebenarnya sudah merupakan suatu kepandaian yang hebat dalam dunia persilata, namun dia tak sempat menyaksikan gerakan apakah yang digunakan gadis berbaju hijau itu untuk menghindarkan diri dari jurus maut Sui tiong lau gwat yang selama ini tak pernah meleset itu.
Setelah tertegun sejenak, jurus serangan keduapun segera siapsiap dilancarkan.
Mendadak gadis berbaju hiaju itu menggoyangkan tangannya berulang kali seraya berseru .
"Tunggu sebentar! Tunggu sebentar! Kalau ingin turun tangan, lebih baik dibicarakan dulu sebaik-baiknya."
"Apa maksudmu?"
Tegur Pek hoa lengcu Thio Kian dengan suara berat dan dalam. Ternyata dia benar-benar mengurungkan niatnya untuk melancarkan serangan. Nona berbaju hijau itu segera tertawa cekikikan, ujarnya .
"Mari kita bertaruh! Dalam lima jurus serangan nanti bila kau berhasil menangkap diriku maka aku tak akan mengusik mereka dan diam-diam ikut kau pergi."
"Bagus jika toaya tidak berhasil menangkapmu dalam lima jurus, tanpa banyak bicara aku akan angkat kaki dari sini dan selanjutnya tak akan mengganggu dirimu lagi."
"Kalau begitu mah termasuk taruhan apa?"
Seru nona berbaju hijau itu sambil menarik kembali senyumannya.
"kau tak boleh angkat kaki dengan begitu saja."
"Memangnya aku harus menyerah kalah dan membiarkan diriku dibelenggu?"
Tanya Pek hoa lengcu Thio Kian sambil memancarkan sinar buas dari balik matanya. Senyuman manis segera menghiasi ujung bibir nona berbaju hijau itu, sahutnya .
"Dalam lima gebrakan nanti, bila kau tidak berhasil menangkap diriku, cukup bila kau bersedia membantuku untuk memberikan semacam benda kepada seseorang."
Pek hoa lengcu Thio Kian masih belum memahami permainan busuk apakah yang sedang dipersiapkan gadis berbaju hijau itu, karena taruhan tersebut sudah jelas lebih menguntungkan pihaknya.
Dia adalah seorang manusia bengis yang sudah terbiasa melakukan kejahatan, sudah barang tentu diapun segan untuk mempercayai perkataan orang dengan begitu saja, setelah sangsi beberapa saat lamanya diapun lantas berkata .
"Kalau cuma menghadiahkan sebuah benda kepada seseorang, rasanya kau sendiripun sanggup untuk melakukannya, mengapa kau harus bertaruh denganku?"
"Mau bertaruh atau tidak terserah padamu sendiri, akupun enggan untuk banyak ribut denganmu,"
Kata si nona berbaju hijau itu sambil berkerut kening.
"asal aku berteriak, sudah pasti ada orang yang akan menggantikan diriku untuk bertarung denganmu, silahkan saja mempertimbangkan sendiri untung-ruginya!"
Pek hoa lengcu Thio Kian benar-benar tidak habis mengerti tentang maksud hati gadis berbaju hijau itu tapi daripada kehilangan kedua-duanya, maka tak ada salahnya untuk dicoba. Maka diapun mengangguk berulang-kali.
"Baik, kita tetapkan dengan sepatah kata itu!"' katanya.
"Kalau begitu, kau boleh mulai turun tangan!"
Pek hoa lengcu Thio Kian tidak banyak berbicara lagi, sepasang tangannya segera diayunkan berulang kali melancarkan serangan berantai dengan jurus Luan cian bwe hoa (menggunting bunga Bwe secara ngawur), Hun im ki gwat (memisah awan mengambil rembulan), Kim cok wan (serat emas membelenggu pergelangan tangan) Liu seng kan gwat (binatang lewat mengejar rembulan) dan Sui tiong lau gwat (mendayung rembulan dalam air).
Nona berbaju hijau itupun segera mengembangkan pula gerakan tubuhnya untuk mengahadapi serangan tersebut, dalam waktu singkat seluruh ruangan tersebut sudah dipenuhi oleh bayangan hijau.
Begitulah tanpa menimbulkan sedikit suarapun, kedua orang itu terlibat dalam suatu pertarungan yang amat sengit.
Ruangan itu sesungguhnya tidak terlampau luas, tapi makin bertarung Pek hoa Lengcu Thio Kian merasakan hatinya semakin terperanjat sebab walaupun tempat itu sempit, dia tak mampu menowel seujung rambut nona berbaju hijau itu apalagi memegangnya.
Dikala lima jurus serangan itu baru habis dilancarkan dan tubuhnya agak terhenti sejenak, mendadak urat nadi pada pergelangan tangannya terasa menjadi kaku, tahu-tahu pergelangan tangannya itu sudah kena dicengkeram oleh sinona berbaju hijau itu.
Seketika itu juga, Pek hoa lengcu Thio Kian merasakan segenap tenaga dalamnya punah tak berbekas, dengan gelisah dia lantas berseru .
"Kau...... kau..,,..."
Agaknya nona berbaju hijau itu tidak berminat untuk melukainya, terbukti ia segera lepas tangan begitu berhasil mencengkeram lengan lawannya sambil tertawa katanya kemudian.
"Jangan takut pun kiongcu tak akan melukai dirimu."
Berbareng itu juga, tangannya yang lain telah menyusupkan semacam benda ketangan Pek hoa lengcu Thio Kian dengan nada perintah katanya .
"Cepat serahkan benda itu kepada So loyacu dikuil Tiong gak bio jangan sampai salah."
Tampaknya kelihayan ilmu silat yang dimiliki nona berbaju hijau itu telah menimbulkan perasaan ngeri dalam hati Pek hoa lengcu Thio Kian, dia tak berani menggoda lagi dengan kata-kata yang kotor, dengan hormat katanya .
"Tolong tanya siapakah nona? Bila So loyacu menanyakannya nanti .."
"Pun Kiongcu datang dari istana Ban seng kiong!"
Pek hoa lengcu Thio Kian tak berani banyak bertanya lagi, dia segera membalikkan badan dan melompat naik keatas atap rumah. Tapi belum lagi dia sempat pergi jauh, mendadak terdengar seseorang membentak keras .
"Bocah keparat, kau anggap kedatanganmu itu berhasil mengelabui ketajaman mata kami?"
Bagaimanapun juga Pek hoa lengcu Thio Kian termasuk seorang jago kenamaan di dalam dunia persilatan, tentu saja pengalamannya juga luas sekali, kecerdasannya boleh dibilang jauh melebihi orang biasa.
Sejak menyaksikan kepandaian silat yang dimiliki nona berbaju hijau itu, dia sudah menduga sampai dimanakah kelihayan dari pihak istana Ban seng kiong, maka mendengar suara bentakan itu, tanpa berpaling lagi dia membalikkan badannya dan melarikan diri kearah yang lain.
Sayang meski dia cepat, orang lain jauh lebih cepat lagi daripada dirinya, ketika ia mendengar segulung desingan angin tajam menyambar tiba, tahu-tahu jalan darah siau yau hiatnya menjadi kaku, tubuhnya terasa lemas dna tak ampun lagi tenaga dalamnya buyar dan tubuhnya pun terjatuh dari atas atap rumah.
Menyusul kemudian bayangan merah berkelebat lewat, tahu-tahu dia sudah dibawa masuk kembali ke dalam ruangan.
Mimpipun Pek hoa lengcu Thio Kian tidak menyangka kalau dalam dunia persilatan telah muncul begitu banyak jago persilatan yang berilmu tinggi, hingga dengan mengandalkan kepandaian yang dimiliki pun dia tak sempat melancarkan serangan balasan.
Setelah terjatuh ke tangan musuh sekarang tentu saja dia tak dapat berbuat lain kecuali memejamkan matanya dan pasrah kepada nasib.
Tapi dalam hati kecilnya dia mencaci maki nona berbaju hijau itu habis-habisan, dia merasa tidak seharusnya gadis tersebut mempermainkan jiwanya dengan mempergunakan cara tersebut.
Meksi matanya terpejam rapat, telinganya dipasang baik-baik, dia siap menunggu hukuman yang bakal diputuskan oleh Ban seng kiongcu.
Mendadak dari dalam ruangan itu terdengar seseorang mendehem pelan, tapi suara itu bukan suara dari Ban seng kiongcu, maka tanpa terasa dia membuka matanya untuk mengintip.
Tampak di dalam ruangan itu telah bertambah dengan seorang kakek berkepala botak, nona berbaju hijau tadi berdiri disamping kakek botak tersebut, sedangkan si nona berbaju merah yang menentengnya masuk kedalam ruangan itu berdiri di belakangnya.
Terdengar kakek botak itu mendehem beberapa kali, kemudian setelah menghela napas katanya .
"Bwe leng kembali kau tidak menuruti perkataanku!"
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dari nada pembicaraan tersebut, Pek hoa lengcu Thio Kian dapat mendengar kalau si kakek botak tersebut sedang menegur si nona berbaju hijau itu, sekarang dia baru tahu kalau si nona berbaju hijau itu sama sekali tidak berniat untuk mempermainkan dirinya, rasa marah dan kesal yang semula mencekam perasaannya pun segera banyak berkurang.
Ketika si nona berbaju hijau itu mendengar teguran dari kakek botak, dengan wajah tidak puas dia lantas berseru .
"Coba kau katakan, kesalahan apa yang telah kulakukan? Aku toh tidak mengingkari janji."
"Aku sudah banyak mengajarkan ilmu silat kepadamu meski tiada hubungan antara guru dan murid, tapi dalam kenyataan kita memang pernah berhubungan sebagai guru dan murid, selain itu aku adalah Lo sancu dari istana Ban seng kiong, sedang kau tak lebih cuma seorang kiongcu saja, kenapa kau berani bicara dengan nada semacam itu kepada diriku.?"
Pek hoa lengcu Thio Kian yang mendengarkan pembicaraan tersebut, diam-diampun merasa geli sekali, dia merasa Lo sancu tersebut benar-benar terlalu memanjakan nona berbaju hijau tersebut, sehingga sama sekali tidak memiliki kewibawaan sebagai seseorang dari angkatan yang lebih tua........
Darimana dia bisa tahu kalau lo sancu ini adalah seorang manusia berhati keji yang tindak tanduknya busuk dan kejam, pada hakekatnya sukar untuk mengukur hatinya dari perubahan mimik wajahnya itu....
Dalam pada itu paras muka si nona berbaju hijau itu telah berubah menjadi sangat tak sedap dipandang mungkin karena malu menjadi naik pitam, dengan suara keras segera serunya .
"Aku toh tidak meminta kau ajarkan ilmu silat kepadaku, aku pun tak ingin menjadi seorang kiongcu atau tidak, jika kau keberatan, lebih baik kita batalkan saja perjanjian tersebut sampai disini saja.... Nada pembicaraannya ketus sekali. Kakek botak itu sedikitpun tidak menjadi gusar, cuma katanya dengan suara pelan .
"Aku sendiripun sudah cukup banyak dibuat kheki olehmu, kalau ingin membatalkan janji juga boleh, sekarang juga kau boleh kembali ke tempat yayamu, cuma tentu saja janjiku kepadamu juga akan segera kubatalkan pula."
Dibalik perkataan itu terkandung pula nada ancaman. Tiba-tiba nona berbaju hijau itu tertawa manis, ia berkata .
"Walaupun kau juga tahu kalau kau sedang menggertak serta memperalat diriku, tapi ucapan seorang kuncu lebih berat daripada sebuah bukit, setelah kululuskan tentu saja aku tak akan membatalkan secara sepihak, janji itu hanya bisa batal bila kau yang membatalkannya lebih dulu!"
Sudah jelas dia merasa rada takut, tapi dalam pembicaraan sedikitpun ia tak mau mengalah. Kakek botak itupun tidak mempersoalkannya lebih jauh dia segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
"Haahhh. Haaahhhh.. haaahhhh.. terserah apa saja yang hendak kau katakan, pokoknya begitulah watak lohu, aku tak ingin menjadi seorang yang suka ingkar janji, tampaknya kau terpaksa harus menjadi kiongcu ban seng kiong selama dua tahun, sampai waktunya lohu baru akan memenuhi kehendak hatimu!"
Pelan-pelan gadis berbaju hijau itu menundukkan kepalanya dan menghela napas panjang, di balik helaan napas tersebut entah terdapat berapa banyak penderitaan dan kesedihan.
Kakek botak itu segera memberi tanda kepada Cun Lan atau si nona berbaju merah itu, lalu katanya.
"Ambil kembali barang milik Kiongcu itu dan kembalikan kepada Kiongcu!"
Diantara ulapan tangannya tersebut dia membuat sebuah tanda rahasia..
Dari tangan Pek hoa lengcu Thio Kian, nona berbaju merah itu mengambil kembali sebiji bunga mutiara, kemudian diserahkan kembali kepada nona berbaju hijau itu kemudian sambil tertawa katanya.
"Thio Kian itu manusia macam apa? Apakah kiongcu tidak kuatir bunga mutiaramu itu ternoda?"
Nona berbaju hijau itu segera melotot sekejap ke arah Cun Lan, dengan ketakutan nona berbaju merah itu bersin beberapa kali dan segera melengos ke arah lain.
Sambil menggertak giginya kencang kencang, nona berbaju hijau itu segera mengerahkan tenaga dalamnya dan meremas bunga mutiara itu sampai hancur menjadi bubuk, kemudian tangannya diayunkan ke depan dan menyebarkan hancuran bubuk itu ke manamana.
Kakek botak itu segera tertawa tergelak katanya .
"Besok lohu akan belikan sekuntum bunga mutiara yang lebih baik lagi untuk diberikan kepadamu."
"Huuuh, siapa yang kesudian dengan bunga mutiara busuk itu!"
Dengus si nona berbaju hijau itu. Sambil tertawa kakek botak itu segera melangkah keluar dari dalam ruangan, sambil keluar katanya .
"Pokoknya lohu berhasrat untuk berbuat demikian, mau diterima atau tidak terserah kepadamu sendiri."
Kemudian ditengah gelak tertawa yng amat nyaring, suara langkah kakinya itu makin lama semakin menjauh. Sepeninggal kakek botak itu, si nona berbaju hijau itu baru berseru .
"Cun Lan!"
Namun tiada jawaban yang terdengar, ketika dia menoleh, baru diketahui bahwa Cun Lan maupun Pek hoa lengcu Thio Kian sudah tidak berada disitu lagi. Maka sambil tertawa getir, diapun bergumam .
"Bagaimanapun juga Pek hoa lengcu bukan termasuk orang baik dibiarkan hidup juga hanya mencelakai orang didunia ini saja, beginipun ada baiknya juga, jadi akupun tak usah bersusah payah lagi!"
Dia berjalan ke sisi jendela dan memandang aneka bunga yang berada di luar jendela, kemudian sambil menghela napas sedih katanya .
"Sungguh mengherankan mengapa kau menaruh perhatian khusus kepadanya, lagipula bersedia menjadi kiongcu setannya selama dua tahun? Kalau kejadian ini sampai diketahui yaya, bisa jadi dia akan mentertawakan diriku sampai giginya pun turut terlepas!"
Tanpa disadari dia telah mencintai orang ini, demi orang ini dia rela untuk mengorbankan segala sesuatunya, tapi untuk sesaat dia belum berhasil menemukan apa alasannya. Sambil menghela napas, dia membalikkan badannya, mendadak dia menjerit kaget .
"Hei, kenapa kau kembali lagi?"
Ternyata entah sedari kapan tanpa menimbulkan sedikit suarapun kakek botak tadi telah berdiri di belakangnya. Sambil mengangkat bahu kakek botak tertawa, sahutnya .
"Lohu lupa untuk memberitahukan satu hal kepadamu, maka aku telah balik kembali, apakah kau merasa kesal lagi?"
"Ada urusan apa?"
Kakek botak itu tertawa terkekeh-kekeh.
"Lohu dan kakekmu telah mengadakan suatu perjanjian besok malam, maksudku aku hendak mengajakmu untuk menghadiri bersama, bagaimana menurut pendapatmu?"
Tentu saja nona berbaju hijau itu merasa kegirangan setengah mati, sepasang matanya terbelalak lebar-lebar sedangkan mulutnya memperdengarkan suara haah.haahh yang tiada hentinya, nampak sekali kalau hatinya merasa hatinya tidak tenang.
Terdengar kakek botak itu berkata lagi .
"Aku telah bertekad untuk membawamu pergi tapi dapatkah kau mengulangi sekali lagi perjanjian yang telah kita buat?"
Begitu menyinggung kembali soal perjanjian yang mereka lakukan, semua kegembiraan nona berbaju hijau itu seketika tersapu lenyap, bibirnya juga terbungkam dalam seribu bahasa. Kakek botak itu segera tertawa terbahak-bahak katanya .
"Loha akan mewakilimu untuk mengulangi sekali lagi! Pertama, selama dua tahun ini, kau tak boleh berbicara sepatah katapun dengan kakekmu. Kedua, dalam dua tahun ini kau tak boleh berjumpa dengan orang lain dengan raut wajah aslimu (termasuk kakek dan kekasih hatimu). Ketiga, selama dua tahun ini, kau tak lebih adalah Ban seng kiongcu yang harus berjuang demi nama besar istana ban seng kiong. Keempat, dalam dua tahun ini kau tak boleh mengutarakan asal usulmu yang sebenarnya kepada siapapun. Kelima, dalam dua tahun ini kau harus membunuh lima orang yang telah lohu tunjuk (lohu jamin kelima orang itu sama sekali tiada hubungannya dengan dirimu)!"
Mendengar sampai disitu, dengan mendongkol nona berbaju hijau itu segera berseru .
"Masih ada lagi, dalam dua tahun ini kau jamin dapat mengembalikan seorang Thi seorang manusia she Thi, kenapa tidak berani kau katakan?"
Kakek botak itu segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh....haaahh haaahhh .sebenarnya hendak kukatakan, tapi kau telah mendahuluinya, mana bisa kau salahkan kepadaku?"
Menyusul kemudian dengan wajah serius dia berkata lagi .
"Besok lohu hendak mengadakan pertemuan dengan kakekmu, dan kau turut hadir dengan kedudukanmu sebagai Ban seng kiongcu. Aku harap kau jangan terlampau emosi sehingga tidak dapat mengendalikan perasaan, sebab yang bakal celaka adalah bocah she Thi itu sendiri. Hehehe.... heeehhh..heeehhh. sekarang lohu sudah memperingatkan dirimu lebih dulu, sehingga kalau sampai terjadi sesuatu dikemudian hari, jangan kau katakan lohu tidak memberi peringatan lebih dulu!"
Selesai mengucapkan kata-kata itu, si kakek botak tersebut segera membalikkan badannya dan berlalu dari situ, meninggalkan si nona berbaju hijau itu harus memutar otak untuk mempertimbangkannya sendiri.
Apa yang sebenarnya telah terjadi? Kiranya ketika Pek leng siancu So Bwe leng sedang menikmati jalannya pertarungan antara kakeknya Tiang pek lojin melawan barisan Lo han tin dari Siau lim si, mendadak dia merasakan datangnya segulung angin tajam yang menyergap tubuhnya, belum lagi dia menjerit kaget, tahu-tahu tubuhnya sudah dikempit oleh kakek botak itu dibawa kabur.
Dalam kempitan lawan tersebut, ia dapat menyaksikan Boan san ji koay melakukan pengejaran yang ketat, lain kakeknya juga menyusul datang, sebenarnya dia ingin menjerit, tapi kakek botak tersebut telah menotok jalan darah bisunya, ini membuat gadis itu hanya bisa menyaksikan kakeknya pulang dengan perasaan yang murung ketika ia disembunyikan kakek botak diatas pohon.
Ternyata kakek botak itupun bersikap terbuka, begitu kakeknya pergi, dia lantas membebaskan totokan jalan darahnya serta mengajaknya berunding.
Pek leng siancu So Bwe leng adaiah seorang gadis yang tidak takut kepada langit tidak takut kepada bumi, tentu saja dia tak menggubris perkataan kakek itu, berulang kali dia melakukan penyerangan yang gencar terhadap kakek botak tersebut.
Sudah belasan kali dia mencoba usahanya itu, sayang tiap kali dia tak sanggup bertahan sebanyak dua gebrakan.
Kakek botak itu melayani terus serangan-serangan dari So Bwe leng sampai akhirnya gadis itu kehabisan tenaga dan tergeletak dengan perasaan tak luka.
Saat itulah tidak perduli gadis itu mau mendengarkan atau tidak, dia berbicara seorang diri, pokoknya isi pembicaraan itu pada garis besarnya adalah berkisar karena bakatnya yang baik, dia hendak menerimanya menjadi murid, memberi pelajaran ilmu silat kepadanya, membantu dia dan kakeknya untuk mencarikan Thi Eng khi dan mengalahkan partai Siau lim serta partei Bu tong.
Pek leng siancu So Bwe leng sama sekali tidak menggubris ocehan kakek botak itu bahkan mendengarpun tak sudi, ini membuat si kakek botak tersebut menjadi mencak karena mendongkol.
Akhirnya kakek botak itu berhasil menemukan titik kelemahan dari Pek leng siancu, dia dapat melihat bahwa nona yang keras kepala ini selalu acuh tak acuh terhadap persoalan apapun, tapi ketika membicarakan soal Thi Eng khi dari balik sinar matanya yang jeli itu segera terpancar keluar serentetan cahaya aneh.
Sebagai seorang manusia licik yang banyak tipu muslihatnya serta memiliki pengalaman yang luas, dengan cepat ia dapat memahami apa gerangan yang telah terjadi, maka sengaja dia mengibul dengan kata-kata besarnya .
"Sesungguhnya untuk mencari jejak Thi Eng khi bukanlah suatu pekerjaan yang terlampau sulit."
Benar juga, So Bwe leng segera bertanya tanpa sadar.
"Dia berada dimana?"
Dengan cepat kakek botak itu menggelengkan kepalanya berulang kali katanya .
"Aku tak dapat memberitahukan hal ini kepadamul"
Sekarang giliran P
Dendam Asmara -- Okt Hong Lui Bun -- Khu Lung Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long